title
stringlengths
5
48
content
stringlengths
1.64k
26.3k
url
stringlengths
49
95
Mereka Yang Kubutuhkan
Aku terperangkap di ruangan yang gelap gulita, tiada cahaya sedikitpun. Aku tidak tahu harus kemana aku berlari dan apa sebenarnya tujuanku. Aku sendirian, aku menjerit meminta pertolongan namun jeritan yang kukeluarkan sekuat tenaga itu malah hampir tidak terdengar oleh telingaku sendiri. Aku sesak, menangis, takut, sekelilingku tidak ada sesuatu yang dapat menunjukkanku arah yang pasti, semua gelap. Hingga kutemukan suatu titik cahaya putih. Kulihat, kuperhatikan cahaya putih itu semakin lama semakin membesar dan terus membesar hingga cahayanya begitu menyilaukan. Aku terkejut, kulihat ada empat orang yang muncul di cahaya putih itu. Aku sangat mengenal mereka, senyum dan tawa mereka menemani setiap langkahku selama ini. Mereka tidak lain dan tidak bukan adalah ibu, ayah, kakak dan adikku. Namun, aku merasa aneh, mereka berempat melambaikan tangan kepadaku dan sembari mengatakan “sampai jumpa”. Aku sedih, airmataku tak terbendung lagi, aku bertanya, “Kalian mau kemana?” Rintihku dengan suara tertatih-tatih Namun tidak kutemukan jawaban dari mereka, kemudian cahaya itu kembali mengecil, mengecil, hingga terus mengecil sampai akhirnya tidak terlihat lagi, aku kembali menjerit memanggil mereka, aku tidak ingin sendirian, aku ingin ikut dengan mereka, aku terus memanggil mereka hingga… “Astaghfirullah, aku bermimpi” Aku terbangun dengan sekujur keringat di tubuhku, baru kusadar bahwa saat ini aku sedang berada di tepi sungai. Kuingat, satu jam yang lalu aku mendapati perlakuan yang tidak adil dari kedua orangtuaku, aku ingin dibelikan mereka sepeda seperti kakakku, tetapi mereka tidak mengindahkan permintaanku. Aku merajuk, lalu aku memilih menyendiri di tepi sungai hingga aku tertidur di atas bebatuan tepi sungai. Kuingat kembali mimpiku barusan, aku menjadi takut apabila itu menjadi sebuah kenyataan. Aku langsung berlari ke rumah dan yang terbayang di benakku hanya cahaya putih yang ada dalam mimpiku tadi. Sembari berlari tanpa tersadar airmataku ikut jatuh, aku tidak tahan apabila sampai di rumah nanti yang kutemukan hanya rumah kosong, tanpa penghuni dan ayah, ibu, kakak dan adikku telah pergi dariku. Aku bahkan tidak memikirkan sepeda yang kuimpikan itu, aku rela tidak mendapatkannya asalkan mereka jangan meninggalkanku. Sampai di depan rumah aku berhenti sejenak, kuperhatikan rumahku sepertinya tidak ada yang berubah, kulihat di sekeliling halaman tidak ada satu orang pun. Biasanya sore begini Ayah sering memberi makan ikan di kolam, kakak sering menyirami taman, adik dengan ligatnya bermain dengan kucing peliharaan, dan ibuku biasanya senantiasa menyiapkan hidangan sore hari di teras rumahku. Mengapa mereka tidak ada? Mengapa sore ini tak seperti biasanya? Apa yang ada di dalam mimpiku tadi benar-benar menjadi kenyataan? Apa aku memang harus rela kehilangan mereka semua? Aku semakin takut, langkahku kini menuju pintu rumahku. Kubuka pintu pelan-pelan yang tidak terkunci itu. Ku dorong perlahan pintu itu hingga terbuka lebar dan… Surpraaaiiise Aku benar-benar terkejut melihat keempat orang yang berada dalam mimpiku tadi berbaris menyambutku. Aku sendiri lupa, hari ini ternyata ulangtahunku yang ke sepuluh dan tak kusangka mereka semua mengingatnya. Satu lagi yang membuatku terkejut ternyata Ayah telah menyiapkan sepeda untuk kado hadiah ulangtahunku jauh sebelum aku mengemis meminta-minta kepadanya. Betapa bahagia aku hari ini, aku senang mempunyai keluarga seperti mereka, dan aku tidak sepantasnya bersikap egois seperti yang kulakukan satu jam sebelum ini. Cerpen Karangan: Raufi Yakub Blog: raufiyakub.blogspot.com Cerpen Mereka Yang Kubutuhkan merupakan cerita pendek karangan Raufi Yakub, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/mereka-yang-kubutuhkan.html
Jingga Tersenyum Untuk Kita
Matahari bersinar dengan teriknya, tempatku mulai penuh sesak para siswa dan siswi yang ingin tunaikan sholat dhuhur mereka, “Zahra!! Jama’ah sama aku ya!!” ucap seorang siswi “Iya, kamu yang jadi imam ya Farra!” ucap Zahra kemudian mulai masuk ke tempat wudlu, Farra mengikuti. Sesaat kemudian, Zahra menyudahi sholatnya dengan salam, berdo’a sejenak, lalu melipat mukenahnya. Ia berdiri kemudian melangkah ke luar dari tempatku, “Ups!!” seorang lelaki terhentak karena hampir-hampir menabrak Zahra, “hampir saja wudluku batal, hati-hati ya…” “eh… iya… ee… maaf, kak… maaf, ya…” ucap Zahra sekenanya, kakinya melangkah selangkah demi selangkah ke belakang, “ayo, Zahra…” ucap Farra sambil meraih tangan Zahra, kemudian menariknya keluar dari tempatku, Zahra kembali menoleh, menatap lelaki itu, begitupun sang lelaki, “hey! jangan melamun, Di! ayo kamu jadi imam” ucap lelaki yang lain. — “Ciyee… yang tadi pandang-pandangan…” ucap Farra sambil mencubit kedua pipiku yang semakin lama, makin bersemu merah, “aku tadi hampir aja menabraknya… iihh… maluu…” ucapku, kututup mukaku dengan helai kain jilbabku, “tapi bentar lagi udah nggak disini kakaknya…” mataku mulai berkaca, “Lho, emang mau kemana?” Tanya Farra dengan muka polosnya, matanya membulat, aku lesu, kutundukkan kepalaku, membenamkan wajahku dalam dekapan dua lenganku, “ya, keluar… kan udah kelas tiga…” gumamku, Farra hanya memonyongkan bibirnya membentuk huruf “o”, “kak Ardi…” ucapku sambil menerawang. raut muka kak ardi Esoknya, Farra dan Zahra, lagi-lagi menunaikan sholatnya di tempatku, lagi-lagi bercengkrama, lagi-lagi Zahra melayangkan pandang kepada Ardi, entah dibalas atau tidak, ia hadiahkan sebuah senyuman manis berlesung pipit kepada lelaki tersebut. Pernah, pada suatu hari, Zahra tergirang-girang, memeluk Farra erat, “kakaknya menyapaku!! senyumnya itu loh!” bisik Zahra di telinga Farra, tangan Farra menepuk-nepuk pundak Zahra “selamat…” ucapnya senang, “duluan ya dek” ucap Ardi, tiba-tiba, ia sudah ada di belakang Zahra, “hah?! iya kak…” sahut Farra, “aku gak tanya kamu, aku tanya ke Zahra.” Ucap Ardi lalu tersenyum pada Zahra, punggungnya sedikit ia bungkukkan meminta jalan, dan seperti yang kalian bayangkan, wajah Zahra, merah padam, Farra usil mencolek-colek perut Zahra “echiyeee…” lontarnya kemudian, dan wajah Zahra, semakin mirip tomat. — “Ardiii…” seseorang memanggil nama kak Ardi dengan centil, “nyanyi dong buat aku..” ucapnya kemudian, “aku gak bisa nyanyi, ca…” ucap kak Ardi sekenanya. Aku duduk di pinggir joglo, bersama Farra yang mencari sinyal wifi Lab. kimia, mataku sedari tadi menatap kak Ardi dan kakak kelas perempuan yang tadi dipanggil ca oleh kak Ardi, “ayo, suaramu kan enak…” ucap perempuan tersebut. “caca, aku Cuma bisa mengaji.” Ucap kak Ardi, lalu berdiri meninggalkan kak Caca, “aku mau sholat” ucapnya kemudian masuk ke tempat wudlu, kak Caca menghentakkan kakinya lalu melangkah pergi. Aku buru-buru berdiri, “Farra, aku mau ambil wudlu dulu.” Ucapku, Farra hanya menoleh lalu mengangguk, matanya tertuju pada layar laptop sedari tadi. Ku langkahkan kaki memasuki tempat wudlu, ada berbelas kran disini, tapi hanya ada aku dan kak Ardi yang ada untuk menggunakannya, gemercik air mengalir membasahi anggota wudlu kak Ardi, aku menatap dengan seksama, menatap kelihaiannya membasuh wajah arahnya, bagai bidadara turun dari surga, “kamu ngapain, Za?” tanya seseorang di belakangku, aku menoleh, lalu terhentak “kak… Caca…?” ucapku tertahan, dari mana dia tahu namaku? “ak… aku… mau wudlu…” jawabku terbata, kak Caca memincangkan matanya, “masa?” sambil menyelidik dari ujung jilbab hingga ujung kakiku, “kamu nggak kayak mau wudlu tuh” lanjutnya, lalu sengaja lewat sambil menabrak pundakku, “hay, Ardi sayang… jama’ah sama aku, yak” ucapnya, mataku terbelalak, “apa kak Caca sama kak Ardi udah jadian ya,” kata hatiku, tiba-tiba air mataku sudah menetes, tak kuat, tak mampu, kenyataan itu benar-benar menyakitkan, aku berbalik lalu berlari menjauh, memejamkan mataku, merendam hatiku yang hancur, “Zahra!!” teriak seseorang, “Farra!!” batinku, aku berbalik kemudian mendekap tubuh Farra, sambil tersedu, untuk sesaat aku harus menenangkan hatiku. “Dek!!” oh, itu suara kak Ardi, “Zahra!!” aku tetap membenamkan wajahku dalam dekapan Farra, “dek Zahra!!” aku makin mempererat dekapanku. “Far, ayo lari…” bisikku, “he’eh,” sahutnya. “satu… dua… tiga…!” komandoku, kami pun lari menjauh. Entah kenapa, hari-hari ini Zahra tak pernah terlihat melipat mukenahnya di tempatku, hanya Ardi yang masih setia dan tidak pernah absen tunaikan sholat dhuhurnya. Kulihat seusai salam, ia beranjak berdiri lalu mengambil mushaf al-qur’an di almari kaca, ia duduk kembali, lalu membaca ta’awudz, suaranya indah nan merdu, lirih, tapi, menyalurkan energi positif ke sekitarnya, nada tartilnya syahdu, sedikit menyiratkan rasa kesedihan, “apa sebenarnya yang terjadi?” batinku. Sedang di luar, Zahra berjalan lambat, kakinya ia seret dengan enggan, tiba-tiba ia berhenti tepat pada saat berada tiga meter dari pintu, ia tolehkan kepalanya, menatap lurus ke depan menerobos daun pintu, dahinya berkerut penasaran, “siapa pemilik suara ini?” batinnya, beberapa saat berikutnya ia tersadar bahwa suara itu milik Ardi, matanya berkaca-kaca, nafasnya berat entah kenapa hatinya sakit. Ia pun berjalan cepat sedapat mungkin menjauhi suara syahdu tersebut. Dan Ardi yang ada di dalam, melantunkan ayat Al-Qur’an dengan nada yang miris, menyayat hati, matanya berkaca-kaca, ia pun menutup mushafnya, meletakkan kembali di lemari kaca lalu berlari ke arah pintu dan menoleh ke arah Zahra pergi, “Ya Allah, aku menyayanginya…” gumamnya sambil menatap tas sekolah Zahra yang melangkah pergi tanpa berkedip. April, 2014 “Farr, udah berbulan-bulan aku gak lihat kak Ardi senyum buat aku,” ucapku lirih, di kejauhan, ku lihat kak Ardi bercanda tawa dengan teman-temannya, hari ini aku menemani Farra menjaga kopsis karena teman barengannya pada nggak masuk “ya, sana… sapa duluan…” ujar Farra “nggak mau…” rengekku, “eh aku mau ke kelas dulu, ambil uang buat jajan…” ucapku, kemudian melangkah ke luar kopsis, baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba seseorang memanggilku dari belakang “Zahra!!” aku tetap berjalan, “Zahra!! tunggu aku…” aku pun berhenti, derap lari mendekatiku dan, aku tahu, itu suara kak Ardi. “maafkan aku ya,” ucap kak Ardi di belakangku “I… iya…” sahutku terbata, tetap menbelakangi, dadaku berdegub kencang, semoga kak Ardi tak mendengarnya, “hadap sini dong, Zah… aku ingin melihat senyummu” ucap kak Ardi, meraih pundakku, lalu membalik tubuhku, “nah… gini kan enak…” ucap kak Ardi sambil memandang wajahku, aku menunduk, tersipu malu, sedang kak Ardi tersenyum manis. “udah dulu yaa…” ucap kak Ardi lirih sambil berjalan meninggalkanku. Sampai saat ini, dadaku tetap berdegup cepat, “Farraaa!!” teriakku sambil berlari menuju kopsis, “aku harus kasih tahu ke Farra!!” batinku. “Ayo jamaah Farr!” ucap Zahra sambil menoleh pada Farra yang masih berada di pintu. “Iya…” sahut Farra sambil meletakkan tasnya di atas almari kaca, “wudlu dulu yuk,” ajak Zahra, Farra pun mengikuti. Zahra dan Farra kembali lagi, mengambil mukenah dari tas mereka lalu memakainya, “kamu apa yang imam Farr?” Tanya Zahra, “ee… tiba-tiba aku pingin BAB nih…” ucap Farra sambil memgang perutnya. “hahh? sana… entar malah kentut disini lagi,” seru Zahra dengan posisi bak mengusir ayam, “huu… enggak lah yau!!” sahut Farra sambil memonyongkan bibirnya. “aku sholat duluan ya!!” ucap Zahra, “yaa… sana duluan” Farra berkata sambil melangkah pergi. Tiba-tiba seseorang berdiri di belakang Zahra saat ia sedang menggelar sajadahnya, “Zah…” panggilnya, “i… iya… kak?” jawab Zahra ragu-ragu, “ada apa kak Ardi?” tanyanya, “boleh aku jadi imammu?” Tanya Ardi, senyumnya mengembang, rambutnya yang basah terkena air wudlu berkilau tertimpa sinar mentari, Zahra melongo, kemudian mengangguk cepat-cepat, “makasih…” ucap Ardi lagi “jadi imam selamanya juga taka papa” gumam Zahra sambil menutup mulut dengan jemarinya, berharap Ardi tak sampai mendengarnya. “Boleh aja…” sahut Ardi singkat sambil mengembangkan senyum, Zahra terbelalak, pipinya merah, dan senyumnya, tak mampu sembunyikan lesung pipitnya. Agustus, 2014 Pagi yang cerah, kenari-kenari kecil hinggap di pohon samping musholla, pagi ini seluruh siswa-siswi MAU di wajibkan mengikuti mauidhotul hasanah dari kyai Dim, dan aku duduk di sisi kiri joglo, menatap lurus ke arah musholla, kyai Dim mengakhiri tausiyahnya dengan do’a, aku pun mengamini. Setelah kyai Dim meninggalkan joglo, ustad Sholihan meraih mike dan berucap salam “assalamu’alaikum wr. wb, anak-anakku, Alhamdulillah kakak kalian yang bernama Ardiansyah telah men…” “hah? Kak Ardi? ada apa?” batinku bertanya-tanya. Tiba-tiba, aku teringat akan kak Ardi, ia telah meninggalkan pondok ini empat bulan yang lalu, terkenang akan senyumnya, lantunan nada indahnya, rambutnya yang basah terkena air wudlu dan sentuhannya di pundakku. Aku terpelanting jauh di masa lalu, bernostalgia dengan segala kenangan yang aku punya. “wassalamu’alaikum wr. wb” ucap ustad Sholihan mengakhiri, “lho, Farr? ustad Sholihan tadi ngomong apa?” tanyaku pada Farra sambil menyikut pinggulnya, sedang Farra, hanya tersenyum tak mau menoleh, “Farraaa…” rengekku, “tadi ustad Sholihan bilang kalau kak Ardi dapet beasiswa ke Yaman” ucap Farra, mataku berkaca-kaca karena haru. Dua tahun kemudian, Maret, 2016 Hampir setiap saat di setiap harinya, aku melihat Zahra keluar-masuk pintu, entah hanya mengaca, tunaikan sholat, belajar, menghafal, ataupun bercengkrama dengan Farra temannya. Paras eloknya begitu ceria walau aku tak lagi pernah melihat Ardi di sisinya. Pada suatu saat Zahra dan Farra berbincang seusai tunaikan sholat dhuhur mereka, “aku ingin menyusulnya Farra,” ujar Zahra, Farra pun tersenyum “ya, ditambah lagi porsi belajarnya.” ucapnya. Yaman, Agustus 2016 Kutelusuri jalan setapak menuju Al-Ahqaaf University, langit mulai memega merah, jingganya melebur dengan segumpal-segumpal awan berwarna abu-abu, angin semilir, dedaunan pohon palm bergoyang-goyang teterpa, “dingin sekali…” gumamku sambil merapatkan jaket dengan satu tangan karena tangan yang lain memegang koper. Tiba-tiba, adzan berkumandang, cepat-cepat aku berjalan, langkahku kulebar-lebarkan, “dimana masjid yang kumandangkan adzan tadi?” tanyaku dalam hati. Sambil menoleh ke kanan-kiri, dan tetap terus berjalan. Hingga akhirnya terdengar pujian, suaranya begitu syahdu, merasuk ke hati, aku tersadar, ini suara milik seseorang yang telah membuatku harus menunggu begitu lama, tak salah lagi ini suara kak Ardi!!. Aku berlari dengan gagang koper tetap di genggaman tangan “ini, sudah tak jauh lagi!” sorak hatiku, suara pujian itu semakin lama semakin dekat. Ku toleh ke kiri, “itu dia” desisku. Sebuah bangun persegi yang terlihat sederhana, tapi begitu sejuk karena dikelilingi pohon palm yang menajuk. Ku langkahkan kaki masuk ke halaman masjid, dinding masjid seakan transparan, karena penuh dengan jendela-jendela kaca, dan dari luar, kulihat dengan mata kepalaku sendiri, kak Ardi berpeci putih, berbaju putih, dan bersarung putih, sedang menunduk dengan mike di tangannya, tiba-tiba air mataku menetes tanpa sempat ku tahan. Ku langkahkan kakiku lebih dekat, ku sentuh jendela kaca sambil memanggil kak Ardi dengan suara hampir tertelan, “kak Ardi” bisikku, dan, kak Ardi pun menoleh, mengucek-ucek matanya, lalu berlari ke arahku, “Zahra!!” teriaknya, kakiku melemas, air mataku semakin deras, dadaku berdegup kencang. Semakin dekat, jarak antara aku dan kak Ardi semakin dekat, tiba-tiba, ia memelukku “kali ini aku sangat serius, Zah” ucapnya, kurasa, wajahku tak rupa merah lagi, dan dada ini tak hanya berdegup, copot mungkin, “aku akan jadi imammu, selamanya” lanjutnya, tak hanya mataku, mata kak Ardi pun berkaca, “terimakasih, kak…” ucapku mafhum sambil menyeka air mata. — “Yah… hari-hariku datar,” gumamku. ”Kalian tahu pembaca? akulah saksi semua cerita cinta Zahra… hahaha” ucapku melantur “sekarang, Zahra dan Ardi mungkin telah berlaut dengan kebahagiaan mereka, semoga ada penerusnya ya, hahaha…” lanjutku, “tuuh kan, mulai melantur lagi,” tiba-tiba ustad Fauzan dan beberapa orang yang berpakaian seperti tukang masuk ruangan, “musholla ini sudah harus di renovasi bagian itu, itu, itu” ucap ustad Fauzan sambil mengacung-acungkan tangannya kepadaku, “yap!!” aku ini musholla, kebayang nggak? hahaha…” lanturku lagi, dasar. TAMAT Cerpen Karangan: Fanyna Farizha Blog: Http://fanyna-fayf.blogspot.com Cerpen Jingga Tersenyum Untuk Kita merupakan cerita pendek karangan Fanyna Farizha, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-islami/jingga-tersenyum-untuk-kita.html
Saranghae Sunbae
“Berdiri! Lakukan sekali lagi!” Sungguh gila Sunbaeku yang satu ini, tak ada hentinya dia meremehkanku. Meskipun aku tahu seberapa keras aku berusaha melawannya aku juga tak akan pernah menang. Tapi, semakin dia menjatuhkanku semakin besar keinginanku membuatnya jatuh juga. “sudah kubilang kau harus banyak berlatih, kan? Tapi kau selalu saja mengabaikan perkataanku. Latihan hari ini berakhir sampai di sini saja, baboya!” Aku hanya bisa tertunduk menyembunyikan wajah kesalku atas perlakuan Sunbae terhadapku. Saat ku dengar derap langkah Sunbae meninggalkanku, tanpa aku sadari tiba-tiba saja kalimat itu meluncur keluar dari dalam mulutku, “Sunbae! Bertarunglah lagi denganku. Tiga minggu lagi. Ya, tiga minggu lagi aku akan berubah menjadi gadis yang kuat dan pasti aku akan mengalahkanmu!” Tak sedikitpun kudengar jawaban dari Sunbae, bahkan kini derap langkahnya pun sudah tak ada. Aku berpikir mungkin dia sudah pergi, dengan sedikit keberanian yang tersisa aku mengangkat kepalaku untuk memastikan apa yang terjadi. “baiklah tiga minggu lagi kutunggu di sini dan pastikan kau bisa mengalahkanku. Jika tidak, Neo jugeo (kau mati)!” Perkenalkan namaku Song Hye Gyo, yang tadi itu adalah Sunbaeku, sekaligus Oppaku Mark Tuan. Pasti kalian bingung kenapa kami tak memiliki marga yang sama. “mworago? Neo Micheonnabwa (apa kau sudah gila)? Dia Oppamu!” setelah mendengar perkataanku im jae beom Oppa sangat marah dan dia memukul kepalaku. “appoyo (sakit)! Dia bukan Oppa kandungku, bahkan dia tak pernah mengaggapku adiknya.” “aissh.. bocah ini!” Dari balik sofa aku melihat ada sebuah tangan yang sedang bergerak. Dengan reflek aku memeluk JB Oppa. “Oppa!” Tiba-tiba JR memunculkan kepalanya. “hei JR! apa yang kau lakukan. Kau mau hyeong dan dongsaengmu ini mati?” JR tak mempedulikannya, dia hanya berjalan menuju dapur untuk mengambil minum sambil bergumam. “kalian berlebihan, kalian tak akan mati hanya karena terkejut.” Wang Jackson keluar dari persembunyiannya. Hyeongku yang satu ini sangatlah suka bersemedi dalam kamar. “neo achimbuteo shikeurewo (kau berisik sekali hari ini)!” JB Oppa menjelaskan semuanya kepada jakson Oppa. Reaksi yang mereka keluarkan semuanya sama. Bahkan jaskson Oppa menolak untuk mengajariku. “baiklah aku tak akan meminta bantuan kalian. Jangan menyesal jika kalian kehilangan seorang dongsaeng yang cantik sepertiku” aku memutuskan meninggalkan mereka tanpa peduli dengan teriakan Jackson Oppa yang terus memanggilku. Minggu Ke-I: “heit! heit! heit!” “Song Hye Gyo! Istirahatlah dulu. Kau sudah berlatih selama tiga hari tanpa istirahat. Kecuali tidur dan makan.” JR Oppa menghampiriku yang diikuti oleh Bambam. “aku membawakanmu coklat kesukaanmu. Kemarilah.” Karena mendengar kata coklat hatiku pun mulai goyah, aku menghampiri Bambam untuk mengambilnya. “gomawo,” Bambam Oppa memualai pembicaraan. “aku sudah mendengar semuanya. Apa kau yakin akan melakukan ini” “ne” tiba-tiba JR Oppa buka pendapat. “tapi bisakah kau menang?” “arasseo! Jangan pernah meragukan kemampuanku.” “Baiklah, waiting” Kreeek! Suara pintu dibuka aku melihat kepala Jackson Oppa muncul di balik pintu dojo. “apa yang kau lakukan! Bisa-bisanya kau enak-enak makan. Cepat mulai latihan!” “mwo (apa)?” aku menatap Oppaku satu persatu. Mereka hanya tersenyum. Aku pun berlari memeluk Jackson Oppa dan memberikan popo, -ciuman di pipi. Minggu Ke-II: “hanya segitu saja kemampuanmu? Bagaimana mungkin kau bisa mengalahkan hyeong!” Aku terus saja menyerang tanpa henti, aku tak boleh menyerah. Semua telah membantuku. Aku tak mau kalah dari Mark Oppa. Buk! “appo..” aku mendesis kesakitan. “appo? Kau bilang sakit? Bagaimana jika kau melawan hyeong nanti? Bisa-bisa kau akan kalah dan masuk ICU!” Tanpa kusadari air mataku mengalir di pipi. “mianhae Oppa. Aku sadar aku tak akan pernah menang melawan kalian.” Jackson Oppa pun menghampiriku. Aku merasakan tangannya menggenggam pundakku dengan erat, “mianhae Hye Gyo, aku hanya merasa khawatir dengan keputusanmu. Sebenarnya apa yang ingin kamu buktikan pada hyeongmu itu?” Aku hanya bisa diam, lebih tepatnya lidahku terasa kaku, tak sedikitpun kata-kata bisa keluar dari mulutku. “apa karena kamu mencintainya?” aku hanya bisa tersenyum sinis mendengar perkataan Jackson Oppa. “sarang? Ne, aku mencintai mark Oppa sejak pertama eomma dan appa membawaku ke rumah. Awalnya aku sangat benci dengan Oppa yang tak pernah mau menganggapku adik. Tapi aku sadar diri aku hanyalah anak pungut. Anak dari sahabat eomma yang meninggal. Tapi tanpa aku sadari perasaan ini sudah berubah begitu cepat.” JB Oppa yang sedari tadi hanya diam kini telah menggenggam tanganku dan menghapus air mataku. “kau salah paham, hyeong begitu menyayangimu bahkan dia mencintaimu. Bahkan sebelum eomma dan abeoji membawamu sebagai adik mark. Setiap pulang sekolah dia selalu melewati depan rumahmu dan dia berkata ‘dia putri teman eomma. Dia sangat cantik. Suatu saat nanti aku akan memanggilnya Chagiya’ Karena itu dia tak pernah bisa menggapmu seorang adik. Dia terus bekerja dari pagi hingga malam di kantor aboeji adalah karenamu. Semua hadiah yang kau dapat itu adalah hyeong. Sikap dinginnya karena dia tak ingin kehilanganmu” “bahkan yang memintaku membantumu adalah hyeong.” Perkataan Jackson Oppa dan JB Oppa membuat air mataku terus mengalir dengan deras, aku tak bisa berhenti. “karena itu jangan kalah hanya karena perasaanmu. Karena Oppa-Oppamu ini akan selalu menjagamu.” Minggu ke-III (hari terakhir): “heit! heit! heit!” Buk! “Oppa gwenchana?” Jackson Oppa terjatuh. “gwenchana. Kau sungguh hebat. Aku rasa latihan hari ini sudah cukup. Istirahatlah, dan aku akan meminta JR mengobati lukaku.” Aku tersenyum bahagia, aku telah berhasil menjatuhkan satu macan tutul. “gomawo Oppa!” setelah ini aku berniat untuk menemui Bambam Oppa. Tapi setelah aku mandi dan berganti pakaian. 19:00 PM Tok! Tok! Tok! “Oppa,” Aku tak melihat sedikitpun ada hidung mancung Bambam. Di mana dia sebenarnya, ketika aku berjalan ke taman belakang. Aku tak sengaja mendengar. “wae? Bukankah hyeong bilang akan melawan Hye Gyo?” bukankah itu suara bambam Oppa? Dengan siapa? “aku tak bisa melawannya. Aku tak bisa menyakitinya, katakan saja besok aku ada tugas ke luar kota. Dia pasti akan mendengarkanmu,” Mark Oppa? Mwo? Dia tak mau melawanku? Apa-apaan ini? “hyeong dia sudah berlatih sangat keras. Apa hyeong akan menghancurkan perasaannya? Bukankah hyeong mencintainya? Jika begini hyeong akan kehilangan dia.” Sarang? Naega? Aku bingung mendengar perkataan mereka. Jika dia mencintaiku tak seharusnya dia menghindariku. Aku berusaha pergi dari sana. Pyaaar!! Aishhh.. cerobohnya aku!! “siapa dis ana?” aku memutuskan untuk bersembunyi di kamar mandi. “bagaimana mungkin guci ini pecah dengan sendirinya?” aku mendengar derap kaki Oppa-Oppaku menjauh pergi. Hari penentuan: 06:00 AM Tok! Tok! Tok! Ku buka pintu kamar Mark Oppa. Kulihat dia sedang tidur membelakangi pintu. “Sunbae.. jangan pernah berpikiran kau bisa kabur. Dan aku tahu kau sedang tidak tidur, kutunggu di dojo siang ini” Kututup kembali pintu kamar Oppa. Ada rasa takut jika Oppa tak datang. Tapi aku harus percaya dengan Oppa. Dia tak pernah ingkar dengan janjinya. Pukul 14:00 PM Apa dia tak datang? Sudah jam segini dia tak juga muncul. Apa dia benar-benar, “aish Sunbae ternyata benar-benar pengecut!” “mwo? Siapa yang kau katai pengecut, babo? Ayo kita mulai” Setengah jam berlalu. Satu jam berlalu. “aish.. jika begini aku tak akan pernah bisa menang,” kalimat kekalahanku mulai memenuhi otakku. “wae? Kau akan menyerah? Gurae?” tersungging senyum sinis milik Sunbae. “Naega? Menyerah? Ani. Aku tak akan menyerah hanya karena orang seperti Sunbae!” Aku mulai bangkit kembali. Berkali-kali aku terjatuh. Tapi aku akan berkali-kali bangkit juga. Bukankah seperti itu perasaanku? Aku akan membuatnya mengakui hatinya padaku. Buk! Mwo? Sunbae terjatuh? Wae? “dari mana kau belajar tendangan memutar itu? Jackson?” “Ne. Sunbae gwenchana?” Aku baru saja menjatuhkannya. Aku tak percaya ini. Semuanya tak sia-sia. Aku menang. “apa maumu?” “naega, jadikan aku kekasihmu.” “mwo? Nae yoja chingu (kekasihku)?” “Ne. Neo yoja chingu!” Tiba-tiba saja Mark maju mendekatiku. Dan itu membuatku cukup takut, aku terus mundur menjauhinya. “wae (kenapa)? Kenapa kau terus mundur?” “eng.. a-a-ani!” saat aku akan mengatakan, “sa..sa..ranghae op..” Cup.. Tiba-tiba saja bibir Oppa mendarat di atas bibirku. Awalnya aku sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Oppa. Tapi ada perasaan bahagia menjalari hatiku. Singa ini akhirnya mengakui hatinya dan aku sangat menikmati perasaan itu. Cerpen Karangan: Nimas Putri Fitria Sari Facebook: Nimas Fitria Sari Nimas putri fitria sari, seorang pelajar SMA kelas XI IPA. lahir dikota Banjarmasin pada tahun 1997. Cerpen Saranghae Sunbae merupakan cerita pendek karangan Nimas Putri Fitria Sari, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-korea/saranghae-sunbae.html
Ketika Hati Harus Memilih
Aku hancur, ku terluka Namun engkaulah nafasku Kau cintaku, meski aku Bukan di benakmu lagi Dan ku beruntung sempat memiliki mu *Yovie & Nuno ~ sempat memiliki Yah, lagu ini adalah kenang-kenangan dari seorang cowok kocak dan gokil, namanya Arfie. Terakhir kali kami telfonan, dia menyanyikan lagu ini sambil main gitar, yeah.. walaupun rada-rada fales juga suara gitarnya. Dan setelah itu, kami memang tidak ada menghubungi satu sama lain. Nomor handphone dia juga sudah aku hapus dari kontak ku. Mau tidak mau, yah harus mau. Awal perkenalan kami yah, gara-gara facebook.(kayak lagu dangdut). Arfie ini adalah seorang penyiar di salah satu radio, dan aku suka banget dengarin radio ini. Hingga pada akhirnya aku gabung group radio ini di facebook. Dan setelah bergabung, selang beberapa hari ada seorang cowok inbox aku. Nama akun facebooknya “Arfie Nafizar”. Aku bingung, siapa cowok ini langsung inbox dan rada-rada sok kenal gitu kata-katanya. Dia inbox begini: “hey, kamu anak semester 4 itu ya” Aku reply saja “bukan, kau salah orang” And dia reply again “masa sih, tapi aku yakin deh yang aku lihat di kampus tadi emang kamu” “ha? kapan kakak lihat aku? Eh, ini kak Arfie penyiar radio itu ya” “iya, haruskah aku membentangkan spanduk biar kamu lihat aku di kampus?” “harus dong, jangan lupa di spanduknya di tulis “SLANK” hahahaha” Yah, begitulah awal perkenalan kami. Dan dia ternyata kakak tingkat ku di kampus. Tiap hari, aku selalu chatting sama dia. Anaknya memang asyik sih, gokil pula. And dia ini penggemar berat Liverpool. sedangkan aku sendiri, pecinta Manchester United. Jadilah kami selalu nyambung kalau ngomongin soal bola. Dan ini semua membuat kami jadi makin akrab. Walau di kampus kami cuma melihat dari jauh saja, karena kelas kita seberangan. Huhu.. Dan, semua ini membuat aku jadi takut. Yah, takut kalau nanti dia suka sama aku. Karena bagaimanapun juga, aku sendiri sudah ada yang punya, dan kekasihku itu sekarang sedang kuliah di luar kota. Aku dan dia menjalani hubungan jarak jauh selama 3 tahun. Dan kedekatanku dengan Arfie, tentu saja tidak diketahui olehnya. Tapi aku tetap saja was-was, karena kakak dari kekasihku ini satu kelas dengan Arfie di kampus, dan mereka juga berteman akrab. Dan hal yang aku takuti, akhirnya terjadi juga. Arfie nyatakan perasaannya ke aku. Dan aku? Hah, bodohnya aku ini, kenapa aku juga suka sama Arfie. Dan akhirnya, Arfie tahu kalau aku sudah punya cowok. Tapi dia tetap sayang, walaupun semenjak dia tahu hal itu, dia sempat nggak ada hubungin aku lagi. Dan aku pun berusaha buat lupain dia, tapi ternyata nggak semudah yang di bayangkan. Karena di kampus, tanpa disengaja kami sering bertemu. Dan kadang saling curi pandang lewat jendela kelas masing-masing. Sampai akhirnya, dia kembali kirim sms ke aku “entah kenapa, dari tadi aku memikirkan kamu terus, maaf” Semakin sakit rasa hatiku baca pesan singkat dari dia. Dan setelah sms itu, kami jadi komunikasi lagi, dan akrab lagi, walaupun dia tahu, aku ini milik orang lain. Dan akhirnya, aku kembali berhenti komunikasi dengan dia, semua ku lakukan demi keutuhan cintaku dengan kekasihku. walaupun memang berat untuk melupakan Arfie. Dan malam itu aku iseng dengar radio. Dan ternyata, Arfie yang lagi siaran, dan di sela cuap-cuapnya itu dia bilang malam itu mau berangkat ke Bandung. Wow, mau ngapain ya dia ke sana? Tanyaku dalam hati. But, siapa gue gitu harus tahu mau ngapain dia ke Bandung. Ya udah, tutup mulut aja deh. Dan selama 4 hari dia nggak masuk kuliah. Jadi nggak semangat aku, sepi juga nggak ada yang di lihatin di kelas seberang. Dan bebarapa hari kemudian, saat aku siap-siap ke kampus, aku dapat sms dari Arfie “kamu dimana” “di kampus” jawabku singkat “aku tunggu di gerbang kampus yah, aku mau ketemu sebentar, ada sesuatu yg mau aku kasih ke kamu” Wow banget aku dapat sms dari dia. Aku fikir sudah bisa lupain aku, tapi ternyata malah ngajak ketemuan. Sampai di kampus, ternyata kelasku sudah ada dosen. Aku sms aja dia “kelasku udah ada dosen nih” And dia reply “ya udah, ntar kalau kamu duluan pulang tunggu aku di gerbang ya, jangan pulang dulu” “oke” Dan ternyata benar, kelasku duluan pulang. Jadi deh aku nunggu dia di gerbang. Tapi lama-lama bete juga, akhirnya aku pindah tempat deh ke depan kampus. Nggak lama kemudian dia sms “dimana?” “aku di depan kampus” Tidak lama kemudian, dia datang dan memanggil aku. Aku kemudian mendatangi dia “ini buat kamu”. Kata Arfie “apa ini?” “udah ambil aja, aku duluan ya” kata Arfie yang langsung pergi meninggalkan aku. Aku masih saja bengong dengan sesuatu yang ada di tanganku sekarang ini, sambil ngeliatin Arfie yang senyum dari kejauhan. Gantungan kunci Manchester United? Oleh-oleh dari Bandung nih? Aku pun bergegas pulang. Dan setelah pemberian kunci itu lah terakhir kali aku komunikasi dengan dia. Sampai pada akhirnya aku lihat berita di facebook, kalau dia berpacaran dengan seorang cewek yang berasal dari luar pulau. Jujur, sempat jealous juga membaca berita itu, tapi siapa aku sampai harus jealous, harusnya aku senang, karena dia sudah dapat pengganti aku. Dan aku, langsung delete nomor handphone Arfie. Mungkin dia juga begitu. Dan sejak saat itu, aku fokus dengan hubunganku sendiri. Dan, malapetaka itu akhirnya terjadi juga. Entah dapat berita dari siapa, kekasihku tahu tentang kedekatanku dengan Arfie. Dia marah, sedih dan kecewa denganku. Dan aku, merasa jadi orang paling bodoh sedunia karena sudah menghancurkan kepercayaan kekasihku sendiri. Dan untungnya, kekasihku mau memaafkan ku, dan hubungan kami masih berjalan hingga saat ini. Aku benar-benar menyesal sudah menyakiti hati seorang pria yang tulus cinta padaku. Dan cinta memang harus memilih, karena hati itu sepasang, hanya ada aku dan kamu, dua, bukan tiga. Aku berharap Arfie juga bisa segera melupakan aku, dan membuang jauh semua kenangan yang pernah terjadi antara aku dan dia. Karena cinta, memang harus memilih Cerpen Karangan: Elita Nur Fhadillah Facebook: Lita Nur Fhadillah Cerpen Ketika Hati Harus Memilih merupakan cerita pendek karangan Elita Nur Fhadillah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-galau/ketika-hati-harus-memilih.html
Hijab
“Kenapa cewek itu harus berhijab?” Tanya Syifa pada seorang pemuda yang duduk di bangku di depannya. Cowok itu tidak menoleh, hanya cukup mendengar. Sepasang kedua matanya yang teduh menerawang ke depan. Seulas senyum indah terukir di bibirnya. “Yeee dijawab malah senyum. Lo masih waras kan syihab? Gue nanya nih.” Pria yang dipanggil Syihab itu lantas merogoh saku celananya dan mengeluarkan dua bungkus permen. Lalu menyodorkannya ke Syifa. “Untuk gue ya?” Tanya cewek itu dengan binar-binar di matanya. Syihab mengangguk. Namun belum sempat Syifa mengambil permen itu, Syihab terlebih dulu membuka salah satu bungkus permen dan menjatuhkan kedua permen itu di lantai. Syifa merengut, “niat ngasih nggak sih? Berasa sengaja tadi.” Lagi-lagi Syihab hanya memberikan tersenyum. Syifa memungut salah satu permen itu seraya menggerutu, “nggak apa-apalah, yang satunya belum kebuka juga.” “Kok nggak ambil permen yang itu juga.” Tunjuk Syihab pada permen yang telah terbuka bungkusnya. “Gue masih waras Syihab. Nggak gila. Itu permen sudah kotor, tuh nggak lihat belum berapa menit sudah ada semut di sana. Gue manusia, pengen makan yang enak dan pasti yang bersih tambahin higienis.” “Nah, itulah jawabannya.” Syifa cengo, ia hampir keselek permen yang baru masuk di mulutnya. “Permen itu mengibaratkan wanita yang berhijab dan tidak. Kita umpamakan permen yang terbuka itu adalah wanita yang tidak berhijab. Permen itu manis bukan? Dan pasti banyak yang suka. Sehingga ketika ia terbuka, akan banyak mendekati. Tentunya dengan macam-macam cara dan tujuan. Coba lihat permen itu ketika telah terbuka. Apakah masih ada yang mau memakannya? Tidak kan. Apakah masih berharga, jika sudah tergeletak di lantai lalu ditutupi oleh debu-debu yang menempel di tubuhnya. Coba lihat permen yang kau pegang. Kau mengambilnya karena masih bersih dan bisa dimakan. Karena masih ada pembungkus yang melindunginya, begitulah perumpamaan cewek yang berhijab. Pembungkus itu berfungsi untuk melindungi permen tadi baik dari debu, kotoran, maupun yang lainnya. Fungsinya sama seperti hijab. Paham?” Syifa mengedip lucu, “paham ustadz.” Sementara Syihab tertawa kecil mendengar guyonan dari Syifa. Cerpen Karangan: Yenni Marlina Facebook: Yenni Marlina Salah satu murid SMA Negeri 19 Palembang yang tengah menghadapi Un. Penulis Wattpad, dengan username DeyliraSenja98. Selamat membaca, dan mendapatkan hal positif didalamnya. Cerpen Hijab merupakan cerita pendek karangan Yenni Marlina, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-islami-religi/hijab.html
Bintang Utama
Adeeva Point Of View Ini aku, sang bintang utama. Aku pemegang peran utama pada cerita ini. Namaku Adeeva Afsheen Myesha. Aku hidup serba berkecukupan. Aku cantik dan selalu menjadi pusat perhatian. Banyak yang menyukaiku, tapi banyak juga yang membenciku karena iri denganku. Tapi dari semua itu, aku juga manusia biasa. Tak ada yang mengetahui aku memiliki kelainan pada jantungku. Aku tak punya sahabat ataupun teman. Aku tak ingin banyak orang yang menangisiku bila aku sudah tak bisa bertahan di dunia ini. Hari ini seperti biasa aku menjadi pusat perhatian semua murid di sekolah. Aku berjalan seolah tak ada orang di sekitarku. Bukan sombong, aku hanya tak ingin ada teman. Di kejauhan sana, ku lihat seorang murid. Ia terlihat seperti kutu buku di sekolah. Ketika aku sedang asik memperhatikannya yang kesulitan membawa buku ia pun menengok ke arahku. Seketika aku melempar pandanganku ke arah lain. BRUKKKK JEDUR JEDER Terdengar suara benda terjatuh yang cukup kencang. Aku menoleh ke asal suara dan menemukan murid kutu buku itu terjatuh dan semua bukunya berserakan. Kacamata yang ia kenakan sudah terlepas entah ke mana. Secara reflek aku segera berlari ke arahnya dan membantunya untuk berdiri dan mengumpulkan buku-bukunya. Setelah itu kucarikan kacamatanya yang terjatuh. Naasnya kacamatanya retak mungkin karena ia terjatuh cukup kencang. Setelah ku bantu berdiri, aku sudah siap untuk beranjak namun ia menahan tanganku dan berkata, “Hei, ma…ma…makasih ya… u..udah ba..ban…bantu a…ku..” mendengar murid tersebut berbicara tergagap-gagap aku tersenyum tipis sambil berkata, “gak usah gugup gitu, kayak ngomong sama setan aja.. Lain kali hati-hati kalo jalan..” setelah berkata demikian aku segera berlalu dari hadapannya. Selama di kelas aku tersenyum membayangkan ekspresi murid culun itu. Penampilannya yang culun itu membuatnya menjadi aneh. “ADEEVA AFSHEEN MYESHA, TOLONG PERHATIKAN GURU KETIKA MENGAJAR!” mendengar teguran itu seketika aku tersadar dari lamunanku. “Ah, iya Pak. Maaf saya lagi kurang enak badan. Bolehkah saya minta izin ke UKS?” guru tersebut mengangguk dan aku segera berjalan-jalan. Pergi ke UKS hanya alibiku untuk keluar dari kelas. Sejujurnya penyakitku sedang tidak kambuh. karena tak ada kerjaan yang dapat kulakukan, akhirnya aku pergi ke kantin untuk membeli teh hangat. Aku membuka ponsel pintarku dan memainkan game untuk menghilangkan bosan. Tak terasa bell telah berbunyi akupun segera membayar minumanku dan bergegas kembali ke kelas. Tak terasa jam munjukkan pukul 14.30 waktunya aku untuk segera pulang karena jam 16.00 aku ada janji dengan dokter keluarga untuk mengontrol kesehatan jantungku. Ketika aku melewati koridor tiba-tiba seorang menahan tanganku. Ternyata dia adalah murid yang kutolong pagi ini. “Hei, aku kayaknya belum kenalan secara resmi sama kamu. Aku rasa kamu juga belum tahu namaku siapa. Kenalin, namaku Zaidan Randi Tohari. Panggil aja Zaidan.” Aku hanya menatapnya datar kemudian berkata, “Deeva.” Setelah aku mengatakan itu aku segera melepas pegangannya pada tanganku kemudian aku berjalan menuju mobilku yang sudah berada di depan lobby sekolah. sekali lagi, aku bukannya sombong, tapi aku takut ketika waktuku habis semakin banyak orang yang menangisi kepergianku. Jam menunjukkan pukul 16.00, dokter yang kutunggu sudah tiba di rumahku. “selamat sore Nona Deeva.. Bagaimana kabar anda hari ini? Apakah ada suatu keluhan?” Tanya dokter itu ramah. “Ah.. Sore, Dok… hari ini saya baik dan kebetulan tidak ada keluhan yang cukup serius.” Jawabku dengan ramah. “Dokter yang mendengar perkataanku tersenyum kemudian berkata, “Kalau gitu, mari kita mulai pemeriksaannya, Nona” akupun mengangguk kecil dan bangkit dari tempat duduk menuju kamarku untuk memeriksa keadaanku. “Nona… sejauh dari yang saya lihat, kondisi jantung anda baik untuk hari ini. Tapi anda tetap harus berjaga-jaga dan jangan sampai anda membuat jantung anda bekerja terlalu keras, karena ini bisa mempengaruhi kondisi anda kedepannya.” Jelas dokter tersebut. “Dok.. Apa aku masih ada kesempatan untuk sembuh dari kelainan ini?” tanyaku perlahan. “Satu-satunya cara hanya mencari pendonor jantung yang memiliki jantung yang cocok dengan Nona.” Jawab dokter itu dengan hati-hati. “Yah, saya hanya bisa berdoa semoga ada pendonor yang memiliki jantung yang cocok denganku. Kalau begitu terima kasih Dok telah memeriksa saya.” Kataku dengan pasrah. “Kalau gitu saya balik dulu ya, Nona. Permisi.” Kata dokter itu sambil keluar dari kamarku. Aku memutuskan untuk tidur untuk menghilangkan berbagai macam pikiran buruk yang bersarang di otakku saat ini. Mataku terbuka dan tak terasa waktu sudah pagi. Aku segera bangun dan bersiap untuk sekolah. ketika menuruni tangga terlihat di sana ada orangtuaku dan adik laki-lakiku. Aku menyapa mereka dan memulai sarapan. Setelah itu ayahku yang mengantarkan aku ke sekolah. Beginilah keseharianku jika berangkat diantar oleh ayah namun ketika pulang dijemput oleh supir keluarga. “Deev, gimana kontrol kemarin? Semua baik-baik saja kan?” Tanya ayah. “Ya… seperti biasa sih. Kata dokter keadaanku masih baik-baik saja, Yah.” Jawabku. Ketika mobil yang dikendarai ayahku tiba di sekolah, aku mencium pipi ayahku dan segera turun dari mobil. Selama perjalanan ke kelas seperti biasa semua orang memperhatikanku. Saat aku sudah memegang gagang pintu kelas, Zaidan memanggilku sambil berlari ke arahku. “huh… huh… pagi.. huhhh.. Deevaaa…” Katanya sambil tersenyum manis. Kuakui ia tidak jelek hanya terlihat culun saja. Aku hanya menatapnya datar kemudian masuk ke dalam kelas karena kurasa bell masuk akan segera berbunyi. Ketika kulihat jam tanganku, ternyata sudah waktunya pulang sekolah. aku harus segera pulang agar supirku tak menunggu terlalu lama. Belum sempat beranjak dari kursi, laki-laki itu Zaidan menghampiriku sambil tersenyum “Deev, mau pulang bersama?” tanyanya dengan ramah. Inikah rasanya memiliki teman? Ada yang memperhatikan, bisa diajak pulang bersama, jalan-jalan bersama. Ah, aku segera menghilangkan angan-anganku itu. Aku memutuskan untuk tidak menjawab tawarannya dan pergi dari kelas. “DEEV..! KOK KAMU PERGI SIH? KAMU MALU YA JALAN SAMA COWOK CUPU KAYAK AKU?” pertanyaan yang lebih mirip pernyataan itu membuatku berhenti berjalan. “Denger ya cowok cupu, semua yang lo omongin itu bener. Gue malu jalan sama cowok cupu kayak lo. Dan jangan sekali-sekali lo sok akrab sama gue, ngerti?” kataku penuh tekanan. Zaidan hanya diam dan menatapku dengan sorot terluka. Maafkan aku Zaidan, sebernarnya aku tak ingin berbicara