filename
stringlengths
16
16
title
stringlengths
22
107
text
stringlengths
132
2.1k
softlabel
stringlengths
15
740
2020-060-04.json
Lubang Galian Batu Bata di Langkat Telan Korban, Walhi: Pengawasan Lemah
Lubang Galian Batu Bata di Langkat Telan Korban, Walhi: Pengawasan Lemah | Dari pengumpulan data mereka, banyak lubang tambang tak reklamasi pasca penggalian. Teknik pengawasan inspektur tambang di pusat dan provinsi, katanya, tak berjalan. Pengawasan lapangan terhadap izin-izin pertambangan oleh Dinas Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) pun lemah. Bahkan, mereka terkesan tak berani bertindak terhadap tambang ilegal sekalipun.Pemerintah Sumut, katanya, perlu membentuk tim terpadu guna perbaikan tata kelola pertambangan agar bisa benar-benar melihat sektor ini secara komprehensif baik dari segi administratif, finansial, teknis, kewilayahan dan lingkungan.Sisi administrasi, kata Ari, diduga masih ada izin tidak punya analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) maupun UKL/UPL. Padahal, dokumen-dokumen ini berperan penting dalam mencegah dampak lingkungan maupun sosial dan lain-lain.Sampai jatuh korban jiwa di lubang tambang, katanya, karena pembiaran pemerintah terhadap perusahaan.Dia mendesak, Pemerintah Sumut menindak tegas penambang sekaligus kaji ulang seluruh izin, dan moratorium izin melalui SK gubernur.Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Sumut , ada 260 Izin tambang operasi produksi di provinsi itu. Data 2019, di Langkat saja, ada sekitar 72 izin tambang operasi produksi. Itu yang berizin, usaha-usaha tambang tak berizin juga ratusan.“Ini yang belum ada tindakan hukum tegas. Saya bertanya kepada Dinas ESDM soal tambang ilegal ini ada 200-an. Ini tak mereka tindak tegas.,” katanya seraya bilang, tambang ilegal sangat merugikan negara dari sisi pajak, belum lagi kerusakan lingkungan, infrastruktur jalan, serta dampak kesehatan masyarakat.Dari sisi lingkungan, kata Ari, sangat serius karena banyak tambang ilegal maupun berizin tak menaati aturan perundang-undangan. Hingga kerusakan lingkungan rawan terjadi dan lagi-lagi masyarakat bisa jadi korban, seperti kalau terjadi bencana alam.
[0.9999874830245972, 6.7843425313185435e-06, 5.685313681169646e-06]
2020-060-04.json
Lubang Galian Batu Bata di Langkat Telan Korban, Walhi: Pengawasan Lemah
Lubang Galian Batu Bata di Langkat Telan Korban, Walhi: Pengawasan Lemah | Belum lagi, katanya, perusahaan yang menambang di kawasan hutan berpotensi merusak keragamanhayati karena habitat mereka hancur. “Ini jadi tanggung jawab besar bagi pemerintah.” Keterangan foto utama: Ilustrasi. Lubang-lubang tambang menganga tak ada reklamasi, dari lubang galian batubara, timah, emas, sampai batu bata. Korban pun berjatuhan seperti di Langkat ini. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia [SEP]
[0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425]
2014-026-17.json
Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan
Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan | [CLS] Hanya sepelangkahan orang dewasa, ruas jalan itu cukup dilintasi satu sepeda motor. Di sisi kiri dan kanan, pohon-pohon besar tumbuh subur. Daunnya rindang saling bersentuhan, bak dua insan saling berjabat tangan. Dedaunan itu kemudian membentuk kanopi di sepanjang lorong setapak.“Sip, kita sudah sampai,” kata Darmadi (44) sambil menghentikan laju sepeda motornya. Darmadi adalah warga Desa Petebang Jaya, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Dia seorang fasilitator dari Yayasan Dian Tama Pontianak. Siang itu dia bersama Benifasius, Kepala Desa Petebang Jaya.Perjalanan sepanjang lima kilometer dengan sepeda motor dari perkampungan hingga menyusuri jalan setapak itu pun berakhir. Di depan, terdapat aliran sungai kecil. Namanya Sungai Setulak’an. Tak jauh dari bantaran sungai, berdiri kokoh sebuah pondok kecil. Material bangunannya serba kayu kelas atas. Rata-rata belian (ulin). Kayu keras ini masih banyak dijumpai di hutan sekitar desa.Amid, si empunya pondok sedang mengerjakan sesuatu. Di genggaman pria 50 tahun ini, sebilah parang mengayun dalam irama yang konstan. Tok, tok, tok, mata baja itu menancap sasaran. Hanya beberapa saat, kayu yang menjadi objek garapan Amid sudah membentuk sebuah alat. Orang setempat menyebutnya tugal, salah satu alat yang digunakan petani untuk menanam padi di ladang.Amid, asli Dayak. Belasan tahun yang lalu dia memutuskan menetap di hutan yang dikelolanya secara mandiri. Hutan itu lebih dikenal dengan sebutan dahas.Istrinya, Siukir (48) juga ikut serta menetap di pondok, sambil membantu menyiapkan segala kebutuhan hidup. Hanya sesekali Amid pulang ke kampung untuk berbelanja kebutuhan hidup rumah tangga yang tidak tersedia di dahas. Keputusan meninggalkan kampung halaman dia tempuh mengingat dahas baginya adalah nafas hidup keluarga.
[0.013069942593574524, 0.020550377666950226, 0.966379702091217]
2014-026-17.json
Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan
Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan | “Awalnya, tempat ini kami manfaatkan sebagai ladang. Ketika masa panen selesai, kita pindah dan membuka lahan baru. Bekas ladang yang sudah ditinggalkan kami tanami kembali dengan pohon buah, karet, dan jenis pohon berkualitas baik seperti belian dan meranti. Beginilah hasilnya. Hutan tetap tertutup,” katanya menjelaskan asal-usul dahas.Ayah tiga anak ini mengatakan, jika bekas ladang tidak ditanami pohon buah atau jenis pohon dengan kayu berkualitas baik, maka hutan akan mengalami kerusakan parah. Pasalnya, mayoritas warga di Desa Petebang Jaya hidup dari ladang. Sedangkan mereka masih menerapkan pola pertanian gilir balik. Meski tak pernah mengecap dunia pendidikan formal, Amid fasih  menjelaskan keterkaitan antara gen dan biosfer.Bank HutanAmid, dan mayoritas warga di Desa Petebang Jaya, serta desa-desa sekitar seperti Tanjung Beulang, Pasir Mayang, dan Desa Rangga Intan, sudah menjadikan dahas sebagai bank. Di tempat itulah warga menabung untuk kemudian meraup hasilnya di kemudian hari.Hutan yang dikelola masyarakat ini dipenuhi pohon buah. Nama lokal dari jenis buah yang ada di dahas di antaranya patikala, asam paoh, kembayau, mentawak, pekawai, durian, cempedak, duku, hakam, dan kapul. Ada pula kekalik, ketimbang, kondang, sebangkui, topah susu, acung, lucung, dan rerangga. Semuanya bisa dikonsumsi manusia dengan aneka rasa, dari asam hingga manis.Sebagian dari pohon buah itu tumbuh sendiri secara alamiah. Sebagian lagi musti ditanam dari bibit yang diambil dari hutan di sekitar dahas. Tanaman lain yang pernah menjadi primadona bagi warga adalah karet. “Awalnya harga karet pernah tembus 20 ribu rupiah per kilo. Tapi sekarang tinggal 4.000 rupiah saja,” kata Amid.Kendati demikian, dia tetap setia merawat dahas miliknya seluas lima hektare itu. Harga karet terjun bebas bukan sebuah alasan bagi Amid untuk meninggalkan dahas. “Tak perlu kita menggantungkan hidup sama karet semata,” katanya.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2014-026-17.json
Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan
Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan | Bagi Amid, keanekaragaman hayati di dalam dahas sudah cukup guna menghidupi keluarganya. Beras diperoleh dari ladang sendiri. Ikan bisa ditangkap di sungai. Apalagi buah-buahan, tinggal dipetik di halaman sekitar pondok.Perilaku hidup seperti ini diakui sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Orang kampung paham betul bagaimana cara menjaga agar hutan tetap lestari. Warga mengambil sebatas cukup. Selebihnya dibiarkan tumbuh dan berkembang secara alamiah.Dahas juga bisa berlaku layaknya supermarket bagi orang kampung. Tempat alami buat menabung untuk kemudian menikmati hasilnya di kemudian hari. Dahas adalah potret identitas warga pedalaman Ketapang.***Ada 616 jiwa warga Desa Petebang Jaya hidup di kawasan seluas 6.600 hektar. Tata guna lahan diperuntukkan bagi perkebunan karet masyarakat, perladangan, dan permukiman. Warga setempat membagi wilayahnya menjadi kawasan budidaya tanaman pangan, dengan sistem pertanian ladang dan perkebunan campur.Amid tidak mengetahui kapan skema hutan kemasyarakatan itu dimulai. Turun-temurun dahas sudah ada dan dipertahankan hingga kini. Dari kakek nenek sampai anak cucu. Seperti itulah cara mereka merawat hutan. Tidak pula asal tebang dan babat lalu ditinggalkan menjadi padang gersang. Justru ladang yang ditinggalkan ditanami kembali hingga rimbun seperti semula. “Pokoknya sudah ratusan tahun warga di sini mengelola hutan seperti ini,” ucapnya.Amid juga menjelaskan ikhwal anak-anaknya yang juga sudah memiliki dahas sendiri. Kelak, dahas itu akan dikelola oleh keturunan selanjutnya. “Anak-anak saya sudah berkeluarga. Masing-masing punya dahas sendiri. Kami selalu menganggap bahwa dahas adalah titipan anak cucu. Itu artinya, dosa kalau ditelantarkan,” katanya.Menjaga Sumber Air
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2014-026-17.json
Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan
Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan | Selasa (2/9/2014), matahari perlahan beranjak sekitar 40 derajat dari lokasi peraduannya. Amid beranjak dari tempat kerjanya. Parang yang semula jadi media untuk bekerja dikembalikan ke warangkanya. Dia mengajak serta keliling dahas serta melihat sumber utama air di perhuluan Sungai Bunyau.Sekitar 500 meter berjalan kaki di kemiringan sekitar 45 derajat, daerah aliran sungai Bunyau sudah tersaji di depan mata. Musim kemarau berkepanjangan mengakibatkan debet air sungai berkurang. Dasar sungai tampak jelas. Bening laksana kristal, dengan bebatuan yang kokoh tertancap ke tanah. Kendati demikian, Sungai Bunyai tak pernah kering. Airnya senantiasa mengalir ke sejumlah dahas milik warga Petebang Jaya.Warga penghuni dahas menjaga sumber air itu. Jika dahas kekurangan air, akan berdampak pada tumbuhan yang ada di dalamnya. Dan bagi Amid, air, tanah, udara, dan api adalah satu bentang alam yang saling berkaitan dengan manusia. Dengan demikian, ia patut dijaga keseimbangannya.Melalui dahas yang dikelolanya, Amid dan warga Petebang telah memberikan pendidikan penting bagi dunia, bagaimana cara mengelola hutan agar tetap terjaga lestari lewat kearifan lokal, demi kelanjutan hidup umat manusia di atas bumi. [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-016-12.json
Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya?
Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya? | [CLS]  Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar dialog daring Kebijakan Pengembangan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologis di wilayah NTT, Rabu (6/10/2011). Dalam dialog tersebut Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT Kosmas D. Lana menegaskan komitmen pemerintah NTT dalam menjaga ekologi.Kosmas menyebutkan, berbagai riset menunjukan pengelolaan sumber daya hutan, pesisir dan laut masih dipandang sebagai sumber ekonomi jangka pendek.Hal ini berdampak kepada dilakukannya eksploitasi yang berlebihan sehingga mengakibatkan berkurangnya tutupan hutan dan kerusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir dan laut.Situasi ini membutuhkan upaya yang serius dari semua level pemerintahan untuk mengatasi persoalan tersebut.“Paradigma mengejar pendapatan ekonomi dalam jangka pendek dengan menguras sumber daya alam dan mengorbankan kestabilan lingkungan hidup harus diubah ke arah pembangunan yang lebih berkelanjutan,” katanya.Kosmas menekankan pentingnya pemerintah daerah menyediakan skema insentif anggaran bagi pemerintah dibawahnya yang berkinerja baik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta pembangunan yang rendah emisi sesuai dengan kewenangannya.Skema ini dikenal dengan istilah Ecological Fiscal Transfers (EFT) atau Transfer Anggaran Berbasis Ekologi. Sejalan dengan kebijakan pengelolaan keuangan daerah, skema EFT telah diadopsi oleh sejumlah pemerintah daerah di Indonesia.Skema yang diterapkan berupa Skema Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi (TAPE) dan Skema Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE).“Pemerintah NTT telah berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan ekonomi hijau yang salah satunya tercantum dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJPD) Provinsi NTT (2005-2025), yaitu mewujudkan NTT wilayah yang memiliki keseimbangan dalam pengelolaan lingkungan,” ungkapnya.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-016-12.json
Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya?
Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya? | Kosmas menjelaskan, agenda ini diterjemahkan dalam misi RPJMD 2018-2023, yakni mewujudkan masyarakat sejahtera, mandiri dan adil melalui empat pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan kelembagaan.“Dengan skema EFT ini, diharapkan menjadi alternatif skema pendanaan untuk mencapai visi misi pembangunan Provinsi NTT,” ucapnya.baca : Mendorong Pembangunan Berbasis Ekologi dalam RPJMD Sulsel, Seperti Apa?   Berbasis KinerjaPada kesempatan yang sama, Margaretha Tri Wahyuningsih dari Asia Foundation mengatakan sebelumnya transfer fiskal untuk mendukung pengelolaan lingkungan hidup berbasis afirmasi, bukan berbasis kinerja.Dengan begitu semakin parah kerusakan lingkungan hidup yang dialami suatu daerah maka akan semakin besar juga alokasi transfer yang diberikan oleh pemerintah yang lebih tinggi kepada daerah tersebut.“Ini yang coba kita seimbangkan dengan tetap menghargai daerah-daerah yang sudah melakukan upaya untuk perbaikan lingkungan hidup. Karena itu didorong pola transfer fiskalnya berbasis kinerja,” tuturnya.Margaretha memaparkan di Provinsi Kalimantan Utara, indikator-indikator dipilih berdasarkan kebutuhan target prioritas yang ada di dalam visi misi kepala daerah terpilih dan RPJMD.Visi misi itu kemudian dituangkan ke dalam RPJMD dan itu relevan di dalam daerah serta ada ketersediaan data. Ketersediaan data menjadi salah satu tantangan terbesar.“Ketika ketersediaan data itu ada, maka itu akan lebih mudah untuk didorong seperti di Provinsi Kalimantan Utara,” ungkapnya.Margaretha menyebutkan, di Kalimantan Utara, indikator-indikator yang didorong ke dalam Pergub No.6/2019 itu adalah pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di areal pemanfaatan lain.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2021-016-12.json
Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya?
Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya? | Lanjutnya, ada juga penyediaan ruang terbuka hijau, pengelolaan persampahan, perlindungan sumberdaya air dan pencegahan pencemaran udara yang juga sebenarnya masuk ke dalam indeks pengelolaan lingkungan hidup yang ada di provinsi tersebut.“Sebenarnya ketersediaan data ini juga kurang lebih pasti tersedia di provinsi lain, namun tetap melihat kepada rencana-rencana strategis dari provinsi tersebut” ungkapnya.Margaretha melihat komitmen untuk mendorong TAPE di provinsi NTT ini sangat luar biasa dan menjadi salah satu upaya perlindungan hidup melalui komitmen kepala daerah yang perlu banyak dicontoh oleh provinsi lain.baca juga : Kontribusi Masyarakat Adat dalam Pembangunan Berkelanjutan Tak Bisa Diremehkan  Kebijakan EkologiJoko Tri Haryanto dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengatakan hasil pemetaan kemandirian di NTT masih menengah ke bawah namun pertumbuhannya meningkat.Joko sarankan agar dioptimalkan pertumbuhan ini dengan melakukan beberapa perbaikan, utamanya RPJMD. Perlu inovasi baru dimana salah satu opsi terbaik yakni model bisnis jasa lingkungan, sebuah model bisnis masa depan.Ia sebutkan semua negara global konvergensinya satu arah, mengarah ke pembangunan rendah emisi. Ketika semua pemimpinnya bicara di dialog internasional, kalau tidak bicara mengenai emisi karbon terkesan ‘mati gaya’.“Maka berlomba-lomba membuat inovasi kebijakan dan biayanya tidak banyak. Dari 524 daerah di Indonesia,  yang sudah punya inovasi terkait dengan kebijakan ekologi baru bisa dihitung dengan jari,” ungkapnya.Joko sebutkan, Kalimantan Utara mempunyai posisi yang lebih baik dibandingkan daerah lain karena telah menerapkan inovasi kebijakan ekologi. Inovasi ini memiliki pasar tersendiri dan provinsi ini akan menjadi pemimpin pasar.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2021-016-12.json
Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya?
Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya? | Joko menambahkan memang sering dikatakan bahwa dana bukan segalanya tapi masalahnya segalanya butuh dana. Tapi ada proses untuk itu sehingga perlu disamakan frekuensi antara pusat dan daerah.“Ketika kemudian kita bicara inovasi ekologi maka itu adalah trigger kita mengubah paradigma. Ketika bicara konservasi bukan semata mata bicara biaya tapi dengan konservasi kita bisa men-generate benefit baru yang kemudian di bagikan kepada semua pemangku kepentingan,” jelasnya.perlu dibaca : Pajak Karbon dan Harapan Pembangunan Indonesia Berkelanjutan  Joko katakana APBN dan APBD itu terbatas. Laporan UNFCCC 26 November 2008 menyebutkan, jumlah investasi dan aliran dana yang diperlukan untuk mencapai target pengurangan emisi (mitigasi) dan peningkatan kemampuan adaptasi jauh lebih besar dibandingkan dengan dana publik yang tersedia baik dari dalam negeri maupun dari mekanisme pendanaan multilateral dan bilateral.Untuk itu, perlu inovasi, menciptakan perubahan untuk memacu kolaborasi karena kapasitas pendanaan pemerintah terbatas, tidak lebih dari 34%.Artinya 66% harus dioptimalkan dari non APBN dan APBD. Harus diciptakan kondisi agar 66% bisa datang dengan sendirinya. Tapi tentunya 34% itu harus baik dan kata kuncinya tata kelola berupa tata uang dan tata ruang.Ada tiga aspek besar yang harus dikerjakan pemerintah daerah. Pertama dimulai dari sisi hulunya, perencanaan penganggaran dengan membuat RPJMD hijau dan berketahanan bencana.Kedua, implementasi meliputi climate budget tagging, TAPE atau TAKE, pembayaran jasa lingkungan, TAPE DBH-DR dan TAPE PESKetiga, ekspansi berupa ekstensifikasi sumber pendanaan APBD melalui Green Climate Fund, BPDLH, PT.SMI (SDG One) dan Forum CSR.“Setelah itu baru dijual dan dikomunikasikan ke internasional dengan baik karena ada nilainya. Tapi kalau meminta dana usahakan yang banyak sekalian,” sarannya.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-016-12.json
Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya?
Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya? | baca juga : Bagaimana agar Pembangunan Tak Perparah Krisis Iklim?  Bambu AgroforestriDirektur Yayasan Bambu Lestari, Arief Rabik mengatakan NTT merupakan titik pusat bambu untuk pembangunan hijau, dengan sumber daya bambu yang besar dan masih utuh.Ada lebih dari 100 ribu ha hutan bambu dan aksesnya ke hutan cukup gampang. Makanya dikembangkan sistem bambu agroforestri. Gubernurnya melihat bambu sebagai harta karun hijau bagi masa depan konservasi lingkungan dan peningkatakan ekonomi NTT.Ia tambahkan, dukungan dana APBD menjadikan NTT sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia dengan program pembibitan bambu berskala masif dan berbasis desa yang akan menjadi landasan bagi industri bambu yang lestari.“NTT telah memiliki roadmap yang jelas tentang pengembangan desa Wanatani Bambu dan industri Bambu Berbasis Desa yang memastikan bambu menjadi solusi ekologi dan solusi ekonomi bagi masyarakat,” paparnya.NTT telah memiliki kampus Desa Wanatani Bambu Turetogo di Kabupaten Ngada yang menjadi center excellence bagi edukasi, riset dan inovasi tentang semua hal terkait bambu, mulai dari kultivasi hingga teknologi terapan dan industri kreatif.Arief meyakini terciptanya 200 desa Wanatani Bambu di NTT akan memiliki sumbangan besar bagi penyelamatan bumi karena mampu menyerap 20 megaton CO2 dan memulihkan 400 ribu hektare lahan kritis per tahun.“Bambu mampu memberdayakan 42 ribu KK petani dan menghidupkan berbagai jenis industri bambu,” pungkasnya.  [SEP]
[0.9844164848327637, 0.01529403030872345, 0.0002894267381634563]
2019-056-11.json
Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah
Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah | [CLS]  Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar adalah salah satu lokasi langganan aksi clean-up di Bali. Oleh komunitas, pemerintah, dan perusahaan. Namun, sampah plastiknya tak pernah habis. Seperti aksi terakhir pekan ini yang diikuti sejumlah peselancar dunia.Sebagian peringatan hari lingkungan dan kelautan kerap dipusatkan di pantai langganan kompetisi layangan ini. Terlebih dua tahun terakhir setelah isu sampah laut terus meluas.Salah satu penyebabnya selain jadi muara beberapa sungai, bisa jadi sampah plastik yang terkubur di pasir dan sela-sela batu besar, sarana penahan abrasi di pantai ini. Ini dibuktikan oleh belasan orang yang berhasil menarik puluhan kilogram sampah plastik dari tumpukan bebatuan, sebagian sudah hancur dan tak nampak lagi merek di kemasannya. Namun plastiknya tak hancur, malah jadi serpihan. Calon mikroplastik yang akan menyebar di lautan.Sampah plastik yang tertimbun dan terperangkap karang batu dan karang ini ditarik dengan penjepit bambu atau aluminium, oleh sejumlah relawan aksi peringatan bersih pantai atau International Coastal Clean Up 2019, pada Jumat (10/5).baca : Rela Ngayah demi Membersihkan Ubud dari Sampah  Bergabung bersama sekitar 700 relawan adalah tiga surfer dunia yang dihadirkan oleh Breitling, produsen jam tangan mewah. Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Perikanan dan Kelautan serta Ocean Conservancy. Para peselancar populer ini adalah Kelly Slater, Stephanie Gilmore, dan Sally Fitzgibbons.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-056-11.json
Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah
Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah | Kelly Slater, salah satu legenda surfing ini menggunakan tangannya menarik plastik dari krib karang. Bersama beberapa relawan lain, ia tengkurap di karang agar tangannya menjangkau ke permukaan pasir yang tertutup krib ini. Sekitar 10 menit, ia berhasil menarik sekitar satu kardus sampah plastik. “Saya menggali pasir dan batu, tidak berpindah di titik ini. Apa impresimu pada sampah ini?” tanyanya saat diwawancara tim Ocean Conservancy.Menurutnya upaya daur ulang harus dilakukan dengan benar karena masih banyak botol dibuang sembarangan. Ia heran bagaimana satwa laut menghadapi dampak sampah dari darat ini.Stephanie Gilmore dan Sally Fitzgibbons membagi pengalamannya di pantai lain di dunia, walau kelihatannya bersih, juga kadang masih ada sampah. Risikonya jika dibiarkan, maka gelombang mikroplastik yang tercipta. Ketiganya menyebut solusinya mudah. “Bawa botol air sendiri, tas, tak butuh banyak usaha. Tiap orang sebaiknya memulai,” sahut mereka bergantian.Saat ini, makin banyak peselancar membuat video di laut menunggangi gelombang sampah. Juga penyelam yang memotret genangan sampah di permukaan ketika mengamati megafauna seperti paus dan pari manta. Hal ini dengan mudah dilakukan saat musim angin barat menerpa pesisir Bali, ketika angin mengarah ke daratan.baca juga : Riset Membuktikan Ini Jenis Sampah Laut Terbanyak di Pesisir Bali  Event bersih-bersih pantai yang hanya sekitar satu jam ini dibuat megah dengan lokasi yang beratapkan konstruksi besi raksasa bak konser musik besar. Ada banyak tenda yang menaungi logistik minuman dan makanan, registrasi, tempat penimbangan sampah, dan lainnya.Sintya dan Gek Uma, siswa SD 11 Sanur ini tak kalah bersemangat. Sekolah ini paling sering terlibat dalam aksi bersih-bersih karena lokasinya di Sanur. Mereka menentang plastik sampah besar dan memutari krib.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-056-11.json
Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah
Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah | Sementara dua perempuan muda yang bekerja di BPSPL Denpasar, Nia dan Ina menunjukkan dua wadah berisi puntung rokok. Mereka mengaku dipungut dalam waktu 30 menit di sekitar pantai, terutama tempat parkir dan bale-bale, tempat duduk. “Kami sudah kasih tahu supir-supir di tempat parkir, mereka iya-iya saja,” ujar keduanya. Para perokok agaknya perlu membawa wadah puntung rokok pribadi jika tak menemukan tong sampah. Puntung ini malah merepotkan karena terdiri dari aneka bahan berbeda.Relawan lain mengumpulkan bekas tali-tali layangan dan plastik layangan. Area Pantai Mertasari ini padat aktivitas massal sehingga pengelolaan sampah jadi tantangan besar.baca juga : Sustainism Lab, Cara Trendi Kelola Sampah Sendiri di Bali  Di sudut lain ada sejumlah meja yang memamerkan inisiatif pengolahan sampah, misal komposting, jadi kerajinan, dan pembakaran. Pojok yang cukup menarik perhatian sejumlah orang, sebuah mesin pembakar sampah plastik oleh kelompok Get Plastic atau tarik plastik. Mesin sebesar gerobak bakso keliling ini diletakkan di atas pasir, Dimas Bagus Wijarnako, salah satu pendiri Get Plastic mendemonstrasikan pembakaran sampah plastik jadi minyak. Ia mengoperasikan mesin GP009 pengembangan dari mesin sebelumnya.Bagus menunjukkan reaktor, kondensor, tabung penyimpanan minyak, serta penyaring gas dengan teknik hidrokarbon di perangkat ini. Ia menuang tutuk botol plastik warna-warni dan kresek ke dalam kotak pembakaran yang tak nampak mengeluarkan asap.Sistem pembakaran pirolasis ini makin banyak yang jual, secara umum adalah proses dekomposisi senyawa organik yang terdapat dalam plastik melalui proses pemanasan dengan sedikit atau tanpa melibatkan oksigen.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2019-056-11.json
Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah
Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah | Inisiatif pembakaran sampah Get Plastic ini menargetkan plastik jenis LDPE seperti kantong/tas kresek, pembungkus makanan, dan lainnya yang jarang dikumpulkan untuk dijual. Karena nilai ekonomisnya kecil. Beda dengan botol PET dan kaleng.“Jenis plastik HDPE dan PP paling tinggi kualitas minyaknya, seperti Pertamax,” seru Dimas. Ia sendiri mengklaim sudah ujicoba tur Jawa-Bali pada 2018 lalu menempuh perjalanan 1200 km menggunakan minyak hasil pembakaran sampah dengan model pirolasis ini.Residu hasil pembakaran disebut sekitar 5% dari total berat sampah yang dibakar. Dimas menyebut tak mencemari lingkungan karena senyawa black carbon yang bisa jadi pupuk.perlu dibaca : Inilah Gringgo, Aplikasi Android Pengelolaan Sampah di Bali  Tapi ia mengingatkan tak jual alat pembakaran, malah ingin menunjukkan bahaya sampah plastik karena bisa jadi minyak. Salah satu pilot project-nya sebuah desa di Banyuwangi, untuk mengurangi volume sampah warga.“Ini edukasi, jika sampah plastik tetap berbahaya walau dapat minyak,” kata Dimas. Ia juga tidak setuju ide insinerator untuk membakar sampah perkotaan yang akan dilaksanakan sejumlah pemerintah daerah. Mekanismenya belum bisa bersih dan berisiko mencemari dioksin, senyawa beracun dari asap pembakaran. Sementara mesinnya berkonsep vacum, mekanisme tertutup. Sehingga dalam prosesnya memerlukan pendinginan, ia menyiapkan wadah berisi air di sisi mesin.Apakah sampah bisa hilang hanya dibakar atau dipungut?Pantai Mertasari menunjukkan walau langganan aksi kampanye publik, selama perilaku manusia masih membuang sampah sembarangan atau tak mengurangi kemasan sekali pakai, maka sampah yang berisiko ke laut masih tinggi. Ini jadi bagian manajemen pengelolaan sampah yang masih jadi pekerjaan rumah pemerintah dan pengelola obyek wisata pesisir.
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2019-056-11.json
Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah
Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah | Dalam kegiatan ini terkumpul lebih dari 630 kg sampah dalam waktu satu jam oleh lebih dari 700 relawan yang terdaftar terdiri siswa dan siswi SMP Wisata Sanur, SD 10 Sanur, SMP 9 Sanur dan SD 11 Sanur, dan komunitas lokal seperti Marine Buddies, Trash Hero, Eco Bali, Bersih-Bersih Bali, Bye-bye Plastic Bag, dan masyarakat umum lainnya.  [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2016-088-05.json
Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan
Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan | [CLS] Tanggal 30 Januari setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Primata Indonesia, dan ProFauna Indonesia secara khusus merayakannya dengan mengajak seluruh elemen masyarakat terlibat kampanye anti perburuan primata.“Kita prihatin dengan perburuan primata yang meningkat. Keterlibatan generasi muda dengan mengunggah foto-foto hasil perburuan satwa di media sosial menunjukkan kurangnya pemahaman mereka. Ini yang mendasari kami mengkampanyekan Hari Primata,” ujar Rosek Nursahid kepada Mongabay-Indonesia.Data ProFauna menunjukkan, perburuan satwa khususnya primata kerap terjadi. Di Jawa Timur saja, pada 2015, terdapat 50 kasus perburuan, termasuk yang diunggah di media sosial. Untuk Jawa Timur, pemantauan yang dilakukan ProFauna memang rutin, termasuk dari para Ranger. Sementara untuk data nasional, ProFauna memperkirakan 100-an kasus, yang dipantau dari media massa maupun jejaring sosial.“Lutung jawa dan monyet ekor panjang yang mendominasi sebagian besar kasus perburuan, selain kukang jawa. Bila dibiarkan, populasi primata ini semakin terancam.”Menurut Rosek, sekitar 95 persen primata yang dijual di pasar bebas merupakan hasil perburuan. Kebanyakan, orang berburu itu untuk dijual kembali, selain diambil dagingnya untuk dimakan atau sekadar hobi.“Perburuan yang meningkat ini tidak diimbangi dengan upaya pencegahan dan penegakan hukum. Vonis hukuman bagi pelaku kejahatan satwa, rata-rata rendah, bahkan sering tidak dilanjutkan karena alasan tidak jelas.”ProFauna mengajak masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap primata dengan kampanye penghentian perburuan. “Intinya, ProFauna sebagai inisiator dan fasilitator yang mengajak masyarakat untuk terlibat langsung. Kami ingin masyarakat, baik individu, kelompok, atau organisasi berpartisipasi dan melakukan aksi nyata,” terang Rosek.Penebar benih
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2016-088-05.json
Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan
Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan | Wirdateti, Peneliti Primata LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menuturkan, primata kita kenal sebagai non human primate yang secara genetik mirip manusia.Keberadaan primata di hutan sangat penting sebagai indikator ekologi. Artinya, hutan yang bagus dapat dilihat dari keberadaan primata. Misal, orangutan yang memakan tumbuhan. Semakin banyak tumbuhan yang ada di hutan akan membuat orangutan semakin eksis hidupnya. Ini juga berlaku untuk owa, surili, maupun lutung.Primata juga sangat berpengaruh dalam rantai makanan. Primata merupakan pemencar biji yang baik serta sebagai pengendali hama tanaman mumpuni. Sebut saja tarsius dan kukang. Tarsius ini 100 persen pemakan serangga, sementara kukang sekitar 60 persen. Fungsi ke duanya begitu besar bagi kelestarian habitat satwa liar.Sementara orangutan, merupakan spesies luar biasa dalam hal menjaga ekosistem hutan. Fungsi yang tak tergantikan olehnya adalah menebar biji untuk meregenerasi hutan. “Secara tidak langsung, kita berhutang jasa pada primata,” papar Wirdateti.Namun bila berkaca pada status 25 primata terancam punah 2014-2016 dalam “Primates in Peril: The world’s 25 most endangered primates” terlihat ada 3 primata Indonesia yang masuk  dalam kategori Kritis (Critically Endangered/CR). Jenis tersebut adalah orangutan sumatera (Pongo abelii), kukang jawa (Nycticebus javanicus), dan simakobu (Simias concolor). “Ancaman nyata kehidupan primata ini adalah rusaknya habitat, diburu untuk dikonsumsi, serta motif perdagangan. Untuk kukang jawa, perburuannya telah ada sejak 20 tahun lalu dan belum berhenti sampai saat ini.”
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2016-088-05.json
Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan
Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan | Menurut Wirdateti, dari sekitar 200 jenis primata yang ada di dunia, Indonesia memiliki 44 jenisnya atau sekitar 25 hingga 30 persen. Kemungkinan akan ada penemuan jenis baru sangat terbuka mengingat belum banyak penelitian tentang primata. Contohnya pada tarsius yang kedepan diprediksi akan ada jenis baru. Begitu juga dengan kukang yang saat ini masih kita kenal tiga jenis yaitu kukang jawa, kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis).Di Nusantara, primata hampir menyebar di setiap kepulauan. Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. “Dari 44 spesies tersebut, 21 jenisnya endemik Indonesia,” paparnya. [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2020-045-15.json
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir | [CLS]  Pemerintah Indonesia harus berani terbuka menjelaskan kepada publik tentang proses yang dijalankan saat ini untuk melaksanakan kebijakan ekspor benih bening Lobster. Kebijakan tersebut, sejak disahkan pada awal Mei 2020 terus mengundang pro dan kontra di masyarakat, karena dinilai sebagai kebijakan yang tidak tepat.Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus menjelaskan mekanisme dan uji hasil terhadap perusahaan-perusahaan yang mendaftarkan diri sebagai eksportir benih Lobster.“Umumkan ke publik apa hasil uji tuntas 30 perusahaan yang telah mendapatkan izin ekspor benih Lobster,” ungkap dia kepada Mongabay, Senin (6/7/2020).Menurut dia, KKP perlu untuk menjelaskan secara detail kepada publik perihal dua perusahaan yang telah melaksanakan ekspor benih Lobster beberapa minggu lalu. Kedua perusahaan tersebut apakah sudah memenuhi atau belum ketentuan Peraturan Menteri KP No.12/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) di Wilayah Negara Republik IndonesiaDengan memberikan penjelasan detail, itu akan bisa menjawab keraguan publik terhadap kepatuhan dua perusahaan tersebut. Pasalnya, diduga kuat masih ada syarat dan ketentuan yang belum dipenuhi oleh kedua perusahaan tersebut saat melaksanakan ekspor mengacu pada Permen KP 12/2020.“Jika terbukti melanggar (Permen KP 12/2020), maka perusahaan tersebut mesti mendapatkan sanksi,” tegas dia.baca : Pusat Studi Maritim : Peraturan Baru Ungkap Kedok Pemerintah dalam Eksploitasi Lobster  Selain menjelaskan kepada publik terkait perusahaan yang sudah melaksanakan ekspor, mekanisme ekspor benih lobster juga dinilai harus bisa dikoordinasikan lebih baik lagi. Hal itu, karena pelaksanaan ekspor melibatkan sejumlah direktorat jenderal yang ada di lingkup KKP.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2020-045-15.json
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir | Dengan adanya koordinasi yang lebih baik, diharapkan itu akan bisa menjamin proses yang lebih sinergi dan melaksanakan koreksi secara terbuka jika ditemukan tahapan dan persyaratan yang belum terpenuhi selama pelaksanaan ekspor benih Lobster.Abdi Suhufan mendesak adanya keterbukaan, karena dia menduga ada proses atau tahapan yang sudah menyalahi ketentuan dalam Permen KP 12/2020. Dalam peraturan, disebutkan kalau perusahaan yang ditunjuk harus bisa membuktikan sudah melaksanakan panen dengan prinsip budi daya berkelanjutan.“Mereka juga belum kantongi izin ekspor, yang dikeluarkan KKP adalah persetujuan calon eksportir,” tutur dia. JanggalJuru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdhillah juga mengkritik kebijakan ekspor benih lobster. Di mata dia, ada kejanggalan dalam proses pembukaan keran ekspor benih Lobster yang diresmikan pada 4 Mei 2020 lalu. Kejanggalan itu, terutama dalam proses pemilihan perusahaan yang akan melaksanakan ekspor.“Sehingga kita patut mencurigai bahwa Permen KP sekarang adalah pesanan dari kelompok tertentu yang akan mengambil keuntungan dari benih lobster,” sebut dia.Dalam pandangan Greenpeace Indonesia, persoalan ekspor benih lobster yang sekarang sedang gaduh, hanya bisa diakhiri jika Pemerintah Indonesia, dalam hal ini KKP melakukan revisi Permen KP 12/2020. Tanpa revisi, maka keberlanjutan sumber daya laut akan terancam pada wilayah perairan di seluruh Indonesia.baca juga : Momentum Tepat untuk Evaluasi Pemanfaatan Lobster   Afdhillah menyebutkan, Permen yang baru diterbitkan pada tahun ini, berbeda dengan peraturan sebelumnya, yakni Permen KP 56/2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2020-045-15.json
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir | Merujuk pada Permen yang sudah tidak berlaku itu, ekspor hanya bisa dilakukan jika lobster sedang tidak dalam kondisi bertelur dan panjang karapas masih delapan centimeter atau berat di atas 200 gram per ekor. Sementara, ekspor benih lobster sama sekali tidak diperbolehkan.Di sisi lain, setelah Permen 56/2016 tidak berlaku, Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan penggantinya, yakni Permen 12/2020. Peraturan terbaru itu membolehkan benih lobster dijadikan komoditas ekspor dengan mempertimbangkan sepuluh kriteria.“Juga penetapan harga terendah, lokasi penangkapan, dan kuota tangkapan yang semuanya dilakukan oleh KKP. Dalam praktiknya, ekspor benih Lobster juga dikenakan biaya bea keluar. Bila pengusaha tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, ada sanksi ringan mulai dari pencabutan izin usaha sampai denda,” papar dia.Sedangkan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menyatakan bahwa kebijakan ekspor benih lobster adalah kebijakan yang penuh masalah. Sejak awal, proses untuk penerbitan Permen KP 12/2020 selalu ada hal yang dinilai tidak benar dan tepat.Sebut saja, sejak dari pelaksanaan kajian ilmiah, ketidakterbukaan penetapan perusahaan ekspor yang jumlahnya terus bertambah, dan ketiadaan partisipasi nelayan lobster dalam perumusan kebijakan tersebut. Dan kini, muncul sejumlah nama politisi yang menjadi eksportir benih lobster.Temuan yang sudah ramai jadi bahan perbincangan publik tersebut, menjadi penanda bahwa ada ketidaksinkronan dalam penerapan kebijakan tersebut. Hal itu, karena sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo selalu menyatakan bahwa kebijakan tersebut selalu atas nama kesejahteraan masyarakat.“Khususnya nelayan lobster, yang disebut Menteri akan meningkat (kesejahteraannya) jika pintu ekspor benih lobster dibuka luas,” ungkap dia.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2020-045-15.json
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir | Menurut Susan, klaim kesejahteraan nelayan lobster akan meningkat langsung, terbantah karena sekarang fakta-fakta mulai terbuka luas. Saat ini, publik sudah mulai mengetahui bahwa pihak yang akan diuntungkan dari kebijakan ekspor benih lobster, tidak lain adalah eksportir yang berizin.perlu dibaca : Penyelundupan Lobster Marak di Masa Pandemi  IroniSusan kemudian mengutip data dari Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI dan menyebutkan bahwa perusahaan eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster, dibebankan membayar penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp15.000 per 60.000 ekor.Jika perusahaan eksportir menjual benih senilai Rp139.000 per ekor dan membayar PNBP senilai Rp15.000, maka keuntungan perusahaan dari kegiatan ekspor benih Lobster sangat besar hingga mencapai angka Rp8.340.000.000.“Pada titik inilah kebijakan ini hanya menjadikan benih lobster sebagai objek eksploitasi dari Kebijakan Menteri KP, Edhy Prabowo,” ucap dia.Di sisi lain, Susan juga mengkritisi keterlibatan para politisi yang ada di balik perusahaan ekspor benih lobster. Menurut dia, fakta tersebut menjadi ironi kebijakan publik, karena seharusnya nelayan lobster menjadi pihak yang paling diuntungkan dari pemberlakuan kebijakan ekspor benih lobster.Dengan kata lain, nelayan hanya menjadi korban eksploitas dari kebijakan tersebut dan sebaliknya, pengusaha beserta politisi menjadi pihak yang paling diuntungkan dari kebijakan tersebut. Pada akhirnya, Permen KP 12/2020 akan menjadi kebijakan yang diarahkan sebesar-besar untuk kemakmuran pengusaha dan politisi.Melihat perkembangan yang sekarang terjadi, KIARA berpandangan bahwa Menteri KP Edhy Prabowo seharusnya mendapatkan evaluasi yang tegas dari Presiden RI Joko Widodo. Edhy di mata KIARA masih belum bekerja untuk kepentingan masyarakat, khususnya nelayan Lobster.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2020-045-15.json
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir | Keberpihakan kepada pengusaha dan politisi, menegaskan bahwa KKP di masa kepemimpinan Edhy Prabowo sudah tidak lagi mau menerapkan prinsip transparansi seperti yang diterapkan pendahulunya, Susi Pudjiastuti. Padahal, akibat kebijakan tersebut ada masyarakat bahari yang mengalami kerugian akibat kebijakan tersebut.“Kebijakan pemberian izin ekspor benih lobster tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh KKP, karena tak ada unsur transparansi. Apa dasar pemilihan dan bagaimana rekam jejak perusahaan-perusahaan itu? Masyarakat tak ada yang mengetahui itu,” tegas dia.Berdasarkan hal itu, KIARA meminta Edhy Prabowo untuk segera membatalkan Permen KP 12/2020, karena itu berdampak buruk sangat besar bagi nelayan, keberlanjutan ekosistem perairan, dan perekonomian negara.Menurut Susan, ada mandat yang lebih penting dan harusnya dijalankan oleh Edhy Prabowo, yaitu menjalankan amanat Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya Ikan dan Petambak Garam.“Itu yang lebih penting, namun sayangnya orientasi kebijakan hanya mengedepankan kepentingan segelintir orang, yaitu eksportir, ketimbang mendorong kedaulatan dan keberlanjutan laut Indonesia,” pungkas dia.baca juga : Menjaga Prinsip Keberlanjutan dalam Pemanfaatan Lobster  LegalisasiDiketahui, pada 4 Mei 2020 KKP menerbitkan Permen KP 12/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Permen tersebut terbit, salah satunya untuk melegalisasi ekspor benih Lobster.Tak lama, KKP langsung menunjuk perusahaan yang bertugas untuk melaksanakan ekspor. Sejak terbit hingga sekarang, tercatat sudah ada 30 perusahaan yang ditunjuk sebagai eksportir benih lobster. Jumlah perusahaan diketahui bertambah secara bertahap, setelah banyak yang mendaftar untuk menjadi eksportir.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2020-045-15.json
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir | Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menegaskan tak ada keistimewaan atau privilege terhadap perusahaan tertentu terkait regulasi lobster. Bahkan, dia menjamin dirinya tak memiliki motif pribadi selain demi nelayan dan kemajuan budidaya lobster.“Dulu dipermasalahkan karena pertama kali keluar 9 perusahaan, diberi privilege. 9 apa itu sedang berproses semua dan dari 26 yang ada ini terus berjalan sampai 31 terus lagi, siapapun silakan masuk,” tegas Menteri Edhy saat memberikan penjelasan terkait persoalan lobster di rapat kerja dengan Komisi IV DPR, di gedung parlemen, Senin (6/7/2020).Dalam pemberian izin, Edhy melibatkan seluruh jajarannya di KKP, termasuk inspektorat untuk melakukan pengawasan. “Pemberian izin itu tidak dari menteri. dari tangkap ada, budidaya ada, karantina ada. Irjen kami libatkan Sekjen kami minta awasi,” katanya dalam siaran pers KKP.Semangat pemberian izin penangkapan benih lobster, lanjutnya, untuk menghidupi nelayan yang selama ini bergantung dari komoditas tersebut. Edhy mengungkapkan, berdasarkan kajian akademis, prosentase kelangsungan hidup (survival rate) benih bening lobster jika dibiarkan di alam hanya 0,02% atau hanya satu dari 20.000 yang bakal tumbuh hingga dewasa. Sebaliknya, jika dibudidayakan, survival rate benih losbter bisa meningkat 30-80%, tergantung metode budidayanya.“Kalau ditanya berdasarkan apa kami memutuskan, sebetulnya berdasarkan nilai historis kemanusiaan karena rakyat kita butuh makan dan berdasarkan penelitian juga ada,” jelasnya.Adapun potensi lobster di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia, lebih dari 27 miliar. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari 6 jenis lobster yang terdapat di Indonesia, dimana dua di antaranya, pasir dan mutiara tergolong sebagai komoditas populer.perlu dibaca : Aksi Penyelundupan Lobster Terus Terjadi di Jambi, Mengapa?  
