filename
stringclasses
959 values
title
stringclasses
959 values
text
stringlengths
132
2.1k
softlabel
stringlengths
15
740
2017-062-03.json
Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka
Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka | Senada dikatakan Ariefsyah Nasution, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia. Koalisi penyelamatan Pulau Bangka, katanya, mengapresiasi kebijakan pemerintah tak membangkang putusan Mahkamah Agung. Namun pemerintah harus memastikan tak ada lagi opsi tambang untuk Bangka dan pulau-pulau kecil lain.Untuk itu, katanya, masyarakat perlu mengawal pemerintah guna memastikan status lahan MMP.“Pemerintah harus fasilitasi reforma lahan, jangan sampai menimbulkan potensi konflik atau malah masuk investor lain,” ucap Arief.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga harus segera menurunkan tim melihat skema terbaik pemulihan lingkungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, memastikan tata ruang zonasi pulau kecil bebas dari pertambangan. “Kadang pemerintah abai dan tak punya fokus jelas,” katanya.Nur Hidayati, Direktur Walhi Nasional mengatakan, kebijakan KESDM perlu diapresiasi di tengah banyak pembangkangan hukum pemerintah.Perlindungan pulau kecil, langkah penting bagi Presiden kala ingin mewujudkan poros maritime. Pulau-pulau kecil, katanya, seharusnya jadi pertahanan berbagai ancaman.“Jokowi harus memperhatikan daya tampung dan daya dukung. Kalau pulau kecil rusak, poros maritim Jokowi nggak ada apa-apanya,” kata Yaya, sapaan akrabnya.Selama ini, pembangunan era Jokowi masih bias darat , menafikan dampak pembangunan di darat yang akhirnya bermuara di laut seperti polusi. “Pulau kecil dianggap tak ada di peta hingga mudah dieksploitasi.”    [SEP]
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2017-047-14.json
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam? | [CLS] Kasus dugaan penyalahgunaan izin impor yang menyeret nama Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Boediono sedang mendapat sorotan tajam dari publik. Kasus tersebut tak hanya menegaskan ada yang tidak beres dalam pengaturan importasi garam, namun juga ketiadaan perlindungan terhadap petambak garam di Indonesia.Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati di Jakarta, Minggu (11/6/2017). Menurut dia, walau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam sudah berlaku, namun realisasinya masih belum terlihat di lapangan.Susan mengungkapkan, tertangkapnya Boediono oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal Polri, Sabtu (10/6/2017), semakin mempertegas ada yang tidak beres dalam pengelolaan impor garam selama ini.(baca : Kenapa Kebijakan Impor Garam Harus Ditinjau Kembali?)  Boediono sendiri setelah ditangkap, kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin importasi distribusi garam sebanyak 75.000 ton. Dia melaksanakan impor setelah menerima penugasan dari Menteri BUMN untuk mengimpor garam konsumsi untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi nasional.Akan tetapi, menurut Susan, tugas tersebut dinilai bertentangan dengan Surat Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdaganganan yang menyatakan bahwa impor garam boleh dilakukan oleh PT Garam hanyalah garam industri dengan kadar NaCL di atas 97 persen. Itu berarti, impor garam konsumsi tidak diperbolehkan.Namun, itu ternyata belum cukup. Meski dilarang, Boediono malah mengemas ulang 1000 ton garam industri impor tersebut dalam kemasan 400 gram dengan menggunakan cap SEGI TIGA G dan dijual ke pasaran untuk kepentingan konsumsi.“Sedangkan 74.000 ton diperdagangkan kepada 45 perusahaan lainnya,” ungkap dia.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-047-14.json
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam? | (baca : Garam Nasional Gagal Produksi Sepanjang 2016, Kenapa Bisa Terjadi?)  Susan Herawati menegaskan, apa yang dilakukan Boediono tersebut jelas melanggar Peraturan Menteri Perdagangan 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Importasi Garam. Menurutnya, di dalam peraturan tersebut sudah jelas tertuang bahwa importir garam industri dilarang memperdagangkan atau memindahtangankan garam industri kepada pihak lain.“Akibat perbuatan Boediono, 3 juta petambak garam, baik laki-laki dan perempuan menjadi semakin sulit bersaing di pasar nasional dan semakin terpuruk,” tandas dia. Tata Kelola GaramPendapat yang sama juga diperlihatkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Menurut KNTI, kasus dugaan penyalahgunaan impor garam yang dilakukan Achmad Boediono semakin memperjelas bahwa tata kelola garam kondisinya masih carut marut.Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata mengatakan, terungkapnya kasus Achmad Boediono menjelaskan bahwa Pemerintah harus segera berbenah dan memperbaiki tata niaga garam. Tak hanya itu, agar kasus serupa tidak terulang di kemudian hari, Pemerintah juga harus segera meninjau ulang kuota impor garam yang selama ini dinikmati pengusaha.“Peristiwa penangkapan tersebut menunjukkan carut marutnya tata niaga garam dan sangat diduga kuat terjadi permainan dalam garam impor yang dibocorkan untuk dijual sebagai garam konsumsi,” ungkap dia.(baca : Permendag tentang Garam Bertentangan dengan Semangat Nawacita)  Menurut Marthin, selama ini petambak garam tradisional lokal mengalami pemiskinan dengan harga jual yang rendah di pasaran. Kondisi itu diperparah karena Pemerintah tidak memperhatikan masalah yang dihadapi petambak garam lokal tersebut.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-047-14.json
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam? | Marthin menjelaskan, dari informasi yang dikumpulkan, PT Garam membeli garam konsumsi dari petambak lokal dengan harga standar KW 3 Rp200 – 250 /Kg, standar KW 2 Rp450/kg, dan standar KW 1. Rp650-700/Kg. Dengan harga tersebut, petambak tidak memperoleh keuntungan yang optimal, bahkan tidak bisa menutupi biaya produksi.Dengan fakta tersebut, Marthin mendesak agar kasus seperti yang dilakukan Achmad Boediono dan sejenisnya harus diusut sampai tuntas hingga mencapai mafia impor garam yang disinyalir ada di tangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).(baca : Sudahlah Harga Garam Rakyat Rendah, Petambak Makin Terdesak Impor Pula)Selain mengusut tuntas dan memberi perlindungan penuh kepada petambak garam, Marthin mendesak kepada Pemerintah untuk segera menghentikan impor garam yang dilakukan pengusaha dan nilainya sangat besar.“Importasi garam yang selama ini diberikan kepada pengusaha harus dihentikan dan ditinjau ulang, karena tidak adil kepada petambak garam lokal yang selama ini menderita karena garam industri dibocorkan secara sengaja untuk dijual bagi konsumsi rumah tangga,” tandas dia.  Mafia GaramDi sisi lain, apa yang terjadi pada kasus Achmad Boediono, menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, itu menunjukkan bahwa selama ini tata kelola melibatkan aktor mafia garam. Praktik itu bisa terjadi, karena Pemerintah selama mengabaikan kepentingan petambak garam.“Juga karena longgarnya mekanisme perizinan yang terbagi ke dalam empat kementerian/lembaga Negara,” jelas dia.Halim memaparkan, dalam kasus penyalahgunaan impor garam, bisa ditelusuri bahwa dalam impor garam memang ada peluang besar untuk ‘bermain’. Hal itu bisa terjadi jika:(1) Data produksi garam nasional yang sulit diverifikasi;(2) Celah data ini dimanfaatkan oleh importir untuk mengajukan izin impor garam; dan
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-047-14.json
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam? | (3) Surat rekomendasi KKP bisa dijadikan sebagai celah kedua apabila eksplisit menyebut alokasi garam impor untuk konsumsi.Menurut Halim, karena garam impor pada umumnya berstandar garam industri, itu menegaskan ada permainan di tingkat importir dalam pengajuan izin dan PT Garam selaku eksekutor yang juga memanfaatkan peluang dagang ini.Indikatornya terjadinya permainan itu, papar Halim, adalah:(1) Belum ada pendistribusian kartu petambak garam, asuransi jiwa petambak garam, dan asuransi usaha pertambakan garam;(2) Pembukaan kran impor garam tanpa lebih memprioritaskan penyerapan garam rakyat; dan(3) Impor garam dilakukan justru dialokasikan untuk garam konsumsi, bukan industri.Sebelumnya, Halim juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali kebijakan importasi garam yang akan dilaksanakan pada 2017. Peninjauan dilakukan, karena Pemerintah dinilai belum bisa menjamin penyerapan garam produksi rakyat di semua sentra produksi dan pergudangan rakyat.“Pemerintah Indonesia dinilai gagal memberdayakan petambak garam nasional yang ada di sejumlah sentra produksi garam untuk memenuhi kebutuhan garam nasional sepanjang 2016. Akibatnya, produksi garam di tahun tersebut anjlok ke angka 118.054 ton saja dari target 3,2 juta ton,” ungkap dia pekan ini.Imbas dari kegagalan produksi tersebut, Halim mengatakan, pada 2017 Pemerintah Indonesia melaksanakan impor garam sebesar 200 ribu ton yang dilaksanakan pada semester I oleh PT Garam (Persero).Kegagalan produksi tersebut, dalam sudut pandang Halim, menjadi kegagalan kabinet kerja pimpinan Presiden RI Joko Widodo. Penilaian tersebut, karena bukan hanya gagal melakukan produksi, kebijakan importasi garam juga akhirnya dibuka dengan alasan yang sama.“Besaran target produksi 2016 sudah diturunkan, dari 3,6 juta ton menjadi 3,2 juta ton. Ironisnya, kegagalan ini diperparah dengan kebijakan importasi garam yang merugikan kepentingan petambak garam rakyat,” ungkap dia.   
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-047-14.json
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?
Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam? | Kegagalan Produksi 2016Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi, dalam kesempatan berbeda menjelaskan kenapa garam nasional gagal mencapai target produksi yang ditetapkan sebesar 3,2 juta ton pada 2016.Menurut Brahmantya, penyebab kegagalan melakukan produksi, tidak lain disebabkan oleh kondisi alam yang tidak bersahabat.“Garam tahun lalu puso (gagal panen) karena benar-benar kondisi alam. Kita sudah berusaha keras, tapi kondisi alam yang sangat tidak bersahabat membuat produksi gagal mencapai target karena banyak yang gagal produksi,” ungkap dia.Brahmantya menjelaskan, untuk bisa melakukan produksi garam yang normal, idealnya memang diperlukan sinar matahari dan iklim yang panas. Prasyarat cuaca tersebut, mutlak dibutuhkan para petambak garam di berbagai daerah untuk bisa memproduksi garam yang bagus dan berkualitas.Namun, menurut dia, prasyarat tersebut pada 2016 tidak bisa diperoleh, karena anomali cuaca La Nina sangat mengontrol kemampuan petambak garam melakukan produksinya. Karena La Nina tersebut, petambak tidak mendapat sinar matahari terik mengingat sepanjang 2016 dilanda musim kemarau basah.“Tahun 2016 itu, curah hujan rerata lebih besar dari 150 milimeter per bulan. Bahkan, di beberapa tempat ada yang mencapai 300 milimeter per bulan. Itu kondisi yang menyulitkan bagi para petambak garam,” ujar dia.(baca : Ketika Garam dan Bakau Bersatu, Siasat Pelestariannya di Pesisir Utara Lamongan)Selain jumlah produksi yang jauh dari target pada 2016, KKP juga merilis stok garam yang tersedia sampai akhir 2016 lalu jumlahnya mencapai 112.671 ton. Dengan demikian, pada 2017 ini, KKP menargetkan bisa terlaksana panen komoditas garam linear hingga mencapai 3,2 juta ton.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2016-040-18.json
Bayi-bayi Harimau Ini jadi Penghuni Baru Medan Zoo
Bayi-bayi Harimau Ini jadi Penghuni Baru Medan Zoo | [CLS] Wesa, harimau Benggala (Panthera tigris tigris) betina di Medan Zoo, Medan, Sumatera Utara, kembali melahirkan dua bayi betina, pada 22 Juni 2016. Kali kedua Wesa melahirkan anak-anak harimau hasil perkawinan dengan pejantan Avatar. Sebelumnya, November 2015, Wesa melahirkan empat anak jantan.Pada Senin (1/8/16), managemen Medan Zoo baru mngumumkan dua bayi ini. Tampak Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), Hotmauli Sianturi hadir disana.Sucitrawan, dokter hewan Medan Zoo mengatakan, salah satu alasan mereka baru tampil di muka umum karena tim medis masih perlu merawat serius dan memeriksa menyeluruh kondisi kesehatan bayi ini. Setelah kondisi dianggap benar-benar sehat dan lincah, barulah diputuskan tampil kepada pengunjung.Kelahiran bayi normal dengan berat badan berkisar satu kilogram. Saat ini,  berat badan bertambah dua kilogram. Kondisi benar-benar stabil.“Walau kondisi sehat, kami terus memantau 24 jam penuh dan dijaga bergantian.”Hotmauli Sianturi, Kepala BBKSDA Sumut, mengatakan,  dunia harus tahu di Medan Zoo, terjadi peningkatan populasi harimau Benggala. “Ini salah satu prestasi lembaga konservasi yang mengembangbiakkan harimau Benggala.”Dengan kelahiran ini, total harimau di Medan Zoo jadi 17, dengan rincian 11 harimau Sumatera, enam Benggala.Putra Alkhairi, Direktur Perusahaan Daerah Pembangunan, Pemerintahan Medan, mengatakan, iklim, kultur alam, dan suasana di Medan Zoo dianggap sangat mendukung pengembangbiakan anak harimau. Terbukti, setiap tahun ada kelahiran anak harimau baik harimau Sumatera maupun Benggala.Dia mengatakan, perawatan khusus harimau mengikuti naluri alami satwa dengan skenario menjaga kebuasan tetapi masih bisa dilihat dan dinikmati pengunjung. Setiap Kamis, katanya, harimau di Medan Zoo puasa, agar bisa terus memancing kebuasan. Di alam liar, satwa  juga seperti itu.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2016-040-18.json
Bayi-bayi Harimau Ini jadi Penghuni Baru Medan Zoo
Bayi-bayi Harimau Ini jadi Penghuni Baru Medan Zoo | Harray Sam Munthe, pendiri Bukitbarisan Sumatran Tiger Ringers (BSTR) mengatakan, setiap kali ada bayi harimau lahir terlihat ada indikasi eksploitasi dengan mempertontonkan di luar kandang, dan berbayar untuk berfoto.Selain itu, katanya, sampai saat ini, belum ada kebun binatang di Indonesia membangun hutan rehabilitasi agar satwa langka kelahiran F2, F3 dan seterusnya bisa tetap punya sifat liar.“Kembalikan fungsi konservasi di kebun binatang. Kami menolak satwa langka dalam kandang kebun binatang seperti di Medan Zoo.” [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2016-037-09.json
Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu
Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu | [CLS] Pagi menjelang siang akhir Juli 2016, suasana di Desa Lumban Ruhap, Kecamatan Habinsaran, Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, terasa sejuk. Tak jauh dari desa, terlihat hutan dengan bukit tertutup kabut.Kokok ayam jantan bersahutan. Warga desa lalu lalang sambil berbincang bahasa Batak.Di satu rumah, terlihat seorang warga desa, M. Sitorus,  meracik makanan. Ada nasi putih, susu dan gula. Semua jadi satu, diaduk kemudian ditempatkan dalam piring kaleng.Laki-laki 49 tahun ini lalu membawa ke belakang rumah. Ada sebuah kandang dari kayu sedikit miring. Dia membuka pintu kandang dan memberikan makanan kepada binatang berbulu hitam moncong putih.Satwa itu ternyata anak beruang madu. Ia jadi peliharaan Sitorus lebih sebulan ini. Tinggal dalam kandang sempit.Sitorus santai membuka pintu kandang. Tangan mengusap kepala satwa dilindungi itu. Sesekali dia seakan bermain dengan beruang ini, tanpa takut.Dia bercerita, menemukan beruang dekat landang pada Juni 2016. Dia menduga, anak ini terpisah dari sang induk di sekitar hutan Lumban. Anjing yang dibawa ke ladang, menggonggong keras. Tampak menuju ke semak belukar dan terjadi perkelahian  dengan beruang anakan ini.Dia langsung mengusir anjing peliharaan yang menggigit bagian kaki anak beruang. Setelah itu, Sitorus kembali ke rumah, dan merawat luka beruang itu.Sitorus merawat anak beruang ini. Awalnya, dia tak tahu apa makanan bisa diberikan. Setelah berbincang dengan warga sekitar, diputuskan nasi, susu dan gula.“Ia makan dua kali sehari. Susu, gula dan nasi. Itukan makanan sehat jadi mau anak beruang itu makan. Banyak aku buat supaya kenyang,” katanya.Karena masih anakan, dia melatih anak beruang agar jinak. Berhasil. Walau kandang dibuka sekalipun, satwa ini tak mau pergi atau lari.Warga sekitar juga sering datang melihat anak beruang ini. Ada yang berfoto atau sekadar memberikan makanan.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2016-037-09.json
Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu
Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu | Saat ditanya apakah suatu hari akan melepas beruang ini, Sitorus mengatakan tak mungkin. Dari cerita orang, katanya, binatang akan dimusuhi kelompok kalau sudah bersama manusia.Ketika ditanya apakah tahu kalau satwa ini dilindungi dan ada ancaman pidana serta denda bagi siapa yang memelihara atau memperdagangkan, apalagi membunuh, Sitorus tak tahu. Dia meyatakan, menyayangi satwa ini, dan berat melepas ke hutan.Kabar ada warga memelihara satwa dilindungi, sampai ke telinga petugas Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Dolok Surung III, Toba Samosir, BBKSDA Sumut. Bersama tim meluncuk ke desa, mengecek dan identifikasi satwa.Petugas mendata dan memeriksa Sitorus termasuk kronologis mendapatkan satwa ini. Di sebuah warung di pinggir desa, pemberian pemahamanan kepada Sitorus dan warga dilakukan petugas.Sayangnya, Sitorus menolak melepas beruang. Melihat kondisi tak memungkinkan buat penyitaan, tim pun kembali ke kota.Onto Sianipar, petugas dari BKSDA Dolok Surung III, Toba Samosir, BBKSDA Sumut, mengatakan, sudah komunikasi dan musyawarah kekeluargaan dengan Sitorus, agar menyerahkan sukarela anak beruang itu tetapi belum berhasil.“Ini masih kita diskusikan.”Indra Kurnia, Koordinator Forest & Wildlife Protection Ranger)-OIC, mengatakan, langkah utama adalah pendekatan persuasif, pemberitahuan dan penyadartahuan soal satwa dilindungi.BKSDA, katanya, terus sosialisasi tentang satwa liar di desa itu, atau desa lain.“Tentu dapat melibatkan stakeholder lain, seperti perangkat desa, tokoh masyarakat, camat, koramil, polsek, lembaga mitra sebagai fasilitator ke masyarakat, sebagai bentuk kerjasama.”BBKSDA, katanya, dapat menyampaikan presentasi disertai pemutaran film, atau bahan edukasi/sosialisasi lain, yang mungkin mencantumkan nomor kontak lembaga terkait. Dengan begitu, masyarakat dapat menyampaikan informasi jika ada konflik satwa dengan masyarakat, atau yang memelihara satwa dilindungi. [SEP]
[0.476456880569458, 0.5139302611351013, 0.009612822905182838]
2018-010-18.json
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | [CLS] Dua buruh tani asal Pulokuntul, Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sawin dan Sukma, ditangkap dan ditahan polisi pada 4 September 2018 diduga menghina bendera nasional karena menancapkan bendera terbalik. Awalnya, dua orang ini protes pembangunan PLTU batubara Indramayu.“Sawin dan Sukma adalah tahanan nurani hanya karena menyuarakan hak mereka dan harus segera dibebaskan,” kata Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia, pada 20 hari penahanan Sawin dan Sukma.Pada 1 November, sidang kedua mestinya memasuki agenda eksepsi. Sidang urung karena hakim ketua tak hadir. Kedua buruh tani terjerat Pasal 24 a UU No 24/2009 tentang bendera, bahasa dan lambang Negara serta lagu kebangsaan. Mereka ditahan berdasarkan laporan bahwa Sawin dan Sukma, menancapkan bendera terbalik pada 14 Desember 2017. Sawin dan Sukma menyangkal tuduhan itu.Baca juga: Berkonflik dengan PLTU Indramayu II Berbuntut Penangkapan, Warga Mekarsari Lapor Komnas HAMSebelumnya, polisi menangkap Sawin Sukma, dan Nanto, seorang buruh tani lain pada 17 Desember 2017 untuk tuduhan serupa. Mereka kemudian dilepas di hari yang sama karena tak cukup bukti.Kasus ini bermula pada Mei 2015, saat Bupati Indramayu Anna Sophanah mengeluarkan izin lingkungan pembangunan PLTU batubara Indramayu II. Pada Juli 2017, beberapa orang terdampak PLTU, termasuk Sawin dan Sukma menggugat izin lingkungan PLTU ke PTUN Bandung.Pada 6 Desember 2017, PTUN Bandung memenangkan warga dan memutuskan mencabut izin lingkungan PLTU. Untuk merayakan keputusan pengadilan, bertepatan dengan perayaan Hari Raya Islam, Sawin, Sukma dan beberapa warga lain memasang bendera merah putih pada 14 Desember 2017 di lokasi lahan. Berselang dua hari, Sawin mengetahui bendera yang dipasang terbalik. Yakin bahwa dia memasang bendera dengan benar, Sawin mengecek ke lokasi dan menemukan beberapa bendera sudah hilang.
[0.9999886751174927, 5.7277034102298785e-06, 5.645468263537623e-06]
2018-010-18.json
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | Penangkapan akhir September lalu menghadapkan kedua buruh tani dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau denda Rp500 juta.Baca juga: Warga Mekar Sari Khawatir Daya Rusak Pembangkit Batubara Sesi II IndramayuAmnesty mendesak Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Agung Budi Maryoto membebaskan Sawin dan Sukma. Juga memastikan mereka dilindungi dari penyiksaan dan perlakukan buruk lain selama dalam tahanan serta memiliki akses tetap kepada keluarga maupun pengacara pilihan mereka.“Mereka ditahan hanya karena menyuarakan hak mereka secara damai,” kata Usman.Penahanan Sawin dan Sukma, katanya, tak bisa dibenarkan karena sewenang-wenang dan atas dasar tuduhan lemah.“Juga dilakukan tengah malam seperti mengejar kriminal.”Dalam penahanan pertama, menurut Usman, kelihatan sekali polisi tak memiliki bukti dan saksi yang menguatkan tuduhan terhadap kedua tersangka. Pemasangan bendera dilakukan sebagai rasa syukur karena menang PTUN. Tak ada alasan bagi buruh tani ini menghina lambang negara.Menurut Usman, langkah yang mereka ambil untuk patuh hukum dan menempuh perjuangan dengan cara bermartabat justru berhadapan dengan lembaga kepolisian dan kejaksaan yang seharusnya bermartabat dan tak sewenang-wenang.“Benar ada agenda pembangunan yang harus dipastikan keamanannya, kalau mengorbankan warga kecil, justru mengabaikan tugas mengayomi masyarakat.”Hal lain yang menjadi sorotan Amnesty adalah keluarga tersangka jadi hidup tak menentu setelah penahanan mereka.“Kedua istri buruh tani ini luar biasa, meski jauh dari pusat informasi, suami mereka buruh tani, tapi punya cara pandang jauh ke depan membela lingkungan tetap bersih, agar anak mereka bebas dari penyakit yang bisa ditimbulkan dari aktivitas PLTU.”Upaya masyarakat mendapatkan lingkungan dan kehidupan yang lebih baik dan sehat dirusak dengan cara penanganan hukum yang, bagi Amnesty, mirip cara orde baru.