seperti itu pada laki-laki sebaik kamu. Tapi, aku harus melakukannya agar kamu tidak jadi temanku dan menambah daftar orang yang sedih akan kematianku yang tak tahu kapan. Aku segera berjalan cepat menuju mobil. Ketika berjalan kurasakan jantungku berdetak kencang. Tidak!! Tolong jangan sekarang ya Tuhan. Aku percepat lajuku ke mobil. Ketika aku ingin membuka pintu mobil, tiba-tiba semuanya menjadi gelap – Sebulan Kemudian – Zaidan Point Of View Sebulan yang lalu. Tepat ketika Deeva membuat hatiku terluka. Saat itu pula, pertemuan terakhir kami. Bahkan ia tak masuk ke sekolah selama sebulan ini. Kemana dia? Apa sebegitu malunyakah ia pada cowok cupu sepertiku? Setelah Deeva membuatku terluka, aku memutuskan untuk mengubah penampilanku menjadi lebih baik. Sekarang semua orang tak ada yang mengataiku cowok cupu atau culun lagi. Meskipun aku senang karena sudah tak ada ledekkan yang dilontarkan untukku, namun hatiku terasa kosong. Sejujurnya aku merindukannya, orang yang telah melukai harga diriku meski yang dikatakannya itu seratus persen adalah benar. Saat ini aku sedang berjalan sambil memikirkan di mana rumah Deeva. Tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk bertanya kepada ibu di tata usaha. TOK.. TOK.. TOK.. “Permisi Bu, saya mau tanya boleh?” Ibu tata usaha menatapku dengan pandangan tak bersahabat, “Mau tanya apa kamu?” Aku tersenyum tipis, kemudian berkata “apakah ibu memiliki data lengkap dari siswi yang bernama Adeeva Afsheen Myesha?” Ibu tata usaha itu menatap tajam ke arahku, “Maaf ya, itu tidak bisa diberikan kepada sembarang orang! Kamu mengerti?!” Sepertinya tak ada cara lain. “Bu, gimana kalo saya kasih uang berapapun yang Ibu mau, asal data itu bisa saya dapatkan, karena ini penting..” Ibu tata usaha itu berpikir sebentar kemudian berkata, “baiklah saya minta lima ratus ribu rupiah untuk uang tutup mulut dan pemberian data.” Segera kukeluarkan lima lembar seratus ribu dan ia langsung memberikan data yang kubutuhkan. Deeva… Tunggu aku. Aku akan segera ke sana. Jam menunjukkan pukul 14.30, aku segera bergegas menuju rumah Deeva. Di perjalanan aku terus memikirkan apa yang akan aku ucapkan pada Deeva nantinya. “Ohh, ini rumahnya.. gede juga ya” gumamku. “Dek, ada apa ya ke mari?” tiba-tiba satpam itu datang dan menemuiku. “Ah, gini pak, apa benar ini rumah Adeeva?” tanyaku dengan sopan. “Ohh… temennya Nona Deeva ya, Den? Kalo Aden cari Non Deeva, dia gak ada di sini, tapi di Rumah Sakit X. DEGG… Rumah Sakit X? bukannya itu rumah sakit khusus penyakit jantung? Ada apa dengan Deeva? Ya Tuhan semoga apa yang aku pikirkan tidak terjadi. Seketika semua kalimat yang aku rangkai saat perjalanan sudah hilang. “Oh, oke Pak, saya ke sana aja deh.. kalo boleh tau siapa yang sakit ya, Pak?” Satpam itu tersenyum sedih kemudian berkata, “Non Deeva mengalami kelainan jantung sejak lahir, saya bisa tahu karena saya sudah mengabdi pada keluarga ini sejak saya masih muda.” Jelas satpam itu. Aku segera menyalakan mesin motorku dan beranjak menuju Rumah Sakit X. Sesampainya di rumah sakit, aku segera ke ruang resepsionis dan menanyakan ruangan atas nama Adeeva. Setelah mengetahui aku segera menuju lift. Sepertinya dewi fortuna sedang baik padaku kebetulan lift kosong dan aku segera masuk kemudian menekan tombol lantai yang akan kutuju. Kata resepsionis tadi kamarnya nomor 712. Kuketuk pelan pintunya kemudian membuka. Di sana terlihat sepasang suami istri dengan raut lelah menengok ke arahku kemudian bertanya, “Cari siapa ya, Dek?” aku langsung menjawab “Saya temennya Adeeva, Tante, Om. Nama saya Zaidan. Saya ingin melihat keadaan Deeva.. boleh kan?” Ibu tersebut tersenyum sedih dan berkata, “Silahkan masuk, Nak. Deeva sekarang koma. Ini tepat sebulan setelah ia pingsan di samping mobil dan koma. Dokter tak ada yang dapat mengetahui kapan Deeva akan bangun. Kita semua di sini hanya bisa berdoa agar Deeva segera bangun dan kembali kepada kami..” aku tak bisa menahan air mata ketika mendengar penjelasan dari Ibunya Deeva. Ternyata ini sebab ia tak masuk selama sebulan ini. Kudekati ranjang di mana Deeva terbujur. Bibirnya yang dulu merah sekarang putih seperti mayat. Tubuhnya yang berisi sekarang menjadi kurus. Matanya yang selalu bercahaya, kini tertutup rapat. Ia yang terlihat kuat kini sangat rapuh. Tanpa kusadari air mataku terjun. “Deev.. kenapa kamu bisa begini?? Apa hanya aku yang tak mengetahui penyakitmu ini?” tiba-tiba kurasakan tangannya bergerak dan matanya mulai terbuka perlahan. Aku segera berteriak, “TANTEE!! OMM!! DEEVA SADARRR…” aku langsung memencet tombol untuk memanggil suster dan dokter. Setelah mereka datang aku dan orangtua Deeva diminta untuk menunggu di luar. Ketika sedang menunggu tiba-tiba seorang suster keluar dan berkata, “Apakah ada yang bernama Zaidan? Nona Deeva ingin berbicara kepada anda.” Aku langsung berdiri dan berkata, “Saya Zaidan, Sus.” Suster itu mempersilahkan aku masuk. Aku langsung menghampiri Deeva. “Deev, apa karena ini kamu gak mau berteman padaku? Kenapa aku harus tau dengan cara seperti ini Deev?” lalu dengan terbata Deeva menjawab, “Iya itu memang benar. Inilah alasan aku selalu bersikap dingin pada semua orang. Aku tak ingin ada banyak orang yang bersedih ketika kematian menjemputku.. Soal yang waktu itu aku hanya ingin kamu membenciku.” Tatapan matanya kosong tiba-tiba kosong. Perasaanku semakin tak enak. “Deev, kamu bakal balik seperti biasa kan?” tanyaku. Tolong Deev, katakan ya… batinku berteriak. “Maaf Dan, aku rasa waktuku sudah selesai. Aku bangun dari tidur panjangku hanya untuk meminta maaf padamu… tolong jangan menangisi kepergianku ini. Itu membuatku tak tenang.. selamat tinggal Zaidan, sampai bertemu di kehidupan selanjutnya…” setelah itu mata Deeva tertutup dan terdengar suara bunyi yang panjang pada monitor pendeteksi detak jantung. Aku hanya bisa diam di tempat. Menangis pun sudah tak sanggup. Kini aku sadar bahwa aku telah kehilangannya. Kehilangan seorang Adeeva Afsheen Myesha. Seorang perempuan dingin tapi baik hati. Terima kasih Deeva, sudah mau membantuku berubah menjadi lebih baik. Kaulah bintang utama di hatiku. Dan selamanya akan seperti itu. Sampai jumpa dI kehidupan selanjutnya… Adeeva Afsheen Myesha. Cerpen Karangan: J. Abigail Facebook: Jacklyn Abigail J. Abigail biasa dipanggil jeje. Adalah seorang murid kelas 2 SMA yang memiliki imajinasi tinggi. Semua karyanya 100% fiksi dan tidak nyata. Cerpen Bintang Utama merupakan cerita pendek karangan J. Abigail, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-sedih/bintang-utama.html
Misteri Penjaga Sekolah
Suati hari ada 5 orang sahabat yang selalu bersama-sama, nama mereka adalah Widya, Aldo,,Putra, Goris dan Shinta. Mereka bersekolah di SMP N 14 Kendari. Mereka semua sekolah pada siang hari dan pulang pada malam. Pada sore itu mereka sedang duduk di dalam kelas sambil berbincang-bincang tentang hantu “di sekolah kita ada hantu berbadan hitam dan memegang cahaya terang di tangannya” kata Shinta. “Iihh seram banget!” Kata Goris “apa itu di dekat jendela, kayaknya itu hantu?” Kata Putra Serempak mereka berkata “di mana?” “Tapi aku bohong, hahahahah” Putra pun tertawa terpingkal-pingkal. Semua teman-temannya pun langsung memarahi Putra. Jam pelajaran Matematika berlangsung yang diajarkan oleh Bu Hamna, Putra pun melihat sekelebat bayangan hitam lewat “Teman-teman apa itu? Ada bayangan hitam” kata putra “ah, aku tidak percaya” kata Widya “hahaha Putra… Putra… Kamu kerjanya bohong terus sih, jadi kamu tidak dipercaya lagi” kata Aldo. Putra pun menenangkan dirinya dan berpikir itu hanya perasaannya saja. Jam pelajaran pun selesai mereka semua sedang duduk di bangku taman dan hari sudah mulai gelap. “Apa itu, sepertinya itu hantu yang kita ceritakan tadi!” Kata Widya “baiklah kalau begitu lebih baik kita pastikan.” Kata Aldo “OK” kata mereka semua. Sesampai di bayangan hitam membawa cahaya terang mereka semua sangat kaget ternyata itu bukan hantu, Akan tetapi itu pak Rusdin. “Apa yang Bapak lakukan disini?” Tanya Shinta “Sebenarnya saya hanya piket malam.” Kata pak Rusdin. Cerpen Karangan: Rindy Sastra Facebook: Rindy Queenerra Cerpen Misteri Penjaga Sekolah merupakan cerita pendek karangan Rindy Sastra, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-misteri/misteri-penjaga-sekolah.html
Hadiah Terindah dari Sahabat
Dua gadis cilik sedang asyik bercengkerama di atas rumah pohon milik Almarhum Kakek salah satu gadis. Mereka bernama Aura dan Naura. Mereka adalah sahabat yang akrab dan kompak satu sama lain. “Aura, aku pulang dulu, ya! Udah sore nih.” Pamit Naura. Aura mengangguk dan tersenyum. Naura turun dari rumah pohon dan segera pulang. Jarak rumah Aura dan Naura hanya sekitar 100 meter. Keadaan Naura pada malam hari.. “Nak, ada sesuatu yang harus Bunda sampaikan kepadamu.” Ujar Bunda Naura kepada anak semata wayangnya itu. “Ada apa, Bunda?” Tanya Naura penasaran. “3 hari lagi, kita ikut Nenek ke Inggris. Tapi hanya 5 tahun tinggal di sana.” Kata bunda sambil menyeruput teh hangatnya. “APA? Bagaimana dengan Aura, bun? Naura sayang banget dengan Aura dan teman-teman yang lain. Hiks.. Hiks..” ujar Naura sambil menangis karena harus berpisah dengan Aura. “Naura, kamu bisa ngobrol dengannya via sosmed.. Atau, kamu bisa belikan hadiah untuknya.” Usul Bunda. Naura terdiam. Keesokan harinya.. Aura menyapa Naura. Namun, Naura bersikap dingin kepada Aura. Ada apa ini? “Naura sikapnya aneh gitu.. Aku bakal bikin surat, lalu aku simpan di tasnya.” Gumam Aura. Lalu, Aura membuat surat untuk Naura. Naura sedih. Ia merasa, kalau Aura sudah banyak menolongnya. Ia akan meminta maaf kalau saat dia akan pindah. Malamnya, Naura terkejut karena ada surat dari Aura. “Naura, aku mau minta maaf kalau aku punya salah. Tapi, aku mau nanya, kamu itu tadi kenapa sih? Ada masalah ya? Kalau ada masalah, jawab surat ini, kumohon. -Aura-” Lalu, Naura menjawab suratnya Aura secara langsung. Esoknya.. “Aura, aku mau cerita sesuatu kepadamu.” Ucap Naura pelan. Aura tersenyum sumringah. “Wahhh mau cerita apa, Nau?” Tanya Aura. “Hmm.. Sebenarnya.. Besok aku pindah ke inggris. Aku menetap di sana selama 5 tahun.” Cerita Naura. Aura terkejut, lalu ia memeluk Naura. “Nau, kumohon, hari ini kita harus bersenang-senang sebelum kepindahanmu.” Kata Aura. Naura terharu. Aura dan Naura memutuskan pergi ke Mall. Ini salah satu hadiah terindah bagi Naura. “Aku mau ke sana ya!” “Aku ke sana dulu oke!” Mereka berpisah. Naura membeli 2 Kalung bertuliskan “Ra2” karena nama belakang mereka sama-sama huruf A. Sedangkan Aura membeli 2 Buku diary, untuknya dan untuk Naura. Ketika mereka bertemu kembali… “Aura, ini kalung buat kamu.” Kata Naura. Aura terharu. “Terimakasih, Nau. Ini juga diary buat kamu.” Kata Aura. “Thank you so much, Aura..” Naura memeluk Aura. Besoknya… “Bye Naura!! Selamat sampai tujuan yaa.” Kata Aura keras. “Iyaa aku pasti merindukanmu, jaga diri baik-baik!” Pesan Naura. Ya, mereka akan saling merindukan satu sama lain. Cerpen Karangan: Haifa Khairiyyah Facebook: Haifa Khairiyyah Haifa Khairiyyah, lahir pada tanggal 13 April 2005 yang memiliki hobi menulis dan membaca. Cerpen Hadiah Terindah dari Sahabat merupakan cerita pendek karangan Haifa Khairiyyah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" ada ga kalau cerpen yang menganjurkan berbahasa yang baik dalam kehidupan Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/hadiah-terindah-dari-sahabat.html
Tikus Kantor
Hiruk pikuk manusia berkumpul dalam suatu lapangan nan luas sedang berjuang menegakkan keadilan dan hak-hak mereka. Suara takbir “Allahu akbar!!” lantang terdengar di langit. Semuanya saling menyuarakan aspirasinya kepada sang pemimpin yang dhalim atas perlakuan dan kebijakannya yang membuat rakyatnya sangat tercekik. Lautan manusia dengan membawa atribut serta spanduk-spanduk semakin mendekati kantor bupati yang berada di ujung lapangan. Para petugas keamanan yang jumlahnya tak sebanding dengan jumlah masa demonstran akhirnya tertembus juga oleh kerumunan masa pada saat itu. Saat itu saya adalah salah satu bagian dari para demonstran itu, sebagai mahasiswa dan rakyat kecil saya merasa pemimpin yang menjabat saat ini tidak pernah peduli dengan rakyatnya, kebijakannya sering menimbulkan polemik di masyarakat, salah satu contoh kebijakannya yang menimbulkan pertanyaan besar adalah proyek pembangunan rumah sakit yang ditargetkan pada tahun 2015 ini selesai, namun hingga tahun 2016 ini pembangunan rumah sakit berhenti tanpa ada alasan yang jelas. Bahkan ada gosip yang mengatakan bahwa sang bupati telah melakukan tindakan korupsi dalam proyek pembangunan rumah sakit itu. Setengah hari kami berkumpul di tengah lapangan dengan suara teriakan yang masih lantang terdengar, menyuarakan permintaan rakyat agar bupati yang sekarang segera turun dari jabatannya dan diproses secara hukum. Semuanya nihil tanpa ada respon dari pihak pemerintahan. Barisan keamanan pun semakin melonggarkan jeratan kami yang membuat rombongan para demonstran dapat menembus barisan keamanan. Dengan suara teriakan “Allahu Akbar!!” kerumunan demontran berhasil masuk melewati barisan keamanan. Tanpa rasa ragu-ragu lagi kami memasuki kantor bupati dan langsung dihadang oleh tim pengamanan bupati. Kami mencoba menerobos keamanan itu namun sangatlah susah. Tetapi Alhamdulillah saya dan 4 demonstran lainnya berhasil masuk ke dalam kantor dan bertemu dengan sang bupati. Walau awalnya kami terus ditarik keluar oleh tim keamanan, akan tetapi akhirnya sang bupati mengijinkan kami berlima untuk masuk menemuinya. Ketika itu kami disuruh untuk duduk di depan meja pak bupati, di samping kanan kiri kami banyak para pejabat pemerintahan dan beberapa anggota DPRD yang sedang duduk dengan muka tegang. Terlihat di samping tempat duduk pak bupati 4 anggota KPK dengan menggunakan kaos bertuliskan KPK di dada sebelah kirinya. Nampaknya kasus korupsi pak bupati kami sudah semakin terbuka kejelasannya, hal itulah yang membuat kami semakin yakin akan tindakan kami ini. Salah satu pejabat pemerintahan yang ada di sekitar kami menanyakan tujuan kami melakukan aksi ini. Kemudian dengan lantangnya saya menjawab. “ada tiga permintaan kami kepada engkau wahai bapak bupatiku, pertama, kami ingin kejelasan mengenai pembangunan rumah sakit yang ditargetkan selesai tahun 2016 akan tetapi sekarang proses pembangunannya berhenti total. Kedua, kami ingin keadilan hukum di daerah kami ini, hukum yang tidak selalu manis bagi kalangan atas tetapi pahit bagi kalangan bawah seperti kami. Dan yang terakhir jika bapak terbukti melakukan tindakan korupsi atas pembangunan rumah sakit tersebut, kami ingin hukum yang berbicara dan tajam ke anda”. Kemudian setelah di dalam kantor kami menyampaikan berbagai permintaan kami, kami berlima pun dipersilahkan pulang dan membubarkan barisan demonstrasi. Sang bupati telah berjanji bahwa dia akan menuruti semua permintaan rakyatnya tadi, dan nampaknya sudah kelihatan jelas bahwa dia akan terjerat kasus korupsi atas pembangunan rumah sakit tersebut. Tepat pukul 17.00 kami pun keluar, dan membubarkan diri bersama ratusan masa demonstran. Selang beberapa hari, di berita surat kabar langganan saya bahwa bupati kami telah ditangkap oleh KPK atas keterlibatannya dalam kasus korupsi pembangunan rumah sakit. Dan tentunya secara otomatis sang bupati akan turun dari jabatannya sebagai bupati. Cerpen Karangan: Arief Budiono Yusuf Facebook: Arief Budiono Yusuf Mahasiswa UIN Walisongo Semarang Cerpen Tikus Kantor merupakan cerita pendek karangan Arief Budiono Yusuf, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-kehidupan/tikus-kantor.html
Perjanjian Maut
Sebelum membaca cerpen “Perjanjian Maut”, alangkah lebih baik lagi jika membaca cerpen “The Train”, dan “Deja Vu”. Karena cerpen ini adalah Trilogi dari kedua cerpen sebelumnya. Terima kasih. Saat tersadar, aku tengah berbaring di atas gundukan pasir tandus dan gersang. Tempat yang menurutku aneh dan sangat jauh berbeda dengan dunia manusia, umunya. Langit terlihat jingga kemerahan, di atasnya ada empat buah matahari yang bersinar terang tanpa berterik panas membakar kulit, lalu debu-debu bertaburan tanpa henti-hentinya seiring angin mendesau, tetapi anehnya aku merasakan udara yang sangat dingin hingga terasa menusuk kedalam kulit dan tulangku. Aneh, benar-benar aneh. Hembusan angin di temani pasir kecil menari-nari menerpa wajahku. Perih mata ini terus menahan setiap terpaan angin sejuk seolah membawa luka. Aku mendecak seiring tubuh ini tak berdaya tertelungkup di atas hamparan pasir berwarna hijau gelap. Mataku menatap sebuah telaga bening di depan sana. Air di telaga itu melimpah ruah hingga melebar ke setiap sisinya. Rasanya ingin sekali aku berenang dan berendam di telaga itu. Di setiap sisi telaga itu di tumbuhi rumput-rumput hijau dan subur. Lalu sebatang pohon filicium tua menaungi telaga itu yang terdengar seperti laut. Fatamorgana! Sudah lelah aku berputar-putar mengelilingi tempat ini, agaknya diriku hanya menemui kesia-siaan. Ternyata, di tempat ini semuanya hanyalah tanah berpasir yang sepertinya tidak ada ujung pangkalnya. Aku tersesat. Aku terisolasi. Aku seperti orang asing yang hanya tinggal menunggu ajal menjemput kematian. Sedangkan Ainara, entah bagaimana kabarnya aku pernah tidak tahu. Seingatku, hanya aku yang di lempar ke tempat aneh ini, dan Ainara tetap bersama lelaki berjubah hitam yang berada di dalam mobil berkarat itu. Lalu kemana dia membawa Ainara? Kepalaku rasanya pusing. Persendian di tubuhku seolah remuk dan hancur. Dingin. Dingin sekali. Tenggorokanku pun kering. Aku berusaha berjalan mencari tempat lain yang mungkin ada penduduknya. Aku butuh pertolongan. Jalanku masih seperti malam itu, terseok-seok karena lelah terus menggelayuti seluruh persendian tulangku. Tempurung kepalaku berdenyut. Kencang sekali dan menimbulkan efek sakit. Buuuk! Kembali aku terjatuh diatas gundukan pasir seiring rasa lelah dan haus menyengat tubuh ini. Kepalaku seperti di pukul palu godam. Mataku terpejam. Hanya pikiranku membayangkan air yang melimpah ruah di depan sana. Aku haus. Aku lelah. Aku nyaris mati dalam keterasingan. Dimana aku bisa minum seteguk air? Aku butuh pertolongan. “Serah. Avios. Lavozah.” Sayup aku mendengar suara itu menggema di sekitarku. Mata ini tak mampu terbuka. “Serah. Avios. Lavozah.” Kedua kalinya suara itu terdengar berdesis di telingaku. “Alfi. Datanglah padaku…” suara itu berbisik memanggil namaku. “Datanglah…” *** “Banguuuun!” byur! Sontak mataku terbuka ketika suara keras seorang lelaki memaki dan menyirami tubuhku dengan se-ember air dingin. Dalam keadaan lemas aku melihat dua orang lelaki berjubah hitam berdiri tegap di hadapanku dengan wajah sangar dan keras. Mata mereka terkesan merah menyala. Sedang wajah keduanya pucat pasi penuh bekas luka. Mereka berdua menatapku sinis. “Jadi, ini. Remaja yang di ramalkan itu…” ucap salah satu dari mereka. “Aku kira sehebat apa dia..” lanjutnya lagi seraya meletakkan ember kayu di depan batu tempatku berdiri. Ku lihat tubuhku tak berbusana selain hanya mengenakan kain putih penutup kemaluanku. Tanganku terikat kuat di tiang besar ini. Terbayang dengan lukisan yang selalu aku gambar di sekolah itu. Semua menjadi kenyataan? “Di-di mana aku?” lirihku dengan suara yang nyaris hilang. Parau. “Kau di tempat yang sudah semestinya!” sahut lelaki yang memegang cambuk berduri. Matanya menatapku galak. Sesekali dia mengibas-ngibaskan cambuk itu ke arahku tanpa melukai. “Kenapa aku berdiri di batu ini?” tanyaku memberanikan diri. “Kau berdiri di atas dolmen razkutah. Kau adalah penyelamat negeri kami. Dan kau adalah orang yang akan membebaskan kami dari ancaman Murzah!” “Murzah?” tanyaku mendengar nama asing itu di sebut. “Dia adalah seorang penyihir hitam yang menginginkan seorang anak manusia untuk di jadikan penerusnya. Dan, anak manusia itu adalah dirimu…” “Apa?!” “Ya. Kamu adalah anak manusia yang telah di ramalkan Engku Albi datang untuk menyelamatkan junjungan kami dengan menukar beliau dengan dirimu nanti. Tapi perlu kau tahu, kau bukan hanya sekedar anak manusia biasa. Kau istimewa, itulah sebabnya kami menumbalkanmu. Hahahahaha.” Lelaki itu tertawa dengan angkuhnya. “Aku menjadi tumbal?” tanyaku kaget. “Apa ada, istilah yang lebih baik dari kata tumbal untuk mengembalikan raja kami yang telah lama menghilang dengan menyerahkan dirimu sebagai tebusannya kepada Murzah?” “Kenapa mesti aku?” tanyaku takut. “Karena kau yang terpilih!” “Apah?” desisku kecil. Kedua lelaki berjubah hitam itu masih menatapku sinis. Mereka tersenyum penuh kemenangan karena sebentar lagi raja mereka akan di bebaskan dan di gantikan dengan diriku. Mereka licik. Teringat aku dengan teman kedua manusia aneh ini yang datang dan membunuh teman-temanku di sekolah waktu itu. Sepertinya mereka satu pasukan. Atau mereka memang prajurit? Ku amati setiap sisi tempat ini. Obor-obor yang di letakkan di atas batu lalu berkobar di terpa angin malam. Beberapa bangunan dan puing-puing nyaris runtuh mengelilingi tempat ini. Seperti tumpukan batu yang ada di Inggris, Stonehenge. Lalu di setiap batu itu di ukir dengan tulisan yang mirip sekali dengan hieroglif. “Apa lelaki yang datang membunuh teman-temanku di sekolah malam itu adalah utusan dari raja kalian?” tanyaku penasaran. “Maksudmu, Rashka?” “Ja-jadi. Namanya Rashka?” tanyaku terkejut hebat mendengar nama orang itu. “Rashka ‘kan membunuh temanku, Rian?” tanyaku marah. “Semua orang yang ada di dekatmu akan mati, jika menghalangi-halangi pasukan Hotebi guna menemukanmu!” kelakar lelaki yang memegang cambuk. “Jadi, kalian ini adalah pasukan bernama Hotebi?” “Benar sekali.” *** Hari terus berlalu. Entah sudah berapa lama aku berdiri di atas dolmen ini aku tidak tahu lagi. Badanku sepertinya sangat lemah. Mereka memberiku makanan yang rasanya aneh dan tidak enak sama sekali. Siang aku kepanasan, malam aku kedinginan. Kadar udara di sekitar dolmen ini berbeda dengan padang pasir itu. Di sini udaranya selayaknya alam manusia biasa. Empat matahari terbit secara bersamaan dan dengan warna yang berbeda. Di timur, matahari terbit dengan warna putih, di timurnya lagi berwarna merah, di timurnya lagi berwarna jingga, di timurnya lagi berwarna hijau elektrik. Sekilas, cahaya-cahaya matahari itu seperti warna aurora yang melayang-layang di petala. Indah dan menakjubkan. Di kejauhan sana, aku melihat beberapa pasukan Hotebi datang mendekati domen ini. Mereka datang mengawal seorang kepala pasukan. Selang beberapa saat, mereka pun sampai dan berhenti di depanku. “Pakaikan jubah ini di tubuhnya!” lirih ketua Hotebi pada dua orang anggota di samping kanan dan kirinya. Aku tidak melihat wajahnya karena di tutupi dengan jubah. Dari suaranya aku tidak asing lagi. Seperti suara… “Rashka?!” tanyaku terkejut ketika ketua Hotebi itu membuka penutup kepalanya dan memperlihatkan wajahnya yang ternyata berubah menjadi sangat tampan dan muda. Dia berbeda. Tetapi aku masih mengenali perawakannya. “Selamat datang, Alfi! Semoga kau berkenan di tempat ini. Sekarang, kau pakai jubah itu, dan temuilah junjungan kami…” kelakarnya penuh kesopanan dan wibawa. Dia berbeda dengan perawakannya saat membunuh teman-temanku malam itu. Aku jadi teringat denga Rian, Riska, Randi, Dimas, kenapa Rashka membunuh mereka? “Kau jahat, Rashka! Kau pembunuh!” teriakku kesal. “Kau tidak tahu apa-apa Alfi, jangan berkomentar. Sekarang, ikutlah denganku. Ramaz, Ritaz, pakaikan jubah itu setelah kalian memandikannya di telaga Abusaar.” “Baik, Tuanku!” Sejam berlalu, kedua pesuruh Rashka itu selesai memandikanku dengan berbagai ritual-ritualnya. Setelah aku berpakaian jubah berwarna hijau tua, mereka membawaku ke sebuah tempat. Tempat yang sangat jauh. Lalu di depan sana, tampak sebuah bangunan seperti istana yang nyaris rubuh dan tidak berpenghuni lagi. Di kelilingi hutan dan sungai lebar yang airnya sangat jernih. “Rashka! Dimana kau sembunyikan Ainara? Apa kau juga membunuhnya?” tanyaku saat kami memasuki jembatan penyeberangan. “Beraninya kau menyebut nama…” “Ritaz. Diamlah! Dia tidak mengerti apa-apa…” sela Rashka terlebih dahulu. Beberapa pasukan Hotebi melihatku sinis. Kami terus berjalan dan mencapai ujung jembatan ini. Lalu memasuki sebuah aula yang sangat luas. “Toloooongg! Tolooong! Toloongg!” telingaku sayup mendengar suara orang meminta tolong di ruangan yang sepertinya tidak jauh dari aula ini. “Siapa mereka?” tanyaku pada Rashka karena mendengar suara itu. “Pecundang!” “Kau yang pecundang. Rashka!” teriakku mengumpat. “Hurrggg!” seorang Hotebi nyaris menampar wajahku dengan tangannya yang gatal. Bersyukur Rashka menghalangi. Rashka menatapku tersenyum. *** Akhirnya aku dan pasukan Hotebi sampai di sebuah tempat yang indah dan megah. Seperti ruang kerajaan. Tiang-tiang menjulang tinggi menyangga tempat ini. Bangunan ini di ukir dengan tulisan dan ukiran yang indah berwarna indah pula. Sempat aku terpesona dan takjub melihat tempat ini. Seorang lelaki berjubah hijau tua sepertiku turun dari balkon dan menuruni anak tangga satu persatu. Di belakangnya ada dua orang berpakaian tentara yang aku kira adalah panglima. Dan di belakang panglima itu ada beberapa orang dayang bergaun indah mengiringi langkah mereka. Lelaki berjubah hijau indah itu berhenti di depanku. Berjarak beberapa meter saja. Dia tersenyum manis dan menyambut kedatanganku dengan bangga. “Selamat datang di Arafa. Alfi! Terima kasih sudah sudi singgah kemari…” sapa lelaki muda yang seumuran Rashka. Usianya sekitar dua puluh tahunan. Bahkan bisa jadi lebih muda lagi. Dia tersenyum. “Anda siapa?” tanyaku ketus. “Aku adalah Razaka. Anak tunggal Raja Hirab Alabi yang di tawan oleh Murzah selama lebih dari 16 tahun…” “Apa hubungannya denganku?” “Bukankah Rashka dan pasukannya telah menceritakan semuanya padamu?” kelakar Razaka dengan nada merendah. Aku mengernyitkan dahi. Seketika itu juga perasaanku tidak enak. Ada kecemasan yang menjalar di tubuhku dengan hebatnya. Aku takut. “Aku tidak mau menjadi tumbal!” teriakku marah. Sontak semua mata menatapku kaget dan merka bergumam seperti lebah berterbangan di sarangnya. Razaka berjalan lebih mendekat kearahku lagi. “Siapa yang ingin menjadikanmu tumbal?” tanyanya ramah. “Sudahlah, Razaka! Aku malas beradu mulut denganmu. Aku tidak mau menjadi tumbal. Aku mau kau segera mengantarku pulang kerumahku. Ketempat asalku…” “Alfi!” teriak Rashka di belakang. Dia tidak terima aku berkata kasar pada junjungannya itu. “Rashka, biarkan dia…” sela Razaka bijak seiring tersenyum padaku. “Kalian semua pembunuh. Kalian bajingan! Demi menyelamatkan raja kalian, aku dan teman-temanku menjadi tumbal? Keparat!” “Cukup Alfi! Jaga ucapanmu…” lagi-lagi Rashka menyela. Ku lihat Razaka meminta pengertian Rashka untuk memberiku keleluasaan berbicara. “Aku, dan kami semua tidak seperti yang kau bicarakan Alfi. Kau belum mengerti…” “Mengerti apa? Hah?! Kau tidak tahu, Rashka datang ke duniaku dan membunuh Rian! Lalu di sekolah, dia juga membunuh Randi, Riska, Dimas, dan terakhir. Dia membunuh Ainara!” “Ainara?” tanya Razaka tersenyum. Sontak aku menautkan alis karena Razaka menganggap ucapanku seperti goyon. “Apa benar, yang di ucapkan Alfi, Rashka?” tanya Razaka menatap pemuda di belakangku. “Ng, ti-tidak, Tuanku! Saya tidak membunuh siapapun…” “Bohong! Jelas-jelas aku melihat dia melakukannya…” “Saya tida membunuh siapapun, Tuanku. Percayalah!” desis Rashka dengan suara tegas. “Baiklah, Rashka. Aku percaya padamu. Sekarang, tinggalkan aku berdua dengan Alfi di ruangan ini…” “Baik Tuanku…” serempak semua yang ada di sini menjawab. *** Lama aku duduk di atas dipan yang terbuat dari bahan empuk seperti kursi kleopatra. Razaka meminta jawabanku sejak tadi. Tapi aku masih diam. Aku tidak ingin mati demi membantu mereka yang telah membunuh semua teman-temanku. Aku tidak mau. “Bagiamana, Alfi? Apa kau bersedia membantu kami?” “Aku tidak mau! Kalian salah memilih orang. Aku tidak bisa menggunakan sihir. Aku tidak bisa beladiri. Aku tidak bisa mengucapkan mantra. Aku tidak bisa apa-apa…” “Kau akan bisa melakukan semuanya setelah belajar…” “Aku ingin pulang.” “Dan kau akan pulang setelah membantu kami…” “Apa? Membantu kalian? Setelah kalian menukarku dengan rajamu itu, bisa saja aku mati di kediaman Murzah. Apa kau bisa menjamin keselamatanku?” “Aku akan berusaha.” “Hah! Berusaha? Bahkan tentara dan panglima perang kalian saja tidak bisa menyelamatkan seorang Raja yang katanya hebat dan bijaksana itu? Bagaimana kalian akan menyelamatku yang jelas-jelas tidak bisa banyak berbuat apa-apa…” “Dengar Alfi, kau adalah orang di cari. Kau adalah orang yang diminta. Kami tidak bisa menebus ayahku kecuali denganmu. Dan perlu kau ketahui, setelah ayah kami selamat, aku dan pasukanku akan siap untuk menyelamatkanmu. Percayalah. Rashka akan melindungimu dari serangan Murzah dan sekutunya…” “Apa? Rashka mau melindungiku?” “Ya. Dia akan mengawasimu dan menjaga keselamatanmu…” “Setelah dia membunuh semua teman-temanku?” “Alfi! Kau memang keras kepala…” desis Razaka lalu pergi meninggalkanku sendiri. Selang beberapa saat dua orang Hotebi datang menjemput dan membawaku ke kamar megah yang telah di siapkan sebelumnya. Dan kamar itu, adalah tempat kaburku nanti demi menyelamatkan diri dari kelicikan Razaka dan Rashka. *** “Kalau kau perlu apa-apa. Panggil saja namaku tiga kali…” tukas Rashka lalu beranjak meningalkanku di kamar ini sendiri. “Aku tidak butuh bantuanmu!” Hening. Kamar yang luas ini terasa hening dan lengang. Aku merasakan pikiran dan hati ini terus di gelayuti kembimbangan. Razaka menjamin keselamatanku? Tapi aku tidak yakin akan ada yang menjamin keselamatanku. Aku terlanjur membenci mereka semua. Terutama Rashka. Niatku malam ini adalah, kabur dari tempat ini dan segera meminta bantuan orang untuk mengeluarkanku dari tempat terkutuk ini. Hampir dua jam aku mencoba untuk telelap, namun mataku benar-benar tidak bisa kantuk. Setelah memastikan semua aman. Segera aku membuka jendela dan menyelinap keluar melompati satu persatu balkon di istana ini. Dan akhirnya aku pun sampai di lantai dasar. Setelah itu segera aku berlari menuju semak-semak. “Siapa itu?” teriak dua orang penjaga di depan gerbang. Ups! Nyaris aku ketahuan. Dengan jantung berdebar kencang aku mencoba tenang meski sebenarnya aku tidak bisa tenang. Ku intip dua penjaga itu dari bonsai dimana aku bersembunyi selanjutnya. Mereka menuju kearahku perlahan seiring tombak di pegang kuat-kuat dan posisi mereka dengan langkah kuda-kuda yang siap menyerang. Mataku membulat karena takut ketahuan. Dalam hati aku berdoa agar mereka tidak lebih jauh lagi mendekatiku. Salah seorang Hotebi menggerak-gerakkan tombaknya ke bonsai di sebelahku. “Tidak ada siapa-siapa…” lirihnya lalu kembali ke tempat semula. Sedang seorang lelaki yang datang semakin mendekat kearahku belum bergeming, dia ingin lebih memastikan lagi. Haduh, bagaimana ini? “Penyelamat kabuuuurrr! Penyelamat kabuuuur!” terdegar suara dari dalam istana menggegerkan semua Hotebi termasuk lelaki yang sedikit lagi menemukan keberadaanku ini. Serta merta mereka berlari masuk kedalam istana dan memastikan keadaan. Tanpa membuang waktu, aku berlari menyelematakan diri dengan menjeburkan diri ke dalam sungai yang mengelilingi istana ini. “Penyelamat masuk kedalam sungai…” lirih salah satu Hotebi. Sial! Aku berenang semakin cepat ke tepian ketika kudapati puluhan ekor buaya raksasa keluar dari lubuknya dan berenang hendak memangsaku. Mereka seperti buaya-buaya kelaparan yang setahun belum di beri makan. “Ehek,” aku menelan banyak air hingga perut ini terasa kembung. “Itu dia!” teriak orang di atas sana. Aku semakin terkejut ketika belasan pasukan Hotebi berdiri melemparkan tombak kearahku. Dan tak satupun tombak itu mengenai diriku. Malah buaya-buaya malang itu yang menjadi tumbalnya. Aku segera berenang ketempat yang lebih jauh lagi. Anehnya, tak seorang Hotebi pun yang menjeburkan dirinya demi menangkapku. Ini kesempatan emas. Setelah keluar dari sungai itu, tanganku meraih tebing dan secepat kilat aku melarikan diri kedalam hutan. Hotebi mengejarku. Aku terus berlari. “Jangan lari, Alfi!” teriak Rashka berkali-kali. Aku tidak peduli. “Alfi, hutan itu berbahaya…” teriak Rashka lagi. Aku semakin tidak peduli. Mereka masih mengejarku. “Alfi, berhenti, atau kau dalam masalah besar. Hutan itu banyak Andoga…” Rashka mencoba mengingatkanku. Apa itu Andoga? Pikirku dalam hati seiring terus berlari menjauhi mereka. “Alfi. Berhenti, lihat di belakangmu…” aku memang mendengar suara desahan aneh di belakangku. Suara itu mengaum dan cepat merayap. Pasukan Hotebi sepertinya melemparkan tombak dan panah mereka untuk menghentikan langkahku. Tetapi semua senjata mereka tidak mengenaiku sama sekali. Buuuk. Terdengar suara seseorang jatuh di belakangku. Sontak aku berhenti demi mengetahui siapa yang jatuh tersebut. Apakah itu Hotebi atau… “Hwaaaaaaa!” teriakku terkejut saat melihat sesosok menyeramkan bertubuh besar dengan bulu berwarna putih terang menyelimuti tubuhnya tewas mengenaskan. Mukanya seperti srigala, tetapi tubuhnya seperti manusia. “Alfi, jangan bergerak…” perintah Rashka memintaku tenang. Sontak aku menurut. Semua keadaan menjadi tenang. “Andoga akan hidup kembali jika ada gerakan-gerakan di sekitarnya yang merangsang jantungnya berdetak kembali. Tunggu sampai beberapa menit. Maka kau akan aman, tenang Alfi, jangan panik…” lirih Rashka pelan. *** Tanpa basa-basi lagi aku pun memilih berlari mengindari Andoga dan para Hotebi itu. Sepertinya itu adalah trik atau akal-akalan Rashka agar mudah menangkapku dan membawa kembali ke istana Arafa lalu menukarku dengan raja mereka kelak. Aku tidak mudah di tipu. Dia pikir aku anak kecil? Megetahui aku kabur, Rashka dan para Hotebi itu kembali mengejar. Kali ini sepertinya mereka tidak memberiku ampun. Puluhan panah mereka lepaskan untuk bisa melumpuhkanku, aku terus menghindar. Rashka berteriak memintaku agar mau berhenti. Aku tidak peduli. Selain Rashka dan Hotebi, aku melihat ratusan ekor Andoga tiba-tiba muncul dan mengejar kami bersamaan. Beberapa Hotebi spertinya di terkam, lalu beberapa dari mereka melawan. Banyak Andoga tewas. Banyak pula Hotebi yang mati. Entah dengan Rashka. “Alfi, jangan lari lurus kedepan, usahakan kau mencari jalan yang berlainan agar Andoga tidak mudah menerkammu, mereka lambat jika mengejar orang yang lari berbelok-belok…” kelakar Rashka tanpa mau aku menggubrisnya. Aku terus lari kedepan. Ternyata dia masih hidup. “Alfi, dengarkan aku. Sekali saja.” lanjut Rashka memohon. “Berlarilah ke sebelah kanan, di sana ada air terjun, Andoga tidak suka dengan air, kau akan selamat di sana…” aku tidak menggubris. “Alfi, dengarkan aku. Demi dirimu, demi Negeriku, demi Ainara…” sontak aku memperlambat lari sesaat setelah mendengar Rashka mengucap kata demi Ainara. Itu tandanya… “Awas, Alfi!” teriak Rashka terlambat setelah seekor Andoga melompat dan mengarah hendak menerkamku. Aku berlari menghindar dengan berbelok kearah kanan. Andoga tersungkur dengan sendirinya, manusia srigala itu jatuh dan bergulingan lalu terperosok kedalam jurang. *** Aku terus berlari menghindari kejaran Rashka dan beberapa Hotebi yang selamat dari amukan Andoga-Andoga lapar. Aku pun berhenti di depan sebuah jurang. Nyaris aku terjatuh dan mati di dasar sana. Rashka semakin mendekat, aku bingung harus lari kemana lagi. Tanpa pikir panjang, dari pada aku tertangkap dan di jadikan tumbal mereka, lebih baik aku mati. Dengan niat yang bulat, segera aku menyusuri lereng bebatuan terjal itu dengan kaki sebagai tumpuan agar aku tidak tersungkur. Aku berlari terposok dan sesekali jatuh meluncur. Aku terus meluncur. Demi nyawaku. “Alfi….” teriak Rashka di atas tebing sana. “Alfi! Kembalilah, kau akan baik-baik saja…” teriakan itu menggema. “Alfi….” ketiga kalinya aku tidak menggubris. *** Di dasar lembah ini, aku mencari jalan menuju tempat yang lebih aman. Sekeliling lembah di tumbuhi pohon-pohon kecil dan rumput setinggi pinggang. Dan beberapa lagi adalah tanah basah. Dengan hati-hati aku berjalan dan mata ini tetap awas dari ancaman-ancaman binatang buas atau Andoga lain yang lebih ganas. Aku melewati rawa-rawa yang airnya tampak jernih. Di dalam rawa itu aku melihat tumbuhan alga dan rumput liar yang melambai-lambai di bawa riak air yang mengalir. Ku lihat wajahku di dari permukaan air. Kenapa berbeda? Seperti bukan wajahku? Aneh. Aku meraba pipi kananku yang terlihat jauh sekali dengan wajah asliku. Kenapa ini? Apa ini hanya fatamorgana? “Itulah wajah aslimu.” Aku tersentak ketika suara seseorang membenarkan pertanyaan yang ada di dalam hati ini. Mataku secepat kilat mengitari sekeliling yang lengang. Hanya angin malam yang berhembus sepoi menggoyangkan rumput-rumput dan alang-alang liar. Tidak ada siapa-siapa. Lalu, dari mana asal suara itu? “Lihatlah kedalam air…” suara itu kembali memberiku tanda. Lalu dengan sendirinya akupun melihat kedalam air. Aku terkejut, di dalam air itu ada sebuah kepala manusia yang dapat berbicara dengan jelas. Dia sempat tersenyum saat aku melihatnya. “Si-siapa kamu?” tanyaku terkejut setengah mati. Bagaimana tidak? Aku melihat kepala terpenggal yang dapat berbicara. “Jangan takut, anak muda. Kau akan baik-baik saja…” “Siapa kamu?!” tanyaku semakin terkejut lagi. “Baiklah. Namaku Amura. Penghuni rawa ini sejak ribuan tahun silam. Apa kau mau singgah kerumahku?” tanyanya ramah. Aku menggeleng. “Ti-tidak. Aku tidak mau kemana-mana. Aku mau pulang keduniaku. Bisakah kau membantuku…?” kepala lelaki tua itu tampak berfikir. “Aku tidak bisa kemana-mana. Inilah alamku. Inilah rumahku. Aku akan mati jika keluar dari rawa ini. Tetapi, kalau kau mau bertamu, aku bisa memberimu nafas selama kau ada di dalam rawa ini. Dan nanti, aku akan mencari jalan keluar agar kau bisa kembali ke alammu. Bagaimana?” tanya Amura dengan senyum yang dapat aku artikan senyuman licik. “Maaf, aku tidak bisa percaya begitu saja dengan orang yang tidak aku kenal…” lelaki itu terdiam. Dia memejamkan matanya seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu perlahan matanya terbuka dan ia tertawa terbahak-bahak. Sontak aku berlari dan menghindari rawa itu. Aku terkejut saat akar-akar basah yang datang dari segala penjuru menjalar dan mengejarku. Sepertinya lelaki itu hendak membunuhku. Aku berlari kedaratan. Akar-akar basah itu terus mengejar. Lalu, satu persatu akar-akar itu mampu meraih kakiku, melilit pinggangku, badanku, hingga seluruh tubuhku. Aku sulit bernafas. Aku merasa sesak sekali. “To…” bahkan berteriak aku tidak sanggup lagi. Apakah aku akan mati di tempat ini? Apakah aku akan menjadi mayat dan terbuang sia-sia dalam keterasingan? Entahlah, tiba-tiba aku tersadar saat sekelebat cahaya putih bersinar terang datang dari kejauhan dan mengarah ketubuhku ini. Cahaya itu membuat akar-akar basah terlepas dengan sendirinya. Lalu, dari kejauhan sana, tampak sosok seseorang wanita berkedurung hitam datang dengan anggunya menuju kearahku. Selang beberapa saat, wanita itu berhenti persis di hadapanku. “Kau baik-baik saja?” tanyanya tegas. Aku tidak bisa melihat wajahnya yang tertutup tabir. Dia menjulurkan tangan kanannya demi membantuku tegak dari keterpurukan ini. “Terima kasih…” sahutku lalu berdiri menghadapnya. “Kamu siapa?” tanyaku penasaran. Perlahan wanita itu membuka tabir. Aku begitu penasaran. Sangat penasaran. Sontak aku terkejut tatkala wanita itu membuka tabir yang menutupi wajahnya dengan sempurna. “Ainara?!” tanyaku tak percaya. “Ya, Alfi. Ini aku…” “Ba-bagaimana bisa kau ada di sini?” tanyaku masih belum percaya dengan apa yang aku lihat. Ternyata, Ainara masih hidup. “Aku di selamatkan oleh seorang lelaki di sekitar tempat ini, saat lelaki berjubah hitam itu hendak melemparku kedasar jurang…” Ainara mengamati keadaan sekeliling. “Oh ya, di sini tempatnya kurang aman. Angin dan tumbuh-tumbuhan dapat berbicara dan mendengar perkataan kita. Sekarang, kau ikut aku…” tukas Ainara lalu mengajakku ke suatu tempat. “Kemana kita akan pergi?” “Yang jelas keluar dari tempat ini. Aku sudah lama menunggumu. Ku kira kau sudah mati….” Dalam perjalanan menuju rumah lelaki yang sudah menyelamatkan nyawa Ainara, aku menceritakan semua yang ku alami saat kami terpisah dari mobil berkarat itu. Ainara terkejut, dia bahkan nyaris di bunuh oleh beberapa pasukan Hotebi yang datang dari segala arah. Beruntung dia tidak kenapa-napa. “Lalu, dari mana kau bisa mengeluarkan cahaya putih tadi?” tanyaku teringat dengan apa yang Ainara lakukan saat ia menolongku dari jeratan akar-akar basah itu. “Aku belajar dari lelaki yang menyelamatkanku itu…” “Wow! Keren. Apa lelaki itu mau mengajariku juga?” “Hmmm, aku bisa memintanya mengajarimu nanti.” “Baiklah. Aku harap dia tidak keberatan…” Kami sampai di sebuah gubuk panggung yang terbuat dari kayu jati. Ainara masuk dan langsung membawaku kepada lelaki yang di maksud. “Kakak, ini Alfi. Aku sudah membawanya kepadamu…” lirih Ainara pada lelaki berjubah hijau tua yang membelakangi kami. Perlahan lelaki itu membalikkan badan dan melihatku tersenyum. “Selamat datang kembali Alfi! Senang melihatmu…” ucap lelaki itu tersenyum. “Razaka?!” tanyaku terkejut bukan main. Sontak aku melihat Ainara yang tersenyum mendekati lelaki itu. Mereka? “Maaf, Alfi. Razaka adalah kakak kandungku. Sengaja aku datang keduniamu hanya untuk membawamu ke tempat ini. Semua aku lakukan demi Ayahku. Demi Negeriku. Aku mohon pengertianmu…” tukas Ainara membuatku shock. Sangat shock. “Rashka! Bawa Alfi ke kamarnya, dan pastikan dia tidak kabur lagi…” sambung Ainara tersenyum manis padaku. SEKIAN Cerpen karangan: Jibril Facebook: Jibril Almuchliesh Twitter: @jibril1990 Cerpen Perjanjian Maut merupakan cerita pendek karangan Imuk Yingjun, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Cerita adikku lumayan lah… bila lanjutannya sob ? Mana lanjutan ny??? lanjutannya mana? Udh penasaran…! Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-fantasi-fiksi/perjanjian-maut.html