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2020-045-15.json
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir
Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir | Sedangkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar mengatakan, jumlah perusahaan yang sudah mendaftar hingga sekarang untuk mengajukan permohonan ekspor benih Lobster sudah mencapai 100.Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 perusahaan dinyatakan sudah memenuhi kriteria berdasarkan hasil pengecekan Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster Kementerian Kelautan Perikanan.Zulficar menjelaskan, sebelum melaksanakan ekspor, setiap eksportir wajib untuk memenuhi sejumlah persyaratan, di antaranya adalah berhasil melaksanakan panen budi daya lobster dengan metode dan melepasliarkan dua persen dari hasil panen.”Lobster yang dilepasliarkan seharusnya berasal dari hasil budidaya yang sudah dilakukan,” katanya seperti dikutip dari kompas.id.Selain hal di atas, Zulficar menambahkan, sampai sekarang belum ada kuota ekspor benih Lobster untuk perusahaan. Meskipun, kuota penangkapan sudah ditetapkan sebanyak 139.475.000 ekor per tahun dengan alokasi 70 persen untuk budidaya dan 30 persen untuk ekspor.Berikut adalah daftar perusahaan eksportir yang sudah ditetapkan sampai sekarang berdasarkan data KKP:  [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-031-15.json
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik | [CLS]  Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Maritim,  Jumat (27/7/18), bikin pernyataan yang mengundang respon publik. Di Istana Kepresidenan, Luhut bilang pemerintah akan mencabut kebijakan alokasi pasar domestik (domestic market obligation/DMO) batubara karena harga naik di pasar dunia. Agustus ini,  harga batubara acuan (HBA) mencapai US$107,83 per ton.Senada dengan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Thahar mengatakan kebijakan DMO hanya menghapus aturan harga batubara jatah domestik, kuota 25% tetap berlaku. Sebagai ganti, perusahaan dipungut bayaran US$2-3 per ton dari ekspor batubara.Selasa (31/8/18) semua wacana ini dicabut. Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan,  rencana pencabutan kebijakan DMO batal. Aturan DMO, sesuai Peraturan Menteri ESDM No 23/2018, tetap berjalan setidaknya hingga akhir 2018. Wacana pencabutan kebijakan ini dikatakan sebagai evaluasi pelaksanaan DMO yang baru berjalan beberapa bulan.Permen 23 dan Kepmen 1.395 tahun 2018, intinya mengatur setiap pengusaha batubara harus mengalokasikan 25% produksi untuk keperluan dalam negeri alias untuk kebutuhan PLN.Juga diatur, kuota ini dihargai US$70 per ton. Artinya, harga tak mengikuti naik turun harga pasar atau HBA.Hersanto Suryo, Kepala Seksi Pengawasan Usaha Operasi Produksi Batubara, dalam diskusi di Jakarta minggu lalu kembali menegaskan, regulator dalam hal ini KESDM, tetap akan melaksanakan permen sesuai aturan.“Ini masih tetap berlaku sampai 2019. Mungkin tahun depan angka 25% ini akan naik atau turun. Angka ini cuma berlaku tahun ini. Nanti evaluasi setiap tahun,” katanya.Sejauh ini, KESDM melakukan pengawasan dan minta semua produsen batubara memenuhi pasokan wajib ke PLN.Pemerintah juga minta laporan per bulan PLN,  salah satu melihat kondisi pasokan batubara. “Sejauh ini pasokan ke PLN tak ada masalah. Produsen tetap komit,” katanya.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2018-031-15.json
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik | Aturan DMO berlaku sama untuk semua pemegang izin usaha produksi (IUP) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Jika tak memenuhi kuota, perusahaan akan kena sanksi potongan produksi tahun selanjutnya.Dalam rencana pembangunan jangka RPJMN pemerintah telah menetapkan total produksi batubara 406 juta ton pada 2018. Dalam target produksi tahun ini, KESDM mencatat target produksi 485 juta ton hingga akhir tahun.Hersanto mengakui perbedaan target ini. Menurut dia, pemerintah pusat hanya bisa mengontrol penuh pemegang izin PKP2B. Pemegang IUP, kewenangan ada di daerah masing-masing.  Jika DMO dihapuskan?Peneliti Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Rizky Ananda mengatakan,  penghapusan harga khusus DMO batubara akan menambah beban PLN setidaknya US$4,2 miliar atau Rp58 triliun. Ia dihitung dari selisih harga khusus DMO US$70 per ton dan HBA Juli, US$104,65.Kalau iuran ekspor kena maksimal pada US$3 per ton, terkumpul maksimum US$1,39 miliar atau sekitar Rp19.47 triliun. Dengan hitungan penambahan 100 juta ton, seperti perkiraan Menteri Luhut, PLN akan tetap terbebani US$2,8 mliar atau Rp39 triliun.Perlu diperhatikan, kata Risky, kondisi tata kelola batubara saat ini masih menyimpan banyak masalah, seperti per Maret 2018 masih ada 710 IUP non CNC.“Izin non CNC ini tidak dicabut tapi juga tidak diakhiri,” katanya.Hingga Juli 2018,  setidaknya ada Rp4,5 triliun piutang PNBP dari batubara. Catatan akhir 2016,  masih ada 631.000 hektar konsesi batubara di hutan lindung, 212.000 hektar di kawasan konservasi.“Hingga Juni 2018,  baru 60% IUP Minerba sudah menempatkan jaminan reklamasi dan hanya 16% menempatkan jaminan pascatambang.”Dengan kondisi ini, industri batubara, katanya, malah menerima insentif berlebihan dari negara. Mulai dari kenaikan target produksi batubara tahun 2018 sebesar 5% dari RKAB 2017, sekitar 485 juta ton.
[0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08]
2018-031-15.json
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik | “Ini bertentangan dengan RPJMN 2015-2019 yang menetapkan produksi batubara 406 juta ton tahun 2018.”Insentif lain berupa penundaan kewajiban penggunaan kapal nasional dari 1 Mei 2018 menjadi 1 Agustus 2020. Pemerintah juga memberi penundaan kewajiban asuransi nasional untuk ekspor batubara hingga Februari 2019 sesuai Peraturan Menteri Perdagangan No 48/2018.Mengutip laporan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) 2016, kata Rizky, dari ribuan IUP minerba tercatat di KESDM, hanya 1654 IUP membayar PNBP. Dari semua yang membayar PNBP, hanya disumbang 112 perusahaan.“Upaya pemerintah menggenjot produksi dan ekspor menaikkan penerimaan negara tanpa perbaikan sistem pengawasan dan penegakan hukum bagi perusahaan yang tidak patuh akan jadi boomerang bagi pemerintah.”Mengapa? “Sistem verifikasi batubara masih lemah.”Ada indikasi perbedaan data antara laporan survei (LS) dengan data BPS dari Ditjen Bea Cukai.Catatan PWYP,  perbedaan data LS dan Bea Cukai mencapai 93,4 juta ton batubara.Sementara itu, Analis Institute for Energy and Financial Analysis (IEEFA) Elrika Hamdi menyoroti dampak kebijakan batubara terhadap tarif litrik dan subsidi kepada PLN.Tahun ini,  subsidi untuk PLN naik jadi Rp59,9 triliun dari Rp45 triliun karena kenaikan harga BBM dan batubara plus nilai tukar rupiah yang terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat.Risikonya, jika PLN terus bergantung pada bahan bakar fosil, akhirnya PLN tetap bergantung pada harga komoditas yang naik turun.Dari pemodelan IEEFA terhadap subsidi PLN untuk lima tahun sejak 2017, dengan asumsi harga BBM dan batubara naik 10% pada 2018, 5% pada 2019, selebihnya kenaikan flat, pada 2021 akan terjadi subsidi lebih banyak,  46%.
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2018-031-15.json
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik | Hal ini, katanya, diperkirakan pada 2020-2022—andai rencana penambahan PLTU seperti pencanangan 35.000 megawatt–, pada tahun-tahun ini pembangunan PLTU selesai (COD) dan PLN harus membayar semua daya Independent Power Producer (IPP) sesuai Power Purchase Agreement (PPA).“Akibatnya, yang kena kalau nggak subsidi dari pajak, atau tarif listrik naik. Sebenarnya kita double burden sebagai konsumen dan pembayar pajak,” kata Elrika.Dengan kata lain, katanya, bila IPP 55% terdiri dari pembangkit batubara, 25% dari gas, PLN terpapar risiko kenaikan (volatility) harga batubara dan gas. Ditambah lagi nilai tukar rupiah yang besar dalam jangka panjang.  Tak perlu 35.000 megawatt Pertanyaan ini juga banyak dipertanyakan pakar dan pemain industri ini.“Bagaimana sekarang dan nanti? Apakah perlu sebanyak itu? Perlukan mayoritas dari batubara? Untuk pertanyaan terakhir ini selalu ada jawaban klasik,” kata Elrika.Jawaban klasik yang dimaksud yakni batubara murah, Indonesia punya banyak cadangan batubara, batubara adalah base load yang menstabilkan jaringan, dan memancing pertumbuhan ekonomi.“Think again,” katanya.Jawaban batubara energi murah adalah versi PLN. Selama ini, argumen ini tak didukung data memadai.Perhitungan biaya pembangkitan (levelized cost of eenergy/LCOE), katanya, tak pernah diungkap. “Transparansi data detail pembangkit dan transmisi, procurement system PLN sulit didapat.”Di luar negeri, sudah banyak reverse auction atau technology neutral auction yang menghasilkan harga listrik US$2,5-3,5 sen per kWh, dan terus turun.Pendapat cadangan batubara Indonesia banyak juga dinilai simpang siur. Dalam ajang besar batubara Coaltrans 2018 angka muncul antara 25-50 tahun, batubara akan habis.“Pertanyaan selanjutnya, katanya, kalori berapa? Mengingat batubara kalori rendah sudah karang dipakai di luar negeri, kenapa Indonesia masih mau?”
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2018-031-15.json
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik | Kalori rendah biasa ditemukan pada potensi pembangkit mulut tambang seperti PLTU Riau 1 yang belakangan ramai karena kasus dugaan suap melibatkan anggota DPR.Menjawab alasan batubara adalah energi andalan yang menstabilkan jaringan, dibantah dengan argumen teknologi penyimpanan yang makin berkembang dan murah baik dengan pumped hydro, baterai atau hydrogen based. “Ditambah lagi Indonesia punya teknologi geothermal yang belum terkeksploitasi sepenuhnya.”Mengenai alasan pertumbuhan ekonomi sebagai alasan pembangunan banyak perlu PLTU, menurut IEEFA, ekonomi berkembang tak hanya soal pengadaan listrik. Pembangunan ekonomi terutama di daerah terpencil perlu pendekatan yang komprehensif.Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional menilai, tarik ulur DMO menunjukkan impulsifnya kebijakan batubara.“Ini menunjukkan pemerintah lagi galau nggak tau ambil devisa dari mana. Kebijakan sama sekali tidak mencerminkan benar-benar memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Soal kerugian dan keuntungan dari potensi harga pasar yang naik,” kata Yaya, sapaan akrabnya.Kondisi ini, katanya,  menunjukkan tak adapolitical will yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk bikin roadmap energi lebih bersih, ramah lingkungan hingga tak perlu terus menerus menggantungkan energi dari sumber daya yang volatile.“Bagaimana kita mau memastikan ketahanan energi kalau harga komoditas itu bukan kita yang tentukan.”Di samping itu target energi terbarukan, katanya, masih jauh dari target dan harapan karena tak ada keluar kebijakan dasar pemerintah untuk meletakkan landasan kuat ke depan dengan basis energi yang benar-benar dimiliki.“Energi angin, surya relatif mahal karena subsidi untuk fossil fuel. Selain tak patuh bayar PNBP, jaminan reklamasi, jaminan pascatambang, pencemaran dan dampak kesehatan juga harus ditanggung masyarakat. Itu semua subsidi bagi harga yang dianggap murah.” 
[0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425]
2018-031-15.json
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik
Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik | Keterangan foto utama: Tongkang batubara dibawa ke muara Sungai Samarinda untuk dibawa kembali ke PLTU atau ekspor ke negara luar. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia   [SEP]
[0.007496183272451162, 0.49611595273017883, 0.49638786911964417]
2013-028-13.json
Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau
Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau | [CLS] Kepulan asap pekat menyeruak dari bekas tebangan di atas tanah bergambut: bau asap menyengat hidung. Kiri kanan jalan bekas bakaran masih terlihat. Saya melihat ada drum berisi minyak, dan eskavator yang disewa warga untuk meratakan pohon dan membuat akses jalan. Kata Zulkifli, seorang warga Kelurahan Pergam, saya menginjak kaki di atas tanah bergambut bekas tebangan seminggu lalu. Kayu-kayu berserakan. Bekas pohon tebakar. Di atas pondokan, sekira jarak 200 meter saya melihat api membakar hutan dan mengeluarkan kepulan asap berwarna putih pekat.Hutan alam Pulau Rupat dibunuh. Pohon-pohon dibakar menggunakan bensin. Pohon-pohon dicerabut paksa dari dalam tanah dengan eskavator.Investigasi Eyes on The Forest pada Maret 2013 menemukan tempat saya berdiri masih berhutan,sementara tak jauh dari situ, PT Sumatera Riang Lestari, anak perusahaan dari grup APRIL milik taipan Sukanto Tanoto pada Maret 2013 melakukan penebangan pohon ramin. “Ketika kami melalukan observasi singkat bersama media tahun lalu, PT SRL diduga menebangi pohon ramin, tapi mereka tak ditindak maupun dipersalahkan. Dulu hutan alam ini masih rimbun, sayang akhirnya juga ditebangi,”kata Afdhal Mahyuddin dari EoF.  “Baru enam bulan ini dibuka (hutan) oleh perusahaan,” kata Zulkifli.Sekira 600 meter dari hutan yang sedang terbakar, saya mendekati “sempadan” PT Sumatera Riang Lestari. Sempadan PT SRL dengan Kelurahan Pergam dibatasi dengan kanal memanjang yang dibuat perusahaan dan sebuah kayu bekar bakaran berdiri dicat merah tanda patok batas.Soal kebenaran “sempadan”, masih kontroversi. “Perusahaan bilang berdasarkan peta ini areal perusahaan. Jauh sebelum perusahaan masuk ke Pulau Rupat, kami sudah ade,” kata Zulkifli. Konflik pun terjadi sejak perusahaan masuk ke Pulau Rupat pada 2007, lantaran tanah masyarakat masuk dalam konsesi PT SRL.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2013-028-13.json
Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau
Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau | Di tepi kanal galian PT SRL, dari jarak sekira 300 meter satu alat berat sedang menumpuk kayu di tepi kanal. Kami mendekati alat berat itu untuk memotret sambil melihat sekeliling: tanah-tanah berlubang bekas kayu dicabut, pohon dan kayu tergeletak, rumput mulai bertumbuhan, tanah gambut terbuka dan tersisa pohon ramin tinggi menjulang tinggi belum ditebang, ironisnya ada bekas kayu terbakar dalam areal PT SRL.PT SRL adalah anak perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dibawah grup APRIL (Asia Pacific Resources International Limited). Sejak diberi IUPHHK HT pada 1992 luas PT SRL dari 143.205 ha berubah seluas 215.305 Ha pada 2007. Artinya sepanjang 15 tahun luas areal konsesi HTI PT SRL bertambah seluas 72.100 ha. Konsesi PT Sumatera Riang Lestari di Pulau Rupat atau Blok IV Bengkalis seluas 38.210 ha.Izin PT Sumatera Riang Lestari bermasalah menurut Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau melalui Surat Nomor : 522.2/Pemhut/3073 tanggal 28 Oktober 2009 telah menolak  Usulan RKT UPHHK‐HTI Tahun 2009 An. PT. Sumatera di Blok III Kubu Kabupaten Rokan Hilir, Blok IV P. Rupat Kabupaten Bengkalis dan Blok V P. Rangsang Kabupaten Meranti, karena “tidak direkomendasikan untuk menghindari terjadinya permasalahan dan konflik sosial.”Namun Menteri Kehutanan tetap memberi izin menebang hutan alam, tempat budaya Akit menggantungkan hidup. Sebelum PT SRL Masuk ke Pulau Rupat, rimbunan hutan alam Pulau Rupat tempat berburu masyarakat adat Akit.Di Pulau Rupat, umumnya masyarakat Akit tinggal di pinggir pantai Rupat. Pemukiman mereka terbesar di Desa Titi Akar dan Desa Hutan Panjang. Berburu di hutan dan menangkap ikan di lautan, tradisi mereka yang hampir punah.
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2013-028-13.json
Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau
Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau | Eik, 55 TAHUN, warga Akit tinggal di dusun Pancur, Desa Pangkalan Nyirih menuturkan, baru saja pulang dari kebun karet miliknya. Pria berkacamata itu menuturkan 30 tahun lalu dirinya dan masyarakat Akit lainnya leluasa berburu babi di hutan alam Pulau Rupat. Babi selain untuk dimakan, sisanya dijual sebagai penghasil tambahan. Dalam sehari, sekali berburu bisa dapat 5-6 ekor babi. Tempat buruannya di Kelurahan Pergam dan Desa Mesim, dahulunnya adalah hutan alam.Setelah perusahaan hadir di tengah Rupat.”Kami dilarang berburu dan mencari kayu hutan karena perusahaan membuat plang dilarang masuk dalam konsesi mereka,” kata Eik yang masih melakoni kebiasaan berburu hingga kini bersama sekira 50 orang Akit lainnya.Kini tempat buruan mereka, tidak lagi di hutan alam Pulau Rupat. Eik saat ini berburu di kebun-kebun karet dan sawit milik warga. Sudah 5 bulan ini dirinya tidak berburu, dalam seminggu dia hanya memasang jerat di kebun karet dan sawit. Empat hari sekali dia melihat jeratannya. Untuk berburu dia harus menempuh 40 kilometer berjalan kaki dari Desa Nyirih menuju Pergam. “Hutan tak ada, tak semangat lagi berburu,” kata Eik. Eik bersama istri dan ketiga anaknya tinggal di atas rumah panggung beratapkan rumbia berpapan kayu, khas rumah masyarakat Akit. Di samping pintu tertulis: rumah tangga miskin 2011.“Kehadiran PT SRL paling menyolok mengambil lahan masyarakat di Desa Hutan Panjang,” kata Boy B Lontoh, ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Hutan Panjang, 58 tahun, yang sudah tinggal di Desa itu selama 20 tahun dari Manado. “Perusahaan tak ada sosialisasi terkait tata batas.  Masyarakat Akit tahunya kalau mau berburu ke hutan dilarang oleh perusahaan, berarti itu milik perusahaan,” Boy menyebut dari 3.104 penduduk Desa Hutan Panjang, 90 persennya masyarakat asli Akit.
[0.013831224292516708, 0.9679399728775024, 0.018228823319077492]
2013-028-13.json
Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau
Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau | “Hampir 17 tahun saya tidak pernah lagi berburu. Karena hasil buruan tak ada lagi di hutan, hutan tak ada lagi karena diambil perusahaan,” kata Nono, 32 tahun, warga Hutan Halus desa Hutan Panjang. “Kami pernah mau masuk ke hutan ambil kayu untuk bangun rumah, dilarang perusahaan dan dijaga Brimob. Tapi, kalau perusahaan ambil kayu, Brimob tidak melarang,” Nono saat ini hanya mengandalkan berkebun karet miliknya.“Babi dan kancil tak ade lagi di hutan setelah perusahaan membabat hutan. Cari makan tak ada lagi di hutan,” kata Eteh, perempuan 48 tahun, saudara Nono di atas rumah panggung miliknya dekat dari laut. “Kalau kayu tak di hutan tak ade lagi, kami mati pakai kayu karet,” kata Eteh menyebut kebiasaan masyarakat Akit memakai kayu alam bila hendak menguburkan orang meninggal. [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2021-067-14.json
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing | [CLS]     Nelayan tradisional Natuna menghadapi berbagai kekhawatiran dan hambatan saat melaut. Mereka tak hanya melawan badai begitu kuat di tengah laut, juga berhadapan dengan kapal asing. Belum lagi, nelayan kecil ini harus berkonflik dengan nelayan kapal cantrang asal Pulau Jawa.Adanya kebijakan yang bakal membolehkan alat tangkap cantrang khawatir makin menyulitkan kehidupan nelayan tradisional Natuna. Kebijakan itu dinilai bisa membunuh nelayan tradisional secara perlahan, demi menguntungkan pemodal besar. Nelayan Natuna mendesak agar aturan itu dihapuskan.Rahmad Wijaya, nelayan tradisional Natuna, pernah alami kejadian buruk dengan kapal cantrang. Akhir 2020, dia sedang memancing di perairan laut Natuna, berjarak 70 mil dari pinggir pantai Kabupaten Natuna, ketika melihat kapal cantrang dari kejauhan.Kapal cantrang berukuran besar itu bukan menjauh, malahan mengejarnya. “Itu kejadian akhir tahun (2020) lalu,” katanya, bercerita kepada Mongabay, belum lama ini.Rahmad tak mungkin melawan kapal cantrang itu walau melanggar aturan. Selain kalah ukuran kapal, dia juga kalah jumlah orang. “Kami hanya berdua, lebih baik lari,” katanya.Dia bilang, satu kapal cantrang kedapatan melaut di perairan Natuna hanya berjarak delapan mil dari garis pantai Pulau Kepala, Kecamatan Serasan Natuna. Mereka nyaris membakar kapal cantrang dari Pati, Jawa Tengah itu pada Desember 2020. “Ini bukti kuat kapal cantrang susah diatur,” kata Rahmad. Baca juga : Pelegalan Cantrang Jadi Bukti Negara Berpihak kepada Investor Hendri, Ketua Aliansi Nelayan Natuna, mengatakan, sejak 2016, kapal cantrang sudah sering ambil ikan di laut Natuna. “Kapal cantrang melaut tidak sesuai aturan, alat cantrang mereka juga merusak terumbu karang di laut Natuna,” katanya kepada Mongabay, akhir Januari lalu.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2021-067-14.json
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing | Pada masa Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, penggunaan alat tangkap cantrang dipastikan merusak lingkungan. Namun masa Menteri Edi Prabowo, alat cantrang tak lagi masuk kategori merusak lingkungan.Seperti disebutkan dalam berita di Mongabay, sejak 10 Maret 2020, sebanyak 23 kapal perikanan dari Pantai Utara Jawa Tengah mulai beroperasi di sekitar laut Natuna Utara, secara administrasi masuk Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.Kapal-kapal itu mendapatkan izin penuh dari Pemerintah Indonesia dan mereka pakai alat penangkapan ikan cantrang. Ini dikonfirmasi sendiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam hampir setiap kesempatan.Hendri bilang, kondisi itu berlangsung beberapa minggu saja, setelah itu kapal cantrang kembali ke pantura. Pasalnya, alat tangkap cantrang tidak efektif menagkap ikan pada kedalaman 50 meter.“Setelah itu mereka mencoba melobi pemerintah agar mereka bisa menangkap di laut Natuna bagian pinggir,” katanya, akhir Januari 2020.Tidak lama setelah itu, Permen KKP No 59/2020 itu terbit. Dalam aturan itu keluar kebijakan baru, penggunaan cantrang boleh dengan jarak 12 mil dari pinggir pantai. Dalam pasal lain, kapal kecil yang mempunyai ukuran 10 GT ke bawah hanya boleh melaut antara 0-4 mil. “Kapal 10 GT ke bawah adalah kapal nelayan tradisional Natuna,” kata Hendri.Sudahlah mereka kecewa kapal cantrang boleh beroperasi, tambah kacau kala nelayan tradisional di Natuna hanya boleh melaut sampai empat mil karena ukuran kapal itu. Padahal, katanya, walau nelayan di Natuna pakai kapal di bawah-10 GT, mereka melaut lebih dari 4 mil.Karakteristik laut Natuna, katanya, jarak 4 mil tak ada ikan bisa dijual, hanya ada karang berukuran besar sebagai rumah ikan hias.“Nelayan Natuna itu fishing ground-nya jarak 12-50 mil dari tepi pantai, kalau begitu aturan itu membunuh nelayan kecil,” katanya. 
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2021-067-14.json
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing |  Baca juga: Susi : Cantrang Itu, Sekali Tangkap Bisa Buang Banyak Sumber Daya IkanHendri mengatakan, pemerintah bikin aturan tidak ada upaya survei ke lapangan seperti ke laut Natuna. Peraturan, katanya, hanya dibuat di atas meja, tanpa menimbang karakteristik laut suatu daerah dan melibatkan nelayan.“Kalau di Jawa memang di pinggir laut banyak ikan, tetapi tidak untuk di Natuna,” katanya.Senada dengan Hendri, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan, penelitian penggunaan cantrang sudah final dimasa Susi Pudjiastuti, hingga alat tangkap itu dilarang. “Aturan pemerintah lucu, beda menteri beda kebijakan, beda menteri beda kepentingan.”Pemerintah, katanya, tidak konsisten dalam merumuskan aturan alat tangkap. Dia melihat, kebijakan dibuat berdasarkan kepentingan tertentu. “Ini yang terus kami awasi,” katanya.Selama ini, KKP terlihat tidak memahami dan tidak mengerti maritim Indonesia, termasuk bagaimana perbedaan karakteristik laut Natuna dan laut Jawa. “Indonesia ini beragam, aturan seperti itu tidak bisa disamaratakan setiap daerah.”Apalagi dalam beberapa kebijakan, jarang sekali pemerintah melibatkan nelayan tradisional. Susan mengatakan, nelayan tradisional rentan jadi korban, karena mereka tidak memiliki biaya besar untuk mobilisasi massa.Tidak hanya di Kepulauan Riau, penolakan cantrang juga terjadi di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Pulau Pari, Angke, kemudian bagian timur Indonesia. “Memang sebagian daerah sudah banyak cantrang, tetapi sebenarnya nelayan tradisional mereka menolak,” kata Susan.Dia bilang, ada beberapa daerah di Kalimantan dan Sulawesi Selatan nelayan cantrang tidak berani melaut. Di daerah itu kalau ditemukan cantrang mereka berani membakar kapal itu. “Jika mobilisasi awal kapal cantrang untuk menjaga laut Cina Selatan, itu alasan yang bodoh, kemana aparat negara, itu kan lucu, kenapa nelayan yang harus turun tangan,” kata Susan.  
