id
stringlengths
36
36
url
stringlengths
46
109
text
stringlengths
5k
1.51M
c086c5b0-cefb-4c2d-9c50-d08c247dfdac
http://jurnal.itsm.ac.id/index.php/relasi/article/download/65/53
## BAB I. PENDAHULUAN ## 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian yang digunakan sebagai sumber nafkah tradisional sepertinya mulai semakin ditinggalkan oleh masyarakat pedesaan, hal ini terbukti dengan banyaknya lahan yang tidak produktif karena pada dasarnya sektor pertanian dianggap kurang memberikan pengembangan ekonomi yang baik sehingga para petani lebih banyak yang melakukan urbanisasi ke kota atau memilih bekerja sebagi TKI di luar negeri. Solusi yang diharapkan dapat membantu masalah ini adalah mengembangkan industri kecil di pedesaan agar tetap bertahan dan terus tumbuh. Hal ini disebabkan industri kecil berperannyata dalam menciptakan lapangan kerja baru, sumber daya, dan jasa-jasa turut sertamempercepat pertumbuhan ekonomi nasional (Putra, ## RELASI MODAL SOSIAL DAN DAYA TAHANUSAHA INDUSTRI KECIL DI KABUPATENPROBOLINGGO 1 Ahmad Sauqi dan 1 Amin Pudjanarso 1 Dosen STIE Mandala Jember sauqi@stie-mandala.ac.id ## ABSTRACT Small industries developed in the hope of reducing the amount of productive forces which will flow into the city, so that the rural economy will move and create jobs and increase income for the community. Small industries experiencing positive growth due to: First, the small business sector is able to survive in the face of the global economic crisis that is relatively unaffected, even still able to grow. Secondly, there is the possibility of large and medium-sized business sector who drowned in floods global economic crisis which eventually shifting economic activity to small businesses. Given the tremendous contribution in the development of small industries that spur economic growth, the government and the community should work to support and maintain it. The ability of small industries to survive and contribute actively to the economic growth due to the effort required by the public for their survival. To determine the forms of social capital in economic activity of small industries that affect the resilience of the business, the process of transformation of social capital into economic capital and social capital design that is ideal for industrial development. This study, using a qualitative approach with domain approach and taxonomy. Keywords: Social Capital, Small Industries, Endurance 2003:253). Melihat potensi besar yang dimiliki, industri kecilmengalami pertumbuhan yang positif menurut Yustika(2007:18)dikarenakan: Pertama, sektor usaha kecil lebih mampu bertahan dalam menghadapi badai krisis ekonomi sehingga relatif tidak terpengaruh, bahkantetap bisa tumbuh. Kedua, terdapat kemungkinan sektor usaha besar dan menengah banyak mengalami penurunan keuntungan (mengalami kerugian) akibat krisis ekonomi global pada dekade terakhir ini.Modal sosial yang tinggi berkaitan erat dengan kualitas modal manusia yang handal dan modal sosial barulah bernilai ekonomis kalau dapat membantu individu atau kelompok.Produk relasi mata rantai modal sosial sesama pelaku usaha bisnis industri kecil dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini. Gambar 1.1 Mata rantai modal sosial pada usaha industri kecil 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana keragaan industri kecil dilihat dari karakteristik usaha dan kemampuan mengelola pasar di Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo? 2. Bagaimana bentuk dan karakteristik modal sosial dalam kegiatan ekonomi industri kecil di Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo? 3. Bagaimana desain pengem- bangan modal sosial untuk industri kecil di Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo? ## BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ## 2.1. Landasan Teori Teori modal sosial awalnya dipicu oleh tulisan Pierre Bourdie “ Le capital Social: Notes Povisoires ” pada tahun 1970 namun tidak banyak ilmuwan yang menaruh perhatian karena publikasinya menggunakan bahasa Perancis. Mereka baru menaruh perhatian tentang konsep modal sosial melalui tulisan Coleman pada tahun 1988 yang ditulis pada jurnal American Journal of Sociology yang berjudul “ social capital in the creation of human capitai ” yang akhirnya meyakinkan semua pihak RELASI MODAL SOSIAL PENGUSAHA INDUSTRI KECIL PEMASOK BAHAN BAKU ( PENGEPUL ) KONSUMEN ( MASYARAKAT ) PEMASOK BAHAN BAKU ( PETANI ) PEMASARAN INDURSTRI KECIL OLEH PELAKU USAHA bahwa Colemanlah ilmuwan pertama yang mem-perkenalkan konsep modal sosial (Yustika, 2008:178).Untuk men-dapatkan gambaran mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini maka diperlihatkan dalam bentuk bagan sebagai berikut: ## BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT ## 3.1Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan keragaan industri kecil dilihat dari karakteristik usaha, kemampuan mengelola pasar di Kabupaten Probolinggo(studi kasus UKM di Kecamatan Pajarakan). 2. Untuk menganalisis bentuk dan karakteristik modal sosial dalam kegiatan ekonomi industri di Kabupaten Probolinggo(studi kasus UKM di Kecamatan Pajarakan ). 3. Untuk mendeskripsikan desain pengembangan modal sosial untuk industri kecil di Kabupaten Probolinggo(studi kasus UKM di Kecamatan Pajarakan). 3.2 Manfaat Penelitian 1. Memberikan kontribusi kepada pengusaha industri kecil dalam mengelola usahanya agar tetap menjaga hubungan yang berlandaskan pada modal sosial yang terjalin selama ini. Sehingga terus mempertahankan usaha mereka serta semakin meningkatkan produksi dengan melakukan inovasi-inovasi baru tanpa merubah ciri khas dan keunikan olahan industri kecil yang ada. 2. Sebagai sumbangan pemikiran dan juga bahan informasi kepada Usaha Industri Kecil Modal Ekonomi Modal Sosial Modal Manusia Resiproritas Kepercayaan Jaringan Norma Net work view ( Hubungan vertikal dan horizontal antar masyarakat dalam komunitas )  Bentuk modal sosial  Transformasi modal sosial ke modal ekonomi  Desain modal sosial yang ideal Daya tahan usaha industri kecil Gambar 2.1. Skema kerangka pemikiran dalam penelitian pihak-pihak yang ber- kepentingan dalam usaha industri kecil agar ikut serta menjalankan usahanya dengan memfungsikan modal sosial sebagai modal yang dapatmenunjang kegiatan usaha mereka, sehingga dapat berhasil dan memiliki daya tahan yang kuat. 3. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah Kabupaten Probolinggo agar membuat kebijakan dan keputusan dalam hubungan peningkatan usaha industri kecil, agar tetap diperhatikan setiap gerak kegiatannya, agar tetap ada koordinasi positif antara pengusaha industri kecil dan pemerintah, maka akan tercipta suatu hubungan yang saling menguntungkan. ## BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam konteks penelitian ini fenomena khusus yang hendak diteliti adalah fenomena sosial yang berhubungan dengan perilaku dan interaksi sosial masyarakat pada kasus UKM di Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo yang menjadi tempat aktifitas kegiatan usaha industri kecil. ## 4.2 Fokus Penelitian Penentuan fokus suatu penelitian memiliki dua tujuan. Pertama, penetapan fokus membatasi studi yang berarti bahwa dengan adanya fokus, penentuan tempat penelitian menjadi lebih layak. Kedua, penentuan fokus secara efektifmenetapkan kriteria untuk menjaring informasi yang mengalir masuk. 4.2.1Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kepadatan penduduk dan jumlah industri kecil yang ada. ## 4.2.2Sumber Data Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen foto dan data statistik. 4.2.3Informan Informan pertama dipilih secara sengaja (purposive). Dalam purposive sampling pemilihan sekelompok subyek didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang diketahul sebelumnya (Sutrisno, 1983:82). 4.2.4Peristiwa Peristiwa dalam penelitian ini adalah kejadian-kejadian yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti di lapangan. 4.2.5 Dokumen Pengertian dokumen dalam penelitian ini adalah dokumen yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan fokus penelitian. 4.3 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilaksanakan sampai pada tingkat kejenuhan (saturated) informasi awal, mereka yang menguasai data-data yang akan dipilih, calon ini akan berkembang kecalon-calon informan berikutnya. 4.4 Teknik Analisis Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis Domain dan analisis Taksonomi. Analisis Domain adalah suatu kategori pengertian budaya yang memasukkan kategori- kategori yang lebih kecil lainnya.Selanjutnya untuk analisis taksonomi dimaksudkan untuk memperjelas istilah atau bagian perilaku dalam domain khusus, serta untuk menemukan bila dan bagaimanakah istilah/bagian perilaku itu secara sistimatis diorganisasikan atau dihubungkan. ## 4.5Analisis SWOT Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats ) merupakan salah satu teknik analisa yang digunakan dalam mengintepretasikan wilayah perencanaan, khususnya pada kondisi yang sangat kompleks dimana faktor eksternal dan internal memegang peran yang sama pentingnya. Analisis SWOT ini berguna apabila suatu kawasan akan dikembangkan dengan mengkaji semua Tabel 5.1: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Kemudahan Memperoleh Bahan Baku Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Cukup sulit 1 2,5 2,5 2,5 Mudah 14 35,0 35,0 37,5 Sangat mudah 25 62,5 62,5 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013 aspek yang memengaruhi berupa potensi dan permasalahandari lingkup internal dan eksternal. Kajian ini menggunakan analisisSWOTyang hasilnya akanmenjadibahandalam penyusunan konsep, strategi, dan rencana pengembangan. ## BAB V. ANALISIS DATA DAN ## PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Keragaan Industri Kecil 5.1.1.1 Karakteristik Usaha Berdasarkan pengamatan di lapang 97,5% responden merasa tidak mengalami kesulitan memperoleh bahan baku, hanya sekitar 2,5% responden merasa cukup kesulitan dalam memperoleh bahan baku. Keragaan industri di Kecamatan Pajarakan Probolinggo ditinjau dari potensi pasarnya memiliki pasar yang potensial karena 30 orang dari 40 responden atau 75% responden menyatakan bahwa potensi pasarnya adalah potensial. Berdarkan data dari lapang yang telah diolah terdapat 15 persen penetrasi pasar cukup mudah, 70% mudah, dan 15% sangat mudah. Dari data ini menunjukkan bahwa dalam melakukan penetrasi pasar para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo tidak mengalami masalah yang terlalu berat dan hal ini merupakan suatu kebaikan yang harus selalu dipertahankan oleh Tabel 5.2: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Tingkat Komersialisasi yakni Potensi Pasar Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Kurang Potensial 1 2,5 2,5 2,5 Cukup Potensial 2 5,0 5,0 7,5 Potensial 30 75,0 75,0 82,5 Sangat Potensial 7 17,5 17,5 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013 Tabel 5.4: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat Teknologi Proses Produksi Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Sederhana 22 55,0 55,0 55,0 Semi Sederhana 17 42,5 42,5 97,5 Modern 1 2,5 2,5 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013 Tabel 5.3: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Tingkat Komersialisasi yakni Kemampuan Penetrasi Pasar Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Cukup Mudah 6 15,0 15,0 15,0 Mudah 28 70,0 70,0 85,0 Sangat Mudah 6 15,0 15,0 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013 para pelaku industri kecil di daerah ini. Umumnya usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo menggunakan teknologi produksi yang sederhana. Hal ini tampak dari pengamatan bahwa sekitar 55% mereka menggunakan teknologi yang sederhana. Proses produksi yang sederhana bisa mempunyai kelemahan yakni mudah ditiru dalam arti tidak mempunyai karakter monopoli alamiah. ## 5.1.1.2 Karakateristik Pasar Produk Industri Kecil Kajian ini karakteristik pasar produk industri kecil mempunyai indikator antara lain dalam konteks pengaruh waktu, pengaruh tempat, harga produksi, layanan pasar,dan informasi pasar. Usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo yang tidak berpengaruh pada waktu ada 32,5% dari keseluruhan responden, untuk 67,5% dari responden menyatakan bahwa usaha kecil mereka berpengaruh pada waktu. Sejumlah 37,5% lokasi produksi cukup mendukung, 50% mendukung dan 5% sangat mendukung. Berdasarkan pengamatan di lapang dilihat kualitas produksi hasil industri kecil di Pajarakan Probolinggo termasuk baik. Tabel 5.5: Keragaan Pasar Produk Industri Kecil Sampel dilihat dari Karakteristik Waktu Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak Berpengaruh 13 32,5 32,5 32,5 Cukup Berpengaruh 16 40,0 40,0 72,5 Berpengaruh 9 22,5 22,5 95,0 Sangat Berpengaruh 2 5,0 5,0 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013 Tabel 5.6: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Lokasi Produksi dan Terhadap Pasar Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Cukup Mendukung 15 37,5 37,5 37,5 Mendukung 20 50,0 50,0 87,5 Sangat Mendukung 5 12,5 12,5 100,0 Total 40 100,0 100, 0 Kemampuan melayani konsumen memiliki persentase 40% (cukup melayani keinginan konsumen dan 57,5% (sesuai keinginan konsumen). ## 5.1.1.3 Kemampuan Mendapatkan ## Informasi Selera Konsumen Berdasarkan pengolahan hasil penelitian terdapat 45% para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo sudah cukup mampu memahami selera pasar, 42,5% sudah mampu memahami selera pasar,40% cukup mampu mengelola informasi tentang harga sedangkan yang sangat memahami informasi tentang harga hanya 12,5%. Tabel 5.7: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Kualitas Produksi Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Cukup Standart 20 50,0 50,0 50,0 Sesuai Standart 20 50,0 50,0 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013 Tabel 5.8: Keragaan Industri Kecil dilihat dari Kemampuan Melayani Konsumen Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid cukup melayani keinginan konsumen 16 40,0 40,0 40,0 sesuai keingan konsumen 23 57,5 57,5 97,5 melebihi harapan konsumen 1 2,5 2,5 100,0 Total 40 100,0 100,0 ## Sumber: Data primer diolah tahun 2013 Tabel 5.9: Keragaan Industri Kecil dilihat Kemampuan menggali Informasi Tentang Rasa/Rupa yang dimaui Konsumen Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid cukup memahami selera pasar 18 45,0 45,0 45,0 mampu memahami selera pasar 17 42,5 42,5 87,5 sangat mampu memahami selera pasar 5 12,5 12,5 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013 5.1.2 Bentuk-Bentuk Modal Sosial Industri Kecil 5.1.2.1 Resiprositas ## (Hubungan ## Timbal Balik) Resiprositas adalah modal sosial yang diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu. Terdapat 45% responden sangat percaya dengan adanya hubungan timbal balik. ## 5.1.2.2 Kepercayaan ( Trust ) Kepercayaan atau trust pada pelaku usaha industri kecil di Kecamatan Pajarakan Probolinggo menunjukkan bahwa 45% responden sangat percaya,hanya 17,5% responden yang kurang percaya terhadap adanya peningkatan usaha sebagai akibat adanya trust. Tabel 5.10: Keragaan Industri Kecil dilihat Kemampuanmenggali Informasi Tentang Harga yang Diingini Konsumen Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid cukup mampu memahami informasi tentang harga 16 40,0 40,0 40,0 mampu memahami informasi harga 18 45,0 45,0 85,0 sangat memahami informasi tentang harga 6 15,0 15,0 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber : Data primer diolah tahun 2013 Tabel 5.11: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Kemampuan dan kepercayaan terhadap interaksi timbal balik Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid kurang percaya 7 17,5 17,5 17,5 cukup percaya 11 27,5 27,5 45,0 percaya 4 10,0 10,0 55,0 sangat percaya 18 45,0 45,0 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013 ## 5.1.3 Analisa SWOT Hasil dari analisis SWOT disajikan pada Tabel IFAS dan EFAS berikut ini. Tabel 5.12: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Kemampuan dan Kepercayaan terhadap interaksi timbal balik Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid kurang percaya 7 17,5 17,5 17,5 cukup percaya 11 27,5 27,5 45,0 percaya 4 10,0 10,0 55,0 sangat percaya 18 45,0 45,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013 Tabel 5.13: IFAS Daya Tahan Usaha Industri Kecil Faktor-Faktor Strategi Internal BobotRating Bxr Kekuatan Keadaan industri dalam mendapatkan bahan baku 0.3 4 1.2 Keberadaan lokasi industri terhadap pasar 0.3 3 0.9 Kualitas hasil industri 0.2 3 0.6 Pelayanan terhadap konsumen 0.2 3 0.6 FSub Total 1 3.3 Kelemahan Teknologi yang digunakan dalam proses produksi 0.5 1 0.5 Pengaruh waktu terhadap industri 0.5 2 1 Sub Total 1 1.5 Total 1.8 Sumber: Analisis Data Tabel 5.14: EFAS Daya Tahan Usaha Industri Kecil Faktor-Faktor Strategi Internal Bobot Rating Bxr Peluang Trus dalam pengembangan industri 0.3 4 1.2 Resiprositas dalam pengembangan industri 0.3 4 1.2 Potensi pasar terkait hasil industri 0.2 3 0.6 Penetrasi pasar 0.2 3 0.6 Sub Total 1 3.6 Ancaman Memahami harga yang diinginkan konsumen 0.5 3 1.5 Memahami selera konsumen 0.5 3 1.5 Sub Total 3 Total 0.6 Sumber: Analisis Data Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dari tabel IFAS dan EFAS maka nilai-nilai yang diperoleh yaitu sebagai berikut: Gambar 5.1 Strategi Pengembangan Strategi pengembangan agresif dapat diterapkan, titik koordinat menunjukkan nilai (1.8, 0.6) yaitu pada kuadran 1 dimana ini merupakan situasi yang sangat baik karena ada kekuatan yang dimanfaatkan untuk meraih peluang yang menguntungkan. 5.2 Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa usaha industri kecil di Kecamatan Pajarakan Probolingo 97,5% responden merasa tidak mengalami kesulitan memperoleh bahan baku, ditinjau dari potensi pasarnya,usaha industri kecil di Pajarakan memiliki pasar yang potensial karena 30 orang dari 40 responden atau 75% responden menyatakan bahwa potensi pasarnya adalah potensial, mengenai penetrasi pasar terdapat terdapat 15% penetrasi pasar cukup mudah,70% mudah, dan 15% sangat mudah, teknologi dalam mengolah industri masih sederhana hal ini ditunjukkan dengan angka 55% pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo masih menggunakan teknologi yang sederhana. Karakteristik pasar produk industri kecil mempunyai indikator antara lain dalam konteks pengaruh waktu, pengaruh tempat, harga produksi, layanan pasar dan informasi pasar. Usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo yang tidak berpengaruh pada waktu ada 32,5% dari keseluruhan responden, untuk 67,5%dari Sumbu X X = Kekuatan + Kelemahan = 3.3+ (-1.5) = 1,8 Sumbu Y Y = Peluang + Ancaman = 3.6 + (-3) = 0.6 responden menyatakan bahwa usaha kecil mereka berpengaruh pada waktu,angka ini memang pantas karena mayoritas masyarakat pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo bergerak dalam bidang usaha pengolahan hasil laut seperti ikan teri,udang, dan pembuatan terasi. Dari sisi lokasi usaha secara umum termasuk baik atau dengankata lain usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo sudah memiliki lokasi usaha yang mendukung. Sejumlah 37,5% lokasi produksi cukup mendukung,50% mendukung dan 5% sangat mendukung,hal ini menandakan bahwa para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo sudah cukup mengerti pentingnya lokasi usaha yang berdekatan dengan pasar untuk memasarkan produksi mereka. Kualitas produksi hasil industri kecil di pajarakan termasuk baik, hal ini terbukti bahwa 50% produksi industri kecil tersebut berkualitas cukup standar dan 50% bahkan sesuai standar. Dilihat dari kemampuan melayani konsumen usaha kecil di daerah Pajarakan Probolinggo memiliki persentase 40% (cukup melayani keinginan konsumen)dan 57,5%(sesuai keinginan konsumen ),berdasarkan data ini menunjukkan bahwa para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo memang benar-benar berupaya dalam rangka memenuhi harapan atau keinginan dari konsumen atas produk yang diciptakan. Pelaku bisnis yang memahami selera konsumen memiliki kemungkinan lebih besar dalam meraih kesuksesan berbisnis, karena bagaimanapun kepuasan konsumen adalah hal utama yang akan berdampak pada setiap perkembangan suatu usaha. Berdasarkan pengolahan hasil penelitian terdapat 45% para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo sudah cukup mampu memahami selera pasar, 42,5% sudah mampu memahami selera pasar, untuk pengelolaan informasi mengenai harga 40% pelaku usaha industri kecil di Pajarkan Probolinggo cukup mampu mengelola informasi sedangkan yang sangat memahami informasi tentang harga hanya 6%. Resiprositas adalah modal sosial yang diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok. Berdasarkan penyebaran kuesioner membuktikan bahwa para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo 45% respondennya sangat percaya dengan adanya hubungan timbal balik,ini menunjukkan bahwa masyarakat pelaku usaha industri kecil saling mengadakan hubungan erat terkait dengan para pemasok bahan baku maupun para pedagang yang membeli produk mereka untuk kemudian dijual lagi. Mengenai kepercayaan (trust) usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo terdapat 45% responden sangat percaya,hanya 17,5% responden yang kurang percaya. ## BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: Usaha industri kecil di Kecamatan Pajarakan Probolinggo tidak mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, potensi pasarnya potensial,penetrasi pasarnya juga tergolong mudah,namun dari segi penggunaan teknologi dalam proses produksi masih sederhana, usaha kecil mereka berpengaruh pada waktu,lokasi usaha mereka cukup mendukung untuk pengembangan usaha kedepannya,kualitas hasil produksi cukup baik dan dari segi pelayanan kepada konsumen juga sudah baik. Pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo juga sudah mampu memahami selera pasar dan juga mampu memahami informasi mengenai harga yang diinginkan pasar. Mengenai resiprositas dan trust masyarakat pelaku industri kecil di Pajarakan Probolinggo percaya bahwa hubungan timbal balik dan kepercayaan dapat meningkatkan usaha mereka. Pembangunan modal sosial dalam bentuk pemeliharaan hubungan baik antar teman, saudara, dan tetangga dapat menciptakan perkembangan usaha industri kecil semakin pesat disebabkan akan banyak kemudahan yang didapat baik dari segi memperoleh bahan baku, saat proses produksinya serta pemasarannya. Modal sosial berupa resiprositas dan trust dapat memberikan ketahanan pada usaha industri kecil dan hal ini terbukti dengan banyaknya usaha industri kecil yang tidak gulung tikar saat negara mengalami krisis ekonomi. 6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, dikemukakan saran-saran khususnya untuk pelaku usaha industri kecil serta beberapa lembaga yang terkait dalam usaha industri kecil sebagai berikut: Pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo perlu pengembangan dalam hal penggunaan teknologi produksi, mengingat masih banyaknya pelaku industri kecil yang masih menggunakan teknologi sederhana dalam proses produksinya maka perlu adanya pendampingan dengan upaya membangun kemitraan dalam menyediakan alat-alat produksi yang akan lebih mendukung kelancaran produksinya, pelatihan dalam hal finishing (packing) produk juga perlu diberikan pelatihan agar produk lebih tinggi nilai jualnya. Terakhir, diharapkan pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo agar selalu berinovasi dalam menciptakan produk hasil olahannya serta berusaha tetap membina hubungan baik dengan penyedia bahan baku, para pekerja serta para pemasar dari produk hasil olahannya. ## DAFTAR PUSTAKA Yustika. A. E. 2007. Perekonomian Indonesia Satu Dekade Pasca krisis Ekonomi. BPFE Universitas Brawijaya. Malang. Yustika. A, E. 2008. Ekonomi Kelembagaan Definisi, Teori, dan Strategi. Bayumedia Publishing. Malang.
56f32b85-0316-4370-8561-40052472e463
http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA/article/download/3479/2392
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA ## PENGARUH MORAL PAJAK, KETAATAN PADA PERATURAN PERPAJAKAN DAN PERILAKU TIDAK ETIS TERHADAP PRAKTIK PENGGELAPAN PAJAK Mohd. Idris Dalimunthe (1 , Alistraja Dison Silalahi (2 Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Medan Area Program Studi Akuntansi, Universitas Muslim Nusantara Alwasliyah E-mail: idris@staff.uma.ac.id ## ABSTRAK Penghindaran pajak memengaruhi bagaimana sumber daya dialokasikan di pasar yang sempurna dan menghambat kemajuan, terutama dalam hal membangun infrastruktur. Di hampir semua negara berkembang, penghindaran pajak tersebar luas. Pengurangan basis pajak untuk pajak penghasilan sebagai akibat dari penggelapan pajak, juga menyebabkan hilangnya potensi penerimaan pajak secara signifikan yang sebenarnya dapat digunakan untuk menurunkan defisit anggaran negara. Penelitian ini menyelidiki apakah kepatuhan pajak, moral pajak, dan perilaku tidak etis berdampak pada penggelapan pajak. UMKM Pusat Industri Kecil di Kota Medan dijadikan objek kajian. Temuan menunjukkan bahwa kemungkinan penggelapan pajak meningkat dengan penurunan moral pajak. Kepatuhan terhadap undang-undang perpajakan biasanya mengurangi kejadian tersebut. Keyword : Ketaatan Pada peraturan perpajakan, Moral pajak, Perilaku tidak etis, Praktik penggelapan pajak ## PENDAHULUAN Ketersediaan infrastruktur fundamental sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Ini bisa menjadi alasan pemerintah selalu mencari cara baru untuk mengumpulkan uang untuk pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Untuk memenuhi dan memahami tanggung jawab sosialnya kepada rakyat, pemerintah membutuhkan uang. Infrastruktur dan layanan sosial hanyalah sebagian kecil dari kewajiban sosial ini. Untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat diperlukan dana yang sangat besar, dan uang tersebut tidak dapat dihasilkan hanya dari masyarakat atau bahkan masyarakat itu sendiri. Untuk memenuhi banyak kebutuhan dasar rakyatnya dan memberi manfaat bagi mereka, pemerintah harus mengumpulkan dana yang diperlukan. Fagbemi et al. (2010) mendefinisikan perpajakan sebagai suatu tata cara atau mekanisme yang mewajibkan suatu masyarakat atau sekelompok orang untuk memberikan sumbangan dalam jumlah dan cara yang disepakati untuk digunakan guna melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan dalam suatu masyarakat. Jelas bahwa uang yang terkumpul melalui pajak akan membantu seluruh masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh (Nwokoye, G. A.Rolle, 2015). Pajak sebagai pengumpulan uang atau dana oleh otoritas pemerintah untuk kepentingan kesejahteraan umum. Selain itu, Nightingale (1997) mengatakan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab atas penggalangan dana. Menurut penelitian yang disebutkan di atas, itu juga layak wajib pajak. Penelitian yang disebutkan di atas juga mencapai kesimpulan bahwa sementara pembayar pajak mungkin tidak mendapatkan keuntungan langsung dari pajak mereka, masyarakat umum atau warga negara dapat melakukannya dengan © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA mendapatkan akses atau memanfaatkan sumber daya jaminan sosial, kesehatan, dan pendidikan. Menurut penelitian (Hutama, 2015) pajak merupakan sumber pendanaan yang signifikan bagi suatu negara. Mengingat betapa pentingnya pajak bagi negara, sulit untuk membayangkan skenario di mana kode pajak suatu negara tidak berdampak pada perilaku masyarakat. ## LANDASAN TEORI MORAL PAJAK Moral disebut sebagai nilai pribadi atau prinsip panduan untuk menentukan apakah suatu tindakan itu benar atau salah dalam filsafat etika. Mengikuti alur penalaran ini, kepatuhan individu terhadap nilai atau prinsip tertentu juga akan berdampak pada apakah mereka memilih untuk membayar pajak atau tidak. Religiusitas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kualitas atau gagasan ini ketika dikaitkan dengan agama tertentu. Menurut Johnson, religiositas adalah sejauh mana orang mematuhi agama mereka dan iman mereka dan mengamalkan ajarannya sedemikian rupa sehingga sikap dan perilaku mereka merupakan cerminan dari pengabdian ini. Istilah "moral pajak" dapat digunakan untuk merujuk lebih dari sekadar religiusitas; bahkan, Yucedogru mengklaim bahwa religiusitas merupakan komponen moral pajak dan dapat meningkatkan moral pajak. Moral pajak disepakati sebagai motivasi internal diri untuk membayar pajak (Torgler, 2006). Cahyonowati mengembangkan model yang lebih menyeluruh untuk memperhitungkan moral pajak. Model yang dia buat lebih teliti; moral pajak dipengaruhi oleh tiga variabel yang masing-masing memiliki sejumlah indikasi. Model di bawah ini dibuat oleh (Cahyonowati, 2011). Menurut penelitian Cahyonowati, hanya denda pajak yang tampaknya memiliki pengaruh besar terhadap moral pajak dari semua faktor dan indikator lain yang dapat mempengaruhi hal tersebut. Moral pajak, di sisi lain, bertindak sebagai prediktor positif kepatuhan pajak karena merupakan insentif intrinsik individu. Moral pajak adalah yang mendorong orang untuk mematuhi hukum dan membayar pajak mereka, oleh karena itu harus menjadi perhatian utama kebijakan otoritas pajak. Seiring dengan undang-undang perpajakan Indonesia, yang tetap menggunakan sistem self assessment untuk digunakan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu sistem yang memungkinkan fleksibilitas dalam menentukan, melaporkan, menyetor, dan bertanggung jawab atas tanggung jawab pajak WPOP kepada otoritas pajak. Metode self assesment ini sangat rentan terhadap kemungkinan terjadinya kebohongan, penipuan, dan keterlambatan pelaporan dan penyetoran, oleh karena itu setiap Wajib Pajak memerlukan kemauan internal yang kuat untuk mengikuti dan menghormati peraturan perpajakan yang berlaku. Pengetahuan, kesadaran, pendidikan, keluarga, agama dan nilai-nilai agama (religiusitas), nilai moral, usia dan jenis kelamin, dan kepercayaan terhadap pemerintah adalah beberapa elemen internal, atau yang berkaitan dengan setiap wajib pajak orang pribadi dan mempengaruhi moral pajak, yang telah diidentifikasi dalam sejumlah penelitian sebelumnya. Selain variabel luar seperti tarif pajak, denda, audit, fiskus, dan korupsi, variabel internal meliputi seberapa mudah mengungkapkan transaksi dan membayar pajak. ## KETAATAN PADA PERATURAN PERPAJAKAN Moral pajak adalah keinginan mendasar untuk mengikuti dan membayar pajak agar secara sukarela berkontribusi pada penyediaan barang publik (Fabiana Meijon Fadul, 2019). Salah satu faktor © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA penting yang membantu memahami mengapa orang jujur dalam masalah pajak adalah moral pajak. Sebaliknya, kepatuhan wajib pajak adalah tindakan wajib pajak (WP) yang memenuhi semua kewajiban perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan formal dan material adalah dua jenis penyerahan yang berbeda. Situasi ketika wajib pajak secara formal mematuhi persyaratan formal peraturan perpajakan dikenal sebagai kepatuhan formal. Ketika wajib pajak secara substantif mematuhi semua undang- undang perpajakan yang bersifat material, yaitu sesuai dengan jiwa dan tujuan undang-undang perpajakan, hal ini dikenal dengan “kepatuhan material”. Ahli teori dan peneliti ingin tahu bagaimana rencana pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak (Gosh & Grain, 1996). Wajib pajak orang pribadi adalah individu yang berbeda dengan ciri-ciri mendasar seperti penalaran, memaksimalkan manfaat, dan menghindari risiko, oleh karena itu masuk akal jika kita mempelajari kepatuhan pajak mereka dalam konteks perilaku mereka (Hanno & Violette, 1996). Salah satu variabel yang diduga mempengaruhi perilaku patuh adalah demografi. Besarnya kepatuhan individu terhadap peraturan berkorelasi positif dengan karakteristik demografis (usia, masa kerja, jabatan struktural, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan), serta faktor penghambat, menurut Riset Ketaatan Susilowati tahun 2001. (atau faktor deterrence; dalam rangka penelitian perpajakan, misalnya pemeriksaan pajak pajak dan denda). Di sisi lain, faktor ekonomi, khususnya tingkat biaya hidup dan jumlah tanggungan memiliki korelasi negatif dengan tingkat kepatuhan. Penelitian sebelumnya tentang kepatuhan wajib pajak telah dilakukan di tingkat perusahaan (wajib pajak badan). Temuan menunjukkan bahwa kontrol perilaku karyawan di departemen pajak, norma subyektif, dan kepatuhan wajib pajak perusahaan semuanya pengendalian perilaku pegawai bagian pajak, niat pegawai bagian pajak untuk patuh pajak, iklim di dalam organisasi dan kondisi keuangan perusahaan (Kiswara, 2009). Untuk mengidentifikasi motif intrinsik membayar pajak, beberapa sarjana telah menggunakan elemen non- dernografi termasuk variabel sosial (moral pajak). Togler dan Schneider (2004) menemukan bahwa di Austria, negara dengan moral pajak yang tinggi, moral pajak secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan penduduk yang tinggi terhadap pemerintah Austria dan rasa identitas sebagai warga Austria. (Torgler, 2011) menemukan bahwa fitur kelembagaan pemerintahan negara dapat mempengaruhi sikap warga tentang membayar pajak. Hak-hak demokrasi langsung, otonomi lokal, dan keyakinan pada sistem eksekutif, yudikatif, dan yudikatif semuanya berkorelasi baik dengan moral pajak Swiss. ## PERILAKU TIDAK ETIS Dalam sistem perpajakan yang menganut metode self-assessment, yang merupakan ciri dari undang-undang pajak penghasilan Indonesia, perilaku manusia menjadi sangat penting. Akibatnya, upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak menjadikan isu perilaku tidak etis wajib pajak menjadi relevan. Ini termasuk penghindaran dan penghindaran pajak. Menurut Heru (1997), penghindaran pajak diartikan sebagai upaya pengurangan pajak dengan tetap memenuhi ketentuan peraturan perpajakan, seperti memanfaatkan pembebasan dan pengurangan yang diperbolehkan atau penundaan pajak yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku. Penggelapan pajak diartikan sebagai upaya pengurangan pajak yang dilakukan dengan cara melanggar peraturan perpajakan. © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA Selain itu, (Hutama, 2015) mencatat bahwa sistem pajak di Indonesia menganut sistem self assessment, sehingga keadilan menjadi isu yang relevan untuk meminimalkan penggelapan atau penghindaran pajak. Wajib pajak harus percaya bahwa sistem perpajakan adil agar sistem self- assessment dapat berfungsi. Wajib Pajak termotivasi untuk membayar pajak mereka dengan rasa keadilan (Spicer & Becker, 1980). Keadilan juga merupakan faktor yang menentukan seberapa puas wajib pajak dengan sistem politik. Menurut (Isroah et al., 2017), infrastruktur yang seharusnya digunakan wajib pajak terkadang tidak dalam kondisi yang baik. Hal ini terutama berlaku di banyak negara berkembang (Obaji, 2005), di mana sistem perawatan kesehatan masih mengkhawatirkan dan sistem pendidikan tidak teratur. Hal itu karena pembiayaan infrastruktur berbasis pajak dinilai kurang memadai sehingga menambah defisit anggaran pembangunan yang diduga akibat penyelewengan pajak. ## PENGGELAPAN PAJAK Penggelapan pajak merupakan salah satu isu utama yang dapat menghambat pertumbuhan, terutama di negara-negara berkembang yang ingin menjadi negara kaya agar dapat berkontribusi secara signifikan terhadap ekonomi global. Pembuat kebijakan, negara-negara Barat, organisasi internasional, dan akademisi semuanya telah memperhatikan hal ini. Belum cukupnya yang dilakukan, terutama oleh pemerintah di negara berkembang, untuk mengukur alasan etis wajib pajak, konsekuensi dari masalah ini, dan sekaligus menganalisis dampak yang ditimbulkan dari penggelapan pajak, tambahnya, yang membuat penggelapan pajak di negara berkembang begitu meluas. Fagbemi et al. (2010) juga menyebutkan apa yang terjadi selanjutnya ketika suatu negara tidak mampu mengumpulkan pendapatan pajak yang cukup: pemerintah menaikkan pajak dengan segera atau meminjam uang, yang sebenarnya mempersulit sektor swasta untuk mengembangkan ekonomi dan juga menyebabkan negara tersebut jatuh. ke dalam perangkap utang (trap debt). Sebaliknya, penghindaran pajak memiliki konsekuensi mendistorsi konsep redistribusi pendapatan dan pasar sempurna dalam alokasi sumber daya. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang stagnan dan semakin jauh dari jangkauan tujuan pembangunan sosial ekonomi. Akibatnya, sangat penting untuk memahami perilaku wajib pajak serta faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai jenis perilaku. Dengan menggunakan sampel data dari UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara moralitas pajak, ketaatan pada peraturan perpajakan terhadap peraturan perpajakan, dan perilaku tidak etis terhadap praktik penggelapan pajak. Proyek studi memerlukan pelaksanaan survei menggunakan instrumen yang dibuat berdasarkan isu-isu yang disorot dalam studi sebelumnya dan didukung oleh argumen yang dikemukakan. Alat penelitian yang akan digunakan sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee et al. dan Fagbemi et al. (2010). Menurut (McGee & M’Zali, 2013), sebagian besar makalah tentang penggelapan pajak masih diterbitkan dari sudut pandang keuangan publik. ## METODE PENELITIAN Desain Penelitian © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA Memanfaatkan desain penelitian survei, investigasi ini. Mengingat bahwa hal itu menyampaikan pertanyaan- pertanyaan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini secara menyeluruh dan terperinci, strategi penelitian ini perlu dipertimbangkan.(McGee & M’Zali, 2013) mengklaim bahwa desain penelitian ini efektif dalam mengumpulkan data dari sejumlah besar responden/peserta dan dapat menggunakan metode statistik untuk menjelaskan signifikansi statistik. Memanfaatkan metodologi kuantitatif, penyelidikan ini. Untuk mengevaluasi hipotesis yang telah ditetapkan, populasi atau sampel tertentu diperiksa dengan menggunakan teknik kuantitatif (Sugiono, 2012). ## Objek Penelitian UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan menjadi fokus utama kajian. Masalah yang diteliti adalah bagaimana pengaruh ketaatan pada peraturan perpajakan, perilaku tidak etis, dan moral pajak terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan pada pelaku UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan. Metode purposive sampling digunakan berdasarkan kriteria pengambilan sampel. Selain itu, 60 responden dari Pelaku UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan dimasukkan dalam sampel agar sesuai dengan distribusi normal statistik. Dalam penelitian ini total responden sebanyak 60 orang sebagai Pelaku UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan. Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri dari dua kategori yakni variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen diwakili oleh Moral Pajak, Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan dan Perilaku tidak etis, Variabel Bebas (Independence Variable) Sedangkan yang menjadi variabel terikatnya adalah Praktik Penggelapan pajak. ## HASIL DAN PEM BAHASAN Analisis Regresi Linier Berganda Tujuan dari analisis regresi linier berganda ini adalah untuk mengukur variabel moral pajak yang dirasakan, perilaku tidak etis, kepatuhan pajak, dan kecenderungan penggelapan pajak. Tabel 1. Hasil Regresi Linier Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 52.052 7.037 7.397 .000 X1 -.134 .193 -.097 -.696 .489 .738 1.354 X2 .065 .143 .062 .457 .650 .790 1.266 X3 -.425 .129 -.444 -3.282 .002 .790 1.265 a. Dependent Variable: Y Dari tabel 1 dapat dilihat persamaan regresi linear berganda antara variabel independen dan variabel dependen sebagai berikut : Y = 52.052 - 0.134X1 + 0.065X2 - 0.425X3 Persamaan diatas menunjukkan bahwa variabel bebas memiliki nilai koefisien positif dan negative dan nilai Persamaan di atas menunjukkan bahwa variabel independen memiliki nilai konstanta sebesar 52,052 dan nilai © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA koefisien positif dan negatif. Kecenderungan penggelapan pajak dipengaruhi secara berbeda oleh persepsi moralitas pajak dan kepatuhan pajak. Sedangkan perilaku tidak etis memiliki nilai koefisien positif yang mempengaruhi kemungkinan penghindaran pajak satu arah saja. Pengujian Hipotesis Uji Parsial (t) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka hipotesis dapat diterima, dan jika lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis ditolak. Derajat kebebasan (df) = dan tingkat kesalahan (err) = adalah kriteria pengambilan keputusan (n-k). n = jumlah variabel yang digunakan, K = 4, dan n-4 = 60-4 = 56 adalah derajat kebebasan. ## Tabel 2 Hasil Uji Parsial t Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 52.052 7.037 7.397 .000 X1 -.134 .193 -.097 -.695 .487 .738 1.354 X2 .065 .143 .062 .456 .649 .790 1.266 X3 -.425 .129 -.444 -3.280 .001 .790 1.265 a. Dependent Variable: Y Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat pengaruh dari setiap variabel secara parsial sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa variabel persepsi moral pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan penghindaran pajak yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,487 > 0,05. Nilai t hitung sebesar -0,695 t tabel sebesar 2,001 yang berarti bahwa variabel persepsi moral pajak tidak berpengaruh dengan arah negatif terhadap kecenderungan penggelapan pajak. 2. Berdasarkan temuan penelitian regresi diperoleh nilai t hitung sebesar 0,456 < t tabel sebesar 2,001 yang menunjukkan bahwa variabel persepsi Perilaku Tidak Etis tidak berpengaruh terhadap kemungkinan penggelapan pajak. Pajak kemudian nilai signifikansi yaitu 0.649 > 0.05 yang berarti variabel persepsi Perilaku Tidak Etis tidak berpengaruh terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. 3. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai t hitung sebesar -3.280 < t tabel sebesar 2.001 dengan hal ini berarti variabel persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan berpengaruh negative terhadap kecenderungan Penggelapan pajak, kemudian nilai signifikansi yaitu 0.001 <0.05 yang berarti variabel persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan signifikan dan berpengaruh dengan membalikkan arah terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. ## Uji Simultan (Uji F) Uji F dilakukan untuk melihat apakah variabel bebas yang terdiri dari persepsi moral pajak, persepsi Perilaku Tidak Etis, persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan yang masuk dalam © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA model mempengaruhi secara serempak terhadap kecenderungan Penggelapan pajak dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3 Hasil Uji F Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 401.628 3 133.876 4.331 .008 b Residual 1730.555 56 30.903 Total 2132.183 59 a. Dependent Variable: Y b. Predictors: (Constant), X3, X2, X1 F tabel dapat dilihat pada α = 0 , derajat pembilang = k-1 = 4-1 = 3, derajat penyebut = n-k = 60-4 = 56, F tabel 2.001. Berdasarkan tabel 3 menunjukkan nilai F hitung 4.331 > 2.001 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. Persepsi moral pajak, Perilaku Tidak Etis, Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan secara serempak mempengaruhi kecenderungan Penggelapan pajak 3. Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Pengujian koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen . Semakin besar nilai koefisien dterminasi ditentukan niali R square sebagai mana dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .504 a .394 .375 .56767 a. Predictors: (Constant), totalx2, totalx3, totalx1 b. Dependent Variable: totalY Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi moral pajak, perilaku tidak etis, dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan memiliki tingkat pengaruh sebesar 0,394 terhadap kecenderungan penggelapan pajak. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi, persepsi moral pajak, perilaku tidak etis, dan kepatuhan wajib pajak memiliki pengaruh sebesar 40% terhadap kecenderungan penggelapan pajak, sedangkan 60% pengaruhnya berasal dari faktor lain yang tidak berhubungan dengan komponen penelitian ini. Pembahasan Hasil Penelitian Pengaruh persepsi moral pajak terhadap kecenderungan Penggelapan pajak, Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai t hitung sebesar -0.695 < t tabel sebesar 2.001 dengan hal ini berarti variabel persepsi moral pajak tidak berpengaruh terhadap kecenderungan Penggelapan pajak, kemudian nilai signifikansi yaitu 0.487 > 0.05 yang berarti variabel persepsi moral pajak tidak signifikan serta bukan mempengaruhi kecenderungan Penggelapan pajak dengan kata lain kecenderungan Penggelapan pajak yang mempengaruhi moral pajak, semakin rendah moral pajak maka semakin tinggi kecenderungan Penggelapan pajak. Sebaliknya semakin meningkatnya moral © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA pajak maka akan semakin menurunnya Penggelapan pajak (Amelia, 2020). Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian yang diungkapkan oleh(Devi Cyntia Amelia Rahmayanti, Amir Hidayatulloh, S.E., 2021) , Puspasari & Suwardi, (2012), (Ariani & Kautsar, 2016), (Fernandhytia & Muslichah, 2020) menyatakan bahwa semakin tinggi moral pajak yang dimiliki pegawai maka kecenderungan Penggelapan pajak yang dilakukan juga akan semakin menurun. Moral memiliki arti sebuah nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moralitas sebagai keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik atau buruknya sifat sebagai manusia. Penelitian diatas menunjukkan bahwa tingkat penalaran moral individu akan berpengaruh pada perilaku etis mereka. Ketika menghadapi dilema etika, pasti terdapat perbedaan antara orang dengan level penalaran moral yang rendah dengan orang yang memiliki level penalaran moral yang tinggi. Orang dengan level penalaran moral yang tinggi akan cenderung untuk berbuat sesuai aturan. Pengaruh persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai t hitung sebesar -3.280 > t tabel sebesar 2.001 dengan hal ini berarti variabel persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan berpengaruh dengan arah negative terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Kemudian nilai signifikansi yaitu 0.001 < 0.05 yang berarti variabel persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan signifikan terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Hasil uji variabel Efektivitas Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan menunjukkan nilai signifikansi 0,002 < 0,05; maka H0 ditolak dan H1 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan (X1) secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Kecenderungan Penggelapan pajak (Y). Jika dilihat dari nilai β1 pada variabel efektivitas Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan (X1) dengan hasil negatif maka variabel tersebut didefinisikan bahwa variabel independen yaitu Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan (X1) mengalami kenaikan, maka variabel dependen yaitu kecenderungan Penggelapan pajak (Y) juga akan mengalami penurunan. Nilai β1 memiliki nilai negatif (-3,280), maka jika variabel efektivitas Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan (X1) berubah 1% maka variabel kecenderungan Penggelapan pajak (Y) akan mengalami penurunan yaitu sebesar -3.280. Makna dalam koefisien tersebut dapat dikatakan bahwa Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan sudah maksimal dari segi kecenderungan Penggelapan pajak. Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan ini berpengaruh secara parsial terhadap kecenderungan Penggelapan pajak disebabkan dari jawaban responden yang menyatakan pelaku UMKM selalu memberikan informasi yang relevan atau berkualitas untuk mendukung prosedur yang sudah ditentukan oleh peraturan perpajakan. Semakin tinngi ketaatan pada peraturan perpajakan maka semakin rendah terjadinya penggelapan pajak. Pengaruh persepsi perilaku tidak etis terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai t hitung sebesar 0.457 < t tabel sebesar 2.001 dengan hal ini berarti variabel persepsi Perilaku Tidak Etis tidak berpengaruh terhadap kecenderungan Penggelapan pajak, kemudian nilai signifikansi yaitu 0.658 > 0.05 yang berarti variabel persepsi Perilaku Tidak Etis tidak signifikan terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Situasi ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak (agen dan prinsipal), dan sebagai © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA akibatnya, ketika konsekuensi-konsekuensi tertentu tidak dipertimbangkan oleh pihak- pihak yang bersangkutan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan (Devi Cyntia Amelia Rahmayanti, Amir Hidayatulloh, S.E., 2021), Handayani dkk (2021) dan teori agensi menyatakan dimana pihak agen mengusai informasi secara sangat maksimal (full information) dan di sisi lain pihak principal memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power) atau memaksimalkan kekuasaan. Najahningrum (2013) menyatakan bahwa apabila terjadi kesenjangan informasi antara pihak pengguna dan pihak pengelola, maka akan membuka peluang bagi pihak pengelola dana untuk melakukan kecurangan. Dipertegas dalam penelitian yang dilakukan oleh (Nadhor et al., 2020) yang menyatakan bahwa Perilaku Tidak Etis berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Penelitian ini membuka pemikiran bahwa perbedaan kepemilikan informasi tidak menjamin dalam melakukan atau tidak melakukan Penggelapan pajak. Keadaan ketika salah satu pihak dalam sebuah transaksi mempunyai pengetahuan yang tidak sama tentang objek yang ditransaksikan dibandingkan dengan pengetahuan pihak lain yang terlibat lainnya sehingga keputusan yang diambil menjadi tidak tepat. Berdasarkan uji simultan (uji F) dengan nilai signifikansi 0,008 < 0,05 artinya penelitian ini menunjukkan bahwa independen dalam hal ini yaitu pengaruh moral pajak, Perilaku Tidak Etis dan Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan , secara serempak berpengaruh terhadap kecenderungan Penggelapan pajak ## KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini tentang pengaruh moral pajak, Perilaku Tidak Etis dan Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan terhadap kecenderungan Penggelapan pajak sebagai berikut :Semakin rendah moral pajak maka semakin tinggi kecenderungan Penggelapan pajak. Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan cenderung menurunkan terjadinya Penggelapan pajak. Perilaku tidak etis dapat meningkatkan terjadinya penggelapan pajak. Saran Pelaku UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan meningkatkan moral pajak, Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan, dan mengubah persepsi perilaku tidak etis terhadap penggelapan pajak. guna meminimalkan potensi Penggelapan pajak. ## REFERENSI Ariani, M., & Kautsar, A. (2016). Pengaruh Praktik Korupsi Perpajakan Terhadap Kepercayaan dan Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Quality , Vol. 6 , No , 350–365. Cahyonowati, N. (2011). Model Moral dan Kepatuhan Perpajakan: Wajib Pajak Orang pribadi. Jaai , 15 (Desember), 161–177. Devi Cyntia Amelia Rahmayanti, Amir Hidayatulloh, S.E., M. S. (2021). Persepsi Calon Wajib Pajak Dan Wajib Pajak Terhadap Etika Penggelapan Pajak Di Daerah Istimewa Yogyakarta . 47 (4), 124– 134. https://doi.org/10.31857/s013116462 104007x Fabiana Meijon Fadul. (2019). Pengaruh Perencanaan Pajak Dan Moralitas Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak (Studi Pada Tenaga Ahli Yang Melakukan Pekerjaan Bebas Di Kota Malang) Fagbemi, Temitope Olamide, Olayinka Marte Uadiale, dan Abdurafiu Olaiya Noah. 2010. © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA The Ethics of Penggelapan pajak: Perceptual Evidence from Nigeria. Eropean Journal of Social Sciences Vol. 17 No. 3. Fernandhytia, F., & Muslichah, M. (2020). The Effect of Internal Control, Individual Morality and Ethical Value on Accounting Fraud Tendency. Media Ekonomi Dan Manajemen , 35 (1), 112. https://doi.org/10.24856/mem.v35i1.1 343 Gosh, D., & Grain, T. L. (1996). Experimental investigation of ethical standards and perceived probability of audit on intentional noncompliance. Behavioral Research in Accounting, 8, 219-24l Hanno, D., & Violette, G. (1996). An analysis of moral and social influences on taxpayer behavior. Behavioral Research in Accounting, 8, 57-75. Heru, Rudy Gunarso. 1997. Peran Perencanaan Pajak untuk Menghasilkan Penghematan Pajak (Studi Kasus Industri Sepatu PT. ISR) Hutama, P. S. P. (2015). Pengaruh Pengetahuan Informasi Penggelapan Pajak, Prinsip Moral, Dan Penghasilan Pada Kecenderungan Penghindaran Pajak: Sebuah Eksperimen. Kajian Akuntansi , 3 , 103–111. Isroah, I., Hutama, P. S. P., & Yusita, A. N. (2017). Persepsi Etika Dalam Penggelapan Pajak: Bukti Persepsi Di Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia , 14 (2), 80–97. https://doi.org/10.21831/jpai.v14i2.12 871 Kiswara, . (2009). Factors affect corporate taxpayers compliance level in Indonesia: An empirical review based- on planned behavior theory. Kertas kerja, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. McGee, R. W., & M’Zali, B. (2013). The ethics of tax evasion: A study of Haitian opinion. The Ethics of Tax Evasion: Perspectives in Theory and Practice , December , 301–308. https://doi.org/10.1007/978-1-4614- 1287-8_18 Nadhor, K., Fatoni, N., Nurudin, N., & Zakiy, F. S. (2020). Pengaruh Penurunan Tarif Pajak Umkm Dan Sistem Pelayanan Online Terhadap Persepsi Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Umkm Yang Terdaftar Di Kpp Semarang Barat). El Muhasaba Jurnal Akuntansi , 11 (1), 88. https://doi.org/10.18860/em.v11i1.77 93 NWOKOYE, G. A.ROLLE, R. A. (2015). Tax Reforms And Investment In Nigeria: An Empirical Examination. International Journal of Development and Management Review (INJODEMAR) Vol.10 June, 2015 , Vol.10 Jun , 39–51. https://www.ptonline.com/articles/ho w-to-get-better-mfi-results Spicer, Michael W. dan Lee A.Becker. 1980. Fiscal Inequity a nd Tax Evasion: An Experimental Approach. National Tax Journal Vol. 33 No. 2: 171- 175. Sugiono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Sugiyono. Mode Penelitian Kualitatif , 5 (January), 1–5. http://belajarpsikologi.com/metode- penelitian-kualitatif/ Susilowati, I. (2001). Evaluation of compliance behavior of fishers in the communities with different level of, participation in Co-Management Processes (Cmps): A case study in Central Java fisheries, Indonesia. Hasil penelitian ICLARM. Penang, Malaysia. Torgler, B. (2006). The importance of © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA faith: Tax morale and religiosity. Journal of Economic Behavior and Organization , 61 (1), 81–109. https://doi.org/10.1016/j.jebo.2004.10 .007 Torgler, B. (2011). Tax Morale and Institutions. In SSRN Electronic Journal (Issue March). https://doi.org/10.2139/ssrn.663686
5fa2b16d-edaf-49cc-b209-2e65ff892dc5
https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/junetmedia/article/download/604/568
PENGARUH PUBLIC RELATIONS TERHADAP PENINGKATAN PENGGUNA JASA DI BANDARA INTERNASIONAL KUALANAMU KAB. DELI SERDANG Oleh Dr. Budiman Purba, MAP Dosen Sospol Universitas Dharmawangsa Medan ## ABSTRAK Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang sebagai salah satu pintu gerbang masuknya wisatawan domestik atau internasional ke Sumatera Utara yang sebelumnya berada di Bandara Polonia Medan, yang di kelolah oleh pihak Angkasa Pura II sangat mempengaruhi kenyamanan pengguna jasa melalui informasi yang di berikan kepada penumpang sehingga penumpang merasa nyaman saat menunggu keberangkatan pesawat. Dengan melihat minat pengguna jasa transportasi udara yang relatif banyak sehingga membutuhkan pelayanan di Bandara Angkasa Pura II yang melibatkan public relations yang efektif dan efisien untuk mendatangkan calon pengguna jasa kembali. Di samping itu Pendekatan public relations ini sangat merangsang minat pengguna jasa dengan cara memberikan pelayanan informasi, jadwal penerbangan, perubahan waktu keberangkatan, dan lainnya hingga pengguna jasa merasa puas dan mendatangkan pengguna jasa lainnya di Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang. Kata kunci: Public Relations, dan Pengguna Jasa. ## A. PENDAHULUAN Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang sebagai salah satu pintu gerbang masuknya wisatawan Domestik atau Internasional ke Sumatera Utara yang sebelumnya berada di Bandara Polonia Medan. Untuk itu dalam melayani kebutuhan masyarakat dalam jasa trasportasi udara perlu di perhatikan pelayanan yang maksimal seputar informasi public relations terhadap peningkatan pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang Tanpa alat transportasi yang tepat, suplai barang-barang kebutuhan akan terhambat dan pastinya dapat mengakibatkan kelaparan masal. Jika tidak ada angkutan, orang tidak dapat berpindah ke tempat lain sehingga dia tidak dapat bekerja di tempatnya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan transportasi selalu berkembang seiring dengan waktu. Peningkatan kualitas transportasi yang dilihat dari kemampuan jarak jelajah, kenyamanan, tingkat harga, efisiensi waktu, dan standard keamanan dan keselamatan selalu menjadi hal yang diperhatikan oleh pemerintah. Pastinya setiap mewujudkan apa yang di butuhkan publik dan apa yang di miliki Bandara Kualanamu pihak Angkasa Pura II sangat berperan penting di mana yang mengelolah dan memberikan informasi. Public relations (PR) menyangkut kepentingan setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial maupun non-komersial. Kehadirannya tidak bisa dicegah, terlepas dari kita menyukainya atau tidak. Sebenarnya, PR terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara antara organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang menjalin kontak dengannya. Setiap orang pada dasarnya juga selalu mengalami PR, kecuali jika ia terisolasi dan tidak menjalin kontak dengan manusia lainnya. ## B. PERUMUSAN MASALAH bertapa pentingnya public relations yang ada di Bandara Internasional Kualanamu Kabupaten Deli Serdang untuk peningkatan pengguna jasa dari sebelumnya, maka masalah dari penelitian ini bagaimanakah pengaruh public relations terhadap peningkatan jumlah pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang. ## C. LANDASAN TEORI ## Pengertian Public Relations Menurut Marsefio S. Luhukay dalam Jurnal Scriptura (2008:19) Public Relations hadir sebagai suatu kebutuhan, kebutuhan untuk menjembatani organisasi dengan para pemangku kepentingan ( stakeholders ). Jembatan yang dibangun PR bukanlah jembatan keledai, tetapi jembatan yang sungguh- sungguh kokoh, berdiri atas dasar Trust, Honest, dan Credibility. Public Relations ada, karena ada kepercayaan. Artinya masyarakat percaya pada organisasi dan organisasi percaya pada masyarakat atas dasar saling pengertian dan win-win solution . PR membangun citra dan reputasi organisasi lewat opini public yang menguntungkan ( favourable ) melalui kaca mata publik yang memotret aktivitas organisasi di media massa. Lewat citra dan reputasi organisasi tetap dapat berdiri kokoh dalam ranah kompetisi yang sangat tajam merebut pangsa pasar dan konsumen yang loyal pada produk dan servis dari organisasi. Public Relations (PR) adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan public yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip, Center, & Broom, 2009:6). Dalam buku “Effective Public Relations” Menurut Rex F. Harlow, dalam definisinya mencakup elemen konseptual dan operasional: Public Relations adalah fungsi manajemen tertentu yang membantu membangun dan menjaga lini komunikasi, pemahaman bersama, penerimaan mutual dan kerja sama antara organisasi dan publiknya; PR melibatkan manajemen problem atau manajemen isu; PR membantu manajemen agar tetap responsif dan mendapat informasi terkini tentang opini publik: PR mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan publik; PR membantu manajemen tetap mengikuti perubahan dan memanfaatkan perubahaan secara efektif, dan PR dalam hal ini adalah sebagai sistem peringatan dini untuk mengantisipasi arah perubahan (trends) ; dan PR menggunakan riset dan komunikasi yang sehat dan etis sebagai alat utamanya (Cutlip, Center, & Broom, 2009:9). Definisi Menurut (British) Institute of Public Relations (IPR) PR adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good-will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya. Definisi Menurut (Frank Jefkins) PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Pertemuan asosiasi-asosiasi PR seluruh dunia di Mexico City pada bulan Agustus 1978, mengahasilkan pernyataan mengenai definisi PR sebagai berikut: “Praktik PR adalah sebuah seni sekaligus ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, Secara etimologis, public relations terdiri dari dua kata, yaitu public dan relations. Public berarti publik dan relations berarti hubungan-hubungan. Jadi, public relations berarti hubungan-hubungan dengan publik. Menurut (British) Institute of Public Relations (IPR) (Jefkins, 2004: 9), public relations (PR) adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (goodwill) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya. Sedangkan menurut Frank Jefkins (Jefkins, 2004: 10), Public Relations adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan- tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Pada umumnya, tugas Public Relations dalam perusahaan (Rumanti, 2002: 39) adalah sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas penyampaian informasi secara lisan, tertulis, melalui gambar (visual) kepada publik. 2. mempunyai pengertian yang benar tentang organisasi atau perusahaan, tujuan serta kegiatan yang dilakukan. 3. Memonitor, merekam dan mengevaluasi tanggapan serta pendapat umum atau masyarakat. Di samping itu, menjalankan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat. 4. Memperbaiki citra organisasi. Bagi Public Relations, menyadari citra yang baik tidak hanya terletak pada bentuk gedung, presentasi, publikasi dan seterusnya. Tetapi, terletak pada (1) bagaimana organisasi bisa mencerminkan organisasi yang dipercayai, memiliki kekuatan, mengadakan perkembangan secara berkesinambungan yang selalu terbuka untuk dikontrol dan dievaluasi; (2) dapat dikatakan bahwa citra tersebut merupakan gambaran komponen yang kompleks. 5. Tanggung jawab sosial. Public Relations merupakan instrumen untuk bertanggung jawab terhadap semua kelompok yang berhak terhadap tanggung jawab tersebut. Suatu organisasi mempunyai kewajiban dalam pelayanan sosial yang harus menjadi tanggung jawab. 6. Komunikasi. Public Relations mempunyai bentuk komunikasi yang khusus, komunikasi timbal balik, maka pengetahuan komunikasi menjadi modalnya. Public relations (PR) merupakan fungsi manajemen dan dalam struktur organisasi PR merupakan salah satu bagian atau divisi dari organisasi ataupun perusahaan. Karena itu, tujuan dari PR sebagai bagian struktural organisasi tidak terlepas dari tujuan organisasi itu sendiri. Inilah yang oleh Oxley (Iriantara, 2004: 57) disebut sebagai salah satu prinsip public relations, yang menyatakan “Tujuan public relations jelas dan mutlak memberi sumbangan pada objektif organisasi secara keseluruhan”. Oxley menyatakan tujuan public relations itu sendiri adalah mengupayakan dan memelihara saling pengertian antara organisasi dan publiknya. Tujuan kegiatan Public Relations tersebut, pada gilirannya akan memberi manfaat terhadap organisasi. Prestise atau citra yang baik, misalnya akan memberi manfaat yang sangat besar bagi organisasi, bahkan citra dan reputasi ini sering disebut sebagai aset terbesar perusahaan. Karena itu, reputasi mendapat perhatian yang sangat besar dan manajemen reputasi merupakan salah satu bagian dari kegiatan Public Relations yang penting. Untuk mempertahankan bahkan meningkatkan citra dan reputasi organisasi atau perusahaan dapat dilakukan salah satunya dengan melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan dalam rangkaian kegiatan Public Relations. ## D. PEMBAHASAN Menurut “ OFFICIAL STATEMENT OF PUBLIC RELATIONS ” dari Public Relations Society of America dalam (Cutlip, Center, & Broom, 2009:7) Fungsi PR mencakup hal-hal berikut: 1. Memperkirakan, menganalisis, dan menginterprestasikan opini dan sikap publik, dan isu–isu yang mungkin mempengaruhi operasi dan rencana organisasi, baik itu pengaruh buruk maupun baik. 2. Memberikan saran kepada manajemen di semua level di dalam organisasi sehubungan dengan pembuat keputusan, jalannya tindakan, dan komunikasi dan mempertimbangkan ramifikasi publik dan tanggung jawab sosial atau kewarganegaraan organisasi. 3. Meriset, melaksanakan, dan mengevaluasi secara rutin program- program aksi dan komunikasi untuk mendapatkan pemahaman publik yang dibutukan untuk kesuksesan organisasi. Ini mungkin mencakup program marketing, finansial, pengumpulan dana, karyawan, komunitas atau hubungan pemerintah, dan program-program lain. 4. Merencanakan dan mengimplementasikan usaha organisasi untuk mempengaruhi atau mengubah kebijakan publik. 5. Menentukan tujuan, rencana, anggaran, rekrutmen dan training staf, mengembangkan fasilitas ringkasnya, mengelola sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan semua hal tersebut. 6. Contoh-contoh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam praktik PR profesional adalah seni komunikasi, psikologi, psikologi sosial, Public Relation secara harmonis merupakan tugas besar yang harus ditanggung oleh seluruh petugas Angkasa Pura II, padahal kehadiran Public Relation dapat melahirkan perubahan nilai-nilai baru. Yang diharapkan pula, perubahan perubahan ini harus bernilai positif. Perubahan nilai dapat saja menimbulkan peningkatan pengguna jasa dalam penerbangan. Seperti meningkatkan kesenjangan sosial, tingginya informasi dan prasangka sosial serta lain sebagainya. Keanekaragaman status pendidikan, usia, jenis kelamin serta maskapai menyadarkan kita bahwa sangat pentingnya suatu proses Public Relation, yang merupakan usaha untuk membangun hubungan yang lebih erat antara pihak Angkasa Pura II dengan pengguna jasa, sehingga tercipta suatu keadaan yang harmonis, yang memungkinkan terjadinnya peningkatan pengguna jasa transportasi udara. Untuk melihat besarnya hubungan diantara Variabel X dan Y, dilakukan pengujian Hipotesa. Pengujian hipotesa merupakan pengukuran tingkat hubungan diantara kedua variabel yang linear dengan menggunakan rumus koefisean pearson product Moment Correlation guna mencari hubungan antara pengaruh Public Relations terhadap pengguna jasa Angkasa Pura II Pengujian Hipotesa dimulai dengan membuat penilaian dari jawaban- Jawaban responden atas pernyataan dan pertanyaan yang disebarkan melalui Kuesioner dan kode dari setiap jawaban. Pengujian hipotesa menggunakan software SPSS 15.0 for windows, penggunaan software ini tidak diikuti dengan pengujian t- test dan z. Berdasarkan analisa r sebesar 2,8 % Tanda positif pada 2,8 % (+2,8 %) bermakna terdapatnya hubungan diantara kedua variabel. Angkakorelasi 0,28 yang menunjukan rendah tetapi pasti hubungan diantara kedua variabel. Angkakorelasi 0,28 yang menunjukan rendah tetapi pasti hubungan diantara variabel pengaruh Public Relation dan pengguna jasa Angkasa Pura II. Uji tingkat signifikan hasil uji hipotesa, dilakukan dengan membandingkan probilitas yang ditentukan. Jika probilitas > 0,05, maka Ho diterima dan jika probilitas < 0,05,maka ditolak. Signifikan Korelasi yang diperoleh adalah sebesar 0,28.ini bermakna Ho ditolak dan Ha (hipotesa alternatif) diterima karena probilitas 2,8 % <0,05. Uji signifikan diterima dan terdapat hubungan diantara kedua variabel. Adapun fungsi dan tujuan PR dapat di simpulkan untuk menumbuhkan, mengembangkan dan membina hubungan baik antar organisasi yang saling menguntungkan dengan publiknya. Penggunaan skala Guilford ditujukan untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan diantara kedua variabel dalam penelitian ini. Dari hasil perhitungan korelasi, diperoleh harga r sebesar 2,8 % yang berarti pengaruh Public Relation terhadap peningkatan pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu Kabupaten Deli Serdang berkorelasi rendah tapi pasti. Dimana angka 166 berada pada tingkat 2,8 %. Untuk melihat besarnya kuat pengaruh antara kedua variabel, digunakan rumus : KP = (rs)² X 100% = (0,166)² x 100% = 0,028 X 100% = 2,8 % Kekuatan pengaruh antara kedua variabel adalah sebesar 2,8 %, ini berarti 2,8 % kekuatan pengaruh Public Relations pengguna jasa Angkasa Pura II. Menurut Cutlip & Center (dalam Kasali dan Abdurachman), proses PR sepenuhnya mengacu kepada pendekatan manajerial. Proses ini terdiri dari : fact finding, planning, communication , dan evaluation (Abdurachman, 2001:31). Kasali mengadapsinya menjadi : pengumpulan fakta, definisi permasalahan, perencanaan dan program, aksi dan komunikasi, serta evaluasi. 1. Fact finding adalah mencari dan mengumpulkan fakta/data sebelum melakukan tindakan. Misalnya PR sebelum melakukan suatu kegiatan harus terlebih dahulu mengetahui, misalnya : apa yang diperlukan publik, siapa saja yang termasuk kedalam publik, bagaimana keadaan publik dipandang dari berbagai faktor. 2. Planning adalah berdasarkan fakta membuat rencana tentang apa yang harus dilakukan dalam menghadapi berbagai masalah itu. 3. Communicating adalah rencana yang disusun dengan baik kemudian dikomunikasikan atau dilakukan kegiatan operasional. 4. Evaluation adalah mengadakan evaluasi tentang suatu kegiatan, apakah tujuan sudah tercapai atau belum. Evaluasi itu dapat dilakukan secara kontinyu. Hasil evaluasi ini menjadi dasar kegiatan PR berikutnya. Kasali menegaskan bahwa proses PR memperlihatkan dengan jelas pelaksanaan tugas PR bukan semata-mata melakukan aksi, melaikan membutuhkan rencana-rencana dan diikuti langkah-langkah Menurut Ruslan (2005) mengutip Dozier dan Broom (1995) dalam (Hamsinah) jurnal Pembetukan Corporate Image Untuk Citra dan Reputasi Perusahaan bahwa peranan public relations di bagi empat katogori dalam suatu organisasi yaitu : 1. Tenaga ahli ( Expert prescriber) Sebagai praktisi public relations yang berpengalaman dan berkemampuan tinggi dapat untuk mencari solusi dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya. 2. Fasilitator komunikasi ( Communication fasilitator) Dalam hal ini, praktisi public relations bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh publiknya dari organisasi yang bersangkutan, sekaligus harus mampu menjelaskan kembali keinginan, kebijakan dan harapan organisasi pada pihak publiknya. Sehingga dengan komunikasi timbal balik tersebut dilaksanakan oleh public relations bersangkutan dapat tercipta saling pengertian, mempercayai, menghargai, dan toleransi yang baik dari ke dua belah pihak. Menurut Indrawati Tamin yang dikutip oleh Lena Satlita (2011), menyatakan bahwa ada empat peran yang dapat dimainkan oleh public relations yaitu: Interpreter atau in the middle (Penerjemah), Lubricant (pelumas atau pelicin), Pemonitoring dan pengevaluasi, dan Komunikasi. Adapun yang dimaksud dengan masing-masing yang telah disebutkan adalah: 1. Interpreter atau in the middle (Penerjemah) Yaitu public relations berperan sebagai sumbu antara manajemen dengan publik internal maupun eksternal. Public relations harus mampu mengintepretasikan dinamika dan kebutuhan serta perilaku publik terhadap manajemen dan sebaliknya. Untuk bisa memikul peran ini, public relations harus mempunyai akses pada manajemen bahkan top manajemen. Peran ini sering disebut juga sebagai fasilitator komunikasi (komunikator/mediator). 2. Lubricant (pelumas atau pelicin) Dalam menciptakan hubungan internal yang harmonis dan efisien seorang public relations berperan sebagai pelumas atau pelicin. Peran ini memungkinkan public relations mencegah timbulnya kemungkinan perpecahan dalam organisasi melalui komunikasi yang efektif. Misalnya dalam suatu pertemuan/rapat dengan pihak internal organisasi untuk menentukan suatu kebijakan baru perusahaan/organisasi ataupun yang lainnya, seorang public relation membantu pimpinan menjelaskan kembali apa yang telah disampaikan pimpinan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan publik internal pun dapat menafsirkan/mengerti dengan jelas apa yang dipaparkan/dikatakan oleh seorang public relation tanpa menimbulkan permasalahan Seorang public relation berperan untuk mengantisipasi setiap perubahan yang mungkin saja berdampak negatif terhadap organisasi. Dalam hal ini, public relation haruslah pandai dalam mengawasi setiap tindakan publik ( pemonitoring ) dan mengevaluasi (pengevaluasi) semua kegiatan yang berhubungan dengan publik. Pada tahapan evaluasi ini dilakukan perbaikan-perbaikan untuk menciptakan hubungan yang harmonis diantara publik suatu organisasi. Misalnya ketika perusahaan/organisasi mengadakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan publik, seorang public relation harus stanby me- monitoring (memantau) kegiatan tersebut dari awal hingga akhir dan setelah kegiatan tersebut selesai dilaksanakan kemudian ikut mengevaluasi terkait kelebihan dan kekurangan dari diadakannya kegiatan tersebut. Seorang public relation harus mampu menggunakan teknik-teknik komunikasi yang efektif kepada publik internal maupun eksternal untuk terciptanya saling pengertian. Dengan begitu semua informasi dapat tersampaikan secara langsung dan dapat diterima dengan baik oleh publik (tidak terjadi prasangka yang buruk. Danandjaja (2011:73), menyatakan bahwa peranan public relations di dalam perusahaan yaitu : a. Membantu menetapkan serta memelihara garis komunikasi. b. Garis-garis komunikasi yang dimaksud disini berupa saling pengertian, saling menerima satu sama lain, dan kerjasama yang baik antara perusahaan/organisasi dengan publiknya. c. Memecahkan masalah-masalah manajemen. d. Peran public relations ketika terjadi masalah dalam suatu perusahaan/ organisasi yaitu membantu para manajer untuk menciptakan pendapat publik sehingga permasalahan segera dapat dipecahkan/dicari solusinya. Selain itu, seorang public relation juga dapat menjelaskan serta menekankan tanggungjawab kepada para manajer untuk dapat melayani kepentingan publik. e. Membantu para manajer untuk mengambil keputusan yang efektif. f. Dalam mengambil keputusan public relation harus mampu menjadi penengah. Maksudnya adalah peran public relations disini tidak memihak antara manajer dengan publik atau harus netral. Serta berusaha mengambil jalan terbaik ketika suatu keputusan belum dapat diambil dengan catatan tidak akan menimbulkan permasalahan dan tidak merugikan satu sama lain. g. Memberi peringatan dini kepada para manajer untuk mengantisipasi setiap kecenderungan. h. Salah satu kewajiban seorang public relation adalah selalu mengingatkan para manajer dalam melakukan berbagai kegiatannya. Jangan sampai Kemudian menurut Frida Kusumastuti (2002:24), “Peranan petugas humas dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yakni peranan manajerial ( communication manager role ) dan peranan teknis ( communication technician role )”. Peranan manajerial dapat dibedakan menjadi tiga yaitu penasehat ahli ( expert preciber communications ), fasilitator pemecah masalah ( problem solving process facilitator ), dan fasilitator komunikasi ( communication facilitator ). Keempat perana petugas humas tersebut sering digunakan dalam suatu perusahaan/organisasi secara berbeda-beda tergantung beberapa hal yaitu sistem budaya perusahaan/organisasi, tersedianya sumberdaya manusia yang berkualitas, struktur perusahaan/organisasi yang menenukan wewenang dan kewajiban humas, serta ciri khas kehumasan sebuah perusahaan/organisasi. Berdasarkan beberapa uraian yang telah disebutkan bahwa peran public relations dalam suatu perusahaan/organisasi sangatlah penting. Tanpa adanya public relations suatu perusahaan/organisasi tidak akan dapat menjaga dan meningkatkan citra/ image perusahaan/organisasi tersebut. Selain itu juga, agar public relations dapat lebih berhasil menjalankan peranannya, maka petugas public relation perlu mengetahui dan menguasai pengetahuan tentang Public Relations dengan berbagai aspeknya. Secara singkat peran public relations dalam perusahaan/organisasi yaitu untuk membantu menetapkan serta memelihara komunikasi dan membantu dalam penyesaian pemecahan masalah- masalah manajemen yang telah terjadi. Dalam menjalankan tugasnya, seorang public relation membutuhkan media sebagai alat pendukung untuk terciptanya komunikasi atau penyampaian pesan yang efektif. Menurut Firsan Nova (2011), “Media public relations terdiri dari dua bentuk, yaitu media internal dan media eksternal”. Dari pendapat tersebut yang dimaksud sebagai media internal antara lain dapat berbentuk majalah, tabloid, buletin, koran, website perusahaan, intranet perusahaan, company profile , financial report , dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud media eksternal adalah media massa baik yang berbentuk cetak maupun elektronik. Menurut Oemi Abdurrachman (1995), “Media yang dapat digunakan seorang public relation dibedakan menjadi 2: a. The Printed Word (Kata-kata tercetak) b. The Spoken Word (Kata-kata lisan)”. Adapun yang termasuk sebagai the printed word (kata-kata tercetak) dan the spoken word (kata-kata lisan) antara lain: The Printed Word (Kata-kata tercetak) Kata-kata tercetak ini meliputi: a. Majalah Penerbitan majalah diperuntukkan bagi para staf, pegawai, maupun karyawan dan keluarganya (internal publik), publik keseluruhan, dan untuk publik khusus. Isi dari majalah harus sesuai dengan kepentingan dan kesenangan para pembaca, serta yang harus patut diketahui oleh para pembaca dimana berita atau artikel yang dimuat harus yang factual dan bermanfaat. b. Booklets dan pamphlets Tujuan dibuatkannya booklets dan pamphlets adalah agar dapat digunakan sebagai pedoman mengenai peraturan-peraturan, memberikan dorongan kepada para pembaca untuk mewujudkan sebuah tim yang kompak dalam bekerja, dan sebagainya. c. Pedoman Adapun isi dari pedoman ini adalah berupa keterangan-keterangan tentang rencana kegiatan-kegiatan dari tiap bagian organisasi/perusahaan. Dengan adanya pedoman akan mempermudah publik yang berkepentingan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai salah satu kegiatan yang telah direncanakan. Proses fasilitator pemecahan masalah (Problem solving process fasilitator) Peranan ini merupakan bagian tim manajemen untuk membantu pimpinan organisasi baik sebagai penasehat sehingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan) ## KESIMPULAN Pada dasarnya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh Public relations (PR) terhadap pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang. Maka kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dari hasil analisa diatas dapat terlihat jelas bahwa terdapat hubungan yang erat antara Public Relation (PR) dengan peningkatan pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang. 2. Sebagian besar pengguna jasa Bandara merasa sangat puas dengan fasilitas yang diberikan oleh PT. Angkasa Pura II (persero). 3. Kinerja Public Relations (PR) PT. Angkasa Pura II (persero) berdasarkan penelitian diketahui cukup baik. Hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya minat pengguna jasa yang memakai fasilitas transportasi udara. 4. Loyalitas pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu menunjukkan tingkat loyalitas pengguna jasa yang sangat baik berdasarkan distribusi dari pengisian kuesioner. 5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat pengaruh yang signifikan positif antara pengaruh public relations (PR) terhadap kepuasan pengguna jasa. ## DAFTAR PUSTAKA Ardiyanti, Elviro. (2010). Metodologi Penelitian untuk Public Relations. Bandung: Simbiosea Rekatama Media. Bagong, Suyanto, 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, jakarta: kencana Buhan, Bungin, 2005, Metodologi Penelitian, Jakarta : Kencana Prenada Media Goup. Bungin, Burhan, 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format Kuantitatif dan kualitatif, Botan, C. H., & Hazleton, V. (1989). Public Relation Theory. New Jersey: Lawrence Elbraum Associates Publisher. Cutlip, S., Center, A. H., & Broom, G. M. (2009). Effective Public Relations Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Rakhmat, 1995.lmu Komunikasi. PT Surya Perkasa. Jakarta Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Sumanto, 1997. Metodologi Penelitian. PT Surya Perkasa, Bandung Singarimbun, Masri, 2006. Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3S. www.angkasapuraii.co.id www.bandarainternasionalkualanamu.com
b477d418-186b-4d02-85d3-258aefd919af
https://idm.or.id/JSER/index.php/JSER/article/download/172/160
## Journal of S ocial and Economics Research Volume 5, Issue 2, December 2023 P-ISSN: 2715-6117 E-ISSN: 2715-6966 Open Access at: https://idm.or.id/JSER/index.php/JSER THE INFLUENCE OF INTRINSIC MOTIVATION, TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP, AND ORGANIZATIONAL CULTURE ON EMPLOYEE PERFORMANCE OF PUTRA BARU SWALAYAN KUTOWINANGUN PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PUTRA BARU SWALAYAN KUTOWINANGUN Chandra Agung Kusuma 1 , Ignatius Soni Kurniawan 2 1,2 Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa E-mail: agungchandra014@gmail.com ARTICLE INFO ABSTRACT Correspondent Chandra Agung Kusuma agungchandra014@gmail.com Key words: intrinsic motivation, transformational leadership, organizational culture, employee performance Website: https://idm.or.id/JSER/inde x.php/JSER Page: 784 - 790 Human resources have a very important role in a company. One of the success of a company can be seen from performance. Several factors have an influence on employee performance, including work motivation, leadership style, and organizational culture. This study aims to determine the influence of intrinsic motivation, transformational leadership, and organizational culture on employee performance in Putra Baru Swalayan Kutowinangun . This research is a quantitative descriptive research with a correlational approach. The research was conducted on all employees of Putra Baru Swalayan Kutowinangun. The data sources used are primary data and secondary data collected through questionnaires and interviews. Furthermore, the data is processed and analyzed using multiple linear regression analysis. The results showed that, the Intrinsic Motivation variable (X1) on Employee Performance (Y) has a calculated t value of 2,590 > t table (1.96), meaning that there is a positive influence between the Intrinsic Motivation variable (X1) on Employee Performance (Y). In the variable Transformational Leadership (X2) on Employee Performance (Y), the calculated t value shows a result of 3,347 > t table (1.96), meaning that there is a positive influence between the variable Transformational Leadership (X2) on Employee Performance (Y). In the variable Organizational Culture (X3) on Employee Performance (Y), the calculated t value shows a result of 6,498 > t table (1.96), meaning that there is a positive influence between the variable Organizational Culture (X3) on Employee Performance (Y). It can be concluded that intrinsic motivation, transformational leadership, and organizational culture affect employee performance in Putra Baru Swalayan Kutowinangun. INFO ARTIKEL ABSTRAK Koresponden Chandra Agung Kusuma agungchandra014@gmail.com Kata kunci: motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, kinerja karyawan Website: https://idm.or.id/JSER/index. php/JSER Hal: 784 - 790 Sumberdaya manusia memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah perusahaan. Keberhasilan sebuah perusahaan salah satunya dapat dilihat dari kinerja. Beberapa faktor memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan, diantaranya motivasi kerja, gaya kepemimpinan, dan budaya organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada Putra Baru Swalayan Kutowinangun. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Penelitian dilakukan terhadap seluruh karyawan Putra Baru Swalayan Kutowinangun. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara. Selanjutnya data diolah dan dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada variabel Motivasi Intrinsik (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y) memiliki nilai t hitung sebesar 2.590 > t tabel (1.96), artinya terdapat pengaruh positif antara variable Motivasi Intrinsik (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Pada variabel Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y), nilai t hitung menunjukkan hasil sebesar 3.347 > t tabel (1.96), artinya terdapat pengaruh positif antara variabel Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Pada variabel Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Y), nilai t hitung menunjukkan hasil sebesar 6.498 > t tabel (1.96), artinya terdapat pengaruh positif antara variabel Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Putra Baru Swalayan Kutowinangun. Copyright © 2023 JSER. All rights reserved. ## PENDAHULUAN Sumber daya manusia memiliki peran penting dalam mencapai tujuan sebuah perusahaan. Pentingnya peran sumber daya manusia dalam kompetisi baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam agenda bisnis, menuntut suatu organisasi harus memiliki nilai lebih dibandingkan dengan organisasi lain. Keberhasilan sebuah perusahaan salah satunya dapat dilihat dari kinerja. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009:67). Dalam mengelola sebuah perusahaan, setiap karyawan harus memiliki motivasi kerja. Menurut Mangkunegara (2009:93) motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Dalam penelitian Galan Kusuma dan Edy Rahardja (2018) dinyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Motivasi yang paling kuat adalah motivasi intrinsik karena tertanam langsung di dalam diri karyawan. Hasil kerja yang didasari atas kesadaran tersebut dapat menciptakan kinerja yang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Febrian Nurtaneo Akbar (Prahyawan 2014:36) yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara motivasi intrinsik terhadap kinerja karyawan. Selain itu peran pimpinan perusahaan juga sangat berpengaruh terhadap karyawan. Dalam memimpin perusahaan, para pemimpin memiliki berbagai metode, salah satu yang digunakan adalah gaya kepemimpinan transformasional. Menurut Robbins dan Judge (2015:261), pemimpin transformasional adalah pemimpin yang menginspirasi para pengikutnya, menyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mampu memiliki pengaruh yang luar biasa bagi para pengikutnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Galan Kusuma dan Edy Rahardja (2018) juga menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Peningkatan kinerja karyawan juga dipengaruhi oleh budaya organisasi karena budaya organisasi merupakan nilai-nilai, prinsip-prinsip, tradisi dan cara-cara bekerja yang dianut bersama oleh anggota organisasi dan mempengaruhi cara mereka bertindak (Robbins dan Coulter, 2012:80). Budaya organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan agar dapat mencapai tujuan yang dicita- citakan sebuah perusahaan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Galan Kusuma dan Edy Rahardja (2018) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada Putra Baru Swalayan Kutowinangun. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat akademis sehingga mampu dijadikan referensi untuk penelitian berikutnya, meningkatkan wacana pengetahuan dan memberi kontribusi nyata pada teori yang berhubungan dengan permasalahan manajemen sumber daya manusia, serta menjadi upaya untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan bagi perusahaan. ## METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Menurut Arikunto (2013) penelitian korelasi merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat pengaruh antara dua variabel atau lebih tanpa melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada. Penelitian ini mengkaji pengaruh motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi sebagai variabel X atau variabel independen, terhadap kinerja kerja karyawan sebagai variabel Y atau variabel dependen. Penelitian ini dilakukan terhadap karyawan Putra Baru Swalayan Kutowinangun, menggunakan teknik pengambilan sampel berupa sampel jenuh. Sampel jenuh digunakan dalam penelitian ini karena jumlah populasi yang relative kecil. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder, yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara. Selanjutnya data diolah dan dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda ## HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuk hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah hipotesis asosiatif. Hipotesis asosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2016:69). Penelitian ini menanyakan hubungan antara tiga variabel independen (X) dan satu variabel dependen (Y). Uji-t digunakan untuk menguji kemampuan masing-masing variabel X 1 ,X 2 , dan X 3 untuk menjelaskan Y. Langkah-langkah untuk menguji hipotesis, yaitu : 1. Menentukan Hipotesis a. Ho = 0, tidak terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen b. Ha ≠ 0, terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen 2. Menentukan tingkat signifikan yang dapat di tolerir Dalam menentukan kesalahan taksiran digunakan (α ) adalah 5% atau 0,05. 3. Menentukan besarnya t hitung Menurut Sugiyono (2016) untuk menguji secara pasial dari koefisien masing- masing variabel digunakan uji-t dengan rumus 𝑡 = 𝑟 𝑟𝑝√𝑛−3 √1−𝑟 2 𝑝 Keterangan: r p =korelasi parsial yang ditemukan n= jumlah sampel t= t hitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan t table 4. Pengujian hipotesis Ho= 0, tidak terdapat pengaruh motivasi intrinsic terhadap kinerja kerja karyawan Ho= 0, tidak terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja kerja karyawan Ho= 0, tidak terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja kerja karyawan Ha ≠ 0, terdapat pengaruh motivasi intrinsic terhadap kinerja kerja karyawan Ha ≠ 0, terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja kerja karyawan Ha ≠ 0, terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja kerja karyawan Dengan meng gunakan tingkat keyakinan alpha ( α ) sebesar 5% dan derajat kebebasan (n-2). Kemudian dibandingkan antara nilai hitung dengan alpha 5% atau 0,05. Jika t hitung ≤ t tabel maka H o didukung dan H a tidak didukung. Jika t hitung > t tabel maka H o tidak didukung dan H a didukung. Gambar 1. Model Struktural Berikut penjelasan lengkap mengenai pengujian hipotesis. Tabel 1. Hubungan Langsung Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) T Statistics (|O/STDEV|) P Values Hipotesis Motivasi Intrinsik (X1) -> Kinerja Karyawan (Y) 0.254 0.255 0.098 2.590 0.010 Diterima Kepemimpinan Transformasiona l (X2) -> Kinerja Karyawan (Y) 0.288 0.299 0.086 3.347 0.001 Diterima Budaya Organisasi (X3) - > Kinerja Karyawan (Y) 0.571 0.563 0.088 6.498 0.000 Diterima ## Pengaruh Motivasi Intrinsik (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y) Berdasakan tabel uji t diatas pengaruh variabel Motivasi Intrinsik (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y) sebesar 0,010 < 0,050 sedangkan untuk nilai t hitung sebesar 2.590 > t tabel (1.96), artinya Hipotesis diterima yang berarti terdapat pengaruh positif antara variable Motivasi Intrinsik (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y) Berdasakan tabel uji t diatas pengaruh variabel Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y) sebesar 0,001 < 0,050 sedangkan untuk nilai t hitung sebesar 3.347 > t tabel (1.96), artinya Hipotesis diterima yang berarti terdapat pengaruh positif antara variable Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y). ## Pengaruh Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Y) Berdasakan tabel uji t diatas pengaruh variabel Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Y) sebesar 0,000 < 0,050 sedangkan untuk nilai t hitung sebesar 6.498 > t tabel (1.96), artinya Hipotesis diterima yang berarti terdapat pengaruh positif antara variable Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Y). ## SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Putra Baru Swalayan Kutowinangun. ## DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatya. Kusuma, G., & Rahardja, E. (2018). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Karyawan PD BPR BKK Taman Pemalang). Diponegoro Journal Of Management, 7(2), 210-220. Mangkunegara, Anwar Prabu. (2011). Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Prahiawan, W., & Simbolon, N. (2014). Pengaruh motivasi intrinsik dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT Intimas Lestari Nusantara. Jurnal Ekonomi Universitas Esa Unggul, 5(1), 17914. Robbins, Stephen P., & judge, T.A. (2015). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat. Robbins, S. P. (2012). dan Coulter, Mary. Management, England: Pearson Education Limited, 6. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.
3cbbb0b0-e4e1-4894-b705-eff85e353288
https://e-jurnal.unisda.ac.id/index.php/Inspiramatika/article/download/1477/961
## TEORI BEBAN KOGNITIF: ELEMEN INTERAKTIVITAS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Barep Yohanes a ,Rendi Lusbiantoro b a Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNIBA Jl. Ikan Tongkol No. 01 Kertosari – Banyuwangi 68416, barepyohanes@gmail.com b SMK TELKOM Malang Jl. Danau Ranau Sawojajar Malang 65139, rendy@smktelkom-mlg.sch.id ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan munculnya Elemen Interaktivitas pada beban kognitif intrinsik siswa dalam pembelajaran matematika. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi data kualitatif yang diperoleh dari lembar observasi, jurnal belajar siswa, wawancara, dan rekaman video. Untuk pengecekan keabsahan data menggunakan metode triangulasi dan strategi menyajikan informasi yang berbeda atau negatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X RPL 3 SMK TELKOM Malang. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa Elemen Interaktivitas merupakan bagian dari Beban kognitif intrinsic yang muncul dalam pembelajaran.Elemen Interaktivitas yang muncul dalam pembelajaran dapat terlihat dari kompleksitas materi yang sedang dipelajari sehingga siswa harus menghubungkan antara topik materi kedudukan titik, garis, bidang dan topik materi jarak dan besar sudut dalam bangun ruang. Kompleksitas materi yang sedang dipelajari juga melibatkan materi prasyarat seperti kesebangunan dua segitiga, aljabar, sudut istimewa dan keahlian siswa dalam belajar matematika. Saran yang dapat diberikan dari peneliti bahwa dalam belajar perlu memperhatikan elemen interaktivitas untuk mengetahui beban yang diemban oleh kognitif siswa. Guru harus selalu mengevaluasi kemampuan siswa sehingga siswa tidak terlalu berat dalam belajar. Kata Kunci : beban kognitif, elemen interaktivitas, pembelajaran matematika ## Abstract This study aims to describe the emergence of Elements of Interactivity on the intrinsic cognitive load of students in mathematics learning. The approach in this study is a qualitative approach and this type of research is descriptive research. Data obtained in this study include qualitative data obtained from observation sheets, student learning journals, interviews, and video recordings. To check the validity of the data using the triangulation method and the strategy presents different or negative information. The subjects in this study were students of class X RPL 3 of TELKOM Vocational School Malang. The results of the study obtained that the Element of Interactivity is part of the intrinsic cognitive load that arises in learning. Interactivity elements that appear in learning can be seen from the complexity of the material being studied so that students must connect between material topics where the points, lines, fields and topics of material distance and the angles in building space. The complexity of the material being studied also involves prerequisite material such as the congruence of two triangles, algebra, special angles and the students' expertise in learning mathematics. Suggestions can be given from the researcher that in learning it is necessary to pay attention to the element of interactivity to find out the burden carried out by the cognitive students. The teacher must always evaluate students' abilities so that students are not too heavy in learning. Keywords : cognitive load, elements of interactivity, mathematic learning ## PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara elemen- elemen yang terdiri dari guru, siswa, dan sumber belajar pada lingkungan belajar (permendikbud, no. 103, 2014). Kolaborasi berkesinambungan antar elemen-elemen tersebut diharapkan akan membentuk suatu keadaan lingkungan belajar yang ideal. Siswa tidak akan maksimal jika tidak ada guru dalam kegiatan pembelajaran. Begitu juga guru tanpa suatu sumber belajar akan mengalami kesulitan dalam penyampaian materi dan kurang maksimal dalam pembelajaran. Ketiga elemen tersebut harus saling melengkapi dan saling membutuhkan guna mencapai suatu tujuan pembelajaran yang diharapkan. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Guru memiliki wewenang dalam kegiatan yang dilakukan siswa pada saat kegiatan pembelajaran. Guru harus memberi fasilitas kepada siswa untuk dapat menyampaikan pendapat dan juga gagasan dalam kegiatan pembelajaran (Subanji, 2015:1). Guru memberikan kesempatan untuk siswa dapat menyamapaikan pendapatnya ataupun pemahaman yang dimilikinya. Belajar merupakan kegiatan utama dalam suatu kegiatan pembelajaran. Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian (Suyono dan Hariyanto, 2016:9). Belajar dapat menggali pengetahuan tentang suatu topik atau teori yang berkembang.Teori yang telah dimiliki juga dapat dipertajam dengan latihan- latihan yang lebih mendalam sehingga dapat meningkatkan keterampilan yang dimiliki.Melalui belajar dapat membantu untuk memperbaiki perilaku secara social ataupun perilaku secara prosedural dalam bertindak. Belajar akan membawa suatu perubahan yang nyata pada siswa. Belajar juga merupakan kegiatan mental yang dilakukan oleh siswa untuk memahami suatu pengetahuan.Siswa memerlukan kemampuan mental atau pikiran saat mereka melakukan kegiatan belajar (Slavin, 2009, dan Cooper, 1998).Kemampuan mental atau pikiran ini berhubungan dengan perkembangan kognitif siswa yang dimiliki untuk belajar. Dalam kegiatan belajar siswa akan menggunakan kemampuan yang ada pada kognitif mereka. Semakin siswa sering melakukan kegiatan belajar akan membuat siswa semakin memiliki perkembangan kognitif yang baik pula. Pemrosesan informasi merupakan aktivitas yang dilakukan oleh otak dalam memproses informasi baru dan menyimpannya, kemudian memunculkan kembali informasi tersebut apabila dibutuhkan (Winkel, 2005:120, dan Slavin, 2009:216). Informasi yang diperoleh oleh siswa akan diproses dalam otaknya atau diabaikan begitu saja. Informasi juga akan dihubungkan dengan informasi lain yang telah dimiliki sehingga akan membentuk suatu pengetahuan yang saling berkesinambungan antara informasi yang diperoleh dengan informasi yang dimiliki. Memori kerja merupakan pusat dari pemrosesan suatu informasi yang telah diterima oleh seorang siswa.Upaya yang dilakukan seorang siswa untuk memproses suatu informasi akan memberikan beban pada sistem memori siswa. Beban yang terjadi pada memori kerja inilah yang disebut beban kognitif (Plass, Moreno, dan Brunken, 2010, dan Sweller, Ayres, dan Kalyuga, 2011).Beban kognitif mengarah pada kapasitas memori kerja yang terbatas dan tak terbatasnya memori jangka panjang.Semakin berat memori kerja melakukan suatu tugas maka semakin berat pula beban kognitif yang diterima oleh siswa.Beban kognitif terjadi ketika siswa berada pada situasi memproses informasi atau memahami suatu materi. Beban kognitif yang diterima oleh seseorang ditentukan oleh unsur/elemen interaktivitas dalam suatu informasi.Elemen interaktivitas adalah element yang harus diproses secara bersamaan dalam memori kerja karena mereka secara logis berkaitan.Sedangkan elemen adalah segala sesuatu yang harus dipelajari atau diproses, atau yang telah dipelajari atau diproses.Elemen-elemen yang ada dalam suatu informasi inilah yang mempengaruhi besar kecilnya beban kognitif seseorang. Bila dalam suatu informasi memiliki elemen yang sangat banyak, memori kerja juga akan semakin berat memproses informasi dan mengakibatkan beban kognitif semakin besar. Beban Kognitif Intrinsic mengacu pada jumlah elemen yang harus diproses secara bersamaan dalam memori kerja untuk mengkonstruksi skema atau disebut dengan elemen interaktivitas. Element interaktifitas tergantung pada dua hal yaitu: kerumitan materi dalam belajar dan juga keahlian peserta didik dalam belajar (ketersediaan skema dan automatisasi) (Artino, 2008:428). Sehingga beban kognitif Intrinsic melalui elemen interaktivitas ditentukan oleh interaksi antara sifat bahan yang dipelajari dan keahlian dari siswa. ## METODE PENELITIAN Penelitian yang digunakan untuk mengetahui elemen interaktivitas pada beban kognitif intrinsik dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.Tujuan penelitian untuk menggali elemen interaktivitas yang muncul dalam pembelajaran matematika yang ada di SMK TELKOM Malang.Penelitian dilakukan pada kelas X RPL 3 Tahun pembelajaran 2015/2016.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui munculnya elemen interaktivitas pada pembelajaran matematika di SMK TELKOM Malang. Materi dalam pembelajaran matematika adalah Geometri pada SMK kelas X. Instrumen utama sekaligus pengumpul data pada penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti mengamati proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru mata pelajaran matematika. Peneliti juga dibantu oleh 1 (satu) observer untuk mengamati pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga ada pembanding antar peneliti dan observer.Penelitian berlangsung selama 3 pertemuan pembelajaran dengan materi geometri. Lembar observasi, jurnal belajar siswa, pedoman wawancara, dan rekaman video pembelajaran merupakan instrumen pendukung dalam penelitian.Keempat instrumen tersebut sebagai alat untuk menggali munculnya elemen interaktivitas dalam pembelajaran matematika. Lembar observasi diisi oleh peneliti sebagai observer dan dibantu oleh 1 observer lain atau teman sejawat. Jurnal belajar diisi oleh siswa setelah pembelajaran selesai.Setiap akhir pembelajaran, peneliti memilih 6 siswa secara acak dan harus berbeda pada suatu pertemuan dengan pertemuan sebelumnya untuk diwawancarai.Melalui wawancara didapat data lebih mendalam tentang munculnya elemen interaktivitas yang dirasakan siswa pada saat pembelajaran.Peneliti juga merekam pembelajaran dari awal sampai akhir sehingga hasil rekaman dapat dianalisis kembali untuk melihat munculnya elemen interaktivitas dalam pembelajaran. Penelitian diawali dengan persiapan yang terdiri dari menganalisis masalah, merancang instrument, memvalidasi instrument, dan observasi tempat penelitian.Persiapan yang dirasa sudah cukup maka, selanjutnya pengambilan data yang dilakukan di SMK TELKOM Malang.Pengambilan data dilakukan selama 3 pembelajaran Matematika.Data yang diperoleh kemudian dikelolah menggunakan teknik analisis data yang terdiri dari menstranskrip data verbal sampai penarikan kesimpulan. Untuk memastikan keabsahan data pada pengelolahan data maka dilakukan pemeriksaan keabsahan dengan caratriangulasi dan penyajian informasi berbeda (Creswell, 2014:286-288). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh selama penelitian akan dibahas langsung berdasarkan elemen interaktivitas yang muncul pada pembelajaran matematika. Data berupa foto hasil kerja siswa, rekaman selama pembelajaran, jurnal belajar siswa, dan juga hasil wawancara. Pembahasan akan menjelaskan munculnya elemen interaktivitas yang ada dalam pembelajaran matematika. Elemen Interaktivitas yang muncul terlihat dari rekaman pada saat pembelajaran (rekaman 0004 menit 1:10). Guru membahas tentang garis yang sejajar, perpotongan, dan bersilangan. Siswa memberikan jawaban yang salah ketika membahas soal.Ada beberapa siswa yang mengalami kesalahan dalam menjawab pertanyaan guru tentang garis yang sejajar, berpotongan, dan bersilangan. Kesalahan siswa dapat dilihat dari hasil wawancara: Guru : GB sejajar dengan CF atau tidak? Siswa : Tidak Guru : Apa namanya? Siswa : Bersilangan Guru : Berpotongan, kalau bersilangan tadi apa? Siswa dan guru : Tidak sejajar dan tidak berpotongan Selain tanya jawab diatas, kesalahan siswa juga terlihat dari tanya jawab berikut. Guru : BE dan CF apa namanya? Siswa : Sejajar Guru : Ndak, dia bersilangan Hasil lembar observasi mengungkap Elemen Interaktivitasberasal dari garis yang berpotongan dengan yang bersilangan. Hasil jurnal belajar siswa juga terungkap bahwa siswa kurang bisa/kesulitan membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang. Kesulitan membayangkan lebih diperjelas lagi melalui hasil wawancara dengan siswa berinisial AIY yang mengatakan bahwa dalam belajar geometri tidak terlalu sulit tetapi yang sulit saat membayangkannya. Peneliti : Menurut anda, apakah materi yang barusaja dipelajari sulit untuk dipahami? Mengapa anda merasa sulit memahami materi tersebut? AIY : Ya gak sulit, Cuma susah bayanginnya Elemen Interaktivitas yang muncul berikutnya adalah bidang yang sejajar.Siswa mengalami kesulitan dalam membahas soal yaitu menentukan suatu bidang yang sejajar dengan bidang lainnya (rekaman 0004 menit 04:04). Guru : Sekarang, bidang yang sejajar dengan BDG?, kebayang apa tidak bidang BDG? Sebagain siswa : Kebayang Sebagian siswa : Sebentar, sebentar, bidang BDG (sambil membayangkan bidang BDG pada gambar. Munculnya Elemen Interaktivitas terlihat dari kesulitan siswa dalam memahami bidang yang sejajar dengan bidang BDG.Elemen Interaktivitas muncul dari kesulitan siswa dalam membayangkan bidang yang sejajar dengan bidang BDG. Kesulitan membayangkan ini terungkap dari hasil lembar observasi bahwa yang menjadi kesulitan siswa adalah membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang. Selain dari lembar observasi kesulitan membayangkan didukung oleh hasil jurnal belajar yang menjelaskan bahwa siswa kurang bisa membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang, kemudian diperjelas dengan hasil wawancara dengan siswa berinisial AIY. Dalam kegiatan pembelajaran muncul Elemen Interaktivitasyang dapat dilihat dari kesulitan yang dialami oleh siswa. Ada beberapa siswa yang sedikit mengalami kebingungan saat siswa yang mengerjakan di depan memberikan panjang 5 pada suatu garis. Karena ada beberapa siswa yang merasa kebingungan dengan panjang 5 pada pekerjaan siswa maka guru bertanya kepada siswa yang mengerjakan di depan. Guru : La kok bisa Siswa : ini kan sejajar dan sama dengan CG. Jadi ini ya setengahnya dari 10 pak. Kesulitan siswa dalam memahami hasil kerja teman mereka disebabkan karena kurangnya kemampuan membayangkan kedudukan garis dalam bangun ruang. Kesulitan ini juga terungkap dari hasil jurnal belajar siswa bahwa mereka mengalami kesulitan dalam segi membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang. Kesulitan ini juga diperjelas dengan hasil wawancara dengan AIY yang merasa kesulitan dalam membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam bangun ruang. Dari hasil observasi terlihat Elemen Interaktivitas yang muncul adalah tentang perhitungan tentang kedudukan titik P dan panjang AQ yang bernilai 5 . Siswa juga mengalami kesulitan saat guru membahas tentang panjang diagonal ruang yang bernilai 10 . Elemen Interaktivitasjuga muncul pada saat siswa mengalami kesulitan dalam memahami bidang segitiga dalam bangun kubus. Kesulitan ini juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan YIR sebagai berikut. Peneliti : Dimanakah letak kesulitan saudara dalam memahami materi? Mengapa dibagian tersebut anda merasa kesulitan dalam memahaminya? YIR : Ya kalau sudah masuk ke yang agak kompleks gitu, pada saat dipecah-pecah segitiga-segitiga, itu yang agak sulit. Gambar 1. Bangun Ruang Kubus Hasil Kerja Siswa Pembahasan dilanjutkan dengan menghitung jarak titik A ke bidang BDE (rekaman 0009 menit 00:08). Pembahasan diawali dengan mengajak siswa untuk membayangkan bidang BDE pada bangun kubus. Guru : Bisa atau tidak membayangkan bidang BDE? Siswa : Bisa (Serentak) Guru : Apa jenis segitiga yang terbentuk? Siswa1 : Segitiga sama kaki Siswa2 : Segitiga sama sisi Dari percakapan di atas siswa mengalami kesulitan dalam membayangkan dan memahami panjang sisi-sisi pembentuk segitiga BDE. Beban kognitif intrinsic disebabkan oleh jumah element yang harus diproses secara bersamaan dan keterkaitan antara unsur-unsur. Siswa kurang memahami topik materi pada pertemuan sebelumnya dapat mengakibatkan beban kognitif yang lebih berat pada pembelajaran topik materi yang sedang dipelajari. Pengetahuan sebelumnya dari siswa akan mempengaruhi tingkat kompleksitas materi yang dipelajari (Kalyuga, 2011:39). Topik materi yang sedang dipelajari berhubungan dengan topik materi yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Kesulitan siswa yang terjadi karena ada unsur dalam suatu topik materi yang tidak diproses. Siswa kurang memahami topik materi sehingga saat guru memberikan latihan soal, siswa mengalami kesulitan mengerjakan atau menjawab pertanyaan guru. Siswa tidak mengulang materi sebelumnya (mempelajari kembali) sehingga informasi yang ada dalam memori kerja terlupakan. Informasi dalam memori kerja hanya bisa bertahan beberapa menit dan jika tidak ada pengulangan akan dilupakan. Informasi sepenuhnya dipahami ketika semua element yang berinteraksi dapat diproses dalam memori kerja (Sweller, Ayres, dan Kalyuga, 2011:62). Siswa melupakan definisi dari dua garis yang berpotongan atau bersilangan sehingga siswa tidak dapat menjawab atau menentukan dua buah garis yang berpotongan atau bersilangan. Siswa kurang mampu melihat atau mengkonfigurasi, pengenalan bentuk dan kedudukan, dan merepresentasikan suatu titik, garis, atau bidang dalam bangun ruang (Gal dan Linchevski, 2010). Kesulitan yang dialami membuat siswa tidak bisa memahami kedudukan suatu titik, garis, dan bidang dalam bangun ruang. Dari situasi tersebut mengakibatkan munculnya beban kognitif intrinsic dalam praktik pembelajaran matematika. ## KESIMPULAN Elemen Interaktivitas merupakan bagian dari Beban kognitif intrinsic yang muncul dalam pembelajaran.Elemen Interaktivitas yang muncul dalam pembelajaran dapat terlihat dari kompleksitas materi yang sedang dipelajari sehingga siswa harus menghubungkan antara topik materi kedudukan titik, garis, bidang dan topik materi jarak dan besar sudut dalam bangun ruang. Kompleksitas materi yang sedang dipelajari juga melibatkan materi prasyarat seperti kesebangunan dua segitiga, aljabar, sudut istimewa dan keahlian siswa dalam belajar matematika. ## DAFTAR PUSTAKA Artino, A. R. J. (2008). Cognitive Load Theory and the role of learner experience: An Abbreviated Review for Education Practitioners. Association for the Advancement of Computing In Education Journal , 16(4): 425- 439 Cooper, G. (1998). Research into Cognitive Load Theory and Instructional Design at UNSW .(Online), (http://dwb4.unl.edu/Diss/Coope r/UNSW.htm) , diakses 20 September 2015. Creswell, J. W. (2009). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, edisi-3 . Terjemahan Achmad Fawai. 2014. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Gal, H. & Linchevski, L. (2010). To See or not to see: Analyzing Difficulties in Geometry from the Perspective of Visual Perception. Educ Stud Math . 74:163-183 Kalyuga, S. (2011). Informing: A Cognitive Load Perspective. The International Journal of an Emerging Transdiscipline . 14:33-45 Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah . (2014). Jakarta: Permendikbud. Plass, L. J., Moreno, R. & Brunken, R. 2010. cognitive Load Theory . New York: Cambridge University Press, (online). Slavin, E. R. (2009). Psikologi Pendidikan: Teori dan Prakte, edisi-9 . Terjemahan Marianto Samosir. 2011. Jakarta: Indeks Subanji. (2015). Teori Kesalahan Konstruksi Konsep dan Pemecahan Masalah Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang Suyono & Hariyanto. (2016). Belajar Dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sweller, J., Ayres, P. & Kalyuga, S. 2011. cognitive Load Theory . New York: Cambridge University Press, (online). Winkel, S, W. (2005). Psikologi Pengajaran . Yogyakarta: Media Abadi
d38fa543-9dd0-4dd9-8b08-dbe57c4208c8
https://jurnal.perhapi.or.id/index.php/impj/article/download/8/10
## ANALISA LINEAR SUPERPOSITION DALAM KELOLA GETARAN TANAH HASIL PELEDAKAN PADA PERTAMBANGAN BATUBARA Linier Superposition Analysis on Managing Blasting Ground Vibration in Coal Mining Dhion Pradatama 1 , Chani Pradasara 2 , dan Syarif Nurdiansyah 3 1,2 Technical Services Engineer, PT Multi Nitrotama Kimia, Jakarta Selatan, DKI Jakarta 3 Area Manager, PT Multi Nitrotama Kimia, Banjarmasin, Kalimantan Selatan Artikel masuk :September 2019 , Artikel diterima : Oktober 2019, Atikel terbit : November 2019 *Dhion Pradatama : dhion@mnk.co.id Doi : ## ABSTRAK Getaran tanah merupakan getaran yang ditimbulkan akibat dari proses peledakan tambang. Selama ini getaran tanah dianggap sebagai waste energy yang dapat merusak dan menjadi isu terhadap lingkungan di sekitar area tambang. PT. Multi Nitrotama Kimia sebagai perusahaan jasa penjualan bahan peledak di Indonesia memiliki kustomer dengan isu demikian, salah satunya adalah PT Adaro Indonesia. Guna menanggulangi isu tersebut, dilakukan rekayasa teknik terhadap getaran tanah yang dihasilkan dengan prinsip linear superposition menggunakan metode signature hole analysis (SHA) untuk meminimalisir getaran tanah yang ditimbulkan. Penelitian dan percobaan dilakukan menggunakan metode Signature Hole Analisys (SHA) untuk merekam perambatan gelombang di setiap range blok – strip tertentu terhadap area konsen. Gelombang yang telah terekam dianalisis dengan fitur Linear Superposition untuk mendapatkan rekomendasi waktu tunda beserta prediksi getaran tanah.. Rekomendasi yang didapat adalah waktu tunda pada inter-hole dan inter-row yang mana akan diterapkan untuk peledakan selanjutnya. Berdasarkan analisis menggunakan metode Signature Hole Analysis, rekomendasi waktu tunda yang diberikan dapat diterapkan untuk mengakomodir prinsip linear superposition gelombang. Penerapannya dapat dioptimalkan menggunakan inter-deck delay sehingga meminimalisir getaran tanah yang dihasilkan. Dibuktikan oleh getaran tanah yang dihasilkan menggunakan rekomendasi tersebut selalu di bawah standar yang ditetapkan (PVS = < 2.00 mm/s). ## Indonesian Mining Professionals Journal Volume 1, Nomor 1, Bulan November 2019 https://jurnal.perhapi.or.id/impj ISSN : 2714-8823 (Print); ISSN : - Kata kunci: Getaran Tanah, Linier Superposition, Signature Hole Analysis. . ## ABSTRACT One of the blasting process effect is ground vibration. Ground vibration currently consider as waste energy which it can infere and be an issue to the environment. PT. Multi Nitrotama Kimia as blasting service and explosives sales in Indonesia has customers dealing with that issues, one of them is PT Adaro Indonesia. To overcome the issue, engineering approach is done to the ground vibration by changing waste energy into work energy with the principle of linear superposition using the signature hole analysis (SHA) method to minimize the ground vibration. Researches and experiments are carried out using the Signature Hole Analysis (SHA) method to record wave propagation in each range of certain blocks - strips to the concern area. The recorded waves are analyzed with the Linear Superposition feature to obtain delay time recommendation along with the predicted vibration. The recommended delay time obtained is the delay time on inter-hole and inter-row which will be applied for next blasting.Based on the Signature Hole Analysis method, the recommended delay time given can be applied to accommodate the linear superposition wave principle. Its application can be optimized using inter-deck delay to minimize ground vibration produced. Its proven by ground vibrations produced using the recommendations always below the specified standard (PVS = <2.00 mm / s). ## Keywords: Ground Vibration, Signature Hole Analysis, Linear Superposition ## PENDAHULUAN Peledakan pada massa batuan mempunyai beberapa tujuan, yaitu : membongkar atau melepaskan batuan (bahan galian) dari batuan induknya atau memecah dan memindahkan batuan. Kegiatan peledakan dapat memberikan dampak ground vibration (getaran tanah), air blast (suara ledakan), flyrock (batu terbang). Ground vibration (getaran tanah) merupakan getaran yang ditimbulkan akibat dari proses peledakan. Selama ini getaran tanah dianggap sebagai waste energy yang dapat merusak dan menjadi isu terhadap lingkungan di sekitar area tambang. PT. Multi Nitrotama Kimia sebagai perusahaan jasa peledakan dan penjualan bahan peledak di Indonesia memiliki customer dengan isu ground vibration, yaitu PT Adaro Indonesia. Pit Tutupan North merupakan salah satu area operasional PT Adaro Indonesia yang memiliki isu dengan lingkunga. Pit Tutupan North berada dekat dengan area kritis yaitu berupa infrastruksur perusahaan migas (Sumur, Tanki, Kantor) dan lingkungan penduduk (Gambar 1) dengan jarak yang sekarang hamper 100 – 1500 m yang mana menjadi perhatian terhadap pengaruh dari getaran tanah akibat peledakan (Gambar 2). Gambar 1. Infrastruktur Perusahaan Migas Sebagai Titik Konsen Pit Tutupan North (PT Adaro Indonesia, 2019) Gambar 2. Peta Pit Tutupan North dan Area Konsen (PT ## Adaro Indonesia, 2019) Sesuai dengan regulasi dari Standar Nasional Indonesia (SNI 7571:2010) tentang dampak getaran tanah akibat peledakan terhadap bangunan dan infrastruktur yang ada di sekitar area penambangan, mengharuskan getaran tanah atau nilai Peak Vector Sum (PVS) yang dihasilkan dari peledakan di Pit Tutupan North <2 mm/s (Tabel 1). Guna menanggulangi isu tersebut, maka dilakukan rekayasa terhadap getaran tanah yang dihasilkan. Getaran tanah yang semula adalah waste energy dapat dirubah menjadi work energy dengan prinsip linear superposition menggunakan metode signature hole analysis (SHA) untuk meminimalisir getaran tanah yang ditimbulkan. Jika dua gelombang atau lebih merambat dalam medium yang sama dan pada waktu yang sama, akan menyebabkan simpangan dari partikel dalam medium. Simpangan resultan merupakan jumlah aljabar dari simpangan (positif dan negatif) dari masing-masing gelombang. Hal ini disebut prinsip superposisi. Linear superposition merupakan suatu prinsip gelombang dimana jika dua atau lebih gelombang dengan fase berbeda merambat pada medium dan waktu yang sama dan memiliki amplitudo dan panjang gelombang yang sama akan menghasilkan simpangan resultan sebesar nol (Gambar 3). Prinsip inilah yang diujicobakan untuk mengatasi isu pada Pit Tutupan dengan merencanakan sedemikian mungkin waktu tunda (inter-row dan inter-hole delay) yang digunakan pada operasi peledakannya sehingga dapat mengakomodir prinsip linear superposition ini. Prinsip ini diharapkan dapat mengurangi getaran tanah hasil peledakan. Demi mendukung kinerja prinisip ini, maka perlu dilakukan terlebih dahulu Signature Hole Analysis (SHA). Signature Hole Analysis adalah analisis dengan merekam gelombang dari satu, atau banyak lubang ledak standar. Sensor getaran akan ditempatkan diantara tempat yang sensitive terhadap struktur getaran, (yaitu dinding, bangunan, bendungan), hal ini akan memberikan informasi mengenai homogenitas masa batuan. Berdasarkan analisis ini dapat dilakukan permodelan gelombang yang mana dapat menghasilkan rekomendasi untuk waktu tunda (interrow dan interhole) yang dapat mengakomodir prinsip linear superposition tersebut. Gambar 3. Prinsip Linear Superposition gelombang Tabel 1. Baku tingkat getaran peledakan terhadap kelas dan jenis Kelas Jenis bangunan Peak Vector Sum (mm/detik) 1 Bangunan kuno yang dilindungi undang-undang benda cagar budaya (Undang- undang No. 6 tahun 1992). 2 2 Bangunan dengan pondasi, pasangan bata dan adukan semen saja, termasuk bangunan dengan pondasi dari kayu dan lantainya diberi adukan semen. 3 3 Bangunan dengan pondasi, pasangan bata dan adukan semen diikat dengan slope beton. 5 4 Bangunan dengan pondasi, pasangan bata dan adukan semen slope beton, kolom dan rangka diikat dengan ring balk. 7 - 20 5 Bangunan dengan pondasi, pasangan bata dan adukan semen, slope beton, kolom dan diikat dengan rangka baja. 12 - 40 Sumber: Standar Nasional Indonesia, (SNI 7571 : 2010) Output dari signature hole analysis ada dua, yaitu analisis scaled distance, dimana akan didapatkan prediksi nilai getaran yang akan dihasilkan berdasarkan pada jumlah isian bahan peledak dengan jarak terhadap area konsen. Kedua adalah linear superposition dengan simulasi waktu tunda yang dapat diterapkan pada kegiatan peledakan nanti. Pada metode signature hole, alat ukur (blasting monitor) ditempatkan secara paralel terhadap lubang ledak dan berada diantara dari lubang ledak dengan area konsen. Oleh karena itu dilakukan peledakan signature hole di Pit Tutupan North. Signature hole analysis di Pit Tutupan North dilakukan dengan peledakan pada tujuh lubang standar dengan waktu tunda antar lubangnya yaitu 1m/s, 2.000 m/s, 4.000 m/s, 6.000 m/s, dan 8.000 m/s, 10.000 m/s, dan 12.000 m/s dengan isian bahan peledak per lubang sebanyak 75 Kg dengan kedalaman masing- masing 8 meter. Waktu tunda didesain dengan waktu yang panjang bertujuan agar dalam pengolahan data dapat membedakan gelombang antar lubang yang terekam berdasarkan waktu tunda tersebut. Getaran (PVS) yang berhasil direkam oleh BM1 dan BM2 pada lubang SHA1 adalah 23,14 mm/s dan 21,72 mm/s, SHA2 adalah 20,36 mm/s dan 27,53 mm/s, SHA3 adalah 23,74 mm/s dan 16,45 mm/s, SHA4 adalah 26,96 mm/s dan 20,20 mm/s, SHA5 adalah 22,56 mm/s dan 25,59 mm/s, SHA6 adalah 29,24 mm/s dan 20,85 mm/s, dan SHA7 adalah 27,09 mm/s (Gambar 4). Setelah gelombang peledakan signature hole berhasil terekam, selanjutnya gelombang-gelombang tersebut akan dianalisis untuk mengeluarkan amplitudo gelombang tersebut keluar dari fasenya dengan prinsip linear superposition. Data gelombang tersebut dianalisis menggunakan software dengan advanced module, yang mana hasil analisisnya akan berupa simulasi waktu tunda (inter-row, inter-hole, dan inter-deck delay) dan prediksi nilai getaran yang dihasilkan (Gambar 5). Gambar 4. Desain Peledakan Signature Hole (PT SIS, 2019) Gambar 5. Analisis Gelombang Signature Hole (Technical Services Department, 2019) ## HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam analisisnya dibutuhkan permodelan gelombang dan analisis mengeluarkan amplitudo gelombang dari fasenya dengan prinsip linear superposition untuk menghasilkan model gelombang yang komprehensif. Setelah dilakukan analisis terhadap gelombang signature hole, maka akan didapatkan simulasi waktu tunda berupa inter-row, inter-hole, dan inter-deck delay, berdasarkan prinsip linear superposition, beserta dengan prediksi getaran yang akan dihasilkan (Gambar 6). Berdasarkan analisis, waktu tunda (inter-row dan inter- hole) yang direkomendasikan untuk peledakan di area Pit Tutupan North adalah 54ms x 68ms untuk area North 1, 108ms x 108ms untuk area North 2, 31ms x 53ms untuk area CT1, dan 47ms x 78ms untuk area CT2 (Tabel 2). Waktu tunda yang direkomendasikan ini akan digunakan sebagai desain waktu tunda pada peledakan di Pit Tutupan North (Gambar 7). Berdasarkan analisis menggunakan metode Signature Hole Analysis, rekomendasi waktu tunda yang diberikan dapat diterapkan untuk mengakomodir prinsip linear superposition gelombang. Penerapannya dapat dioptimalkan menggunakan inter-deck delay sehingga meminimalisir getaran tanah yang dihasilkan dan distribusi energy yang lebih baik. Penggunaan rekomendasi waktu tunda (inter-hole dan inter-row) ini harus diperbarui dengan melakukan signature hole analysis per periode waktu tertentu apabila terjadi perubahan yang signifkan pada elevasi rencana peledakan sehingga dapat mewakili area tersebut. Gambar 6. Output analisis gelombang signature hole berdasarkan linear superposition (Technical Services Department, 2019) Tabel 2. Rekomendasi Inter-Hole dan Inter-Row Pit Tutupan North Tutupan Sub Area Inter-Hole (ms) Inter-Row (ms) North 1 54 68 68 54 North 2 108 108 108 108 CT 1 31 53 53 31 CT 2 47 78 78 47 Sumber: Technical Services Department (2019) Gambar 7. Desain Peledakan berdasarkan prinsip linear superposition (Technical Services Department, 2019) ## KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis signature hole dan hasil rekomendasi melalui prinsip linear superposition yang kemudian diimplementasikan pada peledakan di Pit Tutupan North menunjukkan hasil yang positif. Dibuktikan oleh hasil getaran tanah rata-rata yang dihasilkan selama kegiatan peledakan pada tahun 2019 di Pit Tutupan North dengan menggunakan rekomendasi tersebut selalu tidak melebihi batas maksimal PPV yang ditetapkan (< 2.00 mm/s) (Gambar 8) dengan menggunakan desain inter-row dan inter-hole yang dapat mengakomodir prinsip linear superposition. Selanjutnya, sebagai improvemet lanjutan dapat dilanjutkan uji coba dengan optimalisasi delay menggunakan inter-deck delay berdasarkan prinsip linear superposition. Gambar 8. Rangkuman Hasil Getaran Tanah di Pit Tutupan North (PT Adaro Indonesia, 2019) 1,21 1,18 1,25 1,33 1,2 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 January February March April May PV S (m m /s) Bulan Summary Hasil Getaran Tanah di Pit Tutupan North PVS (mm/s) Nilai Ambang Batas (mm/s) ## UCAPAN TERIMA KASIH Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada PT.Adaro Indonesia sebagai pelanggan PT.Multi Nitrotama Kimia yang memberikan dukungan dan persetujuan mereka untuk menerbitkan makalah ini. ## DAFTAR PUSTAKA ________. (2010). Blastware Operator Manual Handbook. (pp. 6.35-6.58). Instantel Inc., Ottawa, Ontario, Canada. Hustrulid. W. (1999). Blasting Principles for Open Pit Mining. (Vol. 1, pp. 272-273). A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield. Yang, R., Scovira, D. S., & Patterson, N. J. (2009). “An integrated approach of signature hole vibration monitoring and modeling for quarry vibration control”. International symposium on Rock fragmentation by blasting, FRAGBLAST 9, pp. 597-605.
7ed17632-72ad-470f-8dfc-63ed11c2af49
http://journal.imla.or.id/index.php/arabi/article/download/136/60
Available online: http://journal.imla.or.id/index.php/arabi Arabi : Journal of Arabic Studies, 4 (1), 2019, 45-54 DOI: http://dx.doi.org/10.24865/ajas.v4i1.136 ## MVR ABBAS: MULTIMEDIA VIRTUAL REALITY GAME BERBICARA BAHASA ARAB UNTUK SISWA JENJANG MENENGAH PERTAMA Novita Kusumadewi, Aziz Fajar Nurizki, Andri Bekti Pratama, Zukhaira Universitas Negeri Semarang, Indonesia E-mail : nvtkusumadewi@gmail.com Abstract Language learning must be carried out hierarchically from listening skills to writing skills. Although learning Arabic in Indonesia has been going on for centuries, learning listening skills and speaking Arabic still lacks adequate attention and focus. This happens because there is no proper language learning media available. Teachers rarely use and even never use media in learning Arabic, especially speaking skills. Based on the above problems, a solution is needed in the form of a variety of learning media that can be used by teachers and students in speaking learning, namely MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Arabic Speaking Game), an Arabic Speaking Game which not only teaches and trains related speaking skills only, but also has the contents of the material based on intercultural education considering learning languages will not be separated from learning the culture of the language. Keywords: speaking skills, MVR Abbas, intercultural education ## Abstrak Pembelajaran bahasa harus dilaksanakan secara hierarki mulai dari keterampilan menyimak sampai pada keterampilan menulis. Meskipun pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sudah berlangsung berabad-abad lamanya, pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara bahasa Arab masih kurang mendapat perhatian dan fokus yang memadai. Hal ini terjadi karena belum tersedianya media pembelajaran bahasa yang tepat, seringkali guru jarang menggunakan dan bahkan tidak pernah menggunakan media dalam pembelajaran bahasa Arab khususnya keterampilan berbicara. Berdasarkan permasalahan di atas diperlukan suatu solusi berupa media pembelajaran yang bervariasi yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran berbicara yakni MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Arabic Speaking Game), sebuah Game Bebicara Bahasa Arab yang mana di dalamnya tidak hanya mengajarkan dan melatih terkait keterampilan berbicara saja, melainkan isi materinya berbasiskan pendidikan antarbudaya mengingat mempelajari bahasa tidak akan terlepas dari mempelajari budaya bahasa tersebut. Kata Kunci: keterampilan berbicara, MVR Abbas, pendidikan antarbudaya ## Pendahuluan Bahasa Arab termasuk bahasa asing yang paling banyak dipelajari oleh penduduk Indonesia (Chaer dan Leonie, 2010: 211-212). Bahasa Arab memiliki kedudukan yang istimewa di Indonesia, bahasa Arab masuk ke wilayah Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam (Effendy, 2012: 28). Bahasa Arab di Indonesia merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di lembaga-lembaga pendidikan formal maupun pendidikan non formal mulai dari jenjang MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA, sampai jenjang perguruan tinggi. Mempelajari bahasa suatu negara tidak terlepas mempelajari budayanya juga. Pendidikan antarbudaya merupakan proses di mana wawasan budaya siswa makin luas, dengan bantuan informasi baru tentang budaya dan bahasa lain/asing dan pada waktu yang sama hal ini meningkatkan kesadaran anak terhadap fitur-fitur khusus budaya dan bahasanya sendiri (Madya, 2013: 194). Pembelajaran bahasa Arab dapat dikatakan berhasil apabila siswa mampu menguasai empat keterampilan berbahasa (Iskandarwassid, 2013: 226). Empat keterampilan tersebut meliputi menyimak ( maha>rah al-istima>’), berbicara (maha>rah al-takallum), membaca (maha>rah al-qira>ah), dan menulis ( maha>rah al-Kita>bah). Pembelajaran bahasa harus dilaksanakan secara hierarki mulai dari keterampilan menyimak sampai pada keterampilan menulis (Tarigan 2015: 34). Keterampilan berbicara ( maha>rah al-takallum) merupakan pengungkapan pikiran secara lisan. Dengan mengucapkan apa yang dipikirkan, seseorang dapat membuat orang lain yang diajak bicara mengerti apa yang ada dalam pikirannya. Berbicara merupakan suatu aktifitas komunikasi yang penting dalam kehidupan manusia. Lebih lanjut bahwa berbicara merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian, komunikasi timbal balik dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Effendy, 2012:150). Meskipun pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sudah berlangsung berabad-abad lamanya, pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara bahasa Arab masih kurang mendapat perhatian dan fokus yang memadai. Ini terjadi karena tujuan pembelajaran bahasa Arab hanya diarahkan pada satu arah, yakni agar siswa mampu memahami bahasa tulisan yang terdapat dalam buku ( kita>b) berbahasa Arab, dan pengertian hakikat. Metode pembelajaran bahasa yang lebih menekankan kegiatan belajar pada penghafalan kaidah-kaidah tata bahasa dan penerjemahan kata demi kata ( harfiah) (Izzan, 2015: 65). Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam pertumbuhan bahasa siswa yang menjadi penyebab kelemahan perkembangan bahasa siswa. Pembelajaran berbicara yang selama ini dilakukan di sekolah masih jauh dari kondisi yang diharapkan. Berdasarkan penelitian pada beberapa sekolah yang dilakukan Hakim (2016: 8) menyebutkan media pembelajaran Bahasa Arab di sekolah masih menggunakan media konvensional yang membosankan siswa. Para siswa lebih disibukan dengan materi yang hanya ada di buku paket. Hal ini disebabkan kurangnya inovasi dalam pembelajaran di kelas dan penggunaan media pembelajaran tradisional yang membuat siswa bahasa Arab menjadi kurang maksimal dan membosankan. Problematika pembelajaran keterampilan berbicara ini, juga terjadi pada pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab siswa MTs di Kota Semarang, khususnya siswa kelas VIII. Hal ini menyebabkan, masih banyak siswa yang kurang baik dalam berbicara bahasa Arab baik dalam pelafalan, penguasaan kata, maupun intonasinya. Seharusnya pada kelas ini siswa sudah mampu berbicara bahasa Arab meskipun dengan tingkatan yang sederhana. Effendy (2012: 150) menyatakan bahwa salah satu faktor penting dalam menghidupkan kegiatan berbicara ialah keberanian dan perasaan tidak takut salah. Berdasarkan permasalahan di atas diperlukan suatu solusi berupa media pembelajaran yang bervariasi yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran berbicara. Pemanfaatan perangkat mobile dalam dunia pendidikan secara umum dan pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab masih minim. Menurut Gorgiev (dalam Purbasari 2013: 2) Semakin banyaknya masyarakat yang memiliki dan menggunakan perangkat mobile membuka peluang penggunaan perangkat teknologi bergerak dalam dunia pendidikan. Kehadiran mobile-learning ini ditujukan sebagai pelengkap pembelajaran yang ada serta memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari kembali materi yang kurang dikuasai di manapun dan kapanpun. Mengembangkan media pembelajaran berbasis mobile learning diperlukan suatu aplikasi yang mendukung. Salah satu aplikasi yang dapat digunakan untuk membuat media pembelajaran adalah aplikasi Unity 3D. Unity 3D merupakan aplikasi untuk membuat aplikasi android yang kompleks dan tampilan yang menarik (https://unity 3d.com/unity). Selain dapat membuat Aplikasi dalam bentuk 2D dan 3D, Unity 3D juga dapat membuat dalam bentuk Virtual Reality (VR). Virtual Reality adalah sebuah teknologi yang memungkinan untuk berinteraksi dengan objek imajinasi dengan menggunakan komputer dan membawa kedalam suasana 3-Dimensi menggunakan kacamata Virtual Reality (VR Cardboard / Box) yang seolah nyata. Hal ini tentu dapat memberikan pengalaman yang berbeda dalam proses pembelajaran bagi siswa terutama pembelajaran bahasa Arab. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengembangkan media pembelajaran dalam bentuk Aplikasi Game Virtual Reality Bahasa Arab. Game Virtual Reality Bahasa Arab adalah aplikasi keterampilan berbicara bahasa Arab, di mana aplikasi ini akan menghadirkan animasi yang interaktif untuk para siswa. Melalui aplikasi ini peneliti mencoba membuat media pembelajaran interaktif untuk keterampilan berbicara siswa kelas VIII MTs. Media ini berisi materi serta evaluasi dan di lengkapi dengan berbagai media seperti gambar, audio, dan animasi yang menarik minat siswa untuk belajar. Dari pemaparan tersebut, peneliti akan mengembangkan media menarik dan interaktif berbasis aplikasi unity 3D untuk keterampilan berbicara bahasa Arab dengan judul “Game Virtual Reality Bahasa Arab: Media Pembelajaran Keterampilan Berbicara Berbasis Pendidikan Antarbudaya untuk Siswa MTS Kelas VIII. Penelitian tentang pengembangan media untuk keterampilan berbicara sudah sering dilakukan, akan tetapi dengan metode dan jenis penelitian yang berbeda. Meskipun banyak hasil penelitian tentang pengembangan untuk keterampilan berbicara, namun cara yang ditempuh untuk meningkatkan keterampilan berbicara masih menarik untuk dikaji, baik penelitian yang bersifat melengkapi maupun penelitian yang bersifat baru. Untuk itu, penelitian pengembangan keterampilan berbicara menarik sebagai bahan penelitian. Beberapa penelitian yang dijadikan kajian dalam penelitian ini adalah penelitian dari Yudi Nugraha Bahar (2014), Noor Lukman Hakim (2016), Firman Setiawan Riyadi dkk (2017), Ramdhan Dwi Ratriana (2017). Yudi Nugraha Bahar (2014) dengan judul “Aplikasi Teknologi Virtual Reality bagi Pelestarian Bangunan Arsitektur “ hasil dari penelitian ini adalah aplikasi teknologi virtual reality. Aplikasi ini digunakan dalam bidang arsitektur khususnya berkaitan dengan pelestarian warisan sejarah atau preservasi dan konservasi digital. Persamaan penelitian Bahar dengan penulis adalah penggunaan teknologi virtual reality dalam mengembangkan produk. Adapun perbedaannya apabila Bahar mengembangkan aplikasi guna pelestarian bangunan arsitektur, sedangkan penulis mengembangkan multimedia virtual reality game berbasis pendidikan antarbudaya guna dijadikan sebagai media pembelajaran bahasa Arab khususnya untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Penelitian Noor Lukman Hakim (2016) dengan judul “Pengembangan Media Pembelajan Berbasis Aplikasi Swishmax untuk Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Siswa Kelas VIII MTs di Kota Semarang” menunjukkan bahwa aplikasi pembelajaran berbasis Swishmax yang efektif digunakan untuk pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab siswa kelas VIII MTs. Persamaan antara penelitian Hakim dengan penelitian penulis adalah sama-sama mengembangan media pembelajaran untuk keterampilan berbicara. Adapun perbedaan penelitian Hakim dengan penulis adalah Hakim menggunakan media berbasis Swishmax sedangkan penulis menggunakan multimedia virtual reality game. Penelitian Firman Setiawan Riyadi dkk (2017) dengan judul “Aplikasi 3D Virtual Reality sebagai Media Pengenalan Kampus Politeknik Negeri Indramayu Berbasis Mobile” menunjukkan bahwa aplikasi 3D virtual reality yang digunakan sebagai media pengenalan kampus. Berbeda dengan aplikasi yang akan dibuat pada penelitian ini, yakni multimedia virtual reality game berbasis pendidikan antarbudaya sebuah media pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Arab. Penelitian Ramdhan Dwi Ratriana (2017) dengan judul “Pengembangan Video Pembelajaran Berbasis Virtual Reality di Sekolah Dasar Islam Multiplus Ar Rahim” menunjukkan bahwa video pembelajaran berbasis virtual reality yang digunakan sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman siswa terkait materi pembelajaran di sekolah dasar. Adapun perbedaan dengan aplikasi yang dibuat penulis adalah isi materi dan produk yang dihasilkan. Penelitian Ratriana menghasilkan produk berupa video pembelajaran dengan materi sekolah dasar, sedangkan dalam penelitian ini menghasilkan multimedia virtual reality game berbasis pendidikan antarbudaya dengan materi pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab MTs. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa belum ada satupun sebuah multimedia virtual reality game berbasis pendidikan antarbudaya yang digunakan sebagai media pembelajaran pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab. Hal ini berarti tidak ditemukan kesamaan yang bersifat plagiarisme. ## Konsep Multimedia Pembelajaran Menurut Ariani dan Haryanto (2010: 26) berpendapat bahwa multimedia pembelajaran diartikan sebagai aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajaran, dengan kata lain untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan belajar sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan, dan terkendali. ## Unity 3D Engine Unity Engine suatu game engine yang terus berkembang. Engine ini merupakan salah satu game engine dengan lisensi source proprietary, Unity Engine memiliki kerangka kerja (framework) lengkap untuk pengembangan profesional. Sistem inti engine ini menggunakan beberapa pilihan bahasa pemogramam, di antaranya C#, javascript maupun boo (Ghazali dkk, 2014:1-2). Dalam pengerjaan aplikasi ini menggunakan library Unity AR. Unity Ar menyediakan sebuah interface ke ARToolkit yang dikemas secara menarik oleh Unity 3D. Melalui Unity AR pengguna akan diberikan informasi tentang posisi dan rotasi suatu pola yang telah terdaftar sebelumnya. Dengan adanya gabungan antara ARToolkit dan Unity ini dapat mempermudah pengguna untuk mengembangkan aplikasi berbasis augmented danVirtual reality. Virtual Reality Menurut Sihite (2013: 398) berpendapat bahwa Virtual Reality (VR) atau realitas maya adalah teknologi yang membuat pengguna dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan yang disimulasikan oleh komputer ( computer simulated environment), suatu lingkungan sebenarnya yang ditiru atau benar-benar suatu lingkungan yang hanya ada dalam imaginasi. Para pemakai dapat saling berhubungan dengan suatu lingkungan yang ditirukan, dapat menjadi mirip dengan dunia nyata, sebagai contoh, simulasi untuk pilot atau pelatihan pertempuran, atau dapat sangat berbeda dengan kenyataan, seperti di VR game. ## Pendidikan Antarbudaya Pembelajaran bahasa antarbudaya merupakan salah satu dari empat katagori pendekatan pembelajaran budaya dalam pembelajaran bahasa (Liddicoat, 2011). Beberapa konsep lain yang terkait dengan pembelajaran antarbudaya yang dikemukakan oleh Liddicoat (2011: 838-930). Pembelajaran antarbudaya merupakan proses di mana wawasan budaya siswa makin luas, dengan bantuan informasi baru tentang budaya dan bahasa lain/asing dan pada waktu yang sama seperti diilustrasikan pada gambar 1. berikut: Gambar 1. Wawasan budaya pembelajar yang meluas (Dimodifikasikan dari Kaikkonen (dalam Madya 2013: 199) ## Keterampilan Berbicara dari jurnal Keterampilan berbicara termasuk salah satu keterampilan berbahasa Arab. Secara umum tujuan latihan berbicara adalah agar siswa dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyoganyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan (Tarigan 2015: 16). Secara esensial minimal ada 3 tujuan penting pembelajaran di sekolah. Ketika tujuan tersebut adalah untuk (1) melatih keberanian siswa, (2) melatih ujaran siswa, dan (3) melatih daya kreatifitas siswa (Abidin 2012: 95). ## Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dan pengembangan ( research and development) disingkat R&D. Penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2012: 407). Sugiyono (2010: 408-409) membagi langkah-langkah penelitian dan pengembangan ke dalam sepuluh langkah, yakni (1) merumuskan potensi dan masalah, (2) mengumpulkan informasi, (3) mendesain produk, (4) memvalidasi desain produk kepada ahli, (5) melakukan perbaikan desain produk, (6) melakukan uji coba produk, (7) merevisi produk, (8) melakukan uji coba pemakaian dalam lingkup yang lebih luas, (9) merevisi produk lagi, dan (10) melakukan pembuatan produk secara masal. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini hanya sampai tahap kelima yakni melakukan perbaikan desain produk, hal ini karena keterbatasan waktu dan biaya. Adapun alur pelaksanaan dapat dilihat pada gambar 2 berikut: Gambar 2. Alur Penelitian dan Pengembangan MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Game Bahasa Arab) Kesadaran atas jatidiri sendiri seseorang tumbuh Lingkungan Budaya Sendiri Seseorang Bahasa Sendiri Seseorang Standar Budaya Sendiri Seseorang Menjadi warga- negara yang nasionalis tetapi sekaligus siap begaul dengan warga bangsa lain Pengetahuan Tentang Prilaku Dan Budaya Tumbuh Standar Budaya Suku Lain / Asing Bahasa Suku Lain / Asing Lingkungan Budaya Suku Lain / Asing Pembuatan Intrumen : (1) Observasi (2)Angket (3) Wawancara (4)Dokumentasi (5) Tes. Potensi dan masalah Masalah Siswa masih mendapatkan nilai di bawah rata-rata, guru masih berfokus pada buku ajar kurang memanfaatkan media. Potensi Salah satu potensi yang sangat menonjol adalah, mayoritas masyarakat di Kota Semarang memiliki smartphone yang digunakan setiap hari Pengumpulan Data Desain Produk Validasi Desain Revisi Desain 1. Menyusun Materi dan Evaluasi 2. Menyusun MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Game Bahasa Arab) Penilaian MVR oleh guru, ahli materi, dan ahli multimedia. Perbaikan MVR Abbas berdasarkan, guru, ahli materi, dan ahli multimedia Subjek dan populasi dalam penelitian ini adalah siswa dan guru MTs bahasa Arab di Kota Semarang. Dalam penelitian ini sampel diambil secara acak dari guru bahasa Arab dan siswa MTs kelas VIII di Kota Semarang. Penelitian ini hanya difokuskan di MTsN 1, MTs N 2, MTs Al Azhar 14, MTs Al Khoiriyah, SMPI Sultan Agung 1 di kota Semarang dengan jumlah sampel 75 orang siswa dan 5 orang guru. Adapun subjek penelitian yang lain, yaitu ahli multimedia, ahli bahasa, dan ahli materi pembelajaran bahasa Arab yang memberikan penilaian maupun masukan terhadap prototipe media. Pengumpulan data dilakukan dengan tes dan non-tes. Teknik tes meliputi tes hasil belajar. Serta teknik non-tes meliputi angket atau kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini mencakup teknik tes dan non tes. Teknik analisis data yang dihasilkan dari tes uji coba hasil pengembangan dilakukan untuk mengetahui kecepatan pemahaman materi, kreativitas, dan hasil belajar siswa MTs Kelas VIII dipaparkan secara kuantitatif. Data yang berasal dari non-tes berupa angket, observasi, wawancara dan dokumentasi dianalisis dengan mengolah hasil dan memaparkan secara kualitatif. Data dari angket (para siswa, guru, dan pakar) dianalisis sebagai materi secara deskriptif. Angket uji validasi yang digunakan untuk validasi produk terdiri dari dua bagian, yaitu kolom c hecklist serta lembar komentar, tanggapan, kritik, dan saran dari validator. Data hasil observasi digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian. Keseluruhan data yang diperoleh sangat perlu dicatat serta diteliti dan rinci. Hasil observasi pada penelitian dicatat secara keseluruhan untuk kemudian direduksi sehingga mendapatkan data-data penting yang mendukung penelitian. Sedangkan teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara dengan guru dan siswa dengan wawancara terbuka untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran bahasa Arab, khususnya dalam pembelajaran berbicara. Data yang diperoleh dalam wawancara merupakan data yang bersifat kualitatif sehingga cara yang dapat digunakan untuk merealisasikan data tersebut, yaitu melalui deskripsi data. Setelah wawancara dilakukan, peneliti akan mengelola data hasil wawancara tersebut menjadi bentuk paragraf deskriptif sehingga data dapat tersusun rapi dan runtut. ## Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis Angket Kebutuhan Sasaran penyebaran angket adalah guru bahasa Arab dan siswa. Angket ini dibagikan kepada 5 guru bahasa Arab dan 50 siswa di Kota Semarang. Angket analisis kebutuhan ini memuat beberapa aspek seperti (1) aspek isi dan materi media, (2) aspek visual media, dan (3) aspek audio media. Berikut merupakan hasil angket kebutuhan siswa dan guru terhadap media pembelajaran bahasa Arab berbasis aplikasi MVR ABBAS untuk keterampilan berbicara bahasa Arab: Sebanyak 3 guru (60%) dan 17 siswa (34%) menyatakan bahwa pembelajaran bahasa berbicara bahasa Arab di sekolah sangat baik. Adapun dalam penggunaan media, 4 guru (40%) dan 22 siswa (28.6%) menyatakan bahwa guru sering menggunakan media audio-visual dalam pembelajaran. Berdasarkan penggunaan handpone, 3 orang guru (60%) menyatakan bahwa menggunakan handpone di mana-mana, sedangkan 47 siswa (47,9%) menyatakan bahwa penggunaan handpone paling sering digunakan di rumah. Dari aspek durasi penggunaan handpone, 2 orang guru (40%) dan 22 orang siswa (44%) menggunakan handpone dengan rata-rata penggunaan 2-4 jam sehari. Berdasarkan aspek kegiatan yang dilakukan ketika menggunakan handpone, 2 orang guru (40%) menyatakan bahwa sering menggunakan hp untuk keperluan belajar dan keperluan lainnya, 30 siswa (25%) sering menggunakan handpone untuk bermain game. Berdasarkan aspek tingkat keperluan pengembangan media pembelajaran bahasa Arab, 3 guru (60%) dan 24 (48%) siswa menyatakan sangat perlu. Selain itu, 3 guru (60%) menyatakan sangat perlu menyesuaikan media pembelajaran dengan kurikulum 2013. Dari segi elemen media yang disertakan, 5 guru (100%) menyatakan bahwa elemen yang perlu ada adalah materi, KI dan KD, kosakata, dan evaluasi. Kemudian berdasarkan perlunya pengenalan kosakata sebelum inti pembelajaran, 3 guru (60%) dan 25 siswa (50%) menyatakan sangat perlu adanya pengenalan kosakata sebelum pembelajaran. Berdasarkan jumlah kosakata dalam aplikasi, 3 guru (60%) menyatakan bahwa kosakata yang digunakan hendaknya 10-15 kosakata, sedangkan 16 siswa (38%) menyatakan jumlah kosakata yang dikehendaki adalah sejumlah 5-10 kosakata. Pada aspek lama durasi penerapan media pembelajaran bahasa Arab keterampilan berbicara, 3 guru (60%) dan 20 siswa (40%) menyatakan lama durasi penerapan, yaitu 6-8 menit. Berdasarkan aspek latihan berbicara dalam aplikasi, 3 guru (60%) menyatakan sangat perlu adanya latihan, sedangkan 30 siswa (60%) hanya menyatakan perlu. Berdasarkan aspek bentuk soal evaluasi 3 guru (30%) menyatakan bentuk soal evaluasi, yaitu mengidentifikasi bunyi huruf dan menemukan makna kata melalui gambar. Jenis warna yang dikehendaki untuk media, 3 guru (60%) memilih warna monokromatik, sedangkan 34 siswa (68%) memilih warna terang. Penyertaan tokoh dalam aplikasi, 3 guru (60%) dan 25 siswa (50%) menyatakan berupa kartun muslim. Selain itu, 3 guru (60%) menyatakan perlu adanya penyertaan ilustrasi untuk kosakata baru, sedangkan 22 siswa (44%) menyatakan sangat perlu. Jenis gambar yang digunakan dalam media, 4 guru (80%) dan 39 siswa (78%) memilih kartun. Berdasarkan aspek contoh pengerjaan dalam latihan, 3 guru (60%) dan 34 siswa (68%) menyatakan sangat perlu adanya contoh pengerjaan dalam latihan. Berdasarkan aspek tombol icon dan menu penggunaan media, 3 guru (60%) menyatakan sangat perlu, sedangkan 38 siswa (76%) hanya menyatakan perlu. Adapun berdasarkan aspek navigasi petunjuk penggunaan media, 3 guru (60%) dan 27 siswa (54%) menyatakan sangat perlu adanya navigasi petunjuk penggunaan media. Selain itu, 5 guru (100%) dan 29 siswa (58%) memilih bahasa Indonesia Arab sebagai bahasa navigasi. Jumlah evaluasi yang ideal menurut 3 guru (60%) menyatakan sejumlah 10 soal. Sejumlah 3 guru (60%) menyatakan perlu adanya pemberian contoh pengerjaan untuk evaluasi dalam tiap tema. Berdasarkan aspek jenis audio yang sesuai untuk media, 5 guru (100%) dan 20 siswa (40%) memilih audio berupa gabungan antara suara latar dan efek. ## Desain Produk MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Game Berbicara Bahasa Arab) merupakan media pembelajaran berupa aplikasi android dengan menggunakan teknologi virtual reality berbasis pendidikan antarbudaya yang berisi tentang materi yang berpedoman pada kurikulum 2013 berdasarkan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. MVR Abbas menyajikan materi pembelajaran bahasa Arab pada jenjang MTs kelas VIII sederajat khususnya keterampilan berbicara. Dalam materi akan dimasukkan unsur-unsur budaya, mengingat belajar bahasa adalah belajar budaya. Penggunaan teknologi virtual reality dapat memberikan materi kepada siswa dengan jelas, real-time, dan interaktif. Aplikasi MVR Abbas berisi lima komponen utama, yaitu: KI dan KD, kosakata, percakapan, evaluasi yang berisi permainan, dan latihan soal. Untuk mempermudah pemahaman siswa dalam mempelajari keterampilan berbicara bahasa Arab, penggunaan aplikasi ini dapat digunakan dalam ponsel pintar dengan sistem operasi android versi Lolypop ke atas yang dipadukan dengan google cardboard atau kacamata virtual reality. Cardboard adalah sebuah virtual reality (VR) headset atau realitas maya yang dikembangkan oleh Google untuk digunakan pada perangkat ponsel pintar. Program ini dkembangkan sebagai sistem terjangkau yang mendorong minat dan pengembangan aplikasi VR. Melalui Google Cardboard pengguna bisa merasakan realitas maya dengan cara sederhana, menyenangkan, dan terjangkau. Berikut desain aplikasi dari MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Game Berbicara Bahasa Arab): Gambar 3. Tampilan Halaman Isi Identitas Gambar 4. Desain Ruang Virtual Reality Gambar 5. Desain Tampilan Kosakata Gambar 6. Desain Tampilan Materi Gambar 7. Desain Tampilan Evaluasi ## Gambar 8. Gambar VR ## Validasi Desain Validasi produk dilaksanakan pada tanggal 26 April 2019 dengan dosen Pendidikan Bahasa Arab M. Yusuf Ahmad Hasyim, Ph.D selaku validator materi dan dosen DKV Wandah Wibawanto S.Sn., M.Ds. selaku validator media serta guru dari MTs 1 Semarang selaku stakeholder. Adapun hasil dari validasi materi dan guru menunjukkan bahwa media pembelajaran MVR Abbas dinyatakan sangat layak dengan rentangan skor 87,25. Sedangkan hasil dari validasi media dinyatakan layak dengan rentangan skor 83,42. ## Revisi Desain Produk yang sudah divalidasi akan diperbaiki dengan cara menambahkan atau mengurangi materi yang terdapat di dalam multimedia. Revisi desain juga bisa dilakukan terhadap desain multimedia sehingga penampilannya lebih menarik, meliputi perubahan desain warna, instrumen, audio, dan desain gambar di dalam multimedia tersebut. Setelah desain produk divalidasi, peneliti merevisi masukan dari validator. Berikut sampel revisi salah satu desain tampilan awal. Sebelum Revisi Sesudah Revisi Gambar 5. Desain Perbaikan Simpulan MVR Abbas adalah media pembelajaran bahasa Arab keterampilan berbicara bahasa Arab dengan menggunakan teknologi virtual reality. MVR Abbas merupakan aplikasi berbasis android dengan menggunakan kacamata Google Cardboard atau VRBox. Materi yang disajikan mengandung unsur cross cultural understanding atau pendidikan antarbudaya. Hal ini akan membantu siswa dalam belajar bahasa Arab, mengingat belajar bahasa tidak dapat terlepas dari budaya yang terkandung dalam bahasa tersebut. MVR Abbas merupakan tantangan dan potensi yang nyata bagi pembelajaran bahasa Arab, khususnya keterampilan berbicara. Teknologi VR cocok untuk visualisasi informasi secara intensif. Penerapan VR meningkatkan pengalaman atas kolaborasi ruang nyata dan semu sebagai kontribusi untuk pendidikan.[] ## Daftar Rujukan Abdul Chaer. & Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Abidin, Yusuf. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Refika Aditama. Ariani, Niken. & Dany Haryanto. 2010. Pembelajaran Multimedia di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustakarya. Bahar, Yudi Nugraha. 2014. “Aplikasi Teknologi Virtual Reality bagi Pelestarian Bangunan Arsitektur”, Jurnal Desain Kontruksi, Vol. 13, No. 2. Effendy, Ahmad Fuad. 2012. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat. Ghazali, dkk. 2014. “Pengembangan Peta Interaktif Tiga Dimensi Gedung Rektorat Institut Teknologi Sepuluh Nopember Menggunakan Unity 3D Engine”, Jurnal Teknik Pomits, Vol. 2, No. 2. Hakim, Noor Lukmanul. 2016. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Aplikasi Swishmax Untuk Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Siswa Kelas VIII MTs di Kota Semarang. Semarang: UNNES. Iskandarwassid, Dadang Sunendar. 2013 . Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Izzan, Ahmad. 2015. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Humaniora. Jakarta: Prestasi Pustakarya. Liddicoat, A.J. 2011. Language Teaching and Learning from an Intercultural Perspective. In E. Hinkel (Ed) Handbook of Research in Second Language Teaching and Learning. London & New York: Routledge. Madya, Suwarsih. 2013. Metodologi Pengajaran Bahasa: Dari Era Prametode Sampai Era Pascametode. Yogyakarta: UNY Press. Purbasari, Rohmi Julia. dkk. 2013. “Pengembangan Aplikasi Android Sebagai Media Pembelajaran Matematika Pada Materi Dimensi Tiga Untuk Siswa SMA Kelas X”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 1, No. 2. Ratriana, Ramdhan Dwi. 2017. “Pengembangan Video Pembelajaran Berbasis Virtual Reality di Sekolah Dasar Islam Multiplus Ar Rahi”, Tesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Riyadi, Firman Setiawan. dkk. 2017. “Aplikasi 3D Virtual Reality sebagai Media Pengenalan Kampus Politeknik Negeri Indramayu Berbasis Mobile” , Jurnal Informatika dan Komputer, Vol. 2, No. 2. Sihite, Berta. dkk. 2013. “Pembuatan Aplikasi 3D Viewer Mobile Dengan Menggunakan Teknologi Virtual Reality (Studi Kasus: Perobekan Bendera Belanda Di Hotel Majapahit)”, Jurnal Teknik Pomits, Vol. 2, No. 2. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tarigan, Henry Guntur. 2015. Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.
e91296df-2b48-4f17-bec5-0d43b6a2997f
https://journal.stieamkop.ac.id/index.php/mirai/article/download/6464/4358
## Volume 9 Issue 1 (2024) Pages 422 - 429 Jurnal Mirai Management ISSN : 2598-8301 (Online) Analisis Kegiatan Literasi terhadap Minat Baca pada Siswa Kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya Kota Makassar ST. Nur Aisyah 1 , Ince Prabu Setiawan Bakar 2 , Abrina Maulidnawati. J 3 🖂 1.2.3 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Islam Makassar ## Abstrak Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan dilakukan di SD Muhammadiyah Jongaya untuk tiga hal utama. Pertama, untuk mengetahui bagaimana kegiatan literasi terhadap minat baca pada siswa kelas VI di SD Muhammadiyah Jongaya. Kedua, untuk mengetahui apa faktor pendukung dan penghambat kegiatan literasi terhadap minat baca pada siswa kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya. Ketiga, untuk mengetahui upaya guru dalam meningkatkan literasi terhadap minat baca pada siswa kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya. Subjek penelitian meliputi kepala sekolah, guru wali kelas, dan lima belas siswa kelas VI. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, kemudian dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Keabsahan data diuji melalui triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan literasi dilakukan untuk meningkatkan minat baca siswa, namun kendala seperti ketersediaan buku yang kurang memadai dan kurangnya variasi bahan bacaan masih terjadi. Faktor pendukung meliputi adanya pojok baca, mading, dan perpustakaan, sementara faktor penghambat meliputi kurangnya prioritas, ketersediaan buku yang tidak memadai, dan kondisi perpustakaan yang kurang terawat. Upaya guru termasuk memberikan motivasi, menerapkan kegiatan literasi, dan memberikan tugas terkait bacaan. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitas kegiatan literasi di sekolah tersebut. Kata kunci : Analisis Kegiatan Literasi dan Minat Baca. ## Copyright (c) 2024 Aisyah  Corresponding author : Email Address : tasyarivai41527@gmail.com ## PENDAHULUAN Dalam era di mana teknologi semakin menggurita dan media sosial menjadi pusat perhatian, minat baca pada kalangan siswa seringkali terancam. Hal ini menjadi isu penting dalam dunia pendidikan, terutama di tingkat dasar seperti Sekolah Dasar (SD). Minat baca yang rendah tidak hanya berdampak pada kemampuan literasi siswa, tetapi juga pada perkembangan kognitif dan bahasa mereka secara keseluruhan. Menurut (Dalman, 2014) “Membaca adalah proses kognitif yang berkelanjutan untuk menginterpretasi dan mengambil berbagai informasi yang terkandung dalam tulisan. Dengan membaca, seseorang dapat mengakses informasi dan pengetahuan tentang berbagai topik, baik yang sederhana maupu n yang rumit dan kompleks”. Faktor penting dalam kemajuan suatu negara adalah kualitas pendidikan, yang sebagian besar tercermin oleh kualitas kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dalam Bab 1 pasal 1 dijelaskan sebagai "upaya sadar dan terencana untuk membentuk suasana Bela jar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara." Perkembangan kemampuan manusia yang berkualitas tinggi harus selaras dengan perubahan yang cepat dalam era digital saat ini, mengingat penurunan minat baca siswa yang umum terjadi di sebagian besar lembaga pendidikan. Di Indonesia, budaya literasi, termasuk kebiasaan membaca, belum menjadi bagian yang kuat dalam masyarakat Indonesia. Pendidikan 4.0 bukan hanya tentang mengadopsi teknologi, tetapi juga memperkuat minat baca siswa agar sesuai dengan tuntutan zaman. Di era Pendidikan 4.0, ketersediaan informasi dan teknologi menyebabkan siswa memiliki waktu yang semakin terbatas untuk membaca. Meskipun demikian, kemahiran literasi siswa dalam membaca tetap menjadi kunci bagi kemampuan mereka dalam mengikuti perkembangan di bidang pendidikan. Sekarang para siswa harus mengatasi keterbatasan waktu dan mendapatkan informasi sebanyak mungkin sambil tetap membaca dalam waktu yang singkat. Bagaimana cara melakukan kegiatan membaca secara efisien tanpa memboroskan waktu? Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa literasi membaca memiliki signifikansi yang besar bagi siswa di era sekarang mengingat pesatnya kemajuan teknologi dan informasi. Kemampuan literasi membaca menjadi sarana bagi siswa untuk mengenali, memahami, dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh di sekolah. Literasi dasar, termasuk literasi membaca, seharusnya diajarkan sejak tingkat pendidikan dasar. Hal ini penting agar siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengakses informasi dan pengetahuan. Literasi membaca akan membantu siswa dalam memahami pesan-pesan yang disampaikan. Dikutip dari (Fikri et al., 2022) “praktisi pendidikan khawatir dengan perkembangan dunia teknologi informasi saat ini yang tidak selalu mendukung. Kurangnya minat baca siswa sekolah di Indonesia masih menjadi salah satu masalah yang belum terselesaikan. Generasi saat ini tidak menganggap membaca menjadi kebutuhan hidup seperti generasi sebelumnya, padahal buku masih menjadi satu-satunya sumber bacaan. Selain itu, meskipun dunia telah dikuasai oleh teknologi informasi yang memungkinkan orang untuk membaca berbagai media, tingkat literasi membaca Indonesia masih sangat rendah. Saat ini, buku pun menjadi belahan dengan hadirnya buku elektronik yang bisa diakses kapanpun, dimanapun, dan dalam situasi apapun. Kegiatan membaca tidak menjadi prioritas di negara ini”. Sejak kemerdekaan Indonesia, kurikulum telah diubah hingga sebelas kali. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mengembangkan sumber daya manusia. UNESCO menyatakan bahwa Indonesia memiliki tingkat baca rendah di antara negara-negara berkembang. Dengan kata lain, minat membaca di masyarakat Indonesia dianggap sangat minim. Salah satu inisiatif yang diadopsi oleh pemerintah Indonesia saat ini adalah program literasi sekolah, dan salah satu program literasi yang telah dilaksanakan adalah "kegiatan 15 menit membaca buku non-pelajaran sebelum pembelajaran dimulai". Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan minat baca siswa serta meningkatkan kemampuan membaca guna meningkatkan pemahaman dan wawasan (Asiyah, 2019). Materi baca mungkin disesuaikan dengan tema dan kebutuhan pada jenjang pendidikan tertentu, tetapi esensinya adalah untuk menyampaikan nilai-nilai budaya, perilaku etis, kearifan lokal, serta pemahaman tentang identitas nasional dan kesadaran global kepada siswa. Menurut (Khatima, 2020) “perpustakaan sekolah berfungsi sebagai sarana untuk mendukung kegiatan literasi di sekolah; ini dilakukan dengan menyediakan bahan bacaan ilmu pengetahuan dan informasi untuk guru dan siswa. Perpustakaan juga sebagai penyedia bahan bacaan perpustakaan yang berfungsi sebagai penyediaan sarana literasi, seperti sudut baca kelas, area baca kelas, menciptakan lingkungan kaya teks, serta strategi pengembangan minat baca siswa”. Menurut buku panduan Gerakan Literasi Sekolah di sekolah dasar, yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikdasmen Mendikbud, dimulai dengan tahap pembiasaan dimana tujuannya adalah untuk mengembangkan minat siswa dalam membaca serta berpartisipasi dalam kegiatan yang berkaitan dengan literasi. Ditahap ini, kegiatan dilakukan di berbagai tingkatan, mulai dari kelas rendah hingga kelas tinggi di sekolah dasar, dengan fokus pada kegiatan mendengarkan dan membacauntuk meningkatkan kemampuan pemahaman membaca siswa. Kegiatan dalam tahap pembiasaan meliputi mendengarkan, membaca, berbicara, menulis, dan memilih informasi. Selanjutnya, ada tiga tahap pembelajaran yang bertujuan untuk mempertahankan minat siswa terhadap membaca dan meningkatkan keterampilan literasi mereka melalui berbagai jenis kegiatan pengayaan dan menggunakan buku pelajaran. Literasi Dasar mencakup keterampilan dalam mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung yang berkaitan dengan kemampuan analisis untuk melakukan perhitungan, memproses informasi, berkomunikasi, serta menggambarkan informasi berdasarkan pemahaman dan penilaian pribadi. Membaca adalah proses di mana pembaca meresepsi, menganalisis, dan menginterpretasikan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui media tulisan. Kegiatan membaca memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengembangan literasi siswa. Membaca memiliki signifikansi yang penting bagi setiap Muslim karena merupakan salah satu perintah Allah yang disampaikan melalui mukjizat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu yang tertulis dalam Al-Qur'an QS. Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi: ََۚقَلَخ ْيِذَّلا َكِ ب َر ِمْساِب ْأ َرْقِا ١ َۚ قَلَع ْنِم َناَسْنِ ْلْا َقَلَخ ٢ ُۙ م َرْكَ ْلْا َكُّب َر َو ْأ َرْقِا ٣ ُِۙمَلَقْلاِب َمَّلَع ْيِذَّلا ٤ ْْۗمَلْعَي ْمَل اَم َناَسْنِ ْلْا َمَّلَع ٥ Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara Qalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak dike tahuinya”. (QS. Al -Alaq: 1-5). Ayat di atas menjelaskan betapa penting ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Ayat tersebut mendorong setiap individu untuk mencari ilmu sebanyak mungkin. Sesuai dengan ajaran Islam, seorang Muslim diwajibkan untuk mengejar ilmu dari masa bayi hingga akhir hayat. Hal ini tercermin dalam kata "bilqalam" dalam ayat 4, yang mengandung makna bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mendidik manusia dengan menggunakan pena, yang meliputi aktivitas membaca dan menulis, sebagai salah satu sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran. Gerakan literasi sekolah mengikuti tiga langkah pelaksanaan, yakni pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini, diharapkan minat baca peserta didik dapat ditingkatkan, dimulai dari kegiatan membaca secara rutin di awal proses pembelajaran di kelas hingga menjadi kebiasaan pada setiap awal pelajaran di kelas. Menurut (Sasmayunita, 2020) “ minat membaca dapat dikembangkan pada siswa melalui kegiatan literasi tanpa harus menunggu siswa memiliki keterampilan membaca yang sempurna. Adanya rasa senang, ketertarikan dalam diri siswa, partisipasi aktif yang bersifat sukarela, dan lebih menyukai kegiatan membaca tanpa membandingkannya dengan kegiatan lain merupakan pertanda munculnya minat dalam diri siswa”. Minat menjadi motivator utama yang mendorong seluruh aktivitas. Secara garis besar, minat merujuk pada kecenderungan yang mendorong siswa untuk menjalani berbagai aktivitas di berbagai bidang dengan perasaan sukacita dan kenyamanan. (Sasmayunita, 2020) berpendapat bahwa “Minat membaca tidak hanya terwujud saat siswa telah menginjak dunia pendidikan saja, tetapi juga ketika ia berada dalam lingkungan keluarga dan sekitarnya minat membaca langsung diciptakan oleh dirinya sendiri. Namun, minat baca peserta didik belum tentu dirasakan secara menyeluruh oleh hampir semua sekolah”. Gerakan literasi sekolah di SD Muhammadiyah Jongaya belum terimplementasi sepenuhnya sesuai pedoman yang telah ditetapkan, kegiatan yang dilakukan masih mengacu pada kebijakan sekolah, tetapi fokusnya tetap pada peningkatan minat baca siswa. Menurut (Rahim, 2008), "minat baca merupakan keinginan yang kuat akan diwujudkannya dengan kebiasaan untuk mendapatkan bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadaran sendiri". Orang yang gemar membaca cenderung secara proaktif mencari dan menikmati berbagai jenis bahan bacaan tanpa perlu didorong oleh faktor eksternal. Perpustakaan di SD Muhammadiyah Jongaya memiliki ketersediaan buku yang minim, terutama yang bersifat hiburan, sehingga siswa kurang tertarik untuk mengunjunginya. Meskipun terdapat pojok baca di kelas, buku-bukunya tidak cocok untuk usia siswa, sehingga mereka lebih memilih bermain selama istirahat daripada membaca. Pencapaian tujuan literasi sekolah bergantung pada keterlibatan semua anggota komunitas sekolah seperti guru, kepala sekolah, siswa, dan orang tua siswa. Hasil pengamatan di SD Muhammadiyah Jongaya mengindikasikan bahwa minat baca siswa, terutama di kelas VI, menurun karena minimnya minat siswa terhadap perpustakaan sekolah. Ditemukan bahwa lebih banyak siswa yang memilih bermain daripada menghabiskan waktu untuk membaca. Saat siswa membaca selama jam pelajaran, hal itu menyebabkan beberapa siswa mengalami kesulitan, seperti harus mengulang kelas dari kelas VI ke kelas V karena keterampilan membacanya masih terbatas. Situasi ini dipengaruhi oleh kurangnya minat baca siswa di lingkungan sekolah. Berdasarkan kenyataan tentang rendahnya minat baca siswa di sekolah dasar pada saat ini khususnya di kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kegiatan Literasi Terhadap Minat Baca Pada Siswa Kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya Kota Makassar”. ## METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan, dan menganalisis fenomena yang diamati berdasarkan data yang diperoleh selama proses penelitian lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar yaitu di SD Muhammadiyah Jongaya Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Subjek penelitian meliputi kepala sekolah, guru wali kelas dan lima belas siswa kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya. Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder, yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data pada penelitian ini melalui tiga tahap yaitu, reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Keabsahan data diuji dengan triangulasi. “Triangulasi merupakan sebuah teknik untuk memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sumber-sumber lain di luar data itu sendiri untuk mengonfirmasi atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh” (Ladyani et al., 2019). Teknik triangulasi yang digunakan peneliti ada dua yaitu, triangulasi sumber dan triangulasi teknik. ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ## 1. Kegiatan Literasi terhadap Minat Baca pada Siswa Kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Jumhari, S.Sos selaku kepala sekolah dan Ibu Suhartini selaku wali kelas menunjukkan bahwa kegiatan literasi terhadap minat baca siswa di SD Muhammadiyah Jongaya dilakukan dengan melatih kebiasaan membaca, mencermati, dan menulis selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kebiasaan memperoleh informasi dari bacaan dan meningkatkan minat baca mereka. Namun, terdapat beberapa kendala seperti ketersediaan buku yang kurang memadai dan kurangnya variasi bahan bacaan di pojok baca, yang dapat menyebabkan siswa merasa bosan dan kurang tertarik untuk membaca. Selain itu, pendapat dari Ibu Suhartini menunjukkan bahwa meskipun kegiatan literasi dilakukan, masih ada beberapa faktor yang menghambat seperti kurangnya bahan bacaan yang memadai. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk meningkatkan efektivitas kegiatan literasi di SD Muhammadiyah Jongaya. Hasil wawancara yang dilakukan dengan tiga siswa berinisial HL, NA, dan NF menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka menyukai membaca, namun beberapa merasa bosan karena keterbatasan bahan bacaan di pojok baca. Hal ini menunjukkan bahwa kendala ketersediaan bahan bacaan juga dirasakan oleh siswa. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan ketersediaan dan variasi bahan bacaan di pojok baca sekolah agar dapat meningkatkan minat baca siswa secara menyeluruh. Seperti yang disampaikan oleh Ibu Suhartini, bahwa meskipun ada beberapa kendala dalam pelaksanaan kegiatan literasi, seperti kurangnya bahan bacaan yang menyebabkan siswa merasa bosan, namun dia tetap menjalankan kegiatan literasi dengan penuh semangat. Selain membaca dan menulis selama pelajaran dimulai, juga ditekankan untuk memahami isi bacaan baik itu bahan bacaan pelajaran maupun non-pelajaran. Sebagai langkah untuk meningkatkan minat baca, guru dapat menggunakan strategi seperti mengadakan sesi tanya jawab atau menyusun pertanyaan dari berbagai sumber bacaan. Ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan merangsang minat baca siswa kelas VI, membantu mereka mengembangkan kebiasaan membaca secara alami. Dengan mempertimbangkan bahwa sumber bacaan adalah sarana pengetahuan yang beragam, berbagai strategi dapat diterapkan untuk meningkatkan minat baca siswa kelas VI melalui kegiatan literasi. Meningkatkan minat baca juga akan meningkatkan kemampuan siswa secara keseluruhan. Sejalan dengan pendapat diatas, Taringan dikutip dari (Nurlela & Mudian, 2023) menyatakan “minat baca merupakan kemampuan seseorang berkomunikasi dengan diri sendiri untuk menangkap makna yang terkandung dalam tulisa sehingga memberikan pengalaman emosi akibat dari bentuk perhatian yang mendalam terhadap makna bacaan”. 2. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Literasi terhadap Minat Baca pada Siswa Kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya Untuk memahami faktor-faktor yang mendukung kegiatan literasi dalam meningkatkan minat baca siswa kelas VI, peneliti melakukan pengumpulan data melalui wawancara dengan wali kelas, kepala sekolah, dan siswa. Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Jumhari, S.Sos selaku kepala sekolah SD Muhammadiyah Jongaya, dan Ibu Suhartini selaku wali kelas VI menunjukkan beberapa faktor pendukung kegiatan literasi terhadap minat baca adalah ketersediaan fasilitas seperti pojok baca, mading, dan perpustakaan, yang mencerminkan komitmen untuk membudayakan kegiatan membaca dan menulis di setiap waktu dan tempat. Dengan adanya fasilitas tersebut, siswa dapat dengan mudah mengakses beragam sumber literasi. Lebih jauh lagi, keberadaan pojok baca memberikan paparan yang lebih luas terhadap literasi kepada siswa, membantu mereka menjadi terbiasa dengan kegiatan membaca secara alami. Selain pandangan tersebut, Wibowo yang dikutip dari (Ariyan dkk, 2023) “juga melengkapi argumennya terkait faktor pendukung dalam gerakan literasi sekolah, seperti penyediaan tambahan sumber bacaan. Guru juga menjadi faktor pendukung yang sangat penting, karena mereka mengawasi dan membimbing para siswa dalam menjalankan program ini”. Selain faktor pendukung di SD Muhammadiyah Jongaya terdapat juga faktor penghambat. Dari hasil observasi secara langsung Adapun faktor penghambat di SD Muhammadiyah Jongaya yaitu: a. Kebiasaan literasi di sekolah belum menjadi prioritas Baik di lingkungan sekolah maupun di rumah, masih banyak yang belum menyadari relevansi membaca. Membaca sering kali dianggap hanya sebagai tanggung jawab akademik belaka. Aktivitas membaca masih sering dipandang sebagai sesuatu yang dilakukan karena adanya tuntutan atau kewajiban, bukan sebagai sarana hiburan dan pengetahuan yang menyenangkan. b. Kurangnya buku bacaan atau sumber baca Salah satu kelemahan dalam mengembangkan minat dan kemampuan membaca adalah kurangnya ketersediaan bahan bacaan yang sesuai. Siswa seringkali tidak menemukan materi bacaan yang menarik bagi mereka, sehingga tidak ada dorongan yang kuat untuk membaca. c. perpustakaan yang tidak berjalan Ketersediaan perpustakaan di sekolah dasar sangatlah essensial bagi para siswa agar dapat memilih bahan bacaan. Namun, perpustakaan di SD Mulhammadiyah Jongaya tampaknya tidak terawat dengan baik dan kurang dikelola. Isinya tidak bervariasi dan terutama terdiri dari buku-buku pelajaran lama, yang membuat siswa kehilangan minat untuk mengunjungi perpustakaan. d. pojok baca Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat bahwa buku-buku yang tersedia di pojok baca tidak diperbarui secara berkala, dan sebagian besar adalah buku-buku lama yang tidak diganti. Variasi buku di pojok baca juga terbatas dan cenderung tidak sesuai dengan usia siswa. Kondisi ini kemungkinan besar akan membuat siswa merasa bosan dan kehilangan minat untuk membaca karena hanya terpaku pada bahan bacaan yang itu-itu saja. Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Suhartini selaku wali kelas VI dan tiga peserta didik kelas VI, terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan kegiatan literasi di kelas VI. Hambatan tersebut antara lain adalah ketersediaan buku yang masih kurang memadai, beberapa siswa cenderung hanya melihat-lihat gambar daripada membaca, serta masih ada siswa yang tidak aktif mengikuti aturan selama pelaksanaan kegiatan literasi. Selain itu, siswa juga mengalami gangguan fokus karena tergoda untuk bermain atau bercerita saat sesi literasi sedang berlangsung. Para siswa juga menyampaikan keluhan terkait ketersediaan buku yang terbatas di pojok baca, yang membuat mereka merasa malas membaca karena kurangnya variasi dan ketertarikan pada bahan bacaan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan literasi di sekolah masih belum optimal, terutama karena keterbatasan bahan bacaan, ketidakaktifan perpustakaan sekolah, serta kebiasaan siswa untuk bermain daripada membaca. Hal diatas sejalan dengan pendapat Yunianika yang dikutip dari (dewi, dkk 2022), bahwa “salah satu faktor penghambat kegiatan literasi di sekolah adalah bahwa membaca belum menjadi prioritas bagi masyarakat sekolah. Selain itu, kurangnya sumber bacaan bagi siswa menyebabkan kurangnya minat untuk membaca”. ## 3. Upaya Guru dalam Meningkatkan Literasi terhadap Minat Baca Kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Jumhari, S.Sos selaku kepala sekolah SD Muhammadiyah Jongaya, dan Ibu Suhartini selaku wali kelas VI, menujukkan beberapa upaya yang telah dilakukan oleh kepala sekolah dan guru wali kelas untuk meningkatkan minat baca siswa. Upaya tersebut antara lain adalah memberikan motivasi kepada siswa, menerapkan kegiatan literasi membaca selama 15 menit, serta memberikan tugas yang berkaitan dengan bacaan kepada siswa. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan kebiasaan membaca dan memperkuat minat baca siswa secara terencana dan terarah. Ketika menerapkan Gerakan Literasi untuk meningkatkan minat baca, tentu saja akan ada beberapa siswa yang menyukai dan ada pula yang kurang antusias terhadap kegiatan literasi di sekolah. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik, penting untuk memberikan dorongan dan motivasi kepada siswa agar tetap semangat dalam mengembangkan minat baca melalui Gerakan Literasi. Salah satu upaya yang dilakukan pendidik untuk meningkatkan literasi dan minat baca siswa adalah dengan memberikan dorongan kepada mereka untuk bercerita tentang apa yang sudah mereka baca. ## SIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan literasi terhadap minat baca siswa kelas VI di SD Muhammadiyah Jongaya dilakukan dengan melatih kebiasaan membaca, mencermati, dan menulis selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kebiasaan memperoleh informasi dari bacaan dan meningkatkan minat baca mereka. Namun, terdapat beberapa kendala seperti ketersediaan buku yang kurang memadai dan kurangnya variasi bahan bacaan di pojok baca, yang dapat menyebabkan siswa merasa bosan dan kurang tertarik untuk membaca. Faktor pendukung kegiatan literasi terhadap minat baca antara lain adanya pojok baca, mading, dan perpustakaan yang memungkinkan siswa mengakses berbagai sumber literasi. Namun, masih terdapat beberapa faktor penghambat seperti kurangnya prioritas terhadap kegiatan literasi, kurangnya bahan bacaan yang memadai, perpustakaan yang tidak berjalan dengan baik, dan kurangnya variasi buku di pojok baca. Upaya guru dalam meningkatkan literasi terhadap minat baca siswa antara lain memberikan motivasi kepada siswa, menerapkan kegiatan literasi membaca selama 15 menit, serta memberikan tugas yang berkaitan dengan bacaan kepada siswa. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitas kegiatan literasi di SD Muhammadiyah Jongaya, termasuk peningkatan ketersediaan dan variasi bahan bacaan serta penguatan upaya guru dalam mendorong minat baca siswa. ## Referensi : Asiyah, S. (2019). Bupis untuk mewujudkan gerakan literasi sekolah menyonsong gernas baku pada gugus dahlia kecamatan parakan kabupaten temanggung tahun 2018. Widya Wacana: Jurnal Ilmiah , 14 (1). Dalman. (2014). Keterampilan Membaca . Rajawali Pers. Fikri, K., Rahma, Y. A., Rahfitra, A. A., & Rahayu, S. S. (2022). Meningkatkan Minat Baca Anak-Anak Melalui Gerakan Literasi Membaca di SDN 02 Desa Sri Gading. Jurnal Pengabdian UntukMu Negeri , 6 (2), 245 – 249. Khatima, H. (2020). Pengaruh Kegiatan Literasi Dasar Terhadap Minat Baca Siswa Kelas V SD Negeri 32 Buakang Kecamatan Sinjai . Universitas Muhammadiyah Makassar. Ladyani, F., Pinilih, A., & Faqih, M. (2019). Analisis Riwayat Penggunaan Bahasa Bilingual dengan Anak Keterlambatan Bicara di RS Imanuel Bandar Lampung tahun 2019. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan , 6 (4). Nurlela, E., & Mudian, D. (2023). Upaya Meningkatkan Minta Baca Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pagaden Barat. Sinar Dunia: Jurnal Riset Sosial Humaniora Dan Ilmu Pendidikan , 2 (3), 140 – 147. Rahim, F. (2008). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar . Bumi Aksara. Sasmayunita. (2020). Pengaruh Kegiatan Literasi dalam Peningkatan Minat Baca Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kota Ternate. Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, Dan Sastra , 6 (2), 577 – 583.
98c540a4-9ad0-448e-8f36-d03bb4fc4355
https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida/article/download/286/427
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah p-ISSN: 2722-8452 (Print) Volume 03, No. 01 April 2022, Hal. 28-37 e- ISSN: 2722-8290 (Online) DOI: https://doi.org/10.37850/ibtida’. https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS IV Rofiatun Nisa’ 1 , Nadia Nur Fatria 2 1,2 STIT Al-Fattah Siman Sekaran Lamongan, Pon.Pes Al-Fattah Siman Sekaran Lamongan Pos-el : fyanisa1214@gmail.com 1) , nadya.manissee123@gmail.com 2) Received 11 March 2022; Received in revised form 24 March 2022; Accepted 29 March 2022 ## Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) penerapan bimbingan belajar peserta didik, 2) tingkat hasil belajar matematika peserta didik kelas IV, 3) pengaruh bimbingan belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif eksperimen, dengan jumlah sampel 8 siswa. Instrumen yang digunakan observasi, dokumentasi dan tes. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan uji hipotesis dengan uji T-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) prosentase hasil observasi bimbingan belajar 100% siswa yang hadir dalam bimbingan belajar, 82% siswa memperhatikan saat guru menjelaskan materi, 90% siswa aktif bertanya ketika guru selesai menjelaskan materi, 90% siswa mampu menguasai tugas yang telah diberikan ketika bimbingan belajar, 80% siswa mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru ketika bimbingan belajar, 2) hasil belajar siswa kelas IV 62% siswa berada pada tingkat sangat tinggi, artinya hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan, 3) hasil yang diperoleh adalah 𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 lebih besar dari pada 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 5,036 > 2,145 artinya terdapat perbedaan signifikan pada hasil belajar matematika materi pecahan. Hal ini membuktikan bahwa bimbingan belajar ini efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan. Kata Kunci : Bimbingan Belajar; Hasil Belajar. ## Abstract The purpose of this study was to determine 1) the application of student tutoring, 2) the level of mathematics learning outcomes for fourth-grade students, 3) the effect of tutoring on fourth-grade students' mathematics learning outcomes at SDN Kembangan Sekaran Lamongan. This research is quantitative research with an experimental descriptive method, with a sample of 8 students. The instruments used are observation, documentation, and tests. Data analysis used descriptive analysis and hypothesis testing with a t-test. The results showed that: 1) the percentage of tutoring observation results 100% of students who attended tutoring, 82% of students paid attention when the teacher explained the material, 90% of students actively asked when the teacher finished explaining the material, 90% of students were able to master the task that had been given. when tutoring, 80% of students can answer questions given by the teacher during tutoring, 2) student learning outcomes for class IV obtained 62% of students are at a very high level, meaning that learning outcomes students experienced a significant increase, 3) the results obtained are t_count is greater than t_table, https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida namely 5.036 > 2.145, meaning that there is a significant difference in the mathematics learning outcomes of fractions. This proves that this tutoring is effectively used to improve the learning outcomes of fourth-grade students at SDN Kembangan Sekaran Lamongan. Keywords : Learning outcomes; Tutoring. ## PENDAHULUAN Permasalahan belajar saat ini adalah dengan adanya pandemi Covid- 19 yang semakin menyebar, upaya pemerintah dalam menanggulangi penyebaran Covid-19 dalam bidang pendidikan, pemerintah menerapkan pelaksanaan program belajar di rumah melalui kelas online atau yang biasa disebut daring (Kemendikbud, 2020). Pembelajaran daring adalah pembelajaran yang menggunakan teknologi multimedia, video, kelas virtual, CD ROM, streaming video, pesan suara, email dan telepon konferensi, teks online animasi, dan video streaming online. Selain materi, latihan maupun materi pembelajaran remidi juga disediakkan dalam bentuk daring (Kuntarto, 2017). Namun efektivitas belajar siswa yang dilakukan secara daring pada pelajaran matematika yang diharapkan masih belum bisa terpenuhi. hal ini dapat terlihat dari siswa mudah merasa bosan, siswa lebih banyak bermain, masih ada sebagian siswa yang belum paham saat materi diajarkan karena sangat ketergantungan dengan teknologi, dulu pembelajaran yang normalnya 5 jam kini hanya 2-3 jam pembelajaran, ada beberapa materi pelajaran yang ditiadakan karena keterbatasan jam pembelajaran, kemudian ditambah lagi orang tua siswa banyak yang bekerja sebagai petani, buruh sehingga mereka kurang akan perhatian. Fakta dari hasil observasi penulis di SDN Kembangan Sekaran Lamongan, Nilai hasil belajar matematika kelas IV yang berjumlah 16 siswa kurang memuaskan, hal ini terlihat dari hasil PAS Semester ganjil. Siswa kelas IV di SDN Kembangan Sekaran Lamongan, masih banyak siswa yang memiliki nilai matematika dibawah KKM yaitu 50% siswa mendapatkan nilai kurang dari 70. Berdasarkan penjabaran diatas, dapat dianalisa bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika masih tergolong rendah. Adapun upaya untuk meningkatkan hasil belajar belajar matematika, yaitu memberikan bimbingan belajar terhadap siswa. Hasil belajar didefenisikan sebagai terjadinya suatu perubahan ditinjau dari tiga aspek yakni aspek kognitif (penguasaan intelektual), aspek afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), dan aspek psikomotorik (kemampuan atau keterampilan bertindak atau berperilaku). Ketiga aspek tersebut tidak berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan bahkan membentuk hubungan yang hirarki (Sudjana, 2004). Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida faktor yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri, misalnya: kondisi jasmani dan rohani, minat, kepribadian, motivasi, dan lain sebagainya. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, misalnya: lingkungan keluarga, lingkungan (Susanto 2015). Salah satu yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor eksternal (lingkungan sekolah), yaitu tentang kepedulian guru terhadap nilai siswa yang rendah. Sehingga guru menerapkan bimbingan belajar untuk meningkatkan nilai siswa agar tidak berada dibawah KKM, agar meningkatkan hasil belajar siswa. Bimbingan belajar adalah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran-kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan- tuntutan belajar disuatu institusi pendidikan (Sukardi, 2010). Bimbingan belajar adalah suatu bentuk kegiatan dalam kegiatan dalam proses belajar yang dilakukan oleh sesorang yang telah memiliki kemampuan lebih dalam banyak hal untuk diberikan kepada orang lain yang bertujuan agar orang lain dapat menemukan pengetahuan baru yang belum dimiliki serta dapat diterapkan dalam kehidupanya. Dengan diterapkannya bimbingan belajar di SDN Kembangan Sekaran Lamongan, bisa membantu siswa mengatasi kesulitan belajar, kejenuhan belajar saat di dalam kelas, dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika. ## METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini yang akan dilakukan adalah penelitian menggunakan metode kuantitatif eksperimen. Penelitian dilakukan di SDN Kembangan Sekaran Lamongan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-September 2021. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan yang berjumlah 16 siswa. Sedangkan sampel penelitian ini adalah membagi menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan masing-masing siswa 8. Metode pengumpulan data dengan observasi, dokumentasi dan tes. Instrumen observasi digunakan peneliti untuk mengamati pelaksanaan bimbingan belajar dengan indikator antara lain: siswa hadir pada saat bimbingan belajar, siswa memperhatikan guru pada saat bimbingan belajar, siswa aktif bertanya pada saat bimbingan belajar, siswa mampu menguasai tugas yang telah diberikan saat bimbingan belajar, siswa mampu menjawab pertanyaan dari guru ketika bimbingan belajar. Instrumen tes yang digunakan peniliti untuk mengetahui kemampuan siswa dalam belajar matematika yaitu dengan membandingkan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Validitas di hitung dengan bantuan SPSS. Langkah-langkah uji validitas dalam SPSS (Masukkan data nilai tiap butir soal beserta jumlahnya. Kemudian klik analyze - Correlate - Bivariance - masukkan semua nilai beserta jumlah - klik Oke). Sedangkan This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida uji reliabilitas juga dengan menggunakan bantuan program SPSS. Langkah-langkah uji reliabilitas dalam SPSS, yaitu: Klik analys - Scale - Reliability analys - masukkan data tanpa jumlah - dari tabel statistics centang pada bagian scale if item deleted klik Oke. Uji hipotesis dengan membandingkan t hitung lebih kecil atau sama dengan t tabel , maka Ho diterima. Begitu sebaliknya, bila t hitung lebih besar dari t tabel , maka Ha diterima. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Bimbingan Belajar Siswa Kelas IV Deskripsi data tentang penerapan bimbingan belajar ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang bimbingan belajar yang dilaksanakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Data diperoleh dari lembar observasi yang diamati penulis sejak 9 Agustus 2021 hingga 14 Agustus 2021, selama 5 pertemuan kepada 8 siswa kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan dengan 5 item pernyataan yang hasilnya dapat dilihat sebagai berikut: ## Tabel 1. Lembar Observasi Setiap Anak Bimbingan Belajar Siswa Kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan No Inisial Sampel Kehad iran Memperha tikan guru Aktif bertanya menguasai tugas menjawab pertanyaan 1 F 5 5 5 5 5 2 D 5 4 5 5 4 3 K 5 5 5 5 4 4 E 5 2 3 3 3 5 M 5 5 5 5 5 6 A 5 3 3 3 3 7 R 5 4 5 5 4 8 N 5 5 5 5 4 Jumlah 40 33 36 36 32 Prosentase 100% 82% 90% 90% 80% Sejak adanya penerapan bimbingan belajar pada tanggal 10 Agustus 2021 hingga 14 Agustus 2021 dalam 5 pertemuan diatas terdapat 8 siswa yang mengikuti bimbingan belajar dengan sangat baik, bisa dilihat pada tabel yang tertera dibawah ini: Tabel 2. Lembar Observasi Bimbingan Belajar Siswa Kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan No. Komponen yang Diamati Keterangan 1 Siswa hadir pada saat bimbingan belajar 100% siswa yang hadir dalam bimbingan belajar https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida 2 Siswa memperhatikan guru pada saat bimbingan belajar 82% siswa memperhatikan saat guru menjelaskan materi pada kegiatan bimbingan belajar 3 Siswa aktif bertanya pada saat bimbingan belajar 90% siswa aktif bertanya ketika guru selesai menjelaskan materi pada kegiatan bimbingan belajar 4 Siswa mampu menguasai tugas yang telah diberikan saat bimbingan belajar 90% siswa mampu menguasai tugas yang telah diberikan ketika bimbingan belajar 5 Siswa mampu menjawab pertanyaan dari guru ketika bimbingan belajar 80% siswa mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru ketika bimbingan belajar Dari tabel 2 diatas, terdapat 8 siswa kelas IV sangat antusias mengikuti bimbingan belajar. dengan prosentase 100% siswa hadir mengikuti bimbingan belajar, siswa sangat antusias memperhatikan guru menjelaskan materi saat kegiatan bimbingan belajar dengan prosentase 82% siswa memperhatikan saat guru menjelaskan materi pada kegiatan bimbingan belajar, siswa sangat aktif bertanya ketika mereka belum faham tentang materi yang telah disampaikan dengan prosentase 90% siswa aktif bertanya ketika guru selesai menjelaskan materi pada kegiatan bimbingan belajar, siswa mampu menguasai tugas yang diberikan guru saat bimbingan belajar dengan prosentase 90% siswa mampu menguasai tugas yang telah diberikan ketika bimbingan belajar, siswa mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru saat bimbingan belajar guna untuk mengetes siswa apakah sudah faham dalam materi yang diberikan guru dengan prosentase 80% siswa mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru ketika bimbingan belajar. Senada dengan penelitian terdahulu menjelaskan bahwa setelah melaksanakan kegiatan bimbingan belajar yang dilakukan dalam lima kali pertemuan. Peneliti merasa senang ketika nilai peserta didik meningkat karena terlihat dari tiap indikator yang mencakup penilaian hasil belajar. Tercapainya tujuan penelitian terlihat dari perubahan perilaku dan pengetahuan yang didapat oleh masing-masing peserta didik. Hal ini terlihat dari deskripsi hasil belajar dari tiap pertemuan (Thahir, 2014). Pelaksanaan bimbingan belajar ini sangat berguna bagi peserta didik untuk meningkatkan hasil belajar pada peserta didik yang mana pada awalnya peserta didik tersebut kurang memahami atau mengerti dalam mata pelajaran atau pun untuk meningkatkan hasil belajar. Dalam hal ini bahwa pelaksanaan layanan bimbingan belajar mempunyai peranan yang positif dalam membantu siswa meningkatkan hasil belajar. Oleh karenanya pihak yang terkait dalam pelaksanaan layanan belajar ini seperti guru BK bekerja sama dengan guru mata pelajaran, This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida hendaknya tetap melaksanakan layanan bimbingan belajar dan melakukan kerjasama yang baik serta dilakukan secara intensif dan terprogram (Utami, 2021). Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan Data hasil belajar siswa ini diperoleh dari nilai post-test matematika siswa yang telah di ujikan, disini terdapat 2 hasil post test matematika siswa yaitu dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil Kelas Eksperimen Hasil post-test ini diujikan setelah mengikuti bimbingan belajar, terlihat hasilnya pada tabel 3. Tabel 3. Hasil belajar matematika kelas eksperimen No. Inisial Post Test 1 F 100 2 D 80 3 K 90 4 M 100 5 A 80 6 R 90 7 B 80 8 N 90 Jumlah 710 Rata-rata 88,75 Hasil belajar siswa kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan yang berjumlah 8 siswa pada kelas eksperimen dilihat dari nilai post-test matematika setelah diterapkannya bimbingan belajar, diperoleh 62% siswa berada pada tingkat sangat tinggi, sesuai dengan tingkat distribusi fekuensinya, artinya bimbingan belajar bisa mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Selanjutnya hasil belajar siswa kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan dalam kelas kontrol dengan jumlah 8 siswa , dari nilai post-test matematika siswa, diperoleh 50% siswa berada pada tingkat rendah, artinya siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar mendapatkan hasil belajar yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian menjelaskan temuan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik. Hal ini terlihat pada hasil pengamatan diperoleh nilai rata-rata 83,33% dengan kualifikasi Baik (Indrayani, 2022). Hasil belajar merupakan akibat dari proses belajar seseorang. Hasil belajar terkait dengan perubahan pada diri orang yang belajar. Bentuk perubahan sebagai hasil dari belajar berupa perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan dan kecakapan. Perubahan dalam arti perubahan- perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan tidak dianggap sebagai hasil belajar. Perubahan sebagai hasil belajar bersifat relatif menetap dan memiliki potensi untuk dapat berkembang (Lestari, 2013). Pengaruh Bimbingan Belajar Terhadap Hasil Belajar Sis wa Bimbingan belajar pada masa pandemi Covid-19 mempunyai pengaruh yang sangat signifikan https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan. Dari data yang diperoleh peneliti tentang hasil belajar matematika siswa kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan diperoleh dari hasil nilai post-test rata-rata yaitu 84,5. Setelah dihitung, hasil yang diperoleh adalah 𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 lebih besar dari pada 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 5,036 > 2,145. Dengan demikian H 0 ditolak dan H a diterima, maka dapat dinyatakan bahwa hipotesis nol (H 0 ) yang menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan pada hasil belajar matematika materi pecahan siswa kelas IV pada nilai post-test. Sedangkan hipotesis alternatif (H a ) diterima yang menyatakan terdapat perbedaan signifikan pada hasil belajar matematika materi pecahan siswa kelas IV pada nilai post-test. Hal ini membuktikan bahwa bimbingan belajar ini efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan. Gambar 1. Pelaksanaan Bimbingan Belajar di SDN Kembangan Sekaran Lamongan Bimbingan belajar merupakan salah satu bidang layanan bimbingan di sekolah yang berhubungan dengan kegiatan membimbing siswa yang mengalami masalah atau kesulitan dalam belajar. Sehingga dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa dapat dipengaruhi dari beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Salah satu faktor eksternal yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa adalah faktor eksternal yaitu bimbingan belajar. jika siswa bersungguh-sungguh dalam mengikuti bimbingan belajar, maka hasil belajar matematika disekolah akan meningkat. Namun tidak sepenuhnya program bimbingan belajar dapat berpengaruh terhadap hasil belajar karena masih ada faktor This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar tersebut. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan bimbingan belajar orang tua terhadap hasil belajar dengan nilai Rsquare sebesar 0,807 atau 80,7% artinya bimbingan belajar siswa dipengaruhi oleh hasil belajar dengan besarnya pengaruh sekitar 80,7% menunjukkan pengaruh yang sangat kuat sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Kesimpulannya, semakin tinggi bimbingan orang tua maka semakin tinggi disiplin belajar siswa, sebaliknya semakin rendah bimbingan orang tua maka semakin rendah disiplin belajar siswa (Ansel, 2021). Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa bimbingan belajar pada pembelajaran daring memiliki pengaruh terhadap hasil belajar matematika. Hal ini terbukti dari nilai t hitung > t tabel yaitu 4,416 > 1,711. Maka dengan demikian Ha diterima yaitu adanya pengaruh yang signifikan antar bimbingan belajar saat pembelajaran daring dengan hasil belajar matematika siswa. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar pada pembelajaran daring memiliki pengaruh terhadap hasil belajar matematika (Geovani, 2022). ## KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan: 1) bimbingan belajar dapat menjadi program untuk meningkatkan hasil belajar siswa, terdapat 8 siswa yang mengikuti bimbingan belajar dengan sangat baik, terlihat dari prosentase hasil observasi bimbingan belajar, terdapat prosentase 100% siswa yang hadir dalam bimbingan belajar, 82% siswa memperhatikan saat guru menjelaskan materi pada kegiatan bimbingan belajar, 90% siswa aktif bertanya, 90% siswa mampu menguasai tugas yang telah diberikan ketika bimbingan belajar, 80% siswa mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru ketika bimbingan belajar ; 2) hasil belajar siswa kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan yang diperoleh dari nilai post-test matematika siswa, dari kelas eksperimen yang berjumlah 8 siswa diperoleh nilai 62% berada pada tingkat sangat tinggi, artinya bimbingan belajar bisa mempengaruhi hasil belajar matematika siswa; 3) terdapat pengaruh bimbingan belajar terhadap hasil belajar dibuktikan dengan hasil perhitungan 𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 lebih besar dari pada 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 5,036 > 2,145. Dengan demikian hipotesis alternatif (H a ) diterima yang menyatakan terdapat perbedaan signifikan pada hasil belajar matematika materi pecahan siswa kelas IV. Hal ini membuktikan bahwa bimbingan belajar ini efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Kembangan Sekaran Lamongan. Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, peneliti mempunyai https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida saran untuk beberapa pihak, antara lain: 1) bagi sekolah, untuk meningkatkan hasil belajar siswa terutama matematika, bimbingan belajar bisa dijadikan program untuk membantu belajar siswa; 2) bagi siswa, dengan adanya bimbingan belajar siswa dapat terbantu menyelesaikan materi yang kurang ia fahami, dapat belajar dengan leluasa sesuai kemampuannya dalam belajar dan dapat menambah wawasan pelajaran. Dengan begitu siswa bisa lebih mengerti dan dapat lebih memahami kembali pelajaran yang diajarkan guru disekolahnya dengan mengulang kembali pelajarannya saat bimbingan belajar. ## DAFTAR PUSTAKA Ansel, M. F.,& Pawe, N. (2021). Pengaruh Bimbingan Belajar Orangtua Terhadap Disiplin Belajar Siswa Sekolah Dasar. Prima Magistra: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 2(2), 301-312. https://doi.org/10.37478/jpm .v2i2.1209 Darmayanti, Nengah Sueca, Linda Sekar Utami, (2020) . Pendampingan Bimbingan Belajar Di Rumah Bagi Siswa Sd Dusun Buruan Tampaksiring Untuk Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa . Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan 3, (2). Dewi, N., Murtinugraha, R. E., & Arthur, R. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif pada Mata Kuliah Teori dan Praktik Plambing di Program Studi S1 PVKB UNJ. Jurnal PenSil , 7 (2), 25 – 34, Dimyati Dan Mudjiono. (2009). Belajar Dan Pembelajaran . Jakarta: Rineka Cipta. Elvarita, A., Iriani, T., & Handoyo, S. S. (2020). Pengembangan Bahan Ajar Mekanika Tanah Berbasis E-Modul Pada Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan, Universitas Negeri Jakarta. Jurnal Pendidikan Teknik Sipil , 9 (1), 1 – 7, 2020. Geovani, Santa. Sinaga, Reflina. Gaol, Rumiris Lumban. & Tanjung Darinda Sofia. (2022). Pengaruh Bimbingan Belajar di Rumah pada Masa Pembelajaran Daring terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri 033928 Sidumpe Kecamatan Laeparira. JURNAL PAJAR (Pendidikan dan Pengajaran ), 6 (2) http://dx.doi.org/10.33578/pjr. v6i2.8585 Hamid, A. R. A. H. (2020). Social responsibility of medical journal: a concern for COVID-19 pandemic. Medical Journal of Indonesia , 29 (1), 1 – 3. Indrayani, Novalina. & Hamimah. (2022). Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Pembelajaran Tematik Terpadu Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together (NHT) Di Kelas IV Sekolah Dasar. Journal of Basic Education Studies , 5 (1). https://www.ejurnalunsam.id/i This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida ndex.php/jbes/article/view/51 40 Kuntarto, E . (2017). Keefektifan model pembelajaran daring dalam perkuliahan bahasa Indonesia di perguruan tingg i. Indonesia language education and literature, 03, 102. Lestari, Indah. (2013). Pengaruh Waktu Belajar dan Minat Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika. Formatif, 3 (2) http://dx.doi.org/10.30998 /formatif.v3i2.118 Mauizdati, Nida. Nisa’, Rofiatun & Nurkholipah, Isti. (2021). Pengaruh Penggunaan Metode Buzz Grup terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Mata Pelajaran Matematika. IBTIDA’ , 2 (2), 106- 116. https://doi.org/10.37850/ibtid a.v2i2.220 ## Nisa, R. (2015). Pengembangan Media Monopoli 3 Dimensi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Subtema Makananku Sehat dan Bergizi Siswa Kelas 4 SDI Surya Buana Malang. Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Nisa, Rofiatun. (2018). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Interaksi Sosial terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas IV di Madrasah Ibtidaiyah Se-Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Susanto, Ahmad. (2010). Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah . Jakarta: Prenatamedia Group. Sudjana, Nana. (2004). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar . Bandung: Remaja Rosdakarya. Thahir, Andi & Hidriyanti, Babay. (2014). Pengaruh Bimbingan Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Pondok Pesantren Madrasah Aliyah Al-Utrujiyyah Kota Karang. KONSELI: Jurnal Bimbingan dan Konseling . 01 (2). 55-66. https://doi.org/10.24042/kons. v1i2.306 Hani Subakti, Eka Selvi Handayani, (2021). Pengaruh Bimbingan Belajar terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas Tinggi di Sekolah Dasar . Jurnal Basicedu . 5, (1) Utami, Wiwiek Zainar Sri. (2021). Pengaruh Bimbingan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 18 Mataram. Journal Scientific of Mandalika (JSM), 2 (6). https://doi.org/10.36312/%20 (jsm).v2i7%20(Juni).421
5119c27f-e5fa-47b0-98e5-4729312b6d7d
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janis/article/download/23767/15554
Jurnal Administrasi Bisnis Volume 8, Nomor 1, Maret 2019, pp. 37-42 P-ISSN: 2252-3294 E-ISSN: 2548-4923 Pengaruh Promosi Penjualan dan E-service quality Terhadap Minat Beli Ulang (Studi pada Pembeli di Marketplace Shopee) Nadya Andika Luthfiana 1,* & Sudharto P. Hadi 2 1,2 Departemen Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, Indonesia * E-mail: nadya_luthfiana@yahoo.com Abstract: The digitalization evolution have caused the rapid growth of the marketplaces. One of them is Shopee, which was the leading marketplace in Southeast Asia and Taiwan. However, Shopee have failed to retain its competitiveness against other marketplaces such as Tokopedia and Lazada with a decrease on its visitor amount who are looking information at Shopee. It indicates that the consumer’s interest rate are fairly low which will affect repurchase intention. Therefore, Shopee need to pay attention for the possible affecting conditions related to consumers purchasing intentions.This study aims to determine the effect of sales promotion and also E-service quality on Shopee consumers purchasing intentions. This type of research is explanatory research. Samples are taken from 100 respondents who had made purchases on Shopee. The sampling techniques are accidental sampling and purposive sampling. Data were collected by a questioner, and literature studies. The analysis methods used are validity test, reliability test, correlation test, simple linear regression test, multiple linear regression test, determination coefficient (R2), and significance t test and f test with the help of IBM SPSS program version 25.0. Based on the results of the analysis, it can be concluded that the sales promotion and E-service quality have an effect on purchasing intentionss proven through the simple regression test with the result in regression values of 0,690 and 0,785.The given advice to the company are to fix the promotion issues and improving the amount of the selling promotion that have been carried and also re-evaluate the E-service quality strategy. Abstraksi: Perkembangan digitalisasi memicu banyaknya marketplace yang bermunculan. Salah satunya Shopee yang merupakan marketplace terdepan di Asia Tenggara dan Taiwan. Namun, Shopee telah kalah bersaing dengan marketplace lainnya seperti Tokopedia dan Lazada, dengan menurunnya jumlah pengunjung yang mencari informasi di Shopee Indonesia. Pencarian informasi merupakan salah satu tahapan yang dilakukan oleh konsumen sebelum timbul minat beli. Hal ini mengindikasikan masih rendahnya minat beli konsumen terhadap Shopee yang akan mempengaruhi minat pembelian ulang. Shopee perlu memperhatikan hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi minat beli ulang.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh promosi penjualan dan E-service quality terhadap minat beli ulang konsumen marketplace Shopee. Tipe penelitian yang digunakan adalah explanatory research. Sampel yang diambil sebanyak 100 responden yang pernah melakukan pembelian di marketplace Shopee. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling dan purposive sampling.. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, dan studi pustaka. Metode analisis data menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, uji korelasi, uji regresi linier sederhana, uji regresi linier berganda, koefisien determinasi (R2), signifikansi uji t dan uji f dengan bantuan program IBM SPSS versi 25.0. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa promosi penjualan dan E-service quality berpengaruh terhadap minat beli ulang terbukti melalui pengujian regresi sederhana menghasilkan nilai regresi sebesar 0,690 and 0,785. Adapun saran yang diberikan kepada perusahaan adalah memperbaiki promosi serta meningkatkan jumlah promosi penjualan yang telah dijalankan dan mengevaluasi kembali strategi E-service quality. Keywords: sales promotion, E-service quality, repurchase intention ## Pendahuluan Saat ini digitalisasi merambah ke segala aspek kehidupan, dan mendorong berbagai macam perubahan dan memberikan berbagai kemudahan. Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya situs e-commerce yang bermunculan dan terus berkembang. Situs e- commerce berlomba-lomba untuk menarik minat konsumen agar dapat meningkatkan penjualan. Kotler dan Amstrong (2001) mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi minat beli adalah kualitas produk, harga, promosi, dan brand awareness. Perusahaan melakukan berbagai macam strategi untuk menyebarkan informasi dan untuk menarik minat calon konsumen. Salah satunya dengan melakukan promosi. Promosi yang menarik akan menjadi nilai lebih terhadap suatu perusahaan karena dapat menimbulkan sikap positif dari calon konsumen. Betapapun berkualitasnya suatu produk, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk itu akan berguna, maka tidak akan pernah membelinya (Tjiptono, 2008). Menurut Parasuraman (2005), E-service quality didefinisikan sebagai sejauh mana web memfasilitasi pembelanja, pembelian,dan pengiriman secara efisien dan efektif. Pelayanan yang baik merupakan faktor yang amat penting khususnya bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Shopee mengalami penurunan jumlah pengunjung pada kuartal 2 tahun 2018 sebesar 3.667.400. Kemudian, Shopee tetap mendapatkan banyak keluhan konsumen yang merasa kecewa dengan Shopee. Fenomena ini, dapat mengindikasikan kemungkinan terjadi penurunan minat beli ulang, dengan asumsi orang yang mengunjungi Shopee membutuhkan sesuatu yang ditawarkan Shopee. Terdapat faktor- faktor yang minat beli, yaitu kualitas produk (kualitas produk/barang, dan kualitas pelayanan), harga, promosi, dan brand awareness. Berdasarkan studi pendahuluan yang sudah dilakukan, maka pada penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah kualitas pelayanan, dan promosi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Apakah terdapat pengaruh promosi penjualan terhadap minat beli ulang pada Shopee?; (2) Apakah terdapat pengaruh E-service quality terhadap minat beli ulang pada Shopee?; (3) Apakah terdapat pengaruh promosi penjualan dan E-service quality terhadap minat beli ulang pada Shopee? ## Kerangka Teori Kotler dan Amstrong (2001) mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi minat beli ulang adalah kualitas produk, harga, promosi, dan brand awareness. ## Promosi Penjualan Menurut Kotler dan Armstrong (2014) promosi penjualan adalah insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan, dan mencoba atau membeli suatu produk maupun jasa. ## E-service quality Menurut Kotler (2000), kualitas pelayanan merupakan totalitas dari bentuk karakteristik barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan, baik yang nampak jelas maupun yang tersembunyi. ## Minat Beli Ulang Menurut Corin et al., di kutip dalam Hendarsono dan Sugiharto (2013) pengertian minat beli ulang adalah perilaku pelanggan dimana pelanggan merespon positif terhadap apa yang telah diberikan oleh suatu perusahaan dan berminat untuk melakukan kunjungan kembali atau mengkomsusi kembali produk perusahaan tersebut. ## Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan. Belum berdasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2010). Berdasarkan uraian teori yang telah dipaparkan di pembahasan sebelumnya, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H 1 : Promosi penjualan berpengaruh positif terhadap minat beli ulang H 2 : E-service quality berpengaruh positif terhadap minat beli ulang Pengaruh Promosi Penjualan dan E-service Quality Terhadap Minat Beli Ulang … | 39 H 3 : Promosi Penjualan dan E-service quality berpengaruh positif terhadap minat beli ulang ## Metode Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah explanatory research, penelitian eksplanatori atau eksplanatif bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih gejala atau variabel. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh konsumen yang pernah bertransaksi di marketplace Shopee dan merupakan decision-maker. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumusan Donald R. Cooper sehingga terpilih sebanyak 100 responden orang untuk menjadi sampel karena populasinya tidak terdefinisikan secara pasti jumlahnya. ## Hasil dan Pembahasan ## Uji Korelasi dan Koefisien Determinasi Berikut disajikan tabel hasil perhitungan korelasi antara variabel promosi penjualan terhadap minat beli ulang. Tabel 1. Koefisien Korelasi Promosi Penjualan terhadap Minat Beli Ulang Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,690a ,476 ,471 2,306 a. Predictors: (Constant), Promosi Penjualan Sumber: Data primer, diolah (2019). Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui nilai koefisien korelasi atau tingkat keeratan hubungan antara variabel promosi penjualan (X1) dan variabel minat beli ulang (Y) adalah sebesar 0,690. Dengan demikian hasil uji tersebut menunjukkan kekuatan hubungan antara variabel promosi penjualan dan variabel minat beli ulang adalah kuat, karena terletak pada interval 0,60-0,799. Berikut disajikan tabel hasil perhitungan korelasi antara variabel E-service quality terhadap minat beli ulang. Tabel 2. Koefisien Korelasi E-service quality terhadap Minat Beli Ulang Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,785a ,616 ,612 1,97451 a. Predictors: (Constant), E-service quality Sumber: Data primer, diolah (2019). Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui nilai koefisien korelasi atau tingkat keeratan hubungan antara variabel E-service quality (X2) dan variabel minat beli ulang (Y) adalah sebesar 0,785. Dengan demikian hasil uji tersebut menunjukkan kekuatan hubungan antara variabel E-service quality dan variabel minat beli ulang adalah kuat, karena terletak pada interval 0,60-0,799. ## Analisis Regresi Tabel hasil perhitungan regresi linear sederhana antara variabel promosi penjualan terhadap minat beli ulang. Tabel 3. Koefisien Regresi Linear Sederhana Promosi Penjualan terhadap Minat Beli Ulang Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 1,327 1,590 ,834,406 Promosi Penjualan ,248 ,026 ,6909,435,000 Sumber: Data primer, diolah (2019). Berdasarkan tabel 3, diketahui nilai sig. adalah 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya ada pengaruh antara promosi penjualan (X1) terhadap variabel minat beli ulang (Y). Koefisien regresi untuk variabel promosi penjualan (X1) adalah sebesar 0,248 dan nilai konstantanya adalah 1,327. 40 | Jurnal Administrasi Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Maret 2019 Tabel 4. Koefisien Regresi Linear Sederhana E-service quality terhadap Minat Beli Ulang Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -,063 1,311 -,048,962 E-service quality ,413 ,033 ,785 12,529,000 Sumber: Data primer, diolah (2019). Berdasarkan pada tabel 4 di atas, diketahui nilai sig. adalah 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya ada pengaruh antara E-service quality (X2) terhadap variabel minat beli ulang (Y). Koefisien regresi untuk variabel E-service quality (X2) adalah sebesar 0,413 dan nilai konstantanya adalah - 0,063. Tabel 5. Koefisien Regresi Linear Berganda Promosi Penjualan dan E-service quality terhadap Minat Beli Ulang Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,797a ,636 ,628 1,93224 Sumber: Data primer, diolah (2019). Berdasarkan tabel 5 di atas dapat diketahui nilai koefisien korelasi atau tingkat keeratan hubungan antara variabel promosi penjualan dan variabel E-service quality (X2) terhadap variabel minat beli ulang (Y) adalah sebesar 0,797. Dengan demikian hasil uji tersebut menunjukkan kekuatan hubungan antara variabel promosi penjualan variabel E- service quality terhadap variabel minat beli ulang adalah kuat, karena terletak pada interval 0,60-0,799. ## Pengujian Hipotesis Berdasarkan tabel 3, nilai t hitung variabel promosi penjualan yaitu 9,435 dan nilai t tabel (DF= 100-2; satu sisi/0.05) maka diperoleh t hitung (9,435) > t tabel (1,6606) sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh antara promosi penjualan terhadap minat beli ulang. Berdasarkan tabel 4, nilai t hitung variabel E-service quality yaitu 12,529dan nilai t tabel (DF=100-2; satu sisi/0.05) maka diperoleh t hitung (12,529) > t tabel (1,6606) sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh antara E-service quality terhadap variabel minat beli ulang. Tabel 6. Uji F Promosi Penjualan dan E- service quality terhadap Minat Beli Ulang Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 631,956 2315,97884,632,000b Residual 362,154 97 3,734 Total 994,110 99 a. Dependent Variable: Minat beli ulang b. Predictors: (Constant), E-servive Quality, Promosi Penjualan Sumber: Data primer, diolah (2019). Berdasarkan pada tabel 6 bahwa diketahui nilai F hitung 84,632. Dengan demikian dapat diperoleh kesimpulan bahwa nilai F hitung (84,632) > F tabel (3,090), maka dapat diartikan terdapat pengaruh positif promosi penjualan dan e-servce quality terhadap minat beli ulang. ## Pembahasan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diketahui bahwa variabel promosi penjualan memliki hubungan dalam kategori kuat terhadap variabel minat beli ulang yaitu sebesar 0,690. Dengan nilai koefisien deterrminasi sebesar 47,6 persen. Hal tersebut dapat diartikan sebanyak 47,6 persen variabel minat beli ulang dipengaruhi oleh variabel promosi penjualan. Berdasarkan uji t, pengaruh dari promosi penjualan adalah sebesar t hitung (9,435) > t tabel (1,6606), terhadap minat beli ulang. Sehingga hipotesis pertama yang berbunyi “ Terdapat pengaruh positif antara promosi penjualan terhadap minat beli ulang” diterima. Hasil tersebut mendukung penelitian sebelumnya, yaitu hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa promosi penjualan berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli ulang. Selanjutnya, E- service quality memiliki hubungan dalam kategori kuat terhadap variabel minat beli ulang yaitu sebesar 0,785. Dengan nilai koefisien deterrminasi sebesar 61,6 persen. Hal tersebut dapat diartikan sebanyak 61,6 persen variabel minat beli ulang dipengaruhi oleh variabel E-service quality. Berdasarkan uji t, pengaruh dari E-service quality adalah sebesar t hitung (12,529) > t tabel (1,6606), terhadap minat beli ulang. Sehingga hipotesis kedua yang berbunyi “Terdapat pengaruh positif antara E-service quality terhadap minat beli ulang” diterima. Hasil tersebut mendukung penelitian sebelumnya, yaitu hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa E-service quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli ulang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan secara simlutan, maka diketahui bahwa variabel promosi penjualan dan variabel E- service quality memliki hubungan dalam kategori kuat terhadap variabel minat beli ulang yaitu sebesar 0,797. Dengan nilai koefisien deterrminasi berganda sebesar 63,6 persen. Berdasarkan uji F, pengaruh dari promosi penjualan dan E-service quality adalah sebesar F hitung (84,632) > F tabel (3,090), terhadap minat beli ulang. Sehingga hipotesis ketiga yang berbunyi “Terdapat pengaruh positif antara promosi penjualan dan E-service quality terhadap minat beli ulang” diterima. ## Kesimpulan dan Saran Variabel promosi penjualan (X1) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli ulang (Y). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik promosi penjualan yang ditawarkan, maka akan semakin tinggi pula pengaruhnya pada minat beli ulang konsumen. Dalam penelitian terhadap konsumen marketplace Shopee, variabel promosi penjualan memiliki pengaruh dalam kategori kuat terhadap minat beli ulang dan sebanyak 47,6 persen minat beli ulang pada marketplace Shopee dipengaruhi oleh promosi penjualan Variabel E-service quality (X2) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli ulang (Y). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik E-service quality yang diberikan, maka akan semakin tinggi pula pengaruhnya pada minat konsumen. Dalam penelitian terhadap konsumen marketplace Shopee, variabel E- service quality memiliki pengaruh dalam kategori kuat terhadap minat beli ulang dan sebanyak 61,6 persen minat beli ulang pada marketplace Shopee dipengaruhi oleh E- service quality. Variabel promosi penjualan (X1) dan variabel E-service quality (X2) secara bersama-sama mempunyai pengaruh positif terhadap variabel minat beli ulang (Y) pada marketplace Shopee dengan nilai koefisien regresi berganda dari variabel promosi penjualan sebesar 0,079 yang berarti jika terjadi peningkatan pada variabel promosi penjualan, maka penilaian responden terhadap minat beli ulang akan mengalami peningkatan sebesar 0,079 dan nilai koefisien variabel E-service quality (X2) adalah sebesar 0,325 yang berarti jika terjadi peningkatan pada variabel E-service quality, maka penilaian responden terhadap minat beli ulang juga akan meningkat sebesar 0,325. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin baik promosi penjualan dan E-service quality maka akan semakin meningkat minat beli ulang pada marketplace Shopee. Hasil koefisien determinasi berganda sebesar 63,6 persen yang berarti promosi penjualan dan E-service quality bersama-sama berpengaruh pada minat beli ulang pada marketplace Shopee sebesar 63,6 persen, Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa promosi penjualam termasuk dalam kategori sangat baik, namun terdapat beberapa item pertanyaan yang masih di bawah rata-rata. Beberapa harus ditingkatkan sehingga promosi penjualan yang diberikan oleh Shopee dapat menarik minat konsumen. Hal-hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan yaitu Shopee harus dapat lebih banyak memberikan cashback, undian, dan variasi voucher sehingga konsumen merasa tertarik, shopee juga harus dapat menciptakan ciri khas sendiri pada promosi penjualan sehingga Shopee memiliki perbedaan dan kebanggan tersendiri. Selain itu, Shopee harus mampu mengerti kebutuhan konsumen dan dapat mempermudah konsumen, yaitu dengan meningkatkan kepekaan dan up to date 42 | Jurnal Administrasi Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Maret 2019 sehingga Shopee mengerti dan Shopee dapat memberikan promosi penjualan sesuai kebutuhan konsumen dan waktu yang tepat saat konsumen membutuhkan sesuatu produk, dan untuk mempermudah konsumen Shopee harus dapat memberikan syarat promo yang mudah. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa E-service quality termasuk dalam kategori baik, namun terdapat beberapa item pertanyaan yang masih di bawah rata-rata. Hal-hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan yaitu yaitu pengiriman produk harus sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dengan memberikan jaminan kepada konsumen. Informasi diberikan secara detail, dengan mengharuskan semua penjualnya mengisi rincian produk dam ketersediaan produk. Tingkat personalisasi situs ditingkatkan, dengan terus meng- update. Meningkatkan layanan kebutuhan pelanggan, dengan selalu menerima saran yang diberikan dan memberikan inovasi sesuai dengan kebutuhan konsumen. Meningkatkan layanannya dalam merefund dana, dengan mempercepat proses pengembalian dana. ## Daftar Referensi Hendarsono, Gersom dan Sugiono Sugiharto. (2013). Analisa Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Minat Beli Ulang Konsumen Cafe Buntos 99 Sidoarjo. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 1 No. 2, Hlm. 1-8. Kotler, Philip and Gary Amstrong. (2000). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga. Kotler, Philip and Gary Amstrong. (2001). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga. Kotler, Philip. & Gary Armstrong. 2014. Principle Of Marketing, 15th edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., dan Malhotra, A. (2005). E-S-QUAL A Multiple-Item Scale for Assessing Electronic Service Quality. Journal of Service Research, Volume 7, No. X, Month 2005 1-21, DOI: 10.1177/1094670504271156. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Tjiptono, Fandy. (2008). Strategi Pemasaran. Edisi II. Yogyakarta: Andi.
4dd443fb-0a59-42de-b448-4c333f06e179
https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/prophetic/article/download/14759/5384
Prophetic : Professional, Empathy, Islamic Counseling Journal Vol. 6, No. 1, Juni 2023, hlm. 71-78 e-ISSN : 2685-0702, p-ISSN : 2654-3958 Tersedia Online di http://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/prophetic Email: prophetic@syekhnurjati.ac.id ## Peran Ustadz dalam Meningkatkan Kesehatan Mental dan Spiritual pada Lansia melalui Kajian Rutin di Mushola Raudhatussholihin Desa Surawangi Kabupaten Majalengka Wiwin Widiyanti 1 , Muzaki 2 , Anisul Fuad 3 12 Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam, IAIN Syekh Nurjati Cirebon 3 Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam, IAIN Syekh Nurjati Cirebon Correspondent Email: muzaki@syekhnurjati.ac.id ## Abstrak Peran ustadz dalam meningkatkan kesehatan mental dan spiritual lansia melalui kajian mempunyai peran yang besar. Di mana masa kini kesehatan mental dan spiritual amat penting bagi seseorang terutama lansia. Hal ini karena keadaan emosional dan fisik lansia seringkali mengalami penurunan fungsi, tapi tidak menutup kemungkinan perkembangan emosional atau psikologisnya lebih matang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi mental dan fisiknya menurun, seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan pasangan, ditinggal anak, maupun karena faktor biologisnya yang menurun sehingga belum siap menerima keadaan tersebut. Maka sebagai masyarakat yang mempuyai kepedulian terhadap sesama perlu mengupayakan kesejahteraan lansia sesuai dengan Undang- Undang No.13 Tahun 1998 Pasal 8. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui peran ustadz dalam meningkatkan kesehatan mental dan spiritual lansia melalui kajian rutin dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan teknik purposive sampling yaitu 4 lansia (jamaah kajian rutin) dan 2 ustadz (pengisi kajian). Hasil penelitian menjelaskan bahwa kajian rutin di Musola Raudhatussholihin dimulai pada pukul 08.00-10.00 WIB. Kegiatannya yaitu, membaca sholawat, pembukaan, mauizhatul hasanah, dan doa penutup, serta ziarah ke makam para wali setiap tiga bulan sekali. Peran ustadz dalam meningkatkan kesehatan mental membuat jiwa lansia lebih tenang, karena metode dan materi yang disampaikan sebagai pesan dakwah secara tersurat dan tersirat seperti sholat, membaca Al-Qur’an, dzikir, puasa, sedekah, dan bermuamalah ketika diamalkan membuat tenang jiwa. Dalam meningkatkan spiritual, para lansia termotivasi untuk lebih fokus mengejar ketenangan rohani dengan cara beribadah kepada Allah dan menyambung silaturahmi dengan sesama juga adanya dorongan yang diberikan oleh lingkungan termasuk ustadz yang memberikan nilai-nilai spiritual dari dalam. Kata Kunci: Ustadz; Kesehatan Mental; Spiritual; Lansia. ## PENDAHULUAN Alam semesta beserta isinya tidak secara tiba-tiba dan tanpa tujuan Allah ciptakan. Manusia diberikan akal dan nafsu untuk melakukan kewajiban beribadah kepada Allah SWT. Misalnya, belajar diniatkan karena Allah, bekerja yang diniatkan untuk mengambil rezeki dari Allah, berumah tangga karena niat ibadah, dan aktivitas lainnya yang semata-mata niat utamanya adalah karena Allah. Namun, terkadang manusia lupa akan hakikat dirinya diciptakan dan lupa pada niat awal atas sesuatu yang sedang atau akan dilakukan. Seperti mudah terlena oleh keadaan dunia yang hanya sementara. Keterlenaan manusia di dunia dikarenakan oleh ambisi menggapai keberhasilan dunia seperti kekayaan, jabatan, ketenaran, atau hal lainnya yang menjadikan gelap mata. Padahal kekayaan bukanlah tolak ukur kebahagiaan, namun banyak orang berlomba-lomba mendapatkannya. Sehingga ibadahnya menjadi lalai atau terganggu oleh pemenuhan kehidupan. Terlebih lagi ketika seseorang kurang belajar ilmu pengetahuan dan ajaran agama yang diyakininya. Tuntutan kehidupan menjadi semakin terasa dalam segala bidang seperti pendidikan, pekerjaan, dan relasi yang membuat seseorang rentan mengalami kesehatan mental naik turun. Tidak semua orang mampu mengikuti perkembangan zaman. Seseorang yang kurang beradaptasi dengan keadaan dan perkembangan zaman, akan terganggu kesehatan mentalnya begitu pula spiritualnya terlebih pada lanjut usia. Semakin hari ketika manusia mengejar itu semua, semakin bertambahnya usia dan berkurang pula sisa hidup di dunia maka akan semakin penting kesehatan mental dan spiritual yang dimiliki sebagai bekal persiapan kelak setelah kematian. Oleh karena itu, menjadi lansia hanyalah soal waktu. Setiap manusia akan berkesempatan menjadi lanjut usia. Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 mengenai Strategi Nasional Kelanjutusiaan mengatakan seseorang dapat dikatakan lansia ketika telah berusia 60 tahun lebih (JDIH Setkab, 2021). Dalam kurun masa lanjut usia di Indonesia diperkirakan meningkat dari tahun 1990 hingga tahun 2025 (Hutapea, 2012). Perkembangan fisik manusia bisa disebut tidak mengalami banyak perubahan ketika usia dewasa hingga sekitar 50 tahun. Baru setelah usia di atas 50 tahun mulai terjadi mulai mengalami yang penurunan secara mencolok hingga lanjut usia. Oleh karena itu, fase ini disebut sebagai masa regresi atau penurunan (Jalaludin, 2016). Indrayani & Ronoatmodjo (2018) mengatakan hasil penelitian dari persentse Survei Ekonomi Nasional menunjukkan bahwa populasi lansia di Indonesia pada tahun 2012 adalah 7,56% dan UHH (Umur Harapan Hidup) di Indonesia meningkat menjadi 70,8% pada tahun 2015. Dalam hal ini perubahan kualitas hidup lansia seringkali mengalami penurunan, baik penurunan fisiologi, emosional, sosial termasuk spiritual. Penurunan fisik yang terjadi pada lansia seperti munculnya berbagai penyakit yang sebelumnya tidak terjadi misalnya asam urat, encok, diabetes, dan penyakit lainnya yang mengakibatkan timbulnya penurunan pada otot-otot dan persendian. Selain itu, pendengaran, penglihatan dan daya ingat juga seringkali menurun. Namun ini belum tentu menjadi suatu hal yang pasti terjadi dalam proses penuaan, melainkan hanya sebuah sterotif budaya yang kian menjadi-jadi jika dipercaya. Oleh karena itu, jika semasa remaja dan dewasanya individu mampu menerapkan pola hidup sehat seperti makan tepat waktu, olahraga teratur, dan tidur yang cukup serta aktivitas yang produktif bisa menunjang kualitas hidup di masa lansianya bisa berjalan dengan baik. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia akan memengaruhi berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial. Hal ini senada dengan Kusumoputro (BPS, 2006) yang menyatakan bahwa penuaan merupakan proses alami yang melibatkan penurunan interaksi fisik, psikologis dan interaksi sosial. Kondisi fisik yang menurun akan menimbulkan kondisi yang rentan terhadap berbagai macam gangguan penyakit juga memengaruhi psikis dan sosial, begitu pun sebaliknya. Hal ini memerlukan peningkatan pelayanan dalam berbagai aspek tersebut, khususnya pelayanan sosial bagi lansia. Memasuki usia lanjut ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun rekan kerja akibat pemutusan hubungan kerja. Kurangnya kontak sosial ini menciptakan perasaan kesepian, depresi. Hal ini tidak sejalan dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Maka di Indonesia diatur Undang-Undang Republik Indonesia yang mengatur Kesejahteraan Lansia No. 13 Pasal 8 Tahun 1998 (Depkes RI, 1998). Dalam menghadapi kenyataan tersebut perlu dibentuk kelompok lansia yang mempunyai kegiatan untuk mempersatukan anggotanya agar dapat terjadi kontak sosial. Kontak sosial ini sangat bermanfaat bagi lansia untuk memiliki kesempatan bertukar informasi, saling belajar dan bercanda satu sama lain. Oleh karenanya, berbagai dukungan sosial sangat diperlukan untuk memotivasi lansia hidup dengan sehat baik fisik, mental, maupun spritualnya, seperti yang dilakukan oleh keluarga, tetangga, maupun ustadz di masyarakat yang memberikan siraman rohani, penyejuk bagi jiwa. Seorang ustadz atau tokoh agama yang dipercaya masyarakat mempunyai peran penting dalam membina umat termasuk dalam meningkatkan kesehatan mental dan spiritual pada lansia. Penulis menemukan beberapa penelitian dengan judul serupa. Penelitan yang dilakukan Noor Janah (2015) yang berjudul “Bimbingan Konseling Keagamaan Bagi Kesehatan Mental Lansia”menunjukkan bahwa konseling keagamaan bagi lansia bertujuan untuk membantu lansia menerima dirinya dalam kondisi fisik, psikis dan sosialnya, merasakan energi fisik yang menjadi motif dalam melakukan aktivitas positif sehingga merasakan kenikmatan dan menimbulkan kebahagian dunia dan akhirat, merasa tenang sebab terlepas dari beban pikiran serta merasakan kenyamanan di lingkungan. Dari Nur Ilmi dan Eny Sutria (2018) dengan judul “Problem Depresi Lansia Dan Solusi Dengan Terapi Spritual (Literature review: Problem Depression of erderly and the solution with spiritual therapy)” mengatakan lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Gauma Baji, Kabupaten Gowa, kurang lebih 20 dari 38 orang menderita depresi. Faktornya karena lansia tersebut kurang mempunyai harapan, kurangnya makna dan tujuan hidup yang jelas, kurangnya kedamaian dan ketenangan karena ketidakmampuan untuk memaafkan diri sendiri sehingga timbul kemarahan, dan lain-lain. Sehingga dilakukan pemberian terapi spiritual secara umum dalam upaya penanganan untuk mengurangi tingkat depresi lansia tersebut dengan tujuan mendorong lansia agar semangat bergerak menjalani hari-hari akhir untuk mencapai ketenangan”. Dan penelitian Robbiana Saputra (2015) mengenai “Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan Agama Islam Terhadap Kesehatan Mental Para Lanjut Usia di Panti Wredha Harapan Ibu Semarang”, hasilnya tidak ada pengaruh kekuatan pengajaran agama Islam terhadap kesehatan mental orang dewasa yang lebih tua. Beberapa penelitian terdahulu di atas, dapat memberikan kontribusi pada penelitian ini yaitu, dari penelitian Noor Jannah (2015) memberikan gambaran bahwa pemberian bimbingan keagamaan dapat menurunkan permasalahan pada lansia. Lalu penelitian yang dilakukan Nur Ilmi dan Eny Sutria (2018) memberikan gambaran mengenai permasalahan yang sering dirasakan atau dialami lansia serta dari penelitian Robbiana Saputra (2015) memberikan gambaran tentang kriteria lansia yang dapat diberikan bimbingan kegamaan mengenai kesehatan mental. ## METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses penelitian karena metode ini adalah langkah-langkah alamiah dalam memperoleh data untuk tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2016). Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Kualitatif deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki dan mengumpulkan informasi, menggambarkan dan menafsirkan suatu peristiwa atau fenomena yang terjadi pada suatu individu atau kelompok. Karakteristik kualitatif deskriptif adalah data atau informasi yang diperoleh berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka seperti pada penelitian kuantitatif (Anggito & Setiawan, 2018). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling yaitu, suatu teknik dalam pengumpulan data yang dilakukan peneliti untuk menentukan informan dalam penelitian ini sebagai narasumber dengan mempertimbangkan kriteria tertentu (Sugiyono, 2016). Kriteria sampel yang dipakai adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas dan aktif mengikuti kajian rutin di Mushola Raudhatussholihin serta dua orang ustadz yang mengisi kajian di mushola tersebut. Haris Herdiansyah, (2013) berpendapat bahwa sumber penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Adapun yang disebut data primer ini ialah sebuah data yang didapatkan secara langsung dari informan dalam bentuk verbal atau kata-kata yang berkaitan dengan variabel dalam penelitian ini. Sumber data primer yang dijadikan sebagai informan penelitian ini terdiri dari 4 orang lansia (jamaah kajian) dan 2 orang ustadz (pengisi kajian rutin) di Mushola Raudhatussholihin Desa Surawangi Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka. Sedangkansumber data sekunder adalah informasi tambahan yang memperkuat data yang diperoleh dari sumber data primer. Data sekunder ini merupakan sumber data yang dapat diperoleh secara tidak langsung dari media cetak seperti buku, jurnal, dokumen, literatur, atau dari orang lain yang berkaitan dengan penelitian penulis. Selanjutnya pengumpulan data dapat diperoleh dengan kondisi natural setting (kondisi yang alamiah) yang terjadi dalam situasi sosia (Sugiyono, 2016). Pengumpulan data kualitatif yang peneliti gunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam menganalisis data, terdapat langkah-langkah yang harus peneliti lakukan dalam penelitiannya di lapangan seperti melalui Model Miles dan Huberman yaitu: a) reduksi data (menyaring data agar lebih sederhana, merumuskan bagian-bagian untuk menguatkan data dari penelitian yang didapatkan); b) penyajian data (mendeskripsikan hasil data yang dari penelitian di lapangan dengan laporan yang sistematis dan mudah dipahami); dan c) pengambilan kesimpulan yang dapat dipercaya kebenarannya. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam kegiatan apapun yang dilakukan oleh seseorang secara individu maupun berkelompok seperti komunitas atau yang lainnya tentu mempunyai tahapan atau rangkaian tertentu untuk mewujudkan terlaksananya suatu kegiatan termasuk dalam kajian rutin yang diselenggarakan di Mushola Raudhatussholihin. Dengan tahapan atau susunan yang sudah tertata dapat membuat kegiatan menjadi terstruktur dan terarah. Adapun bentuk kegiatan kajian rutin di Mushola Raudhatussholihin dimulai pukul 08:00 hingga 10.00 WIB. Kegiatan pertama ialah membaca sholawat bersama yang dipimpin oleh Ibu Nyai Heni dan Ibu Iin. Kemudian mauidzotul hasanah yang disampaikan Ustadz Apud dan Ustadz Yusuf. Mauidzhotul hasanah atau penyampaian dakwah pertama oleh Ustadz Apud. Di mana Ustadz Apud membuka kajiannya dengan berikirim doa atau hadoroh dan al-fathihah kepada para pendahulu seperti Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, tabi’in dan tabi’atnya, para alim ulama hingga guru-guru tercinta. Selanjutnya materi inti yaitu penyampain isi kajian. Sedangkan Ustadz Yusuf menjadi pemateri kedua dalam kajian tersebut. Beliau membuka kajiannya dengan mengajak ibu-ibu kembali bersholawat atau beristighfar lalu penyampaian kajian dan ditutup oleh doa. Adapun kajian lain yang dilakukan di luar mushola ialah wisata religi atau mengunjungi makam para wali seperti Gunung Jati yang berada di Cirebon. Program ini diadakan setiap tiga bulan sekali. Tujuan dari wisata religi atau ziarah makam para wali ini, agar jamaah lebih mengenal, mengetahui, mengingat kematian, dan dapat mengambil pelajaran dari sejarah kehidupan orang-orang pilihan Allah. Selain itu juga agar jamaah lebih menyukai dan mencintai kegiatan mengunjungi, bukan hanya mengunjungi makam para wali atau makam orang-orang yang telah meninggal, melainkan juga mengunjungi atau bersilaturahmi pada tetangga, kerabat, dan teman sejawat yang jaraknya masih bisa ditempuh. Secara etimologi asal kata ziarah dari Bahasa Arab yaitu " zaara, yazuuru, ziyarotan " berarti kehendak mendatangi atau berkunjung pada suatu tempat. Istilah dasar ziarah di Indonesia dikenal dengan mengunjungi makam orang tua, kerabat, saudara, atau kawan dengan tujuan mendoakan yang telah meninggal. Namun biasanya orang muslim sering melakukan ziarah tidak hanya ke makam orang tua, kerabat, saudara saja melainkan juga ke makam para wali. Di mana para wali merupakan manusia yang dipandang mewarisi spiritual Nabi. Dalil terkait ziarah kubur dan rangkaian amaliyahnya Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku telah melarang kalian berziarah kubur. Maka (sekarang) ziarahlah karena akan bisa mengingatkan kepada akhirat dan akan menambah kebaikan bagi kalian dengan menziarahinya. Barangsiapa yang ingin berziarah maka lakukanlah dan jangan katakan ' hujran ' (ucapan-ucapan batil)" (HR. Muslim). Dijelaskan oleh Imam Ash-Shan'ani bahwa hadis ini menunjukkan isyarat ziarah kubur dan menjelaskan hikmah yang terkandung dalam hadis ini. Ziarah kubur bukan sesuatu yang dilarang, namun hukumnya dianjurkan. Dalam perjalanan Islam, perbuatan tersebut dilarang untuk menutup perbuatan syirik. Namun saat tertanamnya tauhid dalam hati para sahabat, berziarah kubur diizinkan melalui tata cara yang disyariatkan. Tujuannya hanya untuk mendoakan bukan untuk menyimpang atau melakukan syirik yang sangat bertentangan dalam ajaran Islam. Dengan berziarah, dapat diambil pelajaran yaitu sebagai pengingat akhirat dan memotivasi dalam mengarungi perjalanan kehidupan yang fana. Dengan begitu akan timbul rasa takut kepada Allah dan mendorong diri untuk memikirkan kematian, akhirat dan memperbanyak ibadah sebagai amalan untuk bekal kelak (Berita Terkini, 2021). Manfaat dari ziarah kubur yaitu mendapat pahala sunnah karena melakukan yang Nabi Muhammad anjurkan, mengingat kematian dan akhirat, serta melembutkan hati (Tanbihulghofilin, 2022). Orang yang berziarah ke makam para wali sejatinya atas dasar menambah kecintaannya. Namun untuk memupuk rasa cinta tersebut tidak hanya berhenti dengan menziarahi, mendoakan dan mengharap berkahnya. Cinta juga butuh pembuktian yang lebih dalam. Maka untuk membuktikan cintanya, seseorang perlu meneladani yang dicintainya. Maka diharapkan saat berziarah dapat mengenang dan meneladani kebajikan dan jasa para waliyullah dalam berjuang meneggakkan syariat Islam, menolong kaum yang tertindas, dan menegakkan ajaran Islam yang membawa kesejahteraan (TQN News, 2022). Ada beberapa hal yang menjadi faktor peran ustadz dalam meningkatkan kesehatan mental lansia melalui kajian rutin di Mushola Raudhatussholihin. Di antaranya ialah metode yang digunakan dalam menyampaikan pesan dakwah. Secara umum kajian di Mushola Raudhatussholihin menggunakan metode dakwah yang sesuai dalam Al-Qur’an surah An- Nahl ayat 125. Dikatakan bahwa metode dakwah bisa ditempuh dengan cara memberikan hikmah (bil-hikmah) yaitu suatu makna yang diketahui dari setiap sesuatu secara rahasia (Saputra, 2011). Selain dengan bil-hikmah juga dengan pelajaran yang baik (mauizhatul hasanah) yaitu sebuah ungkapan yang mengandung unsur tuntunan, pendidikan, pengajaran, cerita, kabar baik, peringatan, pesan positif (wasiat), dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam hidup untuk mendapatkan kedamaian dunia dan akhirat. Kemudian melalui cara berdebat dengan baik yaitu seperti diskusi menggunakan hati nurani dan akal pikiran. Metode di atas dapat mencakup materi berisi tentang kabar gembira yang diberikan melalui cerita atau kisah-kisah para nabi, rasul, sahabat-sahabat, ulama dan yang lainnya. Dari kisah tersebut tentu ada hikmah dan ibrah bisa diambil dan diteladani. Selain itu, pesan dakwah baik yang tersirat mengenai berbagai macam ibadah yang dilakukan seperti sholat, membaca Al-Qur'an, dzikir, puasa, sedekah, bermuamalah, yang dipelajari dalam kajian serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi asupan rohani atau jiwa. Maka ketika hal itu diamalkan, jiwanya akan merasakan tentram dan tenang. Kesehatan mental disebut juga dengan kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa adalah keselarasan hidup yang muncul antara fungsi jiwa, kemampuan menghadapi masalah, kemampuan merasakan kebahagiaan, dan efikasi diri yang positif (Daradjat 1988 dalam Fakhriyani, 2017). Maka pelajaran yang dapat diambil dari kajian rutin beberapa diantaranya yaitu ibadah puasa melatih kesabaran, sholat mencegah seseorang dari perbuatan buruk, sedekah, infak, dan zakat melatih manusia dalam berempati serta menyucikan jiwanya. Mushola sebagai tempat kajian adalah wadah untuk bersilaturahmi, menjalin hubungan baik dengan sesama, bisa bertukar cerita atau pendapat. Bercerita bisa menjadi obat bagi orang yang bercerita dan yang mendengarkannya. Hatinya akan sedikit ringan dan ia merasa tidak sendiri karena masih punya teman yang peduli yang mau memberikan waktu dan telinganya untuk mendengarkan. Selain dapat meningkatkan kesehatan mental, ustadz mempunyai peran penting dalam meningkatkan spiritual lansia melalui kajian rutin di Mushola Raudhatussholihin. Berangkat dari latar belakang yang sama, para lansia butuh belajar ilmu agama sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Dalam kajian para lansia mendapatkan asupan rohani dari para ustadz. Sehingga para lansia termotivasi untuk lebih fokus mengejar ketenangan rohani dengan cara beribadah kepada Allah dan menyambung silaturahmi yang baik dengan sesama. Maka jika semuanya dilakukan dengan sungguh, merasa terinspirasi dan selalu ingin lebih dekat dengan Allah, rasa cinta makhluk pun akan bertambah pada Sang Pencipta. Ada beberapa faktor yang memengaruhi spiritual yaitu diri sendiri, hubungan dengan sesama, dan hubungannya dengan Tuhan. Namun Howard (2002) memberikan tambahan yang dapat memengaruhi spiritual yaitu lingkungan. Segala sesuatu yang berada di sekitar seseorang itu lingkungan, termasuk kegiatan kajian dan seseorang yang memerankan perannya dalam lingkungan kajian. Jika lingkungannya baik, maka akan memberikan dampak positif terhadap diri seseorang, baik itu dalam interaksinya dengan sesama, sekitarnya, maupun dengan Allah SWT. Hal ini senada dengan Al-Ghazali yang mengemukakan roh itu ialah elemen dari spiritual yang harus dijaga dan dibersihkan karena amat penting dalam kesehatan (Fitriani, 2017). Adapun indikator dari spiritual ada empat yaitu hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan alam, hubungan diri sendiri dengan orang lain, dan hubungan diri sendiri dengan tuhannya yaitu dalam Islam adalah Allah SWT (Fitriani, 2017). Para lansia yang mengikuti kajian rutin di Mushola Raudhatussholihin spiritualnya menjadi lebih baik itu karena adanya suatu dorongan yang diberikan oleh lingkungan termasuk dari utadz yang memberikan nilai-nilai spiritual dari dalam ( inner value ). Dengan bimbingan rohani dari ustadz melalui kajian rutin pada lansia diharapkan dapat mengantarkan hidup sejahtera yang tenang dan nyaman sehingga lebih bermakna di akhir hayat. ## SIMPULAN Bentuk kegiatan kajian rutin di Mushola Raudhatussholihin dimulai pada pukul 08.00- 10.00 WIB, dengan 2 ustadz sebagai pemateri kajian. Diawali membaca sholawat bersama, mauizatul hasanah (penyampaian kajian), dan ditutup oleh doa, serta ziarah ke makam para wali setiap tiga bulan sekali. Peran ustadz dalam meningkatkan kesehatan mental lansia melalui kajian rutin sudah cukup baik. Lansia merasakan hati dan jiwanya lebih tenang sesudah mengikuti kajian dengan rutin. Hal ini karena metode dan materi yang disampaikan sebagai pesan dakwah secara tersurat dan tersirat seperti sholat, membaca Al-Qur’an, dzikir, puasa, sedekah, dan bermuamalah ketika diamalkan membuat tenang jiwa. Lalu peran ustadz dalam meningkatkan spiritual lansia melalui kajian, para lansia mendapatkan asupan rohani dari para ustadz. Sehingga termotivasi untuk lebih fokus mengejar ketenangan rohani dengan cara beribadah kepada Allah dan menyambung silaturahmi yang baik dengan sesama. Selain itu, karena adanya suatu dorongan yang diberikan oleh lingkungan termasuk dari ustadz yang memberikan nilai-nilai spiritual dari dalam. ## DAFTAR PUSTAKA Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. CV Jejak (Jejak Publisher). Fakhriyani, D. V. (2017). Kesehatan Mental . Pamekasan: Duta Media Publishing. Fitriani, M. (2017). Problem Psikospiritual Lansia dan Solusinya dengan Bimbingan Penyuluhan Islam (Studi Kasus Balai Pelayanan Sosial Cepiring Kendal). Jurnal Ilmu Dakwah, 36 (1), 70-95. Herdiansyah, H. (2013). Wawancara, Observasi, dan Focus Groups : Sebagai Instrumen Penggalian Data Kualitatif . Jakarta: Rajawali Pers. Howard, S. (2002). A Spiritual perspective on learning in the workplace. Journal of Managerial psychology, 17 (3), 230-242. Hutapea, B. (2012). Emotional intelegence dan psychological well-being pada manusia lanjut usia anggota organisasi berbasis keagamaan di jakarta. Jurnal Insan Media Psikologi, 13 (2). Ilmi, N., & Sutria, E. (2018). Problem Depresi Lansia dan Solusi Dengan Terapi Spritual (Literature review: Problem Depression of erderly and the solution with spiritual therapy). Journal of Islamic Nursing, 3 (1), 32-39. Indrayani, I., & Ronoatmodjo, S. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia di desa Cipasung kabupaten Kuningan tahun 2017. Jurnal Kesehatan Reproduksi , 9 (1), 69-78. Jalaludin. (2016). Psikologi Agama (Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan prinsip- prinsip Psikologi) . Jakarta: Rajagrafindo Persada. Jannah, N. (2015). Bimbingan konseling keagamaan bagi kesehatan mental lansia. Konseling religi : Jurnal Bimbingan Konseling Islam , 6 (2). Saputra, R. (2015). Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan Agama Islam Terhadap Kesehatan Mental Para Lanjut Usia di Panti Wredha Harapan Ibu Semarang (Doctoral dissertation, UIN Walisongo). Saputra, W. (2011). Pengantar Ilmu Dakwah . Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sugiyono. (2016). Metodelogi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D . Bandung: Alfabeta.
9799bc21-64de-4201-85f7-8675ec0065e6
https://ejournal.iaingawi.ac.id/index.php/almabsut/article/download/77/59
## PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN ATMOSFER TERHADAP KETAMPAKAN FAJAR SHADIQ Nihayatur Rohmah Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi Abstrak Penelitian lapangan ini membahas ketampakan fajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya lewat pendekatan fiqih-astronomis yang disajikan dalam bentuk deskriptif-analitis. Fajar shadiq tampak sebagai cahaya putih yang menyebar di sepanjang ufuk karena hamburan sinar Matahari oleh atmosfer Bumi. Fajar shadiq tampak sebagai cahaya berwarna biru, merah atau orange. Ada korelasi antara posisi astronomis Matahari dan penentuan waktu fajar. Penelitian, berkesimpulan bahwa ada pengaruh suhu terhadap sudut posisi Matahari. Kedua variabel tersebut memiliki hubungan berbanding lurus. Tegasnya, jika besarnya suhu atmosfer itu kecil (menurun) maka cahaya fajar akan tampak pada sudut depresi yang rendah, seperti suhu 18.1° Celcius, fajar shadiq tampak pada posisi Matahari -18°02’08’’. Sebaliknya, jika suhu atmosfer itu besar (meningkat) maka cahaya fajar akan terlihat pada sudut posisi Matahari yang tinggi pula, seperti pada suhu 18.9° Celcius maka fajar shadiq tampak pada sudut Matahari -20°52’29’’. Adapun nilai rata-rata (mean) posisi Matahari dengan merujuk pada keseluruhan data pengamatan, maka diperoleh hasil sudut depresi Matahari -18°39’29.4’’. Penelitian ini menguatkan teori bahwa astronomical twilight yang bersesuaian dengan fenomena fajar astronomi mulai terbit ketika Matahari berada pada kedudukan sudut depresi 18 o di bawah horizon. Kata kunci: Fajar Shadiq, Temperatur dan Kelembaban, Posisi Astronomis Matahari. A. Pendahuluan Penentuan waktu ibadah umat Islam memerlukan pengetahuan posisi Matahari 1 dan posisi geografis tempat di Bumi untuk keperluan salat lima waktu. Proses penetapan waktu ibadah salat itu mendorong pemahaman manusia terhadap gerak harian maupun gerak tahunan Matahari di langit yang selanjutnya dipergunakan untuk menentukan posisi Matahari setiap saat. 2 Data astronomi terpenting yang dibutuhkan dalam penentuan jadwal awal waktu salat menurut Djamaluddin 3 adalah posisi/ kedudukan Matahari dalam koordinat horizon, terutama ketinggian atau jarak zenit. Fenomena yang dicari kaitannya dengan posisi Matahari adalah fajar ( morning twilight), terbit, melintasi meridian, terbenam dan senja (evening twilight). Astronomi berperan menafsirkan fenomena yang disebutkan dalam dalil agama (al-Qur’an dan 1 Posisi Matahari yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tinggi Matahari atau jarak yang dihitung dari ufuk sampai dengan Matahari melalui lingkaran vertikal. Ketinggian ini dinyatakan dengan derajat, minimal 0-90°, diberi tanda positif bila berada di atas ufuk dan diberi tanda negatif bila berada di bawah ufuk. 2 Komaruddin Hidayat & Tarmi, dkk., Ilmu Astronomi: Islam untuk Disiplin (Jakarta: Dirjen Bimas Depag RI, 2000), 15. 3 Thomas Djamaluddin, Menggagas Fiqih Astronomi, Telaah Hisab Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya, cet. I, (Bandung: Kaki Langit, 2005), 138. hadis}) menjadi posisi Matahari. Sebenarnya, penafsiran itu belum seragam tetapi karena masyarakat telah sepakat menerima data astronomi sebagai acuan, kriterianya relatif lebih mudah untuk disatukan. Ada beberapa teks nas baik yang berasal dari al-Qur’an maupun Hadis} 4 yang mengisyaratkan tentang waktu-waktu salat, di antaranya adalah surat an-Nisa’(4):103, 5 t}aha (20):130, 6 al-Isra (17):78, 7 Hud (11):114, 8 ar-Rum (30): 17-18. 9 Apabila dalam al- Qur’an keterangan tentang waktu salat dijelaskan secara implisit sedangkan didalam Hadi>s} Nabi penetapannya disebutkan secara eksplisit.Sepanjang penelusuran penulis, ditemukan bahwa teks-teks yang dijadikan landasan dalam menetapkan awal waktu salat bersifat interpretatif, termasuk pemahaman tentang fajar. Para ulama 10 telah sepakat tentang fenomena fajar s}a>diq sebagai pertanda masuknya awal waktu salat shubuh. 11 Fajar didefinisikan sebagai waktu mulai munculnya cahaya di ufuk Timur dan kegelapan malam mulai tersebak. Ini adalah cahaya putih muncul di sepanjang ufuk Timur yang dikenal dalam syariah dengan istilah fajar s}a>diq. Menurut az-Zamakhsyari> 12 yang dimaksud dengan fajar adalah awal permulaan tampaknya cahaya fajar yang membentang di ufuq Timur seperti benang yang dibentangkan. Dalam Tafsi>r al-Kasysyaf ini az-Zamakhsyari> mengutip pendapat Ima>m Qurtu>bi> yang menjelaskan bahwa dinamakan fajar s}a>diq itu adalah benang, karena yang muncul berupa warna putih yang terlihat memanjang itu seperti benang. 4 Hadit} berikut ini termasuk dalam kategori hadit} h}asan menurut at-Turmudziy dan Abu Dawud, bahkan at-Turmudziy mengatakan: Imam Bukhari berkata bahwa hadit} ini adalah hadit} yang paling s}ah}i>h yang membahas tentang waktu salat. Hadit} yang dimaksud adalah sebagai berikut: ٍحَابَر ِىبَا ٍِْبِءَاطَع ٍَْع ٍدْزُب ٍَْع ٍبَآِش ٍِْبِا ِىُْعٌَ ُتَياَذُل َاَُثَّذَد َلَال ٍخِضأَ ٍُْب ُفُسٌُْٕ َاََزَبْخَا ّىهََ ًَِّبَُّنا َىىَا َمٌِْزْبِا ٌََّا لله ِذْبَع ٍِْب ِزِب َاا ٍَْع ِةَلاَّصنا َتٍِْلإََي ًُُِّّهَعٌُ َىَّهَسَٔ ٍَّْهَع لله َهَع لله َّىهََ لله ِلُْٕسَر َفْهَخ ُسَاُّنأَ َُّفْهَخ ىَّهَسَٔ ٍَّْهَع لله َّىهََ لله ُلُْٕسَرَٔ ُمٌِْزْبِا َوَّذَمَتَف َّىهَصَف ىَّهَسَٔ ٍّْ َمَتَف َعَََُ اًََك َعََُصَف ِِّص ْخَش مْثِي ُّمِّظنا ٌََاك ٍٍَِْد َُِاىَأَ ُسًَّْشنا ْتَناَس ٍٍَِْد َزُّْٓظنا َُّفْهَخ ىَّهَسَٔ ىَّهَسَٔ ٍَّْهَع لله َّىهََ لله ُلُْٕسَرَٔ ُمٌِْزْبِا َوَّذ َمَتَف ُسًَّْشنا ْتَبَأَ ٍٍَِْد ُِ اَىَا َّىُث َز ْصَعنا َّىهَصَف ىَّهَسَٔ ٍَّْهَع لله َّىهََ لله ِلُْٕسَر َفْهَخ ُسَاُّنأَ َهَع لله َّىهََ لله ُل ُْٕسَرَٔ ُمٌِْزْبِا َوَّذ َُّفْهَخ ىَّهَسَٔ ٍّْ َلاَّصنا ُكفَّشنا َبَاغ ٍٍَِْد ُِ اَىَا َّىُث َبِزْغًَْنا َّىهَصَف ىَّهَسَٔ ٍَّْهَع لله َّىهََ لله ِلُْٕسَر َفْهَخ ُسَاُّنأَ ىَّهَسَٔ ٍَّْهَع لله َّىهََ لله ُلُْٕسَرَٔ ُمٌِْزْبِا َوَّذَمَتَف ِة ِلُْٕسَر َفْهَخ ُسَاُّنأَ َُّفْهَخ ُل ُْٕسَرَٔ ُمٌِْزْبِا َوَّذَمَتَف ُزْجَفْنا َّكَشَْا ٍٍَِْد َُِاىَا َّىُث َءَاشِعنا َّىهَصَف ىَّهَسَٔ ٍَّْهَع لله َّىهََ لله َُّفْهَخ ىَّهَسَٔ ٍَّْهَع لله َّىهََ لله َّىُث َةَاذَغْنا َّىهَصَف ىَّهَسَٔ ٍَّْهَع لله َّىهََ لله ِلُْٕسَر َفْهَخ ُسَاُّنأَ ِسْيَلااِب َعَََُ َاي َمْثِي َعََُصَف ِِّصْخَش َمْثِي ِمُاَزّنا ُّمِظ ٍٍَِْد ْىَاَّثنا َوٍَْْٕنا َُِاىَا َف ِسْيَلااِب َعَََُ َاًَك َعََُصَف ٍَِّْصْخَش َمْثِي ِمُاَزّنا ُّمِظ ٍٍَِْد ٍٍَِْد َُِاىَا َّىُث زُّْٓظنا َّىهَصَف ىَّهَسَٔ َا َّىُث َز ْصَعنا َّىهَص َعََُصَف ُسًَّْشنا ْتَبَأَ ٍٍَِْد ُِ اَى ِسْيَلااِب َعَََُ َاًَك َعََُصَف َُِاىاف َاًُُل ىث َاًَُِ ىُث َاًُُْل َّىُث َاًَُُِف َبِزْغًَنا ىهَصَف ِسْيَلااِب َعَََُ َاًَك َخَبََْأَ ُز ْجَفْنا َّذتْيا ٍٍَِْد َُِاىَا َّىُث ءاشعنااهصف تٌَِدَاب ُوُْٕجُُّنأَ اَذغنا ىهصف ِسْيَلااِب َعَََُ َاًَك َعََُصَف تَكِبَتْشُي َ’ . تْلَٔ ٍٍَِْى َلاّصنا ٍٍِْىَاْ ٍٍََْب اي لَال ّىُث (Hadit}diatas diriwayatkan oleh Nasa’i, tt:255-256). 5                                                                                                                                                                                       6                                                                                                                                                           7                                                                                                                  8                                                                                                                       9                                                                                                            10 Ulama yang dimaksud adalah ulama Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali. 11 Molvi Yaqub Ahmed Miftahi, Fajar and Isha Times & Twilight (England: Hizbul Ulama UK, 2007), 3. 12 Ima>m Abi> al-Qa>sim Ja>rullah Mah}mud bin Muhammad Zamakhsyari>, Tafsi>r al-Kasyayaf (‘an H}aqa>iqi Gawamid}I at-Tanzi>l wa ‘Uyu>ni ‘al-Aqa>wil fi wuju>h at-Ta’wil ), Juz I, (Beirut: Da>r alKutub al- ‘Ilmiyyah, 1995), 107. Selain itu, az-Zamakhsyari> juga mengutip pendapat Ibnu Taimiyah yang menjelaskan bahwa dinamakan putihnya siang dengan nama benang putih ( al-khait} al-abyad}) dan hitamnya malam dengan nama benang hitam ( al-khait} al-aswad) menunjukkan fajar yang terbit adalah awal permulaan warna putih yang berbeda dengan warna hitam disertai dengan tipis dan samarnya, karena benang itu adalah tipis. Dalam astronomi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rachim 13 dikenal istilah masa sesaat setelah Matahari terbenam dan sebelum Matahari terbit yang disebut dengan twilight. Pada waktu Matahari terbit dan terbenam, cahaya yang berasal dari Matahari sudah terlalu banyak kehilangan unsur-unsurnya yang bergelombang pendek sebelum mencapai mata peninjau. Oleh karena itu, warnanya kelihatan kuning atau merah. Hamburan cahaya di saat pagi dan senja adalah pengaruh dari hamburan atmosfer. 14 Disebutkan dalam Astronomy Encyclopedia 15 bahwa yang dimaksud dengan twilight adalah periode senja sebelum Matahari terbit dan sesudah Matahari terbenam ketika pencahayaan dari langit secara bertahap. Hal ini disebabkan oleh hamburan sinar Matahari oleh partikel debu dan molekul udara di Bumi. Fenomena alam yang terlihat di waktu pagi menjelang pergantian malam dan siang sebelum terbit Matahari biasa disebut dengan fenomena terbit fajar. Terbit fajar dalam konsep syar’i ada dua macam, yaitu fajar kaz{ib dan fajar s}a>diq. Sedangkan dalam ilmu pengetahuan dan astronomi dikenal 3 macam terminologi fenomena akhir senja, yaitu civil twilight, nautical twilight dan astronomical twilight. 16 Sejauh ini, kajian tentang fajar menjadi permasalahan yang urgen dan sudah selayaknya menjadi perhatian dari berbagai pihak. Di samping latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, dasar argumentasi guna mengkaji fenomena fajar dan dikaitkan dengan faktor atmosfer dilatarbelakangi juga dengan adanya penjelasan Nabi dan hasil interpretasi para ulama yang mengindikasikan beberapa warna fajar itu terdiri dari cahaya putih, ada yang menyebut kemerah-merahan, dan menyebut juga dengan biru atau kuning kemerah-merahan . Fenomena tersebut bila dikaji dari sisi astronomis, warna senja (baik pra Matahari terbit maupun pasca Matahari tenggelam) merupakan faktor adanya hamburan sinar Matahari yang dipengaruhi oleh kelembaban dan/ temperatur atmosfer. 13 A. Rachim, Ilmu Falak (Yogyakarta: Liberty, 1983), 39. 14 Ada beberapa ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang terminologi atmosfer dan bergunanya lapisan-lapisan gas atau atmosfer itu bagi kita Kata "langit", yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an, digunakan untuk mengacu pada "langit" Bumi dan juga keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa langit Bumi atau atmosfer terdiri dari tujuh lapisan. Di antara ayat yang mensinyalir tentang istilah atmosfer terdapat dalam Qs. 2:29, Qs.41:11-12, Qs. 21: 32, Qs. 41:11, Qs. 78:12. Terminologi lain tentang atmosfer dalam al-Qur’an merujuk pada kata sah}a>b , anzalnaa ma’an, ihtazzat, rabat, suqna, maytan . Di antara tafsir yang menunjukkan kata sah}a>b terdapat dalam tafsir Qs. Al-Baqarah:19 (Ra>zi, tt:22): : ِكاَّحَّضلا ِنَع ،ٍِبِْيَوُج ْنَع ،ُناَوْرَم انث ،َةَبْيَش ِبَِأ ُنْب ِرْكَب وُبَأ انث ،ِْيَْسُْلْا ُنْب ُّيِلَع اَنَ ثَّدَح " ﴾ِءاَمَّسلا َنِم ٍبِّيَصَك ْوَأ﴿ َّسلا َوُه :َلاَق ."ُباَح 15 Leif J. Robinson, Philip’s: Astronomy Encyclopedia (London: Philip’s, 2002), 47. 16 Sayyid Muhammad Rizvi, 1991, Al-Fajr As-Sadiq: A New Perspective (tt: Dar-es-salaam, http://www.baabeilm.org/articles/scientific_fajr.pdf), 1. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jorg Haber dari Jerman 17 beberapa ilmuwan mengatakan bahwa korelasi warna senja juga dipengaruhi oleh tingkat atmosfer. Kajian terhadap pengamatan fajar yang dipengaruhi oleh kondisi atmosfer perlu dilakukan di wilayah sekitar khatulistiwa dengan mengambil lokasi tepi pantai untuk mengeliminir keberadaan penghalang di muka Bumi. Ijtihad yang digunakan di Indonesia adalah posisi matahari 20° di bawah ufuk dengan landasan dalil syar’i dan astronomis yang dianggap kuat. Kriteria tersebut yang kini digunakan Kementerian Agama RI untuk jadwal salat yang beredar di masyarakat. Kalau saat ini ada yang berpendapat bahwa waktu shubuh yang tercantum di dalam jadwal salat dianggap terlalu cepat, Djamaluddin (2010) mengatakan bahwa hal itu disebabkan oleh dua hal: Pertama, ada yang berpendapat bahwa fajar s}a>diq ditentukan dengan kriteria fajar astronomis pada posisi matahari 18° di bawah ufuk, karena beberapa program jadwal salat di internet menggunakan kriteria tersebut, dengan perbedaan sekitar 8 menit. Kedua, ada yang berpendapat fajar s}a>diq bukanlah fajar astronomis, karena seharusnya fajarnya lebih terang, dengan perbedaan sekitar 24 menit. Diskursus awal waktu Shubuh di Indonesia mengemuka belakangan ini terutama setelah komunitas Qiblati melaksanakan anjangsana ke berbagai pelosok sembari menjelaskan awal waktu Shubuh di Indonesia versi jadwal waktu salat Kementerian Agama RI adalah 24 menit lebih cepat dibanding saat munculnya fajar s}a>diqyang menjadi acuan awal waktu Shubuh. Komunitas ini mendasarkan pada interpretasi sejumlah teks hadits dan ditopang hasil observasi fajar s}a>diq (rukyat fajar) pada beberapa tempat di Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY. Diskursus ini menjadi bahan pembicaraan hangat di sejumlah media, baik cetak maupun elektronik, di antaranya majalah Qiblati yang secara khusus membahas tentang koreksi awal waktu shubuh dan dilanjut dengan banyaknya dialog serta komentar dari masyarakat mengenai hal ini melalui jejaring internet. Karena pemberitaan tentang hal ini dianggap meresahkan masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia di berbagai tempat telah mengambil sikap terhadap diskursus ini, termasuk di antaranya MUI Propinsi DIY. Hal ini juga menjadi salah satu bahan kajian dalam Temu Kerja Evaluasi Hisab Rukyat 2010 yang diselenggarakan Kementerian Agama RI di Semarang, 23–25 Februari 2010 lalu. Penentuan ulang waktu salat Subuh di Indonesia sebagaimana usulan PP Muhammadiyah ( Kompas, 4 April 2010) perlu melibatkan sejumlah ormas Islam yang lain dan seharusnya dibahas dalam kongres nasional sehingga penetapan waktu shubuh dapat diterima oleh seluruh umat Islam diIndonesia. Sebelum dibahas dalam kongres, penetapan waktu salat Shubuh perlu diadakan penelitian oleh para ahli ilmu perbintangan (falak) dari berbagai aliran dan substansi pembahasan tentang adanya pengaruh atmosfer terhadap ketampakan fajar belum dilakukan, oleh karena itu perlu ditambahkan. Berangkat dari fenomena diatas, menjadi minat penulis untuk mengembangkan kajian ini lebih mendalam terkait adanya faktor-faktor yang mempengaruhi ketampakan fajar. Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, pokok permasalahan dapat penulis rumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat pengaruh kondisi atmosfer terhadap ketampakan fajar? 17 Jorg Haber, Jorg, Marcus Magnor, Hans-Peter Seidel, Physically Based Simulation of Twilight Phenomena, Germany: MPI Informatik, Saarbr ucken, Marcus Magnor, Hans-Peter Seidel, tt, Physically Based Simulation of Twilight Phenomena, Germany: MPI Informatik, Saarbr ucken, tt), 1. 2. Bagaimana korelasi antara posisi Mataharidengan terbitnya fajar dan awal shubuh di Indonesia? B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketampakan Fajar Diskusi tentang fajar s}a>diq tidak lepas dengan indikasi warna yang ditampilkan di sepanjang ufuk, sebagaimana banyak dijelaskan dalam nass. a. Warna putih membentang di sepanjang ufuk Allah telah berfirman: ‚Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam‛ QS. Al-Baqarah: 187. Nabi menjelaskan maksud ayat tersebut dalam haditsnya: ِر َآُنا ُضاٍََبَٔ ِمٍْهنا ُدإََس َُْٕ َاًَِا Artinya: ‚sesungguhnya ia adalah gelapnya malam dan putihnya (cahaya) siang‛. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Adiy Ibn Hatim) Jadi yang dimaksud dengan benang putih adalah putihnya siang bukan sekedar cahaya siang. Sifat dari putihnya cahaya siang tersebut adalah menyebar memenuhi langit, putihnya dan cahayanya memenuhi jalan-jalan. Menurut Syaikh Muhammad al- Amin sebagai dikutip oleh al-Bukhairi 18 mengatakan: maksudnya engkau merasakan pengaruh cahaya itu mulai ada di jalan-jalan, bukan maksudnya hari menjadi siang. Adapun cahaya putih yang menjulang atau meninggi di langit maka bukan yang dimaksudkan oleh Allah dalam firmanNya. Mahmud Ibn Abdillah al-Alusi al-Baghdadi (1270 H: 100) dalam Ru>h} al- Ma’ani(fi Tafsir al-Qur’an al-’az}im as-Sab’ul Mat}a>ni) berkata: ‚Firman Allah ‛minal fajri‛ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan benang putih adalah fajar shadiq, yaitu cahaya putih yang menyebar di ufuk, bukan fajar kadzib yaitu cahaya putih yang meninggi karena fajar itu adalah ledakan (letusan) cahaya, yaitu ada pada cahaya yang kedua bukan yang pertama. Diserupakan dengan benang yaitu untuk menggambarkan awal kemunculannya yang nampak kecil (seperti benang yang dibentangkan) kemudian naik menyebar (dengan cepat). Maka dengan terbitnya awal cahaya shadiq wajib imsak. Menurut Muhammad Ibn Rusyd 19 , para Ulama berselisih tentang awalnya imsak puasa, maka jumhur berkata: ia adalah munculnya fajar kedua yang menyebar putih, karena hal itu telah shahih dari Rasulullah. Maksud yang shahih dari Rasulullah adalah batasannya dengan kata ‚ mustat}ir‛ (menyebar). Syamsuddin as-Sarakhsi al- Hanafi dalam kitab al-Mabsut}} 20 berkata: ‚fajar itu ada dua, kaz}ib yang disebut oleh orang Arab dengan ekor serigala yaitu cahaya putih yang tampak menjulang di langit lalu diiringi oleh gelap dan shadiq yaitu cahaya putih yang menyebar di ufuk‛. b. Warna merah Terdapat beberapa riwayat dan pendapat terkait memerahnya warna fajar s}a>diq: 1. Hadits riwayat Ahmad ُزًَْدَلاَا ُضِزَتْعًُُنَا ُّ ُكنَٔ ِكُفُلاْا ًِف مٍِْطَتْسًُْنَا ُزْجفْنَا َسٍَْن 18 Mamduh F Al-Bukhairi & Agus Hasan B, Koreksi Awal Waktu Shubuh (Malang: Pustaka Qiblati, 2010), 137. 19 Muhammad Ibn Rusyd, Bida>yah al-Mujtahid , jilid 1, (ttp: Azzam, tt), 292. 20 Al-Sarakhsi, al-Mabsu>t} (Beirut: Da>r al-Fikr, 1985), 141. Artinya: ‚Bukanlah fajar itu cahaya yang meninggi di ufuk, akan tetapi yang membentang berwarna merah (fajar putih kemerah-merahan)‛. ## 2. Hadits riwayat Imam Turmudzi: 705 Artinya: ‚Makan dan minumlah, janganlah cahaya yang menjulang tinggi ke atas mengganggumu (menghalangimu) dari makan, makan dan minumlah hingga membentang padamu cahaya yang merah‛. 3. Abu Uwanah berkata dalam mustakhrajnya atas Shahih Muslim 21 ُةَزًُْذْنَا ُُّطِنَاخُى يِذنَا ُزٍِْطَتْسًُْنَا َُُْٕزْجَفْنَا Artinya: ‚Fajar adalah yang menyebar (di ufuk) yang bercampur merah‛. 4. Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab Adab al-Safar, kitab ke tujuh dari rubu’al- Ibadat dari kitab Ihya Ulu>m al-di>n berkata: ‚Adapun shubuh maka tampak pertama kali meninggi seperti seekor serigala, maka tidak diputuskan (apapun) dengannya hingga usai satu waktu kemudian tampak terang cahaya putih yang membentang, tidak sulit melihatnya dengan mata karena terangnya, maka ini adalah awal waktu shubuh. Kemudian al-Ghazali menyebutkan satu Hadits sebagai dalilnya, lalu berkata: dia mengisyaratkan kalau ia membentang. Diriwayatkan oleh Imam Ibn Majah dari Hadits Ibnu Mas’ud dengan sanad shahih. Lalu al-Ghazali mengatakan: ‚Imam Ahmad memiliki riwayat dari hadits Thalq Ibn Ali, ‚bukanlah fajar itu yang meninggi diufuk, akan tetapi yang membentang yang merah,‛ sanadnya Hasan. Dia mengisyaratkan bahwa ia membentang. 22 c. Warna Biru membentang Belum diketahui dalil syar’i secara pasti mengenai penyebutan warna biru pada awal fajar shadiq, namun hal ini pernah disebutkan oleh salah satu penyair yang bernama al-Tha’i sebagaimana dikutip oleh Mahmud Ibn Abdillah al-Alusi al- Baghdadi 23 dalam Tafsir Ruh} al Ma’ani (fi Tafsir al-Qur’an al-’Adzimas-Sab’ul Mat}a>ni): َمْبَل ىِىْءاٌَ ِزْجَفنْا ُقَرْسَأَ ِِّضٍَْبَا Artinya: ‚Birunya fajar datang sebelum putihnya‛. Al-Bukhairi 24 menyebutkan bahwa warna biru itu ada dua bagian: pertama, meninggi kemudian setelah itu meredup. Kedua, membentang ke utara dan ke selatan, sebagaimana hal ini disinyalir oleh Syaikh Muhammad Ibn Ahmad at-Turki dalam makalahnya yang berjudul al-Fajr al-S}a>diq wa-Taqwi>m al-Kaz}ib:‛sesuatu itu jika memancar, ia akan menyebar dan merebak (mengembang), maka salat shubuh tidak 21 Muslim , S}ahi>h Muslim, Juz 1, (Beirut: Da>r al-Fikr, tt), 309. 22 Beliau menambahkan bahwa: ‚Tidak boleh mengandalkan kecuali pada pandangan mata, dan tidak mengandalkan pandangan mata kecuali atas dasar cahaya sudah menyebar dalam bentangan hingga nampak awal-awal kekuningan. Sungguh telah salah dalam hal ini sekumpulan orang yang banyak, mereka salat sebelum waktunya.‛ Kemudian al-Ghazali menyebutkan dalilnya yaitu hadits Thalq Ibn Ali lalu berkata: ‚Diriwayatkan oleh Abu Isa at-Turmudzi dalam Jami’nya dan berkata: Hasan Gharib. Ia seperti yang ia katakana. Abu Dawud juga meriwayatkannya. Ini adalah nyata dalam memperhatikan warna kemerahan.‛ Maka sebaiknya tidak mengacu kecuali pada nampaknya warna kekuningan, seolah- olah ia adalah awal-awal kemerahan‛(al-Bukhairi, 2010:181). 23 Al-Alusi, Tafsir Ruhul Ma’ani: Fi Tafsir al-Qur’an al-’Adzim as-Sab’ul Mat}ani, (ttp: Da>r al- Fikr, tt), 100. 24 Mamduh Fal-Bukhairi & Agus Hasan B, Koreksi Awal , 190. halal dengan kemunculan cahaya pagi yang pertama kali ( al-Mustat}il fil-Ufuq) hingga yastat}ir (merebak), memenuhi langit, menutupi setiap benang hitam didalamnya, maka berubahlah warna hitamnya menjadi biru nyata. Itu tatkala tampak terang benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Alhasil, setelah mengadakan penelusuran riwayat terkait warna fajar shadiq maka penulis berkesimpulan bahwa terdapat kesepakatan oleh para ulama mengenai karakter atau sifat dari fajar shadiq itu adalah membentang, merebak ( mustat}ir) di ufuk dari utara ke selatan atau sebaliknya bukan memanjang/menjulur ( mustat}il) ke atas seperti ekor serigala. Namun, ulama berbeda pendapat terkait warna fajar shadiq. Ada yang menyebut dengan warna putih, merah bahkan biru. Tentunya para ulama dalam menjelaskan warna fajar berdasarkan pengalaman empiris praktis di lapangan. Hal tersebut tentunya dipengaruhi kondisi geografis tiap-tiap wilayah memiliki kandungan atmosfer yang berbeda-beda, sehingga pengaruhnya menjadi warna senja yang beragam. Berdasarkan hasil analisis data hasil pengamatan yang dilakukan di beberapa lokasi 25 rukyah fajar, maka penulis mendapat kesimpulan tentang adanya pengaruh tingkat kelembaban dan suhu atmosfer. Efek dari bervariasinya kelembaban udara akan terjadi perubahan warna langit di sekitar horizon. Berdasarkan hasil analisis dari keseluruhan citra fajar hasil pengamatan, diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kelembaban yang cenderung tinggi kisaran 90% - 94%, warna langit saat fajar shadiq muncul adalah dominan warna orange bercampur biru tua atau kuning dan kadang muncul pula warna hitam gelap. Menurut informasi yang penulis dapatkan dari BMKG bahwa berdasarkan kebiasaan, tingkat kelembaban yang tinggi kisaran mencapai lebih dari 90% sangat berpotensi untuk hujan, sehingga warna gelap yang sesekali ditampilkan memang menunjukkan kondisi sedang berawan tebal. Sedangkan tingkat kelembaban kisaran 80% - 89%, warna cahaya langit yang muncul di sekitar ufuk Timur berwarna dominan putih buram, kuning, biru terang, orange. Selanjutnya, dalam kondisi lokasi pengamatan sedang berkelembaban rendah kisaran 66% - 79% warna langit ketika terbit fajar adalah dominan warna putih buram. Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini penulis paparkan klasifikasi interval hasil analisis suhu dan kelembaban terhadap warna: Kategorisasi analisis tingkat kelembaban terhadap warna fajar No Kategori Interval tingkat kelembaban Warna Fajar 1. Rendah 66 % - 79% Putih buram 2. Sedang 81 % - 89% Putih buram, kuning, biru terang, orange 3. Tinggi 90% - 94% Orange, biru tua, kuning, hitam 25 Adapun lokasi yang penulis jadikan sebagai tempat observasi fenomena fajar sa}>diq adalah kota Lamajang, Kec. Pangalengan Kab. Bandung, Prov. Jawa Barat, Dukuh Sedoro Desa Kaibon Kec. Geger Kab. Madiun Prov. Jawa Timur, Lereng Gunung Merbabu Kab. Magelang Prov. Jawa Tengah, Landasan Aeroplane pantai Parangkusumo Bantul Jogjakarta, Desa Tayu dan Desa Margomulyo, Kec. Tayu, Kabupaten Pati Prov. Jawa Tengah, Bendo Ketitang Juwiring Klaten, Prov. Jawa tengah. Citra fajar yang mendeskripsikan warna langit dipengaruhi oleh tingkat kelembaban direpresentasikan oleh tiga citra berikut: Gambar : Model citra fajar dari tingkat kelembaban rendah, sedang dan tinggi Secara berurutan citra di atas menjelaskan tentang adanya efek dari bervariasinya tingkat kelembaban. Citra dari arah kiri ke kanan sebagai representasi tingkat kelembaban rendah, sedang dan tinggi. Terbukti untuk tingkat kelembaban yang lebih tinggi warna langit dimunculkan berupa orange kemerah-merahan dibalut warna biru di atasnya, dan untuk kelembaban sedang memungkinkan warna cahaya putih muncul dan disertai warna orange tipis dibagian bawah dan biru dibagian langit atas. Sedangkan pada tingkat kelembaban rendah bisa dilihat bahwa warna dominan cahaya putih dan tidak ditemukan warna biru atau orange. Kesimpulan analisis di atas kiranya dapat menjawab dan mengkorfirmasi kebenaran ayat ( upaya uji verifikasi) surat al-Baqarah:187. Dalam ayat tersebut disinggung tentang indikasi munculnya fajar shadiq adalah ketika sudah terang khait al-abyad} (benang/cahaya putih). Hemat penulis, warna putih yang disinyalir dalam ayat tersebut sebagai representasi kondisi alam dimana ayat tersebut diturunkan. Ayat tersebut diturunkan di kota Makkah yang notabene secara geografis kota ini datar yang dikelilingi gunung dan bukit-bukit serta beriklim gurun kering dan Makkah memiliki kelembaban rendah sekitar 32%. Hal ini memungkinkan pada saat ayat tersebut diwahyukan, cahaya fajar shadiq hampir selalu muncul dengan warna cahaya di sepanjang horizon dominan putih yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kelembaban. Dalam ilmu fisika, warna putih merupakan kesan yang ditangkap oleh mata dan merupakan gabungan (superposisi beberapa panjang gelombang) dari berbagai panjang gelombang unik. Warna putih dapat dihasilkan dari gabungan tiga panjang gelombang Merah Hijau dan Biru atau RGB ( Red Green Blue). Untuk ketampakan warna fajar selain putih dari hasil pengamatan adalah warna orange-merah. Kesimpulan dari hasil pengamatan ini membuktikan kebenaran sabda Nabi 26 yang mengatakan bahwa warna fajar juga muncul dengan warna merah bercampur putih atau sebaliknya. Warna Matahari berikut sinar cahayanya yang dihamburkan oleh atmosfer di ufuk akan terlihat merah atau orange karena cahaya Matahari yang sampai ke mata pengamat sudah dikurangi panjang gelombang biru, violet, dan hijau. Sedangkan ketampakan warna sedikit orange sehingga awalnya tampak orange, dan kemudian merah di mata pengamat. Kajian meteorologis terutama menyangkut masalah temperatur dan kelembaban menjadi urgen untuk dibahas lebih lanjut, karena keberadaannya memberikan pengaruh yang dapat dikatakan sangat determinan dalam ketampakan twilight. Besarnya temperatur diasumsikan sejalan linier dengan ketinggian ( altitude) sesuai perkiraan kondisi aktual secara rata-rata. Hasil bacaan penulis terhadap suhu atmosfer selama masa pengamatan sangat variatif. Kisaran besarnya temperatur mulai dari suhu terendah yaitu 17.7° Celcius hingga suhu tertinggi mencapai 28.4° Celcius. Untuk memudahkan analisis, penulis membagi sebaran temperatur selama periode pengamatan tahun 2010 hingga tahun 2013 menjadi tiga (3) skala. Suhu berskala rendah terepresentasikan pada tingkat suhu 17.7°C - 18.9°C, suhu skala sedang kisaran antara 20.3°C – 25.3°C dan suhu skala tinggi dengan kisaran antara 26.8°C – 28.4°C. Korelasi antara temperatur level rendah dan level maksimum pada hamburan cahaya twilight termanifestasikan dalam kurva dari hasil olah data dengan program Er Mapper versi 7.1. Berikut ini penulis sajikan kurva dengan kondisi suhu level rendah: Gambar 11.1: kurva intensitas cahaya dengan suhu rendah Kurva tersebut menunjukkan perbandingan pengukuran rasio rata-rata perubahan dari iluminasi ke iluminasi sebagai fungsi dari adanya ketinggian bersama- sama dengan temperatur pada saat hamburan twilight. Dengan kondisi temperatur minimum, tampak terlihat adanya ketidakteraturan hamburan dari waktu ke waktu dan hal ini disebabkan oleh distribusi temperatur. Dalam situasi seperti ini setiap pengamat akan kesulitan melakukan identifikasi ketepatan terbitnya cahaya fajar shadiq. Sajian kurva berikutnya merupakan representasi dari hamburan cahaya fajar dengan skala suhu sedang: Gambar 11.2: Kurva intensitas cahaya dengan suhu sedang Perhatikan kurva di atas, hamburan cahaya twilight terlihat teratur dan konstan. Dalam keadaan stabil, gerakan perubahan intensitas cahaya dari pra terbitnya cahaya fajar hingga jelang sunrise, kondisi langit semula gelap (malam) tanpa cahaya hamburan sinar Matahari kemudian langit secara gradual mengalami peningkatan cahaya dan demikian seterusnya. Bagi penulis, suhu sedang dengan tampilan kurva sebagaimana di atas lebih mudah untuk dilakukan identifikasi dan analisis. Selanjutnya, kurva dengan suhu level maksimum: Gambar 11.3: Kurva intensitas cahaya dengan suhu tinggi Pada suhu maksimum, kurva hamburan cahaya fajar terlihat tidak beraturan namun konstan dan menunjukkan kondisi sebaliknya pencahayaan tidak stabil karena kondisi terbalik dari terang ke gelap atau dari kurva yang semula di atas dan kemudian semakin menurun ke bawah. Dari keseluruhan olah data dari hasil pengamatan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi ideal untuk melakukan rukyah fajar adalah ketika suhu pada level ‚sedang‛ yaitu kisaran antara Suhu 20.3°C – 25.3°C guna mendapatkan hamburan cahaya fajar yang relatif beraturan dari waktu ke waktu. Sedangkan masalah kelembaban dianjurkan dalam kondisi stabil atau setidaknya berkelembaban rendah (66%-79%) dan kelembaban sedang (81%-89%). Untuk kelembaban tinggi (90%-94%) kemungkinan fajar sulit terlihat karena warna langit terlihat gelap. Untuk menentukan waktu salat, Rasulullah dan para sahabat tidak memiliki pedoman lainkecuali melihat posisi Matahari dan gejala alam. Salah satu hadits yang bercerita tentang pelaksanaan waktu-waktu salat itu adalah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim 27 . Hadits tersebut menceritakan kondisi cuaca terkait dengan posisi Matahari yang digunakan umat Islam di Madinah waktu itu. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa kota Madinah secara geografis berada di belahan Utara khatulistiwa. Persisnya pada garis 24° LU, sehingga memiliki kondisi pergerakan Matahari sebagaimana yang diceritakan dalam hadits tersebut. Pemberlakuan kedudukan posisi Matahari tidak berlaku tetap sepanjang waktu dan lokasi, karena terkait lintang dan musim yang akan mempengaruhi pergerakan Matahari sehingga memberikan pengaruh pula pada efek iluminasi saat terbit fajar. 27 Dari Abdullah Ibnu Amr bahwa Rasulullah bersabda: waktu dzuhur adalah jika Matahari telah condong (ke Barat) dan bayangan seseorang sama dengan tingginya, selama waktu ashar belum tiba. Waktu ashar masuk selama Matahari belum menguning. Waktu salat maghrib selama awan merah belum menghilang. Waktu salat isya’ hingga tengah malam. Dan waktu salat shubuh semenjak terbitnya fajar hingga Mathari belum terbit. (HR. Muslim) Beragamnya level ketinggian posisi Matahari tentunya bersumber pada satu hal yaitu Matahari itu sendiri sebagai pusat iluminasi, dimana pra fajar terbit kondisi langit masih gelap kemudian terdapat pencahayaan yang merupakan efek dari perjalanan harian Matahari dari Timur ke Barat 28 . Diakui oleh banyak pihak bahwa tidak mudah dalam mengidentifikasi fenomena fajar shadiq, meskipun belakangan ini kian banyak para peminat pemerhati fajar namun belum mampu memberikan kesimpulan yang valid tentang ada kebenaran baru dalam sudut depresi Matahari untuk waktu shubuh. Hal tersebut karena begitu kompleksnya pembahasan yang ada dalam hal observasi fajar dan keterbatasan SDM dalam penguasaan pengetahuan syar’i dan sains, teori dan praktek secara utuh sehingga hal ihwal pemberian konklusi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berikut ini adalah tabel posisi ketinggian Matahari dari hasil pengamatan: No Tgl Lokasi Temp eratur e (°C) Humi dity (%) Prediksi Fajar (-18°&-20°) WIB Fajar hasil analisis (WIB) Altitude (derajat: menit:detik) 1. 11/10/2010 Juwiring 17.7 86 04:08 04:00 04:02:09 -19:9:05 2. 21/07/2010 Juwiring 18.6 89 04:37 04:31 04:31:10 -19:33:50 3. 23/07/2010 Juwiring 18.1 85 04:37 04:31 04:37:44 -18:02:08 4. 27/07/ 2013 Juwiring 18.9 89 04:37 04:31 04:25:36 -20:52:29 5. 29/07/ 2013 Juwiring 19.3 94 04:37 04:31 04:22:03 -21:41:48 6. 01/08/ 2013 Juwiring 17.9 89 04:37 04:31 04:33:01 -19:02:45 7. 19/08/ 2013 Juwiring 18.5 83 04:33 04:27 04:05:16 -24:53:20 8. 20/08/ 2013 Juwiring 18.2 81 04:33 04:27 04:34:21 -17:43:47 9. 22/07/ 2012 Pati 20.3 90 04:37 04:28 04:27:03 -19:50:38 10. 23/07/ 2012 Pati 21.6 79 04:37 04:28 04:37:23 -17:25:34 11. 22/09/ 2012 Pati 22.6 79 04:18 04:10 04:19:56 -17:03:02 12. 23/09/ 2012 Pati 22.6 79 04:18 04:09 04:16:49 -17:41:27 13. 19/08/2010 Kaibon 28.4 71 04:31 04:24 04:19:27 -20:41:44 14. 20/08/2010 Kaibon 27.9 66 04:30 04:24 04:29:07 -18:15:55 15. 23/08/2010 Kaibon Madiun 27.0 77 04:29 04:23 04:20:17 -20:10:07 16. 07/02/2011 Kaibon 26.8 88 04:24 04:17 Tidak - 28 ‚The sun follows a well ‐ defined path across the sky each day, a path that sweeps from east to west with the eastward rotation of the earth. Each day, however, the sun is in a slightly different place with reference to the stars, which daily out ‐ speed the sun by 4 minutes and 55 seconds. Thus the sun completes its annual journey in about 365.25 days to return to the same place against the background stars. This slow march of the sun through the celestial sphere is along a path called the ecliptic, a sinusoidal path reaching its northernmost point on 21 June and it’s southernmost on 21 December (the solstices). The daily sweep of the sun crosses the meridian (the imaginary line from the south point of your horizon through the zenith and the north point) at an angle above the horizon that depends on your latitude. On the equinoxes this angle is 90 degrees minus your latitude. It is largest at the equator, being 90 degrees, which means that the sun passes through the zenith. Your shadow falls at your feet at noon on these days at the equator. At the 41 degree latitude of New York this angle is 49 degrees, and you cast a shadow about equal to your height. Latitude makes a big difference in the duration of sunset effects. At the rising and setting points of the sun the diurnal path is tilted with respect to the vertical by the angle of the latitude of the observer. At the equator this angle is zero, and the sun plunges quickly below the horizon because the solar altitude is decreasing at its greatest rate. At high latitudes this angle becomes large, and the sun sets more slowly because the solar altitude is decreasing slowly. This makes twilight pass into night rapidly in the tropics and slowly in high latitudes, even though the sun moves along its diurnal path at essentially the same rate ‛ (A & M Meinel, Sunsets, Twilights and Evening Skies) teridentif ikasi 17. 09/02/2011 Sedoro 25.3 88 04:24 04:18 Tidak teridentif ikasi - 18. 06/07/2011 Merbabu 18.8 91 04:37 04:31 04:39:04 -17:33:27 19. 18/09/2012 Yogjaka rta 27.0 74.5 04:21 04:15 04:20:58 -18:03:55 20. 11/10/2010 Bandung 20.7 86 04:20 04:12 04:36:10 -14:02:34 21. 12/10/2010 Bandung 20.7 86 04:20 04:12 04:28:15 -15:51:27 22. 15/10/2010 Bandung 20.7 86 04:18 04:10 04:28:10 -15:30:46 Berdasarkan hasil analisis, maka penulis mendapatkan variasi ketinggian Matahari yang didapatkan dari titik lokasi pengamatan yang berbeda dengan kondisi suhu dan tingkat kelembaban yang beragam pula. Jika dicermati, penulis mendapat kesimpulan bahwa ada korelasi antara suhu dengan sudut depresi Matahari. Suhu udara meningkat dengan bertambahnya sudut posisi Matahari, sehingga penulis melihat ada keterkaitan antara kedua variabel. Ketika keadaan suhu sedang tinggi maka cahaya fajar shadiq juga tampak terlihat/terbit lebih awal ketika sudut ketinggian Matahari pada sudut tinggi. Dari keseluruhan data hasil pengamatan, maka nilai rata-rata ( mean) dari sudut ketinggian Matahari saat terbitnya fajar shadiq adalah dengan cara menghitung jumlah seluruh data kemudian dibagi banyaknya data. Mean = Jumlah keseluruhan data Banyak data Mean = -19:9:05 + -19:33:50 + -18:02:08 + -20:52:29 + -21:41:48 + -19:02:45 + -24:53:20 + -17:43:47 + -19: 50:38 +-17:25:34 + -17:03:02 + -17:41:27 + - 20:41:44 + -18:15:55 + -20:10:07 + -17:33:27 + -18:03:55 + -14:02:34 + - 15:51:27 + -15:30:46 Mean =373°9’48’’ 20 Mean = 18°39’29.4’’ Walhasil, nilai rata-rata dari sudut ketinggian Matahari dari keseluruhan data pengamatan adalah -18°39’29.4’’. Dengan demikian, Hasil penelitian ini cenderung menguatkan teori bahwa astronomical twilight mulai terbit ketika Matahari berada pada kedudukan sudut depresi 18 o di bawah horizon. ## C. Penutup (Kesimpulan) Dari bahasan-bahasan sebelumnya dan mengacu pada rumusan masalah dalam kajian ini, penulis dapat menyajikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketampakan fajar Diskusi tentang fajar shadiq tidak lepas dengan indikasi warna yang ditampilkan di sepanjang ufuk, sebagaimana banyak dijelaskan dalam nass. Berdasarkan hasil analisis data hasil pengamatan, penulis mendapat kesimpulan tentang adanya pengaruh tingkat kelembaban dan suhu atmosfer. Terbukti untuk tingkat kelembaban yang lebih tinggi warna langit dimunculkan berupa orange kemerah-merahan dibalut warna biru di atasnya, dan untuk kelembaban sedang memungkinkan warna cahaya putih muncul dan disertai warna orange tipis dibagian bawah dan biru dibagian langit atas. Sedangkan pada tingkat kelembaban rendah bisa dilihat bahwa warna dominan cahaya putih dan tidak ditemukan warna biru atau orange. Sedangkan pengaruh suhu berdampak pada keteraturan dan kontinuitas cahaya yang dimunculkan di sepanjang ufuk, sehingga kurva cahaya saat fajar shadiq dapat didugaterbit ketika kurva mulai meningkat dan begitu seterusnya. Berdasarkan hasil analisis data pengamatan, maka penulis berkesimpulan bahwa dengan kondisi temperatur minimum, tampak terlihat adanya ketidakteraturan hamburan dari waktu ke waktu dan hal ini disebabkan oleh distribusi temperatur. Dalam situasi seperti ini tentu setiap pengamat akan kesulitan melakukan identifikasi ketepatan terbitnya cahaya fajar shadiq. Sedangkan dalam kondisi temperatur sedang hamburan cahaya twilight terlihat teratur dan konstan sehingga memudahkan dalam identifikasi terbitnya fajar shadiq. Pada suhu maksimum, kurva hamburan cahaya fajar terlihat tidak beraturan namun konstan dan menunjukkan kondisi sebaliknya pencahayaan tidak stabil karena kondisi terbalik dari terang ke gelap. 2. Korelasi Posisi Astronomis Matahari terhadap penentuan Waktu Fajar Masuknya waktu salat shubuh ditandai dengan munculnya cahaya fajar shadiq memanjang di sekitar ufuk. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh antara suhu dengan sudut posisi Matahari. Kedua variabel tersebut memiliki hubungan berbanding lurus. Tegasnya, jika besarnya suhu atmosfer itu kecil (menurun) maka cahaya fajar akan tampak pada sudut depresi yang rendah, seperti suhu 18.1° Celcius, fajar shadiq tampak pada sudut posisi Matahari -18°02’08’’. Sebaliknya, jika suhu atmosfer itu besar (meningkat) maka cahaya fajar akan terlihat pada sudut posisi Matahari yang tinggi pula, seperti pada suhu 18.9° Celcius maka fajar shadiq tampak pada sudut Matahari -20°52’29’’. Adapun nilai rata-rata ( mean) posisi Matahari dengan merujuk pada keseluruhan data pengamatan, maka diperoleh hasil sudut depresi Matahari -18°39’29.4’’. Dengan demikian, Hasil penelitian ini cenderung menguatkan teori bahwa astronomical twilight yang bersesuaian dengan fenomena fajar astronomi mulai terbit ketika Matahari berada pada kedudukan sudut depresi 18°di bawah horizon. ## DAFTAR PUSTAKA Al-Alusi, Mahmu>d Ibn Abdillah, tt, Tafsir Ruhul Ma’ani:Fi Tafsir alQur’an al- ’Adzim as-Sab’ul Mat}ani, tt: Da>r al-Fikr. Al-Bukhairi, Mamduh F & Agus Hasan B,2010, Koreksi awal waktu shubuh, Malang :Pustaka Qiblati Djamaluddin, T., 2005, Menggagas Fiqih Astronomi, Telaah HisabRukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya, cet. I, Bandung: Kaki Langit Haber, Jorg, Marcus Magnor, Hans-Peter Seidel., tt, Physically Based Simulation of Twilight Phenomena, Germany: MPI Informatik, Saarbr ucken Halim, Abdul., tt, Penyelidikan Ilmu Falak di IPT: Kajian Atmosfera, Malaysia: Unit Penyelidikan Ilmu Falak dan Sains Atmosfera Universiti Sains Malaysia Hidayat, Komaruddin & Tarmi, dkk.,2000, Ilmu Astronomi: Islam untuk Disiplin, Jakarta: Dirjen Bimas Depag RI Miftahi, Molvi Yaqub Ahmed., 2007, Fajar and Isha Times & Twilight, England: Hizbul Ulama UK Muslim, tt, S}ahi>h Muslim Juz 1, Beirut: Da>r al-fikr Rachim, A. 1983, Ilmu Falak, Yogyakarta: Liberty Rizvi, Sayyid Muhammad, 1991, Al-Fajr As-Sadiq: A New Perspective , tt: Dar-es-salaam, http://www.baabeilm.org/articles/scientific_fajr.pdf Robinson, Leif j. 2002, Philip’s: Astronomy Encyclopedia, London: Philip’s Rusyd, Muhammad Ibn, tt, Bida>yah al-Mujtahid jilid 1, tt: Azzam Al-Sarakhsi, 1985, al-Mabsu>t}, Beirut: Da>r al-Fikr. Zamakhsyari>, Ima>m Abi> al-Qa>sim Ja>rullah Mah}mud bin Muhammad., 1995, Tafsi>r al- Kasyayaf (‘an H}aqa>iqi Gawamid}I at-Tanzi>l wa ‘Uyu>ni ‘al-Aqa>wil fi wuju>h at- Ta’wil) , Juz I, Beirut: Da>r alKutub al-‘Ilmiyyah.
f43ee119-33d6-46b9-9aae-cb1d160101fc
https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/SD/article/download/5895/4067
Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Efektivitas Program Penanggulangan KemiskinanTerhadap Penurunan Kemiskinan Di Kota Palembang Tahun 2020 Intan Wahyuni Badan Pusat Statistik Kota Palembang Prodi Kependudukan Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya intanwhyn02@gmail.com ## ABSTRAK Kesejahteraan yang merata dan tidak adanya penduduk miskin merupakan salah satu tujuan pembangunan dunia sebagaimana tertuang dalam Goal 1 Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, yaitu Tanpa Kemiskinan. Angka kemiskinan di Kota Palembang cenderung menurun dari tahun ke tahun, meskipun penurunannya tidak signifikan. Menurut Badan Pusat Statistik, tercatat dari tahun 2019 hingga 2020 kemiskinan di Kota Palembang hanya mengalami penurunan sebesar 0,01%. Penurunan tersebut tidak cukup signifikan jika dibandingkan dengan peningkatan dana program penanggulangan kemiskinan di Kota Palembang pada tahun 2018 ke 2019 sebesar 651,18 persen (Bappeda Litbang). Penelitian ini akan menghitung seberapa besar suntikan dana program penanggulangan kemiskinan dapat meningkatkan pengeluaran masyarakat miskin dan mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Sumber data yang digunakan berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang merupakan sumber data utama penghitungan kemiskinan di tingkat nasional. Simulasi ketiadaan program akan dijalankan kepada sampel rumah tangga miskin untuk melihat seberapa besar perbedaan persentase kemiskinan ketika suntikan dana bantuan pada rumah tangga tersebut ditarik dari mereka. Terdapat 10 program yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu program pemerintah pusat berupa:PKH, PIP, JKN-PBI, BPNT, dan program pemerintah daerah berupa: bantuan pangan, anak, disabilitas, lansia, bantuan rutin lainnya, dan non rutin lainnya dari pemerintah daerah. Efektivitas program penanggulangan kemiskinan dilihat dari tiga aspek, yaitu efisiensi, progresivitas, dan ketepatsasaran penyaluran bantuan yang dihitung dengan simulasi ketiadaan program. Berdasarkan ketiga aspek tersebut, diketahui bahwa program JKN-PBI merupakan program yang paling efisien menurunkan angka kemiskinan di Kota Palembang, diikuti dengan program PKH dan PIP. Dari seluruh program yang dilaksanakan, semuanya dinilai sudah cukup progresiv atau berkelanjutan untuk dilaksanakan. Sementara itu, masih ditemukan indikasi kebocoran dan ketidaktepatsasaran distribusi bantuan dalam program-program tersebut. Kata Kunci : Bantuan Sosial, Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan, Kemiskinan Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 ## ABSTRACT Equitable welfare and the absence of poor people are one of the world's development goals as stated in Goal 1 Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, namely No Poverty. The poverty rate in Palembang City tends to decrease from year to year, although the decline is not significant. According to Statistics Indonesia, it was recorded that from 2019 to 2020 poverty in Palembang City only decreased by 0.01%. It is not significant enough compared to the increase in funds for poverty reduction programs in Palembang City in 2018 to 2019 by 651.18 percent (Bappeda Litbang). This study will calculate how much the injection of funds for the poverty alleviation program can increase the expenditure of the poor and get them out of poverty. Source of the data is National Socio-Economic Survey (SUSENAS) which is the main data source for calculating poverty at the national level. Simulation of the program’s absence would be run on a sample of poor households to see how big the difference in the percentage of poverty is when the injection of aid funds to these households is withdrawn from them. There are 10 programs that will be analyzed in this study, namely the central government program in the form of: PKH, PIP, JKN-PBI, BPNT, and local government programs in the form of: food assistance, children, disability, elderly, other routine assistance, and other non-routine assistance from local government. The effectiveness of the poverty reduction program is seen from three aspects, namely efficiency, progressivity, and targeted distribution of aid which is calculated by simulating the absence of a program. Based on the results, it is known that the JKN-PBI program is the most efficient program to reduce poverty in the city of Palembang, followed by the PKH and PIP programs. Of all the programs implemented, all of them are considered progressive or sustainable enough to be implemented. Meanwhile, indications of leakage and inaccuracy in the distribution of aid were found in these programs. Keywords : Effectiveness of Poverty Reduction Programs, Poverty, ## Social Assistance ## A. PENDAHULUAN Penghapusan kemiskinan merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai dalam pembangunan. Kesejahteraan yang merata dan tidak adanya masyarakat miskin merupakan salah satu tujuan pembangunan yang telah disepakati oleh negara-negara di dunia dan tertuang di dalam Tujuan ke-1 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) tahun 2030, yaitu No Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Poverty atau Tanpa Kemiskinan. Indonesia turut menyepakati tujuan pembangunan tersebut. Salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam mencapai TPB adalah dengan menyusun rencana pembangunan untuk mencapai tujuan tersebut, mulai dari tingkat daerah sampai dengan nasional. Kota Palembang sebagai salah satu wilayah perkotaan yang cukup besar di Indonesia, juga menyusun rencana pembangunan untuk mencapai tujuan tersebut yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun 2019 – 2024 yang menargetkan pada tahun 2024 persentase kemiskinan di Kota Palembang harus mencapai angka satu digit (di bawah 10 persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah menganggarkan cukup banyak dana pembangunan dalam beberapa program perlindungan sosial, mulai dari bidang kesehatan, pendidikan, perumahan, dan bantuan sosial lainnya. Bahkan pada tahun 2018 ke 2019, anggaran program pengentasan kemiskinan di Kota Palembang sudah ditingkatkan sebesar 651,18 persen, yaitu dari sekitar 36 miliar pada tahun 2018, meningkat menjadi sekitar 270 miliar pada tahun 2019. Hal tersebut menunjukkan komitmen tinggi pemerintah Kota Palembang dalam mengentaskan kemiskinan. Peningkatan anggaran perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan tersebut belum berbanding lurus dengan besaran penurunan kemiskinan di Kota Palembang. Pada Tahun 2020 kemiskinan di Kota Palembang tercatat sebesar 10,89 persen, turun sebesar 0,01 persen dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 10,90 persen. Penurunan tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan peningkatan anggaran program pengentasan kemiskinan. Hal ini lah yang kemudian menimbulkan pertanyaan, apakah program perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan yang diterapkan sudah berjalan dengan efektif dalam menanggulangi kemiskinan di Kota Palembang. Penelitian yang dilakukan oleh Yemtsov, Posarac, Nagernyak, dan Albegova di Rusia pada tahun 2019, mengungkapkan bahwa perlindungan sosial merupakan faktor penting yang dapat membantu mengurangi Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 kemiskinan. Ravallion, Jolliffe, dan Margitic mengungkapkan bahwa pemberian bantuan dalam program perlindungan sosial perlu ditinjau efektivitasnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian yang mereka lakukan di US pada tahun 2018 menunjukkan bahwa program perlindungan sosial yang diberikan oleh pemerintah berpengaruh dalam peningkatan ekonomi. Meskipun demikian, efektivitas program perlindungan sosial tersebut mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jika ditinjau lebih jauh, ternyata pemberian bantuan tersebut tidak tepat sasaran dan program yang dijalankan tidak benar-benar memberi solusi pada penurunan kemiskinan di US. Program perlindungan sosial bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dengan cara mengurangi kemiskinan. Bantuan yang diberikan dalam program perlindungan sosial tidak melihat besaran kontribusi yang diberikan oleh penerima manfaatnya. Penyaluran bantuan sosial dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu secara langsung dalam bentuk uang ( in-cash transfers ), atau dapat juga dalam bentuk barang dan pelayanan ( in-kind transfers ). Bantuan tersebut dapat bersifat sementara atau non-rutin ataupun bersifat tetap atau rutin, khususnya bagi penduduk rentan seperti penyandang disabilitas, lanjut usia, dan anak telantar. Menurut ILO, skema bantuan sosial bertujuan untuk menyediakan sumber daya minimum bagi individu dan rumah tangga yang hidup dibawah standar penghasilan tertentu tanpa mempertimbangkan timbal balik atau kontribusi dari individu dan rumah tangga penerimanya. Penentuan penerima bantuan ditetapkan berdasarkan tingkat pendapatan penduduk serta kriteria sosial ekonomi lainnya. Kriteria penerima manfaat dapat disesuaikan dengan target atau tujuan yang ingin dicapai dari pemberi bantuan tersebut, seperti dikhususkan kepada keluarga miskin dengan anak, hingga penduduk lanjut usia dengan penghasilan yang terbatas, rumah tangga miskin yang mempunyai balita ataupun ibu hamil, ataupun kriteria umum penduduk dengan pendapatan tertentu. Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Beberapa program perlindungan sosial yang dijalankan di Indonesia diantaranya adalah Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT); Bantuan Sosial Beras Sejahtera (BANSOS RASTRA); Program Keluarga Harapan (PKH); bantuan rutin lainnya seperti subsidi listrik untuk keluarga tidak mampu, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), dll; bantuan non rutin seperti bantuan UMKM terdampak Covid-19, bantuan keluarga terdampak bencana, dll. Penerima bantuan-bantuan tersebut tercatat dalam database penerima bantuan yang dikelola oleh Dinas Sosial di masing- masing Kabupaten/Kota. Sementara itu, beberapa contoh program jaminan sosial di Indonesia diantaranya adalah Jaminan Kesehatan Nasional Penerima Bantuan Iuran (JKN-PBI); Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA); dan sistem asuransi sosial lainnya yang diperuntukkan kepada seluruh masyarakat Indonesia, seperti asuransi kesehatan swasta, asuransi pendidikan swasta, JKN Non-PBI, dan asuransi lainnya. Program perlindungan sosial di Indonesia terdiri dari asuransi sosial dan bantuan sosial, baik yang bersumber dari APBN ataupun APBD. Penelitian yang dilakukan oleh Rachman, Agustian, dan Wahyudi pada tahun 2018 menunjukkan bahwa pemberian bantuan pangan non tunai (BPNT) di lima kota besar di Indonesia yaitu: Bandung, Bekasi, Jakarta Barat, Makassar, dan Surabaya, berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan. Hanya saja, dampak dari program BPNT tersebut tidak cukup signifikan. Hal tersebut dikarenakan penerima bantuan dari BPNT tidak semuanya tepat sasaran. Beberapa penerima bantuan masih tergolong ke dalam keluarga yang mampu dan sudah pernah menerima bantuan dari program lain, sehingga penerima bantuan menjadi tidak merata dan hanya terfokus ke orang-orang tertentu saja. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Putra, Purnamadewi, dan Sahara pada tahun 2015 di Indonesia tentang dampak program perlindungan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel yang signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal, yaitu bantuan kelembagaan sosial dan budaya, bantuan Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 infrastruktur, dan bantuan ekonomi dan dunia usaha, sedangkan bantuan sumberdaya manusia dan bantuan daerah khusus tidak signifikan didalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal. Penelitian yang dilakukan oleh Lindiasari dan Ramadhani pada tahun 2019, tentang Efektivitas Bantuan Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Tengah Perlambatan Ekonomi Indonesia dengan Pendekatan Non-parametrik, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara variabel bantuan sosial Jaminan Kesehatan Nasional Penerima Bantuan Iuran (JKN-PBI) dan Beras Sejahtera (Rastra), dan Program Keluarga Harapan (PKH) terhadap jumlah penduduk miskin. Selain itu, dari hasil penelitian diketahui bahwa bantuan sosial dapat menurunkan jumlah kemiskinan secara signifikan. Adapun variabel yang paling berdampak adalah program PBI. Permasalahan kemiskinan nyatanya belum dapat dituntaskan sampai dengan saat ini. Pemerintah Kota Palembang perlu mengevaluasi efektivitas dari program pengentasan kemiskinan yang telah dijalankan. Efektivitas program penanggulangan kemiskinan dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu efisiensi, progresivitas, dan ketapatan distribusi bantuan program, menurut Yemtschov dkk pada penelitiannya tahun 2019. Dalam mengevaluasi efektivitas program penanggulangan kemiskinan terhadap penurunan kemiskinan di Kota Palembang Tahun 2020, penulis akan mencari tahu mengenai efisiensi, progresivitas, dan ketepatan distribusi bantuan program penanggulangan kemiskinan di Kota Palembang dengan berfokus kepada 10 (sepuluh) program, yaitu program PKH, PIP, BPNT, JKN-PBI, Program pemda pangan, pemda anak, pemda lansia, pemda disabilitas, pemda rutin lainnya (seperti: program padat karya UMKM, dsb), dan pemda non-rutin lainnya (seperti: bedah rumah, dsb). Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 ## B. METODE PENELITIAN Program penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara terintegrasi atau akan sulit untuk mencapai tujuan pelaksanaan program tersebut. Menurut Allo (2016) bahwa Program in-kind transfer (BPNT, JKN-PBI, dsb) dan program cash-transfer (Program PKH, bantuan tunai, dsb) memiliki dampak yang berbeda terhadap penurunan kemiskinan. Akan tetapi, jika kedua jenis bantuan tersebut diintegrasikan, maka akan dapat mempercepat penurunan kemiskinan. Pada Gambar 1, disajikan pengaruh bantuan sosial pada keseimbangan pasar ( market equilibrium ). Harga (P) akan bergeser menjadi P’ ketika adanya bantuan pemerintah yang akan menyebabkan supply bertambah dan jumlah barang (Q) akan meningkat sehingga jumlah masyarakat yang menikmati juga akan bertambah. Dengan demikian ketika pemerintah memutuskan untuk memberikan bantuan sebesar P –P’ maka total biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk bantuan adalah sebesar area P-E- E’ - P’, sedangkan manfaat yang didapatkan adalah sebesar area F –E’– Q- Q’, sehingga untuk dapat mengetahui apakah bantuan tersebut merupakan sebuah solusi yang tepat adalah dengan meninjau manfaat yang didapat harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk bantuan. Sumber: Rachman, B., Agustian, A., dan Wahyudi. (2018). Gambar 1. Keseimbangan pasar setelah adanya bantuan sosial Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan mengenai dampak program perlindungan sosial terhadap tingkat kemiskinan, serta efisiensi, progresivitas, dan ketepatan sasaran program perlindungan sosial yang diberikan kepada masayarakat miskin di Kota Palembang. Dalam pengolahan data, digunakan aplikasi AdePT 6.0 untuk menghitung nilai efisiensi berdasarkan simulasi ketiadaan program penanggulangan kemiskinan. Selain itu, software tersebut juga digunakan untuk menghitung Indikator Distributional Characteristic Index (DCI) untuk mengukur porgresivitas program penanggulangan kemiskinan, serta menghitung indikator insiden relatif, ketidaktercakupan, dan kebocoran untuk menganalisis ketepatan distribusi bantuan program penanggulangan kemiskinan. Adapun cara penghitungan indikator tersebut adalah sebagai berikut. 1. Distributional Characteristic Index (DCI) (1) (bagian dari transfer ke rumah tangga, ), dimana (2) Keterangan: : penimbang kesejahteraan, atau nilai sosial dari pendapatan tambahan ke rumah tangga h : bagian dari transfer ke rumah tangga h Sumber: Yemtsov, Honorati, Evans, Sajaia, Lokhsin (2018) 2. Insiden relatif, ketidaktercakupan, dan kebocoran Indikator insiden relatif menggambarkan jumlah transfer bantuan yang diterima oleh masyarakat miskin terhadap jumlah total transfer yang dikeluarkan pemerintah. Ketidaktercakupan menggambarkan banyaknya rumah tangga miskin yang tidak Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 menerima bantuan dari total seluruh penduduk miskin. Sementara itu, kebocoran menggambarkan banyaknya rumah tangga tidak miskin yang menerima bantuan dari total rumah tangga penerima manfaat. Program penanggulangan kemiskinan yang akan dianalisis adalah program yang berasal dari pemerintah pusat maupun daerah. Di dalam Undang-Undang No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Undang-Undang No.13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin disebutkan bahwa program perlindungan sosial secara konseptual dimaksudkan untuk meringankan anggota masyarakat yang tidak mampu dan telantar agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya ( basic living needs ), sehingga dapat mengembangkan dirinya sebagai manusia sesuai dengan kemanusiaan yang bermartabat sebagai pelaksanaan amanat konstitusional bagi pemerintah pusat dan daerah. Program yang berasal dari pemerintah pusat yang akan dianalisis adalah Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonseia Pintar (PIP), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) / Program Sembako, dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-PBI). Sementara itu, program yang berasal dari pemerintah daerah yang akan dianalisis adalah program pemda untuk pangan, anak, lansia, disabilitas, program pemda rutin (seperti: bantuan untuk usaha rumah tangga), dan program non-rutin lainnya (seperti: bedah rumah). Kesepuluh program tersebut masing-masing akan diukur efisiensi, progresivitas, dan ketepatsasaran distribusi bantuan terhadap penurunan kemiskinan di Kota Palembang. adapun unit observasi dalam penelitian ini adalah 860 rumah tangga sampel SUSENAS yang digunakan untuk pengukuran kemiskinan di Kota Palembang pada Tahun 2020. Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 ## C. HASIL DAN PEMBAHASAN ## 1. Efisiensi Program Penanggulangan Kemiskinan Untuk melihat apakah program perlindungan sosial tersebut dapat berperan dalam penurunan kemiskinan dan kesenjangan di suatu kelompok masyarakat, dapat dilakukan simulasi penghitungan ukuran kemiskinan dan kesenjangan jika program perlindungan sosial tersebut ditiadakan. Simulasi dilakukan dengan mengeluarkan nilai dari transfer bantuan yang diberikan terhadap suatu rumah tangga. Jika kemiskinan dan kesenjangan meningkat ketika bantuan tersebut dikeluarkan, artinya program perlindungan sosial tersebut cukup berperan dalam menurunkan kemiskinan atau kesenjangan di suatu wilayah. Sumber : Hasil Olah Data Mikro Gambar 2. Simulasi Besaran Share Program BPNT terhadap Pemenuhan Kebutuhan Beras di Rumah Tangga. Simulasi ketiadaan input share bantuan dalam pendapatan masyarakat dilakukan untuk melihat seberapa besar suatu program dapat memengaruhi tingkat kemiskinan. Kemudian, hasil simulasi tersebut akan dibandingkan dengan tingkat kemiskinan ketika semua input share bantuan dalam pendapatan masyarakat dimasukkan. Maksudnya, dari semua rumah tangga sampel di Kota Palembang dihitung berapa besaran share bantuan dari masing-masing program di masing-masing rumah tangga sampel, kemudian besaran tersebut Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 dikeluarkan dari sumber pendapatan mereka. setelah share bantuan dikeluarkan, kemudian dihitung kembali apakah persentase kemiskinan di Kota Palembang mengalami peningkatan atau penurunan dengan adanya pengurangan sumber pendapatan yang berasal dari bantuan tersebut. Misal, pada kondisi awal dimana input bantuan dimasukkan, persentase penduduk miskin sebesar 10,89 persen, kemudian setelah share bantuan dikeluarkan ternyata persentase penduduk miskin mengalami peningkatan sebesar 11,04 persen. Artinya, dengan adanya bantuan program tersebut efisien menurunkan kemiskinan sebesar 0,15 persen. Adapun hasil dari simulasi penghitungan kemiskinan dari masing-masing program adalah sebagai berikut. Tabel 1. Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan terhadap Persentase Kemiskinan (Simulasi Ketiadaan Program) di Kota Palembang Tahun 2020 Program Penanggulangan Kemiskinan Persentase Kemiskinan (P0) Nilai Efisiensi (1) (2) (3) Persentase Penduduk Miskin (Nilai awal ketika semua share bantuan dimasukkan ke dalam pendapatan rumah tangga) 10,89 Simulasi Ketiadaan Program PKH 11,44 0,55 PIP 11,08 0,19 BPNT / Bantuan Sembako 10,89 0,00 JKN PBI 13,99 3,10 Pemda Pangan 10,94 0,05 Pemda Anak 10,89 0,00 Pemda Lansia 11,07 0,18 Pemda Disabilitas 10,89 0,00 Pemda Rutin Lainnya 10,89 0,00 Pemda Non-Rutin Lainnya 10,94 0,05 Sumber : Hasil Olah Data SUSENAS 2020 menggunakan ADePt SP 6.0. Berdasarkan hasil simulasi ketiadaan program, diketahui bahwa terdapat enam program yang dapat meningkatkan persentase kemiskinan jika share bantuan dari program tersebut ditarik dari Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 masyarakat. Dengan kata lain, terdapat enam program yang efisien menurunkan persentase kemiskinan, yaitu program PKH, PIP, JKN- PBI, Program bantuan pangan rutin dari pemerintah daerah, program bantuan rutin dari pemerintah daerah untuk lansia, dan program pemda non-rutin lainnya. Sementara itu, empat program bantuan lainnya, yaitu program BPNT/bantuan sembako dari pemerintah pusat, program rutin dari pemerintah daerah untuk anak-anak, disabilitas, dan program rutin lainnya dari pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap persentase kemiskinan di Kota Palembang. Program JKN-PBI merupakan program yang paling besar pengaruhnya terhadap penurunan persentase kemiskinan. Program JKN-PBI mampu menurunkan 3,10 persen kemiskinan di Kota Palembang dengan asumsi bantuan lain bernilai konstan. Hal tersebut menunjukkan bahwa program kesehatan merupakan program yang sangat penting di dalam penanggulangan kemiskinan. Selain JKN-PBI, program yang berpengaruh cukup besar dalam program penanggulangan kemiskinan adalah program PKH. Program PKH ditujukan kepada keluarga miskin dengan kriteria mempunyai ibu hamil atau menyusui, balita, dan anak sekolah. Program PKH mencakup penanggulangan masalah kesehatan, gizi, dan pendidikan anak. Program PKH mampu menurunkan 0,55 persen kemiskinan di Kota Palembang dengan asumsi bantuan lain bernilai konstan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lindiasari dan Ramadhani (2019); Putra,dkk (2015), Carroll (2009), dan Hardjono (2010). Dalam penelitian-penelitian tersebut disebutkan bahwa program bantuan kesehatan dan pendidikan efektif dalam menurunkan kemiskinan di Indonesia. Kesehatan sangat penting karena akan memengaruhi kualitas hidup masyarakat. Tubuh yang sehat dan kuat akan mampu digunakan untuk bekerja dan mencari nafkah. Tentunya hal tersebut akan berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat. Selain itu, biaya pengobatan yang cukup Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 tinggi di Indonesia juga sangat menyulitkan masyarakat miskin dalam mengakses fasilitas kesehatan. Berdasarkan data SUSENAS 2020, diketahui bahwa sebanyak 27,9 persen masyarakat miskin yang mempunyai keluhan kesehatan tidak dapat berobat. Peristiwa ini dikenal juga dengan unmeet need kebutuhan kesehatan, yaitu keadaan dimana penduduk yang sakit dan membutuhkan pengobatan tetapi tidak berobat karena ketidakmampuannya dalam mengakses fasilitas kesehatan. Dengan bantuan asuransi kesehatan dari pemerintah, diharapkan dapat mengurangi beban masyarakat miskin dalam mengakses fasilitas kesehatan, sehingga dapat meningkatkan harapan hidup bagi masyarakat miskin. ## 2. Progresivitas Program Penanggulangan Kemiskinan Selain mengukur besaran efisiensi program terhadap penurunan kemiskinan, perlu juga untuk menganalisis lebih lanjut bagaimana progresivitas program-program tersebut. Untuk mengukur progresivitas dapat dilakukan dengan menghitung nilai indikator DCI atau yang juga dikenal dengan indikator Coady Gross Hoddinott (CGH). Nilai indikator CGH dapat diukur menggunakan ADePT Software. Indikator CGH membandingkan porsi dari transfer budget yang diterima oleh suatu kuantil populasi dibagi dengan porsi populasi dalam kuantil tersebut. Nilai indikator CGH yang lebih dari “1” menunjukkan bahwa kelompok tersebut menerima share keuntungan yang relatif lebih besar daripada ukuran populasinya. Jika nilai indikator CGH kurang da ri “1” menunjukkan bahwa kelompok tersebut menerima share keuntungan yang relatif lebih kecil daripada ukuran populasinya. Berarti, share keuntungan dari program perlindungan sosial tersebut diberikan kepada kuantil yang lebih “kaya” dan program tersebut regresif, menurut Yemtsov, dkk (2018). Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Tabel 2. Indikator CGH dari Program Perlindungan Sosial di Kota Palembang 2020 Program Penanggulangan Kemiskinan Kuintil Kelompok Pengeluaran 10% 20% 30% 40% (1) (2) (3) (4) (5) PKH 1,23 1,43 1,51 1,64 PIP 1,23 1,83 1,46 1,67 BPNT / Bantuan Sembako 1,24 1,37 1,59 1,62 JKN PBI 1,22 1,35 1,40 1,41 Pemda Pangan 3,94 2,56 2,28 1,71 Pemda Anak 3,02 1,51 1,92 2,50 Pemda Lansia 4,36 3,18 2,97 2,22 Pemda Disabilitas n.a. n.a. n.a. n.a. Pemda Rutin Lainnya 10,00 5,00 3,33 2,50 Pemda Non-Rutin Lainnya 3,99 2,39 1,59 1,20 Sumber : Hasil Olah Data SUSENAS 2020 menggunakan ADePt SP 6.0. Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa nilai indikator CGH di semua program penanggulangan kemiskinan sudah bernilai lebih dari 1, kecuali program rutin pemerintah daerah untuk disabilitas. Artinya, semua program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan sudah progresiv, yang menunjukkan bahwa share bantuan dari program tersebut sudah lebih besar dari share populasi di semua kuintil masyarakat. Meskipun demikian, kelompok masyarakat di kuintil 10% mempunyai nilai indikator CGH yang lebih kecil jika dibandingkan kelompok pengeluaran yang lebih besar di beberapa program. Program-program tersebut, yaitu PKH, PIP, BPNT/Sembako dan JKN-PBI. Artinya, share bantuan program-program tersebut lebih banyak tersebar di kelompok masyarakat dengan pengeluaran yang lebih besar. Pemerintah sebaiknya meninjau ulang daftar penerima manfaat dari program-program tersebut dengan melakukan update basis data penerima bantuan melalui dinas sosial ataupun pihak kelurahan. Perbaikan basis data dapat dilakukan dengan menghapuskan pemberian bantuan kepada keluarga yang sudah Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 berhasil keluar dari kemiskinan dan penambahan daftar keluarga baru yang lebih membutuhkan bantuan. Menurut Hardjono, dkk (2010), penerima bantuan pemerintah di Indonesia lebih banyak berada di kelompok miskin, sedangkan kelompok masyarakat sangat miskin sangat jarang menerima bantuan dari pemerintah. Kelompok sangat miskin sulit untuk dijangkau oleh pemerintah dikarenakan banyak yang belum tercatat secara administratif sebagai penduduk suatu wilayah dan tidak mempunyai tempat tinggal tetap. Hal tersebut menyulitkan pemerintah untuk mendaftarkan kelompok masyarakat tersebut sebagai penerima bantuan karena tidak dapat dipertanggungjawabkan data dirinya secara administratif. 3. Ketepatan Distribusi Program Penanggulangan Kemiskinan Distribusi bantuan harus dilakukan secara tepat sasaran agar program yang dijalankan dapat efektif menurunkan kemiskin, menurut Yemtschov, dkk (2018). Ukuran yang digunakan untuk meninjau ketapatan distribusi bantuan tersebut diantaranya adalah nilai insiden relatif disribusi manfaat, ketidaktercakupan, dan kebocoran distribusi bantuan, menurut World Bank (2018). Ukuran-ukuran tersebut akan disajikan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 3. Insiden Relatif, Ketidaktercakupan, dan Kebocoran Program Penanggulangan Kemiskinan di Kota Palembang Tahun 2020 Program Penanggulangan Kemiskinan Status Kemiskinan Ketidak- tercakupan Kebocoran Miskin Non Miskin (1) (2) (3) (4) (5) PKH 2,2 0,5 79,5 85,4 PIP 0,4 0,1 91,6 82,6 BPNT / Bantuan Sembako 1,0 0,3 77,1 89,5 JKN PBI 9,0 2,5 41,5 88,6 Pemda Pangan 0,5 0,1 92,8 78,1 Pemda Anak 0,1 0,0 98,9 83,6 Pemda Lansia 0,5 0,0 96,3 63,2 Pemda Disabilitas 0,0 0,0 n.a. n.a. Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan Terhadap Penurunan Kemiskinan Di Kota Palembang Tahun 2020 Program Penanggulangan Kemiskinan Status Kemiskinan Ketidak- tercakupan Kebocoran Miskin Non Miskin (1) (2) (3) (4) (5) Pemda Rutin Lainnya 0,2 0,0 97,6 0,0 Pemda Non-Rutin Lainnya 2,2 0,5 97,6 65,8 Sumber : Hasil Olah Data SUSENAS 2020 menggunakan ADePt SP 6.0. Nilai insiden relatif menggambarkan besaran share bantuan sosial di dalam suatu kelompok masyarakat terhadap total kekayaan dari kelompok tersebut. Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa insiden relatif terbesar kepada kelompok miskin diberikan oleh program JKN- PBI sebesar 9,0 dan disusul oleh program PKH dan bantuan non rutin lainnya dari pemda. Artinya, program JKN-PBI berperan dalam 9 persen pendapatan masyarakat miskin. Oleh karena itu, jika bantuan JKN-PBI ditarik dari masyarakat akan cukup berdampak terhadap peningkatan kemiskinan. Ketidaktercakupan menggambarkan persentase penduduk miskin yang tidak menerima bantuan program penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa hampir semua program yang dijalankan oleh pemerintah mempunyai nilai ketidaktercakupan yang sangat tinggi. Semua bantuan pemerintah daerah hanya mencakup kurang dari tiga persen penduduk miskin. Artinya, dari 182,60 (000 jiwa) penduduk miskin di Kota Palembang pada Tahun 2020, hanya kurang dari 5,4 (000 jiwa) saja yang mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah. Sementara itu, ketidaktercakupan program pemerintah pusat jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan program pemerintah daerah, dengan ketidaktercakupan paling rendah adalah program JKN-PBI. Program JKN-PBI sudah menjangkau 58,5 persen penduduk miskin atau sekitar 106,8 (000 jiwa). Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Hal tersebut menunjukkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah pusat mencakup lebih banyak penduduk miskin jika dibandingkan dengan pemerintah daerah. Salah satu penyebab perbedaan tersebut yaitu anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat jauh lebih besar jika dibandingkan anggaran pemerintah daerah, sehingga cakupan penerima pun dapat berbeda signifikan. Kebocoran menggambarkan persentase penduduk non miskin yang menerima bantuan terhadap total penerima manfaat. Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa kebocoran di setiap program masih sangat besar, yaitu sebesar lebih dari 70 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa dari semua penerima manfaat, 70 persen diantaranya bukan merupakan penduduk miskin atau masih dapat dikategorikan sebagai rumah tangga yang mampu dari segi ekonomi, terlihat dari nilai rata- rata konsumsi rumah tangga tersebut berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Keluarga Penerima Manfaat (KPM) merupakan istilah yang digunakan bagi rumah tangga yang menjadi penerima manfaat program bantuan. Rumah tangga yang terpilih sebagai KPM berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Dinas Sosial. Adapun jumlah rumah tangga dan penduduk yang tercatat di dalam DTKS menurut Kepmensos No 146/HUK/2020 adalah sebagai berikut. Tabel 4. Rekapitulasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kota Palembang 2020 Kecamatan Rumah Tangga Jiwa (1) (2) (3) Ilir Barat I 2.266 9.803 Ilir Barat II 3.768 16.063 Ilir Timur I 1.498 6.687 Ilir Timur II 1.938 8.372 Ilir Timur III 1.959 8.894 Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Kecamatan Rumah Tangga Jiwa (1) (2) (3) Bukit Kecil 1.042 4.570 Sukarami 2.765 11.820 Kemuning 1.861 7.799 Kalidoni 3.199 14.924 Sako 2.380 10.222 Sematang Borang 2.253 9.542 Alang-Alang Lebar 1.064 4.852 Gandus 3.142 13.501 Kertapati 8.172 35.924 Plaju 4.310 16.847 Seberang Ulu I 6.066 28.112 Seberang Ulu II 4.375 18.808 Jakabaring 3.883 17.301 Kota Palembang 55.941 244.041 Sumber : Dinas Sosial Kota Palembang (Kepmensos No 146/HUK/2020) Berdasarkan data dari Dinas Sosial, diketahui bahwa jumlah penduduk miskin yang menerima bantuan adalah sebanyak 244.041 jiwa, jauh lebih besar dibandingkan jumlah penduduk miskin yang tercatat oleh BPS pada Tahun 2020 sebesar 182,6 (000 jiwa). Wajar saja jika dalam implementasinya masih terdapat rumah tangga non- miskin yang menerima program bantuan. Hal tersebut dikarenakan jumlah alokasi penerima manfaat jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin yang tercatat oleh BPS. 4. Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan di Kota Palembang Setelah mengetahui bagaimana efisiensi, progresivitas, dan ketepatan distribusi bantuan dari masing-masing program perlindungan sosial, selanjutnya kita akan mencari tahu bagaimana gambaran efektivitas dari masing-masing program penanggulan kemiskinan tersebut. Efektivitas program penanggulangan kemiskinan akan digambarkan menggunakan grafik laba-laba. Efektivitas program Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 bantuan dengan penampang yang lebih besar menandakan program tersebut lebih baik dibandingkan program lainnya. Gambar 3. Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan oleh Pemerintah Pusat di Kota Palembang Tahun 2020. Berdasarkan gambar 3, diketahui bahwa di antara program- program yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, program JKN-PBI mempunyai efektivitas yang paling besar dibandingkan program lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa program kesehatan merupakan komponen penting untuk menurunkan kemiskinan. Efektivitas program JKN-PBI turut dipengaruhi oleh kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Selain anggaran dari pemerintah pusat, program JKN-PBI juga berasal dari pemerintah daerah baik provinsi maupun kota yang menyebabkan cakupan program tersebut menjadi lebih besar dibandingkan dengan program-program lainnya. Gambar 4. Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan oleh Pemerintah Daerah di Kota Palembang Tahun 2020 Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Berdasarkan gambar 4, diketahui bahwa di antara program- program yang dicanangkan oleh pemerintah daerah, program rutin lainnya mempunyai efektivitas yang paling besar dibandingkan program pemerintah daerah lainnya. program pemerintah rutin lainnya meliputi program bantuan UMKM, subsidi listrik, dsb. Program ini paling efektif karena tidak mempunyai nilai kebocoran. Artinya, semua bantuan yang disalurkan kepada masyarakat sudah tepat menyasar penduduk miskin. Meskipun hanya mencakup sebagian kecil penduduk miskin, tetapi bantuan yang tepat sasaran dapat efektiv menurunkan kemiskinan. Ada beberapa kemungkinan suatu program perlindungan sosial yang diterapkan tidak berjalan optimal, diantaranya adalah kurangnya kemauan politik, lemahnya kapasitas administratif untuk penerapan kebijakan, ketidaktahuan tentang hak mereka di antara orang miskin, dan stigma sosial terhadap program yang dijalankan, menurut Ravallion, dkk (2018). Perlindungan sosial merupakan kebijakan publik yang sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan tertentu dalam pembangunan. Fungsi paling dasar dari perlindungan sosial adalah untuk melindungi masyarakat dari konsekuensi negatif resiko dan guncangan negatif terhadap kesejahteraan, menurut Yemtsov, dkk (2018). ## D. KESIMPULAN & SARAN ## 1. Kesimpulan Program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah pusat yang paling efektif yaitu program JKN-PBI. Program kesehatan ternyata paling efisien menurunkan kemiskinan dibandingkan program lainnya. Program ini dikategorikan progresiv. Program ini juga mempunyai cakupan penduduk miskin paling besar dibandingkan program-program lainnya. Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Program bantuan rutin lainnya dari pemerintah daerah mempunyai efektivitas paling besar di antara program pemda lainnya. Program ini meliputi program bantuan UMKM, subsidi, dsb. Program tersebut juga menjadi satu-satunya program yang tidak mengalami kebocoran atau 100 persen mencakup penduduk miskin. Meskipun memiliki anggaran yang paling kecil di antara program lainnya, ternyata program ini merupakan program yang pelaksanaannya paling efektif menurunkan kemiskinan. Semua program bantuan sosial yang dijalankan oleh pemerintah mengalami kebocoran dalam distribusinya. Selain itu, cakupan penduduk miskin dari program-program tersebut juga masih sangat kecil. Artinya, masih terdapat penduduk non-miskin yang menerima bantuan-bantuan tersebut dan masih banyak penduduk miskin yang belum terdampak bantuan sosial. Kelompok sasaran antara program yang satu dan program lainnya seringkali tumpang tindih. Hal tersebut yang meyebabkan rendahnya ketercakupan dan insiden relatif distribusi bantuan program penanggulangan kemiskinan. ## 2. Saran Bagi pemerintah Kota Palembang terdapat beberapa saran terkait pelaksanaan program perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan, yaitu sebagai berikut. a) Penyusunan program pengentasan kemiskinan berbasis gender. Misalnya, program khusus yang menargetkan kepala rumah tangga laki-laki, beasiswa pendidikan bagi anak-anak laki-laki, dsb. b) Pemberian subsidi asuransi ketenagakerjaan bagi penduduk miskin, terutama penduduk dengan pekerjaan kasar, agar mereka dapat terhindar dari rentannya kehilangan pekerjaan dan sumber Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 pendapatan. Misalnya, pemberian asuransi kecelakaan kerja bagi buruh bangunan, petugas kebersihan, dsb. c) Penyediaan lapangan pekerjaan bagi kepala rumah tangga dengan status pendidikan rendah. Misalnya, pemberian porsi pegawai dengan kriteria penduduk miskin di dalam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). d) Penyusunan program perlindungan sosial bagi kepala rumah tangga wanita dengan status perkawinan cerai. Misalnya dengan pembekalan keterampilan menjelang perceraian, dan bantuan sosial bagi janda dan anak-anaknya selama enam bulan pasca perceraian. e) Pengawasan terhadap pemberi kerja lebih diperketat agar tidak ada lagi pemberian upah di bawah UMR. f) Revitalisasi area permukiman kumuh. Misalnya, pembangunan ulang permukiman kumuh di sepanjang aliran sungai musi dan stasiun batu bara di Kota Palembang, atau dengan menyediakan lahan pindah bagi masyarakat dari area kumuh ke lokasi permukiman yang lebih baik. g) Mempermudah persyaratan KPR perumahan rakyat terutama bagi masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. h) Pembaharuan data penerima manfaat secara rutin minimal satu tahun sekali oleh Dinas Sosial dengan memanfaatkan informasi dari pihak kelurahan atau ketua SLS. Mengeluarkan rumah tangga yang sudah lulus dari kemiskinan dan menambahkan rumah tangga yang lebih membutuhkan bantuan. i) Memperluas cakupan penerima manfaat. Membuat database penerima manfaat yang terpusat agar tidak terjadi tumpang tindih penerima bantuan antar program yang dijalankan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. j) Pengawasan terhadap program bantuan pendidikan bagi keluarga miskin harus lebih diperketat. Pekerja anak, terutama Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 pekerja di jalanan, harus dilindungi dan diberikan akses gratis terhadap pendidikan. Pemberian akses pendidikan tersebut juga harus terus diawasi agar anak-anak dari keluarga miskin tersebut tidak putus sekolah dan lebih memilih untuk bekerja. ## DAFTAR PUSTAKA Allo A.G. 2016. Efektivitas Pemberian In-Kind dan Cash Transfer Terhadap Pengentasan Kemiskinan. Prosiding Seminar Nasional Economic Outlook 2016: “Strategi Kebijakan Ekonomi dalam Perspektif Ekonomi Global” dalam Sutikno, M. Rasyid, K. Indahsari, D. Wahyuningsih, E.S. Rahayuningsih (Eds). Fakultas Ekonomi, Universitas Trunodjoyo Madura. Sumenep. BPS. (2020). Kota Palembang Dalam Angka Tahun 2020. Palembang: BPS Kota Palembang. Financing Social Protection in Developing Asia: Now and In the Future, Prepared for Asia Policy Forum on Poverty, Inequality and Social Protection, Jakarta, Indonesia, May 28 – 30, 2013. Hardjono, J., Akhmadi, N., & Sumarto, S. (2010). Poverty and Social Protection in Indonesia. Singapore: ISEAS Publishing. International Labour Organization. (2012). Penilaian Landasan Perlindungan Sosial Berdasarkan Dialog Nasional di Indonesia: Menuju Landasan Perlindungan Sosial Indonesia. Laporan: Jakarta. Lindiasari, P.S., dan Ramadhani, A.W. (2019). Efektivitas Bantuan Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Tengah Perlambatan Ekonomi Indonesia dengan Pendekatan Nonparametrik. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, Vol.5, No.1, Hal. 10-34, ISSN: 2502-6976. Putra, E.P., Purnamadewi, Y.L., dan Sahara. (2015). Dampak Program perlindungan sosial terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Kabupaten Tertinggal di Indonesia. Jurnal Tata Loka, Volume 17 Nomor 3, Agustus 2015, 161-171. Jurnal SOSIO DIALEKTIKA 7 (1) (2022) P-ISSN: 2540.8941 e-ISSN: 2623.2944 sosiodialektika@unwahas.ac.id doi; http://dx.doi.org/10.31942/sd.v7i1.5895 Rachman, B., Agustian, A., dan Wahyudi. (2018). Efektivitas dan Perspektif Pelaksanaan Program Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non- Tunai (BPNT). Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/akp.v16n1.2018.1-18 . Ravallion, Jolliffe, Margitic. (2018). Social Protection and Economic Development: Are The Poorest Being Lifted-Up or Left-Behind? . Cambridge: National Bureau of Ecomonic Research. Diakses melalui http://www.nber.org/papers/w24655 , pada tanggal 10 Maret 2020. The World Bank. The World Bank 2012-2022 Social Protection and Labor Strategy: Resilience, Equity, and Opportunity . UN System Task Team on The Post-2015 UN Development Agenda. (2012). Social Protection: A Development Priority in the Post-2015 UN Development Agenda . Yemtsov, Honorati, Evans, Sajaia, dan Lokhsin. (2018). Measuring the Effectiveness of Social Protection : Concepts and Applications . World Bank Group. Yemtsov, Posarac, Nagernyak, dan Albegova. (2019). Russian Federation Strengthening Social Protection, towards More Effeective Social Assistance in Rusia: An Update of The System Performance Considering New National Target of Halving Poverty by 2024 . Rusia: Report No AUS0000898.