[0.9999886751174927, 5.7277034102298785e-06, 5.645468263537623e-06]
2018-010-18.json
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | Sebelum kasus Sawin dan Sukma, aktivis lingkungan di Banyuwangi, Budi Heriawan atau dikenal Budi Pego ditahan 10 bulan penjara pada 24 Januari 2018 oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi, Jawa Timur. Dia dianggap melanggar Pasal 107a KUHP tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.Budi Pego dituduh bersalah karena menyebarkan ideologi komunis, tidak mengabarkan polisi setempat mengenai pelaksanaan protes sesuai aturan UU No 9 tahun 1998 dan sebagai pemimpin aksi mempromosikan ideologi pro komunis.Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan berekpresi dan berkumpul secara damai. Aturan hukum terus digunakan untuk menghukum aktivitas politik damai dan memenjarakan orang yang damai mengutarakan pendapat dan ekspresi mereka.   ***Erawati dan Yati, tak bisa menahan tangis saat menunjukkan foto Sawin yang memegang bambu dengan bendera terpasang benar, sesaat sebelum ditancapkan di lokasi syukuran warga. Setelah kedua suami mereka, hidup istri buruh tani ini tak menentu.Mereka ibu rumah tangga yang menumpukan hidup pada penghasilan suami. Sawin, buruh tani sementara Sukma biasa jadi buruh traktor di sawah.“Dulu bisa tiap hari ada yang manggil kerja. Dua minggu berturut-turut ada,” kata Yati, sambil menggendong anak bungsunya berusia tiga tahun.Sejak PLTU Indramayu I dibangun, disusul pelepasan lahan pertanian untuk PLTU II, penghasilan suami menurun drastis.“Sekarang sekali dua minggu itu udah alhamdulillah,” kata Erawati.Kalau tak ada panggilan kerja buruh tani, Sawin dan Sukma biasa mencari ikan di laut. Sejak PLTU I beroperasi, nelayan desa harus melaut lebih jauh. Biasa, dengan modal bahan bakar lima liter nelayan bisa membawa pulang penghasilan Rp200.000-300.000 dari udang rebon. Udang rebon diolah jadi terasi.Sejak PLTU I membuang limbah air panas di laut, nelayan kesulitan mencari ikan dan udang. “Habis bensin 20 liter belum tentu dapat,” kata Domo, warga yang tergabung dalam Jatayu.
[0.9999886751174927, 5.7277034102298785e-06, 5.645468263537623e-06]
2018-010-18.json
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | Erawati, istri Sukma, masih ingat bagaimana suaminya menyiapkan bendera untuk memeriahkan syukuran warga atas kemenangan di PTUN.“Suami saya merakit bendera itu di rumah. Setelah dirakit diberdirikan sampai dua malam di sudut rumah Ibu Ramini, tetangga saya. Dua malam, kalau memang terbalik pasti ada yang bilang,” kenang Erawati.PLTU II Indramayu merupakan ekspansi dari PLTU I Indramayu berkapasitas 1.000 megawatt.Menurut Komite Percepatan Penyediaan Infratsruktur Prioritas (KPPIP) proyek senilai Rp27 triliun ini akan menghasilkan listrik untuk keperluan Pulau Jawa dan Bali.PLTU ini dibangun dari skema pendanaan APBN dengan pinjaman luar negeri. PLTU akan beroperasi 2019. Monitoring proses pinjaman dan pengadaan tanah melibatkan Japan International Cooperation Agency (JICA), Bappenas, Kementerian Keuangan dan PLN.Sejak awal pembangunan PLTU, kata Erawati, tak pernah ada sosialisasi terhadap warga sekitar. PLN dan perusahaan hanya memanggil warga yang memiliki lahan yang akan dibebaskan. Kala itu, lahan pertanian dihargai Rp163.000 per meter.PLTU II yang akan dibangun berjarak kurang dari 150 meter dari rumah Erawati. Dampak PLTU I seperti polusi udara, kebisingan, konflik antarwarga, sudah dirasakan.“Sekarang kalau arah angin ke rumah saya anak-anak langsung batuk,” katanya.   KasasiPer 1 November, gugatan dimenangkan PLN di pengadilan tinggi. Warga didampingi Walhi dan LBH Bandung lantas mengajukan kasasi.Dwi Sawung, Manager Kampanye Energi dan Perkotaan Walhi, mengatakan, Walhi telah melayangkan surat keberatan warga kepada JICA baik langsung maupun melalui surat elektronik.JICA berjanji tak akan mencairkan pinjaman berikutnya. Saat ini, JICA sudah memberikan pinjaman untuk studi teknis PLTU.“Mereka (JICA-red) juga mendanai Polri sejak 2001 untuk reformasi kepolisian. Nyata, di kasus ini polisi tak ada reformasi, Kasus ini berakhir di penjara,” katanya.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2018-010-18.json
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | Walhi menilai, penahanan Sawin dan Sukma, sebagai upaya pembungkaman perlawanan warga.Catatan Amnesty, ada dua pola yang sering dilakukan pemerintah dan aparat negara dalam kriminalisasi pejuang dan aktivis lingkungan. Pertama, dihadapkan dengan simbol negara, seolah warga sedang menentang pemerintah atau dianggap menyimpang dari ideologi negara. Hal ini, katanya, terjadi pada kasus Budi Pego di Banyuwangi.Kedua, kriminalisasi biasanya dengan pola tindakan yang berbau kriminal, misal, memasuki pekarangan orang lain, merusak tanaman perusahaan, atau jika ada demonstrasi terjadi insiden seperti perusakan pagar yang membuat warga jadi tersangka.Pola-pola ini seringkali menghadap-hadapkan petani dengan pemerintah, seperti kasus Kendeng, di mana masyarakat yang menentang pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia dianggap anti pembangunan.“Kalau terjadi di Papua, masyarakat adat yang menolak perkebunan sawit atau pertambangan selalu dituduh anti NKRI,” kata Usman.Dalam beberapa kasus, polisi juga menggunakan aparat sebagai saksi. Dalam kasus Sawin dan Sukma, polisi jadi saksi dan laporan babinsa.“Ada banyak cara pemerintah masa lalu yang mungkin diulangi lagi kini karena ambisi pemerintah mengejar agenda pembangunan.”Willy Hanafi, Direktur LBH Bandung yang mendampingi warga mengatakan, ada penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin lingkungan PLTU Indramayu II.Izin harus terbit oleh Gubernur Jawa Barat, malah keluar dari Bupati Indramayu, Anna Sophanah.Bupati Anna Sophanah terpilih menjadi Bupati Indramayu dalam pemilihan kepala daerah 2015. Akhir Oktober lalu Anna menerima penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas kepedulian terhadap pembinaan proklim terhadap masyarakat di Indramayu.Cukup mengejutkan, awal November ini, Anna menyampaikan surat pengunduran diri kepada Gubernur Jawa Barat terpilih Ridwan Kamil. Menurut Kamil, Anna mengundurkan diri karena alasan keluarga.
[0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08]
2018-010-18.json
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan
Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan | Saat ini, permintaan pengunduran diri Anna menunggu keputusan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-002-14.json
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu | [CLS]   Membayangkan hutan hujan tropis yang dibuka untuk perkebunan sawit, maka hewan pertama yang terlintas dalam pikiran kita mungkin orangutan. Tapi, ada spesies penghuni pohon lain, yang hampir tidak dikenal, bila hutan hilang akan berdampak lebih buruk dari yang kita perkirakan sebelumnya.Faktanya, sebuah studi baru menunjukkan bahwa kucing batu [Pardofelis marmorata], kucing semi-arboreal asli Asia selatan, sangat terpengaruh oleh konversi hutan menjadi perkebunan sawit. Untuk itu, direkomendasikan untuk meningkatkan status konservasi spesies ini dari status Hampir Terancam menjadi Rentan [Vulnerable/VU].Studi tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal Ecosphere, menunjukkan kucing lain yang bergantung pada hutan, seperti margay [Leopardus wiedii], mungkin juga terpengaruh. Sebaliknya, beberapa kucing liar kecil yang menghabiskan lebih banyak waktu di tanah daripada di atas pohon dapat beradaptasi lebih baik dengan lingkungan yang kondisinya telah diubah oleh manusia.Para peneliti menganalisis foto hasil kamera jebak dari seluruh Asia Tenggara untuk membandingkan penggunaan habitat kucing batu dengan kucing kuwuk [Prionailurus bengalensis] yang lebih mudah beradaptasi.Mereka menemukan bahwa kucing batu, “Merespons secara buruk pembukaan habitat dan perkebunan sawit,” menurut Alexander Hendry, penulis utama makalah di University of Queensland, Australia.“Kucing batu adalah kandidat ideal untuk menguji hipotesis kami bahwa hewan semi-arboreal akan lebih sensitif terhadap degradasi hutan hujan, seperti penebangan, perambahan, fragmentasi, dan serbuan pertanian,” kata Hendry kepada Mongabay dalam wawancara email. Data kamera jebak menegaskan bahwa itu adalah “spesialis hutan interior” yang mengandalkan konektivitas hutan, menurut para peneliti.  
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2023-002-14.json
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu | Beberapa spesies dapat beradaptasi dengan lingkungan perkebunan sawit, termasuk kucing kuwuk, yang menggunakannya sebagai tempat berburu hewan pengerat [walaupun disertai kekhawatiran lain, seperti risiko penularan penyakit dan paparan bahan kimia, seperti rodentisida].“Fakta bahwa kucing kuwuk menunjukkan respons berlawanan dengan kucing batu kemungkinan merupakan faktor yang berkontribusi pada ketidakmampuan mereka untuk beradaptasi dengan lanskap yang terganggu,” kata Hendry.Temuan ini juga menunjukkan bahwa kucing batu dapat menyesuaikan perilakunya sebagai respons terhadap aktivitas manusia. Biasanya aktif siang hari, dalam beberapa kesempatan spesies ini tertangkap kamera saat senja, dekat daerah yang terganggu, “Kemungkinan untuk menghindari saat ada kehadiran manusia,” kata Hendry. Akibatnya, “Kucing batu mungkin memiliki lebih sedikit waktu untuk berburu dan bepergian dari biasanya, atau mungkin menghadapi pesaing dan predator baru.”Temuan ini membuat para ilmuwan menyimpulkan bahwa spesies tersebut kemungkinan lebih berisiko dari yang diperkirakan sebelumnya, karena perubahan habitat dan perluasan perkebunan sawit.  Bagi Wai-Ming Wong, Direktur Panthera untuk program kucing kecil, penelitian ini adalah “contoh yang baik dalam menggunakan data tangkapan sampingan untuk memberikan wawasan tentang spesies yang kurang dipelajari.” Dia setuju dengan rekomendasi untuk memperbarui daftar kucing batu menjadi Rentan, kategori “terancam” dalam Daftar Merah IUCN, sejalan dengan spesies serupa yang bergantung pada hutan, seperti macan dahan [Neofelis spp.].“Habitat kucing batu dan spesies lain yang bergantung pada hutan seperti macan dahan [juga rentan] mengalami penurunan signifikan. Sementara, masih ada petak besar hutan utuh di Sumatera dan Kalimantan, habitat mereka di daratan [Asia Tenggara] yang terdegradasi dan terisolasi,” kata Wong kepada Mongabay melalui email.
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2023-002-14.json
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu | “Catatan kucing batu memang langka tetapi berlaku untuk banyak kucing kecil,” Jim Sanderson, pendiri dan Direktur Small Wild Cat Conservation Foundation, mengatakan kepada Mongabay melalui email, menambahkan bahwa “kurangnya catatan” tidak berarti mereka adalah lebih rentan.“Masalah kucing liar dan satwa liar lainnya di [Asia Tenggara] adalah hilangnya habitat besar-besaran, perburuan liar yang meluas, dan tindakan konservasi yang tidak memadai untuk mengurangi ancaman,” katanya. “Hanya kucing kuwuk yang sehat karena penyebaran tikus akibat perkebunan sawit yang menggantikan habitat alami.”  Kucing semi-arboreal terancam?Penulis penelitian mengatakan, kesimpulan mereka juga dapat diterapkan pada spesies semi-arboreal lainnya seperti margay, yang ditemukan di seluruh Amerika Latin, yang saat ini juga dinilai hampir terancam.Berdasarkan Daftar Merah IUCN, margay memngkinkan memenuhi syarat untuk dinaikkan statusnya menjadi Rentan dalam waktu dekat. Tadeu De Oliveria, seorang peneliti dan konservasionis Pro Carnivoros, yang memimpin penilaian tersebut, mengatakan situasinya mungkin telah berubah berdasarkan pengetahuan ekologi yang lebih baik.“Saya telah melihat rekaman margay bergerak di dahan pohon, tetapi setiap kali mereka bepergian atau berburu, mereka berada di tanah,” kata De Oliveria, kepada Mongabay dalam sebuah wawancara video. “Mereka memang memiliki kemampuan arboreal yang tinggi, tetapi mereka bukan arboreal itu sendiri.”“Dari apa yang kita ketahui tentang ekologi margay, hewan ini dapat beradaptasi dan tidak peka terhadap gangguan,” lanjut De Oliveria. Dia menambahkan, meskipun kucing tampaknya bergantung pada tutupan hutan dan konektivitas, mereka terlihat di area yang terganggu seperti hutan bekas tebangan.
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2023-002-14.json
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu | “Poin utama kami dari jurnal penelitian ini adalah bahwa margay dan kucing batu sebagai spesies semi-arboreal cenderung kurang dapat beradaptasi dan lebih terancam daripada kucing terestrial yang habitatnya masih saling berbagi,” kata Hendry.Dia mencatat, penelitian lain telah menemukan bahwa spesies kucing kecil di Amerika Latin, seperti jaguarundi [Herpailurus yagouaroundi] dan ocelot [Leopardus pardalis], dapat beradaptasi dengan perkebunan, sementara margay belum tentu demikian.De Oliveria mengatakan, dia setuju bahwa perkebunan, “Sama sekali berbeda dari penebangan atau bentuk gangguan hutan lainnya.”“Mengganti tutupan alam dengan sawit, atau perkebunan apa pun itu, tidak menguntungkan mereka sama sekali dan berdampak negatif bagi mereka,” katanya, seraya menambahkan bahwa penilaian ulang terhadap margay sedang dalam proses.  Hendry dan tim berniat memimpin ulang penilaian status kucing batu. Tantangan yang terus-menerus, yang meluas ke spesies kucing kecil lainnya, adalah sifat mereka yang penuh teka-teki dan kurangnya penelitian yang ditargetkan secara khusus. Ada kesenjangan pengetahuan tentang ekologi mereka.Sementara “sifat semi-arboreal” spesies tersebut kemungkinan besar berkontribusi pada ketidakmampuannya untuk beradaptasi, kata Hendry, ada juga data ilmiah yang terbatas tentang sebagian besar ekologi kucing batu yang lebih luas.Pertanyaan kuncinya, seberapa sering mereka berburu atau bepergian di pohon dibandingkan di tanah, dan apakah mereka memangsa spesies arboreal atau terestrial.Tetapi, kurangnya data seharusnya tidak menghalangi langkah-langkah konservasi, kata Sanderson.“Penelitian lebih terkait hilangnya habitat dan perburuan yang merupakan ancaman utama semua satwa liar tidak dibutuhkan lagi,” tulisnya. “Kami butuh tindakan [dan] program pengurangan ancaman.”
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2023-002-14.json
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu
Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu | Selain merekomendasikan peningkatan status konservasi kucing batu, para peneliti mengidentifikasi negara bagian Sabah di Kalimantan, Semenanjung Malaysia, dan Myanmar barat laut sebagai kemungkinan wilayah inti untuk perlindungan spesies tersebut.“Satu hal penting adalah pentingnya menjaga konektivitas di antara petak habitat terisolasi di lanskap yang didominasi manusia dan pertanian,” kata Wong. Dia menambahkan, menyisihkan area dengan nilai konservasi tinggi untuk dijadikan sebagai koridor satwa liar adalah bagian dari kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil.Hal ini sangat penting untuk, “Satwa liar yang bergantung pada hutan seperti kucing batu, untuk dapat menyebar ke lanskap yang lebih luas,” kata Wong, “Sehingga membantu kelangsungan hidup mereka baik pada tingkat individu maupun populasi.”  Tulisan asli dapat dibaca pada tautan ini:  Forest loss may push tree-dependent marbled cats into threatened category. Artikel diterjemahkan oleh Akita Verselita. Referensi:Hendry, A., Amir, Z., Decoeur, H., Mendes, C. P., Moore, J. H., Sovie, A., & Luskin, M. S. (2023). Marbled cats in Southeast Asia: Are diurnal and semi‐arboreal felids at greater risk from human disturbances? Ecosphere, 14(1). doi:10.1002/ecs2.4338Mendes-Oliveira, A. C., Peres, C. A., Maués, P. C., Oliveira, G. L., Mineiro, I. G., De Maria, S. L., & Lima, R. C. (2017). Oil palm monoculture induces drastic erosion of an Amazonian forest mammal fauna. PLOS ONE, 12(11), e0187650. doi:10.1371/journal.pone.0187650Pardo, L. E., Edwards, W., Campbell, M. J., Gómez-Valencia, B., Clements, G. R., & Laurance, W. F. (2021). Effects of oil palm and human presence on activity patterns of terrestrial mammals in the Colombian Llanos. Mammalian Biology, 101(6), 775-789. doi:10.1007/s42991-021-00153-y  [SEP]
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2013-047-01.json
WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam
WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam | [CLS] Pada Selasa(5/2/13) Asia Pulp & Paper (APP) mengumumkan komitmen menghentikan aktivitas pembukaan lahan di hutan  alam dan lahan gambut Indonesia. WWF mendesak, APRIL, induk perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), memiliki komitmen serupa.Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia  mengatakan, saat ini,  APRIL merupakan pelaku pembukaan hutan alam terbesar diantara produsen pulp lain di Indonesia. “Kami mendesak perusahaan itu segera mengubah model bisnis mereka yang tidak lestari dan berhenti kegiatan pengeringan lahan gambut dan membuka hutan alam,” katanya dalam pernyataan kepada media, di Jakarta, Rabu(13/2/13).Dalam laporan Eyes on the Forest, menyebutkan, APRIL merupakan pelaku terbesar untuk perusakan hutan di Riau. Perusahaan ini menebang sedikitnya 140.000 hektar hutan tropis, sebagian besar terletak di lahan gambut pada 2008 dan 2011. Dalam periode itu,  APRIL bertanggung jawab atas hilangnya hampir sepertiga hutan alam di Riau.Meskipun telah beroperasi selama 17 tahun dan memiliki konsesi atas  10 persen wilayah daratan Riau, perusahaan ini masih bergantung pada hutan tropis. “Setelah penghancuran hutan di Riau, kini APRIL memperluas operasi di Borneo,” ujar dia.Setelah 2009, komitmen-komitmen publik yang dibuat APRIL dalam mempertahankan hutan dan tidak menggunakan kayu alam hanya sebatas pencitraan atau greenwash. Di Riau, APRIL mengambil kayu alam dari konsesi, yang menurut kriteria  UU Tata Ruang sebagai kawasan hutan lindung.Sistem kerja perusahaan ini,  menyebabkan konflik serius dengan masyarakat lokal, terutama hilangnya kepemilikan hutan dan lahan adat masyarakat, dan degradasi sumber daya alam.“Dua pertiga area konsesi yang memasok perusahaan ini di Riau terletak di lahan gambut, lalu menjadi terdegadrasi, kering dan terdekomposisi. Ini menghasilkan emisi gas rumah kaca secara konstan.”
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2013-047-01.json
WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam
WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam | Untuk itu, WWF menyerukan APRIL berhenti merusak hutan tropis, menyelesaikan konflik-konflik sosial. “Lalu memulihkan hutan dan lahan gambut yang telah mereka rusak”, kata Aditya Bayunanda, Manajer GFTN dan kertas & pulp WWF-Indonesia. WWF juga mendesak perusahaan-perusahaan menghindari hubungan dengan praktik bisnis APRIL dan perusahaan-perusahaan terkait. [SEP]
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2022-032-05.json
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | [CLS]      Sejak beberapa pekan lalu bencana melanda Maluku Utara. Dari banjir merendam sejumlah desa di Kabupaten Kepulauan Sula, sampai kapal tenggelam di perairan Halmahera Selatan.Di Kepulauan Sula bahkan jalan dan jembatan penghubung antardesa terputus. Banjir tak hanya di Kota Sanana juga di Pulau Mangole. Intensitas hujan tinggi di daerah ini dalam sepekan menyebabkan air meluap mencapai satu meter.Informasi yang dihimpun Mongabay menyebutkan, banjir kepung Kota Sanana sejak 13 Juli lalu. Sebelumnya, pada 10 Juli banjir besar juga menerjang Desa Capalulu, Pulau Mangole, Kepulauan Sula.Rumah-rumah pun terendam setinggi 60-70 sentimeter. Banjir bandang ini karena luapan air sungai dan air turun dari gunung.Sanip Umasangadji, Kepala Desa Capalulu, melaporkan ada fasiiltas umum berupa jembatan penghubung antar desa putus dihantam banjir dan melumpuhkan aktivitas warga. Mereka pun sulit ke Desa Mangoli, Kecamatan Mangoli Tengah, untuk kegiatan seharo-hari.“Kita kesulitan karena jembatan putus. Warga di Desa Capalulu misal mau transfer uang belanja, atau anak sekolah di desa tetangga kesulitan,” katanya.Kalau mau melintas terpaksa dengan menyeberangi kali dengan berisiko karena sungai berarus. “Kita akan buat jalan darurat, daripada harus turun menyeberang kali. Yang penting ada jalan darurat supaya bisa diakses,” katanya.Di Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Sula, di Kota Sanana, rumah warga tergenang dan sejumlah fasilitas rusak.Hujan deras 13 Juli sore hingga malam, menyebabkan Kota Sanana terkepung banjir dengan ketinggian air hingga 70 sentimeter.  Desa -desa ini menerima dampak luapan air dari sungai diduga karena pembangunan drainase kota yang tak tertata baik. “Air meluap sangat deras, hingga tanah longsor bahkan fondasi rumah patah terbawa air. Di beberapa ruas jalan antar desa di Pulau Sulabesi sempat terhalang karena longsor,” kata Gunawan Tidore, warga Desa Waihama, Kecamatan Sanana. Rumah Gunawan terendam.