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2021-067-14.json
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing | Protes ke JakartaBeberapa perwakilan nelayan di Kepulauan Riau berjuang menemui menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono di Jakarta. Meskipun menemui banyak rintangan akhirnya menteri menunda Permen KKP 59 soal memperpanjang izin kapal cantrang melaut di Natuna.Hendri menceritakan, nelayan Kepri ke Jakarta awalnya bertemu dengan PLT Dirjen Tangkap KKP Muhammad Zaini. Pada paparan Dirjen KKP, dia meyakini akan mengakomodir tuntutan nelayan Kepulauan Riau.Namun, katanya, pada beberapa sesi paparan Zaini malahan menjelaskan kapal cantrang boleh karena akan diubah jadi alat tangkap yang ramah lingkungan. “Dari situ kami melihat Pak Dirjen setengah hati, beliau masih menginginkan cantrang sebagai alat tangkap ramah lingkungan, kawan-kawan nelayan tidak puas dengan pertemuan itu,” kata Hendri.Setelah itu, nelayan terpaksa membatalkan tiket kepulangan dan mencoba bertemu menteri keesokan hari. Setelah itu Hendri, dan nelayan lain akhirnya bertemu dengan Menteri KKP.Menteri KKP baru itu mengakomodir tuntutan nelayan dengan pernyataan tidak setuju penggunaan alat tangkap kapal cantrang dan sepakat kajian mendalam Permen 59. “Hasil pertemuan ini menteri sepakat dengan kami, keberlanjutan sumberdaya yang harus diperhatikan, begitu kata menteri.”Awal Februari 2021, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menunda izin perpanjangan kapal cantrang. Penundaan itu dinilai nelayan Kepri upaya keseriusan menteri. Harapan mereka, tidak hanya ditunda namun dibatalkan sama sekali.“Karena kalau ditunda artinya beberapa bulan ke depan juga mungkin melihat situasi kondisi bisa dilakukan kembali. Kami minta dibatalkan karena kajian dan pengalaman kami tidak ada cantrang ramah lingkungan.”Hendri mengatakan, pemerintah tidak akan sanggup mengawasi kapal cantrang yang berjumlah ribuan itu. Nelayan Natuna, katanya, akan mengawasi kebijakan ini.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2021-067-14.json
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing | Hendri bilang, saat ini penundaan baru soal cantrang, belum lagi tuntutan nelayan tentang zonasi kapal di bawah 10 GT yang hanya boleh melaut 4 mil.Susan menilai, penundaan itu hanya pencitraan. Dia khawatir terjadi lobi antara pengusaha kapal cantrang dan pemerintah. “Kalau memang itikad baik harusnya Menteri KKP mencabut. Artinya kalau ditunda masih terdapat ruang negosiasi yang akan dibuka suatu waktu.”  “Konvoi” kapal asing di laut NatunaNelayan trandisional di Natuna, tak hanya hadapi persoalan dengan nelayan cantrang, di laut lepas, mereka berhadapan dengan kapal-kapal asing. Mereka dihantui kapal asing yang makin merajalela. Bahkan, nelayan tidak menemukan satu atau dua kapal, tetapi dalam jumlah banyak atau istilah mereka “berkonvoi. ”Dedi Saleh, nelayan Natuna sering menemukan kapal asing di tengah laut. Bahkan tidak jarang Dedi terjebak konflik di tengah laut bersama kapal ikan asing. “Kalau sama saya mereka, saya lawan, saya mengerti peta,” katanya, bercerita beberapa waktu lalu.Dedi merupakan nelayan yang memiliki ukuran kapal terbesar di Natuna, kapalnya berukuran 10 GT dengan rata-rata jarak tempuh melaut 170 mil-200 mil. “Setiap saya ke luar pasti bertemu kapal asing, di jarak 80 mil dari pantai sudah bertemu,” katanya.Bahkan, beberapa bulan lalu Dedi masih menemukan kapal asing konvoi di perairan Natuna. Mereka melaut dengan alat tangkap troll, pakai sistem gandengan atau pasangan, sekitar delapan pasang, artinya 19 kapal.Dia sudah bosan melaporkan kejadian ini ke aparat di Indonesia. Saat ini, yang bisa dia lakukan hanya mengabadikan kapal asing itu melalui telepon genggam untuk dilaporkan ke teman yang lain lalu pindah titik melaut.Tidak hanya Dedi, Endang Firdaus, nelayan Natuna yang sudah melaut puluhan tahun ini juga sering menemukan kapal asing. Bahkan, beberapa bulan lalu dia berpapasan dengan kapal asing pada jarak 30 mil dari Pulau Laut Natuna.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2021-067-14.json
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing | “Saya terpaksa menghindar, karena kapal mereka besar dengan jumlah banyak,” katanya, belum lama ini.Nelayan tradisional Natuna, katanya, rata-rata sudah mengetahui ciri-ciri kapal asing itu mulai dari nomor hingga jenis kapal. “Saya sering melihat kapal asing, ketika berlabuh di pulau lain, itu nampak jelas kapal asing sedang menarik troll mereka di laut.”Ketika berpapasan dengan kapal asing, tidak jarang pompong kapal nelayan tradisional Natuna dikejar. Nelayan lolos, karena kapal pompong mereka lebih cepat.Rahmad, dan Endang juga sering menemukan kapal asing itu tidak sendirian, tetapi mencuri ikan di tengah laut Natuna secara berjamaah. “Terakhir pernah saya lihat lima pasang kapal asing beriringan, artinya 10 kapal.”Endang juga mengatakan, kapal asing yang mengambil ikan melihat kondisi cuaca. Kalau cuaca ekstrem, kapal asing biasa berani mendekat ke pinggir laut Natuna. Pada masa cuaca buruk, katanya, biasa patroli aparat berkurang. “Kalau cuaca mulai membaik, mereka kembali menjauh di daerah perbatasan,” kata Endang.Kerusakan karang di laut Natuna dirasakan langsung oleh Endang. Beberapa kali karang yang sudah dia tandai menjadi tempat bersarang ikan hancur hanya hitung hari. “Itu jelas kapal asing yang merusak.”Tidak hanya kapal asing dari Vietnam, kapal asing dari Tiongkok juga sering ambil ikan di Natuna. Kapal itu, katanya, berani menggunakan bendera negara sendiri ketika melaut di laut Natuna. “Kalau kita ketemu kapal asing, lebih baik kami cari tempat lain untuk melaut,” kata Endang.Pria asli Kabupaten Natuna ini juga bilang, ketika masa Menteri Susi Pudjiastuti kapal asing tidak seberani sekarang masuk ke laut Natuna.Hasil melaut Endang pun kini makin berkurang. Sebelumnya, hasil tangkapan ikan bisa sampai 700 kg lebih satu kali melaut, sekarang paling hanya 400 kg. “Karena karang yang menjadi areal tempat kita memancing, habis dirusak sama troll kapal asing.”
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2021-067-14.json
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing | Kondisi tambah berat, kata Endang, saat ada aturan yang membolehkan kapal cantrang melaut di Natuna. Padahal, katanya, alat tangkap itu dilarang pada masa Menteri Susi Pudjiastuti, karena terbukti merusak lingkungan bawah laut.  Hendri bilang, betapa berat masalah yang dihadapi nelayan trandisional Natuna. Selain bermasalah di pinggir laut, juga harus melawan kapal asing di laut lepas.Hampir setiap saat, katanya, nelayan tradisional menemukan kapal asing di laut Natuna. “Kapal asing sepertinya tidak takut lagi melaut di Natuna.”Susan mengatakan, kapal asing masuk di laut Natuna diperparah oleh UU Cipta Kerja. Sebelumnya, kapal asing tegas tidak boleh melaut di perairan Indonesia, dalam UU Cipta Kerja itu jadi lebih longgar.Lewat UU Cipta Kerja, ada perubahan UU 31/2004 tentang Perikanan juncto UU Nomor 45/2009, Pasal 27 UU Cipta Kerja, kapal ikan berbendera asing yang menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif Indonesia wajib memiliki perizinan berusaha dari pemerintah pusat.Dalam pasal itu, katanya, juga menghapuskan ketentuan UU Perikanan yang mewajibkan kapal perikanan berbendera asing yang menangkap ikan di ZEE gunakan anak buah kapal (ABK) WNI paling sedikit 70% dari ABK.“Belum saja turunan itu selesai, kapal asing sudah banyak melaut di perairan kita, apalagi di legalkan nanti,” katanya.Saat ini, kata Susan, Indonesia menjadi bancakan banyak negara, lebih parah lagi pemerintah melegalkan aturan itu melalui UU Cipta Kerja.Susan mengatakan, ada beberapa solusi yang bisa dilakukan pemerintah, pertama, pemerintah harus memanfaatkan nelayan tradisional, tidak lagi meminta bantuan kapal asing untuk industrial perikanan. Pemerintah, katanya, harus memperbaiki skema industri perikanan dan laut.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2021-067-14.json
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing
Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing | Kedua, pemerintah harus berhenti jadikan laut bancakan politik. “Apalagi kita sadar kebutuhan politik 2024, sistem bobrok politik kita juga harus diubah, alat tangkap sejak zaman Soeharto sudah dipermasalahkan, sekarang juga, ini adalah kemunduran,” katanya.  ****Foto utama: Ilustrasi nelayan tradisional. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia  [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2016-029-04.json
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi | [CLS] “Sudah dua malam torang nda besok harus kosong lokasi jadi ba paksa karja dalam lobang daripada pulang kosong, makang nyanda bisa apalagi pulang. Begitu sudah nasib penambang, diusir terus,”  jelas Ari mencurahkan isi hati siang itu. Tubuh dan tangannya masih berbalut tanah berlumpur.Sebagai pekerja tambang rakyat, Ari dan rekan-rekannya di mata Pemerintah tidak memiliki legalitas. Mereka disebut PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin). Ari mendengar besok mereka harus keluar dari Dongi-Dongi, kawasan yang ditetapkan masuk dalam Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).Dia bersama 21 orang rombongannya sudah dua minggu berada di lokasi. Meski mengaku bekerja siang malam, dia khawatir penghasilan menggali emas tak akan sepadan dengan biaya yang telah dikeluarkan. Setidaknya ‘tidak kembali modal’ menurut istilah mereka.Bekerja sebagai pekerja tambang emas, memang jauh dari kesan glamour. Pekerjaan ini lebih mirip berjudi nasib. Tak saja penambang, banyak pula pemodal yang rugi.Baca juga: Potret Kehidupan Warga Dongi-Dongi“Memang ada sedikit tapi tidak nutup modal, belum baku bagi dengan bek (backing), belum modal, makan, bayar kijang (kuli panggul), belum lagi mobil bawa ke Poboya, bayar lagi portal tiga titik, giling di Poboya bayar lagi,  habis dijalan,” ucapnya lirih.Meski banyak yang pulang tanpa hasil, menurut Ari masih banyak calon penambang yang sekarang tunggu giliran di Kota Palu. Mereka menanti waktu sampai dirasa aman beroperasi kembali. “Katanya, tambang akan kembali buka usai operasi penertiban.”Seturut Ari, sudah jadi aturan dalam operasi PETI, para pengaman operasi atau backing akan mendapat 20 persen dari hasil olahan emas. Jika tidak, jangan harap para pekerja tambang rakyat dapat membawa keluar batu emas (rep) yang sudah didapat. Sedang 80 persen digunakan untuk menutup modal dan hutang biaya operasional. Sisanya, jika ada, baru dibagi rata pada sesama anggota yang berjumlah 21 orang.
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2016-029-04.json
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi | Tidak dipungkiri, emas memang menjadi daya tarik. Iming-iming keuntungan yang bakal diraup, menghadirkan ribuan bahkan belasan ribu orang  seperti Ari. Mereka berdatangan untuk beradu nasib ke lokasi ini.Jauh berada di lokasi galian, penggalian jauh dari kesan profesional. Di lokasi ini jarak antar lubang yang satu dengan yang lainnya sangat dekat, ratusan lubang bertengger susun menyusun dengan kedalaman yang berbeda. Galian terdalam dibagian paling atas lokasi mencapai 25 meter. Lubang galian juga banyak ditemukan diarea bawah, dalamnya antara 3-6 meter. Bahkan sampai kebalik pepohonan besar yang dalamnya dapat mencapai 6-9 meter.***Hari itu Kamis, 1 September 2016, hari operasi penertiban PETI Dongi-Dongi berlangsung. Tak lagi tampak hiruk-pikuk para penambang yang biasanya ramai di lokasi.Terlihat, sepuluh orang Polisi Kehutanan TNLL membersihkan area yang sudah kosong.“Bersih-bersih kumpul sampah plastik, pakaian dan barang lainnya milik para penambang yang tersisa,” ungkap Herman salah seorang dari mereka, menjelaskan tujuan mereka.Tidak saja sampah, area pertambangan itu kotor. Banyak sisa kotoran manusia berceceran dimana-mana. Sangat tidak higienis.Baca juga: Buntut Penertiban Tambang, Warga Dongi-Dongi Kena Hujan PeluruHerman lalu menunjuk dua sungai kecil dan sumber mata air hampir kering. Awalnya air sungai itu mengalir deras, sekarang sudah tidak ada. Mata airnya juga jadi sangat kecil. Tidak lagi terdengar suara burung yang dulu banyak di lokasi itu. Entah ada dimana mereka sekarang berada.Luas area pertambangan itu mencapai 15 hektar. Tampak pohon-pohon yang telah ditebang. Menurut Herman jumlahnya seribuan pohon. Belum termasuk pohon-pohon ukuran sedang seperti batang beringin hutan dan cempaka yang batangnya digunakan menopang lubang galian. Berbagai jenis anggrek juga turut hancur.
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2016-029-04.json
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi | “Itu bekas penambang yang lama [sebelum penertiban I] kalau yang sekarang tidak [potong pohon lagi], mereka bawa kayu dari luar,” ujarnya.Dalam 2016, operasi penertiban kali ini adalah kali kedua dilakukan oleh aparat. Menurutnya, hanya dalam tiga minggu operasi tambang berlangsung, dampaknya teramat parah.As’ad, petugas lain menjelaskan dampak pertambangan emas. Dirinya mengaku khawatir penggunan raksa (merkuri, Hg) yang mencemari tanah dan perairan termasuk aliran sungai.Raksa digunakan oleh para penambang untuk mengecek apakah suatu mineral mengandung emas atau tidak, tuturnya. “Awalnya setetes demi setetes, lama-lama ribuan tetes juga kalau dibiarkan, jadilah pencemaran kimia berbahaya. Mereka [penambang PETI] mana pernah berpikir kalau air itu juga dikonsumsi masyarakat di bagian bawah.”Konflik sosial yang terjadi antara penambang Dongi-Dongi dengan aparat kepolisian terjadi di akhir Maret 2016 berakhir dengan pembubaran paksa dan mengakibatkan jatuhnya korban luka-luka.  Sejak itu polisi bersama Balai Besar TNLL melakukan penjagaan ketat di area Dongi-Dongi, wilayah Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso.Situasi itu berlangsung hingga empat bulan. Pada akhir Juli 2016, karena keterbatasan penganggaran yang dilakukan lewat KLHK, pengawalan dan penjagaan kawasan berakhir.Per Agustus 2016,  saat pasukan penjagaan ditarik, ribuan orang seketika memasuki lokasi.“Waktu itu kira-kira satu jam sejak kita tinggalkan lokasi, gunung sudah kayak kunang-kunang lampunya, kelihatan dari tanjakan, luar biasa dorang (mereka) pe nekat,” kata salah satu aparat lanjut menceritakan. Menurutnya yang masuk pada bulan Agustus mencapai 5 ribu orang, tiga kali lipat dari rata-rata sebelumnya.Mereka konon datang tidak saja dari Sulteng, tetapi dari berbagai provinsi lain.
[0.9999874830245972, 6.7843425313185435e-06, 5.685313681169646e-06]
2016-029-04.json
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi | Sejak wilayah Dongi-Dongi dikabarkan mengandung emas dalam jumlah tinggi.  Ribuan orang masuk wilayah ini mengadu nasib. Juga didorong berbagai isu yang menyeruak bahwa mereka dizinkan mengolah lokasi sebelum perusahaan bakal masuk di lokasi ini.Untuk menghindarkan konflik terjadi kali kedua. Saat ini aparat dan Pemkab Poso melakukan upaya persuasif. Himbauan dan peringatan untuk mengosongkan lokasi tambang dipancang di mana-mana. Termasuk di depan jalan raya Dongi-Dongi. Hasilnya 29 Agustus 2016, dua hari menjelang batas akhir lokasi sudah kosong. Sehingga pada saat 900 aparat penegak hukum gabungan beroperasi tanggal 1 September 2016 tidak terjadi lagi situasi panas.“Pasca penertiban, penataan akan dilakukan di bekas areal pertambangan tanpa izin, 17 ribu bibit pohon akan disediakan oleh Dishut Provinsi nantinya,” jelas Sudayatna, Kepala Balai TN Lore Lindu.Lubang-lubang bekas galian itu rencananya nanti akan ditimbun oleh excavator, yang rusak akan ditata dan setelahnya ditanami pohon palapi, pohon lokal bernilai ekonomis tinggi.“Secepatnya ditangani, kalau lama, nanti masuk lagi penambang, rusak lagi,” tuturnya. Dia menyebutkan kawasan akan dijaga sedikitnya 120 personil TNI Polri selama masa penataan.***Warung itu tampak sepi. Tak nampak lagi adanya aktivitas. Keadaan tampak berbeda beberapa bulan yang lalu. Warung itu milik pendatang dari Sigi dan Palu. Di saat jayanya warung itu buka 24 jam.“Di situ dulu 1 piring kalau pakai ayam atau daging Rp25-30 Ribu, kalau mie siram Rp10 ribu pakai telur, dan itu tidak berhenti, mati berdiri itu penjual,” kata Jon, seorang warga lokal sambil tertawa. Menurutnya harga itu terlampau tinggi dalam kondisi normal orang lokal.
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2016-029-04.json
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi | Om jon warga asli setempat dari suku Da’a. Dia mengaku tidak ikut menambang. Tetapi dia turut merasakan rezeki tambang. Dia menyediakan jasa ojek. Sesekali dia dan anaknya nyambi sebagai pembuat tanggul penahan longsor di area penggalian. Dia mengaku di saat tambang ramai, dengan mengojek penghasilannya dapat mencapai Rp3 juta per hari.Ribuan penambang yang menyerbu masuk kewilayah Dongi-Dongi membuat putaran ekonomi di areal tersebut meningkat pesat, dengan harga yang melambung tinggi. Bahkan seorang kuli panggul orang lokal mendapat jatah Rp250 ribu untuk sekali angkut karung pasir berukuran 25 kilogram.“Juga rumah-rumah disana disewakan. Pemiliknya tinggal dikebun, Semalam Rp500 ribu,” ujar Jon sembari menunjuk deretan rumah-rumah sederhana milik warga yang berada di sekitar pintu masuk lokasi.Dia pun mengaku baru kali ini memperoleh uang dengan cara cepat.Pesta sudah selesai, tambang sudah ditutup. Jon tidak ambil pusing. Dia berencana untuk kembali ke kebun menjadi petani. Menurutnya kerja-kerja ini cuma sampingan. Semacam selingan dan rezeki tambahan pendapatan buatnya.Untuk kali ini masalah di Dongi-Dongi mungkin tampak sudah selesai. Namun belum jelasnya tapal batas membuat areal yang dianggap berpotensi emas ini bakal seterusnya diserbu oleh ribuan penambang yang ingin masuk kembali di daerah ini.Namun klaim ini buru-buru dibantah keras Balai TNLL. Sudayatna dengan tegas menyatakan bahwa benar tapal batas belum ada, tetapi wilayah tambang masuk dalam kawasan mengacu pada titik koordinat peta kawasan diluar enclave TNLL.Di depan masyarakat Dongi-Dongi pada tanggal 3 September 2016, Wagub Sulteng Soedarto meminta agar jangan mudah masyarakat terprovokasi dan tidak percaya dengan berbagai isu yang beredar.Menurutnya tidak benar berita yang menyatakan lokasi Dongi-Dongi akan dieksploitasi pasca penambang PETI digusur “Sama sekali nggak benar berita itu, jangan mudah percaya,” jelasnya.
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2016-029-04.json
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi
Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi | Dia pun lalu meminta seluruh lapisan masyarakat Sulteng untuk menaati hukum dan jangan melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk mendukung kegiatan ilegal yang dilakukan para penambang dari luar provinsi.Ari, kelompoknya dan ribuan penambang sudah pergi jauh dari Dongi-Dongi saat Wagub berucap. Mereka sudah pulang meninggalkan Dongi-Dongi dengan cerita getir. Mungkin dalam asanya, mereka berharap suatu saat akan dapat kembali lagi kesini untuk beradu untung dengan sang nasib. [SEP]
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2014-043-20.json
Wah, Lahan Hutan Lindung Meranti Diperjualbelikan
Wah, Lahan Hutan Lindung Meranti Diperjualbelikan | [CLS] Masyarakat melaporkan dugaan jual beli lahan hutan lindung di Desa Meranti, Kecamatan Pintu Pohan. Setelah ditelusuri, dari pemantauan area oleh Dinas Kehutanan Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara (Sumut), memperlihatkan kawasan itu benar masuk hutan lindung.Parlindungan Manurung, kepala Bidang Penatagunaan Hutan, Dinas Kehutanan Tobasa, Rabu (11/6/14) mengatakan, beberapa bulan lalu mendapatkan laporan jual beli lahan hutan lindung Meranti, oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab. Meski sudah berulangkali pengarahan dan pemaparan, namun jual beli lahan terus terjadi.Dinas Kehutanan dan Polres serta Pemerintah Tobasa, mengecek titik koordinat di Desa Meranti. Hasilnya, benar, areal itu masuk kawasan hutan lindung.Menurut Manurung, kawasan itu hutan lindung sesuai SK 44 tahun 2005 Menteri Kehutanan. Karena sudah ada transaksi jual beli lahan, maka hasil perhitungan titik koordinat ini diserahkan ke kepolisian guna penyidikan lebih lanjut.AKBP Edi Faryadi, Kapolres Tobasa, menyatakan, masih pengumpulan bukti dan keterangan, terkait dugaan jual beli lahan masuk kawasan itu.Polres sudah gelar perkara kasus ini. Dari bukti yang ditemukan, katanya,  kuat dugaan terjadi penjualan lahan hutan Meranti. “Nanti dikabari. Masih penyidikan. Tidak boleh ada penjualan lahan hutan lindung. Ini harga mati.”Berdasarkan laporan masyarakat adat Desa Meranti, ditemukan sekitar ada 116 surat akta jual beli kawasan hutan Meranti, dibuat PPAT Ibu Kota Balige.Data diterima Mongabay, akta jual beli terdiri dari akta nomor 194-346 tertanggal 22 November 2006. Setidaknya ada 242.132 meter persegi kawasan hutan lindung sudah diperjualbelikan.Sebelumnya, BPN menegaskan,  tidak akan mengeluarkan sertifikat lahan di kawasan hutan. Suhaily Syam, Sekretaris Utama BPN meminta seluruh BPN di Indonesia jangan berspekulasi sampai melanggar aturan hukum.