615d2d5d-d0a4-4d01-b6c8-d7dc770b6e88
https://jurnal.wicida.ac.id/index.php/sebatik/article/download/92/84
## PENERAPAN METODE AHP DAN METODE TOPSIS DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN ASISTEN LABORATORIUM KOMPUTER PADA STMIK WIDYA CIPTA DHARMA SAMARINDA Bartolomius Harpad 1) , Salmon 2) 1,2 Sistem Informasi, STMIK Widya Cipta Dharma 1,2 Jl.M.Yamin No.25, Samarinda, 75123 E-mail : arvenusharpad@gmail.com 1) , sal.rst@gmail.com 2) ## ABSTRAK Penelitian pengambilan keputusan proses penerimaan asisten laboratorium yang di rancang untuk menentukan siapa saja yang akan diterima menjadi asisten laboratorium komputer. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka pemanfaatan teknologi informasi dapat digunakan guna mempermudah dalam hal pengambilan suatu keputusan. Metode yang dipakai dalam pengambilan keputusan proses penerimaan asisten laboratorium adalah AHP ( Analitical Hierarcy Process ) dan Metode TOPSIS ( Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution ). Dalam proses seleksi tersebut terdapat beberapa kriteria penilaian yang dilakukan diantaranya kemampuan mengajar, penguasaan materi, wawancara, tanggung jawab dan disiplin. Kata Kunci: AHP, TOPSIS, Pemilihan Asisten Laboratorium ## 1. PENDAHULUAN Pengambilan keputusan merupakan salah satu masalah yang dihadapi setiap hari. Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan untuk mendapat keputusan yang terbaik dan terkadang banyaknya pilihan yang tersedia juga dapat membuat kita lebih sulit dalam mengambil keputusan tersebut. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka pemanfaatan teknologi informasi dapat digunakan guna mempermudah manusia dalam hal pengambilan suatu keputusan. Penerimaan asisten laboratorium pada Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Samarinda merupakan salah satu contoh kasus dalam hal pengambilan keputusan tersebut. Laboran yang menjadi koordinator akan melakukan seleksi penerimaan asisten terhadap mahasiswa yang telah mendaftar menjadi calon asisten. Dalam proses seleksi tersebut para laboran yang dibantu oleh asisten senior biasanya melakukan wawancara dan tes kepada para calon asisten tersebut. Hasil dari wawancara maupun tes tersebut yang menjadi bahan pertimbangan para laboran untuk menentukan siapa saja yang akan diterima menjadi asisten. Akan tetapi peranan teknologi informasi sendiri terkadang hanya digunakan untuk memberikan pengumuman seputar penerimaan asisten, belum sampai digunakan pada proses pemilihan asisten tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, peranan teknologi informasi diharapkan dapat digunakan untuk membantu para laboran dalam melakukan proses penerimaan asisten laboratorium, sehingga dapat mempercepat proses dan dapat menghasilkan keputusan terbaik tentang siapa saja asisten yang diterima. Metode yang dipakai dalam pengambilan keputusan proses penerimaan asisten laboratorium adalah AHP ( Analitical Hierarcy Process ) dan Metode TOPSIS ( Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution ). Metode TOPSIS adalah salah satu metode dalam hal pengambilan keputusan multi criteria yang dapat digunakan untuk permasalahan tersebut. Metode ini dipilih karena mampu memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif, dalam hal ini alternatif yang dimaksud adalah Seleksi pemilihan asisten laboratorium terbaik berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan. Hasil dari proses pengimplementasian metode AHP dan TOPSIS dapat mengurutkan alternatif dari nilai yang terbesar ke nilai yang terkecil. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dibangun “Penerapan Metode AHP ( Analitical Hierarcy Process ) dan Metode TOPSIS ( Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution ) dalam Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Asisten Laboratorium Komputer Pada STMIK Widya Cipta Dharma Samarinda” untuk membantu para laboran dalam hal proses penerimaan asisten. Dimana kelebihan dari metode AHP dalam mengambil suatu keputusan adalah dengan cara membandingkan secara berpasangan setiap kriteria yang dimiliki oleh suatu permasalahan sehingga didapat suatu bobot nilai dari kepentingan tiap kriteria-kriteria yang ada. ## 2. RUANG LINGKUP PENELITIAN 2.1 Cakupan permasalahan Masalahan yang ada pada penelitian ini adalah: 1. Masih kesulitan untuk menentukan calon asisten laboratorium karena hanya dengan berdasarkan satu kriteria atau atribut saja. 2. Belum adanya ketegasan dalam menentukan calon asisten laboratorium dan masih bersifat manual. Hal ini disebabkan karena para laboran belum memiliki sistem pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemilihan asisten laboratorium. 3. Dalam proses seleksi tersebut para laboran biasanya melakukan wawancara dan atau tes kepada para calon asisten tersebut. Hasil dari wawancara maupun tes tersebut yang menjadi bahan pertimbangan para laboran untuk menentukan siapa saja yang akan diterima menjadi asisten. Akan tetapi peranan teknologi informasi sendiri terkadang hanya digunakan untuk memberikan pengumuman seputar penerimaan asisten, belum sampai digunakan pada proses pemilihan asisten tersebut. 2.2 Batasan-batasan penelitian Ruang lingkup masalah ditentukan dalam penelitian ini agar terfokus pada pokok masalah, yaitu : 1. Peranan aplikasi diharapkan dapat digunakan untuk membantu para laboran dalam melakukan proses penerimaan asisten laboratorium, sehingga dapat mempercepat proses dan dapat menghasilkan keputusan terbaik tentang siapa saja asisten yang diterima. Metode yang dipakai dalam pengambilan keputusan proses penerimaan asisten laboratorium adalah AHP ( Analitical Hierarcy Process ) dan Metode Topsis ( Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution ) . 2. Aplikasi dibangun berbasis Website dengan menggunakan pemrograman PHP dan database MySQL . 3. Aplikasi dan sistem yang diusulkan akan diterapkan di STMIK Widya Cipta Dharma Samarinda khususnya di bagian Laboratorium Komputer. 2.3 Rencana hasil yang didapatkan. Ada pun tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah : 1. Merancang SPK yang berguna untuk menyeleleksi pemilihan calon asisten laboratorium komputer di STMIK Widya Cipta Dharma Samarinda. 2. Penerapan dua metode yaitu metode AHP dan TOPSIS sebagai metode SPK. ## 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Penjelasan Bahan Tahapan Penelitian dari kerangka pemikiran umumnya memuat beberapa hal di bawah ini : 1. Rumusan Masalah ( Problems ) yaitu Dalam proses seleksi tersebut para laboran biasanya melakukan wawancara dan atau tes kepada para calon asisten tersebut. Hasil dari wawancara maupun tes tersebut yang menjadi bahan pertimbangan para laboran untuk menentukan siapa saja yang akan diterima menjadi asisten. Dan masih bersifat manual sehingga kesulitan untuk menentukan lulusan terbaik. Akan tetapi peranan teknologi informasi sendiri terkadang hanya digunakan untuk memberikan pengumuman seputar penerimaan asisten, belum sampai digunakan pada proses pemilihan asisten tersebut. 2. Pendekatan Masalah ( Approach ) dilakukan dengan menginventarisasi dan memanajemeni proses seleksi sesuai dengan kriteria yang dilengkapi dengan berbagai tes, hal ini merupakan solusi dan teori yang kita pilih dan gunakan untuk memecahkan masalah penelitian dan harus terhubung secara logis dengan masalah penelitian agar bisa membantu adanya peluang atau oportunity yang berhubungan dengan pendekatan masalah tersebut. 3. Pengembangan Perangkat Lunak ( Software Development ) adalah menganalisa untuk proses pengembangan software dengan desain menggunakan Flowchart dan kontruksi program perangkat lunak menggunakan PHP dan Database menggunakan MySQL. 4. Pengujian erangkat Lunak ( Software Implementation ) Black Box . 5. Hasil ( Result ) merupakan bagian yang menyimpulkan seluruh proses penelitian dan pengukuran yang telah dilakukan untuk diterapkan sebagai Sistem mengambil keputusan dalam pemilihan asisten laboratorium pada STMIK Widya Cipta Dharma Samarinda. ## 3.2 Metode AHP Dan TOPSIS Metode AHP adalah sebagai algoritma pengambilan keputusan untuk permasalahan multikriteria ( Multi Criteria Decision Making atau MCDM). Permasalahan multikriteria dalam AHP disederhanakan dalam bentuk hierarki yang terdiri dari 3 komponen utama. Yaitu tujuan atau goal dari pengambilan keputusan, kriteria penilaian dan alternatif pilihan. (Prof. Thomas L. Saaty). Adapun langkah-langkah metode AHP adalah sebagai berikut : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Menentukan Prioritas Kriteria : 1) Membuat Matriks Perbandingan Berpasangan 2) Membuat Matriks Nilai Kriteria 3) Membuat Matriks Penjumlahan Setiap Baris 4) Penghitungan Rasio Konsistensi 3. Menentukan Prioritas Subkriteria : 1) Membuat Matriks Perbandingan Berpasangan 2) Membuat Matriks Nilai Kriteria 3) Membuat Matriks Penjumlahan Setiap Baris 4) Penghitungan Rasio Konsistensi Perhitungan subkriteria dilakukan terhadap sub-sub dari semua kriteria. Dalam hal ini, terdapat 5 subkriteria yang berarti akan ada 5 perhitungan prioritas subkriteria yaitu : 1. Sangat Baik 2. Baik 3. Cukup 4. Buruk 5. Sangat Buruk Kriteria nilai juga memiliki penilaian antara satu sampai dengan sembilan dengan ketentuan sebagai berikut: ## Tabel 1. Kriteria Penilaian AHP Nilai Keterangan 1 Sama Penting 2 Mendekati sedikit lebih penting 3 Sedikit lebih penting 4 Mendekati lebih penting 5 Lebih penting 6 Mendekati sangat penting 7 Sangat penting 8 Mendekati mutlak 9 Mutlak sangat penting Metode TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria. Metode ini merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk menyelesaikan pengambilan keputusan secara praktis. Didasarkan pada konsep dimana alternatif terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif (Kusumadewi, dkk). Adapun langkah-langkah metode AHP adalah sebagai berikut : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan Tabel Penilaian 2. Menentukan Bobot Kriteria ( Maks 100 point ) 3. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi 4. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot 5. Menentukan matriks solusi ideal positif & matriks solusi ideal negatif 6. Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif & matriks solusi ideal negatif 7. Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif Kriteria penilaian untuk para calon asisten ini didapat berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa dosen yang pernah menjadi koordinator suatu matakuliah praktikum. Pemberian nilai untuk setiap calon asisten pada masing-masing kriteria, kecuali kriteria IPK dan pengalaman, dimulai dari satu sampai dengan lima dengan predikat sebagai berikut: ## Tabel 1. Kriteria Penilaian AHP Nilai Predikat 80-100 Sangat Baik 70-79 Baik 60-69 Cukup 40-59 Buruk 0-39 Sangat Buruk ## 4. RANCANGAN SISTEM 4.1 Perancangan Flowchart Sistem Evaluasi Seleksi Perancangan sistem ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang flowchart atau diagram alir sistem untuk evaluasi seleksi yang diusulkan untuk menganalisa data calon asisten. Untuk evaluasi seleksi ini menggunakan dengan dua metode yaitu metode analytical hierarcy process dan metode Topsis seperti pada gambar 1. Mulai Melakukan Analisa AHP Melakukan Analisa Topsis Selesai Menghitung Rangking Simpan Data Tampilkan Data Kriteria Tampilkan Bobot Tampilkan Profile Tes Gambar 1. Perancangan Flowchart Sistem Evaluasi Seleksi Pada Flowchart sistem ini dimulai atau dilakukan oleh bagian administrator dimana langkah pertama administrator menampilkan data kriteria, kemudian melakukan proses analisa dengan menggunakan metode AHP, setelah itu administrator kembali menampilkan bobot dari calon asisten, langkah selanjutnya melakukan proses analisa dengan menggunakan metode TOPSIS, kemudian administrator menampilkan profil tes dari masing-masing calon asisten, kemudian bagian administrator melakukan proses tahap terakhir dengan menghitung rangking dari masing-masing calon asisten, setelah itu proses selanjutnya di simpan dalam database siapa yang layak menjadi asisten laboratorium komputer dan tahap selanjutnya proses selesai dari sistem ini. 4.2 Perancangan Flowchart Laporan Hasil Seleksi Variasi Flowchart ini menggambarkan proses mencetak laporan evaluasi seleksi sehingga pimpinan dapat mengetahui dan mengambil keputusan mengenai siapa yang layak lulus seleksi atau yang lainnya. Mulai Cetak Hasil Analisa Selesai Menampilkan Hasil Analisa Menampilkan Data Calon Asisten Gambar 2. Perancangan Flowchart Laporan Hasil Seleksi Pada Flowchart ini dimulai atau dilakukan oleh bagian administrator. Pada tahap pertama admnistrator menampilkan hasil analisa dari seleksi yang telah dilaksanakan, kemudian menampilkan data calon asisten, setelah itu administrator melakukan proses cetak hasil analisa mengenai siapa yang layak lulus seleksi atau yang lainnya dan tahap selanjutnya proses selesai dari sistem ini. ## 4.3 Struktur Tabel Penilaian Tabel Penilaian adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan data penilaian. Nama tabel : Tblpenilaian Kunci utama : Idcalon Kunci tamu : - Tabel 2. Tabel Penilaian Field Tipe Lebar Keterangan idcalon Varchar 5 Id Calon Asisten tgltes Varchar 25 Tanggal Tes nilai1 Int 2 Nilai Pertama nilai2 Int 2 Nilai Kedua nilai3 Int 2 Nilai Ketiga nilai4 Int 2 Nilai Keempat nilai5 Int 2 Nilai Kelima ## 4.4 Tabel Hasil Hitung Tabel Hasil Hitung adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan data hasil perhitungan. Nama tabel : Tblhasilhitung Kunci utama : Idcalon Kunci tamu : - Tabel 2. Tabel Hasil Hitung Field Tipe Lebar Keterangan idcalon Varchar 5 Id Calon Asisten kriteria1 Double - Kriteria Pertama kriteria2 Double - Kriteria Kedua kriteria3 Double - Kriteria Ketiga kriteria4 Double - Kriteria Keempat kriteria5 Double - Kriteria Kelima nilaiakhir Double - Nilai Akhir ## 5. IMPLEMENTASI Untuk melihat hasil dan implementasi dari penelitian ini dibangun sebuah sistem aplikasi. Aplikasi ini akan menampilkan hasil yang sudah diolah dengan menggunakan metode AHP ( Analitical Hierarcy Process ) dan Metode Topsis ( Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution ) . ## 5.1 Halaman Utama Sistem Halaman utama merupakan pintu gerbang utama untuk masuk ke dalam sistem aplikasi selanjutnya. Dari sini semua aplikasi akan di mulai. ## Gambar 3. Halaman Utama Sistem Pada gambar 3, merupakan tampilan halaman utama sistem yang terdiri dari 5 (lima) menu yaitu : 1. Menu Beranda, merupakan menu yang berisi informasi seputar profil dan penjelasan tentang metode TOPSIS dan AHP. 2. Menu Modul AHP, merupakan menu yang berisi proses perhitungan menggunakan metode AHP. 3. Menu Modul TOPSIS, merupakan menu yang berisi proses perhitungan menggunakan metode TOPSIS. 4. Menu Penerimaan Asisten, merupakan menu yang berisi informasi penerimaan asisten 5. Menu Bantuan Sistem, merupakan menu yang berisi informasi cara pengunaan dan menambah login pengguna sistem. 6. Menu Logout , merupakan menu untuk keluar dari sistem. 5.2 Halaman Penerimaan Asisten Halaman Penerimaan Asisten yang terdiri dari: Data Calon Asisten, Tes Asisten, Proses Perhitungan Metode AHP dan Proses Perhitungan Metode TOPSIS. Gambar 4. Form Data Calon Asisten Pada gambar 4 di atas, merupakan Data Calon Asisten terdiri dari: nama calon, alamat, jenis kelamin dan tanggal lahir. Setelah itu dilakukan proses seleksi asisten dengan mengklik ulang pada kolom penilaian. Maka akan muncul proses penilaian seperti tampak pada gambar 5. Pada halaman ini merupakan Form Tes Asisten yang penilaian terdiri dari: id calon asisten, nama calon asisten, tanggal tes, kemampuan mengajar, penguasaan materi, wawancara, tanggung jawab dan disiplin. Serta Range batasan penilaian antara 0-100. Selanjutnya hasil nilai akan diproses dengan menggunakan metode AHP seperti yang tampak pada gambar 6. ## Gambar 6. Hasil Tes Metode AHP Pada halaman ini merupakan hasil tes Asisten dimana hasil tes penilaiannya dari masing-masing kriteria berdasarkan alternatif prioritas yang sudah ditentukan. Sehingga hasil perhitungan dapat diketahui siapa yang layak untuk menjadi calon asisten laboratorium berdasarkan rangking yang diperoleh dengan menggunakan metode AHP. Kemudian nilai diproses dengan menggunakan metode TOPSIS seperti yang tampak pada gambar 7. ## Gambar 7. Nilai Alternatif Kriteria Pada halaman ini merupakan hasil tes Asisten dimana hasil tes penilaiannya berdasarkan kriteria dan memiliki bobot yang berbeda-beda. Setelah itu dilakukan proses perhitungan dengan mengklik tombol hitung pada kolom penilaian TOPSIS. Maka akan muncul hasil penilaian seperti tampak pada gambar 8. ## Gambar 8. Hasil Tes Metode TOPSIS Pada halaman ini merupakan hasil tes Asisten dimana hasil tes penilaiannya berdasarkan masing-masing kriteria. Sehingga hasil perhitungan dapat diketahui siapa yang layak untuk menjadi calon asisten laboratorium berdasarkan rangking yang diperoleh dengan menggunakan metode TOPSIS. ## 6. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai Penerapan Metode AHP dan TOPSIS dalam pemilihan Asisten Laboratorium Komputer pada STMIK WICIDA maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan pemilihan Asisten Laboratorium Komputer pada STMIK WICIDA dilakukan dengan metode AHP ( Analitical Hierarcy Process ) adalah sebagai berikut : 1) Pengembangan sistem pendukung keputusan pemilihan Asisten Laboratorium Komputer dimulai dengan mengkonversi nilai-nilai atribut atau kriteria-kriteria kelulusan yang paling diprioritaskan yaitu kriteria kemampuan mengajar, penguasaan materi, wawancara, tanggung jawab dan disiplin. Observasi dilakukan dengan mengamati kegiatan tes yang dilaksanakan terhadap Calon Asisten Laboratorium Komputer yang mengajukan berkas lamaran, studi dokumentasi yang menghasilkan 4 dokumen penting dalam perekrutan Asisten Laboratorium Komputer yaitu, SOP Perekrutan Asisten Laboratorium Komputer, kriteria perekrutan Asisten Laboratorium Komputer, berkas lamaran, formulir penilaian tes, dan hasil penilaian tes Calon Asisten Laboratorium Komputer. 2) Dalam Penerapan dimana tahapan nya dimulai dari mendefenisikan masalah dan solusi, membuat struktur hierarki, membuat matriks berpasangan, menghitung nilai eigen, dan memeriksa konsistensi hierarki hingga didapat keputusan dari alternatif yang sesuai. 2. Penerapan pemilihan Asisten Laboratorium Komputer dilakukan dengan metode TOPSIS ( Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution ) adalah sebagai berikut : 1) Kriteria yang digunakan dalam menerapkan metode TOPSIS ( Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution ) sama dengan kriteria yang digunakan pada metode metode AHP ( Analitical Hierarcy Process ), terdiri dari 5 (lima) kriteria yaitu : kriteria kemampuan mengajar, penguasaan materi, wawancara, tanggung jawab dan disiplin. 2) Metode TOPSIS ( Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution ) didasarkan pada konsep dimana alternatif terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif. Langkah-langkah penyelesaian masalah yaitu : membuat matriks keputusan yang ternormalisasi, membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot, menentukan matriks solusi ideal positif & matriks solusi ideal negatif, menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif & matriks solusi ideal negatif dan Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif. ## 7. SARAN Adapun beberapa saran yang dapat diberikan kepada peneliti berikutnya apabila ingin mengembangkan sistem yang telah dibuat ini agar menjadi lebih baik adalah sebagai berikut: 1. Dapat ditambahkan data lain yang mendukung penyeleksian asisten laboratorium, misalnya penambahan kriteria. 2. Tampilan web untuk sistem yang dibuat ini masih sederhana sehingga perlu ditingkatkan lagi kualitasnya. 3. Dalam memecahkan masalah multikriteria metode AHP dan TOPSIS bukan satu-satunya penggabungan metode pengambilan keputusan yang dapat digunakan, alangkah lebih baik dicoba untuk menggunakan metode penggabungan yang lain untuk mendukung keputusan yang lebih efektif. 4. Aplikasi mendatang sebaiknya menggunakan enkripsi data atau teknologi lainnya untuk keamanan data di internet. ## 8. DAFTAR PUSTAKA Basjir, Mochammad. 2011. Pengembangan Model Penentuan Prioritas Dan Rekomendasi Perbaikan Terhadap Mode Kegagalan Komponen Dengan Metodologi Fmea, Fuzzy Dan Topsis Yang Terintegrasi . Tesis Pasca Sarjana Teknik Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Himmah, Faiqotul. 2009. Implementasi Metode Ahp Topsis Dalam Perangkingan Prioritas Pengerjaan Order Dan Penentuan Lintasan Kritis Dengan Fuzzy Pert (Studi Kasus : PT. Meco Inoxprima) . Tesis Pasca Sarjana Teknik Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Kusumadewi, dkk. 2006. Fuzzy Multi-Atribute Decision Making (MADM) . Graha Ilmu. Yogyakarta. Saaty, T.L. 2008. Science Journal Decision Making with The Analytic Hierarchy Process . Int. J. Services Sciences . Vol. 1. Sauter, Vicki Lynn. 2010, Decision Support Systems for Business Intelligence , Second Edition . Hoboken, New Jersey. Canada : John Wiley & Sons, Inc. Turban, E. Aronson, J.E. dan Liang, T.P. 2005. Decision Support System And Intelligent Systems 7 th Edition . New Jersey. Prentice-Hall. Inc.
209f70f5-7839-4bde-abd5-49d9ab0c7663
https://jurnalkampus.stipfarming.ac.id/index.php/am/article/download/126/124
## PENGARUH MUSIM TERHADAP STATUS MINERAL HIJAUAN DI LADANG TERNAK “BILA RIVER RANCH” SIDRAP SULAWESI SELATAN ( The Influence Of Season To Forage Mineral Status At “Bila River Ranch” Sidrap South Sulawesi ) Widiyanto* 1 , M. Soejono,** M. Kamal,** Sudjatmogo*dan Suranto* 1 Corresponding author, E-mail: wid_ds@yahoo.com. *Staf pengajar Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro **Staf pengajar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada ## ABSTRAK Penelitian ini diakukan di ladang ternak “Bila River Ranch” Sidrap, Sulawesi Selatan, dengan tujuan mengkaji pengaruh musim terhadap status mineral hijauan. Sampel hijauan diambil dengan metode handplucked pada musim hujan akhir (bulan Agustus), musim kering (bulan Desember) dan musim hujan awal (bulan Mei). Variabel yang diukur adalah kadar mineral hijauan, meliputi kadar Fosfor (P), Kalsium (Ca), Magesium (Mg), Natrium (Na), Kalium(K), Cuprum/Tembaga (Cu) dan Seng (Zn). Analisis mineral hijauan dilakukan dengan spektrofotometri. Data yang terkumpul diolah secara statistik dengan analisis ragam dalam rancangan acak lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar P hijauan pada musim hujan akhir (0,05%) lebih rendah (P<0,01) daripada hijauan yang diambil pada musim kering (0,069%) dan musim hujan awal (0,070%), sedangkan kadar Ca (0,265%) lebih tinggi (P<0,01) daripada musim kering dan musim hujan awal (0, 1837 dan 0,1839%). Kadar Mg hijauan pada musim hujan akhir lebih tinggi (P<0,01) daripada musim kering dan musim hujan awal (0,275 vs 0, 160 dan 0, 243%). Kadar K hijauan pada musim hujan awal lebih tinggi (P<0,01) daripada musim kering dan musim hujan akhir (1,166 vs 0,956 dan 0,905%). Kadar Cu dan Zn hijauan pada musim hujan awal lebih tinggi (P<0,01) daripada kadar kedua mineral tersebut dalam hijauan pada musim kering dan musim hujan akhir (6,60 vs 4,42 dan 4,16 ppm untuk Cu serta 36,46 vs 29,82 dan 27,21 ppm untuk kadar Zn). Antara musim kering dan musim hujan akhir tidak terdapat perbedaan kadar Cu dan Zn yang nyata. Terdapat perbedaan pola variasi antar mineral yang ditimbulkan oleh perbedaan musim. Kata kunci : Musim, mineral, hijauan, ladang ternak ## ABSTRACT This investigation was conducted at “Bvelila River” Ranch, Sidrap, South Sulawesi to study the influence of season on forage mineral status. Forage sampling was conducted by handplucked method in late rainy season (August), Dry season (December) and early rainy season (May). The measured variables consist of forage minerals level, included of phosphor (P), Calcium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na), Kalium (K), Coper (Cu) and Zink(Zn). Forage mineral analyses were conducted by spectrophotometry. The collected data were analyzed with analysis of variance (ANOVA) in completely randomize design (CRD). The result showed that forage P level in late rainy season (0.05%) was lower (P<0.01) than forage in dry season (0.069%) and early rainy season (0.070%), whereas the Ca level (0.265%) was higher (P<0.01) than that in dry season and early rainy season (0.1837 and 0.1839%, respectively). Forage Mg level in the late rainy season was higher (P<0.01) than that in dry and early rainy season (0.275 vs 0.160 and 0.243%). The forage K level I early rainy season was higher (P<0.01) than that in dry and late rainy season (1.166 vs 0.956 and 0.905%). Forage Cu and Zn level in early rainy season was higher (P<0.01) than those in dry and late rainy season (6.60 vs 4.42 and 4.16 ppm for Cu and 36.46 vs 29.82 and 27.21 ppm for Zn level). Between the dry season and late rainy season there were not significant difference in Cu and Zn levels. There were not difference in variation pattern between mineral by season difference. Key words : Season, mineral, forage, ranch ## PENDAHULUAN Nutrien utama (protein dan energi) yang kurang memadai seringkali menjadi penyebab rendahnya produktivitas ternak, tetapi dalam dua dekade terakir ini banyak peneliti melaporkan performans ternak ruminansia yang kurag optimum meskipun suplai protein dan energinya memadai (Ndlovu et al., 2007)). Fenomena tersebut seringkali dijumpai pada ternak ruminansia yang digembalakan, utamanya di daerah tropik, yang disebabkan oleh defisiensi dan/atau ketidak-serasian mineral dalam hijauan (Dermauw, 2014). Mineral hanya menyusun sekitar 4- 5% dari tubuh ternak, tetapi dipandang dari segi biokimia nutrisi sangat pentig artinya karena peranannya yang sangat luas pada berbagai proses di dalam tubuh. Mineral esensial untuk fugsi struktural serta penopang berbagai proses metabolisme dan biosintesis produk-produk ternak (Lebdosoekojo et al., 1980). Ketidakserasian mineral (baik defisiensi maupun kelebihan) dalam hijauanditengarai merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas ternak yang digembalakan di daerah tropik (McDowell et al . , 1983; Khan et al., 2015 b ). Indonesia merupakan salah satu negara tropik tempat terdapatnya defisiensi mineral yang merupakan hambat an serius bagi pengembangan ternak ruminasia yang digembalakan. Mineral yang seringkali defisien tersebut antara lain Ca, P, Na, K, Mg dan Zn (Lebdosoekojo et al., 1980). Ziblim et al. (2012) menyatakan bahwa konsentrasi mineral dalam hijauan tergatung pada bebrapa faktor, antara lain musim. Curah hujan yang tinggi dapat berdampak pada defisiensi mineral, sebalik nya kekeringan juga dapat menurunkan ke tersediaan mineral yang berdampak pada rendahnya kadar mineral dalam hijauan. Ghafoor et al. (2012) berpendapat bahwa pertumbuhan hijauan yang cepat dalam musim hujan mengakibatkan dilusi mineral dalam jaringan tanaman sehingga kadarnya menurun. Selama musim kering terjadi penurunan kadar mineral yang bersifat mobile dalam hijauan. Hal tersebut dapat terjadi karena translokasi mineral-mineral tersebut sedangkan mineral-mineral Ca, Mg dan Zn bersifat immobile , sehingga konsentrasinya tinggi dalam jaringan tanaman tua. Suplementasi mineral pada ternak yang digembalakan harus memperhatikan fenomena status mineral hijauan yang terkait dengan musim tersebut. Formula suplemen mineral dan waktu pemberian yang tidak tepat bukan saja merupakan pemborosan ekonomi tetapi berpotensi menimbulkan ketidakserasian mineral dan/atau toksisitas. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh musim terhadap status mineral hjauan di ladang ternak “Bila Rive Ranch” Sidrap, Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ini merupakan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun formula suplemen mineral yang serasi dan saat suplementasi yang tepat, sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak yang digembalakan di kawasan tersebut. ## MATERI DAN METODE Penelitian ini diakukan di ladang ternak “Bila River Ranch” Sidrap, Sulawesi Selatan, yang terletak antara 1° sampai 6° garislintang selatan dan 118 sampai 122° garis bujur timur. Wilayah terebut dipenga ruhi oleh angin musim barat dan angin pasat tenggara, dengan curah hujan tahunan sekitar 2200 mm. Hijauan yang terdapat di ladang ternak tersebut adalah rumput alam yang didominasi alang-alang ( Imperata cylindrica ). Pembakaran padang rumput dilakukan secara periodik setiap musim kering. Sampel hijauan diambil sebanyak 5 buah sampel setiap musim dari suatu petak penggembalaan, yakni pada musim hujan akir (bulan Agustus), musim kering (bulan Desember) dan musim hujan awal (bulan Mei). Variabel yang diukur adalah kadar mineral P, Ca, Mg, Na, K, Cu dan Zn. Analisis Mineral P dilakukan dengan spektronik 20 sedangkan untuk mineral lainnya menggunakan spektrofotometer serapan atom menurut metode Fick et al. (1979). Data yang terkumpul diolah secara statistik degan analisis varians (ANAVA), dalam rancangan acak lengkap (RAL). Uji beda nilai tengah dilakukan dengan uji wilayah ganda Duncan (Astuti, 1980). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Fosfor (P) dan Kalsium (Ca) Kadar P dan Ca rata-rata hijauan yang diambil dalam musim hujan akhir, musim kering dan musim hujan awal, masing-masing 0,050 dan 0,265%; 0,069 dan 0,1837% serta 0,070 dan 0,1839%. Hasil analisis varians menunjukkan bahwa periode pengambilan sampel mempunyai pengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar P maupun Ca hijauan. Uji perbedaan rata-rata P dan Ca memperlihatkan bahwa hijauan yang diambil pada musim hujan akhir mempunyai kadar P lebih rendah, sedangkan kadar Ca-nya lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan yang diambil dalam musim kering maupun musim hujan awal (P< 0,05). Tidak terdapat perbedaan kadar P maupun Ca yang nyata antara hijauan yang diambil dalam musim kering dengan hijauan yang diambil dalam musim hujan awal. Tabel 5. Kadar mineral hijauan rata-rata dari tiga periode pengambilan cuplikan berdasarkan bahan kering * Periode pengambilan cuplikan P Ca Mg Na K Cu Zn ------------------------ % --------------------------- ----- ppm ------ musim hujan akhir musim kering musim hujan awal 0,05 a 0,069 b 0,07 b 0,265 b 0,1837 a 0,1839 a 0,275 e 0,160 c 0,243 d 0,0171 0,0102 0,0102 0,905 a 0,956 a 1,166 b 4,16 a 4,42 a 6,60 b 27,21 a 29,82 a 36,46 b Keterangan : *) : Dalam tiap periode diambil 10 cuplikan. a,b : Nilai rata-rata dengan superskrip berbeda dalam kolom yang sama, berbeda sangat nyata (P<0,01). c,d,e : Nilai rata-rata dengan superskrip berbeda dalam kolom yang sama, berbeda nyata (P<0,05). Kadar P hijauan pada periode pengambilan sampel dalam musim hujan akhir lebih rendah daripada kadar P hijauan dari kedua periode lainnya. Sebaliknya, kadar Ca hijauan dalam musim hujan akhir lebih tinggi daripada kadar mineral tersebut dalam hijauan dari kedua periode yang lain ( musim kering dan musim hujan awal). Brink et al. (2006) menyatakan bahwa kadar P menurun dengan semakin tuanya hijauan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami bila kadar P hijauan dalam musim hujan akhir lebih rendah daripada kadar P hijauan dari kedua periode lainnya, karena hijauan tersebut lebih tua dibandingkan hijauan dari kedua periode yang lain. Fosfor termasuk mineral aktif, sehingga dapat mengalami translokasi ke dalam jaringan tanaman yang muda atau ke dalam system perakaran . Di lain pihak, Ca termasuk mineral tidak aktif, sehingga konsentrasinya relative tinggi dalam jaringan yang tua dan dalam batang (Palmer et al., 2014). Pertumbuhan kembali yang terjadi akibat pembakaran padang rumput dalam musim kering menghasilkan hijauan yang relatif muda, sehingga kadar P-nya lebih tinggi daripada kadar P hijauan dalam musim hujan akhir (Khan et al., 2006; Ziblim et al., 2014). ## Magnesium (Mg) Periode pengambilan sampel mempunyai pengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap kadar Mg hijauan. Uji statistik terhadap perbedaan rata-rata kadar Mg hijauan dari ketiga periode tersebut menunjukkan bahwa kadar Mg rata-rata hijauan yang diambil dalam musim hujan akhir lebih tinggi (P< 0,05) dibandingkan kadar Mg rata-rata hijauan yang diambil dalam musim kering dan musim hujan awal (0,275 vs 0,160 dan 0,243%). Kadar Mg hijauan rata-rata dalam musim hujan awal lebih tinggi daripada kadar Mg rata-rata dalam musim kering (P< 0,05). Hijauan yang diambil dalam musim hujan akhir mempunyai kadar Mg lebih tinggi daripada hijauan yang diambil dalam musim hujan awal. Hal tersebut dapat terjadi karena Mg termasuk mineral tidak aktif, sehingga konsentrasinya relatif tinggi dalam jaringan tanaman yang tua (Brink et al., 2006; Khan et al., 2009). Lebih rendahnya kadar Mg dalam musim kering dibandingkan kadar mineral tersebut dalam musim hujan awal, diduga karena lebih rendahnya penyerapan mineral tersebut dari dalam tanah, karena keterbatasan air yang tersedia, akibat rendahnya curah hujan (Ahmad et al., 2013; Khan et al., 2015). ## Sodium (Na) dan Potasium (K) Hasil analisis kimia menunjukkan kadar Na rata-rata hijauan sebesar 0,0171; 0,0102 dan 0,0102%, masing-masing dalam musim hujan akhir, musim kering dan musim hujan awal (Tabel 1.). Hasil analisis statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan kadar Na yang nyata di antara ketiga periode pengambilan sampel. Analisis varians terhadap kadar K hijauan membuktikan adanya pengaruh periode pengambilan sampel yang sangat nyata (P< 0,01). Uji Duncan terhadap kadar K menunjukkan bahwa kadar K rata-rata hijauan dalam musim hujan awal secara nyata lebih tinggi (P< 0,010) daripada kadar K rata-rata dalam musim kering dan musim hujan akhir (1,166 vs 0,956 dan 0,905 ppm). Antara kadar K dalam musim kering dengan kadar K dalam musim hujan akhir tidak terdapat perbedaan nyata. Gambar 5. menunjukkan perubahan kadar sodium dan kadar potasium hijauan sejalan dengan perubahan musim. Luasnya variasi kadar Na hijauan dalam setiap periode, diduga merupakan penyebab tidak adanya perbedaan kadar Na yang nyata di antara periode pengambilan sampel. Di lain pihak, kadar K hijauan yang diambil dalam musim hujan awal lebih tinggi daripada kadar K hijauan yang diambil dalam musim kering dan musim hujan akhir. Potasium adalah salah satu mineral yang aktif, sehingga konsentrasinya cenderung lebih tinggi pada jaringan tanaman yang muda (hijauan yang diambil dalam musim hujan awal) dibandingkan hijauan yang lebih tua,yakni hijauan yang diambil dalam musim hujan akhir (Chhabra et al., 2015; Laamouri et al., 2015). Rendahnya kadar K hijauan yang diambil dalam musim kering diduga karena rendahnya penyerapan mineral tersebut, akibat keterbatasan air yang tersedia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar K hijauan dalam musim kering cenderung lebih tinggi daripada kadar K hijauan dalam musim hujan akhir, walaupun secara statistik perbedaannya tidak nyata. Tembaga (Cu) dan seng (Zn) Periode pengambilan sampel mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap kadar Cu maupun Zn hijauan (P< 0,01). Kadar rata-rata kedua mineral tersebut dalam musim hujan awal lebih tinggi (P< 0,01) daripada dalam musim kering dan musim hujan akhir (masing- masing : 6,60 vs 4,42 dan 4,16 ppm untuk kadar Cu serta 36,46 vs 29,82 dan 27,21 ppm untuk kadar Zn). Antara sampel hijauan yang diambil dalam musim kering dengan sampel hijauan yang diambil dalam musim hujan akhir tidak terdapat perbedaan kadar Cu maupun Zn yang nyata. Kadar Cu maupun Zn hijauan yang diambil pada musim hujan awal lebih tinggi dibandingkan kadar kedua mineral tersebut dalam hijauan yang diambil pada musim kering dan musim hujan akhir. Menurut Saraswati et al. (2010) dan Miyatoo et al. (2011) serta Rathore and Agrawal (2015), Cu termasuk unsur aktif, oleh sebab itu konsentrasi Cu dalam hijauan yang diambil pada musim hujan awal lebih tinggi dibandingkan konsentrasinya dalam hijauan yang lebih tua (hijauan yang diambil dalam musim hujan akhir). Lebih rendahnya kadar Cu hijauan dalam musim kering dibanding kan kadar Cu hijauan dalam musim hujan awal mungkin disebabkan oleh rendahnya penyerapan mineral tersebut akibat keterb atasan air dalam musim kering. Di lain pihak, tingginya penyerapan Zn dalam musim hujan awal memungkinkan kandung an Zn hijauan yang diambil pada musim hujan awal lebih tinggi daripada kandungan Zn hijauan yang diambil pada musim kering dan musim hujan akhir (Khan et al., 2015) ## KESIMPULAN DAN SARAN Kadar mineral P, K, Cu dan Zn hijauan terendah pada musim hujan akhir dan kadar tertinggi dijumpai pada musim hujan awal. Hijauan pada musim kering mempunyai kadar mineral Ca, Mg dan Na terendah. Kadar Mg dan Na tertinggi dij umpai pada musim hujan akhir, sedangkan Ca pada musim hujan awal. Fenomena tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk penyusunan suplemen mineral dan saat suplementasi yang tepat, dengan mempertimbangkan status mineral tersebut pada ternak yang digembalakan. ## DAFTAR PUSTAKA Ahmad, K., Z.I. Khan, S. Umer, F. Mirzael, M. Sher, Z. Hayat and A. Hussain. 2013. Aproximation of some minerals in soil and forage as function of non-conventional compost: A case study. Agric. Sci. 4(1): 6-13. Astuti, M. 1980. Rancangan Percobaan dan Analisa Statistik Bagian I ( Completely Randomized Design ). Bagian Pemuliaan Ternak, Fakultas Peternakan U.G.M., Yogyakarta. Brink, G.E., K.R. Sistani, J.L. Oldham, and G.A. Pederson. 2006. Maturity effect on mineral concentration and uptake in annual ryegrass. J. Plant Nut. 29: 1143-1155. Chhabra, S., S.N.S. Randhawa and S.D. Bhardwaj. 2015. Macro and micro mineral profile in forage and blood plasma of water buffaloes with respect to seasonal variation. Buffalo Bulletin. 34(1): 45-50. Dermauw, V. 2014. Trace element nutrition in the tropical zebu cattle type. Lessons from the Gilgel Gibe catchment, Ethiopia. Afrika focus. 27(1): 87-95. Fick, K.R., L.R. McDowell, P.H. Miles, N.S. Wilkinson, J.D. Funk and J.H. Conrad. 1979. Method of Mineral Analysis for Plant and Animal Tissues. 2 nd Ed. Animal Science Department, University of Florida, Gainesville, U.S.A. Ghafoor, A., A.Mahmood, M. Sidique, S.M., Bukhari, K.U. Rehman, S. Andleeb, M.M. Naeem, T.Qureshi and Kamran Yousaf. 2012. Translocation of a macro-mineral from soil through forage plants to goats reared at Faisalabad, Pakistan, Globalveterinaria’ Khan, Z.I., K. Ahmad, I. Ashraf, S. Gondal, M. Sher, Z. Hayat, V. Laudadio, V. Tufarelli. 2015. Bioconcentration of some macrominerals in soil, forage and buffalo hair continuum: A case study on pasture irrigated with sewage water. Saudi J. Biol. Sci. 22: 249-255. Khan, Z.I., M. Ashraf and E.E.Valeem. 2006. Forage mineral status evaluation: the influence of pastures. Pak. J. Bot. 38(4): 1043- 1054. Khan, Z.I., M. Ashraf, K. Ahmad, N. Ahmad, M. Danish and E.E. Valeem. 2009. Evaluation of mineral composition of forages for grazing ruminants in Pakistan. Pak. J. Bot. 41(5): 2465- 2476. Khan, Z.I., M. Ibrahim, K. Ahmad, M. Sher, H. Ahmad, F. Arshad, V. Tufarelli, S. Ali and E. Cazzato. 2015. Evaluation of deficiency and toxicity of wild forage micro minerals as potential hazards for grazing livestock under semi-arid environmental conditions. Advances in Anim. And Vet. Sci. 3(8): 418-421. Laamouri, A., M. Elaloui, A. Ennajah, N. Bouabdelly. 2015. Study of mineral and nutritional components of some leguminous herbaceous and shrubs species in Tunisia. IJAAR. 6(4): 1-7. Lebdosoekojo, S., C.B. Ammerman, N.S. Raun, J. Gomez and R.C. Little. 1980. Mineral nutrition of beef cattle grazing native pasture on Eastern Plains of Columbia. J. Anim. Sci. 51: 1249-1258. McDowell, L.R., J.H. Conrad, G.L.Ellis and J.K. Loosli. 1983. Minerals for Grazing Ruminant in Tropical Regions. Department of Animal Science. Center for Tropical Agriculture. University of Florida, Gainesville. Ndlovu, T., M. Chimonyo, A.I. Okoh, V. Muchenje, K. Dzama, J.G. Raats. 2007. Assesing the nutritional status of beef cattle: current practices and future prospects. African J. Biotech. 6(24): 2727-2734, Palmer, N.A., A,J, Saathoff, B.M. Waters, T. Donze, T.M. Heng-Moss, P. Twigg, C.M. Tobias and G. Sarath. 2014. Global changes in mineral transporters in ytetraploid switchgrasses ( Panicum virgatum L. ). Frontiers in Plant Sci. 4(549): 1- 12. Rathore, D., and S.B. Agrawal. 2015. Interactive effect of ultraviolet-B and mineral nutrients on accumulation and translocation of trace elements in wheat crop. J. Environ. Biol. 35: 505-511. Saraswati, S., D.P. Tiwari, B.C. Mondal, K. Anil. 2010. Mineral inter-relationship among aoil, plants and animals in Pithoragarh district of Uttarakhand. Anim. Nutr. and Feed Tech. 10(1): 127-132. Yatoo, M.I., S. Devi, P. Kumar, R. Tiwari and M.C. Sharma. 2011. Soil-plant- animal micromineral status and their interrelation in Kashmir valley. Indian J. Anim. Sci. 81(6): 68-80. Ziblim, I.A., K.A. Timothy and A. Philip. 2012. Effect of season on the mineral (potassium, calcium, phosphorus, magnesium) levels of Penisetum pedicellatum in Northern Ghana. Greener J. Agric. Sci. 2(7): 329-333.
29a2d1b4-97de-48ac-b88a-84f169872e4f
https://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/jmm17/article/download/2992/2425
JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 ## PENGARUH RELATIONSHIP MARKETING, KOMUNIKASI PEMASARAN DAN CITRA PERUSAHAAN TERHADAP NIAT PERILAKU KONSUMEN MELALUI KEPUASAN PELANGGAN PADA VASA HOTEL SURABAYA Chandra Kartika 1 Fauzi Hidayat 2 dan Efina Krinala 3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Wijaya Putra 1 chandrakartika@uwp.ac.id , 2 fauzih536@gmail.com , 3 efina.krinala.69@gmail.com ## ABSTRACT Effects of Relationship in Marketing, Marketing Communication, Corporate Image on the Intention of Consumer Behavior through Customer Satisfaction at Vasa Hotel Surabaya.This study aims to examine and analyze the effect of the relationship of marketing, marketing communication, corporate image on consumer behavior intentions through customer satisfaction at Vasa Hotel Surabaya. The number of respondents in this study was 130 people consisting of 68 men and 62 women. Analysis of this study uses Path Analysis. Data analysis was performed using statistics with SPSS tools. Based on the results of the overall data analysis, it can be seen that together the relationship relationship marketing, marketing communication, corporate image, customer satisfaction variables simultaneously have a significant influence on consumer behavior intentions. Keywords: Relationship marketing, marketing communication, trust icon corporate, customer satisfaction, consumer behavior intention ## PENDAHULUAN Perkembangan bisnis saat ini dipengaruhi oleh pola pikir pelanggan yang dinamis, setiap pelanggan lebih selektif mengenai pemilihan kualitas jasa yang ditawarkan oleh pelaku bisnis. Suskes pada suatu bisnis dapat ditentukan oleh marketer yang memasarkan produk yang diunggulkan kepada konsumen. Pemasaran berorientasi pada bagaimana memenuhi kebutuhan pelanggan dan membuatnya puas. Tahun 2019 merupakan tahun revolusi di bidang pemasaran Perhotelan karena perkembangan teknologi dan strategi yang sangat pesat dari tahun yang lalu. Banyak marketer dari Hotel berupaya agar tetap terus menjadi yang terdepan dan juga dapat melihat ke depan untuk mengambil langkah dengan sigap dan baik. Tujuan dari ini agar Hotel yang di kerjakan oleh marketer hingga team sales sesuai dengan ekspetasi pimpinan perusahaan. Sebuah perkembangan pesat pada marketing Hotel di area Surabaya dari tahun sebelumnya, banyak yang menggunakan teknik-teknik jitu agar Hotel yang di pasarkan dikenal oleh pangsa yang dituju, seperti kepuasan yang diinginkan konsumen, menjaga hubungan dengan konsumen hingga berupaya tamu menjadi pelanggan pada Hotel tersebut. Permasalahan ini terjadi pada salah satu Hotel baru dengan kelas bintang 5 (lima) diarea Surabaya, yaitu Vasa Hotel Surabaya. Vasa Hotel Surabaya merupakan Hotel yang bergerak dibidang produk dan jasa. Produk yang dimaksud merupakan ruangan penginapan, terdapat makanan dan minuman juga diarea restoran. Adapun jasa pada operational Hotel Vasa Surabaya seperti Room Service atau pelayanan kamar, restaurant service , pool service , fitness service dan Front liner Service . Hotel yang baru dengan grade bintang 5 (lima) International maka diperlukan manajamaen pemasaran yang JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 bagus agar dapat bersaing dengan kompetitor Hotel bintang 5 (lima) yang sudah lama didirikan dan sudah dikenal oleh masyarakat. Vasa Hotel Surabaya di dirikan pada tahun 2016 merupakan hotel bintang 5 (lima) yang baru dengan keunggulan yang dimilikinya yaitu Helipad berstandar International . Vasa Hotel memberikan pilihan baru bagi masyarakat yang membutuhkan tempat menginap yang baik untuk keperluan bisnis maupun keperluan MICE ( Meeting, Incentives, Conferences, dan Exhibition ). Hotel Vasa memiliki 384 (tiga ratus delapan puluh empat) kamar dengan ballroom berkapasitas 2000 (dua ribu ) orang , 3 (tiga) restoran yang terdiri dari Chinese restaurant , All you can eat restaurant, Brazillian restaurant, dan berbagai fasilitas yang dimiliki seperti Kids playground , Pool (kolam renang), Fitness center, Executive lounge hingga Bussiness center . Beberapa teori menyatakan bahwa relationship marketing merupakan program jangka panjang pemasaran dengan tujuan membentuk, mengembangkan, dan mempertahankan hubungan antara perusahaan dan pelanggan. Tujuan utama dari pemasaran merupakan untuk mengembangkan hubungan dengan semua orang atau organisasi yang secara langsung atau tidak mempengaruhi keberhasilan kegiatan pemasaran perusahaan. Relationship marketing memiliki tujuan membangun hubungan jangka panjang yang memuaskan untuk mempertahankan bisnisnya. Alqahtani mengatakan bahwa hubungan dengan pelanggan yang kuat dapat meningkatkan kinerja bisnis sehingga tidak mengherankan jika hubungan dengan pelanggan menjadi topik yang penting di pemasaran. Alqahtani (2011). Relationship Marketing mengacu pada pengaturan jangka panjang di mana pembeli dan penjual memiliki kepentingan dalam memberikan suatu pertukaran yang lebih memuaskan. Tujuan keseluruhannya adalah untuk menemukan dan menarik pelanggan baru, memelihara dan mempertahankan pelanggan, menarik konsumen kembali, dan mengurangi biaya pemasaran. Relationship Marketing yaitu proses menciptakan, mempertahankan, dan memperbaiki hubungan kuat yang berdasarkan nilai, dengan pelanggan dan pemegang saham lainnya. Tujuannya untuk memberikan nilai jangka panjang kepada pelanggan, dan ukuran keberhasilannya ialah kepuasan pelanggan jangka panjang. Pelanggan yang baik merupakan suatu aset di mana bila ditangani dan dilayani dengan baik akan memberikan pendapatan dan pertumbuhan jangka panjang bagi suatu badan usaha. Kotler dan Keller (2013:20) membangun hubungan jangka panjang yang saling memuaskan dengan pihak – pihak kunci, untuk mendapatkan dan mempertahankan bisnis mereka. Sonkova dan Grabowska (2015:197) mendefinisikan hubungan pemasaran ( relationship marketing ) adalah proses identifikasi, mengembangkan, memelihara, dan permutasian dengan tujuan meningkatkan kinerja. Menurut Kotler dan Amstrong (2014:34) relationship marketing adalah keseluruhan proses membangun dan mempertahankan hubungan pelanggan yang menguntungkan dengan memberikan nilai pelanggan dan kepuasan pelanggan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pemasaran hubungan ( relationship marketing ) menyediakan suatu pendekatan yang membantu perusahaan menciptakan hubungan dengan pelanggan dan pihak lain yang saling terkait dengan proses bisnis. Tujuannya untuk JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 memberikan nilai jangka panjang kepada pelanggan, dan ukuran keberhasilannya ialah kepuasan pelanggan jangka panjang. Teori Marketing Communication dapat dikatakan bahwa hubungan antara pemasaran dengan komunikasi merupakan hubungan yang erat. Komunikasi merupakan proses dimana pemikiran dan pemahaman disampaikan antar individu, atau antara perusahaan dan individu. Komunikasi kegiatan pemasaran bersifat kompleks, tidak sesederhana seperti berbincang-bincang dengan teman atau keluarga. (Agus Hermawan, 2012:35). Marketing mix terdiri dari empat komponen biasanya disebut ”empat P (4P)”, yaitu Product (Produk), Price (Harga), Place (Tempat), dan Promotion (Promosi). Product (Produk) berarti kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran. Price (Harga) adalah jumlah uang yang harus dibayakan pelanggan untuk memperoleh produk. Place (Tempat) meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran. Promotion (Promosi) berarti aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan membelinya. Jika digabungkan, komunikasi pemasaran merepresentasikan gabungan semua elemen bauran pemasaran, yang memfasilitasi pertukaran dengan menargetkan merek untuk sekelompok pelanggan, posisi merek yang membedakan dengan merek pesaing dengan menciptakan suatu arti yang disebarluaskan kepada pelanggannya (Chitty, 2011:3). Kotler dan Keller (2012:498) menyatakan bahwa, “ Marketing communications are means by which firms attempt to inform, persuade, and remind comsumers – directly or indirectly – about the products and brands they sell ”. Artinya, komunikasi pemasaran adalah sarana yang digunakan perusahaan untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung tentang produk dan merek yang mereka jual. Definisi yang lebih luas mengenai citra perusahaan diungkapkan oleh Adbel- Salam et al. (2010) yaitu kesan secara umum yang tertinggal di benak konsumen sebagai hasil dari kumpulan perasaan, ide, sikap dan pengalaman dengan perusahaan yang disimpan dengan sebuah ingatan. Kesan tersebut kemudian diubah bentuknya menjadi citra positif atau negatif sesuai dengan perasaan dan pengalaman konsumen pada perusahaan. Baik citra positif maupun negatif kemudian akan teringat kembali ketika nama perusahaan tersebut terdengar atau terbawa ke ingatan konsumen. Bernstein mengutip Bevis pada Lopez et al. (2011) yang mengatakan bahwa “Corporate Image is the net result of the interaction of all the experiences, impressions, beliefs, feelings and knowledge that people have about a company”. Definisi Trust Icon Corporate atau citra perusahaan menurut kotler dan keller (2012) yaitu, citra merupakan seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Sedangkan menurut gregory (2011) bukunya “ marketing corporate image” menjelaskan bahwa Trust Icon Corporate atau citra perusahaan merupakan kombinasi dampak terhadap observe r dari semua komponen verbal maupun visual perusahaan baik yang direncanakan ataupun tidak atau dari pengaruh eksternal lainnya. Dari awal penelitian terhadap konsep ini sampai dengan sekarang sangat sedikit sekali persetujuan atau konsensus mengenai citra perusahaan dan bagaimana konsep ini harus JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 dioperasionalisasikan. Teori perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2010:23), adalah perilaku menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen didefinisikan oleh Winardi sebagai perilaku yang ditujukan oleh orang-orang dalam merencanakan, membeli, dan menggunakan barang- barang ekonomi dan jasa. Menurut Pater dan Olson (2013), perilaku konsumen sebagai dinamika interaksi antara pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek-aspek kehidupan. Menurut Engel dalam Fadila dan Ridho (2013), perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam memperoleh, pengkonsumsi dan penghabisan produk atau jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Pengertian Perilaku Konsumen (Smarwan, 2012) menyatakan, “Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan, produk atau jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi.” Terdapat tiga perspektif dalam riset perikau konsumen yaitu perpsektif pengambilan keputusan, Perspektif Eksperensial (pengalaman), Perspektif Pengaruh Behavioral. Dalam perilaku konsumen terdiri dari dua elemen yang penting, yaitu elemen proses pengambilan keputusan dan elemen kegiatan fisik. Kedua elemen tersebut melibatkan konsumen pribadi dalam mendapatkan, menilai, dan menggunakan barang dan jasa. Konsumen membeli barang dan jasa untuk mendapatkan manfaat dari barang dan jasa tersebut. Dengan demikian, perilaku konsumen tidak hanya mempelajari apa yang dibeli atau yang dikonsumsi konsumen, tetapi dimana, bagaimana kebiasaan, dan dalam kondisi macam apa produk dan jasa yang dibeli (Yuniarti 2015). Pada teori kepuasan pelanggan dapat diartikan bahwa dalam upaya memenuhi kepuasan konsumen, perusahaan memang dituntut kejeliannya untuk mengetahui pergeseran kebutuhan dan keinginan konsumen yang hampir setiap saat berubah. Pembeli akan bergerak setelah membentuk persepsi terhadap nilai penawaran, kepuasan sesudah pembelian tergantung dari kinerja penawaran dibandingkan dengan harapannya. Menurut teori Supranto dalam jurnal Susanti (2012), kepuasan konsumen merupakan label yang digunakan oleh konsumen untuk meringkas suatu himpunan aksi atau tindakan yang terlihat, terkait dengan produk atau jasa. Sedangkan menurut jurnal Bachtiar (2011), kepuasan konsumen merupakan perasaan positif konsumen yang berhubungan dengan produk atau jasa selama menggunakan atau setelah menggunakan jasa atau produk. Kesesuaian yang mengalami ketidaksesuaian antara harapan dengan kinerja aktual jasa atau produk maka konsumen berada pada diskonfirmasi. Variabel relationship marketing pada hasil penelitian oleh Ellena (2011), Samuel (2012), Hadinata (2013), membuktikan bahwa relationship marketing berpengaruh signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas, sedangkan Murti (2013), Maulidi dan Rofiq (2012), membuktikan bahwa relationship marketing berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas.Variabel Trust icon Corporate atau corporate image pada hasil penelitian Nurul Qomariah (2012) menyatakan bahwa citra institusi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa. Secara empiris, JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 temuan penelitian ini mendukung teori tentang citra perusahaan yang dikemukakan Kotler (2006) yang menjelaskan bahwa membangun citra itu penting bagi kelangsungan suatu organisasi di masa mendatang. Temuan ini juga sejalan dengan temuan indrawati (2006) dan Sondoh, et al (2007) yang mengatakan bahwa citra perusahaan yang baik akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Variabel marketing communi- cation pada hasil penelitian Jehuda Ghrahito Hutomo Krussell dan Eristia Lidia Paramita (2016) menyatakan bahwa di sini iklan tidak terlalu berpengaruh kepada konsumen tersebut. Hal ini menguatkan teori Habitual Buying yang diungkapkan (Kotler & Keller, 2009) bahwa konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Kemudian sebesar 42% konsumen memilih berbelanja di Alfamart dengan alasan gerai mudah dijangkau. Dari hasil tersebut, bisa dilihat bahwa sebagian besar konsumen memilih berbelanja di Alfamart tidak terpatok pada iklan yang dibuat oleh Alfamart, tetapi karena letak gerai yang memudahkan konsumen, sehingga mereka memutuskan untuk berbelanja di Alfamart. Hasil ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fathoni (2013) yang menyebutkan bahwa Iklan tidak berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek. Tetapi hasil ini bertolak belakang dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prayitno (2010) dan Danibrata (2011), dimana di dalam penelitian yang mereka lakukan, variabel iklan berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek. Perbedaan ini bisa terjadi dikarenakan obyek penelitian atau iklan yang berbeda. Variabel kepuasan pelanggan pada hasil penelitian Henry Eka Septian (2018) menunjukkan bahwa Kepuasan Pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai pelanggan. Semakin baik Kepuasan Pelanggan maka semakin tinggi nilai pelanggan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa Kepuasan Pelanggan di Perusahaan Bengkel Mobil PT Hartono Raya Motor Semarang menurut karyawan ditanggapi baik, hal ini dikarenakan diantara karyawan mempunyai rasa saling mendukung dalam bekerja. Pada saat tujuan perusahaan yang diinginkan dapat dicapai dan pencapaian itu didapat dari suatu proses kerja sama yang baik antar karyawan kemudian keberhasilan itu dihargai (tidak perlu pakai uang) oleh perusahaan dan di saat itulah nilai pelanggan karyawan didapat (Ernawati, 2013). Nilai pelanggan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan. Jika dalam suatu perusahaan tingkat nilai pelanggan tinggi maka produktifitas karyawan di perusahaan tersebut akan meningkat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Isnan Arifin (2010), Pita Ernawati (2013), Erwin Prasetyo (2013), Hadinata (2014) dan Puspita Sari (2013). Niat perilaku konsumen pada hasil penelitian Okta Nofri dan Andi Hafifah (2018) mengatakan bahwa naik turunnya keputusan konsumen dalam online shopping ditentukan oleh seberapa baik tingkat kebudayaan, sosial, pribadi maupun faktor psikologis konsumen. Dapat diketahui bahwa keputusan pembelian konsumen diawali dengan rangsangan yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis dan memengaruhi konsumen dalam pemilihan produk dengan merek tertentu. Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rahman dimana faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis berpengaruh positif terhadap perilaku mahasiswa secara simultan (2016;2017). Pada Penjualan produk JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 yang menurun drastis akan menyebabkan kerugian bagi Vasa Hotel Surabaya karena pengeluaran akan lebih tinggi dibanding pemasukan yang di dapat. Dampak ini akan berbahaya terutama pada tim sales and marketing karena tim ini yang menentukan perkembangan dan profit pada Vasa Hotel Surabaya. Kurangnya Relationship Marketing bisa disebabkan karena kurangnya komunikasi antara department sales dan marketing dengan department yang lain seperti department food and beverage ataupun mengenai pemesanan kamar atau front office mengenai hal pelayanan dan keinginan pada tamu. Kejadian yang tidak sesuai harapan tamu, haruslah diketahui tim sales dan marketing agar memberikan solusi, sesuai dengan keinginan tamu dan kepercyaanpun terjalin dengan baik. Kesenjangan pada turunnya grafik penjualan pada 3 (tiga) tahun terakhir ini dapat disebabkan pula kurangnya komunikasi pemasaran pada upaya menjual produknya. Dapat dikatakan tidak efektif apabila komunikasi mengenai produk yang dipasarkan tidak sampai ke pangsa yang dituju. Hubungan yang tidak baik dan komunikasi yang tidak baik akan menyebabkan ketidakpercayaan konsumen kepada Hotel atau bisa dikenal dengan Trust Icon Corporate atau Corporate Image . Permasalahan ini bisa terjadi apabila dari pihak sales atau marketing tidak ada koordinasi pada pihak department lain seperti food and beverage yang melayani breakfast setiap paginya, front office yang melayani berapa jumlah kamar yang dipesan dan berapa orang per kamar yang akan masuk, enginering yang melayani kebutuhan peralatan atau teknisi apa yang di inginkan pada organizer untuk mendukung jalannya acara tersebut, housekeeping yang melayani kebersihan lingkungan area acara serta kamar konsumen. Koordinasi yang tidak baik pada department lain dapat menimbulkan efek negatif thinking dari konsumen yang akan beranggapan tidak professional saat melayani event di Vasa Hotel Surabaya apalagi salah satu Hotel grade bintang 5 (lima), ini akan menjadi image buruk bagi perusahaan. Dampak image buruk dari konsumen dapat membuat reputasi Vasa Hotel Surabaya menjadi jelek dan tidak dipercayai konsumen. Dampak pada kurangnya komunikasi terhadap konsumen, hubungan yang tidak baik terhadap konsumen akan membuat image yang buruk di benak konsumen terhadap Vasa Hotel Surabaya. Dampak ini akan menyebabkan ketidakpuasan konsumen terhadap Vasa Hotel Surabaya dan niat perilaku pada konsumen untuk stay atau menginap di Vasa Hotel Surabaya ataupun membuat event corporate atau individu akan menjadi tidak mungkin terjadi karena perilaku konsumen akan muncul apabila dari kepuasan pelanggan terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan fenomena yang terjadi pada revolusi marketing perhotelan terutama pada Vasa Hotel Surabaya agar terciptanya komunikasi yang jelas dan baik pada bagian marketing communication . Kedua, hubungan yang harmonis kepada tamu maupun secara individual atau organisasi perusahaan akan memberikan benefit dan profit kepada Vasa Hotel Surabaya. Ketiga, menjalin hubungan yang baik dengan komunikasi yang jelas maka akan membuat kepercayaan konsumen terhadap Vasa Hotel Surabaya dan timbullah perilaku konsumen untuk memutuskan stay in room atau menginap di Vasa Hotel Surabaya, makanan ataupun minuman dengan pelayanan yang sesuai harapan. Maka dari itu, saya akan meneliti dengan judul, Pengaruh Pemasaran , Komunikasi Pemasaran , dan Citra Perusahaan terhadap Niat Perilaku JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 Berdasarkan Latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengaruh Relationship Marketing, Marketing Communication, Trust Icon Corporate , terhadap Niat Perilaku Konsumen melalui Kepuasan Pelanggan di Vasa Hotel Surabaya ? ## KAJIAN PUSTAKA ## Relationship Marketing Menurut Ndubisi (2013) menyatakan relationship marketing digunakan untuk membangun, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan mitra lain, dengan keuntungan, sehingga tujuan dari pihak yang terlibat terpenuhi. Tujuan utama dari pemasaran merupakan mengembangkan hubungan dengan semua orang atau organisasi yang secara langsung atau tidak mempengaruhi keberhasilan kegiatan pemasaran perusahaan. Indikator Variabel Relationship Marketing Menurut Oliver (1999), menunjukkan bahwa relationship marketing diukur dari beberapa faktor, antara lain adalah pertalian, emphaty, timbal balik, dan kepercayaan. Adanya persamaan – persamaan teori diatas, maka pada penelitian ini indikator yang akan digunakan dari Ndubisi (2007:98) Relationship Marketing yaitu kepercayaan, komitmen, komunikasi, dan penyelesaian masalah atau konflik. ## Teori Marketing Communication Komunikasi pemasaran merupa- kan dua kata yang bermakna yang digabungkan sehingga memberi arti penting dalam disiplin ilmu pemasaran. Komunikasi pemasaran adalah kegiatan komunikasi perusahaan yang ditujukan kepada konsumen melalui berbagai media dan saluran dengan harapan terjadi perubahan pada konsumen, yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan (Kennedy & Soemanagara, 2006; Kotler & Armstrong, 2016). ## Indikator Marketing Communication Indikator Marketing Communication yaitu: 1) Ketepatan tujuan komunikasi pemasaran, 2) Ketepatan dalam memilih pasar sasaran, 3) Biaya konsumen dalam mencari informasi, 4) Ketepatan media, 5) Kejelasan informasi, 6) Efektivitas komunikasi pemasaran, dan 7) Ketepatan mengukur aktivitas komunikasi pemasaran. ## Trust Icon Corporate Definisi citra perusahaan menurut Kotler dan Keller (2012), yaitu Citra merupakan seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Sedangkan menurut Gregory (2011) dalam bukunya Marketing Corporate Image menjelaskan bahwa citra perusahaan merupakan kombinasi dampak terhadap observer dari semua komponen-komponen verbal maupun visual perusahaan baik yang direncanakan ataupun tidak atau dari pengaruh eksternal lainnya. ## Indikator Trust Icon Corporate Upaya perusahaan sebagai sumber informasi terbentuknya citra perusahaan memerlukan keberadaan secara lengkap. Informasi yang lengkap dimaksudkan sebagai informasi yang dapat menjawab kebutuhan dan keinginan objek sasaran. Rhenald Kasali mengemukakan,” Pemahaman yang berasal dari suatu informasi yang tidak lengkap menghasilkan citra yang tidak sempurna” (2003). Indikator yang lengkap mengenai Trust Icon Corporate atau citra perusahaan meliputi empat elemen, yaitu kepribadian, reputasi, nilai, dan identitas perusahaan. JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 ## Niat Perilaku Konsumen Pengertian Perilaku Konsumen (Smarwan, 2012) menyatakan, “Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan, produk atau jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi.” ## Indikator Customer Behaviour ## Intention Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1996) mengatakan Pengukuran niat berperilaku dapat menjadi cara terbaik untuk memprediksikan perilaku pembelian yang akan datang (Pengertian Niat Berperilaku Konsumen, 2009). Terdapat indikator pada Niat Perilaku Konsumen yaitu WOM ( Word of Mouth ), Sensitivitas , Pembelian ulang, Loyalitas pelanggan. ## Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler & Sunyoto (2013), kepuasan konsumen merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan (kinerja atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Konsumen dapat mengalami salah satu dari tiga tingkat kepuasan umum yaitu kalau kinerja di bawah harapan, konsumen akan merasa kecewa tetapi jika kinerja sesuai dengan harapan pelanggan akan merasa puas dan apa bila kinerja bisa melebihi harapan maka pelanggan akan merasakan sangat puas senang atau gembira. ## Indikator Kepuasan Pelanggan Terdapat indikator pada kepuasan pelanggan pada penelitian ini adalah Harapan ( Expectation ), Kinerja ( Performance ), Perbandingan ( Comparison ), Pengalaman ( Experience ), Konfirmasi ( Confirmation ) dan Diskonfirmasi ( Disconfirmation ). ## Hipotesa Penelitian Berdasarkan penelitian terdahulu dan berbagai penelitian, peneliti membuat hipotesis sebagai berikut : H1 : Relationship Marketing berpengaruh signifikan terhadap Niat Perilaku Konsumen pada Vasa Hotel Surabaya. H2 : Marketing Communication berpengaruh signifikan terhadap Niat Perilaku Konsumen pada Vasa Hotel Surabaya. H3 : Trust Icon Corporate berpengaruh signifikan terhadap Niat Perilaku Konsumen pada Vasa Hotel Surabaya. H4 : Kepuasan Pelanggan berpengaruh signifikan terhadap Niat Perilaku Konsumen pada Vasa Hotel Surabaya. H5 : Relationship Marketing berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan pada Vasa Hotel Surabaya. H6 : Marketing Communication berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan pada Vasa Hotel Surabaya. H7 : Trust Icon Corporate berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan pada Vasa Hotel Surabaya. ## METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Pendekatan ## Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan lokasi penelitian di Jl. Mayjen HR. Muhammad No. 31, Putat Gede, Suko Manunggal, Kota Surabaya, Jawa Timur Indonesia 60189, Telepon 031 7301888. Populasinya adalah 20.000 pengunjung. Sampel dalam penelitian ini adalah 120 pengunjung. Teknik analisa data yang digunakan adalah regresi dengan persamaan: JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 Y 1 = ρY 1 X 1 + ρY 1 X 2 + ρY 1 ϵ 1 Y 2 = ρY 2 X 1 + ρY 2 X 2 + ρY 2 Y 1 + ρY 1 ϵ 1 Y 3 = ρY 2 X 1 + ρY 2 X 2 + ρY 2 X 3 + ρY 2 Y 1 + ρY 1 ϵ 1 Keterangan : X 1 = Relationship Marketing X 2 = Marketing Communication X 3 = Trust Icon Corporate Y 1 = Kepuasan Pelanggan Y 2 = Niat Perilaku Konsumen ϵ = Standart Error Berdasarkan pada kedua persamaan diatas maka gambar jalur analisis, untuk ## HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh Pemasaran terhadap Kepuasan Pelanggan pada Vasa Hotel Surabaya Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa hubungan pemasaran memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan (Y 1 ). Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian yang telah dilakukan yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,041 (sign < 5%). Adanya pengaruh yang signifikan antara hubungan pemasaran (X 1 ) terhadap kepuasan pelanggan (Y 1 ). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Ustantia Pratiwi Putri (2014) bahwa variabel relationship marketing memiliki nilai t hitung sebesar 0,421 dengan probabilitas sebesar 0,000. Karena sig t < 5% (0,000 < 0,05) maka variabel Relationship Marketing berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan. Alqahtani (2011) menjelaskan bahwa hubungan dengan pelanggan yang kuat dapat meningkatkan kinerja bisnis dan menciptakan kepuasan pelanggan. Semakin kuat hubungan pemasaran yang diciptakan oleh perusahaan, maka akan semakin besar tingkat kepuasan pelanggan. Dan sebaliknya apabila semakin kurang kuatnya hubungan pemasaran , maka tingkat kepuasan pelanggan semakin kecil. Dapat disimpulkan dalam penelitian ini H 1 yang menyatakan bahwa hubungan pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada Vasa Hotel Surabaya dapat diterima. 2. Pengaruh Komunikasi Pemasaran terhadap Kepuasan Pelanggan pada Vasa Hotel Surabaya Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa komunikasi pemasaran (X 2 ) memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan (Y 1 ). Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian yang telah dilakukan yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,011 (sign < 5%). Adanya pengaruh yang signifikan antara komunikasi pemasaran (X 2 ) terhadap kepuasan pelanggan (Y 1 ). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Kotler & Keller (2012) yang menyatakan bahwa semakin baik marketing communication dilakukan dengan tepat dan jelas , maka semakin baik respon pada pelanggan yang akhirnya timbul menjadi kepuasan pelanggan.. Dapat disimpulkan dalam penelitian ini H 2 yang menyatakan bahwa komunikasi pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada Vasa Hotel Surabaya dapat diterima. 3. Pengaruh Citra Perusahaan terhadap Kepuasan Pelanggan pada Vasa Hotel Surabaya JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa citra perusahaan (X 3 ) memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan (Y 1 ). Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian yang telah dilakukan yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,043 (sign < 5%). Adanya pengaruh yang signifikan antara citra perusahaan (X 3 ) terhadap kepuasan pelanggan (Y 1 ), Trust Icon Corporate diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan karena citra positif di perusahaan tersebut. Citra positif menjadi pelindung terhadap kesalahan kecil, kualitas teknis atau fungsional sedangkan citra negatif dapat memperbesar kesalahan tersebut. Dapat disimpulkan dalam penelitian ini H 3 yang menyatakan bahwa citra perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan Vasa Hotel Surabaya dapat diterima. ## 4. Pengaruh Pemasaran terhadap Niat Perilaku Konsumen pada Vasa Hotel Surabaya Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa hubungan pemasaran (X 1 ) memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap niat perilaku Konsumen (Y 2 ). Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian yang telah dilakukan yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,041 (sign < 5%) yang menyatakan adanya pengaruh yang signifikan antara hubungan pemasaran (X 1 ) terhadap niat perilaku konsumen (Y 2 ). Secara empiris bahwa hotel sangat perlu menciptakan hubungan pemasaran yang dapat menarik niat konsumen untuk mengunjungi hotel tersebut. Jika hubungan pemasaran perusahaan itu positif, maka dapat dipastikan niat konsumen untuk mengunjungi hotel itu juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan Ndubisi (2013) menyatakan relationship marketing digunakan untuk membangun, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan mitra lain, dengan keuntungan, sehingga tujuan dari pihak yang terlibat terpenuhi. Hubungan yang baik ini dapat dilakukan dengan memberikan perhatian kepada para pelanggan dengan mempelajari kebutuhan dan keinginan pelanggan secara individual. Dapat disimpulkan dalam penelitian ini H 4 yang menyatakan bahwa hubungan pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat perilaku konsumen Vasa Hotel Surabaya dapat diterima. ## 5. Pengaruh Komunikasi Pemasaran terhadap Niat Perilaku Konsumen pada Vasa Hotel Surabaya Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa komunikasi pemasaran (X 2 ) memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap niat perilaku konsumen (Y 2 ). Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian yang telah dilakukan yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,035 (sign < 5%) yang menyatakan adanya pengaruh yang signifikan antara komunikasi pemasaran (X 2 ) terhadap niat perilaku konsumen (Y 2 ). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Agus Hermawan, 2012 bahwa semakin baik Marketing Communication maka semakin tinggi niat perilaku konsumen melakukan pembelian. Dapat disimpulkan dalam penelitian ini H 5 yang menyatakan bahwa komunikasi pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat perilaku konsumen Vasa Hotel Surabaya dapat diterima. 6. Pengaruh Citra Perusahaan terhadap Niat Perilaku Konsumen pada Vasa Hotel Surabaya Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa citra perusahaan (X 3 ) memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap niat perilaku JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 konsumen (Y 2 ). Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian yang telah dilakukan yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,037 (sign < 5%). Adanya pengaruh yang signifikan antara citra perusahaan (X 3 ) terhadap niat perilaku konsumen (Y 2 ). Definisi citra perusahaan menurut Kotler dan Keller (2012), yaitu Citra merupakan seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Dengan menampilkan produk yang memiliki citra merek yang positif dapat mempertinggi kepercayaan konsumen terhadap produknya dan mendorong konsumen untuk menentukan keputusan pembelian. Citra Perusahaan yang baik sangatlah penting bagi kelangsungan suatu perusahaan, karena akan berpengaruh terhadap seluruh elemen yang ada didalam perusahaan tersebut. Dapat disimpulkan dalam penelitian ini H 6 yang menyatakan bahwa citra perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat perilaku konsumen Vasa Hotel Surabaya dapat diterima. 7. Pengaruh Kepuasan Pelanggan terhadap Niat Perilaku Konsumen pada Vasa Hotel Surabaya Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa kepuasan pelanggan (Y 1 ) memiliki pengaruh langsung terhadap niat perilaku pelanggan (Y 2 ). Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian yang telah menghasilkan nilai signifikasi sebesar 0,033 (sign < 5%) yang menyatakan adanya pengaruh yang signifikan antara kepuasan pelanggan (Y 1 ) terhadap niat perilaku pelanggan (Y 2 ). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Selvy Normasari (2013) bahwa kepuasan pelanggan secara langsung memiliki pengaruh yang signifikan terhadap citra perusahaan. Bachtiar (2011), kepuasan konsumen merupakan perasaan positif konsumen yang berhubungan dengan produk atau jasa selama menggunakan atau setelah menggunakan jasa atau produk. Sehingga dengan timbulnya kepuasan pelanggan, diharapkan dapat meningkatkan niat perilaku konsumen dalam memutuskan pembelian. Dapat disimpulkan dalam penelitian ini H 7 yang menyatakan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat perilaku konsumen Vasa Hotel Surabaya dapat diterima. 8. Pengaruh Pemasaran, Komunikasi Pemasaran, Citra Perusahaan terhadap Niat Perilaku Konsumen melalui Kepuasan Pelanggan pada Vasa Hotel Surabaya Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa hubungan pemasaran, komunikasi pemasaran, citra perusahaan berpengaruh terhadap niat perilaku konsumen melalui kepuasan pelanggan. Nilai koefisien pada variabel hubungan pemasaran (X 1 ), komunikasi pemasaran (X 2 ), citra perusahaan (X 3 ) dan kepuasan pelanggan (Y 1 ) terhadap niat perilaku konsumen (Y 2 ) sebesar 1,936 dengan taraf signifikan 0,004< 0,05 atau 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel hubungan pemasaran, komunikasi pemasaran, citra perusahaan dan kepuasan pelanggan secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat perilaku konsumen. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Alqahtani (2011) bahwa hubungan dengan pelanggan yang kuat dapat meningkatkan kinerja bisnis dan menciptakan kepuasan pelanggan, Kotler & Keller (2012) yang menyatakan bahwa semakin baik marketing communication dilakukan dengan tepat dan jelas , maka semakin baik respon pada pelanggan yang akhirnya timbul menjadi kepuasan pelanggan, Ndubisi (2013) menyatakan relationship marketing digunakan untuk membangun, memelihara, dan JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan mitra lain, dengan keuntungan, sehingga tujuan dari pihak yang terlibat terpenuhi, Agus Hermawan, 2012 bahwa semakin baik Marketing Communication maka semakin tinggi niat perilaku konsumen melakukan pembelian, Kotler dan Keller (2012), yaitu Citra merupakan seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek, Bachtiar (2011), kepuasan konsumen merupakan perasaan positif konsumen yang berhubungan dengan produk atau jasa selama menggunakan atau setelah menggunakan jasa atau produk. Dapat disimpulkan dalam penelitian ini H 8 yang menyatakan bahwa hubungan pemasaran, komunikasi pemasaran, citra perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat perilaku konsumen melalui kepuasan pelanggan Vasa Hotel Surabaya dapat diterima. ## SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data, penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian pada Vasa Hotel Surabaya, yaitu sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis deskriptif yang telah dilakukan masing-masing adalah hubungan pemasaran, komunikasi pemasaran, citra perusahaan, kepuasan pelanggan dan niat perilaku konsumen memiliki pengaruh positif dan dapat ditingkatkan di Vasa Hotel Surabaya. 2. Variabel hubungan pemasaran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan di Vasa Hotel Surabaya. Artinya, Semakin kuat hubungan pemasaran yang diciptakan oleh perusahaan, maka akan semakin besar tingkat kepuasan pelanggan. 3. Variabel komunikasi pemasaran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan di Vasa Hotel Surabaya. Artinya, semakin baik marketing communication dilakukan dengan tepat dan jelas , maka semakin baik respon pada pelanggan yang akhirnya timbul menjadi kepuasan pelanggan. 4. Variabel citra perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan di Vasa Hotel Surabaya. Artinya, semakin baik citra perusahaan pada pelanggan maka terdapat kepuasan pelanggan yang tetap terjaga. 5. Variabel hubungan pemasaran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap niat perilaku konsumen di Vasa Hotel Surabaya. Artinya, bahwa hubungan pemasaran pada perusahaan itu positif, maka dapat dipastikan niat konsumen untuk mengunjungi hotel itu juga akan meningkat. 6. Variabel komunikasi pemasaran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap niat perilaku konsumen di Vasa Hotel Surabaya. Artinya, semakin baik Marketing Communication maka semakin tinggi niat perilaku konsumen melakukan pembelian. 7. Variabel citra perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap niat perilaku konsumen di Vasa Hotel Surabaya. Artinya, semakin baik dan meningkat citra perusahaan maka niat perilaku konsumen akan tinggi dan positif mengunjungi dan melakukan pembelian. 8. Variabel kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap niat perilaku konsumen di Vasa Hotel Surabaya. Artinya, dengan timbulnya kepuasan pelanggan maka diharapkan dapat meningkatkan niat perilaku konsumen dalam memutuskan pembelian. JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 Adapun Saran yang diharapkan dari hasil penelitian ini diantara lain adalah : 1. Bagi pembaca, hasil penelitian ini merupakan hasil ilmu pengetahuan dari Universitas Wijaya Putra yang diaplikasikan ke permasalahan pada Vasa Hotel Surabaya guna agar membantu permasalahan yang terjadi dengan solusi yang diberikan. 2. Bagi peniliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman, dan memberikan gambaran terhadap pemecahan dari suatu permasalahan yang sedang dihadapi. 3. Bagi Universitas Wijaya Putra, Hasil penelitian ini berguna bagi seluruh mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan dan sebagai referensi apabila menemukan masalah yang sama dan perlu modifikasi variabel- variabel independen ataupun dependen. Sehingga akan lebih objektif dan bervariasi dalam melakukan penelitian. 4. Bagi Vasa Hotel Surabaya, Hasil penelitian ini dapat menghasilkan informasi yang bermanfaat sebagai bahan evaluasi agar relationship kepada tamu terjalin dengan baik, komunikasi kepada tamu terjalin dengan baik agar kepercyaan atau trust icon kepada Vasa Hotel sangatlah dipuji dan dipercayai. ## DAFTAR PUSTAKA Agus, Hermawan. 2012. Komunikasi Pemasaran . Jakarta: Erlangga. A. Zeithaml, V. Parasuraman, A. and L. Berry L. 1985. “Problems and Strategies in Services Marketing”. Jurnal of Marketing Vol. 49 . (Spring) . Alfin R., T. Alhabsji, U. Nimran, dan Suharyono 2013. The effect of Service Quality & Product Quality to Corporate Image, Customer Satisfaction and Customers Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 62 No. 1 September Bachtiar. (2011). Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Mahasiswa dalam Memilih Politeknik Sawunggalih Aji Purworejo. Dinamika Sosial Ekonomi Vol 7 No.1 Dimyati, Mohamad. (2015). The role of customer satisfaction in mediating marketing communication effect on customer loyalty. International Refereed Research Journal www.researchersworld.com Vol.– VI, Issue 4(1), Oct. 2015 [75]. Gregory, J. R., Wiechmann, J. G. Marketing Corporate Image: The Company as Your Number One Product . McGraw-Hill, New York, 2001. Ghaisani Afidanti, Meidhita. (2018). Pengaruh marketing communi- cation, kualitas produk, dan brand image terhadap keputusan pembelian surat kabar harian suara merdeka (Studi pada PT. Suara Merdeka Press Semarang). Diponegoro Journal of Social and Politic Tahun 2018, Hal. 1-5 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index. php/ . Harahap, D. A., & Amanah, D. 2018. Pengantar Manajemen . Bandung: Alfabeta. Hasan, Ali. (2017). Power relationship marketing dalam bisnis. Jurnal Media Wisata, Volume 15, Nomor 1, Mei 2017 Listyawati, I.H., 2013. Implementasi Relationship Marketing Sebagai Strategi Mempertahankan Loyalitas Pelanggan . JBMA. Vol. 1. No.2. hal. 25-32. JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen September 2019, Vol. 06 No. 02, hal. 1-14 ISSN; 2355-7435 Nindiatma Putri, Deszlaria. (2018). Pengaruh corporate image dan relationship marketing terhadap trust serta dampaknya pada loyalty (Survei pada Seller Anggota Top Community Tokopedia). Normasari, Selvy. (2013). Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan, citra perusahaan dan loyalitas pelanggan (Survei padaTamu Pelanggan yang Menginap di Hotel Pelangi Malang). JurnalAdministrasi Bisnis (JAB) Vol. 6 No. 2 Desember 2013. Ndubisi, Nelson. Oly. (2003). Cultural Dimension and Relationship Marketing: an African Marketing Model. Journal of Cultural Study , Vol. 5(2), Pg. 214-241. Putri Pratiwi, Ustantia. (2014). Pengaruh relationship marketing terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah (Studi pada Nasabah Bank Jatim Cabang Pasuruan). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) |Vol. 15 No. 2 Oktober 2014 administrasi bisnis.studentjournal.ub.ac.id Revani, Mousa., et al. 2011. “The Effect Of Relationship Marketing Dimensions by Customer Satisfac- tion To Customer Loyalty”. Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapan- nya dalam Pemasaran . Bogor: PT.Ghalia Indonesia. Sidharta, Iwan. (2015). Pengaruh kepuasan transaksi online shopping dan kepercayaan konsumen terhadap sikap serta perilaku konsumen pada E-Commerce Semuel, Hatane. (2007). Perilaku dan keputusan pembelian konsumen restoran melalui stimulus 50% discount di Surabaya. Jurnal Manajamen Pemasaran , Vol.2, No. 2, Oktober 2007: 73-80 Saparwadi (2016). The effect of relationship marketing on the loyalty of supplier of tobacco with manual drying in PT. Export Leaf Indonesia. Semuel, H. 2012. Customer Relationship Marketing Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan Dan Loyalitas Perbankan Nasional. Jurnal Manajemen Pemasaran. Vol. 7 No. 1. hal. 33-41.
bc96ef01-2130-42da-bdd6-7e914d49dd13
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurisprudence/article/download/17081/9603
SULTAN JURISPRUDENCE Jurnal Riset Ilmu Hukum ## SULTAN JURISPRUDANCE: JURNAL RISET ILMU HUKUM Volume 2 Nomor 2, Desember 2022, hlm. (235-243) Fakultas Hukum, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang-Banten, Indonesia P-ISSN: 2798-5598 | e-ISSN: 2798-2130 https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurisprudence/index ## Komunikasi Advokasi Epistema Institute dalam Mendorong Terbentuknya Peraturan Daerah tentang Kasepuhan Ruhimat Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik dan Ilmu Komputer, Universitas Djuanda Jl. Tol Jagorawi No.1, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Email: ruhimat@gmail.com Info Artikel | Submitted : 22 September 2022 |Revised : 23 Oktober 2022 |Accepted : 25 Oktober 2022 How to cite: Ruhimat, “Komunikasi Advokasi Epistema Institute dalam Mendorong Terbentuknya Peraturan Daerah tentang Kasepuhan”, Sultan Jurisprudance: Jurnal Riset Ilmu Hukum , Vol. 2 No. 2, (December, 2022)”, hlm. 235- 243. ## ABSTRAK: This study aims to find out how advocacy communication Epistema Institute in encouraging the formation of regional regulations about kasepuhan. The method used in this research is qualitative method with case study design. Data collection was done by in-depth interview technique and library Studies. Data analysis is done by using inductive analysis. The results of this study indicate that advocacy communications conducted by Epistema Institute through stages of communication advocacy of Epistema Institute are formulating issues, formulating long-term goals and strategic objectives, determining advocacy targets, building support, developing messages, selecting information channels, implementation, and monitoring and evaluation. Stages carried out to the local government namely Lebak district council and kasepuhan community as an informant in this study. With persuasive message delivery approach and effective communication action, Epistema Institute succeeded in encouraging Local Government, DPRD, to form Regional Regulation Lebak Distric of Banten Province Number 8 Year 2015 on Recognition, Protection and Empowerment of Kasepuhan Customary Law Community. Keyword : Communication, Advocacy, Kasepuhan Community, Local Regulation, Lebak District Government ## ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi advokasi epistema institute dalam mendorong terbentuknya peraturan daerah tentang kasepuhan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan desain studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis induktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi advokasi yang dilakukan Epistema Institute melalui tahapan komunikasi advokasi yaitu merumuskan issue, merumuskan tujuan jangka panjang dan tujuan strategis, menentukan sasaran advokasi, membangun dukungan, mengembangkan pesan, memilih saluran informasi, implementasi, serta monitoring dan evaluasi. Tahapan dilakukan kepada pemerintah daerah yaitu DPRD Kabupaten Lebak dan masyarakat kasepuhan sebagai informan dalam penelitian ini. Dengan pendekatan penyampaian pesan yang bersifat persuasif dan tindakan komunikasi yang efektif, maka Epistema berhasil mendorong Pemerintah Daerah dan DPRD membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan. Kata Kunci : Komunikasi, Advokasi, Masyarakat Kasepuhan, Peraturan Daerah, Kabupaten Lebak ## Pendahuluan Kabupaten Lebak adalah salah satu Pemerintah Daerah yang belum memiliki Peraturan Daerah untuk mengatur masyarakat adat dan hutan adat. Padahal sejak tahun 1999, Mahkamah Konsitusi dalam putusan No. 35/PUU-X/2012 telah mengesahkan pengujian UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengeluarkan hutan adat dari hutan negara dan memperkuat tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengakui masyarakat adat. Wilayah Kabupaten Lebak sering terjadi pelanggaran terutama paska pemerintah menerbitkan SK Menteri Kehutanan No.175/2003 tentang perluasan taman nasional dari 40.000 ha menjadi113.357 ha dan dinamakan sebagai Taman Nasional Gunung Halimun. Dan menurut data Huma tahun 2014, Kabupaten Lebak memiliki hutan adat yang dikelola oleh masyarakat adat kasepuhan. Masyarakat adat kasepuhan menganggap hutan yang berada di wilayahnya adalah hutan adat mereka, menurut ketua Satuan Banten Kidul (SABAKI) Sukanta, ini karena sejak dahulu mereka bermukim secara tradisional dan turun temurun. Mereka berhak atas semua sumberdaya yang terkandung di dalamnya, termasuk bagaimana mereka memanfaatkan hutan sesuai dengan kebutuhan dan pemahaman mereka sendiri atas pengelolaan dan pemeliharaan hutan adat sesuai ajaran leluhur mereka yang secara turun temurun melalui pesan yang disampaikan ketua adat/sesepuh/kokolot. Masyarakat adat merasakan kriminalisasi atas hutan adat yang diatur undang-undang sebagai hutan negara. Mereka mengharapkan adanya aturan mengenai kasepuhan. Selama 12 tahun, aspirasi masyarakat akan peraturan mengenai masyarakat kasepuhan dan hutan adat pun terkatung-katung. Sementara pemerintah mengatur hutan adat ini menjadi hutan negara melalui Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan yang artinya bahwa hutan yang mereka anggap sebagai hutan adat adalah termasuk kategori hutan negara, dengan segala kekayaan alamnya dikuasai negara dan akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Sementara itu, pemerintah daerah pun (Kabupaten Lebak dan DPRD) belum memahami pentingnya peraturan daerah dalam mengatur hutan adat ini. Seharusnya sebagai pemerintah daerah, mereka memiliki kewajiban untuk menyampaikan amanat undang- undang ini tanpa harus menyakiti perasaan masyarakat adat yang telah memanfaatkan hutan adat sebagai jantung kehidupan mereka. Adanya pemahaman yang berbeda tentang pengelolaan hutan adat, membuat Epistema Institute sebagai organisasi non pemerintah terlibat aktif dalam advokasi masyarakat kasepuhan. Epistema Institute merasa terdorong untuk melakukan komunikasi advokasi kepada pemerintah daerah Kabupaten Lebak termasuk DPRD dan masyarakat adat kasepuhan. Untuk itu, maka peneliti menarik masalah penelitian yaitu “Bagaimana komunikasi advokasi Epistema Institute dalam mendorong terbentuknya peraturan daerah masyarakat kasepuhan?” Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dan mendalam mengenai kegiatan komunikasi advokasi yang digunakan Epistema Institute dalam mendorong terbentuknya peraturan daerah masyarakat kasepuhan kepada Pemerintah Daerah Lebak Banten. Tujuan penelitiannya untuk menjelaskan komunikasi advokasi yang dilakukan Epistema Institute dalam mendorong Pemerintah Daerah Lebak Banten membentuk peraturan daerah tentang masyarakat kasepuhan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi mengenai komunikasi advokasi, dan dapat diaplikasikan oleh lembaga lain terkait komunikasi advokasi yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong kebijakan pemerintah sehingga dapat mendukung pencapaian keluarnya kebijakan yang berpihak kepada masyarakat. ## Metode Penelitian Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah komunikasi advokasi yang dilakukan Epistema institute. Lokasi penelitian ini dilakukan di Epistema Instutute sebagai Lembaga yang melakukan komunikasi advokasi tersebut. Epistema Institute adalah lembaga kajian dan pengelolaan pengetahuan tentang hukum, masyarakat dan lingkungan hidup. Dengan paradigma yang digunakan yaitu paradigma post positivism , yakni peneliti langsung terjun ke lapangan untuk memperoleh data dari informan. Peneliti juga menggunakan model komunikasi advokasi sebagai acuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi advokasi epistema institute yang dilakukan Epistema Institute seperti yang dipaparkan secara deskriptif dan mendalam oleh informan. Paradigma post positivism adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan positivisme yaitu mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Objek dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan pertimbangan- pertimbangan tertentu. Keberadaannya penting untuk memahami permasalahan yang ada dan mengamati fenomena yang muncul serta melakukan analisis atas tanggapan berdasarkan pertanyaan penelitian. Metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan penelitian studi kasus sesuai dengan paradigma post-positivisme. Desain studi kasus ini menyatukan kerangka teorities dan pendekatan metodologis yang dipakai. Dalam penelitian ini penulis menggunakan konsep komunikasi advokasi dalam mendorong terbentuknya peraturan daerah masyarakat kasepuhan. Untuk memahami penelitian ini, maka disusun terlebih dahulu harus mengerti pengertian dari konsep-konsep yang ada dalam penelitian ini, yaitu: 1. Komunikasi advokasi adalah aktivitas komunikasi apapun yang dimaksudkan untuk mencapai salah satu dari tujuan komunikasi. 2. Advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui berbagai macam bentuk komunikasi persuasif. 3. Komunikasi Persuasif adalah ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkannya 4. hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Dan sumber yang digunakan sebagai key informan berhumlah 3 (tiga) orang dari 3 (tiga) lembaga yang berbeda. Masing-masing lembaga mewakili keterkaitan dalam penelitian dan merupakan sumber berkompeten dalam proses komunikasi advokasi ini. Diharapkan ketiga informan ini memberikan informasi mendalam mengenai komunikasi advokasi kebijakan kehutanan yang dilakukan Epistema Institut di Kabupten Lebak. Adapun ketiga informan tersebut adalah: Tabel 1.0 Data Informan Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah data Primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan dengan cara wawancara yang dilakukan secara langsung dan mendalam dengan narasumber untuk memperoleh data primer. Sementara data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari pengumpulan data dengan mencari informasi dari beberapa literatur yang mendukung, seperti buku, jurnal, laporan organisasi, situs organisasi, berita-berita di media sosial dan media online serta literatur lainnya yang dianggap relevan bagi penelitian ini. Dan Analisis data yang digunakan adalah teknis analisis induktif, yaitu (1) setelah pengumpulan data berupa data-data mentah dari hasil penelitian, seperti hasil wawancara, dokumentasi, catatan lapangan dan sebagainya maka data di reduksi, melalui proses editing, pengelompokan dan meringkas data, dan catatan tentang berbagai hal yang ditemukan, sehingga didapat tema-tema, kelompok-kelompok dan pola-pola data. (2) Penyajian data, yaitu pengorganisasian data atau menjalin kelompok data yang satu dengan data lainnya sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan proses penelitian. (3) Penarikan dan pengujian kesimpulan: penyimpulan berlangsung secara prosessual. Kesimpulan terakhir berupa proporsi-proporsi ilmiah mengenai gejala atau realitas yang diteliti, melalui pengkonsultasian temuan empiris dengan melihat konsep atau teori yang dikemukakan sebelumnya. 1 Dalam penelitian ini, teknik pemeriksaaan keabsahan data 1 Matthew B Miles and A. Michael Huberman, “Miles and Huberman 1994.Pdf,” Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook , 1994. menggunakan trianggulasi data, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. 2 Trianggulasi data dilakukan dengan sumber dan metode, artinya peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Trianggulasi data dengan sumber ini antara lain dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan. Trianggulasi data dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengamatan pertama dengan pengamatan berikutnya serta membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Membandingkan data hasil wawancara pertama dengan hasil wawancara berikutnya. Penekanan dari hasil perbandingan ini bukan masalah kesamaan pendapat, pandangan, pikiran semata-mata. ## Permasalahan dengan Masyarakat Adat dan Pemerintah Daerah Lahirnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 175/kpts-II/2003 tentang perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memunculkan persoalan baru pada masyarakat adat, yakni kekhawatiran warga kasepuhan yang wilayah adat dan ruang penghidupannya dikategorikan ke dalam kawasan konservasi. Pihak Kasepuhan menyatakan bahwa hutan adat milik mereka ada sejak zaman nenek moyang mereka sampai sekarang, sedangkan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa hutan adat Kasepuhan tidak ada karena belum memiliki SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Penetapan Status Hutan Adat mereka. Sementara 2 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , Remaja Rosdakarya , 22nd ed. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006). Pandangan konservasi justru melarang masyarakat hidup di dalamnya. Warga dianggap sebagai sebagai pemicu konflik. Dan jadinya konflik masyarakat dengan pihak lain tak terelakan lagi, karena perbedaan perspektif. Konflik di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak bukan tidak pernah berusaha untuk diselesaikan, telah ada upaya-upaya yang dilakukan baik oleh pihak pemerintah maupun pihak Kasepuhan sendiri untuk meredam konflik yang terjadi. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik kehutanan Halimun yaitu pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak menawarkan kepada Kasepuhan untuk menjadikan wilayah adat Kasepuhan, khususnya Kasepuhan Cipta Gelar yang wilayahnya berada di dalam taman nasional, untuk dijadikan zona khusus budaya. Pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak juga pernah mengajukan berkas pengelolaan Gunung Halimun kepada Kasepuhan, namun pihak Kasepuhan menolak, karena seharusnya usulan pengelolaan hutan harus berasal dari pihak Kasepuhan yang lebih mengetahui kebutuhan masyarakatnya. Komunikasi Epistema Institute dengan Masayarakat Adat dan Pemerintah Daerah Sesuai dengan yang disampaikan bahwa advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui berbagai macam bentuk komunikasi persuasi. 3 Maka Epistema Instiute melakukan komunikasi advokasi dengan komunikasi persuasi seperti yang diungkapkan Direktur Epistema Mryna R Safitri bahwa, “Bentuk komunikasi dilakukan oleh Epistema yaitu meyakinkan Pemda bahwa Perda 3 Hafied Cangara, Perencanaan Dan Strategi Komunikasi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014). mengenai masyarakat adat Kasepuhan itu sama sekali tidak menghambat program pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu, menyakinkan pemda dan DPRD bahwa dengan diterbitkannya Perda itu merupakan bagian dari penyelesaian konflik yang dialami oleh masyarakat adat dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) maupun dengan pihak lainnya yang terjadi selama ini.“ 4 Lebih lanjut Myrna R Safitri mengatakan bahwa dalam melakukan komunikasi kepada DPRD Kabupaten Lebak Banten, Epistema Insitute menggunakan berbagai cara, salah satunya dengan melakukan Audiensi Epistema bersama koalisi dengan Pemda, policy brief untuk mengubah kebijakan dengan sasaran pihak pemerintah, report and briefing, networks and alliances yaitu adanya jaringan dan gabungan kelompok menjadi satu dengan tujuan melaksanakan kegiatan menjadi lebih baik, mobilisasi yaitu pembentukan koalisi umtuk memperkuat advokasi bersama lembaga lainnya berkerjasama untuk memperjuangkan masyarakat adat kasepuhan, demi percepatan terbitnya perda kasepuhan. Seperti dengan koalisi masyarakat sipil, Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Selain itu, ada Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI) yang merupakan wadah perjuangan masyarakat adat Kasepuhan di Lebak, Banten. Dalam menjalankan komunikasi advokasi, Epistema Insitute terus gencar 4 Wawancara dengan Myrna R Safitri (Direktur Epistema Institute) 20 Juli 2017, 16:15 WIB melakukannya dengan pendekatan komunikasi persuasi dan publik, sebagai sebuah komunikasi persuasi dan publik, diharapkan adanya efek/pengaruh yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh komunikan ke arah yang lebih baik lagi. Sebagai langkah awal advokasi, Epistema Institute melakukan tahap analisis pada model komunikasi advokasi dari yaitu menyiapkan ketersediaan informasi yang akurat dan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan yang ada, memahami masyarakat yang terlibat, dengan menyesuaikan kebijakan serta kebradaan organisasi dan mengenali jalur-jalur akses untuk mempengaruhi tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh dan para pengambil keputusan. 5 Setelah itu melakukan strategi dengan pendekatan kepada masyarakat kasepuhan melalui SABAKI (Satuan Adat Banten Kidul) yang diketuai oleh Sukanta. Dan melakukan mobilisasi dengan membentuk koalisi dengan beberapa koalisi masyarakat sipil lain memperjuangkan masyarakat kasepuhan di Lebak Banten seperti yang telah diutarakan sebelumnya. Aksi komunikasi kemudian dilakukan kepada masyarakat adat kasepuhan dengan terus mengulang pesan dengan alat bantu yang kredibel untuk mempertahankan perhatian mereka terhadap isu yang ada. Epistema Institute pun melakukan pemberian dukungan dan masukan kepada masyarakat kasepuhan, agar perda masyarakat adat segera terbit. Terbukti dengan hasil wawancara yang diungkapkan Direktur Epistema Institute yaitu, “Sebagai aktor utama tentunya masyarakat adat Kasepuhan terlibat langsung mendorong lahirnya perda tersebut. Bahkan posisi masyarakat adat menjadi ujung tombak 5 Cangara, Perencanaan Dan Strategi Komunikasi . dan adapun koalisi masyarakat sipil hanya mendampingi dan memastikan bahwa proses yang ada sudah sesuai prosedur”. 6 Aktivitas E 7 pistema Institute dalam Menyamakan Persepsi Pesan efektif memiliki ciri yang sederhana, singkat dan padat informasi, bahasa yang digunakan sesuai, isi pesan konsisten dengan format, pembawa pesannya dapat dipercaya, nada dan bahasa sesuai dengan pesan yang disampaikan. Pesan persuasi yang dilakukan Epistema Institute dalam menyamakan persepsi adalah dengan cara menganalisis audiens terlebih dahulu, sehingga Epistema dapat menyampaikan pesan dengan efektif dan berdampak positif sesuai harapan. 8 Untuk itu Epistema Institute merangkul koalisi dan masyarakat adat kasepuhan dalam mendorong terbentuknya Perda tentang kasepuhan, seperti yang diungkapkan Direktur Epistema Institute dalam wawancaranya, “Epistema bekerjarsama dengan koalisi masyarakat sipil, seperti Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Selain itu, ada Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI) yang merupakan wadah perjuangan masyarakat adat 6 Wawancara dengan Myrna R Safitri (Direktur Epistema Institute) 20 Juli 2017, 16:15 WIB 7 Jean Claude Garcia-Zamor, “The Global Wave of Refugees and Migrants: Complex Challenges for European Policy Makers,” Public Organization Review 17, no. 4 (December 1, 2017): 581–94, https://doi.org/10.1007/S11115-016-0371-1. 8 Chandra. Kirana, Perencanaan Strategi Komunikasi Advokasi: Manual Untuk Fasilitator (Jakarta: BSP Kemala, 2000). Kasepuhan di Lebak, Banten.” 9 Selain menganalis audiens, Epistema Institut dalam menyamakan persepsi adalah dengan mempertimbangkan perbedaan budaya dan bahasa seperti yang diungkapkan oleh Direktur Epistema Institute, “Kendala yang dialami dalam melakukan advokasi terhadap Pemda dan DPRD sulitnya mengatur jadwal pertemuan dan dinamisnya situasi politik yang ada di daerah. Sementara kendala yang dialami dalam melakukan advokasi pada masyarakat adat adalah tidak semua pendamping memahami bahasa daerah, sehingga mengalami kesulitan. Namun dengan adanya pendamping lokal maka kendala itu dapat diatasi.” 10 Loby adalah salah satu bentuk komunikasi dalam naungan payung advokasi. Loby terus dilakukan Epistema Institute sebagai sebuah cara menyampaikan regulasi tentang kehutanan dan aspirasi masyarakat kasepuhan akan adanya Perda tentang kasepuhan. Seperti diungkapkan Myrna R Safitri sebagai Direktur, “Epistema Institute meyakinkan Pemda bahwa Perda mengenai masyarakat adat kasepuhan itu sama sekali tidak menghambat program pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu, menyakinkan pemda dan DPRD bahwa dengan diterbitkannya Perda itu merupakan bagian dari penyelesaian konflik yang dialami oleh masyarakat adat dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun 9 Wawancara dengan Myrna R Safitri (Direktur Epistema Institute) 20 Juli 2017, 16:15 WIB 10 Wawancara dengan Myrna R Safitri (Direktur Epistema Institute) 20 Juli 2017, 16:15 WIB Salak (BTNGHS) maupun dengan pihak lainnya yang terjadi selama ini.“ 11 Hal senada disampaikan oleh Ketua DPRD Kabuptaen Lebak, Beliau mengatakan, “ada diskusi bersama Wakil Bupati Lebak dan DPRD Lebak, RMI, HuMa, Epistema, dan JKPP, dimana diskusi bertujuan untuk menindaklanjuti peran dan komitmen Pemda dalam menerbitkan Peraturan Daerah Pengakuan Masyarakat Kasepuhan.” 12 Komunikasi Pendidikan Epistema Institute Pada DPRD Kabupaten Lebak, Komunikasi pendidikan dan instruksional yang sifatnya pengajaran erat kaitannya dengan komunikasi advokasi, karena komunikasi advokasi adalah aktivitas komunikasi apapun yang dimaksudkan untuk mencapai salah satu dari tujuan komunikasi, yaitu mendidik/menginformasikan, melakukan persuasi/meyakinkan, dan menggerakkan untuk bertindak. 13 Komunikasi pendidikan dan instruksional yang dilakukan Epistema Institute adalah workshop dan diskusi serta penguatan kapasitas DPRD Lebak ( training of trainer ) dalam pengetahuan mengenai hutan adat seperti yang diungkapkan Ketua DPRD Kabupaten Lebak, yakni proses advokasi kebijakan. Hal ini disampaikan saat wawancara berlangsung pada 19 Juli 2017, beliau mengatakan, “kalau tidak salah, pada bulan Desember 2014, mengadakan Workshop Peningkatan Kapasitas Pra Penyusunan Naskah Akademik dan Perda Pengakuan Masyarakat Kasepuhan disini (Kantor 11 Wawancara dengan Myrna R Safitri (Direktur Epistema Institute) 20 Juli 2017, 16:15 WIB 12 Wawancara dengan Junaidi Ibnu Jarta (Ketua DPRD Kabupaten Lebak) 19 Juli 2017, 10:49 WIB 13 Kirana, Perencanaan Strategi Komunikasi Advokasi: Manual Untuk Fasilitator . DPRD Kabupaten Lebak), pesertanya itu dari Pemda Kabupaten Lebak Anggota Kabupaten Lebak, dan dari SABAKI. Peran Epistema dalam hal ini adalah melakukan penguatan kapasitas kepada DPRD Kabupaten Lebak dimana Epistema terlibat didalam proses Advokasi kebijakan untuk pengakuan masyarakat kasepuhan pada waktu itu kalau tidak salah akhir tahun 2013.” ## Penutup Penelitian ini adalah dilakukan untuk mengetahui komunikasi Advokasi yang dilakukan oleh Epistema Institute dengan tahapan-tahapannya yaitu Merumuskan Issue; Merumuskan Tujuan Jangka Panjang Tujuan Strategi; Menentukan Sasaran Advokasi; Membangun Dukungan; Mengembangkan Pesan; Memilih Saluran Komunikasi; Implementasi; Monitoring dan Evaluasi. Secara umum dapat digambarkan bahwa tahapan komunikasi advokasi memang dilakukan meskipun dalam prakteknya tidak berjalan mulus. Namun Perda tentang masyarakat adat kasepuhan dapat terealisasi. Selain itu dalam menyamakan persepsi ditemukan bahwa antara DPRD Kabupaten Lebak dan Masyarakat Adat Kasepuhan mempunyai kesamaan dalam tujuanya yaitu agar peraturan daerah tentang masyarakat kasepuhan agar segera terbit, jadi adanya persamaan persepsi tersebut akan mempercepat keluarnya perda kasepuhan. Dan dikatakan bahwa Komunikasi Advokasi Epistema Institute merupakan penyamaan persepsi antara pemangku kepentingan. Dari hasil penelitian ini, saran akademis yang dapat disampaikan penulis adalah kedepannya penelitian serupa dapat dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang berbeda, model komunikasi advokasi yang berbeda dan sasaran atau tujuan komunikasi advokasi yang berbeda pula. Saran praktis yang dapat disampaikan adalah komunikasi advokasi dapat dimanfaatkan untuk mendorong kebijakan pemerintah sehingga dapat mendukung pencapaian keluarnya kebijakan yang berpihak kepada masyarakat. ## Daftar Pustaka Cangara, Hafied. Perencanaan Dan Strategi Komunikasi . Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014. Garcia-Zamor, Jean Claude. “The Global Wave of Refugees and Migrants: Complex Challenges for European Policy Makers.” Public Organization Review 17, no. 4 (December 1, 2017): 581–94. https://doi.org/10.1007/S11115- 016-0371-1. Kirana, Chandra. Perencanaan Strategi Komunikasi Advokasi: Manual Untuk Fasilitator . Jakarta: BSP Kemala, 2000. Miles, Matthew B, and A. Michael Huberman. “Miles and Huberman 1994.Pdf.” Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook , 1994. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif . Remaja Rosdakarya . 22nd ed. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
5636d68f-b29a-4141-92a2-5910c77734e2
https://ejournal.unmus.ac.id/index.php/civil/article/download/5241/2938
## Pengaruh Daya Dukung Tanah Yang Diperkuat Dengan Menggunakan Anyaman Karet Ban (Studi Kasus : Jalan Bokem Kelurahan Rimba Jaya Kabupaten Merauke) Dina Limbong Pamuttu 1 , Yance Kakerissa 1,* , Debora Aprilia Mamoribo 1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Musamus Merauke, Papua Selatan, Indonesia dinalimbong@unmus.ac.id, kakerissa@unmus.ac.id * , dheboramamoribo@gmail.com Abstrak – Salah satu jenis tanah yang ada di daerah Kabupaten Merauke yaitu tanah alluvial yang terbentuk karena endapan, daerah endapan terjadi di sungai, dan rawa-rawa yang berada di dataran rendah. Saat musim hujan kondisi tanah yang lunak sehingga daya dukung tanah sangat rendah, dan memiliki resiko terjadinya retak-retak, jalan berlubang, penurunan pondasi. Perlu dilakukan perbaikan secara fisik memakai material geosintetik, tetapi perlu biaya yang cukup mahal dipilihlah material pengganti yang memiliki cara kerja yang sama dan banyak ketersediaannya, yaitu limbah ban mobil bekas. Tujuan penelitian ini, ingin mengetahui pengaruh penggunaan anyaman karet ban dalam upaya peningkatan daya dukung tanah. Metode yang digunakan, metode eksperimental pengujiannya dalam bentuk permodelan. Untuk nilai daya dukung tanah didapat dari uji pembebanan dan grafik hubungan beban dan penurunan. Rasio daya dukung didapat dari perbandingan antara daya dukung ultimate tanah dengan perkuatan dan tanpa memakai perkuatan yang dinyatakan dalam (%). Hasil penelitian uji karakteristik tanah dua sistem klasifikasi yaitu sistem klasifikasi USCS termasuk jenis tanah lempung berpasir dan klasifikasi AASTHO masuk kelompok A- 6 tanah berlempung. Dan hasil penelitian pengujian perkuatan tanah dari tanpa perkuatan dan dengan perkuatan mulai dari 24 Kpa, 52 Kpa, 62 Kpa didapat kenaikan nilai daya dukung rasio masing-masing, untuk tanah yang diberi perkuatan anyaman karet ban lapisan 1 sebesar 117%, tanah yang diberi perkuatan anyaman ban lapisan 2 sebesar 158%. Jadi lebih efektif anyaman berjarak lapisan 2 dimana mengalami peningkatan daya dukung tanah sebesar 158%. Kata kunci : Tanah, perkuatan tanah, anyaman karet ban, daya dukung tanah. Abstract – One of the types of soil that is in area of Merauke Regency, namely alluvial soil formed by sediment, areas of sediment occurring in rivers, and swamps in the lowlands. During the rainy season the soil conditions are soft so that the carrying capacity of the soil is very low, and there is a risk of cracks, potholes and foundation subsidence. Physical repairs need to be carried out using geosynthetic materials, but it requires quite an expensive cost to choose a replacement material that has the same way of working and is widely available, namely used car tire waste. The purpose of this study, wanted to know the effect of the use of woven rubber tires in an effort to increase the carrying capacity of the soil. The method used, the experimental method of testing is in the form of modelling. The value of the soil carrying capacity is obtained from the loading tests and graph of the relationship between load and settlement. The bearing capacity ratio is obtained from the comparison between the ultimate bearing capacity of the soil with and without reinforcement expressed in (%). Research result of soil characteristics tests, there are two classification systems, namely the USCS classification system which includes sandy loam soils and thr AASTHO classification which is included in group A-6 clay soil. And research result of soil reinforcement tests without reinforcement and with reinforcement starting from 24 Kpa, 52 Kpa, and 62 Kpa obtained an increase in the value of carrying capacity of each ratio, for the soil reinforced with layer 1 rubber matting by 117%, the soil that was given the reinforcement of the woven layer 2 plaited tires by 158%. So the webbing is more effective that the woven spaced with 2 layers of limana has increased the soil carrying capacity by 158%. Keywords: Soil, soil reinforcement, rubber tire plaiting, bearing capacity. ## 1. PENDAHULUAN Tanah alluvial adalah salah satu jenis tanah yang ada di daerah Kabupaten Merauke dimana tanahnya terbentuk karena adanya endapan, pembusukan bahan-bahan organik, humus, dan pelapukan batu pasir [1]. Daerah endapan terjadi di sungai, danau, dan rawa-rawa yang berada di dataran rendah. Kabupaten Merauke sendiri dikenal sebagai kota dengan dataran yang rendah [2]. Saat musim penghujan kondisi tanah yang lunak sehingga daya dukung tanah sangat rendah, dan memiliki resiko terjadi retak-retak pada bangunan jalan, jalan berlubang-lubang dan penurunan pondasi jalan [3]. Seperti halnya kerusakan yang terjadi pada areal jalan Bokem arah Distrik Naukenjerai, kondisi tanah seperti ini harus ditingkatkan daya dukungnya dengan menggunakan material geosintetik. Namun penggunaan geosintetik cukup susah didapat dan membutuhkan biaya yang cukup mahal, sehingga dibuatlah alternatif pengganti geosintetik yang efisien salah satunya dengan memanfaatkan limbah karet ban sebagai bahan perkuatan tanah [4]. Limbah ban yang sangat banyak dapat bedampak bagi lingkungan jika tidak dimanfaatkan dengan baik [5]. Penelitian ini penulis mencoba memanfaatkan limbah ban mobil sebagai bahan ganti geosintetik dimana fungsinya sebagai tulangan atau perkuatan dalam bentuk anyaman. Tujuan dari pada penelitian ini, ingin mengetahui pengaruh penggunaan anyaman limbah karet ban dalam upaya peningkatan daya dukung tanah di areal jalan Bokem dan mengetahui karakteristik tanah dalam upaya peningkatan daya dukung tanah yang berada di kawasan jalan Bokem Kelurahan Rimba Jaya Kabupaten Merauke. ## 2. METODE PENELITIAN 2.1. Tempat penelitian dan lokasi sampel Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Musamus. Sampel uji yang diteliti dalam penelitian ini bersumber dari kawasan jalan Bokem, Kelurahan Rimba Jaya, Kabupaten Merauke. Limbah ban mobil yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari bengkel tambah ban mobil yang berada di kawasan jalan Brawijaya, Kelurahan Kelapa Lima, Kabupaten Merauke tanah yang diambil berada didaerah Kuper Distrik Semangga Merauke. Gambar 1. Daerah Bokem, Kelurahan Rimba Jaya, ## Kabupaten Merauke Sampel tanah yang telah diambil selanjutnya dilakukan pengujian sifat-sifat fisis dan mekanis tanah. ## 2.2. Persiapan sampel dan alat uji Anyaman karet ban yang digunakan dalam penelitian ini memiliki lebar 58x118 cm, limbah karet ban mobil yang digunakan hanya bagian breaker yang merupakan karet terdalam dengan tekstur yang lembut yang ada pada dalam atau tread dengan ketebalan 2 mm dan lebar 3 cm. dan dibuat dalam dua variasi yang pertama dengan jarak antar anyaman 2 cm dan variasi kedua jarak 4 cm [6]. Alat pengujian yang digunakan adalah: • Alat pengujian sifat fisis tanah : Alat pengujian kadar air, berat isi tanah, berat jenis tanah, Atterberg limits, analisa saringan, analisa hidrometer dan alat uji pemadatan tanah. • Alat pengujian permodelan daya dukung tanah : bak uji permodelan dengan ukuran 120 x 60 x 50 cm, pompa hidrolis ( hidraulic jack ), manometer, dan dial indikator ( dial guage )[7] ## 2.3. Pelaksanaan peneltian Sampel tanah yang telah diambil dilakukan pengujian sifat tanah dengan pengujian sebagai berikut: a. Pengujian kadar air Kadar Air (w) yang disebut water content adalah selisih antara berat air tanah (Ww) dengan berat butiran padat (Ws), yang dinyatakan dalam (%) [8]. Untuk pengujian kadar air dapat menggunakan persamaan berikut : Wc = W W ×100% (1) W S Keterangan : Wc = Kadar air (%) Ww = Berat air tanah (gram) Ws = Berat kering tanah (gram) b. Pengujian berat isi tanah Berat isi adalah perbandingan antara berat tanah total dengan volume tanah total [9]. Untuk pengujian berat isi tanah dapat menggunakan persamaan berikut : γ = W (gram/cm 3 ) (2) V Keterangan : γ = Bobot isi tanah (gram/cm3) V = Volume silinder (cm3) W = Berat tanah (gram) c. Pengujian berat jenis Berat jenis (Gs) adalah perbandingan antara berat isi air volume butiran padat (γ s ) dengan berat volume air (γ w ), hasil dari pengujian ini dipakai untuk menetukan jenis tanah dapat menggunakan persamaan berikut [10] : G s = γ s γ w (3) Keterangan : G s = Berat jenis tanah γ s = Berat volume butiran tanah padat γ w = Berat volume air (gram ) d. Pengujian batas-batas atterberg Batas atterberg merupakan pemeriksaan pada sifat-sifat tanah meliputi penentuan batas-batas atterberg yang mencangkup batas cair, batas plastis, dan batas susut, data hasil pengujian digunakan untuk pengelompokkan dalam klasifikasi tanah [11]. Untuk pengujian atterberg dapat menggunakan persamaan berikut : W = W w ×100% (4) W D Keterangan : W w = Berat air W w = Berat sampel W wet = Berat sampel + wadah basah W dry = Berat sampel + wadah kering W dry = Berat wadah W = Kadar air e. Pengujian analisa saringan Analisa saringan adalah suatu pemeriksaan untuk mengetahui gradasi butir tanah yang di letakan Lokasi Pengambilan Sampel Peta Kabupaten Merauke dalam saringan dengan cara digetarkan atau di goyangkan, hasil pengujian digunakan untuk menggolongkan jenis butiran tanah [12]. Untuk pengujian analisa saringan dapat menggunakan persamaan berikut : Pt = W 1 ×100% (5) Wt Keterangan : Pt = Presentasi berat tanah yang tertinggal Wt = Berat tanah seluruhnya W1 = Berat tanah yang tertinggal f. Pengujian hidrometer Pengujian hidrometer adalah didasarkan pada prinsip sedimentasi atau pengendapan butiran tanah dalam air. Pengujian digunakan untuk menggolongkan kedalam klasifikasi tanah [13]. Untuk pengujian hidrometer dapat menggunakan persamaan berikut : D = K √ L T (6) Keterangan : D = Diameter tanah (mm) K = Temperatur uji L = Dalam efisiensi T = Dalam menit g. Pengujian pemadatan Pemadatan merupakan usaha menambah kerapatan butiran tanah dengan cara memakai energi mekanis. Dimana hubungan berat satuan kering (γd) dengan berat satuan basah (γb) dan kadar air (W C ) menghasilkan derajat kepadatan tanah [14]. Untuk pengujian pemadatan dapat menggunakan persamaan berikut : γd = γb 1+Wc (gram/cm 3 ) (7) Keterangan : γd =Berat volume kering (gram/cm3) γb =Berat volume basah (gram/cm3) Wc = Kadar air tanah (%) h. Pengujian permodelan Setelah melakukan pengujian sifat fisis dan diketahui jenis tanahnya dilanjutkan dengan membuat permodelan perkuatan benda uji [6][7]. Yang mana dalam 3 skema pengujian yaitu : • Pengujian Tanpa Perkuatan • Pengujian perkuatan anyaman karet ban lapisan 1 kedalaman 15 cm • Pengujian perkuatan anyaman karet ban lapisan 2 kedalaman 15 cm dan 10 cm. Pengujian permodelan daya dukung tanah dilakukan dengan memberikan beban pada tanah yang telah diberi perkuatan menggunakan pompa hidrolik, besar beban yang diberikan pada tanah dapat dibaca melalui manometer yang terhubung langsung dengan pompa hidrolik, dan penurunan permukaan tanah yang terjadi akibat pemberian beban dapat dibaca melalui dial indikator [15]. Berikut sketsa model pengujian dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Permodelan benda uji Dari pengujian permodelan didapat nilai penurunan dan beban, sehingga dengan korelasi antara beban dan penurunan dapat diketahui nilai daya dukung tanah ultimit pada masing-masing skema perkuatan [16]. Setelah didapatkan nilai daya dukung dengan perkuatan, kemudian membandingkan nilai daya dukung tanpa perkuatan dan nilai daya dukung dengan perkuatan untuk mendapatkan nilai rasio daya dukung (BCR) [17]. Untuk daya dukung tanah dapat menggunakan persamaan berikut : Q u = P u A (8) Keterangan : Q u = daya dukung ultimit (kN/m 2 ) P u = Beban ultimit (kN) B = lebar pondasi (m) L = panjang pondasi (m) Dan nilai BCR merupakan rasio antara daya dukung ultimit tanah pondasi yang diperkuat dengan daya dukung ultimit tanah pondasi yang tidak diperkuat yang dinyatakan dalam (%) [17]. Dapat menggunakan persamaan berikut : BCR = q r q o (9) Keterangan : q r = daya dukung ultimit tanah pondasi yang diperkuat q o = daya dukung ultimit tanah pondasi yang tidak diperkuat ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengujian yang telah dilakukan maka setiap hasil dari pengujian dapat direkap kedalam tabel rekapitulasi sifat fisis tanah pada tabel 1 : 120 60 45 10 30 Tabel 1. Rekapitulasi hasil pengujian sifat fisis No Pengujian Simbol Satuan Nilai Syarat 1 Kadar Air Wc % 36,096 2 Berat Isi Tanah γ gr/cm 3 2,18 3 Berat Jenis (Gs) 2,70 2,68-2,75 4 Atterberg Limit Batas cair LL % 33,10 Nilai PI > 17 Batas Plastis PL % 9,30 Plastisitas Indeks PI % 23,80 5 Analisa Saringan dan Hidrometer Lolos Saringan 200 % 78,60 50% atau lebih Kerikil % - Pasir % 21,40 Lanau % 25,76 Lempu ng % 52,83 6 Pemadatan Tanah (Proctor Standart ) Kadar Air Optim um Wopt % 22,03 Berat Volum e Kering γd gr/ c m 3 1,53 Klasifikasi Kelompok Material Dominan 7 Sistem Klasifikasi AASHTO A-6 Tanah Berlempung GI (15,993) 8 Sistem Klasifikasi USCS CL Tanah Lempung Berpasir 3.1. Sifat fisik tanah a. Pengujian kadar air Pengujian kadar air tanah didapatkan dengan menggunakan persamaan (1) berikut : Sampel 1, kadar air W = W W W S × 100 W = 10,20 29,20 × 100 W = 34,93 % Untuk sampel 2 dan 3 dilakukan perhitungan dengan cara yang sama didapat nilai kadar air 36,68% dan 36,68%. Nilai kadar air rata-ratanya adalah 36,096%. b. Pengujian berat isi tanah Pengujian berat isi tanah didapat dengan menggunakan persamaan (2) berikut : Sampel 1 bobot isi γ = W V γ = 135,6 62,31 γ = 2,176 (gram/cm 3 ) Untuk sampel 2 dan 3 dilakukan perhitungan dengan cara yang sama didapat nilai berat isi untuk sampel 2 mendapatkan hasil 2,187 (gram/cm 3 ) dan sampel 3 dengan hasil 2,179 (gram/cm 3 ), sehingga untuk nilai rata-rata bobot isi yang diperoleh sebesar 2,181 (gram/cm 3 ). c. Pengujian berat jenis tanah Nilai pengujian berat jenis tanah didapat dengan menggunakan persamaan (3) berikut : Sampel 1 Berat jenis G s = γ s γ w G s = 50 217-198 ×100 G s = 2,632 Perhitungan dengan menggunakan persamaan yang sama dilakukan juga pada sampel 2, untuk sampel 2 mendapatkan nilai sebesar 2,778, sehingga nilai rata-rata yang didaptakan untuk berat jenis tanah adalah 2,70. d. Pengujian batas-batas atterberg Nilai pengujian batas-batas atterberg didapat dengan menggunakan persamaan (4) berikut : • Batas cair (LL) Sampel 1, contoh batas cair (LL) pada 13 pukulan sampel A Persentase kadar air W = W w W d ×100% Batas cair W = 5,3 15,1 ×100% = 35,10 % Dari perhitungan liquid limit sampel 1 di atas pada ketukan 13 di dapat nilai kadar air 35,10 %, cara yang sama dilakukan juga pada sampel kedua dan sampel pada ketukan 22, 30, dan 38 sehingga didapat nilai kadar air rata-rata 33,100%. • Batas plastis (PL) Sampel 1, contoh batas plastis (PL) pada sampel A Persentase kadar air W = W w W d ×100% Batas cair W = 0 , 41 1 , 59 ×100% = 25,79 % Hasil perhitungan Plastis Limit sampe 1 didapat nilai kadar air 25,79 %, cara yang sama dilakukan pada sampel kedua sehingga diperoleh nilai 14,94 % dan nilai kadar air rata- ratanya 20,36%. Nilai indeks plastis (IP) dapat ditentukan pada persamaan berikut : Indeks plastis (IP) = LL- PL = 33,10 – 20,36 = 12,74 % e. Pengujian analisa saringan Pada pengujian analisa saringan ini metode yang digunakan yakni, analisa saringan basah analisa ini menggunakan saringan untuk butiran yang memiliki diameter lebih dari 0,075 mm. Berat sampel yang digunakan dalam analisa saringan basah sebesar 500 gram. Perhitungan pengujian ini dapat menggunakan persamaan (5) berikut : Persentase tertinggal : Ayakan 4,750 mm = 0 500 ×100 = 0 % Ayakan 2,360 mm = 11 500 ×100 = 2,2 % Ayakan 2,000 mm = 10 500 ×100 = 2 % Ayakan 1,180 mm = 10 500 ×100 = 2 % Ayakan 0,600 mm = 11 500 ×100 = 2,2 % Ayakan 0,425 mm = 11 500 ×100 = 2,2 % Ayakan 0,300 mm = 11 500 ×100 = 2,2 % Ayakan 0,250 mm = 13 500 ×100 = 2,6 % Ayakan 0,150 mm = 12 500 ×100 = 2,4 % Ayakan 0,075 mm = 18 500 ×100 = 3,6 % Dari hasil pengujian analisa saringan ini, tanah lolos ayakan no. 200 atau diameter saringan 0,075 mm adalah 78,6 % tanah tersebut merupakan tanah berbutir halus. f. Pengujian hidrometer Pada pengujian analisa ukuran butiran tanah dengan hidrometer tanah uji dilarutkan kedalam air, dalam keadaan ” dispersed” butir tanah akan turun mengendap bebas. Menentukan gradasi atau pembagian ukuran butir tanah dari suatu sampel tanah dengan ukuran partikel yang lebih kecil dari 0,075 mm. Dapat dilihat pada persamaan (6) berikut : 0,50 menit, D = 0,01212 √ 10,2 0,5 = 0,055 mm 1,00 menit, D = 0,01212 √ 10,4 1 = 0,039 mm 2,00 menit, D = 0,01212 √ 10,7 2 = 0,028 mm 5,00 menit, D = 0,01212 √ 11,2 5 = 0,018 mm 15,0 menit, D = 0,01212 √ 11,7 15 = 0,011 mm 30,0 menit, D = 0,01212 √ 12,7 30 = 0,008 mm 60,0 menit, D = 0,01212 √ 13,2 60 = 0,006 mm 120 menit, D = 0,01212 √ 14 120 = 0,004 mm 240 menit, D = 0,01212 √ 15 240 = 0,003 mm 24 jam, D = 0,01212 √ 15 , 5 1440 = 0,001 mm 48 jam, D = 0,012 12 √ 16,3 2880 = 0,001 mm ## g. Pengujian pemadatan tanah Pengujian pemadatan dengan menggunakan proctor standard ini bertujuan untuk menentukan hubungan berat isi kering maksimum dengan kadar air optimum. Pada pengujian ini menggunakan persamaan (7) berikut : Sampel 1 γd = γb 1+Wc γd = 1,618 1+(16,57/100) γd = 1, 3 88 gram/cm 3 Berdasarkan hasil pengujian diatas didapat kadar air optimum sebesar 22,03 % dan berat isi kering sebesar 1,53 gram/cm 3 . 3.2. Klasifikasi Tanah Pada umumnya klasifikasi tanah yang sering digunakan adalah American Association of State Highway and Transportation Official (AASHTO) dan Unified Soil Classification System (USCS) [18]. Dari hasil pengujian sifat fisis yang telah dilakukan klasifikasi tanah di dalam pengujian ini menggunakan sistem klasifikasi USCS dan AASHTO sebagai berikut : a. Sistem klasifikasi menurut AASHTO Dalam sistem klasifikasi tanah Association of State Highway and Transportation Official (AASHTO ) penggolongan tanah lempung atau lanau masuk kedalam golongan A-4 sampai A-7 dengan syarat lolos saringan no 200 lebih besar dari 35 % , data hasil pengujian sifat fisis hasil analisa saringan tanah Bokem yang lolos no 200 sebanyak 78,60 %, untuk nilai liquid limit sebesar 33,10 % dan indeks plastis sebesar 12,74 %. Sehingga tanah Bokem digolongkan kedalam jenis kelompok A-6 yaitu tanah berlempung. b. Sistem klasifikasi menurut USCS Pengujian Untuk sistem klasifikasi USCS berdasarkan tabel USCS tanah berbutir halus lempung atau lanau yang lolos saringan 200 lebih dari 50 % dan batas cair kurang dari sama dengan 50% maka digolongkan kedalam jenis ML,CL dan OL, dari hasil pengujian didapat nilai lolos saringan 200 sebanyak 78,60 %, liquid limit 33,10 % dan indeks plastis 12,74 %, sehingga ketika dimasukan dalam grafik USCS tanah Bokem masuk kedalam kelompok CL. 3.3. Pengujian permodelan daya dukung tanah a. Penurunan settlement Dari hasil pengujian penurunan ( settlement ) model perkuatan tanah lunak tanpa perkuatan dan menggunakan perkuatan kombinasi anyaman karet ban bekas 2 lapisan dapat dilihat sebagai berikut : Gambar 3. Grafik penurunan tanah dengan menggunakan 2 lapisan perkuatan anyaman karet Dari grafik dapat dilihat bahwa tanah lunak dengan perkuatan anyaman karet ban 2 lapisan dengan beban 4,00 kN dan penurunan -0,50 cm, beban 6,10 kN dan penurunan -1,00 cm, beban 7,60 kN penurunan -1,50 cm, beban 8,60 kN dan penurunan -2,00 cm. Beban ultimit (P ult ) yang diberikan sebesar 6,20 kN. Tabel 2. Rekapitulasi nilai beban ultimit No. Pemodelan perkuatan Beban ultimit (kN) 1 Tipe 1 2,40 2 Tipe 2 5,20 3 Tipe 3 6,20 Berdasarkan rekapitulasi nilai beban ultimit pada tabel 2 diperoleh bahwa perkuatan anyaman karet ban bekas untuk penurunan -0.50 cm sampai dengan -2,00 cm beban ultimit yang diberikan memiliki nilai terbesar yaitu 6,20 kN. Pada pengujian ini dibuat pemodelan perbandingan tanpa perkuatan, perkuatan anyaman karet ban lapisan 1 dan perkuatan anyaman karet ban lapisan 2. Data perbandingan penurunan settlement dapat dilihat pada tabel 3 berikut : Tabel 3. Perbandingan penurunan skema permodelan Penurunan (cm) Beban (kN) Tanpa Perkuatan Anyaman Lapisan 1 Anyaman Lapisan 2 0,00 0,00 0,00 0,00 -0,50 1,50 2,50 4,00 -1,00 2,40 5,00 6,10 -1,50 3,00 6,80 7,50 -2,00 3,50 8,00 8,60 Dari hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat peningkatan daya dukung dilihat dari meningkatnya beban yang diberikan antara tanah yang tidak diberikan perkuatan dengan tanah yang diberi perkuatan, dapat dilihat dari grafik perbandingan penurunan (settlement) tiap skema pemodelan sebagaai berikut : Gambar 4. Grafik perbandingan penurunan permodelan b. Daya dukung rasio Dari pengujian penurunan dan beban tanah lunak dengan perkuatan anyaman karet ban didapat nilai beban ultimit (Pu) 6,20 kN dengan lebar pondasi (B) 25 cm dan Panjang pondasi (L) 40 cm. Menentukan nilai daya dukung tanah lunak yang telah diberi perkuatan mengacu pada analisis Terzaghi dapat dilihat pada rumus (8) berikut : Q u = P u A Diketahui : P u = 6,20 kN A = 25 x 40 cm q u = 6 ,20 1000 = 0,0062 kN/m 2 = 62 kPa Nilai BCR untuk melihat peningkatan daya dukung tanah tanpa perkuatan dengan daya dukung tanah menggunakan perkuatan. Setelah dilakukan pengujian didapatkan daya dukung untuk tanah lunak tanpa perkuatan sebesar 24 kPa, tanah lunak dengan perkuatan anyaman karet ban lapisan 1 sebesar 52 kPa, dan tanah lunak dengan perkuatan Pult = 6,20 kN anyaman karet ban lapisan 2 sebesar 62 kPa. Untuk nilai BCR dapat menggunakan rumus (9) ada pada tabel rekapitulasi daya dukung rasio sebagai berikut : Tabel 4. Rakapitulasi nilai (%) daya dukung rasio No. Perkuatan Beban Pu Daya Dukung Ultimit BCR Peningkatan ( kN ) ( Kpa ) (%) 1 Skema 1 2,40 24 1 - 2 Skema 2 5,20 52 2.17 117 3 Skema 3 6,20 62 2.58 158 Peningkatan nilai persentase daya dukung rasio tanah lunak dapat dilihat pada gambar 5 sebagai berikut : Gambar 5. Grafik peningkatan daya dukung rasio Dari hasil daya dukung tanah lunak tanpa perkuatan dan dengan perkuatan masing-masing 24,00 kPa, 52,00 kPa, dan 62,00 kPa didapat kenaikan nilai daya dukung rasio (BCR) masing-masing, untuk tanah lunak yang diberi perkuatan anyaman karet ban lapisan 1 sebesar 117%, untuk tanah lunak yang diberi perkuatan anyaman karet ban lapisan 2 sebesar 158%. ## 4. KESIMPULAN Hasil uji Karakteristik tanah yang diambil dari kawasan jalan Bokem Kelurahan Rimba Jaya, diklasifikasikan dalam sistem USCS termasuk kedalam kelompok CL yaitu tanah lempung berpasir. Pada sistem AASTHO masuk kelompok A-6 tanah berlempung. Berdasarkan hasil pengujian dapat dikatakan bahwa pengaruh penggunaan anyaman karet ban mengalami peningkatan. Dimana dengan perkuatan anyaman karet ban lapisan 1 mengalami peningkatan sebesar 117%, dan pada perkuatan anyaman karet ban lapisan 2 sebesar 158%. Jadi penggunaan variasi anyaman karet ban lapisan 2 dengan jarak antar anyaman berjarak besar lebih efektif dimana 158% mengalami peningkatan peningkatan daya dukung tanah. ## REFERENSI [1] E. Budianto, H. F. Betaubun, and R. A. Fure, “Studi Perkuatan Tanah Lunak Dengan Menggunakan Kombinasi Dari Cerucuk Kayu Dan Geotekstil,” Musamus J. Civ. Eng. , vol. 2, no. 02, pp. 55–60, 2020. [2] M. Akbar, H. Betaubun, C. Utary, D. L. Pamuttu, and D. A. Pasalli, “Identifikasi Jenis dan Tingkat Kerusakan Jalan pada Sistem Jaringan Jalan Perkotaan,” J. Res. Inov. Civ. Eng. as Appl. Sci. , vol. 2, no. 1, pp. 7–13, 2023. [3] H. Hairulla, D. S. Nababan, and T. I. Timaubas, “Experimental Daya Dukung Tanah Lempung Dengan variasi Butiran Kasar Terhadap Nilai CBR,” Musamus J. Civ. Eng. , vol. 2, no. 02, pp. 61–66, 2020. [4] M. Akbar and D. L. Pamuttu, “Analisis Kerusakan Jalan Pada Daerah Penyangga Lumbung Pangan Nasional Di Kabupaten Merauke,” Mustek Anim Ha , Vol. 10, No. 3, Pp. 94–99, 2021. [5] D. L. Pamuttu, E. Budianto, H. Hairulla, and P. T. Simbolon, “Pengujian Nilai CBR Campuran Material Lokal Dan Semen Sebagai Lapisan Pondasi Bawah,” Musamus J. Civ. Eng. , vol. 4, no. 02, pp. 70–75, 2022. [6] W. Setyo, “Perkuatan Tanah Lempung Menggunakan Anyaman Ban Karet Bekas Di Antara Fondasi Atas Dan Dibawah Lapisan Permukaan Dengan Beban Statis,” Tugas Akhir Wahyu Setyo , 2019. [7] A. Apiyono, Sumiyanto, and B. Mulyono, “Efektifitas Geogrid Karet Ban Bekas Untuk Perkuatan Tanah Dasar Jalan Raya Pada Perubahan Muka Air Tanah,” 2017. [8] SNI 03-1965-1990, “Pengujian Kadar Air,” 2012. [9] L. . Wesley, MEKANIKA TANAH . 2017. [10] SNI 1964:2008, “Pengujian Berat Jenis.” 2008. [11] SNI 03-1967-1990, “Pengujian Atterberg.” 2015. [12] SNI 03-1968-1990, “Pengujian Analisa Saringan.” 1990. [13] O.-3423-1994 SNI, “Pengujian Hidrometer,” 1994. [14] SNI 03-1742-1989, “Pengujian Pemadatan.” 2015. [15] B. M. Das, MEKANIKA TANAH , Jilid 1. 1995. [16] Wardoyo et al. , “TANAH LUNAK INONESIA,” p. 6, 2019. [17] D. E. Wibowo, H. W. Rahmadianto, and E. Endaryanta, “Usaha Peningkatan Daya Dukung Tanah Lempung Menggunakan Layer Krikil, Anyaman Bambu dan Kombinasi Kolom-Layer Pasir,” INERSIA lNformasi dan Ekspose Has. Ris. Tek. SIpil dan Arsit. , vol. 17, no. 1, pp. 47–56, 2021, doi: 10.21831/inersia.v17i1.40629. [18] H. C. Hardiyatmo, Mekanika Tanah I . 2022.
8ab5c3d3-2a22-49ac-a927-30b9853e6121
https://jurnal.polsri.ac.id/index.php/jupiter/article/download/3815/1668
Jurnal JUPITER, Vol. 13 No.2 Bulan Oktober Tahun 2021 Hal. 168-178 Implementasi Mobile Accounting Information System pada UMKM Petani Tambak Ikan Barokah Rowosari ## Kendal Miftahurrohman 1) , Sry Ratna Dewi 2) 1 Departemen Komputerisasi Akuntansi, Universitas Sains dan Teknologi Komputer Semarang Jl. Majapahit 605 -Pedurungan Kidul-Semarang-Jawa Tengah 50192 2 Departemen Sistem Informasi, Universitas Sains dan Teknologi Komputer Semarang Jl. Majapahit 605 -Pedurungan Kidul-Semarang-Jawa Tengah 50192 Email : *miftah@stekom.ac.id, ratnadewi010809@gmail.com ## Abstrak Adopsi sistem informasi akuntansi tidak hanya menjadi kebutuhan bagi perusahaan besar, akan tetapi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga perlu mengadopsi sistem informasi akuntansi untuk penyelenggaraan pencatatan dan pelaporan atas aktivitas bisnis yang dilakukan mereka. Namun demikian masih sedikit UMKM yang memahami pentingnya adopsi sistem informasi akuntansi, keterbatasan sumber daya yang dimiliki baik sumber daya keuangan dan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang teknologi dan informasi menjadi hambatan bagi mereka, sehingga mereka tidak melakukan pencatatan setiap kejadian ekonomi dengan baik dan benar, tidak adanya pemisahan keuangan pribadi dengan keuangan hasil usaha, dan keterbatasan dalam pemahaman tentang konsep-konsep akuntansi keuangan. Saat ini pemanfaatan teknologi mobile bagi masyarakat menawarkan berbagai fitur yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Sistem informasi akuntansi berbasis mobile menawarkan kemudahan dan efisiensi. Sistem informasi akuntansi dengan platform android yang ada dan siap pakai tidak memiliki fleksibilitas dalam penggunaan dan tidak bisa memenuhi kebutuhan dari UMKM secara spesifik. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang sistem informasi akuntansi berbasis mobile yang diimplementasikan pada UMKM. Sistem informasi akuntansi berbasis mobile/seluler yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pemakai, memiliki fleksibilitas penggunaan, dan tidak mengharuskan pemakai memahami konsep dasar akuntansi keuangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan dengan model pengembangan sistem prototype. Pengembangan aplikasi menggunakan pendekatan pemodelan berorientasi object Unified Modeling Language (UML ). Hasil penelitian berupa sistem informasi akuntansi berbasis mobile dengan menggunakan pendekatan standar akuntansi keuangan entitas mikro, kecil, dan menengah (SAK EMKM). Kata Kunci : Sistem Informasi Akuntansi, Mobile Accounting, UMKM, UML ## Abstract The adoption of an accounting information system is not only a necessity for large companies, but micro, small and medium enterprises (MSMEs) also need to adopt an accounting information system for recording and reporting on their business activities. However, there are still few MSMEs who understand the importance of adopting an accounting information system, the limited resources they have, both financial resources and human resources who have competence in the field of technology and information, are an obstacle for them, so they do not record every economic event properly and true, the absence of separation of personal finance with financial results of operations, and limitations in the understanding of financial accounting concepts. Currently, the use of mobile technology for the community offers various features that are widely used by the community. Mobile-based accounting information system offers convenience and efficiency. Accounting information systems with existing and ready-to-use android platforms do not have flexibility in use and cannot meet the specific needs of MSMEs. The purpose of this study is to design a mobile-based accounting information system that implemented in SMEs. A mobile/mobile-based accounting information system that is designed to meet user needs, has flexibility of use, and does not require users to understand the basic concepts of financial accounting. The research method used is a research and development method with a prototype system development model. Application development uses the Unified Modeling Language (UML) object-oriented modeling approach. The results of the study are in the form of a mobile-based accounting information system using a standard approach to financial accounting for micro, small and medium entities (SAK EMKM). Keywords : Accounting Information System, Mobile Accounting, UMKM, UML 1. PENDAHULUAN enggunaa smartphone di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, jumlah pengguna smartphone pada tahun 2019 tercatat sebanyak 92 juta pemakai dan meningkat sebesar 110% dibanding tahun 2018, pada tahun 2020 mengalami peningkatan pengguna smartphone mencapai 160,23 juta pemakai dan menduduki urutan keempat dunia setelah Amerika Serikat [1]. Pemanfaatan smartphone tidak hanya terbatas pada fungsi pokoknya yaitu sebagai alat komunikasi, akan tetapi lebih dari itu, s martphone digunakan untuk berbagai macam aktivitas baik yang bersifat pribadi seperti aktivitas di media sosial atau keperluan bisnis seperti pemanfaatan smartphone untuk e-commerce/m-commerce . Kebanyakan smartphone digunakan untuk menyimpan dan mengakses informasi yang berbasis dokumen lebih mudah dan cepat dilakukan [2], akan tetapi lebih dari itu, Smartphone dapat membantu bisnis berjalan lebih efisien [3]. Penggunaan smartphone diharapkan akan memberikan efek positif seperti fleksibilitas, produktivitas, dan kemampuan untuk mendesain ulang proses bisnis [2]. Namun demikian masih sedikit UMKM yang menggunakan smartphone untuk mendukung bisnis mereka seperti pengelolaan data keuangan [4]. Ditemukan adanya beberapa hambatan UMKM dalam menggunakan smartphone , faktor-faktor seperti kesadaran, ketersediaan dana, dan fungsi sistem merupakan faktor yang menentukan pemanfaatan teknologi smartphone [5]. Pengelolaan data keuangan bagi UMKM memiliki fungsi yang sangat penting, data keuangan diolah menghasilkan informasi berupa laporan keuangan yang sangat diperlukan. Informasi yang tersaji pada laporan keuangan memberikan gambaran mengenai kondisi dan kinerja keuangan perusahaan dalam periode tertentu. Tujuan laporan keuangan adalah untuk menghasilkan informasi keuangan yang bermanfaat sebagai dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi perusahaan [6]. Akan tetapi masih banyak UMKM yang belum memahami pentingnya informasi akuntansi, sehingga banyak yang tidak melakukan pencatatan setiap kejadian ekonomi dengan baik dan benar dan mengabaikan standar akuntansi keuangan, seringkali mereka tidak memisahkan keuangan pribadi dengan keuangan hasil usaha. Sebagian dari mereka juga memiliki keterbatasan dalam pemahaman tentang konsep-konsep akuntansi keuangan. Tidak ada informasi keuangan yang baik berpengaruh secara langsung terhadap kualitas pengambilan keputusan, sangat sulit bagi mereka untuk melakukan pengambilan keputusan ekonomi untuk kemajuan bisnis mereka. Sebagai bentuk dukungan terhadap UMKM memudahkan pengelolaan keuangan dengan lebih menyederhanakan standar akuntansi yang sebelumnya telah ada (SAK ETAP), maka Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menerbitkan standar akuntansi keuangan entitas mikro, kecil, dan menengah (SAK EMKM) yang khusus dipergunakan bagi UMKM, SAK EMKM disusun dan disahkan pada tahun 2016, dan berlaku efektif tanggal 1 Januari 2018. Penyajian P ## Jurnal JUPITER, Vol. 13 No.2 Bulan Oktober Tahun 2021 Hal. 168-178 informasi berupa laporan keuangan pada SAK EMKM terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan catatan atas laporan keuangan [7]. Dengan diterbitkannya SAK EMKM, diharapkan UMKM mampu menyelenggarakan pembukuan dari transaksi bisnis dan menyajikannya laporan keuangan dengan keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki. Sangat perlu bagi UMKM dalam menjalankan usahanya didukung dengan adanya suatu aplikasi sistem informasi akuntansi yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Sistem yang dirancang mudah untuk digunakan dan tidak mengharuskan penggunanya untuk memahami konsep akuntansi keuangan. Sistem informasi akuntansi seluler dirancang dengan menggunakan platform mobile /Seluler. Teknologi seluler dapat digunakan untuk meningkatkan proses pencatatan akuntansi bagi pengusaha kecil dan menengah [8]. Keuntungan dari aplikasi seluler adalah pengusaha Mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat menghemat uang dalam jumlah besar hanya dengan menggunakan aplikasi ini daripada berinvestasi dalam infrastruktur teknologi informasi. Namun hanya sebagian kecil dari total UMK di Indonesia yang memanfaatkan internet untuk bisnis [9]. Saat ini ada banyak aplikasi sistem informasi akuntansi berbasis android ( mobile ) yang siap pakai, namun demikian fleksibilitas dari sistem informasi akuntansi tersebut kadang tidak sesuai dengan kebutuhan dari UMKM sendiri, pemahaman tentang konsep dasar akuntansi juga diperlukan dalam menggunakan sistem informasi akuntansi yang sudah ada. Aplikasi seluler yang efektif harus mudah digunakan oleh pengusaha kecil dan menengah untuk membuat laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi, dan laporan keuangan yang dihasilkan harus mudah digunakan oleh pemilik bisnis. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah merancang sistem informasi akuntansi berbasis mobile dengan menggunakan pendekatan standar akuntansi keuangan entitas mikro, kecil, dan menengah (SAK EMKM) pada UMKM petani tambak ikan Barokah yang dapat membantu memudahkan pengelolaan transaksi keuangan dan menghasilkan informasi laporan keuangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan bisnis. 2. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah research and development (R&D), R&D merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut [10]. Mengadopsi dari model R&D yang dikembangkan oleh Sugiyono, dalam penelitian ini penulis hanya mengambil 6 langkah saja, yaitu potensi dan masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi desain, perbaikan desain, uji coba produk. Model pengembangan sistem yang akan digunakan adalah model prototype , model prototype memperhatikan kebutuhan sistem untuk pemakai. Adapun tahapan pada model pengembangan prototype terdiri dari Identifikasi kebutuhan pemakai, mengembangkan prototype, menentukan apakah prototype diterima atau tidak, dan menggunakan prototype [11]. Berikut merupakan tahapan dalam pengembangan sistem seperti tampak pada gambar 1. Gambar 1. Diagram Alir Model Pengembangan Pengembangan aplikasi menggunakan pendekatan pemodelan berorientasi object yaitu Unified Modeling Language (UML). Unified Modeling Language (UML) merupakan bahasa pemodelan standar untuk pengembangan perangkat lunak dan sistem [12]. Unified Modeling Language (UML) juga didefinisikan sebagai sebuah teknik pengembangan sistem yang menggunakan bahasa grafis sebagai alat untuk pendokumentasian dan melakukan spesifikasi pada sistem [13]. Unified Modeling Language (UML) bukanlah merupakan bahasa pemrograman tetapi model-model yang tercipta berhubungan langsung dengan berbagai macam bahasa pemrograman, sehingga memungkinkan melakukan pemetaan (mapping) langsung dari model-model yang dibuat dengan Unified Modeling Language (UML) dengan bahasa-bahasa pemrograman berorientasi objek, seperti Java [14]. Secara filosofi UML diilhami oleh konsep yang telah ada yaitu konsep pemodelan Object Oriented karena konsep ini menganalogikan sistem seperti kehidupan nyata yang didominasi oleh objek dan digambarkan dalam simbol-simbol yang cukup spesifik [15]. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan menggunakan pendekatan Prototype dalam pengembangan sistem, menganalisis sistem yang berjalan dan memperhatikan kebutuhan pengguna, maka dihasilkan suatu sistem informasi akuntansi berbasis android. Model logika sistem disajikan dalam beberapa diagram seperti diagram use case dan diagram aktivitas. 3.1. Diagram Use Case Diagram use case menggambarkan berbagai fungsi yang diharapkan dari suatu sistem, sebuah use case merepresentasikan proses interaksi yang terjadi antara aktor dengan sistem [15]. berikut merupakan diagram use case yang diusulkan sebagaimana pada gambar 2. Pada dasarnya terdapat empat kebutuhan yang perlu ditangani pada sistem informasi akuntansi yang dihasilkan, yaitu login sistem, pengaturan, pencatatan, dan pelaporan. 172 Jurnal JUPITER, Vol. 13 No.2 Bulan Oktober Tahun 2021 Hal. 168-178 3.2. Diagram Activity Pada diagram activity sebagaimana pada gambar 3. dirancang untuk menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh pemakai [15], dimana aktivitas dimulai dengan masuk ke sistem informasi melalui proses log in terlebih dahulu, selanjutnya pemakai dapat melanjutkan ke aktivitas berikutnya yaitu pencatatan transaksi yang didasarkan atas bukti transaksi sampai proses penyimpanan. ## Gambar 3. Activity Diagram 3.3. Prototype Aplikasi Prototype sistem informasi akuntansi berbasis mobile ( android) telah dihasilkan, berikut merupakan tampilan interface dari sistem informasi tersebut. Gambar 4. Tampilan Icon Aplikasi SIA Dari tampilan icon yang terdapat pada platform android pemakai dapat menjalankan aplikasi sistem informasi akuntansi UMKM dan melakukan aktivitas pengelolaan keuangan pada perusahaan. Gambar 5. Tampilan halaman Login Tampilan halaman login merupakan tampilan awal saat pertama masuk pada aplikasi sistem informasi akuntansi UMKM Barokah, fungsi halaman login adalah untuk menjaga keamanan aplikasi dari pemakai yang tidak bertanggung jawab, sangat perlu menerapkan sistem keamanan melalui halaman login , untuk menjaga data-data keuangan perusahaan. Pemakai bisa memasukkan username dan password sesuai dengan yang tetapkan. 3.4. Halaman Jurnal Pada form jurnal pemakai dapat secara langsung melakukan kegiatan pencatatan transaksi-transaksi yang terjadi secara real time yang didasarkan atas bukti transaksi, pencatatan dilakukan secara periodik dengan menetapkan bulan dan tahun dari transaksi yang dicatat. Pada form jurnal juga dilengkapi dengan fasilitas pencarian untuk memudahkan pemakai menemukan kembali transaksi yang sebelumnya telah dicatat. Gambar 6. Jurnal Umum 174 Jurnal JUPITER, Vol. 13 No.2 Bulan Oktober Tahun 2021 Hal. 168-178 3.5. Halaman Laporan Pada halaman laporan memuat jenis-jenis laporan yang bisa dipilih, mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan menengah (SAK-EMKM), maka laporan keuangan disajikan secara sederhana yaitu laporan neraca dan laporan rugi laba. Disamping itu juga disediakan jenis laporan yang lain seperti jurnal, buku besar, neraca saldo, utang, dan piutang. Gambar 7. Tampilan Halaman Laporan 3.6. Halaman Laporan Jurnal Pada halaman laporan jurnal, pemakai dapat melihat transaksi-transaksi yang telah dicatat pada buku jurnal secara periodik, sehingga pemakai dapat memeriksa kembali setiap transaksi untuk membantu pemakai dalam pengambilan keputusan. Gambar 8. Tampilan Halaman Laporan Jurnal 3.7. Halaman Laporan Neraca Saldo Pada halaman laporan neraca saldo, pemakai dapat mengetahui saldo dari setiap perkiraan yang ada pada perusahaan, sehingga pemakai dapat menguji kebenaran dari transaksi yang telah dicatat sebelumnya pada jurnal Gambar 9. Tampilan Halaman Laporan Neraca Saldo 3.8. Halaman Pengaturan Pada halaman pengaturan ada empat pilihan menu yang dapat dipilih sesuai kebutuhan. Menu pengaturan perusahaan digunakan untuk menginputkan identitas perusahaan secara detail. Menu pengaturan modal awal digunakan untuk menginputkan modal awal yang disetor ke perusahaan. Menu pengaturan rekening digunakan untuk menginputkan daftar perkiraan yang digunakan pada buku besar dan digunakan untuk mencatat setiap transaksi. ## Gambar 9. Tampilan Halaman Pengaturan ## 4. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya dan hasil analisis mplementasi sistem informasi akuntansi berbasis mobile pada UMKM petani tambak ikan Barokah, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 176 ## Jurnal JUPITER, Vol. 13 No.2 Bulan Oktober Tahun 2021 Hal. 168-178 1. Sistem informasi akuntansi berbasis mobile yang dapat diimplementasikan pada UMKM Petani tambak ikan Barokah membantu memudahkan pengelolaan transaksi keuangan. 2. Sistem informasi akuntansi berbasis mobile menghasilkan informasi keuangan berupa laporan keuangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan pengelola/pemilik UMKM. 3. Dengan menggunakan pendekatan standar akuntansi keuangan entitas mikro, kecil, dan menengah pemakai lebih mudah memahami alur pengelolaan transaksi keuangan. ## 5. SARAN Dari hasil evaluasi implementasi sistem informasi berbasis mobile pada UMKM petani tambak ikan Barokah, penulis menyadari masih adanya kekurangan, maka penulis menyampaikan beberapa saran untuk mengoptimalkan sistem informasi akuntansi berbasis mobile sebagai berikut . 1. Diperlukan pemahaman konsep akuntansi secara fundamental sebagai pondasi untuk implementasi sistem informasi akuntansi berbasis mobile agar lebih optimal oleh pemakai. 2. Sangat perlu bagi peneliti selanjutnya menambahkan fitur-fitur lainnya untuk melengkapi sistem informasi akuntansi berbasis mobile, seperti pengelolaan persedian, pengelolaan piutang, pengelolaan aset tetap dan sebagainya. ## UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. 2. Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah VI Jawa Tengah 3. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sain dan Teknologi Komputer Semarang. 4. Rekan-rekan dosen semua yang telah memberikan dukungan, arahan pada penelitian ini. ## DAFTAR PUSTAKA [1] Y. Pusparisa, “Daftar Negara Pengguna Smartphone Terbanyak, Indonesia Urutan Berapa?,” Databoks , 2021. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/01/daftar- negara-pengguna-smartphone-terbanyak-indonesia-urutan-berapa. [2] M. H. Quade dan U. Leimstoll, “Mobile business with smartphones and tablets: Effects of mobile devicesin SMEs,” 28th Bled eConference #eWellbeing - Proc. , no. June, hal. 290– 305, 2015. [3] S. Stieglitz dan T. Brockmann, “Impact of Mobile Technologies on Enterprises : Strategies , Success Factors , Recommendations,” hal. 1–30, 2013, [Daring]. Tersedia pada: www.vodafone-institut.de. [4] A. Ria, “Analisis Penerapan Aplikasi Keuangan Berbasis Android,” sosio e-kons , vol. 10, no. 3, hal. 207–219, 2018, [Daring]. Tersedia pada: http://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/sosi_ekons. Miftahurrohman et al. Implementasi Mobile Accounting Information System 177 [5] A. Manyonde, “Awareness of the Mobile Accounting Systems for Kenyan Small to Medium Enterprises ( Smes ): Case of Nairobi Urban,” vol. 1, no. 1, hal. 7–12, 2014. [6] Riswan dan Y. F. Kesuma, “ANALISIS LAPORAN KEUANGAN SEBAGAI DASAR DALAM PENILAIAN KINERJA KEUANGAN PT. BUDI SATRIA WAHANA MOTOR Riswan,” NASPA J. , vol. 5, no. 1, hal. 93–121, 2014. [7] I. A. Indonesia, “Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah,” Ikatan Akuntan Indonesia , 2016. http://iaiglobal.or.id/v03/files/file_sak/emkm/ (diakses Sep 08, 2021). [8] A. Y. Rahmayanti dan D. Rahmawati, “Digital Accounting for Small to Medium Enterprises Using Mobile Applications,” vol. 426, no. Icvhe 2018, hal. 172–176, 2020, doi: 10.2991/assehr.k.200331.139. [9] T. T. H. Tambunan, “Evidence on the use of internet for businesses by MSEs in a Developing Country . The Indonesian case,” An Acad Bras Cienc , vol. 92, no. 1, 2020, doi: 10.1590/0001-3765202020180555. [10] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D . Bandung: CV. Alfabeta, 2017. [11] D. Darmawan dan K. N. Fauzi, Sistem Informasi Manajemen . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013. [12] R. M. and K. Hamilton, A Pragmatic Introduction to UML , vol. 66. 2006. [13] S. Mulyani, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah:Notasi Pemodelan Unified Modeling Language (UML) , Edisi Kedu. Bandung: Abdi Sistematika, 2016. [14] Y. Syafitri, “Analisa dan Perancangan Berbasis UML pada Sistem Informasi Simpan Pinjam Koperasi Swamitra Bandar Lampung,” J. Inf. dan Komput. , vol. 4, no. 1, hal. 22– 31, 2016. [15] Haviluddin, “Memahami Penggunaan UML ( Unified Modelling Language ),” J. Inform. Mulawarman , vol. 6, no. 1, hal. 1–15, 2011, [Daring]. Tersedia pada: https://informatikamulawarman.files.wordpress.com/2011/10/01-jurnal-informatika- mulawarman-feb-2011.pdf.
ece3d423-04c0-40fc-adc5-fc935e4a375e
https://journal.yrpipku.com/index.php/msej/article/download/1514/1149
Submitted : 28 Februari 2023, Accepted : 20 Maret 2023, Published : 1 April 2023 Copyright © 2023 THE AUTHOR(S). This article is distributed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International license, http://journal.yrpipku.com/index.php/msej The Effect of Electronic Word of Mouth on Twitter Account @eminacosmetics, Perceived Quality and Brand Image On Brand Trust (Study on young women in Surabaya who use Emina cosmetics and have Twitter accounts) Pengaruh Electronic Word of Mouth pada Akun Twitter @eminacosmetics, Perceived Quality dan Brand Image Terhadap Brand Trust (Studi pada Remaja Wanita Pengguna Kosmetik Emina yang Memiliki Akun Twitter di Kota Surabaya) Rachmalia Indah Anggraini 1* , Nurhadi 2 Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur 1,2 anggrainirachmalia@gmail.com 1 , nurhadi.ab@upnjatim.ac.id 2 * Corresponding Author ## ABSTRACT This following research was carried out in order to understand and examine the impact of Electronic Word of Mouth on the Twitter account @eminacosmetics, Perceived quality, and Brand image on Brand trust. Quantitative is the method used in this study where sample used are 150 young women who use Emina cosmetics who have a Twitter account in the city of Surabaya. The data analysis is in the form of "Multiple Linear Regression" with SPSS 25 application. The research output is that simultaneously Electronic Word of Mouth, Perceived Quality, and Brand Image have a significant impact on Brand Trust, partially Electronic Word of Mouth has a significant impact on Brand Trust, partially Perceived Quality has a significant impact on Brand Trust, partially Brand Image has a significant effect on Brand Trust. Keywords : Brand Image, Brand Trust, Electronic Word of Mouth, Perceived Quality ## ABSTRAK Riset berikut dilaksanakan dalam rangka guna memahami dan menelaah dampak dari Electronic Word of Mouth pada akun twitter @eminacosmetics, Perceived quality , dan Brand image terhadap Brand trust . Kuantitatif ialah metode yang dipakai dalam riset berikut yang mana total sampel yang dipakai adalah sejumlah 150 remaja wanita pengguna kosmetik Emina yang memiliki akun twitter di Kota Surabaya. Analisis datanya berupa “Regresi Linier Berganda” menggunakan aplikasi SPSS 25. Adapun output risetnya adalah secara bersamaan Electronic Word of Mouth , Perceived Quality , dan Brand Image berpengaruh signifikan terhadap Brand Trust , secara parsial Electronic Word of Mouth signifikansinya berdampak pada Brand Trust , secara parsial Perceived Quality signifikansinya berdampak pada Brand Trust , secara parsial Brand Image signifikansinya berdampak pada Brand Trust . Kata Kunci : Citra Merek, Kepercayaan Merek, Electronic Word of Mouth , Persepsi Kualitas ## 1. Pendahuluan Setiap perusahaan pasti mempunyai tujuan atau goals yang besar dalam meraih hubungan baik dengan konsumen yang mana hal tersebut menjadi tujuan jangka panjang dan dapat berdampak lebih pada kesuksesan suatu merek dalam perusahaan. Dalam rangka untuk meraih tujuan perusahaan tersebut, salah satu yang dapat dilaksanakan yaitu dengan membangun kepercayaan merek yang ada atau dapat dikenal dengan istilah brand trust . (Chinomona & Maziriri, 2017) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan gambaran sejauh mana konsumen memiliki rasa kepercayaan dan keyakinan bahwasannya merek yang diunggulkan akan memberikan manfaat. Dalam membangun kepercayaan suatu merek (brand trust) kepada konsumen, terdapat berbagai hal yang mempengaruhi pembentukan kepercayaan merek tersebut. Hal pertama adalah Electronic word of mouth (E-wom) . Menurut Kotler (2009) pada (Hamdani & Maulani, 2018), E-wom menjadi pilihan yang benar serta mudah dalam rangka melaksanakan upaya promosi karena adanya fasilitas, sebagai contoh situs web, forum, messenger, dan media sosial lainnya salah satunya adalah twitter. Data pengguna internet sampai dengan Januari 2022 adalah sebanyak 204, 7 juta orang. Apabila dibandingkan dengan tahun 2021, jumlah orang yang menggunakan internet di Indonesia sebanyak 202,6 juta yang berarti mengalami kenaikan sebesar 1,03%. Di dalam penggunaan internet, terdapat beberapa bentuk yang dapat digunakan untuk saling berkomunikasi. Salah satu bentuk baru yang dapat digunakan untuk berkomunikasi pada saat menggunakan internet adalah media sosial (Headline.co.id). Saat ini, terdapat banyak media sosial yang sering digunakan salah satunya twitter. Pada laporan DataIndonesia.id, salah satu pengguna twitter terbanyak yakni Indonesia. Itu dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah pengguna Twitter yang ada di Indonesia setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 31,3%. Selanjutnya yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam membangun kepercayaan merek (brand trust) kepada konsumennya adalah perceived quality . Menurut (Naggar & Bendary, 2017), Perceived Quality merupakan kesan yang muncul dari konsumen terkait keunggulan suatu merek dalam berkinerja dibandingkan dengan merek lain. Hal ketiga yang memiliki pengaruh pada penciptaan kepercayaan merek adalah brand image . Menurut Fatmala (2008) dalam (Izzati, 2019) jika brand image terbentuk ketika konsumen mempunyai persepsi tentang diferensiasi antar merek tertentu, maka citra merek yang telah tercipta dapat membangun suatu brand trust yang pada akhirnya akan menyebabkan tindakan keputusan pembelian. Pada era modern seperti saat ini, produk kosmetik atau kecantikan telah beralih menjadi kepentingan utama yang harus dicukupi oleh setiap kaum hawa. Setiap kosmetik dibuat dengan memiliki kelebihan masing-masing dan tentunya berbeda-beda dalam rangka memenuhi keinginan serta kebutuhan konsumen. Sehingga, tidak heran jika perusahaan yang bergerak di sektor industri kecantikan saling bersaing dan menciptakan inovasi-inovasi yang berdampak pada perkembangan yang sangat drastis. Salah satu perusahaan kosmetik yang selalu menciptakan inovasi untuk produknya adalah Emina. Kosmetik tersebut adalah satu dari brand lokal yang dirilis tahun 2015 di Indonesia. PT. Paragon Technology and Innovation adalah produsen Emina sekaligus pemilik brand Wardah dan Make Over. Emina cosmetics memiliki fokus utama pada produk perawatan kulit (skincare) dan make up yang aman, disamping itu juga mudah digunakan untuk kulit remaja maupun perempuan dewasa awal. Kosmetik ini memiliki segmentasi pasar yaitu wanita dengan rentang usia 15 – 25 tahun, terutama para remaja. Pada tahun 2021, kosmetik Emina mampu menjual produknya hingga mencapai 4,5 miliar. Berikut disajikan datanya : Gambar 1. Data Penjualan Brand Emina Cosmetics Tahun 2021 Sumber : Compas.co.id 55,00%; 55% 30,90%; 31% 13,90%; 14% Perawatan Wajah Kosmetik Wajah Kosmetik Bibir Berdasarkan data tersebut, dapat diamati walaupun kosmetik Emina mampu menjual produknya hingga mencapai 4,5 miliar masih adanya ketidak seimbangan penjualan produk yang mana dapat dilihat dari persentase penjualan terbanyak masih didominasi oleh produk perawatan wajah. Itu berarti belum sepenuhnya pengguna kosmetik Emina percaya pada merek Emina. Adanya permasalahan tersebut diperlukan strategi pemasaran yang efektif dalam rangka untuk menciptakan kepercayaan merek. Pertama yaitu dengan melakukan electronic word of mouth. Menurut Jansen et al., dalam (Dewi & Sudiksa, 2019) e-wom sangat menentukan kepercayaan terhadap suatu merek. Perusahaan Emina melakukan kegiatan electronic word of mouth melalui berbagai media sosial salah satunya adalah twitter. Kedua yaitu melalui persepsi kualitas konsumen. Menurut (Rivai & Wahyudi, 2017), persepsi kualitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan suatu merek. Emina melakukan berbagai cara untuk menjaga kualitas produknya agar persepsi konsumen atas kualitas pun juga positif. Selanjutnya adalah dengan menciptakan citra merek pada penggunanya. Emina dalam menciptakan citra merek yang baik adalah dengan tetap menjaga karakteristik seperti harga yang terjangkau, desain kemasan yang unik, dan lain sebagainya. Dari pemaparan latar belakang tersebut, penulis bertujuan untuk meneliti Pengaruh Electronic Word of Mouth pada akun twitter @eminacosmetics, Perceived Quality , dan Brand Image Terhadap Brand Trust . Penelitian ini dilakukan terhadap remaja wanita pengguna kosmetik Emina yang memiliki akun twitter di Kota Surabaya. ## 2. Tinjauan Pustaka ## Electronic Word of Mouth Thurau et al., (2004) di (Priambodo & Subyanto, 2017), E-wom merupakan pernyataan yang diciptakan oleh konsumen baik itu aktual maupun potensial terkait produk dan informasi tersebut tersedia pada internet. Perceived Quality Menurut David A.Aaker (1997) dalam (Firmansyah, 2019) perceived quality adalah kesesuaian pandangan yang dimiliki pengguna pada kualitas sebuah produk secara keseluruhan dengan maksud yang diharapkannya. ## Brand Image (Amalia, 2019) menyatakan citra merek ialah pandangan konsumen dalam menilai suatu merek yang berasal dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek tersebut. ## Brand Trust (Arief et al., 2017) menyatakan bahwa kepercayaan merek merupakan perasaan yakin yang dimiliki konsumen terhadap suatu merek produk tertentu karena adanya pembelajaran dan pengalaman atas pemakaian barang atau jasa dari merek tersebut. Kerangka Pemikiran ## Gambar 2. Kerangka Berpikir Hipotesis H1 : Secara simultan e-wom, perceived quality dan brand image signifikansinya berdampak pada brand trust pada remaja wanita pengguna produk kosmetik Emina yang memiliki akun twitter di Kota Surabaya. H2 : Secara parsial e-wom signifikansinya berdampak pada brand trust pada remaja wanita pengguna produk kosmetik Emina yang memiliki akun twitter di Kota Surabaya. H3 : Secara parsial perceived quality signifikansinya berdampak pada brand trust bagi remaja wanita pengguna produk kosmetik Emina yang memiliki akun twitter di Kota Surabaya. H4 : Secara parsial brand image signifikansinya berdampak pada brand trust bagi remaja wanita pengguna produk kosmetik Emina yang memiliki akun twitter di Kota Surabaya. ## 3. Metode Penelitian Riset berikut tergolong pada jenis riset kuantitatif, sebab menekankan analisa angka dan penggunaan metode statistik (Hardani et al., 2020). Sampel dalam riset ini adalah sebanyak 150 responden yang diambil dari populasi berupa remaja wanita pengguna kosmetik Emina yang memiliki akun twitter di Kota Surabaya memakai metode non-probability serta purposive sampling sebagai tekniknya. Adapun teknik dalam mengumpulkan datanya berupa penyebaran kuesioner melalui google form kepada responden sesuai kriteria yang telah diputuskan. Dalam mengukur masing-masing variabel digunakan indikator yang sesuai. Untuk Electronic Word of Mouth menggunakan indikator dari (Purwaningdyah, 2019), yakni intensity dan valence of opinion . Sedangkan Perceived Quality mempergunakan indikator yang diadopsi dari penelitian (Laraswati & Hart,i 2022), antara lain kualitas produk, reputasi produk, karakteristik produk, serta kinerja produk. Dan indikator yang diterapkan untuk mengukur Brand Image adalah corporate image , user image , dan product image (Biel, 1992;Firmansyah, 2019). Untuk variabel dependen yaitu brand trust menggunakan indikator berupa jangka panjang, ketulusan, brand reliability , brand intention , serta brand competence yang mana indikator tersebut diadaptasi dari beberapa penelitian yakni (Susilawati & Wufron, 2017), (Syahdiany & Trinanda, 2019), serta (Laksono & Suryadi, 2020). Teknik pengolahan data yang dipakai riset berikut adalah pengujian validitas, reliabilitas, serta asumsi klasik. Sedangkan teknik analisis pada riset ini adalah dengan mengimplementasikan analisis regresi linier berganda menggunakan SPSS 25 guna peralatan bantunya. ## 4. Hasil dan Pembahasan Hasil Pengujian Validitas Tabel 2. Uji Validitas Pernyataan r hitung Sig r tabel Keterangan EW 1 Electronic Word of Mouth 0,368 0,000 0,1603 Valid EW 2 0,740 EW 3 0,746 EW 4 0,483 EW 5 0,710 EW 6 0,383 EW 7 0,367 PQ 1 Perceived Quality 0,613 0,000 0,1603 Valid PQ 2 0,761 PQ 3 0,791 PQ 4 0,770 PQ 5 0,775 PQ 6 0,614 BI 1 Brand Image 0,570 0,000 0,1603 Valid BI 2 0,555 BI 3 0,680 BI 4 0,748 BI 5 0,724 BI 6 0,718 BI 7 0,645 BT 1 Brand Trust 0,550 0,000 0,1603 Valid BT 2 0,631 BT 3 0,614 BT 4 0,666 BT 5 0,647 BT 6 0,524 BT 7 0,609 BT 8 0,595 BT 9 0,510 ## Sumber : Hasil Pengujian spss berdasarkan data primer Pengujian Reliabilitas Tabel 3. Pengujian Reliabilitas No Variabel Cronbach’s Alpha Hitung Cronbach’s Alpha Minimum Keterangan 1 Electronic Word of Mouth 0,621 0,60 Reliabel 2 Perceived Quality 0,802 0,60 Reliabel 3 Brand Image 0,777 0,60 Reliabel 4 Brand Trust 0,765 0,60 Reliabel Sumber : Hasil dari pengujian spss berdasarkan data primer ## Pengujian Normalitas ## Gambar 3. Pengujian Normalitas Sumber : Hasil pengujian spss berdasarkan data primer Uji Multikolinieritas Tabel 4. Pengujian Multikolinieritas Sumber : Hasil pengujian spss berdasarkan data primer Uji Heteroskedastisitas Tabel 5. Uji Koefisien Spearman Rho No Variabel Bebas Sig. (2-tailed) Hitung Sig.(2-tailed) minimum Keterangan 1 Electronic Word of Mouth 0,954 0,05 Non Heteroskedastisitas 2 Perceived Quality 0,266 0,05 Non Heteroskedastisitas 3 Brand Image 0,795 0,05 Non Heteroskedastisitas Sumber : Hasil pengujian spss berdasarkan data primer Uji Autokorelasi Tabel 6. Pengujian Autokorelasi Sumber : Hasil pengujian spss berdasarkan data primer Analisis Regresi Linier Berganda Tabel 7. Analisa Regresi Linier Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) 7,027 2,461 2,855 ,005 Electronic Word of Mouth ,170 ,065 ,157 2,621 ,010 Perceived Quality ,569 ,083 ,459 6,827 ,000 Brand Image ,405 ,090 ,299 4,516 ,000 Sumber : Hasil pengujian spss berdasarkan data primer Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas dapat diperoleh persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut : Y = 7,027 + 0,170X1 + 0,569X2 + 0,405X3 No Variabel Bebas Colinearity Statistic Tolerance VIF Keterangan 1 Electronic Word of Mouth 0,858 1,166 Non Multikolinier 2 Perceived Quality 0,683 1,465 Non Multikolinier 3 Brand Image 0,703 1,422 Non Multikolinier Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin Watson 1 ,741 a ,549 ,540 3,13398 1,940 Besar dari nilai tetap a yakni 7,027 berarti apabila variabel bebasnya konstan maka variabel brand trust (Y) adalah 7,027. Diperoleh nilai X1 adalah 0,170 yang bermakna variabel ewom memiliki nilai 0,170 dan akan mengubah brand trust sebesar 0,170. Diketahui besaran X2 yaitu 0,569 memiliki arti brand trust akan berubah sebesar 0,569 ketika variabel perceived quality naik sebanyak satu satuan. Nilai dari X3 sebesar 0,405 menunjukkan apabila variabel brand image mengalami kenaikan sebanyak satu satuan maka akan berdampak pada brand trust sebesar 0,405. Pengujian F Tabel 8. Pengujian Simultan (Uji F) Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regresion Residual Total 1747,806 3 582,602 59,317 ,000 b 1433,987 146 9,822 3181,793 149 Sumber : Hasil pengujian spss berdasarkan data primer Pengujian t Tabel 9. Pengujian Parsial (Uji t) Sumber : Hasil pengujian spss berdasarkan data primer Berpacu dari hasil pengujian hipotesis memakai uji F pada penelitian ini, diketahui bahwa variabel ewom (X1), perceived quality (X2), brand image (X3) secara simultan memiliki signifikansi dampak positif pada brand trust (Y). Diketahui pada nilai signifikansinya senilai 0,000 dimana artinya < 0,05 serta skor F-hitung (59,317) > F-tabel (2,670). Output dari riset ini sepadan dengan hasil riset yang dijalankan (Hadinata, 2020). Diperoleh hasil bahwasannya variabel ewom (X1) secara parsial menunjukkan signifikansi dampak positif pada brand trust (Y). Kondisi ini bisa ditunjukkan melalui skor signifikansi yang didapatkan yaitu senilai sebesar 0,010 yang berarti < 0,05 dan t hitung (2,621) > t tabel (1,976). Itu bisa membuat kesimpulan bahwasanya H0 ditolak. Ini diperjelas dengan sebagian besar jawaban responden setuju ketika cenderung memperoleh maupun memberikan informasi yang positif terkait kosmetik Emina. Jadi semakin banyak komentar yang baik di jejaring sosial maka akan membuat tingkat kepercayaan merek pelanggan bertambah. Hasil dari pengujian parsial yang telah dilakukan juga relevan dengan penelitian dari (Dewi & Sudiks, 2019) mereka memaparkan bahwasanya ewom mempunyai signifikansi dampak positif pada kepercayaan merek. Berpedoman pada luaran uji hipotesis dengan pengujian t, didapatkan adanya signifikansi dampak secara individu pada variabel perceived quality (X2) signifikan pada brand trust (Y). Kondisi tersebut bisa ditunjukkan pada skor signifikansi yang didapatkan yakni senilai 0,000 yang berarti < 0,05 serta t hitung (6,827) > t tabel (1,976). Uraian itu sebanding dengan pernyataan (Cahyani, Welsa, & Aji, 2022) yakni kesan pengguna terhadap kualitas suatu merek Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) 7,027 2,461 2,855 ,005 Electronic Word of Mouth ,170 ,065 ,157 2,621 ,010 Perceived Quality ,569 ,083 ,459 6,827 ,000 Brand Image ,405 ,090 ,299 4,516 ,000 maka kepercayaan pengguna pada suatu merek akan tinggi juga. Hasil temuan ini searah dengan penelitian (Izzati, 2019) yaitu adanya pengaruh yang signifikan perceived quality terhadap brand trust . Berdasarkan hasil uji hipotesis yang sudah dilakukan dengan uji t, diketahui bahwa variabel brand image (X3) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand trust (Y). Hal ini dapat dilihat pada nilai signifikansi yang diperoleh yaitu sebesar 0,000 yang berarti < 0,05 serta t hitung (4,516) > t tabel (1,976). Dengan demikian, hal tersebut sesuai dengan pernyataan “Citra merek merupakan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh suatu produk atau layanan yang membantu dalam membentuk kepercayaan untuk produk tersebut” (Kala & Chaubey, 2018). ## 5. Penutup Berpedoman pada penjelasan diatas, bisa dibuat simpulan diantaranya, Electronic Word of Mouth (X1), Perceived Quality (X2), Brand Image (X3) secara simultan mempunyai dampak yang signifikan terhadap Brand Trust (Y) pada remaja wanita pengguna kosmetik Emina yang memiliki akun twitter di Kota Surabaya. Kemudian secara parsial variabel Electronic Word of Mouth (X1) berpengaruh signifikan terhadap Brand Trust (Y) pada remaja wanita pengguna kosmetik Emina yang memiliki akun twitter di Kota Surabaya. Bagi remaja wanita di Kota Surabaya yang menggunakan kosmetik Emina dan memiliki akun twitter, perceived quality (X2) berpengaruh signifikan pada brand trust (Y). Dan yang terakhir, Brand Image (X3) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Brand Trust (Y) pada remaja wanita pengguna kosmetik Emina yang memiliki akun twitter di Kota Surabaya. ## Daftar Pustaka Amalia, N. (2019). Jurnal Studi Manajemen dan Bisnis Pengaruh Citra Merek, Harga Dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian (Studi Kasus Pada Konsumen Mie Endess Di Bangkalan). Jurnal Studi Manajemen Dan Bisnis , 6 (2), 96–104. Apriliani, D., Arimbawa, I. G., & Wulandari, A. (2020). How Youtube Beauty Vlogger Review, Self Congruity and Price Perception Influence Impulse Buying and the Impact On Repurchase Intention (Case Study at Teenager Users of Emina Cosmetics In Surabaya). Quantitative Economics and Management Studies , 1 (1), 33–43. https://doi.org/https://doi.org/10.35877/454RI.qems75 Arief, M., Suyadi, I., & Sunarti. (2017). Pengaruh Kepercayaan Merek Dan Komitmen Merek Terhadap Loyalitas Merek (Survei pada Warga Kelurahan Penanggungan Konsumen Produk Aqua di Kota Malang) Mirza. Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas Brawijaya , 44 (1), 144–153. Chinomona, R., & Maziriri, E. T. (2017). The influence of brand awareness, brand association and product quality on brand loyalty and repurchase intention: A case of male consumers for cosmetic brands in South Africa. Journal of Business and Retail Management Research , 12 (1), 143–154. https://doi.org/https://doi.org/10.24052/JBRMR/V12IS01/TIOBABAAPQOBLARIACOMCF CBISA Dewi, N. S., & Sudiksa, I. B. (2019). Peran Kepercayaan Merek Memediasi Electronic Word of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian. E-Jurnal Manajemen , 8 (6), 3784–3813. https://doi.org/https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2019.v08.i06.p18 Dwina. 2022. Naik 1,03%, Pengguna Internet di Indonesia 2022 Capai 204,7 Juta. Diakses pada https://www.headline.co.id/15918/naik-103-pengguna-internet-di-indonesia-2022- capai-2047-juta/ (19 September 2022). Firmansyah, M. A. (2019). Pemasaran Produk Dan Merek (Planning & Strategy). Surabaya : CV. Penerbit Qiara Media. Hamdani, N. A., & Maulani, G. A. F. (2018). The influence of E-WOM on purchase intentions in local culinary business sector. International Journal of Engineering and Technology , 7 (2), 246–250. https://doi.org/https://doi.org/10.14419/ijet.v7i2.29.13325 Hardani, Auliya, N. H., Andriani, H., Fardani, R. A., Ustiawaty, J., Utami, E. F., Sukmana, D. J., & Istiqomah, R. R. (2020). Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif . Yogyakarta : CV. Pustaka Ilmu. Izzati, R. R. (2019). Pengaruh Perceived Quality Dan Brand Image Terhadap Brand Trust Produk Kosmetik Wardah. Jurnal Ilmu Manajemen , 8 (2), 15–24. https://doi.org/https://doi.org/10.32502/jimn.v8i2.1807 Kala, D., & Chaubey, D. S. (2018). The effect of eWOM communication on brand image and purchase intention towards lifestyle products in India. International Journal of Services, Economics and Management , 9 (2), 143–157. https://doi.org/https://doi.org/10.1504/IJSEM.2018.096077 Laksono, A. W., & Suryadi, N. (2020). Pengaruh Citra Merek, Kepercayaan Merek, Dan Kualitas Produk Terhadap Loyalitas Merek Pada Pelanggan Geprek Bensu Di Kota Malang. Holistic Journal of Management Research , 1 (1), 8–16. https://doi.org/https://doi.org/10.14414/jbb.v8i2.1545 Laraswati, C., & Harti, H. (2022). Pengaruh Persepsi Kualitas, Citra Merek Dan Etnosentrisme Konsumen Terhadap Minat Pembelian Produk Somethinc. Jurnal Ekobis: Ekonomi, Bisnis & Manajemen , 12 (2), 3–6. https://doi.org/https://doi.org/10.37932/j.e.v12i2.564 Naggar, R. A. A. El, & Bendary, N. (2017). The Impact of Experience and Brand trust on Brand loyalty, while considering the mediating effect of brand Equity dimensions, an empirical study on mobile operator subscribers in Egypt. The Business and Management Review , 9 (2), 16–25. https://doi.org/https://doi.org/10.30871/jaba.v2i1.763 Monavia Ayu Rizaty. (2022).Pengguna Twitter di Indonesia Capai 18,45 juta pada 2022”. Diakses pada https://dataindonesia.id/digital/detail/pengguna-twitter-di-indonesia- capai-1845-juta-pada-2022. Priambodo, G., & Subyanto, M. (2017). Peran Komunikasi Word of Mouth Tradisional dan Electronic Word of Mouth terhadap Merek. Jurnal Komunikologi , 14 (1), 8–17. Susilawati, W., & Wufron, W. (2017). Pengaruh Brand Image Terhadap Brand Trust Serta Implikasinya Terhadap Brand Loyality (Produk Dodol PT. Herlinah Cipta Pratama). Jurnal Wacana Ekonomi , 17 (1), 24–34. Syahdiany, G., & Trinanda, O. (2019). Pengaruh Electronic Word of Mouth dan Customer Experience terhadap Brand Trust Transmart Carrefour Kota Padang. Jurnal Kajian Manajemen Dan Wirausaha , 01 (01), 226–231.
f51620ad-6e1b-4f1d-aac7-c3933fe88710
https://ejournal.unis.ac.id/index.php/JIPIS/article/download/1904/1436
## IMPLEMENTASI GERAKAN LITERASI MASYARAKAT (GELMAS) SESUAI PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 35 TAHUN 2019 DI KECAMATAN MONTA KABUPATEN BIMA NUSA TENGGARA BARAT 1 Edy Suparjan, 2 Zulkifli, 3 Roni Irawan 1 STKIP Taman Siswa Bima, Bima/ Indonesia 2 STKIP Taman Siswa Bima, Bima/ Indonesia 3 STKIP Taman Siswa Bima, Bima/ Indonesia Email: tanmaedysu@gmail.com Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan implementasi Program Gerakan Literasi Masyarakat (GELMAS) di Kecamatan Monta Kabupaten Bima yang didasarkan pada Peraturan Bupati Bima Nomor 35 Tahun 2019 Tentang Gerakan Literasi di Kabupaten Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Objek dalam penelitian ini adalah Desa Sakuru. Pemilihan objek tersebut disebabkan pada ketersediaan delapan indikator yang ada pada Peraturan Bupati Bima tersebut dibandingkan dengan 13 desa lain yang ada di kecamatan Monta. Manfaat penelitan ini diantaranya adalah untuk mengetahui pola implementasi gerakan literasi masyarakat di desa Sakuru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini adalah Kepala Desa, Sekertaris Desa, Kepala Urusan Kesejahteraan, Karang Taruna, Pengurus Perpustakaan Desa dan Tokoh masyarakat. Instrumen penelitian berupa lembar wawancara, lembar observasi, dan alat dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif berupa triangulasi versi Miles Huberman. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa model Implementasi Gerakan Literasi Masyarakat di Desa Sakuru diantaranya adalah; (1) Kegiatan Ceramah dan Kajian Islam oleh Majelis Taklim; (2) Kegiatan Marawis Oleh Majelis Taklim dan Remaja Masjid; (3) Lomba Bacaan Ayat pendek oleh Majelis Taklim dan Remaja Masjid; (4) Pengenalan huruf Hijaiyah; dan (5) Bimbingan Belajar. (6) Lomba Kaligrafi; (7) Lomba Master of Ceremony. Kata Kunci: Implementasi, Literasi, Peraturan Bupati 1. Pendahuluan Program Gerakan Literasi Kabupaten Bima mulai serius dilaksanakan pada tahun 2019 dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2019 tentang Literasi dan Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun 2019 tentang Gerakan Literasi Kabupaten Bima. Sehingga Daerah Bima mendapatkan predikat nomor satu sebagai Kabupaten Literasi Se Indonesia. Sebagai contoh di Desa Teke Kecamatan Palibelo dibangun Perpustakaan Desa untuk membantu masyarakat dalam mengakses ilmu pengetahuan dan sumber-sumber informasi tertentu. Gerakan Literasi Nasional yang dicanangkan oleh Pemerintah masih berkutat pada percepatan Gerakan Literasi Sekolah yaitu mulai dari TK, SD sampai SMP. Sementara dalam kaitannya dengan Gerakan Literasi Masyarakat masih kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah lebih khususnya di Kecamatan Monta. Hal tersebut ditandai dengan belum terbentuknya Taman Baca, Komunitas serta belum ada pemanfaatan perpustakaan desa di ruang publik. Selain itu, peran pendamping literasi serta para tutor juga masih sangat kurang dalam penanganan literasi masyarakat di Kecamatan Monta. Oleh sebab itu, implementasi gerakan literasi masyarakat berdasarkan Peraturan Bupati Bima Nomor 35 Tahun 2019 Tentang Gerakan Literasi, setidaknya wujud keseriusan pemerintah daerah Bima dalam melaksanakan literasi di daerah adalah terdapatnya Taman Baca atau kegiatan-kegiatan literasi yang ada pada tiap desa dan kecamatan. Adanya peraturan Bupati Bima tersebut merupakan perintah sekaligus amanat yang harus dijalankan lewat sebuah kebijakan sehingga setiap desa dapat melaksanakan dan menumbuhkan budaya literasi secara maksimal untuk mendorong percepatan gerakan literasi masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan program Gerakan Literasi di Sakuru diharapkan menjadi acuan dan pedoman serta inspirasi bagi desa lain di Kabupaten Bima. Dengan adanya masalah tersebut perlu adanya formula yang tepat untuk mendorong gerakan literasi masyarakat desa Sakuru. Sehingga, implementasi gerakan literasi masyarakat dapat terwujud dan dijadikan sebagai acuan maupun rekomendasi kepada pemerintah daerah dan pemerintah Desa agar memperbaiki dan mempercepat proses pelaksanaan gerakan literasi masyarakat di Kecamatan Monta. Selain itu, penemuan dan konsep baru bagi metode pelaksanaan gerakan literasi di masyarakat. Maka, penelitian ini mengangkat masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana pola implementasi gerakan literasi masyarakat di Desa Sakuru? dan (2) Bagaimana tingkat literasi masyarakat di Desa Sakuru ? Implementasi adalah tindakan- tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan (Fatah, 2013). Menurut Andang (2014), implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program yang sudah dirumuskan dan dikomunikasikan kedalam bentuk tindakan nyata dilapangan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, yang dapat diimplementasikan secara langsung dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik adalah keputusan politik yang dibuat oleh lembaga publik. Lembaga publik adalah lembaga yang didanai dari dana/uang publik. Kemudian kebijakan publik ini diformalkan dalam bentuk legal seperti perundang-undangan, hukum dan regulasi (Fadilah, 2016). Setiap kebijakan tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai, untuk mencapai tujuan tersebut kebijakan perlu diimplementasikan kedalam bentuk- bentuk program yang secara teknis bisa dilaksanakan di tingkat lapangan. Pendekatan sektor dalam pembangunan yaitu pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk mencegah, melindungi dan memperkuat aspek-aspek pendidikan, kesehatan, keamanan sosial dan perumahan. Menurut Sirajuddin (2016), mengimplementasikan suatu kebijakan publik dapat dilakukan dua pilihan, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program dan diimplementasikan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari suatu kebijakan publik. Selain itu, implementasi kebijakan harus didukung oleh seluruh pemangku kepentingan. Misalnya kebijakan pemerintah daerah lewat peraturan- peraturan harus didukung oleh dinas- dinas terkait, sekolah, pemerintah desa sampai kepada masyarakat umum. Menurut Solichin (2015), dalam implementasi kebijakan harus menggunakan saluran-saluran komunikasi yang mendukung kelancaran suatu ide atau gagasan untuk dapat dicerna dengan baik oleh masyarakat. Saluran komunikasi tersebut dapat berupa sosialisasi pada ruang publik, seminar, maupun kegiatan workshop. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah suatu peraturan atau petunjuk teknis bagaimana suatu program dapat dilaksanakan dan diterapkan di masyarakat. Literasi diartikan sebagai peristiwa sosial yang menggunakan keterampilan-keterampilan tertentu dalam menyampaikan dan mendapatkan informasi dalam bentuk tulisan (Ali Romdhoni, 2013). Literasi dalam pandangan Sodiq, dkk. (2018) tetap mengacu kepada kemampuan dasar membaca dan menulis dengan perkembangannya semakin meluas lewat pendidikan. Sedangkan dengan melihat karakteristik konteks, literasi membaca dapat diukur dalam hubungannya dengan; (1) format bacaan seperti narasi, eksposisi dan argumentasi, formulir, tabel atau bagan, (2) tingkat berpikir dalam proses membaca mencakup kegiatan wacana informasi, dan (3) konteks isi kutipan yaitu kemampuan siswa menggunakan teks tulis. Dalam penelitiannya, Herdiana, dkk. (2019) menjelaskan bahwa perlunya dilakukan gerakan literasi perdesaan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) sosialisasi dan advokasi gerakan literasi perdesaan pada pemerintah desa, (2) penyuluhan gerakan literasi pada organisasi PKK, (3) penyuluhan gerakan literasi dilingkungan bermain anak-anak, (4) memperbaiki dan memfungsikan Taman Baca Masyarakat. Kesimpulannya bahwa aktifitas literasi harus disesuaikan dengan kondisi budaya dan aktifitas masyarkat. Gerakan Literasi masyarakat tujuannya adalah untuk mewadahi anak-anak yang tidak mampu bersekolah agar tetap dapat menjadi generasi terliterasi. Gerakan literasi mencakup juga ranah luar seperti komunitas baca. Diharapkan di Komunitas Baca anak-anak mendapat keteladanan yang baik, serta pengalaman-pengalaman baru yang menjadi acuan kehidupan. (Kemendikbud, 2016). Sementara literasi memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan pribadi, masyarakat bangsa dan negara. Sehingga program literasi tersebut sangat diperlukan keterlibatan semua pihak (Pradana, dkk., 2021; Herdiana, dkk., 2019) Menurut Nisa & Setiyawati (2019), di era informasi dan perkembangan teknologi yang cukup pesat, literasi digital sangat penting diterapkan di anak-anak SMA, misalnya dengan cara melalui pelatihan. Senada dengan pendapat diatas, Suroso, dkk. (2021) menyarankan untuk memotivasi siswa se-Jawa Timur tentang budaya literasi, kemudian banyak memberikan contoh masalah berbasis literasi sains serta alat evaluasi yang dibuat juga harus berbasiskan literasi sains. Selain itu, hasil penelitian UNESCO (2019) melaporkan bahwa Indonesia memiliki tingkat baca rendah dan berada pada urutan ke-60 dari 61 negara diatas Bostwana. Diantaranya penyebabnya adalah kurangnya akses ( www.kompas.com , diakses tanggal 19 September 2021). Hasil temuan inovasi tahun 2021 hanya 37% siswa SD/MI kelas 1-3 di NTB yang memahami apa yang dibaca. Masalah tersebut ditemukan juga oleh penulis saat melakukan bimbingan mahasiswa PPL di Desa Tolotangga, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima. Dari 52 jumlah peserta didik, terdapat siswa dalam kemampuan literasi dasarnya 13 orang pada level kata, 10 orang mengenal huruf, dan sisanya sudah berada pada level cerita. Hal tersebut, sesuai dengan hasil perhitungan Indeks Alibaca Nasional yang menunjukkan angka rata-rata Indeks Alibaca Nasional berada pada aktivitas sangat rendah, berada pada 37,32%. Nilai tersebut berdasarkan perhitungan pada masing-masing dimensi kecakapan (75,92%), dimensi akses (23,69%), dimensi alternatif (40,49%) dan dimensi budaya sebesar 28,50%. (Kemendikbud, 2019). ## 2. Metode Penelitian Riset ini ialah riset Deskriptif Analisis dengan memakai pendekatan riset permasalahan. Tata cara deskriptif merupakan pencarian kenyataan dengan interpretasi yang pas. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada kualitas atau hal terpenting suatu barang atau jasa. Hal terpenting suatu barang atau jasa yang berupa kejadian, fenomena, dan gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut. (Sidiq dan Choiri, 2019). Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan sebagainya, secara holistik dengan cara deskriptif dalam suatu konteks khusus yang alami tanpa ada campur tangan manusia dan dengan memanfaatkan secara optimal sebagai metode ilmiah yang lazim digunakan. Metode kualitatif sebenarnya ingin memahami perilaku manusia. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa setiap tindakan manusia memilki arti, dapat dianalisis dan dapat dimengerti. Tindakan manusia tidak memiliki arti sendiri terlepas dari pelakunya (Raco, 2010). Lokasi penelitian ini adalah di Desa Sakuru, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima. Adapun waktu penelitian dilaksanakan selama 1 Tahun. Kata-kata serta aksi orang- orang yang diamati ataupun diwawancarai ialah sumber informasi utama. Sumber informasi utama dicatat lewat catatan tertulis ataupun perekaman video/ audio, dan pengambilan gambar ataupun film (Moleong, 2012). Sumber informasi dalam riset ini merupakan hasil wawancara dengan pemerintah desa, tokoh warga, pengurus PKBM, dan dokumen- dokumen hasil peminjaman novel oleh siswa ataupun warga serta dokumen penganggaran yang menunjang gerakan literasi yang tertuang dalam Anggaran Pemasukan Belanja Desa Sakuru dan potret- potret aktivitas literasi di Desa. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi dalam riset ini merupakan melaksanakan pengamatan terhadap kegiatan- kegiatan literasi di bibliotek desa dan aktivitas literasi yang lain di desa (Arikunto, 2013). Sedangkan wawancara dilakukan kepada kepala desa, sekretaris desa, kaur kesejahteraan, pengurus perpustakaan, remaja masjid dan tokoh warga yang ikut serta dalam aktivitas literasi di desa. Kemudian, dokumen yang hendak dikumpulkan adalah beberapa peraturan tentang literasi, catatan muncul aktivitas literasi, gambar serta foto kegiatan- kegiatan literasi dan video- video aktivitas literasi warga di desa Sakuru. Selanjutnya, proses analisis data dimulai dengan menelaah semua data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, observasi yang telah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar fotografi, dan sebagainya. Teknik analisis data menggunakan Model Miles dan Huberman dengan langkah-langkah; reduksi data, kategorisasi kemudian pemeriksaan keabsahan data. Selain itu, yang terpenting adalah display data. selain menggunakan teks naratif juga dapat menggunakan grafik, matrik, jejaring kerja, dan chart (Sidiq, Choiri, 2019). Kemudian trianggulasi dilakukan sebagai cara analisa data agar benar- benar dikatakan absah. Untuk itu baru dikatakan sah maka setidaknya peneliti harus melakukan triangulasi lima kali yaitu triangulasi sumber, waktu, teori, triangulasi peneliti, dan triangulasi metode. Setelah itu, menampilkan data, menyusunnya ke dalam unit-unit tertentu, mengkategorikannya dan memberikan pengkodean dan narasi. Langkah terakhir yaitu penarikan kesimpulan/verifikasi. Langkah ini memberikan kesimpulan yang merupakan temuan baru yang belum pernah terlihat sebelumnya. ## 3. Hasil Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan informan serta didukung data dokumentasi, proses kegiatan literasi masyarakat di Desa Sakuru, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima masih dilakukan lewat kegiatan- kegiatan kemasyarakatan seperti pada acara Majelis Taklim dan Kegiatan Pesantren Sehari. Hal ini sesuai pernyataan JU selaku Ketua Pengurus Perpustakaan Insan Cita, Desa Sakuru bahwa, “Sementara ini yang aktif adalah pemuda remaja masjid. adapun kegiatanya. adalah Gema Ramadhan, (setiap sore kegiatan remaja masjid mengajarkan membaca bagi siswa SD dan SMP, yaitu di Dusun 1, Desa Sakuru). Program Remaja Masjid sangat bagus, tetapi karena pandemi Covid-19, jam belajar siswa di sekolah dibatasi. Dengan adanya kegiatan remaja masjid tersebut, siswa dan orangtua sangat bersyukur, karena anak-anaknya dapat tambahan ilmu dari pemuda. Pernyataan JU, juga diperkuat oleh Ketua Karang Taruna Desa Sakuru, SY yang menyebutkan bahwa, “Di Sakuru yang paling banyak melakukan kegiatan adalah Majelis Taklim. Adapun kegiatan Majelis tersebut diantaranya, Ceramah Agama, Shalawat bersama, Dzikir. Kemudian pada kegiatan sosial masyarakat seperti pernikahan dan khitanan. Kegiatan Marawis”. Kegiatan Majelis Taklim dan remaja masjid yang berkaitan dengan pembinaan karakter generasi serta moral masyarakat melalui ceramah, kajian bersama serta bimbingan belajar dan lomba-lomba bacaan ayat pendek merupakan bagian dari program literasi masyarakat sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati Bima Nomor 35 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Bima Nomor 11 tahun 2019 mengenai Gerakan Literasi di Kabupaten Bima. Dalam penelitian gerakan literasi di sekolah dasar oleh Narahawarin & Winarsih (2019), tahapan pengembangan dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi yang dapat dikembangkan di GLS diantaranya: (1) majalah dinding sebagai media literasi melatih semangat berkompetisi positif, (2) mengembangkan bahan bacaan siswa yang mengusung kearifan lokal dan pemanfaatan IT, dan (3) membaca Al- Qur’an. Temuan lain berdasarkan hasil wawancara peneliti adalah kegiatan Pesantren Sehari seperti yang dikatakan Kepala Desa, MS, “Kegiatan pesantren sehari dilaksanakan oleh saya pribadi selaku Kepala Desa. Dengan mengajar baca Al- Qur’an dan pembinaan karakter generasi. Agar menjadi insan yang bermanfaat bagi manusia yng lain serta menjadi pribadi yang ahlakul karimah. Dan Pada Tahun 2019 Pesantren Sehari dilakukan oleh pihak MUI Kab. Bima bersama kami pemerintah desa”. Kegiatan Pesantren Sehari merupakan program wajib Pemerintah Daerah Kabupaten Bima. Seluruh instansi pemerintah mulai dari Bupati sampai Kepala Desa wajib menjalankan program tersebut. Upaya ini dilakukan sebagai upaya menyebarkan karakter dan ahlak yang baik ditengah masyarakat. Sehingga orangtua berperan serta dalam membentuk generasi yang berkarakter dalam lingkungan keluarga dengan pembiasaan hal-hal yang baik dan mengenalkan mereka pada kebudayaan positif. Terkait pengembangan Gerakan literasi, kedepannya sangat memerlukan keterlibatan semua pihak terutama guru dan orangtua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Anggraeni & Kunci (2019), Implementasi Gerakan Literasi Sekolah untuk meningkatkan karakter gemar membaca dengan metode baca 15-20 menit yaitu membaca buku non pelajaran kemudian siswa disuruh mempresentasikan ulang. Kemudian guru mendampingi siswa dalam mengakses buku lewat internet sesuai selera. Hal tersebut merupakan bagian dari literasi digital yang dilakukan oleh guru. Kemudian hasil penelitian , Prasastiningtyas (2019) menunjukkan bahwa: (1) Implementasi kebijakan gerakan literasi masyarakat dengan membaca buku pada hari Senin, Selasa dan Rabu pagi, dan sumbang buku, (2) Minat baca masyarakat Desa Susukan Kabupaten Cirebon masih bergantung pada suasana hati, dan (3) Faktor penghambat yaitu perpustakaan kurang diminati masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian Puspita (2019), literasi dan karakter mempunyai hubungan yang signifikan. Penerapan budaya literasi dapat mempengaruhi peningkatan karakter pada siswa sekolah dasar. Budaya literasi yang ditanamkan sejak dini pada tingkat sekolah dasar serta secara berkesinambungan akan mampu membentuk karakter baik pada siswa sekolah dasar. Kemudian terkait dengan kegiatan Pesantren sehari sebagai kegitan rutin Pemerintah Daerah Kabupaten Bima, JU mengatakan, ada 5 kelompok Majelis Taklim di Desa Sakuru. Bentuk kegiatanya seperti belajar ngaji bersama, yasinan bersama, itu lebih di dalam Masjid. Sementara dalam kegiatan sosial masyarakat. Majelis Taklim melakukan kegiatan Marawis dan Dzikir bersama Sementara untuk indikator lain seperti tersedianya bahan bacaan di ruang publik serta sarana prasarana yang mendukung kegiatan Literasi di Desa Sakuru sudah terbentuk Pengurus Perpustakaan Insan Cita Desa Sakuru dengan 3 orang pengurus lengkap dengan fasilitas seperti buku, TV, komputer, dan ruang belajar disertai Wifi Gratis yang disiapkan oleh Pemerintah Desa Sakuru. Menurut pernyataan Pengurus Perpustakaan, JU, “Semenjak ada Perpustakaan Desa kami memiliki sekitar 865 buku diantaranya 500 eksemplar dari Perpustakaan Nasional RI. Dan koleksi pemerintah Desa sebanyak 365 eksemplar. Diantaranya Buku bacaan anak- anak SD, SMP, bahkan perguruan Tinggi.” Gambar 1. Peneliti bersama Pengurus Perpustakaan Desa Sakuru Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan beberapa koleksi buku yang dimiliki oleh Perpustakaan Insan Cita, Desa Sakuru, diantaranya adalah; buku bacaan anak-anak sebanyak 489 Eksemplar, buku kuliah sebanyak 152 eksemplar, buku jenis Novel sebanyak 84 eksemplar dan buku umum sebanyak 140 eksemplar. Sehingga jumlah koleksi yang dimiliki perpustakaan Desa Sakuru adalah sebanyak 865 Eksemplar. Gambar 2. Jumlah Koleksi Buku Perpustakaan Insan Cita, Desa Sakuru Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengurus Perpustakaan Insan Cita, Desa Sakuru, sejauh ini kegiatan literasi di Perpustakaan Desa Sakuru belum efektif karena terkendala banjir pada tanggal 02 April 2021, sehingga banyak buku yang rusak serta peralatan seperti TV dan Komputer sementara dipindahkan di rumah kepala perpustakaan. Sehingga Sejak bulan Juni 2021 kegiatan perpustakaan hanya melayani mahasiswa dan pemuda serta masyarakat yang melakukan peminjaman buku. Secara nasional berdasarkan Indikator Indeks Alibaca Indonesia pada beberapa subdimensi teridentifikasi bahwa; (1) kondisi perpustakaan sekolah terbilang rendah atau 24,06%, (2) pengelolaan perpustakaan sekolah sangat rendah atau 14,34%, (3) akses Perpustakaan komunitas berada pada level sangat rendah, 8,34%, (4) budaya baca koran pada level sedang 43,52%, (5) budaya membaca buku pada level sedang 53,10%, (6) membaca media online pada level sangat rendah 22,05%, dan (7) pemanfaatan taman baca berada pada level sangat rendah yaitu 1,03% (Kemendikbud et al., 2019). Kemudian Indikator lain yang berkaitan dengan Gerakan Literasi Masyarakat di Desa Sakuru adalah partisipasi pihak perguruan tinggi dalam mendorong percepatan gerakan literasi masyarakat seperti yang dijelaskan oleh Kepala Desa Sakuru, MS sebagai berikut: “Alhamdulillah, ada 2 tahun terakhir ini 489 152 84 140 865 Buku Anak- anak Buku Kuliah Buku Novel terutama pada saat KKN-PPL Mahasiswa. Tahun ini kegiatan Literasi dilakukan oleh Mahasiswa Kampus STKIP Taman Siswa Bima Angkatan V. ” Pernyataan Kepala Desa Sakuru juga diperkuat oleh hasil wawancara peneliti dengan Ketua Karang Taruna, SY, yang mengatakan bahwa; “Kegiatan kampus yang mendukung Literasi adalah Bimbingan Belajar kepada anak-anak SD di tiap dusun, kebetulan saya juga mendampingi mahasiswa KKN dari STKIP Taman Siswa Bima. Selain Bimbingan Belajar mereka mengajarkan pengenalan huruf Hijaiyah. ” Gambar 3. Kegiatan KKN-PPL STKIP Taman Siswa Bima Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ketua Posko KKN-PPL STKIP Taman Siswa Bima, Efendy menjelaskan bahwa: “kegiatan literasi dan numerasi dilakukan tiap dusun, dengan waktu 1 dusun dilakukan kegiatan literasi selama satu pekan begitupun di dusun lainnya. kegiatan literasi tersebut melibatkan kurang lebih 30 anak-anak SD, kegiatan tersebut didampingi oleh Ketua Karang Taruna Syahrian. ” Terkait keseriusan pemerintah Desa Sakuru dalam menjalankan Gerakan Literasi Masyarakat sesuai Amanat Peraturan Bupati Bima Nomor 35 Tahun 2019. Sekretaris Desa Sakuru, MA mengatakan, “Walaupun sejauh ini kegiatan literasi masyarakat di Desa Sakuru belum maksimal, karena belum kami anggarkan khusus dalam APBDes. Namun sementara ini baru yang bisa kami anggarkan adalah untuk kegiatan Majelis Taklim dan Karang Taruna. Dan insya Allah Tahun Depan, kami akan menganggarkannya melalui hasil musyawarah dan ditetapkan dalam dokumen APBDes. Untuk tahun ini kami fokus pemberian beasiswa kepada 10 orang siswa yang miskin, yang kami anggarkan Rp. 10 Juta dalam APBDes 2021.” Sementara berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Desa Sakuru, MS mengatakan bahwa: “pemerintah desa sakuru akan mengupayakan bantuan stimulus bagi kegiatan literasi perpustakaan Insan Cita dengan memasukannya kedalam agenda Musyawarah perubahan APBDes Tahun 2021, dan selain itu, akan melakukan sosialisasi terkait Peraturan Bupati Bima Nomor 35 Tahun 2019 tentang Gerakan Literasi di Kabupaten Bima”. Pemerintah Desa Sakuru merupakan salah satu Desa di Kabupaten Bima yang memiliki kepedulian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, hal tersebut dapat dilihat dalam dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Desa Sakuru Tahun 2021. Pemerintah Desa memberikan bantuan kepada Lembaga Majelis Taklim, Karang Taruna dan Beasiswa kepada siswa miskin. 4. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa Implementasi Gerakan Literasi Masyarakat di Desa Sakuru telah berjalan cukup efektif sesuai 8 indikator Gerakan Literasi Masyarakat yaitu; kegiatan majelis taklim, pelaksanaan pesantren sehari dan dukungan perguruan tinggi dalam pengembangan gerakan literasi masyarakat. Selain itu, indikator lain seperti ketersediaan bahan bacaan, sarana prasarana penunjang seperti perpustakaan desa sudah terpenuhi, dengan adanya bahan bacaan yang beragam di Perpustakaan Insan Cita Desa Sakuru. Penelitian Gerakan literasi masyarakat di Sakuru diharapkan dapat memberikan gambaran khusus model pelaksanaan Gerakan Literasi Masyarakat di Kabupaten Bima yang sesuai Peraturan Bupati Bima Nomor 35 Tahun 2019. Penelitian terkait Gerakan Literasi masyarakat masih cukup langka yang cukup banyak diteliti adalah mengenai Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Penelitian yang berkaitan dengan pemahaman membaca siswa kelas 1-3 SD/MI ditemukan hanya 37% siswa yang memahami apa yang dibaca, sementara 63% belum memahami apa yang mereka baca (Septianingsih & Joebagio, 2018). Melihat pentingnya peran orangtua dan guru dalam meningkatkan kecerdasan emosi anak dan mengembangkan literasi anak, hasil survei Kemendikbud (2019) menunjukkan bahwa akses terhadap perpustakaan komunitas masih berada pada level sedang, 8,34% kemudian budaya membaca buku berada pada level sedang yaitu 53, 10% serta pemanfaatan taman baca berada pada level sangat rendah 1,03%. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian tentang Gerakan Literasi Masyarakat masih baru lebih khususnya Implementasi Gerakan Literasi masyarakat sesuai Peraturan Bupati Bima. Temuan Hidayah (2019) memberikan rekomendasi tentang peranan masyarakat terhadap revitalisasi dalam menyukseskan Gerakan Literasi Nasional. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa perlunya peran serta pemerintah desa dalam optimalisasi program literasi. Kemudian temuan lain peneliti adalah bahwa di Perpustakaan Desa Sakuru terdapat buku bacaan anak-anak sebanyak 489 eksemplar, buku kuliah sebanyak 152 eksemplar, buku jenis novel sebanyak 84 eksemplar dan buku umum sebanyak 140 eksemplar. Sehingga jumlah koleksi yang dimiliki perpustakaan Desa Sakuru sebanyak 865 Eksemplar. Buku-buku tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal karena beberapa hambatan yaitu; pengurus perpustakaan belum berfungsi secara efektif dan kurangnya siswa dan masyarakat mengunjungi perpustakaan desa. Model pelaksanaan Gerakan Literasi Masyarakat di Desa Sakuru adalah sebagai berikut; a. Kegiatan Ceramah dan Kajian Islam oleh Majelis Taklim b. Kegiatan Marawis Oleh Majelis Taklim dan Remaja Masjid; c. Lomba Bacaan Ayat pendek oleh Majelis Taklim dan Remaja Masjid; d. Pengenalan huruf Hijaiyah e. Bimbingan Belajar f. Lomba Master of Ceremony (MC). g. Lomba Kaligrafi Adapun hambatan dalam Implementasi Gerakan Literasi masyarakat di Desa Sakuru Kecamatan Monta adalah kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengunjungi dan memanfaatkan perpustakaan Insan Cita Desa Sakuru serta belum disosialisasikannya Peraturan Bupati Bima Nomor 35 Tahun 2019 tentang Gerakan Literasi di Kabupaten Bima. ## 5. Kesimpulan Berdasarkan 8 Indikator Gerakan Literasi Kabupaten Bima bahwa Implementasi Gerakan Literasi masyarakat di Desa Sakuru Kecamatan Monta sudah cukup terlaksana dengan baik, walaupun masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan pada indikator ketersediaan kelompok literasi di desa serta pemanfaatan perpustakaan desa secara efektif. Bentuk Implementasi Gerakan Literasi Masyarakat di Desa Sakuru diantaranya adalah; a. Kegiatan Ceramah dan Kajian Islam oleh Majelis Taklim b. Kegiatan Marawis Oleh Majelis Taklim dan Remaja Masjid; c. Lomba Bacaan Ayat pendek oleh Majelis Taklim dan Remaja Masjid; d. Pengenalan huruf Hijaiyah e. Bimbingan Belajar f. Lomba Master Of Ceremony (MC) g. Lomba Kaligrafi ## 6. Ucapan Terima Kasih Ucapan Terima Kasih Kami sampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang telah memberikan bantuan dana bagi peneliti dosen pemula, ketua LPPM STKIP Taman Siswa Bima yang telah membantu dalam penyusunan draft proposal penelitian, dan Kepala Desa Sakuru yang telah memberikan ijin lokasi penelitian serta membantu mengkomunikasikan dengan para narasumber lain ## 7. Referensi Anggraeni, P. R., & Kunci, K. (2019). Implementasi Kebijakan Literasi Sekolah guna Peningkatan Karakter Gemar Membaca Pages 132-142 The Implementation of School Literacy Policy to Improve Reading Character . 132–142. Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik . Rineka Cipta. Bachri, B. S., Pendidikan, T., & Pendidikan, F. I. (1986). MEYAKINKAN VALIDITAS DATA MELALUI TRIANGULASI PADA PENELITIAN KUALITATIF . Fadilah, I. F. (2016). Strategi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia (Policy Strategy of Tackling Poverty in Indonesia). Jurnal Pemberdayaan Komunitas , 12 (1). Herdiana, D., Heriyana, R., & Suhaerawan, R. (2019). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Literasi Perdesaan di Desa Cimanggu Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat , 4 (4), 431–442. https://doi.org/10.30653/002.201944.208 Hidayah, L. (2019). Revitalisasi Partisipasi Masyarakat Dalam Gerakan Literasi Nasional: Studi Pada Program Kampung Literasi. Jurnal Bidang Pendidikan Dasar , 3 (1), 87–98. https://doi.org/10.21067/jbpd.v3i1.2819 J.R. Raco. (2010). Metode Penelitian Kualitatif; jenis, karakteristik dan keunggulanya. (L. Erita (ed.)). Kemendikbud. (2016). Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa (Mari Menjadi Bangsa Pembaca) . 1. Kemendikbud, Solihin, L., Utama, B., Pratiwi, I., Novirina, Widjaja, I., Hijriani, I., Raziqiin, K., & Zaenuri, M. (2019). Indeks Aktivitas Literasi Membaca 34. In Mobile Devices: Tools and Technologies (Issue 2). https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=xss9DwAAQBAJ&oi=fnd& pg=PA1&dq=pengertian+unity&ots=8jiXmjqV6g&sig=F762ZZVgGQ1rzOdDv QmGTPskMcE&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false%0Ahttp://repositori.ke mdikbud.go.id/13033/1/Puslitjakdikbud_Indeks Aktivitas Litera Moh. Nazir. (2014). Metode Penelitian (Kesembilan). Ghalia Indonesia. Moleong, L.J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif . Narahawarin, M. F., & Winarsih, S. (2019). GERAKAN LITERASI SEKOLAH DI SD YPPK YOS SUDARSO KUPER SEBAGAI UPAYA MENYUKSESKAN PROGRAM GERAKAN LITERASI NASIONAL. In Musamus Journal of Language and Literature (Vol. 1, Issue 2). Nisa, A., & Setiyawati, D. (2019). A Systematic Review of Digital Literacy Training for High School Students . 353 (IcoSIHESS), 376–381. https://doi.org/10.2991/icosihess-19.2019.65 Pradana, D. A., Mahfud, M., Hermawan, C., & Susanti, H. D. (2021). Nasionalism: Character Education Orientation in Learning Development. Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences , 3 (4), 4026–4034. https://doi.org/10.33258/birci.v3i4.1501 Prasastiningtyas, W. (2019). Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Desa Susukan Kabupaten Cirebon. Media Komunika (Jurnal Komunikasi) … , 2 . http://repository.usbypkp.ac.id/id/eprint/496 Puspita, A. M. I. (2019). Peran Budaya Literasi Pada Peningkatan Karakter Siswa Sekolah Dasar [Role Of Literation Culture On The Improvement Of Elementary School Student Characters]. PEDAGOGIA: Jurnal Pendidikan , 8 (1), 105. https://doi.org/10.21070/pedagogia.v8i1.2032 Romdhoni, A. (2013). Al-Qur’an dan Literasi Sejarah Rancang Bangun Ilmu-ilmu Keislaman . Literatur Nusantara. Sirajuddin, I. A. (2016). Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Publik Dasar Bidang Sosial Di Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Publik , 4 (1), 1. https://doi.org/10.26858/jiap.v4i1.1817 Sodiq, S., Setiawan, S., Pratiwi, Y., & Ahmadi, A. (2018). WRITING LITERACY BASED ON LIFE SKILLS AND PSYCHOLOGY: AN LEARNING ALTERNATIVE . http://www.lifeskills-stl.org Solichin, M. (2015). Implementasi Kebijakan Pendidikan dan Peran Birokrasi. Jurnal Studi Islam , 6 (2), 148–178. Septianingsih, S., Joebagio, H. S. (2018). Model Pembelajaran Sejarah Berbasis Isu-Isu Kontroversial Untuk Meningkatkan Berpikir Historis Mahasiswa (Studi Pada Mahasiswa Sejarah Univ. Muhammadiyah Purwokerto). Persepsi Masyarakat Terhadap Perawatan Ortodontik Yang Dilakukan Oleh Pihak Non Profesional , 53 (9), 98–109. Suroso, J., Indrawati, Sutarto, & Mudakir, I. (2021). Profile of high school students science literacy in east java. Journal of Physics: Conference Series , 1832 (1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1832/1/012040 Sidiq, U. & Choiri, M.M. (2019). Metode penelitian kualitatif di Bidang pendidikan (Mujahidin, Anwar (ed.). CV. Nata Karya.
261a6287-3e74-40ac-8cea-ef6343d4b974
https://jurnal.uns.ac.id/kewirausahaan-dan-bisnis/article/download/27758/20474
## PENERAPAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENANAMKAN KARAKTER KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA PADA MATA KULIAH MANAJEMEN RITEL ## Maisaroh Prodi D3 Manajemen Perusahaan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Email : maisaroh@uii.ac.id Abstrak Penelitian ini merupakan pengembangan metode pembelajaran melalui tindakan kelas menggunakan metode pembelajaran discovery learning , pada mata kuliah Manajemen Ritel. Sebelum dilakukan proses belajar mengajar, dosen melakukan pengembangan metode pembelajaran, yang dimulai dengan merancang pengembangan desain instruksional yang terdiri dari tujuan pembelajaran, penilaian, dan pelaksanaan pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan selama 16 kali pertemuan, yang terbagi dalam 4 Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK). Metode discovery learning dalam penelitian ini dijabarkan dalam penggunaan tehnik pembelajaran yang mengintegrasikan tiga tehnik sekaligus, yaitu magang industri, bedah kasus, dan diskusi kelompok. Berdasarkan hasil pembelajaran dapat disimpulkan bahwa seluruh CPMK terpenuhi yaitu ≥ 79 %. Tingkat keaktifan dan kehadiran mahasiswa juga mencapai ≥ 79,5 %. Hasil menunjukkan bahwa metode discovery learning memberikan dampak positif dalam membangun karakter kewiausahaan mahasiswa, dilihat dari kriteria penilaian kemampuan kognitif (berupa penguasaan materi) dan kemampuan afektif (kreatifitas, keaktifan, kehadiran, keberanian mengemukakan pendapat). Disisi lain, produktifitas dosen juga tergambar dalam capaian keluaran berupa ketersedian RPS, RPP magang, handout, serta SOP magang. Selain itu ada peningkatan kinerja dosen berdasarkan penilaian mahasiswa, dari 3,2 di semester sebelumnya, menjadi 3,7 di semester bersangkutan. Ini mencerminkan bahwa metode discovery learning memberikan dampak positif dalam proses pembelajaran, baik bagi mahasiswa maupun dosen. Kata Kunci: Manajemen ritel, kewirausahaan, karakter kewirausahaan, pembelajaran discoveri ## Abstract This research tried to develop the learning method through class action using discovery learning methods, on Retail Management classes. Before learning process is carried out, the lecturer developed learning methods, began with designing instructional learning, consisted of the objectives of learning, assessment, and implementation of learning. The learning process was held during 16 meetings, divided into 4 learning outcomes. The discovery learning in this research then elaborated used three learning techniques, those are an industrial internship, case study, and group discussions. Based on the results, all learning outcomes are achieved, with value for every learning outcome ≥ 79%. The level of activeness and the presence of students are ≥ 79.5%. It shows that the discovery learning method gives a positive impact in building the entrepreneurship character, both from aspect cognitive abilities (in the form of mastery of material) and aspect affective abilities (creativity, activeness, presence, the courage to express opinions). Besides that the productivity and performance of lecturers also achieved. Those can be seen from the availability of learning tools, and performance measurement from 3.2 in the previous semester to 3.7 in the relevant semester. It means the discovery learning method has a positive impact on the learning process, both for students and lecturer. Keywords: Retail Management, Entreprenuerhip, Entrepreneur character, Discovery Learning ## PENDAHULUAN Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mengacu pada KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia), membangun pemahaman bahwa kompetensi seorang lulusan tidak lagi hanya dipandang semata dari ijasah, tetapi dengan melihat kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas sesuai dengan kebutuhan pasar. Pelaksanaan KBK sendiri, mensyaratkan beberapa kondisi, salah satunya adalah proses pembelajaran yang ber pusat pada siswa ( student learning centre) . Terkait dengan hal tersebut, peran pengajar di kelas sudah bukan lagi sebagai sumber ilmu saja, dia memiliki peran yang lebih luas untuk menjadi motivator, dinamisator sekaligus menjadi katalisator proses belajar mengajar di kelas. Dalam pembelajaran yang ber pusat pada siswa, guru akan mendorong siswa untuk aktif dalam membangun konsep keilmuan secara mandiri baik secara individu atau berkelompok. Tentu saja konsekwensinya, peran guru di kelas menjadi berkurang, tehnik ceramah oleh guru juga akan berkurang. Dampak positif nya bagi siswa menjadi lebih mandiri dalam belajar, bisa mengembangkan pola pikir nya, serta membangun daya analitis. Mata kuliah Manajemen Ritel adalah salah satu mata kuliah kompetensi yang ditawarkan oleh Prodi Manajemen D3 UII. salah satu mata kuliah kompetensi, maka proses pembelajaran yang dilakukan di kelas tidak bisa hanya dilakukan dengan metode yang monoton, tetapi harus dengan metode yang bervariasi untuk memberikan ketrampilan pada mahasiswa terkait dengan manajemen ritel. Selain itu juga dalam rangka merespon perkembangan praktek bisnis ritel di Indonesia yang semakin pesat. Bisnis ritel saat ini berkembang tidak hanya mengandalkan cara manajemen ritel tradisional, tetapi sesuai perkembangan jaman, praktek bisnis ritel sudah banyak melibatkan kecanggihan tehnologi dan informasi. Dalam rangka memenuhi tujuan pembelajaran, maka materi yang diajarkan tidak sekedar menggunakan penjelasan teori, tetapi juga terkait dengan ketrampilan mengenai pengelolaan bisnis ritel modern mulai dari konsep dasar hingga praktek singkat. Beberapa materi yang diajarkan dalam mata kuliah ini antara lain teori dasar dan perkembangan bisnis ritel, manajemen bisnis toko ritel, serta trend bisnis ritel saat ini. Dengan demikian, setelah lulus, mahasiswa diharapkan menjadi sumber daya manusia profesional untuk mengelola bisnis ritel baik sebagai pengusaha maupun pekerja. Berdasarkan pengalaman, proses pembelajaran mata kuliah Manajemen ritel yang dilakukan dosen di Prodi D3 Manajemen UII sudah berusaha menggunakan metode student centre learning dengan menggabungkan antara ceramah dan diskusi kelompok. Akan tetapi pelaksanaannya masih tetap di dominasi oleh ceramah dosen dengan porsi ceramah dibanding diskusi adalah 60:40. Selain itu, proses pembelajaran belum memasukkan sesi praktek pengelolaan bisnis ritel. Hasilnya, secara koknitif, sebagian besar mahasiswa bisa memahami konsep yang sudah diajarkan. Hal ini terbukti dengan pencapaian nilai yang memuaskan dari kelas yang di ampu. Akan tetapi pencapaian pembelajaran dari aspek sikap dan ketrampilan masih kurang. Penilaian ini digali oleh dosen saat mahasiswa melakukan presentasi business plan , sebagian besar dari mahasiswa masih belum menunjukkan motivasi yang tinggi untuk berwirausaha. Padahal kompetensi yang ingin dibangun dari mata kuliah ini, siswa diharapkan bukan sekedar faham dengan teori saja, akan tetapi juga terbangun karakter kewirausahaannya, serta memiliki ketrampilan dalam pengelolaan bisnis ritel. Sudah banyak peneliti yang mencoba meneliti hubungan antara hubungan pendidikan kewirausahaan dan karakter kewirausahaan. Lorz (2008) dalam penelitiannya yang berjudul The Impact of Entrepreneurship Education on Entrepreneurial Intention, menyebutkan bahwa pendidikan kewirausahaan berpengaruh positif terhadap pembentukan karakter kewirausahaan sekaligus intensi kewirausahaan. Hermansyah, Natuda, dan Sumarno (2017), dalam penelitiaannya dengan judul Kontribusi Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dan Interaksi Sosial Terhadap Karakter Kewirausahaan Peserta Didik MAN 1 Pekanbaru, menghasilkan kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan dan interaksi sosial memiliki pengaruh positif terhadap pembentukan karakteristik kewirausahaan siswa. Maisaroh dan Dharmawan (2017), dalam penelitiaannya tentang pengaruh pendidikan kewirausahan dan self efficacy terhadap intensi kewirausahaan, juga menyebutkan bahwa baik pendidikan kewirausahaan dan self efficacy memiliki pengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan. Dari ketiga penelitian diatas, dapat dilihat bahwa pendidikan kewirausahaan memiliki peranan positif dalam pembentukna karakter dan intensi kewirausahaan. Akan tetapi kajian langsung terkait bagaimana proses dan metode pembelajaran yang dapat mempengaruhi pembentukan karakter oleh para peneliti di atas masih belum dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian kali ini, akan dilakukan kajian tentang metode pembelajaran discovery learning dan kontribusinya dalam pembentukan karakter kewirausahaan mahasiswa. Berdasarkan kondisi di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait inovasi pembelajaran, dengan menggunakan pendekatan student learning centre . Model pembelajaran yang digunakan adalah discovery learning, dengan mengintegrasikan tehnik/metode pembelajaran magang industri – bedah kasus – praktek perencanaan bisnis diterapkan secara bersama- sama dalam proses pembelajaran mata kuliah manajemen ritel. Tentu saja ceramah tetap digunakan tetapi dengan porsi yang berkurang. Secara lebih rinci gambaran pelaksanaan pembelajaran akan melibatkan seluruh mahasiswa untuk mengikuti proses magang, yang tujuannya untuk memberikan pengalaman mahasiswa untuk mengelola bisnis ritel. Kemudian, setelah proses magang selesai, di kelas mahasiswa didampingi dosen akan membedah kasus-kasus yang dialami selama magang. Dan diakhir kuliah mereka akan membuat proposal perencanaan pengembangan bisnis yang akan ditawarkan kepada lembaga tempat mereka magang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pembelajaran mata kuliah manajemen ritel dengan menggunakan model discovery learning. Selain itu juga menumbuhkan karakter kewirausahaan mahasiswa yang mengambil mata kuliah manajemen ritel. Sedangkan rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana model discovery learning diterapkan dalam proses pembelajaran mata kuliah manajemen ritel? 2. Apakah model discovery learning dapat menumbuhkan karakter kewirausahaan mahasiswa yang mengambil mata kuliah m 3. anajemen ritel? ## METODE ## Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa D3 manajemen yang sedang mengambil mata kuliah Manajemen Ritel semester ganjil 2017/2018. Jumlah seluruh siswa ada 78 mahasiswa. Tehnik Pengumpulan Data Karakter kewirausahaan mahasiswa dalam penelitian ini dinilai menggunakan kriteria penilaian kemampuan kognitif berupa penguasaan materi dan kemampuan afektif seperti kreatifitas, keaktifan, kehadiran, keberanian mengemukakan pendapat. Cara penilaian dengan menggunakan rubrik penilaian dengan menggunakan media berupa pemberian tugas/tes yang diberikan di setiap level pencapaian pembelajaran, dan berdasarkan pengamatan proses pembelajaran keseharian. ## Desain dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan metode pembelajaran melalui tindakan kelas. Mata kuliah yang diampu adalah Manajemen Ritel, dengan menggunakan metode pembelajaran discovery learning . Sebelum dilakukan proses belajar mengajar, sebelumnya dosen pengembangan metode pembelajaran, yang dimulai dengan merancang pengembangan desain instruksional yang terdiri dari tujuan pembelajaran, penilaian, dan pelaksanaan pembelajaran. Langkah kedua adalah perencanaan assesment yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian pembelajaran. Assesment yang digunakan berupa penugasan kelompok, dimana mahasiswa diberikan tugas secara berkelompok untuk mengukur ketercapaian CPMK dan karakter kewirausahaan yang sudah terbangun selama proses belajar mengajar. Kriteria penilaian menggunakan penilaian berdasarkan rubrik yang disusun, dengan kriteria masing- masing rubrik berbeda berdasarkan jenis penugasan. Ada tiga jenis penugasan yang diberikan kepada mahasiswa, yaitu tugas analisis peta konsep, studi kasus, dan penyusunan proposal business plan . Selain dalam bentuk penugasan, assesmen lain yang dilakukan adalah tes/ujian tengah semester dan tes/ujian akhir semester. Langkah ketiga dalam pengembangan metode pembelajaran adalah merancang aktifitas pembelajaran. Dalam penelitian ini, dosen melakukan kolaborasi dengan mahasiswa untuk mengembangkan metode pembelajaran dengan menggunakan metode discoveri learning . Secara garis besar, langkah dalam metode discoveri learning berdasarkan literatur adalah adalah sebagai berikut : Berdasarkan bagan dapat dijelaskan bahwa langkah-langkah dalam pembelajaran discovery (Syah,2004), adalah sebagai berikut: 1. Stimulation (memberi stimulus). Pada kegiatan ini guru memberikan stimulan, dapat berupa bacaan, atau gambar, atau situasi, sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema yang akan dibahas, sehingga peserta didik mendapat pengalaman belajar mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan membaca, mengamati situasi atau melihat gambar. 2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah). Dari tahapan tersebut, peserta didik diharuskan menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi, sehingga pada kegiatan ini peserta didik diberikan pengalaman untuk menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah. 3. Data Collecting (mengumpulkan data). Pada tahapan ini peserta didik diberikan pengalaman mencari dan mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini juga akan melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan peserta didik untuk mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu alternatif mengalami kegagalan. 4. Data Processing (mengolah data). Kegiatan mengolah data akan melatih peserta didik untuk mencoba dan mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif. 5. Verification (memferifikasi). Tahapan ini mengarahkan peserta didik untuk mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data, melalui berbagai kegiatan, antara lain bertanya kepada teman, berdiskkusi, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan. 6. Generalization (menyimpulkan). Pada kegiatan ini peserta didik digiring untuk menggeneralisasikan hasil simpulannya pada suatu kejadian atau permasalahan yang serupa, sehingga kegiatan ini juga dapat melatih pengetahuan metakognisi peserta didik. Metode discoveri learning dalam penelitian ini kemudian dijabarkan dalam penggunaan tehnik pembelajaran yang mengintegrasikan tiga tehnik sekaligus, yaitu magang industri, bedah kasus, dan diskusi kelompok. Langkah pembelajaran melalui tahapan yang dapat digambarkan sebagai berikut : Dari bagan dapat dijelaskan bahwa proses discovery learning dalam proses pembelajaran dimulai dari proses mendapatkan stimulusyang ditandai dengan dengan mahasiswa melakukan magang industri di toko ritel. Kemudian dari proses magang mereka akan menemukan masalah sekaligus mengumpulkan data-data terkait untuk menganalisis masalah tersebut. Masalah dan data-data yang ditemukan selama proses magang selanjutnya dibawa ke kelas dipresentasikan dalam bentuk laporan hasil magang. Laporan yang dipresentasikan (kasus) dibedah bersama kelompok lain dan dilakukan diskusi kelompok untuk membahas kasus tersebut. Setelah proses selesai dosen menyimpulkan dan melakukan refleksi terhadap hasil pembelajaran. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pembelajaran mata kuliah Manajemen Ritel dilaksanakan selama 14 kali pertemuan, ditambah dua kali pertemuan untuk UTS dan UAS. Dari seluruh pertemuan yang direncanakan, rumusan capaian pembelajaran dibagi dalam 4 CPMK. Setiap kali CPMK terlampaui, mahasiswa diberikan tugas secara berkelompok untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam menyerap materi. Setiap tugas yang diberikan juga memasukkan unsur kreatifitas, serta karakter kewirausahaan lainnya, untuk mengamati perkembangan karakter kewirausahaan yang dimiliki mahasiswa. Fase pencapaian CPMK pertama, mahasiswa diajak untuk belajar tentang konsep dasar manajemen ritel, klasifikasi ritel, dan trend bisnis ritel saat ini. Proses pembelajaran belum menggunakan metode magang industri, sehingga metode yang digunakan adalah campuran antara metode ceramah, bedah kasus, dan diskusi kelompok. Karena pada fase ini belum dilakukan magang industri, maka kasus yang dibedah dibuat oleh dosen, untuk memberikan stimulus kepada mahasiswa dalam mengantarkan materi yang akan dipelajari. Lebih jelasnya, proses pembelajaran dimulai dengan dosen memberikan kasus untuk dibedah. Kemudian mahasiswa masuk dalam kelompok yang sudah ditentukan untuk berdiskusi membedah kasus yang sudah diberikan. Setelah diskusi kelompok selesai, dilakukan diskusi panel kelas, dengan menunjuk tiga perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok, kemudian kelompok lain menanggapi. Setelah selesai proses diskusi, dosen memberikan refleksi tentang jalannya proses diskusi, dan menambahkan materi terkait secukupnya. Fase pencapaian CPMK kedua, ketiga, dan keempat, metode pembelajaran yang digunakan sudah menggabungkan metode magang industri-bedah kasus-diskusi kelompok. Setiap mahasiswa dalam Dalam proses magang mahasiswa akan melakukan unjuk kerja yang sudah tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) magang. Tujuan dari magang industri adalah memberikan pengalaman praktek langsung kepada mahasiswa terkait dengan pekerjaan-pekerjaan ritel. Diakhir magang mahasiswa harus membuat laporan magang menggunakan template yang sudah diberikan dan membuat kasus terkait dengan ritel berdasarkan pengalaman yang lapangan. Selama satu semester, ada 16 kelompok magang dari kelas A dan B yang terdiri dari 78 mahasiswa. Pada program magang kali ini disepakati tempat magang industri ada dua, yaitu Sy ar’i Mart dan Techno Smart Centre. Syar’i Mart adalah toko ritel yang dimiliki oleh Universitas Islam Indonesia, berlokasi di dalam kampus Jl Kaliurang km 14,5 dan bergerak di bidang ritel produk kebutuhan sehari-hari, alat tulis, dan makanan. Sedang Smart Techno Centre adalah toko ritel yang dimiliki oleh perseorang, berlokasi di Jl Kepitu Sleman (15 menit dari kampus UII), dan bergerak di bidang ritel produk perlengkapan dan alat-alat masjid. Keputusan memilih Syar’i Mart sebagai tempat magang karena sebagai satu-satunya toko ritel yang dimiliki Prodi D3 Ekonomi, diharapkan ke depan bisa menjadi laboratorium bagi mahasiswa dalam melaksanakan kuliah praktek di bidang ritel dan kewirausahaan. Sementara pemilihan Techno Smart Centre menggunakan pertimbangan kemudahan akses dan perijinan, serta ritel ini sudah menggunakan sistem online dalam melakukan penjualan produknya. Untuk melakukan evaluasi dan monitoring aktifitas dan keaktifan kegiatan magang, setiap mahasiswa diberikan kartu laporan magang yang berisi kegiatan harian mahasiswa selama magang, dan di akhir magang kartu tersebut harus ditandatangani oleh supervisor atau pendamping yang ditunjuk ditempat magang. Selain itu pendamping atau supervisor juga diberikan kartu penilaikan untuk menilai kinerja dan keaktifan mahasiswa yang bersangutan selama magang. Setelah mahasiswa melakukan magang, mereka harus mempresentasikan laporan magang di depan kelas. Saat sesi presentasi, kelompok magang harus mentransfer pengalaman melakukan unjuk kerja, hal ini dimaksudkan agar mahasiswa yang tidak mengalami secara langsung unjuk kerja yang terkait, akan mendapat gambaran secara langsung bagaimana pelaksanaan unjuk kerja. Selama proses magang, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sudah dirancang bisa dilaksanakan semua. Pada sesi bedah kasus, kelompok magang akan mengajukan kasus yang mereka lihat atau alami selama proses magang industri. Kasus yang mereka ajukan kemudian akan dibedah oleh kelompok lain dalam diskusi kelompok. Selanjutnya hasil diskusi kelompok dibawa dalam diskusi panel kelas, untuk dicari solusinya bersama-sama. Dalam penelitian kali ini, selain mahasiswa melakukan proses pembelajaran dengan metode yang sudah dijelaskan diatas, mahasiswa juga mendapat tambahan kuliah pakar. Pada sesi ini didatangkan dosen tamu seorang pakar sekaligus pelaku bisnis di bidang ritel untuk memberikan motivasi sekaligus pencerahan kepada mahasiswa terkait dengan dunia ritel. Terakhir, untuk mendukung perkuliahan, juga digunakan media pembelajaran online dalam bentuk klasiber, untuk proses mengunggah naskah penugasan dan output penugasan, serta mengunggah materi-materi terkait. Berikut adalah hasil capaian dan keluaran selama proses pembelajaran. Tabel 1. Capaian dan Luaran Pembelajaran ## Mata Kuliah Manajemen Ritel Indikator Kinerja Base line Target Pencapaian Kelas A Kelas B Rata2 Persent ase mahasi swa dengan nilai ≥ B untuk tugas membu at peta konsep (CPMK 1) 74 % 75% 60% 98% 79% Persent ase mahasi swa dengan nilai ≥ B untuk tugas analisis kasus (CPMK 2) 74 % 75% 90% 98% 94% Persent ase mahasi swa dengan nilai ≥ B untuk tugas merum 74 % 75% 90% 98% 94% uskan konsep pemasa ran ritel (CPMK 3) Persent ase mahasi swa dengan nilai ≥ B untuk tugas membu at business plan (CPMK 4) 74 % 75% 87,5 % 98% 92,75 % Persent ase kehadir an mahasi swa di kelas 80 % 85% 81,1 5% 88,3 8% 84,77 % Persent ase mahasi swa aktif di kelas 50 % 70% 75% 84% 79,5 % Persent ase Mahasi swa datang tepat waktu 70 % 85% 81,1 5% 88,3 8% 84,77 % NKD Mata Kuliah 3,2 % 3,5% 3,7% Upaya yang kreatif dalam memodifikasi metode pembelajaran akan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan. Lingkungan yang kondusif dan menyenangkan akan menciptakan motivasi dan keaktifan belajar mahasiswa. Ketika motivasi belajar sudah terbangun, maka niat dan upaya mahasiswa akan optimal, sehingga akan menghasilkan output pembelajaran yang optimal. Metode discovery learning melatih mahasiswa untuk mengasah kemampuan berfikir analitis dan sistematis dalam menghadapi masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan ini akan membangun skill dan karakter mahasiswa dalam menelurkan ide kreatif, kritis, dan berani mengungkapkan serta menuangkan ide kreatifnya dalam gagasan yang menantang. Skill inilah yang menjadi modal utama menjadi seorang wirausaha. Selain mahasiswa, dosen sebagai pengajar pun jadi tertantang untuk belajar secara terus menerus mengasah kemampuan teoritis dan analitisnya, terutama untuk mengimbangi keaktifan mahasiswa dalam mengungkapkan kasus-kasus di kelas. Efektifitas pelaksanaan metode discovery learning ini terlihat pada tiga hal, pertama, pada saat persiapan perkuliahan baik dosen maupun mahasiswa bekerja sama dalam merencanakan proses pembelajaran, seperti membuat kontrak belajar, jadwal magang, dan mencari tempat magang. Kedua saat proses pembelajaran, mahasiswa menjadi aktif dalam melakukan proses magang, menemukan kasus baru di tempat magang, serta lebih kreatif dalam mengusulkan program pengembangan business plan untuk tempat magang. Ketiga, hasil pembelajaran, menunjukkan data capaian yang melebihi target yang disusun oleh dosen. Secara khusus, dampak penelitian terhadap pelaksanaan pembelajaran mata kuliah manajemen ritel juga signifikan. Berikut dampak positif yang dirasakan selama pelaksanaan pembelajaran. a. Mahasiswa lebih mudah memahami materi, sehingga proses belajar menjadi lancar. b. Mahasiswa memiliki media untuk mempraktekkan langsung teori yang di dapat melalui pengalaman magang. c. Pencapaian CPMK kelas meningkat. d. Kinerja dosen meningkat ditinjau dari pencapaian NKD mata kuliah yang bersangkutan, dan capaian keluaran pembelajaran berupa ketersediaan RPS, RPP magang, handout mata kuliah, serta SOP magang bagi mahasiswa. Hal ini dimungkinkan karena selama proses pembelajaran satu semester dosen juga mengikuti workshop perumusan RPS dan menyempurnakan handout yang sudah ada disesuaikan dengan penggunaan metode discovery leraning. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil capaian dan keluaran proses pembelajaran dapat disimpulkan bahwa seluruh CPMK yang ditetapkan capaian pembelajarannya terpenuhi yaitu lebih besar atau sama dengan 79 %. Begitu juga untuk tingkat keaktifan, dan kehadiran mahasiswa juga melampaui target yang ditetapkan yaitu lebih besar atau sama dengan 79,5%. Disisi lain, produktifitas dosen juga tergambar dalam capaian keluaran berupa ketersedian RPS, RPP magang, handout, serta SOP magang. Ini mencerminkan bahwa metode discovery learning memberikan dampak positif dalam proses pembelajaran, baik bagi mahasiswa maupun dosen. ## DAFTAR PUSTAKA Hanafiah, Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran . Bandung: Refika Aditama Hermansyah a., Natuda A.D., dan Sumarno. 2017. Kontribusi Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dan Interaksi Sosial Terhadap Karakter Kewirausahaan Peserta Didik MAN 1 Pekanbaru. Pekbis Jurnal , Vol 9 No2, Juli 2017 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 SMP Bahasa Inggris . Jakarta: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 58 tahun 2014 tentang Kurkulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendididan Dasar dan Menengah Lorz, Michael. 2008. The Impact of Entrepreneurship Education on Entrepreneurial Intention . Dissertation of the University of St. Gallen, School of Management, Economics, Law, Social Sciences and International Affairs. Maisaroh, Dharmawan. 2017. Pengaruh Faktor Individu dan Pendidikan Kewirausahaan Terhadap Intensi Kewirausahaan Pada Mahasiswa D3 Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Proceeding FMI 9, November 2017 McClelland. 2006. Memacu Masyarakat Berprestasi . Jakarta: CV Intermedia Meredith, Geoffrey G, et.al,. 1996. Kewirausahaan Teori dan Praktek . Jakarta, Pustaka Binaman Pressindo Mutis, Thoby. 1995. Pembangunan Koperasi . Jakarta: Yayasan Bina Bakti Utama. Novan, Wiyani. 2013. Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian Komptensi . Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran . Jakarta, Kencana Prenada Media Group Shah Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru . Bandung: Remaja Rosdakarya. Suryana. 2003. Kewirausahaan, Pedoman Praktis, Kiat, dan Proses Menuju Sukses . Jakarta , Salemba Empat Widodo, Muladi. 2011. Pembelajaran Kewirausahaan dan Minat Wirausaha Lulusan SMK. Eksplanasi Volume 6 Nomor 2 Edisi September, halaman 109- 122 .
a207a320-ce5d-49a5-9c1f-3f8d7d562119
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jjeee/article/download/17041/5683
## Jambura Journal of Electrical and Electronics Engineering ## Rancang Bangun Sistem Latihan Tekanan Lidah Novie Theresia Br. Pasaribu Program Studi Teknik Elektro Universitas Kristen Maranatha Bandung, Indonesia novie.theresia@eng.maranatha.edu Derry Renaldy Program Studi Teknik Elektro Universitas Kristen Maranatha Bandung, Indonesia derryrenaldy40@gmail.com Erwani Merry Sartika Program Studi Teknik Elektro Universitas Kristen Maranatha Bandung, Indonesia erwani.ms@eng.maranatha.edu Che Wei Lin Department of Biomedical Engineering National Cheng Kung University Tainan, Taiwan lincw@mail.ncku.edu.tw Christopher Prasetya Darmanto Program Studi Teknik Elektro Universitas Kristen Maranatha Bandung, Indonesia christoprasetya@gmail.com Febryan Setiawan Department of Biomedical Engineering National Cheng Kung University Tainan, Taiwan febryans2802.wtmh@gmail.com Diterima : Agustus 2022 Disetujui : Oktober 2022 Dipublikasi : Januari 2023 Abstrak—Terapi gerakan lidah secara rutin dengan stimulasi ujung syaraf bisa digunakan sebagai alat bantu terapi bagi pasien untuk penyakit stroke, dysphasia dan sleep apnea. Pada penelitian awal ini akan didesain rancang bangun Sistem Latihan Tekanan Lidah (LTL) dengan menggunakan alat LTL yang dirancang dengan menggunakan sensor tekanan Force Sensing Resistor (FSR) untuk memfasilitasi gerakan latihan lidah yang terdiri dari Tongue Force, Tongue Slide, dan Tongue Press. Pilihan jenis gerakan latihan lidah, panduan dan hasil latihan gerakan lidah yang dilakukan akan ditampilkan pada aplikasi smartphone. Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah Sistem LTL telah berhasil direalisasikan dengan sensor FSR, dari pembacaan nilai sensor tekanan pada Arduino dan smartphone terdapat delay rata- rata 1 detik. Besar tekanan lidah pada gerakan Tongue Force, Tongue Slide, dan Tongue Press sebesar 0-730 Gram-force. Pada Gerakan Tongue Slide ada perubaan besaran tekanan pada Sensor-1 dan Sensor-2, dikarenakan ada gerakan lidah kearah belakang. Berbeda dengan gerakan Tongue Press dan Tounge Force yang hanya mempengaruhi pada Sensor-1 saja. ## Kata Kunci—Sistem Latihan Tekanan Lidah; sensor Abstrak— Routine tongue movement therapy with nerve tip stimulation can be used as a therapeutic aid for patients for stroke, dysphasia and sleep apnea. In this initial research, the design of the Tongue Pressure Training System (LTL) will be designed using an LTL tool designed using a Force Sensing Resistor (FSR) pressure sensor to facilitate tongue exercise movements consisting of Tongue Force, Tongue Slide, and Tongue Press. A selection of types of tongue exercise movements, guides and results of tongue movement exercises performed will be displayed on the smartphone application. The results obtained from this study are the LTL system which is realized from the reading of the pressure sensor value on the smartphone display, there is an average delay of 1 second so that there is a large difference in pressure readings on Arduino and smartphones. The amount of tongue pressure when performing Tongue Force, Tongue Slide, and Tongue Press movements has a pressure reading value of 0-700 Gram-force. In the Tongue Slide Movement, there is a change in the amount of pressure on sensor-1 and sensor-2, because the movement requires the tongue to move. In contrast to the Tongue Press and Tounge Force movements which focus more on pressure in sensor-1. Keywords—Tongue Pressure Training System; sensor ## I. P ENDAHULUAN Konsep dari sehat menurut budaya Mesir kuno adalah merupakan keseimbangan antara manusia dan lingkungannya, yang merupakan kesatuan dari tubuh, jiwa dan roh, dan termasuk penyakit yang menyertainya. Kesehatan adalah merupakan keadaan manusia saat terbebas dari penyakit. Kebutuhan akan sarana dan prasarana kesehatan akan meningkat seiring dengan bertambahnya jenis penyakit yang berkembang. Penanganan medis yang memadai pastinya memerlukan biaya yang tidak cukup murah, sehingga beberapa cara dilakukan untuk melakukan tindakan pencegahan dan terapi (seperti penyakit Parkinson, Stroke , Disfagia , dan Sleep Apnea ) yang bisa dilakukan dirumah dengan mudah dan murah untuk memperoleh kesehatan. Penyakit Disfagia adalah penyakit yang menyebabkan sulitnya atau ketidakmampuan dalam menelan [1][2]. Penyakit ini adalah penyakit yang menyerang saraf motorik, terutama pada bagian mulut, sehingga mengakibatkan seseorang mengalami kesulitan untuk berbicara secara normal. Dengan gerakan/ terapi lidah adalah cara langsung untuk merangsang otak, karena pasien dengan gangguan neurologis tidak mampu membawa impuls syaraf secara efisien, impuls syaraf bertanggung jawab untuk persepsi sensorik [2]. Aktivitas dari neuron yang rusak untuk menghasilkan impuls saraf dapat dirangsang oleh stimulasi listrik bersama dengan terapi rehabilitasi yang ditargetkan. Oleh karena itu, dengan stimulasi ujung saraf sebagai alat bantu terapi bagi pasien untuk penyakit stroke , dysphasia dan sleep apnea (penyakit gangguan tidur karena terhambatnya jalur pernafasan) dapat diatasi juga dengan melakukan terapi gerakan lidah secara rutin [2][3][4][5]. Penelitian mengenai cara mengurangi/ meringankan sleep apnea adalah dengan gerakan terapi lidah telah dilakukan oleh Department of Health and Nutritional Science , Ahmed Sh. Mohammed, dan Katia C. Gumairess, dari hasil yang diperoleh bahwa terbukti bahwa terapi lidah dapat efektif mengatasi sleep apnea [6][4][7]. Terdapat beberapa jenis gerakan latihan lidah dan tenggorokan untuk penyakit Sleep Apnea oleh Department of Health and Nutritional Science South Dakota State University , yang terdiri dari 17 gerakan diantaranya: jaw resist, lip workout, tongue force, tongue workout, tongue slide, tongue brush, tongue press , dll, masing-masing dengan durasi yang telah ditentukan [6]. Penelitian berikutnya adalah pemanfaatan terapi lidah untuk pengobatan pasien yang mengalami dysphasia . Dari penelitian oleh Adams et al., dengan terapi lidah yang bertujuan untuk memperkuat otot lidah pasien dapat secara efektif mengobati penyakit dysphasia [3]. Menurut Sally Archer dkk, metode terapi lidah untuk pengobatan dysphasia juga telah terbukti dapat mengatasi penyakit stroke. Sehinga dapat disimpulkan bahwa gerakan terapi lidah tertentu dapat membantu mengatasi berbagai penyakit [8]. Selain itu, terapi lidah juga dapat dilakukan untuk anak-anak, agar memperlancar gaya bicara dengan memperkuat otot lidah [9]. Dalam bidang kesehatan penggunaan sensor tekanan telah banyak digunakan dalam penelitian. Sebagai contoh, penelitian menggunakan sensor tekanan telah dilakukan oleh Shivani Avinash dkk untuk meneliti tekanan yang diberikan oleh lidah selama proses menelan berlangsung . Dengan sensor tekanan maka dapat diketahui berapa besar tekanan normal yang dihasilkan lidah ketika proses menelan berlangsung [8]. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hsiu-Yueh Liu, dkk mengembang alat untuk mengukur besaran tekanan lidah dengan disposable positioning mouthpieced yang dikontrol dengan menggunakan smartphone [10]. Pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan hanya diperuntukkan untuk mengukur besar tekanan lidah tanpa difasilitasi pilihan jenis gerakan lidah yang diperuntukkan untuk latihan tekanan lidah. Pada penelitian ini akan dilakukan rancang bangun Sistem Latihan Tekanan Lidah (LTL) dengan menggunakan alat LTL yang dirancang dengan menggunakan sensor tekanan Force Sensing Resistor (FSR) untuk memfasilitasi gerakan latihan lidah yang terdiri dari Tongue Force , Tongue Slide , dan Tongue Press . Pilihan jenis gerakan latihan lidah, panduan dan hasil latihan gerakan lidah yang dilakukan akan ditampilkan pada smartphone. ## II. M ETODE Berikut ini metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini. Tahapan proses penelitian diawali dengan studi literatur untuk memahami penelitian yang telah dilakukan mengenai: tekanan lidah, jenis gerakan tekanan lidah, dan sensor tekanan. Dilanjutkan dengan Perancangan Sistem Latihan Tekanan Lidah. Kemudian realisasi sistem, diujicobakan dan dilakukan pengambilan data. Dilakukan analisis dan diperoleh simpulan dari penelitian yang sudah dilakukan. Rancangan Sistem LTL yang dapat dilihat pada Gambar 1. Pada sistem yang dirancang ini, terdiri dari alat Latihan Tekanan Lidah (LTL) yang dirancang dengan menggunakan sensor tekanan FSR, kemudian alat ini terhubung dengan Arduino dan Bluetooth modul untuk memudahkan komunikasi dengan smartphone . Arduino Uno adalah mikrokontroller yang digunakan pada penelitian ini yang sudah banyak dilakukan pada berbagai aplikasi penelitian [11][12]. Hasil dari latihan tekanan lidah akan tampil pada aplikasi di smartphone . Gambar 1. Sistem Latihan Tekanan Lidah (LTL) Diagram alir proses Sistem LTL yang dilakukan dilakukan oleh pengguna dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Diagram Alir proses Sistem LTL ## A. Rancangan Gerakan Lidah Gerakan lidah yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari tiga jenis gerakan yang mengacu pada Department of Health and Nutritional Science South Dakota State University [6]. • Gerakan Tongue Force Gerakan Tongue Force dilakukan lidah dengan menekan bagian hard palate (langit-langit mulut), selama 4 detik, dan gerakan diulangi hingga lima kali (lihat Gambar 3). Gambar 3. Gerakan Tongue Force • Gerakan Tongue Slide Gerakan Tongue Slide dilakukan dengan memposisikan lidah hingga ujung lidah menyentuh bagian belakang gigi depan atas, kemudian tarik atau geser lidah kearah belakang mulut (lihat Gambar 4), lakukan selama sepuluh kali. Gambar 4. Gerakan Tongue Slide • Gerakan Tongue Press Gerakan Tongue Press dilakukan lidah dengan menekan langit-langit mulut, kemudian menggeser lidah kearah belakang mulut, dilakukan selama 5 detik (lihat Gambar 5). Gambar 5. Gerakan Tongue Press ## B. Rancangan Alat Latihan Tekanan Lidah & Sensor FSR Alat LTL dirancang dengan sensor Force Sensing Resistor -402 (FSR-402) merupakan sebuah passive device dua terminal yang dapat digunakan untuk mengukur besar tekanan dengan memperlihatkan penurunan besar resistansi ketika daerah Sensing Sensor Area (SSA) diberi tegangan pada jumlah tertentu [13]. Sensor FSR mudah digunakan dan memiliki harga yang rendah, diameter untuk area aktifnya berukuran 14,7 mm, contoh sensor FSR model Interlink 402, lihat Gambar 6 [14]. Konsep dari sensor FSR adalah mengubah nilai resistansi, jika tidak ada tekanan maka terlihat seperti rangkaian terbuka (tahanan yang tak terhingga), semakin meningkatnya tekanan maka resistansi menurun. Alat LTL dirancang sedemikian rupa sehingga agar pembacaan tekanan lidah dengan ketiga gerakan lidah tersebut bisa terukur, dengan posisi sensor-1 dan sensor-2 seperti terlihat pada Gambar 7. Sensor-1 digunakan untuk membaca tekanan lidah bagian depan (gerakan ketika lidah menekan bagian gigi depan), dan Sensor-2 digunakan untuk membaca tekanan lidah pada bagian tengah (gerakan ketika lidah menekan palatal mulut). Gambar 7. Desain Alat LTL tampak samping ## C. Rancangan Arduino & Modul Bluetooth HC-06 Proses akuisisi data tekanan lidah dari sensor FSR 402 dihubungkan dengan Arduino Uno untuk pembacaan nilai ADC sensor, kemudian untuk komunikasi wireless dipasangkan modul Bluetooth. Terdapat dua jenis modul bluetooth yaitu Modul Bluetooth HC-05 dan HC-06. Pada penelitian ini menggunakan modul Bluetooth HC-06, dan rangkaian Sistem LTL dan wiring diagram nya dapat terlihat pada Gambar 8. ## Gambar 8. Rangkaian Skematik Alat LTL ## D. Rancangan Aplikasi Smartphone Aplikasi di smartphone untuk Sistem LTL dirancang dengan menggunakan aplikasi MIT App Inventor . Aplikasi yang dirancang menampilkan hasil output berupa grafik dan pembacaan besar nilai tekanan. Berikut ini adalah tampilan screen dari aplikasi LTL yang dirancang (lihat Gambar 9): • Screen 1 ( main ): berisikan identitas dari pengguna. • Screen 2 ( Tongue Pressure ): pilihan untuk jenis gerakan yang dilakukan pengukuran tekanan lidah. • Screen 3 ( Guideline ): berisikan petunjuk dari gerakan yang akan dilakukan • Screen 4 ( Record ): menampilkan grafik yang dilakukan tiap hari, yang merupakan rata-rata dari besarnya tekanan lidah yang dilakukan dalam satu hari. Pada tampilan awal Screen 1 ( main ), pada menu ini diinputkan identitas pengguna alat ukur tekanan lidah pada, kemudian tekan tombol sign in untuk berpindah ke Screen 2. Selanjutnya pada Screen 2 pengguna akan memulai pengukuran tekanan lidah. Pada Screen 2 pengguna bisa menekan tombol untuk berpindah pada Screen 3 yang berisikan deskripsi/ panduan dari gerakan yang dipilih. Pada Screen 3 ada tombol untuk kembali ke Screen 2, kemudian pada Screen 2 dengan menekan ikon bluetooth maka proses pembacaan data dari Arduino mulai dilakukan. Setelah didapatkan data tekanan lidah dari Arduino, maka hasil tersebut akan ditampilkan dalam bentuk grafik besaran tekanan dan durasi pengukuran. Setelah selesai pengukuran, screen akan berpindah ke Screen -4 untuk menampilkan hasil record besaran tekanan lidah. Gambar 9. Desain Tampilan Aplikasi Smartphone Sistem LTL ## III. H ASIL D AN P EMBAHASAN Berikut ini adalah alat LTL yang telah direalisasikan (penampang sensor dan penyangganya) dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Realisasi Alat LTL Ketika alat LTL diujicobakan kepada responden dapat terlihat seperti pada Gambar 11. Gambar 11. Alat LTL ketika dilakukan Pengukuran Tampilan realisasi program LTL pada smartphone seperti yang terlihat pada Gambar 12. Gambar 12. Tampilan Realisasi Aplikasi LTL di Smartphone Langkah awal yang dilakukan adalah mengkoneksikan alat LTL dengan Arduino, hasil pembacaan data dari Arduino untuk menghitung besarnya nilai resistansi sensor FSR dapat dilihat seperti Gambar 13. Gambar 13. Hasil Realisasi Program Menghitung Resistansi Sensor FSR Berdasarkan referensi dari data sheet Force Sensitive Resistor untuk bisa memperoleh besar nilai tekanan, nilai resistansi yang didapat sebelumnya harus diubah terlebih dahulu ke dalam besaran konduktansi dalam satuan mikromho (µ℧), nilai 1 mho sama dengan 10 6 Mikro mho (µ℧)[15]. Rumus untuk menghitung nilai tersebut dapat dilihat berikut. FSR_Konduktansi=10 6 / FSR_Resistansi (℧) (1) Setelah didapatkan nilai konduktansinya, kemudian dilakukan perhitungan untuk mencari pendekatan nilai tekanan. Jika nilai konduktansi berada pada 0-1000, maka gunakan rumus pendekatan berikut. FSR_Tekanan= FSR_Konduktansi/80 (2) Jika nilai konduktansi lebih dari 1000 maka digunakan rumus pendekatan FSR_Tekanan= FSR_Konduktansi-1000 FSR_Tekanan= FSR_Tekanan/30 (3) Nilai tekanan dalam satuan Newton (N) dikonversi menjadi gram-force (gf), 1 Newton sama dengan 100 gf. Kemudian hasil pembacaan data Arduino dengan timestamp sebesar 200 microsecond, yang dilakukan sebanyak 10 kali percobaan untuk masing-masing gerakan lidah. Pada Tabel 1 terlihat pembacaan data untuk Gerakan lidah Tongue Force . T ABEL 1. H ASIL P EMBACAAN S ENSOR -1 UNTUK G ERAKAN T ONGUE F ORCE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.2 400 300 100 400 200 200 300 500 400 400 320 0.4 500 400 700 600 500 500 600 600 600 500 550 0.6 600 500 700 600 600 600 600 600 600 400 580 0.8 600 500 700 600 500 600 600 600 600 400 570 1.0 600 600 600 600 500 500 600 600 600 400 560 1.2 500 600 600 600 500 600 600 600 700 400 570 1.4 600 600 600 600 600 600 700 600 700 400 600 1.6 600 600 600 600 600 600 600 600 700 400 590 1.8 500 600 600 600 600 600 600 600 600 400 570 2.0 500 600 600 600 600 600 700 600 600 500 590 2.2 500 600 600 600 600 600 700 600 600 500 590 2.4 500 600 600 600 600 600 700 600 700 500 600 2.6 500 600 600 500 600 600 600 600 700 600 590 2.8 500 600 600 500 600 600 600 600 700 600 590 3.0 500 500 700 600 700 600 600 600 700 600 610 3.2 600 500 600 500 600 600 700 700 700 600 610 3.4 500 500 600 500 700 600 700 700 700 600 610 3.6 600 400 600 500 700 700 700 700 600 600 610 3.8 500 600 600 500 700 700 700 600 600 600 610 4.0 600 600 600 600 700 700 700 600 700 600 640 4.2 500 600 700 600 700 700 700 600 700 600 640 4.4 500 600 600 600 600 600 600 700 600 500 590 4.6 500 500 600 600 500 500 600 600 600 500 550 4.8 500 600 600 500 500 600 600 600 600 500 560 5.0 500 300 500 500 500 400 600 700 600 400 500 Percobaan Rata-rata Tekanan (Gram-Force) Timestamp Nilai rata-rata dari 10 kali percobaan ini, diamati besar tekanan lidahnya pada sensor-1 dan sensor-2 dapat terlihat pada Tabel 2, kemudian nilai tersebut di ploting menjadi grafik yang terlihat pada Gambar 14. Pada tabel terlihat bahwa rata-rata besar tekanan lidah pada Gerakan Tongue Force di Sensor-1 sebesar 30-640 Gram-force , dan pada Gerakan Tongue Press di Sensor-1 sebesar 0-560 Gram- force, serta pada Gerakan Tongue Slide di Sensor-1 sebesar 0-730 Gram-force dan di Sensor-2 sebesar 0-540 Gram- force . Dari ketiga gerakan tersebut diperoleh besar tekanan lidah 0-730 Gram-force . T ABEL 2. H ASIL P EMBACAAN R ATA - RATA DARI S ENSOR -1 DAN S ENSOR -2 Pada Gambar 14 terlihat bahwa Gerakan Tongue Force dan Tongue Press hanya mempengaruhi Sensor-1 saja, sedangkan Gerakan Tongue Slide mempengaruhi Sensor-1 dan Sensor-2. Hal ini dikarenakan pada Gerakan Tongue Slide adanya pergerakan lidah kearah belakang sehingga menyentuh kedua sensor tersebut. ## Gambar 14. Grafik Pembacaan Sensor Untuk mengukur ada tidaknya delay pembacaan tekanan lidah dari Arduino dengan aplikasi di smartphone , maka diambil data selama 5 detik dan dilakukan sebanyak 5 kali, diperoleh hasil seperti pada Tabel 2. Pada tabel ini terlihat rata-rata delay yang muncul sebesar 1 detik. T ABEL 2. T ABLE P EMBACAAN D ATA DI A RDUINO DAN S MARTPHONE ## III. K ESIMPULAN Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah Sistem LTL telah berhasil direalisasikan dengan sensor FSR, dari pembacaan nilai sensor tekanan pada Arduino dan smartphone terdapat delay rata-rata 1 detik. Besar tekanan lidah pada gerakan Tongue Force , Tongue Slide , dan Tongue Press sebesar 0-730 Gram-force . Pada Gerakan Tongue Slide ada perubaan besaran tekanan pada Sensor-1 dan Sensor-2, dikarenakan ada gerakan lidah kearah belakang. Berbeda dengan gerakan Tongue Press dan Tounge Force yang hanya mempengaruhi pada Sensor-1 saja. Pengembangan lebih lanjut, perlu dipertimbangkan untuk pengembangan aplikasi agar tampilan lebih menarik dan informatif, sehingga mempermudah proses monitoring bagi pengguna dan tenaga medis untuk mengetahui progress / history dari proses latihan yang telah dilakukan. Penelitian ini adalah merupakan penelitian awal, pengujian ini masih dilakukan untuk responden yang sehat, jika pengembangan sistem LTL sudah lebih baik, maka pengujian ini bisa dilakukan kepada pengguna dengan tujuan treatment . ## U CAPAN T ERIMA K ASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Universitas Kristen Maranatha yang telah mendanai penelitian ini. ## R EFFERENSI [1] F. Siddique, S. M, S. C. M, and P. S, “Design and Implementation of Wireless Rehabilitation Aid for Tongue Disorders,” Int. J. Pharm. Biomed. Eng., vol. 4, no. 1, pp. 4–7, 2017, doi: 10.14445/23942576/ijpbe-v4i1p102. [2] V. Adams, R. Callister, and B. Mathisen, “Using Tongue- Strengthening Exercise Programs in Dysphagia Intervention,” Asia Pacific J. Speech, Lang. Hear., vol. 14, no. 3, pp. 139–146, 2011, doi: 10.1179/jslh.2011.14.3.139. [3] S. K. Archer, I. Wellwood, C. H. Smith, and D. J. Newham, “Dysphagia therapy in stroke: A survey of speech and language therapists,” Int. J. Lang. Commun. Disord., vol. 48, no. 3, pp. 283–296, 2013, doi: 10.1111/1460-6984.12006. [4] A. S. Mohamed, R. S. Sharshar, R. M. Elkolaly, and S. M. Serageldin, “Upper airway muscle exercises outcome in patients with obstructive sleep apnea syndrome,” Egypt. J. Chest Dis. Tuberc., vol. 66, no. 1, pp. 121–125, 2017, doi: 10.1016/j.ejcdt.2016.08.014. [5] C. Van Dyck et al., “The effect of orofacial myofunctional treatment in children with anterior open bite and tongue dysfunction: A pilot study,” Eur. J. Orthod., vol. 38, no. 3, pp. 227–234, 2016, doi: 10.1093/ejo/cjv044. [6] S. Department of Health and Nutritional Science South Dakota State University, Brookings, “Throat and Jaw Exercise Training to Treat Obstructive Sleep Apnea.” https://www.sdstate.edu/directory?view=detail&ci=4091. [7] K. C. Guimarães, L. F. Drager, P. R. Genta, B. F. Marcondes, and G. Lorenzi-Filhoy, “Effects of oropharyngeal exercises on patients with moderate obstructive sleep apnea syndrome,” Am. J. Respir. Crit. Care Med., vol. 179, no. 10, pp. 962–966, 2009, doi: 10.1164/rccm.200806-981OC. [8] S. A. Deshmukh, S. S. Shrivastav, R. H. Kamble, N. S. Sharma, A. M. Golchha, and K. R. Ratnani, “Evaluation of Tongue Pressure in Cases with Horizontal, Vertical, and Average Growth Patterns using an Innovative Flexi Force Palatovision Appliance: An In Vivo Study,” J. Indian Orthod. Soc., vol. 52, no. 3, pp. 184–188, 2018, doi: 10.4103/jios.jios_189_17. [9] M. Stephens, “The Effectiveness of Speech and Language Therapy for Poststroke Aphasia,” Am. J. Nurs., vol. 117, no. 11, p. 19, 2017, doi: 10.1097/01.NAJ.0000526741.00314.d9. [10] H. Y. Liu et al., “A novel tongue pressure measurement instrument with wireless mobile application control function and disposable positioning mouthpiece,” Diagnostics, vol. 11, no. 3, 2021, doi: 10.3390/DIAGNOSTICS11030489. [11] A. W. A. Antu, S. Abdussamad, and I. Z. Nasibu, “Rancang Bangun Running Text pada Dot Matrix 16X160 Berbasis Arduino Uno Dengan Update Data System Menggunakan Perangkat Android Via Bluetooth,” Jambura J. Electr. Electron. Eng., vol. 2, no. 1, pp. 8–13, 2020, doi: 10.37905/jjeee.v2i1.4321. [12] N. K. Nento, B. P. Asmara, and I. Z. Nasibu, “Rancang Bangun Alat Peringatan Dini Dan Informasi Lokasi Kebakaran Berbasis Arduino Uno,” Jambura J. Electr. Electron. Eng., vol. 3, no. 1, pp. 13–18, 2021, doi: 10.37905/jjeee.v3i1.8339. [13] Interlink Electronics, “Interlink Electronics FSR ® Force Sensing Resistors ®,” pp. 1–33, 2016, [Online]. Available: http://www.digikey.co.uk/Web Export/Supplier Content/InterlinkElectronics_1027/PDF/Interlink_Electronics_Int egration_Guide.pdf?redirected=1. [14] P. Information and R. Products, “https://www.interlinkelectronics.com/fsr-402,” 2022. https://www.interlinkelectronics.com/fsr-402. [15] L. Fried, “Force Sensitive Resistor (FSR),” Adafruit Learn. Syst., pp. 1–19, 2012, [Online]. Available: https://learn.adafruit.com/force-sensitive-resistor-fsr.