Dirknight
Dirknight The Northen Thief/Guardian of Prince of the northern Empires Hari ini aku tepati janjiku kepada Sang raja untuk menemuinya pagi ini. di pagi yang cerah dan sejuk ini, dengan semangat ku langkahkan kakiku menuju istana Bersama temanku yang selalu berada di sampingku. Dirga itu namaku tinggal di sebuah desa dekat perbatasan antara kerajaan Utara dan kerajaan timur bersama temanku bernama Steele. Sebenarnya dulu aku adalah seorang pencuri ulung yang selalu membuat kekacauan dimana-mana tetapi kini aku berusaha untuk berubah dan menjadi manusia sesungguhnya yang dalam keadaan suci dan lepas dari segala dosa. Aku merasa sangat kecewa karena pernah menjadi seorang pencuri dan kesal hatiku tidak menyadarinya waktu itu. Hingga akhirnya, mereka para prajurit kerajaan itu menangkap kami dan membawa kami ke hadapan Sang raja untuk diadili. Dan terasa lega di hati ini karena Yang mulia memberiku ampunan, dan membiarkan aku hidup untuk membayar semua yang telah ku lakukan selama ini tetapi, Aku juga harus mengabdi padanya untuk menjadi seorang pengawal kerajaan. Bersama seorang penyihir kecil berusia 12 tahun bernama caillou Sesampai di istana kami pun memberinya hormat dan berlutut di hadapannya sambil mendengarkan apa yang harus kami lakukan. “Kau sudah kembali!” kata sang raja itu “Kami siap menerima perintah tuanku! Apa yang harus hamba lakukan?” kami bertiga menghadapnya dan memberi penghormatan “Louie!” Yang mulia pun memanggil putranya sang pangeran Louie, kesatria pedang dan juga seorang jenderal perang kerajaan tenggara. “Kau sudah siap untuk pergi?” kata sang raja pada anaknya “Aku siap, demi kerajaan ini dan ayah!” sang pangeran itu berkata sambil memeluk ayahnya Dan kami pun memulai perjalanan menuju kerajaan timur dengan berjalan kaki selama 5 hari ini untuk sampai ke negara itu. Sempat kami temui kendala seperti, musuh yang menyerang kami namun, kami dapat menghadapinya dan melewatinya dengan baik. 5 hari kemudian kami sampai di perbatasan negara tenggara dan negara timur yaitu sebuah desa kecil dan damai yang penuh dengan keramahan. Disinilah tempat kami menghinap untuk sementara waktu. “baiklah kita istirahat dulu di tempat ini selama 1 hari dan esok kita akan pergi ke istana kerajaan timur! Bila ada sesuatu harap hubungi yang lain dan minta bantuan!” sang pangeran memberi kami perintah selama kita semua berpencar mencari penginapan. Saat aku bertanya-tanya kepada masyarakat sekitar, akhirnya aku menemukan sebuah penginapan di sebuah tempat yang mereka sering sebut Danau kunang-kunang. Indah dan sejuk terasa di tempat ini membuat hatiku serasa damai dan tenang. Terdengar suara lantunan bunyi piano di dekat sini, indah dan merdunya membuatku serasa ingin melayang ke angkasa bersama lantunan itu. Membuatku penasaran dan bertanya siapa yang memainkan nada itu, akhirnya ku temukan dia seorang gadis desa bernama Aisha. “mainkanlah lagi lagumu itu sungguh merdu terasa ketika aku mendengarnya!” aku memintanya untuk memainkan lagi piano itu. Lalu dimainkanlah lagi piano itu olehnya. Tenang dan damai menyatu dalam indahnya melodi membuatku benar-benar seperti melayang ke angkasa Hingga nada-nada terakhir. Setelah selesai memainkan piano tersebut, kami pun saling berkenalan dan jatuh cinta. Yang membuatku jatuh cinta adalah nada-nada itu yang telah mencuri perhatianku untuknya juga adalah kecantikan dan kedermawanan hatinya menolong dan membantu penduduk desa. “malam sunyi ku impikanmu ku lukiskan kita bersama namun selalu aku bertanya adakah aku di mimpimu?” (Sherina – simfoni hitam) Terdengar suara nyanyiannya pada malam hari yang sunyi dan damai bersama kunang-kunang kami menari dan bernyanyi dan bercanda tawa bersama-sama. Esok harinya aku pun meninggalkan desa itu dan kami pun saling berjanji untuk saling mengingat dan menjadi kekasih untuk selamanya. Terdengar Sang pangeran berhenti melangkahkan kakinya dan memerintahkan kami semua untuk pulang. “Sudah cukup kalian mengantarkan aku sampai disini! Pulanglah! Sekarang waktunya aku untuk berjalan sendirian!” kata sang pangeran itu “tidak! Aku tidak akan meninggalkan tuan! Hamba akan selalu menemani anda!” aku, steele, caillou berlutut padanya. Dan kami pun melanjutkan perjalanan kami dan akhirnya sampai di depan istana kerajaan timur. Kami segera memasukinya dan menghadap raja dari kerajaan timur itu yaitu Griff. “aku sudah lama menunggumu sekarang masuklah kau ke dalam penjara bawah tanah!” kata sang raja itu dengan kasarnya memerintahkan sang pangeran untuk ke penjara “tunggu dulu bukankah ini adalah tugas untuk membuat perjanjian perdamaian?” caillou bertanya “ya memang benar! Tetapi perjanjiannya adalah mereka akan memberikan perdamaian bila menyerahkan diriku kepada mereka!” kata sang pangeran dan ia pun berlutut kepada sang raja itu “sebelum kau menangkapnya, lawan aku terlebih dahulu!” aku berkata sambil menembakan anak panah padanya Sekelompok prajurit pun dari kerajaan timur datang dan mencoba menghalangi kami. Dengan emosi aku lawan mereka semua karena rasa kesalku kepada mereka. Niatku untuk menyelamatkan pangeran namun dihalangi oleh prajurit itu membuatku semakin kesal dan kesal. Dan ketika semua berhasil kami kalahkan yang mulia pun dibunuh oleh raja itu. “ucapkan selamat tinggal pada tuanmu! Hah…!!!” Griff melepaskan kekuatannya “tidak…!!! Tidak… tidak boleh… tidak boleh ada yang membunuhnya! AAARRRGGGHHH!!!” aku marah dan membalas dendam Sekejap mataku berubah merah kekuatan emosiku mulai mencapai puncaknya. Terasa panas hawa peperangan ini rasa marahku tak bisa aku padami dengan rasa kesal di hati ini. hawa peperangan ini semakin panas dan semakin panas terasa sangat panas saat dalam pertarungan semakin marahku semakin kesal diriku padanya. Dan akhirnya aku berhasil mengalahkannya. “pangeran Louie! Pangeran Louie bangunlah! Sadarlah! Tidak dia sudah…” terasa detak jantungnya berhenti “sudah tidak ada harapan lagi!!” kata Steele padaku “tidak! Masih ada! Aku akan memberikan nyawaku untuk membangkitkannya kembali!” aku berkata dan yakin dalam hati ini “kau yakin Dir?” kata caillou padaku “ya! Yakin dalam hatiku. Pesan terakhirku sebelum pergi tolong bawa jasadku ke hadapan sang raja!” kataku pada mereka Segera ku letakkan tangan ini di atas dada sang pangeran dan mulai menyerahkan nyawaku padanya untuk membangkitkannya kembali. “sacht ki raaho pechella karo dukh na kisi ko diya karo joh duniya ka malik hai nam usi ka liya karo allahi allah!” ku bacakan mantra urdu (Maher zain feat irfan makki – Allahi allah) Berhasil aku membangkitkannya kembali sang pangeran. Dan jasadku pun dibawa oleh mereka ke hadapan sang raja. Lalu terdengar suara lantunan piano berpadu dengan lirik lagu dengan suara merdu yang dimainkan oleh caillou di alam bawah sadarku. “Min dooni quyood !! al-hubbu yasood fa allahul wadood hatmaan san’aud! hatmaan san’aud wal hubbu yasood!” (Maher zain – Al-hubbu yasood (Love will prevail)) lalu tersadar dan kembali bangkit diriku. Terasa seperti dilahirkan kembali ke dunia ini. akhirnya aku kembali bisa melihat wajah mereka untuk Selamanya. Cerpen Karangan: Ahmad Wiradirga Blog: http://ahmadwiradirga95.wordpress.com/ Cerpen Dirknight merupakan cerita pendek karangan Ahmad Wiradirga, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-fantasi-fiksi/dirknight.html
Persahabatan Berdarah di Dunia Lain
Malam berganti pagi, seperti biasa ibu mengajakku untuk bersih bersih rumah. Setelah itu aku pun segera mandi dan sarapan. Aku pun masuk sekolah jam setengah 7 pagi. Sesampainya aku disana, aku melihat ada seorang anak kelas 1 yang sepertinya belum pernah aku jumpai, entah mengapa kepalanya selalu menunduk. “de? Ade namanya siapa?” kataku. “nama saya nia…” kata anak itu. “looh? Kamu murid baru ya? Habis, aku sudah tahu semua nama anak kelas 1 selain kamu…” kataku lagi. Tetapi, pas aku tanya begitu, dia langsung berlari ke arah ruang kelas yang telah dikosongkan kemarin, aku pun tidak segan segan untuk mengejarnya, tapi saat aku lihat ke dalam kelas kosong tersebut, anak kelas 1 itu sudah tidak ada. Aku pun segera berlari ke kelas karena takut, aku takut anak itu bukan manusia melainkan setan atau jin yang menggangguku. Aku pun berlari lebih cepat agar tidak ketinggalan baris berbaris. Setelah aku baris berbaris, aku pun masuk ke kelas. “eh.. Aurell, kok wajahmu tiba tiba pucat?” kata olivia. “gak kok” kataku singkat. Padahal aku ingin sekali menceritakan apa yang terjadi tadi. Pagi pun menjelang siang, istirahat pun dimulai, aku penasaran dengan kelas kosong itu, jadi aku pun tergoda untuk masuk ke dalam kelas kosong itu lagi, aku juga mengajak temanku olivia untuk menemaniku di kelas kosong itu, tiba tiba wussss ada bayangan hitam masuk ke dalam mulutku, aku pun tidak dapat mengingat apa apa, aku berteriak, “aku nia, aku sudah mati ahahahahaha!!!” kataku mengelegar. Temanku olivia pun memanggil teman teman yang lainnya, antara lain tanaya, syahra, rifan, salman, riza, kamila, kalisa, sekar, dzaki dan zahra. Riza dan syahra mengikat tanganku dengan tali rafia, olivia membaca ayat ayat kursi, salman dan kalisa membaca surat surat pendek, rifan melakukan pengusiran, rifan memang ahlinya dalam mengurus hal seperti ini. Yang lainnya menahan tangan, kaki dan memborgol tali rafia tersebut “aku merasa ada di dunia yang berbeda, semuanya berwarna putih… Tak ada jalan keluar…” kataku lagi, setelah berjam jam berlari, aku pun mmenemukan jalan pintasnya, wuuuusss… Bayangan hitam itu pun keluar dari mulutku, rifan pun menangkapnya dan membakarnya. Hari pun berlalu… Aku pun segera pulang ke rumah, tapi hal ini belum diselesaikan… Ternyata aku baru tahu bahwa nia itu sahabatku di dunia lain… Cerpen Karangan: Aurellia Khadeliu Susanto Facebook: Cerpen Misteri Cerpen Persahabatan Berdarah di Dunia Lain merupakan cerita pendek karangan Aurellia Khadeliu Susanto, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Wiiiihhhhh horor nya dapet banget! Horor lagi dong! Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-horor-hantu/persahabatan-berdarah-di-dunia-lain.html
Sang Lengan Panjang
Panggil gua Rian. Malam ini hujan turun cukup lebat, gua, Diki dan Yayan berlari kecil ke saung dekat sawah rumah pak RT, kami berkumpul di saung ini untuk berbincang hangat sambil menyeruput kopi hangat, apa lagi malam ini hujan kehangatan kopi sangat nikmat menemani. Kegiatan kami berkumpul di saung ini, di sawah ini hanya setiap malam Kamis dan Sabtu. Hari hari biasanya kami kuliah di salah satu universitas swasta di Jawa tengah. Kami hanya libur di hari Jumat dan Minggu. Senin sampai Rabu jadwal terlalu padat jadi terlalu lelah untuk berkumpul hahaha. Di malam kami berkumpul, kegiatan kami adalah mencari belut di sawah pak RT, tentu kami sudah minta izin pada pak RT untuk memancing belut di sawah miliknya. Dari hari Kamis sampai Sabtu, hanya hari Jumat yang tidak boleh. Entah apa alasannya tapi pak RT menegaskan agar kami tidak berkumpul di saung ini hanya di hari Jumat malam. Pak RT ini orang yang ramah pada warga sekitar, rumah dua lantai tetapi tampak sederhana. Depan rumah pak RT terbentang sawah yang cukup luas untuk bercocok tanam. Dari semua hal itu ada sisi aneh dari rumah pak RT yang selalu gua, Diki dan Yayan debatkan. Yaitu di kamar kiri tepat sebelah pintu keluar, jika malam telah tiba. Dari luar terlihat lampu di seluruh rumah itu menyala kecuali di kamar itu. Dari jendela luar sama sekali tidak tampak cahaya yang menyala. Entah memang ruang itu tidak terpakai atau sudah menjadi gudang, hal ini sudah kami debatkan sejak lama tapi tidak menemukan jawabannya. Singkat cerita. Di hari Kamis malam ini. Hujan turun cukup lebat yang kami lakukan hanya nongkrong sambil menyeruput kopi hangat. Kami tidak bisa menangkap belut seperti biasa. Padahal benang kail pancing dan umpan kodok sudah disiapkan, gua pikir hujan turun hanya sebentar. Tapi ternyata jam menunjukan pukul 11:23. Kami tak bisa berbuat apa-apa dan memutuskan untuk pulang. Ini adalah Pertama kalinya kami tidak memancing di hari Kamis Sesampai di rumah. gua mendapat telepon dari Diki, “Ian hari ini gak dapet hasil. Agak ada yang kurang jadinya hehehe”. Yah kami berbincang biasa dalam koneksi jauh itu. Seketika Diki ngajak gua untuk mengganti hari yang gagal ini dengan Jumat malam. “Gila lu. Kalo ketauan pak RT bisa berabe urusan” jawab gua dengan cepat, “elah kita gak pernah berisik kalo lagi mancing. Jadi kalo emang setiap Jumat malem pak RT ada acara di rumahnya gak bakal keganggu, gua dah bilang ke si Yayan, dia bilang ok ok aja.” Jawab Diki. gua berpikir sejenak dan menyetujui ide tersebut. Walau perasaan gua tidak enak tapi gak mungkin gua ninggalin kawan. Malam itu pun datang juga di Jumat malam. Semua berkumpul di rumah Yayan, karena di sana lah tempat terdekat ke saung kami. gua sedikit terlambat malam ini, penyelesaian tugas yang harus dikumpulkan hari sabtu akhirnya selesai. Dan gua langsung berangkat ke rumah yayan sesampainya di sana Diki dan Yayan sedang duduk sambil makan gorengan. Yah memang malam ini sedikit telat, karena waktu sudah menunjukkan pukul 9:57, intinya sudah jam 10. Tanpa mengulur waktu semua peralatan langsung berada di genggaman kami, dan kami langsung berangkat menuju sawah pak RT. Rumah pak RT begitu sepi dan senyap, sepeti malam biasanya, lantas mengapa kami dilarang kesini di hari jumat. Pikiran itu terlewat di benak gua. Kami memancing dan mencoba tidak berisik agar tidak ketahuan oleh pak RT. Tak terasa tangkapan kami cukup banyak. Angin bertiup lembut malam ini pohon dan rerumputan terasa hidup karenanya, entah mengapa suasana seperti ini malah membuat gua merinding, perasaan ini mulai tidak enak, kami memutuskan untuk mengakhiri kegiatan kami. Dan waktu menunjukan pukul 01:12. Sudah cukup larut malam kami memutuskan untuk duduk di saung sejenak dan membersihkan alat alat yang kami bawa, entah angin apa yang lewat Yayan terjatuh tersungkur ke belakang sambil berteriak, aaaahh!. Dengan sigap Diki menutup mulut Yayan. “lu kenapa sih!, Gak usah cari gara gara”. Yayan hanya terdiam dan matanya tertuju pada atap rumah pak RT. “Tadi ada orang di atas situ, sumpah gua liat dia lagi ngeliatin kita. Sumpah!”. Jawab Yayan sambil ketakutan, bener perasaan gua emang udah gak enak dari awal, “udah yan tenangin diri dulu abis itu kita langsung balik”. Sambil menenangkan Yayan gua terus menatap rumah pak RT, tidak ada yang aneh walau jika di lihat terus menerus, “sumpah wujud orangnya aneh. gua liat setengah badan dia muncul dari balik atap rumah pak RT. Badan itu begitu kurus pas gua teriak orang itu seperti sembunyi di belakang atap itu” Yayan masih menceritakan apa yang dia lihat, Tak lama pintu rumah pak RT terbuka, sontak kami loncat ke belakang saung untuk sembunyi. Yap bukan seperti khayalan kami tapi memang pak RT yang keluar, ia menatap sekitar seperti memastikan Ada orang atau tidak. Tak lama pak RT masuk kembali ke dalam rumah, kami mengelus dada dan mencoba berdiri agar dapat pulang. Tetapi sesaat kami berdiri Diki memegang bajuku erat, “kenapa lu?” Tanya gua. Dia mengangkat jari telunjuk mengarah ke atap rumah pak RT dengan tatapan ketakutan, lantas gua dan Yayan langsung melihat ke arah yang di tuju, apa yang kami lihat benar benar diluar dugaan sebuah tangan yang panjang keluar dari balik belakang genting itu, tangan yang begitu kurus tetapi cukup panjang, jujur gua sama sekali gak bisa gerakin kaki. Getaran ini begitu kuat hingga gua tak sanggup berjalan. Tangan itu menarik kembali ke balik genting rumah itu. Kami mencoba untuk lari tapi tak bisa. “Guys bagaimana jika itu adalah maling?. Kasian pak RT” tanya Yayan. “lu gila gak mungkin maling wujudnya kek gitu”. Jawab Diki dengan panik, “intinya mau gak mau kita harus kasih tau pak RT soal ini, apapun itu jika ini bersangkutan keselamatan pak RT harus kita bantu” dengan tegas gua berbicara, “tapi Ian gak malem ini juga”. Suasana makin tidak nyaman. Akhirnya kami bulatkan tekad untuk meminta maaf dan memberitahu kan hal ini pada pak RT, kami berjalan perlahan menuju pintu masuk, sesampai di depan pintu perasaan ini semakin berat, seperti ada tekanan yang begitu hebat dari dalam. Lalu “guys lihat ada cahaya remang remang dari jendela kiri kamar pak RT” Bisik Yayan kepada kami, Yap memang benar dari malam malam yang sudah kami lewati di sini, kamar itu sama sekali tidak pernah ada cahaya, rasa penasaran gua semakin menguat, perlahan gua berjalan ke arah jendela itu dan mengintip kecil kedalamnya. Gua gak percaya sama apa yang gua liat, kamar yang hanya diberi pencahayaan lilin itu penuh dengan sesajen dan beberapa botol yang terbuat dari tanah liat, berjejer di samping sesajen itu. Terlihat begitu jelas pak RT ada di dalam ruangan itu. Sambil duduk bersila dan menundukkan kepala seperti orang tertidur, melihat hal aneh tersebut, gua langsung mencoba memanggil teman gua yang masih berdiri menunggu di pintu, entah mengapa mereka hanya terdiam di pinggir pintu dengan tatapan terpaku ke atas kepala gua, jujur gua gak berani ngeliat ke atas tekanan ini begitu berat. Sontak gua paksa kepala ini menoleh ke atas dengan cepat. Dan tubuh ini menjadi kaku, apa yang gua liat sama sekali bukan hal yang biasa, wajah itu 20 cm berada tepat di depan wajah gua, tubuh yang menggantung dengan kaki dikaitkan ke genting, kepala yang nyaris botak tak berambut dan wajah itu begitu kurus mata itu menatap langsung ke mata gua, tubuh itu kecil tapi lengan dan kaki begitu panjang melebihi tubuhnya, gua ingin teriak tapi gak bisa, gua ingin lari tapi tubuh ini seperti tidak mengizinkan, temen gua gak bisa lakuin apa-apa mereka cuman terdiam ketakutan melihat makhluk ini Perlahan ia menarik tubuhnya ke atas dan berdiri tetapi tetap menatap gua, sialannya tubuh gua masih gak bisa gerak!, Seketika ia menoleh ke samping kiri ke arah pemukiman warga dan menurunkan tubuhnya layaknya seekor hewan berkaki empat, lalu dia melompat dari rumah pak RT ke rumah lain, jarak rumah itu 13 meter dari rumah pak RT ia terus melompat dari rumah ke tiang listrik dan seterusnya sampai kami tidak bisa melihatnya lagi, seketika tubuh gua bisa kembali digerakan. Tak peduli ketahuan atau tidak dengan pak RT kami bertiga lari pulang menuju rumah Yayan. Sesampainya di rumah Yayan, semua masih berkeringat dingin, gua dan Diki memutuskan untuk menginap di rumah Yayan, gua gak berani balik ke rumah kalo makhluk itu masih berkeliaran di kampung gua. yang jelas dari apa yang gua yakini bahwa mahkluk itu punya pak RT entah apa yang pak RT inginkan dengan makhluk itu. Keesokan paginya gua dan diki pulang ke rumah masih masing, apa yang terjadi semalam masih terbayang di pikiran gua apa lagi wajah itu, entah sampai kapan akan terus ada di pikiran gua, saat gua sampai rumah, ibu gua dapet telepon dari ibunya Diki katanya orangtua Diki baru saja kemalingan setengah uangnya, Diki juga langsung ngabarin gua pas dia sampai di rumahnya, persetan dengan maling masalah semalem aja belum selesai sekarang ada lagi masalah maling di kampung ini. Dengan perasaan yang bercampur aduk, gua berjalan ke kamar mandi untuk bersiap berangkat kuliah. END Cerpen Karangan: Ahmad Faiz Maulana Blog / Facebook: freezefaiz[-at-]yahoo.com Tinggal di Ciomas Bogor, kuliah di universitas Djuanda, humoris hobi menulis, kamera, dan menggambar, anak generasi 99 IG: underfreeze Cerpen Sang Lengan Panjang merupakan cerita pendek karangan Ahmad Faiz Maulana, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-horor-hantu/sang-lengan-panjang.html
Gunung Bukan Tempat Sampah
Agus adalah seorang mahasiswa yang berasal dari salah satu Universitas ternama di Bali. Agus sangat suka mendaki gunung, dan sudah beberapa gunung di Indonesia sudah ia taklukan dalam waktu setahun. Dia juga sangat mencintai lingkungan, bahkan teman-temannya saja jika membuang sampah selalu dimarahinya. Menurut sahabatnya yang selalu menemaninya saat mendaki, Agus selalu membawa kantong-kantong plastik besar untuk menampung semua sampah yang berserakan. Bahkan teman-temannya yang ikut mendaki selalu membawa sampah ketika pulang dari mendaki dan dibuang di tempat sampah yang telah disediakan di pos pertama pendakian. Pelajaran ini didapatkan Agus dari ayahnya yang waktu SMA mengikuti ekstra SISPALA. Ketika itu Ayah Agus diajarkan oleh gurunya untuk tidak pernah membuang sampah ketika pendakian ke gunung, apalagi kulit permen dan jika ketahuan akan dapat hukuman yaitu membawa seluruh sampah teman-temannya dan memungut sampah yang berserakan di jalan. Ayah agus juga mengajarkan bahwa sampah dapat merusak bumi juga kehidupan di masa depan, dan selalu menegur Agus ketika membuang sampah sembarangan dan juga dinasehati agar tidak melakukan hal tersebut. Hingga beranjak SMA, Agus mengikuti ekstra SISPALA. Ketika itu, ia diajarkan seperti yang diceritakan ayahnya waktu Agus kanak-kanak. Tapi gurunya juga mengajarkan sistem daur ulang pada sampah-sampah yang masih bisa didaur ulang. Maka di sekolahnya dibuat peraturan khusus untuk tidak membakar sampah-sampah yang berlabel daur ulang agar dapat lagi digunakan dan diolah kembali. Suatu ketika, Agus dan teman-temannya pertama kali diajak mendaki ke Gunung Batur oleh gurunya dan juga diikuti oleh Ayah Agus yang kebetulan juga berpengalaman dalam pendakian dan diajak langsung oleh guru pembina ekstra SISPALA. “Kalian di sini bukan hanya sekedar mendaki gunung saja, tapi kita akan membersihkan jalan yang akan kita lewati dan jangan membuang sampah apapun sembarangan, jika ketahuan bapak akan berikan hukuman, kalian di sini sudah membawa kantong yang bapak suruh?,” ujar pak pembina dengan tegas “Sudah kami bawa pak,” siswanya menjawab dengan serentak. Setelah diberikan penjelasan dan wejangan dari bapak pembina dan bapak Kepala Sekolah. Mereka langsung menuju pos pendakian pertama setelah dilakukan upacara pelepasan di sekolah. Tibalah rombongan tersebut di pos pendakian pertama, mereka dipandu langsung oleh pemandu lokal, bapak pembina, serta ayah Agus yang sudah berpengalaman dalam pendakian. Sebelum itu, mereka diberikan penjelasan mengenai larangan membuang sampah sembarangan dan berkata-kata kasar saat pendakian oleh pemandu. “Kalian di sini juga harus jaga tata krama dan jangan mengatakan kata JAUH saat pendakian, karena menurut cerita jika mengucapkan kata itu saat mendaki maka akan terasa jauh untuk sampai ke puncak. Kalian di sini semua paham!,” ujar pak pemandu. Sesudah selesai diberikan penjelasan mereka langsung berangkat menuju puncak Gunung Batur dengan penuh semangat. Di tengah perjalanan, rombongan istirahat sejenak dan mereka banyak menemukan banyak sampah berserakan dan yang paling terparah hampir semua batu dicorat-coret oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. “Apa bapak mengetahui saat batu-batu ini di corat-coret oleh orang yang tidak bertanggung jawab?,” tanya Indra kepada pak pemandu. “Saya juga kurang mengetahuinya dik, karena pada saat dilakukannya pencoretan mungkin ketika lulus UN dan tanpa dampingan pemandu. Jadi kami para pemandu, membuat peraturan khusus bagi para pencorat-coret batu jika ketahuan melakukan aksinya yaitu dengan membersihkan seluruh wilayah gunung selama satu bulan,” jawab pak pemandu. Ayah Agus juga memberikan wejangan kepada para siswa untuk tidak melakukan hal yang sama di kemudian hari. “Jika kalian ini telah lulus Ujian, sebaiknya kalian jangan melakukan aksi corat-coret baju, mendingan kita sumbangkan saja kepada adik kelas atau ke orang yang membutuhkan,” ujar Ayah Agus dengan tegas. Setelah Ayah Agus memberikan sedikit wejangan kepada para siswa. Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan menuju ke puncak dengan penuh gembira dan berharap cuaca tidak mendung dan hujan. “Pak, apakah benar di puncak banyak terdapat sampah dan apakah Pemerintah Kabupaten Bangli belum menyediakan fasilitas tong sampah di sana, kan tempat ini sudah masuk Situs Warisan Dunia oleh UNESCO beberapa tahun lalu,” tanya Dede ke pak pemandu. “Dulu sudah pernah diberikan tong sampah, tapi karena pendakinya membandel, maka tong sampah itu rusak dimakan usia, sampai pada gunung Batur mengeluarkan belerang, tong sampah sumbangan dari beberapa pihak rusak karena zat belerang,” jawab pak pemandu sambil menjelaskan kerusakan tong sampah. Dengan itu, mereka juga ingin menyumbangkan tong sampah agar para pendaki tidak membuang sampah sembarangan. Sampailah mereka di puncak, para siswa tidak tinggal diam di sana, sebagai kepedulian terhadap lingkungan sekitar, mereka pun langsung membagi tugas masing-masing untuk membersikhkan areal puncak. Bukan hanya para siswa yang membersihkan puncak para turis asing pun membantunya. Salah satu turis yang bernama Michael juga bercakap-cakap kepada bapak pembina mengenai kegiatan siswa di sekolah “Excuse me, sir I’m Michael and my friend Malik tourism from Switzerland. I would like to ask about the concers of students who loved his homeland. Does the school have been educated like this” tanya Michael dan Malik kepada pak pembina “In school, students are also taught how to separate garbage bins that are easy to recycle. So, in our school there is a recycling program. Our recycled every shelf or we sell,” dengan cekatan pak pembina menjawab pertanyaan turis asing itu. Turis itu pun merasa senang bahwa ada juga yang peduli pada lingkungannya, namun ada beberapa yang masih sering membuang sampah sembarangan. Berkat kerja keras para siswa dan beberapa turis asing yang turut membantu, kawasan terssebut akhirnya bersih bebas dari sampah. Dan kawasan tersebut tidak seperti dulu lagi yang masih dipenuhi sampah. Mereka semua bermalam di sana dengan saling menghibur dan keesokan harinya mereka kembali turun. Sekembalinya ke sekolah, Agus tidak pernah melupakan kenangannya pada pendakiannya yang pertama kali dan ingin lagi mendaki ke gunung-gunung di seluruh Nusantara. Dan tidak lupa untuk tidak membuang sampah sembarangan dan tidak mencemari lingkungan karena lingkungan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia. Kemarin sore, Agus dengan teman sekampusnya yaitu Darma, Indra, Arta, Bayu, Adit, dan Yande merencanakan sebuah pendakian menuju gunung Agung dalam rangka memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Ke-71. Mereka akan melewati jalur pendakian Pura Pasar Agung karena dikatakan lebih dekat. Akhirnya mereka sepakat, Agus juga akan mengajak beberapa anggota SISPALA serta bapak pembina SISPALA di salah satu sekolah di Kecamatan Rendang dan telah diberi izin dari kepala sekolah yang bersangkutan. Bukan hanya itu, Ayah Agus juga tertarik untuk ikut mendaki dan mereka yang akan mendaki semakin banyak. Keesokan harinya, mereka semua telah berkumpul di Pura Pasar Agung. Tetapi sebelum mendaki, mereka semua bersembahyang di Pura Pasar Agung untuk memohon keselamatan ketika melakukan pendakian ke Gunung Agung. Mereka sudah siap dengan peralatannya masing-masing, mulai dari kantong plastik berukuran besar yang digunakan untuk memungut sampah ketika pendakian dan beberapa alat-alat lainnya. Setelah memeriksa alat-alat, mereka semua langsung mendaki didampingi oleh bapak pembina SISPALA dari salah satu sekolah di Kecamatan Rendang, dan tiga orang pemandu lokal. “Pak saya ingin bertanya, di tahun sebelumnya telah ada para pendaki yang telah mengibarkan bendera Merah Putih di Gunung Agung,” tanya Agus kepada pak pemandu “Setiap tahun pasti ada yang ke sini, mereka para pendaki biasanya melewati ke sini, ada juga yang melewati jalur lain,” “Jalur mana saja itu yang digunakan para pendaki, pak,” tanya Indra ke pak pemandu. “Sebenarnya ada beberapa jalur yang digunakan, jalur pertama dari Pura Pengubengan Besakih, kedua, dan yang paling sering digunakan jalurnya yaitu jalur ini, karena menurut beberapa pendaki jalur ini yang terpendek, karena pura Pasar Agung berada kurang lebih di ketinggian 2000 mdpl,” jelas pak pemandu Akhirnya, setelah menempuh 4 jam perjalanan dari Pura Pasar Agung mereka akhirnya sampai. Sebelum itu, mereka akan membersihkan tempat terlebih dahulu, membangun tenda, dan membuat tiang bendera dengan bambu. Setelah semua sudah selesai, mereka langsung bersembahyang di salah satu pelinggih yang berada di bibir kawah gunung, dengan canang sari dan banten pejati. Ketika itu, ada beberapa orang yang mendaki untuk memperingati Hari Kemerdekaan di puncak gunung, mereka langsung bertanya kepada Ayah Agus “Om Swastyastu, pak saya ingin bertanya, di mana kami bisa mendirikan tenda-tenda untuk kami bermalam,” tanya Gede kepada Ayah Agus. “Di sana bisa, bersebelahan dengan tenda kami,” ujar Ayah Agus Setelah bertanya, mereka pun langsung membangun tenda di sebelah tendanya Agus. Rupanya itu adalah teman satu kampus Agus yang bernama Gede. Mereka akhirnya bercakap-cakap sambil duduk di depan tenda. “De, kamu tadi lewat mana mendakinya, kok tidak ketemu tadi”, tanya Agus kepada Gede “Oh, aku tadi mendaki lewat Pura Pengubengan, berarti kamu lewat Pura Pasar Agung ya?,” jawab Gede sambil bertanya kembali pada Agus “Ya,” jawab Agus kepada Gede Malam harinya, mereka semua membuat api unggun, dengan senang dan gembira, Ayah Agus mulai bercerita tentang sejarah Indonesia Merdeka dan membuat mereka semua yang mendengar merasa bangga karena kegigihan pahlawan kita tiada duanya demi negara ini untuk mewujudkan Indonesia Merdeka. Keesokan harinya, mereka mulai berkumpul dan bersiap-siap untuk mengibarkan bendera Merah Putih, dengan dipimpin langsung oleh Ayah Agus. Upacara ini juga berlangsung dengan lancar tanpa gangguan. Setelah bendera berkibar, mereka semua bersiap-siap untuk turun dan merapikan seluruh peralatan, serta memungut semua sampah yang berada di puncak gunung agar tidak mencemari lingkungan. Serta tetap menjaga lingkungan agar anak dan cucu bisa melihatnya dan bukan melihat segunung sampah yang bertumpuk. Sehingga seluruh gunung di muka bumi yang dipenuhi sampah dapat bersih jika ada orang-orang yang sangat peduli pada lingkungan. Dan menjaga nilai-nilai luhur pancasila dengan cara melestarikan lingkungan sekitar. Bukan gunung yang kita taklukan, tapi diri kita sendiri ~ Sir edmund hillary Cerpen Karangan: I Gusti Agung Michael Swisnandya Blog: agungmichael15.blogspot.com Facebook: Michael Agung Cerpen Gunung Bukan Tempat Sampah merupakan cerita pendek karangan I Gusti Agung Michael Swisnandya, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-lingkungan/gunung-bukan-tempat-sampah.html
Mimpi Menjadi Kenyataan
Pada malam hari “Hoaammm” aku sudah mengantuk. Lalu aku pergi ke kamar mandi untuk gosok gigi, setelah itu aku tertidur lelap. Saat aku tidur, aku bermimpi aku diajak ke sebuah toko squishy terkenal di kotaku, nama tokonya “Squishy Collection”. Sesampainya aku di toko squishy, aku terkagum-kagum melihat banyak sekali squishy yang bagus, slow dan jumbo. Tentunya tidaklah murah, semua squishy yang ada di toko itu mahal. Saat itu juga dad bilang “Kalau mau beli squishy, ambil aja mana yang kamu suka” “Yeaay” akupun bersorak girang “Terima kasih dad” kataku Aku pun membeli squishy yang aku sukai, salah satunya panda egg, punimaru animal donut, squishy yang berbentuk roti jumbo, squishy yang berbentuk kue ulang tahun yang tingkat, dan masih banyak lagi. Aku membeli 100 squishy sekaligus. Saat aku sampai di rumah aku cepat cepat mengambil hp, dan aku memvideokan squishy yang aku beli tadi, lalu aku posting ke instagram. “Kring… Kring… Kring” alarmku berbunyi. Aku baru tersadar dari mimpiku semalam. Aku pun berdoa dalam hati supaya mimpi itu menjadi kenyataan. Aku beranjak dari tempat tidur dan aku melihat kalender. Ternyata hari ini adalah hari ulang tahunku, aku senang sekali. Berhubung ini hari Minggu aku bisa langsung meminta hadiah kepada mom dan dad. Karena biasanya, selain hari Sabtu dan Minggu, mom dan dad kerja. Aku segera turun ke bawah, melewati tangga. Lalu aku segera bilang “Mom, dad, hari ini hari ulang tahunku. Aku mau hadiahnya squishy” kataku. “Boleh saja, ya udah siap siap yuk!” kata mom “Yeayyy, ya udah aku mau siap siap dulu” kataku. Aku pun segera bersiap siap. Aku segera menyambar handuk, lalu aku pergi ke kamar mandi. Setelah selesai, aku memakai baju kaos berwarna putih berlengan panjang bertuliskan “My Girl”, lalu aku memakai celana jeans berwarna hitam, dan aku memakai cardigan panjang berwarna hitam putih dan tidak berlengan, tidak lupa aku memakai kerudung pasmina berwarna hitam “Tiiinnn… Tiiinnn… Tiiinnn” suara klakson mobil dad terdengar, aku segera turun ke bawah. Aku pun menaiki mobil. Mobil pun melaju kencang, dad mengajakku ke toko squishy terkenal yang ada di kotaku namanya “Squishy Collection”. Aku pun menjadi teringat akan mimpiku semalam. “Apakah mimpiku akan menjadi kenyataan?” tanyaku dalam hati. Sesampainya disana, ternyata mimpiku menjadi kenyataan. Aku dibolehkan untuk membeli squishy sebanyak yang aku mau. Setelah itu aku, mom, dan dad segera menuju kasir. Jumlah squishy yang aku beli ada 100 squishy. Sesampainya di rumah aku segera memposting squishyku ke instagram. Sungguh tak terduga. Ternyata mimpiku semalam menjadi kenyataan. Cerpen Karangan: Hasna Ainan Cerpen Mimpi Menjadi Kenyataan merupakan cerita pendek karangan Hasna Ainan, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-anak/mimpi-menjadi-kenyataan.html
Janji Tahun Baru
Asap putih keluar dari dalam kopiku. Menandakan kalau kopi ini masih panas. Dan secara tidak langsung memerintahkanku untuk menunggunya sedikit lebih lama agar dingin dulu baru bisa meminumnya. Tapi pada saat ini hal itu tidak berlaku sama sekali. Dinginnya hujan mengalahkan panasnya kopi ini. Saking dinginnya malam berhujan ini, badanku yang sudah diselimuti jaket tebal, tetap saja terasa tertusuk-tusuk oleh jarum es. Walaupun begitu tetap saja aku belum mau mengusik kopi ini sama sekali. Pandanganku hanya terpaku menatap pantai melalui jendela kaca kafe ini. Gerombolan orang yang berada di pantai sekarang sudah tiada lagi. Mereka samua dipaksa bubar oleh hujan yang datang secara medadak. Sepertinya perayaan malam tahun baru yang biasanya dihiasi oleh hujan kembang api, sekarang akan berganti dengan hujan yang sesungguhnya. Dan hasilnya kafe yang semula lengang, menjadi penuh oleh gerombolan orang-orang yang ingin menghangatkan diri. Dan sialnya aku juga termasuk dalam gerombolan orang-orang ini. Detik demi detik jam tanganku terus berjalan. Mungkin seperti inilah rasa bosan karena menunggu. Mungkinkah mereka tidak akan pernah datang? apa mereka sudah melupakan janji yang mereka buat itu? Pikirku. Semua pertanyaan itu terus bermunculan di dalam otakku, berkecamuk tak menentu dan semakin membuat malam ini terasa semakin dingin. Jika sudah seperti ini aku hanya memilin-milin rambut panjangku dengan jari, untuk sekedar membuang rasa bosanku. “Kita akan berkumpul kembali di sini, untuk bertemu. Kita akan bertemu setiap malam tahun baru.” begitulah bunyi janji kami. Aku sangat ingat sekali akan janji tersebut, yang diucapkan oleh salah satu temanku saat itu. Tentu saja kami semua mengiyakan janji yang dibuat ketika liburan kelas untuk merayakan kelulusan kami dari SMA. Lima tahun janji ini berjalan. Memang pada tahun pertamanya janji ini melihatkan keampuhannya. Namun semakin lama sebuah janji dibuat semakin lemah pula kekuatannya. Dan semakin bertambah tahun demi tahun semakin usanglah janji tersebut. Kemudian itu terbukti pada tahun lalu. Semua temanku tidak datang sama sekali. Mereka semua berkilah bahwa mereka memiliki urusan lain, seperti urusan keluarga, ada acara keluarga atau sedang ada kerjaan. Mereka tidak lagi menepati janji mereka. Sekarang kekuatan janji itu sudah hilang, benar-benar hilang tak berbekas sama sekali. Aku ingat sekali seperti apa malam pergantian tahun 2016. Mereka, teman-temanku tidak ada satu pun yang datang. Mereka hanya membuatku lelah menunggu. Tapi ada satu hal yang tidak bisa kulupakan pada saat itu. Apu pikir hanya aku sendiri yang mengalami. Tetapi tidak, seseorang juga memiliki nasib yang sama denganku. Aku sangat ingat sekali. Laki-laki itu berdiri mematung memandang laut yang gelap. Sekilas aku lihat, dia seperti orang yang pernah aku kenal. Jadi kuputuskan untuk menghampirinya dan melihat dia dalam jarak dekat. Tidak, tidak, aku sama sekali tidak mengenalnya, pikirku. Walau aku sudah sedekat ini, dia juga tak terusik dengan keberadaanku. “Kau menunggu seseorang?” tanyanya membuatku kaget. “Ehm” anggukku kecil memberikan jawabnya padanya “teman-temanku.” “Apa mereka akan datang?” tanyannya lagi. “Sepertinya mereka tidak akan datang.” simpulku. “Kamu?” “Sama, aku juga sedang menunggu.” Setelah obrolan singkat itu, tidak ada lagi perkataan yang keluar dari mulut kami berdua. Kami benar-benar terdiam mendengarkan ratusan suara orang yang sedang berkicau di telinggaku dan suara deburan ombak menghempas pantai. Jika dari obrolan sebentar tadi aku menilainya, maka aku mengangap laki-laki ini adalah orang pediam. Itu terbukti karena dia tidak begitu banyak bertanya padaku. Beda dengan setiap orang yang aku temui selama ini. Tapi terlepas dari sifat pendiamnya itu, dia adalah orang yang sangat menyenangkan untuk diajak mengobrol. Memang baru sebentar kami bertemu, tetapi dia begitu akrab denganku. Sehingga dia dengan mudah mengatakan semua yang dipikirkannya padaku, dan begitu juga aku. Karena hal itulah obrolan kami berdua ini lebih terlihat seperti curhat. Tentu saja aku mengatakan padanya tentang kekesalanku, karena teman-temanku tidak dapat menepati janji mereka. Tetapi yang membuat aku tertarik adalah curhatannya padaku. Dia berkata padaku, bahwa sebenarnya dia tidak tahu sedang menunggu siapa. “Sebenarnya aku tidak tahu siapa yang aku tunggu.” “Kenapa?” tanyaku meminta penjelasan. Dia menjelaskannya padaku, bahwa sebenarnya dia sering melupakan seseorang, jika dia tidak bertemu dalam waktu yang lama. Hal itu sering mengganggunya. Karena itulah dia tidak tahu siapa yang akan datang. “Sudah pernah bertanya ke dokter?” tanyaku padanya. Dia hanya menganguk kecil sambil tersenyum tipis di wajahnya. Kembali dia melanjutkan ceritanya, mengupas lebih dalam tentang kekurangannya. Yang lebih membuatku tertarik dengan kekurangannya ini adalah dia hanya melupakan orang. Atau lebih tepatnya, dia hanya melupakan tentang orang-orang yang berada di sekitarnya saja. Yang dia luapakan dari mereka seperti siapa nama meraka dan seperti apa wajahnya. Kekuranganya memang aneh, tapi bagituku sangat unik dan membuatku tertarik padanya. “Sepuluh… sembilan… delapan…” teriak semua orang menghitung dengan jarinya. Hanya hal itu yang dapat menghentikan obrolan kami berdua. Semua orang baru saja menghitung mundur untuk menuju tahun baru. Terlebih lagi ini adalah momen yang sangat aku tunggu saat tahun baru. “Tiga… dua… satu..” suara terompet bergema di seluruh tempat. Disusul oleh puluhan kembang api yang meluncur dari tempat persembunyian mereka. Terbang membentuk garis cahaya indah di langit, kemudian meledak membentuk bunga mekar yang begitu indah dipandang mata. Ledakan-ledakan cahaya di langit sudah sangat cukup untuk mengalihkan perhatianku. Tanpa aku sadari orang yang mengobrol denganku sudah tidak ada lagi di sampingku. Tanpa basa-basi dia menghilang begitu saja. Belum sempat aku berkenalan dengannya. Sudah satu tahun sejak saat itu. Jarum jam terus begerak dan menunjukan pukul setangah sebelas malam. Sepertinya janji itu memang sudah tidak ada lagi. Mungkin sudah saatnya melupakan semua janji tersebut, seperti teman-temanku. Bukannya aku menyerah tanpa usaha, tapi semua usahaku selama ini tidak membuahkan hasilnya. Aku selalu menghubungi semua temanku yang terikat janji. Sekedar mengingatkan mereka tentang janji yang kami buat. Tapi semuanya sia-sia, mereka seperti ditelan oleh bumi. Hilang tak berbekas. Foto kami sekelas inilah yang menjadikan obat kekecewaanku. Aku selalu menyusuri setiap wajah mereka di foto ini. Sekedar mengingatkanku pada teman-teman yang sekarang sudah terpisah jauh. Memulai dari sisi kiri lalu kanan, aku selalu melihat wajah mereka dan mengingat namanya. Aku sangat mengingat wajah dan nama mereka, walau sudah dalam hitungan tahun tidak bertemu dengan mereka. Namun jariku terhenti pada seorang siswa di foto ini. “Boleh aku duduk” minta seseorang padaku. Aku mengiyakannya dengan senyum pada laki-laki yang basah oleh hujan tersebut. Dia melihatku dengan penuh heran di wajahnya. “Apa kita pernah bertemu atau kenal?” tanyanya padaku. Tapi aku tetap membalasnya dengan senyumanku. “Namaku Kirana Elma Putri” menjulurkan tangan padanya. “Namaku Arianto Mulyana” kenalnya, menjabat tanganku. Mungkin janji itu telah usang dimakan waktu. Akan tetapi janji itu terus berjalan seiring waktu, hanya saja janji tersebut terkikis oleh lupa. Dan aku bersyukur janji tersebut terus berjalan sampai saat ini. Hanya aku saja yang tidak menyadarinya. Cerpen Karangan: MHI Cerpen Janji Tahun Baru merupakan cerita pendek karangan MHI, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/janji-tahun-baru.html