[0.01646406203508377, 0.9831623435020447, 0.00037361495196819305]
2014-043-20.json
Wah, Lahan Hutan Lindung Meranti Diperjualbelikan
Wah, Lahan Hutan Lindung Meranti Diperjualbelikan | “Saat ini, banyak pegawai BPN dipenjara karena bersentuhan dengan kawasan hutan,” katanya, saat memberikan sertifikasi 3.010 sertifikat, kepada masyarakat di kabupaten dan kota Sumut, di lahan budidaya, Mei 2014.Khusus lokasi kawasan hutan, tidak akan mengeluarkan sertifikat.  Jika terjadi, katanya, sama saja menjerat diri sendiri karena melanggar hukum. [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2013-009-14.json
Hutan Jadi Sawit, Orangutan Panen Tikung Petani Madu Kapuas Hulu
Hutan Jadi Sawit, Orangutan Panen Tikung Petani Madu Kapuas Hulu | [CLS] Petani madu di Desa Ujungpandang dan Kapuas Raya, Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar), resah. Setiap menjelang panen madu tiba, orangutan di sekitar desa mulai turun dari perbukitan, dan masuk ke danau. Mereka merusak tikung atau tempat lebah bersarang buatan petani.Perilaku orangutan ini diduga kuat karena habitat Pongo pygmaeus-pygmaeus itu sudah tergerus perkebunan sawit. Citraland satelit menunjukkan, perkebunan sawit skala besar yang sudah beroperasi di sekitar Kecamatan Bunut Hilir adalah PT Bumi Tani Jaya dan PT Borneo Estate Sejahtera.Saat ini, petani bersiap memanen madu. Namun gangguan orangutan membuat panen terancam gagal. “Kami hanya perlu perhatian pemerintah bagaimana mengatasi persoalan ini agar petani tak melulu dirugikan,” kata Mas’ud, Kepala Dusun Kubu, Desa Ujungpandang, ketika dikonfirmasi dari Pontianak, Rabu (30/10/13).Dia mengatakan, orangutan tahu musim panen madu jatuh pada Desember hingga Januari setiap tahun. Si Pongo itu turun dari bukit dan masuk ke Danau Miuban, tempat para petani memasang tikung. Fenomena ini sudah terjadi sejak lima tahun terakhir, pasca-perkebunan sawit masuk ke wilayah itu.Danau Miuban merupakan hamparan luas tempat petani madu Desa Ujungpandang dan Kapuas Raya memasang tikung. “Memang, kami tidak mendata jumlah kerusakan tikung. Yang pasti, dari enam pemilik tikung, pasti ada yang dimakan orangutan setiap hari,” kata Mas’ud.Menurut dia, dalam banyak hal orangutan sangat pandai. Satwa ini tahu kapan waktu pas turun dari perbukitan dan masuk ke kawasan danau mencari madu. Bahkan, orangutan tahu madu berkualitas. Si Pongo hanya makan inti madu. Keadaan ini menyebabkan kerugian besar bagi petani.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2013-009-14.json
Hutan Jadi Sawit, Orangutan Panen Tikung Petani Madu Kapuas Hulu
Hutan Jadi Sawit, Orangutan Panen Tikung Petani Madu Kapuas Hulu | Sisi lain, warga masih sangat awam soal penanganan orangutan. “Di sini warga belum sepenuhnya paham soal hukum, kecuali hukum rimba. Jadi mereka tak pernah pikir panjang. Maunya orangutan itu dimusnahkan karena dianggap hama. Kami sudah coba mengusir dengan meriam karbit dan pengasapan. Tapi tak mempan.”Mas’ud berharap, orangutan itu tidak lagi mengganggu tikung petani. Upaya ini sudah diutarakan Mas’ud dalam ajang pertemuan tahunan antara Dinas Kehutanan Kapuas Hulu dengan petani madu di Putussibau. “Masalah dengan orangutan ini sudah saya sampaikan tapi tak ditanggapi serius.”Guna menekan laju kematian orangutan seperti terjadi dua tahun terakhir di Wajok dan Peniraman, Kabupaten Pontianak, Siti Chadidjah Kaniawati Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar,  segera mengambil langkah taktis. Dia menurunkan tim dari Seksi Konservasi Wilayah II Sintang. “Saya sudah koordinasikan dengan Kepala Seksi Sintang dan staf setempat agar persoalan ini diatasi secepat mungkin. Setidaknya tim segera cek lokasi kejadian konflik dan melakukan tindakan semestinya.” [SEP]
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2021-035-04.json
Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban
Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban | [CLS]  Pagi-pagi buta, anak-anak MTs Pakis di Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) sudah mulai persiapan. Dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat, mereka salat Idul Adha berjamaah. Mereka adalah anak-anak sekolah alternatif di MTs Pakis, Dusun Pesawahan yang lokasinya cukup terpencil. Di sekitar sekolah, tidak banyak rumah penduduk karena langsung berbatasan dengan hutan.Seperti tahun-tahun sebelumnya, di MTs setempat juga ikut serta berkurban dengan memotong dua ekor kambing. Berbagai persiapan telah dilakukan. Salah satunya adalah mencari daun nyangku. Tanaman nyangku bahasa latinnya Molinera capitulata, dikenal juga dengan nama rumput palem. Spesies tersebut merupakan tanaman berbunga. Tanaman nyangku banyak ditemukan di Indonesia dan merupakan tanaman asli Asia timur dan selatan, Indonesia dan Australia utara. Tanaman ini banyak ditemukan di tempat beriklim tropis dan lebih hangat, bahkan sebagian dijadikan tanaman hias.Mereka mencari tanaman nyangku untuk diambil daunnya. Daun itulah yang dijadikan pembungkus daging kurban untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak MTs dan warga sekitar yang umumnya kurang mampu.“Sebetulnya, kami telah mempraktikkan pembagian daging kambing yang dibungkus sejak empat tahun silam. Latar belakangnya sederhana, daun nyangku tersedia cukup banyak di alam, termasuk di hutan sekitar MTs Pakis. Karena itulah, kami memanfaatkan daun nyangku untuk pembungkus daging kurban,” jelas Isrodin, Kepala MTs Pakis saat berbincang dengan Mongabay Indonesia pada Selasa (20/7).baca : Banyak Manfaat, Saatnya Gunakan Kembali Daun Sebagai Pembungkus Daging Kurban  
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-035-04.json
Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban
Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban | Sebenarnya, banyak masyarakat di sekitar Gunung Slamet yang memanfaatkan daun nyangku sebagai pengganti bungkus plastik. Bahkan, daun nyangku menjadi salah satu pembungkus khas nasi dengan beragam lauk yang dikenal dengan nasi nyangku. “Iya memang ada di daerah Banyumas yang menjual nasi nyangku. Nama itu berasal dari daun yang digunakan sebagai pembungkus nasi rames,” ujarnya.Menurut Isrodin, dia bersama dengan anak-anak MTs, sejak sehari sebelumnya, sudah menyiapkan daun nyangku. “Di sekitar hutan di Dusun Pesawahan tersedia cukup banyak daun nyangku. Kami mencari sehari sebelumnya, karena kadar air nyangku cukup tinggi. Sehingga pada saat digunakan hari ini (Selasa) sudah agar berkurang kadar airnya,” kata Isrodin.Dijelaskannya, untuk membungkus daging kurban sangat gampang. Hanya dibutuhkan dua lembar daung nyangku. Kemudian di bagian atasnya ditali, juga menggunakan daun nyangku. Daun yang kuat sangat aman, apalagi tidak gampang sobek seperti daun pisang.“Hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja untuk membungkus daging kambing yang telah dibagi-bagi. Kareena daun nyangku cukup panjang, maka untuk membawanya juga tinggal dijinjing saja. Sangat mudah dan yang pasti murah, karena tidak membeli,” ujarnya.Menurutnya, dengan memotong dua ekor kambing, ada 55 paket daging yang dibungkus dengan daun nyangku dan dibagikan kepada warga. Kebutuhan daun nyangku tidak lebih dari 150 lembar dan itu sangat tersedia di alam. “Memanfaatkan daun nyangku tidak merusak alam, justru sebaliknya malah menjaga lingkungan,” tegasnya.baca juga : Kurangi Plastik, Wadah Daging Kurban Pakai Besek  Kearifan LingkunganBagi Isrodin, memanfaatkan daun nyangku untuk pembungkus daging kurban tidak sekadar menghemat, tetapi sebetulnya merupakan upaya untuk menjaga kearifan lokal dalam pelestarian lingkungan.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-035-04.json
Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban
Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban | “Dengan menggunakan daun nyangku sebagai bungkus daging kurban, maka kami tidak lagi butuh plastik. Dan ternyata dengan daun nyangku, maka daging tidak terkontaminasi plastik. Sebab, daging dibungkus dengan daun. Inilah mengapa, kami sudah mempertahankan tradisi pembungkus daging dengan daun nyangku sejak empat tahun silam,”ungkapnya.Dikatakannya, dengan tidak menggunakan plastik, maka apa yang dilakukan mereka merupakan bentuk kepedulian terhadap lingkungan. “Kami ingin memberikan contoh, bahwa untuk membungkus daging kurban, tidak harus dengan plastik. Kalau dengan daun nyangku bisa, kenapa tidak. Jelas-jelas lebih alami dan tidak mencemari lingkungan. Kalau memakai plastik, tentu lingkungan bakal kian tercemar karena ada penambahan sampah plastik. Sebab, plastik yang digunakan untuk bungkus daging dipastikan langsung dibuang,”ujar dia.Pihaknya akan terus mempertahankan kearifan lokal ini, sekaligus juga mengedukasi kepada anak-anak MTs Pakis agar tetap mempedulikan lingkungan. Di dalam benak mereka akan semakin tertanam, bahawa konsumsi plastik harus terus dikurangi. “Jangan sampai apa-apa menggunakan plastik. Kalau bisa diganti dengan bahan yang ada di alam, maka jangan memakai plastik untuk pembungkus,” katanya.Dia berharap ke depannya, masyarakat di Banyumas akan mengikuti jejak agar tidak menggunakan plastik sebagai pembungkus daging kurban. “Sebetulnya sangat bisa, apalagi masyarakat sekitar hutan pasti akan mau untuk mencarikan daun nyangku. Kalau harganya saya kira tetap terjangkau. Ini yang harus dikomunikasikan ke depannya. Jika semakin banyak yang mengikuti jejak kami, maka sampah plastik akan sangat bisa dikurangi,”tambahnya.baca juga : Balase, Anyaman Daun Kelapa Pengganti Kantong Plastik  
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2021-035-04.json
Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban
Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban | Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 mengeluarkan Surat Edaran (SE) bernomor SE.2/PSLB3/PS/PLB.0/7/2021 tentang Pelaksanaan Hari Raya Idul Adha tanpa Sampah Plastik kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Setiap kepala daerah diminta mengajak warganya dapat menggunakan kemasan ramah lingkungan.KLHK mengimbau kepada seluruh daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk menyerukan kampanye tanpa plastik pada Idul Adha 2021. Plastik dapat diganti dengan anyaman bambu, besek daun kelapa, besek daun pandan, daun jati, atau daun pisang dapat dipakai untuk pengganti plastik. Sebab, dari perkiraan yang dikeluarkan oleh KLHK, tas plastik yang digunakan untuk pembungkus daging dapat mencapai 100 juta buah.Itulah yang telah direspons oleh anak-anak MTs Pakis di Dusun Pesawahan. Sehingga hal itu juga mendapat apresiasi dari DLH Banyumas. “Saya sangat mengapresiasi dan setuju dengan kearifan lokal masing-masing desa. Salah satunya adalah Dusun Pesawahan yang memanfaatkan daun nyangku untuk pembungkus daging kurban. Kami juga akan terus mendorong daerah-daerah lainnya untuk dapat meninggalkan plastik sebagai pembungkus daging kurban,”jelas Kepala DLH Banyumas Junaedi.Menurutnya, ada juga yang menggunakan besek dari anyaman bambu, sehingga akan sangat mengurangi sampah plastik. “Namun demikian, memang harus disiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Baik itu yang menggunakan daun nyangku atau besek. Saya sangat apresiasi kepada MTs Pakis yang telah mempelopori pemanfaatan daun nyangku untuk pembungkus daging kurban,”ujarnya.DLH Banyumas berjanji ke depannya, plastik harus terus dikurangi atau bahkan tidak digunakan, salah satunya untuk pembungkus daging kurban.   [SEP]
[0.013069942593574524, 0.020550377666950226, 0.966379702091217]
2015-061-03.json
Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan
Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan | [CLS] Kebijakan setop sementara (moratorium) izin hutan dan lahan gambut, 13 Mei ini berakhir. Pemerintah sudah memastikan perpanjangan. Kalangan organisasi masyarakat meminta perpanjangan dengan penguatan karena dalam dua periode belum menampakkan perbaikan tata kelola hutan. Hal ini diperkuat hasil kajian terbaru dari Kemitraan bersama Walhi, yang membeberkan ‘titik-titik lemah’ kebijakan ini.Temuan analisis memperlihatkan, sejak kebijakan moratorium sesungguhnya areal dilindungi terus turun dari waktu ke waktu. Hasil kajian di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalteng, ini menunjukkan, areal moratorium gambut berkurang hingga 968.891 hektar.Dari analisis PIPIB, khutan alam primer dan lahan gambut yang masuk moratorium sebenarnya sangat kecil. Sebab, sebagian besar areal moratorium justru di wilayah tidak terancam penerbitan izin baru seperti di hutan lindung dan kawasan konservasi. Di Kalteng, pada PIPIB revisi V, dari 3.781.090 hektar areal moratorium, 2.976.894 hektar (79%) hutan lindung dan kawasan konservasi.Terungkap juga beda tafsir katagori lahan gambut antara pemerintah daerah dengan unit pelaksana teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kondisi ini, katanya, mengakibatkan areal yang seharusnya moratorium justru keluar pada revisi PIPIB, seperti di Indragiri Hilir (Riau) dan Pulang Pisau (Kalteng).Temuan lain, pengurusan izin hutan kelola rakyat, baik hutan desa maupun hutan kemasyarakatan terhambat karena areal kerja masuk wilayah moratorium. Ini ditemukan di Teluk Meranti, Pelalawan, Riau dan di Musi Banyuasin, Sumsel.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2015-061-03.json
Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan
Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan | I Nengah Surati Jaya, tim penganalisis mengatakan, kajian khusus PIPIB ini juga memperlihatkan, kawasan harus dilindungi karena gambut dan hutan alam selain di kawasan lindung/konservasi juga di hutan produksi konversi (HPK). “Ini luasan rentan untuk alami perubahan. Kalau dari komposisi, HPK dan non HPK, dari empat provinsi yang dikaji, HPK Kalteng cukup besar,” katanya di Jakarta.Kajian ini, katanya, dengan empat provinsi itu sudah mewakili karena memiliki hutan primer dan gambut relatif luas. Total gambut keempat wilayah ini, 70% dari luas nasional, yang didominasi gambut sedang dan dalam. “Sesungguhnya, memang sangat tak layak dikonversi menjadi peruntukan lain  karena ekosistem rentan.”Lalu apa yang terjadi dalam peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) I-VII? Nengah mengatakan, dari analisis terlihat penurunan besar pada empat provinsi ini selama tiga tahun revisi PIPIB.Pengurangan luas lahan itu, katanya, di Kalteng sekitar 45%,  Riau berkurang 20% , Sumsel (11%) dan Jambi (30%). “Itu selama kurang lebih tiga tahun karena revisi setiap enam bulan,” katanya.Kalau dilihat lebih detil lagi, katanya, pada tiap provinsi itu perubahan terbesar di lahan bergambut. Dari data terlihat, gambut Jambi turun 60.000 hektar, Sumsel (27.000 ribu), Riau (351.000), dan Kalteng (474.000). Jadi, katanya, ada sekitar 914.000 hektar lahan gambut keluar dari moratorium. “Jadi, luasan hutan moratorium menurun dan terbesar di gambut,” ucap Nengah.Temuan lain menunjukkan, perubahan (pelepasan) dari kawasan moratorium itu mengelompok yang menunjukkan ada tekanan tertentu di lahan itu.Tak selarasHasbi Berliani dari Kemitraan mengatakan, moratorium tak berjalan selaras pesan dalam inpres. Moratorium, katanya,  bertujuan mewujudkan keseimbangan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan serta kurangi emisi gas rumah kaca.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2015-061-03.json
Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan
Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan | Namun, selama kebijakan jeda izin, terindentifikasi pelepasan kawasan hutan APL untuk pemenuhan permintaan adaministrasi daerah seluas 7,7 juta hektar di 20 provinsi. Izin HTI, katanya,  jauh lebih tinggi, dari tiga tahun sebelumnya, mencapai 1.131.165 juta hektar dan pelepasan kawasan hutan parsial untuk perkebunan seluas 1.136.956 hektar.“Juga pinjam pakai kawasan hutan 2,2 juta hektar, jauh lebih tinggi tiga tahun lalu. Selama moratorium tak mampu menahan laju perizinan karena wilayah di luar moratorium sangat tinggi.”Untuk itu, katanya, terkait penguatan dan perlidungan hutan maupun lahan gambut lewat moratorium ini, tim kajian memberikan beberapa rekomendasi.Pertama, melanjutkan kebijakan moratorium untuk mempertahankan fungsi hutan dan memberikan waktu pemulihan. Juga memberikan waktu cukup bagi upaya-upaya perbaikan menuju tata kelola hutan dan lahan lebih baik, dengan periode waktu lebih dua tahun.Kedua, kebijakan moratorium hutan dan lahan gambut ke depan harus bebasis capaian dengan indikator perbaikan tata kelola hutan lebih terukur. Dia mencontohkan, penyelesaian tata batas kawasan hutan, sinkronisasi peraturan, review perizinan, penyelesaian konflik tenurial, penurunan kebakaran hutan dan lahan, serta penegakan hukum.Ketiga, perlu memperkuat basis hukum kebijakan penundaan pemberian izin baru dan perbaikan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut, tak hanya lewat inpres, paling tidak Peraturan Presiden.Keempat, perlu memperluas wilayah cakupan moratorium dengan memasukkan hutan alam primer dan lahan gambut tersisa serta kawasan terancam seperti karts, mangrove, dan pulau-pulau kecil. “Kawasan konservasi tidak perlu masuk moratorium karena sudah dilindungi berdasarkan UU. “Kelima, mengecualikan wilayah-wilayah potensial pemberdayaan masyarakat atau perhutanan sosial dalam kebijakan moratorium.Target tak jelas
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2015-061-03.json
Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan
Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan | Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, tak ada satu dokumen bicara soal target-target pemerintah, terkait penggunaan dan pemanfaatan lahan. “Apakah ini mau diteruskan, ataukah mau tingkatkan prioritas? Tanah ditempatkan sebagai barang bebas, bisa dimanfaatkan siapa saja.”Belum lagi rezim perizinan. Organisasi masyarakat sipil, katanya, sudah mendorong perombakan rezim perizinan. “Saat ini, atas nama komoditas, pengusaha land banking. Kami duga, moratorium jadi satu soal, karena sebenarnya sudah ada land banking perusahaan besar cukup pengaruh secara politik maupun ekonomi di negeri ini.” Belum lagi, kata Abetnego, pembangunan ekonomi terkonsentrasi pada penguasaan lahan skala besar.Arief Juwono Deputi di Kementerian Lingkungan dan Kehutanan menyatakan moratorium itu berbicara satu kebijakan publik:  sudah ada niat, ada kebijakan dan implementasi. “Kalo perlu ada penegakan hukum…tentu tiap rangkaian ada titik lemah dan titik kuat…”Arief akan menyampaikan, kajian ini kepada Menteri Siti Nurbaya. Masukan-masukan dalam kajian ini, katanya, akan menjadi pertimbangan pemerintah. “Tentu ini harus dipelajari cermat di mana titik persoalan utama.Ingin kita kembalikan, apa sih moratorium itu? Yakni, capai tata kelola hutan yang benar.”Modus di lapanganArie Rompas, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah,  menceritakan, kawasan-kawasan hutan masuk perlindungan moratorium izin tebang hutan dan lahan gambut di Kalteng, tetapi ‘sukses’ keluar dengan berbagai modus.“Ada (hutan) dibakar dulu, dirusak dulu, baru dibuka. Karena perubahan-perubahan karena ada kepentingan itu maka dikeluarkan dari moratorium,” katanya.Dari situ, memperlihatkan, tahapan pemberian izin dilanggar dulu, baru legitimasi lewat pengeluaran dari moratorium izin.
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2015-061-03.json
Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan
Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan | Modus lain, katanya, IUP di kawasan moratorium tetapi tanggal izin dimajukan ke masa sebelum ada kebijakan itu. Tujuannya, kala mengajukan peninjauan kawasan hutan itu bisa keluar dari wilayah yang dilindungi moratorium.Dengan berbagai modus pengeluaran izin ini, terlihat subtansi moratorium untuk tak mengeluarkan izin baru tak efektif.“Kecenderungan izin massif ada keterkaitan kuat dengan pilkada. Izin dikeluarkan dulu. Setelah menang, lalu keluar izin baru. Banyak dilakukan incumben dan bupati baru. Panjar duluan dan menagih ketika terpilih…,” ujar dia.Dari 11 kasus kawasan moratorium yang dipantau Walhi Kalteng, katanya, tampak tak ada sanksi tegas walau terjadi pelanggaran. “Bupati langgar juga tak apa. Wilayah-wilayah terancam, justru mempercepat penghancuran kalau tak masuk moratorium. Padahal itu berfungsi ekosistem dan sosial.”Kondisi tak jauh beda di Sumatera Selatan. Tampak pelanggaran di wilayah moratorium terjadi begitu saja. Di kawasan-kawasan moratorium malah ada izin sawit. Illegal logging juga terus jalan. Kalau tak ada penegakan hukum tak akan memberikan efek baik,” kata Hadi Djatmiko, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel.Belum lagi, kawasan yang masuk moratorium ternyata didominasi hutan konservasi—yang tanpa kebijakan jeda izinpun sudah terlindungi aturan. [SEP]
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-052-15.json
Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani?
Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani? | [CLS] Pertanian berkelanjutan merupakan konsep yang digunakan oleh lembaga pangan dunia-FAO (Food and Agriculture Organization), untuk menghubungkan antara masalah ketahanan pangan dengan wacana perubahan iklim. Pertanian berkelanjutan dipandang FAO sebagai upaya mitigasi penting yang dapat menurunkan emisi karbon.Berdasarkan penelitian FAO, maka sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang menyumbangkan emisi karena dapat meningkatkan temperatur udara antara 1 hingga 2 derajat celcius. Pengurangan emisi pun telah menjadi kesepakatan global, seperti disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim yang termaktub dalam Paris Agreement.Untuk mengakomodir hal tersebut, perubahan sistem pertanian dan sistem pangan perlu memuat perubahan yang bersifat ekonomis dan teknis. Faktor perubahan teknis salah satunya, adalah mencakup ketersediaan benih yang tahan terhadap kekeringan maupun tahan banjir. Selain itu, pertanian modern menggunakan mesin dapat menjadi salah satu bentuk meningkatkan produktivitas pertanian.Namun, secara teknis terdapat permasalahan yaitu: “Adakah varietas tanaman pangan yang resisten terhadap hama?” Faktanya, keberadaan hama mendorong penggunaan pestisida besar-besaran; bahkan zat aktif yang terkandung dalam pestisida cukup berbahaya bagi lingkungan hidup.Wacana praktek pertanian berkelanjutan memang ideal, namun faktanya belum mampu memecahkan permasalahan terkait penyediaan varietas tahan hama dan mekanisme mengatasi hama dengan menggunakan pestisida.Prinsip pengelolaan hama terpadu (Integrated Pest Management) pada kenyataannya semakin jauh dari ideal. Hal tersebut karena revolusi hijau telah mengubah prinsip petani untuk tidak lagi ‘peduli’ ekosistem karena lebih terfokus pada pengejaran produksi.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2019-052-15.json
Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani?
Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani? | Selain itu, praktek pertanian berkelanjutan “seakan-akan” melupakan aktor yang seharusnya menjadi faktor pendukung utama, yaitu “petani yang berketahanan”. Argumen ini tentunya relevan jika diperhadapkan dengan konsep pertanian berkelanjutan untuk mengantisipasi perubahan iklim.  Kondisi Kerentanan Petani di IndonesiaSebelum menuju pembahasan petani yang memiliki ketahanan. Maka, kerentanan terhadap petani perlu saya urai. Umumnya petani di Indonesia digolongkan petani skala kecil yang memiliki luas lahan sekitar 0,25 hektar hingga 1 hektar.Selain kepemilikan lahan yang sempit, umumnya petani belum mendapatkan modal penyuluhan pertanian yang memadai terkait pertanian berkelanjutan. Dengan minimnya petani yang mengenyam pendidikan tinggi, mereka tidak memiliki kebiasaan untuk membaca atau membuat catatan pengamatan di petak lahannya.Selain itu, fenomena perubahan alam yang berpengaruh terhadap cuaca hingga keberadaan hama yang dihadapi petani merupakan hal yang harus dihadapi petani. Di tengah kerentanan itu, tak heran petani mudah terperangkap untuk menggunakan pestisida kimia pabrik.Penggunaan pestisida lalu menjadi solusi instan yang kerap ditawarkan oleh perusahaan pestisida yang menggandeng petugas penyuluhan.Perusahaan pestisida seringkali menyusup dalam bentuk penyuluhan berkedok promosi. Selain itu, perusahaan pestisida seringkali memberikan hadiah kepada petani berupa perjalanan wisata gratis apabila membeli produk pestisida yang telah ditentukan oleh perusahaan pestisida.Yang terkini, perusahaan pestisida menawarkan skema asuransi pertanian yang tidak lebih mengikat petani untuk membeli produk pestisida. Skema asuransi ditawarkan perusahaan pestisida yang jeli melihat bagaimana petani skala kecil kerapkali berhutang untuk memenuhi modal pertanian.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-052-15.json
Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani?
Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani? | Satu hal yang pasti, penggunaan pestisida akan menambah biaya pengeluaran petani untuk mengelola per petak lahan yang diurusnya. Mengejar keuntungan ekonomis lahan (minimal “break even point”) dengan demikian akan menjadi target yang ingin dicapai petani.Dengan demikian sektor pertanian akan dipacu untuk mengejar produktivitas. Akibatnya selain kondisi finansial pembiayaan yang rentan, kelestarian ekosistem lahan tidak lagi menjadi prioritas bagi petani.Petani skala kecil akan lebih mempertimbangkan rasionalitas agar fokus panen melimpah. Untuk mencapai panen yang melimpah, petani ‘rela’ berhutang untuk membeli pestisida dan pupuk yang berharga mahal.Prinsip pengelolaan hama terpadu lalu tidak lagi menjadi pilihan. Karena tuntutan korbanan biaya, petani lebih suka menggunakan pestisida sebagai penanggulangan hama lewat cara instan, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.Hasil observasi dan wawancara mendalam yang penulis lakukna dengan petani di Pantura Jabar, menemukan bahwa petani telah mengetahui tentang praktik pertanian berkelanjutan.Namun kendala struktural dan sosial membuat mereka belum menemukan jalan lain mengamankan tanaman padi mereka dari serangan hama, karena ketergantungan pada penggunaan pestisida.Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir pun mereka diperhadapkan dengan harga beli gabah yang rendah. Sehingga walaupun hasil melimpah, namun hal itu belum menutup hutang modal bertani untuk pembelian pestisida dan pupuk kimia.  Negara harus hadirMenurut pendapat penulis, di sini diperlukan kehadiran negara. Petani lahan skala kecil teramat rentan dan tidak dapat keluar dari jeratan yang melilit mereka. Mereka pun bakal tidak mampu mencapai jargon yang disampaikan dalam konsep pertanian berkelanjutan.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2019-052-15.json
Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani?
Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani? | Negara perlu turun tangan untuk memberikan penyuluhan kepada petani dan melepaskan ketergantungan petani terhadap pesitisida. Diperlukan penyuluhan terhadap bahan aktif yang ada di dalam pestisida, termasuk yang berpengaruh buruk pada ekosistem sawah. Hal penting adalah tidak membiarkan petani untuk menghadapi kerentanan tanpa ada pendampingan.Di beberapa negara, pemerintah setempat telah melarang penggunaan zat aktif yang terkandung dalam insektisida seperti, neonicotinoids, carbofuran, abamectin maupun fipronil. Di sebagian tempat di Indonesia, insektisida tersebut masih mudah ditemui dan digunakan petani dalam menghalau hama.Apabila konsep keamanan pangan begitu penting digaungkan dalam pertanian berkelanjutan, maka konsep ketahanan petani pun menjadi penting untuk mengangkat harkat hidup petani kecil. * Ica Wulansari, penulis adalah peneliti lepas isu sosial dan ekologi. Dalam dua tahun terakhir ini tengah mendalami isu ketahanan petani menghadapi perubahan iklim.  [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2018-042-19.json
Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya?
Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya? | [CLS] Seekor penyu hijau (Chelonia mydas) berukuran panjang sekitar satu meter dan lebar sekitar 70 sentimeter ditemukan terjaring pukat nelayan desa Sikka kecamatan Lela kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, di perairan laut Sawu, Jumat (29/6/2018) dini hari sekitar pukul 01.00 WITA.Penyu tersebut pun dibawa ke pesisir pantai dan diikat di pepohonan. Setelah mengumpulkan para nelayan desa Sikka serta bersama warga masyarakat dan anak-anak sekolah di desa tersebut, penyu tersebut pun di lepas kembali ke laut sambil mengabadikan aksi itu tersebut lewat foto dan video.“Saya malam itu lepas jaring di laut Sawu depan desa Sikka dan sekitar pukul 01.00 WITA, seekor penyu terjaring sehingga saya membawa ke darat dan mengikatnya. Keesokan harinya baru saya ajak nelayan lain untuk melepasnya,” tutur Rikardus Inosensius, kepada Mongabay-Indonesia, Jumat (29/6).baca : Penyu Belimbing Ini Terjaring Nelayan, Mau Diselamatkan, Malah Hilang. Kok Bisa?  Atas kesadarannya sendiri, Rikardus melepaskan penyu tersebut meskipun ada masyarakat yang ingin membelinya untuk dikonsumsi. Dirinya beralasan, hewan laut ini dilindungi sehingga tidak mau menjualnya ataupun dikonsumsi.Waktu ditangkap penyu hijau berusia tua tersebut tidak terluka. Menurutnya, dulunya penyu sering tersangkut di jaring nelayan dan dijual atau untuk dikonsumsi sebab kesadaran masyarakat belum ada. Nelayan hanya berpikir untuk mendapatkan uang saja meski jumlahnya tidak seberapa.“Jaring saya juga sedang rusak dan saya sedang menjahitnya sendiri sehingga kalau bisa pemerintah membantu para nelayan yang memiliki kesadaran untuk melepas kembali ikan dan hewan laut yang dilindungi,” pintanya.  Berdayakan Nelayan
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2018-042-19.json
Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya?
Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya? | Paskalis Maopa Karwayu, warga Sikka lainnya menjelaskan, sebelum penyu tersebut dilepas, dirinya mengajak serta para nelayan dan anak-anak sekolah agar bisa memberikan edukasi kepada mereka bahwa hewan laut tersebut dilindungi dan tidak boleh dikonsumsi ataupun dijual.“Waktu melepasnya saya membuatkan videonya menggunakan telepon genggam dan meng-upload-nya di facebook untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat lainnya agar mencintai hewan dan satwa yang dilindungi dan terancam punah,” tuturnya.baca : Penyu Hijau, Si Hewan Purba Penjelajah  Paskalis mengatakan, daerah pesisir pantai di desa Sikka, Watutedang hingga Lela dan lainnya di pantai selatan, merupakan daerah tempat bertelur penyu dan masyarakat sering sekali menemukan penyu bertelur dan mengambil telurnya untuk dijual atau dikonsumsi.BKSDA dan dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Sikka diminta agar harus sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan para nelayan untuk tidak menangkap dan mengkonsumsi ikan dan hewan lain yang dilindungi“Dinas Kelautan dan Perikanan  kami harapkan untuk membantu para nelayan berupa sarana dan pra sarana alat tangkap agar para nelayan juga lebih peduli dan menjaga kelestarian ekosistem laut dan hewan laut yang dilindungi. Bila kelompok nelayan di ajak bekerja sama melestarikan penyu dengan mengembangbiakkannya maka nelayan bisa mendapatkan pemasukan tambahan,” sebutnya.Selain sosialisasi, himbau Paskalis, perlu juga dibuatkan papan informasi berisi larangan menangkap, memperjualbelikan dan mengkonsumsi hewan laut yang dilindungi. Juga dicantumkan pula sanski hukuman kurungan penjara dan denda yang harus dibayarkan agar masyarkaat nelayan paham dan takut melanggarnya.baca : Inilah Penyelamatan Penyu Hijau di Tengah Bentang Laut Sulu Sulawesi  Habitat Penyu
[0.9999886751174927, 5.7277034102298785e-06, 5.645468263537623e-06]
2018-042-19.json
Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya?
Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya? | Vinsensius Parera seorang penyelam yang sering mengantar wisatawan menyelam di pantai selatan Sikka kepada Mongabay-Indonesia mengatakan, sebagai penyelam dirinya sering menyelam dan meneliti terumbu karang khususnya di sepanjang  pantai selatan di laut Sawu.Di sepanjang perairan ini, Vinsensius selalu menemukan penyu sisik hijau dan penyu hijau serta penyu belimbing. Beberapa tahun lalu juga nelayan menemukan penyu belimbing termasuk yang ditemukan di Doreng bulan Mei kemarin yang mungkin telah dijual dan dikonsumsi masyarakat.“Para wisatawan asing yang diving di pantai selatan sangat menyukai sebab selain banyak penyu juga sering ditemukan ikan hiu dan napoleon di kedalaman 5 sampai 8 meter. Wisatawan Jepang dan Pernacis paling suka melihat hiu. Bahkan saat menyelam kita sering bermain-main dengan hiu dan penyu,” bebernya.Memang sering ada pengeboman di pantai selatan, ungkap Vinsen, tetapi tidak terlalu merusak terumbu karang. Selama melakukan penyelaman  di sepanjang pantai selatan, terumbu karang juga banyak sekali dijumpai dan hanya sedikit sekali yang rusak akibat aksi pengeboman ikan oleh nelayan dari luar kabupaten Sikka.Tahun 2001, Vinsen bekerja sama dengan kelompok  nelayan di Ndete, kecamatan Magepanda, membuat penangkaran penyu dan rutin melepas tukik ke laut lepas. Pelepasan tukik atau anak penyu tersebut pun menjadi paket wisata dan banyak wisatawan asing yang tertarik dan memberikan sumbangan dana.“Namun usaha tersebut akhirnya tersendat karena bantuan dana dari pemerintah daerah tidak ada. Penyu tersebut kan butuh makan dan harus ada orang yang merawatnya secara rutin dan butuh digaji,” jelasnya.Usaha ini pun sebut Vinsen, akhirnya tidak bertahan lama padahal saat itu juga digabung dengan pengembangbiakkan mangrove dan telah banyak pelajar yang studi banding di tempat tersebut. Untuk itu pemerintah harus intervensi dana untuk membantu kelompok-kelompok nelayan dan pencinta lingkungan.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-042-19.json
Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya?
Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya? | baca : Masyarakat Kampung Malaumkarta: Dulu Konsumsi dan Buru, Sekarang Sayangi Penyu  Agustinus Djami Koreh, kepala seksi konservasi wilayah IV Balai Besar KSDA NTT saat ditemui Mongabay-Indonesia di kantornya mengaku sangat berterima kasih atas pemahaman nelayan di desa Sikka yang rela melepas kembali penyu sisik hijau yang terjaring pukat nelayan.BKSDA kata Agustinus, sangat bersyukur ternyata para nelayan sudah memiliki pemahaman tentang hewan laut yang dilindungi sehingga mereka tidak mengkonsumsi penyu namun melepaskannya kembali ke laut. Pihaknya pun mengetahuinya dari media sosial.“Dengan melepaskannya kembai ke laut dan membuat video dan membagikannya ke medis sosial membuat banyak masyarakat memahami bahwa menangkap hewan laut yang dilindungi dilarang dan bisa dikenakan sanksi pidana sesuai Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alama Hayati dan Ekosistemnya,” ungkapnya.Agustinus berjanji akan menjadwalkan kembali untuk melakukan sosialisasi kepada para nelayan di pesisir pantai selatan terkait hewaan laut dan satwa yang dilindungi. Bagi kelompok nelayan yang serius untuk mengembangbiakkan penyu untuk dilepas kembali ke laut, pihaknya siap melakukan pendampingan dan mengalokasikan dananya.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-044-14.json
Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu
Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu | [CLS] Pada 2017 ini, Turtle Conservation and Education Center (TCEC) Serangan, Denpasar, Bali melakukan relokasi 93 sarang dengan jumlah telur 9306 butir. Sarang peneluran penyu ini berasal dari sejumlah kabupaten seperti Badung, Kota Denpasar, Gianyar, dan Klungkung.Made Sukanta, Direktur TCEC Serangan menyebut ada sejumlah faktor yg menyebabkan kepunahan penyu laut bisa terjadi. Perdagangan ilegal, rusaknya habitat peneluran akibat aktivitas manusia seperti kegiatan wisata, pembangunan di daerah pesisir, juga abrasi pantai. Berikutnya dari aktivitas perikanan seperti penggunaan trawl, limbah minyak kapal dan jaring nelayan serta penggunaan mata pancing yang tidak sesuai.“Kami berusaha untuk meminimalisir faktor pertama dan kedua dengan program penyelamatan penyu hasil sitaan kepolisian dan dengan program relokasi sarang penyu ke tempat yang lebih aman dan terkontrol,” jelas pria ini. Jika telur-telur tersebut dibiarkan di pantai, maka keselamatan hidup dari telur penyu terancam.  Ancamannya bisa dari hewan liar, kenaikan muka air laut yg menyebabkan telur penyu menjadi gagal menetas, dan masih maraknya pencurian terhadap telur penyu. Program relokasi sarang penyu alami ini ke sarang semi-alami.Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Suko Wardono mengatakan pihaknya mulai melakukan pembinaan secara intensif kepada kelompok masyarakat pelestari dan pelaku konservasi penyu di wilayah Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Untuk melaksanakan amanat Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 526 Tahun 2016 tentang pelaksanaan perlindungan penyu, telur, bagian tubuh dan/atau produk turunannya.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2017-044-14.json
Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu
Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu | Tiga isu utama implementasi pengelolaan konservasi penyu, mengacu pada Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Penyu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah pengurangan perdagangan ilegal dan pengurangan konsumsi ilegal, proteksi habitat peneluran penyu, dan stabilnya populasi 6 spesies penyu yang ada di Indonesia.Hal ini didiskusikan dalam sebuah kunjungan kerja oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi bersama Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi di TCEC Serangan, Balipada Jumat (16/06/2017).Dalam siaran pers BPSPL Denpasar disebutkan diskusi ini memperkuat pengelolaan konservasi penyu oleh KKP ini dipandu Dr. drh. Windia Adnyana, peneliti penyu dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dan Suko Wardono.“Implementasi RAN Penyu membutuhkan dukungan dan mandat yang jelas oleh Undang-Undang, dimana saat ini ketidakjelasan tersebut membutuhkan penyempurnaan pengelolaan sehingga akan berdampak positif bagi penyu dan masyarakat,” ujar Brahmantya.  Ketidakjelasan dukungan peraturan perundang-undangan yang ada dapat merugikan upaya pelaksanaan strategi, sebagai contoh masih maraknya perdagangan ilegal dan konsumsi ilegal penyu di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.Brahmantya menambahkan pengelolaan habitat dan proteksi habitat penyu juga membawa manfaat bagi pariwisata di Bali. “Inisiatif kelompok masyarakat pelestari penyu dalam melaksanakan konservasi penyu harus terus didampingi oleh Pemerintah. TCEC misalnya sebagai salah satu lokasi edukasi, banyak wisatawan membantu dan melihat langsung perawatan penyu maupun tukik,” katanya.Hal senada disampaikan Viva Yoga Mauladi. “Inisiatif kelompok masyarakat dalam pengelolaan konservasi penyu harus mendapat pendampingan karena pengelolaan penyu harus mengacu pada prinsip kesejahteraan hewan”, tambah Viva.
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2017-044-14.json
Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu
Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu | Selama berada di TCEC Serangan mereka melihat kolam perawatan penyu-penyu yang sakit atau sedang diselamatkan. Penyu-penyu ini menjadi barang bukti sitaan perdagangan atau pemanfaatan ilegal. Selain itu ada juga penyu untuk tujuan penelitian dan pemanfaatan ritual keagamaan.Brahmantya dan Viva Yoga juga melakukan pelepasliaran 2 ekor penyu hijau dalam kondisi sehat di Pura Campuhan Windhu Segara, Pantai Padang Galak, Denpasar. Penyu-penyu tersebut telah menjalani masa perawatan oleh tim kedokteran hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.Made Sukanta, Direktur TCEC Serangan menjelaskan kedua penyu tersebut sudah menjalani perawatan. Keduanya ditemukan oleh Kepolisian Polda Bali dalam operasi penangkapan jaringan perdagangan ilegal.Perdagangan penyu di Bali yang banyak terekspos adalah yang verbal seperti pengangkutan dan pengolahannya. Sementara ada banyak usaha-usaha wisata dengan klaim konservasi menjadi objek wisata yang perlu diverifikasi agar warga mendapat pengetahuan yang benar bagaimana prinsip konservasi dijalankan.  Sosialisasi UU KelautanUsai acara di Serangan dan Padanggalak, tim KKP dan DPR ini melanjutkan kegiatan ke tempat lain untuk sosialisasi Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan di Gedung Pasca Sarjana, Universitas Udayana Bali. BPSPL Denpasar mencatat, sosialisasi UU Kelautan menuai banyak masukan dan tanggapan dari komponen yang hadir.Viva Yoga memaparkan kebijakan maritim Indonesia. Negara Maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan laut, walau negara tersebut mungkin tidak punya laut tetapi mempunyai teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan dan lain-lain untuk mengelola dan memanfaatkan laut tersebut, baik ruangya maupun kekayaan alamnya dan letaknya yang strategis.
[0.016374895349144936, 0.019575536251068115, 0.9640495181083679]
2017-044-14.json
Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu
Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu | Kepentingan negara-negara luar kawasan atas wilayah perairan asia tenggara menjadi perhatian. Kepentingan utama bagi negara-negara luar kawasan terutama Cina (Tiongkok), Jepang, dan Amerika Serikat, adalah kepastian akses dan atau ketersediaan sumberdaya.Kesimpulannya adalah untuk menuju poros maritim, terlebih dahulu Indonesia harus berupaya dan memperkuat statusnya ke arah negara maritim. Untuk itu Indonesia harus mampu memanfaatkan semua unsur kelautan di sekelilingnya untuk kepentingan nasionalDukungan DPR menurutnya terlihat di pengalokasian anggaran. Ada peningkatan yang cukup tajam dilihat dari tahun 2007 sebesar Rp3,3 Triliun, ke tahun 2015 sebesar Rp10 Triliun dan terakhir tahun 2016 sebesar Rp11 Triliun.“Pertanyaannya adalah apakah peningkatan anggaran berimbas terhadap produksi perikanan di Indonesia dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat?” kata Viva.Berdasarkan UU 23/2014, kewenangan kini bergulir ke daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.Hal ini menarik kewenangan kabupaten/kota ke provinsi dan proporsi dana ke daerah akan terkonsentrasi pada DAK dan transfer ke daerah.Menyikapi sejumlah regulasi yang memantik perdebatan seperti Permen KP No. 56/2014 tentang Moratorium Perizinan Penangkapan Ikan; No. 57/2014 tentang Pelarangan Transhipment; No. 1/2015 tentang larangan menangkap kepiting, lobster dan rajungan ukuran tertentu; No. 2/2015 tentang larangan penggunaan jaring pukat tarik dan pukat hela, Viva menyampaikan sejumlah catatan.Pertama, setiap daerah memiliki kekhasan, misalnya Jawa Tengah yang banyak nelayan Pantura menangkap ikan dengan cantrang, payang, dogol dan alat tangkap lain yang masuk dalam pelarangan Permen KP No. 2/2015.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2017-044-14.json
Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu
Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu | Pelarangan menyebabkan keresahan di kalangan nelayan, karena menyebabkan nelayan menganggur, menurunnya pendapatan, dan menyumbangkan peningkatan angka kriminalitas. Menurutnya pemerintah harus memberikan ruang bagi daerah, terutama provinsi, untuk menentukan kebijakan dalam merespons kebijakan pusat.Sejumlah pembahasan dalam UU tentang Kelautan ini misalnya dalam pasal 49 disebutkan setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut secara menetap yang tidak memiliki izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).DIskusi lain misalnya menyoroti belum adanya mandat kewenangan pengelolaan spesies ikan (perairan) dan pentingnya mempercepat proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah Propinsi Bali tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Perda ini akan memberikan dasar bagi perijinan lokasi dan perijinan pengelolaan bagi seluruh aktivitas di perairan laut yang menetap.Ada juga permohonan bantuan Pokmaswas Yasa Segara Bengiat Nusa Dua Badung dalam pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan seperti terumbu karang dan sarang peneluran alami penyu di wilayah Nusa Dua.    [SEP]
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2018-010-07.json
Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali
Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali | [CLS] Jalan berkelok dan sangat terjal harus dilalui sekitar 30 menit berkendara sampai tiba di sebuah bukit tertinggi, di ujung timur Pulau Bali. Nama dusun dan bukitnya Gulinten, tapi kadung populer dinamakan Gunung Sega. Karena menjadi lokasi stasiun transmisi TVRI Gunung Sega sejak 2005.Mesin motor panas saat berhasil tiba dan parkir di halaman stasiun pemancar TVRI. Seorang perempuan muda sedang bersiaga tiap jam memantau langit, berbekal teropong binocular dan kamera. Beberapa kali ia pindah posisi, di halaman depan, halaman belakang, sampai titik bukit lainnya.Santi Tyas, mahasiswa jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana ini sangat bersemangat melakukan penelitian untuk skripsinya, menghitung jumlah dan jenis burung raptor yang bermigrasi. Ditemui pada Rabu (31/10/2018), Santi mengatakan sudah memantau tiap hari sejak 4 Oktober hingga 30 November ini. Periode bermigrasinya ribuan raptor dari daerah dingin ke hangat.Bukit Sega yang berada di seberang bebukitan Pura Lempuyang, Karangasem, Bali ini dinilai salah satu tempat pemantauan terbaik. Para raptor yang terbang mengarah ke Pulau Lombok, bahkan bisa terbang sepinggang para pengamat burung jika berada di titik bukit tertentu.baca :  Indonesia Adalah Jalur Penting Migrasi Burung, Anda Mengetahui?  Pada Oktober sampai November adalah puncak migrasi raptor-raptor ini. Tak sulit menemukan mereka sedang terbang dengan sayap terbentang di langit. Terutama pagi sampai tengah hari. Jelang sore, jumlah yang melintas makin sedikit, bisa dihitung jari.Selain raptor yang bermigrasi, juga terlihat sejumlah burung elang seperti ular bido yang tinggal di kawasan ini, mereka disebut residen. Suaranya tajam membelah bebukitan. Beberapa kali terbang berputar mengamati wilayah kekuasaanya. Sangat mendebarkan mengamati pemangsa ini dari jarak lebih dekat, namun tetap harus dibantu teropong. Mata dimanja dengan kekuatan rentang sayap dan kecepatan terbangnya.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-010-07.json
Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali
Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali | Santi memulai pemantauan dari jam 8 pagi sampai 5 sore dengan mencatat jumlah, arah, dan pola terbang, apa sendiri, bergerombol, atau bareng sesama jenisnya. Tiap hari jumlahnya fluktuatif, pernah dalam sehari sampai ribuan ekor.Salah seorang staf transmisi TVRI, Dono Waluyo juga menjadi pengamat dan fotografer burung. Ia sudah terbiasa menghitung rombongan ribuan raptor di langit. Menggunakan sistem kotak, hanya untuk mereka yang terlatih dan berpengalaman sebagai birdwatcher.Saat musim dingin di bumi belahan Utara, rombongan raptor ini mencari tempat hangat ke negara-negara di garis khatulistiwa. Arus balik diperkirakan Maret-Mei, juga melewati bebukitan di Bali Timur ini. “Titik favorit di bukit itu, burung muncul dari bawah naik ke atas ke arah Lombok,” tunjuk Santi.baca juga :  Burung Bermigrasi, Apa yang Dicari?  Mochamad Saifudin, adalah salah satu pengamat burung setia yang menghelat event pemantauan pada 14 Oktober lalu di Gunung Sega. Dengan fasih ia bercerita tentang migrasi burung pemangsa di Bali.Peta jalur burung pemangsa misal dari Rusia, Jepang, Cina, memiliki rute mayor dan minor. Salah satu lintasan mayor adalah Dusun Gulinten, Abang, Karangasem ini. “Rutin lewat tiap tahun selain daerah dan negara lain seperti Lombok, Flores, dan lainnya di Indonesia,” kata Udin, panggilan akrabnya.Sebelum sampai Bali, burung pemangsa ini masuk dari Baluran, Ijen, Alas Purwo (Jatim) ke Bali Barat (TNBB). Kemudian lewat pesisir utara Bali sampai Singaraja, dan terakhir Gunung Sega di Karangasem.Dari pengalamannya, dipetakan ada tiga jalur utama migrasi. Bali Utara, Tengah, dan Selatan. Jika lewat Bali Tengah, mereka terbang di atas gunung Batukaru dan 3 danau (Buyan, Tamblingan, dan Beratan).