6b8f1a4c-8a59-4952-90ba-d91db86942ec
https://jie.pnp.ac.id/index.php/jie/article/download/20/17
## KONTROL FREKUENSI DAN TEGANGAN GENERATOR MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN ## Oleh Abdul Hafid, Efendi Muchtar Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang ## ABSTRACT This paper discusses artificial neural network to controlling frequency and voltage generator using control system based – on diagonal recurrent neural network. Reference model for purpose controlling generator frequency and voltage i.e. at settling time 50 Hz and 380 V (line-to line) respectively. Observation shows that control system based-on diagonal recurrent neural network has good performance in the case of controlling frequency and voltage of plant generator. Key word : Artificial Neural Network, control frequency and voltage generator ## PENDAHULUAN Umumnya semua sistem pembangkitan tenaga listrik memerlukan peralatan kontrol agar generatornya membangkitkan tegangan sesuai dengan ketentuan yang baku, misalnya saja untuk generator tegangan rendah tegangannya harus 380/220 V ( fasa- fasa dan fasa ke netral dan frekuensi 50 Hz ( dengan variasi antara 49,5-50,5 Hz) meskipun beban pembangkit bervariasi. Berbagai metode kontrol tegangan dan frekuensi pada generator yang banyak diaplikasikan antara lain : pengontrol PID (proporsional, integral dan derivative). Dengan kemajuan teknologi, khususnya dengan semakin berkembangnya teknologi pemrosesan data digital maka metode kontrol adaptif sebagai pengganti pengontrol PID perlu dipertimbangkan. Pada tulisan ini akan dibahas sistem kontrol cerdas khususnya teknik jaringan syaraf tiruan untuk mengontrol plant generator. Plant generator yang dijadikan sampel penelitian adalah generator sinkron 3 fasa, 4 kutub, 1500 rpm, 1 KW, 380/220 Volt dengan penggerak generator berupa motor DC shunt sebagimana diperlihatkan pada gambar 1. Data yang digunakan adalah data real pengukuran, yaitu tegangan motor penggerak (v m ) dan arus eksitasi (i e ) sebagai variabel masukan dan frekuensi (f) dan tegangan generator (u g ) sebagai variabel keluaran. Untuk menyederhanakan masalah plant generator diasumsikan sebagai dua subsistem yaitu terdiri dari 2 sistem SISO ( single input single output ), SISO I dengan masukan v m –keluaran f, dan SISO II dengan masukan i e –keluaran u g . Data masukan dan keluaran diperlihatkan pada gambar 2. (a) (b) Gambar 2. Data masukan dan keluaran (a) Masukan (v m )-keluaran (f) (b) Masukan ( i e )-keluaran (u g ) Diagram blok sistem kontrol berbasis DRRN ( Diagonal Recurrent Neural Network ) diperlihatkan pada gambar 3. ## Gambar 3. Diagram blok sistem kontrol berbasis DRRN Pada diagram ada dua struktur jaringan syaraf tiruan (JST) yang digunakan yaitu pengidentifikasi ( Neuroidentifier )dan pengontrol ( Neurocontroller ). Spesifikasi kedua JST tersebut diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1: Spesifikasi jaringan syaraf tiruan yang digunakan sebagai pengontrol ## TINAJAU TEORITIK Jaringan Syaraf Tiruan dengan Recurrent Jaringan syaraf tiruan dengan recurrent ada dua jenis, yaitu JST dengan Fully Connected Recurrent dan Diagonal Recurrent. Pada bagian ini hanya akan dibahas JST dengan Diagonal Recurrent ( Diagonal Recurrent Neural Network, DRNN ). Arsitektur dari DRNN diperlihatkan pada gambar 4. Model matematika yang berlaku untuk jaringan ini adalah   j j O j k X W k O ) ( ) ( ............. (3.1) )) ( ( ) ( k S f k X j j  ............. (3.2)     i i I ij j D j j k I W k X W k S ) ( ) 1 ( ) ( (3.3) dimana untuk tiap waktu diskrit k ) ( k I i = masukan ke neuron ke i pada lapis masukan Jumlah masukan Jumlah neuron pada lapis tersembunyi Jumlah keluaran Keterangan 2 5 1 Arsitektur Neuroidentif ier 3 7 1 Arsitektur Neurocontro ller Model acuan Algoritma DBP r(k) y r (k) e c (k) Neurocontroller + - Plant Generator + - Algoritma DBP Neuroidentifier Delay u(k) u(k-1) Delay e m (k) y m (k) y(k-1) y u (k) ) ( k O = keluaran jaringan ) ( k S j = masukan ke neuron ke j pada lapis tersembunyi ) ( k X j = keluaran neuron ke j pada lapis tersembunyi f (.) = fungsi aktivasi berbentuk bipolar sigmoid I ij W = bobot hubungan antara neuron pada lapis masukan dengan neuron pada lapis tersembunyi, D j W = bobot hubungan antara sisi keluaran dengan sisi masukan neuron-neuron pada lapis tersembunyi O j W = bobot hubungan antara neuron pada lapis tersembunyi dengan neuron pada lapis keluaran. DRNN hanya memiliki satu keluaran seperti tampak pada gambar 4. ## Gambar 4. Diagonal Recurrent Neural Network Misalkan y(k) adalah respon jaringan yang diinginkan dan ) ( k y m adalah keluaran yang dihasilkan oleh DRNN serta fungsi kesalahan yang digunakan adalah 2 )] ( ) ( [ 2 1 ) ( k y k y k E m m   (3.4a) Sesuai dengan persamaan (3.1) maka ) ( ) ( k O k y m  dan kesalahan ( error ) antara keluaran yang diinginkan dengan keluaran jaringan didefinisikan sebagai ) ( ) ( ) ( k y k y k e m m   . Selanjutnya gradien dari fungsi kesalahan terhadap suatu bobot W dapat dicari dan diperoleh bentuk seperti berikut dW k dO k e dW k dy k e dW k dE m m m m ) ( ) ( ) ( ) ( ) (     (3.4b) Gradien keluaran ( O ( k )) terhadap bobot D j O j W W , dan I ij W masing-masing adalah ) ( ) ( k X dW k dO j O j  (3.5a) j O j D j P W dW k dO  ) ( (3.5b) ) ( ) ( k Q W dW k dO ij O j I ij  (3.5c) dimana I ij j ij D j j j dW k dX k Q dW k dX k P ) ( ) ( , ) ( ) (   dan memenuhi 0 ) 0 ( )] 1 ( ) 1 ( ))[ ( (' ) (      j j D j j j j P k P W k X k S f k P (3.6a) 0 ) 0 ( )] 1 ( ) ( ))[ ( (' ) (     ij ij D j i j ij Q k Q W k I k S f k Q (3.6b) Gradien negatif dari fungsi kesalahan dari persamaan (3.4) adalah dW k dO k e dW k dE m m ) ( ) ( ) (   ...............(3.7) Pada persamaan (3.7) bobot W mewakili bobot D j O j W W , dan I ij W . Gradien keluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan persamaan (3.7) dapat dicari dengan menggunakan persamaan (3.5). Selanjutnya setelah gradien negatif dari fungsi kesalahan diketahui maka dilakukan koreksi bobot untuk setiap langkah k dengan menggunakan persamaan berikut ] ) ( [ ) ( ) 1 ( dW k dE k W k W m      (3.8) dimana  adalah laju pembelajaran. Persamaan (3.5) sampai persamaan (3.8) mendefinisikan algoritma propagasi balik dinamik. ## Konvergensi dan Stabilitas Algoritma Pengaturan bobot jaringan pada DRNN yang didefinisikan oleh persamaan (3.8) membutuhkan laju pembelajaran  yang sesuai. Dalam hal ini apabila  yang digunakan bernilai kecil maka konvergensinya dijamin. Akan tetapi kecepatan perubahan bobot menjadi sangat lambat. Sebaliknya jika  bernilai cukup besar maka algoritma bisa menjadi tidak stabil. Teorema di bawah ini memberikan panduan untuk memilih laju pembelajaran yang tepat. 1. Jika I n adalah laju pembelajaran untuk DRNN dan max I g didefinisikan sebagai ) ( max : max k g g I k I  , dimana I I dW k dO g ) (  dan . adalah Norm Euclidean biasa dalam ruang n R maka konvergensinya dijamin jika digunakan I n sebesar max 2 0 2 I I g n   (3.9) 2. Jika D I O I n n , dan I I n adalah laju pembelajaran untuk masing-masing bobot D I O I W W , dan I I W pada DRNN maka algoritma propagasi balik dinamik konvergen jika I , h 1,2,..., j ,1 0    D j I W dan laju pembelajaran dipilih menurut persamaan berikut I O I h n 2 0   (3.10a) 2 max , 1 2 0           O I I D I W h n (3.10b) 2 max , max , 1 ) ( 2 0            I O I I I I I I W h n n (3.10c) dimana I h adalah jumlah neuron yang terdapat pada lapis tersembunyi, I n adalah jumlah masukan untuk jaringan dan ) ( max : ) ( max : k max , max , k I I k W W I I O I k O I   dengan . = sup-norm Patut dicatat disini, pemilihan laju pembelajaran yang diuraikan di atas diterapkan untuk DRNN yang difungsikan sebagai pengidentifikasi ( Neuroidentifier ). Untuk DRNN yang difungsikan sebagai pengontrol ( Neurocontroller ) pemilihan laju pembelajarannya sedikit berbeda dan hal itu akan dijelaskan kemudian. ## Algoritma Pembelajaran Pada JST Diagonal Recurrent yang Difungsikan Sebagai Pengontrol Pada bagian ini akan dijelaskan algoritma pembelajaran yang pada DRNN yang difungsikan sebagai pengontrol. Model matematik yang berlaku untuk DRNN diberikan oleh persamaan (3.1), (3.2) dan (3.3). Sedang gradien keluaran terhadap suatu bobot jaringan diberikan oleh persamaan (3.5). Agar memudahkan analisa maka persamaan yang disebutkan di atas dipakai lagi untuk penjelasan pada bagian ini. Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3, kesalahan antara keluaran model acuan dengan keluaran plant adalah ) ( ) ( ) ( k y k y k e r c   (3.49) Definisikan fungsi kriteria atau fungsi kesalahan berbentuk 2 2 )) ( (( 2 1 )) ( ) ( ( 2 1 ) ( k e k y k y k E c r c    (3.50) Gradien dari fungsi kriteria persamaan (3.50) terhadap sembarang bobot N W   dinyatakan dengan ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( dW k dO k du k dy k e dW k du k du k dy (k) e dW k dy k e dW k dE c c c c       (3.51) dan nilai negatif gradien fungsi kesalahan dari persamaan (3.51) adalah dW k dO k du k dy k e dW k dE c c ) ( ) ( ) ( ) ( ) (   (3.52) Definisikan ) ( ) ( ) ( k du k dy k y u  , maka persamaan (3.52) menjadi dW k dO k y k e dW k dE u c c ) ( ) ( ) ( ) (   (3.53) Pada persamaan di atas variabel ) ( k y u didefinisikan sebagai gradien keluaran plant terhadap masukannya (atau turunan pertama keluaran plant terhadap masukannya pada iterasi ke k ). Oleh sebab itu variabel ) ( k y u disebut sebagai sensitivitas plant terhadap masukan.. Selanjutnya untuk melakukan koreksi bobot jaringan pada pengontrol maka perlu diketahui nilai gradien fungsi kesalahan. Berdasarkan persamaan (3.53) untuk mencari nilai gradien tersebut maka ketiga komponen pada persamaan (3.53) harus ditentukan terlebih dahulu agar persamaan (3.53) dapat diselesaikan. Gradien keluaran dapat dicari dengan menggunakan persamaan (3.5) dan ) ( k e c dengan menggunakan persamaan (3.49) sedang variabel ) ( k y u ditentukan dengan pendekatan berikut dW k dy dW k dy k y m u ) ( ) ( ) (   (3.54) Pada persamaan (3.54) ) ( k y m adalah keluaran pengidentifikasi ( Neuroidentifier ). Selanjutnya dengan menerapkan aturan rantai pada persamaan (3.54) dan keluaran ) ( k y m sesuai persamaan (3.1) juga dapat dituliskan sebagai ) ( ) ( k O k y m  maka diperoleh bentuk seperti berikut ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (    j j j m k du dX dX k dO k du k dO k du k dy (3.55a) 5 1 , ) ( ,.., j k du dX W j j O j    (3.55b) dan dari persamaan (3.2) didapat ) ( ) ( )) ( (' ) ( ) ( k du k dS k S f k du k dX j j j  (3.56) dimana (.) ' f adalah turunan fungsi aktivasi yang berbentuk bipolar sigmoid . Karena masukan untuk pengidentifikasi adalah u(k) dan y(k-1) sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 3 maka persamaan (3.3) menjadi I I j I j I j j D j j b W k y W k u k W k X W k S 3 2 1 ) 1 ( ) ( ) ( ) ( ) (      (3.57) dimana I b adalah bias atau threshold jaringan yang membangun pengidentifikasi. Oleh karenanya I j j W k du k dS 1 ) ( ) (  (3.58) Dari persamaan (3.55), (3.56) dan (3.58) maka persamaan untuk ) ( k y u dapat dituliskan sebagai ,.., , j W k S f W k du k dy k y I j j j O j m u 5 2 1 )) ( (' ) ( ) ( ) ( 1     (3.59) Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (3.49), (3.5), (3.59) dan (3.51) diperoleh nilai gradien fungsi kesalahan pada pengontrol dW k dE c ) ( . Koreksi bobot pada jaringan yang membangun pengontrol dibuat seperti berikut ) ) ( ( ) ( ) 1 ( dW k dE k W k W c      (3.60) dimana W mewakili bobot D j I ij W W , dan O j W sedang k dan  masing-masing adalah langkah ( step ) ke k dan laju pembelajaran. Persamaan (3.5), (3.6) dan (3.60) mendefinisikan algoritma dynamic Backpropagation (DBP) untuk pengontrol. ## Konvergensi dan Stabilitas Algoritma Sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa Diagonal Recurrent Neural Network (DRNN) baik yang difungsikan sebagai pengidentifikasi maupun pengontrol selalu membutuhkan laju pembelajaran yang sesuai. Dalam hal ini apabila digunakan  yang kecil maka konvergensinya dijamin. Akan tetapi kecepatan perubahan bobot sangat lambat. Sebaliknya jika digunakan  yang besar maka mengakibatkan pembelajaran bisa menjadi tidak stabil. Di bawah ini diberikan dua teorema untuk memilih laju pembelajaran adaptif. 1. Misalkan c  adalah laju pembelajaran untuk bobot pada pengontrol dan max , c g didefinisikan sebagai ) ( max max , k g g c k c  dimana c c dW k dO g ) (  dan c W mewakili bobot pada pengontrol, selanjutnya definisikan 2 max , max , max I I O I I W W h S  (3.61a) maka konvergensi dijamin jika dipilih c  dalam interval 2 max , 2 max 2 0 c c g S    (3.61b) 2. Misalkan D c O c   , dan I c  adalah laju pembelajaran untuk pengontrol untuk masing-masing bobot D c O c W W , dan I c W maka algoritma propagasi balik dinamik akan konvergen jika 1 0 ,   D j c W dengan j=1, 2, 3…., c h dan laju pembelajaran dipilih menurut 2 max , max , 2 max 2 max , 2 max 2 max 1 ) ( 2 0 1 2 0 2 0                        c O c c c I c O c c D c c O c I W S h n W S h S h    (3.62) dimana c h =jumlah neuron pada lapis tersembunyi c  =jumlah masukan pada pengontrol )} 1 ( ), 1 ( , { ) ( max : ) ( max : ) ( max , max ,      k y k u b I k I I k W W c k c c k c O c k O c dan c b adalah bias atau threshold neuron pada jaringan yang membangun pengontrol. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk keperluan pengontrolan frekuensi dan tegangan generator dengan teknik jaringan syaraf tiruan (JST) diperlukan model acuan dan model matematik atau persamaan yang menghubungkan masukan dan keluaran sistem tersebut. Model acuan yang dipilih untuk keperluan pengontrolan frekuensi generator dipilih sedemikian sehingga setelah beberapa waktu cacah dilewati maka frekuensi generator berkisar pada nilai 50 Hz. Demikian juga Model acuan yang dipilih untuk keperluan pengontrolan tegangan generator dipilih sedemikian sehingga setelah beberapa waktu cacah dilewati maka tegangan generator mendekati nilai 380 V(L-L). Pembahasan pada tulisan ini, model matematik sistem didekati dengan model linear (model sistem dapat ditentukan dengan teknik identifikasi eksperimental dengan menggunakan data masukan-keluaran gambar 2) ## Pengontrolan frekuensi menggunakan Diagonal Recurrent Neural Network (DRRN) Model acuan : ) ( 25 ) 1 ( 4 , 0 ) ( 9 , 0 ) 1 ( k r k y k y k y r r r      1 ) (  k r Model sistem : ) ( 5726 , 0 ) ( 1570 , 0 3883 , 13 ) 1 ( k y k u k y f f     Hasil pengontrolan diperlihatkan pada gambar 5. Besar laju pembelajaran ( learning rate ) pada sistem kontrol berbasis DRRN untuk pengontrolan frekuensi pada k =31 dicantumkan pada tabel 2, dan nilai waktu penetapan ( Settling Time, t s ), yaitu waktu yang diperlukan kurva respon untuk mencapai harga akhir pada proses pengontrolan frekuensi generator diberikan pada tabel 3. Gambar 5. Perbandingan keluaran frekuensi model acuan dengan plant Tabel 2 : Nilai laju pembelajaran pada pengontrolan frekuensi generator untuk k=31 Tabel 3 : Nilai waktu penetapan pada pengontrolan frekuensi generator Pengontrolan tegangan generator menggunakan Diagonal Recurrent Neural Network (DRRN) Mode lacuan : ) ( 250 ) 1 ( 3575 , 0 ) ( 7 , 0 ) 1 ( k r k y k y k y r r r      1 ) (  k r Model sistem : ) ( 0,7097 ) ( 20897 0,000 4150 , 10 1 ) 1 ( k y k u k y ua ua     Hasil pengontrolan diperlihatkan pada gambar 6 ## Gambar 6. Perbandingan keluaran tegangan model acuan dengan plant Besar laju pembelajaran ( learning rate ) pada sistem kontrol berbasis DRRN untuk pengontrolan tegangan generator pada k= 47 dicantumkan pada tabel 4, dan nilai waktu penetapan ( Settling Time, t s ) pada proses pengontrolan tegangan generator diberikan pada tabel 5. Tabel 4 : Nilai laju pembelajaran pada Pengontrolan tegangan generator untuk k=3 Tabel 5 : Nilai waktu penetapan pada pengontrolan tegangan generator Neuroid entifier I I  = 0,00000 0471102 D I  = 0,00167 6428049 O I  = 0,2000 00000 000 Neuroco ntroller I c  = 0,00000 0056073 D c  = 00,0002 0360812 8 O c  = 0,0001 93444 386 Waktu penetapan t s (untuk interval waktu cacah T =1detik) Model acuan ≈ 31 detik Plant ≈ 42 detik Neuroid entifier I I  = 0,000000000 152 D I  = 0,000030782 097 O I  = 0,2000000 00000 Neuroco ntroller I c  = 0,000000000 00 D c  = 0,000000010 691 O c  = 00,000003 551971 Waktu penetapan t s (untuk interval waktu cacah T =1detik) Model acuan ≈ 33 detik Plant ≈ 47 detik ## KESIMPULAN Sistem kontrol berbasis jaringan syaraf tiruan Diagonal Recurrent memperlihatkan kinerja yang baik untuk untuk pengontrolan frekuensi dan tegangan generator. Melalui proses pembelajaran pada sistem kontrol maka dapat dibangkitkan sinyal kontrol yang sesuai ke plant sedemikian sehingga keluaran frekuensi dan tegangan generator masing-masing mampu mendekati model acuannya (hal ini sesuai dengan hasil pengontrolan yang diperlihatkan pada gambar 5 dan 6). Pada pengontrolan frekuensi generator, frekuensi generator 50 Hz akan dicapai dalam waktu 42 detik ( untuk interval cacah T =1 detik) sedang untuk model acuan adalah 31 detik. Pada pengontrolan tegangan generator, tegangan generator 380 V akan dicapai dalam waktu 47 detik ( untuk interval cacah T =1 detik) sedang untuk model acuan adalah 33 detik. ## DAFTAR PUSTAKA Bierman, J.G., 1977, Factorization Methods for Discrete Sequential Estimation , Academic Press, Inc. Billing, S.A., Jamaluddin, H.B., Chen, S., 1992, Properties of Neural Networks with Applications to Modelling Nonlinear Dynamical Systems , Int. J. Control, vol. 55, no. 1, pp. 193-224. Billing, S.A., Gray, J.O., Owens, D.H., 1984, Nonlinear System Design , Peter Pregrinus, Ltd., London, UK. Fausett, L., 1994, Fundamental Of Neural Networks, Architectures, Algorithms, and Applications , Prentice-Hall International. Hafid, A., 2000, Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Umpan Maju dan Diagonal RecurrentUntuk Identifikasi dan Kontrol Sistem Dinamik , Tesis Magister., ITB. Howard, D., Beale, M., 1995, Neural Network Tool Box for Use with Matlab , The Math Work, Inc., NJ. Ku, C.C., Lee, K.Y., 1995, Diagonal Recurrent Neural Networks for Dynamic SystemControl , IEEE Trans. on Neural Networks, vol. 6, no. 1, pp. 144-156. Levin, A.U., Narendra, K.S., 1996, Control of Nonlinear Dynamical Systems-Part II: Obervability, Identification, and Control , IEEE Trans. on Neural Networks, vol. 7, no. 1, pp. 30-42. Ljung, L., 1987, System Identification : Theory for the User, Prentice-Hall International, Inc., Englewood Cliffs. Narendra, K.S., Partasarathy, K., 1990, Identification and Control Dynamical Systemusing Neural Networks , IEEE Trans. on Neural Networks, vol. 1, no. 1, pp. 4-27 . ## Halaman ini sengaja dikosongkan
e61346b7-c4ec-4084-85fd-39ef77bee3cd
https://kalamatika.matematika-uhamka.com/index.php/kmk/article/download/127/52
## KALAMATIKA Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3, No. 1, April 2018, hal. 63-80 ## BAHAN AJAR PADA MATERI GARIS SINGGUNG LINGKARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK SISWA SMP ## Sowanto Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima sowantos@gmail.com ## ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi dengan belum adanya bahan ajar tentang materi garis singgung lingkaran yang mampu memfasilitasi siswa sekolah menengah pertama melalui pendekatan saintifik. Produk dari penelitian ini adalah menghasilkan bahan ajar yang dapat memfasilitasi siswa dalam bentuk lembar kerja siswa. Metode yang digunakan adalah penelitian desain ( design research ) yang meliputi: (1) desain permulaan ( preliminary design ), pada fase ini peneliti melakukan studi teori ditindaklanjuti dengan membuat hipotesis lintasan belajar atau Hypothetical Learning Trajectory (HLT); (2) eksperimen ( experiment ), pada fase ini desain yang sudah ada diujicobakan kepada siswa untuk menyelidiki proses belajar berkaitan dengan proses perkembangan cara berpikir siswa dalam situasi dan suasana belajar yang terbentuk dari HLT; (3) analisis tinjauan ( retrospective analysis ), pada fase ini peneliti membandingkan HLT dengan proses belajar siswa yang sesungguhnya. Adapun hasil dari uji coba menunjukkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan dengan mempertimbangkan learning obstacle dan studi pendahuluan mampu memfasilitasi siswa sebagai sumber pendukung kegiatan pembelajaran. Kata Kunci : bahan ajar, penelitian desain, garis singgung lingkaran. ## ABSTRACT This research is motivated by the lack of teaching materials on tangent topic to the circle that is able to facilitate junior high school students through a scientific approach. This research produced teaching materials so-called students' worksheets that can facilitate students. The research used the design research which includes: (1) preliminary design, in this phase the researchers conducted a theory study which followed up by making a Hypothetical Learning Trajectory (HLT); (2) experiment, in this phase, the existing design is tested to the students to investigate the learning process that related to the process of developing students' thinking in situations and learning atmosphere that formed from HLT; (3) retrospective analysis, in this phase, the researchers compare the HLT with the actual student learning process. The results show that the teaching materials that have been developed by considering obstacle learning and preliminary studies are able to facilitate students as a source of support for learning activities. Keywords: teaching materials, design research , tangent line to the circle. Format Sitasi: Sowanto. (2017). Bahan Ajar pada Materi Garis Singgung Lingkaran dengan Pendekatan Saintifik untuk Siswa SMP. KALAMATIKA Jurnal Pendidikan Matematika , 3 (1), 63-80. Penyerahan Naskah: 29 Agustus 2017 || Revisi: 30 Maret 2018 || Diterima: 31 Maret 2018 ## PENDAHULUAN Struktur dan pengarahan yang kaku dalam belajar matematika akan membuat siswa memiliki kemampuan konseptualisasi yang terbatas, akibatnya siswa kesulitan ketika dihadapkan permasalahan yang baru karena konsep-konsep yang tidak dipahami secara utuh. Hal ini yang nantinya menjadi hambatan belajar ( learning obstacle ) bagi siswa. Lebih lanjut Mahyudi, Ariani, dan Ramadianti (2017) menyatakan bahwa pemilihan dan penggunaan sumber belajar yang tepat dalam suatu aktivitas dan proses pembelajaran berperan penting dalam mengarahkan pengalaman belajar bagi peserta didik. Untuk itu, guru hendaknya mengetahui dan memahami secara mendalam konsep matematika yang akan diajarkan dan sanggup menggambarkan pengetahuan secara fleksibel dalam tugas pembelajaran pada sumber belajar yang akan diberikan kepada siswa. Guru yang merupakan salah satu sumber keilmuan memberikan cara pandang terhadap matematika dan akan berpengaruh terhadap cara menyampaikan matematika kepada siswa. Hal ini menjadikan bahwa berhasil tidaknya suatu proses kegiatan pembelajaran bergantung pada kemampuan kreativitas guru menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar secara aktif (Slameto, 2010). Guru dituntut untuk mampu berinovasi menciptakan perangkat pembelajaran yang mampu menumbuhkembangkan kemampuan anak dalam pembelajaran matematika. Sesuai dengan yang dinyatakan Turmudi (2009) bahwa pembelajaran matematika sebagai salah satu bidang kelimuan yang tidak terlepas dari adanya guru, siswa, dan materi sebagai salah satu sumber bahan ajar. Keberadaan bahan ajar akan sangat menunjang pencapaian hasil belajar yang baik pada setiap proses pembelajaran. Dalam menyusun bahan ajar, guru perlu memperhatikan pemahaman apa yang siswa tahu, kemudian membuat tantangan dan dorongan agar siswa belajar untuk memperoleh pengetahuan baru yang dituangkan dalam hipotesis lintasan belajar atau Hypothetical Learning Trajectory (HLT) yang memuat tentang antisipasi hal-hal yang mungkin akan terjadi serta proses berpikir siswa dalam proses pembelajaran matematika. Steffe dan D’Ambrosio (1995) mengungkapkan bahwa proses siswa mengkontruksi sendiri pemahamannya merupakan bagian terpenting dalam merancang pembelajaran. Dengan demikian, pengetahuan tidak ditransfer dari satu orang ke orang lain, tapi individu yang belajar membangun pengetahuan sendiri (Brousseau, 1997). Lebih lanjut Silver et al (1996) mengungkapkan bahwa dalam membangun pemahaman konsep pada pembelajaran matematika siswa harus diberikan kesempatan untuk menyelidiki dan merumuskan pertanyaan serta mampu menjelasakan masalah yang diajukan agar siswa memiliki pengalaman untuk mengenali dan memahami sendiri masalah dari konsep yang mereka pelajari. Salah satu konsep matematika yang dipelajari mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD atau sederajat) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA atau sederajat), bahkan sampai di perguruan tinggipun dipelajari secara lebih mendalam bagi mahasiswa yang mengambil bidang keahlian matematika, serta dipelajari secara terintegrasi dan kontinu adalah konsep lingkaran. Konsep lingkaran bila dikaitkan dengan bahan ajar, terdapat penelitian dari Malalina dan Kesumawati (2013) tentang pengembangan bahan ajar pada materi lingkaran yang menunjukkan bahwa pengembangan bahan ajar pada materi lingkaran mampu memfasilitasi siswa meningkatkan prestasi dan aktivitas belajar matematika siswa tentang materi lingkaran. Lebih lanjut materi lingkaran bila ditinjau dari segi struktur materi, konsep, dan prinsip–prinsipnya, pada dasarnya telah akrab dikenal oleh siswa dalam kehidupan sehari– hari. Siswa telah memililki pengetahuan awal atau prakonsep berdasarkan pengalaman yang telah diperolehnya tentang lingkaran, walaupun kenyataannya dalam proses pembelajaran materi lingkaran termasuk salah satu materi yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Berdasarkan hasil observasi mengenai konsep lingkaran yang dilakukan responden pada salah satu SMP kelas VIII di kabupaten Bandung Barat, diperoleh beberapa hambatan belajar ( learning obstacle) yang dialami oleh responden khususnya siswa SMP ketika mengerjakan soal mengenai materi garis singgung lingkaran. Learning obstacle yang pertama, berkaitan dengan materi garis singgung lingkaran dimana siswa masih mengalami kesalahan dalam memecahkan masalah yang terkait dengan konsep tersebut. Hambatan belajar ini diungkapkan juga oleh Yunus, Suyitno, dan Wahyudin (2013) bahwa siswa seringkali mengalami kesulitan dalam mempelajari materi geometri terlebih khusus garis singgung lingkaran. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa letak kesalahan siswa adalah mereka masih mengalami kesulitan dalam memahami bahwa garis singgung lingkaran selalu tegak lurus dengan bidang singgungnya. Hambatan belajar ( learning obstacle ) yang kedua, dari hasil uji coba instrumen yang telah dilakukan diperoleh bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep garis singgung lingkaran. Hal ini disebabkan karena siswa masih kesulitan dalam memilih dan menggunakan informasi mengenai materi prasyarat seperti konsep sudut maupun konsep phytagoras untuk menyelesaikan soal yang terkait dengan konsep garis singgung lingkaran. Learning obstacle yang ketiga, berdasarkan hasil dokumentasi dan wawancara dengan guru matematika kelas VIII, diperoleh bahan ajar yang dibuat adalah sangat rutin, dan memakai format yang sama dalam langkah pembelajarannya untuk setiap sub materi yang akan diajarkan. Begitu juga dengan LKS yang diberikan, cenderung hanya merupakan kumpulan soal-soal dan latihan rutin tanpa banyak siswa dilibatkan dalam menemukan konsep yang dipelajari. Hambatan belajar ini diperkuat oleh temuan Sholikhah, Budiyono, dan Saputro (2014) yang menyatakan bahwa salah satu penduga kesulitan siswa dalam menguasai materi adalah cara guru dalam menyampaikan materi ajar. Berdasarkan paparan di atas, jika disesuaikan dengan hambatan belajar ( learning obstacle) yang hadapi oleh siswa, maka perlu diadakan penelitian tentang “Pengembangan Bahan Ajar pada Materi Garis Singgung Lingkaran dengan Pendekatan Saintifik untuk Siswa SMP”. ## METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian desain ( design research ). Menurut Lidinillah (t.t.), penelitian desain adalah sebuah penelitian yang menempatkan proses desain (perancangan) sebagai strategi untuk mengembangkan suatu bahan ajar. Lebih lanjut menurut Cobb et al (Mulyana, 2012) penelitian desain terdiri dari tiga fase yang saling membentuk proses siklik baik dalam setiap fase maupun dalam keseluruhan proses design research . Ketiga fase itu yaitu desain permulaan ( preliminary design ), eksperimen ( experiment ), dan analisis tinjauan ( retrospective analysis ). Penjelasan dari ketiga fase tersebut yaitu: ## Desain Permulaan (Preliminary First Design) Munculnya suatu masalah merupakan awal dari proses sebuah penelitian, penelitian desain pada fase pertama merupakan tahapan dimana peneliti melakukan suatu studi teori agar dapat memahami masalah lebih menyeluruh, dapat merumuskan pertanyaan penelitian, serta dapat mengajukan solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini ditindaklanjuti dengan dibuat hipotesis lintasan belajar atau Hypothetical Learning Trajectory (HLT). Dalam hal ini, HLT memuat tentang antisipasi hal-hal yang mungkin akan terjadi, termasuk proses berpikir siswa dalam proses pembelajaran. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam membuat HLT adalah telaah literatur yang relevan, diskusi dengan guru yang sudah berpengalaman atau diskusi dengan pakar materi pembelajaran. ## Eksperimen (Experiment) Pada fase ini, desain yang sudah dirancang kemudian diujicobakan kepada siswa. Eksperimen pembelajaran pada penelitian desain bertujuan untuk menyelidiki proses belajar berkaitan dengan proses perkembangan cara berfikir siswa dalam situasi dan suasana belajar yang terbentuk dari HLT, sehingga akan terlihat kesesuaian antara hal-hal yang sudah diantisipasi dalam fase desain permulaan dengan kenyataan yang terjadi. Oleh karena itu, data penelitian dikumpulkan pada fase eksperimen ini. ## Analisis Tinjauan (Retrospective Analysis) Pada fase analisis tinjauan, peneliti membandingkan HLT dengan proses belajar siswa yang sebenarnya terjadi, kemudian melakukan analisis mengenai beberapa kemungkinan penyebabnya serta melakukan sintesis kemungkinan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki HLT yang akan digunakan pada siklus berikutnya mengenai desain permulaan, eksperimen, dan analisis tinjauan selanjutnya. Setelah diperoleh bahan ajar yang baik melalui tiga fase tersebut, hasilnya dijadikan bahan untuk menyusun bahan ajar dalam materi lain. ## Subjek dan Data Penelitian Subjek penelitian ini terdiri dari subjek yang dijadikan tempat observasi kesulitan belajar siswa dan subjek yang dijadikan tempat ujicoba dari bahan ajar yang telah dikembangkan. Subjek yang dijadikan tempat observasi kesulitan belajar adalah satu kelas VIII di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kabupaten Bandung Barat pada semester 2 dengan kategori kemampuan rendah, sedang dan tinggi berdasarkan informasi dari guru matematika kelas VII. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. Observasi adalah suatu teknik evaluasi nontes yang menginventarisasikan data tentang sikap dan kepribadian siswa dalam kegiatan belajarnya (Suherman, 1990). Lebih lanjut dipaparkan oleh Arikunto (2010), observasi merupakan kegiatan yang meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan pengecap. Observasi ini dilakukan kepada siswa ketika pembelajaran sedang berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tugas-tugas dalam bahan ajar yang sulit diselesaikan siswa dan membutuhkan intervensi (bantuan) dari guru dalam penyelesaiannya. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara ( interviewer ) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai ( interviewe ) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2010). Tujuan dari dilakukannya wawancara terhadap responden adalah untuk menggali informasi lebih mendalam dan merperjelas jawaban pertanyaan yang belum bisa merepresentasikan kesulitan siswa. Melalui wawancara peneliti dapat: (1) mengidentifikasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah matematis garis singgung lingkaran; (2) mengetahui tanggapan siswa terhadap bahan ajar yang dikembangkan dalam mengajar konsep garis singgung lingkaran, sehingga akan diketahui tugas-tugas mana yang dirasa sulit oleh siswa selain dari jawaban tugas-tugas pada bahan ajar yang dikerjakan siswa. Data yang terkumpul berupa transkrip wawancara siswa, wawancara guru, hasil pekerjaan siswa pada tes kemampuan awal, dan jawaban siswa pada bahan ajar. Pengolahan data dilakukan sejak fase pertama sampai fase ketiga. Pada fase pertama diperoleh data mengenai hasil tes kemampuan awal siswa pada materi garis singgung lingkaran. Hasilnya kemudian dianalisis dengan memaparkan kesulitan yang dialami dalam mengerjakan permasalahan yang diberikan. Kemudian dibuat antisipasi untuk mengatasi kesulitan tersebut berupa HLT yang terdiri dari perencanaan pembelajaran dan tugas-tugas yang tersusun dalam suatu bahan ajar. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa “aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan dilakukan secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh”. Setelah bahan ajar diselesaikan oleh siswa, maka dilakukan analisis terhadap jawaban-jawaban siswa sebagai suatu data. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data tersebut berdasarkan Miles and Huberman (1984), yang menyatakan bahwa reduksi data ( data reduction ), penyajian data ( data display ), dan penarikan kesimpulan/verifikasi ( conclusion drawing/verification ) merupakan tiga aktivitas dalam analisis data kualitatif. Reduksi data dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dengan cara merangkum dan mengklasifikasikan sesuai dengan masalah pada konsep garis singgung lingkaran. Kemudian dilakukan reduksi data dan dilanjutkan dengan penyajian data. Aktivitas terakhir yaitu melakukan penarikan kesimpulan berdasarkan data yang telah diperoleh untuk menjawab rumusan masalah. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian desain merupakan sebuah penelitian yang mengembangkan bahan ajar dengan menempatkan proses desain (perancangan) sebagai strategi yang dilakukan. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilakukan dengan tiga fase utama. Ketiga fase itu yaitu desain permulaan ( preliminary design ), eksperimen ( experiment ), dan analisis tinjauan ( retrospective analysis ). ## Desain Permulaan (Preliminary First Design) Pada fase ini, peneliti melakukan suatu studi teori agar dapat memahami masalah lebih menyeluruh, dapat merumuskan pertanyaan penelitian, serta dapat mengajukan solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Hal yang dilakukan setelah dilakukan studi pendahuluan adalah menganalisis kesulitan belajar siswa dan membuat HLT dari hasil wawancara dengan siswa dan guru. ## Deskripsi hasil wawancara dengan siswa Pada saat studi pendahuluan, dilakukan wawancara terhadap siswa yang telah melaksanakan uji coba awal instrumen dengan tujuan untuk mengetahui sumber belajar yang dimiliki dan kesulitan maupun hambatan yang dihadapi siswa pada proses pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh hasil bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas, siswa hanya terpaku dengan catatan dan buku paket yang berisi latihan-latihan rutin yang diberikan guru. Hal ini dapat dilihat dari jawaban siswa atas pertanyaan pewawancara pada potongan transkrip pada gambar 1 di bawah ini. Gambar 1. Potongan transkrip hasil wawancara dengan siswa Dari potongan transkrip hasil wawancara dengan siswa pada gambar 1, dapat diketahui juga bahwa siswa tidak berusaha untuk mencari atau memiliki sumber belajar lain sehingga menjadikan guru sebagai tumpuan utama untuk mendapatkan penjelasan dari materi-materi yang tidak dipahami pada buku paketnya. Lebih lanjut, siswa menuturkan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam memilih dan menggunakan informasi yang ada untuk menyelesaikan soal yang terkait dengan konsep garis singgung lingkaran. Setelah kembali dilakukan wawancara dengan siswa diperoleh informasi bahwa hal ini disebabkan karena siswa terpaku pada beberapa istilah yang disampaikan guru, tanpa memahami konsep dasar yang harus menjadi acauan siswa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Siswa kesulitan juga menghubungkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan permasalahan yang diberikan ketika uji coba instrumen karena siswa terbiasa hanya menghafal rumus-rumus yang berkaitan materi yang diberikan. ## Deskripsi hasil wawancara guru Dokumentasi dan wawancara dengan guru matematika kelas VIII bertujuan mengetahui cara mengajar guru dan kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari materi garis singgung lingkaran. Dari hasil dokumentasi diperoleh bahwa bahan ajar yang dibuat adalah sangat rutin dan setiap sub materi yang akan diajarkan memakai format yang sama dalam langkah pembelajarannya. Begitu juga dengan LKS yang diberikan, cenderung hanya merupakan kumpulan soal-soal dan latihan rutin. Dengan kata lain, learning trajectory yang merupakan rangkaian kegiatan yang disiapkan seorang guru untuk menyampaikan suatu konsep materi kepada siswa yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dan urutan materi pembelajaran agar tercapai pembelajaran yang optimal, belum sepenuhnya dilakukan oleh guru. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru diperoleh informasi bahwa guru telah mencoba menerapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melalui model kooperatif yang dilakukan dengan metode tanya jawab maupun diskusi. Hambatan yang dialami guru adalah siswa kesulitan saat mengerjakan materi tentang garis singgung lingkaran karena siswa masih kurang mampu melihat hubungan konsep dasar dari materi sebelumnya yang mendukung pemahaman dalam pembelajaran tentang garis singgung lingkaran seperti konsep sudut dan teorema phytagoras. ## Analisis kesulitan siswa Hambatan belajar ( Learning obstacle) yang dihadapi siswa dalam mempelajari materi garis singgung lingkaran yaitu siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah berkaitan dengan garis singgung lingkaran. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa siswa mengalami masalah dalam memahami konsep garis singgung lingkaran. Dalam hal ini siswa belum memahami seperti apa konsep yang benar tentang garis singgung lingkaran, siswa masih kesulitan dalam memilih dan menggunakan informasi yang ada untuk menyelesaikan soal yang terkait dengan konsep garis singgung lingkaran seperti menggunakan teorema Phytagoras dalam menghitung panjang garis singgung lingkaran karena siswa tidak memahami secara utuh bahwa jari-jari sebuah lingkaran selalu tegak lurus dengan garis singgung lingkaran. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis salah satu soal yang diberikan seperti di bawah ini: Soal di atas merupakan salah satu dari empat soal yang diajukan dalam penelitian ini. Pada soal di atas siswa diharapkan dapat menyebutkan garis singgung lingkaran dan titik singgungnya dari suatu gambar yang disajikan. Hasilnya hanya beberapa orang siswa yang mampu menjawab dengan benar, kebanyakan dari siswa mengalami kesulitan menentukan yang mana garis singgung dan titik singgung pada lingkaran. Berikut ini disajikan contoh kekeliruan pada jawaban siswa dalam item soal nomor 1. Gambar 3. Jawaban pertama dari siswa yang masih keliru Perhatikan gambar di bawah ini! C G O F D H B A E Gambar 2. Lingkaran yang diberikan pada soal nomor 1 Gambar di atas adalah lingkaran dengan pusat O. Sebutkan garis manakah yang merupakan garis singgung lingkaran, sebutkan pula titik singgungnya, dan tuliskan alasannya. Jawaban di atas adalah contoh dari kebanyakan jawaban yang di sampaikan oleh siswa. Siswa masih memahami bahwa garis singgung merupakan garis yang memotong bagian dalam lingkaran. Lebih lanjut ditemukan pula contoh jawaban siswa seperti di bawah ini, dimana siswa masih memahami bahwa garis singgung merupakan garis yang saling berhubungan satu ke titik satu lagi dalam lingkaran. ## Gambar 4. Jawaban kedua dari siswa yang masih keliru Berdasarkan beberapa jawaban di atas, dapat dilihat bahwa siswa tidak bisa menyelesaikan masalah yang terdapat pada item salah satu soal dalam penelitian ini sebagaimana semestinya. Ketika dilakukan wawancara, siswa menuturkan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tersebut karena mereka belum memahami kejelasan definisi garis singgung, sehingga ketika dihadapkan soal dengan beberapa garis yang terdapat pada lingkaran mengalami kesulitan dalam menentukannya. ## Hypothetical Learning Trajektori (HLT) HLT disusun sebagai tindak lanjut dari hasil analisis learning obstacle yang ditemukan dengan tujuan sebagai rangkaian perencanaan pembelajaran berdasarkan antisipasi atas kemungkinan pola pikir siswa dalam belajar untuk mengembangkan tujuan pembelajaran, membawakan materi berdasarkan pemahaman dan pengetahuannya tentang bagaimana siswa dapat memahami konsep, perkiraan tentang pengetahuan awal siswa, pemilihan tugas yang mampu membuat siswa untuk memiliki kenginan untuk memahami konsep. Menurut Simon (2014), HLT terdiri dari tiga komponen yaitu tujuan pembelajaran, aktivitas pembelajaran, dan hipotesis pembelajaran yang akan terjadi. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan guru matematika kelas VIII serta analisis jawaban siswa, maka disusunlah HLT. Berikut adalah penjelasan mengenai salah satu hipotesis lintasan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran materi garis singgung lingkaran. 1. Tujuan Pembelajaran Diberikan beberapa contoh dan non-contoh berupa gambar lingkaran yang dipotong tegak lurus oleh beberapa garis, siswa dapat mendefinisikan garis singgung lingkaran melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, menalar, dan mengkomunikasikan berdasarkan pada karakteristik contoh yang diberikan. 2. Rencana aktifitas Pembelajaran Rencana aktivitas pembelajaran dapat disusun dengan memperhatikan learning obstacle dan kajian teori yang berkaitan dengan pembelajaran. Pertama yaitu guru menyampaikan apersepsi tentang garis sejajar dengan tujuan untuk mengingatkan kembali kepada siswa tentang konsep yang berhubungan dengan konsep garis singgung lingkaran. Selanjutnya dalam kegiatan inti pembelajaran, guru menampilkan contoh-contoh benda dalam kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan garis singgung lingkaran. Hal ini dimaksudkan agar siswa merasa pembelajaran yang dilaksanakan berhubungan dengan kehidupan nyata dan bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui contoh dan non-contoh yang diberikan siswa diharapkan mampu memberikan definisi sendiri berkaitan dengan garis singgung lingkaran yang didasarkan pada teori Vigotsky bahwa proses pembelajaran harus diawali dari masalah serta teori Bruner tentang teorema kekontrasan yaitu konsep dalam matematika akan lebih mudah dipahami apabila dikontraskan dengan konsep-konsep lain. Dalam LKS yang dibuat pada tugas bagian 1 ini, siswa dituntut untuk menentukan dari beberapa gambar yang diberikan yang mana yang merupakan garis singgung lingkaran. ## Tugas1 Gambar di bawah ini merupakan gambar beberapa lingkaran yang diameternya dipotong tegak lurus oleh beberapa garis. a. Coba kamu kelompokkan gambar yang garisnya sejajar garis a dan memotong lingkaran di dua titik! Sebutkan yang mana saja? b. Adakah gambar yang garisnya sejajar dengan garis a dan memotong lingkaran tepat di satu titik? Jika ada, coba kamu sebutkan! c. Coba kalian sebutkan apa kesamaan dari dua kelompok gambar yang kalian buat dan sebutkan pula apa yang membedakannya? d. Dari dua kelompok utama gambar yang telah kamu buat, yang manakah yang termaksud dalam gambar yang memiliki garis singgung? Jelaskan! ## Berdasarkan Tugas 1, Tulislah kesimpulan yang kalian dapat! Garis singgung lingkaran adalah ........... Dapatkah kamu mencari benda-benda di sekitarmu yang dapat digunakan sebagai contoh garis menyinggung lingkaran? Sebutkan! ## 3. Perkiraan pemikiran siswa ( Hipothesis Thinking ) Pada kegiatan pembelajaran tentang mendefinisikan garis singgung lingkaran, siswa kemungkinan akan kesulitan menentukan yang mana dari gambar-gambar yang telah dikelompokkan yang termaksud dalam kelompok gambar yang memiliki garis singgung. 4. Antisipasi solusi dari kesulitan siswa ( Teacher Support ) Beberapa hal yang dilakukan oleh guru ketika menemukan masalah seperti pada kasus di atas adalah dengan memberikan scaffolding kepada siswa dengan mengajukan pertanyaan yang membantu siswa antara lain: a. Menanyakan kepada siswa tentang benda-benda yang bersinggungan. Misalnya Pernahkah kalian melihat rantai sepeda dan girnya, atau katrol dan talinya yang digunakan untuk menimba air? b. Bagaimanakah rantai dengan girnya, apakah saling berpotongan? atau tali dan katrol untuk menimba air, apakah saling berpotongan? c. Menurut pengamatan kalian itu termaksud contoh garis singgung atau bukan? ## Eksperimen (Experiment) Setelah melakukan penyusunan bahan ajar pada materi garis singgung lingkaran dengan pendekatan saintifik untuk siswa SMP, selanjutnya adalah mengujicobakannya pada beberapa orang siswa yang memiliki kategori kemampuan rendah, sedang dan tinggi berdasarkan informasi dari guru matematika kelas VIII di salah satu SMP di kabupaten Bandung Barat. ## Analisis Tinjauan (Retrospective Analysis) Pada tahap ini, hasil ujicoba yang dilakukan pada tahap eksperimen dilakukan analisis tinjauan. Berikut ini akan diuraikan analisis tinjauan dari masing-masing pembelajaran. ## Analisis Tinjauan Terhadap Pembelajaran Mengenai Menemukan Definisi Garis Singgung Lingkaran Pembelajaran dimulai dengan penyampaian apersepsi tentang garis sejajar yang bertujuan untuk mengingatkan kembali siswa tentang konsep garis yang sejajar dan sudut yang dibentuk oleh dua garis sejajar melalui tanya jawab. Setelah peneliti mengonfirmasi pemahaman siswa tentang konsep garis yang sejajar dan sudut yang dibentuk oleh dua garis sejajar, selanjutnya peneliti membagi kelas menjadi 2 kelompok yang terdiri dari 3 orang tiap kelompoknya, kemudian meminta siswa mengerjakan bahan ajar mengenai menemukan definisi garis singgung lingkaran yang dibagikan kepada masing-masing kelompok. Pada bahan ajar tugas 1, siswa diberikan contoh dan non-contoh garis singgung lingkaran dan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk mampu memberikan definisi garis singgung lingkaran sendiri. Terlihat bahwa pada awalnya beberapa siswa merasa bingung saat mengerjakan tugas 1.a. Siswa masih melihat bahwa semua contoh yang diberikan adalah memotong lingkaran di dua titik. Namun setelah diberi petunjuk dan diarahkan untuk coba memahami lagi soal yang diberikan, siswa tidak mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugas ini. Di bawah ini merupakan contoh jawaban siswa. ## Gambar 5. Contoh jawaban tugas 1.a Berdasarkan jawaban di atas, terlihat bahwa siswa sudah mampu untuk mengelompokkan gambar yang garisnya sejajar garis a dan memotong lingkaran di dua titik. Selanjutnya tidak jauh berbeda dengan tugas 1.a, pada tugas 1.b siswa tidak mengalami kesulitan saat menyelesaikannya dan semua kelompok dapat menjawab dengan jawaban yang diharapkan. berikut ini contoh dari jawaban siswa. ## Gambar 6. Contoh jawaban tugas 1.b Berdasarkan jawaban di atas, untuk tugas 1.b terlihat bahwa siswa sudah mampu untuk melihat dan mengelompokkan gambar yang garisnya sejajar dengan garis a dan memotong lingkaran tepat di satu titik. Berdasarkan tugas 1.a dan 1.b siswa terlihat sudah mampu membedakan gambar yang garisnya sejajar garis a dan memotong lingkaran di dua titik secara tegak lurus melalui diameter lingkaran . Untuk tugas 1.c, melatih siswa untuk mengkonstruksi sendiri pemahamannya berdasarkan contoh dan noncontoh yang diberikan lingkaran yang memiliki garis singgung. Pada tugas 1.c ini siswa terlihat masih belum dapat menentukan yang mana dari gambar yang telah dikelompokkan yang memiliki garis singgung. Setelah diberi petunjuk, dan melalui tanya jawab dengan menanyakan tentang benda-benda yang berhubungan dengan garis singgung lingkaran siswa tidak mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugas ini. Di bawah ini merupakan contoh jawaban siswa. ## Gambar 7. Contoh jawaban tugas 1.c Untuk tugas 1.d, setelah dari tugas 1.a sampai dengan tugas 1.c siswa dilatih untuk membedakkan yang mana yang merupakan gambar lingkaran yang dipotong oleh salah satu garis di satu titik dan tegak lurus dengan diameternya, maka pada tugas 1.d siswa dilatih untuk mengkonstruksi dengan bahasa sendiri apa yang merupakan definisi dari garis singgung lingkaran. Di bawah ini merupakan contoh jawaban siswa . ## Gambar 8. Contoh jawaban tugas 1.d Setelah menyelesaikan tugas 1, siswa kemudian menyimpulkan secara bersama dalam kelompoknya definisi dari garis singgung lingkaran. Terlihat bahwa semua kelompok tidak mengalami kesulitan untuk menyimpulkan definisi dari garis singgung lingkaran. Berikut adalah contoh jawaban siswa. ## Gambar 9. Contoh kesimpulan siswa Berdasarkan uraian jawaban-jawaban siswa pada uji coba bahan ajar, dapat disimpulkan tugas 1 sebagai salah satu tugas pada bahan ajar ini sudah dapat memfasilitasi siswa untuk menemukan defiisi garis singgung lingkaran. Meskipun dalam pelaksanaannya memang masih ditemukan ada siswa yang masih sangat kurang dalam menguasai materi prasyarat yang mendukung proses belajar mengajar seperti konsep garis yang sejajar dan sudut yang dibentuk oleh garis yang sejajar sehingga membutuhkan apersepsi dan scaffolding yang lebih dari guru. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tugas 1 yang disajikan dalam bahan ajar dengan mempertimbangkan learning obstacle dan studi pendahuluan, mampu memfasilitasi siswa untuk mendefinisikan garis singgung lingkaran. Meskipun dalam pelaksanaannya memang masih ditemukan ada siswa yang masih kurang dalam menguasai materi prasyarat sehingga membutuhkan apersepsi dan scaffolding yang lebih dari guru. Adapun tugas 2, tugas 3, dan tugas 4 yang disajikan dalam bahan ajar dengan mempertimbangkan learning obstacle dan studi pendahuluan mampu memfasilitasi siswa masing-masing untuk menurunkan rumus panjang garis singgung yang melalui satu titik di luar lingkaran, menurunkan rumus panjang garis singgung persekutuan dalam dua lingkaran, serta menurunkan rumus panjang garis singgung persekutuan luar dua lingkaran. Meskipun dalam proses mengerjakan LKS masih ditemukan siswa yang masih kurang memahami apa yang ditanyakan. Hal ini dapat diatasi dengan guru memberikan petunjuk yang membantu siswa tersebut. ## REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka diajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut. 1. Penelitian berikutnya diharapkan untuk melakukan eksperimen terhadap revisi bahan ajar di sekolah yang sama ataupun sekolah yang berbeda dengan tingkatan yang sama. 2. Terdapat beberapa tugas yang belum diselesaikan siswa karena kurangnya alokasi waktu yang tersedia. Jika akan melaksanakan eksperimen terhadap bahan ajar yang telah direvisi, direkomendasikan untuk menambah alokasi agar seluruh tugas-tugas dapat diselesaikan. ## UCAPAN TERIMAKASIH Dalam penyusunan penelitian ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Tatang Mulyana, M.Pd yang telah memberikan banyak masukan dalam pengembangan dan penyusunan penelitian ini. ## REFERENSI Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi) . Jakarta: Rineka Cipta. Brousseau, G. (1997). Theory of Didactical Situation in Mathematics . Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Lidinillah, D. A. M. (tanpa tahun). Educational Design Research: a Theoretical Framework for Action . Tasikmalaya: Universitas Pendidikan Indonesia–Kampus Tasikmalaya. Yudi, M., Ariani, N. M., & Ramadianti, W. (2017). Desain Bahan Ajar Mata Kuliah Alajabar Linear untuk Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis. KALAMATIKA Jurnal Pendidikan Matematika , 2 (1), 1-14. Malalina, & Kesumawati, N. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Interaktif Berbasis Komputer Pokok Bahasan Lingkaran untuk Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Matematika , 7 (2), 55-70. Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1984). Qualitative data analysis: A sourcebook of new methods. In Qualitative data analysis: a sourcebook of new methods . Sage publications. Moleong, J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, D. (2012). Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya . Bandung: Remaja Rosdakarya. Sholikhah, O. H., Budiyono, & Saputro, D. R. S. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Numbered Heads Together (NHT) pada Materi Garis Singgung Lingkaran Ditinjau dari Kecerdasan Majemuk Siswa Kelas VIII SMP Negeri se-Kota Madiun Tahun Ajaran 2013/2014. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika , 2 (7), 727-739. Silver, E. A., et al . (1996). Posing Mathematical Problems: An Exploratory Study. Journal for Research in Mathematics Education , 27(3), 293-309. Simon, M. A. (2014). Hypothetical Learning Trajectories in Mathematics Education. In Encyclopedia of Mathematics Education (pp. 272-275). Springer Netherlands. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . Bandung: Alfabeta. Suherman, E. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika . Bandung: Wijayakusumah. Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya . Jakarta: Rineka Cipta. Steffe, L. P., & D’Ambrosio, B. S. (1995). Toward a Working Model of Contructivist Teaching: A Reaction to Simon. Journal for Research in Mathematics Education , 26 (2), 146-159. Turmudi. (2010). Pembelajaran Matematika: Kini dan Kecenderungan Masa Mendatang . Bandung: FPMIPA UPI. Yunus, M., Suyitno, H., & Waluya, S. B. (2013). Pembelajaran TSTS Berbasis Kontruktivisme Berbantuan CD Pembelajaran untuk Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Unnes Journal of Mathematics Education Research , 2 (1), 164-169.
4ec22a41-662e-4324-a5dc-d3f0478a19fe
http://journal.uny.ac.id/index.php/jpakun/article/download/67498/20698
## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 No . 02 ## MEDIA VIDEO TUTORIAL UNTUK PEMBELAJARAN PRAKTIKUM SPREADSHEET AKUNTANSI ## VIDEO TUTORIAL MEDIA FOR LEARNING ACCOUNTING SPREADSHEET PRACTICUM Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Pendidikan Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta merindasiregar@uny.ac.id ## Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan media pembelajaran video tutorial berbasis audio visual pembelajaran Akuntansi Spreadsheet dan untuk mengetahui kelayakan media pembelajaran. Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan menggunakan model 4D. Tahapan dalam pengembangan media pembelajaran video tutorial berbasis audio visual ini meliputi empat tahap yaitu: Tahap Define yang merupakan tahap awal untuk mendefinisikan masalah yang muncul di lapangan. Tahap Design yaitu tahap merancang produk media pembelajaran berbasis audio visual. Tahap Develop, yakni penilaian media oleh ahli materi, ahli media dan praktisi dosen untuk mendapatkan saran dan masukan, kemudian melakukan uji pengembangan untuk mendapatkan respon dari mahasiswa. Tahap Disseminate, menyebarluaskan media pembelajaran melalui media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelayakan media pembelajaran sebagai media pembelajaran berdasarkan penilaian ahli materi mendapatkan skor sebesar 4,88; penilaian ahli media mendapatkan skor sebesar 4,70; penilaian praktisi mendapatkan skor 4,67; dan respon mahasiswa mendapatkan skor sebesar 4,55 keseluruhan penilaian termasuk kategori Sangat Layak. Kata kunci: Audio Visual; Media Pembelajaran; Pembelajaran Akuntansi; Spreadsheet Akuntansi; 4D Model. ## Abstract The purpose of this research is to develop audio-visual based video tutorial learning media for Spreadsheet Accounting learning and to determine the feasibility of learning media. This development research was conducted using the 4D model. The stages in the development of this audio-visual-based video tutorial learning media include four stages, namely: Define stage which is the initial stage to define the problems that arise in the field. The Design stage is the stage of designing audio-visual-based learning media products. The Develop stage, which is the media assessment by material experts, media experts and lecturer practitioners to get suggestions and input, then conduct development tests to get responses from students. Disseminate stage, disseminating learning media through social media. The results showed that the level of feasibility of learning media as learning media based on the material expert's assessment received a score of 4.88; the media expert's assessment received a score of 4.70; the practitioner's assessment received a score of 4.67; and the student's response received a score of 4.55, all assessments included the Very Feasible category. Keywords: Audio Visual; Learning Media; Accounting Learning; Accounting Spreadsheet; 4D Model. ## PENDAHULUAN Gaya belajar mahasiswa setelah terbiasa di era pandemi dengan berteman gadget dan internet, mendesak kampus harus dapat berinovasi untuk pelaksanaan pembelajaran. Melalui Rencana Strategis Penelitian UNY pada bidang ilmu kependidikan, salah satunya adalah Teaching-based ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 No . 02 [ 2023 ] Research yakni ditujukan untuk menghasilkan rumusan maupun model pendidikan pembelajaran berbasis riset dan TIK. Hasil need assessment pembelajaran pada mahasiswa Departemen Pendidikan Akuntansi FEB UNY yang hasilnya adalah mahasiswa memiliki kebutuhan yang digunakan untuk menunjang pembelajaran daring terutama media pembelajaran baik untuk teori maupun praktikum yakni media audio visual terutama yang berbentuk video, sedangkan dosen mengalami kendala berupa kemampuan membuat media pembelajaran yang menarik dan interaktif (Aghni et al., 2021). Kebutuhan ini juga ditegaskan dalam Rapat Tinjauan Mutu (RTM) Departemen Pendidikan Akuntansi bahwa dosen mengalami kendala dalam pelaksanaan perkuliahan jika dilaksanakan secara daring terutama pada mata kuliah praktikum. Walaupun sudah banyak video tersedia di platform media sosial yang dapat memfasilitasi dosen dan mahasiswa untuk dengan mudah mengakses video sebagai sumber belajar, tetapi dosen dituntut dapat menyediakan sendiri sumber belajar dan media yang dirancang sendiri sehingga pembelajaran lebih kontekstual dan otentik (Shalawati, et. al., 2022). Berdasarkan kebutuhan mahasiswa dan dosen di Departemen Pendidikan Akuntansi tersebut, maka menjadi urgensi untuk mengembangkan media pembelajaran online . Media audio-visual adalah media yang dibutuhkan mahasiswa Departemen Pendidikan Akuntansi. Media ini dapat memperjelas pesan dan mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera sebagaimana hal ini dibutuhkan dalam pembelajaran saat ini yang seringkali mengkombinasikan online dan tatap muka. Pemanfaatan media secara tepadu dalam proses pembelajaran, akan menjadikan proses pembelajaran berlangsung lebih efektif. Media dapat digunakan sebagai alat pendukung yang efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu media pembelajaran juga akan bertambah motivasi belajar mahasiswa (Puspitarini & Hanif, 2019). Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan Sanaky (2009) bahwa manfaat media pembelajaran antara lain: (a) Dengan menggunakan media pembelajaran, proses pembelajaran akan lebih menarik, sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar mahasiswa; (b) Dapat memperjelas materi pembelajaran, sehingga mahasiswa dapat dengan mudah memahami materi dan memungkinkan mahasiswa menguasai tujuan pembelajaran; (c) Dengan menggunakan media pembelajaran, proses pembelajaran menjadi lebih bervariasi. Bahannya tidak hanya disampaikan secara lisan, agar mahasiswa tidak cepat bosan dan lebih efektif dan efisien; dan (d) Mahasiswa mendengarkan materi yang disampaikan dosen, melakukan lebih banyak kegiatan pembelajaran seperti: mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain. Fitur media pembelajaran dapat mempromosikan kelas pengalaman sehingga menumbuhkan keterlibatan belajar mahasiswa. Pembelajaran online berpengaruh positif terhadap Indeks Prestasi Mahasiswa (IPK) serta pemanfaatan internet juga berpengaruh positif terhadap IPK (Indarti, et.al., 2018). Media pembelajaran memiliki banyak jenis yang selalu berkembang. Perkembangan media pembelajaran ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti perkembangan teknologi, ilmu cetak- mencetak, tingkah laku, dan komunikasi. Salah satu hal yang berkembang dari media adalah munculnya keberagaman jenis dan format media seperti modul cetak, film, televisi, program komputer dan lain sebagainya. Aghni (2018) membagi media pembelajaran menjadi empat jenis yaitu media audio, media visual, media audio visual dan media multimedia. Media audio merupakan media pembelajaran yang melibatkan pendengaran. Media visual merupakan media pembelajaran yang penggunaannya melibatkan penglihatan. Media audio visual merupakan media pembelajaran yang penggunaannya melibatkan pendengaran dan penglihatan, dan media multimedia merupakan media pembelajaran yang melibatkan multi indera. Salah satu contoh media audio-visual adalah video. Penggunaan video tutorial sebagai media pembelajaran diharapkan mampu meningkatkan pemahaman. Chandra & Nugroho (2017) menjelaskan bahwa video tutorial mampu membuat mahasiswa lebih aktif dalam pembelajaran dan ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 [ 2023 ] mampu meningkatkan motivasi belajar. Hendriyani et al (2018) media pembelajaran berupa video tutorial dibutuhkan mahasiswa untuk memandu mahasiswa untuk bisa belajar mandiri dengan mengulang pelajaran kapan dan dimanapun. Spreadsheet merupakan program aplikasi lembar kerja ( worksheet ) (Kristanto, 2007). Microsoft excel yang sering disebut Excel memiliki banyak kegunaan diantaranya dapat digunakan untuk membuat laporan baik dalam bentuk grafik atau tabel, menulis rumus, dan masih banyak kegunaan lainnya. Menurut Peraturan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 464 Tahun 2018, spreadsheet merupakan salah satu mata pelajaran dasar program keahlian pada kompetensi keahlian akuntansi dan keuangan lembaga. Oleh sebab itu, untuk mendukung kompetensi lulusan mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Akuntansi, mata kuliah spreadsheet dimasukkan di dalam kurikulum. Mata kuliah Spreadsheet yang merupakan mata kuliah praktikum yang mempelajari berbagai dasar pengetahuan tentang software pengolahan angka (Microsoft excel) termasuk dalam penyelesaian siklus akuntansi dengan menggunakan aplikasi Spreadsheet . Penjelasan langkah- langkah yang akan membantu mahasiswa mengoperasikan software pengolahan angka ini adalah dengan video berupa tutorial. Penjelasan dari Batubara & Batubara (2020) yang menyatakan bahwa sebagian mahasiswa mengalami kebingungan dalam mempraktikkan tutorial yang ada di buku modul media pembelajaran serta mahasiswa lebih berminat terhadap adanya video tutorial. Video tutorial merupakan rangkaian gambar hidup yang ditayangkan oleh seorang pengajar yang berisi pesan-pesan pembelajaran untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi pembelajaran. Penggunaan video tutorial akan membantu dan mempermudah proses pembelajaran mahasiswa maupun dosen sehingga pembelajaran dapat berlangsung lebih menarik, efektif, dan efisien (Wirasasmita et al., 2018). Saat ini pembelajaran dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun peserta didik dan pendidik berada, tanpa batasan tempat dan waktu. Hal ini memunculkan konsep pembelajaran online. Pembelajaran online memerlukan siswa dan pengajar berkomunikasi secara interaktif dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, seperti media komputer dengan internetnya, telepon atau fax, Pemanfaatan media ini bergantung pada struktur materi pembelajaran dan tipe-tipe komunikasi yang diperlukan (Riyana, 2020). Putra & Sutrisna (2022) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa media pembelajaran berbentuk video membuat mahasiswa merasa terbantu dalam memahami materi selama pembelajaran online berlangsung. Dari uraian tersebut maka menjadi urgensi dikembangkan sebuah media pembelajaran berupa video tutorial untuk pembelajaran online pada mata kuliah praktikum salah satunya adalah spreadsheet Akuntansi. Hal ini penting dilakukan untuk memberikan kemudahan dalam pembelajaran oleh mahasiswa. ## METODE PENELITIAN Penelitian pengembangan ini merupakan penelitian Research and Development (R & D). Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah untuk mengembangkan media pembelajaran audio visual berbasis video tutorial untuk menjadi salah satu media pembelajaran pada mata Spreadsheet. Prosedur pengembangan pada penelitian R&D ini menggunakan model pengembangan Four-D Model (4D). Menurut Trianto (2012) model 4D terdiri dari empat tahap yaitu: (1) Define (pendefinisian); (2) Design (perancangan); Development (pengembangan); dan (4) Disseminate (penyebaran). Tahap Pendefinisian (Define) yang meliputi tahap analisis ujung depan, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep, dan perumusan tujuan pembelajaran. Perancangan (Design) yang meliputi tahap penyusunan tes acuan patokan, tahap pemilihan media, pemilihan format. Pengembangan (Development) meliputi validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan revisi, ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 [ 2023 ] simulasi, uji coba terbatas dengan siswa sesungguhnya. Tahap penyebaran (Disseminate) merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas, misalnya jurusan lain, atau kelas lain. Penelitian ini dilaksanakan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi FEB UNY. Subjek penelitian ini adalah dosen ahli, praktisi atau dosen pengampu dan mahasiswa pada mata kuliah spreadsheet program studi pendidikan akuntansi. Objek penelitian adalah video tutorial matakuliah spreadsheet. Teknik pengumpulan data merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dijadikan sebagai bahan utama untuk diproses sesuai dengan data yang dibutuhkan. Metode pengumpulan data adalah prosedur yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Alat pengumpul data disebut instrumen atau perangkat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Pada penelitian pengembangan media video tutorial menggunakan metode angket/kuesioner yang ditujukan kepada ahli materi, ahli media, praktisi, dan mahasiswa. Angket yang digunakan adalah jenis angket tertutup, dimana responden memberikan pilihan jawaban dengan tanda checklist pada kolom pilihan yang disediakan dengan menggunakan skala Likert 5 alternatif. Data kuantitatif pada penelitian ini didapat dari pengisian angket yang diberikan kepada 1 orang ahli materi, 1 orang ahli media, 1 orang praktisi pembelajaran Akuntansi, dan mahasiswa. Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikonversi dalam angka dengan skala likert untuk menganalisis data mengenai kelayakan media dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Mengonversi data kuantitatif menjadi data kualitatif dengan ketentuan sebagai seperti yang tampak pada Tabel 1 berikut: ## Tabel 1 Skala Likert Sumber: Widoyoko (2009) b. Menghitung nilai rerata skor tiap indikator dengan rumus: c. Menginterpretasikan secara kualitatif nilai rata-rata tiap aspek dan seluruh aspek dengan menggunakan kriteria sesuai Tabel 2 berikut: Keterangan Skor (Pernyataan Positif) Sangat Baik 5 Baik 4 Cukup 3 Kurang Baik 2 Sangat Kurang Baik 1 ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 No . 02 [ 2023 ] Tabel 2 Pedoman Konversi Nilai ## Sumber: Widoyoko (2018) ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ## A. Tahap Pengembangan Media Video Tutorial untuk Pembelajatan Praktikum Spreadsheet Akuntansi Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran berupa video tutorial pembelajaran praktikum spreadsheet Akuntansi. Pengembangan media video tutorial pembelajaran spreadsheet ini melalui beberapa tahap yang terangkum dalam model 4D ( Define, Design, Develop, dan Disseminate ). 1. Pendefinisian ( Define ) Pada tahapan ini, dilakukan analisis melalui lima analisis, yaitu analisis kebutuhan, analisis dari segi peserta didik, analisis tugas, analisis konsep dan analisis tujuan. Analisis kebutuhan diperoleh melalui penelitian dengan tema need assessment mahasiswa pada pembelajaran online. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses pembelajaran praktikum spreadsheet masih mengandalkan penggunaan modul PDF dan video tutorial sederhana pada beberapa materi praktikum yang dibuat untuk membantu proses pembelajaran praktikum spreadsheet secara online pada LMS Besmart. Namun, dengan adanya modul PDF dan video tutorial sederhana tersebut masih memerlukan penyempurnaan pada proses pembuatannya. Terutama pada media Video tutorial. Video tutorial yang tersedia masih hanya sebatas rekam layar biasa yang belum dapat memotivasi mahasiswa untuk dapat belajar secara mandiri dan aktif. Analisis peserta didik dilakukan kepada seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi angkatan 2021 yang telah mengikuti perkuliahan spreadsheet . Berdasarkan hasil pengamatan, karakteristik mahasiswa memiliki respon yang pasif. Mahasiswa memiliki fokus terhadap materi yang disampaikan dosen tetapi cenderung merasa jenuh dengan penyampaian dosen karena menggunakan metode pembelajaran teacher-centered yang didominasi oleh dosen sehingga mahasiswa kurang aktif. Dalam analisis ini, mahasiswa membutuhkan media pembelajaran berbasis audio visual yang dapat memotivasi mereka dalam belajar praktikum spreadsheet . Media pembelajaran dalam bentuk audio-visual dapat memberikan nuansa baru dalam proses pembelajaran sehingga lebih menarik, inovatif, dan efisien. Selain itu, keunggulan lainnya adalah membantu pengajar dalam proses pembelajaran (Ashaver, 2013; Purba, 2018). Pada analisis tugas dilakukan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar kemudian dijabarkan dalam indikator pembelajaran. Analisis tugas membantu dalam menetapkan bentuk dan format media yang akan dikembangkan. Berikut hasil analisis tugas pada mata kuliah Spreadsheet Akuntansi disajikan dalam Tabel 3 : Interval Rumus Klasifikasi 5 X>4.20 Sangat Layak 4 3,40 < X ≤ 4,20 Layak 3 2,60 < X ≤ 3,40 Cukup 2 1,80 < X ≤ 2,60 Tidak Layak 1 1 < X ≤ 1,80 Sangat Tidak Layak ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 No . 02 [ 2023 ] ## Tabel 3 Hasil Analisis Tugas Mata Kuliah Spreadsheet Akuntansi No. Bagian Analisis Hasil Analisis 1. CPMK Mahasiswa memiliki kemampuan dalam mengolah angka menggunakan program spreadsheet ( Microsoft Excel) 2. Sub CPMK a. Memahami proses pencatatan Bukti Transaksi, Jurnal Umum, dan Buku Besar menggunakan Ms. Excel Siklus 1. b. Mempraktikkan mencatat Bukti Transaksi, Jurnal Umum, dan Buku Besar menggunakan Ms. Excel Siklus 1. c. Memahami proses pembuatan Neraca Saldo, Jurnal Penyesuaian, Neraca Lajur, dan Laporan Keuangan menggunakan Ms. Excel Siklus 1. d. Mempraktikkan membuat Neraca Saldo, Jurnal Penyesuaian, Neraca Lajur, dan Laporan Keuangan menggunakan Ms. Excel Siklus 1. e. Memahami proses pembuatan Ayat Penutup, Buku Besar Setelah Penyesuaian dan Penutupan, Neraca Saldo Setelah Penutupan, dan Ayat Pembalik menggunakan Ms. Excel Siklus 1. f. Mempraktikkan membuat Ayat Penutup, Buku Besar Setelah Penyesuaian dan Penutupan, Neraca Saldo Setelah Penutupan, dan Ayat Pembalik menggunakan Ms. Excel Siklus 1. 3. Indikator a. Mahasiswa dapat memahami proses pencatatan Bukti Transaksi, Jurnal Umum, dan Buku Besar menggunakan Ms. Excel Siklus 1. b. Mahasiswa dapat mempraktikkan mencatat Bukti Transaksi, Jurnal Umum, dan Buku Besar menggunakan Ms. Excel Siklus 1. c. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan Neraca Saldo, Jurnal Penyesuaian, Neraca Lajur, dan Laporan Keuangan menggunakan Ms. Excel Siklus 1. d. Mahasiswa dapat mempraktikkan membuat Neraca Saldo, Jurnal Penyesuaian, Neraca Lajur, dan Laporan Keuangan menggunakan Ms. Excel Siklus 1. e. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan Ayat Penutup, Buku Besar Setelah Penyesuaian dan Penutupan, Neraca Saldo Setelah Penutupan, dan Ayat Pembalik menggunakan Ms. Excel Siklus 1. f. Mahasiswa dapat mempraktikkan membuat Ayat Penutup, Buku Besar Setelah Penyesuaian dan Penutupan, Neraca Saldo Setelah Penutupan, dan Ayat Pembalik menggunakan Ms. Excel Siklus 1. 4. Materi Pokok a. Pengolahan Bukti Transaksi, b. Pembuatan Jurnal Umum, dan c. Pembuatan Buku Besar menggunakan Ms. Excel. d. Pembuatan Neraca Saldo, ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 [ 2023 ] Analisis konsep merupakan identifikasi konsep utama yang akan diajarkan dan menyusun secara sistematis konsep yang relevan sehingga dalam analisis ini didapatkan konsep berupa media pembelajaran berbasis audio visual untuk materi pengelolaan siklus akuntansi perusahaan jasa menggunakan rumus Microsoft Excel sederhana. Perumusan tujuan pembelajaran didasarkan pada Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan sub CPMK Spreadsheet . Tujuan yang diharapkan dari pengembangan media audio visual adalah mahasiswa dapat mengelola siklus akuntansi perusahaan jasa mulai dari input bukti transaksi hingga pembuatan jurnal pembalik menggunakan rumus excel sederhana. Terdapat 11 video yang akan dikembangkan dari 11 materi yang merupakan tahapan dalam pengelolaan siklus Akuntansi perusahaan jasa. ## 2. Perancangan ( Design ) Pada tahap ini peneliti mulai merancang video tutorial praktikum spreadsheet akuntansi. Tahapan perancangan ini dilakukan melalui tahapan pemilihan media, pemilihan format, dan penentuan rancangan awal media yang dipilih berupa media pembelajaran berbasis audio visual dimana membahas mengenai materi pengelolaan siklus akuntansi perusahaan jasa menggunakan rumus excel. Pemilihan media juga berdasarkan adanya kebutuhan media pembelajaran berbasis audio visual yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran akuntansi terutama pada mata pelajaran akuntansi dasar. Format yang akan digunakan dalam pembuatan media audio visual perlu ditentukan agar media pembelajaran mudah diakses dan dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan khususnya pada pembelajaran berbasis audio visual. Pemilihan format dalam pengembangan dimaksudkan dengan mendesain isi pembelajaran, pemilihan pendekatan, dan sumber belajar serta merancang layout , membuat desain yang meliputi desain tampilan, gambar, dan tulisan. Maka format yang dipilih adalah MP4 dengan aplikasi Wondershare Filmora untuk membuat media audio visual. Perancangan awal media dimulai dengan membuat storyboard media pembelajaran akuntansi ini. Setelah storyboard selesai dilanjutkan dengan pemilihan warna dan tema background, musik/audio dan tokoh. Audio menjadi faktor krusial sehingga perlu diperhatikan pemilihannya, yaitu dengan musik klasik yang tidak memiliki hak cipta, dan juga rekaman suara dari peneliti. Komponen rancangan awal berikutnya ialah video rekaman. Terdapat 11 video rekaman yang didesain pada 11 materi berurutan. Video terbagi menjadi video green screen dan video rekam layar. Bagian video greenscreen diletakkan pada proses pembuatan intro dan outro dari video pembelajaran. Sedangkan video rekam layar berisi video tutorial yang mengantarkan materi praktik Spreadsheet. Berikut beberapa rancangan awal video: e. Pembuatan Jurnal Penyesuaian, f. Pembuatan Neraca Lajur, dan g. Pembuatan Laporan Keuangan h. Pembuatan Ayat Penutup, i. Pembuatan Buku Besar Setelah Penyesuaian dan Penutupan, j. Pembuatan Neraca Saldo Setelah Penutupan, dan k. Pembuatan Ayat Pembalik ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 No . 02 [ 2023 ] Gambar 1 Background Pembuka Gambar 2 Background Isi Gambar 3 Background Penutup Gambar 4 Video dengan Green Screen ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 No . 02 [ 2023 ] Gambar 5 Video dengan Rekam Layar ## 3. Pengembangan ( Develop ) Pada tahap pengembangan ini dilakukan penilaian media oleh ahli yang terdiri dari dosen ahli materi, dosen ahli media dan praktisi yaitu dosen mata kuliah Spreadsheet . Pemilihan penilai atau validator ialah dengan indikator memahami konsep media pembelajaran dan menguasai materi spreadsheet, sehingga dari latar belakang keahlian tersebut maka sesuai untuk menilai pengembangan media berbasis audio visual. Penilai media menilai media berdasarkan aspek yang telah disusun yaitu aspek narasi, aspek visual, aspek audio, aspek penyajian, aspek penggunaan, dan aspek video bumper. Penilai materi meninjau aspek materi, aspek penyajian, dan aspek pembelajaran. Penilai praktisi yakni dosen pengampu mata kuliah spreadsheet yang menilai kombinasi keduanya yakni aspek materi, aspek pembelajaran, aspek narasi, aspek visual, aspek audio, aspek penyajian, aspek penggunaan, dan aspek pengemasan. Dalam tahap pengembangan juga dilakukan uji coba produk. Tujuan dari uji coba pengembangan ini yaitu untuk mendapatkan masukan dari para mahasiswa sebagai pengguna terhadap produk video tutorial yang telah dibuat. Pendapat atau masukan dari mahasiswa dikaji dan dilakukan tindak lanjut dengan melakukan revisi hingga diperoleh video tutorial yang layak digunakan. 4. Penyebarluasan ( Disseminate ) Setelah media diuji pengembangan, maka langkah selanjutnya adalah penyebaran media video tutorial dengan melakukan upload melalui Youtube. Hasil penelitian ini juga dibuat dalam bentuk artikel ilmiah dan publikasi secara online dan pada akhirnya akan di HKI. ## B. Kelayakan Media Video Tutorial Praktikum Spreadsheet Akuntansi Kelayakan Media Video Tutorial Praktikum Spreadsheet Akuntansi dari Sisi Ahli Materi dengan angket yang terdiri dari 15 indikator. Hasil rata-rata penilaian dari ahli materi menunjukkan bahwa media pembelajaran audio visual berdasarkan validasi ahli materi termasuk dalam kategori “Sangat Layak” digunakan sebagai media dan “Layak diujicobakan”. Selanjutnya, hasil kelayakan Media Video Tutorial Praktikum Spreadsheet Akuntansi dari Sisi Ahli Media melalui angket dengan 20 indikator. Ahli media memberikan kesimpulan atas penilaian kelayakan media dengan “Layak diujicobakan”. Kelayakan Media Video Tutorial Praktikum Spreadsheet Akuntansi selanjutnya diberikan oeh Praktisi Pengampu Mata Kuliah Spreadsheet Akuntansi dengan angket yang berisi 26 indikator penilaian yang dikelompokkan dalam 8 aspek, yaitu aspek materi, pembelajaran, narasi, visual, audio, penyajian, penggunaan dan pengemasan. Praktisi dosen pengampu mata kuliah memberikan kesimpulan atas penilaian kelayakan media dengan “Layak diujicobakan”. ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 No . 02 [ 2023 ] ## C. Uji Pengembangan Sebelum media audio visual disebarluaskan maka perlu dilakukan uji pengembangan untuk menunjukan hasil dari penggunaannya. Uji pengembangan dilakukan pada mahasiswa Pendidikan Akuntansi angkatan 2021 yang menilai kelayakan media dari aspek materi, aspek penyajian dan aspek penggunaan. Hasil dari uji kelayakan serta uji pengembangan ini ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa media pembelajaran video tutorial sangat layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran spreadsheet materi pengelolaan Siklus Akuntansi perusahaan jasa menggunakan microsoft excel. ## Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Penilaian Kelayakan Media No Aspek Ahli Materi Ahli Media Praktisi dosen pengampu Rata-rata Kategori 1 Materi 5,00 - 4,82 4,91 Sangat Layak 2 Penyajian 5,00 5,00 4,27 4,76 Sangat Layak 3 Pembelajaran 4,65 - 4,36 4,51 Sangat Layak 4 Narasi - 5,00 5,00 5,00 Sangat Layak 5 Visual - 4,50 4,71 4,61 Sangat Layak 6 Audio - 4,50 4,73 4,62 Sangat Layak 7 Penggunaan - 5,00 4,67 4,84 Sangat Layak 8 Vid. Bumper - 4,30 4,76 4,53 Sangat Layak Rata-rata Keseluruhan 4,72 Sangat Layak Sumber: Data Primer yang diolah Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa media pembelajaran video tutorial sangat layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran spreadsheet materi pengelolaan Siklus Akuntansi perusahaan jasa menggunakan microsoft excel sebagaimana tampak dalam Tabel 4 baik untuk aspek materi, penyajian, pembelajaran, narasi, visual, audio, penggunaan, serta video bumper. ## D. Kajian Produk Akhir Produk akhir pada penelitian ini berupa media pembelajaran berbasis audio visual video tutorial. Media video tutorial merupakan media pembelajaran yang menampilkan gambar/video dan suara yang direkam dan digabungkan menjadi satu kesatuan, sehingga penyampaian materi pembelajaran pengelolaan siklus akuntansi perusahaan jasa menggunakan spreadsheet tidak terkesan membosankan. ## E. Keterbatasan Pengembangan Adapun keterbatasan dalam pengembangan media audio visual sebagai media pembelajaran Akuntansi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah uji kualitas produk pada penelitian ini terbatas pada uji pengembangan, tidak sampai pada uji efektivitas media. Selain itu, standar penilaian kelayakan media hanya terbatas pada aspek isi, tampilan, dan pembelajaran. Keterbatasan juga terdapat dalam implementasi media terbatas pada satu angkatan mahasiswa saja di Program Studi Pendidikan Akuntansi, serta materi yang terdapat dalam media pembelajaran terbatas pada pengelolaan siklus Akuntansi perusahaan jasa. ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 No . 02 [ 2023 ] ## KESIMPULAN Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan, dimana tujuan utama pengembangan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tahap pengembangan media video tutorial untuk pembelajaran online praktikum spreadsheet akuntansi serta menghasilkan media video tutorial untuk pembelajaran online praktikum spreadsheet akuntansi yang layak dari sisi ahli media, ahli materi, praktisi, serta mahasiswa. Model pengembangan yang digunakan yakni Model 4 D, yang terdiri dari Define , Design , Development , dan Disemination. Pada proses pengembangan, peneliti memperoleh beberapa masukan dari validator ahli (ahli materi dan ahli media), dosen praktisi selaku pengajar mata kuliah, dan mahasiswa sebagai pelaku uji coba media pembelajaran berupa video tutorial green screen dan tangkap layar. Berdasarkan rekapitulasi penilaian keseluruhan ahli dan praktisi diperoleh skor rata-rata keseluruhan sebesar 4,72 sehingga mendapatkan kategori “Sangat Layak”. Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa media pembelajaran video tutorial sangat layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran spreadsheet materi pengelolaan Siklus Akuntansi perusahaan jasa menggunakan microsoft excel. Berdasarkan kualitas instrumen, kelemahan dan keterbatasan peneliti mengajukan saran bahwa uji kualitas produk pada penelitian ini masih terbatas pada uji pengembangan, sehingga perlu ditambahkan sampai pada uji keefektifan media. Standar penilaian kelayakan media dapat diperluas tidak hanya terbatas pada aspek isi, tampilan dan pembelajaran. Implementasi media kepada mahasiswa dapat diperluas tidak hanya pada satu angkatan saja, bahkan pada mahasiswa Program Studi S1 Akuntansi ataupun D4 Akuntansi yang menempuh mata kuliah Spreadsheet Akuntansi. Materi yang terdapat dalam media pembelajaran ini hanya sebatas pada pengelolaan siklus akuntansi perusahaan jasa, sehingga dapat diperkaya dengan materi lain . ## DAFTAR PUSTAKA Aghni, R. I. (2018). Fungsi Dan Jenis Media Pembelajaran Dalam Pembelajaran Akuntansi. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia , 16 (1), 98–107. https://doi.org/10.21831/jpai.v16i1.20173 Aghni, R. I., Siswanto, Siregar, M., & Purnama, D. N. (2021). NEED ASSESSMENT PEMBELAJARAN AKUNTANSI SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 PADA JURUSAN S1 PENDIDIKAN AKUNTANSI FE UNY | Aghni | Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia . Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia. https://journal.uny.ac.id/index.php/jpakun/article/view/45540/16973 Ashaver, D. (2013). The Use of Audio-Visual Materials in the Teaching and Learning Processes in Colleges of Education in Benue State-Nigeria. IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSRJRME), 1(6), 44–55. https://doi.org/10.9790/7388-0164455 Batubara, H. H., & Batubara, D. S. (2020). PENGGUNAAN VIDEO TUTORIAL UNTUK MENDUKUNG PEMBELAJARAN DARING DI MASA PANDEMI VIRUS CORONA | Batubara | Muallimuna : Jurnal Madrasah Ibtidaiyah . Muallimuna : Jurnal Madrasah Ibtidaiyah. https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.php/jurnalmuallimuna/article/view/2950/pdf Belawati, T. (2019). Pembelajaran Online. Jakarta: Universitas Terbuka. Chandra, F. H., & Nugroho, Y. W. (2017). Implementasi Flipped Classroom Dengan Video Tutorial Pada Pembelajaran Fotografi Komersial. In Desain Komunikasi Visual, Manajemen Desain dan Periklanan (Demandia) (pp. 20–36). https://doi.org/10.25124/demandia.v2i01.772 Hendriyani, Y., Delianti, V. I., & Mursyida, L. (2018). Analisis kebutuhan pengembangan media pembelajaran berbasis video tutorial. Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan , 11(2), 85-88 ## JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Merinda Noorma Novida Siregar, Rizqi Ilyasa Aghni, Dian Normalitasari Purnama, & Siswanto Page 50 – 61 No . 02 [ 2023 ] Indarti, N., Faridah, N., & Sobakh, N. (2018). Pengaruh Pembelajaran Online dan Pemanfaatan Internet Terhadap Indeks Prestasi Mahasiswa Pendidikan Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan . 6 (1), 32-36. Kristanto, A. (2007). Microsoft Excel 2007 Menguasai Secara Mudah dan Praktis. Munir, M. (2010). Penggunaan Learning Management System (Lms) Di Perguruan Tinggi: Studi Kasus Di Universitas Pendidikan Indonesia. Jurnal Cakrawala Pendidikan , 1 (1), 109–119. https://doi.org/10.21831/cp.v1i1.222 Puspitarini, Y. D., & Hanif, M. (2019). Using Learning Media to Increase Learning Motivation in Elementary School. Anatolian Journal of Education , 4 (2), 53–60. https://doi.org/10.29333/aje.2019.426a Purba, R. (2018). Effect of Audio Visual Teaching Media on StudentsListening Comprehension. Journal of English Teaching as a Foreign Language, 4(2), 1–6. https://www.uhn.ac.id/files/akademik_files/2004241453_2018_Journal of English Teaching as a Foreign Language Vol 4 Issue 2 Desember 2018_1. RUDIARMAN PURBA -Effect of Audio Visual Teaching Media on Students Listening Comprehension.pdf. Putra, I. B. A., & Sutrisna, I. P. G. (2022). Pengaruh Bahan Ajar Video Tutorial Terhadap Hasil Belajar Pada Pembelajaran Online di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Modern, 7(2), 67-74. Riyana, C. (2020). Konsep Pembelajaran Online . Modul Pembelajaran On-Line, 1. Sanaky, H. A. (2009). Learning Media . Yogyakarta: Safiria Insania Press. Shalawati, Astuti, M. T., Hidayati, A. N., dan Hadijah, S. (2022). Designing and Developing Video as an Instructional Media in English Language Teaching Setting. Lectura: Jurnal Pendidikan 13 (2), 192-205. https://doi.org/10.31849/lectura.v13i2.10185 Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R & D . Bandung: Alfabeta. Utomo, A. Y., & Ratnawati, D. (2018). Pengembangan Video Tutorial dalam Pembelajaran Sistem Pengapian di SMK. Taman Vokasi , 6 (1), 68. https://doi.org/10.30738/jtvok.v6i1.2839 Widodo, S. A., & Wahyudin. (2018). Selection of Learning Media Mathematics for Junior School Students. Turkish Online Journal of Educational Technology - TOJET , 17 (1), 154–160. http://www.tojet.net/ Widoyoko, E. P. (2009). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian . Yogyakarta: Pustaka Belajar. Wirasasmita, R., Wirasasmita, R. H., & Putra, Y. K. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran Video Tutorial Interaktif menggunakan Aplikasi Camtasia Studio dan Macromedia Flash. Edumatic: Jurnal Pendidikan Informatika , 1 (2), 35–43. https://doi.org/10.29408/edumatic.v1i2.944 Yuanta, F. (2020). Pengembangan Media Video Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada Siswa Sekolah Dasar. Trapsila: Jurnal Pendidikan Dasar , 1 (02), 91-100. https://doi.org/10.30742/tpd.v1i02.816 Yudhi Munadi. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta Selatan: Referensi.
2401a1bb-33ea-4437-b8dc-f9cb7c62fe17
https://e-jurnal.staimuttaqien.ac.id/index.php/kalamuna/article/download/1455/255
Hambatan Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allim în al-Islâmiyyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Raudhotus Salâm Yogyakarta Muhammad Khafid Jenur 1* , Rohmatun Lukluk 2 1,2 Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta, Indonesia * Corresponding E-mail : 22204022004@student.uin-suka.ac.id Abstract Keywords: Problems application, Curriculum KMI, Learning Arabic This research aims to describe the problems of application of the KMI curriculum at the Raudhatus Salaam Islamic Boarding School, Yogyakarta, which includes the problems and implementation of the KMI curriculum. This research uses a descriptive qualitative approach. The data collection methods used were observation, interviews, and documentation. Respondents in this study included the principal, the curriculum department, and one teacher. The research used a process of data reduction, data presentation, and drawing conclusions to analyze the data. The findings show that: The Kulliyatu al- Mu’allimin Al- Islamiyah curriculum at the Raudhatus Salaam Islamic Boarding School has similarities with the KMI at Pondok Modern Darussalam Gontor. The KMI curriculum at both Islamic boarding schools has a similar structure, with 70% focus on religious knowledge and 30% on general science. The learning process lasts 24 hours and is supervised by the Kyai/President of the Islamic Boarding School, Peduli Santri, Deputy Director of KMI, as well as the Teacher/Ustadz who is responsible for Service and Organization at the Raudhatus Salaam Islamic Boarding School. KMI teachers and staff face difficulties in implementing the KMI curriculum in Arabic language learning because they still follow the Ministry of National Education curriculum and the KMI curriculum. Abstrak Kata kunci: Problematika penerapan, Kurikulum KMI, Pembelajaran Bahasa Arab Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan permasalahan penerapan kurikulum KMI di Pondok Pesantren Raudhatus Salaam Yogyakarta yang mencakup problematika dan penerapan kurikulum KMI. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Responden dalam penelitian ini meliputi kepala sekolah, bagian kurikulum, dan satu guru, Penelitian menggunakan proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan untuk menganalisis data. Hasil temuan menunjukkan bahwa: Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah di Pesantren Raudhatus Salaam memiliki kesamaan dengan KMI di Pondok Modern Darussalam Gontor. Kurikulum KMI di kedua pesantren tersebut memiliki struktur yang serupa, dengan 70% fokus pada ilmu agama dan 30% pada ilmu umum. Proses pembelajaran berlangsung selama 24 jam dan diawasi oleh Kyai/Presiden Pesantren, Peduli Santri, Wakil Direktur KMI, serta Guru/Ustadz yang bertanggung jawab atas Pengabdian dan Organisasi di Pesantren Raudhatus Salaam. guru dan staf KMI menghadapi kesulitan dalam menerapkan kurikulum KMI dalam pembelajaran bahasa Arab karena masih mengikuti kurikulum Depdiknas dan kurikulum KMI. Hambatan Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimîn al- Islâmiyyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Raudhotus Salâm Yogyakarta ## PENDAHULUAN Peran kurikulum sangat krusial dalam mencapai kesuksesan suatu sistem pendidikan. Keberhasilan mencapai tujuan dan sasaran pendidikan menjadi sulit tanpa adanya kurikulum yang sesuai dan tepat. Seiring berjalannya waktu, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan dan peningkatan kurikulum, bertujuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar dapat meraih manfaat maksimal (arifin, 2013). Pelaksanaan pengembangan kurikulum KMI dan dukungan terhadap peraturan pesantren dapat dilakukan melalui berbagai strategi, termasuk menciptakan lingkungan terisolasi dari kehidupan masyarakat umum. Dengan cara ini, santri dan pendidik dapat tinggal dalam lingkungan seragam, membantu mempertahankan kedisiplinan, kelancaran pelaksanaan kurikulum KMI, dan menciptakan suasana pembelajaran positif di lingkungan pesantren (Masqon et al., 2017). Saat ini, sejumlah pesantren telah melalui berbagai transformasi, contohnya dengan mengintegrasikan sistem pesantren dan sekolah negeri atau madrasah, serta menambahkan kurikulum keilmuan umum dan keterampilan hidup. Transformasi tersebut berhasil menarik perhatian masyarakat, sehingga banyak yang memilih mendaftarkan anak-anak mereka ke pesantren (Departemen Agama RI, 2003: 8-9). Walaupun telah mengalami modernisasi, masih terdapat pesantren yang terperangkap dalam sistem pendidikan sekuler, mengakibatkan penurunan penguasaan ilmu agama. Ini karena pesantren fokus pada santri yang merupakan lulusan sekolah umum, sehingga lebih banyak waktu dan energi yang digunakan untuk mempelajari ilmu umum, menyebabkan penurunan pemahaman terhadap ilmu agama. Pesantren telah mengalami transformasi sebagai bagian dari reformasi pendidikan yang dianggap sebagai kontributor penting dalam menyumbangkan sumber daya unggul (Fajriyah, 2017). Seiring perkembangannya, muncul sistem pendidikan yang dikenal sebagai Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI), yang diterapkan pertama kali di Indonesia oleh Pondok Modern Darussalam Gontor. Saat ini, KMI banyak diadopsi dan dikembangkan oleh pesantren di Indonesia. Salah satu contohnya adalah Pondok Article Information DOI: https://doi.org/10.52593/klm.05.1.05 Received 2023-10-15 . Revised 2024-01-23 . Accepted 2024-01-30. Pesantren Raudhatus Salaam Yogyakarta, yang menerapkan KMI dalam sistem pendidikannya. KMI diimplementasikan dan terintegrasi dengan kurikulum dari Kementerian Agama. Meskipun demikian, KMI tidak dapat diadopsi begitu saja karena terdapat keterbatasan, seperti kebijakan pendidikan yang berlaku di Indonesia. Selain itu, dilakukan penyesuaian materi sesuai dengan kondisi lingkungan di Indonesia. Pola pendidikan berbasis KMI di pesantren ini telah mendapatkan pengakuan sejajar dengan sekolah menengah atas, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Pengakuan ini membuktikan bahwa pola pendidikan pesantren dapat bersaing dengan sekolah umum. Dari hasil survei, terlihat bahwa masih banyak guru yang belum memahami sepenuhnya konsep kurikulum KMI, bahkan ada yang hanya mengerti istilah belajar mandiri dari berbagai sumber tanpa benar-benar memahami konsepnya (Lestiyani, 2020). Dampaknya, pelaksanaan konsep KMI tidak sesuai dengan harapan. Padahal, konsep KMI sebenarnya merupakan upaya untuk mengubah kembali sistem pendidikan pesantren, dengan tujuan mengatur ulang sistem pendidikan untuk menghadapi perkembangan dan kemajuan bangsa agar dapat beradaptasi dengan perubahan zaman (Rahman et al., 2023) Walaupun Kurikulum KMI di Gontor sudah diterapkan sepenuhnya (100%), namun di beberapa lembaga pendidikan pesantren, termasuk Pondok Pesantren Raudhatus Salaam, baru menerapkan sekitar 70% dari kurikulum KMI, termasuk dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh, dalam pembelajaran bahasa Arab PBB, konsep Kurikulum KMI sudah diterapkan sebesar 70%, seperti yang diungkapkan (muhamma khafid jenur dan agung setiyawan, n.d.). Pengajaran bahasa Arab dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang krusial, dan desain pembelajaran bahasa Arab yang efektif melibatkan pemanfaatan materi, metode, strategi, media, dan pendekatan yang sesuai. Berdasarkan literatur review pada penelitian-penelitian terdahulu, bahwa belum ada yang meneliti problematika penerapan kurikulum KMI pada pembelajaran Bahasa arab , terutama di tingkat menengah, khususnya pada pembelajaran bahasa Arab. Misalnya pada penelitian yang dilakukan oleh chusnul chotimah dkk. yang menguraikan Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah Di Pondok Modern Al-Barokah Nganjuk(Chotimah et al., n.d., 2021). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Penerapan kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah di Pondok Modern Al-Barokah, menerapkan 100% pembelajaran umum dan 100% pembelajaran agama. Adapun yang memiliki Hambatan Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimîn al- Islâmiyyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Raudhotus Salâm Yogyakarta kesamaan dengan penelitian ini yaitu keduanya meneliti implementasi Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah , namun dalam penelitian chusnul chotimah dkk tidak terfokus pada mata pelajaran dan bentuk implementasinya pada penelitian. chotimah dkk membahas penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah secara umum, Namun dalam penelitian ini berfokus satu pelajaran yaitu bahasa arab, dengan bentuk implementasinya berbagai kegiatan bahasa arab di dalam kelas berupa metodologi dan strategi pembelajaran dan kegiatan bahasa arab di luar kelas yang menunjang keberhasilan tujuan pembelajaran bahasa arab. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh farid qomaruddin tentang problematika Implementasi Kurikulum Merdeka pada Mata Pelajaran Bahasa arab di MA Nasyiin sidoarjo . Hasil penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Dalam Implementasi kurikulum merdeka dalam mata pelajaran bahasa Arab Di MA Nasyi'in Sidoarjo pada awalnya memang memiliki berbagai macam problematika dan kurikulum merdeka masih belum sepenuhnya terlaksana. Meskipun demikian, setelah mengalami beberapa fase dan proses hal tersebut berubah menjadi lebih kondusif dan lebih baik. (farid 2022). Meski memiliki kesamaan, yait keduanya membahas implementasi kurikulum Bahasa arab, namun pada penelitian farid qomaruddin membahas tentang kurikulum merdeka sedangkan penelitian yang saya teliti adalah kurikulum KMI. Maka dari itu dalam penerapanya antara kurikulum KMI dan kurikulum merdeka sangat berbeda. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif , merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, melukiskan, menerangkan, menjelaskan dan menjawab secara lebih rinci permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian. (sugiyono, 2016). Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Raudhatus Salaam Yogyakarta, waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini satu semester. Subjek penelitian ini terdiri dari pimpinan pondok pesantren, guru kelas, dan direktur KMI. Data penelitian dikumpulkan dari data primer dan sumber data sekunder. Pengumpulan data dilakukan secara langsung dengan metode dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya (Syarif dkk., 2021). Adapun tahapan yang dilakukan peneliti yaitu selain mengumpulkan data berupa RPP, bahan ajar, penilaian, soal-soal yang dilakukan dalam ujian, juga melakukan wawancara yang dilakukan dengan guru kelas , dengan pimpinan pondok dan bagian kurikulum. Kemudian dari hasil tersebut dilakukan klasifikasi data, atau dengan cara mengorganisasikan data ke beberapa kategori sebagaimana rujukannya adalah kurikulum KMI dalam pembelajaran bahasa arab yang ada dalam beberapa literatur terutama, buku yang dikeluarkan oleh Kemendikbud maupun Kemenag. Kemudian dilakukan penyajian data (data display), serta penarikan kesimpulan sehingga memperoleh data yang lebih spesifik. Data yang diperoleh kemudian diproses melalui tiga tahapan analisis kualitatif, yaitu penyajian data, reduksi data, dan inferensi sebagai kesimpulan akhir. Reduksi data melibatkan proses pemilihan dan pengelompokan data berdasarkan tema-tema tertentu. Penyajian data melibatkan pengelompokan data yang terkait dengan masalah internal dan eksternal. Inferensi melibatkan identifikasi poin-poin penting dan pembahasannya dengan bahasa yang mudah dipahami (Sugiyono, 2015). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) Mulyasa mengemukakan bahwa, terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan kurikulum, termasuk perencanaan kurikulum, implementasi kurikulum, dan evaluasi implementasi kurikulum. Pandangan ini sejalan dengan pendapat Oemar Hamalik yang mengidentifikasi tiga tahapan dalam pelaksanaan kurikulum, yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Agus, 2020). A. Tahap perencanaan adalah proses menetapkan tujuan yang ditulis sesuai dengan visi dan misi unit pendidikan. Melalui tahap ini, ditentukan strategi, kebijakan, program, Hambatan Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimîn al- Islâmiyyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Raudhotus Salâm Yogyakarta prosedur, metode, sistem, anggaran, dan standar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. B. Tahap implementasi berfungsi untuk mewujudkan perencanaan melalui berbagai teknik atau alat yang digunakan, menetapkan jangka waktu pencapaian, melibatkan pihak- pihak yang terlibat, serta member ikan arahan dan motivasi agar semua yang terlibat dapat melakukan aktivitas secara optimal sesuai dengan peran, tugas, dan tanggung jawab masing-masing. C. Tahap evaluasi adalah proses penilaian suatu hal berdasarkan kriteria tertentu yang menghasilkan kumpulan data atau informasi yang diperlukan. Dengan menggunakan hasil dan informasi yang diperoleh, memudahkan dalam menentukan nilai atau mengambil keputusan yang selanjutnya dapat dijadikan pertimbangan. Dalam implementasi kurikulum, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi, yaitu: A. Aspek Kurikulum Karakteristik kurikulum melibatkan lingkup materi pembelajaran, tujuan, fungsi, sifat khas, dan elemen-elemen lainnya. B. Strategi Implementasi Strategi implementasi melibatkan pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan kurikulum, seperti seminar, diskusi profesional, lokakarya yang menyediakan sumber belajar kurikulum, serta kegiatan lain yang mendukung implementasi kurikulum di bidang spesifik. C. Karakteristik Pemanfaatan Kurikulum Karakteristik pemanfaatan kurikulum meliputi pengetahuan, keterampilan, serta nilai dan sikap pendidik terhadap kurikulum dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan Program KMI di setiap pesantren, seperti yang telah dibahas sebelumnya, program ini berlangsung sepanjang 24 jam dan mencakup pendidikan formal dan informal. Namun, semua program ini dipecah menjadi beberapa bagian sesuai dengan kebutuhan siswa. Kegiatan program terdiri dari program kurikuler, program non- kurikuler, program kolaboratif, dan kegiatan penyuluhan. Selama mengikuti program pendidikan baik formal maupun informal, siswa tetap mempertahankan kemampuan bahasa mereka karena dalam proses ini mereka diwajibkan menggunakan bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Proses pengajaran mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru. Guru menyusun materi sesuai dengan kebutuhan santri, kondisi lingkungan, dan materi yang terintegrasi antara kurikulum KMI dan pesantren itu sendiri. Yang selalu menjadi perhatian guru adalah bahwa proses pengajaran harus menyenangkan, aktif, kreatif, dan berpusat pada siswa. Terdapat beberapa kegiatan atau program bagi siswa dengan persyaratan, yaitu: (1) ujian masuk, ujian harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester, dan ujian akhir semester (niha'ie); (2) dengan mempertimbangkan aspek emosional, psikomotor, dan kognitif; (3) persyaratan kelulusan minimal (KKM) adalah 75; dan (4) remedial bagi siswa yang tidak memenuhi syarat. Sementara itu, kegiatan yang diadakan oleh kepala sekolah untuk guru adalah supervisi, bimbingan, dan konseling. Dalam penjelajahan konseptualnya, kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah masih sederhana dan menghadapi keterbatasan dalam hal fasilitas dan infrastruktur. Namun, kurikulum tersebut telah melahirkan sejumlah pemimpin, intelektual, ilmuwan, dan cendekiawan. Dampaknya tidak hanya terbatas pada para penafsir, ahli fikih, dan ahli bahasa, melainkan juga mencakup para pemikir yang berperan dalam berbagai disiplin ilmu terkait. Mereka telah memberikan sumbangsih dalam beragam aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, baik di dalam jabatan pemerintahan, sipil, militer, maupun sektor swasta. Pelaksanaan kurikulum KMI dilaksanakan oleh tim pengembang yang memiliki tanggung jawab sebagai berikut: (1) membentuk dan memperkuat tim pengembang kurikulum; (2) mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kurikulum KMI; (3) mengevaluasi pelaksanaan kurikulum; (4) mengumpulkan dan mengoptimalkan sumber daya pendidikan; (5) menyediakan fasilitas kepada guru untuk mengembangkan program kegiatan pembelajaran; dan (6) memberikan dukungan kepada guru dalam memilih buku sumber yang tepat untuk setiap bidang pengembangan, sebagaimana diuraikan oleh (Subandijah, 1993). Dalam proses pengembangan kurikulum, terlibat berbagai unsur, termasuk: (a) pengambil keputusan terkait penetapan kurikulum; (b) pakar kurikulum; (c) ahli dalam bidang ilmu tertentu; (d) psikolog; dan (e) guru . Di Pondok Modern Darussalam Gontor, terdapat program kurikulum dan sistem pembelajaran yang melibatkan Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI), sebuah institusi pendidikan untuk calon guru agama Islam. KMI menyediakan tingkat pendidikan menengah yang setara dengan SMP/MTS dan SMA/SMK/MA. Durasi studi di KMI adalah enam tahun bagi lulusan SD/MI dan empat tahun bagi lulusan SMP/MTs. Hambatan Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimîn al- Islâmiyyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Raudhotus Salâm Yogyakarta Kurikulum akademik di KMI terdiri dari beberapa tingkat yang disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan (Syarifah, 2016): 1. Mata pelajaran Pendidikan Keislaman 2. Mata pelajaran Bahasa Arab 3. Mata pelajaran Bahasa Inggris 4. Mata pelajaran Pendidikan Guru dan Psikologi Pendidikan 5. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam 6. Mata pelajaran Matematika 7. Mata pelajaran Indonesia/Kewarganegaraan 8. Mata pelajaran Ilmu Sosial Sejak tahun 1936, KMI telah melaksanakan pendidikan resmi di berbagai tingkatan. Lembaga ini menawarkan program rutin dan program intensif, yang meliputi: 1. Program rutin ditujukan untuk siswa yang telah menyelesaikan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan memiliki masa belajar enam tahun. Kelas I-III setara dengan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) berdasarkan kurikulum nasional, sementara kelas IV-VI setara dengan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA). 2. Program Intensif KMI merupakan program pendidikan yang ditujukan bagi lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) ke atas, dengan masa belajar empat tahun. Program ini terdiri dari kelas intensif 1, intensif 3, intensif 5, dan intensif 6. 3. Bahasa Arab dan Bahasa Inggris telah ditetapkan sebagai bahasa penggunaan sehari- hari dan bahasa pengantar dalam pendidikan, kecuali beberapa mata pelajaran yang diajarkan dalam Bahasa Indonesia. Pemilihan Bahasa Arab bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat kepada siswa dalam mempelajari agama, mengingat hukum Islam yang mendasar ditulis dalam Bahasa Arab. Di sisi lain, Bahasa Inggris digunakan sebagai alat untuk mempelajari sains dan pengetahuan umum. 4. Bidang pengasuhan siswi meliputi kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler . Setiap siswi diharuskan menjadi guru dalam kegiatan pengasuhan saat berada di kelas V dan VI. Jika mereka berencana melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Universitas Darussalam, mereka akan mendapatkan fasilitas perkuliahan gratis, namun diharapkan mengajar kelas I-VI di luar jam pelajaran. Mengajar, mengikuti pengajian, dan memberikan pendampingan di pondok pesantren adalah bentuk pengabdian dan pengembangan yang dilakukan oleh santri. 5. Guru mendapatkan pelatihan tambahan yang mencakup materi sesuai standar pendidikan nasional. 6. Keterampilan, seni, dan olahraga tidak termasuk dalam struktur kurikulum formal, tetapi diimplementasikan melalui kegiatan ekstrakurikuler . 7. Santri diajarkan untuk berinteraksi sosial dengan membentuk komunitas internal di pondok pesantren melalui berbagai organisasi. Pemimpin dalam berbagai tingkatan, seperti ketua asrama, ketua kamar, ketua kelas, ketua kelompok, intra/ekstra, dan ketua tim pramuka, terlibat dalam proses pembelajaran KMI. Kurikulum KMI mencakup 100% Studi Umum dan 100% Studi Agama, menunjukkan hubungan antara kedua jenis ilmu ini dan pentingnya dalam konteks Islam. Karena semua ilmu berasal dari Allah dan merupakan bagian dari ciptaan-Nya. Tujuan pembelajaran ilmu agama dan ilmu umum adalah memberikan pengetahuan dasar kepada peserta didik agar menjadi individu yang taat dan patuh kepada Allah SWT, serta mampu memenuhi peran mereka sebagai khalifah dengan kesadaran penuh. (Syarifah, 2016) Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Pondok Pesantre Raudhatu Salaam Yogyakarta Kurikulum kehidupan dan pengajaran bahasa Arab diimplementasikan sepanjang 24 jam dengan menerapkan kurikulum inti dan terpadu yang melibatkan empat program, yakni intrakurikuler, ekstrakurikuler, kokurikuler , dan bimbingan serta konseling. Pelaksanaan kurikulum dan pengajaran mengikuti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disesuaikan khusus untuk pesantren. Pendekatan pembelajaran yang digunakan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi siswa untuk aktif terlibat dalam proses belajar. Prinsip keefektifan dilihat dari dua aspek pendidikan, yaitu keefektifan pengajaran guru dalam perencanaan pembelajaran yang baik, dan keefektifan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran melalui kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan. Tujuan pengembangan kurikulum adalah memberikan pedoman mengenai materi dan metode Hambatan Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimîn al- Islâmiyyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Raudhotus Salâm Yogyakarta pembelajaran yang mempermudah penggunaannya sesuai dengan kebutuhan (Reksoatmodjo, 2010) Dalam penerapan KMI di setiap pondok pesantren Raudhatus Salaam sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, program tersebut berlangsung sepanjang 24 jam dan melibatkan pendidikan resmi dan nonresmi. Namun, secara keseluruhan program ini dibagi menjadi beberapa bagian yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Kegiatan program meliputi kegiatan dalam kurikulum, kegiatan diluar kurikulum, kegiatan Bersama kurikulum, dan dukungan dan bimbingan selama mengikuti program Pendidikan baik resmi maupun non resmi, peserta didik diharapkan mampu mempertahankan kualitas kecerdasanya dalam berbagai Bahasa, termasuk Bahasa arab, inggris dan Indonesia merupakan Bahasa Bahasa yang wajib digunakan dalam proses pembelajaran Menurut hasil wawancara dengan direktur KMI, yang membedakan kami dengan pondok pesantren lain yang berbasis KMI iyalah dalam penerapan kurikulum KMI dalam pengajaran bahasa Arab mengacu pada silabus yang disusun oleh pondok. Pondok menyusun silabus sesuai dengan kebutuhan santri, kondisi lingkungan, dan materi yang menggabungkan 70% kurikulum KMI dan 30% kurikulum pondok pesantren 2013. Yang selalu diperhatikan oleh para guru adalah membuat proses belajar-mengajar menjadi menyenangkan, aktif, kreatif, dan berorientasi pada siswa. Berdasarkan hasil wawancara “ Perencanaan penerapan dalam kurikulum KMI pada pembelajaran Bahasa arab d ponpes Raudhatus Salaam adalah alumni Gontor yang paham dengan kurikulum kmi dan guru guru yang telah menyelesaikan s1 yang dilibatkan dalam perencanaan penerapan kurikulum KMI pada pembelajaran Bahasa arab, yang menjadi utama dari perencanaan ini adalam materi pembelajaran Bahasa arab . Pesantren Raudhatus Salaam menjadi pesantren perintis di Kabupaten Bantul dalam pelaksanaan program ini. Dalam implementasi Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al- Islamiyah dalam pembelajaran bahasa Arab di Pondok Pesantren Raudhatus Salaam, pendekatan yang digunakan hampir serupa dengan yang diterapkan oleh KMI Pondok Modern Darussalam Gontor, karena kurikulum KMI memiliki perbandingan 70% ilmu agama dan 30% pengetahuan umum. Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah di pesantren Raudhatus Salaam terdiri dari 10 bidang akademik yang mencakup: Table 1 . mata pelajaran bahasa arab kurikulum KMI pesantren Raudhatus Salaam No Mata pelajaran Berbasis Bahasa arab (kurikulum KMI Bahasa arab 1 Ilmu shorof 2 Ilmu Bahasa Arab 3 Ilmu Bahasa inggris 4 Ilmu al muthola’ah 5 Ilmu tamrin lughoh 6 Khat ( seni kaligrafi arab ) 7 Insya 8 Nahwu wadhih 9 Imla’ dan dikte 10 Ilmu mahfudzot KMI ( Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah ) merupakan sebuah lembaga pendidikan guru yang fokus pada pengembangan spiritual dan pemahaman ilmu keislaman. Sistem pengelompokan di KMI terdiri dari program reguler dan program intensif. Program reguler diperuntukkan bagi siswa yang telah lulus dari SD/ Madrasah Ibtidaiyah , dengan durasi studi 6 tahun yang berlangsung secara berurutan mulai dari kelas 1 hingga kelas 6. Jika dibandingkan dengan standar pendidikan nasional, kelas 1-2-3 di KMI setara dengan tingkat SLTP/MTs, sedangkan kelas 4-5-6 setara dengan tingkat SMA/MA. Sementara itu, program intensif di KMI ditujukan bagi siswa yang telah lulus dari SMP atau MTs ke atas, dengan durasi studi 4 tahun yang disusun dalam urutan kelas 1-3-5-6. Kelas intensif hanya diselenggarakan pada kelas 1 dan 3, yang dikenal sebagai kelas intensif 1 dan 3. Pada kelas 5, siswa akan belajar bersama dengan siswa lulusan SD/MI yang telah mencapai kelas 5. Dalam kelas intensif 1 dan 3, biasanya semua mata pelajaran diajarkan dalam bahasa Indonesia pada semester pertama, kemudian pada semester kedua bahasa Arab dan Inggris digunakan secara aktif. Mata pelajaran Bahasa Arab dan Studi Islam menggunakan mata pelajaran pengantar bahasa Arab mulai dari kelas 2 KMI hingga kelas 6 KMI. Selain itu, di Pondok Pesantren Raudhatus Salaam, setiap tahun diadakan ujian praktik mengajar bagi santri akhir guna mempersiapkan dan menyaring calon guru baru. Dalam ujian praktik Hambatan Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimîn al- Islâmiyyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Raudhotus Salâm Yogyakarta pengajaran ini, mahasiswa akhir mendapatkan pelatihan dan bimbingan dari guru pembimbing untuk mempersiapkan pengajaran berkualitas. Mereka juga mendapatkan panduan dalam menggunakan dan menerapkan bilingualisme, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris, terutama saat mengajar mahasiswa kelas 2 hingga kelas 6 di KMI. Bidang studi eksakta mencakup berhitung dan matematika, sementara bidang studi IPA mencakup Biologi, Fisika, dan Kimia. Materi Kajian Ilmu Sosial dan Pengabdian Kepada Masyarakat meliputi topik seperti Sejarah, Tata Negara, Geografi, dan sebagainya. Dalam pembelajaran Khot , siswa mempelajari prinsip-prinsip menulis kaligrafi yang berkualitas dengan menerapkan metode belajar sambil melakukan ( learning by doing ) di kelas. Isi materi pembelajaran disesuaikan dengan jenjang kelas yang diikuti oleh siswa Bentuk Atas: Selain itu, Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah di Pondok Pesantren Raudhatus Salaam Yogyakarta berlangsung selama 24 jam sehari dan semua aktivitasnya diawasi oleh Kyai/Pimpinan Presiden dengan dukungan Santri Peduli, Wakil Direktur KMI, dan Pengabdian dan Pengabdian Guru/Ustadz Pondok Pesantren Salam Raudhatus. Dalam sistem pembelajaran Kulliyatu al- Mu’allimin Al Islamiyah di Pondok Pesantren Raudhatus Salaam, digunakan dua bahasa, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris, yang dibagi menjadi tiga sesi pembelajaran dengan durasi yang berbeda, yakni: a. Program belajar formal berlangsung mulai pukul 07.00 hingga pukul 12.30. b. Pembelajaran informal dilaksanakan mulai pukul 13.00 sampai keesokan harinya. c. Pembelajaran informal mengacu pada gaya hidup yang dianut oleh siswa atau peserta didik dalam aspek norma sosial, perilaku, moral, dan interaksi dengan teman sebaya dan orang lain. Selain pembelajaran Bahasa arab di kelas pondok pesantren Raudhatus salaam juga mengembangkan pembelajaran Bahasa arab di luar kelas untuk meningkatkan mutu kualitas peserta didik dalam pembelajaran Bahasa arab, salah satunya dengan mengadakan ekstrakurikuler.. Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti terkait ekstrakurikuler , ditemukan data sebagai berikut: kegiatan yang diikuti oleh santri Pondok Pesantren Raudhatus Salaam dilaksanakan secara rutin setiap sore setelah kegiatan belajar mengajar (KBM) dan pada hari Jumat pagi hingga sore selama sekitar satu jam. Kegiatan tersebut berlangsung di depan asrama dan di gedung pondok. Pengelolaan kegiatan bahasa Arab selalu melibatkan pengurus yang melakukan pengawasan dan interaksi langsung dengan individu dan kelompok, serta berperan sebagai penashih di akhir kegiatan. Para siswa harus mengikuti kegiatan seperti muhadoroh (pidato tiga bahasa), JMQ, dan kaligrafi/khat Hasil wawancara mengenai pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan bahwa setiap kegiatan memberlakukan sanksi kepada siswa yang melanggar tata tertib, tidak lancar tampil di depan, atau tidak mengikuti kegiatan. Sanksi ini melibatkan pembayaran mufrodat, menghafal qawaid , dan tashrif . Siswa yang mendapatkan sanksi diwajibkan menghafal mufrodat selama kegiatan berlangsung. Setelah kegiatan selesai, sanksi dilanjutkan dengan duduk sambil menghafal, dan kemudian dititipkan kepada pengawas. Berkat prestasi ini, santri Pondok Pesantren Raudhatus Salaam sering kali meraih penghargaan dari berbagai kompetisi, baik di dalam maupun di luar pesantren, termasuk dalam maharah kalam dalam lomba debat selama empat tahun berturut-turut. Meskipun demikian, pencapaian kinerja bukanlah satu-satunya ukuran kemampuan siswa. Hambatan Dan Solusi Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Pondok Pesantre Raudhatu Salaam Yogyakarta Sasaran kurikulum belum tercapai, terutama di Indonesia. Dampak langsung dari hal ini terjadi pada bidang pendidikan dan proses pembelajaran di negara tersebut. Di Indonesia, terdapat beberapa permasalahan terkait dengan kurikulum. Mengingat kompleksitasnya, kurikulum bahasa Indonesia menjadi sulit dipahami oleh para siswa. Jika dibandingkan dengan kurikulum di negara lain, kurikulum Indonesia memang tergolong sangat rumit. Konsekuensinya, siswa dan guru merasa terbebani dalam mempelajari berbagai mata pelajaran, dan para calon guru diharapkan untuk bekerja keras menghadapi tantangan tersebut. Situasi ini menyebabkan kesulitan bagi siswa dalam memahami seluruh materi yang diajarkan. Di sisi lain, para guru harus menghadapi berbagai tujuan pembelajaran yang beragam. Implementasi kurikulum seringkali menjadi kendala dalam proses pengajaran, karena adanya perubahan yang sering memerlukan revisi kurikulum. Perubahan kurikulum di Indonesia akan terus berlanjut setiap kali terjadi pergantian menteri pendidikan setiap tahun. Pondok Pesantren Raudhatus Salaam Yogyakarta juga menghadapi hambatan yang khusus dalam konteks kurikulum pembelajaran bahasa Arab, yang mengakibatkan Hambatan Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimîn al- Islâmiyyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Raudhotus Salâm Yogyakarta penerapan kurikulum KMI dalam membentuk karakter peserta didik menjadi kurang optimal. Dalam uraian berikut, peneliti akan menjelaskan dan menganalisis masalah yang dihadapi oleh Pondok Pesantren Raudhatus Salaam Yogyakarta dalam mengimplementasikan kurikulum KMI. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat sejumlah yang menjadi tantangan dan hambatan dalam pelaksanaan kurikulum Kmi Pada Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren Raudhatus Salam. Beberapa faktor tersebut meliputi: Pondok pesantren raudhatus salaam menerapkan dua kurikulum dalam pembelajaran Bahasa arab sehingga guru dan staf KMI mengalami kesulitan dalam proses menerapkan kurikulum kmi dalam proses pembelajaran Bahasa arab. keterbatasan penguasaan kosakata oleh santri sehingga guru mengalami kesulitan dalam menerapkan pembelajaran Bahasa arab karena kebanyakan buku yang digunakan dalam proses pembelajaran menggunakan Bahasa arab program kurikulum yang belum tercapai sepenuhnya karena jadwal kegiatan yang padat, serta keterbatasan sarana dan prasarana dan kesulitan guru dalam menyesuaikan antara satu materi dan materi lainnya. Terdapat dalam pengaturan waktu dan materi yang terlalu padat, sehingga materi terpaksa ditekan dalam satu pertemuan, yang berdampak pada hasil yang kurang maksimal. kesulitan juga terdapat pada latar belakang Pendidikan guru guru yang berbeda dimana guru guru yang menerapkan kurikulum kmi bukan dari pondok pesantren sehingga menimbulkan permasalahan dalam menerapkan kurikulum Bahasa arab. Upaya yang dilakukan oleh direktur dan guru guru untuk mengatasi kesulitan menerapkan kurikulum KMI pada pembelajaran Bahasa arab yaitu: Evaluasi tahunan dilakukan bersama pimpinan Yayasan dan staf lainnya dalam dua tahap, yaitu evaluasi mingguan dan bulanan. Evaluasi mingguan dilakukan setiap minggu pada hari Minggu, sedangkan evaluasi bulanan dilakukan setiap hari kelima. Dalam evaluasi ini, semua kegiatan mulai dari tata tertib pondok hingga proses pengajaran dan pencapaian target materi guru dievaluasi secara keseluruhan, dan pihak pondok pesantren raudhatus salaam juga selalu melakukan pelatihan kepada guru guru terkait dengan penerapan kurikulum kuliyatul muallimin Islamiyah dan kurikulum diknas. ## KESIMPULAN Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah di Pesantren Raudhatus Salaam memiliki kesamaan dengan KMI di Pondok Modern Darussalam Gontor. Kurikulum KMI di kedua pesantren tersebut memiliki struktur yang serupa, dengan 70% fokus pada ilmu agama dan 30% pada ilmu umum. Proses pembelajaran Bahasa arab berlangsung selama 24 jam dan diawasi oleh Kyai/Presiden Pesantren, Peduli Santri, Wakil Direktur KMI, serta Guru/Ustadz yang bertanggung jawab atas Pengabdian dan Organisasi di Pesantren Raudhatus Salaam. Pondok Pesantren Raudhatus Salaam menghadapi beberapa hambatan dalam menerapkan kurikulum KMI pada pembelajaran bahasa Arab, seperti penggunaan dua kurikulum yang membuat kesulitan bagi guru dan staf KMI, keterbatasan penguasaan kosakata oleh santri, jadwal kegiatan yang padat, keterbatasan sarana dan prasarana, serta kesulitan guru menyusun hubungan antara materi-materi. Tantangan juga muncul dari latar belakang pendidikan guru-guru yang berbeda, dimana beberapa di antaranya bukan berasal dari pondok pesantren, menyebabkan kesulitan dalam menerapkan kurikulum Bahasa Arab. Pondok Pesantren Raudhatus Salaam berupaya mengatasi kendala tersebut melalui langkah-langkah seperti pembaharuan kurikulum, peningkatan penguasaan kosakata oleh santri, pengaturan jadwal kegiatan yang lebih efektif, serta peningkatan fasilitas sarana dan prasarana pembelajaran. Upaya ini melibatkan evaluasi tahunan bersama Ketua Yayasan dan jajaran pimpinan, evaluasi mingguan pada hari Minggu, serta evaluasi bulanan setiap lima hari. Selama evaluasi tersebut, semua aspek termasuk disiplin pesantren dan proses pengajaran dievaluasi, mencakup pencapaian target materi, kualitas instruktur, dan pelatihan guru bahasa Arab yang mengikuti kurikulum KMI. ## DAFTAR PUSTAKA Chotimah, C., Syah, A., Sulton, M., Islam, F. A., & Hasbullah, K. A. W. (2021). PENERAPAN KURIKULUM KULLIYATU AL- MU’ALLIMIN AL-ISLAMIYAH DI PONDOK MODERN AL- BAROKAH NGANJUK . Jurnal education and development, https://doi.org/10.37081/ed.v9i3.2676 Fajriyah, F. (2017). Implementasi Kurikulum Kulliyatul Mu’alimin Al-Islamiyah (KMI) di Pondo k Pesantren Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah (TMI) Al-Amien Prenduan dan Ma’hadul Mu’allimien Al-Islamiyah (MMI) Mathlabul Ulum Jambu Sumenep. Fikrotuna , 5 (1). https://doi.org/10.32806/jf.v5i1.2944 Hambatan Penerapan Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimîn al- Islâmiyyah Pada Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Raudhotus Salâm Yogyakarta Masqon, D., Suryadarma, Y., & Abdullah, A. F. (2017). Analisis Problematika Pembelajaran Insya’ Arabi at -Tahriri Santri Kelas Lima Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) Di Pondok Modern Gontor Dua. At- Ta’dib , 12 (2), 139. https://doi.org/10.21111/at-tadib.v12i2.1100 muhamma khafid jenur dan agung setiyawan. (2023). Developing Arabic Curriculum of Kuliyatul- Mu’allimin Al-Islamiyah Raudhotus Salaam Yogyakarta. Jurnal Al Insyiroh UAD . https://doi.org/10.26555/insyirah.v6i2.8418 Rahman, R. A., Huda, M., Astina, C., & Faida, F. (2023). Adaptasi Kurikulum Merdeka Belajar Mata Pelajaran Bahasa Arab di SMP Takhassus Al- Qur’an Wonosobo. Lisanan Arabiya: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab , 6 (2), 265 – 284. https://doi.org/10.32699/liar.v6i2.3707 sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D . al fabeta . zainal arifin. (2013). konsep dan model pengembangan kurikulum . Pt. rosda karya bandung.hl 13 Salim salabi, Agus. (2020): " Efektivitas Penerapan Kurikulum Sekolah." Jurnal Prestasi , vol. 01, no. 01, hlm6. Depag RI, (2003), Dinamika Pondok Pesantren Di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Dan Pondok Pesantren Depag RI Nurcholis, A., Harianto, B., & Zain, B. A. (2020) " Aksiologi Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Tsanawiyah Darul Hikmah Tawangsari Tulungagung." At-Ta'lim: Jurnal Pendidikan, 6(1), 19 – 43. http://ejournal.inzah.ac.id/index.php/attalim/article/view/334 . Masqon, D., Suryadarma, Y., & Abdullah, A. F. (2017) "Analisis Masalah Pembelajaran Insha' Arabi pada Siswa Kelas V Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) di Pondok Modern Gontor Dua." At-Ta'dib, 12(2), 139. https://doi.org/10.21111/at- tadib.v12i2.1100 . Muhajir, & Budi, A. M. S. (2018)" Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) Gontor dan Disiplin Pondok Pesantren dalam Pengembangan Karakter Santri." Qathruna:Jurnal Sains dan Pendidikan , 5(1), 1 – 24. http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/qathruna/article/view/2965 . Priyatna, Muhammad. (2017) " Manajemen Pembelajaran Program Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI)." Jurnal Pendidikan Islam: Jurnal Pendidikan Islam , 6(11): 17 – 38. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30868/ei.v6i11.93 . Hamdan. (2014) " Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) : Teori dan Praktek." Pertama. Banjarmasin: IAIN Antasari Press. http://idr.uinantasari.ac.id/8879/1/Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam%28PAI%29 teori dan praktek%29. Syarifah. (2016) " Manajemen Kurikulum Kulliyatu al- Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) di Pondok Modern Darussalam Gontor." Jurnal At-Ta'dib , 2016, 11(1). https://doi.org/10.21111/at-tadib.v11i1.624 Hardoyo. (2013) " Kurikulum Tersembunyi Pesantren Modern Darussalam Gontor." Jurnal At-Ta'dib , , 4(2),hlm 191 – 208. Fristiana, Irina. (2016) Teori, Konsep, dan Aplikasi Pengembangan Kurikulum (Yogyakarta: Paranama Sains , hlm. 6. Ibnu Badar at- Taubany, Trianto & Hadi Suseno.( 2017) ” Rancangan Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah , Jakarta: kencana, 2017 hlm. 43. Mu'in Abdullah Dkk. (2023) " Aplikasi Kurikulum KMI (Kulliyatu al- Mu’allimin Al- Islamiyah) untuk Pembentukan Karakter Santri di Pondok Pesantren MTA Mojogedang, Kabupaten Karanganyar." Al Ulya: Jurnal Pendidikan Islam, Fakultas Copyright holder : © Muhammad Khafid Jenur, Rohmatun Lukluk. (2024) ## First publication right: Kalamuna: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban This is an open access article under the CC BY-SA license
8778f186-34a5-422e-9f7d-b5795148df03
http://jurnal.upmk.ac.id/index.php/pelitapaud/article/download/205/147
## PENERAPAN REWARD DAN PUNISHMENT UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN ANAK USIA DINI ## Novi Chintia Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, STKIP Muhammadiyah Kuningan Email: chintia.novi94@gmail.com ## Abstrak Kedisiplinan adalah kepatuhan seseorang terhadap aturan dan tata tertib baik berupa perintah maupun larangan yang berlaku. Kedisiplinan dapat membantu anak untuk belajar bertanggungjawab dan mengendalikan diri. Menanamkan kedisiplinan sejak dini akan berpengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat anak di masa yang akan datang. Untuk itu kedisiplinan perlu ditingkatkan secara optimal, salah satunya dengan penerapan reward dan punishment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedisiplinan anak usia dini sebelum dan sesudah penerapan reward dan punishment serta terdapat pengaruh yang signifikan penerapan reward dan punishment terhadap kedisiplinan anak usia dini. Subjek pada penelitian ini adalah anak kelas B1 TK Adiria Desa Bandorasawetan yang berjumlah 27 anak. penelitian ini menggunakan Pre-Experimental Designs yang mengukur hubungan kausal antara variabel x dan variabel y. Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi dan dokumentasi, untuk teknik analisis data digunakan statistik deskriptif. Dari hasil analisis data diketahui rata-rata nilai kedisiplinan anak sebelum penerapan reward dan punishment 58,80. Setelah penerapan reward dan punishment rata-rata nilai kedisiplinan anak 81,94. Dari uji regresi yang dilakukan menunjukan bahwa penerapan reward dan punishment berpengaruh terhadap kedisiplinan anak usia dini sebesar 68,6%. Dapat disimpulkan bahwa penerapan reward dan punishment meningkatkan kedisiplinan anak usia dini. Kata kunci: Reward, Punishment, Disiplin ## Abstract Discipline is a person's obedience to rules and order in the form of applicable orders or prohibitions. Discipline can help children to learn responsibility and control themselves. Implanting discipline from an early age will affect children's social life in the future. For this reason discipline must be increased optimally, one of which is the implementation of reward and punishment. The purpose of this study is to determine the discipline of early childhood before and after the implementation of reward and punishment and there is a significant influence on the implementation of reward and punishment on the discipline of early childhood. The subjects in this study were 27 children of Class B1 TK Adiria, Bandorasawetan Village. This study uses Pre-Experimental Designs that measure the causal relationship between variables x and y variables. Data collection techniques used in observation and documentation, for data analysis techniques used descriptive statistics. From the results of data analysis it is known that the average value of discipline of children before the implementation of reward and punishment is 58.80. After the implementation of reward and punishment the average value of discipline of children is 81.94. From the regression test conducted shows that the implementation of reward and punishment affects the discipline of early childhood at 68.6%. It can be concluded that the application of reward and punishment increases the discipline of early childhood. Keywords: Reward, Punishment, Discipline © 2019 Novi Chintia Under the license CC BY-SA 4.0 http://jurnal.upmk.ac.id/index.php/pelitapaud ## PENDAHULUAN Luluk Asmawati, dkk. (2011:13) mengatakan pendidikan anak usia dini ( early child education/PAUD ) sangat penting dilaksanakan sebagai dasar bagi pembentukan kepribadian manusia secara utuh, yaitu untuk pembentukan karakter, budi pekerti luhur, cerdas, ceria, terampil dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa. Mulyasa (2012: 69), moral understanding sebagai aspek pertama yang harus diperhatikan dalam pendidikan karakter bagi anak usia dini memiliki 6 unsur yaitu kesadaran moral ( moral awareness), pengetahuan tentang nilai- nilai moral ( Knowing abaut moral values ), penentuan sudut pandang ( perspektive taking ), logika moral ( moral resoning ), keberanian mengambil keputusan ( decision making) , dan pengenalan diri ( self knowledges). Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik yaitu kesadaran akan jati diri, percaya diri ( self esteem), motivasi diri ( self motivation), disiplin diri ( self discipline), kepekaan terhadap penderitaan orang lain ( empaty), cinta kebenaran ( loving the good), pengendalian diri ( self control), dan kerendahan hati ( humility). Menurut Sukadji dalam Seto Mulyadi (2004: 36) pendidikan disiplin merupakan suatu proses bimbingan yang bertujuan menanamkan pola perilaku dan kebiasaan tertentu, terutama untuk meningkatkan kualitas mental dan moral. Dengan demikian, pendidikan disiplin dalam keluarga dapat diartikan sebagai bimbingan dari orang tua kepada putra- putrinya untuk menampilkan tingkah laku dan tindakan yang sesuai dan dapat diterima oleh norma-norma yang berlaku. Mulyasa (2012: 85) mengatakan disiplin diri bertujuan untuk membantu anak usia dini mengenal dan menemukan dirinya, serta mengatasi dan mencegah timbulnya masalah-masalah disiplin. Disamping itu juga untuk menciptakan suasana yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi kegiatan belajar dan bermain. Sehingga mereka menaati segala peraturan yang ditetapkan. Guru harus mampu membantu anak-anak mengembangkan pola perilakunya; meningkatkan standar perilakunya; dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di TK Adiria Desa Bandorasawetan Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, menunjukan bahwa tingkat kedisiplinan anak usia dini masih kurang. Terlihat banyaknya anak yang masuk kelas tidak pada waktu yang sudah ditentukan, menyimpan tas tidak pada tempat yang sudah disediakan, tidak mengikuti kegiatan berbaris sebelum masuk kelas, tidak sabar menunggu giliran, tidak mengikuti kegiatan berdo’a sebelum dan sesudah kegiatan, tidak memelihara kebersihan dimana anak membuang sampah sembarangan, tidakmengikuti peraturan permainan, dan tidak berpakaian sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan. Masih banyak lagi peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan sekolah yang dilanggar anak, sehingga sikap disiplin tidak tercermin dalam diri anak. Pelanggaran yang dilakukan anakterindikasi muncul karena tidak adanya konsekuensi yang konsisten atas segala tindakan yang dilakukan anak. Dimana guru tidak memberikan tindak lanjut ketika anak melakukan pelanggaran, guru hanya mengingatkan atau memperingatinya saat itu saja. Padahal dari konsekuensi tersebut anak akan belajar betanggung jawab dan mengendalikan dirinya, namun dalam memberikan konsekuensi juga hendaknya memperhatikan keadaan anak. Suyanto (2005: 84) mengatakan konsekuensi bisa berupa hadiah (reward) atau hukuman (punishment). Dalam teori operant conditioning perilaku bukan semata ditentukan oleh stimulus, tetapi tergantung bagaimana individu memandang bentuk hadiah dan hukuman tersebut. Berdasar dari uraian permasalahan yang telah dikemukakan peneliti akan mencoba menerapkan Reward dan Punisment dalam Pendidikan Anak Usia Dini yang diharapkan kedisiplinan anak dapat meningkat sehingga pelanggaran terhadap peraturan yang ditetapkan di sekolah dapat diminimalisir. peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Reward dan Punishment untuk Meningkatkan Kedisipinan Anak Usia Dini di TK Adiria Desa Bandorasawetan Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan” Pemberian stimulasi yang dilakukan oleh guru pada anak usia dini sangat dianjurkan, sebagaimana yang dikatakan Susanto (2011: 22) stimulasi pada tahun- tahun pertama kehidupan anak sangat mempengaruhi struktur fisik otak anak, dan hal ini sulit diperbaiki pada masa-masa kehidupan selanjutnya. Implikasinya adalah bahwa anak yang tidak mendapatkan stimulasi psikososial seperti jarang di sentuh atau jarang diajak bermain akan mengalami berbagai penyimpangan perilaku. Penyimpangan ini dalam bentuk hilangnya citra diri yang berakibat pada rendah diri, sangat penakut dan tidak mandiri atau sebaliknya terlalu agresif. Dalam pembelajaran aktif guru berperan sebagai fasilitator, menurut Warsono dan Hariyanto (2013: 20) fasilitator adalah seseorang yang membantu peserta didik untuk belajar dan memiliki keterampilan-keterampilan yang di perlukan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Warsono danHariyanto (2013: 21) hal utama yang harus diperhatikan oleh guru sebagai fasilitator adalah bagaimana cara mengelola kelas (classroom management) dengan sebaik- baiknya, serta mengimplementasikan strategi pembelajaran yangmengakomodasikan berbagai gaya belajar siswa. Dalam hal ini termasuk bagaimanamengembangkan iklim emosional dari kelas dan kualitas interaksi antara guru dengan para siswa. Secara bahasa Reward adalah hadiah, upah, ganjaran atau penghargaan. Sedangkan secara istilah, pemberian konsekuensi berupa hal yang menyenangkan untuk mengatur tingkah laku seseorang. Dalam perspektif islam, reward muncul dengan beberapa istilah, antara lain ganjaran, balasan dan pahala. Dilakukan sebagai usaha untuk memberikan motivasi dalam melakukan sesuatu sehingga siswa merasa adanya tantangan untuk melakukan respon positif (Pujimah, 2014: 27). Menurut Maslow dalam Wantah (2005: 164) penghargaan adalah salah satu dari kebutuhan pokok yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya.Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat penting dalam pengembangan diri dan tingkah laku anak. Seseorang akan terus berupaya meningkatkan dan mempertahankan disiplin apabila pelaksanaan disiplin itu menghasilkan prestasi dan produktivitas yang kemudian mendapatkan penghargaan. Purwanto (2006: 182) menjelaskan penghargaan diberikan agar anak menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi kedisiplinannya. Anak akan menjadi lebih keras kemauannya untuk berbuat yang lebih baik lagi. Dengan demikian anak akan mematuhi norma dan aturan yang berlaku. Menurut Langeveld dalam Sadulloh (2010: 124) punishment adalah suatu perbuatan yang dengan sadar, sengaja menyebabkan penderitaan bagi seseorang biasanya yang lebih lemah, dan dipercayakan kepada pendidik untuk dibimbing dan dilindungi dan hukuman tersebut diberikan dengan maksud anak benar-benar merasakan penderitaan tersebut. Hukuman diberikan karena anak berbuat kesalahan, anak melanggar suatu aturan yang berlaku, sehingga dengan diberikannya hukuman, anak tidak akan mengulangi kesalahan tersebut, dan hukuman diberikan sebagai suatu pembinaan bagi anak untuk mencapai pribadi asusila. Mulyasa (2012: 84) hukuman yang dilakukan harus sesuai dengan tingkat penyimpangan yang dilakukan dan diberikan secara efektif agar anak mengerti mengapa ia diberi hukuman. Dalam memberikan hukuman hendaknya para guru menghindari hukuman fisik, menghindari pemaksaan dan menghindari kekerasan. Ini perlu ditekankan karena hukuman fisik, pemaksaan dan kekerasan akan menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan anak. Hurlock (1978: 82), disiplin berasal dari kata “disciple“. Artinya, seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Sal Savere (2002: 19) juga berpendapat, Disiplin adalah mengajar anak-anak untuk membuat keputusan. Menurut Anominous Wantah(2005:140) disiplin adalah suatu cara untuk membantu anak agar dapat mengembangkan pengendalan diri. Dengan menggunakan disiplin, anak dapat memperoleh suatu batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah. Disiplin juga mendorong, membimbing, dan membantu anak agar memperoleh perasaan puas karena kesetiaan dan kepatuhannya dan mengajarkan kepada anak bagaimana berpikir secara teratur. ## METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalahpenelitian Eksperimen dengan menggunakan Pre-Experimental Design yang mengukur hubungan kausal antara variabel x dan variabel y. Yaitu apakah ada pengaruh dari penerapan Reward dan Punishment terhadap kedisiplinan anak usia dini. Menurut Sugiyono (2012: 110) Desain Pre-Experimental Designs yang digunakan yaitu bentuk One-Shot Case Study. Desain ini berupa pemberian treatment /perlakuan kepada suatu kelompok dan selanjutnya di observasi hasilnya. ( Treatment adalah sebagai variabel independen, dan hasil adalah sebagai dependen). Paradigma penelitiannya digambarkan seperti berikut : X 0 X = Perlakuan terhadap penerapan reward dan punishment (variabel indevenden) 0 = Observasi (variabel dependen) Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelompok B TK Adiria Desa Bandorasawetan Kabupaten Kuningan tahun ajaran 2015/2016 yang terdiri dari kelas B1 dan B2 dengan jumlah populasi 53 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonrandom sampling karena sampel yang digunakan peneliti tidak dari keseluruhan populasi. Populasi TK Adiria terdiri dari 53 siswa kelas B1 sebanyak 27 siswa dan kelas B2 berjumlah 26 siswa, namun dalam penelitian ini yang akan dijadikan sebagai sampel yaitu kelas B1 sebanyak 27 siswa. Data hasil observasi kedisiplinan anak usia dini di sajikan dalam bentuk tabel, yang kemudian dianalisis dengan perhitungan menurut Jihad dan Haris (2010: 125) sebagai berikut. Nilai Kedisiplinan Anak Usia Dini = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑥 100 Tabel 1. Hasil Observasi kedisiplinan anak Klasifikasi nilai kedisiplinan anak usia dini Dalam skor Interprestasi 0 < BB ≤ 25 BB = Belum Berkembang 26 < MB ≤ 50 MB = Mulai Berkembang 51 < BSH ≤ 75 BSH = Berkembang Sesuai Harapan 76 < BSB ≤ 100 BSB = Berkembang Sangat Baik ## HASILPENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa secara garis besar, rata-rata hasil observasi awal 58,80 dan observasi akhir rata-rata 81,94. Ini berarti penerapan Reward dan Punishment dapat meningkatkan kedisiplinan anak usia dini. Tetapi hal ini masih memerlukan pengujian lanjut untuk mengetahui apakah ada pengaruh penerapan Reward dan Punishment untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia dini pada taraf signifikan 5%. Hal ini dapat dilihat berdasar tabel berikut : Tabel 2. Nilai Kedisiplinan AUD sebelum penerapan Reward dan Punishment Kreteria Banyaknya BB - MB 4 BSH 23 BSB - Data Statistik Observasi Awal Observasi Akhir Jumlah Siswa (N) 27 27 Terbesar 73 98 Terkecil 40 65 Rentang 33 33 Simpangan Baku 9,260 9,591 Varians 85,755 91,987 Jumlah 1587,5 2212,5 Rata-rata 58,80 81,94 ## Ket : BB = Nilai kedisiplinan 0-25 MB = Nilai kedisiplinan 26-50 BSH = Nilai kedisiplinan 51-75 BSB = Nilai kedisiplinan 76-100 Berdasar tabel diatas dapat dilihat terdapat 4 anak yang nilai kedisiplinannya diantara 26 hingga 50 yang artinya mulai berkembang, dan terdapat 23 anak yang nilai kedisiplinannya diantara 51 hingga 75 yang artinya berkembang sesuai harapan. Dari hasil observasi akhir kedisiplinan anak usia dini setelah penerapan Reward dan Punishment di kelas B1 TK Adiria Desa Bandorsawetan Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan diperoleh rata-rata kedisiplinan anak usia dini 81,94 pada umumnya berkembang sangat baik (BSB). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Pramudya Ikranagara yang berjudul “Pemberian Reward dan Punishment untuk meningkatkan kedisiplinan siswa dalam pembelajaran IPS kelas IV SD Kejahong Purbalingga”, dimana hasil penelitiannya menunjukan bahwa dengan di berikan Reward dan Punishment kedisiplinan anak dapat meningkat dengan rata-rata kedisiplinan siswa mencapai 87,62%. Adapun rincian hasi observasi kedisiplinan anak usia dini setelah penerapan reward dan punishment sebagai berikut. Tabel 3. Nilai Kedisiplinan AUD setelah penerapan Reward dan Punishment. Ket : BB = Nilai kedisiplinan 0-25 MB = Nilai kedisiplinan 26-50 BSH = Nilai kedisiplinan 51-75 BSB = Nilai kedisiplinan 76-100 Dari tabel di atas dapat dilihat terdapat 7 anak yang nilai kedisiplinannya diantara 51 hingga 75 yang artinya berkembang sesuai harapan, dan terdapat 20 anak yang nilai kedisiplinannya diantara 76 hingga 100 yang artinya berkembang sangat baik. Berdasarkan hasil observasi awal sebelum penerapan Reward dan Punishent di peroleh nilai rata –rata nilai kedisiplinan anak usia dini yaitu 58,80 sedangkan hasil observasi akhir setelah penerapan Reward dan Punishment diperoleh nilai rata-rata kedisiplinan anak usia dini 81,94. Kemudian dengan pengujian hipotesis ternyata H 0 di tolak dan H a diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kedisiplinan anak usia dini sebelum dan sesudah penerapan Reward dan Punishment . Selanjutnya berdasarkan hasil uji regresi linear sederhana menunjukan bahwa penerapan Reward dan Punishment Kriteria Banyaknya BB - MB - BSH 7 BSB 20 berpengaruh terhadap kedisiplinan anak usia dini. Persamaan linear yang diterima dari uji regresi tersebut adalah y = 31,493 +0,858x. Dari perhitungan diperoleh juga nilai R square atau R 2 = 0,686 = 68,6%. Nilai tersebut menunjukan bahwa penerapan Reward dan Punishment berpengaruh terhadap kedisiplinan anak usia dini sebesar 68,6%. Dengan kata lain variabel x mempengaruhi variabel y sebesar 68,6% masih ada 31,4% variabel y dipengaruhi oleh variabel lain selain penerapan Reward dan Punishment. Berdasarkan hasil temuan di lapangan variabel lain sebesar 31,4% tersebut yaitu lingkungan anak terutama lingkungan keluarga. Pelanggaran akan peraturan yang di tetapkan sekolah diindikasi karena faktor orang tua anak yang kurang disiplin, contohnya anak menggunakan pakaian tidak sesuai peraturan yang di tetapkan sekolah. Ketika anak ditanya “mengapa menggunakan pakaian tidak sesuai peraturan?” Anak menjawab “mamah yang ambilin bajunya, kata mamah sekalian buat ngaji”. Ada juga anak yang terlambat masuk sekolah, ketika ditanya “kenapa terlambat?” anak menjawab “mamahnya abis masak dulu, jadi ke sekolahnya siang”. Penerapan reward dan punishment yang dilakukan ternyata tidak hanya memberi pengaruh kepada anak tetapi kepada orang tua anak juga. Terlihat dari data di atas menunjukan adanya perubahan kedisiplinan anak usia dini. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan Reward dan Punishment terhadap kedisiplinan anak usia dini. ## SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Taman Kanak-kanak Adiria Desa Bandorasawetan Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan tentang penerapan Reward dan Punishment untuk meningkatkan kedisilinan anak usia dini pada tahun 2015/2016 dapat disimpulkan bahwa (1) Kedisiplinan anak usia dini sebelum penerapan Reward dan Punisment diperoleh rata-rata 58,80 yang berarti berkembang sesuai harapan, dimana terdapat 4 anak mulai berkembang dan 23 anak berkembang sesuai harapan, (2) Kedisiplinan anak usia dini setelah penerapan Reward dan Punisment diperoleh rata-rata 81,94 yang berarti berkembang sangat baik, dimana terdapat 7 anak berkembang sesuai harapan dan 20 anak berkembang dengan baik serta Terdapat pengaruh penerapan Reward dan Punishment terhadap kedisiplinan anak usia dini sebesar 68,6% dan 31,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti seperti faktor lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, serta sarana dan prasarana sekolah. ## DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian . Jakarta: Rineka Cipta Aristiyani, Lia. (2011). Pengaruh Pemberian Reward dan Punishment Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VIII Semester 2 Mts Hasan Kafwari Mayong Jepara. Skripsi: Fakutas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Hurlock, Elizabeth B. (1978). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. J. Wantah, Maria. (2005). Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Luluk Asmawati, dkk. (2011). Pengelolaan Kegiatan Pengembangan Anak Usia Dini . Jakarta: Universitas Terbuka. Masitoh, dkk. (2007). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas terbuka Mulyadi, Seto. (2004). Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya. Jakarta: Erlangga. Mulyasa. (2012). Manajemen PAUD. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Pujimah. (2014). Penerapan metode Reward dalam meningkatkan motivasi belajar PAI siswa kelas V SD Negeri Jeketro Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Tahun Ajaran 2013/2014. 79 Purwanto, M. Ngalim. (2006). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis . Bandung: Remaja Rosdakarya Sadulloh, Uyuh. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pedidikan. Bandung: Alfabeta Warsono dan Hariyanto. (2013). Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Yus, Anita. (2011). Model Pendidikan Anak Usia Dini . Jakarta: Prenada Media Group
dfcf5a53-e87e-42ab-8ecd-934577b479bd
https://jurnal.unbrah.ac.id/index.php/heme/article/download/234/184
## Abstrak Latar belakang: Dismenore adalah nyeri didaerah panggul pada saat awal menstruasi karena tingginya jumlah prostaglandin dalam endometrium. Dismenore sering menyebabkan ketidakhadiran seorang dalam proses belajar ataupun aktivitas lainnya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dismenore salah satunya adalah massa lemak tubuh. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian dismenore. Metode: Jenis penelitian ini analitik, dengan menggunakan pendekatan cross- sectional, penelitian ini telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah dan berlangsung dari bulan Oktober sampai Desember 2018. Populasi dalam penelitian ini mahasiswi angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah yang berjumlah 54 orang. Analisa univariat disajikan dalam bentuk tabel dan analisa bivariat disajikan dalam bentuk tabel menggunakan uji Spearman rho. Hasil: Hasil penelitian dari 54 responden paling banyak dengan indeks massa tubuh normal yaitu 32 orang (59,3%), paling banyak mengalami dismenore ringan yaitu 28 orang (51,9%) dan terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian dismenore pada mahasiswi angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah p=0,009 dan nilai koefisien korelasi = 0,353 dan terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian dismenore pada mahasiswi angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah p=0,009 dan nilai koefisien korelasi = 0,353. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian dismenore pada mahasiswi angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah p=0,009 dan nilai koefisien korelasi = 0,353. Katakunci — Indeks Massa Tubuh, Dismenore. ## Abstract Background: Dysmenorrhea is pain in the pelvic area at the start of menstruation caused by increased levels of prostaglandin in the endometrium. Dysmenorrhea often causes the absence of a person in the learning process or other activities. Many factors can cause dysmenorrhea, one of them is body fat mass. Objective: To determine the relationship between body mass index and the incidence of dysmenorrhea. Method: This type of research is analytical, using a cross-sectional approach. This research was conducted at the Faculty of Medicine, Baiturrahmah University and took place from October to December 2018. The population in this study were students of the 2015 Faculty of Medicine, Baiturrahmah University with 54 people. Univariate analysis is presented in the form of tables and bivariate analysis is presented in table form using the Spearman test rho. Result: this study show that of the 54 respondents, 32 people (59.3%) have normal body mass index is the ones who most experienced dysmenorrhea. and students who have most mild level of dysmenorrhea were 28 people dan there is a relation between body mass index and the incidence of dysmenorrhea in students of 2015 Faculty of Medicine, Baiturrahmah University. p = 0.009 and weak correlation coefficient = 0.353. Conclusion: There is a relation between body mass index and the incidence of dysmenorrhea in students of 2015 Faculty of Medicine, Baiturrahmah University. p = 0.009 and weak correlation coefficient = 0.353. Keywords— Body Mass Index , Dysmenorrhea ## Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Dismenore pada Mahasiswi Angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah E-mail : kurniati.bety@yahoo.com 2 Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang, Indonesia 3 Bagiaan Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah/ RSI Siti Rahmah Padang, Indonesia Kurniati, B 1 , Amelia, R 2 , Oktora, M.Z 3 ## I. P ENDAHULUAN Menarche adalah pembentukan atau permulaan fungsi menstruasi. 1 Menarche atau menstruasi pertama pada wanita merupakan salah satu pertanda seorang remaja putri mulai beranjak dewasa dan sudah siap menjadi seorang wanita seutuhnya, dimana semua organ dalam wanita tersebut telah siap untuk sistem reproduksi. 2 Menstruasi merupakan masa keluarnya darah dan jaringan dari endometrium. Saat menstruasi dapat terjadi beberapa gangguan menstruasi. Salah satu gangguan yang terjadi saat menstruasi adalah dismenore. 3,4,5 Dismenore adalah nyeri yang muncul ketika menstruasi. 6 Penyebab dismenore adalah akibat tingginya jumlah prostaglandin dalam endometrium sehingga menyebabkan kontraksi miometrium dan menyebabkan pembuluh darah menyempit iskemia menyebabkan nyeri. 4,7 Dismenore diklasifikasikan sebagai primer dan sekunder. Dismenore primer adalah nyeri menstruasi idiopatik tanpa patologi yang dapat diidentifikasi, dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disebabkan oleh kondisi patologi. 8,9 Menurut data WHO, insiden kejadian dismenore pada wanita muda 16,8–81%. Di Eropa dismenore terjadi pada 45-97% wanita. Prevalensi dismenore di Indonesia tahun 2008 sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder. 4,6,11,12 . Prevalensi dismenore di Sumatera Barat, Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vintaria (2009) bahwa 70% responden mengalami dismenore. Penelitian yang dilakukan Aldi (2012) diperoleh hasil bahwa 61,8% responden mengalami dismenore. Penelitian yang dilakukan oleh kurniati (2011) didapatkan 80,3% responden mengalami dismenore. Penelitian dari Gusmaneri (2012) didapatkan 88.5% responden megalami dismenore pada Remaja Putri Kelas X dan XI diSMK 6 Padang. Penelitian Saflina tahun 2013 didapatkan 62,1% Responden mengalami dismenore pada Remaja Putri Kelas XI di SMA 5 Padang. Tingginya angka kejadian dismenore dapat disebabkan beberapa faktor. Salah satunya adalah status gizi. Status gizi seseorang dapat diukur menggunakan Indeks Massa Tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) menurut WHO diklasifikasikan kedalam 4 tingkat yaitu underweight , normal, overweight dan obesitas. 7,8,12,13 Hasil Pratiwi Hesti Harmoni (2018) di SMA Batik 1 Surakarta dengan jumlah responden 60 siswi kelas XII terdapat 39 responden yang memiliki IMT normal, 37 responden tidak mengalami dismenore. Hasil uji Chi square pada penelitian tersebut didapatkan nilai p sebesar 0,000 <α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada kolerasi yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan kejadian dismenore. 6 Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian dismenore pada mahasiswi angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang. ## II. M ETODE P ENELITIAN Penelitian ini membahas tentang Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Dismenore pada Mahasiswi Angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang. Penelitian ini merupakan penelitian analitik, dengan menggunakan pendekatan cross sectional . Subjek dalam penelitian ini diambil secara total Sampling . Data pada penelitian ini diambil menggunakan data primer yaitu kuesioner. Analisa data yang dilakukan setelah pengelolahan data hasil penelitian adalah analisa univariat dan bivariat. Analisa univariat disajikan dalam bentuk tabel dan analisa bivariat disajikan dalam bentuk tabel menggunakan uji S pearman rho . ## III. H ASIL Pada penelitian ini data diambil dari pengisian kuesioner pada mahasiswi angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang. T ABEL 1. D ISTRIBUSI F REKUENSI R ESPONDEN B ERDASARKAN I NDEKS M ASSA T UBUH P ADA M AHASISWI A NGKATAN 2015 F AKULTAS K EDOKTERAN U NIVERSITAS B AITURRAHMAH P ADANG Indeks Massa Tubuh n % Underweight 11 20.4 Normal 32 59.3 Overweight 8 14.8 Obesitas 3 5.6 Jumlah 54 100 Berdasarkan tabel 1 memperlihatkan IMT paling banyak kategori normal yaitu 32 orang (59,3%). T ABEL 2. D ISTRIBUSI F REKUENSI R ESPONDEN B ERDASARKAN K EJADIAN D ISMENORE P ADA M AHASISWI A NGKATAN 2015 F AKULTAS K EDOKTERAN U NIVERSITAS B AITURRAHMAH P ADANG Dismenore n % Tidak 10 18.5 Ringan 28 51.9 Sedang 7 13.0 Berat 9 16.7 Jumlah 54 100 Berdasarkan tabel 2 memperlihatkan derajat dismenore paling banyak kategori dismenore ringan yaitu 28 orang (51,9%). T ABEL 3. H UBUNGAN A NTARA I NDEKS M ASSA T UBUH D ENGAN K EJADIAN D ISMENORE P ADA M AHASISWI A NGKATAN 2015 F AKULTAS K EDOKTERAN U NIVERSITAS B AITURRAHMAH P ADANG Dismenore IMT r = 0,353 p=0,009 n=54 Berdasarkan tabel 3 hasil uji statistik (spearmen rho) diperoleh nilai r = 0,353 dengan nilai p=0,009 (p<0,05), maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian dismenore pada mahasiswi angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah. ## IV. P EMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswi angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang didapatkan indeks massa tubuh normal sebanyak 59,3%. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Harmoni (2018) di Surakarta sebanyak 65% responden kategori IMT normal. Penelitian ini juga sama dengan Alex (2016) yang dilakukan di Pekanbaru didapat 87,9% IMT normal. Sejalan pula dengan penelitian yang di lakukan Margareth (2016) di India didapatkan dari 100 responden 65 responden (65%) indeks massa tubuh normal. 6,14,16 Berdasarkan penelitian ini derajat dismenore paling banyak kategori ringan yaitu sebanyak 28 orang (51,9%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karim (2016) yang di laksanakan di Jakarta Barat terdapat 49,9% mengalami dismenore ringan. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi menunjukkan hasil bahwa kejadian dismenore pada responden FKM UI mencapai 77,9% dimana mayoritas responden mengalami nyeri dismenore derajat ringan. 5,12 Berdasarkan penelitian diperoleh hasil uji statistik (Spearman rho) diperoleh nilai p=0,009 (p<0,05) berarti signifikan, H0 ditolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian dismenore pada mahasiswi angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah. Keeratan hubungan antara kedua variabel tersebut menunjukan koefisien korelasi (r) = 0,353 berada pada range 0,20-0,399 berarti tingkat korelasi variabel dalam kategori lemah dengan arah yang positif. Sejalan dengan penelitian Harmoni, (2018) diperoleh hasil terdapat hubungan IMT dengan kejadian dismenore dengan p=0,000 dan juga penelitian yang dilakukan Gurdip Kaur (2017) dari Departemen of Obstetrics & Gynaecology, Govt. Medical College/ Rajindra Hospital, India menyatakan terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian dismenore. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sandy (2013) yakni terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan tingkat dismenore dan Madhubala dan Jyoti (2012) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan kejadian dismenore (p=0,01). Penelitian ini bertentangan dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Margareth (2016) Dept. of Obgyn, College of Nursing, India, dan juga penelitian yang dilakukan Dash (2016) yang menunjukan meskipun prevalensi dismenore tinggi, tetapi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan dismenore. Studi dari Al-Dabal et. al ., disimpulkan tidak ada hubungan IMT dengan dismenore. Hasil yang sama juga diperoleh Singh et. al ., yang pada studinya juga menemukan tidak adanya hubungan antara IMT dengan dismenore. Penelitian dari Khodakarami et. al . di Iran juga menunjukkan hasil tidak ada hubungan antara IMT dengan derajat nyeri dismenore. Vidya et. al . dalam studinya tentang hubungan IMT dengan dismenore pada mahasiswa kesehatan mendapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara IMT dengan dismenore. 16,17 Wanita dengan IMT underweight dan overweight sama-sama berisiko untuk mengalami dismenore. Kelebihan gizi akan berdampak pada penurunan fungsi hipotalamus dapat berdampak FSH ( Follicle Stimulating Hormone ) dan LH ( Luteinizing Hormone ). Kedua hormon tersebut berfungsi dalam proses menstruasi. Penyebab dismenore dapat terjadi karena peningkatan kadar prostaglandin dan kadar vasopressin. Tapi banyak faktor lain yang mempengaruhi kadar prostaglandin dan vasopressin misalnya tingkat stress, genetik, riwayat siklus mentruasi, gaya hidup dan lain-lain. ## V. K ESIMPULAN D AN S ARAN Indeks massa tubuh paling banyak adalah kategori normal yaitu 32 orang (59,3%). Paling banyak mengalami dismenore ringan yaitu 28 orang (51,9%). Serta terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian dismenore pada mahasiswi angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah p=0,009 (p<0,05) dan nilai koefisien korelasi = 0,353. Namun karena penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pemeriksaan disarankan untuk diawali pemeriksaan kadar hormone terlebih dahulu untuk menyingkirkan adanya faktor lain tersebut sebagai etiologi dismenore ## D AFTAR P USTAKA [1] Dorland W. AN. Kamus Kedokteran Dorland. In: Jakarta: EGC; 2002:1319. [2] Midola P. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan usia Menarche pada siswi SMP N 1 Sungai Geringgi. 2017. [3] Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachihimdhahi T. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Bina Pusaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. [4] Alatas F. Dismenore primer dan faktor risiko dismenore primer pada remaja. 2016;5(3):79-84. [5] Karim A. Kejadian Dismenore Berdasarkan Karakteristik Orang Dan Waktu Serta Dampaknya.; 2016. [6] Harmoni pratiwi hesti. Hubungan Antara IMT dan Aaktivitas Fisik Dengan Kejadian Dismenore di SMA Batik 1 Surakarta. Jurnal. 2018:1-18. [7] Lipoeto NI, Utama BI. Artikel Penelitian Hubungan Massa Lemak dengan Dismenore Primer pada Remaja Putri di Stikes Ceria Buana Bukittinggi. 2017;6(1):32-36. [8] Nyoman N, Wijayaswari U, Purnawati S. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan kejadian dismenore Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2015:1-9. [9] Unsal A, Ayranci U, Tozun M, Arslan G, Calik E. Prevalence of dysmenorrhea and its effect on quality of life among a group of female university students. Ups J Med Sci. 2010;115(2):138-145. doi:10.3109/03009730903457218 [10] Barclay L. NSAIDs May Be More Effective Than Paracetamol for Menstrual Pain. In: medscape; 2010. https://www.medscape.com/viewarticle/715469. [11] Andriani Y. Hubungan Indeks Massa Tubuh, Tingkat Stress, Dan Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Dismenore Pada Mahasiswa Diii Kebidanan Semester Ii Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2015. [12] Novia I, Puspitasari N. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Dismenore Primer. FKM Univ Airlangga. 2006:96-103. [13] Kristaningsih A. Faktor Resiko Dismenore Primer Pada Siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP X) Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. 2010;(Smp X). [14] Silalahi AB, Dewi AP, Ernawati J. Hubungan Status Gizi Dengan Dismenore Pada Remaja Putri. Fak Keperawatan Univ Riau. 2010;4(2):13- 21. doi:10.1061/(ASCE)GT.1943-5606.0001402. [15] Ehrenthal D, Hoffman M, P.A H. Menstrual Disorder. USA: ACP Press; 2006. [16] Margareth. A. Relationship between life qualities of adolescents and dysmenorrhoea. 2016. [17] Chauhan M, Kala J. Relation between dysmenorrhea and body mass index in adolescents with rural versus urban variation. J Obstet Gynecol India. 2012;62(4):442-445. doi:10.1007/s13224-012-0171-7
94568c95-e2e1-435a-9948-5c9b55a0f584
https://journal.eng.unila.ac.id/index.php/jitet/article/download/4899/1994
Vol. 12 No. 3, pISSN: 2303-0577 eISSN: 2830-7062 http://dx.doi.org/10.23960/jitet.v12i3.4899 ## ALGORITMA REGRESI LINIER BERGANDA UNTUK ANALISIS EFISIENSI STOK PRODUK DI PT. MADU PRAMUKA BATANG Taufik Hidayat 1* , Rahmi Darnis 2 , Dina Hidayatussa’adah 3 1,2,3 Universitas Selamat Sri alamat, Jl. Raya Soekarno-Hatta No.Km. 03, Gondoarum, Jambearum, Kec. Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah Received: 12 Juli 2024 Accepted: 31 Juli 2024 Published: 7 Agustus 2024 Keywords: Regresi Linier Berganda; Data Mining; Inventory. Corespondent Email: taufikhidayat.jc@gmail.com Abstrak. Lebah madu sangat potensial untuk dikembangkan. Keuntungan yang diperoleh dari lebah madu adalah produk-produk seperti madu, polen, royal jelly & produk lainnya, sedangkan pada dunia industri madu biasanya di olah menjadi bahan untuk farmasi, kosmetik dan makanan. Permintaan produk lebah madu semakin meningkat setiap tahunnya. Maka dari itu PT. Madu Pramuka Batang harus bisa mengelola stok madunya tersebut harus selalu ada di gudang. Jika terdapat persediaan stok produk kosong dapat menyebabkan menurunnya tingkat pendapatan dari PT. Madu Pramuka Batang karna stok produk tidak tersedia dan mempengaruhi tingkat pelayanan kepada konsumen. Untuk mengatasi hal tersebut maka dapat memanfaatkan data mining regresi linear berganda. Regresi linier berganda adalah proses analisis dengan memahami hubungan antara variabel terikat kepada variabel bebas. Tujuannya adalah untuk memodelkan hubungan ini sehingga nilai variabel terikat dapat diprediksi berdasarkan nilai variabel-variabel bebas. Hasil prediksi dari persediaan produk dengan alat Rapidminer didapatkan nilai RMSE sebesar 0,566 yang tergolong ke dalam kategori bagus. Abstract. Honey bees are very potential to be developed. The benefits obtained from honey bees are produc such as mead, polen, royal jely & other products, while in the industrial world honey is usually processed into ingredients for pharmaceuticals, cosmetics and food. The demand for honey bee products is increasing every year. Therefore, PT Madu Pramuka Batang must be able to manage the honey stock that must always be in the warehouse. If there is an empty product stock inventory, it can cause a decrease in the income level of PT. Madu Pramuka Batang because the product stock is not available and affect the level of service to consumers. To overcome this, it can utilize data mining using double linear regression algorithms. Double linear regression is an analytical process by understanding the connection between the bound variable and the free variable. Goal is model this relationship so value bound variable can predictions on based value of the free variables. The prediction results of product inventory with the Rapidminer tool obtained an RMSE value of 0.566 which is classified into the good category. ## 1. PENDAHULUAN Di era modern ini, informasi menjadi sesuatu yang krusial dan dibutuhkan oleh setiap orang, informasi dapat di ibaratkan sebuah kekuatan atau emas dan merupakan sesatu yang sangat penting, dengan informasi yang terus meningkat seiring waktu. Informasi yang awal mulanya sebagai data yang telah di proses lalu di lakukan klasifikasikan untuk membuat keputusan atau sebuah pengambilan keputusan [1]. Dengan mengidentifikasi bentuk informasi dalam nilai data, lalu dapat merubah data tersebut menjadi sebuah informasi dan pengetahuan yang dapat dirgunakan. Proses ini melibatkan ekstraksi dan pengenalan bentuk yang tersusun yang sangat berharga atau JITET (Jurnal Informatika dan Teknik Elektro Terapan) pISSN: 2303-0577 eISSN: 2830-7062 menarik pengetahuan dari data. Dan Seiring dengan kemajuan teknologi yang pesat, kebutuhan manusia akan teknologi semakin meningkat untuk mendukung berbagai aktivitas, sehingga kita tidak perlu repot untuk melakukan tugas-tugas yang melelahkan dan dapat mencapai hasil yang lebih optimal. Perkembangan teknologi yang cepat ini juga berdampak pada kemajuan dalam pengelolaan data [2]. Madu lebah merupakan sebuah cairan yang berasal dari nektar tanaman dan memiliki rasa manis dan produksi oleh lebah sebagai makanan untuk anak lebah. Sejak dahulu madu sangat terkenal dengan manfaatnya yang dapat di oleh menjadi tambahan dalam minuman bahakan makanan [3]. Madu memiliki peran penting dalam kehidupan manusia dengan berbagai manfaat di berbagai aspek selaian makan dan minuman juga sebagai bahan kesehatan, dan kecantikan. Dalam bidang pangan, madu dijadikan sebagai bahan alami dan digunakan sebagai campuran dalam minuman untuk meningkatkan rasa. Di bidang kesehatan, madu sering dimanfaatkan sebagai bahan dalam berbagai obat-obatan tradisional karena khasiatnya yang dikenal luas. Selain itu, dalam dunia kecantikan, madu banyak manfaatkan sebagai bahan tambahan dalam dunia industri untuk perawatan tubuh dan kosmetik [4]. PT. Madu Pramuka adalah sebuah perusahaan yang berfokus pada industri perlebahan dan memiliki beragam kegiatan usaha terkait. Perusahaan ini menawarkan berbagai jenis madu murni berkualitas tinggi kepada konsumennya. Produk madu yang disediakan oleh PT. Madu Pramuka dikemas dalam bebrapa varian bentuk supaya lebih menarik dan menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, termasuk botol berukuran 100 ml, 350 ml, dan 600 ml. Dengan komitmen untuk menyediakan madu murni yang alami dan berkualitas, PT. Madu Pramuka terus berupaya untuk menjaga standar kualitas produk serta memperluas jangkauan pasarnya. Produk yang dapat di produksi lebah yaitu madu, memiliki banyak kegunaan yang diketahui oleh orang orang dan di manfaatkan menjadi bahan pangan yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan. Lebah madu memiliki potensi besar untuk dikembangkan, dengan banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari mereka. Manfaat dari lebah madu mencakup berbagai produk seperti madu, polen, royal jelly, dan lainnya, yang sering digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, dan makanan. Permintaan akan produk lebah madu terus meningkat setiap tahunnya. Letak PT Madu Pramuka barada di Kabupaten Batang yang menyediakan madu asli dan alami, berdasarkan jumlah stok madu yang dapat di peroleh dari lebah madu yang tidak menentu, sehingga jumlah stok kuantitas produksi madu dapat mengalami perubahan [5]. Jumlah madu yang diproduksi tidak selalu konstan, karena produksi madu disesuaikan dengan permintaan dari departemen pemasaran. Selain itu, ketersediaan bahan baku juga menjadi faktor utama yang membatasi produksi madu. Hasil panen madu sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di mana lebah madu dibudidayakan, jika sumber pakan lebah di wilayah tersebut melimpah, maka hasil panen madu akan maksimal, begitu pula sebaliknya. [6]. Dalam sebuah perusahaan, persediaan atau stok produk adalah salah satu faktor krusial yang harus mendapat perhatian. Jumlah produk yang masuk dan keluar perlu dipantau untuk memastikan stok di gudang tetap stabil. Stok yang stabil di gudang berarti tidak ada kelebihan barang maupun kekurangan barang. Salah satu tantangan dalam menjual produk adalah produk yang menigkat permintaan yang sering terjadi fluktuasi berbeda atau tidak bisa di perkirakan. Maka produk dalam jumlah permintaan lebih banyak cepat laku terjual, sedangkan barang dalam jumlah permintaan rendah lebih lambat terjual. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan peningkatan persediaan ketika stok mulai menipis. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan prediksi stok produk di masa mendatang, sehingga manajemen dapat memperkirakan permintaan konsumen ke depan. Dengan demikian, perusahaan dapat memenuhi dan menyediakan permintaan konsumen dengan lebih baik [7]. Proses yang di lakukan untuk mengira ngira kejadian yang akan dapat terjadi pada waktu berikutnya, jadi data yang telah diolah menjadi sebuah informasi dan menjadi pengetahuan baru bisa di sebut prediksi. Tujuannya berguna untuk meningkatkan tingkat peramalan atau prediksi, yaitu kaitan antara data yang JITET (Jurnal Informatika dan Teknik Elektro Terapan) pISSN: 2303-0577 eISSN: 2830-7062 diprediksi dengan data akan diketahui pada waktu berikutnya. Tantangan umum yang pasti di hadapi sebuah perusahaan yaitu bagaimana memperkirakan dan meningkatkan efektifitas dalam meningkatkan omset penjualan berikutnya berdasarkan data penjualan yang sudah ada [8], Memprediksi permintaan masa depan adalah kegiatan penting bagi sebuah perusahaan sebagai landasan untuk pengambilan keputusan strategis dalam menjaga kelangsungan bisnis. Ketersediaan stok yang tidak memadai dapat menyebabkan kekecewaan pelanggan terhadap perusahaan distributor produk tersebut, sementara kelebihan stok dapat mengakibatkan ineffisiensi dalam manajemen gudang dan penumpukan barang yang tidak diperlukan. Ini dapat disebabkan oleh ketidakakuratan dalam proses pengelolaan persediaan [9]. Banyak Teknik di gunakan dalam data mining, Regresi Linier berganda sering dipilih karena kemampuannya untuk membuat prediksi menggunakan informasi produk yang tersedia lalu membuat kesimpulan tentang persediaan yang akan datang. Menggali data sendiri merupakan cara dalam mengolah data yang digunakan untuk mengatasi persoalan kompleks untuk menghasilkan informasi yang berharga sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat atau membuat kebijakan yang menguntungkan. [10]. Salah satu penelitian sebelumnya yang mengkaji penggunaan Algoritma Regresi Linier Berganda untuk memprediksi adalah penelitian berjudul Implementasi datamining dalam peramalan persediaan susu di PT.PS Maju Bersama menggunakan beberapa teknik regresi linier. Hal ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai tingkat persediaan ketika metode regresi linier berganda digunakan untuk meramalkan persediaan produk susu Morinaga Child Kid. untuk meminimalisir kekurangan stok produk tersebut. [11], pada penelitian lain dengan judul Penerapan DataMining untuk Memprediksi Target Produksi Berdasarkan Tingkat Penjualan dan Jumlah Pesanan Produk Pt. Neo National menggunakan regresi linier berganda untuk menentukan target produksi bulan depan [12]. Berdasarkan studi sebelumnya, penerapan algoritma Regresi Linear Berganda dalam data mining dapat digunakan untuk meramalkan persediaan produk madu. Hal ini akan membantu perusahaan atau toko penjualan dalam memprediksi permintaan untuk berbagai jenis madu, serta menentukan level stok yang optimal untuk masing-masing jenis. Dengan menggunakan teknik pengolahan data mining, dapat dilakukan prediksi persediaan produk madu untuk tahun mendatang dengan menganalisis data persediaan dari tahun-tahun sebelumnya. ## 2. TINJAUAN PUSTAKA a. Data Mining Serangkaian proses yang tujuannya guna menemukan nilai dalam database berupa sebuah fakta yang belum dijelajahi di sebut sebagai Data mining. Tahapannya melibatkan pemeriksaan data menggunakan metode spesial dalam mengubah fakta mentah menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan cara mengekstraksi atau mengidentifikasi bentuknya menjadi bermakna dari sebuah database. Proses Penambangan adalah kombinasi matimatika, teknik pemrosesan, dan olah penelitian dalam basis data. Istilah "penambangan data" berasal dari analogi pencarian informasi berharga dari database besar dan menambang gunung [13]. Kedua proses tersebut di butuhkan dalam menyaring data dalam jumlah besar dan di olah secara cerdas sehingga menghasilkan nilai. Teknik baru yang dapat bermanfaat untuk mendapatkan informasi yang berguna dalam lautan data di sebut proses data mining. Ada beberapa alat yang dapat di manfaatkan pada proses prediksi, dimana mereka dapat membantu proses memprediksi kejadian berdasarkan apa yang terjadi sebelumnya. ## b. Regresi Linier Berganda Peramalan di manfaatkan dengan garis lurus untuk menghubungkan antara dua variabel atau beberapa variabel di sebut Regressi linier berganda. Nialai yang dapat berubah di sebut juga variabel. Selain itu variabel di sini ada uda jenis yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Algoritma regresi linier mencakup klasifikasi dan aturan regresi yang berbeda dalam penambangan data. Selain regresi linier, mesin vektor dukungan, regresi logistik dan lain-lain termasuk dalam kelompok ini. Analisis regresi linier merupakan salah satu motode yang paling sering di manfaatkan guna mengenal hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. JITET (Jurnal Informatika dan Teknik Elektro Terapan) pISSN: 2303-0577 eISSN: 2830-7062 Analisis itu melibatkan banyak variabel bebas disebut juga dengan regresi linier berganda. cara ini dapat juga menentukan apakah terdapat akibat langsung dari dua atau nilai variabel bebas (S1, S2, S3, ..., Sk) terhadap variabel terikat (T). dalan proses ini dapat di bentuk representasikan sebagai berikut: [14]: T=β0+ β1S1+ β2S2+...+ βnSn+e (1) Regresi linier berganda juga diterapkan dengan metode Regresi linier berganda dalam menentukan sampel, yaitu : T=b0+ b1S1+ b2S2+...+ bnSn dengan : T = nilai yang akan di perkirakan b0 = nilai parameter b1,b2,..bk = perkiraan nilai konstanta β1, β2, ... βn S = nilai bebas ## c. Prediksi Peramalan atau memprediksi merupakan perkiraan nilai masa depan suatu variabel berdasarkan analisis data historis. Informasi yang sering digunakan dalam peramalan biasanya berupa data yang dapat di hitung. Ramalan adalah sebuah ketidak pastian dari suatu keadaan di masa depan, namun berusaha memberikan perkiraan terdekat. Istilah prognosis dikenal juga dengan istilah prognosis atau prediksi. ## d. Persediaan Persediaan merupakan suatu aset yang dapat berbentuk benda yang terdiri dari beberapa barang atau stok suatu perusahaan yang dapat di perjual belikan sehingga memperoleh keuntungan. Stok tersebut juga mencakup barang yang belum di proses atau belum melalui tahap produksi, serta bahan baku di sebut juga produk belum jadi yang menunggu proses berikutnya sebelum proses produksi. ## e. Rapidminer RapidMiner adalah alat yang bebas di gunakan oleh siapa, saja salah satunya di gunakan dalam pemrosesan atau penghitungan data. Ralf Klinkenberg, Ingo Mierswa dan Simon Fischer adalah pengembang dan pembuat Tools ini di Unit Kecerdasan Buatan Universitas Dortmund. Aplikasi ini sering di gunakan oleh orang banyak untuk mengolah data, menjadi informasi dan di simpulkan menjadi pengetahuan. Hasil yang diperoleh dimanfaatkan atau digunakan untuk membuat kebijakan yang lebih tepat. ## 3. METODE PENELITIAN Gambar 1. Alur Penelitian Keterangan: a. Mengdentifikasi Masalah Tahap ini bertujuan untuk memahami masalah persediaan produk madu di PT. Madu Pramuka guna menemukan solusi yang tepat. Masalah yang diidentifikasi adalah fluktuasi data persediaan pada tahun sebelumnya, sehingga diperlukan prediksi untuk masa depan guna menentukan strategi yang optimal. b. Studi Literatur Proses berikut, dilakukan dengan pengumpulan data dan informasi terkait melalui bermacam cara yakni membacabuku, jurnal, dan artikel digunakan dalam mendapatkan pengetahuan yang diperlukan bagi peneliti dalam peoses menelitinya nanti. c. Pengumpulan Data Dalam proses berikut, penulis mendapatkan informasi dengan cara observasi langsung di PT. Madu Pramuka di Batang, memperoleh data mengenai persediaan produk madu, dan melakukan wawancara langsung dengan pihak perusahaan. ## d. Analisis Data Pada tahap ini, ketika data persediaan produk madu sudah terkumpul, data tersebut dianalisis untuk mengetahui kemungkinan penggunaannya dalam peramalan persediaan produk madu melalui metode Regresi Linier Berganda. JITET (Jurnal Informatika dan Teknik Elektro Terapan) pISSN: 2303-0577 eISSN: 2830-7062 e. Pengolahan Data dengan Algoritma Regresi Linear Berganda Dalam tahapan berikut ini merupakan inti dari perhitungan menggunakan regresi linear berganda untuk pemperkirakan persediaan produk madu dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu secara manual dan menggunakan alat bantu RapidMiner. ## f. Hasil Pengujian Proses terakhir, melakukan perangkuman dan menarik kesimpulan tentang persediaan produk madu menggunakan metoda regresi linear berganda dan tool RapidMiner, serta menyajikan informasi mengenai keadaan persediaan produk madu di masa mendatang. ## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ## a. Data Set Sampel diambil secara acak sebanyak 159 data dengan parameter atribut 3 variabel yang dijadikan data dan data terpilih diperiksa kesesuaiannya untuk digunakan dalam proses pemodelan. Tabel 1. Data Set Nama Barang S1 S2 S3 T Madu Kapuk 650 ML 368 379 450 297 Madu Kapuk 350 ML 589 1956 1628 917 Madu Kapuk 100 ML 19 2 8 13 Madu Kapuk 130 ML 947 124 686 385 Madu Kapuk2000 ML 41 40 35 46 Madu Karet 650 ML 172 1 27 146 Madu Karet 350 ML 292 7 45 254 Madu Karet 130 ML 101 390 134 357 Madu Karet 2000 ML 7 0 0 7 Madu Kelengkeng 650 20 17 10 27 ## b. Pemodelan Apabila variabel independen banyak, maka nilai konstanta dari variabel regresi masing-masing variable independen di dapatkan dengan memanfaatkan persamaan matrix. Berdasarkan 3 persamaan sebelumnya dengan 3 variabel yang nilainya belum diketahui antara lain a, b1, b2 dan b3, maka persamaan matrix dapat terapkan dalam persamaan matriks di bawah ini: Gambar 2. Persamaan Metriks Keterangan : n : pasangan data Ti : nilai T ke-i Si : nilai S ke-i Menghitung permasan regrensi linearnya : T = a + B1.S1 + B2.S2 + B2.S3 T : nilai terikat S : nilai bebas a : Intersep b : slop ## c. Hasil Pengujian Membahas hasil pengujian menggunakan perhitungan algoritma regresi linear berganda dan tools rapidminer. 1) Data Uji Algoritma Regresi Linier Berganda dan Berdasarkan hasil yang ada, diklasifikasikan menjadi variabel, atribut kemudian dijadikan data latih 106 dan data uji 53. Dari proses tersebut kemudian dihitung menggunakan algoritma regresi linier berganda untuk mengetahui prakiraan persediaan produk PT. Batang Pramuka Madu. Tabel 2. Data Training Saldo Awal (S1) Jumlah Masuk (S2) Jumlah Keluar (S3) Stok Akhir (T) 368 379 450 297 589 1956 1628 917 19 2 8 13 947 124 686 385 41 40 35 46 172 1 27 146 292 7 45 254 101 390 134 357 7 0 0 7 20 17 10 27 JITET (Jurnal Informatika dan Teknik Elektro Terapan) pISSN: 2303-0577 eISSN: 2830-7062 ## Tabel 3. Data Testing Saldo Awal (S1) Jumlah Masuk (S2) Jumlah Keluar (S3) Prediksi Stok Akhir (T) 39,17 68,67 83,25 ? 79,67 168,42 196,67 ? 1,00 0,83 1,33 ? 59,67 41,08 60,50 ? 3,67 7,67 10,08 ? 12,42 0,00 5,75 ? 25,83 0,33 6,00 ? 60,08 0,17 3,08 ? 0,58 0,00 0,00 ? 4,33 0,00 2,67 ? ## 2) Perhitungan Regresi Linier Berganda Tahapan selanjutnya bisa terapkan penghitungan dengan determinasi matriks A, A0, A1, A2 dan A3 dibawah ini: Det(A) = {N. ∑(S1.S1.). ∑(S2.S2.). ∑(S3.S3.)}+{ ∑S1. ∑(S1.X2.). ∑(S2.S3.). ∑S3}+{∑S2. ∑(S1.S3.). ∑S2. ∑(S3.S1.)}+{ ∑S3. ∑S1. ∑(S2.S1.). ∑(S3.S2.)}-{ ∑S3. ∑(S1.S2.). ∑(S2.S1.). ∑S3}-{∑S2. ∑(S1.S1.). ∑S2. ∑(S3.S3.)}-{ ∑S1. ∑S1. ∑(S3.S3.)}-{ N. ∑(S1.S3.). ∑(S2.S2.). ∑(S3.S1.)} Kemudian dapat di hasilkan value dari a, b1, b2, b3: Gambar 4. Rumus a,b1,b2,b3 Maka padanan dari regresi linier berganda : T = a + B1.S1 + B2.S2 + B2.S3 = 1,71242E-14 + 1(39,17) + 1(68,67) +(- 1)(83,25) = 24,58 JITET (Jurnal Informatika dan Teknik Elektro Terapan) pISSN: 2303-0577 eISSN: 2830-7062 Hasil yang didapatkan pada tabel 4.4 diatas merupakan prediksi stok akhir (T) melalui proses perhitungan manual Ms. Excel menggunakan metode regresi linier berganda. ## 3) Uji RapidMiner ## Gambar 6. Operator Performance Regression Tahap pengujian RapidMiner merupakan atribut opsional yaitu untuk mengetahui hasil prediksi RapidMiner dengan select atribut. Gambar 7. Hasil Prediksi RapidMiner Setelah model dijalankan maka akan muncul hasil prediksinya pada gambar 4.9 diatas. Dan dapat dilihat bahwa hasil prediksi menggunakan RapidMiner sama dengan hasil perhitungan manual menggunakan metode regresi linier berganda. Gambar 8. Hasil Performance Hasil Performance pada gambar 4.8 diatas yaitu menunjukkan RMSE 0,566 / 0,000 semakin mendekati 0 maka hasil semakin akurat. Absolute Error untuk menghitung nilai tengah absolut dari kesalahan prediksi tanpa melihat tanda positiv atau negatifnya. Relative Error untuk mengevaluasi nilai rata rata perbedaan antara nilai yang diamati hasil yang di prediksi. ## 5. KESIMPULAN Dalam proses penelitian di PT. Madu Pramuka Batang dapat di simpulkan beberapa hal barikut ini: 1. Dari hasil data analisa dan perhitungan menggunakan data mining algoritma regresi linear berganda memberi detail Informasi data perkiraan/prediksi untuk memantau kondisi stok barang dalam gudang ditahun depan. Ini dapat memberi gambaran singkat tentang tren historis, yang akan membantu perusahaan membuat keputusan persediaan inventory yang lebih baik. 2. Hasil pengujian antara perhitungan manual menggunakan algoritma regresi linier berganda dengan penggunaan tools RapidMiner didapatkah hasil prediksi dengan nilai yang relatif sama, yaitu antara 24,58 dan 25. berarti variabel bebas mempunyai pengaruh yang sangat signifikansi bersamasama terhadap variabel terikat yang di tentukan. 3. Algoritma regresi linier berganda yang di gunakan pada proses ini adalah T= 1,71242E-14 + 1(S1) + 1(S2) +(-1)(S3). Dengan prediksi persediaan produk madu menghasilkan tingkat akurasi dengan nilai RMSE 0,566 / 0,000 semakin mendekati 0 maka hasil semakin akurat. ## UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sangat besarnya kepada semua pihak dalam membantu pembuatan penelitian ini. JITET (Jurnal Informatika dan Teknik Elektro Terapan) pISSN: 2303-0577 eISSN: 2830-7062 ## DAFTAR PUSTAKA [1] S. Adiguno, Y. Syahra, and M. Yetri, “Prediksi Peningkatan Omset Penjualan Menggunakan Metode Regresi Linier Berganda,” J. Sist. Inf. Triguna Dharma (JURSI TGD) , vol. 1, no. 4, p. 275, 2022, doi: 10.53513/jursi.v1i4.5331. [2] A. Sari and D. U. Putri, “Penerapan Regresi Linear Berganda Untuk Memprediksi Diabetes Secara Dini,” J. Tek. , vol. 3, no. 1, p. 32, 2023, doi: 10.54314/teknisi.v3i1.1255. [3] E. Insusanty, “Analisis Kelayakan Usaha Lebah Madu Cv. Madu Kuok Kabupaten Kampar,” J. Agribisnis , vol. 24, no. 2, pp. 239–250, 2022, doi: 10.31849/agr.v24i2.11090. [4] M. R. Fauzan and R. Ramadhan, “Pemodelan Distribusi Habitat Lebah Madu Guna Mendukung Budidaya Lebah Madu di Desa Muara Sikabaluan,” J. Pendidik. Tambusai , vol. 8, no. 1, pp. 8915–8928, 2024, doi: 10.31004/jptam.v8i1.13738. [5] E. Mela and N. M. Rizki, “Teknik Budidaya, Produksi, dan Penerapan Good Manufacturing Practices di PT Madu Pramuka,” Fruitset Sains J. Pertan. Agroteknologi , vol. 11, no. 1, pp. 20– 33, 2023. [6] M. H. Faisal, H. F. Oktavia, and ..., “Jurnal Analisis Persepsi Pengunjung Pada Taman Wisata Lebah Pt. Madu Pramuka,” AGRISIA- Jurnal Ilmu … , vol. 13, no. 2, pp. 54–72, 2021, [Online]. Available: https://ejournal.borobudur.ac.id/index.php/3/art icle/view/893%0Ahttps://ejournal.borobudur.a c.id/index.php/3/article/view/893/832 [7] Ilma Satriana Dewi, “STRUKTUR BIAYA USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU DI DESA KUAPAN KECAMATAN TAMBANG KABUPATEN KAMPAR (Kasus Usaha Madu ‘Mekar Sari’),” Din. Pertan. , vol. 38, no. 3, pp. 323–332, 2023, doi: 10.25299/dp.2022.vol38(3).11914. [8] D. R. Kadir and A. Husna, “Penerapan Regresi Linear Berganda untuk Prediksi Jumlah Produksi Tepung Kelapa,” CosPhi , vol. 2, no. 1, pp. 11–16, 2018. [9] P. Aruan and M. Syahril, “Implementasi Data Mining Dalam Memprediksi Jumlah Persediaan Bahan Baku Beras Menggunakan Algoritma Regresi Linear Berganda Pada CV. Fountain,” J. CyberTech , vol. x. No.x, no. x, pp. 1–9, 2019, [Online]. Available: https://ojs.trigunadharma.ac.id/ [10] P. Purwadi, P. S. Ramadhan, and N. Safitri, “Penerapan Data Mining Untuk Mengestimasi Laju Pertumbuhan Penduduk Menggunakan Metode Regresi Linier Berganda Pada BPS Deli Serdang,” J. SAINTIKOM (Jurnal Sains Manaj. Inform. dan Komputer) , vol. 18, no. 1, p. 55, 2019, doi: 10.53513/jis.v18i1.104. [11] E. J. Purba, “Penerapan Data Mining Untuk Prediksi Stok Produk Susu Pada Pt.Ps Maju Bersama Menggunakan Metode Regresi Linear Berganda,” Nas. Teknol. Inf. dan Komputer) , vol. 5, no. 1, pp. 289–297, 2021, doi: 10.30865/komik.v5i1.3731. [12] H. Jaya, R. Gunawan, and R. Kustini, “Penerapan Data Mining Untuk Memprediksi Target Produksi Berdasarkan Tingkat Penjualan Dan Banyaknya Pemesanan Produk Pada Pt. Neo National Menggunakan Metode Regresi Linier Berganda,” J. SAINTIKOM (Jurnal Sains Manaj. Inform. dan Komputer) , vol. 18, no. 2, p. 219, 2019, doi: 10.53513/jis.v18i2.162. [13] N. Pradita, “Penerapan Data Mining sebagai Cara untuk Memprediksi Prestasi Siswa Berdasarkan Status Ekonomi dan Kedisiplinan Menggunakan Metode Regresi Linier Berganda,” J. Ilm. Mhs. Manajemen, Bisnis dan Akunt. , vol. 4, no. 5, pp. 683–696, 2022, doi: 10.32639/jimmba.v4i5.181. [14] A. A. A. P. Ardyanti and A. Abdriando, “Penerapan Data Mining Untuk Mengestimasi Laju Pertumbuhan Penduduk Denpasar Menggunakan Metode Regresi Linier Berganda,” JBASE - J. Bus. Audit Inf. Syst. , vol. 6, no. 1, pp. 37–44, 2023, doi: 10.30813/jbase.v6i1.4317.
831e4cbb-dea8-4f44-891c-0bcc3cdd5cb8
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/pharmacon/article/download/35590/33313
## EVALUATION OF BIOACTIVE COMPOUNDS EXTRACT OF BLACKBOARD TREE BARK ( Alstonia scholaris (L.) R. Br) AS ANTIMALARIA CANDIDATE USING MOLECULAR DOCKING EVALUASI SENYAWA BIOAKTIF EKSTRAK KULIT BATANG KAYU TELOR ( Alstonia scholaris (L.) R. Br) SEBAGAI KANDIDAT ANTIMALARIA MENGGUNAKAN PENAMBATAN MOLEKULER Tri Hebber 1) , Fatimawali 1) , Irma Antasionasti 1) 1) Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115 *17101105038@student.unsrat.ac.id ## ABSTRACT Blackboard tree (Alstonia scholaris (L.) R. Br) is a type of forest wood that is often used by the people of North Sulawesi for the treatment of various diseases including malaria. According to previous in vitro studies, the extract of Blackboard tree bark had a high inhibitory value against Plasmodium falciparum. This study aims to determine the bioactive compounds extracted from Blackboard tree bark and to analyze their potential for the enzymes Dihydroorotat Dehydrogenase, Enoyl Acyl Carrier Protein Reductase and Dihydrofolate Reductase with molecular docking. The dry powder extract of Blackboard tree bark was dissolved using ethanol and chloroform by maceration process then analyzed using GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer) to determine the content of the compounds in the Blackboard tree bark extract. The analysis results obtained that there are probably 9 compounds in the ethanol extract and 60 compounds in the chloroform extract of Blackboard tree bark Keywords : Alstonia scholaris, Antimalaria, GC-MS, Molecular Docking ## ABSTRAK Kayu Telor ( Alstonia scholaris (L.) R. Br) merupakan jenis kayu hutan yang sering digunakan masyarakat Sulawesi Utara untuk pengobatan berbagai penyakit termasuk malaria. Menurut penelitian yang dilakukan secara in vitro sebelumnya, ekstrak kulit batang kayu Telor memiliki nilai penghambatan yang tinggi terhadap Plasmodium falciparum . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa-senyawa bioaktif yang diekstrak dari kulit batang kayu Telor dan menganalisis potensinya terhadap enzim Dihidroorotat Dehidrogenase, Enoyl Acyl Carrier Protein Reductase dan Dihidrofolat Reduktase dengan penambatan molekuler. Ekstrak serbuk kering kulit batang kayu Telor dilarutkan menggunakan etanol dan klorofom dengan proses maserasi kemudian dianalisis menggunakan GC-MS ( Gas Cromatography-Mass Spectrometer ) untuk mengetahui kandungan senyawa dalam ekstrak kulit batang kayu Telor. Hasil analisis yang diperoleh terdapat kemungkinan 9 senyawa pada ekstrak etanol dan 60 senyawa pada ekstrak kloroform kulit batang kayu Telor. Kata Kunci : Alstonia scholaris, Antimalaria, GC-MS , Penambatan Molekuler ## PENDAHULUAN Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malariae, P. ovale dan P. knowlesi. Sebuah parasit yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah manusia dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Depkes RI, 2008). Indonesia merupakan daerah endemis malaria, walaupun telah dilakukan program pelaksanaan dan pemberantasan penyakit malaria sejak tahun 1959, namun hingga saat ini angka kesakitan dan kematian masih cukup tinggi. Salah satu penyebabnya adalah resistensi terhadap Plasmodium falciparum. Hal tersebut memicu pencarian kandidat obat antimalaria baru yang efektif terutama berbasis bahan alam (Shadrack, 2016). Senyawa-senyawa bioaktif ekstrak etanol dan kloroform kulit batang kayu Telor diperoleh dari hasil analisis kromatografi gas dan spektrometri masa. Etanol merupakan jenis pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sangat tinggi serta kloroform sendiri merupakan pelarut jenis non-polar yang bersifat stabil, tidak mudah bereaksi dengan komponen lain dan dapat melarutkan senyawa organik (Susanti, 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi senyawa- senyawa bioaktif dari ekstrak kulit batang kayu Telor dari hasil GC-MS yang memiliki potensi sebagai antimalaria. ## METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk uji GC-MS dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi Manado untuk proses penambatan molekuler selama bulan Oktober 2020 hingga Maret 2021. ## Bahan dan Cara Kerja Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit batang kayu Telor, etanol dan kloroform. Struktur tiga dimensi dari enzim Dihidroorotat dehidrogenase, Enoyl Acyl Carrier Protein Reductase dan Dihidrofolat reduktase dari situs Protein Data Bank (http://www.rscb.org/pdb/) PDB ID : 3I65, 3LT0, 4DP3. Struktur tiga dimensi dari senyawa-senyawa bioaktif hasil GC-MS ekstrak kulit batang kayu Telor yang diunduh dari situs PubChem (http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov). ## Prosedur Sampel yang digunakan diperoleh dari Desa Klabat Kec. Dimembe Kab. Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Sampel yang diambil kemudain dicuci dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Sampel kering kemudian dihaluskan dan diayak menggunakan pengayak nomor 40. Pembuatan ekstrak kulit batang kayu Telor menggunakan metode maserasi. Sampel dimasukkan ke dalam masing-masing micro tube yang berisi 5 gr serbuk serta 30 ml pelarut etanol dan kloroform yang terbentuk dilanjutkan untuk pengujian GC-MS . Waktu diatur selama 60 menit dengan suhu injektor 260°C, detektor 250°, dan kolom 325°C. Gas pembawa yang digunakan yaitu gas helium dengan laju aliran konstan 1 ml/menit. Proses identifikasi menggunakan alat GC-MS menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang dapat dilihat dari puncak kromatogram sebagai identifikasi data hasil kromatografi dan spektrometri massa dilihat dari spektrum massa dengan masing-masing berat molekul senyawa bioaktif. Analisis data menggunakan aplikasi PyRx dan Autodock vina. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis GC-MS Kromatografi gas spektrometri massa ialah teknik analisis yang menggabungkan dua metode analisis yaitu kromatografi gas dan spektrometri massa. Kromatografi gas mampu membaca senyawa dengan konsentrasi terendah sehingga metabolit sekunder dalam tanaman dapat teridentifikasi dengan hasil berupa kromatogram dan spektrum massa (Rubiyanto, 2017). Hasil yang diperoleh terdapat sekitar 9 senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol kulit batang kayu Telor dan 60 senyawa yang terdapat dalam ekstrak kloroform kulit batang kayu Telor dengan Similarity Index ( SI ) yang berbeda-beda. Gambar 1. Hasil Kromatogram Ekstrak Etanol Kulit Batang Kayu Telor Gambar 2. Hasil Kromatogram Ekstrak Kloroform Kulit Batang Kayu Telor Tabel 1. Senyawa-senyawa bioaktif hasil identifikasi menggunakan analisis GC-MS ekstrak etanol kulit batang kayu Telor Peak RT Nama Senyawa Hit#1 Nama Senyawa Hit#2 Nama Senyawa Hit#3 Retent ion Area (%) 1 4,00 715 2-Amino-4- dimethylaminomethyle nepentanedinitrile dl-Allo-cystathionine Benzeneethanamine, 2,5- difluoro-ß,3,4-trihydroxy- N-methyl- 11,7217 83 2 9,61 212 83 Cyclohexene, 4- ethenyl-1,4-dimethyl- Cyclohexene, 1-methyl- 5-(1-methylethenyl)-, (R)- D-Limonene 33,2270 5065 3 22,2 709 45 a-Bulnesene Azulene, 1,2,3,5,6,7,8,8a- octahydro-1,4-dimethyl- 7-(1-methylethenyl)-,[1S- (1a,7a,8aß)]- cis-a-Bisabolene 55,0511 6636 Tabel 2. Senyawa-senyawa bioaktif hasil identifikasi menggunakan analisis GC-MS ekstrak kloroform kulit batang kayu Telor Peak RT Nama Senyawa Hit#1 Nama Senyawa Hit#2 Nama Senyawa Hit#3 Retent ion Area (%) 1 4,017725 Trichloromethane Methane, oxybis[dichloro- Methane, dichloronitro- 0,062043301 2 4,1197583 Trichloromethane Methane, oxybis[dichloro- Methane, dichloronitro- 0,037536895 3 4,2592017 Trichloromethane Methane, oxybis[dichloro- Methane, dichloronitro- 0,171773618 4 4,66393 Trichloromethane Methane, oxybis[dichloro- Methane, dichloronitro- 0,039297634 5 4,78977 Trichloromethane Methane, oxybis[dichloro- Methane, dichloronitro- 0,021922873 6 5,153685 Trichloromethane Methane, oxybis[dichloro- Methane, dichloronitro- 0,058426516 7 9,6056983 D-Limonene Cyclohexene, 1-methyl- 4-(1-methylethenyl)-, (S)- Cyclohexene, 1- methyl-5-(1- methylethenyl)-, (R)- 0,193973794 8 10,445765 Decane, 2,4,6- trimethyl- Octadecane, 6-methyl- Sulfurous acid, hexyl octyl ester 0,19292469 9 10,602213 Pyrrolidine, 1- (1,6- dioxooctadecyl)- Octadecane, 3-ethyl-5- (2-ethylbutyl)- Tetradecane, 2,6,10-trimethyl- 0,039830079 10 11,540912 7-[ß-d- Ribofuranosyl]imi dazo[4,5- d][1,2,3]-triazin- 4-one (2- azainosine) Pyrrolidine, 1-(1,6- dioxooctadecyl)- 3- Cyclopropylcarbo nyloxytridecane 0,037127198 11 11,751778 Decane, 2,4,6- trimethyl- Sulfurous acid, hexyl octyl ester Hydroxylamine, O-decyl- 0,106622115 12 11,91163 1-Hexadecanol, 2- methyl- Hexadecane, 1,1- bis(dodecyloxy)- 4-Octadecenal 0,054037244 13 16,363642 2-Vinyl-9-[3- deoxy-ß-d- ribofuranosyl]hyp oxanthine l-Gala-l-ido-octose tert- Hexadecanethiol 0,026258243 14 16,802382 Tetradecane, 2,6,10-trimethyl- Dodecane, 2,7,10- trimethyl- Heptadecane, 2,6,10,15- tetramethyl- 0,230530885 15 17,030253 2-Myristynoyl pantetheine 2-Vinyl-9-[3-deoxy-ß-d- ribofuranosyl]hypoxanthi ne Tetradecane, 2,6,10-trimethyl- 0,032526184 16 17,186703 2-Myristynoyl pantetheine Octadecane, 3-ethyl-5- (2-ethylbutyl)- Pyrrolidine, 1- (1,6- dioxooctadecyl)- 0,03221254 17 17,506405 3- Trifluoroacetoxyd odecane 2- Trifluoroacetoxypentade cane 3- Trifluoroacetoxyp entadecane 0,027727929 18 17,877122 2-Myristynoyl pantetheine Ethanol, 2- (octadecyloxy)- Octadecane, 3- ethyl-5-(2- ethylbutyl)- 0,027786945 19 17,968952 2- Trifluoroacetoxyp entadecane 1-Hexadecanol, 2- methyl- tert- Hexadecanethiol 0,016906684 20 18,043775 Heptadecane, 2,6,10,14- tetramethyl- Heptadecane, 2,6,10,15- tetramethyl- Tetradecane, 2,6,10-trimethyl- 0,156487407 21 18,298857 Tetradecane, 2,6,10-trimethyl- Octadecane, 3-ethyl-5- (2-ethylbutyl)- 2-Myristynoyl pantetheine 0,059505271 22 22,179488 2-Myristynoyl pantetheine Tetradecane, 2,6,10- trimethyl- Ethanol, 2- (octadecyloxy)- 0,031182734 23 22,264515 1,4-Dimethyl-7- (prop-1-en-2- yl)decahydroazule n-4-ol Naphthalene, decahydro- 4a-methyl-1-methylene- 7-(1-methylethenyl)-, [4aR-(4aa,7a,8aß)]- a-acorenol 0,310154655 24 22,383552 Heptadecane, 2,6,10,15- tetramethyl- Tetradecane, 2,6,10- trimethyl- Hexadecane 0,337569138 25 22,488987 2H-Pyran, 2-(7- heptadecynyloxy) tetrahydro- 1-Heptatriacotanol Ethyl iso- allocholate 0,056914757 26 22,618227 2-Myristynoyl pantetheine Aspidospermidin-17-ol, 1-acetyl-19,21-epoxy- 15,16-dimethoxy- Pterin-6- carboxylic acid 0,045612913 27 23,060367 Aspidospermidin- 17-ol, 1-acetyl- 19,21-epoxy- 15,16-dimethoxy- 2-Myristynoyl pantetheine 3- Trifluoroacetoxyp entadecane 0,034999391 28 23,369865 2-Myristynoyl pantetheine Octadecane, 6-methyl- 1-Hexadecanol, 2- methyl- 0,02829011 29 23,468497 Tetradecane, 2,6,10-trimethyl- Heptadecane, 2,6,10,15- tetramethyl- Decane, 2,3,5,8- tetramethyl- 0,236534908 30 23,713375 2-Myristynoyl pantetheine Octadecane, 3-ethyl-5- (2-ethylbutyl)- Methoxyacetic acid, 2-tridecyl ester 0,072925695 31 23,92084 Octadecane, 3- ethyl-5-(2- ethylbutyl)- 2-Myristynoyl pantetheine 1-Hexadecanol, 2- methyl- 0,068713617 32 25,662193 2-Myristynoyl pantetheine Octadecane, 6-methyl- Octadecane, 3- ethyl-5-(2- ethylbutyl)- 0,045309892 33 27,250497 Octadecane, 3- ethyl-5-(2- ethylbutyl)- Tetradecane, 2,6,10- trimethyl- Ethanol, 2- (octadecyloxy)- 0,021774672 34 27,328722 Tetradecane, 2,6,10-trimethyl- Hexadecane Heptadecane, 9- octyl- 0,325851288 35 27,508978 2-Myristynoyl pantetheine Ethanol, 2- (octadecyloxy)- tert- Hexadecanethiol 0,04775466 36 28,26742 Tetradecane, 2,6,10-trimethyl- Octadecane, 6-methyl- Heptadecane, 2,6,10,15- tetramethyl- 0,213235458 37 28,45788 2-Myristynoyl pantetheine Ethanol, 2- (octadecyloxy)- Octadecane, 3- ethyl-5-(2- ethylbutyl)- 0,024878666 38 31,763728 Tetradecane, 2,6,10-trimethyl- Heptadecane, 9-hexyl- Heptadecane, 9- octyl- 0,328342188 39 32,58679 Octadecane, 3- ethyl-5-(2- ethylbutyl)- Tetradecane, 2,6,10- trimethyl- Heptadecane, 9- hexyl- 0,208657082 40 32,736438 Ethyl iso- allocholate 2-Myristynoyl pantetheine 10-Octadecenal 0,020556705 41 33,671735 Octadecanal, 2- bromo- Ethanol, 2-(9- octadecenyloxy)-, (Z)- Ethyl iso- allocholate 0,14066582 42 35,16821 Ethyl iso- allocholate Cyclopropanedodecanoic acid, 2-octyl-, methyl ester 9-Octadecenoic acid (Z)-, 2- hydroxy-1- (hydroxymethyl)e thyl ester 0,10346403 43 35,260038 Ethyl iso- allocholate E,E,Z-1,3,12- Nonadecatriene-5,14-diol Pregan-20-one, 2- hydroxy-5,6- epoxy-15-methyl- 0,034481188 44 35,763398 Octadecane, 3- ethyl-5-(2- ethylbutyl)- Ethyl iso-allocholate Tetradecane, 2,6,10-trimethyl- 0,155858719 45 36,511635 Octadecane, 3- ethyl-5-(2- ethylbutyl)- Ethyl iso-allocholate Oleic acid, 3- (octadecyloxy)pro pyl ester 0,127779237 46 39,42296 Ethyl iso- allocholate Oleic acid, 3- (octadecyloxy)propyl ester Cholestan-3-one, cyclic 1,2- ethanediyl aetal, (5ß)- 0,070578577 47 39,997742 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- 1-Heptatriacotanol 9,19-Cyclolanost- 24-en-3-ol, acetate, (3ß)- 2,631292335 48 40,222213 Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)- a-Amyrin 12-Oleanen-3-yl acetate, (3a)- 3,704671868 49 40,392267 Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)- 12-Oleanen-3-yl acetate, (3a)- Urs-12-en-24-oic acid, 3-oxo-, methyl ester, (+)- 5,885874293 50 40,450085 12-Oleanen-3-yl acetate, (3a)- Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)- Urs-12-en-24-oic acid, 3-oxo-, methyl ester, (+)- 3,343410794 51 40,548717 Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)- 12-Oleanen-3-yl acetate, (3a)- a-Amyrin 5,648086006 52 40,579327 Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)- 24-Norursa-3,12-diene 12-Oleanen-3-yl acetate, (3a)- 2,738335732 53 40,62014 a-Amyrin Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)- 12-Oleanen-3-yl acetate, (3a)- 2,419259663 54 40,657552 Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)- 12-Oleanen-3-yl acetate, (3a)- a-Amyrin 2,972474766 55 40,735777 a-Amyrin 12-Oleanen-3-yl acetate, (3a)- Urs-12-en-24-oic acid, 3-oxo-, methyl ester, (+)- 3,568181066 56 40,8106 Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)- 12-Oleanen-3-yl acetate, (3a)- a-Amyrin 8,673897651 57 40,990857 a-Amyrin 24-Norursa-3,12-diene Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)- 5,367190998 58 41,56564 Ethyl iso- allocholate 1-Heptatriacotanol 9,19-Cyclolanost- 24-en-3-ol, acetate, (3ß)- 0,22790012 59 42,218647 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- 9,19-Cyclolanost-24-en- 3-ol, acetate, (3ß)- Lupeol 4,882281943 60 42,337685 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- Lupeol 9,19-Cyclolanost- 24-en-3-ol, acetate, (3ß)- 6,797852475 61 42,41591 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- Lupeol 9,19-Cyclolanost- 24-en-3-ol, acetate, (3ß)- 3,831559558 62 42,470327 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- Lupeol 9,19-Cyclolanost- 24-en-3-ol, acetate, (3ß)- 5,126342715 63 42,51114 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- Lupeol 9,19-Cyclolanost- 24-en-3-ol, acetate, (3ß)- 2,877453852 64 42,558755 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- Lupeol 9,19-Cyclolanost- 24-en-3-ol, acetate, (3ß)- 1,955832899 65 42,592765 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- 9,19-Cyclolanost-24-en- 3-ol, acetate, (3ß)- Lupeol 1,978626461 66 42,619973 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- Lupeol 9,19-Cyclolanost- 24-en-3-ol, acetate, (3ß)- 1,957028103 67 42,64038 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- Lupeol 9,19-Cyclolanost- 24-en-3-ol, acetate, (3ß)- 1,909620639 68 42,653985 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- 9,19-Cyclolanost-24-en- 3-ol, acetate, (3ß)- Lupeol 5,648246315 69 42,745813 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- 9,19-Cyclolanost-24-en- 3-ol, acetate, (3ß)- Lupeol 0,76996567 70 42,779825 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- 9,19-Cyclolanost-24-en- 3-ol, acetate, (3ß)- Lupeol 3,391570819 71 42,841043 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- Lupeol 9,19-Cyclolanost- 24-en-3-ol, acetate, (3ß)- 6,760658358 72 43,381815 Ethyl iso- allocholate 1-Heptatriacotanol Spirost-8-en-11- one, 3-hydroxy-, (3ß,5a,14ß,20ß,22 ß,25R)- 0,148306387 73 59,30907 Lup-20(29)-en-3- ol, acetate, (3ß)- 9,19-Cyclolanost-24-en- 3-ol, acetate, (3ß)- Ethyl iso- allocholate 0,06653437 Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukan hasil GC-MS ekstrak etanol dan kloroform dari kulit batang kayu Telor dalam bentuk Kromatogram. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis dengan instrumen GC- MS , ada sekitar 9 komponen senyawa yang berhasil diekstraksi dari pelarut etanol dan 60 komponen senyawa dari pelarut kloroform. Komponen senyawa yang paling banyak terdapat dalam simplisia kulit batang kayu Telor ekstrak etanol berada pada puncak ( peak) 3 dengan presentase kadar ( retention area) sebesar 55,05116636% dengan a- Bulnesene, Azulene,1,2,3,5,6,7,8,8a- octahydro-1,4-dimethyl-7-(1-methylethenyl)- ,[1S-(1a,7a,8aß)]-, dan cis-a-Bisabolene sebagai senyawa yang berada pada peak tersebut. Ekstrak kloroform kulit batang kayu Telor memiliki komponen senyawa terbanyak pada peak 56 dengan retention area sebesar 8,673897651% dengan Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)-, 12-Oleanen-3-yl acetate, (3a)- dan a-Amyrin sebagai senyawa yang berada dalam peak tersebut. Senyawa-senyawa bioaktif hasil analisis GC-MS ini kemudian digunakan menjadi ligan untuk ditambatkan pada enzim target. Berdasarkan hasil GC-MS terdapat 6 senyawa yang memiliki potensi menjadi kandidat antimalaria yaitu 7-[ß-d- Ribofuranosyl]imidazo[4,5-d][1,2,3]-triazin- 4-one (2-azainosine), Spirost-8-en-11-one, 3- hydroxy-, (3ß,5a,14ß,20ß,22ß,25R)-, 9,19- Cyclolanost-24-en-3-ol, acetate, (3beta), Olean-12-en-3-ol, acetate, (3ß)-, Urs-12-en- 24-oic acid, 3-oxo-, methyl ester dan a- Amyrin . ## KESIMPULAN Terdapat kemungkinan 9 komponen senyawa yang berhasil diekstrak dari pelarut etanol dan 60 senyawa yang berhasil diekstrak dari pelarut kloroform yang memiliki Similarity Index (SI) yang berbeda dengan 6 senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai kandidat obat antimalaria. ## SARAN Perlu adanya penelitian menggunakan beragam aplikasi penambat molekuler lain agar bisa divalidasi kembali kemudian dibandingkan hasilnya serta perlu adanya uji in vitro dan in vivo untuk mengetahui lebih lanjut aktivitas dari senyawa-senyawa bioaktif tersebut sebagai kandidat obat anti malaria. ## DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia . Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Rubiyanto, D. 2017. Metode Kromatografi . CV. Budi Utama, Yogyakarta. Shadrack, Daniel M. 2016. In Silico Evaluation of Anti-Malarial Agents from Hoslundia opposita as Inhibitors of Plasmodium falciparum Lactate Dehydrogenase (PfLDH) Enzyme. Journal of Scientific Research Publishing . 1(6) : 23-32. Susanti, Alfian R. 2012. Penetapan Kadar Fenolik Total Ekstrak Metanol Kelopak Bunga Rosella Merah ( Hibiscus sabdariffa Linn) dengan Variasi Tempat Tumbuh Secara Spektrofotometri. Jurnal Ilmiah Kefarmasian . 2(1) : 73-80.
e6de099a-6efb-4311-81a4-3095ee92196f
https://talenta.usu.ac.id/abdimas/article/download/4218/2962
ABDIMAS TALENTA 4 (2) 2019: 717-722 http://abdimas.usu.ac.id Firman Eddy et al . Renovation of MCK ## Renovation of MCK to improve community health in pangambatan village, brand district, Karo Sumut regency Firman Eddy 1* , Hilma Tamiami Fachrudin 1 , Imam Faisal Pane 1 , Hesti Fibriasari 2 1 Department of Architecture, Faculty of Engineering, Universitas Sumatera Utara 2 Department of French Language, Faculty of Language and Art, Universitas Negeri Medan *Email: rechvidimaz@yahoo.com ## Abstract Community service activities are one of the TRI DHARMA university’s obligations. On this occasion, it was reported that community service activities needed improvement in the health sector. The location of this activity is in Pangambatan Village, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Sumatera Utara and this activity is planned to begin in April until September 2019. The problem in the field is to increase the flow of tourists to Kecamatan Merek to make the need for adequate toilet facilities (MCK). Besides that, it was also found that the community's need for clean water and toilets were used daily by the community. The solution offered is to renovate the MCK facilities for the daily needs of the community and in addition to the toilet facilities for tourists who visit to the village. It is hoped that through this activity the problems in the local community can be overcome. ## Keyword: Desa Pangambatan, Toilet Facilities, Public Health ## Abstrak Kegiatan pengabdian masyarakat adalah salah satu kewajiban universitas TRI DHARMA. Pada kesempatan ini, dilaporkan bahwa kegiatan pelayanan masyarakat membutuhkan peningkatan di sektor kesehatan. Lokasi kegiatan ini berada di Desa Pangambat, Kabupaten Brand, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dan kegiatan ini direncanakan akan dimulai pada bulan April hingga September 2019. Masalahnya di lapangan adalah meningkatkan arus wisatawan ke Kabupaten Merek untuk membuat kebutuhan. untuk fasilitas toilet yang memadai (MCK). Selain itu, ditemukan juga bahwa kebutuhan masyarakat akan air bersih dan toilet digunakan setiap hari oleh masyarakat. Solusi yang ditawarkan adalah merenovasi fasilitas MCK untuk kebutuhan sehari- hari masyarakat dan di samping fasilitas toilet untuk wisatawan yang berkunjung ke desa. Diharapkan melalui kegiatan ini masalah di masyarakat setempat dapat diatasi. Kata Kunci: Desa Pengambatan, fasilitas toilet, kesehatan masyarakat ## 1. PENDAHULUAN Pemerintah dalam salah satu program kerjanya adalah meningkatkan industri pariwisata. Industri ini dianggap signifikan dalam memperkenalkan potensi daerah terutama budaya setempat. Keanekaragaman bentuk pariwisata saat ini telah dilakukan untuk menarik minat para wisatawan berkunjung ke suatu tempat. Potensi yang dimiliki suatu tempat berkaitan dengan keunikan budaya dan adat istiadat yang dimiliki oleh tempat tersebut (Tuan, 1977; Norberg-Schulz, 1980; Ginting dan Rahman, 2016). Untuk itu perlunya meningkatkan pariwisata dengan cara meningkatkan sarana dan prasana untuk keberlanjutannya. Desa pengambatan merupakan desa yang memiliki luas 1000 km2 dan merupakan desa nomor 2 terluas dari 19 Desa yang ada di Kecamatan Merek. ABDIMAS TALENTA 4 (2) 2019: 717-722 http://abdimas.usu.ac.id Firman Eddy et al . Renovation of MCK Gambar 1.Desa Pangambatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo (Sumber: BPS 2017) Posisi dari Desa tersebut diapait oleh Desa Nagalingga, Desa Kodon-Kodon dan Desa Tongging. Memiliki 5 (lima) Dusun dan memiliki tinggi 1506 dpl (Gambar 1). Selain faktor wisata, faktor meningkatkan kesehatan masyarakat menjadi perhatian pada kegiatan pengabdian ini. Masyarakat membutuhkan air bersih dan sarana MCK untuk kehidupan sehari-hari. Maka dengan situasi ini, kegiatan pengabdian akan memberikan solusi berupa renovasi bangunan MCK eksisting untuk kegiatan masyarakat sekaligus sebagai sarana pendukung pariwisata desa tersebut. Dari analisis situasi lapangan maka pada pelaksanaan pengabdian masyarakat ini permasalahan yang dapat dilapangan yaitu kurangnya fasilitas pendukung wisata antara lain adalah fasilitas sanitasi yaitu MCK yang nyaman digunakan oleh para turis. Renovasi MCK ini merupakan dukungan terhadap meningkatnya kunjungan wisatawan ke Kabupaten Karo ini. Sarana MCK merupakan sarana yang penting dalam mendukung terlaksananya wisata yang bersih dan nyaman. Untuk itu pembangunannya layak sebagai bagian dari program pemerintah dibidang pariwisata. Fasilitas ini selain untuk para turis juga dapat digunakan oleh masyarakat setempat dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Permasalahan yang terdapat akan diselesaikan dengan kegiatan yang melibatkan masyarakat setempat. Kegiatan ini dipersiapkan untuk menghadapi peningkatan arus kunjungan wisatawan. Selain itu kegiatan ini juga dibutuhkan untuk memenuhi keperluan masyarakat setempat. Solusi yang ditawarkan adalah memperkuat kegiatan pelayanan terhadap waisatawan dan masyarakat melalui renovasi MCK untuk masyarakat. Dalam renovasi MCK ini juga difasilitasi dengan tempat untuk mencuci baju bagi masyarakat. Solusi ini dikerjakan dari mulai perencanaan bangunan MCK serta pembangunan renovasi fisik dilapangan. Kegiatan ini merupakan kegiatan dengan durasi yang panjang dan biaya yang besar. Tetapi, diharapkan solusi ini dapat segera dilaksanakan. Pada pengabdian masyarakat ini targetnya adalah wisatawan dan masyarakat pada desa tersebut. Sebuah bangunan merupakan pemenuhan kebutuhan manusia yamg masing-masing memiliki makna dan interpretasinya (Hale, 2000). Untuk itu bangunan dengan fungsi apappun dapat memberikan interpretasi sesuai dengan situasi yang ada. Jadi pembangunan MCK ini selain dapat berkontribusi terhadap masyarakat sekitar juga sebagai pemenuhan fungsi sarana pendukung wisata. Diharapkan dengan adanya bangunan MCK ini masyarakat terbantu dengan masalah sehari-hari terutama kebutuhan air bersih. Target yang khusus dari kegiatan ini adalah masyarakat mendapatkan manfaat dari diperbaikinya sarana MCK pada desa mereka dan sekaligus fasilitas kepada wisatawan. Pelaksanaan kegiatan ini akan dilengkapi dengan survei lapangan dan penentuan MCK yang layak untuk diperbaiki bangunannya. ## 2. METODE PELAKSANAAN Metode pelaksanaan dari pengabdian ini adalah kegiatan dilakukan di lokasi yaitu Desa Pangambatan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo. Setelah mendapat kata sepakat dengan pihak ABDIMAS TALENTA 4 (2) 2019: 717-722 http://abdimas.usu.ac.id Firman Eddy et al . Renovation of MCK pemerintahan desa maka tahap awal dari kegiatan pengabdian ini adalah penandatanganan surat pernyataan kesediaan bekerjasama dengan ketua pelaksanaan pengabdian. Setelah mendapat persetujuan maka pelaksanaan kegiatan pengabdian dapat dilakukan setelah acara penandatanganan kontrak pengabdian antara Ketua Pelaksana Pengabdian dengan Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat USU selesai dilaksanakan. Pelaksanaan pengabdian di lokasi dilakukan dengan partisipasi mitra setempat. Partisipasi awal ditunjukkan dengan adanya persetujuan untuk melaksanakan kegiatan ini oleh Kepala Desa setempat. Partisipasi selanjutnya diharapakan dukungan masyarakat pada saat proses perbaikan yang memakan waktu cukup lama dan dibutuhkan banyak tenaga pekerja bangunan. Lokasi renovasi MCK ini merupakan lokasi yang didiskusikan dengan Kepala Desa dan masyarakat setempat agar dicapai kesepakatan dan mencegah ada masalah dibelakang hari. Selain itu proses pembangunan membutuhkan banyak tenaga setempat, untuk itu partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan peranannya. Melalui bentuk partisipasi mitra ini diharapakan kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang telah ditetapkan. Rencana kegiatan dari pelaksanaan kegiatan ini dimulai dengan tahapan diskusi dengan Kepala Desa. Selanjutkan tim melakukan survei lapangan sekaligus bersama warga dan Kepala Desa bersepakat terhadap lokasi pembangunan MCK. Setelah dicapai kesepakatan maka proses perencanan dapat dilakukan oleh tim pelaksana pengabdian. Proses perencanaan menghasilkan gambar kerja bangunan MCK dan RAB yang dapat berfungsi sebagai panduan dalam proses pembangunannya. Dengan dana yang tersedia maka proses pembangunan mulai dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat sekitar. Kegiatan ini dijabarkan pada Tabel 1. dibawah ini. Tahap Kegiatan Bentuk Waktu Survei Survei Diskusi 1-2 hari Lokasi Diskusi dengan Kepala Desa Diskusi 1-2 hari Renovasi Fisik Renovasi MCK Proses Fisik 1-2 bulan Tabel 1. Pelaksanaan Kegiatan ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan survei lokasi bersama dengan perangkat desa setempat bertujuan untuk melihat keberadaan MCK pada Desa Pagambatan ini. Desa ini memiliki 2 buah MCK yang telah lama dibangun dan kondisinya sangat perlu untuk diperbaiki. Dari hasil kunjungan diputuskan bahwa hanya satu MCK yang dapat diperbaiki karena keterbatasan dana. Mudah2an selanjutnya MCK yang lain dapat diperbaiki dengan dana yang lain pula. ABDIMAS TALENTA 4 (2) 2019: 717-722 http://abdimas.usu.ac.id Firman Eddy et al . Renovation of MCK Gambar 3. Lokasi MCK 2 Penetapan lokasi dan membicarakan perihal kegiatan ini lewat acara FGD (Focus Grup Discussion) dengan pihak aparat desa setempat. Kegiatan ini dilakukan di rumah Sekrestaris Desa yaitu bapak Marsion dan dihadiri oleh beberapa warga desa yang lain. ## Gambar 4. Diskusi Tahap perencanaan adalah tahap untuk mengidentifikasi kerusakan pada MCK terutama material yang ada pada bangunan itu. Setelah diidentifikasi maka diputuskan untuk merenovasi dinding, rangka kuda-kuda, closet, penutup atap dan saluran air. Dari beberapa material ini beberapa dibeli yang baru karena yang lama sudah cocok untuk diganti. Dari tahap perencanaan maka akan dilaksanakan tahap renovasi fisik bangunan MCK tersebut. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan yang dikerjakan oleh tukang bangunan dan diawasi langsung oleh aparat desa. ABDIMAS TALENTA 4 (2) 2019: 717-722 http://abdimas.usu.ac.id Firman Eddy et al . Renovation of MCK ## Gambar 5. Pelaksanaan Renovasi ## Gambar 6. Bangunan MCK selesai Renovasi ## 4. KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah masyarakat sangat membutuhkan dalam hal peningkatan sarana MCK. Masyarakat menyambut baik dengan adanya renovasi bangunan MCK ini supaya selanjutnya dapat ditingkatkan lagi penggunaannya. Saran yaitu kegiatan ini diharapkan dapat terus berlanjut untuk meningkatkan fasilitas desa melalui program mono tahun pada Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat USU. ## 5. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan Pengabdaian Mono Tahun ini melalui kontrak Nomor : ABDIMAS TALENTA 4 (2) 2019: 717-722 http://abdimas.usu.ac.id Firman Eddy et al . Renovation of MCK 327/UN5.2.3.2.1/PPM/2019, Tanggal 20 Mei 2019. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala dan Sekretaris Desa Pangambatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara yang telah mendukung kegiatan ini sampai selesai. ## DAFTAR PUSTAKA Ginting, Nurlisa. & Rahman, N.Vinky. (2016). Maimoon Palace heritage District in Medan, Indonesia: What we preserve and why we preserve?, Procedia-Social Behavioral Sciences 222, p.332-341. Hale, Jonathan A. (2000). Building Ideas – An Introduction to Architectural Theory , John Wiley & Sons Ltd, England. Norberg-Schulz, Christian. (1980). Genius Loci Towards A Phenomenology of Architecture. Rizzoli, New York. Tuan, Yi –Fu. (1977). Space and Place The Perspective of Experience. Minneapolis: University of Minnesota Press
463aa6a8-b1cb-44ce-82cd-1780157137b7
http://jurnal.poltekkesmamuju.ac.id/index.php/m/article/download/68/57
Volume 4, Nomor 2, Desember 2018 Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal ... ## LAMA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU Hadriani  , Rafika Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palu ARTICLE INFO ABSTRACT Article history Submitted : 2018-07-02 Revised : 2018-09-24 Accepted : 2018-09-27 Keywords: Hormonal Contraception Hypertension Occurrence Hormonal disturbances in the use of estrogen and progesterone synthesis hormone will occur imbalance hormone estrogen and progesterone in the body that will trigger the occurrence of disorders of the blood vessels and vascular conditions that are manifested by the increase in blood pressure. The purpose of this study is to know the relationship between the use of hormonal contraception with hypertension. This type of research is an observational analytic research using cross sectional approach. The research has been carried out in the Working Area of Puskesmas Sangurara Palu City from June to September 2017. The population in this study are all family planning acceptors of Hormonal Family Health Center in Puskesmas Sangurara Kota Palu with population 26,608 people from January until August 2017 with sample size 99 people. Sampling of this research data using slovin formula. The sampling technique used Purposive Sampling technique. Univariate and bivariate data analysis using Chi Square with α 0,05. Based on statistical test, there was no relation between hormonal contraceptive use and hypertension incidence. The conclusion is that there is no relation between the use of hormonal contraceptive devices and the incidence of hypertension, so it is recommended that every hormonal contraceptive acceptor should be monitored for routine side effects.  Corresponding Author: Hadriani Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palu Telp. 081211603100 Email: hadriani.susanto@gmail.com ## PENDAHULUAN Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat- obatan (Proverawati, dkk. 2010). Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2011) dalam penelitian Lestari, dkk (2013). Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesterone. Dalam pemilihan metode kontrasepsi, wanita perlu mempertimbangkan berbagai faktor, mulai dari status kesehatan dan efek samping yang akan timbul setelah lama penggunaan. Kekhawatiran utama pemakaian metode kontrasepsi hormonal adalah peningkatan risiko penyakit system kardiovaskular. Terutama keluhan kesehatan terhadap tekanan darah yang meninggi. Tekanan darah adalah tenaga yang digunakan darah untuk melawan dinding pembuluh. Tekanan darah maksimum darah digunakan pada dinding arteri ventrikel kiri pada jantung mendorong darah melalui katup aorta ke dalam aorta selama sistole. Tekanan tersebut dinamakan sistolik. Pada orang dewasa yang sehat normalnya 120 mmHg (Eviana, 2011). Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut World Health Organization (WHO), tekanan sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan diastolik >90 mmHg (untuk usia <60 tahun) dan tekanan sistolik ≥160 mmHg dan atau tekanan diastolik >95 mmHg untuk usia 60 tahun (Nugroho, 2011). ## Jurnal Kesehatan Manarang Volume 4, Nomor 2, Desember 2018, pp. 69 – 74 ISSN 2528-5602 (Online), ISSN 2443-3861 (Print) Journal homepage: http://jurnal.poltekkesmamuju.ac.id/index.php/m Faktor-faktor fisiologis utama yang dapat mempengaruhi tekanan darah adalah usia, emosi, tekanan darah biasanya tinggi pada orang-orang yang gemuk, frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung, resistensi perifer, kehilangan darah. Contohnya pada saat stress, medulla kelenjar adrenal akan mengekresikan norepinefrin dan epinefrin yang keduanya akan menyebabkan vasokontriksi sehingga meningkatkan tekanan darah. Selain dari vasokontriksi, epinefrin juga berfungsi meningkatkan heart rate dan gaya kontraksi (Eviana, 2011). Beberapa penelitian di Indonesia memperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap peningkatan tekanan darah (Fadillah, 2011). Menurut hasil penelitian Lestari, dkk (2013) di Wilayah Ngaliyan Semarang menunjukkan bahwa dari 100 responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal, terdapat 26 responden yang menderita hipertensi (26%) dan yang tidak menderita hipertensi sebanyak 74 responden (74%) dan berdasarkan dengan lama penggunaan didapatkan hasil bahwa ibu yang lama menggunakan kontrasepsi hormonal memiliki peluang 2.954 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan ibu yang tidak lama menggunakan metode kontrasepsi hormonal. Efek samping dari kandungan hormone progesterone yang berlebihan pada system kardiovaskuler dapat menyebabkan perubahan tekanan darah. Risiko terjadinya peningkatan tekanan darah akan semakin meningkat dengan bertambahnya umur, lama pemakaian kontrasepsi. Pada akseptor Depo Medroxi Progesteron Asetat (DMPA) jangka panjang 3 – 5 tahun tanpa terputus dapat menyebabkan penyempitan dan penyumbatan darah oleh lemak yang akan memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar bisa memasok kebutuhan darah kejaringan, sehingga akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Anna Uswatun, dkk, 2016). Penggunaan Pil KB selama 12 tahun secara terus menerus dan penggunaan KB suntik juga dapat meningkatkan tekanan darah (Sugiarto 2007, Nur Afni 2005, Handini Kurniawati 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nengah dan Kusmarjathi (2013) diperoleh bahwa responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal paling banyak memiliki tekanan darah normal dan tidak mengalami hipertensi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kebanyakan responden umurnya masih tergolong muda yaitu 20 – 35 tahun, sehingga tekanan darahnya masih dalam batas normal seiring dengan tingkat kesuburan yang masih tinggi. Wanita yang belium mengalami menopause dilindungi oleh hormone estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolestrol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Menurut Varney (2010) dalam penelitian Nengah dan Kusmarjathi (2013) efek samping dari kandungan hormone progesteron yang berlebihan pada sistem kardiovaskular dapat menyebabkan perubahan tekanan darah. Risiko terjadinya tekanan darah tinggi akan meningkat dengan bertambahnya umur, lama pemakaian kontrasepsi dan bertambahnya berat badan. Menurut Mochtar, 2008 dalam Mulyani (2013) progesterone dalam kontrasepsi berfungsi untuk mengentalkan lendir serviks dan mengurangi kemampuan rahim untuk menerima sel yang telah dibuahi. Namun hormone tersebut juga mempermudah perubahan karbohidrat menjadi lemak, sehingga lemak banyak bertumpuk di bawah kulit dan bukan merupakan retensi cairan tubuh. Orang yang berlebihan lemak (hiperlipidemia) berpotensi mengalami penyumbatan darah sehingga suplai oksigen dan zat makanan ke organ tubuh terganggu, sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat. ## METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. ## Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di Puskesmas Sangurara Kota Palu pada Bulan Agustus sampai dengan September 2017. ## Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah akseptor KB Hormonal (Pil, Suntik, Implan) yang aktif periode Januari 2017 – Agustus 2017 di Puskesmas Sangurara Kota Palu dengan jumlah 26.609 orang. Sampel penelitian ini berjumlah 99 orang. ## Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner yang berisi identitas, jenis kontrasepsi dan lama penggunaan alat kontrasepsi. Untuk Hipertensi dilakukan dengan cara pengukuran tekanan darah dengan spignomanometer air raksa dan stetoskop yang sudah dikalibrasi. Berdasarkan ciri-ciri hipertensi jika tekanan darah diatas 140/90 berarti mengalami hipertensi dan jika tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. ## Pengolahan dan Analisis data Untuk menganalisa data-data yang telah dikumpulkan maka teknik analisa data yang digunakan adalah analisa secara deskriptif berupa distribusi frekuensi. Untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel Independent dengan variabel dependent digunakan Uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. ## HASIL PENELITIAN Penelitian yang dilakukan mulai bulan Agustus – September 2017 di Wilayah Puskesmas Sangurara Kota Palu dengan jumlah sampel 99 orang peserta KB aktif . Hasil ini dilakukan pengolahan dan analisa data secara statistik analisis univariat dengan distribusi frekuensi, tujuannya untuk melihat karakteristik responden berdasarkan umur, jenis alat kontrasepsi, lama pemakaian alat kontrasepsi hormonal dan hipertensi. Sedangkan analisis bivarit dengan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara lama pemakaian alat kontrasepsi hormonal dengan hipertensi. Adapun hasil analisis data tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini: ## Tabel 1. Hubungan Metode Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Hipertensi Metode Kontrasepsi Hipertensi P value Tidak Ya n (%) n (%) Implant 16 (100) 0 0,516 Pil 35 (94.6) 2 (5.4) Suntik 45 (97.8) 1 (2.2) Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa uji statistic chi-square dengan menggunakan table 2 x 3 diperoleh nilai p = 0.516, sehingga tidak ada hubungan antara jenis kontrasepsi hormonal yang digunakan responden dengan hipertensi. Tabel 2. Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Hipertensi Lama Pemakaian Kontrasepsi Hipertensi Total P Value Tidak Ya n % n % n % < 1 tahun 37 100 0 0 37 100 0,291 ≥ 1 tahun 59 95,2 3 4,8 62 100 Jumlah 96 97 3 3 99 100 Berdasarkan Tabel 2 diketahui lama pemakaian kontrasepsi ≥1 tahun yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 59 orang dan yang mengalami hipertensi sebanyak 3 orang. Lama pemakaian kontrasepsi <1 tahun yang tidak mengalami hipertensi 37 orang dan tidak ada yang mengalami hiertensi. Uji statistik menggunakan Chi-Squere terdapat 2 sel yang memiliki nilai ekspektasi < 5 sehingga uji ini tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi syarat maka digunakan uji alternatif yaitu Fisher’s Exact. Karena nilai p-value 0,291 > 0,05 maka secara statistik tidak ada hubungan lama pemakaian alat kontrasepsi hormonal dengan hipertensi . ## PEMBAHASAN Hubungan lama pemakaian alat kontrasepsi hormonal dengan kejadian hipertensi Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kontrasepsi hormonal yang digunakan responden dengan hipertensi. Hasil penelitian ini didukung data dari 99 responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal, hanya 3 responden (3%) yang mengalami kenaikan tekanan darah. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ngesti W Utami, dkk (2015) dengan judul lama pemakaian alat kontrasepsi hormonal suntik DMPA dan gangguan kardiovaskuler di Puskesmas Mulyorejo dengan jumlah sampel 30 sampel. Hasil Penelitian didapatkan tidak ada hubungan lama pemakaian KB suntik DMPA dengan gangguan kardiovaskuler. Menurut asumsi peneliti bahwa sebahagian besar akseptor KB hormonal telah mengetahui efek samping dari kontrasepsi hormonal yang salah satunya adalah kenaikan tekanan darah. Sehingga jika ada akseptor yang mengalami kenaikan tekanan darah antara 130 mmHg – 140 mmHg (systole) dan tidak lebih dari 90 mmHg (diastole) segera ditangani dengan pemberian obat anti hipertensi kemudian di follow up jika tekanan darahnya tetap naik melebihi 140/90 mmHg diasarankan untuk mengganti dengan metode lain seperti IUD. Gangguan keseimbangan hormone dapat terjadi pada penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Pada pemakaian hormone estrogen dan hormone progesterone sintetis, misalnya etunilesradiol estrogen untuk menghambat fertilisasi akan memberikan efek-efek tertentu bagi tubuh. Berbagai efek hormon-hormon ovarium terhadap fungsi gonadotropik dan hipofisis yang menonjol antara lain dari estrogen adalah inhibi sekresi FSH dan dari progesterone inhibisi pelepasan LH. FSH dan LH akan menekan kedua hormone sehingga terjadi ketidakseimbangan hormone estrogen dan progesterone dalam tubuh yang akan memacu terjadinya gangguan pada tingkat pembuluh darah dan kondisi pembuluh darah yang dimanifestasikan dengan kenaikan tekanan maupun progesterone memiliki kemampuan untuk mempermudah retensi natrium dan sekressi air akibat kenaikan aktivitas rennin plasma dan pembentukan angiotensin yang menyertainya. Teori tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna uswatun q, dkk (2016) dengan judul pengaruh lama pemakaian kontrasepsi suntik Depo Medroxy Progesteron Asetat (DMPA) terhadap peningkatan tekanan darah di BPM Anik Rakhmawati Sabrang Klaten. Hasil penelitian menunjukkan dari 42 akseptor, 14 akseptor (33,3%) mengalami peningkatan tekanan darah dengan pemakaian ≤5 tahun, 10 akseptor (23,8%) mengalami peningkatan tekanan darah dengan pemakaian >5 tahun, sehingga ada pengaruh lama pemakaian kontrasepsi suntik Depo Medroxy Progesteron Asetat (DMPA) terhadap peningkatan tekanan darah. Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada hubungan lama pemakaian kontrasepsi hormonal dengan kejadian hipertensi yang didukung oleh data dari 99 responden , 59 orang ( 62,6%) yang memakai kontrasepsi hormonal dengan lama pemakaian ≥1 tahun dan 40 orang (37,4%) yang lama pemakaian kontrasepsi hormonal <1 tahun. Hasil ini tidak didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nengah runiari (2013) dengan judul hubungan antara lama pemakaian kontrasepsi suntikan progestin (depoprovera) dengan tekanan darah di Puskesmas II Denpasar Selatan. Dari hasil penelitian didapatkan responden yang memakai kontrasepsi suntikan selama <12 bulan kebanyakan mempunyai tekanan darah normal yaitu 11 responden (73,3%). Kelompok responden yang memakai kontrasepsi suntikan selama 12 – 24 bulan kebanyakan mempunyai tekanan darah normal yaitu 16 responden (55,2%). Sedangkan kelompok responden yang memakai kontrasepsi suntikan >24 bulan kebanyakan memiliki tekanan darah yang tergolong pre-hipertensi yaitu 11 responden (68,8%). Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden memakai kontrasepsi suntikan selama 12 – 24 bulan, sebanyak 28 orang atau 46,7% tergolong pre-hipertensi, sisanya sebanyak 32 orang atau 53,3% mempunyai tekanan darah normal. Jadi ada hubungan yang signifikan antara lama pemakaian kontrasepsi suntikan progestin (depoprovera) dengan tekanan darah pada akseptor KB di Puskesmas II Denpasar Selatan. Sehingga semakin lama pemakaian kontrasepsi suntikan progestin (depoprovera) kemungkinan dapat meningkatkan risiko terjadi peningkatan tekanan darah. Efek samping dari kandungan hormone progesterone yang berlebihan pada system kardiovaskuler dapat menyebabkan perubahan tekanan darah. Risiko terjadinya peningkatan tekanan darah akan semakin meningkat dengan bertambahnya umur dan lama pemakaian kontrasepsi. Kandungan d epomedroxy juga merangsang pusat pengendali nafsu makan hipotalamus yang dapat menyebabkan akseptor KB makan lebih banyak dari biasanya, sehingga dapat menyebabkan kelebihan lemak ( hiperlipidemia) . Pada akseptor depo medroxy progerterone acetate jangka panjang 3 – 5 tahun tanpa terputus dapat mengakibatkan penyempitan dan penyumbatan darah oleh lemak, yang akan memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar bisa memasok kebutuhan darah kejaringan, sehingga akan meningkatkan kenaikan tekanan darah. Teori tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh I sma Juanita (2014) dengan judul hubungan lama penggunaan kontrasepsi pil KB dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur di Puskesmas Karang Tengah Kota Tangerang. Sampel yang digunakan adalah Wanita Usia Subur (15 – 49 tahun) yang menggunakan kontrasepsi pil KB sebanyak 33 responden. Mayoritas responden adalah berusia >30 tahun (48,5%), lama penggunaan pil KB selama 4 – 12 tahun (51,5%), tidak ada riwayat/keturunan hipertensi (54,5%), obesitas (81,8%), 15 orang (45,5%) dengan tekanan darah diastolik 90mmHg. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi pil KB dengan kejadian hipertensi. ## KESIMPULAN Tidak ada hubungan antara jenis kontrasepsi dan lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan kejadian hipertensi. ## SARAN Calon akseptor KB mendapatkan informasi yang lengkap tentang metode kontrasepsi yang akan dipilih secara tepat meliputi pengertian, indikasi, kontra indikasi, cara pemakaian, lama pemakaian, efek samping dan cara mengatasi jika muncul masalah serta dilakukan pemantauan terhadap efek samping pada pemakaian kontrasepsi hormonal, yaitu pengukuran tekanan darah secara rutin bagi akseptor sehingga dapat membantu dalam mengidentifikasi efek yang ditimbulkan akibat pemakaian kontrasepsi. ## DAFTAR PUSTAKA Anna UQ. Astri W. Siti S. (2016). Pengaruh Lama Pemakaian Kontrasepsi Suntik DMPA Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Di BPM Anik Rakhmawati, Sabrang Klaten . Jurnal Involusi Kebidanan . Volume 6. Nomor 11. Eviana S. (2011). Panduan Pemeriksaan Fisik. Jakarta. Salemba Medika Fadillah. (2011). Perbandingan Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Oral, Suntik dan Implan Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Akseptor KB Di Puskesmas Jalan Emas Kabupaten Tangerang Periode Desember 2011. Handini K. (2010). Hubungan Pemakaian Kontrasepsi Pil KB Kombinasi Dengan Tekanan Darah Tinggi Pada Wanita Pasangan Usia Subur Di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Kota Administrasi Jakarta Barat . Tesis. FKM UI. Isma J. (2014). Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Pil KB dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Karang Tengah Kota Tangerang. Diglib.esaunggul.ac.id Lestari PI. (2013) . Hubungan Antara Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian Hipertensi. http:// www.173-367-3-PB.pdf. Mulyani SN. dan Rinawati M. (2013). Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi. Yogyakarta. Nuha Medika. Nengah R. dan Ni Ketut K. (2013). Hubungan Antara Lama Peakaian Kontrasepsi Suntikan Progestin (Depoprovera) Dengan Tekanan Darah Pada Akseptor KB Di Puskesmas II Denpasar Selatan. Ngesti, WU. Tutik, HLS. (2015). Lama Pemakaian Alat Kontrasepsi Hormonal Suntik DMPA dan Gangguan Kardiovaskuler. Poltekkes Kemenkes Malang. Nugroho T. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.Yogyakarta. Nuha Medika. Nur A. (2005). Gambaran Efek Samping Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Pada Ibu-ibu Usia 20-35 Tahun Di Kecamatan Jelai Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah. Proverawati A. (2010). Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta. Nuha Medika. Puskesmas Sangurara Duyu. (2017) . Laporan Peserta KB Aktif KB Baru Provinsi. Sugiarto H. (2007). Faktor-faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat (Stusi Kasus Di Kabupaten Karanganyar) . Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Undip. Semarang.
728883e8-36e9-452f-acd0-fa82fc4fe42e
https://jos.unsoed.ac.id/index.php/sa/article/download/4868/2663
Vol. 02, No. 02, Desember, 2021 e-issn = 2723-4738 p-issn = 2723-7214 ## Sosialisasi dan Realisasi Hasil Pengukuran Geolistrik untuk Eksplorasi Sumber Air Tanah di Desa Metenggeng, Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga Dissemination and Realization of Geoelectrical Measurement Results for Exploration of Groundwater Sources in Metenggeng Village, Bojongsari District, Purbalingga Regency Sehah* 1 , Wihantoro 1 , Urip Nurwijayanto Prabowo 1 . 1 Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Jenderal Soedirman, Jl. Dr. Suparno No. 61 Purwokerto, 53371, Indonesia *Email: sehah@unsoed.ac.id Article history Received : Sept 25, 2021 Revised : Nov 4, 2021 Accepted : Nov 6, 2021 Abstrak – Kekeringan merupakan bencana yang sering terjadi di Desa Metenggeng, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga. Dalam rangka membantu permasalahan ini, tim Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman telah bekerjasama dengan tim Wakaf Sumur Indonesia untuk melakukan pengukuran geolistrik hingga pembuatan sumur bor di komplek Masjid Al-Jihad. Hasil survei geolistrik menunjukkan bahwa lapisan akuifer diperoleh pada kedalaman lebih dari 30,72 m dan nilai resistivitas sebesar 15,05  m. Sosialisasi hasil pengukuran geolistrik untuk eksplorasi sumber air tanah di Masjid Al-Jihad Desa Metenggeng telah dilakukan dengan respon yang sangat baik dari khalayak sasaran. Pembuatan dan serah terima sumur berkedalaman 50 m juga telah terealisasi dengan baik. Faktor pendukung keberhasilan kegiatan PKM yang cukup kuat adalah kesediaan dan realisasi khalayak sasaran untuk memelihara kelestarian sumur bor tersebut sehingga dapat dimanfaatkan bagi masyarakat dalam waktu yang lama. Kata kunci: pengukuran geolistrik, air tanah, sumur bor, Desa Metenggeng. Abstract – Drought is a disaster that often occurs in Metenggeng Village, Bojongsari District, Purbalingga Regency. In order to solve this problem, the Community Service team of Jenderal Sudirman University has collaborated with the Indonesian Wells Waqf team to do geoelectric measurements to drill wells in the Al-Jihad Mosque complex. The results of geoelectrical measurements show that the aquifer layer is obtained at a depth of more than 30.72 m and a resistivity value of 15.05 m. The socialization of the results of geoelectric measurements for the exploration of groundwater sources at the Al-Jihad Mosque in Metenggeng Village has been carried out with a very good response from the target audience. The construction and handover of wells with a depth of 50 m have also been well realized. A strong supporting factor for the success of community service activities is the willingness and realization of the target audience to maintain the sustainability of the drilled well so that it can be used for the community for a long time. Keywords: geoelectric measurement, groundwater, borehole, Metenggeng Village. ## I. PENDAHULUAN Desa Metenggeng adalah salah satu desa di Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah Indonesia. Desa ini terletak di utara ibukota kecamatan dan ibukota kecamatan berjarak sekitar 10 kilometer dari ibukota Kabupaten Purbalingga [1] . Secara administratif, Kecamatan Bojongsari adalah hasil pemekaran wilayah Kecamatan Kutasari pada awal tahun 1990-an. Bagian utara wilayahnya merupakan lereng Gunungapi Slamet, dimana salah satunya adalah Desa Metenggeng. Desa Metenggeng diapit oleh dua aliran sungai yang masih jernih dan asri. Sumber mata air bagi dua sungai tersebut berasal daerah yang tidak jauh dari desa tersebut, sehingga Desa Metenggeng termasuk kawasan aliran hulu bagi dua sungai tersebut. Selain itu, di sekitar Desa Metenggeng ini masih banyak dijumpai mata air kecil yang mengalir dan masuk ke dalam dua sungai tersebut, sehingga airnya tergolong jernih dan bersih. Dua sungai itu bermuara di Sungai Banjaran dan Sungai Serayu [2] . Salah satu Sungai yang mengapit Desa Metenggeng dapat dilihat pada Gambar 1. Meskipun diapit oleh dua buah sungai, masyarakat Desa Metenggeng mempunyai permasalahan terkait ketersediaan air bersih, khususnya yang bersumber dari air sumur. Tidak semua orang dapat mengakses air dari sungai, karena faktor jarak yang jauh dan tidak tersedia instalasi saluran air yang mendukung. Jumlah sumur gali di Desa Metenggeng juga sangat terbatas, sedangkan sumur bor hampir tidak ada. Hal ini terkait dengan struktur batuan beku yang mendominasi lapisan tanah Desa Metenggeng sehingga menyulitkan orang untuk membuat sumur, baik sumur gali maupun sumur bor. Berdasarkan informasi geologi struktur batuan di kawasan ini terdiri atas endapan lahar Gunungapi Slamet yaitu lahar dengan bongkahan batuan beku bersusunan andesit-basaltik hasil dari letusan Gunungapi Slamet purba [3] . Sedangkan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Ciptakarya [4] , kondisi air tanah di kawasan tersebut adalah langka atau terbatas setempat untuk akuifer dangkal dan akuifer dalam, namun baik meski terbatas untuk akuifer menengah. Oleh sebab itu kawasan ini masih masuk Zona Aman II seperti terlihat pada Gambar 2. Untuk memperoleh data kedalaman akuifer menengah yang diperkirakan mengandung air tanah, maka perlu dilakukan survei geolistrik [5] . Gambar 2 . Peta zona pemanfaatan dan konservasi air tanah Cekungan Air Tanah Purwokerto-Purbalingga [6] . Survei geolistrik adalah teknik pengukuran tahanan jenis batuan yang bertujuan untuk memodelkan struktur lapisan batuan bawah permukaan [7] . Pengukuran tahanan jenis atau resistivitas batuan bawah permukaan bisa dilakukan dengan berbagai konfigurasi elektroda arus dan tegangan. Dua jenis konfigurasi yang paling terkenal adalah Schlumberger dan Wenner. Setiap konfigurasi ini memiliki teknis perhitungan yang berbeda dalam menginterpretasi kedalaman dan jenis batuan berdasarkan nilai tahanan jenisnya [7] . Konfigurasi Schlumberger merupakan salah satu konfigurasi yang paling favorit yang banyak digunakan oleh surveyor karena prinsip kerjanya relatif sederhana dan kedalaman hasil interpretasi cukup besar, sehingga cocok untuk mendeteksi kedalaman sumber air tanah. Oleh karena itu pengukuran geolistrik di Desa Metenggeng dilakukan menggunakan konfigurasi ini. Kegiatan PKM ini bertujuan untuk mensosialisasikan hasil pengukuran geolistrik dan merealisasikannya dalam bentuk pembuatan sumur bor di Desa Metenggeng, Kecamatan. Bojongsari Kabupaten Purbalingga. ## II. METODE PELAKSANAAN ## A. Mitra Kegiatan dan Khalayak Sasaran Mitra kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini adalah Komunitas Wakaf Sumur Indonesia (WSI) yang berperan dan berkontribusi menyediakan dana untuk seluruh kegiatan termasuk pembuatan sumur bor. Sumur bor dibuat di komplek Masjid Al-Jihad Desa Metenggeng Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga. Sedangkan khalayak sasaran strategis di dalam kegiatan PKM ini terdiri atas: 1. Pengurus takmir Masjid Al-Jihad, Desa Metenggeng Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga. 2. Jamaah dan masyarakat yang tinggal di sekitar Masjid Al-Jihad, Desa Metenggeng Kecamatan Bojongsari. 3. Perangkat desa, pengurus RW dan RT, serta organisasi kemasyarakatan di lingkungan desa setempat. ## B. Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan ini diawali dengan pelaksanaan survei geolistrik di beberapa titik sounding di sekitar Masjid Al-Jihad, Desa Metenggeng Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga dengan desain akuisisi seperti Gambar 3. Survei geolistrik ini bertujuan untuk mengestimasi kedalaman lapisan akuifer menengah yang diduga prospek mengandung air tanah, serta stratigrafi lapisan batuan bawah permukaan yang lain. Hasil yang diperoleh adalah model log resistivitas batuan bawah permukaan. Selanjutnya model log resistivitas diinterpretasi sehingga diperoleh log litologi, termasuk lapisan akuifer air tanah. Peralatan yang digunakan dalam survei geolistrik ini dapat dilihat pada Tabel 1. Adapun peralatan geolistrik yang digunakan untuk kegiatan akuisisi data tahanan jenis dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 3 . Desain akuisisi data dalam survei geolistrik Tabel 1. Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survei geolistrik No. Nama Alat Jumlah 1 Resistivitymeter, NANIURA NRD300 1 set 2 Elektroda stainless steel dan tembaga 2 pasang 3 Accu 12 V 2 buah 4 Pita ukur 100 meter 2 buah 5 Kabel arus 300 meter 2 gulung 6 Kabel potensial 50 meter 2 gulung 7 Palu ( Hammer ) 4 buah 8 Kabel penghubung dan konektor Secukupnya 9 Global Positioning System (GPS) 1 buah 10 Worksheet for Schlumberger 5 sheet 11 Laptop 1 set 12 Perangkat lunak Progress 3.0 1 paket Setelah diperoleh log litologi di beberapa titik sounding di sekitar Masjid Al-Jihad, maka dilakukan penentuan lokasi titik pengeboran. Secara geologis, Desa Metenggeng berada di formasi endapan lahar Gunungapi Slamet [3] . Di bawah endapan lahar, terdapat endapan lava vesikular yang banyak mengandung celah, pori-pori, dan rekahan. Air tanah diduga kuat berada di lapisan ini. Log litologi ini akan memberikan gambaran yang jelas lapisan-lapisan batuan yang akan dibor lengkap dengan ketebalannya, khususnya endapan lava. Hal ini sangat membantu kegiatan pengeboran, karena perkiraan ketebalan batuan dan kedalaman lapisan akuifer air tanah sudah dapat ditentukan. Peralatan pengeboran sumur yang telah disiapkan oleh tim ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 4 . Peralatan Resistivitymeter tipe NANIURA model NRD300 yang digunakan dalam akuisisi data. Gambar 5 . Peralatan pengeboran sumur di sekitar Masjid Al-Jihad Desa Metenggeng, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga. ## III. HASIL DAN PEMBAHASAN ## A. Hasil Survei Geolistrik Survei geolistrik telah dilaksanakan di lima titik sounding yang tersebar di sekitar Masjid Al-Jihad Desa Metenggeng, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga. Posisi lima titik sounding tersebut telah diperlihatkan pada Gambar 4 . Dari keseluruhan titik, kegiatan pengeboran hanya dilakukan pada titik sounding ketiga pada posisi geografis 7°19ʹ53,39ʺ LS dan 109°19ʹ40,80ʺ BT. Secara visual kegiatan lapangan survei geolistrik yang telah dilakukan tim PKM yang terdiri atas dosen dan mahasiswa Program Studi Fisika UNSOED ditunjukkan pada Gambar 6. Sebagaimana yang tertulis dalam Metode Pelaksanaan, hasil akhir survei geolistrik adalah log litologi batuan bawah permukaan. Data log litologi dapat dijadikan acuan dalam pengeboran sumur di Masjid Al-Jihad sehingga diperoleh air tanah yang bersumber dari lapisan akuifer menengah yang melimpah. Desa ini sebenarnya merupakan kawasan akuifer air tanah yang produktif [8] . Secara visual, log litologi pada titik ketiga ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar model ini telah dilengkapi nilai resistivitas masing-masing lapisan dan keterangan hasil interpretasi litologi. Lapisan batuan yang diperkirakan sebagai akuifer menengah dan mengandung air tanah adalah lapisan pasir dengan nilai resistivitas sebesar 15,08  m serta kedalaman atas lapisan lebih dari 30,72 m. Adapun kedalaman bawah lapisan akuifer tidak terdeteksi akibat keterbatasaan panjang bentangan elektroda arus pada saat akuisisi data [9] . Berdasarkan Gambar 2, area resapan air tanah ( recharge area ) akuifer terletak di lereng selatan Gunungapi Slamet [8] . Gambar 6 . Kegiatan akuisisi data resistivitas pada survei geolistrik di sekitar Masjid Al-Jihad, Desa Metenggeng, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga. Gambar 7 . Log resistivitas yang telah diinterpretasi menjadi log litologi batuan bawah permukaan. ## B. Hasil Pengeboran Sumur Hasil interpretasi dalam bentuk log litologi batuan bawah permukaan ini ditindaklanjuti dengan pengeboran sumur di komplek Masjid Al-Jihad, Desa Metenggeng, Kecamatan Bojongsari. Proses pengeboran ini cukup berat, karena harus menembus batuan andesit (106,44  m) dengan ketebalan sekitar 32,32 m. Menurut informasi geologi, batuan andesit di kawasan ini merupakan endapan lava andesit vesikular yang memiliki banyak rekahan [10] . Oleh sebab itu, lapisan batuan andesit ini masih mungkin untuk ditembus, meskipun mengalami kendala. Kendala yang dialami antara lain mata bor terjepit batuan beku, sehingga pengeboran terhenti dan dilakukan pengeboran baru pada titik yang lain. Pengeboran tersebut berhasil dilakukan hingga kedalaman 50 m, dimana nilai kedalaman yang diperoleh melebihi nilai kedalaman versi pemodelan Perbandingan log litologi hasil pengukuran geolistrik dan hasil pengeboran dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil pengeboran ini menghasilkan air tanah yang cukup melimpah dan relatif jernih seperti terlihat pada Gambar 9. Namun karena batas bawah lapisan akuifer tersebut tidak terdeteksi dalam survei geolistrik, maka estimasi debit aliran air tanah di dalam lapisan akuifer tidak dapat diperkirakan. Gambar 8 . Perbandingan litologi antara hasil survei geolistrik dan pengeboran. Gambar 9 . Instalasi pompa air tanam dan air yang mengalir dari sumur di komplek Masjid Al-Jihad, Desa Metenggeng, Kecamatan Bojongsari. ## C. Hasil Sosialisasi Sosialisasi hasil-hasil survei geolistrik tahanan jenis telah dilakukan di Masjid Al-Jihad Desa Metenggeng Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga. Sosialisasi dilaksanakan pada hari Ahad 17 Maret 2019, bertepatan dengan kegiatan serah terima sumur dengan kedalaman 50 m. Selain disuplai ke masjid, air sumur ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Sebelumnya daerah ini sering mendapatkan droping air dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Purbalingga [11] , namun sekarang air dari sumur tersebut bisa didroping ke desa lain. Khalayak sasaran dalam kegiatan sosialisasi ini adalah takmir masjid, jamaah masjid, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat yang tinggal di sekitar Masjid Al-Jihad Desa Metenggeng. Materi sosialisasi yang disampaikan meliputi kondisi geologi daerah setempat, siklus hidrologi, teknik akuisisi geolistrik, serta kesesuaian antara hasil survei geolistrik dan hasil pengeboran sumur. Khalayak sasaran cukup antusias dalam mengikuti kegiatan sosialisasi. Dokumentasi kegiatan PKM mandiri yang telah dilakukan seperti sosialisasi hasil pengukuran geolistrik dan serah terima sumur kepada khalayak sasaran ditunjukkan dalam foto-foto pada Gambar 10. Gambar 10 . Kegiatan sosialisasi hasil survei geolistrik dan serah terima sumur di Masjid Al-Jihad Desa Metenggeng, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga. ## C. Hasil Evaluasi Kegiatan Kegiatan PKM ini diobservasi menggunakan wawancara dan pengamatan secara langsung di lokasi [12] . Wawancara dilakukan kepada khalayak sasaran saat pelaksanaan survei geolistrik, saat realisasi pembuatan sumur, dan setelah serah terima sumur oleh tim PKM dan WSI. Adapun pengamatan langsung di lokasi dilakukan untuk mengetahui sejauhmana tindaklanjut perawatan dan pemanfaatan sumur bor ini oleh masyarakat. Item-item observasi tersebut dirangkum dalam Tabel 2. Berdasarkan hasil-hasil observasi yang dirangkum dalam tabel tersebut, kegiatan PKM yang dilaksanakan tim PKM UNSOED dengan mitra (tim WSI) telah berhasil baik. Tabel 2. Item-item observasi untuk evaluasi kegiatan PKM No. Item-Item Observasi Jawaban 1. Dukungan khalayak sasaran terhadap kegiatan survei geolistrik untuk mendapatkan sumber air tanah melimpah. Sangat Mendukung 2. Dukungan khalayak sasaran terhadap realisasi hasil survei geolistrik dalam bentuk pembuatan sumur bor Sangat Mendukung 3. Perawatan sumur oleh khalayak sasaran setelah tim menyerahkan sumur ini kepada takmir Masjid Al-Jihad Sangat Baik 4. Pemanfaatan sumur oleh khalayak sasaran yang tinggal di sekitar Masjid Al-Jihad Sangat Baik 5. Realisasi masyarakat membuat instalasi air secara mandiri untuk menyalurkan air sumur ke rumah-rumah mereka Baik 6. Pemahaman masyarakat terhadap materi yang disampaikan oleh tim PKM terkait hasil survei geolistrik dan korelasinya dengan hasil pengeboran Baik 7. Kesediaan masyarakat menyebarluaskan hasil-hasil kegiatan ini kepada masyarakat desa lainnya Baik 8. Jalinan komunikasi dan kerjasama yang baik dengan Tim PKM dan WSI untuk kegiatan yang berkesinambungan Baik Evaluasi terhadap hasil-hasil kegiatan PKM mandiri yang telah dilaksanakan menunjukkan beberapa faktor pendukung dan penghambat kegiatan PKM. Beberapa faktor pendukung keberhasilan kegiatan PKM antara lain: 1. Dukungan kuat khalayak sasaran terhadap pelaksanaan survei geolistrik dan realisasi pembuatan sumur untuk menyediakan air bersih bagi jamaah Masjid Al-Jihad dan masyarakat sekitar. 2. Kondisi geologis daerah setempat menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki potensi sumber air tanah cukup baik yang bersumber dari akuifer menengah [4] . 3. Dukungan finansial dari Tim Wakaf Sumur Indonesia (WSI) sebagai mitra kegiatan dalam bentuk pembuatan sumur bor bagi khalayak sasaran. 4. Kesediaan khalayak sasaran (khususnya takmir masjid dan jamaah) untuk memelihara kelestarian sumur bor tersebut sehingga dapat dimanfaatkan bagi masyarakat dalam waktu yang lama. 5. Kesediaan khalayak sasaran untuk membuat instalasi air secara mandiri untuk menyalurkan air sumur ke rumah-rumah mereka 6. Khalayak sasaran yang terlibat dalam kegiatan PKM ini cukup lengkap dari generasi tua hingga muda, yang cukup antusias mengikuti kegiatan sosialisasi ini. Adapun faktor penghambat pada kegiatan PKM ini adalah: Secara geologis, daerah setempat ditutup oleh endapan lahar yang cukup tebal, sehingga kondisi ini menjadi penghambat bagi pengeboran sumur. ## IV. KESIMPULAN Kegiatan PKM mandiri yang berjudul “Sosialisasi dan Realisasi Hasil Pengukuran Geolistrik untuk Eksplorasi Sumber Air Tanah di Desa Metenggeng, Kec. Bojongsari Kab. Purbalingga” telah berhasil dilaksanakan dengan hasil- hasil sebagai berikut: 1. Pengukuran geolistrik resistivitas telah dilakukan pada lima titik sounding , dimana lapisan yang diperkirakan merupakan akuifer dan mengandung air tanah adalah lapisan pasir berbutir kasar (yang diperkirakan berasal dari lava andesit vesikular). 2. Pengeboran telah dilakukan pada titik sounding ketiga, dimana lapisan akuifer diperoleh pada kedalaman lebih dari 30,72 m dan nilai resistivitas sebesar 15,05  m. Pengeboran sumur telah dilakukan hingga kedalaman 50 m hingga diperoleh air yang melimpah. 3. Susunan litologi batuan hasil pengeboran bersesuaian dengan litologi hasil interpretasi data resistivitas. Nilai kedalaman dengan perbedaan kecil diperkirakan akibat perbedaan lokasi titik bor dan titik sounding . 4. Hasil evaluasi kegiatan PKM berdasarkan hasil-hasil observasi menggunakan wawancara dan pengamatan langsung menunjukkan keberhasilan kegiatan PKM. ## UCAPAN TERIMA KASIH Dengan terselesaikannya artikel publikasi pengabdian ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada Dekan Fakultas MIPA dan Kepala Laboratorium Elektronika, Intrumentasi, dan Geofisika UNSOED, atas fasilitas peralatan Resistiviy meter merk NANIURA. Penulis menyampaikan terimakasih kepada tim Wakaf Sumur Indonesia (WSI) selaku mitra dan seluruh donatur atas dana yang disediakan untuk pembuatan sumur di Masjid Al-Jihad, Desa Metenggeng, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga. Selain itu, penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada Ezlan Taufiqur Rosyidin, S.Si., sebagai koordinator tim akuisisi data geolistrik. ## PUSTAKA [1] Admindesa, 2016. Metenggeng; Data Desa . Website/Blog. Tersedia pada alamat: https://metenggeng.desa.id/. Diakses: 24 September 2021. [2] Anonim, 2018. Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Purbalingga Tahun 2018 – 2022; Profil Wilayah Purbalingga. Laporan Akhir . Pemerintah Kabupaten Purbalingga. [3] Djuri, M. Samodra, H., Amin, T.C., dan Gafoer, S., 1996. Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa , Skala 1: 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G). Bandung. [4] Direktorat Jenderal Ciptakarya, 2003. Peta Indikasi Potensi Airtanah dan Daerah Irigasi Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah . Laporan (Tidak Dipublikasikan). Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Jakarta. [5] Sehah dan Aziz, A.N., 2016. Pendugaan Kedalaman Airtanah Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger di Desa Bojongsari Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen. Jurnal Neutrino , Vol. 8 No. 2 Hal: 41-49. [6] Anonim, 2012, Peta Zona Pemanfaatan dan Konservasi Air Tanah Cekungan Air Tanah Purwokerto-Purbalingga Jawa Tengah . Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah. Semarang. [7] Telford, W.M., Gedaart, L.P., Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysics . Cambridge. New York. [8] Ramadhan, F., 2020. Geologi dan Pemodelan Cekungan Air Tanah Purwokerto-Purbalingga. Skripsi . Fakultas Teknik. Universitas Jenderal Soedirman. [9] Rosyidin, E.T., 2019. Eksplorasi Sumber Air Tanah Menggunakan Metode Resistivitas Sounding dan Perbandingannya dengan Data Log Bor di Desa Metenggeng Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga. Skripsi . Fakultas MIPA, Universitas Jenderal Soedirman. [10] Iswahyudi, S., Jati, I.P., dan Setijadi, R., 2018. Studi Pendahuluan Geologi Telaga Tirta Marta, Purbalingga, Jawa Tengah. Dinamika Rekayasa , Vol. 14 No. 2 Hal: 86-91. [11] Widiyatno, E, dan Aini, N. 2018. Kekeringan di Purbalingga Meluas, Ribuan Warga Krisis Air . Republika.co.id, Edisi: Rabu 22 Agustus 2018. [12] Intan, N., 2021. Teknik Pengumpulan Data, Pengertian dan Jenis. Website/Blog. Tersedia pada alamat: https://penerbit bukudeepublish.com/teknik-pengumpulan-data/. Diakses: 25 September 2021. . .
c6f8b463-aa5e-4bb9-9b93-ec0eb40d522d
https://ejournal.unma.ac.id/index.php/bernas/article/download/6938/4401
BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 5 No 1, 2024, pp. 973-981 DOI: https://doi.org/10.31949/jb.v5i1.6938 ## Strategi Promosi Perpustakaan Dalam Meningkatkan Minat Kunjung Pemustaka Di Perpustakaan Subaca Desa Sukapura Tansah Rahmatullah 1 , Rifqi Zaeni Achmad Syam 2* , Amelia Sulistia Rahayu 3 , Dani Taopik Hidayat 4 , Iffah Rafifah Syahalam 5 1,2,3,4,5 Universitas Islam Nusantara, Bandung, Indonesia *e-mail korespondensi: rifqisyam@uninus.ac.id ## Abstract The existence of the Village Library aims to improve the quality of life of village communities, increase access to information and knowledge, and increase learning opportunities. The library is an ideal place to increase community literacy because it can provide broad and varied access to the sources of information needed, as well as provide education and training programs that can help people improve their literacy. However, public awareness of the important role of libraries in increasing literacy is still low, which has implications for the low number of visits to the library. In addition, the COVID-19 pandemic has also resulted in low public interest in visiting the Sukapura Village Library. The program is carried out by designing and implementing a village library strategy so that it can attract community visits and increase citizen literacy, which is carried out using a literacy-based Participatory Action Research (PAR) model. SUBACA library promotion activities are carried out using the storytelling method, watching videos, brochures, and other supporting activities. All programs can be carried out properly and smoothly even though there are some obstacles, but these can be overcome. After the program was implemented, the library promotion activities carried out provided benefits in terms of opening up literacy for children and the community, as well as the library becoming more developed. However, the challenge of this serious program is to create sustainability. It is hoped that the community will be able to independently make real efforts to improve their standard of living by utilizing the village library as a gateway to knowledge. Keywords: Village Library, Literacy, Promotion, Community Empowerment, Sustainability ## Abstrak Hadirnya Perpustakaan Desa bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, meningkatkan akses terhadap informasi dan pengetahuan, serta meningkatkan kesempatan belajar. Perpustakaan merupakan tempat yang ideal untuk meningkatkan literasi masyarakat karena perpustakaan dapat menyediakan akses yang luas dan beragam kepada sumber-sumber informasi yang dibutuhkan, serta menyediakan program-program pendidikan dan pelatihan yang dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan literasinya. Namun, kesadaran masyarakat akan pentingnya peran perpustakaan dalam meningkatkan literasi masih rendah yang berimplikasi pada rendahnya jumlah kunjungan ke perpustakaan. Selain itu, pandemi COVID-19 juga berdampak pada rendahnya minat masyarakat untuk berkunjung ke Perpustakaan Desa Sukapura. Program dilakukan dengan merancang dan melaksanakan strategi promosi perpustakaan desa, sehingga dapat menarik minat kunjungan masyarakat serta peningkatan literasi warga, yang dilaksanakan dengan menggunakan model Participatory Action Research (PAR) berbasis literasi. Kegiatan promosi perpustakaan SUBACA dilaksanakan dengan metode story telling, menonton video, brosur, serta kegiatan pendukung lainnya. Semua program dapat terlaksana dengan baik dan lancar walaupun ada beberapa kendala, namun hal tersebut dapat diatasi. Setelah program dilaksanakan, kegiatan promosi perpustakaan yang dilakukan telah memberikan manfaat dalam hal membuka literasi untuk anak-anak dan masyarakat, serta perpustakaan menjadi lebih berkembang. Namun, tantangan berat program ini adalah menciptakan keberlanjutan, harapannya, masyarakat secara mandiri mampu melakukan usaha-usaha nyata untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan memanfaatkan perpustakaan desa sebagai gerbang pengetahuan. Kata Kunci: Perpustakaan Desa, Literasi, Promosi, Pemberdayaan Masyarakat, Keberlanjutan Accepted: 2023-10-05 Published: 2024-01-18 ## PENDAHULUAN Pendidikan membantu dalam mengembangkan kemampuan seseorang dalam memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi, yang merupakan komponen penting dari literasi informasi. Dengan pendidikan yang baik, seseorang dapat memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mencari, menemukan, dan menggunakan informasi yang relevan dan valid dalam menyelesaikan masalah. Secara umum, pendidikan dan literasi sangat saling terkait dan saling melengkapi, pendidikan dapat meningkatkan literasi seseorang, dan literasi yang baik dapat membantu dalam memanfaatkan pendidikan yang didapat dengan sebaik-baiknya. Latar belakang dan permasalahan literasi dapat bervariasi tergantung pada negara atau wilayah yang ditinjau. Namun, beberapa faktor umum yang dapat menyebabkan masalah atau dapat mempengaruhi tingkat literasi masyarakat literasi di antaranya adalah: (1) Pendidikan yang tidak memadai, (2) Kemiskinan, (3) Infrastruktur yang tidak memadai, (4) Kekurangan sumber daya, (5) Persepsi negatif terhadap pendidikan, (6) Digital divide. Kesenjangan digital adalah akses yang tidak merata ke teknologi digital, termasuk smartphone, tablet, laptop, dan internet (Ragnedda, M., & Muschert, G.W. (Eds.), 2013). Kesenjangan digital menciptakan perpecahan dan ketidaksetaraan seputar akses ke informasi dan sumber daya. Di Era Informasi di mana teknologi informasi dan komunikasi telah melampaui teknologi manufaktur sebagai dasar ekonomi dunia dan konektivitas sosial, orang-orang tanpa akses ke Internet dan TIK lainnya berada pada posisi yang tidak menguntungkan secara sosial-ekonomi, karena mereka tidak mampu atau kurang mampu untuk dapat mencari dan melamar pekerjaan, berbelanja dan menjual secara online, berpartisipasi secara demokratis, atau meneliti dan belajar (Park, 2017). Perpustakaan dapat dijadikan sebagai pusat literasi karena perpustakaan dapat menyediakan akses yang luas dan beragam kepada sumber informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Perpustakaan dapat menyediakan buku-buku, majalah, surat kabar, koleksi digital, dan sumber-sumber informasi lainnya yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk meningkatkan literasinya. Selain itu, perpustakaan juga dapat menyediakan program-program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan literasi seseorang, seperti program pengenalan buku, program pengenalan komputer, program peningkatan kemampuan menulis, dan lain-lain. Perpustakaan juga dapat menyediakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan literasinya, seperti komputer, akses internet, dan peralatan lainnya yang dibutuhkan untuk mengakses dan menggunakan sumber-sumber informasi yang tersedia di perpustakaan. Perpustakaan desa adalah perpustakaan umum yang dikelola oleh pemerintah desa atau masyarakat desa. Asnawi (2015:40) menjelaskan bahwa Perpustakaan Desa merupakan perpustakaan umum yang berada pada tingkat pemerintahan paling bawah dalam struktur perpustakaan umum. Perpustakaan ini biasanya difokuskan pada bahan bacaan dan sumber belajar yang relevan dengan kebutuhan masyarakat desa, seperti buku-buku tentang pertanian, kehutanan, perikanan, dan lainnya. Perpustakaan desa juga dapat menyediakan akses internet dan program-program edukasi untuk masyarakat desa. Tujuan dari perpustakaan desa adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, meningkatkan akses terhadap informasi dan pengetahuan, dan meningkatkan kesempatan belajar. Oleh karenanya, Perpustakaan desa hendaknya dijadikan sebagai tempat atau media untuk membantu merangsang semangat belajar, menumbuhkan minat baca dan mendorong atau membiasakan siswa untuk belajar mandiri. Namun pada kenyataannya, respon dan minat masyarakat terhadap perpustakaan desa masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ketidaktahuan atau ketidakmampuan masyarakat untuk menggunakan perpustakaan, siapa saja yang boleh mengunjungi perpustakaan, bagaimana cara menjadi anggota perpustakaan, persyaratan menjadi anggota, bahan perpustakaan apa yang ada di perpustakaan, apakah harus membayar untuk menjadi anggota, dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut berkontribusi terhadap kurangnya respon masyarakat terhadap perpustakaan. Perpustakaan Desa Sukapura terletak di Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung. Untuk menjalankan memberikan pelayanan yang maksimal, Perpustakaan Desa Sukapura berupaya untuk berbenah diri dengan meningkatkan faktor pendukung material dan immaterial. Berdasarkan pengamatan, ditemukan bahhwa letak perpustakaan di Sukapura sangat strategis, koleksinya sangat up-to-date dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat setempat dan fasilitasnya sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Namun, kesadaran masyarakat masih rendah akan pentingnya membaca buku, sehingga jumlah kunjungan ke perpustakaan masih rendah, bahkan ada hari-hari yang biasanya tidak ada pengunjung. Selain itu, rendahnya minat masyarakat untuk berkunjung ke Perpustakaan Desa Sukapura juga merupakan dampak dari pandemi COVID-19. Setelah memasuki era new normal, jumlah kunjungan perpustakaan diperkirakan masih belum menyamai jumlah kunjungan dari tahun sebelumnya, karena sebagian masyarakat khawatir jika berkumpul dengan banyak orang akan mudah tertular virus COVID-19. Berkaitan dengan hal tersebut tentunya pustakawan tidak boleh tinggal diam dan menerima begitu saja kondisi yang ada, pustakawan harus menggali potensi lembaga perpustakaannya dan melakukan terobosan- terobosan agar akses perpustakaan tidak turun tajam dan tidak berujung pada penurunan kecerdasan masyarakat. Keberadaan Perpustakaan Desa Sukapura sangat penting bagi kemajuan desa dan kemajuan intelektual masyarakat setempat, sedangkan perkembangannya tidak dapat berjalan sesuai rencana, karena berbagai pembatasan dan kondisi masyarakat yang belum sepenuhnya mendukung. Hal ini disampaikan oleh pengurus Perpustakaan Desa Sukapura yang mengatakan tingkat kesadaran masyarakat masih sangat rendah, sehingga menjadi dasar pula bagi upaya Perpustakaan Desa Sukapura untuk mencapai tujuan perpustakaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan perpustakaan adalah sosialisasi perpustakaan atau yang biasa disebut dengan sosialisasi, promosi, dan publikasi. Perpustakaan Desa Sukapura telah melakukan berbagai upaya untuk menarik pengunjung, mulai dari membuat pengumuman hingga menyediakan fasilitas hingga merenovasi perpustakaan. Namun faktanya, jumlah pengunjung terus menurun setiap bulannya akibat pandemi COVID-19. Oleh karenanya, diperlukan strategi promosi yang tepat untuk menarik pengunjung. Selain itu, peran PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga) di tingkat desa sangat penting dalam mempromosikan Perpustakaan Desa. PKK adalah organisasi pemerintah di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga melalui pendidikan dan pelatihan. Salah satu program yang dijalankan oleh PKK adalah program peningkatan minat baca masyarakat. Melalui berbagai kegiatan seperti perpustakaan desa, pengadaan buku, dan pelatihan pengelola perpustakaan, PKK berupaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber informasi dan meningkatkan minat baca di kalangan masyarakat. Oleh karenanya, artikel ini mengkaji tentang Strategi Promosi Perpustakaan dalam Meningkatkan Minat Kunjung Pemustaka di Perpustakaan Desa Sukapura. ## METODE Fokus pelaksanaan kegiatan adalah pada program pemberdayaan masyarakat bidang promosi perpustakaan desa, sehingga dapat menarik minat kunjungan masyarakat serta peningkatan literasi masyarakat. Arif Purbantara dan Mujianto (2019: 3) menyebut beberapa pemahaman tentang pemberdayaan, bahwa pemberdayaan bisa dipahami sebagai proses untuk mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Pemberdayaan juga bisa dipahami sebagai proses untuk memfasilitasi warga masyarakat secara bersama-sama pada sebuah kepentingan bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran, mengumpulkan sumberdaya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas. Dalam pelaksanaannya, program strategi promosi perpustakaan dalam meningkatkan minat kunjung pemustaka di Perpustakaan SUBACA Desa Sukapura dalam konteks pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dengan menggunakan model/metode Participatory Action Research (PAR) berbasis literasi. Kata kunci PAR adalah pada partisipasi ( participatory). Partisipasi sebagaimana disebutkan dalam laporan Konferensi PBB tentang Pemukiman Manusia (Habitat II) (UNHCS, 1996:9 dalam Abdul Rahmat dan Mira Mirnawati: 2020:62) merupakan pendekatan yang paling demokratis dan efektif untuk mewujudkan suatu tujuan pembangunan dengan cara mengadopsi strategi yang memungkinkan dan prinsip-prinsip kemitraaan/partisipasi. Partisipasi dalam terminologi UNHCS disebut sebagai forum konsultasi warga, yaitu platform bagi semua stakeholders guna mendiskusikan berbagai isu pembangunan dan menghasilkan consensus terkait prioritas pelaksanaan program. Agus afandi, dkk (2013: 41-42) menyebutkan bahwa pada dasarnya PAR merupakan penelitian yang melibatkan secara aktif pihak-pihak yang relevan (stakeholders) dalam mengkaji tindakan yang sedang berlangsung dalam rangka melakukan perubahan dan perbaikan ke arah yang lebih baik, dalam bentuk refleksi kritis berdasarkan kebutuhan untuk mendapatkan perubahan yang diinginkan. Participatory Action Research (PAR) adalah pendekatan penelitian yang menekankan pada partisipasi dan tindakan anggota masyarakat yang terlibat dan terkena dampak penelitian tersebut, yang berusaha memahami dunia (permasalahan) dengan mencoba mengubahnya secara kolaboratif dan reflektif (Reason, P. and Bradbury, H. (2008). Dalam perspektif PAR, penelitian dan tindakan harus dilakukan ‘dengan’ orang dan bukan ‘pada’ atau ‘untuk’ orang (Reason, P. and Bradbury, H. (2008), Chevalier, J.M. and Buckles, D.J. (2013), Brock, K. and Pettit, J. (2007), Chevalier, J.M. and Buckles, D.J. (2008), Heron, J. (1995), Kindon, S.L., Pain, R. and Kesby, M. (eds) (2007), Reason, P. (ed.) (1995), Swantz, M.L. (2008), Whyte, W.F. (ed.) (1991)). Dalam bidang pendidikan, praktisi PAR terinspirasi oleh ide-ide pedagogi kritis dan andragogi (pendidikan orang dewasa) yang memiliki komitmen kuat pada politik aksi emansipatoris yang dirumuskan oleh Freire (Freire, 1970). Pendekatan atau ide ini berfokus pada refleksi dialogis dan tindakan sebagai sarana untuk mengatasi hubungan dominasi dan subordinasi antara penindas dan tertindas, penjajah dan terjajah. Penelitian partisipatif berbasis masyarakat/komunitas merupakan upaya untuk menghubungkan kembali kepentingan akademik dengan pendidikan dan pengembangan masyarakat (Brulin, G. (1998:113-127), Ennals, R. (2004:237-248), Harkavy, I., Puckett, J. and Romer, D. (2000:113-118)). Penelitian partisipatif berbasis masyarakat/komunitas menyerukan keterlibatan aktif anggota masyarakat dan peneliti/tim peneliti dalam semua fase proses, hingga berbagi sumber daya yang tersedia, pengakuan terhadap keahlian berbasis masyarakat, yang hasilnya bisa diakses dan dapat dipahami oleh anggota masyarakat serta masyarakat luas. Program strategi promosi perpustakaan dalam meningkatkan minat kunjung pemustaka di Perpustakaan SUBACA Desa Sukapura erat kaitannya dengan proyek atau gerakan literasi masyarakat, oleh karena itulah maka model pendekatannya pun berorientasi pada peningkatan literasi masyarakat. Literasi berarti kemampuan membaca dan menulis, memahami informasi, dan mengekspresikan ide secara konkret (Daley: 2003 dalam Endah Silawati: 2021). Literasi dalam arti luas juga menggambarkan cara berpikir tertentu tentang serta melakukan membaca dan menulis (Street, Brian: 2001) dengan tujuan memahami atau mengungkapkan pikiran atau ide dalam bentuk tertulis pada beberapa konteks penggunaan tertentu (Rowsell, Jennifer; Pahl, Kate: 2020). Dalam lintasan sejarahnya, pada periode pertama (sebelum tahun 1950) literasi dipahami semata-mata sebagai literasi alfabetis (pengenalan kata dan huruf), sementara pada periode berikutnya (pasca 1950) literasi mulai dianggap sebagai konsep dan proses yang lebih luas, termasuk aspek sosial dan budaya membaca serta menulis (Rowsell, Jennifer; Pahl, Kate (2020), dan literasi fungsional (Wikipedia: 2021)). Pendekatan dan praktik literasi yang digunakan terhadap anak-anak sejalan dengan pendapat Gee (2004) yang mengatakan bahwa praktik literasi memberi anak-anak nilai, sikap, motivasi, cara berinteraksi dan perspektif, yang bersama-sama membangun indentitas utama yang diperoleh anak-anak melalui sosialisasi awal dalam keluarga dan komunitas mereka. Rumah merupakan komunitas utama bagi anak, sehingga kegiatan literasi keluarga yang direncanakan secara sistematis akan mampu mendorong dan memaksimalkan potensi keterlibatan anak dalam praktik tersebut (Nutbrown et.al., 2017). Program strategi promosi perpustakaan dalam meningkatkan minat kunjung pemustaka di Perpustakaan SUBACA Desa Sukapura menggunakan model/metode dan media sebagai berikut: 1. Storytelling, yaitu kegiatan menyampaikan isi cerita menggunakan buku lalu diceritakan kembali oleh peserta atau siswa. 2. Mengadakan kegiatan yang dapat diikuti oleh siswa seperti bercerita/dongeng, menonton video edukasi, menggambar, permainan edukasi, dll. 3. Brosur, adalah salah satu bentuk media promosi yang berupa kertas cetakan/lembaran yang isinya mencakup petunjuk umum tentang perpustakaan, kegiatan yang dilakukan, serta jam pelayanan perpustakaan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## 1) Literasi dan Promosi Perpustakaan UNESCO menyatakan bahwa literasi sebagai hak asasi manusia (Keefe & Copeland, 2011:92), sebagaimana halnya Lumsford et al. yang juga menyatakan asumsi mereka bahwa literasi adalah hak dan bukan merupakan hak istimewa (Lumsford et al., 1990:2). Pendapat Lumsford et al. didasarkan pada dokumentasi mereka tentang bagaimana secara historis di Amerika Serikat, kelompok-kelompok tertentu telah ditolak aksesnya untuk terliterasi, termasuk orang kulit berwarna, wanita, dan orang miskin. Meskipun ada kesepakatan umum bahwa literasi adalah hak asasi manusia, namun tidak ada kesepakatan umum tentang definisi literasi. Scribner (1984:6) berpendapat bahwa definisi literasi membentuk persepsi kita tentang individu yang jatuh diantara dua sisi mengenai seperti apakah yang terliterasi atau tidak terliterasi. Sebagai sebuah isu global, maka penting untuk mempertimbangkan definisi literasi yang digunakan oleh PBB dan organisasi internasional lainnya. UNESCO menyatakan bahwa tujuan organisasi mereka adalah untuk memberantas buta huruf ( illiteracy) dan memastikan bahwa semua orang dapat membaca dan menulis. Dalam mendefinisikan literasi, UNESCO (1957) menyatakan bahwa orang yang terliterasi (melek huruf) adalah orang yang memiliki pemahaman dan kemampuan yang baik dalam hal membaca dan menulis serta dapat membuat pernyataan pendek sederhana dalam kehidupan sehari-harinya (UNESCO, 2008:18). Pendirian Experimental World Literacy Program pada tahun 1966 menggunakan apa yang mereka sebut sebagai definisi fungsional atas literasi, yaitu seseorang melek huruf secara fungsional adalah yang dapat terlibat dalam semua kegiatan, di mana keaksaraan (literasi) diperlukan untuk memfungsikan kelompok dan komunitasnya secara efektif dan juga untuk memungkinkan mereka untuk terus menggunakan kemampuan membaca, menulis dan berhitung untuk dirinya sendiri dan dalam pembangunan masyarakat (UNESCO, 2008:18). Definisi literasi fungsional (1966) ini menarik dan berbeda dari definisi literasi tahun 1957, karena memperjelas bahwa literasi terletak dalam konteks komunitas individu itu sendiri. Lain halnya dengan PISA ( Program for International Student Assessment), dimana definisi literasi sampai pada level pemaknaan dan pemahaman serta menggunakan definisi yang lebih aktif dan interaktif, yang mengakui peran yang dibawa pembaca ke teks tertulis. PISA mengusulkan definisi Reading Literacy sebagai kapasitas individu untuk memahami, menggunakan dan merefleksikan teks tertulis, untuk mencapai tujuan, dan untuk mengembangkan pengetahuan serta potensi seseorang untuk berpartisipasi dalam masyarakat (OECD, 2006:46). Definisi ini didasarkan pada keyakinan bahwa literasi memungkinkan pemenuhan aspirasi individu daripada keuntungan individu dan masyarakat seperti yang dikutip dalam definisi UNESCO. Definisi PISA memang mengakui bahwa salah satu manfaat yang dapat diberikan literasi adalah kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Berkaitan dengan promosi perpustakaan, Edinger dalam Mustafa (2007:4) menyebutkan bahwa promosi didalam perpustakaan merupakan kegiatan komunikasi dengan pemustaka yang telah ada maupun pemakai yang belum ada tetapi potensial agar mereka tahu layanan yang ada. Sedangkan menurut Cronin dalam Mustafa (2007:5) promosi perpustakaan merupakan refleksi atau pengungkapan corak manajemen yang khas atau filsafat dari penyajian, sasarannya dapat menembus pelayanan dan semua kegiatan yang dilakukan perpustakaan. Promosi perpustakaan juga merupakan aktivitas memperkenalkan perpustakaan dari segi fasilitas, koleksi, jenis layanan dan manfaat yang dapat diperoleh oleh setiap pemustaka. Dengan diadakan promosi perpustakaan, pemustaka tahu bahan pustaka apa yang dimiliki oleh perpustakaan, fasilitas apa yang dapat dimanfaatkan, dan jasa apa yang bisa diperoleh pemustaka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa promosi perpustakaan adalah kegiatan berkomunikasi dengan pemustaka untuk menginformasikan atau memperkenalkan tentang produk atau jasa yang disediakan oleh perpustakaan sekaligus membujuk pemustaka untuk merespon dan memanfaatkan produk dan jasa yang ditawarkan. ## 2) Pelaksanaan Kegiatan a. Program Promosi Perpustakaan. Tujuan dilaksanakannya program ini yaitu untuk mengaktifkan kembali perpustakaan SUBACA yang aktifitasnya sempat terhenti dikarenakan pandemi Covid-19 serta untuk meningkatkan minat kunjungan pemustaka ke perpustakaan. 1. Pembuatan brosur sebagai alat promosi dan sosialisasi program. Alur pelaksanaan program kerja ini melalui beberapa tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap sosialisasi dan tahap perencanaan. a) Tahap perencanaan. Membuat desain dan mendiskusikan apa saja yang akan ada di dalam brosur tersebut. Serta menentukan target sasaran promosi yaitu siswa SDN Pacet dan SDN Sukapura. b) Tahap sosialisasi. Menyebarkan brosur ke SDN Pacet dan SDN Sukapura serta meminta izin kepada kepala sekolah untuk mengadakan kerjasama mengenai program kerja tersebut. c) Tahap pelaksanaan. Pelaksanaan program dimulai dengan langsung mengajak anak-anak di SDN Pacet dan SDN Sukapura untuk datang ke perpustakaan Subaca. 2. Kegiatan Story Telling, Menggambar, Menonton video Edukasi dan permainan edukasi. Alur pelaksanaan program kerja ini melalui beberapa tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap sosialisasi dan tahap perencanaan. a) Tahap perencanaan. Membuat alat peraga huruf-huruf abjad untuk digunakan dalam permainan edukasi. Serta membuat materi dan mengumpulkan video-video yang bisa ditonton oleh anak-anak SD. b) Tahap sosialisasi. Mengenalkan kepada anak-anak SD mengenai program yang akan dilaksanakan di perpustakaan SUBACA. c) Tahap pelaksanaan. Melaksanakan program yang telah direncanakan dimulai dari menonton video edukasi yang selanjutnya akan direview oleh anak-anak SD mengenai isi videonya, menggambar bersama lalu dipilih gambar yang terbaik dan diberi hadiah, bermain permainan edukasi sambil bernyanyi. G ambar: Kegiatan Story Telling, Menggambar, Menonton video Edukasi dan permainan edukasi (Sumber: Dokumen Pribadi) b. Program Pendukung 1. MATA KACA (Main Tebak Kata Ceria). Mata Kaca merupakan kegiatan bermain sambil belajar. Pelaksanaan program kerja ini melalui beberapa tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap sosialisasi dan tahap perencanaan. a) Tahap perencanaan. Membuat materi untuk pembelajaran anak dalam melengkapi cerita, sambung kata, estafet kata, estapet huruf, dan mencari gambar-gambar untuk pembelajaran tebak gambar. b) Tahap sosialisasi. Mengenalkan metode bermain sambil belajar kepada anak-anak setiap harinya di waktu kegiatan belajar mengajar. c) Tahap pelaksanaan. Pelaksanaan program dimulai dari memasuki kelas dengan mengajak anak-anak bermain sambil belajar. Melengkapi cerita dengan memberikan potongan teks cerita bahasa sunda kemudian oleh anak-anak diisi potongan cerita tersebut, lalu disamakan setelah seluruhnya selesai mengerjakan. Bermain sambung kata dilakukan dengan memberikan satu kata lalu dilanjutkan oleh anak sehingga menjadi sebuah kalimat. Bermain tebak gambar dilakukan dengan memberikan tayangan berupa teka-teki kemudian ditebak oleh anak. Tebak kalimat dilaksanakan dengan memberikan satu kalimat lalu ditulis oleh anak secara estapet sehingga anak bisa mengikuti penulisan tersebut dan bisa membacanya. Bermain sondah dilakukan dengan cara melompat ke kotak yang terdapat jawaban yang diberikan. Bermain sepdur dimainkan oleh banyak anak dimana diantaranya ada yang menjadi gerbang 2 orang dan yang lainnya membentuk kereta. Kereta akan mengitari gerbang dengan menyanyikan lagu sepdur, bila lagu habis dinyanyikan maka anak 980 yang menjadi gerbang harus menangkap salah satu pemain yang mengitarinya, dan anak yang ditangkap akan diberi pertanyaan penjumlahan dan perkalian. G ambar: Kegiatan Mata Kaca (Main Tebak Kata Ceria) ## (Sumber: Dokumen Pribadi) ## KESIMPULAN Literasi adalah komponen penting dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan dan literasi sangat erat kaitannya, karena pendidikan merupakan faktor utama dalam mengembangkan literasi seseorang. Pendidikan formal dan non formal merupakan salah satu cara untuk meningkatkan literasi, baik literasi dasar seperti literasi membaca dan menulis, maupun literasi yang lebih tinggi seperti literasi komputer, literasi sains, literasi keuangan, dan lain-lain. Secara umum, perpustakaan merupakan tempat yang ideal untuk meningkatkan literasi masyarakat karena perpustakaan dapat menyediakan akses yang luas dan beragam kepada sumber-sumber informasi yang dibutuhkan, serta menyediakan program-program pendidikan dan pelatihan yang dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan literasinya. Promosi perpustakaan diperlukan untuk menempatkan perpustakaan dalam kerangka kehidupan dan aktivitas masyarakat. Keberadaan perpustakaan harus terus berlangsung dalam kehidupan masyarakat dengan tahapan-tahapan yang terencana, sistematis, dan berkesinambungan. Kegiatan promosi perpustakaan yang dilakukan telah memberikan manfaat dalam hal membuka literasi untuk anak-anak dan masyarakat, serta perpustakaan menjadi lebih berkembang. ## DAFTAR PUSTAKA Afandi, A., & dkk. (2013). Modul Participatory Action Reseacrh (PAR). Surabaya: Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) IAIN Sunan Ampel Surabaya. Asnawi. (2015). Perpustakaan Desa Sebagai Sumber Layanan Informasi Utama. Media Pustakawan, 22(3), 40-46. Brulin, G. (1998). The New Task of Swedish Universities: Knowledge Formation in Interactive Cooperation with Practitioners. Concepts and Transformation, 3(1-2), 113 - 127. Chevalier, J. M., & Buckles, D. J. (2008). SAS²: A Guide to Collaborative Inquiry and Social Engagement. SAGE Publications India Pvt Ltd. Chevalier, J. M., & Buckles, D. J. (2013). Participatory Action Research: Theory and Methods for Engaged Inquiry (1st ed.). London: Routledge. Daley, E. (2003). Expanding the Concept of Literacy. Educause Review, 38, 169-188. Ennals, R. (2004). Europe as a Knowledge Society: Integrating Universities, Corporations, and Government. Systemic Practice and Action Research, 17(3), 237–248. Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. New York: Herder & Herder. Gee, J. (1991). Socio-Cultural Approaches to Literacy (Literacies). Annual Review of Applied Linguistics, 12, 31-48. Harkavy, I., Puckett, J., & Romer, D. (2000). Action Research: Bridging Service and Research. ichigan Journal of Community Service Learning, Volume spec, Issue 1: Strategic Directions for Service-Learning Research, 113–118. Heron, J. (1996). Cooperative Inquiry: Research into the Human Condition. London: SAGE Publication Ltd. Keefe, E. B., & Copeland, S. R. (2011). What Is Literacy? The Power of a Definition. Research & Practice for Persons with Severe Disabilities, 36(3-4), 92–99. Kindon, S., Pain, R., & Kesby, M. (2007). Participatory Action Research Approaches and Methods: Connecting People, Participation and Place (1st ed.). London: Routledge. Lunsford, A. A., Moglen, H. S., & Slevin, J. F. (1990). The Right to Literacy First edition. New York: Modern Language Association of America. Nutbrown, C., Clough, P., Levy, R., Little, S., Bishop, J., Lamb, T., & Yamada-Rice, D. (2017). Families’ roles in children’s literacy in the UK throughout the 20th century. Journal of Early Childhood Literacy, 17(4), 551–569. OECD. (2006). Assessing Scientific, Reading and Mathematical Literacy: A Framework for PISA 2006. Paris: PISA, OECD Publishing. Park, S. (2017). Digital Capital. London: Palgrave Macmillan. Purbantara, A., & Mujianto. (2019). Modul KKN Tematik Desa Membangun Pemberdayaan Masyarakat Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. Ragnedda, M., & Muschert, G. W. (2013). The Digital Divide: The Internet and Social Inequality in International Perspective (1st ed.). London: Routledge. Rahmat, A., & Mirnawati, M. (2020). Model Participation Action Research Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, Magister Pendidikan Nonformal Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo, 6(1), 62-71. Reason, P. (1994). Participation in human inquiry. London: Sage Publications, Inc. Reason, P., & Bradbury, H. (2008). Handbook of action research: Participative inquiry and practice. Action Research, 6(1), 5–6. Rowsell, J., & Pahl, K. (2020). The Routledge Handbook of Literacy Studies 1st Edition. London: Routledge. Scribner, S. (1984). Literacy in Three Metaphors. American Journal of Education, 93(1), 6-21. Silawati, E. (2021). Developing Integrated Program to Empower Society in Supporting Children’s Literacy Practices: An Overview from A Village In Indonesia. JURNAL VARIDIKA, 33(1), 1- 10. Street, B. V. (2001). Literacy and Development 1st Edition. London: Routledge. Swantz, M. (2008). 2 Participatory action research as practice. SAGE Publications Ltd. Thwala, W. D. (2008). Springs of Participation: Creating and Evolving Methods for Participatory Development; Participatory Action Research Approaches and Methods: Connecting People, Participation and Place. Routledge: Development in Practice, 18(6), 820-821. Westfall, J. M., VanVorst, R. F., Main, D. S., & Herbert, C. (2006). Community-Based Participatory Research in Practice-Based Research Networks. Ann Fam Med, 4(1), 8-14. Whyte, W. F. (1991). Participatory action research. Sage Publications, Inc.
a684560d-3cf4-42ae-9844-a67067f90a32
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jmasif/article/download/31521/17657
## Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Calon Penerbang TNI Angkatan Darat Menggunakan Metode Simple Additive Weighting (SAW) Pada Pusat Pendidikan Angkatan Darat Republik Indonesia Purwanto *1) , Sutikno *2) ** Jurusan Ilmu Komputer/Informatika, Fakultas Sains Matematika, Universitas Diponegoro 1) Purheaven1@gmail.com, 2) sutikno.wae@gmail.com ## Abstrak Pusdikpenerbad bertugas pokok menyelenggarakan pembinaan satuan Penerbang TNI Angkatan Darat dan melaksanakan operasi penerbangan angkatan darat dalam rangka mendukung tugas pokok TNI angkatan darat. Usaha yang biasa dilakukan oleh Pusdikpenerbad untuk mendapatkan rangking calon penerbad adalah melalui proses seleksi dua tahap dengan mengikuti peraturan kasad. Bagi pusdikpenerbad yang memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi, proses seleksi biasanya dilakukan oleh tim penyeleksi khusus. Tim penilai menyeleksi peserta dengan menerima hasil dari setiap kriteria tahap pertama dan tahap kedua, proses tim penilai membutuhkan waktu atau kurang efesien untuk memproses hasil akhir peserta calon penerbad dari setiap kriteria, melihat banyaknya data yang ada. Aplikasi seleksi calon penerbang angkatan darat menggunakan metode Simple Additive Weighting. Aplikasi yang bertujuan untuk membantu pusdikpenerbad dalam mencari calon penerbad terbaik. Hasil pengujian aplikasi ini didapati bahwa metode Simple addive weighting mampu menentukan daftar peserta calon penerbad terbaik yang memanfaatkan beberapa pengambil keputusan. ## Kata kunci : Pusdikpenerbad, Penerbang TNI Angkatan Darat dan Simple Additive Weighting. ## Abstract Pusdikpenerbad is in charge of the Aviator of Indonesian Ground Forces’ development and the flight operation to support the Ground Forces’ main tasks. A two-stage selection process is taken by Pusdikpenerbad to get a prospective Penerbad by following Kasad’s regulation. Pusdikpenerbad, that has a high degree of credibility, choose a special assessment team to do the process. The assessment will choose the participant by considering the result from the first and second stage of selection for each criterion, and it takes time to get the final result as it consists of a large amount of data. The selection is done by Simple Additive Weighting method, in which it will help Pusdikpeberbad to find the best candidate for Penerbad. The result of this application testing shows that Simple Addive Weighting method is able to determine the participants who utilizing some of the decision makers’ existence. Keywords : Pusdikpenerbad, The Aviator of Indonesian Ground Forces, and Simple Additive Weighting. ## 1. P ENDAHULUAN Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. TNI terdiri dari atas TNI-AD (Angkatan Darat), TNI-AL (Angkatan Laut), dan TNI-AU (Angkatan Udara) yang melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan Panglima (Undang - undang republik indonesia nomor 2 tahun 1988 tentang prajurit angkatan bersenjata republik indonesia, 1988). TNI-AD Untuk menjalankan tugas – tugasnya membutuhkan berbagai peningkatan peralatan (alutsista) untuk mencapai pembangunan kekuatan pokok minimum, peningkatan tersebut diantaranya adalah penambahan jumlah pesawat terbang, Dengan adanya penambahan tersebut maka TNI-AD memerlukan adanya penambahan personil penerbangan yang diperoleh dari Pusat Pendidikan Penerbangan Angkatan Darat (Pusdikpenerbad). Untuk dapat menempuh pendidikan menengah, siswa dari pendidikan dasar yang telah lulus dapat mendaftarkan diri untuk melanjutkan ke pendidikan menengah. Pihak pendidikan menengah melakukan seleksi dalam penerimaan siswa. Dalam seleksi prestasi ada beberapa pertimbangan kriteria yaitu prestasi akademik dan non akademik yang terdiri dari nilai akhir sekolah, nilai rata-rata rapor selama 5 semester, peringkat di sekolah, dan prestasi non akademik dari tingkat kota sampai internasional. Pusat Pendidikan Penerbangan Angkatan Darat (Pusdikpenerbad) adalah badan pelaksana pusat ditingkat Mabesad (Markas Besar Angkatan Darat) yang berkedudukan langsung di bawah Kasad (Kepala Staff Angkatan Darat). Pusdikpenerbad bertugas pokok menyelenggarakan pembinaan satuan Penerbang Angkatan Darat (penerbad) dan melaksanakan operasi penerbangan angkatan darat dalam rangka mendukung tugas pokok TNI angkatan darat. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Pusdikpenerbad menyelenggarakan fungsi-fungsi yaitu: Fungsi Utama, Fungsi Organik Militer, Fungsi Organik Pembinaan. Salah satu dari implementasi penyelenggaraan Fungsi Utama adalah pembinaan satuan dalam rangka penyiapan satuan Penerbad (Buku Petunjuk Teknik Tes Kesamaptaan Jasmani Prajurit dan Calon Prajurit, 2010). Dalam rangka penyiapan satuan Penerbad, maka Pusdikpenerbad melakukan seleksi dan pembinaan berdasarkan aturan dan melaksanakan perintah dari Kasad. Terdapat tim penilai sebagai pelaksana langsung dalam proses seleksi untuk penyiapan satuan penerbad yang layak dan sesuai namun proses yang dilakukan masih secara manual dan belum terkomputerisasi. Sehingga menimbulkan permasalahan dengan tingkat keakuratan data dan lambatnya proses pengolahan data. Dalam menyelesaikan persoalan tersebut maka di perlukan sebuah sistem pendukung keputusan (SPK) untuk mempermudah proses seleksi dan serta menentukan hasil rangking tingkat kelulusan, sehingga tim penilai lebih mudah mendapatkan siapa yang layak menjadi calon penerbad. Sistem pendukung keputusan merupakan salah satu produk perangkat lunak yang dikembangkan secara khusus untuk membantu proses pengambilan keputusan. Sesuai dengan namanya, tujuan dari sistem ini adalah sebagai “ second opinion ” atau “ information sources ” yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan sebelum memutuskan kebijakan tertentu dan dapat mengatasi kelemahan serta kekurangan dari pelaksanaan proses seleksi calon penerbang sebelumnya. Sistem pendukung keputusan merupakan pemilihan dari beberapa alternatif pilihan yang dapat dipilih, dimana prosesnya memerlukan mekanisme tertentu untuk menghasilkan sebuah keputusan yang optimal (Sahputra, 2011). Pusat Pendidikan Penerbangan Angkatan Darat (Pusdikpenerbad) memiliki aturan seleksi tersendiri untuk mencalonkan TNI AD sebagai pilot di Mabesad (Markas Besar Angkatan Darat) Jakarta pusat. Persyaratan seleksi ditentukan dengan proses dua tahap yang berbeda, untuk proses tahap yang pertama ada empat kriteria yaitu administrasi, kesehatan tahap 1, kesamaptaan jasmani, psikologi tahap 1. Proses tahap kedua memiliki tiga kriteria yaitu ujian akademik, kesehatan tahap 2, psikologi tahap 2. Tim penilai menyeleksi peserta lalu menerima hasil dari setiap kriteria tahap pertama dan tahap kedua, proses tim penilai membutuhkan waktu atau kurang efesien untuk memproses hasil akhir peserta calon penerbad dari setiap kriteria, melihat banyaknya data, dengan menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) dapat mendukung dalam memproses hasil akhir peserta calon penerbad, sehingga efisien, karena waktu yang dibutuhkan dalam perhitungan lebih singkat. perhitungan ini hanya menghasilkan nilai terbesar yang akan terpilih sebagai alternatif yang terbaik. Perhitungan akan sesuai dengan metode ini apabila alternatif yang terpilih memenuhi kriteria yang telah ditentukan (Kusumadewi, Sri dkk, 2006). ## 2. T INJAUAN P USTAKA Pengambilan keputusan adalah pendekatan sistematis pada hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi, dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Seperangkat sistem yang mampu memecahkan masalah secara efisien dan efektif disebut Sistem Pendukung Keputusan. Sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputasi ( Computerized Managemen Information System ), yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Sifat interaktif ini dimaksudkan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan guna membentuk suatu kerangka keputusan yang bersifat fleksibel (Suryadi & Ramadhani, 1998). Jadi dapat di ambil kesimpulan, sistem pendukung keputusan adalah sistem informasi yang mampu memberikan kemampuan pemecahan masalah yang menyediakan informasi permodelan dan pemanipulasian data. Simple Additive Weighting (SAW) merupakan metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua kriteria (Kusumadewi & dkk, 2006). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matrik keputusan ( 𝑋 ) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Metode SAW mengenal adanya 2 (dua) atribut yaitu kriteria keuntungan ( benefit ) dan kriteria biaya (cost). Perbedaan mendasar dari kedua kriteria ini adalah dalam pemilihan kriteria ketika mengambil keputusan. Adapun tahapan- tahapan yang harus dilakukan oleh pembuat keputusan untuk mendapatkan hasil penyeleksian dengan metode Simple Additive Weighting adalah (Nugraha, 2011): 1. Menentukan alternatif, yaitu 𝐴 𝑚 . 2. Menentukan kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu 𝐶 𝑛 . 3. Memberikan nilai rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. 4. Menentukan bobot preferensi atau tingkat kepentingan ( 𝑊 ) setiap kriteria. 𝑊 = [ 𝑊 1 , 𝑊 2 , 𝑊 3 ,…, 𝑊 𝑛 ] 5. Membuat tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. 6. Membuat matrik keputusan ( 𝑋 ) yang dibentuk dari tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. Nilai( 𝑥 ) setiap alternatif ( 𝐴 𝑖 ) pada setiap kriteria ( 𝐶 𝑗 ) yang sudah ditentukan, dimana, i=1,2,3,…m dan j=1,2,3,…n. 𝑋 = [ 𝑥 11 𝑥 12 ⋯ 𝑥 1𝑛 ⋮ ⋮ 𝑥 𝑚1 𝑥 𝑚2 ⋯ 𝑥 𝑚𝑛 ] ## 7. Melakukan normalisasi matrik keputusan ( 𝑋 ) dengan cara menghitung nilai rating kinerja ternomalisasi ( 𝑟 𝑖𝑗 ) dari alternatif 𝐴 𝑖 pada kriteria 𝐶 𝑗 . r ij { x ij Max x ij , Jika j adalah atribut keuntungan Min x ij x ij , Jika j adalah atribut biaya Keterangan : a. Kriteria keuntungan apabila nilai 𝑥 𝑖𝑗 memberikan keuntungan bagi pengambil keputusan, sebaliknya kriteria biaya apabila 𝑥 𝑖𝑗 menimbulkan biaya bagi pengambil keputusan. b. Apabila berupa kriteria keuntungan maka nilai 𝑥 𝑖𝑗 dibagi dengan nilai 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑥 𝑖𝑗 ) dari setiap kolom, sedangkan untuk kriteria biaya, nilai 𝑀𝑖𝑛 𝑖 (𝑥 𝑖𝑗 ) dari setiap kolom dibagi dengan nilai 𝑥 𝑖𝑗 . 8. Hasil dari nilai rating kinerja ternomalisasi ( 𝑟 𝑖𝑗 ) membentuk matrik ternormalisasi ( 𝑅 ). 𝑅 = [ 𝑟 11 𝑟 12 ⋯ 𝑟 1𝑛 ⋮ ⋮ 𝑟 𝑚1 𝑟 𝑚2 ⋯ 𝑟 𝑚𝑛 ] 9. Hasil akhir nilai preferensi ( 𝑉 𝑖 ) diperoleh dari penjumlahan dari perkalian elemen baris matrik ternormalisasi ( 𝑅 ) dengan bobot preferensi ( 𝑊 ) yang bersesuaian elemen kolom matrik ( 𝑊 ). 𝑉 𝑖 = ∑ 𝑊 𝑗 𝑛 𝑗=1 𝑟 𝑖𝑗 Hasil perhitungan nilai 𝑉 𝑖 yang lebih besar diantara 𝑉 𝑖 lainnya mengindikasikan bahwa alternatif 𝐴 𝑖 tersebut merupakan alternatif terbaik (Kusumadewi, Sri dkk, 2006). Gambar 1. Model Sekuensial Linier (Roger S. Pressman, 2001) Model linier sekuensial atau sering disebut sebagai siklus kehidupan klasik ( classic life cycle ) merupakan pendekatan pendekatan pengembangan perangkat lunak yang sistematik dan sekuensial. Prosesnya dimulai pada tingkatan dan kemajuan sistem melalui proses analisis ( analysis ), desain ( design ), pengkodean ( code ), pegujian ( test ), dan pemeliharaan. ## 3. A NALISIS K EBUTUHAN D AN ## P ERANCANGAN Analisis kebutuhan sistem terdiri dari deskripsi umu sistem, karakteristik pengguna, analisis data, analisis fungsional, analisis perhitungan seleksi calon Penerbang TNI Angkatan Darat Kota Jakarta dengam menggunakan metode Simple additive Weighting (SAW). 1. Deskripsi Umum Sistem Seleksi calon penerbang TNI Angkatan Darat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Pendidikan Penerbangan Angkatan Darat (Pusdikpenerbad) untuk memilih penerbang terbaik dengan mengikuti peraturan kasad nomor 84 Tahun 2014 tentang petunujuk pelaksanaan program dan anggaran TNI AD TA 2015 sublampiran D bidang personel subsublampiran “4” bidang bidik dan surat dari pusdikpenerbad Nomor B/3572/VII/2015 tanggal 29 Juli 2015 tentang permohonan seleksi calon penerbang dari sumber bintara organik TNI AD TA 2016, dengan ketentuan bahwa peserta calon penerbang angkatan darat wajib melalui 2 tahap seleksi, tahap pertama yaitu penilaian persyaratan administrasi, kesehatan tahap I, kesamaptaan jasmani dan Psikologi tahap I. tahap kedua yaitu Psikologi tahap II, Ujian Akademik dan kesehatan tahap II. Sistem pendukung keputusan seleksi calon penerbang TNI Angkatan Darat merupakan peragaan proses dari seleksi calon penerbang TNI Angkatan Darat pada Pusat Pendidikan Penerbangan Angkatan Darat (Pusdikpenerbad). Aplikasi ini menerima inputan berupa data alternatif berupa data calon penerbang yang bersumber pada Ba PK organik TNI AD TA 2016 yang akan dipilih sebagai calon penerbang yang kemudian akan diproses berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW). Setelah melakukan semua urutan proses, maka didapatkan daftar urutan calon penerbang TNI AD. 2. Karakteristik Pengguna Sistem pendukung keputusan seleksi calon penerbang TNI Angkatan Darat (penerbad) pada pusat pendidikan penerbangan angkatan darat (Pusdikpenerbad) republik indonesia memiliki satu User . User adalah Tim penilai yang bertanggung jawab terhadap proses seleksi hingga diperoleh hasil peringkat/ rangking calon penerbad. Tim penilai memiliki akses untuk melakukan login, mengubah password, memasukkan data alternatif, menyimpan data alternatif, menghapus data alternatif, mengubah data alternatif, melihat data alternatif, memasukkan bobot kriteria, menyimpan bobot kriteria, menghapus bobot kriteria, mengubah bobot kriteria, melihat data bobot kriteria, menentukan derajat kepentingan, melakukan proses evaluasi, menyimpan hasil evaluasi dan menampilkan hasil evaluasi. 3. Analisis Perhitungan a. Menentukan alternatif, yaitu 𝐴 𝑖 . Alternatif pada sistem pendukung keputusan seleksi calon penerbang tni angkatan darat menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) merupakan data dari beberapa peserta yang mendaftar untuk menjadi calon penerbang. Data tersebut adalah : 𝐴 1 : Doni Leonards 𝐴 2 : Firdaus Panogari Tanjung 𝐴 3 : Rifal Tri Julianto 𝐴 4 : Alfian Nur Bagaskoro 𝐴 5 : Muhammad Adji Putra Pratama 𝐴 6 : Muhamad Dzimar Fajar Terri 𝐴 7 : Yoga Aditya Saputra 𝐴 8 : Andi Achmad Hertasnin 𝐴 9 : Muhammad Dwi Wicaksono 𝐴 10 : Muhamad Fajar Roni b. Menentukan kriteria yang akan dijadikan acuan pengambilan keputusan, yaitu 𝐶 𝑗 . 1. Tahap I 𝐶 1 : Administrasi 𝐶 2 : Kesehatan 1 𝐶 3 : Kesamaptaan Jasmani 𝐶 4 : Psikologi 1 2. Tahap II 𝐶 5 : Psikologi 2 𝐶 6 : Ujian Akademik 𝐶 7 : Kesehatan 2 Pada penelitian ini, sudah terdapat data yang diperoleh dari Pusat pendidikan penerbangan Angkatan Darat (pusdikpenerbad). Untuk membuat matriks keputusan, terlebih dahulu dan memberikan nilai rating kecocokan setiap alternatif tahap pertama. Pada Tabel 1. Terdapat pendaftar yang mengikuti seleksi calon penerbang Angkatan Darat. Adapun urutan pembuatan nilai rating setiap alternatif yang dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 1. Memberikan nilai rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. No. Alternatif Kriteria 𝑪 𝟏 𝑪 𝟐 𝑪 𝟑 𝑪 𝟒 1. 𝐴 1 70 90 95 95 2. 𝐴 2 70 90 87 85 3. 𝐴 3 70 90 91 85 4. 𝐴 4 70 90 86 80 5. 𝐴 5 70 90 79 75 6. 𝐴 6 70 90 91 72 7. 𝐴 7 70 90 80 80 8. 𝐴 8 70 90 80 72 No. Alternatif Kriteria 𝑪 𝟏 𝑪 𝟐 𝑪 𝟑 𝑪 𝟒 9. 𝐴 9 70 90 82 72 10. 𝐴 10 70 90 75 80 Bobot preferensi adalah nilai bobot dari masing masing kriteria. Bobot preferensi dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Menentukan bobot preferensi atau tingkat kepentingan ( 𝑾 ) setiap kriteria. No. Kriteria Derajat Kepentingan 1. 𝑪 𝟏 25% 2. 𝑪 𝟐 25% 3. 𝑪 𝟑 25% 4. 𝑪 𝟒 25% Tabel 3. Membuat tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. No. Alternatif Kriteria 𝑪 𝟏 𝑪 𝟐 𝑪 𝟑 𝑪 𝟒 1. 𝐴 1 70 90 95 95 2. 𝐴 2 70 90 87 85 3. 𝐴 3 70 90 91 85 4. 𝐴 4 70 90 86 80 5. 𝐴 5 70 90 79 75 6. 𝐴 6 70 90 91 72 7. 𝐴 7 70 90 80 80 8. 𝐴 8 70 90 80 72 9. 𝐴 9 70 90 82 72 10. 𝐴 10 70 90 75 80 c. Membuat matrik keputusan ( 𝑋 ) yang dibentuk dari tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. Nilai( 𝑥 ) setiap alternatif ( 𝐴 𝑖 ) pada setiap kriteria ( 𝐶 𝑗 ) yang sudah ditentukan, dimana, i=1,2,3…10 dan j=1,2,3,4 𝑋 = [ 70 90 95 95 70 90 87 85 70 90 91 85 70 90 86 80 70 90 79 75 70 90 91 72 70 90 80 80 70 90 80 72 70 90 82 72 70 90 75 80] d. Melakukan normalisasi matrik keputusan ( 𝑋 ) dengan cara menghitung nilai rating kinerja ternomalisasi ( 𝑟 𝑖𝑗 ) dari alternatif 𝐴 𝑖 pada kriteria 𝐶 𝑗 . 𝑟 11 = 𝑋 11 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 70 70 = 1 𝑟 21 = 𝑋 21 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 70 70 = 1 𝑟 31 = 𝑋 31 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 70 70 = 1 𝑟 41 = 𝑋 41 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 70 70 = 1 𝑟 51 = 𝑋 51 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 70 70 = 1 𝑟 61 = 𝑋 61 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 70 70 = 1 𝑟 71 = 𝑋 71 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 70 70 = 1 𝑟 81 = 𝑋 81 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 70 70 = 1 𝑟 91 = 𝑋 91 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 70 70 = 1 𝑟 101 = 𝑋 101 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 70 70 = 1 𝑟 12 = 𝑋 12 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 90 90 = 1 𝑟 22 = 𝑋 22 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 90 90 = 1 𝑟 32 = 𝑋 32 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 90 90 = 1 𝑟 42 = 𝑋 42 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 90 90 = 1 𝑟 52 = 𝑋 52 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 90 90 = 1 𝑟 62 = 𝑋 62 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 90 90 = 1 𝑟 72 = 𝑋 72 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 90 90 = 1 𝑟 82 = 𝑋 82 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 90 90 𝑟 92 = 𝑋 92 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 90 90 = 1 𝑟 102 = 𝑋 102 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 90 90 = 1 𝑟 13 = 𝑋 13 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 95 95 = 1 𝑟 23 = 𝑋 23 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 87 95 = 0.9157 𝑟 33 = 𝑋 33 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 91 95 = 0.9578 𝑟 43 = 𝑋 43 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 86 95 = 0.9052 𝑟 53 = 𝑋 53 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 79 95 = 0.8315 𝑟 63 = 𝑋 63 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 91 95 = 0.9578 𝑟 73 = 𝑋 73 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 80 95 = 0.8421 𝑟 83 = 𝑋 83 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 80 95 = 0.8421 𝑟 93 = 𝑋 93 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 82 95 = 0.8631 𝑟 103 = 𝑋 103 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 75 95 = 0.7894 𝑟 14 = 𝑋 14 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 95 95 = 1 𝑟 24 = 𝑋 24 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 85 95 = 0.8947 𝑟 34 = 𝑋 34 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 85 95 = 0.8947 𝑟 44 = 𝑋 44 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 80 95 = 0.8421 𝑟 54 = 𝑋 54 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 75 95 = 0.7894 𝑟 64 = 𝑋 64 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 72 95 = 0.7578 𝑟 74 = 𝑋 74 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 80 95 = 0.8521 𝑟 84 = 𝑋 84 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 72 95 = 0.7578 𝑟 94 = 𝑋 94 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 72 95 = 0.7578 𝑟 104 = 𝑋 104 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ,𝑋 61 ,𝑋 71 ,𝑋 81 ,𝑋 91 ,𝑋 101 ) = 80 95 = 0.8421 e. Hasil dari nilai rating kinerja ternomalisasi ( 𝑟 𝑖𝑗 ) membentuk matrik ternormalisasi ( 𝑅 ). 𝑋 = [ 1 1 1 1 1 1 0.9157 0.8947 1 1 0.9578 0.8947 1 1 0.9052 0.8421 1 1 0.8315 0.7894 1 1 0.9578 0.7578 1 1 0.8421 0.8421 1 1 0.8421 0.7578 1 1 0.8631 0.7578 1 1 0.7894 0.8421] f. Hasil akhir nilai preferensi ( 𝑉 𝑖 ) diperoleh dari penjumlahan dari perkalian elemen baris matrik ternormalisasi ( 𝑅 ) dengan bobot preferensi ( 𝑊 ) yang bersesuaian elemen kolom matrik ( 𝑊 ). 𝑉 1 = { (1)(25%) + (1)(25%) + ( 1 )(25%) + (1)(25%)} = 1 𝑉 2 = { (1)(25%) + (1)(25%) + ( 0.9157 )(25%) + ( 0.8947 )(25%)} = 0.9525 𝑉 3 = { (1)(25%) + (1)(25%) + ( 0.9578 )(25%) + ( 0.8947 )(25%)} = 0.9630 𝑉 4 = { (1)(25%) + (1)(25%) + ( 0.9052 )(25%) + ( 0.8421 )(25%)} = 0.9368 𝑉 5 = { (1)(25%) + (1)(25%) + ( 0.8315 )(25%) + ( 0.7894 )(25%)} = 0.9051 𝑉 6 = { (1)(25%) + (1)(25%) + ( 0.8421 )(25%) + ( 0.8421 )(25%)} = 0.9210 𝑉 7 = { (1)(25%) + (1)(25%) + ( 0.9578 )(25%) + ( 0.7578 )(25%)} = 0.9288 𝑉 8 = { (1)(25%) + (1)(25%) + ( 0.8421 )(25%) + ( 0.7578 )(25%)} = 0.8999 𝑉 9 = { (1)(25%) + (1)(25%) + ( 0.8631 )(25%) + ( 0.7578 )(25%)} = 0.9051 𝑉 10 = { (1)(25%) + (1)(25%) + ( 0.7894 )(25%) + ( 0.8421 )(25%)} = 0.9078 Hasil perhitungan nilai 𝑉 1 yang lebih besar diantara 𝑉 𝑖 lainnya mengindikasikan bahwa alternatif 𝐴 1 tersebut merupakan alternatif terbaik (Kusumadewi, Sri dkk, 2006), namun pada tahap I ini akan diambil peringkat 5 terbaik untuk mengikuti tahap II. Kelima alternatif tersebut adalah 𝐴 1 , 𝐴 3 , 𝐴 2 , 𝐴 4 , 𝑑𝑎𝑛 𝐴 7 . a. Menentukan alternatif, yaitu 𝐴 𝑖 . Alternatif pada sistem pendukung keputusan seleksi calon penerbang tni angkatan darat menggunakan metode simple additive weighting (saw) merupakan data dari beberapa peserta yang mendaftar untuk menjadi calon penerbang. Data tersebut adalah : 𝐴 1 : Doni Leonards 𝐴 3 : Rifal Tri Julianto 𝐴 2 : Firdaus Panogari Tanjung 𝐴 4 : Alfian Nur Bagaskoro 𝐴 7 : Yoga Aditya Saputra b. Menentukan kriteria yang akan dijadikan acuan pengambilan keputusan, yaitu 𝐶 𝑗 . 1. Tahap I 𝐶 1 : Administrasi 𝐶 2 : Kesehatan 1 𝐶 3 : Kesamaptaan Jasmani 𝐶 4 : Psikologi 1 2. Tahap II 𝐶 5 : Psikologi 2 𝐶 6 : Ujian Akademik 𝐶 7 : Kesehatan 2 Pada penelitian ini, sudah terdapat data yang diperoleh dari Pusat pendidikan penerbangan Angkatan Darat (pusdikpenerbad). Untuk membuat matriks keputusan, terlebih dahulu dan memberikan nilai rating kecocokan setiap alternatif tahap kedua. Pada Tabel 4.. Terdapat pendaftar yang mengikuti seleksi calon penerbang Angkatan Darat. Adapun urutan pembuatan nilai rating setiap alternatif yang dapat dilihat pada tabel 6. ## Tabel 4. Memberikan nilai rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. No. Alternatif Kriteria 𝑪 𝟓 𝑪 𝟔 𝑪 𝟕 1. 𝐴 1 89 83 100 2. 𝐴 3 90 82.3 100 3. 𝐴 2 86 78.3 100 4. 𝐴 4 82 80 100 5. 𝐴 7 85 76.6 100 Bobot preferensi adalah nilai bobot dari masing masing kriteria. Bobot preferensi dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 6. Menentukan bobot preferensi atau tingkat kepentingan ( 𝑾 ) setiap kriteria. No. Kriteria Derajat Kepentingan 1. 𝑪 𝟓 30% 2. 𝑪 𝟔 40% 3. 𝑪 𝟕 30% Tabel 6. Membuat tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. No. Alternatif Kriteria 𝑪 𝟓 𝑪 𝟔 𝑪 𝟕 1. 𝐴 1 89 83 100 2. 𝐴 3 90 82.3 100 3. 𝐴 2 86 78.3 100 4. 𝐴 4 82 80 100 5. 𝐴 7 85 76.6 100 c. Membuat matrik keputusan ( 𝑋 ) yang dibentuk dari tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. Nilai( 𝑥 ) setiap alternatif ( 𝐴 𝑖 ) pada setiap kriteria ( 𝐶 𝑗 ) yang sudah ditentukan, dimana, i=1,2,…m dan j=1,2,…n. 𝑋 = [ 89 83 100 90 82.3 100 86 78.3 100 82 80 100 85 76.6 100] d. Melakukan normalisasi matrik keputusan ( 𝑋 ) dengan cara menghitung nilai rating kinerja ternomalisasi ( 𝑟 𝑖𝑗 ) dari alternatif 𝐴 𝑖 pada kriteria 𝐶 𝑗 . 𝑟 11 = 𝑋 11 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 89 90 = 0.9889 𝑟 21 = 𝑋 21 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 90 90 = 1 𝑟 31 = 𝑋 31 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 86 90 = 0.9556 𝑟 41 = 𝑋 41 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 82 90 = 0.9111 𝑟 51 = 𝑋 51 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 85 90 = 0.9444 𝑟 12 = 𝑋 12 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 83 83 = 1 𝑟 22 = 𝑋 22 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 82.3 83 = 0.9915 𝑟 32 = 𝑋 32 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 78.3 83 = 0.9433 𝑟 42 = 𝑋 42 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 80 83 = 0.9638 𝑟 52 = 𝑋 52 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 76.6 83 = 0.9228 𝑟 13 = 𝑋 13 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 100 100 = 1 𝑟 23 = 𝑋 23 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 100 100 = 1 𝑟 33 = 𝑋 33 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 100 100 = 1 𝑟 43 = 𝑋 43 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 100 100 = 1 𝑟 53 = 𝑋 53 𝑀𝑎𝑥 𝑖 (𝑋 11 ,𝑋 21 ,𝑋 31 ,𝑋 41 ,𝑋 51 ) = 100 100 = 1 e. Hasil dari nilai rating kinerja ternomalisasi ( 𝑟 𝑖𝑗 ) membentuk matrik ternormalisasi ( 𝑅 ). 𝑋 = [ 0.9889 1 1 1 0.9915 1 0.9556 0.9433 1 0.9111 0.9638 1 0.9444 0.9228 1] f. Hasil akhir nilai preferensi ( 𝑉 𝑖 ) diperoleh dari penjumlahan dari perkalian elemen baris matrik ternormalisasi ( 𝑅 ) dengan bobot preferensi ( 𝑊 ) yang bersesuaian elemen kolom matrik ( 𝑊 ). 𝑉 1 = { (0.9889)(30%) + (1)(40%) + ( 1 )(30%)} = 0.9967 𝑉 3 = { (1)(30%) + (0.9915)(40%) + ( 1 )(30%)} = 0.9637 𝑉 2 = { (0.9556)(30%) + (0.9433)(40%) + ( 1 )(30%)} = 0.9920 𝑉 4 = { (0.9111)(30%) + (0.9638)(40%) + ( 1 )(30%)} = 0.9739 𝑉 7 = { (0.9444)(30%) + (0.9228)(40%) + ( 1 )(30%)} = 0.9785 Hasil perhitungan nilai 𝑉 1 yang lebih besar diantara 𝑉 𝑖 lainnya mengindikasikan bahwa alternatif 𝐴 1 tersebut merupakan alternatif terbaik (Kusumadewi, Sri dkk, 2006), namun pada tahap II ini akan diambil 3 alternatif terbaik. Ketiga alternatif tersebut adalah 𝐴 1 , 𝐴 2 , 𝑑𝑎𝑛 𝐴 7 . ## 4. I MPLEMENTASI A NTARMUKA Pada bagian ini menjelaskan tentang tahapan pembangunan Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Calon Penerbang TNI Angkatan Darat Menggunakan Metode Simple Additive Weighting (SAW) Pada Pusat Pendidikan Penerbangan Angkatan Darat. Berikut ini Implementasi Antarmuka Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Calon Penerbang TNI Angkatan Darat Menggunakan Metode Simple Additive Weighting (SAW) Pada Pusat Pendidikan Penerbangan Angkatan Darat. Gambar tampilan implementasi antarmuka alternatif dapat dilihat pada gambar 2. Gambar tampilan implementasi antarrmuka proses 1 dapat dilihat pada gambar 3. Gambar tampilan implementasi antarrmuka Proses 2 dapat dilihat pada gambar 4. Gambar tampilan implementasi antarrmuka hasil proses dapat dilihat pada gambar 5. Gambar tampilan implementasi antarrmuka detail perhitungan Simple Additive Weighting (SAW) dapat dilihat pada gambar 6. Gambar 2. Implementasi Antarmuka Alternatif Gambar 3. Implementasi Antarmuka Proses 1 Gambar 4. Implementasi Antarmuka Proses 2 Gambar 6. Implementasi Antarmuka Detail Perhitungan Simple Additive Weighting (SAW) ## 5. D AFTAR P USTAKA [1] Undang - undang republik indonesia nomor 2 tahun 1988 tentang prajurit angkatan bersenjata republik indonesia. [2] Buku Petunjuk Teknik Tes Kesamaptaan Jasmani Prajurit dan Calon Prajurit . ## [3] Peraturan Presiden Republik Indonesi Nomor 10 tahun 2009 tentang susunan organisasi Tentara Nasional Indonesia . [4] Kusumadewi, Sri dkk, 2006. Fuzzy Multy Attribute Decision Making (FUZZY MADM) . Yogyakarta: Graha Ilmu. [5] Nugraha, F., 2011. sistem pendukung keputusan dengan metode simple additive weighting (SAW) dalam manajemen aset. tesis . [6] Roger S. Pressman, P.D., 2001. Soft Engineering A Practitioners Approach . 5th ed. New York: McGraw-Hill. [7] Rosa AS. dan M. Shalahuddin, 2011. Rekayasa Perangkat Lunak Terstruktur dan Berorientasi Objek . Bandung: Informatika. [8] Sahputra, T.M., 2011. Sistem Penunjang Keputusan Pemenang Tender Proyek Menggunakan Metode Analityc Hierarchy Process (AHP) Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Selatan. Universitas Serambi Mekkah . [9] Sharp, J., 2012. Microsoft Visual C# 2012 Step by Step . Sebastopol: O'Relly Media. [10] Simon, H.A., 1960. The New Science of Management Desition . New York: Harper and Row. [11] Suryadi, K. & Ramadhani, A., 1998. Sistem Pendukung Keputusan . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. [12] Turban, E., Aronson, J.E. & Liang, T.P., 2005. Decision Support Systems and Intelligent Systems . 7th ed. Yogyakarta: Andi.