[0.9999892115592957, 5.688989858754212e-06, 5.025468908570474e-06]
2022-032-05.json
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | Banjir di lokasinya merupakan bencana berulang. Dia duga bencana terjadi karena salah urus drainase kota.“Di Kota Sanana ini drainase kota buruk membuat hujan beberapa jam air meluap dan menenggelamkan pemukiman. Kasus seperti ini setiap saat terjadi jika hujan dengan intensitas tinggi dan waktu agak lama.”Fifian Adeningsih Mus, Bupati Kepulauan Sula, menetapkan status tanggap darurat sampai 21 Juli lalu.Buhari Buamona, Kepala BPBD Kepualauan Sula dalam keterangan kepada media mengatakan, banjir di Kepulauan Sula ini diduga kuat karena terjadi sedimentasi puluhan sungai di Sanana terutama yang mengalir masuk ke kampung-kampung di dalam kota.Pemerintah Kepulauan Sula menurunkan alat berat untuk pengerukan sejumlah sungai yang mengalami pendangkalan.  Kerusakan lingkunganIrawan Duwila dari Ikatan Ahli Perencana (IAP) Kepulauan Sula yang banyak kampanye soal lingkungan mengatakan, banjir di daerah ini tidak terlepas dari persoalan lingkungan terutama dalam hal pemanfaatan hutan dan lahan.Kalau melihat ketebalan sedimentasi di sejumlah sungai di Sanana tidak terlepas dari adan run off karena tutupan lahan di puncak sudah banyak berkurang. Tutupan tergerus di hulu, katanya, ketika hujan menyebabkan run off dan masuk ke sungai hingga menimbulkan sedimentasi.“Sungai ada air, kalau kemarau kering. Cerita orang tua di kampung kami, dulu sungai di kampung kami cukup dalam. Bahkan perahu besar bisa masuk sampai ke kampung. Sekarang, terjadi pendangkalan bahkan rata karena sedimentasi tebal. Ini fakta yang tidak bisa dipungkiri,” katanya.Pengurangan tutupan hutan dan lahan,  katanya, karena eksploitasi skala besar, pertambahan penduduk maupun pemanfaatan berbagai kepentingan.Di Pulau Mangole, misal, hutan tergerus oleh perusahaan semisal PT Barito Pasifik Timber Group. Hingga kini masih tereksploitasi.“Belum ada sosialisasi atau pemberitahuan ke masyarakat menyangkut pemanfaatan ruang dan peruntukannya.”
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2022-032-05.json
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | Dia juga menilai, pemerintah daerah lemah dalam mitigasi bencana termasuk banjir. Padahal banjir sudah berulang setiap tahun   di Kepulauan Sula. Di Sulabesi dan Waitina Mangoli,  setiap ada hujan selalu banjir.Baginya, belum ada perencanaan terintregrasi. Bicara rencana tata ruang wilayah (RTRW), katanya, sudah empat atau lima tahun belum selesai revisi.Ketika pengelolaan ruang tak terkendali karena tak ada aturan, kata Irawan, terjadi pembukaan lahan di wilayah resapan. Dalam kondisi seperti ini , pemerintah perlu hadir lewat aturan.“Sayangnya, sampai saat RTRW sebagai dokumen rujukan pengelolaan ruang, revisi belum juga selesai. Begitu juga dokumen rencana detail tata ruang prosesnya sampai di mana publik tidak tahu.”Sahjuan Fathgehipon,  Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kepulauan Sula enggan memberi tanggapan.Riset Rifandi Duwila, Raymond Ch. Tarore dan Esli D. Takumansang dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sam Ratulangi Manado 2019 menunjukkan, hasil analisis riset terkait erosi cukup tinggi mencapai 35.395,79 hektar atau 61,59%, erosi sedang 20.987,97 hektar (36,52 %) dan erosi tinggi 1.083,33 hektar (1,88%).Begitu juga dalam analisis SKL Drainase untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan mengalirkan air hujan secara alami dengan melihat aliran air dan mudah tidaknya air mengalir. “Dari analisas itu menunjukan drainase cukup 50618,86 hektar atau 94,68 %, drainase kurang 2.603,607 hektar atau 4,87% dan drainase tinggi 239,03 atau 0,44%.  Cuaca ekstrem Tak hanya banjir bandang, cuaca ekstrem melanda Maluku Utara. Cuaca ekstrem antara lain menyebabkan Kapal Motor (KM) Cahaya Arafah tenggelam di perairan Desa Tokaka, Gane Barat, Halmahera Selatan, pertengahan Juli lalu. Kapal berbahan utama kayu rute Ternate-Halmahera Selatan ini alami nasib tragis kala berlayar di tengah cuaca ekstrem.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2022-032-05.json
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | Dari laporan akhir Tim SAR Gabungan setelah tujuh hari operasi pencarian, menyebutkan 66 korban selamat, 10 orang meninggal dunia dan satu orang dinyatakan hilang, dari total 77 penumpang di kapal penyebrangan pengangkut barang dan penumpang ini.Fathur Rahman, Kepala Basarnas Ternate, mengatakan, meski telah menutup operasi, mereka meminta kepada kapal maupun nelayan di Maluku Utara melaporkan kepada Tim SAR Gabungan apabila melihat maupun menemukan keberadaan korban.Beberapa peristiwa lain juga terjadi di hari sama di tengah hujan deras, angin kencang serta gelombang tinggi. Mesin speeadboat Kie Besi mati mesin di tengah cuaca buruk di perairan Payahe, Tidore Kepulauan. KM Ferry Lompa nyaris tenggelam dihantam gelombang tinggi di perairan rute Makian-Kayoa, Halmahera Selatan. Di perairan Pulau Morotai, dua nelayan dinyatakan hilang.Dari data pengamatan BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Babullah Ternate meliris cuaca saat kejadian. Dari deteksi, ada potensi cuaca ekstrem di pesisir barat Maluku Utara yang berdampak pada peningkatan curah hujan, kecepatan angin, tinggi gelombang dan gelombang pasang.Dalam perkiraan, tinggi gelombang 2,5 (moderate sea) dan kecepatan angin sampai dengan 25 knot yang terjadi di wilayah Maluku Utara dan sekitarnya.Dari citra satelit BMKG menunjukkan, anomali cuaca di wilayah dan titik lokasi kejadian.Menurut Setiawan Sri Raharjo, Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Babullah Ternate, informasi ini sudah disampaikan dalam group koordinasi dan telah mengeluarkan peringatan dini.“Cuaca ekstrem menimbulkan beberapa kecelakaan kapal,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Mongabay, Senin (25/7/22).  Waspada
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2022-032-05.json
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | Prakiraan BMKG, curah ekstrem tak hanya terjadi di bagian barat Maluku Utara. Pasca kejadian 18 Juli 2022, daerah seperti di Halmahera Tengah, Halmahera barat, Pulau Taliabu dan Halmahera Selatan, juga potensi cuaca ekstrem hingga perlu waspadai.Setiawan mengatakan, kondisi cuaca di Maluku Utara dalam beberapa tahun terakhir mengalami ketidakstabilan. Kondisi suhu setiap tahun meningkat.Acuan cuaca dari pandangan lampau orangtua terdahulu, tidak bisa lagi jadi pedoman masyarakat ketika beraktivitas.Dia meminta masyarakat menjadikan deteksi dini cuaca dengan bantuan alat dan teknologi terbarukan BMKG sebagai rujukan awal dalam beraktivitas demi keselamatan.“Dalam survei kami, masih dibutuhkan kerja keras BMKG dan instansi terkait lain untuk menjadikan masyarakat lebih sadar terhadap cuaca, harapan kedepan masyarakat lebih sensitif,” ujar Setiawan.BMKG terus berupaya meningkatkan performa agar publik tidak abai info cuaca.Cuaca ekstrem di Maluku Utara ini, katanya, bisa berujung maut kalau tak diantisipasi.“Kita berharap, jangan penyesalan mendalam atau muncul kesadaran kala sudah terjadi bencana.”Dalam kurun 1980-awal 2020, menurut data BMKG ada kecenderungan suhu muka laut naik. Kalau suhu muka laut naik akan mengubah pola sirkulas angin dan secara otomatis menimbulkan perubahan musim.Sebagai contoh, di Halmahera Timur dan Halmahera Tengah, dahulu punya sumber air dan surplus pangan atau jadi pusat lumbung pangan, kini berubah karena curah hujan makin menurun dan terjadi gagal panen.Pada 2020, sesuai data perubahan suhu di Ternate, Galela, Labuha dan Sanana, baik awal musim maupun akhir musim jadi alasan kuat menyimpulkan terjadi kenaikan suhu. “Ini bisa jadi alasan mengapa warga di daerah ini mengharapkan pasokan beras dari Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.”
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2022-032-05.json
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara | Hal lain bisa terlihat dari perubahan angin. Kala angin kuat, suplai bahan pangan akan terganggu. Perubahan ini juga ikut mengubah kondisi pasar dan harga barang tidak terkontrol hingga menyebabkan inflasi serta akan mengganggu stabilitas ekonomi daerah.Dalam beberapa tahun ini, katanya, kondisi cuaca tahunan terjadi ganguan secara global. Kalau dianalisis dari data normal, terjadi variabilitas iklim dan cuaca.  ********* [SEP]
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2013-005-12.json
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | [CLS] Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus)  memiliki tiga sub-spesies yang telah diidentifikasi berdasarkan studi genetika. Ketiga orangutan tersebut yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang ditemukan di barat laut Borneo, Pongo pygmaeus wurmbii di Borneo bagian tengah, dan Pongo pygmaeus morio di timur laut Borneo. P.p. wurmbii merupakan sub-spesies dengan ukuran tubuh relatif paling besar, sementara P.p. morio adalah sub-spesies dengan ukuran tubuh relatif paling kecil.Hal ini dikatakan Drh. Agus Irwanto, Acting Manager Program Samboja Lestari Yayasan Penyelamat Orangutan Borneo (Yayasan BOS). “Perbedaan yang mencolok, orangutan yang ada di Kalimantan Tengah memiliki tubuh langsing sementara orangutan yang ada di Kalimantan Timur memiliki tubuh yang gemuk,” ungkap Agus.Menurut data yang diperoleh, pada tahun 2004, diperkirakan bahwa total populasi orangutan di Pulau Borneo, baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia terdapat sekitar 54 ribu individu. Diantara ketiga sub-spesies orangutan Borneo tersebut, P.p. pygmaeus merupakan sub-spesies yang paling sedikit dan terancam kepunahan, dengan estimasi jumlah populasi sebesar 3,000 hingga 4,500 individu di Kalimantan Barat dan sedikit di Sarawak, atau kurang dari 8% dari jumlah total populasi orangutan Borneo.Dengan perbedaan tiga sub-spesies orangutan Kalimantan tersebut, maka pada Kamis (28/11) lalu, yayasan BOS di Semboja lestari mengembalikan lima individu orangutan Kalteng (Pongo pygmaeus wurmbii ) yang berada di Semboja lestari. Sementara pada Sabtu (30/11) mendatang tiga orangutan Kaltim (Pongo pygmaeus morio) yang berada di rehabilitasi Nyaru Menteng Kalteng ke rehabilitasi Semboja Lestari Kaltim.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2013-005-12.json
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Pertukaran tersebut berdasar pada tes Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) setiap individu orangutan yang akan dilepasliarkan.  Kelima individu orangutan Kalteng yang berada di Semboja Lestari, seharusnya telah dilepasliarkan pada bulan lalu bersama pelepasliaran ke-100 orangutan namun, sebelum pelepasliaran, dilakukan tes DNA, ternyata kelima orangutan tersebut merupakan orangutan Kalteng, sehingga mereka tidak dilepasliarkan di Kaltim dan harus dikembalikan ke Kalteng.“Kita harus mengembalikan ke habitatnya masing-masing sesuai dengan hasil tes DNA. Setelah 7-12 tahun kelima individu orangutan yang kami sekolah alamkan, memang belum diketahui apakah mereka berada di ruang lingkup orangutan Kaltim atau tidak. Kami baru melakukan pengecekan DNA, setelah orangutan tersebut siap dilepasliarkan,” kata Agus.Sementara itu, setiap individu orangutan, percontoh darah yang akan dites DNA nya memakan biaya sekitar Rp 2,5 juta. Dan seharusnya pemerintah saat melakukan penyitaan dan sebelum diserahkan ke badan rehabilitasi atau konservasi, harus melakukan tes DNA terlebih dahulu, sehingga dapat meletakan individu orangutan ke lokasi yang benar.“Yang sangat disayangkan, saat melakukan penyitaan orangutan oleh BKSDA, mereka tidak melakukan pengetesan DNA, sehingga terjadi peristiwa seperti ini, dan kami baru melakukan tes DNA, saat akan dilepasliarkan. Biaya untuk tes DNA lumayan mahal, untuk satu sample darah itu mencapai Rp 2,5 juta,” ungkap  Rini Sucahyo Communication Advisor for the CEO of The Borneo Orangutan Survival FoundationNamun permasalahan kembali timbul, saat lima individu orangutan Kalteng yang dikembalikan dari Semboja Lestari tiba di Nyaru Menteng Kalteng. Karateristik daerah yang berbeda menyebabkan individu orangutan Kalteng yang dikembalikan harus melakukan adabtasi selama beberapa hari untuk menyesuikan dengan kondisi alam setempat.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2013-005-12.json
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Kondisi alam di Kalteng, diketahui lebih memiliki banyak rawa dan rawan banjir, sehingga orangutan lebih banyak beraktivitas di atas atau pohon. Sementara di Kaltim kondisi lahan banyak bukit dan hutan, sehingga orangutan banyak beraktivitas di bawah atau di tanah.“Kalau orangutan Kalteng yang telah disekolahkan di Semboja Lestari dan dikembalikan ke Kalteng, individu orangutan tersebut harus ditaruh di Pulau Kaja, Nyaru Menteng Kalteng, untuk beradabtasi selama beberapa hari agar dapat menyesuaikan diri dengan alam sekitar setelah itu baru dilepasliarkan, sementara untuk tiga orangutan Kaltim yang di sekolahkan di Nyaru Menteng saat dikembalikan ke Kaltim dapat langsung di lepaskan,” papar Rini.Dari Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng di Kalimantan Tengah ke Hutan Kehje Sewen di Kalimantan TimurSetelah Kamis kemarin lima individu orangutan Kalteng di kembalikan ke Kalteng, pada Minggu (30/11) ini, Orangutan ibu-anak, Yayang dan Sayang, dan satu individu orangutan betina bernama Diah akan tiba di bandara Sepinggan Balikpapan untuk dilepasliarkan ke Hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.Pelepasliaran kali ini terbilang istimewa karena merupakan pelepasliaran lintas provinsi pertama dari Program Reintroduksi Orangutan Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, ke Hutan Kehje Sewen yang dikelola oleh PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ini agak berbeda dengan orangutan-orangutan lain yang berasal dari pusat rehabilitasi yang sama, yang selama ini dilepasliarkan di kawasan Hutan Lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2013-005-12.json
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Kelima orangutan Kalteng yang dikembalikan ke Kalteng dari Semboja Lestari, yang memiliki sub-species Pongo pygmaeus wurmbii ini akan menjalani tahap akhir proses rehabilitasi mereka di salah satu pulau pra-pelepasliaran orangutan yang dikelola oleh Yayasan BOS di Nyaru Menteng sebelum dilepasliarkan ke habitat alami mereka di Kalimantan Tengah.Sepasang induk-anak Yayang dan Sayang akan dilepasliarkan di Kalimantan Timur berdasarkan hasil pemeriksaan DNA yang harus dilakukan sebelum dilepasliarkan. Dari hasil pemeriksaan, ternyata sub-spesies Yayang dan Sayang adalah Pongo pygmaeus morio yang secara alami tersebar di wilayah timur Kalimantan, bukan Pongo pygmaeus wurmbii yang secara alami terdapat di Kalimantan bagian tengah. Sesuai dengan praktik kesejahteraan satwa, Sayang yang masih berusia muda akan dilepasliarkan bersama dengan induknya untuk memastikan kesejahteraannya.Sementara Diah, orangutan betina yang kini berusia 17 tahun, akan dilepasliarkan ke Kalimantan Timur karena sub-species-nya adalah Pongo pygmaeus morio yang secara alami tersebar di wilayah timur Kalimantan. Disita dari Sebulu, Kalimantan Timur, Diah menjalani proses rehabilitasi di Pusat Reintroduksi Orangutan Yayasan BOS di Samboja Lestari, Kalimantan Timur. Pada tahun 1998, Samboja Lestari mengalami kelebihan kapasitas akibat banyaknya orangutan yang masuk ke Samboja Lestari karena kebakaran hutan besar. Diah yang baru satu tahun belajar di Samboja Lestari, terpaksa dipindahkan ke Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah yang baru saja dibuka.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2013-005-12.json
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Berdasarkan hal tersebut dan sesuai dengan standar nasional dan internasional (IUCN), maka Yayang, Sayang, dan Diah harus dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur, bukan di hutan lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah, seperti kawan-kawannya dari pusat rehabilitasi Nyaru Menteng. Hutan Kehje Sewen dikelola oleh PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) yang telah mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu –  Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dari Kementerian Kehutanan.RHOI adalah perusahaan yang didirikan oleh Yayasan BOS pada 21 April 2009 dengan tujuan tunggal  untuk dapat mengelola kawasan hutan secara lestari bagi orangutan rehabilitan dari Samboja Lestari. “Secara naluri DNA, seorang anak individu orangutan akan mengikuti DNA sang ibu, sehingga tiga orangutan beserta anaknya akan dilepaskan di Kaltim,” ungak RiniPelepasliaran kali ini melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, serta masyarakat Kutai Timur dan Kutai Kartanegara.Yayasan BOS terus berusaha keras melakukan kegiatan pelepasliaran orangutan dengan harapan dapat memenuhi target yang ditetapkan dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Rencana Aksi ini dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim di Bali tahun 2007, yang menyatakan bahwa semua orangutan di pusat rehabilitasi harus dikembalikan ke habitatnya paling lambat pada tahun 2015, dan telah disepakati oleh seluruh jajaran pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2013-005-12.json
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | “Latar belakang kenapa Yayang, Sayang, dan Diah harus dilepaskan di provinsi yang lain adalah karena sebagai orangutan yang berasal dari timur Kalimantan, mereka memiliki sifat genetik yang berbeda dengan orangutan yang menempati hutan di daerah lain di Kalimantan. Kami berkomitmen untuk menjaga kemurnian genetika setiap orangutan yang dilepasliarkan karena hal ini penting untuk dilakukan. Dengan sekian banyak orangutan masih menunggu untuk dilepasliarkan, masih besar pula kemungkinan bahwa kami harus melakukan pelepasliaran lintas provinsi di masa yang akan datang.” Jelas Rini.Anton Nurcahyo, Manajer Program Nyaru Menteng mengatakan, “Hingga saat ini terdapat lebih dari 500 orangutan yang memenuhi syarat untuk dilepasliarkan di Nyaru Menteng, dan nyaris semuanya masih memerlukan proses pemeriksaan DNA untuk menentukan sub-species mereka sehingga dapat ditentukan di mana tepatnya orangutan-orangutan tersebut dilepasliarkan. Padahal biaya untuk melakukan tes tersebut tidaklah kecil. Apabila pemerintah telah lebih dahulu melakukan tes itu sebelum memasukkan orangutan ke pusat rehabilitasi, tentu meringankan beban yang ditanggung oleh pusat rehabilitasi orangutan, dan memudahkan Yayasan BOS untuk menentukan di mana orangutan tersebut akan direhabilitasi dan dilepasliarkan di kemudian hari.Nyaru Menteng Melepasliarkan 17 OrangutanPada 13 Oktober 2013 lalu, dengan dilepasliarkannya 9 orangutan dari Pusat Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari, Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) genap melepasliarkan 100 individu orangutan ke habitat alami mereka.  Kegiatan pelepasliaran ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pelepasliaran yang kembali dimulai di Kalimantan pada awal 2012, setelah selama 11 tahun tidak dapat melakukan kegiatan pelepasliaran karena sulitnya menemukan hutan yang layak dan aman sebagai lokasi pelepasliaran.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2013-005-12.json
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Kini, untuk mencapai target yang tercantum pada Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017, Yayasan BOS di Nyaru Menteng kembali melepasliarkan 17 orangutan. Kegiatan kali ini menjadikan total orangutan yang telah dilepasliarkan di Kalimantan Tengah 99 orangutan, dan total keseluruhan di Yayasan BOS 117 orangutan.Pada Jumat (29/11) hingga Sabtu (30/11), 17 orangutan rehabilitan berangkat dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah di Nyaru Menteng menuju titik-titik pelepasliaran yang telah ditentukan sebelumnya di Hutan Lindung Bukit Batikap. Mereka terdiri dari 13 orangutan betina, dan 4 orangutan jantan.Orangutan-orangutan ini akan diterbangkan dari Bandara Tjilik Riwut, Palangka Raya menuju Bandara Dirung di Puruk Cahu. Sampai di Puruk Cahu, para orangutan akan langsung diterbangkan dengan helikopter ke Hutan Lindung Bukit Batikap. Karena banyaknya jumlah orangutan yang akan dilepasliarkan, para orangutan akan dibagi ke dalam 4 kelompok penerbangan. Hari pertama akan menerbangkan 8 orangutan ke Bukit Batikap, sisanya 9 orangutan akan diterbangkan di hari kedua.Kegiatan pelepasliaran orangutan ini masih merupakan upaya perwujudan target yang tercantum pada Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 yang diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim di Bali, 2007, di mana dinyatakan bahwa seluruh orangutan yang ada di pusat rehabilitasi harus telah dilepasliarkan paling lambat pada tahun 2015.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2013-005-12.json
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Anton Nurcahyo, Manajer Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah di Nyaru Menteng mengatakan, kebutuhan lokasi pelepasliaran yang baru merupakan hal yang penting dalam upaya pelestarian. “Saat ini upaya konservasi orangutan semakin digiatkan melihat keprihatinan yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu pembunuhan orangutan dan pembukaan lahan baru untuk kepentingan industri. Sejak bulan Agustus, dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan, Nyaru Menteng telah menerima 8 anak orangutan yatim piatu. Bayi orangutan yang telah kehilangan induknya ini membutuhkan proses rehabilitasi sedikitnya selama 7 tahun, sementara itu Pemerintah memiliki target untuk melepasliarkan orangutan yang ada di pusat rehabilitasi paling lambat pada tahun 2015. Jika Pemerintah tidak tegas dalam menegakkan hukum untuk melindungi orangutan dan habitatnya, target yang tertuang dalam Rencana Aksi Konservasi Orangutan tidak akan bisa terwujud. Hal lain yang sangat mendesak agar pelepasliaran orangutan bisa berjalan dengan lancar  adalah kebutuhan akan lokasi pelepasliaran yang baru,”kata Anton
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2013-005-12.json
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka
Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka | Sementara itu menurut Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, Ir. Hariyadi, “Perusahaan yang dalam wilayah konsesinya terdapat orangutan dan bernilai konservasi tinggi seharusnya bekerjasama dan berkoordinasi dengan BKSDA untuk melakukan pengelolaan perkebunan yang berwawasan lingkungan dan konservasi. Perusahaan harus ikut serta dalam upaya konservasi orangutan dengan membentuk Satgas Penyelamatan Orangutan. Tujuannya untuk mencegah konflik antara manusia dengan satwa liar, dalam hal ini orangutan, di lingkungan perkebunan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar. BKSDA akan menyambut positif setiap upaya kerjasama dalam masalah konservasi orangutan yang berada di lingkungan perusahaan agar satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini tetap lestari”. Kata Haryadi Untuk  kedepannya BKSDA Kalteng  akan merangkul  perusahaan tersebut bekerjasama dalam pengelolaan hutan dan kebun yang berwawasan lingkungan dan konservasi melalui Memorandum of Understanding (MoU). [SEP]
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2021-057-02.json
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh | [CLS]   Kasus matinya gajah sumatera di Provinsi Aceh masih berlanjut. Data yang dirilis Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh menunjukkan, dari Januari hingga Maret 2021, sebanyak empat gajah liar mati, baik itu dewasa maupun anakan.Gajah yang mati pertama ditemukan pada 12 Januari 2021 di Desa Blang Rakal, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah.Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan, saat itu masyarakat dan Muspika Kecamatan Pintu Rime Gayo dan Conservation Response Unit [CRU] DAS Peusangan tengah melakukan penggiringan gajah liar.Agus menyebutkan, hasil nekropsi yang dilakukan tim dokter BKSDA Aceh dan Pusat Kajian Satwa Liar Universitas Syiah Kuala menunjukkan, gajah betina tersebut berumur sekitar 10 tahun dan sedang mengandung.“Tim dokter hewan dan Polres Bener Meriah tidak menemukan adanya bekas kekerasan fisik baik luka tembak, luka sayat, luka tusuk, maupun luka terbakar,” tambah Agus.Berdasarkan hasil nekropsi secara makroskopis, diduga kematian gajah liar itu akibat keracunan pupuk. “Namun untuk memastikan penyebabnya, sampel organ berupa hati, limpa, paru-paru, usus, isi lambung, lidah, dan feses telah dikirim ke Pusat Laboratorium Forensik untuk dilakukan uji itoksikologi,” ujarnya.Baca: Keracunan Pupuk, Gajah Sumatera Betina Mati di Bener Meriah  Berikutnya, 4 Maret 2021, ditemukan gajah mati di Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya. Gajah jantan usia 10 tahun itu diperkirakan mati akibat infeksi luka di kaki kiri depan akibat terkena jerat.Kasat Reskrim Polres Aceh Jaya, AKP Miftahuda Dizha Fezuono mengatakan, bangkainya ditemukan masyarakat dan disampaikan ke perangkat desa yang selanjutkan dilaporkan ke Polsek Teunom hingga ke Polres Aceh Jaya.“Kami melihat langsung, kaki kiri depannya terlihat infeksi dan ada tali bekas jerat. Kami tidak bisa memastikan penyebab kematian, namun saat ditemukan gadingnya masih utuh.”