Hijrah Cinta Dalam Balutan Jilbab Zazkia
Matahari telah terbit dari ufuk timur, udara segar pagi hari, kicauan burung-burung riang seolah-olah bertasbih atas keindahan Ilahi. Suara kendaraan bermotor pagi hari yang berisik menjadi kebiasaan di kota Jakarta. Saat itu, zazkia aisya fitri yang akrab dengan panggilan zazkia sedang asyik belajar mempersiapkan karya puisi yang harus ia baca nanti siang di kampusnya. Zazkia belajar di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta. Ia mengambil jurusan sastra Indonesia. Ia sangat menyukai sastra, baginya sastra adalah jiwanya, sastra telah menyatu dalam hati dan jiwanya. Detik demi detik telah berlalu dengan amat cepat bagi zazkia, rasanya ia baru saja mengerjakan karya puisinya, ia juga belum sempat istirahat siang. Saat jam telah menunjukkan angka 12.30, zazkia bergegas berangkat ke kampusnya, karena memang perjalanan dari kost ke kampusnya hamper 30 menit jika berjalan kaki. Di hari itu, zazkia terpaksa berjalan kaki karena tidak ada satupun angkot yang lewat seperti hari biasanya. Di tengah perjalanan ia melihat Dion, pacar zazkia yang sudah hampir 2 tahun mereka berpacaran. Ia melihat Dion sedang berdua-duaan dengan wanita lain yang jauh lebih cantik dan lebih seksi dibndingkan dengan zazkia, mereka berdua terlihat begitu mesra. Zazkia tak tahan melihat itu semua, air matanya mengalir membasahi pipi, hati zazkia terasa sesak, hancur, remuk, gundah, ia ingin sekali menjerit, tetapi tidak bisa. Ia tadak nmenyangka ternyata apa yang dikatakan Aurel, teman karibnya itu memang benar. Dion adalah laki-laki brengsek, laki-laki yang suka mempermainkan perasaan wanita. Ia menyesal tidak mempercayai sahabatnya itu. Rasanya ia ingin sekali menampar muka Dion, tapi ia berusaha sabar, ia berusaha tegar. “Sudahlah zazklia, lupakan laki-laki itu, lupakan Dion, mungkin Dion bukanlah laki-laki yang terbaik untukmu. Di luar sana masih banyak lelaki yang jauh-jauh lebih baik dari pada Dion, yang mungkin lebih pantas untuk bersanding denganmu”. Pinta zazkia dalam hatinya. Akhirnya, dengan keberaniannya ia memutuskan untuk menyapa Dion dan wanita misterius itu sekaligus melepas ikatan dengan Dion. “Permisi, maaf mengganggu, saya hanya ingin berbicara empat mata dengan dion sebentar.” Sapa zazkia pada dion dan wanita disampingnya. “kamu siapa?” Tanya wanita itu dengan bingung. Raut muka dion berubah total melihat zazkia berada di depannya, ia menjadi pucat seketika. “i ini…” “saya zazkia mbak, teman kampusnya dion, saya ingin membahas tugas mata kuliah dengan dion, kebetulan dion satu kelompok dengan saya, dan tugas kami harus diselesaikan nanti siang.” Sambung zazkia memotong pembicaraan dion. “ia sayang, ini zazkia, temen kampusku, zazkia perkenalkan ini Anita, pacar baruku.” kata dion. Mendengar kata-kata dion, zazkia hampir tak kuasa menahan air matanya, ia ingin sekali menampar muka dion di depan pacar barunya, ia ingin sekali mengatakan bahwa dirinya adalah pacar dion juga kepada Anita, tapi ia tetap berusaha tabah, ia ingin misinya kali ini berjalan dengan lancar. Zazkia mengambil nafas yang panjang… “ya udah mbak, saya mohon waktunya untuk berbicara sebentar dengan pacarnya.” kata zazkia “oke. Tapi jangan lama-lama.” Kata anita “hmm” kata zazkia sambil mengangguk Akhirnya, zazkia dan Dion berbicara berdua disudut yang agak jauh dengan Anita. Zazkia yang mengawali pembicaraan mereka berdua “Maaf dion, sepertinya aku sudah tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Sekian lama kita menjalani hubungan ini dengan suka cita, saling mengerti, saling memahami, saling percaya satu sama lain dan saat ini, di hadapanku sendiri, semua itu telah lenyap, cinta yang sudah bersatu dan bersemi saat ini telah musnah oleh sebuah pengkhianatan, janji yang telah terucap waktu itu mungkin hanya lelucon saja bagimu, tapi prinsip bagiku. Dan saat ini janji itu sirna begitu saja ternodai oleh lisan kebohongan, kesetiaan yang selama ini kita jaga telah lenyap bagai tsunami yang menghancurkan berjuta-juta rumah dengan sekejap mata. Aku jaga kepercayaanku oleh lisan-lisan yang menggumbar aibmu, aku berusaha percaya padamu, tapi apa yang saat ini aku lihat? Di depan mata kepalaku sendiri aku melihat sebuah kenyataan besar yang pahit, bahwa pacar yang selama ini aku percaya dengan sepenuh hati telah berhianat hanya gara-gara kecantikan yang tak mungkin kekal. Ia telah menodai kesucian cinta. Dion, aku mohon dengan hormat, saat ini juga, detik ini juga, kita lepaskan ikatan pada diri kita. Aku ingin hubungan kita berakhir sampai di sini. Aku ingin kita mengakhiri hubungan kita dengan baik-baik seperti halnya kita memulai hubungan ini dengan kebaikan. Aku ingin hubungan kita berakhir sampai di sini. Semoga anita adalah wanita yang terbaik untukmu, semoga kau lebih bisa menjaga dan menghormati serta menghargai perasaan wanita, semoga dengan ini kamu bisa sadar dion.” Kata zazkia panjang lebar mengungkapkan isi hatinya pada dion yang telah terpendam dengan tetesan air mata. Mendengar ungkapan zazkia yang amat sangat tulus itu pada dirinya, hati dion bergetar, matanya berkaca-kaca dan tak tahan mengeluarkan air mata, ia terharu dengan semua yang terjadi. “iya zazkia, maafkan aku telah menodai kesucian cintamu, maafkan aku tidak bias menjaga cintamu. Maafkan aku…” kata dion.Ia hanya bias meminta maaf dengan zazkia. “sudahlah dion, tidak apa, walaupun pahit yang kurasa, tapi aku ikhlas, aku hanya berharap kamu menjadi lebih baik lagi.” Kata zazkia dengan ungkapan yang tulus dari hatinya. “ya sudah dion, aku mau pergi, nggak enak kamu sudah ditunggu anita.” Sambung Zazkia sambil pamit meninggalkan dion menyusuri jalan perkotaan. Sesampainya di kampus ia bertemu aurel, ia langsung menceritakan apa yang telah di alaminya tadi di jalan, ia memeluk aurel sambil menangis, hatinya masih terasa sakit. “yang sabar zazkia, cinta tak selamanya kita miliki. Ada kalanya cinta itu hanya kita rasa bahagia saat yang kita cintai itu bahagia dengan orang lain, mungkin dion bukanlah yang terbai yang allah pilihkan kepadamu, dengan allah menunjukkan kebejatan dion di depanmu. Bukankah allah masih sangat menyayangimu?” kata aurel wanita cantik yang berjilbab itu sambil mengenggam tangan zazkia dan menenangkannya. “Terima kasih Aurel, kau telah sudi mendengar keluh kesahku.” Kata Zazkia kepada sahabat terbaiknya “sama-sama.” Kata Aurel kepada Zazkia dengan senyuman yang indah dan tulus. Di tengah keasyikan mereka saling berbagi, Dra. St. Nurbaya M.Si, dosen fakultas sastra UI memasuki kelas mereka dan memanggil satu nama untuk membaca karya puisi, dan nama yang dipanggil adalah Zazkia Aisya Syifa. Zazkia berdiri di depan teman-temannya dan membacakan bait per bait karya puisinya dengan penuh penghayatan. DALAM BUTIRAN TASBIH CINTA Cinta kasih tersirat indah di pelupuk mata Melambai-lambai alunan irama asmara Kala hati berselimut deraian air mata Menyapa rindu kasih belahan jiwa Melodi cinta berpijar indah nyata Rebab iring hening melenyapkan gelisah sukma Cinta suci tersimpan indah di dada Bagai bunga ranum mekar menghias dunia Tafsir cinta tersirat untaian do’a Melingkar dalam butiran tasbih cinta Hasrat rindu menyapa takdir cinta Bersimpuh penuh taklim dalam balutan mukena Setelah Zazkia usai membaca bait per bait puisi tersebut, ia mendapat tepuk tangan yang amat sangat meriah dari teman-temannya. Puisi yang singkat penuh makana, dibaca dengan penuh penghayatan seolah-olah mencerminkan isi hati Zazkia yang sedang gelisah karena cinta, Tanpa terasa kelas sastra telah usai, zazkia mampir di toko buku untuk membeli salah satu novel karangan Habiburrahman El Shirazy, semua karangannya memberi inpirasi dan motivasi bagi zazkia. Saat di toko buku, ia melihat novel berjudul “DIATAS SAJADAH CINTA” Karya Habirrahman El Shirazy. Hatinya langsung terpikat dengan novel itu, ia ingin langsung membelinya dan cepat-cepat membacanya. Akan tetapi ketika ia akan mengambil novel itu, ada seorang lelaki yang juga mengagumi novel itu. Mereka berdua sama-sama mengambil novel tersebut secara bersamaan. Melihat laki-laki tersebut, hati zazkia bergetar, jantungnya berdegup kencang, entah mengapa rasa pilu karena tersakiti dion tiba-tiba hilang bagai terkana angin puting beliung. Lelaki di hadapannya itu adalah lelaki yang berbeda dari lelaki yang selam ini ia pernah kenal. Lelaki itu sangatlah sopan terhadap wanita. “Astaghfirullahal’adzim, Maaf mbak saya tidak sengaja.” Kata lelaki dihadapan Zazkia yang tidak sengaja memegang tangan halus Zazkia. “Eh, iya tidak apa.” Kata Zazkia “Penggemar Habiburrahman El-Shirazy juga ya mbak?” Tanya lelaki itu “Iya mas, penulis yang sangat cerdas, penulis dengan untaian kata yang semua orang akan terpana oleh kata-kata yang penuh makna. Semua karya-karya beliau adalah inspirasi dalam kehidupanku. Terutama karya yang satu ini DI ATAS SAJADAH CINTA membuat semua orang akan penasaran dengan isi novel tersebut.” Terang Zazkia sambil menunjuk novel favoritnya. “emmm… iya mbak, Habiburrahman El-Shirazy memanglah penulis inspiratif dan motivator bagi pembaca karya-karya beliau. Saya juga penggemar semua karya-karyanya, termasuk DI ATAS SAJADAH CINTA.” Kata lelaki itu menyambung pembicaraan zazkia. “Oh iya, dari tadi kita sudah terlalu banyak mengobrol satu sama lain, tapi kok belum tahu nama masing-masing…” Kata Zazkia kepada lelaki itu dengan senyuman. “iya juga ya mbak, maaf mbak, Nama saya Maulana, Maulana Al Asyrof.” Kata lelaki itu sambil memperkenalkan dirinya kepada zazkia Mendengar nama tersebut, entah mengapa hati zazkia berdegup kencang, ada sesuatu yang tidak bias dipahami oleh Zazkia. Ada sesuatu yang mengganjal di hati Zazkia. “mbak, kok bengong? Maaf kalau boleh tahu nama mbak siapa?” kata lelaki itu “Maaf, nama saya Zazkia Aisya Syifa. Biasa dipanggil Zazkia.” Kata Zazkia sambil tersenyum kepada lelaki itu. Berawal dari pertemuan itu, zazkia dan Maulana saling berhubungan satu sama lain.saat zazkia usai jam kuliahnya, ia selalu menanti kehadiran sosok Maulana begitupun dengan Maulana selalu menanti sosok Zazkia. Mereka selalu bertemu saat mereka sama-sama membeli novel karangan Habiburrahman El Shirazy. Hingga suatu hari, zazkia mendapatkan hadiah terindah dari Maulana, lelaki idamannya berupa Jilbab berwarna biru muda yang begitu indah, dengan sepucuk surat singkat. “Assalamu’alaikum Warohmatullah… Zazkia, semoga Allah selalu melimpahkan Rahmat dan Taufiqnya kepadamu, melalui sepucuk surat ini aku ingin meberikan sebuah hadiah, semoga kamu menyukainya. Semoga Allah mempertemukan kita kembali suatu hari nanti dengan jilbab itu. Wassalamu’alaikum Warahmatullah… Salam Hormat. Maulana” Zazkia selalu membaca surat yang amat singkat itu dari Maulana, baginya surat dan hadiah yang diberikan Maulana adalah sebuah pemberian terindah dari orang-orang di sekelilingnya setelah kasih sayang Kedua orangtuanya dan semua pemberian yang tulus dari orangtua dan keluarganya. Setiap saat, setiap waktu ia hanya bisa memandangi jilbab indah dari Maulana. Ia ingin sekali berjumpa dengan sosok Maulana, ia rindu semua tentang maulana. Akan tetapi Maulana yang ia rindukan tiba-tiba hilang ditelan bumi setelah memberikan sepucuk surat dan jilbab kepada zazkia. Kegundahan dan kegelisahan hati hadir kembali menyelimuti hati zazkia. Hari demi hari berlalu dengan sangat cepat. Tanpa terasa satu tahun telah berlalu, zazkia masih belum bisa melupakan sosok maulana yang telah merubah hidupnya. Kini zazkia telah memutuskan berhijab. Ia mulai mendalami agama, saat ini ia melanjutkan study S-2nya di Al-Azhar Kairo jurusan Sastra bahasa Arab. Zazkia telah berubah menjadi wanita dewasa, wanita yang anggun penuh pesona, wanita yang selalu menjaga auratnya dari pandangan lelaki yang bukan mahromnya. Suatu hari, zazkia ingin membeli karangan terbaru Habiburrahman El Shirazy, zazkia bertemu sosok lelaki yang tidak asing bagi dirinya, laki-laki tersebut juga ingin membeli novel terbaru Habiburrahman El Shirazy. Ia teringat dengan pertemuan pertamanya dengan Maulana. Tapi ia sadar, itu hanyalah nafsu yang hadir di hati zazkia, ia sadar itui hanyalah tipu muslihat syetan yang mengganggu pikiran manusia. Lelaki di hadapan zazkia terus memandanginya, seolah olah ia mengenali jilbab yang dipakai oleh Zazkia. Dan tanpa sengaja, tangan mereka bertemu ketika keduanya akan mengambil novel yang sama-sama di kagumi mereka berdua Ketika zazkia ingin membeli sastra arab, ia bertemu sosok lelaki yang juga mengambil novel tersebut. Tiba-tiba ia teringat pertemuan pertamanya dengan Maulana, akan tyetapi ia tak berani melihat wajah lelaki itu, sementara lelaki itu terus saja memandangi dirinya. Lelaki di hadapannya itu sangat mengenal jilbab yang dipakai zazkia. “Afwan ukhty, apakah ukhty bernama Zazkia Aisya Syifa asal Indonesia, dan hijab yang ukhty pakai dari seorang lelaki sederhan bernama Maulana Al Asyrof?” kata lelaki itu penuh penasaran. Mendengar pertanyaan lelaki itu, zazkia sangatlah kaget dan heran, dari mana lelaki itu tahu identitas dirinya serta jilbab yang ia pakai itu, saat itulah ia baru berani menatap lelaki dihadapannya. Dan maha besar Allah, lelaki dihadapannya itu adalah lelaki yang selama ini bersinggah di hati zazkia, ia merasa sangat bersyukur dipertemukan dengan Maulana, begitu juga dengan maulana. Ia bertakbir, dan bertasbih menyebut asma Allah. Setelah beberapa lama mereka berbicara, akhirnya mereka sama-sama mengungkapkan isi hati mereka masing-masing dan berencana melangsungkan pernikahan setelah kembali ke Indonesia. Cerpen Karangan: Siti Ririn Mu’tamiroh Facebook: Siti Ririn Mu’tamiroh Siti Ririn Mu’tamiroh Lahir di Bojonegoro, 29 Juli 1998. saat ini ia menempuh pendidikan di KEPQ Nurul Hayat Surabaya. Cerpen Hijrah Cinta Dalam Balutan Jilbab Zazkia merupakan cerita pendek karangan Siti Ririn Mu'tamiroh, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-islami/hijrah-cinta-dalam-balutan-jilbab-zazkia.html
Masih Seperti Dulu
Aula Symphonia. Gedung ini masih tercium aroma seperti dulu. Tirai beludru merah yang menutupi panggung masih lembut seperti dulu. Dinding dengan pilar-pilar yang masih tetap kokoh seperti dulu. Aku menghirup udara perlahan. Suasana sejuk yang juga masih seperti dulu. Satu yang tak pernah aku bisa lupa, ruangan ini begitu syahdu. Tak peduli berapa ratus orang di dalam sini, tetap terasa syahdu bagiku. Setiap lagu mengalun terdengar begitu merdu. Aku menahan air mata mengingat masa itu. Terharu. Aku menyadarkan diri dari lamunan akan kenangan. Hari ini akan menjadi hari yang penuh memori bagi setiap muridku dan juga bagiku (seperti dulu). Ini adalah kali pertama aku mengadakan konser. Aku mewujudkan mimpiku untuk membangun sebuah sekolah musik. Aku yang menjadi Kepala Sekolah. Menyelenggarakan konser di gedung indah ini pun merupakan mimpiku. Aku tak sabar melihat penampilan murid-muridku beberapa menit lagi. Betapa menawannya mereka dengan musik. Tanpa diragukan lagi, Bayu adalah salah satu anak yang amat sangat kunantikan permainannya. Tidak. Tidak pilih kasih. Aku tak bermaksud pilih kasih. Tapi memang Bayu merupakan seorang anak yang super dan mempesona. Ia merupakan anugerah Tuhan bagi siapa saja yang mendengarkan alunan pianonya. Seperti namanya, Bayu mampu membawa siapapun yang mendengar musiknya akan terbawa layaknya angin bertiup dan menerbangkan benda-benda di sekitarnya. Alunannya begitu merdu. Setiap detil permainannya mampu menyihir siapapun. Termasuk aku. Ah, inilah saat yang aku tunggu. Beberapa muridku tampil begitu baik dan mengagumkan. Kini giliran Bayu yang menampilkan performanya. Umurnya masih delapan tahun tapi ia begitu brilian. Bayu mulai menaiki panggung. Walaupun terlihat polos dan lucu, ia tampak lebih tampan dengan tuksedo hitam membalut tubuhnya. Hentakkan sepatu pantofel di kaki mungilnya terdengar gagah menggema ke seluruh ruangan. Ia kemudian menundukkan kepalanya dengan tangan di perutnya sebagai tanda hormat kepada para penonton. Tepuk tangan penonton mewarnai langkah Bayu dari pusat panggung menuju piano. Bahkan tepukan audiens pun terdengar syahdu merdu di sini. Aku memandangi Bayu. Aku duduk tepat di depan panggung bagian tengah. Aku terus memandanginya. Aku sedikit terkejut ketika Bayu pun melihat ke arahku sebelum ia menjatuhkan tangan ke pianonya. Kami saling melempar senyum. Bayu mengingatkanku pada seorang anak seumuran dengannya. Dua puluh dua tahun lalu di tempat yang sama, seorang anak laki-laki seumur Bayu melakukan hal yang sama. Datang dari balik tirai panggung, berjalan kecil, hormat, dan duduk di depan piano. Siap menaklukkan setiap melodi yang menantang. Moonlight Sonata. Aiih, jari-jari mungil Bayu mulai berlarian pada tuts hitam putih itu. Indah sekali. Aku terhanyut mendengarnya. Irama yang begitu khidmat. Nada yang berbisik tak hanya sekedar mengintip telingaku. Aku terbayang kembali pada seorang anak yang jatuh cinta dengan sinar rembulan ketika mendengar Moonlight Sonata, untuk pertama kalinya dua puluh dua tahun lalu. Seorang anak perempuan berkuncir kuda memainkannya. Begitu menakjubkan. Sama menakjubkannya dengan Bayu saat ini. Anak lelaki itu terlena. Anak lelaki itu memandangi bulan purnama yang tersenyum terang. Ia tak peduli dengan semakin sepinya Aula Symphonia karena konser telah usai. Anak lelaki yang polos itu berkehendak membawa pulang purnama untuk menemaninya. Ia naik ke atas bangku di halaman aula. Melompat-lompat setinggi mungkin untuk memetik purnama. Malang. Ia malah terjatuh dan tersungkur. Seorang anak perempuan menertawakannya. Tawanya kecil tapi kemudian meledak. Sepertinya geli sekali. Si anak lelaki sempat malu. Anak perempuan kecil itu lalu berteriak, “Kamu tadi yang main Croatian Rhapsody ya?”. Anak lelaki itu pun sadar bahwa yang tadi menertawakannya dan sekarang meneriakinya adalah Si Moonlight Sonata. Tiba-tiba si Moonlight Sonata berlari kecil ke arah orangtuanya yang telah menunggu di depan gerbang aula. Tinggallah anak lelaki itu sendiri dan tetap tak berhasil memetik purnama. Ia meraba luka di pipinya yang terbentur ujung kursi taman aula. Sedikit goresan dan berdarah setetes. Bayu usai memainkan Moonlight Sonatanya dengan amat sempurna. Ia kembali hormat pada penonton. Sorak sorai penonton begitu ramai. Aku tersenyum padanya lalu meraba pipi kananku. Luka itu masih ada. Luka anak lelaki yang terjatuh saat berusaha memetik bulan. Anak lelaki itu adalah aku. Aku terdiam. Aku tak menyangka aku pernah meletakkan hatiku pada si Moonlight Sonata. Anak perempuan yang menertawakanku ternyata membalas kasihku padanya. Saat itulah aku merasa berhasil memetik bulan yang terang. Saat itulah Moonlight Sonata menjadi melodi cinta kami. Aku dan si anak perempuan yang menertawakanku. Penampilan Bayu menjadi ending yang klimaks untuk konser ini. Aku merasa puas menyaksikan semua muridku. Tangan lembut istriku yang sejak tadi duduk di sampingku menggenggam hangat tanganku, “Yuk pulang, Mas. Sudah selesai kan?”. Aku tersenyum dan mengangguk padanya. Kurangkul pundaknya. Kami berjalan ke luar aula dengan penuh romansa. Lalu aku melihat Bayu tampak menanti seseorang. Wajahnya memperlihatkan rasa khawatir. “Dik, itu Bayu kan?” tanyaku pada istri. “Iya, Mas. Mungkin dia juga mau pulang.” “Aku samperin dulu ya. Kamu mau ikut?” Istriku menggeleng pelan, “Nggak, Mas. Kamu aja, aku tunggu di mobil ya.” Aku bergegas menghampiri si brilian Bayu. “Bayu, belum pulang?”. Bayu kaget. “Belum, Pak. Lagi tunggu Bunda.” jawabnya pelan. “Ooo, Bun…” belum selesai aku berbicara, Bayu memekik, “Itu diaaaa… Bundaaaaa…!!!” Bayu berlari menghampiri wanita yang berjalan dari arah tempat parkir. Wanita yang Bayu sebut Bunda itu nampak terkejut melihatku. Ooops!!! Aku pun terkejut melihatnya. Bayu menarik Bunda itu berjalan ke arahku. Aku hafal benar, cara wanita itu berjalan, berpakaian, memandang, dan… aku hafal semua tentangnya. Astaga!!! Kami kini berdiri berhadapan. Ia tersenyum sedikit padaku. Sedikit sekali. “Terima kasih untuk bimbingannya. Bayu sangat suka belajar di musik di sekolah anda.” katanya. Aku memandang langit. Rembulan penuh tersenyum lebar. Terang sinarnya menyinari kami bertiga. “Pantas ya Bayu hebat sekali bermain pianonya. Sama seperti Bundanya.” ucapku tanpa basa-basi. “Bayu, ayo bilang terima kasih sama Bapak sudah diajarin main piano.” katanya. Bayu mencium tanganku lalu tersenyum. “Bunda, Bayu naik ke mobil Om Rino ya. Bayu ngantuk.” Lalu Bayu berlari. Mungkin menuju mobil si Om Rino yang dimaksud. “Apa kabar?” aku mengulurkan tangan. “Sama seperti dulu. Selalu baik.” jawab Bunda Bayu singkat dan menjabat tanganku juga singkat. “Maaf, aku dulu…” “Sudahlah, aku baik-baik saja kok. Tidak masalah kalau dulu kamu pergi dan tidak pernah mencariku lagi.” Aku menghela nafas, “Bayu piawai sekali memainkan Moonlight Sonata. Alunannya mampu menyihirku. Sama seperti kau dulu. Tak kusangka, ternyata dia…” “Dia bukan anakku. Bayu dititipkan padaku. Siska dan Andri meninggal. Kamu ingat mereka kan?” Aku menelan ludah. Begitu banyak masa lalu yang aku tinggalkan dan aku kehilangan masa depan akan itu semua. Bahkan Andri yang pernah menjadi partnerku telah pergi selamanya. “Lalu, anakmu mana? Tidak mau ikut belajar musik di sini?” tanyaku mencoba mencairkan suasana. Wanita itu tertawa. Aku memandang heran. “Bagaimana punya anak, menikah saja belum.” jawabnya dengan riang. Ia tidak lagi dingin seperti pertama tadi, ia tersenyum lebih ceria. Sama seperti dulu. “Lho, mengapa belum menikah?” aku penasaran. “Galuh, anak perempuan yang menertawakanmu itu selalu menanti lelaki dengan luka di pipinya.” Ia menjawab sambil berlalu. Aku hampir bisu. “Kinan… Kinanti… tunggu Kinanti!!!” aku berharap ia tidak segera pergi. Ia terus melangkah dan menengok sejenak, “Happy for you with her, Galuh.” katanya tersenyum. Langkahnya cepat sekali. Aku hanya bisa mematung. Aku lagi-lagi tidak mengejarnya. Dua puluh dua tahun lalu, ia berlari menuju orang tuanya. Aku malu mengejarnya walau aku sangat menginginkannya. Saat kami remaja, aku pergi darinya. Aku takut untuk mencarinya meski nuraniku begitu menginginkan dia kembali. Aku melepaskannya. Dadaku mendadak sesak. Aku kini HARUS melepaskannya. Anak perempuan itu. Si Moonlight Sonata. Sama seperti dulu. Selepas konser. Di halaman aula. Di bawah sinar rembulan. Ia berlari kecil. Semakin lama semakin hilang. Bayangannya pun perlahan lenyap. Hanya aku dan purnama. Si Moonlight Sonata, Kinanti. Cerpen Karangan: Astien Setianingrum Blog: stillego.blogspot.com Facebook: https://www.facebook.com/astienningrum Mahasiswa jurusan Industrial Engineering, President University Bekasi, Jawa Barat Cerpen Masih Seperti Dulu merupakan cerita pendek karangan Astien Setianingrum, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/masih-seperti-dulu.html
Langit Senja Saksi Cinta
“KRIIING…!!!” Bel pulang sekolah berbunyi, seperti biasa pada saat musim penghujan, setiap hari sepulang sekolah, tetes air dari langit selalu mengiringi perjalanku ke istana sederhanaku yang aku menyebutnya rumah. Aku tinggal di pesisir utara Boyolali Kota. Berjarak lebih dari 7 km dari sekolah, aku selalu naik bus disaat pulang ataupun berangkat sekolah. Sore itu hari Sabtu, aku terpaksa harus pulang sendirian, Doni kawanku yang biasa satu bus denganku, hari itu dia tidak bisa ke sekolah karena sakit. “Pyuk.. pyuk.. pyuk..” terdengar alunan langkah kakiku menyapu kolam kolam kecil yang ditinggalkan oleh hujan. Aku mengira, gerimis akan segera reda, namun hujan kembali memperlihatkan tajinya, kemudian aku mempercepat langkahku, ku berlari terbang tinggi dengan langkah pasti.. (eh malah nyanyi, hhehehe). Aku berlari, kemudian melompat sambil terbang, hampir saja aku nyungsep ke selokan, tapi Tuhan masih menyelamatkanku. Dan begitulah caraku sampai ke halte, tempatku biasa menunggu jemputan pribadiku yang banyak orang menyebuynya bus. Di sana, nampak aku melihat gadis cantik duduk sendirian. Sejak lama kuketahui namanya adalah Vina. Sudah sejak lama aku diam-diam memperhatikannya. Sebenarnya, selama ini aku menyimpan rasa kepadanya. Untuk sekedar menghangatkan suasana, aku mencoba mengajaknya bicara. “Vina,.. sedang nunggu bus ya Vin?” tanyaku basa basi sambil gugup. “I..ya Ham.. aku nunggu bus” jawabnya sambil menggigil kedinginan. “Kamu kedinginan ya Vin kok menggigil gitu?” tanyaku lagi. “Iya Ham.. aku lupa bawa jaketku” jawabnya sambil gemeteran. “Ya udah… nih pakai aja jaketku” tawarku kepada Vina. “Nggak usah Ham, ntar kamu yang kedinginan” tolak Vina gak enak hati. Sambil menyerahkan jaket bergambar singo edan aku bilang “Gak papa Vin, aku takut kamu sakit. Kalau aku udah biasa kok hujan-hujanan.” “Makasih Ham, makasiiih banget” sahut Vina sembari menerima jaketku. “Iya sama-sama” jawabku sambil senyum. Aku bergumam dalam hati “Tenang aja Vin, dinginnya hujan takkan mampu mengalahkan hangatnya cintaku padamu.” Kemudian, dari situ kami mulai terlibat dalam banyak perbincangan. Tak terasa hujan mulai reda, sang surya mulai menampakan pesonanya. Langit senja warna jingga makin memperindah hatiku yang berbunga-bunga. Namun, tak lama kemudian bus yang biasa ditumpangi Vina lewat dan menghentikan lajunya. Vina melangkah pergi sambil meninggalkan senyum sapa kepadaku. Aku sedikit sedih Vina pulang, tapi ini demi kebaikan semuannya. Walau begitu, pengalaman indah ini takkan pernah aku menghapusnya dari ingatanku. Walau hanya sebentar tapi aku sangat bahagia, dan aku sangat berharap bisa mengulangi kebersamaanku dengan Vina lagi selamanya. END Cerpen Karangan: Muhammad Ilham Blog: ilhamizaki.wordpress.com Cerpen Langit Senja Saksi Cinta merupakan cerita pendek karangan Muhammad Ilham, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-dalam-hati-terpendam/langit-senja-saksi-cinta.html
Taruhan Cinta
Aku masih berdiri dengan kakiku disini, menatap lurus bangunan megah diseberang jalan itu. Ya, kampus tercintaku. Meski tahun semakin membuatnya terlihat gagah, namun tak begitu membuat kakiku tetap kokoh berdiri. Aku terduduk diatas trotoar yg telah berkali-kali ku pijak sejak aku masuk di kampus ini. Rasanya semangatku mulai kendor, tak seperti awal aku menggebu ingin kuliah dan mendapat gelar Sarjana Filsafat Islam. Mungkin niatku dari semula telah salah kaprah, hanya sekedar ingin punya embel-embel di belakang namaku. Tapi apa peduliku, itu menjadi sebuah gengsi tersendiri. “San,” tiba-tiba seorang menepuk pundakku dari belakang, sontak ku menatap ke arahnya. “Oh, kamu Zin.” Jawabku lesu padanya. Ia Faizin, teman sekelasku dr semester satu. Bisa dibilang hanya dialah teman perjuanganku di kota kecil ini. Sedikit berlebihan memang, tapi itu kenyataan hidupku. “kenapa tadi gak masuk?” tanyanya membuyarkan lamunku, aku diam. Aku tak tau apa yg mesti aku katakan. Sedangkan aku sendiri tak mengerti apa yang terjadi dengan diriku. “Vina?” tanyanya lagi. Dan aku masih saja diam. “kamu tu, wong idup kayak ga idup. La yamutu wala yahya.” Katanya seraya pergi dariku. “ayo lah ngangkring wae, udud po piye, tak traktir wes.” Aku berpikir sejenak, akhirnya kuputuskan untuk mengikuti ajakannya. “vin, jangan bengong aja napa? Lagi ada masalah ya?” Tanya Naya sambil duduk disamping Vina. “tadi Mbak Neli Tanya katanya kamu jadi buatin undangan buat rapat besok enggak.” Katanya sambil nyodorin setumpuk program kerja pengurus tahun ini. Ya, tepatnya Vina dan Naya adalah santri di salah satu pesantren di Jogja. “aku lagi pusing Nay, ntar malem aja aku buatin.” Kata Vina ogah-ogahan. “crita kalo ada masalah, jangan dipendem sendiri.” “mungkin lain waktu, aku belum siap.” “yaudah, tapi lama-lama kalo kamu gitu bisa-bisa kamu jadi sakit, inget kalo kamu tu gampang drop.” “hmmm,, aku bener-bener bingung, aku pusing.” “ya pusing kenapa, crita aja kyak aku ni orang asing.” “aku mau dijodohin.” Kata Vina tiba-tiba yang membuat Naya sontak terlonjak dari duduknya. Ia tertawa, namun seketika diam ketika terlihat raut muka Vina berubah. “emm, sama siapa?” “aku gak tau, besok pagi aku disuruh pulang.” Naya diam, ia tak menjawab apa-apa lagi. Dan mereka terbang dalam pikiran masing-masing. Esok hari. “Nay, ini undangannya tolong kasih ke bagian humas. Aku pamit pulang dulu.” Kata Vina seraya menyodorkan beberapa bendel undangan ke Naya. “aku temenin pulang ya, kamu pucat banget, takutnya gak kuat bawa motor sendiri kerumah.” “udah, aku bisa sendiri. Emangnya aku anak kecil,” jawab Vina tersenyum padanya. “nah gitu lho, senyum. Yaudah ati-ati dijalan.” Pelan-pelan dibawa motor bebeknya membelah jalanan yg sudah begitu ramai. Pikirannya melayang, sesekali konsentrasinya buyar. Klakson bersahut-sahutan ketika kadang ia oleng mengendarai bebek merahnya. 1 jam perjalanan cukup membuatnya pegal-pegal. Sampai di rumah, terlihat beberapa santri lalu lalang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ia parkirkan motornya disamping rumah setelah terlihat tempat parkir yg telah penuh. ia berdiri kaku, seraya dihembuskannya nafas yang begitu berat dirasa. Sempat ingin berteriak, tapi urung. Takut jadi bahan tontonan, dikira ntar aku gila, pikirnya. “Assalamu’alaikum.” Ucapnya seraya masuk lewat pintu samping rumah. Terlihat disana beberapa santri putri sedang menyiapkan beberapa piring camilan yg buatnya semakin layu mengayunkan langkahnya. “umi dimana?” tanyanya pada salah satu santri. “itu neng didapur belakang.” Jawab santri yg terlihat paling tua. Pelan ia ayunkan lagi kakinya, terlihat umi sedang mencicipi masakan yg mungkin akan dihidangkan nanti. Umi meliriknya, “kok baru nyampe Vin?” Tanya Umi ketika Vina jabat tangannya ta’dim. “iya, jalanan lagi di perbaiki, jd macet Mi.” “yaudah, sana makan dulu, trus benahin penampilanmu. Mau ada tamu sambut dengan baik.” Perintah beliau yang buatnya semakin perih. Ia ayunkan lagi langkahnya, perlahan ia buka pintu kamar, terlihat ada sebuah gamis yg menggantung digagang pintu lemarinya. Gamis itu cantik, dengan paduan warna krem dan pink fanta terlihat apik. Umi benar-benar telah mempersiapkan semuanya. Seketika ia tersadar kalau belum menemui abi. Sontak ia keluar kamar dan mencari abi. Ia temukan beliau sedang berbincang dengan pakde diteras rumah. Ia hampiri seraya mengecup tangannya, lalu kembali lagi ke kamar. Abi tidak berucap apa-apa. Hanya anggukan pelan ketika menatapnya yang kemudian berlalu. Ia rebahkan tubuhnya diatas kasur kamar yang telah lama tidak ia tempati. Sekilas bayangan Hasan muncul dalam lamunnya. “maafkan aku San,” lirihnya. Tak terasa airmata telah mengalir deras. Buru-buru ia usap dan beranjak mengambil gamis yg sedari tadi ia perhatikan. Setelah ia rasa cukup dengan penampilannya, ia keluar kamar. Ternyata tamu yang abi dan umi tunggu telah datang. Namun bukan untuk ia tunggu. Sekali lagi ia hembuskan dengan berat nafas yang terasa semakin sesak. Allah…… Pelan ia buka gorden yang membatasi ruang tamu dan ruang keluarga rumahnya. Ia menunduk, tak berani menatap sekelilingnya. Pelan didekatinya umi dan duduk disebelahnya. Rasanya semua mata tertuju padanya. Pelan umi menepuk pundaknya seraya tersenyum. Suasana yang seketika hening itu berubah sumringah ketika salah satu perwakilan dari tamu mengungkapkan maksud kedatangan rombongan keluarga itu kesini. Abi menjawabnya dengan begitu wibawa. “Mungkin ini telah jalanku. Aku tak berani berkata tidak. Pilihan abi dan umi pastilah yang terbaik buatku. Meski sangat perih aku rasa. Serasa kembali pada masa siti nurbaya.” Batinnya sendu. “vina, jadi ini namanya Taufiqurrahman, dia skrg masih nyantri di Al-munawwar, asli Kediri, dan besok juli insyallah akan melangsungkan wisuda S2-nya.” Kata abi yang tiba-tiba membuatnya kram setengah mati. Seketika ia tatap lelaki yang abi maksud. Deg! Masyaallah! Sontak airmatanya mengalir. Ia tak bisa berucap apa-apa. Harus bagaimana ia hadapi semua ini? Seketika pula ia tatap sosok lelaki yang duduk dibelakang laki-laki yang abi sebut barusan. Kali ini ia benar-benar serasa tak kuat hidup. Tak disangka laki-laki ia maksud itu tersenyum simpul kearahnya. “San, ternyata kau pula menghendaki semua ini.” Batin vina menunduk diam dalam tangisnya. Cerpen Karangan: Anis Nuraini Fatayati Facebook: https://www.facebook.com/anis.fatayati Masih membiarkan pena menari-nari semaunya… Cerpen Taruhan Cinta merupakan cerita pendek karangan Anis Nuraini Fatayati, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-kehidupan/taruhan-cinta.html
Sepucuk Tape Singkong Kado Ulang Tahunku
Tak terasa hari-hariku semakin bertambah usia dan bertambah dewasa. Semakin bertambahnya umur ini, diriku mulai terus belajar menjadi seseorang yang berguna dan bermanfaat untuk sesama, walau mungkin terasa berat kurasa namun aku akan tetap tersenyum menjalaninya. Betapa senangnya hatiku, hari ini genap diriku berusia 21 tahun sejak aku dilahirkan dari rahim ibuku, untukku dapat melihat indahnya warna-warni dunia. Kini aku bertumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya untuk menggapai cita dan asa ku, untuk membanggakan Ibu yang selalu mendoakanku. Diriku hanyalah seorang gadis di sebuah desa kecil di kaki bukit hijau yang membentang subur, dengan tumbuhan teh sebagai ciri khasnya. Aku sangat bahagia karena disanalah diriku dididik dan diajari arti dari Ramah Tamah dan Sopan Santun itu berada. Semenjak ayahku pergi ke Surga, Ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga. Ibu rela menjajakan potongan gorengan yang tertata rapi di atas tampah anyaman bambu, demi gemerincing uang yang mungkin tak ada nilainya. Namun bagi kami koin demi koin itu sangat berarti bagiku dan Ibu untuk menyambung hidup. Senyuman mentari selalu menyapaku dikala diriku masih berselimutkan sejuk udara pagi. Ku buka mata dan kubalas senyum mentari dengan harapan dan keoptimisan, untukku meringankan beban Ibu yaitu berjalan membeli sepotong tempe, sesisir pisang, dan seplastik tepung terigu. Diriku berjalan dan berlari-lari kecil di tengah perkebunan. Penuh senyuman, ku sapa deretan ibu-ibu pemetik daun teh demi mencari sesuap nasi untuk anaknya ketika mereka selesai menunaikan pekerjaannya. Sepulangnya diriku membeli bahan baku, ku bantu Ibu mempersiapkan segala dagangan untuk dijual nantinya. — Ibu mulai berjalan menyusuri ladang, kebun hingga sampai di depan pertokoan. Langkah kakinya selalu memancarkan keoptimisan meski dibalik itu semua tulang-tulangnya mulai rapuh termakan usia. Senyumannya tanda ketulusan, tanda hati berbicara bahwa pekerjaan ini hanya untuk anakku tercinta. Kepalanya sebagai tumpuan dagangannya, sambil berjalan tak henti mulutnya selalu berkata “Gorengan… Gorengan…”. Tidak semua orang mempedulikannya, bahkan cibiran dan hujatan yang diterimanya. Dia hanya bisa tertunduk diam sambil tersenyum, dimana hatinya memendam kepedihan yang begitu dalam. Sambil berjalan Ibuku terkadang meneteskan air mata, beban berat yang diterimanya tak sebanding dengan usaha yang dibuatnya. Ibuku meratap sedih dengan hati yang berbicara “Kerja Kerasku demi masa depan anakku, aku harus berusaha apapun resikonya!”. Tiba-tiba awan hitam pun menyelimuti langit yang enggan tersenyum, tanda langit mulai merasakan kepedihan yang Ibu pendam. Titik-titik air mata langit membasahi bumi dengan lebatnya, langkah kecil Ibuku yang tertatih, dengan tangannya memegang lembaran koran untuk menyelamatkan dagangannya. Berlari pun tak mampu hanya bisa pasrah air hujan membasahinya dalam tangisan. Ibu berkata “Tuhan aku pasrah, atas semua ini… namun aku memohon satu permintaan pada-Mu, buatlah anakku tersenyum di kemudian hari, buatlah dia merasakan arti dari kata bahagia. aku mohon jangan pernah Kau biarkan anakku menderita. Aku pasrah menerima semua ini, hanya pada-Mu aku meminta”. Dengan pakaian basah kuyupnya dan dagangan yang tak semuanya laku, ibuku mengetok pintu sambil meneteskan air mata yang membanjiri pipinya. Dalam isak tangisnya ibu berkata “Nak, maafkan ibu, hari ini jualan ibu tidak laku, hanya segenggam nasi yang hari ini bisa ibu dapatkan… ini makanlah..” dengan penuh kepedihan kupeluk dan kurangkul Ibu. Hari berganti hari bulan berganti bulan dan tahun pun terus berganti, kini diriku bermetamorfosa menjadi seorang gadis cantik jelita, tumbuh dewasa dan karena prestasiku, kini aku memperoleh beasiswa berkuliah di universitas swasta di kota sejuk Salatiga. Hari-hariku sangat berbahagia berkat doa Ibuku yang selalu dipanjatkan dalam setiap harinya, dan satu yang selama ini menjadi pegangan hidupku yaitu perkataan Ibu “Jadilah sosok yang Berguna bagi Nusa dan Bangsa, Hiduplah dalam Ketulusan dan Tekunlah dalam Bekerja maka Kesuksesan akan mengikutimu”. Perkataan itu yang selalu terngiang dalam benakku. Kini aku pulang untuk bertemu Ibu, memeluk dan meminta doa restu. Di tangan Ibu terdapat piring dengan sepucuk tape singkong yang dihiasi taburan susu coklat sachetan dengan satu lilin kecil yang memancarkan cahaya pengharapan. Kata Ibu kepadaku “Nak, kini engkau telah tumbuh dewasa sudah saatnya dirimu menentukan arah dan tujuan hidupmu, pesan Ibu hitunglah hari-harimu dengan senyuman dan pancarkanlah kebaikan bagi setiap orang. Ibu berharap langkah impianmu dapat mengantarkan dirimu kepada senyum Kesuksesan”. Ibu pun berkata lagi “Ibu tidak bisa membelikanmu kue tart yang penuh hiasan, namun hanya ini yang Ibu bisa berikan. Ingatlah nak, kelak jika dirimu Sukses dengan Kebahagiaan, ingatlah pesan ibu, terus bercerminlah pada Kesederhanaan sama seperti sepucuk tape singkong ini”. Lalu kupeluk dan kucium Ibu tanda betapa sayangnya aku kepada Ibu. Semester demi semesterpun sudah kulalui, kini baju toga wisuda sudah menghiasi tubuhku. Diriku lulus dengan nilai terbaik dan aku bekerja pada sebuah perusahaan ternama di ibu kota. Pekerjaanku sukses dan aku sekarang sudah diangkat menjadi Manager di Perusahaan tersebut. Pagi itu terdengar telepon berdering mengagetkanku, kuangkat dan terdengar suara serak yang tidak asing bagiku. Itu adalah suara Mbok Parmi, tetanggaku. Beliau berkata “Bisa bicara dengan Sari?”. Jawabku “Iya Mbok, ini Sari sendiri”. Terdengar suara balasan “Nduk Sari… Pulang nduk, Ibumu sakit keras”. Saat itu juga aku bergegas pulang untuk melihat keadaan Ibu. Perjalananku kulalui dengan menaiki pesawat terbang selama 1 jam dan dilanjut mengendarai mobil selama kurang lebih 2 jam. Betapa terkejutnya diriku ketika bendera kuning menghiasi rumah masa kecilku. Hatiku pilu dan perih, ku berlari dan tersungkur meratap menangis serta memeluk Ibu yang sudah membujur kaku. Dalam tangisku hatiku berbicara “Aku sangat beruntung mempunyai seorang Pahlawan dalam hidupku, sesosok Ibu yang mati-matian bekerja keras membanting tulang untukku bisa makan. Sosok teladan yang tak pernah ada duanya, selamat jalan Ibu… damailah di Surga”. Setelah pemakaman Ibu, dengan tertatih-tatih Mbok Parmi datang kepadaku dengan sepucuk surat yang ada di tangannya. “Nduk, ini ada titipan dari Ibumu sebelum beliau pergi”. Mbok Parmi mengulurkan surat itu kepadaku, dengan penuh hati-hati kubuka surat itu dan kubaca: “Untuk Sari anakku tersayang, nduk kini hidupmu sudah mapan, jalanmu sudah tak berliku, dan kesuksesan sudah ada di tanganmu. Selalu ingat pesan Ibu, jadilah orang yang berguna bagi Nusa dan Bangsa dan jalanilah kehidupanmu dengan menjadi Manfaat bagi orang-orang di sekitarmu. Hitunglah hari-harimu dengan Senyuman dan peliharalah Api Keoptimisan salalu berkobar dalam dirimu. Kini perjuangan Ibu sudah berakhir, Ibu bangga melihatmu Berhasil dalam kehidupanmu. Waktu Ibu sudah dekat dan Tuhan sudah menjemput Ibu untuk bertemu Bapakmu yang sudah ada di Surga lebih dulu. Jangan bersedih kelak kita akan bersama-sama lagi di Surga jika waktu-Nya tiba.” Salam Sayang dari Ibumu Nduk/Genduk : Sebutan untuk anak perempuan dalam bahsa Jawa Cerpen Karangan: Ardhityan Tomi Facebook: https://www.facebook.com/ardhi.tomee Nama saya Ardhityan Tomi. Menulis adalah kesukaan saya. Jika ingin berkenalan silahkan mampir disini Blog : Artobercerita.blogspot.com Terimakasih. Cerpen Sepucuk Tape Singkong Kado Ulang Tahunku merupakan cerita pendek karangan Ardhityan Tomi, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/sepucuk-tape-singkong-kado-ulang-tahunku.html