5d8cef2b-907e-4d7b-95d5-ff1cb40970de
https://jurnal.uns.ac.id/arj/article/download/18882/14996
Potensi Minyak Atsiri Kulit Jeruk Nipis Untuk Pengendalian Crocidolomia Pavonana (Nidia Melati Al Anshori, Retno Wijayanti, Ato Sulistyo) ## POTENSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH JERUK NIPIS UNTUK PENGENDALIAN CROCIDOLOMIA PAVONANA Nidia Melati Al Anshori 1) , Retno Wijayanti 2) , Ato Sulistyo 2) 1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Dosen Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Kontak Penulis: el.anshori.07@gmail.com ## ABSTRACT Cabbage head caterpillar ( Crocidolomia pavonana ) is a major pest on Brassicaceae. Control using chemical insecticides to control this pest can resistance. When used as a lime peel essential oil is thought to be cabbage head caterpillar pest control compounds that contain monoterpene. This study is conducted in August 2016- January 2017. This study used a completely randomized design (CRD) with one factor is the concentration of essential oil. Variables measured were Larvicide, antifeedant, antioviposition, and phytotoxocity. The research results showed that essential oil of lime peel cause mortality of larvae of C. pavonana slowly. antifeedant activity due to the essential oil of less than 50%. Inhibition of egg laying was significant at concentration of 0.2% (73.3%), 0.8% and 1.6% (80%). Essential oil causes necrosis of leaf less than 10%. Keywords : Larvicide, antifeedant , antioviposition, phytotoxocity ## AGROTECHNOLOGY RESEARCH JOURNAL Al Anshori NM, Wijayanti R, Sulistyo A. 2017. Potential of lime peel essential oil for contro l Crocidolomia Pavonana. Agrotech Res J 1(2): 19-23. Al Anshori NM, Wijayanti R, Sulistyo A. 2017. Potensi minyak atsiri kulit jeruk nipis untuk pengendalian Crocidolomia Pavonana . Agrotech Res J 1(2): 19-23. ## PENDAHULUAN Ulat kubis ( Crocidolomia pavonana (F.) sinonim Crocidolomia binotalis Zeller) merupakan hama penting bagi tanaman kubis, sawi, dan brokoli. Ulat ini menjadi masalah yang serius dikarenakan ulat memakan daun yang masih muda serta menyerang titik tumbuh tanaman (Othman 1982). Jika yang terserang tanaman kubis maka tanaman masih bisa hidup sedangkan pada tanaman sawi tanaman tidak dapat bertahan hidup (Pracaya 1999). Pengendalian dengan menggunakan insektisida kimia yang dilakukan petani dapat menyebabkan resistensi hama C. pavonana . Penggunaan insektisida tidak baik karena dapat menyebabkan hama menjadi resisten dan mengganggu keseimbangan lingkungan (Asriani et al. 2013). Dono et al. (2010) melaporkan, C. pavonana populasi Kerta, Payangan, Gianyar, Bali telah menunjukkan mekanisme resistensi terhadap insektisida profenofos dengan nilai nisbah resistensi >7. Kulit jeruk nipis merupakan limbah yang belum termanfaatkan dengan baik. Berdasarkan hal tersebut, minyak atsiri kulit jeruk nipis memiliki kemungkinan yang besar dapat mengendalikan hama ulat kubis. Kulit jeruk nipis yang didestilasi mengandung senyawa aktif limonene 97,83% (Moraes et al. 2009). Buah jeruk nipis yang didestilasi mengandung senyawa pinene, camphene, cymene, limonene, ocimene, linalool, fenchol, verbenone, elemene, neryl acetate, caryophyllene, dan bergamotene (Patil 2009). Oleh karena itu, evaluasi potensi kulit jeruk nipis sebagai larvasida, A ntifeedant dan repellent perlu dilakukan sebagai alternatif dalam pengendalian hama C. Pavonana. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar potensi minyak atsiri kulit jeruk nipis terhadap pengendalian hama ulat kubis. ## BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 - Januari 2017. Bahan yang digunakan adalah kulit jeruk nipis, tanaman sawi, media tanam, Tween 80 dan ulat kubis ( C. pavonana ). Alat yang digunakan adalah petridish, botol kaca, pipet, gelas ukur, toples, kain kasa dan destilator. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi minyak atsiri yang terdiri atas 7 taraf dan setiap konsentrasi diulang sebanyak 4 kali. Pada setiap perlakuan pada uji larvasida menggunakan 20 ekor larva ulat kubis dan uji antifeedant sebanyak 1 ekor. Pada uji fitotoksisitas menggunakan 1 tanaman sawi dan pada uji antioviposisi menggunakan 1 tanaman sawidan sepasang imago. Perlakuan yang digunakan adalah: M1 = aquadest (kontrol 1), M2 = aquadest dan Tween 80 dengan perbandingan 9:1 (kontrol 2), M3 = 0,1% minyak atsiri, M4 = 0,2% minyak atsiri, M5 = 0,4% minyak atsiri, M6 = 0,8% minyak atsiri, M7 = 1,6% minyak atsiri. Mortalitas larva pada uji larvasida dihitung berdasarkan jumlah larva yang mati selama 4 hari. Hambatan aktivitas makan atau antifeedant dari minyak atsiri diketahui dengan menghitung luas daun yang dimakan larva setelah 24 jam. Jumlah koloni telur yang diletakkan imago pada tanaman inang dan dinding kandang oleh imago betina dewasa pada tanaman sawi. Fitotoksisitas untuk melihat pengaruh minyak atsiri kulit jeruk nipis terhadap tanaman sawi uji. *Fak. Pertanian UNS Surakarta Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Penghitungan persentase mortalitas larva, antifeedant , indeks antioviposisi dan luas relatif bercak nekrotik dianalisis terlebih dahulu dengan menggunakan Microsoft excel . Selanjutnya, Analisis statistik dilakukan dengan ANOVA dan uji DMRT menggunakan SPSS dengan tingkat kepercayaan 95%. Data jumlah koloni telur yang diletakkan pada daun dan dinding pada uji antioviposisi dan data uji fitotoksisitas, ditransformasi terlebih dahulu sebelum dianalisis ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Larvasida Berdasarkan pengamatan yang dilaksanakan, minyak atsiri kulit jeruk nipis terhadap larva uji dapat menimbulkan gejala berupa; (1) perubahan warna, yaitu tubuh larva menjadi berwarna kuning pucat, selanjutnya warnanya berubah lagi menjadi coklat kehitaman (mati); (2) gagal pupa, yaitu ulat yang akan menjadi pupa berwarna coklat kehitaman tubuhnya menyusut dan kering; (3) larva yang masih hidup bergerak lambat dan mengalami penurunan aktifitas makan). Jumlah larva yang mati secara umum pada hari pertama setelah perlakuan relatif rendah.Jumlah larva yang mati pada hari kedua lebih rendah dari hari pertama. Mortalitas menurun karena larva mengalami hambatan aktivitas makan. Aktivitas makan yang menurun diduga menyebabkan kematian larva pada hari ketiga dan keempat. Aktivitas makan yang menurun juga dapat dijadikan indikasi adanya gangguan sistem pencernaan pada tubuh larva (Tabel 1). Menurut Dono dan Susanerwinur (2013), gangguan pada penerimaan rangsangan pada saat proses makan menyebabkan serangga uji tidak dapat melakukan aktivitas makan secara normal. Aktivitas makan yang terganggu menyebabkan sebagian atau seluruh nutrisi yang diperlukan serangga tidak dapat terpenuhi. Tabel 1 Rata-rata jumlah larva C. pavonana yang mati akibat perlakuan dengan minyak atsiri kulit jeruk nipis. Perlakuan HSP 1) Total Mortalitas N 1 2 3 4 Air Air +tween 0.1% 0.2% 0.4% 0.8% 1.6% 80 80 80 80 80 80 80 0 0 5 6 18 10 15 0 0 4 4 2 0 9 1 1 9 11 9 16 20 0 2 3 5 3 8 10 1 3 21 26 32 34 54 1) HSP = Hari Setelah Perlakuan Rata-rata mortalitas larva meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi minyak atsiri. Berdasarkan uji DMRT, mortalitas larva pada konsentrasi dibawah 1% tidak berbeda nyata. Konsentrasi 0.1%, 0.2%, 0.4%, dan 0.8% telah mampu menyebabkan mortalitas sebesar 26.25%, 32.5%, 40%, dan 42.5%. Mortalitas larva pada konsentrasi 1.6% sebesar 67.5% dan berbeda nyata dengan konsentrasi dibawah 1%(tabel 2). Tabel 2 Rata-rata persentase mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan minyak atsiri kulit jeruk nipis (%) Perlakuan Ulangan Rata-rata Mortalitas SB 1) 1 2 3 4 Air Air+tween 0.1% 0.2% 0.4% 0.8% 1.6% 0 10 25 30 35 40 55 5 0 10 35 55 50 90 0 0 35 30 30 35 65 0 5 35 35 40 45 60 1.25 3.75 26.25 32.5 40 42.5 67.5 ±2.16 ±4.15 ±10.23 ±2.5 ±9.35 ±5.9 ±13.46 a 2) a b bc bc c d 1) SB = Simpangan Baku (standar deviasi) 2) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT Berdasarkan hasil penelitian, kecepatan daya bunuh dari minyak atsiri pada uji larvasida rendah dikarenakan sebagian senyawa menguap sebelum diberikan pada larva. Minyak atsiri kulit jeruk nipis mudah menguap (volatil) karena kandungan monoterpena yang cukup tinggi. Minyak atsiri kulit jeruk nipis setelah didestilasi mengandung senyawa limonene sebesar 44,59%, linalool 5,06%, citronellol 9,72%, dan geraniol 11,96%(Tjokronegoro et al. 2008). Gambar 1 Grafik perkembangan mortalitas larva C. pavonana . ## A ntifeedant Minyak atsiri kulit jeruk nipis dapat mempengaruhi aktivitas makan dari larva C. pavonana . Hambatan aktivitas makan atau antifeedant akibat minyak atsiri kurang dari 50% (Tabel 3). serangga juga bisa mengambil strategi dengan meningkatkan laju konsumsi. Meningkatnya laju konsumsi, maka makanan harus segera diproses dan tidak bisa disimpan di pencernaan, akibatnya efisiensi makanan di konsumsi dan efisiensi makanan dicerna bisa mengalami penurunan (Lina et al. 2015). Senyawa pada minyak atsiri bersifat antifeedant pada larva C. pavonana namun lemah. Insektisida nabati berbahan aktif citronellal lebih bersifat sebagai antifeedant terhadap C. pavonana (Willis et al. 2011) . 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 M o rta lita s L a rv a (% ) (HSP) Air Air +tween 0.10% 0.20% 0.40% 0.80% Tabel 3 Persentase hambatan aktivitas makan dari larva C. pavonana (%). Perlakuan Ulangan Rata-rata ±SB 1) 1 2 3 4 Air Air+tween 0.1% 0.2% 0.4% 0.8% 1.6% 6.05 10.90 27.36 38.01 32.20 20.58 44.79 10.90 17.68 46.73 19.61 40.92 22.52 25.42 -8.47 7.02 36.08 24.46 32.20 28.33 18.64 -8.47 2.18 19.61 23.49 12.83 15.74 26.39 0.00 9.44 32.45 26.39 29.54 21.79 28.81 ±0.00 ±5.67 ±10.1 ±6.95 ±10.3 ±4.51 ±9.70 a 2) ab c c c bc c 1) SB = Simpangan Baku (standar deviasi) 2) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT ## Antioviposisi Berdasarkan hasil penelitian, jumlah koloni telur yang diletakkan paling banyak pada perlakuan air dan tween 80. Jumlah koloni telur lebih banyak daripada perlakuan air sehingga indeks antioviposisi menjadi - 46,7%. Penghambatan peletakan telur tertinggi pada perlakuan konsentrasi 0,8 dan 1,6 yakni sebesar 80% (Tabel 4). Perlakuan konsentrasi 0,8% dan 1,6% terdapat ulangan yang mencapai 100% atau tidak ada telur yang diletakkan. Hal ini dikarenakan mortalitas imago pada 2 HSP. Imago mati diduga karena senyawa pada minyak atsiri yang menguap dan mengganggu pernapasan imago. Senyawa monoterpena dapat bersifat repellent karena mudah menguap (volatil). Senyawa yang bersifat volatil diterima oleh saraf olfactory sebagai faktor penghambat peletakan telur (Wiyantono et al. 2001). Jumlah koloni telur pada daun sawi lebih banyak dari koloni telur pada dinding. Jumlah koloni telur pada dinding terbanyak yakni pada perlakuan 0,2% sebesar 3,75% dan berbeda nyata dari perlakuan lain. Tidak ada koloni telur pada perlakuan 0,8% dan 1,6% didinding, hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri bersifat repellent sekaligus fumigan yang kuat. Menurut Syahbirin et al. (2011), volatilitas minyak atsiri yang besar menyebabkan minyak atsiri juga dapat berperan sebagai fumigan yaitu racun yang bekerja melalui sistem pernapasan. Menurut Dehgani dan Ahmadi (2013), semakin volatil suatu minyak atsiri maka semakin kuat pengaruh repellent dan antioviposisinya. Tabel 4 Persentase peletakan telur dan Indeks antioviposisi oleh imago betina C. pavonana (%). Perlakuan Jumlah koloni telur Indeks anti oviposisi ±SB 1) Pada daun Pada dinding Air Air+tween 0.1% 0.2% 0.4% 0.8% 1.6% 3.75 5.50 3.75 1.00 1.75 0.75 0.75 ±0.83bc ±1.80c ±0.43bc ±0.71a ±0.43ab ±1.30a ±1.30a 0.00 0.50 0.50 3.75 0.75 0.00 0.00 ±0.0 a ±0.5 a ±0.5 a ±2.8 b ±1.3 a ±0.0 a ±0.0 a 0.00 -46.7 0.00 73.3 53.3 80.0 80.0 a a a b b b b 1) SB = Simpangan Baku (standar deviasi) 2) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT Efektivitas antipeletakan telur tersebut meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi minyak atsiri. Imago Betina mulai meletakkan telur pada hari ke empat bertambah sedikit demi sedikit pada hari selanjutnya. Peletakan telur dimulai pada hari ke empat diduga karena minyak atsiri telah berkurang efektivitasnya (Gambar 2). Pestisida berbasis minyak atsiri memiliki kekurangan yakni sifat volatil dan tidak stabil atau tidak tahan terhadap sinar matahari (Hartati 2012). Tempat pengujian dibawah sinar matahari diduga mempengaruhi presistensi minyak atsiri. Menurut Dadang et al (2007), insektisida asal tumbuhan mudah terurai oleh cahaya matahari sehingga memiliki persistensi yang singkat di lapangan. Persistensi merupakan jangka waktu senyawa aktif insektisida masih mempunyai aktivitas biologi. Gambar 2 Jumlah peletakan telur oleh imago betina C. pavonana pada permukaan daun (koloni). Serangga yang berbeda memiliki sensitivitas hambatan peletakan telur yang berbeda pula. Senyawa limonene dan , linalool bersifat insektisida fumigan atau racun pernapasan bagi Sitophilus zeamais dewasa (Yildirim et al. 2013). Cineole dan myrcene bersifat 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 1 2 3 4 5 6 7 8 J u m lah Telu r (K o lon i) HSP Air Air +tween 0.10% 0.20% 0.40% 0.80% 1.60% fumigan terhadap Sitophilus oryzae (Abdelgaleil dan badawy 2009) . Cineole dan betha pinene memiliki repelensi yang tinggi terhadap Sitophilus zeamais dewasa (Wang et al. 2009). ## Fitotoksisitas Berdasarkan hasil pengamatan, gejala nekrosis akibat efek fitotoksik dari larutan uji terlihat pada ujung daun sawi. Efek fitotoksik terlihat dengan gejala daun tampak warna memudar pada hari pertama setelah perlakuan. Hari kedua, ujung daun mengering dan melengkung kedalam. Hari ketiga, daun yang mengering berubah warna menjadi kekuningan dan keriting. Hari selanjutnya, daun berubah menjadi kuning kecoklatan. Nekrosis yang terjadi pada daun sawi tidak lebih dari 10%. Luas relatif bercak nekrotik beragam seluruh perlakuan yang menggunakan tween 80 (Tabel 5). Tween 80 diduga dapat menyebabkan kerusakan pada daun tanaman sawi. Tween 80 ( Polyethylene glycol sorbitan monooleat ) adalah surfaktan nonionik yang berfungsi sebagai emulsifier minyak dalam air (Feng et al. 2006). Kandungan senyawa monoterpena dalam minyak atsiri juga diduga dapat bersifat fitotoksik. Gejala fitotoksik cenderung terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan sediaan ekstrak/fraksi insektisida nabati, bukan senyawa murni (Syahputra et al. 2007). Tabel 5 Rata-rata persentase luas relatif bercak nekrotik pada daun sawi (%). Perlakuan Ulangan Rata-rata ±SB 1) 1 2 3 4 Air Air+tween 0.1% 0.2% 0.4% 0.8% 1.6% 0.00 2.19 3.96 5.56 2.52 7.14 7.07 0.00 3.17 8.57 4.86 2.81 6.19 0.75 0.00 2.96 7.73 8.63 8.67 7.39 1.53 0.00 5.05 5.96 7.33 4.85 4.47 5.95 0.00 3.34 6.56 6.59 4.71 6.30 3.82 ±0 ±1.05 ±1.77 ±1.48 ±2.46 ±1.15 ±2.73 a 2) b b b b b b 1) SB = Simpangan Baku (standar deviasi) 2) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel (Attwood dan Florence 1985). Surfaktan dengan kadar tinggi sampai Critical Micelle Concentration (CMC) maka surfaktan diasumsikan mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu selanjutnya dapat pula mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena surfaktan dan membran mengandung komponen penyusun yang sama (Sudjaswadi 1991). Apabila permeabilitas membran menjadi rusak maka mengakibatkan kematian sel. Tween 80 pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan terjadinya nekrosis. Senyawa monoterpena pada minyak atsiri kulit jeruk nipis dapat bersifat fitotoksik pada tanaman tergantung pada bagian, umur dan jenis tanaman yang di uji. Limonene dan alpha pinene tidak bersifat fitotoksik pada akar bibit padi (Zhang et al. 2012). Senyawa monoterpenoid ( myrcene, limonene, pinene, linalool dan citral ) menyebabkan kerusakan pada daun dan batang bibit selada namun lemah (Fujii et al. 2005). ## KESIMPULAN DAN SARAN ## Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Minyak atsiri kulit jeruk nipis dapat mempengaruhi ulat kubis atau C. pavonana secara lambat. 2. Mortalitas larva pada konsentrasi 1,6% sebesar 67,5%. Hambatan aktivitas makan akibat minyak atsiri kurang dari 50%. Penghambatan peletakan telur signifikan pada konsentrasi 0,2%, 0,8% dan 1,6%. Tween 80 menyebabkan nekrosis pada daun sawi kurang dari 10%. ## Saran Saran yang dapat penulis berikan bagi penelitian ini adalah petani dapat menggunakan minyak atsiri kulit jeruk nipis sebagai pestisida hama C. pavonana dengan konsentrasi 1,6% untuk pengendalian larva dan konsentrasi 0,2% untuk pengendalian imago. ## DAFTAR PUSTAKA Abdelgaleil SAM, Badawy MEI. 2009. Fumigant and Contact Toxicities of Monoterpenes to Sitophilus oryzae (L.) and Tribolium castaneum (Herbst) and their Inhibitory Effects on Acetylcholinesterase Activity. J Chem Ecol. 35: 518 –525. DOI: 10.1007/s10886.009.9635.3. Asriani N W, Bagus IGN, Darmiati NN. 2013. Keragaman dan kepadatan populasi predator yang berasosiasi dengan hama penting pada tanaman kubis ( Brasica oleraceae L.). J Agroteknologi Tropika. 2(3): 155-164. Attwood D, Florence AT. 1985. Surfactan System. 1st Ed. London: Chapman and Hall. Dadang, Isnaeni N, Ohsawa K. 2007. Ketahanan dan pengaruh fitotoksik campuran ekstrak Piper retrofractum dan annona squamosa pada pengujian semi lapangan. J HPT Tropika. 7 (2): 91 – 99. Dehgani M, Ahmadi K. 2013. Repellence and anti- oviposition activities of plant products on greenhouse whitefly. Pharmacognosy Com. 3 (2):2-5. DOI:10.5530/pc.2013.2.2. Dono, Ismayana S, Idar, Prijono D, Muslikha I. 2010. Status Dan Mekanisme Resistensi Biokimia Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) terhadap Insektisida Organofosfat serta Kepekaannya terhadap Insektisida Botani Ekstrak Biji Barringtonia asiatica . J Entomol. Indon. 7(1): 9-27. DOI: 10.5994/jei719. Dono, Susanerwinur. 2013. Toksisitas dan anti oviposisi ekstrak metanol kulit biji jambu mete Anacardium occidentale L.) ( Anacardiaceae ) terhadap Crocidolomia pavonana F. (Lepidoptera: Pyralidae). Bionatura 15(2): 79 - 82. Feng JH, Zeng YY, Ma CQ, Cai XF, Zhang Q, Tang MY, Yu B, Xu P. 2006. The Surfactant Tween 80 Enhances Biodesulfurization. Applied and Environmental Microbiology 72 (11): 7390-7393. DOI:10.1128/AEM.014.74.06 Fujii Y, Matsuyama M, Hiradate S, Shimozawa H. 2005. Dish pack method: a new bioassay for volatile allelopathy. Proceedings of the 4th World Congress on Allelopathy, "Establishing the Scientific Base", Wagga Wagga, New South Wales, Australia, 21-26 August 2005. Hartati SY 2012. Prospek Pengembangan Minyak Atsiri Sebagai Pestisida Nabati. Perspektif 11 (1): 45 - 58. Lina, Dadang, Manuwoto S, Syahbirin G. 2015. Gangguan fisiologi dan biokimia Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) akibat perlakuan ekstrak campuran Tephrosia vogelli dan Piper aduncum. J Entomologi Indonesia. 12 (2): 100- 107. DOI: 10.5994/jei.12.2.100. Moraes TM, Helio K, Fabio CM, Raquel CS, Lucia RMR, Marcia OM, wagner V, Cleilia AH. 2009. Effect of limonene and essential oil from Citrus aurantifolia on gastric mucosa: role of prostaglandins and Gastric mucus secretion. J. CBI 180 (2009): 499-505. Othman N. 1982. Biology of Crocidolomia binotalis Zell. (Lepidoptera: Pyralidae) and Its Patasites From Cipanas Area (West Java). Bogor: Seameo Regional Center for Tropical Biology. Patil JR, Jayaprakasha GK, Murthy KNC, Tichy SE, Chetti MB. 2009. Apoptosis-mediated proliferation inhibition of human colon cancer cells by volatile principles of Citrus aurantifolia. J Food chemistry.114 (2009): 1351-1358. Pracaya. 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya. Sudjaswadi R. 1991. Tween 80 dan Stabilitas Asetosal. Majalah Farmasi Indonesia 2(1): 28-34. Syahbirin G, Hertika C, Prijono D, Dadang. 2011. Potensi minyak atsiri daun Cinnamomum multiflorum sebagai insektisida nabati terhadap ulat kubis Crocidolomia pavonana . dalam Dahlan K, Maddu A, Supena EDJ, Miftahudin, Nugrahani EH, Kusnanto A, Mulijani S, Sulistiyani (eds). prosiding Seminar Nasional Sains IV.Bogor. Peran Sains dalam Peningkatan Produktivitas Pertanian. 235-246. Syahputra, Prijono D, Dono D. 2007. Sediaan insektisida Calophyllum soulattri : aktivitas insektisida dan residu terhadap larva Crocidolomia pavonana dan keamanan pada tanaman. J HPT Tropika. 7(1): 21 – 29. Tjokronegoro RK, Murad S, Imron SS, Asnani H. 2008. A New Formulation Of Insecticide, Repellent, And Larvicide Against Mosquitoes From The Waste Product Of Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) . Jatinangor (ID): Proceeding Of The International Seminar In Chemistry. Wang Y, You CX, Wang CF, Yang K, Chen R, Zhang WJ, Du SS, Geng ZF, Deng ZW. 2014. Chemical constituents and insecticidal activities of the essential oil from amomum tsaoko against two stored-product insects. J Oleo Sci. 63(10): 1019-1026. DOI: 10.5650/jos.ess14.08.7. Willis M, Wiratno D, WahyunoT E, Wahyono, Sondang S. 2011. Pemanfaatan limbah tanaman atsiri sebagai repelen hama Crocidolomia binotalis pada brokoli (30%) dan pupuk organik (2% kadar N). Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2011. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Wiyantono, Prijono D, Manuwoto S. 2001. Bioaktivitas ekstrak biji Aglaia harmsiana terhadap ulat krop kubis Crocidolomia pavonana. J II Pert Indon. 10(1): 1-7. Yildirim E, Emsen B, Kordali S. 2013. Insecticidal effects of monoterpenes on Sitophilus zeamais Motschulsky (Coleoptera: Curculionidae). Journal of Applied Botany and Food Quality. 86(1): 198 - 204. DOI: 10.5073/JABFQ.2013.086.027. Zhang FJ, Guo JY, Chen FX, Liu WX, Wan FH. 2012. Identification of Volatile Compounds Released by Leaves of the Invasive Plant Croftonweed (Ageratina adenophora, Compositae), and their Inhibition of Rice Seedling Growth. weed science 60(2): 205-211. DOI:10.1614/WSD.11.00156.1. (Abstr).
a54c63e3-0f2d-446c-b543-b01ec99a733d
https://journal.umpr.ac.id/index.php/pengabdianmu/article/download/6364/4078
## PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat https://journal.umpr.ac.id/index.php/pengabdianmu/article/view/6364 DOI: https://doi.org/10.33084/pengabdianmu.v9i4.6364 ## Nuteen: Langkah Awal Mendukung Program 8000 Hari Pertama Kehidupan Nuteen: Initial Step to Support the First 8000 Days of Life Program Inayah Metty Novi Indrayani Adams Bagus Pratama Eta Hosana Eka Rizti Boru Simanjorang Department of Nutrition, Universitas Respati Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia email: inayah@respati.ac.id Kata Kunci Nutten Remaja Anemia Keywords : Nuteen Adolescent Anemia Received : December 2023 Accepted : February 2024 Published : April 2024 ## Abstrak Status gizi remaja memegang peran penting dalam 8000 HPK (Hari Pertama kehidupan) dan masa depan generasi berikutnya. Berdasarkan studi sebelumnya di RT 007 Dusun Demangan, Ponogaran, Banguntapan, Bantul, belum ada posyandu remaja hanya terdapat Paguyuban Muda Mudi. Paguyuban ini dibentuk untuk dilibatkan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Pembentukan Nuteen merupakan salah satu cara untuk membentuk suatu peer education atau pendidik sebaya yang diharapkan akan dapat mempercepat perubahan perilaku hidup sehat pada remaja yang bebas anemia untuk persiapan 8000 HPK Kegiatan dilakukan pada setiap hari sabtu sore. Kegiatan dilaksanakan bulan Juni-Desember 2023. Pemberian edukasi tentang anemia dan pentingnya menjaga asupan makan dan praktek pemantauan gizi pada remaja untuk persiapan 8000 HPK dan diskusi secara kalsikal dan outdoor mandiri. Pengenalan bahan makan lokal yang sehat, murah dan bergizi dengan demontrasi dan diakhir dengan lomba masak makanan selingan untuk mencegah anemia oleh remaja. Pemberian pre dan posttest untuk mengukur tingkat pengetahuan remaja terhadap anemia. Kegiatan berjalan dengan baik, terdapat 2 remaja yang anemia dengan Hb dibawah 12 mg/dL. Gejala fisik anemia dirasakan oleh sebagian besar remaja. Pengaplikasian penggunaan bahan makan lokal dapat terlihat pada pembuatan menu makanan selingan saat lomba. Perlu adanya kegiatan yang dilakukan secara rutin dan berkesinambungan untuk meningkatkan status gizi dan status anemia pada remaja. Pengenalan bahan makan lokal mempunyai dampak pada referensi makanan selingan sehat bagi remaja. ## Abstract Adolescents are an age group from children to adults who need good nutrition to create quality humans. The nutritional status of adolescents plays an essential role in the 8000 HPK and the future of the next generation. Based on previous studies in RT 007 Dusun Demangan, Ponogaran, Banguntapan, Bantul, there is no youth posyandu, only Paguyuban Muda Mudi. This association was formed to be involved in social activities. The formation of Nuteen is one way to form peer education or peer educators, which is expected to accelerate changes in healthy living behavior in anemia-free teenagers in preparation for 8000 HPK. Activities are carried out every Saturday afternoon. Activities will be carried out during June-December 2023. Providing education about anemia and the importance of maintaining food intake and nutritional monitoring practices for adolescents in preparation for 8000 HPK and independent calcal and outdoor discussions. Introduction of healthy, cheap, and nutritious local food with a demonstration and snack cooking competition to prevent anemia by teenagers. Giving pre and posttests to measure the level of knowledge of adolescents regarding anemia. The activity went well; 2 teenagers were anemic. Physical symptoms of anemia are felt by most teenagers. Local food ingredients can be applied in creating snack menus during competitions. Activities must be carried out routinely and continuously to improve adolescents' nutritional status and anemia status. The introduction of local food ingredients impacts references for healthy snacks for teenagers. © 2024 Inayah, Metty, Novi Indrayani, Adams Bagus Pratama, Eta Hosana Eka Rizti Boru Simanjorang Published by Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya . This is Open Access article under the CC-BY-SA License ( http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ ). DOI: https://doi.org/10.33084/pengabdianmu.v9i4.6364 ## PENDAHULUAN Prevalensi anemia secara nasional sebesar 48,9% dengan proporsi anemia pada perempuan 27,2% dan 20,3% pada laki- laki. Prevalensi anemia di Yogyakarta tertinggi berdasarkan kabupaten terletak di Kulon Progo dengan persentase sebesar 73,8%, Bantul 54,8%, Yogyakarta 35,2%, Sleman 18,1%, dan Gunung kidul 18,4%, anemia di kabupaten Bantul menduduki peringkat kedua setelah Kulon Progo (Kemenkes, 2018) dan menurut WHO, Bantul masuk dalam kategori tinggi karena prevalensinya diatas atau sama dengan 40% (Shekar et al., 2017). Prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 %, artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia (Kemenkes, 2018). Keadaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah asupan gizi yang belum optimal terutama protein hewani, aktivitas olahraga yang tidak teratur. Asupan gizi yang kurang akan berpengaruh pada status gizi pada remaja. Kurangnya asupan pada remaja tidak hanya zat gizi makro, namun juga zat gizi mikro. Zat besi (Fe merupakan salah satu zat gizi mikro yang dapat menyebabkan terjadinya resiko anemia pada remaja. Anemia yang terjadi pada remaja terutama pada remaja putri akan berdampak besar pada 8000 hari pertama kehidupan. Ibu hamil yang menderita anemia sejak remaja akan mempunyai resiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan stunting. Asupan makanan sumber zat besi yang kurang menyebabkan terjadinya anemia gizi besi yang merupakan salah satu penyebab utama anemia (Kemenkes RI, 2018). Resiko terjadi anemia pada remaja putri lebih tinggi dibandingkan dengan remaja laki-laki disebabkan karena remaja putri mengalami menstruasi (Pratiwi & Sofiana, 2019). Kejadian anemia pada remaja putri juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan. Remaja putri yang tingkat pengetahuannya tinggi lebih mempunyai kepedulian pada kesehatan dan dampak yang terjadi dimasa yang akan datang (Kusnadi, 2021). Faktor lain yang mempengaruhi kejadian anemia pada remaja adalah body image, dan lingkungan sosial pergaulan. Faktor tersebut mempengaruhi pemilihan makanan dan asupan remaja pada umumnya. Pola makan yang kurang baik dan kurang mengandung zat besi akan menyebabkan terjadinya anemia pada remaja (Arisman et al., 2022). Kebiasaan konsumsi makanan minuman yang mengandung kafein, tanin, fitat dan oksalat juga merupakan faktor penyebab anemia karena akan menghambat penyerapan zat besi yang dikonsumsi (Budiarti et al., 2021). Faktor lain yang dapat menyebabkan anemia adalah adanya infeksi kecacingan (Pratiwi & Sofiana 2019). Untuk mendukung program pemerintah 8000 HPK, maka skrining anemia pada remaja penting dilakukan baik secara fisik dengan gejala 5L (lemah, letih , lesu, lelah dan lalai), dilakukan pula deteksi secara kuantitatif memeriksakan kadar hemoglobin (Hb) dengan Packed Cell Volume (PCV). Periksaan hemoglobin bertujuan untuk mencegah adanya perkembangan penyakit dan komplikasi (Amalia, & Tjiptaningrum, 2016). Hasil skrining pada anggota Paguyuban Muda Mudi RT 007 Dusun Demangan, gejala fisik anemia yang dirasakan adalah : sering pusing, kuku dan konjungtiva tampak pucat, sering mengantuk dan kesulitan konsentrasi saat sekolah serta merasa melayang apabila berubah posisi dari duduk kemudian berdiri. Para remaja mengatakan belum pernah melakukan pemeriksaan secara kuantitatif berapa kadar Hb. Asupan makan dan pola makan remaja dari hasil wawancara diketahui bahwa mereka sudah mengonsumsi makanan yang mengandung Fe seperti protein hewani 60% mengonsumsi telur, daging ayam dan ikan air tawar. Konsumsi sayur dan buah lebih banyak mengonsumsi bayam, kembang kol, wortel, pisang dan pepaya. Jajanan yang biasa dikonsumsi adalah jajanan kekinian yang cenderung tinggi gula, lemak, natrium, karbohidrat serta kafein/tanin seperti cireng, es coklat dan fast food lainnya. Kelompok teman sebaya ( peer group ) merupakan suatu kelompok dari orang-orang yang seusia dan memiliki status yang sama, dengan siapa seseorang umumnya berhubungan atau bergaul (Dwitika, 2012). Melalui peer/teman sebaya, remaja belajar untuk membentuk dan menemukan opininya, menghargai sudut pandang peernya, bernegosiasi mencari solusi ketika terjadi ketidaksepakatan, dan mengembangkan standar tingkah laku yang diterima secara umum. Peer grup/ teman sebaya mempunyai peran sebagai teman yang bersedia untuk bergabung bersama mealkukan kegiatan bersama, sebagai pendorong dengan memberikan informasi yang menarik, pendukung ego yang dalam hal ini memberikan harapan atau dukungan untuk mempertahankan citra diri yang baik dan kompeten, sebagai perbandingan sosial dengan cara memberikan informasi bagaimana cara untuk berinteraksi dengan orang lain serta memberikan keakraban dan perhatian yang memberikan hubungan yang erat dengan saling percaya (Santrock, John W, 2007). ## METODE Kegiatan dilaksanakan selama dari bulan Mei sampai November 2023. Kegiatan dilaksanakan pada setiap hari Sabtu dan Minggu, pukul 16.00 WIB, sesuai dengan jadwal kegiatan. Lokasi kegiatan di serambi Masjid Nurul Iman dan di rumah salah satu warga. Responden dalam kegiatan ini adalah remaja usia 14- 21 tahun yang merupakan anggota Paguyuban Muda Mudi Rt 08 Dusun Demangan, Jambidan, Bantul Yogyakarta dengan jumlah 8 orang remaja putri dan 9 orang remaja putra. 1. Pembentukan kelompok ahli gizi remaja yang diberi nama Nuteen yang terdiri remaja dengan kriteria tertentu dan seleksi. Pelaksanaan kegiatan secara bertahap, mulai dari pembentukan Nuteen yang bertujuan sebagai agen perubahan pada remaja di lingkungan dusun Demangan. Nuteen diharapkan dapat menjadi contoh baik bagi remaja sekitar. 2. Penyuluhan dengan tema gizi seimbang dan anemia kepada Nuteen, dilakukan melalui : Membuat materi mengenai gizi seimbang yang disusun menjadi sebuah media edukasi seperti buku saku dilakukan oleh ketua dan anggota program dibantu mahasiswa. Kegiatan penyuluhan dilakukan secara bergantian pada minggu ke 3 dan ke 4. Penyuluhan ini dilakukan untuk memberikan tambahan pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang gizi seimbang bagi remaja dan dampak anemia pada remaja terutama pada 8000 hari pertama kehidupan. Selain penyuluhan, juga dilakukan pemeriksaan Hb pada remaja dengan menggunakan alat pemeriksaan hemoglobin cepat. Pemeriksaan Hb ini dimaksudkan untuk memastikan dan menunjukkan kepada remaja keadaan klinis. Hasil ini untuk memastikan dan membandingkan dengan hasil skrining fisik yang dilaksanakan saat awal pemeriksaan. 3. Pemeriksaan Hb pada remaja baik secara fisik maupun secara klinis biokimia. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan alat Hb meter dengan merk Easytouch. Pemeriksaan dilakukan menggunakan inform concent yang ditanda tangai oleh anggota Nuteen bahwa tidak ada paksaan, telah diberi informasi bahwa akan ada efek rasa nyeri dilokasi pengambilan darah. Pemeriksaan ini dilaksanakan untuk mengetahui secara kuantitatif kadar Hb seseorang. 4. Lomba mengolah makanan selingan. Kegiatan terakhir adalah lomba pengolah makanan selingan berbasis pangan lokal oleh remaja dengan tujuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka dapatkan pada saat penyuluhan tentang gizi seimbang dan anemia. Lomba ini juga sebagai media edukasi bagi Nuteen dan masyarakat pada umumnya, bahwa pangan lokal dapat diubah menjadi makanan selingan yang enak dan mempunyai gizi yang lengkap. Lomba ini dilaksanakan bertepatan dengan perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan Nuteen sebagai agen perubahan di lingkungan remaja, akan dapat membantu percepatan penyebaran informasi dan pengetahuan untuk mencegah terjadinya stunting. Gambar 1. Pembentukan Nute Gambar 2. Edukasi Gizi Seimbang Seimbang Penyuluhan merupakan salah satu metode untuk meningkatkkan pengetahuan pada kelompok masyarakat yang sering digunakan. Edukasi dilaksanakan setiap minggu sesai dengan jadwal yang ditentukan. Materi yang diberikan adalah Gizi seimbang dan Anemia pada remaja yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada remaja pentingnya 8000 hari pertama kehidupan. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dari remaja mengenai materi dilakukan pre dan post tes. Hasil dari pemberian edukasi dapat dilihat pada tabel 1 dibawah. Tabel I. Hasil Pre dan posttest Materi Gizi Seimbang Data Tingkat Pengetahuan Pre test Post test n % n % Kurang 4 23,5 1 6 Cukup 9 53 5 30 Baik 4 23,5 11 64 Tabel 1 menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan remaja pada materi gizi seimbang yang diberikan. Gizi Seimbang adalah salah satu materi edukasi yang diberikan untuk meningkatkan pengetahuan remaja anggota Nuteen . Materi ini berisikan tentang bagaimana pengaturan makan, bahan makanan yang mengandung zat besi dan zat inhibitor serta isi piringku bagi remaja. Hasil pretest menunjukkan bahwa 53% remaja mempunyai pengtahuan cukup baik tentang gizi seimbang. Materi yang belum banyak diketahui oleh remaja adalah bagaimana pembagian isi piringku untuk remaja dan pemilihan jenis jajanan yang sehat. Remaja banyak yang belum memenuhi isi piringku dan memilih jajanan yang kurang sehat serta mengandung bahan yang menghambat penyerapan zat besi. Materi lain yang belum banyak diketahui oleh remaja adalah bahwa terdapat banyak bahan makanan lokal yang mempunyai zat gizi lengkap yang dapat digunakan untuk menu makanan baik jajanan atau makan utama. Setelah dilakukan edukasi, hasil posttest mengalami peningkatan sebesar 40,5%. Edukasi diberikan secara klasikal dengan menggunakan bahasa dan istilah yang bisa dimengerti oleh remaja dan memberikan contoh riil yang ada di masyarakat. Pendekatan yang digunakan adalah saling sharing dan diskusi santai menggunakan alat bantu Power point template. Tabel II. Hasil Pre dan post test Materi Pencegahan Anemia pada Remaja Tingkat Pengetahuan Pre test Post test n % n % Kurang 7 42,2 2 12 Cukup 5 29,4 8 47 Baik 5 29,4 7 41 Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan pada materi Anemi pada remaja. Pada materi yang sebanyak kedua remaja masih banyak yang belum mengetahui dan memahami tentang akibat anemia pada remaja dan tanda gejala fisik yang terjadi apabila terjadi anemia. Setelah dilakukan penyuluhan dan diskusi dengan menggunakan contoh dan keadaan riil yang terjadi, remaja memahami apa yang disampaikan. Terlihat dengan adanya kenaikan 11,16%. Peningkatan pengetahuan ini dipengaruhi oleh media yang digunakan, pendidikan remaja yang rata-rata adalah sekolah menengah atas dan metode yang dipakai lebih pada diskusi dua arah. Hal ini sesuai dengan hasil pengabdian masyarakat yang dilakukan Indrayani (2023) bahwa alat bantu dan metode edukasi yang menarik dapat meningkatkan mempercepat remaja mengerti dan memahami isi materi yang diberikan. Kegiatan pemeriksaan anemia pada remaja secara biokimia dilaksnakan untuk memberikan gambaran keadaan kadar hemoglobin secara langsung. Sebelum dilakukan pemeriksaam secara biokimia, para remaja diminta untuk mengisi kuesioner gejala dan tanda anemia secara fisik. Hasil pemeriksaan biokima untuk memastikan apakah memang kadar hemoglobin benar benar rendah atau tidak. Hasil pemeriksaan hemoglobin secara biokimia pada remaja didapatkan bahwa hanya ada 3 dari anggota Nuteen yang Hb nya kurang dari 12 mg/dL Remaja yang mempunyai Hb kurang dari 12 mg/dl adalah remaja putri. Hasil penggalian data dan wawancara pada remaja tersebut diketahui bahwa remaja tersebut mempuyai pola makan yang belum seimbang. Selain pola makan yang belum seimbang, remaja tersebut mempunyai anggapan bahwa makan banyak akan menyebabkan gemuk, sehingga dengan sengaja mengurangi makanan. Rendahnya kadar Hb pada remaja putri dipengaruhi pula dengan terjadinya menstruasi (Nugrahani,2013) dan asupan kafein (Jacob et al, 2013) Gambar 3. Pemeriksaan Hb secara Biokimia Kegiatan terakhir dari pengabdian masyarakat ini adalah lomba mengolah makanan selingan oleh remaja sebagai bagian dari penilaian pemahaman remaja pada materi yang diberikan. Lomba masak makanan selingan berbasis pangan lokal ini bertujuan juga untuk meningkatkan kesadaran pada remaja bahwa makanan selingan dari bahan pangan lokal mampu memberikan dampak positif pada kesehatan. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh remaja dengan bahan pangan lokal yang digunakan antara lain singkong, labu kuning, daun kelor, daun singkong, ubi ungu, tempe, ikan gabus ikan tuna dan kelapa. Kegiatan ini memberi merupakan salah satu cara kampaye untuk membiasakan dan mengenalkan pangan lokal pada remaja. Kegiatan bertujuan untuk mengaplikasikan materi yang diberikan secara nyata. Remaja diharapkan melakukan kegiatan perencanaan, pemilahan dan pengolahan bahan yang dapat digunakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kegiatan ini juga sebagai media edukasi pada masyarakat yang melihat dan mengunjungi lokasi lomba bahwa bahan makanan lokal mempunyai gizi yang baik dan dapat diolah menjadi makanan kekinian dengan harga yang terjangkau serta mempunyai rasa yang enak. Gambar 4. Contoh menu lomba mengolah makanan selingan mencegah anemia ## KESIMPULAN Kegiatan pengabdian masyarakat di Dusun Demangan, Jambidan, bantul ini berjalan dengan baik dan lancar. Terdapat peningkatan pengetahuan pada remaja untuk materi gizi seimbang dan anemia pada remaja. Skrining anemia secara biokimia didapatkan hasil masih ada remaja putri yang anemia dengan Hb kurang dari 12 mg/dl. Anemia pada remaja merupakan keadaan yang harus diperbaiki untuk mencegah terjadinya stunting. Edukasi dan kegiatan yang melibatkan remaja secara aktif untuk 8000 hari pertama kehidupan adalah kegiatan yang harus terus dilaksanakan. Nuteen sebagai peer grup diharapkan dapat menjadi agen perubahan untuk mensukseskan program pemerintah dalam pencegahan stunting. ## UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada universitas Respati Yogyakarta yang memberikan dana hibah kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat. ## REFERENSI Amalia, A., & Tjiptaningrum, A. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi Diagnosis and Management of Iron Deficiency Anemia. Majority , 5 , 166 – 169 https://doi.org/10.23887/gm.v2i1.47015 Arisman, M. (2010). Gizi Daur Kehidupan. Penerbit EGC. Budiarti, A., Anik, S., & Wirani, N. P. G. (2021). Studi Fenomenologi Penyebab Anemia Pada Remaja di Surabaya. Jurnal Kesehatan Mesencephalon , 6 (1). v http://dx.doi.org/10.36053/mesencephalon.v6i2.246 Dwitika, 2012. Tinjauan Tentang Sosialisasi Anak Dengan Teman Sebaya Dalam Perkembangan Sosialnya di Taman Kanak-Kanak Pertiwi 1 Kantor Gubernur Padang, Universitas Negeri Padang. Jurnal Ilmiah Pesona PAUD , 1 (5), https://doi.org/10.24036/1696 Jacob, S.,Tambawel, J.,Trooshi, F.M.,Alkhoury, Y.2013.Consumption Pattern of Nutritional Health Drinks and Energy Drinks Among University in Ajman. UAE.Gulf Medical Journal . 1(2) Nugrahani, I. 2013. Perbedaan Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Menstruasi pada Mahasiswa DIII Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Repository Universitas Muhammadiyah. Surakarta Pratiwi EE, & Sofiana L. (2019). Kecacingan sebagai faktor risiko kejadian anemia pada anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia , 14 (2.) https://doi.org/10.26714/jkmi.14.2.2019.1-6 ## Kemenkes, 2018. Laporan Utama RISKESDAS Shekar, M., Kakietek, J., Eberwin, J. D. & Walters, D. 2017. An Investment Framework for Nutrition. Reaching The Global Targets for Stunting, Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga Anemia, Breastfeeding, and Wasting.
bc4c2dec-f18f-4a19-93b8-8326ec383d83
https://journal.lppm-unasman.ac.id/index.php/mitzal/article/download/457/376
## PERILAKU PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERIODE 2019-2024 Rustan IR 1 2 Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Al Asyariah Mandar Email: rustam.irta17@gmail.com Munawir Ariffin 2 2 Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Al Asyariah Mandar Email: munawirarif86@gmail.com ## ABSTRACT This study aims to describe and analyze the behavior of novice voters in the election of the regent and deputy regent of Polewali Mandar for the 2019-2024 period, as well as describe and analyze the behavioral tendencies of novice voters in making their choice for certain candidates or candidates in the election of the Regent and Deputy Regent of Polewali Mandar. This type of research is descriptive qualitative research. The results showed that novice voters in the Campalagian District in the 2019 Regent and Deputy Regent elections in Polewali Mandar Regency, namely: rational voters, most of the people consider the vision and mission offered by the candidate pair. Factors that influence voters are the figure/idol of the candidate pair, the vision and mission offered, the supporting party, the candidate's background, the candidate's education, and the supporting party. ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis perilaku pemilih pemula pada pemilihan bupati dan wakil bupati polewali mandar periode 2019-2024, serta menggambarkan dan menganalisis kecenderungan perilaku pemilih pemula dalam menjatuhkan pilihannya kepada calon atau kandidat tertentu pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Polewali Mandar. Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilih pemula di Kecamatan Campalagian pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2019 di Kabupaten Polewali Mandar, yaitu: pemilih rasional hampir sebagian besar masyarakat mempertimbangkan visi dan misi yang ditawarkan pasangan calon. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih yaitu faktor figure/idola pasangan calon, visi dan misi yang ditawarkan, partai pendukung, latar belakang calon, pendidikan calon, dan partai pendukung. Kata Kunci: Perilaku Pemilih Pemula, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati . 154 | MITZAL (Demokrasi, Komunikasi, dan Budaya): Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi ## PENDAHULUAN Para pemilih merupakan rational voters yang mempunyai tanggungjawab, kesadaran, kalkulasi, rasionalitas dan kemampuan kontrol yang kritis terhadap kandidat pilihannya yang meninggalkan ciri-ciri traditional voters yang fanatik, primordial dan irrasional, serta berbeda dari swinger voters yang selalu ragu- ragu dan berpindah-pindah pilihan politiknya. Dalam undang-undang No 10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum disebutkan bahwa pemilih pemula adalah mereka yang baru pertama kali untuk memilih dan telah genap berusia 17 tahun, atau sudah/pernah menikah sudah mempunyai hak memilih dalam pemilihan umum. Perilaku pemilih pemula memiliki karakteristik yang biasanya masihh labil dan apatis, pengetahuan politiknya kurang, cenderung mengikuti kelompok sepermainan dan mereka baru belajar politik khususnya dalam pemilihan umum.Ruang-ruang tempat di mana mereka belajar politik biasanya tidak jauh dari ruang yang dianggap memberikan rasa kenyamanan dalam diri mereka. Adapun ruang-ruang tempat belajar politik tersebut yaitu ruang keluarga, pengaruh teman sebaya dan media massa. Pengetahuan politik pemilih pemula sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kelompok pemilih lainnya.Perilaku pemilih masihh erat dengan faktor sosiologis dan psikologis dalam menjatuhkan pilihan politiknya jika ditinjau dari studi voting behaviors. Namun yang membedakan pemilih pemula dan kelompok lainnya adalah soal pengalaman politik dalam menghadapi pemilu. Preferensi yang dijadikan sandaran dalam melakukan pemilihan cenderung tidak stabil atau mudah berubah-rubah sesuai dengan informasi atau preferensi yang melingkarinya. Hal itu penting karena pemilih pemula adalah pemilih yang ikut andil menentukan pemimpin di daerah tertentu. Perilaku pemilih pemula menjadi indikator kualitas demokrasi secara substansial pada saat ini dan masa akan datang. Karena kondisinya masih labil dan mudah diberikan wawasan politik dan demokrasi secara benar baik dari suprastruktur politik maupun infrastruktur politik.Maka pemilih pemula masihh terbuka menjadi pemilih yang cerdas dan kritis dalam menentukan pemimpin di Indonesia. Untuk melihat perilaku pemilih pemula ada beberapa pendekatan yang dilihat menurut Dennis Kavanagh dalam Mukti melalui buku-nya yang berjudul Political Science andPolitical Behavior , menyatakan terdapat tiga model untuk menganalisis perilaku pemilih,yakni pendekatan sosiologis, psikologi sosial, dan pilihan rasional. Dari fakta-fakta empirik tersebut yang juga didukung oleh aspek teoritik maka sangat menarik untuk mencermati kecenderungan perilaku politik pemilih pemula dalam menjatuhkan pilihannya kepada seorang calon atau kandidat tertentu. Berdasarkan realitas diatas maka | 155 p-ISSN 2541-4364, e-ISSN 2541-4732 penulis merasa tertarik untuk menganalisis fenomena politik kabupaten Polewali Mandar melalui penelitian yang berjudul: “Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat Periode 2019-2024 di Kecamatan Campalagian”. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana kecenderungan perilaku Pemilih Pemula dalam menjatuhkan pilihannya pada pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati di Kecamatan Campalagian Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat Periode 2019-2024.Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis kecendrungan perilaku pemilih pemula di Kecamatan Campalagian pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat Periode 2019-2024. Adapun urgensi penelitian ini sebagai bahan informasi ilmiah untuk para peneliti lain dan memperkaya khazanah kajian ilmu pemerintahan dan politik yang ada terkait perilaku pemilih pemula dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Polewali Mandar. ## METODE PENELITIAN ## Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dimana penelitian inidimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan lainnya secara menyeluruh dan dengan caradiskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dandengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Lokasi penelitian di Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Data penelitian ini dilakukan pada Kantor sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Polewali Mandar dengan pertimbangan kebutuhan data yang dapat diperoleh dengan baik dan akurat, karena pemilih pemula di Polewali Mandar juga sangat tinggi dalam memberikan suaranya pada Pemilihan Bupati di Provinsi Sulawesi Barat Periode 2019-2024. Data primer adalah data yang diperoleh melalui studi lapangan dengan menggunakan teknik wawancara. Dalam pelaksanaan teknik ini, peneliti mengumpulkan data melalui komunikasi langsung dengan para informan dan menggunakan beberapa alat untuk membantu dalam penelitian diantaranya adalah alat tulis dan alat dokumentasi serta alat perekam. Adapun masyarakat yang akan diwawancarai adalah pemilih pemula di Polewali Mandar. Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan yang berupa buku, dokumen, hasil penelitian yang terkait dengan studi. ## Teknik pengumpulan data Berdasarkan jenisnya penelitian ini bersifat kualitatif, maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: ## 1. Wawancara mendalam ( indeep interview ) Wawancara mendalam adalah metode pengumpulan data dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan lisan untuk dijawab secara lisan kepada informan yang bertujuan untuk memperoleh keterangan lebih terperinci dan mendalam mengenai pengetahuan, sikap, perilaku, informan yang terkait dengan tujuan studi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan-informan yang mewakili pemilih pemula di Polewali Mandar yang berusia 17-21 tahun atau telah menikah pada saat pemilu digelar dan baru pertama kali mengikuti pemilihan.Informan yang telah di wawancarai terdiri dari beberapa Pemilih Pemula dan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kab. Polewali Mandar sebagai informasih pendukung. 2. Dokumentasi / Studi pustaka Selain itu juga untuk memperdalam studi peneliti akan melakukan kajian terhadap dokumen-dokumen Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Bupati Provinsi Sulawesi Barat Periode 2019-2024. Serta membaca literatur-literatur yang terkait dengan studi. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil-dalil atau hukum-hukum dan nilai-nilai yang berhubungan dengan masalah penelitian. ## Teknik Analisa Data Teknik pengolahan data yang digunakan adalah data yang di peroleh dari hasil penelitian ini diolah secara deskriptif kualitatif untuk menggambarkan dan menganalisis perilaku memilih masyarakat pada Pemilihan Bupati Provinsi Sulawesi Barat Periode 2019-2024. Adapun angka- angka yang muncul dalam penelitian ini tidak dimaksudkan untuk diananlisa secara kuantitatif, akan tetapi hanya sebagai pelengkap terhadap analisa kualitatif demi pencapaian tujuan penelitian ini. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan umum Bupati Polewali Mandar 2018 (selanjutnya disebut Pilkada Polewali Mandar 2018) merupakan pemilihan umum di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, untuk memilih Bupati dan Wakil | 157 p-ISSN 2541-4364, e-ISSN 2541-4732 Bupati periode 2019-2024. Ini merupakan pemilihan bupati secara langsung ketiga setelah Pilkada Polewali Mandar pada Periode 2009-2013 dan 2014-2019 . Bupati dan Wakil Bupati petahana, H.Andi Ibrahim Masdar dengan H.M.Natsir Rahmat, berpasangan kembali mencalonkan diri dari jalur partai politik, antara lain Partai Golkar (9 kursi), Gerindra (3 kursi), PDIP (5 kursi), PAN (5 kursi), PKB (5 kursi), PKS (2 kursi) dan PKPI (1 kursi) 67 % , sementara Pasangan Calon Bupati Salim S. Mengga dengan Calon Wakil Bupati Marwan mendapatkan partai pendukung dari Partai Demokrat (5 kursi), PPP (5 kursi) dan Nasdem (2 kursi) 27 %. Setiap pasangan calon (paslon) dalam Pilkada Polman 2018 harus memenuhi syarat dukungan minimal 9 kursi DPRD atau minimal 25% suara sah Pemilu 2014 untuk jalur partai politik dan minimal 25.613 dukungan (8,5% dari DPT Pilgub Sulbar 2017) yang tersebar di minimal 9 kecamatan (dari total 16 kecamatan). Pilkada Polman 2018 diikuti oleh 2 pasangan Calon sebagai berikut: Nomor Urut Nama Calon Bupati Nama Calon Wakil Bupati Parpol Pengusung Jumlah Kursi Persen 1 Salim S. Mengga Marwan Demokrat PPP Nasdem 5 5 2 12 % Jumlah 12 2 H.A.Ibrahim Masdar H.M.Natsir Rahmat Golkar Gerindra PDIP PAN PKB PKS 9 3 5 5 5 2 67 % Jumlah 30 Rekapan partisipasi dalam Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati 2018 Periode 2019-2024 di Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat. Partisipasi Pemilih % Pemilih tidak berpartisipasi % Pemilih terdaftar % 221.732 74,24 76.931 25,76% 298.663 100 Hasil akhir Pilkada Polman 2018 dimenangkan oleh Paslon No.2. H.A Ibrahim Masdar-M. Natsir Rahmat. Berikut adalah rekapitulasi suara Pilkada Polman 2018: Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi Nomor Urut Nama Kandidat (Paslon) Jumlah Perolehan Suara Persentase ( % ) 1 Salim S. Mengga – Marwan 97.889 44,65 2 H.A.Ibrahim Masdar-H.M.Natsir Rahmat 121.328 55,35 Jumlah 100 % Suara Sah 219.217 98,87 Suara tidak sah 2.515 1.13 Jumlah masyarakat kabupaten Polewali Mandar yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati kabupaten Polewali Mandar tahun 2018 berjumlah 298.663 jiwa dengan rincian laki-laki 82.360 jiwa dan perempuan 79.510 jiwa yang tersebar pada 16 kecamatan dan 144 desa, 23 Kelurahan. Setelah melakukan serangkaian proses seleksi terhadap bakal calon yang ada, maka KPUD Kabupaten Polewali Mandar menetapkan dua pasangan calon yang menjadi peserta dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Polewali Mandar tahun 2018 sesuai dengan surat keputusan KPUD Polewali Mandar Nomor: 42/HK.03.1.Kpt/7604/KPU.Kab./VII/2018 tentang penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati pada pilkada Polewali Mandar tahun 2018. Perolehan suara calon Bupati dan Wakil Bupati kabupaten Polewali Mandar berdasarkan hasil rekapitulasi KPUD Polewali Mandar yang tertuang dalam surat keputusan Nomor: 36/HK.03.1.Kpt/7604/KPU.Kab./VII/2018 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan hasil pemilihan bupati Polewali Mandar 2018, suara terbanyak diraih pasangan calon nomor urut 1 yaitu: Salim S. Mengga dengan Marwan dengan perolehan 97.889 suara atau (44,65 %), disusul oleh pasangan nomor urut 2 yaitu: H. A. Ibrahim Masdar dengan H. Muhammad Natsir Rahmat dengan perolehan 121.328 suara atau (55,35 %). Masyarakat yang ada di Kecamatan Campalagian juga sangat antusias mengikuti pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Polewali Mandar tahun 2018. Hal tersebut terlihat saat masa kampanye setiap pasangan calon yang ramai diikuti oleh masyarakat, selain itu masyarakat juga aktif dalam mendiskusikan program kerja yang ditawarkan setiap pasangan calon.Interaksi ini biasanya berlangsung dalam lingkup yang kecil yakni antar keluarga, antar tetangga, maupun antar pendukung yang memiliki pilihan berbeda. Pada hari pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Polewali Mandar tahun 2018, masyarakat Campalagian juga memperlihatkan tingkat partisipasi politik | 159 p-ISSN 2541-4364, e-ISSN 2541-4732 yang cukup tinggi yakni mencapai 73,58% pengguna hak pilih. Senada dengan hal tersebut, salah satu informan Abd.Rahman (22) mengatakan: “Pada waktu pemilihan Bupati ditahun 2018 saya ikut menggunakan hak pilih, begitu juga ditahun-tahun sebelumnya yaitu pertama sekalai saya memilih. Saya lihat juga sebagian besar masyarakat menyambut positif pelaksanaan pilkada waktu itu, bahkan pemilih yang masihh dalam usia SMA juga banyak yang ikut memilih. Inikan untuk kebaikan kita juga sebagai masyarakat”. Perilaku pemilih yang ditemui pada masyarakat kecamatan Campalagian dapat dilihat dari empat pendekatan, yaitu pendekatan sosiologis seperti pemilih yang menentukan pilihan kepada pasangan calon tertentu berdasarkan suku, agama, tempat tinggal, jenis kelamin atau ikatan kekeluargaan. Kemudian yang kedua pendekatan psikologis seperti pemilih yang menentukan pilihan kepada salah satu pasangan calon berdasarkan identifikasi partai politik, Dan yang ketiga pendekatan pilihan rasional yaitu pemilih yang memilih pasangan calon tertentu berdasarkan visi, misi, program kerja, dan sebagainya. Serta pendekatan retrospective voting yang melihat pada aspek track record kandidat yang ada. Memilih berdasarkan ketertarikan terhadap partai politik tertentu paling dominan dilakukan oleh pemilih yang ada di kecamatan Campalagian pada waktu pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Polewali Mandar tahun 2018. Seperti yang diungkapkan oleh Mukhsin (21) seorang tokoh masyarakat warga desa Bonde, beliau menyatakan bahwa: “Saya memilih dengan melihat Partai pendukung yang dipakai calon untuk maju dipemilihan, karena kalau partai pendukungnya punya kinerja yang baik selama ini maka besar kemungkinan kadernya dapat dipercaya. Makanya saya dalam memilih pasti melihat partai pendukungnya terlebih dahulu”. Seperti yang dikemukakan oleh Nimmo dalam (Arifin, 2018:115) pemilih di atas dikategorikan dalam pemilih yang reaktif. Pemilih reaktif adalah pemilih yang memiliki ketertarikan emosional dengan partai politik.Ikatan emosional kepada partai sebagai identifikasi partai, yakni sebagai sumber utama aksi diri pemilih jenis ini. Selain karena identifikasi partai, orientasi terhadap track record kandidat juga mempengaruhi perilaku pemilih yang ada di Campalagian. Pemilih memberikan penilaian terhadap rekam jejak atau pencapaian yang pernah dicapai oleh calon Bupati dan Wakil Bupati pada jabatan atau pekerjaan sebelumnya.Pemilih di Campalagian cenderung menjatuhkan pilihan pada calon yang mereka nilai pernah membawa keberhasilan pada jabatan sebelumnya. Pemilih yang menentukan pilihannya berdasarkan track record calon Bupati dan Wakil Bupati masih ditemukan di Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi kecamatan Campalagian walaupun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan identifikasi partai. Seperti yang dikatakan oleh informan Mahfud (19) bahwa: “Pada waktu itu saya memilih pasangan calon berdasarkan figur yang saya anggap mampu bekerja dengan baik. Saya juga memilih calon tersebut karena keberhasilannya pada jabatan yang beliau pegang sebelumnya, seperti yang dikatakan oleh pemilih-pemilih yang lain”. Seperti yang dikemukakan oleh Fiorina dalam (Darmawan, 2018:157) pemilih jenis ini tergolong pada retrospective voters mereka adalah pemilih yang menentukan pilihan didasarkan pada evaluasi terhadap apa yang dilakukan sebelumnya oleh para kandidat. Apabila setelah dievaluasi kandidat tersebut mereka simpulkan berhasil, maka akan mereka pilih pada pemilihan umum. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menentukan pilihan saat mengikuti pemilihan umum juga dipengaruhi oleh faktor kesamaan suku, pemilih cenderung merasa bangga saat ada calon yang memiliki kesamaan dengannya apalagi dalam hal suku. Seperti halnya yang diungkapkann oleh Nuryanti (21) bahwa: “Saya memilih calon bupati yang memiliki kesamaan suku dengan saya,karenamerupakan kebanggaan tersendiri buat saya pribadi ketika ada sesama suku, ketika ada calon bupati yang memiliki kesamaan suku dengan saya”. Hasil wawancara di atas menunjukan bagaimana faktor suku mampu memberikan pengaruh terhadap pilihan dari pemilih yang ada.Kolaborasi yang ditunjukan oleh setiap pasangan calon pada pemilihan bupati dan wakil bupati Polewali Mandar tahun 2018 juga memperlihatkan bagaimana faktor kesukuan itu ditonjolkan.Setiap pasangan calon bupati dan wakil bupati yang ada menunjukan perpaduan suku dan agama.Selain itu, dimasa kampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati sering menggunakan simbol-simbol atau pakaian adat ketika berada pada komunitas mereka. Ikatan kekeluargaan juga memberikan pengaruh kepada pemilih dalam menentukan pilihannya, seperti dikatakan oleh seorang informan Hilda (20) beliau mengatakan: “Pada waktu itu salah satu calon Bupati Polewali Mandar masih ada hubungan kekeluargaan dengan saya, jadi saya memilih beliau. Beberapa anggota keluarga yang sudah memiliki hak pilih juga saya minta untuk ikut memilih beliau”. Selain itu, ikatan kekeluargaan juga berpengaruh pada pemilih pemula dalam menentukan pilihannya saat pilkada.Pemilih pemula menerima informasih dan sosialisasi politik pada umumnya dalam lingkungan keluarga. Pilihan orang tua seringkali menjadi referensi bagi pemilih pemula dalam | 161 p-ISSN 2541-4364, e-ISSN 2541-4732 menentukan pilihannya.Sebagaimana hasil wawancara dengan informan Irmawati (19) yang mengatakan bahwa: “Saya ikut memilih memberikan suara untuk pertama kalinya, saya tidak terlalu kenal dengan calon yang ada, dan saya belum punya pengalaman ikut pemilihan sebelumnya. Jadi saya memilih calon Bupati dan Wakil Bupati berdasarkan pilihan orang tua saya, Calon yang mereka pilih, itu juga yang saya pilih, maksudnya saya pilihan orang tua saya itu juga menjadi pilihan saya”. ( Wawancara, 25 Agustus 2019) . Menurut Saifullah Fatah dalam (Efriza, 2012:487) pemilih jenis ini dikategorikan dalam tipe pemilih yang primordial, yaitu pemilih yang menjatuhkan pilihannya dikarenakan alasan primordialisme seperti alasan agama, suku, ataupun keturunan. Pemilih yang termasuk dalam tipe ini biasanya sangat mengagungkan simbol-simbol yang mereka anggap luhur.Pemilih yang ada di kecamatan Campalagian juga mempertimbangkan hal-hal rasional dalam menentukan pilihan saat pilkada.Visi, Misi serta program kerja yang ditawarkan menjadi alat seleksi pemilih terhadap kandidat yang ada. Hasil wawancara dengan informan Syukur (20) mengatakan bahwa : “Calon Bupati dan Wakil Bupati harus punya visi dan misi yang bagus dan masuk akal, jangan hanya janji-janji yang sulit direalisasikan.Saya sangat selektiv dengan calon yang ada, hanya calon yang punya visi dan misi jelas serta terukur yang nantinya saya pilih.Saya ingin kerja nyata bukan Cuma harapan semata”. ( Wawancara, 26 Agustus 2019). Dengan semakin mudahnya masyarakat mengakses informasi melalui media dan ditambah dengan tingkat pendidikan yang semakin baik maka pemilih yang ada di kecamatan Campalagian mulai rasional dalam menentukan pilihan politik. Keputusan untuk memilih pasangan calon tertentu tidak lagi dominan dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi, tetapi lebih kepada pertimbangan rasional. Dan Nimmo dalam (Arifin, 2018:115) mengatakan bahwa pemilih jenis ini masuk dalam tipe pemilih rasional, yaitu mereka yang berminat secara aktif terhadap politik, rajin berdiskusi dan mencari informasih politik, serta bertindak berdasarkan prinsip yang tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan umum. Demikian juga pemilih rasional mampu bertindak secara konsisten dalam menghadapi tekanan dan kekuatan politik. Pada waktu pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Polewali Mandar tahun 2018 di kecamatan Campalagian terdapat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 41.610 Jiwa pemilih, Laki-Laki 20.232 jiwa Pemilih, dan Perempuan 21.378 jiwa pemilih. Dari total pemilih dalam DPT tersebut, pengguna hak pilih Pemilih Pemula sebanyak 10.401 jiwa pemilih (73,58%). Berarti terdapat 3.734 pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya atau sekitar 26,42%. Dapat diliahat pada tabel dibawah ini: 162 | MITZAL (Demokrasi, Komunikasi, dan Budaya): Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi Tabel 1: Jumlah Pemilih Pemula pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Jumlah kk Daftar wajib pilih tetap Jumlah Pemilih Pemula Laki-laki Perempuan 15.500 20.232 21.378 41.610 14.135 Daftar wajib pilih pemula Jumlah % Ket. Laki-laki Perempuan 5.796 8.339 14.135 100 Jumlah Pemilih Pemula 4.993 5.408 10.401 73,58 Jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya 1.681 2.053 3.734 26,42 Jumlah pemilih Tidak menggunakan hak pilihnya Ada beberapa alasan yang menyebabkan pemilih di Campalagian tidak menggunakan hak pilih, diantaranya yaitu: Faktor internal, seperti tidak mempunyai waktu untuk memilih karena alasan pekerjaan atau karena sedang menempuh pendidikan di luar daerah. Faktor eksternal, seperti masalah dalam pendataan atau administrasi kependudukan contohnya tidak terdaftar sebagai pemilih tetap atau kehilangan kartu tanda penduduk.Atau pemilih yang telah meninggal dunia tetapi sudah sempat didata sebagai pemilih tetap.Namun diantara kedua faktor di atas yang paling berpengaruh adalah faktor internal, ada beberapa pemilih Campalagian yang bekerja di luar daerah dan tidak dapat pulang memilih.Kemudian ada juga yang menempuh pendidikan di luar daerah sehingga mereka tidak bisa pulang menggunakan hak pilih pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Polewali Mandar tahun 2018. | 163 p-ISSN 2541-4364, e-ISSN 2541-4732 ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang perilaku pemilih Pemula di kecamatan Campalagian maka kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat empat model pendekatan perilaku pemilih pemula yang ditemukan di kecamatan Campalagian yaitu: (1) pendekatan psikologis, aspek dalam pendekatan psikologis yang mempengaruhi pemilih di kecamatan Campalagian ditemukan dalam bentuk identifikasi partai politik. Pemilih mengelompokan diri dengan partai politik yang mereka anggap mampu mewakili kepentingan mereka dan memilih calon yang ditawarkan oleh partai tersebut. (2) pendekatan retrospectif voting, aspek track record kandidat calon Bupati dan Wakil Bupati yang ada juga menjadi pertimbangan pemilih dalam menentukan pilihannya. Masyarakat Campalagian cenderung melakukan evaluasi terhadap kinerja calon Bupati dan Wakil Bupati yang ada, jika mereka menilai calon tersebut berhasil pada jabatan sebelumnya atau pernah memberikan manfaat melalui kebijakannya maka mereka akan memilih calon tersebut. (3) pendekatan sosiologis, pendekatan ini mempengaruhi perilaku pemilih dalam aspek suku dan aspek ikatan kekeluargaan. Pada wilayah pedesaan di Campalagian ditemukan pemilih primordial atau pemilih tradisional, yang menjatuhkan pilihan berdasarka alasan-alasan primordial seperti suku dan ikatan kekeluargaan. (4) pendekatan pilihan rasional, aspek ini memperlihatkan suatu langkah maju dimana ada masyarakat Campalagian yang memilih berdasarkan pertimbangan rasional seperti visi dan misi serta program kerja yang ditawarkan pasangan calon. Kemampuan pemilih untuk menyeleksi secara rasional hasil dari sosialisasi dan komunikasi politik yang diterima untuk kemudian dijadikan sebagai dasar menentukan pilihan merupakan langkah menuju terciptanya pemilih-pemilih cerdas di Campalagian. ## SARAN DAN REKOMENDASI Pendidikan politik kepada masyarakat sebagai pemilih perlu dioptimalkan, agar mereka menjatuhkan pilihan kepada kandidat yang benar- benar mampu untuk memimpin kabupaten Polewali Mandar. Perlu ditingkatkan sosialisasi politik kepada masyarakat sebagai pemilih agar mereka semakin sadar akan pentingnya keterlibatan mereka pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Sehingga dapat terjadi peningkatan partisipasi politik melalui ikut serta pada pemilihan umum dan angka golput akan berkurang dari waktu ke waktu. Perlu adanya peningkatan pengawasan oleh Panitia Pengawas Pemilihan, untuk meminimalisir potensi terjadinya kecurangan pada saat pemilihan Bupati dan Wakil Bupati berlangsung yang nantinya akan mencederai asas jujur pada pemilihan umum Bupati dan Wakil Bupati 164 | MITZAL (Demokrasi, Komunikasi, dan Budaya): Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi ## DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik . PT Rineka Cipta, Jakarta Daniel S. Salossa, Mekanisme, Persyaratan dan tata cara Pemilukada langsung , (Yogyakarta, Media Presindo, 2005) Dieter, Roth. 2008. Studi Pemilu Empiris, Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode. Jakarta: Friedrich-Nauman-Stiftung Die Freiheit. Efriza. 2012. Political Explore, Sebuah Kajian Ilmu Politik . Bandung:Alfabeta Jonathan Sarwono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu.Yogyakarta. Miriam Budiardjo, 2009, Dasar–Dasar Ilmu Politik . Edisi revisi, Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Peraturan Lengkap Pilkada. 2006. Peraturan RI Nomor 6 Tahun 2005 TentangPemilihan, Penegasan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah. Jakarta: Redaksi Sinar Grafika. Rahma, Miftahul. 2011. Perilaku Politik Pemilih Pada Pemilu Legislatif . Makassar: Universitas Hasanuddin. Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik . Jakarta: PT Grasindo Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
d30d9990-92e3-40e2-98bb-7277725ee351
http://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR/article/download/54/52
## PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADITS RASULULLAH SAW ## Mukhlish SDS Muhammadiyah Meureudu E- mail: mukhlishbenzema@yahoo.com ## ABSTRAK Guru sebagai pendidik merupakan suatu amanah yang sangat berat untuk dilaksanakan. Dikatakan berat, karena guru harus bisa membimbing dan mengarahkan peserta didiknya ke arah yang positif dan lebih baik, dari semua aspek yang ada pada peserta didik baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam kaitannya dengan masalah tersebut, akan dibahas dalam penelitian ini berbagai asumsi yang diambil dari sumber kedua dalam agama Islam yakni Sunnah Rasul (hadits). Dalam sumber tersebut banyak sekali literatur-literatur yang membahas tentang pendidik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dengan jenis penelitian kalitatif, penganalisaan data lebih difokuskan pada penelitian perpustakaan (library research), yaitu berpedoman Sunnah Rasul (Hadits) sebagai referensi primer datanya, dan dibantu dengan buku-buku lain yang mendukung sebagai referensi sekunder dari beberapa pemikiran para tokoh ahli Hadits dan tokoh-tokoh pendidikan tentang tema pendidik. Teknik analisa dalam penelitian ini adalah teknik content analysis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang berbagai teori tentang pendidik (guru) dalam perspektif hadits Rasulullah saw. Dari hasil penelitian telah ditemukan beberapa hal diantaranya pendidik dalam perspektif hadits sebagai berikut: (1) Pendidik harus beriman,(2) Pendidik berniat ikhlas, (3) Pendidik harus berlapang dada,(4) Pendidik harus berlemah lembut dan tersenyum, (5) Pendidik harus memperhatikan kondisi muridnya. ## Kata Kunci: Pendidik, Perspektif Hadits ## PENDAHULUAN Pendidikan merupakan tindakan secara sadar yang tujuannya untuk mengembangkan fitrah manusia secara potensi sumber daya insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya. Sedangkan hakikat tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan yang memiliki dimensi religius, berbudaya dan berkemampuan ilmiah, dalam istilah lain disebut insan kamil (Ramayulis dan Samsul Nizar, 2009). Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut, seorang pendidik memiliki tanggungjawab untuk mengantarkan peserta didik ke arah tujuan tersebut, yaitu dengan menjadikan diri sebagai orang yang memilki kompetensi sebagai pendidik ideal. Karena hanya pendidik profesionallah yang dapat mengantarkan manusia ke arah tujuan pendidikan tersebut (Saiful, 2010). Untuk itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial. Hal ini di sebabkan kewajibannyatidak hanya mentransferkan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga dalam mengintegrasikan nilai- nilai etis. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa pendidik merupakan tulang punggung dalam kegiatan pendidikan terutama yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar. Tanpa adanya peran pendidik atau guru maka proses belajar mengajar tidak akan berjaralan. Namun realisasinya dengan semakin “majunya perkembangan zaman”, menjadikan ajaran Al- Qur’an semakin termarjinalkan. Hal ini bisa diresapi oleh setiap individu bagaimana eksistensi pendidikan belakangan ini yang tidak memiliki arah secara hakiki. Pendidikan yang mestinya menjadi kewajiban individu terhadap penciptanya, kini hal tersebut sudah tidak memiliki atsar lagi. Kini pendidikan sudah tidak mengarah kepada ranah yang hakiki, justeru mengarah pada prestise, tidak mementingkan moral, dan mempreoritaskan pada hal yang berbau materi. Imam Suprayogo menyatakan bahwa “cukup banyak bukti, bahwa seseorang yang memiliki kekayaan ilmu dan keterampilan, jika tidak dilengkapi dengan kekayaan akhlak atau moral, maka justru ilmu dan keterampilan yang disandang akan melahirkan sikap-sikap individualistik dan materialistik. Dua sifat ini akan menampakkan perilaku yang kurang terpuji seperti serakah, tidak mementingkan orang laindan sifat-sifat jelek lainnya. Adanya ranah pendidikan yang semakin melenceng jauh dari kehakikiannya, tidak terlepas dari seorang pendidik yang mestinya menjadi suri teladan bagi peserta didiknya justru belakangan ini banyak guru yang membiarkan bahkan membentuk anak didik menjauh dari ajaran Al- Qur’an sehingga dekadensi moral tak bisa dielakkan lagi. Bukankah pepatah mengatakan, guru kencing berdiri maka murid akan kencing berlari?Maka penulis tergerak untuk menyususn sebuah tulisan yang semoga dapat menjadi suatu bahan acuan bagi penulis maupun seluruh pelaku pendidikan pada umumnya dengan judul “Pendidik dalam Pers pektif Hadits Rasulullah saw”. ## MOTEDE PENELITIAN Jenis penelitian merupakan penelitian kepustakaan (library research), dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan pendekatan deskriptis analisis yaitu data yang diperoleh berupa kata-kata, gambar, perilaku dan laiinya. Sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua bagian antara lain data primer dan data sekunder. Analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah- milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menemukan pola, menemukan apa yang penting, dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Penelusuran dokumentasi ini penting untuk mengumpulkan data-data guna menjadi bahan pertimbangan berkenaan dengan masalah pendidik dalam perspektif hadits Rasulullah saw untuk mencapai tujuan pendidikan yang optimal dan efisien dalam proses belajar mengajar. ## HASIL DAN PEMBAHASAN NurUhbiyati memberikan definisi tentang pendidik; adalah orang dewasa yang bertanggungjawab member bimbingan atau bantuan didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaanya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri (Nur Ubhiyati, 1998: 65) Manusia akan menjadi baik, apabila keduanya baik, sebaliknya manusia akan menjadi buruk apabila keduanya buruk. Nabi Muhammad SAW menunjuk lidah sebagai faktor utama yang membawa bencana bagi manusia, dan ia merupakan tolak ukur untuk bagian tubuh lainnya (KEMENAG RI, 2011; 592). Beliau bersabda dalam haditsnya: Saya telah mendengar Rasulullah SAW mengatakan, bahwa; Jika manusia bangun di pagi hari, maka seluruh anggota tubuhnya mengingatkan lidah dan berpesan, bertakwalah kepada Allah menyangkut kami, karena kami tidak lain kecuali denganmu. Jika engkau lurus, kami pun lurus, dan jika engkau bengkok kami pun bengkok. (Riwayat at Tirmidzi dari Abu sa’id al khudri). Hadits Rasulullah SAW juga membahas tentang pendidik, yakni hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Darami; Menceritakan kepada kamiabdullah bin yazid menceritakan kepada kami ‘abdur rahman bi ziyad bin an’um bin abdur Rahman bi ziyad bin an’um bin abdur Rahman bin Rafi’ dari Abdullah bin ‘amr; sesungguhnya Rasulullah SAW melewati dua majlis di masjidnya, lalu Rasulullah berkata; keduanya itu baik dan salah satu keduanya itu lebih utama dari sahabatnya. Adapun mereka berdoa kepada Allah dan menyenangkan kepadanNya maka jika Allah berkehendak mereka akan diberi. Dan jika Allah berkehendak akan dicegah. Adapun mereka ada yan belajar ilmu fiqh dan mereka mengajarkan kepada orang yang bodoh. Maka mereka itulah yang lebih utama. Dan sesungguhnya aku di utus sebagai pengajar (Pendidik). Abdullah bin amr berkata: kemudian Rasullulah duduk bersama mereka Hadits diatas menjadi penjelas bagi seluruh umat manusia, bahwa setelah Rasullulah diajarkan kepada Al- Qur’an lalu Rasulullah mengatakan dalam haditsnya yang mengisyaratkan bahwa beliau diutus adalah sebagai pendidik Seorang pendidika akan senantiasa menyampaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk bisa diserap oleh muridnya sehingga nantinya ilmu pengetahuan tersebut akan semakin dikembangkan oleh peserta didik. Hadits Rasulullah SAW menyatakan; dari Abdullah bin Amr rad hiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa nabi shallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat. HR Tarmizi Pendidik merupakan seorang yang memiliki tugas utama dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar hingga pendidikan yang menengah dan mengarah. Seorang pendidik juga berperan sebagai perencana dan pengatur dalam proses belajar mengajar, guru bertanggung jawab atas semua aktifitas yang dilakukan peserta didik. Dalam interaksi edukatif yang berlangsung maka telah terjadi interaksi bertujuan yang memaknai dan menciptakan lingkungan yang bernilai demi kepentingan anak didik dalam proses belajar mengajar (Abuddin Nata, 2005). ## SIMPULAN DAN SARAN Pendidikan dalam islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap semua aspek yang ada dalam anak didik. Dalam islam, orang yang pertama bertanggung jawab adalah ayah dan ibu (orang tua), tapi seiring berkembangnya dan kemajuan zaman agar mencapai tujuan pendidikan yang sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yakni menjadi insankamil Rangkaian hadits Rasulullah SAW yang tertera dalam pembahasan penelitian ini yang kesemuanya merupakan penjelasan tentang pendidik dalam perspektif hadits, dapat disimpulkan sebagai berikut; a Pendidik haruslah beriman b Seorang pendidik harus memiliki niat ikhlas. c Seorang pendidik harus memiliki sifat lapang dada. d Seorang pendidik harus lemah lembut dan tersenyum. e Seorang pendidik yang harus memperhatikan kondisi muridnya. ## SARAN Dari hasil penelitian yang telah di lakukan oleh peneliti maka sangat diharapkan agar para pendidik (guru) memperhatikan kembali nilai-nilai yang telah Rasulullah SAW ajarkan kepada sahabat-sahabatnya sebagaimana yang tercantum dalam hadits dengan memperhatikan kondisi murid, memberikan senyuman, kasih sayang, bersikap lemah lembut mempunyai niat yang ikhlas serta memiliki hati yang lapang, agar proses belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efesien sesuai dengan tujuan tugas itu disertakan kepada pihak lembaga pendidikan yang bertugas sebagai pendidik kedua setelah orang tua. Dan pada intinya baik orang tua, maupun tenaga pendidik adalah membimbing anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya pendidikan ## DAFTAR PUSTAKA Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin ak-Mughirah, tth Shahih Bukhari, Juz 7, Mesir; al- Matba’ah al-Amiriyah. Al-Asqaani, Ib nu Hajar, 2007,Terjemahan LengkapBulughul Maram, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. Daqiqi l, Ibnu’Ied, 2013, Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi, Bandung: Diponogoro. Nata, Abuddin, 2005, Pendidikan dalam Perspektif Hadits, Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Dasar UIN. Ramayulis dan SamsulNizar, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia Uhbiyati, 1998, Nur, Ilmu Pendidikan Islam I, Bandung: Pustaka Setia. Saifullah, 2010, Nalar Pendidikan Islam: Ikhtiar Memahami Pendidikan Islam Dalam BerbagaiPerspektif,Cet. 1,Bandung: Ciptapustaka. Kementrian Agama RepublikIndonesia,2011, Alqur’an dan tafsirnya jilid 5,Jakarta: Widya Cahaya.
9bdb470a-c52c-4a91-87d9-a3011107f8fd
https://ejournal.unwaha.ac.id/index.php/margin/article/download/1419/791
## Manajemen Wakaf Produktif dalam Mengembangkan Perekonomian Masyarakat Sekitar Pesantren (Productive Waqf Management in Developing The Economy Of The Community Around The Pesantren) Arivatu Ni’mati Rahmatika 1 , Silviana Rini 2 Universitas KH. Abdul Wahab Hasbulah 1 , Universitas KH. Abdul Wahab Hasbulah 2 arivaturahmatika@unwaha.ac.id ; silvianaarini@gmail.com ## Abstrak Wakaf masuk dalam kategori ajaran muamalah yang mana anjuran untuk melaksanakannya adalah sunnah. Namun wakaf memiliki potensi yang sangat besar dalam membantu mewujudkan kesejahteraan umat. Tujuan dari wakaf yang mana adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umat dalam hal ini bisa diwujudkan apabila wakaf dikelola dengan cara yang produktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana manajemen wakaf serta untuk mengetahui bagaimana dampak dari manajemen wakaf pada Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang. Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Sumber data pada penelitian diperoleh melalui data primer dan sekunder. Proses dalam mengumpulkan data diperoleh melalui cara observasi, wawancara, serta dokumentasi. Kemudian analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu reduksi data, penyajian data, dan kemudian penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen wakaf yang ada di Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang dikelola dan disalurkan secara produktif dalam bentuk pinjaman usaha dengan sistem kelompok kepada masyarakat sekitar pesantren. Dampak yang dirasakan dari manajemen wakaf yang sudah dijalankan yaitu meliputi aspek perekonomian, pendidikan dan keagamaan. Kata kunci : bank wakaf mikro, manajemen wakaf, wakaf produktif ## Abstract Waqf is included in the category of muamalah teachings where the recommendation to implement it is sunnah. However, waqf has enormous potential in helping to realize the welfare of the people. The purpose of waqf, which is to realize the welfare of the people in this case, can be realized if the waqf is managed in a productive way. This study aims to determine how waqf management is and to find out how the impact of waqf management on Micro Waqf Bank Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang. This research uses qualitative research using descriptive methods. Sources of data in the study obtained through primary and secondary data. The process of collecting data was obtained through observation, interviews, and documentation. Then the data analysis was carried out through several stages, namely data reduction, data presentation, and then drawing conclusions and verification. The results showed that the waqf management in the Micro Waqf Bank Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang was managed and distributed productively in the form of business loans with a group system to the community around the pesantren. The perceived impact of waqf management that has been carried out includes aspects of the economy, education and religion. Keywords: micro waqf bank, productive waqf, waqf management ## A. PENDAHULUAN Wakaf termasuk dalam salah satu dana yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Wakaf sendiri masuk dalam ajaran muamalah yang mana jangkauan yang dimilikinya sangat luas. Meski anjuran untuk melaksanakan ibadah wakaf adalah sunnah namun potensi yang dimiliki oleh wakaf sangat besar dan jika dikelola dengan baik wakaf bisa menjadi salah satu sumber dana yang bisa dimanfaatkan untuk membantu mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Wakaf memiliki beberapa perbedaan dari dana zakat, infak, dan shadaqah. Perbedaan ini terdapat pada aspek kemanfaatan yang dimiliki dana wakaf yang sifatnya abadi. Maka dari itu, peran nazhir sangat penting dalam pengelolaan dan pengembangan dana wakaf. Nazhir wajib menjalankan tugas pokoknya dalam mengelola dan mengembangkan dana wakaf agar pokok dana wakaf tidak habis dan tetap utuh. Sehingga wakaf sebagai instrumen keuangan syariah bisa mewujudkan salah satu fungsinya yaitu untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk membuat dana wakaf tetap utuh namun tetap bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dan dengan manajemen wakaf produktif dengan baik merupakan langkah yang tepat untuk diterapkan. Pengelolaan wakaf harus diperluas pemanfaatannya. Pemanfaatan wakaf yang selama ini kebanyakan hanya untuk pembangunan sekolah dan tempat ibadah, sebaiknya didorong ke arah pembangunan sektor usaha yang produktif agar benefit yang dihasilkan menjadi lebih besar (Syaiful Rahman, 2019). Wakaf masuk dalam salah satu bentuk ibadah. Wakaf memiliki arti yaitu menyerahkan sejumlah harta benda seseorang (wakif) yang diserahkan secara sukarela kepada seorang nazhir (pengelola wakaf) untuk kepentingan dikelola dan nantinya dapat mendatangkan manfaat untuk masyarakat luas. Para nadzir wakaf seharusnya mengurus dan memelihara kelengkapan berkas wakaf sesuai dengan UU Perwakafan kemudian mengembangkan kembali potensi wakaf yang ada, dalam mengoptimalkan lahan wakaf juga dibutuhkan partisipasi dari masyarakat (Azizah, 2018). Saat ini berwakaf tidak harus selalu dengan benda tidak bergerak, seperti tanah, bangunan, atau masjid. Tetapi juga bisa berupa benda bergerak seperti uang, kendaraan dan logam mulia. Salah satunya wakaf uang, saat ini wakaf uang mulai dikembangkan. Pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa mengenai wakaf uang. Menurut fatwa MUI wakaf uang hukumnya jawaz yang diartikan boleh. Seorang wakif bisa mewakafkan sebagian harta bendanya yang berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah sebagai Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yang selanjutnya oleh lembaga keuangan syariah dikelola dengan seoptimal mungkin dan nantinya bisa memberi mendatangkan manfaat untuk masyarakat luas (Syakir, 2016). Hukum perwakafan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Tidak hanya diatur dalam Undang-Undang, wakaf juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Dana wakaf baik berupa tanah atau uang dapat dikelola secara profesional dan produktif dan diharapkan bisa membantu pemerintah dalam mengurangi kemiskinan dan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Ada beberapa aspek penting untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan pemberdayaan wakaf produktif. Aspek penting tersebut yaitu dengan mengoptimalkan peran nazir dan optimalisasi pemberdayaan wakaf produktif (Hadyantari, 2018). Menurut data Bank Wakaf Indonesia (BWI), wakaf di Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar. Aset wakaf berupa tanah mencapai 435.768 kavling tanah yang luasnya mencapai 4,2 juta hektar, dengan rincian sekitar 66% diantara tanah tersebut sudah bersertifikat wakaf, dan belum lagi dihitung harta wakaf lainnya yang terus dikembangkan. Dari sisi kelembagaan hingga 2019 tercatat 192 lembaga yang telah mendapat izin sebagai nazhir dari Bank Wakaf Indonesia (BWI) untuk mengelola wakaf uang dan terdapat 22 Lembaga Keuangan Syariah Pengelola Wakaf Uang (LKS-PWU) yang telah mendapat izin berdasarkan keputusan Menteri Agama. Selain nazhir berbentuk lembaga, 66% nazhir wakaf di Indonesia merupakan nazhir perseorangan, sedangkan 16% lainnya adalah nazhir organisasi dan 18% sisanya merupakan nadzir berbadan hukum. Dengan demikian, keberhasilan pengelolaan wakaf sebagian besar ditentukan oleh kinerja nazhir perseorangan (Nasar, n.d.). Dari data diatas, membuktikan bahwa wakaf terbukti bisa menjadi aset yang memiliki potensi besar dalam membantu mengembangkan berbagai aspek seperti aspek ekonomi, aspek pendidikan, ataupun aspek sosial. Hasil yang didapatkan melalui pemberdayaan wakaf produktif selain untuk mewujudkan kemakmuran umat dengan tersedianya berbagai sarana ibadah juga untuk memberdayakan ekonomi umat supaya lebih maju dan berkembang dengan memberdayakan dana wakaf secara produktif yang nantinya akan membuat taraf ekonomi umat mengalami peningkatan (Nurbayani, 2020). Maka dari itu sangat penting untuk dilakukan manajemen wakaf produktif dengan sebaik-baiknya. Dibutuhkan sebuah langkah konkret dalam merumuskan rencana yang lebih strategis secara nasional dalam mengelola dan mengembangkan aset atau harta wakaf, sehingga benda atau harta wakaf itu dapat berkembang (Agusci, 2019). Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam hal pemberdayaan wakaf produktif. Salah satunya dengan mendirikan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Bank Wakaf Mikro di sekitar Pondok Pesantren. Bank wakaf mikro merupakan sebuah program yang dicanangkan oleh LAZNas BSM pada tahun 2017. Pada program ini, LAZNas BSM memadukan Pesantren dan LKM Syariah. Dalam program ini LKMS-BWM (Lembaga Keuangan Mikro Syariah – Bank Wakaf Mikro) bertindak sebagai pelaksana Program Pemberdayaan Masyarakat sekitar Pesantren melalui LKM Syariah-BWM, yang bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha melalui penyaluran dana kepada kelompok usaha masyarakat miskin potensial produktif di sekitar pesantren. ## B. LANDASAN TEORI ## Wakaf Wakaf menurut bahasa berasal dari kata waqafa yang berarti habasa (menahan), dan al- man’u (menghalangi). Sedangkan menurut istilah wakaf adalah penahanan harta dengan mengambil manfaatnya tanpa habis seketika dan digunakan untuk perkara yang mubah serta dimaksudkan untuk mendapat ridho Allah SWT. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 1 tentang wakaf dirumuskan bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum oleh wakif (orang yang mewakafkan hartanya) dalam memisahkan atau menyerahkan sebagian harta yang dimiliki dengan tujuan untuk dimanfaatkan selamanya ataupun dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keperluannya untuk keperluan ibadah serta kesejahteraan umum yang sesuai dengan syariah (Dewan Perwakilan Rakyat, 2004). Dasar hukum wakaf yaitu: a) Al-Qur’an QS. Al-Baqarah ayat 262. Dalam ayat ini menjelaskan bahwa ketika orang-orang yang menafkahkan harta yang dimilikinya di jalan Allah dengan tidak mengumbar pada semua orang dengan pemberiannya tersebut serta dengan tidak menyakiti perasaan dari orang yang menerima pemberiannya, maka mereka mendapatkan pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada sedikitpun rasa khawatir terhadap mereka dan tidak juga mereka merasa sedih hatinya. QS. Ali-Imran ayat 92. Dalam ayat ini menjelaskan bahwa sebelum kita (manusia) menafkahkan sebagian dari harta yang kita cintai, maka kita tidak akan mencapai kebajikan yang seutuhnya dan sesungguhnya Allah maha mengetahui apa saja yang kita nafkahkan. b) Hadits Dalam HR. Ahmad dijelaskan bahwa terdapat tiga amalan yang tidak terputus ketika sudah meninggal dunia. Amalan tersebut yaitu sedekah jariyah, doa anak sholeh kepada orang tuanya, serta ilmu yang bermanfaat. (HR. Ahmad) Dalam HR. Bukhari disampaikan ketika Umar bin Khattab R.A mendapatkan tanah/ kebun yang terletak di Khaibar. Umar bin Khattab RA kemudian meminta petunjuk kepada Rasulullah SAW mengenai tanah/kebun tersebut lalu kemudian Rasulullah memberikan petunjuk untuk menyedekahkan hasil yang diperoleh dari tanah/kebun tersebut dengan tetap mempertahankan pokoknya (tanah/kebun). (HR. Bukhari) Wakaf memiliki beberapa rukun dan syarat. Beberapa rukun dan syarat tersebut meliputi: a) Waqif (orang yang mewakafkan hartanya). Orang yang mewakafkan haruslah orang yang cakap hukum serta disyaratkan untuk memenuhi beberapa kriteria yaitu dewasa, sehat secara akal maupun pikiran, merdeka dan cerdas. b) Mauquf (harta benda yang diwakafkan). Harta benda yang diwakafkan dinilai sah apabila memenuhi syarat-syarat berikut ini: Mal Mutaqawwim (benda atau barang yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan menurut syariat); Benda dapat diketahui dengan jelas baik itu jenis, ukuran serta tempatnya; Benda atau barang haruslah yang bisa dimiliki serta dipindahkan kepemilikannya; Benda yang akan diwakafkan adalah benda yang dimiliki seutuhnya oleh wakif yang sudah bebas atau sudah tidak ada hak-hak orang lain di dalamnya. c) Mauquf Alaih (pihak yang menerima wakaf). Mauquf Alaih disyaratkan wakaf harus digunakan untuk hal kebaikan, taqarrub ila Allah atau untuk kepentingan khusus seperti membantu keluarga wakif, fakir miskin, sabilillah dan ibnu sabil atau kepentingan umum, seperti untuk ibadah, pendidikan, dan sosial lainnya (Rozalinda, 2017). d) Sighat wakaf (ikrar atau akad wakaf). Sighat wakaf dapat diartikan sebagai ucapan wakif yang menyatakan kehendak untuk mewakafkan harta atau benda yang dimilikinya. Shighat wakaf memiliki beberapa syarat, syarat-syarat tersebut yaitu sighat sifatnya harus ta’bid yang artinya untuk selamanya, sighat harus bersifat tanjiz yang artinya wakaf tidak boleh disertai dengan syarat-syarat tertentu, sighat bersifat mengikat (iltizam), yang mana seorang wakif tidak mengambil kembali harta yang sudah diwakafkan, dalam wakaf sighat wakaf tidak boleh disertai syarat yang dapat membatalkan, misalkan seorang wakif mewakafkan tanahnya tetapi meminta bahwa hak milik tanah tetap menjadi miliknya, sighat harus diucapkan dengan jelas (sharih). ## Wakaf Produktif Manajemen atau pengelolaan wakaf produktif menjadi salah satu aspek yang penting dalam perkembangan konsep baru wakaf di Indonesia. Jika selama ini wakaf lebih ditekankan pada pentingnya pelestarian dan keabadian aset wakaf, maka di konsep baru wakaf lebih ditekankan pada aspek memanfaatkan wakaf dengan lebih nyata tetapi tetap tidak mengurangi atau menghilangkan aset wakaf yang ada. (Sa’adah & Wahyudi, 2016) Dalam manajemen wakaf produktif maka diperlukan prinsip-prinsip manajemen yang terdiri dari: 1. Tahapan fungsi manajemen, di dalam fungsi manajemen ini terdiri dari empat aspek yakni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta pengawasan. 2. Manajemen fundraising, dalam manajemen wakaf produktif dibutuhkan perencanaan yang disusun dengan matang mengenai proses penggalangan dana. 3. Manajemen pengembangan, melihat dari tujuan wakaf yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan dana wakaf harus dilakukan dengan sebaik- baiknya dengan tetap menaati aturan syariat dan tetap menjaga pokok wakaf tetap utuh. 4. Manajemen pemanfaatan, penggunaan atau pemanfaatan dana wakaf haruslah dilakukan sesuai dengan aturan dan tidak melanggar syariat Islam. 5. Manajemen pelaporan, untuk melihat dan melakukan evaluasi maka diperlukan pelaporan yang mana dalam proses pelaporan tersebut dapat dilakukan evaluasi untuk menjaga program yang dijalankan berjalan dengan baik dan tidak ada kesalahan. ## Bank Wakaf Mikro Bank wakaf mikro merupakan sebuah program yang dicanangkan oleh LAZNas BSM pada tahun 2017. Pada program ini, LAZNas BSM memadukan Pesantren dan LKM Syariah. Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKM Syariah) merupakan lembaga yang dilindungi oleh Undang-Undang yang memiliki potensi besar dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Hal ini karena dalam konsepsi LKM Syariah menurut UU LKM dan Peraturan OJK dapat memberikan akses permodalan dengan variasi akad syariah bagi nasabahnya. Selanjutnya Pesantren sebagai pusat pengembangan ilmu dan pembinaan umat sangat cocok dipadukan dengan LKM Syariah untuk pengembangan ekonomi masyarakat miskin. Dalam program ini LKMS-BWM (Lembaga Keuangan Mikro Syariah – Bank Wakaf Mikro) bertindak sebagai pelaksana Program Pemberdayaan Masyarakat sekitar Pesantren melalui LKM Syariah-BWM, yang bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha melalui penyaluran dana kepada kelompok usaha masyarakat miskin potensial produktif. Latar belakang dari Bank Wakaf Mikro yaitu sebagai bagian kepedulian LAZNas BSM Umat adalah bagaimana menanggulangi kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Cara penanggulangan kemiskinan yang ideal adalah dengan memberdayakan usaha-usaha produktif yang dapat dikelola langsung oleh masyarakat miskin. Tentu selama proses berdayanya masyarakat miskin tersebut harus ada pendampingan yang intens penuh perhatian dan keistiqomahan dari lembaga-lembaga di masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi untuk mengangkat derajat ekonomi umat khususnya masyarakat miskin tersebut. LAZNas kemudian memadukan pesantren dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKM Syariah) untuk mencanangkan program pemberdayaan masyarakat yaitu melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah Bank Wakaf Mikro (LKMS BWM). Hal ini didasarkan bahwa pesantren dianggap sebagai lembaga yang sangat potensial di masyarakat yang bisa menjadi lembaga pemberdayaan selain menjadi lembaga pendidikan Islam. Dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS Syariah) adalah sebuah lembaga yang dilindungi oleh Undang-Undang dan memiliki potensi yang besar dalam memberdayakan masyarakat miskin. Maka dengan dipadukannya kedua lembaga ini akan mampu mengoptimalkan kedua potensi lembaga tersebut dalam memberdayakan masyarakat miskin. ## Perekonomian Masyarakat Perekonomian merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat yang bersangkutan dengan kegiatan produksi, distribusi hingga konsumsi yang dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga dengan terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat maka kesejahteraan dalam hidup juga akan dapat dicapai. Beberapa usaha atau metode yang dilakukan ketika menjalankan kegiatan ekonomi yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kesejahteraan masyarakat inilah yang disebut dengan pengembangan perekonomian masyarakat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kesejahteraan merupakan suatu keadaan dengan terpenuhinya kebutuhan jasmani dan rohani dari suatu rumah tangga sesuai dengan tingkat hidup. Dalam mengukur kesejahteraan masyarakat, Badan Pusat Statistik mempunyai beberapa indikator yaitu pendapatan, perumahan dan permukiman, pendidikan, dan juga kesehatan (Saifudin, 2019). ## C. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang tidak menggunakan perhitungan dengan angka. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif yang cenderung menggunakan analisis, dimana jenis penelitian ini menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak bisa didapatkan melalui prosedur statistik. Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang menggambarkan mengenai suatu kondisi secara faktual serta sistematis tentang faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang ada. Pada penelitian kualitatif, penelitian yang dilakukan harus intensif. Peneliti dalam hal ini aktif dalam kegiatan di lapangan, melakukan pencatatan secara cermat terhadap semua hal yang terjadi, melakukan analisis terhadap data-data yang didapatkan di lapangan dan kemudian menulis laporan secara rinci dan lengkap. Selanjutnya untuk menjabarkan hasil dari penelitian yang sudah diamati di lapangan digunakan metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk membuat atau memberikan deskripsi serta gambaran mengenai fakta serta berbagai hubungan dari permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian ini berisi penelitian mengenai manajemen wakaf produktif pada Bank Wakaf Mikro (BWM) Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang. Sumber data pada penelitian berasal dari sumber data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari pihak-pihak yang berhubungan atau yang terkait dengan penelitian ini. Data primer didapatkan melalui hasil dari wawancara dengan pihak terkait serta dengan observasi di lokasi penelitian yaitu di Bank Wakaf Mikro (BWM) Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui buku – buku yang berkaitan dengan objek penelitian, catatan – catatan yang ada, penelitian terdahulu dan juga sumber lainnya yang berhubungan dengan objek penelitian. Dalam proses mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi (Rahmat, 2018). Observasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan langsung dari lapangan. Untuk mendapatkan data-data tersebut maka dilakukan pengamatan secara langsung mengenai permasalahan-permasalahan yang diteliti. Pengamatan yang dilakukan ini nantinya akan memberikan informasi mengenai permasalahan-permasalahan yang diteliti yaitu bagaimana pengelolaan atau manajemen wakaf produktif pada Bank Wakaf Mikro (BWM) Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang. Kemudian, teknik wawancara dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi-informasi yang tidak bisa didapatkan melalui teknik observasi (Raco, 2010). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan wawancara langsung kepada pihak dari Bank Wakaf Mikro (BWM) Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang. Selanjutnya, teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan data-data yang diperlukan dari catatan-catatan, dokumen-dokumen, jurnal, buku dan lain sebagainya. Langkah berikutnya setelah semua data telah terkumpul yaitu proses analisis data. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara rinci dan tersusun data-data yang telah didapatkan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, sehingga data yang didapatkan dapat lebih mudah dibaca dan dipahami. Tahapan-tahapan dari analisis data yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/ verification). Reduksi Data (Data Reduction). Dalam tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan manajemen wakaf produktif yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data yang sudah dilakukan di Bank Wakaf Mikro (BWM) Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang. Kemudian data-data yang sudah didapatkan dikoreksi, diseleksi serta dikelompokkan secara rinci sesuai dengan fokus penelitian. Penyajian Data (Data Display). Dalam tahap ini data yang sudah melewati tahap reduksi kemudian disajikan ke dalam bentuk narasi sesuai dengan data yang telah didapatkan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan di Bank Wakaf Mikro (BWM) Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang. Tahapan penyajian dilakukan dengan tujuan supaya data yang diperoleh lebih mudah dipahami. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing/ Verification). Pada tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi ini penulis bisa mendapatkan kesimpulan mengenai manajemen wakaf produktif di Bank Wakaf Mikro (BWM) Bahrul Ulum Barokah Sejahtera Tambakberas Jombang. Apabila kesimpulan dirasa masih kurang bisa menjawab permasalahan penelitian maka penulis bisa melakukan kembali proses mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan supaya hasil penelitian bisa disimpulkan dengan lengkap dan jelas. ## D. HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen dana wakaf secara produktif penting untuk dilakukan guna mewujudkan tujuan dari wakaf yaitu untuk memberikan kesejahteraan kepada umat. Manajemen wakaf produktif saat ini sudah dijalankan oleh salah satu lembaga keuangan mikro syariah yaitu Lembaga Keuangan Mikro Syariah Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera yang beralamat di Tambakberas Jombang. Bank Wakaf Mikro bertindak sebagai pelaksana Program Pemberdayaan Masyarakat sekitar Pesantren melalui LKM Syariah-BWM yang termasuk dalam lembaga keuangan non bank yang izin operasionalnya berada di bawah OJK dengan badan hukum koperasi. Dari hasil penelitian, manajemen dana wakaf secara produktif yang dilakukan oleh Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera yaitu dengan menjalankan program berupa program pemberdayaan masyarakat melalui pembiayaan kepada para pelaku atau pemilik usaha mikro yang sedang membutuhkan bantuan modal usaha yang beralamat di sekitar lingkungan pesantren. Tujuan dari adanya program ini yaitu untuk mengembangkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di sekitar lingkungan pesantren. Program pembiayaan yang dilakukan menggunakan akad qard dalam prakteknya. Akad qard yang digunakan disini yaitu akad pembiayaan yang diberikan kepada anggota yang sedang mengalami kesusahan dalam membiayai usahanya yang dinilai produktif yang nantinya dalam pengembalian pinjaman anggota tidak dituntut atas bagi hasil tetapi hanya mengembalikan pokok pinjaman yang sudah dipinjamkan. Dalam melaksanakan program, Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera menggunakan sistem kelompok. Dalam proses operasinya, Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera memiliki beberapa tahapan atau proses dalam pembentukan kelompok usaha yang akan menerima pembiayaan. Kelompok ini dinamakan dengan KUMPI. Kepanjangan dari KUMPI yaitu Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren Indonesia. Berikut merupakan tahapan atau proses tersebut: 1) Identifikasi Pada tahap ini dilakukan identifikasi kelompok sasaran sesuai dengan kriteria sasaran program, mulai dari lokasi tempat tinggal calon anggota, jenis usaha yang sedang dijalankan, serta tempat usahanya. Sehingga pada tahap ini dilakukan untuk memperoleh atau mendapatkan data dari calon anggota KUMPI. 2) Sosialisasi Di tahap sosialisasi dilakukan penyampaian informasi kepada calon anggota mengenai program yang dimiliki oleh Bank Wakaf Mikro. Informasi yang disampaikan meliputi tahapan pembentukan kelompok, syarat-syarat keikutsertaan dan informasi terkait kegiatan KUMPI. Dengan disampaikannya informasi ini diharapkan calon anggota bisa memahami program serta ketentuan-ketentuan program. 3) Uji Kelayakan Uji kelayakan dilakukan dengan tujuan untuk melakukan klarifikasi atau memastikan kebenaran dari data calon anggota. Sehingga bisa diketahui layak atau tidak nya calon anggota tersebut untuk menjadi anggota di Bank Wakaf Mikro. 4) Pra PWK (Pelatihan Wajib Kelompok/ KUMPI) Pra PWK merupakan suatu pertemuan sehari selama 60 menit untuk menjelaskan program, memantapkan tekad, melakukan evaluasi terkait kesiapan calon anggota, pemilihan anggota kelompok dan penentuan jadwal serta tempat PWK (Pelatihan Wajib Kelompok/ KUMPI). 5) PWK (Pelatihan Wajib Kelompok/ KUMPI) Pelatihan wajib kelompok ini diadakan selama 5 hari dengan masing-masing pertemuan dilakukan selama 60 menit. Materi yang diberikan dalam pelatihan wajib kelompok ini yaitu materi terkait dengan prinsip, tujuan dan kegunaan dari program modal usaha, hak, kewajiban, serta tanggung jawab dari para anggota. 6) Halmi (Halaqoh Mingguan) Halmi merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok anggota yang sudah terpilih dan sudah selesai melakukan PWK. Halmi dilakukan sekali setiap minggunya. Kegiatan dalam halmi ini yaitu untuk melakukan pencairan pembiayaan serta pembayaran angsuran oleh anggota. Halmi juga diisi dengan kegiatan keagamaan dan pemberian materi oleh supervisor selaku staff Bank Wakaf Mikro. Dalam skema pembiayaan secara kelompok yang dijalankan oleh Bank Wakaf Mikro, sifat tanggung renteng sangat diperlukan. Untuk anggota yang sudah terpilih akan mulai mendapatkan pembiayaan secara berkala. Pembiayaan awal yang akan didapatkan oleh setiap anggota yaitu sebesar Rp 1.000.000. Dari pembiayaan yang didapatkan, anggota memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman dengan menggunakan sistem angsuran. Angsuran yang diterapkan di Bank Wakaf Mikro yakni selama 40 minggu dari setiap pembiayaan yang diberikan. Perlu untuk diketahui bahwa pembiayaan yang diberikan oleh Bank Wakaf Mikro kepada anggotanya tidak memerlukan agunan, angsuran yang dibayarkan ringan serta tidak dituntut membayar bunga atau bagi hasil. Pada setiap angsuran terdapat tambahan pembayaran berupa ujroh dan infaq. Tambahan pembayaran berupa ujroh dan infaq bukan sebagai imbal hasil yang uangnya bisa digunakan untuk keperluan Bank Wakaf Mikro. Namun pembayaran ujroh dan infaq ini akan dikembalikan lagi kepada anggota apabila terdapat anggota yang sedang mengalami musibah ataupun meninggal dunia. Program pemberdayaan berupa pinjaman dana usaha yang dijalankan oleh Bank Wakaf Mikro dapat dikatakan sebagai bentuk wakaf produktif. Dapat dikatakan sebagai bentuk wakaf produktif karena dalam prakteknya dana wakaf yang disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada nasabah diharuskan untuk dikelola menjadi modal usaha. Karena dana pinjaman yang diperoleh dikelola sebagai modal usaha maka dari usaha tersebut akan menghasilkan keuntungan bagi nasabah tersebut. Lalu kemudian setelah menerima pinjaman, nasabah akan melakukan kewajibannya untuk mengembalikan dana pinjaman tersebut. Sehingga dana pinjaman yang diberikan akan tetap utuh pokoknya dan hanya manfaatnya saja yang digunakan. Manajemen wakaf produktif yang seperti ini terbukti bisa lebih memberikan manfaat untuk masyarakat daripada manajemen wakaf yang dilakukan secara tradisional. Apabila dilihat dari segi prinsip-prinsip manajemen maka manajemen yang dilakukan oleh Bank Wakaf Mikro adalah sebagai berikut: 1) Tahapan fungsi manajemen a. Perencanaan (Planning) Pada tahap perencanaan ini Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera akan melakukan tahapan identifikasi kepada para calon nasabah yang akan mengikuti programnya. Dengan melakukan tahapan identifikasi ini, kemudian Bank Wakaf Mikro Barokah Sejahtera akan melakukan perencanaan terhadap calon nasabah tersebut apakah nasabah tersebut memenuhi kriteria untuk mengikuti program atau tidak. b. Pengorganisasian (Organizing) Bentuk pengorganisasian yang dilakukan yakni berupa pengelompokkan pada para nasabah menjadi beberapa kelompok usaha yang dinamakan dengan KUMPI (Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren) yang kemudian dari beberapa KUMPI disatukan untuk melaksanakan kegiatan yang dinamakan dengan HALMI (Halaqoh Mingguan). Setiap HALMI maksimal berisi lima KUMPI. c. Pengarahan (Actuating) Beberapa pengarahan yang diberikan merupakan pengarahan kepada para nasabah yang meliputi pemberian pendidikan atau materi yang terkait dengan ekonomi seperti pengembangan dan pengelolaan usaha dan juga diberikan materi tentangan keagamaan. d. Pengawasan (Controlling) Pengawasan bisa dilakukan ketika kegiatan HALMI berlangsung, pada kegiatan ini supervisor akan melakukan pengambilan angsuran kepada para nasabah yang sudah mendapatkan pembiayaan, memberikan pembiayaan kepada nasabah yang belum mendapatkan pembiayaan serta melakukan pengawasan bagaimana sikap dari nasabah selama mengikuti program terkait dengan kedisiplinan kehadiran selama HALMI serta kedisiplinan membayar cicilan. ## 2) Manajemen Fundraising Dana yang digunakan dan dikelola oleh Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera merupakan dana yang didapatkan dan hanya diperoleh dari Lembaga Amil Zakat Nasional Bangun Sejahtera Umat (LAZNAS BSM). Dimana dana tersebut merupakan dana yang berhasil dihimpun oleh LAZNAS BSM dari dana amal masyarakat. Sehingga Bank Wakaf Mikro tidak mendapatkan atau menghimpun dana secara mandiri melainkan dana yang dikelola berasal dari LAZNAS BSM. 3) Manajemen Pengembangan Strategi yang digunakan dalam mengembangkan wakaf secara produktif yaitu dengan pemberian pinjaman yang dilakukan secara berkala dan juga dengan menggunakan sistem kelompok. Dalam skema pembiayaan yang digunakan maka adanya sifat tanggung renteng sangat dibutuhkan. Untuk nominal pembiayaan yang akan disalurkan nominalnya sudah ditentukan oleh pihak Bank Wakaf Mikro dan kemudian setelah menerima pembiayaan nasabah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dengan menggunakan sistem cicilan. 4) Manajemen Pemanfaatan Dari program yang dimiliki yakni menyediakan produk pembiayaan dan bantuan usaha maka pembiayaan yang sudah diberikan kepada para nasabah kemudian akan dikelola dan dikembangkan sebagai tambahan modal usaha oleh para nasabah. ## 5) Manajemen Pelaporan Sistem pelaporan dilakukan oleh Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum dibagi menjadi beberapa laporan yaitu laporan dua mingguan, laporan bulanan, serta laporan setiap dua bulan sekali. Laporan yang diberikan merupakan laporan terkait pelaksanaan program yang dijalankan. Dampak atau hasil yang bisa dirasakan nasabah dengan adanya program pemberdayaan masyarakat berupa pembiayaan dari Bank Wakaf Mikro yaitu sebagai berikut: 1. Perekonomian Apabila dilihat dari segi ekonomi, menurut beberapa nasabah yang telah mengikuti program pemberdayaan masyarakat berupa pembiayaan yang dimiliki Bank Wakaf Mikro mengungkapkan bahwa dengan adanya pembiayaan tersebut maka para nasabah bisa mendapatkan tambahan modal usaha sehingga mereka memiliki tambahan modal yang bisa digunakan untuk mengembangkan usaha yang sedang dijalankan. Dengan adanya tambahan modal maka akan bertambah pula keuntungan yang didapatkan oleh para nasabah dari masing-masing usaha yang dimilikinya. Keuntungan yang didapatkan inilah yang nantinya akan digunakan oleh nasabah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang termasuk didalamnya kebutuhan ekonomi. Terpenuhinya kebutuhan hidup para nasabah dengan baik maka kesejahteraan masyarakat pun akan bisa diwujudkan. 2. Pendidikan Pemberian pembiayaan yang diberikan Bank Wakaf Mikro kepada nasabah juga dibarengi dengan pemberian materi-materi terkait dunia usaha sampai dengan materi keagamaan. Pemberian materi ini dilakukan oleh supervisor dari pihak Bank Wakaf Mikro setiap dua minggu sekali. Menurut pendapat beberapa nasabah materi-materi yang diberikan tersebut bisa menjadi tambahan pengetahuan untuk para nasabah selama mengikuti program. Seperti misalnya pemberian materi mengenai pemasaran, dari materi tersebut menurut nasabah mereka bisa belajar bagaimana cara memasarkan produk agar banyak diminati oleh konsumen. 3. Keagamaan Pada program pemberdayaan masyarakat berupa pembiayaan Bank Wakaf Mikro terdapat suatu istilah yakni HALMI. HALMI merupakan kependekan dari Halaqoh Mingguan. HALMI merupakan acara pertemuan antar KUMPI (Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren Indonesia). HALMI berisi kegiatan pencairan dana pembiayaan kepada tiap anggota dan pembayaran cicilan atas pembiayaan yang diberikan oleh Bank Wakaf Mikro. Kegiatan Halmi juga diisi dengan acara rutinan anggota, rutinan tersebut bisa berupa sholawatan, tahlilan dan kegiatan semacamnya. Sehingga dengan adanya acara rutinan keagamaan yang dilakukan dan penyampaian materi tentang keagamaan dapat menambah ilmu agama para anggota HALMI. ## E. PENUTUP ## Kesimpulan Manajemen dana wakaf secara produktif yang dilakukan oleh Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera yaitu dengan menjalankan program berupa program pemberdayaan masyarakat melalui pembiayaan kepada para pelaku atau pemilik usaha mikro yang sedang membutuhkan bantuan modal usaha yang beralamat di sekitar lingkungan pesantren. Dalam melaksanakan program tersebut, Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera menggunakan sistem kelompok. Dalam proses operasinya, Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera memiliki beberapa tahapan atau proses dalam pembentukan kelompok usaha yang akan menerima pembiayaan yaitu tahap identifikasi, sosialisasi, uji kelayakan, Pra PWK (Pelatihan Wajib Kelompok/ KUMPI), PWK (Pelatihan Wajib Kelompok/ KUMPI), Halmi (Halaqoh Mingguan). Dampak yang dirasakan dari manajemen wakaf produktif pada Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera yaitu pada bidang perekonomian, pendidikan dan keagamaan. ## Saran Manajemen wakaf produktif pada Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera sudah dapat dikatakan sangat baik. Saran yang bisa disampaikan yaitu mengenai jangkauan sasaran atau target pasar dari program pembiayaan yang dijalankan oleh Bank Wakaf Mikro Bahrul Ulum Barokah Sejahtera sehingga tidak hanya pada masyarakat sekitar pesantren tetapi juga menjangkau ke masyarakat yang berada di luar pesantren, sehingga dapat membantu mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata. Tentunya hal ini juga perlu diimbangi dengan manajemen yang sesuai agar program dapat tetap berjalan dengan baik. ## DAFTAR PUSTAKA Agusci, B. I. (2019). Urgensi Pengelolaan Wakaf Produktif dalam Pembangunan Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat. Misykat Al-Anwar Jurnal Kajian Islam Dan Masyarakat , 30 . Azizah, N. (2018). Pengelolaan Wakaf Produktif Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Umat . IAIN Metro Lampung. Dewan Perwakilan Rakyat, P. R. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Issue 1). Hadyantari, F. A. (2018). Pemberdayaan Wakaf Produktif : Upaya Strategis untuk Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat. Jurnal Middle East Adn Islamic Studies , 5 (1). Nasar, M. F. (n.d.). Sinergi Gerakan Wakaf Menuju Kemakmuran Bangsa . Badan Wakaf Indonesia (BWI). https://doi.org/www.bwi.go.id/5603/2020/10/08/sinergi-gerakan-wakaf-menuju-kemakmuran- bangsa/ Nurbayani, A. (2020). Strategi Pemberdayaan Wakaf Produktif Dalam Upaya Memakmurkan Umat. Manajemen Dakwah , 5 (April), 167–188. Raco, J. R. (2010). METODE Penelitian Kualitatif . PT. Grasindo Jakarta. Rahmat, N. (2018). Modul Pelatihan Penulisan Karya Tulis Ilmiah . CV. Amanah Palembang. Rozalinda. (2017). Fikih Ekonomi Syariah . PT. Rajagrafindo Persada Jakarta. Sa’adah, N., & Wahyudi, F. (2016). Manajemen Wakaf Produktif : Studi Analisis Pada Baitul Mal Di Kabupaten Kudus. Jurnal Ekonomi Syariah , 4 , 334–352. Saifudin, M. C. (2019). Peranan Usaha Mikro Kecil Menengah Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Perekonomian Masyarakat Perspektif Ekonomi Islam. At-Tujjar , 07 (02), 19–40. Syaiful Rahman, F. (2019). manajemen wakaf produktif dan kontribusinya terhadap penguatan pondasi ekonomi masyarakat. Jurnal Penelitian Dan Kajian Keislaman , 7 (desember), 17–34. Syakir, A. (2016). Pemberdayaan Ekonomi Umat Islam Indonesia Melalui Wakaf Produktif. Al-Intaj , 2 .
3bf69701-ac9b-4585-afdf-5e53d505011d
https://dinastirev.org/JIHHP/article/download/1978/1162
DOI: https://doi.org/10.38035/jihhp.v3i4 Received: 25 September 2023, Revised: 29 September 2023, Publish: 30 September 2023 https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/ ## Kebijakan Hukum Terhadap Perlindungan WHITSLE BLOWER Pada Tindak Pidana Pencucian Uang ## Mhd. Hasbi 1 1 Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Haji Sumatera Utara, Indonesia, hasbiunhaj@gmail.com Corresponding Author: hasbiunhaj@gmail.com 1 Abstract: Law enforcement against money laundering crimes currently refers to the provisions of Law Number 8 of 2010 concerning Prevention and Eradication of Money Laundering Crimes (UU No. 8/2010 concerning PP-TPPU), which is the legal basis (umbrella law) for enforcers law in preventing and eradicating criminal acts of money laundering. Regarding reporting parties who are burdened with the obligation to report suspicious financial transactions to PPATK, this has been explicitly stipulated in the provisions of Article 17 of Law no. 8/2010 concerning PP-TPPU, where the parties consist of Financial Services Providers and Goods/Services Providers. There are inconsistencies in the formulation of the articles of Law no. 8/2010 concerning PP-TPPU and PP no. 43/2015 as an implementing regulation, will of course have implications for the legal certainty of protection for whistleblowers, which will have an impact on the implementation of reporting not being optimal and ultimately will also have an impact on efforts to prevent and eradicate money laundering crimes. This research is normative research. The research was carried out by researching the literature using a statute approach. The ideal regulation which is more legal and just, is to include several matters relating to whistleblowers in the Special Law on Whistleblowers or the revision of Law no. 31/2014 concerning PSK, namely: regarding information criteria, whistleblower rights, report substance, reporting system, technical protection and rewards for whistleblowers. Barriers to protection for whistleblowers of money laundering crimes, consisting of juridical factors and law enforcement factors . Juridical factors, protection of whistleblowers have not been clearly regulated in Law no. 31/2014 concerning prostitutes. Meanwhile, as a law enforcement factor, there are still differences in perception between law enforcers who are members of the criminal justice system and whistle blowers. Keyword: Policy, Law, Protection, Whistle Blower, Criminal. Abstrak: Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang saat ini mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU), yang menjadi dasar hukum ( umbrella law )bagi penegak hukum dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Mengenai pihak-pihak pelapor yang dibebani kewajiban untuk melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK secara eksplisit telah ditetapkan dalam ketentuan Pasal 17 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, yang mana pihak- pihak tersebut terdiri dari Penyedia Jasa Keuangan dan Penyedia Barang/Jasa.Adanya inkonsistensi dalam rumusan pasal-pasal UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU dan PP No. 43/2015 sebagai peraturan pelaksana, tentunya akan berimplikasi pada kepastian hukum perlindungan terhadap pelapor, yang akan berdampak pada tidak maksimalnya pelaksanaan pelaporan dan akhirnya akan berdampak pula pada upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Penelitian ini dalah penelitian normatif. penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti pustaka dengan melakukan pendekatan statute approach. Pengaturan ideal yang lebih berkepastian hukum dan berkeadilan, yaitu dengan memuat beberapa hal yang menyangkut tentang whistleblower dalam Undang-Undang Khusus Pelapor atau revisi UU No. 31/2014 tentang PSK, yaitu : mengenai kriteria informasi, hak- hak pelapor, substansi laporan, sistem pelaporan, teknis perlindungan dan penghargaan ( reward ) bagi pelapor. Hambatan perlindungan terhadap pelapor tindak pidana pencucian uang, terdiri dari faktor yuridis dan faktor penegak hukum. Faktor yuridis, perlindungan terhadap whistel blower belum diatur secara jelas dalam UU No. 31/2014 tentang PSK. Sementara faktor penegak hukum, masih adanya perbedaan persepsi antara penegak hukum yang tergabung criminal justice system dan whistle blower . Kata Kunci: Kebijakan, Hukum, Perlindungan, Whistle Blower , Pidana. ## PENDAHULUAN Salah satu upaya yang dilakukan negara dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum bagi setiap warga negara adalah dengan melaksanakan penegakan hukum yang jujur dan adil, termasuk pula didalamnya upaya negara untuk dan menanggulangi terjadinya tindak pidana pencucian uang ( money laundering ) yang memiliki danpak yang begitu besar terhadap perekonomian suatu bangsa dan negara. (Yenti Ganarsih, 2012). Istilah money laundering yang berasal dari bahasa Inggris kemudian diterjemahkan di Indonesia sebagai pencucian uang, yang dikategorikan sebagai kejahatan, baik itu yang dilakukan oleh badan hukum (korporasi) atau pun perseorangan. (Bismar Nasution, 2014). Adrian Sutedi dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana Pencucian Uang, mengungkap bahwa : Istilah pencucian uang telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini kemudian berkembang dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras ilegal , hasil perjudian dan hasil usaha pelacuran. (Andrian Sutedi, 2014). Selanjutnya Sutan Remy Sjahdeini, memberikan definisi pencucian uang atau money laundering sebagai berikut: Pencucian uang adalah sebagai rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang berasal dari kejahatan dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan ( financial system ) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal. (Sutan Remy Sjahdeini, 2007). Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang saat ini mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU), yang menjadi dasar hukum ( umbrella law ) bagi penegak hukum dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang adalah perbuatan yang telah dirumuskan dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU. Perkembangannya sebagian pasal-pasal tersebut telah dicabut pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU No. 1/2023 tentang KUHP).Mengenai pihak-pihak pelapor yang dibebani kewajiban untuk melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK secara eksplisit telah ditetapkan dalam ketentuan Pasal 17 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, yang mana pihak- pihak tersebut terdiri dari Penyedia Jasa Keuangan dan Penyedia Barang/Jasa . . Pasal 17 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, menentukan pihak pelapor yang dibebani kewajiban untuk melaporkan adanya transaksi mencurigakan, yang terdiri dari penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan/atau jasa lain. Penyedia jasa keuangan yang dibebani kewajiban untuk melaporkan adanya transasksi keuangan mencurigakan meliputi : a. Bank, b. Perusahaan Pembiayaan, c. Perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, d. Dana pensiuan lembaga keuangan, e. manajer investasi, f. Kustodian, g. Wali amanat, h. Perposan sebagai penyedia jasa giro, i. pedagang valuta asing, j. Penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, k. Penyelenggara e-money dan/atau e-wllet , l. Korporasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, m. Pegadaian, n. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi, p. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang, Sedangkan penyedia barang dan/jasa lain yang dibebani kewajiban untuk menyampaikan laporan adanya transaksi keuangan mencurigakan, meliputi : a. Perusahaan properti/agen properti, b. Pedagang kenderaan bermotor, c. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, d. Pedagang barang seni dan antik; atau balai lelang. Menurut UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, tidak semua pihak Pelapor yang melaporkan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang dapat disebut atau dikategorikan sebagai Pelapor. Hal ini pulalah yang mendasari adanya pengecualian pemidanaan terhadap pelaporyang oleh Undang-Undang dibebani kewajiban untuk menyampaikan laporan terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan disebutkan dalam Pasal 608 UU No. 1/2023 tentang KUHP. Ketentuan Pasal 608 UU No. 1/2023 tentang KUHP menyebutkan bahwa: “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 607 ayat (1) huruf c tidak berlaku bagi pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban Pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.” Pihak-pihak yang oleh Undang-Undang dibebani kewajiban untuk melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan, selain yang dirumuskan dalam Pasal 17 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, termasuk pula didalamnya: a. Advokat, b. Notaris, c. Pejabat Pembuat Akta Tanah, d. Akuntan, e. Akuntan Public, dan Perencana Keuangan. (PP No. 43/2015). Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami bahwa pihak-pihak yang dikategorikan sebagai “Pelapor” dan mendapatkan pengecualian pemidanaan telah ditentukan secara limitatif dalam UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU. Pengaturan secara limitatif mengenai pihak Pelapor dalam UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU. Dilihat dari tahapan kegiatan pencucian uang oleh pelaku pencucian uang dan sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi di sektor Perbankan yang terjadi dewasa ini, maka lembaga perbankan telah menjadi sasaran dan instrumen utama oleh para pelaku kejahatan pencucian uang dalam melakukan pencucian uang terhadap harta kekayaan hasil tindak pidana. Mengingat lembaga perbankan banyak menawarkan instrumen di dalam melakukan lalu lintas keuangan yang dapat digunakan oleh pelaku pencucian uang untuk menyembunyikan/menyamarkan uang asal usul atau sumber suatu dana yang diperoleh dari hasil tindak pidana. (Adrian Sutedi : 18). Fakta menunjukkan bahwa dalam tindak pidana pencucian uang lebih dominan memanfaatkan lembaga keuangan, utamanya pihak Bank dengan cara menempatkan uang hasil kejahatan dalam transaksi sistem keuangan berupa deposito, tabungan, traveler chague , obligasi, saham dan instrumen keuangan lainnya. Berdasarkan statistik IMF 2006, hasil kejahatan yang dicuci melalui Bank-Bank diperkirakan hampir mencapai U$ 1. 500 miliar per tahun. Sementara itu, menurut Associated Press , kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi dan kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui Perbankan kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap U$ 600 miliar per tahun. (Sutan Remi Sjahdeni, 2022). Adanya kewajiban melaporkan setiap transaksi keuangan mencurigakan oleh penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan jasa, maka oleh Undang-Undang diberikan jaminan perlindungan, baik itu perlindungan secara hukum maupun secara khusus terhadap Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Penyedia Barang dan Jasa (PBJ) dalam kedudukannya sebagai pelapor. Wujud jaminan perlindungan hukum terhadap Pelapor adalah adanya ketentuan untuk tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana terhadap Pelapor. Khusus tuntutan pidana, terhadap pelapor terdapat pengecualian pemidanaan terhadap pelapor. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah direvisi dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut PP No. 43/2015), menyebutkan : “Pihak Pelapor adalah setiap orang yang menurut peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.” Rumusan Pasal 1 angka 11 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU secara tegas menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pelapor adalah setiap orang yang menurut Undang-Undang ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK. Lebih lanjut, dalam penjelasan Pasal 83 ayat (1) UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU dijelaskan mengenai siapa yang dimaksud dengan “Pelapor”, yaitu “setiap orang yang beritikad baik dan secara sukarela menyampaikan laporan terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang”. Adapun yang dimaksud dengan setiap orang disini adalah orang perorangan atau korporasi. Kemudian dalam Pasal 84 ditegaskan bahwa setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan PP-TPPU “Wajib” diberikan perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan /atau hartanya, termasuk keluarganya. Kemudian apabila merujuk pada ketentuan Pasal 83 ayat (1) UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU yang menyebutkan bahwa “Pelapor”, adalah setiap orang yang beritikad baik dan secara sukarela menyampaikan laporan terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang. Dari ketentuan pasal ini, maka pelapor yang dimaksudkan di sini tidak hanya terbatas pada pihak- pihak yang telah ditentukan dalam Pasal 17 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, melainkan harus dimaknai secara luas, yakni termasuk pula “setiap orang” yang secara “sukarela” menyampaikan laporan terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang”. Jika pelapor dimaknai terbatas pada pihak-pihak yang telah ditentukan dalam Pasal 17 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, maka rumusan Pasal 83 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU yang mencantumkan frasa kalimat “secara sukarela” juga telah terjadi kontradiksi dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) yang “mewajibkan” bagi Penyedia Jasa Keuangan dan Penyedia Barang/Jasa untuk menyampaikan kepada PPATK terkait adanya transaksi keuangan yang mencurigakan. Frasa kalimat “secara suka rela” yang tercantum dalam Pasal 83 dan Frasa kata “wajib” yang tercantum dalam Pasal 23 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, berkenaan dengan kedudukan “Pelapor” telah terjadi kontradiksi antara satu sama lainnya. Di satu sisi pelaporan oleh para pihak yang ditetapkan sebagai pelapor bersifat “wajib”, sedangkan di sisi lain pelaporan oleh pihak pelapor didasari pada “kesukarelaan”. Adanya inkonsistensi dalam rumusan pasal-pasal UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU dan PP No. 43/2015 sebagai peraturan pelaksana, tentunya akan berimplikasi pada kepastian hukum perlindungan terhadap pelapor, yang akan berdampak pada tidak maksimalnya pelaksanaan pelaporan dan akhirnya akan berdampak pula pada upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Terlepas masih adanya inkonsistensi dalam UU No.8/2010 tentang PP-TPPU terkait dengan konsep “Pelapor” dan kewajibannya serta kepastian mengenai perlindungan terhadap pelapor, pada penulisan disertasi ini akan diteliti secara komprehensif mengenai kriteria dan bentuk serta mekanisme perlindungan yang ideal terhadap pelapor dan saksi dalam tindak pidana pencucian uang dalam kaitannya dengan pengungkapan kejahatan korupsi sebagai kejahatan asal. ## METODE Penelitian ini adalah penelitian normatif. penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti pustaka dengan melakukan pendekatan statute approach. Penelitian hukum normatif dengan pendekatan statute approach (pendekatan peraturan) merupakan metode yang mengutamakan analisis terhadap teks hukum yang ada, seperti undang-undang, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan dokumen-dokumen hukum lainnya. Pendekatan ini fokus pada interpretasi dan aplikasi teks hukum untuk memahami dan menguraikan hukum yang berlaku. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Kebijakan Hukum Terhadap Perlindungan Whitsle Blower Pada Tindak Pidana Pencucian Uang Sehubungan perlindungan terhadap pelapor dan saksi dalam tindak pidana pencucian uang, maka untuk tercapainya kepastian hukum jaminan perlindungan terhadap pelapor tindak pidana, maka dibutuhkan adanya aturan yang secara tegas dan jelas merinci mengenai kriteria pelapor tindak pidana, hak-hak dari pelapor tindak pidana, juga mekanisme perlindungan terhadap pelapor tindak pidana ( whitsleblower ). Hal-hal yang perlu diatur dalam rangka pengaturan yang ideal dalam perlindungan terhadap pelapor tindak pidana ( whitsleblower ), khususnya tindak pidana pencucian uang dalam hal ini antara : 1. Kriteria pelaporan atau informasi yang dilaporkan. Mengenai tindak pidana yang dilaporkan harus tindak pidana tertentu atau tindak pidana serius dan terorganisir (seperti : tindak pidana korupsi, narkotika, pencucian uang dan tindak pidana serius dan terorganisir lainnnya. 2. Hak-hak dari pelapor tindak pidana, mengingat pelapor pada tindak pidana pencucian uang memiliki perbedaan dengan pelapor tindak pidana lainnya, di mana pihak yang berhak atau berwenang sebagai pelapor telah ditetapkan secara limitatif oleh UU No. 8/2010 tentang PSK dan pelapor juga dibebani kewajiban untuk melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK, maka hak untuk tidak dituntut secara hukum, baik secara perdata maupun pidana adalah hak mutlak yang wajib diperoleh sebagai wujud perlindungan secara hukum bagi pelapor. Selain itu, harus pula diatur mengenai hak-hak dari pelapor tindak pidana, seperti : perahasiaan identitas pelapor, penggantian identitas dan perlindungan atas keamanan diri pelapor, harta maupun keluargnya. 3. Mengenai substansi laporan yang disampaikan oleh pelapor yang harus dipenuhi oleh seorang pelapor tindak pidana adalah hal-hal yang bersifat fakta dan konkrit yang didukung dengan bukti-bukti yang konkrit dan nyata pula, bukan merupakan testimoni atau berdasarkan isu atau pemberitaan yang belum jelas kebenarannya. Laporan yang tidak didasari pada data yang akurat, maka pelapor tidak dapat dilepaskan dari tuntutan hukum baik pidana maupun perdata, terkecuali pelapora tindak pidana pencucian uang, yang hanya dituntut untuk melaporkan atau menyampaikan laporan tentang adanya transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK. 4. Sistem pelaporan, mengingat pelapor yang dilindungi adalah mereka yang memiliki informasi terkait dengan tindak pidana serius, maka sistem pelaporan harus diatur sedemikian rupa. Dalam hal tindak pidana pencucian uang, maka pelaporan adanya transaksi keuangan mencurigakan oleh pelapor telah ditetapkan dalam UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, sehingga penyampaian laporan atau publlikasi data oleh pelapor pada pihak lainnya, tidak termasuk dalam objek perlindungan terhadap pelapor tindak pidana pencucian uang. 5. Teknis perlindungan, mengingat teknis perlindungan terhadap saksi dan/atau korban telah diatur secara rinci dalam UU No. 31/2014 tentang PSK, maka dalam hal memberikan perlindungan terhadap pelapor tindak pidana ( whistleblower ) juga dapat dipersamakan dengan teknis perlindungan bagi saksi dan/atau korban yang telah diatur dalam UU No. 31/2014 tentang PSK. 6. Penghargaan ( reward ), hal terakhir yang perlu diatur dalam rangka perlindungan terhadap pelapor tindak pidana, termasuk pelapor tindak pidana pencucian uang adalah adanya penghargaan ( reward ). Penghargaan di sini dapat berupa pemberian uang atau pun kenaikan jabatan (pangkat) apabila pihak pelapor adalah mereka yang bekerja dalam suatu organisasi pemerintah/BUMN. Menurut peneliti, ke enam hal tersebut di atas merupakan hal-hal yang wajib dimuat dalam rumusan Undang-Undang, baik itu Undang-Undang Khusus tentang Pelapor Tindak Pidana, atau dalam revisi UU No. 31/2014 tentang PSK. Dengan dimuatnya ke enam hal tersebut, maka kedepannya akan tercipta pengaturan hukum yang lebih ideal, yang memenuhi nilai kepastian hukum dan keadilan dalam memberikan perlindungan terhadap pelapor tindak pidana ( whitsleblower ), khususnya perlindungan terhadap pelapor tindak pidana pencucian uang. pencemaran nama baik. ## Hambatan Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Whistle Blower Pada Tindak Pidana Pencucian Uang Perlindungan hukum terhadap pelapor dan saksi tindak pidana pencucian uang merupakan bagian dari penegakan hukum, yaitu penegakan hukum materiil, yang mencakup UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU dan UU No. 31/2014 tentang LPSK, juga penegakan hukum formil yang saat sekarang ini masih mengacu pada KUHAP. Menurut Barda Nawawi, penegakan hukum adalah usaha untuk menanggulangi kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Kebijakan rasional yang ditempuh dapat berupa kehijakan penal dan non penal, yang tentunya dengan diarahkan oleh politik hukum pidana dengan cara mengadakan dan pemilihan perumusan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan, pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Lebih lanjut, Barda Nawawi Arief menjelaskan bahwa penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya dan berfungsinya norma-norma hukum sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. (Barda Nawawi : 21). Konsep penegakan hukum harus bersifat total, yang menuntut agar semua nilai yang ada dibalik norma hukum turut ditegakkan tanpa kecuali. Konsep yang bersifat total menghendaki perlunya pembatasan dari konsepp total dengan suatu hukum formil dalam rangka perlindungan kepentingan individual. Konsep penegakan hukum aktual muncul setelah diyakini, bahwa diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan yang ada dan kurangnya peran dari masyarakat. (Agus Raharjo, 2018). Berdasarkan pengertian penegakan hukum yang dikemukakan para sarjana di atas, dihubungkan dengan perlindungan pelapor dan saksi tindak pidana pencucian uang, maka dapat dikatakan bahwa perlindungan pelapot dan saksi, merupakan bagian dari penegakan hukum, yang membutuhkan adanya perumusan perlindungan terhadap pelapor dan saksi secara tegas dan rinci dalam peraturan perundang-undangan. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa efektivitas dari penegakan hukum dipengaruhi oleh berbagai faktor, di mana faktor-faktor tersebut dapat memberikan pengaruh yang negatif, juga pengaruh positif terhadap penegakan hukum itu sendiri. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, diantaranya adalah : faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasana, faktor masyarakat dan faktor budaya hukum. (Soerjono Soekanto, 2014). Bertolak dari pendapat yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto di atas, jika dikaitkan dengan perlindungan terhadap pelapor tindak pidana pencucian uang, maka dapat dikatakan bahwa faktor hukum (UU No. 31/2014 tentang PSK) masih memberikan pengaruh negatif dalam perlindungan terhadap pelapor tindak pidana pencucian. Diketahui bahwa saat ini, ketentuan hukum mengenai perlindungan terhadap pelapor, saksi dan korban, diatur dalam UU No. 31/2014 tentang PSK. Artinya, meskipun ketentuan hukum mengenai perlindungan pelapor dan saksi juga terdapat dalam peraturan perundang-undangan lainnya, seperti : UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, UU No. 20/2001 tentang PTPK, juga UU No. 35/2009 tentang Narkotika,, akan tetapi sebagai penerapan asas lex specialis , maka ketentuan Undang-Undang yang berlaku dan diterapkan dalam perlindungan pelapor dan saksi adalah UU No. 31/2014 tentang PSK. Apabila merujuk pada ketentuan UU No. 31/2014, perlindungan terhadap saksi dan saksi pelaku yang bekerjsama ( justice collaborator ) memang telah diatur secara jelas dan rinci, mengenai kriteria saksi, hak-hak saksi sampai pada tata cara perlindungannya oleh LPSK. Namun terkait dengan perlindungan pelapor tindak pidana ( whistleblower ) UU No. 31/2014 tentang PSK belum secara komprehensif mengatur, mengenai kriteria pelapor tindak pidana, bentuk perlindungannya, dan tata cara perlindungannya. Oleh sebab itu, faktor hukum (Undang-Undang) dalam hal perlindungan terhadap pelapor tindak pidana pencucian uang masih memberikan pengaruh yang negatif, di mana terjadinya kekaburan norma (kekosongan hukum), sehingga pada tahap implementasinya, perlindungan terhadap pelapor tindak pidana belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Selain faktor hukum (UU No. 31/2014 tentang PSK), faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan perlindungan terhadap pelapor tindak pidana adalah belum adanya pemahaman yang seragam diantara penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana ( criminal justice system ). Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Sriyana, selaku Plt Ketua LPSK Medan, yang mengatakan bahwa : “Hambatan dalam pelaksanaan perlindungan pelapor, saksi, saksi pelaku tindak pidana adalah masih adanya perbedaan persepsi diantara penegak hukum, sehingga dalam implementasinya timbul tafsir yang berbeda-beda dalam memberikan perlindungan terhadap pelapor, saksi dan saksi pelaku”. Hambatan dalam memberikan perlindungan terhadap pelapor tindak pidana serius, utamanya pelapor tindak pidana pencucian uang menurut hemat penulis bukanlah karena terjadinya kekosongan hukum, melainkan karena tumpang tindih pengaturan hukum yang mengatur tentang perlindungan terhadap pelapor, khususnya pelapor tindak pidana pencucian uang. Ketentuan mengenai perlindungan terhadap pelapor tindak pidana pencucian uang pada dasarnya telah diatur dalam Pasal 29, Pasal Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 85 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, yang teknisnya diatur dalam PP No. 57/2003 tentang Perlindungan Khusus Bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencuciang Uang, sehingga perlindungan hukum terhadap pelapor dan saksi tindak pidana pencucian uang pada dasarnya tidaklah dapat dikatakan terjadi kekosongan hukum. Namun karena pengaturan mengenai Saksi dan/atau Korban, serta Pelaku saat ini secara khusus diatur dalam UU No. 31/2014 tentang PSK, maka pelaksanaan perlindungan terhadap Saksi, Korban dan Pelaku, sesuai asas lex specialis , harus mengacu dan berpedoman kepada ketentuan UU No. 31/2014 tentang PSK. Hanya saja ketentuan UU No. 31/2014 tentang PSK, belum terdapat sinkronisasi dan harmonisasi hukum dengan perundang-undangan terkait lainnya yang mengatur perlindungan pelapor dan saksi, seperti : UU No.8/2010 tentang PP-TPPU, UU No. 31/2001 tentang PPTK, UU No. 35/2009 tentang Narkotika dan peraturan hukum pidana tertentu/khusus lainnya. Sehingga pelapor tindak pidana, khususnya pelapor tindak pidana dalam tindak pidana pencucian uang yang secara umum memiliki kriteria khusus dan perbedaan yang signifikan dengan pelapor tindak pidana pada tindak pidana lainnya, dalam UU No. 31/2014 tentang PSK masih mengalami kekaburan norma Pengaturan perlindungan terhadap pelapor tindak pidana, khususnya pelapor tindak pidana pencucian uang yang belum dijelas dalam UU No. 31/2014 tentang PSK yang saat ini merupakan dasar hukum ( umbrella law ) bagi lembaga penegak hukum, utamanya LPSK dalam memberikan perlindungan terhadap Saksi, Korban dan Pelapor menyebabkan terjadinya perbedaan pandangan diantara penegak hukum. Perbedaan persepsi tersebut tampak dari dikeluarkannya SEMA No. 04 /2011 oleh Mahkamah Agung RI, yang dalam angka 6 SEMA tersebut ditegaskan bahwa : “Perlindungan terhadap pelapor tindak pidana ( whitsle blower ) dan saksi pelaku yang bekerjasama ( justice collaborators ) memang telah diatur dalam Pasal 10 UU No. 13/2006 tentang PSK. Akan tetapi didasari bahwa ketentuan tersebut di atas masih perlu pedoman lebih lanjut dalam penerapannya. Seharusnya, pelaksanaan perlindungan terhadap pelapor, saksi dan korban diatur dalam peraturan pelaksana UU No. 31/2014 tentang PSK. Akan tetapi, sampai saat sekarang ini Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana dari UU No. 13/2006 tentang PSK jo UU No. 31/2014 tentang PSK, juga belum diterbitkan, sehingga dalam implementasinya terjadi penafsiran yang berbeda-beda dikalangan penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana ( criminal justice system ). Hal inilah kemudian yang menjadi problema hukum dalam pemberian perlindungan terhadap pelapor tindak pidana ( whitsleblower ), termasuk pelapor tindak pidana pencucian uang, di mana Mahkamah Agung memiliki persepsi bahwa perlindungan terhadap pelapor tindak pidana ( whitsleblower ) dan saksi pelaku tindak pidana ( justice collaborator ), masih terjadi kekosongan hukum. Penerbitan SEMA, berdasarkan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah dilakukan perubahan beberapa kali, yang terakhir direvisi dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU Mahkamah Agung), yang menyebutkan bahwa : “Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaran peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum diatur oleh Undang-Undang ini”. Ketentuan pasal tersebut di atas merupakan dasar hukum bagi Mahkamah Agung dalam membuat suatu kebijakan hukum ( role making ) dalam rangka kelancaran penyelenggaraan peradilan (Hotma P. Sibuea, 2010). Penjelasan Pasal 79 UU Mahkamah Agung, dijelaskan bahwa : Apabila dalam jalannya peradilan terdapat kekurangan atau kekosongan hukum dalam suatu hal, Mahkamah Agung berwenang membuat peraturan sebagai pelengkapan untuk mengisi kekurangan atau kekosongan tadi. Dengan Undang- Undang ini Mahkamah Agung berwenang menentukan pengaturan tentang tata cara penyelesaian suatu soal yang belum atau tidak diatur dalam Undang-Undang ini....” Penerbitan SEMA oleh Mahkamah Agung didasari pada kepentingan kelancaran penyelenggaraan peradilan, di mana SEMA sebagai suatu kebijakan hukum yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung hanya diterapkan oleh pengadilan-pengadilan yang berada di jajaran Mahkamah Agung. Artinya ketentuan SEMA tidak dapat diterapkan oleh lembaga penegak hukum lainnya yang tergabung dalam sistem peradilan pidana, seperti : Penyidik Kepolisian dan Penuntut Umum. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa penerbitan SEMA No. 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan Terhadap Pelapor Tindak Pidana ( Whitsleblower ) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama ( Justice Collaborator ) Didalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, didasari pada kekurangan dan kekosongan hukum dalam pengaturan perlindungan terhadap Pelapor Tindak Pidana ( Whitsleblower ) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama ( Justice Collaborator ). Sangat disayangkan, ketentuan mengenai Pelapor Tindak Pidana ( Whitsleblower ) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama ( Justice Collaborator ) yang termuat dalam SEMA No. 04/2011, justeru menimbulkan kerancuan hukum dalam perlindungan terhadap Pelapor Tindak Pidana ( Whitsleblower ), di mana SEMA tersebut justeru membuka peluang bagi Pelapor Tindak Pidana ( Whitsleblower ) untuk mendapatkan serangan balik atau pelaporan kembali oleh terlapor, yang justeru menyebabkan ketidakpastian hukum dalam perlindungan terhadap pelapor tindak pidana, khususnya terhadap pelapor tindak pidana pencucian uang yang oleh UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU telah ditetapkan secara limitatif. (SEMA :2011) Ketidakpastian hukum perlindungan terhadap pelapor tindak pidana, tidak saja dalam tahap formulatifnya, akan tetapi juga dalam tahap aplikatifnya. Mahkamah Agung sendiri sebagai pembuat kebijakan hukum ( role making ) dari SEMA No. 04/2011, justeru tidak konssisten dalam menerapkan peraturan yang telah diterbitkannya. Ketidakkonsistenan Mahkamah Agung dalam menerapkan SEMA No. 04/2011 dapat dilihat dalam kasus kesaksian Richard El Ezer pada kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo bersama dengan anggota polisi lainnya. Pada kasus tersebut, Hakim yang memeriksa perkara telah menetapkan Richard El Ezer sebagai Saksi Pelaku yang bekerjsama ( justice collaborator ), sehingga hakim menjatuhkan hukuman yang ringan terhadap terdakwa/ terpidana Richard El Ezer. Angka 1 SEMA No. 04/2011, secara tegas menyatakan bahwa ketentuan SEMA tersebut ditujukan kepada Pelapor Tindak Pidana ( Whitsleblower ) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama ( Justice Collaborator ), tindak pidana tertentu yang bersifat serius, seperti Tindak Pidana Korupsi, Narkotika, Pencucian Uang, Perdagangan Orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir. Keterlibatan Richard El Ezer dalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo dan terpidana lainnya, maka menurut SEMA No. 04/2011 jelas terhadap Richard El Ezer tidak dapat ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama ( Justice Collaborator ), sehingga terdakwa/terpidana Richard El Ezer mendapatkan penghargaan berupa keringanan hukuman. Kemudian terdapat beberapa hambatan pelapor dan saksi dalam mendapatkan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban diluar ketidakpastian regulasi yang ada, sebagai berikut : 1. Penyamaan presepsi antara sesama penegak hukum 2. Kurangya sinergi antara aparat penegak hukum dengan LPSK 3. Tidak adanya petunjuk teknis terkait pengaturan besaran restitusi dan kurangnya pedoman kerja hubungan antara lembaga. Sedangkan hambatan pelapor dan saksi dalam mendapatkan perlindungan dari Kepolisian sebagai berikut : 1. Kurangnya keberanian dari masyarakat untuk melaporkan dan menjadi saksi 2. Belum ada reward yang diberikan secara khusus kepada pelapor dan saksi ## KESIMPULAN 1. Pengaturan ideal yang lebih berkepastian hukum dan berkeadilan, yaitu dengan memuat beberapa hal yang menyangkut tentang pelapor tindak pidana ( whistleblower ) dalam Undang-Undang Khusus Pelapor atau revisi UU No. 31/2014 tentang PSK, yaitu : mengenai kriteria informasi, hak-hak pelapor, substansi laporan, sistem pelaporan, teknis perlindungan dan penghargaan ( reward ) bagi pelapor. 2. Hambatan perlindungan terhadap pelapor tindak pidana pencucian uang, terdiri dari faktor yuridis dan faktor penegak hukum. Faktor yuridis, perlindungan terhadap pelapor tindak pidana ( whistelblower ) belum diatur secara jelas dalam UU No. 31/2014 tentang PSK. Sementara faktor penegak hukum, masih adanya perbedaan persepsi antara penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana ( criminal justice system ) terhadap pelapor tindak pidana ( whitelblower ). ## REFERENSI Adrian Sutedi, Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011. Ganarsih, Yenti, Kriminalisasi Pencucian Uang ( Money Laundring ), Jakarta : Universitas Indonesia, 2012 NawawiBarda, Kebijakan Hukum Pidana ,Jakarta : Prenada Kencana Media , Group, 2014 Nasution, Bismar, Rejim Anti Money Laundering di Indonesia , Book Terrace, Bandung, 2008. Pardede, Marulak, Hukum Pidana Bank , Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995. Rahardjo Agus, Cybercrime, Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi , Bandung : PT. Citra Adiyta Bhakti, 2013 Sibuea Hotma P., Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan , Jakarta : Erlangga , 2010 Sibuea Hotma P., Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan , Jakarta : Erlangga , 2010 Sjahdeini , Remy Sutan, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, PustakaUtama Grafiti, Jakarta, 2007. Soekanto, Soerjono dan Madmudji, Sri, Metode Penelitian Hukum , Rajawali Pers, Jakarta, 2013. Tahir, Heri Proses Hukum Yang Adil Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia , Yokyakarta : Laskbang Pressindo, 2012. Pronika Juliantika Manuhuruk, Triono Eddy, dan Ahmad Fauzi, Peran Perbankan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan oleh Nasabah , (Journal of Education Humaniora and Social Sciense (JHESS), Vol. 3 No. Desember 2020, page-325-332), hlm. 329.
a6a25670-f99a-4034-96fc-7317f7987009
https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/2467/1956
INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 3 Nomor 3 Tahun 2023 Page 5517-5533 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246 Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative Analisis Tindak Pidana Korupsi terhadap Surat Perjanjian Jasa Konstruksi Bidang Bina Marga M Rochman 1 ✉ , Rony WIrachman 2 ## 1,Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH, Indonesia 2Universitas Pendidikan Indonesia Email: Rochman18@gmail.com 1 ✉ ## Abstract Pemerintahan Indonesia dalam mensejahterakan rakyatnya sangat disarankan agar dapat menggunakan dan mengelola uang negara dengan baik, jujur, dan bersih. Tetapi sangat disayangkan dinegara NKRI masih terdapat beberapa kasus tentang penggelapan uang sebagai contoh kasus korupsi dan penggunaan uang tidak sesuai dengan syarat bahan fisik demi menguntungkan pihak individu itu sendiri. Penelitian ini terlahir ketika adanya pengaduan dari masyarakat yaitu adanya bahan fisik dilapangan tidak sesuai kontrak yang sudah dibuat. Normatif dan empiris merupakan metode dalam penelitian ini. Peneltian hukum Normatif (Normative Law Research) dilakukan dengan mengumpulkan berbagai data dari bahan kepustakaan sedangkan penelitian hukum empiris diambil datanya dari berbagai fakta yang ada dilapangan melalui hasil wawancara, dokumentasi langsung dan pemeriksaan langsung dilapangan. Tujuan penelitian ini ialah memperjelas dan membuktikan kesalahan yang dibuat oleh perusahaan dari bahan fisik yang tidak sesuai dengan kontrak yang dibuat. Adanya analisis normatif dan empiris yang dibuat akan memilah dan melihat sinkronisasi data yang ada dikontrak bahan fisik dengan yang ada dilapangan. Dengan begitu terbuktinya kepada perusahaan adanya korupsi karena tidak sesuainya bahan fisik dengan kontrak kerja. Keywords: Tindak Pindana Korupsi, Surat Perjanjian Jasa Konstruksi, Bina Marga ## Abstract It is strongly recommended that the Indonesian government in the welfare of its people be able to use and manage state money properly, honestly and cleanly. However, it is very unfortunate that in the Republic of Indonesia there are still several cases of embezzlement of money, for example cases of corruption and the use of money that does not comply with physical material requirements to benefit the individual party itself. This research found complaints from the public, namely the existence of physical materials in the field that did not match the contracts that had been made. Normative and empirical are the methods in this study. Normative legal research is carried out by collecting various data from literature while empirical legal research takes data from various facts in the field through interviews, direct documentation and direct field inspections. The purpose of this research is to clarify and prove the mistakes made by the company from physical materials that are not in accordance with the contracts made. The existence of normative and empirical analyzes that are made will sort out and see the synchronization of existing contracted data on physical materials with those in the field. That way it is proven that there is corruption because the physical materials do not match the work contract. Keywords: Criminal Acts of Corruption, Construction Service Agreements, Highways ## PENDAHULUAN Infrastruktur di Indonesia dapat dikatakan minim dikarenakan masih banyaknya pembangunan yang harus diperbaiki dan belum tercapainya kebutuhan dari pembangunan tersebut. jika infrastruktur berjalan dengan baik kemungkinan sumber daya manusia juga dapat meningkat menjadi lebih baik, sebagai contoh dalam hal ini adanya jembatan penghubung dari desa satu dengan desa lainnya sehingga interaksi sosial yang berpengaruh kepada kebutuhan hidup sumber daya manusia menjadi meningkat dan sejahtera. Kebutuhan hidup tersebut bisa berupa kebutuhan primer dan sekunder. Karl marx mengatakan kebutuhan primer ialah kebutuhan manusia yang telah hadir ketika lahirnya manusia itu, kebutuhan tersebut berupa kebutuhan untuk makanan (Pangan) pakaian (sandang), tempat tinggal (papan). Sedangkan kebutuhan sekunder ialah kebutuhan manusia yang berfungsi untuk melengkapi kebutuhan primer berupa handphone, laptop, alat elektronik, internet dan lain sebagainya. Kesejahteraan masyarakat terbantu jika infrastruktur terlaksana dengan semestinya dan selaras dengan syarat penentuan bahan fisik sehingga infrastruktur yang telah dibangun miliki kekuatan yang tidak mudah rusak terhadap waktu yang panjang. Tetapi kenyataannya dalam penelitian ini terdapat suatu masalah dari pengaduan masyarakat yaitu adanya ketidaksesuaian bahan fisik dilapangan dengan kontrak kerja yang sudah ada dalam surat perjanjian jasa konstruksi. Hal ini disebabkan oleh perusahaan yang tidak menjalankan tugasnya dengan profesional. Hasil evaluasi yang sudah ditetapkan menunjukan bahwa perusahaan tersebut sudah layak menjalankan tugasnya dengan sesuai prosedur. Sehingga dalam hal ini dapat dikatakan tidak ada unsur tidak kesengajaan melainkan adanya unsur kesengajaan yang diasumsikan perusahaan tersebut korupsi dan terkena pasal tindak pidana korupsi yang dapat diusulkan dalam persidangan. Hukum di Indonesianya haruslah kokoh, tegas dan jelas sehingga tidak memberikan celah untuk para koruptor menjalankan aksinya. Tapi kenyataan masih terdpat beberapa kasus korupsi di Indonesia yang terus meningkat perbuatan ini bisa disebabkan oleh beberapa aspek, maka hukumnya dibuat kokoh, tegas dan jelas dari banyak aspek tersebut bahkan hukum tentang korupsi bagi koruptor dipenjarakan, semua aset disita dan hukuman mati harus didukung. Hal ini berdasarkan sebuat survei nasional Partnership for Governance Reform pada tahun 2001 yang mengatakan setengahnya seluruh dari individu untuk para koruptor dan dijebloskan kepenjara, aset disita dan sedikit yang mendukung hukuman mati ( Schütte, 2012). Tindak Pidana Korupsi secara umum dapat diartikan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi yang landasan awalnya dari problematika yang ada pada kehidupan sosial (Purwaning M. Yanuar, 2007). Penyalahgunaan uang ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tertentu dengan kasusnya bahan fisik dilapangan tidak sesuai dengan surat perjanjian kontrak kerja. Perbuatan korupsi tentu agan merugikan negara dalam hal pembangunan yang ada di indonesia, tidak hanya itu dimata internasional juga perlu diamati karena jika dibiarkan akan terjadinya pandangan buruk terhadap bangsa Indonesia yang dikenal dengan negara tercorrupt, sehingga kerjasama internasional bisa saja berkurang akibat kurangnya kepercayaan. Kegiatan korupsi sudah marak terjadi di Indonesia tidak hanya dalam ranah birokasi saja melainkan ranah eksekutif, legislatif, yudikatif dan perusahan-perusahaan juga itu terlibat didalamnya. Data mengatakan bahwa ditahun 2014 Indonesia mengalami kedudukan diperingkat 107 dengan nilai 34, hal ini terlihat Indonesia berjarak banyak tidak maju terhadap negara- negara sebelah seperti Thailand dan Filipina yang setara berada diperingkat 85, data tersebut berdasarkan Index Perceptions Corruptions yang diterbitkan oleh Transparency International. Dilanjutkan dengan data terakhir 2022 Indonesia berada diperingkat 110 dengan nilai 38, hal ini jika dilihat pada tahun 2014 Indonesia mengalami kenaikan peringkat 3 langkah korupsi dunia dan masih jauh tertinggal pada negara Filipina yang menduduki score 33 pada rank 116. Adanya data ini menunjukan bahwa treatment dari tindak pidana korupsi bukanlah perbuatan yang remeh, melainkan harus dapat dilakukan treatment yang lebih khusus menggunakan instrumen-instrumen hukum yang khusus pula. Surat perjanjian kontrak kerja merupakan persetujuan antara kedua pihak yang disaksikan oleh beberapa orang jika dibutuhkan guna menguntukan pihak Bersama. Surat perjanjian kontrak kerja tersebut berupa pembangunan pelapis tebing kantor bupati dengan nilai kontrak RP. 950.000.000,00-. Bidang bina marga ialah bagian dari beberapa bidang yang ada di Dinas Pekerjaan Umum Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu yang mengelola sesuatu dalam bidang pembangunan serta pelestarian dari seluruh jalan dan jembatan yang terlihat dan dijangkau pada kawasan Kota Bengkulu, Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Bengkulu bertempatkan di Ps. Jitra, Kec. Tlk. Segara, Kota Bengkulu, Bengkulu. Dengan adanya pengaduan dari masyarakat tersebut perlu dikaji dengan mengumpulkan berbagai data untuk dapat menganalisis secara mendalam bahwa laporan tersebut benar dan berpotensi kuat korupsi atau kesengajaan dalam kegiatan menguntungkan diri sendiri yang dilihat dari bahan fisik yang dikontrak kerja dengan lapangan tidak sesuai: ## METODE PENELITIAN Metode pada penelitian ini adalah metode hukum normatif dan metode hukum empiris. Soekanto & Mahmudji (2003:13) menyatakan bahwa “Penelitian Hukum Normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder”. Metode normatif dikatakan juga penelitian hukum dogmatis. Peter Mahmud Marzuki (2010 :35) mengungkapkan bahwa “penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi”. Definisi Penelitian hukum normatif/yuridis normatif juga didukung oleh Benuf dan Azhar (2020:20-33) yang mengungkapkan bahwa penelitian yuridis normatif kegiatannya dijalankan berdasarkan telaah peraturan perundang-undangan yang sudah sah tertera dan berdasarkan problematika hukum yang dikhususkan pada penelitian. Sedangkan menurut Amiruddin & Asikin (2014:14) metode hukum empiris ialah suatu tata cara penelitian dengan mengumpulkan data dari kejadian nyata yang ada dilapangan dilingkungan masyarakat, instansi hukum maupun instansi pemerintah. Soerjono Soekanto & Sri Mamudji (1984:12) riset hukum empiris ialah pendekatan yang dilaksanakan pada riset lapangan dengan memandang dan mengamati apa yang berlangsung di lapangan, pelaksanaan peraturan- peraturan tersebut dalam prakteknya suatu masyarakat. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Chazawi (2007:69) mengungkapkan bahwa tindak pidana berasal dari suatu sebutan dibelanda yang familiar pada hukum pidana belanda yang bernama Strafbaar feit. Strafbaar felt ini dibagi terhadap beberapa kata yang memiliki 3 kata didalamnya yaitu straf, baar dan fieit. Jika dimaknai straf artinya pidana dan hukum, baar memiliki makna mampu atau bisa, dan fieit maknanya ialah tindak, kejadian, perlakuan dan pelanggaran, jika disingkat maknanya strafbaarfeit perbuatan yang bisa dipidana (Amir Ilyas, 2012:19). Tiga kata yang telah dipaparkan tersebut dapat diolah menjadi satu makna yang artinya Strafbaar Fiet tersebut ialah tindakan atau kejadian yang disengaja maupun tidak sengaja yang diperbuat oleh individu atau kelompok dalam hal melanggar atau sesuatu yang tidak boleh dilakukan berdasarkan aturan atau hukum yang sudah disahkan. Tindak pidana menurut laman web terkenal dan valid Wikipedia mengatakan bahwa dari Bahasa belanda tindak pidana adalah Strafbaar feit artinya dari sesuatu pelanggaran norma tentang kendala terhadap tertib hukum secara terencana ( dolus) ataupun tidak terencana/kelalaian ( culpa) yang diperbuat oleh pelaksana, dan ditetapkannya hukuman penjara terhadap perbuatan yang dilakukan yang diklaim sangat penting guna kelestarian tertib hukum serta pula menjadi jaminan kepentingan publik. Mertokusumo (1999:10) mengungkapkan bahwa tindak pidana merupakan definisi awal atau dasar ( Foundation) dalam hukum yuridis (yuridis normatif). Kriminalitas dapat dikatakan perbuatan buruk dalam arti yuridis normatif merupakan perlakukan yang tercipta in absracto. Terdapat dua pembentukan hukum oleh hakim yaitu law in concreto dan law in abstracto menurut kamushukum.web.id law in abstracto ialah suatu proses hukum bersifat umum dalam kaidah hukum sedangkan law in concreto ialah suatu proses hukum bersifat konkret yang artinya sudah melalui beberapa uji fakta-fakta hukum dipengadilan. Vos dalam Andisman (2009) mengemukakan tindak pidana adalah kejadian yang diperbuat oleh manusia dari suatu undang-undang yang biasanya dilarang berupa ancaman pidana. Moeljatno (2000), perilaku pidana ialah sesuatu sikap yang dilanggar oleh tatanan kaidah hukum, pelanggaran itu bisa berupa sanksi ancaman yang lainnya untuk siapa saja yang melakukan pelanggaran tersebut. Simons juga mengatakan bahwa tindak pidana ( Straafrechtfeit) juga terdapat pada aturan pidana Indonesia yakni asas legalitas yang isi disebutkan dalam Bahasa latin “ Nullum Delictum Noella Poena Sine Praevia Lege Poenali” yang maknanya tidak ada perlakuan kejahatan, pelanggar yang diancam pidana tanpa melalui penentuan aturan perundang- undangan. Hal ini didukung oleh data KUHP Pasal 1 ayat (1) menyatakan “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam perundang- undangan pas al tersebut.” Tindak pidana ataupun hukum pidana dibedakan jadi 2 ialah hukum pidana universal serta hukum pidana spesial. Bagi Van Hattum dalam P. A. F Lamintang mengatakan jika hukum pidana universal ialah hukum pidana yang terwujud dengan pemahaman berlaku buat warga pada biasanya dengan hukum pidana spesial ialah hukum pidana yang terwujud serta disusun secara sadar berlaku buat orang- orang yang bersangkutan saja, semacam anggota bersenjata dll, serta hukum pidananya berlaku pada pidana tertentu. Hukum pidana umum diberlakukan pada kasus yang ada pada masyarakat umum sebagai contoh pencurian, penganiayaan, pelecehan, pembunuh dll. Sedangkan hukum pidana khusus tentu pada kasus yang diberlakukan pada kasus tertentu saja dan berbeda dengan hukum pidana umum, hukum pidana khusus diperlakukan pada contoh kasus penggelapan uang, pencucian uang dan korupsi. Dalam hal ini oknum yang terkait seperti perusahaan yang didalamnya orang-orang yang mempunyai capaian dalam tugasnya. ## Korupsi Dalam wikipedia korupsi berasal dari Bahasa latin dengan sebutan corruption yang mengandung arti bau, haram, mengguncangkan, memutarbalik, menyuap, menghambil hak izin orang lain tanpa izin yang dilakukan oleh tindakan pejabat publik, politisi ataupun pegawai negeri sipil dan bagian lain yang terikut dalam tindakan tersebut dengan tidak semestinya serta melawan hukum dari kepercayaan masyarakat guna hanya menguntungkan satu pihak saja. Sedangkan pada Ensiklopedia Indonesia kata “korupsi” bermula dari Bahasa latin yaitu: corruption (penyuapan), corruptore (merusak) disebabkan pada indikasi yang tertera oleh pejabat-pejabat negara, badan-badan negara yang menyimpangkan kedaulatan masyarakat dengan peristiwa penyuapan, pemalsuan dan lain-lain. Hartanti (2009:7) mengambil perkataan dari pendapat David, M. Chalmers dengan istilah “ financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt” yang artinya manipulasi finansial juga kebijakan yang bersangkutan dengan keuangan yang membahayakan perekonomian dapat disebut dengan perlakukan korupsi. Adapun perkataan “ disguised payment in the form of gifts, legal fees, employment, favors to relatives, social influence, or any relationship sacrafices the public and welfare, with or without the implied payment of money, is usually considered corrupt” terjemahnya pembayaran yang tersembunyi berupa penghargaan, upah administrasi, pelayanan, penghibahan kepada sanak keluarga, dorongan posisi sosial, maupun kaitan dengan semua hal yang bisa merusak kepentingan, kemakmuran masyarakat, membayar maupun tidak membayar uang, umumnya disebut dengan korupsi (Hartanti, 2009:7). ## Tindak pidana korupsi Tindak pidana korupsi jika dikaji lagi adalah suatu perlakuan yang curang, ialah dengan menyalahgunakan atau mengaburkan keuangan negara dengan tujuan untuk memperkaya satu individu saja yang bisa merugikan negara ataupun penyalahgunaan bisa juga penyembunyian uang negara demi keperluan diri sendiri maupun orang lain (Syamsudin, 2011:35). Dikutip dari diklat mata kuliah kriminologi, Padang: Fakultas Hukum Universitas Andalas tindak Pidana Korupsi dapat dikatakan suatu wujud dari kejahatan yang diperbuat dengan rancangan yang diatur dengan terstruktur, kemudian dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepangkatan dan status yang berpengaruh dalam tatanan sosial masyarakat. kegiatan ini biasa disebut dengan White collar crime yang artinya kejahatan kera putih yang jalur sekitarnya bersifat lintas negara. Mengambil keuntungan dengan strategi tertentu yang melawan hukum yang dapat merugikan negara sudah dirumuskan pada undang-undang korupsi dengan Pasal Undang- Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU PTPK). UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 yaitu Pasal 2 ayat UU Tindak Pidana Korupsi “TPK” menyatakan bahwa “setiap orang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000 ( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 ( satu miliyar rupiah). Nugraheni dalam Bunga dkk (2019) Tindak pindana korupsi dalam prosesnya terdapat tiga bagian yakni, pencegahan, penindakan dan posisi serta masyarakat. Pencegahan merupakan semua usaha, rencana dan rancangan untuk tidak terjadinya perbuatan korupsi sebelum terjadinya perbuatan korpusi itu yang biasa disebut dengan sifat preventif yang gerakannya ialah anti-korupsi. Penindakan ialah semua usaha yang dilakukan untuk menerapkan sanksi sesuai pelangaran yang dilakukan oleh pelanggar dan memberantas tindak pindana korupsi yang sifatnya represif yang gerakanya kontra korupsi. Sedangkan peran serta masyarakat merupakan kedudukan masyarakat yang aktif bisa berupa organisasi mayarakat, Lembaga swadaya dalam mencegah dan membrantas pidana korupsi (Nugraheni dalam Bunga dkk 2019). Sebuah survei nasional yang dilakukan oleh Partnership for Governance Reform pada tahun 2001 menemukan bahwa sebagian besar responden menginginkan tidak hanya semua kasus korupsi harus diberantas, tetapi juga para koruptor harus dijebloskan ke penjara dan aset mereka disita. Hanya sekitar 1% yang mendukung ekstrem seperti amnesti atau hukuman mati (Partnership, 2001). ## Surat Perjanjian Agus Sugiarto & Teguh Wahyono (2005) mengungkapkan bahwa surat merupakan fasilitas komunikasi yang digunakan oleh berbagai individu terhadap individu lainnya berupa tulisan atau ketikkan yang tujuannya menyampaikan informasi. Menurut YS Mario (2000) surat ialah perlengkapan komunikasi tertulis maupun fasilitas guna mengantarkan suatu penjelasan ataupun data secara tertulis dari si pengirim kepada si penerima. Wik ipedia juga menerangkan bahwa “surat adalah sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi tertulis oleh suatu pihak kepada pihak lain dengan tujuan memberitahukan maksud pesan dari si pengirim.” Dalam KKBI (2005:458) mengungkapkan perjanjian adalah “ persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing- masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.” Sedangkan kamus Hukum (2007:363) menerangkan bahwa perjanjian ialah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertuli s maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat Bersama” Sejalan pada pendapat ini Rutten dalam Prof Purwahid Patrik (1988) menjelaskan bahwa perjanjian ialah peristiwa yang telah terjadi berdasarkan dengan keabsahan dari peraturan hukum yang bergantung pada persetujuan antara kedua pihak atau lebih yang disampaikan agar munculnya akibat hukum dari keperluan dari beberapa pihak individu secara timbal balik. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh penulis dan pakarnya dapat disimpulkan bahwa surat perjanjian adalah suatu alat yang berfungsi ketika berkomunikasi secara langsung ataupun melalui perantara dalam bentuk tulisan atau ketikan yang tertera dikertas guna menyampaikan maksud baik dari pihak satu, pihak kedua atau kepihak lainnya dari informasi yang diberikan dengan persetujuan kedua pihak berdasarkan formalitas- formalitas peraturan hukum yang berlaku. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ada 4 (empat) syarat sah perjanjian yaitu: 1) Adanya kesepakatan bagi individu yang terkait, 2) adanya kecakapan untuk membuat perikatan, 3) adanya hal tertentu, 4) adanya sebab yang halal. ## Surat perjanjian Jasa konstruksi Surat perjanjian telah dijelaskan dalam beberapa literatur dan mempunyai syarat sah perjanjian. Maka, surat perjanjian jasa konstruksi adalah dokumen yang berupa surat yang mempunyai hubungan erat untuk bekerja sama pada suatu tujuan tertentu dengan persetujuan kedua pihak baik dari penyedia dan pengguna jasa, perusahaan swasta/asing dan pemerintahan. Definisi surat perjanjian jasa konstruksi yang telah dipaparkan didukung oleh R.Subekti dalam Haris (2017) yang mengungkapkan bahwa “Suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang memborongkan pekerjaan), dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atau pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan”. F.X Djumialdji dalam Haris (2017) juga menerangkan bahwa surat perjanjian jasa konstruksi ialah “P ihak kesatu disebut pihak yang memborongkan atau prinsipal (Aanbesteder, Bouwheer, Kepala Kantor, Satuan Kerja, Pimpinan Proyek). Pihak kedua disebut pemborong atau rekanan, kontraktor, Annemer”. Surat perjanjian jasa konstruksi tentu terdapat anggaran yang diperlukan didalamnya, anggaran tersebut patuh dengan ketentuan peraturan presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan presiden nomor 54 tentang pengadaan barang/Jasa pemerintah tanpa mengindahkan ketentuan kitab undang-undang hukum perdata. Dalam penelitian ini Surat perjanjian kontrak yang telah dibuat dengan identitas sebagai berikut : Nomor : 360/120/SPK/BPBD/XII/2022 Tanggal : 06 Desember 2022 Pekerjaan : Pembangunan Pelapis Tebing Kantor Bupati (1) Lokasi : Kabupaten Seluma Nilai Kontrak : RP. 950.000.000,00- Tanggal Mulai : 08 September 2022 Waktu Pelaksanaan : 90 (Sembilan Puluh) Hari Kalender Pemilik kegiatan : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tahun Anggaran : 2022 Bina marga Dilansir dari Wikipedia yang mengutip berdasarkan PERPRES No. 15 Tahun 2015 tentang kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat menyebutkan “ Direktorat Jenderal Bina Marga merupakan unsur pelaksana pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia dan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan jalan dan jembatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- unda ngan” Bina marga merupakan suatu bagian dari salah satu kegiatan pelaksana Kemenpupr yang bergerak pada bidang pelestarian penyelenggaraan dan pelaksanaan jalan dan jembatan. Yang berada di kawasan Kota Bengkulu, Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Bengkulu bertempatkan di Ps. Jitra, Kec. Tlk. Segara, Kota Bengkulu, Bengkulu. Penelitian analisis normatif ditemukannya data/dokumen UU yang mengatur tentang Tindak Pidana Korupsi yang tertuang pada Undang-Undang korupsi dengan Pasal Undang- Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU PTPK) Pasal 2 ayat yang berbunyi “setiap orang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000 ( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 ( satu miliyar rupiah)”. Dalam hal ini sudah jelas dipaparkan pada Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah ditetapkan oleh DPR yang tulisannya tidak bisa diganggu gugat kecuali terdapat kewenangan tertentu yang dianggap penting dari pihak yang berwenang dan mempunyai kedudukan hukum yang tinggi apabila terdapat pelanggaran terdapat pihak terkait akan diberikan sanksi sesuai dengan yang tertera dalam Undang- Undang tersebut. Perjanjian kerja yang dimaksud ialah perjanjian antara Pemerintah Kabupaten Seluma Badan Penanggulangan Bencana Daerah dengan CV. DN RACING KONSTRUKSI yang buktikan melalui Surat Perjanjian kontrak Gabungan Lumsun dan Harga Satuan, Paket Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Pelapis Tebing Kantor Bupati (1), Nomor :360/120/SPK/BPBD/XII/2022 dengan lampiran sebagai berikut : Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 1 Gambar 5 Gambar 6 Terbuktinya perjanjian tersebut dibuktikan dengan adanya surat perjanjian kontrak terlampir kemudian dilanjutkan pelaksanaan pembangunan pelapis tebing kantor bupati (1) melalui prosedur yang berlaku. Ketika pembangunan pelapis tebing kantor bupati (1) telah selesai dibangun dilapangan ternyata terdapat pengaduan masyarakat bahwa adanya kontrak fisik dalam surat pernjanjian terlampiran dalam lampiran 1 tidak sesuai dengan bahan fisik yang telah dibangun, Maka dari itu pemerintah mengambil tindakan selanjutnya atas pengaduan masyarakat dengan melakukan penyelidikan dan pemeriksaan oleh Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Korupsi dan tenaga ahli. Hal lain juga dikumpulkan dari koran Rakyat Bengkulu yang terbit hari Kamis tanggal 20 April 2023 tahun, yang berbunyi adanya dugaan korupsi dana Belanja Tidak Terduga (BTT) dengan lampiran sebagai berikut: Dilakukan penyelidikan oleh tenaga ahli menggunakan alat-alat pemeriksaan lengkap yang didampingi Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Korupsi yang survey langsung kelapangan yang dibuktikan dengan dokumen foto sebagai berikut: Kegiatan pengukuran tinggi dan panjang pekerjaan pasangan batu sebagai pelapis tebing terlihat pada lampiran 9, Pengetesan kepadatan tanah CBR tidak boleh kurang 6% setelah dilakukannya pengetesan dilapangan didapatkan hasil 0% yang terlihat pada lampiran 10 kegiatan ini berlangsung pada tanggal 3 maret 2023 di kantor bupati seluma pelapis tebing. Setelah dilakukan pemeriksaan dan pengetesan terdapat ketidaksesuaian bahan fisik dengan bahan fisik yang ada pada surat perjanjian kontrak. Hal ini terbukti dengan hasil analisis yang dilakukan oleh tenaga ahli yang diambil langsung dari data pihak Gambar 8 Gambar 9 Gambar 11 Gambar 10 Gambar 12 yang bersangkutan terlampir sebagai berikut: Dengan adanya data normatif dan empiris yang sudah dituangkan dalam tulisan ini, maka dapat dilihat perbedaan yang signifikan antara kontrak kerja bahan yang seharusnya ada dilapangan berdasarkan surat perjanjian kontrak tidak sesuai dengan bahan fisik dilapangan yang ditunjukan oleh hasil analisis pemeriksaan dan penyidikan oleh tenaga ahli dan tim penyidik. Perbedaan yang terjadi terbukti dengan adanya pengumpulan data-data baik secara teoritis dan praktis, maka perusahaan yang melaksanakan pekerjaan pembangunan pelapis tebing kantor bupati yang berlokasikan di kabupaten seluma tahun 2022 yaitu perusahaan CV. DN RACING KONSTRUKSI yang beralamatkan di Kelurahan Pasar Tais RT. 06. 02 Kecamatan Seluma Kabupaten Seluma dapat dinyatakan tidak melaksanakan pembangunan berdasarkan prosedur dan perjanjian yang berlaku. Sedangkan perusahaan tersebut melakukan pembangunan dengan sadar dan sudah teruji kredibilitasnya melalui prosedur. Kesalahan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dapat dikatakan kegiatan yang merugikan negara karena anggaran yang digunakan sudah dirancang seefektif mungkin untuk pembangunan pelapis tebing kantor bupati (1) tidak dipergunakan dengan semestinya, dan belum ada kesadaran dalam pengembalian dana anggaran tersebut, makan perusahaan CV. DN RACING KONSTRUKSI berpotensi kuat dugaan “Korupsi” demi hanya menguntungkan satu pihak saja berdasarkan UU yang mengatur tentang Tindak Pidana Korupsi yang tertuang pada Undang-Undang korupsi dengan Pasal Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU PTPK) Pasal 2 ayat yan g berbunyi “setiap orang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000 ( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 ( satu miliyar rupiah)”. ## KESIMPULAN Pekerjaan yang dilaksanakan oleh perusahaan sudah melalui berbagai prosedur tentunya dalam persetujuan beberapa pihak dengan tanda bukti surat-menyurat, perusahaan sudah melalui evaluasi sebelum melakukan pekerjaan dan dianggap mampu, profesional dalam menjalankan pekerjaannya. Tetapi terdapat pelaporan dari masyarakat setempat bahwa terdapat kecurangan yang dilakukan dengan sadar dan sengaja oleh perusahaan tersebut. Tim penyidik dan tenaga ahli telah dikerahkan untuk membuktikan kejanggalan yang dilaporkan oleh masyarakat dan hasil yang diperoleh ternyata terdapat perbedaan hasil kerja bahan fisik yang ada dilapangan dengan perjanjian kontrak kerja tentu hasil pemeriksaan ini berlanjut dengan analisa tim penyidik dan dilanjutkan pada proses hukum selanjutnya. Metode penelitian ini adalah normatif dan empiris. Normatif berupa pasal yang tertera didukung oleh dokumen lainnya sedangkan empiris data yang diambil langsung dilapangan. Berdasarkan analisis normatif dan empiris, maka perusahaan tersebut berpotensi kuat dugaan korupsi demi menguntungkan pihak individu saja yang merugikan keuangan Negara. ## DAFTAR PUSTAKA ## Buku A. Djoko Sumaryanto, 2019. Buku Ajar Hukum Pidana, Surabaya: Ubhara Press Andrisman, T., 2009 . Hukum pidana Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Universitas Lampung,. Amiruddin & Zainal A., 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Benuf, Kornelius & Azha, M., 2020. Metodologi Penelitian Hukum Sebagai Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer, Gema Keadilan, , 7 (1). 20-33 Chazawi, A., 2007. Pelajaran Hukum Pidana . Jakarta: PT. Raja Grafindo. Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Ikthasar Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta :Balai Pustaka Evi Hartanti 2009, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika. Fajar, A.M. & Yulianto., 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta:Pustaka Pelajar F.X. Djumialdji, S.H, 1987, Perjanjian Pemborongan, Jakarta, Bina Aksara, hlm.3 Hariss, A. 2017. Tinjauan Yuridis Aspek Hukum dalam Surat Perjanjian Kerja Ditinjau dari Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Tanjung Jabung Barat Ilyas, A. 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAPIndonesia, Yogyakarta. Mertokusumo, S. 1999, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, , Hlm 10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta,:Kencana Prenada, 2010, hal. 35 Purwaning M. Yanuar, 2007, Pengembalian Aset Hasil Korupsi, PT Alumni, Bandung, Purwahid Patrik, 1988, Hukum Perdata II, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan Undang- undang, Semarang: FH Undip, h. 1-3 Soekanto, S. & Mamudji, S., 2003. Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta :Raja Grafindo Persada, Soekanto, S. dan Mamudji, S., 1984, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, UI Press, Jakarta. Suatu perbuatan (atau tidak berbuat) dalam sekelompok kejahatan yang spesifik yang bertentangan dengan hukum pidana yang dilakukan oleh pihak professional, baik oleh individu,organisasi, atau sindikat kejahatan, ataupun dilakukan oleh badan hukum, sebagaimana dikutip dalam Diktat Mata Kuliah Kriminologi, Padang: Fakultas hukum Universitas Andalas. Sudarsono, 2007. Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta Syamsudin, A. 2011, Tindak pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika. Sugiarto, A. & Wahyono, T., 2005. Manajemen Kearsipan Modern , Yogyakarta: Gava Media Jurnal dan Publikasi Lainnya Bunga, M., Maroa, M. D., Arief, A., & Djanggih, H. 2019. Urgensi Peran Serta Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Law Reform, 15(1), 85-97. Gunaidi, I. & Efendi, J., 2014 . Hukum Pidana. Jakarta: Kencana. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 16(1), 35-43 Schütte, S. A. 2012. Against the odds: Anti‐ corruption reform in Indonesia. Public Administration and Development, 32(1), 38-48. https://www.transparency.org/en/cpi/2014 diakses pada tanggal 11 April 2023, pukul 9.48 AM https://www.transparency.org/en/cpi/2022 diakses pada tanggal 11 Aprip 2023 https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/ https://id.wikipedia.org/wiki/Surat diakses pada tanggal 11 April 2023, pukul 12.53 PM https://id.wikipedia.org/wiki/Tindak_pidana#:~:text=Tindak%20pidana%20(bahasa%20Bela nda%3A%20strafbaar,terpeliharanya%20tertib%20hukum%20dan%20juga diakses pada tanggal 08/05/2023 . ## Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pasal 1320 KUHP Perdata Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang pemberantas Tindak Pidana Korupsi
0053f915-d3dd-42d5-b3da-c7b56f6c0916
https://ic-mes.org/jurnal/index.php/jurnalICMES/article/download/183/95
## Dinamika Media Massa dalam Politik Turki dan Peranannya terhadap Konstruksi Wacana Keislaman Turki Kontemporer ## Ahmad Fahrur Rozi, Nurwahidin, Mohammad Izdiyan Program Studi Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia e-mail : ahmad.fahrur@ui.ac.id ## Abstract This article discusses Türkiye's relationship with the mass media and the role of the press in Islamic discourse. This article departs from the press freedom crisis in Türkiye and the increasing Islamic discourse in contemporary Turkish national media. The author uses the normative function theory of the press and media theory and discourse construction as analytical tools. This article finds that from the perspective of the normative function of the press, the media in Turkey tends to be dominated by an authoritarian system. However, there are a few that adopt a system of social responsibility. Meanwhile, in the context of the media's role in Islamic discourse in Turkey from the perspective of media and discourse construction, the Turkish media signing process tends to be dominated by the juxtaposition of Islamic language and national aspects. In framing, the media raises the discourse of Türkiye's existence in the Islamic world. The image resulting from the signing and framing process is oriented towards national interest and Islam or Turkish Muslim campaigns on the local and global stage. Keywords: : discourse constructions, Islamic discourse, mass media, normative function theory of the press, Türkiye. ## Abstrak Artikel ini membahas tentang relasi Turki dengan media massa serta peranan pers terhadap wacana keislaman. Tulisan ini berangkat dari krisis kebebasan pers di Turki dan meningkatnya wacana keislaman di media-media nasional Turki kontemporer. Penulis menggunakan teori fungsi normatif pers dan teori media dan kontruksi wacana sebagai pisau analisis. Artikel ini menemukan bahwa dari sudut pandang teori fungsi normatif pers, media di Turki cenderung didominasi oleh sistem otoritarian, meskipun ada sedikit yang mengadopsi sistem tanggung jawab sosial. Sedangkan dalam konteks peran media terhadap wacana keislaman di Turki dari sudut pandang media dan kontruksi wacana, proses signing media Turki cenderung didominasi oleh penyandingan bahasa Islam dan aspek nasional. Dalam proses framing, media memunculkan wacana eksistensi Turki di Dunia Islam. Citra yang dihasilkan dari proses signing dan framing tersebut berorientasi kepada national interest dan kampanye Islam atau Muslim Turk di kancah lokal dan global. Kata kunci: konstruksi wacana, media massa, teori fungsi normatif pers, Turkiye, wacana keislaman. ## Pendahuluan Media massa dan jurnalisme di Turki sering kali dipandang bebas ekspresi karena menjadi bagian dari sistem pemerintahan yang sekuler. Masih sedikit riset yang mengungkap bahwa negara sangat berperan dalam aktivitas media massa di Turki. Keikutsertaan negara terhadap gerak media massa di Turki sudah dimulai sejak era Ottoman. Pada periode tanzimat Kesultanan Utsmaniah mengeluarkan undang-undang yang mengatur percetakan yang dikenal dengan Basmahane Nizamnamesi (Darling, 2002). Peraturan tersebut terus berlanjut sampai masa pemerintahan Turki modern dengan dinamika yang lebih kompleks. Mengacu kepada laporan RSF (Reporters Without Borders), Turki menempati urutan 153 tahun 2021 dan 149 tahun 2022 terkait intervensi negara terhadap media massa, dimana sekitar 90% media nasional berada di bawah kontrol pemerintah. RSF juga menyebutkan bahwa pemerintah melakukan aksi diskriminatif terhadap media-media yang dianggap tidak sejalan dengan posisi rezim (RSF, 2023). Dirluba Catalbas dalam karyanya “Freedom of Press and Broadcasting in Turkey” menuturkan media Turki memiliki usaha dan upaya yang panjang dalam sejarah demokratisasi pers Turki (Arat, 2013, p. 19). Memasuki abad ke-21, media Turki mulai mengalami pergeseran yang signifikan. Kelas elit ekonomi di Turki aktif mengguasai media nasional, berbanding terbalik dengan masa-masa awal Turki dimana media berada di bawah kekuasaan para jurnalis dan negara. Media besar nasional Turki seperti Hurriyet dan Milliyet muncul menjadi media dengan produksi kabar berita yang tinggi. Pada fase ini sebagain besar media Turki telah terprivatisasi oleh penguasa elit ekonomi Turki, seperti Aydin Dogan dan Dinc Bilgin. Paham ekonomi liberal dalam masa ini mulai mendominasi aktivitas media Turki yang terus berlanjut hingga era sekarang. Para pemegang modal memiliki kontrol besar terhadap media-media nasional Turki, dan sejalan dengan itu, mereka juga memiliki hubungan kuat dengan rezim yang sedang berkuasa di Turki, yakni dalam konteks kekinian ialah dengan AKP di bawah pimpinan Erdogan (Susan Corke, Freedom House, 2014). Di sisi lain arus konten atau berita yang mengangkat isu keislaman mulai memiliki ruang yang cukup aktif di beberapa media nasional Turki. Hurriyetnews, TRT World, dan Daily Sabah aktif dalam mengangkat seputar informasi keislaman. Keberadan pers dengan haluan Islamis dalam sejarah Turki modern nampak bertentangan dengan gerakan Turki sekuler Kemalis. Akan tetapi, memasuki tahun 1990-an seiring menguatnya isu global HAM dan kebebasan, pemerintah Turki kembali meremodernisasi pemerintahan yang sedikit lebih demokratis yang berdampak terhadap ruang eksistensi pers dan media Islam di era Turki kontemporer (Dursun, 2006). Dalam kasus ini tentunya menarik untuk diteliti terkait bagaimana Turki yang dikenal dengan negara sekuler mulai aktif membangun narasi agama di media-media nasional mereka, terlebih Turki di era kepimpinan panjang Erdogan yang dikenal cenderung lebih Islamis dibandingkan dengan tokoh-tokoh pemimpin Turki sebelumnya. Artikel ini akan membahas lebih lanjut bagaimana posisi pemerintahan Turki terhadap media massa serta bagaimana kontruksi media terhadap peran wacana Islam dan muslim di media-media Turki. Dalam penelitian ini penulis mengacu kepada beberapa penelitian terkait. Penelitian-penelitian akademis tentang Turki secara umum didominasi oleh isu politik, agama dan sekularisme. Sedikit ditemukan penelitian akademis yang berfokus kepada media massa di Turki. Dari Indonesia, penulis hanya menemukan dua buah penelitian tentang media massa Turki yang keduanya lebih menitikberatkan objek penelitian terhadap Erdogan dan partainya AKP, yaitu Afdal (2017) dan Burdah (2016). Ada sejumlah artikel lain yang membahas tentang media massa di Turki dengan menitikberatkan pada kontrol politik dan pemerintah, seperti ditulis Finkel, (2000) serta Kaya & Çakmur (2010). Sejumlah penulis membahas tentang bagaimana keadaan politik Turki kontemporer dan pengaruhnya terhadap keberadaan pers, dimana pers Turki berada di bawah kontrol politik dan pemerintah, antara lain (Corke, 2014), (Akgül & Kırlıdoğ, 2015), (Yanatama, 2016). Sementara itu, Dursun membahas bagaimana strategi media dan pers Islam Turki berjuang di bawah kekangan sistem sekuler Kemalis Turki hingga Turki modern paska 1990an (Dursun, 2006). Kebaruan penelitian ini adalah dalam hal fokus dan perspektif, yaitu bagaimana relasi negara dengan media di Turki melalui sudut pandang teori normative pers serta bagaimana peran media nasional Turki terhadap isu wacana keislaman di hadapan masyarakat lokal dan masyarakat global melalui sudut pandang teori media dan konstruksi realitas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekolompok orang dianggap berasal dari masalah sosial dan kemanusiaan (humaniora). Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan dan prosedur, proses pengumpulan data, analisis data secara induktif, dan interpretasi makna (Creswell, 2016, p. 4). Selanjutnya tipe penelitian kualitatif dalam penelitian ini ialah tipe konten analisis. Analisis ini merupakan tipe analisis yang mencoba menganalisis data unobtrusive. Data unobtrusive sendiri merupakan data non reaktif yang secara umum bersumber dari dokumen. Sedangkan jenis data dalam penelitian ini terbagi menjadi data primer dan sekunder. Data primer berupa konten dan berita yang dimuat dalam media-media online nasional Turki yakni dari media Hurriyetnews, Daily Sabah, dan TRT World. Sedangkan data sekunder yakni data pendukung penelitian bersumber dari data-data otoritatif, baik berupa data dokumentasi berupa buku, artikel jurnal, artikel media, dan yang lainnya. ## Fungsi Normatif Pers Negara dan media di era modern tidak bisa dipisahkan, media dapat berperan menjadi “tangan kanan” atau “oposisi” bagi suatu negara. Relasi negara dan media memiliki hubungan yang sangat vital. Secara umum negara-negara di dunia memiliki kendali atas media-media di negara tersebut. Hal tersebut tidak terlepas dari fungsi media sebagai agen konstruksi opini negara terhadap masyarakat, baik masyarakat lokal negara tersebut maupun masyarakat global. Teori fungsi normatif pers penulis gunakan untuk memotret bagaimana posisi negara terhadap eksistensi pers di Turki. Dalam teori normatif pers terdapat empat teori besar yang menjadi pijakan teoritis yang dikemukakan oleh Fried S. Siebert, Thedore Peterson, dan Wilbur Schramm, yaitu teori pers otoritarian, pers libertarian, pers tanggung jawab sosial, dan pers komunis-Soviet. Keempat teori tersebut (Siebert et al., 1986, p. 56). Pertama, teori Pers Otoritarian. Pers otoritarian ialah teori yang menjadikan lembaga pers sebagai kepanjangan tangan dari kebijakan pemerintah atau negara. Hal yang demikian dikarenakan dalam hal ini negara berhak mengontol secara otoriter perkembangan dan peredaran informasi lembaga pers. Lembaga pers tidak boleh bertentangan dengan kebijakan yang dicanangkan oleh pemerintah melainkan sebagai jembatan penyalur informasi mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah. Kedua, Pers Libertarian, yakni aliran pers yang beranggapan bahwa manusia merupakan individu merdeka yang berhak untuk menemukan dan menyuarakan kebenaran di muka publik untuk membantu kepentingan sosial (Siebert et al., 1986). Dalam teori ini negara tidak lagi bersifat absolut sebagai sumber tujuan dari adanya pers, melainkan masyarakat dengan bebas dapat mencari, menganalisis, serta menyuarakan informasi bijak dan benar di hadapan publik suatu negara. Selanjutnya ketiga, Pers Tanggung Jawab Sosial, yakni wacana atau informasi yang disampaikan oleh lembaga pers harus memberikan fakta-fakta nyata dan benar yang dapat membangun kesejahteraan masyarakat melalui wadah kesatuan negara (Siebert et al., 1986). Lembaga pers meskipun ia bersifat independen dan berhak menyuarakan pendapat gagasannya di hadapan publik, mereka tetap harus dapat mempertanggungjawabkan gagasannya itu. Terakhir, Pers Komunis-Soviet, memandang bahwa lembaga pers tidak hanya sebagai lembaga penyalur informasi, melainkan ikut serta dalam membangun, menyusun dan menjaga ideologi negara. Teori ini mempunyai prinsip pers harus berfungsi menjadi collective propagandist, collective agiator, collective organizer (Siebert et al., 1986). Singkatnya dalam sistem ini pers menjadi bagian integral negara. ## Media Massa dan Konstruksi Realitas Media memiliki peran signifikan dalam menyampaikan informasi di hadapan publik, dalam artian bahwa mereka tidak bergerak dalam ruang hampa dan di luar kendali. Media tidak hanya berfungsi sebagai pemberi informasi saja, melainkan media dapat menjadi agen perubahan tentang opini tertentu yang berkembang di tengah- tengah masyarakat. Dalam perspektif mencipta makna (generating of meaning) media massa sebagai alat komunikasi bekerja tidak hanya sebatas memberikan atau mengirimkan suatu informasi semata, tetapi lebih esensial adalah kehendak menanamkan makna tertentu dalam pikiran penerima (Hamad, 2010, p. 15). Di era kontemporer kemunculan new media membuat arus informasi semakin mudah untuk ditransmisikan kepada audiens. Menurut McQuail, media massa di era new media memiliki sifat atau karakteristik yang mampu menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas (universality in reach), bersifat publik, dan mampu memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di media massa (McQuail, 2011, p. 138). Dalam perspektif politik, media massa telah menjadi elemen penting dalam proses demokratisasi karena menyediakan arena dan saluran bagi debat publik, menjadikan calon pemimpin politik dikenal luas masyarakat dan juga berperan menyebarluaskan berbagai informasi dan pendapat (Marissan, 2014, p. 480). Mengacu kepada teori media dan kontruksi realitas disebutkan bahwa setiap upaya mendeskripsikan konseptualisasi sebuah peristiwa, keadaan, atau benda merupakan suatu usaha mengkonstruksi realitas (Hamad, 2004, p. 11). Media massa menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian, seluruh isi media merupakan realitas yang telah dikonstruksikan dalam bentuk yang bermakna (Badara, 2014, p. 8). Teori ini melihat bagaimana dan apa motif di balik wacana yang dimuat dalam suatu surat kabar baik cetak ataupun elektronik. Teori ini menekankan pada aspek bahasa verbal atau nonverbal yang dimuat dalam sebuah pemberitaan tertentu. Menurut Ibnu Hamad, dalam teori ini terdapat tiga unsur penting proses konstruksi wacana, yaitu proses signing (symbol), yakni penyampaian symbol baik verbal atau nonverbal; proses framing, yakni pemilah-milihan fakta tertentu; dan terakhir proses citra wacana, yakni efek utama atau dominan apa yang muncul dari proses konstruk wacana tersebut (Hamad, 2006, p. 260). Dalam padangan Sujiman, ada tindakan yang biasa dilakukan oleh pekerja media tatkala melakukan konstruksi realitas dalam upaya membentuk “citra”. Pertama, pemilihan simbol (fungsi bahasa), kedua, pemilihan fakta yang akan disajikan (strategi framing), dan ketiga, kesediaan memberi tempat (agenda setting) (Badara, 2014, p. 10). Dalam artikel ini, penulis menggunakan teori ini dalam menganalisis terkait konstruksi wacana yang dimunculkan dalam pemberitaan atau konten tentang isu wacana keislaman yang dipublikasikan oleh media-media nasional Turki di hadapan publik global. ## Tinjauan Historis Dinamika Turki dan Media Massa Anatolia merupakan salah satu daerah peradaban kuno di bagian barat benua Asia yang kini lebih dikenal dengan negara Turki. Daerah ini juga dikenal dengan sebutan Asia Kecil. Dalam tatanan dunia modern Anatolia telah beralih menjadi negara Turki. Negara Turki wilayahnya terbentang dari semenanjung Anatolia di Asia Barat Laut hingga daerah Balkan di Eropa Tenggara. Sejarah Turki sendiri menghadirkan sejarah peradaban Panjang dan secara historis bangsa Turki berbeda dengan bangsa Arab. Bangsa yang mula-mula menetap di daerah Asia Kecil berkembang kemudian mendirikan Dinasti Seljuk, berlanjut ke Kaisaran Ottoman, hingga berubah menjadi Republik Sekuler Turki (Siregar, 2020, p. 9). Dalam perkembangannya, sistem pemerintahan kenegaraan Turki terus mengalami perubahan dan perkembangan. Sistem monarki khalifah digunakan ketika masa Dinasti Seljuk dan Dinastri Ustmaniyah, kemudian berubah menjadi republik- sekuler di era Republik Turki paska pengggulingan Khalifah pada tahun 1923. Di era Republik Turki modern, Turki memainkan peranan penting dalam dunia politik internasional. Di satu sisi Turki modern banyak mengadopsi model kebijakan Barat, namun di sisi lain Turki juga aktif menjalin komunikasi dan keterlibatan dengan negara- negara Timur Tengah. Sehingga, meskipun Turki dikenal dengan negara sekuler yang western oriented, ia juga dikenal sebagai negara kuat di kawasan Timur Tengah (Akram, 2010). Melalui sistem sekuler, Turki menghadirkan wajah baru sistem pemerintahan di kawasan Timur Tengah, termasuk sistem hubungan negara dengan lembaga pers. Media pers di Turki memiliki hubungan yang begitu dinamis dengan negara, hal yang demikian tidak terlepas dari pemerintah yang selalu berusaha mengontrol media, di sisi lain media-media Turki juga berjuang menjadi media yang merdeka. Sejarah dinamika pers di Turki dapat dilihat dari kacamata historis dalam beberapa fase (Arat, 2013, p. 21). Fase pertama, yakni masa awal yang lebih dikenal dengan masa pers Ottoman. Kelembagaan pers Turki masuk ke dalam salah aturan hukum reformasi Turki Utsmani yang dikenal dengan istilah tanzimat (Zayyadi, 2014). Surat kabar pertama Turki terpublikasikan di muka publik, yakni pada pertengahan abad 19 di bawah pembiayaan istana kesultanan. Pada tahun 1876 konstitusi Utsmani menyatakan “press memiliki kebebasan yang telah dia tur oleh hukum,” namun kebebasan tersebut tidak panjang, dimana kemudian seluruh publikasi menjadi objek sensor yang ketat di bawah kepemimpinan Sultan Abdul Hamid (1879-1908). Pada masa selanjutnya, yaitu era Perang Dunia Pertama, media Turki terus mengalami persekusi dan tidak memiliki ruang kebebasan murni oleh negara (sultan). Fase ini terus berlanjut hingga jatuhnya sultan di bawah kudeta pemimpin militer, Mustafa Kemal (Arat, 2013, p. 23). Fase kedua, periode tahun 1920-1950, adalah masa politik sekuler absolut Mustafa Kemal Attaturk. Awalnya, Attaturk membagi dua media nasional, yaitu Istanbul papers dan Anatolian papers. Istanbul papers merupakan media golongan loyal sultan, sedangkan Anatolian merupakan kelompok propaganda yang baru dibentuk oleh Attaturk dengan salah satu tujuannya memperjuangkan kemerdekaan Turki dari kekuasaan sultan. Pada 23 April 1920 kelompok sosialis-reformis Turki melakukan sidang di Ankara, dan memasukkan Anatolian papers di bawah kontrol poilitik Ankara, yang kemudian melakukan sensor terhadap pemberitaan Istanbul. Tahun 1924 Attaturk mendapatkan kemenangan atas sultan dan membentuk partai republic (Comhuriyet Halk Partisi, CHP). Pada fase ini, pers Turki berada di bawah kekuasaan rezim sekuler Kemalis. Anatolian Papers menjadi media utama pemerintah dan masuk ke dalam kekuasan elit pemerintah. Periode 1920 hingga pasca-Perang Dunia Kedua, media Turki secara massif memberitakan pola hidup sekuler berorientasi Barat (western oriented), sesuai dengan semangat juang revolusioner-sekuler Kemalis (Attaturk). Setelah Perang Dunia kedua, Turki ditekan oleh aliansi Barat agar dapat mengimplementasikan sistem pluralis dan liberal. Tahun 1945 American Freedom Press mengunjungi Turki dan mengahasilkan beberapa kesepakatan. Selanjutnya, tahun 1946 jurnalis Turki membentuk badan asosiasi jurnalis untuk dapat menekan kebijakan otoritarian lembaga pers. Pada tahun 1948, CHP memberikan perhatian untuk mengubah system antidemokratik, namun sebelum draft amandemen tersebut didiskusikan di Parlemen, pemilihan pada 14 Mei 1950 telah memenangkan kekuatan Partai Demokrat Turki, yang baru terbentuk pada tahun 1946 (Arat, 2013, p. 24). Fase ketiga, periode 1950-1980, yakni masa sistem multipartai. Masa ini merupakan masa baru dalam kancah politik Turki, yakni dengan masuknya paham liberal-pluralis, sehingga Kemalis absolut mulai mengalami kemunduran dan partai berhaluan sosialis mulai diterima di tengah masyarakat, seperti partai Demokrat Turki. Pada masa awal periode tahun 1950-an media mulai menemukan ruang kebebasan publik, akan tetapi masa ini tersebut tidak berlangsung lama. Partai Demokrat kemudian bertindak intoleran, serta mengklaim media berpotensi merusak atau mengacaukan ideologi (paham Kemalis). Selanjutnya pada masa 1950-an media Turki oleh para aktivis secara kritis disebut sebagai pers anak angkat “foster - child press” (besleme basin) yang bermakna dihegemoni oleh pemerintah Turki, sehingga hal ini memunculkan kritik dari jurnalis dan aktivis (Arat, 2013, p. 26). Memasuki tahun 1960-an pers Turki mengalami beberapa kemajuan dalam hal kebebasan dan penyiaran. Pertama, Pers Honor Council (Basin Seref Divani) telah terbentuk yang secara independent bertanggung jawab atas otoritas pers Turki. Selanjutnya undang-undang pers juga terbentuk pada 1 Mei 1964 yang kemudian lahirlah Radio Turki dan Television Broadcasting Corporation (TRT), namun tetap saja TRT mengalami pembatasan gerak politik dan ekonomi oleh tekanan rezim pemerintah, yang kemudian menggiring TRT media menjadi media berhaluan kiri. Pada tahun-tahun selanjutnya media Turki mengalami polarisasi haluan politik, yakni media dengan haluan politik sayap kiri dan sayap kanan, begitu juga militer mulai masuk, melakukan intervensi terhadap eksistensi media (Arat, 2013, p. 27). Situasi tersebut terus berkembang hingga media Turki memasuki babak baru, yakni periode 1980. Fase keempat, periode pasca 1980. Periode ini merupakan kelanjutan dari masa multipartai Turki. Intervensi negara terhadap media massa terus terjadi dan menguat, meskipun partai-partai haluan otoriter tidak lagi eksis. Dalam pembukaan konstitusi Turki 1982 menyatakan bahwa tidak ada perlindungan yang akan diberikan kepada pemikiran dan opini yang kontra terhadap Nasionalisme Turki. Tahun 1983 pemerintah menjadikan TRT media sebagai juru bicara (mouthpiece) pemerintah, dengan demikian TRT berada di bawah kontrol langsung pemerintah. Pemerintah hanya mengizinkan TRT meliput wacana-wacana nasionalis pemerintah Turki. Memasuki tahun 1990-an politik Turki mengalami perkembangan, dimana kontrol elit ekonomi mulai aktif dalam percaturan politik Turki sehingga bermunculanlah media-media Turki yang dimiliki para elit ekonomi itu. Paham ekonomi-liberal Turki di antaranya berdampak pada liberalisasi media massa. Melalui haluan liberal, media Turki mulai menampilkan isu-isu sensitive yang bahkan kontroversial bagi sejarah Turki, misalnya wacana Kurdistan, Islam fundamental, dan juga sekularisme (Arat, 2013, p. 33). Tabel 1. Kepemilikan Kelompok Elit Ekonomi Turki Terhadap Media Grup Kepemilikan Surat Kabar TV Kepentingan Bisnis Lainnya Dogan Group Hurriyet, Radikal, Posta CNN Turk, Kanal D Energy, retail, industry, tourism Dogus Group - NTV, Star Finance, automotive, construction, energy, retail Ethem Sancak Aksam SkyTurk 360 Pharmaceuticals Kalyon Group Sabah, Takvim ATV Construction Star Media Group Star Kanal 24 Energy (50% owned by the State Oil Company of Azerbaijan) Feza Media Group Zaman, Today’s Zaman - - Ciner Group Habertuk Show TV, Habertuk TV Energy, Mining, construction, tourism Demiroren Group Milliyet, Vatan - Energy, mining industry, construction, tourism Ihlas Hodling Turkiye TGRT Haber Construction, industry, tourism, mining Albayrak Group Yeni Safak TVNET Construction, industry, logistics, energy, services Koza Ipek Holding Bugun Kanalturk Mining Sumber : (Corke, 2014, p. 6). ## Relasi Turki dan Pers dalam Perspektif Teori Normatif Pers Ditinjau dari sudut pandang teori normatif pers, sistem pers Turki mengimplementasikan dua sistem teori pers. Pertama, sistem pers otoritarian . Sistem ini cenderung mendominasi dalam sejarah pers Turki. Meskipun Turki dikenal dengan negara sekuler, akan tetapi Turki cenderung otoriter dalam mengatur aktivitas pers atau media massa. Indeks kebebasan pers Turki menempati peringkat 149 dari 180 negara (RSF, 2023) Turki menempati posisi tersebut tidak terlepas dari data jurnalis yang dipenjarakan atau bahkan terbunuh, yang dari indikasinya, disimpulkan bahwa hal itu terjadi akibat posisi mereka yang kontra terhadap rezim pemerintah. Menurut CPJ (Committee to Protect Journalists) pada tahun 2022 Turki memenjarakan 40 jurnalis dan ini termasuk yang paling banyak dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Menurut laporan Freedom Press in Turkey, pemerintah bersikap otoritarian terhadap media yang diyakini akan mengancam stabilitas nasional, di antaranya kelompok separatis pro-Kurdi, aktivis ergenekon (pro-kudeta Turki), dan yang lainnya (Pierini & Mayr, 2013). Selain itu lembaga pers Turki juga dimiliki oleh pihak pihak swasta konglomerat pro-pemerintah (Media in Turkey, 2022). Sikap otoritarian pers sedang berkembang di Turki, hal ini dapat dibutkikan dengan 90% media nasional berada di bawah kontrol pemerintah dan elite ekonom. Di antaranya, media lokal Fox TV, Halk TV, Hurriyetdailynews serta media website internasional seperti BBC Turkish, VOA Turkish dan Deutsche Welle Turkish (RSF, 2023) Bentuk sikap otoritarian Turki dalam politik modern Turki disebabkan oleh beberapa faktor, yakni konteks orientasi politik yang dalam hal ini Partai AKP di bawah Erdogan sebagai penguasa, selanjutnya penjagaan terhadap kelompok-kelompok separatis Turki, serta orientasi ekonomi liberal Turki. Rendahnya tingkat kebebasan di Turki membuat negara itu sulit untuk masuk menjadi anggota resmi Uni Eropa. Uni Eropa menyoroti beberapa aspek signifikan yang belum terselesaikan dalam dinamika pemerintah Turki, yang salah satunya ialah rendahnya kebebasan pers di Turki. Permasalahan kebebasan pers tersebut berupa tuntutan hukum, penahanan, dan hukuman pengadilan yang menargetkan wartawan dan pekerja media di Turki, yang membuat Turki menjadi negara dengan penjara terbesar bagi wartawan, terlebih dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Dari 28 negara anggota Uni Eropa dan negara kandidat Uni Eropa Turki selalu termasuk menempati peringkat bawah dalam kasus kebebasan pers (Ikhsan, 2019, p. 587). Pembatasan situs atau bahkan pemblokiran terhadap situs-situs Turki menjadikan Turki menjadi negara yang menempati posisi buncit di antara 28 negara anggota dan calon anggota Uni Eropa selama periode 2014-2018 (Ikhsan, 2019, p. 590). Fakta tersebut menunjukkan sikap otoritarian negara terhadap kebebasan pers di Turki. Faktor intervensi elit militer juga merupakan salah satu faktor rendahnya tingkat kebebasan Turki. Kalangan militer mempunyai sejarah panjang dalam dinamika Republik Turki modern, dominasi militer dalam urusan politik Turki tidak pernah selesai, meskipun di era kepemimpinan Erdogan asas demokratik menuntut sipil dapat mengontrol militer dan sebaliknya militer tidak bisa terus mengintervensi kebijakan publik. Akan tetapi langkah tersebut tidak sepenuhnya berhasil, yang terjadi adalah hubungan sipil- militer “kompromistis” yakni dimana meskipun Turki kontemporer mengedepankan asas demokratik dan berusaha mejadikan sipil mengontrol militer, namun dalam kenyataannya strategi tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik. Banyak kasus dimana kalangan militer memaksa kalangan sipil berkompromi dengan kehendak milliter, sehingga secara tidak langsung membuat militer masih cukup leluasa dalam mengintervensi segala macam kebijakan publik Turki. Hal ini pula dilatarbelakangi oleh tingkat popularitas militer yang sangat tinggi bagi masyarakat Turki (Sumantri, 2012, p. 245). Sikap otoriter tersebut sebagai bentuk penjagaan atas ancaman-acaman yang dapat ditimbulkan oleh pers tersebut. Dengan mengacu kepada fakta tersebut, pemerintah Turki bersikap otoriter terhadap media pers yang dianggap dapat mengganggu stabilitas negara. Pers otoriterisme menjadi suatu bentuk perangkat penekanan dan ketertundukan kepada pemerintah. Di dalam teori ini sensor dan hukuman dari pedoman yang telah ditetapkan berlaku untuk hal-hal yang sifatnya politis atau segala sesuatu yang memiliki ideologi yang jelas (Didit, 2013, p. 195). Jika mengacu kepada sejarah pers Turki, periodesasi pers Turki baik secara eksplisit maupun implisit memiliki peran ideologisasi dalam agenda pers. Periode awal Turki terjadi upaya pemeliharaan ideologi Utsmani sedangkan periode kedua terjadi penghapusan ideologi Ustmani dan digantikan dengan ideologi Kemalist-sekuler. Selanjutnya periode ketiga pemeliharaan ideologi Kemalist di bawah tekanan ideologi sosialis. Pada periode terakhir muncul kecenderungan terhadap ideologi ekonomi-liberal (Arat, 2013). Dengan demikian, secara tidak langsung pemerintah Turki menggiring pers sesuai dengan ideologi rezim pemerintah yang sedang berkuasa. Kedua, sistem pers tanggung jawab sosial . Tidak seratus persen sistem pers Turki di bawah otoritas Negara yang merepresentasikan sistem pers otoritarian, dalam beberapa kasus Turki juga memberikan kebebasan terhadap beberapa lembaga pers. Di antaranya, Fox TV, Halk TV, Influencer You Tube millennial sering menyalurkan informasi nonbias pemerintah. Mereka tetap eksis karena menerima pengakuan dari masyarakat sipil, karena yang mereka sampaikan sesuai dengan koridor fakta nyata dan ragam informasi yang “baik”. Hal ini sesuai dengan sistem “pers tanggung jawab sosial,” bahwa dalam sistem ini masyarakat secara tidak langsung ikut serta mengontrol informasi yang disampaikan lembaga pers. Dasar pemikiran utama dari teori ini ialah bahwa kebebasan dan kewajiban berlangsung secara beriringan. Fungsi pers tidak hanya mengontrol dengan tingkat tinggi (otoritarian) ataupun menghibur, memberikan informasi, dan mencari untung (libertarian), melainkan juga bertujuan untuk membawa konflik ke dalam arena diskusi (Didit, 2013, p. 197). Sejatinya pemerintah Turki sendiri menyatakan dalam UU negara pasal 28 tentang pers bahwa “press is free and shall not be censored”, akan tetapi dalam kenyataannya menurut salah satu aktivis demokratis Turki, Merve Tahiroglu, prinsip freedom sedang mengalami ancaman, terlebih memasuki tahun- tahun politik ke depannya (Yanardağoğlu, 2021). Sehingga dalam kasus ini mengindisikan bahwa sistem pers di Turki tidak sepenuhnya mengaplikasikan sistem otoriter dimana dalam persentase yang kecil yakni kurang lebih 20% juga mempraktikkan sistem pers tanggung jawab sosial. Turki dikenal dengan negara sekuler, dimana agama menempati sektor privat dan dipisahkan dari urusan pemerintah. Akan tetapi pada era kontemporer agama mulai bergerak aktif di tengah percaturan politik pemerintahan. Samuel Huntington menjelaskan bahwa meskipun negara-negara berdaulat memiliki supremasi formal tertinggi terhadap identitas rakyat, akan tetapi sejatinya identitas peradaban luhur masyarakat tidak bisa dipisahkan daripada agama. Politik negara dan agama tidak bisa dikatakan terpisah dengan klaim negara sekuler, terlebih pada era kontemporer ini agama bisa menjadi identitas kuat dalam percaturan politik internasional (Jackson & Sorensen, 2021, p. 495). Pada awalnya rezim sekuler absolut Turki hampir tidak sama sekali meliput pemberitaan mengenai agama, kecuali khutbah Jumat yang hanya melalui TRT Channel. Namun seiring berjalannya waktu dengan adanya pemimpin baru di Turki, rezim pemerintah mulai aktif dalam mengangkat isu keislaman dalam media nasional Turki. Hal ini nampak dari mulai aktifnya media nasional yang mengangkat dan merespon isu keislaman, baik yang bersifat lokal maupun internasional. Yakni media- media seperti Hurriyet Daily News, Daily Sabah, TRT World dan Yeni Safak. Hikmet Kocamaner menyebutkan bahwa telah terjadi transformasi isu keislaman di media Turki, dari yang awalnya terkekang dalam monopoli sekuler absolut menuju rezim Islam- konservatif pemerintah AKP (Dahle, 2017). Berikut ini tabel analisis singkat penulis terkait konstruksi media sebagai konstruksi wacana di beberapa yakni peran media nasional Turki tentang isu keislaman. Tabel 2. Analisis Konstruksi Wacana Media Turki tentang Isu Keislaman Media Signing Framing Citra Hurriyetnews Islam, Turkiye, Erdogan, Counter Western Islam Local Culture National interest “Islam Turk” “Muslim Turk” TRT World Islam, Turkiye, President, Istanbul Counter Western Islam Local Culture National interest “Islam Turk” “Muslim Turk” Daily Sabah Muslim Turki, Islam, Turki Counter Western Islam Local Culture National interest “Islam Turk” “Muslim Turk” Sumber: (Sabah, 2023; TRT World, 2023; Turkish News, 2023) Ditinjau dari teori komunikasi sebagai konstruksi wacana terkait peran media Turki terhadap isu keislaman, dari sudut pandang proses signing (simbol) media Turki sering mengaitkan Islam dan Turki. Simbol verbal nasional seperti “Islam”, “Turki”, “Turkish Leader” dan “Erdogan” sering disandingkan dalam mengangkat isu -isu keislaman. Dalam sebuah tajuk berita Daily Sabah tertulis judul berita “Erdogan Receives Representative of Turkish Muslim Communities in US” (Daily Sabah). Dalam isu penyerangan Israel ke Palestina, Turki dengan berani mengecam dan mengutuk perbuatan tersebut dan menampakkan bahwa Turki memiliki tanggung jawab atas ketertiban Al Aqsa dan rakyat Palestina. Judul judul berita yang tampil di media nasional Turki di antaranya, “Al Aqsa Mosque is Tukiye’s Red Line, President Erdogan” (TRT World). “Attacks on Al Aqsa Mosque Tukiye’s Red Line, Erdogan Says” (Hurriyetdailynews). Dalam sebuah postingan akun resmi media sosial X Presiden Erdogan @RTErdogan sempat memposting kata “sultan” ketika memberikan selamat kepada tim putri voli Turki yang menjadi juara di kejuaraan eropa. Dalam postingan tersebut tertulis “2023 CEV avrupa sam piyonu olarak hepimize buyuk bir gugur yasatan A Milli Kadin Voleyvol Takimimizi, Filenin Sultanlari’ni canigonulden tebrik ediyorum” artinya “Saya dengan sepenuh hati mengucapkan selamat kepada Tim Nasional Bola Voli Putri kita, Para Sultan Net, yang telah mengharumkan nama kita semua sebagai juara Eropa CEV 2023.” Sepintas kata sultan tersebut mengandung makna “pemenang” akan tetapi dalam makna yang lebih jauh sultan secara sosio-politik terikat dengan sejarah pemerintah Islam Turki Ustmani yang sempat menjadi kiblat dunia pada abad pertengahan. Selanjutnya dalam proses framing, berita yang dipilih lebih cenderung kepada pemberitaan citra Turki di Dunia Islam, dimana berita-berita yang sering muncul ialah seputar sikap kritis pemerintahan Turki terhadap isu-isu Islam global, islamophobia, dan isu Palestina. Sedangkan dalam aspek citra atau penonjolan realitas di balik wacana, pemberitaan-pemberitaan tersebut lebih kepada kepentingan nasional untuk menunjukkan sikap Islam Turki di kancah global, sehingga memunculkan citra bahwa Turki yang sebelumnya dipandang negara sekuler absolut kini menjadi negara yang kuat dengan budaya Islamnya. Lebih dari itu, dilakukan juga penguatan isu dan kampanye “Islam Turk” atau “Muslim Turk” bagi masyarakat Turki dan juga masyarakat global, serta wacana Neo-Ottoman di bawah pimpinan presiden Erdogan (Gunter, 2021, p. 620). ## Simpulan Pers dan Turki memiliki sejarah relasi yang sangat panjang. Pers di Turki pada awalnya telah ada sejak zaman Turki Utsmani tepatnya pada pertengan abad 19. Pada periode Utsmani pers masuk dalam wilayah hukum sultan pasca-tanzimat (reformasi hukum Turki Utsmani). Periode selanjutnya pers memasuki rezim sekuler-absolut Kemalist, di bawah kontrol rezim Mustafa Kemal. Pascarezim sekuler absolut, media dan pers berada di bawah rezim multipartai Turki, hingga selanjutnya pascatahun 1980-an, elit ekonom Turki memiliki kuasa atas pers dan media di Turki yang bekerjasama dengan pemerintah. Melalui rekam sejarah dengan mengacu kepada teori fungsi normatif pers, sistem pers di Turki mengimplementasikan dua bentuk sistem pers. Yakni, pertama sistem otoritarian dan kedua sistem tanggung jawab sosial. Sistem otoritarian mengacu kepada kuasa pemerintah dan elit ekonom terhadap aktivitas media, 80% media nasional Turki berada di bawah kontrol pemerintah dan elit ekonom. Realita tersebut berdampak kepada tindakan diskriminatif pemerintah terhadap aktivitas media yang tidak sesuai dengan haluan negara. Selanjutnya, sistem pers tanggung jawab sosial memainkan sekitar kurang lebih 20% dari sistem media di Turki. Meskipun sistem pers Turki didominasi oleh sistem otoritarian, akan tetapi terdapat sisi ruang pers yang mengaktualisasikan sistem pers tanggung jawab sosial. Adapun dalam konteks peranan media Turki terhadap wacana keislaman, pada era Turki kontemporer spirit Islami mengalami peningkatan dibandingkan dengan masa- masa sebelumnya dimana Turki dikenal sebagai negara sekuler absolut. Media nasional seperti Hurriyetnews, Daily Sabah dan TRT World aktif mengangkat seputar wacana keislaman. Ditinjau dari sudut pandang teori komunikasi sebagai konstruksi wacana, signing pemberitaan Islam media Turki selalu menyandingkan simbol verbal “islam” dan nasionalisme Turki seper ti “Turkiye”, “Islam Turkiye”, “Turkish Leader” dan “Erdogan”. Selanjutnya dalam proses framing, berita yang dipilih lebih cenderung kepada citra Turki di Dunia Islam. Sedangkan dari proses citra makna Turki hendak menunjukkan dampak national interest dan lebih dari itu ialah kampanye wacana “Islam Turk” atau “Muslim Turk” baik di kancah lokal dan juga global . ## Daftar Pustaka Afdal, L. Q. (2017). Kebijakan Pemblokiran Media Massa oleh Recep Tayyib Erdogan di Turki [Skripsi thesis]. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Akgül, M., & Kırlıdoğ, M. (2015). Internet censorship in Turkey. Internet Policy Review, [online] 4(2). Dalam: https://policyreview.info/articles/analysis/internet- censorship-turkey [Diakses 18 April 2024]. Akram, S. (2010). Turkey and the Middle East. Strategic Studies, [online] 30(1/2), 239 – 252. Dalam: https://www.jstor.org/stable/e48501581 [Diakses 10 April 2024]. Arat, Z. F. K. (2013). Human Rights in Turkey. Pennsylvania: University of Pennsylvania Press. Badara, A. (2014). Analisi Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media (Ed. 3). Jakarta: Kencana. Burdah, I. (2016). Jati Diri Turki. Republika, [online]. Dalam: https://republika.co.id/amp/oawu4711/jati-diri-turki [Diakses 10 April 2024]. Corke, S., et. al. (2014). Democracy and Crisis: Corruption, Media, and Power in Turkey. [online] Freedom House. Dalam: https://freedomhouse.org/sites/default/files/2020- 02/SR_Corruption_Media_Power_Turkey_PDF.pdf [Diakses 15 April 2024]. Creswell, J. W. (2016). Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran (Ed. 4). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dahle, S. (2017, January 19). Transformation of Islamic television in Turkey from the era of secularist state monopoly to family-focused programming under the conservative-Muslim AKP government. [online] Project on Middle East Political Science. Dalam: https://pomeps.org/transformation-of-islamic-television-in- turkey-from-the-era-of-secularist-state-monopoly-to-family-focused- programming-under-the-conservative-muslim-akp-government [Diakses 12 April 2024]. Daily Sabah. (2021, September 20). Erdogan receives representative of Turkish Muslim Communities in us. [online] Dalam: https://www.dailysabah.com/politics/diplomacy/erdogan-receives- representatives-of-turkish-muslim-communities-in-us [Diakses 5 Juni 2024]. Darling, L. T. (2002). Another Look at Periodization in Ottoman History. The Turkish Studies Association Journal, [online] 26(2), 19 – 28. Dalam: https://www.jstor.org/stable/43383654 [Diakses 15 Juni 2024]. Didit, A. T. (2013). The Four Press Media Theories: Authoritarianism Media Theory, Libertarianism Media Theory, Social Responsibility Media Theory, and Totaliarian Media Theory. Ragam: Jurnal Pengembangan Humaniora, [online] 13(3). Dalam: https://jurnal.polines.ac.id/index.php/ragam/article/view/483 [Diakses 10 Juni 2024]. Dursun, Ç. (2006). The Struggle Goes On: The Discursive Strategies of the Islamist Press in Turkey. Journal of Contemporary European Studies, [online] 14(2), 161 – 182. https://doi.org/10.1080/14782800600892218 [Diakses 6 Juni 2024]. Finkel, A. (2000). Who Guards the Turkish Press? A Perspective on Press Corruption in Turkey. Journal of International Affairs, [online] 54(1), 147 – 166. https://www.jstor.org/stable/i24357355 [Diakses 16 Juni 2024]. Gunter, M. M. (2021). TURKEY-Religion, Identity and Power: Turkey and the Balkans in the Twenty-First Century. In The Middle East Journal, [online] 75 (4), 619 – 620. Middle East Institute. https://www.proquest.com/docview/2635271939/abstract/D71BD410C7E64813P Q/1 [Diakses 12 Juni 2024]. Hamad, I. (2004). Konstruksi realitas politik dalam media massa: Sebuah studi critical discourse analysis terhadap berita-berita politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hamad, I. (2006). Komunikasi sebagai Wacana. Mediator: Jurnal Komunikasi, [online] 7(2), Article 2. https://doi.org/10.29313/mediator.v7i2.1282 [Diakses 3 Mei 2024]. Hamad, I. (2010). Komunikasi Sebagai Wacana (Ed. 1). Jakarta: La Tofi Enterprise. Hurriyet Daily News. (2023, Maret 1). Attacks on Al Aqsa Mosque is our red line, Erdogan says. [online] Dalam: https://www.hurriyetdailynews.com/trampling-on-al-aqsa- mosque-is-our-red-line-erdogan-182156 [Diakses 14 Januari 2024]. Ikhsan, Y. Q. B., dan Utomo, Tri Cahya. (2019). Hambatan Aksesi Turki ke Uni Eropa. Journal of International Relations, 5(3), 587-591. https://doi.org/10.14710/jirud.v5i3.24165 [Diakses 6 Juni 2024]. Jackson, R., & Sorensen, G. (2021). Pengantar Studi Hubungan Internasional (Ed. 3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kaya, R., & Çakmur, B. (2010). Politics and the Mass Media in Turkey. Turkish Studies, [online] 11(4), 521 – 537. https://doi.org/10.1080/14683849.2010.540112 [Diakses 5 Juni 2024]. Marissan. (2014). Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kharisma Putra Utama. McQuail, D. (2011). McQuail’s Mass Communication Theory (Ed. 6). London: Sage Publications. Pierini, M., & Mayr, M. (2013). Press Freedom in Turkey. [online] Carnegie Endowment for International Peace. Dalam: https://www.jstor.org/stable/resrep12973 [Diakses 10 Mei 2024]. RSF: Reporters Without Borders. (2023, Februari 14). Türkiye. [online] Dalam: https://rsf.org/en/country-t%C3%BCrkiye [Diakses 10 Januari 2024]. Siebert, Paterson, T., & Schramm, W. (1986). Empat Teori Pers. Jakarta: PT Intermasa. Siregar, T. M. (2020). Turki Utsmani Hingga Republik Turki. Bogor: Guepedia. Sumantri, T. S. P. (2012). Demokratisasi Turki: Hubungan Sipil Militer Tahun 2003-2011 (Ed. 1). Jakarta: UI-Press. Tahiroglu, Merve. (2022). Media in Turkey: Why It Matters and Challenges Ahead. [online] Project on Middle East Democracy. Dalam https://mideastdc.org/wp- content/uploads/2022/06/2022_05_02_TurkeyMedia_Snapshot.pdf [Diakses 3 Januari 2024]. TRT World. (2023, April 14). Al Aqsa Mosque is Turkiye's 'red line': President Erdogan. [online] TRT World. Dalam: https://www.trtworld.com/turkey/al-aqsa-mosque-is- t%C3%BCrkiye-s-red-line-president-erdogan-66815 [Diakses 20 Januari 2024]. Yanardağoğlu, E. (Ed.). (2021). Politics, Media and Citizenship in Modern Turkey. Dalam: The Transformation of the Media System in Turkey: Citizenship, Communication, and Convergence (pp. 59 – 90). Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-030-83102-8_3 [Diakses 20 Juni 2024]. Yanatama, S. (2016). Media Captura and Advertising in Turkey: The Impact of The State on News. [online] Reuters Institute. Dalam: https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/our-research/media-capture-and- advertising-turkey-impact-state-news [Diakses 13 Mei 2024]. Zayyadi, A. (2014). Reformasi Hukum di Turki dan Mesir (Tinjauan Historis-Sosiologis). Al Mazahib, [online] 2(1). 147-174. Dalam: https://ejournal.uin- suka.ac.id/syariah/almazahib/article/view/1402/1222 [Diakses 20 June2024].
a73d3c6e-b303-463c-91a3-42b7cfe3e2b6
http://eksis.unbari.ac.id/index.php/EKSIS/article/download/153/70
## Eksis: Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis, 10(1): 16-25 Publisher by Fakultas Ekonomi Universitas Batanghari Jambi ISSN 2580-6882 (Online) | ISSN 2087-5304 (Print) ## Pengaruh Perilaku Pemimpin Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja pada MTSN Terusan Kecamatan Muara Bulian Endang Meliani, Afriantoni Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Graha Karya, Jurusan Manajemen, Muara Bulian Abstract. The purpose of this study is to explain the influence of Leaders Behavior and Teacher Commitment to Job Performance in MTs Negeri Terusan Muara Bulian Subdistrict. The analytical method used is quantitative using multiple linear regression analysis tools. The test of significance of influence of Leader Behavior variable (X 1 ) and Teacher Commitment (X 2 ) as independent variable, and Work Achievement (Y) as the dependent variable is done T Test and F Test. The result of hypothesis testing on the effect of Leader Behavior and Teacher Commitment to Work Achievement that the value of t arithmetic is 2,139 > from the t table number 2,05183 and the significance level of (α) 0.05 (5%) it can be seen that this Leader Behavior has influence on Job Performance. The result of hypothesis testing on the basis of the variable Teacher Commitment to Work Achievement that the value of t arithmetic amounted to -1.728 and with a significant level of 5% obtained t table 2.05183 it can be seen that the value of t arithmetic of -1.728 > from number t table 2.05183 and number of significance of 0.05 (5%) it is known that this Master's Commitment has an effect on Work Achievement. The result of hypothesis test on Lead Behavior variable and Teacher Commitment to Work Achievement showed that F value obtained by F value 2,372 with significance level 0,05 value f table 3,34 this mean that F count (2.372 > F table (3,34) thus Ho is rejected and Ha accepted, meaning that Leader Behavior (X 1 ) and Teacher Commitment (X 2 ) have a positive effect simultaneously or together on Work Achievement at MTs Negeri Terusan Muara Bulian Subdistrict Adjusted R Square is 0,86. So it can be concluded the percentage of influence of Leaders Behavior and Teacher Commitment to Job Performance in MTs Negeri Terusan of 0.86% and 91.4% in influencing other variables not examined in this study. Keywords: Influence Leader Behavior, Teacher Commitment, Work Achievement at MTs Negeri Terusan Muara Bulian Subdistrict. ## PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Dimana keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Dimana mutu Sumber Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan. Mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan. Komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta biaya. Menjadi tenaga kependidikan yang profesional tidak akan terwujud begitu saja tanpa adanya upaya untuk meningkatkannya, adapun salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan pengembangan profesionalisme. Ini membutuhkan dukungan dari pihak yang mempunyai peran penting, dalam hal ini adalah kepala sekolah, dimana kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah. Kepemimpinan merupakan fenomena universal yang sangat penting dalam organisasi, baik organisasi bisnis, pendidikan, politik, keagamaan, maupun sosial. Hal ini disebabkan dalam proses interaksi untuk mencapai tujuan, orang-orang ada didalamnya membutuhkan seseorang yang dapat mengkoordinasikan, mengarahkan, dan memudahkan orang-orang tersebut untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu maupun tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan suatu organisasi hanyalah sejumla orang atau mesin yang mengalami kebingungan. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini, pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru atau komitmen guru tidak kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud. Karena tenaga kependidikan profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode yang tepat, akan tetapi mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan. Menurut Sedarmayanti (2011) komitmen guru sebagai kekuatan bathin yang datang dari dalam hati seorang guru dan kekuatan dari luar itu sendiri tentang tugasnya yang dapat memberi pengaruh besar terhadap Pengaruh Perilaku Pemimpin Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja pada MTSN Terusan Kecamatan Muara Bulian sikap guru berupa tanggung jawab terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu komitmen guru harus dilakukan secara tersadar sebagai seorang guru dan dapat melahirkan tangguang jawab yang dapat mengarahkan serta membimbing dalam kegiatan pembelajaran. Prestasi kerja merupakan suatu hasil yang kerja yang dicapai dari seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Masalah kepuasan kerja harus mendapat perhatian yang serius bagi setiap organisasi, bila kepuasan kerja tercapai pegawai dapat bekerja dengan optimal yang tentunya akan membawa dampak pada pencapaian organisasi maupun prestasi sekolah secara keseluruhan yang selanjutnya akan meningkatkan kinerjanya bagi organisasi atau sekolah. Suatu hal yang cukup jelas memberikan informasi adanya perbedaan prestasi kerja antar individu adalah perbedaan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu. kemampuan dan keterampilan individu juga sangat tergantung pada kemampuan intelektual, bakat dan pengalaman yang berbeda-beda. Untuk mengatasi kekurangan pada faktor ini maka banyak instansi pemerintah yang mengadakan sistem seleksi, training dan sosialisasi informasi yang sesuai. Hal lain yang dipertimbangkan adalah unsur motivasi atau dorongan yang ada pada diri individu untuk berperilaku termasuk bagaimana meningkatkan prestasi kerjanya. Motivasi yang ada pada seseorang ini akan mempengaruhi apakah dia akan mengerjakan setiap tugasnya dengan baik atau sebaliknya. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi di harapkan mampu memperlihatkan prestsi kerja yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki apakah masalah tertentu dianggap sebagai penghambat atau tantangan untuk menghadapinya. ## Tinjauan Pustaka ## Manajemen Sumber Daya Manusia Keberhasilan suatu perusahaan tentu suatu manajemen yang baik serta pengelolaan yang terorganisis, berikut beberapa definisi pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut para ahli : Menurut Edy Sutrisno (2009) manajemen sumber daya manusia adalah kegiatan perancanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, serta penggunaan SDM untuk mencapai tujuan baik secara individu maupun organisasi. Menurut Sedarmayanti (2011) manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktik menetukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merektut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian. Menurut Tjutju Yuniarsih dan Suwatno (2009) manajemen sumber daya manusia adalah bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya pada peraturan peranan sumber daya manusia dalam kegiatan suatu organisasi. Dari uraian diatas dapat dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya manusia (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efesien serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai suatu tujuan dan suatu proses pendayagunaan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi agar potensi fisik dan fisikis yang dimiki berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi (perusahaan). ## Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi Manajemen Sumber Dya Manusia terdiri dari : 1. Planning atau cara perancanaan yaitu proses menentukan terlebih dahulu program personalia yang akan membantu mencapai tujuan sekolah yang telah ditetapkan. 2. Organizing atau pengorganisasian yaitu setelah apa yang telah di putuskan maka perlu di buat organisasi untuk melaksanakannya jika sekolah telah menentukan fungsi-fungsi yang harus di jalankan oleh para pegawai maka manajemen personalia harusla membentuk organisasi dengan merancang susunan dari berbagai hubungan antara jabatan, personalia dan faktor-faktor fisik. 3. Actuating/Directing atau pengarahan yaitu mengusahakan agar pegawai mau melaksanakan pekerjaannya tersebut ( di lakukan setelah fungsi perancanaan dan fungsi pegorganisasian ). 4. Controlling atau pengawasan yaitu suatu fungsi dari manajemen personalia untuk mengamati dan membandingkan pelaksanaan dengan rencana dan mengoreksinya apabila terjadi penyimpangan. ## Perilaku Pemimpin Dalam mengembangkan dan memajukan suatu organisasi manajer dengan pengaruh kepemimpinan yang dimilikinya berkewajiban untuk memahami perilaku setiap karyawan yang berada di lingkungan kerjanya.karena itu dalam mewujudkan suatu perilaku yang diinginkan oleh konsep manajemen maka seorang manajer mengharuskan untuk mempergunakan kekuatannya. Menurut Irham Fahmi (2013) adalah Perilaku Pemimpin adalah Seseorang dalam melaksanakan pekerjaan tidak hanya harus dilakukan atas dasar perintah dan sanksi yang di terima. Namun seorang pemimpin juga harus mengedepankan sikap bawahan yang teraplikasi dalam bentuk personal power yang dimiliki. Menurut Dewi Hanggraeni (2011) Perilaku Pemimpin adalah bagaimana kita mempengaruhi perilaku manusia baik dalam diri sesorang maupun dalam lingkungan sekitar. Jikat tingkat kepemimpinan rendah, maka kemungkinan kepemimpinannya akan lemah. Pengaruh Perilaku Pemimpin Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja pada MTSN Terusan Kecamatan Muara Bulian Dari Teori ini berioentasi pada cara perilaku yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memperlakukan pengikutnya dalam upaya mempengaruhi perilaku bawahan. Pada teori perilaku, memandang bahwa keberhasilan kepemimpinan lebih banyak tergantung perilaku ( bahavior ), keterampilan ( skills ), dan tindakan ( action ) pemimpin dan kurang tergantung pada sifat-sifat pribadi. Karena keterampilan dan perilaku dapat dipelajari dan diubah, semantara banyak sifat adalah relatif tidak berubah atau tetap. Ketiga keterampilan yang pemimpin gunakan adalah technikal skiils (keterampilan teknis), human skills (keterampilan kemanusiaan) dan conceptual skills (keterampilan konseptual). Meskipun ketiga keterampilan itu saling memiliki keterkaitan atau hubungan dlam praktik, mereka dapat dipahami secara terpisa. 1. Technical skills mengacu kepada pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam jenis proses dan teknik apapun. Technical skills merupakan segi yang membedakan performasi kerja ( job performance ) pada level operasi/pelaksanaan dan keahlian, tetapi ketika karyawan dipromasikan ke tingkat tanggung jawab kepemimpinan, keterampilan teknis mereka menjadi secara profesional berkurang kepentingannya atau berkurang maknanya. Sebagai manajer, mereka semakin tergantung pada keterampilan teknis para bawahannya, dalam banyak kasus mereka belum pernah mempraktikkan beberapa keterampilan teknis yang mereka sepurvisi. 2. Human skills adalah kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain secara efektif dan untuk membangun teamworks (kerja tim). Tidak ada pemimpin pada tingkat organisasi manapun terhindar dari persyaratan untuk memiliki keterampilan human skills . Human skills merupakan bagian aktivitas terbesar dari perilaku pemimpin. 3. Conceptual skills adalah kemampuan untuk berfikir dari segi model, kerangka kerja, dan persahabatan yang luas, seperti perancanaan jangka panjang. Semakin tinggi tingkat pekerjaan manajerial akan semakin membutuhkan kemampuan conceptual skills . Conceptual skills berhubungan dengan kerjasama dan interaksi dengan orang, semanatra technical skills berkaitan dengan keterampilan mengerjakan dan memanfaatkan barang. ## Tipologi Kepemimpin Dari uraian tentang tipologi kepemimpin, sebagai bagian intergal dari perkara-perkara yang terkait dengan masalah kepemimpinan secara keseluruhan. Sebenarnya sangat bervariasi, pendapat dan tinjauan tentang tipologi kepemimpinan tersebut, namun untuk baiknya dibatasi untuk tujuh tipologi saja, yaitu 1. Kepemimpinan tradisional; 2. Kepemimpinan kharismatik; 3. Kepemimpinan rasional; 4. Kepemimpinan otoriter; 5. Kepemimpinan demokratis; 6. Kepemimpinan tunggal; 7. Kepemimpinan kolektif; Kembali pada pembicaraan tentang tipologi kepemimpinan yang telah diungkapkan seperti tujuh macam diatas, dapat diuraiakan sebagai berikut. ## Komitmen Guru Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Dari permasalah ini dapat melihat apakah seorang guru termasuk dalam tenaga pendidik profesional, karena sekarang ini peningkatan mutu pendidikan yang secara langsung dapat dikaitkan dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, serta tekhnologi informasi dan komunikasi. ## Pengertian Komitmen Guru Komitmen Guru memiliki berbagai macam pengertian, antara lain sebagai berikut : Menurut Sedarmayanti (2011) komitmen guru adalah kekuatan bathin yang datang dari dalam hati seorang guru dan kekuatan dari luar itu sendiri tentang tugasnya yang dapat memberi pengaruh besar terhadap sikap guru berupa tanggung jawab terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut fachruddin dan Ali Idrus (2009) komitmen guru adalah peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif. Menurut Oemar hamalik (2010) komitmen guru adalah pembuatan keputusan dalam pembinaan kurikulum bukan saja menjadi tanggung jawab para perancana, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab para guru disekolah. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen guru adalah suatu keterkaitan antara diri dan tugas yang dilakukan secara tersadar sebagai seorang guru dan dapat melahirkan tangguang jawab yang dapat mengarahkan serta membimbing dalam kegiatan pembelajaran. ## Macam-macam Komitmen Guru Komitmen Terhadap Sekolah Sekolah adalah lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang untuk masyarakat. Sebagai lembaga sosial formal tersebut merupakan suatu organisasi yaitu terikat terhadap tata aturan formal yang dimiliki program atau target atau sasaran yang jelas serta struktur Pengaruh Perilaku Pemimpin Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja pada MTSN Terusan Kecamatan Muara Bulian kepemimpinan penyelenggaraan atau pengelolaan yang resmi, dalam perkembangan kepribadian anak didik, peranan sekolah dengan melalui kurikulum, antara lain sebagai berikut : a.) Anak didik belajar bergaul sesama anak didik, antara guru dengan anak didik, dan anata didik dengan karyawan. b.) Anak didik belajar menaati perturan sekolah. c.) Mempersiapkan anak didiknya menjadi anggota masyarkat yang berguna bagi agama, bangsa dan negara. ## Komitmen Terhadap Kegiatan Akademik Seorang guru yang mempunyai komitmen akan menyiapkan waktu untuk melaksankan tugas yang berkaitan dengan pembelajaran seperti : a.) Merencanakan program belajar mengajar. b.) Melaksanakaan /mengelola proses belajar mengajar. c.) Menilai kemajuan proses belajar mengajar. d.) Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya. Adapun tugas guru dengan komitmen terhadap kegiatan akademik sekolah antara lain : a.) Guru sebagai perancang pembelajaran. b.) Guru sebagai pengelola pembelajaran. c.) Guru sebagai pengarah pembelajaran. d.) Guru sebagai pelaksana kurikulum dan evaluator. ## Komitmen Terhadap Siswa-siswi Seorang guru harus mengetahui perbedaan dari siswa-siswi dalam membangun komitmen dan kesadaran bagi pelajar atau individu. Berikut perbedaan dalam membangun komitmen kesadaran bagi pelajar atau individu antara lain: Perbedaan dalam latar belakang; a.) Perbedaan dalam kesehatan dan nutrisi; b.) Perbedaan dalam kemampuan anak di sekolah; c.) Perbedaan dalam minat. ## Komitmen Untuk Menciptakan Pengajaran Bermutu Seorang guru senantiasa merespon perubahan- perubahan pengetahuan dan ide-ide dalam implementasi kurikulum di kelas. Sehingga mutu pembelajaran atau mutu pendidikan akan dapat dicapai jika guru memenuhi kebutuhan siswa-siswi dan yang harus dipersiapkan oleh guru, Kemampuan guru menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan adalah upaya positif untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Komitmen Dalam Peningkatan Kinerja Guru ## Profesional Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada dititik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif. Setiap usaha peningkatan mutu pendidikan seperti perubahan kurikulum, pengembangan metode-metode mengajar, penyediaan sarana akan berarti apabila melibatkan guru. Adapapun pengembangan standar kompetensi guru ditunjukan pada peningkatan profesionalisme guru dan pembinaan karir secara terstrukrur. ## Pendidik Sebagai Profesi Kategori profesi apabila memenuhi syarat-syarat antara lain: a.) Didasarkan atas sosok ilimu pengetahuan teoritis ( body of theoretical knowledge ) yang disepakati bersama. b.) Komitmen untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam praktek secara otonomi dan berkuatan monopoli. c.) Adanya kode etik profesi sebagai instrumen untuk memonitir tingkat ketaatan anggotanya dan sistem sanksi yang diperlukan. d.) Adanya organisasi profesi yang mengembangkan, menjaga, dan melindungi profesi. e.) Sistem sertifikasi bagi individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk dapat menjalankan profesi tersebut. ## Peningkatan Kinerja Profesional Guru 1. Akuntabilitas publik Otonomi dalam pengelolaan guru seharusnya lebih fleksibel dimana kompensasi yang diterima guru tidak mengacu kepada sistem kompensasi PNS. Nilai didasarkan pada prestasi kerja dalam kurun waktu guru mempertahankan kinerja prima. Sistem rekrutmen guru lebih terfokus pada profesionalisme tanpa mengenai persyaratan batas usia, jenis kelamin, asal perguruan tinggi, dan sebagainya. 2. Pengembangan Total Quality Management dalam Pendidikan. Implementasi Total Quality Management dibidang pendidikan secara fungsional dalam struktur organisasi lembaga pendidikan secara fungsional dalam struktur organisasi lembaga pendidikan terbagi tiga tingkatan, yaitu: (1) quality control , diperankan oleh guru sebagai lini terdepan pelaksanaan proses pembelajaran: (2) quality assurance , dijalankan oleh para pemimpi. Menengah yang dalam hal ini adalah tingkat jurusan/prodi; dan (3) quality management adalah merupakan tanggung jawab pucuk pimpinan organisasi. 3. Pengembangan Profesionalisme Guru (Tenaga Pendidik). Ilmu pendidikan sebagai roh pengembangan profesi pendidikan mengkaji dan membersihkan pemahaman bagaimana tugas dan fungsi, serta perilaku pendidik yang profesional dalam menciptakan suasana layanan pembelajaran yang mendidik dan menyenangkan. 4. Kompetensi dan Keterampilan Profesional Guru. Kompetensi merupakan kemampuan personal yang di perlukan pada suatu profesi tertentu berupa: Pengaruh Perilaku Pemimpin Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja pada MTSN Terusan Kecamatan Muara Bulian pengetahuan, keterampilan, sakap, nilai perilaku, dan kemampuan manegerial. Guru sebagai profesi secara umum dipersyaratkan empat gugus kompetensi, yaitu : (1) mendidik, (2) mengajar, (3) melatih, dan (4) membimbing. Secara operasional, keterampilan perilaku profesi keguruan terwujud dalam bentuk tindakan atau perilaku pendidik/guru dalam berkomunikasi dengan peserta didik baik berupa kata-kata maupun dalam bentuk bahasa tubuh. Berikut ini dikemukanan beberapa keterampilan perilaku profesional keguruan yang sangat esensial berlangsung dalam proses pembelajaran : a.) Keterampilan menyapa. b.) Keterampilan menyuruh. c.) Keterampilan marah. d.) Keterampilan menghukum, dan e.) Keteampilan memotivasi. ## Prestasi Kerja Prestasi Kerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab diberikan kepadanya. Menurut Edy Sutrisno (2009) Prestasi keja adalah sebagai hasil yang telah dicapai seseoarang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerjanya melalui proses yang panjang yaitu proses penilaian prestasi kerja karyawan yang disebut dengan istilah permonce apparaisal. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2012) prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dari uraian diatas dapat di simpulkan prestasi kerja pada dasarnya merupakan salah satu factor kunci guna mengembangkan suatu sekolah secara efektif dan efesien, kareana adanya kebijakan atau program penilaian prestasi kerja berarti sekolah telah memanfaatkan secara baik sumber daya yang ada dalam organisasi. ## Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja merupakan proses dimana dalam organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja para pegawai. Berikut beberapa para ahli yang mengemukakan mengenai penilaian prestasi kerja para pegawai : Menurut Sedarmayanti (2011) penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio kerja yang dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap para pegawai suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai atau karyawan. Berdasarkan pendapat diatas, penilaian prestasi kerja pegawai adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugas kepadanya. Yang menilai prestasi kerja pegawai, yaitu atasan pegawai langsung, dan atasan tak langsung. Disamping itu pula, kepala bagian personalia berhak pula memberikan penilaian prestasi terhadap semua pegawainya sesuai dengan data yang ada dibagian personalia. ## Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja Kegunaan penilaian prestasi kerja adalah sebagai berikut : 1. Perbaikan Prestasi Kerja Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan pegawai, manejer dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi. 2. Penyesuain-penyesuaian Kompensasi Evaluasi dan prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus, dan bentuk kompensasi lainnya. 3. Perancanaan dan pengembangan karir Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan- keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus di teliti. ## METODE PENELITIAN ## Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif, yang menjadi objek penelitian adalah MTS Negeri Terusan, Kecamatan Muara Bulian yang berolakasi di jalan Simpang Terusan Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batang Hari. Selanjutnya yang menjadi subjek merupakan Pemimpin dan pegawai di lingkungan MTS Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batang Hari tersebut. ## Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis Data Menurut Arikunto (2010), data penelitian menurut jenis ada dua: 1) Data Kualitatif adalah data yang bukan dalam bentuk angka atau tidak dapat dihitung dalam bentuk bilangan riil, dan diperoleh dari hasil wawancara dengan pimpinan objek penelitian (dalam hal ini MTS Negeri Terusan) dan pegawai serta berbagai informasi yang diperoleh dari pihak lain yang berkaitan dengan penelitian. 2) Data kuantitatif adalah data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka yang memiliki suatu hitung baku secara matematis, yang diperoleh dari proses kegiatan penelitian. ## Sumber Data Masih menurut supranto (2010), Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Pengaruh Perilaku Pemimpin Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja pada MTSN Terusan Kecamatan Muara Bulian 1) Data primer adalah data yang diperoleh penulis melalui observasi atau pengamatan langsung dari lokasi objek penelitian dan lingkungan sekitar, baik itu melalui observasi, Kuesioner dan wawancara secara langsung dengan pimpinan dan pegawai serta pihak luar yang sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini. 2) Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu data yang tersebut diperoleh penulis dari dokumen-dokumen instansi (dalam hal ini MTS Negeri Terusan, Kecamatan Muara Bulian) dan buku-buku literatur yang memberikan infomasi tentang Periku Pemimpin, Komitmen guru, dan prestasi kerja dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. ## Metode Pengumpulan Data Penelitian Penelitian Kepustakaan dan Teoritis Merupakan upaya untuk mengumpulkan data sekunder dari instansi yang diteliti, landasan teori dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini dengan cara dokumentasi. Studi dilakukan antara lain dengan mengumpulkan data yang bersumber dari literatur- literatur, bahan kuliah, dan hasil penelitian lainnya yang ada hubunganya dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tambahan pengetahuan mengenai masalah yang sedang diteliti. ## Studi lapangan Studi Lapangan merupakan upaya penulis mengumpulkan data faktual atau aktual yang diperlukan dengan cara melakukan pengamatan langsung pada instansi yang menjadi objek penelitian, baik melalui observasi, penyebaran kuesioner kepada para pegawai dan ataupun wawancara. Penelitian Lapangan dilakukan dengan cara : 1) Interview, merupakan metode untuk mendapatkan data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang bersangkutan guna mnendapatkan data dan keterangan yang menunjang. 2) Observasi, adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung pada objek yang diteliti sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang dihadapi. 3) Kuesioner, adalah pengumpulan data dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Kuesioner menggunakan skala likert, skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat , dan persepsi seseorang atau sekolompok orang tentang fenomena sosial. Sehingga untuk mengetahui pengukur jawaban responden pada penelitian ini yang mana menggunakan instrumen penelitian berupa kuisioner, penulis menggunakan metode skala likert (Likert’s summated Ratings). Dalam pengukuran jawaban responden, pengisian kuesioner diukur dengan menggunakan likert, dengan tingkatan berikut : a) Jawaban Sangat setuju diberi bobot 5 b) Jawaban Setuju diberi bobot 4 c) Jawaban Ragu-ragu diberi bobot 3 d) Jawaban Tidak setuju diberi bobot 2 e) Jawaban Sangat Tidak Setuju diberi bobot 1 ## Populasi dan Sampel Penelitian Riduwan (2012) mengemukakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek, yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel, menurut Riduwan (2012) adalah bagian respresentif dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. ## Penentuan Jumlah Populasi Dalam penelitian ini, jumlah populasi sebanyak 30 orang yang terdiri dari 2 orang unsur pimpinan, 26 orang guru dan staf tata usaha, 1 orang pelayan, dan 1 orang satpam atau penjaga. ## Penentuan Jumlah Sampel Dalam penelitian ini jumlah sampel di tentukan dengan metode. Riduwan (2012) Diterangkan bahwa jika populasi lebih dari 100, maka untuk sampel diambil 10-15% atau 20-25% dari jumlah populasi. Tapi jika populasi dibawah 100, maka keseluruhan populasi dijadikan sampel, di karenakan populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 orang maka seluruh populasi di jadikan sampel. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang. ## Lokasi Lokasi penelitian yaitu di MTS Negeri Terusan, Desa Pasar Terusan Rt.10 Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batang Hari. ## Teknik Pengukuran Data Untuk mendapatkan data mengenai Pengaruh Perilaku Pemimpin Dan komitmen Guru Terhadap Prestasi Kerja dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Pada MTS Negeri Terusan, Kecamatan Muara Bulian, maka kuesioner di sebarkan kepada responden untuk mengukur persepsi responden di gunakan skala likert yang memiliki tingkat preferensi jawaban yang masing- masing mempunyai skala 1-5 dengan rincian sebagai berikut : 1. Nilai 1 : Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Nilai 2 : Tidak Setuju (TS) 3. Nilai 3 : Netral (N) 4. Nilai 4 : Setuju (S) 5. Nilai 5 : Sangat Setuju (SS) ## Metode Analisis Analisis deskriptif kuantitatif merupakan metode yang bertujuan mengubah kumpulan data mentah Pengaruh Perilaku Pemimpin Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja pada MTSN Terusan Kecamatan Muara Bulian menjadi bentuk yang mudah dipahami, dalam bentuk infomasi yang ringkas, dimana hasil penelitian beserta analisanya di uraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang mana dari analisa tersebut akan dibentuk suatu kesimpulan. Pada penelitian yang menggunakan sejumlah Responden (populasi atau sampel) sebagai sumber data, maka data yang akan terkumpul menjadi bilangan yang besar, bila dirata-ratakan (menggunakan sistem indeks) akan menghasilkan data dalam bentuk pecahan atau bilangan berkomah, maka untuk mempermudah penafsirannya diperlukan bantuan rentan skala indeks. Cara yang dapat digunakan ialah metode intervalisasi data (tabel distribusi frekuensi) dengan langkah sebagai berikut : 1. Menentukan jumlah kelas interval (dinotasikan k), dimana jumlah kelas dalam penelitian ini ada 5 (lima kelas diantaranya SS, S, N, TS, STS). 2. Menentukan rentang data hasil observasi ( Range dinotasikan R), dimana R = Nilai Observasi Terbesar – Nilai Obsevasi Terkecil, dalam penelitian ini, Nilai Observasi Terbesar = 5 (SS) dan Nilai Obsevasi Terkecil =1 (STS), sehingga R = 5 – 1 = 4. 3. Menentukan panjang kelas tiap interval (Pk), dimana: Pk = R k = 4 5 Pk = 0,8 ## Alat Analisis ## 1) Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Instrumen penelitian (kuisioner) yang baik harus memenuhi persyaratan yaitu valid dan reliabel. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner perlu dilakukan pengujian atas kuisioner dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. a) Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel. Realibiltas diukur dengan uji statistik cronbach’s alpha ( α ). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach’ alpha > 0,50. b) Uji validitas digunakan dengan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuissioner. Uji validitas dilakukan dengan melakukan korelasi bivarate antara masing-masing skor indikator dengan total skor variabel. 2) Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antara Perilaku Pemimpin dan Kominmen Guru terhadap Prestasi Kerja Guru dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Untuk menguji variabel tersebut maka digunakan analisa regresi linear berganda dengan rumus sebagai berikut : Dimana : Y =Prestasi Kerja a =Konstanta b 1 X 1 =Koefesien Regresi X1 =Perilaku Pemimpin X2 =Komitmen Guru e =Probabilitas error ## 3) Uji t (Uji Terpisah/Persial) Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebasnya secara sendiri- sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya. Dimana t tabel >t hitung , H 0 diterima. Dan jika t tabel <t hitung , maka H a diterima, begitupun jika sig > α (0,05), maka H 0 diterima H a ditolak dan jika sig < α (0,05) maka H0 ditolak H 1 diterima. 4) Uji f (Uji Serempak/Simultan) Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat. Dimana f hitung >f tabel , maka H a diterima atau secara bersama-sama variabel bebas dapat menerangkan variabel terikatnya secara serentak. Sebaliknya apabila f hitung <f tabel , maka H 0 diterima atau secara bersama-sama variabel bebas tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Untuk mngetahui signifikan atau tidak pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan probability sebesar 5% (α=0,05) a) jika sig > α (0,05), maka H 0 diterima H a ditolak. b) jika sig < α (0,05), maka H 0 ditolak H a diterima. 5) Analisis Koefisien Determinasi Koefesien Determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefesien determinasi adalah 0 < R < 1. Nilai R yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefesien determinasi adalah biasanya terhadap jumlah variabel independen yang dimasukan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen ke dalam model, maka R pasti akan meningkat tidak peduli apakah variabel independen tersebut terdapat hubungan secara signifikan terhadap variabel dependen. Tidak seperi R, nilai adjusted R dapat naik atau turun apabila tambahan variabel independen ke dalam model. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Pemimpin dan Komitmen Guru Pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian ## Perilaku Pemimpin Perilaku pemimpin dapat terjadi karena seorang pemimpin untuk memperlakukan pengikutnya dalam upaya mempengaruhi perilaku bawahannya, maka pada Y=a+b 1 X 1 +b 2 X 2 +e Pengaruh Perilaku Pemimpin Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja pada MTSN Terusan Kecamatan Muara Bulian bagian ini akan diuraikan hasil tanggapan responden mengenai perilaku pemimpin yang diuraikan pada tabel berikut : Tabel 1. Tanggapan Responden terhadap perilaku pemimpin pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian. No Pertanyaan Tanggapan Responden Jumlah Indeks STS TS N S SS 1. Melaksanakan pekerjaan tidak hanya dilakukan atas dasar perintah dan sanksi diterima. - - - - - - 4 10 5 20 140 4.67 2. Melakukan suatu proses untuk mempengaruhi seoarang atau sekolompok orang untuk bekerja secara bersama tanpa paksaan dalam mencapai tujuan dari suatu organisasi. - - 2 1 3 3 4 3 5 23 138 4.60 3. Memberikan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain secara efektif membangun kerja tim. - - 2 2 3 5 4 11 5 12 123 4.10 4. Memberikan kemampuan untuk berfikir dari segi model, karangkan, dan persahabatan yang luas, seperti perancanaan jangka panjang.. 1 1 2 5 3 9 4 6 5 9 107 3.57 5. Memberikan kemampuan seseorang dalam jenis proses dan teknik apapun. 1 1 2 3 3 10 4 8 5 8 109 3.64 6. Mampu menciptakan suasana harmonis, dinamis, dan kreatif. - - 2 6 3 5 4 6 5 13 116 3.87 Rata-rata Indeks 4.10 Sumber : Data diolah Pada tabel 1 dapat diperoleh kesimpulan mengenai tanggapan responden terhadap Perilaku Pemimpin Pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian yaitu dengan rata-rata indeks sebesar, ini berarti responden merasa Perilaku Pemimpin pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian baik ## Komitmen Guru Komitmen Guru dapat terjadi karena adanya kekuatan bathin yang datang dari dalam hati seorang guru dan kekuatan dari luar itu sendiri tentang tugasnya yang dapat memberi pengaruh besar terhadap sikap guru berupa tanggung jawab dan responsive (inovatif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pada bagian ini akan diuraikan hasil tanggapan responden mengenai Komitmen Guru dapat diperoleh kesimpulan mengenai tanggapan responden terhadap pelaksanaan Komitmen Guru pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian yaitu dengan rata-rata indeks sebesar, Ini berarti bahwa responden merasa bahwa Komitmen Guru pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian baik. Tanggapan Responden terhadap Prestasi Kerja pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian Untuk memperoleh gambaran tentang tanggapan responden terhadap prestasi kerja pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian dapat diperoleh kesimpulan mengenai tanggapan responden terhadap prestasi kerja pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian yaitu dengan rata-rata indeks Ini berarti bahwa prestasi kerja pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulian dianggap baik oleh para pegawai. Pengaruh Perilaku Pemimpin dan Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja Pada MTs Negeri Terusan Kecamatan Muara Bulain Uji Validitas Uji validitas ini dilakukan dengan membandingkan nilai yang didapat melalui perhitungan dengan bantuan program SPSS 20 dengan nilai pada tabel r. Berikut ini adalah hasil uji Validitas dalam penelitian ini Tabel 2. Uji Variabel Perilaku Pemimpin Variabel Item pertanyaan Product Moment (r) r Tabel Keterngan Perilaku Pemimpin X1 1 0,707 0,3494 Valid 2 0,644 0,3494 Valid 3 0,721 0,3494 Valid 4 0,605 0,3494 Valid 5 0,754 0,3494 Valid 6 0,609 0,3494 Valid Sumber : Data Diolah Pengaruh Perilaku Pemimpin Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja pada MTSN Terusan Kecamatan Muara Bulian Berdasarkan uji tabel diatas, dapat diketahui bahwa semua item pertanyaan yang di uraikan pada setiap variabel perilaku pemimpin secara keseluruhan dinyatakan valid untuk mendukung penelitian ini. Tabel 3. Uji Variabel Komitmen Guru Variabel Item pertanyaan Product Moment (r) r Tabel Keterngan Komitmen Guru X2 1 0,764 0,3494 Valid 2 0,655 0,3494 Valid 3 0,722 0,3494 Valid 4 0,692 0,3494 Valid 5 0.827 0,3494 Valid 6 0,728 0,3494 Valid Sumber : Data Diolah Berdasarkan uji tabel diatas, dapat diketahui bahwa semua item pertanyaan yang di uraikan pada setiap variabel komitmen guru secara keseluruhan dinyatakan valid untuk mendukung penelitian ini. Tabel 4. Uji Variabel Prestasi Kerja Variabel Item pertanyaan Product Moment (r) r Tabel Keterngan Prestasi Kerja Y 1 0,635 0,3494 Valid 2 0,624 0,3494 Valid 3 0,733 0,3494 Valid 4 0,774 0,3494 Valid 5 0,735 0,3494 Valid 6 0,647 0,3494 Valid Sumber : Data Diolah Berdasarkan uji tabel diatas, dapat diketahui bahwa semua item pertanyaan yang di uraikan pada setiap variabel prestasi kerja secara keseluruhan dinyatakan valid untuk mendukung penelitian ini. ## Uji Reliabilitas Perhitungan pada uji reliabilitas ini juga menggunakan program SPSS 20. Hasil perhitungan lalu dibandingkan dengan tingkat signifikat sebesar 50% (0,05) Tabel 5. Uji Reliabilitas No Variabel Penelitian Cronbach’s Alpha Tingkat Signifikansi Keterangan 1 Perilaku Pemimpin (X1) 0,756 0,05 Reliable 2 Komitmen Guru (X2) 0,823 0,05 Reliable 3 Prestasi Kerja (Y) 0,781 0,05 Reliable Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa keseluruhan variabel memiliki nilai cronbach’s alpha lebih besar ( > ) dari tingkat signifikannya. Hal ini bahwa keseluruhan variabel dinyatakan reliabel untuk diterapkan dalam penelitian ini. ## Analisis Regresi Linear Berganda Dari hasil pengolahan dan diperoleh informasi pada tabel pengolahn SPSS 20 Di bawah ini : Tabel 6. Tabel Output Koefisien Regresi Linear Berganda SPPS Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta (Constant) 14.600 3.322 4.395 .000 Perilaku_Pemimpin .526 .246 .508 2.139 .042 Komitmen_Guru -.405 .234 -.410 -1.728 .095 a. Dependent Variable: Prestasi_Kerja Dari tabel diatas, didapat nilai-nilai yang dapat kita tetapkan kedalam rumus rgresi berganda. Persamaan regresi berganda yang didapat adalah : Y = 14,600 + 0,525X 1 + 0,-405X 2 Uji-T dan Uji-F Uji-T Pengaruh Perilaku Pemimpin Komitmen Guru terhadap Prestasi Kerja pada MTSN Terusan Kecamatan Muara Bulian Dari hasil pengelohan pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai t hitung untuk variabel perilaku pemimpin sebesar 2,139 dan t hitung untuk variabel komitmen guru sebesar -1,728. sedangkan nilai t tabel sebesar 2.05183. Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Nilai t hitung variabel perilaku pemimpin > t tabel (2,139>2.05183). Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel perilaku pemimpin terhadap variabel prestasi kerja secara persial. 2. Nilai t hitung variabel komitmen guru > t tabel ( - 1,728 > 2.05183 ). Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel komitmen guru terhadap prestasi kerja secara persial. ## Uji-F Uji dilakukan dengan membandingkan nilai f hitung dengan nilai f tabel. Berikut tabel hasil perhitungan SPSS 20 untuk mengetahui nilai f hitung : ANOVA b Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Regression 59.245 2 29.623 2.372 .112 a Residual 337.248 27 12.491 Total 396.493 29 a. Predictors: (Constant), Komitmen_Guru, Perilaku_Pemimpin b. Dependent Variable: Prestasi_Kerja Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa nilai f hitung sebesar 2.372 dan nilai f tabel 3.34. Ini berarti bahwa nilai f hitung untuk variabel perilaku pemimpin dan variabel komitmen guru > f tabel ( 2.372 > 3.34 ). Ini berarti bahwa variabel perilaku pemimpin dan variabel komitmen guru mempengaruhi variabel prestasi kerja secara simultan (bersama-sama). Koefisien Determinasi (R 2 ) Untuk mengetahui nilai koefisien determinasi, dapat dilihat dari pengolahan data menggunakan SPSS 20 berikut ini. Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .387 a .149 .086 3.534 a. Predictors: (Constant), Komitmen_Guru, Perilaku_Pemimpin Dari tabel di atas dapat diketahui nilai Adjusted R2 sebesar 0,86. Ini berarti bahwa perilaku dan komitmen guru memberikan pengaruh sebesar 8,6% terhadap prestasi kerja. Sedangkan 91,4% yang mempengaruhi prestasi kerja dipengaruhi oleh variabel- variabel lain yang tidak di teliti dalam penelitian ini. ## SIMPULAN Seluruh variabel yang diteliti valid dan relabel. Modal persamaan regresi yang didapat Y = 14,600 + 0,525X 1 + 0,-405X 2 , Masing-masing nilai t hitung t tiap variabel (t hitung X 1 = 2,139 dan t hitung X 2 = -1,728) pada Penelitian ini memenuhi syarat persial, karena nilai t hitung > nilai t tabel (n – k – 1 ) sebesar 2,05183, artinya kedua variabel bebas Perilaku Pemimpin (X 1 ) ataupun Komitmen Guru (X 2 ) dapat bekerja secara tersendiri dalam mempengaruhi Prestasi Kerja (Y). Hasil uji F menunjukan kedua variabel dapat bekerja secara bersama-sama dimana F hitung = 2.372 > F tabel 3.34. Nilai adjusted R square menunjukan sebesar 0,86 atau 8,6%. Hasil ini dapat diartikan bahwa kontribusi pengaruh yang diberikan dari kedua variabel bebas Perilaku Pemimpin (X1) dan Komitmen Guru (X2) terhadap Prestasi Kerja (Y) adalah sebesar 0,86% sedangkan selebihnya sebesar 91,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk variabel penelitian. ## DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. “Prosedur Penelitian” . Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta. Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus. 2009. “Pengembangan Profesionalitas Guru” . Jakarta : Penerbit Gaung Persada (GP Press). Fahmi, Irham. 2013. “Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah” . Yogyakarta : Penerbit AR- RUZZ Media. Riduwan. 2012. “Pengantar Statistika Sosial” . Jakarta : Penerbit Alfabeta. Sedarmayanti. 2011. “Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi, Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil” . Bandung : Penerbit PT Reflika Aditama. Sutrisno, Edy. 2009. “Manajemen Sumber Daya Manusia” . Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group. Tjutju Yuniarsih dan Suwatno. 2009. “Manajemen Sumber Daya Manusia” . Bandung : Penerbit Alfabeta
74e8c3c3-aaac-4db8-bac8-6a428d2c62e6
https://e-journal.metrouniv.ac.id/akademika/article/download/469/381
## Pelembagaan nilai Pluralisme agama Dan Politik Dalam Piagam maDinah Dan refleksinya Di inDonesia ## ridwan Institut Agama Islam Negeri Purwokerto Jalan Jendral Ahmad Yani No.40 Banyumas, Jawa Tengah, 53115, Indonesia E-mail: ridwanparadise@yahoo.com ## abstrak Madinah adalah sebuah masyarakat yang multi-etnis dan agamais dengan identitas politik, budaya dan agama yang tidak sama. Piagam Madinah adalah sebuah manifesto kesadaran baru masyarakat dalam mengurus hubungan diantara masyarakat yang agamais secara berdampingan dan bermartabat. Tulisan ini membuktikan bahwa Piagam Madinah adalah sebuah instrumen konstitusional bagi mereka yang mencari rumusan resolusi konflik dalam islam. Substansi Piagam Madinah menjelaskan proses pelembagaan pluralisme agama dan nilai-nilai politik dengan semangat hidup berdampingan dan damai. Piagam Madinah tidak hanya diposisikan sebagai sumber agama yang tekstual, tetapi juga sebagai sebuah fakta sejarah atas kemampuan Nabi dalam memimpin masyarakat Madinah dengan nila-nilai lokal, dimana beliau mengambil peranan yang strategis dalam melakukan negosiasi dan komplromi, terutama dalam penataan hubungan sosial ditengah pluralisme agama dan politik. kata kunci : Piagam Madinah, Agama, Politik, dan Pliralisme ## Abstract Medina is a multi-ethnic and religious community with political identity, cultural and religious disparate. The Medina Charter is a manifesto of a new awareness of the community in managing the relationship between religious communities for coexistence with dignity. This article proves that the Medina Charter is a constitutional instrument for those who seek a formulation of conflict resolution in Islam. The substance of the Medina Charter describes the process of institutionalization of religious pluralism and political values with the spirit of coexistence and peace. Medina Charter is not only positioned as a textual religious source, but also as a historical fact on the ability of the Prophet in managing Medina community with local values, in which he then took the strategic roles in conducting negotiations and compromises, especially in structuring social relations amid religious and political pluralism. ## Keywords: Medina Charter, religious, political, and pluralism ## Pendahuluan a. Karakteristik khas masyarakat Yatsrib (Madinah) berbeda dengan masyarakat Makkah baik secara sosial, ekonomi, politik dan agama. Penduduk Madinah secara sosial dihuni oleh dua kelompok masyarakat (emigrant) yang berbeda asal usul dan tradisinya. Kelompok pertama mereka yang berasal dari Utara yaitu bangsa Yahudi. Sedangkan kelompok kedua mereka yang berasal dari Selatan yaitu masyarakat suku-suku Arab. 1 Dari sekian suku Arab yang ada di Madinah terdapat dua suku besar yaitu suku Aus dan Khazraj. Kedua kelompok masyarakat Madinah yaitu kelompok Yahudi dan suku Arab selalu bermusuhan. Namun demikian, di internal suku Arab sendiri terutama Aus dan Khazraj juga terlibat konflik yang terus menerus. 2 Kelompok Yahudi pada umumnya menguasai lahan- lahan perkebunan yang subur. 3 1 Kelompok Yahudi Madinah berasal dari suku Bani Nadhir dan Bani Quraidhah. Sedangkan suku Arab yaitu suku Aus dan Khazraj berasal dari Yaman. Lihat, Asghar Ali Engineer, Islamic State, terj. Imam Muttaqin (Jogjakarta: LKiS, 2000). h. 31. 2 A. Syalabi, At Tarikh Al Islamy wa Al Khadharah Al Islamiyyah, terj. Mukhtar Yahya (Jakarta: Pustaka Al Khusna, 1983), h. 103-104 3 Masyarakat Yahudi merupakan kelompok yang paling berkuasa di Madinah. Asal usul dan sejarah komunitas Yahudi Madinah belum jelas, ada yang berpendapat mereka adalah emigrant dari Palestina ada juga yang berpendapat bahwa mereka orang Arab asli yang pindah ke Madinah. Dalam catatan Montgomery Watt, komunitas Yahudi Madinah tidak kurang dari dari 59 suku, sedangkan komunitas Arab di Madinah ada 13 suku. Di antara suku Yahudi yang paling memainkan peranan penting adalah suku Yahudi Quraidhah, Nadzir dan Qainuqa. Lihat, William Montgomery Watt, Muhammad at Madinah (Oxford: Clarendon Press, 1956), h. 192- 193. Madinah merupakan sebuah komunitas majemuk dan multi etnik, suku, dan agama dengan identitas politik, kultural, dan identitas keagamaan. Konsekuensi dari heterogenitas tersebut adalah lahirnya gesekan dan konflik yang berkepanjangan antar suku yang ada dalam komunitas Madinah atau Yatsrib terutama konflik antar dua suku besar yaitu Khazraj dan Aus. Hampir tidak mungkin sebuah masyarakat yang plural tidak terlibat dan mengalami konflik. Konflik di sini memang tidak identik dengan kerusuhan dan pertikaian yang berkepanjangan. Hijrahnya Nabi ke Madinah menandai babak baru dalam kehidupan masyarakat Madinah yang damai dan penuh harmoni dengan disepakatinya Piagam Madinah oleh semua kelompk sosial politik dan agama yang ada di Madinah. Dalam kaitan keberhasilan Nabi Muhammad mendeklarasikan Piagam Madinah Philip K. Hitti menyatakan bahwa lahirnya Piagam Madinah merupakan bukti kemampuan Muhammad saw melakukan negoisasi dan konsolidasi dengan berbagai kabilah dan kelompok sosial Madinah. Penilaian ini didasarkan pada keberhasilan beliu mempersatukan kaum muslimin yang berasal dari berbagai kabilah menjadi satu umat. Beliau juga bisa mempersatukan kaum muslimin dan kaum Yahudi menjadi satu komunitas dan menetapkan persamaan hak dan kewajiban mereka dalam masalah-masalah umum, sosial, dan politik. 4 Piagam Madinah juga memberi teladan bagaimana membangun hubungan antar kelompok agama yang berbeda dengan prinsip keadilan dan toleransi. Keindahan pola relasi antar ummat beragama yang dibangun oleh Rasulullah tersebut dalam pandangan Bellah terlalu modern untuk ukuran zamannya. 5 Pengakuan Islam atas kelompok agama lain (Yahudi) sebagai sebuah komunitas yang otonom di bawah naungan pemerintahan Islam tergambar dalam diktum pasal-pasal Piagam Madinah. Ajaran toleransi secara langsung juga dipraktikkan oleh Nabi Muahmmad sendiri. Sejarah mencatat bahwa Nabi pernah dikucilkan (boikot) dan bahkan diusir dari Makkah. Namun ketika beliu kembali 4 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: Grafindo Persada, 1997), h.. 86. 5 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Perspektif, 2005), h. 220. ke Makkah dengan pasukan yang dipimpinya dan bisa menguasai Makkah (fath al-makkah) tidak langsung melakukan balas dendam dengan kafir Makkah yang dulu menganiayanya, tetapi yang dia ucapkan “antum tulaqa” kamu sekalian bebas. Dia mengambil sikap agree in disagreement sembari memberi pengakuan akan eksistensi agama lain. 6 Dengan demikian, dalam Islam dasar-dasar untuk hidup bersama dalam masyarakat yang pluralistk secara religius, sejak semula memang sudah dibangun di atas landasan normatif dan historis yang kokoh. Dengan mendasarkan pada sumber kepustakaan, artikel ini akan menunjukkan bahwa Piagam Madinah merupakan salah satu bukti historis yang terdokumentasikan secara tekstual sebagai sumber normativ sekaligus model aktual bagaimana masyarakat muslim mendesain pola hubungan antar ummat beragama. Kecerdasan dan kearifan Rasulullah dalam membaca realitas Madinah yang plural dengan membangun kesepahaman dengan berbagai kelompok merupakan bukti kemampuan Rasulullah sebagai Nabi sekaligus pemimpin politk yang sukses dalam mengartikulasikan keragaman menjadi kekuatan bukan sebaliknya sebagai sumber konflik. ## Piagam madinah dan Pluralisme agama b. Fenomena pluralitas keagamaan di manapun, merupakan realitas yang tidak mungkin diingkari. Kontak-kontak antar komunitas yang berbeda identitas termasuk beda identitas agama juga merupakan keniscayaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pluralitas keagamaan -sebagaimana pluralitas etnik, bahasa dan kultural- merupakan sunnatullah. Pengingkaran terhadap realitas pluralitas keagamaan justeru bertentangan dengan sunatullah. Oleh karena itu, yang menjadi masalah sekarang bukanlah pada kenyataan pluralisme tetapi bagaimana sikap yang terbaik menghadapi atau memperlakukan pluralisme itu dan pada posisi inilah ruang perdebatan muncul. Menurut Masykuri Abdillah, istilah pluralisme dalam sejarahnya selalu dikaitkan dengan madzhab filsafat yang menentang 6 Amin Abdullah, “Etika dan Dialog Antar Agama Perspektif Islam”, dalam Dialog: Kritik & Identitas Agama, (Jogjakrata: Pustaka Pelajar, 1993), h.115-117. konsep negara absolut dan berdaulat. Sedangkan pluralisme klasik adalah sebuah reaksi terhadap doktrin legal dari negara yang berdaulat. Pluralisme sebagai sebuah isu pada awalnya terkait dengan konsep pluralisme politik yang berlatar perbedaan atribut sosial seperti suku, ras ataupun agama yang cenderung menimbulkan konflik. Toleransi merupakan instrumen utama untuk pluralisme sebagai nilai yang selalu terjaga sehingga terjadi harmoni sosial. 7 Secara etimologis, pluralisme agama berasal dari dua kata, yaitu kata pluralisme dan kata agama. Kata pluralisme agama diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi istilah al-ta’addud al- dinniyah. Pluralisme sebagai sebuah istilah secara filosofis bermakna sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang mendasar yang lebih dari satu. Sedangkan secara sosio- politis pluralisme berarti suatu sistem yang mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai dengan tetap menjungjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang khas diantara kelompok-kelompok tersebut. Pemikiran pluralisme agama muncul pada masa yang disebut dengan masa pencerahan Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang sering disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern. Yaitu masa yang diwarnai dengan pergolakan- pergolakan pemikiran manusia yang berorientasi pada superioritas akal (rasionalisme) dan pembebasan akal dari kungkungan agama. Esensi dari gerakan pluralisme adalah liberalisme yang muatan utamannya adalah kebebasan, persamaan, dan keragaman. 8 Pluralitas merupakan hukum ilahi dan sunnah ilahiah yang abadi di semua bidang kehidupan, sehingga pluralitas telah menjadi karakteristik utama mahluk Allah. Setiap pluralitas mengandaikan antara dua hal atau lebih yang berbeda-beda memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari yang lainnya. 9 Pluralisme tidak hanya dipahami dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku 7 Masykuri Abdilah, «Toleransi Beragama Dalam Masyarakat Demokrasi dan Multikultural dalam Konflik Komunal di Indonesia Saat Ini (Jakarta: INIS-PBB UIN Jakarta, 2003), h. 175. 8 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama....., h. 11-16. 9 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama...., h. 206-207. yang hanya mengesankan pragmentasi. Pluralisme mesti dipahami sebagai pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (to keef fanaticism at the bonds of civility). 10 Dengan demikian pluralisme semestinya direspon sebagai ruang dimana setiap orang bisa melakukan komunikasi antar budaya untuk saling menerima dan memberi untuk mencapai kualitas hidup yang penuh makna. Kebebasan berkeyakinan dan berpendapat adalah pilar utama dari sebuah peradaban. Dengan kebebasan ini, perbedaan- perbedaan yang ada bisa muncul pada ruang-ruang yang selayaknya dan memperoleh penghormatan. Pemaksaan keyakinan, pandangan keagamaan, atau keyakian tidak lagi bisa ditolerir apalagi dengan menggunakan kekerasan. Komunikasi yang humanis dengan pola- pola dialogis adalah model komunikasi antar peradaban yang mengandaikan pengakuan adanya keragaman dengan tingkat apresiasi yang tinggi terhadap kelompok agama lain menjadi etika dasar dialog yang positif. Dalam proses dialog dengan prinsip kesetaraan ini maka akan terhindari klaim keselamatan dan klaim kebenaran dengan menafikan eksistensi pihak lain. 11 Beberapa diktum pasal dalam Piagam Madinah yang menggambarkan penghormatan atas hak beragama antara lain tercermin pada pasal 2 dan 25. Sedangkan pasal yang secara eksplisit menjelaskan hubungan yang koeksistensi secara sosial antara lain tergambar pada pasal 37. 12 Pasal 2. ةمأ مهنا مهعم دهاجو مهب قحلف مهعبت نمو برثيو شيرق نم نوملسملاو نونمؤملا سانلا نود نم ةدحاو Kaum muslimin adalah ummat yang satu utuh, mereka hidup berdampingan dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lain. 10 Budhy Munawwar-Rachman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 31. 11 Wasisto Raharjo Jati “Kearifan Lokal sebagai Resolusi Konflik Keagamaan” Walisongo, Volume 21, Nomor 2, November 2013, h. 394. 12 Abu Ubaid Al Qasim ibn Salam, Al Amwal (Bairut: Dar Al Kutub Al Ilmiyah, 1986), h. 234-235. Pasal 25. لثم راجنلا ىنب مهنيد نيملسمللو مهنيد دوهيلل نينمؤملا ع��م ة��مأ فو��ع ىنب دوهي نأو .هتيب لهأو هسفن لاإ غتوي لا هناف مثأ وأ ملظ نم لاإ مهسفنأو مهيلاوم Sebagai satu kelompok, Yahudi bani ‘Auf hidup berdampingan dengan kaum muslimin. Kedua belah pihak memiliki agama masing- masing. Demikian pula halnya dengan sekutu dan diri masing- masing. Bila diantara mereka ada yang melakukan aniaya dan dosa dalam hubungan ini, maka akibatnya akan ditanggung oleh diri dan warganya sendiri. Pasal 37. لهأ برا��ح نم ىلع رصنلا مهنيب ناو مهتقفن نيملسملا ىلعو مهتقفن دوهيلا ىلع ناو مثلاا نود ربلاو ةحيصنلاو حصنلا مهنيب ناو ةفيحصلا هذه Kaum Yahudi dan kaum muslimin membiayai pihaknya masing-masing. Kedua belah pihak akan membela satu dengan yang lain dalam menghadapi pihak yang memerangi kelompok-kelompok masyarakat yang menyetujui perjanjian piagam Madinah ini. Kedua belah pihak juga saling memberi saran dan nasihat dalam kebaikan tidak dalam perbuatan dosa. Semangat pengakuan terhadap kehadiran “yang lain” dengan sikap apresiatif sangat jelas tergambar pada pasal-pasal dalam Piagam Madinah. Penghormatan atas perbedaan tidak berhenti pada retorika toleransi tetapi sampai pada tahap menyusun kerangka aksi untuk melakukan kolaborasi aksi dalam mempertahankan identitas yang lebih makro yaitu eksistensi dan kehormatan komunitas Madinah secara umum, khususnya ketika muncul ancaman dari luar Madinah. Cita dasar kemaslahatan umum dalam konteks mempertahankan Madinah sebagai ruang perjumpaan etis antara kaum muslimin dan Yahudi sesungguhnya manifestasi adanya kesatuan kemanusiaan yang universal (the unity of humanity). Gagasan bahwa “manusia adalah satu ummat” ( ةدحاو ةما ) merupakan dasar pluralisme teologis yang menuntut adanya kesetaraan hak yang diberikan Tuhan kepada semua manusia. Dengan demikian kesatuan ummat lebih didasarkan pada konsep bahwa manusia itu sama berdasar nilai kemanusiaannya. Untuk memperkuat argumen perlunya membangun kesadaran the unity of humanity sebagai basis pengembangan masyarakat multikultur paralel dengan sistem keyakinan Islam yang tidak menghadapkan agama dengan agama lain. Dalam terminologi Islam, tidak beragama berarti kufur. Orang kafir bukanlah non- muslim tetapi orang yang tidak percaya pada agama apapun. Pengembangan masyarakat yang pluralistik dalam Islam harus diberi bingkai sebagai rujukan bersama seluruh anggota komunitas. Nilai dasar yang bersifat normatif sebagai rujukan dalam Islam mendasarkan pada Al Qur’an surat an-Nisa’ ayat 59 13 “ maka apabila kalian berselisih maka kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya, itu apabila kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Itulah sebaik- bail ta’wil (penjelasan)”. Penegasan rujukan komunitas yang plural sangat tergambar dengan jelas pada sebuah diktum pasal dalam Perjanjian Madinah 14 yang berbunyi” Apabila terjadi perselisihan di antara para penanda tangan Piagam Madinah ini, ataupun pertikaian yang dikhawatirkan menimbulkan kerusakan, maka dikembalikan pada Allah dan Muhammad Rasulullah”. 15 Prinsip persaudaraan yang ditampilkan Islam merupakan salah satu keagungan yang dibawa Islam yang tidak berhenti pada klaim tetapi telah dibuktikan dalam rentang sejarah Islam. Dalam khutbah Haji Wada, Rasulullah menyatakan : “Keunggulan itu hanya ada pada perbuatan. Kebanggaan warna kulit dan ras itu dikutuk. Orang Arab tidak lebih unggul daripada non Arab. Kita semua anak Adam, dan Adam diciptakan dari tanah. Sesungguhnya setiap muslim itu bersaudara.dengarkanlah dan taatilah dia” 16 Pesan dasar dari pidato Rasulullah di atas memberikan panduan kepada kaum muslimin bahwa kualitas personal manusia diukur dengan prestasinya bukan karena identitas etnik. Argumentasi dasar dari tesis ini adalah bahwa manusia diciptakan dari nenek moyang yang sama yaitu Nabi Adam. Kesadaran kesatuan kemanusiaan (the unity of humanity) merupakan basis bagaimana 13 Surat al-Nisa’ ayat 59 14 Lihat, Abu Ubaid Al Qasim ibn Salam, Al Amwal., h. 234-235. Lihat pula, Ibn Kastir, As Sirah An Nabawiyah, juz 2 h.. 231. Bandingkan dengan Ibn Hisyam, As Sirah An Nabawiyah, juz 1, h. 501 15 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama…. h. 217. 16 Glenn D. Paige, Islam Tanpa Kekerasan, (Jogjakarta: LKiS, 1998), h. 171-172. penghormatan pluralitas agama dan keberagamaan menjadi prasyarat mutlak pembangunan toleransi dalam Islam. Secara operasional etika persaudaraan sejati itu terbagi dalam tiga matra yang dibingkai dengan konsep ukhuwwah (persaudaraan). Pertama ukhuwah Islamiyah yang mendasari pergaulan sosial dan persaudaraan antar sesama pemeluk Islam yang diikat oleh ikatan keyakinan teologis. Kedua, Ukhuwah Wathaniyah yaitu etika pergaulan sosial yang didasarkan pada nilai-nilai kebangsaan sebagai bagian dari sesama anak bangsa. Ketiga, ukhuwah insaniyyah yaitu etika pergaulan sosial sesama manusia sebagai insan ciptaan Tuhan lintas etnis, tradisi, dan agama. 17 Bangunan kerangka aksi untuk hidup koeksistensi antara komunitas muslim dengan komunitas non muslim yang dirintis dan dipraktikkan oleh Rasulullah oleh para penerusnya dilanjutkan sebagai sebuah kebijakan politiknya. Contoh nyata dalam masalah ini adalah apa yang dilakukan oleh Khulafa Ar Rasyidin yang empat yang meratifikasi perjanjian yang dibuat oleh Rasulullah dengan umat Kristen Najran. 18 ## Piagam madinah dan isu Pluralisme Politik C. Pelembagaan pluralitas keagamaan dan politik dalam sebuah sistem sosial yang formal dilakukan oleh Nabi di tengah komunitas Madinah. Terdapat tiga lapisan komunitas sosial yang hidup di Madinah sebagai masyarakat yang plural secara etnis dan agama yaitu komunitas Muslim, Yahudi dan komunitas Paganis. Langkah penting yang dilakukan Nabi setelah hijrah ke Madinah adalah melakukan penataan internal umat Islam dengan membangun soliditas kaum Muhajirin dan Ansor sebagai komunitas yang disatukan oleh ikatan teologis sebagai muslim. Setelah Nabi berhasil membangunan soliditas internal, Nabi melakukan negoisasi politik dengan komunitas luar 17 Nurdien H. Kristanto, “Etika Pergaulan Sosial-Religius dalam Masyarkat Mejemuk”, dalam, Alef Theria Wasim (eds), Religious Harmony: Problems, Practice and Education, (Yogyakarta: Oasis Publisher, 2005),h.. 103-104. 18 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama...,. h. 235. Islam untuk membingkai kebersamaan hidup secara damai dengan disepakatinya Piagam Madinah. 19 Dalam Islam, wawasan kekuasaan (politik) harus disinari oleh wawasan moral sebagai salah satu indikator iman dalam konteks sosial dan realitas sejarah. Al Qur’ân telah menegaskan bahwa “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah Pemelihara alam semesta. 20 Menurut ayat ini, shalat di masjid, berjualan di pasar atau berbicara tentang masalah pembatasan masa jabatan presiden di parlemen tidaklah ditempatkan pada kategori dikotomis antara ibadah dan kerja sekuler. 21 Oleh karena itu agama tidak bisa dipisahkan dari politik dan politik harus disinari oleh nilai moral agama. 22 Realitas sosial Madinah yang penuh dengan konflik secara politis sangat menguntungkan posisi Nabi Muhammad untuk melakukan gerakan politik (dakwah as siyasy) dan mengambil peran dalam proses rekonsiliasi di antara masyarakat Yatsrib. Konflik yang berkepanjangan di Yatsrib telah melahirkan kejenuhan bagi sebagian masyarakat kota Yatsrib dan mereka tertarik dengan informasi tentang posisi Nabi Muhammad yang telah membangun komunitas agama baru di Makkah dan orang-orang Yatsrib juga memahami benar kualitas dan integritas pribadi Muhammad. 23 Oleh karena 19 Strategi Resolusi Konflik yang dilakukan oleh Rasulullah adalah dengan strategi problem solving suatu upaya keluar dari konflik dengan mencoba untuk mengakhiri konflik yang memuaskan keduabelah pihak dengan cara mencari upaya rekonsiliasi antar aspirasi para pihak yang terlibat konflik. Produk dari strategi adalah lahirnya berbagai komprom-kompromi aspirasi yang memuaskan para pihak yang terlibat konflik. Lihat, Jeffrey Z. Rubin, Dean G. Pruit dan Sung Hee Kim, Sosial Conflict: Escalation, Stalemate and Settlement (United States of America: McGraw-Hill, Inc, 1994), h. 331. 20 Lihat Al Qur’an Surat Al An’am ayat 162. 21 A. Syafi’i Ma’arif, Peta Bumi Intelektualisme Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993), h. 204 -205. 22 AKS Lambton, Islâmic Political Thought, dalam Schacht Joseph with C.E. Boswort, ed. The Legacy of Islâmic, (Oxford At The Clarendon, 1974), h. 404. 23 Kerinduan masyarakat kota Yatsrib akan suasana kehidupan kota yang damai akibat konflik yang bernuansa entnik menyebabkan tidak adanya kepemimpinan yang sentralistik yang mampu mengakomodir kepentingan semua pihak. Dalam konteks moral konflik, komunitas yang mengalami kevakuman kepemimpinan tunggal yang aspiratif melahirkan efek psikologis kerinduan akan datangnya pihak ketiga untuk mengambil peran-peran mediator yang dianggap mampu mengakhiri konflik itu. Lihat, Beth Fisher-Yoshida, Ilene Wasserman, ”Moral Conflict ang Engaging Alternative Perspectives” dalam The Handbook of Conflict itu, sebagian penduduk Yatsrib mengambil inisiatif bertemu Nabi Muhammad dan manyatakan masuk Islam di hadapan Nabi. Penerimaan komunitas Madinah kepada Nabi Muhammad ketika hijrah merupakan bukti kemampuan Nabi dalam membangun jaringan komunikasi yang baik sehingga meyakinkan orang untuk mengikuti beliu. Kemampuan Nabi untuk membangun kesadaran bersama komunitas Madinah tentang pentingnya hidup dalam damai, harmoni dan rasa saling menghormati dan menghargai di tengah perbedaan atribut sosial, etnis maupun agama menjadi faktor penting keberhasilan Nabi dalam menciptakan tatanan sosial, politik dan kehidupan agama. Modal sosial politik yang dimiliki Nabi sebelum hijrah adalah dengan masuk Islamnya beberapa orang Madinah dengan mengucapkan janji setia melalui peristiwa yang dikenal dengan bai’at aqabah terjadi pada tahun 621 dan 622 H yang kemudian disebut bai’at aqabah I dan II. 24 Menurut hemat penulis, keberhasilan Nabi dalam mengambil peran sebagai mediator di tengah konflik sosial merupakan fakta kejeniusan Nabi dalam membaca realitas konflik di Yatsrib yang sudah pada tahap klimaks dan penuh dengan frustasi sosial sehingga mendambakan seorang mediator, dan Nabi datang pada momentum yang tepat. Fakta ini juga menunjukkan bahwa proses-proses mediasi yang dijalani Nabi dapat dilihat sebagai proses yang bersifat manusiawi dan historis sehingga bisa diadaptasi dalam realitas yang lain sesuai dengan situasi dan kondisi. Resolution Theory and Practice, Marton Deutsch (eds), (USA: Jossey-Bass, 2006), h 578. Bandingkan dengan, Hayat, “ Teori Konflik Dalam Perspektif Hukum Islam: Interkoneksi Islam dan Sosial” Hunafa: Jurnal Studia Islamika Vol. 10, No. 2, Desember 2013: h. 287. 24 Nama ‘Aqabah diderivasi dari nama tempat di mana perjanjian itu terjadi. Bait Al ‘Aqabah I diikuti oleh 13 orang yang terdiri dari 12 orang laki-laki dan satu orang perempuan.yang bernama Afra’ ibn Abidin ibn Tsa’bah. Oleh karena itu bait aqabah I dikenal dengan istilah perjanjian wanita. Sedangkan baiat aqabah II diikuti oleh 73 orang Madinah. Pada bai’at aqabah I orang-orang Madinah berjanji tidak akan menyembah selain Allah, akan meninggalkan segala perbuatan jahat dan akan mentaati segala perintah Rasulullah dalam hal yang benar. Sedangkan pada bai’at aqabah II orang-orang Madinah berjanji akan melindungi Nabi sebagaimana mereka melindungi keluarganya, akan mentaati beliu sebagai pemimpin mereka. Nabi juga berjanji akan berjuang bersama mereka baik untuk berperang maupun untuk perdamaian. lihat J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah., h. 79. Dalam pandangan Gamal Al Banna, Piagam Madinah secara garis besar memuat dua makna. Pertama, kesepakatan Madinah merupakan piagam pertama yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Padahal, bangsa Arab termasuk ummat Islam adalah bangsa yang ”ummi” (tidak bisa baca tulis). Sebagian orang Islam ada yang bisa menulis itupun hanya untuk menulis Al Qur’an. Dengan ditulisnya Piagam Madinah menunjukkan bahwa piagam tersebut merupakan sebuah undang-undang seluruh penduduk Madinah. Kedua, memberikan hak kewarganegaraan kepada seluruh penduduk Madinah tanpa pengecualian, dan tanpa memandang identitas agama sehingga antara Yahudi dan Muslim bisa berkumpul bersama dan hidup berdampingan sebagai satu komunias Madinah. 25 Dokumen Piagam Madinah merupakan dasar bagi komunitas Madinah dengan segala perbedaan yang ada dengan penghormatan terhadap kebebasan melaksanakan agama masing-masing. Dari sini tampak jelas bahwa Nabi Muhammad menciptakan tatanan sosial Madinah atas dasar kesepakatan bersama (kontrak sosial), bukan mendirikan sistem sosial ataupun negara teologis. Piagam Madinah juga telah meletakan ikatan sosial yang multi groups yang menembus batas-batas etnik, suku, tradisi dan agama dan politik. Piagam Madinah juga telah menyuguhkan kepada masyarakat sebuah model tatanan sosial yang dengan model pendelegasian wewenang dengan batas hak dan kewajiban secara jelas dalam bingkai kosntitusi. Singkatnya, Piagam Madinah merupakan produk dari kejeniusan seorang Nabi dalam membangun tatanan sosial dengan prinsip toleransi dan semangat inklusifisme yang dibingkai dengan semangat kebersamaan dan persaudaraan. 26 Kombinasi otoritas spiritual dan politik yang dimiliki Nabi Muhamad di Madinah telah memuluskan proses tranformasi ummat Islam tidak hanya sebagai komunitas religius tetapi juga sebagai komunitas politik. Posisi demikian inilah yang memudahkan Nabi 25 Gamal al-Banna, Relasi Agama & Negara, terj. Tim Mata Air Publishing (Jakarta: Mata Air Publishing, 2006), h. 15-16. 26 Dari sisi proses bagaimana Rasulullah membangun kesepahaman dengan komunitas Madinah melalui Piagam Madinah melalui empat tahap yaitu de-eskalasi konflik antar komunitas Madinah, Negoisasi politik untuk mencari formula meeting of mind, pencarian gagasan problem solving untuk membangun landasan mutual understanding dan peace building community dalam bingkai konstitusi. Muhmmad membangun tatanan sosial Madinah sebagai model dalam membangun pola relasi antar ummat beragama secara harmoni dengan prinsip keterbukaan, dialogis dan toleransi. 27 Dari sisi politik, Piagam Madinah menggambarkan sebuah doktrin politik religius (politico-religious doctrine) yang didasarkan pada persaudaran universal. Negara ideal Islam adalah komunitas iman atau ummah, tanpa memandang ras, atau pertimbangan geografis. 28 Piagam Madinah sebagai hasil dialog religio-cultural-politic antar komunitas Madinah yang Multikultural merupakan gambaran sebuah konsensus sosial yang mengikat semua elemen masyarakat Madinah yang terlibat dalam pembuatan kesepakatan Piagam Madinah dengan ikatan hak dan kewajiban yang sama. Dalam posisi ini Piagam Madinah menjadi resolusi konflik dengan membangun chek and balances antar semua anggota komunitas sehingga lahir sikap harmoni. Piagam Madinah telah mengganti ikatan kekeluargaan dan kesukuan yang individual menjadi ikatan persaudaraan. ## Refleksi Piagam Madinah dengan Realitas Keberagamaan D. dan Politik di indonesia Bangsa Indonesia yang memiliki kemajemukan agama, budaya, suku bangsa, adat istiadat, secara tidak langsung sesungguhnya mengandung unsur-unsur kemajemukan konflik yang relatif tinggi. Realitas keragaman dan keberbedaan dengan tingkat kepentingan yang berbeda-beda pula, menjadikan Indonesia di hadapkan pada bahaya laten konflik sosial terutama konflik yang bersumber dari gesekan perbedaan keyakinan beragama. 29 Dengan demikian, bangsa Indonesia sejak dari awal terbentuknya sebenarnya sudah kaya dengan unsur-unsur konflik. Variasi konflik ini menjadi semakin berkembang terbuka sebagai dampak dari arus globalisasi 27 Riaz Hassan, Faithlines: Muslim Conception of Islam and Society, terj. Jajang Jahroni dkk Keragaman Iman: Studi Komparatif Masyarakat Muslim (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 92-93. 28 Manoucher Paydar, Aspects of the Islamic State…,. h. 41. 29 Realitas konflik social yang dipicu oleh sentiment keagamaan telah terjadi di beberbagai negara yang telah mengoyak rasa humanisme dan martabat manusia sebagai mahluk yang paling beradab. Beberapa konflik sosial terjadi antara lain di Srilangka, India, Sudan, Balkan, dan Irlandia Utara. Lihat, Bridget Moix, ”Matters of Faith: Religion, Conflict and Conflict Resolution”, dalam The Handbook of Conflict Resolution Theory and Practice, Marton Deutsch (eds)., h. 583. yang memberi ruang yang bebas bagi lahirnya proses komunikasi antar budaya ataupun idiologis yang tanpa batas. Dalam posisi masyarakat yang sedang mengalami transisi ini banyak proses sosial yang kemungkinan terjadi di dalamnya. Proses perubahan tersebut mungkin secara internal maupun eksternal, yang memungkinkan terjadinya pergeseran kesadaran kolektif masyarakat. Dalam situasi yang serba marjinal tersebut maka berkembangnya konflik dalam masyarakat sangat memungkinkan untuk terjadi sebagai akibat desakan-desakan sosial, politik maupun ekonomi masyarakat Indonesia yang kurang stabil dan penuh ketidakpastian. Kemajemukan suatu masyarakat ibarat dua sisi mata uang yang mempunyai dua dimensi yaitu kemajemukan menjadi sumber potensi jika dikelola dan diatur secara baik untuk disinergikan tetapi pada saat yang sama juga bisa menjadi sumber konflik ketika kemajemukan hanya dipahami sebagai identitas kelompok saja yang melahirkan ego-sentris yang bersifat sektoral dan sektarian. Oleh karena itu dalam kenyataan sosial, kemajemukan paling tidak akan melahirkan tiga kecenderungan: Masyarakat majemuk menyimpan potensi konflik yang bersifat 1. laten. Meskipun hubungan-hubungan yang bersifat dialog antar ummat beragama dalam menyamakan platform tercapai, namun tetap saja pencapaian itu pada umumnya hanya menyentuh kelompok elit dari kelompok agama. Oleh karena itu, sudah selayaknya dialog antar ummat bergama tidak hanya bersifat elitis, tetapi juga transformasinya sampai pada tataran akar rumput. Pelaku konflik pada umumnya secara stereotif memandang 2. suatu hubungan ketegangan dari perspektif kelompoknya sendiri, sehingga konflik dipandang sebagai perang habis- habisan (all out war). Proses integrasi sosial dalam praktiknya selalu dipahami hanya 3. terwujud jika ada hubungan yang bersifat dominatif dari kelompok besar (mayoritas) atas kelompok lain yang minorita Menurut Moeslim Abdurahman, masyarakat Indonesia saat ini sedang dalam masa transisi untuk menerima pluralisme, antara percaya dan tidak, antara menerima dan tidak menerima. 30 Namun demikian, dalam perspektif makro Indonesia, tampaknya sekarang ini kelompok ’Islam mainstream’ paling tidak diwakili oleh lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengambil sikap yang jelas yaitu menolak ajaran sekularisme, liberalisme, dan pluralisme yang dituangkan dalam bentuk fatwa hukum haram. Hanya saja lahirnya fatwa ini justeru mengindikasikan adanya arus lain yang justeru memperjuangkan semangat pluralisme yang berbasis pada kemasan teologi dan beragama yang inklusif. Dialektika gagasan dua arus ini menandai adanya dinamika internal ummat Islam untuk mengasah kecerdasan akademik dalam rangka menemukan pilihan-plihan yang tepat yang pada akhirnya mekanisme sejarahlah yang akan menjadi hakim dari proses dialektika tersebut. Dalam pandangan Masdar F. Mas’udi, konsep hubungan antara agama dan negara di Indonesia saat ini masih belum jelas dan perlu segera dirumuskan. Menurutnya, perumusan konsep hubungan antara agama dan negara juga sangat menentukan arah reformasi di Indonesia, tidak hanya kebijakan ekonomi dan hukum saja. Hubungan antara negara dan agama telah menjadi isu penting di Indonesia. Hubungan yang baik antara keduanya dapat melahirkan kemajuan besar dalam suatu negara tetapi juga dapat menimbulkan malapetaka bila tidak ada konsep yang jelas. Reformasi akan tambah runyam ketika aspirasi keagamaan mulai menyeruak di ruang-ruang publik tetapi belum ada rumusan yang jelas. Pada pemerintahan Orde Baru, hubungan antara agama dan negara tidak baik. Agama dianggap sebagai salah satu bagian dari masalah negara dan bukan sebagai solusi maupun potensi. Hubungan antara agama dan negara seperti perang dingin, dan ada kesenjangan satu sama lain. Padahal, melalui nilai-nilai luhur keagamaan akan tercipta sebuah pemerintahan yang baik dengan batasan jelas kewenangan negara terhadap kehidupan beragama. Lebih lanjut Masdar mengatakan bahwa Indonesia tetap menjadi lembaga yang sekuler namun tidak disalah artikan tidak ada hubungan sama sekali antara agama dan negara. Negara akan diatur oleh manusia-manusia yang diinspirasi oleh nilai luhur yang dianut agamanya. 31 Piagam Madinah merupakan instrument legal-konstitusional bagi upaya pelembagaan semangat pluralisme agama dan politik dalam bingkai negara Madinah yang multikultural. Substansi dari Piagam Madinah menggambarkan adanya proses pelembagaan kesadaran masyarakat Madinah untuk meletakan fondasi relasi masyarakat yang majemuk dengan spirit hidup berdampingan dan damai (peace building community) di tengah komunitas yang multi etnik, suku dan agama dengan identitas politik, kultural, dan identitas keagamaan yang beda-beda. ## simpulan e. Hubungan harmonis antar ummat beragama akan menjadi kenyataan sosial, bukan sekedar slogan yang bersifat elitis, jika semua ummat beragama mampu menginternalisasikan pesan luhur agamanya masing-masing dan menjadikannya sebagai kerangka aksi dalam membangun hubungan-hubungan sosial sesama warga bangsa. Oleh karena itu, tradisi untuk bersama-sama memahami dan mau menghargai realitas perbedaan menjadi sebuah keniscayaan dengan mencari simpul-simpul titik temu dan mengeliminir ruang perbedaan atau paling tidak memosisikan perbedaan sebagai sebuah pilihan keyakinan individual sebagai manusia yang otonom. Dalam konteks bangsa Indonesia dengan karakter kebinekaannya, menurut hemat penulis, substansi Piagam Madinah ataupun proses pembuatannya bisa dijadikan model bagi pembuatan sebuah social consensus bagi landasan berpijak membangun model hubungan antar anggota komunitas yang ragam dari segi etnis, budaya, agama dan bahasa. Piagam Madinah juga bisa diposisikan sebagai konsep pelembagaan konsep pluralisme agama dan politik atas dasar semangat hidup berdampingan dalam bingkai masyarakat yang multikultural. Nilai dasar yang menjadi acuan bersama sebagai common paltform dalam tradisi keagamaan dan politik adalah kebersamaan dalam keragamaan atas dasar penghormatan terhadap 31 Masdar F. Mas’udi, «Hubungan antara Agama dan Negara harus Segera Dirumuskan»dalam http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan secara setara. Oleh karena itu, yang perlu dibangun adalah kesadaran sosial masyarakat bahwa eksistensi seorang individu ataupun kelompok akan ditopang oleh peran orang atau kelompok lain dalam bingkai hubungan saling bergantung (interdependent) dalam pola relasi yang saling menguntungkan[.] ## referensi Abdilah, Masykuri, “Toleransi Beragama Dalam Masyarakat Demokrasi dan Multikultural dalam Konflik Komunal di Indonesia Saat Ini, (Jakarta: INIS-PBB UIN Jakarta, 2003). Abdullah, Amin, ”Etika dan Dialog Antar Agama Perspektif Islam”, dalam Dialog: Kritik & Identitas Agama, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1993). Abdurrahman, Moeslim, Islam Yang Memihak, (Jogjakarta: LKiS, 2005). Ahmed an-Naim, Abdullah, Toward an Islâm Reformation, Civic Liberties, Human Right and International Law, terj. A.Suaedi, Dekonstruksi Syari’ah , Wacana Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia dan Hubungan International dalam Islâm, (Yogyakarta: LKiS, 1994). AKS Lambton, Islâmic Political Thought, dalam Schacht Joseph with C.E. Boswort, ed. The Legacy of Islâmic, (Oxford At The Clarendon, 1974). Al Banna, Gamal, Relasi Agama & Negara, terj. Tim Mata Air Publishing, (Jakarta: Mata Air Publishing, 2006). Al Qasim ibn Salam, Abu Ubaid, al-Amwal (Bairut: Dar al-Kutub al- Ilmiyah, 1986). Beth Fisher-Yoshida, Ilene Wasserman, ”Moral Conflict ang Engaging Alternative Perspectives” dalam The Handbook of Conflict Resolution Theory and Practice, Marton Deutsch (eds), (USA: Jossey-Bass, 2006) Francis, Diana, Teori Dasar Transformasi Konflik Sosial , (Yogyakarta: Quills, 2002). Glenn D. Paige, Islam Tanpa Kekerasan, (Jogjakarta: LKiS, 1998). H. Kristanto, Nurdien, Etika Pergaulan Sosial-Religius dalam Masyarkat Mejemuk, dalam, Wasim, Alef Theria (eds), Religious Harmony: Problems, Practice and Education, (Yogyakarta: Oasis Publisher, 2005). Hassan, Riaz, Faithlines: Muslim Conception of Islam and Society, terj. Jajang Jahroni dkk Keragaman Iman: Studi Komparatif Masyarakat Muslim, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006). Hayat, “ Teori Konflik Dalam Perspektif Hukum Islam: Interkoneksi Islam dan Sosial” Hunafa: Jurnal Studia Islamika Vol. 10, No. 2, Desember 2013. J. Roshenthal, Erwin, Political Thought an Mediavel Islam, (Cambridge at The University Press, 1958). Lewis, Bernard, The Political Language of Islam, terj Ihsan Ali Fauzi, (Jakarta: Gramedia, 1994). Ma’arif, A. Syafi’i, Peta Bumi Intelektualisme Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993). Moix, Bridget, “Matters of Faith: Religion, Conflict and Conflict Resolution”, dalam The Handbook of Conflict Resolution Theory and Practice, Marton Deutsch (eds). Munawwar-Rachman, Budhy, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, (Jakarta: Paramadina, 2001). Obet Voll, John, Islâm Continuity and Change, terj. Ajat Sudrajat, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, t.tp. Paydar, Manoucher, Aspects of the Islamic State: Relegious Norm and Political Realities, terj. Maufur el-Khoeri, (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2003). Pulungan, J. Suyuthi, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: Grafindo Persada, 1997). Raharjo, M. Dawam, ”Ensiklopedi Al Qur’an: Ummah” Jurnal Ulumul Qur’an Volume III. No. 1 TH. 1992. Rubin, Jeffrey Z., Dean G. Pruit dan Hee Kim, Sung, Sosial Conflict: Escalation, Stalemate and Settlement, (United States of America: McGraw-Hill, Inc, 1994). Thoha, Anis Malik, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Jakarta: Perspektif, 2005). Watt, Montgomery, Bells’ Introduction to the Qur’an, terj. Lilian D. Tedjasudhana, (Jakarta: INIS, 1998). Wasisto Raharjo Jati “Kearifan Lokal sebagai Resolusi Konflik Keagamaan” Walisongo, Volume 21, Nomor 2, November 2013.