[0.476456880569458, 0.5139302611351013, 0.009612822905182838]
2021-057-02.json
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh | Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan, bangkai gajah tersebut ditemukan di kawasan hutan areal penggunaan lain [APL]. Di sekitar lokasi kematian tidak ditemukan hal-hal mencurigakan, kecuali sisa ikatan tali tambang yang masih melekat di kaki kiri depan gajah.“Sebagian tali itu bahkan telah tertutup jaringan otot.”Agus mengatakan, hasil nekropsi menunjukkan kematian gajah itu sekitar 20 jam sebelum ditemukan. “Kondisi satwa yang lemah menyebabkan imunitas tubuh menurun dan memperparah infeksi luka, sehingga bakteri menyebar ke seluruh tubuh dan berujung pada kematian,” tambah Agus.Baca: Inong, Bayi Gajah Sumatera yang Terjebak di Kubangan Itu Mati  Anak gajah matiSebelumya, 3 Maret 2021, Inong, anak gajah sumatera yang berumur sekitar sebulan, yang dirawat di Pusat Konservasi Gajah (PKG) milik BKSDA Aceh di Saree, Kabupaten Aceh Besar, mati.Inong terpisah dari induknya karena terperosok ke kubangan lumpur di kawasan hutan Kecamatan Tiro, Kabupaten Pidie.Warga Desa Panton Beunot, Kecamatan Tiro, Helmi pada 10 Februari 2021 mengatakan, masyarakat awalnya melihat kawanan gajah liar mandi di kubangan air pada Minggu [07/2/2021]. Jumlahnya sekitar 18 individu. Lokasinya, sekitar 50 meter dari permukiman penduduk.“Namun, dua hari kemudian, warga melihat ada anak gajah yang terjebak di kubangan lumpur tersebut. Di sekitar kubangan masih ada induk dan kawanannya,” ujarnya.Helmi yang sehari-hari bertani itu mengatakan, warga segera melaporkan kejadian tersebut ke perangkat desa hingga ke Muspika Kecamatan Tiro.“Warga coba menolong, namun ketika mendekati kubangan makan sang induk dan gajah lainnya mendekat kubangan juga,” ujarnya.Agus Irianto mengatakan, BKSDA memutuskan membawa anak gajah tersebut ke PKG Saree karena kondisinya yang lemah.
[0.9999897480010986, 5.327978669811273e-06, 4.870696557190968e-06]
2021-057-02.json
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh
Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh | “Dari hasil pemeriksaan, kaki kiri depannya mengalami dislokasi, sementara kaki belakangnya mengalami paralisis atau kelumpuhan. Hal ini yang menyebabkan Inong tidak bisa berdiri,” tuturnya.Baca juga: Rusaknya Habitat Ancaman Utama Kehidupan Gajah Sumatera  Kasus keempat terjadi di Desa Papeun, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie. Gajah betina yang berumur sekitar 30 tahun ditemukan mati pada 30 Maret 2021, di kawasan hutan tanaman industri [HTI].Bangkainya ditemukan masyarakat yang sedang mencari kerbau. “Sebelumnya, kami melihat seekor gajah terpisah dari kelompoknya. Di kawasan ini biasa ada kelompok gajah yang jumlahnya sekitar lima individu,” sebut Anwar, warga Papeun, Kecamatan Muara Tiga.Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan, bangkainya sudah sangat membusuk. Bagian perutnya telah terburai keluar dan beberapa bagian otot sudah lepas dari tulangnya.“Bangkainya ditemukan dekat sumber air.”Agus menambahkan, tim BKSDA mendapatkan informasi dari warga, gajah tersebut terlihat kurus dan terpisah dari rombongan. “ Hasil nekropsi yang dilakukan secara makroskopis ditambah informasi lapangan menunjukkan, kematiannya diduga karena keracunan atau penyakit yang diakibatkan efek racun.”Gajah sumatera merupakan satwa liar dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi.   [SEP]
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2012-011-07.json
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami | [CLS] Tanpa sempat beristirahat setelah 14 jam penerbangan dari Toronto, Kanada ke tanah air, empat personil grup band Navicula (Robi-vokalis, Made-bass, Dankie-gitar, Gembull-drummer) langsung mendarat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Bukan untuk tur musik dan mencari uang, anak-anak muda ini langsung bergabung dengan tim mata harimau Greenpeace dalam tur kampanye penyelamatan hutan Kalimantan yang akan menempuh perjalanan darat selama lebih 2.500 kilometer dari Palangkaraya sampai Pontianak di Kalimantan Barat. Tur itu sendiri bernama Kepak Sayap Enggang Tur Mata Harimau Seri Kalimantan yang digagas Greenpeace bersama Walhi, AMAN, SOB dan berbagai LSM lainnya di Kalimantan. Tur ini dimulai di Banjar Baru, Kalimantan Selatan dan berakhir di Pontianak, Kalbar.Navicula adalah band grunge asal Bali yang berada di jalur indie yang bahkan ngotot ingin hidup idealis di jalur non populer, yakni kritik sosial dan lingkungan. Di antara lagu mereka adalah Orangutan, Harimau-harimau, Over konsumsi dan Metro Pollutant. Mongabay Indonesia berkesempatan mewawancarai Gede Roby Supriyanto (33), vokalis sekaligus gitaris Navicula selama perjalanan tur Mata Harimau dalam perjalanan menuju Pontianak akhir September lalu.Mongabay.co.id: Bagaimana Navicula bisa terlibat dalam kampanye Tur Mata Harimau ini? Tahun lalu kami melihat video tur mata harimau Greenpeace dan kami membayangkan ikut mengendarai motor trail masuk ke hutan-hutan, itu mungkin akan sangat menyenangkan. Dan ketika kita mengontak Greenpeace dan memberitahu bahwa tahun ini akan ada tur lagi, kami putuskan ikut. Dan Navicula sendiri tahun ini memang punya rencana mengadakan tur kampanye musik Kalimantan. Tur ini sudah kami tandai dengan tur di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh Juli lalu yang waktu itu sedang ramai dengan penghancuran habitat Orangutan di hutan gambut Rawa Tripa.Mongabay.co.id: Selama ikut tur di Kalimantan, apa saja yang dilakukan Navicula?
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2012-011-07.json
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami | Kami tiba di Palangkaraya dan tampil membawakan beberapa lagu di Palangkaraya Mal. Tapi sebenarnya tim manajemen Navicula sudah ikut tur sejak awal di Banjarmasin. Selama tur kami ikut mengendarai motor trail yang bercorak harimau dan enggang. Kami bergantian mengendarainya. Rata-rata 8 jam sehari di jalanan aspal, tanah, dan bergambut. Kami menemui masyarakat yang memprotes lahan mereka diambil perusahaan. Kami masuk ke pelosok hutan dan desa-desa yang masyarakatnya terancam oleh apa yang disebut pemerintah sebagai “pembangunan”.Mongabay.co.id: Bagaimana kondisi hutan di Kalimantan?Awalnya kami membayangkan akan tur di hutan-hutan di pedalaman Kalimantan yang katanya masih bagus, tapi justru perjalanannya ini seperti mencari hutan di Kalimantan. Hanya satu kata yang bisa mewakili penghancuran hutan: keji. Ini melampaui serakah. Kalau serakah, masih bisa dikatakan sifat itu ada pada manusia. Semuanya dihabisi. Di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah kami melihat hutan gambut yang terbakar yang melepaskan jutaan ton karbon ke udara. Pas kami melewati Delang, yang kami lihat sepanjang mata memandang cuma lautan sawit. Kami liat bangkai-bangkai pohon bertumbangan. Sementara hutan yang masih bagus di bagian belakangnya sudah siap dihancurkan.Mongabay.co.id: Selain kehancuran, apa lagi yang Navicula saksikan?
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2012-011-07.json
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami | Kami memang mendatangi sejumlah hutan yang sudah hancur. Tapi kami juga berkunjung ke desa-desa yang masyarakatnya masih memiliki nilai-nilai adat untuk menjaga hutan desa mereka seperti di Desa Pendaun, Kalimantan Barat. Mereka punya sekitar 1.000 hektar hutan desa yang djaga oleh aturan adat. Tapi obrolan saya dengan ibu-ibu di sana, mereka justru skeptik. Meski mereka bisa menjaga hutan itu, tapi mereka ragu apakah anak cucu mereka bisa menjaganya. Saya menilai kemakmuran masyarakat tergantung pada keberagaman pangan. Dan itu semua adalah bahan-bahan yang ada di sekitar rumah termasuk di hutan. Hutan dihancurkan sama dengan tidak adanya lagi kemakmuran.Mongabay.co.id: Apa arti kampanye lingkungan bagi Navicula?Ini perjalanan yang exciting. Selain berbagi, saya bisa belajar dari yang lain (masyarakat) dari informasi yang mereka berikan. Di satu sisi isu ini adalah kampanyenya Navicula. Di sisi lain, dengan bearing witness kami dapat inspirasi untuk produk-produk seni. Soul full, yang hanya dapat diperoleh langsung ke lapangan. Kami ingin menginspirasi orang banyak lewat lagu-lagu. Bisa dikatakan ini jurnalisme yang menggunakan musik sebagai media. Secara pribadi, saya tidak ingin menyesal bahwa saya pernah diberi kesempatan tapi tidak melakukannya. Kalau saya tidak melakukannya, saya tidak berani mem-blame siapa-siapa. We die trying. Kalau itu gagal, proud of die trying. Saya percaya (kerusakan lingkungan) bisa diubah. Kalau dulu kita sebatas tagline, sekarang topik wacana bergeser ke action. Apa pun  profesi fans, diharapkan ini menjadi inspirasi dan berkontribusi di bidang masing-masing dan ini bisa menjadi isu masif yang memancing orang untuk aksi.Mongabay.co.id: Apakah dengan mengangkat tema-tema lingkungan dan jalur independen, Navicula akan mampu bertahan?
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2012-011-07.json
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami
Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami | Itu hanya mitos industri kalau tidak ikut label, lagu kita tidak laku. Kami tidak ingin jadi slave industry. Kami pernah di dunia label. Tapi itu tidak memuaskan dan kami putuskan di jalur indie. Secara musik pun kami punya orisinalitas. Kita melakukan perlawanan karena pasar bisa diciptakan Dan kita tidak pernah membiayai music dari “uang dapur”. Lini Fan base. Ini kita bangun pelan-pelan dan kita sudah punya 24 ribu fans yang terukur. Kami yakin, musik akan membiayai sendiri. [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2013-008-04.json
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia | [CLS] Ukuran tubuh mamalia ternyata pernah mengalami pengerdilan sepanjang dua kali proses pemanasan global yang terjadi di Bumi ini. Dalam sebuah temuan terbaru dalam penelitian yang dilakukan oleh pakar paleontologi University of Michigan hal ini bisa kembali terulang dalam pemanasan global yang disebabkan akibat aktivitas manusia saat ini.Para pakar telah mengetahui selama bertahun-tahun bahwa mamalia seperti primata dan satwa yang termasuk jenis juda dan rusa telah mengecil sepanjang proses pemanasan global terjadi di masa Paleocene-Eocene Thermal Maximum yang terjadi sekitar 55 juta tahun yang lalu. Kini pakar peleontologi  University of Michigan Philip Gingerich dan koleganya telah menemukan bukti baru bahwa proses “pengerdilan” mamalia juga muncul secara terpisah yang terjadi dua juta tahun setelah masa Paleocene-Eocene Thermal Maximum (PETM) tersebut.“Fakta bahwa hal ini terjadi dua kali secara signifikan meningkatkan kepercayaan diri kami bahwa kami sedang melihat penyebab dan dampak, bahwa salah satu respons menarik terhadap global warming di masa lalu adalah penyusutan secara signifikan dalam ukuran mamalia,” ungkap Gingerich, seorang profesor di bidang Ilmu Bumi dan Lingkungan.Hasil riset yang juga terdiri dari University of New Hampshire, Colorado College dan California Institute of Technology ini telah dipresentasikan tang gal 1 November lalu di Loas Angeles di pertemuan tahunan Society of Vertebrate Paleontology.Para pakar berkesimpulan bahwa penyusutan ukuran tubuh ini “nampaknya menjadi respons umum” yang terjadi di mamalia terhadap perubahan iklim yang ekstrem, yang disebut dengan istilah hiperthermal. Fenomena ini bisa diprediksi sebagai bagian dari reaksi alami terhadap dampak perubahan iklim yang terjadi di masa mendatang.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2013-008-04.json
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia | Proses PETM terjadi selama 160.000 tahun dan suhu global meningkat sekitar -14 hingga -9 derajat Celcius pada puncaknya. Kenaikan suhu yang lebih kecil, dikenal dengan nama ETM2 (Eocene Thermal Maximum 2) berlangsung sekitar 80.000 hingga 100.000 tahun dan menyebabkan kenaikan suhu udara hingga -15 derajat  Celcius.Gigi dan rahang mamalia dan primata yang terdampak perubahan iklim ETM2 ini ditemukan di Bighorn Basin di Wyoming, AS dan ukuran gigi geraham diguakan sebagai perkiraan ukuran tubuh spesies-spesies yang ada di masa ini. Para pakar menemukan bahwa ukuran tubuh mamalia menyusut pada masa ETM2, namun tak sebanyak penyusutan yang ditemukan di fosil yang terdampak pemanasan global di era PETM.Seperti contohnya, kajian ini menyebutkan bahwa garis keturunan awal kuda sebesar anjing, yang disebut Hyracotherium mengalami pengerdilan sebesar 19% pada masa ETM2. Garis keturunan kuda yang sama mengalami pengerdilan sebesar 30% di masa PETM. Setelah kedua masa ini, satwa ini kembali ke ukuran sebelum adanya pemanasan global.“Yang paling menarik, berlanjutnya pengerdilan mamalia mungkin terkait dengan kondisi hipertermal ini,” ungkap salah satu anggota tim penelitian dari University of New Hampshire, Abigail D’Ambrosia.Pembakaran bahan bakar berbasis fosil dan pelepasan panas ke udara yang menahan gas rumah kaca (terutama karbon dioksida) dianggap sebagai penyebab utama pemanasan global yang terjadi saat ini. Metan dinilai sebagai elemen gas rumah kaca yang lebih ampuh mempengaruhi dibanding karbon dioksida, an metan di atmosfir biasanya berubah menjadi karbon dioksida dan air.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2013-008-04.json
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia
Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia | Kesamaan antara kondisi hipertermal di masa lalu dan pemanasan yang terjadi di saat ini membuat kajian terkait penyusutan yang dialami fosil ini menjadi bermakna. “Membangun sebuah pemahaman keterkaitan antara perubahan ukuran tubuh mamalia dan gas rumah kaca akibat pemanasan global di masa lalu akan membantu kita untuk memprediksi perubahan ekologi yang mungkin muncul dalam proses perubahan iklim di Bumi saat ini,” ungkap Salah satu peneliti dari University of New Hampshire, Will Clyde dalam pernyataannya.Di tahun 2006, Gingerich sudah menyampaikan bahwa pengerdilan yang terjadi di jenis mamalia bisa terkait berkurangnya nutrisi yang dikandung sejumlah tanaman akibat pemanasan global. Dengan kondisi seperti ini, tanaman menjadi cepat tumbuh tetapi mengandung nutrisi yang lebih sedikit.CITATION: University of Michigan. “Global warming led to dwarfism in mammals — twice.” ScienceDaily, 2 Nov. 2013. Web. 3 Nov. 2013. [SEP]
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2020-068-04.json
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | [CLS] Baru-baru ini, Indonesia mematangkan bahan submisi untuk disampaikan kepada UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) terkait isu laut yang mulai bergulir sejak pelaksanaan COP 25 (Blue COP) di Madrid, Spanyol tahun 2018. Dalam keputusannya, pihak Indonesia meminta kepada pimpinan SBSTA (the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice) untuk melakukan dialog tentang laut dan perubahan iklim pada pertemuan ke 52 yang sedianya akan berlangsung pada bulan Juni 2020 mendatang.Untuk memfasilitasi dialog tersebut, UNFCCC meminta kepada para pemangku kepentingan (negara, organisasi, forum dan sebagainya) untuk menyampaikan submisi terkait isu yang akan dibahas dalam dialog yang akan diselenggarakan selama sidang SBSTA.Dalam submisinya, Indonesia menekankan pentingnya pertukaran informasi, pengalaman dan praktek-praktek yang dapat diimplementasikan dengan baik untuk kepentingan resiliensi pada masyarakat pesisir sebagai kelompok masyarakat yang paling terkena dampak perubahan iklim.Selain itu, Indonesia juga menganggap pentingnya meningkatkan aksi-aksi yang berbasis pada ekosistem yang diintegrasikan pada pengelolaan laut dan pesisir.Memproteksi dan merehabilitasi ekosistem laut yang rentan terhadap perubahan iklim, merupakan salah satu poin yang disampaikan pada submisi tersebut, termasuk bagaimana kerjasama dan penemuan-penemuan ilmiah dari kegiatan riset dan observasi dapat didiskusikan terutama untuk membantu negara-negara yang memiliki kapasitas terbatas baik dari sisi teknis dan sumberdaya. Submisi tersebut belum menekankan upaya mitigasi yang harus dilakukan untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim.Baca : Makin Diperhatikannya Isu Laut untuk Penanganan Perubahan Iklim  
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2020-068-04.json
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | Sebagai panel saintifik yang dijadikan acuan oleh UNFCCC, bulan September 2019 IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) meluncurkan laporan khusus tentang laut dan kriosfer dalam Perubahan Iklim yang menyoroti pemanasan global terhadap ekosistem laut, pesisir, kutub dan gunung, dan komunitas manusia.Laporan tersebut menyoroti pentingnya memprioritaskan tindakan yang sesuai dan pada waktu yang tepat, terkoordinasi dan ambisius untuk mengatasi perubahan yang terjadi secara luas dan dapat terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama.Ditekankan pula pentingnya memberdayakan masyarakat, komunitas, dan pemerintah untuk menangani perubahan-perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya di semua aspek masyarakat. Menggabungkan ilmu pengetahuan dengan pengetahuan lokal dan tradisional, menjadi kunci penting dalam memberikan bukti-bukti nyata terhadap kejadian perubahan iklim.Laut sendiri, memegang dua peranan dalam sistem perubahan iklim, yaitu laut sebagai bagian yang terkena dampak dan laut sebagai sumber terjadinya perubahan iklim. Namun, dalam laporan IPCC laut dinyatakan sebagai objek yang terdampak oleh akibat adanya perubahan iklim. Bukan sebagai sumber penyebab terjadinya perubahan iklim.Sebagai negara dengan lautan yang luas, Indonesia tentunya akan menjalani dua peran tersebut. Apakah betul laut Indonesia terkena dampak dari perubahan iklim? Dan seberapa besar peranan laut Indonesia sebagai sumber terjadinya perubahan iklim?Dalam konteks perubahan iklim, sering disebut bahwa perubahan iklim menyebabkan terjadinya pencairan es dan kemudian terjadi kenaikan tinggi muka air laut karena pencairan es tersebut. Untuk negara-negara yang berada di lintang menengah dan lintang tinggi, hal ini tentu saja akan sangat terasa. Karena selain memiliki empat musim, fluktuasi suhu di negara-negara ini juga cukup tinggi sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akan sangat terasa.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2020-068-04.json
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | baca juga : Indonesia Tekankan Tiga Isu Kelautan pada Sidang Umum PBB  Lalu apakah isu kenaikan tinggi muka air laut akan sampai di Indonesia?Dari pola sirkulasi laut yang saling terkoneksi satu sama lain (the great conveyor belt) dan perjalanannya yang akan memakan waktu ratusan tahun untuk sampai ke Indonesia, sepertinya isu kenaikan tinggi muka laut karena pencairan es bukan menjadi isu utama yang perlu diperhatikan.Isu itu menjadi membingungkan ketika kemudian kita dihadapkan pada situasi dimana, seperti contoh klasik yang terjadi di pesisir utara Jawa, kenaikan tinggi muka air laut lebih banyak dipengaruhi oleh turunnya muka air tanah (land subsidence).Kemungkinan lain kenaikan tinggi muka air laut, dapat disebabkan oleh adanya thermal expansion yang disebabkan oleh menghangatnya suhu air laut. Tetapi masih perlu dilakukan banyak kajian terkait seberapa besar pengaruh thermal expansion ini terhadap kenaikan tinggi muka air laut di Indonesia, mengingat fluktuasi suhu muka laut Indonesia tidak besar.Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah adanya gelombang ekstrim akibat adanya siklon tropis. Walaupun siklon tropis tidak terjadi di wilayah ekuator, namun siklon tropis diyakini dapat memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung kepada Indonesia.Dampak secara langsung dari siklon tropis adalah penjalaran alun dari sumber siklon yang dapat meningkatkan intensitas gelombang di perairan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Laut Cina Selatan, dan Perairan Australia.Upaya-upaya adaptasi perubahan iklim sudah banyak dilakukan di Indonesia, terutama terkait dengan resiliensi masyarakat pesisir seperti nelayan, wisata bahari dan penggunaan solusi hybrid untuk perlindungan pantai. Upaya mitigasi, terutama apabila dikaitkan dengan pengertian bahwa mitigasi adalah aksi pengurangan emisi, masih berjalan lambat dan belum sepenuhnya diimplementasikan.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2020-068-04.json
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | Perlu dibaca : Indonesia Kembali Serukan Blue Carbon Untuk Penanganan Perubahan Iklim  Berbagai forum global (Because the Ocean, Global Ocean Forum, High Level Panel for Sustainable Ocean Economy) menekankan pentingnya fungsi laut sebagai bagian dari aksi mitigasi. Pemanfaatan energi terbarukan dari laut dan pengalihan bahan bakar untuk kapal-kapal yang berlayar dianggap sebagai upaya yang signifikan dalam pengurangan emisi.Sebagai negara yang memiliki wilayah laut yang besar, energi dari pasang surut dan gelombang, dan konversi energi dari panas laut, merupakan potensi laut Indonesia yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai energi terbarukan. Sayangnya, semua masih dalam tahap kajian. Dan jika pun ada, pemanfaatan energi dari laut itu belum dimanfaatkan secara optimal.Organisasi Maritim Internasional (IMO) telah mengeluarkan regulasi yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2020 yang bertujuan untuk secara signifikan mengurangi emisi SOx dari 3,5% m/m (konten massa) sulfur konten sampai saat ini menjadi 0,5% m/m.Implementasi regulasi ini di Indonesia, kemudian juga diperkuat dengan dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor 35 Tahun 2019 tanggal 18 Oktober 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Bahan Bakar Low Sulfur dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar yang tidak Memenuhi Persyaratan serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang dari Kapal.Seberapa besar pengurangan emisi dari penerapan regulasi ini masih harus menunggu hasil implementasi ini sekitar 5-10 tahun mendatang.Meskipun laut terbuka atau laut lepas menampung banyak ekosistem dan organisme laut yang berfungsi sebagai penyerap karbon dalam jangka panjang, sampai sekarang sebagian besar perhatian masih tertuju pada peluang dari ekosistem pesisir kunci yaitu mangrove dan padang lamun.