Aku Bukan Mantanmu dan Tak Akan Menjadi Mantanmu
Saat itu setelah aku selesei mandi, aku kini melihat wajahku di kaca. Terlihat dandananku yang begitu natural itu aku akan pergi ke pantai bersama Ari. Namaku Dila, aku memang suka bepergian ke pantai. Sesampainya di pantai, aku terkagum melihat ombak yang menghantam batu karang. Walau ratusan kali ombak memghantam menghantamnya, batu karang masih kokoh berdiri. Suasana saat itu tenang. Udara terasa begitu sejuk. Aku berlarian ke sana ke sini demgan hati yang gembira. Kemudian diikuti oleh Ari yang menyiramkan air pantai kepadaku. Aku pun tak tinggal diam. Aku juga melakukan hal yang sama kepadanya. Setelah puas bermain dengan air, kini kami duduk di atas ribuan pasir pantai. Tanpa aku sadari, kini tanganku mulai menulis dua angkaa yaitu,”22″. Angka ini merupakan angka kesukaan bagiku. Pada tanggal itu, Ari memintaku untuk menjadi pacarnya. Masih teringat olehku, saat itu Ari terlihat begitu malu-malu. Wajahnya yang putih dengan sekejab memerah, serta tangannya yang terlihat begitu gemetaran menyodorkan sesuatu padaku. Ternyata Ari memberiku sebuah gelang berwarna hijau yang bertuliskan, “22”. Terdengar teguran di telingaku, Ari mencoba membangunkan aku dari lamunanku. Kini mata kami berdua tertuju pada sebuah titik terang di depan sana. Itu adalah sunset. Moment itu kami abadikan demgan sebuah foto. Hari sudah mulai agak gelap, Ari mengantarkanku pulang. “Makasih Ari. Hati-hati di jalan ya”. Ari menganggukkan kepalanya dan kemudian berlalu meninggalkanku. Tanganku kini telah berhenti melambai, kemudian aku masuk ke dalam rumah. Dua belas bulan sudah kami menjalani ini bersama-sama. Suka, duka, canda tawa serta air mata menjadi pengikut setia kami. Tapi yang paling sering sih, canda tawa ya! Hingga pada sutu sore hari yang cerah, aku diajak Ari ke suatu tempat dengan mata yang tertutup. Aku semakin penasaran dengan Ari. Lalu perlahan Ari membuka tutup mataku. Alangkah terkejutnya diriku, Ari memberikan sebuah kejutan yang tak pernah aku sangka. Aku kira dia sudah lupa pada hari ini. Ternyata dia merayakannya. Air mata kini membasahi pipiku. Kemudian Ari memegang kedua tanganku lalu meletakkannya di dadanya. Senyuman yang begitu manis nampak di bibirnya. Kemudian mencium keningku. Beberapa saat kemudian Ari memainkan gitarnya dan diiringi demgan lagu kesukaan kami berdua, “Takkan Pisah”. Kami berdua bernyanyi dan terhanyut dalam alunan lagu tersebut. Hubungan kami berdua makin hari makin lancar. Bahkan kami semakin akrab. Besok rencananya Ari mengajakku ke taman kota. Aku kini ingin terlihat beda dari hari biasanya. Saat aku keluar menemui Ari, Ari Begitu tercengang melihat penampilanku yang berubah drastis itu. Aku tertawa kecil. Aku kini memakai make up serta hiasan di rambutku, dan tak lupa aku memakai gelang yang diberikan Ari padaku. Kami kemudian menuju taman kota. Setelah sampai di sana, Ari membelikan coklat untukku. Ari memang yang perhatian dan romantis. Kami kemudian duduk bersama. Ari bercerita tentang perasaannya selama bersamaku. Ekspresi wajahnya yang lucu membuat aku tertawa geli. Saking gelinya aku, aku menarik kedua pipinya hingga memerah. Ari juga ikut menarik kedua pipiku hingga aku berteriak kesakitan. Ari tersenyum dan kemudian memegang tangan kananku. Namun, dari arah belakang tempat duduk kami, ada seorang cewek berambut panjang langsung memeluk Ari. Sungguh pemandangan yang tak ingin aku lihat. Wajahku langsung memerah, tanganku menggempal bajuku. Ari pun langsung melepaskan pelukkan itu, sekarang membalikkan badannya ke arah belakang. “Lola. Kamu ngapain di sini!” Ari langsung memegang tanganku kembali, setelah tadi terlepas olehku. “Ari, aku kangen kamu. Aku masih sayang sama kamu Ri”. Cewek itu kemudian memeluk tubuh Ari kembali. Aku menarik tangan Ari, sehingga pelukkan itu terlepas. Hati aku terasa hancur seketika, perasaan marah yang begitu dalam muncul seketika. “Ini cewek kamu Ri. Apa sih yang bikin kamu mau sama dia. Masih kalah jauh dari aku Ri!” Cewek itu berkata seakan dia lebih menarik di bandingkan aku. “Eh, kamu diam!” Suaraku terdengar begitu keras, membuat orang di sekitar kami memusatkan perhatian pada kami. “Lola mending kamu pergi dari sini sekarang”. Ari mengusirnya dengan nada yang sedikit keras. Lola menghampiriku dan memperhatikanku dari ujung kaki hingga ujung rambut. “Dasar cewek nggak tau diri kamu ya”. Nada itu seakan-akan memaki-maki diriku. “Nggak Tau diri! Bukannya kamu yang nggak tau diri”. Ari kini merasa khawatir pada diriku, dia takut jika aku melakukan hal yang aneh pada Lola, karena dia tahu kalo aku anak karate. Cuman aku saja yang bergaya biasa-biasa saja. “Kamu, kamu udah ngerebut Ari dari aku. Kegatelan kamu jadi cewek”. Tangannya hampir saja mengenai bahuku, langsung saja aku memegang tanggannya lalu menepisnya. Dia seperti menahan sakit. Dan kemudian pergi meninggalkan aku Dan Ari “Itu siapa Ri!” Mataku kini melotot kepada Ari. Dan aku kemudian duduk kembali karena pegel kalau terus berdiri. “Itu mantanku, sayang”. Memelukku dan mengelus rambutku. Baru saja aku akan membuka mulutku, Ari sudah memotongnya. Ari tahu aku akan bertanya apa. “Apapun yang terjadi, aku nggak bakalan ninggalin kamu sayang. Ingat ya, aku bukan mantanmu, dan tak akan menjadi mantanmu”. Senyuman yang begitu lebar menghiasi bibirku. Aku merasa sedikit kesal pada Ari, dan mencubit perutnya itu. Aku kini tertidur dalam pelukannya. Cerpen Karangan: Ayu Purnama Sari Facebook: Ayu Cager Sweger Nama: Ayu Purnama Sari Alamat: Batusangkar, Sumatera Barat Cerpen Aku Bukan Mantanmu dan Tak Akan Menjadi Mantanmu merupakan cerita pendek karangan Ayu Purnama Sari, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-segitiga/aku-bukan-mantanmu-dan-tak-akan-menjadi-mantanmu.html
Seratus Persen Muslimah
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah agama (ini).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Sang fajar perlahan-lahan mulai menampakkan sinarnya dari ufuk timur, matahari terlihat lebih cerah hari ini, seolah menandakan senyuman bahagia setelah gelap menyelimuti. Ada yang mengagetkan hari ini. Kaget bukan karena nilai ujian tiba-tiba anjlok, atau kaget karena digertak teman yang biasa usil di kampus. Tapi kaget dengan penampilan Alfia yang berubah 360 derajat. Penampilannya yang tertutup membuat Mahasiswa seantero kampus sastra menjadi geger. Baju panjang dan kerudung lebar membuatnya terlihat lebih anggun daripada pakaian ketat yang selalu ia pakai di hari-hari sebelumnya. Pasalnya, Alfia terkenal sebagai cewek yang tomboy, celana ketat dan kaos oblong biasa menemani kesehariannya, hingga muncul pemikiran bahwa mustahil bagi Alfia mengenakan baju panjang dan kerudung lebar. Alfia mengayunkan langkahnya menuju ruang kelas, ia menyapa teman-teman yang sedari tadi melongo melihatnya, ada yang menatapnya dengan memasang muka cemberut, ada juga yang tersenyum, bahkan ada yang melihatnya tanpa berkedip. “Assalamu’alaikum” sapa Alfia kepada teman-teman yang mulai tadi terkejut melihatnya. Namun mereka hanya diam tertegun tanpa menjawab salam dari Alfia. “Hei Al, kesurupan jin apa loe? Kok tiba-tiba berubah jadi gini?” tanya Sofia, sahabatnya. “Alhamdulillah, Allah masih memberiku kesempatan untuk berhijrah.” Sambil tersenyum ia masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi paling depan, tepat di depan meja dosen. “Wuuih, Alfia sekarang berubah eey. Lihat tuh sekarang udah belajar duduk di depan. Biasanya kan tidur di belakang. Haha..” Gumam salah satu teman diiringi suara gaduh teman sekelas. “Astaghfirullah, ojo ngunu toh rek, dia kan sekarang lagi belajar jadi orang baik, hargai lah” seru Khoir kepada teman-temannya yang heboh menggoda Alfia. Tiba-tiba pak Nadi dosen jurnalistik yang terkenal killer masuk ke dalam kelas. Suara gaduh teman-teman pun mulai menghilang. Jam kuliah telah usai. Alfia masih duduk di bangkunya. Entah apa yang sedang ia fikirkan, wajahnya yang cantik menyiratkan kegelisahan. “Assalamu’alaikum ukhty” sapaan Maria membuyarkan lamunannya. “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh” jawab Alfia spontan. “MasyaAllah, barakallah nggeh ukh, semoga istiqomah” lanjut Maria melemparkan senyuman manisnya. “Aamiin. InsyaAllah ukh, ternyata gak mudah ya jadi orang baik, banyak yang mencibir.” Lanjut Alfia mengisak tangis. Maria yang sedari tadi merasakan kegelisahan Alfia mencoba untuk menenangkannya. Ia langsung memeluk Alfia dan mengusap air mata yang mengalir di wajah cantik Alfia. “yang sabar ya ukh, sesungguhnya Allah tidak akan mengujimu melebihi batas kemampuanmu. Ikhlaslah melakukan sesuatu karena Allah, InsyaAllah semua yang kita lakukan akan terasa ringan.” Ucap Maria menenangkan hati Alfia. “jazakillah khoir ukh, anti selalu menguatkan ana”, Alfia kini kembali tersenyum. “Waiyyaki ukh, sebaik-baik manusia adalah yang saling mengingatkan dalam kebaikan, yaudah yuk kita balik ke kos.” Maria menarik tangan Alfia. Mereka berjalan menyusuri trotoar kampus dan berbincang-bincang seputar ajaran Islam. “Oya, nanti malem kita ngaji yuk” ucap Maria kepada Alfia. Maria adalah teman setianya yang dulu pernah disia-siakan oleh Alfia. Maria pun salah satu orang yang mengajak Alfia untuk berhijrah dan mengenal Islam secara kaffaah. “Emm, boleh ukh. Di mana? Kaifa kalau di kos ana saja? Jawab Alfia. “Okesip deh, nanti malem ana ke rumah anti yaa.” Ucap Maria. Mereka pun berpisah di persimpangan jalan untuk kembali ke tempat kos masing-masing. Malam ini angin bertiup sepoi-sepoi, suara gemericik air mancur di depan kos menjadikan suasana malam ini begitu tentram. Alfia duduk di gazebo yang tersedia di depan kos menunggu kedatangan Maria. Dua gelas teh hangat dan semangkuk makanan sudah ia sediakan untuk menyambut kedatangan sahabat taatnya itu. “Assalamu’alaikum” ucap Maria. Alfia menjawab salam dan langsung menyambut kedatangan sahabatnya dengan hangat. Seperti biasa, mereka bersalaman terlebih dahulu setiap kali bertemu. “kaifa sudah siap ngaji?” tanya Maria. “Siaap dong!” jawab Alfia dengan wajah sumringah. Mereka memulai aktifitas mengaji dengan bacaan basmalah dan surah Al-fatihah. Maria menjadi pemandu sekaligus sebagai ustadzah bagi Alfia. “Anti bangga menjadi seorang muslimah?” tiba-tiba pertanyaan Maria mengejutkan Alfia. “Na’am, ana bangga menjadi seorang muslimah” tanpa basa-basi Alfia pun menjawab pertanyaan yang dilontarkan Maria. “Alhamdulillah, apakah saat ini anti sudah menjadi seratus persen muslimah?” Pertanyaan Maria yang terakhir ini benar-benar menohok, Alfia terdiam dan sesekali menelan ludahnya. Melihat respon Alfia yang terdiam tanpa kata-kata, akhirnya Maria melanjutkan kalimatnya “pertanyaan ini juga berlaku buat ana ukh. Di sini kita sama-sama belajar, mari mulai dari sekarang kita belajar untuk menjadi seratus persen muslimah. Bukan menjadi muslimah abal-abal, yang pagi hari beriman, sore harinya kafir. Tetapi jadilah muslimah yang benar-benar muslimah, yang tetap istiqomah dalam keimanan. Jika kita menolong agama Allah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, InsyaAllah kebahagiaan dunia akhirat pasti akan kita dapat dan Allah akan menolong kita pula nanti di yaumul hisab.” Alfia yang sedari tadi terdiam kini mencoba untuk membuka suaranya “Na’am ukhty, jazakillah khoir. Mulai malam ini ana akan berusaha untuk menjadi seratus persen muslimah. Kita harus sama-sama saling mengingatkan dalam kebaikan yaa.”, “Amiin. InsyaAllah ukh. Sebagaimana yang tertera dalam (HR. Al-Bukhari dan Muslim) ‘Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah agama (ini)’. Semoga kita menjadi salah satu dari orang-orang yang Allah faqihkan dalam agama ini.” , “Aamiin” Alfia memeluk sahabatnya itu dengan penuh kasih sayang. Malam semakin larut, suara jangkrik semakin kompak bak paduan suara. Sedang langit masih terang dengan bintang-bintang dan sinar indah sang rembulan. Sebelum beranjak ke tempat tidur, Alfia menjatuhkan pandangannya menuju cermin besar yang tersedia di kamarnya. Ia menatap wajah yang terpampang di hadapannya dalam-dalam. Pertanyaan Maria yang tadi masih melekat dalam pikirannya, “benarkah aku sudah menjadi seratus persen muslimah?” ia terus bertanya-tanya dan berbicara dengan dirinya sendiri. Ia rebahkan tubuhnya ke atas kasur yang tak begitu empuk itu. Kasur spon yang sudah menemaninya selama 3 tahun sejak menjadi mahasiswa. Hatinya terus berkata-kata “Bismillah! Mulai saat ini aku bertekat untuk menjadi seratus persen muslimah.” Ia pun mematikan lampu dan memulai kehidupannya dengan rangkaian mimpi keindahan surga. Cerpen Karangan: Ulfiatul Khomariah Nama: Ulfiatul Khomariah Status: Mahasiswi S1 Sastra Indonesia FIB Universitas Jember Alamat: Jember-Besuki Situbondo Aktivitas: Kuliah, Dakwah, Kerja, Menulis, dan Mengkaji Islam Riwayat Pendidikan: SD Negeri 5 Jatibanteng SMP Negeri 1 Besuki SMA Negeri 1 Suboh PT Negeri Universitas Jember Don’t forget to follow my sosmed guys! FB: Ulfiatul Khomariah IG: ulfiatul.khomariah Twitter: @ulfiatul05 Cerpen Seratus Persen Muslimah merupakan cerita pendek karangan Ulfiatul Khomariah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Bagus banget, i love it Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-islami-religi/seratus-persen-muslimah.html
Bella si Mak Comblang
I think I love you… keu reon ka bwa yo cause I miss you… Suara merdu Song Hye Gyo yang dijadikan sebagai soundtrack untuk Full House terdengar dari handphone Bella. “Jam segini siapa sih yang nelepon,” gumam Bella sambil berusaha memelekkan matanya. Jam telah menunjukkan pukul 00.00 WIB. Bella sebenarnya telah terlelap satu jam yang lalu. Namun, dering handphone-nya membangunkannya. Tangan kiri Bella menggosok-gosok kedua matanya sementara tangan kanannya berusaha meraih handphone yang terletak di meja sebelah tempat tidurnya. Kak Meli… ada apa ya kok nelepon di jam hantu kaya gini… ujar Bella dalam hati setelah melihat layar handphone-nya yang menunjukkan nama si penelepon. Ditekannyalah tombol hijau pada handphone tersebut dan terjadilah percakapan. “Halo Kak Meli,” sapa Bella memulai percakapan. “Halo Bel.. Sori ya kakak telepon kamu jam segini. Kamu udah tidur ya?” Balas Meli. “Iya kak. Kan besok kerja. Senin pula. Pasti macet jalanan. Tapi gak apa-apa kalau Kak Meli ada yang mau diomongin. Ada apa kak?” “Bellaaa… Cariin Kak Meli cowok donk. Aku mau pacaran tapi bingung sama siapa. Galau nih apalagi tadi abis nonton film Korea yang kakak download di internet. Romantis bangettt! Cowoknya sayaaanngg banget sama ceweknya. So sweet… Aku jadi iri liatnya. Eh malah jam segini jadi gak bisa tidur deh.” “Oh gitu kak. Oke deh nanti Bella bantuin. Aku pikir-pikir dulu ya dari kenalanku yang pas buat Kak Meli plus masih single siapa, nanti aku coba kenalin ke kakak. Tenang kak… pasti nanti Kak Meli bakalan dapet cowok juga yang care sama kakak. Yang penting sekarang say no to galau terus Kak Meli tidur. Kalau susah tidur, itung domba aja… tapi dombanya diganti sama cowok-cowok yang nantinya ngantriin Kak Meli. Hehehehe…” “Hahahaha… Thank you Bella sayang. Kamu tuh yaa… bisa aja nenangin hari orang. Gak percuma kamu lulus kuliah psikologi. Ya udah deh gitu aja. Sori nih udah ganggu tidur kamu. Kamu juga tidur lagi gih. Bye…” “Yooo… Bye kak.” Meli adalah kakak sepupu dari Bella. Jadi, mama Bella adalah kakak dari mama Meli. Hubungan persaudaraan Bella dan Meli sebenarnya biasa-biasa saja. Jadi, tidak dekat juga tidak renggang. Tapi untuk hal mencari jodoh ini entah mengapa Meli berinisiatif meminta bantuan dari Bella. Mungkin iseng-iseng berhadiah. Namun tak masalah. Bella tidak keberatan. Sesama saudara harus saling membantu. Meli adalah gadis yang pintar. Dia adalah salah satu mahasiswa unggulan sewaktu mengambil program S1 dan S2. Sikapnya juga tidak banyak tingkah. Namun mengapa nampaknya ia sulit mendapatkan pasangan? Mungkin karena ukuran tubuhnya yang tidak ideal alias gemuk. Sudah rahasia umum kalau pria menyukai wanita yang bentuk tubuhnya bak gitar Spanyol! Pinggang kecil disertai pinggul yang bah*nol, pria mana yang sanggup mengalihkan pandangannya dari pemandangan maha indah tersebut? Fisik bukan kriteria terpenting dalam mencari pasangan. Tapi bagaimana cara melihat pasangan kita kalau bukan melihat fisiknya. Meskipun adapula pria yang tetap mencintai pasangannya walaupun body-nya jauh dari image foto model. Sebelumnya, Meli juga pernah menjalin percintaan namun kandas di tengah jalan karena tidak mendapat restu dari orang tuanya. “Siapa yaa… siapa yaa.. siapa yaa?” Kak Meli itu kan lulusan S2, sekarang dia kepala bagian di tempat kerjanya, terus umurnya 32 tahun. Berarti cowok yang pas buat Kak Meli itu mesti yang berpendidikan dan umurnya minimal kepala tigalah ya.” Bella sedang menjalankan visinya sebagai mak comblang dengan misi mencari kenalannya yang kira-kira sepadan dengan Meli Haryanto. “Kalau temen-temen sekolah dan kuliahku umurnya sepantaran aku semua, malah masih di bawah 25, jadi gak pas sama Kak Meli. Si Roni temen kuliahku yang sepupu aja umurnya 26. Temen kantor di sini…” Bella celingak-celinguk memandangi sekeliling kantornya. “Pak Rudi Hendrawan mau marriage bulan depan… kalau Pak Fandi udah marriage… Kak Soni pacaran sama Mbak Dian… Kak Taufik juga udah punya pasangan yang di foto profil BBM itu… Michael sih seumuran aku, masih 23, lulus aja bareng… Pak Heri yang supervisor pajak itu keren ya kalau dipikir-pikir. Hmm… umurnya juga kepala tiga. Tapi denger-denger dia kan playboy. Bisa putus dan jadian di hari dan jam yang sama! Aduh… jangan deh kalau dia… Kak Yoga baru putus sama pacarnya gara-gara cewek itu selingkuh sama dosen pembimbingnya. Tapi cewek seleranya Kak Yoga kan harus kudu wajib bodinya bohai, seksi, jago make-up, bisa pake bulu mata palsu, suka pake rok mini. Mana mau si Yoga penjajakan dulu sama Kak Meli. Temen-temen gereja hmm… Aha! Kak John aja!” Akhirnya Bella menemukan pria yang siap dicomblangkan dengan sepupunya yang kini bekerja di salah satu perusahaan multinasional di Jakarta tersebut. Mengapa Bella berinisiatif mencomblangkan Meli dengan John? Tentu Bella tidak asal memilih. Ini sudah dengan pertimbangan yang matang. Bella sudah lama mengenal John, sejak mereka satu gereja, delapan tahun yang lalu. Dulu mereka pernah satu kelompok rohani dan John adalah kakak rohaninya Bella. Namun, sejak teman-teman yang lain banyak yang pindah ke Bandung untuk kuliah dan bekerja, kelompok tersebut bubar. Akan tetapi Bella dan John tetap berhubungan baik. John kini berusia 36 tahun. Berbekal pendidikan sampai S1 di bidang teknik, kini John mampu merambah karier sebagai asisten manager di perusahaan perkebunan kelapa sawit terkemuka di Indonesia. Selain memiliki karier yang jelas, secara fisik John juga lumayan. Wajahnya memang tidak terlalu tampan, namun si pemilik kulit sawo matang ini mempunyai postur tubuh yang menawan bak anggota militer. John terakhir berparcaran sembilan tahun yang lalu. Ia sangat mencintai pasangannya. Namun, pada waktu itu sang gadis menolak lamaran John untuk bertunangan karena ia lebih mencintai pria lain. Sejak saat itu, John tidak lagi menjalin hubungan dengan wanita manapun. Kalau John, Bella yakin Meli tidak akan ditolak hanya karena sekedar penampilan. Misi selanjutnya adalah mempertemukan Meli dan John face to face. “Kalau Kak Meli sih gampang. Dia kan emang lagi mau dikenalin sama cowok. Tapi kalau ke Kak John gimana ngomongnya ya? Waktu itu Sari kan pernah mau comblangin Kak John ke temennya tapi Kak John nolak. Kalau pake cara yang sama, hasilnya bakal sama. Gimana ya caranya supaya Kak John mau ditemuin sama cewek buat temenan dulu? Hmm… mau gak mau aku harus bisa yakinin Kak John nih.” Kemudian Bella mengambil handphone-nya dan mengirim SMS. To: Kak John Hellow Kak Jhon. Lagi ngapain nie? Hari Minggu besok abis selesai ibadah di gereja, jangan pulang dulu ya. Aku mau traktir Kak Jhon makan nasi goreng yang di Jalan Anggrek itu. Bisa ya? Beberapa menit kemudian ada SMS masuk ke handphone Bella… From: Kak John Halo juga Bella. Kakak lagi makan siang sama temen-temen kantor. Oke, bisa Bella. Tumben nie kamu mau traktir. Padahal ultah kamu masih lama ya. Hehehe. Kalau begitu, sampe ketemu hari Minggu ya. “Yes! Kak John bisa. Langkah pertama sukses. Sekarang tinggal nunggu hari Minggu aja.” Bella girang rencananya berjalan dengan mulus. Tibalah hari Minggu yang dimaksudkan. Selesai ibadah di gereja, Bella pergi bersama John menuju restoran yang dimaksud. Restoran ini bernama “Anggrek Goreng.” Mungkin karena terletak di jalan yang namanya anggrek dan semua menu yang disajikan di restoran ini dimasak dengan cara digoreng jadi dinamakan demikian. Interior restoran ini cukup unik. Di setiap meja diletakkan sebuah pot bunga anggrek walaupun itu anggrek palsu. Anggrek asli menghiasi halaman depan restoran seolah tanda penyambutan untuk para tamu yang akan mampir ke restoran. Ruangan dicat dengan warna ungu dilengkapi dengan peralatan restoran yang serba berwarna ungu, seperti taplak meja ungu, kursi ungu, piring ungu, sendok bergagang ungu, sedotan ungu, sampai para pelayan yang mengenakan polo-shirt berwarna ungu. Tentunya warna ungu ini bukan mencerminkan warna janda melainkan simbolisasi dari anggrek. Warna yang monoton itu tidak indah. Yang indah itu hendaknya berwarna-warni. Namun, tidak demikian untuk Restoran Anggrek Goreng. Restoran tersebut didominasi warna tunggal namun sangat selaras satu sama lain dan sangat indah. Keindahan ini sulit dibayangkan bagi yang belum pernah mengunjunginya. Untuk yang perdana melihat interior Restoran Anggrek Goreng, ia akan bertanya: Siapa gerangan profesional desainer ruangan ini? “Kamu gak berubah ya… kalau makan lama banget,” kata John. “Ya aku kan kalau makan dinikmati kak. Kan sayang beli makanan mahal-mahal tapi udah habis dalam sekejap, hahaha…” balas Bella. “Alasan yang bagus, hehehe… Oh ya Bel, katanya ada yang mau kamu omongin. Napa dek? “Hmm… Kak John, Bella ada suatu permintaan tapi jujur Bella takut kakak keberatan.” “Permintaan apa Bella? Kamu ngomong aja dulu siapa tahu aku bisa bantu kan.” “Kak John… aku mau kenalin Kak John sama seseorang.” “Terus?” John penasaran ditandai munculnya kerutan di keningnya. Suasana hening beberapa detik… “Aku mau supaya Kak John pacaran sama kakak sepupuku.” “Oh sori Bella, kalau yang itu kakak gak bisa.” “Kenapa gak bisa kak? Kak John gak lagi deket sama cewek kan? Lagipula sepupuku Kak Meli itu orangnya baik, setia. Aku tahu betul dia. Kalau Kak Meli itu gak baik, aku gak akan kenalin ke Kak John. Dan yang paling penting, Kak Meli itu gak sama dengan mantan terakhir kakak yang udah ngecewain kakak. Gak semua cewek itu sama kak. Setiap cewek itu banyak persamaannya tapi banyak juga perbedaannya. Kenalan aja dulu, please… Tak kenal maka tak sayang kan.” “Iya, tapi kalau udah sayang terus kehilangan itu rasanya sakit. Lebih baik gak usah sayang-sayangan.” “Kak John itu harus kudu wajib bisa move on dari trauma masa lalu kakak. Aku tahu itu gak mudah. Aku tahu itu butuh waktu. Tapi mau sampe kakak kaya gini terus? Emanknya kakak mau hidup tanpa seorang pendamping? Kalau nanti tua, kakak udah gak kerja, sakit-sakitan, jalan susah, makan susah, siapa yang ngurusin? Idealnya manusia itu hidup berpasang-pasangan, pria dan wanita, untuk saling melengkapi dan membantu. Aku tahu hati kecil Kak John pasti menginginkan itu. Buktinya dulu pernah pacaran dan hampir tunangan. Tapi karena gak sesuai harapan, Kak John malah patah semangat dan gak mau gapai impian kakak. Apalagi seumuran kakak itu udah pantas berkeluarga, punya anak. Emang kakak gak iri liat keluarga bahagia? Iri kan? Lebih tepatnya, pengen kan kaya gitu juga? Bella udah merhatiin dari tadi, mata Kak John itu berulang kali ngelirik tamu yang di deket jendela. Di sana ada bapak, ibu, dan seorang anak kecil. Ayo dong kak, Bella mohon kakak jangan terkurung di masa lalu kakak. Bangun dan melangkah lagi. Seperti yang Bella bilang tadi, Mario John Wijaya harus bisa move on. Jia you!” Bella berusaha meyakinkan John dengan sepenuh hati. Bella tampak menikmati jus mangga yang dipesannya sementara John memainkan gadget-nya entah ada yang sedang berkomunikasi dengannya atau ia hanya pura-pura sibuk. Suasana menjadi hening sekitar 30 menit dan tiba-tiba terdengar suara kata-kata… “Mario John Wijaya harus bisa move on. Jia you!” Kalimat tersebut keluar dari mulut John! Mendengar kalimat tersebut, Bella langsung tersenyum lebar tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Karena ia telah memahami makna kalimat tersebut dengan jelas, yaitu John mau menerima percomblangannya. Bella hanya mengangakat telapak tangan kanannya ke arah John tanda untuk melakukan toast. Hari ini adalah pertemuan dan kencan perdana antara Mario John Wijaya dan Meli Haryanto. Sesuai dengan jadwal yang telah disiapkan oleh Bella Dewi Santika, sang mak comblang, mereka melaksanakan kencan “Pink Romantic” pada hari Sabtu jam 19.00 WIB di Penang Bistro, Grand Indonesia. John mengenakan kemeja lengan panjang berwarna pink muda sedangkan Meli tampak anggun dengan dress selutut berlengan pendek dihiasi bunga-bunga ala Korea berwarna pink cerah. Sebelumnya, Bella telah memberikan kode warna kostum dan barter nomor handphone John dan Meli sehingga mereka tidak salah orang. “Halo… Meli ya? Aku John, temennya Bella. Kamu udah lama di sini?” John menyapa Meli sambil menyodorkan tangan tanda untuk bersalaman. “Iya, aku Meli, sepupunya Bella. Gak kok, aku barusan datengnya. Kamu on time, aku suka.” Jawab Meli diselingi pujian kecil sambil tersenyum. “Oh ya, kamu pasti udah laper. Jalanan tadi kan macet banget. Mau pesen apa? “Aku pesen Hainanese chicken rice sama minumnya teh tarik dingin.” “Mas, saya pesen Hainanese chicken rice-nya dua sama teh tarik dingin juga dua.” Tanpa pikir panjang, John memesan menu makanan dan minuman yang sama dengan Meli. “Mel, kamu kerja di mana?” Tanya John seraya memulai PDKT (pendekatan). “Aku kerja di PT Harum Bintang di daerah Kelapa Gading. Bagian accounting. Kamu kerja di mana?” Meli menjelaskan seputar pekerjaannya secara singkat sembari bertanya balik pada John. “Kamu kepala bagian kan? Hehehe… Bella yang bilang. Bagus lho cewek bisa jadi pemimpin apalagi di usia kamu yang dibilang masih cukup muda untuk menduduki jabatan itu. Aku kerja di PT Langgeng Sawit bagian teknik. Udah delapan tahun di sana. Hmm… hobi kamu apa nie? Pasti salah satunya nonton film Korea, ketahuan dari baju kamu yang ala-ala Korea itu, hehehe…” “Hahaha… Yup! Salah satunya itu. Hobi yang lain nulis diary dan dengerin musik. Kamu hobi apa?” “Aku hobi olahraga, khususnya volley. Selain itu hobi kuliner. Ya itu kata halus untuk orang yang hobi makan. Hahaha… Dengerin musik… lagu apa yang suka kamu dengerin?” “Aku suka lagu-lagu pop, lagu mellow yang kata orang itu lagu galau. Tapi bagiku lagu ‘galau’ itu gak galau beneran lho, malah bisa menenangkan hati. By the way, kamu bisa main alat musik?” Perbincangan yang akrab, terbuka, dan hangat tercipta di antara dua insan yang merindukan cinta di usia matang ini. Setelah kencan perdana yang dipelopori oleh Bella, mereka pernah beberapa kembali menjalani kencan. Tempat yang dipilih oleh mereka untuk nge-date cukup unik. Kalau sebagian besar orang memilih mall sebagai tempat favorit untuk berkencan, Meli dan John pernah berkencan di pasar malam, kolam renang, taman bunga, dan kafe. Mungkin tempat-tempat ini dapat menjadi alternatif bagi pasangan yang ingin kencan yang berbeda dari biasanya. To: Kak Meli Halo Kak Meli. Apa kabar? Gimana nih hubungan kakak sama John? Kak John oke kan? Terus kakak suka kan sama dia? Cerita2 dong sama Bella. Bella kan juga pengen tahu gimana jadinya dua orang yang Bella comblangin. Hari Minggu ketemuan yuk kak di Restoran Palem jam 5 sore. Sekalian Kak Meli temenin Bella belanja bulanan di swalayan. From: Kak Meli Oke dek. Apa sih yang gak buat kamu. Kakak juga lagi butuh temen cewek buat sharing. Sampe ketemu hari Minggu ya Ms. Comblang. Hehehe. Hari Minggu di Restoran Palem… “Udah lama nih gak liat Kak Meli. Keliatan tambah fresh dan cantik aja. Karena udah jadian ya? Jadi auranya terpancar gitu, hehehe…,” tanya Bella dengan penuh rasa penasaran. “Bella ini bisaaa aja. Ya belumlah Bellaaa… Kalau udah jadian mah kamu akan jadi orang pertama yang kakak kasih tahu,” jawab Meli sambil mencubit kedua belah pipi Bella tanda gemas. “Ohh… ya deh. Kalau gitu gimana nih perkembangan kakak sama Kak John? Pilihan Bella oke kan?” “Iya Bel… Kamu emang pinter cariin pasangan. John itu ganteng, pinter, baik, sopan. Cowok idaman Kak Meli banget!” “Dari Twitter kakak, kalian udah kencan beberapa kali ya. Aku inget banget tuh tweet kakak waktu itu “Thanks J**n, udah bersedia ngajarin aku berenang.” “Iya betul Bel… Sebenarnya pas banget lho kamu ngajak kakak ketemuan. Kakak juga pengen cerita sama kamu… tentang John. Jujur ya Bel, kakak ngerasa sreg banget sama John. Dari beberapa kali kita ketemuan, aku ngerasa nyaman sama dia. Di sisi dia, aku bisa jadi diriku sendiri. Bagiku, John itu sempurna, banyak banget sisi baiknya sampe aku gak bisa nyebutin sisi negatifnya. Waktu aku pusing sama kerjaanku, dia motivasi aku supaya tetep semangat padahal dia sendiri juga lagi sibuk sama kerjaannya. Dia sabar ngajarin aku berenang. Dia yang kasih aku ide kado ulang tahun buat mama dan mama suka banget sama syal yang aku rajut sendiri. John lho yang ngajarin aku ngerajut. Dia juga yang nyemangatin aku buat diet sampe ngirimin menu diet mingguan segala. Sekarang udah turun empat kilo, lumayan… Bella… Kak Meli jatuh cinta sama John… Tapi aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mematikan rasa cinta ini,” cerita Meli dengan suara yang awalnya ceria kemudian menjadi pelan di akhir. “Lho… kenapa kak? Katanya baik… katanya cinta… kok malah mau matiin rasa cinta?” Mata Bella terbelalak penuh keterkejutan. “Karena aku merasa dan aku sadar John itu gak punya rasa yang sama dengan yang kurasain ke dia. Kamu belum tahu sih Bel… Kita emang beberapa kali pernah jalan bareng tapi yang ngajakin itu aku terus tahu… Kalau gak kuaajakin, John gak ada tanda-tanda mau ketemu aku. Cuma yang waktu itu aja ke kafe dia duluan yang ngajakin. Ya cuma sekali. Lainnya aku yang inisiatif. Emang sih, setiap kuajakin jalan, John gak pernah jual mahal. Dia selalu oke-oke aja dan respon dia balas SMS-ku juga cepet. Waktu jalan dia juga bersikap baik, wajar, dan gak dingin. Tapi kakak kan cewek yang perasa, kakak ngerasa John itu baik sama kakak ya sebagai teman aja, gak lebih. Makanya aku gak mau berharap lebih sama dia. Tapi gak apa-apa. Justru kakak mau berterima kasih sama kamu Bella. Makasih udah ngenalin kakak sama John. Walaupun gak jadi pacar kakak, John adalah orang yang telah mengubah aku menjadi pribadi yang lebih baik dan dewasa.” Bella sangat terkejut setelah mendengar penjelasan Meli. Ia tidak menyangka kalau John akan menolak Meli secara halus. Bukannya Bella kecewa karena percomblangan yang dipeloporinya itu gagal tapi ia kecewa pada John yang sudah berjanji untuk melupakan masa lalunya dan mau kembali menjalin hubungan dengan wanita kini malahan mundur begitu saja. “Masakan sejak ‘Pink Romantic’ yang kupeloporin waktu itu, Kak John gak pernah lagi inisiatif ngajakin Kak Meli kencan. Kesannya cukup satu kali aja ketemu Kak Meli gitu. Masa setiap nge-date Kak Meli mulu yang inisiatif. Kak Meli kan cewek… Kak John gimana sih yang cowok! Baik sama Kak Meli hanya sebatas teman, gak lebih. Alamakkk…! Kata Kak Meli, Kak John cuma satu kali ngajak dia kencan ke kafe. Lhaaa… itupun sebenernya aku yang nyuruh supaya Kak John ngajak Kak Meli nyobain kafe yang baru buka di daerah Kemang itu. Aku bukannya maksa Kak John supaya mau sama Kak Meli sih tapi aku cuma mau liat Kak John bahagia. Kenapa ya Kak John begitu? Apa jangan-jangan dia masih trauma sama masa lalunya?” Kemudian Bella mengambil handphone-nya… To: Kak John Hi Kak John. Lagi apa nih? From: Kak John Lagi kerja aja Bel. Ada apa nih? Oh ya kebetulan kamu hubungin kakak duluan. Tadinya kakak yang mau SMS kamu. Hari Kamis nanti kan tanggal merah. Otomatis kantor libur. Ketemuan yuk @ Anggrek Goreng. Ada yang mau kubicarain. To: Kak John Samaaa. Aku juga ada yang mau dibicarain sama kakak, tentang Kak Meli. Oke, Kamis ya. Di hari Kamis yang notabene hari libur ini, Restoran Anggrek Goreng yang diprediksi akan ramai sekali malah tampak sepi. Mungkin banyak orang yang memilih berlibur di luar kota karena Jumat besok adalah harpitnas. “Bel, katanya ada yang mau diomongin. Ayo kamu duluan cerita,” kata John mempersilakan Bella berbicara terlebih dahulu. “Aku mau tanya, Kak John masih belum bisa lupain masa lalu kakak ya?” Sambung Bella dengan nada lembut. “Gak kok. Kata siapa. Aku udah biasa aja sekarang.” “Bagus deh kalau begitu. Lantas kenapa Kak John gak mau deket dulu sama Kak Meli? Ya aku gak maksa sih. Pengen dengerin penjelasan Kak John aja.” “Perasaan itu gak bisa dipaksakan. Dan perasaanku untuk Meli hanyalah sebatas untuk teman. Aku udah menyadarinya sejak pertama kali ketemu Meli. Aku gak mau nyakitin Meli makanya aku gak kasih harapan palsu buat dia. Terima kasih atas usaha kamu nyariin aku pasangan. Makasih juga kamu udah percaya aku orang yang tepat buat Meli walaupun ujungnya gak jadian. Meli gadis yang baik dan periang.” “Aku lega denger penjelasan Kak John. Kalau menurut Kak John, Kak Meli itu baik dan periang, kenapa gak mau sama Kak Meli? Apakah ada masalahnya dengan berat badan?” “Ya gaklah Bella. Kamu gimana sih, hehehe…” “Hehehe… aku tahu itu kak. Makanya aku berani nyomblangin Kak Meli sama Kak John. Terus emangnya kenapa kak?” “Kenapa apanya?” “Ya… kenapa Kak John gak mau sama Kak Meli?!” Bella menjadi gemas karena John nampak pura-pura tidak tahu maksud pertanyaan yang diucapkannya. “Kalau gak ada rasa kan ada alasannya. Gak mungkin gak ada rasa aja kan?” Suasana hening beberapa detik. Bella menatap kedua mata John dengan serius menantikan sebuah jawaban… “Karena… Aku mencintai kamu, Bella.” John berkata dengan nada suara dan tatapan mata yang serius. Mendengar kalimat terakhir John, Bella sangat terkejut. Seolah percaya tidak percaya. Pada saat ini, otaknya serasa tak mampu memikirkan apa-apa serta tak tahu harus berkata apa dan bersikap apa. Pria yang ingin dicomblangkannya malah berbalik mencintainya. “Kenapa Kak John malah mencintai aku? Bukankah perbedaan usia di antara kita cukup jauh? Apalagi Bella kan…” “Sssttt…” John menahan pembicaraan Bella. “Cinta adalah unik. Cinta tidak dapat diprediksi akan lari ke mana dan jatuh di hati siapa. Cinta tak hanya sebatas fisik. Cinta juga tidak memandang usia. Bella, kamu adalah orang yang telah memapah aku bangun dari masa lalu. Kamu yang selalu kasih aku semangat, ‘Mario John Wijaya harus move on. Jia you!’ Dari sana benih-benih cintaku untukmu tumbuh menjadi pohon cinta yang rindang serta siap menaungi dan melindungi kamu. Pohon cintaku untukmu tumbuh makin kekar dan tidak ada yang mampu menghambat pertumbuhannya. Gergaji besipun akan patah ketika mencoba memangkas pohon itu. Usaha kamu membuatku menapak masa depan telah berhasil. Dan masa depanku adalah kamu, Bella Dewi Santika…” John benar-benar tidak sama dengan pria pada umumnya. Kalau biasanya pria langsung menutup hati untuk wanita bertubuh gemuk, John mampu melihat ketulusan hati seorang wanita dan diberikan cinta yang tulus juga untuknya. Ketulusan menemukan ketulusan. Berat badan Meli 70 kilogram sedangkan Bella 85 kilogram!!! Cerpen Karangan: Nita Setiawan Facebook: Nita Setiawan Cerpen Bella si Mak Comblang merupakan cerita pendek karangan Nita Setiawan, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-motivasi/bella-si-mak-comblang.html
Perjuangan Seorang Fans
Mentari pagi menyoroti seluruh ruangan kamarku, aku hanya termenung dan membayangkan kapan aku bisa bertemu dengan idolaku (haruka nakagawa). Lamunanku terbuyar karena mamaku memanggilku untuk sekolah, dan aku pun turun dari kamarku untuk mandi. 5 menit kemudian aku pun selesai mandi dan segera berangkat ke sekolah “ma chen berangkat ya” berteriak “iya hati hati di jalan” jawab mama. Saat di jalan aku bertemu dengan sekelompok orang berseragam jkt48, dan karena penasaran aku ikuti mereka, ternyata mereka menyewa sebuah mobil bus. Tanpa fikir panjang aku menduga mereka pasti akan ke theater jkt48, tapi karena aku hanya membawa uang 5.000 di kantongku aku pun nekat untuk berjalan kaki untuk pergi ke theater jkt48. Dalam hatiku “aku akan berjuang untuk bertemu dengan oshi” sedangkan theater jkt48 berada di jakarta dan keberadaanku saat ini berada di bogor, tapi tak apalah demi bertemu dengan oshi ‘dalam fikirku’. Waktu itu jam menunjukan pukul 7.00, dan aku pun mulai melakukan perjalanan yang panjang itu berbagai rintangan hujan dan panasnya terik matahari ku lewati hingga akhirnya aku sampai di theater pukul 08.15, sialnya saat di theater aku tidak dibolehkan masuk karena aku tidak mempunyai kartu indetitas fans dan tidak membawa uang, aku pun kecewa dan duduk di luar sambil merenung. Tak lama kemudian aku melihat seorang wanita menghampiriku dan ternyata wanita itu adalah haruka, dan haruka duduk di sampingku sambil menatapku “kau berantakan sekali” ujar haruka, “hehe, iya karena aku datang ke sini dengan berjalan kaki” jawabku, “apa? Jalan kaki!” jawab haruka kaget, “hehe, iya jalan kaki dari bogor, tapi saat datang ke sini aku tidak diperbolehkan masuk, huft tapi tak apalah yang penting aku ingin menunjukan betapa cintanya aku pada haruka” jawabku sambil menatapnya, “hmm, kasihan sekali, tapi kau itu tampan ya” jawab haruka yang menatapku juga, “hehe, haruka kau pintar” jawabku dengan tersenyum lemas. Brakk! Tiba tiba haruka memeluk ku dan karena aku sudah tidak kuat lagi akhirnya aku pingsan di pelukan haruka… – sunyi – Cerpen Karangan: Chen Yi Xia Facebook: www.facebook.com/chenyixia hai nama saya chen yi xia, saya lahir di xinjiang china. anda bisa mencari fb saya dengan email chenyi_xia[-at-]yahoo.com arigatou Cerpen Perjuangan Seorang Fans merupakan cerita pendek karangan Chen Yi Xia, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-perjuangan/perjuangan-seorang-fans.html
Bunga Matahari
Air keringat mengalir di kening gadis kecil bernama Raina. Sesudah bel istirahat berbunyi, dia langsung berlari ke luar kelas. Dia berjongkok mengamati bunga matahari yang kemarin ia tanam di taman —depan kelasnya. Tangannya menyentuh daun dan bunganya yang menunduk seperti tidak bertenaga. “Raina sedang apa?” Seorang wanita paruh baya berjalan mendekat menghampiri Raina. Sosok yang kalem dan sabar dalam menghadapi kenakalan para muridnya itu duduk berjongkok di samping Raina. “Bu. lihat ini,” Raina berujar pada guru IPA-nya. Tangannya menunjuk bunga matahari yang ada di depannya dengan sedih. “… bunga mataharinya mati.” “Benarkah? Coba ibu lihat…” ujar sang guru seraya mengambil pot bunga yang ditunjuk Raina. Ia mengamati dengan teliti. “Bunganya sudah diberi pupuk?” tanya sang guru sambil menoleh ke arah Raina. “Sudah… aku sudah memberinya pupuk yang banyak tapi bunganya tetap mati,” tutur Raina seraya menghembuskan nafas pelan. “Apa bunganya sudah diberi minum?” tanyanya lagi. Pertanyaan yang diajukan gurunya mampu membuat alis Raina menyatu. Raut wajahnya berubah menjadi serius seolah sedang memikirkan sesuatu. “Minum? Bunga juga bisa minum? Bagaimana caranya?” ujar Raina polos. Gadis berusia 7 tahun itu menatap gurunya seolah meminta penjelasan. “Air. Tumbuhan membutuhkan air untuk hidup, Raina. Tanpa adanya air, bunga matahari yang kamu tanam tidak akan tumbuh besar. Bunga memerlukan air yang cukup untuk bertahan hidup. Seperti kamu… yang setiap hari harus makan dan minum, bunga pun sama. Jika semua tumbuhan kekurangan air, mereka akan layu. Dan akhirnya… mati.” Gurunya menjelaskan dengan telaten dan penuh kasih sayang. Ia melihat Raina yang mengangguk-angguk mendengar penjelasannya. “Jadi, kesimpulannya?” ucap gurunya menggantung sengaja membiarkan Raina berpikir. “Kesimpulannya… aku harus memberinya minum air setiap hari. Benar kan, Bu?” Raina menjawabnya dengan bersemangat. “Yap, benar sekali! Raina harus rutin menyiram bunganya dengan air, dua kali dalam sehari. Supaya… bunga mataharinya bisa tumbuh besar dan cantik seperti Raina,” ujar gurunya seraya melemparkan senyum hangat kepada Raina. Cerpen Karangan: Rifa Fitriani Facebook: Fitriani Rifa Rifa Fitriani, yang lahir enam belas tahun lalu ini pengagum seni lukis dan sastra. Bisa dihubungi melalui akun facebooknya, Fitriani Rifa atau akun wattpadnya, @FitrianirifaFitriani. Cerpen Bunga Matahari merupakan cerita pendek karangan Rifa Fitriani, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-anak/bunga-matahari.html
Edo, Aku Jatuh (But it’s not Fall in Love!)