94962c72-bdb6-4686-8ae3-5cc51f663252
http://journal.uyr.ac.id/index.php/BBM/article/download/305/250
Volume 06, No.02, Agustus 2020 128 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) ## Buletin Bisnis & Manajemen ## PENGARUH NILAI PELAYANAN TERHADAP CITRA PERUSAHAAN DI MATA KLAIMEN PT JASA RAHARJA (PERSERO) KANTOR PERWAKILAN BOJONEGORO Jihan Jihan.khalel@gmail.com Ari Kuntardina arikuntardina75@yahoo.com STIE. Cendekia Bojonegoro ## Abstract PT. Jasa Raharja is in charge of providing compensation for road traffic accident victims. Thus, people who have an accident will feel helped by the existence of PT. Jasa Raharja. The research objective was to test and analyze the effect of PRIME PT Jasa Raharja (Persero) Bojonegoro Representative Office on company image in the eyes of beneficiary claimants. This research is a survey research. The sampling technique used was Proportionate Random Sampling. Data collection by questionnaire to 50 claiment PT Jasa Raharja in Bojonegoro Regency. Data analysis used Multiple Linear Regression Analysis. The results of data analysis show that the value of Proactive, Friendly, and Easy partially has a significant and positive effect on company image, while the values of sincerity and empathy partially do not have a significant effect on the corporate image of PT Jasa Raharja (Persero) Bojonegoro Representative Office. Meanwhile, the five PRIME values (proactive, friendly, sincere, easy, and empathetic) together have a significant effect on the company's image in the eyes of PT Jasa Raharja's claimants, Bojonegoro Representative Office. Keywords: PRIME, Company Image, PT. Jasa Raharja. ## Abstrak PT. Jasa Raharja bertugas memberikan santunan kepada korban kecelakaan lalu lintas jalan. Dengan demikian masyarakat merasa terbantu ketika mendapatkan musibah kecelakaan lalu lintas. Tujuan penelitian untuk menguji dan menganalisis pengaruh nilai pelayanan PRIME dari PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro terhadap citra perusahaan di mata klaimen penerima santunan. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode survey. Teknik sampling yang digunakan adalah Proportionate Random Sampling . Pengumpulan data dengan kuesioner kepada 50 klaimen PT Jasa Raharja yang tersebar merata di Kabupaten Bojonegoro. Analisis data menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai Proaktif, Ramah, dan Mudah secara parsial berpengaruh signifikan dan positif terhadap citra perusahaan, sedangkan nilai Ikhlas dan Empati secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap citra perusahaan PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. Sedangkan kelima nilai PRIME (Proaktif, Ramah, Ikhlas, Mudah, dan Empati) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT Jasa Raharja Kantor Perwakilan Bojonegoro. Keywords : nilai pelayanan PRIME, citra perusahaan, PT. Jasa Raharja. Volume 06, No.02, Agustus 2020 129 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) ## Buletin Bisnis & Manajemen ## PENDAHULUAN PT Jasa Raharja adalah perusahaan jasa, di mana pelayanan menjadi penentu baik- buruknya perusahaan. Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Pelayanan yang dilakukan PT Jasa Raharja terangkum dalam sebuah nilai pelayanan yang disebut “PRIME”. PRIME adalah Proaktif, Ramah, Ikhlas, Mudah, dan Empati. Nilai pelayanan itu adalah landasan para karyawan untuk bekerja melayani masyarakat. Selain sebagai tuntunan untuk melakukan pekerjaan, nilai pelayanan ini juga dijadikan semangat pelayanan dan dijunjung tinggi oleh karyawan selama bekerja. Dengan PRIME, diharapkan bisa membentuk citra positif perusahaan. Selain itu, semangat pelayanan “PRIME” juga merupakan implementasi visi dan misi yang dicanangkan oleh perusahaan. Namun, nilai sekaligus semangat pelayanan yang dilakukan karyawan PT Jasa Raharja ini belum mendapatkan umpan balik tertulis dari klaimen. Meskipun karyawan sudah melakukan nilai pelayanan setulus hati, namun masih ada masyarakat yang merasa “takut” menghad api PT Jasa Raharja ini. Banyak dari mereka yang merasa tidak percaya akan fungsi PT Jasa Raharja dan santunan yang diberikan. Mereka merasa takut menghadapi Jasa Raharja karena mereka berasumsi bahwa prosedur dan birokrasi yang akan dilalui akan sulit. Selain itu, ada pula masyarakat yang menjadi korban kecelakaan yang tidak tahu apa itu PT Jasa Raharja, karena setelah mendapatkan perawatan mereka langsung pulang dari rumah sakit. Hal seperti itu kerap terjadi pada korban yang menjalani perawatan di rumah sakit yang letaknya bukan di pusat kota, karena PT Jasa Raharja mempunyai SOP sendiri bagi survey di Rumah Sakit yang berada di luar kota, yaitu hanya melakukan survey pada korban yang biayanya lebih dari atau sama dengan Rp 10.000.000. Maksudnya, biasanya korban yang biaya perawatannya lebih dari atau sama dengan Rp 10.000.000 mengalami luka yang berat dan operasi yang besar, maka untuk memastikan apakah santunan sudah tersalurkan dengan baik barulah Jasa Raharja turun ke lapangan. Karena tidak dimintanya umpan balik tertulis dari klaimen, maka klaimen tidak mengerti siapa yang membayar tagihan Rumah Sakit mereka, yang pada akhirnya berdampak pada citra perusahaan. Untuk mendapatkan feedback dari pelayanan Jasa Raharja ini, semua korban diharapkan bisa mengisi kuisioner yang terdapat di kantor Jasa Raharja. Kuesioner tersebut harus diisi pada gawai yang terdapat di kantor, yang berbentuk sebuah monitor layar sentuh yang kemudian para penerima klaim atau klaimen bisa mengisinya, akan tetapi tidak semua klaimen melek teknologi dan paham cara kerja dari gawai kuisioner tersebut. Selain itu, rata-rata korban yang sudah Volume 06, No.02, Agustus 2020 130 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) ## Buletin Bisnis & Manajemen selesai perawatan langsung pulang ke rumah masing-masing. Pada akhirnya kuesioner belum terisi dengan baik. Hal ini menyebabkan penjaringan pendapat masyarakat terhadap PT Jasa Raharja tidak maksimal. Berdasarkan pemaparan di atas, menarik untuk diteliti apakah nilai pelayanan “PRIME” PT Jasa Raharja memberi dampak positif terhadap citra perusahaan. Atas dasar pemikiran tersebut peneliti merasa ingin melakukan penelitian tentang pengaruh nilai pelayanan terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. ## TINJAUAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Manajemen Pelayanan dapat diartikan sebagai proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, mengimplementasikan rencana, mengoordinasikan dan menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan pelayanan (Mukarom dan Laksana, 2018: 80). PT. Jasa Raharja mempunyai nilai pelayanan “PRIME” . Yang berarti Proaktif, Ramah, Ikhlas, Mudah, dan Empati. Proaktif memiliki makna bahwa PT Jasa Raharja bergerak lebih dahulu dan lebih cepat untuk mendapatkan data tentang korban kecelakaan sebelum korban/keluarga korban sendiri yang datang. Ramah memiliki makna setiap karyawan yang melayani memiliki tutur kata dan sikap yang baik. Setiap melakukan tugas harus disertai dengan senyum. Ikhlas berarti tulus, tidak mengharapkan balas budi ketika membantu masyarakat yang sedang tertimpa musibah. Ikhlas juga bersinggungan dengan tangible yaitu, fasilitas fisik, peralatan, personel, dan komunikasi, serta kejelasan perihal biaya (Kepmenpan 63/2003). Mudah berarti untuk mengurus bantuan dari Jasa Raharja tidak dipersulit, karena korban sudah mendapatkan musibah maka tidak sepantasnya untuk mengurus santunan menjadi dipersulit. Empati, yang mana karyawan PT Jasa Raharja senantiasa menempatkan dirinya di posisi yang sama dengan korban maupun keluarga korban, jadi dalam melayani bisa lebih baik dan sepenuh hati. Dalam empati, terkandung komunikasi, yaitu kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan info kepada masyarakat. Citra menunjukkan kesan suatu objek terhadap objek lain yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari obyek lain yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai sumber terpercaya, citra sebagai representasi penilaian dari konsumen, baik yang potensial maupun yang kecewa. Penilaian mereka ini berbeda-beda, baik antar individu maupun antar kelompok (Erwina dkk., 2016: 93). Menurut Susanto (2007:38) dalam Volume 06, No.02, Agustus 2020 131 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) ## Buletin Bisnis & Manajemen Saputri (2010: 18), citra perusahaan terbentuk dari asosiasi antara perusahaan dengan sekumpulan atribut positif maupun negatif. Misalnya perusahan di hubungkan dengan atribut- atribut: bemutu, layanan baik, tetapi kurang memiliki tanggung jawab sosial. Jadi sejatinya citra perusahaan berada dalam benak stakeholder-nya. Dari sisi individu, atribut-atribut yang menonjol inilah yang menentukan apakah sebuah perusahaan memiliki reputasi baik atau buruk. Menurut Soemirat dan Adianto (2007) dalam Akbar (2017: 15) ada empat indikator/komponen dalam citra yaitu : a) Persepsi adalah hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan satu proses pemaknaan. Dengan kata lain individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya mengenai rangsang. b) Kognisi adalah suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu harus memberikan informasi informasi yang cukup yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya. c) Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan kegiatan tertentu guna mencapai satu tujuan. d) Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi berfikir dan merasa dalam menghadapi ide, objek, situasi atau nilai. Sikap bukan prilaku tetapi kecenderungan untuk berprilaku dengan cara cara tertentu. Peneliti ingin menguji dan menganalisis pengaruh nilai pelayanan PRIME yang dilakukan oleh karyawan PT Jasa Raharja terhadap citra perusahaan. Apakah gambaran klaimen terhadap citra perusahaan positif setelah merasakan pelayanan PRIME, atau apakah mereka merasa biasa saja, atau malah menimbulkan gambaran negatif karena mungkin mereka belum mendapat pelayanan PRIME. Proaktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring adalah lebih aktif. Ini berarti PT Jasa Raharja bergerak lebih cepat sebelum korban sempat mendatangi kantor untuk mengajukan santunan untuk melayani mereka. Karena tindakan ini, maka kemungkinan besar dapat mempengaruhi persepsi positip klaimen terhadap citra PT Jasa Raharja. Hal tersebut mengacu pada Hipotesis 1, yaitu: H 1 : Terdapat pengaruh nilai pelayanan proaktif terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. Ramah menurut KBBI daring adalah baik hati dan menarik budi bahasanya; manis tutur kata dan sikapnya; suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan. Secepat apapun proses Volume 06, No.02, Agustus 2020 132 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) ## Buletin Bisnis & Manajemen pengajuan klaim PT Jasa Raharja, apabila petugas Jasa Raharja tidak ramah dalam melayani maka akan berdampak pada pandangan klaimen terhadap Jasa Raharja sendiri. Banyak klaimen yang masih merasa “ketakutan” ketika berhadapan dengan karyawan meskipun sudah dilayani dengan seramah mungkin, dan ketakutan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah takut apabila mereka harus menghadapi prosedur yang berbelit-belit. Jadi keramahan ini setidaknya bisa mengurangi kekhawatiran masyarakat tentang pengurusan santunan PT Jasa Raharja. Hal tersebut mengacu pada Hipotesis 2, yaitu: H 2 : Terdapat pengaruh nilai pelayanan ramah terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. Ikhlas menurut KBBI daring adalah bersih hati; tulus hati. Keikhlasan merupakan salah satu landasan utama dalam pelayanan. Karyawan PT Jasa Raharja harus dapat menerapkan keikhlasan dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Ini akan berdampak pada kinerja ketika berhubungan langsung dengan klaimen. Hal ini juga yang melandasi karyawan ketika mereka sedang melakukan survey, dilarang untuk menerima apapun dari pihak korban maupun keluarga korban. Namun ada kalanya hal itu membuat masyarakat merasa tidak enak hati, meskipun sudah diberi pengertian oleh karyawan itu sendiri. Hal tersebut mengacu pada Hipotesis 3, yaitu: H 3 : Terdapat pengaruh nilai pelayanan ikhlas terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. Mudah menurut KBBI daring adalah tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dalam mengerjakan; tidak sukar; tidak berat; gampang. Hal ini berhubungan dengan pengurusan santunan yang tidak dipersulit, dan jangka waktu pencairan santunan yang cepat. Apabila pengurusan dipersulit dan pencairan dana tidak tepat waktu, maka bisa menjadi salah satu penyebab timbulnya citra negatif terhadap perusahaan, dan bisa menimbulkan keragu-raguan klaimen terhadap Jasa Raharja. Hal tersebut mengacu pada Hipotesis 4, yaitu: H 4 : Terdapat pengaruh nilai pelayanan mudah terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. Empati menurut KBBI daring adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Dengan adanya empati, maka karyawan diharapkan bisa bekerja lebih maksimal karena bisa memposisikan diri sebagai klaimen. Sehingga, antara nilai pelayanan yang satu dengan lainnya bisa terlaksana dengan baik dan berkesinambungan. Apabila tidak ada rasa empati, maka Volume 06, No.02, Agustus 2020 133 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) Buletin Bisnis & Manajemen perlakuan karyawan mungkin berbeda, dan akan menimbulkan persepsi yang kurang baik pula terhadap perusahaan. Hal tersebut menghasilkan hipotesis 5 sebagai berikut : H 5 : Terdapat pengaruh nilai pelayanan empati terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. Nilai PRIME yaitu Proaktif, Ramah, Ikhlas, Mudah, Empati secara bersama-sama diharapkan mampu meningkatkan citra positip PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro dari klaimen, sehingga hal tersebut mengarah pada hipotesis 6, yaitu: H 6 : Terdapat pengaruh secara bersama-sama nilai pelayanan proaktif, ramah, ikhlas, mudah, dan empati terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. ## METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah para penerima santunan atau klaimen dari PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro, dan jumlahnya adalah 101 orang. Jumlah sampel sebanyak 50 responden. Teknik sampling Proportionate Stratified Random Sampling . Penerima santunan berasal dari berbagai penjuru di wilayah Bojonegoro, maka akan dibagi menjadi 4 bagian, yaitu Bojonegoro sektor selatan (korban yang dirawat di Dander Medical Center), Bojonegoro sektor barat (korban yang dirawat di RSUD Padangan), Bojonegoro sektor timur (korban dirawat di RSI Muhammadiyah Sumberrejo dan RSUD Sumberrejo), dan Bojonegoro sektor pusat (korban yang dirawat di RS Aisyah, RS Ibnu Sina, dll). Bojonegoro bagian utara tidak dibuat strata karena para korbannya dilarikan ke rumah sakit kota Bojonegoro. Berdasarkan pembagian tersebut, maka jumlah korban per strata yaitu : Bojonegoro sektor pusat 72 orang, Bojonegoro sektor selatan 5 orang, Bojonegoro sektor barat 10 orang, Bojonegoro sektor timur 14 orang. Karena dibagi menjadi 4 bagian wilayah, maka jumlah sampel yang diambil berdasarkan masing- masing bagian tersebut ditentukan kembali. Maka, jumlah sampel per strata adalah sebagai berikut :Bojonegoro sektor pusat: 72/101 x 50 = 36; Bojonegoro sektor selatan: 5/101 x 50 = 2; Bojonegoro sektor barat: 10/101 x 50 = 5; Bojonegoro sektor timur: 14/101 x 50 = 7. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara dan kuesioner. Wawancara akan dilakukan kepada karyawan PT Jasa Raharja yang bersangkutan, yaitu karyawan bidang Mobile Service (pelayanan bergerak), front liner bidang pelayanan, Penanggung Jawab bidang Umum dan Keuangan, serta Kepala Perwakilan sendiri. Wawancara ini dimaksudkan sebagai data pendukung mengenai nilai pelayanan yang dijunjung oleh PT Jasa Raharja dalam melayani Volume 06, No.02, Agustus 2020 134 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) Buletin Bisnis & Manajemen masyarakat. Wawancara yang akan dilakukan merupakan wawancara terstruktur. Kuesioner dibagikan kepada 50 orang klaimen dengan pembagian sesuai yang telah ditentukan pada pengambilan sampel. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Proaktif diukur dari kecepatan pelayanan, kesediaan membantu konsumen, inisiatif yang tepat (Kepmenpan 63/2003). 2. Ramah diukur dari sikap keramahan karyawan, kredibilitas, kesiapan karyawan membantu pelanggan (Parasuraman, Zeithaml dan Berry, dalam Tjiptono dan Candra, 2008). 3. Ikhlas diukur dari larangan pemberian barang, kejelasan biaya (PT. Jasa Raharja dan Kepmenpan 63/2003). 4. Mudah diukur dari mudah dilaksanakan, kemudahan mengadakan kontak, pembatasan prosedur (Kepmenpan 63/2003). 5. Empati diukur diukur dari attitudes and behaviour , kemampuan memahami pelanggan, reliability (Parasuraman, Zeithaml dan Berry, dalam Tjiptono dan Candra, 2008). 6. Citra perusahaan diukur dari persepsi, kognisi, motif, sikap (Soemirat dan Adianto,2007). Sebelum kuesioner dibagikan, dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada butir-butir pertanyaan dalam kuesioner. Pengujian data menggunakan analisis regresi ganda, uji hipotesis secara parsial dan simultan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Uji validitas digunakan untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu kuesioner. Hasil pengujian ada dalam Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel/Indikator r hitung r tabel Keterangan Proaktif X1.1 0,761 0,2787 Valid X1.2 0,801 0,2787 Valid X1.3 0,820 0,2787 Valid Ramah X2.1 0,941 0,2787 Valid X2.2 0,729 0,2787 Valid X2.3 0,687 0,2787 Valid Ikhlas Volume 06, No.02, Agustus 2020 135 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) Buletin Bisnis & Manajemen X3.1 0,909 0,2787 Valid X3.2 0,857 0,2787 Valid Mudah X4.1 0,771 0,2787 Valid X4.2 0,793 0,2787 Valid X4.3 0,725 0,2787 Valid Empati X5.1 0,701 0,2787 Valid X5.2 0,840 0,2787 Valid X5.3 0,888 0,2787 Valid Citra Perusahaan Y1 0,835 0,2787 Valid Y2 0,775 0,2787 Valid Y3 0,659 0,2787 Valid Y4 0,629 0,2787 Valid Sumber: Data Primer Diolah, (2019) Berdasarkan tabel 1 uji validitas di atas, hasilnya menunjukkan bahwa nilai r hitung dari setiap item pernyataan lebih besar dari nilai r tabel (0,2787) sehingga dapat disimpulkan bahwa semua item valid dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Kemudian dilanjutkan dengan uji reliabilitas, dimana uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang. Hasil uji reliabilitas adalah sebagai berikut: Tabel 2 Uji Reliabilitas Variabel Cronbach’s Alpha Nilai Alpha Tingkat Reliabilitas Proaktif 0,706 0,601 – 0,80 Reliabel Ramah 0,688 0,601 – 0,80 Reliabel Ikhlas 0,710 0,601 – 0,80 Reliabel Mudah 0,631 0,601 -0,80 Reliabel Empati 0,738 0,601 – 0,80 Reliabel Citra Perusahaan 0,684 0,601 – 0,80 Reliabel Sumber: Data Primer Diolah, (2019) Volume 06, No.02, Agustus 2020 136 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) ## Buletin Bisnis & Manajemen Uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai Cronbach Alpha dari semua variabel berada di kisaran 0,601 – 0,80. Maka dapat disimpulkan bahwa item-item pertanyaan pada kuesioner dalam penelitian ini reliabel. Selanjutnya dilakukan uji regresi linier berganda, dimana hasilnya bisa dilihat pada Tabel 3 dibawah ini: Tabel 3 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Variabel Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) 9.802 1.774 5.525 .000 proaktif_x1 .293 .125 .274 2.353 .072 ramah_x2 .867 .114 .946 7.624 .060 ikhlas_x3 -.294 .148 -.287 -1.991 .053 mudah_x4 .322 .121 .257 2.667 .051 empati_x5 -.053 .136 -.046 -.389 .699 Sumber : Data Primer Diolah (2019) Dilihat dari tabel di atas, maka kita bisa mendapatkan persamaan sebagai berikut : Y = 9,802+(0,293X 1 )+(0,867X 2) +(-0,294X 3 )+(0,322X 4 ) + (-0,053X 5 ) Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai konstanta (α) adalah sebesar 9,802 artinya jika variable Proaktif (X 1 ), Ramah (X 2 ), Ikhlas (X 3 ), Mudah (X 4 ), dan Empati (X 5 ) bernilai 0, maka nilai variabel Citra Perusahaan (Y) adalah 9,802. Nilai koefisien regresi variabel Proaktif (X 1 ) adalah sebesar 0,293. Tanda positif pada nilai koefisien regresi tersebut menandakan hubungan yang searah antara X 1 dan Y, artinya apabila Nilai Pelayanan Proaktif semakin meningkat, maka terdapat peningkatan Citra Perusahaan sebesar 0,293. Nilai koefisien regresi variabel Ramah (X 2 ) adalah sebesar 0,867. Tanda positif pada nilai koefisien regresi tersebut menandakan hubungan yang searah antara X 2 dan Y, artinya apabila Nilai Pelayanan Ramah semakin meningkat, maka Citra Perusahaan akan mengalami peningkatan sebesar 0,867. Nilai koefisien regresi variablel Ikhlas (X 3 ) adalah sebesar -0,294. Tanda negatif pada nilai koefisien regresi tersebut menandakan hubungan yang berlawan arah antara X 3 dan Y, artinya apabila Nilai Pelayanan Ikhlas semakin meningkat, maka akan menurunkan Citra Perusahaan sebesar 0,294. Nilai koefisien regresi variabel Mudah (X 4 ) adalah sebesar 0,322. Tanda positif pada nilai koefisien regresi tersebut Volume 06, No.02, Agustus 2020 137 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) ## Buletin Bisnis & Manajemen menandakan hubungan yang searah antara X 4 dan Y, artinya apabila Mudahsemakin meningkat pengaruhnya, maka akan mengalami peningkatan sebesar 0,322 terhadap Citra Perusahaan. Nilai koefisien regresi variabel Empati (X 5 ) adalah sebesar -0,053. Tanda negatif pada nilai koefisien regresi tersebut menandakan hubungan yang berlawanan arah antara X 5 dan Y, artinya apabila Nilai Pelayanan Persepsi semakin meningkat , maka akan menurunkan Citra Perusahaan sebesar 0,053. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis, baik uji hipotesis secara parsial maupun uji hipotesis secara simultan. Berikut adalah hasil uji hipotesis secara parsial: Tabel 4 Hasil Uji Hipotesis Parsial Variabel t Hitung Signifikansi t Tabel t Hitung Proaktif 2,353 0.023 2,01410 2,353 Ramah 7,624 0.000 2,01410 7,624 Ikhlas -1.991 0.053 2,01410 -1.991 Mudah 2,667 0.011 2,01410 2,667 Empati -0,389 0,699 2,01410 -0,389 Sumber : Data Primer Diolah (2019) Berdasarkan tabel Uji Hipotesis Parsial , dapat dijelaskan bahwa nilai sig. Variabel Proaktif (X 1 ) sebesar 0,023 di mana nilai sig. tersebut kurang dari nilai α = 0.05 sehingga H 1 diterima, dan dapat disimpulkan bahwa variabel Proaktif (X 1 ) berpengaruh signifikan terhadap Citra Perusahaan (Y) Nilai sig. Variabel Ramah(X 2 ) sebesar 0,000 di mana nilai sig. tersebut kurang dari nilai α = 0.05, sehingga H 2 diterima dan dapat disimpulkan bahwa variabel Ramah (X 2 ) berpengaruh signifikan terhadap Citra Perusahaan (Y). Nilai sig. Variabel Ikhlas (X 3 ) sebesar 0,053 di mana nilai sig. tersebut lebih dari nilai α = 0.05, sehingga H 3 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa variablel Ikhlas (X 3 ) tidak berpengaruh signifikan terhadap Citra Perusahaan(Y). Nilai sig variabel Mudah(X 4 ) sebesar 0,011 di mana nilai sig. tersebut kurang dari nilai α = 0.05, sehingga H 4 diterima dan dapat disimpulkan bahwa variabel Mudah (X 4 ) berpengaruh signifikan terhadap Citra Perusahaan (Y). Volume 06, No.02, Agustus 2020 138 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) ## Buletin Bisnis & Manajemen Nilai sig. Variabel Empati (X 5 ) sebesar 0,699 di mana nilai sig tersebut lebih daridari nilai α = 0.05, sehingga H 5 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa Empati (X 5 ) tidak berpengaruh signifikan terhadap Citra Perusahaan (Y). Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis Simultan F Signifikansi 24,494 0,000 Sumber : Data Primer Diolah, (2019) Berdasarkan Tabel 5 mengenai hasil Uji Hipotesis Simultan, variabel Proaktif (X 1 ), Ramah (X 2 ), Ikhlas (X 3 ),Mudah (X 4 ), dan Empati (X 5 ) secara simultan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Citra Perusahaan (Y). Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi F sebesar 0,000 < alpha 0,05. Nilai pelayanan Proaktif berpengaruh positip dan signifikan terhadap Citra Perusahaan. Langkah perusahaan untuk bergerak lebih dahulu dan lebih cepat dalam mendapatkan data korban kecelakaan akan meningkatkan citra positip perusahaan. Masyarakat umum tidak semua memahami prosedur pengurusan klaim kecelakaan, dengan langkah proaktif dari perusahaan akan mempermudah masyarakat. Sehingga di mata masyarakat perusahaan memberikan pelayanan yang baik. Semakin baik penerapan nilai pelayanan Proaktif maka Citra Perusahaan semakin baik. Nilai pelayanan Ramah berpengaruh positip dan signifikan terhadap Citra Perusahaan. Karyawan merupakan pihak yang berhadapan langsung dengan klaimen. Nilai pelanggan Ramah yang dilaksanakan karyawan akan langsung diamati dan dirasakan klaimen. Karyawan diharapkan memiliki tutur kata dan sikap yang baik dalam melayani klaimen, disertai dengan senyum. Karyawan tidak diperbolehkan mengharapkan balas budi dalam membantu klaimen yang tertimpa musibah. Semakin ramah karyawan melayani klaimen, maka semakin baik Citra Perusahaan di mata klaimen. Nilai pelayanan Ikhlas tidak berpengaruh signifikan terhadap Citra Perusahaan. Hal tersebut berarti bahwa fasilitas fisik, peralatan, personel, komunikasi, serta kejelasan biaya tidak memengaruhi Citra PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. Klaimen mengharapkan proses pengurusan klaim asuransi berjalan cepat dan lancar. Selama klaimen mendapatkan hal tersebut maka hal-hal yang tangible seperti fasilitas fisik tidak memengaruhi citra perusahaan di mata klaimen. Hasil regresi ganda menunjukkan nilai koefisien regresi memiliki Volume 06, No.02, Agustus 2020 139 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) Buletin Bisnis & Manajemen tanda negatip, yang berarti semakin baik fasilitas yang disediakan perusahaan maka Citra Perusahaan akan menurun. Hal tersebut kemungkinan disebabkan semakin bagus fasilitas akan memberikan persepsi mahal dan eksklusif sehingga membuat klaimen takut untuk mengurus klaim asuransinya. Nilai pelayanan Mudah berpengaruh positip dan signifikan terhadap Citra Perusahaan. Klaimen akan memiliki pandangan positip perusahaan ketika pengurusan bantuan asuransi kecelakaan tidak dipersulit oleh pihak perusahaan. Klaimen yang mendapatkan kecelakaan dan masih harus mengalami prosedur yang ribet akan memiliki pandangan bahwa perusahaan tidak memberikan pelayanan yang baik. Oleh karenanya kemudahan prosedur pengurusan klaim asuransi PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro harus senantiasa diperhatikan dan diperbaiki, sehingga Citra Perusahaan yang positip selalu dapat diperhatikan. Nilai Pelayanan Empati tidak berpengaruh signifikan terhadap Citra Perusahaan. Dalam menerapkan nilai pelayanan Empati, karyawan diharapkan senantiasa menempatkan dirinya di posisi yang sama dengan korban dan keluarganya. Empati tidak memengaruhi Citra Perusahaan, kemungkinan klaimen lebih mengharapkan bantuan karyawan PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro dalam ketepatan waktu dan kelancaran penyelesaian klaim asuransi kecelakaan. Penelitian Kencanawati dkk. (2015) menemukan bahwa kualitas nilai pelayanan yang paling rendah adalah Empati. Demikian halnya penelitian Yanti (2017) yang menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan publik pada PT. Jasa Raharja (Persero) Pekanbaru kurang maksimal dari segi ketepatan waktu dalam pelayanan. Nilai pelayanan PRIME secara simultan berpengaruh terhadap Citra Perusahaan. Penerapan keseluruhan nilai pelayan PRIME oleh karyawan PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro akan memberikan Citra Perusahaan yang positip di mata klaimen. Klaimen yang puas dengan pelayanan perusahaan akan menghubungkan atribut positip ketika berbicara mengenai PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. ## PENUTUP Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan analisis yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa Nilai pelayanan Proaktif, Ramah, dan Mudah berpengaruh terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. Sedangkan Nilai pelayanan Ikhlas dan Empati tidak berpengaruh terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro. Nilai pelayanan Proaktif, Ramah, Ikhlas, Volume 06, No.02, Agustus 2020 140 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) ## Buletin Bisnis & Manajemen Mudah, dan Empati secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap citra perusahaan di mata klaimen PT Jasa Raharja Kantor Perwakilan Bojonegoro. PT. Jasa Raharja juga membawahi kantor pelaksana di Tuban dan Lamongan, untuk membatasi agar populasi tidak terlalu besar maka peneliti fokus kepada penerima santunan di wilayah Bojonegoro saja. Oleh karena keterbatasan waktu penelitian, maka para penerima santunan yang menerima pelayanan PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro dibatasi waktunya pada bulan Maret dan April 2019. Sehingga dapat dikatakan hal-hal tersebut diatas merupakan keterbatasan dalam penelitian ini. Saran Dari hasil penelitian, saran yang diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, di antaranya PT. Jasa Raharja (Persero) Kantor Perwakilan Bojonegoro perlu melakukan sosialisasi atau promosi mengenai keberadaannya, karena masih banyak sekali masyarakat yang belum mengetahui tentang PT. Jasa Raharja. Kegiatan promosi bisa dilakukan melalui media cetak atau media daring, melakukan sosialiasi ke komunitas yang bisa memberi pengaruh, mengadakan lomba-lomba atau kuis berhadiah melalui akun jejaring sosial, atau memberikan seminar di sekolah-sekolah atau di kampus. Bisa juga mencontoh langkah yang diterapkan oleh PT. Jasa Raharja (Persero) Sumatera Utara, dengan cara menggandeng komikus sekaligus influencer untuk membuat mascot berupa original character bernama JR MaX sekaligus berkolaborasi menyampaikan pesan positif terkait keselamatan dan perindungan dalam berlalu lintas. ## REFERENSI Akbar, Andi Asrullah. (2017), “ Pengaruh Citra Perusahaan Dan Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas P elanggan Pada Toko Maxcell Kendari” . Skripsi tidak diterbitkan. Kendari: UniversitasHalu Oleo. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016. KBBI Daring , (Online), (kbbi.kemdikbud.go.id), diakses 19 April 2019 Kencanawati, Ayu M., S.M. Suryaniadi, dan N.N. Supiatni. (2015), “Kualitas Pelayanan Prima Terhadap Klaimen Asuransi Kecelakaan Pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Bali”. Jurnal Bisnis Dan Kewirausahaan , vol. 11 (2): 142-153, (ojs.pnb.ac.id/index.php/JBK/article/download/161/133/), diakses 29 Maret 2019 Volume 06, No.02, Agustus 2020 141 Pengaruh ….. (Jihan dan Kuntardina) ## Buletin Bisnis & Manajemen Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara, (2003), “Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Tentang Pedoman Umum Pelayanan Publik ” . Jakarta : MENPAN. Mukarom, Zaenal, dan Laksana, Muhibuddin W. (2018), “ Manajemen Pelayanan Publik” , Bandung, CV. Pustaka Setia. PT Jasa Raharja, Tanpa Tahun. Jumlah Santunan , (Online), (https://www.jasaraharja.co.id/layanan/jumlah-santunan), diakses 19 April 2019 Tjiptono, Fandy dan Candra, Gregorius, (2008), Service, Quality & Satisfaction, Yogyakarta, Andi Offset S aputri, Nurmaya. (2010), “ Analisis Corporate Social Responsibility SebagaiPembentuk Citra Perusahaan dan Pengaruhnya Terhadap Loyalitas Pelanggan . Skripsi tidak diterbitkan. Semarang :UniversitasDiponegoro. Yanti, Melda Ria. (2017), “Kualitas Pelayanan Pub lik Pada PT Jasa Raharja (Persero) Kota Pekanbaru”. JOM FISIP, vol. 4 (1). (Online), (https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/13235), diakses 27 Maret 2019
83817be3-89f6-487e-b1ab-22f9465faff7
https://gemawiralodra.unwir.ac.id/index.php/gemawiralodra/article/download/200/160
P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 Self-Regulation dan Self-Motivation: Apakah berpengaruh terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas II XYZ School Sunter Jakarta? Marina Matulessy 1 , Sri Lanawati Rahardja 2 1 Sekolah Tunas Bangsa, Jakarta, Indonesia,matulessy@gmail.com 2 Universitas Pelita Harapan, MH Thamrin Boulevard 1100, Indonesia, sri.lanawati@gmail . com Diterima 28 Juni 2021, disetuji 14 Oktober 2021, diterbitkan 21 Oktober 2021 Pengutipan: Matulessy, M & Rahardja, S.L.(2021). Self-Regulation dan Self-Motivation: Apakah berpengaruh terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas II XYZ School Sunter Jakarta?. Gema Wiralodra , 12(2), 332-343 ## ABSTRAK Untuk mengukur ketercapaian dalam pembelajaran diperlukan alat ukur. Salah satu alat atau cara untuk mengevaluasi setiap proses pembelajaran adalah dengan melihat Academic Achievement. Academic achievement dapat menunjukan kesiapan siswa dalam proses belajar untuk menempuh proses yang lebih tinggi lagi. Dengan melihat hasil belajar kita dapat menentukan langkah selanjutnya. Pada prakteknya tingkat ketercapaian belajar siswa sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai hal. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan wawasan lebih lanjut dengan mengukur pengaruh self-regulation dan self-motivation terhadap academic achievement , yaitu sebagai bahan referensi dalam membuat penelitian-penelitian lainnya terkait dengan variabel pada penelitian sejenis dan menjadi sumber bacaan yang memberikan pengetahuan lebih luas serta bermanfaat bagi pembaca. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa/i kelas dua sekolah XYZ, dengan 46 siswa terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 24 siswa perempuan, yang berlokasi di Sunter Jakarta utara. Metode yang dipakai adalah structural equation modeling (SEM) dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa self-regulation berpengaruh positif terhadap academic achievement sebesar 0,069. Self-motivation berpengaruh positif terhadap academic achievement sebesar 0,215 dan self-regulation berpengaruh positif terhadap academic achievement melalui self-motivation sebesar 0,174. Kata kunci: self-regulation, self-motivation, academic achievement. ## ABSTRACT To measure achievement in learning, a measuring instrument is needed. One of the tools or ways to evaluate each learning process is to look at academic achievement. Academic achievement can show student’s readiness in the learning process to take a higher process. By looking at the learning outcomes we can determine the next step. In practice, the level of student learning achievement varies widely and is influenced by various things. The purpose of this study was to provide further insight by measuring the effect of self-regulation and self-motivation on academic achievement, namely as a reference material in making other studies related to variables in similar studies and as a source of reading that provides broader and useful knowledge. The subjects in this study were second grade students of XYZ school, with 46 students consisting of 22 male students and 24 female students, which is located in Sunter North Jakarta. The method used is structural equation modeling (SEM) with a quantitative approach. The result showed that self-regulation had a positive effect on academic achievement of 0,069. Self-motivation has a positive effect on academic achievement of 0,125. Self- regulation has a positive effect on academic achievement through self-motivation of 0,174. Keywords: self-regulation, self-motivation, academic achievement P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 ## PENDAHULUAN Proses pendidikan harus dilakukan sedini mungkin. Hal itu mengingat usia dini merupakan usia perkembangan dan pertumbuhan mulai dari bayi baru lahir sampai dengan usia 8 tahun atau yang disebut sebagai masa sensitive ( sensitive periods ) ( Lillard & Else-Quest, 2006). Pada masa itu, anak-anak sangat rentan menerima stimulus dari lingkungannya ( Pebriana, 2017). Terjadi juga proses pematangan fungsi fisik dan psikis, sehingga anak siap menghadapi tugas-tugas perkembangannya (Monepa & Agusniatih, 2019). Anak menangkap setiap informasi dari panca indra mereka yang kemudian dihantarkan ke pusat otak tempat penyimpanan informasi. Informasi-informasi yang didapat melalui stimulus membentuk susunan saraf kompleks yang saling mengirim pesan satu sama lain. Praktisnya semua informasi melalui stimulus yang diberikan kepada anak di masa golden age akan ditangkap sebagai hal baru yang penting untuk disimpan sebagai bahan dasar untuk berkembang ke arah yang lebih kompleks lagi. Kolaborasi berbagai proses pendidikan kemudian harus terus dipantau, dievaluasi dan dikembangkan menuju arah perbaikan secara berkelanjutan (Triatna, 2015). Salah satu cara untuk mengevaluasi setiap proses didalamnya adalah dengan melihat Academic Achievement atau prestasi akademik. Academic achievement dapat menunjukan kesiapan siswa dalam proses belajar untuk menempuh proses yang lebih tinggi lagi ( Suviana, Puguh & Bowo, 2012) . Academic achievement sekaligus dapat dapat dijadikan sebagai prediktor atas keberhasilan anak secara individu pada tiap tahap perkembangan fisik dan mental anak ( Izzaty, Ayriza & Setiawati, 2017). Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa melalui hasil academic achievement anak, kita dapat mengukur dan mengevaluasi perkembangan dan pertumbuhannya karena hal ini menyangkut perkembangan fisik tetapi juga perkembangan mental. Self-regulation atau kemampuan anak dalam mengatur diri sendiri sangat dibutuhkan, khususnya pada waktu memasuki jenjang pendidikan awal (Supriyati, 2018). Anak yang memiliki regulasi diri yang baik akan mudah dalam mengikuti setiap pembelajaran di kelas, berinteraksi dengan teman-temannya dan memprioritaskan apa yang harus dilakukannya untuk mencapai sasaran atau tujuan. Keterampilan ini sangat dibutuhkan anak sehingga mereka dapat mengerjakan tugas mereka secara konsisten, mengambil keputusan, dan mencari pertolongan apabila dibutuhkan (Anwar, 2018). P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 Selanjutnya faktor lain yang dianggap dapat berkontribusi terhadap academic achievement adalah self-motivation . Hal ini ditunjukan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Penelitian pada tahun 2018 yang dilakukan oleh Whitney dan Bergin (2008) tentang pengaruh self-motivation terhadap capaian akademik pada kemampuan membaca menunjukan hubungan yang positif. Penelitian yang dilakukan Roeser & Peck (2009). menunjukkan academic achievement pada matematika juga dipengaruhi oleh self- motivation . Menurut Dishman et al (1980) self-motivation adalah menyangkut tujuan seseorang, emosi dan keyakinan yang adalah arah tujuan, pengalaman afeksi yang mendukung atau menghambat pencapaian tujuan dan harapan dalam mencapai tujuan itu. Sebagaimana hasil penelitian sebelumnya di atas dalam proses belajar motivasi merupakan aspek dinamis, sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang, akan tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengarahkan segala kemampuannya. Dalam proses pembelajaran seringkali unsur motivasi terlupakan oleh guru. Guru seakan-akan memaksakan siswa menerima materi yang disampaikannya. Keadaan ini tidak menguntungkan karena siswa tidak dapat belajar secara optimal yang tentunya pencapaian hasil belajar juga tidak optimal. Dalam situasi pandemik ini kecenderungan terjadi penurunan nilai academic achievement dalam perkembangan belajar anak sangat berpotensi mengingat peran guru di sekolah mengalami pergeseran, hal ini terlihat dari hasil wawancara ( personal communication ) peneliti dengan guru yang menjadi wali kelas. Dikatakan bahwa sebelum pandemic anak-anak lebih memahami materi tidak hanya dengan konsep tetapi penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Guru pun bisa mendampingi anak-anak satu per satu sehingga anak yang belum memahami materi bisa di dampingi dengan tuntas agar pencapaian hasil juga maksimal. Hanya ada beberapa anak saja yang memang membutuhkan pendampingan khusus di karenakan keterlambatan belajar. Sementara di masa pandemic ini guru memiliki keterbatasan dalam mendampingi anak sehingga output yang dihasilkan oleh anak semua tergantung dengan pendampingan orangtua dan pengasuh dari rumah. Yang tentu saja juga memiliki keterbatasan dalam mendampingi anak belajar. Situasi yang sangat tidak ideal terjadi karena secara langsung orangtua dipaksa untuk menjadi guru dari rumah bagi anak-anaknya. Hal ini sangat dipahami oleh guru sebagai situasi yang memerlukan P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 perhatian khusus dimana anak-anak dengan pola mengajar orangtua, berusaha menyelesaikan semua tugas sebagai seorang siswa. Berdasarkan pengamatan beberapa guru dan melalui personal communication dengan mereka, dikemukakan bahwa saat pandemic academic achievement anak-anak memang di perkirakan berbeda dengan apa yang yang mereka ketahui dari materi yang sudah di sampaikan guru. Penyampaian materi guru terbatas, sehingga banyak anak yang tidak memahai konsep apa lagi penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Pendampingan guru ke anak-anak yang belum memahami materi juga terbatas. Dari pengamatan guru academic achievement anak-anak saat pandemic ini, bisa dikatakan hasil pendampingan dari orang tua yang instan. Anak2 bisa mendapakan nilai yang memuaskan tetapi tidak mengetahui maksud dari apa yang di pelajarinya. Apa yang sedang terjadi dalam proses ini. Dalam kondisi pandemik dimana rutinitas dan komunitas siswa berubah total, orangtua banyak mengeluh karena dengan susah payah harus mendorong anaknya untuk belajar secara virtual. Berdasarkan hasil wawancara ( personal communication ) dengan guru kelas ditemukan bahwa kemampuan anak-anak dalam mengatur diri masih perlu pendampingan lagi. Karena saat pandemic ini anak-anak mengandalkan orang tua dalam mengatur diri mereka. Berbeda saat mereka berada di sekolah, mereka lebih bisa mengatur diri mereka. Lebih lanjut guru menyebutkan bahwa anak-anak masih perlu untuk di motivasi dalam belajarnya oleh orang tua. Dengan kondisi pembelajaran yang dilakukan secara daring maka peranan orangtua sangat menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Orangtua mengalami kesulitan dalam memotivasi anaknya untuk belajar. Dalam kondisi orangtua yang juga bekerja dalam keterbatasan waktu dan tenaga. Tidak sedikit dari orang tua yang justru memarahi anak ketika anak tidak mengerti atau memahami tugasnya. Dari berbagai penelitian sebelumnya yang melibatkan variable academic achievement, self-regulation dan self-motivation maka penulis mencoba menemukan jawaban untuk menjelaskan hal tersebut dengan menggunakan subjek penelitian yang berbeda yaitu siswa/i sekolah dasar kelas dua di Sekolah XYZ Sunter. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk menganalisis bahwa self-regulation berpengaruh positif terhadap academic achievement siswa di Sekolah XYZ Sunter. P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 2) Untuk menganalisis bahwa self-motivation berpengaruh positif terhadap academic achievement siswa di Sekolah XYZ Sunter 3) Untuk menganalisis bahwa self-regulation berpengaruh positif terhadap academic achievement melalui self-motivation . ## METODE PENELITIAN Penelitian secara kuantitatif adalah jenis pendekatan yang sesuai untuk meneliti pengaruh self-regulation dan self-motivation terhadap academic achievement di sekolah XYZ-Sunter. Menurut Fraenkel pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian dimana peneliti mencoba menemukan hubungan antar variable di dalam penelitian tersebut dan bahkan menemukan penyebab hubungan antar variable itu. Dalam meneliti pengaruh self-regulation dan self-motivation terhadap academic achievement ini, penulis mendapatkan data primer dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner dan data sekunder berupa dokumen hasil nilai siswa dari hasil belajar tengah semester ganjil tahun pelajaran 2020- 2021. Prosedur yang dilakukan dalam pengambilan kuesioner kepada objek penelitian adalah pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data. Hasil pengukuran yang diperoleh dengan skala likert akan diolah menggunakan Partial Least Square (PLS). Tujuan penggunaan PLS adalah untuk memprediksi dan untuk membantu peneliti mendapatkan nilai variable laten . Dalam pengolahan data digunakan software berupa aplikasi Smart PLS. Penelitian ini dilakukan di sebuah sekolah dasar swasta di Jakarta yaitu Sekolah Dasar XYZ- Sunter. Waktu penelitian yang dilakukan adalah terhitung sejak Senin, 25 Januari – Senin, 8 Februari 2021. Sementara subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas dua Sekolah XYZ- Sunter dengan total jumlah murid sebanyak 46 siswa-siswi, terdiri dari 22 siswa dan 24 siswi. ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ## Uji Validitas Konvergen Pengujian validitas konvergen dilakukan dengan dua acara, yaitu melihat nilai nilai outer loading atau melihat nilai Average Variance Extracted (AVE). Validitas konvergen dengan melihat nilai outer loading , nilai ini menunjukkan korelasi antara skor item dengan skor konstruknya. Menurut Chin dalam Ghozali (2014, 227) jika nilai validitas konvergen dengan outer loading memiliki nilai korelasi diatas 0,7 maka dianggap valid. P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 Pada penelitian ini outer loading dengan nilai dibawah 0,70 didrop dan dikeluarkan dari model. Sehingga diperoleh nilai outer loading yang menggambarkan korelasi item dengan konstruknya seperti terinci pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Outer Loading Academic Achievement Self-regulation Self-motivation AC-1 0,826 AC-2 0,723 AC-3 0,895 AC-4 0,778 AC-5 0,738 AC6 0,802 SR-12 0765 SR -21 0779 SR -22 0,749 SR -23 0,740 SR -32 0,734 SR -33 0,827 SR -42 0,767 SM-12 0,756 SM -13 0,770 SM -21 0,809 SM -22 0,764 SM -23 0,759 SM -43 0,716 SM -52 0,722 ## Sumber : Pengolahan data (2021) Dari Tabel 1 terlihat bahwa individual item reliability dari 20 item berada pada nilai diatas 0,7 yang berarti item-item tersebut valid untuk dapat menilai konstruknya. Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan metode lain yaitu menggunakan Average Variance Extracted ( AVE ) untuk menilai validitas konvergen,, nilai AVE yang disarankan adalah diatas 0,5 (Ghozali, 2014). Pengukuran nilai AVE tertuang dalam Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Nilai Average Variance Extracted (AVE) P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 Variabel Average Variance Extracted (AVE) Academic Achievement 0,633 Self-regulation 0,587 Self-motivation 0,573 Sumber : Pengolahan data (2021) Pada table 2 menunjukkan bahwa nilai AVE dari keseluruhan konstruk berada diatas 0,5, angka ini bermakna validitas konvergen baik. Dengan nilai diatas 0,5 juga berarti bahwa variabel laten dapat menjelaskan rata-rata lebih dari setengah varian dari item-itemnya atau keragaman manifest dalam konstruk laten. ## Uji Validitas Diskriminan Validitas diskriminan menyatakan bahwa pengukur-pengukur konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi tinggi (Ghozali & Latan, 2015). Pengujian validitas diskriminan pada penelitian ini dilakukan dengan cara melihat nilai Fornell Larcker Criterion untuk setiap konstruk dan harus memiliki nilai lebih tinggi terhadap variabel yang sama. Berikut tabel hasil pengolahan data uji validitas diskriminan yang diolah menggunakan program Smart-PLS 2021. Tabel 3. Uji Validitas Diskriminan Variabel Akar Kuadrat (AVE) Academic Achievement Self-regulation Self-motivation Academic Achievement 0,796 Self-regulation 0,243 0,766 Self-motivation 0,271 0,710 0,757 Sumber : Pengolahan data (2021) Dari table uji diskriminan pada tabel 3 terlihat bahwa nilai setiap konstruk pada konstruk yang sama menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan nilai pada konstruk lain. Ini berarti bahwa semua konstruk yakni Academic Achievement, Self-regulation dan Self- motivation memiliki validitas diskriminan yang baik. ## Uji Reliabilitas Seluruh alat instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian harus memiliki konsistensi yang cukup tinggi terhadap hasil perolehan data. Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi, serta ketepatan suatu instrumen penelitian dalam P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 mengukur setiap konstruk di dalamnya . Nilai Composite Reliability setiap variabel yang diperoleh diharapkan nilainya diatas 0,70 agar instrumen penelitian dinyatakan reliabel. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil uji reliabilitas instrumen pada penelitian ini dijabarkan pada tabel 4 sebagai berikut. Selanjutnya terdapat tabel pengolahan data uji reliabilitas yang menggunakan program Smart-PLS. Tabel 4. Uji Reliabilitas Variabel Composite Reliability Academic Achievement 0,912 Self-regulation 0,909 Self-motivation 0,904 Sumber : Pengolahan data (2021) Tabel uji reliabilitas 4.4 menunjukkan bahwa semua konstruk yang diuji memiliki nilai diatas 0,70. Angka tersebut menggambarkan bahwa seluruh konstruk memiliki composite reliability disyaratkan, hal ini menunjukkan semua indikator konstruk reliabel. ## Analisis Deskriptif Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan obyek yang diteliti baik itu sampel maupun populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan . Pada penelitian ini analisis deskriptif dilakukan dengan mencari nilai mean untuk menentukan rata-rata jawaban responden akan berada pada ketegori sangat tidak setuju, setuju, setuju, atau sangat tidak setuju. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 5 berikut. Tabel 5. Variance Inflation Factor Variabel Eksogen VIF Academic Achievement Self- regulation Self-motivation Self-regulation 2,912 1,000 Self-motivation 2,912 Sumber : Pengolahan Data (2021) Berdasarkan nilai VIF yang ditampilkan pada Tabel 5, keseluruhan nilainya menunjukkan angka di bawah 5,0. dapat disimpulkan bahwa hubungan antar variabel eksogen tidak terjadi gejala multikolinieritas. Uji Kesesuaian Model P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 Uji kesesuaian model dilakukan dengan melihat besarnya persentase variance yang dijelaskan dengan melihat nilai R-square setiap variabel endogen . Analisis koefisien determinasi ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kemampuan menjelaskan variabel Self-regulation dan Self-motivation terhadap Academic Achievement serta kemampuan variabel Self-regulation untuk menjelaskan variabel Self-motivation. Nilai koefisien determinasi ( R-square ) diantara 0 dan 1. Nilai yang lebih kecil menyatakan bahwa kemampuan variabel-variabel eksogen dalam menjelaskan variabel endogen kecil. Sebaliknya, jika nilai mendekati 1 maka variabel-variabel eksogen memiliki kemampuan yang tinggi untuk menjelaskan atau memprediksi variabel endogen. Berikut ini tabel 4.6 adalah nilai R-square yang diperoleh setelah pengolahan data. Nilai koefisien determinasi ( R-square ) diantara 0 dan 1. Nilai yang lebih kecil menyatakan bahwa kemampuan variabel-variabel eksogen dalam menjelaskan variabel endogen kecil. Sebaliknya, jika nilai mendekati 1 maka variabel-variabel eksogen memiliki kemampuan yang tinggi untuk menjelaskan atau memprediksi variabel endogen. Berikut ini tabel 4.9 adalah nilai R-square yang diperoleh setelah pengolahan data. Tabel 6. Nilai R-Square Variabel Nilai R-Square Academic Achievement 0,075 Self-motivation 0, 657 Sumber : Pengolahan Data (2021) Pada table 6 hasil pengujian kesesuaian model dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Variabel Academic Achievement dapat dijelaskan oleh variabel Self-regulation dan Self- Motivation hanya sebesar 7,5% dan sisanya sebanyak 92% dijelaskan oleh variabel lain diluar dua variable ini. 2) Variabel Self-Motivation dapat dijelaskan oleh variable self-refulation sebesar 65%, dan sisanya sebanya 35% dijelaskan oleh variable lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Tabel 7. Hasil Koefisien Jalur P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 Jalur Koefisien Jalur Self-regulation Academic Achievement 0,069 Self-motivation Academic Achievement 0,215 Self-regulation Self-motivation Academic Achievement 0,174 Sumber : Pengolahan Data 2021 Dengan demikian tergambar dalam model penelitian sebagai berikut disertai dengan koefisien jalur sebagaimana gambar 4.1 Gambar 1. Model dan Koefisien Jalur Sumber : Pengolahan Data (2021) Berdasarkan besaran koefisien jalur pada Gambar 4.1, maka didapatkan tiga persamaan struktural sebagai berikut: Academic Achievement = 0,069 SR + 0,215 SM + 0,925 Academic achievement dapat dipengaruhi oleh self-regulation sebesar 0.069, academic achievement dapat dipengaruhi oleh self-motivation sebesar 0.215 dan academic achievement dapat dijelaskan oleh self-regulation sebesar 7.5 persen dan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini sebesar 92.5 persen. Self- motivation = 0,810 SR+ 0,343 Self-motivation dapat dipengaruhi oleh self-regulation sebesar 0.810 dan self- motivation dapat dijelaskan oleh self-regulation sebesar 65,7 persen sementara 34.3 persen lainnya oleh variable lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Analisis koefisien jalur ( path coefficient ) dilakukan untuk melihat besaran pengaruh setiap variabel eksogen terhadap variabel endogen. Apabila nilai koefisien lebih kecil atau sama Self- regulation Academic Achievement 0,069 0,810 Self- motivation R 2 =0,075 R 2 =0,657 P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 dengan nol, maka hipotesis ditolak. Namun, apabila nilai koefisien jalur lebih besar dari nol, maka hipotesis diterima secara ringkas nilai hasil uji hipotesis pada tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis Jalur Hipotesis Koefisien Jalur Hasil Self-Regulation Academic Achievement H1 1 : Self-Regulation berpengaruh positif Academic Achievement 0,069 Didukung Self-Motivation Academic Achievement H1 2 : Self-Motivation berpengaruh positif Academic Achievement 0,215 Didukung Self-Regulation Self-Motivation Academic Achievement H1 3 : Self-Regulation berpengaruh positif Academic Achievement melalui Self- Motivation 0,174 Didukung Berdasarkan nilai koefisien yang diperoleh setelah pengolahan data, maka dapat digunakan sebagai dasar untuk menjawab hipotesis dan membuat kesimpulan dari penelitian ini. Hasil penjabaran uji hipotesis penelitian ini dapat dilihat berikut ini. ## Uji Efek Mediasi Tahap selanjutnya adalah proses uji efek mediating. Pengujian ini bertujuan untuk menilai efek variabel mediating. Dan pengujiannya menunjukkan hasil pada tabel 4.12 berikut. Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis Variabel Mediator Variance Accounted For (VAF) Kategori Self-Motivation 17% No Mediating Sumber : Pengolahan Data 2021 Variabel Self-Motivation menunjukkan bahwa nilai VAF Self-Motivation sebesar 17%, nilai ini mengindikasikan bahwa Self-Motivation termasuk dalam kategori no mediating atau tidak ada efek mediating. Dengan demikian maka hasil uji efek mediasi menyatakan bahwa self-motivation berada dalam kategori tidak ada efek mediating atau no mediating . ## DAFTAR PUSTAKA Anwar, M. (2018). Menjadi guru profesional . Prenada Media. Dishman, R. K., Ickes, W., & Morgan, W. P. (1980). Self‐Motivation and Adherence to Habitual Physical Activity 1. Journal of Applied Social Psychology , 10 (2), 115-132. Ghozali, I. (2014). Structural Equation Modeling, Metode Alternatif Dengan Partial Least Square (PLS) - (4th Edition). Semarang: Undip Izzaty, R. E., Ayriza, Y., & Setiawati, F. A. (2017). Prediktor prestasi belajar siswa kelas 1 sekolah dasar. Jurnal Psikologi , 44 (2), 153-164. Lillard, A., & Else-Quest, N. (2006). The early years: Evaluating Montessori education. Science , 313 (5795), 1893-1894. P-ISSN 1693-7945, E-ISSN : 2622-1969 Monepa, M. J., & Agusniatih, A. (2019). Keterampilan Sosial Anak Usia Dini. Pebriana, P. H. (2017). Analisis penggunaan gadget terhadap kemampuan interaksi sosial pada anak usia dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini , 1 (1), 1-11. Roeser, R. W., & Peck, S. C. (2009). An education in awareness: Self, motivation, and self- regulated learning in contemplative perspective. Educational psychologist , 44 (2), 119- 136. Supriyati, S. (2018). Peran Orang Tua dan Regulasi Diri Terhadap Hasil Belajar Siswa MI Sultan Agung Sleman. Jurnal Pendidikan Madrasah , 3 (2), 393-411. Suviana, N. T., Puguh, K., & Bowo, S. (2012). Hubungan kausal antara motivasi internal dan kesiapan belajar dengan hasil belajar kognitif pada mata pelajaran Biologi di SMA Negeri 1 Cawas tahun pelajaran 2011/2012. Jurnal Bio Pedagogi , 1 (1), 18-27. Triatna, C. (2015). Membangun Komunitas Belajar Profesional Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan , 22 (1). Izzaty, R. E., Ayriza, Y., & Setiawati, F. A. (2017). Prediktor prestasi belajar siswa kelas 1 sekolah dasar. Jurnal Psikologi , 44 (2), 153-164. Whitney, S. D., & Bergin, D. A. (2018). Students’ motivation and engagement predict reading achievement differently by ethnic group. The Journal of genetic psychology , 179 (6), 357-370.
234ff7ed-d11e-47fd-a95a-4071b6555633
https://ejurnal.undana.ac.id/index.php/JAK/article/download/3984/2519
## ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PEMBUATAN BAGAN APUNG BARU (STUDI PADA NELAYAN BAGAN APUNG DI OESAPA, KOTA KUPANG) Anthon Simon Yohanis Kerihi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nusa Cendana kerihianthon@gmail.com ## Yunita Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Nusa Cendana ## ABSTRAK Penataan jaring angkat sebagai usaha di bidang kelautan dan perikanan, serta memproduksi ikan dengan mengikuti kondisi laut dan cuaca yang dapat berubah dan mempengaruhi kegiatan produksi sehingga memberikan pendapatan yang tidak pasti dan sulit diprediksi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah produksi ikan dengan menggunakan jaring angkat ini dapat dikatakan layak dari aspek hukum, pasar dan pemasaran, manajemen, teknis dan operasional, ekonomi, sosial, amdal, dan keuangan. Sebelum merekomendasikan kepada investor, diperlukan analisis kelayakan investasi untuk mengetahui tingkat kelayakannya. Analisis dilakukan dengan proyeksi 10 tahun menggunakan skenario pesimis, moderat dan optimis. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah, legalisasi kegiatan usaha, merancang strategi pemasaran, mengetahui kegiatan teknis dan operasional, menentukan empat fungsi manajemen, mengetahui dampak positif ekonomi, sosial, dampak negatif terhadap lingkungan dan menentukan perkiraan penjualan di masa mendatang dengan menghitung untung / rugi. , arus kas, penilaian kelayakan finansial (NPV, IRR, PP dan PI) dan analisis sensitivitas. Setelah dilakukan analisa, ditemukan bahwa investasi ini layak dan dapat direkomendasikan pada setiap skenario dan tentunya skenario optimis menghasilkan tingkat kelayakan yang lebih baik dibandingkan dengan skenario lainnya. Kata Kunci: Analisis Kelayakan, Investasi, Lift Net, Industri Perikanan. ## ABSTRACT Establishing of a lift net as a business in the field of marine and fisheries, as well as producing fish by following the conditions of the sea and weather which can change and affect production activities so as to provide income that is uncertain and difficult to predict. Therefore, this research was conducted with the aim to find out whether fish production using this lift net can be said to be feasible in the aspects of law, market and marketing, management, technical and operational, economic, social, EIA, and finance. Before recommending to investors, an investment feasibility analysis is needed to determine the level of feasibility. The analysis was carried out with 10-year projections using a pessimistic, moderate and optimistic scenario. Some things that need to be done are, legalizing business activities, designing marketing strategies, knowing technical and operational activities, determining four management functions, knowing the positive economic, social impacts, negative impacts on the environment and determining future sales estimates calculating profit / loss, cash flows, financial feasibility assessment (NPV, IRR, PP and PI) and sensitivity analysis. After the analysis, it was found that this investment is feasible and can be recommended in every scenario and of course the optimistic scenario produces is better level of feasibility compared to other scenarios . Keyword: Feasibility Analysis, Invesment, Lift Net, Fishing Industri. ## PENDAHULUAN Investasi dalam suatu bisnis yang baru ataupun pengembangan bisnis yang sudah ada, bertujuan untuk memaksimumkan kemakmuran pemilik melalui pengadaan barang dan jasa secara menguntungkan. Proses invetasi meliputi keputusan investasi dan bagaimana mengorganisir kegiatan-kegiatan keputusan investasi. Proses keputusan investasi merupakan proses yang berkesinambungan ( going process ). Ada banyak usaha yang dapat dilaksanakan atau usaha yang dapat kita lakukan investasi di negeri ini, terutama di bidang kelautan dan perikanan karena hampir setengah luas negara Indonesia adalah perairan. Alat tangkap yang biasanya dipakai untuk menangkap ikan dalam jumlah besar adalah “KAPAL LAMPARA” atau “BAGAN”. Lampara termasuk ke dalam klasifikasi pukat kantong ( bag seine net ). Berikut ini jumlah produksi ikan tangkap menurut subsektor dan kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya di pulau Timor pada tahun 2016-2020. Tabel 1. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Menurut Subsektor dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pulau Timor) Pada Tahun 2016-2020. Wilayah Produksi Perikanan Tangkap Menurut Subsektor dan Kabupaten/Kota (Ton) Tahun Jumlah 2016-2020 2016 2017 2018 2019 2020 Kab. Kupang 5.221 5.496 5.940 7.476 11.533 35.666 Timur Tengah Selatan 187 195 198 201 1.113 1.894 Timur Tengah Utara 160 176 178 192 545 1.251 Belu 1.524 1.729 1,730 1,842 2,501 9.326 Kota Kupang 10.014 9.965 9,291 8,811 8,433 46.514 Nusa Tenggara Timur 17.106 17.56 1 17,37 1 18,522 24,125 94.651 Sumber: https://ntt.bps.go.id/, 2020 Dari tabel 1 diatas terlihat bahwa produksi ikan di tiap kabupaten/kota selalu mengalami kenaikan.Kenaikan drastis tiap tahun terjadi di Kabupaten Kupang. Berbeda dengan Kabupaten Kupang, produksi di Kota Kupangtiap tahun mengalami penurunan namun dari tahun 2016-2020 Kota Kupang lebih banyak memproduksi ikan. Untuk lebih spesifik, berikut mengenai modal, produksi, nilai penjualan, serta keuntungan yang didapatkan oleh kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan pada bagan apung Super Star milik H. Musliadi dari tahun 2016-2020. Tabel 2. Modal, Produksi, Nilai Penjualan, dan Profit Pertahun Bagan Apung Tahun 2016-2020. Tahun Modal kerja (Juta Rupiah) Produksi (Ton) Nilai Penjualan (Juta Rupiah) Profit (Juta Rupiah) 2016 412,29 8,21 597,12 184,83 2017 451,76 8,92 664,87 213,11 2018 520,18 8,48 692,2 172,02 2019 508,09 9,13 730,7 222,61 2020 591,12 9,75 779,7 188,58 Total 2432,18 44,49 3464,59 791,57 Sumber: Data diolah, 2020 Setiap tahun modal yang dikeluarkan terus mengalami peningkatan diikuti dengan jumlah produksi walaupun pada tahun 2018 produksi mengalamipenurunan, namun pendapatan yang diterima meningkat. Hal tersebut dikarenakan harga ikan pada tahun tersebut meningkat diikuti hasil produksi yang meningkat pula. Lama operasi (trip) alat tangkap bagan apung setiap bulan bervariasi mulai dari 20-31 hari sehingga menghasilkan pendapatannya naik turun. Gambaran trip dan pendapatan nelayan bagan apung sebagai berikut: Gambar 1. Grafik Jumlah Trip dan Pendapatan Tahun 2020. Gambar di atas, menunjukan bahwa bulan terbaik dalam melakukan trip adalah September-November, dan diikuti oleh bulan mei. Para nelayan setiap hari terus pergi ke laut untuk menangkap ikan kecuali, saat cuaca betul-betul buruk dilaut, saat bagan mengalami kerusakan sehingga tidak bisa beroperasi dan pada saat hari raya besar, seperti lebaran dan natal. Di saat yang tidak menentu seperti ini, investor akan tetap mencari peluang investasi yang menentu. Oleh karena itu penting untuk dilakukan penelitian di bidang teknis dan ekonomi. Tujuannya adalah mengetauhi apakah penangkapan ikan menggunakan bagan ini dapat dikatakan layak pada aspek hukum, pasar dan pemasaran, manajemen, teknis dan operasi, ekonomi, sosial, AMDAL, dan keuangan serta apakahbisa menghasilkan tingkat pengembalian yang diharapkan di masa mendatang. Namun untuk bisa mengetahui hal tersebut harus dilakukan analisis kelayakan investasi. Analisis kelayakan investasi dapat dipahami sebagai tindakan yang dilakukan untuk mengetahui prospek dari suatu proyek investasi maka harus menganlisis besarnya biaya, keuntungan, PP ( payback Period ), NPV ( Net Present Value ), IRR ( Internal rate of Return ) dan PI ( Profitability Index ) yang mendasari pengambilan keputusan. Adapun masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah tingkat kelayakan investasi usaha pembuatan bagan apung baru di Oesapa ?” ## KAJIAN TEORI ## Investasi Investasi dapat diartikan sebagai komitmen untuk menanamkan sejumlah dana pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuangan di masa mendatang. Investasi merupakan komitmen untuk mengorbankan konsumsi sekarang ( sacrifice current consumption ) dengan tujuan memperbesar konsumsi di masa mendatang. Menurut Tandelilin (2010:8) ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain : 1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa depan 2. Mengurangi resiko inflasi 3. Dorongan untuk menghemat pajak. Menurut Sunariyah (2004:4) investasi dalam arti luas terdiri dari dua bagian utama yaitu: 1. Investasi dalam bentuk aktiva rill ( real asset ) 2. Investasi dalam bentuk surat-surat berharga ( financial asset ). Menurut Fahmi dan Hadi (2009:7) dalam aktivitasnya investasi pada umumnya dikenal ada dua bentuk, yaitu: Real investment (Investasi Nyata) yakni )secara umum melibatkan aset berwujud seperti tanah, mesin- mesin atau pabrik. 1). Financial investment (Investasi Keuangan), dan 2) Investasi keuangan ( financial investment ) melibatkan kontrak tertulis, seperti saham biasa ( common stock ) dan obligasi ( bond ).Perbedaan antara investasi pada real investment dan financial investment adalah tingkat likuiditas dari kedua investasi tersebut.Investasi pada real investment relatif lebih sulit untuk dicairkan karena terbentur pada komitmen jangka panjang antara investor dengan perusahaan.Sementara investasi pada financial investment lebih mudah dicairkan karena dapat diperjual belikan tanpa terikat waktu. Keputusan investasi dapat dilakukan oleh individuatau suatu tempat entitas yang mempunyai kelebihan dana. Menurut Sunariyah (2004:4) investasi dalam arti luas terdiri dari dua bagian utama yaitu: 1) Investasi dalam bentuk aktiva rill ( real asset ) berupa aktiva berwujud seperti emas, perak, intan, barang-barang seni dan real estate . 2) Investasi dalam bentuk surat-surat berharga ( financial asset ) berupa surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva rill yang di kuasai oleh entitas. Pemilihan aktiva financial dalam rangka investasi pada sebuah entitas dapat di lakukan dengan dua cara: a). Investasi langsung ( direct investment ). Investasi langsung dapat diartikan sebagai suatu pemilikan surat-surat berharga secara langsung dalam suatu entitas yang secara resmi telah go publik dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital gain .dan b) Investasi tidak langsung ( indirect investment ). Investasi tidak langsung ( indirect investment ) terjadi bilamana surat-surat berharga yang dimiliki diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi ( investment company ). ## Studi kelayakan Bisnis Kasmir & Jakfar (2012 : 6), Studi Kelayakan Bisnis (SKB) adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Menurut Kasmir dan Jakfar (2006: 12) paling tidak ada lima tujuan mengapa sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan, yaitu: Menghindari Risiko Kerugian, Memudahkan Perencanaan, Memudahkan Pelaksanaan Pekerjaan, Memudahkan Pengawasan, Memudahkan ## Pengendalian. Jati (2008: 11) maksud SKB disini adalah untuk menganalisa terhadap suatu bisnis/proyek tertentu, baik bisnis/proyek yang akan dilaksanakan, sedang dan selesai dilaksanakan untuk bahan perbaikan dan penilaian pelaksanaan bisnis/proyek tersebut. Menurut Kasmir & Jakfar (2012 :24), bahwa aspek-aspek kelayakan investasi sebagai berikut: 1. Aspek Hukum Untuk memulai studi kelayakan suatu usaha pada umumnya dimulai dari aspek hukum. Tujuan dari aspek hukum adalah untuk meneliti keabsahan, kesempurnaan, dan keaslian dari dokumen-dokumen yang dimiliki. 2. Aspek Pasar dan Pemasaran Pasar sangat menentukan kelayakan suatu bisnis artinya, besar kecilnya potensi pasar yang meminta barang dan jasa menjadi pemicu suatu rencana bisnis direalisasikan. Segmen mana yang akan dilayani dan berapa bagian pasar yang dikuasai dari produk yang ditawarkan merupakan kajian lain dari aspek pasar . 3. Aspek Teknis/Operasi Dalam aspek ini yang akan diteliti mengenai lokasi usaha, kantor pusat, pabrik cabang atau gudang. Kemudian penentuan layout gedung, mesin dan peralatan serta layout ruangan sampai kepada perluasan usaha selanjutnya. 4. Aspek Manajemen/Organisasi Yang dinilai dari aspek ini adalah dari pengelolah usaha dan struktur organisasi yang ada. Usaha yang dijalankan akan berhasil jika dijalankan oleh orang-orang profesional, mulai dari merencanakan, melaksanakan, sampai dengan mengendalikan jika terjadi penyimpangan. 5. Aspek Ekonomi dan Sosial Penelitian dalam aspek ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan jika usaha ini dijalankan. Pengaruh ini terutama terhadap ekonomi secara luas serta dampak sosialnya terhadap keseluruhan. 6. Aspek Amdal Merupakan analisis yang paling dibutuhkan saat ini, karena setiap usaha yang dijalankan akan sangat besar dampaknya terhadap lingkungan di sekitar, baik terhadap darat, air, dan udara yang pada akhirnya akan berdampak kepada kehidupan manusia, binatang, dan tumbuhan yang ada disekitarnya. 7. Aspek Keuangan Penelitian ini meliputi seberapa lama investasi yang ditanamkan dapat kembali. Kemudian dari mana saja sumber pembiayaan tersebut dana bagaimana tingkat suku bunga yang berlaku, sehingga dihitung dengan formula penilaian investasi sangat menguntungkan. Metode penilaian yang akan digunakan nantinya dalah Payback periode, Net Present Value, Internal Rate of Return, Profitability Index dan Average Rate of Return serta dengan rasio keuangan lainnya. Penelitian ini mengkaji tentang analisis kelayakan investasi pada bagan baru, dengan menggunakan data yang diperoleh dari bagan yang dijalankan oleh milik H. Musliadi. Bagan tersebutakan di operasikan di laut Oesapa, kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Data kualitatif tidak dapat diukur secara langsung menggunakan angka atau bilangan tetapi menggunakan informasi, keterangan, laporan ataupun profil usaha. Dan data kantitatif adalah data yang dikumpulkan dalam bentuk angka-angka, seperti jumlah pendapatan pertahun, laba bersih pertahun, dan pengeluaran dalam setahun. Penelitian ini akan dikaji atau dianalisis dari beberapa aspek yakni: 1) Aspek Hukum. Kajian ini berkaitan dengan legalitas dari rencana bisnis, seperti bentuk badan hukum, keabsahan akte pendirian, dan izin-izin yang diperlukan untuk melakukan bisnis di sektor tertentu. 2) Aspek Manajemenen. Aspek ini yang dimulai adalah tugas dan fungsi pokok yang harus dilaksanakan untuk menghasilkan dan menyediakan barang/jasa , struktur organisasi yang menggambarkan pembagian tugas, distribusi wewenang, jabatan kunci dalam organisasi. Sedangkan manajemen mencakup: perencanaan proyek/bisnis, pelaksanaan, dan pengendalian untuk mempermudah pencapaian tujuan yang diharapkan. 3) Aspek Pasar dan Pemasaran. Metode yang digunakan untuk menilai aspek ini salah satunya adalah Bauran Pemasaran ( Marketing Mix ). 4) Aspek Teknik/Operasi. Untuk bisnis dalam sektor industri manufaktur yang perlu dikaji adalah; lokasi usaha, kapasitas produksi, jenis teknologi yang digunakan, pemanfaatan mesin dan peralatan, lokasi pabrik dan kantor, penyusuna fasilitas dan mesin-mesin produksi. Selain itu, kajian tentang ketersediaan bahan baku, juga bahan penolong dan kerja yang tersedia dan diperlukan dalam produksi juga perlu dilakukan secara cermat. 5) Aspek Ekonomi dan Sosial. Aspek ekonomi ditekankan pada peningkatan pendapatan masyarakat baik yang terlibat dalam bisnis/proyek tersebut maupun tidak, bisnis lain yang muncul dari kehadiran suatu proyek atau bisnis dalam skala lebih besar. Sedangkan dalam spek sosial, aspek yang dikaji adalah dampak dari proyek/bisnis terhadap masyarakat di lingkungan bisnis/proyek. Seperti tersedianya, sarana dam prasarana untuk kepentingan sosial. 6) Aspek Dampak Lingkungan. Kajian terhadap aspek ini ditekankan pada apakah ada dampak negatif dari kehadiran suatu bisnis, dan 7) Aspek Keuangan. Suatu bisnis dikatakan layak apabila “mendatangkan keuntungan berkelanjutan”. Untuk itu, kajian keuangan mencakup: arus kas, pendanaan dan alokasi dana dalam berbagai objek investasi (modal kerja dan aktiva tetap). 1) Net Present Value Cara perhitungan menurut Umar (2003) NPV adalah sebagai berikut: NPV: Net Present Value , Cft: Aliran kas tahun pertama, Io: Investasi awal tahun, dan K: Tingkat Bunga ( Discount rate ) Kriteria: NPV > 0 = Usaha Layak atau NPV < 0 = Usaha Tidak Layak 2) IRR Adapun rumus menurut Kasmur dan Jakfar (2012:105) untuk menghitung IRR adalah sebagai berikut : IRR: Internal Rate of Return, i 1 : Tingkat bunga pertama , i 2 : Tingkat Bunga Kedua, NPV 1 : NPV pada tingkat bunga pertama, NPV 2 : NPV pada tingkat bunga kedua. Kriteria: IRR > discount rate = Usaha Layak atau IRR < discount rate = Usaha Tidak Layak. ## 3) Payback Period Menurut Sucipto (2011:76) PP dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Jika aliran kas per tahun jumlahnya sama 2. Jika aliran kas per tahun jumlahnya tidak sama Keterangan: n: Tahun terakhir dimana cash inflow belum menutupi nilai investasi, b: Nilai investasi, c: Komulatif cash inflow pada tahun ke-t, d: Jumlah kumulatif cash inflow pada tahun ke-t. Kriteria: PP > Periode maksimum investasi = Usaha Tidak Layak, PP < Periode maksimum investasi = Usaha Layak. ## 4) Profitability Index Rumus perhitungan PI menurut Kasmir dan Jakfar (2012:163) adalah sebagai berikut: Kriteria: PI > 0 = Usaha Layak PI < 0 = Usaha Tidak Layak ## METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan analisis sensitivitas dengan metode switching value untuk melihat sejauh mana perubahan variabel dapat mengakibatkan nila NPV sama dengan nol dan nilai IRR . ## HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3. Profil Nelayan Bagan Apung Tahun Nelayan Jumlah Bagan Apung % Bagan Tanca p % 2016 12 44,4% 15 55,6% 27 2017 13 43,3% 17 56,7% 30 2018 13 46,1% 16 53,9% 29 2019 14 43,7% 18 56,3% 32 2020 12 40% 18 60% 30 Setiap tahun jumlah bagan tancap lebih banyak daripada bagan apung, dikarenakan modal untuk membuat bagan tancap lebih sedikit dari membuat bagan apung. Jumlah bagan apung setiap tahun selalu mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2017 dan 2019. Pada tahun 2017 bagan apung tetap pada angka 13 dan pada tahun 2019, ada dua bagan apung berhenti beroperasi karena rusak diterjang gelombang laut. Tabel 4. Umur Rata-Rata Nelayan Bagan Apung Umur rata-rata nelayan bagan apung di Oesapa adalah 28 tahun. Umur minimal nelayan bagan apung adalah 15 tahun, sedangkan umur maksimal adalah 53 tahun. Umumnya umur nelayan bagan apung berkisar antara 20-30 tahun. Tabel 5. Tingkat Pendidikan Nelayan Bagan Apung Tingkat pendidikan nelayan bagan apung tergolong rendah, karena pendidikan yang ditempuh nelayan rata-rata hanya sebatas tamat sekolah menengah pertama (SMP). Ini artinya nelayan tidak bisa menerima pembaruan dan teknologi yang akan terus berkembang mengikuti zaman. ## Aspek Hukum Dalam mendirikan usaha, hal-hal yang akan dibahas adalah: 1. Melakukan rapat dan pengurusan tentang pengendalian perusahaan a. Nama dan bentuk usaha yang akan didirikan dan tempat kedudukannya. b. Jangka waktu pendirian c. Maksud dan tujuan penjelasan jenis usaha yang akan dijalankan d. Kepengurusan, tugas, dan wewenang dan hal lainnya yang merupakan standar hukum pendirian perusahaan 2. Mengesahkan hasil rapat pada notaris pendirian usaha 3. Mendaftarkan usaha yang dijalan berupa alat tangkap yang di pakai pada Dinas Kelautan dan Perikanan di kota yang bersangkutan 4. Melakukan penyetoran modal dan penyertaan pembentukan sebuah usaha dan melakukan pengabsahan oleh departemen kehakiman 5. Berdasarkan akte pendirian perusahaan, pihak pengelola dapat segera mengurus NPWP, SIUP, dan dokumen pendukung untuk keperluan melakukan usaha. ## Aspek Pasar dan Pemasaran Metode yang digunakan untuk menganalisis kelayakan investasi dalam penelitian ini adalah marketing mix atau bauran pemasaran. a. Product (Produk). Hasil penangkapan ikan dapat berupa ikan kecil maupun besar, ikan yang sering masuk dalam jaring bagan adalah ikan teri, serdin, japuh, selar, paperek, kerot-kerot, cumi-cumi, sotong, layur, dan kembung, dan masih banyak lagi. Ikan yang dijual nantinya merupakan produk yang berkualitas dan segar karena ikan akan langsung dijual pada hari tersebut atau pada keesokan paginya. b. Price (Harga). Harga jual ikan di pasar cukup bervariasi tergantung jenis ikan, kualitas ikan, gizi serta rasa yang ditawarkan dari jenis ikan tersebut. Harga jual ikan adalah Rp 300.000/ember. Namun No Umur Jumlah Persen 1 > 50 Tahun 5 5,56% 2 40-50 Tahun 8 8,89% 3 30-40 Tahun 17 18,89% 4 20-30 Tahun 31 34,44% 5 15- 20 Tahun 29 32,22% Jumlah 90 100% No Tingkat Pendidikan Jumlah Persen 1 Tidak Tamat SD 11 12,22% 2 Tamat SD 23 25,56% 3 Tamat SMP 41 45,56% 4 Tamat SMA 15 16,67% Jumlah 90 100% harga tersebut masih bisa ditawarkan oleh pembeli. Ember yang digunakan dalam takaran perhitungan harga jual adalah ember cat dengan ukuran tinggi 37,5 cm, diameter 30 cm dan volume 20lt atau 25KG. c. Place (Tempat). Ada dua tempat transaksi penjualan ikan tangkap bagan apung. Tempat pertama adalah di bagan, saat distributor (distributor) akan mengambil ikan. tempat kedua adalah pasar (pasar Oesapa dan Oeba) yang menjadi tempat transaksi distributor dengan konsumen maupun pengecer. d. Promotion (Promosi). Promosi yang dilakukan adalah promosi tradisional, yaitu promosi dari mulut ke mulut ( Word of Mouth ) dengan memberikan rekomendasi kepada warga sekitar dengan harapan warga tersebut juga memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak lainnya. ## Aspek Teknis dan Operasi Saat tiba di bagan para nelayan akan melakukan persiapan untuk mesin, jaring dan lampu. Jika hari sudah mulai gelap maka nelayan siap menurunkan jaring, setelah jaring menyentuh dasar, maka lampu dinyalakan. Setelah itu, nelayan akan menunggu hingga beberapa jam untuk menunggu ikan berkumpul di permukaan. Jika ikan telah berkumpul maka lampu akan dimatikan dan jaring akan mulai diangkat. Hal itu akan terus dilakukan hingga langit telah terang. Jika ikan sudah terkumpul, juragan akan menghubungi distributor agar datang ke bagan mengambil ikan untuk distributor jual ke pasar. Setelah distributor menjual ikan maka distributor akan mengantar hasil jualan ke nelayan dan membagi hasil jualan, biasanya nelayan membagi hasil 80% untuk diri sendiri dan 20% distributor . ## Aspek Manajemen Analisis aspek manajemen yang dilakukan di penelitian ini diantaranya adalah: 1. Perencanaan ( Planning ) Dalam proses ini ditentukan tentang apa yang harus dilakukan, kapan, dan bagaimana melakukannya serta dengan cara apa hal tersebut dilakukan yaitu, perencanaan usaha (1) jenis pekerjaan. Jenis pekerjaan yang dilakukan adalah mepersiapkan dan melengkapi kebutuhan dalam berproduksi ikan dengan bagan apung. (2) waktu penyelesaian. Waktu penyelesaian yang diharapkan adalah pada awal tahun 2020. (3) anggaran. Anggaran dan perincian perencanaan usaha dapat dilihat pada aspek keuangan. 2. Pengorganisasian ( Organizing ) Usaha bagan apung merupakan usaha yang tidak memiliki struktur organisasi yang resmi karena semua pekerjaan diperintahkan langsung dari atasan ke bawahan.Namun untuk urusan pekerjaannya sudah terstruktur. 3. Pelaksanaan ( actuating ) Untuk pelaksanaan tugas dan pekerjaan bisa dilihat pada alur pengoperasian bagan. Salah satu tugas atau pekerjaan seperti jika akan menarik waring, dibagi tempat untuk menarik pada alat derek yang berbeda-beda sehingga lebih cepat dalam menarik waring tersebut 4. Pengawasan ( controlling ) Pengawasan harus dilakukan pada saat perencanaan usaha dan saat pelaksanaan Usaha. Pengawasan pada saat perencanaan usaha seperti mengerjakan semua pekerjaan sesuai penjadwalan agar pekerjaan sesuai tepat waktu. Pengawasan pada saat pelaksanaan usahaseperti juragan bagan mengawasi kegiatan pekerjaan bawahannya dan memastikan tidak tertiduran karena pekerjaan yang dilakukan pada malam hari atau pada saat jam tidur seharusnya. ## Aspek Ekonomi dan Sosial Membuat sebuah bagan baru, artinya dapat memberikan dampak pada perekonomian negara dan dampak bagi masyarakat di oesapa, antara lain: 1. Meningkatkan penghasilan 2. Meningkatkan penerimaan negara Pada konstruksi bagan, terdapat tempat seperti rumah-rumahan, fungsinya adalah sebagai tempat untuk berteduh jika hujan datang, memasak, makan dan minum serta untuk beribadah. Selain itu dampak sosial dari usaha bagan apung adalah: 1. Membuka lowongan pekerjaan 2. Perubahan tingkat pengetahun pekerja 3. Meningkatkan kontribusi hasil penangkapan ikan. ## Aspek Dampak Lingkungan Untuk produksi ikan pada bagan apung hanya dengan menggunakan cahaya dari lampu dan tidak menggunakan umpan berbahaya bagi laut dan ikan dan memiliki penampungan untuk pembuangan sisa solar sehingga tidak merusak ekosistem di lautan. ## Aspek Keuangan Kebutuhan Dana Tabel 6. Kebutuhan dana dan biaya penyusutan dan amortisasi. Modal yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.000.000.000 dengan menggunakan modal sendiri sebesar Rp 500.000.000 dan modal pinjaman bank Rp 500.000.00. Biaya umum untuk kebutuhan investasi adala sebesar Rp 839.350.000 dan sisanya akan digunakan pada biaya modal kerja/operasional. ## Biayan Modal Kerja/Biaya Operasional Pengoperasian bagan apung, memerlukan biaya-biaya yang akan menunjang kegiatan operasai bagan. Biaya- biaya yang dikeluarkan berupa biaya harian, minggan, hingga bulanan. Asumsi-asumsi biaya ini tidak bisa di prediksi berdasarkan jumlah produksi karena produksi ikan tidak bisa diproduksi dengan tepat mengingat cuaca dan keadaan alam pada malam hari. ## Laporan Laba/Rugi Pesimis: Penjualan naik 1% dan biaya tetap (000). Moderat: penjualan naik 3% dan biaya naik 1% (000). Optimis: Penjualan naik 5 % dan biaya naik 2% (000). Pertumbuhan dan perkembangan didasarkan pada proyeksi yang pesimis 1% dengan kenaikan biaya 0%, moderat 3% dengan kenaikan biaya 1%, dan optimis 5% dengan kenaikan biaya 2%. Pada skenario pesimis laba bersih Rp760.011.000 sampai tahun ke sepuluh atau 12,8% dari penjualan bersih. Pada skenario moderat laba bersih sampai tahun ke sepuluh adalah Rp1.085.380.000 dengan persentase 17,61% dari penjualan. Keuntungan yang lebih besar ditunjukan pada skenario optimis yaitu laba bersih Rp1.467.372.000 dengan persentase 22% dari penjualan bersih. ## Analisis Laporan Arus Kas Pesimis: Penjualan naik 1% dan biaya tetap (000). Moderat: Penjualan naik 3% dan Biaya naik 1% (000). Positif: Penjualan naik 5% dan biaya naik 3% (000). Laporan arus kas di setiap proyeksi memperlihatkan kenaikan dan pertumbuhan kas dengan nilai sisa investasi Rp190.000.000 dan nilai sisa modal kerja Rp78.532.000 pada semua skenario. Pada tahun pertama semua skenario menunjukan jumlah arus kas dengan hasil kerugian yang sama yaitu –Rp 753.365.000. Pada skenario pesimis, saldo kas pada tahun ke 10 sebesar Rp471.377.000, pada skenario moderat saldo kas sebesar Rp544,275.000 pada tahun kesepuluh, dan pada skenario optimis Rp634.073.000 pada tahun kesepuluh. ## Kriteria Penilaian Investasi Dari hasil penelitian setiap kriteria penilaian dikatakan layak untuk dijalankan pada setiap skenario dengan nilai NPV positif, Nilai IRR lebih besar dari OCC riel (discount rate), PP yang lebih kecil dari umur investasi dan nilai PI yang lebih besar dari 1. sehingga investasi pembuatan bagan apung baru dapat direkomendasikan kepada para investor untuk dipertimbangkan. ## Analisis Sensitivitas Dapat disimpulkan bahwa, jika harga jual turun lebih dari 5% pertahun, maka Nilai NPV dan IRR pada semua skenario dikatakan tidak layak. Namun jika harga jual ikan turun 3% maka nilai NPV dan IRR pada skenario pesimis dan moderat adalah tidak layak sedangkan pada skenario optimis adalah layak. Jika biaya produksi naik hingga 15% maka nilai hasil perhitungan NPV dan IRR dapat dikatakan tidak layak terkecuali pada skenario optimis nilai NPV bernilai positif dan nilai IRR melebihi nilai discount rate sehingga dapat direkomendasikan. Namun jika terjadi biaya produksi naik 10% pertahun maka nilai NPV dan IRR adalah layak pada skenario moderat dan optimis dan adalah tidak layak pada skenario pesimis. ## KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kelegalan usaha pada aspek hukum, strategi pemasaran ( Marketing Mix ) pada aspek pasar dan pemasaran, proses produksi pada aspek teknis/operasi, menyusun perencanaan, pengorganisasi, pelaksanaan dan melakukan pengawasan pada aspek manajemen, dampak positif pada aspek ekonomi dan sosial, serta tidak terdapat dampak negatif pada aspek AMDAL, maka kelayakan investasi pembuatan bagan apung pada setiap aspek di atas dapat dikatakan layak dan dapat diberikan rekomendasi. 2. Aspek keuangan. Berdasarkan analisis biaya dan keuntungan yang didapatkan dari bagan apung akumulasi laba bersih Rp 760.011.000 pada skenario pesimis, Rp 1.085.380.000 pada skenario moderat dan Rp 1.476.372.000 pada skenario optimis. 3. Berdasarkan finansial usaha bagan apung diperoleh nilai NPV pada skenario pesimis: Rp 184.841.000, moderat: Rp 308.216.000 dan optimis: Rp 450.939.000. Nilai IRR pada skenario pesimis: 20,02%, moderat: 24,69%, dan optimis: 28,42%. Pengembalian investasi atau PP pada skenario pesimis: 5 tahun 3 bulan, moderat: 4 tahun 11 bulan dan optimis 4 tahun 7 bulan, serta nilai PI pada skenario pesimis: 1,4 skenario moderat: 1,8 dan skenario optimis: 2,2% sehingga hasil analisis pada semua aspek dikatakan layak. 4. Apabila terjadi penurunan harga ikan di atas 5% atau kenaikan biaya produksi hingga 15% maka investasi menjadi tidak layak pada ketiga skenario. Hal ini disebabkan biasanya disebabkan oleh beberapa aspek yaitu, keadaan cuaca, posisi bulan, naiknya harga BBM dan hasil produksi yang lebih dari permintaan sehingga harga ikan menjadi turun. ## DAFTAR PUSTAKA Husein, Umar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis Edisi kedua . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hironymus Jati,. 2008. Studi Kelayakan Bisnis . Kupang: Undana Press Kasmir dan Jakfar.2012 Studi Kelayakan Investasi Edisi-3. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama. Sucipto, Agus. 2011. Studi Kelayakan Bisnis “Analisis Integrative dan Studi Kasus . Malang: UIN Maliki Press.
6858df0c-8394-4c03-9d46-8e06dc9dac5b
http://journal.umuslim.ac.id/index.php/jipsbp/article/download/1898/1463
## Arwana Jurnal Ilmiah Program Studi Perairan Peningkatan respon imun ikan mas ( Cyprinus carpio ) dengan pemberian ekstrak daun mahang sirap ( Macaranga involucrate ) [Improved immune response of common carp ( Cyprinus carpio ) by administration of mahang sirap ( Macaranga involucrate ) Leaf Extract] Edi Ilimu 1* , Saparuddin 2 1 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sembilanbelas November Kolaka. Jl. Pemuda No. 339 Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. 2 Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sembilanbelas November Kolaka. Jl. Pemuda No. 339 Kabupaten Kolaka. Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. ABSTRACT ú This study aims to test the effectiveness of Macaranga involucrata leaf extract as an immune response in carp to increase the number of leukocytes and phagocytic activity. M. involucrata extract was injected intramuscularly into carp. The method used is Completely Randomized Design (CRD). This study was conducted with five treatments, each of which was repeated three times. The treatments were P1 = 1% (v/v), P2 = 4% (v/v), P3 = 8% (v/v), P4 = 12% (v/v) and P5 (negative control). The results showed that M. involucrata extract could respond to an increase in the number of leukocytes and an increase in phagocytic activity. Responses to an increase in the number of leukocytes (12.27 x 108 cells/mL) and phagocytic activity (45.41%) were found in P4 treatment. Based on this study it was concluded that M. involucrata extract showed an increase in the immune response of carp. Key words ú Cypriot Carpio, immunity, phagocytosis activity, leukocyte count ABSTRAK ú Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak daun Macaranga involucrata sebagai respon imun pada ikan mas untuk meningkatkan jumlah leukosit dan aktivitas fagositik. Ekstrak M. involucrata disuntikkan secara intramuskuler ke ikan mas. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini dilakukan dengan lima perlakuan, tiga kali ulangan. Perlakuan P1 = 1% (v/v), P2 = 4% (v/v), P3 = 8% (v/v), P4 = 12% (v/v) dan P5 (kontrol negatif). Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak M. involucrata dapat merespon peningkatan jumlah leukosit dan peningkatan aktivitas fagositik. Respon terhadap peningkatan jumlah leukosit (12,27 x 10 8 sel/mL) dan aktivitas fagositik (45,41%) ditemukan pada perlakuan P4. Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa ekstrak M. involucrata menunjukkan peningkatan respon imun ikan mas. Kata kunci ú Cyprus carpio, kekebalan tubuh, aktivitas fagositosis, jumlah leukosit Received ú 22 Maret 2023, Accepted ú 7 April 2023, Published ú 2 Mei 2023. *Koresponden ú Edi Ilimu, Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sembilanbelas November Kolaka. Jl. Pemuda No. 339 Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Email: ediilimu@gmail.com Kutipan ú Ilimu, E., Saparuddin, S. (2023). Peningkatan respon imun ikan mas ( Cyprinus carpio) dengan pemberian ekstrak daun mahang sirap ( Macaranga involucrate). Arwana: Jurnal Ilmiah Program Studi Perairan, 5(1), 51-56. p-ISSN (Media Cetak) ú 2657-0254 e-ISSN (Media Online) ú 2797-3530 © 2023 Oleh authors. Arwana: Jurnal Ilmiah Program Studi Perairan . Artikel ini bersifat open access yang didistribusikan di bawah syarat dan ketentuan Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License . ## PENDAHULUAN Ikan Mas ( Cyprus carpio) merupakan ikan yang mudah berkembang biak dan pertumbuhannya sangat cepat. Hal ini menjadi alasan utama ikan mas banyak dibudidayakan oleh para petani budidaya ikan air tawar dan permintaan konsumsi ikan mas selalu meningkat pada beberapa tahun terakhir serta harga jualnya lebih mahal dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya seperti ikan nila, dan ikan lele jumbo. Selain itu, ikan mas juga dapat beradaptasi terhadap lingkungan yang terbatas dan tahan terhadap penyakit ( Ramadhan & Sari, 2018 ). Para petani budidaya ikan air tawar selalu melakukan inovasi metode budidaya untuk meningkatkan hasil produksinya, yaitu melakukan budidaya secara intensif maupun secara semi intensif ( Pasaribu & Longdong, 2019 ). Metode budidaya secara insentif maupun semi insentif merupakan metode yang sangat baik untuk dikembangkan sehingga dapat meningkatkan hasil produksi ikan mas. Namun, jika pengelolaannya dilakukan dengan tidak baik, justru dapat mengakibatkan persoalan baru yaitu tingginya pencemaran air budidaya yang menyebabkan Ilimu dan Saparuddin (2023)|Arwana ú Jurnal Ilmiah Program Studi Perairan ú 5(1), 51-56 http://www.journal.umuslim.ac.id/index.php/jipsbp peningkatan pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, parasif fungi, dan virus yang dapat menimbulkan penyakit ikan. Timbulnya penyakit ikan budidaya disebabkan oleh faktor intern dan ekstern yang kompleks antara budidaya ikan mas dan kualitas lingkungan ( Raman, 2017 ). Timbulnya penyakit pada budidaya ikan mas dapat mempengaruhi hasil produksi bagi para petani budidaya yang memicu penurunan produksi. Beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi munculnya penyakit dalam budidaya yaitu pemberian antibiotik, vaksinasi, dan imunostimulan ( Manoppo, 2015 ). Namun, penanganan penyakit dengan cara memberikan vaksin dan antibiotik menyebabkan residu dan resistensinya mikroorganisme pathogen pada lingkungan budidaya ( Manopo & Magdalena, 2016 ). Pemberian imunostimulan yang bersumber dari bahan alami merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi penyakit ikan serta ramah lingkungan ( Saparuddin et al., 2020 ). Daun Mahang Sirap ( Macarangan involucrate) merupakan sumber imonostimulan. Ekstrak Daun Macarangan involucrate (M. involucrate) mengandung senyawa tannin, flavonoid, terpenoid, dan lignin ( Ilimu & Syah, 2019 ). Selain itu, daun M. involucrata mengandung dua Prenylflavonoid sebagai komponen utama pada tanaman jantan dan betina yaitu nymphaenol-B dan isonymhaenol-B ( Kumazawa et al., 2014 ). Turunan senyawa flavonoid seperti senyawa morin, quercetin, rutin, dan hesperidin diuji secara in vitro, dapat memberikan respon positif dalam menghambat siklus replikasi virus baik siklus adsorbsi maupun siklus penetrasi ( Cui et al., 2022 ). Sedangkan senyawa tannin yang diujikan secara in vitro memberikan respon positif terhadap penghambatan perkembangan virus herpes simpleks (HSV) dan HIV ( Ganda et al., 2018 ). Hal ini menunjukkan bahwa turunan dari senyawa flavonoid dan senyawa tannin yang ada pada ekstrak daun M. involucrate bersifat anti pathogen, fungi, bakteri dan virus yang diujikan secara in vitro. Pengujian secara in vivo belum banyak diujikan pada budidaya ikan mas. Berdasarkan latar belakang diatas, maka ekstrak daun Macaranga involucrate perlu diuji cobakan secara in vivo sebagai penambah imun ikan mas secara non spesifik. ## BAHAN DAN METODE ## Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan Bulan Mei 2022 hingga Juli 2022 di UPT Laboratorium IPA Terpadu Universitas Sembilanbelas November Kolaka. ## Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan 5 perlakukan, terdiri dari 1 perlakuan kontrol negatif (tanpa pemberian larutan dan ekstrak) dan 4 perlakuan penambahan ekstrak M. involucrata, masing-masing perlakuan 3 ulangan. Digunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini tidak dilakukan pretes terlebih dahulu terhadap sampel, tetapi menggunakan Posttest-Only Control Desain. Pembuatan Ekstraks Etanol Daun Macaranga involucrata Pembuatan ekstrak daun M. Involucrata diawali dengan mengeringkan daun M. involucrata di bawah sinar matahari sampai warnanya menjadi hitam. Setelah itu, daun dihaluskan dengan blender dan direndam dalam larutan etanol 80% dengan menggunakan metode maserasi. Kemudian, larutan tersebut disaring menggunakan kertas saring sebanyak tiga kali untuk memisahkan ampas dari filtrat yang larut dalam larutan etanol. Untuk mendapatkan ekstrak M. involucrata, larutan tersebut diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan tekanan 175 mbar, suhu 60 o C, dan kecepatan putaran 80 rpm. ( Octarina et al., 2018 ). ## Metode Perlakuan dan Pemeliharaan Ikan Mas Hasil ekstrak daun M. involucrata yang sudah dicairkan diinjeksikan pada ikan mas dengan cara intra muscular ( Satyantini et al., 2016 ). Setiap perlakuan diinjeksikan sesuai dengan dosis masing- masing. Perlakuan P1 (Kontrol positif) (larutan fisiologis) sebanyak 0,1 mL/ekor. Perlakuan P2 disuntikkan dengan ekstrak daun M. involucrata dengan dosis 4% (v/v), Perlakuan P3 dengan dosis 8% (v/v), Perlakuan P4 dengan dosis 12% (v/v) dan Perlakuan P5 (tanpa perlakuan) ( Octarina et al., 2018 ). Setiap perlakukan dilakukan tiga kali ulangan, setiap ulangan berisi 8 ekor ikan mas yang dipelihara pada akuarium. Ukuran akuarium setiap ulangan (30cm × 25cm × 25cm) sebanyak 15 buah. Ikan dipelihara selama 14 hari dengan pemberian pakan komersil pada pagi dan sore hari. Ilimu dan Saparuddin (2023)|Arwana ú Jurnal Ilmiah Program Studi Perairan ú 5(1), 51-56 http://www.journal.umuslim.ac.id/index.php/jipsbp ## Parameter Pengamatan Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah leukosit dan aktivitas fagositik ikan mas. Ikan nila dikeluarkan darahnya pada hari ke-0 (sebelum penyuntikan), hari ke-1, hari ke-4, hari ke- 7, dan hari ke-14 setelah penyuntikan. Darah ikan mas diambil dengan spuit (1 mL spuit) yang telah ditambahkan larutan antikoagulan. Pengambilan sampel darah melalui intra vena ikan mas, selanjutnya disimpan pada tabung hampa udara ( Satyantini et al., 2016 ). Alat haemocytometer digunakan untuk mengukur jumlah sel darah putih. Prosedur kerja alat ini adalah darah dihisap hingga sampai skala 0,5, kemudian ditambahkan larutan Turk’s sampai skala 11, pipet diayunkan selama 5 menit dengan arah huruf 8. Diteteskan pada hemocytometer dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesara 400 ( Effendi & Widiastuti, 2014 ). Sedangkan, untuk mengukur aktivitas fagositosis yaitu menggunakan ragi 0,05 g dan ditambahkan gula pasir 0,1 g untuk mengaktifkan mikroorganisme. Selanjutnya, ditambahkan air hangat (70 o C) 25 mL ( Lengka et al., 2013 ). Darah dimasukkan ke dalam microtube, sebanyak 50 µ L, ragi ditambahkan sebanyak 50 ìL yang sudah aktif. Dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu ruang. Dibuatkan sediaan ulasan kering di udara ( Lusiastuti & Hardi, 2010 ). Selanjutnya, difiksasi dengan larutan etanol dan dikeringkan selama 5 menit. Direndam selama 15 menit dengan larutan giemsa, dicuci dan dikeringkan, selanjutnya menghitung sel fagosit dari 100 sel yang diamati. ## Analisis Data Hasil pengamatan dapat dianalisis dengan metode ANOVA. Jika jumlah sel darah putih dan aktivitas fagositosis hasil sidik ragamnya berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf kepercayaan 95%. ## HASIL ## Jumlah Sel Darah Putih Ikan Mas Berdasarkan hasil pengamatan dari jumlah sel darah putih ikan mas setelah diberikan semua perlakuan yaitu perlakukan P1, P2, P3, P4, dan P5 (kontrol negatif), mulai hari ke-0, hari ke-1, hari ke-4, hari ke- 7 dan hari ke-14 (Gambar 1). Jumlah leukosit setelah penyuntikan ekstrak daun M. involucrata dapat merespon positif peningkatan jumlah sel darah putih. Perlakuan P1 dan P5 sebagai perlakuan control, relatif stabil terhadap jumlah sel darah putihnya. Selama 14 hari pengamatan, jumlah sel darah putihnya masih dalam keadaan norma, rata-rata 5,1 × 10 8 sel mL -1 . Pada Perlakuan P2, P3 dan P4 sebagai perlakuan pemberian ekstrak daun M. involucrate menunjukkan pengaruh positif terhadap pening- katan jumlah sel darah putih, mulai dari hari ke-1, ke-4, ke-7 dan ke-14. Perlakuan P4 menunjukkan pengaruh yang sangat tinggi diantara perlakuan yang lain terhadap peningkatan jumlah sel darah putih. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun M. involucrata dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan sel darah putih. ## Gambar 1. Jumlah Sel Darah Putih ikan mas pada berbagai perlakuan ## Aktifitas Fagositosis Ikan Mas Berdasarkan hasil pengamatan selama 14 hari pengamatan dari aktivitas fagositosis (%) pada ikan mas (Gambar 2). Gambar 2. Aktifitas Fagositosis (%) Ikan Mas Pengamatan pada hari ke-0 menunjukkan bahwa aktivitas fagositik ikan mas masih dalam keadaan normal. Pengamatan perlakuan P4 pada hari ke-1 menunjukkan respon positif terhadap aktivitas fagositik yang berbeda nyata dengan perlakuan P1, perlakuan P2 dan perlakuan P5, tetapi tidak pada perlakuan P3 (P<0,05). Pengamatan perlakuan P4 pada hari ke-4 menunjukkan aktivitas fagositik 0 5 10 15 20 0 1 4 7 14 Pengamatan Hari ke Ju m la h Le uko si t ( x10 8 se l m L- 1 P1 P2 P3 P4 P5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 1 4 7 14 Hari Pengamatan Akt ifi ta s Fa go si to si s (% ) P1 P2 P3 P4 P5 Ilimu dan Saparuddin (2023)|Arwana ú Jurnal Ilmiah Program Studi Perairan ú 5(1), 51-56 http://www.journal.umuslim.ac.id/index.php/jipsbp tertinggi. Pada hari ke 7 dan 14 aktivitas fagositik semua perlakuan menurun, namun perlakuan P4 masih paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Terdapat perbedaan bermakna antara perlakuan P4 hari ke-7 dengan P1, P2, dan P5, namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada P3 (P<0,05). Perlakuan P4 pada hari ke-14 berbeda Nyata dengan P1 dan P5, tetapi tidak berbeda Nyata dengan P2 dan P3 (P < 0,05). ## Kelangsungan Hidup Ikan Mas Selama penelitian berlangsung, kelangsungan hidup ikan mas dinyatakan dalam (%) selama 14 hari pemeliharaan (Gambar 3) ## Gambar 3. Kelangsungan Hidup Ikan Mas Survival rate ikan mas menunjukkan bahwa rata- rata 71%. Ikan yang banyak mati terjadi diawal penelitian pada semua perlakuan, karena ikan masih menyesuaikan dengan lingkungan barunya. Namun, kelangsungan hidup ikan mas ini, masih dianggap normal, karena kelangsungan hidup ikan mas berada di atas 50%. ## Kualitas Air Berdasarkan pengamatan parameter Kualitas Air selama periode penelitian (Tabel 1). Tabel 1: Kualitas air ikan mas pada setiap perlakuan Perlakuan Parameter ( Parameter) treatment Suhu Temperatur ( o C) pH DO (mg L -1 ) P1 25-30 6,9 – 7,5 6,1 – 6, 4 P2 26-30 6,9 – 7,6 5,5 – 6,2 P3 26-29 7,0 – 7,4 5,7 – 6,2 P4 26-29 6,9 – 7,5 5,6 – 6,0 P5 26-29 6,9 – 7,5 5,7 – 6,1 SNI 25-30 6,5 – 8,5 >50 Parameter lingkungan berada dalam keadaan normal selama penelitian. Semua parameter lingkungan yaitu Suhu, pH dan DO memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) kualitas lingkungan ikan mas. ## PEMBAHASAN Hasil pengamatan pada jumlah leukosit menunjukkan bahwa injeksi ekstrak daun Mahang Sirap M. involucrate dalam tubuh ikan mas dapat merespon sistem imun humoral dengan menghasilkan antibodi (IgM) pada hari ke-7. Respon antibodi merupakan respon imun humoral ketika dipapar dengan antigen. Pada ikan, respon imunnya terjadi secara seluler, biasa terjadi pada hari ke 1-5 setelah pemaparan ( Rejeki et al., 2018 ). Pertahanan humoral non spesifik memiliki sifat yang selalu siap merespon setiap patogen yang menyerang organisme. Pertahanan tubuh non spesifik ini telah ada berfungsi sejak organisme dilahirkan, yang merupakan lini pertama dalam menghadapi infeksi. Hasil pengamatan pada aktivitas fagositosis menunjukkan bahwa ekstrak daun M. involucrata dapat mempengaruhi aktivitas fagositosis yang meningkat pada ikan mas dari kondisi normal. Hasil Uji Lanjut Duncan pada Perlakuan P4 berbeda Nyata dengan perlakuan kontrol negatif (P > 0,05). Hasil pengamatan aktivitas fagositosis yang meningkat ini dari kondisi normal menunjukkan bahwa ikan mas mengalami peningkatan kekebalan tubuh ( Octarina et al., 2018 ). Fagositosis merupakan proses sel menelan partikel benda asing yang masuk dalam tubuh hewan. Sel fagosit terpenting adalah makrofag dan leukosit polimorfonuklear ( Handayani, 2018 ). Makrofag diproduksi di sumsum tulang belakang sebagai sentral merespon imunitas. Sel makrofag memiliki kemampuan fagositosis mikroorganisme dengan melibatkan enzim-enzim lisosom ( Susanti & Yuniastuti, 2012 ). Cara kerja fagositosis yaitu melalui proses saling kontak antar membran dengan partikel, membran sel mengalami invaginasi, sehingga dapat menelan partikel asing yang terperangkap dalam sitoplasma sel yang terlapisi oleh membran fagolisosom ( Effendi & Widiastuti, 2014 ). Enzim pencernaan lisosom dapat menghacurkan atau mendegradasi sel mikroba atau benda asing yang tertelan. Kelangsungan hidup ikan selama penelitian sebesar 71%, hal ini disebabkan karena pemberian dosis setiap perlakuan tidak terlalu tinggi, sehingga ikan mas dapat beradaptasi dengan dosis yang diberikan. Kelangsungan hidup ikan mas pada setiap perlakukan tidak berbeda Nyata diantara semua perlakuan (P > 0,05). Pemeliharaan ikan mas Ilimu dan Saparuddin (2023)|Arwana ú Jurnal Ilmiah Program Studi Perairan ú 5(1), 51-56 http://www.journal.umuslim.ac.id/index.php/jipsbp menggunakan aquarium yang selalu terkontrol kualitas airnya. Kualitas air dalam suatu budidaya ikan, dapat menentukan kesintasan hidup ikan, karena perubahan setiap Parameter Kualitas Air akan mempengaruhi Parameter yang lain ( Sarjito et al., 2013 ). Selama pemeliharaan parameter suhu berada pada kisaran antara 25-30 o C. Suhu yang berada dibawah atau diatas standar SNI maka akan mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kekebalan tubuh. Selain itu, dapat menyebabkan ikan stress dan kelangsungan hidup ikan akan menurun ( Rawung & Manoppo, 2014 ). Oksigen Terlarut berkisar antara 5,5-6,4 mg L -1 , hal ini sesuai dengan SNI yang berada pada >50. Sedangkan parameter pH selama penelitian berada pada kisaran 6,5- 7,6 hal ini sesuai SNI yang berada pada kisaran antara 6,5-8,5. ## KESIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa perlakuan P4 terbaik diantara perlakuan yang lain dari jumlah sel darah putih meningkat dengan jumlah (12,27 × 10 8 sel/mL) dan aktivitas fagositik sebesar (45,41%), sedangkan kelangsungan hidup ikan mas dari semua perlakuan dalam keadaan normal sebesar 50% lebih. ## UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini, terutama Bapak Anwar dan Bapak Hasbi yang telah berjasa dalam penelitian ini. ## DAFTAR PUSTAKA Cui, L., Ma, Z., Wang, D., & Niu, Y. (2022). Ultrasound- assisted extraction, optimization, isolation, and antioxidant activity analysis of flavonoids from Astragalus membranaceus stems and leaves. Ultrasonics Sonochemistry, 90(October), 106190. doi: 10.1016/j.ultsonch.2022.106190 Effendi, N., & Widiastuti, H. (2014). Identifikasi aktivitas imunoglobulin M (Ig.M) ekstrak etanolik daun ceplukaN (Physalis Minima Linn.) pada mencit. Jurnal Kesehatan, 7(2), 353–360. Ganda, A. N. F., Andoko, Setyarini, P. H., & Gapsari, F. (2018). The inhibitive effect of tannin in Psidium guajava leaves towards 304SS corrosion in concentrated HCl. Matec Web of Conferences, 204. doi: 10.1051/matecconf/201820405018 Handayani, N. (2018). Uji Aktivitas Fagositosis Makrofag Ekstrak Etanol Daun Suji (Dracaena angustifolia (Medik.)Roxb. ) Secara in vitro. Jurnal Farmasi Medica/Pharmacy Medical Journal (PMJ), 1(1), 26– 32. doi: 10.35799/pmj.1.1.2018.19648 Ilimu, E., & Syah, Y. M. (2019). Turunan Senyawa Flavonoid dari Daun Macaranga involucrata (Roxb.) Baill dari Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. In Jurnal Kimia Valensi (Vol. 5, Issue 1). doi: 10.15408/jkv.v5i1.7909 Kumazawa, S., Murase, M., Momose, N., & Fukumoto, S. (2014). Analysis of antioxidant prenylflavonoids in different parts of Macaranga tanarius, the plant origin of Okinawan propolis. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, 7(1), 16–20. doi: 10.1016/S1995- 7645(13)60184-4 Lengka, K., Manoppo, H., & Kolopita, M. E. F. (2013). Peningkatan Respon Imun Non Spesik Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Melalui Pemberian Bawang Putih (Allium Sativum). E-Journal Budidaya Perairan, 1(2), 21–28. doi: 10.35800/bdp.1.2.2013.1912 Lusiastuti, A. M., & Hardi, E. H. (2010). Gambaran darah sebagai indikator kesehatan pada ikan air tawar. Prosiding Seminar Nasional Ikan, 1, 65–69. Manopo, H., & Magdalena E. P. Kolopita. (2016). Penggunaan ragi roti (. In Bududaya Perairan, 4(3): 37–47. Manoppo, C. N. P. dan H. (2015). Peningkatan Respon Kebal Non-spesifik dan Pertumbuhan Ikan Nila. Jurnal Budidaya Perairan, 3(1), 11–18. Octarina, Y., Prasetiyono, E., Febrianti, D., & Robin, R. (2018). Efektivitas ekstrak daun ciplukan (Physalis angulata L.) terhadap sistem kekebalan tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Riset Akuakultur, 13(3), 259. doi: 10.15578/jra.13.3.2018.259-265 Pasaribu, W., & Longdong, S. N. . (2019). Efektivitas Ekstrak Daun Pacar Air (Impatiens balsamina L.) Untuk Meningkatkan Respon Imun Non Spesifik Ikan Nila (Oreochromis niloticus). E-Journal Budidaya Perairan, 3(1), 83–92. doi: 10.35800/bdp.3.1.2015.6939 Ramadhan, R., & Sari, L. A. (2018). Teknik pembenihan ikan mas (Cyprinus carpio) secara alami di unit pelaksana teknis pengembangan budidaya air. Journal of Aquaculture and Fish Health, 7(3), 124– 132. doi: 10.20473/jafh.v7i3.11261 Raman, R. P. (2017). Applicability, Feasibility and Efficacy of Phytotherapy in Aquatic Animal Health Management. American Journal of Plant Sciences, 08(02), 257–287. doi: 10.4236/ajps.2017.82019 Rawung, M. E., & Manoppo, H. (2014). Penggunaan ragi roti (Saccharomyces cereviciae) secara in situ untuk meningkatkan respon kebal non-spesifik ikan nila (Oreochromis niloticus). E-Journal Budidaya Perairan, 2(2). doi: 10.35800/bdp.2.2.2014.4901 Rejeki, M. S., Sasanti, A. D., & Taqwa, F. H. (2018). Pemanfaatan tepung paci-paci (Leucas lavandulaefolia) untuk mengobati infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan patin (Pangasius sp.). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 6(2), 165– 176. doi: 10.36706/jari.v6i2.7160 Saparuddin, S., Yanti, Y., Salim, S., & Muhammad, H. (2020). Hematological response of Tilapia (Oreochromis niloticus) in Laundry wastewater. Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi, 8(1), 69–78. doi: 10.24252/bio.v8i1.13137 Sarjito, Prayitno, S. B., & Haditomo, A. H. C. (2013). Buku Pengantar Parasit dan Penyakit Ikan. Buku Pengantar Parasit Dan Penyakit Ikan, 1–92. Ilimu dan Saparuddin (2023)|Arwana ú Jurnal Ilmiah Program Studi Perairan ú 5(1), 51-56 http://www.journal.umuslim.ac.id/index.php/jipsbp Satyantini, W., Agustono, A., Arimbi, A., Sabdoningrum, E., Budi, M., & Asmi, L. (2016). Peningkatan Respons Imun Non Spesifik Ikan Gurame Pascapemberian Ekstrak Air Panas Mikroalga Spirulina platensis (enhancement of non-specific immune response of osphronemus gouramy after giving of hot water extract spirulina platensis). In Jurnal Veteriner, 17(I3): 347–354). doi: 10.19087/jveteriner.2016.17.3.347 Susanti, R., & Yuniastuti, A. (2012). Aktivitas Reactive Oxygen Species Makrofag Akibat Stimulasi Gel Lidah Buaya Pada Infeksi Salmonella Typhimurium. 35(1).
628e6481-8f19-47eb-90ef-af58b8f737f1
https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/SIBISA/article/download/19/32
Published by LP4MK STKIP PGRI LUBUKLINGGAU Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, STKIP PGRI Lubuklinggau, South Sumatera, Indonesia PRINTED ISSN: 2620-6919 ONLINE ISSN: 2620-3316 Vol. 1, No. 1, 2018 Page: 154-173 ## MORALITAS DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA TERE LIYE Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 1, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP PGRI Lubuklinggau 2 Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana Universitas Bengkulu Jln. Mayor Toha Kelurahan Air Kuti, Telp 0733-451432 Lubuklinggau, Indonesia Email: muhtadin@stkippgri-lubuklinggau.ac.id, murniasih_sugi@yahoo.com Submitted: 29-May-2018 Published: 30-June-2018 DOI: 10.31540/silamparibisa.v1i1.19 Accepted: 30-June-2018 URL: https://doi.org/10.31540/silamparibisa.v1i1.19 ## Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan moralitas yang terkandung dalam novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye. Metode penelitian menggunakan analisis isi. Data dalam penelitian ini berupa kalimat yang mengandung nilai moral yang terdapat novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan catat. Teknik analisis data dengan langkah-langkah: reduksi data, tabulasi data dan pengkodean, interpretasi, klasifkasi, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa moralitas dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye, yaitu: 1) hubungan manusia dengan manusia lain berupa eksistensi diri, harga diri, rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan keterombang-ambingan, menjaga kesucian diri dari sikap rakus, mengembangkan keberanian, kejujuran, kerja keras, sabar, ulet, ceria, teguh, terbuka, visioner, mandiri, tegar, pemberani, optimis, dengki, munafik, reflektif, tanggung jawab, prinsip, percaya diri, disiplin, dan rakus 2) hubungan manusia dengan manusia lain (sosial) dan alam berupa kerja sama, saling mengenal, munafik, kepedulian, kemunafikan, rasa peduli, persahabatan, senyuman, saling membantu, dan pengkhianatan; serta 3) hubungan manusia dengan berupa mentauhidkan Tuhan dan menghindari syirik, bertaqwa dan memohon pertolongan dengan doa-doa, salat yang dilakukan oleh manusia, sebagai suatu kesadaran bahwa semua yang ada di alam ini raya milik Tuhan. Kata kunci: moralitas, sastra, novel ## MORALITY IN NEGERI DI UJUNG TANDUK NOVEL THE WORKS OF TERE LIYE ## Abstract The objective of this research was to describes the morality contained in the Negeri di Ujung Tanduk novel the works of Tere Liye. The research method used content analysis. The data in this research is a sentence containing the moral values contained by the Negeri di Ujung Tanduk novel the works of Tere Liye Tere Liye. Technique of collecting data using documentation technique and record. Data analysis techniques with steps: data reduction, data tabulation and coding, interpretation, classification, and conclusion. The result of the research shows that morality in Negeri di Ujung Tanduk novel the works of Tere Liye is: 1) human relationships with other human beings in the form of self-existence, self-esteem, self-confidence, fear, death, longing, resentment, loneliness, maintaining the sanctity of greed, developing courage, honesty, hard work, patient, resilient, cheerful, steadfast, open, visionary, independent, brave, courageous, optimistic, envy, hypocritical, reflective, responsible, principle, confident, disciplined , and voracious 2) human Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk relationships with other humans (social) and nature in the form of cooperation, acquaintance, hypocrisy, caring, hypocrisy, caring, friendship, smile, mutual help, and betrayal; and 3) human relationships in the form of God's menthidising and avoiding shirk, piety and pleading with prayers, prayers performed by human beings, as an awareness that everything in this universe belongs to God. Keywords : morality, literature, novels ## A. Pendahuluan Pengajaran bahasa Indonesia memiliki cakupan materi bukan hanya pada bidang bahasa, tetapi pada bidang sastra. Khusus pada bidang sastra, peserta didik dibekali kemampuan dalam teori sastra dan keterampilan dalam kemampuan menulis dan berbicara dalam pagelaran sastra. Menurut Susanto (2012:1) sastra secara harfiah berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran. Selain buku mengajar, sastra juga merupakan media hiburan bagi pembacanya melalui ide ceritanya, gaya bahasa, emosi, serta unsur kreatif yang terdapat dalam sastra. Kemudian, Wellek & Warren (dalam Noermanzah, 2017:28) mengemukakan bahwa karya sastra diciptakan oleh sastrawan sebagai suatu kegiatan kreatif dalam betuk tulisan atau tercetak yang memiliki nilai keindahan, tidak dapat dipisahkan dengan pengajaran bahasa dan sastra karena keduanya saling membangun, terutama dalam pengajaran bahasa selalu menggunakan karya sastra sebagai objek utamanya dalam menjelaskan fungsi dan ciri bahasa tersebut. Sastra memiliki kaitan erat dengan manusia, selain pembuatnya manusia, tidak sedikit karya sastra yang ide pokoknya berasal dari kehidupan manusia. Melalui karya sastra pengarang dapat dengan bebas berbicara tentang kehidupan yang dialami oleh manusia dengan berbagai peraturan dan norma-norma dalam interaksinya dengan lingkungan sehingga dalam karya sastra terdapat makna tertentu tentang kehidupan Sastra sebagai bentuk penggambaran kehidupan manusia, memiliki pesan moral yang dapat dijadikan pelajaran bagi pembacanya. Nilai moralitas dalam novel akan lebih mudah dipahami karena dikemas dengan indah serta memilih emosi kepada pembacanya. Karya sastra memiliki berbagai macam bentuk, yaitu puisi, pantun, drama, cerpen, dan novel. Istilah novel berasal dari bahasa Italia novella yang dalam Bahasa Jerman novelle . Novella diartikan sebuah barang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Advanced Learner’s Dictionary of Current English , dalam (Tarigan, 2011:16) mengemukakan bahwa novel adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang mengisi buku atau lebih yang menganggap kehidupan pria dan wanita bersifat imajinatif. Tere Liye adalah sastrawan nasional yang telah banyak menerbitkan novel yang sebagian besar mencerminkan kehidupan manusia. Pengertian novel sendiri menurut Kosasih (2012:60) bahwa novel merupakan karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. Problematika kehidupan yang digambarkan dalam kehidupan tokohnya ditunjukkan dengan karakter yang berbeda dan dengan alur cerita yang kompleks. Salah satu novel Tere Liye berjudul Negeri di Ujung Tanduk yang terbit bulan April tahun 2013 dengan tebal 360 halaman. Cerita novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye diperoleh dari mengeksplorasi kisah wajah politik khususnya di Indonesia yang semrawut akibat hilangnya moralitas hanya karena sebuah ambisi. Tiga kata yang mungkin terlintas dalam pikiran kita saat ini adalah korupsi, dinasti, dan sikut menyikut. Ketiga kata ini sepertinya telah menjadi tradisi di Indonesia. Sedikit peneliti singgungkan masalah politik, karena tujuan penelitian ini bukan mengarah pada bagaimana sistem politik yang terjadi lebih jelasnya peneliti akan menganalisis kehadiran nilai moral yang tergerus akibat dari permainan politik kotor. Moral berkaitan dengan aturan atau tata cara hidup yang bersifat normatif (mengatur/mengikat) yang sudah ikut serta bersama kita seiring dengan umur yang kita jalani. Sedangkan moralitas merupakan kualitas dalam perbuatan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk (Poespoprojo, 1998:18). Menurut Usman (2008:34) moral berasal dari bahasa latin “ mores ” kata jamak dari “ mos ” yang bera ti “adat kebiasaan”. Dalam bahasa Arab sama dengan “akhlak”, yang diartikan “ budi pekerti ” atau “tata susila”. Novel Negeri di Ujung Tanduk memiliki banyak nilai moralitas, dikarenakan menceritakan tentang Thomas seorang pemuda yang bekerja sebagai konsultan Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk politik. Thomas mendirikan sebuah kantor sendiri bersama orang-orang kepercayaannya. Thomas juga sering diundang untuk menjadi pembicara dalam seminar-seminar tertentu. Reputasinya di dunia politik cukup dikenal banyak orang dan baru saja memenangkan dua pemilihan gubernur bersama kliennya dan saat ini ia sedang berusaha untuk memenangkan seorang kliennya yang berinisial JD untuk menjadi calon presiden pada sebuah partai. JD adalah kandidat kuat dalam pemilihan calon presiden. Banyak orang yang tidak suka, tidak setuju, dan mereka melakukan segala cara untuk menggagalkan JD. Mulai dari difitnahnya Thomas yang dituduh sebagai pembawa 100 kg narkoba dan setumpuk senjata api hingga tuduhan korupsi sebuah proyek tunnel raksasa kepada kliennya. Dari berbagai macam bentuk fitnah dan tuduhan yang terjadi pada Thomas dapat disimpulkan bahwasannya berbagai macam cara bisa dilakukan hanya untuk mewujudkan sebuah ambisi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul moralitas dalam novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye. Dalam proses analisis peneliti hanya terfokus pada nilai moralitasnya saja. Penelitian yang peneliti lakukan relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2016) dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul Analisis Sosiologi Sastra Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye dan Skenario Pembelajaran di Kelas XI SMA. Persamaan dari penelitian yang peneliti lakukan dan yang Nugroho lakukan terletak pada objek yang diteliti yaitu novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye, serta metode yang digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif. Sedangkan perbedaannya terletak pada cara yang digunakan untuk menganalisis novel ini yaitu peneliti menggunakan moralitas sedangkan Nugroho menggunakan sosiologi. Penelitian yang peneliti lakukan tidak hanya relevan dengan Nugroho, namun relevan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Khayati (2016) dari Universitas Muhammadiyah Surakarta yang berjudul Permasalahan Sosial dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA . Persamaan dengan penelitian yang peneliti teliti dengan yang diteliti oleh Khayati yaitu objek yang diteliti yaitu novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye, metode yang digunakan oleh Khayati hampir sama dengan yang digunakan oleh peniliti, khayati menggunakan metode kualitatif sedangkan peneliti menggunakan motode deskriptif kualitatif. Perbedaannya terletak pada pisau analisis yang digunakan, peneliti fokus pada moralitas yang di dalamnya terdapat hubungan manusia dengan manusia lain (sosial), sedangkan Khayati lebih pada masalah sosial dengan tinjauan sosiologi serta penerapannya dalam pembelajaran sastra di SMA. Dari beberapa hasil penelitian relevan di atas, kajian terhadap moralitas dalam novel masih menjadi hal yang manarik untuk dianalisis. Selain itu, analisis moralitas dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye, belum ada yang melakukan penelitian. Dari hasil penelitian ini, diharapkan bermanfaat dalam pengembangan ilmu sastra khusunya karya sastra yang lahir dari sastrawan Indonesia sehingga dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan ajar sastra di tingkat sekolah dasar. ## B. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan peneliti adalah metode deskriptif kualitatif yang berarti menggunakan huruf-huruf bukan angka-angka. Metode deskriptif kualitatif juga dibutuhkan dalam penelitian ini untuk mengguraikan penjelasan dari hasil analisis. Penelitian deskriptif kualitatif tidak disertai dengan uji hipotesis seperti yang terdapat dalam penelitian kuantitatif. Penelitian ini hanya fokus menganalisis data dari kutipan nilai moral dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye. Selain itu, data kualitatif pada nilai moralitas mempunyai kedudukan yang penting sebagai unsur yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu teknik dokumentasi yang bersumber dari novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye (2013) yang diterbitkan di Jakarta oleh Gramedia Pustaka Utama, terdiri dari 33 bab dengan jumlah halaman sebanyak 360 halaman. Teknik analisis data dalam penelitian ini, dengan langkah kerja berikut: reduksi data, tabulasi data dan pengkodean, interpretasi, klasifkasi, dan penarikan kesimpulan. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti dengan uji keabsahan data dengan meningkatkan ketekunan, uji pakar sastra, dan penyajian data secara sistematis dalam bentuk tabulasi data hasil interpretasi data. Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ## C. Hasil Penelitian dan Pembahasan ## 1. Hasil Penelitian Moralitas yang terdapat dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye berupa moralitas dengan jenis hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain (sosial), dan hubungan manusia dengan Tuhan. Moralitas jenis hubungan manusia dengan diri sendiri lebih dominan ditemukan dalam novel, berupa menjaga kesucian diri dari sikap rakus, mengembangkan keberanian, dalam menyampaikan yang hak, dan menyampaikan kebenaran. Moralitas jenis hubungan manusia dengan diri sendiri berupa: teguh pendirian, mengembangkan keberanian dalam diri sendiri, jujur, sikap positif, rakus, hobi, rajin, bersikap terbuka, tanggung jawab, akhlak yang baik, hak dan kewajiban, kesederhanaan, iri dengki, mandiri, tegar, sabar, rendah hati, dan optimis. Selanjutnya, moralitas hubungan manusia dengan manusia lain (sosial) dalam novel karya Tere Liye dengan judul Negeri Diujung Tanduk, ditemukan beberapa yaitu berupa: kerja sama, saling berkenalan, munafik, rasa peduli, persahabatan, ramah, penghianatan, saling menyayangi, hubungan atasan dengan bawahan, adil, toleransi, tolong menolong, dan silaturahmi, Kemudian, moralitas jenis hubungan manusia dengan Tuhan sangat sedikit ditemukan dalam novel berupa berani melawan kezaliman, selalu berdoa, dan bersyukur. Berdasarkan hasil penelitian di atas, data hasil penelitian ini berupa moralitas yang terdiri dari tiga aspek relasi yang berkaitan dengan moral, yaitu: hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lain, dan hubungan manusia dengan diri sendiri pada novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye yang terdiri dari 33 bab dengan tebal 360 halaman. ## 2. Pembahasan Hasil penelitian tentang moralitas dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye dilakukan dengan proses analisis deskripsi. Harahap (2004:189), berpendapat bahwa analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjadi berbagai unit terkecil. Sejalan dengan pendapat tersebut, Depdiknas (2008:358) menjelaskan bahwa analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Hasil analisis deskripsi nilai moralitas dari novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye kemudian diujikan kepada pakar sastra dan diarsipkan sehingga terjamin keabsahan datanya. Nilai moralitas yang ditemukan dalam Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye berpedoman pada pendapat (Rohman, 2012:40) dan pendapat Bakry (2010:301) yang menjelaskan nilai dengan sebagai kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk selanjutnya diambil keputusan, disebut menilai dalam arti menimbang. Sedangkan keputusan yang diambilnya disebut dengan “nilai”. Keputusan nilai dapat mengatakan sesuatu, berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah, religius atau tidak relegius. Kemudian, moralitas berpedoman pada pendapat Kaelan (2014:85) yang mengemukakan bahwa moralitas adalah suatu ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sedangkan analisis deskripsi terkait jenis moralitas berpedoman pada pendapat Nurgiyantoro (2010:323) yang membedakan wujud pesan moral menjadi hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Pembahasan hasil penelitian analisis nilai moral novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye dapat dideskripsikan sebagai berikut. a. Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri Yusransyah (2012:3) mengemukakan wujud hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu, menjaga kesucian diri dari sikap rakus, mengembangkan keberanian, dalam menyampaikan yang hak dan menyampaikan kebenaran. Hubungan manusia dengan diri sendiri yang berkaitan dengan nilai moralitas adalah kepribadian manusia yang menjadi panduan hidup manusia itu sendiri. Nilai moralitas yang berhubungan manusia dengan diri sendiri dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye dapat dilihat dari eksistensi diri, harga diri, rasa Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan keterombang-ambingan, menjaga kesucian diri dari sikap rakus, mengembangkan keberanian, dalam menyampaikan yang hak, dan menyampaikan kebenaran. Selain itu, wujud moralitas yang berhubungan dengan diri sendiri dapat dilihat dari persoalan jujur, kerja keras, sabar, ulet, ceria, teguh, terbuka, visioner, mandiri, tegar, pemberani, optimis, dengki, munafik, reflektif, tanggung jawab, prinsip, percaya diri dan disiplin, rakus, dan sebagainya. Dalam hal ini hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu prinsip seorang manusia yang menjadi tokoh utama dalam novel Negeri di Ujung Tanduk. Dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut: 001 ....Aku menelan ludah, melirik jam besar di tiang ruangan. Hanya dua menit lima belas detik lawan pertamanya dibuat tersungkur. Kau tidak akan berubah pikiran, bukan? Sebuah tangan menyikut lenganku, berkata kencang, berusaha mengalahkan bising. Aku tidak akan membatalkan pertarungan”. (TL: 2013, hal. 10) Kutipan 001 dari judul Tinju Kanan Peruntuh Tembok, merupakan pembicaraan seorang Thomas dengan keyakinan dan teguh akan pendirian diri sendiri. Thomas tetap maju meski mengetahui risiko yang dialami sangat berat dapat tercermin dalam kalimat Aku tidak akan membatalkan pertarungan. Prinsip hadir sebagai suatu pernyataan yang dijadikan oleh seseorang/kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir dan bertindak. Prinsip yang dikukuhkan oleh Thomas adalah pantang berbalik arah meski layar robek atau kemudi patah, terlihat dari respons tokoh utama yaitu Thomas yang ditakut-takuti oleh Theo. Pesan yang dapat diambil dari kutipan 001 yaitu seorang harus memiliki pedoman sebelum melangkah, setelah melangkah pegang erat dan konsisten akan pedoman tersebut, tetap kokoh, dan kuat berdiri supaya menjadi manusia yang kuat. 002 ....Hadirin!” aku mengangkat tangan, memasang intonasi suara depan serius dan bertenaga. Maafkan saya, tapi saya akan tegaskan di depan kalian semua, bahwa bagi kami, politik tidak lebih adalah permainan terbesar dalam bisnis omong kosong”. (TL:2013, hal. 20) Kutipan 002 pada judul Moralitas dalam Demokrasi, terdapat nilai moralitas yang menunjukkan sikap manusia yang mengembangkan keberanian dalam diri sendiri untuk mengungkapkan suatu pendapat dengan mengucapkan Maafkan saya terlebih dahulu merupakan sikap yang rendah hati. Karena mungkin pendapat yang akan diucapkan dapat menyinggung perasaan orang lain. Rendah hati adalah sifat individu yang dapat menghargai orang lain, merasa tidak lebih pintar, baik, serta tidak merasa lebih berkuasa. Kutipan tersebut merupakan perkataan dari Thomas saat konferensi internasional. Sikap rendah hati ini memandang orang lain itu sama dengan diri sendiri yang memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. 003 ....Dari lima puluh karyawan perusahaan konsultanku, Maggie adalah orang yang paling kuandalkan, paling kupercaya, meskipun aku harus membayarnya mahal”. (TL: 2013, hal. 25) Berdasarkan kutipan 003, yang menunjukkan hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu jujur. Siapa yang menanam maka dialah yang akan memetik hasilnya. Perumpamaan tersebut sangat cocok untuk menggambarkan seseorang yang bernama Megi, yang merupakan karyawan dan sekretaris pribadi Thomas. Berdasarkan sifat jujurnya Megi, sekarang ia menjadi orang yang dipercayai oleh atasannya. Pesan yang dapat kita ambil dari kutipan ini yaitu jadilah orang jujur dan jangan merugikan orang lain, karena semua kita lakukan pasti mendapatkan balasannya. 004 ....Aku pikir kau dulu hanya bergurau saat bilang sekaligus mengambil dua major. Buku-buku bertumpuk yang kau baca. Supersibuk berpindah tempat kuliah dari satu gedung ke gedung lain. Gila dengan pelajaran. (TL: 2013, hal. 32) Kutipan 004 yang berjudul Gelar Master Politik, menunjukkan nilai moralitas hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu rajin. Hal ini dikarenakan suka bekerja, selalu berusaha, giat, dan sungguh-sungguh. Kalimat yang menunjukkan sikap rajin yaitu gila dengan pelajaran. Gila di sini memiliki arti mahasiswa yang bernama Thomas mengorbankan masa muda dengan tekun pada kuliahnya, membaca buku. Pesan yang dapat diambil dalam kutipan tersebut adalah lakukan hal yang positif, bersusah-susah saat muda namun sukses di masa depan. 005 ....Dia yang suka hura-hura dengan kehidupan malam, dan aku tidak mau ikut- ikutan kegiatan mubazirnya. (TL: 2013, hal. 32) Kutipan 005, memiliki hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu sikap positif. Sikap positif merupakan sikap yang bijaksana dalam mengambil keputusan karena sikap negatif hanya akan membawak dampak buruk pada diri sendiri. Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Alasan yang kuat dapat membuat manusia kuat dalam menolak suatu hal yang tidak sesuai dengan dirinya. Sikap positif ditunjukkan oleh Thomas yang mampu membawa dirinya untuk tidak berhura-hura yang terlihat pada kalimat aku tidak mau ikut-ikutan kegiatan mubazirnya . Pesan dari nilai moralitas yang dapat diambil adalah selalu bersikap postif, sehingga kita bisa memilih mana yang baik untuk diri kita dan mana yang tidak. 006 ....Kau tidak sedang berjudi di Makau, Tommi? Karena tidak ada anggota keluarga kita yang berjudi selain pamanmu Liem. (TL: 2013, hal. 41) Kutipan 006, menunjukkan nilai moralitas hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu hobi atau kebiasaan yang dilakukan untuk memenuhi keinginan. Pada kalimat “ Karena tidak ada anggota keluarga kita yang berjudi selain pamanmu Liem .” menunjukkan hobi Liem paman Thomas yang hobi berjudi. Judi merupakan kebiasaan buruk karena bisa menimbulkan kerugian serta dilarang agama. Disebabkan hobi itu Liem pernah masuk penjara. Pesan nilai moralitas pada kutipan 006 yaitu milikilah hobi yang positif karena tidak akan membuat kita rugi. 007 ....Kami dibayar mahal untuk tugas itu. Jadi apapun caranya, entah itu dengan manuver politik kelas tinggi, strategi komunikasi sophisticated, atau pencitraan level atas, sepanjang berhasil menarik pemilih, semua sah-sah saja dilakukan. (TL: 2013, hal. 57) Kutipan 007, menunjukkan nilai moralitas hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu rakus, dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Terlihat pada kalimat “ Kami dibayar mahal untuk tugas itu. Jadi apapun caranya, entah itu dengan manuver politik kelas tinggi, strategi komunikasi sophisticated, atau pencitraan level atas, sepanjang berhasil menarik pemilih, semua sah-sah saja dilakukan. ” Kalimat tersebut sangat jelas memperlihatkan sebuah sikap manusia yang tidak bermoral yang tidak memperdulikan dampak yang didapatkan orang lain karena mementingkan kepentingan sendiri. 008 .... Lawan politik klien panik. Mereka memutuskan untuk bermain kotor, dimulai dari menjatuhkan bidak-bidak. Mereka siap menumpahkan amunisi tersisa untuk mengagalkan kemenangan klien politik kami. (TL: 2013, hal. 81) Kutipan 008, Menunjukkan nilai moralitas hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu terbuka dan tidak ditutupi, sehingga semua pihak bisa mengetahuinya. Dalam hal ini sikap yang ditunjukkan dengan tidak adanya keterbukaan/tidak transparan dalam bertarung yang ditunjukkan pada kalimat “ Lawan politik klien panik. Mereka memutuskan untuk bermain kotor. ” Kalimat tersebut menjelaskan perilaku amoral manusia dalam sebuah pertarungan meraih kemenangan dengan cara yang tidak terpuji dan dilakukan dengan tidak terbuka. Lawan politik JD memutuskan untuk bermain kotor pada frase tersebut memaknai bahwa cara yang dilakukan oleh lawan politik JD tidak secara sehat, tidak ada transparansi/ keterbukaan dalam pertarungan yang sehat dan lawan politik JD menyelewengkan ketentuan-ketentuan apa yang telah ditetapkan dalam sebuah pertarungan. 009 .... Banyak yang terganggu dengan hadirnya presiden yang jujur. (TL: 2013, hal. 81) Kutipan 009, menunjukkan nilai moralitas hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu jujur. Ditunjukkan pada penggalan kutipan “ Hadirnya presiden yang jujur. ” Kalimat tersebut menjelaskan kejujuran seorang calon pemimpin, JD. Kandidat presiden yang jujur. Sikap jujur membuat manusia dipercaya sehingga selalu dibutuhkan dan dirindukan kehadirannya, namun disisi lain memang ada sebagian manusia yang tidak senang dengan orang yang jujur. Dapat dilihat pada kalimat “ Ada banyak yang terganggu dengan hadirnya presiden yang jujur. ” Oleh karena tekad dan niat mulianya tentang penegakkan hukum, kehadirannya presiden jujur dianggap mengganggu dan berdampak buruk bagi mafia-mafia, bila dia memenangkan pilpres tersebut. ## 010....Adalah kehormatan baginya memenuhi janji tersebut. (TL: 2013, hal. 88) Kutipan 010, menunjukkan nilai moralitas hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu tanggung jawab. Terlihat pada kalimat “ Kehormatan baginya memenuhi janji. ” Lee teman Thomas bertarung setelah kalah dalam pertandingan Lee mengatakan akan membantu Thomas jika di perlukan. Maka ketika bantuan itu diperlukan suatu kehormatan bagi Lee untuk memenuhi janji tersebut. Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Sama halnya dalam novel Negeri di Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Ujung Tanduk, yang dijelaskan pada kalimat “ Kehormatan baginya memenuhi janji. ” Sikap Lee paman Thomas yang memenuhi janji adalah perwujudan dari kewajiban manusia untuk memenuhi tanggung jawabnya karena telah membuat janji. Janji sama dengan hutang, yang akan ditagih baik di dunia maupun akhirat. ## b. Hubungan Manusia dengan Manusia Lain Berdasarkan analisis novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye berdasarkan hubungan manusia dengan manusia lain, terdapat 31 kutipan yang akan dibahas perwakilan dari kutipan, sebagai berikut: 041 ....Aku akan mempersiapkan pertarungan terbesar untukmu, Thomas rileks, biar aku yang mengurusnya. (TL:2013, hal. 15) Kutipan 041, menunjukkan adanya hubungan manusia dengan manusia lain yaitu dengan kerja sama. Kutipan tersebut menunjukkan sikap seorang Thomas yang membantu sahabatnya dalam menyiapkan pertarungan. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan komunikasi, saling tolong menolong, dan kerja sama dengan orang lain, dikarenakan manusia tidak bisa hidup sendiri. 042 ....Theo, berjalan di depan, melintasi ruangan yang telah di penuhi anggota klub, mengajakku berkenalan dengan inspektur pertandingan dan petinggi klub lainnya. (TL: 2013, hal. 17) Kutipan 042, menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain yaitu saling berkenalan. Berkenalan adalah pertemuan dengan orang yang belum dikenalnya kemudian saling berkenalan supaya bisa menjalin persahabatan, keluarga, ataupun hanya saling kenal saja. Seperti yang dilakukan oleh sahabat Thomas yang memperkenalkan Thomas dengan inspektur pertandingan. Dapat diihat pada penggalan kalimat mengajakku berkenalan dengan inspektur pertandingan dan petinggi klub lainnya . Theo yang memperkenalkan sahabatnya Thomas kepada orang yang belum dikenal merupakan sebuah awal dari memulai suatu hubungan melalui dengan berkenalan kemudian berkomunikasi satu sama lain sebagai awal dari menjalin hubungan terhadap sesama manusia. Perkenalan dengan manusia lain perlu dilakukan karena, semakin banyak sahabat maka akan semakin baik karena akan memperluas pergaulan dengan orang-orang baru, sifat, dan karakter yang baru pula. 043 ....Mereka memiliki banyak wajah, memasang wajah manis di depan, tapi di belakang siapa tahu. Tidak ada teman sejati dalam bisnis ini. (TL:2013, hal. 57) Kutipan 043, menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain yaitu munafik. Munafik yaitu sifat yang ditunjukkan kepada seseorang tidak sesuai dengan sifat aslinya dikarenakan memiliki maksud yang tersembunyi. Munafik bisa terjadi karena bersifat tipu daya. Dalam judul Tidak Ada Demokrasi bagi Orang Bodoh sifat munafik ditunjukkan oleh teman, karena dalam sebuah bisnis tidak ada yang namanya teman sejati. Dapat dilihat pada penggalan kalimat Mereka memiliki banyak wajah, memasang wajah manis di depan, tapi di belakang siapa tahu. Kalimat tersebut adalah pernyataan Thomas yang ditujukan untuk para mafia-mafia yang ada di negeri ini, Indonesia, tidak disenangi oleh manusia lain dan seringkali membuat masalah karena selalu berpura pura manis di depan, di belakang berbeda lagi. Dampak buruk dari manusia yang munafik dapat merusak hubungan persaudaraan, hubungan persahabatan, dan hubungan dengan orang lain. Maka dari itu menjauh dari sikap berkhianat akan lebih baik agar hubungan sesama terjalin dengan baik. 044 ....Opa baik-baik saja? Aku berbisik pelan, berjalan di belakang opa. (TL: 2013, hal. 71) Kutipan 044, menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain dengan rasa peduli. Thomas yang menanyakan keadaan Opa merupakan bentuk kepedulian cucu kepada kakek. Mencemaskan keadaan orang lain bukti bahwa kepedulian terhadap sesama akan membuat hubungan persaudaraan semakin erat. 045 ....Ini semua jebakan maryam. Jebakan serius dan mematikan. Target mereka yang menjebak jelas, sekali pukul, satu bidak tumbang berhasil diamankan. (TL: 2013, hal. 80) Kutipan 045, menjelaskan hubungan manusia dengan manusia lain yaitu hubungan persahabatan. Namanya juga hubungan jalannya tidak akan selau baik, kutipan 045 menunjukkan hubungan persahabatan yang tidak baik karena di antara hubungan tersebut adanya pengkhianatan yang dilakukan salah seorang di antaranya. Bentuk pengkhianatan tersebut terlihat pada kalimat “ Ini semua jebakan maryam. Jebakan serius dan mematikan. ” Kalimat tersebut menjelaskan Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk bentuk pengkhianatan yang dilakukan oleh orang terdekat dalam hal ini adalah bentuk pengkhianatan persahabatan yang dilakukan oleh sahabat dari orang tua Thomas. Sebagai makhluk sosial menjaga hubungan itu sudah sepatutnya. Namun, karena adanya kepentingan, dan keserakahan, kadangkala membuat sahabat lupa dan akhirnya berkhianat. 046 ....Debu mengepul tinggi, bongkahan material beterbangan, mengejar mobil yang terus bergerak meninggalkan proyek. (TL: 2013, hal.97) Kutipan 046, menunjukkan hubungan manusia terhadap lingkungan alam yang dapat dilihat pada kalimat “ Debu mengepul tinggi, bongkahan material beterbangan, mengejar mobil yang terus bergerak meninggalkan proyek. ” Kalimat tersebut menjelaskan akibat dari sebuah bangunan yang berdiri di tengah kota yang akan dilakukan penghancuran karena gedung tersebut tidak layak lagi sehingga akan diratakan. Bukan karena bangunan yang berada di tengah kota yang dipermasalahkan, melainkan cara penghancuran atau perataan gedung tersebut menggunakan ratusan dinamit yang dipasang setiap tiang oleh Lee sahabat dari rekan petarung Thomas. Akibatnya dentuman kencang terdengar, semua gedung tua itu meledak dalam irama tertentu. Akibatnya mengganggu lingkungan serta mengganggu masyarakat akibat dari debu dan material yang beterbangan. 047 ....Lee menatapku dari spion di atas kepalanya, tersenyum bersahabat. ‘Terima Kasih Lee’ aku berkata pelan”. (TL: 2013, hal. 98) Berdasarkan kutipan 047, menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain yaitu dengan senyuman. Dalam hal ini senyuman yang diberikan oleh Thomas kepada sahabatnya Lee yang ditunjukkan oleh penggalan kalimat tersenyum bersahabat, penggalan kalimat tersebut menjelaskan Thomas yang dengan senyuman bersahabat mengucapkan terima kasih. Senyum mungkin dianggap biasa-biasa saja. Namun, sebagai mahkluk sosial yang berhubungan dengan orang lain, membutuhkan orang lain. Ungkapan terima kasih dan senyum besar sekali maknanya bagi sang penerima. Seseorang akan merasa senang membantu, senang berhubungan dengan kita jika sedikit bantuan dibalas dengan rasa terima kasih, menebar senyum kepada sesama baik yang dikenal ataupun belum dikenal. Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk 048 ....Aku baru mengenalnya 12 jam terakhir, tapi sebuah pertarungan yang jujur dan terhormat akan membuat kita mengenal orang lain dengan cepat secara lengkap”. (TL: 2013, hal. 101) Kutipan 048, menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain yaitu membantu. Membantu adalah sikap meringankan beban atau penderitaan orang lain. Dalam hal ini membantu dilakukan oleh seorang petarung sejati terhadap sahabatnya, Thomas. Terlepas karena janji tetapi juga karena Lee adalah orang yang baik. Menjelaskan memberi bantuan berarti kita peduli terhadap kesulitan orang lain karena mahkluk sosial yang saling bergantungan saling membutuhkan satu sama lain bantuan yang diberikan kepada orang yang memerlukan sekecil apapun itu sungguh berharga di mata orang yang menerima bantuan. 049 ....Hamparan hutan beton kota hongkong tertinggal di belakang. (TL:2013, hal. 105) Kutipan 049, menunjukkan hubungan manusia dengan alam. Dalam kutipan tersebut tergambar seorang manusia yang memiliki hubungan dengan alam Kota Hongkong, dengan mengenang hamparan hutan beton Kota Hongkong. Hamparan beton dimaknai sebagai gedung-gedung tinggi yang ada di kota-kota khususnya Kota Hongkong. Setiap kegiatan pembangunan selalu menggunakan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan sehingga analisis mengenai dampak buruk dari pembangunan tersebut perlu diperhatikan jangan sampai merugikan banyak masyarakat, misal mengalami banjir saat hujan. Berdasarkan hal tersebut sebuah pembangunan yang tidak diimbangi dengan keadaan alam maka akan berdampak buruk bagi manusia itu sendiri. 050 ....Aku mendesah cemas, mulai menduga hal buruk telah terjadi, ketika akhirnya telepon itu tersambung. (TL: 2013, hal. 106) Kutipan 050, menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain yaitu peduli. Kutipan tersebut menunjukkan adanya hubungan batin yang dirasakan. Hubungan batin tersebut menunjukkan suatu kepedulian karena takut terjadi sesuatu pada orang tersebut. Kecemasan dialami Thomas akan keadaan klien politiknya mejelaskan bentuk kepedulian terhadap orang lain. Cemas, takut dengan keadaan buruk terjadi kepada orang lain, lebih-lebih lagi itu adalah keluarga merupakan bentuk kepedulian kita terhadap sesama. Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk 051 ....Petinggi kepolisian dan kejaksaan itu tewas di racun teman sekongkolnya. (TL: 2013, hal. 111) Kutipan 051, menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain yaitu pengkhianatan. Pengkhianatan adalah perbuatan yang tidak setia, tipu daya, yang bertentangan dengan janji. Dalam hal ini pengkhianatan dilakukan seorang teman yang terdapat pada kalimat “ Petinggi kepolisian dan kejaksaan itu tewas di racun teman sekongkolnya. ” Kalimat tersebut menunjukkan bentuk pengkhianatan yang dilakukan oleh teman. Petinggi polisi yang tewas dibunuh oleh teman sekongkolnya sendiri. Kehidupan yang dijalani saat ini, jika dalam masyarakat manusia lebih suka dan lebih sering berkhianat ketimbang tidaknya maka tentu diri manusia tersebut tidak disenangi banyak orang. Sama halnya ketika kita diberi kepercayaan, sekali berkhianat orang tidak akan percaya lagi. 052 ....Setelah seminggu di atas kapal, kami dekat satu sama lain. Berbagi cerita, berbagi makanan, berbagi apa pun termasuk berbagi tugas yang disuruh oleh pemilik kapal. Itu perjalanan hidup-mati kami, melintasi ribuan mil, melewati badai. Tanpa teman karib kau tidak akan bertahan lama”. (TL: 2013, hal. 125) Kutipan 052, menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain yaitu kerja sama. Kerja sama pada kutipan 052 ditunjukkan oleh sikap Opa dan Chaiten yang saling berbagi dalam segala hal termasuk berbagi tugas yang disuruh pemilik kapal yang terdapat pada kalimat “ Setelah seminggu di atas kapal, kami dekat satu sama lain. Berbagi cerita, berbagi makanan, berbagi apa pun termasuk berbagi tugas yang disuruh oleh pemilik kapal. ” Sikap Opa dan Chaiten yang saling berbagi dalam segala hal termasuk berbagi tugas yang disuruh pemilik kapal merupakan bentuk kerja sama yang dilakukan oleh keduanya. Kerja sama pun termasuk interaksi yang paling penting dalam menjaga hubungan manusia dengan manusia lain karena pada hakikatnya manusia tidaklah hidup sendiri. Kerja sama bisa dilakukan manakala individu yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan kesadaran untuk bekerja sama guna mencapai kepentingan mereka. 062 ....Setahun lalu aku memiliki rekan petarung di klub petarung jakarta yang sekaligus adalah perwira polisi, komandan pasukan khusus itu. dia bahkan disuruh menangkapku dalam kasus penyelamatan Bank Semesta, meski akhirnya ia memutuskan melawan atasannya, memilih menggunakan akal sehat, membantuku. (TL:2013, hal. 205) Kutipan 062 menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain yaitu mem bantu terdapat penggalan kata ‘ membantuku ’. Pada penggalan kutipan tersebut Thomas dibantu oleh sahabatnya, Rudi. Bentuk bantuan yang diberikan oleh Thomas kepada sahabatnya menjelaskan bahwa sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan, maka memberi bantuan adalah salah satu upaya dalam menunjukkan kepedulian kita terhadap sesama makhluk Tuhan. Sebagaimana dalam wujud hubungan sesama manusia, membantu adalah sikap yang harus ditanamkan dalam kehidupan berkelompok. Manusia tentu saling membutuhkan dengan begitu berarti manusia harus saling membantu dan sikap senang membantu ini harus manusia tanamkan sejak dini. c. Hubungan Manusia dengan Tuhan Hubungan manusia dengan Tuhan berdasarkan nilai moralitas terdapat bermacam-macam jenis yaitu berupa mentauhidkan Tuhan (Allah Swt.) dan menghindari syirik, bertaqwa, dan memohon pertolongan dengan doa-doa, sembahyang (salat) yang dilakukan oleh manusia, sebagai suatu kesadaran bahwa semua yang ada di alam ini raya milik Tuhan. Nilai moralitas yang berhubungan dengan ketuhanan yang penulis analisis dari novel karya Tere Liye yang berjudul Negeri Diujung Tanduk sebagai berikut: 162 ....Kita sebenarnya sedang berperang melawan kezaliman yang dilakukan kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita yang mengambil keuntungan karena memiliki pengetahuan kekuasaan, atau sumber daya. (TL: 2013, hal. 116) Kutipan 162, menunjukkan hubungan manusia dengan Tuhan . Berperang dan berani melawan kezaliman dalam Islam merupakan suatu kehormatan karena telah berjuang melakukan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan. Dalam hal ini, Thomas menyatakan berperang melawan kezaliman terhadap diri sendiri dan orang-orang di sekitar karena pengetahuan, kekuasaan, dan sumber daya yang lebih diberikan Tuhan seringkali dijadikan alat dalam mengambil keuntungan. Melawan kezaliman adalah wujud hubungan manusia dengan Tuhan yaitu ikhsan (berbuat kebaikan) dalam hal ini pernyataan Thomas kepada Maryam menjelaskan berbuat kebaikan terhadap diri sendiri dan orang-orang di sekitar (kelompok politik, masyarakat, dan lain-lain). Khususnya kaum Muslim ialah Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk dengan cara berbuat baik. Berbuat baik (ikhsan) di kutipan ini ditunjukkan dengan berperang melawan kezaliman terhadap diri sendiri dan orang-orang di sekitar. Berperang melawan kezaliman terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar sebagai salah satu wujud ikhsan yang dilakukan manusia untuk menjadikan manusia sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Dalam Islam telah dijelaskan ‘sesungguhnya Allah Swt. menyuruh berlaku adil dan berbuat ikhsan, serta memberi kepada kaum kerabat, dan Allah Swt. melarang berbuat keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran (Al-Qur ’an, Surat An-Nahl: 90). 163 ....Kalian tahu, masalah terbesar bagi orang dewasa di luar sana? Dia ramai di tengah orang banyak, tapi sejatinya tidak ada satu pun yang benar-benar memikirkannya. Papa kalian sebaliknya, begitu banyak orang yang memikirkannya saat ini, bahkan bersedia melakukan apa pun untuk membantu. Termasuk kalian yang membantunya dengan terus berdoa dan berharap yang terbaik. (TL:2013, hal. 277) Kutipan 163, Thomas yang berusaha memberi motivasi, kekuatan kepada kedua putri JD, klien politik. JD, calon presiden yang diminta oleh Thomas untuk selalu berdoa berharap keajaiban atas masalah yang menimpa ayahnya. Berdoa, bukan berarti hanya orang-orang yang sedang ditimpa musibah saja yang layak berdoa, orang yang dalam keadaan segar bugar dan tidak kurang suatu apapun layak untuk berdoa. Berdoa tidak harus dilakukan ketika manusia mengharapkan sesuatu, memohon pengampunan dosa pun dilakukan dengan doa. 164 ....Maka hari ini kita selesaikan semuanya di sini. Hingga ke akar-akarnya, agar aku bisa kembali tidur nyenyak menikmati seluruh kemegahan hidup dalam bayangan, tanpa seorang pun yang tahu. Bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Tuhan. (TL:2013, hal. 334) Kutipan 164, terdapat hubungan manusia dengan Tuhan dengan cara bersyukur. Bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya. Kesyukuran seorang Shinpei atas kemegahan hidup. Bersyukur adalah suatu perbuatan yang bertujuan untuk berterima kasih atas segala limpahan nikmat yang telah Allah Swt. berikan. ## D. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis menyimpulkan secara umum bahwa dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye mengandung unsur nilai moralitas yang terdiri dari atas: 1) hubungan manusia dengan manusia lain berupa eksistensi diri, harga diri, rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan keterombang-ambingan, menjaga kesucian diri dari sikap rakus, mengembangkan keberanian, kejujuran, kerja keras, sabar, ulet, ceria, teguh, terbuka, visioner, mandiri, tegar, pemberani, optimis, dengki, munafik, reflektif, tanggung jawab, prinsip, percaya diri, disiplin, dan rakus; 2) hubungan manusia dengan manusia lain (sosial) dan alam berupa kerja sama, saling mengenal, munafik, kepedulian, kemunafikan, rasa peduli, persahabatan, senyuman, saling membantu, dan pengkhianatan; serta 3) hubungan manusia dengan berupa mentauhidkan Tuhan dan menghindari syirik, bertaqwa, memohon pertolongan dengan doa-doa, dan sembahyang (salat) yang dilakukan oleh manusia, sebagai suatu kesadaran bahwa semua yang ada di alam ini raya milik Tuhan. Moralitas yang ditemukan dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye berupa ajaran, baik lisan maupun tertulis, tentang baik dan buruk tingkah laku setiap tokoh yang dihadirkan. Pesan moral yang dihadirkan menjadi contoh bagi setiap pembaca dalam menjalani kehidupan. Khusus dalam pengajaran sastra, dapat dijadikan novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye dapat dijadikan bahan ajar dalam pengajaran novel di tingkat SMP dan SMA. ## Daftar Pustaka Al- Qur’an Surat An-Nahl. Al- Qur’an dan Terjemahan . (2016). Cetakan ke-7. Bandung: Al-Mizan Publishing House. Bakry, N. MS. B. (2010). Pendidikan Pancasila . Yogyakarta: Pustaka Belajar. Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-4) . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Harahap, Sofyan Syafri. (2014). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan . Rajawali Pers: Jakarta. Kaelan, M. S. (2014). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma. Muhtadin 1 & Sugi Murniasih 2 Moralitas dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Khayati, Arief Nur. (2016). Permasalahan Sosial dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA . Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta. Kosasih, E. (2012). Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra . Bandung: Yrama Widya. Liye, Tere. (2013). Negeri di Ujung Tanduk . Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. Noermanzah, N. (2017). Plot in a Collection of Short Stories “Sakinah Bersamamu” works of Asma Nadia with Feminimism Analysis. Humanus: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Humaniora, 16 (1), 28. https://doi.org/10.24036/jh.v16i1.7015 Nugroho, Sigit Prasetyo. (2016). Analisis Sosiologi Sastra Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye dan Skenario Pembelajaran di Kelas XI SMA . Universitas Muhammadiyah Purworejo: Purworejo. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=372434&val=609&title= ANALISIS%20SOSIOLOGI%20SASTRA%20NOVEL%20NEGERI%20DI% 20UJUNG%20TANDUK%20KARYA%20TERE%20LIYE%20DAN%20SKE NARIO%20PEMBELAJARAN%20DI%20KELAS%20XI%20SMA Nurgiyantoro, Burhan. (2010). Teori Pengkajian Fiksi . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu. Poespoprodjo, W. (1998). Filsafat Moral Kesusilaan dalam Teori dan Praktek . Bandung: Pustaka Grafika. Rohman, S. R. (2012). Pengantar Metodelogi Pengajaran Sastra . Yogyakarata: Ar-Ruzz Media. Susanto, D. S. (2012). Pengantar Teori Sastra . Jakarta: PT Buku Seru. Tarigan, Henry Guntur. (2011). Prinsip-Prinsip Dasar Sastra . Bandung: Angkasa. Usman, P. (2008). Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum . Tangerang: Gaya Media Pratama. Yusransyah. (2012). Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: Rineka Cipta.
dc68f57f-a2a3-44e8-be29-2274e2a9db2a
https://journal2.um.ac.id/index.php/bangunan/article/download/44126/11964
## SISTEM DETEKTOR KERETAKAN SUATU BANGUNAN AKIBAT GEMPA DENGAN MENGGUNAKAN VIBRATION SENSOR Khalvin Ilham Fadhila¹, Subekti Ainur Rofiq², Bambang Setiabudi³ , Riza Susanti 4 ¹ Universitas Diponegoro, email: khalvinilham@gmail.com (corresponding author) ² Universitas Diponegoro, email: subekti.ar@gmail.com ³ Universitas Diponegoro, email: setiabudibsb@gmail,com 4 Universitas Diponegoro, email: rizasusanti@live.undip.ac.id Abstrak: Indonesia merupakan negara yang sangat rawan terhadap gempa bumi karena posisinya yang terletak pada dua samudera, tiga lempeng dunia, serta ring of fire . Di Indonesia saat ini sistem peringatan dini yaitu seismograf hanya mampu dipasang di tempat tertentu seperti pegunungan dan pantai. Oleh karena itu, persyaratan tersebut membuat sistem pendeteksi gempa bumi tidak dapat digunakan di daerah kota besar sehingga perlu adanya inovasi berupa sistem detektor keretakan bangunan akibat gempa bumi dengan menggunakan v ibration sensor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan vibration sensor serta pengaruhnya dalam meminimalisir korban jiwa dan mengetahui kerusakan yang terjadi. Untuk membuat sistem detektor keretakan bangunan menggunakan vibration sensor melalui beberapa tahap yaitu (1) survey dan analisa kebutuhan (2) pembuatan alat (3) pengujian. Mekanisme sistem kerja alat ini adalah ketika data masuk akan diuji dua sistem dengan waktu yang telah ditetapkan pada software IDE Arduino dimulai dari prototipe berupa dinding yang dipukul hingga terjadi retakan. Pada sistem pertama getaran yang dihasilkan akan ditangkap dan diolah oleh NodeMCU ESP8266 sehingga akan menghidupkan buzzer dan LED sebagai indikator kerusakan. Pada sistem kedua getaran akan ditangkap NodeMCU ESP8266 dan ditransmisikan menuju PC dengan platform ThingSpeak berupa nilai getaran secara visual. Dari hasil penelitian ini diharapkan sistem detektor keretakan bangunan akibat gempa bumi dengan menggunakan vibration sensor mampu berjalan dengan baik sesuai yang dirancang dan dapat diaplikasikan di kota-kota besar untuk meminimalisir korban akibat bencana dan mengetahui besaran nilai getaran yang terjadi. Kata kunci: vibration sensor, gempa bumi, NodeMCU ESP8266 ## 1. PENDAHULUAN Gempa bumi merupakan guncangan bumi yang diakibatkan oleh patahan lempeng, aktivitas vulkanik, dan runtuhan akibat batuan dan tumbukan akibat benda langit (Suntoko dan Supartoyo, 2016). Penyebab gempa bumi terjadi diakibatkan oleh lempeng- lempeng tektonik yang bergerak dan energi yang ditimbulkan lalu disebarkan ke segala arah yang berupa gelombang yang kemudian dampaknya dapat dirsakan hingga daratan. Menurut teori Elastic Rebound yang diusulkan oleh Reid seorang seismolog terkemuka Amerika, menyatakan bahwa gempa bumi adalah anomali yang diakibatkan oleh lepasnya energi regangan lentur batuan yang disebabkan perubahan wujud batuan di litosfer. Gempa yang dirasakan hingga daratan dapat menimbulkan korban jiwa karena gempa mampu merusak bangunan. Keretakan bangunan merupakan sebuah anomali atau penyimpangan yang terjadi pada seluruh atau sebagian elemen struktur atau non-struktur pada bangunan berupa retak pada bagian kolom, balok dan lain-lain (Praja, 2020). Kerusakan bangunan akibat gempa biasanya disebabkan oleh kegagalan sambungan kolom dengan balok, kegagalan sambungan ikatan ke pondasi, campuran beton yang kurang baik dan kerusakan dinding (Saputra dan Faizah, 2019). Cara menentukan level kerusakan bangunan dilakukan dengan cara mengukur luas retak. Semakin lebar retakan yang terjadi maka level kerusakan semakin besar (Ariyanto, 2020). Menurut buku Appraising Building Defects , parameter kerusakan bangunan berdasarkan lebar keretakan pada tabel 1. Tabel 1. Paramater Kerusakan Bangunan Berdasarkan Lebar Keretakan Level Kerusakan Indikator Kerusakan Lebar Keretakan (mm) 1 Retak kecil yang kurang dari 0,1 mm. 0-0,1 2 Retak mulus, kemungkinan jarang terlihat pada bangunan luar atau memungkinkan penyusutan pada material 0,1-1 3 Retak mudah disusupi, tidak terlihat dari luar 1-5 4 Pintu dan jendela menyatu, gagal adanya perbaikan pipa dalam tembok 5-15 5 Kerangka pintu dan jendela dapat didistorsi, miring nya lantai dan balok kehilangan fungsi 15-25 6 Hilangnya kemampuan kekuatan balok, dinding terlalu miring. Jendela mengalami kerusakan dengan terdistorsi >25 Banyaknya korban akibat keretakan bangunan dikarenakan gempa bumi maka perlu adanya pencegahan dini terkait hal tersebut. Sistem detektor keretakan suatu bangunan akibat gempa dengan menggunakan vibration sensor merupakan salah satu solusi dari permasalahan yang ada. Vibration sensor merupakan sensor yang mampu mengukur jumlah dan frekuensi suatu getaran pada suatu sistem yang kemudian hasil pengukuran tersebut dapat dimanfaatkan untuk melakukan deteksi dan prediksi terhadap suatu kerusakan. Vibration sensor mengubah sinyal getar menjadi sinyal listrik sedangkan speaker mengubah sinyal listrik menjadi getar (Purnamasari, 2017). Sistem detektor keretakan yang peneliti buat dengan menggunakan vibration sensor dan dikombinasikan dengan mikrokontroler NodeMCU ESP8266, LED berwarna merah, kuning dan hijau sebagai indikator level kerusakan dan buzzer yang berguna sebagai alarm peringatan, ThingSpeak sebagai platform IoT yang mampu menghubungkan banyak aplikasi dan bersifat sumber terbuka untuk mengumpulkan dan menyimpan data dari perangkat yang memakai HTTP ( Hypertext Transfer Protocol ) melalui internet atau LAN ( Local Area Network ) (Alfannizar dan Rahayu, 2018) digunakan sebagai tampilan dari getaran gempa yang terjadi dan LCD sebagai alternatif tampilan dari ThingSpeak jika pada saat gempa terjadi tidak ada koneksi internet sebagai penghubung. NodeMCU ESP8266 dilengkapi dengan fitur wireless karena alat ini terdiri hardware berupa system on chip ESP8266 (Satriadi, Wahyudi dan Christiyono, 2019). Semua rangkaian yang ada dihubungkan menggunakan kabel jumper dan papan breadboard. Kabel jumper yang digunakan pada papan breadboard tidak mengguakan teknik solder karena pada kedua ujungnya terdapat pin atau soket untuk memudahkan penyisipan dan pelepasan (Yusuf dan Kartika, 2020). Adanya solusi baru terhadap sistem peringatan dini gempa bumi yang menggunakan vibration sensor dapat mengetahui kerusakan pada bangunan serta meminimimalisir korban jiwa yang ditimbulkan akibat bencana alam. ## 2. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan dan analisis data. Diagram alir dibuat agar penelitian tidak menyimpang dari rumusan masalah dan tujuan penelitian. Diagram alir dibuat seperti gambar 1. Pembuatan dan Pemrograman Komponen Alat Pengujian Sensor Vibration SW420 dengan NodeMCU ESP28266 Mulai Pengujian LCD 16x2 I2C dengan NodeMCU ESP28266 Pengujian LCD 16x2 I2C dengan NodeMCU ESP28266 Pengujian LED dengan NodeMCU ESP28266 Komponen Alat Berfungsi Ya Tidak Identifikasi Masalah Studi Literatur Analisis dan Hasil Pengujian Alat Keseluruhan Nilai Getaran 15000 ≤ x < 25000 LED Hijau ON LED Kuning OFF LED Merah OFF Buzzer OFF LED Hijau OFF LED Kuning ON LED Merah OFF Buzzer OFF LED Hijau OFF LED Kuning OFF LED Merah ON Buzzer ON Kesimpulan Akhir Pembuatan dan Pemrograman Alat Keseluruhan Nilai Getaran 5000 ≤ x < 15000 Nilai Getaran ≥ 25000 Gambar 1. Diagram Alir Penelitian 2.1 Alat dan Program 1. Pemrograman sketch Arduino (IDE Arduino) 2. Vibration sensor SW420 3. LED merah, kuning dan hijau 4. NodeMCU ESP8266 5. Buzzer 6. LCD 16x2 7. I2C ( Inter Integrated Circuit ) 8. Breadboard 9. Kabel jumper 10. Kabel mikro USB 11. Resistor 12. ThingSpeak 2.2 Pengujian Komponen Alat 2.2.1 Pengujian Sensor Vibration SW420 dengan NodeMCU ESP8266 Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui angka getaran yang dihasilkan dari gempa yang dapat menimbulkan keretakan bangunan yang kemudian dibaca oleh alat vibration sensor SW420 yang telah diprogram melalaui aplikasi IDE Arduino. 1. Peralatan 1. Kabel mikro USB 2. Vibration sensor SW420 3. Kabel jumper female to female 4. IDE Arduino 5. NodeMCU ESP8266 2. Prosedur pengujian 1. Output VCC, GND, dan D0 pada vibration sensor dihubungkan dengan output 3V3, GND, dan D0 pada NodeMCU ESP8266 dengan menggunakan kabel jumper female to female . 2. NodeMCU ESP8266 yang telah dirangai dengan alat lainnya dihubungkan menuju perangkat laptop menggunakan kabel mikro USB. 3. Buka aplikasi IDE Arduino pada laptop dan mulai untuk program seperti gambar 2. ## Gambar 2. Program Vibration Sensor 2.2.2 Pengujian LCD 16x2 I2C dengan NodeMCU ESP8266 Pengujian ini dilakukan untuk menampilkan informasi berupa nilai dan indikator keretakan akibat getaran yang telah terbaca oleh NodeMCU ESP8266 yang dihasilkan dari getaran. a. Peralatan 1. Kabel Mikro USB int vs =D1; // vibration sensor void setup () { pinMode(vs, INPUT); Serial.begin(9600); } void loop() long measurement =vibration(); delay(50); Serial.println(measurement); } long vibration() { long measurement=pulseIn (vs, HIGH); //wait for the pin to get HIGH and returns measurement return measurement; } 2. NodeMCU ESP8266 3. LCD 16x2 4. I2C 5. Kabel jumper female to female 6. IDE Arduino b. Prosedur pengujian 1. I2C pada LCD memiliki 4 pin output, yaitu GND, VCC, SDA dan SCL dan masing- masing dihubungkan ke output GND, VIN, D2 dan D1 pada NodeMCU ESP8266 dengan menggunakan kabel jumper female to female . 2. NodeMCU ESP8266 yang telah dirangkai dengan komponen lainnya dihubungkan dengan perangkat laptop dengan menggunakan kabel mikro USB. 3. Buka aplikasi IDE Arduino dan mulai lakukan program seperti gambar 3. ## Gambar 3. Pemrograman LCD 16x2 dan I2C 2.2.3 Pengujian LED dengan NodeMCU ESP8266 Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah LED dapat berfungsi dan mampu di program dengan baik saat pembuatan alat. a. Peralatan 1. LED #include <Wire.h> #include <LiquidCrystal_I2C.h> LiquidCrystal_I2C lcd(0x27,16,2); void setup() { } void loop() { lcd.begin(); lcd.print( "KHALVIN" ); delay (10); lcd.setCursor(0,1); lcd.print( "ROFIQ" ); delay (1000); for (int i=0; i<5; i++) { lcd.noBacklight(); delay(200); lcd.backlight(); delay(200); } } 2. NodeMCU ESP8266 3. Kabel jumper female to female 4. IDE Arduino 5. Kabel mikro USB b. Prosedur pengujian 1. LED memiliki 2 output , yaitu katoda dan anoda. Bagian anoda dihubungkan pada titik GND dan bagian katoda dihubungkan dengan titik D0 pada NodeMCU ESP8266 dengan menggunakan kabel jumper female to female . 2. NodeMCU ESP8266 yang telah dirangkai dengan baik dihubungkan dengan aplikasi IDE Arduino yang terdapat pada perangkat laptop dengan menggunakan kabel mikro USB. 3. Lakukan program seperti gambar 4. ## Gambar 4. Pemrograman LED 2.3 Pembuatan Alat dan Program Alat Keseluruhan 2.3.1 Pembuatan Alat Prosedur pembuatan alat sebagai berikut: 1. Vibration sensor SW420 dihubungkan dengan NodeMCU ESP8266. Bagian D0 pada vibration sensor dihubungkan dengan bagian D0 pada NodeMCU ESP8266, VCC pada vibration sensor dihubungkan dengan 3V3 pada NodeMCU ESP8266 dan GND pada vibration sensor dihubungkan dengan GND pada NodeMCU ESP8266. Semua bagian tersebut dihubungkan menggunakan kabel jumper male to female pada papan breadboard. 2. LCD 16x2 dengan I2C memiliki 4 output , yaitu VCC, GND, SCL dan SDA. Bagian VCC akan dihubungkan dengan titik Vin pada NodeMCU ESP8266, bagian GND dihubungkan dengan titik GND pada NodeMCU ESP8266, bagian SCL dihubungkan dengan titik D1 pada NodeMCU ESP8266 dan bagian SDA dihubungkan dengan titik D2 pada NodeMCU ESP8266. Semua rangkaian tersebut dihubungkan dengan menggunakan kabel jumper male to female pada papan breadboard. 3. LED yang digunakan memiliki 3 warna, yaitu merah, kuning dan hijau. LED memiliki dua kaki, yaitu kaki yang lebih panjang sebagai (+) katoda dan kaki yang lebih pendek sebagai (-) anoda. Bagian anoda pada ketiga LED void setup() { // // initialize GPIO 2 as an output. pinMode(pin, OUTPUT); } //the loop function runs over and over again forever void loop() { digitalWrite(pin, HIGH); // turn the LED on (HIGH is the voltage level) delay(1000); // wait for a second digitalWrite(pin, LOW); // turn the LED off by making the voltage LOW delay(1000); // wait for a second } dihubungkan dengan GND pada NodeMCU ESP8266 dengan menggunakan resistor dengan tujuan agar LED tidak terbakar. Bagian katoda pada LED merah dihubungkan dengan titik D7, bagian katoda pada LED kuning dihungkan dengan titik D6, dan bagian katoda pada LED hijau dihubungkan dengan titik D5 pada NodeMCU ESP8266. Semua katoda dihungkan menggunakan kabel jumper male to male pada papan breadboard. 4. Buzzer dengan kapasitas 3V3 dihubungkan pada NodeMCU ESP8266. Buzzer memiliki dua kaki, yaitu yang kaki lebih panjang sebagai (+) katoda dan kaki yang lebih pendek sebagai (-) anoda. Bagian katoda dihubungkan dengan titik D3 pada NodeMCU ESP8266 dengan menggunakan kabel jumper male to female dan pada bagian anoda dihubungkan dengan titik GND pada NodeMCU ESP8266 dengan menggunakan kabel jumper male to female. Semua rangkaian tersebut terhubung pula dengan papan breadboard. 2.3.2 Pemrograman Alat Keseluruhan Pemrograman alat keseluruhan dilakukan sesuai dengan program pada gambar 5. #include <ThingSpeak.h> #include <dummy.h> #include <Wire.h> #include <LiquidCrystal_I2C.h> #include <ESP8266WiFi.h>; #include <WiFiClient.h>; #include <ThingSpeak.h>; const char* ssid = "rofiq"; //Your Network SSID const char* password = "12345678"; //Your Network Password LiquidCrystal_I2C lcd(0x27,16,2); int red_led = D7; int yellow_led = D6; int green_led = D5; int buzzer = D3; int vs = D0; // vibration sensor WiFiClient client; unsigned long myChannelNumber = 2223732; //Your Channel Number (Without Brackets) const char * myWriteAPIKey = "PZ4E2X1PV4Z61DHU"; //Your Write API Key void setup(){ // deklarasi jumlah kolom dan baris pada lcd pinMode(red_led, OUTPUT); pinMode(yellow_led, OUTPUT); pinMode(green_led, OUTPUT); pinMode(buzzer, OUTPUT); digitalWrite(red_led, LOW); digitalWrite(yellow_led, LOW); digitalWrite(green_led, LOW); digitalWrite(buzzer, LOW); pinMode(vs, INPUT); Serial.begin(9600); lcd.begin(); lcd.setCursor(0,0); lcd.print("ALAT PENDETEKSI"); lcd.setCursor(0,1); lcd.print(" GEMPA BUMI "); delay(2000); lcd.clear(); lcd.setCursor(0,0); lcd.print(" STAND BY "); delay(1500); // Connect to WiFi network WiFi.begin(ssid, password); ThingSpeak.begin(client); } void loop(){ long measurement =vibration(); delay(50); Serial.println(measurement); if ((measurement > 5000)&&(measurement < 15000)){ digitalWrite(green_led, HIGH); digitalWrite(yellow_led, LOW); digitalWrite(red_led, LOW); digitalWrite(buzzer, LOW); lcd.clear(); lcd.setCursor(0,0); lcd.print(" KONDISI "); lcd.setCursor(0,1); lcd.print(" AMAN "); delay(1000); ThingSpeak.writeField(myChannelNumber, 1,measurement, myWriteAPIKey); delay(10); } if ((measurement > 15000)&&(measurement < 25000)){ digitalWrite(green_led, LOW); digitalWrite(yellow_led, HIGH); digitalWrite(red_led, LOW); digitalWrite(buzzer, LOW); lcd.clear(); lcd.setCursor(0,0); lcd.print(" KONDISI "); lcd.setCursor(0,1); lcd.print(" SIAGA "); delay(1000); ThingSpeak.writeField(myChannelNumber, 1,measurement, myWriteAPIKey); delay(10); } if (measurement > 25000){ digitalWrite(green_led, LOW); digitalWrite(yellow_led, LOW); digitalWrite(red_led, HIGH); digitalWrite(buzzer, HIGH); lcd.clear(); lcd.setCursor(0,0); lcd.print(" KONDISI "); lcd.setCursor(0,1); lcd.print(" AWAS "); delay(1000); ThingSpeak.writeField(myChannelNumber, 1,measurement, myWriteAPIKey); delay(10); } else{ digitalWrite(red_led, LOW); digitalWrite(yellow_led, LOW); digitalWrite(green_led, LOW); ThingSpeak.writeField(myChannelNumber, 1,measurement, myWriteAPIKey); delay(10); } } Gambar 5. Pemrograman Keseluruhan 2.4 Uji Perangkat Keseluruhan Uji ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari indikator keretakan bangunan untuk struktur yang telah diprogram melalui IDE Arduino. Kemudian uji ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah getaran data yang ditangkap NodeMCU ESP8266 dapat ditransmisikan visual data getarannya dengan jelas menuju PC dengan ThingSpeak. ## 3. HASIL 3.1 Hasil Pengujian Komponen Alat 3.3.1 Pengujian Sensor Vibration Sensor SW420 dengan NodeMCU ESP8266 Pengujian ini ditujukan untuk mendapatkan nilai getaran yang dapat menimbulkan kerusakan pada bangunan. Level keretakan bangunan didapatkan berdasarkan buku Appraising Building Defects . Adapun data pengujian vibration sensor seperti tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengujian Vibration Sensor SW420 Banyaknya Getaran Kategori Status Level Keretakan 5000 ≤ x < 15000 Kecil Aman 4 15000 ≤ x < 25000 Sedang Siaga 5 x ≥ 25000 Besar Awas 6 3.3.2 Pengujian LCD 16x2 I2C dengan NodeMCU ESP8266 Hasil pengujian ini untuk mengetahui apakah LCD mampu berfungsi sesuai dengan perintah atau program yang telah dibuat. Hasil pengujian LCD seperti gambar 6. ## Gambar 6. Hasil Pengujian LCD Data di atas didapatkan sesuai dengan program atau perintah yang telah dibuat. Pada display LCD terbaca “KHALVIN” dan “ROFIQ”. Hal ini menunjukan bahwa tampilan LCD telah sesuai dengan program yang dibuat. 3.3.3 Pengujian LED dengan NodeMCU ESP8266 Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah LED yang telah dihubungkan dengan NodeMCU ESP8266 dapat berfungsi sesuai dengan perintah atau program yang telah dibuat. Hasil pengujian LED seperti gambar 7. long vibration(){ long measurement=pulseIn (vs, HIGH); //wait for the pin to get HIGH and returns measurement return measurement; } Gambar 7. Hasil Pengujian LED ## 3.2 Hasil Pengujian Keseluruhan Pengujian keseluruhan dilakukan menggunakan meja getar dengan tiga kecepatan berbeda. Hasil pengujian keseluruhan seperti tabel 3. Tabel 3 . Hasil Pengujian Keseluruhan Kecepatan Meja Getar Status Pada Alat Detektor Keretakan Nilai Getaran yang Terbaca Slow Tidak ada 0 - 3000 Medium Aman - Siaga 3000 – 24999 High Siaga - Awas >15000 Data dari nilai getaran terbaca melalui ThingSpeak setiap 15 detik dan serial monitor pada aplikasi IDE Arduino. Getaran yang terbaca oleh alat detektor keretakan bangunan melalui ThingSpeak sebagai berikut: 1. Status Aman Gambar 8. Nilai Getaran Aman pada ThingSpeak 2. Status Siaga Gambar 9. Nilai Getaran Siaga pada ThingSpeak ## 3. Status Awas ## Gambar 10. Nilai Getaran Awas pada ThingSpeak 3.3 Perbandingan Biaya Tabel 4. Harga Detektor Keretakan Suatu Bangunan Akibat Gempa dengan Vibration Sensor Alat Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Harga Jumlah (Rp) Buzzer 1 buah 1.600 1.600 LCD 16x2 dan I2C 1 buah 29.500 29.500 Vibration sensor SW420 1 buah 5.000 5.000 Kabel mikro USB 1 buah 7.000 7.000 NodeMCU AMICA 1 buah 47.500 47.500 Breadboard 1 buah 9.400 9.400 LED merah 1 buah 200 200 LED kuning 1 buah 200 200 LED hijau 1 buah 200 200 Kabel jumper 21 buah 225 4.725 Resistor 0,5 W 3 buah 100 300 Jumlah 115.025 Tabel 5. Harga Alat Quake Alarm di Pasaran Alat Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Harga Jumlah (Rp) Quake alarm merk SAFE-T-PROOF 1 buah 105.000 105.000 Tabel 6. Harga Detektor Keretakan Bangunan di Pasaran Alat Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Harga Jumlah (Rp) Alat ukur uji keretakan flaw detektor ultrasonic NOVOTEST UD2301 1 buah 56.200.000 56.200.000 Berdasarkan perbandingan harga di atas dapat disimpulkan bahwa biaya kebutuhan untuk membuat satu alat detektor keretakan suatu bangunan akibat gempa dengan menggunakan vibration sensor lebih murah dan efisien dari segi fungsi dibandingkan dengan alat quake alarm dan detektor keretakan bangunan yang ada di pasaran. ## 4. PEMBAHASAN Vibration sensor yang telah dirancang dengan NodeMCU ESP8266 digunakan untuk pengambilan data pada bangunan dan level keretakan yang terjadi lalu dikategorikan berdasarkan referensi sesuai buku Appraising Building Defects . Setelah mendapatkan nilai getaran dan telah mengklasifikasi level keretakan selanjutnya ada proses pembuatan alat keseluruhan. Pembuatan alat keseluruhan dilakukan sesuai ketentuan pin output dari masing – masing komponen dengan pin output dari NodeMCU ESP8266. Setelah alat terangkai dengan baik sesuai prosedur yang tertera pada bab 3, langkah selanjutnya adalah pembuatan program untuk seluruh komponen yang terangkai. Pada proses ini dilakukan penyesuaian untuk output sesuai klasifikasi nilai getaran. Getaran 5000 ≤ x < 15000 diklasifikan getaran rendah dan keretakan bangunan yang terjadi berupa pintu dan jendela menyatu dan gagal adanya perbaikan pipa dalam tembok serta pada output alat ini akan mengaktifkan LED hijau dan LCD dengan tampilan “KONDISI AMAN”, getaran 15000 ≤ x < 25000 diklasifikan sebagai getaran sedang dan keretakan bangunan yang terjadi berupa kerangka pintu dan jendela dapat didistorsi, miring nya lantai dan balok kehilangan fungsi serta pada output alat ini akan mengaktifkan LED kuning dan LCD dengan tampilan “KONDISI SIAGA”, getaran x ≥ 25000 diklasifikan sebagai getaran tinggi dan keretakan bangunan yang terjadi berupa hilangnya kemampuan kekuatan balok, dinding terlalu miring dan jendela mengalami kerusakan dengan terdistorsi serta pada output alat ini akan mengaktifkan LED merah, buzzer sebagai indikator alarm dan LCD akan menampilkan “KONDISI AWAS”. Semua getaran yang ditangkap oleh vibration sensor akan terbaca secara realtime dan wireless melalui ThingSpeak dengan interval 15 detik per tiap getaran. ## 5. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, rancangan alat detektor keretakan bangunan akibat gempa bumi dapat berfungsi sesuai nilai getaran dan level kerusakan yang terjadi dan diharapkan mampu menjadi alat yang dapat mencegah terjadinya banyak korban akibat keruntuhan bangunan. Alat ini juga memiliki keunggulan karena terhubung secara IoT melalui platform ThingSpeak sebagai tampilan untuk nilai getaran yang terbaca oleh vibration sensor dan sebagai alternatif, alat ini juga mampu menampilkan level status pada LCD jika saat terjadi gempa konektivitas internet tidak ada. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat satu alat detektor keretakan bangunan dengan vibration sensor lebih hemat dan lebih efisien dari segi fungsi dibandingkan dengan alat yang ada di pasaran. ## 6. DAFTAR RUJUKAN Alfannizar, I. and Rahayu, Y. (2018) ‘Perancangan Dan Pembuatan Alat Home Electricity Based Home Appliance Controller Berbasis Internet of Things’, Jom FTEKNIK , 5(1), pp. 1–6. Ariyanto, A. S. (2020) ‘Analisis Jenis Kerusakan Pada Bangunan Gedung Bertingkat ( Studi Kasus pada Gedung Apartemen dan Hotel Candiland Semarang )’, Bangun Rekaprima , 06(1), pp. 45–57. Cook, G. K., & Hinks, A. J. (1992). Appraising building defects: perspectives on stability and hygrothermal performance. Harlow: Longman. Praja, B. A. (2020) Retak Struktural dan Non-Struktural pada Bangunan , 6 April . Purnamasari, W. dan R. W. (2017) ‘Sistem Keamanan Rumah Menggunakan Sensor Getaran Dengan Output Suara Berbasis Pc’, Jurnal Manajemen dan Informatika Pelita Nusantara , 21(1), pp. 59-64. Saputra, E. and Faizah, R. (2019) ‘Kajian Kerusakan Bangunan Sederhana Pasca Gempa Banjarnegara 18 April 2018’, Agregat , 4(1), pp. 295–302. Satriadi, A., Wahyudi and Christiyono, Y. (2019) ‘PERANCANGAN HOME AUTOMATION BERBASIS NodeMCU’, Transient , 8(1), pp. 2685–0206. Suntoko, H. and Supartoyo, S. (2016) ‘Konfirmasi Patahan Permukaan Berdasarkan Data Geologi Dan Data Gempa Daerah Kawasan Puspiptek Serpong’, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir , 18(1), pp. 1–10. Yusuf, I. M. and Kartika, K. P. (2020) ‘Rancang Bangun Lampu Portable Otomatis Menggunakan RTC Berbasis Arduino’, Antivirus: Jurnal Ilmiah Teknik Informatika , 14(1), pp. 61–72.
e86344c3-18cf-4133-8a9e-28f093cdc65d
https://jurnalteknik.unisla.ac.id/index.php/informatika/article/download/1022/681
Pembuatan Sistem Frequently Asked Questions pada Website Ruparupa Tamara Violeta 1 , Desi Arisandi 2 , Novario Jaya Perdana 3 1,3 Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Tarumanagara 2 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Tarumanagara Jl. Letjen S. Parman, Tomang, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11440 E-mail: 1 tamaravioleta14@gmail.com , 2 desi@fti.untar.ac.id , 3 novariojp@fti.untar.ac.id ## ABSTRAK Teknologi membawa pengaruh besar terhadap hidup masyarakat tanpa dapat diprediksi setiap generasinya. Pengaruh yang didatangkan dari teknologi mengarahkan masyarakat untuk memulai bisnis dengan membuat toko online , sebagai bagian dari e-commerce . PT Omni Digitama Internusa (Ruparupa) merupakan salah satu e- commerce yang menjual berbagai peralatan rumah tangga, furnitur, dan gaya hidup dibawah naungan Kawan Lama Group. Sebagai e-commerce , dibutuhkan wadah informasi dengan penyediaan FAQ ( Frequently Asked Questions ) untuk efisiensi waktu dan peningkatan traffic website , serta lebih membangun kepercayaan dan profesionalisme. FAQ yang efektif dapat dilihat dari penyajian informasi yang ringkas, detil, dan mudah diakses. FAQ Ruparupa saat ini masih menggunakan kata statis, dimana belum dapat menampilkan pertanyaan berulang dan akses yang terhitung masih cukup sulit. Muncul ide sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu pembuatan sistem FAQ terbaru dengan adanya pengkategorian FAQ dengan pendukung fitur-fitur tambahan. Tujuannya membantu konsumen dengan memusatkan perhatian mereka pada kasus yang lebih spesifik, sehingga meningkatkan efisiensi waktu, baik dari sisi konsumen, maupun tim Ruparupa. Sistem dibuat menggunakan metode SDLC ( System Development Life Cycle ) dengan model Scrum . Bahasa pemrograman yang digunakan yaitu ReactJS dengan database MongoDB. FAQ ini akan meningkatkan kualitas UI/UX Ruparupa dan memberikan kemudahan untuk mengelola FAQ dengan adanya user-friendly dashboard . Kata Kunci: FAQ, E-commerce, ReactJS, Content Management System ## ABSTRACT Digital technology brings a impact on people's life which cannot be predicted everyeach generation. Technology directs people to start a business by creating online stores, as a part of e-commerce. PT Omni Digitama Internusa (Ruparupa) is an e-commerce that sells various household appliances, furniture and lifestyle under the auspices of the Kawan Lama Group. As an e-commerce, an information forum is needed by providing FAQs (Frequently Asked Questions) for time efficiency and increasing website traffic, as well as building more trust and professionalism. An effective FAQ can be seen from the concise information, detailed, and easy to access. Current FAQ on Ruparupa still uses the static word, which cannot display repeated questions and quite difficult access. An idea emerged as a solution to overcome the existing problems, by creating a new FAQ system with FAQ categorization and supporting features. The aim is to help consumers by focusing their attention on more specific cases, thus increasing time efficiency. This system was created using the SDLC (System Development Life Cycle) method with the Scrum model. The programming language used is ReactJS and MongoDB database. This FAQ will improve Ruparupa's UI/UX quality and make it easier to manage FAQs with an easy-to-use dashboard. Keywords: FAQ, E-commerce, ReactJS, Content Management System ## 1. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi yang berkembang pesat sesuai perkembangan zaman membawa dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Masyarakat kini banyak memanfaatkan teknologi untuk berbagai hal, bahkan untuk kegiatan usaha dan bisnis. Hal tersebut menjadi peluang bisnis bagi masyarakat dengan membuat toko online yang merupakan bagian dari e-commerce . E-commerce merupakan suatu media online untuk melakukan aktivitas yang berkaitan dengan penjualan, pembelian, dan pemasaran barang atau jasa (Sulistyawati dan Nursiam, 2019: 161). Terdapat beberapa jenis e-commerce , antara lain yaitu Business to Business , Business to Consumer , Consumer to Consumer , Consumer to Business , Business to Public Administration , dan Consumer to Public Administration (Investopedia, 2022). Dengan adanya e-commerce , transaksi jual beli dapat dilakukan dengan sangat mudah, dimana pembeli dan penjual tidak diharuskan untuk bertemu secara langsung. PT Omni Digitama Internusa (Ruparupa) merupakan salah satu e-commerce yang menyediakan peralatan rumah tangga, furnitur, dan gaya hidup dibawah naungan Kawan Lama Group. Sebagai e-commerce , dibutuhkan wadah informasi dan kenyamanan bagi pengunjung dengan penyediaan FAQ (Frequently Asked Questions) . FAQ merupakan bentuk implementasi Knowledge Management System untuk mengelola pengetahuan yang menjelaskan data ataupun informasi penting (Setyadhi & Johan, 2022). FAQ berarti kumpulan data pertanyaan dan jawaban paling sering diajukan (Arthana, dkk., 2021). Kefektifannya dapat dilihat dari penyajian informasi yang ringkas dan detil, serta mudah diakses. Sebagai keputusan untuk data pertanyaan apa saja yang ingin dimunculkan pada FAQ, dibutuhkan data nyata melalui penelusuran website ataupun interaksi langsung dengan pelanggan. Dibutuhkan juga pertimbangan atas informasi yang kemungkinan akan konstan untuk beberapa waktu, karena pada umumnya FAQ tidak perlu diperbarui terlalu sering (Rheny, 2022). FAQ Ruparupa saat ini masih menggunakan kata statis dimana belum otomatis menampilkan pertanyaan berulang dan akses yang terhitung cukup sulit. Maka dari itu, dibuatlah sistem FAQ terbaru dengan adanya pengkategorian FAQ dan pendukung fiturtambahan. Tujuannya yaitu memusatkan perhatian pengunjung pada kasus yang lebih spesifik, sehingga meningkatkan efisiensi waktu. Rancangan pembuatan sistem FAQ akan terbagi menjadi beberapa section , yaitu kategori, artikel FAQ, diskusi, dan Hubungi Kami. Kategori menyediakan sejumlah menu yang dibedakan berdasarkan tema. Artikel FAQ menyediakan sejumlah pertanyaan paling sering diajukan secara berurutan. Diskusi berupa fitur tanya jawab antara pengunjung website . Terakhir, Hubungi Kami sebagai layanan komunikasi. Adapun beberapa fitur pendukung lainnya seperti FAQ history , searching FAQ, dan feedback customer untuk informasi rating yang detil. Selain itu, Adapun pembuatan Content Management System untuk mengelola data supaya dapat membuat dan memodifikasi data yang akan dimunculkan pada FAQ website (Cabot, J (2018)) . Sistem dibuat dengan bahasa pemrograman React JS dengan DBMS MongoDB. Dalam penelitian Sistem Frequently Asked Questions menggunakan metode pengembangan SDLC (System Development Life Cycle). SDLC adalah sistem berjalan yang digunakan oleh suatu organisasi yang dikembangkan untuk memperbaiki kekurangan sistem (Sri, 2017). Metode SDLC ditunjukkan pada Gambar 1. Adapun beberapa tahapan dalam SDLC, yaitu: 1. Planning Tahapan ini merupakan tahapan awal perencanaan indentifikasi dan penentuan scope yang akan dilakukan selama proses pengembangan proyek. Pada tahap ini juga akan dilaksanakan pengumpulan informasi yang dibutuhkan, setelah itu dilakukan perencanaan budget , time frame , dan lainnya yang akan membawa proyek lebih teratur dan terorganisir. 2. Analysis Analysis merupakan tahapan kedua untuk analisis kebutuhan sistem dari rencana yang telah dibuat pada tahap awal. Analisa yang dilakukan berupa analisa kelebihan dan kekurangan sistem, masalah, kegunaan, serta tujuan dan target yang ingin dicapai. Hal ini digunakan guna mencapai hasil yang sesuai ekspetasi. 3. Design Design merupakan tahap membuat rencana atau spesifikasi desain berdasarkan hasil analisis yang sudah ada pada tahap kedua. Tahap ini menghasilkan desain, gambaran, dan dokumen yang akan diwujudkan dalam proyek. Aspek desain yang ditentukan meliputi Architecture , User Interface , Platform , dan Security . 4. Coding Coding merupakan tahap implementasi berdasarkan hasil rancangan desain yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini, tim pengembang mulai membangun sistem dengan menulis kode dengan bahasa pemrograman yang ditentukan. Implementasi yang dibuat berupa pembuatan database dan aplikasi. Tahapan ini menjadi fase terpanjang selama pengembangan sistem dalam SDLC. 5. Testing Testing merupakan tahap kelima yang melibatkan QA (Quality Assurance) untuk melakukan testing . Testing yang dilakukan berupa pengecekan apakah sistem bekerja sesuai fungsionalitas yang diharapkan, tanpa ada error ataupun bug . Jika terjadi kendala sistem, maka tim pengembang yang akan melakukan perbaikan terlebih dahulu. 6. Maintenance Maintenance menjadi tahapan akhir untuk pemeliharaan sistem supaya tetap optimal. Aktivitas yang biasanya dilakukan berupa perbaikan bug dan upgrade sistem, serta peningkatan fitur. ## G ambar 1. Metode SLDC Model yang digunakan dalam perancangan sistem FAQ ini yaitu Agile Scrum, yang merupakan model SDLC dengan proses ramping namun mampu menghasilkan proyek akhir dengan kualitas tinggi (KYEREMEH, 2019). Agile Scrum mementingkan adanya kekuatan kolaborasi tim, inkremental produk, dan proses iterasi untuk mencapai tujuan (Srivastava dkk (2017)). ## 2. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, perancangan Sistem Frequently Asked Questions diawali dengan perancangan diagram UML ( Unified Modeling Language) yang merupakan metodologi penggabungan beberapa metode Object Modeline Technique dan Object Oriented Software Engineering (Nugroho, 2009). Beberapa jenis diagram UML yang paling sering digunakan yaitu Use Case Diagram , Use Case Scenario , Activity Diagram , Sequence Diagram , Class Diagram , dan Entity Relationship Diagram . 1. Use Case Diagram Perancangan use case dilaksanakan untuk melihat proses bisnis dan aktivitas yang dilakukan pada sistem. Dalam sistem Frequently Asked Questions , terdapat 2 aktor, yaitu admin dan pengunjung, dengan total 21 use case. Admin berupa aktor yang mengatur Content Management System untuk menginput ataupun memodifikasi data. Sedangkan, pengunjung adalah aktor yang akan melihat hasil FAQ pada website Ruparupa. Use Case Diagram ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. Use Case Diagram 2. Use Case Scenario Use Case Scenario berisi deskripsi mengenai seluruh aktor dalam melakukan aktivitas pada sistem dan cara menanggapi respon oleh sistem. 3. Activity Diagram Activity Diagram merupakan lanjutan dari Use Case Diagram yang menggambarkan alur dan proses yang terjadi dalam sistem. 4. Sequence Diagram Sequence Diagram merupakan diagram yang menjelaskan secara rinci mengenai interaksi antar objek, seperti mengirimkan dan menampilkan pesan, serta proses masuk ke dalam database . 5. Class Diagram Class Diagram merupakan diagram yang menggambarkan deskripsi pada class , atribut, dan hubungan antar objek. Tujuannya untuk pemahaman skema sistem yang akan dirancang. 6. Entity Relationship Diagram Entity Relationship Diagram merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antar entitas secara rinci, dengan tujuan mempermudah penyusunan database . Dari ERD ini, Adapun keinginan untuk penggunaan database NoSQL yang akan mengubah struktur datanya menjadi JSON. 7. User Interface Design User Interface Design merupakan proses pembuatan tampilan antarmuka yang nyaman dan mudah digunakan. Perancangan User Interface Design pada sistem Frequently Asked Questions terbagi menjadi 2 sisi, yaitu User Interface Pengguna ( Website Ruparupa) dan User Interface Admin (Dashboard). User Interface pengguna terbagi menjadi halaman utama FAQ, halaman kategori dengan setiap subkategori, halaman artikel dengan bagian review, hubungi kami, halaman diskusi, halaman pencarian beserta fitur terakhir dilihat. Hasil dari perancangan User Interface Pengguna ditunjukkan pada Gambar 3 - Gambar 7. Gambar 3. Halaman Utama FAQ Gambar 4. Halaman Kategori FAQ Gambar 5. Halaman Subkategori FAQ Gambar 6. Fitur Pencarian FAQ Gambar 7. Halaman Artikel FAQ User Interface Design pada sistem FAQ ini juga dapat dilihat pada website mobile dengan tampilan utama seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Halaman Utama FAQ (Mobile) User Interface admin terbagi menjadi halaman utama, form membuat dan edit kategori, form membuat dan edit artikel, form melihat articles improvement, melihat diskusi, dan fitur search . Hasil dari perancangan User Interface Admin ditunjukkan pada Gambar 9 – Gambar 11. Gambar 9. Halaman Utama FAQ (Admin) Gambar 10. Form Kategori FAQ ## Gambar 11. Form Artikel FAQ Setelah tahapan perancangan dibuat, dilanjutkan ke tahap implementasi, antara lain yaitu: 1. Implementasi Basis Data Hasil rancangan Entity Relationship Diagram diimplementasikan ke dalam bentuk basis data. Basis data yang digunakan pada sistem ini adalah database NoSQL yaitu MongoDB, yang berbasis dokumen dengan format file berupa JSON ( Javascript Object Notation ). Adapun perbedaan antara database jenis SQL dan NoSQL yang dijabarkan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbedaan SQL dan NoSQL SQL NoSQL Tipe relasional yang terstruktur Tipe non-relasional yang tidak terstruktur Skema standar untuk data terstruktur Skema dinamis untuk data tidak terstruktur Cenderung lambat dalam transformasi data Cenderung cepat dalam transformasi data 2. Implementasi Front-End Hasil implementasi Front-End dibuat berdasarkan hasil rancangan User Interface yang sudah dibuat. Implementasi dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman HTML, CSS, dan Javascript dengan ReactJS. Tahapan implementasi melibatkan kegiatan pembuatan program aplikasi dengan penjabaran proses lengkap sebagai berikut: 1. Setup MongoDB dan Membuat Collection untuk kategori, artikel, review artikel, dan diskusi 2. Penulisan kode pemrograman dengan Visual Studio Code menggunakan ReactJS 3. Implementasi JSON 4. Menyambungkan Dashboard dan Database 5. Membuat Query untuk Dashboard 6. Integrasi API dan Frontend 7. Penulisan Kode Pemrograman Frontend Setelah tahap implementasi dilakukan, Adapun pengujian unit yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa sistem dalam program berhasil dijalankan sesuai ekspetasi tanpa adanya kesalahan secara keseluruhan. Pengujian dilakukan terhadap setiap fungsi yang bersangkutan dengan database . Pengujian dilakukan menggunakan metode Black Box Testing dan User Acceptance Test . Black Box Testing berfokus pada fungsional input dan output aplikasi. Sedangkan, UAT dilakukan untuk mengetahui apakah sistem telah memenuhi kebutuhan pengguna. Hasil dari pengujian Dashbord Admin ditunjukkan pada Gambar 12 dan pengujian Website ditunjukkan pada Gambar 13. Gambar 12. Unit Testing Dashboard Admin Gambar 13. Unit Testing Website Setelah melalui Unit Testing , dilakukanlah pengintegrasian unit menjadi satu sistem secara keseluruhan, yang dilanjutkan dengan pengujian tahap akhir oleh end-user dengan UAT ( User Acceptance Testing ). End-user disini adalah pengguna yang akan berinteraksi dengan sistem yang dibuat. Pengujian UAT dilakukan untuk memastikan sistem berjalan sebagai solusi untuk pengguna (Vibiola, Octariadi & Alkadri). Adapun kuisioner User Interface guna mengetahui nilai dan saran sistem yang dibuat. ## 3. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan untuk perancangan sistem Frequently Asked Questions pada website Ruparupa, maka dapat diambil beberapa kesimpulan. 1. Sistem Frequently Asked Questions mempermudah user dalam mengelola data FAQ melalui tampilan Content Management System yang mudah digunakan. 2. Perancangan sistem Frequently Asked Questions berbasis website dirancang untuk memenuhi kebutuhan pengguna dengan penyediaan berbagai fitur, seperti pencarian, pengkategorian artikel berdasarkan kategori dan subkategori, review artikel, serta diskusi. 3. Frequently Asked Questions yang saat ini ada pada Ruparupa tidak jarang membuat konsumen terus mengajukan pertanyaan berulang dan kebingungan saat mencari informasi. Sehingga, sistem FAQ yang baru membantu meringankan permasalahan yang ada saat ini. 4. Adanya sistem Frequently Asked Questions ini mempermudah konsumen dalam mencari berbagai informasi. 5. Penggunaan metode scrum bermanfaat sebagai komunikasi antar anggota tim dengan menerapkan daily scrum setiap harinya. ## PUSTAKA Arthana, I., Dantes, G., Dewi, L., Setemen, K., & Marti, N. (2021). PENGEMBANGAN PROTOTYPE FREQUENTLY ASKED QUESTION (FAQ) UNDIKSHA DENGAN PENDEKATAN USER CENTERED DESIGN . Cabot, J. (2018). WordPress: A Content Management System to Democratize Publishing. IEEE Software, vol. 35, no. 3, pp. 89-92, doi: 10.1109/MS.2018.2141016. Investopedia. (2022, Juli 6). Ecommerce Defined: Types, History, and Examples . Investopedia. https://www.investopedia.com/terms/e/ecomme rce.asp KYEREMEH, K. (2019). OVERVIEW OF SYSTEM DEVELOPMENT LIFE CYCLE MODELS. Available at SSRN 3448536, Papers.Ssrn.Com . Mulyani, Sri, Ak., CA. (2017). Metode Analisis dan Perancangan Sistem. Abdi Sistematika Nugroho, A. (2009). Rekayasa Perangkat Lunak Menggunakan UML dan Java. Penerbit Andi . Rheny, S. (2022, Februari 24). Kenali apa saja fungsi FAQ dan tips membuat FAQ yang efektif . https://www.ekrut.com/media/faq- adalah Setyadhi, E. M., & Johan, M. C. (2022, Mei). View /of Aplikasi Berbasis Web untuk Fitur Frequently Asked Question Bagi Mahasiswa dan Dosen Koordinator Tugas Akhir . Aplikasi Berbasis Web untuk Fitur Frequently Asked Questions. Srivastava, A., Bhardwaj, S., & Saraswat, S. (2017, May). SCRUM mode l for agile meth odology. In 2017 International Conference on Computing, Communication and Automation (ICCCA) (pp. 864-869). IEEE. Suprapto, “User Acceptance Testing (UAT) Refreshment PBX Outlet Site BNI Kanwil Padang,” J. Civronlit Unbari, vol. 6, no. 2, p. 54, 2021, doi: 10.33087/civronlit.v6i2.85. Vibiola, Vera., Ocatriadi, B. C & Alkadri S. P. (2022). SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERSEBARAN PERGURUAN TINGGI DI KOTA PONTIANAK MENGGUNAKAN METODE HAVERSINE FORMULA. JOUTICA Volume 7 No 2 Tahun 2022.
a8026135-5667-4440-8f36-7424d71d6824
https://ojs.cahayamandalika.com/index.php/jcm/article/download/1710/1440
## PENGARUH KUALITAS PRODUK, PROMOSI, DAN NILAI YANG DITERIMA TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN MCDONALDS DI SHOPEE FOOD Rizki Akbar Maulana 1 , Agus Abdurrahman 2 Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Islam Indonesia Email: rizkiakbarm59@gmail.com, agus.abdurrahman@uii.ac.id ABSTRAK Kata kunci: Kualitas Produk, Promosi, Nilai yang DIterima, Kepuasan Pelanggan Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi faktor dari kualitas produk, promosi, dan nilai yang diterima terhadap kepuasan pelanggan McDonalds di Shopee Food. Jenis data yang digunakan yaitu data primer. Data primer adalah data yang diperoleh dari suatu subjek penelitian dengan menggunakan alat ukur atau alat pengambilan data sebagai sumber informasi langsung tentang subjek tersebut. Data untuk penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 150 responden berusia 16 hingga 35 tahun dan dianalisis menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh yang positif dan signifikan antara kualitas produk terhadap kepuasan pelanggan, terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara promosi terhadap kepuasan pelanggan. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara nilai yang diterima terhadap kepuasan pelanggan dan terdapat juga pengaruh secara simultan antara kualitas produk, promosi, dan nilai yang diterima terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pelanggan yang diteliti peneliti masih luas dan banyak. Untuk itu peneliti menyarankan untuk mencari variabel lain yang bisa memengaruhi kepuasan pelanggan. ## ABSTRACT Keywords: Product Quality, Promotion, Value Received, Customer Satisfaction This research aims to identify factors from product quality, promotion, and value received to McDonalds customer satisfaction at Shopee Food. The type of data used is primary data. Primary data is data obtained from a research subject using measuring instruments or data collection tools as a direct source of information about the subject. The data for this study were obtained by distributing questionnaires to 150 respondents aged 16 to 35 years and analyzed using the Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). The results of this research analysis show that there is a positive and significant influence between product quality on customer satisfaction, there is a positive and significant influence between promotion on customer satisfaction. There is a positive and significant influence between the value received on customer satisfaction and there is also a simultaneous influence between product quality, promotion, and value received on customer satisfaction. Based on the factors that influence customer satisfaction, the researchers studied are still broad and numerous. For this reason, researchers suggest looking for other variables that can affect customer satisfaction. ## PENDAHULUAN Perkembangan teknologi internet, yang membuat operasi e-commerce lebih mudah, telah mengubah cara konsumen dan bisnis. Pelanggan dapat berbelanja dengan nyaman, membandingkan barang dan harga, dan mengatur pengiriman pembelian mereka dengan segera berkat ketersediaan platform e-commerce (Badrulzaman et al., 2001; Helmi et al., 2020; Li et al., 2021; Suhartono et al., 2019). Teknologi online memungkinkan pelanggan untuk memesan makanan dari restoran melalui situs web mereka atau melalui layanan pesan-antar makanan online seperti ShopeeFood, GrabFood, dan GoFood (Elvina & Lestari, 2022). Ketersediaan teknologi layanan pengiriman internet untuk sektor restoran memungkinkan industri yang berada di pasar yang jenuh untuk meningkatkan efisiensi, memperkuat hubungan pelanggan, dan memperluas pasar (Cheng et al., 2021). Berdasarkan data survei pada tahun 2022 bahwa sebanyak Rp.30,65 triliun transaksi yang diperoleh GoFood, ShopeeFood juga menempati peringkat kedua setelah GoFood dengan memperoleh nilai transaksi sebanyak Rp.26,49 triliun dan, yang menempati posisi terakhir yaitu GrabFood sebesar Rp.20,93triliun. Riset yang digunakan ini menggunakan metode wawancara secara langsung dengan 1.200 responden di enam kota, dan memiliki margin sekitar 2,8% dengan tingkat kepercayaan 95%. Data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat indonesia banyak sekali yang menggunakan e-commerce sebagai layanan pesan antar makanan (Afnina & Hastuti, 2018). Di indonesia banyak sekali berbagai macam makanan cepat saji yaitu seperti McDonalds, KFC, CFC dan lainnya. McDonalds Indonesia kini menggunakan berbagai strategi untuk memberikan layanan terbaik dan bersaing dengan para pesaingnya, termasuk dari segi promosi, rasa baru untuk menu, dan penghapusan antrian pesanan (Majhaf, 2020). Di era globalisasi saat ini dan perkembangan teknologi semakin maju McDonalds sendiri tidak mau ketinggalan dengan kemajuan ini dengan adanya berbagai e-commerce seperti Shopee, McDonalds berupaya untuk memasukan, menawarkan dan memasarkan produknya di e-commerce yaitu ShopeeFood untuk menjangkau konsumen yang lebih luas lagi agar para konsumen tidak perlu datang dan untuk membeli berbagai macam produknya secara online (Nofriyanto, 2018). Ada beberapa produk McDonalds yang telah di pasarkan melalui Shopee Food diantaranya hamburger, ayam, minuman ringan, ice cream , dan juga kentang goreng yang sangat identik dengan McDonalds itu sendiri (Anderson & Srinivasan, 2003). Seperti yang sudah dibahas pada latar belakang tersebut bahwa pesatnya perkembangan dari e-commerce Shopee Food tersebut sebagai alat untuk memesan pesan antar makanan dengan mudah, dan banyak digunakan maka dari itu hal ini menarik untuk diteliti dengan melihat kepuasan pelanggan dari layanan pesan antar makanan secara online melalui platform Shopee Food, dan objek yang diteliti adalah McDonalds (Ilyas & Mustafa, 2022). Oleh karena itu, berdasarkan penelitian yang sudah disebutkan, maka berbagai variabel menarik untuk diteliti dan dibahas sebagaimana jurnal utama, yaitu kualitas produk, nilai-nilai yang diterima, promosi menentukan bagaimana makanan tersebut bisa memuaskan pelanggan demi menjaga standarisasi kualitas layanan restoran ShopeeFood (Erdiansyah & Imaningsih, 2021). ## METODE Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mentah. Data primer adalah data yang diperoleh dari suatu subjek penelitian dengan menggunakan alat ukur atau alat pengambilan data sebagai sumber informasi langsung tentang subjek tersebut. Data untuk penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 150 responden berusia 16 hingga 35 tahun. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimana kualitas produk, promosi, dan nilai yang diterima memengaruhi beberapa variabel kepuasan, pelanggan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana, di mana dilakukan pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Sugiyono & Lestari, 2021). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS. Terdapat beberapa pengujian yang merupakan bagian dari analisis regresi linear berganda, yaitu koefisien determinasi, uji F, dan uji t. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan di ukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2016). Dalam melakukan uji validitas ini, peneliti memakai responden dan taraf signifikan 5% dengan bantuan SPSS. Penentuan kriteria yang digunakan dalam menentukan valid atau tidaknya pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Taraf signifikan = 0,05 Degree of freedom (df) = n - 3 = 150 – 3 = 147 Sehingga didapat r tabel = 0.1609 Apabila r hitung (dapat dilihat pada kolom Corrected Item – Total Correlation) lebih besar dari r tabel dan r hitung bernilai positif, maka butir pernyataan dinyatakan valid (Ghozali & Dan, 2017). Suatu item pertanyaan dinyatakan valid jika nilai r hitung melebihi dari nilai r tabel pada tingkat signifikan 0,05 sebagai berikut: Tabel.1 Hasil Uji Validitas Kualitas Produk (X1) Variabel Indikator R Hitung R Tabel Keterangan Kualitas Produk (X1) X1.1 0.782 0.1609 Valid X1.2 0.758 0.1609 Valid X1.3 0.757 0.1609 Valid X1.4 0.664 0.1609 Valid Sumber: Data Diolah Peneliti, 2023 Tabel.2 Hasil Uji Validitas Promosi (X2) Variabel Indikator R Hitung R Tabel Keterangan X2.1 0.810 0.1609 Valid Pengaruh Kualitas Produk, Promosi, Dan Nilai Yang Diterima Terhadap Kepuasan Pelanggan Mcdonalds Di Shopee Food Promosi (X2) X2.2 0.856 0.1609 Valid X2.3 0.873 0.1609 Valid Sumber: Data Diolah Peneliti, 2023 Tabel.3 Hasil Uji Validitas Nilai yang Diterima (X3) Variabel Indikator R Hitung R Tabel Keterangan Nilai yang Diterima (X3) X3.1 0.858 0.1609 Valid X3.2 0.877 0.1609 Valid X3.3 0.837 0.1609 Valid X3.4 0.693 0.1609 Valid Sumber: Data Diolah Peneliti, 2023 Tabel.4 Hasil Uji Validitas Kepuasan Pelanggan (Y) Variabel Indikator R Hitung R Tabel Keterangan Kepuasan Pelanggan (Y) Y1 0.749 0.1609 Valid Y2 0.744 0.1609 Valid Y3 0.767 0.1609 Valid Sumber: Data Diolah Peneliti, 2023 Berdasarkan tabel-tabel di atas hasil olah data menggunakan SPSS di atas untuk variabel kualitas produk, promosi, nilai yang diterima, dan kepuasan pelanggan dapat dilihat bahwa sebanyak 14 pernyataan kuesioner diberikan kepada responden yang berjumlah sebanyak 150 orang , semua indikator yang digunakan dalam penelitian ini, untuk mengukur variabel yang digunakan memiliki r-hitung yang lebih besar dibanding dengan r-tabel. Sehingga, semua indikator yang ada dalam variabel penelitian adalah Valid (Fornell et al., 1996). ## Uji Reliabilitas Alat analisis yang digunakan untuk menilai reliabilitas adalah Cronbach’s Alpha. Suatu instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel, jika α lebih dari 0,6 (Ganapathi & Abu-Shanab, 2020). Hasil pengujian reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel.6 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Cronbach Alpha Nilai Kritis Keterangan Kualitas Produk 0,724 0,60 Reliabel Promosi 0,802 0,60 Reliabel Nilai yang diterima 0,834 0,60 Reliabel Kepuasan pelanggan 0,606 0,60 Reliabel Sumber: Data Primer diolah peneliti, 2023 Dari hasil tabel 4.13 di atas dapat diketahui suatu variabel dinyatakan reliabel jika cronbach alpha > 0,60. Tabel di atas menunjukkan bahwa semua variabel memiliki cronbach alpha cukup besar yaitu di atas 0,60. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa reliabilitas dari kualitas produk, promosi, nilai yang diterima, dan kepuasan pelanggan yang diteliti ialah reliabel. ## Analisis Regresi Berganda Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui besarnya variabel independen yaitu kualitas produk, promosi, dan nilai yang diterima terhadap variabel dependen kepuasan pelanggan. Pengolahan data dengan program SPSS memberikan hasil sebagai berikut: ## Tabel.7 Hasil Uji Regresi Berganda Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 2.383 .770 3.097 .002 Kualitas Produk .248 .059 .061 5.820 .004 Promosi .254 .073 .261 3.462 .001 Nilai yang Diterima .391 .053 .561 7.323 .000 a. Dependent Variable: Kepuasan Pelanggan Sumber: Data diolah peneliti, 2023 Berdasarkan tabel 4.10 tersebut di atas, maka dapat dilihat bahwa persamaan regresi linear yang mencerminkan hubungan antar variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = 0,248 X1 + 0,254 X2 + 0,391 X3 Keterangan: Y = Kepuasan Pelanggan X1 = kualitas produk X2 = Promosi X3 = Nilai yang diterima Dari persamaan regresi linear berganda tersebut, diinterpretasikan dengan hasilnya sebagai berikut: 1. Nilai koefisien beta regresi kualitas produk (X1) ialah sebesar 0,248 bernilai positif yang berarti bahwa semakin tinggi kualitas makan dan produksi dari McDonalds yang berbasis penjualan di ShopeeFood, maka akan semakin tinggi pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan yang melakukan pembelian di ShopeeFood. 2. Nilai koefisien beta regresi promosi (X2) ialah sebesar 0,254 bernilai positif yang berarti bahwa semakin tinggi promosi yang ditawarkan kepada konsumen dari McDonalds yang berbasis penjualan di ShopeeFood, maka akan semakin tinggi pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan yang melakukan pembelian di ShopeeFood. 3. Nilai koefisien beta regresi nilai yang diterima (X3) ialah sebesar 0,391 bernilai positif yang berarti bahwa semakin tinggi nilai yang dirasakan dari konsumen atau pelanggan McDonalds yang berbasis penjualan di ShopeeFood, maka akan semakin tinggi pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan yang melakukan pembelian di ShopeeFood. Berdasarkan hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa variabel nilai yang diterima menjadi variabel yang paling berpengaruh penting terhadap faktor timbulnya kepuasan pelanggan pada konsumen McDonalds yang berbasis penjualan di ShopeeFood yang di mana telah dibuktikan dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,391 pada tabel koefisien beta. ## Hipotesis Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen . Pengolahan data dengan program SPSS, memberikan hasil sebagai berikut: Tabel.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .821 a .674 .667 1.041 a. Predictors: (Constant), Nilai yang Diterima, Kualitas Produk, Promosi Sumber: Data diolah peneliti, 2023 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa hasil uji koefisien determinasi diperoleh nilai (Adjusted R Square) yang diperoleh sebesar 0,667 yang berarti 66,7% yang artinya kepuasan pelanggan McDonalds berbasi penjualan di ShopeeFood dipengaruhi oleh variabel kualitas produk, promosi, dan nilai yang diterima sedangkan sisanya sebesar 33,3% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model yang diteliti (Follett, 2003). Uji-F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model memiliki efek bersama terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel pada taraf signifikansi 5%. Jika nilai F hitung lebih besar dari F tabel, maka semua variabel independen secara bersama-sama memengaruhi variabel dependen . Selain itu, Anda dapat melihat nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas kurang dari 0.05 (untuk tingkat signifikansi = 5%), variabel independen secara bersama-sama memengaruhi variabel dependen. Pada saat yang sama, jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara bersamaan. DF = K : N-K = 4 : 150 = 0,05 = 147 (diperoleh f tabel 2,43). ## Tabel.9 Hasil Uji Simultan ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 327.048 3 109.016 100.656 .000 b Residual 158.125 146 1.083 Total 485.173 149 a. Dependent Variable: Kepuasan Pelanggan b. Predictors: (Constant), Nilai yang Diterima, Kualitas Produk, Promosi Sumber: Data Primer diolah, 2023 Dari uji ANOVA atau uji F di atas didapat nilai F hitung sebesar 100.656 dengan probabilitas 0,000. Adapun F tabel adalah 2.43. Karena F hitung > F tabel (100.656 > 2,43) dan probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kepuasan pelanggan (variabel dependen) atau dapat dikatakan bahwa variabel independen yaitu kualitas produk, promosi, dan nilai yang diterima secara serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada McDonalds berbasis di ShopeeFood. Uji individu atau uji-t digunakan untuk menguji signifikansi hubungan antara variabel X dan Y, apakah variabel X1, X2, dan X3 (kualitas produk, promosi, dan nilai yang diterima) benar- benar berpengaruh terhadap variabel Y (kepuasan pelanggan) secara terpisah atau parsial (Ghozali, 2018). Pengujian dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi 0,05. Apabila angka probabilitas signifikan lebih dari 0,05, Hipotesis ditolak, tetapi apabila angka probabilitas signifikan kurang dari 0,05, maka Hipotesis diterima dengan nilai t tabel: df = n – k df = 150 – 3 df = 147 sehingga diperoleh t tabel 1.97623 Keterangan: n = jumlah responden k = jumlah variabel Hasil uji t atau uji individu telah diolah dan menjadi bentuk output dari SPSS sebagai berikut: Tabel.10 Hasil Uji Parsial (Uji t) Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 2.383 .770 3.097 .002 Kualitas Produk .248 .059 .061 5.820 .004 Promosi .254 .073 .261 3.462 .001 Nilai yang Diterima .391 .053 .561 7.323 .000 a. Dependent Variable: Kepuasan Pelanggan Sumber: Data Primer diolah, 2023 Dari uraian tabel di atas yang memaparkan mengenai hasil uji analisis regresi linear berganda dapat kita paparkan lebih jelas sebagai berikut. 1. Hipotesis Kualitas Produk (X1) terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh nilai t hitung sebesar 5,820 > t tabel 1.97623 (nilai t tabel untuk n=150 dan signifikansi 0,05) dengan hasil signifikan sebesar 0,004 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H1 Diterima yang artinya kualitas produk berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan pada konsumen McDonalds berbasis ShopeeFood. 2. Hipotesis Promosi (X2) terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh nilai t hitung sebesar 3,462 > t tabel 1.97623 (nilai t tabel untuk n=150 dan signifikansi 0,05) dengan hasil signifikan sebesar 0,001 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H2 Diterima yang artinya promosi berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan pada konsumen McDonalds berbasis ShopeeFood. 3. Hipotesis Nilai yang Diterima (X3) terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh nilai t hitung sebesar 7,323 > t tabel 1.97623 (nilai t tabel untuk n=150 dan signifikansi 0,05) dengan hasil signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H3 Diterima yang artinya nilai yang diterima berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan pada konsumen McDonalds berbasis ShopeeFood. ## KESIMPULAN Dilihat dari hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh kualitas produk, promosi, dan nilai yang diterima terhadap kepuasan pelanggan McDonalds di Shopee Food dapat diartikan bahwa: pertama, kualitas produk itu sendiri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil perhitungan yang ada dalam nilai t hitung sebesar 5,820 > t tabel 1,97623 (nilai t tabel untuk n=150 dan signifikansi 0,05) dengan hasil signifikan sebesar 0,004 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Kualitas produk dapat memengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada konsumen McDonalds berbasis ShopeeFood. Kedua, promosi itu sendiri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil perhitungan yang ada dalam nilai t hitung sebesar sebesar 3,462 > t tabel 1.97623 (nilai t tabel untuk n=150 dan signifikansi 0,05) dengan hasil signifikan sebesar 0,001 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Kualitas produk dapat memengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada konsumen McDonalds berbasis ShopeeFood. Ketiga, nilai yang diterima itu sendiri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil perhitungan yang ada dalam nilai t hitung sebesar/17,323 > t tabel 1.97623 (nilai t tabel untuk n=150 dan signifikansi 0,05) dengan hasil signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang diterima dapat memengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada konsumen McDonalds berbasis Shopee Food. Keempat, kualitas produk, promosi, dannilai yang diterima itu sendiri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil perhitungan yang ada dalam nilai F hitung sebesar 100.656 dengan probabilitas 0,000. Adapun F tabel adalah 2.43. Karena F hitung > F tabel (100.656 > 2,43) dan probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas produk promosi, dan nilai yang diterima dengan simultan dapat memengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada konsumen McDonalds berbasis ShopeeFood. ## DAFTAR PUSTAKA Afnina, A., & Hastuti, Y. (2018). The Effect of Product Quality on Customer Satisfaction. Ocean Journal of Economics And Business , 9 (1), 21–30. Anderson, R. E., & Srinivasan, S. S. (2003). E‐satisfaction and e‐loyalty: A contingency framework. Psychology & Marketing , 20 (2), 123–138. Badrulzaman, M. D., Sjahdeini, S. R., Soepraptomo, H., Djamil, F., & Soenandar, T. (2001). Kompilasi hukum perikatan . Bandung: Citra Aditya Bakti. Cheng, C.-C., Chang, Y.-Y., & Chen, C.-T. (2021). Construction of a service quality scale for the online food delivery industry. International Journal of Hospitality Management , 95 , 102938. Elvina, C., & Lestari, R. B. (2022). Pengaruh Kualitas Pelayanan, Nilai Pelanggan, Kualitas Produk, Dan Harga Terhadap Kepuasan Pelanggan Ichiban Sushi Di Palembang Trade Center. Publikasi Riset Mahasiswa Manajemen , 3 (2), 128–141. Erdiansyah, D., & Imaningsih, E. S. (2021). Analysis of Effects of Product Quality, Promotion and Received Value Towards Customer Loyalty through Customer Satisfaction Grab Food. Journal of Business and Management Studies , 3 (2), 1–11. Follett, M. P. (2003). Mary Parker Follett prophet of management . Beard Books. Fornell, C., Johnson, M. D., Anderson, E. W., Cha, J., & Bryant, B. E. (1996). The American customer satisfaction index: nature, purpose, and findings. Journal of Marketing , 60 (4), 7– 18. Ganapathi, P., & Abu-Shanab, E. A. (2020). Customer satisfaction with online food ordering portals in Qatar. International Journal of E-Services and Mobile Applications (IJESMA) , 12 (1), 57–79. Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis multivariete dengan program IBM SPSS 23 (Edisi 8). Cetakan Ke VIII. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro , 96 . Ghozali, I., & Dan, S. E. M. T. K. (2017). SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro . Helmi, A. F., Riasetiawan, M., Priwati, A. R., Rahma, I. M., Arlianto, A., Marvianto, R. D., & Shaleha, R. R. A. (2020). Hashtag war: 2019 Presidential election rhetoric in Indonesia. Humanitas , 17 (2), 140. Ilyas, G. B., & Mustafa, H. (2022). Price, Promotion, and Supporting Facilities on Customer Satisfaction. Golden Ratio of Marketing and Applied Psychology of Business , 2 (1), 1–11. Li, J., Kim, W. G., & Choi, H. M. (2021). Effectiveness of social media marketing on enhancing performance: Evidence from a casual-dining restaurant setting. Tourism Economics , 27 (1), 3–22. Majhaf, S. A. (2020). Pengaruh promosi dan kualitas pelayanan terhadap minat menabung masyarakat kelurahan Siranindi di Bank Muamalat Indonesia Palu Sulawesi Tengah. Al- Kharaj: Journal of Islamic Economic and Business , 2 (1), 16–33. Nofriyanto, A. (2018). Pengaruh Online Food Delivery, Kualitas Produk, Halal Awarness Terhadap Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan Kuliner di Yogyakarta . Universitas Islam Indonesia. Sugiyono, S., & Lestari, P. (2021). Metode Penelitian Komunikasi (Kuantitatif, Kualitatif, dan Cara Mudah Menulis Artikel pada Jurnal Internasional) . Alvabeta Bandung, CV. Suhartono, S., Azizah, E. P. N., Hakim, L., & Hartanti, H. (2019). Hubungan Pelayanan Prima Dengan Kepuasan Pelanggan Pt Kereta Api Indonesia (Persero) Pada Stasiun Pasar Senen (Studi Kasus: Ka Progo Pasar Senen-Lempuyangan Kelas Ekonomi). Kolaborasi: Jurnal Administrasi Publik , 5 (3), 262–273. ## This Work is Lisensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License
e714b193-650a-4e07-b9ca-7639efc476cc
https://www.jurnalfai-uikabogor.org/index.php/alinfaq/article/download/510/402
## PERAN KEPEMIMPINAN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER KEPERCAYAAN DIRI PESERTA DIDIK UNTUK BERBISNIS E. Bahruddin 1 , Dana Wijayanti Rubayah 2 , Salati Asmahasanah 3 Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia 1 Email: bahruddin@uika.ac.id 2 Email: emaildana87@gmail.com 3 Email: salatiasmahasanah@gmail.com ## Abstrak Peran pemimpin sangat mempengaruhi organisasi atau lembaga yang di pimpinnya. Kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberikan arahan kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Metode penelitian mengguanakan metode kualitatif dengan model penelitian studi lapangan yang hasil penelitian dideskripsikan. Hasil penelitiannya Bahwa kepemimpinan pada kepala sekolah SMK IT Insan Toda peran yang dilakukan untuk membangun karakter percaya diri peserta didik adalah dengan memberikan inovasi dalam memimpin dan memberikan motivasi pada peserta didik. Karakter kepercayaan diri peserta didik mencapai 68% yang memiliki karkater percaya diri dalam menjalankan bisnis atau berwirausaha. Kata Kunci: Kepemimpinan, Karakter, Kepercayaan, Berbisnis ## PENDAHULUAN Organisasi merupakan pengelompokan orang-orang ke dalam aktivitas kerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wahab, 106: 2008). Organisasi adalah sebagai suatu perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peran tertentu dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan peran tersebut bersama-sama secara terpadu mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama (Akdon, 43: 2007). Dalam organisasi setiap orang memiliki peran dalam menyukseskan sebuah tujuan yang ingin diraihnya. Tanpa terkecuali termasuk seorang pemimpin yang mengatur organisasi dan juga seluruh stafnya. Peran yang dilakukan oleh seorang pemimpin sangat mempengaruhi organisasinya. Sehingga seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinanan dituntut untuk melakukan kepemimpinannya bukan hanya sekedar menjalankan fungsinya sebagai pemimpin melainkan juga memberikan pelayanan kepada setiap stafnya. Sehingga seorang staf merasakan kehadiran seorang pemimpin sebagai patner kerja yang bisa saling menghargai bukan seorang pemimpin yang hanya memberikan tugas dan memerintahkan stafnya untuk bekerja tanpa memikirkan kondisi dari stafnya. Namun dewasa ini seorang pemimpin hanya melakukan kepemimpinannya sebatas menjalankan tugasnya tanpa memperdulikan stafnya. Mereka hanya bertujuan untuk mewujudkan targetan capaian tanpa memikirkan kondisi seorang bawahanya atau stafnya. Hal tersebut membuat lambatnya tercapai sebuah tujuan dan juga membuat target yang dicapai menjadi sebuah mimpi semata. Karena targetan tersebut hanya untuk organisasi atau pemimpin bukan bukan stafnya. Begitupun dengan lembaga atau organisasi disekolah. Seorang pemimpin atau kepala sekolah berperan untuk mencapai sebuah tujuan yang ada pada visi dan misi sebuah sekolah. Peran kepemimpinannya disekolah mempengaruhi karakter peserta didik yang menjadi objek dalam visi dan misi sekolah tersebut. Dari latar belakang tersebut membuat peneliti membuat kajian analisis di sebuah sekolah di bogor dengan mengangkat tema peran kepemimpinan dalam mengembangkan kepercayaan diri peserta didik dalam berbisnis di SMK IT Insan Toda bogor. ## LANDASAN TEORI ## Pengertian Pemimpin Kepemimpinan dalam agama Islam dibedakan menjadi dua hal yatu berdasarkan ajaran dan sudut pandang. Arti kepemimpinan menurut ajarannya adalah kepemimpinan merupakan wewenang dan tanggung jawab, Islam menempatkan setiap orang adalah pemimpin walaupun mereka dalam posisi sebagai karyawan atau staf karena setiap seorang pemimpin diminta pertanggungjawaban dari apa yang dipimpinnya ( RB. Khatib Pahlawan Kayo, 2005) . Sedangkan kepemimpinan perspektif Islam adalah seorang pemimpin sebagai khalifatun fil ardh artinya pemimpin di muka bumi untuk menjaga, memakmurkan, dan menjalankan tugasnya sebagai manusia, selain itu dalam perspektif Islam kepemimpinan tersebut berfungsi liya’budun (beribadah dan mentauhidkan Allah Swt), dan wa la nusyrika bihi syaian (tidak menyekutukan-Nya, atau membuat sekutu dengan Allah swt sesuatu yang lain selain Allah Swt). bihi syaian (tidak menyekutukan-Nya, atau membuat sekutu dengan Allah swt sesuatu yang lain selain Allah Swt) (Wahyudin, Bahruddin, dan Sa’diyah, 2018). Pemimpin adalah sebagai orang (sosok) yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk melaksanakan tugasnya dalam mencapai tujuan pemimpin itu sendiri maupun tujuan organisasi yang dipimpinnya (Sunarta, PAmuji, 2009). Menurut Sudarwan Danim (2003: 53) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberikan arahan kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal yang sama juga disampaikan oleh Prayitno Nur menjelaskan tentang kepemimpinan, menurutnya bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. 1 Namun berbeda definisi kepemimpinan menurut Baharuddin dan Umiarso, mereka 1 Prayitno Nur, Kepemimpinan , Yogyakarta: Relasi Inti Media, 2017, hlm, 5 menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah suatu kekuatan penting dalam rangka pengelolaan sehingga kemampuan pemimpin secara efektif merupakan kunci keberhasilan organisasi (Nur, 2017). ## Syarat-Syarat Kepemimpinan Dalam Islam Allah menurunkan Al Quran di dunia ini untuk dijadikan pedoman oleh umat manusia semuanyatidak terkecuali, bahkan syarat-syarat kepemimpinan dibahas dalam Al Quran. Cukup banyak ayat al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah yang memberikan petunjuk tentang syarat-syarat kepemimpinan. Menurut Rb. Khatib Pahlawan Kayo (2017) bahwa syarat – syarat kepemimpinan dalam islam yang dapat disimpulkan diantaranya adalah: ## a. Beriman dan bertaqwa Beriman adalah percaya atau yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT itu ada. Dikatakan oleh para ulama salaf bahwa iman itu adalah keyakinan, ucapan, dan perbuatan, dan sesungguhnya seluruh amal masuk ke dalam apa yang dinamakan dengan keimanan. 2 Dari pernyataan para ulama salaf secara bahasa dapat disimpulkan bahwa keimanan seseorang dapat dikatakan baik atau buruk terlihat dari apa yang diyakinkannya, diucapkannya, dan perbuatannya dalam menjalankan kehidupan. Sedangkan pengertian takwa adalah semua prilaku seseorang dikehidupan dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT. 3 Seorang pemimpin harus memiliki keimanan dan ketaqwaan yang baik kepada Allah SWT., karena seorang pemimpin yang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang baik akan melakukan kepemimpinan dengan baik yang mengharapkan keridhoan dari Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-A’raf [ 7 ] ayat 96 yang berbunyi. َّذَك ْنِكَٰل َو ِض ْرَ ْلْا َو ِءاَمَّسلا َنِم ٍتاَك َرَب ْمِهْيَلَع اَنْحَتَفَل ا ْوَقَّتا َو اوُنَمآ ٰى َرُقْلا َلْهَأ َّنَأ ْوَل َو اوُناَك اَمِب ْمُهاَنْذَخَأَف اوُب ## َنوُبِسْكَي Yang artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Qs. Al – ‘A’raf [7] : Ayat 96) Pada ayat diatas menjelaskan bahwa sebuah negeri akan diberikan keberkahan dari langit dan bumi jika penduduknya beriman dan bertakwa tanpa terkecuali. Sehingga sudah selayaknya seorang pemimpin dalam memimpin harus memiliki keimanan dan ketaqwaan yang baik sehingga semua yang dipimimpinya menjadi berkah.. a. Berilmu pengetahuan 2 Muhammad Husain Isa dan Ali Manshur, Syarah 10 Muashafat, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2017, hlm, 62 3 Mustafa Dieb Al-Bugha Muhyiddin Mistu, Al-Wafi Fi Syarhil Arba’in An-Nawawi Menyelami 40 Hadits Rasulullah saw, Jakarta: Al-I’tishom, 2015,hlm. 126 Amal tanpa ilmu akan sia-sia, pepatah seperti itu mengisyaratkan bahwa apapun yang dilakukan tanpa ilmu akan sia-sia tidak memiliki arti apapun. Sehingga sudah selayaknya dalam melakukan apapun yang diutamakan adalah pengetahuan tentang pekerjaan tersebut. Seseorang akan menghargai orang tersebut ketika memiliki ilmu dan orang memiliki ilmu pun akan menghargai orang lain. Didukung oleh pendapat dari Adian Husaini (2016) yang menjelaskan bahwa seorang yang menjadikan dirinya muslim wajib memuliakan orang yang berilmu dan terlibat dalam aktivitas keilmuan. Masyarakat yang beradab juga masyarakat yang menghargai aktivitas keilmuan. Dengan begitu seorang pemimpin yang memimpin dalam sebuah instansi atau organisasi yang dalam masa kepemimpinannya akan memberikan kebijakan atau kepetusan untuk instansi dan organisasi tersebut maka sorang pemimpin harus memiliki pengetahuan akan yang dipimpinnya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam Qs. Al-Mujadillah [58] : ayat 11, yang berbunyi: اَذِإ َو ۖ ْمُكَل ُ َّاللَّ ِحَسْفَي اوُحَسْفاَف ِسِلاَجَمْلا يِف اوُحَّسَفَت ْمُكَل َليِق اَذِإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي ُ َّاللَّ ِعَف ْرَي اوُزُشْناَف اوُزُشْنا َليِق اوُنَمآ َنيِذَّلا ْلا اوُتوُأ َنيِذَّلا َو ْمُكْنِم ريِبَخ َنوُلَمْعَت اَمِب ُ َّاللَّ َو ۚ ٍتاَج َرَد َمْلِع Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang- lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Mujadillah [58] : ayat 11) b. Mempunyai kemampuan menyusun perencanaan dan evaluasi. Seorang pemimpin dalam kepemimpinannya bukan hanya kebijakan dan wewenangnya dalam menjalankan tugasnya. Akan tetapi seorang pemimpin harus mepunyai kecerdasan dalam menyusun rencana untuk mencapai tujuannya. Namun bukan hanya kecerdasan dalam menyusun sebuah rencana tetapi juga kecerdasan evaluasi karena untuk mengevaluasi dari rencana yang dibuat. Menurut Abdullah Syukri Zarkasyi (2011) bahwa kecerdasan mengevaluasi sangat berkaitan dengan kecerdasan dalam melihat berbagai kekurangan, kejanggalan atau kelebihan-kelebihan dalam pelaksanaan tujuan suatu program atau kegiatan. Sesuai dengan firman Allah dalam Qs. Al-Hasyr [59] : ayat 18, yang berbunyi: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Hasyr [59] : ayat 18) Dari ayat diatas dengan jelas bahwa Allah memerintahkan hambanya untuk merencanakan dan mengevaluasi dari setiap perbuatan yang dilakukan. c. Mempunyai kekuatan mental melaksanakan kegiatan. Tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama, begitupun dengan sebuah kelompok memiliki pemikiran yang beda. Sehingga perlu mental untuk seorang pemimpin dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Hal yang sama juga disampaikan oleh Kartini Kartono (2010), menurutnya seorang pemimpin bukan hanya memiliki fisik dan rohani saja yang kuat tetapi kekuatan mental juga harus kuat. Kekuatan-kekuatan mental seperti, semangat juang, motivasi kerja, kesabaran, keuletan, ketahanan batin, dan kemauan yang luar biasa untuk mengatasi semua permasalahan yang dihadapi. Hasil akhirnya dari semua itu adalah tidak adanya keraguan dalam menjalankan kepimpinan yang dipilihnya. Allah berfirman dalam Qs. Al Baqorah [2] : ayat 147, yang berbunyi: ## َني ِرَتْمُمْلا َنِم َّنَنوُكَت َلََف ۖ َكِ ب َر ْنِم ُّقَحْلا Artinya: Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (Qs. Al Baqorah [2] : ayat 147) Memasrahkan semuanya kepada Allah atas semua kepemimpinan yang dilakukan tanpa keraguan. Karena sejatinya sebuah kebenaran yang hakiki berasal dari Allah SWT., pemilik alam dan isinya. Dengan demikian ketika mengalami problem kegagalan dalam memimpin dan menghadapi staff atau bawahannya yang tidak sesuai dengan harapan maka tidak membuat dirinya jatuh dan terpuruk, tetapi memasrahkan semuanya pada Allah karena semua dari Allah dan akan baik dengan Allah. Sehingga membuat dia bangkit dari keterpurukan. d. Mempunyai kesadaran dan tanggungjawab moral, serta mau menerima kritik. Karakteristik lain yang membedakan seorang pemimpin dari yang lain adalah keberaniannya untuk bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya (Hakim, 2007). Karena seorang pemimpin bukan hanya bertanggung jawab terhadap tugasnya melainkan juga tugas dari bawahnnya. Dan seorang bawahan atau staff akan bekerja mengikuti apa yang dilakukan oleh pimpinannya. Kinierja seorang pemimpin juga dipertimbangkan. Sesuai dengan firman Allah dalam (Qs. Ash-shaff [61] : ayat 2-3) yang berbunyi: َنوُلَعْفَت َلَ اَم َنوُلوُقَت َمِل اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Qs. Ash-shaff [61] : ayat 2-3) Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menanyakan kenapa mengatakan sesuatu tetapi tidak dikerjakan. Dengan begitu bahwa Allah memerintahkan seseorang ketika mereka mengatakan tentang perbuatan yang baik maka mereka juga harus melakukan, bukan hanya sekedar berbicara. Sikap bukan hanya bicara tetapi juga bekerja membuat seseorang menjadi karismatik, menjadi seorang yang berani bekerja atas apa yang dia tugaskan ke orang lain. ## Karakter Percaya Diri Dalam Berwirausaha Berwirausaha dan kewirausahaan memiliki kata dasar wirausaha adalah orang yang inovatif, antisipatif, inisiatif, pengambil resiko, dan berorientasi laba (Suherman, 2008). Kewirausahaan ( entrepreneurship ) merupakan kemampuan dan keahlian kreatif dan inovatif yang dimiliki seseorang yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Ada lima karakter dalam berwirau usaha Menurut Chusnul Chotimah (2014) berpendapat bahwa kewirausahaan memiliki ciri-ciri yang khusus : (1) penuh percaya diri, (2) memiliki inisiatif, (3) memiliki motif (4) memiliki jiwa kepemimpinan (5) berani mengambil risiko. Dari ciri-ciri diatas bahwa karakter percaya diri dibahas pada urutan pertama dalam hal ini menjelaskan bahwa seorang yang akan berwirausaha karakter pertama yang harus dimiliki oleh dirinya. Karena seseorang yang percaya diri dalam menjalankan hidupnya akan penuh keyakinan, optimis, disiplin, berkomitmen dan bertanggungjawab. Menurut Muhammad Anwar (2017) percaya dirinya seorang yang memiliki wirausaha adalah merasa yakin akan apa-apa yang dibuatnya akan berhasil walau pun akan menghadapi berbagai rintangan. Sehingga dengan percaya diri mempromosikan semua produk atau bisnis yang sedang dilakukan. Tanpa adanya percaya diri dalam mengambil keputusan dan percaya diri terhadap resiko yang akan dihadapinya maka tidak akan berhasil dalam berwirausaha. ## METODELOGI PENELITIAN Dalam penelitian tesis ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi dan tindakan secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Boswori dan Suwandi, 2008). Sedangan pendapat yang berbeda tentang penelitian kualitatif adalah penelitian yang berangkat dari inkuiri naturalistik yang temuan-temuannya tidak diperoleh dari prosedur penghitungan secara statistik. Adapun jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian penelitian lapangan, yaitu studi terhadap realita kehidupan sosial masyarakat secara langsung. Untuk memperkuat data penelitian maka penulis juga melakukan penelitian kepustakaan, mencari data dan teori terkait tema penelitian. ## HASIL PENELITIAN Peran Kepemimpinan Seorang pempimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki visi mencapai sebuah tujuan dengan memikirkan bawahannya. Kepemimpin kepala sekolah di SMK IT Insan Toda adalah sosok pemimpin yang cukup mengayomi seluruh staf dan peserta didi. Adapun hal-hal yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam menjalankan peran sebagai pemimpin sebagai berikut: ## A. Memberikan inovasi dalam memimpin. Kepemimpinan yang dijalankan bukan hanya sekedar menjalankan program yang sudah ada sebelumnya melainkan juga memberikan inovasi atau menambahakan ide-ide terbaru unutuk memperbaiki program sebelumnya. ## B. Memberikan motivasi Bukan hanya tugas dan pekerjaan yang diberikan oleh kepala sekolah kepada seluruh staf dan peserta didiknya. Tetapi sebagai kepala sekolah yang baik maka motivasi juga diberikan untuk mengembangkan kinerja staf dan juga kepercayaan diri peserta didik dalam berwirausaha sesuai dengan visi dari sekolah yaitu menjadi sekolah unggul yang melahirkan entrepreneur berkarakter islami. Pada peran inilah yang menjadikan peserta didik memiliki karakter percaya diri dalam berwirausaha. Pada SMK IT Insan Toda yang berperan untuk mengembangkan karakter percaya diri peserta didik yaitu peran seorang guru kewirusahaan. Dalam hal ini program yang menjadi inovasi dalam sekolah tersebut bahwa siswa wajib mempunyai sebuah produk untuk dijual walaupun bukan hasil mereka sendiri atau hanya sekedar menjadi reseller. Kelebihan dari program ini adalah ketika produk yang dihasilkan oleh peserta didik adalah makanan atau minuman yang harus habis dalam satu hari maka guru-guru harus membeli produk tersebut jika dalam satu hari tidak habis. Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri peserta didik untuk menjual setiap produk yang dijualnya. ## Karakter Percaya Diri Peserta Didik Didalam diri seorang wirausaha haruslah ada sikap percaya diri. Hanya percaya diri pada karakter kewirausahaan bukan hanya sekedar berani tampil depan umum melainkan juga percaya diri dengan bisnis yang akan dilakukan oleh dirinya. Menurut Muhammad Anwar (2017) percaya dirinya seorang yang memiliki wirausaha adalah merasa yakin akan apa-apa yang dibuatnya akan berhasil walau pun akan menghadapi berbagai rintangan. Pada SMK IT Insan toda 68% persen memiliki kepercaan diri yang tinggi dengan mempersiapkan bisnis dan cara memasarkan bisnis yang dilakukan. Sedangkan 28% belum mememiliki kepercayaan diri terhadap bisnis yang dijalankan dan 4% belum menyatakan pendapatnya tentang bisnis yang dilakukannya. Gambar 1. Presentase Percaya diri dan Tidak percaya diri Keterangan: 68% memiliki kepercayaan diri dan 28% tidak memiliki percaya diri dan 4% tidak menjawab. Hal ini dibuktikan dengan persiapan yang sudah dilakukan oleh mereka mulai dari persiapan sampai kepada proses pemasaran. Untuk lebih jelas persentase tingkat kepercayaan dirinya, berikut ini adalah penjelasan dari setiap persentasenya: a. Peserta didik yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi 68% berikut ini diagram dan penjelasannya: Gambar 2 . Presentase Percaya diri yang tinggi Dari diagram diatas dijelaskan bahwa ada 3 kriteria percaya diri yang dimiliki oleh peserta didik yaitu: Mempersiapkan tim untuk membangun bisnis, memasarkan bisnis melalui media online dan mempersiapkan diri dan memasarkan secara langsung dan memasarkan melalui online 68% 28% 4% PRESENTASE PERCAYA DIRI DAN TIDAK PERCAYA DIRI PESERTA DIDIK SMK IT INSAN TODA 1 2 3 27% 22% 51% 0% ## Kepercayaan diri yang tinggi b. Peserta didik yang memiliki kepercayaan diri yang rendah yaitu 38% dan 2% anak yang tidak percaya diri dalam menjalankan bisnis. Hal ini dijelaskan oleh peserta didik bahwa mereka mengalami kebingungan ketika harus dihadapi dengan persiapan untuk memulai bisnis seperti modal diawal dan mencari bahan untuk bisnisnya serta cara memasarkan bisnisnya untuk kalangan luar. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian serta analisis pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Bahwa kepemimpinan pada kepala sekolah SMK IT Insan Toda peran yang dilakukan untuk membangun karakter percaya diri peserta didik adalah dengan memberikan inovasi dalam memimpin dan memberikan motivasi pada peserta didik. Karakter kepercayaan diri peserta didik mencapai 68% yang memiliki karkater percaya diri dalam menjalankan bisnis atau berwirausaha. ## Referensi: Abdul Azis Wahab, 2008, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan (Telaah terhadap organisasi pengelolaan organisasi pendidikan), Bandung: Alfabeta, Abdul Hakim, 2007, Kepemimpinan Islami, Semarang: Unisulla Press, Abdullah Syukri Zarkasyi, 2011, Bekal Untuk Pemimpin, Ponorogo: Trimurti Press, Adian Husaini, 2016, 10 Kuliah Agama Islam Panduan menjadi Cendekiawan Mulia dan Bahagia, Yogyakarta: Pro-U Media, Akdon, 2007, Strategic Management For Education Management , Bandung, Alfabeta, Baharuddin dan Umiarso, 2014, Kepemimpinan Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, Basrowi dan Suwandi, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta, Chusnul Chotimah, Pendidikan Kewirausahaan Di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Inferensi, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 8, No. 1, Juni 2014, Eman Suherman, Desain Pembelajaran Kewiraushaan, Bandung: Penerbit Afabeta, 2008, Kartini Kartono, 2010, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Kewirausahaan Islam: 2018,Penerapan Konsep Berwirausaha dan Bertransaksi Syariah dengan Metode Dimensi Vertikal (Hablumminallah) dan Dimensi Horizontal (Hablumminannas ), Maro, Jurnal Ekonomi Syariah dan Bisnis, Vol. 1. No. 2 November Muhammad Anwar, 2017, Pengantar Kewirausahaan, Jakarta: Kencana, Muhammad Husain Isa dan Ali Manshur, 2017, Syarah 10 Muashafat, Solo: Era Adicitra Intermedia, Mustafa Dieb Al-Bugha Muhyiddin Mistu, 2015, Al-Wafi Fi Syarhil Arba’in An-Nawawi Menyelami 40 Hadits Rasulullah saw, Jakarta: Al-I’tishom, Prayitno Nur, 2017, Kepemimpinan , Yogyakarta: Relasi Inti Media, RB. Khatib Pahlawan Kayo, 2005, Kepemimpinan Islam dan Dakwah, Jakarta: Amzah, Sudarwan Danim, 2003, Menjadi Komunitas Pembelajar (Kepemimpinan Transformasional dalam komunitas organisasi pembelajaran), Jakarta: PT Bumi Akasara, Sunarta dan Ratna Endah Pamuji, Memilih Pemimpin dalam Praktik Kepemimpinan Organisasi Sekolah di Era Global, Jurnal Manajemen Pendidikan , No. 01/Th V/April/2009, Ujang Wahyudin, E Bahruddin, Maemunah Sa’diyah, Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam Di Smpit At- Taufiq (Studi Kasus), Seminar Nasional 2018 “Membangun Budaya Literasi Pendidi kan & Bimbingan dan Konseling Dalam Mempersiapkan Generasi Emas”
8123bb71-84aa-49a2-a9ea-38ddbbf6f4c9
https://jurnal.itg.ac.id/index.php/algoritma/article/download/766/644
## Pendekatan MDLC untuk Media Pembelajaran Pengenalan HIV/AIDS Berbasis Android Dewi Tresnawati 1 , Leni Fitriani 2 , Husni Mubarok 3 Jurnal Algoritma Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut 44151 Indonesia Email : jurnal@sttgarut.ac.id 1 dewi.tresnawati@sttgarut.ac.id 2 leni.fitriani@sttgarut.ac.id 3 1506162@sttgarut.ac.id Abstrak – Perkembangan teknologi saat ini sangat pesat banyak informasi yang di olah sedemikian rupa dan di kemas dengan beberapa media tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang bangun media pembelajaran pengenalan HIV/AIDS berbasis android dan menggunakan metodologi Multimedia Development Life Cycle (MDLC) yang memiliki enam tahapan yaitu tahapan konsep, perancangan, pengumpulan bahan, pembuatan, dan pengujian. Bahan-bahan yang dikumpulkan sumber nya yaitu dari dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat yang setiap tahun nya selalu meningkat dari tahun 2010 sampai 2016 HIV dan AIDS ini mencapai 1.689 sekitar 230% meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Hasil dari penelitian ini adalah media pembelajaran pengenalan HIV/AIDS berbasis android yang menampilkan mengenai pengenalan HIV/AIDS, gejal-gejala yang ditimbulkan, cara penularan virus, bahaya dari penyakit HIV/AIDS dan pencegahan HIV/AIDS. Kata Kunci – Android, HIV/AIDS, Informasi, Multimedia, Teknologi. ## I. PENDAHULUAN Yang menjadi alasan mengambil judul ini yaitu pergaulan bebas yang sudah memprihatinkan dan perkembangan pesat di bidang teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan yang besar dalam berbagai bidang, termasuk di dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan, perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan untuk mendukung perkembangan pembelajaran mandiri jarak jauh, terutama dengan mengedepankan kemudahan, fleksibilitas, dan interaktivitas antar pengguna [1]. Kumulatif penderita Human Immunodeficiency Virus atau disebut HIV di Jawa Barat sampai tahun 2016 yaitu sebanyak 23.301 kasus. Selama periode < 2004-2016 pola penemuan kasus HIV Positif cenderung meningkat, akan tetapi pada tahun 2016 tercatat sebanyak 3.672 menurun jika dibanding tahun 2015 sebesar 4.303, dengan lokasi terjangkit tersebar di 27 Kabupaten/Kota [2]. Yang menjadi kesenjangan penelitian dan menjadi rujukan penelitian pertama yaitu Pengembangan Aplikasi Edukasi Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Berbasis android [3]. Penelitian kedua yaitu Pengembangan Game Edukasi Pengenalan Nama Hewan Dan Habitatnya Dalam 3 Bahasa Sebagai Media Pembelajaran Berbasis Multimedia [4]. Penelitian ketiga yaitu Rancang Bangun Media Pembelajaran Interaktif Mengenal HIV/AIDS Pada Materi Bimbingan Konseling Sekolah Menengah Atas [5]. Kontribusi penelitian ini ialah merancang bangun media pembelajaran pengenalan HIV/AIDS menggunakan audio pada pembahasan materi, menggunakan animasi, menambahkan audio di setiap aksi, dan menambahkan fitur kuis atau evaluasi. Vol. 17; No. 02; 2020; Hal 354-360 ## II. METODOLOGI Berdasarkan siklus pengembangan Multimedia Development Life Cycle [6], yang dikembangkan oleh [7] memiliki beberapa aktivitas dan di gambarkan dalam skema WBS yang bertujuan untuk memecahkan masalah pada setiap proses pekerjaan sehingga menjadi lebih rinci.sebagaimana tampak pada Gambar 1. Gambar 1. Work Breakdown Structure Penelitian Secara garis besar Penjelasan dari Tahapan Work Breakdown Structure (WBS) pada Gambar 1. Yaitu sebagai berikut: 1. Konsep X ( Concept ) Tahap X konsep X merupakan X tahap X awal X dalam X siklus X MDLC [8]; 2. Perancangan X ( Design ) Pada X tahapan X perancangan X konsep yang dibuat akan memudahkan dalam menggambarkan apa yang harus dilakukan [8]; 3. Pengumpulan X Bahan X ( Material X Collecting ) Material P Collecting X adalah X tahap X pengumpulan X bahan atau pengumpulan setiap bahan- bahan X yang X akan X di X kebutuhan [8]; 4. Pembuatan X ( Assembly ) Pada X tahap X assembly X yaitu X merupakan X tahap pembuatan keseluruhan bahan multimedia. X Aplikasi X yang X dibuat X didasarkan X pada X tahap X design, X seperti storyboard [8]; 5. Pengujian X ( Testing ) Pada X tahapan X pengujian p dilakukan X untuk X melakukan X pengujian hasil pembuatan aplikasi X multimedia X sesuai X dengan X rencana. X Pada X tahapan X ini ada dua jenis pengujian yang X dilakukan, X yaitu X pengujian X alpha X dan X ada X pengujian X beta [8]; 6. Distribusi X ( Distribution ) Pada X tahapan X distribusi X merupakan X Tahapan X terakhir X dalam X siklus pengembangan multimedia. X Pendistribusian X dapat X dilakukan X setelah X selesai aplikasi dinyatakan layak pakai X atau X selesai X di X rancang [8] . Sumber data diperoleh dari buku dan dinas kesehatan provinsi jawa barat dimana setiap tahun nya perkembangan penyakit HIV/AIDS ini meningkat derastis juga sangat memprihatinkan. ## III. HASIL X DAN PEMBAHASAN ## A. Hasil X Pada X penelitian X ini X yaitu merancang aplikasi mengenai media pembelajaran pengenalan HIV/AIDS berbasis android tujuannya untuk memberikan pengetahuan mengenai penyakit HIV/AIDS bagi masyarakat umum agar masyarakat lebih mengenal tentang penyakit HIV/AIDS. ## 1. Konsep Konsep aplikasi didasarkan dari hasil analisis dari playstore dan internet maka dibentuklah tujuan X dari X pembuatan X aplikasi. X Tujuan X pembuatan X aplikasi X kemudian di rumuskan kedalam deskripsi X konsep X aplikasi X yang X dilihat X pada X Tabel X 1. Tabel x 1. Deskripsi x Konsep x Aplikasi Fungsi Deskripsi Judul Media Pembelajaran Pengenalan HIV/AIDS Pengguna Anak-anak, Masyarakat umu, dan Pengguna Smartphone Durasi Tidak terbatas Gambar Gambar background , tombol, teks dan gambar yang berformat png dan jpg Animasi Splashscreen Suara Suara dengan format . wav Interaktifitas Tombol list beranda, back dan home. Tombol materi, back dan home Tombol about, home 2. Perancangan Pada tahapan ini terdapat 2 tahapan utama yaitu tahapan perancagan stroyboard dan tahapan perancangan struktur navigasi. a. Perancangan Storyboard Perancangan storyboard yaitu gambaran yang dibuat secara keseluruhan pada cangan storyboard terdapat beberapa halaman diantaranya seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Deskripsi Storyboard Scene Deskripsi Scene X 1 scene Halaman splashscreen dan menampilkan tampilan menu utama, didalamnya terdapat beberapa tampilan menu pilihan diantaranya menu materi, kuis, petunjuk dan about Scene X 2 scene halaman materi didalamya terdapat beberapa sub diantaranya pengenalan, gejala-gejala, penularan, bahaya, pencegahan dan terdapat tombol home untuk kembali ke halaman utama Scene X 3 scene halaman kuis yang di dalamnya berisi pertanyaan- pertanyaan mengenai materi yang disampaikan untuk evaluasi dan ada tombol home untuk kembali ke halaman utama Scene X 4 scene halaman petunjuk didalam nya terdapat petunjuk penggunaan aplikasi dan ada tombol home untuk kembali. Scene 5 scene halaman about yang di dalamnya berisi dari pembuat aplikasi dan terdapat tombol home untuk kembali ke halaman Vol. 17; No. 02; 2020; Hal 354-360 Scene Deskripsi utama b. Perancangan Struktrur Navigasi ## Gambar 2. Struktur Navigasi 3. Pengumpulan Bahan Berikut merupakan pengumpulan bahan untuk pembuatan aplikasi media pembelajaran pengenalan HIV/AIDS yaitu gambar, audio , dan teks : a. Gambar Pengumpulan data-data gambar yaitu tujuannya untuk mendapatkan gambar yang sesuai dan menarik. File gambar yang digunakan yaitu berformat png. proses pengumpulan gambar dapat dilihat pada Gambar 3; b. Audio Pengumpulan data audio yaitu untuk mendapatkan audio yang sesuai dengan yang dibutuhkan pada pembuatan aplikasi, file format yang digunakan yaitu berformat WAV. Pada proses pengumpulan data audio dapat dilihat pada Gambar 4; c. Teks Pengumpulan data teks yaitu untuk mendapatkan bahan berupa teks yang dibutuhkan pada pembuatan aplikasi media pembelajaran pengenalan HIV/AIDS. Proses pengumpulan teks dapat di lihat pada Gambar 5. 4. Pembuatan Tahapan pembuatan atau assembly adalah tahapan diamana setiap elemen yang telah dikumpulkan seperti data-data di material collecting disatukan menjadi satu aplikasi dengan menggunakan software pengolah aplikasi. Hasil dari implementasi data adalah tampilan aplikasi sebagai berikut : Gambar 3. Tampilan X Menu X utama Gambar 4. Tampilan X Materi Gambar 5. Tampilan X Kuis Gambar 6. Tampilan X Petunjuk Gambar 7. Tampilan X Tentang ## 5. Pengujian Pada tahapan pengujian ini fitur-fitur yang ada di aplikasi di uji satu persatu, tahapan pengujian ini X ada X dua X pengujian X yang X dilakukan X yaitu X pengujian X alpa X dan pengujian beta . a. Pengujian X Alpha X yaitu X pengujian X yang X dilakukan dengan pendekatan black box testing dimana pengujian ini dilakukan setelah aplikasi dihasilkan dan bertujuan untuk mengetahui apakah fitur yang disediakan dapat berjalan sesuai kebutuhan pengguna. Pada Tabel 3 hasil pengujian alpha . Vol. 17; No. 02; 2020; Hal 354-360 Tabel 3. Hasil Pengujian Alpha No Kelas Uji Skenario Uji Hasil Yang Diharapkan Kesimpulan 1 Menjalankan aplikasi Masuk ke aplikasi Aplikasi loading dan masuk ke menu utama Sesuai 2 Menjalankan menu materi Masuk ke menu materi Aplikasi menampilkan halaman materi Sesuai 3 Menjalankan setiap sub pada menu materi Masuk ke menu sub materi Aplikasi menampilkan isi materi Sesuai 4 Menjalankan menu kuis Masuk ke menu kuis Aplikasi menampilkan menu kuis Sesuai 5 Memilih soal kuis sampai selesai Skor dan jawaban sesuai Aplikasi menampilkan Skor muncul dan jawaban normal Sesuai 6 Menjalankan menu petunjuk Masuk ke halaman petunjuk Aplikasi menampilkan menu petunjuk Sesuai 7. Masuk ke menu about Masuk ke halaman about Aplikasi menampilkan halaman about Sesuai ## b. Pengujian X Beta X Pengujian beta dilakukan secara objektif dan diuji langsung oleh pengguna dengan cara memberikan pertanyaan kuesioner seputar aplikasi. Tujuan dari kuesioner ini adalah untuk mengetahui apakah aplikasi ini dapat memberikan pemahaman mengenai HIV/AIDS dari berbagai materi yang diberikan di aplikasi. Pada Tabel 4. Hasil penilaian kuesioner. Tabel 4. Hasil Penilaian Kuesioner No Pertanyaan Jawaban Total Responden Persentase % Ya Tidak Ya Tidak 1. Apakah diperlukan sebuah aplikasi media pembelajaran pengenalan HIV/AIDS ? 13 0 13 100% 0% 2. Apakah materi yang di sajikan dapat mudah untuk dipahami? 12 1 13 90% 10% 3. Apakah materi pengertian HIV/AIDS dapat dipahami ? 12 1 13 90% 10% 4 Apakah materi gejala HIV dapat dipahami? 13 0 13 100% 0% 5 Apakah materi gejala AIDS dapat dipahami ? 13 0 13 100% 0% 6. Apakah materi penularan 12 1 13 90% 10% No Pertanyaan Jawaban Total Responden Persentase % Ya Tidak Ya Tidak HIV/AIDS dapat dipahami ? 7. Apakah materi bahaya virus HIV/AIDS dapat dipahami ? 13 0 13 100% 0% 8. Apakah materi pencegahan HIV/AIDS dapat dipahami ? 13 0 13 100% 0% Jumlah 13 13 13 80% 20% ## B. Pembahasan Dari beberapa rujukan X penelitian X sebelumnya X perbandingan dengan X penelitian X ini X yaitu penelitian X sebelumnya X tidak X menggunakan audio disetiap aksi dan tidak menggunakan audio pada pembahasan materi sedangkan pada penelitian ini menggunakan audio di setiap aksi, menambahkan audio pada pembahasan materi dan menambahkan fitur kuis untuk evaluasi. ## IV. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil dan pembahasan telah menghasilkan Rancang Bangun Media Pembelajaran Pengenalan HIV/AIDS Berbasis Android yang tujuannya untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai penyakit HIV/AIDS. Pada aplikasi media pembelajaran pengenalan HIV/AIDS ini menambahkan audio pada pembahasan materi, menggunakan animasi, menambahkan audio di setiap aksi, dan menambahkan fitur kuis atau evaluasi. Saran untuk pengembangan selanjutnya yaitu menyelesaikan sampai tahapan distribusi dan menambahkan simulasi agar lebih jelas mengenai materi yang disajikan. ## DAFTAR X PUSTAKA [1] A. R. Jannah, “Pengembangan Media Pembelajaran Asam Basa Menggunakan Aplikasi Android Berbasis Chemistry Triangle Kelas XI SMA/MA,” J. Pendidik. , 2017. [2] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, “Kasus HIV di Jawa Barat Tahun 2016,” diskes.jabarprov.go.id , 2016. http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php/pages/detailparent/2019/324/Kasus-HIV-di-Jawa- Barat-Tahun-2016. [3] D. Tresnawati and A. Fauzi, “Pengembangan Aplikasi Edukasi Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Berbasis Android,” J. Algoritm. , vol. 14, no. 2, pp. 298–304, 2015, doi: 10.33364/algoritma/v.14-2.298. [4] Ridwan Arif Rahman, Dewi Tresnawati, and D. Tresnawati, “Pengembangan Game Edukasi Pengenalan Nama Hewan Dan Habitatnya Dalam 3 Bahasa Sebagai Media Pembelajaran Berbasis Multimedia,” J. Algoritm. , vol. 13, no. 1, p. 148, 1923, [Online]. Available: http://www.jurnal.sttgarut.ac.id/index.php/algoritma/article/view/323/300. [5] H. Nupus, E. H. Hermaliani, and N. O. Syamsiah, “Rancangan Media Pembelajaran Interaktif Mengenal Hiv / Aids Pada Materi Bimbingan,” J. Tek. Komput. Amik Bsi , vol. Vol. 1, no. No. 1, pp. 96–105, 2015, [Online]. Available: http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jtk/article/download/240/206. [6] A. C. Luther, Authoring Interactive Multimedia . Massachusettes: Academic Press,Inc, 1994. [7] A. H. Sutopo, Multimedia Interaktif Dengan Flash . Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003. [8] I. Binanto, Multimedia Digital - Dasar Teori dan Pengembangannya . Yogyakarta: Andi, 2010.