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2018-010-07.json
Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali
Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali | “Gunung Sega seperti mulut botol, titik kumpul sebelum ke Pulau Lombok,” sebutnya kenapa jumlah yang dipantau bisa sangat banyak di kawasan ini. Burung itu masuk Lombok lewat Malimbu, Gunung Tunak, pesisir Utara. Pengamatan dilakukan tiap tahun, bahkan bisa dua kali saat perkiraan datang dan pergi, arus datang dan balik.Dalam satu hari bisa melintas 500-1000 ekor tapi bisa juga saat yang sama tahun berikutnya satu pun tak melintas. Tiga jenis raptor dominan yakni Sikep-madu Asia (Pernis ptilorhyncus/Oriental Honey-buzzard), Elang-alap Cina (Accipiter soloensis/Chinese Sparrowhawk), Elang-alap Jepang (Accipiter gularis/Japanese Sparrowhawk).baca :  Menghitung Burung Pemangsa Migrasi, Bagaimana Caranya?  Saifusin berkisah, lokasi pengamatan Gunung Sega diketahui dari seorang peneliti asing bernama Fransisco yang melakukan penelitian jalur migrasi di Bali. Saat itu yang teramati jumlahnya fantastik 3000-5000 ekor selama musim migrasi.Karena penasaran, ia janjian dengan pengamat burung itu. Sejak menekuni pengamatan burung pada 2009, ia mengaku belum pernah bisa melihat burung di udara dalam jarak dekat. “Ternyata benar, elang sejajar pinggang, pernah 7-10 meter jarak terdekat,” serunya. Ada yang bertengger di atas kepalanya seperti Alap-alap Cina namun saat itu belum ada kamera hanya bengong.Sejak 2012, Saifudin dan pengamat lain baru mulai rutin ke Sega. Festival pengamatan pertama yakni Bali Bird of Prey Migration Watch Festival dihelat bersama Sewaka Elang, awal November puncak migrasi. “Hal yang langka, Elang Jawa terbang bersama burung-burung migrasi lain,” ingatnya. Raptor residen itu kerap siaga ketika akan ada melintas. Karena sifatnya teritorial, jika ada individu lain masuk, coba mengusir tapi kalah jumlah dengan Elang alap Cina yang lebih banyak lewat.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2018-010-07.json
Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali
Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali | Cerita-cerita Saifudin inilah yang membawa berkunjung ke Gunung Sega. Bukit yang memang indah dengan hamparan sawah dan pemukiman penduduk di lereng dan kakinya, megahnya bukit Lempuyang, dan panorama Gunung Agung.Menurut Udin, lokasi ini berpotensi sebagai ekowisata birdwatching, fotografi, ekowisata berbasis migrasi burung pemangsa, dan sarana pendidikan.baca :  Migrasi Burung Pemangsa dan Kelestarian Hutan Indonesia  Populasi raptor terbanyak diperkirakan melalui jalur migrasi pintu masuk utama Bali Barat. Namun, cuaca dan posisi yang terlalu jauh dari kawanan burung ini menyulitkan pemantauan. Sementara di Gunung Sega, titiknya tinggi. Para raptor memanfaatkan thermal untuk naik dan hembusan angin untuk membantu terbang melewati selat Lombok. Sementara arus balik lebih sulit memantau, burung migrasi ini bisa dijumpai di Bali Barat seperti Pulau Menjangan.Udin berharap area migrasi ini dilestarikan sebagai daerah penyangga. Selain ekowisata juga diharap mendorong edukasi perlindungan pemangsa tak boleh diperjualbelikan, ditangkap, juga untuk rekreasi.Frank Williams Museum Patung Burung Unud bekerja sama dengan Minpro Rothschildi FKH Unud, Bird Study Club Curik Bali Prodi Biologi FMIPA Unud, KPB Kokokan dan SAB Wildlife Photographer Community menyelenggarakan Festival Pengamatan Migrasi Burung Pemangsa pada Oktober 2018.Pada festival ini, terdapat 2 kegiatan yang dilakukan yaitu on site migration watch yang dilaksanakan di Gunung Sega pada 14 Oktober 2018 serta seminar ‘Sang Garuda di Pulau Dewata” 27 Oktober 2018 di kampus Unud.On site migration watch di Gunung Sega diikuti oleh 60 peserta dari civitas akademik Unud dan berbagai unsur masyarakat umum. Peserta mengamati 3 jenis burung pemangsa yang terbang melintas di atas Gunung Sega dari arah Gunung Agung yaitu Chinese Sparrowhawk, Oriental Honey Buzzard, dan Japanese Sparrowhawk. Dari jam 8.00-14.00, tercatat 2.064 individu yang terbang melintas.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2018-010-07.json
Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali
Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali | menarik dibaca :  Kiprah Birdwatcher, Tak Hanya Mengamati Burung, Tapi Juga Konservasi. Seperti Apakah?  Ketua Unit Museum Patung Burung Unud Luh Putu Eswaryanti Kusuma Yuni mengatakan Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa merupakan salah satu wilayah transit dan tujuan bagi berbagai burung migran.Burung pemangsa melalui Indonesia, termasuk Pulau Bali, dari dua jalur koridor yaitu Eastern Inland Corridor/East Asian Continental Flyway dan Pasific Corridor/East Asian Oceanic Flyway. Gunung Sega Karangasem merupakan tempat yang strategis untuk mengamati migrasi burung pemangsa karena merupakan bottleneck dari jalur migrasi tersebut.  [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | [CLS]   Di Jakarta, Bupati Merauke, Bupati Boven Digoel, warga calon penerima plasma dan Korindo adakan pertemuan. Di Merauke, warga protes dan tolak sawit. Warga di Merauke, tambah berang kala ada pertemuan dengan perwakilan yang mengatasnamakan masyarakat, seolah-olah semua warga menerima kehadiran perusahaan sawit. Pagi itu,  di bilangan Jakarta Pusat, berlangsung pertemuan ‘para pihak’ antara Bupati Merauke, Bupati Boven Digoel,  perwakilan warga kedua daerah calon petani plasma, Hamdani, anggota Komisi IV DPR RI dan perwakilan perusahaan sawit, PT Korindo Grup.Dalam pertemuan itu bahasan banyak menyangkut komitmen memberikan 20% konsesi Korindo kepada masyarakat sebagai petani plasma, tetapi terhambat komitmen moratorium hutan perusahaan. Mereka menuding, hambatan perusahaan buka lahan—termasuk plasma—karena tekanan lembaga swadaya masyarakat/ organisasi masyarakat sipil.“Kami tak mau ada intimidasi dari LSM. Pengelolaan koperasi harus dibuka,” kata Richard Nosal Kuola, tokoh masyarakat Digoel Atas, dalam pertemuan 24 Juli 2017 itu.Baca juga: Investigasi Ungkap Korindo Babat Hutan Papua dan Malut jadi Sawit, Beragam Masalah Ini MunculDia meminta perusahaan segera membuka lahan-lahan plasma.  Dia menyangka, penyetopan pembukaan lahan perusahaan karena ulah lembaga swadaya masyarakat.Serupa dikatakan Imanuel Gebze, warga dalam konsesi PT Dongin Prabawa, Merauke mengatakan, koperasi buka sejak 2016. Kini, mereka menanti pembukaan kebun plasma. “Kami tolong minta dibuka.”Frederikus Gebze, Bupati Merauke, usai pertemuan di Jakarta mengatakan, pemerintah daerah terbuka bagi investor. Dengan investor, katanya, mereka dapat manfaat dan kesejahteraan. Dia kesal dengan lembaga nonpemerintah (non government organization/NGO) yang merilis laporan deforestasi dalam konsesi Korindo.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | “Milik hak warga. Hak dusun, 20% biar kelola tetapi tak bisa dilakukan karena penyampaian dari NGO yang seakan-akan ada deforestasi. Seakan-akan membahayakan. Perusahaan mau membuka (lahan) tapi tak bisa,” katanya.Dia mendesak pembukaan lahan plasma dan moratorium perusahaan setop. “Hentikan omelan bicara atas nama hutan. Lebih baik masyarakat diberdayakan kelola alam. Suatu saat kan bisa tanam kembali dan lain-lain. Prinsip kami berikan dan tunggu kebijakan dari Korindo,” ucap Gebze.Sebagai bupati, dia sudah tandatangani pembentukan koperasi sejak 2016. Sudah ada empat dan setiap koperasi, pemerintah Merauke memberikan stimulan Rp300 juta.“Apalagi yang jadi persoalan. Koperasi sudah diberi oleh pemda. Lahan tinggal dberikan ke masyarakat agar kelola.”Gebze berangan, koperasi akan menjadi pemasok beragam keperluan hidup perusahaan, termasuk jadi penyedia tenaga kerja.Menyadari banyak ‘sumbatan’ investasi, pada pertemuan ini juga mendeklarasikan forum investasi Merauke dan Boven Digoel.“Kami bentuk forum investasi di wilayah Merauke agar segala sesuatu yang sangkut perkembangan dan info keberlangsungan investasi dapat didiskusikan semua orang, termasuk LSM dan seluruh stakeholder berkepentingan,” katanya.Dengan forum investasi itu, harapannya, kalau ada hambatan, atau masalah seputar investasi di kedua wilayah, bisa diskusikan bersama-sama.Ungkapan Benediktus Tambonop, Bupati Boven Digoel, tak jauh beda dari Bupati Merauke. Papua , katanya, merupakan daerah luas sekali, sekitar tiga kali Pulau Jawa.Dengan kekayaan besar, katanya, daerah tak mampu mengelola sendiri. “Kami sangat butuhkan investasi. Kalau ada bupati di Papua yang tak mau investasi itu sangat aneh. Kami perlu investasi. Investasi positif, saling menguntungkan antara investor dan masyarakat. Itu yang kita butuhkan,” katanya.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Selama ini, katanya,  investasi masuk mendatangkan pasar bagi masyarakat. Sebagian besar, kebutuhan perusahaan diperoleh dari masyarakat sebagai penyedia beras, telur dan lain-lain.Dia bilang, terima investor salah satu cara orang Papua ingin berubah. Dulu, katanya, Orang Papua, pakai koteka dibilang ketinggalan zaman. Sekarang mau maju dengan memberikan sebagian lahan buat investasi, tak boleh.“Kami mau berubah terus apa masalahnya buat LSM atau NGO? Kami tak jual tanah orang lain. Kami tak berikan dusun orang lain.”Dalam menarik investasi, katanya, pemerintah tak pakai pola lama, keputusan dari pemerintah. “Sudah berubah. Investor masuk harus setuju warga dulu baru pemerintah tanda tangan. Saya pikir itu tugas pemerintah buat lindungi masyarakat,” katanya.Dia bilang, tak anti LSM tetapi kalau menyampaikan suatu hal mesti ada tawaran solusi. “Mari datang ke tempat kami… kalau ada solusi masyarakat kami pikir tak ada masalah. Mereka diperintah jaga hutan. Kalau hanya bicara-bicara saya pikir hentikan saja karena tak selesaikan masalah masyarakat kami. Yang benar itu beri solusi…,” ucap Tambonop.Pastor Felix Amias dari anggota Missionariorum Sacratissimi Cordis (MSC) juga hadir dalam pertemuan itu. Dia bilang, kalau ada masalah, terpenting cari solusi. Dia bilang, NGO perlu ada sebagai alat kontrol tetapi tak bisa sebagai penentu keputusan. “Kalau masyarakat sudah sepakat, perusahaan sudah ada izin resmi, jalan saja.”Dia cerita pengalaman di kampungnya kala investor akan masuk. “Saya bertanya kepada mereka, kamu mau tempat ini dibangun atau tidak?Felix melihat, kala itu memang ada ketakutan warga akan hilang hutan tempat hidup dan budaya mereka. “Misal,  kalau tebang hutan buat perkebunan harus atur hutan yang ditinggalkan agar masyarakat bisa tetap hidup. Bisa ambil kayu bakar dan lain-lain juga budaya. Perlu ada kesepakatan. Ini tawaran solusi ketakutan itu,” katanya.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Felix bilang, kalau ada kritikan harus melihat sisi positif dan negatif. “Kalau negatif lebih banyak itu harus dikoreksi. Namanya pembangunan pasti ada dikorbankan. Tak ada pembangunan tanpa pengorbanan. Tapi kurangi korbannya. Kerugian sekecil mungkin.”   Surat wargaSebelum pertemuan di Jakarta, beberapa masyarakat adat di Kabupaten Merauke, membuat pernyataan sikap mendukung perusahaan sawit. Ada yang tulis tangan pakai kertas dari buku bermerek “Mirage” maupun kertas HVS. Ada juga pakai ketikan.Mereka merupakan masyarakat di lingkaran perusahaan PT Dongin Prabhawa, anak perusahaan Korindo ini minta lahan masyarakat (plasma) bisa dibuka dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di dalam negeri maupun luar negeri tak protes kepada perusahaan sawit.Ada dari masyarakat Kampung Nekias, Distrik Ngguti, tertanggal 2 Juli 2017. Mereka yang bertanda tangan adalah Sekretaris Kampung; Simon Walinaulik, Perwakilan Adat; Demianus Blamen, Dewan Majelis Gereja; Matheus Walinaulik, dan Wakil Ketua Koperasi Iska Bekai; Abraham Yolmen.Dalam surat itu, mereka menyatakan, pembangunan kebun bagi masyarakat kewajiban perusahaan hingga diharapkan pemerintah mengambil langkah agar perusahaan segera merealisasikan pembangunan plasma.“Kami ingin segera memiliki kebun sawit untuk kesejahteraan kami ke depan.”Selain itu,  mereka menolak campur tangan dari pihak luar yang mengatasnamakan organisasi sosial yang bertujuan menggagalkan pembangunan kebun masyarakat. Mereka menganggap itu menghalangi peningkatan martabat dan kesejahteraan warga pemilik hak ulayat.“Kami yang memiliki hutan, bukan orang atau pihak lain.”Masyarakat juga sudah memiliki koperasi serba usaha yang diberi nama “Iska Bekai” lengkap dengan perizinan dari pemerintah daerah. Mereka berharap, pemerintah dapat memberikan kemudahan kepada perusahaan untuk membuka hutan demi pembangunan kebun sawit masyarakat.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Pemerintah dan perusahaan diminta tak mendengar organisasi masyarakat yang bersifat menghasut dengan alasan menyelamatkan lingkungan.“Kami yang harus diselamatkan dari kehidupan pola lama menjadi manusia baru,” tulis warga.Dari Kampung Yalhak, pernyataan ditandatangani sektretaris kampung: Sefnat Mahuze, tokoh adat: Yulianus Yaimahe, tokoh agama: Charles Yaimahe, sekretaris II koperasi Iska Bekai: Melianus Kaize.“Kami tidak sepaham dengan masuknya LSM atau NGO yang menekan perusahaan PT Dongin Prabhawa, hingga berakibat terhentinya pembukaan lahan termasuk pembangunan kebun masyarakat. Kami sebagai pemilik hak ulayat yang harus diperhatikan.”Mereka berharap, pemerintah kabupaten Merauke membantu menyelesaikan permasalahan tekanan LSM kepada perusahaan ini, dengan memfasilitasi pembukaan hutan untuk perusahaan dan mewujudkan peningkatan kesejahteraan warga.Dalam surat itu, sembilan marga yang tergabung dalam areal PT Dongin Prabhawa menulis, mereka sudah pernah studi banding ke Sumatera Barat dan ingin mengubah hidup seperti saudara-saudara di luar Papua.“Saya Ketua Marga Gebze Dinaulik sangat mengharapkan supaya jangan ganggu kami. Kami mau maju,” tulis Simon Kumbu Dinaulik. Pertemuan aneh John Gobai, dari Koalisi Peduli Korban Investasi di Tanah Papua angkat bicara. Dia mengatakan tindakan pemerintah daerah dengan menggelar pertemuan di Jakarta merupakan hal aneh dan bertentangan dengan UU Nomor 21/2001, tentang Otonomi Khusus Papua.“Bagi saya ini aneh dan pola lama. Yang benar itu bicara di kampung. Biar mau ribut kah, mau berdebat atau bermusyawarah, tetap dilakukan di kampung. Jangan kooptasi hak masyarakat adat,” katanya.Tanah itu, katanya,  memang milik Marga Gebze, Kaize, Mahuze, dan seterusnya, termasuk Bupati Frederikus Gebze.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Namun dia mengingatkan, jabatan bupati hanya lima tahun, sementara masyarakat hidup berpuluh-puluh tahun. Sebaiknya, tetap juga mendengarkan suara yang protes sawit.Soal pernyataan sikap masyarakat adat dan surat kepada LSM agar tak mengganggu perusahaan membuka lahan plasma di ulayat mereka, katanya, biasa terjadi di berbagai tempat.Dia balik bertanya,”Apakah orang Papua bisa mengelola sawit atau justru menguntungkan petani sawit asal non Papua?”Gobai bilang, dimana-mana investasi pasti ada pro dan kontra. “Itu memang tercipta dan diciptakan. Bupati harusnya jadi mediator aktif untuk semua masyarakat, bukan malah berat sebelah,” katanya.Bagi dia, orang yang menerima sawit adalah yang masih merasakan manisnya investor. “Yang merasakan pahit belum sekarang, yang menderita mendapatkan pahit itu justru anak dan cucu mereka.”    ***Korindo lewat sayap perusahaan, PT Tunas Sawaerma (TSE) bikin komitmen moratorium, seperti terpantau dari website Musim Mas, salah satu pembeli sawit Korindo.Dalam website itu, menyebutkan, pada 10 November 2016, TSE, memperpanjang kajian moratorium dan mempublikasikan pemberhentian pengembangan lahan melibatkan PT Tunas Sawaerma, PT Berkat Cipta Abadi dan PT Dongin Prabhawa.Awal mulai, TSE bikin kebijakan moratorium pengembangan lahan baru pada 9 Agustus 2016. Pada Oktober 2016, TSE mempublikasikan kebijakan keberlanjutan baru.  Kebijakan ini mencakup kegiatan operasional di Indonesia yang langsung dikelola TSE.Pada 1 September 2016, tiga organisasi merilis laporan berjudul, Burning Paradise: Palm Oil in The Land of the Tree Kangaroo. Ketiga organisasi ini, adalah Migthy, organisasi kampanye lingkungan global dan Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung (SKP-KAMe), merupakan kelompok kemanusiaan di Merauke, Papua. Juga Yayasan Pusaka, adalah organisasi nirlaba di Indonesia, dengan fokus riset dan advokasi hak-hak masyarakat adat.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Riset mereka sejak 2013 hingga Juni 2016, dengan menelusuri fakta-fakta Korindo ini lewat citra satelit, video dan foto-foto dari lapangan langsung atau lewat drone (pesawat tanpa awak).Dari sana, terlihat bagaimana kawasan yang dulu berhutan, kini tinggal lapangan luas.  Sebagian lahan, sudah ditanami sawit, bagian lain masih hamparan kosong.Dari video, terlihat alat-alat berat bekerja membersihkan lahan. Kayu-kayu bagus dikumpulkan. Stacking dibuat,  berupa jalur berisi tumpukan kayu-kayu kecil.Setelah tahu fakta-fakta ini, pembeli Korindo, seperti Wilmar dan Musim Mas, menyetop sementara pasokan sawit perusahaan sampai ada perbaikan. Korindo pun mengumumkan moratorium.Pada pertemuan di Jakarta 24 Juli itu, dari Korindo, tak ada menjelaskan perkembangan tata kelola lahan konsesi pada masa moratorium.Perwakilan Korindo, Lee Jong Myeong, Managing Director PT Tunas Sawaerma,  hanya cerita soal pengalaman di Papua. Dia seakan ingin meyakinkan kalau dia mengerti Papua.Lee bilang, sudah ke Papua, sejak 1992. Awal masuk Papua, keamanan tak terjamin. “OPM (Organisasi Papua Merdeka-red)  itu terlalu banyak di tengah-tengah perusahaan. Putera daerah tak tenang, apalagi pendatang. Apalagi orang asing,” katanya.Pada 2001, ada 15 orang kena sandera, salah satu dia. “Selama 21 hari tertahan di hutan bersama OPM tapi kami tetap bertahan.”Dia merasa berpengalaman di Papua. “Jadi kami banyak makan asam garam di Papua. Saya berani bicara,” katanya tanpa merespon warga yang ingin lahan plasma segera dibuka.Lee bilang, punya usaha di Papua, bukan satu dua tahun tetapi sudah 35 tahun jadi harus meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat.“Itu yang kita upayakan selama ini,” katanya, seraya panjang lebar menjelaskan soal bantuan pendidikan dan kesehatan yang sudah perusahaan berikan kepada warga Papua.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Lalu dia mempersilakan datang ke Papua, kalau ingin tahu informasi dengan benar. “Kita akan senang hati dan terbuka.”Usia pertemuan, kala Mongabay bertanya soal perkembangan moratorium hutan pun, dia tak mau berkomentar.Malah yang cukup panjang lebar menceritakan upaya perusahaan dalam masa moratorium adalah Nyoto Santoso, Kepala Departemen Konservasi, Fakultas Kehutanan, IPB.  Dia juga menyalahkan organisasi masyarakat sipil yang mengeluarkan riset dan menuding mereka mengada-ngada untuk cari masalah perusahaan.Nyoto menceritakan, Korindo penjual minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) ke perusahaan-perusahaan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) seperti Musim Mas. Meskipun Korindo bukan anggota RSPO, tetapi produk sawit yang perusahaan beli harus sesuai syarat RSPO.RSPO wajibkan kalau mau jadi anggota harus ada penilaian kawasan bernilai konservasi tinggi (HCV) dan kawasan bernilai karbon tinggi (high carbon stock/HCS).Laporan Mighty, katanya, menyoroti Korindo pada banyak hal, seperti kebakaran lahan, dan deforestasi. “Isu pertama (kebakaran) itu tak terbukti,” katanya kepada Mongabay, usai pertemuan.Isu kedua, pemahaman deforestasi, katanya, jadi bumerang karena areal yang dibangun awalnya hak pengusahaan hutan (HPH) juga milik Korindo. Setelah kayu ditebang, pemerintah berikan izin kebun.“Dalam pandangan NGO itu masih hutan.”Dia bilang kalau cek ke lapangan kayu besar tak ada lagi. “Kalau main di karbon kan rendah.” Namun, dia akui juga masih ada wilayah berkayu tinggi. “Disitulah yang terjadi tuduhan deforestasi.”Bagi dia, hal seperti itu seharusnya tak masuk sebutan deforestasi. “Mengapa? Karena untuk hukum di Indonesia, semua legal dan clear. Cuma dari persepsi internasional kan seperti itu. Hingga buyer tak mau beli CPO,” katanya.