Kau kenapa sih? Semakin hari semakin membuatku bingung. Saat aku dengan ketenanganku, kau datang dengan misi memporak-poradakannya… huft! Sesekali aku meladenimu dengan tujuan agar kau tidak menggangguku lagi, agar rasaku bisa pergi dengan tenang. Tapi itu tidak berjalan sesuai keinginan. Malah kau makin menjadi. Nah.. kalau aku telah masuk dalam canda tawamu, (bukan, bukan.. aku tertawa dan kau juga, artinya itu canda tawa kita!), bagaimana ceritanya kau bisa mendadak cuek denganku? Itu menyalahi aturan, kau harus tau itu! Kau sadar tidak? Saat aku berada di dekatmu, kau asyik dengan temanku. Asyik dengan topik “pacaran”. Hey, lihatlah aku. Aku yang pernah menyatakan isi hatiku padamu. Tapi dengan PDnya kau membicarakan hal itu. It’s not funny for me, it’s not good for me, not for me. Aku malu padamu Edo. Aku malu karena belum bisa menerima keadaan yang seseungguhnya dan sepenuhnya. Seribu kebencian akan sifatmu yang mengesalkanku itu dikalahkan sebuah perasaan sayangku padamu. Dan kau harus tau itu! “Imbang ya?” “Apaan sih?! Udah deh menang 1-0 aja bangga!” “Kata siapa..? aku bosan melihat tim kesayanganku menang terus.” “Tapi mau bagaimana, sulit untuk mengalahkan The Red Devils!” “Edo, udah ya.” “Lihat saja laga liga Champions nanti, Santiago Bernabeu akan kebanjiran.” Ya Edo.. ya. “Sudah selesai ngomongnya?” Edo tertawa bangga. Bangga menertawai kekalahan tim kesayanganku. Huft! Itu bukan hal yang baru lagi diantara kita. Saling mengejek tim idola satu sama lain. Dan itu tidak ada habisnya. Kapanpun dan dimanapun. “Masih sayang sama Edo?” tanya seseorang yang duduk di dekat meja guru, tepat di sampingku. Sebisa mungkin aku harus tenang, agar emosiku tidak meledak-ledak dalam jawabanku. “Enggak tau.” Bisikku. Sembari memberi isyarat, Edo belum beranjak dari sampingku. “Edo aneh deh.” “Apanya yang aneh, Sis?” “Masak pacarmu ngomong panjang lebar, balesanmu singkat gini sih?” kata Siska sambil menyodorkan handpone yang digenggamnya tepat di depan mata Edo. “Itu enggak aneh, tapi unik.” Katanya sambil nyengir kuda. Lalu cepat-cepat ia mengambil handphonenya dari tangan Siska. Siska memang suka meminjam-minjam handphone. Dialah yang paling update diantara 9 cewek yang ada di kelasku. Aku cuma bisa diam jika sudah terlanjur terjebak diantara mereka. Kalau sudah topik tentang pacaran yang maju, aku lebih suka membuang muka. Beda dengan Edo yang justru pasang aksi. Meski tau, diantara pendengar itu, ada seseorang yang sangat menyayanginya, dan dia tau orang itu, dan itulah aku. Setuju tidak kalau aku menyebutnya unik? Bukan aneh? Kulanjutkan bicaraku pada orang yang masih setia di sampingku. Tentunya setelah Edo pergi. “Oh ya, aku mau jalan-jalan ke pasar malam nih nanti malam, berminat ikut?” sebisa mungkin harus bisa mengalihkan perhatian temanku yang KEPO ini untuk tidak hanyut dan tenggelam begitu saja oleh cerita-cerita dan rayuan gombal Edo. Raut wajahnya begitu meragukan. Ya sudah… tak ada gairah lagi menunggu jawabannya. Aku beranjak dari tempat dudukku di meja guru ke meja sebelah untuk merapikan barang-barangku. Beberapa menit lagi bel yang paling ditunggu-tunggu murid sekolahan akan berbunyi. Aku lihat Edo yang tidur di meja. Di kerumunan mereka yang gemar memainkan PES, game sepakbola. “Edo.. bangun dong, liat aku di sini.” Bisikku lirih. Aku berharap lagi, kan… Sesaat kemudian aku sudah berada di tempat parkir. Aku mecari celah dari jajaran motor-motor yang terpakir rapi di sana. Aku sampai pada Si Merah, motor yang menemaniku dari kelas 1 SMP itu. Kulihat Edo sudah siap meninggalkan parkiran. Ragaku tergerak untuk cepat-cepat meninggalkan tempat itu juga. Kita berpisah di depan gerbang sekolah. Kali ini Edo kearah selatan, dan aku kearah utara. Aku lirik laju motornya sekilas dan sudah tak terlihat lagi oleh spion motorku. Tangaku tergerak untuk memacu si Merah agak cepat. Keringatku bercucuran. Panas sekali hari ini. Sekolah dan rumah sama saja. Bedanya cuma tidak adanya rival terpanas sekaligus sang penyejukku saja. Ya! Edo Sismanta. Kumasuki rumah yang masih sepi. Kakiku melangkah ke dapur. Mengambil sebuah gelas panjang lalu menuangkan air ke dalamnya. Kuteguk pelahan tapi tetap saja terdesak. Karena Edo ya? Kuganti baju lalu kuhempaskan ragaku ke tempat tidurku. Beberapa bantal bisu menyambutku. Terima kasih. Ucapku dalam hati. Setidaknya kelelahanku akan hari ini berkurang. Tapi pikiranku masih dipenuhi Edo. Masih Edo. Tanganku tergerak mengeluarkan notebook dari dalam tasku. Kupasangkan earphone lalu aku mainkan lagu-lagu kesukaanku yang setia menghiburku. Tak terasa 2 jam sudah kulewati bersama lagu-lagu itu. Kutekan tombol home dilayar iPhoneku. Sebentar lagi sudah setengah tujuh. Aku berlari menuju halaman rumah untuk mengangkat jemuranku yang kuturunkan setibanya dirumah. Aku berlari menuju kamar setelah ingat ada janji bersama temanku jam setengah tujuh. Tiba-tiba… BRUK! Aku merasa kakiku menendang sesuatu. Perih. Saat kulihat, jari kuku tengah kakiku terkelupas. Darah mengalir agak banyak. Aku setengah duduk di tanah. Kutahan sakit itu sambil mengeram. Aku tidak hati-hati. Harusnya tadi aku tidak terburu-buru. Harusnya aku biarkan waktu perlahan membawaku meninggalkan tempat itu. Sama seperti aku yang terburu-buru menyatakan perasaanku terhadap Edo. Aku tak membiarkan waktu memberitahunya. Alhasil sakitlah yang kudapat akhirnya. Tak jauh beda dengan sakit di jari kukuku saat ini… Cerpen Karangan: Triyana Aidayanthi Facebook: Triyana Aidayanthi Seorang penulis pemula nan amatiran yang jatuh cinta dengan dunia menulis karena suka menggambar, hehehe aneh kan? Salam kenal ya sobat.. Boleh dong kritik, saran, dan share pengalamannya Twitter : @_triyanaa Cerpen Edo, Aku Jatuh (But it’s not Fall in Love!) merupakan cerita pendek karangan Triyana Aidayanthi, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" bgs kok Lain kali kalo buat cerpen lagi.. Ceritanya yg sistematis ya sist… Biar ndak bingung yang baca.. 😉 Keep writing! Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/edo-aku-jatuh-but-its-not-fall-in-love.html
Cinta Berawal dari Teman
Namanya adalah Cinta Adhinda Wulandari. Dia seorang remaja berumur 16 tahun yang terbilang cukup kaya. Dia juga suka membaca buku dan jutek, walaupun begitu Cinta juga dikit-dikit ngeluangin waktunya untuk berkumpul bersama teman-temannya. Teman-temannya itu ada 3, 1 cewek, dan 2 orang laki-laki. Namanya Alexa Merriana, Danielle Marvell dan Diky Pengestu. Ya, Cinta sih karena sifatnya yang kutu buku dan jutek dia selalu jomblo sekarang. Kedua temannya sudah pacaran Alexa dengan Diky. Walaupun Alexa dan Diky sudah pacaran mereka tidak mementingkan kepentingan mereka sendiri bahkan kalau Alexa dan Diky kencan Cinta kadang-kadang juga di ajak ikut makan malam. Suatu saat Cinta di ajak makan malam oleh Alexa. “Cin, mau ikut gak?” kata Alexa lewat telepon “Kemana?” kata Cinta berpikir sejenak dan mulai mengerti kata kata Alexa “Pasti makan malam yah?” kata Cinta lanjut “Iya dong.. ikut gak?” kata Alexa “Emmm.. gimana ya.. ikut ajah dehhh” kata Cinta “Ya udah gue tunggu di Cafe biasa yah Bye” kata Alexa “Bye” kata Cinta balas. Cinta segera bersiap siap dan langsung menuju Cafe biasa dan yang tidak lain adalah Cafe Fantastic tempat Cinta dan teman-temannya nongkrong. Sesampai di Cafe Cinta melihat Alexa dan Diky duduk di meja no. 4 karena nomor kesayangan Diky 1 sedangkan Alexa 3 jadi 1 + 3 = 4 jadi mereka merasa nommor 4 lah yang sudah menyatukan mereka. Jadi kalau nomor 4 itu di isi Alexa dan Diky rela menunggunya sampai meja no. 4 itu tidak ada yang mendudukinya. “Hai Lex hai Ky” kata Cinta berusaha ramah. “Oh, hai Cin” kata Alexa dan Diky serentak “Widih serentak amat sih” kata Cinta “Heheheheheh” kata Alexa dan Diky tertawa kecil. Sedangkan itu ada pelayan perempuan mendekati meja no. 4 dan menyodorkan selembar kertas yang sudah di laminating sebagai daftar menu makanan dan minuman. “Silahkan mbak mau pesan apa?” kata pelayan itu ramah “Makasih ya mbak saya pesen Steak sama Jus Melon ajah deh” kata Cinta “Ya udah silahkan di tunggu” kata pelayan. Pelayan itu pergi dan Cinta bertanya kepada Alexa dan Diky “Lhoh kalian kok gak pesen?” kata Cinta bingung “Engga lah orang kita udah pesen” kata Diky “Oh iya itu ada piringnya yah” kata Cinta “Jangan jangan temen gue nih udah mulai pikun kali yah” kata Alexa meledek Cinta “Enak ajah gue di bilang pikun” kata Cinta “Maaf.. maaf” lata Alexa yang berusaha memenangkan hati Cinta yang tadi emosi. Tak lama kemudia makanan datang “Ini mbak makanannya” kata pelayan yang tadi “Oh, makasih ya” kata Cinta “Iya sama-sama selamat makan” kata pelayan dan langsung pergi ke dapur lagi. Mereka memakan dan berbincang-bincang. Keesokan harinya Cinta pergi ke sekolah pada awalnya Cinta gak tahu dan gak nyangka akan ada kejutan buat mereka. Cinta mulai memasuki kelas tampak kelas sepi dan tiba-tiba ada Danielle yang menyodorkan setangkai bunga Mawar merah di hadapannya. “Maukah kamu jadi pendamping hidup aku?” kata Danielle berusaha tenang dan tidak gugup “A… a.. aku mau kok” kata Cinta ternyata sejak menjadi teman Cinta sudah menyimpan perasaannya kepada Danielle dan menunggu Danielle menembaknya. “Ehem… ehem.. ehem” kata semua murid yang ada di kelas “Lhoh kok ada dekorasi seperti ini?” kata Cinta bingung “Kamu suka gak?” kata Danielle berusaha membuat teka-teki “Kamu yang buat? Kapan?” kata Cibnta semakin bingung “Kemarin aku menyuruh Alexa dan Diky untuk mengajak kamu makan malam dan aku malam-malam bersama teman-teman membuat dekorasi ini” kata Danielle jujur “Kenapa Alexa dan Diky gak cerita kepada ku?” kata Cinta yang mulai mengeluarkan emosinya kepada Alexa dan Diky yang ada di samping Cinta dan Danielle “Maaf, Cin kan bukan surprise nantinya” kaat Alexa “Ya udah deh makasih yah untuk semuanya” kata Cinta memeluk sahabatnya tiba-tiba ada guru yang masuk dan semua murid kaget dan duduk di tempat masing-masing. — T H E E N D — Cerpen Karangan: Laila Febriyana Facebook: Laila MisoniQbaal Nama : Laila Febriyana TTL : Karanganyar, 18 Februari 2001 Askot : Karanganyar, Jawa Tengah Sekolah : SMP Negeri 7 Surakarta Cerpen Cinta Berawal dari Teman merupakan cerita pendek karangan Laila Febriyana, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/cinta-berawal-dari-teman.html
Jangan Tatap Matanya
“Tatap mata saya! Lebih dalam dan lebih dalam lagi! Dalam hitungan ke-3, maka kau akan tertidur. 1… 2…” 3. Sudah dapat kutebak, acara yang sangat membosankan. Kumatikan saja Tv itu. Sungguh malam yang sunyi, hanya terdapat suara seekor jangkrik pada malam minggu ini. Entah kenapa mereka tega meninggalkan putri semata wayangnya hanya untuk sebuah pekerjaan. Baru saja kusandarkan tubuhku ini di sandaran sofa. Dan satu detik kemudian, tiba-tiba saja lampu rumahku mati. Ah, sial. Setelah kuperiksa, rupanya aku baru ingat bahwa handphoneku tertinggal di kamar. Dengan malasnya kucoba melangkahkan kaki menuju kamar. Yang lebih sialnya lagi, kamarku berada di atas. Jadi, aku harus bersusah payah menaiki tangga dengan sangat berhati-hati. Akhirnya aku dapat bernafas lega, meski baru menyelesaikan tangga tersebut. Aku harus berjuang sedikit lagi untuk menuju kamarku yang berjarak beberapa meter dari tempatku berdiri saat ini. Selangkah demi selangkah hingga aku sampai memegang gagang pintu kamarku. Kucari handphone itu dan kami bertemu di atas meja. Aku kembali ke bawah, melangkah ke luar rumah, guna memastikan keadaan di luar. Ah, rupanya hanya lampu rumahku saja yang mati. Aku berjalan menuju tempat dimana aku harus menyalakan listrik rumahku. Baru saja tanganku akan menyentuh tombol untuk menyalakan, tok.. tok.. tok.. Siapakah gerangan? Segera kupercepat tanganku untuk menyentuh tombol tersebut. Kudengar, ada yang memanggilku. “Asya!”. Oh iya, sampai lupa. Namaku Asyafani, panggil saja aku Asya. Sesosok berbaju biru tepat berdiri 5 langkah dariku. Kini ia mulai mendekat. Aku tak yakin, dia sesosok manusia, atau…?? Huh, untunglah, ia tak melayang, kakinya kulihat masih menapak di tanah. Tunggu! Aku mengenal tatapan itu. Bagaimana tidak? Ia menatapku lekat-lekat. Aku pun berbalik menatap matanya. Tanpa kusadari, air mataku menetes. Hal ini bukan tanpa sebab yang jelas. Terbayang semua kenangan masa lalu yang begitu indah, namun berakhir dengan begitu mengenaskan. Lelaki itu bernama Alfa, atau lebih tepatnya lagi Alfaris. Seseorang yang pernah mewarnai hariku dengan sejuta keindahan, namun menghilang dan sirna tanpa jejak setelah kehancuran itu terlanjur terjadi. “Maafkan aku.” kata yang pertama kali ia ucapkan ketika adegan saling menatap itu terjadi. Ini bukan tentang apa, siapa, dan bagaimana. Tetapi, ini adalah tentang mengapa. Mengapa ia kembali? Ingin mengukir sejarah kelam untuk yang kedua kalinya dalam hidupku? “Maaf, karena aku udah buat kamu kecewa. Maaf, karena aku telah menghapus semua keindahan di antara kita. Aku enggak berharap kamu untuk maafin aku. Yang aku harap, kamu tahu satu hal. Aku menolak perjodohan itu. Saat aku ingin menemui kamu, orangtuaku memintaku untuk kuliah di luar negeri. Itu sebabnya aku menghilang dari kehidupan kamu. Dan sekarang, aku berada di sini, untuk kamu.” ucap Alfa panjang lebar. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk menangis dalam pelukannya. “Aku minta maaf, harusnya aku dengerin kamu dulu. Aku enggak bisa lupain kamu, Al”. Ini bukan lagi sejarah kelam, melainkan sebuah sejarah yang begitu berarti, takkan pernah kulupakan seumur hidup. Cerpen Karangan: Ria Puspita Dewi Facebook: Elfa Puspita Cerpen Jangan Tatap Matanya merupakan cerita pendek karangan Ria Puspita Dewi, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/jangan-tatap-matanya.html
Acara Panen Padi Yang Gagal
Pagi itu pak badrun bersama istrinya pergi ke sawah untuk menanam padi. Sesampainya di sawah sepasang suami istri tersebut langsung memulai tahapan-tahapan proses menanam padi yang benar. Tanpa terasa matahari sudah tepat di atas kepala, menandakan waktunya sudah siang hari. Pak badrun bersama petani-petani lainnya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Sesampai di rumah pak badrun dan istrinya berganti baju, lalu mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat dzuhur secara berjamaah, selesai salat mereka berdoa kepada Allah SWT, agar saat musim panen nanti, mereka mendapat hasil yang memuaskan. 3 bulan telah berlalu. Para petani sangat mendamba-dambakn hari esok, karena besok waktunya mereka panen, termasuk pak Badrun dan istrinya. Mereka berharap hasilnya nanti akan cukup memuaskan. Tiba-tiba saat malam hari, hujan deras mengguyur desa pak Badrun. Pak badrun dan istrinya teringat dengan sawah mereka. Lalu pak badrun bersama istrinya berdoa semoga besok panen mereka dapat berjalan lancar. Keesokan harinya… Tibalan hari dimana semua petani akan melakukan pesta panen padi. Pak badrun bersama petani-petani lainnya menuju sawah dengan wajah gembira. Namun saat sampai di sawah mereka semua merasa kecewa, karena sawah mereka rusak akibat hujan deras tadi semalam. Acara panen padi yang ditunggu-tunggu ternyata gagal. Namun mereka tetap menerima acara panen padi yang gagal tersebut dengan sabar dan ikhlas, karena ini semua merupakan cobaan dari Allah SWT. Cerpen Karangan: Ratna Dillah Facebook: Ratna Dillah Terima kasih telah membaca cerpen yang saya tulis. Mohon dimaafkan bila ceritanya jelek, karena saya masih penulis amatir. Cerpen Acara Panen Padi Yang Gagal merupakan cerita pendek karangan Ratna Dillah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-anak/acara-panen-padi-yang-gagal.html
Kekuatan Hidup Ku
Angin pagi yang mulai menyambutku, membuat sekujur tubuhku terasa dingin dan segar, disertai suasana hati yang tenang dan damai. Entah apalah yang terjadi, tepat pukul 11.00 siang aku mendengar pembicaraan ibuku dan kakak laki-lakiku yang ternyata dia telah berhasil masuk ke salah satu sekolah kedinasan yang sangat keren. Tadinya perasaanku pun senang bahkan sangat senang tetapi satu pembicaraan yang membuat hati dan perasaanku hancur lebur adalah ketika kakakku dan ibuku berbicara bahwa dia (kakakku) akan tinggal di asrama sekolah kedinasan itu, entah sampai kapan yang jelas ku sempat bertanya kepada ibuku. “Mam, abang akan tinggal di asrama sekolahnya ya?” “iya dik,” jawab polos ibuku. “sampai kapan Mam?” tanyaku lagi. “tidak tahu, yang jelas selama 4 tahun kedepan ini dia akan tinggal di sana, baru kita bisa memastikan dia akan bekerja di mana dan apakah dia bisa tinggal bersama kita lagi atau tidak, memangnya kenapa dik?” tanya ibuku. “ahh… tidak Mam.” jawabku dengan sedikit ragu dan gugup. Dari situlah mulanya perasaanku terus sedih hingga kini. Entah apa yang membuatku sedih, tapi aku selalu berusaha untuk menutupi kesedihanku. Yaa, hari demi hari berlalu kini ku yang duduk di kelas 9 SMP ini, telah menjadikan hariku yang cukup mengerikan. Ya salah satu alasannya adalah karena aku akan menghadapi Ujian Nasional dimana ujian itu akan menentukan nasib kita. Ya, sebenarnya sih untuk sekarang ini tidak cukup menentukan, karena sesungguhnya yang menentukan nasib hidup kita itu adalah nilai rapot, aku tahu itu. Satu bulan berlalu. Matahari mulai bersinar menyinari sekeliling komplekku. Aku segera menyiapkan diriku untuk berangkat ke sekolah. Kini ku berangkat bareng dengan kakak perempuanku, ya tepatnya mulai hari ini. Bisa ku deskripsikan seperti apa dia -kakak perempuanku. Yang pertama, sifat dia. Oh my God sungguh, sebenarnya aku tidak tahan lagi dengan sikap jutek dan menyebalkannya ini. Aku merasa menjadi manusia tak berdaya jika sedang berdebat dengannya, berdebat dengan dia bukanlah hal yang wajar lagi tetapi benar-benar telah menjadi sebuah kebiasaan yang seakan tidak bisa hidup tanpa perdebatan itu. Ya sungguh ku lelah dengannya, entah apa yang membuat beda dari kakak perempuanku, kakak laki-lakiku dan aku. Kita bertiga benar-benar mempunyai sifat yang berbeda. Oke, kini ku telah siap dengan baju seragam putih biruku dan tentunya jilbab yang rapi dan putih serta jaket dan tubuhku yang harum ini membuat seisi rumahku seperti toko parfum. Ya memang itulah kebiasanku setiap pagi, memakai parfum sampai membuat orang pusing. Setibanya aku di sekolah, seperti biasa aku mengikuti pelajaran dengan baik yaa walaupun sebenarnya aku mengantuk di salah satu pelajaranku. Ya dia adalah bahasa indonesia. “kringggg, kringggg, kringgggg..” bel istirahat kedua pun telah berbunyi,. seperti biasa aku dan teman-temanku berjalan menuju kantin membeli makanan ringan. Setelah ku menghabiskan makanan ringanku aku menjumpai temanku yang lain dan kita mengobrol dengan senang, whoaa tunggu.. tapi apa yang membuat perasaanku mendung bagaikan awan di bulan oktober lalu, padahal aku sedang tertawa ceria bersama temanku. Akhirnya ku menjauhi temanku sejenak untuk melihat pesan masuk di salah satu sosial media di ponselku. Dan aku masuk ke dalam kelasku lalu ku duduk di mejaku dan membaca pesan yang ternyata pesan itu dari kakak laki-lakiku. Pesan itu sungguh mengharukan dan sampai aku meneteskan air mataku, inti dari pesan kakakku ini dia menyemangati hidupku dan menyuruhku membuktikan kepada kedua orangtuaku bahwa aku bisa. Mengapa dia menyemangatiku seperti itu? Ya, karena dia sendiri telah berhasil membuktikan kepada kedua orangtuaku bahwa dia sudah sukses. Memang terlihat seperti biasa saja, tetapi sungguh pesan yang satu mungkin bisa juga membuat orang orang di sekitarku menitikkan air matanya. Pesan ini sama sekali bukan pesan yang biasa. Aku hanya dapat berharap besar bahwa hidupku ini dapat lebih berarti karena semangat yang diberi kakak laki-lakiku ini. Aku telah mengucapkan janji kepada diriku sendiri bahwa aku akan membuat semua keluargaku menitikkan air mata, tetapi bukan sebuah air mata kesedihan tetapi sebuah air mata kebahagiaan. — Kini hidupku benar-benar sepi, ayahku yang memang bekerja di luar pulau yaitu bangka belitung. Kakak perempuanku yang sudah bekerja sekaligus meneruskan kuliahnya karena dia pintar, itu pun dia selalu pulang di atas jam 10 malam. Kakak laki-lakiku yang memang juga berpisah dari keluarga ini. So, hidupku telah jauh dari keluargaku sendiri, karena memang kegiatanku cukup padat. Seperti aku harus sekolah, latihan ekskul, kemudian les sampai malam setelah itu mengerjakan tugas yang sering kali selesai hingga tengah malam. Kini rumah minimalis ini bisa disebut sebut sebagai rumah yang hanya dihuni oleh ibuku. Semua ini menyebabkan keluargaku menjadi miss comunication. Aku hanya bisa berbicara kepada ayahku mungkin hanya 3 kali dalam sebulan, itu pun melalui telepon genggam milik ibuku. Berbicara dengan kakak laki-lakiku pun tidak bisa karena peraturan di sekolah kedinasan itu pun, telepon genggamnya diharuskan dipegang oleh pengurus sekolah kedinasannya itu, jadi sangat jarang sekali aku berbicara dengannya. Seringkali ku berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah…engkaulah yang maha pengasih, maha penyayang, maha pengampun, dan maha mengerti. Ya Allah tolonglah keluarga ini. Agar kami selalu dapat disatukan, aku rindu tawa mereka, aku rindu bercanda bersama. Aku rindu berlibur dengan mereka, aku ingin duduk bersama mereka. Ya Allah tolong pertemukan kami ya Allah. Ya Allah seringkali aku menangis karena keluarga ini, karena kesakitan hatiku yang sangat rindu pada keluarga ini. Ku mohon ya Allah panjangkan umur kami semua agar keluargaku dapat melihat kesuksesan aku dengan mata kepala mereka sendiri ya Allah. Amin ya Rabball Alamin.” Pesan dariku, “Jalanilah hidupmu dengan sepenuh hati walaupun kau memiliki perasaan yang berat karena kesedihan. Jangan jadikanlah itu alasan untuk kau menunda kesuksesanmu, belajarlah dari semua pengalamanmu, dan jangan pernah kau sia-siakan orang yang mendukungmu dari belakang.” “Jalani hidupmu dengan penuh semangat, tetap berdoa pada Tuhan, berusahalah yang sangat keras sampai titik darah penghabisan, hiduplah seakan besok akan mati, jadi buatlah dirimu menjadi seseorang yang berarti bagi semua orang, baik negaramu, bangsamu, keluargamu, dan agamamu.” Cerpen Karangan: Fauz Aqiilah Facebook: Fauz Aqiilah Cerpen Kekuatan Hidup Ku merupakan cerita pendek karangan Fauz Aqiilah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/kekuatan-hidup-ku.html
Angel
Dear Diary, Kapan ya aku bisa kayak mereka? Main sama temen-temen. Bercanda bareng. Kejar-kejaran. Terakhir aku melakukan hal itu saat aku masih kelas 7 smp, dan sekarang bahkan sudah gak bisa lagi. “Angel..” sesegera mungkin aku menutup buku harian berwarna biruku. Lalu menyimpannya ke laci meja belajarku. Cekleks Terlihat seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamarku dengan membawa semangkuk bubur. Ya, dia mamaku. Mama yang setia merawatku dari aku kecil hingga saat ini, aku sudah beranjak dewasa. “Makan dulu, nanti kamu sakit..” ucapnya sambil menyendok bubur yang berada di mangkuk tersebut. Aku membungkam mulutku dengan kedua telapak tanganku. “Nggak enak Ma, makannya bubur terus.” “Angel mau makan apa, sayang?” tanya Mama dengan lembut sambil mengusap-usap rambutku. “Aku gak mau makan apa-apa Ma, aku cuma pengen main sama mereka..” aku menoleh ke arah jendela, di luar sana banyak anak-anak sedang bermain, di taman tepatnya. Rumahku memang dekat dengan taman komplek, jadi suasana di taman sangat terlihat jelas jika aku melihat dari balkon kamarku. “Lagi pula meskipun aku makan, aku juga tetep sakit Ma..” lanjutku lemah. Mamaku menggeleng sambil tersenyum. “Angel pasti sembuh kok. Percaya sama Mama..” Aku tersenyum simpul, seakan meremehkan kata-kata Mama barusan. “Ma, aku pengen punya temen. Aku pengen sekolah Ma, kayak dulu. Aku bosen di rumah terus..” “Angel pengen sekolah?” tanya Mama. Aku mengangguk pelan. “Angel boleh sekolah, tapi sekolah privat aja ya sayang?” Aku menatap Mama dalam, “Kenapa sekolah privat Ma? Angel kan maunya sekolah kayak dulu..” “Mama gak tega kalau harus biarin Angel sekolah di sekolah umum, bahaya Ngel..” ucap Mama. Terlihat jelas wajahnya menampakkan kekhawatiran. “Mama gak usah khawatirin Angel. Angel bisa kok Ma, Angel kan kuat Ma..” ucapku. “Tapi sayang…” “Mama gak percaya kalau Angel kuat? Buktinya sampai sekarang Angel masih bertahan Ma, itu berarti Angel mampu kan buat sekolah lagi?” dosa memang. Aku memotong ucapan Mamaku sendiri. Mama menarik nafas panjang, lalu membuangnya. “Baiklah, besok Mama akan daftarin kamu sekolah..” aku tersenyum lebar mendengar ucapan Mama barusan. Akhirnya “Makasih Ma. Mama udah percaya sama Angel. Angel janji akan jaga diri baik-baik..” ucapku berhambur memeluk Mama tersayangku. “Sama-sama Ngel, tapi ingat ya, nggak usah macem-macem. Oke?!” Mama membalas pelukanku. Aku memeluknya lebih erat lagi. “Oke Ma..” Hari ini adalah hari pertamaku sekolah. Aku sangat semangat hari ini, karena akhirnya aku bisa sekolah lagi. Dengan memakai seragam khas SMA, putih-abu-abu. Dan wajah yang terbalut jilbab putih, aku siap berangkat ke sekolah diantar oleh Pak Nardi, supir pribadi keluargaku. “Mama, aku berangkat sekolah dulu ya..” aku mencium punggung tangan Mamaku. “Asalamualaikum..” tak lupa aku mengucapkan salam itu. “Walaikumsalam. Hati-hati Ngel, jaga diri. Inget ya, gak usah jajan yang aneh-aneh, nggak usah ikut pelajaran olahraga, bahaya buat tubuh kamu..” pesan Mama. Oke. Itu akan selalu aku ingat. Aku berjalan menelusuri koridor sekolah baruku. Sendirian. Tempatnya begitu luas, aku gak tau kenapa Mama mendaftarkan aku di sekolah elit ini. “Hey.” seseorang menepuk bahuku. Aku langsung menoleh ke belakang. Cowok tampan, memakai seragam yang sama sepertiku. Mungkin dia salah satu murid di sekolah ini. Senyumannya manis. “Siapa ya?” tanyaku singkat. “Kamu murid baru ya?” kenapa dia malah balik bertanya padaku? “Iya.” jawabku singkat. Lalu meneruskan acara berjalanku. Terdengar jelas derapan langkahnya. Dia mengikutiku. “Emm.. aku ketua OSIS disini..” ucapnya. “Terus apa hubungannya sama aku?” tanyaku. Jujur, cowok ini sangat aneh menurutku. “Gak ada sih, aku cuma mau nganter kamu ke ruang kepala sekolah..” jelasnya. “Baiklah..” aku tersenyum tipis kepadanya. Dia mensejajarkan tubuhnya denganku, agar kami dapat berjalan berdampingan. “Nama kamu siapa?” tanyanya di sela-sela perjalanan menuju ruang kepala sekolah “Angelia Maretha Ramadhani. Terserah deh kamu mau manggil aku apa..” jawabku “Angel aja deh. Eh iya, kamu kenapa pakai jilbab?” tanyanya lagi. “Memangnya nggak boleh ya? Aku kan cewek muslim, jadi wajib pakai jilbab..” jelasku. “Aneh aja sih. Soalnya, murid disini itu jarang yang pakai jilbab. Ada satu, dan itu cuma kamu..” aku tersenyum manis, “Aku belum resmi jadi murid disini.” “Hmm.. udah sampai, kamu masuk aja. Jam segini kepala sekolah belum dateng, mungkin 15 menit lagi sampai. Tunggu aja di dalam, aku masih ada urusan. Kamu gak papa kan kalau aku tinggal?” aku tersenyum dan mengangguk, “Gak papa kok..” jawabku singkat. “Ya udah. Oh iya, namaku Febrian, panggil aku kalau kamu butuh bantuan. Aku pergi dulu, sampai jumpa Malaikat..” ucapnya berlalu dari hadapanku. Aku hanya tersenyum, lalu duduk di sebuah bangku depan ruang kepala sekolah, sambil menanti kepala sekolah datang. — Dear Diary, Akhirnya aku bisa sekolah lagi. Aku sekarang udah kelas 2 SMA. Aku udah beranjak dewasa, gak terasa bulan depan tepatnya tanggal 25 umurku genap 17 tahun. Sekarang aku udah punya temen baru, dia cowok. Aneh banget, tiba-tiba dia nolong aku, sok akrab, padahal baru aja kenalan. Tapi aku seneng, dia baik hati, dia mau berteman sama aku. — “Malaikat..” suara itu sudah tak asing lagi bagiku. Aku menoleh ke sumber suara. Benar saja, Febrian. “Ya, ada apa, Feb?” tanyaku. Dia berjalan menghampiriku, lalu duduk di sampingku. Sekarang kita sedang berada di taman belakang sekolah. “Gak ada apa-apa. Aku cuma pengen manggil kamu. Hehe..” jawabnya cengar-cengir. “Namaku kan Angel, bukan Malaikat..” protesku, karena akhir-akhir ini Febrian memanggilku dengan sebutan Malaikat. “Angel artinya Malaikat kan? Sama kayak yang punya nama.” aku tersenyum mendengar penjelasan Febrian. “Biasa aja Feb, aku bukan Malaikat kok. Aku itu cuma manusia biasa, bukan cuma manusia biasa, aku manusia yang sangat buruk..” Febrian menoleh mendengar ucapanku barusan. “Kok kamu ngomongnya gitu sih? Eh aku mau cerita sama kamu..” Aku yang sedari tadi menatap lurus ke depan, langsung menoleh. Kini posisiku berhadapan dengan Febrian. “Aku lagi suka sama cewek..” DEGG~ Hati ini. Mengapa begini? “Oh ya? Siapa?” aku berusaha sebiasa mungkin, meski sebenarnya rasa hatiku luar biasa. Sakit. Entah mengapa? “Aku sih belum lama kenal sama dia. Dia baik banget, cantik, kayak bidadari yang turun dari surga..” Sesakit inikah? Apa mungkin kambuh? Atau.. Tes~ Darah segar menetes dari kedua lubang hidungku. Lama kelamaan Febrian terlihat buram, sudah jelas, penglihatanku mulai kabur. Dan brukk~ Tubuhku ambruk seketika. — Dear Diary, Aku gak ngerti dengan apa yang aku rasakan. Aku mengenal dia baru satu bulan. Apa yang sebenarnya terjadi? Hatiku selalu sakit kalau dia sedang bercerita tentang cewek yang dia suka. Atau mungkin sudah… Entahlah. — TIT.. TIT.. TIT.. TIT Alat menyebalkan itu berbunyi lagi. Aku sudah bosan mendengar melodinya yang sangat membosankan. Lagi-lagi aku terbaring lemah di kasur yang menurutku sangat menyakiti punggungku. Wanita paruh baya duduk di sebelah kiri ranjangku. Sangat tak asing. Dia Mama. Di sebelah kanan juga ada seorang cowok sedang menggenggam erat tangan kananku, Masyaallah.. Febrian. Aku mencoba menyentuh pundak Mamaku. Gak bisa. Kenapa ini? Aku berjalan mendekati Febrian, menyentuh tangannya. Tetap saja gak bisa. Aku menatap ragaku yang terbaring lemah. “Apa yang terjadi?” lirihku. Tiba-tiba saja aku melihat cahaya yang begitu terang. Seseorang berpakaian serba putih, wajahnya tak begitu jelas karena cahaya yang sangat menyilaukan mata. “Angel.. sudah siapkah kamu ikut denganku?” ucapnya. “Apa maksudmu?” tanyaku. Ini aneh. Bahkan lebih aneh dari Febrian. “Sudah siapkah kamu meninggalkan semua orang yang kamu cintai di muka bumi ini?” ucapnya lagi. “Aku.. aku..” DRAPP – – Aku menghilang – TIT… Garis yang tadinya melengkung-lengkung berubah menjadi lurus. Datar. Membentuk sebuah garis horizontal. Ya Allah.. aku telah tiada.. Aku sudah tak bernyawa.. Maafkan aku Mama.. Maafkan aku Febrian.. Isak tangis masih menghiasi acara pemakaman ini. Bunga bertabur di sebuah gundukan tanah. Sebuah nisan bertuliskan ‘Angel Maretha Ramadhani binti Rima Maretha’ tertancap di sudut atas gundukan tersebut. “Febrian, ini dari Angel untuk kamu..” seorang wanita paruh baya memberikan sebuah kotak pada seorang pemuda tampan yang sedang menatap sendu gundukan tanah itu lalu pergi. Kini hanya ada pemuda tampan itu saja yang berada di makam tersebut. Perlahan, dia membuka kotak tersebut. Sebuah buku diary berwarna biru juga sebuah surat beramplop biru. Ia memulai membuka surat itu, lalu membacanya.. Hai Feb, sudah tersenyumkah kamu hari ini? Aku harap kamu selalu dan selalu tersenyum setiap hari. Sama halnya dengan apa yang kamu lakukan setiap kamu berada di dekatku. Mungkin, saat kamu membaca surat ini, aku sudah tak ada di sampingmu lagi. Namun aku percaya, kalau aku selalu ada di hatimu. Aku gak tau apa yang terjadi pada diriku. Pada hatiku tepatnya. Kanker hati ini memang sungguh menyakitkan Feb, aku udah gak kuat nahan semuanya. Aku sakit, setiap denger kamu cerita tentang cewek yang kamu suka. Aku bingung, apa yang terjadi sebenarnya. Aku seperti mendapat dua penyakit sekaligus setiap ada di dekat kamu. Jantungku berdetak dua kali lipat lebih cepat dan hatiku selalu sakit kalau denger cerita kamu tentang dia, cewek yang kamu suka. Aku gak tau Feb, aku gak ngerti sama apa yang aku rasakan. Aku gak bisa mengartikan rasaku sendiri. Aku harap kamu mengerti, aku harap kamu bisa mengartikan sendiri arti dari perasaanku selama ini. Makasih udah mau jadi temen aku selama ini. Oh iya, selamat ulang tahun ya Feb, hari ini tanggal 25 bukan? Hari ulang tahun kita berdua. Semoga kamu makin dewasa ya, semoga kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan, terutama kamu bisa pacaran sama cewek yang kamu suka. Aku selalu pantau kamu di atas sini Feb. Aku titip diaryku ya Feb, jaga baik-baik, itu harta karunku, kamu juga boleh kok nulis sesuatu di halaman yang masih kosong, terusin hari-hariku dengan hari-harimu. Jangan lupain aku ya, semoga kamu bahagia. Aku sayang kamu.. ? -Angel- “Aku juga sayang kamu Ngel. Kamu tau gak, siapa cewek yang selama ini aku suka? Itu kamu Ngel, itu kamu.. aku gak tau gimana caranya mau ngungkapin perasaanku ke kamu. Maaf Ngel, kalau selama ini aku udah nyakitin perasaan kamu. Iya, aku akan selalu jaga diarymu baik-baik, harta karunmu, harta karunku juga sekarang. Happy birthday to you, I love you for yesterday, today, tomorrow, and forever my Angel..” TES- Seorang gadis berpakaian serba putih tak lupa dengan jilbab panjangnya tersenyum, menatap haru ke arah pemuda tampan itu. Iya, dia Angel.. TAMAT Cerpen Karangan: Philiena Aulia Ramadhani Facebook: Philiena Auliaa Ramadhani Nama saya Philiena Aulia Ramadhani 🙂 Lahir tanggal 18 Desember 1999. Saya tinggal di kabupaten Jember, Jawa Timur. Sebenernya sih saya cuma iseng kirim cerpen abal2 saya di blog ini. Tapi yah siapa tau aja keberuntungan berpihak pada saya. Maaf yah jika cerpen saya ini tidak bermanfaat, jelek, atau tidak berkenan untuk di postkan 😀 maklumi saja, saya hanya siswa kls 8 smp yg masih mengalami masa2 labil ~ Cerpen Angel merupakan cerita pendek karangan Philiena Aulia Ramadhani, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" sebenarnya tema sudah sangat bagus…. kalau boleh ngasih saran sih lebih baik informasi dalam cerita lebih di perjelas lagi, enggak peduli tulisan fiksi atau non fiksi, informasi itu sangatalah penting. jangan sampai pembaca malah bingung dengan kurangnya informasi yang ada. terimakasih. tetap semangat Saya penulis cerpen tersebut. Saya jg mengakui kalau cerpen buatan saya kurang jelas. Itu buatnya dadakan dan baru kali ini saya membuat cerpen yg di kirim disebuah website. Maaf jika kurang berkenan dan terima kasih untuk sarannya. Terima kasih jg untuk cerpenmu.com yg sudah mempublikasikan hasil saya. Saya baru meresponnya sekarang karena saya baru tau. Terima kasih banyak ya 🙂 bagus ke (y) aku suka. jadi terharu bacanya 🙂 gak sia sia nyari sampai bingung. eh pas habis baca, ternyata gak mengecewakan lho! sip! :* Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-sedih/angel.html
Inilah Surgaku
Pagi belum lagi meninggi, sementara sesekali suara kokok ayam masih terdengar dari belakang rumahku, ayam milik tetangga yang kerap membangunkanku untuk bersiap berangkat ke sekolah setiap pagi. Seperti biasanya, bunda dengan wajan dan sutilnya, telah sibuk di dapur, mempersiapkan sarapan untukku dan adik-adikku, sementara papa masih tertidur dengan pulasnya. “Masak apa pagi ini bunda?” tanyaku singkat “Seperti biasa sayang, hanya nasi dan telur goreng saja” jawab bunda sekenanya. Aku hanya tersenyum sesaat lalu berlalu pergi, mengambil handuk dan menuju kamar mandi, sementara keributan baru kembali terdengar, biasa, adik-adikku yang merasa terlambat bangun dan kemudian berteriak-teriak memintaku untuk segera mandi. “Iya… ini juga baru masuk kamar mandi” ujarku singkat Sesaaat kemudian… Aku melihat adik bungsuku telah jongkok di depan kamar mandi, adik kecilku yang masih duduk di kelas IV SD. “Hehehehe..” kekehnya “Kenapa?” tanyaku “Tidak ji…” jawabnya singkat “Kenapa!” ucapku agak keras sembari melototkan mataku, seakan-akan marah “Tidak ji… kakakku yang cantik” jawabnya spontan sembari berlari menuju kamar mandi serta menguncinya dari dalam. Sementara itu, adikku yang satunya, sedang asyik di depan laptop papa, menonton film-film animasi kegemarannya. “Ashgar…!” bentakku keras “Iye… kakak” jawabnya tanpa memalingkan wajahnya “bukannya pergi siapkan buku dan bajumu untuk ke sekolah, malah nonton” sergahku “iye… sedikitpi kasihan, hampirmi habis filmnya nah” jawabnya sembari tersungut-sungut. “Ashgar!” bentakku kembali “Iya… iya…” jawabnya sembari berlalu menuju kamarnya, mempersiapkan buku dan baju yang akan dipakainya ke sekolah. Hening sesaat… tak ada suara, yang ada hanya buni piring, gelas dan sendok yang disediakan oleh bunda untuk sarapan kami, serta suara cipratan air dari kamar mandi. Naufal (adik bungsuku) berdiri gagah di depan cermin, menata rambutnya sembari tersenyum kecil. “Naufal…” panggilku “Iye…” jawabnya “Pinjamka’ dulu sisirta” pintaku dari dalam kamar Tak lama… prang… terdengar suara piring yang pecah, bergegas aku keluar dari kamar dan melihat apa yang terjadi. Naufal berdiri kaku, di samping bunda masih memegang gelas. “Hati-hati Naufal” ucap Bunda “Tabe Bunda… tidak kusengajai…” jawabnya lirih, sementara dari matanya kulihat butiran kristal air mata menggenang. “Kenapa Bunda” tanyaku “Naufal nabrak Bunda, dan piring yang bunda pegang jatuh” jawab Bunda Aku hanya dapat menghela nafas panjang “Kenapa memangki sayang, na lari-lariki?” tanya Bunda kepada Naufal “Mau bawakan Kakak Imma sisir ini Bunda” jawabnya, sembari memperlihatkan sisir yang dipegangnya. Bunda hanya tersenyum, lalu berlalu pergi mengambil sapu dan membersihkan pecahan piring tadi. Aku terdiam, kulambaikan tanganku memanggil Naufal “Ini sisirnya Kak” ujarnya, setelah tiba di depanku “Terima kasih sayang” ucapku lirih, lalu berjongkok, menghapus sisa airmata yang membuat alur di pipi tembemnya. “Sudah… jangan nangis lagi ya” ucapku sembari memeluknya “Iye..” jawabnya singkat, walau lemah, sesegukan tangisnya masih bisa kudengar. Tak lama… “Ayo Naufal…” panggilku Setelah menyalami Bunda dan Papa yang juga telah terbangun, Naufal segera mendatangiku, naik ke atas motor yang telah kutunggangi, untuk mengantarnya ke sekolah terlebih dahulu. “Ashgar…” teriakku “Iye… tungguma” jawaban itu terdengar dari dalam rumah Sama dengan yang dilakukan Naufal, adikku Ashgar segera pula naik ke atas motor, dan kemudian kami berlalu menuju sekolah kami, ya… kami satu sekolah, aku di kelas IX dan adikku di kelas VII. Cerpen Karangan: A. Nur al-Fath al-Hikmah Siswa Kelas IX.F SMP Negeri 2 Pangkajene Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) Prov. Sulsel Cerpen Inilah Surgaku merupakan cerita pendek karangan A. Nur al-Fath al-Hikmah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/inilah-surgaku.html
Dia Bisa, Mengapa Aku Tidak?