93484909-6072-4a85-b870-162d781aaa10
https://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/article/download/4120/3127
JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index Terakreditasi Sinta 6 ( No. SK: 164/E/KPT/2021 ) Vol. 7. No. 4 Desember 2022 p-ISSN: 2548-5555 e-ISSN: 2656-6745 ## Penggunaan Strategi Ejaan Inventif Untuk Mengembangkan Keterampilan Berbahasa Dan Minat Belajar Siswa Tk B Di Sekolah X BSD 1 Christella Meirissa, 2 Sri Lanawati Raharja 12 Universitas Pelita Harapan Email: 01669200007@student.uph.edu , sri.lanawati@uph.edu ## Abstrak Keterampilan berbahasa dan minat belajar perlu dikembangkan sejak usia dini, terlebih untuk siswa TK B dalam mempersiapkan dirinya ke kelas satu. Siswa TK B di sekolah X memiliki keterampilan berbahasa dan minat belajar yang masih rendah. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa strategi ejaan inventif dapat meningkatkan keterampilan berbahasa dan minat belajar. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan agar memperbaiki masalah di dalam kelas TK B sekolah X BSD. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan strategi ejaan inventif dalam mengembangkan keterampilan berbahasa dan minat belajar siswa tingkat TK B di Sekolah X BSD. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK ini terdiri dari tiga siklus dengan melakukan tahapan perencanaan, obervasi, tindakan, dan refleksi pada setiap siklus. Partisipan penelitian adalah siswa TK B Sekolah X BSD yang terdiri dari 13 orang. Instrumen penelitian menggunakan rubrik penilaian untuk mengukur keterampilan berbahasa dan minat belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada keterampilan berbahasa dan minat belajar siswa. Nilai rata-rata keterampilan berbahasa pada siklus satu adalah 66,32, pada siklus dua 84,55, dan pada siklus tiga 81,42. Nilai rata-rata minat belajar siswa pada siklus satu adalah 59, 89, pada siklus dua 81, 25, dan pada siklus tiga 80, 21. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan, meskipun hasil siklus dua ke siklus tiga mengalami penurunan. Namun demikian, apabila nilai tersebut dilihat secara individu, maka terdapat peningkatan dari siklus satu hingga siklus tiga. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa strategi ejaan inventif dapat meningkatkan keterampilan berbahasa dan minat belajar siswa TK B di Sekolah X BSD. Kata Kunci : Strategi ejaan inventif, keterampilan berbahasa, minat belajar siswa, PTK. ## Abstract Language skills and interest in learning need to be developed from an early age, especially for kindergarten 2 students in preparing themselves for first grade. K2 students at school X BSD have low language skills and interest in learning. Previous researches have shown that inventive spelling strategy can improve language skills and interest in learning. Therefore, this research was conducted to fix problems in the K2 class of X BSD school. This study aims to analyse the implementation of inventive spelling strategies in developing language skills and interest in learning for K2 students at X BSD School. The research method used is Classroom Action Research (CAR). This CAR consists of three cycles by carrying out the stages of planning, observation, action, and reflection in each cycle. The research participants were K2 students at X BSD School which consisted of 13 people. The research instrument uses an assessment rubric to measure students' language skills and interest in learning. The results showed that there was an increase in students' language skills and interest in learning. The average value of language skills in cycle one was 66.32, cycle two was 84.55, and cycle three was 81.42. The average value of student interest in learning in the first cycle was 59.89, second cycle 81.25, and the third cycle 80.21. The results indicated an increase, although the results of the second cycle to the third cycle decreased. However, if the value is seen individually, then there is an increase from cycle one to cycle three. Therefore, the results of this study show that inventive spelling strategy can improve the language skills and learning interest of K2 students at School X BSD. Keywords: Inventive spelling strategy, language skills, students’ learning interest, CAR. JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index Terakreditasi Sinta 6 ( No. SK: 164/E/KPT/2021 ) Vol. 7. No. 4 Desember 2022 p-ISSN: 2548-5555 e-ISSN: 2656-6745 ## PENDAHULUAN Aspek bahasa merupakan salah satu bidang yang berkontribusi penting dalam perkembangan anak (Yulianti et al., 2019, 404). Menurut Santrock (2019, 153) bahasa adalah bentuk komunikasi, baik lisan, tertulis, maupun tanda yang didasarkan pada sistem simbol. Bahasa terdiri dari kata-kata yang digunakan dalam sebuah masyarakat ketika berinteraksi. Manusia membutuhkan bahasa untuk berbicara kepada orang lain, mendengarkan, membaca, dan menulis (Santrock 2019, 153). Sejalan dengan pendapat Santrock, Tarigan (2008, dalam Yulianti et al., 2019, 404) mengatakan bahwa terdapat empat keterampilan dalam perkembangan bahasa anak usia dini, yaitu keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan menulis, dan keterampilan membaca. Keterampilan membaca pada anak telah menjadi fokus utama bagi masyarakat dan semua pemangku kepentingan pendidikan, seperti guru, pengasuh, orangtua, peneliti, dan perancang kurikulum (Mckey, 2002; Huyen & Nga, 2003, dalam Osei et al., 2016, 35). Hal ini dikarenakan keterampilan membaca di kalangan pelajar memiliki pengaruh yang luas, sehingga menjadi pintu gerbang yang sangat diperlukan untuk pemerolehan pengetahuan. Tingkat kemahiran mereka dalam membaca pun memberikan pengalaman yang mengesankan (Sekyi-Baidoo, 2003, dalam Osei et al., 2016, 35). Oleh sebab itu, membaca menjadi peranan penting dalam kehidupan setiap individu, baik anak kecil, muda, maupun yang sudah tua. Secara khusus, Osei et al. (2016, 35) menyampaikan bahwa ada baiknya jika sekolah memberikan kegiatan membaca pada anak usia dini secara benar dan terstruktur, seperti memegang buku dengan cara yang tepat, mampu membalik halaman dengan benar, menghubungkan gambar dengan pengalaman, membuat kesimpulan mengenai cerita yang dibaca, melihat gambar dan/atau membaca tulisan dari kiri ke kanan serta dari atas ke bawah agar meningkatkan kesiapan membaca, menambah pengetahuan keaksaraan, dan memperoleh informasi. Kegiatan membaca sebenarnya sudah dapat diajarkan kepada anak usia 5-6 tahun selama masih dalam batasan yang sesuai dengan cara belajar anak (Yulianti et al., 2019, 404). Hasan (2012, dalam Yulianti et al., 2019, 404) berpendapat bahwa sebenarnya mengajarkan membaca pada anak usia dini boleh saja dilakukan, asalkan guru maupun orang tua mampu melihat kemampuan anak. Dengan kata lain, guru maupun orang tua disarankan untuk memberikan metode pengajaran yang sesuai di mana anak-anak merasa tidak membebani dan senang saat belajar. Keterampilan lain yang erat hubungannya dengan keterampilan membaca adalah menulis (Chapelle, Enright, & Jamieson, 2011, dalam Schoonen 2018, 516). Kurang lebih dalam 10 tahun terakhir, banyak sekolah yang sudah melatih anak-anak untuk menulis sejak usia dini (Levin & Aram 2013, 221). Read (1971, dalam Sénéchal 2016, 358) memberitahukan bahwa anak-anak belajar menulis terlebih dahulu sebelum dapat membaca. Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Chomsky (1971, dalam Levin & Aram 2013, 222) bahwa pertama kali anak belajar menulis melalui pengejaan kemudian membaca. Banyak penelitian yang menegaskan bahwa belajar menulis dengan pengejaan dapat memfasilitasi anak untuk belajar membaca (Ehri & Wilce, 1987, dalam Levin & Aram 2013, 222). Perdebatan pengajaran menulis dan membaca masih menjadi pro dan kontra dalam masyarakat Indonesia. Surat Edaran Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah nomor 1839/C.C2/TU/2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Taman Kanak-kanak dan penerimaan siswa baru Sekolah Dasar, sebenarnya tidak diperbolehkan mengajar baca, tulis, hitung pada anak usia dini. Namun, pada prakteknya, sebagian besar sekolah dan orangtua menginginkan keterampilan menulis dan membaca diajarkan pada anak-anak usia 5-6 tahun agar mereka sudah bisa menulis dan membaca saat berada di pendidikan Sekolah Dasar (Harususilo, 2018). JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index Terakreditasi Sinta 6 ( No. SK: 164/E/KPT/2021 ) Vol. 7. No. 4 Desember 2022 p-ISSN: 2548-5555 e-ISSN: 2656-6745 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini menyebutkan bahwa lingkup perkembangan bahasa keaksaraan anak usia 5- 6 tahun meliputi: (1) menyebutkan simbol- simbol huruf yang dikenal; (2) mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada di sekitarnya; (3) menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi atau huruf awal yang sama; (4) memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf dan; (5) membaca nama sendiri (Kemendikbud, 2016). Lebih lanjut, Permendikbud nomor 146 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini menyebutkan indikator tentang perkembangan keaksaraan anak usia 5-6 tahun adalah (1) melakukan kegiatan yang menunjukkan anak mampu mengenal benda dengan menghubungkan nama benda dengan tulisan sederhana melalui berbagai aktivitas (misal: menjodohkan, menjiplak, dan meniru) dan (2) membuat gambar dengan beberapa coretan/ tulisan yang sudah berbentuk huruf/ kata. Sebuah pembelajaran membutuhkan minat belajar agar pembelajaran berkembang dengan optimal (Syah, 2010 dalam Madasari & Mulyani 2016, 179). Minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu pelajaran atau aktivitas tertentu daripada yang lain. Selain itu, minat dapat juga dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap aktivitas tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar (Madasari & Mulyani 2016, 179). Kelas TK B di Sekolah X wilayah BSD di tempat peneliti bekerja merupakan sekolah yang mengaplikasikan keterampilan berbahasa dalam kegiatan dan pelajaran sehari-hari, termasuk menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Sekolah X ini menggunakan kurikulum Cambridge dan IEYC untuk kelas TK B. Peneliti melakukan pengamatan secara pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan pertemuan tatap muka (PTM). Pada tanggal 10 – 21 Januari 2022, pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara jarak jauh (PJJ). Selama PJJ, peneliti mengamati bahwa mayoritas siswa kelas TK B ini masih dibantu orang dewasa saat mereka diminta untuk latihan menulis sendiri. Pada bagian keterampilan membaca, mayoritas siswa juga masih dibantu, terlihat dari cara anak-anak memandang orang yang ada di sebelahnya. Mereka terlihat seperti ada yang mengajari. Dari 12 siswa yang ada, hanya terdapat 4 siswa yang bisa membaca dengan lancar dan menulis sendiri meskipun hasil tulisannya belum sempurna. Peneliti juga melakukan pengamatan secara langsung selama PTM yang dilaksanakan selama tiga hari, yaitu pada tanggal 21-23 Januari 2022. Bagi peneliti, pengamatan pada saat PTM lebih akurat dalam mengobservasi keterampilan yang dimiliki siswa. Melalui pengamatan PTM ini, peneliti menemukan bahwa sebanyak 69% siswa kelas TK B ini masih perlu banyak dibantu dalam menulis dan membaca. Pada saat mereka diminta untuk menulis, mereka cenderung ragu apakah tulisannya sudah benar atau belum dan sering memanggil peneliti sebagai guru untuk bertanya ataupun memastikan jawaban mereka. Delapan siswa juga masih menulis huruf dengan arah yang terbalik (a, e, s, j, g) dan masih sulit membedakan huruf b, d, p, q, m, w, c, k. Sementara itu, pada saat mereka diberi kesempatan untuk membaca, mereka juga masih terbata-bata ataupun ada yang diam ketika diminta untuk membaca. Sama seperti paragraf sebelumnya, empat siswa ini menunjukkan performa yang stabil saat PJJ maupun PTM. Pada saat pengamatan yang bersamaan, peneliti mengamati tentang minat belajar Bahasa Indonesia. Peneliti menemukan bahwa hanya ada lima anak yang berpartisipasi aktif dalam bertanya ataupun menjawab pertanyaan dari guru dan fokus selama pembelajaran berlangsung. Empat siswa diantaranya adalah mereka yang sudah memiliki kelancaran menulis dan membaca. Strategi ejaan inventif merupakan proses penting untuk mengembangkan kesadaran fonologis dan keterampilan menulis secara mandiri. Ejaan inventif tidak menuntut kesempurnaan dalam menulis dan sangatlah JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index Terakreditasi Sinta 6 ( No. SK: 164/E/KPT/2021 ) Vol. 7. No. 4 Desember 2022 p-ISSN: 2548-5555 e-ISSN: 2656-6745 wajar jika anak-anak tidak dapat memasukkan setiap suara ke dalam tulisan (Gerde et al. 2012, 355). Sebagai contoh, anak usia 5 tahun diminta untuk menulis kata seat , tapi kata yang tertulis adalah set (Martins et al., 2014, 739). Kemudian, contoh lainnya adalah anak diminta menulis eat , tapi yang tertulis adalah it . Ejaan inventif terlihat seperti ejaan yang tidak akurat dan tidak tepat bagi orang dewasa. Namun demikian, bagi anak-anak yang baru belajar menulis, penting untuk mereka mengembangkan keterampilan menulis sebagai langkah awal dalam membentuk hubungan antara bunyi huruf, simbol huruf, dan juga kata-kata yang tercipta (Albuquerque & Martins 2020, 3). Jika guru atau orang dewasa lain memaksa anak untuk menulis dengan benar dan tepat, maka hal ini membuat anak-anak mengurungkan niat untuk belajar menulis dan kurangnya rasa percaya diri (Martins et al., 2014, 739). Sifat alami dari ejaan inventif adalah memberikan kesempatan pada anak-anak untuk menganalisis korespondensi antara bunyi dan huruf serta mampu memberikan umpan balik dan kesadaran diri terhadap huruf yang ditulis (Sénéchal 2016, 359). Melalui penerapan ejaan inventif, anak-anak mencoba mengeja kata-kata dan memungkinkan mereka untuk menulis dengan tidak tepat ketika mereka menuangkan bunyi yang mereka dengar ke dalam huruf (Oullette & Sénéchal, 2008, dalam Mehta et al., 2017, 587). Seiring berjalannya waktu, huruf yang mereka tulis bisa menjadi lebih tepat. Awalnya, anak-anak hanya bisa mengenali bunyi huruf pertama. Lalu, kemampuannya berkembang ketika mereka bisa mengenali bunyi huruf terakhir dan tengah, sehingga tulisan mereka mendekati sempurna. Selain itu, anak-anak juga bisa mengoreksi hubungan antara bunyi dan huruf yang mereka tulis dengan membaca (Ferreiro, 1991; Treiman, 1993; Ehri & Wilce, 1985, dalam Mehta et al., 2017, 587). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa strategi ejaan inventif dapat meningkatkan keterampilan berbahasa, terutama dalam menulis dan membaca pada tingkat anak usia dini. Namun, penelitian terdahulu tidak menggunakan Bahasa Indonesia sebagai penelitian. Hingga saat ini pun, peneliti tidak menemukan penelitian tentang strategi ejaan inventif yang menggunakan Bahasa Indonesia untuk siswa TK B. Selain itu, keterampilan berbahasa dan minat belajar penting untuk dikembangkan ataupun ditingkatkan agar performa akademik di sekolah dapat meningkat dan mampu bertahan mengikuti sekolah formal. Jika keterampilan menulis dan keterampilan membaca pada siswa tidak ditingkatkan, maka performa akademik akan menurun bahkan bisa putus sekolah karena dua keterampilan ini menjadi prediktor kesuksesan akademik (Sénéchal 2016, 358). Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti melakukan penelitian terkait pengembangan keterampilan berbahasa dan minat belajar melalui penerapan strategi ejaan inventif pada siswa TK B di sekolah X. Strategi ejaan inventif diharapkan dapat membantu anak mengembangkan minat belajar dan keterampilan berbahasa. Selain itu, hal-hal ini juga melatih mereka mempersiapkan diri dalam menempuh pendidikan di jenjang Sekolah Dasar. ## KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keterampilan Berbahasa Gordon dan Browne (20177, 421) mendefinisikan bahasa sebagai sebuah alat komunikasi bagi manusia yang di dalamnya juga melibatkan penggunaan suara sehingga memiliki makna serta bersifat reseptif dan ekspresif. Menurut Santrock (2019, 153) bahasa adalah bentuk komunikasi, baik lisan, tertulis, maupun tanda yang didasarkan pada sistem simbol. Bahasa terdiri dari kata-kata yang digunakan dalam sebuah masyarakat ketika berinteraksi. Manusia membutuhkan bahasa untuk berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis kepada orang lain. Lalu, Hurlock (1997, 176) mendefinisikan bahasa sebagai sarana komunikasi dengan mengutarakan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan isi pesannya kepada orang lain. Berdasarkan definisi dari para ahli, maka peneliti menyimpulkan keterampilan berbahasa adalah keahlian dalam berkomunikasi, baik secara langsung maupun JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index Terakreditasi Sinta 6 ( No. SK: 164/E/KPT/2021 ) Vol. 7. No. 4 Desember 2022 p-ISSN: 2548-5555 e-ISSN: 2656-6745 tidak langsung, untuk menyampaikan pesan kepada orang lain melalui menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Keterampilan berbahasa setiap orang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor biologis, faktor lingkungan, dan inteligensi (Santrock 2014, 27). Faktor biologis berkaitan dengan area bagian otak yang bertanggung jawab atas perkembangan bahasa (Bortfeld, Fava, & Boas 2009; Shafer & Garrido Ng 2010 dalam Santrock 2014, 277). Dua wilayah yang terlibat dalam perkembangan bahasa adalah area Broca dan area Wernicke. Area Broca bertanggung jawab atas produksi kata-kata dan pemrosesan tata bahasa. Area Wernicke terlibat dalam pemahaman bahasa. Kemudian, faktor lingkungan berhubungan dengan pengalaman anak, bahasa tertentu yang akan dipelajari, dan konteks di mana pembelajaran berlangsung dapat sangat mempengaruhi pemerolehan bahasa (Goldfield & Snow 2009, dalam Santrock 2014, 278). Faktor terakhir adalah inteligensi. Anak yang memiliki inteligensi tinggi dapat belajar lebih cepat dan memperlihatkan keterampilan yang lebih unggul. Sebaliknya, anak dengan inteligensi rendah akan belajar lebih lambat dan keterampilan berbahasanya lebih rendah (Hurlock 1997, 186). Seseorang yang memiliki keterampilan berbahasa baik memiliki beberapa manfaat (Evans, 2014). Pertama, ia dapat berinteraksi dengan orang lain karena ia dapat memahami pesan yang disampaikan. Kedua, ia dapat mengekspresikan keinginannya, perasaan, ide, pendapat, hal yang disukai maupun yang tidak disukai. Ketiga, ia dapat mempengaruhi cara pandang orang lain dalam memahami suatu hal. 2.2 Minat Belajar Minat adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menyibukkan dirinya dengan suatu kegiatan ketika dia bebas memilih hal yang akan dia lakukan (Hurlock 1998, 114). Minat merujuk pada rasa ketertarikan atau kesukaan pada suatu kegiatan tanpa adanya paksaan (Crawley & Mountain, 1995, dalam Suryani 2020, 122). Sejalan dengan definisi ini, Slameto (2015, 180) mengartikan minat sebagai keadaan di mana seseorang memiliki rasa suka terhadap suatu hal tanpa ada yang menyuruh. Minat memainkan peranan penting dalam kehidupan setiap orang. Minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar (Hurlock 1998, 114). Berdasarkan definisi- definisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa minat belajar adalah perasaan suka terhadap suatu aktivitas belajar yang mendorong seseorang untuk melakukannya sendiri secara bebas tanpa adanya paksaan. Slameto (2015, 54) mengatakan bahwa minat belajar tidak terjadi begitu saja, tetapi ada faktor yang turut mempengaruhi seseorang memiliki minat belajar. Faktor tersebut terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan minat yang berasal dari diri sendiri. Faktor internal terbagi menjadi dua, yaitu faktor jasmaniah dan faktor psikologis. Faktor jasmaniah berkaitan dengan kondisi fisik siswa, sedangkan faktor psikologis berkaitan dengan kesiapan belajar, pengetahuan, dan motivasi dalam menerima pembelajaran. Selanjutnya, faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar diri sendiri. Faktor eksternal juga terbagi menjadi dua, yaitu faktor keluarga dan faktor sekolah. Pola asuh anak, cara mendidik anak, hubungan yang tercipta dalam keluarga, kondisi finansial, latar belakang budaya, situasi di dalam rumah merupakan bagian dari faktor keluarga yang mempengaruhi minat belajar anak. Kemudian, suasana kelas, metode belajar dari sekolah, kurikulum, sarana prasarana sekolah, peraturan sekolah, hubungan guru dengan siswa, hubungan antar siswa, bangunan sekolah, standar penilaian, tugas-tugas yang diberikan merupakan bagian dari faktor sekolah yang mempengaruhi minat belajar anak. Seseorang yang memiliki minat belajar tinggi akan memiliki empat keuntungan (Khairani 2017, 146-147). Pertama, minat menghindari distraksi dari lingkungan sekitar, sehingga fokusnya tetap terjaga. Kedua, minat memudahkan terciptanya konsentrasi. Ketiga, minat dapat memperkecil atau menghilangkan rasa bosan. Keempat, minat dapat memudahkan seseorang untuk mengingat pelajaran tersebut. JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index Terakreditasi Sinta 6 ( No. SK: 164/E/KPT/2021 ) Vol. 7. No. 4 Desember 2022 p-ISSN: 2548-5555 e-ISSN: 2656-6745 ## 2.3 Strategi Ejaan Inventif Menurut Chomsky (1970, dalam Martins et al., 2013, 217), ejaan inventif adalah strategi yang menawarkan pengetahuan anak tentang bagaimana bahasa lisan dapat dituangkan ke dalam tulisan. Read (1971, dalam Oullette & Sénéchal 2017, 77), memberikan definisi ejaan inventif sebagai upaya spontan anak untuk menulis kata sesuai dengan apa yang ia dengar. Gentry (2000, dalam Zhang et al., 2017, 1706) mengatakan bahwa ejaan inventif adalah usaha anak dalam menulis atau mengeja kata-kata sebelum mereka dapat membaca. Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh para tokoh, maka peneliti menyimpulkan strategi ejaan inventif adalah usaha spontan anak-anak dalam mengeja kata ke dalam tulisan melalui apa yang mereka dengar tanpa adanya rasa takut. Ehri (1991, dalam Martins et al., 2013, 217) mengidentifikasi empat tahap dalam perkembangan ejaan inventif. Tahap pertama adalah tahap pra-abjad. Pada tahap ini, anak- anak menggabungkan huruf-huruf tanpa memperhatikan korespondensi antara huruf dan suara. Sebagai contoh, anak-anak menuliskan kata quick sebagai hs . Huruf h dan huruf s tidak ada hubungannya dengan bunyi dalam kata quick . Tahap kedua adalah alfabet parsial (Ehri, 1991, dalam Martins et al., 2013, 217). Anak-anak mulai secara fonetik mengenal bunyi huruf dari huruf yang mereka pelajari. Huruf-huruf yang ditulis dapat mewakili dua suara dan suku kata dalam kata yang bersangkutan. Sebagai contoh pada kata you . Anak-anak menulis huruf u karena mereka menganggap huruf u mewakili kata you (Ferreiro, 1988, dalam Martins et al., 2013, 218). Tahap ketiga adalah alfabet penuh (Ehri, 1991, dalam Martins et al., 2013, 218). Tahap ini ditandai dengan korespondensi sistematis antara huruf dan suara. Tingkat pengetahuan anak-anak tentang bunyi dan suara sudah lebih baik. Mereka dapat mendengar dan mengeja kata lebih detil. Contohnya pada kata cake . Anak-anak menuliskan cake sebagai kak (Ferreiro, 1988, dalam Martins et al., 2013, 218). Tahap terakhir adalah konsolidasi alfabet (Ehri, 1991, dalam Martins et al., 2013, 218). Pada tahap ini, urutan huruf dalam sebuah kata menjadi penting. Anak-anak mulai mempelajari bunyi-bunyi spesial, seperti ee, oo, sh, ch, -igh, ay, ai, ow, ou. Anak-anak juga mulai memiliki kesadaran untuk menulis dengan benar. Sebagai contoh, anak diminta untuk menulis kata here . Anak-anak dapat menuliskannya sebagai hire . ## METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan sebuah proses sistematis yang digunakan untuk memecahkan masalah pendidikan dan melakukan perbaikan di dalam kelas (Tomal 2010, 11). Penelitian tindakan cocok untuk pendidik sebagai proses praktis karena lebih memperhatikan pemecahan masalah dengan cara yang efisien (Tomal 2010, 11). Peneliti menggunakan model penelitian dari Kemmis dan Mc Taggart dalam melakukan penelitian ini. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi dan dokumen. Sementara itu, instrumen penelitiannya adalah peneliti, lembar persetujuan penelitian, lembar observasi, foto, dan rubrik penilaian. Kemudian, analisi data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini dikatakan berhasil jika mayoritas siswa di dalam kelas mencapai nilai standar minimal 80. Peneliti melakukan penelitian di sekolah X yang berlokasi di wilayah BSD. Waktu pengambilan data dilaksanakan pda 4- 22 April 2022. Peneliti mengadakan penelitian sebanyak tiga siklus. Dalam satu minggu, ada dua kali pertemuan untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Masing-masing pertemuan berdurasi 30 menit. Partisipan yang terlibat pada penelitian ini adalah siswa kelas TK B tahun pelajaran 2021-2022. Jumlah siswa sebanyak 12 orang yang terdiri dari 6 anak perempuan dan 6 anak laki-laki. Siswa pada kelas TK B ini berada pada rentang usia 5-6 tahun. JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index Terakreditasi Sinta 6 ( No. SK: 164/E/KPT/2021 ) Vol. 7. No. 4 Desember 2022 p-ISSN: 2548-5555 e-ISSN: 2656-6745 HASIL ## PENELITIAN DAN ## PEMBAHASAN Peneliti melakukan PTK ini terdiri dari tiga siklus dengan empat tahapan untuk setiap siklusnya. Tahapan-tahapan tersebut adalah perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pada tahap perencanaan, peneliti membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP), langkah pembelajaran, serta menyiapkan rubrik penilaian dan lembar penilaian. Bagian tahap tindakan, peneliti menguraikan tindakan yang dilakukan saat proses penelitian berlangsung. Selanjutnya, untuk tahap observasi, peneliti menyajikan hasil pengamatan yang terjadi selama peneliti melakukan tindakan dalam menerapkan strategi ejaan inventif dalam kegiatan belajar mengajar. Pada tahap refleksi, peneliti mengutarakan tentang kendala, keberhasilan, dan rencana tindak lanjut untuk siklus berikutnya. 4.1 Keterampilan Berbahasa Berikut ini peneliti menyajikan grafik perkembangan keterampilan berbahasa siswa TK B di Sekolah X BSD untuk tiga siklus: Grafik 1 Nilai Rata-rata Keterampilan Berbahasa Siklus 1, 2, dan 3 Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2022 Grafik 4.1 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata keterampilan berbahasa pada siklus satu dan siklus dua. Nilai rata-rata keterampilan berbahasa siklus satu adalah 66,32 naik menjadi 84,55 pada siklus dua. Akan tetapi, nilai rata-rata keterampilan berbahasa mengalami penurunan pada siklus dua ke siklus tiga. Nilai rata-rata keterampilan berbahasa siklus dua adalah 84,55 turun menjadi 81,42 pada siklus tiga. Jumlah murid yang berpartisipasi menjadi penyebab turunnya nilai rata-rata siklus dua dan siklus tiga. Siswa yang bernama Gerry hadir pada siklus dua, namun ia tidak hadir pada siklus tiga. Peningkatan keterampilan berbahasa dari siklus satu ke siklus dua mengalami peningkatan sebesar 18,23 poin. Peningkatan ini bisa terjadi karena beberapa faktor yang sudah dijelaskan pada bab dua, yaitu faktor biologis, faktor lingkungan, dan faktor inteligensi. Pada faktor biologis, otak anak- anak semakin berkembang karena belajar banyak hal, sehingga area Brocka dan Wernicke pun juga berkembang dengan baik dalam memproses informasi tentang bahasa. Pada faktor lingkungan, siswa yang belajar di sekolah dengan siswa yang belajar dari rumah mempengaruhi performa belajarnya. banyak ahli bahasa yang berpendapat bahwa pengalaman anak, bahasa tertentu yang akan dipelajari, dan konteks di mana pembelajaran berlangsung dapat sangat mempengaruhi pemerolehan bahasa (Goldfield & Snow 2009, dalam Santrock 2014, 278). Berdasarkan hasil observasi, banyak siswa yang mengalami peningkatan di siklus dua karena mereka belajar dari sekolah dan situasi belajar di sekolah lebih kondusif. Kemudian, lingkungan dari rumah juga dapat mempengaruhi ke perkembangan positif jika pendamping memberikan latihan lagi di rumah. Faktor yang terakhir adalah inteligensi. Anak yang memiliki inteligensi tinggi dapat belajar lebih cepat dan memperlihatkan keterampilan yang lebih unggul. Sebaliknya, anak dengan inteligensi rendah akan belajar lebih lambat dan keterampilan berbahasanya lebih rendah (Hurlock 1997, 186). Pada faktor ini, peneliti tidak bisa mengetahui inteligensi setiap siswa karena perlu dilakukan tes yang sudah terstandarisasi. Akan tetapi, jika siswa mau belajar dan berlatih, makanya pemahamannya akan bahasa menjadi lebih baik. Selanjutnya, berdasarkan perolehan nilai pada siklus satu dan siklus tiga, didapatkan hasil N-gain sebagai berikut: JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index Terakreditasi Sinta 6 ( No. SK: 164/E/KPT/2021 ) Vol. 7. No. 4 Desember 2022 p-ISSN: 2548-5555 e-ISSN: 2656-6745 Tabel 1 Hasil Penilaian N-Gain Keterampilan Berbahasa No. Nama Samaran Skor Siklus Satu Skor Siklus Tiga N- Gain 1. Alicia 56,3 83,33 0,62 2. Diana 68,8 87,50 0,60 3. Edwin 50 72,92 0,46 4. Farrel 64,6 85,42 0,59 5. Gerry 0 0 0 6. Kania 97,9 100 1 7. Klara 97,9 100 1 8. Noel 54,2 77,08 0,50 9. Marcel 64,6 91,67 0,76 10. Sofia 91,7 100 1 11. Vanya 62,5 81,25 0,50 12. Hosea 87,5 97,92 0,83 Rata-rata 0,71 Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2022 Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata- rata N-Gain keterampilan berbahasa siklus satu dan siklus tiga adalah 0,71 yang tergolong tinggi. Sebelas siswa mengalami peningkatan nilai keterampilan berbahasa pada siklus ketiga. Sebanyak lima siswa mengalami peningkatan belajar yang tinggi. Kania, Klara, dan Sofia mengalami peningkatan dengan N- Gain 1. Lalu, Hosea mengalami peningkatan dengan N-gain 0, 83 dan Marcel juga mengalami peningkatan dengan N-gain 0, 76. ## 4.2 Minat Belajar Berikut ini peneliti menyajikan grafik perkembangan minat belajar siswa TK B di Sekolah X BSD untuk tiga siklus: Grafik 2 Grafik Nilai Rata-rata Minat Belajar Siklus 1, 2, dan 3 ## Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2022 Dari grafik 2 dapat terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata minat belajar pada siklus satu dan siklus dua. Nilai rata-rata minat belajar siklus satu adalah 59,86 meningkat menjadi 81,25 pada siklus dua. Akan tetapi, nilai rata-rata minat belajar mengalami penurunan pada siklus dua ke siklus tiga. Nilai rata-rata minat belajar siklus dua adalah 81,25 turun menjadi 80,21 pada siklus tiga. Jumlah murid yang berpartisipasi menjadi penyebab turunnya nilai rata-rata siklus dua dan siklus tiga. Siswa yang bernama Gerry hadir pada siklus dua, namun ia tidak hadir pada siklus tiga. Peningkatan minat belajar dari siklus satu ke siklus dua mengalami peningkatan sebesar 21,39 poin. Peningkatan ini bisa terjadi karena beberapa faktor yang sudah dijelaskan pada bab dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkenaan dengan minat yang bersumber dari diri sendiri (Slameto, 2015, 54). Faktor internal terbagi menjadi dua, yaitu faktor jasmaniah dan faktor psikologis. Faktor jasmaniah berkaitan dengan kondisi fisik siswa, seperti kesehatan. Sementara itu, faktor psikologis berkaitan dengan kesiapan belajar, pengetahuan, dan motivasi dalam menerima pembelajaran. Berkaitan dengan hasil penelitian minat belajar pada siklus dua dan grafik 4.2, maka dapat dikatakan bahwa siswa sudah mempunyai pengetahuan lebih baik dalam mengintegrasikan penerapan ejaan inventif dalam pembelajaran, termotivasi ingin terus belajar, dan tentunya siswa juga dalam keadaan fisik yang sehat untuk belajar. Faktor berikutnya adalah faktor eksternal, terbagi menjadi dua, yaitu faktor keluarga dan sekolah. Ketika suasana keluarga hangat dan rukun, maka hal ini dapat mempengaruhi minat belajar anak. Ketika fasilitas sekolah, metode belajar, bangunan sekolah, hubungan antar guru-siswa dan siswa dengan siswa terjalin dengan positif, maka hal ini juga berpengaruh pada minat belajarnya. Jika dikaitkan dengan hasil penelitian dan grafik 4.2, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa di kelas TK B sekolah X mendapatkan dukungan penuh antara sekolah dan keluarga, sehingga berpengaruh pada perkembangan minat belajarnya. Lebih lanjut, berdasarkan perolehan nilai pada siklus satu dan siklus tiga, didapatkan hasil N-gain sebagai berikut: JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index Terakreditasi Sinta 6 ( No. SK: 164/E/KPT/2021 ) Vol. 7. No. 4 Desember 2022 p-ISSN: 2548-5555 e-ISSN: 2656-6745 Tabel 2 Hasil Penilaian N-Gain Minat Belajar No. Nama Samaran Skor Siklus Satu Skor Siklus Tiga N- Gain 1. Alicia 50 87,5 0,75 2. Diana 62,5 87,5 0,67 3. Edwin 50 68,75 0,38 4. Farrel 62,5 87,5 0,67 5. Gerry - - - 6. Kania 81,25 100 1 7. Klara 87,25 100 1 8. Noel 50 68,75 0,38 9. Marcel 50 81,25 0,63 10. Sofia 93,75 100 1 11. Vanya 56,25 87,5 0,71 12. Hosea 75 93,75 0,75 Rata-rata 0,72 Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2022 Tabel 2 memperlihatkan bahwa nilai rata-rata N-Gain minat belajar siklus satu dan siklus tiga adalah 0,72 yang tergolong tinggi. Sebelas siswa mengalami peningkatan nilai minat belajar pada siklus ketiga. Sebanyak enam siswa mengalami peningkatan belajar yang tinggi. Kania, Klara, dan Sofia mengalami peningkatan dengan N-Gain 1. Lalu, Hosea dan Alicia mengalami peningkatan dengan N-gain 0, 75, serta Vanya juga mengalami peningkatan dengan N-gain 0, 71. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa penggunaan strategi ejaan inventif dapat mengembangkan keterampilan berbahasa dan minat belajar siswa TK B di Sekolah X BSD. Adapun saran praktis yang bisa diberikan dari penelitian ini adalah strategi ejaan inventif dapat digunakan pada topik yang lain, dapat meningkatkan kesadaran fonologis, dan dapat dilakukan secara sinergis dengan mata pelajaran Bahasa Inggris untuk jenjang PAUD. ## DAFTAR PUSTAKA ---. Life-Span Development . 17th ed., New York, NY, McGraw-Hill Education, 2019. Ann Miles Gordon, and Kathryn Williams Browne. Beginnings & beyond : Foundations in Early Childhood Education . Boston, Ma: Cengage Learning, 2017. Evans, Vyvyan. “What Do We Use Language For? | Psychology Today.” Www.psychologytoday.com , Dec. 2014, www.psychologytoday.com/intl/blog/la nguage-in-the-mind/201412/what-do- we-use-language. Accessed 22 Apr. 2022. Harususilo, Yohanes E. “Bolehkah Calistung Diajarkan di TK? Ini Aturannya.” Kompas, Agustus 2018. Diakses dari www.kompas.com pada 16 Februari 2022. Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak . 6th ed., vol. 1, Jakarta, Erlangga, 1997. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan, 2016. Khairani, Makmun. Psikologi Belajar . Yogyakarta, Aswaja Pressindol, 2017. Levin, Iris, and Dorit Aram. “Promoting Early Literacy via Practicing Invented Spelling: A Comparison of Different Mediation Routines.” Reading Research Quarterly , vol. 48, no. 3, 12 Apr. 2013, pp. 221–236, 10.1002/rrq.48. Accessed 15 February 2022. Madasari, Kurnia Asti, and Mimi Mulyani. “Keefektifan Metode Eja Dan Metode SAS Berdasarkan Minat Belajar Dalam Pembelajaran Keterampilan Membaca Dan Menulis Permulaan Pada Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar.” Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia , vol. 5, no. 2, 2016, pp. 177– 183. Accessed 22 Mar. 2022. Martins, Margarinda Alves, et al. “The Impact of Invented Spelling on Early Spelling and Reading.” Journal of Writing Research , vol. 5, no. 2, Oct. 2013, pp. 215–237, 10.17239/jowr-2013.05.02.3. Mehta, Sheena, et al. “Invented Spelling, Word Stress, and Syllable Awareness in JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index Terakreditasi Sinta 6 ( No. SK: 164/E/KPT/2021 ) Vol. 7. No. 4 Desember 2022 p-ISSN: 2548-5555 e-ISSN: 2656-6745 Relation to Reading Difficulties in Children.” Journal of Psycholinguistic Research , vol. 47, no. 3, 6 Dec. 2017, pp. 585–606, 10.1007/s10936-017-9547-2. Accessed 15 February 2022. Osei, Aboagye Michael, et al. “The Use of Pre- Reading Activities in Reading Skills Achievement in Preschool Education.” European Journal of Educational Research , vol. 5, no. 1, 15 Jan. 2016, pp. 35-42, 10.12973/eu-jer.5.1.35. Accessed 16 February 2022. Ouellette, Gene, and Monique Sénéchal. “Invented Spelling in Kindergarten as a Predictor of Reading and Spelling in Grade 1: A New Pathway to Literacy, or Just the Same Road, Less Known?” Developmental Psychology , vol. 53, no. 1, 2017, pp. 77–88, 10.1037/dev0000179. Accessed 25 January 2022. Santrock, John W. Child Development . 14th ed., Boston, McGraw-Hill, 2014. Schoonen, Rob. “Are Reading and Writing Building on the Same Skills? The Relationship between Reading and Writing in L1 and EFL.” Reading and Writing , vol. 32, no. 3, 16 June 2018, pp. 511–535, 10.1007/s11145-018-9874-1. Accessed 15 February 2022. Sénéchal, Monique. “Testing a Nested Skills Model of the Relations among Invented Spelling, Accurate Spelling, and Word Reading, from Kindergarten to Grade 1.” Early Child Development and Care , vol. 187, no. 3-4, 24 Aug. 2016, pp. 358–370, 10.1080/03004430.2016.1205044. Accessed 13 February 2022. Slameto. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. 6th ed., Jakarta, Bina Aksara, 2015. Suryani, Ade Irma. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Siswa (Studi Kasus Di SDN 105 Pekanbaru).” Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar , vol. 9, no. 1, 26 Feb. 2020, pp. 115–125, 10.33578/jpfkip.v9i1.7860. Tomal, Daniel R. Action Research for Educators . Lanham, Md.; Toronto, Rowman & Littlefield Education, 2010. Yulianti, Dwi, et al. “PENGARUH METODE MEMBACA GLENN DOMAN TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK USIA 5-6 TAHUN.” Kumara Cendekia , vol. 7, no. 4, 11 Dec. 2019, pp. 403-415, 10.20961/kc.v7i4.35571. Accessed 16 February 2022. Zhang, Chenyi, et al. “The Associations among Preschool Children’s Growth in Early Reading, Executive Function, and Invented Spelling Skills.” Reading and Writing , vol. 30, no. 8, 9 May 2017, pp. 1705–1728, 10.1007/s11145-017-9746- 0. Accessed 28 January 2022.
b84ec48a-5452-4821-9839-ff9982c0e5ea
https://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.php/JKM/article/download/1452/467
## ANALISIS METIL PARABEN DALAM BEBERAPA MERK HAND AND BODY LOTION YANG BEREDAR DI PASAR PAGI KALIWUNGU SEMARANG Eny Hastuti 1 , Cahya Mitsluna Qothrun Nada 2 1,2 Akademi Farmasi 17 Agustus 1945 Semarang E mail. enyhastuti17@gmail.com ## ABSTRAK Metil paraben pada sediaan kosmetik digunakan sebagai bahan pengawet yang “hypoallergenic” dengan tidak adanya iritasi dan sensitisasi . Sebagai pengawet tunggal batas maksimum kadar metil paraben yang digunakan sesuai dengan peraturan BPOM RI No.HK.00.05.1745, tanggal 5 Mei 2003 adalah 0,4% pada beberapa sediaan kosmetik termasuk salah satunya hand and body lotion. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan metil paraben dalam beberapa merk sediaan hand and body lotion yang beredar di Pasar Pagi Kaliwungu Semarang, dan mengetahui apakah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk uji kualitatif dan uji kuantitatifnya secara Spektrofotometri Ultra Violet (UV). Dari hasil penelitian di dapatkan rata-rata kadar pada sampel merk X adalah 0,0058% dan sampel merk Y adalah 0,0057%, sehingga kedua merk hand and body lotion tersebut memenuhi peraturan BPOM RI. Kata Kunci : metil paraben, hand and body lotion , spektrofotometri UV ## ABSTRACT Methyl paraben in cosmetic products is used as a preservative that is "hypoallergenic" without causing irritation and sensitization. As a single preservative, the maximum limit of methyl paraben content used is in accordance with BPOM RI Regulation No.HK.00.05.1745, dated May 5, 2003, which is 0.4% in several cosmetic products, including hand and body lotion. This study aims to determine the content of methyl paraben in several brands of hand and body lotion products circulating in Pasar Pagi Kaliwungu Semarang, and to determine whether it meets the specified requirements. This research is a descriptive analytic study, using the Thin Layer Chromatography (TLC) method for qualitative testing and the Ultraviolet Spectrophotometry (UV) method for quantitative testing. From the results of the study, the average levels in sample X were 0.0058% and sample Y were 0.0057%, indicating that both hand and body lotion brands comply with BPOM RI regulations. Keywords : methyl paraben, hand and body lotion, UV spectrophotometry. JKM Jurnal Kesehatan Masyarakat ITEKES Cendekia Utama Kudus P-ISSN 2338-6347 E-ISSN 2580-992X Vol. 11, No. 1, April 2023 ## LATAR BELAKANG Kosmetika merupakan sediaan atau bahan yang biasa digunakan pada bagian luar tubuh manusia (rambut, kuku, epidermis, dan organ genital bagian luar) atau bagian gigi dan mukosa mulut terutama yang bertujuan untuk membersihkan mengubah penampilan, mewangikan, memperbaiki bau badan, atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi yang baik. [1] Ada dua macam jenis kosmetika yakni kosmetik perawatan yang digunakan untuk melindungi dan menjaga kulit dari paparan sinar UV, mengangkat kotoran yang mencemari kulit, melembutkan kulit yang kasar dan memperlambat timbulnya kerutan dan kosmetik dekoratif yakni kosmetik yang dapat mengubah kulit wajah menjadi cerah serta bagian- bagian kulit wajah yang tidak merata dapat tertutupi. [2] Salah satu bentuk kosmetik yang beredar dipasaran yang sering digunakan masyarakat untuk melindungi kulit dari kerusakan sinar ultraviolet adalah hand and body lotion . [3] Kandungan dari sediaan hand and body lotion adalah beberapa bahan tambahan kosmetik seperti bahan pewarna, bahan tabir surya dan bahan pengawet. Bahan pengawet adalah bahan yang digunakan untuk menghambat atau mencegah tumbuhnya mikroorganisme. [1] Pada sediaan hand and body lotion banyak terkandung zat-zat kimia dengan persyaratan konsentrasi yang telah ditentukan. Salah satu bahan zat yang digunakan sebagai pengawet yaitu metil paraben. Berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indosensia No. HK.00.05.42.1018 tahun 2008 tentang kosmetik pasal 5 menyatakan bahwa zat pengawet yang diperbolehkan dalam produk akhir pada sediaan kosmetik dengan persyaratan penggunaan dan kadar maksimum yang diperbolehkan ditetapkan sebesar 0,4% untuk ester asam p-hidroksi benzoat tunggal (metil paraben), dan untuk campuran ester sebesar 0,8%. [1] Pada penggunaan jangka panjang pemakaian produk Hand and body lotion yang mengandung metil paraben menimbulkan efek samping umum pada kulit terjadi iritasi, dapat menimbulkan reaksi alergi dan inflamasi, menimbulkan lesi kulit hingga dermatitis. Kasus alergi metil paraben sudah banyak dilaporkan, namun kebanyakan bagi konsumen yang memiliki kulit normal metil paraben sebenarnya jarang menimbulkan reaksi alergi dan reaksi sensititasi. [4] ## METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik, yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan April tahun 2022 yang dilakukan di Laboratorium Kimia 1 Akademi Farmasi 17 Agustus 1945 Semarang. Populasi pada penelitian ini adalah sediaan hand and body lotion merk X dan Y yang beredar di Pasar Pagi Kaliwungu. Sampel yang diambil berupa sediaan hand and body lotion dengan 10 nomer bach yang berbeda dari masing- masing merk X dan Y. ## Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spektrofotometer UV- Vis (Shimazu), timbangan analitik digital, chamber, beakerglass, labu takar (50 mL, 10 mL dan 250 mL), buret, gelas ukur, pipet tetes, tabung reaksi, pipa kapiler, kuvet, kertas saring whattman, cawan penguap, lempeng KLT silika gel 60 GF 254 , corong kaca, batang pengaduk, kompor, alumunium foil. Bahan yang digunakan adalah sampel hand and body lotion , baku metil paraben, metanol, etanol, HCl 4N, paraffin cair, Na 2 SO 4 anhidrat, n-Heksan, etil acetat, asam acetat glasial. Cara kerja :Uji Kualitatif 1. Preparasi sampel. Sampel ditimbang seksama sebanyak 500 mg, dimasukkan dalam cawan penguap ditambah 1 ml larutan HCl 4 N dan 1 ml paraffin cair kemudian dipanaskan diatas waterbath sampai larut. Ditambah 1ml etanol dan disaring dengan kertas saring yang diberi Na 2 SO 4 anhidrat. Ditotolkan pada lempeng KLT sebagai larutan uji. ## 2. Identifikasi KLT. Sampel dan baku diidentifikasi dengan menggunakan fase diam silica gel GF 254 nm, fase gerak n-heksan : etil acetat : asam acetat glacial (8:1:1). Penjenuhan dengan kertas saring. Penotolan dilakukan dengan pipa kapiler. Deteksi noda di bawah sinar UV 254 nm. 3. Pembuatan larutan induk metil paraben. Metil paraben ditimbang seksama sebanyak 50 mg, dimasukkan ke dalam labu takar 500 ml, kemudian dilarutkan dengan methanol dan ditambah aquades sampai tanda batas 500 ml, diberi etiket. 4. Penentuan linieritas kurva kaliberasi. Diukur larutan metil paraben 500 ppm dengan masing-masing konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 5 ppm dan 7 ppm kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, ditambah aquades sampai tanda batas dikocok sampai homogen. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh diukur serapannya serta digunakan larutan blangko. 5. Penetapan kadar sampel. Bercak totolan larutan uji dari lempeng KLT yang positif mengandung metil paraben dikerok, dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml kemudian dilarutkan dengan etanol, ditambah aquades sampai tanda batas, dihomogenkan dan disaring. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh yaitu pada 256 nm. 6. Rumus Perhitungan Kadar. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## 1. Uji Kualitatif ## Secara Kimia Sampel Merk X + FeCl 3 → (+) ungu kehitaman Sampel Merk Y + FeCl 3 → (+) ungu kehitaman X Vol.ad Kadar = ──── × ────── × pengenceran × 100% 1000 mg sampel Identifikasi secara kimia dengan rekasi warna dengan cara sampel ditambahkan dengan pereaksi FeCl3, sampel positif mengandung metil paraben terjadi perubahan warna menjadi ungu kehitaman. Selanjutnya pada setiap sampel di identifikasi dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis. Kromatografi Lapis Tipis adalah metode pemisahan senyawa kimia berdasarkan perbedaan afinitas senyawa tersebut terhadap fase diam (stasioner) dan fase gerak (mobile). Pada kromatografi lapis tipis, senyawa yang akan dipisahkan diletakkan pada suatu lapisan tipis bahan adsorben atau bahan pengikat pada permukaan suatu pelat. Kemudian pelat tersebut dicelupkan pada suatu pelarut (solven) yang bergerak menyebar ke arah atas melalui lapisan tipis tersebut. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam sampel akan berinteraksi dengan bahan adsorben dan pelarut pada lapisan tipis tersebut, sehingga terjadi perbedaan waktu elusi dan terpisah menjadi fraksi-fraksi. [5] Fungsi dari kromatografi lapis tipis adalah untuk melakukan pemisahan senyawa-senyawa dalam suatu sampel dengan cara yang sederhana dan cepat. Pemisahan pengawet metil paraben pada penelitian ini, deteksinya menggunakan radiasi sinar UV 254 nm. Gambar 1. Hasil Uji Kualitatif secara Kromatografi Lapis Tipis Sampel Merk X ## Gambar 2. Hasil Uji Kualitatif secara Kromatografi Lapis Tipis Sampel Merk Y Hasil deteksi dengan sinar UV 254 nm dan Retardition factor (Rf) Kromatografi Lapis Tipis sampel dari dua merk hand and body lotion yaitu merk X dan Y , terdapat bercak berwarna ungu dari penotolan sampel dan baku pembanding memiliki warna yang sama dan jarak rambat yang tidak jauh berbeda dan dapat diambil kesimpulan bahwa sampel hand and body lotion positif menggandung pengawet metil paraben, dilanjutkan dengan cara fisika kimia yaitu pengerokan bercak yang timbul pada Kromatografi Lapis Tipis kemudian hasil kerokan tersebut dilarutkan dengan etanol dan ditambah aquadest sampai tanda kemudian dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer Uitra Violet. [5] Perhitungan Nilai Rx Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis untuk sampel X dan Y. Rumus : Rf A (Sampel) Rx = ────────────── Rf B (Baku pembanding Jarak rambat noda Rf B (Baku pembanding) = ─────────── Jarak rambat eluen Jarak rambat noda Rf A (Sampel) = ──────────── Jarak rambat eluen Sampel Hand and body lotion Merk X 1. Sampel No.batch 07:53 1,9 Rf A (Sampel) = ─── = 0,48 3,9 2 Rf B (Baku pembanding) = ── = 0,51 3,9 0,48 Rx = ─── = 0,94 0,51 6. Sampel No.batch 23:19 0,8 Rf A (Sampel) = ─── = 0,20 4 0,8 Rf B (Baku pembanding) = ── = 0,20 4 0,20 Rx = ─── = 1 0,20 2. Sampel No.batch 19:38 1,8 Rf A (Sampel) = ─── = 0,47 3,8 1,8 Rf B (Baku pembanding) = ── = 0,47 3,8 0,47 Rx = ─── = 1 0,47 7. Sampel No.batch 19:52 1,9 Rf A (Sampel) = ─── = 0,48 3,9 2 Rf B (Baku pembanding) = ── = 0,51 3,9 0,48 Rx = ─── = 0,94 0,51 3. Sampel No.batch 07:55 1,5 Rf A (Sampel) = ─── = 0,30 3,6 1,5 Rf B (Baku pembanding) = ── = 0,3 3,6 8. Sampel No.batch 23:30 1,8 Rf A (Sampel) = ─── = 0,46 3,9 1,9 Rf B (Baku pembanding) = ── = 0,48 3,9 0,30 Rx = ─── = 1 0,30 0,46 Rx = ─── = 0,95 0,48 4. Sampel No.batch 23:26 0,9 Rf A (Sampel) = ─── = 0,20 4,5 1 Rf B (Baku pembanding) = ── = 0,22 4,5 0,20 Rx = ─── = 0,90 0,22 9. Sampel No.batch 20:32 2,2 Rf A (Sampel) = ─── = 0,53 4,1 2,5 Rf B (Baku pembanding) = ── = 0,60 4,1 0,53 Rx = ─── = 0,88 0,60 5. Sampel No.batch 23:27 0,8 Rf A (Sampel) = ─── = 0,20 3,9 0,9 Rf B (Baku pembanding) = ── = 0,23 3,9 0,20 10. Sampel No.batch 20:33 2 Rf A (Sampel) = ─── = 0,50 4 2,1 Rf B (Baku pembanding) = ── = 0,52 4 0,50 Rx = ─── = 0,86 0,23 Rx = ─── = 0,96 0,52 Sampel Hand and body lotion Merk Y 1. Sampel No.batch 18:33 1,9 Rf A (Sampel) = ─── = 0,51 3,7 2,1 Rf B (Baku pembanding) = ─── = 0,56 3,7 0,51 Rx = ─── = 0,91 0,56 6. Sampel No.batch 22:52 1,3 Rf A (Sampel) = ─── = 0,32 4 1,6 Rf B (Baku pembanding) = ─── = 0,40 4 0,32 Rx = ─── = 0,80 0,40 2. Sampel No.batch 18:27 1,7 Rf A (Sampel) = ─── = 0,44 3,8 1,7 Rf B (Baku pembanding) = ─── = 0,44 3,8 0,44 Rx = ─── = 1 0,44 7. Sampel No.batch 20:24 0,9 Rf A (Sampel) = ─── = 0,20 4,5 1 Rf B (Baku pembanding) = ─── = 0,22 4,5 0,20 Rx = ─── = 0,90 0,22 3. Sampel No.batch 18:31 1,8 Rf A (Sampel) = ─── = 0,47 3,8 1,8 Rf B (Baku pembanding) = ─── = 0,47 3,8 0,47 Rx = ─── = 1 0,47 8. Sampel No.batch 08:58 1 Rf A (Sampel) = ─── = 0,25 4 1 Rf B (Baku pembanding) = ─── = 0,25 4 0,25 Rx = ─── = 1 0,25 4. Sampel No.batch 20:26 1,6 Rf A (Sampel) = ─── = 0,53 3 1,7 Rf B (Baku pembanding) = ─── = 0,56 3 0,53 Rx = ─── = 0,94 0,56 9. Sampel No.batch 15:22 1 Rf A (Sampel) = ─── = 0,22 4,5 1 Rf B (Baku pembanding) = ─── = 0,22 4,5 0,22 Rx = ─── = 1 0,22 5. Sampel No.batch 23:05 1,6 Rf A (Sampel) = ─── = 0,37 10.Sampel No.batch 15:34 0,9 Rf A (Sampel) = ─── = 0,22 Nilai Rx adalah perbandingan nilai Retardition Faktor (Rf) sampel dibanding Rf baku. Dari nilai Rx dapat disimpulkan sampel X mengandung baku apabila nilai Rx dari sampel X mempunyai jarak nilai Rx nya adalah 0,8-1. Pada sampel X sebanyak 10 bach sampel nilai Rx masing-masing adalah sampel 1 sebesar 0.94, sampel 2 sebesar 1, sampel 3 sebesar 1, sampel 4 sebesar 0.90, sampel 5 sebesar 0.86,, sampel 6 sebebesar 1, sampel 7 sebesar 0.94 , sampel 8 sebesar 0.95, sampel 9 sebesar 0.88, dan sampel 10 sebesar 0.96. Dari 10 sampel terlihat nilai Rx antara 0,8- 1 sehingga dapat disimpulkan sampel X mengandung baku metil paraben. [5] Pada sampel Y sebanyak 10 bach sampel nilai Rx masing-masing adalah sampel 1 sebesar 0.91, sampel 2 sebesar 1, sampel 3 sebesar 1, sampel 4 sebesar 0.94, sampel 5 sebesar 1, sampel 6 sebesar 0.80, sampel 7 sebesar 0.90 , sampel 8 sebesar1, sampel 9 sebesar 1, sampel 10 sebesar 0.88, terlihat nilai Rx antara 0,8- 1 sehingga dapat disimpulkan sampel Y mengandung baku metil paraben. ## 2. Uji Kuantitatif ## Tabel 1. Hasil Absorbansi Larutan Deret Baku Konsentrasi Konsentrasi Sesungguhnya (ppm) Absorban 2 ppm 1,996 ppm 0,1989 4 ppm 3,992 ppm 0,3827 5 ppm 4,990 ppm 0,4470 7 ppm 6,986 ppm 0,6556 4,3 1,6 Rf B (Baku pembanding) = ─── = 0,37 4,3 0,37 Rx = ─── = 1 0,37 4 1 Rf B (Baku pembanding) = ─── = 0,25 4 0,22 Rx = ─── = 0,88 0,25 ## Gambar 3. Hasil Grafik Persamaan Regresi Linier Deret Baku Kurva kalibrasi dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9953 dihasilkan garis lurus pada baku metil paraben dalam pelarut aquadest. Berdasarkan persamaan y = bx + a, diperoleh nilai a ( intercept ) = 0,0147 dan b ( slope ) = 0,0905. Jika kurva baku berupa garis lurus maka memenuhi Hukum Lambert Beer. [6] Gambar 4. Hasil Spektrum mencari Panjang Gelombang A bs orba n s i 0,7 0,6 y = 0,0905x + 0,0147 R² = 0,9953 0,5 0,4 0,3 Series1 Linear (Series1) 0,2 0,1 0 0 2 4 6 8 Konsentrasi Sesungguhnya Gambar 5. Hasil absorbansi pada puncak serapan pada panjang gelombang 256 nm Gambar 6. Hasil Absorbansi Deret Baku Gambar 7a. Hasil Absorbansi Metil Paraben dalam Sediaan Hand and body lotion Merk X Gambar 7b. Hasil Absorbansi Metil Paraben dalam Sediaan Hand and body lotion Merk X Gambar 7a dan 7b merupakan hasil absorbansi metil paraben dari 10 sampel sediaan Hand and body lotion merk X. Sampel 1 no.batch 07:53 dengan absorbansi sebesar 0,212, sampel 2 no.batch 19:38 sebesar 0,275, sampel 3 no batch 07:55 sebesar 0,268, sampel 4 no batch 23:26 sebesar 0,365, sampel 5 no batch 23:27 sebesar 0,339, sampel 6 no batch 23:19 sebesar 0,261, sampel 7 no batch 19:52 sebesar 0,287, sampel 8 no batch 23:30 sebesar 0,262, sampel 9 no batch 20:32 sebesar 0,252, sampel 10 no batch 20:33 sebesar 0,298. Gambar 8a. Hasil Absorbansi Metil Paraben dalam Sediaan Hand and body lotion Merk Y Gambar 8b. Hasil Absorbansi Metil Paraben dalam Sediaan Hand and body lotion Merk Y Gambar 8a dan 8b merupakan hasil absorbansi metil paraben dari 10 sampel sediaan Hand and body lotion merk Y. Sampel 1 no batch 18:33 dengan absorbansi sebesar 0,244, sampel 2 no batch 18:27 sebesar 0,225, sampel 3 no batch 18:31 sebesar 0,391, sampel 4 no batch 20:26 sebesar 0,290, sampel 5 no batch 23:05 sebesar 0,234, sampel 6 no batch 22:52 sebesar 0,248, sampel 7 no batch 20,24 sebesar 0,263, sampel 8 no batch 15:22 sebesar 0,277, sampel 9 no batch 08:58 sebesar 0,377, sampel 10 no batch 15:34 sebesar 0,209. ## Tabel 2. Hasil Kadar Sampel Merk X No No. Batch Kadar Rata-Rata Kadar 1 07:53 0,0043% 0,0058% 2 19:38 0,0056% 3 07:55 0,0055% 4 23:26 0,0076% 5 23:27 0,0053% 6 23:19 0,0071% 7 19:52 0,0059% 8 23:30 0,0054% 9 20:32 0,0052% 10 20:33 0,0062% Kadar sampel metil paraben dalam sediaan hand and body lotion merk X didapatkan hasil rata-rata sampel 0,0058%, yang terdiri masing- masing kadar no.batch 07:53 adalah 0,0043%, no.batch 19:38 adalah 0,0057%, no.batch 07:55 adalah 0,0055%, no.batch 23:26 adalah 0,0076%, no.batch 23:27 adalah 0,0053%, no.batch 23:19 adalah 0,0071%, no.batch 19:52 adalah 0,0059%, no.batch 23:30 adalah 0,0054%, no.batch 20:32 adalah 0,0052%, dan no.batch 20:33 adalah 0,0062%. ## Tabel 3. Hasil Kadar Sampel Merk Y No No. Batch Kadar Rata-Rata Kadar 1 18:33 0,0050% 0,0057% 2 18:27 0,0046% 3 18:31 0,0082% 4 20:26 0,0060% 5 23:05 0,0048% 6 22:52 0,0051% 7 20:24 0,0054% 8 15:22 0,0057% 9 08:58 0,0079% 10 15:34 0,0042% Hasil dari hand and body lotion merk y didapatkan hasil rata-rata kadar sampel 0,0057%, dengan masing-masing kadar yaitu no.batch 18:33 adalah 0,0050%, no.batch 18:27 adalah 0,0046%, no.batch 18:31 adalah 0,0082%, no.batch 20:26 adalah 0,0060%, no.batch 23:05 adalah 0,0048%, no.batch 22:52 adalah 0,0051%, no.batch 20:24 adalah 0,0054%, no.batch 15:22 adalah 0,0057%, no.batch 08:58 adalah 0,0079%, dan no.batch 15:34 adalah 0,0042%, ## SIMPULAN DAN SARAN ## Simpulan 1. Sediaan hand and body lotion merk X dan Y yang beredar di pasar pagi Kaliwungu mengandung metil paraben dengan kadar sebesar 0,0058 % dan 0,0057 % . 2. Kandungan metil paraben dalam sediaan hand and body lotion tersebut masih dalam batas penggunaan yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan BPOM RI yakni kurang dari 0,4%. ## Saran Perlu dilakukan analisis metil paraben dan pengawet lain yang terkandung pada sediaan hand and body lotion dengan metode yang sama dan metode yang berbeda. ## DAFTAR PUSTAKA 1. BPOM RI. (2008). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.42.1018. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia 2. Azhara,Khasanah,Nurul. (2011). Waspada Bahaya Kosmetik. Yogyakarta: Flashbooks 3. Mandasari, V., Anam, S., dan Yuyun, Y. (2016). Kovalen Jurnal Riset Kimia. Analisis Penetapan Kadar Nipagin Dalam Sediaan Body Lotion Tanpa Izin Edar Yang Beredar Di Pasar Tradisional Kota Palu. 2(3) : 73-79 4. Soni MG, Taylor SL, Greenberg NA, Burdock GA. (2002). Evalution of Health Aspects of Methylparaben. A Review of the published Literature. Food Chem. Toxicol.40(10):1335-73 5. Rohman, A. Gandjar, I.G. (2012). Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan Kromatografi. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar. 6. Hardjono Sastrohamidjojo. (2007). Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty
d0c34ca3-3585-4edd-99ca-702e429831a1
https://jurnal.ugm.ac.id/jks/article/download/30040/18112
## CAN YOU SEE WHAT I SEE, MATA SEBAGAI OBJEK PENCIPTAAN SENI FOTOGRAFI EKSPRESI ## Handry Rochmad Dwi Happy Elfa Olivia Verdiana STMIK Asia Malang handry_happy@yahoo.com elfairy31@icloud.com ## ABSTRACT The human eye holds a beauty potential that is rarely seen. In contrast to the eyes of animals such as insects and reptiles that are almost the same in the preparation and shape, the human eyes are composed of a different variety of patterns and textures even right and left eye on each person. In this paper, the photographs are presented using the conceptual techniques of macro photography and photographic expression. By using macro photography techniques that can magnify an object and capture the details of the beauty of the human eye, it can be seen clearly. The creation process concist of exploration, experimentation, and formation. Taking picture was done by using DSLR camera and helped by the lighting from studio. Selection of the human eye as an object in photography using macro technique is a new thing. The results obtained in each image capture raise an unexpected impression. Keywords: Expression, Macro Photography, Eye Iris. ## ABSTRAK Mata manusia menyimpan potensi keindahan yang jarang terlihat. Berbeda dengan mata hewan seperti serangga dan reptil yang hampir sama dalam penyusunan dan bentuknya, mata manusia tersusun dari berbagai pola dan tekstur yang bahkan berbeda kanan dan kiri pada setiap orang. Pada tulisan ini karya foto yang tersaji menggunakan landasan konseptual mengenai fotogra fi makro dan fotogra fi ekspresi. Dengan menggunakan teknik fotogra fi makro yang dapat memperbesar sebuah objek dan menangkap detail-detailnya, maka keindahan mata manusia dapat terlihat jelas. Proses penciptaan ini terdiri dari tahapan eksplorasi, eksperimentasi, dan perwujudan. Dalam pengambilan gambar dilakukan dengan menggunakan kamera DSLR dan dibantu dengan pencahayaan dari lampu studio. Pemilihan mata manusia sebagai objek dalam fotogra fi dengan menggunakan teknik makro merupakan sebuah hal baru. Hasil yang didapat dalam pengambilan setiap gambar menimbulkan kesan yang tidak terduga. Kata kunci: Ekspresi, Fotogra fi Makro, Iris Mata. VOLUME 03, No. 02, April 2017: 150-164 ## PENGANTAR Tidak hanya secara anatomis, mata mempunyai peran dan fungsi yang vital bagi kehidupan. Mulai dari aktivitas praktis, hingga kegiatan yang sarat makna. Atas dasar itu juga lah, kini mata menjadi objek utama dalam penciptaan foto. Pada mata manusia hanya ada dua warna yang tampak, yaitu warna gelap (hitam, cokelat, biru, hijau) dan warna terang (putih). Namun sebenarnya ada berbagai macam bagian, yaitu putih pada bagian sklera dan cokelat atau hitam pada bagian kornea . Pada beberapa suku bangsa, bagian kornea tepatnya pada bagian iris bahkan ada yang berwarna biru, hijau, maupun kuning. Pada dasarnya fungsi kerja iris pada bagian kornea, sama dengan diafragma lensa pada dunia fotogra fi . Bagian ini berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara mengubah ukuran pupil . Perubahan yang terjadi ini akan menciptakan keindahan-keindahan bentuk dan pattern tersendiri, tergantung dari keadaan pemilik mata yang nantinya dijadikan objek dalam pemotretan. Dari berbagai macam detail iris mata terdapat banyak elemen estetis yang mengandung nilai artistik dari komposisi yang menimbulkan tafsiran baru, termasuk keunikan bentuk yang terdapat pada objek, seperti besar kecilnya pupil dan pola-pola yang berbeda. Pemanfaatan komposisi dan cahaya yang berbeda dapat menghasilkan keberagaman foto, terlebih fungsi iris yang sangat erat hubungannya dengan cahaya dapat digunakan dalam menghasilkan banyak komposisi pada foto. Hal tersebut dapat terwujud dengan cara memanfaatkan lensa jenis makro (105 mm) untuk mendapatkan jarak pengambilan gambar yang cukup dekat agar setiap detailnya dapat terekam dengan baik. K o m p o s i s i m e r u p a k a n j a l a n t e r m u d a h u n t u k m e m p e r t a j a m kemampuan dalam fotografi. Melalui permainan komposisi dapat memuat u n g k a p a n d a l a m s e b u a h k a r y a fotografi sehingga memiliki arti dan makna yang lebih dalam. Pada saat melakukan pengambilan gambar dengan mempertimbangkan komposisi, ditambah pengaturan cahaya yang sesuai, maka foto yang dibuat akan semakin menarik, terutama bila mengingat fungsi foto tersebut sebagai media komunikasi visual. Seorang penikmat fotografi, dengan demikian dapat menangkap apa yang ingin disampaikan fotografer melalui karyanya. Detail dari garis dan pattern merupakan objek dasar pengamatan yang diabadikan dalam bentuk karya fotogra fi seni. Dalam hal ini objek dasar itu diekspresikan nilai-nilai artistik pada mata, khususnya pada bagian iris . Oleh karena detail iris setiap orang berbeda satu sama lainnya, indra inilah yang menjadikan daya unik dan memiliki keindahan tersendiri bagi terwujudnya fotogra fi seni. Percobaan penggunaan teknik makro dalam dunia fotogra fi merupakan sebuah tantangan. Objek-objek pemilihan fotogra fi makro tampak terkesan monoton, meliputi benda mati, tetesan embun, detail dari bunga, dunia serangga, maupun mata manusia. Objek-objek yang terlihat biasa atau sederhana tersebut akan terungkap potensi keindahannya jika diambil secara dekat. Fotogra fi dalam hal ini bukan hanya untuk taking picture melainkan juga untuk making picture , seperti terlihat pada karya foto seni yang diciptakan, bahwa komposisi dan tekstur, bentuk dan detail terbentuk dalam satu kesatuan yang baru. Untuk menangkap sensasi ekspresi dari bentuk dan pattern dengan detail dan sangat jelas, maka digunakan teknik makro. Pemanfaatan dari lensa dan sumber cahaya buatan, diharapkan membantu memunculkan hal tersebut. Dengan ukuran relatif kecil, iris mata manusia terlihat hanya seperti lingkaran biasa dan sederhana dengan lubang hitam di tengahnya, padahal bagian tubuh ini memiliki fungsi yang penting dalam struktur indra penglihatan. Akan tetapi dengan menggunakan teknik makro dalam fotogra fi , lingkaran biasa dan sederhana tersebut dapat digali potensi keindahannya, dapat dinikmati pemandangannya. Oleh karena itu, bagaimana membuat karya seni fotogra fi menggunakan teknik makro untuk menampilkan rangkaian interpretasi baru terhadap iris mata manusia. Fotografi sebagai salah satu fenomena inovasi manusia berkaitan dengan upaya-upaya pengabadian alam dan seisinya dalam bentuk dua dimensi melalui tahapan eksperimentasi alat dan materi. Secara umum pengertian fotografi adalah seni melukis dengan cahaya (Turner, 1987: 12). Jika dalam seni lukis pada umumnya menggunakan media kanvas dan cat, dalam seni fotogra fi media yang digunakan adalah kamera dan film atau sesuatu yang peka terhadap cahaya (sensor ccd atau cmos pada era digital saat ini). Jadi pada prinsipnya, seni lukis dan fotogra fi memiliki persamaan. Belakangan ini ada dua istilah dalam fotogra fi yaitu seni fotogra fi dan fotografi seni. Padahal kedua istilah ini sebenarnya memiliki perbedaan. Leonardi menyatakan bahwa seni foto adalah suatu keahlian dalam bidang fotogra fi , sama makna seperti pengertian seni bela diri, seni drama dan lain-lain yang menunjukkan suatu keahlian khusus dalam bidang tertentu. Berbeda dengan foto seni yang merupakan suatu karya foto yang memiliki nilai seni dan estetika, baik yang bersifat universal maupun terbatas (Han, 1998: 02). Dapat disimpulkan bahwa seni fotogra fi adalah suatu pengetahuan teknik atau keahlian dalam pengambilan objek tertentu dengan menggunakan media kamera dan cahaya, sedangkan foto seni adalah hasil atau visual karya yang memiliki nilai seni dan keindahan dengan ide dan atau konsep yang mendasarinya. Prinsip dasar fotografi tetap sama antara analog dan digital, yang membedakan hanyalah alat perekamnya. Perbedaan yang tampak sederhana ini membawa dampak teknis yang sangat besar, sebab ada perpindahan teknologi kerja sehingga mengakibatkan seluruh pekerjaan pembentukan gambar fotogra fi , baik teknis maupun artistik, berubah. Freeman berpendapat bahwa digital camera have taken photography in new directions…. One of the most Handry Rochmad Dwi Happy dan Elfa Olivia Verdiana, Can You See What I See obvious is the instant feedback and near-immediate availability of the images (2011: 7). Soedjono menyimpulkan bahwa perkembangan fotogra fi digital ini lebih bernuansa revolusif karena terjadi hampir di berbagai aspek wacana fotogra fi dan terjadi dalam waktu yang singkat. Namun hal ini juga dapat dipandang sebagai suatu perkembangan evolusif dalam wacana fotografi yang berhasil memanfaatkan perkembangan teknologi bagi kepentingan dan tujuan fotogra fi itu sendiri (2005: 164). Dari kutipan di atas menunjukkan arah positif yang didapat dari revolusi pada dunia fotogra fi mengindikasikan kemudahan-kemudahan yang dapat diperoleh dari dunia digital dengan tujuan untuk memenuhi tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin pesat. Kebutuhan bagi tersajinya gambar dengan cepat tanpa melalui proses kamar gelap, seperti pada era analog, dirasa tepat dan cepat pada saat ini guna mendukung kemajuan zaman. D a l a m b u k u T h e C o m p l e t e Photographer , Feininger secara umum membagi fungsi fotogra fi menjadi empat yaitu fotografi sebagai hobi, fotografi sebagai pekerjaan, fotografi sebagai pendukung pekerjaan lain, dan fotogra fi sebagai media ekspresi diri (1969: 9). Hal ini perlu kiranya disebutkan mengingat fotogra fi memiliki beberapa varian dalam penggunaannya. Karya yang diciptakan dan dibahas dalam tulisan ini termasuk dalam kategori foto ekspresi atau fotogra fi seni, perlu dikemukakan pengertiannya. Fotogra fi ekspresi merupakan karya seni, seperti karya seni rupa murni lainnya yang terlahir dahulu, juga tampil sebagai karya seni individual yang kreatif. Dikatakan individual karena dengan eksperimen yang kreatif mampu menunjukkan karakter pribadi dan memiliki bobot estetika yang dinilai secara utuh sebagai suatu kriteria dalam sebuah penciptaan dengan ide dan konsep yang mendasarinya. Dalam tulisannya tentang “Rana” pada jurnal Seni , Marah berpendapat bahwa fotogra fi sekarang cenderung menyuarakan ekspresi seni pribadi daripada pemotretnya dan nyaris meninggalkan fungsi dokumentasi dan imitasi yang selama ini diembannya (1993: 25). Sebuah karya fotografi yang terkonsep dengan objek yang terpilih serta yang diproses dan dihadirkan bagi kepentingan si pemotretnya dengan luapan ekspresi artistik dirinya, maka karya tersebut bisa menjadi sebuah karya fotogra fi ekspresi. Dalam hal ini karya fotogra fi tersebut dimaknai sebagai suatu medium ekspresi yang menampilkan jati diri si pemotretnya dalam proses penciptaan karya fotogra fi seni. Karya fotografi yang diciptakannya lebih merupakan karya seni murni fotogra fi ( fine art photography ) karena bentuk penampilannya yang menitikberatkan pada nilai ekspresif- estetis seni itu sendiri (Soedjono, 2007: 27). Konsep perwujudan bentuk karya dalam penciptaan ini adalah foto ekspresi yang dalam perwujudannya menampilkan komposisi bentuk dan tekstur sehingga membentuk pola pada iris mata manusia, kemudian diekspresikan melalui media fotogra fi . Tentang foto ekspresi, Soedjono (2007: 55) menyatakan bahwa karya yang tercipta dengan materi dan teknik fotogra fi tersebut dibuat berlandaskan nilai-nilai estetis sehingga dapat disebut sebagai hasil karya ekspresi si penciptanya. Maksud gagasan membuat atau menciptakan suatu karya seni sesungguhnya merupakan proses panjang yang berkembang dari dunia luar ke dalam dunia seniman. L e o n a r d u s d a l a m S a n t o s a berpendapat bahwa fotografi makro adalah fotografi dengan objek yang relatif berukuran kecil. Secara teknis, untuk memotret objek berukuran kecil diperlukan lensa yang mampu memotret dalam jarak relatif dekat ke objek (2013: 19). Rambay (2012: 9) dalam tulisannya pada buku Indonesia Macrophotobook menjelaskan bahwa fotogra fi makro tidak hanya memperbesar imaji sebuah objek yang kecil, tetapi sebuah seni merekam dunia renik dalam olah kreatif selayaknya fotogra fi lanskap. Titik tersulit dalam penggunaan teknik makro adalah tidak bisa membayangkan “pemandangannya” sebelum memotretnya. Detail suatu benda atau objek, komposisi dan bentuk atas benda yang kecil selalu luput dari perhatian, karenanya dengan teknik makro akan terlihat jelas detailnya, warna dan bentuknya atas objek tersebut. Beberapa bagian mata yang menjadi objek dalam penciptaan ini adalah: kornea mata (selaput bening), yang berfungsi untuk menerima cahaya dari sumber cahaya dan meneruskannya ke bagian mata yang lebih dalam kemudian berakhir di retina. Sifatnya tidak berwarna (bening) dan tidak mempunyai pembuluh darah. Bila terjadi kerusakan maka dapat menyebabkan kebutaan. Kemudian iris (selaput pelangi), terletak di tengah- tengah bola mata, di belakang kornea. Warna iris dipengaruhi oleh jenis ras atau bangsa. Hal yang terakhir adalah pupil (anak mata), berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk. Dengan demikian cahaya tidak terlalu banyak (menyilaukan) atau terlalu sedikit (redup). (Wibowo, 2009: 253). Fungsi anak mata atau pupil sama dengan fungsi diafragma pada alat kamera. Sifatnya jika cahaya teralalu banyak, pupil akan mengecil, tetapi apabila cahaya terlalu sedikit, pupil akan membesar. Pupil adalah celah bulat yang ada di tengah-tengah iris . Gambar 1: Sketsa Bagian Mata Manusia ( mbulnyil.blogspot.co.id ), diakses pada 25 Maret 2017 Kelly dalam Marianto (2011: 67) berpendapat bahwa seorang seniman dalam menciptakan karya diawali dengan melakukan pengamatan atau mengamati dan merasakan sehingga terjadi proses penangkapan makna, yang pada tahap perenungan, eksplorasi, improvisasi, formasi, dan evaluasi muncul suatu Handry Rochmad Dwi Happy dan Elfa Olivia Verdiana, Can You See What I See ide atau gagasan. Karya fotogra fi dalam penciptaan ini dimulai dengan mengamati d a n m e r a s a k a n b e n t u k - b e n t u k atau detail-detail yang terjadi akibat pengalaman estetis ketika memotret dan melihat hasil foto mata binatang, seperti kucing dan serangga kemudian dilanjutkan dengan mengamati mata manusia. Observasi dilakukan dengan mengamati kinerja mata manusia ketika dalam ruangan tertutup dengan intensitas cahaya yang diubah-ubah, kemudian mengamati pula pada ruang terbuka. Iris pada mata memiliki karakteristik keindahan tersendiri yang terbentuk oleh serat-serat, garis, pola atau pattern , maka hal inilah yang mendorong untuk divisualisasikan ke dalam media fotogra fi dengan teknik makro. ## PEMBAHASAN Dalam penciptaan karya foto ekspresi ditempuh melalui beberapa tahapan proses kreatif, terdiri dari eksplorasi, eksperimentasi, dan perwujudan. Setiap proses dilalui untuk menghasilkan karya foto yang sesuai dengan tujuan. ## Proses Penciptaan Foto Proses penciptaan foto merupakan proses kreatif berdasarkan konsep penciptaan yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Hasil proses kreatif ini merupakan suatu ekspresi dari visi dan ide untuk menghasilkan karya seni. Dalam proses penciptaan karya seni fotografi diwujudkan melalui pertimbangan estetis berdasarkan ide kreatif yang didukung oleh kemampuan teknis dan faktor pencahayaan yang didapat melalui cahaya buatan (lampu studio), sebab itu foto yang dihasilkan bukan sekadar dokumentasi, melainkan menjadi sebuah karya fotogra fi seni. Dalam proses penciptaannya dilakukan langkah-langkah untuk mewujudkan karya seni yang unik, menarik, dan artistik, yaitu: Eksplorasi 1. D a l a m t a h a p i n i d i l a k u k a n penjelajahan dan pengamatan sejumlah mata manusia. Pemilihan mata manusia tanpa ada pertimbangan apa pun, sehingga siapa pun yang dijumpai dapat menjadi objek foto. Pemilihan subjek manusia yang akan diambil gambar matanya belum terikat pada suatu kategori mata yang harus bagaimana, hanya saja dibatasi usia yaitu 16 tahun ke atas dikarenakan di bawah usia tersebut pola dan tekstur yang terdapat pada iris mata belum dapat terlihat dengan jelas. Dalam proses penciptaan ini, mata yang akan diambil gambarnya masih dipilih secara acak. Hal ini dilakukan untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan keunikan mata yang dimiliki manusia. Dengan melihat realita yang ada bahwa fungsi iris yang dipengaruhi oleh cahaya, baik intensitas maupun tingkat kekuatannya menjadi salah satu faktor kuat untuk mengeksplorasi bentuk pola yang muncul karena pengolahan sumber cahaya. Ekplorasi juga dilakukan dengan mengembangkan imajinasi pada image yang mungkin muncul. Selain itu, untuk memperkuat ide dalam penciptaan fotogra fi ini, dilakukan pencarian dan pengumpulan bahan referensi sebagai acuan berupa tulisan-tulisan dan gambar- gambar dari beberapa karya fotografer, majalah, buku, dan internet yang berhubungan dengan mata, pencahayaan lampu studio, dan lain sebagainya. Dari hal-hal tersebut inspirasi muncul dan selanjutnya dilakukan hunting beberapa subjek dengan bola mata yang memiliki iris dengan bentuk dan variasi berbeda. Perbedaan pola iris mata setiap manusia diperkuat dengan teori yang ada pada ilmu Iridologi yang menyatakan bahwa pola dan bentuk dari iris mata manusia berbeda bahkan kanan kirinya, sama halnya dengan sidik jari. Hal ini dapat digunakan sebagai tanda pengenal baru bagi setiap individu. Kenyataan ini dapat memberikan variasi bentuk pola dan pattern yang nantinya dapat divisualisasikan dalam karya foto seni ini. Eksperimentasi 2. S e t e l a h m e n d a p a t k a n o b j e k , pemotretan mulai dilakukan dengan bermain sumber cahaya dan berbagai macam sudut pengambilan. Hal ini dilakukan guna mendapatkan komposisi serta bentuk-bentuk yang unik, abstrak, dan multitafsir. Eksperimentasi juga dilakukan dengan mengembangkan imajinasi ke dalam bentuk-bentuk yang sudah ada. Proses pengambilan gambar melibatkan dua puluh orang, dengan total empat puluh mata yang menjadi objek foto. Dalam pemotretan digunakan kamera DSLR Nikon D600 dengan sensor gambar full-frame . Kelebihan kamera DLSR Nikon D600 adalah ukuran gambar yang cukup besar dibandingkan dengan kamera Nikon lainnya yaitu 24 mm x 36 mm, sehingga dapat menampilkan detail foto yang cukup tajam. Selain itu, kamera dengan sensor gambar full frame dapat mempermudah ketika mengolah hasil foto jika nantinya pada proses editing diperlukan karena kamera dengan ukuran gambar ini memberikan pixel ratio yang padat sehingga dapat meminimalisir adanya noise atau bintik pasir pada hasil foto. View fi nder atau jendela bidik pada Nikon D600 dengan sensor full frame terlihat lebih besar dan lebih cerah sehingga mempermudah dalam mengkomposisikan foto. Selain kamera, pemilihan lensa menjadi salah satu faktor penting. Dengan menggunakan lensa makro yang tepat, akan memberikan banyak keuntungan dan kemudahan dalam proses pengambilan gambar. Lensa AF-S Micro Nikkor 105 mm f/2.8 G ED VR memberikan jarak gambar yang cukup ideal yaitu 5 cm antara lensa dengan mata pada saat pengambilan gambar sehingga mempermudah untuk meng- close up iris mata. Lensa AF-S Micro Nikkor 105 mm f/2.8 G ED VR memiliki struktur yang kokoh, kuat, dan berat, serta dilengkapi dengan teknologi SWM (Silent Wave Motor) yang memberikan kinerja auto focus lebih cepat dibandingkan dengan lensa sejenisnya. Hal ini mempermudah untuk m e n g i s o l a s i iris m a t a p a d a s a a t pengambilan gambar, karena perubahan secara cepat dapat terjadi pada bagian mata tersebut jika terkena cahaya. Teknik pengambilan gambar yang Handry Rochmad Dwi Happy dan Elfa Olivia Verdiana, Can You See What I See digunakan adalah teknik fotogra fi makro dengan single exposure serta dengan menggunakan auto focus (AF) mode pada kamera. Pada kamera Nikon D600 terdapat pilihan AF Dynamic Area and 3D tracking yang sangat cocok digunakan dalam mengambil gambar untuk bergerak sangat cepat. Oleh karena iris akan terus bergerak menyesuaikan sumber cahaya yang menyinari mata. Saat memilih mode area ini, 3D tracking akan bekerja dengan menggunakan sensor warna untuk melacak objek foto. Hal ini membantu mempermudah mengisolasi subjek mata dengan lebih cepat. Pengolahan estetis dimulai dengan melihat objek secara langsung, mengatur sudut pandang, dan mengatur intensitas cahaya yang diarahkan pada objek, serta melakukan pemotretan baik dalam posisi vertikal maupun horizontal. Untuk menghindari goyangan pada saat pemotretan, menggunakan tripod menjadi pilihan yang tepat. Dalam penciptaan karya fotogra fi ini tentunya sangat memperhatikan teknik pemotretan agar diperoleh hasil yang lebih efektif dan sesuai dengan konsep penciptaan. Faktor penunjang teknik fotogra fi makro yang digunakan meliputi beberapa bagian, antara lain: pencahayaan, ruang ketajaman, dan sudut pandang. Pencahayaan dalam pengambilan gambar menggunakan cahaya buatan dari lampu studio dengan mempertimbangkan beberapa sudut datangnya arah cahaya yang dapat menimbulkan kesan dan efek yang berbeda pada objek yang akan difoto. Terdapat dua pengaturan cahaya pada saat pengambilan gambar, yang pertama menggunakan dua buah lampu studio dengan softbox ukuran 60 cm x 90 cm dan 60 cm x 90 cm, yang kedua menggunakan satu buah lampu studio dengan softbox ukuran 40 cm x 60 cm. Pengaturan cahaya dengan dua buah lampu studio menggunakan teknik fl at light . Dengan pencahayaan seperti ini lampu diposisikan berhadapan di samping kanan dan kiri sehingga menghasilkan cahaya yang jatuhnya menyebar dengan merata di area objek yang difoto dengan bayangan yang seminimal mungkin. Flat Light biasa digunakan untuk menghasilkan foto yang tampak bersih, segar, dan terang. Pada pengaturan ini, kedua sumber cahaya intensitasnya diatur sama besar dan menggunakan softbox yang sama pula. Pengaturan cahaya kedua (dengan satu lampu) menggunakan teknik split light , yaitu pencahayaan yang menyinari separuh bagian objek yang akan difoto sementara separuh bagian yang lain tidak diberi cahaya atau dibiarkan gelap. Posisi sumber cahaya benar- benar berada di samping subjek dan untuk menghasilkan pencahayaan yang sempurna digunakan satu buah sumber cahaya saja tanpa menggunakan fi ll-in atau cahaya tambahan pada sisi lainnya. Split light kadang juga disebut dengan istilah side light. Untuk mengahasilkan pencahayaan side light yang lembut dan merata digunakan soft box . Dengan aksesori tersebut, jatuhnya cahaya pada bagian yang diterangi akan lebih halus, sedangkan bayangan yang dihasilkan pada sisi yang berlawanan juga tidak terlalu terang. Gambar 2: Pengaturan Cahaya dengan Teknik Flat Light Menggunakan Dua Buah Lampu, 2014 Gambar 3: Pengaturan Cahaya dengan Teknik Split Light Menggunakan Dua Buah Lampu, 2014 Penggunaan ukuran cahaya pada lampu studio tidak terlalu besar, dikarenakan panas cahaya yang berasal dari lampu tersebut dapat mengganggu objek pada saat proses pengambilan gambar. Suasana pada saat pengambilan gambar sangat berpengaruh, seperti ketidaknyamanan yang timbul akibat terlalu dekatnya suber cahaya dari lampu studio yang dirasa terlalu panas. Ruang ketajaman yang digunakan dalam penciptaan ini adalah dof sempit yaitu untuk menonjolkan objek utama, selective focus untuk menonjolkan suatu objek tertentu agar tampak menonjol dibandingkan dengan objek di sekitarnya, dan dof luas untuk mempertajam semua bagian objek pada foto sehingga dapat dicapai efek kedalaman pada sebuah foto. Kemudian yang terakhir adalah menggunakan sudut pandang dengan meng- close up objek secara detail agar kesan jelas pada elemen-elemen visual dapat terlihat dari depan, bawah, bahkan atas. Setelah pengambilan gambar selesai dilakukan kemudian hasilnya diseleksi dan dikoreksi. Seleksi dan koreksi gambar pada kamera untuk mengetahui kesesuaian hasilnya secara teknik fotogra fi . Dalam proses eksperimentasi ini dibuat varian gambar sebanyak mungkin, sehingga dapat diperoleh karya pilihan yang paling sesuai dengan tujuan penciptaan. Pemotretan tidak lagi menggunakan fi lm, tetapi menggunakan memory card sebagai pengganti fi lm dalam merekam objek. Selain itu, dibutuhkan perangkat komputer sebagai media transfer fi le foto berupa card reader . Perwujudan 3. Tahap ini merupakan tahap selesainya proses eksperimentasi yang selanjutnya dilakukan seleksi foto pada PC. Tahap ini adalah tahap untuk mewujudkan karya seni fotogra fi . Dalam proses ini dilakukan beberapa langkah untuk mewujudkan ke dalam bentuk karya yang sesuai dengan tujuan, antara lain pengolahan digital dan pengemasan karya. Handry Rochmad Dwi Happy dan Elfa Olivia Verdiana, Can You See What I See Pengolahan digital dilakukan sebatas pengaturan gelap terang dan koreksi warna, tanpa adanya digital imaging . Software yang digunakan adalah Adobe Photoshop Lightroom 3 dan Adobe Photoshop CS6. Adobe Photoshop Lightroom 3 digunakan dalam proses koreksi warna dengan mengoptimalkan fungsi exposure, fill light, brightness, contrast, dan presence . Setelah selesai melakukan proses editing , hasil foto disimpan dalam format JPEG. Pada Adobe Photosop CS6 dilanjutkan proses pemotongan gambar atau cropping serta membantu mengoptimalkan ukuran fi le foto untuk proses mencetak foto. Gambar 4: Proses editing menggunakan Adobe Photoshop Lightroom 3 , 2014 Gambar 5: Proses editing menggunakan Adobe Photoshop CS6 , 2014 Setelah melalui beberapa proses pengolahan digital selanjutnya foto dicetak ukuran 5R atau 12,7 cm x 17,8 cm dengan menggunakan kertas foto untuk pengoreksian akurasi warna. Setelah menentukan keakurasian warna, kemudian foto dicetak menggunakan media alternatif lain selain kertas, yaitu stainless steel dan acrylic . Pilihan penggunaan dua media tersebut karena foto dikemas tanpa menggunakan bingkai. Namun setelah melalui proses cetak, media acrylic mempunyai akurasi warna yang lebih tepat (sesuai dengan visual dalam bentuk digital) dibandingkan dengan media stainless steel yang masih menyisakan warna dasar abu- abu bahan pada hasil cetakan sehingga hasil foto menjadi terkesan samar atau kurang tajam. Gambar 6: Hasil Cetak Foto pada Media Stainless Steel , 2014 Gambar 7: Hasil Cetak Foto pada Media Acrylic , 2014 ## Hasil dan Deskripsi Penciptaan Foto S e t e l a h m e n e n t u k a n d a n melaksanakan proses-proses berdasar- kan metode penciptaan dalam karya foto ini, kemudian didapatkan hasil berupa paparan foto objek mata yang merupakan hasil seni ekspresi visual. Bagi pengamat, melihat hasil foto mata tersebut merupakan sebuah pengalaman estetis. Pengalaman estetis seperti ini dapat berbeda-beda dari setiap orang yang melihat foto tersebut. Selain keindahan yang tampak, ada cerita atau fenomena yang disampaikan pada setiap karya foto. Namun, nantinya akan timbul berbagai interpretasi bagi setiap penikmat karya foto dalam membaca pesan yang dikomunikasikan. Hal ini tidak akan menjadi masalah bagi pencipta karya karena seni itu sendiri mengenai beberapa persepsi yang berbeda tersebut, justru jika timbul persepsi tunggal kemungkinan karya tersebut tidak lagi berorientasi pada seni murni Karya seni murni seperti karya fotografi bebas dimaknai. Pengamat membaca karya seni sesuai dengan p e n g a l a m a n n y a m a s i n g - m a s i n g . Pengamat tidak harus menyesuaikan dengan seniman, karya senilah yang berbicara. Dalam teori interpretasi Paul Ricoeur, interpretasi bermaksud menyingkapkan makna yang lebih dalam dari sebuah teks. Interpretasi dipahami secara filosofis, tidak lain dari upaya membuat perenggangan dan distansiasi menjadi produktif (Ricoeur, 2012: 97). Distansiasi dengan seniman dilakukan karena teks itu sendiri mampu menyingkapkan makna. Maka dari itu, dalam membaca atau memaknai karya seni fotogra fi ini adalah dengan interpretasi. Pada pemaknaan konotasi karya seni fotografi, Barthes mengatakan bahwa ada enam prosedur yang dapat digunakan untuk membentuk makna konotasi pada foto, yaitu: (1) Trick Effect , misalnya dengan memanfaatkan teknik olah imaji secara digital, (2) Pose, bisa dengan cara mengatur pose dan arah pandang subjek yang dipotret, (3) Objects , misalnya melalui penataan dan pemilihan sudut pandang pemotretan, (4) Photogenia , yaitu dengan mengatur exposure lighting dan sebagainya, (5) Aesthetism , dengan menerapkan teknik posterisasi, dan (6) Syntax , yaitu dengan menampilkan beberapa foto sekaligus dalam bentuk sekuens sehingga penanda dan petanda konotasinya tidak dapat ditemukan dalam bagian yang terpisah (Barthes, 1977: 21-25). Pada serangkaian karya foto ini berpotensi mempunyai makna konotasi yang bermacam-macam oleh setiap pengamat, misalnya pada prosedur Photogenia , pengaturan cahaya digunakan untuk mendapatkan kesan tertentu pada foto. Selain itu, pada prosedur Objects , pengaturan objek mata diposisikan pada tepi frame kamera untuk menampilkan kesan dominan iris mata sehingga muncul kemungkinan objek baru yang tampak pada pola iris mata tersebut. K a r y a f o t o O c e a n C l o u d s mengingatkan pada kejadian fenomena formasi awan yang diambil oleh NASA dari luar angkasa. Formasi tersebut berbeda dengan formasi awan pada umumnya, sangat unik dengan gugusan awan putih tebal yang menyisakan lubang bulat tepat di tengah-tengah formasi tersebut. Hal ini memiliki persamaan dengan objek mata pada hasil penciptaan foto. Mata subjek yang berusia 83 tahun yang tertutup oleh penyakit katarak memberikan “noda” putih pada mata sama halnya dengan formasi awan yang menutupi lapisan atmosfer bumi. Lubang mata meninggalkan kesan yang sama dengan lubang yang terbentuk dari formasi awan, namun warna cokelat yang terdapat pada bagian iris mata dibiarkan tetap terlihat agar kesan mata sendiri tidak terlalu tersamarkan. Penempatan arah cahaya cukup kuat dari samping memberikan efek fl are pada lapisan luar mata memberikan kesan misterius ala luar angkasa. Pohon Darah Naga merupakan salah satu pohon endemic yang terdapat di Pulau Socorota, Yaman. Pohon ini memilik batang yang cukup kuat dengan dominasi warna cokelat dan struktur yang rapat dan cukup menarik. Struktur dari batang pohon darah naga ini secara tidak sengaja ditemukan pada objek mata yang diambil. Kerapatan dan bentuk batang iris pada objek mata dapat begitu terlihat karena penggunaan angle three quarter dengan kombinasi extreme close up . Penggunaan dua sumber cahaya mempertajam hasil yang didapat serta meminimalisir terjadinya fl are pada foto yang nantinya menjadi pengganggu pada saat menikmati karya ini. Dominasi warna cokelat pada foto Blood Tree merupakan warna asli dari iris akan tetapi digunakan software olah gambar untuk mempertajam warna cokelat sehingga lebih gelap dan tajam agar kesan “batang” lebih terasa pada foto tersebut. Masuknya alis mata bagian bawah tanpa disengaja dalam foto ini, menambah kesan batang pohon yang gersang dan penuh misterius. Gambar 10: Crescent Moon (karya Handry Rochmad), 2014 Gambar 8: Ocean Clouds (karya Handry Rochmad), 2014 Gambar 9: Blood Tree (karya Handry Rochmad), 2014 Pemilihan warna hitam putih pada sebuah foto memberikan kesan dramatis dan artistik yang lebih kuat dibandingkan dengan full warna. Pada dasarnya foto hitam putih membantu memisahkan kenyataan dari segala aksesorisnya. Terkadang warna dapat memperkaya sebuah foto, akan tetapi warna juga d a p a t b e r p o t e n s i m e m p e n g a r u h i penikmat oleh aksen-aksen yang berkait, sehingga warna itu sendiri berpotensi untuk mengaburkan apa yang menjadi kenyataan dari sebuah situasi. Sementara hitam-putih seperti memisahkan objek dari pengaruh dan distorsi warna. Pada foto berjudul Crescent Moon ini berdasarkan pengalaman estetis yang cukup kuat dan menggiring kepada satu gambaran bulan sabit. Warna hitam putih dengan komposisi objek mata terpotong melengkung menjadikan lubang pupil pada mata seakan-akan menghilang dan memperkuat kesan bulan sabit pada foto tersebut. Dengan menggunakan pencahayaan cukup kuat dari samping memberikan kesan separuh gelap separuh terang seolah-olah melihat bulan sabit dari luar angkasa pada foto ini. Gambar 11: Prominensa (karya Handry Rochmad), 2014 Prominensa adalah salah satu ciri khas matahari, berupa bagian matahari yang menyerupai lidah api yang sangat besar dan terang yang mencuat keluar dari bagian permukaan serta seringkali berbentuk loop atau putaran. Hal ini merupakan kejadian yang hanya bisa dilihat menggunakan bantuan teleskop dan tidak semua orang mendapat kesempatan untuk melihatnya. Melihat foto ini seolah-olah dapat melihat lidah api dari objek mata yang memiliki gangguan penglihatan. Tingginya nilai silinder pada mata menampakkan efek kerusakan pada susunan iris . Namun hal ini memberikan sebuah keindahan tersendiri. Pengalaman estetis yang pertama muncul ketika melihat foto tersebut mengingatkan pada fenomena lidah api. Menempatkan objek mata pada ujung frame foto mengindikasikan posisi matahari itu sendiri yang dianggap sebagai pemimpin planet-planet yang sudah diketahui termasuk bumi. Kemudian diberikan efek flare pada objek mata serta penambahan fi lter warna merah pada lampu studio yang digunakan pada saat pengambilan gambar sehingga menambah kesan nuansa panas pada foto itu sendiri. Gambar 12: Tree of Life (karya Handry Rochmad), 2014 Handry Rochmad Dwi Happy dan Elfa Olivia Verdiana, Can You See What I See Pohon Kehidupan atau Tree of Life yang terletak di Bahrain adalah salah satu yang tidak biasa di dunia. Pohon dengan jenis mesquite tua yang sudah berumur hampir empat abad ini bertahan di tengah-tengah padang pasir tanpa ketersediaan air. Misteri kelangsungan hidup pohon itu telah membuatnya menjadi legenda sehingga penamaan “pohon kehidupan” sesuai untuk pohon ini. Gambaran dari pohon kehidupan didapat ketika mengambil objek mata dengan bentuk susunan iris yang sudah terkoyak dan terlepas dari bentuk aslinya. Seperti sebuah sususan dahan dan ranting pada pohon mesquite yang juga disebut pohon kehidupan. Keanehan susunan iris tersebut dikarenakan gangguan penglihatan yang cukup parah yang dialami oleh subjek. Namun pada kesehariannya, subjek tidak pernah menggunakan alat bantu melihat dan dapat beraktivitas dengan normal seperti tidak memiliki gangguan apapun pada matanya. Terdapat dua faktor pada pemberian judul Tree of Life dari karya foto ini. Faktor pertama, kesan hancur yang terdapat pada iris mata yang mengingatkan pada susunan dahan dan ranting pada pohon mesquite yang juga disebut pohon kehidupan. Faktor kedua adalah kemampuannya beradaptasi dengan kekurangan di sekitarnya. Jika Tree of Life yang berada di Bahrain beradaptasi hidup dengan kondisi lingkungan tanpa air, maka foto Tree of Life yang dihasilkan adalah bagaimana beradaptasi dengan kerusakan yang terjadi pada iris mata sehingga dapat melihat layaknya mata normal. ## KESIMPULAN Fotografi berpotensi sangat luas untuk dieksplorasi, mulai dari pilihan objek hingga tekniknya. Mata yang fungsi utamanya digunakan untuk melihat dan terlihat sederhana karena hanya seperti lingkaran, dapat dipilih menjadi sebuah objek foto yang menarik ketika dieksplorasi. Penggunaan teknik fotogra fi makro merupakan sebuah tantangan serta bagian dari proses eksplorasi dalam pengembangan berkarya dari fotogra fi konvensional yang biasa dilakukan. Pemilihan objek mata pada karya ini juga memberi tantangan tersendiri karena pada umumnya objek dalam fotografi dengan teknik makro berupa binatang serangga, embun, dan benda mati. Dalam proses penciptaan karya ini melalui beberapa tahapan proses kreatif, yaitu eksplorasi, eksperimentasi, dan perwujudan. Tahap eksplorasi menitikberatkan pada segi pemilihan objek mata manusia. Kemudian tahap eksperimentasi lebih pada persoalan teknis, yaitu pemilihan peralatan fotografi, pengaturan cahaya, serta kepekaan dalam menemukan keindahan pada objek iris mata yang diambil. Tahap perwujudan terdiri dari proses editing foto menggunakan software Adobe Photoshop Lightroom 3 dan Adobe Photoshop CS6 serta pemilihan media yang digunakan untuk visualisasi karya yang pada akhirnya menggunakan media acrylic . Evaluasi karya foto ini ditemui pada tahapan proses penciptaan yang telah dilalui, antara lain pada saat eksplorasi objek, teknis, serta pilihan media cetak foto. Pada saat karya-karya ini nantinya disajikan di pameran, penikmat karya akan digiring dan disuguhkan sebuah pengalaman estetis yang paling tidak hampir sama dengan apa yang dirasakan oleh pencipta karya ketika pertama kali melihat foto yang telah dihasilkan. Tentu saja semua ini tidak terlepas dari pengalaman estetis dan pengamatan yang dilakukan terhadap objek-objek sederhana yang ada di sekitar oleh masing-masing pengamat, sehingga hal ini dapat menyebabkan interpretasi yang berbeda-beda dan bermacam-macam. Penciptaan karya foto ini dapat dijadikan sebuah contoh atau pijakan b a g i s e m u a o r a n g b a h w a d a l a m menentukan sebuah objek yang nantinya akan dijadikan karya seni tidaklah rumit. Tanpa disadari terdapat banyak objek yang menarik yang dapat dijadikan sebuah karya seni, tergantung bagaimana sensitivitas dan kreativitas sebagai manusia yang memiliki kemauan serta kemampuan dalam berkesenian. ## DAFTAR PUSTAKA Barthes, Roland. Image Music Text. London: Fontana Press, 1977. Feininger, Andreas. The Complete Photographer. New York: Prentice- Hall, 1969. Freeman, Michael. Mastering Digital P h o t o g r a p h y . L e w e s : O c t o p u s Publishing Group, 2008. Han, Leonardi, CNPS. Hon, PAF. Sejarah Fotogra fi . Bandung: Cahaya, 1998. Kartasasmita, Soedjai. Di Belantara Fotografi Indoneisa. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta dan LPP Yogyakarta, 2008. Marah, Risman. “Rana” dalam Seni: Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni, Vol. III/03. Yogyakarta: Kanisius, 1993. Marianto, M. Dwi. Menempa Quanta Mengurai Seni . Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta, 2011. Rambay. Macro World Mania: Indonesia Macrophotobook. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012. Ricoeur, Paul. Teori Interpretasi . Yogyakarta: IRCiSoD, 2012. Santosa, Teguh. Bersujud Aku dalam Detail CiptaanMu . Yogyakarta: Jentera Intermedia, 2013. Soedjono, Soeprapto. Pot-Pourri Fotogra fi . Jakarta: Penerbit Univeritas Trisakti, 2007. Turner, Peter. History of Photography. Greenwich: Brompton Books Corp, 1987. Wibowo, Daniel Susilo. Anatomi Tubuh Manusia . Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
3424e326-96ce-490b-a6f8-46fd89607f64
http://jurnal.unpad.ac.id/responsive/article/download/40930/18751
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MANGGARAI Agustinus Sutardi 1 ; Budiman Rusli 2 ; Rd. Ahmad Buchari 3 1,2,3 Department of Public Administration, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia agustinus20001@mail.unpad.ac.id 1 ; budiman.rusli@unpad.ac.id 2 ; ahmad.buchari@unpad.ac.id 3 Submitted: 26-07-2022; Accepted: 12-12-2022: Published : 13-12-2022 ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang Implementasi Kebijakan tentang Formulir dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan di Kabupaten Manggarai dengan menggunakan teori Merile S. Grindle yang berpendapat bahwa keberhasilan implementasi kebijakan tergantung pada content kebijakan dan context implementasi. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi wawancara semi-terstruktur pada 24 (dua puluh empat) orang, observasi dan studi dokumentasi. Temuan utama dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan dimaksud belum berjalan optimal pada aspek content kebijakan karena masyarakat yang masih gagap teknologi belum mendukung/resisten terhadap implementasi kebijakan ini dikarenakan belum dapat memenuhi persyaratannya yaitu memiliki email dan nomor telepon seluler pribadi, belum intensifnya komunikasi dan koordinasi antara Disdukcapil dengan Kecamatan/Desa/Kelurahan, jaringan internet yang belum menjangkau ke seluruh pelosok wilayah sehingga program digitalisasi administrasi kependudukan belum dapat dilaksanakan secara optimal, belum tersedianya fasilitas jaringan ASTINet untuk penerapan pelayanan secara online. Sedangkan pada aspek context implementasi adalah Pemerintah Kabupaten Manggarai belum melaksanakan sosialisasi secara masif dan belum tersedianya standart operasional prosedur pelaksanaan pelayanan sesuai kebijakan dimaksud . Kata kunci : Implementasi kebijakan, Administrasi Kependudukan, Kabupaten Manggarai. ## ABSTRACT This study aims to examine the Implementation of Policies regarding Forms and Books Used in Population Administration in Manggarai Regency using the theory of Merile S. Grindle who argues that the success of policy implementation depends on the policy content and implementation context. The method used is descriptive qualitative. Data collection techniques used in this study included semi-structured interviews with 24 (twenty four) people, observation and documentation studies. The main finding in this study is that the implementation of the intended policy has not run optimally in the aspect of policy content because people who are still technologically illiterate are not yet supportive/resistant to implementing this policy because they have not been able to fulfill the requirements, namely having an e-mail and personal cell phone number, not yet intensive communication and coordination between Disdukcapil and Sub-Districts/Villages/Kelurahans, internet networks that do not yet reach all corners of the region so that the population administration digitization program cannot be implemented optimally, ASTINet network facilities are not yet available for implementing online services. Meanwhile, in the implementation context aspect, the Manggarai Regency Government has not carried out massive outreach and there is no standard operating procedure for implementing services according to the intended policy. Dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan Di Kabupaten Manggarai ( Agustinus Sutardi; Budiman Rusli; Rd. Ahmad Buchari) Key word: Implementation of policies;Population Administration, Manggarai Regency ## PENDAHULUAN Penelitian ini mengkaji tentang implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 109 Tahun 2019 tentang Formulir dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan. Permendagri ini bertujuan untuk efisiensi, efektivitas dan kemudahan dalam administrasi kependudukan. Permendagri 109 Tahun 2019 menggantikan Permendagri Nomor 118 Tahun 2017 Tentang Blangko Kartu Keluarga, Register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil dan Permendagri Nomor 102 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Permendagri Nomor 57 Tahun 2015 Tentang Spesifikasi Blangko serta Formulasi Kalimat Dalam Register Akta Pengesahan Anak dan Kutipan Akta Pengesahan Anak. Secara teknis, perubahan penting dalam Permendagri Nomor 109 Tahun 2019 adalah penyederhanaan mekanisme pencetakan maupun spesifikasi/ bahan dari blangko-blangko pencetakan dokumen kartu keluarga dan akta- akta pencatatan sipil. Dalam ketentuan sebelumnya, blangko-blangko yang digunakan adalah blangko-blangko yang disediakan oleh Disdukcapil dengan ketentuan spesifikasi sesuai Permendagri Nomor 118 Tahun 2017 dan Permendagri Nomor 102 Tahun 2018. Kedua aturan lama tersebut mengatur spesifikasi blangko-blangko Kartu Keluarga dan Akta-Akta Pencatatan Sipil yaitu menggunakan kertas sekuriti 100% c hemical wood ,watemark, Burung Garuda, continous form untuk blangko kartu keluarga dan kertas watermark berlambang Garuda Pancasila, gramatur : 120 – 135 Gram/m2 dan berbentuk continous form untuk akta-akta pencatatan sipil, yang juga diadakan melalui proses pengadaan barang/jasa yang prosedural dan terbatas. Dengan demikian, masyarakat harus mengantri di Disdukcapil untuk memperoleh dokumen kependudukan yang dibutuhkannya. Permendagri Nomor 109 Tahun 2019 sudah cukup efesien dan efektif dikarenakan spesifikasi blangko-blangko Kartu Keluarga, Register Pencatatan Sipil dan Kutipan Akta- Akta Pencatatan Sipil sesuai permendagri ini telah disederhanakan yakni hanya menggunakan kertas HVS, ukuran A4, berat 80 gram, warna putih dan bisa dicetak secara mandiri oleh pemohon dokumen kependudukan. Namun untuk blanko KTP Elektronik (KTP E) dan Kartu Identitas Anak (KIA) masih disediakan oleh pemerintah pusat. Perubahan mekanisme maupun spesifikasi dokumen kependudukan sebagai implikasi lahirnya Permendagri 109 Tahun 2019 memberi angin segar bagi layanan kependudukan di Indonesia. Jika diimplementasi secara baik, kebijakan ini tentu akan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan publik di bidang administrasi kependudukan. Namun demikian, implementasi dari sebuah kebijakan publik yang linear dengan tujuannya (policy objectives) bukan sebuah perkara mudah karena kebijakan publik tidak diimplementasikan dalam sebuah ruang vakum (Dunn, 2000) . Dinamika antar berbagai faktor determinan yang terjadi dalam implementasi sebuah kebijakan akan mempengaruhi derajat keberhasilan dari kebijakan tersebut. Persoalan yang ditemukan dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah Sumber Daya Masyarakat (SDM) penerima manfaat kebijakan yang belum memadai sehingga belum dapat melaksanakan kebijakan ini secara optimal. Salah satu penyebabnya adalah karena rendahnya tingkat pendidikan formal masyarakat penerima manfaat kebijakan menyebabkan tidak mampu melaksanakan kebijakan/program yang telah ditetapkan oleh pemerintah, edi sutrisno dalam (Rahayu, 2014). Berikut adalah tabel tingkat pendidikan formal masyarakat kabupaten Manggarai selaku penerima manfaat kebijakan kebijakan Permendagri 109 Tahun 2019. Tabel 1.2 : Tingkat Pendidikan Masyarakat Kabupaten Manggarai keadaan 31 Desember Tahun 2020 No Pendidikan Jumlah % 1 2 3 4 1 Belum Sekolah 70.165 20,10 2 Tidak Tamat SD 59.772 17,12 3 Tamat SD/Sederajat 111.176 31,85 4 Tamat SLTP/Sederajat 38.419 11.01 5 Tamat SLTA/Sederajat 50.187 14,38 6 Tamat D1/D II 1.234 0,35 7 Tamat D III/Sarmud 3.874 1,11 8 Tamat Diploma IV/S1 13.877 3,98 9 Tamat S2 366 0,10 10 Tamat S3 20 0,01 Jumlah 349.090 100 Sumber: ( Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Manggarai , 2020) Dari tabel di atas tergambar bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Manggarai yang terbanyak adalah Tamat SD/Sederajat (31,85 %) dan tidak tamat SD (17,12%). Hal ini disebabkan karena dalam mengimplementasikan kebijakan ini masyarakat dituntut untuk memilki perangkat dan skill teknologis yang memadai yaitu dengan memiliki email dan nomor telepon seluler pribadi yang aktif saat pengurusan dokumen kependudukan. Masyarakat juga harus mampu membuka notifikasi yang dikirim oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (disdukcapil) melalui aplikasi Sistim Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) ke alamat email dan nomor telepon seluler yang telah dilampirkan serta mampu mencetak dokumen tersebut. Fenomena ini sesuai dengan pendapat dari Riant Nugroho D dalam (Nugroho, 2003) yaitu kebijakan komputerisasi dalam pelayanan publik akan sia-sia jika SDM di dalam lembaga itu tidak menguasai teknologi tersebut. Persoalan lain yang ditemukan adalah kapasitas Sumber daya Manusia (SDM) Aparatur Administrator Database Kependudukan (ADB) dan Operator Sistem Informasi Adminisrasi Kependudukan (SIAK) yang belum memadai dari aspek Pendidikan formal. Ketentuan sesuai Peraturan Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 35 Tahun 2017 Tentang Jabatan Fungsional Administrator Database (ADB) Kependudukan adalah harus berkualifikasi pendidikan strata satu/D-IV bidang komputer dan berstatus Pegawai Negeri Sipil. Demikian pun halnya dengan Jabatan fungsional Operator SIAK, menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan dan RB) Nomor 34 Tahun 2017 Tentang Jabatan Operasional SIAK, Operator SIAK harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan SIAK yang meliputi pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, pelayanan surat keterangan kependudukan dan penyusunan laporan penyelenggaraan administrasi kependudukan. Namun, berdasarkan dokumen kepegawaian Disdukcapil Kabupaten Manggarai dari 8 (delapan) orang ADB Kependudukan di Kabupaten Manggarai, hanya 2 (dua) orang yang berlatarbelakang pendidikan S1 Informatika dan Komputer. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengangkatan 6 (enam) orang ADB Kependudukan lainnya telah bertentangan dengan Permenpan tersebut. Demikian pun halnya dengan Jabatan fungsional Operator SIAK. Jabatan fungsional Operator SIAK di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Manggarai belum tersedia. Seluruh tugas dan fungsi dari jabatan fungsional Operator SIAK tersebut dilaksanakan oleh Tenaga Harian Lepas (THL) dinas yang berjumlah 23 (dua puluh tiga) orang. Berdasarkan Dokumen Kepegawaian Disdukcapil Kabupaten Manggarai, dari 23 (dua puluh tiga) orang THL yang bertugas dan berfungsi sebagai Operator SIAK, hanya 5 (lima) orang yang berpendidikan sesuai dengan pekerjaan yaitu berpendidikan informatika dan komputer. Hal ini juga dapat menyebabkan kurang optimalnya pelaksanaan tugas di Disdukcapil termasuk dalam penerapan Permendagri 109 Tahun 2019. Fenomena yang juga ditemukan dalam penerapan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah belum tersedianya fasilitas pengajuan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil secara online sebagaimana yang telah tertuang dalam isi batang tubuh permendagri ini yang mengamanatkan bahwa pengajuan formulir pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil dapat dilakukan secara online . Pelayanan secara online juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan Secara Daring yang bertujuan untuk membangun tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien dalam administrasi kependudukan. Fenomena lain yang juga ditemukan adalah meskipun Permendagri 109 Tahun 2019 dilaksanakan sejak tanggal 1 Juli Tahun 2020 di Kabupaten Manggarai sesuai dengan instruksi Pemerintah Pusat, namun Standart Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan Dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan Di Kabupaten Manggarai pelayanan sesuai Permendagri 109 Tahun 2019 belum tersedia, yang menyebabkan implementasi kebijakan ini belum secara berjalan optimal. Persoalan lain yang juga ditemukan di Kabupaten Manggarai adalah jenis sosialisasi kebijakan kependudukan yang belum masif, yang masih terbatas melalui media tatap muka langsung, banner/spanduk, leaflet dan kalender-kalender sosialisasi kebijakan kependudukan, belum dilaksanakan sosialisasi melalui media sosial online seperti facebook, twitter, Whatapps (WA),Instagram (IG),website yang pada era sekarang ini merupakan jenis media yang paling efektif untuk digunakan. Dalam mengeksplorasi fenomena implementasi kebijakan administrasi kependudukan, para sarjana telah melakukan penelitian pada berbagai setting waktu dan tempat untuk mendapatkan penjelasan atau memahami bagaimana implementasi kebijakan administrasi kependudukan bekerja di dunia riil. Penemuan dari penelitian-penelitian terdahulu dengan topik implementasi kebijakan administrasi kependudukan sejak Tahun 2019 sampai dengan Tahun 2020 adalah penelitian tentang implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), penelitian tentang implementasi pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penelitian tentang implementasi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP E). Visualisasi dari hasil penelitian tersebut dapat terlihat pada gambar 1berikut: Gambar 1 Visualisasi penelitian terdahulu tentang Implementasi Kebijakan Administrasi Kependudukan Penemuan dari penelitian-penelitian terdahulu (Asyari & Nugraheni, 2021; Bella et al., 2013; Budi et al., 2021; Cristianingsih, 2020; Deni et al., 2015; Hasibuan et al., 2020; Herawan et al., 2021; Herlinda, 2021; Hidayat, 2018; Idrus & Ferdian, 2019; Jamaluddin et al., 2019; Kesuma & Juniati, 2020; Mapadang et al., 2018; Naqibah et al., 2021; Purba et al., 2019; Purwanti & Suharyadi, 2018; Rahmadanik, 2021; Rohman et al., 2019; Sadat, 2017; Salim Ahmad, 2018; Saputra et al., 2019; Sastrawan, Gede. Mandala, 2019; Setyowati et al., 2019; Sudiadnyane I Made, 2018; Sutejo et al., 2020; Tarifu, 2020; Wahyono et al., 2019) menemukan bahwa sumber daya manusia dan sarana prasarana belum memadai dalam mengimplementasikan kebijakan administrasi kependudukan ( resources commited) , masih kurangnya koordinasi dan komunikasi antar instansi pelaksana kebijakan dan para aktor yang berkepentingan dalam mengimplementasikan kebijakan administrasi kependudukan ( program implementors) , masih kurangnya sosialisasi kebijakan administrasi kependudukan kepada masyarakat penerima manfaat kebijakan ( program implementors) , kualifikasi pendidikan formal, pengalaman kerja dan ketrampilan kerja para implementor kebijakan yang belum memadai ( program implementors) , kurangnya komitmen dari para program implementors untuk melaksanakan kebijakan administrasi kependudukan, kurangnya bimbingan teknis (bimtek) dan sosialisasi bagi para implementor kebijakan tentang kebijakan administrasi kependudukan yang terbaru, masih sedikitnya masyarakat yang menggunakan layanan administrasi kependudukan ( type of benefits), kekuasaan dan strategi yang terpusat pada satu instansi pelaksana yaitu Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, sementara agen-agen pelaksana yang lain seperti kecamatan dan kelurahan hanya melaksanakan strategi yang diperintahkan oleh dinas dukcapil ( power,interest and strategies of actors involved) , strategi pelayanan yang dilakukan oleh instansi pelaksana layanan administrasi kependudukan masih belum prima, karakteristik instansi pelaksana yang masih sangat birokratis dikarenakan pengurusan administrasi kependudukan untuk satu output harus melewati berbagai prosedur rumit dari RT, RW, kelurahan, kecamatan dan terakhir pada disdukcapil ( institutions and regimecharacte ristics) ,belum tersedianya standart operasional prosedur (SOP) yang baku untuk pelayanan administrasi kependudukan menyebabkan pelaksana kebijakan tidak mengimplementasikan kebijakan secara proaktif yang berdampak pada kinerja pelaksana layanan kurang maksimal ( compliance and responsivenes). Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian- penelitian yang sebelumnya dengan topik implementasi kebijakan administrasi kependudukan adalah penelitian yang berkaitan dengan implementasi pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, implementasi kebijakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan implementasi kebijakan Elektronik Kartu Tanda Penduduk (KTP E), belum pernah dilakukan penelitian tentang implementasi Permendagri Nomor 109 Tahun 2019 Tentang Formulir dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan. Penelitian ini, dengan demikian, berupaya untuk mengisi celah dimaksud yaitu peneliti akan mengeksplorasi implementasi Permendagri Nomor 109 Tahun 2019 Tentang Formulir dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan di Kabupaten Manggarai. Dengan tersedianya hasil penelitian ini, diharapkan agar para pemangku kepentingan di Pemerintah Kabupaten Manggarai dapat memperoleh bukti (evidence) terkait implementasi kebijakan ini sehingga dapat terus membenahi kualitas pelayanan kepada masyarakat selaku pengguna (user) dari layanan publik kependudukan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Penelitian ini, dengan demikian, bertujuan untuk menganalisis implementasi Permendagri Nomor 109 Tahun 2019 tentang Formulir dan Buku yang digunakan Dalam Administrasi Kependudukan di Kabupaten Manggarai.Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori menurut Merilee S. Grindle yang berpendapat bahwa keberhasilan dalam mengimplementasikan kebijakan menurut dipengaruhi oleh 2 (dua) aspek penting yaitu content kebijakan dan context implementasi. Aspek content kebijakan menurut (Grindle, 1980) adalah kepentingan yang dipengaruhi oleh adanya program ( interest affected) , Jenis manfaat yang akan dihasilkan (type of benefits) , Jangkauan perubahan yang diinginkan (extend of change envisioned) , Kedudukan pengambil keputusan ( site of decision making) , Pelaksana program (program implementors) dan Sumber daya yang disediakan (resources commited) . Aspek context kebijakan menurut (Grindle, 1980) terdiri dari Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat ( power,interest and strategies of actors involved) , Karakteristik lembaga dan penguasa ( institutions and regimecharacte ristics) dan Kepatuhan dan Daya Tanggap ( compliance and responsivenes). . ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif yaitu mendeskripsikan fenomena secara holistik implementasi Permendagri 109 Tahun 2019 oleh para pihak yang berkepentingan di Kabupaten Manggarai. Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 9 Februari s/d 9 Mei Tahun 2022. Teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan adalah mengobservasi pelaksanaan pemberian pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat, mengobservasi pelaksanaan rapat staf dan apel harian, interaksi antara bawahan dan atasan dan penempatan spanduk/banner, dokumentasi dan wawancara semi-terstruktur pada 24 (dua puluh empat) orang informan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik penentuan informan secara purposive sampling yaitu dengan cara menentukan informan yang dianggap paling memahami informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis data menurut Miles dan Huberman yang membagi kegiatan analisis menjadi beberapa bagian yaitu: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Content Kebijakan 1. Kepentingan yang dipengaruhi oleh adanya program (Interest Affected) Para informan penelitian menyebutkan bahwa interest affected dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah Bupati Manggarai, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manggarai, Kepala Disdukcapil Kabupaten Manggarai, Para Kepala Bidang Disdukcapil Kabupaten Manggarai, Para ADB Kependudukan Disdukcapil Kabupaten Manggarai, Para Operator SIAK Disdukcapil Dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan Di Kabupaten Manggarai Kabupaten Manggarai, Para Registrar Kelurahan/Desa dalam wilayah Kabupaten Manggarai, para Lurah/kepala desa yang mengawasi pelaksanaan tugas para registrar serta seluruh masyarakat Manggarai sebagai unsur penerima manfaat kebijakan ini. Para informan penelitian menyebutkan bahwa semua pihak yang berkepentingan merasakan keuntungan dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai kecuali bagi masyarakat yang belum melek teknologi, masyarakat yang tinggal di daerah pelosok yang belum terjangkau fasilitas jaringan intenet dan masyarakat yang tidak mengikuti ketentuan sesuai prosedur Permendagri 109 Tahun 2019 yaitu harus melampirkan email dan nomor telepon seluler aktif saat pengurusan dokumen kependudukan. Keuntungan tersebut karena memudahkan masyarakat dalam administrasi kependudukan (pengurusan kartu keluarga dan akta-akta pencatatan sipil) yaitu sangat efektif dan efesien baik bagi dinas maupun bagi masyarakat. Implementasi kebijakan ini belum mendapat dukungan dan mendapatkan resistensi dari masyarakat di Kabupaten Manggarai yang masih belum melek teknologi karena harus melampirkan email dan nomor telepon seluler yang aktif saat pengurusan dokumen kartu keluarga dan akta-akta pencatatan sipil, sebagaimana yang disampaikan oleh ADB Kependudukan F 1 bahwa masyarakat yang gagap teknologi resistensi terhadap penerapan kebijakan ini karena berasumsi bahwa kebijakan ini mempersulit dengan kondisi sarana prasarana, jaringan internet dan skill teknologis masyarakat yang belum memadai. 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan (Type of benefits) Para informan penelitan menyebutkan bahwa Type of benefits bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah sebagai berikut: a. Bagi Disdukcapil Kabupaten Manggarai dapat menghemat anggaran karena tidak perlu lagi membelanjakan blanko kartu keluarga dan akta-akta pencatatan sipil, 1 Informan Penelitian ADB (Administrator Database) Kependudukan an. Fransiskus Patrisius Dani, ST. mempermudah pekerjaan para Operator SIAK karena tidak lagi mencetak hasil dokumen kartu keluarga dan akta-akta pencatatan sipil yang telah ditandatangani secara elektronik, arsip manual milik masyarakat berkurang sehingga memudahkan pekerjaan pengarsipan di Kantor, keamanan dokumen kependudukan terjamin karena telah sampai pada Badan Sandi Negara dan Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil. b. Bagi Masyarakat Manggarai sebagai penerima manfaat kebijakan dapat mempermudah masyarakat dalam administrasi kependudukan karena efektif dan efisien dari aspek biaya, waktu dan tenaga, dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam administrasi kependudukan serta dapat mewujudkan good governance dalam urusan administrasi kependudukan karena semakin mudah, transparan dan bernilai yaitu adanya koneksi langsung antara pemerintah dengan masyarakat berupa notifikasi melalui email /nomor telepon seluler untuk urusan administrasi kependudukan. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh informan M 2 dari unsur masyarakat penerima manfaat kebijakan yang berpendapat bahwa postur perubahan kebijakan ini merupakan perubahan yang sangat baik karena masyarakat didorong untuk tidak lagi menjadi penerima yang pasif yang semua fasilitas disediakan lagi oleh pemerintah, tetapi masyarakat ditargetkan untuk berpartisipasi dalam proses administratif. Lebih lanjut informan tersebut berpendapat bahwa dengan kebijakan yang baru ini, bukan hanya sekedar modelnya yang berubah tetapi filosofinya yakni partisipasi masyarakat dibuka seluas-luasnya supaya mereka bisa mengurus secara bertanggungjawab dalam proses-proses administratif. Jadi, kebijakan ini merupakan langkah yang progresif yang telah ditetapkan oleh pemerintah karena bukan hanya sekedar material yang berubah tetapi bisa mendorong masyarakat untuk lebih bisa partisipatif dalam urusuan administratif yang menjadi kewajiban 2 Informan Penelitian perwakilan masyarakat penerima manfaat kebijakan an. Rm. Maximus Regus, Pr. masyarakat untuk membereskannya. Selain meningkatkan partisipasi masyarakat,ini juga meningkatakan tata kelola pemerintahan yang baik dalam urusan administrasi publik yaitu semakin simple, transparan dan bernilai yaitu dengan adanya koneksi langsung antara masyarakat dengan pemerintah melalui notifikasi melalui email /nomor telepon seluler untuk urusan administrasi kependudukan. Selanjutnya, Para informan penelitian menyebutkan bahwa implementasi Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai bermanfaat kolektif baik bagi Disdukcapil Kabupaten Manggarai sebagai unsur penyelenggara urusan kependudukan dan pencatatan sipil maupun bagi masyarakat Manggarai sebagai unsur penerima manfaat kebijakan, namun belum didukung oleh masyarakat yang masih gagap teknologi karena harus melampirkan email dan nomor telepon seluler saat pengurusan dokumen kartu keluarga dan akta-akta pencatatan sipil yang belum mereka miliki. 3. Jangkauan perubahan yang diinginkan (Extend of change envisioned) Para informan penelitian menyebutkan bahwa e xtend of change envisioned dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah pelayanan Administrasi Kependudukan yang membahagiakan masyarakat dengan sistem pelayanan yang mempermudah masyarakat yaitu pelayanan yang efektif dan efisien dari aspek biaya, waktu dan tenaga. Masyarakat dan pemerintah daerah (pemda) dapat melaksanakan kebijakan ini secara penuh (100%), dengan demikian dapat mengurangi antrian di Kantor Disdukcapil dan juga masyarakat dapat merasakan manfaat serta kemudahan- kemudahan yang diberikan dalam mengimplementasikan kebijakan ini. Masyarakat juga menjadi melek teknologi dengan memiliki email dan nomor telepon seluler serta perangkat teknologis. Kepemilikan perangkat teknologis masyarakat tersebut didukung dengan fasilitas jaringan internet yang menjangkaui seluruh wilayah dalam Kabupaten Manggarai. 4. Kedudukan Pengambil Keputusan (Site of Decision Making) Para informan penelitian menyebutkan bahwa Site of Decision Making dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah sebagai berikut:  Bupati Manggarai yang dapat menggerakkan seluruh elemen dalam masyarakat agar kebijakan ini dapat dilaksanakan secara optimal;  Kepala Dinas sebagai penandatangan elektronik dokumen kartu keluarga dan akta- akta pencatatan sipil;  Para Kepala Bidang Disdukcapil Kabupaten Manggarai yang bertugas memverifikasi dokumen yang telah diajukan oleh ADB Kependudukan;  ADB Kependudukan bertugas dan bertanggungjawab terhadap database kependudukan dan aplikasi-aplikasi yang yang tersedia pada disdukcapil, memverifikasi dokumen yang telah diajukan oleh Operator SIAK serta mengontrol pekerjaan para operator SIAK agar menginput alamat email dan nomor telepon seluler yang valid milik masyarakat;  Operator SIAK yang bertugas menerima berkas masyarakat, menginput, memverifikasi dan mengajukan dokumen masyarakat;  Para camat/Lurah/Kepala Desa yang bertugas mengontrol dan mengawasi pekerjaan para registar;  Para Registrar Kecamatan/Kelurahan/desa yang menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 bertugas dan bertanggungjawab memberikan pelayanan pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting serta pengelolaan dan penyajian data kependudukan di kecamatan/desa/kelurahan serta masyarakat Manggarai sebagai penerima manfaat kebijakan Permendagri 109 Tahun 2019 yang bertugas untuk menyimpan dan mencetak file notifikasi dari Disdukcapil Kabupaten Manggarai. 5. Pelaksana program (Program implementors) Para informan penelitian menyebutkan bahwa Program implementors dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah Para Aparatur Pengelola SIAK yang telah berkompeten dalam menerapkan kebijakan ini karena telah mampu menjalankan aplikasi SIAK melalui bimbingan teknis (bimtek) dan pengalaman kerja, sedangkan latar belakang pendidikan aparatur tidak berasosiasi langsung Dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan Di Kabupaten Manggarai dengan penerapan permendagri ini, sebagamana yang telah disampaikan oleh ADB Kependudukan F yang menjelaskan bahwa kualifikasi pendidikan dan kompetensi aparatur dalam menerapkan permendagri ini tidak berasosasi langsung karena yang terpenting adalah para aparatur dapat mengoperasikan aplikasi SIAK. Lebih lanjut ADB F menjelaskan bahwa Permendagri ini hanya mensyaratkan tentang penggunaan email dan nomor telepon seluler, oleh karena itu tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan khusus. Dalam prosesnya para Pengelola SIAK yang berpengalaman akan terampil dalam mengoperasikan SIAK sesuai versi Permendagri ini. Masyarakat selaku penerima manfaat kebijakan dalam prosesnya juga dapat mempelajari penerapan permendagri ini. Kompetensi masyarakat Manggarai selaku penerima manfaat kebijakan sesuai hasil wawancara dengan para informan penelitian dalam menerapkan kebijakan ini adalah masih ada keterbatasan dari aspek skill dan perangkat teknologis khusus untuk masyarakat yang berdomisili di wilayah pedesaan, oleh karena itu perlu dilaksanakan pendampingan secara langsung serta sosialisasi yang terus menerus agar dapat mengimplementasikan kebijakan ini dengan baik. Bagi masyarakat yang telah melek teknologi yang sebagian besar berdomisili di wilayah perkotaan telah berkompoten dalam menerapkan permendagri ini. Namun, kompetensi masyarakat dari aspek pendidikan formal dalam penerapan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai tidak berasosiasi langsung karena masyarakat dapat mempelajarinya secara mandiri maupun melalui pendampingan langsung oleh para aparat, yang terpenting adalah tersedianya fasilitas jaringan internet. Kebijakan ini juga mengedukasi masyarakat agar menjadi melek teknologi, untuk melek teknologi tidak harus sekolah tinggi yang terpenting adalah adanya keinginan masyarakat untuk belajar karena faktor kebutuhan akan dokumen tersebut dan juga tuntutan regulasi. Relasi antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengimplementasikan kebijakan ini di Kabupaten Manggarai berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian adalah relasi yang baik kecuali antara pihak Disdukcapil Kabupaten Manggarai dengan Kecamatan/Desa/Kelurahan diperlukan pembenahan pada aspek koordinasi dan komunikasi sehingga Kecamatan/Desa/Kelurahan dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik dalam penerapan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai. ## 6. Sumber daya yang disediakan (Resources Commited) Resources Commited dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian adalah Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Urusan Kependudukan dan Pencatatan Sipil sudah cukup memadai dalam menerapkan Permendagri 109 Tahun 2019 karena faktor pengalaman kerja dan bimbingan teknis (bimtek) yang secara rutin telah dilaksanakan. Perangkat dan skill teknologis masyarakat Kabupaten Manggarai terutama pada wilayah pedesaan masih belum memadai untuk mengimplementasikan kebijakan ini, oleh karena itu perlu didampingi dan disosialisasikan secara terus menerus agar masyarakat dapat melaksanakan kebijakan ini dengan baik. Kondisi saat ini dapat dipastikan bahwa minimal 1 (satu) keluarga memiliki 1 (satu) telepon seluler jenis android, jika dalam sebuah keluarga ada yang bersekolah maka dipastikan bahwa yang bersangkutan memiliki telepon seluler tipe android serta memahami penggunaan email sehingga dapat menyimpan notifikasi dari Disdukcapil. Sarana dan prasarana untuk penerapan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian adalah sudah cukup tersedia, sarana yang urgen untuk segera diadakan adalah fasilitas jaringan ASTINet agar segera dapat diterapkan pelayanan secara online yang merupakan kebijakan yang mendukung penerapan permendagri ini. Perluasan jaringan internet sampai ke pelosok-pelosok desa adalah juga merupakan program yang penting untuk segera dilaksanakan oleh pemerintah agar program digitalisasi pemerintahan dan sosial kemasyarakatan dapat diimplementasikan secara optimal sampai ke seluruh pelosok desa dalam hal ini adalah kebijakan digitalisasi administrasi kependudukan yaitu Permendagri Nomor 109 Tahun 2019, sebagaimana yang telah disampaikan oleh informan tokoh masyarakat S 3 sebagai berikut: “Kendalanya adalah jaringan internet yang belum terjangkau sampai ke seluruh wilayah kabupaten Manggarai, sehingga fasilitas yang perlu disediakan adalah penyiapan fasilitas jaringan internet sampai ke pelosok wilayah kabupaten Manggarai oleh pemerintah.” “Dengan tersedianya jaringan internet maka masyarakat akan belajar serta dibiasakan dengan pemakaian fasilitas teknologi berbasis internet antara lain menggunakan email dan smartphone.” “Jika fasilitas jaringan internet telah tersedia maka wajib bagi pemerintah desa untuk terus mensosialisasikan kepada masyarakat tentang penerapan kebijakan ini.” ## Context of Implementation 1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat (Power,interest and strategies of actors involved) Para Informan penelitian menyebutkan bahwa Power,interest and strategies of actors involved dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah sebagai berikut:  Aspek kekuasaan yaitu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang tertuang dalam surat keputusan (SK) yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada Pejabat Pengelola SIAK di Disdukcapil Kabupaten Manggarai dan para registrar kecamatan/kelurahan/desa dalam wilayah Kabupaten Manggarai.  Aspek kepentingan adalah semua pihak yang berkepentingan merasakan manfaat yang positif dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan.  Strategi yang dilaksanakan adalah dengan sosialisasi secara terus menerus kepada masyarakat melalui berbagai jenis media baik online maupun offline tentang persyaratan dan prosedur teknis penerapan permendagri dimaksud di Kabupaten Manggarai, Perangkat desa menfasilitasi langsung masyarakatnya untuk dapat menyiapkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan kebijakan ini serta mensosialisasikan secara terus menerus 3 Informan perwakilan masyarakat an. Stefanus Jandu. kepada masyarakat tentang prosedur teknis pelaksanaan permendagri ini, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Manggarai mengagendakan kegiatan-kegiatan di desa yaitu proses administrasi kependudukan merupakan hal yang sangat penting dengan memberikan instruksi kepada pemerintah desa agar mengagendakan kegiatan ini dengan dana desa, kerjasama dengan berbagai sektor agar juga dapat menjadi agen sosialisasi permendagri ini, penambahan sarana dan prasarana untuk pelayanan di kecamatan serta pembentukan Unit Pelayana Teknis (UPT) Disdukcapil di kecamatan dalam rangka pendekatan pelayanan.  2. Karakteristik lembaga dan penguasa (Institutions and regimecharacteristics) Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian, Institutions and regimecharacteristics dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah dengan mewajibkan masyarakat penerima manfaat kebijakan untuk mengikuti persyaratan dan prosedur sesuai ketentuan dalam permendagri ini dengan tetap memperhatikan kultur dan kearifan lokal. ## 3. Kepatuhan dan Daya Tanggap (Compliance and responsiveness) Para informan penelitian menyebutkan bahwa aspek compliance dalam penerapan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah Pemerintah Daerah dan Masyarakat Kabupaten Manggarai telah mengimplementasikan kebijakan ini sejak Tanggal 01 Juli Tahun 2020 yang secara serentak dilaksanakan di seluruh Indonesia sesuai instruksi Pemerintah Pusat. Namun, Pemerintah Kabupaten Manggarai belum membuatkan Standart Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan permendagri ini. Aspek compliance juga masih terkendala pada masyarakat yang masih gagap teknologi, kaum usia lanjut (lansia) dan disabilitis oleh karena itu dibutuhkan pendampingan secara khusus bagi mereka agar dapat melaksanakan kebijakan ini secara baik. Aspek responsiveness berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian adalah Pemerintah Kabupaten Dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan Di Kabupaten Manggarai Manggarai dan masyarakat Manggarai yang sudah melek teknologi mempunyai responsiveness yang sangat positif terhadap penerapan kebijakan ini dengan kemudahan- kemudahan yang diberikan. Sedangkan bagi masyarakat yang belum melek teknologi, kaum lansia dan disabilitas agar didampingi secara khusus supaya dapat melaksanakan kebijakan ini dengan baik. ## SIMPULAN Implementasi kebijakan adalah salah satu fase esensial dalam siklus kebijakan publik. Dalam mengkaji implementasi Kebijakan Tentang Formulir dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan di Kabupaten Manggarai, penelitian ini menemukan bahwa implementasi kebijakan dimaksud belum berjalan secara optimal pada aspek content kebijakan karena masyarakat yang masih gagap teknologi belum mendukung/resisten terhadap implementasi kebijakan ini dikarenakan belum dapat memenuhi persyaratan dan prosedurnya terutama pada kepemilikan email dan nomor telepon seluler pribadi serta cara membuka dan mencetak notifikasi dari disdukcapil (interest affected) , belum intensifnya komunikasi dan koordinasi antara Disdukcapil dengan Kecamatan/Desa/Kelurahan (program implementors) , jaringan internet yang belum menjangkau ke seluruh pelosok wilayah sehingga implementasi Permendagri 109 Tahun 2019 belum dapat dilaksanakan secara optimal (resources commited) ,, belum tersedianya fasilitas jaringan ASTINet untuk penerapan pelayanan secara online (resources commited) . Manfaat positif dari implementasi Permendagai 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai adalah efektif dan efisien baik bagi pemerintah maupun masyarakat (type of benefits) , mewujudkan good governance dalam administrasi kependudukan (type of benefits) dan dapat mengedukasi masyarakat agar menjadi melek teknologi (extend of change) . Untuk mengoptimalkan implementasi kebijakan ini ke depan, penelitian ini merekomendasikan agar pada aspek content kebijakan perlu dilaksanakan kegiatan pendampingan langsung untuk masyarakat yang masih gagap teknologi yang sebagian besar berdomisili di wilayah pedesaan (program implementors) , perlu dilaksanakan bimbingan teknis (bimtek) dan pelatihan secara rutin bagi para aparatur urusan kependudukan dan pencatatan sipil dalam rangka peningkatan kapasitas aparatur (program implementors) , pengadaan fasilitas jaringan ASTINet agar dapat diterapkan pelayanan administrasi kependudukan secara online (resources commited) serta perluasan jaringan internet sampai ke pelosok-pelosok desa (resources commited). Selanjutnya, berdasarkan aspek context implementasi, penelitian ini juga menemukan bahwa belum berjalan optimalnya kebijakan dimaksud oleh karena pelaksanaan sosialisasi yang belum masif yakni masih terbatas pada media tatap muka langsung serta banner/spanduk/leaflet/kalender, sedangkan sosialisasi melalui media sosial dan media online yang merupakan media yang populer serta efektif dan efesian untuk digunakan pada era sekarang ini belum dilaksanakan ( Power,interest and strategies of actors involved) , Pemerintah Kabupaten Manggarai juga belum membuatkan Standart Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan permendagri 109 Tahun 2019 ( Compliance and responsivenes) , masyarakat yang masih gagap teknologi, kaum lansia dan disabilitas belum patuh dan belum responsif terhadap implementasi kebijakan ini ( Compliance and responsivenes) . Fasilitasi Selanjutnya, pada aspek context implementasi yang perlu menjadi perhatian pemerintah antara lain: pendampingan langsung oleh perangkat desa kepada masyarakat untuk dapat menyiapkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan kebijakan ini ( Power,interest and strategies of actors involved) , Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai perlu mengagendakan kegiatan- kegiatan di desa dengan memberikan instruksi kepada pemerintah desa agar mengagendakan implementasi Permendagri 109 Tahun 2019 dengan dana desa ( Power,interest and strategies of actors involved) , penambahan sarana dan prasarana untuk pelayanan di kecamatan serta pembentukan Unit Pelayana Teknis (UPT) Disdukcapil di kecamatan-kecamatan dalam rangka pendekatan pelayanan ( Power,interest and strategies of actors involved) , kerja sama lintas sektoral ( Power,interest and strategies of actors involved), mewajibkan setiap individu terutama pada usia yang layak menggunakan teknologi untuk memiliki email dan nomor telepon pribadi ( Power,interest and strategies of actors involved), kultur dan kearifan lokal harus tetap diperhatikan dalam mengimplementasikan Permendagri 109 Tahun 2019 di Kabupaten Manggarai ( Institutions and regimecharacteristics) . ## DAFTAR PUSTAKA A. Buku, Artikel dan Dokumen Lainnya Asyari, A. A. H., & Nugraheni, A. S. C. (2021). Problematika Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan Secara Daring di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Grobogan. Jurnal Inovasi Penelitian , 2 , 1537–1544. https://stp- mataram.e- journal.id/JIP/article/view/932 Bella, G. A., Laloma, A., & Ruru, J. M. (2013). Implementasi Kebijakan Rentan Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal Administrasi Publik Unsrat , 1 (1). Budi, Subekti, Z. M., Rahmadi, Suryadi, M. D., & Ardiansyah, R. (2021). Aplikasi Layanan Administrasi Kependudukan Berbasis Web Pada Kelurahan Mangun Jaya. Jurnal ICT: Information … , 20 (1), 139–147. https://ejournal.ikmi.ac.id/index.php/jic t-ikmi/article/view/343 Cristianingsih, E. (2020). Implementasi Kebijakan Administrasi Kependudukan di Kabupaten Bandung. Jurnal Ilmiah Magister Administrasi , 12 . http://jurnal.unnur.ac.id/index.php/jimi a/article/view/329 Deni, S., Husain, T., & Abbas, D. (2015). Implementasi Kebijakan Standart Pelayanan Minimal Administrasi Kependudukan. Jurnal Ilmu Administrasi Negara , 13 (2), 71–78. Dunn, W. N. (2000). Pengantar Analisa Kebijakan Publik. In Edisi Kedua, Gajah Mada . Grindle, M. S. ed. (1980). Politics and Policy Implementation in the Third World . Princeton University Press. Hasibuan, E. H., Badaruddin, B., & Karyono, K. (2020). Implementasi Kebijakan E-KTP Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan Kota Padangsidimpuan. PERSPEKTIF , 9 (2), 465–482. https://doi.org/10.31289/perspektif.v9i2 .3951 Herawan, H., Candradewini., & Dai, R. M. (2021). Implementasi Kebijakan Peningkatan Layanan Administrasi Kependudukan Dalam Pembuatan KTP El di Kabupaten Bandung. Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Administrasi , Sosial, Humaniora Dan Kebijakan Publik , 4 (1), 23–28. http://jurnal.unpad.ac.id/responsive/arti cle/view/33278 Herlinda, D. (2021). Implementasi Permendagri Nomor 19 Tahun 2018 Tentang Peningkatan Kualitas Layanan Administrasi Kependudukan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Pekanbaru. Jurnal Kemunting , 2 (1). http://ejurnal.universitaskarimun.ac.id/i ndex.php/IAN/article/view/273 Hidayat, E. S. (2018). Analisis Implementasi Kebijakan Administrasi Kependudukan Pada Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Garut. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara , 51 (1). https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2515 7/dinamika.v5i4.1741 Idrus, I. A., & Ferdian, K. J. (2019). Implementasi Pelayanan Publik Pada Program Sidukun 3 In 1 Dalam Pengurusan Administrasi Kependudukan Di DKI Jakarta. Journal of Governance and Local Politics (JGLP) , 1 (2). https://doi.org/https://doi.org/10.47650/ jglp.v1i2.28 Jamaluddin, Rawali, S., & Purnamawati, N. (2019). Pentingnya Komunikasi dan Informasi Dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2014 (Studi Kasus Tentang Surat Keterangan Tinggal Sementara di Kota Banjarmasin). Mutakallimin: Jurnal Ilmu Komunikasi , 2 (2). https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.php/mutakallimin/articl e/view/3512 Kesuma, C., & Juniati, M. D. (2020). Sistem Informasi Administrasi Kependudukan Dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan Di Kabupaten Manggarai Desa (SIAKSA) Berbasis Web pada Desa Alangamba Kabupaten Cilacap. Journal Speed-Sentra Penelitian Engineering Dan Edukasi , 12 (1). http://speed.web.id/jurnal/index.php/sp eed/article/view/632 Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Manggarai . (2020). Mapadang, A., Suaib, M. R., & Purnomo, A. (2018). Implementasi Sistem Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Sorong. Jurnal Faksi: Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Lembaga Penelitian, Publikasi Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Muhammadiyah Sorong , 3 (4). http://ejournal.um- sorong.ac.id/index.php/jf/article/view/6 58 Naqibah, L. S., Cikusin, Y., & Abidin, A. Z. (2021). Implementasi Kebijakan Pelayanan Administrasi Kependudukan Berbasis e-service (Studi Kasus Pelayanan E-KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Rembang). Jurnal Respon Publik , 15 , 22–30. Nugroho, R. (2003). Kebijakan Publik , Formulasi, Implementasi dan Evaluasi . PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Purba, J. F., Tarigan, U., Nasution, I., & Suharyanto, A. (2019). Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dalam Pengurusan Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Perspektif , 8 (2), 77–83. https://doi.org/10.31289/perspektif.v8i2 .2597 Purwanti, T., & Suharyadi, R. (2018). Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kajian Tentang Sistem Pelayanan Kependudukan di Kecamatan Sindang Beliti Ilir Kabupaten Rejang Lebong). Jurnal Penelitian Sosial Dan Politik , 7 (1), 59–67. Rahayu, S. K. (2014). Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Kualitas Pelaporan Keuangan dan Implikasinya Terhadap Kualitas Pemeriksaan Pajak (Survey pada WP OP Pekerjaan Bebas di KPP Pratama Bandung Karees). Journal of Chemical Information and Modeling , 53 (9), 1689–1699. Rahmadanik, D. (2021). Pelaksanaan Pelayanan Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sidoarjo di Era Pandemi Covid-19. Dinamika Governance: Jurnal Ilmu Administrasi Negara , 11 (1). http://www.ejournal.upnjatim.ac.id/ind ex.php/jdg/article/view/2480 Rohman, D. F., Hanafi, I., & Hadi, M. (2019). Implementasi Kebijakan Pelayanan Administrasi Kependudukan Terpadu (Studi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Malang). Jurnal Administrasi Publik (JAP) , 1 (5), 962– 971. Sadat, D. A. (2017). Implementasi Kebijakan Administrasi Kependudukan Dalam Peningkatan Pelayanan Publik: Studi Pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Ciamis. Journal of Management Review , 1 (2), 57–65. http://jurnal.unigal.ac.id/index.php/man agementreview Salim Ahmad, P. B. (2018). IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ELEKTRONIK KARTU TANDA PENDUDUK (E-KTP)I DESA JETIS KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG.pdf. Jurnal Bedah Hukum Universitas Boyolali , 2 , 51–61. Saputra, S. D., Afifuddin, & Widodo, R. P. (2019). Kualitas Pelayanan Publik Bidang Administrasi Kependudukan di kecamatan Kepanjen Kidul. Respon Publik , 13 (2), 38–44. http://riset.unisma.ac.id/index.php/rpp/a rticle/view/2115 Sastrawan, Gede. Mandala, S. (2019). Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buleleng Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007. Jurnal Unipas , 7 (2), 42–55. Setyowati, D. R., Anton, A., Radiyah, U., Setyowati, D. R., & Anton, A. (2019). ## Implementasi Pelayanan Administrasi Kependudukan Desa Kalimanah Wetan Purbalingga Berbasis Online. INFORMAL: Informatics Journal , 4 (1), 10. https://doi.org/10.19184/isj.v4i1.10607 Sudiadnyane I Made. (2018). Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Administrasi Publik , 4 (60). Sutejo, D., Kusmanto, H., Warjio, & Lubis, A. A. (2020). Implementasi Undang- Undang Tentang Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Aceh Timur. Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik , 2 (2), 162–167. http://jurnalmahasiswa.uma.ac.id/index. php/tabularasa Tarifu, L. (2020). Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan Dalam Pelayanan Kartu Tanda Penduduk Pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Kendari. Journal Publicuho , 3 (2), 233–246. https://doi.org/10.35817/jpu.v3i2.12511 Wahyono, S., Prihatminingtyas, B., & Purwatiningsih, A. (2019). Implementasi Pelayanan Administrasi Kependudukan Kota Malang. Jurnal Politik Dan Sosial Kemasyarakatan , 11 (1), 1–20. B. Peraturan Perundang-undangan 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006. 2. Permendagri Nomor 118 Tahun 2017 Tentang Blangko Kartu Keluarga, Register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil. 3. Peraruran Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 34 Tahun 2017 Tentang Jabatan Fungsional Operator SIAK. 4. Peraruran Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 35 Tahun 2017 Tentang Jabatan Fungsional Administrator Database Kependudukan. 5. Permendagri Nomor 102 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Permendagri Nomor 57 Tahun 2015 Tentang Spesifikasi Blangko serta Formulasi Kalimat Dalam Register Akta Pengesahan Anak dan Kutipan Akta Pengesahan Anak. 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 07 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan Secara Daring. 7. Permendagri 109 Tahun 2019 tentang Formulir dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan
4996c313-29c2-445d-862b-244b40f02b61
https://ejournal.kompetif.com/index.php/diklatreview/article/download/1290/860
44 Sektor pertanian menghadapi tantangan berupa penurunan jumlah rumah tangga petani, penuaan petani, serta keterlambatan regenerasi (Salamah et al., 2021; Yuniarti et al., 2021). Hal tersebut ditunjukkan oleh penurunan 15 persen jumlah rumah tangga petani selama satu dekade terakhir serta jumlah petani berusia di atas 65 tahun mencapai 13,81 persen. Regenerasi menjadi suatu hal penting, mengingat secara asumsinya, setelah usia melampaui kapasitasnya maka terjadi penurunan fungsi biologis, psikologis, kreativitas, motif berprestasi serta dinamisasi sehingga memperlambat keberlanjutan (Capra, 2002). Sejalan dengan hal tersebut Aslam et al. (2014); Rizal et al. (2021) menyebutkan bahwa keberlanjutan organisasi berkaitan erat dengan perkembangan teknologi, inovasi, stabilitas kondisi ekonomi dan politik. Di satu sisi sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan organisasi yang adaptif dan transformatif. Fleksibilitas sumber daya manusia memiliki kelebihan dibandingkan tenaga mesin yaitu tidak hanya dapat menjalankan tugas-tugas tertulis tetapi dapat melaksanakan tugas tambahan yang tidak terdapat dalam deskripsi pekerjaannya (Sunatar, 2022). Merujuk rataan peningkatan jumlah populasi sebesar 1,13 persen pada masa mendatang serta peningkatan jumlah minat menempuh pendidikan tinggi di sektor pertanian ditunjukkan dengan peningkatan 64,16 persen jumlah pendaftar pada Politeknik Pembangunan Pertanian, Kementerian Pertanian selama lima tahun terakhir sebagai potensi solusi permasalahan kelangkaan tenaga kerja di sektor pertanian. Meskipun pada tataran praktiknya, peningkatan minat tersebut tidak secara signifikan berpengaruh pada proporsi kuantitas dan kualitas regenerasi pertanian. Salamah et al. (2021) menyebutkan bahwa kontribusi generasi muda tergolong rendah pada sektor pertanian dibandingkan di sektor nonpertanian. ## Model Hubungan Stakeholder Dalam Mewujudkan Regenerasi Petani Berbasis Pelatihan ## WIWIK YUNIARTI Balai Besar Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian (BBPMKP) Ciawi Jl. Raya Pertanian No.KM 11, Bendungan, Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16720 *E-mail : wiwikppmkp@gmail.com (korespondensi) Abstract : This study aims to analyze the actors who have an interest and the pattern of connectedness between stakeholders toward accelerating agricultural regeneration. The method used is a Matrix of alliances, Conflicts, Tactics, Objectives, and Recommendations (MACTOR) by extracting information using focus group discussions. There were ten expert agencies in this study coming from the Center for Agricultural Education of the Ministry of Agriculture; Bappeda of Central Java Province; BPTP of Central Java Province; Department of Agriculture, Fisheries and Food Security of Banjarnegara Regency; Service of Food, Agriculture, and Fisheries of Wonosobo Regency; agricultural extension workers, groups farmers-business actors; millennial farmer ambassadors; community leaders; and academics. Research results show an overview of the most active actors as a form of reinforcement, namely the Department of Agriculture, the Ministry of Agriculture, and training institutions, with respective mobilization scores of 36.3, 33.7, and 33.0. Educational institutions, local farmers, and community leaders are the next actors who play an important role in regeneration. Most actors agree on the aims of regenerating farmers, increasing revenue, and increasing the use of technology Keywords: Farmers Regeneration, Agricultural Stakeholders, Accelerated Regeneration Upaya peningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pertanian yang mandiri serta berdaya saing sudah menjadi prioritas dengan tujuan mewujudkan agropreneur (Setiawan et al. , 2019; Haryanto et al ., 2021). Dalam hal ini, Kapriaji dan Siswidiyanto (2022) menekankan peran kapasitasi pemerintah dalam wujud: (1) kapasitasi regulasi sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat; (2) kapasitas ekstraktif dalam wujud optimalisasi serta arahan pemanfaatan aset guna kepentingan masyarakat; (3) kapasitas distributif, guna mendistribusikan sumber daya berdasarkan prinsip pemerataan dan kebutuhan prioritas. Dukungan keluarga, lingkungan dan kelembagaan merupakan faktor penting yang dapat meningkatkan keputusan generasi muda untuk menjadi pelaku utama dan usaha di sektor pertanian (Arvianti et al., 2019). Terkait dengan kelembagaan, faktor permasalahan koordinasi dan keterhubungan antar berbagai pihak yang mempunyai kewenangan merupakan titik kritis untuk mewujudkan akselerasi regenerasi pertanian selain dominasi peran aktor, keragaman kepentingan, dan keterbatasan akses (Ariyani et al., 2020). Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis pemetaan hubungan antar stakeholder untuk meningkatkan kapasitas, pemberdayaan, menarik generasi muda ke sektor pertanian serta peran yang lebih inklusif terutama berbasis pelatihan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian bertujuan untuk melakukan analisis aktor yang berkepentingan serta pola keterhubungan antar pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap tujuan akselerasi regenerasi . ## METODE Data aktor yang memengaruhi keberlanjutan dalam mewujudkan regenerasi petani dianalisis dengan menggunakan Matrix of Alliance, Conflicts, Tactics Objective and Recommendations ( MACTOR). Aktor atau pelaku merupakan komponen penting dalam penentuan keberlanjutan karena bukan hanya menentukan bagaimana tujuan keberlanjutan dicapai, tetapi juga menentukan indikator yang menjadi pijakan keberlanjutan (Fauzi, 2019). Data aktor yang diperlukan berasal dari studi literatur untuk dipergunakan sebagai bahan Focus group discussion (FGD). Pakar berasal dari Pusat Pendidikan Pertanian Kementan, Bappeda Provinsi Jawa Tengah, BPTP Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pertanian, Perikanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banjarnegara, Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kabupaten Wonosobo, penyuluh pertanian, kelompok tani-pelaku usaha, duta petani milenial, tokoh masyarakat, serta akademisi. Tahapan analisis MACTOR terdapat pada Gambar 1. Berdasarkan identifikasi, aktor yang berkepentingan dalam mewujudkan regenerasi terdapat dalam Tabel 1. Tabel 1. Identifikasi Aktor No Aktor Kodefikasi A1 Pimpinan Daerah Pimda A2 Bappeda Bappeda A3 Dinas Pertanian Dispertan A4 Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Dindikpora A5 Kementerian Pertanian Kementan A6 Lembaga Pendidikan/PT Lemdik A7 Lembaga Pelatihan Pertanian Lemlat A8 Tokoh Masyarakat Tomas A9 Petani Maju Petani A10 Lembaga Keuangan Lemkeu A11 Himpunan Alumni HA A12 Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM A13 Lembaga Swadaya Masyarakat LSM A14 Perusahaan/Swasta Pertanian Privsec A15 Pedagang Pedagang Terdapat sepuluh tujuan yang dikelompokkan ke dalam dimensi sosial, ekonomi dan ekologi, yaitu: 1. Dimensi Sosial, terdiri dari: - Regenerasi pelaku pertanian (regenerasi) - Tersedianya bantuan/insentif (insentif) 46 - Mempertahankan kearifan lokal (locwis) - Peningkatan infrastruktur (infrastuktur) 2. Dimensi Ekonomi, terdiri dari: - Peningkatan pendapatan (pendapatan) - Kemudahan pemasaran (pemasaran) - Kestabilan harga komoditas pertanian (stabharga) 3. Dimensi Ekologi, terdiri dari: - Teknologi tepat guna (teknologi) - Mencegah degradasi lingkungan (degradling) - Pengembangan ekowisata berbasis pertanian (ekowisata) Pengisian skor pada matriks berdasarkan pengaruh aktor A1 (i) terhadap aktor (j), seperti A2, A3, dan seterusnya sampai A15 dengan rentang nilai dari nol sampai empat (0-4). Ketentuan pemberian skor adalah: tidak ada pengaruh (0); memengaruhi prosedur operasional (1); memengaruhi pekerjaan (2); memengaruhi misi aktor (3); memengaruhi eksistensi aktor (4). ## HASIL Hubungan Stakeholder dalam Upaya Regenerasi Petani Gambar 2 menunjukkan terdapat 60 persen stakeholder merupakan pelaku utama dalam usaha tani . Hal tersebut ditunjukkan dengan posisinya yang berada pada kuadran dengan pengaruh dan ketergantungan yang tinggi. Di satu sisi, hasil analisis konvergensi antaraktor (Gambar 3) menunjukkan Dinas Pertanian Kabupaten memiliki kewenangan melakukan intervensi dalam bentuk peran koordinir dengan Kementerian Pertanian mewujudkan regenerasi pertanian (garis merah). Kementerian Pertanian dan lembaga pelatihan juga menunjukkan lembaga yang paling berperan aktif. Konvergensi kuat ditunjukkan oleh Lembaga Pendidikan, Pelatihan dengan Kementerian Pertanian. ## Mobilitas Pencapaian Tujuan Regenerasi Petani Matriks nilai terbobot yang terdapat pada Gambar 4 menunjukkan gambaran aktor yang paling aktif sebagai bentuk penguatan, yaitu Dinas Pertanian, Kementerian Pertanian, dan lembaga pelatihan dengan skor mobilisasi masing- masing 36,3; 33,7; dan 33,0. Lembaga Pendidikan, petani sekitar dan tokoh masyarakat adalah aktor selanjutnya yang memegang peranan penting yang dapat memengaruhi pelaku muda untuk bermigrasi internal. Nilai negatif ditunjukkan pada tujuan peningkatan insentif bagi petani muda dan peningkatan ketersediaan infrastruktur pendukung pertanian. Pihak yang kurang mendukung tujuan tersebut ## Gambar 1. Tahapan analisis MACTOR yaitu: pimpinan daerah, lembaga keuangan, UMKM dan perusahaan swasta karena terkait dengan alokasi anggaran dan kebutuhan permodalan. Mobilitas aktor terhadap tujuan (Gambar 5) pada tujuan insentif bagi petani muda menunjukkan jumlah derajat mobilisasi adalah 30,2 dengan 24,3 setuju terhadap tujuan, sedangkan 5,9 tidak setuju. Gambar 2. Peta hubungan antar aktor dalam mewujudkan regenerasi petani Gambar 3. Peta konvergensi antaraktor Gambar 4 Nilai terbobot aktor dengan tujuan Gambar 5. Histogram mobilitas aktor terhadap tujuan ## PEMBAHASAN Keberadaan Lembaga Pelatihan, Lembaga Pendidikan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga memiliki pengaruh yang tinggi dan tingkat ketergantungan menengah. Ketiga lembaga tersebut berperan penting dalam proses peningkatan kompetensi pemuda tani melalui upaya diklat dan pemberdayaan. Perusahaan/swasta berada pada kuadran dengan pengaruh dan ketergantungan menengah. LSM berada pada posisi pasif sedangkan pedagang memiliki pengaruh menengah karena kecenderungan harga masih ditentukan oleh pasar meskipun tidak dalam porsi besar. Pada umumnya, kegiatan pelatihan pertanian cenderung merupakan bagian dari tugas pokok Kementerian Pertanian dan Dinas terkait, seperti Dinas Pertanian, Dinas Koperasi dan UMKM, serta Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga. Pada era teknologi informasi, penyelenggaraan pelatihan banyak dilakukan melalui pelatihan dalam jaringan (daring) sehingga peningkatan kompetensi dapat menjangkau sasaran yang lebih luas dengan keterbatasan sumberdaya penyelenggara pelatihan. Tujuan yang paling banyak disetujui oleh stakeholder untuk akselerasi regenerasi pertani adalah adanya jaminan peningkatan pendapatan yang berasal dari peningkatan penggunaan teknologi guna efisiensi input usaha tani. Hasil analisis dari 15 aktor penting dalam mewujudkan regenerasi Gambar 6. Histogram mobilitas aktor terhadap tujuan 48 berbasis pelatihan tersebut selanjutnya dapat dikelompokkan ke dalam empat aktor besar yaitu: pemerintah (government) komunitas (community); akademisi (academics) dan pengusaha (businessment). Termasuk ke dalam aktor pemerintah yaitu pada tingkat pusat dan daerah yang meliputi: Kementerian Pertanian, pimpinan daerah, Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. Komunitas terdiri dari petani ataupun kelompok tani, tokoh masyarakat, himpunan alumni dan LSM. Lembaga akademis meliputi: lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan, sedangkan pengusaha/pebisnis meliputi: perusahaan, pedagang dan UMKM. Dari keempat aktor besar tersebut, peran pemerintah, akademisi dan komunitas menunjukkan peran dalam porsi terbesar. Lembaga keuangan merupakan aktor yang kurang mendukung pencapaian tujuan peningkatan infrastruktur serta pemberian insentif bagi petani muda dengan derajat mobilisasi negatif. Peningkatan infrastruktur serta pemberian insentif akan berdampak pada berkurangnya jumlah pinjaman yang diajukan untuk mendukung kegiatan usaha tani. Hasil analisis divergensi menunjukkan lembaga keuangan merupakan aktor yang paling berpotensi memiliki konflik. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai derajat divergensi di bawah 4,1 persen yang berarti potensial menimbulkan konflik. Dalam hal ini, Gustina et al. (2022) menambahkan bahwa diperlukan literasi finansial bagi generasi muda untuk meningkatkan pengetahuan pengelolaan keuangan untuk mengoptimalkan usaha pertanian baik di tingkat hulu maupun hilir. ## SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis konvergensi antaraktor diketahui bahwa peran Dinas Pertanian Kabupaten dalam mewujudkan regenerasi di sektor pertanian dapat dilakukan melalui intervensi dalam bentuk peran koordinir bersama-sama Kementerian Pertanian dan Lembaga Pelatihan. Terdapat empat aktor besar yang berperan dalam regenerasi pertanian yang dikelompokkan dalam peran: pemerintah (government), komunitas (community); akademisi (academics) dan pengusaha (businessment). Pihak yang kurang mendukung upaya peningkatan insentif dan infrastuktur untuk menarik generasi muda di sektor pertanian adalah: pimpinan daerah, lembaga keuangan, UMKM dan perusahaan swasta karena terkait dengan alokasi anggaran dan kebutuhan permodalan. Lembaga keuangan merupakan kelompok yang berpotensi memiliki konflik terbesar apabila beberapa tujuan pendukung regenerasi diterapkan, yang terkait dengan pemberian insentif bagi pemuda tani, serta peningkatan infrastruktur pertanian yang berdampak pada peningkatan pendapatan. ## DAFTAR RUJUKAN Ariyani, N., Fauzi, A., & Umar, F. 2020. Model hubungan aktor pemangku kepentingan dalam pengembangan potensi pariwisata Kedung Ombo. Jurnal Ekonomi dan Bisnis . 23(2), 357–378. Arvianti, E.Y., Waluyati, L.R., & Darwanto, D.H. 2019. Gambaran krisis petani muda di Indonesia. Agriekonomika . 8(2), 168–180. Aslam, H.D., Aslam, M., Ali, N., & Habib, B. 2014. Importance of human resource management in 21st century: a theoretical perspective. International Journal of Human Resource Studies . 3(3), 87-95. Capra, F. 2002. Jaring-jaring Kehidupan: Visi Baru Epistemologi dan Kehidupan. Alih Bahasa oleh Saut Pasaribu. Semarang: Fajar Pustaka. Fauzi, A. 2019. Teknik Analisis Keberlanjutan . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gustina, Yenida, & Tutiazra. 2022. Pelatihan peningkatan literasi keuangan di kalangan milenial 49 pada SMK Nasional Padang. Diklat Review: Jurnal Manajemen Pendidikan dan Pelatihan . 6(3), 220-226. Haryanto, Y., Anwarudin, O., & Yuniarti, W. 2021. Progressive farmers as catalysts for regeneration in rural areas through farmer to farmer extension approach. Plant archives. 21(1), 867-874. Kapriaji, M.N. & Siswidiyanto. 2022. Desentralisasi dan kapasitas pemerintah dalam pembangunan sumber daya manusia. Jurnal Ilmu Administrasi Publik . 8(2), 241–255. Rizal, C., Supiyandi, & Zen, M. 2021. Membangun Sumber Daya Manusia dengan Memanfaatkan Komputer di Masa Pandemi. KOMMAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Pamulang . 2(2), 81–85. Salamah, U., Saputra, R.E., & Saputro, W.A. 2021. Kontribusi generasi muda dalam pertanian Indonesia. SINTECH . 1(2), 23–31. Setiawan, I., Satria, A., & Tjitropranoto, P. 2019. Strategi pengembangan kemandirian pelaku muda agribisnis “brain gain actors ” di Jawa Barat. Mimbar . 31(2), 409–418. Sunatar, B. 2022. Effect of leadership style & employee competence on employee performance through organizational citizenship behavior. Indonesian Interdisciplinary Journal of Sharia Econ . 5(2), 572–590. Yuniarti, W., Sumardjo, Widiatmaka, & Wibawa, W.D. 2021. Daya adaptasi pelaku brain gain dalam berusahatani hortikultura di Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 24(2), 187–201.
240c24b5-07dd-4f03-aa68-a815633dad82
https://jurnal.unimor.ac.id/index.php/JIPM/article/download/4077/1462
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2023, pp. 98-104 ## Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel Di Sma Negeri Insana Tengah Samuel Seran 1 , Stanislaus Amsikan 2 , Lailin Hijriani 3* Universitas Timor 1,2,3* *elinhijriani@unimor.ac.id InformasiArtikel Abstrak Revisi: 01 Mei 2023 Menentukan jenis kesalahan berdasarkan prosedur Kastolan, serta menentukan faktor-faktor kesalahan siswa merupakan tujuan dilakukannya penelitian ini. Jenis penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri Insana Tengah pada semester genap tahun ajaran 2021/2022 dengan subjek penelitian berjumlah 22 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesalahan terbagi ke dalam tiga bagian yaitu kesalahan konseptual sebesar 23%, kesalahan prosedural sebesar 40%, dan kesalahan teknik sebesar 37%. Adapun kesalahan yang dilakukan sebagai berikut: 1) Kesalahan konseptual meliputi: adanya kesalahan dalam membuat model matematika, tidak membuat model matematika, dan tidak mampu menyelesaikan model matematika. 2)Kesalahan prosedural meliputi: tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan, tidak membuat kesimpulam tidak menuliskan langkah-langkah penyelesaian 3) Kesalahan teknik meliputi: terdapat kesalahan dalam menentukan perhitungan dan terdapat perhitungan yang kurang tepat sehingga mempengaruhi hasil akhir. Faktor-faktor yang menyebabkan siswa melakukan kesalahan yaitu siswa kurang mengerti materi sistem persamaan linear tiga varibel, siswa tidak tahu langkah-langkah penyelesaian soal, dan kurang teliti dalam mengerjakan soal yang diberikan. ## Abstract To determine of types of errors based on the Kastolan procedure include determining the factors of student errors are the purpose of this research. The type of research used is descriptive qualitative. This research was conducted at Insana Tengah State High School in the even semester of the 2021/2022 school year with 22 research subjects. Data collection techniques used in this study were written tests, interviews and documentation. The results showed that the errors were divided into three parts, namely conceptual errors by 23%, procedural errors by 40%, and technical errors by 37%. The mistakes made are as follows: 1) Conceptual errors include: an error in making a mathematical model, not making a mathematical model, and not being able to complete a mathematical model. 2) Procedural errors include: not writing down what is known and asked, not making conclusions, not writing down the steps for completion 3) Technical errors include: there is an error in determining the calculation and there is an inaccurate calculation that affects the final result. Factors that cause students to make mistakes are students not understanding the material of the three-variable system of linear equations, students do not know the steps for solving problems, and are not careful in working on the problems given. Diterima: 25 Juli 2023 Diterbitkan: 31 Agustus 2023 ## Kata Kunci Analisis Kesalahan Soal Cerita Sistem Persamaan linear Tiga Variabel How to Cite : Seran, S., Amsikan, S., &Hijriani, L. (2023). Analisis KesalahanSiswa DalamMenyelesaikanSoal Cerita Pada Materi Sistem PersamaanLinear Tiga Variabel Di SMA NegeriInsana Tengah. Math- Edu: Jurnal Ilmu Pendidikan Matematika , 8 (2), 98-104. ## Pendahuluan Proses menyelesaikan suatu masalah merupakan proses mental yang terjadi di dalam otak sehingga tidak mudah untuk dipahami karena tidak tampak secara langsung. Munculnya kesalahan dalam belajar merupakan hal yang wajar. Dalam hal ini, kesalahan yang telah dilakukan bisa menjadi sebuah petunjuk proses pembelajaran antara siswa danguru. Dengan demikian, guru perlu mengetahui proses terjadinya kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, maka guru akan memiliki gambaran yang jelas dan terperinci atas kesalahan siswa. Oleh Karena itu, perlu melakukan suatu analisis mengenai kesalahanyang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Analisis kesalahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah upaya yang dilakukan terhadap suatu peristiwa kekeliruan atas suatu jawabaan untuk mencari tahu apa yang menyebabkan sehingga peristiwa itu bisa terjadi. Dalam proses pembelajaran, seorang guru sebaiknya melakukan analisis terhadap kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Hal ini, dilakukan bertujuan untuk mencari tahu jenis dan penyebab kesalahan siswa. Menurut Rahmania dan Rahmawati (2016) analisis kesalahan adalah penyelidikan terhadap suatu bentuk penyimpangan atau kekeliruan siswa dalam hasil kerjanya. Menurut Kastolan dalam Lutfia (2018) dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu: Kesalahan konseptual, kesalahan prosedural dan kesalahan teknik, dengan adanya analisis kesalahan menurut kastolan dapat mempermudah mengklarifikasi kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita sistem persamaan linear tiga variabel (SPLTV).Dalam proses pembelajaran matematika salah satu bentuksoal yang diberikan dapat berupa soal cerita.Menurut Budiyono (2008) soal cerita merupakan salah satu bentuk soal yang menyaijkan permasalahan dalam bentuk kalimat dan narasi atau cerita. Menurut pendapat Rahmania dan Rahmawati, (2016) suatu permasalahan berupa kalimat yang mudah dimengerti dan mempunyai arti dan makna merupakan definisi dari soal cerita. Salah satu materi pelajaran metematika yang menyajikan soal dalam bentuk cerita adalah sistem persamaan linear tiga variabel. Sistem persamaan linear tiga variabel merupakan salah satu materi pelajaran matematika yang di temui pada jenjang menengah atas kelas satu semester satu pada kompetensi dasar, menyusun sistem persamaan linear tiga variabel dari masalah kontekstual dan menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan sistem persamaan linear tiga variabel (SPLTV). Materi yang didapat siswa yaitu: pertama persamaan linear tiga variabel (PLTV), yang kedua penyelesaian atau solusi SPLTV diantaranya, metode substitusi, metode eliminasi-substitusi, metode eliminasi Gauss- Jordan.Dalam proses pembelajaran di SMA Negeri Insana Tengah digunakan metode ekspositori. Metode ekspositori merupakan satu dari berbagai metode belajarmelalui beberapa tahapan diantaranya memberikan keterangan terlebih dahulu mengenai definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh latihan soal, ceramah tanya jawab dan penugasan saat mengajar materi SPLTV, dengan tujuan agar siswa yang merasa bingung saat mengerjakan soal bisa langsung ditanya bagian mana yang membuat siswa merasa bingung. Berdasarkan informasi guru mata pelajaran matematika guru juga mengulas kembali materi yang telah diberikan kepada siswa yang masih belum mampu menyelesaikan soal. Namun hasil belajar matematika siswa SMA Negeri Insana Tengah masih terbilang rendah dilihat dari hasil ulangan matematika dengan rata-rata 32,1. Hasil belajar siswa ini rendah dikarenakan siswa tidak mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar sendiri menurut Lestari, (2015)perubahan terjadi pada siswa, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan dan penghargaan dalam diri pribadi yang belajar. Dari hasil belajar siswa dilihat masih banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa saat menyelesaikan soal cerita. Kesalahan yang dilakukan oleh siswa yaitu: merumuskan model matematika dari soal cerita yang ada.Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka penting untuk di lakukan penelitian tentang analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi sistem persamaan linear tiga variabel SMA Negeri Insana Tengah. ## Metode Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan dan faktor penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah soal cerita matematika. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri Insana Tengah pada semester genap tahun ajaran 2021/2022. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 3 SMA Negeri Insana Tengah tahun ajaran 2021/2022 dengan jumlah 22 siswa. Setelah melakukan tes terhadap 22 siswa tersebut, dipilih 3 orang siswa untuk diwawancara. Siswa yang dipilih untuk menjadi subjek penelitian adalah siswa yang banyak melakukan kesalahan serta siswa yang memiliki komunikasi baik sehingga proses wawancara berjalan dengan baik. Wawancara bertujuan untuk mengkonfirmasi jawaban terkait hasil tes dan apakah jawaban sesuai dengan hasil tes tertulis. Data dikumpulkan kemudian dianalisis berdasarkan indikatoe dari masing-masing jenis kesalahan yang dilakukan siswa. Data penelitian bersumber dari data hasil tes, hasil wawancara dan dokumentasi. Cara mengumpulkan data dengan prosedur tes tertulis yaitu peneliti memberikan soal berjumlah tiga nomor kepada subjek penelitian. ## Hasil Penelitian dan Pembahasan ## Hasil Penelitian ## 1.1 Deskripsi Tentang Hasil Penelitian, Tabel Hasil Tes, Wawancara Berdasarkan hasil tes yang telah diberikan kepada 22 siswa kelas X IPA 3 SMA Negeri Insana Tengah mengenai materi sistem persamaan linear tiga variabel, data yang diperoleh masih banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal tes. Kesalahan yang dilakukan siswa bervariasi. Ada yang melakukan kesalahan konseptual sebanyak 23%, kesalahan prosedural 40%, dan kesalahan teknis 37%. Letak kesalahan siswa berdasarkan jenis kesalahan Kastolan, dapat dilihat pada diagaram berikut. ## Kesalahan Konseptual Kesalahan yang dilakukan siswa berdasarkan Kastolan adalah kesalahan konseptual dengan persentase 23%. Kesalahan konseptual termasuk kedalam kategori kesalahan ringan. Besarnya persentase kesalahan konseptual yang terdapat pada setiap indikator kesalahan konseptual dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 2. Persentase Kesalahan Konseptual Berdasarkan Setiap Indikator a. Kesalahan konseptual indikator 1. Kesalahan menentukan rumus atau teorema atau definisi untuk menjawab suatu definisi. Terdapat beberapa siswa yang melakukan kesalahan konseptual pada indikator 1. Persentase kesalahan konseptual pada indikator 1 adalah sebesar 42%. Dapat kita ketahui bahwa total kesalahan konseptual yang siswa lakukan pada indikator 1 terhadap 3 butir soal adalah sebanyak 20 siswa yang melakukan kesalahan 42% 45% 13% Kesalahan Konseptual Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 b. Kesalahan konseptual indikator 2. Penggunaan rumus, teorema, atau definisi yang tidak sesuai dengan kondisi prasyarat berlakunya rumus, teorema, atau defenisi tersebut. Kesalahan konseptual indikator 2 merupakan kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa, yaitu dengan persentase sebesar 45%. Dapat kita ketahui bahwa total kesalahan konseptual yang siswa lakukan pada indikator 2 terhadap 3 butir soal adalah sebanyak 21 siswa yang melakukan kesalahan. c. Kesalahan konseptual indikator 3 tidak menuliskan rumus, teorema, atau definisi untuk menjawab suatu masalah. Kesalahan konseptual indikator 3 yaitu dengan persentase sebesar 13%. Dapat kita ketahui bahwa total kesalahan konseptual yang siswa lakukan pada indikator 3 terhadap 3 butir soal adalah sebanyak 6 siswa yang melakukan kesalahan. ## Kesalahan prosedural Kesalahan berikutnya yang dilakukan siswa adalah kesalahan prosedural dengan persentase 40%. Kesalahan prosedural termasuk kedalam kategori kesalahan cukup berat. Besarnya persentase kesalahan prosedural yang terdapat pada setiap indikator kesalahan prosedural dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 3. Persentase Kesalahan Prosedural Berdasarkan Setiap Indikator a. Kesalahan prosedural indikator 1 ketidaksesuain langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah. Kesalahan posedural indikator 1 merupakan kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa, yaitu dengan persentase sebesar 46%. Dapat kita ketahui bahwa total kesalahan Prosedural yang siswa lakukan pada indikator 1 terhadap 3 butir soal adalah sebanyak 43 kesalahan. b. Kesalahan prosedural indikator 2 kesalahan atau ketidakmampuan memanipulasi langkah-langkah untuk menjawab suatu masalah. Kesalahan posedural indikator 2 merupakan kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa, yaitu dengan persentase sebesar 54%. Dapat kita ketahui bahwa total kesalahan Prosedural yang siswa lakukan pada indikator 2 terhadap 3 butir soal adalah sebanyak 37 kesalahan. ## Kesalahan Teknis Kesalahan berikutnya yang dilakukan siswa adalah kesalahan teknis dengan persentase 37%. Kesalahan teknis termasuk kedalam kategori kesalahan cukup berat. Persentase kesalahan teknis yang terdapat pada setiap indikator kesalahan prosedural dapat dilihat pada Gambar 3. 54% 46% Kesalahan Prosedural Indikator 1 Indikator 2 49% 51% Kesalahan Teknis Indikator 1 Indikator 2 a. Kesalahan teknis indikator 1 kesalahan dalam menghitung nilai dari suatu operasi hitung. Kesalahan teknis indikator 1 merupakan kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa, yaitu dengan persentase sebesar 49%. Dapat kita ketahui bahwa total kesalahan teknis yang siswa lakukan pada indikator 1 terhadap 3 butir soal adalah sebanyak 36 kesalahan. b. Kesalahan teknis indikator 2. Kesalahan teknis indikator 2 merupakan kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa, yaitu dengan teknis sebesar 51%. Dapat kita ketahui bahwa total kesalahan teknis yang siswa lakukan pada indikator 2 terhadap 3 butir soal adalah sebanyak 37 kesalahan. ## Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa siswa kelas X IPA 3 SMA Negeri Insana Tengah mengenai materi sistem persamaan linear tiga variabel, data yang diperoleh banyaknya siswa yang melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal tes. Kesalahan siswa bervariasi, ada yang melakukan kesalahan konseptual, kesalahan prosedural dan kesalahan teknis Berdasarkan hasil penelitian diatas, diperoleh jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa antara lain: ## Kesalahan Konseptual Kesalahan yang dilakukan siswa berdasarkan tahap kastolanadalah kesalahan konseptual dengan persentase 23%. Kesalahan konseptual terdiri dari 3 indikator yaitu: 1). Kesalahan menentukan rumus atau teorema atau definisi untuk menjawab suatu masalah (42%). Kesalahan konseptual yang siswa dilakukan pada indikator 1 terhadap 3 butir soal sebanyak 20 kesalahan. 2). Penggunaan rumus, teorema, atau definisi yang tidak sesuai dengan kondisi prasyarat berlakunya rumus, teorema atau definisi tersebut (42%). Kesalahan konseptual yang siswa dilakukan pada indikator 2 terhadap 3 butir soal sebanyak 20 kesalahan. 3). Tidak menuliskan rumus, teorema, atau definisi untuk menjawab suatu masalah (13%). Kesalahan konseptual yang siswa dilakukan pada indikator 3 terhadap 3 butir soal sebanyak kesalahan. Kesalahan konseptual, yaitu kesalahan yang terjadi karena siswa tidak memahami konsep-konsep yang terlibat dalam masalah, artinya siswa tidak mengetahui konsep apa yang tepat untuk bisa menyelesaikan permasalahan matematika (Kiat, 2005). ## Kesalahan Prosuderal Kesalahan berikutnya yang dilakukan siswa adalah kesalahan prosedural dengan persentase 40%. Kesalahan prosedural terdapat 2 indikator yaitu:1). Ketidaksesuain langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah (46%). Kesalahan prosedural yang siswa lakukan pada indikator 1 terhadap 3 butir soal sebanyak 43 kesalahan. 2). Kesalahan atau ketidakmampuan memanipulasi langkah-langkah untuk menjawab suatu masalah (54%). Kesalahan prosedural yang siswa lakukan pada indikator 2 terhadap 3 butir soal sebanyak 37 kesalahan. Kesalahan prosedural adalah kesalahan dalam upaya mneyusun langkah–langkah yang hirarkis dan sistematis untuk menjawab suatu permasalahan (Kastolan dalam Sahriah, 2012: 3). ## Kesalahan Teknis Kesalahan berikutnya yang dilakukan siswa adalah kesalahan teknis dengan persentase 37%. Kesalahan teknis terdapat 2 indikator yaitu:1). Kesalahan dalam menghitung nilai dari suatu operasi hitung (49). Kesalahan teknis yang siswa lakukan pada indikator 1 terhadap 3 butir soal sebanyak 36 kesalahan. 2). Kesalahan dalam penulisan yaitu ada konstanta atau variabel yang terlewat atau kesalahan dalam memindahkan konstanta atau variabel satu langkah ke langkah berikutnya (51%). Kesalahan teknis yang siswa lakukan pada indikator 2 terhadap 3 butir soal sebanyak 37 kesalahan. Kesalahan teknis disebabkan adanya kesalahan dalam operasi matematis, sehingga jika menemui soal yang masih ada keterkaitan dengan soal sebelumnya akan terjadi kesalahan yang berkelanjutan (Jana, 2018). Faktor penyebab siswa melakukan kesalahan berdasarkan hasil wawancara: 1. Siswa kurang mengerti materi sistem persamaan linear tiga variabel. 2. Siswa tidak tahu langkah-langkah dalam penyelesain soal. 3. Kurang teliti dalam mengerjakan soal yang diberikan. ## Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan dalam kesalahan Kastolan pada soal cerita materi sistem persamaan linear tiga variabel yaitu kesalahan konseptual sebesar 23%, kesalahan prosedural sebesar 40%, dan kesalahan teknik sebesar 37% yang dilakukan oleh siswa. Adapun kesalahan yang dilakukan sebagai berikut: 1) Kesalahan konseptual meliputi: adanya kesalahan dalam membuat model matematika, tidak membuat model matematika, dan tidak mampu menyelesaikan model matematika. 2)Kesalahan prosedural meliputi: tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan, tidak membuat kesimpulam tidak menuliskan langkah-langkah penyelesaian 3) Kesalahan teknik meliputi: terdapat kesalahan dalam menentukan perhitungan dan terdapat perhitungan yang kurang tepat sehingga mempengaruhi hasil akhir. Faktor penyebab siswa melakukan kesalahan yaitu: siswa kurang mengerti materi sistem persamaan linear tiga varibel, siswa tidak tahu langkah-langkah penyelesaian soal, dan kurang teliti dalam mengerjakan soal yang diberikan. ## Rekomendasi Merujuk pada hasil penelitian ini maka disarankan agar guru menggunakan metode belajar yang dapat meminimalisir terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh siswa seperti Problem Solving . Bagi siswa diharapakan untuk terus berlatih soal sehingga akan berdampak pada hasil belajar siswa. Adapun untuk penelitilaindapat menganalisis kesalahan siswa dengan teknik analisis yang berbeda. ## Referensi Amir, MF, (2015). Analisis Kesalahan Mahasiswa pgsd universitas muhammadiyah sidoarjo dalam menyelesaikan soal pertidaksamaan linear. Jurnal Edukasi, 1 (2), 2443-0455. Atim, M. (2008). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Terapan Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika Vol. 1 No. 2 September 2016173 Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di Kelas X MAN Gresik. Tesisyang tidak dipublikasikan. Surabaya: Unesa. Budiyono . (2008). Kesalahan mengerjakan soal cerita dalam pembelajaran matematika. Paedagogia, 1-8 Jana, P. (2018). Analisis Kesalahan Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Pada Pokok Bahasan Vektor. JurnalMercumatika , 2 (2), 1–7. Kastolan. (1992). Idenifikasi Jenis–jenis Kesalahan Menyelesaikan Soal–soal Matematika yang Dilakukan Peserta Didik kelas II Program A1 SMA Negeri SeKotamadya Malang. Malang: IKIPMalang . Kiat, S. E. (2005). Analysis of Students’ Difficulties in Solving Integration, 9 (1),39–59. Letari, I. (2015). Pengaruh Waktu Belajar dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 3(2). Luthfia, L., & Zanthy, L. S. (2019). Analisis Kesalahan Menurut Tahapan Kastolan dan Pemberian scaffolding dalam Menyelesaikan Soal Sistem Persamaan Linear dua Variabel. Journal on Education, 1(3), 396-404. Meilanawati, P., & Pujiastuti, H. (2020). Analisis Kesalahan Mahasiswa Mengerjakan Soal Teori Bilangan Menurut Tahap Kastolan ditinjau dari Gender. MAJU: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 7(2). Mukhtar. (2013). Metode praktis Penelitian deskriptif kualitatif. Jakrata: Referensi (GP Press Group) Rahardjo A. (2014). Manajemen Pemerintah Daerah . Graha ilmu. Yogyakarta. Rahamania, L., & Rahamwati, A. (2016). Analisis Kesalahan Siswa DalamMenyelesaikan Soal Cerita Persamaan Linier Satu Variabel. JMPM: Jurnal Mateatika dan Pendidikan Matematika, 1(2), 165-174. Rofi’ah, N., Ansori, H., & Mawaddah, S. (2019). Analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika berdasarkan langkah penyelesaian polya. EDU-MAT: Jurnal Pendidikan Matematika , 7(2). Romadiastri Y. (2012). “ Analisis Kesalahan Mahasiswa dalam Menyelesaiakan Soal-Soal Logika.” Jurnal PHUNOMENON Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 2(1) 75-92 . Sahriah, S., Muksar, M., & Lestari, T. E. (2012). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Operasi Pecahan Bentuk Aljabar Kelas VIII SMP Negeri 2 Malang. Jurnal online Universitas Negeri Malang. Vol. 1.No. 1 . Singh P, Rahman, Sian Hoon T. (2010). The Newman Procedure for Analyzing Primary Four Pupils Errors on Written Mathematical Task: A Malaysian Perspective. Procedia on Internasional Confrence Mathematics Education Researh (2010)264 -271. Shah Alam: University Technology MARA Sudijono, A. (2009). Pengantar Statistik Pendidikan. Rajagrafindo. Jakarta Sudjana, Nana. (2014). Penilain Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D . Alfabeta. Bandung.
6863cb3a-1d21-41c9-9a25-465496cb4b84
https://jamsi.jurnal-id.com/index.php/jamsi/article/download/469/337
https://jamsi.jurnal-id.com Pengembangan dan Inovasi Pemasaran Potensi Lokal dengan Mengelola Ikan Menjadi Kerib o “K eripik Bakso ” guna Meningkatkan Ekonomi Masyarakat di Desa Teluk Papal Kabupaten Bengkalis Rezi Abdurrahman 1 , Fadilah Saputra 2 , Angga Mahendra 3 , Fitri Alaminanda 4 , Khusaini Syarifah 5 , Rahman Rahim Maulana 6 , Shalsa Cerdika Wan Utami 7 , Siti Masnun 8 , Syifa Zaskia 9 , Alma Nur Atika 10 1 Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Riau, Indonesia 2,4,8,10 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau, Indonesia 3,6 Fakultas Teknik, Universitas Riau, Indonesia 5 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Riau, Indonesia 7,9 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau, Indonesia *e-mail: rezi.abdurrahman@lecturer.unri.ac.id 1 , fadilah.saputra6608@student.unri.ac.id 2 , angga.mahendra4419@student.unri.ac.id 3 , fitri.alaminanda6499@student.unri.ac.id 4 , khusaini.syarifah4640@student.unri.ac.id 5 , rahman.rahim6236@student.unri.ac.id 6 , shalsya.cerdika1432@student.unri.ac.id 7 , siti.masnun0296@student.unri.ac.id 8 , syifa.zaskia4138@student.unri.ac.id 9 , alma.nur0579@student.unri.ac.id 10 ## Abstrak Tujuan dari pembuatan jurnal ini adalah untuk mengetahui bagaimana masyarakat di Desa Teluk Papal meningkatkan perekonomiannya. Dan penulisan jurnal ini dilakukan untuk menyusun tugas akhir dari kerja nyata tim dosen Universitas Riau. Dalam meningkatkan perekonomian, masyarakat di Desa Teluk Papal memiliki usaha. Salah satunya adalah usaha manufaktur atau produksi pembuatan keripik bakso dari ikan sebagai bahan bakunya. Pengelolaan keripik bakso ini berpengaruh terhadap kewirausahaan masyarakat Desa Teluk Papal dan dapat menjadi salah satu inovasi usaha baru, untuk siap diproduksi dan dipasarkan. Kata Kunci: Ekonomi, Inovasi, Kewirausahaan ## Abstract The purpose of making this journal is to find out how the people in Teluk Papal Village improve the economy. And the writing of this journal is done to compile the final project of the real work lecture team of the University of Riau. In improving the economy, the community in Teluk Papal Village has a business. One of them is a manufacturing business or the production of making meatball chips from fish as its raw material. The management of these meatball chips has an effect on the entrepreneurship of the Teluk Papal Village community and can be one of the new business innovations, to be ready to be produced and marketed. Keywords: Economy, Entrepreneurship, Innovation ## 1. PENDAHULUAN Desa Teluk Papal merupakan salah satu desa yang ada di Provinsi Riau. Desa ini terletak di Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis. Yang mana kabupaten bengkalis ini merupakan julukan kota terubuk. Dikarenakan daerah bengkalis ini merupakan penghasil telur ikan terubuk. Luas wilayah Kabupaten bengkalis ini 7.793,93 KM 2 dengan jumlah desa sebanyak 57 desa (edunitas.com, 2021). Dari 57 desa tersebut, Desa Teluk Papallah yang menjadi sasaran untuk tim kukerta melakukan pengabdian. Luas wilayah dari Desa Teluk Papal ini seluas 2.067 Ha dengan luas pemukiman sebesar 212 Ha, persawahan seluas 151 Ha, dan perkebunannya seluas 1.630 Ha. Desa Teluk Papal ini berbatasan langsung: a. Utara, berbatasan dengan selat malaka, b. Timur, berbatasan dengan desa induk yaitu Desa Bantan Air, c. Selatan, berbatasan dengan Desa Bantan Air dan Bantan Tengah, d. Dan Barat, berbatasan dengan Desa Mentayan. https://jamsi.jurnal-id.com Ada beberapa permasalahan yang terdapat di Desa Teluk Papal ini, salah satunya mengenai perekonomian masyarakat setempat. Banyak dari potensi alam masyarakat yang harusnya dapat diolah menjadi sebuah produk yang dapat dijadikan slah satu sumber mata pecaharian masyarakat. Kami dari Tim Kukerta Balek Kampung Universitas Riau menelusuri salah satu potensi alam yaitu adanya Ikan Layur yang dapat dimanfaatkan dan dijual dengan harga jual yang tinggi. Permasalahan ekonomi ini bukanlah masalah yang bisa dianggap remeh bagi suatu daerah, dikarenakan permasalahan ekonomi ini berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat setempat. Dalam hal ini, konsep dari permasalahan ekonomi masyarakat yang dimaksud dalam tulisan ini adalah upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah Desa Teluk Papal. Sehingga, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengelolaan sumber daya alam yang baik di Desa Teluk Papal? 2. Bagaimana sumber daya yang diolah dapat memiliki harga jual yang tinggi? 3. Bagaimana produk yang sudah diolah tersebut dipasarkan? Dalam pelaksanaan kukerta ini, tim melaksanakan sosialisasi mengenai keadaan ekonomi. Yang mana pelaksanaan program ini berfokus pada suatu produk yaitu keripik bakso. Keripik bakso ini bisa dijadikan suatu kewirausahaan untuk menambah penghasilan bagi masyarakat, dan keripik bakso ini bisa menjadi oleh-oleh dari Desa Papal tepatnya salah satu oleh-oleh Kabupaten Bengkalis, jika produk inovasi dari tim kukerta Universitas Riau dikembangkan lebih lanjut. ## 2. METODE Metode dalam penyusunan jurnal ini menggunakan metode deskriptif. Yang mana metode ini adalah dengan melakukan observasi untuk melihat gambaran keadaan dan mendeskripsikan nya secara detail. Metode deskriptif ini disusun secara detail untuk mencari serta menelaah informasi melalui pengamatan (Thabroni, 2022). Dalam penyusunan suatu produk ini, tentunya harus memiliki inovasi dan kekreatifan untuk mengelolah suatu produk. Adapun teknik penyelesaian masalah secara umum yaitu: a. Identifikasi Masalah, tahap ini merupakan pengenalan masalah atau isu yang ada disekitar masyarakat. Mahasiswa dapat dilibatkan dalam mengemukakan masalah-masalah yang mereka lihat. b. Survei Masalah, pertimbangan tentang sudut pandang dan aspek yang terkait dengan masalah untuk meningkatkan pengertian tentang masalah tersebut. c. Definisi Masalah, pendefinisian masalah secara tepat membantu mahasiswa dalam menyelesaikan masalah. Fokus masalah dapat dipertimbangkan guna dipahami sehingga akan mempengaruhi cara penyelesaian yang akan dilaksanakan, DPL memiliki peran penting dalam membantu mahasiswa untuk mengarahkan pada persoalan utama. d. Analisis Faktor-Faktor Penyebab. Faktor penyebab harus dicari ketika masalah diketahui dan ditentukan ukurannya. Kita perlu mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang masalah itu sendiri. Dalam pelaksanaan observasit tim kukerta melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat Desa Teluk Papal dan juga warga sekitar posko. Dimana hasil wawancara tersebut dijadikan bahan untuk melaksanakan penelitian kami. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka diadakan sosialisasi oleh tim kukerta terhadap masyarakat Desa Teluk Papal, salah satu contoh sosialisanya yaitu mengenai pendirian Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM). UMKM sendiri merupakan usaha atau badan usaha yang kecil dan telah memenuhi kriteria sebagai usaha yang mikro. Contohnya yaitu kedai harian, laundry, dan lain sebagainya (Adminkoperasi, 2017). Pada kegiatan sosialisasi ini, Tim Pengabdian Kukerta Teluk Papal melakukan sosialisasi mengenai UMKM yang mana mendukung untuk pemasaran produk unggulan yang dicipkatakan oleh tim pengabdian yaitu produk KERIBO atau Keripik Bakso. Sosialisasi ini juga bertujuan agar https://jamsi.jurnal-id.com pemberdayaan di Desa Teluk Papal mengalami peningkatan di bidang ekonomi. Pada kegitan ini pula tim pengabdian mensosialisasikan pemasaran melalui e-commerce yang mana dimulai dengan tahapamn pembuatan akun hingga meng upload produk pada media tersebut. Gambar 1. Melakukan Sosialisasi Mengenai Ekonomi (UMKM) Walaupun masyarakat Desa Teluk Tapal sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan petani, tetapi dengan adanya penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh tim kukerta, melalui kegiatan sosialisasi. Tentunya muncul inovasi baru untuk membuat suatu usaha dengan memanfaatkan bahan-bahan yang umum terdapat di Desa Teluk Papal sendiri. Dalam hal pengabdian ini juga mendukung program yang dipersiapkan yaitu mendukung mencapai kesejahteraan masyarakat Desa Teluk Papal melalui inovasi pembuatan produk serta membuat produk yang bernilai guna untuk dijual dan dikonsumsi. Yang mana inovasi pengembangan ini membuat keripik bakso atau yang disingkat dengan kribo, dan tentunya dalam pembuatan produk ini akan menghasilkan hal yang positif. Salah satunya untuk meningkatan UMKM. Sebagian besar penduduk Desa Teluk Papal berprofesi sebagai nelayan, tentunya dalam hal ini terdapat suatu sumber bahan utamanya yaitu di laut. Desa Teluk Papal ini kaya akan sumberdaya perikanan, yang mana jenis sumberdaya perikanan paling utama adalah ikan layur. Ikan layur ini digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan keripik bakso. Bakso ini ada pada abad ke-17, yang mana masa itu seorang warga Fuzhou (Daerah di Provinsi Fujian) dengan nama Meng Bo mempunyai inovasi ide membuat makanan untuk ibunya yang mana pada saat itu ibunya lagi sakit. Bakso ini terbuat dari daging, tetapi bisa juga dari ikan. Sehingga hal inimembuat inovasi baru untuk pembuatan keripik bakso berbahan dasar ikan (Mami, 2021). Gambar 2. Ikan Layur Sebagai Bahan Utama Keribo Gambar diatas melihatkan bahan utama dalam pembuatan keripik bakso, yang dikenal dengan ikan layur. Ikan layur ini merupakan salah satu jenis ikan laut, bentuk tubuhnya yang panjang memudahkan untuk mengenali jenis ikan ini. Ikan layur ini bisa mencapai panjang https://jamsi.jurnal-id.com 2 meter dan bisa mencapai berat 5kg. Dengan bahan utama dari ikan ini maka terciptalah suatu produk yang diberi nama “ KERIBO ” . Gambar 3. Hasil Produk Inovasi Dari Ikan Layur "KERIBO" Gambar diatas merupakan produk yang dikembangkan oleh tim kukerta Universitas Riau dengan diberi nama Keripik Bakso “ KERIBO ” , dalam pembuatan produk ini tentunya membutuhkan proses, sehingga cara pembuatannya sebagai berikut: Bahan: • Ikan Layur • Tepung tapioka • Tepung Terigu • Tepung beras • Garam • Bawang putih • Es batu • Telur • Royco • Baking powder • Merica bubuk Alat: • Baskom • Pisau • Panci • Blender • Sendok makan • Spatula • Wajan(kuali) ## Cara pembuatan: • Bersihkan ikan layur terlebih dahulu • Pisahkan tulang ikan dengan ikan layur • Haluskan daging ikan layur dengan es batu menggunakan mesin penggiling atau blender • Campurkan putih telur, tepung tapioka, tepung terigu, tepung beras dan aduk hingga rata • Lalu campurkan Royco, merica, garam, bawang putih yang sudah dihaluskan dan baking powder secukupnya • Aduk rata bahan-bahan yang sudah dicampurkan hingga merata • Diamkan adonan sama kurang lebih 15 menit • Bentuk adonan menjadi bulat(bakso) lalu rebus sampai matang • Tiriskan bakso yang sudah matang • Iris bakso yang berbentuk pipih (keripik) • Goreng bakso yang sudah diiris dengan api kecil • Masukkan keripik bakso ikan ke wadah atau baskom https://jamsi.jurnal-id.com • Campurkan keripik bakso ikan dengan bumbu perasa (bubuk cabe) yang bisa ditambah dengan irisan daun jeruk yang sudah digoreng • Masukkan keripik bakso ikan (KERIBO)ke dalam kemasan • KERIBO siap dimakan dan dipasarkan Itulah tahap dalam pembuatan produk KERIBO ini, setelah pembuatan produk siap. Maka produk bisa dipasarkan atau dijual. Hal ini bisa dilakukan melaui e-commerce . Yang mana e- comerce ini perdagangan melalui media elektronik, jadi dalam hal ini bisa dipromosikan melalui aplikasi seperti shopee, tokopedia, dan lain sebagainya. Tidak hanya melalui e-commerce , penjualan juga bisa dilakukan dengan memperkenal produk ke kedai-kedai setempat. Dengan hal ini diharapkan kepada masyarakat Desa Teluk Papal dapat meningkatkan pengembangan dari pembuatan produk ini, supaya terciptanya suatu UMKM (Abdi, 2022). Gambar 4. Pemasaran produk melalui e-commerce Pada gambar di atas merupakan produk keribo yang sudah diupload pada salah satu aplikasi e-commerce. Hal ini agar memudahkan konsumen mendapatkan produk tersebut. Selain itu, keunggulannya juga bagi produsen tidak perlu menyewa tempat untuk melakukan transaksi jual-beli tersebut. Karenanya, tim pengabdian kukerta melakukan cara ini untuk menanggulangi salah satu permasalahan ekonomi di Desa Teluk Papal. ## 4. KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari kegiatan pengabdian ini ialah dengan adanya pemanfaatan pengolahan sumber daya alam di suatu desa dapat menjadikan inovasi baru bagi masyarakat desa sehingga masyarakat lebih tertarik untuk menekuni dalam pengelolaan dalam inovasi baru tersebut. Dengan demikian, pengelolaan tersebut juga dapat menigkatkan roda ekonomi masyarakatt desa. Namun, sebagai evaluasi, hendaknya kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat ataupun pemberdayaan masyarakat, hendaknya dapat didukung penuh oleh pemerintah desa, sehingga kehgiatan ini dapat dijalankan dengan baik dan hasil yang dicapai juga baik. https://jamsi.jurnal-id.com ## DAFTAR PUSTAKA Abdi, H. (2022). HomeHot Pengertian E-commerce Menurut Para Ahli dan Contohnya di Indonesia . Retrieved 2022, from pengertian- e-commerce -menurut-para-ahli-dan- contohnya-di- indonesia: https://hot.liputan6.com/read/4856338/pengertian- e-commerce - menurut- para-ahli-dan-contohnya-di-indonesia Adminkoperasi. (2017). 8 Cara Jitu Mengembangkan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) . Retrieved 2022, from 8-cara-jitu-mengembangkan-umkm-usaha-mikro-kecil-menengah: https://koperasi.kulonprogokab.go.id/detil/558/8-cara-jitu-mengembangkan-umkm- usaha- mikro-kecil-menengah edunitas.com. (2021). KABUPATEN BENGKALIS . Retrieved 2022, from Kabupaten- Bengkalis_28216_p2k-unkris.html: https://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3065-2962/Kabupaten- Bengkalis_28216_p2k-unkris.html Mami, D. (2021). Bakso Berasal dari Mana Sih? Ternyata, Ini Asal-Muasalnya! Retrieved 2022, from bakso-berasal-dari-mana-sih-ternyata-ini-asal-muasalnya?utm_campaign=list-bakso- berasal-dari-mana-sih-ternyata-ini-asal-muasalnya&utm_medium=web&utm_source=web: https://www.dapurumami.com/artikel/read/bakso-berasal-dari-mana-sih-ternyata-ini- asal- muasalnya?utm_campaign=list-bakso-berasal-dari-mana-sih-ternyata-ini-asal- muasalnya&utm_medium=web&utm_source=web Thabroni, G. (2022). Metode Penelitian Deskriptif: Pengertian, Langkah & Macam . Retrieved from metode-penelitian-deskriptif/: https://serupa.id/metode-penelitian-deskriptif/
0dd8d379-b320-4c0a-8359-82dbbc61e242
https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRTI/article/download/3803/1952
## Usulan Perbaikan Kualitas Produk Tas Ransel Berdasarkan Quality Control New Seven Tools dan Kaizen Almira Refriani Adinda Putri*, Iyan Bachtiar Prodi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, Indonesia. ## A R T I C L E I N F O Article history : Received : 6/5./2024 Revised : 6/6/2024 Published : 13/6/2024 Creative Commons Attribution- NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License. Volume : 4 No. : 1 Halaman : 11 - 18 Terbitan : 2024 Terakreditasi Sinta Peringkat 5 berdasarkan Ristekdikti No. 72/E/KPT/2024 ## A B S T R A K CV Idola Indonesia merupakan perusahaan industri yang bergerak di bidang konveksi. CV Idola Indonesia memproduksi berbagai macam jenis tas sesuai dengan pesanan yang masuk. Permasalahan yang dimiliki perusahaan saat ini adalah banyaknya produk cacat yang mengakibatkan perlunya proses ulang bahkan ada yang menjadi waste. Perusahaan memiliki batas toleransi cacat sebesar 5% namun produk Backpack memiliki tingkat kecacatan sebesar 6,7%. Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi kecacatan produk Backpack dengan menggunakan Quality Control New Seven Tools dan Kaizen 5S untuk perbaikan yang berkesinambungan. Langkah ketiga adalah menggunakan diagram pohon untuk mencapai tujuan memperbaiki cacat dengan strategi perbaikan yang disarankan. Langkah kelima adalah analisis matriks data untuk mengetahui hubungan antara faktor utama dengan faktor lainnya dan menilai tingkat kepentingannya dibandingkan dengan kondisi perusahaan saat ini, perusahaan belum memenuhi standar dan perlu adanya perbaikan budaya kerja. Setelah dilakukan identifikasi dengan menggunakan QC New Seven Tools, diketahui bahwa perusahaan perlu menerapkan budaya kerja 5S. Hasil dari audit checklist 5S dan Skor 5S yang diperoleh dari kondisi CV Idola Indonesia dijumlahkan sebesar 27% masuk dalam kategori buruk. Kata Kunci : Tas Ransel; New Seven Tools; 5S. ## A B S T R A C T CV Idola Indonesia is an industrial company specializing in convection. CV Idola Indonesia produces various types of bags according to incoming orders. The issue that the company currently has is the number of defective products that result in the need for redo and some even become waste. The company has a defect tolerance limit of 5% but the Backpack product has a 6.7% defect rate. This study aims to reduce the defects of Backpack products by using Quality Control New Seven Tools and Kaizen 5S for continual improvement. The third step is to use tree diagrams to achieve the goal of fixing defects with advised improvement strategies. The fifth step is data matrix analysis to determine the relationship between the main factors and other factors and assess the level of importance compared to the company's current condition, the company has not met the standards and needs improvement in work culture. After the identification using QC New Seven Tools, it is known that the company needs to apply the 5S work culture. The results of the 5S checklist audit and the 5S Score obtained from the conditions of CV Idola Indonesia added up to 27% falls into bad category. Keywords : Backpack; New Seven Tools; 5S. ## A. Pendahuluan CV Idola Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dalam industri konveksi pembuatan tas. CV Idola Indonesia memiliki 16 karyawan dengan proses produksi dijalankan oleh 10 karyawan yang terbagi dalam pemolaan, pemotongan, penjahitan, bordir atau sablon, dan perakitan. Jumlah karyawan sebanyak 16 ini menjadikan CV Idola Indonesia industri berskala kecil. Perusahaan normalnya memiliki jam kerja 8 jam dalam sehari namun tidak setiap hari dilakukan produksi karena perusahaan ini berbasis pada make to order. Menurut Amsah (2016) [1] “Industri konveksi memiliki peranan yang cukup luas dalam masyarakat, industri ini dapat membuka lapangan pekerjaan sehingga berguna untuk membuka peluang dalam menyerap tenaga kerja”. Menurut Kadir (2001) [2] menyatakan bahwa, “Kualitas merupakan tujuan yang sukar dipahami dikarenakan harapan dari konsumen akan berubah secara terus-menerus seiring dengan perkembangan zaman. Standar baru yang ditemukan akan menjadi tuntutan agar mendapatkan standar yang lebih baru dan lebih baik”. Kualitas merupakan usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk mencapai kepuasan dalam keinginan konsumen melalui perbaikan dan peningkatan produk [3]. Kualitas harus diusahakan oleh perusahaan demi mencapai produk yang terbaik. Pemenuhan keinginan konsumen melalui kualitas dapat dilihat mulai dari bahan baku, pergudangan, proses produksi, packaging dan pengiriman [4]. CV Idola Indonesia bekerjasama dengan konsumen dari perusahaan lain hingga perseorangan yang ingin mengadakan acara seminar, ulang tahun ataupun ingin menjual produknya kembali. Produk yang diproduksi oleh CV Idola Indonesia adalah tas ransel, tas selempang, tas olahraga, tas jinjing dan tas laptop. CV Idola Indonesia memiliki fenomena bisnis dimana perusahaan memiliki banyak permintaan produk dengan jumlah yang cukup banyak serta waktu ( deadline ) produksi yang tergolong singkat contohnya perusahaan pernah mendapatkan permintaan untuk membuat produk tas ransel 312 pcs hanya dengan waktu 12-16 hari saja. Kondisi produksi dilakukan sebagian besar secara manual menyebabkan lingkungan kerja produksi terlihat berantakan dikarenakan sisa-sisa kain yang berserakan di lokasi, serta kurangnya ventilasi menyebabkan kondisi suhu ruangan menjadi panas dan dapat mengurangi konsentrasi operator dalam bekerja, pengendalian kualitas kurang maksimal dilakukan serta operator pun belum mengetahui budaya kerja yang baik sehingga mempengaruhi kualitas dari produk itu sendiri [5], [6]. Operator yang hanya mengejar target produksi tanpa memperhatikan kualitas ini menyebabkan barang cacat yang dihasilkan perusahaan menimbulkan kerugian berupa finansial dan berdampak juga pada waktu yang terbuang. Hal ini menjadi perhatian khusus untuk dapat meningkatkan kualitas dari produk tersebut guna menekan persentase cacat dengan memperhatikan lingkungan kerja serta budaya kerja pada proses produksi di CV Idola Indonesia [7]. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: “Apa saja jenis kecacatan yang dihasilkan oleh CV. Idola Indonesia?” dan “Bagaimana strategi, usulan perbaikan dan perencanaan agar CV Idola Indonesia dapat mereduksi jumlah kecacatan?”. Selanjutnya, tujuan dalam penelitian ini diuraikan dalam pokok sebagai berikut. (1) Mengidentifikasi jenis kecacatan yang dihasilkan oleh CV Idola Indonesia. (2) Mengetahui dan memberikan usulan perbaikan strategi serta perencanaan dalam mereduksi jumlah kecacatan pada CV Idola Indonesia dengan menggunakan New Qiality Seven Tools dan Kaizen (5S). ## B. Metode Penelitian Penelitian saat ini berfokus pada permasalahan adanya kecacatan yang melebihi batas toleransi cacat pada produk tas ransel. Tools yang digunakan pada penelitian saat ini untuk mengidentifikasi kecacatan ialah Quality Control New Seven Tools. Menurut Poerwanto (2017) New Seven Tools ada dikarenakan kebutuhan dalam pemecahan permasalahan yang bersikap kualitatif secara terstruktur pada tingkatan manajemen [8]. Menurut Widianti (2018) New Seven Tools dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi dengan jelas serta memperlihatkan keterkaitan yang berguna untuk mengetahui penyebab dari masalah yang ditimbulkan. Kaizen lebih tepatnya 5S digunakan untuk memberikan evaluasi yang diharapkan dapat memberikan perbaikan terhadap stasiun kerja yang mempunyai kecacatan tertinggi maupun stasiun kerja lainnya agar kecacatan dapat ditekan sedikit mungkin [9]. ## C. Hasil dan Pembahasan Produk yang diteliti dan menjadi fokus permasalahan pada penelitian ini adalah tas ransel yang mempunyai kecacatan paling banyak dengan presentase cacat yang tinggi pula. ## Tabel 1. Persentase cacat produk tas ransel CV Idola Indonesia tahun 2022 No Bulan Produksi Jumlah Produksi Jumlah Kecacatan Presentase Cacat 1 22-Jan 94 4 4.3% 2 22-Feb 81 4 4.9% 3 22-Mar 156 12 7.7% 4 22-Apr 140 10 7.1% 5 22-May 87 4 4.6% 6 22-Jun 321 25 7.8% 7 22-Jul 195 14 7.2% 8 22-Aug 115 8 7.0% 9 22-Sep 93 6 6.5% 10 22-Oct 77 3 3.9% 11 22-Nov 125 9 7.2% 12 22-Dec 182 13 7.1% Total 1666 112 Dari tabel di atas, dapat diketahui tas ransel memiliki jumlah kecacatan 112 pcs sepanjang tahun 2022 dan jumlah produksi sebesar 1.666 pcs , persentase kecacatan mencapai 6,7%. Perusahaan menetapkan 5% sebagai batas toleransi kecacatan tetapi pada kenyataannya produk unggulan tersebut masih memiliki persentase yang melebihi batas toleransi dengan kondisi dari 12 bulan didapatkan 8 bulan dengan presentase kecacatan lebih dari batas toleransi perusahaan. ## Identifikasi Penyebab Kecacatan Menggunakan New Seven Tools Diagram afinitas dilakukan untuk mengidentifikasi jenis kecacatan dalam area kerja pembuatan tas ransel yang mempunyai persentase kecacatan paling tinggi yang diproduksi pada stasiun kerja pemolaan, stasiun kerja pemotongan, stasiun kerja penjahitan dan stasiun kerja perakitan [10]. Berikut penguraian identifikasi permasalahan pada produk tas ransel berdasarkan area kerja di CV Idola Indonesia yang dapat dilihat pada Gambar 1. Pemolaan Pemotongan Penjahitan Perakitan Identifikasi Jenis Kecacatan Tas Ransel Berdasarkan Area Kerja CV. Idola Indonesia Pola tidak sesuai design Garis pola kurang terlihat Hasil potong tilt Bahan busa robek Terdapat noda pada kain Ukuran jahitan tidak sesuai Jahitan meloncat Jahitan berulang Jahitan tidak rapi Cacat pasang Gambar 1. Identifikasi jenis kecacatan menggunakan diagram afinitas ## Mengidentifikasi Penyebab Kecacatan Penyebab kecacatan dapat diidentifikasi berdasarkan jenis kecacatan dan permasalahan yang terdapat pada area kerja yaitu di stasiun kerja pemolaan, stasiun kerja pemotongan, stasiun kerja penjahitan dan stasiun kerja perakitan. Identifikasi penyebab jenis kecacatan dengan memakai diagram keterkaitan ( interrelationship diagram ) dapat dilihat pada Gambar 2. Mengapa bisa terjadi kecacatan pada produk Tas Ransel? Pola tidak sesuai design Garis pola kurang terlihat Hasil potongan tilt Bahan Busa Robek Jahitan meloncat Operator menggunakan alat tulis yang hampir habis/tumpul Operator kesulitan mencari alat tulis Operator kurang memahami proses design Operator tidak memberikan jarak toleransi Operator tidak fokus Jahitan berulang Jahitan tidak rapi Terdapat noda pada bahan kain Tidak dilakukan perawatan mesin Performa mesin menurun Operator tidak teliti Tidak dilakukan pembersihan area kerja Tidak dilakukan pengecekan bahan Area Kerja Sempit Ukuran jahitan tidak sesuai Cacat Pasang Kurangnya training pada operator Operator menaruh alat tulis sembarangan Operator mengantuk Operator tidak membongkar ulang Ruang kerja kotor Tidak adanya budaya kerja Permasalahan Jenis Kecacatan Penyebab Kecacatan Keterangan : SK. Pemotongan Cacat Terbanyak Pertama SK. Pemolaan Cacat Terbanyak Kedua SK. Penjahitan Cacat Terbanyak Ketiga SK. Perakitan Cacat Terbanyak Keempat Gambar 2. Identifikasi penyebab kecacatan menggunakan diagram keterkaitan ## Pemetaan Strategi Pemetaan strategi dilakukan sebagai upaya dalam mencapai tujuan tertentu, dalam permasalahan ini adalah memperbaiki kecacatan pada produk tas ransel. Pemetaan strategi dapat dilakukan menggunakan diagram pohon ( tree diagram ). Kecacatan terbanyak berada pada SK pemotongan maka diagram pohon dari SK pemotongan dapat dilihat pada Gambar 3 . Bagaimana Menurunkan Kecacatan SK. Pemotongan? Peningkatan Kinerja Operator Ubah Budaya Kerja dengan kaidah 5S Melakukan Pelatihan Kerja Kepada Operator Mengadakan Supervisor Untuk Mengawasi SEIRI SEITON Membuang sisa kain dan busa teri yang tidak diperlukan Membuat TPS (Tempat Penyimpanan Sementara) Menyortir guntin g, cutter dan pisau yang tajam serta tidak tajam SEISO SEIKETSU SHITSUKE Membuat label merah ( red tag ) Membersihkan gunting/cutter/pisau yang telah digunakan Membuat visual display untuk menjaga kebersihan Membuat visual display budayakan 5S Membuat visual display untuk simpan kembali alat dan bahan yang digunakan pada tempatnya Membuat jadwal piket kebersihan untuk operator Membuat kotak penyimpanan gunting, cutter dan pisau Mengasah gunting/cutter/pisau yang digunakan agar tetap tajam Membuat aturan kerja Membuat SOP Gambar 3. Pemetaan strategi dengan diagram pohon stasiun kerja pemotongan ## Pemetaan Tugas Pemetaan tugas digunakan untuk melihat keterkaitan hubungan antar elemen-elemen yang ada yaitu pelaku, fungsi dan tugas yang dikerjakannya. Pemetaan tugas ini dapat dilakukan menggunakan matrix diagram . Matrix diagram digunakan terhadap elemen-elemen di CV Idola Indonesia untuk mengurangi tingkat kecacatan produk tas ransel. ## Analisis Matriks Data Analisis matriks data dipakai guna mengetahui keterkaitan antara faktor utama dan faktor lainnya lalu dinilai tingkat kepentingan faktor tersebut dan dibandingkan dengan kondisi perusahaan. Kategori Importance adalah tujuan dari primary dan secondary yang ingin dicapai oleh CV Idola Indonesia dan dibandingkan dengan kondisi perusahaan saat ini. Analisis matriks data di CV Idola Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis Matriks Data Primary Secondary Importance (tujuan) CV Idola (saat ini) Perbaikan Mesin Melakukan pengecekan mesin 5 2 Melakukan perawatan mesin secara berkala 5 2 Meningkatkan kemudahan pengoperasian mesin 5 2 Perbaikan Operator Melakukan pengawasan kepada operator 5 3 Melakukan pelatihan ( training ) 5 2 Meningkatkan instruksi kerja yang jelas dan mudah dipahami 5 3 Perbaikan Metode Melakukan pengecekan standar kualitas 5 3 Penerapan metode 5S 5 1 Keterangan: 1 : Tidak Berkaitan 2: Belum Berkaitan 3 : Kurang Berkaitan 4 : Berkaitan 5 : Sangat Berkaitan ## Pemetaan Kemungkinan Pemetaan kemungkinan dilakukan untuk menemukan tindakan korektif yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada. Process decision program chart (PDPC) digunakan dalam pemetaan kemungkinan yang di dalamnya terdapat alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecacatan pada produk. Process decision program chart (PDPC) di CV Idola Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4 . Mengurangi Kemungkinan Cacat Produk Tas Ransel Perbaikan Mesin Perbaikan Operator Perbaikan Metode Tidak adanya jadwal perbaikan mesin Membuat jadwal pengecekan, pembersihan dan perbaikan mesin Jadwal pengecekan, pembersihan dan perbaikan mesin tidak diterapkan Pemberian peringatan atau hukuman bagi pekerja yang tidak melakukan Operator tidak paham terhadap cara kerja mesin atau proses kerja Melakukan training kepada operator secara berkala Operator masih kurang paham atau cermat dalam bekerja Manager ahli memberikan pengertian lebih dan membuka forum diskusi dengan operator Tidak mengetahui metode kerja Membuat metode kerja yang akan diterapkan Metode kerja tidak diterapkan Memberikan motivasi dengan menyediakan rewards dan punishment Kemungkinan Cacat Produk Tas Ransel Berkurang Gambar 4. Pemetaan kemungkinan dengan menggunakan PDPC Nama Objek : Tas Ransel CV. Idola Indonesia Nomor Peta : 02 Dipetakan Oleh : Almira Refriani Adinda Tanggal : 28 September 2023 Alas Tas Cordura O-1 O-2 Badan Belakang Tas Cordura Badan Depan Tas Cordura Lengan Tas Cordura O-9 I-1 Diukur Dipotong Dijahit Penggaris Cutter / Gunting 87" , , Dirakit Dipola Pensil Dirakit M. Jahit , RINGKASAN Jumlah Waktu(Dtk) 17 - O-3 M. Jahit Busa M. Jahit O-5 O-6 Diukur Dipotong Penggaris Cutter / Gunting , , Dipola Pensil O-7 Busa O- 10 O- 11 Diukur Dijahit Cutter / Gunting , , Dipola Pensil , O- 12 O- 13 Resleting YKK M. Jahit Dirakit M. Jahit Penggaris O-20 I-3 O- 15 O- 16 Diukur Dipotong Dijahit Penggaris Cutter / Gunting Dipola Pensil O- 17 M. Jahit Busa TOTAL - O-8 Dijahit M. Jahit , Dipotong , , 20 2724,26 3 Usulan Sekarang PETA PROSES OPERASI M. Jahit Dijahit Benang Nylon Benang Nylon Benang Nylon Resleting YKK Benang Nylon Benang Nylon Resleting YKK Ring Jalan Plastik O- 19 O- 18 O-4 O-14 I-2 1739,06 985,2 ## Gambar 5. Usulan Peta Proses Operasi CV Idola Indonesia ## Audit Checklist 5S dan Visual Display Audit checklist 5S dilakukan untuk mengetahui kondisi perusahaan saat ini. Audit checklist 5S dilakukan terhadap 4 stasiun kerja pada CV Idola Indonesia yaitu stasiun kerja pemolaan, stasiun kerja pemotongan, stasiun kerja penjahitan dan stasiun kerja perakitan. Visual display dibuat untuk mengingatkan kembali kepada para operator untuk menjaga kebersihan dan kerapihan lingkungan kerja. ## D. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pengamatan, pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan pada CV Idola Indonesia dengan mengamati produk tas ransel maka disimpulkan bahwa Ditemukan hasil jenis kecacatan pada setiap stasiun kerja, yaitu (1) Stasiun kerja pemotongan menghasilkan kecacatan terbesar berupa hasil potong tilt (miring) dan bahan busa yang robek. Hasil potong tilt (miring) dapat disebabkan dari kecacatan pada pemolaan dan akan mengakibatkan produk tidak sesuai desain. Hasil potongan yang miring juga disebabkan oleh area kerja yang sempit karena terdapat sisa-sisa bahan yang diletakkan sembarangan. (2) Stasiun kerja pemolaan memiliki jenis kecacatan pola yang tidak sesuai dengan desain dan garis pola yang kurang terlihat (kurang tebal dalam penandaan). Hal ini disebabkan kurangnya pelatihan yang dilatih pada operator dan alat yang operator gunakan berserakan di sembarang tempat, menyebabkan operator memakai alat apa saja yang dapat ditemukan walaupun tinta ataupun pensil tersebut hampir habis. (3) Stasiun kerja penjahitan memiliki tiga kecacatan yaitu, terdapat noda pada kain, ukuran jahitan tidak sesuai dan jahitan yang meloncat. Noda pada kain disebabkan oleh operator yang makan dan minum di tempat kerja serta tidak menjaga kebersihan lingkungan kerja. Ukuran jahitan yang tidak sesuai dan jahitan yang meloncat disebabkan oleh operator yang tidak fokus dalam melakukan pekerjaan dan kondisi mesin yang kurang mumpuni. (4) Stasiun kerja perakitan memiliki tiga kecacatan yaitu, jahitan berulang, jahitan tidak rapi dan cacat pasang ketika merakit. Ketiga hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan kurang memiliki sirkulasi udara yang bagus menyebabkan operator mengalami penurunan dalam konsentrasi, kurangnya pelatihan pada operator dan kondisi mesin yang kurang dilakukan perawatan. (5) Budaya kerja 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) merupakan salah satu strategi yang harus diterapkan di CV Idola Indonesia. Melalui diagram matriks stasiun kerja penjahitan dan perakitan membutuhkan perbaikan mesin, perbaikan operator dan perbaikan metode. Stasiun kerja pemolaan membutuhkan perbaikan operator dan perbaikan metode kerja. Pemetaan kemungkinan yang dibutuhkan CV Idola Indonesia untuk mengetahui alternatif yang dimiliki dalam mencapai tujuan mengurangi cacat dalam produksi tas ransel. Alternatif yang dimiliki dalam perbaikan mesin yaitu karena tidak adanya jadwal perbaikan mesin makan dibuatlah jadwal pengecekan, pembersihan serta perbaikan mesin. Perbaikan operator memiliki alternatif tersendiri yaitu jika operator tidak paham terhadap cara kerja mesin ataupun design serta proses kerja maka dapat dilakukan training kepada operator secara berkala. Alternatif dalam perbaikan metode yaitu, operator yang tidak mengetahui metode kerja atau aturan kerja maka dapat dibuatkan metode kerja yang akan diterapkan. ## Acknowledge Ucapan terima kasih secara khusus penulis berikan kepada beberapa pihak yang turut andil dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Penghargaan dan terima kasih sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada Bapak Iyan Bachtiar, S.T., M.T. selaku Pembimbing I, Bapak Asep Nana Rukmana, S.T, M.T., IPM. dan Ibu Ajrina Febri Suahati, S.T., M.T., MBA. selaku Penguji 1 dan Penguji 2. ## Daftar Pustaka [1] R. A. Amsah, Peran sosial ekonomi pengusaha konveksi tas terhadap kaum dhuafa . Jakarta: Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2016. [2] A. R. Kadir, Pengaruh komitmen manajemen bank terhadap tingkat kepuasan kerja karyawan dan tingkat kepuasan nasabah di Sulawesi Selatan . Surabaya: Universitas Airlangga, 2001. [3] N. , N. N. , dan R. S. Suwarno, Optimasi Kualitas Hallow Block Dengan Metode Taguchi . Buletin Ilmiah Matematika, Statistika dan Terapannya, 2017. [4] S. A. Nurfaidah and N. P. A. Hidayat, “Reduksi Waste dan Peningkatan Kualitas pada Proses Produksi Brownies Kukus Cokelat dengan Menggunakan Metode Lean Six Sigma,” Jurnal Riset Teknik Industri , vol. 1, no. 2, pp. 180–188, Feb. 2022, doi: 10.29313/jrti.v1i2.510. [5] Shifa Salimatusadiah, N. R. As ad, and P. Renosori, “Perancangan Fasilitas Kerja pada Operator Pemasangan Accesories di CV. X untuk Mengurangi Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs),” Jurnal Riset Teknik Industri , vol. 1, no. 1, pp. 28–35, Jul. 2021, doi: 10.29313/jrti.v1i1.93. [6] N. P. L. Sari and E. Achiraeniwati, “Perancangan Kebutuhan Jumlah Operator Berdasarkan Pengukuran Beban Kerja pada Bagian Produksi Dus Kemasan,” Jurnal Riset Teknik Industri , pp. 9–16, Jul. 2022, doi: 10.29313/jrti.v2i1.642. [7] N. P. L. Sari and E. Achiraeniwati, “Perancangan Kebutuhan Jumlah Operator Berdasarkan Pengukuran Beban Kerja pada Bagian Produksi Dus Kemasan,” Jurnal Riset Teknik Industri , pp. 9–16, Jul. 2022, doi: 10.29313/jrti.v2i1.642. [8] Poerwanto. H, Konsepsi 7 basic quality tools dan new quality tools dalam metode 7 langkah . 2017. [9] H. , W. W. and M. D. Oemar, Perbaikan Kualitas Produk Kaos Sablon Berdasarkan Area Kerja Menggunakan New Seven Tools Dan 5S , 2nd ed., vol. 5. 2020. [10] Triani, R. A. Simanjuntak, and M. I. Rif ah, “Evaluasi Dan Analisis Penerapan Lean Manufacturing Tools And Activity Si PT. Dirgantara Indonesia (PERSERO),” Jurnal Rekavasi Institut Sains dan Teknologi AKPRIND , vol. 8, no. 1, 2020.
1abd61e4-c2e0-4479-b29e-72641daec777
https://jurnal.mdp.ac.id/index.php/algoritme/article/download/3593/998
Jurnal Algoritme CCS , Vol.x, No.x, Julyxxxx, pp. 1~5 Vol. 3, No. 1, Oktober 2022, Hal. 114 - 123 E – ISSN : 2775-8796 ◼ 114 ## Implementasi Algoritma DBSCAN Dalam Mengelompokan Data Pasien Terdiagnosa Penyakit Ginjal Kronis (PGK) Richardo Anggara 1 , Abdul Rahman, S.Si., M.T.I. 2* 1,2 Universitas Multi Data Palembang; Jl. Rajawali No. 14, Telp : 0711-376400 1,2 Program Studi Informatika, FIKR, Universitas Multi Data Palembang 1 richardoang@mhs.mdp.ac.id , 2* arahman@mdp.ac.id ## Abstrak Penyakit ginjal kronis(PGK) adalah penyakit ginjal yang ditandai dengan kerusakan struktural atau fungsional pada ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. PGK ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal, yaitu albuminuria, sedimen urin abnormal, elektrolit, histologi, struktur ginjal, atau riwayat transplantasi ginjal, dengan penurunan laju filtrasi glomerulus. Pada penelitian ini dilakukan implementasi algoritma DBSCAN untuk mengelompokan data pasien tediagnosis PGK. Basis data yang digunakan adalah Chronic Kidney Disease yang berjumlah 400 data medis dengan 24 atribut atau fitur. Hasil penelitian dievaluasi dengan mencatat banyak jumlah cluster dan noise yang didapatkan menggunakan metric euclidean. Hasil terbaik ada pada skenario kedua dengan nilai epsilon sebesar 3,5, dan Min sample=5 yang menghasilkan jumlah cluster sebanyak 2 cluster dengan nilai Silhouette sebesar 0.158. Kata kunci — Penyakit ginjal kronis, DBSCAN , Epsilon , Cluster ## Abstract Chronic disease (CKD) is a kidney disease characterized by structural or functional kidney damage that lasts more than three months. CKD is characterized by one or more signs of kidney damage, namely albuminuria, abnormal urine sediment, electrolytes, histology, renal structure, or a history of kidney transplantation, with decreased glomerular filtration rate. This study used the DBSCAN implementation method to classify data on diagnosed CKD patients. The essential data used is Chronic Kidney Disease which collects 400 medical data with 24 attributes or features. The study's results note many clusters and noise obtained using Euclidean metrics. The best results are in the second scenario with an epsilon value of 3.5 and Min sample = 5, which produces a total of 2 clusters with a Silhouette value of 0.158. Keywords — Chronic kidney disease, DBSCAN, Epsilon, Cluster This is an open-access article under the CC-BY-CA license ## 1. PENDAHULUAN eningkatnya jumlah penderita PGK merupakan masalah kesehatan yang sangat serius. Meningkatnya jumlah pengidap PGK karena bertambahnya jumlah penduduk yang berumur lanjut. Menurut hasil Global Burden of Disease 2010, PGK menempati urutan ke-27 penyebab kematian di dunia pada tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun M Jurnal Algoritme CCS , Vol.x, No.x, Julyxxxx, pp. 1~5 Vol. 3, No. 1, Oktober 2022, Hal. 114 - 123 2010. Di Indonesia, pengobatan penyakit ginjal merupakan penyedia asuransi kesehatan terbesar kedua setelah penyakit jantung[1] dan 15% orang dewasa yang tinggal di Amerika Serikat menderita PGK [2]. Perawatan primer seperti screening , diagnosis, dan manajemen yang tepat oleh dokter diperlukan untuk mencegah PGK yang merugikan, termasuk penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal stadium akhir, dan kematian. PGK yang dibiarkan tanpa penanganan yang tepat dapat menyebabkan penyakit ginjal ginjal. PGK harus dicegah dan dikenali dari awal untuk mendapatkan terapi yang efektif [1]. Teknologi machine learning ( ML ) dan data mining merupakan bidang penelitian yang dapat mengolah basis data PGK menjadi pengetahuan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa PGK. Data mining merupakan prosedur untuk menemukan korelasi, pola, dan tren baru dengan menggali data dalam jumlah besar menggunakan statistik dan teknik matematika yang ada. Banyak investasi dari perusahaan besar telah masuk ke dalam data mining namun belum menghasilkan banyak keuntungan. Meskipun data berisi beberapa informasi berharga, keberadaannya masih tersembunyi di gudang data [3]. Penelitian-penelitian dibidang ML dan data mining untuk diagnosis PGK telah banyak dilakukan. Algoritma Regresi Linier Multivariat dan Regresi Logistik digunakan untuk memastikan seseorang merupakan pasien PGK atau tidak [4]. Penerapan teknik ML ( Naïve Bayes, Random Forest, Logistic Regression , dan Support Vector Machine ) untuk memprediksi gagal ginjal pada tahap awal, basis data penelitian mencakup 316 pasien, proses prediksi mengandalkan spesimen darah dari pasien yang diperoleh dari laboratorium, hasil eksperimen membuktikan bahwa teknik Regresi Logistik telah mencapai akurasi yang tinggi yaitu 97,8% dalam memprediksi penyakit ini [5]. Algoritma seleksi fitur seperti seleksi fitur Random Forest, forward selection, forward exhaustive selection, backward selection and backward exhaustive selection diidentifikasi dan dievaluasi, kemudian pengklasifikasi ML seperti Random Forest , Linear dan Radial SVM , Naïve Bayes dan Logistic Regression diimplementasikan untuk dievaluasi kinerja setiap model ML dalam hal akurasi, sensitivitas, spesifisitas, dan skor AUC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Random Forest classifier dengan pemilihan fitur Random Forest adalah model pembelajaran mesin yang paling cocok untuk klasifikasi PGK [6]. Penelitian menggunakan teknik Clustering (pengelompokan) pada ML untuk diagnosa dan identifikasi PGK juga telah dilakukan. Clustering dengan menggunakan algoritma k-mean memanfaatkan euclidean serta fungsi jarak manhattan dibandingkan untuk menganalisis data pasien PGK, dan peningkatan jumlah cluster untuk membangun modul prediksi yang baik dalam menentukan pasien PGK dan bukan pasien PGK [7]. Penggunaan teknik seleksi fitur pada basis data PGK dengan algoritma genetik pada tiga teknik clustering , yaitu: K-means , Fuzzy C-means dan Hierarchical clustering menghasilkan teknik clustering yang terbaik adalah menggunakan Hierarchical clustering [8]. Algoritma Density Based Spatial Clustering Algorithm with Noise (DBSCAN ) digunakan untuk mengelompokkan parameter statiska suhu gabah selama penyimpanan normal sekitar satu tahun dari 27 gudang gabah di China, dimana hasil analisis parameter menggunakan algoritma DBSCAN menunjukkan bahwa perbedaaan termperatur butir antara lapisan yang berdekatan dan rasio agregasi temperatur butir empat lapis dapat digunakan untuk mendeteksi kekosongan gudang[9]. Algoritma DBSCAN untuk indexing dan cosine similarity untuk proses pencarian cluster yang relevan pada aplikasi Case-based Reasoning ( CBR ) yang telah banyak diterapkan dalam sistem pakar medis. CBR memiliki batasan waktu komputasi jika terlalu banyak kasus lama pada basis kasus. Analisis cluster dapat digunakan sebagai algoritma indexing untuk mempercepat pencarian dalam proses pencarian kembali kasus[10]. DBSCAN dan rekonstruksi morfologi digunakan untuk mengekstrak segmentasi gabungan untuk meningkatkan segementasi pembuluh darah retina pada citra medis[11]. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian ini akan melakukan clustering pada data pasien terdiagnosis PGK dengan mengimplementasikan algoritma clustering DBSCAN untuk mengelompokkan data pasien terdiagnosis PGK yang memiliki ciri dan karakteristik yang sama dari basis data Chronic Kidney Disease. ◼ Vol. 3, No. 1, Oktober 2022, Hal. 114 – 123 116 Clustering (pengelompokan) merupakan proses pengelompokkan sejumlah data agar terbentuknya beberapa kelas dengan atribut data masing-masing. Algoritma density based clustering adalah algoritma yang paling efisien untuk mendefinisikan cluster data dengan kepadatan yang berbeda clustering [12]. DBSCAN adalah algoritma yang dilandaskan pada kepadatan ( density ) data. DBSCAN merupakan contoh pelopor dalam pengembangan teknik clustering berbasis kepadatan atau clustering berbasis kepadatan[12]. DBSCAN tidak perlu mengetahui jumlah kelompok dalam data seperti pada K-Means. Hal ini memberikan keuntungan karena umumnya bentuk dan jumlah kelompok yang sebaiknya diberikan pada data berdimensi tinggi tidak dapat diketahui dengan cara analisis visual data, DBSCAN juga dapat mengenali noise dengan baik [13]. ## 2. METODE PENELITIAN Metodologi penelitian yang dilakukan pada penelitian ini seperti yang tersaji pada Gambar 1, terdiri dari beberapa tahapan meliputi: identifikasi masalah, analisis kebutuhan, perancangan sistem, implementasi, dan pelaporan hasil penelitian. ## Gambar 1 Bagan Metodologi Penelitian 2.1 Identifikasi Masalah Pada tahap ini, literatur yang terkait dengan topik penelitian ini terlebih dahulu dipelajari dalam bentuk jurnal dan buku yaitu implementasi clustering pada PGK menggunakan metode data mining dengan algoritma DBSCAN . Tujuan dari tahapan ini untuk mengumpulkan literatur sebagai referensi yang relevan, dan dapat memberikan kontribusi terhadap penelitian yang akan dilakukan. Jurnal Algoritme CCS , Vol.x, No.x, Julyxxxx, pp. 1~5 Vol. 3, No. 1, Oktober 2022, Hal. 114 - 123 ## 2.2 Analisis Kebutuhan Pada tahap ini, melakukan pengumpulan data dengan memperoleh data pasien terdiagnosis PGK yang akan dikelompokan. Basis data yang digunakan pada penelitian ini di ambil dari basis data Chronic kidney disease ( https://www.kaggle.com/mansoordaku/ckdisease ). Basis data yang digunakan memiliki 24 atribut atau fitur yang bisa dilihat pada Gambar 2 dengan jumlah data sebanyak 400 data. 2.3. Perancangan Sistem Pada tahap ini dilakukan pembetukan basis data yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian. Setelah data dikumpulkan maka akan dilakukan tiga tahapan dari KDD ( Knowledge Discovery in Databases ) pada tahapan ini yaitu 1. Data Selection yaitu, pemilihan (seleksi) data dari sekumpulan data yang perlu dilakukan sebelum tahap penggalian informasi dalam KDD dan juga data mining. Pada tahap ini peneliti akan menggunakan basis data Chronic kidney disease . Selanjutnya akan dilakukan proses cleaning dan peneliti akan mengubah semua nama atribut data, karena data yang disediakan masih sulit untuk dimengerti contohnya bp menjadi blood preassure . 2. Selanjutnya dilakukan Pre-processing/Cleaning, data akan dibersihkan jika ada data yang null dan nan . Pada tahap ini peneliti akan mengubah data yang mengandung nilai null dan nan pada basis data nilai null diubah menjadi nilai 0 agar tidak kehilangan banyak data[14]. 3. Setelah itu akan dilakukan transformation pada data yang sudah dibersihkan. Data yang telah dipilih akan ditransformasi sehingga data tersebut sesuai untuk proses data mining . Proses ini bergantung pada jenis atau pola informasi yang didapatkan dari kedua proses sebelumnya. Mempersiapkan data dari basis data yang akan digunakan untuk pengelompokan. Data numerik dari basis data akan dianalisis dan fitur-fitur yang terdapat pada basis data akan dilihat mana yang akan dipakai. Pada tahap ini basis data akan di modifikasi dari basis data bertipe object menjadi basis data bertipe float64 . Basis data yang sebelum di ubah menjadi float akan di ubah terlebih dahulu isinya karena isinya masih berbentuk s tring sehingga peneliti mengubah data tersebut menjadi numerik, contohnya pada data red blood cell memiliki data normal dan abnormal sehingga peneliti akan mengubah normal menjadi angka numerik 1 dan abnormal menjadi angka numerik 2, selanjutnya akan dilakukan normalisasi untuk menyamakan semua nilai min dan max data sehingga semua data memiliki nilai min dan max sama yaitu 0 untuk min dan 1 untuk max . Kemudian akan dilakukan proses data mining yang menggunakan algoritma DBSCAN . 2.4 Implementasi Setelah data telah disiapkan dan dianalisis, maka pada tahap ini akan dilakukan tahap KDD selanjutnya yaitu data mining . Data akan dikelompokkan dengan menggunakan algoritma pengelompokan DBSCAN . Pengelompokkan data menggunakan algoritma DBSCAN , dilakukan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Inisialisasi parameter dan MinPts ( MinPts adalah jumlah minimal pada sample). 2. Menentukan titik parameter. 3. Menghitung semua jarak titik terhadap parameter dan akan menghasilkan epsilon . 4. Menentukan titik Density-reachable dalam radius berhungunan dengan parameter. Jika jumlah titik Density-reachable parameter lebih besar atau sama dengan MinPts , maka titik parameter merupakan titik inti, sehingga cluster terbentuk dan berlanjut ke titik kerapatan lain disekitar parameter.Jika parameter merupakan titik batas dan tidak ada Density-reachable terhadap parameter maka akan dilanjutkan ke titik lain. 5. Ulangi langkah 2 sampai dengan 4 untuk kombinasi parameter dan MinPts yang berbeda. ◼ Vol. 3, No. 1, Oktober 2022, Hal. 114 – 123 118 Setelah melakukan tahapan Data Mining , hasil clustering dari metode masuk ke dalam tahapan terakhir. Tahapan terakhir dari KDD yaitu Interpretation/Evaluation . Hasil clustering pada tahap data mining ditampilkan atau divisualisasikan dalam bentuk grafik dan dibandingkan intercluster dan intracluster masing-masing metode. Intercluster adalah jarak antara dua objek yang masing-masing berada di cluster yang berbeda. Intercluster dapat dihitung menggunakan persamaan (1), (2), dan (3). 𝑆𝑖𝑛𝑔𝑙𝑒 = 𝛿 1 (𝑆, 𝑇) = 𝑚𝑖𝑛 𝑑(𝑥, 𝑦) (1) 𝐶𝑜𝑚𝑝𝑙𝑒𝑡𝑒 = 𝛿 2 (𝑆, 𝑇) = 𝑚𝑎𝑥 𝑑(𝑥, 𝑦) (2) 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 = 𝛿 3 (𝑆, 𝑇) = 1 |𝑆||𝑇| ∑ 𝑑(𝑥, 𝑦) 𝑥 ∈ 𝑆 𝑦 ∈ 𝑇 (3) Keterangan: x = objek yang berada dalam cluster S y = objek yang berada dalam cluster T |S| = jumlah objek pada cluster S |T| = jumlah objek pada cluster T d (x, y) = jarak antara x dan y menggunakan distance metric yang digunakan. Intra cluster adalah jarak antara dua objek yang berada di cluster yang sama. Intra cluster dapat dihitung menggunakan persamaan (4). ∆(𝑆) = 𝑑(𝑥, 𝑦) (4) Keterangan: x, y = dua objek yang berada dalam cluster yang sama, x ≠ y d (x,y) = jarak antara kedua objek Gambar 3 Fitur Basis data Chronic Kidney Disease Setelah di ubah Jurnal Algoritme CCS , Vol.x, No.x, Julyxxxx, pp. 1~5 Vol. 3, No. 1, Oktober 2022, Hal. 114 - 123 E – ISSN : 2775-8796 ◼ 119 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Akusisi data Basis data yang berjumlah 400 pasien dengan 24 atribut atau fitur yang telah dipilih yaitu age, blood pressure, specific gravity ,albumin, sugar, red blood cells, pus cell, pus cell clumps, bacteria, blood glucose random, blood urea, serum creatinine, sodium, potassium, haemoglobin, packed cell volume, white blood cell count, red blood cell count, hypertension, diabetes mellitus, coronary artery disease, appetite, peda edema, aanemia seperti yang tersaji pada pada Gambar 3. Data yang ada pada basis data PGK perlu dilakukan normalisasi, hasil dari normalisasi yang dilakukan disajikan pada Tabel 1. Setiap skenario dilakukan sebanyak 5 kali pengujian dan di catat cluster dan noise dari hasil pengelompokan setiap skenario dan iterasinya dicatat untuk melakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil pengujian pengelompokkan yang dilakukan. Tabel 1. Normalisasi Data yang dilakukan No Data Sebelum di Normalisasi Sesudah di Normalisasi min max min max 1 age 2 90 0 1 2 blood_pressure 50 180 0 1 3 specific_gravity 1,005 1,025 0 1 4 albumin 0 5 0 1 5 sugar 0 5 0 1 6 blood_glucose_random 22 490 0 1 7 blood_urea 1.5 391 0 1 8 serum_creatinine 0,4 76 0 1 9 sodium 4,5 163 0 1 10 potassium 2,5 47 0 1 ## 3.2 Hasil Pengujian Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, hasil yang didapat dari pengelompokkan data pasien terdiagnosis PGK menggunakan algoritma DBSCAN . Pengujian dilakukan dengan menentukan jumlah cluster menggunakan metric Euclidean . Parameter yang digunakan dalam 5 skenario yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Parameter 5 Skenario yang dilakukan skenario epsilon Min sample Jumlah cluster 1 3 5 3 2 3,5 5 2 3 4 5 3 4 3,5 3 8 5 4 3 6 Skenario pertama menggunakan parameter epsilon 3 dengan min sample 5 dan menghasilkan cluster sebanyak 3 cluster seperti ditunjukan pada tabel 2. Untuk skenario kedua menggunakan parameter epsilon 3,5 dengan min sample 5 dan menghasilkan cluster sebanyak 2 cluster . Untuk pecobaan tiga menggunakan parameter epsilon 4 dengan min sample 5 dan menghasilkan cluster sebanyak 3 cluster . Untuk skenario ke empat menggunakan parameter epsilon 3,5 dengan min sample 3 dan menghasilkan cluster sebanyak 8 cluster untuk skenario ◼ Vol. 3, No. 1, Oktober 2022, Hal. 114 – 123 120 kelima menggunakan parameter epsilon 4 dengan min sample 3 dan menghasilkan cluster sebanyak 6 cluster . Hasil dari setiap skenario yang meliputi skenario pertama sampai skenario kelima dalam proses clustering menggunakan basis data Chronic Kidney Disease dapat menghasilkan nilai noise . Nilai noise tersebut dibandingkan untuk melihat skenario ke berapa yang memiliki noise atau data yang tidak termasuk dari cluster . Pada gambar 4 menunjukan jika skenario 5 dengan cluster hanya 6 menghasilkan noise paling sedikit dibanding skenario lainnya. Gambar 4 Grafik Perbandingan Noise setiap Skenario 3.3 Analisa Hasil Pengujian Pada pengujian menggunakan 5 skenario dalam proses clustering menggunakan basis data Chronic Kidney Disease dapat dikatakan jika jumlah cluster tidak mempengaruhi banyaknya nilai noise yang dihasilkan dan untuk visualisasi pada DBSCAN menggunakan Scatterplot menghasilkan hasil yang kurang efektif untuk melihat data cluster karena data yang digunakan pada penelitian ini termasuk besar karena memiliki 24 atribut data dan masing-masing atribut memiliki 400 data. Untuk hasil Silhouette Coefficient bisa dilihat pada Gambar 4 yang menunjukkan bahwa banyaknya nilai cluster tidak selalu mempengaruhi nilai Silhouette dari hasil clustering yang dilakukan. Hasil Silhouette yang didapat dari Tabel 3 dapat menunjukan bahwa skenario yang mendapatkan nilai silhouette terbaik adalah skenario ke 2 yang memiliki nilai sillhouete terbesar yaitu 0.15801077304214137 dengan nilai epsilon 3,5 dan minSample sebesar 5 untuk mendapatkan cluster sebanyak 2 cluster. Tabel 3 Hasil Silhouette Coefficient setiap Skenario No Skenario Hasil Silhouette 1 Skenario 1 0.0529284816119996 2 Skenario 2 0.1580107730421413 3 Skenario 3 0.1376267256736861 4 Skenario 4 0.0967843607689665 5 Skenario 5 0.0971374370147013 0 50 100 150 200 250 Scenario 1 Scenario 2 Scenario 3 Scenario 4 Scenario 5 ## Perbandingan Noise Setiap Scenario Jurnal Algoritme CCS , Vol.x, No.x, Julyxxxx, pp. 1~5 Vol. 3, No. 1, Oktober 2022, Hal. 114 - 123 E – ISSN : 2775-8796 ◼ 121 Hasil InterCluster yang didapat pada Tabel 4 dapat menunjukan bahwa skenario yang mendapatkan nilai terbaik adalah skenario pertama yang memiliki nilai rata-rata terkecil yaitu 1.880045 yang menggunakan epsilon sebesar 3 dan minSample sebesar 5 untuk mendapatkan cluster sebanyak 3 cluster. Tabel 4 Hasil inter cluster setiap Skenario No Nilai Skenario1 Skenario2 Skenario3 Skenario4 Skenario5 1 Inter Cluster Terkecil 0.301114 0.407001 0.525654 0.407001 1.135819 2 Inter Cluster Terbesar 5.379030 5.475547 5.574571 6.552946 6.552946 Rata-rata 1.880045 2.000273 2.258307 2.126972 2.531345 Tabel 5 Hasil intra cludster setiap Skenario No Nilai Skenario1 Skenario2 Skenario3 Skenario4 Skenario5 1 Intra Cluster Terkecil 0.307337 0.322999 0.883223 0.469104 0.786526 2 Intra Cluster Terbesar 1.002936 0.927748 1.444650 0.940481 1.862444 Rata-rata 0.654638 0.703991 1.123702 0.744405 1.277502 Hasil IntraCluster yang didapat pada tabel 5 dapat menunjukan bahwa skenario yang mendapatkan nilai terbaik adalah skenario kelima yang memiliki rata-rata terbesar yang mendapatkan hasil sebesar 1.277502 yang menggunakan epsilon sebesar 4 dan minSample sebesar 3 untuk mendapatkan cluster sebanyak 6 cluster. Hasil clustering yang baik adalah yang memiliki intra cluster distance yang besar dan inter cluster yang kecil, sehingga diperoleh inter cluster terkecil adalah 0,301114 dan intra cluster terbesar adalah 1,862444. ## 4. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi algoritma DBSCAN pada basis data pasien terdiagnosa PGK nilai epsilon dan nilai MinPts sangat berpengaruh terhadap hasil clustering untuk basis data pasien terdiagnosa PGK, penggunaan ScatterPlot pada algoritma DBSCAN untuk basis data pasien terdiagnosa PGK menghasilkan jumlah yang banyak sehingga sulit untuk melihat semua isi cluster . Pada penelitian ini didapatkan nilai Silhouette terbesar pada skenario kedua, yaitu skenario yang menghasilkan 2 cluster dengan nilai Epsilon = 3,5 dan MinSample = 5, dan didapatkan nilai intercluster terbaik yang didapatkan oleh skenario pertama yang mendapatkan hasil 3 cluster dengan nilai Epsilon = 3 dan MinSample = 5 sedangkan untuk intracluster terbaik didapatkan oleh skenario kelima yang mendapatkan hasil 6 cluster dengan nilai Epsilon = 4 dan MinSample = 3. ## DAFTAR PUSTAKA [1] V. K. Gliselda, “Diagnosis dan Manajemen Penyakit Ginjal Kronis (PGK),” J. Med. Hutama , 2021, [Daring]. Tersedia pada: http://www.jurnalmedikahutama.com/index.php/JMH/article/view/237. [2] C. for D. C. and Prevention, “Chronic kidney disease in the United States, 2019,” Fluoride Action Netw. , 2019, [Daring]. Tersedia pada: https://fluoridealert.org/studytracker/38332/. [3] S. Sugiono, S. Nurdiani, S. Linawati, dan ..., “Pengelompokan Perilaku Mahasiswa Pada Perkuliahan E-Learning dengan K-Means Clustering,” J. Kaji. … , 2019, [Daring]. ◼ Vol. 3, No. 1, Oktober 2022, Hal. 114 – 123 122 Tersedia pada: http://jurnal.ubharajaya.ac.id/index.php/kajian-ilmiah/article/view/410. [4] B. Singh, K. Arora, dan S. S. Iyer, “Chronic Kidney Disease Detection Using Machine Learning Regression Models,” ECS Trans. , vol. 107, no. 1, hal. 2191, 2022, doi: 10.1149/10701.2191ecst. [5] M. M. Mijwil dan A. S. Alsaadi, “Applying Machine Learning Techniques to Predict Chronic Kidney Disease in Humans,” 2021, [Daring]. Tersedia pada: https://www.researchgate.net/profile/Maad- Mijwil/publication/354380202_Applying_Machine_Learning_Techniques_to_Predict_C hronic_Kidney_Disease_in_Humans/links/6135c0942b40ec7d8bead4ab/Applying- Machine-Learning-Techniques-to-Predict-Chronic-Kidney-Disease-i. [6] A. A. Abdullah, S. A. Hafidz, dan W. Khairunizam, “Performance Comparison of Machine Learning Algorithms for Classification of Chronic Kidney Disease (CKD),” J. Phys. Conf. Ser. , vol. 1529, no. 5, hal. 52077, 2020, doi: 10.1088/1742- 6596/1529/5/052077. [7] R. S. Walse, G. D. Kurundkar, P. U. Bhalchandra, dan S. A. S. Alshaibani, “Prediction of Chronic Kidney Disease Data Using Clustering Techniques—A Comparative Approach BT - Proceeding of First Doctoral Symposium on Natural Computing Research,” in Proceeding of First Doctoral Symposium on Natural Computing Research , 2021, hal. 451–461. [8] S. K. Sahu dan A. K. Shrivas, “Analysis and Comparison of Clustering Techniques for Chronic Kidney Disease With Genetic Algorithm,” Int. J. Comput. Vis. … , 2018, [Daring]. Tersedia pada: https://www.igi-global.com/article/analysis-and-comparison-of- clustering-techniques-for-chronic-kidney-disease-with-genetic-algorithm/214071. [9] H. Cui, W. Wu, Z. Zhang, F. Han, dan Z. Liu, “Clustering and application of grain temperature statistical parameters based on the DBSCAN algorithm,” J. Stored Prod. Res. , vol. 93, hal. 101819, 2021, doi: https://doi.org/10.1016/j.jspr.2021.101819. [10] H. Santoso dan A. Musdholifah, “Case Base Reasoning (CBR) and Density Based Spatial Clustering Application with Noise (DBSCAN)-based Indexing in Medical Expert Systems,” Khazanah Inform. J. Ilmu … , 2019, [Daring]. Tersedia pada: https://journals.ums.ac.id/index.php/khif/article/view/8323. [11] K. Mardani dan K. Maghooli, “Enhancing retinal blood vessel segmentation in medical images using combined segmentation modes extracted by DBSCAN and morphological reconstruction,” Biomed. Signal Process. Control , vol. 69, hal. 102837, 2021, doi: https://doi.org/10.1016/j.bspc.2021.102837. [12] D. Safitri, T. Wuryandari, dan ..., “Metode DBSCAN Untuk Pengelompokan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Produksi Padi Sawah dan Padi Ladang,” J. Stat. … , 2017, [Daring]. Tersedia pada: https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/statistik/article/view/2710. [13] F. Nur, Analisis Kinerja Metode Dbscan (Density-Based Spatial Clustering of Applications with Noise) dan K-Means dalam Sistem Pendukung Keputusan . repositori.usu.ac.id, 2017. [14] P. Gupta, Practical Data Science with Jupyter: Explore Data Cleaning, Pre-processing, Data Wrangling, Feature Engineering and Machine Learning using Python and Jupyter (English Edition) . BPB PUBN, 2021.