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Dia bilang, telah mendatangi organisasi-organisasi non pemerintah yang terlibat dalam penelitian guna menggali masalah Korindo. “Karbon tinggi, kita lakukan. FPIC (free prior and informed consent-red) juga kita lakukan.  Semua setuju, malah minta plasma percepat.”Kini, aturan pemerintah bilang masyarakat harus mendapatkan plasma 20% dari konsesi. “Oke, kita beri plasma, tapi tak bisa buka. Masyarakat menuntut kepada NGO agar segera dibuka.”Dia beralasan, karena organisasi masyarakat sipil mendesak Korindo lakukan moratorium hingga perusahaan tak bisa buka lahan, termasuk buat plasma.“Ini potret kita hadapi seperti ini. Korindo tak bisa jual. Kita diancam agar tak laku dijual di dunia. Ini lebih jahat dibanding teroris. Ini upaya satu pihak tekan pihak lain. Satu pihak jerumuskan pihak lain. Harusnya nasional satu pihak, satu suara,” katanya dalam pertemuan.  Dia juga mengklaim masyarakat sebagai pemilik daerah dan pemda setuju. “Tata ruang sudah oke. Clear semua,” katanya, seraya bilang, moratorium sampai Oktober tahun ini.Sisi lain, kata Nyoto, pemerintah mestinya berdiri di depan nyatakan, perusahaan tak ada masalah. “Kalau moratorium gini, berkuasa mana, LSM dengan pemerintah? Akhirnya, lebih berkuasa LSM kan?  Ini yang perlu kita luruskan,” katanya, sambil katakan NGO luar negeri tak semua memahami hukum Indonesia.Dia menuding, pemerintah tak paham dan lalai mengawal kebijakan mereka sendiri. Kalau tak boleh buat kebun, katanya, jangan berikan izin sawit dan tak melepas kawasan hutan.“Mestinya kan begitu. Saya berulangkali bilang ke pemerintah harus konsisten dalam bikin kebijakan itu. Ini gak konsisten. Ini ada yang dimoratorium, diem saja.” Sesat pikir moratoriumPastor Anselmus Amo, Direktur SKP KAMe-Merauke, menanggapi. Katanya, terjadi sesat pikir tentang moratorium.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | “Moratorium, tak diberikan oleh NGO. Ini statemen yang menyesatkan, yang disampaikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” katanya, dalam rilis media, Rabu (9/8/17).Menurut Pastor Amo, ada gugatan oleh NGO terhadap aktivitas perusahaan yang membuka lahan dengan cara membakar lahan, yang dilarang oleh aturan pemerintah. “Sayang sekali bila pemerintah daerah agak ‘tutup mata’ dengan hal ini.”Ketidakpedulian pemerintah daerah, katanya, sudah tersistematis, jadi walaupun bupati bicara hal baik bagi warga, belum tentu berjalan baik oleh pelaksana teknis.“NGO menggugat perusahaan karena ada pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan. Bila perusahaan memperhatikan HAM dan lingkungan, tak mungkin ada gugatan NGO.”Senada Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch. Dia mengatakan, jangan menyesatkan pola pikir masyarakat dengan alasan moratorium.Kebun plasma, katanya,  harus diberikan perusahaan kepada masyarakat sesuai UU Perkebunan No 39/2014. Jadi, katanya,  tak ada alasan bagi perusahaan tak membangun kebun plasma. Apalagi Korindo Grup sejak lama di Merauke dan Boven Digoel.“Seharusnya sekarang sudah ada kebun plasma untuk masyarakat. Pertanyaannya, selama ini kemana saja dan kenapa tak bangun kebun plasma untuk masyarakat?  Jadi, jangan gunakan moratorium sebagai alasan untuk tak membangun kebun plasma.”   ***Siang itu, Melkor Wayoken, laki-laki  53 tahun Kepala Kampung Nakias juga pemilik ulayat Dusun Maam, terlihat berkaca-kaca.Sesekali dia membolak balik sebuah koran lokal di Jayapura dan membaca komentar beberapa perwakilan masyarakat yang menolak LSM yang dituding menyulitkan Dongin Prabawa, beroperasi di Distrik Ngguti, Dusun Maam.Warga yang bicara di koran itu adalah Sekretaris Kampung Nakias, Simon Walinaulik, Abraham Yolmen, Demianus Blamen dan Yohanes Samkakai.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Menurut Wayoken,  apa yang mereka laporkan sama sekali tidak benar.  Wayoken hampir menangis saat Mongabay wawancara. Dia langsung mengecek informasi di koran.Dia heran mereka  bisa mewakili penduduk Nakias. Dia sendiri adalah Kepala Kampung Nakias. “Mereka tak berhak mewakili masyarakat,” kata pria yang juga Kepala Adat Kampung Nakias ini.Semestinya,  dia mendapat informasi segala persoalan menyangkut Dusun Maam,  termasuk pertemuan di Jakarta.Dia jengkel, kala undangan, melalui pesan singkatpun tak dia terima, sebagai aparat pemerintah paling bawah, tiba-tiba ada orang Kampung Nakias dan Kampung Tagaepe, muncul mengatasnamakan warga.“Pertemuan itu dalam rangka apa? Utusan dari siapa?  Benarkah mewakili pemilik adat atau tidak?”Wayoken mengatakan, kebun berada dalam wilayah masyarakat Maam, milik Kampung Nakias, Tagaepe, Salamepe, Banabepe. Pemilik sah dusun itu Ny. Elisabeth Ndiwaen dan Mariana Walinaulik, tetapi mereka tak ikut dalam pertemuan itu.Sebagai pemerintah Kampung Nakias, dia kesal ada yang mengaku wakil warga mengatakan, Dusun Maam, dan beberapa kampung sekitar sudah sejahtera.“Kata itu tepatnya untuk perusahaan sendiri, karyawan yang ada dalam perusahaan ini yang menikmati kesejahteraan.”Dia beberkan, warga hidup dalam keterbatasan, termasuk Pemerintah Kampung Nakias juga. Sekolah SD YPK di Nakias, dalam kondisi miris. Rumput hampir setinggi ruang kelas. Perusahaan tak pernah melirik sekolah di Kampung Nakias.“Yang sejahtera hanya karyawan di Maam, menyekolahkan anak SD, bus selalu siap mengantar jemput. Anak karyawan saja. Anak-anak Kampung Nakias tak ada sekolah di Nakias, Tagaepe, Salamepe atau Boepe. Tidak pernah diperhatikan perusahaan juga,” katanya.Wayoken kritis terhadap kehadiran sawit di kampung mereka. Dalam rapat pembentukan koperasi dia juga menyampaikan kepada pengurus—semua orang Papua–, bahwa, perusahaan tak memperhatikan orang di Maam.
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Wayoken mengibaratkan, warga di Maam seperti ayam bertelur di padi, tetapi mati kelaparan. “Mereka berenang tapi mati kahausan,” katanya dan berharap, kepala daerah memperhatikan warga bukan kepentingan pribadi.Warga Maam, katanya, sudah menolak perusahaan ini puluhan kali tetapi mereka bercokol. Kalau warga protes, katanya, mereka panggil aparat keamanan.”Kami orang Marind punya aturan.  Dusun Maam adalah tempat sakral orang Marind, tempat mencari makan semua orang Marind.”Serupa ungkapan Elisabet Ndiwaen, perempuan asal Kampung Nakias. Dia tak setuju PT. Dongin Prabhawa masuk tanpa kesepakatan.“Saya sebagai pemilik hak ulayat apapun tetap pertahankan hak dan berbicara kebenaran,” katanya.Dulu, katanya, dia penentang Bupati Merauke Romanus Mbaraka,  kala menjabat karena memperbolehkan perusahaan masuk.  Dongin Prabhawa, katanya, masuk ilegal karena melecehkan hak Marga Dinaulik.“Sampai pembagian uang di Kampung Tagaepe, belum tahu hingga sekarang siapa yang menerima. Kami, Marga Dinaulik tak pernah ambil uang itu. Tak tahu perwakilan dari mana. Jadi yang terima uang atas nama Marga Dinaulik ini kami tidak tahu.”Dia terus menentang sawit masuk demi anak cucu. “Bukan saya punya anak cucu saja tetapi semua orang Marind.”Koperasi terbentuk pada 2009, dia tetap menolak. Koperasi tersendat karena perusahaan mau memperluas kebun di Maam dengan alasan masuk wilayah hak guna usaha (HGU).Dinaulik menentang perluasan lahan Maam dengan cara meminta hutan lagi. Dia tak setuju pembongkaran hutan dengan alasan dalam HGU sudah mencantumkan lahan koperasi.“Saya pasti lawan perusahaan sampai titik darah penghabisan kalau pembangunan demi koperasi mau bongkar hutan lagi. Hutan sudah habis. Cukup sudah perusahaan menipu.”Dia tak mau hutan terbongkar lagi. Walau kebiasaan disana, perempuan tak punya hak berbicara tentang tanah tetapi warisan leluhur milik Dinaulik.
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | “Semua warga Marind punya hak juga, termasuk cucu Marga Dinaulik. Cukup sudah hutan dibongkar demi kemauan perusahaan.”“Kami perempuan tetap bersuara, untuk pertahankan hak kami karena ahli waris dari leluhur kami,” katanya sambil meminta bupati, sebagai anak adat orang Marind agar menyelesaikan masalah ini.Soal LSM atau NGO masuk ke sana, katanya, malah mereka yang mengundang datang karena khawatir hutan bakal habis.“Kami yang mengundang mereka, karena kami merasa sandaran kami sudah tidak ada lagi. Siapapun orangnya, tidak boleh batasi LSM Karen mereka (bekerja) untuk masyarakat. Bila perusahaan atau pemerintah tak mampu selesaikan merekalah yang kita datangkan.”Mariana Dinaulik, tokoh perempuan asal Kampung Nakias, pemilik Dusun Maam mengatakan, bosan menghadapi Dongin Prabhawa dan Pemda Merauke.Dia berharap, presiden turun ke Merauke menyelesaikan masalah ini. “Jangan hanya LSM tetapi presiden.”Pada Hari Masyarakat Adat Internasional, 9 Agustus 2017, komunitas adat dan organisasi masyarakat sipil, termasuk media di Papua, bikin pernyataan bersama antara lain, soal Korindo.Mereka dari masyarakat adat Kampung Nakias, Tagaepe, Ihalik, Wambon Tekamerop, SKP KAMe, Sawit Watch, Yayasan Pusaka, Papuan Voices, Belantara Papua, SKPKC Fransiskan Papua, Garda Papua, Suara Papua, Tabloid Jubi, Yayasan Teratai Hati Papua (YTHP), Forum Independen Mahasiswa Papua, PMKRI Cabang Merauke.Melkor Wayoken datang juga. Dia kesal, ada oknum aparat Kampung Nakias menyamar jadi kepala kampung dan menandatangani surat pernyataan lalu pakai cap pemerintah Kampung Nakias.
[0.013831224292516708, 0.9679399728775024, 0.018228823319077492]
2017-034-02.json
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua
Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Pernyataan itu, katanya,  dibuat tanpa sepengetahuan dia sebagai kepala kampung. “Lalu dorang pergi dengan rombongan Bupati Merauke dan Bupati Boven Digoel buat pertemuan di Jakarta. Saya jelas tidak terima, kalau memang dorang tahu saya ada di sini kenapa dorang tidak panggil saya sebagai pemerintah kampung yang punya wilayah di mana perusahaan bekerja?” katanya dalam rilis.“Saya ini dipilih oleh masyarakat Kampung Nakias. Dorang tahu saya berada di Merauke tetapi dorang tidak panggil saya.”       [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2021-003-02.json
Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya
Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | [CLS]   Air laut jernih membiru bergelombang tenang. Deretan pohon kelapa yang tumbuh di hamparan pasir putih yang bersih dari sampah, dengan latar langit biru berawan tipis.Kapal-kapal dan perahu berlayar tenang. Lumba-lumba meloncat riang. Pulau-pulau kecil nampak asri dengan hijaunya mangrove dan tumbuhan besar lainnya. Ikan-ikan berenang riang di berbagai sudut. Di seberang sana, gunung nampak eksotik, kokoh, menjulang.Begitu rangkuman imajinasi laut masa kini dan masa depan yang tergambar dalam puluhan lukisan sejumlah siswa SD se-Desa Bandaran, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Puluhan lukisan itu dipajang pada acara workshop ekosistem laut yang digelar Komunitas Bhura’an di balai desa setempat, Senin (29/11/2021).Zainal Abidin Hanafi, salah satu penggagas komunitas itu mengatakan, Komunitas Bhura’an merupakan wadah bagi pemuda setempat untuk bekerjasama dan pemberdayaan isu lingkungan setempat. Seperti edukasi lingkungan sejak dini kepada pra siswa melalui lomba melukis dan workshop ekosistem laut kepada masyarakat.“Kami sadar, tidak baik saling menyalahkan soal lingkungan. Termasuk persoalan sampah yang sampai saat ini belum juga teratasi. Kita perlu saling menyadarkan untuk peduli terhadap lingkungan dan butuh gerak nyata. Dari lomba lukis kemarin, kami bisa tahu, imajinasi mereka soal laut itu bagus. Tapi nyatanya, laut kita hari ini tercemar,” ujarnya.baca : Miris, Berikut Penampakan Sampah di Pesisir Selatan Madura  Meski belum banyak berkarya karena baru terbentuk, Kelompok Bhura’an mengajak masyarakat peduli lingkungan termasuk soal sampah melalui kegiatan itu.“Bhurâ’ân diinisiasi pemuda, tetapi tidak bisa bergerak sendiri. Butuh dukungan masyarakat menjaga lingkungan Bandaran ini. Juga para guru, diharapkan turut memberikan edukasi lingkungan melalui ruang-ruang kelas,” ujarnya.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2021-003-02.json
Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya
Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | Yusuf, salah satu perangkat desa Bandaran mengatakan, nelayan dan masyarakat Bandaran resah dengan kondisi laut yang semakin kotor. Dampaknya ikan makin sedikit dan sulit didapat, sehingga nelayan harus melaut lebih jauh.Dia bilang, Bhurâ’ân merupakan momen panen ikan selama 2 sampai 5 bulan bagi nelayan setempat, termasuk saat musim hujan. Tapi Bhurâ’ân saat ini jauh berbeda, musim panen ikan hanya satu minggu.“Kenapa ini terjadi? Apakah karena laut area pesisir kita sudah kotor? Semoga kedepan kita dapat bersama-sama merubah keadaan ini,” ujarnya.Yusuf mewakili pemerintah Desa Bandaran dan masyarakat mendukung dan berterima kasih dengan inisiasi kegiatan komunitas Bhurâ’ân yang positif itu.Sedangkan Endang Tri Wahyurini, Dosen Prodi Perikanan Universitas Islam Madura (UIM) sekaligus pembicara dalam acara itu mengatakan menjadi masyarakat pesisir merupakan anugerah Tuhan karena mudah menikmati kekayaan laut dan bisa jadi mata pencaharian.“Sebagian beranggapan, masyarakat pesisir diklaim sebagai kantong kemiskinan. Justru potensi alamnya yang luar biasa dengan kekayaan ikannya untuk ditangkap, dijual segar dan diolah untuk mendapatkan uang,” katanya.Endang mengatakan saat musim panen ikan, nelayan bisa menjual ikan segar. Tetapi sebaiknya ikan bisa diolah agar harga jual lebih mahal dan menjadi strategi saat menghadapi musim paceklik ikan saat nelayan tidak berani melaut karena cuaca buruk.“Saat musim paceklik ini, perempuan nelayan berjualan camilan hasil olahan sendiri untuk tetap bisa menyangga ekonomi keluarga. Ke depan, ibu-ibu bisa memanfaatkan musim itu dengan cara mengolah hasil laut dalam bentuk apapun. Seperti diolah menjadi nugget, krupuk, sosis, dan olahan lainnya,” jelasnya.baca juga : Potret Perempuan Nelayan di Pesisir Jumiang Pamekasan  
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-003-02.json
Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya
Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | Ketua Kelompok Peduli Mangrove Madura (KPMM) itu menjelaskan, ada tiga ekosistem utama di laut yang penting untuk dijaga yaitu mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.Secara fisik, mangrove bisa mengendalikan abrasi pantai, mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan gelombang laut, mempercepat laju sedimentasi, mengendalikan intrusi air laut, dan menyerap dan mengurangi polutanSecara ekonomi, hutan mangrove bisa dimanfaatkan kayunya dan hasil hutan bukan kayu, seperti madu, bahan obat-obatan, minuman, makanan, tanin. Bahkan menjadi lahan untuk kegiatan produksi pangan dan ekowisata.“Secara biologis, mangrove bisa jadi tempat mencari makan, tempat pemijahan, dan tempat berbiak ragam jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya. Juga tempat bersarang berbagai satwa liar, terutama burung, dan sumber plasma nutfah,” ungkapnya.Sedang terumbu karang, berfungsi untuk menangkap sedimen, kawasan tempat mencari makan, dan menghasilkan nutrien. “Terumbu karang bisa jadi habitat berbagai biota laut, tempat pemijahan, peneluran dan pembesaran anak-anak ikan, sebagai sumber makanan bagi ikan-ikan, mencegah abrasi pantai, membantu mengurangi pemanasan global karena menyerap bisa karbondioksida, yang diubah sebagai bahan baku terumbu dengan reaksi kimia, dan ini perlu dilestarikan,” jelasnya.Menurutnya, terumbu karang bisa rusak karena cara tangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak, menggunakan racun sianida, menggunakan pukat harimau atau pukat hela, Ghost Fishing atau alat tangkap yang rusak, setrum atau electric fishing, pencemaran limbah dan sampah, pengambilan dan penambangan terumbu karang.Sedangkan padang lamun, katanya, bisa menjadi perlindungan pantai terhadap gelombang dan arus, menjadi habitat dan kawasan tempat mencari makan dan berkembang biak, bisa memanfaatkan nutrien secara efisien.baca juga : Aksi Endang Wahyurini Selamatkan Mangrove Madura  
[0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425]
2021-003-02.json
Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya
Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | Sementara Farhan Hakim pegiat pengolahan sampah plastik bilang, berbagai jenis sampah menjadi permasalahan di laut. “Bukan hal baru bicara plastik mengotori laut kita. Makanya ada daerah yang melarang penggunaan plastik untuk meminimalisir sampah plastik,” jelasnya.Dia sarankan, ketika belanja untuk membawa tas belanja tidak sekali pakai. Dia merasa miris melihat suatu daerah yang belum mengelola sampah dengan baik, termasuk di daerah pesisir. Sungai-sungai di daerah perkotaan pun jadi kotor karena sampah dibuang sembarangan bahkan dijadikan tempat pembuangan air sisa mandi dan lainnya.“Jujur, saya merasa miris melihat pesisir Madura hari ini. Karena hampir semuanya airnya kecoklatan seperti kopi susu. Salah satu sebabnya karena kotor dari sampah dan limbah rumah tangga, tambak, bahkan industri,” ujar pegiat lingkungan yang memanfaatkan bahan bekas menjadi baju dan aksesoris lainnya tersebut.Persoalan laut seperti ini tidak bisa dibiarkan. Tidak ada solusi terbaik selain bersama-sama menjaga laut dengan cara mulai dari hulu, yakni dari setiap individu.“Kalau tidak dimulai dari hulunya, maka lukisan laut bersih seperti yang digambar siswa-siswi yang dipajang ini, ya hanya sebatas gambar dan imajinasi saja. Mereka ini generasi untuk beberapa tahun ke depan. Bisa jadi, kalau kita selaku generasi hari ini cuek akan kerusakan lingkungan, maka mereka tidak akan bisa menikmati kekayaan laut yang cukup potensial di masa depan,” tegasnya.  [SEP]
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2016-055-06.json
Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan
Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan | [CLS] Kiai Nur Aziz, sehari-hari menggarap lahan pertanian di Desa Surokonto Wetan, Kendal, Jawa Tengah. Senin (2/5/16), sepucuk surat dia terima dari Polres Kendal, Jateng. Ini surat panggilan kepada Azis untuk pemeriksaan polisi. Ternyata, dia ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Rovi Tri Kuncoro, ADM Perum Perhutani, KPH Kendal. Dia dituding menyuruh, mengorganisir atau menggerakkan dan pemufakatan pembalakan liar (menggunakan kawasan hutan tak sah). Lagi-lagi warga terjerat UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).  Aziz tak sendiri. Dua warga Surokonto Wetan juga tersangka,  yakni Mudjiyono, dan Sutrisno Rusmin.Sebenarnya, masyarakat Desa Surokonto Wetan, sudah menggarap lahan perkebunan sejak 1952. Kriminalisasi bermula, kala pembangunan pabrik Semen Indonesia di Kecamatan Gunem, Rembang, merencanakan penambangan batu kapur sebagai bahan baku semen. Lahan di Rembang, berada di kawasan hutan, lalu tukar guling lahan di Desa Surokonto Wetan, Kecamatan Pageruyung, Kendal seluas 125,53 hektar.Berdasarkan data LBH Semarang, berita acara pada 21 Juni 2013 menyebutkan, tukar menukar kawasan hutan antara Kementerian Kehutanan dengan Semen Indonesia, lokasi plant site di Rembang, Jateng. Ada keputusan Menteri Kehutanan 25 September 2013 tentang penunjukan hutan produksi tetap (HPT) dari lahan pengganti—kaitan tukar menukar kawasan hutan Semen Indonesia—di Desa Surokonto Wetan, Kendal.Panitia tata batas (PTB) Kendal mengesahkan dan menyetujui trayek batas hutan produksi dari lahan penganti kepada Semen Indonesia 30 Oktober 2013. Kemudian, pengukuran dan pemasangan tanda batas oleh Biro Perencanaan Perhutani Jateng.PTB Kendal mengesahkan hasil dan peta tata batas HPT Kendal dari lahan pengganti Semen Indonesia November 2013 seluas 127,821 hektar. SK Menhutpun dibuat 17 April 2014.
[1.0, 1.718947317819186e-09, 1.4937721060093168e-09]