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2020-068-04.json
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | Ekosistem pesisir ini memiliki potensi mitigasi yang diakui secara luas dan memiliki manfaat tambahan adaptasi. Walaupun potensi ekosistem pesisir ini besar, potensi untuk melepaskan emisi juga akan menjadi besar jika mangrove dan lamun mengalami degradasi.Stok karbon yang tersimpan pada biomassa ataupun sedimen akan terekspos udara dan kemudian selanjutnya proses mikrobiologi akan melepaskan gas rumah kaca ke kolom air atau atmosfer secara langsung. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan mengingat konversi alih guna lahan menjadi lahan tambak masih cukup banyak terjadi di Indonesia.Baca juga : Besarnya Potensi Karbon Biru dari Pesisir Indonesia, Tetapi Belum Ada Roadmap Blue Carbon. Kenapa?  Bagaimana dengan isu global lain seperti pengasaman atau penurunan pH air laut (ocean acidification) dimana pengasaman laut merujuk kepada penurunan tingkat keasaman air laut akibat reaksi antara gas rumah kaca CO2 dan air laut?Sama seperti halnya kenaikan tinggi muka air laut, di kawasan perairan Indonesia terutama di wilayah pesisir, sulit dibedakan antara pengasaman air laut yang memang terjadi karena faktor perubahan iklim dan faktor lokal seperti pembuangan limbah yang menyebabkan laju pengasaman lebih tinggi apabila kita bandingkan dengan tren global.Isu yang sama juga terjadi pada peristiwa pemutihan karang (coral bleaching) di Indonesia, yang masih sulit dibedakan antara faktor perubahan iklim dan faktor lokal.Masih banyak isu lokal perubahan iklim di Indonesia yang (mungkin) tidak menjadi perhatian di lingkup global. Salah satu contoh adalah berubahnya ritme musiman dan distribusi spesies di laut seperti yang terjadi pada ikan lemuru di Selat Bali. Kombinasi antara pemanasan dan pengasaman laut juga berdampak negatif pada perikanan budidaya.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2020-068-04.json
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia | Perlu menjadi catatan bahwa secara saintifik kurangnya monitoring dan observasi terhadap kondisi laut, termasuk data historis, menjadi penyebab lemahnya data dan analisis perubahan iklim untuk menjawab isu yang terjadi di laut (sebagai sumber atau objek yang terkena dampak).Hal ini sering membuat analisis yang dibuat tidak sesuai dengan fenomena yang sudah, sedang dan akan terjadi. Ditambah lagi dengan adanya gap antara peneliti (ilmu alam dan sosial), sehingga implementasi mitigasi perubahan iklim kadang tidak sesuai dengan kultur masyarakat setempat.Untuk itu, pekerjaan besar perlu dilakukan oleh instansi/lembaga terkait untuk membuat suatu peta jalan (roadmap) khusus isu laut dan perubahan iklim yang tidak hanya menjawab isu global tapi juga menjawab dan mengantisipasi isu-isu perubahan iklim yang terjadi pada konteks lokal. Peta jalan ini harus spesifik, terukur, mampu dilaksanakan, realistis dan memiliki target waktu tertentu. * Dr. Anastasia Rita Tisiana Dwi Kuswardani, Peneliti Oseanografi Fisik di Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Artikel ini adalah opini penulis.  [SEP]
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2016-037-08.json
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun | [CLS] Tak heran memang apabila kota besar tidak lepas dari kesan metropolitan. Gedung – gedung tinggi menjulang serta infrastruktur terus berkembang. Disamping, pembangunan kota kian gemilang, acapkali aspek lingkungan luput dari padangan.Salah satunya adalah keberadaan lahan pertanian di perkotaan yang makin menurun karena alih fungsi lahan. Misalnya Kota “Kembang” Bandung, Jawa Barat, diperkirakan setiap tahunnya terjadi penyusutan lahan cukup signifikan. Padahal secara geografis Bandung dikelilingi pegunungan yang menjadi keuntungan sektor agraris.“Sulit memang mencegah alih fungsi lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi sektor lain misalnya properti dan industri,” Kata Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertapa) Kota Bandung, melalui stafnya Astrid Kurinia, minggu kemarin, di Bandung.Astrid mengatakan banyak faktor yang melatar belakangi alih fungsi lahan pertanian, seperti pembangunan kota dan semakin bertambahnya jumlah penduduk menjadi pemicu utama banyaknya alih fungsi lahan.Berdasarkan data pada tahun 2015, lahan pertanian mencapai sebesar 988 hektar dan pada tahun 2016 ada penyusutan sekitar 252 hektar, menjadi 736 hektar. Lahan pertanian tersebut, beralih fungsi menjadi perumahan, properti hingga industri.Astrid memaparkan berkurangnya lahan pertanian otomatis mempengaruhi produksi padi, yang rata – rata produksinya sekitar  6.5 ton per hektar. Ditambahkanya, untuk menekan angka penurunan lahan  pertanian, pihak pemerintah akan mengupayakan  perluasan lahan abadi sebesar 32 hektar.“Untuk mempertahankan lahan pertanian sulit dilakukan, karena memang alih fungsi lahan tidak bisa ditahan. Akibatnya kebutuhan pangan kota 90% di pasok dari luar kota. Dan kami sedang mengembangkan pertanian modern (Urban Farming) untuk mengantisipasi penyempitan lahan,” imbuhnya.Pola Pembangunan Strategis
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2016-037-08.json
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun | Pengamat lingkungan dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Chay Asdak, menilai perlu ada kebijakan strategis dari pemerintah untuk mengatasi penyusutan lahan produktif di perkotaan sebagai upaya menjaga keseimbangan lingkungan.Menurutnya perlu ada pengendalian konversi lahan, yang biasanya lahan produktif, untuk pembangunan. Selain lahan – lahan pertanian, lanjut dia, banyak situ atau waduk yang dulunya dipergunakan sebagai water retention (penampungan air) justru hilang keberadaanya.“Dulunya ada Situ Aksa dan Situ Gede Bage sebagai resapan air di Bandung. Sekarang situ sudah tidak ada. Jadi tidak hanya lahan pertanian saja yang hilang tetapi juga daerah resapan air pun hampir hilang oleh pembangunan,”  kata dia saat ditemui Mongabay di Gedung Pasca Sarjana Unpad, Bandung.Dia menuturkan, dampak alih fungsi lahan pertanian jelas memicu persoalan lingkungan hidup. Bencana alam yang sifatnya antropogenik seperti banjir, longsor, sedimentasi, kekurangan air ketika musim kemarau dan mudah diprediksi serta sering terjadi.“Ini semua terkait dengan alih fungsi lahan dan dampaknya sudah bisa kita rasakan. Kembali lagi kepada pola kebijakan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Perlu langkah serius dari segi pengawasan dan perencanaanya,” jelas pria yang akrab di sapa Prof Chay itu.Dia menuturkan, lahan – lahan produktif tidak saja menghasilkan produk pertanian semata tetapi juga sebagai penyeimbang ekosistem dan ekologi lingkungan. Maka, proses pembangunan kota mesti bertanggungjawab melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang bertanggungjawab.“Karena pembangunan mengacunya pada 2 hal itu. RTRW dimensinya lama sekitar 20 tahun tapi kemudian RDTR (Rencana detail tata ruang kabupaten/kota) menjadi lebih rinci. RPJMD lebih spesifik sebab berhubungan dengan visi pemimpin daerah karena waktunya 5 tahunan,” katanya.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2016-037-08.json
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun | Dia memaparkan pemerintah dalam hal ini terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyadari bahwa pembangunan yang diwujudkan dengan penyusunan RTRW, RDTR dan RPJMD itu kecenderungan menimbulkan alih fungsi lahan pertanian yang bisa menimbulkan bencana alam dan bahkan kedapan mungkin mengacu pada persoalan pangan.Dikatakan Chay, dampak buruk pembangunan terhadap lingkungan diantisipasi dengan penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), agar tercipta pembangunan berkelanjutan. Karena dalam prosesnya, KLHS menekankan proses partisipasi perencanaan pembangunan yang sifatnya inklusif melibatkan pihak non pemerintah seperti para ahli, pemerhati, komunitas dan masyarakat.“Sejatinya subtansinya  KLHS sebenarnya menghindari dampak lingkungan yang timbul dan sosial juga. Karena KLHS adalah instrumen lingkungan hidup, maka yang ditekankan KLHS merupakan isu lingkungan hidup dan sosial. Sedangkan RTJMD konteknya selalu ekonomi lantaran itu mandatnya kepala daerah yang dipilih setiap 5 tahun sekali,” tutur Chay.Namun, menurutnya, dua syarat pembangunan tersebut sampai saat ini masih kedodoran, karena lemah dalam tahap implemetasinya. Pemerintah kurang serius menerapkan aturan. Pemerintah masih menggunakan Permendagri No.67 Tahun 2012 dan belum merancang Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan yang lebih tinggi soal KLHS tersebut.“Jadi kalau pemerintah ingin serius menerapkan aturan KLHS sebagai rujukan pembangunan berkelanjutan yang sangat penting, maka regulasinya harus dibenahi, aturannya harus diperbaiki. Sebab PP lebih tinggi dari Permendagri,” tegasnyaPemerintah kata dia, seharusnya berperan dalam memproteksi penurunan lahan pertanian sesuai UU No.32 Tahun 2009. Dengan begitu, alih fungsi bisa dimanfaatkan dengan bijaksana sesuai kaidah lingkungan tanpa menghambat laju pembangunan.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2016-037-08.json
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun
Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun | Dia menjelaskan, KLHS lebih kearah perencanaan atau program kebijakan pemerintah dalam upaya pembangunan kota. Lalu Amdal, kata dia, ruangnya lebih terperinci pada proyeknya. Jadi kata dia, keduanya perlu dilakukan karena memiliki dimensi yang berbeda untuk menunjang pembangunan berkerlanjutan.Pertanian Berdasarkan pantauan Mongabay, sebagian besar kawasan Dago, Bandung, yang merupakan kawasan resapan air kini banyak tumbuh bangunan properti dan villa. Sedangkan lahan pesawahan di Gedebage telah banyak berdiri perumahan dan industri.Sarif (72), seorang petani di Gedebage mengaku pasrah bila suatu saat harus beralih profesi mengingat makin minimnya lahan pertanian. Di tanah seluas 400 meter persegi dia bersama istrinya menggarap lahan sawah. Rata – rata dia memperoleh 8 kuintal padi setiap panen setahun dua kali.“Saya disini hanya menggarap lahan. Lahan ini sudah milik sebuah pabrik. Biasanya saat panen hasilnya dibagi dua dengan pemilik lahan. Sudah 35 tahun saya bertani makin kesini makin habis sawahnya. Banyak petani yang tidak bisa bertani lagi karena lahan garapanya sudah banyak di bangun,” tambahnya. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-022-14.json
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang | [CLS] MUNGKIN dengan harapan warga menjadi takut dan proses pengangkutan lancar, perusahaan tambang pun menggunakan ‘alat transportasi’ kapal perang TNI AL untuk mengangkut alat-alat berat perusahaan. Gejolak dan pertikaian warga pun terjadi.Peristiwa ini terjadi di  Sulawesi Utara (Sulut), Jumat(17/8/12).  Perusahaan tambang PT. Mikgro Metal Perdana (MMP) asal China, menggunakan kapal perang berlambang Garuda bernama KRI Nusa Utara bernomor 584. Kapal ini mengantar peralatan PT. MMP ke pantai di Desa Kahuku Likupang Kabupaten Minahasa Utara. Kapal ini merapat tepat pada hari kemerdekaan RI.Hendrik Siregar Juru Kampanye Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, ironis sekali,  pada 17 Agustus, seharusnya aparatur negara, khusus TNI memperingati hari kemerdekaan di kesatuan masing-masing. “Kapal perang 584, justru jadi alat transportasi bagi perusahaan tambang. Kapal perang salah satu simbol kekuatan dan kedaulatan negara, justru tunduk memfasilitasi kekuatan modal perusahaan tambang,” katanya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu(29/8/12).Kehadiran aset TNI Angkatan Laut (AL) membawa alat berat PT. MMP, menimbulkan pertikaian warga. Warga, yang sejak semula menolak rencana operasi PT. MMP, meminta kapal perang ini pergi membawa serta barang-barang itu. Namun upaya warga dihalang-halangi aparat Desa Kahuku juga Kepala Sekolah SMP Nasional Bertsyeba Kahuku, Lansut Ruitang.Seorang warga, Maria Parede, mengalami cedera akibat tindakan kekerasan aparat desa ini. Beberapa warga pun nyaris baku hantam setelah itu, akibat kengototan pihak yang menginginkan kapal perang membongkar isi muatan.“Menyedihkan, simbol kekuatan negara hadir seharusnya mampu melindungi dan menyatukan rakyat justru menimbulkan perpecahan yang berpotensi konflik kekerasaan.”
[1.0, 4.711305567894897e-09, 4.094143246646809e-09]
2012-022-14.json
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang | Kehadiran  perusahaan tambang ini, menimbulkan pro kontra di masyarakat. Tak hanya itu,  ada kejanggalan-kejanggalan atas kewajiban-kewajiban prosedur administrasi perusahaan ini. Pulau Bangka, lokasi rencana operasi PT. MMP, berhadapan langsung dengan Taman Nasional Laut Bunaken Tua. “Secara peruntukan saja izin PT. MMP melabrak fungsi kawasan sebagai tempat wisata alam laut,” ujar dia.Dengan potensi konflik  ini, semestinya pemerintah  bertanggung jawab menjaga keutuhan bangsa dan mengambil langkah tepat agar tidak menimbulkan jatuh korban. Terutama warga yang memiliki hak hidup atas wilayah kelola mereka.“Kejadian ini bukti kita sudah tidak berdaya melawan pemodal dan menjadikan stigma TNI sudah tidak lagi melindungi tapi menjadi bagian dalam kejahatan perusak lingkungan.”Kronologis Insiden 17 AgustusPagi itu,  sekitar pukul 06.00 di tepi pantai Desa Kahuku KecamatanLikupang,  KabupatenMinahasa Utara,  Sulut, ada ribut-ribut.  Ternyata, seorang ibu, Maria Parede nekat berteriak.  Dia berusaha memperingatkan kepada orang-orang perusahaan dan awak kapal tongkang dengan identitas 584 dan berlambang burung Garuda di anjungan kapal, agar tak bongkar muat alat bor raksasa dan kendaraan tambang milik PT. MMP. Awak kapal yang diduga milik TNI AL ini para anggota TNI.Maria berusaha dihalau seorang aparat pemerintah Desa Kahuku juga Kepala sekolah SMP Nasional Bertsyeba Kahuku, Lansus Ruitang. Lansut berusaha  melarang dan menghalangi Maria  agar menjauh dari tepi pantai dan tidak menghalangi bongkar muat ini.Adu mulut antara Maria dan Lansut tak terhindarkan. Lansut emosi dan berusaha memegang tangan kiri Maria kuat-kuat. Dia memutar tangan Maria dengan paksa. Maria terbanting. Tangannya memar dan bengkak.
[1.0, 4.711305567894897e-09, 4.094143246646809e-09]
2012-022-14.json
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang | Melihat kejadian itu, masyarakat serentak emosi dan beramai-ramai memenuhi tepi Pantai Kahuku. Mereka ikut menghalau upaya bongkar muat. Masyarakat lebih memilih berjaga-jaga di tepi pantai ketimbang mengurus persiapan upacara 17 Agustus di desa mereka.Upacara tertunda beberapa jam, masyarakat bergantian melakukan pengawasan ketat di tepi pantai. Akhirnya Kapolsek Likupang beserta anggota datang untuk pengamanan.Setelah upacara selesai, sekitar pukul 11 siang di tepi Pantai Kahuku makin banyak masyarakat berdatangan. Sekitar 300 orang di lokasi tempat kapal berlabuh. Mereka terdiri dari warga kontra dan pro tambang. Masyarakat  yang tegas menolak kehadiran perusahaan tambang di Pulau Bangka, ini lebih mendominasi.Kapolsek Likupang menggelar pertemuan di camp yang dihuni orang-orang perusahaan. Masyarakat yang menolak perusahaan, mengelilingi camp sambil mendengarkan proses musyawarah.  Sesekali masyarakat berteriak agar mengusir orang-orang perusahaan dari Pulau Bangka. Ada yang berteriak “bakar jo tu kapal” dan lain-lain.Setelah meminta pendapat dari masyarakat, pemerintah desa dan perusahaan, keputusan masyarakat tetap menolak perusahaan. Warga meminta kapal meninggalkan pulau ini. Meski pertemuan tertutup antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pemerintah desa sudah dilakukan, BPD tetap meminta kapal harus meninggalkan Pulau Bangka.Pada pukul 14.00, nyaris terjadi perkelahian antara masyarakat  pendukung tambang dan penolak tambang. Pertikaian diawali karena tidak ada solusi lain selain meminta kapal segera meninggalkan Pulau Bangka. Aparat Polsek Likupang berusaha mengamankan pertikaian  itu dan meminta seluruh masyarakat tetap tenang.
[0.9999995231628418, 2.662044096268801e-07, 2.2360249829489476e-07]
2012-022-14.json
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang
Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang | Masyarakat yang menolak tambang masih tetap melakukan penjagaan di tepi pantai selama kapal masih di Pulau Bangka. Pukul 19.00, Maria melaporkan Lansut Ruitang ke Polda Sulut. Penyidik membuat berita acara pemeriksaan (BAP) dan menuju Rumah Sakit Bayangkara untuk visum. [SEP]
[0.9999996423721313, 1.7183714362545288e-07, 1.574567249917891e-07]
2018-075-14.json
Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?
Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut? | [CLS] Nelayan di sejumlah kabupaten/kota yang ada di kawasan Pantai Utara Jawa, terus mendapat desakan dari Pemerintah untuk segera mengganti alat tangkap cantrang yang masuk kelompok alat penangkapan ikan (API) tidak ramah lingkungan dengan API yang ramah lingkungan. Penggantian itu mendapat pengawalan ketat dari Tim Khusus Peralihan Alat Tangkap yang Dilarang.Untuk mempercepat proses penggantian, Pemerintah tak hanya menerjunkan tim khusus tersebut ke lapangan, tapi juga menutup akses bagi para pemilik kapal yang menggunakan cantrang untuk bisa menangkap ikan di laut. Ancaman itu tidak main-main, karena Pemerintah sudah membuktikannya dengan tidak mengeluarkan izin apapun kepada para pemilik kapal yang menolak untuk mengganti alat tangkap.Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin (12/2/2018), menyebutkan, dari semua kapal yang dilakukan pendataan di kawasan Pantura, sebanyak 111 kapal terpaksa dilarang untuk melaut dan tidak diberikan izin dalam bentuk apapun. Pelarangan tersebut dikeluarkan, karena kapal-kapal tersebut bersikukuh akan tetap menggunakan cantrang sebagai alat tangkap mereka.“Kita tidak kasih karena sudah sesuai arahan Pak Presiden (Joko Widodo) bahwa semua nelayan cantrang harus mengikuti peralihan alat tangkap. Namun, mereka nyatanya masih menolak. Berjanji untuk beralih saja tidak mau mereka ini,” jelasnya.baca : Satgas Khusus Dibentuk untuk Selesaikan Polemik Cantrang?  Walau 111 kapal cantrang tersebut belum menyatakan kesanggupan untuk mengganti alat tangkapnya dan berimbas tidak bisa melaut, tetapi Pemerintah tetap memberi kesempatan kepada para pemiliknya untuk menandatangani Surat Pernyataan Kesanggupan dan melengkapi semua dokumen kepemilikan kapal cantrang yang dibutuhkan.“Kita memberi kesempatan kepada mereka untuk melakukan penggantian alat tangkap. Jika tidak mau, ya berarti izin melautnya tidak akan pernah dikeluarkan,” ungkap dia.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2018-075-14.json
Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?
Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut? | baca : Nelayan Ajukan Jaminan untuk Proses Pergantian Cantrang, Apa Saja?Menurut Susi, larangan melaut tersebut hanya berlaku bagi kapal yang menolak untuk mengganti alat tangkap cantrang ke alat tangkap ramah lingkungan. Sementara, bagi kapal-kapal yang sudah bersedia untuk mengganti namun masih dalam proses pergantian, Pemerintah memastikan bahwa kapal-kapal tersebut tetap diperbolehkan untuk menangkap ikan di laut.Bahkan, kata Susi, khusus untuk kapal-kapal tersebut, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kepolisian RI, Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Kepala Staf Angkatan Laut, agar tidak menangkap kapal yang berada di laut, yang sedang melakukan proses pergantian cantrang.“Itu berlaku bagi kapal yang sudah memiliki Surat Keterangan Melaut (SKM). Itu artinya, kapal tersebut sedang mengganti alat tangkap cantrang ke alat tangkap yang ramah lingkungan,” tutur dia.Kapal itu disyaratkan juga menggunakan alat vessel monitoring system (VMS). Sementara, yang belum memiliki VMS, dilarang melaut meskipun sudah dinyatakan layak beroperasi oleh tim khusus.“Selain karena cuaca juga yang membuat kapal-kapal tersebut dilarang melaut. Biar aman,” tambahnya.baca : Nelayan Pantura Masih Ada yang Tolak Pergantian Cantrang  Surat Pernyataan MelautSebelum mendaptakan SKM, Susi Pudjiastuti mengatakan, para nakhoda kapal sebaiknya membuat Surat Pernyataan Melaut (SPM) terlebih dahulu. Dengan demikian, setelah SPM keluar, SKM bisa diproses dan diterbitkan untuk izin melaut lagi.Adapun, menurut dia, kapal-kapal yang diharuskan membuat SPM, adalah kapal yang sudah menyanggupi untuk mengganti alat tangkap cantrang dengan yang ramah lingkungan. Untuk kapal-kapal seperti itu, dari hasil pendataan tim khusus, jumlahnya sudah terus bertambah. Termasuk, sebanyak 229 kapal cantrang yang ada di Kota Tegal, Jawa Tengah dan menyatakan sanggup untuk mengganti.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-075-14.json
Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?
Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut? | Pendataan di Kota Tegal sendiri, disebutkan Susi sudah dilakukan sejak 30 Januari hingga 9 Februari. Selama proses tersebut, selain mendata jumlah kapal yang bersedia dan tidak untuk melakukan penggantian alat tangkap, tim khusus juga mendata Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima dari pemilik kapal cantrang dan dinyatakan layak operasi di laut lagi.“Dari hasil pendataan, didapat angka hingga 9 Februari jumlahnya sudah mencapai Rp4 miliar,” ungkapnya.baca : Nelayan Cantrang Bebas dari Pidana di Atas Laut, Tapi ….Dari Kota Tegal, tim khusus berpindah lokasi ke Kabupaten Rembang, Jateng, dan mendapatkan setidaknya 336 kapal cantrang yang diketahui memakai cantrang sebagai alat tangkap utama.Dari jumlah tersebut, Susi menyebutkan, sebanyak 259 kapal diantaranya diketahui berukuran di atas 30 gros ton (GT) dan 77 kapal berukuran di bawah 30 GT. Sementara, dari total kapal di Rembang yang menggunakan cantrang, disebutkan bahwa 75 persen sudah melakukan pemalsuan ukuran hingga lebih kecil dari ukuran sebenarnya (mark down).“Apabila terdapat pemilik kapal cantrang yang mendapatkan kesulitan mengganti alat tangkap karena biayanya mahal, Pemerintah siap membantu fasilitas permodalan untuk pergantian alat tangkap,” tegas dia.  Sebelumnya, Ketua Tim Khusus Peralihan Alat Tangkap yang Dilarang Widodo menjelaskan, tim khusus bekerja memantau kapal-kapal yang diperbolehkan kembali beroperasi oleh Presiden Jokowi. Kapal-kapal tersebut, tetap boleh beroperasi tetapi harus melaksanakan proses pergantian alat tangkap ke yang ramah lingkungan.“Jadi, selama masa peralihan alat tangkap menjadi ramah lingkungan, kapal cantrang masih diperbolehkan untuk beroperasi,” ungkap Widodo saat di Tegal, akhir pekan lalu.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-075-14.json
Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?
Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut? | Saat melakukan pendataan di lapangan, Widodo mengungkapkan, pihaknya menemukan ratusan kapal yang diduga kuat melakukan mark down atau ukuran kapal yang asli lebih besar dari ukuran yang tertulis resmi dalam surat. Aksi kecurangan tersebut, harus ditiadakan karena merugikan banyak pihak, termasuk nelayan lain dan Negara.“Jadi di dalam surat tertera 30 GT (gros ton), padahal aslinya ada yang 50. Ada yang 100 GT bahkan 155 GT,” sebut dia.Menurut Widodo, kapal-kapal yang melakukan mark down tersebut bisa mengacaukan pengawasan yang dilakukan Pemerintah. Hal itu, karena Pemerintah menerapkan regulasi untuk setiap ukuran kapal. Salah satu contohnya, adalah regulasi izin untuk kapal berukuran lebih dari 30 GT yang seharusnya dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.“Tetapi, karena melakukan mark down, kapal yang seharusnya ukuran lebih dari 30 GT, kemudian menjadi di bawah 30 GT. Akibatnya, izin kemudian dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah,” tegasnya.Mengingat pentingnya pendataan kapal, Widodo meminta kepada semua pemilik kapal untuk mendaftarkan diri ikut proses pendataan dengan cara mendatangi langsung lokasi pendataan. Kehadiran pemilik, sangat dinantikan karena itu bisa memastikan akurasi data yang dibutuhkan.“Jadi pendaftarannya ini, pemiliknya yang kita harapkan datang langsung. Tatkala bukan pemiliknya , kami minta harus ada. Karena kita ingin data-data yang akurat dari kepemilikan kapal ini,” tegas dia.  Pendataan ulang kapal menjadi bentuk komitmen KKP dalam menjalankan perintah Presiden pada 17 Januari 2018 lalu. Setelah dilakukan pendataan, KKP baru akan memberikan rekomendasi untuk berlayar atau tidak. Cara tersebut sesuai dengan arahan Presiden yang meminta agar nelayan cantrang tetap bisa melaut selama proses pergantian alat tangkap.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2018-075-14.json
Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?
Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut? | Selain di Kota Tegal, Widodo menyebutkan, pendataan ulang, verifikasi, dan validasi kapal cantrang juga dilakukan di Batang, Pati, Rembang, Lamongan, dan Pekalongan. Proses yang sedang berlangsung tersebut sudah dimulai sejak Kamis (1/2/2018) lalu.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2022-018-04.json
Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim
Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim | [CLS]     Masyarakat pesisir di Maluku, terdampak perubahan iklim. Ia tak hanya menyebabkan kerusakan daerah pesisir juga mengancam potensi kelautan dan perikanan Maluku. Provinsi ini punya 1.412 pulau, dengan luas daratan 7,6% dari total wilayah.Gempuran gelombang besar antara lain menyebabkan kerusakan infrastruktur seperti jalan dan tembok penahan ombak terjadi di sepanjang daerah pesisir, seperti Kecamatan Lehitu di Negeri Asilulu, Negeri Lima, dan Negeri Ureng. Kondisi jalan beraspal rusak bahkan tak ada lagi. Air laut menggenang di sejumlah titik, dan merusak tanggul penahan ombak.Bahkan di tiga wilayah adat di sisi Pulau Ambon ini tak jarang jadi sasaran angin kencang disertai gelombang pasang tinggi.Kondisi ini juga mengakibatkan pasokan air bersih terganggu karena kemasukan atau bercampur air laut. Di Negeri Asilulu, mereka terpaksa pakai air laut untuk keperluan mandi, mencuci dan kakus (MCK).Dewi Rizki, Direktur Program Sustainable Governance Strategic Kemitraan, mengatakan, dampak perubahan iklim sudah dirasakan masyarakat. Naiknya suhu global mempercepat kenaikan air laut ke wilayah permukiman, intensitas badai, maupun gelombang tinggi yang membahayakan pelayaran.Rian Hidayat, Direktur Yayasan Harmoni Alam Indonesia (HAI), mengatakan, perubahan iklim sangat berdampak pesat pada penurunan hasil tangkapan ikan karena terjadi berpindahnya wilayah tangkapan ikan (fishing ground). Kondisi ini, katanya, berdampak langsung pada usaha perikanan yang merupakan tiang penyangga ekonomi pesisir.“Cuaca tidak menentu, frekuensi siklon lebih intens menyebabkan sistem operasional penangkapan terganggu,” katanya pada pembukaan kick-off Program Adaptasi Perubahan Iklim, belum lama ini.Biaya operasional melaut, katanya, kian membengkak karena daerah tangkap ikan kian menjauh.  
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2022-018-04.json
Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim
Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim | Dia bilang, ada empat komponen program akan mereka laksanakan, dari pembangunan fasilitas, infrastruktur, pengembangan ekonomi alternatif, penguatan kapasitas masyarakat khusus nelayan, dan langkah-langkah rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang rusak.Semuel E. Huwae, Asisten I Setda Maluku, mengatakan, Pemerintah Maluku telah mengintegrasikan isu perubahan iklim ke dalam dokumen rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Maluku 2019-2024. Ia masuk melalui program unggulan Gubernur Maluku yakni Kampung Iklim, Desa Tangguh Bencana dan pengelolaan lingkungan berbasis kearifan lokal sebagai satu bentuk dukungan pemerintah daerah terhadap isu mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.Pemerintah Maluku, katanya, juga menyusun peta jalan rencana aksi daerah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, ternmasuk dokumen rencana pembangunan rendah karbon daerah (RPRKD).“Persoalan perubahan iklim adalah tugas menantang hingga perlu komitmen kerja sama dan konektivitas kuat dari level pusat sampai daerah dengan usaha kolektif yang komprehensif, baik di darat pun di pesisir hingga laut,” katanya.Saat ini, Pemerintah Maluku menggencarkan penghijauan, pengendalian tata ruang lestari, pencegahan masif kebakaran hutan dan lahan. Juga, menggalakkan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan energi fosil, menerapkan transportasi, serta pembangunan infrastruktur berwawasan lingkungan.Dia sebutkan, ada skema pendanaan dari adaptation fund (AF) atas dukungan Yayasan Kemitraan, Yayasan Harmony Alam Indonesia (HAI). Dari skema ini meluncurkan program tiga tahun soal penguatan adaptasi komunitas pesisir hadapi dampak perubahan iklim di Negeri Asilulu, Ureng dan Negeri Lima, Kecamatan Leihitu Maluku.Abimanyu Sasongko Aji, Program Manager Kemitraan Pantnership, mengatakan, program Kemitraan akan terfokus pada bagaimana memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan nelayan.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2022-018-04.json
Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim
Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim | Elin Talahatu, Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku menyambut baik kegiatan adaptasi perubahan iklim. Baginya, kegiatan ini bisa membantu Pemerintah Maluku dalam penanganan perubahan iklim dan tata kelola lingkungan khusus nelayan skala menengah dan kecil.Saat ini, Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, kata Talahatu, sedang susun program untuk memperkuat kemampuan adaptasi nelayan di tiga desa di Leihitu. Antara lain, mereka adakan penanaman vegetasi non mangrove di pesisir pantai.“Kami sedang mengusulkan rencana penanaman vegetasi pantai non mangrove ke Kementerian Kelautan dan Perikanan.”  Suara nelayanPara nelayan di tiga negeri di Maluku Tengah ini pun menyampaikan sejumlah kendala yang dihadapi mereka selama ini antara lain soal hasil tangkapan berkurang karena pergeseran lokasi ikan (fhising ground). Penyebab utama, perubahan iklim dan ada juga faktor lain.A Karim Layn, anggota Saniri Negeri (BPD) Negeri Asilulu mengatakan, wilayah tangkap kian menjauh dan cukup berpengaruh pada alat tangkap ikan tradisional. Alat tangkap pun tak mampu lagi mengatasi perubahan iklim, terutama pada tinggi gelombang dan kekuatan angin.Karim yang sehari-hari sebagai pengepul ikan tuna ini bilang, para nelayan di tiga negeri ini berpatokan pada tanda tanda alam yang dalam istilah lokal disebut tanoar. Untuk mengetahui waktu yang tepat dan cocok melaut dengan berpatokan pada bulan.Kondisi mulai berubah dalam satu dekade ini. Pada tahun 90-an, nelayan tuna masih mudah mengetahui lokasi banyak ikan dengan memperhatikan posisi bulan. “Kondisi ini berubah setelah cuaca tak menentu.”Nelayan pesisir mulai beralih pakai rumpon yang bisa ‘memanggil’ tuna karena difasilitasi dengan cahaya lampu. Namun, katanya, persoalan biaya jadi tantangan.Dia berharap, program ini berdampak positif bagi para nelayan hingga bisa kurangi persoalan yang mereka hadapi.
[0.00023018968931864947, 7.6199598879611585e-06, 0.9997621774673462]
2022-018-04.json
Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim
Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim | Gani Kiat, nelayan asal Negeri Asilulu, mengeluhkan banyak rumpon terutama di perairan yang berhadapan dengan Leihitu. Rumpon-rumpon itu di sejumlah perairan di Maluku ini berada di atas 10-12 mil hingga bisa berdampak tun makin menjauh dari daerah penangkapan.Dia juga khawatir perahu pentura nelayan. Perahu ini dari bahan viber. Saat musim penghujan, nelayan makin was-was kalau perahu kena hantam gelombang dan terbalik. Perahu dengan bahan ini tak mengapung. Berbeda dengan perahu kayu, yang akan mengapung saat terbalik atau kemasukan air.“Kami ragu alat transportasi ini. Karena ada kerabat kami yang mengalami kecelakaan saat menggunakan alat ini, berbeda dengan yang kayu.”Ada juga masalah tumpahan semacam tinta ke laut dengan sengaja. Kiat bilang, penggunaan tinta diduga mengandung unsur kimia yang dibawa nelayan asing saat melaut di perairan Maluku. Cara kerjanya, tinta itu akan ditumpahkan hingga ikan mabuk.Dia meminta, perhatian serius Pemerintah Maluku mengatasi berbagai persoalan ini.Elin Talahatu, mengatakan, penggunaan zat kimia atau tinta cumi itu bentuk perbuatan pidana.Dia minta masyarakat pesisir ikut mengawasi. Jadi, katanya, peran serta masyarakat ini sebagai bentuk kolaborasi. “Perlu pengawasan ketat, dibantu masyarakat.”Hasil pengawasan, katanya, telah tersistem karena berkerja sama dengan TNI-AL, Polairud, dan Kementerian Kelautan Perikanan.Insani Soulissa, perempuan nelayan di Desa Negeri Lima mengatakan, usaha perikanan komunitas pesisir kepada tiga negeri, Ureng, Asilulu dan Negeri Lima perlu perhatian dalam peningkatan kualitas budidaya di laut, air tawar maupun destinasi pariwisata.“Ini potensi tetapi ada kekurangan dalam edukasi dan pembinaan. Sebetulnya budidaya ikan air laut dan air tawar seperti di DAM Wai Ela berpotensi.”  Atum Ely, perempuan nelayan asal Negeri Asilulu juga meminta perhatian serius semua pihak bisa bantu membuka ruang pemasaran.
[0.01646406203508377, 0.9831623435020447, 0.00037361495196819305]
2022-018-04.json
Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim
Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim | Sementara, Harold J.D Waas, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Univesitas Patimura Ambon mengatakan, melihat sistem arus lintas Indonesia (arlindo) sebagai sistem lintas air, tuna akan tetap melewati perairan Indonesia.“Dengan melewati Selat Makassar, masuk ke perairan Banda, Selat Bali, laut Sawu, perairan Halmahera, laut Seram, menuju ke kawasan Timur. Tuna bergerak mengikuti arus, tidak melawan arus.”“Ada parameternya, dengan melihat suhu air. Suhu air antara dingin dan panas, maka dipastikan banyak tuna.”Dia juga paparkan soal rantai makanan dari di laut mulai dari zooplankton, fitoplankton, ikan kecil hingga ikan besar.Ikan besar bertahan di satu lokasi kalau rantai makanan teratur. Kalau tidak, katanya, berdampak pada lokasi tangkap jadi lebih jauh.Dosen ilmu kelautan ini juga membahas tentang pemetaan prakiraan daerah potensi Ikan (PPDPI), penginderaan jarak jauh kelautan dengan remote sensing, bagaimana pakai satelit untuk mempermudah penangkapan ikan oleh nelayan.Teknisnya, dengan pemetaan pesisir, karena kawasan ini rentan terdampak perubahan iklim seperti gelombang tinggi yang mampu memporakporandakan pesisir.  ********  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-024-12.json
Klasemen Sementara Negara-Negara Penyumbang Karbon Terbesar di Dunia
Klasemen Sementara Negara-Negara Penyumbang Karbon Terbesar di Dunia | [CLS] Awal bulan Agustus 2012 ini Divisi Administrasi Informasi Energi di Departemen Energi Amerika Serikat mengumumkan bahwa emisi karbon di AS turun sebanyak 8% di kuartal pertama 2012. Emisi antara bulan Januari hingga Maret 2012 ini sekaligus sebagai yang terendah  sejak 1992.Penurunan emisi ini sebagian besar disebabkan oleh musim dingin ringan dan pergeseran utilitas yang secara konsisten ‘terus menjauh dari pembakaran batubara karena rendahnya harga gas alam, dan hasil penghitungan kuartal ini konsisten dengan tren yang sedang berlangsung di Amerika Serikat, yaitu turunnya emisi karbon dioksida. Sejak mencapai emisi 1.642 ton karbon (6.022 ton karbondioksida) pada tahun 2007, hingga kini angka itu telah  turun sebanyak 9 persen.Tapi penurunan emisi di Amerika Serikat diimbangi oleh pertumbuhan emisi karbon di negara-negara berkembang, terutama Cina, di mana emisi dari bahan bakar fosil telah berkembang dari 929 metrik ton karbon pada tahun 2000 menjadi 2.248 pada tahun 2010. Negara-negara lain bahkan melampaui Cina, misalnya Vietnam, Oman, dan Nigeria dimana semua mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dalam emisi gas rumah kaca sejak tahun 1995. Sejak tahun 2000, hanya Angola dan Vietnam yang telah melampaui China dalam lonjakan emisi karbon di antara negara-negara dengan jumlah emisi lebih dari 10 juta metrik ton per tahun.Dari perhitungan per kapita, emisi karbon di Cina juga berkembang pesat. Menurut angka yang dikeluarkan bulan lalu, emisi per kapita di China mencapai 1,96 ton metrik karbon (7,2 ton Co2 setara) pada tahun 2011, mendekati tingkat Eropa 2,05 ton per kepala. Namun, China masih jauh di belakang emisi per kapita Amerika Serikat dan beberapa negara di pulau-pulau kecil yang kaya minyak.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-024-12.json
Klasemen Sementara Negara-Negara Penyumbang Karbon Terbesar di Dunia
Klasemen Sementara Negara-Negara Penyumbang Karbon Terbesar di Dunia | Emisi Cina meningkat karena pertumbuhan ekonomi yang pesat akibat urbanisasi dan modernisasi serta alihdaya (outsourcing) manufaktur oleh negara-negara industri. Negara-negara seperti Amerika Serikat telah secara efektif mengalihkan sebagian emisi mereka ke Cina. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-022-03.json
Penangkaran Berhasil, Induk Harimau Lahirkan 3 Bayi di Taman Margasatwa Medan
Penangkaran Berhasil, Induk Harimau Lahirkan 3 Bayi di Taman Margasatwa Medan | [CLS] Seekor induk betina harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) berhasil melahirkan tiga ekor anak yang semuanya berjenis kelamin jantan tanggal 24 Juli 2011 silam. Bayi yang lahir setahun silam ini diberi nama Hariara, BIntang Baringin dan Bintang Sorik Marapi.  Nama ini diberikan oleh Walikota Medan Rahudman Harahap. Induk jantan ketiga anak harimau ini bernama Anhar, yang lahir di Taman Margasatwa Medan 13 tahun yang lalu. Sementara induk betina bernama si Manis adalah tangkapan BKSDA Sumatera Utara.Dengan lahirnya tiga bayi harimau ini, maka Taman Margasatwa Medan kini memiliki tujuh ekor harimau. Enam diantaranya adalah jantan, dan hanya seekor yang berjenis kelamin betina, yaitu Si Manis. Dari tujuh ekor yang ada di taman margasatwa ini, empat diantaranya adalah hasil penangkaran.Pihak Taman Margasatwa sendiri melakukan pola penangkaran dengan melepaskan harimau ini di area Taman Margasatwa yang terletak di Kecamatan Tuntungan ini dan bebas dari kerangkeng. Mereka membatasi persentuhan dengan harimau yang ada di wilayah ini untuk menjaganya tetap liar. Taman margasatwa ini memiliki area seluas 30 hektar, dan membuat proses penangkaran berjalan secara alami.Pihak pengelola memisahkan pasangan yang baru memiliki anak ini dari harimau jantan lainnya agar tidak terjadi perebutan yang dikhawatirkan akan menyebabkan dampak fisik.Si Manis, induk harimau yang baru melahirkan tiga bayi ini dua tahun sebelumnya juga melahirkan dua anak berkelamin jantan dari induk jantan yang lain. Namun hingga kini kedua anak harimau tersebut belum diberi nama.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-022-03.json
Penangkaran Berhasil, Induk Harimau Lahirkan 3 Bayi di Taman Margasatwa Medan
Penangkaran Berhasil, Induk Harimau Lahirkan 3 Bayi di Taman Margasatwa Medan | Harimau Sumatera adalah salah satu hewan yang dilndungi berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1990. Spesies ini juga mask dalam Daftar Merah IUCN dengan status sangat terancam (critically endangered). Dari Data yang dikeluarkan oleh Tri Siswo dari BKSDA Jambi, jumlah harimau Sumatera tinggal tersisa 400 ekor saja, jauh menurun dibanding temuan penelitian Borner yang dilakukan tahun 1978 yang memperkirakan jumlahnya saat itu masih sekitar 1000 ekor. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Santiaplia dan Ramono tahun 1985, menemukan bahwa harimau Sumatera saat itu berkisar di jumlah 800 ekor. [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2012-014-08.json
Jaringan Bisnis Eceran AS Tak Mau Lagi Beli Produk Asia Pulp and Paper
Jaringan Bisnis Eceran AS Tak Mau Lagi Beli Produk Asia Pulp and Paper | [CLS] Jaringan bisnis retail atau eceran yang berbasis di Amerika Serikat bernama Dollar General telah menghentikan hubungan bisnis mereka dengan produsen kertas raksasa Asia Pulp and Paper (APP). Hal ini terungkap dari laporan World Wide Fund for Nature (WWF) yang menargetkan untuk menghentikan penjualan perusahaan ini ke 20 perusahaan yang masih  menjual produk tisu dan kertas APP.Sejak lama, perusahaan yang berbasis di Indonesia ini memang terkait dengan banyak kasus lingkungan, terutama penggundulan hutan Sumatera, yang menjadi habitat harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), orangutan Sumatera (Pongo pygmaeus abelii) dan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), yang masuk dalam kategori sangat kritis dalam Daftar Merah IUCN.“Dollar General berkomitmen untuk menghentikan untuk menghentikan pembelian produk kertas dari habitat harimau Sumatera adalah sebuah berita baik. Keputusan mereka menggambarkan bahwa perusahaan dan para konsumen bisa menggunakan hak beli mereka untuk mendukung produk-produk yang berasal dari sumbe ryang bisa dipertanggungjawabkan,” ungkap Linda Walker, pakar kehutanan WWF. Perusahaan Dollar General memiliki sekitar 100.000 toko di seluruh Amerika Serikat.Baru-baru ini, WWF memperkirakan bahwa APP telah menghancurkan sekitar 5 juta hektar hutan tropis Indonesia, sebuah wilayah yang sedikit lebih kecil dari negara Costa Rica, untuk mengambil kayu sebagai sumber bahan kertas mereka sejak tahun 1984. Tak hanya menghancurkan berbagai spesies yang ada di dalam hutan tersebut, deforestasi juga menyebabkan munculnya konflik dengan orang-orang lokal dan menyebabkan emisi jutaan ton karbondioksida ke udara.