7f2206ca-c41d-449d-b1f9-fabb5b50e1ba
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalagronomi/article/download/30713/20365
ISSN 2085-2916 e-ISSN 2337-3652 Tersedia daring http://jai.ipb.ac.id J. Agron. Indonesia, Agustus 2020, 48(2):127-134 DOI: https://dx.doi.org/10.24831/jai.v48i2.30713 ## PENDAHULUAN Tanaman jagung merupakan komoditas pangan nasional selain padi, gandum, kedelai dan sorgum. Sebagai bahan pangan, jagung memiliki nilai ekonomi yang strategis dalam meningkatkan ketahanan pangan. Di beberapa wilayah bagian Timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB), jagung masih difungsikan untuk bahan pangan hingga sekarang dan menjadi komoditas unggulan daerah. Tanaman jagung tergolong tanaman C4 yang efisien dalam memanfaatkan ## Tanggap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung terhadap Waktu Tanam yang Berbeda ## The Response of Growth and Yield of Maize to Different Sowing Date Maria Imelda Humoen 1 , Sudirman Yahya 2* , dan Supijatno 2 1 Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor 2 Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia Diterima 11 Mei 2020/Disetujui 20 Juli 2020 ## ABSTRACT Determination of the appropriate sowing date can reduce the negative impact of the low water availability and solar radiation in the growth phase and yield of maize. This research aimed to (1) determine the effective sowing date to get the optimal solar radiation, water, and yields, (2) determine the appropriate varieties for the sowing date to optimize the utilization of radiation and water. The experiment was conducted at the Agricultural Technology Assessment Station (BPTP) Naibonat, NTT from February to July 2019. The three-factor factorial experiment using a split-split plot design. The main plot, namely three sowing dates were 26 February 2019, 12 March 2019, and 26 March 2019. The subplots, namely three varieties of maize consisted of Pena muti m’naes, Lamuru, and Pioneer-36. The sub-sub plot, namely 2 levels of watering consisting of not watered and watered. The results showed that the sowing date of 12 March 2019, was the appropriate sowing date and corresponding with the level of availability of water and solar radiation with more efficient use and higher levels of solar radiation interception to provide Pioneer-36 production of 8.47 tons ha -1 , which was better than the production of Local and Lamuru varieties of maize at other sowing dates. This is supported by the synchronized responses of both source capacity (leaf area) and sink capacity (ear size). Keywords: leaf area index, production, varieties, watering ## ABSTRAK Penentuan waktu tanam yang tepat dapat mengurangi dampak negatif dari rendahnya ketersediaan air dan radiasi matahari pada fase pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Penelitian ini bertujuan (1) menentukan waktu tanam dan varietas jagung yang dapat menyelaraskan pemanfaatan radiasi matahari dan ketersediaan air (2) mengetahui pengaruh penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Lokasi penelitian bertempat di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Naibonat, NTT pada bulan Februari-Juli 2019. Percobaan faktorial tiga faktor menggunakan rancang split-split plot. Petak utama waktu penanaman terdiri dari tanggal 26 Februari 2019, tanggal 12 Maret 2019, tanggal 26 Maret 2019. Anak petak yaitu varietas Pena muti m’naes, Lamuru, dan Pioneer-36. Anak-anak petak yaitu 2 taraf penyiraman yang terdiri dari tidak disiram dan disiram. Hasil penelitian menunjukkan waktu tanam tanggal 12 Maret 2019 merupakan waktu tanam yang tepat dan sesuai dengan tingkat ketersediaan air dan radiasi matahari yang cukup dengan penggunaan yang lebih efisien dan tingkat intersepsi radiasi matahari yang lebih tinggi memberikan produksi jagung Pioneer-36 sebesar 8.47 ton ha -1 yang lebih baik dibandingkan produksi jagung varietas Lokal dan Lamuru pada waktu tanam lainnya. Hal tersebut didukung oleh adanya keselarasan tanggap kapasitas source (luas daun) dan kapasitas sink (ukuran tongkol). Kata kunci:indeks luas daun, penyiraman, produksi, varietas air dan tahan terhadap suhu tinggi sehingga cocok dibudidayakan di lahan kering dengan tingkat ketersediaan radiasi matahari yang memadai. Pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman merupakan suatu sistem yang sangat kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa unsur iklim seperti radiasi matahari, suhu dan curah hujan (Indrawan et al ., 2017). Radiasi matahari memiliki peran dalam proses pertumbuhan (morfogenesis), sedangkan air diperlukan dalam proses fotosintesis. Komponen-komponen faktor lingkungan tersebut secara tunggal maupun interaksi berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Tanggap tanaman terhadap faktor lingkungan berbeda- beda tergantung jenis dan kultivar tanaman. Umumnya terdapat perbedaan morfologi antara varietas berumur panjang (hibrida dan komposit) dan varietas berumur pendek (genjah), antara lain tinggi tanaman, panjang dan lebar daun. Dalam penyesuaian pola tanam dan ketersediaan air, biasanya petani menggunakan varietas unggul berumur genjah. Perrin dan Mitchell (2013) menyatakan kekurangan cahaya akan menyebabkan perubahan morfo-fisiologi tanaman, seperti meningkatnya luas daun spesifik, panjang dan lebar daun, namun disisi lain intensitas cahaya rendah menurunkan rasio akar-tajuk dan total bahan kering tanaman (Akmali dan Suharyanto, 2017). Selain itu, intensitas radiasi yang tinggi akan mempercepat laju fotosintesis karena semakin banyak energi yang diterima daun, sehingga energi yang tersedia untuk mensintesis karbohidrat semakin banyak (Harrison et al ., 2011). Perubahan iklim ( climate change ) berpengaruh secara langsung terhadap siklus musim. Perubahan iklim mengakibatkan pergeseran waktu dan pola tanam, kerusakan tanaman dan penurunan produksi. Pengaruh waktu tanam, sesungguhnya berhubungan erat dengan tingkat ketersediaan unsur-unsur dari setiap faktor lingkungan tumbuh tanaman. Selain itu, tingkat ketersediaan unsur-unsur lingkungan tumbuh yang dibutuhkan bervariasi menurut fase pertumbuhan tanaman. Dainty et al . (2016) menyatakan bahwa petani biasanya menetapkan waktu tanam berdasarkan kebiasaan turun temurun yaitu menunggu turunnya hujan. Runtunuwu et al . (2013) juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani di wilayah Timur Indonesia melakukan penanaman untuk MT I, mulai akhir Januari sampai dengan awal Februari (Jan lll/Feb I) untuk penanaman padi ladang dan jagung terlebih dahulu dan pertengahan sampai akhir Februari (Feb ll/lll) untuk penanaman padi sawah. Menurut Dwiratna et al . (2016) bahwa jadwal tanam yang terbaik dapat dilakukan pada bulan Februari dasarian III (MT II). Hambatan penanaman jagung di musim hujan adalah meningkatnya curah hujan (jenuh air), kurangnya radiasi matahari akibat banyaknya awan (mendung). Mubarak et al . (2018) menyatakan bahwa rendahnya radiasi yang sampai pada tanaman oleh penutupan awan saat musim hujan dapat menurunkan hasil tanaman. Penentuan waktu tanam dilakukan agar panjang musim tanam sesuai dengan kebutuhan tanaman dan menghindari kegagalan panen (Dwiratna et al ., 2016). Penelitian ini bertujuan (1) menentukan waktu tanam yang efektif untuk mendapatkan radiasi dan air guna mencapai hasil panen yang optimal, (2) menentukan varietas yang sesuai dengan waktu tanam dan dapat menyelaraskan pemanfaatan radiasi dan air (3) mengetahui pengaruh penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. ## BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Naibonat-NTT, pada bulan Februari sampai Juli 2019. Percobaan disusun dalam bentuk rancangan split- split plot . Petak utama terdiri dari tiga waktu tanam yaitu tanggal 26 Februari 2019 (W1), tanggal 12 Maret 2019 (W2), tanggal 26 Maret 2019 (W3). Anak petak terdiri dari tiga varietas jagung yaitu varietas lokal ( Pena muti m’naes ) (V1), Lamuru (V2), dan Pioneer-36 (V3). Anak-anak petak yaitu 2 taraf penyiraman terdiri dari: tidak disiram (P0) dan disiram (P1). Terdapat 18 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 54 satuan percobaan. Perlakuan penyiraman dilakukan sehari 1 kali mulai dari tanam hingga panen dan hanya pada petak yang diberi perlakuan penyiraman, sedangkan petak yang tidak disiram hanya memanfaatkan air dari curah hujan. Jumlah air yang diberikan sama dengan jumlah air yang hilang (evapotranspirasi potensial) pada tanaman jagung. Perhitungan evapotranspirasi potensial, diperoleh dari metode Thornthwaite dan Mather sebagai acuan dan dikoreksi dengan koefisien tanaman jagung. Setiap anak- anak petak berukuran 3 m x 2 m, populasi tanaman per petak 40 tanaman. Sebelum benih ditanam, dilakukan seed treatment dengan insektisida berbahan aktif Tiametoksam, dosis yang digunakan adalah 3.5 mL kg -1 benih, kemudian benih jagung dikeringanginkan. Penanaman benih jagung dengan cara tugal sesuai perlakuan, jarak tanam yang digunakan adalah 75 cm x 20 cm, 2 benih per lubang tanam kemudian diberi insektisida berbahan aktif karbofuran, selanjutnya dijarangkan pada 7 HST sehingga menyisahkan 1 tanaman per lubang tanam. Pemupukan dilakukan dengan cara ditebar dalam larikan dangkal dengan jarak sekitar 5 sampai 7 cm dari batang tanaman. Dosis pupuk yang diberikan yaitu 300 kg Urea ha -1 , 200 kg SP-36 ha -1 dan 50 kg KCL ha -1 . Pupuk Urea diberikan tiga kali yaitu 100 kg pada umur 10 HST, 150 kg umur 30 HST dan 50 kg umur 45 HST. Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang rusak atau mati. Panen disesuaikan dengan umur panen setiap varietas jagung dengan ciri-ciri tongkol atau kelobot berwarna kekuningan atau mulai mengering, rambut tongkol berwarna coklat. Peubah yang diamati adalah intersepsi radiasi matahari 45, 60, 75, dan 90 HST, indeks luas daun (ILD), umur berbunga 75%, umur panen, lama periode berbunga hingga panen, komponen hasil dan produksi tanaman jagung. Pengukuran intensitas radiasi matahari pada tanaman jagung dengan menggunakan Lux meter . Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur radiasi di atas dan di bawah tajuk tanaman jagung (Ariyanto et al ., 2015) pada saat tanaman berumur 45, 60, 75, dan 90 HST. Persentase intersepsi radiasi matahari dapat dihitung dengan rumus: Di mana I = persentase intersepsi radiasi matahari (%); a = jumlah radiasi datang (di atas kanopi); dan b = jumlah radiasi yang ditransmisikan di bawah kanopi. Indeks luas daun dihitung sebagai perbandingan luas daun dengan luas tanam, perhitungan ILD dilakukan saat fase pembungaan ( tassel). Pengumpulan data iklim berupa curah hujan, suhu udara, kelembaban, radiasi matahari, dan Evapotranspirasi diperoleh dari Stasiun Klimatologi Naibonat. Data hasil pengukuran ditabulasi dan diolah menggunakan sidik ragam (anova), apabila analisis ragam berpengaruh nyata dilanjutkan uji Duncan Multiple Range Tes dengan taraf 5%, uji korelasi (nilai r) antar peubah. Software yang digunakan adalah SAS 9.4. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Intersepsi Radiasi Matahari Perbedaan waktu tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap intersepsi radiasi matahari tanaman jagung. Berdasarkan Gambar 1A, persentase intersepsi radiasi matahari pada waktu tanam yang berbeda mengalami fluktuasi pada semua umur tanaman. Intersepsi radiasi matahari tertinggi diperoleh pada penanaman tanggal 12 Maret 2019 saat tanaman berumur 75 HST sebesar 95.58%. Sementara persentase intersepsi radiasi matahari terendah terdapat pada penanaman tanggal 26 Maret 2019 saat tanaman berumur 45 HST. Sidik ragam menunjukkan perbedaan varietas jagung berpengaruh tidak nyata terhadap intersepsi radiasi matahari pada umur 45 dan 75 HST, tetapi saat pengamatan 60 dan 90 HST memberikan pengaruh yang nyata. Kurva persentase intersepsi radiasi matahari pada tiga varietas jagung (Gambar 1B) menunjukkan tanaman jagung varietas Pioneer-36 memiliki persentase intersepsi radiasi matahari tertinggi saat tanaman berumur 60, 75 dan 90 HST. Sementara tanaman jagung varietas Lokal memiliki persentase intersepsi radiasi matahari terendah pada semua umur tanaman. Peubah intersepsi radiasi matahari 75 HST hanya perlakuan waktu tanam (26 Februari 2019, 12 Maret 2019, dan 26 Maret 2019) saja yang berpengaruh nyata terhadap intersepsi radiasi matahari, masing-masing memiliki nilai 94.69%, 95.58% dan 88.02% berturut-turut (Tabel 1). Hal ini disebabkan pada perlakuan waktu tanam 26 Februari dan 12 Maret menghasilkan tanaman dengan nilai ILD tinggi sehingga radiasi matahari yang diintersepsikan juga tinggi. Menurut Mubarak et al . (2018), intersepsi radiasi matahari yang tinggi dipengaruhi oleh ILD. Pada peubah intersepsi radiasi matahari 45 HST terjadi interaksi antara perlakuan varietas dengan penyiraman. Varietas Lamuru yang disiram memiliki persentase intersepsi radiasi matahari tertinggi yaitu 91.19%, diikuti varietas Pioneer-36 yang tidak disiram yaitu 89.58%, varietas Lamuru yang tidak disiram yaitu 89.24%, dan varietas Lokal yang disiram yaitu 89.05%. varietas Lokal yang tidak disiram dan varietas Pioneer-36 yang disiram memiliki persentase intersepsi radiasi matahari terendah yaitu 85.83% dan 87.89%. ## Indeks Luas Daun (ILD) Analisis ragam menunjukkan perlakuan waktu tanam dan varietas berpengaruh nyata terhadap ILD. Penanaman jagung pada 26 Februari dan 12 Maret 2019 didukung oleh kondisi lingkungan yang cukup baik diantaranya curah hujan yang tinggi ditunjang dengan intensitas radiasi matahari yang tinggi juga, sehingga tanaman dapat memanfaatkan radiasi matahari untuk mengoptimalkan hasil fotosintesis. Nilai indeks luas daun tanaman jagung paling tinggi pada waktu tanam tanggal 26 Februari 2019 dan 12 Maret 2019 yaitu 3.85, sedangkan nilai indeks luas daun terendah terdapat pada waktu tanam tanggal 26 Maret 2019 yaitu 2.90. Pada perlakuan varietas nilai indeks luas daun tertinggi terdapat pada varietas Pioneer-36 (3.85), diikuti varietas Lokal (3.58) dan varietas Lamuru (3.17) (Tabel 2). Hasil penelitian Belay 𝐼𝐼 = 𝑎𝑎 − 𝑏𝑏 𝑎𝑎 𝑋𝑋 100% 75 80 85 90 95 100 45 60 75 90 Intersep si rad iasi m atah ari (%) Umur tanaman (hari setelah tanam) Lokal Lamuru Pioneer-36 75 80 85 90 95 100 45 60 75 90 Intersep si rad iasi m atah ari (%) Umur tanaman (hari setelah tanam) 26-Feb-19 12-Mar-19 26-Mar-19 A B Gambar 1. Kurva intersepsi radiasi matahari pada perlakuan waktu tanam (A) dan varietas (B) A B dan Patil (2018) menunjukkan indeks luas daun dipengaruhi oleh waktu tanam dan varietas pada dua musim (2015 dan 2016) di India. ## Lama Periode Generatif Sidik ragam memperlihatkan bahwa varietas memiliki perbedaan nyata pada umur berbunga 75% dan umur panen serta lama periode berbunga hingga panen (Tabel 3). Tanggap umur berbunga 75%, umur panen dan lama periode berbunga hingga panen nyata hanya terhadap perbedaan varietas. Hal ini disebabkan ketiga varietas yang diuji memiliki perbedaan umur berbunga, varietas Lamuru memiliki umur berbunga paling cepat dibandingkan dengan varietas Pioneer-36 dan varietas Lokal. Umur berbunga yang lama pada varietas Lokal dan Pioneer-36 dikarenakan umur tanaman (tanam hingga panen) lebih lama dari varietas Lamuru. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ketiga varietas berbeda karena perbedaan genetik karakter umur tanaman. Hasil penelitian Khairiyah et al . (2017) bahwa varietas berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan generatif hal ini disebabkan umur berbunga dan umur panen dipengaruhi oleh faktor genetik. ## Komponen Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan faktor tunggal waktu tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua peubah, kecuali pada peubah bobot 100 biji. Perlakuan penyiraman nyata mempengaruhi jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, dan bobot 100 biji (Tabel 4). Hal ini disebabkan tanaman yang mengalami cekaman kekeringan polen atau sel induk menjadi mandul sehingga kesuburan silk menjadi menurun dan mengakibatkan penurunan produksi biji bahkan gagal berproduksi. Varietas berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah komponen hasil. Varietas Pioneer-36 memiliki jumlah tongkol (1.03), jumlah baris per tongkol (14.27), jumlah biji per baris (31.34) tertinggi dibandingkan dengan varietas Lamuru dan varietas Lokal. Hal ini diduga varietas Pioneer- 36 memiliki nilai ILD yang tinggi sehingga cahaya yang diintersepsikan semakin tinggi. Intersepsi radiasi matahari yang tinggi memungkinkan pembentukan karbohidrat dan asimilat yang banyak untuk ditranslokasikan ke tongkol dan biji. Syafrudin et al . (2012) menyatakan bahwa jagung varietas hibrida memiliki hasil lebih tinggi daripada jagung varietas komposit (bersari bebas) karena varietas hibrida mempunyai gen-gen yang dominan dan mampu menghasilkan produksi tinggi. Varietas Lokal menunjukkan bobot 100 biji paling berat yaitu 31.93 g, diikuti varietas Lamuru sebasar 28.70 g dan varietas Pioneer-36 yaitu 26.76 g. Hal ini diduga tongkol yang dihasilkan ompong dan biji yang dihasilkan besar sehingga memiliki bobot 100 biji paling berat. Tongkol yang ompong disebabkan oleh terganggunya proses polinasi dan fertilisasi. Menurut Wulandari dan Batoro (2016) bahwa jagung Lokal putih memiliki ciri- ciri sebagai berikut tipe biji semi mutiara, warna biji putih, baris biji lurus dan memiliki bobot 1000 biji kurang lebih 313 g. Selain itu, Maharani et al . (2018) juga menyatakan bahwa pengamatan bobot 100 biji yang tinggi menandakan besarnya endosperm dalam biji. Bobot 100 biji menurun Perlakuan Intersepsi radiasi matahari 75 HST (%) Waktu tanam 26 Februari 2019 94.69a 12 Maret 2019 95.58a 26 Maret 2019 88.02b Rerata 92.76 Varietas Lokal 91.66 Lamuru 92.67 Pionner-36 93.96 Rerata 92.76 Penyiraman Tidak disiram 92.35 Disiram 93.17 Rerata 92.76 Tanggap intersepsi radiasi matahari pada umur tanaman jagung 75 HST terhadap waktu tanam, varietas dan penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT α=5% Perlakuan Indeks luas daun Waktu tanam 26 Februari 2019 3.85a 12 Maret 2019 3.85a 26 Maret 2019 2.90b Rerata 3.53 Varietas Lokal 3.58b Lamuru 3.17c Pioneer-36 3.85a Rerata 3.53 Penyiraman Tidak disiram 3.44 Disiram 3.63 Rerata 3.50 Tabel 2. Tanggap indeks luas daun jagung terhadap perlakuan waktu tanam, varietas dan penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT α=5% Tabel 1. Agustus 2020 apabila mengalami kekeringan, tanaman yang tidak disiram memiliki bobot 100 biji lebih ringan (28.46 g) dibandingkan dengan tanaman yang disiram (29.80 g). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Wulansyah et al . (2017). ## Produksi Sidik ragam menunjukkan bahwa waktu tanam, varietas, penyiraman dan interaksi waktu tanam x varietas, waktu tanam x penyiraman, varietas x penyiraman serta Perlakuan Umur berbunga 75% Umur panen Lama periode berbunga hingga panen Waktu tanam ----------------------------------------------------hari----------------------------------------------------- 26 Februari 2019 54.28 100 45.72 12 Maret 2019 54.17 100 45.83 26 Maret 2019 54.39 100 45.61 Rerata 54.28 100 45.72 Varietas Lokal 55.11a 105a 49.89a Lamuru 53.39c 95c 41.61c Pionner-36 54.33b 100b 45.67b Rerata 54.28 100 45.72 Penyiraman Tidak disiram 54.37 100 45.63 Disiram 54.19 100 45.81 Rerata 54.28 100 45.72 Tabel 3. Tanggap umur berbunga 75%, umur panen dan lama periode berbunga hingga panen terhadap perlakuan waktu tanam, varietas dan penyiraman jagung Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT α=5% Perlakuan Jumlah tongkol per tanaman Jumlah baris per tongkol Jumlah biji per baris Jumlah biji per tongkol Bobot 100 biji (g) Waktu tanam 26 Februari 2019 1.02 12.80 20.15 274.41 28.09b 12 Maret 2019 1.02 13.58 23.93 333.21 30.14a 26 Maret 2019 1.01 11.71 19.03 240.70 29.16ab Rerata 1.01 12.70 21.04 282.77 29.13 Varietas Lokal 1.00b 10.95c 11.94c 135.84c 31.93a Lamuru 1.01b 12.87b 19.83b 265.18b 28.7b Pioneer-36 1.03a 14.27a 31.34a 447.29a 26.76c Rerata 1.01 12.70 21.04 282.77 29.13 Penyiraman Tidak disiram 1.01 12.47b 20.16 267.66b 28.46b Disiram 1.01 12.92a 21.91 297.88a 29.80a Rerata 1.01 12.70 21.04 282.77 29.13 Tabel 4. Tanggap jumlah tongkol per tanaman, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per baris dan jumlah biji per tongkol terhadap perlakuan waktu tanam, varietas dan penyiraman jagung Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT α=5% interaksi antara waktu tanam, varietas dan penyiraman berpengaruh nyata terhadap produksi. Jagung varietas Pioneer-36 yang ditanam pada tanggal 12 Maret 2019 dan 26 Februari 2019 yang disiram memiliki produksi tertinggi yaitu 8.47 ton ha -1 dan 7.78 ton ha -1 dari perlakuan lainnya. Sementara jagung varietas Lokal yang ditanam pada tanggal 26 Maret 2019 baik yang disiram maupun tidak disiram memiliki produksi paling rendah yaitu 0.34 dan 0.46 ton ha -1 (Tabel 5). Hal ini diduga pada varietas Pioneer-36 yang di tanam pada tanggal 26 Februari dan 12 Maret memiliki ketersediaan air (curah hujan tinggi) dan intersepsi radiasi matahari yang tinggi sehingga proses fotosintesis untuk pembentukan asimilat berjalan dengan baik dan juga didukung oleh karakter komponen hasil yang tinggi sehingga produksi biji yang di hasilkan juga tinggi. Menurut Pratama et al. (2019) karakter komponen hasil memberikan kontribusi yang besar terhadap kemampuan menghasilkan biji pipilan. Tanggap terhadap perlakuan penyiraman (peningkatan hasil), varietas Lamuru paling tanggap pada waktu tanam tanggal 26 Maret 2019 (143.75%), diikuti waktu tanam tanggal 26 Februari 2019 (59.57%) dan varietas Pioneer- 36 pada waktu tanam 12 Maret 2019 (58.75%) serta varietas Lokal yang ditanam pada tanggal 12 Maret 2019. Sementara varietas Lamuru yang ditanam pada tanggal 12 Maret 2019 kurang tanggap terhadap perlakuan penyiraman yaitu 20.34%, diikuti varietas Pioneer-36 pada waktu tanam26 Maret 2019 sebesar 29.23%, Varietas Pioneer-36 pada waktu tanam 26 Februari 2019 yaitu 34.62%, Varietas Lokal pada waktu tanam 26 Maret 2019 sebesar 35.62% dan varietas Lokal pada waktu tanam 26 Februari 2019 sebesar 37.50%. ## Pembahasan Umum Perbedaan waktu tanam memperlihatkan kondisi lingkungan yang berbeda pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung, sehingga menghasilkan produksi jagung yang berbeda pula. Penentuan waktu tanam yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat akan menghasilkan produksi yang tinggi. Selain itu, penggunaan varietas yang tepat juga dapat meningkatkan produksi. Intersepsi radiasi matahari merupakan selisih antara radiasi datang dengan yang ditransmisikan (yang diteruskan sampai di bawah tajuk tanaman). Berdasarkan Gambar 1a diketahui bahwa tanaman dengan waktu tanam 26 Februari dan 12 Maret 2019 mengintersepsi radiasi lebih banyak dibandingkan dengan yang waktu tanam tanggal 26 Maret 2019. Intersepsi radiasi sangat dipengaruhi oleh struktur kanopi tanaman melalui ILD dan koefisien pemadaman tajuk. Sebagian radiasi matahari yang sampai ke permukaan daun pada awal pertumbuhan dimanfaatkan untuk menambah luas daun ( source ). Bertambahnya luas daun akan meningkatkan penyerapan energi matahari oleh daun untuk pembentukan sink . Sementara itu, pada tanaman jagung yang ditanam pada tanggal 26 Maret 2019 mempunyai ILD yang rendah disebabkan karena pengguguran dan penyempitan daun, serta banyak terjadi penutupan awan (mendung) tetapi tidak sampai turun hujan. Keadaan tersebut berdampak pada rendahnya radiasi yang sampai ke permukaan yang mampu diserap oleh tanaman. Defisit radiasi akan mengganggu keserasian antara source dan sink . Selain dipengaruhi oleh radiasi matahari juga dipengaruhi oleh air (curah hujan). Anjum et al . (2011) mengemukakan bahwa cekaman air secara langsung berdampak pada laju fotosintesis. Hal ini sebagai akibat menutupnya stomata dan meningkatnya resistensi mesofil yang akhirnya memperkecil hasil fotosintesis. Tabel 6 menunjukkan uji korelasi intersepsi radiasi 75 HST dengan ILD dan produksi berdasarkan waktu tanam pada masing-masing varietas. Intersepsi radiasi matahari berkorelasi positif sangat nyata dengan ILD dan produksi. Semakin tinggi nilai ILD maka radiasi yang diintersepsikan akan semakin banyak dan produksi tanaman jagung semakin tinggi. Nilai korelasi tersebut dengan tingkat yang berbeda Perlakuan Penyiraman Peningkatan hasil (%) Tidak disiram Disiram Waktu tanam Varietas ----------------------ton ha -1 ------------------- 26 Februari 2019 Lokal 0.89jk 1.22jk 37.50 Lamuru 2.61gh 4.17de 59.57 Pionner-36 5.78b 7.78a 34.62 12 Maret 2019 Lokal 1.11jk 1.58ij 42.50 Lamuru 3.22fg 3.88def 20.34 Pionner-36 5.33bc 8.47a 58.75 26 Maret 2019 Lokal 0.34k 0.46k 35.62 Lamuru 0.89jk 2.17hi 143.75 Pionner-36 3.61ef 4.67cd 29.23 Tabel 5. Tanggap peubah bobot kering biji beberapa varietas jagung terhadap perlakuan waktu tanam dan penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 5% antar varietas. Hal ini kemungkinan disebabkan varietas yang berbeda memiliki efisiensi penggunaan radiasi yang berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan mengintersepsi dan mengubah radiasi matahari ke bobot kering juga berbeda. Jumlah tongkol per tanaman, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per baris, dan jumlah biji per tongkol memiliki korelasi positif dengan produksi, masing-masing memiliki nilai 0.580, 0.742, 0.854, 0.874 berturut-turut. Hal ini menunjukkan apabila peubah komponen hasil di atas memiliki nilai yang tinggi, maka produksi tanaman jagung juga semakin tinggi. Tingkat produksi ditentukan oleh 85% atau lebih dari ukuran atau kapasitas sink (ukuran tongkol). Pada perlakuan waktu tanam tanggal 12 Maret 2019 dengan varietas Pioneer-36 yang disiram dan tidak disiram cenderung memiliki nilai yang paling baik pada peubah komponen hasil dan produksi tanaman jagung. ## KESIMPULAN Waktu tanam tanggal 12 Maret 2019 di Nusa Tenggara Timur merupakan waktu tanam yang tepat dan sesuai dengan tingkat ketersediaan radiasi matahari dan air sehingga memberikan produksi jagung Pioneer-36 sebesar 8.47 ton ha -1 yang lebih baik dibandingkan produksi jagung Lokal dan Lamuru pada waktu tanam lainnya. Jagung varietas Pioneer-36 yang ditanam pada tanggal 12 Maret 2019 menunjukkan pertumbuhan dan hasil tertinggi daripada varietas lainnya. Penanaman jagung varietas Pioneer-36 pada tanggal 12 Maret 2019 dengan ketersediaan air dan radiasi dengan penggunaan yang lebih efisien dan tingkat intersepsi yang lebih tinggi menghasilkan produksi tertinggi yaitu 8.47. Hal tersebut didukung oleh adanya keselarasan tanggap kapasitas source (luas daun) dan kapasitas sink (ukuran tongkol). ## DAFTAR PUSTAKA Akmali, H.A., E. Suharyanto. 2017. Pengaruh perbedaan intensitas cahaya dan penyiraman pada pertumbuhan jagung ( Zea mays L.) ‘Sweet Boy-02’. J. Sain Dasar. 6:8-16. Anjum, S.A., X. Xie, L. Wang, M.F. Saleem, C. Man, W. Laei. 2011. Morphological, physiological and biochemical responses of plants to drought stress. Afr. J. Agric. Res. 6:2026-2032. Ariyanto, A., M.S. Hadi, M. Kamal. 2015. Kajian intersepsi cahaya matahari pada tiga varietas sorgum ( Sorghum bicolor L.) dengan kerapatan tanaman berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubi kayu ( Manihot esculenta Crantz). J. Agrotek Tropik. 3:355-361. Belay, A.T., R.H. Patil. 2018. Response of maize hybrids to sowing dates in Northern Trazitional Zone of Karnataka. Int. J. Pure App. Biosci . 6:71-84. Dainty, I., S.H. Abdullah, A. Priyati. 2016. Analisis peluang curah hujan untuk penetapan pola dan waktu tanam serta pemilihan jenis komoditi yang sesuai di Desa Masbagik Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur. J. Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem 4:207-216. Dwiratna, S.N.P., E. Suryadi, K.D. Kamaratih. 2016. Optimasi pola tanam pada lahan sawah tadah hujan di Kecmatan Cimanggung Kabupaten Sumedang. J. Teknotan. 10:37-45. Harrison, L., J. Michaelsen, C. Funk, G. Husak. 2011. Effects of temperature changes on maize production in Mozambique. Climate Research 46:211-222. Indrawan, R.R., A. Suryanto, R. Soeslistyono. 2017. Kajian iklim mikro terhadap berbagai sistem tanam dan populasi tanaman jagung manis ( Zea mays saccharata Sturt.). J. Produksi Tanaman 5:92-99. Khairiyah, S. Khadijah, M. Iqbal, S. Erwan, Norlian, Mahdiannoor. 2017. Pertumbuhan dan hasil tiga varietas jagung manis ( Zea mays saccharata Sturt.) terhadap berbagai dosis pupuk organik hayati pada lahan rawa lebak. Ziraa’ah 42:230-240. Maharani, P.D., A. Yunus, D. Harjoko. 2018. Jarak tanam berbeda pada uji daya hasil lima varietas jagung hibrida. J. Agrotech. Res . 2:52-57. Peubah Intersepsi radiasi matahari 75 HST ILD Varietas lokal ILD 0.606** Produksi 0.715** 0.473* Varietas Lamuru ILD 0.857** Produksi 0.834** 0.884** Varietas Pioneer-36 ILD 0.747** Produksi 0.591* 0.860** Tabel 6. Hasil uji korelasi intersepsi radiasi matahari 75 HST dengan ILD dan produksi dari tanaman jagung berdasarkan waktu tanam pada masing- masing varietas Keterangan: ILD = indeks luas daun; HST = hari setelah tanam; * = nyata pada taraf α = 5%; ** = sangat nyata pada taraf α = 1% Mubarak, S., Impron, T. June. 2018. Efisiensi penggunaan radiasi matahari dan respon tanaman kedelai ( Glycine max L.) terhadap penggunaan mulsa reflektif. J. Agron. Indonesia 46:247-253. Perrin, P.M., F.J.G. Mitchell. 2013. Effects of shade on growth, biomass allocation and leaf morphology in European yew ( Taxus baccata L.). Eur. J. For. Res . 132:211-218. Pratama, E.Y., R. Hasputri, B. Sutrisno, R.T. Setiyono. 2019. Uji daya hasil pada beberapa calon varietas jagung hibrida. J. Pertanian Presisi 3:120-128. Runtunuwu, E., H. Syahbuddin, F. Ramadhani, Y. Apriyana, K. Sari, W.T. Nugroho. 2013. Tinjauan waktu tanam tanaman pangan di wilayah Timur Indonesia. J. Pangan 22:1-10. Wulandari, F., J. Batoro. 2016. Etnobotani jagung ( Zea maize L.) pada masyarakat lokal di Desa Pandan Sari Kecamatan Pancokusumo Kabupaten Malang. J. Biotropika. 4:17-24. Wulansyah, U.T., A.R. Amin, M.B.D.R. Farid. 2017. Ketahanan beberapa genotipe jagung ( Zea mays L.) sintetik-2 terhadap cekaman kekeringan. J. Agrotan. 3:32-55.
b5f63ad3-14ee-4e00-9cf9-4273bd9a5a0e
https://journal.umpr.ac.id/index.php/mits/article/download/5491/3515
## ANALISIS PENGUJIAN STASIUN SOLO JEBRES SETELAH BEROPERASINYA JALUR KRL YOGYAKARTA – SOLO ## ANALYSIS OF THE SOLO JEBRES STATION TESTING AFTER YOGYAKARTA – SOLO ELECTRIFICATION LINE OPERATION Burhanudin Suni 1 , Yuwono Wiarco 2 , Rusman Prihatanto 3* , Wahyu Tamtomo Adi 4 , David Malaiholo 5 1 Mahasiswa Prodi Teknologi Bangunan dan Jalur Perkeretaapian, Politeknik Perkeretaapian Indonesia Madiun 2, 3, 4, 5 Dosen Prodi Teknologi Bangunan dan Jalur Perkeretaapian, Politeknik Perkeretaapian Indonesia Madiun Korespondensi: rusman@ppi.ac.id ## ABSTRAK Data dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian menyebutkan, pada tahun 2022, KRL Yogyakarta – Solo mengangkut penumpang rata – rata sebanyak 11.815 penumpang/hari dan sejak Februari 2021 total penumpang yang dapat diangkut mencapai 3.153.4750 penumpang. Hal ini merupakan bukti besarnya minat masyarakat akan transportasi publik. Peningkatan jumlah penumpang diimbangi dengan peningkatan prasarana perkeretaapian, khususnya di stasiun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengavaluasi kelaikan stasiun dengan melakukan pengujian berdasarkan PM 30 Tahun 2011 serta mengetahui penerapan standar pelayanan minimum di Stasiun Solo Jebres setelah dioperasikannya KRL. Setelah dilakukan pengujian terhadap stasiun, terdapat fasilitas yang belum memenuhi, yaitu panjang peron yang digunakan untuk naik dan turun penumpang. Sedangkan fasilitas lain sudah memenuhi, seperti tinggi peron, ruang bebas dan gedung. Standar Pelayanan Minimum di Stasiun Solo Jebres untuk pemberhentian kereta jarak jauh terdapat 78 fasilitas sudah sesuai SPM dan 17 fasilitas belum sesuai dengan SPM, sedangkan untuk pemberhentian KRL terdapat 79 fasilitas sudah sesuai dengan SPM dan 16 fasilitas belum sesuai dengan SPM. Kata Kunci: Kereta Rel Listrik , Pengujian Stasiun, Standar Pelayanan Minimum ## ABSTRACT Data from the Directorate General of Railways states that in 2022, the Yogyakarta – Solo electric train will carry an average of 11,815 passengers/day and since February 2021 the total number of passengers that can be carried has reached 3,153,4750 passengers. This is proof of the great public interest in public transportation. The increase in passenger numbers is offset by improvements in railway infrastructure, especially at stations. This research aims to evaluate the suitability of the station by conducting tests based on Ministerial Regulation Number 30 of 2011 and to determine the implementation of minimum service standards at Solo Jebres Station after the operation of the electric train. After testing the station, some facilities were not adequate, namely the length of the platform used for boarding and alighting passengers. Meanwhile, other facilities are adequate, such as platform height, free space and buildings. Minimum service standards at Solo Jebres Station for long-distance train station are 78 facilities comply and 17 facilities do not comply with the minimum service standards, while for electric train station 79 facilities comply and 16 facilities do not comply with these standards. Keywords: Electric Train, Minimum Service Standards, Station Testing. MEDIA ILMIAH TEKNIK SIPIL Volume 11 Nomor 3 September 2023 Hal. 219-225 Analisis Pengujian Stasiun Solo Jebres.., Burhanudin Suni (1) , Yuwono Wiarco (2) , Rusman Prihatanto (3) , Wahyu Tamtomo Adi (4) , David Malaiholo (5) ## PENDAHULUAN Menurut data dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, frekuensi perjalanan Kereta Rel Listrik (KRL) Yogyakarta – Solo 0 adalah 0 20 0 perjalanan pada hari 0 biasa 0 dan 24 0 perjalanan 0 pada 0 akhir 0 pekan. Pada tahun 2022, KRL Yogyakarta – Solo mengangkut penumpang 0 rata – rata 0 sebanyak 11.815 penumpang/hari 0 dan sejak 0 Februari 0 2021 0 total penumpang yang dapat diangkut mencapai 3.153.4750 penumpang. Hal ini merupakan bukti besarnya minat masyarakat akan transportasi publik. Peningkatan jumlah penumpang diimbangi dengan peningkatan prasarana perkeretaapian, khususnya di stasiun. Untuk melayani jenis kereta KRL, maka di Stasiun Solo Jebres dilakukan penyesuaian pada layout dan peron, karena tipikal perhentian kereta KRL yang cukup singkat maka stasiun harus menggunakan peron tinggi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi eksisting Stasiun Solo Jebres, kemudian mengavaluasi kelaikan stasiun dengan melakukan pengujian berdasarkan PM 30 Tahun 2011 serta mengetahui penerapan standar pelayanan minimum di Stasiun Solo Jebres setelah dioperasikannya KRL. ## TINJAUAN PUSTAKA ## Stasiun Kereta Api Berdasarkan pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api, Stasiun kereta api merupakan prasarana kereta api sebagai tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. Stasiun kereta api dibagi menjadi tiga jenis yaitu : 1. Stasiun Penumpang, untuk keperluan naik turun penumpang. 2. Stasiun Barang, untuk keperluan bongkar muat barang. 3. Stasiun Operasi, untuk menunjang pengoperasian kereta api seperti kereta bersilang dan penyusulan. Peron Stasiun Kereta Api Berdasarkan pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api. Peron merupakan bangunan yang terletak di samping jalur kereta api yang berfungsi untuk naik turun penumpang. Persyaratan teknis peron sebagai berikut : 1. Jenis Peron a. Peron 0 tinggi b. Peron 0 sedang c. Peron 0 rendah 2. Persyaratan Penempatan a. Di 0 tepi 0 jalur 0 ( side 0 platform ) b. Di 0 antara 0 dua 0 jalur 0 ( island 0 platform ) 3. Persyaratan Pembangunan a. Tinggi Peron 1) Peron tinggi, 0 tinggi peron 1000 mm, diukur dari kepala rel 2) Peron sedang, 0 tinggi peron 430 mm, diukur dari kepala rel 3) Peron rendah, 0 tinggi peron 180 mm, diukur dari kepala rel b. Jarak 1) Peron 0 tinggi, 1600 mm (untuk jalan rel lurusan) dan 1650 mm (untuk jalan rel lengkungan) 2) Peron sedang, 1350 mm 3) Peron rendah, 1200 mm c. Panjang 0 peron dihitung dengan rangkaian terpanjang kereta api penumpang yang beroperasi d. Lebar peron dihitung berdasarkan jumlah penumpang denganmenggunakan formula sebagai berikut : 𝑏 = 0,64 𝑚2 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑥 𝑉 𝑥 𝐿𝑓 𝑙 ………………… (1) Dimana : b = Lebar peron (m) V = Jumlah rata – rata penumpang per jam sibuk dalam satu tahun (orang) LF = Load factor (80%) l = Panjang peron sesuai dengan rangkaian terpanjang kereta api penumpang yang beroperasi (meter) e. Peron 0 sekurang-kurangnya 0 dilengkapi dengan: 1) Lampu 2) Papan 0 petunjuk jalur 3) Papan 0 petunjuk arah 4) Batas 0 aman peron Analisis Pengujian Stasiun Solo Jebres.., Burhanudin Suni (1) , Yuwono Wiarco (2) , Rusman Prihatanto (3) , Wahyu Tamtomo Adi (4) , David Malaiholo (5) Gedung 0 Stasiun 0 Kereta 0 Api Berdasarkan pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun0 2011 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api. Gedung stasiun kereta api adalah Gedung untuk operasional kereta api yang terdiri dari Gedung untuk kegiatan pokok, Gedung untuk kegiatan penunjang dan Gedung untuk kegiatan jasa pelayanan khusus. Gedung stasiun memiliki tiga jenis yaitu: 1. Gedung stasiun kegiatan 0 pokok 2. Gedung stasiun kegiatan 0 penunjang 3. Gedung stasiun kegiatan 0 jasa pelayanan Kebutuhan luas bangunan gedung stasiun dihitung dengan formula sebagai berikut : L = 0,64 m2/orang x V x LF …………. (2) Dimana : L = Luas bangunan (m2) V = Jumlah rata – rata penumpang per jam sibuk dalam satu tahun (orang) LF = Load factor (80%) ## Persyaratan Teknis Instalasi Pendukung Berdasarkan pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api. Instalasi pendukung bangunan stasiun kereta api merupakan instalasi yang mendukung kegiatan operasional kereta api. Instalasi pendukung pada bangunan stasiun terdiri atas: 1. Instalasi 0 Listrik 2. Instalasi 0 Air 3. Pemadam ## 0 Kebakaran ## Standar Pelayanan Minimum Berdasarkan pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 63 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkuran Orang dengan Kereta Api, Standar Pelayanan Minimum (SPM) adalah ukuran minimum pelayanan yang harus dipenuhi oleh penyedia layanan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa, yang harus dilengkapi dengan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyedia layanan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. SPM pelayanan penumpang kereta api terdiri dari SPM di stasiun kereta api dan SPM dalam perjalanan. SPM di stasiun kereta api mencakup keselamatan, keamanan, kehandalan, kenyamanan, kemudahan dan kesetaraan. ## METODE Metode pelaksanaan penelitian adalah sesuai diagram alir sebagaimana Gambar 1 . ## Metode Pengumpulan Data Berikut merupakan metode untuk mengumpulkan data selama pengerjaan penelitian : 1. Data Primer Data primer diperoleh dengan melakukan pengujian stasiun berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 30 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 63 Tahun 2019 2. Data Sekunder Data sekunder yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data kereta api yang beroperasi dan data jumlah penumpang di Stasiun 0 Solo Jebres ## Metode Analisis Data Dalam penelitian proses analisis data beberapa tahapan yaitu pengumpulan data kondisi eksisting Stasiun Solo Jebres saat ini. Data tersebut meliputi data kereta api yang berhenti serta jumlah penumpang yang naik dan turun di stasiun. Tahapan selanjutnya adalah melakukan pengujian Stasiun Solo Jebres berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 30 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengujian dan Pemberian Sertifikat Prasarana Perkeretaapian. Hasil pengujian kemudian dianalisis dengan cara dibandingkan standar yang berlaku. Setelah itu di periksa pemenuhan Standar Pelayanan Minimum terhadap semua fasilitas yang ada di stasiun berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 63 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang dengan Kereta Api. Tahapan berikutnya adalah menarik kesimpulan terhadap hasil pengujian dan hasil pemeriksaan standar pelayanan minimal di Stasiun Solo Jebres. Analisis Pengujian Stasiun Solo Jebres.., Burhanudin Suni (1) , Yuwono Wiarco (2) , Rusman Prihatanto (3) , Wahyu Tamtomo Adi (4) , David Malaiholo (5) Gambar 1. Diagram 0 Alir 0 Penelitian ## HASIL DAN PEMBAHASAN Data Teknis Stasiun Data Teknis Stasiun Solo Jebres adalah sebagai berikut : ▪ Letak stasiun : km 260+634 lintas Surabaya – Solo Balapan. ▪ Kelas stasiun : Kelas besar tipe C ▪ Ketinggian stasiun : 97 mdpl ▪ Jumlah jalur : 8 ▪ Jumlah kereta berhenti : 24 KRL dan 8 KA Jarak Jauh Gambar 2. Lokasi Stasiun Solo Jebres Analisis Pengujian Stasiun Solo Jebres.., Burhanudin Suni (1) , Yuwono Wiarco (2) , Rusman Prihatanto (3) , Wahyu Tamtomo Adi (4) , David Malaiholo (5) Gambar 3. Tampak Depan Stasiun Solo Jebres ## Pengujian Stasiun Solo Jebres Pengujian dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 30 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengujian dan Pemberian Sertifikat Prasarana Perkeretaapian. Pengujian yang dilakukan yaitu sebagai berikut : 1. Pengujian Ruang Bebas Hasil pengujian ruang bebas seperti pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Hasil 0 Pengujian 0 Ruang 0 bebas Pengujian Standar Hasil Ket. Peron I Peron II Peron III a. Pada ketinggian +40 mm Minimal 1.000 mm 1.360 mm 1.350 mm 1.630 mm M b. Pada ketinggian +180 mm Minimal 1.300 mm 1.360 mm 1.350 mm 1.630 mm M c. Pada ketinggian +430 mm Minimal 1.300 mm 1.360 mm 1.350 mm 1.630 mm M d. Pada ketinggian +750 mm Minimal 1.530 mm 3.540 mm 3.550 mm 1.630 mm M e. Pada ketinggian +1.000 mm Minimal 1.600 mm 3.540 mm 3.550 mm 1.630 mm M f. Pada ketinggian +3.550 mm Minimal 1.950 mm 3.540 mm 3.550 mm 3.340 mm M g. Pada ketinggian +4.050 mm Minimal 2.550 mm 3.540 mm 3.550 mm 3.340 mm M ## Ket : M = Memenuhi Pengujian ruang bebas LAA di Stasiun Solo Jebres didapatkan hasil seperti pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Hasil 0 Pengujian 0 Ruang 0 Bebas 0 LAA Pengujian Standar Hasil Ket. Peron I Peron II Peron III a. Pada ketinggian +4.050 mm Minimal 2.550 mm 3.540 mm 3.550 mm 3.340 mm M b. Pada ketinggian +4.320 mm Minimal 2.550 mm 3.540 mm 3.550 mm 3.340 mm M c. Pada ketinggian Minimal 3.540 3.550 3.340 M Pengujian Standar Hasil Ket. Peron I Peron II Peron III +4.845 mm 2.550 mm mm mm mm d. Pada ketinggian +5.045 mm Minimal 2.550 mm - - - - e. Pada ketinggian +5.200 mm Minimal 1.950 mm - - - - Ket : M = Memenuhi 2. Pengujian Peron Hasil pengujian peron di Stasiun Solo Jebres didapatkan hasil sebagimana Tabel 3 berikut: Tabel 3 Hasil Pengujian Lebar Peron Peron Jenis Peron Posisi Peron Lebar Ket. Standar Hasil Peron I Sedang Ditepi jalur Minimal 1.900 mm 2.850 mm M Peron II Sedang Diantara dua jalur Minimal 2.500 mm 4.800 mm M Peron III Tinggi Diantara dua jalur Minimal 2.000 mm 4.000 mm M Ket : M = Memenuhi Pengujian tinggi peron di Stasiun Solo Jebres didapatkan hasil sebagimana Tabel 4 berikut. Tabel 4 Hasil Pengujian Tinggi Peron Peron Jenis Peron Posisi Peron Tinggi Ket. Standar Hasil Peron I Sedang Ditepi jalur 430 mm 450 mm M Peron II Sedang Diantara dua jalur 430 mm 450 mm M Peron III Tinggi Diantara dua jalur 1.000 mm 1.040 mm M ## Ket : M = Memenuhi Pengujian panjang peron didasarkan pada kereta terpanjang yang berhenti di Stasiun Solo Jebres. Berdsarakan data sekunder, kereta terpanjang yang berhenti di Stasiun Solo Jebres adalah kereta Brawijaya dengan panjang 236 m. hasil pengujian panjang peron seperti pada Tabel 5 dibawah ini. Tabel 5 Hasil Pengujian Panjang peron Peron Panjang Peron Standar Ket. Peron I 201 m Minimal 236 m TM Peron II 201 m Minimal 236 m TM Peron III 193 m Minimal 236 m TM Ket : TM = Tidak Memenuhi 3. Pengujian Gedung Pengujian gedung Stasiun Solo Jebres Analisis Pengujian Stasiun Solo Jebres.., Burhanudin Suni (1) , Yuwono Wiarco (2) , Rusman Prihatanto (3) , Wahyu Tamtomo Adi (4) , David Malaiholo (5) dilakukan dengan melakukan observasi, untuk menganalisis gedung stasiun apakah telah sesuai dengan persyaratan teknis dengan berdasarkan pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api. Bagian gedung stasiun yang diuji terdiri dari : a. Gedung untuk kegiatan pokok b. Gedung untuk kegiatan penunjang stasiun kereta api c. Gedung untuk kegiatan jasa pelayanan khusus 0 di 0 stasiun 0 kereta 0 api Berdasarkan pengujian, sebagian besar memenuhi standar, namun terdapat beberapa item pengujian yang tidak memenuhi standar yaitu ruang fasilitas kesehatan, pertokoan, restoran, perhotelan, penitipan barang, ruang atm. Luas bangunan gedung stasiun dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api. Untuk menghitung luas gedung stasiun maka diperlukan data jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk dalam satu tahun. Data menunjukkan jumlah rata-rata penumpang di Stasiun Solo Jebres sebesar 424 orang, maka kebutuhan luas bangunan gedung stasiun yang dihitung menggunakan rumus (2) adalah sebagai berikut : 𝐿 = 0,64 𝑐𝑚 2 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 × 𝑉 × 𝐿𝐹 𝐿 = 0,64 𝑐𝑚 2 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 × 424 × 80% 𝐿 = 217,088 𝑚 2 Berdasarkan hasl perhitungan, didapatkan keperluan luas gedung Stasiun Solo Jebres adalah sebesar 217,088 m 2 . 4. Pengujian Instalasi Pendukung Pengujian instalasi pendukung dilakukan dengan observasi ketersediaan instalasi pendukung pada Stasiun Solo Jebres. Hasil observasi menunjukkan sebagian besar memenuhi standar/persyaratan teknis. Namun, terdapat beberapa item yang tidak memenuhi standar yaitu sprinkle , smoke detector , hydrant , fire alarm . ## Pemeriksaan Standar Pelayanan Minimum Pemeriksaan terhadap Standar Pelayanan Minimum pada Stasiun Solo Jebres dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 63 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang dengan Kereta Api. Pengujian Standar Pelayanan Minimum dilakukan pada 95 standar. Hasil pemeriksaan Standar Pelayanan Minimum pada Stasiun Solo Jebres yang berfungsi sebagai stasiun naik dan turun untuk Kereta Api Jarak Jauh (KAJJ) menunjukkan sebanyak 78 (82,11%) fasilitas memenuhi standar dan sebanyak 17 (17,89%) fasilitas tidak memenuhi standar. Fasilitas yang tidak memenuhi standar tersebut yaitu sprinkle , smoke detector , hydrant , fire alarm , fasilitas obat – obatan, petugas paramedis, tandu, kamar mandi wanita, batas antrean naik turun penumpang dan intensitas cahaya lampu penerangan di ujung peron. Berdasarkan data tersebut dapat diperoleh presentase fasilitas yang telah memenuhi dan tidak memenuhi yaitu : Gambar 4 Diagram Hasil Pemeriksaan SPM KAJJ Pemeriksaan Standar Pelayanan Minimum stasiun Solo Jebres sebagai tempat pemberhentian Kereta Rel Listrik (KRL) didapatkan hasil yaitu sebanyak 79 item pemeriksaan SPM memenuhi standar atau sebesar 83,16% dan sebanyak 16 item fasilitas yang tidak memenuhi standar atau sebesar 16,84%. Fasilitas yang tidak memenuhi standar yaitu sprinkle , smoke detector , hydrant , fire alarm , tandu , fasilitas obat – obatan, petugas paramedis, batas antrean naik turun penumpang dan intensitas cahaya lampu penerangan di ujung peron. Analisis Pengujian Stasiun Solo Jebres.., Burhanudin Suni (1) , Yuwono Wiarco (2) , Rusman Prihatanto (3) , Wahyu Tamtomo Adi (4) , David Malaiholo (5) Gambar 5 Diagram Hasil Pengujian SPM KRL Rekapitulasi Pengujian Standar Pelayanan Minimum Stasiun Solo Jebres sebagaimana Tabel 5 di bawah ini. Tabel 6 Hasil Pemeriksaan SPM Stasiun Solo Jebres NO JENIS STASIUN JUMLAH STANDAR MEMENUHI TIDAK MEMENUHI 1 Kereta Jarak Jauh 95 78 17 2 KRL 95 79 16 ## KESIMPULAN Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengujian yang dilakukan di Stasiun Solo Jebres meliputi pengujian ruang bebas, pengujian peron, pengujian gedung dan instalasi pendukung. Dari pengujian tersebut, panjang peron Stasiun Solo Jebres belum memenuhi panjang minimal peron yang dibutuhkan. 2. Pemeriksaan Standar Pelayanan Minimum di Stasiun Solo Jebres sebagai pemberhentian kereta jarak jauh, terdapat 78 fasilitas yang sudah memenuhi standar dan 17 fasilitas yang belum memenuhi standar pelayanan minimum. Sedangkan untuk pemberhentian kereta rel istrik (KRL) terdapat 79 fasilitas yang sudah memenuhi standar dan 16 fasilitas yang belum memenuhi standar pelayanan minimum. ## DAFTAR PUSTAKA Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 30 Tahun 2011 tentang Standar dan Tata Cara Perawatan Prasarana Perkeretaapian. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012 tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. (2019). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 63 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang Dengan Kereta Api. Khairunnisa, N., & Arief, M. (2022). Analisis Audit Kepatuhan Standar Pelayanan Minimum Angkutan Kereta Api Penumpang di Stasiun Besar Medan. Ilmu Komputer, Ekonomi Dan Manajemen, 2(2), 2694–2705. Kurniawan, W. D., & Putra, K. H. (2021). Evaluasi Kinerja Pelayanan Stasiun Kereta Api Sidoarjo Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum Dan IPA (Importance Performance Analysis). 37–44. Nurdiansyah, M. Alfian, & Sudarwati. (2020). Perencanaan Peningkatan Emplasemen Stasiun Sukabumi Untuk Mendukung Operasional Jalur Ganda Bogor-Sukabumi. 19(1), 49–56. Pramusinto, Aldy Yudha. (2021). Analisis Pengujian Stasiun Surabaya Gubeng Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 30 Tahun 2011. 1–70. Presiden Republik Indonesia. (2007). Undang- undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Riyanta, W. (2015). Persepsi Penumpang Kereta Api Terhadap Tingkat Pelayanan Stasiun Tugu Yogyakarta. 8(9), 47–58.
b0ac108d-c65b-44c2-9f20-bceb7cb85c8f
https://ejournalunb.ac.id/index.php/AGRI/article/download/350/322
## Tangguh Prakoso, Heny Alpandari Department of Agrotechnology, Faculty of Agriculture, Universitas Muria Kudus, Jl. Lingkar Utara UMK, Gondangmanis, Bae, Kudus - 59327 Jawa Tengah - Indonesia, e-mail korespondensi: tangguh.prakoso@umk.ac.id e-mail: heny.alpandari@umk.ac.id ## POTENSI PENGGUNAAN BAHAN TANAM BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum L.) MELALUI TEKNIK PENANAMAN TSS ( TRUE SHALLOT SEED ) ( Potential of Planting Technique Material TSS (True Shallot Seed) on Shallot ( Allium ascalonicum L. ) ## AGRISINTECH Journal of Agribusiness and Agrotechnology Vol. 2, No. 2 (2021 ) ## ABSTRACT Allium ascalonicum L. or generally known as shallot, is one of the commodities belonging to the important vegetables in Indonesia. In Indonesia, shallots are cultivated vegetatively with seed tubers which are also used as consumption tubers. because it is more practical and easy, and has a high success rate. Needs in large quantities will next planting material, forcing farmers to expend considerable cost to meet the needs of planting material especially made from tubers. One alternative solution the problem of planting material which at the same time increases the production and quality of shallots is the technology of healthy planting material, namely True Shallot Seed (TSS). TSS is the development of shallot planting material through seeds. TSS is considered better because it has the advantages of a lower seed needs, as well as more resistant to pest and diseases. There is no interaction between varieties with population density/planting spacing, however, the use of the Bima variety is considered to have tuber sizes that tend to be larger than the others, this is evidenced by the weight of fresh bulbs and dry bulbs that are heavier than the others. However, it has a growth tendency such as plant height and number of leaves per clump which is smaller than other varieties. Keywords: density, shallot, true shallot seed, varieties ## ABSTRAK Allium ascalonicum L. atau secara umum dikenal sebagai bawang merah, merupakan salah satu komoditas yang tergolong dalam sayuran penting di Indonesia. Pada umumnya di Indonesia, budidaya bawang merah dibudidayakan secara vegetatif melalui umbi bibit yang sekaligus digunakan sebagai umbi konsumsi. karena dianggap lebih praktis dan mudah, serta dianggap memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Kebutuhan dalam jumlah besar akan bahan tanam berikutnya, memaksa petani untuk mengeluarkan biaya yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan bahan tanam khususnya yang berbahan umbi. Salah satu solusi alternatif mengatasi permasalahan bahan tanam yang sekaligus meningkatkan produksi dan kualitas bawang merah adalah dengan teknologi bahan tanam yang sehat yaitu True Shallot Seed (TSS). TSS merupakan pengembangan bahan tanam bawang merah melalui biji. TSS dinilai lebih baik karena memiliki keunggulan kebutuhan benih yang lebih rendah, serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit. Tidak ada interaksi antar varietas dengan kepadatan populasi/jarak tanam, namun penggunaan varietas Bima dinilai memiliki ukuran umbi yang cenderung lebih besar dari yang lain, hal ini dibuktikan dengan bobo tumbi segar dan umbi kering yang lebih berat dari yang lain. Namun memiliki kecenderungan pertumbuhan seperti tinggi tanaman dan jumlah daun per rumpun yang lebih kecil dibandingkan varietas lainnya. Kata Kunci: bawang merah, kerapatan, true shallot seed , varietas ## PENDAHULUAN Allium ascalonicum L. atau secara umum dikenal sebagai bawang merah, merupakan salah satu komoditas yang tergolong dalam sayuran penting di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya produksi bawang merah di Indonesia dari tahun 2017-2020 dengan besar rata-rata peningkatan 2,83% setiap tahunnya sehingga hal ini juga membuktikan meningkatnya juga permintaan bawang merah setiap tahunnya (BPS, 2020). Kegiatan usaha tani yang intensif serta permintaan pasar akan bawang merah yang cenderung meningkat setiap tahunnya, mendorong petani untuk dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang sesuai. Kebutuhan dalam jumlah besar akan bahan tanam berikutnya, memaksa petani untuk mengeluarkan biaya yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan bahan tanam khususnya yang berbahan umbi (Prayudi et al. , 2020). Hal ini juga disampaikan oleh (Prayudi et al. , 2020) umumnya di Indonesia, budidaya bawang merah dibudidayakan secara vegetatif melalui umbi bibit yang sekaligus digunakan sebagai umbi konsumsi karena dianggap lebih praktis dan mudah. Sayangnya, penggunaan bahan tanam umbi konsumsi sebagai bahan tanam memiliki beberapa kendala dan kelemahan, terutama berkaitan dengan kualitas sebagai benih yang semakin menurun jika bahan tanam digunakan secara turun menurun sehingga akan merugikan petani kedepannya dan berpotensi bahan tanam tersebut membawa hama dan penyakit, kemudian sulitnya dalam hal penyediaan, serta pengelolaan seperti penyimpanan dan pendistribusiannya (Pangestuti & Endang, 2011) , selain itu biaya penyediaan yang cukup tinggi yaitu ± 40% dari total biaya produksi yang dikeluarkan sehingga biaya menjadi mahal (Basuki, 2009). Salah satu solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan bahan tanam untuk meningkatkan produksi dan kualitas bawang merah adalah dengan teknologi bahan tanaman yang sehat True Shallot Seed (TSS) yaitu pengembangan bahan tanam bawang merah melalui biji. Penggunaan TSS memiliki beberapa kelebihan digandingkan dengan penggunaan bahan tanam umbi, antara lain volume kebutuhan yang lebih rendah yaitu 3-4 kg/ha hal ini jauh lebih kecil dibandingkan kebutuhan bahan tanam umbi bibit yaitu 1-1,5 ton/ha, pengelolaan TSS seperti pengangkutan dan penyimpanan lebih mudah dan murah, menghasilkan tanaman yang lebih sehat karena TSS lebih bebas patogen penyakit sehingga umbi akan lebih berkualitas (Sumarni et al., 2012), selain itu penggunaan umbi bibit yang berasal dari biji botani ( True Shallot Seeds ), dapat digunakan untuk menekan pengeluaran dengan cara, menekan kebutuhan bibit yang digunakan untuk penanaman. Penggunaan bahan tanam TSS memiliki beberapa permasalahan, yaitu pada daya tumbuh dan ketahanan bibit yang cenderung rendah terhadap lingkungan. Sehingga perlu adanya teknologi untuk mengatasi permasalah tersebut sehingga dapat digunakan sebagai sumber bahan tanam bawang merah utama yang memiliki potensi baik kedepannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, tujuan dari studi ini adalah untuk mendapatkan informasi sehingga dapat mengetahui potensi TSS sebagai sumber bahan tanam bawang merah dari sisi (1) daya viabilitasnya, (2) pertumbuhannya, dan (3) dari segi potensi produktivitasnya. ## METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penyusunan jurnal review ini adalah, membaca serta mengumpulkan referensi dari hasil penelitian beberapa artikel ilmiah, yang kemudian dibandingkan untuk mendapatkan informasi review jurnal selengkapnya sesuai dengan topik. Prakoso, T. & Alpandari, H.: Potensi Penggunaan Bahan Tanam Bawang Merah (Allium ascalonicum L) Melalui Teknik Penanaman TSS (True Shallot Seed) (59-67) ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## A. Daya Kecambah Biji Bawang Merah Salah satu upaya peningkatan produktivitas bawang merah memerlukan suatu dukungan dari varietas yang unggul dan memiliki mutu benih yang baik, yang dapat mencangkup aspek genetic, fisiologi dan fisik. Salah satu penyebab masih sedikitnya penggunaan biji sebagai bahan tanam bawang merah yaitu dalam perbanyakan/penyediaan biji ( True Shallot Seed ) yang masih sulit dalam pembungaan, serta masih rendahnya persentasi daya tumbuh biji tersebut untuk dapat hidup,keragaman kualitas tanaman yang dihasilkan, serta masih kurangnya teknologi pembibitan dan pembudidayaan bawang merah dari biji (Triharyanto et al. , 2013). Salah satu cara mengukur mutu suatu biji sebagai bahan tanam dapat dilihat dari tingkat viabilitas dari biji tersebut, salah satunya dengan pengukuran daya kecambahnya. Pengujian daya kecambah dilakukan dengan cara mengecambahkan sejumlah benih/biji pada kondisi yang sesuai pada suatu periode waktu tertentu sehingga mendapatkan nilai daya kecambah biji dalam satuan persen (Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Perbenihan, 2019). Umumnya viabilitas benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Hasil penelitian Syaikhudin (2015) menyatakan bahwa daya kecambah biji bawang merah varietas tuk-tuk memiliki respon positif dengan rerata daya kecambah mencapai lebih dari 80% dengan rerata kenaikan dari hari ke-4 hingga hari ke-7 daya kecambah meningkat sebesar 1,33%. Hal ini mengartikan benih yang berkecambah dapat ditanam dilahan dengan tingkat keseragaman tumbuh dan kemampuan tumbuh yang baik. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian dari Setiawan et al . (2021) yang menyatakan bahwa benih bawang merah memiliki rata-rata daya kecambah diatas 80%, selain itu pemberian penambahan ZPT berupa giberelin juga dapat membantu menambah kecepatan daya kecambah dengan konsentrasi 2-8 ppm selama 12-24 jam. Daya kecambah yang didapatkan menunjukkan bahwa benih bawang merah memiliki kualitas yang baik, hal ini juga didukung oleh pendapat dari Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Perbenihan (2019) yang menetapkan kualitas benih yang sesuai dengan SNI yaitu sebesar 70-80%. Tetapi menurut Kartasapoetra (2003), suatu benih yang memiliki viabilitas sebesar 90% tergolong dalam benih yang berkualitas tinggi, sehingga saat proses penanaman dapat mengaplikasikan 1 lubang untuk 1 biji bawang merah. Petani bawang di Indonesia cenderung menggunakan umbi konsumsi sebagai bahan tanam. Kelemahan dari penggunaan umbi konsumsi sebagai bahan tanam selain harga yang mahal, umbi bawang merah tidak dapat disimpan pada jangka waktu yang lama, sehingga hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi petani. Dari permasalahan tersebut maka penggunaan biji untuk pengganti umbi sebagai bahan tanam merupakan salah satu alternatif . Namun biji bawang merah masih memiliki beberapa kelemahan yaitu daya kecambah yang akan cepat menurun jika tidak tepat dalam penyimpanannya. Salah satu cara menguji seberapa lama biji khususnya bawang merah dapat mempertahankan viabilitasnya selama proses penyimpanan adalah dengan pengujian daya berkecambah untuk beberapa waktu sebelum dilakukan penanaman di lapangan. Prakoso, T. & Alpandari, H.: Potensi Penggunaan Bahan Tanam Bawang Merah (Allium ascalonicum L) Melalui Teknik Penanaman TSS (True Shallot Seed) (59-67) Menurut penelitian Yulyatin & Haryati (2016) daya kecambah dari biji bawang merah akan semakin menurun seiring dengan makin lama penyimpanan hal ini dibuktikan menurunnya daya kecambah pada periode simpan 4 bulan dari 90% menjadi 55,5% dan pada periode simpan 6 bulan daya berkecambah biji menurun lebih rendah yaitu hingga 49% yang disimpan dengan kemasan kantong klip pada suhu ruang dan akan terus menurun karena tingkat vigor awal benih tidak dapat dipertahankan, dan biji yang disimpan selalu mengalami proses penurunan mutu biji secara kronologis selama penyimpanan, hal ini juga didukung oleh pernyataan oleh Waluyo et al . (2014) dimana mutu dari suatu biji dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan biji tersebut. Penyimpanan suatu biji berhubungan dengan kadar air benih, semakin rendah kadar air benih, maka biji akan semakin baik. ## B. Media Tanam Media tanam merupakan salah satu aspek penting dalam suatu budidaya tanaman. Menurut Wahyuningsih (2008) media tanam sangat berperan penting dalam tempat tumbuh dan berkembangnya tanaman, akar, atau bakal akar, sehingga dapat membantu tajuk tanaman tegak dan kokoh berdiri diatas media tersebut. Media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman salah satunya yaitu tidak mengandung bibit hama dan penyakit, bebas dari gulma, memiliki drainase yang baik, remah, dan memiliki derajat kemasaman (pH) antara 6-6,5 (Bui, et al ., 2015). Berdasarkan hasil penelitian dari Sopha et al . (2015), Penggunaan media tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata akan tetapi kecenderungan pada media semai dengan kombinasi tanah + pupuk kendang + arang sekam padi dengan perbandingan 1:1:1 memberikan bobot umbi basah tertinggi sebesar 4,55 kg/1.5 m 2 . Sementara itu pada kombinasi tanah + pupuk kendang + cocopit dengan perbantingan 1:1:1 memberikan hasil bobot kering umbi tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya sebesar 2,80 kg/1.5 m 2 . Selain itu, pada penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa cara semai dengan cara digarit dengan kedalaman 2 cm, memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil bobot umbi basah maupun kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara persemaian yang hanya disebar saja. ## C. Jarak Tanam Pengaturan jarak tanam dengan jumlah kepadatan populasi tertentu pada suatu luasan bertujuan memberi ruang tumbuh tiap tanaman agar dapat tumbuh dengan optimal. Kepadatan dan efisiensi penggunaan cahaya, persaingan hara serta air juga dapat dipengaruhi oleh jarak tanam. Jika kerapatan jarak tanam rendah, hal ini dapat mengakibatkan tanaman kurang berkompetisi dengan tanama lainnya, sehingga penampilan tanaman akan cenderung lebih baik dibandingkan dengan kerapan tinggi, hal ini diakibatkan karena semakin tingginya tingkat kompetisi antar tanaman baik dalam perolehan cahaya, air, dan unsur hara sehingga hal ini mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman. Secara fisiologis jarak tanam akan sangat mempengaruhi ruang dan tempat tanama dapat hidup dan berkembang, hal ini didukung oleh pendapat dari hasil penelitian Syaikhudin (2015) bahwa semakin rapat suatu jarak tanam akan memperbesar tingkat kematian dari benih bawang merah dengan rata-rata kematian mencapai 42%, dan hal ini dapat ditanggulangi dengan memperbesar jarak tanam, sehingga dapat mengurangi Prakoso, T. & Alpandari, H.: Potensi Penggunaan Bahan Tanam Bawang Merah (Allium ascalonicum L) Melalui Teknik Penanaman TSS (True Shallot Seed) (59-67) tingkat kematian benih bawang merah saat ditanam di lahan. Jarak tanam yang optimal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seperti sifat dari varietas, bentuk wilayah (topografi), dan kerapatan tanaman yang dikehendaki. Kerapatan suatu populasi tanaman pada suatu areal pertanaman, merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil tanaman secara optimal (Siwi et al., 2015). Sehingga dengan adanya sistem pengaturan pertumbuhan menjadi optimal. Kepadatan populasi tanaman sampai batas tertentu, tanaman dapat tumbuh baik secara optimal dengan memperkecil persaingan antara tanaman dan dapat memanfaatkan unsur hara secara efisien (Pithaloka et al. , 2015). Selain jarak tanam, umur pindah tanam tanaman bawang merah dari media persemaian ke lahan juga mempengaruhi jumlah tanaman yang hidup. Angka kematian tanaman biasanya erat hubungannya dengan kualitas dan keadaan lingkungan yang memperngaruhi ketahanan tanaman tersebut untuk mempertahankan hidupnya. Semakin optimal keadaan lingkunan, maka akan diikuti semakin menurunnya angka kematian. Pada penelitian Sumarni et al ., (2012), kerapatan populasi tanaman yang lebih tinggi walaupun tidak memberikan perbedaan yang nyata dan tidak menimbulkan persaingan yang berarti antar tanaman, akan tetapi memiliki Kecenderungan pertumbuhan tanaman yang tidak sebaik pada kerapatan populasi yang lebih rendah, hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan nilai tinggi tanaman pada kerapatan 100 tanaman/m 2 memiliki tinggi tanaman dan jumlah daun per rumpun yang terbentuk lebih baik dibandingkan pada kerapatan populasi tanaman 150 tanaman/m 2 yaitu sebesar 33,23 cm dengan jumlah daun per rumpun 10,45 pada umur 45 hari setelah tanam (HST), hal ini dikarenakan kerapatan yang tinggi berhubungan dengan tingginya kompetisi dalam memperoleh ruang tumbuh, intersepsi cahaya, air dan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Oleh karena itu perlu kita memperhitungkan factor-faktor manajemen mutu benih seperti 6 tepat (tepat varietas, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat lokasi dan tepat harga) (Sumarni et al ., 2012) agar memperoleh hasil yang optimal. ## D. Pemupukan Pemupukan merupakan suatu kegiatan atau upaya menambahkan unsur hara baik makro ataupun mikro dari luar baik dalam bentuk kimia ataupun organik untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Berdasarkan penelitian Sitepu et al. (2013) didapatkan hasil bahwa penggunaan pupuk kalium memberikan pengaruh terhadap hasil bobot kering umbi bawang merah yang berasal dari biji. Didapatkan bahwa penggunaan pemupukan kalium berupa pupuk KCL dengan dosis 200 kg/ha memberikan bobot kering umbi terbesar pada jarak tanam yang digunakan yaitu sebesar 0,4 g pada jarak tanam 10 cm x 10 cm. Sehingga dari penelitian tersebut, membuktikan bahwa penggunaan pupuk kalium dapat digunakan pada proses budidaya bawang merah yang berasal dari biji atau TSS. E. Aspek Hasil Hasil akumulasi dari proses fotosintesis tanaman yaitu karbohidrat, protein dan bahan organik lainya dapat dilihat dari adanya penambahan bobot segar dan bobot kering bawang merah yang dihasilkan selama proses pertumbuhan tanaman tersebut. Bobot kering tanaman juga dapat menggambarkan hasil penyerapan unsur hara oleh akar yang kemudian juga merupakan akhir dari proses fotosintesis Prakoso, T. & Alpandari, H.: Potensi Penggunaan Bahan Tanam Bawang Merah (Allium ascalonicum L) yaitu bahan organik yang sudah tidak mengantung air. Hasil penelitian Setiawan et al . (2021), menyatakan bahwa tanaman bawang merah yang berasal dari TSS memiliki kadar air yang cenderung besar, hal ini dibuktikan dengan perbandingan bobot segar dan bobot kering yang cenderung tinggi. Pemberian perendaman Giberelin dengan konsentrasi 4 ppm selama 24 jam, dapat meningkatkan serapan hara pada tanaman bawang merah, hal ini ditandai dengan bobot kering yang dihasilkan paling tinggi dibandingkan yang lainnya yaitu sebesar 0.6 g. Berat Kering tanaman dapat menunjukkan keseimbangan tanaman antara proses fotosintesis dengan respirasi, sehingga jika respirasi tanaman lebih besar dari proses fotosintesis tumbuhan akan berkurang berat keringnya begipula sebaliknya ( Ardiansyah et al ., 2014). Hal ini juga dapat sebagai indikator efektif tidaknya proses penerapan unsur hara oleh tanaman tersebut, semakin besar bobot kering suatu tanaman menunjukkan semakin efektif pula tanaman tersebut dalam penyerapan unsur hara selama pertumbuhan tanaman tersebut Pemanenan bawang merah biasa dilakukan pada umur 60-70 hari setelah dilakukannya penanaman. Tanaman bawang merah yang memiliki tanda-tanda berupa leher batang 60% lunak, tanaman rebah dan menguningnya daun merupakan ciri-ciri bahwa tanaman bawang merah tersebut siap untuk dapat dipanen (Puslitbang, 2015). Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah yang kering dan cuaca yang cerah untuk mencegah serangan penyakit busuk umbi ketika dilakukan penyimpanan di Gudang. Berdasarkan penelitian Prakoso (2015), rerata diameter umbi yang dihasilkan dari bawang merah TSS yaitu 1,5 cm, umbi yang dihasilkan dari bahan tanam biji (TSS), akan tetapi hal ini dapat ditingkatkan dengan pemberian perendaman ZPT IAA selama 30 menit dengan umur pindah tanam 4 minggu setelah dilakukan persemaian, dimana dapat meningkatkan rata-rata diameter umbi sebesar 1,85 cm. Umbi bawang merah yang dihasilkan dari bahan tanam biji (TSS) memiliki kecenderungan lebih kecil jika dibandingkan dengan umbi yang dihasilkan dari bahan tanam umbi bawang merah dan juga cenderung menghasilkan 1 umbi untuk 1 tanaman, hal ini dikarenakan pada TSS hanya terdapat 1 embrio yang nantinya menghasilkan 1 umbi dan biasa disebut dengan umbi lanang. Penelitian Sumarni et al . (2012) juga menjelaskan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kerapatan tanaman dan varietas yang digunakan, akan tetapi pada kerapatan yang tinggi yaitu 150 tanaman/m 2 memiliki kecenderungan bobot umbi segar ataupun umbi kering yang lebih rendah dibandingkan dengan kerapatan yang lebih rendah yaitu 100 tanaman/m 2 . Pada penelitian Maintang et al . (2019), menjelaskan bahwa jarak tanam yang mempengaruhi kerapatan juga tidak didapatkan interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas, akan tetapi pembentukkan umbi segar dan umbi kering, pada jarak tanam 10 x 10 cm memiliki pembentukkan bobot umbi baik umbi segar ataupun kering dengan kecenderungan bobot yang lebih berat yaitu dengan hasil panen 7,38 ton/ha dibandingkan dengan jarak tanam 15 x 15 cm yang menghasilkan 7,28 ton/ha. Tingkat suatu kerapatan populasi tanaman yang optimum akan dapat menghasilkan suatu Indeks Luas Daun (ILD) yang optimum sehingga dapat membentuk bahan kering yang maksimal juga (Sitepu et al ., 2013). Jika dikaji kembali tidak hanya kerapatan populasi saja yang memiliki kecenderungan dapat mempengaruhi aspek pertumbuhan dan hasil umbi tanaman bawang merah, akan Prakoso, T. & Alpandari, H.: Potensi Penggunaan Bahan Tanam Bawang Merah (Allium ascalonicum L) Melalui Teknik Penanaman TSS (True Shallot Seed) (59-67) tetapi varietas yang digunakan juga memiliki kecenderungan mempengaruhinya walaupun tidak berpengaruh nyata. Jika dilihat pada varietas Bima pada tinggi tanaman, dan jumlah daun per rumpun memang memiliki kecenderunga lebih kecil dibandingkan dengan varietas lainnya. Akan tetapi varietas Bima memiliki ukuran umbi yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini dibuktikan dengan bobot umbi segar dan bobot umbi kering yang lebih berat dibandingkan yang lainnya, sehingga dapat menghasilkan hasil dengan kecenderungan paling tinggi yaitu 7.45 ton/ha. Susut bobot dipengaruhi oleh varietas. Varietas Tuk-Tuk memiliki susut bobot paling tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, hal ini disebabkan proses pertumbuhan tanaman dilakukan pada musim hujan, sehingga pertumbuhannya terhambat dibandingkan dengan varietas lainnya, sehingga pengisian umbi dari hasil fotosintesis lebih rendah. Sehingga pada Varietas Tuk-Tuk dapat diindikasikan lebih baik ditanam pada musim kemarau (Sumarni et al ., 2012). ## KESIMPULAN DAN SARAN Penggunaan TSS sebagai bahan tanam memiliki potensi dimana dilihat dari daya viabilitas yang tinggi yaitu diatas 80%, selain itu penggunaan varietas Bima memiliki hasil produktivitas yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan varietas lainnnya, walaupun tidak berpengaruh nyata kepadatan populasi yaitu 100 tanaman/m 2 atau dengan jarak tanam 10 x 10 cm kecenderungan produktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan kepadatan 150 tanaman/m 2 . Serta dengan perlakuan umur pindah tanam 5 Minggu Setelah Persemaian (MSP) memiliki jumlah keberhasilan tanaman untuk hidup lebih tinggi dibandingkan Ketika tanpa dilakukan persemaian. Media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap bobo tumbi segar ataupun kering yang dihasilkan, kombinasi tanah + pupuk kendang + arang sekam dengan perbandingan 1:1:1 serta persemaian dengan cara digarit sedalam 2 cm memberikan memiliki hasil bobo tumbi segar dan kering dengan kecenderungan yang lebih tinggi. Kerapatan tanaman yang tinggi dapat memberikan hasil umbi total per satuan luas yang lebih tinggi akan tetapi Sebagian besar umbi yang dihasilkan memiliki ukuran yang cenderung lebih kecil, sebaliknya dengan kerapatan tanaman yang rendah memiliki hasil umbi total per satuan luas yang lebih rendah akan tetapi persentase ukuran umbi yang besar lebih banyak. ## UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai sumber data yang digunakan sebagai acuan penulisan review ilmiah ini, sehingga dapat terbentuknya penulisan review mengenai TSS ( True Shallot Seed ) yang harapannya bermanfaat bagi pembaca dan memberikan informasi mengenai potensi dari bahan tanam bawang merah melalui biji / TSS ( True Shallot Seed ). ## DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, M., Mawarni, L. and Rahmawati, N. (2014). Respon Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Hasil Seleksi Terhadap Pemberian Asam Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular di Tanah Salin. ” Jurnal Online Agroekoteknologi , 2(3), 948–954. Basuki, R.S. (2009). Analisis Tingkat Preferensi Petani Brebes terhadap Karakterisitik Hasil dan Kualitas Bawang Merah Varietas Lokal Asal Dataran Medium dan Tinggi. Jurnal Horti , 19 (4), 475–483. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Perbenihan (2019) Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Perbenihan Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2019 . Jakarta: Kementerian Pertanian. Maintang et al. (2019). Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam pada Budidaya Bawang Merah Asal Biji (True Shallot Seeds/TSS) Di Kabupaten Bantaeng. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian , 22 (1), 97–106. Nugroho Setiawan, A., Vistiadi, K. and Sarjiyah, S. (2021). Perkecambahan dan Pertumbuhan Bawang Merah dengan Direndam Dalam Giberelin. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan , 21 (1), 40–50. Pangestuti, R. and Endang, S. (2011). “Potensi Penggunaan True Seed Shallot (TSS) Sebagai Sumber Benih Bawang Merah Di Indonesia. Prosiding Semiloka Nasional , 258– 266. Pithaloka, S.A. (2015). Pengaruh Kerapatan Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench). Jurnal Agrotek Tropika , 3 (1), 56–63. Prayudi, B ., Pangestuti, R., dan Kusumasari, A.C. (2020). Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal True Sh allot Seed (TSS). Sidomulyo: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Sitepu, B.H., Ginting, S. and Mariati (2013). Respon Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L. Var. Tuk-tuk) Asal Biji Terhadap Pemberian Pupuk Kaliumdan Jarak Tanam. Jurnal Online Agroekoteknologi , 1 (3), 711– 724. Siwi, A.A., Kamal, M. and Sunyoto (2015). Pengaruh Tingkat Kerapatan Tanaman Terhadap Keragaan Daun, Pertumbuhan Biji dan Daya Berkecambah Benih Beberapa Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Pada Sistem Tumpangsari dengan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Jurnal Agrotek Tropika , 3 (3), 362–367. Sopha, G. (2015). Teknik Penyemaian Benih True Shallot Seed untuk Produksi Bibit dan Umbi Mini Bawang Merah (Sowing Technique of True Shallot Seed to Produce Seedling and Set of Shallot). J. Hort , 25 (4), 318–330. Sumarni, N., Sopha, G.A. and Gaswanto, R. (2012). Respons Tanaman Bawang Merah Asal Biji True Shallot Seeds terhadap Kerapatan Tanaman pada Musim Hujan. Jurnal Horti , 22 (1), 23–28. Syaikhudin (2015). Kerapatan Populasi benih dan Dosis Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Umbi Bawang Merah Varietas Tuk-Tuk . Triharyanto, E. et al. (2013). Kajian Pembibitan dan Budidaya Bawang Merah (allium ascalonicum L) Melalui Biji Botani (True Shallot Seed) . Surakarta. Waluyo, N., Azmi, C. and Kirana, R. (2014). Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Mutu Fisiologis Benih Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Selama Periode Simpan. Jurnal Agrotek Tropika , 18 (2), 148–157. Yulyatin, A. and Haryati, Y. (2016). Pengujian Daya Kecambah Biji Bawang Merah Selama 7 Periode Simpan. Buletin Hasil Kajian , 5–8. Prakoso, T. & Alpandari, H.: Potensi Penggunaan Bahan Tanam Bawang Merah (Allium ascalonicum L) Melalui Teknik Penanaman TSS (True Shallot Seed) (59-67)
39ddbeec-27b9-48db-a4db-af0966126745
https://ejournal.ummuba.ac.id/index.php/mp/article/download/370/228
P-ISSN 2528-6250 Jurnal Muara Pendidikan Vol. 5 No. 2 (2020) ## MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MELALUI METODE PEMBERIAN TUGAS PADA SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR Desrita SD Negeri 88/II sungai Mengkuang e-mail: desrita766@gmail.com ## ABSTRAK Penelitian ini berlatar belakang selama pembelajaran berlangsung suasana kelas sangat tenang, tidak ada yang memberikan tanggapan terhadap penjelasan guru, meski telah berulang kali guru memberikan kesempatan untuk bertanya. Soal-soal yang diberikan sudah cukup, namun pada hasil akhir pelaksanaan tes formatif yang diberikan guru, hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk Mendeskripsikan prestasi belajar siswa kelas II semester II SDN 88/II Sungai Mengkuang Kabupaten Bungo Tahun Pelajaran 2016/2017 pada mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui metode pemberian tugas. Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan deskriptif kualitatif yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode pemberian tugas pada siswa kelas II dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pra siklus hanya 38,7%, siklus I 38,7%, siklus II 61,29, dan siklus III 87,09%. Kata Kunci: Prestasi Belajar; Metode Pemberian Tugas ## ABSTRACT The background of this research was that the classroom atmosphere was very calm, no one responded to the teacher's explanation, even though the teacher had repeatedly given the opportunity to ask questions. The questions given were sufficient, but in the final results of the formative test given by the teacher, the results were still far from what was expected. This study aims to describe the learning achievement of the second semester students of SDN 88 / II Sungai Mengkuang, Bungo Regency, academic year 2016/2017 in Indonesian through the assignment method. This type of research is a classroom action research (PTK) with a qualitative descriptive approach carried out in three cycles. The results showed that the use of the assignment method in class II students can improve student achievement in pre-cycle only 38.7%, 38.7% first cycle, 61.29% cycle, and 87.09% third cycle Key words: Learning Achievement; Assignment Method ## PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdikbud, 2003:9). Lahirnya undang- undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan nasional telah membawa dampak positif bagi pembelajaran bahasa Indonesia. Hal ini mencerminkan dengan diangkat membaca, menulis dan berhitung sebagai kemampuan dasar berbahasa yang secara dini dan berkesinambungan menjadi perhatian dan kegiatan di sekolah dasar. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengemukakan gagasan dan perasaan berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif. Pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan kebahasaan, Jurnal Muara Pendidikan Vol. 5 No. 2 (2020) penguasaan pengetahuan, pemahaman, dan penggunaan atau keterampilan (Depdiknas, 2006:317). Untuk mencapai kompetensi hasil belajar Bahasa Indonesia di SD yang telah dirumuskan secara nasional, maka pembelajaran Bahasa Indonesia dikembangkan melalui empat aspek keterampilan utama Bahasa Indonesia (mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis) dan dua aspek keterampilan penunjang yakni kebahasaan dan apresiasi bahasa dan sastra Indonesia, yang dalam pelaksanaannya aspek-aspek itu dijadikan fokus dalam setiap pertemuan. Pada dasarnya keempat aspek keterampilan berbahasa merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan ditunjang oleh dua aspek lainnya. Hal ini dapat dilihat dari hubungan berikut, mula-mula seseorang belajar bahasa dengan menyimak, bahasa yang didengarnya dari lingkungan, kemudian berbicara. Sesudah itu, melalui pendidikan formal, seseorang baru belajar membaca dan menulis. Menurut Umar (2000:84) bahwa guru SD wajib mengetahui latar belakang kehidupan anak, agar guru SD dapat memprediksikan perkembangan bahasa dan pemerolehan bahasa anak. Informasi mengenai perkembangan dan pemerolehan bahasa anak menjadi pertimbangan penyusunan program mengajar. Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, seringkali terjadi bahwa tidak semua siswa dapat menyerap dan memahami materi pada saat pertama kai diajarkan. Hal tersebut terjadi karena setiap siswa memang memiliki potensi dan karakter yang berbeda. Jika di sekolah dasar tidak dimatangkan tentang kebahasan, dikhawatirkan nanti di kelas yang lebih tinggi siswa tidak dapat mengikuti pelajaran yang lain. Karena mata pelajaran bahasa Indonesia sangatlah penting, sebab dengan keterampilan bahasa siswa dapat mengikuti mata pelajaran yang lain seperti PKn, pendidikan agama, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan sosial. Keberhasilan guru pada mata pelajaran bahasa Indonesia dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu, guru sebaiknya menyiapkan diri dalam menyajikan bahan pembelajaran, menentukan kegiatan yang akan dilakukan bersama dengan siswa, mengupayakan agar bahan dan sajiannya dapat tercapai, penunjang yang sesuai dengan bahan yang diajarkan, sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menurut Rifai (2016:187) Metode pemberian tugas dapat diartikan sebagai suatu format interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya satu atau lebih tugas yang diberikan oleh guru, dimana penyelesaian tugas tersebut dapat dilakukan secara perorangan atau kelompok sesuai dengan petunjuk pemberian tugas tersebut. Pengertian ini bukan berarti hanya untuk mengerjakan tugas bahan-bahan pelajaran yang telah diberikan oleh guru dengan metode ini, tetapi dapat juga digunakan untuk penyampaian bahan pelajaran yang sedang atau akan diajarkan. Peranan metode tugas sangat penting dalam pembelajaran. Metode tugas merupakan suatu aspek dari metode-metode pembelajaran, karena metode tugas bermaksud : meninjau pelajaran baru, untuk menghafal pelajaran yang sudah diajarkan, untuk latihan-latihan, untuk mengumpulkan bahan, untuk memecahkan suatu masalah, dan sebagainya. Metode tugas dapat dilakukan secara individu, secara kelompok, atau tugas untuk kelas. Tugas dapat digunakan dalam subjek kurikulum, atau dapat dalam unit. Metode tugas dapat dilakukan di dalam kelas, dapat di luar kelas, atau di luar jam pelajaran sebagai pekerjaan rumah. Menurut Rosyid syaiful (2019: 9) prestasi belajar merupakan hasil dari suatu kegiatan pembelajaran yang disertai perubahan yang dicapai seseorang (siswa) yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat sebagai ukuran tingkat Jurnal Muara Pendidikan Vol. 5 No. 2 (2020) keberhasilan siswa dengan standarisasi yang telah ditetapkan dan menjadi kesempurnaan bagi siswa baik dalam berpikir dan berbuat. Prestasi belajar yang dicapai siswa tergantung pada tingkat potensi (kemampuannya) baik berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung memperoleh prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya. Jadi siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah siswa yang tidak dapat mencapai prestasi belajar sesuai dengan potensinya. ## METODE Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN 88/II Sungai Mengkuang Kabupaten Bungo Tahun Pelajaran 2016/2017, sebagai objek penelitian adalah siswa kelas II semester II yang berjumlah 31 siswa. Penelitian tindakan kelas ini ditempuh dalam tiga siklus, yaitu siklus I, siklus II dan siklus III. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahap atau langkah-langkah yaitu : 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Keempat langkah tersebut selalu berkaitan antara satu dengan yang lain. Begitu dalam pelaksanaannya saling berkaitan dan siklus III merupakan penyempurnaan dari kelemahan dan kekurangan dari siklus I dan siklus II. Instrumen pengambilan data menggunakan lembar test hasil belajar. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini, jika hasil tes belajar siswa mencapai 75% yang tuntas dari KKM. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas kondisi awal atau sebelum perbaikan dan hasil penelitian tindakan kelas pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Berdasarkan hasil tes formatif sebelum perbaikan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas II semester II SDN 88/II Sungai Mengkuang Kabupaten Bungo Tahun Pelajaran 2016/2017 dapat dilihat pada Grafik 1 berikut. ## Grafik 1. Hasil Tes Formatif Sebelum Perbaikan Berdasarkan grafik 1 dari jumlah 31 siswa hanya ada 6 siswa yang termasuk kategori baik atau sebesar 19,36%. Nilai antara 66 – 75 didapat oleh 6 siswa atau sebesar 19,36% dalam kategori cukup. Nilai antara 51-65 didapat oleh 8 siswa atau sebesar 25,80% termasuk dalam kategori kurang, dan nilai kurang dari atau sama dengan 50 didapat oleh 11 siswa atau sebesar 35,48% termasuk dalam kategori jelek. Hasil tes formatif siklus I dapat digambarkan dalam diagram batang sebagai berikut. ## Grafik 2. Hasil Tes Formatif Perbaikan Siklus I Berdasarkan grafik 2 dari jumlah 31 siswa hanya 12 siswa atau 38,69% yang memperoleh nilai ≥66 atau melampaui batas ketuntasan belajar. Karena belum memenuhi target yang diharapkan maka perlu mengadakan tindakan perbaikan pembelajaran pada 11 8 6 6 0 0 2 4 6 8 10 12 ≤ 50 51-65 66-75 76-85 86-100 8 11 5 6 1 0 2 4 6 8 10 12 ≤ 50 51-65 66-75 76-85 86-100 Jurnal Muara Pendidikan Vol. 5 No. 2 (2020) siklus I. Hasil tes formatif perbaikan pembelajaran siklus II disajikan pada diagram batang sebagai berikut; ## Grafik 3. Hasil Tes Formatif Perbaikan Siklus II Berdasarkan Grafik 3 penguasaan materi pembelajaran Bahasa Indonesia dari jumlah 31 siswa hanya ada 19 siswa atau 61,29 % yang melampaui batas ketuntasan belajar. Pada siklus II mengalami peningkatan batas ketuntasan belajar siswa, yang semula 12 siswa atau sebesar 38,69% menjadi 19 siswa atau sebesar 61,29%. Karena hasil yang diperoleh belum memenuhi target yang diharapkan, maka diadakan lagi tindakan perbaikan pembelajaran pada siklus III. Hasil tes formatif perbaikan pembelajaran siklus III disajikan pada diagram batang sebagai berikut: Grafik 4. Hasil Tes Formatif Perbaikan Siklus III Berdasarkan Grafik 4, penguasaan siswa pada materi pembelajaran Bahasa Indonesia dari jumlah 31 siswa ada 27 siswa yang mendapat nilai di atas ketuntasan belajar. Keadaan siswa pada siklus III ini mengalami peningkatan yang lebih baik, yakni ada 27 siswa atau sebesar 87,09% dari jumlah 31 siswa yang mendapat nilai  65. Grafik peningkatan ketuntasan hasil tes formatif mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang sebelum perbaikan sampai perbaikan siklus I, siklus II, dan siklus III dapat di lihat pada Grafik 5 ## Grafik 5. Ketuntasan Hasil Tes Formatif Sebelum Perbaikan, Siklus I, Siklus II, Siklus III Berdasarkan hasil tes formatif siklus I, dari jumlah 31 siswa hanya ada 7 siswa yang termasuk kategori baik atau sebesar 22,58%. Nilai antara 66 sampai 75 didapat oleh 5 siswa atau 16,12% yaitu mereka yang termasuk kategori cukup. Sementara ada 11 siswa yang mendapat nilai dalam kategori kurang sebesar 35,48% mereka hanya dapat mencapai nilai antara 51-65. Namun ada 8 siswa yang termasuk kategori jelek yang mendapat nilai ≤ 50 atau sebesar 25,80%. Hasil tes formatif di atas didukung dengan hasil pengamatan diperoleh data yaitu pada saat proses pembelajaran dilaksanakan, sebagian besar siswa tidak tertarik dengan teknik yang diberikan, hal ini terlihat jelas dari cara siswa merespon terhadap tugas yang diberikan. Siswa bersikap pasif dan tidak 3 9 10 6 3 0 2 4 6 8 10 12 ≤ 50 51-65 66-75 76-85 86-100 0 4 12 10 5 0 2 4 6 8 10 12 14 ≤ 50 51-65 66-75 76-85 86-100 38.7 38.7 61.29 87.09 0 20 40 60 80 100 Sebelum Perbaikan Siklus I Siklus II Siklus III P-ISSN 2528-6250 Jurnal Muara Pendidikan Vol. 5 No. 2 (2020) berusaha maksimal untuk mengerjakannya. Ada beberapa siswa yang menganggap bahwa tugas yang diberikan itu tidak penting, sehingga siswa kurang berusaha dalam mengerjakannya. Namun demikian ditemukan beberapa siswa yang menganggap serius, yaitu terbukti adanya siswa yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan dan dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Hasil tes formatif dan pengamatan yang telah dilaksanakan pada siklus I ternyata hasil yang diperoleh belum memenuhi target kategori baik atau mencapai nilai rata-rata 75 sampai 85. Hal ini terbukti dengan jumlah siswa yang mendapat nilai lebih dari 65 adalah 12 siswa atau sebesar 38,69% yang melampaui batas tuntas belajar. Karena belum memenuhi target yang diharapkan maka perlu mengadakan tindakan perbaikan pembelajaran pada siklus II. Berdasarkan hasil tes formatif siklus II, penguasaan materi pembelajaran Bahasa Indonesia dari jumlah 31 siswa ada 3 siswa yang termasuk kategori sangat baik yaitu mereka yang mncapai rata-rata 86-100. Terdapat 6 siswa yang termasuk kategori baik atau sebesar 19,35%, yaitu mereka yang mencapai nilai antara 76- 85. Nilai antara 66-75 didapat oleh 10 siswa atau sebesar 32,26% yaitu mereka yang termasuk kategori cukup. Sementara ada 9 siswa yang mencapai nilai dalam kategori kurang atau sebesar 29,03% yaitu nilai antara 51-65. Namun ada juga siswa yang mendapat nilai dengan kategori jelek yaitu 3 siswa atau 9,68%. Hasil tes formatif dan pengamatan yang telah dilaksanakan pada siklus II, hasil yang diperoleh masih belum memenuhi target yang diharapkan dikarenakan proses pembelajaran pada siklus II menunjukkan hal-hal sebagai berikut : 1) belum seluruhnya siswa mampu menguasai materi pembelajaran, 2) media dan metode masih belum optimal, 3) hanya sebagian siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Dari hasil yang diperoleh di siklus II menjadi dasar untuk melanjutkan di siklus III. Berdasarkan hasil tes formatif siklus III, penguasaan materi pembelajaran Bahasa Indonesia dari jumlah 31 siswa ada 5 siswa yang termasuk kategori sangat baik atau sebesar 16,10%, yaitu mereka yang mencapai nilai diatas 86. Nilai antara 76- 85 didapat oleh 10 siswa atau sebesar 32,20% yaitu mereka yang termasuk kategori baik. Sementara ada 12 siswa yang mencapai nilai dalam kategori cukup atau sebesar 38,80% yaitu nilai antara 66-75. Namun masih ada 4siswa yang mencapai nilai dalam kategori kurang atau sebesar 12,90% yaitu mereka yang mencapai nilai 51-65. Hasil tes formatif penguasaan materi pembelajaran Bahasa Indonesia pada siklus III diatas, didukung dengan hasil pengamatan terhadap siswa pada waktu proses pembelajaran berlangsung sebagian besar siswa memiliki antusias dan motivasi belajar yang tinggi. Ada sebagian kecil siswa yang terlihat pasif namun ketidakaktifan siswa tersebut disebabkan oleh situasi dan kondisi siswa itu sendiri. Pada siklus III ini mengalami peningkatan yang tinggi, karena hasil tersebut pada siklus II belum dapat dicapai. Hal ini membuktikan bahwa terjadi perbaikan sikap dan hasil belajar ke arah yang lebih baik. Berdasarkan persentase penguasaan materi pembelajaran Bahasa Indonesia pada siklus III mengalami peningkatan yang baik. Ini disebabkan oleh dua faktor yaitu fakor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pengetahuan siswa, sikap, motivasi, minat dan kondisi siswa sendiri. Adapun faktor eksternal mencakup gangguan tempat siswa belajar dan suasana kelas yang terkendali. Selain itu, Ketertarikan terhadap pelajaran yang disertai dengan perhatian dan keaktifan dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman, rasa senang dan kepuasan terhadap pembelajaran yang di ikutinya (Wiyoko, T & Hidayat, P W. 2019) P-ISSN 2528-6250 Jurnal Muara Pendidikan Vol. 5 No. 2 (2020) Pada proses pembelajaran siklus III telah ada peningkatan batas tuntas belajar, yakni ada 27 siswa atau sebesar 87,09% dari jumlah 31 siswa mendapat nilai  65. Ini berarti batas tuntas belajar telah terpenuhi karena jumlah siswa yang memperoleh nilai  65 lebih dari 75%. Hasil tersebut diketahui setelah diadakan analisis hasil tes formatif penguasaan materi pembelajaran Bahasa Indonesia pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Siska Prawati pada tahun pelajaran 2013/2014 dengan judul penerapan metode pemberian tugas untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pemebalajaran IPS pada siswa kelas V SDN MO 1 Pangalasiang. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian relevan yaitu penelitian ini dilakukan tiga siklus dan bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, sedangkan pada penelitian relevan dilakukan dua siklus dan bertjuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan Ada peningkatan yang signifikan pada penguasaan materi pembelajaran, hal ini dapat dibuktikan dari hasil tes formatif pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Pada siklus III ada 27 siswa dari jumlah 31 siswa atau sebesar 87,09% yang memperoleh nilai  65. Ini berarti batas tuntas belajar telah terpenuhi karena jumlah siswa yang memperoleh nilai  65 lebih dari 75%. Data kualitatif yang diperoleh melalui pengamatan menunjukkan adanya perubahan perilaku siswa yang positif. Perubahan tersebut terlihat pada penguasaan materi pembelajaran, minat dan motivasi belajar, maupun hasil belajar siswa. ## DAFTAR PUSTAKA Ali, Lukman. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta : Balai Pustaka Depdiknas. 2006. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas III SD . Jakarta. Depdikbud, 2003. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD . Jakarta : Diksi Insan Mulia. Prawati, Siska. 2016. penerapan metode pemberian tugas untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pemebalajaran IPS pada siswa kelas V SDN MO 1 Pangalasiang. https://media.neliti.com/media/publi cations/121258-ID-penerapan- metode-pemberian-tugas-untuk- m.pdf. Diakses 10 Juli 2020 Rifai. 2016. Penelitian Tindakan Kelas dalam PAK . Sukoharjo: Brornwins publishing. Rosyid, Zaiful, dkk. 2019. Prestasi Belajar . Malang: Literasi Nusantara Umar, Hamzah. 2000. Peningkatan Keterampilan Bahasa Indonesia . Bandung : Inti Prima Aksara Wiyoko, T & Hidayat, P W. 2019. Penerapan Edmodo Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa PGSD STKIP Muhammadiyah Muara Bungo. Jurnal Muara Pendidikan Vol. 4 No. 1 (2019)
893ba812-f21a-463a-a69f-ab3098d54419
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/shautuna/article/download/21593/18266
## S h a u t u n a Pernikahan Terpaksa di Era Milineal Perspektif Ulama Mazhab; Studi Kasus Di Kecamatan Sinjai Timur Lukman Arake 1* , Ikrawati Nur 2 IAIN Bone 1 , Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2 lukmanarake@iain-bone.ac.id ## Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pernikahan Paksa di era milineal perspektif ulama mazhab (studi kasus di kecamatan sinjai timur)? 1) Bagaimana implikasi kawin? 2) Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kawin paksa bagi pasangan kawin paksa? 3)Bagaimana pandangan ulama mazhab terhadap kawin paksa yang terjadi di kecamatan sinjai timur? Dalam permasalahan diatas penulis menggunakan metode pendekatan pendekatan teologi normatif (hukum Islam) dan pendekatan sosiologis. Penelitian ini tergolong Field Research dengan menggunakan pendekatan Kualitatif ysng berfokus pada Praktek kawin paksa yang ada di kecamatan sinjai timur, data yang di gunakan penulis diambil dari hasil observasi dan wawancara dengan menggunakan metode penggumpulan sesuai klasifikasinya. Hasil dari penelitian ini menujukkan Kesimpulan yang dapat diambil dari hhasil penelitian ini adalah dimana seorang anak pun dapat memilih pasangan hidupnya sendiri, orang tua hanya harus berperan sebagai pemberi nasehat menyapaikan apa yang baik dan tidak. Resiko apapun yang akan terjaddi dikemudian hari atas pernikahan yang terjadi itu sudah menjadi konsekuensi yang harus di tanggung anak. Seandainya pun harus di paksa untuk menikah berikan alasan yang logis. Adapun factor penyebab hingga terjadinya praktek kawin paksa yakni: Faktor Balas Budi, Factor ekonomi, Faktor Agama, Faktor pendidikan. Kata kunci: Pernikahan Terpaksa, Era Milineal, Perspektif Ulama Mazhab ## Abstract The purpose of this study is to find out how forced marriage is in the millennial era from the perspective of mazhab scholars (a case study in the eastern Sinjai sub-district)? 1) What are the implications of marriage? 2) What are the impacts of forced marriage for forced married couples? 3) What are the views of the mazhab scholars on forced marriages that occurred in the East Sinjai sub-district? In the problem above the author using a normative theological approach (Islamic law) and a sociological approach. This research is classified as Field Research using a qualitative approach that focuses on the practice of forced marriage in the eastern Sinjai sub-district, the data used by the author is taken from the results of observations and interviews using the collection method according to the classification. The results of this study show the conclusion that can be drawn from the results of this study is where a child can choose his own life partner, parents only have to act as advisers to say what is good and what is not. Any risk that will occur in the future for the marriage that occurs is already a consequence that must be borne by the child. Even if you have to be forced to marry, give a logical reason. The factors causing the practice of forced marriage are: Reply Factors, Economic Factors, Religious Factors, Educational Factors. Keywords: forced marriage from the perspective of a case study scholar in Sinjai Timur ## Pendahuluan Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Dalam rumah tangga berkumpul dua insan yang berlainan jenis (suami istri), mereka saling berhubungan agar mendapat keturunan sebagai penerus generasi. Insan-insan yang berada dalam rumah tangga itulah yang disebut “keluarga”. 1 1 Hamzah. (Juni, 2017). Pernikahan Di Bawah Umur (Analisis tentang Konsekuensi Pemidanaan). Aj-Daulah. 6(1). h. 89. Adapun tujuan dari pernikahan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga; sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir batin yang disebabkan terpenuhinya kebutuhan hidup lahir dan batin, sehingga timbul kebahagiaan yakni kasih sayang antar anggota keluarga. Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, dinyatakan bahwa nikah adalah mengatakan perjanjian untuk membentuk rumah tangga dengan resmi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan peraturan Agama maupun peraturan Negara. Sedangkan menurut Saujani, nikah merupakan suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, tentram dan bahagia. 2 ## Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan untuk menganalisis pernikahan terpaksa ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan metode pendekatan pendekatan teologi normatif (hukum Islam) dan pendekatan sosiologis. Pendekatan yang di gunakan adalah pendekatan teologi normatif (hukum Islam) dan pendekatan sosiologis. Dimana peneliti melakukan analisis dan melakukan silaturahmi terhapat masyarakat di Kecamatan Sinjai Timur, dalam hal ini peneliti focus pada kondisi dan situasi pada masyarakat setempat. Serta lebih mendalami penyebab terjadinya kawin paksa di Kecamatan Sinjai timur. ## Hasil dan Pembahasan Nikah secara etimologis (lughah) yang berarti berkumpul atau bersatu, sedangkan secara terminologisnya (istilah) nikah merupakan suatu ikatan yang menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan yang semula terlarang (haram). Pernikahan dikatakan sah antara seorang pria dan seorang wanita jika terpenuhli semua syarat dan rukunnya sehingga menyebabkan hubungan keduanya menjadi halal bahkan berpahala, yang sebelumnya hukumnya haram dan berdosa. 3 Pada zaman rasulullah saw pernah terjadi perjodohan, Aisyah r.a yang kala itu masih anak-anak dijodohkan dan dikawinkan oleh ayahnya dengan rasulullah saw. Setelah baliqh , barulah ummul mukminin aisyah tinggal bersama raasullullah saw. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa seorang sahabat meminta kepada rasulullah saw untuk di kawinkan dengan seorang muslimah. Akhirnya ia pun dikawinkan dengan mahar hafalan al-Quran, dalam konteks ini rasulullah saw yang mengawinkan pasangan tersebut berdasarkan permintaan dari sahabat laki-laki. 4 Sehubungan dengan hal tersebut, di Kecamatan Sinjai Timur ada beberapa keluarga yang memaksa anaknya untuk menikah. Hal ini dilatarbelakangi karena orang tua gadis tersebut terikat hutang budi dan memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga pihak laki-laki. Meskipun gadis tersebut sudah memiliki calon pendampingnya sendiri. Akan tetapi, gadis tersebut tetap dipaksa untuk menikah dengan piihan orang tuanya dengan menggunakan hak 2 Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Ind. Hillico, 1986), h. 1. 3 Muhammad Saleh Ridwan, dkk. (September, 2020). STATUS PERNIKAHAN SETELAH SUMPAH LIAN (Studi Komparatif antara Pandangan Mazhab Hanafi dan Kompilasi Hukum Islam). Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab. 1(3), h. 388. 4 Mulyati, Y. (2020). PERJODOHAN SECARA PAKSA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Bantarbarang Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga), h. 15-16. ijbar -nya. Melihat kondisi yang ada di Kecamatan Sinjai Timur, peneliti mengamati bahwa nampaknya menikahkan anak secara paksa sudah bukan hal baru lagi karena mereka meyakini akan timbulnya perasaan suka sama suka jika telah hidup berdua. Hukum melakukan perkawinan, ibnu rusyd menjelaskan; segolongan fuqaha (Mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu adalah hukumnya sunnah. Golongan zahiriyah berpendapat bahwa nikah itu adalah wajib. Para ulama malikiyah mutaakhirin bahwa nikah itu wajib bagi sebagian orang dan mubah untuk golongan yang lainnya. Perbedaan pendapat ini kata ibnu rusyd disebabkan adanya penafsiran apakah bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadis-hadis lain yang berkenaan dengan masalah ini, harus diartikan wajib, sunnah atau mubah? Tujuan utama peraturan hukum dalam perkawinan adalah upaya untuk mewujudkan sakinah, mawaddah dan warahmah tranguility, cinta dan belas kasihan rumah tangga dan menghindari potensi kesalahan antara satu pihak dan pihak lain. 5 Hukum perkawinan adalah hukum yang mengatur hubungan antar manusia dengan sesamanya yang menyangkut kebutuhan biologis antar jenis, hak dan kewajiban yang berhubungan denga akibat perkawinan itu. Perkawinan dilakukan oleh manusia, hewan bahkan tumbuh-tumbuhan, karenanya menurut pakar ilmu alam mengatakan segala sesuatu itu di ciptakan berpasang-pasangan. Sesuai dengan pernyataan Allah dalam QS Adz-Dzaariyaat/ 51:49 Yang artinya “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” 6 Pernikahan merupakan institusi yang sangat penting di dalam masyarakat, di dalam agama Islam perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad, saw dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya. Perkawinan di dalam Islam sangatlah dianjurkan agar dorongan terhadap keinginan biologis dan psikis seseorang dapat tersalurkan secara halal, dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari perbuatan zina. Anjuran untuk menikah telah diatur dalam sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis. 7 Namun demikian, dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah. 1. Perkawinan yang Hukumnya Wajib Menikah itu hukumnya wajib bagi seseorang yang sudah mampu secara finansial dan di khawatirkan akan jatuh kedalam perzinahan. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang dilarang oleh agama. Maka bila jalan keluarnya dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi orang yang hampir jatuh kedalam jurang zina wajib hukumnya. 2. Perkawinan yang Hukumnya Sunah Orang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan pernikahan, namun masih merasa tidak takut jatuh kepada zina, maka hukumnya untuk melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah sunah. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang diharamkan oleh Allah SWT. Bila dia menikah tentu saja dia akan mendapatkan sesuatu yang lebih dibandingkan dengan diam tidak menikahi wanita. 5 Muammar Bakri, dkk. (Juni, 2020). Marriage Isbat In Qiyas Perspective. Al-daulah. 9(1), h. 3. 6 M.A. Tihami, Fikih Munakahat (Kajian Fikih Nikah Lengkap) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 9. 7 Abdul Rahman Qayyum, dkk. (Juni, 2020). Pemahaman Masyarakat Terhadap Kedudukan Sunrang di Kecamatan Pallangga Kab. Gowa (Studi Perbandingan Hukum Adat dan Hukum Islam). Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab. 2(1), h. 122-123. ## 3. Perkawinan yang Hukumnya Haram Secara normal, ada dua yang membuat orang menjadi haram untuk menikah. Pertama, tidak mampu finansial atau tidak mampu member nafkah.Kedua, tidak mampu melakukan hubungan seksual.Selain dua hal yang sudah disebutkan di atas, masih ada lagi sebab tertentu yang mengharamkan untuk menikah yaitu, wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Menikahi wanita pezina dan pelacur, termasuk wanita yang punya suami, wanita yang berada dalam masa iddah. Selain itu, pernikahan yang haram dari sisi lain seperti tidak memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Atau menikah dengan niat untuk mentalak. Termasuk juga hukum perkawinan itu haram apabila seseorang kawnin dengan maksud menterlantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawnini itu tidak diurus hanya agar wanita itu tidak menikah dengan orang lain. 4. Perkawinan yang Hukumnya Makruh Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali, dan tidak mampu berhubungan seksual, bila menikah hukumnya makruh. Namun apabila calon istri rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih bisa bagi mereka untuk menikah.Walaupun idealnya bukan wanita yang punya tanggung jawab menafkahkan suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami. Maka hukumnya makruh sebab berdampak pada dharar bagi wanita. 8 5. Perkawinan yang Hukumnya Mubah Orang yang berada pada posisi tengah anatara mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak menelantarkan istrinya, maka itu hukumnya mubah atau boleh. Hukum mubah ini juga ditujugkan untuk orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan untuk melakukan pernikahan. Dalam madzhab Syafi’i dijelaskan bahwa nikah mempeunyai maksud bermaam-macam, sedangkan nikah tersebut adalah ikatan antar keluarga. Wanita dengan kek urangannya dalam hal memilih, tentulah tidak dapat menikah dengan cara yang baik. Lebih-lebih karena wanita itu tunduk kepada perasaan halus yang kadang-kadang menutupi segi-segi kemashlahatan. Maka untuk menghasilkan tujuan-tujuan ini dengan cara yang lebih sempurna, maka dilaranglah wanita mencampuri langsung akad nikah. Sudah bukan rahasia lagi, pernikahan yang tidak didasari rasa saling cinta akan berdampak buruk bagi hubungan tersebut, apalagi ada bumbu-bumbu pemaksaan di situ. Pernikahan yang tadinya bertujuan untuk kemaslahatan, malah menjadi mafsadah (keburukan) bagi wanita. Tapi, kalau diteliti, ternyata Ijbar (otoritas paksa) yang dimiliki oleh seorang wali atas anak perawannya itu diakui secara mutlak dalam mazhab Imam Syafi’i ini. Artinya seorang wali tidak bisa memaksakan pernikahan anak perawannya kecuali telah memenuhi syarat ijbar itu sendiri. Menurut Ustadz Rosyid Abu Rosyidah sungguh ini adalah bentuk kedzoliman dari orangtua kepada anaknya. Sebab pernikahan itu sendiri adalah sesuatu yang mulia nan agung. Lalu bagaimana mungkin sesuatu yang mulia namun menjalankannya dengan rasa Paksa yang bisa meniadakan keikhlasan. Padahal ikhlas adalah salah satu landasan dalam beramal. Nabi ﷺ bersabda melalui sahabat Abu Hurairah tentang pernikahan. Artinya: 8 Muhammad Saleh Ridwan, Perkawinan dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Nasional, h. 23. “Telah menceritakan kepadaku [Ubaidullah bin umar bin Maisarah Al Qawariri] telah menceritakan kepada kami [Khalid bin Harits] telah menceritakan kepada kami [Hisyam] dari [Yahya bin Abi Katsir] telah menceritakan kepada kami [Abu Salamah] telah menceritakan kepada kami [Abu Hurairah] bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah menikahkan seorang janda sebelum meminta persetujuannya, dan janganlah menikahkan anak gadis sebelum meminta izin darinya.” Mereka bertanya; “Wahai Rasulullah, bagaimana mengetahui izinnya?” Beliau menjawab: “Dia diam.” Dan telah menceritakan kepadaku [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Isma’il bin Ibrahim] telah menceritakan kepada kami [Hajjaj bin Abi Utsman]. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku [Ibrahim bin Musa] telah mengabarkan kepada kami [Isa yaitu Ibnu Yunus] dari [Al Auza’i]. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Husain bin Muhammad] telah menceritakan kepada kami [Syaiban]. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku [Amru An Naqid] dan [Muhammad bin Rafi’] keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami [Abdur Razzaq] dari [Ma’mar] Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Abdurrahman Ad Darimi] telah mengabarkan kepada kami [Yahya bin Hasan] telah menceritakan kepada kami [Mu’awiyah] semuanya dari [Yahya bin Abi Katsir] seperti makna hadits Hisyam beserta isnadnya.” [HR Muslim 2543] Lajnah Daimah pernah ditanya; “Bagaimana hukum islam untuk wanita yang dinikahkan paksa orang tuanya?” Dan dijawab: “Jika dia tidak rela dengan pernikahannya, dia bisa mengajukan masalahnya ke pengadilan, untuk ditetapkan apakah akadnya dilanjutkan ataukah di fasakh ” (Fatwa Lajnah Daimah, 18/126). Dalam pembahasan nikah di kitab-kitab mazhab fiqih, kita akan dapati adanya istilah “Wilayah al-Ijbaar” (otoritas paksa) yang dimiliki oleh sang wali, atau orang tua kandung. Dimana sang ayah boleh menikahkan anak perawannya dengan siapapun itu tanpa ridha sang anak. Dengan kata lain memaksakan anaknya menikah dengan pilihannya walaupun si anak perawan tidak suka. 9 Wilayah Ijbar ini memang sangat lekat sekali penisbatannya kepada mazhab al- Syafi’iyyah. Mungkin karena memang orang Indonesia sejak kecil terdidik dengan wawasan syafiiyah. Padahal sejatinya wilayah Ijbar itu ada di setiap mazhab fiqih, hanya saja kriterianya berbeda. Dalam permasalahan diatas penulis menggunakan metode pendekatan pendekatan teologi normatif (hukum Islam) dan pendekatan sosiologis. Penelitian ini tergolong Field Research dengan menggunakan pendekatan Kualitatif ysng berfokus pada Praktek kawin paksa yang ada di kecamatan sinjai timur, data yang di gunakan penulis diambil dari hasil observasi dan wawancara dengan menggunakan metode penggumpulan sesuai klasifikasinya. 10 Implementasi dari penelitian ini, diperlukan di kalangan masyarakat untuk dilakukan sosialisasi tentang dampak yang ditimbulkan akibat memaksa anak untuk menikah dan pengarahan bahwa menikah harus ada persetujuan dari kedua calon mempelai. Implikasi positif tradisi marimpa salo bagi kehidupan masyarakat desa sanjai yakni dari segi sosial yaitu Rasa kekeluargaan, Rasa solidaritas diantara warga, Semangat gotong-royong, Sarana Komunikasi antar warga dan Pemerintah, serta Hiburan. Sedangkan implikasi dari segi agama yaitu menambah rasa syukur, menjaga tali silaturahmi. Dan dari segi ekonomi tidak berdampak apa- 9 Bimbingan Islam, Hukum Menikah Karena Terpaksa 23 November 2018 https://bimbinganislam.com/hukum- menikah-karena-terpaksa/ 10 Ahmad Zarkasih, Lc Sat 16 August 2014 file:///C:/Users/S.SANTANA/Documents/skripsi%20ikrawati/referensi/Kawin%20Paksa,%20Masih%20Zaman_%2 0_%20rumahfiqih.com.html apa pelaksanaan tradisi marimpa salo tidak membebani warga secara ekonomi dan tidak berimpilikasi terhadap peningkatan ekonomi masyarakat desa sanjai. Pada wawancara yang telah dilakukan di kecamatan Sinjai Timur, ditemukan beberapa factor yang menjadi penyebab terjadinya kawin paksa. Penulis membaginya kedalam beberapa faktor yakni: Faktor Balas Budi,Factor ekonomi, Faktor Agama, Faktor pendidikan. Sedangkan menurut Muhammad Muhyiddin penyebab terjadinya kawin paksa terjadi karena dua hal berikut ini: a. Si anak menerima saja calon pendamping hidup yang telah ditentukan oleh kedua orang tuanya atau pihak keluarga tanpa melalui perdebatan atau pertengkaran yang berarti. Dalam hal ini, bisa jadi awalnya si anak merasa tidak suka dan tidak senang dengan kehendak kedua orang tuanya itu, akan tetapi lewat pendekatan dan dialog yang akrab dan hangat, akhirnya si anak mau menikah dengan orang yang dijodohkan dengannya itu. b. Si anak menerima calon pendamping hidup yang telah ditentukan oleh kedua orang tuanya atau kerabat dengan melalui perdebatan atau pertengkaran yang demikian alot. bahkan otoritas (kekuasaan) yang dimiliki orang tua dalam hal ini mampu memaksa sedemikian rupa sehingga si anak tidak berdaya untuk menolak kehendak kedua orang tuanya. 11 Proses yang dijalankan harus benar-benar berada dalam rel-rel normatif sehingga potensi terjadinya kesalahpahaman, cekcok dan oneprestasi sedapat mungkin bisa dihindarkan. Jika niatnya lurus, jalan yang dilaluipun berpotensi untuk tetap lurus terlepas dari aspek-aspek diskomunikasi di dalamnya. Rel itu adalah niat yang tulus dan berimplikasi dunia akhirat. Pernikahan yang dilatarbelakangi nawaytu untuk mendapatkan keuntungan demi menyamankan dirinya adalah sebentuk pola individualis yang terencana dan terstruktur sehingga cara- caranyapun harus teratur dan terencana secara matang. Semua hal di lakukan demi terciptanya sebuah jalinan pernikahan yang secara sepihak oleh orang tua demi melancarkan proses pernikahan yang dewasa ini, bagi sebagian orang tidak lagi dimaknai sakral. 12 Praktik kawin secara paksa yang terjadi di Sinjai Timur dilakukan oleh sebagian masyarakat seperti halnya pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya di Sinjai Timur. Yang menjadi perbedaan disini adalah hak-hak seorang anak untuk menentukan calon pasangannya. ## Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah dimana seorang anak pun dapat memilih pasangan hidupnya sendiri, orang tua hanya harus berperan sebagai pemberi nasehat menyapaikan apa yang baik dan tidak. Resiko apapun yang akan terjaddi dikemudian hari atas pernikahan yang terjadi itu sudah menjadi konsekuensi yang harus di tanggung anak. Seandainya pun harus di paksa untuk menikah berikan alasan yang logis. Adapun factor penyebab hingga terjadinya praktek kawin paksa yakni: Faktor Balas Budi, Factor ekonomi, Faktor Agama, Faktor pendidikan. Implementasi dari penelitian ini, diperlukan di kalangan masyarakat untuk dilakukan sosialisasi tentang dampak yang ditimbulkan akibat memaksa anak untuk menikah dan pengarahan bahwa menikah harus ada persetujuan dari kedua calon mempelai. 11 Muhammad Muhyiddin, Saat Yang Indah Untuk Menikah . (Yogyakarta: Diva Press, 2005) h. 143 12 Muslim, A. (2014). Siasat Dalam Perkawinan Masyarakat Bugis Sinjai. 1-8. ## Daftar Pustaka A, Muslim. Siasat Dalam Perkawinan Masyarakat Bugis Sinjai . 1-8. 2014. Bakri, Muammar. Dkk. Marriage Isbat In Qiyas Perspective. Aj-Daulah. 9(1). Juni, 2020. Bimbingan Islam, Hukum Menikah Karena Terpaksa Https://Bimbinganislam.Com /Hukum- Menikah-Karena-Terpaksa/. 23 November 2018. Qayyum, Abdul Rahman Dkk. Pemahaman Masyarakat Terhadap Kedudukan Sunrang Di Kecamatan Pallangga Kab. Gowa (Studi Perbandingan Hukum Adat Dan Hukum Islam) . Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab. 2(1). Juni, 2020. Zarkasih, Ahmad. File:///C:/Users/S.SANTANA/Documents/Skripsi%20ikrawati/Referensi /Kawin%20Paksa,%20Masih%20Zaman_%20_%20rumahfiqih.Com.Html. Sat 16 August 2014. Hamzah. Pernikahan Di Bawah Umur (Analisis Tentang Konsekuensi Pemidanaan) . Aj-Daulah. 6(1) Juni, 2017. Ramulyo, Idris. Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam . Jakarta: Ind. Hillico, 1986. Ridwan, Muhammad Saleh, Dkk. STATUS PERNIKAHAN SETELAH SUMPAH LIAN (Studi Komparatif Antara Pandangan Mazhab Hanafi Dan Kompilasi Hukum Islam) . Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab. 1(3). September, 2020. Ridwan, Muhammad Saleh, Perkawinan Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Nasional. Makassar: Alauddin University Perss, 2014. M.A. Tihami, Fikih Munakahat (Kajian Fikih Nikah Lengkap). Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008. Muhyiddin, Muhammad. Saat Yang Indah Untuk Menikah . Yogyakarta: Diva Press, 2005. Y, Mulyati. PERJODOHAN SECARA PAKSA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Di Desa Bantarbarang Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga) . 2020.
77e81648-2c8e-4fc5-8105-06962dabaca4
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/PENJAKORA/article/download/59415/25609
## PENGARUH LATIHAN MENGGUNAKAN GAWANG MODIFIKASI TERHADAP TEKNIK TENDANGAN DASAR DOLLYO CHAGI Peri Sagita 1 ,Dedy Putranto 2 , Dzihan Khilmi Ayu Firdausi 3 1,2,3 Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi,Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung e-mail: perysagitasp14@gmail.com 1 , dedy.putranto@stkipmbb.ac.id 2 , dzihanayu@stkipmbb.ac.id 3 ## Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya kemampuan teknik tendangan dasar dollyo chagi pada siswa ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat, dimana pada saat melakukan tendangan dasar dollyo chagi masih banyak tahapan gerakan yang belum tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan menggunakan gawang modifikasi terhadap teknik tendangan dasar dollyo chagi pada siswa ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif jenis eksperimen dengan desain One Group Pretest-Posttest , teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh, dengan anggota sampel yang berjumlah 14 orang. Teknik pengambilan data yang digunakan yatu tes tendangan dasar dollyo chagi . Teknik analisis data menggunakan uji normalitas dan uji hipotesis dengan uji t berpasangan. Hasil penelitian pada uji hipotesis diperoleh nilai p lebih kecil dari nilai alpha, maka pada penelitian ini Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa “ada pengaruh dari latihan menggunakan gawang modifikasi terhadap teknik tendangan dasar dollyo chagi pada siswa ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat. Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan saran yang dapat diberikan bagi siswa ekstrakurikuler dapat meningkatkan teknik tendangan dasar dollyo chagi melalui latihan menggunakan gawang modifikasi sehingga prestasi dapat meningkat. Bagi pelatih diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan materi latihan teknik tendangan dasar dollyo chagi untuk peserta ekstrakurikuler. Bagi penelitian berikutnya, agar memperbanyak subyek, memperluas cakupan penelitian serta memberikan perlakuan yang lebih bervariasi sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan atlet. Kata kunci: gawang modifikasi, latihan, tendangan dasar dollyo chagi, taekwondo ## Abstract This research was motivated due to the lack of students' ability in dollyochagi basic kick techniques in the extracurricular of taekwondo at SMP Negeri 3 Sungailiat, where when doing dollyochagi basic kicks, there were still many stages of incorrect movement. The purpose of this study was to determine the effect of training using modified wickets on the dollyo chagi basic kick technique for taekwondo extracurricular students at SMP Negeri 3 Sungailiat. The method used is a quantitative method of experimental type with the One Group Pretest-Posttest design, the sampling technique used is saturated sampling, with 14 members of the sample. The data collection technique used is the dollyo chagi basic kick test. Data analysis techniques used normality test and hypothesis testing with paired t test. The results of the research on the hypothesis test obtained that the p value was smaller than the alpha value, so in this study Ho was rejected and Ha was accepted, so it can be concluded that "there is an effect of training using modified hurdles on the dollyo chagi basic kick technique in taekwondo extracurricular students at SMP Negeri 3 Sungailiat. Based on the research that has been done, suggestions that can be given to extracurricular students can improve the dollyo chagi basic kick technique through training using modified goals so that achievement can increase. It is hoped that the trainers can be used as material for consideration in providing training materials for dollyo chagi basic kick techniques for extracurricular participants. For future research, in order to increase the number of subjects, expand the scope of research and provide a more varied treatment according to technological developments and the needs of athletes. Keywords: modified hurdles, exercises, dollyochagi basic kicks, taekwondo ## PENDAHULUAN Latihan dari kata training adalah proses peningkatan kemampuan latihan seseorang melalui penggunaan metode ilmiah, kaidah penerapan, prinsip pendidikan terencana dan teratur, serta muatan teoretis dan praktis untuk memenuhi tujuan pelatihan tepat pada waktunya Sukadiyanto (2005 :5). Latihan adalah suatu proses latihan yang sistematis, yang dilakukan secara berulang-ulang dengan menambah beban latihan setiap hari. Sistematis berarti perencanaan mengikuti jadwal, pola dan sistem tertentu, praktek metodis dan teratur. Berulang-ulang artinya gerakan yang awalnya sulit dikerjakan menjadi lebih mudah, otomatis dan refleksif dalam penerapannya sehingga lebih hemat energi. Semakin hari artinya, bukan berarti setiap hari beban bertambah, tetapi secara berkala atau segera akan tiba waktunya Harsono (2017:50).Dari pernyataan tentang latihan tersebut, dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara berulang –ulang menggunakan metode, aturan, dan tujuan yang terencana dan teratur guna mempermudah dalam penguasaan geraknya.Hal ini sama dengan latihan pada cabang olahraga Taekwondo yang membutuhkan proses latihan setiap hari untuk meningkatkan fungsi sistem organ tubuh dan memudahkan atlet dalam menyempurnakan geraknya. Latihan teknik adalah latihan untuk meningkatkan teknik gerak yang dibutuhkan atlet agar mahir dalam cabang olahraga yang digeluti. Kesempurnaan teknik dasar tiap gerakan sangat penting karena menentukan keterampilan gerakan secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan latihan yang sempurna dan penguasaan gerakan fundamental dari setiap teknik khusus olahraga. (Harsono, 2017: 41).Teknik latihan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengangkat lutut dan memutar pinggang, melecutkan kaki secara berulang diatas gawang modifikasi, melakukan tendangan dollyo chagi diatas gawang modifikasi dengan teman saling berhadapan dan terakhir melakukan tahapan tendangan dollyo chagi secara keseluruhan. Taekwondo adalah seni bela diri dari Korea Selatan yang berfokus terutama pada menyerang dan bertahan dengan teknik kaki. Siapa pun dari segala usia atau jenis kelamin dapat mempelajari taekwondo, dari anak-anak hingga orang dewasa.. Olahraga taekwondo merupakan olahraga prestasi yang membuat taekwondo banyak diminati oleh masyarakat Indonesia, oleh karena itu perkembangan taekwondo di Indonesia begitu pesat. Berdasarkan hasil peningkatan dan penggabungan berbagai seni bela diri tradisional Korea, Taekwondo baru ditemukan pada tahun 1954. Taekwondo telah dipertandingkan di sejumlah kompetisi internasional, termasuk Olimpiade Sydney tahun 2000. Juana Wangsa dan Satriyo Rahadani adalah dua atlet taekwondo Indonesia yang bertanding. dalam kompetisi ini setiap empat tahun(Hilza Deska & Bafirman, 2019). Dalam taekwondo, kategori yang dilombakan dibagi berdasarkandua kategori,masing-masing kategori kyorugi dan kategori poomsae . Gerakan taekwondo diwakili oleh kategori seni poomsae merupakan seni yang mempertunjukan gerakan-gerakan dalam taekwondo. Atlet berkompetisi di kelas poomsae akan melakukan satu atau dua gerakan secara berganti, dan atlet dengan skor tertinggi menang. Dalam kategori kompetisi taekwondo kyorugi adalah teknik yang diizinkan oleh aturan kompetisi digunakan dalam pertarungan kontak tubuh satu lawan satu di arena.Jumlah poin yang diperoleh atlet taekwondo selama pertandingan menentukan kemenangan pada kategori kyorugi (Pamungkas, 2021).Seni bela diri Taekwondo dibagi menjadi dua kategori, yaitu gerakan ( poomsae ) dan pertarungan ( kyorugi ). Teknik tendangan dalam taekwondo merupakan dasar yang paling utama karena kekuatannya lebih besar dibandingkan dengan teknik pukulan, walaupun pada umumnya lebih sulit dilakukan, namun dengan metode latihan yang baik dan benar maka kualitas tendangan dapat ditingkatkan. Dalam kategori kyorugi , semua teknik dasar harus dipelajari dan dikuasai dengan baik, terutama teknik dasar tendangan. Salah satu teknik tendangan dasar yang paling penting dan dominan digunakan dalam bela diri taekwondo adalah tendangan dollyo chagi , kekuatan tendangan ini tidak hanya dihasilkan oleh penggerak lutut tetapi juga didukung kuat oleh ketepatan putaran pinggang yang sebenarnya merupakan saluran energi tubuh. Tendangan dasar dollyo chagi ini pada dasarnya memakai bantalan kaki ( ap chuk ) tetapi sangat dominan memakai punggung kaki ( baldeung ) terlebih saat diterapkan dalam perlombaan. (Ariansyah et al., 2017). Dollyo chagi adalah induk dari semua tendangan dan tendangan kompleks terbentuk dari tendangan dollyo chagi , maka tendangan dasar dollyo chagi adalah salah satu dari beberapa tendangan dasar dalam seni bela diri taekwondo. Tendangan dollyo chagi biasanya dilakukan dengan punggung kaki atau bantalan kaki (Wathoni et al., 2021). Tendangan dollyo chagi adalah teknik tendangan berputar dengan putaran pinggang 45 derajat yang menggunakan punggung kaki untuk untuk menendang bagian perut ( moumtong ) atau kepala ( eolgol ). Tendangan dollyo chagi ini adalah tendangan yang paling dasar dan paling sering digunakan dalam pertandingan, teknik tendangan ini harus dikuasai dengan teknik yang baik dan benar. Tendangan dasar dollyo chagi menyasar dua target, yaitu eolgol (kepala) dan moumtong (badan/perut dan dada).Sebelum menendang, tendangan dollyo chagi menghasilkan banyak tenaga mulai dari posisi berputar dan berlanjut melalui gerakan pinggang, pijakan kaki, dan putaran kaki. (Naila & Akhmad, 2021).Tendangan dollyo chagi menghasilkan tenaga yang besar jika dilakukan dengan teknik yang benar. (Zulman et al., 2021). Tendangan dollyo chagi adalah tendangan yang efektif untuk memulai sebuah serangan pada saat pertandingan (Rachmahani, 2016). Berdasarkan pernyataan tersebut maka tendangan dollyo chagi harus dikuasai, sehingga dalam hal ini upaya untuk melatih teknik tendangan dasar dollyo chagi biasanya menggunakan peralatan seperti kursi, pyongyo , dan gawang modifikasi. Peralatan yang dipilih untuk melatih teknik tendangan dasar dollyo chagi dalam penelitian ini yaitu gawang modifikasi yang terbuat dari paralon karena tendangan ini dilakukan dengan mengangkat lutut setinggi pinggang sehingga benda yang digunakan untuk menunjang proses latihan pun harus sesuai. Gawang modifikasi adalah sebuah benda yang dijadikan media latihan yang dimanfaatkan sebagai penghalang. Gawang modifikasi pada penelitian ini terbuat dari paralon karena lebih aman, praktis dan mudah didapat. Paralon yang digunakan berdiameter 2,3cm. Ukuran yang digunakan disesuaikan dengan sasaran setiap siswa ekstrakurikuler. Gawang Modifikasi digunakan dengan tujuan menciptakan rasa jera sehingga siswa ekstrakurikuler mencoba untuk tidak menyentuh pipa dan jika mereka melakukannya tidak akan menyebabkan cedera (Firdaus, 2018). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 Tentang Kegiatan Ekstrakurikuler Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah pada Pasal 1 dan 2 Ditegaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilaksanakan oleh peserta didik di luar jam belajar, kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah arahan dan pengawasan satuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan untuk mengembangkan secara optimal kemampuan, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan kemandirian peserta didik untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional. Ekstrakurikuler memainkan peran penting dalam mengembangkan minat serta hobi siswa di luar jam sekolah, yang dimana siswa bebas memilih kegiatan ekstrakurikuler apa saja yang diminati tidak terkecuali cabang olahraga beladiri taekwondo. Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk menggali potensi yang dimiliki siswa serta wadah untuk siswa melakukan kegiatan yang positif dan bermanfaat. Selain itu, manfaat lain dari kegiatan ekstrakurikuler ini yaitu untuk meningkatkan keterampilan, potensi, kreativitas, dan jiwa sportivitas dan kepercayaan diri siswa(Ramadhan et al., 2020). Latihan adalah aspek terpenting dari olahraga apa pun yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja, kesehatan, dan rekreasi. Selain itu, salah satu manfaat olahraga adalah peningkatan kapasitas kerja otot rangka. Berikan instruksi latihan sehingga anda dapat mengatasi stres fisik (Wanto & Fikri, 2020),Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa ekstrakurikuler adalah suatu aktivitas yang dikerjakan diluar jam pelajaran yang terdiri dari berbagai jenis bidang ilmu seperti seni dan olahraga yang diadakan untuk memunculkan dan mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki siswa, yang tentu saja kegiatan ini dapat diikuti oleh seluruh siswa di sekolah tersebut. Berdasarkan dari hasil pengamatan, observasi dan wawancara yang dilalui oleh peneliti terhadap siswa dan pelatih ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat pada saat latihan. Peneliti menemukan beberapa masalah yang dilakukan siswa ekstrakurikuler, seperti kurangnya kemampuan siswa ekstrakurikuler dalam melakukan teknik tendangan dasar dollyo chagi dengan baik dan benar, kesalahan saat melakukan tahapan tendangan. Pelatih ekstrakurikuler mengakui bahwa terdapat beberapa kendala dalam melatih teknik tendangan dasar dollyo chagi pada siswa ekstrakurikuler, seperti kesalahan pada saat pengambilan sikap tendangan, putaran pinggang kurang masuk dan malas mengangkat lutut. Media yang sering digunakan pelatih dalam melatih teknik tendangan dollyo chagi pun termasuk masih umum yaitu menggunakan pyongyo atau target, sehingga dengan beberapa kendala yang dirasakan pelatih dan siswa ekstrakurikuler tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Latihan Menggunakan Gawang Modifikasi Terhadap Teknik Tendangan Dasar Dollyo Chagi Pada Siswa Ekstrakurikuler Taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat” ## METODE Penelitian ini termasuk dalam kategori eksperimen. Digunakan One Group Pretest- Posttest Design , yaitu desain penelitian yang mencakup pretest sebelum treatment . Dengan demikian hasil perlakuan diketahui lebih pasti, karena dapat dibandingkan dengan kondisi sebelum diberi perlakuan (Sugiyono, 2016:74). Hasil teknik tendangan dasar dollyo chagi pada saat pretest dan posttest dibandingkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini latihan tendangan dasar dollyo chagi menggunakan gawang modifikasi digunakan sebagai perlakuan. Perlakuan berlangsung tiga kali seminggu atau 16 kali pertemuan yang berlangsug 90-120 menit tatap muka. Variabel bebas dan variabel terikat merupakan dua variabel dalam penelitian ini. Variabel bebas penelitian ini adalah latihan menggunakan gawang modifikasi, sedangkan variabel terikat adalah teknik tendangan dasar dollyo chagi . Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji validitas instrumen menggunakan validitas konstruksi dengan pendapat para ahli yang berjumlah 3 orang yaitu 1). Bapak ADH (Pelatih), 2). Bapak H.AW (Pelatih), dan 3). Bapak GZ (Pelatih). Hasil uji validitas instrumen dari ketiga orang validator tersebut menyatakan instrumen yang dipakai dalam penelitian ini valid/layak untuk digunakan. Selesai melakukan tahap uji validitas berikutnya peneliti melakukan tahap uji reliabilitas instrumen menggunakan test-retest kepada siswa ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 2 Sungailiat pada tanggal 11 dan 12 November 2022 dengan sampel yang berjumlah 10 orang. Hasil uji reliabilitas pada perhitungan manual diperoleh nilai korelasi sebesar 0,930 lebih besar dari r tabel 0,707, yang berarti instrumen yang digunakan reliabel. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Sungailiat Bangka tanggal 16 November – 31 Desember 2022. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat yang berjumlah 14 orang.Teknik pengambilan sampel jenuh digunakan untuk pengambilan sampel. Teknik sampling jenuh menurut Sugiyono (2016: 85), adalah metode penetapan sampel dimanasemua orang dalam populasi dijadikan sebagai sampel. Ini sering diterapkanapabila jumlah populasi relatif kecil, berjumlah kurang dari 30 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 14 orang peserta ekstrakurikuler.Tes tendangan dollyo chagi digunakan sebagai metode pengumpulan data. Tes tendangan dollyo chagi bukanlah tes standar, tetapi merupakan tes acuan kriteria yang tujuannya untuk menentukan keberhasilan atlet dalam mencapai tujuan program latihan. Penampilan terhadap tendangan dollyo chagi bersifat subjektif, yang dilakukan dengan analisis secara rasional melalui pengamatan terhadap kualitas gerak. Untuk mendapatkan kemampuan tendangan dollyo chagi dilakukan dengan jalan mengadakan tes menendang yang dinilai oleh 3 orang penilai (hakim) yang bersertifikat (Rizki, 2019). Adapun pelaksanaan tes dilakukan dengan cara siswa berdiri di depan pyongyo /sasaran yang telah disediakan disesuaikan dengan jarak masing-masing siswa, saat aba-aba kyorugi junbi siswa pada posisi kuda-kuda siap menendang menggunakan kaki kanan sebanyak satu kali tendangan dan kaki kiri sebanyak satu kali tendangan ke arah pyongyo /sasaran. Pelaksanaan tes dibantu 3 orang petugas, satu orang merekam siswa melakukan tendangan, satu orang memberi aba-aba dan satu orang memegang sasaran/pyongyo. Pretest sebagai hasil awal teknik tendangan dasar dollyo chagi siswa ekstrakurikuler sebelum diberi perlakuan latihan menggunakan gawang modifikasi . Posttest sebagai hasil teknik tendangan dasar dollyo chagi siswa ekstrakurikuler setelah diberi perlakuan latihan menggunakan gawang modifikasi..Teknik analisis data menggunakan statistik dari gabungan hasil pretest dan posttest yaitu pengujian normalitas SPSS dengan Shapiro Wilk untuk menentukan apakah data yang diolah berdistribusi normal dan pengujian hipotesis digunakan SPSS dengan paired samples T-test (Uji T berpasangan). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Deskripsi Hasil Tendangan Dasar Dollyo Chagi Pada Saat Pretest Data pretest diperoleh dari hasil tes pengukuran sebelum sampel diberi perlakuan, yang dilaksanakan diawal pertemuan. Berikut tabel data hasil pretest : Tabel 1. Deskripsi Data Pretest N 14 Mean 17.21 Median 17.50 Std. Deviation 2.577 Minimum 13 Maximum 22 Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa tendangan dasar dollyo chagi saat pretest diperoleh nilai Mean sebesar 17,21. Median 17,50. Std. Deviation 2,577. Minimum 13. Maximum 22. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pretest Interval Frekuensi Persentase 13 – 14 2 14,29% 15 – 16 3 21,43% 17 – 18 5 35,71% 19 – 20 3 21,43% 21 – 22 1 7,14% Jumlah 14 100% Berdasarkan hasil pada tabel distribusi frekuensi pretest diatas menunjukkan bahwa dari 14 sampel yang termasuk dalam interval 13-14 sebanyak 2 sampel dengan persentase 14,29%, interval 15-16 sebanyak 3 sampel dengan persentase 21,43%, interval 17-18 sebanyak 5 sampel dengan persentase 35,71%, interval 19-20 sebanyak 3 sampel dengan persentase 21,43%, interval 21-22 sebanyak 1 sampel dengan persentase 7,14%. ## Deskripsi Hasil Tendangan Dasar Dollyo Chagi Pada Saat Posttest Data posttest diperoleh dari hasil tes pengukuran setelah sampel diberi perlakuan. Berikut tabel data hasil posttest . Tabel 3. Deskripsi Data Posttest N 14 Mean 23.00 Median 24.00 Std. Deviation 3.187 Minimum 17 Maximum 27 Hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan bahwa tendangan dasar dollyo chagi saat posttest diperoleh nilai Mean sebesar 23.00. Median 24,00. Std. Deviation 3,187. Minimum 17. Maximum 27 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Posttest Interval Frekuensi Persentase 17 - 18 2 14,29% 19 - 20 1 7,14% 21 - 22 3 21,43% 23 - 24 2 14,29% 25 - 26 6 42,85% Jumlah 14 100% Berdasarkan hasil pada tabel distribusi frekuensi posttest diatas menunjukkan bahwa dari 14 sampel yang termasuk dalam interval 17-18 sebanyak 2 sampel dengan persentase 14,29%, interval 19-20 sebanyak 1 sampel dengan persentase 7,14%, interval 21-22 sebanyak 3 sampel dengan persentase 21,43%, interval 23-24 sebanyak 2 sampel dengan persentase 14,29%, interval 25-26 sebanyak 6 sampel dengan persentase 42,85%. Berikut gambar 1 adalah grafik perbandingan nilai rata-rata pretest dan posttes Gambar1.Diagram Nilai Rata-Rata Pretest dan Posttest Grafik nilai rata-rata antara data pretest dan posttest hasil tendangan dasar dollyo chagi siswa ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat, untuk grafik warna putih menunjukkan nilai pretest sedangkan untuk grafik warna hitam menunjukkan nilai posttest . Grafik nilai rata-rata ini berdasarkan hasil nilai yang diperoleh dari masing-masing tes. Pada nilai pretest diperoleh jumlah total yaitu 241 dengan rata-rata 17,21, sedangkan pada nilai posttest diperoleh jumlah total yaitu 322 dengan rata-rata 23,00. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel 5 dibawah. 17,21 23 0 5 10 15 20 25 Pretest Posttest Penliaian Pretest Posttest Tabel 5. Paired Samples Test Paired Differences . Std. Sig Mean Deviation t df 2-tailed Pretest -5.786 2.225 9.730 13 .000 Posttest Pada kolom sig (2 tailed ) diperoleh hasil signifikansi0,000 (p < 0,05) kemudian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai pretest dan posttest maka hipotesis menyatakan “ada pengaruh dari hasil latihan menggunakan gawang modifikasi terhadap teknik tendangan dasar dollyo chagi pada siswa ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat”. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, sedangkan jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Aturan inilah yang diterapkan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh. ## Pembahasan Penelitian dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dari latihan menggunakan gawang modifikasi terhadap teknik tendangan dasar dollyo chagi pada siswa ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat. Berdasarkan hasil penelitian dari 14 orang siswa ekstrakurikuler taekwondo memperlihatkan bahwa ada peningkatan pada teknik tendangan dasar dollyo chagi siswa, hal ini dapat dilihat pada perbedaan nilai rata- rata hasil pretest dan posttest yang diperoleh sebelum dan setelah siswa diberi latihan menggunakan gawang modifikasi. Pada saat pretest nilai rata-rata yang diperoleh 17,21, sedangkan pada saat posttest nilai rata-rata yang diperoleh 23,00 hal ini menjelaskan bahwa nilai saat posttest lebih besar dibandingkan nilai saat pretest. Latihan teknik adalah latihan untuk meningkatkan teknik gerak yang dibutuhkan atlet agar mahir dalam cabang olahraga yang digeluti. Kesempurnaan teknik dasar tiap gerakan sangat penting karena menentukan keterampilan gerakan secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan latihan yang sempurna dan penguasaan gerakan fundamental dari setiap teknik khusus olahraga. (Harsono, 2017: 41). Tendangan dollyo chagi menghasilkan power yang besar mulai dari posisi berputar dan berlanjut melalui gerakan pinggang, pijakan kaki, dan putaran kaki. (Naila & Akhmad, 2021). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Wathoni et al., 2021) bahwa latihan harus dilakukan secara terarah dan terprogram agar terjadi penggantian gerakan dari yang sukar dilakukan menjadi mudah, dari gerakan yang dilakukan dengan waktu dan tenaga lebih banyak menjadi lebih sedikit. Sama halnya dengan penelitian (Firdaus, 2018), yang mengatakan bahwa latihan harus berkesesuaian dengan kebutuhan yang ingin dicapai serta apa yang akan dilatih agar tepat sasaran seperti yang telah ditargetkan. Selain itu materi yang diberikan harus sesuai dengan media yang digunakan dan memiliki tahapan yang berbeda pada setiap pertemuannya. Ketepatan dalam memilih media memberikan pengalaman latihan yang sesuai dengan gerakan yang akan dilatih serta mendorong latihan yang lebih bervariasi. Berdasarkan perbandingan dari hasil rata-rata nilai pretest dan posttest yang sudah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa setelah diberi perlakuan melalui latihan menggunakan gawang modifikasi terhadap teknik tendangan dasar dollyo chagi pada siswa ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui berdasarkan nilai yang diraih saat posttest lebih besar dibandingkan dengan nilai pada saat pretest . ## SIMPULAN Hasil penelitian tentang pengaruh latihan menggunakan gawang modifikasi terhadap teknik tendangan dasar dollyo chagi pada siswa ekstrakulikuler SMP Negeri 3 Sungailiat, berdasarkan uji statistik menggunakan uji paired samples test antara pretest dan posttest diperoleh nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa “Ada pengaruh dari latihan menggunakan gawang modifikasi terhadap teknik tendangan dasar dollyo chagi pada siswa ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat”. Ini menjelaskan bahwa penerapan latihan menggunakan gawang modifikasi merupakan salah satu bentuk latihan yang dapat digunakan atau diterapkan dalam latihan teknik tendangan dasar dollyo chagi pada siswa SMP Negeri 3 Sungailiat, maka diharapkan keterampilan dan prestasi siswa ekstrakulikuler SMP Negeri 3 Sungailiat semakin meningkat. ## SARAN Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan saran yang dapat diberikan bagi siswa ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 3 Sungailiat dapat meningkatkan teknik tendangan dasar dollyo chagi melalui latihan menggunakan gawang modifikasi sehingga prestasi dapat meningkat.Bagi pelatih diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan materi latihan teknik tendangan dasar dollyo chagi untuk peserta ekstrakurikuler.Bagi penelitian berikutnya, agar memperbanyak subyek, memperluas cakupan penelitian serta memberikan perlakuan yang lebih bervariasi sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan atlet. ## UCAPANTERIMAKASIH Terimakasih kepada UPTD SMP Negeri 3 Sungailiat yang telah memberikan izin dan seluruh peserta ekstrakurikuler taekwondo yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini sehinnga penelitian ini bisa diselesaikan.Ungkapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung yang telah memfasilitasi saya untuk mengerjakan tugas akhir ini sesuai dengan bidang keilmuan saya. Terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian ini, semoga kebaikan dan kemudahan yang kita berikan hari ini bisa menjadi amal jariyah untuk kita diakhirat nanti. ## DAFTAR PUSTAKA Ariansyah, A., Insanistya, B., & Sugiyanto. (2017). Hubungan antara daya ledak pada otot tungkai dengan kemampuan tendangan dari dollyo chagi. Jurnal Pendidikan Jasmani , 1 (2), 111 –116. Firdaus, G. Z. . (2018). Pengaruh Latihan Dollyo Chagi Menggunakan Gawang Taekwondo Sma Kolese De Britto Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi Edisi 1 , 1 –11. Harsono. (2017). Kepelatihan Olahraga Teori dan Metodologi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hilza Deska, & Bafirman. (2019). Jurnal Pengaruh Latihan Beban Menggunakan Ankle Weight Terhadap Kecepatan Tendangan Dolyo Chagi Atlet Taekwondo Putra Kabupaten Kerinci. Jurnal Taekwondo , 2 (1), 44 –52. Naila, N., & Akhmad, I. (2021). Kontribusi Latihan PNF Dan Latihan Shuttle Run Terhadap Kemampuan Tendangan Dollyo Chagi Pada Atlet Pra-Junior Putra Usia 10-13 Tahun Tiger Taekwondo Club Binjai Tahun 2021 . 1 (50), 107 –116. Pamungkas, O. I. (2021). Hubungan fleksibilitas dan kekuatan terhadap kemampuan tendangan dollyo chagi atlet taekwondo Universitas Negeri Yogyakarta The relationship of flexibility and strength to dollyo chagi taekwondo athletes of Yogyakarta State University . 17 (2), 142 –147. Permendikbud RI Nomor 62 Tahun 2014 Pasal 1 dan 2 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah. Rachmahani, W. (2016). Efektivitas Tendangan Checking Yeop Chagi , Dollyo Chagi Dan Idan Dollyo Chagi Dalam Membuka Serangan Di Upi Challenge National Taekwondo Championship Tahun 2016 Effectiveness of Checking Yeop Chagi , Dollyo Chagi and Idan Dollyo Chagi in Opening the Atta. Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi , VI (4), 1 –7. Ramadhan, M. N., Arum, W. S. A., & Rahmawati, D. (2020). Manajemen Kegiatan Ekstrakurikuler Taekwondo di SMP Era Pembangunan 3 Jakarta. Jurnal Pendidikan Intelektium , Vol. 1 (1). Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukadiyanto. (2005). Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik. Yogyakarta: FIK UNY. Rizki, D. (2019). Kontribusi Daya Ledak Otot Tungkai dan Kelentukan Pinggang dengan Kemampuan Tendangan Dollyo Chagi. Jurnal JPDO , 2 (3), 39 –43. Wanto, S., & Fikri, A. (2020). Pengaruh Latihan Wall Drills Terhadap Kemampuan Tendangan Naeryo CHagi. Jurnal Pendidikan Jasmani Dan Olahraga , 53 (9), 1689 – 1699. https://doi.org/: https://doi.org/10.31539/jpjo.v3i2.1090 PENGARUH Wathoni, D. D., Wibawa, E., & Kusumawardani, I. (2021). Pengaruh Latihan Modifikasi Gawang Menggunakan Pyongyo Terhadap Kecepatan Tendangan Dollyo Chagi Pada Atlet Dojang . 2 (1), 9 –14. Zulman, Dewi, S., & Sasmitha, W. (2021). Analisis Hubungan Daya Ledak Otot tungkai Dengan Kemampuan Montong Dollyo Chagi Atlet Taekwondo. Jurnal Patriot , 3 (March), 71 –81. https://doi.org/10.24036/patriot.v
aaf8bc0b-3856-4d6b-b79f-8ed35fce0a2b
https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/4164/3305
INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 3 Nomor 4 Tahun 2023 Page 9233-9244 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246 Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative Analisis Prosedur Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Untuk Meningkatkan Kualitas Ke Perusahaan Seinduk Pada PT. PD. Paja Pinang (Studi pada PT. PD. Paja Pinang) Jauhariah Al-Islam Inayatullah 1 ✉ , Hendra Harmain 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Email: jauhariahinaya@gmail.com 1 ✉ ## Abstrak PT. PD. Paja Pinang merupakan Perusahaan dagang, yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet yang berlokasi di Medan. Dalam menjalankan suatu bisnis, Perusahaan harus menghasilkan keuntungan dengan menjual suatu produk. penjualan dilakukan untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu memperoleh laba, maka dari itu penjualan adalah bagian yang sangat penting. Dalam mengelola bisnis salah satu hal penting adalah menjaga keuntungan dengan baik, yang biasanya menggunakan Sistem Informasi Akuntansi. Sistem Informasi Akuntansi merupakan Teknik pengumpulan data dan transaksi yang berguna untuk mengumpulkan informasi yang bermanfaat untuk merencanakan, mengawasi, dan mengoperasi suatu bisnis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi apakah yang terjadi dilapangan sudah efektif dengan prosedur sistem informasi akuntansi penjualan yang telah dirancang oleh Perusahaan. Metode yang penulis gunakan adalah kualitatif yang mana mengumpulkan semua data dengan cara observasi, dan wawancara. Hasil analisis yang didapatkan bahwasannya sistem informasi akuntansi penjualan yang terjadi pada Perusahaan sudah berjalan secara efektif sesuai prosedur. Kata Kunci: Analisis, Penjualan, Sistem Informasi Akuntansi ## Abstract PT. PD. Paja Pinang is a trading company engaged in the oil palm and rubber plantations located in Medan. In running a business, the Company must make a profit by selling a product. sales are carried out to achieve the company's main goal, namely to make a profit, therefore sales are a very important part. In managing a business, one of the important things is to maintain good profits, which usually uses an Accounting Information System. Accounting Information System is a technique of collecting data and transactions that are useful for gathering useful information for planning, monitoring and operating a business. The purpose of this research is to identify whether what has happened in the field has been effective with the sales accounting information system procedures that have been designed by the company. The method that the author uses is qualitative which collects all data by means of observation and interviews. The results of the analysis found that the sales accounting information system that occurs in the company has been running effectively according to procedures. Keywords: Analysis, Sales, Accounting Information Systems. ## PENDAHULUAN Selama bertahun-tahun, akuntansi keuangan telah dipandang sebagai sumber informasi yang formal dan umum di perusahaan. Setiap akhir periode akuntansi, laporan keuangan pasa dibuat dan dikomunikasikan sesuai dengan aturan dan standar akuntansi untuk menunjukkan situasi keuangan Perusahaan (Dari et al., 2022) . Saat ini, teknologi telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia. Peningkatan yang cepat dalam teknologi ini telah membuat banyak hal dalam kehidupan manusia lebih mudah dan lebih bermanfaat, terutama dalam hal mengelola Sistem Informasi Akuntansi. Kebutuhan bisnis yang semakin meningkat memengaruhi persaingan di banyak bisnis yang menggunakan teknologi untuk mengelola keuangan Perusahaan. Seorang Pengusaha dan wirausaha memiliki peran yang sangat strategis dalam ekonomi suatu negara untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengangguran. Namun, ketatnya kompetisi telah menyebabkan sektor bisnis berada di posisi terendah dan kurang menguntungkan. Sebagian besar bisnis beroperasi secara tradisional, sehingga banyak peluang bisnis yang tidak dimanfaatkan dapat menghilangkan kesempatan. Pada lingkungan bisnis, sistem informasi sangat penting untuk diterapkan baik di dalam maupun di luar perusahaan (Betah, Elim, & Mawikere, 2021). Setiap perusahaan, baik milik negara maupun swasta, memiliki tujuan yang ingin dicapai. Sistem informasi akuntansi sangat penting bagi manajemen perusahaan, terutama jika berkaitan dengan data keuangan Perusahaan tersebut. Sistem informasi akuntansi di dalam suatu perusahaan dapat dioptimalkan untuk menghasilkan berbagai informasi akuntansi yang terstruktur yang bermanfaat bagi internal dan eksternal perusahaan, yang juga sangat penting untuk kemajuan dan pertumbuhan Perusahaan (Lestari & Amri, 2020). Pada bagian keuangan, sistem informasi akuntansi sangat berkaitan dengan tugas pengelolaan kegiatan arus dana perusahaan. Dengan demikian, sistem akuntansi dapat diolah menjadi bahan pertimbangan saat perusahaan berkembang. Oleh karena itu, sangat penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui apa yang dilakukan Perusahaan tersebut. PT.PD. Paja Pinang merupakan Perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit dan karet yang menaungi 3 perusahaan diantaranya: PT. PD. Paja Pinang, PT. PD. Hasjrat Tjipta, PT. Sumber Sawit Makmur yang berlokasi di Medan. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan bagi penulis, apakah penerapan Sistem Informasi Akuntansi Penjualan pada PT.PD. Paja Pinang sudah sesuai dengan buku prosedur yang sudah ada. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Perusahaan tersebut sebagai hasil magang, dengan judul “Analisis Prosedur Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Untuk Meningkatkan Kualitas Ke Perusahaan Seinduk Pada PT. PD. Paja Pinang”. ## KAJIAN TEORI ## Sistem Informasi Akuntansi Menurut Romney dan Steinbart, sistem informasi akuntansi adalah sistem yang memiliki kemampuan untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan, dan memproses data untuk digunakan oleh para pembuat keputusan (dalam Romney (Nugraha et al., 2022). Sedangkan menurut Terner, Weickgenannt, & Copeland, Sistem informasi akuntansi mencakup metode, prosedur, dan sistem yang mengumpulkan data akuntansi dari operasi bisnis, mencatatnya dalam catatan yang sesuai, memprosesnya secara menyeluruh dengan mengklasifikasikan, merangkum, dan mengkonsolidasikan, dan melaporkannya secara ringkas kepada pengguna eksternal dan internal (dalam Terner (Nugraha et al., 2022). Tujuan sistem informasi akuntansi adalah untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan kepada pihak internal dan eksternal untuk membantu pengambilan keputusan manajemen. dan adanya sistem bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan mengalami untung atau rugi, sehingga dapat menormalkan penjualan. Sistem ini juga membuat proses penjualan lebih mudah, menghemat waktu untuk menghitung jumlah keluar, dan menyediakan informasi barang yang lengkap untuk meningkatkan hubungan klien (Rahmansyah & Darwis, 2020). Sistem informasi akuntansi juga memiliki fungsi yang mana berfungsi mengumpulkan semua data dan angka dari catatan keuangan perusahaan atau organisasi dan menyusunnya ke dalam format yang dapat diakses. Penjualan merupakan suatu barang atau jasa yang dijual, baik dalam satuan maupun dalam rupiah. Semua pebisnis akan berusaha untuk meningkatkan penjualannya, sehingga akan mendapatkan keuntungan dari penjualan yang diperoleh. Fungsi penjualan adalah cara untuk menutup biaya dengan harapan mendapatkan keuntungan. Jika penjualan meningkat, kemungkinan besar keuntungan juga akan meningkat, akan tetapi apabila penjualan menurun, maka laba kemungkinan juga akan menurun (Masliannur. H, Harmain, & Harahap, 2022). Untuk meningkatkan laba, Perusahaan terus mempertahankan dan meningkatkan penjualan. Pertumbuhan penjualan juga menunjukkan keberhasilan dan juga dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan dimasa yang akan mendatang (Utari, Harmain, & Nurwani, 2022). Sistem Informasi Akuntansi Penjualan adalah kumpulan sumber daya manusia, alat, teknik, dan komponen yang digabungkan untuk menghasilkan informasi penjualan yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang terlibat. Sistem Informasi Akuntansi Penjualan dirancang untuk mengatur aktivitas penjualan. Pengguna akan diberi tahu tentang semua hal yang terkait dengan penjualan ini, dokumen apa yang digunakan, dan bagaimana prosesnya (Pujiati & Shelinawati, 2022). Keterkaitan antara Akuntansi, Sistem Akuntansi, dan Sistem Informasi Akuntansi Akuntansi adalah bidang ilmu yang mempelajari perekayasaan penyediaan jasa berupa informasi keuangan kuantitatif suatu organisasi dan cara menyampaikan atau melaporkan informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Akuntansi memiliki sistem unik yang terdiri dari berbagai komponen, terutama dalam upaya membuat informasi lebih bermanfaat bagi pengguna. Akuntansi adalah bidang ilmu yang mencakup sistem yang disebut sistem akuntansi yang berfungsi untuk memberikan laporan keuangan kepada pengguna. Untuk mengoptimalkan sistem akuntansi, dapat menggunakan sistem informasi yang didukung komputer. Ini memungkinkan siklus akuntansi berjalan dengan baik dan efisien, sehingga data keuangan lebih dapat diandalkan (Zamzami, Nusa, & Faiz, 2021). Sistem Informasi Akuntansi berkonsentrasi pada pencatatan transaksi bisnis di berbagai siklus bisnis. Ini termasuk siklus pendapatan, di mana produk atau layanan dijual dan dibayar; siklus pengeluaran, di mana produk yang digunakan oleh organisasi dibeli dan dibayar; siklus sumber daya manusia/penggajian, di mana karyawan dipekerjakan dan dibayar; dan siklus produksi, di mana produk dibuat dan dibayar (Hartati et al., 2023). ## METODE PENELITIAN Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan analisis kondisi dan prosedur yang berjalan pada Perusahaan PT. PD. Paja Pinang. Agar penelitian ini dapat berjalan dengan lancar maka peneliti mengumpulkan semua data melalui berbagai sumber yaitu Teknik analisis berupa observasi langsung dan wawancara dengan beberapa karyawan diperusahaan tersebut. Sebagai instrumennya dan dengan menganalisis prosedur sistem akuntansi yang terjadi dilapangan membandingkannya dengan buku prosedur yang ada. ASKEP/MANAGER KEBUN SEK. TIM PENJUALAN MAN. KEUANGAN/KASIR TBS dikirim ke PKS I. Todor berdasarkan K/SPJ/PO/SOB T. Tangan ASS Kebun & ASS. Logistik PKS T. Tangan ASS Kebun & Manajer Kebun SJ TTP TBS LPP TBS utk 1 Bulan Kalender SJ TTP TBS LP SJ TTP TBS LP Dokumen Tagihan (DT) Man. Keuangan Menghitung Tagihan Kasir membuat faktur pajak FP DT Print out voucer T. Tangan Sekretaris TP Sekretaris Penjualan input ke komputer Faktur Pajak (FP) Verifikasi Data ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## PENDAPATAN PENJUALAN KE PERUSAHAAN SEINDUK ## KABAG. AKUNTANSI/ KABAG. PAJAK ## DIREKSI Memeriksa dan Menganalisis pemasukan data akuntansi Distribusi Dokumen oleh sekretaris Tim Penjualan - FB dan DT Asli disampaikan ke PT. SSM - Copy ke-1 FP dan DT disampaikan ke bagian Akuntansi - Copy ke-2 FP dan DT disampaikan ke bagian Pajak - Copy ke-3 FP dan DT disampaikan ke kasir - Copy ke-4 FP dan Voucher diarsipakan oleh sek. T. Penj Print out Voucher DT FP LPP TBS Kabag. Akuntansi dan Pajak Memparaf Doc . Dokumen Tagihan (DT) Faktur Pajak (FP) Memeriksa dan meriview lalu menandatanganin DT dan FB ## A. Prosedur Penjualan Prosedur penjualan dimulai dari proses Penetapan Harga atau Penetapan jumlah barang dijual dan Penetapan Pembelian sampai dengan timbulnya pesanan pembelian / kontrak penjualan dari pihak ketiga dan diakhiri dengan suatu pengiriman / penyerahan barang. Bagi Paya Pinang Group pelaksanaan penjualan serta langsung dilakukan oleh Tim Penjualan yang dikendalikan langsung oleh Direksi dan dibantu Sekretaris Tim Penjualan. Yang diatur dalam prosedur ini adalah identifikasi saat pengakuan pendapatan serta dokumen-dokumen terkait yang harus dicakup seperti disebut diawal. Titik kritis dalam setiap transaksi penjualan adalah saat diakuinya pendapatan. Kesalahan salam penentuan titik kritis ini dapat menyebabkan distorsi penyajian laporan keuangan. Identifikasi pengakuan pendapatan transaksi penjualan yang dilakukan perusahaan meliputi: a. Pengakuan pendapatan penjualan kepada perusahaan seinduk. b. Pengakuan pendapatan penjualan kepada pihak luar (pihak ketiga). ## B. Prosedur Penjualan Ke Perusahaan Seinduk Prosedur Penjualan Ke Perusahaan Seinduk adalah prosedur pengakuan pendapatan penjualan kepada perusahaan seinduk, seperti penjualan Tandan Buah Segar (TBS) oleh PT. PD. Paja Pinang dan PT. PD. Hasjrat Tjipta kepada PT. Sumber Sawit Makmur. Pengakuan pendapatan penjualan diakui sejalan dengan penyerahan TBS tersebut ke PKS Laut Tador untuk penyerahan TBS selama 1 (satu) bulan penuh. Dengan terjadinya penyerahan barang tersebut maka timbul klaim oleh PT. PD. Paja Pinang atau PT. PD. Hasjrat Tjipta kepada PT. Sumber Sawit Makmur sebagai pihak pembeli / penerima barang tersebut. Pengakuan penjualan merupakan pengakuan pendapatan dari penjualan yang dilakukan pada akhir bulan kalender sesuai jumlah TBS yang diserahkan ke PKS Laut Tador dengan menerbitkan dokumen penagihan (invoice dan dokumen pendukung). Dokumen yang mendasari dokumen penagihan sebagai pengakuan pendapatan tersebut adalah Berita Acara Penerimaan Barang / LPB (Laporan Penerimaan Barang). Yang di tandatangani oleh asisten logistik pabrik PKS (penerima barang) dengan Asisten Kepala (Askep) kebun (pengirim barang). Dan juga kontrak (K) atau Surat Perjanjian (SPj) atau Purchase Order (PO) atau Surat Order Barang (SOB). Prosedur Penjualan dan unit organisasi atau pejabat perusahaan yang terkait dalam prosedur penjualan ini adalah: a. Manager Kebun b. Tim Penjualan / Sekretaris Tim Penjualan c. Manager keuangan, akuntansi & pajak. d. Ka. Bag Akuntansi e. Ka. Bag perpajakan f. Direksi ## 1. Askep / Manager Kebun 1) Berdasarkan K/SPj/PO/SOB dan pelaksanaan panenan TBS, Asisten Afdeling melaksanakan pengiriman TBS ke PKS Laut Tador dengan dilengkapi Surat Jalan dan Tanda Terima pengiriman TBS. Surat Jalan dan Tanda Terima pengiriman sebagai Bukti Pengiriman TBS dibuat dan ditandatangani oleh Asisten Afdeling sebagai pengirim TBS dan ditandatangani oleh asisten logistik PKS Laut Tador sebagai penerima TBS dengan bukti jumlah penerimaan (timbangan) ditandatangani Kranial Timbangan. 2) Berdasarkan realisasi pengiriman / Penyerahan TBS dalam 1 (satu) bulan kalender sebagaimana Tanda Terima pengiriman TBS, dibuatkan Laporan Penjualan (Pengiriman / Penjualan TBS). Laporan Penjualan dibuat mingguan dan dari tanggal 1 & akhir bulan serta dalam 1 (satu) bulan kalender. 3) Laporan Penjualan (Pengiriman / Penjualan) TBS dibuat dan ditandatangani oleh Askep dan disetujui oleh Manager Kebun. 4) Menyerahkan Laporan Penjualan (Pengiriman / Penjualan) TBS dengan dilampiri Bukti Pengiriman TBS (Surat Jalan / Tanda Terima pengiriman TBS) kepada Manager Keuangan, Akuntansi & Pajak melalui sekretaris Tim Penjualan untuk dibuatkan dokumen penagihan. 2. Manager Keuangan, Akuntansi & Pajak (Sekretaris Tim Pembelian / Kasir) 1) Menerima berbagai bentuk Laporan Penjualan (Pengiriman / Penjualan) TBS dari Manager Kebun melalui Sekretaris Tim Penjualan untuk diproses penagihannya. Berdasarkan dokumen Laporan Penjualan tersebut, Manager Keuangan, Akuntansi & Pajak menghitung dan menetapkan jumlah harga tagihan. catatan: i. Manajer Keuangan, Akuntansi & Pajak dalam menghitung dan menetapkan jumlah harga tagihan berdasarkan catatan harga Tim Penjualan atas pembelian TBS ke pihak ketiga dan randemen TBS. ii. Menyelenggarakan Buku Pembantu Pengendalian Penjualan (BP3) sebagai alat bantu untuk mengetahui seluruh penjualan perusahaan. iii. BP3 minimal membuat data mengenai total nilai nominal tagihan, tanggal produksi / penjualan, jumlah kwantity, sumber kebun (afdeling). 2) Dari ketetapan jumlah harga tagihan Sekretaris Tim Penjualan membuat Dokumen Tagihan (Invoice) terdiri dari 1 asli dan 4 copy (tindasan) dan dilampiri Dokumen Pendukung (Laporan Penjualan dan Tanda terima Penerimaan Barang dalam 1 (satu) bulan kalender, dan Kasir membuat Faktur Pajak terdiri dari 1 asli dan 3 copy (tindasan). 3) Dokumen Tagihan dan Faktur Pajak ditandatangani oleh Direksi (sesuai otoritas penandatanganan Invoice dan Faktur Pajak) setelah diverifikasi dan diperiksa oleh Manager Keuangan, Akuntansi & Pajak. 4) Dengan dokumen tagihan tersebut, Sekretaris Tim Penjualan memasukkan data penjualan tersebut ke Software Akuntansi, dan membuat print out voucher pemasukan data akuntansi tersebut yang ditandatangani oleh Sekretaris Tim Penjualan sebagai pembuat. 5) Distribusi dokumen dilakukan oleh Sekretaris Tim Penjualan, dengan distribusi sbb: I. Faktur Pajak (asli) bersama Dokumen Tagihan (Invoice) Asli disampaikan ke PT. Sumber Sawit Makmur oleh Sekretaris Tim Penjualan, yang akan digunakan sebagai bukti pembelian bahan baku dari perusahaan seinduk. II. Copy ke-1 Invoice (dilampiri foto copy Dokumen Pendukung) dan foto copy Faktur Pajak, disampaikan ke Bagian Akuntansi bersama dengan Asli Voucher Pemasukan Data Akuntansi. III. Copy ke-2 Invoice (dilampiri foto copy Dokumen Pendukung) dan Copy ke-1 Faktur Pajak, disampaikan ke Bagian Perpajakan. IV. Copy ke-3 Invoice (dilampiri foto copy Dokumen Pendukung) dan Copy ke-2 Faktur Pajak, arsip di Kasir. V. Copy ke-4 Invoice dan Copy Voucher Pemasukan Data Akuntansi, arsip di Sekretaris Tim Penjualan. ## 3. Ka. Bagian Akuntansi 1) Menerima Dokumen Tagihan (Copy ke-1 Invoice dengan Dokumen Pendukung), foto copy Faktur Pajak dan Asli Voucher Pemasukan Data Akuntansi dari Sekretaris Tim Penjualan dan membubuhkan tanda tangan pada kolom disimpan sebagai penerima dokumen Tagihan (Bukti Penjualan) dengan dokumen pendukung. 2) Memeriksa dan melakukan Analisa atas pemasukan data akuntansi tersebut. Pemeriksaan dan analisa yang dilaksanakan sebagai berikut: I. Kebenaran penggunaan akun. II. Kebenaran jumlah nominal dan tanggal pemasukan data. III. Kesesuaian penerapan peraturan perpajakan dalam pemasukan data akuntansi. 3) Melakukan "tindak lanjut" yang tepat dalam hal dijumpai ketidakbenaran dalam pemasukan data akuntansi (Pengakuan Penjualan). 4) Membutuhkan "paraf" pada kolom dianalisa dan disetujui voucher pemasukan data akuntansi apabila keseluruhan pemasukan data tersebut dapat disetujui. ## 4. Ka. Bagian Perpajakan 1) Menerima Faktur Pajak Copy ke-1 dan Dokumen Tagihan (Invoice Copy ke-2 dengan Dokumen Pendukung) dari Sekretaris Tim Penjualan dan membubuhkan tandatangan pada kolom diterima/disimpan sebagai penerima Faktur Pajak dan Dokumen Tagihan (Bukti Penjualan) dengan dokumen pendukung. 2) Memeriksa dan melakukan analisa atas Faktor Pajak dan Dokumen Tagihan (Bukti Penjualan). Pemeriksaan dan analisa yang dilaksanakan sebagai berikut: I. Kebenaran penggunaan nomor NPWP, nomor urut dan kode faktur pajak. II. Kebenaran jumlah nominal dan tanggal faktur pajak. III. Kesesuaian penerapan peraturan perpajakan dan penerbitan faktur pajak. 3) Melakukan "tindak lanjut" yang tepat dalam hal dijumpai ketidakbenaran dalam penerbitan faktur pajak (Pengakuan Penjualan). 4) Membutuhkan "paraf" pada kolom diterima voucher pemasukan data akuntansi sebagai bukti sudah diterima faktur pajak dan dokumenter tagihan dimaksud. 5) Melakukan pemenuhan perpajakan sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. 5. Direksi 1) Menerima Dokumen Penagihan (Invoice) dan Faktur Pajak dan melaksanakan pemeriksaan dan mereview, antara lain berupa: I. Surat Penagihan (SP) dan/atau Invoice, tangkap empat. II. Faktur Pajak (FP), tangkap tiga. III. Dokumen pendukung berupa Laporan Penjualan (Pengiriman / Penjualan TBS). IV. Persetujuan yang telah diberikan (paraf) oleh Manager Keuangan, Akuntansi & Pajak. 2) "Menandatangani" dokumen penagihan apabila keseluruhan tagihan telah dapat disetujui, kemudian mendisposisikan tindak lanjutnya. Catatan: Pada hakekatnya, wewenang penandatanganan seluruh dokumen/surat yang ditujukan kepada pihak ketiga di luar perusahaan berada pada Direksi (Direktur Utama atau Direktur sesuai otorisasi). Namun demikian, dalam hal-hal tertentu Direksi dapat mendelegasikan wewenangnya ini kepada pejabat lainnya, misalnya kepada Manager Keuangan Akuntansi & Pajak. Hasil pembahasan yang peneliti dapatkan melalui observasi dan wawancara yaitu bahwa proses penjualan di Perusahaan ini melibatkan beberapa tahap, termasuk pengiriman barang, penagihan, dan pengakuan pendapatan. Beberapa poin penting dalam transaksi penjualan adalah saat pengakuan pendapatan, dan kesalahan dalam menentukan poin penting ini dapat memengaruhi laporan keuangan Perusahaan. Prosedur penjualan ke Perusahaan seinduk melibatkan beberapa departemen dan pejabat Perusahaan, termasuk manager kebun, tim penjualan, manager keuangan, akuntansi dan pajak, serta direksi. Setiap departemen memiliki peran khusus dalam proses ini, seperti pengiriman barang, penghitungan harga tagihan, penagihan, dan verifikasi pajak. Prosedur penjualan di Perusahaan ini dirancang dengan cermat untuk memastikan pengakuan pendapatan yang tepat dan pemenuhan peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini juga melibatkan berbagai tahapan verifikasi dan tindak lanjut untuk memastikan keakuratan transaksi penjualan. ## SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian terkait Prosedur Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Untuk Meningkatkan Kualitas Ke Perusahaan Seinduk Pada PT. PD. Paja Pinang, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Telah dilakukan Upaya secara maksimal terhadap sistem informasi akuntansi penjualan pada Perusahaan tersebut. 2. Sistem informasi akuntansi pada Perusahaan tersebut dilakukan secara komputerisasi 3. Sistem informasi akuntansi yang diterapkan oleh Perusahaan Sebagian besar sudah sesuai dan efektif dengan buku prosedur yang tertuang pada Hasil dan Pembahasan sehingga dapat meningkatkan kualitas ke Perusahaan Seinduk. 4. PT. PD. Paja Pinang juga membangun komunikasi yang efektif dengan Perusahaan Seinduk gunanya untuk dapat memperlancar Sistem Penjualan. ## DAFTAR PUSTAKA Betah, J., Elim, I., & Mawikere, Lidia M. (2021). Analisis Penerapan Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Pada PT. Melodi Asri Bitung. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 9(1), 282–288. Dari, Wulan, Purniawanti, Arrie, Asy-Syadza, Nafisah Azhar, Prasetyo, Guntur, Narahawarin, Naldo Adro Via, & Sari, Raras Dwi Amboro. (2022). Sistem Informasi Akuntansi. Sulawesi Selatan: Nas Media Pustaka. Hartati, Lesi, Syafitri, Lili, Alfian, Adhi, Permana, Angga Aditya, Faturahman, Atiningsih, Suci, Yudianto, Ivan, Faisol, Imam Agus, & Fajrillah. (2023). Sistem Informasi Akuntansi Dan Bisnis. Get Press Indonesia. Lestari, Kurnia Cahya, & Amri, Arni muarifah. (2020). Sistem Informasi Akuntansi Beserta Contoh Penerapan Aplikasi SIA Sederhana dalam UMKM (Cet.1). Yogyakarta: Deepublish. Masliannur. H, Harmain, Hendra, & Harahap, Rahmat Daim. (2022). Pengaruh Total Hutang, Modal Kerja Dan Penjualan Terhadap Laba Pada Perusahaan Hotel, Restoran Dan Pariwisata Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Ekonomi Bisnis Manajemen Dan Akuntansi (EBMA), 3(2). Nugraha, Derri Benarli, Azmi, Zul, Defitri, Siska Yulia, Pasaribu, Johni S., Hertati, Lesi, Saputra, Endra, Fauzan, Rusydi, Ilyas, Meifida, Alfian, Adhi, & Fau, Smanoi Halowo. (2022). Sistem Informasi Akuntansi (Cet.1; Diana Purnama, ed.). Padang: PT Global Eksekutif Teknologi. Pujiati, Herni, & Shelinawati, Eggie. (2022). Pengaruh Analisis Sistem Informasi Akuntansi Penjualan, Penerimaan Kas, dan Pengeluaran Kas Terhadap Pengendalian Internal. Jurnal Akuntansi Keuangan Dan Perbankan, 3(1). Rahmansyah, Andi Ilham, & Darwis, Dedi. (2020). Sistem Informasi Akuntansi Pengendalian Internal Terhadap Penjualan (Studi Kasus : Cv. Anugrah Ps). Jurnal Teknologi Dan Sistem Informasi, 1(2), 42–49. https://doi.org/10.33365/jtsi.v1i2.388 Utari, Yetty, Harmain, Hendra, & Nurwani. (2022). Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Dan Profitabilitas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif Dan Komponen Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019). Jurnal Ilmiah Akuntansi, Manajemen & Ekonomi Islam (Jam-Ekis), 5(1). Zamzami, Faiz, Nusa, Nabella Duta, & Faiz, Ihda Arifin. (2021). Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.
09cc431b-4620-4704-ba5e-6fe9aef35045
https://ejournal.unp.ac.id/index.php/ekosains/article/download/110646/104175
## PENGARUH KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL TERHADAP RESIKO KREDIT MACET PADA BPR KONVENSIONAL DI INDONESIA Tesa Uci Yugita, Ali Anis, Alpon Satrianto Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Jl. Prof Dr. Hamka Kampus UNP Air Tawar Barat Padang Telp. 445089 Fax. (0751) 447366, e-mail info@fe.unp.ac.id tesauciyugita@gmail.com Abstract: This research purpose are to the analyse the (1) LTV Policy, (2)Interest rates on Consumption Loans (3) The Capital Adequacy Ratio in terms of the Non Performing Loans in BPR convensional Indonesia. Methods that being used are Ordinary Least Square (OLS), the estimation results show that (1)LTV Policiy has a significant positive effect the Non Performing Loans in BPR convensional Indonesia (2) Interest rates on consumption loans has a significant positive effect on Non Performing Loans in BPR convensional Indonesia, and (3) The Capital Adequacy Ratio has a significant positive effects the Non Performing Loan in BPR convensional Indonesia . Keywords : Non Performing Loans, LTV policy, Interest Rates on Consumption Loan, Capital Adequacy Ratio Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh (1) Kebijakan LTV, (2) Suku Bunga Kredit Konsumsi, dan (3) Rasio Modal terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia dengan menggunakan metode persamaan linear berganda (OLS). Hasil estimasi persamaan linear berganda memperlihatkan bahwa (1) Kebijakan LTV berpengaruh signifikan positif terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional din Indonesia (2) Suku Bunga Kredit Konsumsi berpengaruh signifikan positif terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia, dan (3) Rasio Modal berpengaruh signifikan positif terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia. Kata Kunci : Non Performing Loan, Loan to Value, Suku Bunga Kredit Konsumsi, ## Capital Adequacy Ratio Dalam rangka meningkatkan perekonomian di Indonesia, stabilitas sistem keuangan merupakan salah satu faktor penting yang menunjang kemajuan ekonomi. Namun dalam dua tahun terakhir kondisi industri perbankan Indonesia mengalami pelemahan fungsi intermediasi. Hal ini terlihat dari akselarasi pertumbuhan kredit perbankan nasional yang menurun, yaitu dari 10-12 persen menjadi 8-9 persen, selain itu tingkat rasio kredit macet perbankan yang dicerminkan dari nilai Non Performing Loan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 2,49 persen menjadi 2,93 persen (Bank Indonesia 2017). Nilai Non Performing Loan ini adalah indikator yang mengukur resiko kredit macet yang merupakan rasio perbandingan antara kredit bermasalah dengan total kredit yang menggambarkan kesehatan atau performa kredit dari suatu bank. Meningkatnya rasio kredit macet perbankan menunjukkan bahwa semakin seringnya terjadi kemacetan dalam proses pembayaran kredit yang menimbulkan 162 Jurnal Ecosains, Volume 6, Nomor 2, November 2017, Hal 161-174 kerugian pada bank sehingga bank menjadi collapse . Selain itu, jumlah rasio kredit macet yang terlalu besar juga dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan dan dapat menghancurkan perekonomian. Jadi, sangat penting untuk mengkaji lebih dalam mengenai kredit macet dalam perbankan. Tabel 1 : Nilai Non Performing Loan (NPL) Pada Bank Umum Konvensional dan BPR Konvensional Tahun 2009-2016 Tahun Bank Umum Konvensional (%) BPR Konvensional (%) 2009 3,31 6,90 2010 2,56 6,12 2011 4,26 5,22 2012 3,08 4,75 2013 2,75 4,45 2014 1,89 4,76 2015 2,58 5,40 2016 2,66 6,54 Rata-Rata 2,88 5,51 Sumber : Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan tahun 2009-2016 Dari Tabel 1 dapat dilihat perbandingan tingkat resiko kredit macet antara Bank Umum Konvensional dan BPR Konvensional di Indonesia yang diukur dari nilai rasio Non Performing Loan (NPL), dimana tingkat kesehatan bank dari rasio NPL ini adalah 5 persen, apabila nilai rasio NPL berada diatas 5 persen maka kondisi bank tersebut tidak stabil atau tidak sehat (Bank Indonesia). Dari tabel tersebut terlihat bahwasanya rata-rata nilai NPL dari tahun 2009-2016 pada BPR Konvensional lebih tinggi dibandingkan Bank Umum Konvensional yaitu sebesar 5.51 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi BPR Konvensional berada dalam kondisi tidak sehat. Sedangkan, dari tahun 2009- 2016 nilai NPL Bank Umum Konvensional adalah sebesar 2,88 persen, hal ini berarti kondisi Bank Umum Konvensional berada dalam kondisi sehat atau aman. Menurut Fakhruddin dkk (2016) faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kredit macet adalah Capital Adequacy Ratio , suku bunga kredit, Loan to Deposit Ratio , GDP dan nilai tukar. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio , suku bunga kredit, Loan to Deposit Ratio , GDP secara signifikan berpengaruh signifikan positif terhadap resiko kredit macet (NPL) dan nilai tukar berpengaruh signifikan negatif terhadap resiko macet (NPL). Sedangkan menurut Hamh (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kredit macet adalah kebijakan makroprudensial seperti kebijakan Loan to Value, Debt to Income, dan Buffer . Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kebijakan Loan to Value, Debt to Income dan Buffer berpengaruh signifikan negatif terhadap resiko kredit macet ( Non Performing Loan ). Bank BPR Konvensional dalam kegiatan usahanya memberikan kredit dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi maupun kredit konsumsi. tesa uci yugita, ali anis, alpon satrianto , pengaruh kebijakan makroprudensial .... Tabel 2 : Perkembangan Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Pada BPR Konvensional di Indonesia Tahun 2009-2016 Tahun Modal Kerja (%) Investasi (%) Konsumsi (%) 2009 29,28 -14,59 15,55 2010 18,49 22,77 23,36 2011 16,48 22,56 26,79 2012 17,75 25,38 24,22 2013 16,82 17,20 20,89 2014 15,66 20,66 14,55 2015 7,49 16,78 10,27 2016 6,42 13,16 9,16 Rata- Rata 16,04 15,49 18,09 ## Sumber : Bank Indonesia tahun 2009-2016 Dari Tabel 2 dapat dilihat perbandingan pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi pada BPR Konvensional di Indonesia. Dari tabel tersebut terlihat bahwasanya rata-rata pertumbuhan kredit konsumsi dari tahun 2009-2016 merupakan yang tertinggi dibandingkan pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi. Dalam 8 tahun terakhir pertumbuhan kredit konsumsi yang tertinggi adalah pada tahun 2011 yaitu sebesar 26.79 persen, hal ini disebabkan oleh perekonomian yang kondusif sepanjang tahun 2011 dan yang terendah adalah pada tahun 2016 yaitu sebesar 9.16 persen hal ini disebabkan oleh tingkat suku bunga kredit konsumsi yang masih tinggi dan rasio NPL yang masih tinggi. Sejalan dengan semakin meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi maka bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit konsumsi, karena pertumbuhan kredit konsumsi yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan resiko kredit macet bagi bank. Hal ini karena pertumbuhan kredit konsumsi yang terlalu tinggi jauh di atas pertumbuhan kredit secara agregat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya sehingga dapat meningkatkan resiko kredit bagi bank. Untuk itu, agar tetap dapat manjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan dimasa yang akan datang, Bank Indonesia menegeluarkan kebijakan untuk kredit konsumsi yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang dapat timbul. Kebijakan tersebut dilakukan melalui penetapan besaran Loan to Value (LTV) untuk kredit konsumsi. LTV merupakan angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit (Surat Edaran Bank Indonesia No.14/10DPNP tanggal 15 Maret 2012). Tabel 3 : Ketentuan Kebijakan Loan To Value di Indonesia Tahun 2012-2016 Kredit/ Pembiayaan dan Tipe Agunan 2012 2013 2015 2016 FK/ FP I (%) FK/ FP I (%) FK/ FP II (%) FK/ FP III (%) FK/ FP I (%) FK/ FP II (%) FK/ FP III (%) FK/ FP I (%) FK/ FP II (%) FK/ FP III (%) KPR Tipe > 70 70 70 60 50 80 70 60 80 70 60 KPRS Tipe >70 70 60 50 80 70 60 80 70 60 KPR Tipe 22-70 - 70 60 - 80 70 - 80 70 KPRS Tipe 22-70 80 70 60 90 80 70 90 80 70 KPRS Tipe s.d 21 - 70 60 - 80 70 - 80 70 KPR Ruko/KPRR ukan - 70 60 - 80 70 - 80 70 Sumber : Bank Indonesia tahun 2012-2016 Keterangan : FK/FP : Fasilitas Kredit / Fasilitas Pembiayaan Dari Tabel 3 dapat dilihat perbandingan kebijakan LTV pada tahun 2012-2016. Pada tahun 2013 terjadi pengetatan kebijakan LTV. Hal ini berarti ketika kebijakan LTV diperketat seharusnya nilai NPL pada BPR Konvensional di Indonesia menurun. Namun, pada kenyataannya dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa nilai NPL pada BPR Konvensional di Indonesia terus mengalami kenaikan hingga tahun 2016 mencapai angka 6,54 persen. Selanjutnya pada tahun 2016 ketika kebijakan LTV dilonggarkan seharusnya diterapkan pada bank yang memiliki nilai NPL yang menurun, namun pada kenyataannya pelonggaran kabijakan LTV ini juga ditetapkan untuk BPR Konvensional yang memiliki resiko kredit macet yang meningkat. Hal ini menunjukkan adanya fenomena dari kebijakan LTV terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia. Selanjutnya, dilihat dari penjelasan perkembangan NPL BPR Konvensional di Indonesia pada Tabel 1, bahwa suku bunga kredit konsumsi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena nilai NPL BPR Konvensional yang meningkat juga dikarenakan karena tingkat suku bunga kredit yang masih belum bersaing dengan bank-bank lainnya. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat perkembangan tingkat suku bunga kredit konsumsi oleh BPR Konvensional di Indonesia tahun 2009-2016, dimana dalam delapan tahun terakhir tingkat suku bunga kredit konsumsi yang diberikan tesa uci yugita, ali anis, alpon satrianto , pengaruh kebijakan makroprudensial .... oleh BPR Konvensional di Indonesia mengalami penurunan. Tingkat suku bunga kredit konsumsi tertinggi yang diberikan oleh BPR dalam delapan tahun terakhir mencapai angka 29.14 persen yaitu pada tahun 2009. Sedangkan tingkat suku bunga kredit konsumsi terendah pada BPR adalah sebesar 25,13 persen pada tahun 2013. Hal ini disebabkan karena Bank Indonesia menurunkan tingkat BI Rate. Selanjutnya, pada tahun 2016 tingkat suku bunga kredit konsumsi BPR Konvensional mengalami penurunan yaitu sebesar 25,44 persen. Ketika suku bunga kredit konsumsi menurun maka seharusnya nilai NPL pada BPR Konvensional di Indonesia juga menurun. Namun, pada kenyataanya dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa nilai NPL BPR Konvensional pada tahun 2016 meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar sebesar 6,54 persen Tabel 4 Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi BPR Konvensional di Indonesia Tahun 2009-2016 Tahun Suku Bunga Kredit Konsumsi BPR (%) 2009 29.14 2010 27.81 2011 27.00 2012 25,97 2013 25,13 2014 25,50 2015 26.24 2016 25.44 Sumber : Otoritas Jasa Keuangan tahun 2009-2016 . Dalam menghadapi resiko kredit macet, rasio modal memiliki peran yang sangat penting. Secara teori semakin besar rasio modal maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dimiliki bank. Besarnya rasio modal akan menggambarkan persentase minimum penyediaan dana atau rasio kecukupan modal yang diukur dari nilai Capital Adequacy Ratio, dimana tingkat kesehatan bank dari nilai CAR ini adalah 8 persen, apabila nilai CAR berada dibawah 8 persen maka bank tersebut dalam kondisi tidak sehat (Bank Indonesia). Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BPR Konvensional di Indonesia mengalami fluktuasi. Nilai CAR tertinggi adalah pada tahun 2010 yaitu sebesar 30.01 persen. Sedangkan nilai CAR terendah adalah pada tahun 2009 yaitu sebesar 24.17 persen. Hal ini disebabkan karena nilai aset tertimbang menurut resiko (ATMR) meningkat namun tidak diikuti dengan pertumbuhan modal. Pada tahun 2012-2016 nilai CAR pada BPR terus mengalami peningkatan yaitu sebesar 29.78 persen. Secara teori ketika nilai CAR meningkat, maka nilai NPL akan menurun. Namun dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa nilai NPL pada BPR Konvensional di Indonesia pada tahun 2012 terus meningkat hingga tahun 2016 yaitu sebesar 6.54 persen. Berdasarkan penjabaran dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kebijakan Makroprudensial Terhadap Resiko Kredit Macet Pada BPR Konvensional di Indonesia”. Tabel 5 Nilai Capital Adequacy Ratio Pada BPR Konvensional di Indonesia Tahun 2009 - 2016 Tahun Capital Adequacy Ratio (%) 2009 24,17 2010 30,01 2011 28,68 2012 27,55 2013 28,48 2014 28,02 2015 28,99 2016 29,78 Sumber : Bank Indonesia tahun 2009 – 2016 ## TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Makroprudensial Pada dasarnya fungsi stabilitas sistem keuangan ditujukan untuk menganalisis perkembangan dan menilai resiko-resiko serta merekomendasikan kebijakan yang diperlukan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan. Untuk menciptakan sistem stabilitas keuangan yang stabil dan tangguh perlu dilakukan monitoring terhadap gejala-gejala yang dapat menimbulkan krisis termasuk melakukan proyeksi secara reguler apakah terdapat potensi resiko yang membahayakan. Secara umum, sumber instabilitas dapat dibagi menjadi dua yaitu resiko endogen dan resiko eksogen. Resiko eksogen yaitu resiko yang timbul di luar sektor keuangan, seperti gangguan karena ekonomi makro atau resiko kejadian seperti adanya bencana alam. Resiko endogen yaitu resiko yang berada di dalam sektor keuangan itu sendiri (misal perbankan) seperti resiko kredit, resiko pasar, dan resiko operasional. Pemantauan dan penilaian terhadap ketahanan sistem keuangan dilakukan dengan pendekatan makroprudensial. Tujuan akhir dari kebijakan makroprudensial adalah menghindari guncangan makroekonomi atau penurunan GDP (Latumaerissa, 2013:51). ## Resiko Kredit Macet (Non Performing Loan) Menurut Janvislo dkk (2013) resiko kredit macet merupakan penyebab utama masalah pada sistem perbankan krisis keuangan. Hal ini dikarenakan resiko kredit macet berdampak pada pengurangan modal yang berarti bahwa modal sendiri dari bank digunakan untuk mebiayai aktiva yang mengandung resiko. Resiko kredit dapat di indikator oleh Non Performing Loan , dimana Non Performing Loan memperlihatkan kondisi kinerja perbankan dan menilai kondisi kesehatan bank tersebut. Nilai NPL untuk bank yang sehat yaitu 5 persen yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, jika lebih dari 5 persen maka dikatakan bank tersebut tidak sehat atau dalam kondisi buruk. Menurut Surat Edaran Bank tesa uci yugita, ali anis, alpon satrianto , pengaruh kebijakan makroprudensial .... Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, besarnya nilai NPL suatu bank dapat dihitung dengan rumus : NPL = Kredit Bermasalah Total Kredit x100% (1) Loan to value merupakan angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit (Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012). Tujuan dari kebijakan ini adalah dalam rangka meredam resiko sistemik yang mungkin timbul akibat pertumbuhan KPR yang pada saat itu mencapai lebih 40 %, serta tingkat kegagalan nasabah untuk memenuhi kewajiban yang pada saat itu mencapai hampir 10 %. Dari sudut makroprudensial dengan pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak menggambarkan harga sebenarnya, sehingga dapat meningkatkan resiko kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar. Menurut Hamh (2012) menyatakan bahwa kebijakan makroprudensial dapat membatasi pertumbuhan kredit yang booming dan dapat mengurangi resiko kredit macet. Kebijakan LTV untuk masyarakat menengah ke atas, ketentuan ini mungkin tidak terlalu berpengaruh signifikan. Lain hal nya dengan masyarakat menengah ke bawah, hasil ini memberatkan masyarakat yang baru ingin membeli rumah pertama karena hanya mengumpulkan uang muka yang lebih sedikit. Dengan diberlakukannya katentuan pengetatan rasio Loan to Value ini akan menurunkan pertumbuhan kredit diatas agregat dan mengurangi resiko kredit macet. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan LTV berpengaruh negatif pada resiko kredit macet ( Non Performing Loan ). ## Suku Bunga Kredit Konsumsi Menurut Fakhruddin (2016) dalam jurnal yang berjudul Analisis Variabel Makro dan Rasio Keuangan Terhadap Kredit Bermasalah menayatakan bahwa suku bunga kredit konsumsi secara signifikan berpengaruh positif terhadap rasio Non Performing Loan (NPL). Tingkat suku bunga kredit konsumsi merupakan variabel yang dominan dalam mempengaruhi rasio Non Performing Loan (NPL). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat suku bunga kredit memiliki pengaruh yang kuat penyebab meningkatnya rasio Non Performing Loan (NPL). Hal ini dikarenakan suku bunga kredit akan mendorong jumlah pembayaran kredit yang harus segera dibayarkan menjadi semakin tinggi sehingga akan meningkatkan resiko kredit macet. ## Rasio Modal Menurut Kusuma dkk (2016) dalam jurnal yang berjudul Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Bank (CAR,ROA,BOPO dan LDR), Serta Pertumbuhan Kredit dan Kualitas Kredit Terhadap Non Performing Loan (NPL) menyatakan bahwa Capital Adequacy Ratio berpengaruh signifikan dan negatif terhadap NPL. Hal tersebut terjadi sesuai dengan teori intermediasi perbankan, bahwa dengan CAR yang tinggi, bank akan dinilai mampu untuk terus menjalankan kegiatan operasionalnya, dimana masyarakat percaya bahwa dana yang mereka berikan akan dimanfaatkan dengan baik dan dana tersebut dapat mereka ambil kembali pada saat yang telah disepakati. Atas kepercayaan masyarakat inilah bank dapat menghimpun banyak dana yang kemudian akan tersalurkan dalam bentuk kredit. Semakin banyak kredit yang berhasil disalurkan, maka rasio NPL kemudian dapat menurun. ## METODE PENELITIAN Analisis Induktif Dalam penelitian ini dibahas seberapa besar pengaruh variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Dimana resiko kredit macet pada BPR rasio modal merupakan variabel independent. Model yang digunakan dalam analisis penelitian ini yaitu: Y t = α + β 1 D 1 + β 1 X 1 + β 2 X 2 + U t (2) Dimana: α = Konstanta β 1 ,β 2, β 3 = Koefisien Regresi Variabel D 1, X 1, dan X 2 U t = Error Term D 1 = Kebijakan Loan to Value X 1 = Suku Bunga Kredit Konsumsi X 2 = Rasio Modal Y t = Resiko Kredit Macet Pada BPR Konvensional di Indonesia ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Regresi Linear Berganda OLS Dari hasil pengujian persamaan dengan menggunakan aplikasi eviews 8 dapat terlihat bagaimana variabel bebas mempengaruhi variabel terikat. Dari hubungan antar variabel tersebut diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : NPL = -20.78810 + 1.017237 LTV + 0.881293 SBKK + 0.094431 CAR Kredit konsumsi dan Capital Adequacy Ratio dari tahun 2009: Q1- 2016:Q4 melalui estimasi maka diperoleh tingkat signifikansi sebesar 0.0002<α=0.10 dengan koefisien sebesar -20.78810. Hal ini berarti jika variabel kebijakan loan to value , suku bunga kredit konsumsi dan Capital Adequacy Ratio adalah sebesar 0%, maka nilai NPL pada BPR Konvensional di Indonesia adalah sebesar -2078810 % dengan asumsi cateris paribus . Nilai R-squared sebesar 0.680549 menyatakan bahwa variabel bebas didalam model mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 68% dan 32% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Pengaruh kebijakan loan to value terhadap NPL BPR di Indonesia dari tahun 2009: Q1-2016:Q4 melalui estimasi maka diperoleh tingkat signifikansi sebesar 0.0113 < α=0.10 dengan koefisien sebesar 1.017237. Hal ini berarti bahwa adanya penetapan kebijakan loan to value akan meningkatkan NPL pada tesa uci yugita, ali anis, alpon satrianto , pengaruh kebijakan makroprudensial .... BPR Konvensional di Indonesia sebesar 1.017237 % dengan asumsi cateris paribus . Jadi, Kebijakan loan to value mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap NPL BPR Konvensional di Indonesia. Pengaruh suku bunga kredit konsumsi BPR Konvensional terhadap NPL pada BPR Konvensional di Indonesia dari tahun 2009: Q1-2016:Q4 melalui estimasi maka diperoleh tingkat signifikansi sebesar 0.0000<α=0.10 dengan koefisien sebesar 0.881293. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan 1% variabel suku bunga kredit konsumsi akan meningkatkan NPL pada BPR Konvensional di Indonesia sebesar 0.881293 % dengan asumsi cateris paribus. Jadi, suku bunga kredit konsumsi BPR Konvensional mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap NPL pada BPR Konvensional di Indonesia. Pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap NPL pada BPR Konvensional di Indonesia dari tahun 2009: Q1-2016:Q4 melalui estimasi maka diperoleh tingkat signifikansi sebesar 0.0246 < α=0.10 dengan koefisien sebesar 0.094431. Hal ini berarti bahwa bahwa setiap peningkatan 1% variabel Capital Adequacy Ratio secara signifikan akan meningkatkan NPL BPR Konvensional di Indonesia sebesar 0.0246% dengan asumsi cateris paribus . Jadi, Capital Adequacy Ratio mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap NPL BPR Konvensional di Indonesia. Tabel 6 : ## Hasil Regresi OLS Dependent Variable: NPL Method: Least Squares Date: 01/26/18 Time: 22:56 Sample: 2009Q1 2016Q4 Included observations: 32 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -20.78810 4.812199 -4.319875 0.0002 LTV 1.017237 0.374966 2.712877 0.0113 SBKK 0.881293 0.148262 5.944170 0.0000 CAR 0.094431 0.039750 2.375643 0.0246 R-squared 0.680549 Mean dependent var 5.961250 Adjusted R-squared 0.646322 S.D. dependent var 0.892997 S.E. of regression 0.531073 Akaike info criterion 1.688632 Sum squared resid 7.897066 Schwarz criterion 1.871849 Log likelihood -23.01812 Hannan-Quinn criter. 1.749364 F-statistic 19.88347 Durbin-Watson stat 2.034681 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber : Hasil Olahan Eviews 8 Tahun 2018 ## PEMBAHASAN Kebijakan Loan to Value Terhadap Resiko Kredit Macet Pada BPR ## Konvensional di Indonesia Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 6 terlihat bahwa resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia dipengaruhi oleh kebijakan loan to value . Hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini diterima, dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan antara kebijakan loan to value dengan resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia. Sedangkan, nilai koefisien regresi dari pengaruh kebijakan loan to value terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia adalah positif. Hal ini berarti setelah adanya penetapan kebijakan Loan to Value akan menyebabkan meningkatnya resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia dengan asumsi cateris paribus . Hal tersebut tidak sesuai dengan teori dari target kebijakan makroprudensial yang dikeluarkan Bank Indonesia tentang pembatasan penyaluran kredit properti melalui Surat Edaran Bank Indonesia nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 yang didalamnya mengatur tentang ketentuan Loan to Value dan Down Payment atau uang muka untuk properti dan otomotif yang bertujuan untuk mengurangi resiko kredit macet. Hasil dari pengolahan data dalam penelitian ini juga bertolak belakang dengan teori. Hal ini membuktikan bahwa setelah adanya kebijakan loan to value tidak menurunkan resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia. Positifnya pengaruh kebijakan loan to value dengan resiko kredit macet dalam kurun waktu tersebut disebabkan karena besarnya nilai kebijakan LTV sehingga masyarakat merasakan kecilnya pembayaran uang muka atau down payment kepada pihak bank. Hal ini meningkatkan keinginan masyarakat dalam pembelian properti terutama masyarakat golongan menengah ke bawah sehingga meningkatkan pertumbuhan kredit properti. Terlalu tingginya pertumbuhan kredit properti diatas pertumbuhan kredit secara agregat mendorong peningkatan harga properti yang tidak menggambarkan harga yang sebenarnya. Kenaikan harga yang terlalu tinggi memicu terjadinya gagal bayar oleh masyarakat yang memanfaatkan jasa lembaga keuangan sebagai sumber pembiayaan dalam pembelian properti sehingga pada akhirnya meningkatkan resiko kredit macet. Hasil temuan ini juga didukung dengan hasil penelitian Kannan (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kebijakan Loan to Value terhadap resiko kredit macet perbankan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Lim (2011) yang menyatakan bahwasanya kebijakan loan to value berpengaruh signifikan negatif terhadap resiko kredit macet. tesa uci yugita, ali anis, alpon satrianto , pengaruh kebijakan makroprudensial .... ## Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi Terhadap Resiko Kredit Macet Pada BPR Konvensional di Indonesia Berdasarkan hasil pengolahan data yang ada pada Tabel 6 terlihat bahwa resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia dipengaruhi oleh tingkat suku bunga kredit konsumsi pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini diterima, dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat suku bunga kredit konsumsi terhadap resiko kredit macet pada Bank Perkreditan rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia. Sedangkan nilai koefisien regresi dari tingkat suku bunga kredit konsumsi terhadap resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia adalah positif. Hal ini berarti berarti meningkatnya tingkat suku bunga kredit konsumsi menyebabkan meningkatnya resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia dengan asumsi cateris paribus . Sebaliknya, menurunnya tingkat suku bunga kredit konsumsi akan menyebabkan menurunnya resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia dengan asumsi cateris paribus . Suku bunga kredit konsumsi pada Bank Perkreditan Rakyat berpengaruh signifikan terhadap resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia. Positifnya pengaruh suku bunga kredit konsumsi dengan resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia dalam kurun waktu tersebut dikarenakan meningkatnya suku bunga kredit konsumsi menyebabkan meningkatnya beban yang harus diterima oleh peminjam. Besarnya beban bunga yang harus ditanggung oleh si peminjam mengakibatkan keinginan orang untuk meminjam pada bank menurun sehingga pada pertumbuhan kredit properti juga menurun dan akhirnya meningkatkan resiko kredit macet. Sebaliknya, positifnya pengaruh suku bunga kredit konsumsi dengan resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia dalam kurun waktu tersebut dikarenakan menurunnya tingkat suku bunga kredit konsumsi menyebabkan menurunnya tingkat beban yang harus diterima oleh si peminjam. Kecilnya beban bunga yang harus ditanggung oleh si peminjam mengakibatkan keinginan orang untuk meminjam dana pada bank meningkat segingga pada pertumbuhan kredit properti juga meningkat dan akhirnya menurunkan resiko kreidt macet. Hal ini sesuai dengan teori Mankiw (2013:93) suku bunga yang tinggi membuat pinjaman uang semakin mahal, jumlah dana pinjaman yang diminta jatuh seiiring dengan naiknya suku bunga. Begitupun juga karena suku bunga yang tinggi membuat penyimpanan uang semakin menarik, jumlah dana pinjaman yang ditawarkan naik seiiring dengan naiknya suku bunga. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fakhhruddin (2016) menyatakan bahwasanya tingkat suku bunga kredit konsumsi berpengaruh positif dengan resiko kredit bermasalah. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Messai (2013) dengan menggunakan teknis analisis regresi linear yang 172 Jurnal Ecosains, Volume 6, Nomor 2, November 2017, Hal 161-174 menyatakan bahwa tingkat suku bunga kredit berpengaruh positif terhadap resiko kredit macet. ## Tingkat Rasio Modal Terhadap Resiko Kredit Macet Pada BPR Konvensional di Indonesia Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 6 terlihat bahwa resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvesnsional di Indonesia dipengaruhi oleh rasio modal. Hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini diterima, dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan antara rasio modal ( Capital Adequacy Ratio ) terhadap resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia. Sedangkan nilai koefisien regresi dari rasio modal ( Capital Adequacy Ratio) terhadap resiko kredit macet adalah positif. Hal ini berarti meningkatnya rasio modal menyebabkan meningkatnya resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia dengan asumsi cateris paribus . Sebaliknya, penurunan rasio modal menyebabkan menurunnya resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia dengan asumsi cateris paribus . Hal tersebut tidak sesuai dengan teori intermediasi perbankan yang menyatakan bahwa dengan Capital Adequacy Ratio yang tinggi, bank akan dinilai mampu untuk terus menjalankan kegiatan operasionalnya, dimana masyarakat percaya bahwa dana yang mereka berikan akan dimanfaatkan dengan baik dan dana tersebut dapat mereka ambil kembali pada saat yang telah disepakati. Atas kepercayaan masyarakat inilah bank dapat menghimpun banyak dana yang kemudian akan tersalurkan dalam bentuk kredit. Semakin banyak kredit yang disalurkan maka resiko kredit macet akan menurun. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No 26/5/BPPP besarnya CAR yang harus dicapai adalah sebesar 8 persen. Hasil dari pengolahan data pada penelitian ini juga bertolak belakang dengan teori. Dari pengolahan data didapatkan bahwa rasio modal ( Capital Adequacy Ratio) menunjukan arah positif yang mengartikan bahwa kenaikan secara signifikan akan berpengaruh pada kenaikan resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia. Hal ini membuktikan saat tingkat rasio modal yang tinggi, tidak selalu diiikuti oleh penurunan resiko kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan teori karena bank yang diteliti dalam penelitian adalah bank yang bergerak khusus dibidang perkreditan, yang pangsa utamanya adalah golongan primer yang tidak memiliki kepastian dalam kelancaran pembayaran kreditnya. Sehingga, walaupun rasio modal meningkat tidak selalu menurunkan resiko kredit macet. Hasil temuan ini juga didukung dengan penelitian Fakhruddin (2016). dengan menggunakan analisis regresi linear berganda menyatakan bahwa rasio modal ( Capital Adequacy Ratio ) berpengaruh positif signifikan terhadap Non Performing Loan . Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Kusuma (2016) yang menyatakan bahwa Capital Adequacy Ratio berpengaruh negatif tesa uci yugita, ali anis, alpon satrianto , pengaruh kebijakan makroprudensial .... terhadap Non Performing Loan . Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian Halim (2013) yang menyatakan bahwa Capital Adequacy Ratio berpengaruh negatif terhadap Non Performing Loan. ## SIMPULAN Dari hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap hasil penelitian antara variabel bebas terhadap variabel terikat seperti yang telah dijelaskan maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil pengujian menjelaskan bahwa secara parsial terdapat perngaruh positif signifikan antara kebijakan loan to value terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia. Artinya semakin meningkat kebijakan loan to value yang ditetapkan maka akan berdampak pada semakin tingginya resiko kredit pada BPR Konvensional di Indonesia. Hasil pengujian menjelaskan bahwa secara parsial terdapat pengaruh positif signifikan antara suku bunga kredit konsumsi BPR Konvensional terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia. Artinya semakin meningkat suku bunga kredit konsumsi yang ditetapkan maka akan berdampak semakin tinggi resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia. Hasil pengujian mnejelaskan secara parsial terdapat pengaruh yang positif signifikan antara rasio modal BPR Konvensional terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia.Artinya semakin meningkat rasio modal pada BPR Konvensional maka akan berdampak semakin tingginya resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia. Hasil pengujian menjelaskan bahwa secara bersama-sama kebijakan loan to value , suku bunga kredit konsumsi dan rasio modal berpengaruh signifikan terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia. Artinya setiap perubahan yang terjadi pada variabel independen yaitu kebijakan loan to value , suku bunga kredit konsumsi dan rasio modal secara simultan atau bersama-sama akan beroengaruh terhadap resiko kredit macet pada BPR Konvensional di Indonesia. ## DAFTAR PUSTAKA Arthesa, Ade dan Edila Handiman. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank . Jakarta : PT. Indeks Bank Indonesia. 2001. Surat Edaran Bank Indonesia No.3/30/DPNP Perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan Kepada Bank Indonesia. Jakarta : Bank Indonesia Bank Indonesia. 2012. Surat Edaran Bank Indonesia No.14/10/DPNP Perihal Penerapan Menajemen Resiko Pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor . Jakarta : Bank Indonesia Bank Indonesia. 2013. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Perihal Penerapan Menajemen Resiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor . Jakarta : Bank Indonesia Bank Indonesia. 2015 . Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/10/PBI/2015 Perihal Rasio Loan to Value dan Rasio Financing to value Untu Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka Untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor . Jakarta : Bank Indonesia Bank Indonesia. 2016 . Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 Perihal Rasio Loan to Value dan Rasio Financing to value Untu Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka Untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor . Jakarta : Bank Indonesia Budisantoso, Totok dan Trindaru Sigit. 2006/2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Kedua . Jakarta : Salemba Empat Fakhruddin, Muhammad Rahmadi Yusuf. 2016. Analisis Variabel Makro dan rasio Keuangan Terhadap Kredit Bermasalah. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik Volume 3 Nomor 2 . ISSN : 2442-7411 Gujarati, Damodar N. 2004. Basic Econometrics, Fourth Edition . The Mc.Graw- Hill Companies Gujarati, Damodar N. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Ketiga . Jakarta : Penerbit Erlangga Halim, M. 2015. Faktor Internal dan Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Non Performing Loan Di Bank Pemerintah dan Bank Swasta Jawa Timur Periode 2008-2012. Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Hamh, dkk. 2012. Macroprudential and Monetary Policies : Implications For Financial Stability and Welfare. NBER Working Paper No.17780 http:/www.bi.go.id/2009-2016. Statistik BPR Konvensional 2009-2016 diakses 22 Desember http:/www.ojk.go.id/2008-2016. Statistik Perbankan Indonesia 2009-2016 diakses 10 Oktober 2017 Janvisloo, Mohammadreza Alizadeh dkk. 2013. Macroeconomics and Stability in Malaysian Banking System : A Structural VAR Model. American Journal Of Economics Kannan, dkk. 2012. Monetary and Macroprudential Policy ini a Model with Price Booms. The B.E Journal Of Macroeconomics Kusuma, Ervinna Chandra dan A. Mulyo Haryanto. 2016. Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Bank (CAR, ROA, BOPO dan LDR) Serta Pertumbuhan Kredit dan Kualitas Kredit Terhadap Non Performing Loan. Jurnal Manajemen Volume 5 Nomor 4. ISSN : 2337-3792 Latumaerissa, Julius R. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lain . Jakarta : Salemba Empat Lim, dkk. 2011. Macroprudential Policies : What Instruments and How To use Them? Lessons for Country Economics. IMF Working Paper Mankiw, N. Gregory. 2013. Pengantar Ekonomi Makro . Jakarta : Salemba Empat Messai, Ahlem Selma. 2013. Micro and Macro Determinants Of Non Performing Loan . International Journal of Economics and Financial Issues Volume 3 No 4. ISSN : 2146-413
a8440090-c330-4300-ab40-d1f084addbad
https://jurnal.umt.ac.id/index.php/jmb/article/download/1607/1211
## Jurnal Manajemen Bisnis Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Tangerang ISSN: 2302-3449 I e-ISSN: 2580-9490 Vol. 8I No. 2, hal 115-123 ## ANALISA KOORDINASI, KOMUNIKASI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI SEKRETARIAT DPRD KOTA TANGERANG Irma Darmawati 1 , P r i y o S u s i l o 2 Universitas Muhammadiyah Tangerang Irmabee_80@yahoo.com,priyosusilo@yahoo.com Keyword Abstract Coordination, Communication, Organizational Culture, Employee Performance The purpose of this study was conducted to determine the effect of communication, communication and social performance on the Tangerang City DPRD Secretariat. The research method used is survey research method. P The population of this study is all employees of the Tangerang City DPRD Secretariat totaling 60 people. The sampling technique uses saturated sampling techniques from the total population of 60 people, so the research sample is taken. The number of samples in this study was 60 people. Data analysis using Multiple Linear Regression Analysis. Based on the results of the study indicate that: There is a positive and significant effect of coordination on employee performance at the Tangerang City DPRD Secretariat. This means that the better coordination will improve employee performance, and vice versa, the worse the coordination will have an impact on employee performance. There is a positive and significant influence of communication on employee performance at the Tangerang City DPRD Secretariat. This means that the better the communication will improve employee performance, and vice versa the worse the communication will have an impact on the low performance of employees.There is a positive and significant influence of organizational culture on employee performance. at the Tangerang City DPRD Secretariat. This means that the better the organizational culture will improve employee performance, and vice versa the worse the employee's organizational culture will have an impact on the low performance of employees.There is an influence of coordination, communication and organizational culture together on employee performance at the Tangerang City DPRD Secretariat. This means that good coordination, communication and organizational culture will affect the improvement of employee performance, and vice versa, poor coordination, communication and organizational culture will have an impact on the low performance of employees ## I. PENDAHULUAN ## Latar Belakang Masalah Pada umumnya sebagian besar organisasi yang ada percaya bahwa untuk mencapai sebuah keberhasilan, harus mengupayakan kinerja individu semaksimal mungkin, karena pada dasarnya kinerja individu akan sangat berpengaruh terhadap kinerja baik kinerja tim ataupun kelompok yang akhirnya berpengaruh juga terhadap kinerja sebuah organisasi. Namun pada kenyataannya untuk memaksimalkan kinerja individu tidaklah semudah itu. Banyak faktor yang menentukan dalam meningkatkan kinerja pegawai, salah satu faktor yang juga penting harus diperhatikan dalam meningkatkan kinerja pegawai adalah koordinasi, koordinasi memiliki peran yang vital dalam memadukan seluruh sumber daya organisasi untuk pencapaian tujuan . Dalam organisasi publik, sumber daya yang digunakan tidak sedikit. Untuk menunjang proses manajemen pembangunan di berbagai bidang termasuk bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya maka sumber daya baik keuangan negara maupun sumber daya manusia tidak sedikit. Bahkan, sebagian sumber daya finansial tersebut sebagian mungkin dipenuhi melalui hutang luar negeri. Dalam kondisi tersebut, apabila sumber daya tidak dimanfaatkan secara efektif dan efisien maka akan terjadi pemborosan sumber daya.Namun dalam praktek administrasi negara di Indonesia seringkali koordinasi dianggap sebagai barang mahal. Koordinasi mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilaksanakan. Banyak sekali instansi yang memiliki kegiatan sejenis namun tidak terkoordinasi dengan baik. Masalah ini juga terjadi dalam hubungan antar unit dalam organisasi. Beberapa unit dalam satu organisasi memiliki kegiatan serupa tanpa bisa dikendalikan oleh pimpinan. Kondisi ini dapat semakin parah apabila tidak dikoordinasikan dari semenjak perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi. Secara umum, koordinasi merupakan tali pengikat dalam organisasi dan manajemen yang menghubungkan peran para actor dalam organisasi dan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi dan manajemen. Dengan kata lain, adanya koordinasi dapat menjamin pergerakan aktor organisasi ke arah tujuan bersama. Tanpa adanya koordinasi, semua pihak dalam organisasi dan manajemen akan bergerak sesuai dengan kepentingannya namun terlepas dari peran aktor lainnya dalam organisasi dan peran masing-masing aktor tersebut belum tentu untuk mencapai tujuan bersama. Komunikasi sebagai aspek penting manajemen, memerlukan sebuah sumber daya manusia, yang didalamnya terdapat pola pikir untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karena itu, diperlukannya hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran, guna untuk mengetahui lebih jelas dan lebih dalam apa yang dimaksud dengan koordinasi, komunikasi sebagai suatu aspek penting dalam manajerial untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Dalam hal ini, kami mengaitkan permasalahan didalam rapat pelu adanya koordinasi, komunikasi antara unsur pimpinan dengan bawahan dalam suatu organisasi. Selain koordinasi, komunikasi, faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor budaya organisasi. Sejak berdirinya organisasi, secara sadar atau tidak, pendiri meletakkan dasar bagi budaya organisasi yang didirikan. Pertumbuhan organisasi, sebagai hasil interaksi organisasi dengan lingkungannya juga dalam mengusahakan pengembangan organisasinya, secara sadar nilai-nilai pokok tertentu perlu mengalami perubahan. Budaya organisasi perlu juga menyesuaikan diri terhadap pertumbuhan organisasi. Manajerial dalam sebuah organisasi Sekretariat sangat dituntut untuk selalu memiliki sistem manajerial yang inovatif, serta mencari cara untuk memotivasi pegawai yang merasa kurang memiliki komitmen terhadap perusaahannya, agar mereka tidak sampai menjadi organisasi calon untuk punah, sebab suatu sistem manajerial yang berlaku sekarang, besok ungkin telah menjadi sebuah sistem yang out of date . Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan di Sekretariat Sekretariat DPRD Kota Tangerang penulis menemukan permasalahan terkait koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi, diantaranya komunikasi antara atasan dan bawahan serta antara sekretaris dewan dan pimpinan DPRD masih menunjukkan kurang baik . Masih kurangnya rasa kesatuan dan masih tedapat perbedaan arah tujuan dari organisasi, tidak adanya kesepakatan terkait aktivitas yang seharusnya dijalankan di setiap pihak, kurangnya ketaatan dan loyalitas pegawai, pegawai tidak saling berbagi informasi terkait dengan aktivitas, masalah yang dihadapi dan hasil yang telah diraih, tidak terdapat koordinator dalam menjalankan dan mengawasi segala aktivitas kerjasama dalam organisasi serta memahami setiap masalah dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Budaya organisasi yang ada kurang maksimal dan berjalan kurang baik seperti tidak disiplinnya pegawai untuk bekerja, ketika jam masuk seharusnya pegawai memulai pekerjaan tapi sebaliknya mereka bersantai untuk menikmati sarapan atau sekedar berbincang dengan yang lain. Terkait koordinasi, ketika terjadi pergantian kepemimpinan, maka kebijakan berubah tanpa dikoordinasikan dengan baik, sehingga tercipta suasanan kerja yang kurang kondusif dan menciptakan budaya organisasi yang kurang baik. Produktivitas kinerja pegawai secara umum masih dirasa kurang maksimal. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk meneliti lebih mendalam mengenai permasalahan di atas, dalam sebuah penelitian berkaitan dengan pengaruh koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai sekretariat DPRD Kota Tangerang. Alasan mengambil tempat penelitian di Kantor Sekretariat DPRD Kota Tangerang dikarenakan penulis bertugas sebagai pegawai pada tempat tersebut, sehingga lebih Judah untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. ## Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah variabel koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai Sekretariat DPRD Kota Tangerang. Maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh koordinasi terhadap kinerja pegawai Sekretariat DPRD Kota Tangerang? 2. Seberapa besar pengaruh komunikasi terhadap kinerja pegawai Sekretariat DPRD Kota Tangerang? 3. Seberapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai Sekretariat DPRD Kota Tangerang? 4. Seberapa besar pengaruh koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai 5. Sekretariat DPRD Kota Tangerang? ## Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis dan menguji besarnya pengaruh koordinasi terhadap kinerja pegawai Sekretariat DPRD Kota Tangerang. 2. Untuk menganalisis dan menguji besarnya pengaruh komunikasi terhadap kinerja pegawai Sekretariat DPRD Kota Tangerang. 3. Untuk menganalisis dan menguji besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai Sekretariat DPRD Kota Tangerang. 4. Untuk menganalisis dan menguji besarnya pengaruh koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai Sekretariat DPRD Kota Tangerang. ## II. TINJAUAN PUSTAKA ## Koordinasi Menurut Ndraha (2011) koordinasi dapat didefinisikan sebagai proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda- beda sedemikian rupa sehingga disisi yang satu semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan dan di sisi lain keberhasilan yang satu tidak merusak keberhasilan yang lain. Kencana (2011) menyatakan bahwa koordinasi adalah penyesuaian diri dari masing-masing bagian, dan usaha menggerakkan serta mengoperasikan bagian-bagian pada waktu yang cocok, sehingga dengan demikian masing-masing bagian dapat memberikan sumbangan terbanyak pada keseluruhan hasil. Selain itu menurut Hasibuan (2011) koordinasi diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi, dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi. ## Komunikasi Sejak awal perkembangan, para ahli dari berbagai disiplin ilmu telah turut memberikan sumbangan yang besar terhadap keberadaan ilmu komunikasi. Menurut Fisher, ilmu komunikasi mencakup semua dan bersifat selektif Wiryanto ( 2014). Sifat selektif ilmu komunikasi digambarkan oleh Wilbur Schramm sebagai jalan simpang yang ramai, semua disiplin ilmu melintasinya Schramm (2011). Menurut Wilbur Schramm, komunikasi adalah satu proses timbal balik tentang pertukaran lambang/isyarat untuk menginformasikan, menginstruksikan, atau membujuk, agar memperoleh pengertian yang sama antara komunikator dan konteks sosial Schramm (1971). Dengan kata lain, disini kita berusaha mengadakan persamaan dengan orang lain Purba (2006). Schramm menjelaskan bahwa setiap orang dalam proses komunikasi adalah sebagai encoder maupun decoder. Disini kita secara konstan menyandi-balik tanda-tanda dari lingkungan sosial ( frame reference ) kita, menafsirkan tanda-tanda tersebut dan menyandi sesuatu sebagai hasilnya. Dengan kata lain, disini kita menerima dan juga menyampaikan pesan. Lingkungan sosial ( frame reference ) disini menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi, dan politik yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya: kesamaan bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan status sosial. Makna yang dihasilkan dari pengertian ini adalah adanya penyandian-pesan (penafsiran) yang kita lakukan sendiri yang membuat kita menyandi pesan itu kembali Mulyana (2012). Selain dipengaruhi oleh lingkungan sosial, proses komunikasi dari paradigma Schramm ini melihat adanya proses komunikasi yang berasal dari konteks hubungan ( context of relationship ). Konteks hubungan ( context of relationship ) disini adalah adanya pengalaman, pengetahuan, keterampilan komunikasi, keadaan sosial, dan sikap yang sama, sehingga komunikasi yang terjadi antara sesamanya dapat dimengerti dan berjalan lancar. Sebaliknya, jika konteks hubungan ( context of relationship ) komunikan tidak sama dengan konteks hubungan ( context of relationship ) komunikator, maka akan timbul kesulitan untuk mengerti satu sama lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi yang ditawarkan Schramm bersifat dua arah atau timbal balik ( two ways communication ) yang berlangsung secara terus-menerus (tidak hanya satu kali menyerupai lingkaran yang besar, tetapi akhirnya mengecil mencapai suatu titik pengertian dan kesepakatan bersama). Selain itu komunikasi juga akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan ( frame of reference ), yakni paduan pengalaman dan pengertian ( collection of experiences and meanings ) yang pernah diperoleh komunikan. Dimana adanya lingkungan sosial ( social environment ) dan konteks hubungan ( context of relationship ) yang merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Osgood yang telah menginspirasi Schramm juga memiliki proses komunikasi secara dua arah atau timbal balik ( two ways communications ). Disini Osgood juga menekankan kepada kajian individu yang berfungsi sebagai sumber dan penerima Purba (2006). Rogers dalam Suranto (2015) mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang di dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk merubah perilakunya. Pendapat senada dikemukakan oleh Theodore Herbert, yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang di dalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus. Selain definisi yang telah disebutkan di atas, pemikir komunikasi yang cukup terkenal yaitu Wilbur Schramm memiliki pengertian yang sedikit lebih detil. Menurutnya, komunikasi merupakan tindakan melaksanakan kontak antara pengirim dan penerima, dengan bantuan pesan; pengirim dan penerima memiliki beberapa pengalaman bersama yang memberi arti pada pesan dan simbol yang dikirim oleh pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan atau informasi dari seseorang kepada orang lain baik secara verbal maupun nonverbal. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan menggunakan simbol, tanda, atau tingkah laku. ## Budaya Organisasi Menurut Tylor (2010) “Culture or civilizatio, taken in its wide technographic sense, is that complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by men as a member of society.”. Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas, meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat). Dari tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur budaya meliputi: (1) ilmu pengetahuan; (2) kepercayaan; (3) seni; (4) moral; (5) hukum; (6) adat istiadat; (7) perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat; (8) asumsi dasar; (9) sistem nilai; (10) pembelajaran/pewarisan; dan (11) masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Umam (2010). Ndraha (2010) mengemukakan organisasi dapat juga diamati sebagai living organism seperti halnya manusia, dan sebagai produk proses organizing. Sebagai living organism yang sudah ada, suatu organisasi merupakan output proses panjang di masa lalu, sedangkan sebagai produk proses organizing, organisasi adalah alat atau input sebagai usaha mencapai tujuan. Jadi ada organisasi sebagai output (OSO) dan ada organisasi sebagai input (OSI) . Pada gilirannya suatu OSI menjadi OSO. Pada umumnya OSI merupakan organisasi formal. Robbins dan Judge dalam Sunyoto dan Burhanudin (2011) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang lain. Budaya organisasi menurut Newstrom (2007) pola atas asumsi, kepercayaan, nilai, dan norma yang mana dibagi kepada semua anggota organisasi. Budaya ini mungkin dengan sadar dibuat oleh anggota inti organisasi tersebut, atau ini mungkin terbentuk seiring perjalanan waktu organisasi tersebut. Ini merepresentasikan sebuah elemen pokok lingkungan kerja yang mana pekerja melaksanakan pekerjaan mereka. Budaya organisasi adalah sesuatu yang tidak terlihat, kita tidak dapat melihatnya atau menyentuhnya, tetapi ini hadir dan melekat. Seperti udara di dalam suatu ruangan, ini berada di sekeliling kita dan mempengaruhi segala sesuatu, itu terjadi dalam sebuah organisasi. Menurut John W. Newstrom (2007) budaya organisasi adalah penting bagi organisasi. Ini memberikan identitas organisasi untuk para pegawai, yaitu sebuah definisi visi organisasi. Ini juga sumber penting untuk stabilitas dan kontinyuitas organisasi, yang mana menjaga sebuah perasaan aman bagi anggotanya. Dalam waktu yang sama, pengetahuan budaya organisasi membantu anggota baru mengiterpetasikan apa yang harus dilakukan di dalam organisasi. Budaya organisasi juga membantu menstimulasi antusiasme anggota atau pegawai untuk melaksanakan tugasnya. Yukl (2008) memandang organisasi sebagai budaya merupakan fenomena yang relatif baru. Organisasi hampir mirip dengan organisme biologi yang mempunyai kepribadian, bisa tegar atau fleksibel, tidak ramah atau mendukung, inovatif atau konservatif serta mempunyai tujuan bukannya bergerak secara refleksi atau acak. Suatu organisasi biasanya memiliki satu atau lebih tujuan yang dinyatakan secara formal, disamping mempunyai tujuan informal dan tujuan terselubung yang dapat dibaca dari keputusan-keputusan dan tindakan organisasi. Sedangkan menurut Robbins (2012) terdapat kesepakatan luas bahwa budaya organisasi merujuk kepada suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggota-anggota suatu organisasi, yang membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya. Sistem pengertian bersama ini, dalam pengamatan yang lebih seksama, merupakan serangkaian karakter penting yang menjadi nilai bagi suatu organisasi. Dari sejumlah pendapat di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa budaya organisasi merupakan sistem makna, nilai- nilai, dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lainnya. Budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas kinerja organisasi, khususnya kinerja karyawan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. ## Kinerja Pegawai Kinerja dalam bahasa latin berasal dari kata Job performance atau performance yang mempunyai arti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang Mangkunegara, 2012). Dan biasanya orang yang kinerjanya tinggi disebut orang yang produktif dan sebaliknya orang yang tingkat kinerjanya tidak mencapai tingkat standar dikatakan sebagai orang yang tidak produktif atau berperforma rendah. Menurut Hasibuan (2013) kinerja adalah merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan, usaha dan kesempatan. Berdasarkan paparan di atas kinerja adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu menurut standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Di dalam suatu organisasi, kinerja memiliki pengaruh yang sangat besar bagi tercapainya tujuan organisasi tersebut. Kinerja atau lebih dikenal dengan penampilan kerja atau performance mengandung pengertian sebagai suatu kemampuan yang dapat dicapai personil sebagai persyaratan pekerjaannya Kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dilihat secara kuantitas dan kualitas ketika seseorang melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya. Ungkapan kemajuan yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap serta motivasi untuk menghasilkan sesuatu adalah kinerja. Fatah (2013). Menurut Simamora (2011) bahwa untuk mencapai agar organisasi berfungsi secara efektif dan sesuai dengan sasaran organisasi, maka organisasi harus memiliki kinerja pegawai yang baik yaitu dengan melaksanakan tugas- tugasnya dengan cara yang handal. Dari paparan teori diatas adalah bahwa suatu organisasi atau Sekretariat dapat berjalan sesuai sasaran dan berfungsi secara efektif serta efisien maka organisasi/Sekretariat tersebut harus mempunyai pegawai yang memiliki kinerja yang baik, yaitu yang memiliki kemampuan melaksanakan tugas- tugasnya secara handal. Mangkunegara (2012) berpendapat bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. As’ad (2013) menyatakan bahwa kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja itu berkenaaan dengan apa yang dihasilkan seseorang dari tingkah laku kerjanya. Orang yang tingkat kinerjanya tinggi disebut sebagai orang yang produktif, begitu juga sebaliknya orang yang tingkat kinerjanya tidak mencapai standar dikatakan sebagai orang yang tidak produktif atau berkinerja rendah. Sulistiyani dan Rosidah (2008) menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Secara definitif Bernandin dan Russell dalam Sulistiyani dan Rosidah (2008) juga mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Menurut manajemen sumber daya manusia kinerja merupakan hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan seseorang dalam melaksanakan kerja atau tugas. Muljani (2009) mengemukakan bahwa kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang pekerja. Oleh karena itu ia mengungkapkan pengertian kinerja yang dianggapnya representatif harus juga menggambarkan tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seseorang. Dengan demikian, kinerja dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan suatu perbuatan, prestasi atau apa yang diperlihatkan seseorang melalui keterampilan yang nyata, sehingga kinerja dapat pula diartikan sebagai penampilan kerja. Dari beberapa pendapat mengenai pengertian kinerja di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikannya dan kinerja merupakan hasil kerja sesungguhnya yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya berdasarkan tujuan dan standar organisasinya. ## Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:“Terdapat pengaruh yang signifikan koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Tangerang.” ## III. METODOLOGI PENELITIAN ## Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan ( explanatory research ), karena penelitian ini bermaksud menjelaskan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survey. ## Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai Sekretariat DPRD Kota Tangerang sejumlah 60 orang. Teknik sampling (teknik pengambilan sampel) dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan non probability sampling , yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Karena jumlah populasi yang sedikit, maka Jenis non probability sampling yang penulis gunakan adalah metode sampling jenuh. Dari jumlah populasi sebanyak 60 orang, maka yang diambil seluruhnya menjadi sampel penelitian. Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. ## Teknik Analisis Data 1. Statistik Deskriptif Menurut Sugiyono (2010), analisis deskriptif adalah metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi mean, minimum, maximum serta standar deviasi yang bertujuan mengetahui distribusi data yang menjadi sampel di dalam penelitian. 2. Uji Asumsi Dasar a. Uji Normalitas Data Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui data normal atau tidak dari masing-masing variabel penelitian. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan uji One Sample Kolmogorof Smirnov dan uji Shapiro Wilk dengan menggunakan taraf signifikan 0,05. Data berdistandaribusi normal jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 atau 5%. b. Uji Linieritas Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linier. Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test for Linearity dengan taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi (linieritas) kurang dari 0,05 ## 3. Uji Asumsi Asumsi Klasik a. Uji Multikolinieritas Model regresi berg anda yang baik adalah model regresi yang variabel- variabel bebasnya tidak memiliki korelasi yang tinggi atau bebas dari multikolinieritas. Deteksi adanya multikolinearitas dipergunakan nilai VIF ( Varian Infalaction Factor ), bila nilai VIF dibawah 10 dan nilai tolerance di atas 0,1 berarti data bebas multikolinearitas. Dapat pula dideteksi dengan melihat korelasi antara variabel bebas bila masih di bawah 0,8 maka disimpulkan tidak mengandung multikolineritas. b. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi penyimpangan model karena gangguan varian yang berbeda antar observasi satu ke observasi lain. Untuk mengetahuinya dilakukan dengan cara pengujian regresi nterhadap nilai residual melalui SPSS. Model yang bebas dari heteroskedastisitas memiliki nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 Uji hateroskedastisitas dapat pula dideteksi menggunakan uji Glejser untuk meregres nilai absolute residual terhadap variabel bebas. Jika variabel bebas signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Apabila nilai signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5% maka dapat disimpulkan tidak ada heteroskedastisitas. 4. Analisis Regresi Linear Berganda Setelah data di uji validitas, reliabilitas dan normalitas datanya, langkah selanjutnya adalah analisis data menggunakan regresi linier berg. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas yaitu: Koordinasi (X 1 ), Komunikasi (X 2 ), dan Budaya Organisasi (X 3 ) terhadap variabel terikatnya yaitu Kinerja Pegawai (Y). Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Dimana: Y = Variabel dependen (Kinerja Pegawai) a = Konstanta b1, b2, b3 = Koefisien garis regresi X1, X2, X3 = Variabel independen (Koordinasi, Komunikasi dan Budaya Organisasi) e = Error / variabel pengganggu ## IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh Koordinasi terhadap Kinerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis regresi pada uji hipotesis pertama, yaitu terdapat pengaruh koordinasi terhadap kinerja pegawai diperoleh nilai t hitung sebesar 25,998 dengan nilai Sig. 0,000. Ini berarti nilai Sig < nilai α (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa koordinasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Tangerang. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Gittell (2008), Cheng and George (2008), Boella and Torre (2005), Bruns (2013), Vahabi (2009), Faraj and Xiao (2006), Ayu dan Salit (2006), dan Trianto (2013), dimana semua penelitian tersebut menunjukkan bahwa koordinasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Ada tiga variasi menurut Muhammad (2002:86) yang diperlukan oleh suatu unit- unit organisasi dalam menentukan kebutuhan akan koordinasi, yaitu 1) Ketergantungan yang dikelompokkan ( pooled interdependence ), terjadi apabila unit-unit organisasi tidak tergantung satu sama lain untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari, tetapi saling tergantung pada prestasi yang memadai dari setiap unit bagi tercapainya tujuan akhir. 2) Ketergantungan sekuensial ( sequential interdependence ), yaitu suatu unit organisasi harus melaksanakan aktivitas terlebih dahulu sebelum unit-unit selanjutnya dapat bertindak. 3) Ketergantungan timbal balik ( reciprocal interdependence ), melibatkan hubungan timbal balik antara sejumlah unit. Koordinasi adalah proses pemaduan sasaran dan kegiatan unit-unit yang terpisah pada sebuah organisasi agar dapat mencapai tujuan organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi, para individu dan bagian-bagian akan kehilangan pandangan tentang peran mereka di dalam organisasi yang bersangkutan. Mereka akan mengejar kepentingan mereka yang khas, seringkali dengan mengorbankan tujuan organisasi yang lebih besar (Stooner, 1992: 382). Dengan demikian, koordinasi merupakan alat atau sarana mutlak yang diperlukan untuk dapat menciptakan efektivitas kerja terutama bagi kegiatan atau tugas-tugas pegawai pada suatu instansi. 2. Pengaruh Komunikasi terhadap ## Kinerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis regresi pada uji hipotesis kedua yaitu terdapat pengaruh komunikasi terhadap kinerja pegawai diketahui nilai t hitung sebesar 45,913, dan dengan taraf signifikansi (p-value), diketahui bahwa nilai probabilitas signifikansi (Sig.) = 0,006. Ini berarti nilai Sig < nilai α (0,006 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa Komunikasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Tangerang. Hasil ini sesuai dengan penelitian tentang komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam mendorong kinerja pegawai, yang diteliti oleh Varona (2005: 8) di Guatemala, yang menyimpulkan bahwa mutu hubungan di dalam proses komunikasi antara karyawan di Guatemala dengan para supervisor (penyelia), adalah dimensi yang paling penting di dalam konsep kepuasan komunikasi. Kepuasan komunikasi terjadi ketika gagasan-gagasan ditukar di dalam suatu iklim yang ditandai oleh kepercayaan, rasa hormat, dukungan, kejujuran, umpan balik bersifat membangun, dan saling pengertian yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja kerja dari mesing- masing karyawan. Komunikasi merupakan hal penting dalam penciptaan dan pemeliharaan sistem pengukuran kinerja. Komunikasi sebaiknya dari berbagai arah, berasal dari top-down, bottom-up dan secara horizontal berada di dalam dan lintas organisasi. Dalam rangka pengambilan keputusan serta pelaksanaan kegiatan pimpinan, baik berupa perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengendalian, maka senantiasa dipelihara adanya komunikasi yang setepat tepatnya. Peranan komunikasi organisasi sangat penting dalam upaya meningkatkan kemampuan pegawai menuju tercapainya produktivitas dan kinerja suatu organisasi. ## 3. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis regresi pada uji hipotesis ketiga yaitu terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai diketahui nilai t hitung sebesar 45,913 dengan Sig. 0,000. Ini artinya nilai Sig < nilai α (0,00< 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Tangerang. Hal ini sesuai dengan penelitian Fajrina (2009) yang menyimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Pengelolaan yang baik atas budaya organisasi akan bisa mempengaruhi tercapainya kinerja pegawai yang tinggi. Budaya organisasi merupakan sistem nilai- nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung memiliki pengaruh terhadap kinerja organisasi. Jadi dapat disimpulkan budaya organisasi pada Sekretariat DPRD Kota Tangerang sudah nyaman dan kondusif sehingga memberikan kenyamanan pada pegawai dalam bekerja dan pegawai bisa bekerja lebih optimal yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerjanya dalam bekerja. ## 4. Pengaruh Koordinasi, Komunikasi dan Budaya Organisasi Secara Bersama- Sama terhadap Kinerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis regresi ganda pada uji hipotesis keempat yaitu terdapat pengaruh koordinasi, komunikasi dan budaya organisasisecara bersama-sama terhadap kinerja pegawai diketahui nilai F hitung sebesar 744,055, dan dengan taraf signifikansi (p-value), 0,000. Ini berarti nilai Sig < nilai α ( 0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh koordinasi, komunikasi dan budaya organisasisecara bersama-sama terhadap kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Tangerang. Besarnya pengaruh variabel koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi secara simultan (bersama-sama) terhadap kinerja pegawai sebesar 97,6%. ## V. KESIMPULAN DAN SARAN ## Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan koordinasi terhadap kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Tangerang. Ini artinya makin baik koordinasi maka akan meningkatkan kinerja pegawai, demikian juga sebaliknya makin buruk koordinasi maka akan berdampak pada rendahnya kinerja pegawai 2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan komunikasi terhadap Kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Tangerang. Ini artinya makin baik komunikasi maka akan meningkatkan kinerja pegawai, demikian juga sebaliknya makin buruk komunikasi maka akan berdampak pada rendahnya kinerja pegawai. 3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi terhadap Kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Tangerang. Ini artinya makin baik budaya organisasi maka akan meningkatkan kinerja pegawai, demikian juga sebaliknya makin buruk budaya organisasi pegawai maka akan berdampak pada rendahnya kinerja pegawai. 4. Terdapat pengaruh koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap Kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Tangerang. Ini artinya baiknya koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai, demikian juga sebaliknya buruknya koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi maka akan berdampak pada rendahnya kinerja pegawai. ## Saran Berdasarkan hasil penelitian, yang menyimpulkan terdapat pengaruh koordinasi, komunikasi dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap Kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Tangerang, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk peningkatan kinerja pegawai, organisasi perlu melakukan evaluasi- evaluasi yang bersifat menyeluruh kepada setiap pegawai yang ada dilingkungan Sekretariat DPRD Kota Tangerang. Evaluasi ini diperlukan agar pegawai merasakan bagian dari organisasi yang mengemban tanggung jawab dalam peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarkat. Dalam peningkatan kinerja pegawai, organisasi perlu melakukan dorongan kepada pegawai agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta tidak bersifat menunggu yang artinya pegawai harus bersikap aktif terhadap pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, serta pegawai hendaknya selalu mengikuti perkembangan peraturan-peraturan agar setiap pelaksanaan tugas dapat lebih efektif dan efisien. 2. Peningkatan kinerja pegawai tidak terlepas dari pemberian dorongan atau motivasi kepada pegawai. Dalam hal ini organisasi hendaknya membuat kebijakan-kebijakan yang mengarah kepada motivasi pegawai seperti, memberikan reward kepada pegawai yang berprestasi, memberikan pengembangan pengetahuan terhadap pegawai secara menyeluruh, memberikan penjenjangan karir yang jelas dan memberikan promosi jabatan kepada pegawai yang prestasi. Hendaknya dalam meningkatkan motivasi kerja pegawai, organisasi harus bisa menanamkan rasa tanggung jawab kepada pegawai bahwa pegawai adalah abdi negara yang harus memberikan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. 3. Organisasi diharapkan untuk meningkatkan komunikasi karena tanpa komunikasi yang baik, maka koordinasi yang diharapkan tidak akan bisa terlaksana dengan baik sehingga dapat menciptakan budaya organisasi yang kurang baik dan menimbulkan kendala-kendala dalam pelaksanaan tugas. Dalam komunikasi terdapat unsur informasi, untuk itu kerja sama dan pemakaian informasi bersama dari informasi diantara para atasan adalah amat penting dilakukan. Pada tingkat- tingkat terendah dalam organisasi,faedah pemakaian secara bersama dari informasi sering diabaikan. Sistem komunikasi harus diarahkan kepada pemakai semua tingkatan dalam organisasi secara bersama. Peningkatan komunikasi disini baik komunikasi dari atasan ke bawahan, komunikasi dari bawahan ke atasan dan komunikasi antara sesama pegawai baik dalam satu bagian dan dam sub bagian serta komunikasi antara bagian - bagian dilingkungan Sekretariat DPRD Kota Tangerang. 4. Berdasarkan hasil analisis pengaruh bersama, diketahui bahwa variabel yang memberikan pengaruh paling kecil adalah variabel koordinasi. Karena itu koordinasi melalui dimensi- dimensinya (koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal) harus semakin ditingkatkan agar kinerja pegawai semakin meningkat, dengan lebih menitikberatkan pada intensitas koordinasi vertikal yang dimaksimalkan melalui penyelenggaraan rapat-rapat dan konsultasi pada pimpinan, karena merupakan dimensi yang paling kuat mempengaruhi dimensi kualitas kerja pada variable kinerja pegawai. ## DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2011. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta. Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dawson, EJ. dan Burgoon, Hunsaker. 2014. Komunikasi manusia . Thousand Oaks. CA; Sage. Effendi, Onong Uchjana. 2010. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Faules, Don dan F. R. Wayne Pace. 2011. Komunikasi Organisasi ; Strategi Meningkatkan Kinerja Sekretariat . Bandung: Remaja Rosdakarya. Gibson, Ivencevich, & Donnelly. 2012. Organisasi , Edisi Kedelapan, Jilid I, Terjemahan, Jakarta: Binarupa Aksara. Handoko, T. Hani. 2013. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia , Yogyakarta: BPFE. ________ 2011. Manajemen . Cet. XVIII; Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Hasibuan, Malayu. S.P. 2011. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivita s , Jakarta: Bumi Aksara. ________ 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta. Lestari, Endang. 2013. Komunikasi yang Efektif. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Mangkunegara, Anwar P. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia Sekretariat . Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhammad, Arni. 2015. Komunikasi Organisasi . Jakarta: Bumi Aksara. Ndraha , Taliziduhu. 2011. Ilmu Pemerintahan Baru. Jakarta: Rineka Cipta. ________ , 2007 . Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta : PT. Bumi Aksara Purwanto, Ngalim. 2011 . Prinsip dan Teknik Evaluasi , Jakarta: GIP, IKIP. Robbins, S.P. 2011. Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi , Edisi 8, Jilid 1, Terjemahan, Jakarta: Prehalindo. _________ 2013. Perilaku Organisasi , Jilid I, Edisi 9 (Indonesia), PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Sedarmayanti. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: PT. Refika Aditama. Siagian, Sondang P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Singarimbun, Masri & Sofyan Effendi. 2010. Metode Penelitian Survei , Edisi Revisi, Jakarta: LP3ES. Steers, R.M., Porter & G.A. Bigley. 2012. Motivation and Leadership at Work , New York: McGraw-Hill. Sudjana, Nana. 2014. Metode Statistik , Bandung: Tarsito. Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . Bandung: Alfabeta. Suranto. 2015. Komunikasi Per Sekretariatan . Yogyakarta : Media Wacana . Sutrisno, Edi. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Terry, GR. 2011. Pengembangan Sumber Daya Manusia , Yogyakarta: Liberty. Umar, Husein. 2013. Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia Utama. Halilah Li. 2013. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung. Jurnal UPI Vol 1 Edisi. Hal 238-248. Herman dan Nusa, Abdi. 2015 . Pengaruh Komunikasi dan Koordinasi Organisasi terhadap Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPUD) Sumatera Selatan . JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) VOL. 5 NO. 1 Hendriani, Susi, 2014. Pengaruh Motivasi Dan Komunikasi Terhadapkinerja Pegawai Di Lingkungan Sekretariat Daerah Propinsi Riau . Jurnal Aplikasi Bisnis, vol. 4 no. 2, April 2014 Octorano, Donny Feronika, 2015. Pengaruh Koordinasi, Kompetensi Dan Disiplin Terhadapkinerja Pegawai Unit Layanan Pengadaan Kementerian Agama Pusat (ULP Kemenag Pusat). Jurnal MIX, Volume V, No. 1, Feb 2015 Slamet, Achmad. 2014, Model Uji Kompetensi Pegawai Produktifi SDN bidang Bisnis dan Manajemen . Dokumen Jurnal. 1: 170-173 diterbitkan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Zeithaml, Valarie A., Leonard L. Berry & A. Parasuraman. April 2014. “The Behavioral Consequences of Service Quality”, Journal of Marketing , Vol. 60, page 31-46. Peraturan Walikota Tangerang Nomor 56 Tahun 2016 Rencana Kerja Sekretariat DPRD Kota Tangerang tahun 2017
7c772aa7-fc26-431b-a70e-a9c43debac31
https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jmp/article/download/4265/3201
PENGARUH QUALITY OF WORK LIFE (QWL) DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP PRODUKTIVITAS GURU SD SWASTA KATOLIK ## DI JAKARTA PUSAT Lucia Klamensia Rahaded  Abstract: The objective of this research was to understand the effect of Quality Of Work Life (QWL) and organizational culture on productivity. It was a quantitative research was conducted ten schools located in Jakarta Centre.The research uses a survey method with path analysis was applied in testing hypothesis. It was conducted to 153 teachers at Private Catholic Elementary Schools as the respondents which were selected in a simple random way.The result of this study are: (1). There is a positive direct effect of Quality Of Work Life (QWL) on productivity. (2). There is a positive direct effect of organizational culture on productivity, and (3). There is a positive direct effect of Quality Of Work Life (QWL) on organizational culture. Keywords: Quality Of Work Life (QWL), organizational culture, productivity. ## PENDAHULUAN Tantangan terbesar dalam dunia pendidikan di Indonesia pada zaman sekarang ini terletak pada kualitas pendidikan yang sangat memprihatinkan. Problem kualitas pendidikan itu terkait langsung dengan kurangnya sumber daya manusia, dalam hal ini sumber daya guru yang dapat menjadi salah satu sorotan utama ketika produktivitas sebuah sekolah mengalami kemunduran. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukan data Balitbang pada tahun 2003 bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya 8 sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam katagori the Primary Years Program (PYP); dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata hanya 8 sekolah yang mendapatkan pengakuan dunia dalam katagori the Middle years Program (MYP), dan dari 8.036 SMA ternyata hanya 7 sekolah saja yang mendapatkan pengakuan dunia dalam katagori The Diploma Program (TDP) ( http://repository.upi.edu/10785/t_ pmp_0909896_chapter1 ). Lebih lanjut berdasarkan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 yang dirilisoleh Organization for Economic Co- operation and Development (OECD) menunjukkan bahwa kemampuan matematika, sains, dan membaca anak Indonesia berada di peringkat bawah yaitu ke-64 dari 65 negara peserta. Kemudian hasil PISA terbaru tahun 2015 seperti yang dilansir oleh BBC Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia menduduki posisi ke-69 dari 76 negara peserta (Sean Coughlan, 2016). Sedangkan darihasilstudi TIMSS ( Trends in International Mathematics and Science Study ), menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat 36 dari 49 negara dalam hal melakukan prosedur ilmiah. Dalam 10 tahun terakhir ini hasil PISA dan TIMSS masih berjalan di tempat (Sarnapi, 2016).  Staf Pengajar di SDNK Duroa Rusyan dan Suherian (2012:1) mengatakan bahwa secara formal status guru di dalam budaya Indonesia masih menempati tempat yang terhormat, namun secara material, profesionalisme guru mengalami kemerosotan yang mengkhawatirkan. Sekolah-sekolah, terutama Sekolah Dasar-Sekolah Dasar Swasta Katolik wilayah Jakarta Pusat mengalami masalah ini. Sumber daya manusia dalam hal ini guru-guru Sekolah Dasar sebagai ujung tombak yang menentukan keberhasilan dalam pendidikan kurang menghasilkan output pendidikan yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Terkait permaslahan ini, Ketua Tim Kerja Sekolah Dasar Majelis Pendidikan Katolik Wilayah Jakarta Pusat Menginformasikan bahwa: Kurangnya produktivitas guru sekolah Dasar dalam Wilayah Jakarta Pusat telah mengakibatkan berkurangnnya kualitas lulusan SD. Lulusan SD yang kurang berkualitas tersebut telah menyebabkan masyarakat kurang memiliki apresiasi dan beralih memilih menyekolahkan anaknya pada sekolah negeri dan sekolah swasta lainnya. Akibatnya Sekolah Swasta Katolik dalam wilayah Jakarta Pusat mengalami kekurangan murid di tahun-tahun terakhir ini. Indikator dari merosotnya produktivitas guru SD Swasta Katolik dilihat dari masih ditemukan di beberapa guru yang belum bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas pokoknya yakni membuat kelengkapan mengajar dengan baik dan lengkap, dalam proses belajar mengajar masih di temukan guru yang belum tepat dalam mencapai tujuan pembelajaran, juga masih sangat kurang dalam menguasai media informasi dan teknologi dalam mewujudkan proses belajar mengajar terutama masih ditemukan guru yang belum tepat dalam menggunakan metode pembelajaran (diperolehdari, Ketua TIM Kerja Sekolah Dasar Majelis Pendidikan Katolik Wilayah Jakarta Pusat, padadesember 2016). Menurunnya produktivitas guru dipicu oleh beberapa faktor di antaranya adalah Quality of Work Life (QWL) pada guru. Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat berharga, maka kepala sekolah bertanggung jawab untuk memelihara Quality of Work Life (QWL) dan membina guru agar bersedia memberikan kontribusinya secara optimal untuk mencapai tujuan pendidikan. Konsep Quality of Work Life (QWL) mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dan lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting dari Quality of Work Life dalam mengubah iklim kerja agar organisasi secara teknis dan manusiawi membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik. Adanya Quality of Work Life (QWL) yang baik akan menimbulkan semangat para guru untuk bekerja dengan sekreatif mungkin dalam mengajar. Faktor lainnya yaitu budaya organisasi. Budaya organisasi sekolah sebagai suatu sistem nilai memegang peranan yang strategis dalam mengatur mekanisme dinamika organisasi sekolah, maupun kinerja sekolah sebagai pelayanan pendidikan. Budaya yang adaptif berangkat dari logika bahwa hanya budaya organisasi yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, akan diasosiasikan dengan kinerja yang superior sepanjang waktu. Budaya adaptif ini merupakan sebuah budaya dengan pendekatan yang bersifat siap menanggung resiko, percaya, dan proaktif terhadap kehidupan individu. Para guru secara aktif mendukung usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi semua masalah dan mengimplementasikan pemecahan yang dapat berfungsi. Ada suatu rasa percaya yang dimiliki bersama yang membangkitkan kegairahan untuk dapat melakukan apa saja untuk mencapai keberhasilan organisasi. Secara teknis produktivitas digambarkan sebagai perbandingan rasio keluaran (output) dengan masukan (input) . Seperti dijelaskan oleh John W. Newstroom (2007:13-14) yang berpendapat bahwa, " Productivity is a ratio that compares units of output with units of input, often againts a predetemined standard. If more outputs can be produced from the same amount of inputs, productivity is improved " . Bahwa produktivitas pada dasarnya merupakan rasio antara masukan (input) dan keluaran (output) . Hal di atas menegaskan bahwa produktivitas selalu bertumpu pada dua komponen utama yaitu masukan (input) dan keluaran (output) . Jika kedua komponen tersebut memiliki besaran yang proporsional, maka hal itu akan dapat dikatakan produktif. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa dalam sebuah organisasi itu selalu diusahakan untuk menekan input dan mengoptimalkan output. Donal C. Mosley, Leon C Megginson, dan Paul H. Pietri (2005:439) yang mengatakan bahwa, " Produktivity is a measure of outputs compared to inputs. Productivity can be increased by increasing output with the same input, decreasing input and maintening the same outputs, or increasing output while decreasing input " . Produktivitas adalah ukuran dari keluaran (output) dibandingkan dengan masukan (input) . Produktivitas dapat meningkat dengan cara menaikan keluaran dengan masukan yang sama, mengurangi masukan dan menjaga keluaran yang sama, atau menaikan keluaran dengan mengurangi masukan. Robbins dan Coulter (2012:492) menjelaskan bahwa: Produktivity is the amount of goods or services produced divided by the inputs needed to generate thet output. Organization and individual work units want to be productive. They want to produce the most goods and services using the least input. Output is measured by the sales revenue an organization receives when goods are sold (selling price multiplied by the number sold). Input is measured by the cost of acquiring and transforming resources into outputs. Produktivitas merupakan jumlah barang atau jasa yang dihasilkan dibagi dengan input yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang diinginkan. Dalam memproduksi barang dan jasa tersebut, setiap organisasi atau individu dalam organisasi itu ingin menghasilkan suatu barang atau jasa dengan menggunakan masukan atau input yang serendah-rendahnya. Ivancevch et.al (2008:26) berpendapat bahwa: Productivity is the relationship between inputs (e.g.,hours of work, effort, use of equipment) and output (e.g.,personal computer productivity such as profit, sales market share, students graduated, patient released, documents processed, client services, and the like. Produktivitas adalah hubungan antara masukan (seperti, jumlah jam kerja, usaha penggunaan peralatan) dan keluaran (seperti produksi, penanganan komplain pelanggan). Ukuran produktivitas mencakup profit, penjualan, lulusan siswa, proses dokumen, jasa, pelanggan dan sebagainya. Robert L Mathis (2011:9) yang mendefinisikan bahwa: Productivity is a measure of the quantity and quality of work done, consedering the cost of the resources used. Productivity can be a competitive advantages because when the costs to produce goods and services are lowered by effective processes, lower prices can be charged or more revenue made. Produktivitas adalah ukuran kuantitas dan kualitas pekerjaan yang dilakukan dengan mempertimbangkanbiaya sumber daya yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Pada konteks ini uraian tersebut mengandung makna bahwa produktivitas merupakan seberapa efektif nilai masukan produk/jasa diolah menjadi sebuah keluaran yang bernilai, dan seberapa efisen penggunaan sumber daya untuk mengolah masukan menjadi sebuah keluaran yang bernilai tersebut dihasilkan. Rogelberg (2007:651) berpendapat bahwa: Quality of work life (QWL) has been identified as a personal reaction to work environment and experience such as perceptions of control, and well being in relation to someones’s job and organizatoin, with no one generally accepted definition of the tern. Dari pernyataan ini Rogelberg memandang bahwa kualitas kehidupan kerja (QWL) diidentifikasi sebagai reaksi personal terhadap lingkungan kerja dan pengalaman seperti persepsi dari kontrol, kepuasan, keterlibatan, komitmen, keseimbangan kehidupan kerja, dan kesejahteraan dalam kaitannya dengan pekerjaan seseorang dan organisasi dengan tidak ada definisi yang berlaku umum bagi istilah tersebut. Sementara itu Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2008:139) memberikan pandangannya mengenai kualitas kehidupan kerja sebagai berikut, “quality of work life is management philosophy and pratice that enhance employee dignity, introduce cultural chance, and provide oppurtunities for growth and development”. Kualitas kehidupan kerja adalah filosofi manajemen dan praktik yang meningkatkan martabat karyawan, memperkenalkan perubahan budaya, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan dan pembangunan. Sejalan dengan konsep di atas Cascio (2003:28) berpendapat bahwa: QWL is simple-it involves giving workers the opportunity to make decisions about their jobs, the design of their workplace, and what they need to make products or to deliver services most effectively. It requires managers to treat workers with dignity. Secara sederhana QWL adalah pemberian kesempatan bagi pekerja untuk membuat keputusan tentang pekerjaan mereka, desain tempat kerja dan apa yang mereka butuhkan untuk membuat produk atau memberikan layanan yang paling efektif. Hal itu membutuhkan manager untuk memperlakukan pekerja dengan bermartabat. Menurut Robert P. Vecchio (2006:378), “in essence, QWL represents a desired and state that emphasized the importance of providing oppurtunities for employees to contribute to their jobs as well as to receive more from their jobs “. Pada intinya QWL mewakili kondisi akhir yang menekankan arti penting memberikan kesempatan kepada pegawai untuk ikut membantu pekerjaan serta menerima lebih banyak dari pekerjaan mereka. Selanjutnya Newstrom (2011:257) menjelaskan QWL adalah: QWL the term refer to the favorableness or unfavorableness of a total job environment for people, QwL programs are another in which organizations recognize their responsibility to develop jobs and working condition that are excellent for people as well as for the economic health of the organization. Program QWL mengacu pada keadaan menyenangkan tidaknya lingkungan pekerjaan bagi orang-orang, QWL adalah salah satu cara dimana mengakui tanggungjawab mereka untuk membangun pekerjaan dan kondisi kerja yang terbaik bagi orang untuk kesehatan ekonomi organisasi. Edgar H. Schein (2011:71) mendefinisikan budaya organisasi: “a pattern of basic assumptions invented, discovered, or develop by a given group as it learn to cope with its problems of external adaptation and internal integration that has worked well enough to be considered valuable and therefore to be taught to new members as the correct way to perceive, think and feel in relation to those problems”. Budaya organisasi adalah sebuah pola asumsi dasar yang ditemukan dan dikembangkan oleh kelompok tertentu seperti belajar mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja cukup baik untuk dianggap berharga dan karena hal tersebut harus diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk melihat, berpikir, dan merasakan keterkaitan dengan masalah-masalah tersebut. Definisi yang dikemukakan oleh John R. Schermerhorn, James G. Hunt, Richard N. Osborn, Mary Uhl-Bien (2010:12) mengatakan, “ organizational culture is a shared set of belief and values within and organization” . Budaya organisasi adalah seperangkat keyakinan dan nilai-nilai dalam suatu organisasi. Joanne Martin (2011:71-72) mendefinisikan budaya organisasi dalam perspektif yang berbeda. Dia mencatat: “as individual come into contact with organizations, they come into contact with dress norms, stories people tell what goes on, the organization’s formal rules and procedures, its formal codes of behavior, rituals, task, pay system, jargon, and jokes only understood by insiders, and soon. These elements are some of the manifestations of organizational culture”. Sebagai individu yang bersentuhan dengan organisasi, mereka dating berbalut norma-norma, kisah-kisah yang diceritakan orang-orang, aturan formal organisasi dan prosedurnya, kode formal dari perilaku, ritual, tugas-tugas, system pembayaran, jargon, dan lelucon yang hanya dipahami oleh orang dalam, dan segera. Elemen-elemen ini adalah manifestasi budaya organisasi. Menurut Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2012:52): “organizational culture has been described as the shared values, principles, traditions, and ways of doing things that influence the way organizational members act. In most organizations, these shared values and practices have evolved over time and determine, to a large extent, how things are done around here” . Budaya organisasi telah digambarkan sebagai berbagi pengalaman tentang nilai-nilai, prinsip-prinsip, tradisi, dan cara melakukan hal-hal yang dapat mempengaruhi cara anggota organisasi bertindak. Kebanyakan organisasi, berbagi pengalaman tentang nilai-nilai dan pada prakteknya telah berevolusi dari waktu ke waktu dan ditentukan sampai batas tertentu, bagaimana hal tersebut dilakukan di sekitar sini. Steven L. McShane & Mary Ann Von Glinow (2008:460) mendefinisikan budaya organisasi: “organizational culture is the basic pattern of shared values and assumptions governing the way employees within an organization think about and act on problems and opportunities”. Budaya organisasi adalah pola dasar dari kesamaan nilai- nilai dan asumsi yang mengatur mengenai cara karyawan dalam suatu organisasi dalam berpikir dan bertindak atas permasalahan dan peluang yang ada. Robert Kreitner(2009:258) mengatakan: “ organizational culture is the collection of shared (stated or implied) beliefs, values, rituals, stories, myths, and specialized language that foster a feeling of community among organization members ”. Budaya organisasi adalah sekumpulan bersama dari (dinyatakan atau tersirat) keyakinan, nilai-nilai, ritual, cerita, mitos, dan bahasa yang dikhususkan untuk menumbuhkan perasaan antaraanggota komunitas organisasi. ## METODE Penelitian ini dilaksanakan pada SD Swasta Katolik di Jakarta Pusat yang dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan menggunakan teknik kausal. Populasi adalah seluruh guru Sekolah Dasar Swasta Katolik di Jakarta Pusat yang berjumlah 248 guru dengan jumlah sampel sebanyak 153 guru. Data yang dikumpulkan dalam penelitian dijaring melalui kuesioner yang berupa skala penilaian ( rating scale ) dengan sebaran skor antara 1 sampai dengan 5. Setelah dilakukan analisis deskriptif dilanjutkan dengan uji persyaratan analisis berupa uji normalitas, uji linearitas data dan keberartian regresi, dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik analisis jalur ( path analysis ). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Langsung Quality of Work Life (QWL) terhadap Produktivitas Dari hasil pengujian hipotesis pertama dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung positif QWL terhadap produktivitas dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,361 dan nilai koefisien jalur sebesar 0,298. Ini memberikan makna QWL berpengaruh langsung positif terhadap produktivitas. Hasil penelitian ini senada dengan pendapat beberapa ahli di antaranya adalah Schemerhom (2010:38) mengatakan bahwa, “ quality of work life is the overall quality of human experience in the workplace “.QWL merupakan kualitas keseluruhan dari pengalaman manusia di tempat kerja. Aktivitas manusia dalam bekerja pasti memerlukan sebuah kondisi yang kondusif dalam artian mampu mendorong atau mendukung manusia sebagai karyawan yang produktif. James L. Gibson (2012:370) memberikan penjelasan mengenai pengaruh QWL terhadap produktivitas sebagai berikut: In some organizations, QWL program are intended to increase employee trust, productivity, involvement, retention, and problem solving so as to increase both worker satisfaction and organizational effectiveness. Dalam beberapa organisasi, program QWL dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan karyawan, produktivitas, keterlibatan, retensi, dan pemecahan masalah sehingga dapat meningkatkan kepuasan pekerja dan efektivitas organisasi.QWL sebagai upaya meningkatkan kondisi lingkungan kerja agar menjadi suasana atau kondisi yang kondusif bagi karyawan dalam bekerja. Upaya meningkatkan QWL yang baik akan berdampak pada peningkatan produktivitas. Luthans (2011:356) menjelaskan bahwa: QWL may be described as concern about the impact of work on people and organizational effectiveness combined with an emphasis on participation in problem solving and decision making. There is considerable evidence that employees who are truly empowerment and work within a participatory, problem solving, framework are more committed to both the organization and if they are union members to the union. There is research evidence that such high-involvement QWL has a positive impact on employee turnover and productivity, even across cultures. QWL dapat digambarkan sebagai dampak pekerjaan pada orang-orang dan efektivitas organisasi yang kombinasikan dengan partisipasi dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Disebutkan bahwa karyawan yang mengikuti pemberdayaan dan bekerja dengan berpartisipasi lebih serta berkomitmen untuk organissi menunjukan memiliki QWL yang tinggi. Hal itu kemudian berdampak positif pada pergantian karyawan dan produktivitas. Griffin dan Moorhead (2010:535) juga menjelaskan mengenai manfaat QWL sebagai berikut: “ the expected benefits of quality of work life programs are increased emloyee morale, productivity, and organizational effectiveness“. Manfaat yang diharapkan dari program QWL yaitu meningkatnya semangat kerja karyawan, produktivitas, dan evektivitas organisasi. Berdasarkan pernyataan di atas, maka QWL berpengaruh langsungpositif terhadap produktivitas. ## Pengaruh Langsung Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Dari hasil pengujian hipotesis kedua dapat disimpukan bahwa terdapat pengaruh langsung positif budaya organisasi terhadap produktivitas dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,329 dan nilai koefisien jalur sebesar 0,255. Ini memberikan makna budaya organisasi berpengaruh langsung positif terhadap produktivitas. Hasil penelitian ini senada dengan pendapat beberapa ahli di antaranya adalah Stephen P. Robbins and Timoty A. Judge (2013:567). Depicts Organizational culture as an intervening variable. Employees from an overall subjective perceptions becomes, in effect the organizations culture or personality and affects employee performance and satisfaction. With strongers culture having greater impact. Menggambarkan budaya organisasi sebagai variabel intervening. Karyawan membentuk persepsi subjektif keseluruhan organisasi berdasarkan pada faktor-faktor persepsi keseluruhan menjadi pada dasarnya budaya organisasi atau kepribadian dan mempengaruhi kinerja karyawan dan kepuasan. Dengan budaya yang kuat dapat memiliki dampak yang besar. Sikap pekerja dalam sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang memiliki budaya organisasi masing-masing. Budaya organisasi itu sendiri merupakan suatu hasil interaksi para anggotanya dan merupakan kontribusi dari seluruh elemen yang berada dalam organisasi tersebut. Budaya organisasi yang kuat mampu mempengaruhi tatanan manusia, peralatan, uang, investasi, sumber daya dan barang-barang lainnya yang ada dalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuan organisasi. Secara tegas budaya tersebut dapat diserap atau dipaksa diserap oleh anggotanya. Selanjutnya Ray B. Williams dari University of British Columbia(diakses 29 Juli 2014). The pursuit of happiness has become an important issue for psychologists, economists, and sometimes, politicians. Far from assuming that happiness as a workplace issue and Management strategi. According to Richard Reeves, author of happy Mondays: Putting the Pleasure Back Into Work (link is external), Ed Denier, author of Happiness: Lessons from a New Science, (link is eksternal) and Sonja Lyubomirsky, author of The How of Happiness: a Scientific Approach to Getting the life You Want, (link is external) long-term happiness and life satisfactions is measured by economist from The University of British Columbia presented reasearch on happiness and well-being, based on surveys of more than 100.000 people in Canada and around the word. Among his findings, which have significant implications for the workplace, is that a slight positive increase in a worker’s relationship with the boss may translate into a substantial increase in compensation or productivity, Dari penemuan tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi dapat berpengaruh terhadap produktivitas. Sementara itu produktivitas merupakan hasil karya dan karsa manusia, karena memang dapat dilihat baik dari persepsi seseorang secara individual maupun dari perspektif secara kelompok. Berdasarkan uraian di atas budaya organisasi pengaruh langsung positif terhadap produktivitas. Pengaruh Langsung Quality of Work Life (QWL) terhadap Budaya Organisasi Dari hasil pengujian hipotesis ketiga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung positif QWL terhadap budaya organisasi dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,249 dan nilai koefisien jalur sebesar 0,249. Ini memberikan makna QWL berpengaruh langsung positif terhadap budaya organisasi. Hasil penelitian ini senada dengan pendapat beberapa ahli di antaranya adalah Linda. et al (2002:442) yang mengungkapkan: Quality of work life program job is one example and development that range organiasasi's culture scope. QWL program create base for management to accept attention and structure that help pengarut's management needs it change bases employ charge . Program kualitas kehidupan kerja adalah sebuah contoh dan pengembangan yang mencakup ruang lingkup budaya organiasasi. Program QWL menciptakan landasan bagi manajemen untuk menerima perhatian dan struktur yang membantu manajemen pengarut perlunya perubahan berdasarkan tuntutan pekerja. Ivancevich (2010:450) memberikan penjelasan bahwa: QWL is utilized widely to refer at one particular management philosophy that increase self-respect all employ as introduces changing deep cultural organisational and fix physical and emotion situation of employee. QWL digunakan secara luas untuk merujuk pada suatu filosofi manajemen yang meningkatkan harga diri semua pekerja seperti memperkenalkan perubahan dalam budaya organisasi serta memperbaiki keadaan fisik dan emosi dari karyawan. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas Quality of work life (QWL) berpengaruh langsung positif terhadap budaya organisasi. ## PENUTUP Kesimpulan : Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian dan hasil analisis data yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Quality of Work Life (QWL) berpengaruh langsung positif terhadap produktivitas. Artinya, peningkatan Quality of Work Life (QWL) mengakibatkan peningkatan produktivitas guru SD Swasta Katolik di Jakarta Pusat. 2) Budaya organisasi berpengaruh langsung positif terhadap produktivitas. Artinya, peningkatan produktivitas guru dapat dilakukan melalui peningkatan budaya organisasi. 3 ) Quality Of Work Life (QWL) berpengaruh langsung positif terhadap budaya organisasi. Artinya, peningkatan Quality of Work Life (QWL) mengakibatkan adanya perubahan dalam budaya organisasi guru SD Swasta Katolik di Jakarta Pusat. Saran : Berdasarkan kesimpulan penelitian disarankan berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan produktivitas guru SD Swasta Katolik Jakarta Pusat: 1) Bagi Ketua Tim Kerja SD Majelis Pendidikan Katolik (MPK) wilayah Jakarta Pusat, untuk membantu meningkatkan produktivitas guru dengan penerapan peraturan yang ada tanpa pembedaan, serta komunikasi antara kepala sekolah - kepala sekolah dalam forum yang rutin yang dapat menampung aspirasi serta masukan-masukan guna meningkatkan produktivitas guru. 2) Bagi Guru SD Swasta Katolik Wilayah Jakarta Pusat diharapkan dapat meningkatan produktivitas melalui peningkatan kualitas kehidupan kerja serta melaksanakan peraturan yag ada dalam rangka memajukan kemajuan sekolah serta mau dan mampu melakukan perubahan untuk diri sendiri dan kemajuan sekolah yang lebih baik. 3) Bagi para peneliti yang lain, dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan rujukan dalam rangka penelitian yang serupa atau bahkan mengembangkan penelitian ini ke dalam cakupan wilayah penelitian yang lebih luas. ## DAFTAR RUJUKAN Cascio, Robert P. Vecchio , Organizational Behavior . South Western: Thomson, 2006. Cascio, Wayne F. Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profits, Sixth Edition New York: McGrow-Hill Companies,Inc, 2003. Gibson L, James et.al. Organizations Behavior, Structure, Processes . New York: McGraw Hill, 2012. Griffin & Moorhead, Organizational Behavior Managing People and Organizations ,Eleventh Edition. South Western: Cengage Learning,2010. http://repository.upi.edu/10785/t_ pmp_0909896_chapter1 (diakses 3 november 2014). https://www.psychologytoday.com/blog/wired-success/201007/how-workplace- happiness-can-boost-productivity ( diakses 29 juli 2014). Informasidiperolehdari, Ketua TIM KerjaSekolahDasarMajelisPendidikanKatolik Wilayah Jakarta Pusat, padadesember 2016. Ivancevich, Jhon M. Human Resource Management Eleventh Edition . New York: McGraw Hil/Irwin, 2010. Ivancevich, Konopaske, Matteson , Organizatioal Behavior and Management . New York: McGraw-Hill Companies, 2008. Luthans, Fred. Organizational Behavior . New York: McGraw Hill, 2011. Mathis, Robert L. John H. Jaskson, Human Resource Management . South- Western:Cengage Learning, 2011. Mosley, Donald C. Leon C. Megginson, Paul H. Pietri, Supervisory Management . South-Western: Thomson, 2005. Newstrom, John W. Organizational Behavior, Human Behavior at Work . New York: McGraw-Hill, 2011. ----------. Organizational: Human Behavior at Wok Twelft Edition . New York: McGraw- Hill/Irwin, 2007. OECD, “ PISA 2012 Result ”, https://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012- results- overview.pdf (diakses 13 Oktober 2016) Robbins Stephen P. dan Timothy A Judge, Organizational Behavior Fiteenth Edition . New Jersey: Pearson Education Inc. Publishing as Prentice Hall, 2013. Robbins, Stephen P. dan Marry Coulter, Management Eleventh Edition . New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2012. Rogelberg, Steven G. Encyclopedia of Industrial and Organizational Pshicology . London: SAGE Publications, 2007. Rusyan H.A. TabranidanLalanSuherlan, Membangun Guru Berkualitas (Jakarta: PT.GilangSaputra Perkasa, 2012. Sarnapi, “ PeringkatPendidikan Indonesia MasihRendah ”, http://www.pikiran- rakyat.com/pendidikan/2016/06/18/peringkat-pendidikan-indonesia- masih-rendah-372187 (diakses 13 Oktober 2016) Schermerhorn, John R James G. Hunt, dan Richard N. Osbom, Organization Behavior 11 th Edition . USA: John Wiley & Sons,2010. Sean Coughlan, “ Asia peringkattertinggisekolah global, Indonesia nomor 69 ”, http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/05/150513_majalah_asia_se kolah_terbaik (diakses 13 Oktober 2016) Stroh, Linda. K. Gregory B. Margaret A. Organizational Behavior A Management Challenge. Third edition . New Jersey: Lawrence Erlbawan Associate, Inc. 2002.
5508edf9-63d2-495a-ad3b-2922330533d4
https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib/article/download/7034/3749
## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7034 ## Sistem Deteksi Anomali Pada Transformator Menggunakan Dissolved Gas Analysis Dengan Metode K-Nearest Neighbour Andre Kurniawan * , Hindriyanto Dwi Purnomo Fakultas Teknologi Informasi, Teknik Informatika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Indonesia Email: 1,* 672019169@student.uksw.edu, 2 hindriyanto@uksw.edu Email Penulis Korespondensi: 672019169@student.uksw.edu Abstrak− Transformator merupakan bagian terpenting dalam sistem tenaga listrik, maka dari itu perlu dilakukan pemeliharaan untuk mencegah munculnya anomali-anomali pada Transformator. Dissolved Gas Analisys (DGA) adalah salah satu metode untuk mendeteksi anomali pada trafo, DGA digunakan untuk menguji kondisi minyak isolasi pada Transformator dengan cara mengambil sampel minyak isolasi. Apabila terjadi kejadian anomali pada trafo, maka konsentrasi gas yang dihasilkan akan berbeda-beda tergantung pada jenis kejadian anomali pada trafo tersebut. Masalah utama yang mendasari penelitian ini yaitu ketidakmampuan sistem deteksi anomali yang telah ada sebelumnya untuk memberikan tingkat akurasi yang optimal, metode tradisional atau pendekatan yang digunakan juga menghadapi kendala dalam menginterpretasikan data kompleks dari analisis gas terlarut. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah dapat merancang sistem deteksi anomali pada Transformator menggunakan DGA serta melihat tingkat akurasi dari metode metode DGA yang ada menggunakan KNN. Pada penelitian ini, sistem deteksi anomali pada transformator dan didapatkan hasil tingkat akurasi tertinggi 94% metode key gas dan tingkat akurasi terendah 79% metode Doernenburg Ratio. Simpulan dari penelitian ini adalah mampu membuat sistem yang dapat mempermudah dalam menganalisa anomali pada Transformator, serta dapat dijadikan metode alternatif untuk menentukan kondisi pada Transformator. Kata Kunci: Transformator; Dissolved Gas Analysis (DGA); Minyak Trafo; Klasifikasi; K-Nearest Neighbour (KNN) Abstract− The transformer is the most important part of the electric power system, therefore maintenance needs to be carried out to prevent the emergence of anomalies in the transformer. Dissolved Gas Analysis (DGA) is a method for detecting anomalies in transformers. DGA is used to test the condition of the insulating oil in transformers by taking samples of the insulating oil. If an anomalous event occurs in a transformer, the resulting gas concentration will vary depending on the type of anomalous event in the transformer. The main problem underlying this research is the inability of previously existing anomaly detection systems to provide an optimal level of accuracy, traditional methods or approaches used also face obstacles in interpreting complex data from dissolved gas analysis. The aim of the research carried out is to be able to design an anomaly detection system on Transformers using DGA and to see the level of accuracy of the existing DGA method using KNN. In this research, the anomaly detection system on the transformer resulted in the highest level of accuracy being 94% using the key gas method and the lowest level of accuracy being 79% using the Doernenburg Ratio method. The conclusion of this research is that it is able to create a system that can make it easier to analyze anomalies in transformers, and can be used as an alternative method for determining the condition of transformers. Keywords : Transformer; Dissolved Gas Analysis (DGA); Transformer Oil; Classification; K-Nearest Neighbour (KNN) ## 1. PENDAHULUAN Listrik merupakan elemen yang sangat penting dalam menunjang kebutuhan pokok masyarakat. Dengan semakin pentingnya peranan tenaga listrik dalam kehidupan sehari-hari, maka kelanjutan penyediaan tenaga listrik juga menjadi tuntutan yang semakin besar dari konsumen tenaga listrik [1]. Penyaluran tenaga listrik untuk mengubah listrik tegangan tinggi ke tegangan rendah memerlukan Transformator, maka dari itu perlu dilakukan pemeliharaan untuk mencegah munculnya anomali-anomali pada Transformator [2]. Semakin sering Transformator beroperasi maka akan terjadi kemunduran kualitas pada minyak tranformator (deterioration) dikarenakan adanya, pemanasan (thermal stress), tegangan berlebih, Arching, dekomposisi pada isolator, dekomposisi thermal partial discharge, corona, low temperatur thermal, thermal fault [3]. Dengan tingkat pembebanan yang berbeda dapat menyebabkan timbulnya gas-gas terlarut yang berada dalam minyak transformator. Sebagian gas-gas yang timbul mempunyai sifat mudah terbakar (combustible). Apabila gas-gas tersebut melebihi batas daya larut pada minyak transformator maka akan menimbulkan anomali pada transformator yang sedang beroperasi [4]. Dissolved Gas Analisys (DGA) adalah salah satu metode untuk mendeteksi anomali pada trafo, metode ini menganalisis jumlah kandungan-kandungan gas yang terlarut dalam minyak transformator yang umumnya gas- gas ini tidak dapat dideteksi dengan karakteristik minyak [5]. Apabila terjadi anomali pada trafo, maka gas terlarut yang dihasilkan menjadi berbeda-beda tergantung jenis anomali yang ada pada trafo. Untuk menentukan kondisi serta keadaan pada trafo perlu digunakan gas terlarut yang dihasilkan oleh trafo, gas yang digunakan adalah hidrogen (H 2 ), karbon monoksida(CO), metana (CH 4 ), etana (C 2 H 6 ), etilen (C 2 H 4 ), karbon dioksida (CO 2 ), dan asetilen (C 2 H 2 ). Dalam DGA terdapat bermacam metode yang dapat digunakan seperti metode Key Gass, Metode TDCG, Roger’s Ratio, Doernenburg Ratio dan Duval’s Triangle yang masing-masing metode memiliki batasan dan kondisi yang berbeda-beda [6]. Hasil penelitian yang berjudul analisis kegagalan trafo berdasarkan hasil pengujian dissolved gas analysis pada trafo I 50 mva 150/20kv gi pier dengan menggunakan empat metode Rasio Rogers, Key Gas, Segitiga Duval dan Rasio Doernenburg. Analisis anomali pada Trafo 1 di GI Pier menggunakan data hasil pengujian analisis gas ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7034 terlarut dalam kurun waktu 2012 sampai 2018. Dari keempat metode tersebut diperoleh bahwa jenis kegagalan yang terjadi pada Trafo 1 GI Pier yaitu panas berlebih (overheating) didalam trafo yang disebabkan oleh isolasi kertas yang terkarbonisasi [7]. Metode-metode DGA yang digunakan untuk menganalisa masih menggunakan perhitungan manual sehingga akan memerlukan banyak waktu, dalam perhitungan manual kesalahan seperti human error juga berkemungkinan akan terjadi. Tidak ada informasi tentang efektivitas atau akurasi metode analisis yang digunakan. Diperlukan evaluasi mendalam terhadap efektivitas setiap metode analisis yang digunakan untuk memastikan keandalan dan ketepatan hasil. Penelitian yang berjudul analisis dissolved gas analysis dan klasifikasi tipe fault pada minyak trafo dengan metode naive bayes classifier pada transformator daya 150 kv, menggunakan metode Naive Bayes Classifier untuk klasifikasi tipe fault pada minyak trafo berdasarkan hasil DGA. Penggunaan metode klasifikasi Naive Bayes dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi minyak trafo berdasarkan gas terlarut. Data hasil uji perhitungan presisi dan akurasi cukup baik dengan nilai presisi 50,00% dan akurasi 75,00%. Sedangkan untuk recall kurang baik yaitu 32,50% [8]. Recall yang rendah 32,50% menunjukkan bahwa model mungkin tidak dapat dengan efektif mengidentifikasi kondisi trafo yang buruk, kurangnya data training dan testing juga menjadi faktor yang membuat nilai recall rendah. Analisa menggunakan metode klasifikasi Naïve Bayes yang berbeda dengan penelitian ini yaitu menggunakan metode KNN. Hasil Penelitian yang berjudul Expert system for predictive maintenance transformator using J48 algorithm dengan menggunakan decision tree untuk membuat algoritma J48. Data yang digunakan sebanyak 113 data dengan metode DGA yang digunakan adalah TDCG menghasilkan decision tree yang diperoleh kemudian diuji dengan menggunakan 20 data uji, hasilnya diperoleh nilai 100% untuk akurasi, spesifisitas, dan sensitivitas [9]. Perbedaan penelitian ini adalah metode DGA yang digunakan tidak hanya TDCG saja tetapi lima metode DGA yang akan menjadi semakin luas dalam pemilihan metode yang akan digunakan, sistem ini merancang lima metode DGA dengan metode klasifikasi KNN dengan mengaktifkan package sklearn. Data yang digunakan juga ditambah untuk mengetahui seberapa akura model yang dibangun menggunakan KNN. Penelitian yang berjudul Diagnosis of Power Transformer Oil Using KNN and Naïve Bayes Classifiers menggunakan metode dua metode machine learning naïve bayes dan knn, dimana dua metode tersebut dibandingkan untuk menentukan mana metode yang memiliki akurasi tertinggi dalam mengklasifikasi metode DGA. Roger’s ratio, doernenburg ratio, dan duval’s triangle dengan 155 sampel data digunakan untuk menentukan kedua metode klasifikasi. Metode KNN memiliki akurasi tertinggi dengan nilai 92% dibanding naïve bayes [10]. Perbedaan pada penelitian ini adalah fokus dari analisa dimana pada penelitian ini berfokus untuk mendeteksi anomali pada trafo sesuai kondisi dan batasannya dimana pada penelitian sebelumnya hanya berfokus pada akurasi dari kedua metode klasifikasi. Penelitian yang berjudul penentuan kondisi transformator berdasarkan kandungan gas terlarut menggunakan metode segitiga duval, Penelitian ini memperkenalkan interpretasi hasil pengujian DGA dengan menggunakan pendekatan Fuzzy Logic berdasarkan metode Segitiga Duval. Validasi program dibuat dengan berbagai skenario anomali yang ada pada segitiga duval dan mampu menganalisa anomali dari 17 skenario yang telah uji. Sebanyak delapan data trafo digunakan dalam implementasi pengujian program fuzzy logic. Berdasarkan hasil validasi dan implementasi program, program Fuzzy Logic yang disusun mampu mengidentifikasi dengan sangat akurat, hasil uji analisis kandungan gas terlarut dari berbagai kondisi transformator [11]. Perbedaan penelitian ini memiliki data yang lebih banyak yang akan meningkatkan kinerja model dan membuatnya lebih baik dalam mengklasifikasikan data baru, dengan melibatkan lebih banyak variasi dan kejadian dalam data, model akan menjadi lebih akurat dalam melakukan prediksi. Penelitian ini merancang sistem deteksi anomali pada transformator menggunakan DGA yang dapat memberikan deteksi dini terhadap potensi masalah pada transformator agar memudahkan dalam menganalisa anomali pada Transformator serta melihat hasil akurasi yang dihasilkan menggunakan metode klasifikasi. Klasifikasi adalah proses untuk menemukan model atau fungsi yang menjelaskan atau membedakan konsep atau kelas data, dengan tujuan untuk dapat memperkirakan kelas dari suatu objek yang labelnya tidak diketahui [12]. Salah satu metode klasifikasi adalah K-Nearest Neighbor (KNN). Algoritma KNN adalah metode untuk melakukan klasifikasi objek baru berdasarkan data training yang memiliki jarak terdekat (Nearest Neighbor) dengan objek tersebut [13]. Masalah utama yang mendasari penelitian ini yaitu ketidakmampuan sistem deteksi anomali yang telah ada sebelumnya untuk memberikan tingkat akurasi yang optimal. Metode tradisional atau pendekatan yang digunakan juga menghadapi kendala dalam menginterpretasikan data kompleks dari analisis gas terlarut dalam minyak isolasi transformator. Setiap jenis anomali menghasilkan pola gas yang berbeda dalam minyak isolasi, oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengidentifikasi dan mengklasifikasikan pola tersebut dengan lebih baik menggunakan metode KNN. Tanpa metode deteksi dini, pemeliharaan transformator dapat menjadi tidak efisien dan mahal, pemeliharaan rutin tanpa dasar yang jelas dapat mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien. Penelitian ini memberikan landasan untuk pemeliharaan yang lebih terarah dan efektif melalui sistem deteksi anomali. Sistem ini dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi pemeliharaan transformator dalam mengurangi downtime yang tidak terduga. Dengan mendeteksi anomali lebih awal, operator dapat merencanakan perbaikan atau penggantian bagian yang diperlukan, sehingga mengurangi biaya perawatan dan potensi kerugian akibat kerusakan Transformator. Penelitian ini membahas penggunaan metode DGA dan menguji beberapa metode seperti TDCG, Key Gas, Roger’s Ratio, Doernenburg Ratio, dan Duval’s Triangle. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi metode yang paling akurat dan efektif dalam mendeteksi anomali pada transformator. Dengan ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7034 mengevaluasi dan membandingkan metode, penelitian ini memberikan peran penting untuk pengembangan teknik deteksi anomali yang lebih akurat dan efisien. ## 2. METODOLOGI PENELITIAN ## 2.1 Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap penelitian seperti pada gambar 1, yaitu identifikasi masalah, analisa kebutuhan sistem, perancangan sistem, implementasi sistem, testing, penyimpulan sistem. Gambar 1 . Tahapan Penelitian Tahap penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: Tahap pertama mengidentifikasi dan merumuskan masalah terhadap permasalahan yang ada terkait dengan proses perancangan Sistem Deteksi kegagalan pada Transformator menggunakan Dissolved Gas Analysis (DGA) dengan Metode KNN sehingga dapat menghasilkan solusi berupa Sistem. Tahap kedua menyusun analisis kebutuhan sistem, dengan cara melakukan literature review, dan melakukan pengambilan data dari PT PLN Unit Pelaksana Transmisi (UPT) Salatiga dengan total data 448 data uji DGA dari 90 trafo tahun 2017-2022. Tahap ketiga melakukan perancangan Sistem Deteksi kegagalan pada Transformator berdasar hasil analisis kebutuhan sistem. Tahap keempat melakukan implementasi sesuai dengan apa yang telah dirancang. Seperti melakukan implementasi upload dataset, membuat rule base serta hasil analisis KNN. Tahap kelima melakukan pengujian terhadap Sistem yang telah dibangun untuk memastikan bahwa Sistem dapat berjalan baik dan sesuai dengan batasan dan metode yang ada. Tahap terakhir yang dilakukan adalah menyusun laporan dari hasil rancangan yang telah dilakukan. ## 2.2 Metode Pengolahan Data Dalam Penelitian ini terdapat lima Metode DGA yang akan digunakan yaitu Metode Key Gass, TDCG, Roger’s Ratio, Doernenburg Ratio dan Duval’s Triangle. ## 2.2.1 Metode TDCG Metode TDCG menjumlahkan gas gas yang mudah terbakar antara lain adalah H2, CH4, C2H6, C2H4, C2H2 dan CO, dan memasukkan total konsentrasi gas sesuai kondisi sehingga anomali dapat diketahui. Terdapat empat kondisi dari konsentrasi gas yang dapat menentukan anomali pada metode TDCG, dapat diliat pada tabel 1 [14]. Tabel 1. Batasan dan kondisi metode TDCG Kondisi Konsentrasi Gas Anomali 1 < = 720 Indikasi bahwa operasi transformator normal 2 721 - 1920 Indikasi komposisi gas mulai tinggi, ada kemungkinan timbul kegagalan. 3 1921 - 4630 Indikasikan dekomposisi tingkat tinggi dari isolasi. Kegagalan mungkin sudah terjadi. 4 > 4630 Indikasikan pemburukan yang sangat tinggi dan adanya dekomposisi / kerusakan pada isolator sudah meluas. Akan segera terjadi kerusakan transformator. ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7034 ## 2.2.2 Metode Key Gass Key gass digunakan untuk menentukan jenis anomali yang terjadi, berdasarkan jenis gas yang lebih dominan terbentuk pada berbagai temperatur. Dalam Metode ini hanya dua gas yang akan digunakan untuk menentukan anomali yaitu CO dan CO 2 . Tabel 2 menjelaskan metode key gas memiliki dua kondisi yaitu jika CO 2 /CO kurang dari tiga makan anomali yang didapat adalah Thermal in Paper >200C, dan jika CO 2 /CO lebih besar dari 10 makan anomali yang didapat adalah Thermal in paper <150C. [15]. Tabel 2. Batasan dan kondisi metode key gass Kondisi CO 2 /CO Anomali 0 <3 Thermal in Paper >200C 1 >10 Thermal in paper <150C ## 2.2.3 Metode Roger’s Ratio Pada Metode Roger’s Ratio terdapat tiga rasio dengan masing masing rasio terdapat dua gas terlarut berbeda yang nantinya akan dimasukkan kedalam rule base dengan output batasan anomali pada trafo dengan enam batasan, dan setiap ratio pada metode ini harus memenuhi syarat batasan yang dapat diliat pada tabel 3. Pada kondisi nol jika R2 kurang dari 0.01 dan R1 kurang dari satu dan R3 kurang dari satu maka anomali pada trafo tersebut adalah normal, dan jika R2 kurang dari sama dengan satu dan R1 0.1 sampai kurang dari 0.5 dan R3 lebih besar sama dengan satu maka akan masuk ke kondisi satu dengan anomali Discharge of Low Energy. [16]. Tabel 3. Batasan dan kondisi metode roger’s ratio ## 2.2.4 Metode Doernenburg Ratio Pada Metode Doernenburg Ratio terdapat empat rasio dengan masing masing rasio terdapat dua gas terlarut berbeda. Metode ini sama dengan metode Roger’s Ratio hanya saja memiliki satu rasio tambahan dan memiliki syarat yang sama. Trafo akan masuk ke kondisi nol jika R1 lebih besar dari 0.1 dan R2 kurang dari 0.75 dan R3 kurang dari 0.3 dan R4 lebih besar dari 0.4 dengan anomali Dekomposisi Thermal. Batasan pada metode ini dapat dilihat pada tabel 4 [17]. Tabel 4. Batasan dan kondisi metode doernenburg ratio Kondisi R1 CH 4 / H 2 R2 C 2 H 2 / C 2 H 4 R3 C 2 H 2 / CH 4 R4 C 2 H 6 / C 2 H 2 Anomali 0 >0.1 <0.75 <0.3 >0.4 Dekomposisi Thermal 1 >0.1 <0.3 >0.4 Corona (Low PD) 2 <1 >0.75 >0.3 <0.4 Arcing (High PD) ## 2.2.5 Metode Duval’s Triangle Metode ini digunakan dengan cara mengubah konsentrasi gas menjadi bentuk presentase kemudian memasukkan nilai konsentrasi gas dan sesuaikan dengan batasan pada segitiga. Gambarkan garis pada Duval’s Triangle untuk ketiga gas tersebut sesuai nilai presentase tadi. Daerah pertemuan dari ketiga gas tersebut menunjukan kondisi yang terjadi pada transformator sesuai dengan keterangan yang dijelaskan. Gambar 2 menjelaskan anomali dan batasa pada metode Duval’s Triangle [18]. Kondisi R2 C 2 H 2 / C 2 H 4 R1 CH 4 / H 2 R3 C 2 H 4 / C 2 H 6 Anomali 0 <0.01 <1.0 <1 Normal 1 ≥1.0 0.1 sampai < 0,5 ≥1.0 Discharge of Low Energy 2 0.6 sampai <3 0.1 sampai 1.0 ≥2.0 Discharge of High Energy 3 <0.01 ≥1.0 <1.0 Thermal Fault, Low Temp <300 o C 4 <0.1 ≥1.0 1.0 sampai <4.0 Thermal Fault, High Temp <700 o C 5 <0.2 ≥1.0 ≥4.0 Thermal Fault, High Temp <700 o C ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7034 Keterangan: PD = Partial discharge D1 = Discharge of low energy D2 = Discharge of high energy T1 = Thermal fault, t < 300 o C T2 = Thermal fault, 300 o C < t < 700 o C T3 = Thermal fault, t < 700 o C ## 2.2.6 Confussion Matrix Confussion Matrix digunakan untuk evaluasi kinerja model dalam machine learning dan statistik, terutama dalam klasifikasi. Setiap baris dari matrix merepresentasikan kelas aktual dari data, dan setiap kolom merepresentasikan kelas prediksi dari data (atau sebaliknya). True Positive (TP) berarti seberapa banyak data aktual positif yang benar-benar diklasifikasikan dengan benar oleh model, True Negative (TN) berarti seberapa banyak data aktual negatif yang benar-benar diklasifikasikan dengan benar oleh model, False Positive (FP) berarti seberapa banyak data aktual negatif yang tidak tepat diklasifikasikan sebagai positif oleh model, False Negative (FN) berarti seberapa banyak data aktual positif yang tidak tepat diklasifikasikan sebagai negatif oleh model. Dengan menggunakan empat metrik tersebut, kita dapat menghitung berbagai ukuran evaluasi seperti accuracy, precision, recall, dan f1-score [19]. ## 2.2.6 K-Nearest Neighbor (KNN) K-Nearest Neighbors (KNN) adalah sebuah metode dalam machine learning yang digunakan untuk klasifikasi dan regresi. Metode ini bekerja dengan cara menemukan k-nearest neighbors (tetangga terdekat) dari suatu data point berdasarkan ukuran jarak tertentu (misalnya, jarak Euclidean) di antara data points tersebut. Scikit-learn (sklearn) digunakan untuk menyediakan kelas KNeighborsClassifier yang dapat digunakan untuk implementasi K-Nearest Neighbors (KNN) untuk masalah klasifikasi dengan cara mengimport algoritma KNeighborsClassifier dari package sklearn. D x i y = √∑ (x i n i=1 − y i ) 2 (1) Keterangan: D = jarak kedekatan x = data training y = data testing n = jumlah atribut individu antara 1 s.d n i = atribut individu antara 1 s.d n [20]. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ## 3.1 Flowchart Analisis Data Pada tahap awal flowchart dibuat untuk sistem deteksi anomali pada transformator menggunakan Dissolved Gas Analysis (DGA) dengan metode K-Nearest Neighbor (KNN) Flowchart Membantu visualisasi dan pemahaman secara grafis mengenai alur proses deteksi anomali pada transformator, serta membantu pembuat keputusan dan pengguna untuk dengan cepat memahami langkah-langkah yang terlibat dalam sistem. ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7034 Gambar 3 menjelaskan Proses Analisis Data yang digunakan dalam pembuatan sistem deteksi anomali pada transformator dimulai dari Import Library (pandas dan nump), kemudian melakukan upload dataset yang telah didapat dari PT PLN Salatiga dengan total 448 data yang diambil dari tahun 2017-2022. Gambar 4. Import library & upload dataset Gambar 4 merupakan output dari dataset yang telah di upload dengan menampilkan tujuh gas yang berbeda yang nantinya akan digunakan dalam mendeteksi anomali pada trafo sesuai batasan dari masing masing metode. Setelah dataset berhasil di upload, selanjutnya melakukan Filtering Attribut sesuai dengan metode DGA yang digunakan dengan batasan dari masing masing DGA, terdapat tujuh atribut dalam dataset yang didapat dari PT PLN Salatiga yaitu H2, CH 4 , CO, CO 2 , C 2 H 4 , C 2 H 6 , dan C 2 H 2 . Pada metode Roger’s Ratio attribut yang digunakan yaitu H 2 , CH 4 , C 2 H 4 , C 2 H 6 dan C 2 H 2 yang artinya CO dan CO 2 tidak digunakan, maka harus dilakukan filtering untuk dapat membuat sistem yang akurat dan meminimalisir kesalahan yang terjadi pada sistem. ## Gambar 5. Filtering Attribute Gambar 5 merupakan output filtering attribute dari metode Roger’s Ratio. Jika tidak ada attribut yang harus di filter maka akan langsung masuk ke pendefinisian rule base dari metode DGA. Attribut yang sudah di filter kemudian diubah menjadi array untuk memilih baris dan kolom pada dataframe sesuai dengan nama index baris atau kolom, kemudian didefiniskan rulenya berdasarkan batasan pada metode DGA. Rule base didefinisikan untuk dapat menentukan kondisi-kondisi pada Trafo sesuai dengan batasan yang telah ditentukan. Berikut ini Rule Base masing masing metode DGA : Tabel 5. Define the rule base Metode DGA Rule Base Metode TDCG H 2 + CH 4 +CO+ C 2 H 4 + C 2 H 6 + C 2 H 2 Metode Key Gass CO 2 /CO Metode Roger’s Ratio R2 = C 2 H 2 / C 2 H 4 R1 = CH 4 / H 2 R3 = C 2 H 4 / C 2 H 6 Metode Doernenburg Ratio R1 = CH 4 / H 2 R2 = C 2 H 2 / C 2 H 4 R3 = C 2 H 4 / C 2 H 6 R4 = C 2 H 6 / C 2 H 2 Metode Duval’s Triangle pCH 4 = CH 4 / (CH 4 + C 2 H 4 + C 2 H 2 ) * 100 pC 2 H 4 = C 2 H 4 / (CH 4 + C 2 H 4 + C 2 H 2 ) * 100 pC 2 H 2 = C 2 H 2 / (CH 4 + C 2 H 4 + C 2 H 2 ) * 100 Tabel 5 menjelaskan rule base atau algoritma yang terdapat pada metode metode pada DGA. Rule base dibuat berdasarkan pada tabel 1 sampai 4 dan gambar 2. Dimana pada tabel 1 Metode TDCG menjumlahkan enam gas yang berbeda yaitu H 2 + CH 4 +CO+ C 2 H 4 + C 2 H 6 + C 2 H 2 , dan tabel 2 menjelaskan dua gas yang paling dominan yaitu CO 2 dan CO dengan rumus dibagikan, pada tabel 3 metode Roger’s Ratio membuat tiga rasio berbeda dengan ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7034 R2 = C 2 H 2 /C 2 H 4 , R1 = CH 4 /H 2 , dan R 3 = C 2 H 4 /C 2 H 6 yang nantinya akan dibandingkan dari ketiga rasio tersebut sesuai kondisinya, tabel 4 yaitu metode Doernenburg Ratio memiliki algoritma yang sama seperti Roger’s Ratio hanya saja menggunakan empat rasio yaitu R1 = CH 4 / H 2 , R2 = C 2 H 2 / C 2 H 4 , R3 = C 2 H 4 / C 2 H 6 , dan R4 = C 2 H 6 / C 2 H 2 , dan gambar 2 dimana metode Duval’s Triangle memiliki algoritma yang berbeda dari yang lain dimana metode ini mengubah data gas yang ada menjadi bentuk persen sesuai dengan batasan yang ada dan semua itu nantinya akan dibandingkan dan disesuaikan dengan rule base yang telah dibuat sehingga dapat menentukan kondisi dari masing masing trafo sehingga dapat menentukan anomali apa yang terjadi pada trafo tersebut. Berdasarkan rule base yang telah dibuat selanjutnya melakukan pelabelan sesuai kondisi dari masing masing batasan pada metode DGA. Hasil yang didapat dari rule base dimasukkan kedalam algoritma yang telah dibuat menggunakan fungsi loop for if dengan memasukkan kondisi dari masing masing metode sesuai dengan batasannya. Indikasi anomali dari masing-masing metode DGA didapat dan kemudian di export untuk selanjutnya dilakukan analisis dengan metode Machine Learning Supervised yaitu KNN. Langkah pertama menentukan variabel dependen dan Independen, variabel independen yang digunakan adalah semua kolom kecuali “kondisi” dan “anomali” sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah “anomali”. Kemudian mengaktifkan package model selection dari Sklearn, selanjutnya membagi data training dan data testing. Pada pembagian data training dan testing dilakukan pembagian 80:20 yang artinya data training 80% dan testing 20% dengan random_state=69 dengan sample yang dipilih secara acak sebanyak 20%. mengubah skala data dan mengubah nilai nan ke num serta mengaktifkan package KNeighbors Classifier dari Sklearn dan fungsi KNN dengan n=5. Kemudian menentukan hasil prediksi dari x_test serta probabilitas dari prediksi dan untuk mengecek keakuratan model yang telah dibuat menggunakan confussion matrix. ## 3.2 Implementasi Pengujian Program Hasil dari rule base dan kondisi yang telah dibuat berdasarkan lima metode DGA, menghasilkan output anomali dari 448 trafo sesuai dengan kondisi yang telah dibuat menggunakan fungsi loop dengan anomali sesuai pada tabel 1 sampai 4 dan gambar 2. Berikut hasil output dari masing masing metode TDCG, Key gass, Roger’s Ratio, Doernenburg Ratio, dan Duval’s Triangle. a. Metode TDCG Gambar 6. Output metode TDCG Gambar 6 menunjukkan output dari metode TDCG dimana trafo pertama dengan gas-gas yang ada mendapatkan nilai TDCG sebesar 5739, dimana jika dilihat pada tabel 1 konsentrasi gas lebih dari 4630 yang masuk pada kondisi empat yaitu indikasikan pemburukan yang sangat tinggi dan adanya dekomposisi / kerusakan pada isolator sudah meluas. Akan segera terjadi kerusakan transformator. 448 data dapat diidentifikasi anomalinya menggunakan metode TDCG. b. Metode Key Gass Gambar 7. Output metode key gass Metode key gass hanya menggunakan dua konsentrasi gas yaitu CO 2 dan CO. Gambar 7 merupakan output dari metode key gass dengan rule base CO 2 /CO dengan trafo pertama yaitu 5166/479 menghasilkan 10,79 dan jika pada tabel 2 masuk kedalam kondisi 1 karena >10 dengan anomali Thermal in Paper <150 0 C. pada Tabel ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7034 2 hanya ada dua kondisi yaitu hasil <3 adalah Thermal in Paper <150 0 C dan hasil >10 adalah Thermal in Paper >200 0 C selain itu akan masuk ke kondisi normal dimana trafo tidak mengalami anomali. c. Metode Roger’s Ratio Gambar 8. Output metode roger’s ratio Metode roger’s ratio membagi data menjadi tiga rasio dimana R2 = C 2 H 2 /C 2 H 4 , R1 = CH 4 /H 2 dan R3 = C 2 H 4 /C 2 H 6 . Gambar 8 memberikan hasil dimana pada trafo pertama masuk pada kondisi 3 dengan anomali thermal fault, low temp <300 o C sesuai dengan batasan pada tabel 3. d. Metode Doernenburg Ratio Gambar 9. Output metode doernenburg ratio Gambar 9 menjelaskan hasil dari metode doernenburg ratio, dimana empat rasio R1 = CH 4 / H 2 , R2 = C 2 H 2 / C 2 H 4 ,R3 = C 2 H 4 / C 2 H 6 ,R4 = C 2 H 6 / C 2 H 2 dibandingkan untuk menentukan kondisi anomali pada trafo. Trafo pertama sampai ketiga masuk pada kondisi nol yaitu dekomposisi thermal, sedangkan trafo keempat dan lima masuk ke kondisi tiga dengan anomali normal. e. Metode Duval’s Triangle Gambar 10. Output Metode Duval’s Triangle Gambar 10 merupakan hasil dari metode duval’s triangle dengan mengubah konsentrasi gas kedalam bentuk persen dan trafo pertama masuk pada kondisi 3 yaitu T1, thermal fault <300 o C. ## 3.2 Hasil klasifikasi menggunakan KNN Berdasarkan hasil sistem yang telah diuji dan di cek akurasi dari masing masing metode DGA dengan dataset yang diambil dari PT PLN Unit Pelaksana Transmisi (UPT) Salatiga dengan total data 448 menggunakan algoritma machine learning KNN, maka didapatkan hasil sebagai berikut. ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7034 Tabel 6. Hasil accuracy, precision, recall, f1-score Metode DGA Accuracy Precision Recall F1-Score TDCG 86% 86% 86% 86% Key Gass 94% 96% 89% 92% Roger’s Ratio 83% 66% 66% 66% Doernenburg Ratio 79% 86% 85% 86% Duval’s Triangle 89% 76% 75% 75% Berdasarkan Tabel 6 berikut hasil analisa dari masing-masing metode : a. Metode TDCG Metode TDCG memiliki akurasi, presisi, recall, dan F1-score sebesar 86%. Ini menunjukkan bahwa metode ini memiliki keseimbangan yang baik antara kemampuan mengklasifikasikan hasil positif dan negatif. b. Key Gass Metode key gas memiliki akurasi yang lebih tinggi 94% dibandingkan dengan metode TDCG. Ini menunjukkan bahwa metode ini lebih akurat dalam mengklasifikasikan sampel. Presisi dan F1-score yang tinggi 96% dan 92% menunjukkan bahwa metode ini memiliki kemampuan yang baik dalam mengklasifikasikan hasil positif. Namun, recall yang lebih rendah 89% mengindikasikan bahwa metode ini masih melewatkan beberapa hasil positif. c. Roger’s Ratio Metode Roger’s Ratio memiliki akurasi 83%, yang lebih rendah dari metode key gas. Presisi, recall, dan F1- score semuanya mendapatkan skor 66%, yang menunjukkan bahwa metode ini memiliki kinerja yang lebih rendah dalam mengklasifikasikan hasil positif dan negatif. d. Doernenburg Ratio Metode Doernenburg Ratio memiliki akurasi 79%, yang lebih rendah dari beberapa metode lainnya. Namun, presisi 86% dan F1-score 86% menunjukkan bahwa metode ini memiliki kemampuan yang baik dalam mengklasifikasikan hasil positif. Recall 85% yang tinggi mengindikasikan bahwa metode ini dapat mendeteksi sebagian besar hasil positif. e. Duval’s Triangle Metode Duval’s Triangle memiliki akurasi 89%, yang lebih tinggi daripada beberapa metode lainnya. Presisi 76% dan F1-score 75% yang lebih rendah menunjukkan bahwa metode ini memiliki kinerja yang lebih rendah dalam mengklasifikasikan hasil positif. Recall 75% yang rendah menunjukkan bahwa metode ini dapat melewatkan beberapa hasil positif. ## 4. KESIMPULAN Sistem deteksi anomali pada transformator berhasil dibuat dengan menggunakan lima metode DGA yang berbeda yaitu TDCG, Key Gass, Roger’s Ratio, Doernenburg Ratio, dan Duval’s Triangle dengan total 448 data yang didapatkan dari PT PLN Unit Pelaksana Transmisi (UPT) Salatiga. Memanfaatkan metode klasifikasi machine learning KNN memudahkan dalam menentukan tingkat akurasi dari suatu model sehingga dapat membandingkan metode mana yang memiliki akurasi tertinggi dan baik digunakan untuk menentukan kondisi anomali pada suatu trafo. Pembagian data training dan testing dilakukan pembagian 80:20 yang artinya data training 80% dan testing 20% dengan random_state=69 dengan sample yang dipilih secara acak sebanyak 20%. Mengaktifkan package KNeighbors Classifier dari Sklearn dan fungsi KNN dengan n=5 serta menggunakan confusion matrix untuk mengukur kinerja model dengan membandingkan hasil prediksi model dengan nilai sebenarnya dari data uji. Hasil sistem deteksi anomali pada trafo menunjukkan tingkat akurasi dari metode TDCG sebesar 86%, metode key gass sebesar 94%, metode roger ratio sebesar 83%, metode doernenburg ratio sebesar 79% dan duval’s triangle sebesar 89%. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa metode key gass memiliki tingkat akurasi tertinggi dengan nilai 94% dan metode doernenburg ratio memiliki tingkat akurasi terendah dengan nilai 79%. Data yang bersifat rahasia menjadi tantangan dalam pengambilan data untuk melakukan analisa serta pembuatan algoritma dari masing-masing masing metode. Sistem ini dapat membantu dalam menganalisa anomali pada trafo sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan agar terhindar dari kerusakan serta menambah durasi downtime dari suatu transformator. ## REFERENCES [1] E. Permata and I. Lestari, “MAINTENANCE PREVENTIVE PADA TRANSFORMATOR STEP-DOWN AV05 DENGAN KAPASITAS 150KV DI PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK,” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, vol. 3, no. 1, pp. 485–493, 2020. [2] M. Anzar Amrullah, Haripuddin, and Firdaus, “STUDI PEMELIHARAAN TRANSFORMATOR DAYA DI PLN UPT MAKASSAR,” Jurnal MEDIA ELEKTRIK, vol. 20, no. 1, pp. 67–72, 2022, doi: https://doi.org/10.59562/metrik.v20i1.36714. [3] N. M. Seniari, F. Citarsa, and A. Ningsih, “Korelasi Antara Sifat Listrik Dengan Sifat Fisika Dan Sifat Kimia Dari Minyak Transformator,” Dielektrika, vol. 8, no. 2, pp. 118–125, 2021. ## JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA ISSN 2614-5278 (media cetak), ISSN 2548-8368 (media online) Available Online at https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/mib DOI: 10.30865/mib.v8i1.7034 [4] R. Anni, “Analisis Keadaan Minyak Transformator Menggunakan Metode Logika Fuzzy Berdasarkan Kadar Gas Terlarut,” Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 6, no. 2, pp. 16200–16207, 2022. [5] M. Tohari, B. Sukoco, and M. Haddin, “Analisis Kondisi Transformator Daya 20kv/150kv Dengan Metode Uji Dissolved Gas Analysis (DGA) Di PT.PJB PLTU Rembang,” KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) 4, pp. 337–344, 2020. [6] M. Misto and H. Haryono, “Analisis Gas Terlarut pada Minyak Isolasi sebagai Indikator Kegagalan Transformator Daya dengan Metode Dissolved Gas Analysis,” Jurnal Teknik Elektro dan Komputasi (ELKOM), vol. 1, no. 2, pp. 99–112, Dec. 2019, doi: 10.32528/elkom.v1i2.3091. [7] A. Yulinda, M. Taqiyyudin A, and B. M. Basuki, “Analisis Kegagalan Trafo Berdasarkan Hasil Pengujian Dissolved Gas Analysis Pada Trafo I 50 Mva 150/20kv Gi Pier,” Science Electro, vol. 10, no. 1, pp. 64–69, 2019. [8] S. Ariyani, “Analisis Dissolved Gas Analysis Dan Klasifikasi Tipe Fault Pada Minyak Trafo Dengan Metode Naive Bayes Classifier Pada Transformator Daya 150 kV,” 2019. doi: 10.32528/elkom.v1i1.2181. [9] E. Alimudin, A. Sumardiono, and N. B. Nugraha, “Expert System for Predictive Maintenance Transformer using J48 Algorithm,” Kinetik: Game Technology, Information System, Computer Network, Computing, Electronics, and Control, vol. 8, no. 1, pp. 445–452, Feb. 2023, doi: 10.22219/kinetik.v8i1.1587. [10] Y. Benmahamed, Y. Kemari, M. Teguar, and A. Boubakeur, “Diagnosis of Power Transformer Oil Using KNN and Naïve Bayes Classifiers,” 2018, [Online]. Available: https://www.researchgate.net/publication/327837626 [11] I. M. Sismantara, W. Ariastina, and A. Amrita, “Penentuan Kondisi Transformator Berdasarkan Kandungan Gas Terlarut Menggunakan Metode Segitiga Duval,” Spektrum, vol. 8, no. 1, p. 107, 2021, doi: 10.24843/SPEKTRUM.2021.v08.i01.p12. [12] S. Ramadani, N. Z. S. Ayu, N. Nurhayati, F. Azzahra, and A. P. Windarto, “Analisis Data Mining Naive Bayes Klasifikasi Pada Kelayakan Penerima PKH,” KOMIK (Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komputer), vol. 4, no. 1, pp. 374–381, 2020, doi: 10.30865/komik.v4i1.2725. [13] W. Wahyono, I. N. P. Trisna, S. L. Sariwening, M. Fajar, and D. Wijayanto, “Perbandingan penghitungan jarak pada k- nearest neighbour dalam klasifikasi data tekstual,” Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, vol. 8, no. 1, pp. 54–58, Jan. 2020, doi: 10.14710/jtsiskom.8.1.2020.54-58. [14] N. Fithri and J. R. Auliya, “Analisis Kegagalan Isolasi Minyak Transformator 27 Mva Pltg 1 Jakabaring Berdasarkan Hasil Uji Dissolved Gas Analysis (DGA),” Jurnal Ilmiah TEKNO, vol. 15, no. 1, pp. 23–33, 2018. [15] Y. E. Feriyanto, “Analisa Dissolved Gas Analysis (DGA) di minyak trafo, Best Practice Experience in Power Plant.” Accessed: Oct. 17, 2023. [Online]. Available: www.caesarvery.com [16] A. Syakur and W. Lazuardi, “Penerapan Metode Interpretasi Rasio Roger, Segitiga Duval, Breakdown Test, dan Water Content Test untuk Diagnosis Kelayakan Minyak Transformator,” TEKNIK, vol. 40, no. 1, pp. 63–68, 2019, doi: 10.14710/teknik.v40n1.22056. [17] MA. Senoussaoui, IS. Bousmaha, MN. Brahami, and M. Brahami, “Comparative study of DGA interpretation methods,” 4th International Conference On Electrical Engineering, p. 354, 2019, [Online]. Available: https://www.researchgate.net/publication/331578768 [18] S. Shidiq, A. Sujatmiko, and A. H. Paronda, “Pengujian Dissolved Gas Analysis (DGA) Pada Trafo Tenaga 150/20kv 60mva Di Gardu Induk Tambun,” JREC Journal of Electrical and Electronics, vol. 7, no. 1, pp. 43–52, 2019. [19] I. Widhi Saputro and B. Wulan Sari, “Uji Performa Algoritma Naïve Bayes untuk Prediksi Masa Studi Mahasiswa,” Citec Journal, vol. 6, no. 1, pp. 1–11, 2019, doi: 10.24076/citec.2019v6i1.178. [20] F. Istighfarizky, N. A. E. Sanjaya, I. M. Widiartha, L. G. Astuti, I. G. N. A. C. Putra, and I. K. G. Suhartana, “Klasifikasi Jurnal menggunakan Metode KNN dengan Mengimplementasikan Perbandingan Seleksi Fitur,” Jurnal Elektronik Ilmu Komputer Udayana, vol. 11, no. 1, pp. 167–176, 2022, [Online]. Available: https://scholar.google.com
c8949669-cd5b-4c27-b81e-49da5e6477f8
https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/article/download/1838/1733
## CITA HUKUM Diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS) UIN Jakarta. Jurnal Cita Hukum mengkhususkan diri dalam pengkajian Hukum Indonesia dan terbit dua kali dalam satu tahun di setiap bulan Juni dan Desember. Redaktur Ahli Muhammad Atho Mudzhar (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Muhammad Amin Suma (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Salman Maggalatung (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Ahmad Hidayat Buang (University Malaya Malaysia) Nadirsyah Hosen (Wollongong University Australia) JM Muslimin (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Stephen Koos (Munchen University Germany) Abdullah Sulaiman (Universitas Trisakti) Jimly Asshiddiqie (Universitas Indonesia) Muhammad Munir (IIU Islamabad Pakisatan) Tim Lindsey (Melbourne University Australia) Raihanah Azahari (University Malaya Malaysia) Jaih Mubarok (UIN Sunan Gunung Djati Bandung) Djawahir Hejazziey (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Editor in Chief Nur Rohim Yunus Managing Editor Muhammad Ishar Helmi ## Editors Fitria Indra Rahmatullah Mara Sutan Rambe Asisten to The Editors Erwin Hikmatiar Alamat Redaksi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Juanda 95 Ciputat Jakarta 15412 Telp. (62-21) 74711537, Faks. (62-21) 7491821 Website: www.fsh-uinjkt.net, E-mail: jurnal.citahukum@uinjkt.ac.id Permalink: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum ## VOL. 3 NO. 1 JUNI 2015 ## Jurnal CITA HUKUM Menyambut baik kontribusi dari para ilmuwan, sarjana, profesional, dan peneliti dalam disiplin ilmu hukum untuk dipublikasi dan disebarluaskan setelah melalui mekanisme seleksi naskah, telaah mitra bebestari, dan proses penyuntingan yang ketat. ## DAFTAR ISI ## 1 Penerapan Hukum Jaminan Fidusia Dalam Kontrak Pembiayaan Syariah; ## Muhammad Maksum 11 Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia (Tinjauan Terhadap UU Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) ## Fathul Muin 25 Kewenangan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah dalam Reformasi Kelembagaan Perwakilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Khamami Zada 39 Konsep Pengakuan Bersalah Terdakwa Pada “Jalur Khusus” Menurut RUU KUHAP dan Perbandingannya Dengan Praktek Plea Bargaining di Beberapa Negara Aby Maulana 67 Scope of State Responsibility Against Terrorism In International Law Perspective; Indonesian Cases Dian Purwaningrum Soemitro & Indra Wahyu Pratama 77 Pengendalian Sosial Kejahatan (Suatu Tinjauan Terhadap Masalah Penghukuman Dalam Perspektif Sosiologi) ## Mas Ahmad Yani ## 91 Perubahan Konstitusi dan Reformasi Ketatanegaraan Indonesia ## Abu Tamrin 99 Konsep Perlindungan Hak Cipta Karya Musik Dalam Ranah Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dari Tindak Pidana Pembajakan Oksidelfa Yanto ## 115 Tindak Pidana Korupsi (Dugaan Penyalahgunaan Wewenang) Pejabat Publik (Perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan) ## Fathudin ## 133 Perlindungan Hukum Bagi Investor Terhadap Praktik Kejahatan Insider Trading Pada Pasar Modal Di Indonesia Fadilah Haidar 153 Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek Dalam Praktek Bisnis Hak Atas Kekayaan Intelektual ## Ida Rofida 169 Persamaan Unsur Pokok Pada Suatu Merek Terkenal (Analisis Putusan ## MA Nomor 162 k/pdt.sus-hki/2014) Muhammad Dandi Pahusa ## Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia (Tinjauan Terhadap UU Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia)  Fatkhul Muin Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Jl. Raya Jakarta KM. 04, Kec. Serang Banten Email: fatkhulmoen@gmail.com Abstract: (Legal Protection towards Indonesian Immigrant Workers): protection towards immigrant workers working abroad is one of state’s obligations to its citizens. Act No 30 Year 2004 related to the Placement and Protection Immigrant Workers is enacted as mandated in Article 28 D Indonesian Constitution whereas every citizen has the right to get a proper occupation. It means that every citizen has the right to work in abroad. Vice versae, it is state’s responsibility to give protection towards Indonesian immigrants working abroad. Key words: Placement, Protection, Indonesian Immigrants Abstrak: Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (sebaiknya judul diganti: Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Imigran Asal Indonesia). Perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri merupakan bagian dari kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak konstitusional sebagai warga negara. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 28 D ayat 3, dimana setiap warga negera berhak untu mendapatkan pekerjaan yang layak. Artinya bahwa hak yang dimiliki setiap warga negera untuk bekerja di luar negeri diakui dan sebaliknya kewajiban negara untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Kata Kunci: Penempatan, Perlindungan, Tenaga Kerja Indonesia DOI: 10.15408/jch.v2i1.1838  Naskah diterima: 25 Maret 2015, direvisi: 15 Mei 2015, disetujui untuk terbit: 10 Juni 2015. ## Pendahuluan Indonesia secara formil sejak tahun 1945 (UUD pra amandemen) telah mendeklarasikan diri sebagai negara hukum dan dipertegas lagi dalam Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD RI 1945) hasil amandemen dalam pasal 1 ayat 3 yang menetapkan: “ Negara Indonesia dalah negara hukum ”. Sehingga, dengan memperhatikan rumusan konsep negara hukum Indonesia, Ismail Suny mencatat empat syarat negara hukum secara formil yang menjadi kewajiban Pemerintah untuk dilaksanakan, Yaitu, Hak Asasi Manusia, Pembagian Kekuasaan, Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang dan Peradilan Administrasi. 1 sebagai negara hukum, maka setiap masyarakat memiliki kedudukan yang sama satu dengan yang lainnya tanpa adanya perbedaan (equlity before the law). Perlindungan terhadap buruh/pekerja merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari perlindungan terhadap warga negara sebagai kewajiban negara. Hak-hak dasar sebagai manusia harus terpenuhi dengan mendapatkan perlindungan dimana saaja mereka berkerja untuk mendapatkan hak-hak dasarnya. Baik berbeda status warga negaranya maupun sama status werga negaranya, sehingga mereka mendapatkan kehidupan yang layak sebagai sesorang manusia sesuai dengan Pasal 28 D Ayat 3 UUD NRI 1945, bahwa: “Setiap warga negara memiliki Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Dalam hubungan buruh/pekerja dan pengusaha berlaku hukum otonomi dan hetronomi, dan adanya hukum otonomi dan hetronomi inilah yang melahirkan hukum perburuhan bersifat hukum privat dan hukum publik. Bersifat hukum privat artinya hukum perburuhan mengatur hubungan antara buruh dengan pengusaha di mana masing-masing pihak bebas untuk menentukan bentuk dan isi hubungan kerja diantara mereka. Bersifat hukum publik menunjukan pada adanya peraturan hukum yang bersifat memaksa yang harus ditaati oleh pengusaha dan buruh apabila mereka melakukan hubungan sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. 2 Penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negari merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia yang besar. Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 6,32% atau 7,61 juta orang. Dengan tingginya tingkat pengangguran terbuka di Indonesia, maka diperlukan adanya solusi untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi akibat dari tingkat pengangguran yang tinggi. Salah satu solusi yang cepat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Sejalan dengan semua itu, pada hakikatnya sebagai upaya untuk mengurangi kemiskinan yang ada di Indonesia. Dalam data yang dirillis ole BNP2TKI, bahwa Indonesia menempatkan tenaga kerja Indonesia terbagi atas wilayah baik itu pada kerjaan formal ataupun informal, sebagai berikut : 1 Titik Triwulan Tutik, Pokok-pokok Hukum Tata Negara , (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006), h. 120. 2 Dede Agus, Hukum Ketenagakerjaan, (Serang :Dinas Pendidikan Provinsi Banten , 2012), h. 9-10. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - 13 Penempatan Berdasar Daerah Asal (Kota/Kabupaten) (50 Besar Penempatan per Tahun Berdasar Daerah) Tahun 2011-2012 No Daerah Asal 2011 2012 Jumlah 1 Indramayu 30.545 10.047 40.592 2 Lombok Timur 28.429 7.671 36.100 3 Cilacap 22.360 8.062 30.422 4 Lombok Tengah 23.374 5.190 28.564 5 Cirebon 19.844 6.049 25.893 6 Cianjur 18.958 3.536 22.494 7 Brebes 13.808 5.223 19.031 8 Karawang 15.003 3.280 18.283 9 Kendal 14.020 4.237 18.257 10 Malang 13.414 4.635 18.049 11 Sukabumi 13.578 2.837 16.415 12 Ponorogo 11.561 4.495 16.056 13 Blitar 11.369 4.300 15.669 14 Subang 12.274 3.361 15.635 15 Serang 13.204 1.058 14.262 16 Banyuwangi 9.932 3.568 13.500 17 Lombok Barat 10.069 2.693 12.762 18 Banyumas 8.075 2.827 10.902 19 Tulungagung 9.282 1.243 10.525 20 Majalengka 8.067 2.109 10.176 21 Pati 7.141 2.686 9.827 22 Bandung 7.766 1.638 9.404 23 Madiun 6.739 2.484 9.223 24 Tegal 6.035 3.025 9.060 25 Jakarta Utara 6.094 2745 8.839 26 Lampung Timur 6.491 2059 8.550 27 Kediri 6130 2350 8.480 28 Grobogan 5.270 1.661 6.931 29 Bangkalan 4.532 1.843 6.375 30 Sumbawa 5.038 989 6.027 31 Purwakarta 4.656 1.162 5.818 32 Magetan 3.841 1.486 5.327 33 Tangerang (Kabupaten) 4.481 781 5.262 34 Semarang 3.799 1.457 5.256 35 Kebumen 3.834 1.417 5.251 36 Jember 3.942 1.146 5.088 37 Bekasi 3.585 1.267 4.852 38 Trenggalek 3.593 1.218 4.811 39 Kupang 3.229 1.563 4.792 40 Lebak 4.238 380 4.618 41 Medan 3.188 1.385 4.573 42 Sragen 3.476 1.072 4.548 43 Wonosobo 3.376 1.172 4.548 44 Jakarta Timur 3.230 1.207 4.437 45 Batang 3.222 1.144 4.366 46 Demak 3105 1.245 4.350 47 Ngawi 2.962 1.111 4.073 48 Lampung Selatan 3.089 875 3.964 49 Garut 3.044 701 3.745 50 Banjarnegara 2.650 908 3.558 51 Lain-Lain 142.139 57.461 378.752 Total 581.081 188.059 948.292 Sumber : BNP2TKI Dalam ketentuan pasal 5 ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, bahwa Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dan Dalam melaksanakan tugas Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - 15 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melimpahkan sebagian wewenangnya dan/atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dari keseluruhan penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang ditempatkan di luar negeri, maka saudi arabis dan Malaysia merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan warga negara Indonesia untuk mendapat pekerjaan. Ini terlihat dari tabel statistik dibawah ini. Tabel I.2 Penempatan Per Tahun Per Negara (50 Besar Negara Penempatan) No Negara Penempatan Tahun Jumlah 2009 2010 2011 2012 1 Saudi Arabia 276,633 228,890 137,643 11,814 1,427,928 2 Malaysia 123,886 116,056 134,108 46,296 1,049,325 3 Taiwan 59,335 62,048 73,498 30,669 381,588 4 Singapore 33,077 39,623 47,781 20,430 228,875 5 United Emirate Arab (Uea) 40,391 37,337 39,857 14,274 220,820 6 Hong Kong 32,417 33,262 50,283 18,237 214,476 7 Kuwait 23,041 563 2,723 693 106,594 8 Qatar 10,010 13,559 16,578 8,476 75,634 9 Yordania 10,932 5,695 134 29 50,985 10 Oman 9,700 9,259 7,292 3,375 50,295 11 Brunai Darussalam 4,785 7,360 10805 5,703 46,848 12 Korea Selatan 1,890 7,596 11,390 6,399 43,274 13 Amerika Serikat 47 475 13,746 5,088 20,685 14 Bahrain 2,837 4,844 4,375 2,832 20,118 15 Syria 1,155 6,381 4222 1 11,759 16 Italia - 13 3,408 1,765 6,146 17 Jepang 362 233 2,508 1,441 4,908 18 Aljazair 453 609 1,084 563 3,208 19 Afrika Selatan - 12 2,009 786 2,918 20 Macao 674 826 582 148 2,862 21 Spanyol - 10 1484 693 2,401 22 RRC - - 1072 645 1,717 23 Thailand 9 1 1113 426 1,549 24 Turki - 25 1016 352 1,399 25 New Zealand 269 279 468 212 1,299 26 Fiji - - 556 447 1,003 27 Maldives 20 80 638 185 945 28 Australia - 1 526 363 895 29 Nigeria 81 9 588 88 848 30 Mauritius - 3 478 359 840 31 Brasil - 66 313 446 825 32 Belanda - 1 592 202 808 33 India 2 12 519 236 769 34 Lain-lain - - 17 - 714 35 Uruguay - - 496 195 691 36 Cyprus - 37 356 295 689 37 Jerman - 1 299 354 667 38 Inggris - 6 491 119 624 39 Trinidad - - 213 382 595 40 Papua New Guini - - 309 239 548 41 Vietnam - - 337 179 516 42 Libya 35 251 83 3 486 43 Timor Leste - - 425 35 463 44 Swiss - - 174 277 451 45 Mesir 2 13 265 130 410 46 Peru - - 301 105 406 47 Portugal - 5 248 117 370 48 Yaman 30 7 59 59 368 49 Rusia - 2 246 106 354 50 Perancis - 117 153 81 351 51 Lain-lain 99 236 3,220 1,710 5,345 Total 632,172 575,803 581,081 188,059 3,998,592 ## Sumber : BNP2TKI Tingginya jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri terutama di Malaysia, menunjukan bahwa tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia masih cukup tinggi, sehingga masyarakat Indonesia terutama yang berada pada ekonomi rendah memilih untuk mencari pekerjaan di luar negeri. pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri banyak menimbulkan masalah bagi tenaga kerja Indonesia, oleh karena Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - 17 itu keberadan sistem yang baik bagi prosedur pengiriman tenaga kerja Indonesia dapat melindungi tenaga kerja Indonesia yang berkerja di luar negeri dan tidak menimbulkan tindak pidana perdagangan orang. ## Perlindungan Hak-hak Konstitusional Warga Negara yang Bekerja di Luar Negeri Sebagai Negera Hukum. Negara hukum Indonesia yang menjadi landasan sebagai bagian dari usaha pemenuhan hak-hak konstitusional warganegara sesuai dengan Alinea Ke-IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dimana menyatakan secara tersurat bahwa tujuan dari negara Indonesia adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Konsep hubungan antara hukum nasional Indonesia yang berkaitan dengan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia dengan hukum internasional melalui suatu konvensi atau perjanjian internasional melalui asas pacta sunt servanda dalam keterikatan pemerintah atas perjanjian internasional yang ditandatanganinya dalam teori ratifikasi atau pengesahan perjanjian internasional. John Locke menyebutkan bahwa manusia telah lahir dengan dilekati oleh hak-hak kodrat, hak-hak alamiah dan yang kemudian Ia sebut dengan hak-hak asasi. 3 Selain dari konsep negara hukum yang berkembang di barat, di timur tengah pun berkembang konsep negara hukum dengan dasar negara madinah, dimana didasarkan kepada perjanjian yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW dengan penduduk madinah saat itu. Perjanjian tersebut menghasilkan konstitusi madinah sebagai undang-undang dasar negara madinah yang teruama mengatur kewajiban- kewajiban dan hak-hak warganegaranya. 4 Maka untuk menjamin terlaksananya hak-hak asasi tersebut, manusia kemudian berkumpul dan menyetujui adanya perjanjian masyarakat untuk membentuk satu kelompok terpadu yang disebut masyarakat dan negara. Masyarakat kemudian menyerahkan sebagian hak-hak alamiahnya kepada masyarakat, menunjuk seorang penguasa, dan memberikan kewenangan untuk menjaga dan menjamin terlaksananya hak-hak asasi manusia. Namun, dalam menjalankan tugasnya ini, kekuasaan penguasa memiliki keterbatasan oleh hak-hak asasi tersebut, artinya dalam menjalankan kekuasaannya penguasa tidak boleh melanggar hak-hak asasi. Konsep negara hukum selanjutnya muncul sebagai pelengkap kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa tersebut, sebagai dasar terhadap pemberian jaminan hukum dalam perlindungan hak-hak asasi manusia tiap anggota masyarakat. Menurut Ni’matul Huda dalam bukunya yang berjudul “ Hukum Tata Negara Indonesia” menyebutkan bahwa ciri-ciri rechtsstaat adalah adanya Undang-Undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat, adanya pembagian kekuasaan negara, serta diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat. Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa ide sentral rechstaat adalah pengakuan 3 Soehino, Ilmu Negara, ( Yogyakarta: Liberty, 2005), h.108. 4 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum (Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Impelentasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini) , Jakarta : Kencan, 2008), h. 18. dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan. 5 Selain itu, Stahl juga menyebutkan rumusan konsep negara hukum (rechtstaat) antara lain: 6 (a) Perlindungan hak-hak asasi manusia; (b) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; (c) Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan (d) Peradilan administrasi dalam perselisihan. Indonesia secara formil sejak tahun 1945 (UUD pra amandemen) telah mendeklarasikan diri sebagai negara hukum dan dipertegas lagi dalam Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD RI 1945) hasil amandemen dalam pasal 1 ayat 3 yang menetapkan: “ Negara Indonesia dalah negara hukum ”. Sehingga, dengan memperhatikan rumusan konsep negara hukum Indonesia, Ismail Suny mencatat empat syarat negara hukum secara formil yang menjadi kewajiban Pemerintah untuk dilaksanakan, Yaitu, Hak Asasi Manusia, Pembagian Kekuasaan, Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang dan Peradilan Administrasi. 7 Mengacu pada ketentuan konstitusi tersebut, pengakuan dan jaminan terhadap perlindungan hak asasi masyarakat Indonesia ditegaskan kembali dalam UUD RI 1945 Pasal 28. Pasal 28I ayat 4 menegaskan peranan Pemerintah dalam kaitannya dengan hak asasi manusia di Indonesia. Pasal tersebut menyebutkan bahwa “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah”. 8 Oleh karena itu, dalam rangka pemenuhan HAM, maka diperlukan adanya upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada setiap warga negara baik yang ada di dalam negeri atau yang ada di luar negeri terutama dalam bidang pekerjaan yang layak. Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehingga setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat dimaknai sebagai sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya dan keluarganya. Dapat juga dimaknai sebagai sarana untuk mengaktualisasikan diri sehingga seseorang merasa hidupnya menjadi lebih berharga baik bagi dirinya, keluarganya maupun lingkungannya. Oleh karena itu hak atas pekerjaan merupakan hak azasi yang melekat pada diri seseorang yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati. 9 Makna dan arti pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa : “setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Namun pada kenyataannya, keterbatasan akan lowongan kerja di dalam negeri menyebabkan banyaknya warga negara Indonesia/TKI mencari pekerjaan ke luar negeri. Dari tahun ke tahun jumlah mereka 5 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia , (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 74. 6 Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara , (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 3. 7 Titik Triwulan Tutik, Pokok-pokok Hukum Tata Negara , (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006), h. 120. 8 Lihat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28I ayat 4. 9 Lihat penjelasan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - 19 yang bekerja di luar negeri semakin meningkat. Besarnya animo tenaga kerja yang akan bekerja ke luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sedang bekerja di luar negeri di satu segi mempunyai sisi positif, yaitu mengatasi sebagian masalah penggangguran di dalam negeri namun mempunyai pula sisi negatif berupa resiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI. Resiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama proses keberangkatan, selama bekerja di luar negeri maupun setelah pulang ke Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan agar resiko perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI sebagaimana disebutkan di atas dapat dihindari atau minimal dikurangi. 10 Dalam setiap pekerjaan, maka adanya perjanjian yang dibuat oleh para pihak, dimana perjanjian tersebut merupakan suatu peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lainnya untuk melakukan suatu hal, akibatnya pihak-pihak yang bersangkutan terikat oleh isi perjanjian yang mereka adakan. 11 Sedangkan perjanjian kerja merupakan perjanjian yang dibuat antara buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja kepada majikan dengan menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah. 12 secara umum, paling tidak isi perjanjian kerja memuat sebagai berikut : (a) Macam pekerjaan; (b) Lamanya perjanjian itu berlaku; (c) Besarnya upah uang sebulannya; (d) Lamanya waktu istirahat (cuti) dan besarnya upah selama cuti itu; (e) Jika ada, besarnya bagian dari keuntungan (tantieme) dan cara menghitung keuntungan; (f) Jika ada, cara pemberian pensiun atau bentuk pemberian untuk hari tua lainnya. (g) Bentuk upah lainnya; dan (h) Tempat dimana buruh itu harus dikembalikan atas biaya majikan. 13 Selain itu, dalam ketentuan Pasal 55 dan 56 Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI, dinyatakan bahwa Hubungan kerja antara Pengguna dan TKI terjadi setelah perjanjian kerja disepakati dan ditandatangani oleh para pihak. Setiap TKI wajib menandatangani perjanjian kerja sebelum TKI yang bersangkutan diberangkatkan ke luar negeri. Perjanjian kerja ditandatangani di hadapan pejabat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan dalam perjanjian kerja sekurang-kurangnya memuat : (a) Nama dan alamat Pengguna; (b) Nama dan alamat TKI; (c) Jabatan atau jenis pekerjaan TKI; (d) Hak dan kewajiban para pihak; (d) Kondisi dan syarat kerja yang meliputi jam kerja, upah dan tata cara pembayaran, hak cuti dan waktu istirahat, fasilitas dan jaminan sosial; dan (e) Jangka waktu perjanjian kerja. Perjanjian kerja dibuat untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun. Tujuan dari adanya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Perlindungan dan penempatan Tenaga Kerja Indonesia sebagai upaya pemerintah untuk melakukan perlindungan melalui 10 Lihat penjelasan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI. 11 Zainal Asikin, dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan , ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), h. 36. 12 Zainal Asikin, dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan , ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), h. 37. 13 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan , (Jakarta : Djambatan, 2003), h. 72. regulasi didalam negeri dan melalui perjanjian yang bersifat G to G dalam bentuk perjanjian bilateral antar kedua negara. ## Asuransi Tenaga Kerja Indonesia Sebagai Jaminan Sosial Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Asuransi secara terminologi memiliki pengertian pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. 14 Ini menunjukan bahwa asuransi merupakan upaya untuk memberikan perlindungan yang diberikan oleh salah satu pihak kepada pihak lain. Menurut Jhon H Magee, dalam bukunya General Insurance yang dikutip oleh Abbas Salim, bahwa secara umum asuransi terbagi kedalam 2 bagian, yaitu Jaminan sosial dan asuransi sukarela (Voluntary Insurance). 15 Jaminan sosial sebagai wujud dari asuransi wajib yang dilaksanakan oleh pemerintah, sehingga setiap warga negara wajib terdaftar sebagai asuransi sosial. Pada asuransi sukarela, pada hakikatnya merupaka asuransi komersial dan asuransi pemerintah. Asuransi komersial merupakan asuransi yang dikelola oleh pihak swasta dan asuransi pemerintah dikelola oleh pemerintah melalui BUMN. 16 Tenaga kerja Indonesia yang berkerja tentu membutuhkan perogram asuransi sebagai upaya untuk melakukan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. berdasarkan pasal 63 ayat 1 UU No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, dinyatakan bahwa untuk mendapat Kartu Tanda Kerja Luar Negeri, maka sebagai salah satu syaratnya adalah tenaga kerja Indonesia harus ikut serta dalam program asuransi tenaga kerja Indonesia. Berdasarkan ketentuan pasal 15 Permenakertrans No. 07/MEN/V/2010 Tentang Asuransi TKI, bahwa Premi asuransi TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) yang terdiri dari: (1) Premi asuransi TKI pra penempatan sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah); (2) Premi asuransi TKI masa penempatan sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah);dan (3) Premi asuransi TKI purna penempatan sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Jenis program asuransi TKI meliputi: (1) Program asuransi TKI pra penempatan; (2) Program asuransi TKI selama penempatan;dan (3) Program asuransi TKI purna penempatan. Besarnya premi asuransi TKI sebagai berikut: (1) Perpanjangan perjanjian kerja untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, sebesar 40% dari besarnya premi asuransi masa penempatan;dan (2) Perpanjangan perjanjian kerja untuk jangka waktu 2 (dua) tahun, sebesar 80% dari besarnya premi asuransi masa penempatan. 14 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia , ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006), h. 5. 15 Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Resiko , (Jakarta : Raja Grafindo, 2007), h.. 2. 16 Berdasarkan pasal 14 ayat 1 dan 2 UU No. 2 tahun 1992 Usaha Perasuransian, bahwa asuransi sosial harus dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - 21 Dalam hal dilakukan perpanjangan perjanjian kerja, premi asuransi TKI purna penempatan tetap berlaku. Program asuransi TKI pra penempatan, meliputi: (1) Risiko meninggal dunia; (2) Risiko sakit dan cacat; (3) risiko kecelakaan; (4) Risiko gagal berangkat bukan karena kesalahan calon TKI;dan (5) Risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan / pelecehan seksual . Program asuransi TKI selama penempatan, meliputi: (1) Risiko gagal ditempatkan bukan karena kesalahan TKI; (2) Risiko meninggal dunia; (3) Risiko sakit dan cacat; (4) Risiko kecelakaan di dalam dan di luar jam kerja; (5) Risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara perseorangan maupun massal sebelum berakhirnya perjanjian kerja; (6) Risiko upah tidak dibayar; (7) Risiko pemulangan TKI bermasalah; (8) Risiko menghadapi masalah hukum; (9) Risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan/pelecehan seksual; (10) Risiko hilangnya akal budi;dan (11) Risiko yang terjadi dalam hal TKI dipindahkan ke tempat kerja/tempat lain yang tidak sesuai dengan perjanjian penempatan. Program asuransi TKI purna penempatan, meliputi: (1) Risiko kematian; (2) Risiko sakit; (3) risiko kecelakaan;dan (4) Risiko kerugian atas tindakan pihak lain selama perjalanan pulang ke daerah asal, seperti risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan/pelecehan seksual dan risiko kerugian harta benda. Permenakertrans Nomor PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Setelah pembatalan oleh Mahkamah Agung, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan Kepmenakertrans yang terdiri dari : (a) Kepmenakertrans Nomor 212 tahun 2013 tentang penetapan Konsorsium Asuransi TKI “JASINDO” dengan Ketua PT. ASURANSI JASA INDONESIA (Persero) beserta anggotanya sebagai penyeleneggara program Asuransi TKI.; (b) Kepmenakertrans Nomor 213 tahun 2013 tentang penetapan Konsorsium Asuransi TKI “ASTINDO” dengan Ketua PT. ASURANSI ADIRA DINAMIKA; (c) Kepmenakertrans Nomor 214 tahun 2013 tentang penetapan Konsorsium Asuransi TKI MITRA TKI” dengan Ketua PT. ASURANSI SINAR MAS. Keberadaan asuransi bagi tenaga kerja Indonesia memberikan dampak positif bagi perlindungan tenaga kerja Indonesia yang bersifat sistematis dan berbasis kepada sistem pengelolaan manajemen asuransi yang baik. Amanat UU No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI yang mengisyaratkan bahwa setiap tenaga kerja Indonesia harus memiliki asuransi, ini menunjukan bahwa sistem yang dibangun berdasarkan penanggulangan resiko. ## Tinjaun Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Pada tahun 2006 di Bali, Indonesia menyepakati MoU (Memorandum of Understanding) dengan Malaysia terkait perlindungan pekerja rumah tangga. MoU ini secara spesifik mengatur perlindungan pekerja domestik Indonesia di Malaysia. Indonesia menghentikan sementara pengiriman PRT ke Malaysia pada 2009 menyusul sejumlah kasus penyiksaan terhadap TKI di sana. Setelah penghentian ini kedua pihak melakukan berbagai perundingan untuk memperbaiki aspek perlindungan pembantu rumah tangga. MoU sektor pekerja rumah tangga ditandatangani pada 2006 dan berakhir pada 13 Mei 2011, namun kedua negara sepakat melakukan perpanjangan MoU selama satu bulan. Pertemuan teknis Joint Working Group akan dilakukan oleh kedua negara setelah penandatangan MoU ini. Soal apakah kesepakatan baru ini akan mencabut moratorium atau penghentian sementara pembantu rumah tangga ke Malaysia, Suhartono menjawab: "Kita belum sampai ke sana yang penting ada kesepakatan perlindungan terhadap domestic worker di Malaysia". 17 Perjanjian bilateral yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Malaysia tentang perlindungan tenaga kerja Indonesia yang bersifat sementara, tentu akan mengakibatkan terjadinya kelalaian terhadap perlindungan. Akibat dari kurangnya perlindungan hukum, maka terjadi tingkat kekerasan terhadap pekerja Indonesia di luar negara. Berikut ini data statistik yang dikeluarka oleh migrant care : ## Sumber : Migrant Care Malaysia merupakan negara yang menempati kasus tertinggi dalam kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia, bahkan mencapai 39%. Tingginya tingkat kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia di Malaysia, tentu harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah Indonesia terhadap prosedur penempatan tenaga. Pada hakikatnya, sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI, dimana pemerintah berkewajiban: (1) Menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri; (2) Mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI; (3) Membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri; (4) Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan (5) Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan. 17 Tenaga kerja Malaysia, dalam http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/05/110530_tkimalaysia.shtml . diunduh pada tanggal 01 Maret 2013. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - 23 Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah merupakan bagian dari pemenuhan hak-hak dasar konstitusional warga negara yang bekerja di luar negeri. Pada sisi lain, tenaga kerja Indonesia mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan Pasal 8 dan pasal 9, bahwa Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk: (a) Bekerja di luar negeri; (b) Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri; (c) Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri; (d) Memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya; (e) Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan; (f) Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan; (g) Memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri; (h) Memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal; (i) Memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli. Setiap calon TKl/TKI mempunyai kewajiban untuk: (a) Mentaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara tujuan; (b) Mentaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja; (c) Membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan (d) Memberitahukan atau melaporkan kedatangan, keberadaan dan kepulangan TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan. Hak dan kewajiban yang dilindungi oleh Undang-undang merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan hak konstitusional warga negera. Keberadaan tenaga kerja Indonesia di Malaysia yang hanya didasarkan kepada perjanjian kerja yang selama ini ada antara tenaga kerja Indonesia dengan agency pengerah tenaga kerja Indonesia yang ada di Malaysia tentu tidak memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri, ini dapat terlihat dari banyaknya kasus-kasus yang terjadi sebagai akibat dari adanya ketidak jelasan perjanjian yang dibuat. ## Penutup Pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri merupakan upaya negara untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap setiap warga negera untuk mencapatkan pekrjaan sesuai dengan amanat konstitusi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri melalui penempatan tenaga kerja Indonesia antara G to G, atau melalui swasta maka membutuhkan perangkat untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia. Keberadaan UU No. 39 Tahun 2004 Tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia yang menjadi landasan yuridis tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri sudah memberikan payung hukum bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. salah satu upaya perlindungan yang diatur dalam ketentuan tersebut adalah prosedur keberangkatan TKI mulai dari informasi sampai dengan pemberangkatan. Asuransi tenaga kerja Indonesia merupakan bagian dari proteksi terhadap tenaga kerja Indonesia, tetapi pada aspek lain masih adanya permasalahan yang terjadi terutama berkaitan dengan teknis yaitu kalim asuransi tenaga kerja Indonesia, karena selama ini asuransi tenaga kerja Indonesia dikelola oleh swasta. Selain itu, peran serta perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri diperlukan untuk melakukan pemantuan tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri dan membantu menyelesaikan permasalahannya. ## Pustaka Acuan Agus, Dede, Hukum Ketenagakerjaan , Serang :Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2012. Azhary, Muhammad Tahir , Negara Hukum (Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Impelentasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini), Jakarta : Kencana, 2008. Asikin, Zainal , dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008. Fajar, Mukti FD dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Huda, Ni’matul , Hukum Tata Negara Indonesia , Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Asuransi Indonesia , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006. Salim, Abbas , Asuransi dan Manajemen Resiko , Jakarta : Raja Grafindo, 2007. Soepomo, Imam, Pengantar Hukum Perburuhan , Jakarta : Djambatan, 2003. Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2005. Tutik, Titik Triwulan, Pokok-pokok Hukum Tata Negara , Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006. Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara , Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006. Undang-Undang : Undang-Undang Dasar NRI 1945 Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI.