Hai, namaku Hani. Sekarang, aku tengah menduduki bangku Kelas Enam semester dua. Tentu kalian tahu bukan, sebentar lagi aku harus mengikuti Ujian Nasional SD. Aku paling takut akan UN, jadi, aku memohon pada mama agar aku tidak UN, tapi, mama menolak permintaanku. Malam ini aku tengah belajar untuk mempersiapkan UN yang tinggal tiga bulan. Hatiku berdebar kencang dan gelisah akan moment mengerikan yang akan datang itu. Karena keringat terus membasahiku, aku memutuskan untuk menonton TV saja sekedar refreshing. Mama melihatku belum tidur. Mama menegurku. Namun, aku tetap pada pendirian: ingin menonton TV malam ini juga. Karena melihatku begitu, mama mengalah dan kembali menuju kamar. Di tengah keheningan malam, aku menonton berita di TV. Ya, hoby baru itu muncul tiba-tiba. Awalnya aku lebih senang menonton Drama Korea, namun, sekarang aku beranggapan menonton berita itu lebih penting dari pada Drama Korea. Acara yang di tayangkan kusimak dengan jelas dan dapat terserap ke otakku. Berita malam adalah favoritku karena sering sekali bercerita mengenai anak-anak sekolah, entah tentang Tawuran, Ujian Nasional, Contek-Mencontek, Guru Yang Kejam, dll. Berita itu selalu menginspirasiku agar tidak berbuat demikian dan lebih berhati-hati. Malam ini, kulihat berita yang lain dari sebelumnya. Seorang anak gelandangan yang tidur di kolong jembatan diberitakan tengah liburan musim dingin di Jepang! Anak itu mendapat beasiswa ke Jepang! Menurut berita, anak itu mendapatkan nilai tertinggi saat UN di sekolah international dengan beasiswa juga. Haru rasanya. Tak selamanya jika hidup awal sengsara akan selamanya begitu. Jika ia semangat belajar. Lalu, mengapa aku yang orang tuanya termasuk kaya raya tidak dapat seperti dia? Mengapa aku malah takut jika menghadapi UN? Bukankah seharusnya aku semangat menghadapinya? Kumatikan TV, aku menuju meja belajar di kamarku. Kupeluk buku pelajaranku, kuletakkan, lalu kumatikan lampu. Aku pasti bisa menghadapi UN, tak ada yang tidak mungkin jika dengan usaha yang keras dan semangat juang yang selalu berkobar. Anak itu sungguh membangkitkan semangatku dan menghilangkan kebencianku terhadap UN. Aku sangat berterimakasih padanya. Sekarang, aku akan berlari cepat mengejar nilai UN tertinggi. Semangat! Cerpen Karangan: Hana’ Sausan Blog: http://untukmoesahabat.blogspot.com Namaku Hana’ Sausan. Aku Lahir di Sidoarjo, 01 January 2002 (Tahun Baru^^). Anak Pertama dari 3 Bersaudara. Sekarang, Aku Bersekolah di SDIT ‘Alamy Subang. Follow Twitterku di: @Lophelephel, Kunjungi Blog di: http://untukmoesahabat.blogspot.com dan Facebook-ku: Hana Sausan. Terimakasih^^ Cerpen Dia Bisa, Mengapa Aku Tidak? merupakan cerita pendek karangan Hana Sausan, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" WAH CERPEN INI MENGGUGAH KESEMANGATAN BELAJARKU MENGHADAPI UN! TERIMA KASIH! Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-motivasi/dia-bisa-mengapa-aku-tidak.html
Nyanyian Cinta
Kembali berkisah…. Tentang sebuah cinta… Udara panas di siang hari menambah buliran-buliran keringat di keningnya. Jilbab biru yang dikenakannya terus berkibar tertiup angin sedari tadi. Wajahnya terlihat lelah. Namun kedua bola matanya yang bening masih memancarkan ketenangan dan kedamaian. Laelatul namanya. Nama yang memiliki arti malam seribu bulan. Laela baru saja pulang dari rumah Hasan, calon suaminya. Namun status itu kini tak lagi disandangnya, semenjak keluar dari rumah lelaki itu. Sebulan yang lalu, Hasan yang baik hati dan sopan budi pekertinya, datang ke rumah Laela untuk melamar dirinya. Hati siapa yang tak bahagia dilamar lelaki baik hati yang rupawan dan berkecukupan itu? Namun hati siapa yang tak sedih saat mendengar permintaan orang tua si lelaki, untuk meninggalkan ibunya karena tak bisa melihat betapa indahnya dunia ini? Orang tua si lelaki tak mau menanggung aib, memiliki besan yang buta. Dengan berat hati, Laela memilih keluar dari rumah lelaki itu. Yang berarti memutuskan pertunangannya dengan lelaki itu. Karena Laela tak mau menjauhi surga di telapak kaki ibunya, walau harus kehilangan lelaki yang ia cintai. Laela berjalan di tengah panas yang terus menyengat kulitnya, walaupun busana muslim menutupi tubuhnya. Serta suara bising dari mobil-mobil yang berseliweran di jalan. Tangannya mengusap keringat yang bercucuran di keningnya. Hatinya tak merasa menyesal dengan memilih memutuskan pertunangannya dengan lelaki itu. Namun hatinya sedih mengingat permintaan calon mertuanya. Bibirnya gemetar, lamat-lamat memanggil ibunya. Dan sekelebat bayangan masa lalu menghampirinya. Seperti sebuah reklame film yang dipertontonkan padanya. Reklame film itu menampilkan kehidupan masa kecilnya yang bahagia. Dimana ada ayah dan ibunya, tentu saja keadaan ibunya yang masih bisa melihat. Sampai peristiwa menyedihkan itu terjadi. Peristiwa yang merenggut nyawa ayahnya dan penglihatan ibunya. Sementara dirinya diberi hidayah kesehatan sampai sekarang ini. Diam-diam matanya terasa panas. Dan air matanya mengintip di balik kelopak matanya yang indah. Hingga membentuk sungai kecil yang mengalir di pipinya. “Astagfirulloh. Ibu, sungguh berdosa kalau aku sampai menuruti keinginanku. Bagaimana durhakanya aku kalau aku sampai meninggalkan Ibu.” Terdengar isak tangis Laela yang terdengar memilukan. Detik berikutnya kedua kakinya berlari menuju rumahnya. Ia ingin segera bertemu dengan ibunya. Memeluknya erat. Dan berkata betapa besarnya ia menyayangi ibunya. Dan tak ingin sedetik pun berpisah dengan ibunya. Begitu melihat rumahnya, Laela langsung menuju ke tempat ibunya berada. Sebuah kamar sempit berukuran 2×2 meter, menampakkan seorang wanita setengah baya yang sedang duduk di atas sajadah. Mukena putih pemberian Almarhumah suaminya melekat di tubuhnya. Semerbak aroma wangi, sewangi kesturi menyambut kedatangan Laela. Laela mendekati ibunya dan memeluk erat. Tanpa dikira, air hangat meluncur begitu saja di pipinya. Dengan gemetar, bibirnya berucap, “Ibu, aku sangat menyayangi Ibu. Dan tak ingin sedetik pun berpisah dari ibu.” Lirih Laela sambil tersedu. Tangan hangat ibunya membelai kepala Laela dan mencium kening putri semata wayangnya. “Ibu juga menyayangimu, Nak.” “Maafkan aku Ibu, yang belum bisa membahagiakan Ibu. Dan maafkan aku juga yang sempat memiliki pikiran untuk meninggalkan Ibu. Kukira dengan keadaan ibu yang sekarang akan menghalangi kebahagiaanku. Sungguh betapa berdosanya aku jika melakukan hal itu Ibu.” “Ketidakmampuan Ibu melihat dunia ini menjadi rasa syukur bagi Ibu, untuk tidak melakukan zina mata. Walau kegelapan yang Ibu lihat, ada cahaya Allah yang disorotkan kepada Ibu. Lewat hati, Ibu bisa melihat, Nak.” Laela semakin merasa bersalah pada ibunya setelah mendengar ucapan ibunya. “Ibu tahu Nak, kalau orang tua Hasan tak mau Ibu mendampingimu setelah kamu menikah nanti. Lalu apa daya seorang Ibu yang tak bisa melihat secara fisik ini untuk melarangmu meninggalkan Ibu. Namun Ibu tak mau meninggalkan cinta dari Tuhan Ibu, yaitu Allah SWT.” Isakkan Laela semakin keras. Hatinya semakin bersalah. “Aku akan tetap disini, bersama Ibu. Aku tak peduli pada orang yang hanya mencintaiku saja. Tanpa mencintai Allah dan Ibu.” “Ibu yakin suatu saat nanti, kamu akan mendapatkan suami yang baik dan soleh. Yang mau menerimamu apa adanya. Bukankah jodoh, rezeki, dan kematian sudah di atur yang di Atas. Dan Ibu selalu mendoakanmu menjadi anak soleha dan istri yang soleha. Bagi semua Ibu, kebahagiaan anak-anaknya adalah harta yang paling berharga.” Dua tahun kemudian terdengar suara merdu perempuan separuh baya yang tengah melantunkan ayat suci Al-Qur’an di tengah-tengah orang banyak. Semua orang menyimak dengan khusyu, termasuk Laela yang hari itu terlihat seperti bidadari dalam balutan kebaya putih. Hari ini, Laela tengah melangsungkan pernikahannya dengan seorang pemuda yang dikenalnya enam bulan lalu, Yusuf namanya. Pemuda itu mau menerima keadaan Laela yang yatim dan memiliki ibu yang tak bisa melihat. Karena ketulusan hati Yusuf, Laela mau menerima lamaran Yusuf untuk menjadi istrinya. Dan di tengah-tengah acara yang membahagiakan itu, Laela menyaksikan sang ibu yang dengan khusyuknya membaca surat An-nisa. Lantunan ayat suci begitu deras mengalun di bibir keriput itu. Membentuk sebuah syair indah. Syair cinta untuk Allah. Dan baru disadari Laela, bahwa inilah yang disebut dengan nyanyian cinta. Nyanyian yang ditujukan kepada sang pencipta, Allah SWT. Nyanyian cinta yang mampu menggetarkan hati setiap pendengarnya. ~Selesai~ Cerpen Karangan: Mia Facebook: www.facebook.com/der.laven3 Cerpen Nyanyian Cinta merupakan cerita pendek karangan Mia Laven, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" jadi terharu. . langsung ingat ibu, cerpennya masyaAllah. . Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-islami-religi/nyanyian-cinta.html
Dilema Cinta Dalam Diam
Apakah kau ingat percakapan kita setahun lalu? Kala itu kau mengatakan “Aku tidak mau pacaran.” Aku amat senang mendengar hal itu. “Kenapa?” “Karena aku tidak mau menghabiskan waktu dengan orang yang salah. Aku ingin menjadi muslimah yang sesungguhnya. Dan aku tidak mau mendapat murka dari-Nya.” “Alhamdulilah kalau begitu. Aku harap kau bisa istiqomah melakukannya.” “Aminnnn” “Jika seperti itu, apakah kau akan menunggu seseorang untuk menjemputmu?” “Insyaallah aku akan menunggu hingga ada seorang pria yang datang ke rumahku untuk menjemputku. Selama menunggu itu terjadi, aku akan senantiasa memperbaiki dan menyiapkan diri.” Aku semakin bangga karena telah mencintaimu. Aku merasa sudah mencintai orang yang tepat. Semangat untuk memperbaiki dan mempersiapkan diri semakin berkobar seperti api yang menyala-nyala. Hingga suatu hari. Aku melihatmu berduaan dengan seorang pria yang kutahu bernama Erik. Teman sekelas kita waktu kelas X yang suka tidur di kelas dan datang terlambat. Hatiku resah, aku tidak bisa fokus pada pelajaran yang diberikan guru di kelas. Aku tidak bisa tenang. Bayangan kau dengan Erik selalu melintas di benakku. Akhirnya, aku putuskan untuk bertanya kepada sahabatmu, Ayu. “Yu, Nisa sama Erik ada hubungan apa? Kok mereka berduan aja dari tadi?” “Emang kamu gak tau lid?” “Tau apa?” “Nisa sama Erik kan udah sebulan pacaran” “Apa?!” Teriakku “Kenapa Lid?” “Gak papa kok Yu. Makasih ya” “Iya sama-sama Lid” Seketika angin yang sangat kuat berhembus, memadamkan api semangat yang telah berkobar selama ini. Hatiku yang semula retak, kini sudah hancur berkeping-keping. Aku berlari menuju lantai paling atas gedung sekolah. Tempat dimana aku bisa menumpahkan semua perasaanku. “Mengapa!!! Mengapa!!! Mengapa!!!” Teriakku. Bulir-bulir bening mulai keluar dari kelopak mataku. Aku menangis. Tangisan patah hati seorang pria yang baru merasakan indahnya mencintai seseorang dengan sepenuh hati, sehingga membuatku melupakan cinta yang abadi, yaitu cinta sang maha cinta. “Mengapa Tuhan? Mengapa? Apakah aku salah, jika aku mencintai salah seorang hamba-Mu?” lirihku “Antum kenapa Lid?” suara serak yang sangat familiar itu mengagetkanku. Kubalikkan badan dan kulihat seorang pria tinggi berdiri beberapa meter dariku. Dia adalah Kevin, sahabatku. Dia sudah mengetahui semua kisahku dari awal sampai sekarang. “Antum menangis Lid? Kenapa? Apa disebabkan karena Nisa? Sadar Lid! Sadar! Ane udah pernah bilang ke antum kan semua konsekuensi yang antum dapat dari cinta ini? Lantas kenapa antum mengangis seperti ini?” “Ane gak bisa melihat dia bersama pria lain Vin, gak bisa. Dia cinta pertama ane. Antum taukan sudah satu tahun ane memupuk rasa cinta ini.” “Sedalam itu kan rasa cinta antum untuk Nisa?” “Iya Vin. Dia selalu muncul di pikiran ane tanpa ane ingin.” “Oke kalau perasaan antum ke dia seperti itu. Tapi ane mohon sama antum, jangan nangis kayak gini. Kalo antum seperti ini, antum bukan Khalid yang ane kenal. Khalid yang ane kenal itu gak akan nangis walaupun wanita yang dia cinta dengan sepenuh hatinya pacaran sama orang lain. Yang ane tau Khalid itu kuat, gak rapuh kayak gini. Dia juga langsung mendoakan wanita yang dia cintai itu agar terbebas dari lembah yang penuh dengan dosa.” “Dia… dia… dia sepertinya sangat bahagia dengan pacar Vin. Dia semakin hari semakin menjauh dari ane. Ane selalu berharap kepada-Nya agar didekatkan dengan Nisa jika dia jodoh yang Dia tetapkan untuk ane, dan sebaliknya. Do’a ane sudah dijawab Vin. Ane diminta untuk menjahuinya. Ane gak bisa jauh dari Nisa, Vin. Gak bisa.” “Antum udah dengar perkataan imam syafi’i Lid?” “Tentang apa?” “Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah akan timpahkan kepadanya pedihnya sebuah pengharapan. Supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkataan tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya.” “Coba antum introspeksi diri dulu Lid. Ane takut kalau antum mulai menjauh dari-Nya. Sehingga, Dia menjauhkan antum dari Nisa.” Mendengar perkataan Kevin, aku tersadar bahwa selama ini aku sudah tidak berzikir mengagungkan nama-Nya. “Astagfirullah…” lirihku “Mengapa aku bisa seperti ini? Ya Allah, ampunilah hambamu yang lemah ini karena hamba telah melupakanMu.” Kudongakkan kepalaku menatap Kevin yang sedang berlutut di hadapanku. “Syukron Vin.” “Afwan, sudah menjadi tugas ane sebagai sahabat. Apa antum sudah baikan?” “Alhamdulilah” “Syukurlah kalau begitu. Sholat zuhur yuk, kita sudah telat 15 menit.” Aku hanya menganggukkan kepala, kemudian bangkit dan berjalan menuju mushola. Setelah selesai sholat, perasaanku sudah lebih tenang dari sebelumnya. Kuangkat kedua tanganku seraya berdo’a “Ya Allah, ampunilah hambamu yang lemah ini karena hingga detik ini hamba masih menyimpan sebuah rasa cinta kepada salah seorang hambaMu di sana. Ya Allah, jika memang rasa cinta ini membuatku jauh dariMu maka hilangkanlah. Kumohon, pertemukanlah aku dengan orang-orang yang mencintaimu jauh di atas segalanya, yang mencintaiku karena Mu dan yang kucintai karena Mu. Namun, jika memang rasa cinta ini mendekatkanku kepadaMu dan dialah yang engkau tetapkan sebagai jodohku, maka pertemukanlah kami di waktu yang tepat. Disaat kami telah siap, pertemukanlah kami dalam kesucian cintaMu.” Cerpen Karangan: Albert Nanda Saputra Facebook: Albert Nanda Saputra Cerpen Dilema Cinta Dalam Diam merupakan cerita pendek karangan Albert Nanda Saputra, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-islami/dilema-cinta-dalam-diam.html
Pria Berjubah Hitam
Pagi itu, ku rasa aku adalah orang yang pertama datang ke sekolah. Dan ku rasa tiada siapa-siapa yang ada di situ selain satpam. Ku Tanya satapam itu. “pak, kok sepi banget?” “kamu gak tahu ya dek?” “kenapa pak?” “hari ini libur dek,” Lalu ku berlari pergi meninggalkan pos satpam itu dan, “aduuhh malu-maluin,” ucapku dalam hati. Aku mengambil hp-ku yang ada di dalam sakuku, dan aku menerima sebuah pesan. “kembalilah.. kembalilah ke sekolah itu, masuk dan kau akan melihatku,” Aku tidak mempedulikannya, aku pun menelepon supirku. Tapi tidak diangkat, aku heran kenapa. Padahal supirku itu gila hp, gak pernah lepas dari hp. Dan aku pun mendapat pesan dari orang misterius tadi. “jika tidak, kau akan menyesal seumur hidupmu,” Aku penasaran pada pesan itu, aku pu kembali ke sekolah ku itu. Aku masuk ke gerbang sekolah dan ku lihat pak satpam di posnya sudah tidak ada, aku pun masuk ke pintu hall sekolah. Aku sangat terkejut dan panik, aku melihat pak satpam sekolahku itu berjalan tertatih-tatih dengan banyak darah di bajunya dan memohon pertolonganku. “bapak kenapa pak?” Tanyaku “sebaiknya kamu lari dari sini dek, lari dek,” “lalu bagaimana dengan Bapak?” “jangan pedulikan Bapak, kamu lari dari sini, sebelum dia kembali!” “dia siapa pak?” Belum sempat pak satpam itu berbicara, pria berbadan besar dengan membawa pisau panjang, seperti pedang. Dia berteriak dan kemudian berlari ke arahku dan pak satpam. “lari dek!” ucap pak satpam. “tanpa Bapak suruh pun saya pasti lari pak!!” teriakku sambil berlari. Laki-laki itu pun mengejarku dan sambil berteriak. “tamatlah kamu!!!” ucapnya. Aku pun berlari ke perpustakaan sekolah. Dan bersembunyi di balik lemari buku, aku mendengar dia berjalan, “tap, tap, tap” aku sempat menangis, tapi aku melihatnya di celah-celah lemari, dia tepat di depanku. Aku harus berhati-hati menjaga suara dan napasku agar dia tidak curiga. Aku berpikir bagaimana cara aku ke luar dari sini. Aku pun keluar menolak pintu dan laki-laki itu terjatuh. Aku lari sekuat-kuat mungkin ke luar sekolah. Aku melihat laki-laki itu lagi di pintu gerbang. “bagaimana mungkin?” pikirku. Aku kembali ke dalam sekolahku, ku berlari ke kantin sekolah, bersembunyi di balik meja. Aku pikir tempatku itu sudah aman, tapi aku merasa ada yang memegang tanganku dengan lembut. “Riki?” Tanyaku. “sstt, nanti dia dengar!” bisik Riki. “kamu kenapa di sini?” Tanyaku. “aku ingin sekolah, tapi aku tidak tahu hari ini libur,” “bukannya kemarin kamu sekolah? Apa tidak ada pengumuman?” “aku tidak tahu pasti,” Tap, tap, “di mana kamu?! di mana kamu?!” Ucapnya beberapa kali sambil membanting meja satu persatu, dia hampir membanting meja kami tapi Riki menolak meja lebih dulu dan menabrak orang itu sambil menarik tanganku ke luar dari kantin. Di luar aku dan Riki berlari mencari jalan ke luar, aku melihat orang itu mengejar, dan ku lihat di ujung sekolah ada 5 orang yang seperti itu, ku lihat di samping ada 2 orang. Kami tidak tahu lagi harus bagaimana, mayat pak satpam masih tergeletak di depan hall sekolah. Kami terkepung tepat di depan kelasku, akhirnya kamu memutuskan untuk masuk ke kelasku itu, ku lihat kelasku sangat gelap, ku hidupkan lampu “ya tuhan,” ucapku sambil menangis. Ku lihat banyak sekali orang berjubah hitam dan memegang pisau, beberapa mayat yang ada di dalam kelasku berdarah-darah. Aku melutut sambil menangis, ku lihat Riki sudah tidak ada di sampingku. Ku dengar suaranya berteriak menahan kesakitan, aku bimbang, aku takut, aku juga khawatir dengan keadaan Riki, dia pacarku yang paling ku sayangi. Aku mendengar semua orang berjubah hitam itu tertawa. “kenapa kalian semua tertawa? Kalian senang melihatku seperti ini?!” teriakku sambil menangis terisak dan tersedu sedu. Semua orang makin tertawa. “happy anniversary yang kedua tahun sayang,” ucap Riki tiba-tiba. Aku terkejut dengan suara Riki dan semua orang berjubah itu membuka jubahnya. Dan ternyata orang-orang itu adalah teman sekelasku. Aku melihat ke belakang melihat Riki dengan baju berdarah dengan membawa kue. Aku pun menghampirinya dan menamparnya. “kalau mau ngerjain orang tuh mikir dulu!!” teriakku. “maafin aku, aku cuma mau lihat reaksi kamu aja kalau kehilangan aku,” Ucapnya dan langsung memelukku erat. Aku dan teman-teman pun ke luar kelas, tapi aku masih melihat pak satpam tidak bangun dan aku melihat darahnya dimana-mana. “siapa yang melakukan ini?” “bukan gua dong!” ucap semua teman-temanku. Tapi aku melihat 2 orang di kerumunan kami yang tidak membuka jubah dan mengangkat pisaunya. Cerpen Karangan: Bianda Ivena Cerpen Pria Berjubah Hitam merupakan cerita pendek karangan Bianda Ivena, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Bgus, … Cerpen hari ni bgus” Waa aa.. Mengerikan terakhirnya. Udah tegang baca, eh Happy Anniversary :v Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-horor-hantu/pria-berjubah-hitam.html
Bakso Pak Handi
Nita dan Susanti sedang duduk di sebuah bangku di bawah pohon mangga milik Susanti. Mereka berdua mengobrol sambil makan es krim yang mereka beli di Toko Ice Cream Rainbow. “Bakso… bakso!!” tiba-tiba, terdengar suara tukang bakso yang menyahut diiringin suara mangkok yang dipukul pelan dengan menggunakan sendok. “Bakso, Pak Handi!” sahut Nita dan Susanti sambil melambaikan tangan. “Iya!” jawab tukang bakso yang bernama Pak Handi. Pak Handi adalah seorang tukang bakso keliling. Setiap hari, Pak Handi selalu membawa gerobak baksonnya keliling di perumahan kompleks. Bakso buatan Pak Handi sangat lezat dan tidak mengandung pengawet kimia, jadi aman untuk dimakan. “Pak Handi, baksonya tidak usah dikasih cabai dan jangan lupa dikasihi bawang goreng, ya,” kata Susanti. “Oke, nak,” jawab Pak Handi sambil terseyum. Pak Handi termasuk orang yang sangat ramah. Banyak pelanggan yang ingin membeli bakso Pak Handi. “Ini baksonya untuk kalian. Selamat menikmati,” ucap Pak Handi. “Terima kasih, Pak Handi,” jawab Nita dan Susanti. Mereka berdua segera memakan bakso buatan Pak Handi. Nita dan Susanti termasuk pelanggan setia Pak Handi. Setiap hari minggu, Nita dan Susanti selalu menunggu Pak Handi lewat di depan rumah mereka. Biasanya Pak Handi selalu lewat pada jam 10.00 atau jam 11.00. Mereka berdua selalu menunggu pada jam 09.45 pagi. Pak Handi tinggal bersama istrinya dan kedua anaknya yang masih kecil. Rumah Pak Handi terletak di depan rumah Pak RT. Nita dan Susanti senang sekali bisa makan bakso Pak Handi selezat ini. Pada hari minggu berikutnya, Nita dan Susanti sudah menunggu Pak Hanti datang di depan rumah Susanti, namun Pak Handi belum kunjung datang. Padahal ini sudah jam 11.00, terpaksa mereka tidak makan bakso hari ini. “Aku heran, biasanya Pak Handi selalu lewat di depan rumah kita. Tapi, Pak Handi hari ini tidak datang,” tanya Nita heran. “Iya, sudah. Mungkin Pak Handi tidak berjualan hari ini. Hari minggu kita tunggu Pak Handi datang, ya,” jawab Susanti. Mereka berdua segera pulang ke rumah masing masing. Di rumah Susanti, Ibu Frieska melihat Susanti di kamar tidurnya. Kebetulan pintu kamar Susanti terbuka. “Loh, kamu pulang cepat sekali?” tanya Ibu Frieska. Ibu Frieska segera menghampiri Susanti. “Pak Handi tidak lewat depan rumah kita. Padahal biasanya Pak Handi selalu lewat di depan rumah kita. Jadi, kami tidak makan bakso hari ini,” jawab Susanti. “Oh, pantesan. Rupanya kamu tidak tahu, ya? Bukannya Pak Handi sudah mendirikan warung bakso di rumahnya. Kebetulan, banyak sekali pembeli datang ke rumahnya,” jawab Ibu Frieska. “Hah?! Yang beneran, bu?” tanya Susanti. “Iya,” jawab Frieska mengangguk. Susanti segera bangkit dari kasurnya. Lalu, ia ke luar dari kamarnya. “Ibu, aku pergi dulu, ya. Assalammualaikum,” kata Susanti. “Waalaikum salam,” jawab Ibu Frieska. Susanti bergegas pergi menuju rumah Nita. Di rumah Nita, ia menceritakan hal ini kepada Nita. Susanti dan Nita segera perti menuju rumah Pak Handi. Sampailah di rumah Pak Handi, mereka melihat Pak Handi sedang melayani para pembeli. Pak Handi melihat mereka berdua berdiri di depan rumahnya. “Eh, Nita dan Susanti. Ayo, kalian berdua masuk,” ajak Pak Handi. Mereka berdua memasuki rumah Pak Handi. Pak Handi tampak terlihat sangat senang sekali dengan kedatangan mereka. “Kami pesan 2 bakso ya, Pak Handi,” pesan Susanti dan Nita. “Oke, nak,” jawab Pak Handi sambil terseyum. Nita dan Susanti sangat senang sekali bisa makan bakso di Warung Bakso Pak Handi. Di sini, banyak sekali menu bakso dan juga minuman. Selain pesan bakso, mereka juga memesan minuman jus mangga. Tak lama kemudian, makanan dan minuman pesanan mereka pun datang. “Ini pesanan kalian. Selamat menikmati,” ucap Bu Santi, istrinya Pak Handi. “Terima kasih, bu,” sahut mereka serempak. Nita dan Susanti langsung menikmati bakso dan minuman mereka. Hmm… nikmat! TAMAT Cerpen Karangan: Zalika Melati Facebook: Zalika Melati Cerpen Bakso Pak Handi merupakan cerita pendek karangan Zalika Melati, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-anak/bakso-pak-handi.html
Si Penjilat Makanan
Rio adalah teman sekelasku ia dicap sebagai si penjilat makanan, karena rio sering makan makanan sisa bekas orang. Awalnya tidak ada yang mengetahui tentang perbuatannya ini, Sampai akhirnya semua orang jadi tahu. setiap hari ia selalu dihina dan dikucilkan oleh teman-temannya. Namun rio tetap saja melakukannya. Aku merasa kasihan kepadanya. Seribu pertanyaan pun muncul di benakku. Pulang sekolah aku melihat rio duduk sendirian di halte. Lalu aku menghampirinya dan menanyakan beberapa hal yang selama ini aku pendam. “Kenapa kamu melakukannya?” Tanyaku penasaran “Melakukan apa?… ohh itu. Aku hanya tak suka melihat makanan yang tersisa, lalu dibuang begitu saja. Mubazir kan? dan bukankah perbuatan mubazir itu tidak baik? belum tentu juga orang di luar sana bisa makan enak seperti kita, bahkan untuk sesuap nasi saja susah. Jadi pantaskah kita membuang makanan begitu saja?” Balasnya dengan lantang. “Tapi apa kamu gak malu? Aku lihat kemarin kamu turun dari mobil, berarti kamu orang yang cukup berada.” Tanyaku lagi. “Untuk apa malu jika kita melakukan perbuatan yang baik.” balasnya. “Hmm.. iya sih. Lalu apa kamu gak merasa jijik?” “Tidak!” “Ga takut sakit?” “kenapa orang gila tetep sehat walaupun makan-makanan basi yang diambil dari tempat sampah? Karena ia sudah tidak punya akal lagi dan hidupnya selalu positif tidak memikirkan hal-hal aneh. Jadi Kuncinya adalah positif, dan jika aku sakit aku punya obat mujarabnya kok.” “Apa itu?” tanyaku ingin tahu. “Doa.” balasnya singkat lalu tersenyum. Begitu mendengarnya aku langsung terdiam dan merasa malu karena sering membuang makanan. Ternyata ia tak seburuk yang dipikir. “Cin.. cindi aku duluan ya.” Rio berusaha menyadarkan lamunan ku. “ehh iya iya.” Balasku terkejut. Sesampainya di rumah aku Langsung posting video percakapanku dengan rio di akun facebookku yang aku rekam tadi secara diam-diam agar semua orang tahu bahwa rio tidak seburuk yang dipikirkan dan membuang makanan dengan sia-sia adalah perbuatan yang tidak baik. Keesokan harinya aku melihat rio sudah bergabung lagi dengan teman-temannya dan tidak ada lagi hinaan yang dilontarkan untuknya malah yang ada adalah sebuah pujian. Aku merasa senang melihatnya. Sore itu rio menghampiriku yang tengah duduk di halte. “Cin makasih ya.” ucap rio sembari tersenyum kepadaku. “Makasih untuk?”. “Semua yang kamu lakuin untuk aku.”. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. kini aku dan rio semakin akrab dan kami berdua menjadi teman baik. Selesai. Cerpen Karangan: Sartika Dewi Lestari Blog / Facebook: sartikadewilstr Cerpen Si Penjilat Makanan merupakan cerita pendek karangan Sartika Dewi Lestari, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Permisi, kakak. Kami ingin meminta ijin mengangkat cerita kakak menjadi sebuah film untuk tugas dari guru kami karena menurut kami cerita kakak unik tapi tetap sederhana, dan moralnya juga ada. Tapi mungkin akan kami modifikasi sedikit untuk menambah durasi dan memaparkan akar konflik lebih detail. Nanti kami tampilkan nama kakak di credit atau mungkin di opening film. Mohon izinnya ya kak ^^ kalau filmnya sudah jadi share link youtubenya ke kita ya… ^_^ kita ingin nonton juga… Tolong perbaiki lagi pengetikan bahasanya. Nama orang jangan lupa depannya huruf besar. Sesudah titik (.), usahakan menggunakan huruf besar juga. Dan tolong pahami sekali lagi fungsi dari penggunaan koma (,). Sekian. Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-anak/si-penjilat-makanan.html
Cinta Berlapis Permen Karet
Pagi itu merupakan hari yang sangat cerah untuk bersekolah, Putra pun langsung berangkat dengan motor kesayangannya ke sekolah secepat kilat seperti menantang maut. Sesampainya di parkiran sekolah, putra melepas helmnya dan langsung berjalan ke arah teman-temannya yaitu Randi dan Arif. Mereka bertiga adalah gank cowok yang populer di sekolah mereka. Karena sifat mereka yang dingin, menakutkan dan pembuat masalah mereka bertiga disebut sebagai Tiga Malaikat Maut, dengan wajah di atas rata-rata atau bisa di bilang mereka keren. Saat istirahat Putra, Randi dan Arif sedang mengobrol di luar kelas. Lalu Zizi pun lewat bersama Kesha yang baru balik dari kantin, Zizi adalah murid pindahan dari Bandung yang baru pindah tadi pagi. Tidak sengaja permen karet yang di buang oleh Putra mengenai rambut Zizi sehingga sulit untuk di lepaskan. “Hwaa apaan nii?” tanya Zizi. “Coba sini aku liat, waah itu ada permen karet nyangkut di rambut kamu” sambil membantu Zizi melepaskan permen karet dari rambut Zizi. “Heh siapa yang melempar permen karet ini ke rambutku?” omel Zizi ke arah Tiga cowok yang ada di hadapannya. “Sudah tenang ya Zi” memegang jajanan dia dan Zizi sambil menenangkan Zizi. “Lho ini anak baru dari Bandung itu kan, berani sekali dia” ucap Arif. “Hey aku tidak merasa melempar permen karet itu ke rambutmu, mungkin rambutmu yang seperti tempat sampah sehingga permen karet itu ingin menempel di rambutmu” jawab Putra. “Hahaha…” tawa mereka bertiga. “Arrgghh awas kau ya” kesal Zizi ingin menghajar Putra. “Sudah-sudah Zi ayo kita ke kelas dan membersihkan rambutmu” ucap Kesha lalu menarik Zizi. Sejak itu Zizi menjadi kesal dengan Putra dan teman-temannya terlebih oleh sikap mereka yang sok jago-an. Setiap hari selalu ada persaingan antara mereka. Namun ternyata diam-diam Randi jatuh cinta pada Kesha. Sebenarnya Kesha juga sebaliknya, tapi karena Zizi yang sudah sangat membenci Putra dan teman-temannya membuat Kesha tidak enak dengan Zizi. Saat sedang lari-larian dengan teman-temannya tidak sengaja Putra menabrak Zizi hingga jatuh. Mulanya mereka saling menatap namun tak lama Zizi marah pada Putra dan langsung bangun. Semenjak itu mereka saling memikirkan satu sama lain dari masalah mereka berdua yang selalu bertengkar dan tidak sadar semangat mereka ke sekolah adalah untuk bertemu walau selalu ada masalah. Setelah menceritakan hal-hal ini kepada teman-temannya yang sudah berhari-hari ia rasakan, Randi menyarankan Putra untuk nembak Zizi karena hal yang ia rasakan adalah suka pada Zizi. Arif pun setuju dan mereka mempersiapkan rencana untuk Putra menembak Zizi. Esok hari di sekolah, selesai olah raga saat Zizi ingin mengambil minum di tasnya, ia melihat banyak permen karet di mejanya. Dengan kesal ia mengajak Kesha menemui Putra dan teman-temannya. “Heh pasti kamu dan teman-temanmu kan yang melakukan ini semua” omel Zizi. “Bener kan pasti dia langsung datang menemui kamu” ucap Randi pada Putra. “Sebenarnya apa sih mau kamu?” kesal Zizi. “Mau aku? Kamu mau tau apa mauku?” jawab Putra. “Iya apa mau kamu hah” bentak Zizi. “Mauku kamu jadi pacarku” jawab Putra dan membuat Zizi tertegun. Randi dan Arif hanya tersenyum dan Kesha kebingungan. Zizi pun mengajak Kesha pergi karena ia merasa hanya di permainkan, namun tiba-tiba Putra menarik tangannya dan memeluk Zizi di hadapan anak-anak sekolah yang ada di situ. “Maaf kalau selama ini aku selalu bikin kamu kesal tapi gak sadar itu membuat aku menyukaimu. Aku serius, kamu mau kan jadi pacarku?” tanya Putra. Dengan hati berdebar-debar dan terikan dari anak-anak di situ untuk menerima Putra, Zizi pun menjawab bahwa ia mau jadi pacar Putra suasana pun menjadi heboh karena air dan api yang selama ini selalu ribut bisa bersatu. Dengan kejadian itu, Kesha dan Randi pun juga akhirnya jadian. Cerpen Karangan: Lulu Widasari Facebook: http://www.facebook.com/lulluqc Hai aku author newbie disini, kenalin nama aku Lulu Widasari. Lahir di Banyumas, 24 November 1997. Aku sekolah di Sma Yadika 13. Kalau mau temenan, add ya Lullu Neomu Yeppeo atau follow @luluwdsr 🙂 Thankyouu ^^ Cerpen Cinta Berlapis Permen Karet merupakan cerita pendek karangan Lulu Widasari, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Keren kak, aku juga nanti mau nyoba ah biar bisa seperti kakak =) Keren cerita nya 🙂 Salam kenal ka lulu widasari. Keren cerpennya ka. Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/cinta-berlapis-permen-karet.html
Sang Blackfire dan Putri Salju
Di suatu kerajaan yang bernama kerajaan Damas terdapat sebuah peraturan dimana putri kerajaan harus menikah dengan saudara laki-lakinya. Sehingga hanya keturunan rajalah yang bisa berkuasa dan mengatur semua pemerintahan. Kerajaan Damas memiliki pasukan perang yang terkenal sangat kuat di seluruh penjuru dunia. Pada saat itu pasukan kerajaan ada pada masa kejayaannya dalam kepemimpinan seorang komandan bernama Satria yang dijuluki sang BlackFire. Suatu hari raja Damas meninggal karena diracun oleh salah seorang pelayannya yang ternyata adalah penyusup dari kerajaan lain. Dan tak diduga beberapa hari setelahnya sang ratu hilang entah kemana. Sedangkan saat itu raja Damas hanya memiliki satu anak dan anak itu adalah seorang putri. Putri raja Damas itu bernama putri Salju, dia memiliki kecantikan yang luar biasa. Banyak putra mahkota dari kerajaan lain yang ingin menikahinya. Tapi raja Damas selalu menolak lamaran dari kerajaan lain karena peraturan yang ditetapkan sejak dahulu kala. Karena itulah banyak kerajaan lain yang ingin memerangi kerajaan Damas. Keadaan kerajaan menjadi tak karuan karena mereka bingung siapa yang akan menjadi raja. Para menteri berpikir untuk menikahkan sang putri dengan pangeran kerajaan lain. Satria ikut khawatir dengan kondisi kerajaan, dan dia sebenarnya menaruh hati kepada sang putri. Dan tidak menginginkan ada laki-laki dari kerajaan lain yang menikahinya. Suatu malam yang gelap Satria sedang memerintahkan dan mengatur para pasukan untuk menjaga istana kerajaan. Tiba-tiba Satria melihat seseorang sedang berlari di taman kerajaan. Satria pun mengejarnya. “Hey, kau!! Berhenti!!” Teriak Satria sambil berlari mengejar. “Aduh!!” Orang itu berteriak karena terjatuh. “Siapa kau?!!” Tanya Satria sambil menarik orang itu. Dan tidak disangka-sangka orang itu adalah sang putri Salju. “Yang mulia Putri, apa yang mulia lakukan di tengah malam seperti ini. Sungguh maafkan hamba atas tindakan hamba, hamba siap dihukum seberat-beratnya.” Satria berlutut meminta maaf. “Tak apa wahai sang BlackFire, ini memang salahku keluar di tengah malam seperti ini tanpa pengawasan.” Jawab putri Salju. “Tapi jika boleh hamba tau, sesungguhnya hendak kemana yang mulia putri?” Tanya Satria. “Aku berniat untuk melarikan diri, aku sudah tidak tahan dengan semua ini” Jawab sang putri Salju. “Jangan yang mulia, sungguh itu tindakan yang berbahaya. Kerajaan ini membutuhkan yang mulia putri Salju sebagai penerus penguasa kerajaan. Lebih baik sekarang yang mulia putri kembali ke istana bersama hamba.” Ujar Satria. “Baiklah.” Jawab sang putri Salju pasrah. Satria pun membawa sang putri Salju kembali ke istana dan sang putri Salju pun kembali ke kamarnya. Satria berjaga-jaga di sekitar kamar sang putri Salju. Tiba-tiba Satria mendengar suara-suara dari balik tembok istana. “Kita harus segera bertindak sebelum mereka tau siapa yang meracuni raja dan menculik sang ratu, kita harus segera menikahkan sang putri dengan pangeran dari kerajaan Raw.” “Itu tidak mudah, para rakyat akan berontak dengan keputusan itu. Karena para rakyat tau selama ini kerajaan Raw sangat ingin menguasai kerajaan Damas.” Mendengar itu Satria pun terkejut dan mencoba untuk mendorong tembok itu. Dan tak disangka ternyata ada ruangan rahasia, dan terlihat beberapa menteri kerajaan sedang berkumpul. “Sang BlackFire, apa yang kau lakukan disini?!!” Tanya salah seorang menteri dengan wajah terkejut “Sungguh tidak sopan kau menyusup ke tempat rapat menteri kerajaan!!” Tambah seorang menteri lainnya. “Bagaimana bisa aku tidak diberi tau jika ada rapat menteri? Dan sejak kapan rapat menteri beralih ke tempat tersembunyi seperti ini? Dan juga tidak ada pengawalan sama sekali.” Tanya balik Satria dengan curiga. “Itu bukan urusanmu, ini rapat rahasia para menteri. Kau orang tidak berkepentingan lebih baik pergi!!” Jawab seorang menteri dengan gemetar. “Sudahlah, aku sudah tau rencana busuk kalian! Aku akan melaporkannya kepada yang mulia putri Salju sehingga kalian dipancung karena berkhianat.” Ancam Satria. “Kami tidaklah berkhianat, kami hanya ingin memberi yang terbaik untuk kerajaan ini.” Jawab licik salah seorang menteri. “Dengan membunuh raja? Kau bilang itu yang terbaik untuk kerajaan ini? Sebenarnya apa yang kau pikirkan?!!” Tegas Satria “Raja Damas terlalu lemah dan polos. Seharusnya kerajaan ini bisa menguasai dunia. Setelah putri Salju menikah dengan pangeran kerajaan Raw, kerajaan ini akan berkuasa.” Jawab serakah salah satu seorang menteri. “Apa kau pikir aku akan membiarkan itu terjadi begitu saja? Apa kau lupa bahwa aku ini sang BlackFire?!!” Tegas Satria. “Tentu saja kami tidak lupa akan hal itu wahai sang BlackFire.” Ujar sang menteri sambil tertawa. “Prajurit, bunuh bedebah ini sekarang juga!” Perintah salah seorang menteri lainnya. Tak disangka ternyata ada lima prajurit kerajaan Raw yang langsung menyergap Satria. Sedangkan para menteri itu lari keluar dari ruangan tersebut dan meninggalkan istana. Satria yang dikepung lima prajurit Raw langsung memainkan pedangnya mengalahkan lima prajurit Raw tersebut. Setelah menghabisi para prajurit Raw, Satria segera bergegas untuk mengamankan sang putri Salju. Akan tetapi setelah tiba di kamar sang putri Salju, ternyata sang putri yang terbaring tak sadarkan diri sudah disandera oleh pangeran kerajaan Raw dan prajuritnya. Dan seketika istana kerajaan yang kurang penjagaan sudah dikepung oleh pasukan kerajaan Raw. “Kau sudah berakhir wahai sang BlackFire yang hebat, yang sudah menebaskan pedang sucinya ke seorang perempuan yang tak bersalah. Perempuan yang ku cintai.” Ujar pangeran Raw “Kau tau itu bukan perbuatanku, aku tidak pernah membunuh rakyat kerajaan Raw. Dan kau tau persis itu!” Tegas Satria. “Aku tidak peduli, aku akan membalas itu semua sekarang!” Elak pangeran Raw. “Aku tidak akan membiarkanmu!” Tegas Satria Pertarungan hebat pun terjadi, Satria kewalahan karena banyaknya pasukan kerajaan Raw dan keahlian bertarung pangeran Raw yang hebat. Satria pun terjatuh dan pedangnya hancur karena tidak lagi kuat menahan pedang para prajurit kerajaan Raw. “Inilah ajalmu wahai BlackFire!” Ujar pangeran Raw sambil tertawa keji. Satria pun tewas bersimbah darah, tanpa sempat mengucapkan sepatah kata pun dan tak sempat pula untuk mengutarakan rasa cintanya kepada sang putri Salju. Tanpa disangka sang putri Salju terbangun dan langsung mencoba menusuk pangeran Raw dengan sebuah pisau. “Matilah kau!!” Teriak sang putri Salju Namun sayang pangeran Raw sigap dan menebaskan pedangnya kepada sang putri Salju hingga tewas seketika. Kerajaan Damas pun kalah dan seluruh wilayah dan kekuasan kerajaann Damas jatuh kepada tangan kerajaan Raw. Cerpen Karangan: Fajarudin Akbar Facebook: Fajarudin Akbar Cerpen Sang Blackfire dan Putri Salju merupakan cerita pendek karangan Fajarudin Akbar, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-fantasi-fiksi/sang-blackfire-dan-putri-salju.html
Misteri Kejadianku
Hai.. Namaku Tiara Sherlya Audin, panggilanku Audin. Aku mempunyai seorang kakak bernama Sherly Auditya, pangilannya kak Sherly dan seorang adik bernama Gerby Laura Sherly, biasanya kupanggil Dek Laura. Besok malam, rencananya kami akan merayakan ulang tahun kak Sherly di rumah, tapi hanya keluarga (ayah, mama, dek Laura, Kak Sherly dan aku) saja. Rencananya pagi ini, kami membeli sepotong kue dan hadiah, saat itu… Kak Sherly tidak ikut karena kak Sherly ada kerja kelompok di rumah temannya. Katanya, dia pulang sore jam 05.45 sore. Wow, lama banget ya… Aku telah siap dengan bajuku bewarna putih dengan blouser bewarna biru, jilbabku bewarna putih dan rokku bewarna biru. Aku memakai sandal bewarna biru. Adikku memakai gamis lengan pendek yang bewarna coklat dan memakai sandal bewarna coklat. Dek Laura tidak memakai jilbab. Akhirnya, mobil pun jalan. Pertama-tama kami memesan kue lalu ke toko hadiah. Aku membeli boneka teddy bear dan jam tangan. Selesai memilih, kami pun mengambil pesanan kue kami lalu pulang. Hari ini hari Kamis malam Jum’at, tanggal 13 bulan 11. Hari ini juga malam kliwon. Hii.. Lalu malam ini adalah malam bulan purnama. Apa? Malam pun hampir tiba. Kak Sherly belum pulang. Tingtong.. Itu dia Kak Sherly. Kak Sherly pun masuk. “Maaf ma, kakak telat.” Ujar kak Sherly. “Sudah, pergi mandi sana, tapi di kamarmu saja Ly. Kan kamarmu ada kamar mandi kan, Ly?” Tanya mama. Kak Sherly hanya mengangguk. Lalu dia ke kamarnya. Kami pun segera siap-siap. Mama mengambil kue. Ayah mentata kado-kado. Aku dan Dek Laura menghias sedikit ruangan. Saat Kak Sherly ingin membuka pintu kamar, mama sengaja mematikan lampu. Namun apa yang terjadi? Lampu itu tak menyala.. Saat mama mengetuk tombol lampu dengan palu, lampu mati, hidup, mati, hidup, mati dan akhirnya… hidup juga. Namun di sekeliling kami ada ZOMBIE.. Aku berlari menuju masjid. Namun seakan-akan mesjid itu berjalan. Mesjid dan rumahku dipisahkan oleh 2 rumah, namun kali ini, di pisahkan banyak rumah. Aku pun terus berlari hingga hampir sampai di mesjid. Namun di sumur belakang mesjid, ku lihat Kak Sherly digantung. Bulu kudukku pun naik.. dan aku pun sampai di dalam mesjid. Zombie itu menunggu di luar. Karena aku masih takut, aku segera shalat lalu ngaji. Ku lihat seakan-akan zombie itu pergi. Karena kantuk menyerangku secara ganas, akhirnya aku tertidur pulas di dalam mesjid. Keesokan harinya, ku buka mataku dan matahari, aku tersenyum melihat matahari karena pagi yang kunantikan tiba. Segera kulihat ke luar, namun Kak Sherly masih terikat lehernya, namun masih hidup. Aku berteriak minta tolong, lalu beberapa orang memegang kaki Kak Sherly, dan beberapa orang lagi mengangkatku untuk melepaskan tali di leher Kak Sherly. Lalu Kak Sherly pun di bawa ke rumah sakit terdekat. Aku pun mencoba memberanikan diri pulang ke rumah. Bau busuk menusuk tajam ke hidungku. Aku membuka lemari dengan penuh takut. Namun di dalam lemari ku lihat adikku tercinta memelukku. Namun saat aku melepaskan dia berubah menjadi ZOMBIE, aku berlari menuju mesjid. Napasku terenggah-enggah. Saat aku menuju kamar mandi yang berada di samping mesjid, ku lihat kedua orang tuaku dan Dek Laura menangis. “Kalian keluargaku?” Tanyaku. “Kak Sherly.. Kekurangan darah Din, hanya kamu yang sama golongan darahnya.” Kata mama. “Ma, yah, Ra… Yuk kita ke rumah sakit, tapi di sepanjang perjalanan kita memegang al-Qur’an dan membaca ayat kursi. Yuk..” Ajakku. Lalu kami ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit. Ku lihat suster sedang bolak balik dengan wajah yang pucat. “Suster kenapa” tanyaku. “Begini dek, pasien kami bernama Sherly Auditya kekurangan darah.” Kata suster. “Saya ingin mendonorkan darah, tapi dimana ya?” Tanyaku. “Sama saya dek, mari kita lakukan pendonoran darah.” Kata suster itu. Selesai mendonorkan darah, aku tersenyum puas. Kini keadaan Kak Sherly semakin membaik. Bahkan kata dokter besok sudah boleh pulang. Tapi aku takut zombie itu menyerangku lagi. Saat aku ingin memberitahukan bahwa pendonoran darah sukses. Aku berlari menuju orangtuaku yang berada di parkiran. Lalu aku memberitahukan hal itu. Orangtuaku tersenyum. Saat aku ingin ke dalam rumah sakit, yang ku temukan adalah… “KUBURAN “, lalu.. Aaaaa, aku terbangun dari mimpiku. Hanya mimpi, ujarku lega. Cerpen Karangan: Riva Fitrya Facebook: Riva Fitrya Cerpen Misteri Kejadianku merupakan cerita pendek karangan Riva Fitrya, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" tegang banget bacanya tadi…. eh… ternyata cuma mimpi tetap semangat!!!! Wah bagus sekali dan menarik Deg degan baca nya,saya kira zombie nya bakal ke luar rumah…….eh tau nya,tapi nggak apa,cerita ny bagus Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-horor-hantu/misteri-kejadianku.html
You Is Mine
Dedaunan kering memenuhi halaman kelas 11B, membuat Indah yang sedari pagi sudah tiba di Sekolah harus bekerja keras menyapu halaman tersebut. “Rajin sedikit tak apalah, lagian ini tugas piketku” ucapnya sambil terus menyapu Indah tidak mengalihkan pandangannya, saat seorang pria yang baru saja masuk ke kelasnya, lebih tepatnya kelas mereka. “Indah!” panggil pria tadi setelah keluar dari kelas “Iya Bima, ada apa?” “Tumben kamu tidak ngingetin aku soal piket, hari ini kan piketku. Kaya ada yang aneh?” “Karena kamu sudah ingat, untuk apa aku ngingetin kamu?” “Karena aneh kalau hari ini kamu tak bawel” kata Bima sambil mengambil sapu yang dipegang Indah, mendapat perlakuan tersebut Indah hanya bisa tersenyum kecut. Mereka menyelesaikan tugas mereka sampai bel masuk berbunyi dan para siswa-siswi sudah duduk rapi di bangkunya masing-masing. Bima tidak fokus memperhatikan pelajaran hari ini. Sesekali matanya menatap bangku Indah yang dua baris di sampingnya, kadang mereka pun bertemu pandang. Yang membuat Bima bingung kenapa hari ini Indah berbeda? apa ada hubunganya dengan surat yang kemarin Ia temukan di bangkunya karena Indah ada di tempat yang sama? Jam pelajaran memang sudah berakhir. Namun, tak membuat Indah berdiri dari bangkunya. “Apa dia mengetahuinya atau cuman perasaanku saja?” batin Indah. Tanpa Ia sadari seseorang datang menghampirinya, sahabat Indah, Mika namanya. “apa yang kamu pikirkan?” tanya Mika sambil menyodorkan minuman kaleng buat Indah. “emhh, aku.” “mikirin dia kan?” tebak Mika yang emang tahu orang yang sedang dipikirkan Indah, dia adalah Bima. “In, bukannya kamu itu pernah bilang bahwa tugas orang yang mencintai itu cuman dua; mengungkapkan dan memendamnya. Kamu tinggal pilih! sedangkan orang yang dicintai mempunyai dua sampai tiga tugas; menerima dan berpikir bagaimana cara menolak tanpa harus menyakiti.” “tapi semua orang tahu dia sudah memilih Elsa” “Elsa emang dekat dengan dia, tapi aku pikir Bima tidak ada apa-apa di antara mereka” “aku tak tahu harus gimana? lebih baik cukup di sini pembahasan tentangnya” “ya sudah, eh ngomong-ngomong kamu jadi kan nemenin aku ngajar les? Indah mengangguk membalas pertanyaan Mita. Pukul 14.00 WIB, Indah dan Mita sudah sampai di rumah anak yang akan mereka ajar, Mita mengetuk pintu. Tak lama kemudian, muncul pria yang tak asing bagi mereka, Bima. Mereka saling mematung namun Bima segera sadar menyapa mereka dan menyuruhnya masuk. Anak kecil berusia 8 tahunan, sedang belajar melukis di ruang tengah begitulah yang pertama kali Indah dan Mita lihat. “Hello, Alya” sapa Mita yang kemudian diikuti oleh Indah yang sama sekali tak tahu nama Alya. Sedangkan yang dipanggil menghentikan aktivitasnya dan kaget ketika melihat wajah Indah kemudian melihat buku gambar yang dipegangnya. “kakak, gambarnya mirip sama wajah kakak, wah kak Bima hebat kan?” kata Alya menunjukan buku gambar kepada Indah. Indah terdiam sementara Mita menatap Bima yang tampak kebingungan. Indah mengakui gambarnya emang mirip, Alya saja yang baru mengenalnya menilai seperti itu apalagi Ia yang setiap hari melihat wajahnya di cermin. “Lalu, maksud gambar ini apa?” tanya Mita penasaran sambil menatap Bima. “gambar itu memang Indah” kata Bima “jadi selama ini kamu.” ucap Mita menyimpulkan namun mempelankan kata mencintai ketika melihat Alya seperti penasaran. Namun, bisa didengar oleh Indah dan Bima. Bima pun mengajak Indah ke luar rumah, sementara Mita melanjutkan mengajar Alya. Suasana canggung ada pada Indah dan Bima. “aku harap surat yang berisi motivasi itu memang darimu, karena saat aku mengetahuinya, kamu membuatku yakin dengan perasaan awalku” ungkap Bima “iya itu memang dariku” “So, you is mine” kata Bima yang dibalas anggukan oleh Indah. Selesai Cerpen Karangan: Siti Aidah Facebook: Siti Aidah Nama: Siti Aidah TTL: Bandung Barat, 26 November 1999 Sekolah: MA Karya Madani Cerpen You Is Mine merupakan cerita pendek karangan Siti Aidah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/you-is-mine.html