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2012-014-08.json
Jaringan Bisnis Eceran AS Tak Mau Lagi Beli Produk Asia Pulp and Paper
Jaringan Bisnis Eceran AS Tak Mau Lagi Beli Produk Asia Pulp and Paper | Produk-produk APP masih memenuhi pasar Amerika Serikat dengan berbagai merk dagang, diantaranya adalah Mercury Paper, Solaris Paper, Papermax, Global Paper dan Eagle Ridge Paper. Sementara di Indonesia, salah satu produk APP yang paling serig dijumpai di Indonesia adalah kertas Sinar Dunia. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2022-065-17.json
Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar
Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar | [CLS]   Bagi masyarakat umum, gembili bisa jadi merupakan tanaman yang bermanfaat sebagai sumber karbohidrat. Namun bagi masyarakat di Papua, gembili yang merupakan tanaman umbi-umbian, memiliki arti spesial dan nilai kultural sangat tinggi. Daerah yang memperlakukan istimewa gembili dapat ditemui di Merauke dan Sentani.Sesungguhnya, gembili [Dioscorea esculenta L] juga dikonsumsi sebagai makanan pada umumnya, di kedua daerah tersebut. Namun di kampung Yanggandur, Kabupaten Merauke, pada Suku Kanume, tanaman Nai,-sebutan untuk gembili, lebih dari makanan pokok. Perlakuan yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kemtuk Gresi di Namblong, Sentani, Kabupaten Jayapura. Gembili memilki peran strategis dalam adat dan budaya mereka.Hal ini terungkap dalam jurnal berjudul “Kajian Etnobotani Budidaya Gembili di Papua” yang ditulis oleh Mariana Ondikeleuw dan Afrizal Malik. Dijelaskan, pada etnis Kanume di Kampung Yanggandur, tanpa gembili maka ritual adat pernikahan tidak dapat dilaksanakan. Gembili memiliki nilai budaya yang lebih tinggi daripada nilai uang.Setiap kegiatan yang berhubungan dengan adat, umbi tanaman ini merupakan syarat mutlak yang harus digunakan, seperti pada upacara bunuh babi, tusuk telinga, dan sebagai mas kawin.“Sedangkan pada masyarakat Sentani dalam hubungan kekerabatan, gembili dan ubi kelapa digunakan untuk mengantar anak perempuan ke kaum kerabat laki-laki,” tulis keduanya.Baca: Gembili, Tanaman Adat Suku Kanume  Selain nilai kultural, bagi etnis Kanume, gembili juga memiliki nilai spiritual. Hal ini seperti dijelaskan dalam jurnal tersebut bahwa dalam mitosnya orang Kanume, gembili adalah ciptaan sang kuasa untuk memenuhi kehidupan orang Kanume.Dikisahkan bahwa ada empat jenis tanaman utama yang diciptakan yakni: kelapa [Kayang] sagu [Po], wati [Teh], dan Nai [Gembili] lalu pelengkap lainnya kegiatan meramu, berburu, berkebun, atau bertani dan mencari ikan di sungai.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2022-065-17.json
Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar
Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar | Mata pencaharian pokok Suku Kanume adalah berkebun secara tradisional dengan bergantung pada alam dan berpindah. Sampai saat ini gembili menjadi pangan andalan mereka.Menariknya, gembili juga memiliki jenis kelamin bagi orang Kanume. Hasil identifikasi secara taksonomi dalam jurnal itu menjelaskan bahwa komoditas gembili menurut orang Kanume diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, yaitu Yekel Nai [jantan] dan gembili Sara Nai [betina].Gembili jantan adalah gembili aksesi nsorung, nsowar, perket, wana, saloken, ponai, pak dan keka. Gembili betina adalah ntroke, nsall, thai, nceru, kepllam, mperinsaram, mpre-mpre, serkui, nkiau, keta dan plawa thai.“Selain gembili lokal ada juga gembili yang diintroduksi dari luar Papua, yakni dari Papua New Guinea dan sudah dibudidayakan seperti jenis Pint-pint, Sant dan NN. Bagi orang Kanume ada tiga warna pada umbi gembili yaitu putih, unggu, dan putih keunguan. Sedangkan berdasarkan bentuk, terdapat umbi lonjong panjang [45–50 cm] dan bulat dengan berat antara 2–6 kg/umbi,” ungkap Mariana dan Afrizal dalam penelitiannya.Baca: Buah Merah, Tanaman Prasejarah dari Tanah Papua  Sementara pada Suku Kemtuk Gresi, gembili dalam istilah lokal dibagi dua jenis yakni umbi kecil atau disebut fam dan jenis umbi besar yang dinamakan yara. Terdapat jenis kelamin jantan dan betina juga, sebagaimana pada Suku Kanume. Tumbuhan ini telah dikenal sejak nenek moyang dan merupakan tanaman turun temurun, hingga saat ini masih digunakan dalam ritual adat budaya Sentani.Menurut jurnal tersebut, sistem pengetahuan lokal Suku Kanume dan Sentani tentang gembili merupakan aturan tertata dan bergamitan. Dengan begitu, membentuk aturan utuh dengan pengetahuan tentang: cuaca, iklim, hutan, hari tanam, waktu panen dan lain sebagainya, yang secara langsung memengaruhi pertumbuhan tanaman gembili pada sistem perladangan ke dua etnis ini.Baca juga: Matoa, Buah Khas Papua yang Kaya Manfaat  
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2022-065-17.json
Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar
Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar | Kampung Yangganur yang dihuni Suku Kanume, berada di Taman Nasional Wasur, Merauke. Tradisi leluhur tentang pangan gembili ini juga mendapat perhatian dari Balai Taman Nasional Wasur. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya kampung Yanggandur sebagai masyarakat dampingan Taman Nasional Wasur dan diberikannya bantuan seperti alat pertanian. Balai Taman Nasional Wasur juga bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan serta Dinas Pemerintahan Kampung dalam melaksanakan kegiatan ini.“Di Kanume cocok tanam gembili ini selain sagu dan merupakan tanaman sejak leluhur mereka. Gembili, biasa panen setahun sekali. Saat panen, sudah tradisi warga menyisihkan gembili sebagai bibit cadangan musim depan. Makan gembili dalam pesta adat wajib,” kata Yarman, Kepala Kantor Balai Taman Nasional Wasur, sebagaimana diberitakan Mongabay sebelumnya.Fitalis Ndiken, warga Kampung Yanggandur mengatakan, gembili tidak boleh diperjualbelikan sembarangan. Makanan ini, jelasnya, sangat dihormati pemiliknya secara adat. Biasanya tersaji sebagai makanan dalam acara adat Suku Kanume, atau kalau bila ada kunjungan dari luar Yanggandur. Para tamu juga senang mengonsumsi gembili karena rasanya enak.Beberapa kampung yang masuk dalam sub Suku Kanume adalah Kampung Yanggandur, Rawa Biru, Sota, Erambu, Ndalir, Onggaya, Tomer, Toray, Wasur, dan Kondo.“Mereka memiliki pesta adat dan kerabat, yang berasal dari kampung lain turut menyumbang gembili, sagu, kelapa, bunga anggin, wati [sejenis minuman adat], tebu, maupun babi lokal. Namun tanpa gembili, acara adat hambar karena menghadirkan roh leluhur Kanume,” paparnya.   [SEP]
[0.013831224292516708, 0.9679399728775024, 0.018228823319077492]
2019-076-18.json
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram? | [CLS]      Minggu (17/2/19), Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar debat kedua calon presiden dengan tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan. Malam itu, Joko Widodo, calon presiden nomor urut satu berkemeja lengan panjang putih. Sementara Prabowo Subianto, capres nomor urut dua bersetelan jas hitam.Sebagai pertahana, Jokowi, menjawab lebih sistematis mengenai hal-hal yang sudah dia lakukan selama jadi presiden. Meskipun begitu, secara umum, debat masih banyak retorika dan isu-isu penting masih luput dari radar kedua calon seperti perubahan iklim, dan kriminalisasi warga maupun pengoptimalan energi terbarukan dari surya, air, angin maupun panas bumi.Bicara infrastruktur, Prabowo mengatakan, akan bangun infrastruktur untuk masyarakat. Dia mengkritik proyek infrastruktur era Jokowi tak efisien, tanpa kajian tepat dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat.Jokowi menampik, pembangunan infrastruktur itu untuk rakyat. Ada 191.000 jalan desa untuk masyarakat. Jalur produksi ini, katanya, bermanfaat bagi petani, begitu juga pembangunan 58.000 irigasi dengan dana desa.Kala menjawab soal konflik infrastruktur, Jokowi bilang dalam 4,5 tahun ini hampir tak ada konflik dalam pembebasan lahan. Dia minta biaya pembebasan lahan lebih tinggi, konsepnya ganti untung bukan ganti rugi. Jokowi menyebutkan, telah membangun banyak pelabuhan baru atau pengembangan 21 lokasi, airport baru 10 bandara pada 2018.Kala membahas soal energi, kedua kubu menyatakan, perlu mengurangi energi fosil dan beralih ke terbarukan. Namun, mereka sama-sama mengandalkan sawit, sebagai sumber energi terbarukan.Mereka mengandalkan sawit tanpa penjabaran pentingnya sumber-sumber energi didapat dengan cara-cara baik dan tak timbulkan masalah lingkungan maupun pelanggaran HAM.”Sawit adalah komoditas penting, ini juga menjanjikan karena kita dapat menggunakan sawit sebagai biodiesel dan biofuel,” kata Prabowo.  
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2019-076-18.json
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram? | Dia yakin, Indonesia akan mampu swasembada energi, melalui sawit sebagai biofuel dan peningkatankan kesejahteraan petani sawit.“Kita manfaatkan sawit untuk jadi tambahan bahan bakar, karena dalam waktu dekat kita jadi nett importir bahan bakar minyak. Kita punya peluang dari sawit.”Prabowo juga sebut selain sawit, bioethanol dari aren, singkong sampai tebu.Jokowi menyebutkan, sudah jalankan B20, bakal meraih B100. Dia bilang, produksi sawit Indonesia 46 juta ton per tahun.”Kita menuju B100 hingga total produk dari sawit masuk biofuel, hingga ketergantingan bahan bakar minyak impor kurang,” katanya.Kedua capres hanya bahas ‘kulit-kulit’ energi terbarukan tanpa sama sekali menyinggung sumber energi terbarukan dan bersih seperti tenaga surya, air, angin sampai panas bumi.Bicara kebakaran hutan dan lahan, Jokowi mengklaim dalam tiga tahun tak terjadi kebakaran hutan dan gambut. “Itu adalah kerja keras kita semua.”Faktanya, dalam tiga tahun 2016, 2017 dan 2018, karhutla memang alami penurunan dan tak terjadi tragedi seperti 2015, tetapi karhutla masih terjadi.Berdasarkan data karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kebakaran 14.604,84 hektar (2016), 11.127,49 hektar (2017), 4.666,39 hektar (2018), turun jauh dari 2015 yang mencapai jutaan hektar.  Reforma agrariaSoal ketimpangan kepemilikan lahan, Jokowi bicara program reforma agraria dan perhutanan sosial, sudah terimplementasi lahan kelola warga sekitar 2,53 juta hektar dari target 12,7 hektar. ”Kita juga mendampingi mereka agar tanah-tanah yang diberikan itu produktif, ada yang ditanami kopi, buah-buah, jagung.”Untuk distribusi lahan, sudah memberikan 5 juta sertifikat kepada masyarakat pada 2017 dan 7 juta sertifikat pada 2018.Prabowo memiliki pandangan berbeda, tampak tak sepaham dengan distribusi lahan kepada warga. Menurut dia, jumlah lahan terbatas, sedangkan kenaikan populasi terus meningkat.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2019-076-18.json
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram? | ”Jika bapak bangga bagi juta-juta tanah, pada saatnya nanti, kita tidak punya lahan lagi untuk dibagi-bagi.”Prabowo belum sempat menyebutkan strategi, hanya bilang kalau dapat mandat akan jalankan UUD 1945. “Pasal 33 bahwa bumi, air dan kekayaan di dalamnya dikuasai negara, rakyat boleh …” Waktu habis.Penyataan ini ditanggapi Jokowi dengan menyebutkan, Prabowo memiliki lahan besar di Kalimantan Timur seluas 220.000 hektar dan Aceh Tengah 120.000 hektar. ”Saya sampaikan, bahwa pembagian-pembagian seperti ini tidak dilakukan di masa pemerintahan saya.”Pada akhir debat, Prabowo pun mengakui kepemilikan lahan itu. ”Itu benar, tapi itu HGU, itu milik negara. Setiap saat negara bisa ambil kembali. Kalau untuk negara, saya rela kembalikan itu semua. Daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya yang kelola karena saya nasionalis dan patriot.”   Debat hanya formalitas?Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Institu Pertanian Bogor (IPB) menyayangkan, debat capres ini hanya terlihat seperti formalitas memenuhi amanat UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Perdebatan tidak menyentuh akar permasalahan di lapangan dan penyelesaian tak semudah diucapkan kedua kubu.”Ini lebih pada retorika politik. Saya tidak menangkap substansi inovasi yang muncul dan akar masalah yang penting dalam upaya peningkatan lingkungan ke depan. Ini tidak muncul,” katanya kepada Mongabay.Presiden Jokowi, katanya, dalam memaparkan lebih sistematis karena pihak yang sedang menjabat. Sayangnya, Prabowo lebih banyak menggunakan retorika dan data empiris yang kurang kuat.  Dia berekpetasi, perdebatan seharusnya memberikan penyataan kritis kepada lawan, tetapi itu tak terjadi. ”Banyak fakta kuat dan otentik untuk sama-sama mengkritisi tapi itu tidak muncul.”
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-076-18.json
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram? | Perdebatan kali ini, dia anggap masih belum pada titik penyelesaian masalah. Dia contohkan, pernyataan Prabowo soal akan memisahkan kembali Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Ia tak bisa dilihat secara pragmatis karena sumber daya alam yang terkait dengan pangan, energi, air dan lingkungan itu erat kaitan dengan tanah termasuk investasi hingga masyarakat adat/lokal.Isu kriminalisasi masyarakat yang masuk hutan lindung dan pembebasan tanah pun absen dalam ajang perdebatan ini.Hariadi melihat, kedua kubu membawa upaya problematika sawit diselesaikan melalui teknologi. ”Fakta itu bukan menjawab problematika yang terjadi di lapangan. Persoalan sawit itu tidak terkontrol dan tak ada memastikan arah, meski sudah ada berbagai kebijakan, misal, moratorium sawit,” katanya.Pemerintah, masih belum mampu menentukan solusi masalah, seperti HGU kawasan hutan, izin salah tempat, dan menanam di luar HGU.”Itu bukan hanya jadi persoalan deforestasi juga kerugian negara, karena sawit di luar HGU tidak bayar pajak.”Kekecewaan Hariadi pun dirasakan Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional. ”Sebenarnya yang kami harapkan dari debat ini adalah penjelasan, bagaimana capres itu melaksakan visi misi bukan pada tataran apa,” katanya saat siaran langsung di TVRI.“Kami sebenarnya lebih mengharapkan jawaban elaboratif dan tajam, tadi masih normatif dan lebih banyak mempromosikan apa yang sudah dicapai,” kata salah satu panelis debat ini.Dia bilang, masih banyak jargon keluar dalam debat ini yang tidak menyentuh substansial masalah.Khalisah Khalid, dari Walhi Nasional juga menantang kedua calon mampu menyelesaikan masalah struktural kepemilikan lahan di Indonesia.Harapannya, melalui sisa waktu dua bulan menuju pilpres, debat bisa jadi rujukan masyarakat untuk mengetahui, memahami isu lingkungan yang sangat erat kaitan dalam kehidupan sehari-hari.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2019-076-18.json
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram? | Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria pun menyebutkan pertanyaan yang dirumuskan panelis sudah berdasarkan fakta dan data konkrit lapangan. ”Seharusnya kedua capres tidak mengabaikan data dan situasi pesoalan yang sedang berkembang,” katanya.Soal proses pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak negatif, respon Jokowi, tidak ada penggusuran, perampasan tanah dan konversi lahan pertanian. Padahal, konflik terus terjadi, tak hanya dalam empat tahun ini, sejak bertahun-tahun lalu.”Harusnya lebih ditekankan bagaimana pembangunan infrastruktur itu bisa jalan sesuai kebutuhan dan tujuan tetapi tidak berdampak negatif. Kita mau strategi ke depan seperti apa agar ekses negatif tidak ada,” katanya.Soal kebijakan reforma agraria, jawaban Jokowi tidak menyentuh pada penjelasan redistribusi lahan 9 juta hektar yang masih tersendat.Dia bilang, Prabowo berjanji reforma agraria dalam visi-misi tetapi tak setuju redistribusi tanah kepada rakyat dengan alasan tanah terbatas.“Beralasan daripada asing yang kuasai lantas “lumrah” dia saja yang kuasai. Asal anti swasta asing, tetapi prinsip absolut negara berkuasa atas sumber-sumber agraria adalah sikap anti-reform,” katanya dalam penjelasan via Facebook.Ucapan Prabowo, tak lengkap. “Kesannya tanah dikuasai oleh negara, lupa menyebutkan justru sebesar-besarnya kemakmuran untuk rakyat. Hingga timbul pertanyaan, apakah ini akan diakuisisi penguasaan agraria oleh negara?”Dia nilai, tim Prabowo tak bekerja. “ HGU itu obyek reforma agraria karena telah sebabkan ketimpangan. Beliau jelas tak paham juga reforma agraria, pun prinsip landreform sebagai jantung reforma agraria. Tapi bukannya punya organ himpunan kerukunan dari petani?”Khalisah Khalid mengkhawatirkan terkait tawaran-tawaran energi terbarukan kedua paslon, misal, dengan gunakan bioethanol dan biofuel.
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2019-076-18.json
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram? | ”Saat komitmen pemulihan lingkungan, kemudian dorongan pada biofuel, di mana keduanya setuju. Artinya, masa depan kita suram,” kata Alin, sapaan akrabnya.Mengapa tawaran itu berpotensi berbahaya? “Ini sama karena monokultur, pasti akan ada ekspansi lahan, kemudian persoalan lingkungan.”Alin bilang, seharusnya moratorium sawit bisa menjadi pintu masuk tata kelola sawit juga bersinergi dengan reforma agraria dan perhutanan sosial. Sayangnya, Jokowi tak sebutkan itu dalam ajang debat kemarin.Pilihan biofuel sawit ini memiliki kontribusi besar terhadap perubahan iklim.   Minus perubahan iklim dan energi terbarukan suram?Adhityani Putri, dari Center for Energy Research Asia (CERA) menyayangkan, debat capres berlangsung tak menyentuh masa depan energi Indonesia, termasuk energi bersih.”Program 35.000 MW tak dibahas sama sekali dan tidak digugat padahal program ini dominan energi batubara yang masif dan kotor,” katanya.Energi kotor ini menyebabkan mata pencaharian penduduk hilang, pencemaran, polusi debu akibat bongkar muat dan menghasilkan emisi gas rumah kaca.Debat ini pun, katanya, tidak menjelaskan strategi kedua calon agar Indonesia mengurangi ketergantungan pada energi fosil.”Saya pesimis dan khawatir tidak akan ada gebrakan baru untuk mengupayakan Indonesia beralih ke masa depan energi bersih,” katanya.Pernyataan terkait Indonesia harus mulai mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dijawab melalui minyak sawit sebagai solusi. Biodiesel dari minyak sawit, katanya, banyak masalah, mulai dari isu lahan, kerusakan lingkungan, deforestasi, sampai masalah sosial ekonomi lain.Dia kecewa, tak ada komitmen mendukung sumber energi terbarukan, seperti surya, angin, air, dan panas bumi yang berlimpah di negeri ini.”Kita tidak memiliki kemewahan waktu, industri ekstraktif yang menang. Terkait energi terbarukan, paslon tidak mau phase out dari energi kotor,” kata Alin.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-076-18.json
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram? | Padahal, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan besar. Berdasarkan data Koalisi #BersihkanIndonesia, Indonesia memiliki potensi surya 207.898 MW (baru termanfaatkan 0,04%), potensi laut 17.989 MW (0,002%), potensi mini dan mikro hidro 19.385 MW (1%), angin 60.647 MW (0,01%), air 75.091 MW (6,4%) dan panas bumi 29.544 MW (termanfaatkan 1%)Teguh Surya, dari Yayasan Madani Berkelanjuan menyebutkan, debat kali ini sangat minim langkah koreksi capaian dan inovasi seperti apa yang hendak dilakukan mereka. Keduanya belum bisa menangkap isu kerentanan dari perubahan iklim yang datang seperti bom waktu.Perubahan perubahan iklim luput dari bahasan mereka.“Kedua kandidat gagal melihat komitmen iklim nasional sebagai benang merah sekaligus penentu dari kelima isu yang dibahas dalam debat,” kata Anggalia Putri Permatasari, Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan di Jakarta, Senin (18/2/19).Capres Jokowi lebih menekankan pada berbagai langkah kebijakan, program, dan proyek terkait kelima isu debat. Namun dia kurang mengelaborasi permasalahan dan solusi mendasar yakni tata kelola.Dia bilang, kontras antara capres petahana dan penantang. Satu sisi Jokowi cenderung menekankan langkah kebijakan dan data capaian tetapi kurang mengelaborasi maslaah mendasar dari lima isu yang diperdebatkan, yakni tata kelola.Sedangkan Prabowo, selalu menyebut mengenai swasembada, kemandirian, berdikari dan kepentingan nasional, yang dibenturkan dengan kepentingan asing.“Jadi Prabowo lebih banyak memainkan permasalahan identitas soal nasionalis. Termasuk pernyataan pamungkas yang mengatakan lebih baik saya yang kelola daripada asing. Kami lihat Prabowo, lebih banyak janji-janji populis tetapi miskin elaborasi program kerja, langkah konkrit dan bagaimana sih strategi menurunkan harga listrik itu juga tidak dielaborasi.”
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2019-076-18.json
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?
Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram? | Soal inftrastruktur, katanya, kedua capres sama sekali tak melihat keterkaitan erat antara infrastruktur dan perubahan iklim. Kedua kandidat, katanya, tak mengelaborasi desain utuh terkait pembangunan infrastruktur dalam kacamata kerentanan terhadap dampak perubahan iklim.“Juga bagaimana pembangunan infrastruktur akan berdampak pada upaya penurunan emisi.”Selain itu, solusi peningkatan ganti rugi yang ditekankan kedua kandidat cenderung salah fokus. Seharusnya, ia didorong persetujuan berdasarkan informasi awal tanpa paksaan dari masyarakat terdampak sebelum proyek infrastruktur masuk. Tujuannya, menjamin kemanfaatan dan mencegah pelanggaran HAM. Keterangan foto utama:     Hutan adat Kajang. yang sudah mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Masyarakat adat, sebagai garda terdepan penjaga hutan guna menghadapi perubahan iklim.  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan rombongan, dengan berpakaian hitam-hitam dan bertelanjang kaki sesuai adat, mengunjungi hutan dan Komunitas Adat Ammatoa Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Senin (8/8/16). Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia     [SEP]
[0.007496183272451162, 0.49611595273017883, 0.49638786911964417]
2021-021-20.json
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan | [CLS]     Masalah lahan antara warga petani dan PT Dutapalma Nusantara, Grup Darmex Agro, di Riau, makin memanas. Perusahaan sawit ini memutus akses masyarakat di Kecamatan Benai, Kuantan Tengah dan Kuantan Hilir Seberang, Kabupaten Kuantan Singingi, menuju kebun mereka. Mereka tak dapat lagi menyadap karet, memanen sawit bahkan mengawasi sapi ternak dalam kebun.Tak ada yang menyaksikan, ketika alat berat menggali parit di perbatasan Desa Kopah, Kecamatan Kuantan Tengah dan Desa Banjar Benai, Kecamatan Benai ini.Menurut informasi peternak yang diperoleh Darpaus, Kepala Desa Ujung Tanjung, sekitar pukul 11.00 malam, 1 September lalu, orang itu masih lewat di daerah yang dikenal dengan nama Tungku Arang itu.Paginya, ketika orang-orang hendak mengantar nasi buat penjaga ternak sekaligus menyadap karet, mereka justru terhalang parit.Darpaus perkirakan kedalaman parit lebih dua meter karena dasar agak berair, lebar sekitar empat sampai lima meter. Dia meninjau lokasi hari itu juga sekitar pukul 8.00.Tungku Arang, hutan adat Kenegerian Siberakum itu sekarang sudah jadi perkebunan. Dutapalma klaim, daerah itu perbatasan areal meski di sana kebun masyarakat yang jadi urat nadi masyarakat. Tak ada jalan lain lagi untuk pergi ke kebun.  Bukan kali pertamaTahun lalu, Dutapalma memutus dua akses lain. Pertama, Dusun Sungai Lintang, Desa Ujung Tanjung, dan Kecamatan Benai, di antara akses lain itu jalur paling utama. Hampir semua warga melewati jalan itu menuju kebun sawit, karet, cari rumput maupun beternak sapi.Kedua, di Simpang Empat atau Sungai Lintang Mudik, Gunung Kesiangan, desa lain di Kecamatan Benai.Pada 5 Mei tahun lalu, masyarakat Kenegerian Siberakun—Desa Siberakun, Ujung Tanjung, Banjar Lopak, Pulau Kalimanting, Pulau Tengah dan Desa Gunung Kesiangan—ramai-ramai mendatangi kantor kebun Dutapalma dengan menyeberangi parit.
[0.01646406203508377, 0.9831623435020447, 0.00037361495196819305]
2021-021-20.json
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan | Mereka hendak menjumpai manager, Ahmad Fauzi. Yang ada hanya Muhammad Jais. Sebagian warga menghampiri alat berat yang tak berapa jauh dari kantor kebun. Mereka bermaksud meminta operator alat menimbun kembali parit yang memotong akses ke kebun.Tak ada siapa pun. Karena makin emosi, beberapa orang mulai melempar eksavator dengan batu dan membakarnya.Sebulan kemudian, Kepolisian Resort Kuantan Singingi, bertahap menangkap empat orang, yakni, Hardianto, Dariusman, Zalhendri dan Yahya Haumi. Selain mereka, polisi lebih dulu memanggil Kades Siberakun, Karnadi.Polisi menetapkan semuan memiliki peran: baik sebagai pelaku pertama pelempar batu maupun yang memerintah, menyiram bensin dan menyulut api. Sejak itu, mereka tak pernah kembali ke rumah dan vonis empat tahun penjara.Karnadi pun tak pernah pulang lagi ke rumah, menemui anak dan istrinya. Keberangkatan ke Polres Kuantan Singingi, tanpa sempat pamit dengan istrinya, Armiyulis, 4 Juni lalu sekaligus perpisahan.Medio Mei 2021, Karnadi meninggal di RSUD Teluk Kuantan ketika jalani masa tahanan dalam Lapas Kelas II B di kabupaten yang berjuluk Bersatu Nogori Maju itu.Karnadi tak tertolong setelah malam harinya mengeluh sakit di bagian dada. Dokter mendiagnosa dia gagal jantung. Kepergiannya jadi duka mendalam, bukan hanya keluarga, juga Masyarakat Adat Siberakun. Dia dikenang sebagai pejuang tanah ulayat Kenegerian Siberakun. ***Pasca pemutusan jalan itu, Andi Putra, Bupati Kuantan Singingi, menganjurkan masyarakat sementara waktu melewati langsung jalan utama Dutapalma. Sebagian terpaksa tetap pergi ke kebun meski jarak tempuh makin jauh.Paling tidak, masyarakat Ujung Tanjung mesti menempuh perjalanan sekitar 15 kilometer. Biasa perlu setengah liter bensin, kini jadi dua kali lipat.
[0.999988853931427, 5.725519713450922e-06, 5.467499249789398e-06]
2021-021-20.json
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan | Meski keadaan seperti itu, Darpaus memastikan warga menahan diri untuk tak bertindak yang mengarah pada pelanggaran hukum. Belajar dari pengalaman pahit tahun sebelumnya, dia menyelesaikan masalah sengketa lahan itu lewat jalur-jalur pemerintahan.Darpaus bilang, 6 September lalu , Andi Putra, memanggil sejumlah kepala desa dan camat yang bersinggungan dengan Dutapalma.Bupati mengabarkan, kalau sudah menyampaikan masalah ini ke Gubernur Riau, Syamsuar. Laporan itu juga diteruskan ke Menteri Agararia dan Tata Ruang, Sofyan Djalil.Darpaus juga dihubungi Mardianto Manan, anggota DPRD Riau dari Kuantan Singingi. Dia dianjurkan, layangkan surat permohonan penyelesaian perselisihan antara Dutapalma dengan masyarakat, sekaligus bentuk panitia khusus.Dia meminta, Dutapalma menimbun kembali parit. “Masyarakat menolak keras serahkan lahan. Ninik mamak dan tokoh masyarakat tidak setuju imbauan Dutapalma. Kami bertahan tidak akan menjual lahan.”Andi Putra, memerintahkan Dutapalma menghubungkan kembali akses masyarakat ke kebun yang telah diputus. Itu disampaikan Kepala Tata Usaha Dutapalma, Muhammad Jais dan Staf Legal Dutapalma, Riki Lukito. Berdasarkan pemberitaan media online, dua orang perwakilan Dutapalma itu membantah telah memutus jalan masyarakat. Katanya, parit yang digali masih di dalam areal mereka dan demi keamanan kebun.Selain Andi Putra, Komisi I DPRD Kuantan Singingi juga pernah ke kantor kebun Dutapalma, Desa Banjar Benai. Kala itu, karena Dutapalma tak menghadiri panggilan rapat 30 Agustus lalu. Bersama para anggota dewan, juga sejumlah kepala desa, camat, polsek, tokoh masyarakat serta ninik mamak. Rombongan juga ketemu Muhammad Jais.
[0.01646406203508377, 0.9831623435020447, 0.00037361495196819305]
2021-021-20.json
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan | Edi Sapri, Kepala Desa Banjar Benai, menceritakan, rombongan menuntut dan menyatakan beberapa sikap, berupa, jangan sampai Dutapalma memblokade akses ke kebun, masyarakat tak akan jual lahan, dan jangan ada gangguan apapun terhadap kebun masyarakat. Perusahaan pun harus menarik kembali surat-surat yang dilayangkan beberapa minggu sebelumnya.Muhammad Jais tidak mengamini langsung permintaan itu. Dia hanya janji, sampaikan permintaan masyarakat ke estate manager. Kenyataan di lapangan setelah itu, masyarakat tak dapat melewati lagi jalan karena ada parit.Dutapalma tak membalas surat permintaan wawancara Mongabay ke kantornya di Jalan OK M Jamil, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru, 2 September lalu. Seorang sekuriti menyuruh telpon langsung ke nomor kantor untuk mendapat kepastian.Ketika dihubungi sehari kemudian, seorang perempuan dari dalam telpon mengatakan telah terima surat itu. Katanya, akan mengabari lagi kalau perusahaan berkenan. Sampai berita ini terbit, tak ada kabar.  Surat desak warga lepas lahanSekitar lebih sepekan sebelum pemutusan akses, Amri Yunus, baru saja membersihkan tubuh sepulang dari memotong karet. Sore itu, 22 Agustus lalu. Saat hendak melepas penat di rumah, tiba-tiba dua utusan Dutapalma nongol di muka pintu di Desa Banjar Benai.Tamu itu memperkenalkan diri dan menanyakan pemilik rumah. Sudir, Humas Dutapalma, yang dikenal Amri, menyodorkan selembar surat. Amri membaca. Sembari mempersilakan duduk dan menyuguhkan segelas air putih.Surat dari Humas Resource Development (HRD) dan Legal Dutapalma, Muhammad Afdhol, itu memerintahkan Amri menyerahkan lahan dan akan ganti rugi Rp 70 juta per hektar.Selambat-lambatnya sampai akhir Agustus. Kalau tidak, Dutapalma akan memutus atau menutup semua akses ke kebun yang dianggap bukan jalan umum.
[0.01646406203508377, 0.9831623435020447, 0.00037361495196819305]
2021-021-20.json
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan | Bunyi lain dari surat itu, Dutapalma menuding masyarakat menggarap lahan dalam hak guna usaha (HGU). Karena itu, imbauan lewat secarik kertas ini dinyatakan sebagai upaya pengamanan aset perusahaan.Amri, tegas menolak tawaran itu. Dia tidak sudi terima ganti rugi apalagi menjual lahan. Dia menilai, surat itu pemaksaan yang menyusahkan masyarakat. Dia merasa punya hak atas tanah karena lebih awal berkebun di areal yang kini diklaim Dutapalma.“Kalau perusahaan tetap mengambil tindakan tegas seperti ancaman dalam suratnya, masyarakat pasti akan protes,” katanya, 27 Agustus lalu.Amri empat beradik punya lahan karet seluas empat hektar warisan orangtua mereka. Umur pohon-pohon di sana hampir 40 tahun. Sebagian telah diperbarui atau tanam ulang. Seluruh keluarga kompak menolak menyerahkan lahan ke Dutapalma. Kebun itu satu-satunya sumber mata pencarian, tak ada pekerjaan lain.Setelah tamu pamitan, Amri seketika itu juga menghubungi kawan-kawan yang termasuk memiliki kebun di sekitar. Salah satu, Karnalis, mantan Kades Gunung Kesiangan.Dia mengatakan, belum terima surat serupa tetapi sudah mengetahui imbauan itu yang sudah tersebar luas di masyarakat.Amri juga memberitahu Kepala Desa Banjar Benai, Edi Sapri. Beberapa hari kemudian, Edi memanggil Amri dan warga lain yang juga terima surat. Hasil pendataan pemerintah desa, sekitar 21 keluarga memiliki 105,5 hektar kebun karet maupun sawit diklaim masuk HGU Dutapalma.Warga sudah berkebun di sana, rata-rata sekitar 30 tahun.Edi bilang, Dutapalma mulai mengintimidasi masyarakat. Bertindak sepihak, berupa main klaim dan menetapkan sendiri besaran ganti rugi lahan. Juga menunjukkan sikap arogan dengan berencana menutup jalur masyarakat untuk ke kebun.“Menurut kami, kurang pas kalau kayak gitu. Masyarakat makin kurang nyaman dengan keberadaan perusahaan. Semua menyatakan tak mau jual,” kata Edi, 30 Agustus lalu.
[0.999988853931427, 5.725519713450922e-06, 5.467499249789398e-06]
2021-021-20.json
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan | Selain Amri, Amran, warga Desa Ujung Tanjung, juga terima surat dari Dutapalma. Dia punya lahan empat hektar. Mongabay menghubungi Amran 28 Agustus lalu tetapi dia menyerahkan telepon genggam ke rekannya, Salpentri, untuk beri penjelasan. Mereka tengah nongkrong bersama.Salpentri duluan sehari terima surat ketimbang Amri. Dia juga terima dari Sudir, yang mengantar langsung ke rumahnya. Dia juga tidak terima dengan permintaan Dutapalma untuk serahkan lahan.Katanya, jual beli tidak bisa bila ada unsur paksaan. Kalau disertai ancaman, menghalangi masyarakat pergi ke kebun bila menolak tawaran itu. “Seharusnya, perusahaan melindungi petani di dalam. Saya bisa saja menuntut.”Salpentri mengatakan ke Sudir, tak akan takut karena lahan itu haknya meski nanti masuk alat berat berikut pengawal ke lokasi. Dia punya kebun karet sekitar 11,6 hektar dikelola bersama adik beradiknya.Sebagai petani yang dituding mengelola kebun dalam HGU Dutapalma, Salpentri mengadu ke ninik mamak dan pemerintah desa.Dia juga kirim surat itu ke nomor WhatsApp Bupati Andi Putra. Andi langsung membalas dengan mengatakan, telah mengetahui informasi ini. Pemerintah daerah langsung bikin rapat.Suhardiman Amby, Wakil Bupati Kuantan Sengigi gerak cepat dengan menyurati camat dan perintahkan koordinasi dengan kepala desa terkait.Salpentri bilang, ada lima petani di Ujung Tanjung, yang terima surat dari Dutapalma. Semua pemilik kebun karet ini jauh lebih awal menguasai lahan di sana yang mereka kelola turun temurun.Dia dan petani lain tidak ingin diganggu. Sebaliknya, perusahaan mesti memfasilitasi masyarakat dan tetap berdampingan mengelola kebun.Selama ini, kata Salpentri, Dutapalma kerap membeli tanah masyarakat. Dengan cara begitulah perusahaan terus memperluas areal kelola. Sebagian warga enggan menjual lahan. Dutapalma dinilai minim perhatian terhadap ekonomi dan sosial masyarakat.
[0.999988853931427, 5.725519713450922e-06, 5.467499249789398e-06]
2021-021-20.json
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan
Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan | Ketika Mongabay menghubungi para petani itu, belum ada pemutusan jalan oleh Dutapalma. Berdasarkan tenggat waktu dalam surat kepada masyarakat, batas akhir penyerahan lahan akhir Agustus. Memasuki September, Dutapalma memutus akses jalan masyarakat.“Bagaimana menghidupi keluarga kalau tidak ke kebun?” kata Darpaus, via telpon, 8 September lalu.  ******Foto utama:  Warga  berdiri pada tepian parit yang digali Dutapalma. Sebelumnya,  itu jalur masyarakat lalu-lalang ke kebun. Foto: dokumen warga [SEP]
[0.007496183272451162, 0.49611595273017883, 0.49638786911964417]
2015-016-18.json
Sebarkan SMS Dukung Reklamasi Teluk Benoa, Superman Is Dead Boikot Telkomsel
Sebarkan SMS Dukung Reklamasi Teluk Benoa, Superman Is Dead Boikot Telkomsel | [CLS] Pekan lalu, semua personil grup band punk rock asal Bali, Superman Is Dead (SID) kompak memboikot provider Telkomsel karena dinilai mendukung reklamasi Teluk Benoa. Grup band dengan personil Bobby (vocal), Jerinx (drum) dan Jhon Eka Rock (bass) mematahkan sim card Telkomsel mereka.Kepada Mongabay, Bobby mengatakan, boikot Telkomsel cara melawan provider sangat jelas mendukung gerakan reklamasi . “Tindakan Telkomsel menyebarkan pesan-pesan singkat pro reklamasi harus kami lawan,” katanya.Dia menambahkan, SID tidak pernah mau tampil atau bekerja sama dengan Telkomsel dalam bentuk apapun selama provider ini bekerja sama dengan investor yang akan merusak Bali. Telkomsel memberikan kiriman-kiriman pesan-pesan pro reklamasi. “Kami sebagai seniman memilki cara menyampaikan pesan-pesan apa yang ingin disampaikan kepada fans atau masyarakat. Dengan memboikot Telkomsel, itulah cara kami anggap paling benar dan luhur.”SID dan berbagai kalangan yang tergabung di Forum Masyarakat Bali Tolak Reklamasi (FoBALI), menolak reklamasi karena proyek ini jelas-jelas melanggar konsep Tri Hita Karana yang sangat dijunjung tinggi masyarakat Bali. Ia konsep keharmonisan antara Tuhan, alam dan lingkungan.“Kami ingin Presiden mencabut Perpres 51 tahun 2014 agar Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi, indah dan asri.”Tak hanya itu. SID juga memberikan dukungan gerakan Jogja Ora Didio (Jogja tidak dijual). Ini gerakan masyarakat Yogyakarta yang ingin menyelamatkan ekologi yang terancam rusak karena pembangunan mal, hotel dan apartemen. Dia mengatakan di hadapan ribuan Outsider dan Lady Roses, sebutan penggemar grup band asal Bali ini lapangan parkir, Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, Sabtu (17/10/15). Para personil juga menggunakan kaos bertuliskan Jogja Ora Didol.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2015-016-18.json
Sebarkan SMS Dukung Reklamasi Teluk Benoa, Superman Is Dead Boikot Telkomsel
Sebarkan SMS Dukung Reklamasi Teluk Benoa, Superman Is Dead Boikot Telkomsel | Menurut Bobby, dimana pun berada tetap menyampaikan pesan menjaga alam. “Kami berharap semua kalangan, memulai dengan hal kecil menjaga alam, seperti tidak mebuang sampah sembarangan, mengurangi polusi gas dengan naik sepeda.”Kala dihubungi Adita Irawati, Vice President Corporate Communication Telkomsel, mengatakan, sms itu bernama location based advertising atau bagian layanan digital advertising dimiliki Telkomsel. Ia berfungsi seperti media penempatan iklan lain. Layanan ini, sarana pihak ketiga menyebarluaskan konten dengan syarat materi informasi atau promosi tidak mengandung unsur minuman keras, senjata api maupun unsur perjudian. Maupun pornografi, pelecehan, atau penghinaan atas norma/unsur suku, agama, ras dan antargolongan, penipuan atau penyesatan.“Seluruh konten pada Video Pariwisata Bali seperti dalam LBA tanggung jawab pemasang iklan digital advertising sesuai surat pernyataan yang telah ditandatangani mitra pemasang iklan,” katanya.Dia menyatakan, Telkomsel sebagai penyedia media dalam posisi netral. Sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik, katanya, Telkomsel, menjunjung tinggi dan patuh segala aturan hukum dan ketentuan pemerintah. [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2015-057-02.json
Buaya Muara di Aceh Singkil Terus Ditangkap Warga. Apa yang Terjadi?
Buaya Muara di Aceh Singkil Terus Ditangkap Warga. Apa yang Terjadi? | [CLS] Paska tewasnya seorang warga bernama Yusril, April lalu yang diterkam buaya saat mencari lokan (kerang) di sungai, masyarakat terus menangkap buaya muara yang ada di sekitar muara Sungai Singkil, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.Minggu lalu dua ekor buaya muara raksasa kembali masuk perangkap yang dipasang di sungai. Sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dua buaya tersebut diarak ke kantor bupati setempat, Selasa (19/5/2015).Dengan ditangkapnya dua buaya ini, dalam dua bulan terakhir, total sudah lima ekor buaya yang ditangkap. Dua diantaranya mati dibunuh sementara seekor lagi berhasil dievakuasi ke kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di Banda Aceh.“Dua buaya betina itu kurus karena seminggu tidak makan,” kata Mansurdin, warga Desa Siti Ambiya yang dihubungi via telepon.Buaya yang panjangnya hampir tiga meter itu, diikat dengan tali dari muncung hingga kaki, dibawa dengan gerobak oleh ratusan warga dari delapan desa. Mereka marah dengan pemerintah setempat karena dianggap tidak memperdulikan keselamatan warga. “Buaya itu diserahkan karena khawatir akan mati.”Menurut Mansurdin, warga bertekad perang melawan buaya dan akan terus menjeratnya karena telah menyerang mereka. “Ada dua buaya besar yang menjadi target tangkapan kami karena telah memangsa warga April lalu. Makanya, kami masih memasang jerat dan perangkap di sungai.”Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Genman Suhefti Hasibuan, mengatakan bahwa BKSDA Aceh bersama kepolisian setempat telah membersihkan puluhan jerat dan perangkap buaya yang dipasang masyarakat di sungai Singkil minggu lalu. “Kami juga menyeru warga untuk menghentikan perburuan. Buaya muara (Crocodylus porosus) merupakan satu dari empat jenis buaya yang dilindungi undang-undang di Indonesia karena populasinya yang terus menurun dan menuju kepunahan.”
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2015-057-02.json
Buaya Muara di Aceh Singkil Terus Ditangkap Warga. Apa yang Terjadi?
Buaya Muara di Aceh Singkil Terus Ditangkap Warga. Apa yang Terjadi? | Genman mengaku sulit mencegah tindakan warga yang emosi. Padahal, pihaknya telah melakukan sosialisasi dan terus berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk mencari solusi. “Lokasi konflik ini bersisian dengan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, hutan rawa gambut yang masuk Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi.”Memang, lanjut Genman, masyarakat Singkil telah menyampaikan permintaan agar BKSDA Aceh merelokasi buaya yang hidup di wilayah masyarakat mencari kerang sebagai sumber penghasilan utama mereka. Namun, kami tidak mungkin memindahkannya karena daerah tersebut memang habitatnya dan juga tidak mudah mencari lokasi baru.Habitat buaya Kuala Singkil merupakan habitat utama buaya muara di pesisir selatan Ekosistem Leuser. Buaya tersebut mendiami daerah rawa, lokasi utama masyarakat mencari lokan. Sejak 2006, sudah lima warga yang tewas diserang buaya meski ada juga yang bisa menyelamatkan diri. Meski begitu, belum ada solusi dari pemerintah daerah dan BKSDA Aceh guna mengatasi konflik tersebut.Menurut Mansurdin, sebelumnya buaya tidak ada di Muara Singkil. Mereka mulai terlihat pada 1980-an yang diduga migrasi dari Sungai Gelombang di bagian atas Muara Singkil. “Sekitar 40 persen warga di Kecamatan Singkil yang merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Singkil itu menggantungkan hidupnya dari mencari lokan dan ikan.”Mansurdin tidak menampik bila habitat buaya di muara Sungai Singkil terganggu akibat pakannya mulai berkurang sehingga menyerang manusia. Masalah makin lengkap ketika perburuan biawak untuk dibawa ke Pulau Nias, Sumatera Utara, meningkat. “Dulu biawak yang mengontrol populasi buaya di muara singkil, karena telur buaya dimakan oleh biawak.”Hal lainnya adalah sebelum terjadi gempa di Singkil pada 2006, warga masih tinggal di sekitaran muara sungai dan sering membuang bangkai ayam. Namun, setelah kejadian tersebut warga pindah karena kampungnya tenggelam akibat turunnya permukaan daratan.
[0.999991238117218, 4.4677594814857e-06, 4.305404672777513e-06]