Pohon Di Pinggir Kota
Kuletakkan surat kabarku di meja. Banyak berita orang saling berebut kursi. Aku heran, apa istimewanya? Mereka tidak selamanya duduk di kursi itu. Lagi pula, ketika mereka mendapatkan kursinya, secata otomatis mereka juga mendapatkan tanggung jawab yang belum tentu dapat mereka pikul. Daripada pusing kepalaku memikirkannya, lebih baik aku pergi berjalan-jalan saja. Sepertinya rasa pusingku semakin bertambah saja, bagaimana tidak? Jalanan sangat kacau. Kendaraan mengular panjang, suara klakson saling berperang, terkadang terdengar umpatan agar kendaraan di depannya cepat jalan. Kesal, kutelusuri asal kekacauan ini. Tampak pohon tumbang melintang di aspal. Ada beberapa pekerja yang berusaha menyingkirkan pohon. Dan juga tampak polantas yang mencoba menguraikan lalu lintas. Dengan tenaga seadanya, kubantu para pekerja. Agar para pengendara tak lagi menderita di atas kendaraannya. Dan juga berhenti memperk*sa klaksonnya. Kulanjutkan acara jalan-jalanku ini. Kali ini tujuanku jelas, area pohon besar di pinggir kota. Di sana aku dapat menemukan kedamaian di dalam kehidupan yang absurd ini. Pohon itu seperti memancarkan energi yang tak dapat dijelaskan. Ketika aku sudah sangat “budrek” dengan kehidupan ini. Aku datang ke sana. Mendengarkan desiran angin meniup sejuk melewati dedaunan dan burung-burung yang bernyanyi menikmati hari. Setelah itu aku akan tertidur di sana sampai aku bangun dengan sendirinya. Dengan masih adanya pohon ini aku sangat bersyukur, karena kota ini masih memiliki cadangan udara segar. Sehingga ketika ada orang merasa terlalu banyak menghirup asap knalpot, mereka tinggal datang kemari dan menarik nafas dalam-dalam untuk menukar polusi dengan oksigen. Hari ini aku begitu terkejut, pohon yang kuanggap rumah keduaku hanya tersisa pokok batangnya saja. Tampak ada beberapa orang di sana, kutanya mereka. “Kenapa pohon ini di tebang?” salah satu di antara mereka menjawab, kalau pohon ini diduga angker dan menjadi sarang setan. “Tahu dari mana?” tanyaku. Dari dukun katanya. Geleng-geleng kepala aku mendengarnya. “Bodoh!” umpatku dalam hati. Di zaman yang katanya era globalisasi ini, masih saja ada orang yang mempercayai takhayul murahan seperti itu. Kali ini bingung menghampiri diriku, ke mana lagi akan kudapatkan kedamaian duniawi ini. Kutatap burung yang sedang terbang. Kasihan, rumah mereka telah musnah hanya karena kedunguan manusia koplo ini. Mataku menatap sekeliling kota, mencari apakah masih ada pohon yang tersisa di kota ini. Nihil, hanya ada pohon beton di kota ini. Kuputuskan, hari ini atau besok, aku kan pindah. Akan kubawa semua barang-barangku. Kecuali, satu hal. Anakan bringin yang kutanam di belakang rumah. Cerpen Karangan: Absar Adalla Facebook: Absar Adalla Cerpen Pohon Di Pinggir Kota merupakan cerita pendek karangan Absar Adalla, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-kehidupan/pohon-di-pinggir-kota.html
Bisakah Aku Kembali
Minggu pagi itu aku berbaring di atas kasur yang seperti magnet, melekat dan sulit untuk terlepas dari punggungku. Ditambah lagi dengan penyesalanku yang masih terus berputar di dalam kepala membuatku semakin malas untuk beranjak dari kasur ini. Untung saja ini hari Minggu, jadi tidak ada jadwal kelas di kampus. Dulu aku dekat sekali dengan seorang wanita. Meskipun kami tidak berpacaran, tapi kami memilliki rasa yang seperti itu. Masa itu adalah masa-masa yang sangat menyenangkan, bagiku khususnya. Namun beberapa minggu yang lalu kami memiliki masalah, dan aku memutuskan untuk menjauh. Dan sekarang aku malah menyesali keputusan itu. “Ah sialan” gumamku. Aku pun berguling-guling mencari HP-ku. Sulit sekali menemukan barang kecil di kamar yang tidak karuan seperti kapal pecah ini. Aku pun merangkak ke arah laptopku untuk mencarinya. Untung saja aku menemukannya di sana, kalau tidak aku harus berdiri untuk mencarinya. Aku pun membuka aplikasi pemutar lagu dan memutar lagu Passenger yang berjudul Let Her Go. Lagu ini cocok dengan perasaanku sekarang. Mungkin sudut pandang orang-orang berbeda mengenai lagu ini, tapi menurutku lagu ini adalah sebuah lagu penyesalan seorang laki-laki yang telah melepaskan kekasihnya. Aku memejamkan mataku dan masuk ke dalam musik itu. Kuhayati setiap lirik dalam lagu itu, dan aku pun mulai ikut bernyanyi. “Only know you love her when you let her go!” aku meneriakan reff dari lagu tersebut. Sangat melegakan sekali bisa berteriak seperti itu. Untung saja teman-teman di kost-anku sedang pulang kampung, jadi tidak akan ada yang terganggu dengan teriakanku ini. Lagu pun tiba-tiba berhenti berputar karena lineku berbunyi, sontak aku pun kesal karenanya, “Aduh siapa sih yang nge line, ganggu banget”. Ternyata itu notifikasi grup kelas SMA-ku, hanya candaan seperti biasanya. Aku pun memutuskan untuk menonaktifkan notifikasi lineku karena menganggu lagu yang sedang diputar. Namun niatan itu aku urungkan, karena ada kulihat ada seseorang yang ikut melakukan chatting di grup itu. Dan tentu saja seseorang itu adalah Hika. Hika adalah wanita yang dulu dekat denganku dan aku tinggalkan. Melihat Hika di grup, aku pun ikut melakukan chatting di situ. Walaupun sebatas chatting-an saja, akan tetapi senang sekali rasanya bisa berkomunikasi dengan teman-teman SMA-ku. Apalagi melihat Hika ikut aktif di sana membuat kesenanganku menjadi berlipat ganda. Lalu tanpa berpikir panjang, aku pun mulai mengirim pesan ke linenya. “Hey Hika” sapaku sambil mengirim emot senyum. Dan tak selang lama dia pun langsung membalasnya, “Hey juga Vin”. Aku pun langung tersenyum-senyum, aku tak menyangka respon darinya baik dan juga cepat sekali. Karena aku kira dia masih marah dan teringat dengan kejadian waktu itu. Akan tetapi dia tidak membahasnya dan chat pun terus berlanjut. Aku terkadang menjadi sedikit gombal dan mengirim stiker-stiker kepadanya. Aku sebisa mungkin membuat chat menjadi seru agar dia tidak bosan. Sudah berbulan-bulan, dan aku masih sering melakukan chatting dengannya. Walaupun terkadang respon darinya agak mengendur, tapi kami masih tetap melakukan chatting. Aku juga sempat bertemu langsung dengannya, kami jalan-jalan di mall, makan, mengantarnya ke terminal dan memberikan hadiah kepadanya. Walaupun dalam beberapa pertemuan itu ada kejadian yang tidak mengenakan baginya. Sering kali timbul sebuah pertanyaan dari hatiku, namun aku selalu tidak bisa menyampaikannya. Karena aku jarang bertemu dengannya, dan juga saat aku bertemu dengannya aku tidak memiliki keberanian yang cukup untuk mengatakannya. Aku pun meminta saran kepada temanku tentang apa dan bagaimana yang harus aku lakukan. Dan temanku berkata bahwa aku harus berani untuk menanyakannya. Lalu aku pun memutuskan untuk menanyakannya. Aku mencari sebuah hari dimana aku dan Hika punya waktu luang untuk bertemu. Kami sepakat untuk bertemu pada hari Senin depan karena memiliki tanggal merah. Hari Senin yang kutunggu-tunggu pun tiba. Aku merapikan diriku serapi mungkin, memakai celana dan sweater hitam kesukaanku. Aku pun memakai parfum agar dia nyaman dengan harumnya. Aku berkendara santai bersama motorku yang sudah kubersihkan, karena aku takut terjadi apa-apa padaku di jalan. Aku pun sampai di tempat tujuan. Seperti biasa aku menunggu di depan kampusnya, karena kebetulan kost-an nya tidak jauh dari situ. Setelah menunggu beberapa menit Hika pun datang. Sungguh cantik sekali, dia mengenakan kerudung hitam, sweater biru dan celana jeans hitamnya. Dia juga mengenakan parfum yang wanginya memikat hatiku. Aku pun terdiam sejenak untuk memandang dirinya yang sangat cantik itu. “Ayo Vin” dia memecah lamunanku. “Oh, oke. Mau jalan apa naik motor?” Tanyaku. Lalu dia pun menjawab singkat “Jalan aja”. Kami pun berangkat menuju warung ramen, perjalanan ke sana pun menjadi tidak terasa jika bersamanya. Sesampainya di sana, kami pun memesan makanan dan minuman. Kami mengobrol dengan santai. Entah kenapa sungguh hangat sekali perasaan ini ketika aku mengobrol santai dengannya. Kami terus mengobrol dan memakan ramen yang sudah dipesan. Lalu setelah ramen kami habis, aku memutuskan untuk bertanya kepadanya. Akan tetapi Hika tiba-tiba berkata sesuatu. Dengan nada yang agak ditahan dia berkata “Kayanya kita gak bisa kaya gini terus Vin”. “Emangnya kenapa Ka?” aku bertanya dengan heran. Hika semakin menahan suaranya, terlihat dari wajahnya ia agak ragu untuk mengucapkannya “Aku lagi deket sama cowok Vin”. Sontak itu membuatku menjadi terdiam sejenak. Hatiku menangis di dalam, tapi aku tersenyum kepadanya dan berkata “Iya gapapa Ka, aku ngerti ko kalau emang gitu”. “Tapi aku tetep pengen kita sahabatan Vin” jelas Hika. Dengan senyum kembali aku menjelaskan “Ya iyalah, masa sih harus jadi musuhan”. Hika pun kembali tersenyum, dan dari kesedihan yang aku rasakan, terselip kebahagiaan karena bisa melihat Hika tersenyum seperti itu. Kami pun kembali mengobrol sejenak dengan santai. Setelah mengobrol sejenak, aku pun memutuskan untuk pulang. Aku pun mengantarkannya sampai ke depan kosan. Lalu aku berpamitan kepadanya sambil berkata “Yang langgeng ya Ka”. Dia tersenyum kepadaku. Aku juga langsung membalas senyumannya dan kembali pulang. Memang perasaanku sedih, namun dalam satu sisi aku senang mendapatkan jawaban dari pertanyaanku. Pertanyaan yang tak sempat aku sampaikan tapi sudah terjawab. Perasaan ini terus bercampur aduk. Aku tidak bisa memutuskan apakah aku harus sedih atau senang, karena keduanya ada di dalam hatiku. Tapi yang pasti, memang sudah begini takdirnya. Kita dipertemukan bukan untuk disatukan, tapi kita dipertemukan untuk sama-sama belajar dan berproses. Karena di dalam perjalanku dengan Hika selalu terdapat hambatan, yang tidak kita sadari bahwa hambatan dan rintangan inilah yang membuat kita menjadi lebih kuat. Aku belum bisa memutuskan apa yang akan aku lakukan kedepannya. Yang bisa aku lakukan adalah berharap. Berharap dia akan selalu bahagia bersama siapapun. Karena jawabannya sudah jelas, bahwa aku tidak bisa kembali. Cerpen Karangan: Satria Tegar Dwi Putra Facebook: Satria Putra Cerpen Bisakah Aku Kembali merupakan cerita pendek karangan Satria Tegar Dwi Putra, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Kerensssss,strong banget cowonya, jaman now kaya sekarang mah jarang ada cowo yang strong. Good job deh untuk pengarang, di tunggu karya yang keren selanjut nya ya. Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-patah-hati/bisakah-aku-kembali.html
Strawberry Rasa Cokelat
Seperti sebuah cokelat yang sangat manis untuk dirasakan. Tak ada satu orang pun yang ingin menjauh dari kemanisan ini. Sebuah kata-kata yang terukir indah pula karenanya. Mungkin aku tertarik juga. Satu rasa untuk seribu cerita. Sebuah cinta yang sangat manis seperti kelihatannya. Aku memandangnya, laki-laki di hadapanku yang sangat manis dengan senyumnya. Rivaldi. Satu nama yang selalu ku kenang. Nama yang sedang ku ukir indah dalam hidup ini. Karenanya, aku mengenangnya sebagai pertanda cinta. Sebagai kehidupan yang lebih indah selain cinta. Dan aku ingin hidup untuk bersamanya. 2013 “Marsha?” panggilan itu? Aku sudah sangat jelas mengenalnya. Suara jelek dari Rivaldi membuatku enggan menengoknya. Hanya berhenti dan terdiam. “Di sini dulu dong.. asal pulang aja!” memang sengaja aku pura-pura tidak melihatnya. Melewatinya dan temanku yang lainnya begitu saja. Perintahnya membuatku berbalik arah dan bersandar di tembok. “Sha, lo cantik deh hari ini. Serius!” aku hanya diam meresponnya. Aku tidak dapat terjebak lagi dengan semua ini. Pujiannya yang membuatku sampai ke ujung langit, lalu tanpa isyarat menjatuhkanku sampai patah tulang. Memang benar-benar aku ingin membunuhnya. “Menurut gue dia manis hari ini.” sahut Alga. Tak kalah dari Rivaldi. Aku selalu berpikir bahwa laki-laki yang satu ini telah mendapat pengajaran khusus dari Rivaldi tentang bagaimana caranya membully seorang perempuan. “Lo memang benar.” gayanya membela Alga. “Karena terlalu manisnya, sampai-sampai semut di dinding pindah ke punggung dia.. Hahaha… wkwkwk.” Haaa.. lagi-lagi satu kekonyolan yang sangat tidak melawak. Sangat sepi, seperti suara jangkrik yang tak direspon. Krikk.. Krrikkk.. “Sha, gue saranin deh, lo mending pindah aja ke Papua.” “Ya.” satu kata yang cukup pantas untuk Rivaldi. “Atau nggak, lo ke Korea aja.” “Oh!” satu kata lagi yang lebih singkat untuknya. “Gue yakin, lo bakal jadi pemenang di sana. Juara satu kategori cewek paling jelek!!! Haha.” “Lo juga bisa jadi pemenang.” Matanya mulai melirik saat aku mulai membalasnya. “Juara satu kategori cowok pembully cewek! Puas!!!” langkahku semakin cepat meninggalkan dia dan teman-temanku yang lain. Lagi-lagi satu hari yang sangat ku benci. Hanya satu laki-laki itu yang dapat menimbulkan hari seperti ini, Rivaldi, I hate you! Mei, 2014 Akankah kebencian untukmu akan tetap menjadi kebencian yang luar biasa? Kadang aku sangat berharap dia lenyap secepat mungkin untuk hari ini. “Sha?” aku hanya menoleh dan tetap fokus dengan jalanku. Laki-laki itu dengan segera menyamai jalanku. “Ulangan tadi dapat berapa?” lanjutnya bertanya. “Lo dulu.” “Ok.. 92. Lo berapa? Pasti jelek! Paling juga lebih banyak gue.” “Berani taruhan?” balasku menantang. “Oke. Yang menang nraktir kebab pulang sekolah nanti.” “Hah? Taruhan macam apa?” “Haaahaa… iya.. iya.. Lo berapa?” “Guee.. 95.. yeee.. yuhuuu.. kebab.. kebab.. kebab.. kebab.. hahaha.” lanjutku menjulurkan lidah kemenangan di hadapannya. “Cuma beda dua angka doang!” “Dua angka itulah yang bisa buat gue dapet kebab gratisss.” “Semoga kebabnya habis!” “Nggak ada alasan!” Juni, 2014 Seperti sebuah barang yang tertinggal. Aku merasa ada satu barangku yang hilang. Kadang aku terus merasakan sebuah kerinduan dalam hidup ini. Hingga membuatku berpikir, siapa orang yang aku rindukan? “Heh, plankton! Ngelamun aja lo!” suara Lira memang sangat mengagetkan untukku. “Siapa yang ngelamun? Gue lagi berpikir ini.” balasku membela diri. “Aku tak percaya.” lagaknya seorang penyair. “Mengganggu konsentrasi belajarku aja lo!” “Siuhh siuhh.” mengusirku begitu saja. Aku berdiri dan terdiam menatap sekitar. Sedikit berpikir lalu kembali duduk di samping Lira. “Lo mau denger cerita nggak?” “Bilang aja kalau lo mau curhat!” “Tahu aja.” “Silahakan mendongeng putri.” “Pertama-tama, gue mau tanya dulu.” “Tanya apa?” “Rivaldi sedang di Bali ya?” “Kenapa? Lo kangen?” “Boro-boro kangen, gue malah bersyukur dia ngilang. Gue berharap dia bakal hilang selamanya!” jawabku meski berbohong. “Hemm.. udah deh, lo jujur aja. Tadi mau dongeng apa?” “Nggak jadi!” “Soal siapa? Valdi kan?” aku terdiam saat Lira menyebut nama Rivaldi. “Ayo!” “Ayo apa?” “Tadi.” “Gimana menurut lo?” “Apanya?” Lira semakin bingung ku buat. “Kenapa gue malah ngerasa sepi saat Valdi nggak ada ya?” “Tuh kan.. lo suka kan sama dia?” spontan dua telapak ini menutup mulut Lira. “Bisa lo kecilin nggak suara lo?!” “Santai Sha, rumah gue kan dekat sama dia, pasti gue kabarin deh kalau ada info.” ucapnya sambil nyengir. “Tapi, ya gitu deh.. nggak gratis untuk setiap info yang bisa lo dapat. Harganya juga berbeda-beda, tinggal kapasitasnya.” “Cewek gila!” teriakku lalu lari. Mungkinkah aku merindukannya. Untuk satu bulan di bulan ini juni. Mungkin, aku juga perlu merindukannya. Juli, 2014 Apakah yang akan terjadi dengan Juli ini? Aku semakin takut menghadapinya. Bahkan untuk bertemu laki-laki itu. Karena untuk merinduinya, aku sangat menyesalinya telah merasakan perasaan itu. “Apa lo kangen sama gue?” suara itu lagi. Apakah aku harus terbengong seperti yang dilakukan di setiap drama? “Enggak.” cuek memang pilihan terbaik. Lalu memberanikan diri untuk berbalik dan menatapnya. “Oh ya? Padahal gue sangat kangen sama lo. Apalagi satu bulan nggak ngebully lo, rasanya bibir ini menahan gatal.” “Apa kehidupan lo hanya untuk membully gue?” “Haaha.. tidak juga.” “Bukannya lo ke Bali bertemu para gadis bule? Kenapa lo nggak bully aja mereka?” “Tidak bisa! Khusus mereka, harus dirayu dengan manis, bukan malah dibully.. emangnya lo!” “Dasar! Gue bingung, kenapa lo selalu saja bully gue? Padahal juga ada Lira dan yang lain. Kenapa lo nggak sekalian bully mereka?” “Karena lo lebih istimewa dari mereka.” jawabnya standar. Aku sedikit terdiam mendengarnya. Bahkan aku sudah menahan diri agar tidak terhanyut dalam rayuannya. “Oleh-oleh!” ucapku menagih. Aku melihatnya merogoh saku di sebelah kirinya. Lalu hanya memberi kepalan kosong di dalamnya. “Apaan? apa lo hanya membawa angin dari Bali untuk oleh-oleh?” “Lo lihat, tadi gue ngeluarinnya dari sebelah mana?” “Kiri.” “Itu artinya, gue sedang ambil hati gue dan gue kasih ke lo.” “Kenapa nggak sekalian lo donor jantung lo sekalian? “Gue masih hidup, woy? Apa lo mau gue mati?” “Iya. Bahkan gue berharap lo benar-benar hilang saat di Bali.” “Agar gue tidak dapat bully lo lagi gitu?” “Haaa.. haaa.” “Sha, minggu kemarin gue lihat lo?” “Bagaiman bisa? Minggu kemarin lo masih di Bali.” “Memang. Tapi ini seirus.” “Di mana?” “Di foto.. haha.. mau gue lihatin? Gue punya semua koleksi foto lo. Mulai dari yang jelek sampai yang paling jelek.” “Heh! Gue juga punya koleksi foto lo yang paling cantik!” “Mana?” Aku membuka layar ponselku dan memperlihatkannya. Foto Rivaldi yang paling cantik dengan jilbab di kepalanya. Dia tercengang saat aku menunjukkannya. Kemarahannya tertunda saat dia mendekatkan ponselnya yang layarnya masih menampilkan fotoku dengan ponselku. “Lihat? Mirip sekali kita.” ucapnya bangga. “Lo tahu apa artinya itu?” “Kita saudara.” jawabku asal. “Dasar bodoh! Bahkan kita tidak ada ikatan apa pun.” “Mungkin saja.” “Sudah! Lo lihat saja.. itu artinya kita jodoh.” “Mimpinya.” “Ini serius.” “Lalu, apa yang akan lo lakukan jika kita jodoh?” “Aku akan menikahimu nantinya?” “Hah? Kalau tidak?” “Aku tidak akan menikahimu. Gadis bule masih banyak di Bali. Bahkan aku bisa bolak-balik ke Bali untuk bertemu mereka, kenapa aku harus memilih perempuan seperti lo?” “Dasar, cowok Gila!” Aku mengejarnya. Untuk balas dendam. Aku harus bisa menangkapnya, lalu menghajarnya dan menguburnya. Mungkin memang perlu bagiku untuk mencintainya. Sangat membosankan apabila aku harus selalu membencinya. Satu kata yang telah ku ukir dalam diri ini, Rivaldi. Memang benar-benar sebuah cokelat yang berada di dalam strawberry. Saat aku mulai merasakan kemasaman hidup strawberry, kini aku menemukan manisnya cokelat di dalamnya. Bahkan di dalam diri Rivaldi, aku menemukan cinta untuk bersamanya. Denpasar, 16 Juli 2014 Rivaldi – Marsha Cerpen Karangan: Anjar Desynta Arum Facebook: Anjar Desynta Arum Cerpen Strawberry Rasa Cokelat merupakan cerita pendek karangan Anjar Desynta Arum, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/strawberry-rasa-cokelat.html
Saudaraku
Pada zaman dahulu di bawah laut hiduplah keluarga ikan. Keluarga Pak Lionfish. Pak Lionfish memiliki 2 anak. Anak Pak Lionfish bernama Lino dan Loni. Anak kembar Pak Lionfish tidak pernah bisa rukun, mereka selalu saja bertengkar. “Ini milikku Lino! Ibu yang membelikan untukku!” teriak Loni, sembari merampas mainan yang dibawa Lino. “Hei! Aku kan sudah bilang, aku pinjam mainanmu.” balas Lino. “Tetapi aku kan tidak mengizinkanmu.” “Ah kau ini! Sungguh pelit! Aku tidak mau berbagi apapun denganmu! Aku lelah dan menyesal menjadi kakakmu!” marah Lino sembari berenang pergi ke luar. “Loni, di mana kakakmu? Mengapa menjelang senja belum di rumah?” tanya Ibu. “Entahlah bu. Sebentar lagi juga dia pasti kembali.” ucap Loni cuek. Sang Ibu sangat khawatir, tetapi Pak Lionfish dan Loni menenangkan, akhirnya Ibu pun menjadi sedikit lebih tenang. Mereka sekeluarga pun makan malam bersama tanpa Lino. Setelah makan malam… “Mengapa Lino belum balik juga? Kemana dia? Kalau marah, gak pernah sampai kaya gini juga.” ucap Loni di dalam hati dengan perasaan khawatir. “Ah sudahlah. Buat apa aku mikirin dia. Kan enak aku hidup tanpa dia.” ucap Loni. Loni pun akhirnya tidur. “Loni bangun nak! Ayo cepat bangun!” teriak sang Ayah dengan wajah khawatir dan ketakutan. “Ada apa Ayah? Apa yang terjadi?” tanya Loni. “Kemana saudaramu? Mengapa sampai sekarang belum pulang? Kita harus cari dia. Sampai ketemu.” ucap sang Ayah. “Mengapa aku juga harus ikut mencari dia?” “Karena dia saudaramu. Kita butuh dia. Kamu butuh dia. Ayah akan mencari di rumah teman-teman dan saudara-saudara yang ada di luar kota. Kamu cari di sekitar sini.” ucap Ayah. Mendengar ucapan sang Ayah, Loni pun terenyuh. Seketika pula Loni langsung berenang secepat kilat ke luar rumah. Loni mencari sang Kakak mengelilingi kota. Bertanya kepada teman-temannya. Loni pun kelelahan mencari sang kakak. Hingga… “Permisi Tuan, apakah anda melihat seekor ikan mirip saya lewat sini?” tanya Loni kepada Gurita sembari beristirahat sejenak. “Oh, iya nak. Saya melihatnya kemarin lewat sini. Dia sepertinya menuju Ladang Nelayan. Kemarin saya sempat mencegahnya, tetapi sepertinya dia tidak mendengarkanku.” ucap Gurita. “Apa? Ladang Nelayan?! Tempat itu berbahaya sekali. Em.. Ya sudah tuan. Terima kasih atas bantuannya.” ucap Loni. Loni pun berenang menuju Ladang Nelayan, hati Loni berdebar dengan kencang dan takut, ia berfikir jika Lino akan terkena jaring Nelayan. Tetapi, Lino terus berusaha berfikir positif. “Aku akan mencari Lino hingga ketemu.” ucap Loni yakin. Loni pun akhirnya memasuki Ladang Nelayan. Ia melihat sekeliling dengan hati-hati. Sampai akhirnya… “Tolong!! Loni! Ayah! Ibu! Siapapun! Tolong aku! Aku terejerat jaring! Tolooong!!!” teriak Lino ketakutan. “Tunggu Lino, aku datang!” teriak Loni sembari berenang mencari Lino. “Tolong cepat! Keluarkan aku dari sini Loni. Cepatlah. Huhuhuhu.” tangis Lino. Loni kebingungan bagaimana caranya mengeluarkan kakaknya. “Kak! Gigit rumput laut ini! Gigit yang rapat, aku akan menariknya. Kakak tidak apa kan, kalau menahan sakit sedikit?” ucap Loni sembari melemparkan rumput laut ke arah Lino. Lino pun mengangguk setuju. “Siap yaa… Satu.. Dua.. Tiga!” tarik dan teriak Loni. Akhirnya Lino pun terbebas dari jaring nelayan. “Terima kasih Loni, kau telah menyelamatkan aku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku jika tidak ada kamu. Maafkan aku juga kalau aku jahat padamu.” tangis Lino meminta maaf kepada Loni. “Kamu itu selalu saja bikin aku susah. Tapi aku juga minta maaf kalau aku sering kasar padamu.” ucap Loni. Mereka pun saling meminta maaf dan memaafkan. Akhirnya mereka kembali ke rumah. Setelah kejaadian itu, keluarga Pak Lionfish hidup tentram, rukun, damai dan bahagia. Cerpen Karangan: Moza Ardyanti Putri Facebook: Moza Radyanty Yuko SMP Negeri 1 Puri Cerpen Saudaraku merupakan cerita pendek karangan Moza Ardyanti Putri, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/saudaraku.html
Hal Manis Yang Tak Manis
“Iya … Aku mau.” Jawaban dari gadis itu benar-benar membuat hatiku berbunga-bunga. Bagaimana tidak? Sekarang aku tak lagi menjadi satu-satunya jomblo di kelas. Semua cowok di kelas sudah memiliki pasangannya masing-masing, tinggal aku seorang yang masih melajang. Namun dengan diterimanya pernyataan cintaku ini. Selain melepas status jombloku, tapi juga menghilangkan ledekan teman-teman yang selalu bilang kalau aku tuh nggak laku. Dan yang membuatku bahagia lagi. Cewek yang aku dapat ini salah satu dari tiga primadona sekolah. Ada tiga cewek yang dianggap paling cantik di sekolah ini. Mereka adalah Cita, Nita, dan Vita. Entah kenapa semua cowok di sekolah menganggap kalau mereka bertiga ini memang berbeda dari cewek lain. Dan uniknya lagi, nama mereka yang hampir mirip, mereka jadi seperti bidadari turun dari kayangan yang memang sudah ditakdirkan untuk menjadi tiga wanita tercantik di sekolahku ini. Cewek yang menerimaku itu Cita. Menurutku dia ini yang paling cantik diantara mereka bertiga. Yang membuatku jatuh cinta pada dia itu adalah gigi kelincinya yang begitu menggemaskan. Saat dia tersenyum, gigi kelinci yang terselip diantara dua bibir mungilnya membuat hatiku cenat-cenut. Apalagi rambutnya yang pendek sebahu, semakin membuat gadis itu terlihat lucu. “Jadi kita pacaran?” ulangku lagi. Gadis itu mengangguk pasti sambil tersenyum memamerkan gigi kelincinya. Aku semakin terbuai dibuatnya. Bagaimana nggak. Cintaku diterima oleh salah satu primadona sekolah, ditambah lagi sekarang dia tersenyum dengan gigi kelincinya yang begitu aku sukai. Cita lalu menyandarkan kepalanya di bahuku. Wajahku sontak memerah seketika. Darahku terasa mengalir lebih deras dari biasanya. Walaupun sekarang Cita memang sudah menjadi kekasihku, aku tak serta-merta bisa langsung bersikap bak gentleman sejati. Karena pada dasarnya aku memang pemalu, untung saja sekarang aku memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaanku pada Cita. Namun perlahan-lahan aku mulai berani mengusap-usap rambutnya dengan lembut. Aroma alami dari tubuhnya membuat hidungku kembang-kempis keenakan. Terbayang hari-hari yang bakal kujalani akan jadi lebih indah dengan adanya Cita. Ke sekolah bareng, jalan-jalan pas malam minggu, nonton film berdua. Ahh aku jadi senyum-senyum sendiri membayangkan semua itu. — “Jadi lo udah jadian sama, Cita?” Anto begitu terkejut ketika mendengar perkataanku. Biasa, namanya juga cowok, pasti suka pamer kalau dapat cewek, apalagi salah satu dari Big 3 sekolah. “Pake pelet apaan lo, bisa dapetin primadona sekolah?” komentar Handi kesel campur iri. Aku hanya tersenyum bangga mendengar ocehan teman-teman. Sambil sesekali ikut bersuara disela-sela siulan sumbang mereka. Jarang-jarang mereka memujiku seperti ini. Saat aku masih jomblo, akulah yang sering menjadi bahan celaan di kelas. Tapi dengan primadona sekolah yang kini menjadi milikku, sudah jelas siapa yang jadi juaranya, ha ha ha. Saat itu tiba-tiba Cita muncul di depan kelas. Sekarang memang sudah pulang, aku pun langsung menghampiri Cita setelah beberapa saat aku sempat mengolok teman-temanku. Cita langsung menggamit tanganku mesra. Jantungku kembali berdegup cepat, namun berhasil kukuasai. Aku sempat melirik ke teman-teman dan mendapati mereka yang tengah menatapku buas, aku hanya tertawa melihatnya. Aku dan Cita tak langsung pulang. Kami duduk dulu di taman sekolah menikmati senja sembari merasakan kisah kasih di sekolah. Cita menyandarkan kepalanya di bahuku sambil cerita permasalahannya hari ini. Mulai dari guru di kelasnya yang nyebelin, tamu bulanannya yang terasa nyeri, adiknya yang sering buat dia kesel, dan hal seabreg lainnya. Busyeett! Aku terpana mendengarnya. Banyak bener ya permasalahan yang dihadapin cewek. Tapi meski begitu, aku tetap suka mendengarnya. Karena saat Cita bercerita, dia selalu melengkapi ceritanya itu dengan berbagai ekspresi. Apalagi saat melihat gigi kelincinya, aku semakin terbuai dengan kemanisannya. Cita memang benar-benar manis. Sampai akhirnya gadis itu mengeluarkan jeruk dari dalam tasnya. Satu hal yang selalu melekat dengan Cita, dia selalu membawa buah-buahan dalam tasnya. Baik itu jeruk, melon, semangka, dan buah lainnya. Pokoknya dia selalu membawa satu jenis buah setiap harinya. Dan hari ini dia kedapatan membawa jeruk, dia langsung mengupas kulit jeruk itu. Aku membuka lebar mulutku ketika Cita hendak menyuapiku memakan jeruk itu. Seumur-umur baru kali ini aku disuapi wanita lain selain ibuku waktu aku masih kecil. Hal ini tentu membuatku bahagia, momen ini seperti hal termanis dalam hidupku selama ini. Cita menyodorkan tangannya memasukkan jeruk ke mulutku. Tapi begitu jeruk itu menggelincir di lidahku, keningku mengerut seketika. Rasanya benar-benar masam! Berbeda sekali dengan bayangku. Sepintas kukira itu jeruk manis, tapi rasanya sangat masam! Aku tak suka dengan rasa itu. Namun sekuat tenaga kujaga mimik wajahku agar tidak terlihat seperti orang yang sedang mensepah-sepah. Aku takut Cita akan kecewa dan malah ngambek kepadaku. Setelahnya dia kembali menyuapi dengan jeruk, aku hanya bisa pasrah menerimanya dengan menahan rasa masam yang teramat sangat. Hal ini memang terlihat manis, bahkan momen paling manis yang kurasakan di sekolah. Tapi rasanya itu yang membuat kemanisannya hilang. Tak terasa aku sudah seminggu menjalin hubungan dengan Cita. Dan selama itu aku harus dijejali Cita dengan seleranya yang masam. Aku benar-benar heran sekaligus aneh dengan dia. Kenapa gadis semanis Cita malah memiliki selera yang begitu tinggi dengan rasa masam? Terlebih, dari mana dia dapat melon yang rasanya masam? Setahuku melon rasanya manis semua. Tapi gadis itu berhasil mendapatkan melon yang rasanya masam, benar-benar langka. Aku sudah tak tahan. Jika lebih lama dari ini menerima buah yang rasanya masam semua, mulutku tak kuat lagi merasakannya. Terbesit olehku untuk memutuskan hubungan dengan Cita. Tapi masa baru satu minggu sudah putus, teman-teman pasti bakal habis-habisan meledekku. Tapi tak apalah! Yang penting mulut ini tak lagi merasakan rasa masam! “Jangan deh, nanti lo nyesel. Lagian selemah itukah pendirianmu sampai hanya hal sekecil itu membuatmu nyerah?” celoteh Yoga begitu mendengar penuturanku. “Bayangin aja, setiap hari gue dijejelin buah-buahan yang asem! Lo kira gue bisa tahan untuk terus ngadepin, Cita?” “Ya lo bilang aja kalo lo nggak suka sama buah yang rasanya asem!” Aku menghela nafas sejenak, “Dia pasti ngambek lah, Yog! Elo sih belum pernah pacaran sama primadona, jadinya nggak ngerti!” Yoga mendengus sebal, “Heh! Meski cewek gue biasa-biasa aja nggak nge-top kayak cewek lo. Tapi dia tetep seorang primadona di hati gue …” Yoga menepuk-nepuk dadanya. Aku mencibir. Sesaat kemudian aku mengeluarkan buku tulis hendak menulis surat perpisahan kepada Cita. Aku tak berani memutuskannya secara langsung, takutnya saat melihat reaksi gadis itu nanti. Apalagi kalau melihat gigi kelincinya yang menggemaskan, bisa-bisa aku mengurungkan keinginan untuk mengakhiri hubungan kami. Sepulang sekolah, aku mindik-mindik berjalan ke kelas Cita. Setelah melihat kelas itu sudah tak ada penghuninya, aku masuk ke kelas itu dan langsung menyimpan surat perpisahan untuk Cita. Aku mengelus pelan bangku itu sembari membatin, terima kasih telah menerima dan menjadi cinta pertamaku, Cit. Namun malang bagiku. Keesokan harinya, Bezo tampil di muka kelas sambil memberikan kabar yang membuat anak-anak gembira termasuk aku. Bezo yang anaknya terkenal tajir sekelurahan dengan rambut merahnya yang tergurai berantakan memberikan pengumuman kepada anak-anak. “Jadi seperti yang elo-elo ketahui, dua minggu lagi Taylor Swift bakal tampil di Jakarta, dan berbahagialah karena gue bakal kasih tiket nonton ke elo-elo secara gratis!!” suaranya begitu membahana menyelimuti kelas. Anak-anak pun langsung bersorak riuh dan mengelu-elukan nama Bezo, “tapi dengan syarat …” Bezo masih asyik dengan pengumumannya, “Yang dapet tiket hanya mereka yang punya pasangan alias pacar alias kekasih!!” Sialan! Kok gitu amat? Diskriminasi ini namanya! Aku berusaha protes kepada Bezo. Bagaimanapun juga aku ingin nonton konser Taylor Swift, kapan lagi gitu dia datang ke Indonesia. Tapi Bezo tetap kuat dengan pendiriannya. “Pokoknya gue cuman ngasih tiket sama yang udah punya pacar!” tandasnya. Aku jelas kelimpungan sendiri. Kalau terus seperti ini bisa jadi hanya aku yang nggak nonton konsernya Mbak Taylor. Karena di kelas sudah punya pacar semua! Jika saja aku tahu seperti ini, aku tak akan mengakhiri hubunganku dengan Cita. Terbesit keinginan untuk kembali merajut hubungan dengan Cita, tapi bagaimana? Dia sudah tentu kecewa kepadaku. Atau jika memang aku kembali pacaran dengannya, apa aku akan tahan dengan selera masamnya? Tapi tak apalah, demi Mbak Taylor, aku siap menghadapi rasa semasam apapun! Lagipula baru kemarin aku mengirim surat perpisahan itu, barangkali Cita belum melihat surat itu. Pulang sekolah aku bergegas menuju kelas Cita dan memeriksa loker mejanya, tapi sayang surat itu sudah hilang. Mungkin Cita sudah membacanya. Tubuhku lunglai seketika, konser Taylor Swift semakin jauh kugapai. Begitu aku berjalan di koridor, aku tak sengaja menoleh ke taman sekolah. Aku mendapati Cita yang sedang duduk sendirian disana. Dengan jantung berdebar-debar aku coba berani mendekatinya dan langsung duduk di sebelahnya. “Hai, mantan pacar,” sindirnya lembut. Aku tersenyum kaku, “Cit, maaf aku tak bermaksud.” “Tak bermaksud gimana? Kamu kan udah ngirim surat, jadi kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi.” “Cit, sebenarnya …” ujarku pelan, “yang nulis surat itu Yoga bukan aku. Dia sengaja pengen buat kamu putus sama aku.” “Hah? Drama macam apa lagi ini?!” Cita menoleh sebal ke arahku, “kalo emang bener ini tulisan Yoga. Mana buktinya?” Cita memperlihatkan surat tepat di hadapanku. Aku mengambil buku tulis dari dalam tas, dan langsung mencocokan tulisan dari buku dan surat. Dan ternyata tulisannya benar-benar berbeda. Cita menatap tak percaya. “Gimana? Kamu udah percaya?” kejarku. Cita diam tak berkata apa-apa, “mau ketemu Yoga? Biar kamu lebih percaya.” Cita mengangguk. Kami pun bergegas menghampiri Yoga yang sedang asyik main futsal di lapangan. “Iya, Cit, itu gue yang nulis. Sorry, gue cuman iri sama si sialan ini yang bisa dapetin cewek secantik elo. Sekali lagi sorry ya, Cit.” Aku Yoga tertunduk. Cita benar-benar tersipu, dia lalu menatapku dengan matanya yang berlinang, “Jadi bener bukan kamu?” “Aku sayang sama kamu, Cit. Mana mungkin aku ninggalin kamu,” bisikku pelan di telinga Cita. Cita langsung memelukku dengan erat. Aku tersenyum. Lalu memandang Yoga dan mengacungkan jempol. Cita tidak tahu kalau memang aku yang menulis surat itu, dan tulisan di buku itulah tulisan Yoga yang sebenarnya. Ini adalah rencanaku agar kembali mendapatkan Cita dengan bantuan Yoga. Yoga mengedipkan sebelah matanya sembari memberi isyarat, jangan lupa honornya ditransfer besok. Aku hanya mengangguk sambil cengengesan. Misi berhasil! Akhirnya aku bisa kembali memiliki pacar dan tentu mendapat tiket untuk nonton konser Taylor Swift! Namun seperti yang sudah kuduga. Setelah aku jadian lagi dengan Cita. Gadis itu tetap menjejaliku dengan buah-buahan yang rasanya masam minta ampun! Aku benar-benar tak kuat dengan rasa masam. Tapi apa daya, aku harus menjalani. Demi konser Mbak Taylor! Saat waktu yang ditentukan tiba. Aku dan teman-teman yang lain menghampiri Bezo yang duduk paling belakang untuk menagih janjinya. “Ada apaan nih? Rame bener?!” Bezo begitu kaget ketika mendapati dirinya sudah dikepung anak-anak layaknya buronan yang sudah mati kutu tertangkap aparat. “Ayo, mana janjinya? Konsernya besok, Zo!” kata Indri. “Cewek gue seneng banget waktu gue ajak mau nonton!” timpal Joni. “Gue juga udah balikan sama Cita!” tambahku mencecar Bezo. Senyum Bezo mengembang seketika, “Maksud kalian ini?” Bezo mengambil dua tiket dan mengibas-ibaskannya. Anak-anak langsung histeris dan berebut mengambil tiket itu, tapi Bezo langsung menyimpannya, “enak aja! Beli sendiri dong! Ini khusus buat gue sama bebeb.” “Hah? Tapi lo kan udah janji mau kasih kita tiket!” Yoga heran melihat tingkah Bezo. Bezo bangkit dari duduknya dan mengeluarkan kalender mini dari saku, “Nih kalian liat sekarang tanggal berapa.” Anak-anak termangu seketika, dan langsung menepok jidatnya begitu menyadari ketololannya sendiri. Mereka begitu jengkel kepada dirinya sendiri karena tertipu mentah-mentah oleh Bezo. Sekarang tanggal satu april!!! “APRIL MOP!!!” teriak Bezo girang setengah koit karena berhasil menipu anak-anak sekelas. Dia lalu ngibrit keluar kelas dengan tertawa terkekeh-kekeh, “udah kalian nonton konsernya di teve aja, biar lebih afdol, ha ha ha.” Suara Bezo terdengar samar dari luar. Anak-anak benar-benar jengkel kepada Bezo. Harapan mereka yang sudah diajak terbang tinggi menuju langit, dihempaskan begitu saja oleh perkataan Bezo yang begitu nyelekit. Mereka lalu berlari keluar kelas mengejar Bezo hendak meluapkan kekesalannya. Aku sendiri masih mematung di tempatku. Bezo sialan! Sudah capek-capek menghadapi Cita yang seleranya bikin lidah berkerut itu. Kini harapanku untuk bisa nonton konser Mbak Taylor secara langsung sirna sudah. Aku melihat Cita di pintu kelas. Tapi tak apalah, setidaknya dengan kejadian ini aku bisa kembali mendapatkan Cita. Namun aku kembali terkejut ketika mendapati Cita yang membawa jeruk di tangannya. Cerpen Karangan: Aldy Purwanto Facebook: facebook.com/aldysibakuton Cowok sunda asli yang baru menjajaki dunia tulis menulis Cerpen Hal Manis Yang Tak Manis merupakan cerita pendek karangan Aldy Purwanto, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Ngakak Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-lucu-humor/hal-manis-yang-tak-manis.html
Aku dan Kamu
Sore ini terasa sepi. Bagaimana tidak orangtuaku pergi ke bandung, biasa tugas pekerjaan. Aku masih santai duduk di teras depan ditemani kucing anggora lucu pemberian om vian setahun yang lalu. Sampai kudapati sosok itu, sosok yang ku kagumi setahun terakhir. Yap… dia tampak ganteng dan lucu dengan baju taqwa putih dan sarung merah bermotif kotak-kotak. Selalu demikian, aku hanya bisa menatapmu dari jauh. Apa aku terlalu malu untuk mengakui bahwa aku benar-benar menyukaimu sekarang? Kulirik jam di tangan yang menunjukkan pukul 09.09 wib. Aku mencarimu sekarang, sebenarnya aku ingin mengajakmu makan berdua, bukan di kantin sekolah. Tapi, di taman sekolah, hari ini aku bawa sandwich keju. Hm… delecious banget. Aku Cuma ingin membaginya hanya denganmu. Entah kenapa kau masih duduk di bangkumu dengan membawa kuas dan buku gambar, kau menggores-gores kuas itu di buku tersebut. Tebakanku benar, kau menggambar sesuatu. Apa yang sedang kau gambar? Apa kesibukanmu menggambar ini yang membuatmu ditegur guru tadi saat pelajaran berlangsung? Aku penasaran kau menggambar apa? Walau aku malu, aku tak ingin melihatmu kelaparan hanya gara-gara kegiatan menggambar yang menyita waktu belajar dan makanmu. Maka aku tak kehabisan akal kusodorkan kotak makan yang berisi satu sandwich padamu setelah yang satunya kumakan. Kau mendongak menatapku lalu menerimanya dan berucap terima kasih. Sungguh, kau tahu apa yang tengah kini ku rasakan? BAHAGIA. Aku tak menyangka kau mau makan sandwich buatanku bersama bunda, kau kembali pada gambaranmu yang belum jadi walau sandwich di tanganmu habis. Kau masih tetap. Senang, kau mau menghargai pemberianku. Seperti biasa, setelah aku bangun tidur sore, aku duduk-duduk di teras depan. Untuk apa? menunggumu keluar dari rumah menuju masjid. Itu sesuatu yang paling kusuka. Melihatmu lagi setelah di sekolah. Kata Dinda, jatuh cinta itu seperti makan brownies buatan maminya, yaitu manis dan legit. Seperti perasaanku saat ini padamu, di setiap bersama kamu adalah moment-momen termanis dalam hidupku. Aku masih ingat, saat kita berdua melihat hasil karya anak kelas yang ditempel dengan kreatif dan bagus di kaca besar belakang kelas. Disana ada gambar-gambar lucu, aku tahu teman-teman kita memiliki bakat dalam menggambar ada satu gambar yang membuatku tersenyum kagum, siapa lagi? Kalau bukan gambarmu. Dalam gambar tersebut, ada keluarga bahagia, ayah, ibu, adek dan kakak. Itukah gambarmu? Aku suka sekali. Dan yang paling membuatku bahagia adalah ketika kau memandangku tepat pada saat itu. Apa yang kau lihat, sungguh tatapanmu itu membuatku deg-degan. Tapi, semua segera mencair saat kau menunjukkan senyum khasmu itu, senyum yang selalu membuatku salah tingkah dibuatnya. Semoga, lambat laun kau mengerti tentang rasa ini. Aku segera berlari menuju gedung kosong di belakang sekolah. Dalam pikiranku hanya satu, ada apa denganmu? Aku benar-benar khawatir. Dinda sahabatku memberi tahuku kalau kau sedang berkelahi melawan geng Adi yang terkenal kejam dan nakal seantero sekolah. Hei… apa yang kamu lakukan? apa kamu tak tahu aku sangat khawatir dengan semua ini? aku harap kau mengerti itu. Aku mulai mendekatimu, setelah gerombolan geng Adi keluar gedung. Kau terlihat kesakitan dengan memicingkan mata, darah segar tepat keluar di area bibir. Uhh.. itu tambah membuatku iba. Aku duduk tepat di depanmu. Walau aku tau, mungkin kau bertanya-tanya kenapa aku ada di sini. Apalagi kalau bukan menemanimu, menjagamu dan ikut merasakan sakitmu. Aku berusaha secepat mungkin merogoh tas kecilku, mencari sapu tangan biru laut kesayangan ku untuk membersihkan darah yang semakin banyak keluar, dan aku temukan itu. Aku mencoba sepelan mungkin membersihkan darah di bibirmu. Oh Tuhan… rasanya aku ingin menangis juga kalau lihat dia seperti ini. “Auw….” pekikmu pelan seketika itu, aku langsung melepas usapan sapu tanganku. “Maaf Rain.” Kataku lirih. “Iya, nggak apa-apa.” Katanya sembari membenahi posisi duduk. Yang bersandar di pojok ruangan. Aku memulai lagi membersihkan bekas darah di bibirnya. “udah bersih. kamu.. mau ikut aku ke kelas?.” Tanyaku. “enggak. aku masih pengen disini” jawabmu pelan. Sepelan peluh yang menetes di dahimu. “baiklah, aku pergi dulu.” kataku seraya beranjak keluar, walau sebenarnya aku ingin menemanimu sepanjang hari. Tapi, aku tahan aku takut mengganggumu. “Deranda..” panggilmu. Sontak aku menoleh padamu seketika. “iya..?” “em… makasih ya” katamu. Sungguh itu yang dari tadi ku inginkan keluar dari bibir kecil nan merahmu itu. Menghargai dan menganggapmu ada. “iya,.. Rain” jawabku sambil tersenyum. Akupun keluar dari gedung kosong itu dengan perasaan yang bahagia. dan kini kau benar-benar keluar dari rumahmu. Tapi, baju taqwamu berbeda warna sekarang. Abu-abu dan kopyahmu, waw… kopyah baru ya..? kamu tampak lebih cakep dan lebih lucu. Rain… aku suka kamu. Siang ini aku rencana pulang ke rumah sendiri. Aku ingin merasakan enaknya naik bemo. Dan sebenarnya siang ini aku ingin mengajakmu naik bemo bersama. Pulang bersama, hanya berdua. Tapi, bunda melarang keras keinginanku itu. Katanya bahaya naik bemo. Uhh.. aku bete banget, pengen marah. Aku duduk di kursi tunggu penjemputan. Rasanya sekarang tinggal aku yang sendirian menunggu jemputan. “Deranda…” panggil suara yang tak asing bagiku. Aku mendonggak perlahan melihat si pemanggil itu yang tengah berdiri di sampingku. “Rain..” kataku, senyumku mengembang seketika. Ia kemudian duduk di sampingku dengan bibir dan sekitar pipinya yang membiru, ia berusaha mengatakan sesuatu padaku. “nggak pulang?” “ini, masih nunggu mama.” Jawabku. Ia berusaha membuka tasnya dan mengeluarkan sesuatu. “ini…” kata Rain, seraya menyodorkan kotak makan yang seminggu lalu kuberikan beserta isinya, sandwich padanya. Ia juga mengeluarkan sapu tanganku. “ini juga. Makasih untuk semuanya ya?” katanya. “iya, udah sembuhkan kamu?” “oh… ini” tunjuk Rain pada pipi kanannya. Aku tertawa kecil melihatnya polos. “jangan nakal Rain.” Kataku. “ah… aku nggak nakal, para geng nya Adi itu yang keterlaluan.” Aku tersenyum lebar. “Iya deh..” jawabku seraya menatap gerbang yang masih tak kutemukan mama yang menjemputku disana. “Dera…” panggilnya kembali. “iya..” jawabku. “ini buat kamu..!” kata Rain menyodorkan selembar kertas gambar. Aku membukanya perlahan. Oh My God.. itu adalah gambarku. “ini apa?” “itu kamu sama aku.” Jawabnya. Benar saja dalam gambar tersebut ada cowok dan cewek bergandengan tangan. apa maksudnya? “aku suka kamu.” Kata Rain padaku. Aku menatapnya lekat. “jadi terima gambar itu ya!” katanya. Aku tersenyum “aku juga..” kataku. “iya..?” tanyanya dengan mata melotot. “hehe… iya.” Tiiinnn… Tiiinnn… Tiiinn… “Wah… mamiku udah jemput, Dera. Aku pulang dulu ya? besok, aku akan berangkat pagi, sebelum acara perpisahan TK HARAPAN BUNDA dimulai, aku udah ada disini. Aku kan ikut pentas drama. Jadi pangeran.” katanya beranjak berdiri. “iya.. Rain. Aku ingin naik bemo sama kamu!” kataku. “Sama. Aku janji kalau kita udah besar nanti seperti Bu Guru, aku akan mengajakmu keliling dunia.” Katanya. “tapi.. kalau kita udah besar kan? jadi, kita boleh jalan bersama. Kalau aku udah besar seperti mamaku.” “dan aku seperti papaku.” Katanya. “aku pulang dulu yaa?” lanjutnya. “iya..” jawabku. Ia pergi sambil melambaikan tangan perlahan, tak lama kemudian, bunda menjemputku pulang. Kami berdua pulang dari sekolah tercinta kami, TK HARAPAN BUNDA yang telah mempertemukan kami. Aku ingin tidur pulas malam ini. Agar besok pagi aku bisa melihat Rain tampil sebagai pangeran impian. Aku sayang kamu Rain… THE END Cerpen Karangan: Berlian Apriliana Facebook: Berlian Apriliana Cerpen Aku dan Kamu merupakan cerita pendek karangan Berlian Apriliana, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Haha.., ternyata masih anak TK Weleh weleh msh ank tk rpnya Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/aku-dan-kamu.html
Senyuman dari Surga
Michelle adalah seorang anak perempuan yang sangat baik. Ia merupakan anak tunggal dari keluarga yang sangat kaya. Meskipun sangat kaya, ia sangat hemat, berbeda dengan ayahnya yang sangat boros. Suatu hari saat sedang mandi, Michelle, pingsan karena kepalanya terbentur dinding. Ibunya sudah memanggilnya namun ia tidak menjawabnya.. Dan ibunya berbicara kepada ayahnya “Yah, kok Michelle belum turun ya?” Tanya ibunya keheranan “Mungkin ia masih mandi.” Jawab ayahnya menenangkan Untuk kedua kalinya ibunya memanggilnya dan tidak ada yang menjawab “Yah, ibu lihat ya Michelle lagi ngapain” Tanya ibunya khawatir “Iya, lihat saja!” Jawab ayahnya tenang Ibunya pun naik ke atas dan membuka pintu kamar mandinya dan berteriak “Michelle!!” Dengan sangat heran, ayahnya berteriak ke atas “Ada apa Bu, kok ibu teriak-teriak?” Tanya ayahnya keheranan “Michelle pak, Michelle!!!” Teriak ibunya tak percaya Dengan heran ayahnya naik ke atas dan melihat ke kamar mandi, melihat dan berkata “Ya ampun Michelle!” teriak ayahnya keras sekali “Saya cek ya nadi nya!” tanya ibunya ketakutan “iya cek saja” jawab ayahnya “maafkan ibu ya sayang ibu gak bisa jaga kamu lebih lama lagi!” Dan mereka berdua menangis berurai air mata Dan Michelle melihat dari surga dan tersenyum manis.. The end Cerpen Karangan: Nadia Angelica Cerpen Senyuman dari Surga merupakan cerita pendek karangan Nadia Angelica, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment Name * Email * Website
http://cerpenmu.com/cerpen-anak/senyuman-dari-surga.html