494dbe05-6ce9-4180-b3a9-62fc33b3695c
http://jurnal.bsi.ac.id/index.php/jasika/article/download/1175/770
Jurnal Sistem Informasi Akuntansi (JASIKA) Vol. 2, No. 1, Mei 2022, hal. 18-25 e-ISSN: 2776-7973 | p-ISSN: 2808-8034 ## Analisis Implementasi Pengungkapan Informasi Laporan Keuangan Terintegrasi (Integrated Reporting) terhadap Harga Saham PT BFI Finance Indonesia Tbk Bernadette Cahya Putri Utami 1 1 Prodi Sistem Informasi Akuntansi, Universitas Bina Sarana Informatika 1 bernadette.bcu@bsi.ac.id ## Abstract: This study has the intent and purpose to analyze how the influence of the implementation of information disclosure in the integrated annual report (Integrated Reporting) on the movement of annual closing stock prices in one of the companies listed on the IDX, namely PT BFI Finance Indonesia Tbk. Based on the results of previous research, there has been an increase in the disclosure of financial statement information in all companies listed on the Indonesia Stock Exchange which include financial and non-financial information (Wibisono & Yolanda, 2020). Integrated Reporting (IR) prepared by IIRC to make corporate reporting more efficient and productive and to show how the company's resources are in synergy with the external environment and existing sources of capital for the purpose of creating value. This research case study was conducted at PT BFI Finance Indonesia Tbk with the reason that this company is a senior finance company in Indonesia as well as being the first finance company to list its shares on the Jakarta Stock Exchange and Surabaya Stock Exchange (now the Indonesia Stock Exchange or IDX). PT BFI Finance Indonesia Tbk has consistently implemented integrated annual reports for the last five years. This research is a descriptive study where the type of data used is quantitative data sourced from the official website of PT BFI Finance Indonesia Tbk from 2016 to 2020. The research method used is a horizontal analysis technique including comparative analysis and analysis of annual stock closing price trends. Stock prices can reflect the company's performance and also become a benchmark for the company's performance index, namely the extent to which the company's management is successful in managing and increasing shareholder wealth. The results of this study indicate the effect of the disclosure of integrated company financial statements on stock prices partially. This is due to differences in the year of research and global economic conditions during the pandemic that is happening around the research object area. ## Keywords: horizontal analysis, integrated reporting, stock prices ## Abstrak : Penelitian ini memiliki maksud dan tujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh implementasi pengungkapan informasi dalam laporan tahunan terintegrasi (Integrated Reporting) terhadap pergerakan harga saham penutupan tahunan pada salah satu perusahaan yang terdaftar di BEI yaitu PT BFI Finance Indonesia Tbk. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, terjadi peningkatan pengungkapan informasi laporan keuangan di seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang meliputi informasi keuangan dan non-keuangan (Wibisono & Yolanda, 2020). Laporan Terintegrasi atau Integrated Reporting (IR) yang disusun oleh IIRC agar pelaporan perusahaan menjadi lebih efisien dan produktif serta menunjukkan bagaimana sumber daya perusahaan bersinergi dengan lingkungan eksternal dan sumber pemodalan yang ada untuk tujuan penciptaan nilai. Studi kasus penelitian ini dilakukan pada PT BFI Finance Indonesia Tbk dengan alasan bahwa perusahaan ini termasuk perusahaan pembiayaan yang tergolong senior di Indonesia sekaligus menjadi perusahaan pembiayaan pertama yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang Bursa Efek Indonesia atau BEI). PT BFI Finance Indonesia Tbk telah menerapkan secara konsisten laporan tahunan terintegrasi selama lima tahun terakhir. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yang bersumber dari website resmi PT BFI Finance Indonesia Tbk terhitung sejak tahun 2016 hingga tahun 2020. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik analisis horizontal meliputi analisis perbandingan serta analisis trend harga penutupan saham tahunan. Harga saham dapat merefleksikan kinerja perusahaan dan juga menjadi tolak ukur indeks prestasi perusahaan yakni sejauh mana Jurnal Sistem Informasi Akuntansi (JASIKA) Vol. 2, No. 1, Mei 2022, hal. 18-25 e-ISSN: 2776-7973 | p-ISSN: 2808-8034 keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengelola serta meningkatkan kekayaan pemegang saham. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh pengungkapan laporan keuangan perusahaan terintegrasi terhadap harga saham secara parsial. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada tahun penelitian dan kondisi perekonomian secara global selama masa pandemi yang tengah terjadi di sekitar area objek penelitian. Kata kunci: analisis horizontal, laporan terintegrasi, harga saham ## 1. PENDAHULUAN Perusahaan melakukan penyusunan serta menerbitkan laporan keuangan bertujuan mengkomunikasikan hasil kinerja keuangan perusahaan serta pencapaian yang diperoleh oleh perusahaan dengan tujuan untuk menarik minat investor agar menanamkan modalnya di perusahaan. Hasil kinerja keuangan merupakan suatu kemampuan yang dapat dicapai oleh suatu badan usaha atau organisasi bisnis yang dapat digunakan dalam upaya mengetahui tingkat kesehatan keuangannya selama periode tertentu (Pratiwi, 2019). Laporan tahunan perusahaan yang memuat informasi laporan keuangan yang transparan dan lengkap merupakan salah satu sumber informasi yang teramat penting bagi stakeholders (Wahyuni, 2021). Sebagai upaya menghadapi persaingan bisnis yang semakin kompetitif diperlukan adanya pembaharuan model pelaporan serta usulan pertimbangan dalam pengambilan keputusan perusahaan. Adanya implementasi Integrated reporting juga menekankan pentingnya suatu transparansi di dalam pelaporan kinerja perusahaan (Wahyuni, 2021). Laporan terintegrasi merupakan bentuk laporan yang menunjukkan bagaimana sumber daya perusahaan berinteraksi dengan lingkungan eksternal serta sumber-sumber permodalan yang ada dalam upaya penciptaan nilai tambah bagi perusahaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Di Indonesia pelaporan terintegrasi merupakan pelaporan yang masih bersifat sukarela dan mulai menjadi trend yang diterapkan beberapa perusahaan tahun-tahun belakangan ini. PT BFI Finance Indonesia Tbk turut serta berpartisipasi dalam menyajikan Laporan Tahunan Terintegrasi secara konsisten selama beberapa tahun terakhir bertujuan untuk menggambarkan bagaimana implementasi keseimbangan Triple Bottom Line (Profit-People-Planet) sebagai wujud inovasi penciptaan nilai perusahaan secara berkelanjutan. Kerangka implementasi pelaporan terintegrasi ini disusun oleh International Integrated Reporting Council agar pelaporan perusahaan menjadi lebuh efisien dan produktif (PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2018). Isu terkait pengaruh implementasi laporan terintegrasi (Integrated reporting) terhadap harga saham perusahaan menjadi menarik untuk diteliti dikarenakan isu ini masih tergolong isu yang masih baru dan menarik di lingkungan akuntansi perusahaan sehingga layak untuk dijadikan topik penelitian. Hasil penelitian sebelumnya juga mengungkapkan bahwa adanya pengungkapan laporan keuangan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham (Fajar, 2009). Sejalan dengan hasil penelitian ini didukung oleh penelitian berikutnya bahwa pengungkapan informasi laporan keuangan tahunan perusahaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap harga saham (Wibisono & Yolanda, 2020). Adanya dua hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ada pengaruh pengungkapan informasi laporan keuangan secara signifikan maupun secara parsial terhadap harga saham inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian serupa dengan menggunakan objek penelitian berupa format laporan keuangan tahunan yang terbaru yakni laporan terintegrasi. ## 2. METODE Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif komparatif, dengan meneliti trend peningkatan serta penurunan laporan keuangan per tahun dalam bentuk analisis horizontal terhadap fluktuasi perubahan harga saham. Harga saham merupakan indicator yang dapat menunjukkan nilai perusahaan dan juga mempengaruhi keputusan investasi investor (Rosiana, 2016). Analisis horizontal ini berfokus pada data laporan keuangan satu periode dengan melakukan perbandingan terhadap laporan keuangan lainnya untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya PT BFI Finance Indonesia Tbk untuk rentang tahun 2016 - 2020. Penelitian jenis deskriptif memiliki tujuan mencari informasi faktual atau nyata secara lebih terperinci, sebagai upaya mengidentifikasi masalah serta mendapatkan gambaran keadaan dan juga praktek-praktek yang tengah berlangsung serta analisa data yang berupa angka-angka, sehingga informasi dari pihak perusahaan dapat terukur dengan menggunakan rumus-rumus khusus (Tyas, 2020). Jurnal Sistem Informasi Akuntansi (JASIKA) Vol. 2, No. 1, Mei 2022, hal. 18-25 e-ISSN: 2776-7973 | p-ISSN: 2808-8034 Penggunaan data kualitatif dalam penelitian ini meliputi laporan tahunan terintegrasi perusahaan yang berisikan profil lengkap perusahaan serta kinerja keuangan dalam bentuk laporan keuangan tahun 2016 - 2020. Sumber data yang digunakan merupakan data sekunder berupa dokumen laporan tahunan terintegrasi PT BFI Finance Indonesia diperoleh dari website resmi perusahaan (PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2022). ## 2.1 Analisis Horizontal (Dinamis) Analisis perbandingan horizontal merupakan teknik analisa yang dilakukan dengan cara memperhitungkan perbandingan laporan keuangan beberapa periode (Rustamunadi, 2018). Melalui perhitungan perbandingan laporan keuangan antar periode berbeda dapat merefleksikan bagaimana perubahan nominal yang tercantum dalam laporan tahunan perusahaan. Melalui analisis perubahan juga menunjukkan darimana perusahaan memperoleh sumber dana yang digunakan, dan juga peningatkan penurunan kinerja perusahaan dari periode satu ke periode yang lainnya secara lebih rinci (Pratiwi, 2019). 1. Analisis Perbandingan Metode dan Teknik analisis dengan cara membandingkan data-data angka laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, berupa kenaikan penurunan data absolut atau jumlah-jumlah dalam rupiah dan kenaikan penurunan dalam bentuk rasio maupun dalam bentuk presentase. 2. Analisis Trend Teknik analisis untuk mengetahui tendensi peningkatan atau penurunan dalam bentuk persentase daripada keadaan keuangan perusahaan. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Penelitian 1. Analisis Perbandingan dan Analisis Trend Pergerakan Harga Saham Tahun 2016 – 2017 Sumber : Laporan Tahunan Terintegrasi PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2017. Gambar 1. Laporan Tahunan Terintegrasi PT BFI Finance Indonesia Tbk Berikut ini adalah hasil analisis perbandingan dan analisis trend pada laporan ringkasan harga saham tahunan PT BFI Finance Indonesia Tbk periode 2016 - 2017 : Tabel 1. PT BFI Finance Indonesia Tbk Rekapitulasi Analisis Perbandingan dan Analisis Trend Pergerakan Harga Saham Penutupan 2016 – 2017 (dalam rupiah/lembar saham) Keterangan Periode Harga Saham Penutupan Perubahan Persentase Per Komponen (%) Tahun 2016 Tahun 2017 Triwulan 1 280 479 71 % Triwulan 2 271 520 92 % Triwulan 3 330 560 70 % Triwulan 4 350 680 94,3 % Sumber : Data yang telah diolah tahun 2017. Jurnal Sistem Informasi Akuntansi (JASIKA) Vol. 2, No. 1, Mei 2022, hal. 18-25 e-ISSN: 2776-7973 | p-ISSN: 2808-8034 Penggunaan analisis horizontal khususnya analisis perbandingan dan analisis trend dapat diketatahui pergerakan -pergerakan berupa peningkatan maupun penurunan informasi atau data laporan keuangan lainnya dalam dua atau lebih periode yang dibandingkan (Tinambunan, 2017) . Hasil analisis horizontal yang dilakukan pada laporan tahunan terintegrasi PT BFI Finance Indonesia Tbk menunjukkan bahwa pada tahun 2016 ke 2017 perusahaan mengalami peningkatan harga saham yang merefleksikan adanya peningkatan kinerja saham yang terlihat dari kenaikan harga saham penutupan untuk masing- masing triwulan, baik triwulan pertama sampai dengan triwulan keempat pada masing-masin tahun 2016 dan tahun 2017. Adanya peningkatan harga saham di triwulan keempat sebesar 94,3 % ini tentunya juga didukung oleh peningkatan laba dan peningkatan kinerja keuangan perusahaan dari tahun 2016 ke tahun 2017 (PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2017). 2. Analisis Perbandingan dan Analisis Trend Pergerakan Harga Saham Tahun 2017 – 2018 Sumber : Laporan Tahunan Terintegrasi PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2018 Gambar 2. Perbandingan dan Analisis Trend Pergerakan Harga Saham Tahun 2017 – 2018 Berikut ini adalah hasil analisis perbandingan dan analisis trend terhadap pergerakan harga saham penutupan PT BFI Finance Indonesia Tbk Tahun 2017 – 2018 : Tabel 2. PT BFI Finance Indonesia Tbk. Rekapitulasi Analisis Perbandingan dan Analisis Trend Pergerakan Harga Saham Penutupan 2017 – 2018 (dalam rupiah/lembar saham) Keterangan Periode Harga Saham Penutupan Perubahan Persentase Per Komponen (%) Tahun 2017 Tahun 2018 Triwulan 1 479 800 67 % Triwulan 2 520 680 31 % Triwulan 3 560 615 9,8 % Triwulan 4 680 665 -2,2% Sumber : Data yang telah diolah tahun 2018. Terjadinya kenaikan dan penurunan dengan menggunakan perhitungan analisis horizontal yang meliputi analisis perbandingan dan analisis trend memberikan gambaran adanya perbedaan kinerja saham perusahaan dan perkembangan perusahaan dari periode waktu berbeda antara tahun 2017 dengan tahun 2018. Hasil analisis perbandingan dan trend yang dilakukan pada laporan keberlanjutan PT BFI Finance Indonesia Tbk menunjukkan bahwa pada tahun 2017 ke tahun 2018 khususnya di triwulan keempat, perusahaan mengalami penurunan kinerja saham yang tercermin dalam penurunan harga saham sebesar 2,2 %. Jurnal Sistem Informasi Akuntansi (JASIKA) Vol. 2, No. 1, Mei 2022, hal. 18-25 e-ISSN: 2776-7973 | p-ISSN: 2808-8034 3. Analisis Perbandingan dan Analisis Trend Pergerakan Harga Saham Tahun 2018 – 2019 Sumber : Laporan Tahunan Terintegrasi PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2019. Gambar 3. Perbandingan dan Analisis Trend Pergerakan Harga Saham Tahun 2018 – 2019 Berikut ini adalah hasil analisis perbandingan dan analisis trend terhadap pergerakan harga saham penutupan PT BFI Finance Indonesia Tbk Tahun 2018 – 2019 : Tabel 3. PT BFI Finance Indonesia Tbk. Rekapitulasi Analisis Perbandingan dan Analisis Trend Pergerakan Harga Saham Penutupan 2018 – 2019 (dalam rupiah/lembar saham) Keterangan Periode Harga Saham Penutupan Perubahan Persentase Per Komponen (%) Tahun 2018 Tahun 2019 Triwulan 1 800 660 - 17,5 % Triwulan 2 680 600 - 12 % Triwulan 3 615 540 - 12,2 % Triwulan 4 665 560 - 15.8 % Sumber : Data yang telah diolah tahun 2019. Berdasarkan hasil analisis horizontal yang dilakukan pada laporan tahunan terintegrasi PT BFI Finance Indonesia Tbk Tahun 2019 menunjukkan bahwa pada tahun 2018 ke 2019 perusahaan mengalami penurunan harga saham pada setiap setiap triwulan di masing-masing tahun yang merefleksikan adanya penurunan kinerja saham perusahaan dan penurunan nilai perusahaan di mata investor saham. Adanya penurunan laba di tahun 2019 juga memberikan dampak pada penurunan harga saham perusahaan (PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2019). Hal ini juga terlihat dari adanya penurunan yang cukup signifikan pada triwulan keempat di tahun 2018 yang semula harga saham penutupannya Rp 665,00/lembar menjadi Rp 560,00/lembar di tahun 2019 dengan persentase penurunan sebesar 15,8 %. 4. Analisis Perbandingan dan Analisis Trend Pergerakan Harga Saham Tahun 2019 – 2020 Sumber : Laporan Tahunan Terintegrasi PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2020. Jurnal Sistem Informasi Akuntansi (JASIKA) Vol. 2, No. 1, Mei 2022, hal. 18-25 e-ISSN: 2776-7973 | p-ISSN: 2808-8034 Berikut ini adalah hasil analisis perbandingan dan analisis trend terhadap pergerakan harga saham penutupan PT BFI Finance Indonesia Tbk Tahun 2019 – 2020 : Tabel 4. PT BFI Finance Indonesia Tbk. Rekapitulasi Analisis Perbandingan dan Analisis Trend Pergerakan Harga Saham Penutupan 2019 – 2020 (dalam rupiah/lembar saham) Keterangan Periode Harga Saham Penutupan Perubahan Persentase Per Komponen (%) Tahun 2019 Tahun 2020 Triwulan 1 660 240 - 64% Triwulan 2 600 282 - 53% Triwulan 3 540 406 - 24,8 % Triwulan 4 560 560 0 % Sumber : Data yang telah diolah tahun 2020. Hasil analisis horizontal yang dilakukan pada laporan tahunan terintegrasi PT BFI Finance Indonesia Tbk Tahun 2020 menunjukkan bahwa tahun 2019 ke 2020 perusahaan sempat mengalami penurunan harga saham pada triwulan pertama, kedua dan ketiga di masing-masing tahun yang merefleksikan adanya penurunan kinerja saham perusahaan dan penurunan nilai perusahaan di mata investor. Akan tetapi di triwulan keempat di tahun 2020 harga saham cenderung stabil dan ada perbaikan kinerja saham jika dibandingkan dengan harga saham triwulan keempat di tahun 2019. Adanya penurunan laba di tahun 2020 juga memberikan dampak pada penurunan harga saham perusahaan (PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2020). a. Analisa Pembahasan Berikut ini merupakan penjabaran analisa pembahasan dari hasil analisis horizontal khususnya analisis perbandingan dan analisis trend : 1) Berdasarkan analisis perbandingan dan analisis trend antara tahun 2016 dan 2017 terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada kinerja saham dan kinerja keuangan perusahaan yang semula harga saham penutupan tahun 2016 sebesar Rp 350,00/lembar menjadi Rp 680,00/lembar di tahun 2017 . Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan kinerja saham sebesar 94,3%. 2) Berdasarkan analisis perbandingan dan analisis trend terhadap harga saham penutupan antara tahun 2017 dan 2018 terjadi penurunan harga saham penutupan tahun berjalan yang semula pada harga Rp 680,00/lembar di tahun 2017 mengalami penurunan menjadi Rp 665,00/lembar di tahun 2018 sebesar 2,2%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami penurunan kinerja saham. 3) Berdasarkan analisis perbandingan horizontal dan analisis trend pada rentang tahun 2018 dan 2019 terjadi penurunan kinerja saham yang pada awalnya berada pada harga penutupan sebesar Rp 665,00/lembar di tahun 2018 menjadi Rp 560,00/lembar di tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa ada penurunan kinerja saham dari periode 2018 ke periode 2019 sebesar 15,8 %. 4) Berdasarkan analisis perbandingan horizontal khususnya analisis perbandingan dan analisis trend terhadap harga saham penutupan di rentang tahun 2019 hingga 2020 mengalami penurunan harga saham pada triwulan I, II, dan III. Akan tetapi pada triwulan IV harga saham penutupan tahun 2020 kembali stabil menyesuikan harga penutupan tahun 2019, yang menandakan adanya perbaikan kinerja saham pada triwulan IV di tahun 2020. ## 4. KESIMPULAN Mengacu pada hasil pengolahan data serta hasil analisis menggunakan analisis horizontal khususnya analisis trend dan analisis perbandingan terhadap harga saham penutupan tahun berjalan, maka diperoleh kesimpulan bahwa kinerja keuangan PT BFI Finance Indonesia Tbk sempat mengalami peningkatan yang sangat signifikan di tahun 2016 ke tahun 2017 yang dapat dilihat dari adanya kenaikan laba tahun berjalan Jurnal Sistem Informasi Akuntansi (JASIKA) Vol. 2, No. 1, Mei 2022, hal. 18-25 e-ISSN: 2776-7973 | p-ISSN: 2808-8034 (PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2017). Sedangkan pada tahun setelahnya yakni tahun 2017 hingga tahun 2019, PT BFI Finance Indonesia Tbk cenderung dapat disimpulkan mengalami penurunan yang cukup signifikan dan kinerja saham perusahaan terlihat kurang optimal hingga tahun 2019. Tahun 2019 ke tahun 2020 juga menunjukkan bahwa perusahan melakukan upaya perbaikan kinerja saham yang nampak pada harga saham penutupan di tahun 2020 yang tergolong stabil jika dibandingkan dengan harga saham penutupan tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sudah melakukan upaya maksimum dalam meningkatkan kinerja perusahaan secara berkelanjutan dengan terus berkomitmen pada kinerja lingkungan dan social di dalam laporan tahunan terintegrasi yang secara konsisten telah diimplementasikan sekalipun di tahun 2020 sudah mulai terjadi krisis pandemic di Indonesia yang memberikan dampak serupa pada perusahaan pembiayaan lainnya(PT BFI Finance Indonesia Tbk, 2020). ## UCAPAN TERIMA KASIH Penulis selaku peneliti dalam kesempatan ini mengucapkan syukur dan terimakasih khususnya kepada rekan-rekan yang turut memberikan kontribusi pada proses maupun hasil penelitian hingga penulisan artikel ini: 1) Penulis menghaturkan puji syukur atas rahmat dan karunia melimpah dari Tuhan Yang Maha Esa atas terlaksananya jurnal penelitian ini. 2) Kepada PT BFI Finance Indonesia Tbk yang telah membagikan informasi secara terperinci, transparan dan lengkap berkenaan dengan Laporan Tahunan Terintegrasi untuk penelitian ini sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar 3) Kepada teman-teman seprofesi penulis serta reviewer yang selalu memberi support dan dorongan untuk penyelesaian penelitian ini. ## REFERENSI Fajar, J. (2009). Pengaruh Pengungkapan Laporan Keuangan, Laba Akuntansi, Suku Bunga BI Dan Uang Beredar Terhadap Harga Saham . Pratiwi, N. (2019). Analisis Laporan Keuangan Berdasarkan Metode Vertikal Horizontal Untuk Mengevaluasi Kinerja Keuangan Pada PT. PLN (PERSERO) UP3 Makassar Selatan Kota Makassar . 2 , 1 –13. PT BFI Finance Indonesia Tbk. (2017). Laporan Tahunan Terintegrasi - Grow Leads, Create Value . PT BFI Finance Indonesia Tbk. (2018). Laporan Tahunan Terintegrasi . www.pep.pertamina.com PT BFI Finance Indonesia Tbk. (2019). Laporan Tahunan Terintegrasi - Agility For Transformation . PT BFI Finance Indonesia Tbk. (2020). Laporan Tahunan Terintegrasi - Opportunity in Uncertainty . http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=buh&AN=11572490&amp;lang=zh- cn&site=ehost-live PT BFI Finance Indonesia Tbk. (2022). Laporan Tahunan Terintegrasi . https://www.bfi.co.id/id/corporate/hubungan-investor/laporan-tahunan-keberlanjutan Rosiana, E. (2016). Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Harga Saham Syariah Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index (JII) (Studi Kasus PT. Unilever Indonesia Tbk Periode 2008-2014) . Rustamunadi. (2018). Analisis Rasio Laporan Keuangan Model Horizontal Dan Vertikal Pt Sun Life Financial Indonesia Syariah Tahun 2013-2017. Syar’Insurance: Jurnal Asuransi Syariah , 4 (2), 85. https://doi.org/10.32678/sijas.v4i2.2950 Tinambunan, A. P. (2017). Analisis Vertikal Dan Horizontal Terhadap Laporan Keuangan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Jurnal Manajemen Dan Bisnis , 17 (1), 1 –14. http://ejournal.ust.ac.id/index.php/JIMB_ekonomi/article/download/134/140 Tyas, Y. I. W. (2020). Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pada Elzatta Probolinggo. Jurnal Ilmiah Ilmu Ekonomi Dan Bisnis , 8 (1), 28 –39. Wahyuni, E. D. (2021). Asimetri Informasi Sebagai Pemoderasi Pengaruh Penerapan Integrated Reporting Terhadap Stock Return. Jurnal Akademi Akuntansi , 4 (1), 69 –79. https://doi.org/10.22219/jaa.v4i1.14973 Wibisono, D. K., & Yolanda, E. (2020). Pengaruh Pengungkapan Laporan Tahunan Periode 2014-2018 dan Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham. (Studi Kasus Pada Perusahaan BUMN yang Sahamnya Terdaftar Dalam IDX BUMN20). Jurnal Akuntansi , 12 (2), 203 –214. Jurnal Sistem Informasi Akuntansi (JASIKA) Vol. 2, No. 1, Mei 2022, hal. 18-25 e-ISSN: 2776-7973 | p-ISSN: 2808-8034 https://doi.org/10.28932/jam.v12i2.2853
014eaa20-a99b-4362-baa1-77e82c3d9d31
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/niagawan/article/download/33859/18797
## PENDETEKSIAN KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN MENGGUNAKAN ANALISIS FRAUD DIAMOND PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Dwika Lodia Putri 1)* , Nurmansyah 1) , Aznuryandi 1) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning Penulis Korespondensi: dwikalodiaputri@unilak.ac.id , nurmansyahsr@gmail.com , aznuriyandi@unilak.ac.id ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel financial stability , external pressure , financial target , nature of industri , change in auditor dan pergantian direksi terhadap fraudulent financial statment .Perusahaan yang menjadi sampel penelitian adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2014-2018 dengan jumlah populasi 44 perusahaan, sehingga diperoleh total sampel 11 perusahaan. Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme dalam meneliti populasi atau sampel tertentu dengan teknik pengambilan sampel yang umumnya dilakukan secara random dan analisis data yang bersifat statistik untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Hasil riset mengakukan kalau variabel nature of industry diproksikan dengan rasio (kesempatan) (0,011< 0,05) serta variabel Change in auditor diproksikan dengan rasio (rasionalisasi) (0,029 < 0,05) membuktikan pengaruh positif terhadap false financial statements. Financial stability (0,945>0,05), external pressure (0,998 >0,05), financial sasaran (0,504 > 0,05), serta pergantian direksi (0,845>0,05) are not related to deceptive financial statements. Financial stability (ACHANGE) terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statment fraud, menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan aset tidak berpengaruh bagi pihak manajemen perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. External pressure (LEV) terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statement. Financial target (ROA) terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statment fraud , hal ini menunjukan bahwa setiap kenaikan rasio ROA tidak menjadi tekanan bagi pihak manajmen perusahaan dikarenakan , kenaikan tersebut diiringi dengan peningkatan mutu operasional. Nature of industry (Inventory) terbukti berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statement. Change in auditor (CPA) berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statement . Pergantian direksi tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statement, dan Variabel financial stability , external pressure , financial target , nature of industry , Change in auditor dan pergantian direksi tidak pengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statment Keywords: Fraudulent Financial Statment, Financial Stability, External pressure, Financial Target, Nature of Industry, Changein auditor, Pergantian direksi Article Information: Received Date: 11 April 2022 Revised Date: 23 April 2022 Accepted Date: 27 April 2022 ## PENDAHULUAN Bagi informasi dari (ACFE, 2018) jenis kecurangan yang sangat sedikit terungkap ialah Financial pernyataan Fraud ialah sebesar 13 % . (ACFE, 2018) Skandal keuangan ialah permasalahan sosial serta wujud pertanggung jawaban yang menimbulkan turunnya nilai pasar danmemusatkan pada kebangkrutan industri. Perihal ini tingkatkan perhatian menimpa aksi kecurangan. Salah satu zona yang ditemukan melaksanakan financial pernyataan fraud merupakan industri tambang. Informasi tersebut teruji dari pemberitaan permasalahan industri pertambangan di Indonesia yang sudah melaksanakan fraud , seperti PT. Timah diprediksi membuat laporan keuangan yang fiktif. Pimpinan jalinan karyawan timah melaporkan kalau laporan keuangan yang fiktif ini dibuat untuk memenuhi keadaan keuangan PT yang sepanjang 3 tahun kurang sehat, sehingga menimbulkan kerugian sebesar Rp 59 miliar ( https://www.tambang.co.id ; 2016). Semester 1 tahun 2015 laporan keuangan PT timah telah dimanipulasi sehingga terjalin kenaikan hutang sebesar 100% mengapai Rp 2,3 triliun. Tidak hanya PT Timah, PT Bumi Resources pula melaksanakan kecurangan ( https://economy.okezone,com ; 2016). Kecurangan laporan keuangan diakibatkan oleh 3 keadaan, ialah Tekanan,Peluang, dan Rasionalisasi yang sering diucap Fraud Triangel. Teori Fraud Triangel ini sudah diadopsi dalam standar auditing serta dikira selaku salah satu literatur utama dalam menarangkan fenomena kecurangan laporan keuangan ialah dalam SAS nomor .99. Tetapi dalam perkembanganya,mulai dikenalkan kembali teori lanjutan dari Fraud Triangel oleh Wolfe et al (2004) berkomentar kalau disamping ketiga aspek dalam Fraud Triangel tersebut ada aspek lain yang pula berfungsi besar dalam terbentuknya Fraud ialah keahlian ( Capability). (Wolfe, 2004) mempelajari tentang Capability selaku salah satu Fraud Risk Aspek yang melatar belakangi terbentuknya Fraud merumuskan kalau pergantian direksi bisa mengidentifikasikan terbentuknya Fraud. Unsur-unsur dari Fraud Diamond ini tidak bisa begitu saja diteliti sehingga membutuhan proksi variabel.proksi yang digunakan dalam mengetahui terjadinya Fraud dalam riset ini antara lain presure yang diproksikan dengan finansial stability , External pressure, Financial Sasaran. Opportunity yang diproksikan dengan Nature of Industry.Razionalization yang diproksikan dengan opini audit. Capability diproksikan dengan pengantian direksi (Sihombing, dan Rahardjo, 2014). Faktor awal ialah tekanan salah satu keadaan yang senantiasa muncul dikala terbentuknya kecurangan laporan keuangan merupakan tekanan (Cressey, 1953). Tekanan bisa terjalin dikala kinerja industri berada pada titik dibawah rata-rata kinerja industri (Skousen et al, 2009). Dalam keadaan tersebut bisa ditafsirkan kalau industry terletak dalam keadaan tidak normal dalam mendayagunakan sumber energy yang terdapat, perihal ini bisaberakibat kurang baik kepada aliran dana yang masuk dari para investor. Kaitanya dengan faktor tekanan, riset memakai proksi persentase peegantian total peninggalan untuk (ACHANGE) Financial Stability. Periset puls memakai proksi Return on Asset (ROA) buat Financial sasaran dan periset memakai proksi rasio Leverage (LEVERAGE) buat jenis External Pressure. Variabel tersebut diseleksi sekalian buat memandang konsistensinya dengan periset terdahulu yang sebagian besar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Faktor kedua ialah , kesempatan ( Opportunity ) .pada laporan keuangan ada akun-akun tertentu yang besar saldonya ditetapkan industri bersumber pada sesuatu ditaksir, misalnyapiutang tidak tertagih serta akun persediaan uang. Kesalahan secara terencana dalam memastikan ditaksir buat memperhitungkan saldo piutang tidak tertagih serta memperhitungkan saldo persediaan uang jadi suatu peluang bagi manajemen buat melaksanakan kecurangan ( Ratmono et al, 2014) Oleh karena itu dalam riset ini memakai proksi rasio total persediaan (INVENTORY) buat jenis Nature of Industry dalam komponen kesempatan ( Opportunity ). Faktor ketiga ialah, rasionalisasi ( Razionalization ). Rasionalisasi ialah komponen yamg masih susah buat diteliti. Rasionalisasi lebih kerap dihubungkan dengan perilaku serta kepribadian seseorang yang membetulkan nilai-nilai etis yang sesyngguhnya tidak baik Rustendi (2009), rendahnya integritas yang dipunyai seorang menunculkan pola pikir dimana orang tersebut merasa dirinya benar dikala melaksanakan kecurangan,selaku contoh manajemen membetulkan buat melaksanakan aplikasi manajemen laba ( Ratmono et al, 2014).) (Skousen et al, 2009) merumuskan kalau kelebihan dari pemakaian diskresionari akrual menimbulkan opini audit tidak normal. Aksi manajemen laba tersebut pastinya sebab manajemen merasionalkan perbuatanya. Oleh sebab itu memproksikan rasionalisasi dengan Change In auditor (CPA) yang diukur dengan variabel dummy. Faktor keempat ialah, keahlian ( Capability ). Pergantian direksi tidak selamanya berakibat baik untuk pergantian-pergantian direksi dapat jadi sesuatu upaya industri buat membetulkan kinerja direksi tadinya dengan melaksanakan pergantian lapisan direksi ataupun perekrutan direksi yang baru yang dikira lebih berkompeten dari direksi tadinya. Sedangkan disisi lain,pergantian direksi dapat jadi ialah upaya industri buat menghilangkan direksi yang dikira mengenali Fraud yang dicoba industri dan pergantian direksi diangap hendak memerlukan waktu menyesuaikan diri sehingga kinerja dini tidak optimal. Oleh sebab itu periset memakai proksi pergantian direksi (DCHANGE) buat mengukur keahlian ( Capability). Penelitian (Adelia, 2018) financial stability yang diproksikan dengan tingkat pertumbuhan aset ( ACHANGE) ditolak menandakan bahwa tingkat pertumbuhan aset tidak berpengaruh dengan financial statment fraud ,namun penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian (Sihombing dan Rahardjo, 2014) dan (Annisya, 2016) menyatakan bahwa financial stability berpengaruh secara signifikan terhadap financial statment fraud , penolakan financial stability dikarenakan perusahaan yang tergabung dalam LQ 45 memiliki stabilitas keuangan yang baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tergolong LQ 45. TINJAUAN PUSTAKA Agency Theory Teori agensi ( agency theory ) awal kali digunakan oleh Jensen serta Meckling pada tahun 1976. Teori keagenan ialah basis teori yang mendasari aplikasi bisnis industri yang dipakai sepanjang ini. Jensen serta Meckling mendefenisikan ikatan agensi selaku suatu kontrak dimana satu ataupun lebih orang (prinsipal / pihak yang membagikan wewenang) menggunakan orang lain (agen manajer) buat melaksanakan jasa atas nama prinsipan yang mengaitkan pendelegasian kekuasaan buat membuat keputusan kepada agen.kontrak tersebut diucap “ nexus of contract ”. Manajemen ialah pihak yang dikontrak ataupun diberi wewenang oleh pemegang saham, sebab seleksi hingga pihak manajemen wajib mempertanggung jawabkan seluruh pekerjaanya kepada pemegang saham. ## Fraud Bagi (Albrecht et al, 2011) fraud merupakan sebutan universal serta mencakup bermacam-macam metode yang bisa dicoba oleh kecerdasan manusia, lewat satu orang buat memperoleh sesuatu keuntungan dari orang lain lewat representasi ataupun penyajian yang salah, tidak terdapat ketentuan yang tentu serta seragam buat dijadikan bawah dalam mendefenisikan fraud sebab fraud mencakup kelicikan, penipuan, kejutan serta metode yang lain. ## Kecurangan Laporan Keuangan Bagi IAI dalam SAK per 1 Januari 2014 “laporan keuangan merupakan sesuatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan sesuatu entitas, tujauan dari laporan keuangan ialah membagikan data meimpa posisi keuangan, arus kas entitas serta kinerja keuangan yang berguna untuk sebagian golongan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan”. Fraud ialah sesuatu aksi bertabiat universal serta mencakup bermacam-macam arti bentuk metode cerdik seseorang yang dirancang buat memperoleh keuntungan dengan penyajian yang salah (Albrecht et al, 2011). Kecurangan laporan keuangan merupakan aksi yang disengaja yang menciptakan salah saji material dalam laporan keuangan. Bagi (Sihombing, dan Rahardjo, 2014) kecurangan laporan keuangan ialah kesengajaan ataupun juga kelalaian dalam laporan keuangan yang disajikan tidak cocok dengan prisip akuntansi ,kelalaian ataupun kesengajaan ini sifatnya material sehingga bisa pengaruhi keputusan yang hendak diambil oleh pihak yang berkepentingan. ## Theory Fraud Triangel Theory Fraud Triangel ialah sesuatu gagasan yang mempelajari tentang pemicu terbentuknya kecurangan,gagasan ini pertama kali diciptakan oleh (Cressey, 1953) yang dinamakan fraud tri angel atau segitiga kecurangan. (Cressey, 1953) dalam ( Gilmore dan Johnson, 2013) menguraikan terdapat 3 aspek yang terdapat dalam tiap suasana fraud ialah pressure , o pportunity , razionalization. ## Tekanan (pressure) Bagi (Karyono, 2013) kalau dorongan buat melaksanakan fraud (kecurangan) terjalin pada karyawan serta manajer, dorongan itu dapat terjalin sebab sebagian perihal berikut ini : a. Tekanan keuangan :style melebihi keahlian keuangan,kebutuhan yang tidak terduga, banyak hutang. b. Kerutinan kurang baik : semacam kecanduan narkoba. c. Tekanan area dunia kerja : semacam kurang dihargainya prestasi, pendapatan rendah, tidak puas terhadap pekerjaanya. d. Tekanan lain : semacam tekanan dari keluarga. ## Kesempatan (opportunity) Bagi ( Ratmono et al, 2014) melaporkan peluang hendak mencuat dikala sistem pengendalian internal industri melemah, industri dengan pengendalian internal yang lemah hendak mempunyai banyak celah yang menjadikan peluang untuk manajemen buat memanipulasi transaksi. Peluang terbentuk sebab terdapatnya kelemahan sistem pengendalian internal, ketidakefektifan pengawas manajemen ataupun penyalahgunaan posisi. Kegagalan buat menetapkan prosedur yang mencukupi buat mengetahui kegiatan kecurangan pula tingkatkan kesempatan terbentuknya kecurangan. Bagi SAS no 99 menyebukan kalau kesempatan financial pernyataan fraud bisa terjalin pada 3 keadaan, keadaan tersebut yakni nature of industry , inefective monitoring , serta organizational structure . Tetapi jenis dalam riset ini berkaitan dengan faktor opportunity ialah nature of industri . ## Rasionalisasi (Rationalization) Bagi (Mardiana,Ana, 2013) melaporkan rationalization selaku keadaan dimana tiap perbuatan curang yang mereka jalani dikira selaku aksi yang normal. Bagi (Skousen et al, 2009) melaporkan kalau rasionalisasi ialah bagian dari fraud triangel yang susah diukur. Bagi (Albrecht et al, 2011) mengemukakan kalau rasionalisasi yang kerapterjalin kala melaksanakan fraud antara lain ialah: 1. Peninggalan itu sesungguhnya kepunyaan aku. 2. Aku cuma meminjam serta hendak membayarnya kembali. 3. Tidak terdapat pihak yang dirugikan. 4. Ini dicoba buat suatu yang menekan. 5. Kami hendak membetulkan pembukuan sehabis permasalah keuangan ini berakhir. 6. Aku rela mempertaruhkan reputasi serta integritas aku asal perihal itu bisa tingkatkan standar hidup aku. ## Theory Fraud Diamond Fraud diamond ialah wujud penyempurnaan dari fraud triangel . Elemen keahlian ( capability) ialah aspek yang ditambah oleh Wolfe. Bagi (Wolfe, 2004) kecurangan yang banyak terjalin tidak hendak sempat terealisasi tanpa terdapatnya orang yang pas serta orang yang mempunyai keahlian buat melakukan kecurangan tersebut . (Wolfe, 2004) meningkatkan aspek c apability (keahlian) buat melengkapkan teori yang sudah diungkapkan oleh (Cressey, 1953) sehingga teori baru tersebut menerangkan bahwa 4 aspek yang pengaruhi seorang buat melaksanakan kecurangan. Buat mencari jejak terdapatnya penipuan dari aspek capability , (Wolfe, 2004) membagikan cerminan watak pelakon kecurangan yang bisa diamati selaku berikut: a. Position serta function Peran serta guna seorang dalam industry bisa membagikan keahlian buat melaksanakan kecurangan. b. Brains Seorang yang mempunyai kecerdasan ataupun kreativitas lebih bisa dengan gampang buat mengenali kelemahan- kelemahan yang terdapat didalam industri. c. Confidence serta ego Seorang yang mempunyai rasa yakin diri yang besar serta ego yang besar susah buat ditemukan kala melaksanakan kecurangan. d. Coercion skills Kemampuan dalam pengaruhi seorang sangat berarti buat dipunyai oleh pelakon kecurangan supaya terus menjadi banyak orang yang ikut serta dalam bundaran kejahatan tersebut serta power yang dipunyai jadi kokoh. e. Effective lying Pelakon wajib sanggup berbohong secara meyakinkan supaya kecurangan tidak ditemukan. f. Immunity to stress Pelakon wajib dapat melindungi diri supaya tidak tekanan pikiran sebab suatu kecurangan mempunyai tingkatan kerumitan yang sangat besar sehingga pelakon tidak sanggup melindungi dirinya dapat jadi tekanan pikiran. ## TEKANAN (Prepressure) Financial Stability (X1) External Pressure (X2) Financial Target (X3) ## PELUANG (Opportunity) Nature of industry (X4) ## Rasionalisasi (Rationalization) Change in Auditor(CPA) (X5) ## KEMAMPUAN (Capability) Pergantian Direksi (X6) Gambar 1 Model Penelitian ## METODE PENELITIAN ## JENIS DATA DAN SUMBER DATA Jenis data yang digunakan dalam riset ini ialah dicoba dengan pendekatan kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka (Sugiyono, 2015). Tata cara riset yang berlandaskan pada filsafat positivisme dalam mempelajari populasi ataupun sampel tertentu dengan metode pengambilan sampel yang biasanya dicoba secara random serta analisis data yang bertabiat statistik buat menguji hipotesis yang sudah diresmikan. Sumber data yang digunakan dalam riset ini merupakan data sekunder yang berasal dari laporan tahunan industri pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sepanjang periode 2014 – 2018 yang diperoleh dari web resminya ialah www.idx.co.id. Fraudulent Financial Statement (Y) H6 H5 H2 H1 H4 H3 H7 ## Pengukuran Variabel Tabel 1. Pengukuran Variabel No VARIABEL INDIKATOR DEFENISI 1 DEPENDEN (Y) Fraudulent Financial Statement (Dechow et al ;2012 Rasio F – score = Accrual Quality +Financial perfomances Penyimpangan atas laporan keuangan yang disengaja dan menyebabkan salah saji material 2 INDEVENDEN (X1) Financial Stability (Skousen et al ; 2009) Rasio ACHANGE : (Total Aset t - Total Aset t - 1 ) Total Aset t - 1 Rasio achange dapat dihitung dengan jumlah total aset tahun penelitian dibagi dengan total aset tahun sebelum penelitian 3 (X2) External Pressure (Kasmir; 2013;36) Rasio Debt to Assets Ratio = Total Debt Total Assets Tekanan yang berlebihan pada perusahaan dari pihak luar 4 (X3) Financial Target (Skousen et al ; 2009) Rasio propitabilitas ROA = Earning After Interest and Tax Total Assets Risiko adanya tekanan berleihan pada manajemen untuk mencapai target keuangan yang dipatok oleh direksi atau manajemen 5 (X4) Nature of industry (Skousen et al ; 2009) Rasio Inventory = Inventory t Inventoryt-1 Sales t sales t-1 Mencatat akun piutang dan persediaan 6 (X5) Change in Auditor (Yesiariani;2017 ) Variabel dummy dimana angka 1 untuk perusahaan yang melakukan pergantian auditor , dan angka 0 apabila perusahan tidak melakukan pergantian auditor Pergantian auditor yang dilakukan oleh perusahaan 7 (X6) (Capability) Pergantian Direksi ( Wolfe et al ;2004) Variabel dummy apabila terdapat perubahan direksi perusahaan selama 2014-2018 diberi kode 1, sebaliknya apabila tidak terdapat perubahan direksi perusahaan selama tahun 2014-2018 maka diberi kode 0 perubahan jajaran direksi pada suatu perusahaan ## Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda, analisis linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen yaitu. Financial stability , external pressure , financial target , nature of industri , Change in auditor , pergantian direksi terhadap variabel dependen fraudulent financial statment (Ghozali, 2013) . F-SCORE = β0 + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3 + β4 X4 +β5 X5 + β6 X6 + e Keterangan : β0 = koefisien regresi konstanta β1,2,3,4,5,6 = koefisien regresi masing- masing proksi F-score = Fraud ulent financial statment X1 = ACHANGE X2 = LEV X3 = ROA X4 = INVENTORY X5 = CPA X6 = DCHANGE E = error ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Statistik Deskriptif Jumlah populasi yang diperoleh pada penelitian ini adalah 44 perusahaan sektor pertambangan. Dari jumlah tersebut diperoleh 11 perusahaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel. Sebelum dilakukan pengujian lebih lanjut, disajikan terlebih dahulu hasil statistika deskriptif yang memberikan deskripsi atau gambaran mengenai karakteristik variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yang terdiri dari rata-rata, standar deviasi, minimum, dan maksimum. ## Tabel 2. Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Minimu m Maxim um Mean Std. Deviati on ACHANG E 5 5 -,577 ,886 ,0668 9 ,21341 7 LEV 5 5 ,298 ,695 ,4694 7 ,10419 8 LN_ROA 3 7 -6,21 -1,18 - 3,492 9 1,2711 3 INVENTO RY 5 5 ,026 23,000 1,978 33 4,1504 09 CPA 5 5 ,000 1,000 ,2000 0 ,40368 7 DCHANG E 5 5 ,000 1,000 ,3636 4 ,48547 9 FSCORE 5 5 -4,901 50,188 6,123 91 9,6565 01 Valid N (listwise) 3 ## 7 ## Sumber: Data Olahan SPSS 2022 Berdasarkan hasil analisis deskriftif pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa: indikator penelitian memiliki jumlah 55 data yang menjadi sampel penelitian yaitu: Variabel financial stability yang menggunakan indikator ACHANGE menunjukan nilai minimum -,577 Maximum 0,886. rata –rata 0,06689 standar deviasi 0,213417. Variabel external pressure yang menggunkan indikator LEV menunjukan nilai minimum 0,298 maximum 0,695 rata-rata 0,46947 standar deviasi 0,104198. Variabel financial target yang menggunakan indikator ROA menunjukkan nilai minimum -6,215 maximum -1,178 dan rata-rata -3,49290 standar deviasi 1,271135. Variabel nature of industry yang menggunakan indikator INVENTORY menunjukan nilai minimum 0,026 maximum 23,000 rata-rata 1,97833 standar deviasi 4,150409. Variabel Rationalization yang menggunakan indikator CPA yang diukur dengan variabel dummy dimana apabila pergantian auditor diberi angka 1 dan angka 0 untuk perusahaan yang tidak mengganti auditornya selama masa penelitian berlangsung.nilai minimum 0,000 dan nilai maximum 1,000, rata-rata 0,20000 standar deviasi 0,403687. Variabel capability menggunakan indikator DCHANGE dimana pengukuran tersebut menggunakan variabel dummy apabila terdapat perubahan direksi perusahaan diberi kode 1, dan sebaliknya apabila tidak terdapat perubahan direksi maka diberi kode 0. Nilai minimum 0,00 maximum sebesar 1,000 rata –rata 0,36364 dan standar deviasi sebesar 0,485479 dan Varaibel potensi kecurangan laporan keuangan yang diukur dengan indikator (F-Score) menunjukan bahwa nilai minimum -4,901. Sedangkan nilai maximum sebesar 50,188. Rata-rata indikator Fscore adalah sebesar 6,12391 sedangkan standar deviasi adalah gambaran tingkat variasi data sehingga tingkat variasi data indikator Fscore adalah sebesar 9,656501. Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Coefficients a Model Unstandardize d Coefficients Standardize d Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 9,042 6,410 1,41 1 ,16 9 ACHANGE ,507 7,306 ,012 ,069 ,94 5 LEV -,033 11,21 3 ,000 -,003 ,99 8 LN_ROA -,616 ,911 -,107 -,676 ,50 4 INVENTOR Y - 8,099 2,990 -,427 - 2,70 8 ,01 1 CPA 7,013 3,066 ,359 2,28 7 ,02 9 DCHANGE ,482 2,448 ,032 ,197 ,84 5 a. Dependent Variable: FSCORE ## Sumber: Data Olahan SPSS 2022 Hasil nilai konstanta sebesar 9,042. Nilai koefisien regresi ACHANGE sebesar 0,507 dengan arah positif sehingga diasumsikan jika variabel independen lain konstanta ,berarti setiap kenaikan ACHANGE sebesar 1. Nilai koefisien regresi LEV sebesar -,033 dengan arah negatif, sehingga dapat diasumsikan jika variabel independen lain konstan , berarti setiap kenaikan LEV sebesar 1 satuan. Nilai koefisien regresi ROA sebesar - ,616 dengan arah negatif, sehingga dapat diaumsikan jika variabel independen lain konstatn berarti setiap kenaikan ROA sebesar 1 satuan , potensi kecurangan laporan keuangan akan mengalami penurunan sebesar -,616 satuan dan begitu juga sebaliknya. Nilai koefisien regresi INVENTORY sebesar -8,099 dengan arah negatif sehingga, dapat diasumsikan jika variabel independen lain konstan berarti setiap kenaikan INVENTORY sebesar 8 satuan potensi kecurangan laporan keuangan akan mengalami penurunan sebesar - 8,099 satuan dan begitu sebaliknya. Nilai koefisien regresi CPA sebesar 7,013 dengan arah positif sehingga dapat diasumsikan jika variabel independen lain konstanta berarti setiap kenaikan CPA sebesar 7 satuan potensi kecurangan laporan keuangan akan mengalami peningkatan sebesar 7,013 satuan dan begitu juga sebaliknya. Nilai koefisien regresi DCHANGE sebesar 0,482 dengan arah positif sehingga dapat diasumsikan jika variabel independen lain konstanta berarti kenaikan DCHANGE sebesar 1 satuan potensi kecurangan laporan keuangan akan mengalami kenaikan sebesar 0,482 satuan dan begitu juga sebaliknya. ## Pembahasan Pengaruh Financial Stability Terhadap Fraudulent Financial Statment Hasil pengujian yang dilakukan baik secara simultan maupun secara parsial menunjukan hasil yang sama, financial stability yang diukur dengan rasio perubahan total aset ACHANGE , berdasarkan hasil pengujian regresi dengan nilai signifikan sebesar 0,945 variabel ACHANGE diatas 0,05 dan dengan nilai t hitung 0,069 , dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis pertama H1 yang menyatakan bahwa ACHANGE tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statment. Hal ini sejalah dengan penelitian (Adelia, 2018) financial stability yang diproksikan dengan tingkat pertumbuhan aset ( ACHANGE) ditolak menandakan bahwa tingkat pertumbuhan aset tidak berpengaruh dengan financial statment fraud ,namun penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian (Sihombing dan Rahardjo, 2014) dan (Annisya, 2016) menyatakan bahwa financial stability berpengaruh secara signifikan terhadap financial statment fraud , penolakan financial stability dikarenakan perusahaan yang tergabung dalam LQ 45 memiliki stabilitas keuangan yang baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tergolong LQ 45 . ## Pengaruh External Pressure Terhadap Fraudulent Financial Statment Hasil pengujian yang dilakukan secara parsial maupun simultan menunjukan hasil , varaibel external pressure yang diukur dengan LEV memiliki nilai t hitung sebesar -,003 dengan nilai signifikan 0,998 (0,998 > 0,05) nilai tersebut memiliki arti bahwa external pressure tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statment . Hal ini sejalan dengan penelitian (Septriani, 2018) Leverage tidak mampu mendeteksi fraudulent financial statment sebab sebagian besar utang perusahaan berasal dari dana pihak ketiga , yang memiliki beban bunga yang rendah dari pada utang-utang yang lain, dengan didukung kenaikan aset maka perusahaan tetap mampu membayar utangnya , perusahaan juga dapat memcari tambahan modal lainnya dengan tidak menambah utang, yaitu dengan cara menerbitkan saham kembali. hal ini tidak sejalan dengan penelitian (Sihombing dan Rahardjo, 2014) dan (Martantya dan Daljono, 2013) menunjukan bahwa kecenderungan perusahaan melakukan kecurangan dengan karakteristik leverage yang rendah lebih mungkin disebabkan karena kreditor saat ini tidak mempertimbangkan lagi besaran leverage yang dihasilkan, melainkan ada pertimbangan seperti tingkat kepercayaan atau jalinan hubungan baik antar perusahaan kreditor. Pengaruh Financial Target Terhadap Fraudulent Financial Statment Dari hasil uji regresi yang dilakukan baik secara simultan maupun parsial menyatakan bahwa financial target diproksikan dengan ROA dilihat pada hasil uji hipotesis pada tabel diatas dimana nilai signifikan 0,504 diatas 0,05 yang berarti untu hipotesis ketiga H3 yang menyatakan bahwa financial target tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statment . Hal ini sesuai dengan penelitian (Annisya, 2016) pemilihan sumberdaya manusia yang lebih potensial seperti adanya pelatihan khusus, program pengembangan kompetensi daya manusia , berbagai kebijakan manajemen perusahaan mampu meningkatkan nilai perusahaan seperti manajemen pemasaran yang meningkatkan penjualan melalui pameran , promosi , brosur dan iklan pemilihan metode akuntasi seperti metode penyusutan garis lurus sehingga , beban penyusutan lebih rendah dan meningkatkan laba, adanya program lain yaitu opsi pembelian saham kepada manajemen dan karyawan sehingga mereka merasa bertanggung jawab atas perusahaan serta kebijakan lainnya dan semakin berkembangnya bangsa pasar untuk sektor properti yang dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Namun peneliian ini tidak sejalan dengan penelitian (Widyastuti, 2009) membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki laba yang besar diukur dengan propitabilitas perusahaan lebih mungkin melakukan manajemen laba dari pada perusahaan yang memiliki laba yang kecil. ## Pengaruh Nature Of Industry Terhadap Fraudulent Financial Statment Berdasarkan hasil pengujian regresi baik secara parsial maupun secara simultan menunjukan hasil yang berpengaruh secara signifikan , inventory dengan nilai t hitung - 2,708 dan dengan nilai signifikan 0,011 ( 0,011> 0,05) dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis ke 4 (H 4 ) yang menyatakan bahwa nature of industry berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial statment . Hal ini sejalan dengan penelitian (Sihombing dan Rahardjo, 2014) menyatakan bahwa peningkatan jumlah piutang perusahaan dari tahun sebelumnya dapat menjadi indikasi bahwa perputaran kas perusahaan tidak baik , banyaknya piutang usaha yang dimiliki perusahaan pasti akan mengurangi jumlah kas dan persediaan yang digunakan perusahaan untuk kegiatan operasionalnya , terbatasnya kas dapat menjadi dorongan bagi manajemen untuk memanipulasi laporan keuangan, kenaikan piutang usaha yang signifikan dapat menjadi indikasi yang serius akan adanya financial stability dalam suatu perusahaan. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Skousen et al (2009) yang menyatakan bahwa variabel nature of industry tidak berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Pengaruh Change In Auditor Terhadap Fraudulent Financial Statment Change in auditor merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam mendeteksi fraudulent financial statment fraud, dari hasil pengujian regresi baik secara parsial maupun secara simultan menunju hasil yang berpengaruh secara signifikan , Change in auditor dengan nilai t hitung sebesar 2,287 dan nilai signifikan 0,029> 0,05 dengan demikian Hipotesis Ha 5 diterima. Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jika perusahaan melakukan pergantian auditor maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan melakukan fraud, tindakan tersebut dilakukan dengan alasan untuk mencari pembenaran agar praktik kecurangan didalam perusahaan tidak terdeteksi , pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian (Ulfah et al, 2017). Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Yesriani dan Rahayu, 2017) karena kemungkinan perusahaan melakukan pergantian auditor bukan karena ingin mengurangi pendeteksian laporan keuangan oleh auditor lama , tetapi karena perusahaan menaati peraturan pemeintah republik indonesia nomor 20 tahun 2015 pasal 11 ayat 1 yang menyatakan bahwa pemberian jasa audit atas laporan keuangan terhadap suatu entitas oleh seorang Akuntan publik dibatasi paling lama 5 tahun buku berturut-turut. ## Pengaruh Pergantian Direksi Terhadap Fraudulent Financial Statment Berdasarkan hasil pengujian variabel pergantian direksi ( DCHANGE) , hasil pengujian regresi yang dilakukan baik secara parsial maupun secara simultan tidak memberikan pengaruh secara signifikan, DCHANGE dengan nilai signifikan sebesar 0,845> 0,05. Untuk hipotesis H0 5 diterima dan Ha 5 ditolak. Hal ini sejalan dengan penelitian (Annisya, 2016) dan (Nugraheni, 2017) perubahan direksi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap financial statment fraud , hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa besar kecilnya pergantian direksi tidak mempengaruhi untuk melakukan kecurang laporan keuangan alasan temuan ini tidak mendukung hipotesis karena adanya pengawasan yang efektif dari dewan komisaris terhadap setiap kinerja manajemen selain itu , perubahan direksi bisa terjadi karena ada pengunduran diri atau karena direksi sebelumnya meningggal, disamping itu perusahaan yang melakukan perubahan direksi bisa jadi bukan disebabkan karena perusahaan ingin menutupi kecurangan yang dilakukan direksi sebelumnya tetapi karena perusahaan menginginkan adanya perbaikan kinerja perusahaan dengan cara merekrut direksi yang dianggap lebih kompeten. Pengaruh Financial Stability, External Pressure, Financial Target, Nature Of Industry ,Change In Auditor (CPA) , Pergantian Direksi Secara Simultan ## Terhadap Fraudulent Financial Statment Berdasarkan hasil uji yang dilakukan secara simultan menggunakan uji statistik F mengindikasikan bahwa ketujuh variabel tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap fraudulent financial statment dengan nilai F 2,190 dan nilai signifikan sebesar 0,072 , ketika diuji secara parsial menyatakan bahwa Inventory d an CPA berpengaruh terhadap fraudulent financial statment dengan nilai signifikan 0,011 dan 0,029. ## KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel financial stability , external pressure , financial target , nature of industri , change in auditor dan pergantian direksi terhadap fraudulent financial statment .Perusahaan yang menjadi sampel penelitian adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2014-2018 dengan jumlah populasi 44 perusahaan, sehingga diperoleh total sampel 11 perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, secara parsial variabel ACHANGE tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap variabel Fraudulent financial statement, secara parsial variabel LEV tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel fraudulent financial statment, secara parsial variabel ROA tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap fraudulen financial statement , secara parsial variabel INVENTORY berpengaruh dan tidak signifikan terhadap fraudulent financial statement, secara parsial variabel dependen Change in auditor berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statement, secara parsial variabel dependen DCHANGE tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap fraudulent financial statment . Saran Diharapkan rasio-rasio ACHANGE,LEV,ROA, DCHANGE bermanfaat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh perusahaan walaupun pengaruhnya tidak signifikan, karena tingkat pertumbuhan aset , peningkatan mutu operasioanl, rasio perubahan persediaan,dan pergantian direksi memberikan kesan positif dan apa yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan tersebut, serta kinerja perusahaan yang baik dapat meningkatkan investasi dari pihak luar. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel yang lebih banyak dari sektor lain yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, seperti Kimia dan sektor lainnya dan diharapkan dapat menambahkan variabel proksi lain tidak hanya terbatas pada variabel ( financial stability, eksternal pressure , financial target , nature of industry , Change in auditor , pergantian direksi ) yang sudah digunakan oleh peneliti , dengan menambah variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraudulent financial statment . Peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan rasio fraud diamond lain untuk mendeteksi fraudulent financial statement seperti, personal financial need dan variabel terkait lainnya. ## REFERENSI ACFE. (2018). ACFE Reports To The Nations. Adelia, N. (2018). Analisis fraud diamond dalam mendeteksi potensi financial statment fraud pada perusahaan LQ 45 periode 2011-2016. Jurnal ilmiah mahasiswa Universitas Surabay , Vol.7 No.1. Albrecht et al. (2011). Fraud Examination 4th Edition Cengage Learning . Mason,Ohio USA. Annisya, M. &. (2016). Pendeteksian Kecurangan Laporan keuangan Menggunakan Fraud Diamond. Jurnal bisnis dan ekonomi (JBE), , Maret 2016, Hal.72-89, Vol.23, No.1, ISSN: 1412-3126. Cressey, D. R. (1953). Other people’s money :A Study in the Social Psychology of Embezzlemente . New Jersey :Patterson Smith. Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan program SPSS 21. Semarang: Edisi Ketujuh, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gilmore dan Johnson. (2013). The Fraud Diamond vs Fraud Trianggel Analitics : Evaluating “capability” as a Modificaction For Auditing Unstructured Enterprise Data. Frostburg State University. Karyono. (2013). Forensic Fraud. Yogyakarta, Andi. Mardiana,Ana. (2013). Pengaruh faktor Manajerial,Kepemilikan,Opini Audit, Jenis KAP dan Kesulitan Keuangan terhadap Kecurangan Laporan keuangan Pada Perusahaan Publik di Indonesia,. Martantya dan Daljono. (2013). Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Melalui Faktor Risiko Tekanan dan Peluang (Studi Kasus pada Perusahaan yang Mendapatan Sanksi dari Bappepam Periode 2002-2006). Diponegoro Journal of Accounting , Vol. 2, No.2, Tahun 2013, Hal. 1-12. Nugraheni, N. (2017). Triatmoko,H,2017.Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Financial Statment Fraud:Perspektif Diamond Fraud Theory (Studi pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2016), . Jurnal akuntansi dan auditing , volume 14/No.2 tahun 2017:118-143. Septriani, Y. d. (2018). Mendeteksi kecurangan laporan keuangan dengan analisis Fraud Pentagon. Jurnal Akuntansi , Keuangan dan Bisnis , Vol. 11,No.1 , Mei 2018. Sihombing, dan Rahardjo. (2014). Analisis Fraud Diamond Dalam Mendeteksi Financial Statement Fraud (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2010-2014. Diponegoro Journal of Accounting , Vol.03, No.02, ISSN:2337-3806. Skousen et al. (2009). Detecting and Predicting Financial Statement Fraud: The Effectiveness of the Fraud Triangle and SAS No. 99. Corporate Governance and Firm Performance Advance in Financial Economincs , Vol. 13, p. 53-81. Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung, ALFABETA. Ratmono et al. (2014). DapatkahTeori Fraud Triangel Menjelaskan kecurangan Dalam laporan Keuangan. SNA 17 Mataram, Lombok. Ulfah et al. (2017). Pengaruh Fraud Pentagon dalam mendeteksi Fraudulent Financial Reporting (studi empiris pada Perbankan di indonesia yang terdaftar di BEI). Forum ilmiah pendidikan akuntansi , Vol, 5, No.1 Oktober 2017, Hal. 399-418. Widyastuti, T. (2009). 2009.Pengaruh Stuktur Kepemilikan dan Kinerja Keuangan Terhadap Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Manufaktur di BEJ. Jurnal Maksi , 9(1):30-41. Wolfe, D. T. (2004). “The Fraud Diamond : Considering the Four Elements of Fraud”. The CPA Journal , Vol. 74 Issue 12, hal.1-5. Yesriani dan Rahayu. (2017). Deteksi Financial Statement Fraud : pengujian dengan Fraud diamond. jurnal akuntansi dan auditing Indonesia , vol.21,No.1.
13e0318c-ef0d-42b6-9040-b5bbafcdc3c0
http://journal.uny.ac.id/index.php/jpvo/article/download/34990/14915
## IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN ARCS (ATTENTION, RELEVANCE, CONFIDENCE, AND SATISFACTION) PADA MATA PELAJARAN PEKERJAAN DASAR TEKNIK OTOMOTIF (PDTO) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X TKR A TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI SMK NASIONAL BERBAH TAHUN AJARAN 2019/2020 Muhammad Solikhin* Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta *Corresponding Author: muhammadsolikhin281@gmail.com ## Abstract This reserach aims to improve the activeness and learning outcomes of Class X TKR A students in the SMK Nasional Berbah on the subject of Automotive Engineering Basic Work through the implementation of the ARCS learning model. This type of research is a classroom action research, using Kemmis and Mc. Taggart. The subjects of the study were students of class X Light Vehicle Engineering (TKR) A at the National Vocational School of Berbah in the academic year 2019/2020. Data was collected through observation sheets to determine student activity with numerical rating scale with indicator aspects in the form of students 'courage to ask questions, students' courage to answer questions / express opinions, students 'interactions with teachers and groups, students' attention during the learning process, and evaluation test to find out the level of student learning outcomes. The ARCS learning model is said to be successful in increasing activity and learning outcomes if the percentage of activeness reaches 65% and as many as 75% of students have completed KKM, namely learning outcomes of at least 75. The results of the study show that: 1) the implementation of the ARCS learning model in the learning process increases the activeness of class X TKR students A at SMK Nasional Berbah. This is indicated by the active learning of students in the first cycle 55.60% increased in the second cycle of 73.71%. 2) The implementation of the ARCS learning model can improve student learning outcomes. This is indicated by the average value in the first cycle of 57.5 increased in the second cycle with an average class of 75. with a final percentage of completeness of 82% and the percentage of activity reached 73.71% in the second cycle. Thus has reached the specified indicators of success . Keywords: ARCS Learning Model, Learning Activity, Learning Outcomes . ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas X TKR A di SMK Nasional Berbah pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif melalui implementasi model pembelajaran ARCS . Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas , dengan menggunakan model Kemmis dan Mc. Taggart. Subjek penelitian adalah siswa kelas X TKR A di SMK Nasional Berbah tahun ajaran 2019/2020. Pengambilan data dilakukan melalui lembar observasi untuk mengetahui keaktifan siswa dengan jenis numerical rating scale dengan aspek indikator berupa keberanian peserta didik bertanya, keberanian peserta didik untuk menjawab pertanyaan/mengungkapkan pendapat, interaksi peserta didik dengan guru dan kelompok, perhatian peserta didik selama proses pembelajaran, serta tes evaluasi untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa. Model pembelajaran ARCS dikatakan berhasil meningkatkan keaktifan dan hasil belajar apabila persentase keaktifan mencapai 65 % dan sebanyak 75 % siswa telah tuntas KKM yaitu hasil belajar minimal 75. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) implementasi model pembelajaran ARCS pada proses pembelajaran meningkatkan keaktifan siswa kelas X TKR A di SMK Nasional Berbah. Hal ini ditunjukkan dengan keaktifan belajar siswa pada siklus I 55,60 % meningkat pada siklus II sebesar 73,71 %. 2) Implementasi model pembelajaran ARCS mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata pada siklus I sebesar 57,5 meingkat pada siklus II dengan rata-rata kelasnya sebesar 75. dengan persentase ketuntasan akhir sebesar 82 % dan persentase keaktifan mencapai 73,71 % di siklus II. Dengan demikian telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan. Kata kunci: Reciprocal Teaching, Hasil Belajar, Teknologi Dasar Otomotif. ## PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu manifesti dalam suatu peradaban, dengan pendidikan yang unggul dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa, sebab bangsa yang maju, unggul, dan berorientasi pada pembangunan dalam aspek segala bidang tentunya tidak terlepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan suatu wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak sumber daya manusia (SDM) yang bermutu tinggi. Selain itu pendidikan berfungsi sebagai upaya dalam mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa secara potensial dan aktual. Pengembangan kemampuan dapat dilakukan melalui proses pembelajaran baik secara formal maupun informal. Proses pembelajaran ini memerlukan keaktifan baik dari pendidik maupun siswa. Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain alat pendukung berupa fasilitas pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran, metode atau strategi pembelajaran dan lain-lain. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2012: 57). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), merupakan pendidikan dengan kompetensi keahlian dari bidang-bidang kejuruan, sebagaimana menurut penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15 Depdiknas (2006:8), merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta terutama untuk bekerja dalam bidang keahlian tertentu. Dengan harapan dapat menciptakan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri. Lulusan SMK ini dipersiapkan sebagai sumber daya manusia yang siap pakai selain itu juga dapat menerapkan ilmu yang telah mereka dapat sewaktu di sekolah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di lingkungan masyarakat. Jenjang pendidikan di SMK dalam proses pembelajarannya siswa dibimbing oleh guru yang berperan sebagai fasilitator untuk membantu mencapai tujuan belajar. Berbagai cara yang dapat digunakan oleh guru untuk menunjang proses pembelajaran salah satunya adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran yang efektif, penggunaan media pendukung pembelajaran seperti buku teks, buku sekolah elektronik, gambar, audio, film animasi dan lain-lain. Penggunaan perangkat pembelajaran tersebut akan efektif apabila disesuaikan dengan metode yang sesuai dengan karakter siswa yang ada di dalam sekolah, jenis mata pelajaran yang disampaikan, kondisi lingkungan dan sarana yang menunjang. Keberhasilan dalam pelaksanaan proses pembelajaran ini merupakan tugas dari seorang pendidik atau guru, sebab guru merupakan perancang awal strategi pembelajaran di dalam kelas agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu peran guru adalah sebagai demonstrator yakni guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pembelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa (Sofyan, 2015). Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendidikan yang demokratis harus mampu menciptakan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Tujuannya adalah untuk menggali kemampuan siswa agar berperan secara aktif, meningkatkan kemampuan intelektual, sikap dan minatnya (Sofyan, et al., 2019) SMK Nasional Berbah dengan visinya yaitu menjadi sekolah yang berkualitas dan berwawasan lingkungan. Sejalan dengan visi tersebut maka dalam upaya mewujudkannya didukung oleh beberapa cara yaitu melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang berwawasan pada kebutuhan dunia kerja. Dalam mewujudkan sekolahan yang berkualitas tentunya sangat didukung dengan proses kegiatan pembelajaran sehari-hari yang meliputi penerapan strategi pembelajaran, model pembelajaran yang digunakan sehingga dalam hal itu siswa dapat memahami dengan mudah apa yang disampaikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar.. Dalam mewujudkan branding sekolah berbasis industri melalui layanan pendidikan Link and Match bekerja sama dengan bidang industri. Dengan bekerja sama dengan industri maka laanan pendidikan kejuruan diberikan dengan relevansi mengacu pada industri tersebut. Kerja sama yang sudah dilakukan SMK Nasional Berbah jurusan Teknik Kendaraan Ringan (TKR) yaitu dengan PT. Daihatsu. Tentu dalam proses pembelajaran, materi pembelajara produktifnya disesuaikan dengan industri terkait. Salah satunya yaitu pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO). Mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif adalah salah satu pelajaran produktif yang ditempuh di kelas X, mata pelajaran yang bersifat wajib lulus dan ditempuh oleh siswa dengan pokok pembelajarannya di semester genap ini meliputi penggunaan alat-alat ukur mekanik dan fungsinya. Hasil pengamatan dan wawancara pada guru teknik kendaraan ringan ketika pembelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO) yang dilakukan di SMK Nasional Berbah pada kelas X Teknik Kendaraan Ringan (TKR) pada tanggal 03 September 2019 bahwa guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional dimana guru menerangkan suatu konsep, lalu siswa mengamati contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan, kemudian siswa menjawab soal sesuai urutan penyelesaian yang diterangkan oleh guru. Selain itu dalam kegiatan pembelajarannya walaupun sudah didukung dengan media LCD Proyektor akan tetapi pembelajaran yang siswa rasakan menjadi kurang memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru sehingga ketika proses guru menerangkan pembelajaran siswa dikelas kurang aktif dalam pembelajaran dan menyebabkan siswa mudah kehilangan konsentrasi, bercanda sendiri bahkan ada yang tertidur. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelas X TKR A siswa menjadi kurang maksimal. Dari hasil Penilaian Tengah Semester (PTS) tahun ajaran 2019/2020 pada mata pelajaran PDTO di kelas X TKR A, dari 39 siswa, sebanyak 38 siswa belum mampu mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) 75.00. Kondisi ideal pembelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO) di SMK Nasional Berbah di kelas X TKR A dalam kegiatan pembelajarannya siswa cenderung bersifat pasif dalam pembelajaran, hal ini diakibatkan beberapa faktor satu diantaranya motivasi dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan dari hasil pengamatan sehari-hari dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung sering terdapat siswa yang tidak hadir dalam kegiatan pembelajaran, tertidur ketika pembelajaran berlangsung dan bersifat pasif saat pembelajaran. Hal itu akan berdampak pada hasil belajar siswa. Dari beberapa permasalahan yang dipaparkan diatas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kurangnya minat dan motivasi siswa terhadap materi pelajaran akibat rendahnya keaktifan siswa dalam proses belajar.Hal ini apabila terus dibiarkan maka akan berdampak pada prestasi belajar dan hasil belajar siswa. Maka dari itu, penelitia ini difokuskan pada implementasi model pembelajaran yang mampu meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam kegiatan belajar, yaitu Implementasi Model Pembelajaran ARCS (Attention, Relevance Confidence, and Satisfaction) Pada Mata Pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO) Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X TKR A Teknik Kendaraan Ringan Di SMK Nasional Berbah Tahun Ajaran 2019/2020. Kemudian masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. (1) apakah implementasi model pembelajaran ARCS (Attention, Relevance Confidence, and Satisfaction) dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas X TKR A pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO) di SMK Nasional Berbah, (2) apakah implementasi model pembelajaran ARCS (Attention, Relevance Confidence, and Satisfaction) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TKR A pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO) di SMK Nasional Berbah. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa di kelas X TKR A pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO). Pada penelitian ini dilakukan inovasi dari guru yang sebelumnya menggunakan metode ceramah menjadi implementasi model pembelajaran ARCS. Model pembelajaran ARCS merupakan model pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar, model ini dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987) yang berdasarkan pada teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan yang diharapkan. Model ARCS juga terkenal dengan model reka bentuk instruksi yang digunakan secara meluas. Dalam komponennya terbagi menjadi empat komponen yaitu attention (perhatian), relevance (relevansi), confidence (percaya diri), dan satisfaction (kepuasan). Model ini diharapkan mampu untuk membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga dalam proses pembelajarannya keaktifan dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian relevan yang dilakukan oleh Betanika Nila Nirbita (2016) yang mnenunjukkan bahwa dengan mengimplementasikan model ARCS pada proses pembelajaran dapat terjadi peningkatan aktifitas belajar Satisfaction) dapat meningkatkan keaktifan, motivasi, dan hasil belajar pada tahap pra tindakan sebesar 32,14 %, kemudian mengalami peningkatan sebesar 53,57 % di siklus I dan meningkat sebesar 89,29 % pada siklus II. Hal ini ditunjukkan partisipasi siswa dalam mengajukan pertanyaan/ide dalam diskusi meningkat 57,14 %, partisipasi siswa dalam menjawab pertanyaan dalam diskusi meningkat 46,43 %, interaksi antar siswa dalam kelompok meningkat 50 %, ketekunan dan keuletan siswa meningkat 58,58 %, siswa dapat menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik meningkat 28, 58 %, siswa menjadi lebih senang belajar mandiri meningkat 60, 71 %, siswa mengemukakan pendapat meningkat 57,14 % dan hasil belajar siswa meningkat 71,43 %. Keaktifan belajar diklasifikasikan menjadi 8 kelompok yaitu kegiatan visual, kegiatan lisan, kegiatan mendengarkan, kegiatan menulis, kegiatan menggambar, kegiatan metrik, kegiatan mental dan kegiatan emosional (Oemar Hamalik, 2011: 172-173). Dengan partisipasi aktif dalam proses pembelajaran, menunjukkan bahwa siwa sedang terlibat secara penuh dalam proses belajar sehingga dengan hal ini akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Herminarto Sofyan (2014) yang menunjukkan bahwa jika keaktifan siswa meningkat maka hasil belajar juga akan meningkat. ## METODE Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) dan termasuk dalam ruang lingkup penelitian terapan (Applied Research) yang menggabungkan antara pengetahuan, penelitian, dan tindakan. Desain penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart yang meliputi 4 tahapan dalam proses penelitiannya yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation) dan refleksi (reflection) Penelitian ini dilaksanakan di kelas X TKR A SMK Nasional Berbah, yang beralamat di Tanjungtirto, Kalitirto, Berbah, Sleman. Waktu yang digunakan peneliti melaksanakan penelitian pada semester 2 tahun ajaran 2019/2020 di kelas X TKR A dimulai bulan Januari sampai Februari 2019. Data yang dikumpulkan melalui instrumen penelitian berupa teknik observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan aspek yang diamati meliputi : (1) keberanian peserta didik bertanya, (2) keberanian peserta didik untukmenjawab pertanyaan/mengungkapkan pendapat, (3) interaksi peserta didik dengan guru, (4) perhatian peserta didik selama proses pembelajaran dan kelompok dan Tes evaluasi belajar sebanyak 20 soal dengan tipe soal yaitu pilihan ganda. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi untuk mengetahui keaktifan siswa tiap individu dengan jenis numerical rating scale , dan lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran ARCS sesuai dengan sintak pembelajaran, serta tes evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman dan hasil belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran dengan model ARCS. Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda untuk mengetahui hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II. Jenis validitas yang digunakan untuk instrumen ini adalah validitas konstruk yang dilakukan dengan expert judgement. Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi : (1) analisis data keaktifan belajar siswa dengan numerical rating scale yaitu dengan berupa skor dari nilai terendah 1 dan nilai tertinggi 5 untuk setiap aspek penilaiannya. Tabel.01 Interval Nilai Keaktifan Siswa Kategori Nilai Keaktifan Siswa Tidak Aktif 4-6 Kurang Aktif 7-9 Aktif 10-12 Sangat Aktif 13-16 Analisis data aktifitas siswa dikelas tiap siklus dapat ditentukan dengan : Persentase = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘 𝑥 100 % .............(1) Keterangan : Skor aktifitas siswa : Jumlah skor kegiatan yang dilakukan siswa dalam waktu pengamatan. Skor total aktifitas siswa: Jumlah skor maksimal yang dilakukan oleh siswa. (2) Analisis data hasil tes belajar siswa : KKM untuk mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif di SMK Nasional Berbah adalah 75. Apabila siswa sudah mencapai nilai 75 dan diatas 75-100, maka dinyatakan siswa tesebut sudah tuntas. Sedangkan siswa yang mencapai nilai dibawah 75 maka dapat dinyatakan siswa tersebut belum mencapai nilai ketuntasan minimum. Berikut ini interpretasi hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif. Tabel. 02. Interval Nilai Ketuntasan Siswa Nilai Keterangan >75-100 Tuntas < 75 Belum Tuntas Hasil pencapaian belajar siswa dapat dikatakan berhasil apabila siswa berada pada nilai rentang >75-100. Untuk menganalisa pencapaian hasil belajar siswa maka dapat menggunakan rumus sebagai berikut: Presentase = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑥 100 .........................(2) Rata-rata hasil belajar siswa dapat diketahui dengan rumus berikut : 𝑀𝑒 = ∑𝑋𝑖 𝑁 … … … … … … … … … … … … . (3) Dimana : Me = Mean (rata-rata) ∑ = Epsilon (baca jumlah) Xi = Nilai X ke i sampai ke n N = Jumlah individu Indikator Keberhasilan Penelitian model pembelajaran ARCS dianggap berhasil apabila mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada saat posttest pada tiap siklus. Hasil belajar siswa bila nilai tuntas dapat dicapai 75 % dari keseluruhan siwa dan keaktifan belajar siswa mencapai 65 % dikelas X TKR A di SMK Nasional Berbah. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus. Mata pelajaran yang digunakan selama penelitian adalah Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO) pada kompetensi dasar (KD) 3.5. Menerapkan alat ukur mekanik beserta fungsinya. Dalam pelaksanaannya, setiap siklus penelitian ini menggunakan langkah-langkah penelitian tindakan kelas yaitu mulai dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi tindakan dan refleksi tindakan. Pelaksanaan Model Pembelajaran ARCS yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai 17 langkah pembelajaran. Pelaksanaan model pembelajaran ARCS ini dikatakan sesuai atau berhasil jika sesuai sintak dari model pembelajaran ARCS. Pelaksanaan model pembelajaran ARCS dari siklus I ke siklus II. Dari hasil penelitian mengenai pelaksanaan model pembelajaran ARCS pada siklus I dan II, dapat diketahui tingkat kesesuaian pelaksanaan metode ARCS dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Pada siklus I persentase kesesuaian pelaksanaan model pembelajaran tersebut sebesar 82 % kemudian meningkat 18 % pada siklus II menjadi 100 %. Berikut merupakan grafik yang menggambarkan peningkatan kesesuaian pelaksanaan model pembelajaran ARCS. Grafik 01. Peningkatan Pelaksanaan Model Pembelajaran ARCS Keaktifan siswa dari siklus I ke siklus II. Dari hasil observasi dan analisis yang dicantumkan pada hasil penelitian maka diketahui bahwa persentase tingkat keaktifan siswa pada siklus I sebesar 55,60 % atau dalam kategori belum mencapai indikator keberhasilan ang ditentukan dan pada siklus II ini persentase keaktifan siswa sebesar 73,71 % atau dalam kategori baik (mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan). Dari hasil observasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa persentase keaktifan siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 18,11 %. Berikut ini merupakan grafik berdasarkan dari hasil peningkatan keaktifan siswa yang terjadi dari siklus I ke siklus II. 82% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% siklus I siklus II Peningkatan Pelaksanaan Model Pembelajaran ARCS Peningkatan Pelaksanaan Model Pembelajara n ARCS ## Grafik 02. Peningkatan keaktifan pelaksanaan model pembelajara ARCS Persentase keaktifan siswa pada grafik tersebut, baik di siklus I maupun di siklus II didapat melalui banyaknya aspek indikator (4 aspek indikator) yang muncul karena dilakukan oleh siswa. Berikut merupakan diagram yang menunjukkan peningkatan jumlah munculnya masing-masing aspek indikator keaktifan dari siklus I ke siklus II. Diagram 04. Frekuensi Kemunculan Indikator Keaktifa n. Tabel 03. Keterangan Tiap Aspek Indikator Keaktifan. Aspek Keterangan Aspek Indikator 1 Keberanian siswa bertanya. Aspek Indikator 2 Keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan/mengungkapkan pendapat. Aspek Indikator 3 Interaksi siswa dengan guru dan kelompok. Aspek Indikator 4 Perhatian siswa selama proses pembelajaran. 56% 74% 0% 20% 40% 60% 80% siklus I siklus II Peningkatan Keaktifan Pelaksanaan Model Pembelajaran ARCS Peningkatan Keaktifan Siswa Siklus I ke Siklus II Aspek Indikator 1 Aspek Indikator 2 Aspek Indikator 3 Aspek Indikator 4 88 73 82 104 120 108 101 131 Frekuensi Kemunculan Indikator Keaktifan Siklus 1 Siklus 2 Hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Dari siklus I ke siklus II, hasil belajar siswa dapat dikatatakan mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa dan jumlah ketuntasan hasil belajar siswa. Pada siklus I jumlah siswa yang tuntas mencapai KKM sebanyak 15 orang dengan persentase ketuntasan sebesar 41,7 % dan rata-rata nilai kelas 57,5. Pada siklus II, jumlah siswa tuntas mencapai KKM sebanyak 32 orang, dalam artian mengalami peningkatan, dengan persentase ketuntasan hasil belajar sebesar 82 % dengan nilai rata-rata 75. Peningkatan hasil belajar menurut Muhibbin Syah (2011:145) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa) yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa (2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa) yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa (3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Kondisi ideal di kelas X TKR A di SMK Nasional Berbah ketika proses pembelajaran yang terjadi di siklus II mengalami peningkatan pada kekondisifan kelas dengan penggunaan penggunaan model pembelajaran ARCS, dengan dipadukan dengan pembelajaran cooperative (berkelompok) mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran. Dengan peningkatan keaktifan pembelajaran maka berpengaruh pada hasil belajar siswa. Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa ini tidak terlepas dari beberapa solusi perbaikan (hasil refleksi) dari siklus I, yang berhasil dilaksanakan pada siklus II. Berikut grafik yang menggambarkan peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Grafik 03. Peningkatan Hasil Belajar Siswa. Keberhasilan Model Pembelajaran ARCS dalam meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Berdasarkan dari hasil observasi awal yang digunakan sebagai permasalahan penelitian, diketahui bahwa nilai rata-rata hasil UAS siswa sebesar 51,48, dengan ketuntasan hasil belajar sebesar 35,90 % (kategori belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan) atau hanya sebanyak 14 siswa yang mencapai KKM. Setelah diterapkannya model pembelajaran ARCS pada siklus I maka rata-rata hasil belajar siswa menjadi meningkat sebesar 57,5 dengan 42% 82% 0% 50% 100% siklus I siklus II Peningkatan Keaktifan Pelaksanaan Model Pembelajaran ARCS Peningkatan Hasil Belajar Siswa Siklus I ke Siklus II persentase KKM sebesar 41,7 %. Kemudian di siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan persentase KKM menjadi 82 % (kategori sangat baik) dengan nilai rata-rata 75. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa implementasi model pembelajaran ARCS dalam proses belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas X TKR A di SMK Nasional Berbah pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO), sehingga berhasil mengatasi permasalahan penelitian yang berupa rendahnya hasil belajar siswa. ## SIMPULAN ARCS (Attention, Relevance Confidence, and Satisfaction) dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas X TKR A pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO) di SMK Nasional Berbah. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan persentase keaktifan siswa dari pra tindakan hingga siklus II. Pada siklus I keaktifan siswa sudah mengalami peningkatan dari tahap pra tindakan namun persentase keaktifan siswa pada siklus I sebesar 55,60 % belum mencapai ≤ 65 % dari indikator keberhasilan yang ditetapkan, sehingga dibutuhkan pelaksanaan siklus II. Pada siklus II persentase keaktifan siswa mengalami peningkatan, dengan persentase keaktifan sebesar 73,71 % dari hasil presentase keaktifan siswa di siklus II telah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu ≥ 65 %. Dalam hal ini menandakan bahwa penelitian ini telah berhasil meningkatkan keaktifan siswa. Implementasi model pembelajaran ARCS (Attention, Relevance Confidence, and Satisfaction) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TKR A pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO) di SMK Nasional Berbah. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan persentase hasil belajar siswa dari pra tindakan hingga siklus II. Pada siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa sebesar belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan ≤ 75 %, sehingga diperlukan siklus II. Persentase ketuntasan hasil belajar di siklus II sebesar 82 % dalam hal ini mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan ≥ 75 %. Dalam hal ini menandakan bahwa penelitian ini telah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. ## DAFTAR PUSTAKA Hamalik, O. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Sofyan, H., T. U. (22 Mei 2014). Peningkatan Mutu Pembelajaran Teknologi Pengecatan Melalui Metode Jigsaw Bagi Mahasiswa Otomotif FT UNY. Jurnal JPTK Vol 22 . Sofyan, H. (2015). Metodologi Pembelajaran Kejuruan. UNY Press, Yogyakarta. Sofyan, H., Suyanto, W., Budiman, A., Siswanto, I., Gumelar, A., & Ruswanto, W. A. (2019). PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS DENGAN VARIASI METODE DAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENULISAN KARYA ILMIAH GURU-GURU SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA. Jurnal Pendidikan Vokasi Otomotif , 2 (1), 11-22. Sukmadinata, N. S. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: PT. Refika Aditama. Syah, M. (2013). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
38e1eec6-514c-4631-b028-8cbb96b3c8dc
https://ejournal.upi.edu/index.php/eduhumaniora/article/download/4576/3174
## PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DAN SELF ESTEEM SISWA SD MELALUI MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN IPS (Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas IV SDN di Kecamatan Cibiru-Bandung) Tin Rustini 1 ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan peningkatan hasil belajar IPS dan self esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan multimedia dan konvensional. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen dan desain yang digunakan kelompok kontrol non ekivalen dengan instrumen penelitian yang digunakan berupa tes hasil belajar IPS dan non-tes ( self esteem ). Data yang dianalisis adalah data pretes, postes, dan n-gain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar IPSdan self esteem siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan multimedia lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran IPS secara konvensional; Tidak terdapat hubungan yang positif antara hasil belajar IPS siswa dan self esteem siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran dengan multimedia. Kata Kunci: Multimedia, Hasil Belajar IPS, Self Esteem ## A. PENDAHULUAN Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Salah satu parameter keberhasilan yang dicapai seseorang adalah prestasi belajar akademik. Kenyataannya, hasil belajar IPS kurang memuaskan. Salah satu alasannya, karena pada pembelajaran IPS sebagian besar guru melaksanakan proses belajar mengajar hanya untuk mentransfer pengalamannya dan masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah. Sehingga terkesan monoton dan membuat siswa jenuh. Pada kenyataannya metode ceramah hanya guru yang berperan aktif dalam proses belajar, siswa cepat tanggap dan cepat pula lupa dan mengakibatkan timbulnya rasa bosan, ngantuk bahkan kurang bersemangat dalam belajar. Peningkatan hasil belajar IPS bagi peserta didik sangat diperlukan untuk mengembangkan dirinya menyongsong masa depan yang penuh tantangan. Agar peserta didik memiliki kemampuan IPS yang layak diperlukan model pembelajaran yang memadai dan relevan dengan standar kompetensi mata pelajaran IPS itu sendiri (Depdiknas, 2004:03). Di samping banyaknya penelitian dalam aspek kognitif, aspek afektif mulai ditelaah para peneliti, antara lain: self esteem siswa yang diperikirakan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Self-esteem merupakan salah satu komponen afektif yang harus diperhatikan dalam dunia pendidikan. Istilah s elf-esteem diartikan pula sebagai kepercayaan diri atau keyakinan diri. Self-esteem berkaitan dengan perasaan 1 Dosen UPI Kampus Cibiru. Alamat Surel: tinrustini@yahoo.com bahwa kita pantas, layak, berharga, mampu dan berguna. Self-esteem adalah penilaian tinggi atau rendah yang dibuat individu tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang menunjukkan bahwa sejauh mana individu tersebut menyukai dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga. Dengan demikian, peranan guru sebagai seorang pendidik dituntut untuk dapat mengatasi hal tersebut dengan penggunaan multimedia yang bersifat mengembangkan keaktifan siswa, menjadikan siswa lebih berkonsentrasi pada mata pelajaran IPS sehingga menghasilkan proses pembelajaran siswa dan hasil belajar yang optimal. Pada kenyataannya hampir setiap sekolah sudah terdapat berbagai media pembelajaran yang dapat membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, tetapi kurang dapat memanfaatkan fasilitas tersebut. Untuk menumbuh kembangkan hasil belajar dan self esteem siswa diperlukan suatu pembelajaran yang mampu menumbuhkan hasil belajar IPS dan self esteem siswa. Dalam proses pembelajaran, guru memiliki peran untuk memilih model dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Pembelajaran yang dipandang sukses harus berorientasi pada siswa sehingga siswa dipandang sebagai titik pusat terjadinya proses belajar sebagai subjek yang berkembang melalui pengalaman belajar, hal ini dilakukan untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Pencapaian tujuan pendidikan IPS khususnya di sekolah dasar dapat berhasil dengan baik apabila mengacu dari ketiga aspek ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Karakter siswa yang memiliki rasa ingin tahu tinggi menjadikan guru harus lebih kreatif menggunakan berbagai metode, model serta media selama pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran menjadi sangat penting, dikarenakan sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih berpikir operasional konkret yang sesuai dengan teori dari Piaget (Dahar, 1988:154) menyatakan bahwa‘anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret.’ Dengan penggunaan media pembelajaran dapat memberikan pengalaman- pengalaman lebih konkrit pada siswa serta merangsang aktivitas siswa untuk belajar dan menemukan sendiri pengetahuannya. Penggunaan media juga dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran karena keterbatasan waktu, tempat dan benda. Selain itu penggunaan media dapat mengarahkan pola pemikiran siswa yang tadinya bersifat abstrak menjadi konkret. Dari sekian banyak media yang dapat dimanfaatkan selama pembelajaran IPS di SD, penggunaan multimedia dapat membantu mengkonkretkan konsep IPS yang abstrak. Multimedia itu sendiri adalah perpaduan berbagai macam media. Sebagai guru yang tak boleh lepas dari teknologi untuk mendidik para siswanya, mengharuskan penggunaan multimedia menjadi salah satu cara meningkatkan hasil pembelajaran IPS. Rohman (2008) yang merupakan salah seorang peneliti mengatakan bahwa “pembelajaran dengan komputer multimedia dapat digunakan sebagai alat bantu dalam proses belajar sebagai stimulus untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas.” Dari penelitian yang beliau lakukan, penggunaan multimedia dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Guru perlu menggunakan multimedia selain memfokuskan perhatian siswa, adalah sebagai salah satu cara menyampaikan pesan kepada siswa sehingga bahwa kita pantas, layak, berharga, mampu dan berguna. Self-esteem adalah penilaian tinggi atau rendah yang dibuat individu tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang menunjukkan bahwa sejauh mana individu tersebut menyukai dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga. Dengan demikian, peranan guru sebagai seorang pendidik dituntut untuk dapat mengatasi hal tersebut dengan penggunaan multimedia yang bersifat mengembangkan keaktifan siswa, menjadikan siswa lebih berkonsentrasi pada mata pelajaran IPS sehingga menghasilkan proses pembelajaran siswa dan hasil belajar yang optimal. Pada kenyataannya hampir setiap sekolah sudah terdapat berbagai media pembelajaran yang dapat membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, tetapi kurang dapat memanfaatkan fasilitas tersebut. Untuk menumbuh kembangkan hasil belajar dan self esteem siswa diperlukan suatu pembelajaran yang mampu menumbuhkan hasil belajar IPS dan self esteem siswa. Dalam proses pembelajaran, guru memiliki peran untuk memilih model dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Pembelajaran yang dipandang sukses harus berorientasi pada siswa sehingga siswa dipandang sebagai titik pusat terjadinya proses belajar sebagai subjek yang berkembang melalui pengalaman belajar, hal ini dilakukan untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Pencapaian tujuan pendidikan IPS khususnya di sekolah dasar dapat berhasil dengan baik apabila mengacu dari ketiga aspek ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Karakter siswa yang memiliki rasa ingin tahu tinggi menjadikan guru harus lebih kreatif menggunakan berbagai metode, model serta media selama pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran menjadi sangat penting, dikarenakan sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih berpikir operasional konkret yang sesuai dengan teori dari Piaget (Dahar, 1988:154) menyatakan bahwa‘anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret.’ Dengan penggunaan media pembelajaran dapat memberikan pengalaman- pengalaman lebih konkrit pada siswa serta merangsang aktivitas siswa untuk belajar dan menemukan sendiri pengetahuannya. Penggunaan media juga dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran karena keterbatasan waktu, tempat dan benda. Selain itu penggunaan media dapat mengarahkan pola pemikiran siswa yang tadinya bersifat abstrak menjadi konkret. Dari sekian banyak media yang dapat dimanfaatkan selama pembelajaran IPS di SD, penggunaan multimedia dapat membantu mengkonkretkan konsep IPS yang abstrak. Multimedia itu sendiri adalah perpaduan berbagai macam media. Sebagai guru yang tak boleh lepas dari teknologi untuk mendidik para siswanya, mengharuskan penggunaan multimedia menjadi salah satu cara meningkatkan hasil pembelajaran IPS. Rohman (2008) yang merupakan salah seorang peneliti mengatakan bahwa “pembelajaran dengan komputer multimedia dapat digunakan sebagai alat bantu dalam proses belajar sebagai stimulus untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas.” Dari penelitian yang beliau lakukan, penggunaan multimedia dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Guru perlu menggunakan multimedia selain memfokuskan perhatian siswa, adalah sebagai salah satu cara menyampaikan pesan kepada siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna. Peran multimedia sudah terlihat jelas dari penggunaannya dalam pembelajaran IPS yang mana dapat menyampaikan pesan pembelajaran lebih menarik, dan dirasakan mudah untuk diterapkan kepada siswa. Penggunaan multimedia bagi siswa juga dapat menggali konsep dan memahami suatu konsep dari bahan ajar dengan keterlibatan langsung dari siswa itu sendiri selama kegiatan pembelajaran. Ada beberapa keuntungan dalam pembelajaran menggunakan multimedia ini, antara lain siswa sepenuhnya berkonsentrasi dan berpartisipasi dalam proses belajar, setiap siswa dapat melakukan kegiatan belajar dengan kesempatan sesuai dengan kemampuan masing-masing dan lebih aktif selama kegiatan pembelajaran. Karena dari keterlibatan langsung dalam penggunaan multimedia selama kegiatan pembelajaran menjadikan siswa lebih aktif. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah peningkatan hasil belajar IPS siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan multimedia lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran IPS secara konvensional? (2) Apakah peningkatan self esteem siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan multimedia lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran IPS secara konvensional? (3) Apakah terdapat hubungan yang positif antara hasil belajar IPS siswa dan self esteem siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran dengan multimedia? Sejalan dengan rumusan masalah, secara umum penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pencapaian dan peningkatan hasil belajar IPS yang pembelajarannya menggunakan multimedia dan konvensional, menganalisis perbedaan self esteem siswa yang pembelajaran dengan multimedia dan konvensional, dan menganalisis hubungan antara hasil belajar IPS siswa dan self esteem siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran dengan multimedia. ## B. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Sudjana (2005:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.Hasil belajar dalam penelitian ini adalah berupa skor pretes dan postes yang merupakan kemampuan siswa setelah menerima pengalaman belajar secara kognitif dengan indikator yang digunakan yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan kreativitas. Rosenberg (Al Hadad, 2010) berpandangan bahwa self-esteem adalah suatu orientasi positif atau negatif seseorang terhadap dirinya sendiri atau dapat pula dikatakan suatu evaluasi yang menyeluruh tentang bagaimana sesorang menilai dirinya. Self-esteem yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian siswa terhadap kemampuan, keberhasilan, kemanfaatan, dan kebaikan diri mereka sendiri dalam IPS. Self esteem merupakan fenomena perkembangan yang mulai banyak diteliti. Self Esteem telah diteliti oleh Al Hadad (2010) dan Wahyuni (2012). Wahyuni (2012) meneliti self-esteem dan menemukan peningkatan Self-esteem siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran ARIASlebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran kovensional. Selain itu terdapat hubungan yang positif antara kemampuan representasi matematis dengan self-esteem siswa dalam matematika. Namun terdapat hal yang berbeda yang ditemukan oleh Al Hadad (2010), Al Hadad menemukan bahwa Self-esteem siswa dalam matematika setelah melakukan pembelajaran dengan pendekatan Open Ended , tidak lebih baik dibandingkan sebelumnya ditinjau dari keseluruhan siswa. Tetapi bila dilihat dari level sekolah, ternyata self-esteem siswa dalam matematika pada level sekolah tinggi lebih baik setelah melakukan pembelajaran dengan pendekatan Open Ended . Pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam media yang terdiri dari teks, grafik, gambar, animasi, audio, bahkan video dan sebagainya yang mana berfungsi untuk membantu guru dalam menyampaikan materi yang akan disampaikan. Multimedia yang digunakan peneliti untuk mengatasi permasalahan yaitu dengan memanfaatkan lingkungan sekitar siswa, berbagai gambar, video yang dibantu dengan penggunaan aplikasi komputer. Media ini dapat menjadi konkrit bagi siswa sehingga proses pembelajaran lebih bermakna. Pembelajaran dengan multimedia telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Rohman Y. Abdul (2010) dan Nani Suryani (2012). Rohman Y. Abdul (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa, penggunaan media interaktif dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Karena penggunaan media interaktif selama pembelajaran siswa menjadi lebih aktif dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Nani Suryani (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen yang menggunakan MMI dengan kelas kontrol yang menggunaan media Film. Dengan demikian, maka penggunaan MMI memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Geografi. Dari kedua hasil penelitian di atasmenyatakan bahwa penggunaan multimedia (berbagai macam media) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti penggunaan multimedia dalam pembelajaran pada mata pelajaran IPS di kelas IV SD. C. METODE PENELITIAN penelitian ini dilakukan di kelas IV SDN Cipadung yang ada di Kecamatan Cibiru Kota Bandung. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas IV SDN Cipadungdan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kelas IVC sebagai kelas eksperimen sebanyak 36 siswa dan kelas IVA sebagai kelas kontrol sebanyak 35 siswa. Sampel yang dipilih dengan ketentuan kemampuan siswa yang heterogen, artinya siswa dalam satu kelas terdiri dari siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen( Quasi Experimental Desains )dengan desain kelompok kontrol non ekivalen . Seperti pada diagram berikut : Kelas eksperimen : O X O Kelas kontrol : O O (Ruseffendi, 2005: 47) dengan instrumen penelitian yang digunakan berupa tes hasil belajar IPS dan non- tes ( self esteem ). antara kemampuan representasi matematis dengan self-esteem siswa dalam matematika. Namun terdapat hal yang berbeda yang ditemukan oleh Al Hadad (2010), Al Hadad menemukan bahwa Self-esteem siswa dalam matematika setelah melakukan pembelajaran dengan pendekatan Open Ended , tidak lebih baik dibandingkan sebelumnya ditinjau dari keseluruhan siswa. Tetapi bila dilihat dari level sekolah, ternyata self-esteem siswa dalam matematika pada level sekolah tinggi lebih baik setelah melakukan pembelajaran dengan pendekatan Open Ended . Pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam media yang terdiri dari teks, grafik, gambar, animasi, audio, bahkan video dan sebagainya yang mana berfungsi untuk membantu guru dalam menyampaikan materi yang akan disampaikan. Multimedia yang digunakan peneliti untuk mengatasi permasalahan yaitu dengan memanfaatkan lingkungan sekitar siswa, berbagai gambar, video yang dibantu dengan penggunaan aplikasi komputer. Media ini dapat menjadi konkrit bagi siswa sehingga proses pembelajaran lebih bermakna. Pembelajaran dengan multimedia telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Rohman Y. Abdul (2010) dan Nani Suryani (2012). Rohman Y. Abdul (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa, penggunaan media interaktif dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Karena penggunaan media interaktif selama pembelajaran siswa menjadi lebih aktif dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Nani Suryani (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen yang menggunakan MMI dengan kelas kontrol yang menggunaan media Film. Dengan demikian, maka penggunaan MMI memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Geografi. Dari kedua hasil penelitian di atasmenyatakan bahwa penggunaan multimedia (berbagai macam media) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti penggunaan multimedia dalam pembelajaran pada mata pelajaran IPS di kelas IV SD. ## C. METODE PENELITIAN penelitian ini dilakukan di kelas IV SDN Cipadung yang ada di Kecamatan Cibiru Kota Bandung. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas IV SDN Cipadungdan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kelas IVC sebagai kelas eksperimen sebanyak 36 siswa dan kelas IVA sebagai kelas kontrol sebanyak 35 siswa. Sampel yang dipilih dengan ketentuan kemampuan siswa yang heterogen, artinya siswa dalam satu kelas terdiri dari siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen( Quasi Experimental Desains )dengan desain kelompok kontrol non ekivalen . Seperti pada diagram berikut : Kelas eksperimen : O X O Kelas kontrol : O O (Ruseffendi, 2005: 47) dengan instrumen penelitian yang digunakan berupa tes hasil belajar IPS dan non- tes ( self esteem ). ## D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini berdasarkan faktor-faktor yang diamati dan ditemukan dalam penelitian. ## 1. Peningkatan Hasil Belajar IPS Berikut gambaran umum hasil belajar IPS siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. ## Tabel 1 Statistika DeskriptifHasil Belajar Variabel Kelas Multimedia Kelas Konvensional Pretes Postes N-Gain Tes Pretes Postes N-Gain Tes Hasil Belajar n 36 36 36 35 35 35 10 19 0,92 9 20 1 2 11 0,4 2 6 0,08 x 5,86 16,33 0,74 6,31 12,8 0,47 s 2,13 1,99 3,71 1,98 2,97 0,20 Skor Maksimal Ideal:Hasil Belajar = 20 Berdasarkan Tabel 1 memperlihatkan bahwa rataan skor hasil belajar IPS siswa kelas eksperimen sebelum pembelajaran lebih kecil dibandingkan dengan siswa kelas kontrol, yaitu rataan skor kelas eksperimen 5,86 sedangkan rataan skor kelas kontrol 6,31 dari kedua data tersebut diperoleh selisih sebesar 0,45 (seperti terlihat pada Tabel1). Selisih data dari kedua kelas tersebut tidak terlalu besar, dapat diduga bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal hasil belajar yang tidak jauh berbeda. Setelah pembelajaran dilaksanakan, rataanhasil belajar siswa kelas ekperimen yaitu 16,33, dengan standar deviasinya 1,99. Sementara itu rata-rata skor postes kelas kontrol yaitu 12,8 dengan standar deviasinya 2,97. Berdasarkan standar deviasi skor postes kelas eksperimen dan kelas kontrol, dapat dilihat bahwa penyebaran hasil belajarsetelah adanya pembelajaran untuk kelas eksperimen kurang menyebar daripada kelaskontrol. Hal ini dikarenakan standar deviasi kelas eksperimen terlihat lebih kecil dibandingkan standar deviasi kelas kontrol. Sedangkan N-gain hasil belajar IPS siswa, dapat dilihat bahwa rata-rata N-gain untuk hasil belajar kelas eksperimen sebesar 0,74 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,47, dari kedua data tersebut terlihat bahwa rata-rata kelas eksperimen N-gainnya lebih besar daripada kelas kontrol, dapat diduga bahwa kelas eksperimen memiliki peningkatan hasil belajar yang lebih baik dari pada kelas kontrol.Berikut disajikan secara visual rata-rata N-gain Hasil Belajar IPS. maks x min x ## Gambar 1 Rata-rata N-Gain Hasil Belajar IPS Dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, pembelajaran dengan menggunakan multimedia ini menunjukkan peran yang berarti dalam meningkatkan hasil belajar IPS siswa.Hal itu dikarenakan pada proses pembelajaran menggunakan multimedia fokus kegiatan belajar berasa sepenuhnya pada siswa dan selama kegiatan pembelajaran berlangsung siswa lebih tertarik dalam mengikuti kegiatan belajar. Penggunaan multimedia membuat siswa terkondisi untuk mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri. Selain itu, penggunaan berbagai gambar animasi, video serta suara yang terdapat pada multimedia sangat membantu siswa dalam memahami konsep yang dipelajari. Berdasarkan hasil pengamatan selama treatment dilakukan, terdapat beberapa hal yang mempengaruhi perbedaan hasil belajar IPS siswa yang belajar menggunakan multimedia dengan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran biasa. Hal yang paling utama ialah bahwa adanya media dalam suatu pembelajaran dapat membantu pemahaman siswa mengenai konsep IPS yang abstrak. Konsep- konsep yang abstrak tersebut dapat dibuat menjadi lebih nyata dengan bantuan gambar atau benda nyata yang ada di lingkungan sekitar siswa sebagai media. Terlebih menggunakan multimedia yang didalamnya terdapat berbagai gambar, video, suara yang lebih dekat dengan kehidupan nyata. Penggunaan mulitimedia dalam pembelajaran IPS dapat memberikan gambaran yang lebih nyata dari konsep IPS yang abstrak. Salah satunya adalah dalam mempelajari konsep masalah sosial, pemahaman siswa tidak akan bermakna apabila guru hanya memberikan penjelasan materi secara langsung kepada siswa, karena siswa diharuskan memecahkan permasalahan yang ada sesuai dengan kondisi yang nyata. Namun dengan ilustrasi yang ada dalam multimedia, siswa akan sangat terbantu dalam proses belajar. Contohnya adalah dengan bantuan video mengenai masalah banjir yang berkaitan dengan masalah sosial sampah, dalam video tersebut terkandung indikator yang akan dipelajari siswa seperti penyebab terjadinya banjir dan solusi untuk mengantisipasi banjir sehingga siswa akan terangsang untuk mengungkapan pendapatnya dari video yang dilihatnya. Dengan 0 0.2 0.4 0.6 0.8 Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 0.74 0.47 Rata-rata N-Gain Hasil Belajar IPS multimedia tersebut pemahaman siswa mengenai IPS yang abstrak akan semakin kuat, selain siswa mengingat dan menghafal suatu konsep yang sedang ia pelajari, siswa juga diberi gambaran yang nyata mengenai konsep IPS yang abstrak tersebut. Selain itu, faktor lainnya adalah aktivitas guru pada pembelajaran dengan multimedia cenderung hanya sebagai fasilitator dan mediator, sehingga siswa lebih leluasa untuk beraktivitas dan berinteraksi dalam proses pembelajaran. Sedangkan pada kelas kontrol guru benar-benar sebagai pemberi informasi dan hanya beberapa siswa saja yang aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Rohman yang menggunakan media interaktif pada mata pelajaran geografi berhasil meningkatkan hasil belajar siswa, dan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam mata pelajaran IPS di kelas IV SD berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Maka dari itu penggunaan multimedia selama proses pembelajaran IPS berpengaruh terhadap hasil belajar siswa di kelas IV SD. 2. Peningkatan Self-Esteem Siswa Selanjutnya adalah deskriptif data skor Self Esteem siswa disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Statistika Deskriptif Self Esteem Variabel Kelas Multimedia Kelas Konvensional Pretes Postes N-Gain Tes Pretes Postes N-Gain Tes Self Esteem Angket Awal Angket Akhir N-Gain Angket Angket Awal Angket Akhir N-Gain Angket n 36 36 36 35 35 35 maks x 80,82 104,30 0,67 84,88 96,85 0,60 min x 58,53 82,68 0,23 61,72 74,38 0,07 x 71,62 93,64 0,49 73,53 86,28 0,29 s 6,44 5,79 0,12 5,31 5,50 0,12 Skor Maksimal Ideal: Self Esteem = 116,1 Dari tabel di atas, skor rata-rata self esteem awal siswa diperoleh skor untuk kelas eksperimen sebesar 71,62 dan kelas kontrol sebesar 73,53, dari kedua data tersebut diperoleh selisih sebesar 1,91. Selisih data ini pun tidak terlalu besar, maka dapat diduga pula bahwa kedua kelas memiliki self esteem awal yang tidak jauh berbeda. Untuk skor rata-rata self esteem akhir siswa diperoleh skor untuk kelas eksperimen sebesar 93,64 dan kelas kontrol sebesar 86,28, dari kedua data tersebut diperoleh selisih sebesar 7,36. Sedangkan N-gain self esteem siswa, dapat dilihat bahwa rata-rata N-gain untuk self esteem kelas eksperimen sebesar 0,49 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,29, dari kedua data tersebut terlihat bahwa rata-rata kelas eksperimen N-gainnya lebih besar daripada kelas kontrol, dapat diduga bahwa kelas eksperimen memiliki peningkatan self esteem yang lebih baik dari pada kelas kontroldimungkinkan terjadi karena adanya pembelajaran yang dilakukan. Berikut disajikan secara visual rata- rata N-gain self esteem siswa. Gambar 2 Rata-rata N-Gain Self Esteem Siswa Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan self esteem siswa kelas eksperimen lebih baik daripada peningkatan self esteem kelas kontrol. Artinya pembelajaran yang menggunakan pembelajaran multimedia memberikan pengaruh yang baik kepada perkembangan self esteem siswa. Hal ini terjadi karena Self esteem dapat dikembangkan melalui interaksi sosial, siswa dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi dan menemukan sendiri pengetahuan mereka (melalui kerja kelompok), dan self esteem juga dapat dikembangkan dengan melakukan pembelajaran yang bersifat rasional dan realistis di dalam kelas. Selain itu, siswa dalam kelompok eksperimen memiliki self esteem yang tinggi untuk bertanya kepada guru, berdiskusi, memecahkan permasalahan yang diberikan, mengerjakan soal di depan kelas, berbagi apa yang mereka ketahui, dan lebih menghargai pendapat orang lain serta mampu bekerjasama dengan kelompoknya. 3. Hubungan Hasil Belajar IPS dan Self-Esteem Siswa Tujuan penelitian selanjutnya adalah untuk melihat hubungan antara hasil belajar IPS dan self esteem siswa dalam pembelajaran baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Data yang diperoleh dari skor postes hasil belajar IPS kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan data angket akhir skala self esteem kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum dilakukan uji statistik untuk mencari koefisien korelasi antara hasil belajar IPS dan self esteem siswa terlebih dahulu dilakukan transformasi data dengan menggunakan Method of Sucessive Interval (MSI) pada data skala self esteem , karena data yang diperoleh merupakan data ordinal maka dilakukan transformasi data menjadi data interval agar kedua jenis kemampuan memiliki data yang sama. Selanjutnya, masing-masing data diuji normalitasnya terlebih dahulu dan hasil data kelas kontrol berdistribusi normal sedangkan kelas eksperimen tidak 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 0.49 0.29 Rata-rata N-Gain Self Esteem Siswa berdistribusi normal.Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara hasil belajar IPS dan self esteem siswa kelas kontrol digunakan uji Korelasi Product Moment Pearson dengan taraf signifikansi 0,05. Sedangkan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara hasil belajar IPS dan self esteem siswa kelas eksperimen digunakan uji Korelasi Spearmen dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hasil belajar IPS dan self esteem kelas eksperimen.Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara hasil belajar IPS dan self esteem siswa. Artinya apabila hasil belajar IPS tinggi belum tentu self esteem siswa tinggi, begitu juga sebaliknya apabila hasil belajar IPS rendah belum tentu self esteem siswa rendah pula. E. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan serta temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Peningkatan hasil belajar IPS siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan multimedia lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran IPS secara konvensional. 2. Peningkatan self esteem siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan multimedia lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran IPS secara konvensional. 3. Tidak terdapat hubungan yang positif antara hasil belajar IPS siswa dan self esteem siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran dengan multimedia. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan saran untuk perbaikan di masa mendatang dan dapat bermanfaat untuk perbaikan pada penelitian-penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut: 1. Bagi guru, pembelajaran IPS dengan menggunakan multimedia mampu meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan pembelajaran biasa yang hanya menggunakan satu jenis media. Maka dari itu, multimedia dapat digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. 2. Penggunaan multimedia berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS. Oleh karena itu, guru mata pelajaran IPS bisa menerapkannya dalam pembelajaran yang lain, karena dalam pelaksanaannya siswa menjadi aktif dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Apabila siswa berantusias dalam mengikuti pembelajaran, maka secara tidak sadar guru pun lebih bersemangat dalam mengajar. 3. Aspek psikologi yang diukur dalam penelitian ini hanya self esteem . self esteem yang ditelaah pada penelitian ini merupakan self esteem yang terkait dengan hasil belajar IPS. Peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti aspek psikologi yang lain. berdistribusi normal.Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara hasil belajar IPS dan self esteem siswa kelas kontrol digunakan uji Korelasi Product Moment Pearson dengan taraf signifikansi 0,05. Sedangkan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara hasil belajar IPS dan self esteem siswa kelas eksperimen digunakan uji Korelasi Spearmen dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hasil belajar IPS dan self esteem kelas eksperimen.Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara hasil belajar IPS dan self esteem siswa. Artinya apabila hasil belajar IPS tinggi belum tentu self esteem siswa tinggi, begitu juga sebaliknya apabila hasil belajar IPS rendah belum tentu self esteem siswa rendah pula. ## E. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan serta temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Peningkatan hasil belajar IPS siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan multimedia lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran IPS secara konvensional. 2. Peningkatan self esteem siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan multimedia lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran IPS secara konvensional. 3. Tidak terdapat hubungan yang positif antara hasil belajar IPS siswa dan self esteem siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran dengan multimedia. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan saran untuk perbaikan di masa mendatang dan dapat bermanfaat untuk perbaikan pada penelitian-penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut: 1. Bagi guru, pembelajaran IPS dengan menggunakan multimedia mampu meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan pembelajaran biasa yang hanya menggunakan satu jenis media. Maka dari itu, multimedia dapat digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. 2. Penggunaan multimedia berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS. Oleh karena itu, guru mata pelajaran IPS bisa menerapkannya dalam pembelajaran yang lain, karena dalam pelaksanaannya siswa menjadi aktif dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Apabila siswa berantusias dalam mengikuti pembelajaran, maka secara tidak sadar guru pun lebih bersemangat dalam mengajar. 3. Aspek psikologi yang diukur dalam penelitian ini hanya self esteem . self esteem yang ditelaah pada penelitian ini merupakan self esteem yang terkait dengan hasil belajar IPS. Peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti aspek psikologi yang lain. ## DAFTAR PUSTAKA Al Hadad, S. F. (2010). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis dan Self-esteem Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended . Bandung: Disertasi Doktor SPs UPI: Tidak diterbitkan. Dahar, W.R. (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga. Depdiknas, 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Mata Pelajaran IPS . Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 standar kompetensi mata pelajaran . Jakarta : Depdiknas. Rohman, A.A.Y. (2008). Pengaruh Penggunaan Media Interaktif Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Geografi” . Skripsi Jurusan Pendidikan Geografi UPI : Tidak Diterbitkan. Suryani, N. (2012). Pengaruh Penggunaan Multimedia Interaktif (MMI) Terhadap Hasil Belajar Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Pendidikan Geografi UPI: Tidak Diterbitkan. Ruseffendi, H. E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksata Lainnya. Bandung: Tarsito. Wahyuni, S. (2012). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis dan Self Esteem Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan Model Pembelajaran ARIAS . Bandung: Tesis SPs UPI: Tidak diterbitkan.
aa8227aa-df93-4bbe-87e0-f71713d3791b
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/sintek/article/download/13376/9829
## MATERIAL OPTIMIZATION IN THE DESIGN OF CHUCK HARD JAW TYPE ZS SIZE 160 FOR COST SAVINGS IN PURCHASING PARTS FOR INDUSTRIAL TURNING MACHINES Oktavianus Ardhian Nugroho 1,* , Robertus Didit Ritanto 2 1 Diploma III Mesin Industri, Politeknik Industri ATMI, Kab.Bekasi, Jawa Barat,17520, Indonesia 2 PT. ATMI Mikael Fortuna, Cikarang Utara, Kab. Bekasi, Jawa Barat,17520, Indonesia *E-mail: ardhianatmi@gmail.com Diterima: 28-07-2022 Direvisi: 20-09-2023 Disetujui: 01-12-2023 ## ABSTRAK Pada mesin turning, bagian kritis bernama rahang cengkam atau hard jaw berfungsi sebagai pencengkam benda kerja selama proses machining. PT. Atmi Mikael Fortuna (PT.AMF) sering mengalami kendala dalam menggantinya karena harus mengimpor hard jaw tipe ZS-160 yang dihasilkan oleh RÖHM, sebuah produk Amerika. Proses penggantian ini memakan waktu lama dan memerlukan biaya tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk secara mandiri merancang dan memproduksi hard jaw tipe ZS, dengan fokus pada pengurangan biaya dan waktu penggantian. Kolaborasi antara Politeknik Industri ATMI dan PT.AMF melibatkan perancangan, pembuatan, dan modifikasi hard jaw . Proses pemodelan menggunakan pemindai 3D dan Coordinate Measuring Machine (CMM) menghasilkan point cloud, yang selanjutnya dibersihkan dari noise dan diverifikasi menggunakan Software 3D SolidWorks. Mesin ARL 3460 digunakan untuk mengidentifikasi material yang paling sesuai, dengan hasil material Nr. 1.6582 (AISI 4340). Uji coba menunjukkan bahwa hard jaw yang dibuat dapat beroperasi secara optimal, dan pembuatan secara mandiri menghasilkan penghematan waktu dan biaya sebesar 28% untuk PT.AMF. Kata kunci: rahang cengkam; mesin turning; optimalisasi penggantian; pemindaian 3d; pengurangan biaya. ## ABSTRACT In the realm of turning machines, a critical component known as the jaw chuck or hard jaw serves as the clamping mechanism for workpieces during machining processes. PT. Atmi Mikael Fortuna (PT.AMF) frequently encounters challenges in replacing these hard jaws, as they rely on importing ZS-160 type hard jaws manufactured by RÖHM, an American product. This replacement process is time-consuming and incurs high costs. The objective of this study is to independently design and manufacture ZS-type hard jaws, with a specific emphasis on reducing costs and replacement time. The collaboration between Politeknik Industri ATMI and PT.AMF involves the design, fabrication, and modification of hard jaws. The modeling process utilizes 3D scanning and Coordinate Measuring Machine (CMM), generating a point cloud that is subsequently cleaned of noise and verified using 3D SolidWorks Software. The ARL 3460 machine is employed to identify the most suitable material, resulting in material Nr. 1.6582 (AISI 4340). Trial experiments demonstrate the optimal performance of the manufactured hard jaws, and the independent production yields a significant 28% reduction in time and costs for PT.AMF. Keywords: hard jaw; turning machine; replacement optimization; 3d scanning; cost reduction. ## SINTEK JURNAL: Jurnal Ilmiah Teknik Mesin ISSN: 2088-9038, e-ISSN: 2549-9645 Homepage: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/sintek ## 1. PENDAHULUAN Proses manufaktur memiliki banyak peran dalam perkembangan industri di Indonesia. Ada banyak proses manufaktur yang diketahui salah satunya adalah proses pembubutan atau sering disebut proses turning. Proses ini berfokus pada pembuatan benda kerja (BK) berbentuk silinder [1]. Jenis permesinan menggunakan jenis mesin perkakas turning masih menjadi proses yang paling banyak digunakan pada dunia manufaktur, terutama bagi perusahaan yang bergerak di bidang Spesial Purpose Machine (SPM) seperti pada PT.AMF. Jadi jika ada kerusakan pada salah satu bagian pada mesin turning akan sangat menghambat proses selanjutnya apalagi jika bagian tersebut sulit untuk didapatkan. Ada beberapa bagian dalam mesin turning [2], salah satunya adalah chuck. Chuck ini berfungsi sebagai alat pemegang BK untuk proses permesinan. Pada chuck ini ada sebuah bagian yang sering disebut hard jaw . Bagian ini yang langsung bersinggungan dengan BK, dimana part ini berfungsi menahan BK ketika diputar pada waktu pemakanan. Dalam beberapa kasus part ini menggalami kerusakan akibat waktu proses produksi yang tinggi. Studi yang dilakukan oleh Fatri Asa Muktika [3] di PT Mitra Rekatama Mandiri, kerusakan pada komponen mesin bubut di Perusahaan ini membuat produksi menjadi tidak lancar. Pada penelitiannya dengan didapatkan nilai kerugian terbesar pada reduced speed losses yaitu dari 82.5% menjadi 67.3%. Dari studi tersebut didapat bahwa setiap part pada mesin turning sangat penting, dan hard jaw merupakan salah satunya. Studi tentang hard jaw pernah dilakukan oleh Nefli [4]. Dalam penelitiannya membahas tentang perancangan alat bantu untuk menaikkan gaya cengkam. Dengan menaikkan kekakuan BK ketika proses turning dapat mengoptimalisasi besar ongkos produksi karena resiko BK terlepas menjadi NG ketika proses permesinan berkurang karena proses pencekaman diperkuat. Dari penelitian sebelumnya belum ada yang membahas optimalisasi desain dan material hard jaw , maka jika ada penelitian yang dilakukan dengan 2 hal tersebut bisa dianggap sebagai kontribusi baru dalam proses perancangan dan pembuatan sebuah hard jaw . Pada penelitian ini Politeknik Industri ATMI dengan PT.AMF berkerjasama membuat hard jaw tipe ZS yang proses perancangan, pembuatan, material, serta modifikasinya dilakukan secara mandiri. Penggunaan metode reverse engineering (RE) dilakukan untuk mempermudah prosesnya. Metode perekayasaan atau sering disebut metode RE menurut Wibowo [5], Lippmann B [6] menjelaskan bahwa proses reverse engineering proses meliputi kegiatan laboratorium dan pengembangan yang terhubung dengan alat dan biaya. Teknik ini banyak digunakan karena waktu proses lebih cepat dan biaya lebih efisien. Pada penelitian mereka juga menyatakan bahwa dengan metode ini para engineer dapat meningkatkan tingkat produktivitas pekerjaan dalam pembuatan komponen sehingga tingkat efisiensi dalam mendesain menjadi lebih tinggi serta menghasilkan produk 3D yang konsisten. Beberapa hard jaw di PT.AMF bertipe ZS- 160, jenis ini diproduksi oleh RÖHM dan merupakan produk dari Amerika. Jika terjadi kerusakan proses penggantian yang biasa dilakukan di PT.AMF adalah mengimport hard jaw secara langsung dari Amerika. Proses ini ternyata butuh waktu lama dan biaya tinggi karena selama ini pemasok tidak menyediakan suku cadang dan pembayaran tambahan untuk pajak import membuat harga menjadi tinggi. Pada studi sebelumnya Taufiqur menjelaskan tentang waktu interval penggantian dan perbaikan komponen [7]. Penentuan interval waktu yang tepat pada waktu penggantian dan perbaikan komponen kritis perlu dipertimbangkan utuk menekan biaya yang hilang pada waktu menunggu proses pengantian perbaikan sebuah part pada mesin. Di PT.AMF sendiri memiliki puluhan hard jaw yang terpasang di mesin turning yang harus diganti akibat produksi dan waktu pemakaiannya yang tinggi. Jika tetap dipakai menyebabkan benda kerja terlepas ketika proses permesinan dan mengakibatkan benda kerja menjadi Not Good (NG). Jika NG maka harus dilakukan proses yang sama lagi dan hal ini sangat tidak optimal. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah membuat part hard jaw tipe ZS secara mandiri dengan material local dan diharapkan dapat menekan biaya pembelian part yang mahal dan waktu menunggu part yang lama. Selain itu pembuatan hard jaw secara mandiri berpotensi mengurangi ketergantungan pada impor komponen dan meningkatkan efisiensi serta ketahanan dalam industri manufaktur lokal. Penelitian ini berfokus pada pentingnya optimisasi material pada perancangan chuck hard jaw tipe ZS ukuran 160 dilanjutkan dengan pembuatan hard jaw dengan material yang sudah dipilih dari hasil simulasi. Pembuatan dan pemilihan material yang tepat dapat mempengaruhi performa dan umur pakai chuck hard jaw , sehingga meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya perawatan. Selain itu pada perancangan chuck hard jaw , dapat mengurangi biaya pembelian part baru yang telah dilakukan secara rutin. Dalam tulisan ini telah berhasil merancang hard jaw dengan metode reverse engineering . Peralatan yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan pemindai 3D dan CMM [8]. Gambar 1 menunjukan perangkat pemindai yang dipakai dengan merk 3D laser scanner by Matter and Form . Perangkat ini memiliki akurasi dalam plus minus 0,1 mm dan karena menggunakan pemindaian optik maka kendisi lingkungan [9] seperti kondisi terang, kondisi BK yang harus gelap sangat diperhatikan. Karena faktor tersebut penggunaan mesin CMM juga dilakukan untuk melengkapi data dari scan 3D dan dipakai dalam proses lanjutannya. Penggunaan pemindai 3D dan CMM dalam penelitian ini memberikan pendekatan yang lebih modern dan canggih dalam mengumpulkan data-data dalam pembuatan bentuk 3D yang nantinya akan disimulasikan menggunakan software Solid Work. Jenis material dari part hard jaw asli tidak diketahui jenisnya maka Mesin ARL 3460 digunakan untuk mengetahui properties pada part asli. Hasilnya diketahui ada 4 material yang mendekati properties aslinya. 4 material yang dipilih selain dari properties kimia juga dipilih berdasarkan kemudahannya untuk didapatkan karena sudah banyak dipasarkan di Indonesia. Model 3D beserta 4 jenis material yang dipilih disimulasikan menggunakan software 3D Solid Work. Dari hasil simulasi didapat material Nr. 1.6582 (AISI 4340) yang paling sesuai. Selanjutnya dilakukan proses permesinan dan modifikasi pada bentuk hard jaw . Hasilnya uji coba hard jaw yang dibuat mampu beroperasi dengan optimal dan dapat mencengkam benda kerja secara maksimal, selain itu penghematan waktu dan biaya sebesar 25% didapatkan ketika hard jaw ini dibuat secara mandiri. Penelitian ini penting dalam bidang teknik mesin dan rekayasa karena proses yang sudah dilakukan dapat menjadi salah satu contoh bagi para enginer untuk mengenal proses reverse engineering produk. Dengan menerapkan hasil dari penelitian di lingkungan industri manufaktur terutama di PT.AMF memberikan dampak langsung pada efisiensi operasional dan biaya. Gambar 1 . Alat 3D laser scanner - Matter & Form. ## 2. METODE PENELITIAN Urutan langkah dalam penelitian ini di jelaskan pada gambar 2. Pada gambar 2 menunjukkan langkah untuk mendefinisikan metode yang dipakai dari proses RE meliputi penentuan bentuk fisik, produk digitalisasi, shape 3D sampai dengan strength analisis telah dilakukan. Setelah metode RE dilanjutkan dengan pembuatan prototipe sampai dengan optimalisasi bentuk dari hard jaw yang dibuat. ## 2.1 Penentuan Spesifikasi Fisik Hard Jaw Langkah mendefinisikan spesifikasi teknis dan dimensi dari chuck hard jaw tipe ZS dengan ukuran 160 difungsikan untuk mendapatkan verifikasi objek fisik dari hard jaw . Ukuran 160 ini memiliki spesifikasi Ukuran 2,4" atau size 160, penjepit 3 Jaw, dengan kode tipe jaw K11- 160. Hard jaw dimodifikasi pada ukuran dimensi, toleransi, dan karakteristik mekanis lainnya. Dimensi awal hard jaw tipe ini dapat dilihat pada gambar 3, untuk dimensi ada pada tabel 1. Produk yang digunakan adalah hard jaw dengan jenis pencekaman cekam sepusat. Gambar 3 . Dimensi hard jaw type ZS160 Tabel 1 . Ukuran hard jaw type 160 dalam mm Siz e A B C D E 160 60 17 50 6 7 ## 2.2 Produk Digitalisasi dengan 3D Laser Scanner dan Coordinate Measuring Machine (CMM) Sebelum mendapatkan mengsimulasikan hard jaw yang akan dirancang terlebih dahulu adalah mendapatkan bentuk 3D dari hard jaw asli. Penggunaan pemindai 3D dan CMM dalam penelitian ini memberikan pendekatan yang lebih modern dan canggih dalam mengumpulkan data-data dalam pembuatan bentuk 3D yang nantinya akan disimulasikan menggunakan software SolidWorks. Kontribusi dari proses ini adalah mendapatkan data berupa point cloud seperti pada gambar 4 A. Point cloud sendiri adalah sekumpulan data point yang terkumpul pada suatu ruang. Sebelum bentuk rekonstruksi hard jaw muncul, point cloud harus dibersihkan terlebih dahulu [16] dengan menggunakan perangkat lunak MFstudio [10] seperti pada gambar 4 B. Selanjutnya automatic shape reconstruction terbentuk dengan bantuan MFstudio dari sebelumnya berupa point cloud menjadi surface objek seperti pada gambar 4 C. Gambar 4 . Hasil 3D scanner dan MFstudio Selanjutnya dari gambar 4 C terlihat bahwa hasil tersebut masih belum sempurna karena permukaan hasil 3D dari program MFstudio tidak berkualitas baik seperti beberapa permukaan pada hard jaw hilang, hal ini disebabkan terlalu banyaknya noise dan ternyata sulit untuk membersihkan noise karena sulitnya menemukan right point dan wrong point. Noise sendiri muncul karena faktor surface quality of object latar cahaya atau backlight dari objek yang terexpose ketika proses pemindaian. Pada proses ini sulit untuk menemukan parameter yang benar dan ditambah keterbatasan akurasi pemindai. Karena hal tersebut maka digunakanlah perangkat digitalisasi kedua menggunakan Coordinate Measuring Machine (CMM) oleh Brown & Sharpe, Global Performance 7107. Gambar 5 . Mesin CMM yang dipakai Perangkat ini dipakai untuk menyempurnakan hasil scan dari 3D Matter & Form. Biasanya mesin CMM ini memiliki akurasi pemindaian sebesar 3,4 μm [11]. Gambar 5 menunjukkan mesin CMM yang ada di POLIN ATMI. Pada proses pemindaian hard jaw diperlukan tiga kali perubahan posisi hard jaw / rahang luar, karena keterbatasan probe dan mesin. Gambar 6 menunjukkan Proses pemindaian menggunakan mesin CMM. Gambar 6 . Proses Scan menggunakan CMM Setelah semuanya selesai poin bentuk dari hasil rekosntruksi sebelumnya dibangun menjadi bentuk file STL. Dari bentuk file STL tersebut nantinya dihubungkan dengan software 3D modeling menggunakan program 3D modeling solidwork, kemudian akan didapatkan bentuk gambar modeling. Proses mendapatkan dimensi dengan kedua metode scan diatas berkontribusi dalam pembuatan bentuk part 3D hard jaw yang ditampilkan menggunakan software 3D. 2.3 Shape Reconstruction Pembuatan Model 3D Proses Pemindai laser 3D Matter & Form dan software MFStudio Quickscan sebenarnya sudah cukup untuk mendapatkan bentuk 3D dari hard jaw. Mesh yang muncul dari proses scan sudah bisa berbentuk file STL dan OBJ, tetapi hasil file yang dibaca masih terdapat banyak kekurangan seperti pada gambar 7, beberapa bagian bagian hardjaw hasil scan hilang. Oleh karena itu dilakukanlah proses kedua dengan menggunakan mesin CMM. Gambar 7 . Rekonstruksi Hasil 3D Scan. Hasil pemindaian menggunakan mesin CMM dilakukan untuk menyempurnakan hasil sebelumnya CMM dianggap memiliki parameter pengukuran kordinat point cloud yang lebih tinggi. Proses pemindaian 3D dengan mesin CMM dilakukan dengan cara scan poin pada beberapa posisi seperti ditunjukkan pada gambar 6, pengukuran yang didapat menunjukkan satu lapisan point cloud seperti pada gambar 8. Gambar 8 a hasil scan bagian belakang, 8 b bagian samping, dan 8 c bagian atas. File dari pengukur koordinat CMM berbentuk file IGS. File tersebut dapat dibuka di semua perangkat lunak desain CAD 3D termasuk Solidworks. Dalam prosesnya point cloud yang didapat pada waktu pengukuran dipastikan adalah dimensi yang sesuai dengan model hard jaw yang di scan dengan cara mencocokkan ukuran menggunakan alat ukur manual. Selanjutnya adalah pemrosesan dari point cloud ke gambar solid 3D, point cloud dari mesin CMM tidak dapat menunjukkan bentuk permukaan hard jaw, tetapi dari poin cloud tersebut dapat diketahui ukurannya sehingga pemprosesan bentuk dapat langsung dibuat ke model solid 3D pada gambar 8 d. Dari kedua metode Scan 3D dan CMM hasil yang dipakai adalah hasil pemodelan dari mesin CMM. b) c) d) Gambar 8 . Langkah poin cloud CMM sampai 3D model. ## 2.4 Material Properties Hard Jaw Memilih material yang tepat untuk chuck hard jaw dilakukan dalam penelitian ini. Metode ini bertujuan untuk menentukan material yang paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian. Beberapa material yang dipakai dalam modeling juga disesuaikan dengan harga, dan ketersediaannya di PT.AMF dan pasar, dan data material yang ada pada software simulasi solid work. Menjadi catatan bahwa material awal dari hard jaw yang akan dimodifikasi sebelumnya tidak diketahui. Oleh karena itu dilakukan pengujian Spektrometer Emisi Optik menggunakan mesin ARL 3460 Optical Emission Spectrometer [12] perlu dilakukan. Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 9, dari data pada gambar 9 didapatkan data unsur elemen paduan dan utama. Dari hasil pengujian juga tidak diketahui jenis material pada hard jaw asli, oleh sebab itu dipilih beberapa material yang paling mendekati unsur element paduannya seperti ASTM A570, St 60, AISI 1045, dan AISI 4340. Gambar 9 . Hasil pengujian Spektrometer Emisi Optik. ## 2.5 Analisis Kekuatan Model 3D Langkah menganalisis model 3D dilakukan untuk memastikan dimensi, geometri, dan kekuatan [13, 14] dari chuck hard jaw . Penggunaan solid work untuk proses analisa seperti ini sudah pernah dilakukan sebelumnya [15] [16] [17] [18] dengan proses mendapatkan gaya pencekaman juga dilakukan dengan software. Pemodelan dimensi yang sudah dilakukan sebelumnya dilakukan seperti pada gambar 8 d, dipakai untuk disimulasikan menggunakan software dengan jenis material sesuai dengan yang sudah direncanakan. Gambar 10 menunjukkan salah satu langkah dalam menganalisis kekuatan dan karakteristik mekanis dari material yang dipakai dengan software. Proses ini mengsimulasi struktural dan mengevaluasi respon dari material terhadap beban dan gaya yang dikenakan. Gambar 10 . Salah satu langkah pengecekan kekuatan material menggunakan progam SolidWorks. Gambar 11 menunjukkan nilai gaya pencekaman maksimal jaw jenis ZS 160 yaitu 15667 Newton. Nilai ini didapatkan dari tabel spesifikasi hard jaw RÖHM GmbH [19]. Nilai ini nantinya dipakai dalam sebagai dasar beban yang diterima oleh hard jaw untuk menentukan jenis material yang akan dipakai dalam pembuatan hard jaw terbaru. Proses simulasi yang dilakukan bersifat beban statis. Dengan catatan posisi pencekaman pada posisi 3 seperti yang ditunjukkan oleh gambar 11. ## 2.6 Pembuatan Prototipe Berdasarkan model 3D, perancangan dan modifikasi pada hard jaw perlu dilakukan pengaturan ulang di dimensi, bentuk. Karena diketahui ternyata proses pembuatannya harus disesuaikan dengan kemampuan permesinan di POLIN ATMI dan PT AMF. Yang pertama berdasarkan dari hasil analisisa model bentuk sebelumnya. proses pembuatan desain juga dilakukan seperti pada gambar 12, pembuatan kontur yang ditandai dengan gambar merah terbatas di masalah tool cutter yang ada di mesin CNC yang digunakan. Sehingga bentuk kontur pada hard jaw dibuat mengikuti bentuk cutter yang tersedia di mesin CNC. Sehingga untuk model terbaru disesuaikan sesuai dengan gambar 12 yang ditandai dengan warna hijau. Hal kedua yang menjadi pertimbangan dalam proses optimalisasi desain adalah bentuk hard jaw . Menurut Amru [20] nilai pada hasil analisa setiap bentuk yang didesain pasti akan mendapatkan nilai tegangan maksimum pada setiap sisinya. Dengan bentuk yang baru nilai yang muncul tidak lebih dari nilai yield point dari semua material yang disimulasikan. Gambar 12 . Perbedaan desain bentuk sebelumnya dengan desain yang terbaru. ## 2.7 Pengujian Prototipe Pembuatan prototipe chuck hard jaw yang telah direncanakan dan dimodifikasi dilakukan dengan bantuan mesin CNC. Setelah prototipe jadi proses pengujian prototipe dilakukan untuk memverifikasi [21] kualitas, ketahanan, dan kinerja chuck hard jaw yang telah dimodifikasi. Pada tahapan ini dilakukan proses pembuatan hard jaw. Pembuatan menggunakan mesin CNC 6 aksis dan mesin gerinda yang terdapat di POLIN ATMI. Proses permesinan seperti pada gambar 13 menunjukkan salah satu proses pembuatan dan pengerjaan komponen hard jaw menggunakan mesin CNC YCM [22]. Gambar 13 . Proses pembuatan hardjaw di mesin CNC. Pengujian prototipe dilakukan di POLIN ATMI, hard jaw dipasang pada chuck mesin turning YCM. Selama percobaan menggunakan gaya cengkaman maksimal, pemakaian hard jaw untuk produksi tidak mengalami kendala dan dapat berjalan secara optimal. Proses pembuatan hard jaw baru dihitung juga waktu efektifnya untuk mendapatkan waktu total pembuatannya. Hasil perhitungan yang didapat dipakai untuk menghitung biaya total pembuatannya. Selanjutnya pada gambar 14 menunjukkan bentuk awal dan prototipe pembuatan hard jaw terbaru. Model pada gambar 14 menggunakan material AISI 4340. Gambar 14 . Perbandingan produk sebelum dan sesudah pembuatan. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ## 3.1 Analisis hasil pada desain hard jaw Dari hasil pengujian prototipe dengan sofware seperti pada gambar 15 yang dilakukan didapatkan nilai keberhasilan perancangan dan modifikasi. Gambar 15 . Salah Satu Simulasi Kekuatan Hard Jaw. Nilai yang didapatkan berupa perbandingan spesifikasi awal dengan prototipe terbaru. Proses mengidentifikasi yang dilakukan dari hasil penggujian dan simulasi didapat beberapa hasil. Yang pertama hasil perbandingan ke empat jenis material, dari keempat material yang disimulasikan ditemukan bahwa dari hasil simulasi jenis material AISI 4340 memiliki karakteristik mekanis yang paling mendekati, dan memiliki ketahanan akan gaya pencekaman yang paling tinggi. Yang kedua dari segi propertis kimia AISI 4340 juga hampir sama dengan material yang terdapat pada hard jaw sebelumnya. Sehingga sifat kimia seperti ketahanan panas dan ketahanan karat juga didapatkan pada jenis material ini. ## 3.2 Evaluasi Kinerja Dimensi dari hard jaw yang sudah dibuat dapat dilihat pada gambar 16. Hasil kinerja chuck hard jaw yang telah dimodifikasi sudah dilakukan. Gambar 16 . Outside Jaw 160-3 Improved Technical Drawing. Gambar 17 . Perbandingan Hasil Improvement Design Hard Jaw. Bentuk proses optimalisasi desain yang dilakukan pada bentuknya yang bentuk alur sebelumnya beradius 0.5 dirubah dengan bentuk radius 1.5 seperti pada gambar 17. Hasilnya dengan merubah bentuk alur pembebas hard jaw yang dibuat berhasil di uji coba pada mesin turning. Perubahan ini juga dilakukan pada permukaan gripper. Bentuk alur yang dibuat ternyata dapat mempermudah proses pembuatan hard jaw dan tidak menghilangkan fungsinya sebagai gripper benda kerja. Hasil pengamatan dari beberapa perubahan didapatkan bahwa performa chuck dengan hard jaw yang baru pada proses turning memiliki performa yang baik. ## 3.3 Hasil Analisis Material Hard Jaw Hasil optimasi model dengan menggunakan material AISI 4340 didapatkan bahwa material ini memiliki kekuatan luluh tidak jauh dari stres maksimum model sebelumnya. Selain itu dengan tingkat kekerasan 57 HRC ketika dikeraskan ketahanan akan gesekan dari hard jaw yang dibuat juga meningkat sehingga meningkatkan performa pada waktu permesinan. Hasil lainnya dari performa model dengan material AISI 4340 mampu mencengkeram dengan gaya cengkram di 15.667 Newton tanpa mengalami kegagalan karena bahan AISI 4340 memiliki kekuatan yield strenght yang tidak terlalu jauh dari tegangan yield strenght analisis model aslinya, hal ini membuktikan bahwa kualitas dan performa hardjaw hasil rekayasa berhasil. Hasil tegangan maksimum baru adalah 0,6442 x 10 9 N/m 2 dibandingkan dengan kekuatan luluh material yang dipakai 1 x 10 9 N/m 2 dengan demikian material AISI 4340 yang digunakan memenuhi standart kekuatan yang diperlukan untuk sebuah hard jaw tipe ZS. Selain dari segi performa, pengambilan data waktu proses pembuatan model juga dilakukan untuk mendapatkan estimasi biaya produksi dan material hardjaw terbaru. Tabel 2 menunjukkan besarnya estimasi biaya pembuatan part hard jaw . Tabel 2 . Estimasi Biaya Pembuatan 1 Part Hard Jaw Keterangan Jumlah Harga (Rp) 1 Material AISI 4340 80 x 60 x 60 mm 45.000 2 Permesinan CNC Milling & Grinda 7 jam 21 menit 550.000 3 Biaya Pengiriman TOTAL 595.000 Biaya proses pembuatan rendah dibandingkan harga hard jaw 1 set (3 hard jaw ) tipe 160 dari pemasok asli dengan harga yang belum termasuk pajak, biaya pengiriman dan administrasi bea cukai hard jaw buatan RÖHM GmbH biasa dihargai sekitar Rp 2.200.000,00. Beberapa factor yang menyebabkan hardjaw baru lebih murah karena menggunakan material local yang mudah didapat, selain itu proses machining hardjaw dilakukan secara mandiri sehingga tidak ada tambahan biaya di pengirimannya. ## 4. KESIMPULAN Dari hasil proses penelitian ini telah berhasil membuat hard jaw secara mandiri. Penggunaan mesin 3D scan dan CMM memberikan pendekatan yang lebih modern dan canggih dalam pembuatan bentuk model 3D hard jaw . Simulasi hard jaw menggunakan software 3D dengan bahan AISI 4340 dapat menahan gaya cengkam maksimal sebesar 15.667 Newton. Temuan lain yaitu perubahan pada alur pembebas, yang tujuan awalnya adalah mempermudah proses permesinan hard jaw ternyata juga dapat menghasilkan pengurangan nilai tegangan yang diterima hard jaw sebesar 64%. Pembuatan prototipe juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan hard jaw yang sudah dibuat ketika diuji. Material AISI 4340 pada hardjaw juga dikeraskan sampai dengan nilai kekerasan 57 HRC dan ternyata dapat meningkatkan performa dari hard jaw ketika bekerja. Pemilihan penggunaan material AISI 4340 yang banyak tersedia di pasaran lokal Indonesia sangat mempengaruhi biaya pembuatan hard jaw . Dilihat dari perbandingan harga hard jaw asli dengan hasil rekayasa didapatkan bahwa adanya besar penghematan biaya bila diproduksi secara lokal sebesar 28%. Angka ini menurut PT. AMF sudah sangat membantu dalam proses penghematan karena dapat menggurangi waktu dan biaya kebutuhan pembelian part. Jika terjadi kerusakan PT. AMF bisa langsung membuat hard jaw sendiri dan langsung memperbaikinya secara cepat tanpa harus menunggu pemesanan dan part datang, sehingga alur proses produksi tidak berhenti. Untuk studi berikutnya akan dilakukan analisis bentuk dimensi dari hard jaw , karena pada penelitian ini diketahui bahwa dengan mengubah bentuk ukuran alur pada hard jaw ternyata dapat meningkatkan kekuatan cengkam dari hard jaw . Selain itu juga perlu dilakukan mencari variasi lain dari AISI 4340 karena dimungkinkan ada material jenis seperti VCL dan VCN kedua material tersebut merupakan jenis material yang sering dipakai di mold n dies keduanya merupakan baja yang memiliki kualitas high strenght, tahan panas, dan tahan gesek. Dengan modifikasi kedua material tersebut untuk material hard jaw mungkin bisa dijadikan bahan penelitian hard jaw selanjutnya. ## DAFTAR PUSTAKA [1] B. Siswanto and S. Sunyoto, "Pengaruh Kecepatan dan Kedalaman Potong Pada Proses Pembubutan Konvensional Terhadap Kekasaran Permukaan Lubang," Jurnal Dinamika Vokasional Teknik Mesin, vol. 3, no. 2, pp. 82-86, 2018. [2] P. Sharma, G. Aher, T. Jaiswal, and S. Thorat, "Review Paper on Lathe Machine Components and It’s Application," 2022. [3] F. A. Muktika and W. J. J. M. Setiafindari, "Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Mesin Bubut di PT Mitra Rekatama Mandiri," vol. 2, no. 01, 2023. [4] N. Yusuf and A. Kamil, "Perancangan Alat Bantu Mesin Bubut untuk Menaikkan Gaya Cekam (Studi Kasus untuk Produk Poolschif, Part dari Mikroskop Elektron)," Rang Teknik Journal, vol. 2, no. 1, 2019. [5] D. B. J. T. Wibowo, "Memahami Reverse Engineering Melalui Pembongkaran Produk Di Program S-1 Teknik Mesin," vol. 4, no. 1, 2006. [6] B. Lippmann et al., "Verification of physical designs using an integrated reverse engineering flow for nanoscale technologies," Integration, vol. 71, pp. 11-29, 2020. [7] T. Rachman, D. N. Watunglawar, M. D. Amperajaya, S. R. Adnan, and I. K. J. J. M. Sriwana, "Penentuan Interval Waktu Penggantian dan Perbaikan Komponen Kritis Mesin Bubut Type SS-850 di PT. Hamdan Jaya Makmur Dengan Metode Age Replacement," vol. 23, no. 01, pp. 52-61, 2022. [8] M. M. P. A. Vermeulen, P. Rosielle, and P. J. C. A. Schellekens, "Design of a high-precision 3D-coordinate measuring machine," Cirp Annals, vol. 47, no. 1, pp. 447-450, 1998. [9] M. Edl, M. Mizerák, and J. J. A. s. Trojan, "3D laser scanners: History and applications," Acta Simulatio, vol. 4, no. 4, pp. 1-5, 2018. [10] D. Palka, M. Sobota, and P. J. M. A. o. P. E. Buchwald, "3D Object Digitization Devices in Manufacturing Engineering Applications and Services," Multidisciplinary Aspects of Production Engineering, vol. 3, no. 1, pp. 450- 463, 2020. [11] F. Syaifuddin and B. W. Febriantoko, "Metode Pengukuran Manual dan CMM pada Proses Reverse Engineering Komponen Pompa Rotary Sentrifugal," Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2019. (Doctoral dissertation). [12] I. Azmy, D. Masruri, R. Rahardyanto, and S. Suyitno, "Pengaruh Proses Pack Carburizing Baja AISI 4340 Terhadap Peningkatan Kekerasan dan Ketahanan Aus," Jurnal Rekayasa Material, Manufaktur dan Energi, vol. 5, no. 2, pp. 102-107, 2022. [13] O. A. Nugroho, A. R. K. Widhi, and S. J. J. P. K. S. Kumbarasari, "Rancang Bangun Alat Panen Portabel Sawit Bermotor Menggunakan Flexible Shaft," vol. 30, no. 2, pp. 83-94, 2022. [14] O. A. Nugroho and Y. A. Apatya, "Rancang Bangun Desain dan Evaluasi Robot Cleaner Solar Photovoltaics Menggunakan Komunikasi Nirkabel Berbasis Komunikasi Radio Frekuensi: Robot Cleaner Solar Photovoltaics," Jurnal Elektro dan Mesin Terapan, vol. 9, no. 1, 2023. [15] H. G. Astrianto, O. A. Nugroho, and A. K. Yanti, "Perancangan Dan Simulasi Rangka Dudukan Solar Panel Guna Menahan Mesin Robot Solar Cleaner Dengan Bobot Total 64 Kg," Jurnal Inkofar, vol. 6, no. 2, 2022. [16] F. Restu, R. Hakim, and F. S. J. J. I. Anwar, "Analisa Kekuatan Material ASTM A36 Pada Konstruksi Ragum Terhadap Variasi Gaya Cekam Dengan Menggunakan Software SolidWorks 2013," vol. 9, no. 2, pp. 113-118, 2017. [17] P. Kurowski, "Engineering 2014 SDC Analysis with SolidWorks Simulation," 2014. [18] I. V. D. S. Lima, J. V. Tuapetel, and A. Z. J. S. J. J. I. T. M. Rahman, "Perancangan Dan Analisis Kekuatan Statis Pada Fixed-Portable Hydraulic Scissor Car Lift Platform Dengan Kapasitas 2 Ton," vol. 16, no. 2, pp. 92-103, 2022. [19] N. Legkiy, "Reducing the effect of centrifugal forces on the clamping force in the new design of a three-jaw lathe chuck," in IOP Conference Series: Materials Science and Engineering , 2020, vol. 971, no. 2, p. 022076: IOP Publishing. [20] L. Amru, "Analisis Kekuatan Bending Baja Karbon Rendah Dengan Metode Elemen Hingga Menggunakan Software Solidwork," UMSU, 2021. [21] M. A. Khaidir, F. Fadelan, and R. J. S. J. J. I. T. M. Arifin, "A Comparative Study Of Strength And Hardness Of Two Motorcycle Spoke Wheels," vol. 16, no. 1, pp. 14-17, 2022. [22] W. Lestari et al. , "Manufacturing Acetabular Liner UHMWPE using CNC Milling," vol. 1, no. 2, pp. 12-16, 2021.
392786ef-ece3-46a3-bd47-9ae690013595
https://journals.usm.ac.id/index.php/jtphp/article/download/1812/1196
## KAJIAN LAMA FERMENTASI TERHADAP KONSENTRASI GLUKOSA DAN ALKOHOL PADA PEMBUATAN TAPE ONGGOK Impact of fermentation time on the glucose and alcohol level in tape onggok Muhammad Khoirul Huda 1) , Rosa Ratna Dewi 1) Muhammad Yuda Prakas 1) Nani Cahyanti 2) 1 Alumni Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Semarang Jl. Arteri Soekarno- Hatta Tlogosari Semarang 50196 2 Dosen Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Semarang email: nanicahyanti@gmail.com ## ABSTRACT Onggok is the waste from tapioca industry, which contains starch in abundant, so it has the potential to be further processing. One of them with the use to be made tape through the fermentation. Compounds that play a role determine tape quality among others glucose and ethanol, whose amount is affected by the length of fermentation. This study aimed to determined the effect of the fermentation periods towards the glucose and the ethanol levels produced. Completely Randomized Design, One factor was used Research Design. The fermentation periods as the factor and with 4 level treatmen; 0 hour, 24 hours, 48 hours, and 96 hours) with 2 replication. The results suggest that glucose and alcohol levels are highest obtained at 72 hours ie at glucose levels 3.708% and ethanol content2.92%. Key words: o nggok; fermentation; glucose; ethanol content ## ABSTRAK Onggok merupakan salah satu limbah dari industri tapioca, yang mengandung pati, sehingga berpotensi untuk diolah lebih lanjut, salah satunya dengan dimanfaatkan untuk dibuat tape melalui proses fermentasi. Senyawa yang berperan menentukan mutu tape antara lain glukosa dan alcohol, yang jumlahnya dipengaruhi oleh lama fermentasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap kadar glukosa dan kadar alcohol yang dihasilkan. Digunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor yaitu lama fermentasi (dengan taraf perlakukan 0 jam, 24 jam, 48 jam, dan 96 jam) dengan 2 kali ulangan. Hasil penelitian menyatakan bahwa kadar glukosa dan alcohol tertinggi diperoleh pada jam ke-72 yaitu pada kadar glukosa 3,708% dan kadar alcohol 2,916%. Kata kunci: O ggok; f ermentasi; glukosa; kadar etanol ## PENDAHULUAN Tepung tapioka salah satu produk yang sumber bahan bakunya adalah ubi kayu, kebutuhan tapioca dari tahun ketahu semakin bertambah yang semula 1,85 juta ton pada tahun 2008, kini menjadi 2,47 juta ton pada tahun 2014. Jumlah permintaan yang semakin meningkat dimungkinkan karena semakin bertambahnya industri makanan yang berbahan baku tapioka. Dalam proses pengolahan tepung tapioka menghasilkan dua jenis limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Onggok merupakan limbah padat yang dihasilkan pada industrki tapioka, dalam prakteknya onggok digunakan sebagai pakan ternak. Dengan adanya sentuhan teknologi yang menyertainya, semula hanya limbah biasa kini akan menjadi sumber tambahan perekonomian masyarakat. Fermentasi merupakan proses kimia pada substrat organik karena aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Proses fermentasi juga sering disebut perombakan bahan karbohidrat. Salah satu contoh fermentasi dengan menggunakan substrat karbohidrat adalah pada pembuatan tape. Pada proses ini polisakarida dirombak menjadi disakarida, kemudian disakarida dipecah menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim amilase yang berasal dari kapang. Ragi yang semakin banyak maka enzim amilase juga akan semakin banyak sehingga glukosa dan fruktosa juga akan semakin banyak dan rasanya menjadi semakin manis. Proses selanjutnya glukosa dirombak menjadi alkohol dan CO2 oleh bantuan enzim invertase yang berasal dari khamir atau bekteri. Semakin banyak jumlah glukosa maka akan semakin banyak juga alkohol yang dihasilkan, dan apabila fermentasi berlangsung lebih lama jumlah alkohol juga akan semakin meningkat. Tape onggok merupakan hasil metamorfosis dari limbah tapioka yang dipadukan dengan sentuhan teknologi fermentasi. Dengan bantuan mikroba yang ada pada ragi yang digunakan, pati yang masih ada pada onggok akan dirubah menjadi produk pangan yaitu tape. Beberapa contoh olahan dari tape onggok adalah sebagai bahan pembuatan kue bolu, brownies, kerupuk, dll. ## METODE PENELITIAN Bahan untuk membuat tape adalah onggok adalah singkong varietas Gajah umur 11- 13 bulan berasal dari daerah Mranggen, dan ragi yang diperoleh dari pasar Mranggen. Alat yang digunakan adalah pisau, panci kukusan, kompor gas, sarangan, daun pisang, baskom, air, pemarut, sendok besar, timbangan. Proses pembuatan tape onggok adalah sebagai berikut : onggok dikukus hingga matang (45 menit ), setelah matang ditiriskan hingga dingin, dilakukan peragian (1,5% b/b), kemudian bahan dibungkus dengan daun pisang dan dimasukan ke dalam toples untuk diperam dalam suhu ruang, selama 0 hingga 96 jam. Digunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan 5 perlakuan yaitu P0 = 0 jam P1 = 24 jam, P2 = 48 jam , P3 = 72 jam, P4 = 96 jam, dan digunakan 2 kali ulangan. Variabel yang diamati adalah kadar glukosa menggunakan metode luff schoorl dan kadar alcohol menggunakan piknometer. Data dianalisis secara statistic menggunakan ANOVA untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan akibat perlakuan, dan dilanjutkan dengan uji Duncan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Onggok yang digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat tape sudah mengandung glukosa (2,043 %) dan alcohol (0,002%). Dinyatakan dalam hasil penelitian ini bahwa, semakin lama waktu fermentasi, maka kadar glukosa dan alcohol dalam tape onggok semakin meningkat hingga jam ke-72. Hal itu disebabkan adanya aktivitas mikroba dalam ragi yang semakin meningkat dalam memecah pati onggok menjadi glukosa, seiring dengan fermentasi glukosa menjadi etanol. Tabel 1. Kadar Glukosa dan Alkohol Tape Onggok selama Waktu Fermentasi Keterangan:*) Angka yang ditandai superskrip yang tidak sama pada kolom menunjukkan perbedaan yang nyata ( p <0,05) Lama Fermentasi (jam) Kadar glukosa (%) Kadar etanol (%) 0 (0 hari) 2,043 ±0,106 a 0,002 ± 0,001 a 24 (1 hari) 2,492 ±0,130 b 1,523 ± 0,786 b 48 (2 hari) 3,040 ± 0,158 c 1,891 ± 0,508 bc 72 (3 hari) 3,708 ± 0,194 d 2,916 ± 0,375 d 96 (4 hari) 2,846 ± 0,149 bc 2,282 ± 0,294 bc Ragi mengandung kultur campuran mikroba yang bertanggung jawab dalam proses pemecahan pati menggunakan enzim amilase dan maltasenya, dan mikroba yang bertanggung jawab terhadap proses fermentasi glukosa menjadi etanol. Pada jam ke-96 kadar glukosa maupun alcohol mengalami penurunan. Diduga aktivitas metabolism mikroba dalam ragi mulai dibatasi dengan semakin bertambahnya kadar alcohol sampai pada jam ke-96. Mikroba mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap kadar alkohol dalam lingkungannya. Pada konsentrasi tertentu, alkohol, dapat menjadi factor penghambat pertumbuhan mikroba itu sendiri, yang dikenal sebagai fenomena feedback inhibition . Gambar 1. Grafik pengaruh lama fermentasi tape onggok terhadap kadar glukosa 0 1 2 3 4 Kadar Alkohol 0.0021 1.523 1.89 2.916 2.282 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 K ada r et anol (%) Lama Fermentasi (hari) 0 1 2 3 4 kadar Glukosa 2.043 2.492 3.04 3.708 2.846 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 K ada r G lukos a (%) Lama Fermentasi (hari) Gambar 2. Grafik pengaruh lama fermentasi tape onggok terhadap kadar alkohol ## KESIMPULAN Fermentasi tape onggok dapat meningkatkan kadar glukosa dan alcohol di dalamnya. Semakin lama waktu fermentasi, maka kadar glukosa dan alcohol dalam tape onggok semakin meningkat hingga jam ke-72 dan menurun pada jam ke-96. ## UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan finansial melalui anggaran dana dari Ristek Dikti Tahun 2018 sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar. ## DAFTAR PUSTAKA Astawan, M dan W. Mita. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna . CV. Akademika Pressindo. Bogor. Hal 61 Fahmi, N. Nurrahman. 2011. Kadar Glukosa, Alkohol dan Cita Rasa Tape Onggok Berdasarkan Lama Fermentasi. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang Hasanah, H. Akyunul, J. Ghanaim F, A. 2012.Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Singkong ( Manihot utilissima Pohl) . UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang Hiybrida sakina. 2016. Meneropong proyeksi pasar industry tapioka di indonesia dalam Mars. Sumanti, M.D., C. Charmencita, H. Marleen, dan T. Sukarti. 2003. Mempelajari Mekanisme Produksi Minyak Sel Tunggal Dengan Sistem Fermentasi Padat Pada Media Onggok-Ampas Tahu Dengan Menggunakan Kapang Aspergillus terreus. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol XVI. No I Tahun 2005. hal 51-56. Tranggono, S. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen Yogyakarta Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas. Cet I hal 8-9.
9da04626-0df4-482e-be71-e8c24ba325f5
https://journal.untar.ac.id/index.php/industri/article/download/25755/15783
## MINIMASI KONSUMSI ENERGI PADA PERMASALAHAN HYBRID FLOW SHOP SCHEDULING DENGAN ALGORITMA SALP SWARM Bayu Nur Hidayat, Dana Marsetya Utama *) , Ikhlasul Amallynda Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang e-mail: *) dana@umm.ac.id ## ABSTRAK Kelangkaan dan kemungkinan berkurangnya sumber energi di masa depan disebabkan tingginya konsumsi energi pada industri manufaktur. Salah satu upaya untuk menangani permasalahan ini dalah dengan penjadwalan. Dalam artikel ini, kami meneliti tentang permasalahan Hybrid Flow shop Scheduling Problem (HFSSP) untuk meminimasi konsumsi energi. Prosdur algoritma metaheuristik diusulkan yang terinspirasi dari kawanan Salp di lautan, yaitu Salp Swarm Algorithm. Algoritma SSA diusulkan untuk menentukan sequencing yang optimal dengan mempertimbangkan konsumsi energi minimal. Temuan menarik dari penelitian ini adalah semakin tinggi populasi dan iterasi maka menghasilkan konsumsi energi yang lebih rendah. Selain itu, hasil optimasi menunjukan bahwa total energi konsumsi disebabkan karena variasi konsumsi energi setup dan removal serta konsumsi energi mesin idle. Dari hasil numerik algoritma SSA dapat menghasilkan penjadwalan dengan konsumsi energi yang lebih minimal dibandingkan dengan prosedur heuristik. Kata kunci: Hybrid Flow Shop Scheduling, Energy Consumption, Metaheuristic, Salp Swarm Algorithm ## ABSTRACT The scarcity and possible depletion of energy sources in the future is due to the high energy consumption in the manufacturing industry. One of the efforts to deal with this problem is scheduling. This article investigates the Hybrid Flow Shop Scheduling Problem (HFSSP) to minimize energy consumption. A metaheuristic algorithm procedure is proposed, inspired by the Salp swarm in the ocean, the Salp Swarm Algorithm. The SSA algorithm is proposed to determine the optimal sequencing considering minimal energy consumption. An interesting finding of this study is that the higher the population and iterations, the lower the energy consumption. In addition, the optimization results show that the total energy consumption is due to variations in setup and removal energy consumption and idle machine energy consumption. From the numerical results, the SSA algorithm can produce scheduling with minimal energy consumption compared to the heuristic procedure. Keywords: Hybrid Flow Shop Scheduling, Energy Consumption, Metaheuristic, Salp Swarm Algorithm ## PENDAHULUAN Isu mengenai kelangkaan dan menurunnya cadangan energi di masa mendatang akibat pemanfaatan dalam industri manufaktur telah menjadi perhatian [1,2]. Di Tiongkok, sektor manufaktur menjadi konsumen terbesar dengan menyumbang lebih dari 50% dari total konsumsi energi listrik nasional [3]. Sementara di Jerman, lebih dari 47% dari penggunaan energi listrik nasional berasal dari industri manufaktur [4]. Kompleksitas situasi ini mendorong perlunya pengembangan strategi untuk mengurangi pemakaian sumber daya khususnya konsumsi energi [5]. Dalam beberapa tahun terakhir, studi mengenai produksi ramah lingkungan telah menarik perhatian para peneliti [6-8], mengingat peran industri manufaktur yang signifikan dalam menyumbang konsumsi energi global [9]. Efisiensi energi selama proses produksi menjadi sangat penting [10,11], dengan penekanan pada optimalisasi penggunaan energi melalui penjadwalan produksi yang efisien dalam konteks industri manufaktur [12-15]. Penjadwalan merupakan pengalokasian sumber daya untuk menyelesaikan rangkaian tugas pada mesin tertentu [16]. Salah satu jenis pendekatan yang relevan adalah penyelesaian masalah jadwal produksi adalah Hybrid Flow Shop Scheduling Problem (HFSSP) [17-19]. HFSSP merupakan permasalahan yang kompleks yang ## Minimasi Konsumsi Energi pada Permasalahan Hybrid Flow Shop Scheduling dengan Algoritma Salp Swarm diklasifikasikan sebagai NP-hard problem [20-23]. Pada HFSSP, serangkaian tugas dikerjakan pada sejumlah mesin sesuai urutan proses tertentu, dengan beberapa tahapan melibatkan lebih dari satu mesin [24,25]. Berbeda dari pendekatan flow shop murni yang hanya melibatkan satu mesin pada setiap tahapnya [16]. Pada permasalahan HFSSP, perlunya penentuan jadwal yang optimal untuk meminimalisir konsumsi energi dalam lingkup industri manufaktur. Berbagai penelitian terdahulu sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan HFSSP dengan fungsi tujuan mengurangi konsumsi energi telah dipublikasikan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yan, Wen dan Li [26], disajikan pendekatan menggunakan Genetic Algorithm untuk meminimalkan penggunaan energi. Schulz [27] mengusulkan pendekatan menggunakan Mixed Integer Linear Programming. Ling, Feng & Zong [28], pada sisi lain, mengadopsi Particle Swarm Optimization untuk mereduksi penggunaan energi. Pada permasalahan HFSS dua tahap, Du et al. [29], telah mengenalkan Algoritma Ant Colony System sebagai alternatif penyelesaian. Sementara itu, Liu et al. [30] menawarkan model yang berfokus pada penyelesaian HFSS tiga tahap dengan pertimbangan tiga mesin di tahap 1, dua mesin di tahap 2, dan tiga mesin di tahap 3. Selanjutnya, mereka menerapkan pendekatan Mixed Integer Linear Programming (MILP) untuk meningkatkan efisiensi konsumsi energi. Pada penelitian yang sama, Liu et al. [31] juga mengajukan model serupa dengan modifikasi jumlah mesin di setiap tahap. Di lain pihak, Luo et al. [32], mengimplementasikan Algoritma Ant Colony Optimization untuk menyelesaikan permasalahan HFSSP. Discrete Imperialist Competitive Algorithm dikembangkan oleh Tao et al. [33] untuk penyelesaian HFSS dua tahap dengan fokus pada pengurangan konsumsi energi. Terdapat pula berbagai alternatif lainnya, seperti Algoritma Imperialist Competitive [18,34], Shuffled Frog-Leaping Algorithm [35], serta Improved Genetic Algorithm [36], yang juga diusulkan untuk tujuan serupa. Selain itu, beberapa pendekatan lain termasuk A- Novel Teaching Learning-Based Optimization Algorithm [37], Particle Swarm Optimization [28], Genetic Algorithm [38], dan Lagrangian Relaxation Algorithm [39], juga dikemukakan sebagai solusi potensial pada permasalahan minimasi konsumsi energi dalam HFSSP. Uraian tersebut menunjukan bahwa prosedur metahuristik merupakan prosedur yang populer untuk menyelesaikan masalah HFSSP [40,41]. Berdasarkan uraian tersebut, berbagai prosedur metahuristik telah ditawarkan untuk menyelesaikan masalah HFSSP. Namun, prosedur Salp Swarm Algorithm kurang mendapat perhatian untuk menyelesaikan masalah HFSSP. Salp Swarm Algorithm (SSA) dipilih untuk menentukan variabel keputusan urutan jadwal yang optimal dengan fungsi tujuan meminimasi konsumsi energi. Salp Swarm Algorithm (SSA) adalah algoritma metaheuristik terbaru yang di usulkan oleh Mirjalili et al. [42]. SSA adalah algoritma yang terinspirasi dari perilaku salp yang memiliki karakter mirip seperti ubur-ubur dalam mencari sumber makanan. Menurut Utama [43], dalam percobaan numerik SSA terbukti kompetitif dibandingkan Genetic Algorithm (GA) dan Particel Swarm Optimization (PSO). Selain itu, konsumsi energi pada proses produksi terjadi pada saat mesin memproses setiap job . Namun, sebagian besar energi juga di konsumsi pada saat mesin dalam kondisi idle. Di sisi lain, pada saat setup dan removal job juga mengkonsumsi energi karena mesin dalam kondisi menyala. Maka diperlukan penjadwalan produksi dengan mempertimbangkan setup dan removal time untuk meminimasi konsumsi energi listrik dengan algoritma SSA sebagai prosedur optimasi permasalahan HFSSP. ## METODE PENELITIAN Definisi Masalah Dalam permasalahan HFSSP ini terdapat n job yang akan diproses pada 3 stage . Keseluruhan job akan diproses melalui urutan yang sama mulai dari stage 1 ke stage 3. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan konsumsi energi listrik yang minimum. Skema hybrid flowshop scheduling dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Skema Permasalahan Hybrid Flowshop Scheduling ## Asumsi Beberapa batasan pada permasalahan hybrid flowshop scheduling adalah: (1) Setiap job memiliki sequence dependent setup , (2) Setiap mesin hanya dapat memproses 1 item, (3) Tidak adanya iterupsi pada job , (4) Setiap mesin akan memproses pada t=0, (5) Waktu setup terpisah dengan waktu proses, (6) Waktu removal hanya terdapat pada mesin di stage 1. Formula untuk meminimasi konsumsi energi pada permasalahan HFSSP dapat dilihat dari persamaaan berikut [30]: 𝐸𝐵 = ∑ ∑ ∑ 𝐸 𝑖𝑗𝑘 𝑁 𝑗𝑘 𝑖=1 𝑀 𝑗 𝑘=1 𝑚 𝑗=1 (1) 𝐸𝑂𝑂 = ∑ ∑ 𝐸𝑅 𝑗𝑘 𝑀 𝑗 𝑘=1 𝑚 𝑗=1 (2) 𝐸𝐼 = ∑ ∑ ∑ 𝐸𝐼 𝑖𝑗𝑘 𝑁 𝑗𝑘−1 𝑖=1 𝑀 𝑗 𝑘=1 𝑚 𝑗=1 (𝑆 (𝑖+1) 𝑗𝑘 𝑗𝑘 − 𝐶 𝑖 𝑗𝑘 𝑗𝑘 ) (3) 𝑇𝐸𝐶 = 𝐸𝐵 + 𝐸𝑂𝑂 + 𝐸𝐼 (4) Notasi dari permasalhaan tersebut adalah sebagai berikut: 𝑛 : jumlah job 𝑚 : jumlah stage 𝑀 𝑗 : jumlah mesin paralel di stage j 𝑁 𝑗𝑘 : jumlah job pada mesin k di stage j 𝑃 𝑖𝑗𝑘 : waktu proses saat job i diproses pada mesin k di stage j 𝑆 𝑖𝑗𝑘 : waktu mulai saat job i diproses pada mesin k di stage j 𝐶 𝑖𝑗𝑘 : waktu selesai saat job i selesai diprosess pada mesin k di stage j 𝐼 𝑗𝑘 : job ke h yang diproses pada mesin k di stage j 𝐸 𝑖𝑗𝑘 : konsumsi energi saat job i diproses pada mesin k di stage j 𝐸𝐼 𝑗𝑘 : konsumsi energi saat idle pada mesin k di stage j 𝐸𝑅 𝑗𝑘 : konsumsi energi saat setup dan removal mesin k di stage j 𝐸𝐵 : konsumsi energi saat proses 𝐸𝑂𝑂 : konsumsi energi saat setup dan removal 𝐸𝐼 : konsumsi energi saat idle 𝑇𝐸𝐶 : total konsumsi energi Persamaan (1) digunakan untuk menghitung konsumsi energi pada saat mesin kondisi memproses job . Persamaan (2) digunakan untuk menghitung konsumsi energi pada saat mesin kondisi setup dan removal job. Persamaan (3) digunakan untuk menghitung konsumsi energi pada saat mesin kondisi idle . Persamaan (4) menggambarkan model hybrid flowshop scheduling untuk meminimasi konsumsi energi (fungsi tujuan). ## Salp Swarm Algorithm Baru-baru ini, banyak algoritma metaheuristik yang berhasil diterapkan untuk memecahkan masalah yang sulit diselesaikan. Daya tarik menggunakan algoritma ini karena dapat memecahkan masalah yang kompleks dengan solusi yang optimal dan waktu yang cepat. Menurut Dokeroglu et al. [44], metaheuristik adalah gambaran dari heuristik dalam tingkat yang lebih tinggi untuk mengusulkan solusi dari masalah pengoptimalan. Salp Swarm Algorithm (SSA) merupakan algoritma terbaru yang di usulkan oleh [42]. Salp termasuk keluarga dari salpidae yang bersifat transparan dan berbentuk tong. Jaringan salp mirip dengan ubur-ubur. Mereka juga beroperasi mirip dengan ubur-ubur, dimana air dipompa melalui tubuh sebagai penggerak [45]. Menurut Mirjalili et al. [42], salah satu perilaku salp yang menarik adalah mereka mengerumuni kawanannya. Beberapa peneliti percaya bahwa perilaku ini dilakukan untuk mencapai pergerakan yang lebih baik dalam mencari makanan [46]. Dalam SSA ada dua jenis individu dalam segerombolan salp , yaitu salp pemimpin ( leader ) dan salp pengikut ( followers ). Leader adalah salp pertama yang memandu dari salp pengikut dalam gerakan mereka. Kawanan 𝑋 dari 𝑛 salp dapat diwakili oleh matriks seperti yang ditunjukan pada persamaan (5). Tujuan dari kawanan ini adalah sumber makanan di ruang pencarian yang disebut 𝐹 . X i = [ 𝑥 1 1 𝑥 2 1 ⋯ 𝑥 𝑑 1 𝑥 1 2 𝑥 2 2 ⋯ 𝑥 𝑑 2 ⋮ ⋮ ⋯ ⋮ 𝑥 1 𝑛 𝑥 2 𝑛 ⋯ 𝑥 𝑑 𝑛 ] (5) Koefisien 𝑐 1 adalah parameter yang paling penting dalam Salp Swarm Optimization . Persamaan (6) menunjukkan bahwa pemimpin hanya memperbarui posisinya dengan menghormati sumber makanan. Menyeimbangkan eksplorasi (penjelajahan) dan eksploitasi (pengusahaan atau pendayagunaan) didefinisikan pada persamaan (6). 𝑐 1 = 2𝑒 −( 4𝑙 𝐿 ) 2 (6) Seperti yang disebutkan sebelumnya, populasi salp dibagi menjadi dua jenis yaitu salp pemimpin dan pengikut. Posisi salp pemimpin ( leader ) di update menggunakan persamaan (7) 𝑥 𝑗 𝑖 = { 𝐹 𝑗 + 𝑐 1 ((𝑢𝑏 𝑗 − 𝑙𝑏 𝑗 ) 𝑐 2 + 𝑙𝑏 𝑗 ) 𝑐 3 ≥ 0,5 𝐹 𝑗 − 𝑐 1 ((𝑢𝑏 𝑗 − 𝑙𝑏 𝑗 ) 𝑐 2 + 𝑙𝑏 𝑗 ) 𝑐 3 < 0,5 (7) Dimana 𝑥 𝑗 𝑖 menunjukkan posisi salp pemimpin ( leader ) pada dimensi 𝑗 , 𝐹 𝑗 adalah posisi sumber makanan pada dimensi 𝑗𝑡ℎ , 𝑢𝑏 𝑗 menunjukkan batas atas pada dimensi 𝑗 , dan 𝑙𝑏 𝑗 menunjukkan batas . bawah pada dimensi 𝑗 . Parameter 𝑐 1 , 𝑐 2 dan 𝑐 3 adalah bilangan random yang dihasilkan . secara seragam dalam interval . [0,1] . Bahkan, mereka . menentukan posisi selanjutnya dalam dimensi . 𝑗 harus menuju infinity negative serta ukuran langkah. Untuk mengupdate posisi salp pengikut, persamaan (8) digunakan (hukum gerak newton) 𝑥 𝑗 𝑖 = 1 2 𝑎𝑡 2 + 𝑣 0 𝑡 (8) Dimana 𝑖 ≥ 2, 𝑥 𝑗 𝑖 menunjukkan posisi pengikut di dimensi 𝑗 , 𝑡 adalah waktu, 𝑣 0 adalah kecepatan awal. Karena waktu . dalam optimasi . adalah iterasi, perbedaan antar iterasi sama dengan 1, dan mempertimbangkan konsideran 𝑣 0 = 0, kondisi demikian dapat diformulasikan sebagai persamaan (9) 𝑥 𝑗 𝑖 = 1 2 (𝑥 𝑗 𝑖 + 𝑥 𝑗 𝑖−1 ) (9) Dimana 𝑖 ≥ 2, 𝑥 𝑗 𝑖 menunjukkan . posisi salp pengikutnya di dimensi 𝑗𝑡ℎ . Pseudocode dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Pseudocode Salp Swarm Algorithm ## Data Penelitian dan Prosedur Percobaan Data penelitian ini diambil dari studi kasus pada perusahaan percetakan di Indonesia. 18 job dijadwalkan melalui 3 tahap yang terdiri dari 1 mesin di tahap awal, 2 mesin parallel di tahap 2 dan 1 mesin di tahap ketiga. Dalam optimasi dengan SSA 3 variasi dari populasi dan iterasi disajikan. Pada parameter populasi menggunakan 10, 50 dan 100 populasi. Sementara itu, pada parameter iterasi menggunakan 50, 100, dan 200 iterasi. tiap percobaan dicatat TEC, EB, EOO, dan EI. Selanjutnya, prosedur SSA juga dibandingkan dengan prosedur heuristic First Come First Serve (FCFS) untuk menguji efektifitas algoritma. Algoritma FCFS digunakan sebagai prosedur penentuan urutan jadwal oleh perusahaan yang perlu dievaluasi keefektifannya. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil percobaan metode SSA ditunjukan pada Tabel 1. Hasil ini menunjukan bahwa semakin tinggi populasi dan iterasi maka menghasilkan konsumsi energi yang lebih rendah. Sementara itu, jika populasi dan iterasi semakin kecil konsumsi energi semakin tinggi. Terdapat sebuah temuan menarik dalam penelitian terkait HFSSP untuk mengoptimalkan konsumsi energi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat populasi dan jumlah iterasi yang digunakan dalam algoritma SSA memiliki dampak signifikan terhadap tingkat konsumsi energi yang dihasilkan. Penelitian ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat populasi dan jumlah iterasi yang diterapkan, maka hasilnya akan mengarah pada konsumsi energi yang lebih rendah. Dengan kata lain, penggunaan populasi dan iterasi yang besar dalam algoritma optimisasi mampu membawa dampak positif dalam upaya mengurangi pemakaian energi dalam permasalahan HFSSP. Sebaliknya, observasi ini juga mengungkapkan bahwa apabila tingkat populasi dan iterasi cenderung lebih kecil, maka akan berimplikasi pada peningkatan konsumsi energi. Oleh karena itu, temuan ini memberikan wawasan berharga bagi praktisi dan peneliti di bidang ini, bahwa pengaturan Initialize the salp population x i (i = 1, 2, …, n) considering ub and lb while (end condition is not satisfied) Calculate the fitness based on energy consumption of each search agent (salp) F=the best search agent Update c 1 by Eq. (12) for each salp (x i ) if (i==1) Update the position of the leading salp by Eq. (7) else Update the position of the follower salp by Eq. (8) end end Amend the salps based on the upper and lower bound of variables end return F ## Minimasi Konsumsi Energi pada Permasalahan Hybrid Flow Shop Scheduling dengan Algoritma Salp Swarm yang tepat terhadap parameter populasi dan iterasi dalam algoritma metaheuristik dapat menjadi faktor penting dalam pencapaian tujuan mengurangi konsumsi energi dalam lingkungan HFSSP. Temuan ini sejalan dengan temuan penelitian Tang et al. [47] dan Hasani and Hosseini [48]. Hal ini dikarenakan semakin tinggi populasi dan iterasi, semakin banyak kemungkinan solusi yang dihasilkan, sehingga peluang untuk menemukan solusi terbaik semakin besar [49]. Selain itu, berdasarkan percobaan variasi iterasi dan populasi, temuan menarik dari penelitian ini adalah total energi konsumsi disebabkan karena variasi konsumsi energi setup dan removal serta konsumsi energi mesin idle. Konsumsi energi waktu proses selalu tetap dan tidak mempengarui total konsumsi energi. Pada permasalahan HFSSP, upaya untuk mengurangi konsumsi energi telah menjadi perhatian utama, dan penelitian-penelitian sebelumnya telah mengungkapkan beberapa aspek kunci yang berperan dalam total konsumsi energi. Temuan penelitian ini menyoroti bahwa variasi dalam konsumsi energi terutama terjadi pada tahap setup dan removal, serta ketika mesin berada dalam kondisi idle. Penting untuk dicatat bahwa konsumsi energi selama waktu proses berlangsung cenderung tetap dan tidak berpengaruh signifikan terhadap total konsumsi energi. Oleh karena itu, strategi efektif dalam upaya mengurangi konsumsi energi dalam penjadwalan hybrid flow shop akan fokus pada mengoptimalkan pengaturan tahap setup dan removal, serta mengelola periode ketika mesin tidak aktif (idle). Dengan mempertimbangkan temuan-temuan ini, langkah-langkah penjadwalan yang cermat dan penggunaan teknik-teknik optimisasi yang tepat dapat diimplementasikan untuk meminimalkan dampak variasi konsumsi energi setup , removal, dan energi idle pada konsumsi energi keseluruhan, yang pada akhirnya berpotensi mendukung pencapaian tujuan efisiensi energi dalam operasional manufaktur. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Konsumsi Energi Metode SSA Populasi Iterasi TEC EB EOO EI 10 50 74.958,99 74.115 200,25 643,74 100 74.948,43 74.115 190,65 642,78 200 74.941,92 74.115 188,25 638,67 50 50 74.961,81 74.115 195,45 651,36 100 74.953,92 74.115 197,85 641,07 200 74.928,27 74.115 190,65 622,62 100 50 75.166,49 74.115 200,25 851,24 100 75.123,15 74.115 190,65 817,50 200 74.925,78 74.115 178,65 632,13 Perbandingan efisiensi konsumsi energi disajikan pada Tabel 2. Hasil ini menunjukan bahwa algoritma SSA memberikan hasil kinerja yang lebih baik dibandingkan metode heuristic FCFS. Algoritma SSA menghasilkan solusi yang lebih baik daripada prosedur heuristik dalam optimasi karena beberapa alasan. SSA adalah teknik swarm intelligence yang meniru perilaku mencari makan dan navigasi salp biologi laut. Dengan meniru perilaku alami organisme ini, SSA memanfaatkan kecerdasan kolektif dari swarm untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi ruang pencarian secara efektif [42]. Lebih lanjut, SSA membagi populasi salp menjadi dua kelompok yaitu pemimpin dan pengikut. Pemimpin memandu proses pencarian dengan mengeksplorasi wilayah yang menjanjikan, sementara pengikut menyesuaikan posisi mereka berdasarkan informasi pemimpin. Mekanisme pemimpin-pengikut ini meningkatkan kemampuan eksplorasi dan eksploitasi algoritma, menghasilkan solusi yang lebih baik [50]. Sementara itu, SSA telah menunjukkan konvergensi yang tinggi dan kemampuan pencarian yang kuat dalam masalah optimasi [51]. SSA mampu mengoptimalkan fungsi benchmark tunggal, multi-modal, dan komposit, sehingga menjadi algoritma yang serbaguna dan dapat diterapkan pada berbagai skenario optimasi [42]. ## Tabel 2. Perbandingan Konsumsi Energi Metode FCFS dan Metode SSA No Metode Urutan Job Total Konsumsi Energi (KW) 1 Metode heuristic FCFS 1-2-3-4-5-6-7-8-9-10-11-12-13-14-15-16-17-18 75.245,98 2 Metode Usulan SSA 9-6-3-4-10-12-16-18-1-11-8-14-13-15-5-17-2-7 74.925,78 Selisih 320,20 Efisiensi 0,42% ## KESIMPULAN Dalam artikel ini, peneliti mengusulkan algoritma SSA untuk meminimasi konsumsi energi dari permasalahan HFSSP. Hasil optimasi dengan SSA menunjukan bahwa semakin tinggi populasi dan iterasi maka menghasilkan konsumsi energi yang lebih rendah. Selain itu, hasil optimasi menunjukan bahwa total energi konsumsi disebabkan karena variasi konsumsi energi setup dan removal serta konsumsi energi mesin idle. sementara itu, konsumsi energi waktu proses selalu tetap ketika percobaan variasi populasi dan iterasi pada prosedur SSA. Selanjutnya, algoritma SSA dibandingkan dengan metode heuristic FCFS. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa SSA menghasilkan konsumsi energi yang lebih minim dibandingkan dengan metode FCFS. Pada akhirnya, SSA dapat diterapkan untuk meminimasi konsumsi energi pada permasalahan HFSSP. Berdasarkan temuan penelitian tersebut, penelitian mendatang dapat mengeksplorasi lebih dalam terhadap mekanisme dan parameter-parameter dalam algoritma SSA untuk mengoptimalkan penyelesaian penjadwalan HFSSP dengan tujuan efisiensi energi yang lebih tinggi. Selain itu, eksplorasi kemungkinan kombinasi dengan teknik optimasi lain atau pendekatan yang berbeda juga dapat menjadi arah yang menarik untuk meningkatkan performa algoritma dalam menghadapi tantangan kompleksitas permasalahan penjadwalan HFSSP. ## DAFTAR ISI [1] D. M. Utama, M. F. Ibrahim, D. S. Wijaya, D. S. Widodo, and M. D. Primayesti, "A Novel Hybrid Multi-Verse Optimizer Algorithm for Energy-Efficient Permutation Flow Shop Scheduling Problem," Journal of Physics: Conference Series, vol. 2394, no. 1, p. 012006, 2022. [2] D. M. Utama, "An effective hybrid crow search algorithm for energy-efficient flow shop scheduling," AIP Conference Proceedings, vol. 2453, no. 1, p. 020040, 2022. [3] Y. Liu, H. Dong, N. Lohse, S. Petrovic, and N. Gindy, "An investigation into minimising total energy consumption and total weighted tardiness in job shops," Journal of Cleaner Production, vol. 65, pp. 87-96, 2014. [4] M. Dai, D. Tang, A. Giret, M. A. Salido, and W. D. Li, "Energy-efficient scheduling for a flexible flow shop using an improved genetic-simulated annealing algorithm," Robotics and Computer-Integrated Manufacturing, vol. 29, no. 5, pp. 418-429, 2013. [5] A. Sun, "The establishment of the green tax policy in China-To accelerate the construction of circular economy experimental zone in Qaidam Basin of Qinghai province as an example," Asian Social Science, vol. 9, no. 3, p. 148, 2013. [6] S. A. Mansouri, E. Aktas, and U. Besikci, "Green scheduling of a two-machine flowshop: Trade-off between makespan and energy consumption," European Journal of Operational Research, vol. 248, no. 3, pp. 772-788, 2016. [7] G.-S. Liu, Y. Zhou, and H.-D. Yang, "Minimizing energy consumption and tardiness penalty for fuzzy flow shop scheduling with state-dependent setup time," Journal of cleaner production, vol. 147, pp. 470-484, 2017. [8] D. M. Utama, "Pengembangan Algoritma NEH Dan CDS Untuk Meminimasi Consumption Energy Pada Penjadwalan Flow Shop," in Prosiding SENTRA (Seminar Teknologi dan Rekayasa) , 2019, no. 4, pp. 47-54. [9] Y. Li et al. , "A discrete artificial bee colony algorithm for distributed hybrid flowshop scheduling problem with sequence-dependent setup times," International Journal of Production Research, vol. 59, no. 13, pp. 3880-3899, 2021. [10] S. Wang, X. Wang, F. Chu, and J. Yu, "An energy-efficient two-stage hybrid flow shop scheduling problem in a glass production," International Journal of Production Research, vol. 58, no. 8, pp. 2283-2314, 2020. [11] D. M. Utama, T. Baroto, and D. S. Widodo, "Energy-Efficient Flow Shop Scheduling Using Hybrid Grasshopper Algorithm Optimization," Jurnal Ilmiah Teknik Industri, vol. 19, no. 1, pp. 30-38, 2020. [12] M. Akbar and T. Irohara, "Scheduling for sustainable manufacturing: A review," Journal of cleaner production, vol. 205, pp. 866-883, 2018. [13] D. Utama, "Minimizing Number of Tardy Jobs in Flow Shop Scheduling Using A Hybrid Whale Optimization Algorithm," in Journal of Physics: Conference Series , 2021, vol. 1845, no. 1, p. 012017: IOP Publishing. [14] D. M. Utama, D. S. Widodo, M. F. Ibrahim, and S. K. Dewi, "An effective hybrid ant lion algorithm to minimize mean tardiness on permutation flow shop scheduling problem," International Journal of Advances in Intelligent Informatics, vol. 6, no. 1, pp. 23-35, 2020. [15] D. S. Widodo and D. M. Utama, "The Hybrid Ant Lion Optimization Flow Shop Scheduling Problem for Minimizing Completion Time," in Journal of Physics: Conference Series , 2020, vol. 1569, no. 2, p. 022097: IOP Publishing. [16] D. M. Utama, D. S. Widodo, M. F. Ibrahim, K. Hidayat, T. Baroto, and A. Yurifah, "The hybrid whale optimization algorithm: A new metaheuristic algorithm for energy- efficient on flow shop with dependent sequence setup," in Journal of Physics: Conference Series , 2020, vol. 1569, no. 2, p. 022094: IOP Publishing. [17] R. Ruiz and J. A. Vázquez-Rodríguez, "The hybrid flow shop scheduling problem," European journal of operational research, vol. 205, no. 1, pp. 1-18, 2010. [18] M. Li, D. Lei, and J. Cai, "Two-level imperialist competitive algorithm for energy- efficient hybrid flow shop scheduling problem with relative importance of objectives," Swarm and Evolutionary Computation, vol. 49, pp. 34-43, 2019. [19] D. M. Utama, A. K. Garside, and W. Wicaksono, "Pengembangan Algoritma Hybrid Flowshop Three-Stage Dengan Mempertimbangkan Waktu Setup," Jurnal Ilmiah Teknik Industri, vol. 18, no. 1, pp. 72-78, 2019. [20] D. A. Rossit, F. Tohmé, and M. Frutos, "The Non-Permutation Flow-Shop scheduling problem: A literature review," Omega, vol. 77, pp. 143-153, 2018. [21] C. Yu, Q. Semeraro, and A. Matta, "A genetic algorithm for the hybrid flow shop scheduling with unrelated machines and machine eligibility," Computers & Operations Research, vol. 100, pp. 211-229, 2018. [22] L. De FELICE, "A simulation model for solving the flow shop scheduling problem under uncertainty," 2018. [23] J.-q. Li, H.-y. Sang, Y.-y. Han, C.-g. Wang, and K.-z. Gao, "Efficient multi-objective optimization algorithm for hybrid flow shop scheduling problems with setup energy consumptions," Journal of Cleaner Production, vol. 181, pp. 584-598, 2018. [24] V. Fernandez-Viagas, J. M. Molina-Pariente, and J. M. Framinan, "New efficient constructive heuristics for the hybrid flowshop to minimise makespan: A computational evaluation of heuristics," Expert Systems with Applications, vol. 114, pp. 345-356, 2018. [25] V. Fernandez-Viagas, P. Perez-Gonzalez, and J. M. Framinan, "Efficiency of the solution representations for the hybrid flow shop scheduling problem with makespan objective," Computers & Operations Research, vol. 109, pp. 77-88, 2019. [26] J. Yan, J. Wen, and L. Li, "Genetic Algorithm Based Optimization for Energy-aware Hybrid Flow Shop Scheduling," in Proceedings on the international conference on artificial intelligence (ICAI) , 2014, p. 1: The Steering Committee of The World Congress in Computer Science, Computer …. [27] S. Schulz, "A multi-criteria MILP formulation for energy aware hybrid flow shop scheduling," in Operations Research Proceedings 2016 : Springer, 2018, pp. 543-549. [28] Z. Ling-Li, Z. Feng-Xing, X. Xiao-hong, and G. Zheng, "Dynamic scheduling of multi- task for hybrid flow-shop based on energy consumption," in 2009 International Conference on Information and Automation , 2009, pp. 478-482: IEEE. [29] B. Du, H. Chen, G. Q. Huang, and H. Yang, "Preference vector ant colony system for minimising make-span and energy consumption in a hybrid flow shop," in Multi- objective evolutionary optimisation for product design and manufacturing : Springer, 2011, pp. 279-304. [30] X. Liu, F. Zou, and X. Zhang, "Mathematical model and genetic optimization for hybrid flow shop scheduling problem based on energy consumption," in 2008 Chinese Control and Decision Conference , 2008, pp. 1002-1007: IEEE. [31] Z. Liu, J. Yan, Q. Cheng, C. Yang, S. Sun, and D. Xue, "The mixed production mode considering continuous and intermittent processing for an energy-efficient hybrid flow shop scheduling," Journal of Cleaner Production, vol. 246, p. 119071, 2020. [32] H. Luo, B. Du, G. Q. Huang, H. Chen, and X. Li, "Hybrid flow shop scheduling considering machine electricity consumption cost," International Journal of Production Economics, vol. 146, no. 2, pp. 423-439, 2013. [33] X.-r. Tao, J.-q. Li, T.-h. Huang, and P. Duan, "Discrete imperialist competitive algorithm for the resource-constrained hybrid flowshop problem with energy consumption," Complex & Intelligent Systems, pp. 1-16, 2020. [34] R. Zhou, D. Lei, and X. Zhou, "Multi-objective energy-efficient interval scheduling in hybrid flow shop using imperialist competitive algorithm," Ieee Access, vol. 7, pp. 85029-85041, 2019. [35] D. Lei and T. Wang, "Solving distributed two-stage hybrid flowshop scheduling using a shuffled frog-leaping algorithm with memeplex grouping," Engineering Optimization, vol. 52, no. 9, pp. 1461-1474, 2020. [36] L. Meng, C. Zhang, X. Shao, Y. Ren, and C. Ren, "Mathematical modelling and optimisation of energy-conscious hybrid flow shop scheduling problem with unrelated parallel machines," International Journal of Production Research, vol. 57, no. 4, pp. 1119-1145, 2019. [37] D. Lei, L. Gao, and Y. Zheng, "A novel teaching-learning-based optimization algorithm for energy-efficient scheduling in hybrid flow shop," IEEE Transactions on Engineering Management, vol. 65, no. 2, pp. 330-340, 2017. [38] S. Schulz, "A genetic algorithm to solve the hybrid flow shop scheduling problem with subcontracting options and energy cost consideration," in International Conference on Information Systems Architecture and Technology , 2018, pp. 263-273: Springer. [39] X. L. Ding, J. Zhu, and C. Liu, "Lagrangian Relaxation Algorithms For Hybrid Flow- Shop Scheduling Problems with Energy Saving," in Advanced Materials Research , 2014, vol. 997, pp. 821-826: Trans Tech Publ. [40] D. M. Utama and M. D. Primayesti, "A novel hybrid Aquila optimizer for energy- efficient hybrid flow shop scheduling," Results in Control and Optimization, vol. 9, p. 100177, 2022. [41] D. M. Utama, M. D. Primayesti, S. Z. Umamy, B. M. N. Kholifa, and A. D. Yasa, "A systematic literature review on energy-efficient hybrid flow shop scheduling," Cogent Engineering, vol. 10, no. 1, p. 2206074, 2023. [42] S. Mirjalili, A. H. Gandomi, S. Z. Mirjalili, S. Saremi, H. Faris, and S. M. Mirjalili, "Salp Swarm Algorithm: A bio-inspired optimizer for engineering design problems," Advances in Engineering Software, vol. 114, pp. 163-191, 2017. [43] D. M. Utama, "Salp Swarm Algorithm Untuk Meminimasi Konsumsi Energi Pada Penjadwalan Flow Shop Dengan Set Up Dan Removal Time," in Prosiding SENTRA (Seminar Teknologi dan Rekayasa) , 2019, no. 5, pp. 79-85. [44] T. Dokeroglu, E. Sevinc, T. Kucukyilmaz, and A. Cosar, "A survey on new generation metaheuristic algorithms," Computers & Industrial Engineering, vol. 137, p. 106040, 2019. [45] L. P. Madin, "Aspects of jet propulsion in salps," Canadian Journal of Zoology, vol. 68, no. 4, pp. 765-777, 1990. [46] P. Anderson and Q. Bone, "Communication between individuals in salp chains. II. Physiology," Proceedings of the Royal Society of London. Series B. Biological Sciences, vol. 210, no. 1181, pp. 559-574, 1980. [47] H. Tang, J. Zhou, Y. Shao, and Z. Yang, "Hybrid Flow-Shop Scheduling Problems with Missing and Re-Entrant Operations Considering Process Scheduling and Production of Energy Consumption," Journal, Type of Article vol. 15, no. 10, 2023. [48] A. Hasani and S. M. H. Hosseini, "A bi-objective flexible flow shop scheduling problem with machine-dependent processing stages: Trade-off between production costs and energy consumption," Applied Mathematics and Computation, vol. 386, p. 125533, 2020. [49] K. Geng, L. Liu, and Z. Wu, "Energy-efficient distributed heterogeneous re-entrant hybrid flow shop scheduling problem with sequence dependent setup times considering factory eligibility constraints," Scientific Reports, vol. 12, no. 1, p. 18741, 2022. [50] Z. Wang et al. , "Orthogonal pinhole-imaging-based learning salp swarm algorithm with self-adaptive structure for global optimization," Frontiers in Bioengineering and Biotechnology, vol. 10, p. 1018895, 2022. [51] Z. Yi, Z. Yangkun, Y. Hongda, and W. Hong, "Application of an improved Discrete Salp Swarm Algorithm to the wireless rechargeable sensor network problem," Frontiers in Bioengineering and Biotechnology, vol. 10, p. 923798, 2022.
5bad42ce-4941-41ff-ab5c-b948d91190e9
http://buletinppi.ulm.ac.id/index.php/bpi/article/download/44/46
Garside, A. K., Risaldi, F., Dewi, S. K (2019) Perancangan Belt Conveyor sebagai Alat Material Handling pada Terminal Peti Kemas Surabaya. Buletin Profesi Insinyur 2(2) 069-075 ## Perancangan Belt Conveyor sebagai Alat Material Handling pada Terminal Peti Kemas Surabaya Proses penanganan material merupakan kegiatan utama yang dilakukan pada PT. Pelabuhan Indonesia III dimana perusahaan bergerak dalam bidang jasa kepelabuhan. Namun kenyataannya, proses penanganan material di departemen pergudangan Terminal Peti Kemas masih kurang efisien. Hal ini disebabkan bongkar muat cargo bag dengan menggunakan forklift memerlukan kurang lebih 10 buruh untuk mengangkut 80-85 ton per jam. Buruh angkut harus memindahkan material berupa cargo bag dari tumpukan ke pallet , kemudian material diangkut menggunakan forklift ke truk muatan untuk dibawa ke area muat dek kapal. Pada kondisi ini terdapat beberapa kekurangan, waktu yang terbuang saat buruh idle , biaya pallet , dan biaya lembur jika perusahaan menggunakan buruh yang sama lebih dari satu shift kerja dalam satu hari. Tujuan penelitian ini adalah mengusulkan alat material handling yang mampu meningkatkan kapasitas bongkar muat perusahaan. Alat ini berupa belt conveyor yang akan digunakan untuk memindahkan cargo bag dari tumpukan ke truk tanpa harus melakukan penyusunan ke pallet . Perancangan belt conveyor didasari oleh perpektif pengguna dan perhitungan kapasitas belt conveyor , dengan perancangan ini proses yang dilakukan menjadi lebih singkat serta kapasitas bongkar muat meningkat sebesar 87,5% dari kapasitas sebesar 80 tph menjadi 150 tph. Kata kunci : material handling, bongkar muat, peti kemas, conveyor Diajukan: 13 September 2019 Direvisi: 14 September 2019 Diterima: 2 Oktober 2019 Dipublikasikan online: 3 Oktober 2019 Annisa Kesy Garside 1 Fitra Risaldi 1 Shanty Kusuma Dewi 1 1 Program Studi Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Malang ##  annisa_garside@yahoo.com ## Pendahuluan PT. Pelabuhan Indonesia III atau disingkat Pelindo III adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa kepelabuhan dan berkantor pusat di Surabaya, Jawa Timur. PT. Pelindo III mengelola 43 pelabuhan yang tersebar di 7 provinsi seluruh Indonesia dan menjalankan bisnis inti sebagai penyedia fasilitas jasa kepelabuhan. Proses penanganan material merupakan kegiatan utama yang dilakukan pada Pelindo III. Namun kenyataannya, proses penanganan material di departemen pergudangan Terminal Peti Kemas masih kurang efisien. Hal ini disebabkan bongkar muat cargo bag dengan menggunakan forklift memerlukan kurang lebih 10 buruh untuk mengangkut 80-85 ton per jam. Buruh angkut harus memindahkan material berupa cargo bag dari tumpukan ke pallet , kemudian material diangkut menggunakan forklift ke truk muatan untuk dibawa ke area muat dek kapal. Proses bongkar muat dengan forklift menjadi cukup lama karena harus menyusun cargo bag diatas pallet terlebih dahulu, sehingga perusahaan sering kali lembur agar dapat memenuhi permintaan proses penanganan komoditas barang. Hal ini merupakan pemborosan karena perusahaan harus membayar upah yang lebih tinggi dengan lembur tersebut. Selain itu perusahaan juga mengeluarkan biaya untuk pallet. Oleh karena itu diperlukan rancangan material handling equipment (MHE) yang efektif dan efisien agar perusahaan dapat meningkatkan produktivitas dalam aktivitas penanga- nan materialnya. Salah satu jenis alat pengangkut yang sering digunakan oleh kebanyakan industri adalah belt conveyor yang berfungsi memindahkan bahan-bahan berbentuk padat (Aosoby dkk., 2016). Belt conveyor memiliki kapasitas angkut yang cukup besar (500 sampai 5000 m³/jam atau lebih), pemindahan barang dapat dilakukan secara kontinyu, jarak pemindahan yang cukup jauh (500-1000 m atau lebih), lintasan tetap serta bahan material yang dapat diangkut dapat berupa muatan curah ( bulk load ) atau muatan satuan ( unit load ), berat mesin relatif ringan serta pemeliharaan dan operasional yang mudah (Zainuri, 2012). Kemampuan ini telah menjadikan belt conveyor secara luas digunakan sebagai mesin pemindah bahan (Raharjo, 2013). Penelitian ini bertujuan mengusulkan rancangan MHE berupa belt conveyor agar perusahaan dapat meningkatkan kapasitas proses bongkar muat sehingga biaya lembur buruh dapat ditekan seminimal mungkin. ## Metode Identifikasi kebutuhan pelanggan merupakan langkah pertama dalam konsep perancangan produk. Untuk mengetahui kebutuhan tersebut maka dilakukan proses wawancara dan penyebaran kuesioner. Wawancara kepada supervisor , foreman , dan buruh angkut pelabuhan, sebagai pihak yang dianggap berkaitan langsung dalam perancangan MHE. Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mendapatkan data tentang keinginan pelanggan dan persepsi kebutuhan ideal yang diperlukan untuk menetapkan ide rancangan pada spesifikasi akhir produk. Langkah kedua adalah intepretasi data kebutuhan pelanggan yang merupakan jawaban dari identifikasi kebutuhan pelanggan. Intepretasi kebutuhan pelanggan menuntun dalam menetapkan spesifikasi produk, membuat konsep produk dan menyeleksi konsep. Langkah ketiga adalah menetapkan target spesifikasi produk. Proses penetapan spesifikasi terdiri dari empat langkah yaitu: menyiapkan gambar metrik, mengumpulkan informasi tentang pesaing, menetapkan nilai target ideal dan marginal yang dapat dicapai untuk tiap metrik, dan merefleksikan hasil dan proses (Ulrich dan Eppinger, 2011). Langkah keempat adalah membuat konsep produk. Konsep produk merupakan gambaran singkat bagaimana produk memuaskan kebutuhan pelanggan. Proses penyusunan konsep produk terdiri dari empat langkah, yaitu: mengembangkan model-model teknis suatu produk; mengembangkan model biaya dari sebuah produk; memperbaiki spesifikasi, melakukan trade off jika diperlukan; menurunkan spesifikasi menjadi spesifikasi sub-sistem jika diperlukan. Langkah kelima adalah pemilihan konsep desain. Pada tahap ini, akan dilakukan penyaringan dan penilaian untuk mendapatkan konsep desain final. Langkah terakhir yang dilakukan oleh tim pengembang yang terdiri dari pembuatan sketsa dalam bentuk CAD untuk mendapatkan gambaran secara jelas tentang spesifikasi akhir dari hasil rancangan produk. Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui peningkatan produktivitas yang didapat setelah dilakukan perancangan. ## Hasil Kerja Pada kondisi eksisting, proses bongkar muat pada departemen pergudangan Terminal Peti Kemas Surabaya menggunakan material handling equipment berupa Forklift dengan kapasitas 80 ton per hour (tph). Sedangkan spesifikasi material yang akan diangkut adalah cargo bag dengan massa jenis maksimal 180 Kg/m³ dan lebar maksimal 80 cm. Batasan awal rancangan merupakan spesifikasi awal dari hasil rancangan yang akan didapat yaitu adalah: kapasitas yang diinginkan sebesar 150 ton per hour (tph), lokasi outdoor , dan jarak yang diperlukan 16 m. Identifikasi kebutuhan user Jumlah sampel yang akan diwawancarai diperoleh menggunakan rumus Slovin. Dengan jumlah populasi sebanyak 55 dan peluang kesalahan 10% diperoleh jumlah sampel 35,4 ≈ 36 orang. Komposisi sampel diambil dari pekerja dalam satu shift yang terdiri dari 1 orang supervisor , 1 orang foreman , dan 34 buruh angkut. Peneliti melakukan wawancara untuk identifikasi kebutuhan user dengan memberikan pernyataan mengenai fungsi, keunggulan, kelemahan, dan usulan perbaikan yang diinginkan user . ## Interpretasi kebutuhan user Pada langkah ini dilakukan pengelompokan setiap kebutuhan menjadi sebuah hierarki. Hierarki yang didapat berdasarkan pernyataan kebutuhan user dimana jika semakin sering sebuah pernyataan disebutkan maka hierarki dianggap semakin penting yang dijelaskan dengan jumlah tanda (*) yang dilakukan oleh peneliti serta supervisor perusahaan sebagai pelanggan pada perancangan MHE ini. Setelah mengelompokkan kebutuhan menjadi daftar hierarki maka tim pengembang membuat prioritas pilihan dan mengalokasikan sumber daya dalam mendesain produk. Tabel 1 menunjukkan derajat kepentingan yang diperoleh dari hasil wawancara dimana 5 menyatakan sangat penting dan 1 menyatakan sangat tidak penting. ## Tabel 1 Pengukuran derajat kepentingan No Kebutuhan Kepentingan 1. Belt conveyor digunakan untuk mengangkut material dari tumpukan gudang ke truk muatan 5 2. Dirancang semi-otomatis 4 3. Awet digunakan 5 4. Mudah dalam perawatannya 3 5. Mampu meningkatkan produktivitas 3 6. Desain modern 1 7. Desain fleksible 3 8. Material tidak mudah tercecer 4 9. Tidak bising saat beroperasi 2 10. Tidak memakan banyak area 3 11. Tidak polutan 2 12. Terbuat dari bahan yang tahan banting tekanan 3 ## Penetapan spesifikasi produk Dalam menetapkan spesifikasi produk dimulai dengan menentukan metrik sebagai jawaban dari kebutuhan pekerja. Gambar 1 menunjukkan metrik panjang belt conveyor sampai 16 m adalah jawaban dari kebutuhan belt conveyor digunakan untuk mengangkut material dari tumpukan gudang ke truk muatan. 1 . 2 . 3 . 4 . 5 . 6 . 7 . 8 . 9 . 1 0 . 1 1 . P a n ja n g b e lt c o n v ey o r 1 6 m D il e n g k ap i sw it c h o n /o ff p a d a m o to r p e n g g e ra k R a n g k a t e rb u a t d a ri f ra m e b aj a B e lt c o n v e y o r d il e n g k ap i c h ip c le an e r d a n b e lt c le a n e r M e m il ik i k ap a si ta s d ia ta s 8 0 t p h U k u ra n r o d a T in g g i sk ir t ru b b e r p a d a b ag ia n k a n a n d a n k ir i b e lt M o to r p e n g g e ra k d il e n g k ap i d e n g a n c o v e r y an g t e rt u tu p r ap a t B e lt c o n v e y o r ti d a k m e n g g u n a k a n p e ra la ta n p e n d u k u n g T in g k a t p o lu ta n B e lt d il e n g k ap i d e n g a n l ap is a n c a rc a s 1. Belt conveyor digunakan untuk mengangkut material dari tumpukan gudang ke truk muatan ● 2. Dirancang semi-otomatis ● 3. Awet digunakan ● ● ● 4. Mudah dalam perawatannya ● 5. Mampu meningkatkan produktivitas ● 6. Desain fleksible ● 7. Material tidak mudah tercecer ● 8. Tidak bising saat beroperasi ● 9. Tidak memakan banyak area ● ● 10. Tidak polutan ● 11. Terbuat dari bahan yang tahan banting tekanan ● Gambar 1 Metrik kebutuhan pelanggan Metrik Belt conveyor dilengkapi dengan switch yang built-in pada motor penggerak adalah jawaban untuk kebutuhan pekerja untuk MHE dirancang semi- otomatis, dan seterusnya. Selanjutnya, peneliti mengumpulkan dan menganalisis produk pesaing. Informasi belt conveyor pesaing yang dikumpulkan adalah merk Ammeraal Beltech dan Chiorino . Kedua merk ini dipilih karena merupakan dua merk yang merepresentasikan merk superior (Ammeraal beltech) dan inferior (Chiorino) . Langkah terakhir adalah memberikan nilai marginal dan ideal pada setiap metrik kebutuhan yang akan menjadi dasar spesifikasi rancangan. Tabel 2 menunjukkan spesifikasi target belt conveyor . ## Perhitungan produktivitas belt conveyor Perhitungan produktivitas belt conveyor dilakukan untuk mendapatkan spesifikasi teknis dalam meningkatkan produktivitas proses bongkar muat perusahaan yang saat ini sebesar 80 tph. ## Tabel 2 Pengukuran derajat kepentingan No Kebutuhan Metrik Nilai marginal Nilai ideal 1 1 Panjang belt conveyor 16 m 16 2 2 Dilengkapi switch on/off pada motor penggerak Ya 3 3 Rangka terbuat dari frame baja Ya 4 3,4 Belt conveyor dilengkapi chip cleaner dan belt cleaner Ya 5 5 Memiliki kapasitas diatas 80 tph 80 >80 6 6,9 Ukuran roda 150-200 200 7 7 Tinggi skirt rubber pada bagian kanan dan kiri belt 200 250 8 8 Motor penggerak dilengkapi dengan cover yang tertutup rapat Ya 9 9 Belt conveyor tidak menggunakan peralatan pendukung Ya Ya 10 10 Tingkat polutan 0 0 11 3,11 Belt dilengkapi dengan lapisan carcas Ya Dari hasil perhitungan diperoleh spesifikasi teknis belt conveyor untuk memenuhi kapasitas sebesar 150 tph untuk mengangkut cargo bag dengan massa jenis 180 Kg/m³ sejauh 16 m sebagai berikut: Luas cross section area = 0,0915 m Kecepatan belt = 2,54 m/s Kapasitas belt conveyor = 150,65 tph ≈ 150 tph Tarikan belt teoritis = 22230 N Daya motor penggerak = 56,47 kW ≈ 60 kW Kecepatan rotasi motor = 690 rpm ## Penyusunan konsep produk Dalam membuat konsep produk mengacu pada kebutuhan pelanggan pada tahap identifikasi user dan selanjutnya setiap metrik dapat dikembangkan menjadi beberapa konsep. Dari hasil pengembangan konsep didapatkan 2 konsep “Konsep A” dan “Konsep B” yang memiliki perbedaan pada tiga metrik kebutuhan user yaitu : Desain rangka, model roda, serta bahan dari motor penggerak. Ketiga metrik ini dapat dikembangkan tanpa mengganggu sistem kerja dari belt conveyor sendiri. Dimana pada desain rangka Konsep A menggunakan desain hidraulik dan Konsep B menggunakan frame welding model , untuk model roda Konsep A menggunakan roullete wheel dan Konsep B menggunakan V model wheel dan bahan cover motor Konsep A menggunakan bahan steel alloy dan Konsep B menggunakan bahan akrilik. Spesifikasi kedua konsep seperti yang tertera pada Tabel 3. Tabel 3 Konsep belt conveyor No Metrik Satuan Konsep A Konsep B 1 Panjang belt conveyor 16 m m 16 16 2 Dilengkapi switch on/off pada motor penggerak List Ya Ya 3 Desain rangka Jenis Hidraulik Frame welding 4 Belt conveyor dilengkapi chip cleaner dan belt cleaner Jenis Ya Ya 5 Memiliki kapasitas diatas 80 tph tph 150 150 6 Model roda mm Roulette wheel V model wheel 7 Tinggi skirt rubber pada bagian kanan dan kiri belt mm 250 250 8 Bahan cover motor penggerak Jenis Steel alloy Acrylic 9 Belt conveyor tidak menggunakan peralatan pendukung Unit Ya Ya 10 Tingkat polutan ppm 0 0 11 Belt dilengkapi dengan lapisan carcas Jenis Ya Ya Setelah menentukan spesifikasi dari kedua konsep yang dikembangkan maka selanjutnya hasil penentuan spesifikasi dari konsep tersebut akan diinterpretasikan dalam bentuk drawing CAD. Hasil intepretasi konsep A dan B dalam bentuk desain dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. ## Pemilihan konsep produk Kriteria dipilih berdasarkan kebutuhan pelanggan yang telah diidentifikasikan oleh tim. Kriteria seleksi seharusnya dipilih untuk membedakan konsep-konsep, namun karena setiap kriteria diberi bobot yang sama pada penyaringan konsep, tim seharusnya tidak mencantumkan kriteria yang dianggap kurang penting agar perbedaan antara konsep-konsep dapat terlihat pada nyata pada hasil seleksi konsep (Ulrich dan Eppinger, 2011). Tabel 4 menunjukkan metrik penilaian konsep belt conveyor. ## Tabel 4 Penilaian konsep belt conveyor Kriteria Bo- bot Konsep A Konsep B Ra- ting Nilai Bobot Ra- ting Nilai Bobot Digunakan untuk mengangkut material bermassa berat 20% 3 0,60 3 0,60 Peralatan semi- otomatis 5% 3 0,15 3 0,15 Motor dilengkapi switch 5% 3 0,15 3 0,15 Dilengkapi aksesori pembersih 10% 3 0,30 3 0,30 Kekuatan belt 15% 3 0,45 3 0,45 Kekuatan frame 15% 3 0,45 2 0,30 Kekuatan roda 15% 3 0,45 2 0,30 Desain baru 5% 3 0,15 1 0,05 Tampilan 5% 3 0,15 4 0,20 Mobilitas penggunaan 5% 3 0,15 3 0,15 Total Nilai 3,00 2,65 Peringkat 1 2 Lanjutkan Ya Tidak ## Desain belt conveyor terpilih Berdasarkan hasil pengolahan data maka konsep desain belt conveyor yang dipilih adalah konsep A, dimana hasil rancangan belt conveyor ini memiliki spesifikasi panjang sabuk mencapai 16 m, dilengkapi dengan switch yang built- in pada motor, desain rangka hidraulik, dilengkapi aksesori pembersih, kapasitas mencapai 150 tph, desain roda roulette wheel , tinggi skirts rubber 250 mm, bahan cover motor adalah steel alloy , dan belt menggunakan lapisan carcas sebagai penguat belt. Gambar 2 Rancangan belt conveyor konsep A Gambar 3 Rancangan belt conveyor konsep B Hasil rancangan belt conveyor yang terpilih dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Gambar 4 menunjukkan hasil rancangan belt conveyor yang dipilih serta daftar komponen penyusunnya dan kuantitas dari setiap komponen. Gambar 5 menjelaskan hasil rancangan dalam bentuk gambar urai disertai nama dari setiap komponen penyusunnya. Tabel 5 menunjukkan perbandingan penggunaan material handling equipment kondisi eksisting dengan usulan rancangan. Tabel 5 Analisa kondisi eksisting dengan usulan rancangan Atribut Kondisi eksisting Usulan rancangan Jenis material handling equipment Forklift Belt conveyor Kapasitas angkut 80 150 Peralatan pendukung pallet - Tenaga kerja Operator forklift dan buruh angkut Buruh angkut Daya penggerak Solar Listrik Harga unit MHE Rp 712.000.000 Rp 674.092.500 Sistem operasi Pengambilan pallet - penurunan material dari tumpukan - penyusunan material ke pallet - pengangkutan - penyusunan material ke truk Penurunan material dari tumpukan - pengangkutan - penyusunan material ke truk ## Kesimpulan Belt conveyor dirancang berdasarkan kebutuhan user . Spesifikasi yang dimiliki yaitu panjang sabuk mencapai 16 m, dilengkapi dengan switch yang built-in pada motor, desain rangka hidraulik, dilengkapi aksesori pembersih, kapasitas mencapai 150 tph, desain roda roulette wheel , tinggi skirts rubber 250 mm, bahan cover motor adalah steel alloy , dan belt menggunakan lapisan carcas sebagai penguat belt. Berdasarkan kapasitas angkutnya, penggunaan belt conveyor pada proses bongkar muat mampu meningkatkan kapasitas dari 80 tph menjadi 150 tph untuk mengangkut barang tipe cargo bag dengan berat maksimal 180 kg/m³. ## Referensi Cahyadi, D., Azis, G.F (2015). Perancangan belt conveyor kapasitas 30 ton/jam untuk alat angkut beras. Jurnal Sintek, Vol. 9, No. 1, 13-17. Ulrich K.T., Eppinger S.D. (2011) Product design and development. McGraw-Hill Education. Zainuri M. (2006) Mesin Pemindah bahan (material handling equipment). Penerbit Andi. Aosoby, R., Rusiato, T., Waluyo J. (2016) Perancangan belt conveyor sebagai pengangkut batubara dengan kapasitas 2700 ton/jam, Jurnal Teknik Mesin, Vol.3, No. 1, 45-51. Raharjo, R (2013) Rancang bangun belt conveyor trainer sebagai alat bantu pembelajaran, Jurnal Teknik Mesin – Politeknik Kediri , Vol 4, No. 2, 15-26. Gambar 5. Gambar urai belt conveyor terpilih
03dc8d76-3788-40d7-993c-de8d67836b7b
https://journal.umg.ac.id/index.php/dedikasimu/article/download/3995/2402
## SOSIALISASI SERTIFIKASI HALAL BAGI UMKM DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK Zainal Mustakim 1 , Oki Setiawan 2 , Abdul Chalim 3 , Moh Ridho Maulana 4 1,2,3,4 Program Studi Teknik Kimia, Universitas Muhammadiyah Gresik Email: zainalmustakim@umg.ac.id ## ABSTRAK Perkembangan dunia industri halal yang semakin hari semakin berkembang pesat membuat masyarakat harus ekstra bekerja keras untuk dapat menghasilkan produk makanan yang tidak hanya halal tetapi juga thoyyib (baik). Hal tersebut perlu dilaksanakan, agar makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat memiliki kandungan yang halal dan terhindar dari najis sehingga aman untuk dikonsumsi. Pembekalan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk membuat produk halal bagi masyarakat khususnya UMKM merupakan syarat yang harus dipenuhi agar dapat menembus pasar halal yang lebih baik ke depan. Pelatihan sertifikasi halal ini dilakukan pada UMKM di wilayah Kecamatan Sidayu Gresik untuk meningkatkan produk halal di daerah tersebut. Untuk keberlanjutan program, diperlukan adanya komitmen dari UMKM untuk selalu menggunakan bahan-bahan yang halal dan thoyyib dan pendampingan permohonan sertifikasi halal produk. Kata Kunci: Sertifikasi Halal, UMKM, Sidayu. ## 1. PENDAHULUAN Pembangunan sektor industri di Kabupaten Gresik mengalami perkembangan yang signifikan. Pembangunan sektor industri di Kabupaten Gresik sebagai bagian dari proses pembangunan nasional dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi telah membawa perubahan terhadap kehidupan masyarakat. Perubahan akibat pembangunan industri, menumbuhkembangkan usaha-usaha rumahan atau home industry di Kabupaten Gresik. Banyaknya produk home industry yang selama ini dihasilkan oleh UMKM masih belum memiliki sertifikasi halal sehingga menimbulkan keraguan bagi konsumen untuk mengkonsumsinya. Halal menurut hukum Islam yaitu segala sesuatu atau kegiatan yang menyebabkan seseorang tidak dihukum jika menggunakan atau melakukannya. Dalam hal makanan dan minuman, konsep halal merupakan makanan dan minuman yang memenuhi syariat agama Islam baik dari segi bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan yang digunakan maupun cara produksinya sehingga makanan dan minuman tersebut dapat dikonsumsi oleh orang Islam tanpa menimbulkan dosa. Penentuan terkait halal dan haram suatu bahan/materi hanyalah oleh Allah SWT (Astuti et al., 2020). Minimnya pemahaman produsen khususnya UMKM terkait proses sertifikasi halal serta kurangnya informasi terkait proses pengajuan sertifikasi halal menyebabkan banyaknya produk UMKM yang ada di pasaran belum bisa dipasarkan secara lebih luas. Sertifikasi halal bagi produk UMKM merupakan kebutuhan pokok bagi pelaku usaha, selain meningkatkan kepercayaan konsumen juga dapat meningkatkan jangkauan pasar yang lebih luas (Khalimy, 2018). Sertifikasi Halal adalah suatu proses untuk mendapatkan sertifikat halal produk melalui beberapa tahapan pemeriksaan dimulai dari data produsen, bahan, proses produksi, dan sistem jaminan halal untuk memenuhi standar sesuai dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Adapun tujuan sertifikasi halal yaitu untuk memberikan kepastian hukum khususnya muslim terkait status kehalalan suatu produk sebagai bentuk pemenuhan hak konsumen (Mirdhayati et al., 2020). Tingginya tingkat kepercayaan konsumen terhadap kehalalan suatu produk akan berpengaruh terhadap jumlah pembelian konsumen terhadap produk tersebut. Pada awalnya, pengajuan sertifikasi halal oleh produsen masih bersifat sukarela (voluntary) atau tidak wajib. Namun, setelah dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, produsen wajib mengajukan sertifikasi halal produknya (Akim et al., 2019). Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal seperti tertuang dalam pasal 4 sehingga produsen diharuskan mengajukan sertifikat halal produknya (Halal, 2014). Masih merujuk pada UU di atas, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi semua produk di Indonesia akan berlaku pada 5 tahun ke depan sejak UU tersebut ditetapkan. Artinya pada tahun 2019 semua produk makanan harus bersertifikasi halal sesuai dengan penerapan undang-undang tersebut (Gunawan et al., 2020). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 2019, proses sertifikasi halal langsung ditangani oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sehingga semua proses permohonan terpusat di BPJPH dan dapat dilakukan secara online melalui https://ptsp.halal.go.id dengan melampirkan dokumen yang dibutuhkan (Pemerintah, 2014). ## 2. METODE Metode dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Memberikan pengetahuan terkait alur proses sertifikasi halal b. Memberikan pengetahuan terkait titik kritis penilaian produk c. Memberikan pengetahuan terkait ketentuan hukum pangan halal d. Kegiatan dilakukan secara umum menggunakan teknik presentasi Kegiatan pengabdian ini dilakukan di Kesekretariatan Asosiasi UMKM Sidayu, Desa Purwodadi, Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik. Dalam rangka menyukseskan acara pengabdian masyarakat ini, maka diperlukan beberapa bahan peralatan seperti LCD dan Laptop serta ruangan yang dapat menampung peserta pengabdian masyarakat ini. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ## A. Tahap Sosialisasi Sosialisasi sertifikasi halal merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan kepada masyarakat khususnya UMKM yang ingin memiliki sertifikat halal produknya. Secara umum, pengajuan sertifikasi halal dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Pelaku usaha melakukan permohonan sertifikasi halal melalui https://ptsp.halal.go.id secara online dengan melengkapi dokumen : data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, pengolahan produk, dokumen system jaminan halal. 2) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memeriksa kelengkapan dokumen dan menetapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) 3) LPH memeriksa dan/atau menguji kehalalan produk 4) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan kehalalan produk melalui sidang Fatwa Halal 5) BPJPH menerbitkan sertifikat halal Sosialisasi ini bertujuan untuk membangun persepsi peserta bahwa pentingnya sertifikasi halal bagi produsen khususnya UMKM agar produk yang dihasilkan memiliki perlindungan hukum hak-hak konsumen khususnya muslim terhadap produk tidak halal. Selain itu, dengan adanya sertifikat halal, produk yang dihasilkan akan memiliki banyak peluang terutama meningkatnya kepercayaan masyarakat dan pasar sehingga diharapkan adanya peningkatan daya saing produk dan omset penjualan. Secara umum, titik kritis penilaian produk terbagi atas tiga bagian yaitu Penilaian Bahan terdiri atas bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang halal dan terhindar dari bahan tidak halal, Penilaian Proses terdiri atas produksi yang tidak terpapar bahan najis, dan Penilaian Alat dan Kemasan dimana alat dan kemasan harus suci dan bebas dari najis. Proses sosialisasi sertifikat halal dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Sosialisasi Sertifikasi Halal di Kec. Sidayu ## B. Rencana Keberlanjutan Program Program ini dapat dilanjutkan mengingat pentingnya sertifikat halal produk bagi produsen khususnya UMKM. Namun diperlukan komitmen dari produsen khususnya UMKM dalam pengajuan sertifikasi halal dengan menjaga bahan-bahan yang digunakan tetap halal dan terhindar dari bahan yang tidak halal serta membutuhkan adanya pendampingan dari Pendamping Produk Halal (PPH). ## 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kegiatan sosialisasi sertifikasi halal merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan alur proses pengajuan sertifikat halal dan titik kritis halal produk kepada masyarakat khususnya UMKM di Kec. Sidayu yang belum memiliki sertifikat halal produk. Pentingnya sertifikasi halal produk bagi produsen selain adanya perlindungan hukum hak-hak konsumen khususnya muslim terhadap produk tidak halal, produk yang dihasilkan akan memiliki banyak peluang diantaranya adanya peningkatan kepercayaan masyarakat dan pasar sehingga diharapkan adanya peningkatan daya saing produk dan omset penjualan. Untuk keberlanjutan program, diperlukan adanya komitmen dari UMKM untuk selalu menggunakan bahan-bahan yang halal dan thoyyib dan pendampingan permohonan sertifikasi halal produk. ## DAFTAR PUSTAKA Akim, A.-, Konety, N., Purnama, C., & Adilla, M. H. (2019). Pemahaman Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (Umkm) Di Jatinangor Terhadap Kewajiban Sertifikasi Halal Pada Produk Makanan. Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1), 31. https://doi.org/10.24198/kumawula.v1i1.19258 Astuti, D., Bakhri, B. S., Zulfa, M., & Wahyuni, S. (2020). Sosialisasi Standarisasi & Sertifikasi Produk Halal di Kota Pekanbaru. BERDAYA: Jurnal Pendidikan Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 23–32. https://doi.org/10.36407/berdaya.v2i1.171 Gunawan, S., Darmawan, R., Juwari, J., Qadariyah, L., Wirawasista, H., Firmansyah, A. R., Hikam, M. A., Purwaningsih, I., & Ardhilla, M. F. (2020). Pendampingan Produk UMKM di Sukolilo menuju Sertifikasi Halalan Thayyiban. Sewagati, 4(1), 14. https://doi.org/10.12962/j26139960.v4i1.6446 Halal, P. (2014). UU No.33 Tahun 2014 (2014). UU No.33 Tahun 2014, 1. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38709/uu-no-33-tahun-2014 Khalimy, A. (2018). Pelaksanaan Sertifikasi Halal Supplier IKM di Pasar Kue Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Et-Tijarie: Jurnal Hukum Dan Bisnis. https://eco- entrepreneur.trunojoyo.ac.id/ettijarie/article/view/4582 Mirdhayati, I., H. Zain, W. N., Prianto, E., & Fauzi, M. (2020). Sosialisasi peranan sertifikat halal bagi masyarakat Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru. Unri Conference Series: Community Engagement, 2, 117–122. https://doi.org/10.31258/unricsce.2.117-122 Pemerintah, P. (2014). Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/161941/pp-no-31-tahun-2019
ae716cc1-eb76-4b83-baa1-b125ea341902
http://www.jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/download/243/223
Makanan sebagai Sumber dan Media Gangguan ## Kesehatan: Pentingnya.Se//' Care Oleh: Fachmi Idris ## RINGKASAN Dalam perspektif terjadinya gangguan kesehatan, terbukti bahwa makanan merupakan salah satu media penyebaran penyakit, baik penyakit menular (paling banyak) maupun tidak menular. Sehingga di dalam kesehatan masyarakat dikenal istilah penyakit yang disebarkan melalui makanan dan air (waterand food borne diseases), contoh aktualnya Enterobacter Sakazakiiyang mengkontaminasi susu formula sebagai penyebab infeksi sistemik pada neonatus yang rentan. Seringkali fakta bagaimana dan kapan gangguan kesehatan dapat timbul akibat makanan tidak disampaikan secara jelas sehingga menimbulkan kegelisahan. Tidak terinformasikan-misalnya bakteri-yang masuk tubuh harus memenuhi sejumlah syarat tertentu untuk dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Syarat tersebut meliputi adanya: 1) temporal sequence; 2) consistency; 3) strength of association; 4) specificity of effect; 5) proof of causation; 6) collateral evidence and biological plausibility; serta 7) biological gradient (dose response). Kasus-kasus gangguan kesehatan secara umum, maupun secara khusus yang terkait dengan makanan, pada dasarnya dapat dikeloia dengan baik. Masyarakat sebagaimana yang diharapkan World Health Organization harus "...do for themselves to establish and maintain health, prevent and deal with illness..." dan memiliki "...behaviour where individuals, families, neighborhoods and communities undertake promotive, preventive, curative and rehabilitative actions to enhance their health..". Dalam bahasa lain, masyarakat harus dapat memelihara kesehatan dirinya (self care). Mengingat masyarakat bersentuhan setiap hari dengan makanan, prinsip-prinsip self care mesti ditumbuhkan sebagai upaya menjaga kesehatan dirinya. Melaluipendekatan self care penyakit-penyakit-yang ada kaitannya dengan makanan, khususnya makanan sebagai penyebab penyakit kronis /rrevers/o/e-dapat dicegah. Kata Kunci: Media, Self Care, Pemberdayaan Masyarakat ## I. PENDAHULUAN Beberapa waktu lalu dan juga saat ini, masyarakat gelisah dengan banyaknya pemberitaan tentang gangguan kesehatan akibat mengkonsumsi makanan tidak sehat. Kegelisahan tersebut muncul tidak hanya pada level "mikro", dengan luas area yang terbatas, namun juga pada level "makro", yang luas areanya mendunia. Kegelisahan semakin menjadi-jadi apabila tingkat keparahan PANGAN 36 gangguan kesehatan akibat mengkonsumsi makanan tersebut dapat menyebabkan kematian akut, dan (kasus tersebut memiliki case fatality rate yang tinggi). Sekilas masyarakat dapat mengingat kembali contoh-contoh aktual kejadian yang diberitakan media massa, misalnya: sisa makanan sampah hotel berbintang yang "di- daur-ulang" menjadi makanan sehari-hari dan mungkin dijual oleh penjaja makanan, kasus Edisi No. 55/XVIIL'Juli-September/2009 minuman yang tercampur dengan zat toksik pencabut nyawayang mematikan, kontaminasi susu untuk bayi oleh bakteri tertentu, dan secara global adanya produk ekspor susu Cina yang menggemparkan dunia, karena mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Untuk itu, perlulah diketahui beberapa aspek yang terkait dengan makanan sebagai sumber dan media gangguan kesehatan. Termasuk di sini aspek tentang kerangka teorinya dan contoh aktual makanan sebagai media terjadinya gangguan kesehatan. Pengetahuan atas aspek-aspek ini pada akhirnya harus menimbulkan upaya pemeliharaan kesehatan diri sebagai kunci utama dari proses menjaga kesehatan masyarakat khususnya gangguan kesehatan yang berhubungan dengan makanan. Tulisan ini ditujukan untuk menambah pengetahuan atas hal-hal tersebut. ## II. KERANGKA TEORI MAKANAN SEBAGAI MEDIA GANGGUAN ## KESEHATAN Dalam perspektif terjadinya gangguan kesehatan, secara konvensional terbukti bahwa makanan merupakan salah satu media penyebaran penyakit, baik penyakit menular (paling banyak) maupun tidak menular yang mengganggu kesehatan. Untuk diketahui sedangkan, media lain di luar makanan, yang menjadi rantai penular penyakit adalah organisme hidup (vektor), tanah, air dan udara, seperti diperlihatkan . Hal ini dapat dilihat dari kerangka teoritis gambar 1 (Depkes Rl 2008). Sehingga di dalam kesehatan masyarakat dikenal istilah penyakit yang disebarkan melalui makanan dan air (water and food borne diseases) (Efsa 2008). Contoh "klasik" dari water and food borne diseases atau (WFBD) adalah penyakit yang berhubungan dengan keberadaan mikroba dalam pangan (makanan dan minuman,) kita, antara lain: (1) mikroba penghasil toksin yang sangat berbahaya, (misalnya: Clostridium, hidup anaerobic dalam makanan kaleng misalnya); (2) mikroba penyebab penyakit, (misalnya: Salmonela penyebab penyakit tifus/paratifus. Shigella penyebab penyakit disentri basiler, Vibrio penyebab penyakit kolera, Entamoeba penyebab penyakit disentri amuba, dan yang-paling aklua\-Enterobacter Sakazakiiyang mengkontaminasi susu formula sebagai penyebab infeksi sistemik pada neonatus yang rentan (Gupta, 2009). Beragamnya mikroba penyebab WFBD harus diwaspadai. Apalagi untuk mikroba yang ,, Kebijakan dan Prnpram Berorientasi Kesehatan \ p Wahana transmisi penyakit 1 i 1 Sumber penyakit (perubahan)/ Kegiatan Pembangunan >• Air, Udara, tanah, unsur makanan, vektor/ manusia » Masyarakat (perilaku/ umur/ genotype, dll) l • Sakit Sehat Simpul Pengamatan Parameter Simpul A (Sumber) Simpul B (Ambient) Simpul C (Manusia) Simpul D (Dampak Kesehatan) ## Gambar 1. Paradigma Pembangunan, Kesehatan dan Lingkungan ## Sumber: Transformasi Kesehatan Masyarakat dan Pendekatan Spatial dalam Pembangunan Kesehatan di Indonesia (: Achmadi 1996) dalam: Idris F (2003), Model Kemitraan Antara Pemerintah dengan Dokter Praktik Swasta dalam Program Pemberantasan TB Strategi DOTS di Kota Palembang (Disertasi Doktor, PPS Ul 2003) PANGAN 37 ## karakternya selalu ada dimana-mana, misalnya Enterobacter Sakazakii. Karena karakternya ini, Enterobacter Sakazakii juga akan berada di lingkungan industri, misalnya di lingkungan industri susu formula dan menkontaminasi proses manufaktur susu formula tersebut. Akibatnya susu formula tersebut dapat menjadi makanan sebagai media penyebaran bakteri tersebut. ## III. ENTEROBACTER SAKAZAKII: ## CONTOH MAKANAN SEBAGAI MEDIA "Keramaian" sempat melanda media massa dan membuat kepanikan para orang tua dengan balitanya yang minum susu formula. Hal ini bermula dari hasil penelitian oleh salah satu institusi pendidikan terkemuka di Indonesia tentang keberadaan susu formula yang beredar di lapangan. Temuan ini kemudian "ditolak", karena Menkes mempertanyakan hasil penelitian tersebut, sebagaimana komentar beliau di berbagai media:"... Penelitian itu signifikan atau tidak... siapa yang meneliti, ...caranya bagaimana, ...pendanaannya bagaimana,..kenapa yang diperiksa susu itu...apakah perusahaannya hanya sekitar itu?..." (Idris 2003). Keraguan ini menimbulkan kesimpang-siuran informasi tentang esensi masalahnya dan menimbulkan polemik antar institusi negara yang akhirnya semakin membuat bingung masyarakat. Kenyataannya dan harus menjadi lesson learnt bersama, apabila informasi seperti kasus di atas dapat disampaikan dengan baik, mungkin masyarakat tidak akan terlalu panik pada saat itu. Akhirnya, setelah melakukan tinjauan atas pustaka yang ada (melalui pendekatan evidence base medicine), terbukti bahwa memang E. Sakazakii dapat menyebabkan penyakit pada semua kelompok usia neo-natus (usia bayi sampai 28 hari), namun yang paling beresiko adalah neonatus yang pre-matur atau bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah, dan adanya neonatus dengan gangguan immunocompromised (Idris 2004). Karena fakta bagaimana dan kapan gangguan kesehatan dapat timbul akibat susu terkontaminasi tidak disampaikan secara jelas, baik oleh peneliti maupun pemerintah, PANGAN 38 ditambah kecenderungan media untuk lebih menonjolkan aspek keberadaan bakteri berbahaya dalam susu. Akibatnya, masyarakat terombang-ambing oleh berbagai informasi yang misleading satu sama lain membingungkan. Media tidak secara utuh menjelaskan, bayi dalam kondisi apa saja yang rentan terhadap bakteri E. Sakazakii tersebut. Media juga tidak menginformasikan dengan baik bahwa tidak semua bakteri yang masuk dalam tubuh manusia secara otomatis langsung menyebabkan penyakit (Idris 2009). Tidak terinformasikan bahwa bakteri yang masuk tubuh harus memenuhi sejumlah syarat tertentu untukyang dapat menyebabkan menggangguan kesehatan. Syarat tersebut meliputi adanya: (1) temporal sequence; (2) consistency; (3)strength ofassociation; (4)specificity of effect; (5) proof of causation; (6) collateral evidence and biological plausibility; serta (7) biological gradient (dose response). Khusus untuk kasus E. Sakazakii, kelengkapan syarat bahwa bakteri ini akan untuk menyebabkan gmenggangguan kesehatan, apalagi dapat menyebabkan kematian, karena tidak terpenuhi terpenuhi semuanya syaratnya, khususnya syarat biological gradient (konsentrasi bakteri di dalam susu) (Idris, 2004). Sekali lagi, adanya bakteri E. Sakazakii dengan konsentrasi rendah yang ditemukan tidak akan langsung menyebabkan gangguan kesehatan, selama kondisi bayi dalam batas normal (bukan neonatus, dll). Bakteri ini sendiri tidak akan bertahan dengan proses pausterisasi biasa yang dilakukan pada susu (direbus 60oC selama 30 menit). Adanya rekontaminasi pada saat proses pembuatan susu tersebut menjadi susu bubuk memang dapat terjadi, misal saat penanganannya dan pengisiannya dalam kaleng. Hal ini juga didukung oleh sifat E.Sakazakii dengan karakternya yang selalu ada di lingkungan, sehingga menyulitkan pengendaliannya dalam proses manufaktur susu dibandingkan kuman lainnya, misalnya Salmonella sebagai penyebab penyakit tifus. Dalam konteks di atas, performance objective dari proses manufaktur masih mentoleransi keberadaan bakteri tersebut dalam batas-batas tertentu, yaitu dalam jumlah yang sangat sedikit. Edisi No. 55/XVIII/Juli-Septembcr/2009 ## IV. MEMELIHARA KESEHATAN DIRINYA (SELF ## CARE) : PERLUNYA ## PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Kasus-kasus gangguan kesehatan secara umum, maupun secara khusus yang terkait dengan makanan, pada dasarnya dapat dikeloia dengan baik. Masyarakat sebagaimana yang diharapkan WHO (World Health OrganizationlBadan Kesehatan Dunia) harus "...do for themselves to establish and maintain health, prevent and deal with illness..." (Indocom 2009). Dalam bahasa lain, masyarakat harus dapat melakukan memelihara kesehatan dirinya (self care). WHO-Soufn East Asia Regional Office pada tahun 1991 (dan diperbaharui pada 9 Januari 2009), mendefinisikan self care sebagai behaviour where individuals, families, neighborhoods and communities undertake promotive, preventive, curative and rehabilitative actions to enhance their health (Miriam, 2006). Mengingat masyarakat bersentuhan setiap hari dengan makanan, prinsip-prinsip self care mesti ditumbuhkan sebagai upaya menjaga kesehatan dirinya. Gambaran tentang konsep self care ini dapat dilihat pada Gambar 2. Pada dasarnya, ukuran dari keberhasilan pembangunan kesehatan adalah terciptanya realitas penduduk yang sadar, mau dan mampu untuk hidup sehat (Nelwan 2009). Lalu, ## bagaimanakah kondisi penduduk Indonesia saar ini? Sudah sadar? Sudah mau? Kalau belum optimal berarti ada yang salah dalam konsep pembangunan kesehatan. Mengapa? Karena, secara konvensional, selama ini kecenderungan penyelenggara pembangunan kesehatan hanya berpikir untuk mengobati penduduk yang sakit. Hirarki upaya penyehatan penduduk difokuskan pada penguatan pelayanan medik. Melalui tingkatan-tingkatan pelayanan yang ada, yaitu primary (utamanya puskesmas), secondary (rumah sakit), dan tertiary health care (rumah sakit yang lebih sub spesialis). Untuk rumah sakit, sudah menjadi tugasnya untuk mengobati / melaksanakan pengobatan penduduk yang sakit. Namun penduduk yang berobat ke rumah sakit (kecuaii kasus-kasus gawat darurat) seharusnya melalui primary health care (utamanya puskesmas). Hanya kasus yang spesial yang dirujuk ke rumah sakit. Rumah sakit seharusnya tidak menerima pasien di poliklinik yang kasus penyakitnya rutin dan sederhana, misalnya batuk dan pilek. Primary health care pun harus mendorong kegiatannya jauh lebih Ke depan agar tidak banyak penduduk yang menjadi sakit. Dalam batas tertentu kalau sakit penduduk dapat melakukan self medication (lihat lagi Gambar 2). ## Gambar 2. Self Care sebagai Lini Terdepan Pemeliharaan Kesehatan Secondary/ Tertiary Medical Care Sumber: Nelwan (2009: Dimodifikasi) Edisi No. 55/XVIII/Juli-September/2009 H H E A E A L L T T H fc" l^ s r ' ^ s A Y T S T U s Level E and M Equity PANGAN 39 Banyak metode cara untuk menjadikan penduduk agar tidak jatuh sakit. Secara sederhana dan terbatas lingkupnya-pernah sukses di Indonesia-adalah lewat Posyandu. Lebih bagus lagi dengan pendekatan dan konsep dokter keluarga sebagai first point of contact untuk masyarakat yang terbukti berhasil di tempat-tempat yang memenuhi syarat (Santoso 2009). Konsep ini tidak dijelaskan rinci dalam tulisan ini, namun sebagai gambaran, seharusnya setiap keluarga memiliki "dokter-dokter pribadi" yang siap 24 jam mengedukasi, mendatangi rumah penduduk, dll, dengan sistem pembiayaan lewat asuransi yang dibayar dimuka/ (pre payment system). Self care pada dasarnya menganut filosofi community empowering (pemberdayaan masyarakat). Masyarakat yang terus diberdayakan akan menciptakan community partisipation (peran serta) masyarakat yang besar untuk menyehatkan diri, keluarganya dan lingkungan sekitarnya. Apabila community empowering yang membuahkan community participation berhasil dijalankan, maka dengan sendirinya jumlah penduduk yang sakit akan berkurang dengan sendirinya. Mencegah akan jauh lebih murah daripada mengobati. Sebagai ilustrasi, Amerika Serikat (AS) yang rata-rata satu orang penduduknya mengeluarkan 6 juta rupiah per bulan untuk belanja kesehatannya, tidak dapat mencapai status kesehatan yang diharapkan. Bandingkan dengan Indonesia yang penduduknya hanya mengeluarkan sekitar 20 ribu rupiah per bulan. Namun demikian, wWalaupun setiap penduduk USAAS membelanjakan uangnya sebanyak 280 kali lipat dari penduduk Indonesia dalam hal belanja kesehatannya per bulan,namun Barrack Obama mensinyalir mendapatkan fakta bahwa USAAS sedang ancaman menghadapi ancaman epidemi penyakit- penyakit kronis yang bersifat degeneratif, (penyakit yang diakibatkan lebih banyak karena gaya hidup yang salah) (Sutrisna 2003). Penyakit jantung, kanker, stroke, penyakit paru obstruktif menahun (lebih banyak karena rokok) dan diabetes akan terus mengancam belanja kesehatan penduduk USAAS kalau tidak ada upaya mencegahnya agar penyakit PANGAN 40 tersebut terjadi. Dan penyakit tersebut menyebabkan 2/3 dari seluruh kematian di AS USA per tahunnya. Indonesia, (berdasarkan riset kesehatan dasarpenelitian Depkes Rl 2008), menunjukkan angka yang mengagetkan, ternyata jumlah penyebab kematian akibat dari penyakit kronis degeneratif dan perannya dalam penyebab kematian sudah lebih tinggi dari penyakit infeksi (WHO 1998). Untuk pembelajaran berharga, USAAS dengan pendekatan pengobatan melalui belanja kesehatan yang luar biasa besarnya sudah mulai sadar dan bergeser untuk memperkuat aspek selfcare. Indonesia dengan belanja kesehatan yang jauh lebih kecil dibanding USA AS, saat ini sedang bersemangat untuk memprioritaskan program mengobati penduduk yang sakit. Semangat yang mulia dan dalam jangka pendek memang sangat menolong masyaraka, namun dengan anggaran negara yang masih memprihatinkan, proporsi budget yang besar di sektor pengobatan seringkali melupakan sektor pencegahan agar penyakit yang diobati prevalensinya dapat diturunkan. Oleh karena itu, harus direvitalisasikan lagi self care melalui penguatan lini terdepan pelayanan kesehatan agar terjadi proses partisipasi masyarakat untuk memelihara kesehatan dirinya. ## IV. PENUTUP Melalui pendekatan self care penyakit- penyakit yang tidak dapat disembuhkan (/rrevers/o/e)-misal penyakit ginjal yang membutuhkan cuci darah atau cangkok ginjal- dapat dicegah (WHO, 2009). Dengan upaya promosi kesehatan yang lebih masif dalam rangka mengoptimalkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat, maka sumber penyakit dapat diminimalkan, termasuk sumber penyakit yang berasal dari makanan. Khusus kaitannya dengan pangan sebagai media perjalanan penyakit, dengan self care, masyarakat memahamipaham persis makanan mana yang sehat/tidak sehat kalauboleh dimakan manusia atau tidak. Makanan mana yang "diduga" mengandung bakteri penyebab penyakit. Apa yang harus dilakukan? Apakah bakteri tersebut berbahaya? Pada kondisi apa Edisi No. 55/XVIIl'Juli-Septcmber/2009 bakteri tersebut berbahaya, (seperti kasus kontaminasi bakteri E. Sakazakii pada susu formula yang hanya membahayakan neonatus yang rentan saja). Dan masih banyak lagi yang ## DAFTAR PUSTAKA ## Depkes Rl. 2008. Riset Kesehatan Dasar. Badan Litbang Depkes Rl. Efsa. 2008. Summary Paper: Opinion of the Scientific Panel on Biological Hazards on the request from the Commission related to the microbiological risks in infant formulae and follow-on formulae. (Question N° EFSA-Q- 2003-111). www.efsa.eu.int Gupta, JP. 2009. Revitalizing Primary Healthcare. ## Revitalizing Primary Healthcare, Regional Consultation on Self care in the Context of PHC: Jan 7-9 Jan; Bangkok: WHO/SEARO . Idris, F. 2003. Model Kemitraan Antara Pemerintah dengan Dokter Praktik Swasta dalam Program Pemberantasan TB Strategi DOTS di Kota Palembang. Disertasi Doktor, PPS Ul. Idris. F. 2004. Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan, Bagian IKM IKP FK UNSRI. Idris, F. 2009. Berobat Gratis: Layakkah Jadi Political Act Kita? Gatra No. 10 Tahun XV; hal 58-59. Indocom. 2009. Berita-Umum : Tanggapan MenKes Mengenai Kontaminasi Enterobacter sakazakii Sungguh Mencengangkan. www.vet-indo.com Miriam, Friedemann. 2006. Enterobacter sakazakii in food and beverages (other than infant formula and milk powder) [monograph on the internet]. Bundesinstitut fur Risikobewertung (BfR). Federal Institute for Risk Assessment (BfR), Alt-Marienfelde 17-21, D-12277 Berlin, Germany, www.sciencedirect.com. Edisi No. 55/XVIII/Juli-September/2009 dapat dijawab dan direspon dengan tenang oleh masyarakat yang sudah diberdayakan kemampuan hidup sehatnya . Nelwan, I. 2009. Self Care in the Context of PHC. ## Revitalizing Primary Healthcare, Regional Consultation on Self care in the Context of PHC: Jan 7-9 Jan; Bangkok: WHO/SEARO. Obama. 2009. Barack Obama's Pain for a Healthy Amaerica: Lowering Healthcare Cost and Ensuring Affordable, High Quality Healthcare for All. www.obama.com. Santoso, D. 2009. 30 Menit Menuju Ginjal Sehat. Surabaya: JP Books. Sutrisna. 2003. Bahan Ajar Epidemiologi Lanjut, Program Studi Doktor FKM Ul. WHO. 1998. The Role of Pharmacist to Self-care and Self-medication, Geneva. WHO/SEARO. 2009. Revitalizing Primary Healthcare, Regional Consultation on Self care in the Context of PHC: Jan 7-9 Jan; Bangkok. ## BIODATA PENULIS : Fachmi Idris adalah Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ketua terpilih Confederation Medical Association Asia Oceania (CMMAO) dan Staf Pengajar Bagian IKM-IKK FK UNSRI. Menyelesaikan studi Doktor llmu Kesehatan Masyarakat, Program Pasca Sarjana Ul Tahun 2003.
c9da155c-771c-4e47-b729-1c3c67c568bf
https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/JIA/article/download/459/409
## PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK OLEH ORANG TUA : TINJAUAN PSIKOLOGI ISLAM Oleh : Ahmad Yani * Abstract : This paper attempts to discuss the things that can be done by parents in providing the religious education to their children in the period of childhood (age 0-12 years). Parents as primary educators in the family have a function and a strategic role in providing religious education to their children. Providing the religious education to children in family must be done by parents seriously because a child is a mandate given to parents from Allah Almighty. In providing religious eduation to children must go through the stages in accordance with the growth and the development of the children physically and mentally. Thus, providing religious education to their children in the period of childhood is very important. It will influence the character and personality of children for the future. Kata kunci: Pendidikan Agama, Anak-anak, Orang tua. ## Pendahuluan A gama merupakan suatu faktor terpenting dalam hidup dan kehidupan manusia, karena agama mampu memberikan makna, arti dan tujuan hidup dan kehidupan manusia itu sendiri. Sehubungan dengan agama sangat penting dalam hidup dan kehidupan seseorang maka penanaman nilai nilai ajaran agama itu harus dilaksanakan sedini mungkin. * Dosen Tetap Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam IAIN Raden Fatah Palembang Dalam kaitan dengan pendidikan agama pada anak, Islam menempatkan fungsi dan peran keluarga. Lembaga pendidikan dasar menurut Islam adalah keluarga dan menempatkan kedua orang tua sebagai pendidik utama dalam pendidikan dan menempati fungsi dan peran strategis dalam pembentukan nilai yang berhubungan langsung dengan keyakinan. Adapun sekolah sebagai lembaga perdidikan artifisialis, pada hakekatnya hanya merupakan perpanjangan dari tugas dan tanggung jawab keluarga. (Jalaluddin, 2004: 6 ) Dengan demikian pendidikan agama pada anak dalam keluarga merupakan hal yang serius untuk dilaksanakan. Anak adalah amanah yang dipercayakan Allah SWT kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tua bertanggungjawab untuk merawat, mengasuh dan mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang sehingga menjadi anak yang beragama, bertakwa, sehat jasmani dan rohani, cerdas, terampil, aktif, kreatif, sopan, penyayang, bertanggung jawab serta tanggap terhadap tatangan zaman karena. Selanjutnya menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat, dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama menyatakan bahwa perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0 – 12 tahun. Seorang anak yang pada masa anak itu tidak mendapat didikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama. (Daradjat, 1989:58-59). Dengan demikian pendidikan anak di usia dini atau masa anak-anak amat penting dan menentukan dalam mempengaruhi watak atau kepribadian anak selanjutnya. Pendidikan agama yang diberikan kepada anak-anak pada masa kecil, akan bersifat menentukan bagi kehidupan agama mereka dikemudian hari. Apabila seorang anak sudah menerima didikan agama sejak kecil yang diberikan dengan sabar dan teliti oleh orang tuanya, maka hal ini berarti bahwa anak tersebut telah dilengkapi dengan sesuatu kekuatan rohani untuk menghadapi pengaruh-pengaruh anti agama yang akan dijumpainya dikemudian hari. Betapa besar malapetaka yang akan menimpa kehidupan seorang anak pada masa pertumbuhan sampai menjadi dewasa, apabila sama sekali tidak diberikan pelajaran agama pada masa kecilnya. Sehubungan dengan itu Allah SWT telah mengingatkan kepada kita sebagai mana firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 9 yang artinya : “Dan hendaklah kamu merasa cemas bila meninggalkan anak-anakmu dalam keadaan lemah serta khawatir atas kesejahteraan mereka, dan bertakwalah kepada Allah, katakanlah perkataan yang mulia”. (Q.S An- Nisa’ : 9). Yang dimaksud dengan anak anak yang lemah dalam ayat ini adalah anak-anak yang lemah ilmunya, lemah fisiknya, lemah ketrampilannya, lemah ekonominya, lemah akhlaknya dan lebih parah lagi adalah lemah imannya. Dan akibat dari kelemah ini dapat disaksikan dalam kehidupan sehari-hari begitu maraknya kriminalitas, kezaliman dan kemaksiatan seperti perampokan, pembunuhan, perzinahan, pemerkosaan pelacuran, perjudian, penyalah gunaan obat/narkotika, minum-minuman keras, pergaulan bebas, prostitusi, pengguguran kandungan, timbulnya generasi yang menyia-nyiakan sholat dan jauh dari agama,semuanya itu karena lemahnya anak-anak kita. Oleh karena itu pendidikan agama sejak masa kanak-kanak sangat penting, jangan sampai orang tua melalaikan pendidikan anaknya. Kabanyakan anak jatuh dalam kerusakan disebabkan kesalahan orang tuanya yang tidak atau kurang memberikan perhatian untuk mendidik anaknya dengan ajaran-ajaran agama semenjak kecil, sehingga anak tidak dapat memberikan mamfaat kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu orang tua harus benar-benar memperhatikan masalah pendidikan anak terutama pendidikan agama kepada anak-anak mereka. Begitu pentingnya fungsi dan peran keluarga dalam menanamkan nilai-nilai agama pada anak, maka dalam artikel ini penulis mencoba untuk mengangkat masalah tentang usaha-usaha apa saja yang dapat dilakukan orang tua dalam rangka memberikan pendidikan agama pada anak pada masa anak-anak. Namun, sebelum membahas usaha-usaha tersebut, ada baiknya kalau saya bahas sedikit tentang masa anak-anak, perkembangan agama pada anak, dan sifat agama pada anak-anak. ## Masa Anak-anak Masa anak-anak dimaksudkan adalah masa sebelum remaja yaitu sebelum umur 12 tahun, dimana masa tersebut sebenarnya mengandung tiga periodesasi perkembangan yaitu : (1) Umur 0 – 2 tahun disebut masa JIA/Juni 2013/Th.XIV/Nomor 1/33-44 36 vital. (2) Umur 2 – 6 tahun disebut masa kanak-kanak. (3) Umur 6 – 12 tahun disebut masa sekolah. (Anshari,1991:68). Masa vital merupakan masa perubahan jasmani yang tercepat. Pada umumnya kalau anak itu normal dan sehat, maka selama enam bulan pertama bertamabah kurang lebih dua kali lipat dari berat badannya sewaktu lahir. Masa vital adalah masa dimana anak banyak membutuhkan pertolongan dari orang di sekitarnya dalam hal ini adalah orang tuanya. Usaha orang tua dalam memberikan pertolongan perlindungan kepada anak pada masa tersebut akan mempunyai pengaruh yang sangat besar sekali terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis anak dan juga pembentukan pribadi anak. Masa Kanak-Kanak merupakan perkembangan pisikis yang terbesar. Masa ini oleh Kohnstamm dinamakan masa esthetis dimana anak mengalami perkembangan pengamatan indera yang terbesar. Masa ini anak mulai sadar akan akunya dan mulai mengenal antara dirinya dengan orang lain. Masa ini juga oleh orang barat biasanya disebut masa Trotz atau disebut juga dengan individualisme yang pertama, yaitu suatu masa dimana anak menunjukan kecenderungan untuk berkeras kepala, suka menolak perintah atau saran-saran dari orang lain. Masa Sekolah yaitu dimana anak sudah mulai dianggap matang untuk mengikuti pelajaran di sekolah dasar, kalau anak tersebut perkembanganya normal. Adapun tanda-tanda kematangan itu antara lain : Pertama, Ada kesadaran terhadap kewajiban dan pekerjaan dan berkesanggupan untuk menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh orang lain kepadanya walaupun sebenarnya dia tidak menyukaianya. Kedua, Perasan sosial kemasyarakatan sudah mulai tumbuh dan berkembang dimana hal ini dapat terlihat di dalam pergaulan anak dengan teman-temannya dan saling bekerja sama. Ketiga, Telah memiliki perkembangan jasmani yang cukup kuat dalam rangka melaksanakan kewajiban dan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Keempat, Telah memiliki perkembangan intelek yang cukup besar hingga memiliki minat, kecekatan dan pengetahuan. (Anshari,1991: 68-69) ## Perkembangan Agama Pada Masa Anak Rasa keagamaan yang dimiliki oleh anak-anak mengalami adanya perkembangan seiring dengan terjadinya perkembangan pada diri mereka secara menyeluruh. Manusia sebagai satu kesatuan, maka satu bagian tidak akan bisa dipisahkan dengan bagian yang lainnya. Perkembangan manusia bukan merupakan proses yang berdiri sendiri terlepas dari bagian yang lain, tetapi merupakan rentetan yang tidak putus dan saling terkait dalam satu mekaniske saling mempengaruhi. Sehubungan dengan perkembangan agama pada anak-anak. Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat, perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0 – 12 tahun. Seorang anak yang pada masa anak itu tidak mendapat didikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama. (Darajat, 1976: 58-59). Dari pernyataan Prof. Dr. Zakiah darajat tersebut dapat dipahami bahwa perkembangan agama seseorang itu sangat dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dahulu. Seorang anak yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa dewasanya nanti anak tersebut tidak akan merasakan pentingnya agama dalam kehidupanya. Sebaliknya bila seorang anak yang diwaktu kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, mendapatkan didikan agama dari orangtuanya karena orangtuanya mengetahui agama, lingkungan sosial dan teman-temanya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama secara sengaja dirumah, sekolah dan masyarakat, maka anak tersebut pada masa dewasanya nanti akan dengan sendirinya mempunyai kecendrungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama. Ia terbiasa menjalankan ibadah, senantiasa beramal sholeh, dan takut melakukan hal-hal yang dilarang agamanya. Sehingga ia merasakan betapa pentingnya agama dalam kehidupanya dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama. Selanjutnya dalam buku Psikologi Agama yang disusun oleh Prof. Dr. Jalaluddin menyebutkan bahwa menurut penelitian Ernest JIA/Juni 2013/Th.XIV/Nomor 1/33-44 Harms dalam bukunya Development of Religious on Children perkembangan agama anak-anak itu melalui tiga fase atau tingkatan, yaitu : Pertama, The Fairy Tale Stage ( Tingkat Dongeng). Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3 – 6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agamapun anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal. Kedua, The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan).Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lain. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat. Ketiga, The Individual Stage (Tingkat Individu). Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu :(1) Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar. (2) Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan). (3) Konsep ke- Tuhanan yang bersifat humanistic. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh factor intern yaitu perkembangan usia dan factor ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya. (Jalaluddin,1996:66-67) ## Sifat Agama Pada Anak-Anak Memahami kosep keagamaan pada anak berarti memahami sifat agama pada anak-anak. Sesuai dengan ciri yang mereka miliki, maka sifat agama pada anak-anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on outhority. Ide keagamaan pada anak hampir sepenuhnya autoritarius, maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka. Hal tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah melihat, mempelajari dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa, guru dan orang tua mereka tentang segala sesuatu termasuk ajaran agama. Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang mereka pelajari dari orang tua maupun guru mereka. Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa walaupun ajaran itu belum mereka sadari sepenuhnya mamfaat ajaran tersebut (Jalaluddin dan Ramayulis, 1993: 35). Berdasarkan hal tersebut, maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas : (1) Unreflective (kurang mendalam atau tanpa kritik). Anggapan anak terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang-kadang kurang masuk akal. Meskipun demikian pada beberapa orang anak terdapat mereka yang memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang pendapat yang disampaikan kepadanya. (2) Egosentris. Anak-anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya. Semakin tumbuh semangkin meningkat pula egoismenya. Sehingga dalam masalah keagamaanpun anak memandang dari egonya sendiri. Seorang anak yang kurang mendapat kasih sayang dan selalu mengalami tekanan yang berat akan mengalami gangguan pertumbuhan keagamaannya dan bersifat negative terhadap ajaran agamanya. Sebaliknya anak yang mendapat kasih saying dari orang tuanya biasanya positif sikapnya terhadap ajaran agama. (3) Anthromorphis. Pada umumnya konsep anak mengenal Tuhan berasal dari pengalamannya dikala ia berhubungan dengan orang lain, oleh karena itu Tuhan sering diimajinasikan oleh anak seperti JIA/Juni 2013/Th.XIV/Nomor 1/33-44 layaknya manusia. Pada penelitian Praff, pada anak yang berusia 6 tahun menunjukan pandangan anak tentang Tuhan adalah sebagai berikut : Tuhan mempunyai wajah seperti manusia, telinganya lebar dan besar. Tuhan tidak makan hanya minum embun. Konsep ke-Tuhanan yang demikian itu mereka bentuk sendiri berdasarkan fantasi masing-masing. (4) Verbalis dan Ritualis. Dari kenyataan yang kita alami, ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-mula dari sebab verbal (ucapan). Mereka menghapal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan berdasarkan pengalaman mereka menurut tututan yang diajarkan kepada mereka. Menurut suatu penelitian kedua hal ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan agama anak itu di masa dewasanya. Bukti menunjukan bahwa banyak orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa kanak-kanak mereka. Latihan-latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat ritualis (praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu ciri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak. (5) Imitatif. Para ahli ilmu jiwa menganggap bahwa dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung. Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak. Bila kita amati ternyata dalam kehidupan sehari hari tindakan keagamaan yang dilakukan anak-anak pada dasarnya mereka peroleh dari meniru. Berdoa, sholat, puasa, berwuduk misalnya mereka laksanakan karena hasil melihat dan meniru perbuatan di lingkungannya, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. ( 6) Rasa Heran. Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada anak. Namun rasa heran dan kagum pada anak ini belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal sesuatu yang baru (new experience) . Rasa kagum ini dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub yang mampu mengajak anak mengenal Allah SWT secara lebih baik. ( Jalaluddin dan Ramayulis, 1993: 35-38) ## Hal-Hal Yang Dapat Dilakukan Orang Tua Dalam Pendidikan Agama Pada Anak Orang tua mempunyai peranan penting dalam pendidikan dasar- dasar keagamaan terutama dalam mengarahkan, melatih dan membiasakan kelakuan-kelakuan keagamaan. Orang tua adalah pusat kehidupan rohani si anak. Apa yang dipercaya oleh anak tergantung kepada apa yang diajarkan kepadanya oleh orang tua di rumah. Hal ini selaras dengan sabda nabi Muhammad saw, tidaklah dilahirkan seorang anak, melainkan dengan fitrah, maka orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi (Zaini, 1982: vi). Dengan demikian orang tua harus benar-benar menyadari bahwa dirinya mengemban amanah dari Allah,SWT untuk mendidik anak-anaknya menjadi manusia yang berguna dan berakhlak baik dalam hidupnya. Dalam rangka pendidikan agama pada anak-anak pada periode masa anak-anak, hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh orang tua, antara lain : Pertama , pendidikan agama sebaiknya dimulai sejak dini, bahkan sejak sebelum anak lahir. Islam mewajibkan anak-anak diperhatikan sejak mereka berada dalam kandungan dengan cara memeliharanya sebaik mungkin, tidak menyakiti dan menggugurkannya. Hal ini untuk menjaga kemuliaan dan kehormatan anak. Membunuh anak dengan alasan apapun diharamkan. “Janganlah kamu membunuh anak- anak kamu karena takut akan kemiskinan, Kami (Allah) akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka” ( Q. Al An’Aam: 151). Ini berarti bahwa sebelum anak lahir orang tua telah bersiap untuk mendidik anaknya menjadi manusia yang bertakwa. Kedua , begitu anak lahir, Rasulullah memberi peunjuk agar orang tua mengucapkan adzan di telinga kanan dan qomat di telinga kiri anaknya, selanjutnya setelah usia anak 7 hari atau 14 hari atau 21 hari, anak tersebut diberi nama dengan nama yang baik, dicukur rambutnya dan disembelihkan aqiqah, yaitu dua ekor kambing atau biri-biri untuk pria dan satu ekor untuk bayi perempuan (Said, 1994:93). Ketiga , memberikan air susu ibu kepada anak, sebaiknya selama dua tahun penuh. Firman Allah, ”Para ibu hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingn menyempurnakan penyususannya. . .” (Q.S.Al Baqoroh : 233). Keempat , memberi makan dan minum dengan makanan dan minuman yang halal dan baik (halalan-thayyiban) . Ini sangat penting, JIA/Juni 2013/Th.XIV/Nomor 1/33-44 42 karena menurut ajaran Islam, makanan dan minuman bukan hanya berkaitan dengan pertumbuhan phisik anak akan tetapi berkaitan juga dengan perkembangan jiwa dan kepribadiannya (Q.S. Al Baqorah : 168 dan 172). Kelima , memelihara, merawat anak-anak dengan kasih sayang serta mendidiknya sampai mereka dewasa. Pendidikan bagi anak merupakan proses manusia sejak kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan termasuk ilmu agama yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, dimana hal ini menjadi tanggung jawab orang tua menuju pendekatan diri kepada Allah SWT, sehingga menjadi manusia sempurna. Karena semuanya itu merupakan hak anak menurut ketentuan Islam. Keenam, Orang tua harus memberi contoh atau suri teladan yang baik, keadaan orang tua dalam kehidupan mereka sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembiaan kepribadian anak. Sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang memiliki sifat imitatif (meniru), maka dengan memberi contoh dan suri tauladan yang baik, anak akan meniru perbuatan tersebut, hingga menjadi kebiasaan yang melekat dalam tingkah laku anak.Contoh dan suri tauladan akan jauh lebih baik dan lebih membekas pada diri anak dari pada sekedar bahasa lisan, bahasa perintah atau larangan. Dengan contoh dan suri tauladan yang baik dari orang tua maupun saudaranya akan mempercepat proses tumbuhnya jiwa keagamaan pada diri anak. Ketujuh, membiasakan anak dengan tingkah laku keagamaan dalam kehidupan sehari-hari dirumah tangga misalnya: berlaku taat pada orang tua, mengajak anak melaksanakan sholat, menbaca al-qur’an, bersikap lemah lembut dan sopan, jujur dan bertanggungjawab, menunjukan pandangan hormat dan rasa segan pada orang tua, membiasakan anak berlaku adil tentunya dengan memberikan contoh perlakuan adil terhadap mereka. Sehubungan dengan mengajarkan praktek-praktek keagamaan sedini mungkin, Rasulullah Saw bersabda : “Apabila seorang anak sudah mampu membedakan tangan kanan dengan tangan kirinya, suruhlah dia mengerjakan sholat” (HR.Abu Daud). Selanjutnya Rasulullah bersabda pula : “Suruhlah anak-anakmu mengerjakan sholat jika sudah berusia tujuh tahun dan pukulah jika meninggalkannya pada usia sepuluh tahun”. (HR.Jama’ah). Kedelapan , bila anak berbuat baik maka kita harus memberikan pujian dan sebaliknya bila anak melakukan kesalahan atau berbuat jelek kita harus memberinya arahan atau nasehat. Sebaiknya hindari ganjaran atau hukuman berupa pukulan, kalaupun harus dilaksanakan jangan sampai berlebih-lebihan. Hukuman yang berupa pukulan hendaknya jangan dilakukan pada muka, kepala atau bagian badan lainnya kecuali tangan dan kakinya saja. Hukuman yang dijatuhkan berdasarkan atas perbuatan dan tujuannya adalah sebagai tindakan pencegahan dan bukan sebagai pembalasan. Kesembilan , Semakin besar anak, semakin bertambah fungsi agama baginya, misalnya pada umur 10 tahun ke atas, agama mempunyai fungsi moral dan sosial bagi anak. Anak akan gembira untuk ikut aktif dalam upacara dan kegiatan keagamaan, misalnya sembahyang berjamaah dan belajar mengaji bersama di masjid atau musholla, ikut membantu dalam pengabdian sosial keagamaan seperti membagi zakat fitrah dan daging kurban. Dengan demikian anak akan menyadari bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari nilai-nilai pribadi atau nilai-nilai keluarga. Anak akan mengerti bahwa agama bukan kepercayaan pribadi atau keluarga, akan tetapi kepercayaan masyarakat. Maka sembahyang yang berjamaah, pergi ke masjid beramai-ramai, dan ibadah sosial sangat menarik bagi anak. Anak akan merasakan bahwa ia dan masyarakat dihubungkan melalui kepercayaan kepada Tuhan dan ajaran agama, maka anak akan menerima ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum agama agar ia dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat. Pertumbuhan agama itu tidak terjadi sekaligus matang, akan tetapi melalui tahapan-tahapan pertumbuhan, yang merupakan tangga yang dilaluinya satu persatu, dari keluarga, sekolah dan akhirnya masyarakat (Daradjat, 1989:114). ## Simpulan Orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga memiliki fungsi dan peran strategis dalam memberikan pendidikan agama pada anak. Pendidikan agama pada anak sangat penting dilaksanakan oleh orang tua sejak anak usia dini atau masa anak-anak (0-12 tahun). Seorang anak yang pada masa anak itu tidak mendapat didikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama dan akan jatuh dalam kerusakan. Oleh karena itu orang tua harus benar-benar memperhatikan masalah pendidikan anak terutama pendidikan agama JIA/Juni 2013/Th.XIV/Nomor 1/33-44 44 kepada anak-anak mereka dengan cara mengarahkan, melatih dan membiasakan kelakuan-kelakuan keagamaan melalui contoh dan suri tauladan yang baik. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam pendidikan agama pada anak telah disajikan diatas. Semoga tulisan ini ada mamfaatnya, meskipun pasti ada kekeliruan dan kesalahan disana- sini. ## REFERENSI Anshari, M.Hafi. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agana. Surabaya, Usaha Nasional. Daradjat, Zakiah. 1989. Ilmu jiwa Agama . Jakarta, Bulan Bintang. Departemen Agama RI. 1998. Al Qur’an dan Terjemahannya (Ayat Pojok Bergaris). Semarang, Asy Syifa’. Jalaluddin & Ramayulis. 1993. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta, Kalam Mulia. Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada. ________. 2004. ”Pembentukan Sistem Nilai Dalam Pendidikan Islam”. dalam Conciencia: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.IV, No.1, Juni Said, A.Fuad. 1994. Kurban dan Akikah Menurut Ajaran Islam. Jakarta, Pustaka Al-Husna. Zaini, Syahminan. 1982. Arti Anak Bagi Seorang Muslim. Surabaya, Al- Ikhlas. *****
13fb4c16-157a-4334-b7db-147a02a9211c
https://jurnal.inkadha.ac.id/index.php/kariman/article/download/27/27
## STRATEGI PERGURUAN TINGGI ISLAM DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN ## MENGHADAPI TANTANGAN ERA GLOBAL ## Hafid 1 ## Abstract Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berbasis pedesaan dalam era global tetap eksis menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Akan tetapi pondok pesantren membuka diri dengan sistem pendidikan klasikal modern sudah mulai menghadapi problema-problema. Termasuk perkembangan yang terakhir dengan pendirian perguruan tinggi Islam. Satu sisi menguntungkan pada pondok pesantren dengan dinamika itu, dan sisi yang lain membutuhkan strategi kongkrit agar pondok pesantren tidak kehilangan jati dirinya. Keberadaan kedua lembaga yakni pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam memiliki perbedaan mendasar tetapi saat ini sudah mulai saling berdekatan dan saling membutuhkan. Perguruan tinggi Islam memiliki keunggulan rasionalitas dan pondok pesantren menekankan pada aspek spiritual dan lemah secara intelektual. Sinergi keduanya akan membentuk sebagai fenomena pascamodern. ## Pendahuluan Dinamika tehnologi yang terus merambah ke bermacam sektor kehidupan manusia, seperti sektor telekomunikasi, transportasi, informasi, dan komunikasi telah menyulap dunia ini seperti desa yang kecil. Hingga saat ini isu globalisasi masih didominasi oleh 3-T yakni: 1 Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) al-Karimiyah Sumenep 2 | Kariman , Volume 02, No. 02, Tahun 2014 telekomunikasi, transportasi dan tourism . Ketiganya bebasis informasi dan teknologi modern dan terus mempengaruhi perubahan sendi-sendi kehidupan. Setiap peristiwa baru dari pojok-pojok desa terpencil jagad raya ini informasinya dapat terakses saat ini juga dengan media komunikasi HP, email, facebook, twitter, siaran tv, radio dan sederet media informasi lainnya. Gemuruh globalisasi tiada henti mendorong perubahan kehidupan manusia dalam berbagai aspeknya. Perubahan yang tidak dapat terelakkan lagi baik perubahan ke arah positif maupun arah negatif. Yang menjadi kerisauan umat Islam manakala perubahan itu berdampak negatif dalam pandangan Islam tidak terkecuali pada komunitas pondok pesantren yang di dalamnya jutaan generasi muda Islam yang belum terkontaminasi pemikiran apapun. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia kiprahnya dalam membangun bangsa dan negara tidak bisa dianggap kecil. Pondok pesantren dalam perjalanannya senantiasa menghadapi problema sistem dan eksistensi pendidikan yang akan dan sedang dilaksanakan. Semisal pada zaman penjajahan Belanda selama kurang lebih 350 tahun di bumi tercinta ini, pesantren berkembang di luar jangkauan kacamata kolonial. Eksistensi pondok pesantren menjadi istimewa karena menjadi lembaga alternatif dari pendidikan yang dikembangkan kaum kolonial yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang-orang pribumi dan antek-antek penjajah. Pondok pesantren menjadi tempat berlabuh umat Islam yang termarjinalkan secara pendidikan dan politik sebagai konsekwensi diskriminatif penjajah yang tidak berprikemanusiaan. Otonomi pesantren sebagai salah satu ciri karena pondok pesantren itu milik kiai dan masyarakat membuat pesantren menolak setiap otoritas yang datangnya dari luar. Apalagi hal tersebut sangat kontraproduktif dengan ajaran Islam yang menjadi roh pesantren sehingga tidak lapuk dimakan hujan atau tidak lekang oleh terik matahari. Pondok pesantren tidaklah apatis terhadap modernitas karena pada dasarnya modernitas itu bersifat global dan bukan monopoli Kariman , Volume 02, No. 02, Tahun 2014 | 3 kelompok tertentu. Artinya pondok pesantren tadisional yang modern adalah sebuah kekuatan yang luar biasa. 2 Dengan kondisi semacam itu, pesantren mampu menyaring setiap nilai-nilai kehidupan dalam multidimensinya karena hanya berpegang teguh dengan satu nilai yaitu ajaran Islam - ahlussunnah wal jama’ah yang damai dan bermatabat dalam setiap langkah dan kebijaksanaannya. Pendidikan pondok pesantren senantiasa menawarkan pola pendidikan dengan orientasi keilmuan, ketaqwaan, dan kemandirian. Dengan batasan elementer, yakni pemisahan kehidupan dengan masyarakat yang lebih besar, konsepsi-konsepsi yang khas tentang barokah, hubungan guru-murid, transmisi keilmuan, dan karakteristik- karakteristik lainnya, pesantren jelas sebuah subkultur. 3 Pola pendidikan yang memberikan keseimbangan antara pemenuhan lahir dan batin. Oleh karena itu, kehidupan dalam pondok pesantren adalah satu-satunya penekanan bagaimana santri-santri itu menjadi muttaqin, berkarakter dengan akhlakul karimah dan selalu menyiapkan diri untuk berdikari agar mereka dalam menjalani hidup yang penuh problema dan misteri tidak menggantungkan sesuatu kepada orang lain, kecuali kepada Allah. Memang, hingga saat ini pondok pesantren tidak menjanjikan semacam promise of job bagi stiap santrinya (alumni yang terjun ke masyarakat) . Isu globalisasi berpangkal dari modenisasi. Dalam menyikapi laju globalisasi yang cukup pesat bahkan jauh sebelum isu globalisasi menjadi materi perbincangan, pondok pesantren sejatinya tidak saja eksis tetapi juga telah memberi solusi alternatif secara aktual, faktual dan kontekstual. Pondok pesantren hingga saat ini bahkan mungkin hingga akhir zaman nanti akan tetap eksis dan berdiri kokoh walau terpaan badai modernisasi menghantam dari segala arah. Ini sesuai dengan konsep modernisasi di Indonesia yang tampaknya ada kemauan keras 2 KH. Said Aqil Siraj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi (Bandung, Penerbit Mizan, 2006) hal. 202 3 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren . Pengantar Penyunting oleh: Hairus Salim H.S. ( Yogyakarta, LKiS, 2001) hal. xiii bahwa modernisasi tidak identic dengan westernisasi (di Barat) yang telah menghasilkan sekularisasi. 4 Dalam rangka menyikapi modernisasi dan globalisasi pilihan pondok pesantren pada dunia pendidikan dalam segala jenis dan tingkatannya ternyata menjadi sarana paling efektif dalam menegakkan tonggak pemerataan penyebaran ajaran Islam dan stabilitas tradisi yang dimiliki pondok pesantren itu sendiri kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa ada pengecualian. Seiring perjalanan waktu pondok pesantren terus mengembangkan bidang-bidang pendidikannya hingga yang terakhir adalah pendirian perguruan tinggi. KH Sahal Mahfud 5 menulis bahwa bila pembahasan dikhususkan pada keberadaan perguruan tinggi di pondok pesantren permasalahannya menjadi rumit. Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan yang mempunyai titik tekan berbeda dengan perguruan tinggi, yaitu: 1. Perbedaan visi dan posisi kedua institusi pendidikan itu sangat mempengaruhi pola, sistem, dan pandangan hidup masing-masing, yang selanjutnya menentukan prospek lembaga itu. 2. Pondok pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin, lembaga tarbiyah, lembaga sosial, gerakan kebudayaan dan bahkan sebagai kekuatan politik memiliki landasan filosofis yaitu teologi dan religiusitas yang berposisi substansial dan bersifat menyeluruh. 3. Pondok pesantren aksentuasinya lebih pada pendidikan dan tidak berorientasi langsung pada pada lapangan kerja. Seluruh proses belajar santri berpusat pada pengenalan, pengakuan, kesadaran akan keagungan Allah SWT dan akhlakul karimah yang terkait secara dialektis, kohesif dan terus menerus dengan seluruh mekanisme belajar para santri. 4 Dr. A. Qadri Azizy, MA, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam, Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003) hal. 10 5 KH Sahal Mahfud, Nuansa Fiqh Sosial (Yogyakarta, LKiS, 2007) hal. 304 4. Perguruan tinggi cenderung pada pragmatisme dan orientasi keduniaan, dengan menempatkan teologi dan religiusitas pada posisi instrumental dan merupakan bagian saja. 5. Perguruan tinggi aksentuasinya lebih pada pengajaran dan berorientasi langsung pada lapangan kerja sesuai pesanan industri atau paling tidak mengantisipasi keperluan industrialisasi. Perguruan tinggi membatasi diri sebagai institusi keilmuan dan intelektual dan tidak bertanggung jawab langsung dalam soal moral dan pembinaan akhlakul karimah. ## Motivasi Pondok Pesantren dalam Pendirian Perguruan Tinggi Pondok pesantren dengan laju perkembangan pendidikannya hingga yang terakhir adalah lembaga perguruan tinggi dimaksudkan untuk semakin mempermudah dalam menunjang dan memperkuat pondok pesantren dalam menyemaikan ajaran-ajaran Islam yang dapat menjadi benteng atau paling tidak sebagai filter dalam menghadapi modernisasi dan globalisasi. Mengapa kelahiran perguruan tinggi senantiasa menjadi harapan dan dambaan masyarakat? Pertanyaan ini layak diajukan karena hingga saat ini keberadaan perguruan tinggi di lingkungan pondok pesantren pertumbuhannya cukup membanggakan dengan kuantitas mahasiswa- mahasiswi ytang menakjubkan. Pondok pesantren telah menela’ah pentingnya sebuah terobosan sekaligus perubahan guna mengimbangi persaingan yang semakin lama semakin ketat. Salah satu persaingan adalah dengan keberadaan lembaga-lembaga pendidikan non pesantren yang tumbuh bagai jamur di musim penghujan. Perguruan tinggi yang bernuansa umum terus mengincar setiap siswa-siswi lulusan SMA ataupun MA dari pondok pesantren. Akan tetapi yang sangat memprihatinkan manakala siswa-siswi dari pondok pesantren itu tidak bisa melanjutkan dengan argumentasi keterbatasan ekonomi orang tua yang mayoritas dari desa-desa terpencil. Ini tentu saja menciptakan kemacetan laju perkembangan pendidikan anak-anak lulusan lembaga SMA-MA dari pondok pesantren. Walaupun industrialisasi yang sudah tumbuh pesat ternyata masih menyisakan tumbuhnya kemakmuran di pedesaan dalam kondisi terseok-seok dan tidak seimbang dengan tuntutan kehidupan yang semakin meningkat. Masyarakat untuk mendapatkan pendidikan perguruan tinggi di luar lembaga pendidikan yang dikelola pondok pesantren sangat ditentukan oleh status social. Inilah konsekwensi lembaga pendidikan yang nyaris seperti industri jasa. Kesempatan sebagian masyarakat mendapatkan dan menikmati pendidikan adalah karena kemampuan mereka membayarkan uang jasa kepada pihak pengelola perguruan tinggi itu dengan pembiayaan yang cukup tinggi. Maka kesenjangan pendidikan yang disebabkan faktor ekonomi sudah menjadi lagu lama bagi setiap orang-orang miskin atau orang-orang yang dimiskinkan dengan irama yang hampir memecahkan gendang telinga. Maka pendirian perguruan tinggi oleh pondok pesantren sebagai jawaban atas masukan, saran-saran dan harapan walisantri dan masyarakat sekitar agar anak-anak mereka ikut melanjutkan dan merasakan jenjang pendidikan di perguruan tinggi. Inilah sebuah perubahan positif yang terus memerlukan upaya pembenahan- pembenahan oleh pondok pesantren. Seperti pembukaan prodi sesuai keinginan dan kebutuhan pasar. Perguruan tinggi di pondok pesantren dituntut untuk menyediakan akses dan peluang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan tinggi dalam perspektif belajar seumur hidup. Sehingga tidak ada lagi seorangpun yang terabaikan hak dan peluangnya untuk memperoleh pendidikan tinggi. ## Upaya Meningkatkan Kompetensi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal (19) menyebutkan bahwa pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Dan pada pasal 24 ayat (2) Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, berbunyi bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. Berkenaan dengan pendanaan, ayat (3) berbunyi perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik. Perguruan tinggi sesuai Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1990 adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Dalam PP tersebut dikemukakan bahwa pendidikan tinggi: a) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau kesenian. b) Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memerkaya kebudayan nasional. Perguruan tinggi yang aksentuasinya lebih dititikberatkan pada pengajaran dan membatasi diri sebagai institusi keilmuan dan intelektual memang menjadi kebutuhan masyarakat memasuki era global. Aneka ragam ilmu pengetahuan bukan saatnya lagi untuk dipilah-pilah dalam mempelajarinya. Selama mungkin dapat dipelajari mengapa harus diabaikannya? Seakan-akan ilmu saat ini sedang “dituangkan” pada umat manusia melalui tehnologi internet yang dapat menyiapkan ribuan data bahkan jutaan data sesuai dengan kebutuhan masing-masing orang. Sejarah perdaban manusia tidak lain adalah sejarah pendidikan. 6 Oleh karena itu pendidikan adalah bagian dari hidup manusia yang tidak pernah terpisahkan. Tanpa pendidikan manusia tidak akan mampu mengembangkan potensi terpendam yang ada pada dirinya sebagai pembeda mahluk manusia dengan lainnya. Sabda Nabi Muhammad 6 M Imam Zamroni, Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi . Editor: Imam Machali & Musthofa (Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2004) hal. 203 saw. : “Carilah Ilmu sejak lepas dari buaian ibu hingga sampai ke liang lahat.” Ada 2 jenis pengetahuan: Pengetahuan biasa ( knowledge ) dan pengetahuan ilmiyah ( science ). 7 Pengetahuan bisa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindera dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya. Sedangkan pengetahuan ilmiyah merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu tetapi dengan memperhatikan obyek yang ditelaah, cara yang digunakan, dankegunaan pengetahuan tersebut. Dengankata lain, pengetahuan ilmiyah memperhatikan obyek ontologis, landasan epistemologis dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri. Ilmu yang diajarkan dan dikembangkan di perguruan tinggi adalah ilmu pengetahuan ilmiyah ( science ). Orang-orang yang diangkat derajatnya disisi Allah SWT adalah orang-orang yang memilki ilmu pengetahuan ilmiyah ( science ) yang menurut al-Qur’an surah al- Mujadalah: 11 dengan syarat orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. Secara umum lahirnya pergguruan tinggi Islam di Indonesia merupakan upaya untuk melengkapi segi-segi tertentu dalam pendidikan keagamaan yang tidak tersentuh oleh pendidikan pondok pesantren, boleh jadi karena tafaqquh fiddin yang dikembangkan di pondok pesantren masih sangat kental dengan corak klasik. Konsep-konsep klasik masih memerlukan sentuhan-sentuhan tertentu untuk bisa menjadi sebuah sistem yang praktis dan relevan dengan realitas masyarakat, khususnya pada tingkat elite. Karena orang-orang pondok pesantren pun menyadari bahwa ada beberapa kekuarangan pada diri mereka untuk tampil sebagai peminpin yang bisa memberikan warna hingga tingkat nasional. Orang-orang pondok pesantren bisa menjadi 7 Ensiklopedi Islam jilid 2 (Jakarta; Ichtiar Baru Van Horve, 1997) hal. 201 Kariman , Volume 02, No. 02, Tahun 2014 | 9 pemimpin masyarakat secara kultural, tapi mereka belum terbukti memimpin masyarakat pada wilayah struktural. 8 ## Prasarat Melanjutkan Tongkat Estafet Lembaga Pendidikan Islam Kalau kita menengok sejarah, bahwa aspirasi umat Islam dalam pengembangan perguruan tinggi Islam pada mulanya didorong oleh beberapa tujuan, yaitu: a) Untuk melaksanakan pengkajian dan pengembangan ilmu-ilmu agama Islam pada tingkat yang lebih tinggi secara lebih sistematis dan terarah; b) Untuk melaksanakan pengembangkan dan peningkatan dakwah Islam; dan c) Untuk melakukan reproduksi dan kaderisasi ulama dan fungsionaris keagamaan, baik pada kalangan birokrasi negara maupun sektor swasta, serta lembaga-lembaga sosial, dakwah, pendidikan dan sebagainya. Kalau kita melihat kepada perkembangan pendidikan Islam, ijazah sangat penting khususnya bagi calon-calon didik dan telah ada pada masa perkembangan pendidikan Islam klasik. 9 Hal demikian dilakukan sebagai legetimasi terhadap keilmuan yang dimiliki oleh seseorang. 10 Dari ijazah itu untuk mengukur tentang kapasitas keilmuan dan hak yang harus diberikan kepada seseorang. Walaupun sementara dalam dunia pendidikan Islam lebih mengedepankan keikhlasan dalam mengajar. Sementara ciri dari pendidikan pragmatis yang dianggap lahir dari rahim Barat dalam pendidikan yang dikelola lembaga pondok pesantren bukan menjadi tujuan utama dan pertama. 8 Buletin Sidogiri, Aktual & Salaf dalam artikel “Pesantren – IAIN di Ambang Cerai” (Edisi 54. Tahun VI. Ramadhan 1431) 9 George Makdisi, Magisterium and Academic Freedom in Classical Islam and Mediecal Christianity, in Islamic Law and Jurisprudence: Studies in Honor of Farhat J. Ziedah, ed. Nocholas Heer (Seatle: University of Washington Prees, 1990) hal. 117-133. 10 Mengutip tulisannya Makdisi “… long before the licentia docendi appeared in the medieval Christian university, it had already developed in Islam, with the same designation, expressed in Arabic, word to word: ijazat al-tadris, permission to teach ”. Ibid, hal. 118. Pemberian gelar dari perguruan tinggi almamaternya bagi seseorang menjadi sangat penting karena dianggap akan mempermudah membuka akses dan mengangkat derajatnya. Sehingga ijazah perguruan tinggi sering dianggap sebagai benda “keramat” yang mampu mengubah nasib pemiliknya dari penganggur menjadi pekerja, dari semula kekurangan menjadi berkecukupan. Dengan adanya program pemerintah dalam bentuk sertifikasi guru dan dosen sesuai amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maka prguruan tinggi yang ada di lingkungan pondok pesantren diserbu oleh alumninya dan masyarakat umum. Memang awalnya mereka mungkin tertarik dengan program sertifikasi tersebut yang salah satu persyaratanya bagi sertifikasi guru harus lulusan Strata 1. Namun pada akhirnya seperti yang diinginkan Undang-Undang tersebut agar guru atau dosen menjadi tenaga profesional dalam menjalankan tugasnya sejalan dengan pasal 6 undang-Undang itu. “Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang emokratis dan bertangungjawab.” ## Tantangan Perguruan Tinggi Islam di Lingkungan Pesantren Bahwa umat Islam sesuai dengan missinya memiliki tanggung jawab untuk berperan aktif menyelamatkan peradaban era global. Tanggung jawab untuk menegakkan kehidupan yang berakhlakul karimah yang transidental berdasarkan solidaritas dan persahabatan universal. Pesantren di era global ini perlu sikap ketegasan diri tanpa terpengaruh gelombang modernisasi. Banyak orang menduga, pondok pesantren akan gagal memasuki era modernisasi karena tidak memiliki semacam etika yang menunjang ideologi modernitas. Sentuhan modernisasi pada pondok pesantren mengakibatkan santri-santrinya urban oriented. Santri-santri yang biasa mengaji dan mengkaji kitab-kitab klasik kitab menjadi lebih ideal membaca buku-buku terjemahan. Santri-santri yang senang melakukan gotong royong dan belas kasih menjadi individualisme dan egoisme, para santri yang cenderung berorientasi ke desa menjadi lebih berharap tinggal di kota mencari model penghidupan baru. Demikian pula sebagian santri, karena tergoda kemajuan teknologi, bertambah tuntutan biayanya di samping untuk sekolah seperti kebutuhan belanja harian dan buku serta peralatan tulis lainnya, sepertinya wajib memiliki HP dengan argumentasi untuk komunikasi dengn teman akan semakin menambah beban orangtua dengan pembelian pulsa secara rutin. Dampak negatif teknologi modern menawarkan informasi dan komunikasi bebas lintas benua, lintas negara, menerobos sebagai pelosok perkampungan di pedesaan dan menyelusup di gang-gang sempit di perkotaan, melalui media audio, audio visual,. Efeknya pun lebih dahsat, kalau penggunaannya tidak tepat, HP bisa mengganggu konsentrasi belajar siswa, di samping gangguan teknologi media canggih lainnya seperti face books, blogg, game on line dan situs-situs internet lainnya yang secara pelan-pelan membunuh tumbuh kembangnya kreatifitas anak tersebut. Kemunculan teori human capital pada decade tahun 1960-an yang dipelopori Theodore Schultz (1961) dan Gary Becker (1964) sebagaimana dikutip Amich Alhumani, 11 telah mengubah dasar-dasar teoritis dalam pemikiran pendidikan. Dalam teori dan pemikiran klasik pendidikan sebagai wahana untuk membangun dan melahirkan manusia bijak, berbudi dan berpengetahuan agar dapat memenuhi kewajibannya dan tanggung jawab sebagai warga Negara. Sedangkan dalam teori dan pemikiran modern menjadikan pendidikan sebagai bagian dari proses kapitalisasi karena pendidikan telah memberikan sumbangan dalam pembangunan ekonomi. Sehingga pendidikan sebagai bentuk investasi pendidikan yang bernilai setara dengan investasi infrastruktur fisik dan uang. Dalam ekonomi kapitalis, manusia terdidik, berpengetahuan, berketerampilan, sehat jasmani- rohani sebagai sumberdaya manusia bernilai tinggi. Sementara dalam dunia pendidikan pondok pesantren lebih mengedepankan keikhlasan dalam mengajar. Manakala dunia pendidikan telah mengedepankan balas jasa dengan materi, pola pendidikan semacam itu oleh orang-orang Islam, khususnya dalam dunia pesantren 12 disebut dengan pendidikan pragmatis. Pola pedidikan pragmatis semuanya harus bisa diukur dengan materi. Ketika seorang pendidik memberikan materi terhadap anak didik, ia juga harus mendapatkan hak setimpal dari jasa yang diberikan bahkan berharap lebih. Berangkat dari teori human capital tersebut, bisa terjadi walaupun hanya menimpa sebagian pendidik (baca dosen) misalnya akan kehilangan zuhud yang selama ini telah menjadi dasar perjuangannya sebaga penyampai ilmu pengetahuan, karena kebutuhan setiap hari yang terus bertambah. Sedangkan gaji yang diterimanya amak-amat kecil maka terpaksa berfikir ulang untuk mencari penghasilan tambahan yang pada gilirannya motivasi mengajar sebagai tugas mulia melemah dan kinerja menjadi turun. Hal lain sebagai tantangan perguruan tinggi di lingkungan pondok pesantren adalah: kelemahan sumber daya manusia (SDM), manajemen maupun dana. Sementara itu, kita mengetahui bahwa jika suatu lembaga pendidikan ingin tetap eksis secara fungsional di tengah-tengah arus kehidupan yang makin kompetitif seperti sekarang ini, dan ini harus didukung oleh tiga hal, yaitu: SDM, manajemen dan dana. ## Strategi Perguruan Tinggi Islam di Era Global Perguruan tinggi Islam yang memiliki keunggulan dari sisi rasionalitas dan plus pengayaan di bidang skill, tapi minus pengayaan 12 Baca pola pendidikan pesantren dalam bukunya, Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam , (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993). moral, dalam kenyataannya hanya menghasilkan manusia yang cerdas tapi kurang mempunyai kepekaan etik dan moral. Sebaliknya pesantren yang memiliki keunggulan dari sisi moralitas tapi minus tradisi rasional, meskipun mampu melahirkan pribadi yang tangguh secara moral, tapi lemah secara intelektual. 13 Dualisme kelembagaan tersebut menjadi sinergitas ketika keduanya termenaj dalam satu komando yayasan yang memayungi kedua lembaga tersebut. Barangkali inilah, yang oleh A. Malik Fajar, dikatakan sebagai fenomena pascamodern, yaitu berkembangnya suatu realitas dunia yang mulai memperlihatkan suatu unitas, tetapi sekaligus didalamnya ada pluralitas. 14 Peluang Perguruan Tinggi Islam yang tumbuh di lingkungan pondok pesantren cukup prospektif. Ada beberapa potensi yang dimiliki perguruan tinggi Islam yang ada dilingkungan pondok pesantren. Masyarakat penyanggah perguruan tinggi Islam, adalah masyarakat yang panatik terhadap pondok pesantren karena dirinya pernah mengenyam pendidikan pondok pesantren. Dalam tradisi pesantren bahwa setiap orang yang pernah mengajar walaupun satu hurup adalah gurunya yang seharusnya dihormati. Adanya pengalaman panjang pondok pesantren sejak ratusan tahun silam bertahan hingga era global ini akan berpengaruh menjadikan perguruan tinggi Islam eksis dan mandiri. Walaupun sukses itu bukan dipahami seperti naik anak tangga yang senantiasa menanjak ke atas. Akan tetapi sukses itu seperti meniti lingkaran spiral yang terkadang suatu waktu naik dan pada waktu yang lain turun. Oleh karena itu lembaga perguruan tinggi Islam di lingkungan pondok pesantren hendaknya mampu memilih beragam bentuk jurusan dan program studi yang diprediksi kelak memberikan mamfaat setiap alumninya di masyarakat. 13 A. Malik Fajar, Holistika Pemikiran Pendidikan (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005) hal. 225 14 M Ali Hasan – Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 2009) hal. 103 Ketersediaan sumber daya manusia para pakar dan pengelola pendidikan Islam yang berbasis santri secara kuantitas sudah tersebar di mana-mana. Berdirinya perguruan tinggi Islam di lingkungan pondok pesantren hakikatnya akan merajut kembali alumninya yang tersebar di setiap perguruan tinggi dan yang mengabdikan dirinya di sejumlah lembaga pendidikan lainnya untuk dapat mengelola, mengembangkan dan membesarkan lembaga perguaruan tinggi Islam secara bersama- sama. Memanfaatkan potensi untuk menghadapi tantangan, dengan beberapa strategi yang harus dilakukan. Para alumni pesantren yang terdiri dari berbagai lapisan, dari ulama yang paling wira’i hingga seniman yang urakan, para petani, nelayan, buruh, pedagang kaki lima, pengusaha kecil, pegawai negri dan pimpinan jam’iyyah keagamaan yang semua bisa digerakkan manakala diminta oleh pimpinan pondok pesantren. Lembaga perguruan tinggi Islam untuk terus mengupayakan secara optimal mewujudkan Islam sesuai dengan cita-cita idealnya. Karena masyarakat masih memposisikan lembaga perguruan tinggi Islam sebagai pilar utama penyangga kelangsungan Islam dalam mewujudkan cita-citanya sebagai Rahmatan lil Alamin. Lembaga perguruan tinggi Islam diharapkan senantiasa inovatif, kreatif dan aktif dalam mentransformasikan nilai-nilai ajaran Islam secara kontekstual untuk menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat yang semakin kompleks baik secara langsung atau tidak langsung. Lembaga perguruan tinggi Islam harus mampu mewujudkan Islam secara transformatif. Kenyataan yang terjadi saat ini bahwa masyarakat Islam dalam mengamalkan ajaran agamanya telah puas dan berhenti pada tataran simbol dan formalistik. Padahal yang diharapkan dalam Islam itu melampaui pada tataran simbol dan formalistik. Udkhulu fissilmi kaaffah . Masuklah kedalam Islam secara totalitas, lahir batin. Pondok pesantren dengan perguruan tinggi Islam di dalamnya dapat memamfaatkan dan mengembangkan dukungan potensi pengalaman alumni, pakar, lembaga pendidikan yang telah maju sebagai contoh untuk mendapatkan akses informasi dan komunikasi sebagai kunci pembaharuan kearah yang mengglobal. Sekaligus memanfaatkan potensi wibawa pendidik berprestasi mengatasi lemahnya kinerja mengajar dan terkikisnya prilaku zuhud dengan memperluas jaringan informasi dan komunikasi media canggih Merekrut potensi generasi muda Islam untuk dididik bebas dari rasa malas dan maksiat menjadi sarjana muslim yang kuat dengan pemanfaatan tekonologi canggih dengan benar, bukan sebaliknya generasi muda yang memamfaatkan tehnologi canggih untuk tersebarnya kemaksiatan dan hal-hal negatif lainnya dalam bidang ekonomi, budaya, politik. Memanfaatkan potensi anggaran perguruan tinggi Islam sebagai dana kelengkapan sarana-prasarana dan pemberdayaan manajemen menghadapi kelemahan penyelenggaraan sistim pendidikan sehingga proses perkuliahan tidak lagi manual. Tetapi perguruan tinggi Islam yang diharapkan dalam proses belajar-mengajar dengan tehnologi canggih itu dapat menggugah daya nalar setiap mahasiswa. ## Kesimpulan Pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam adalah dua lembaga yang memiliki perbedaan mendasar tetapi saat ini sudah mulai saling berdekatan dan saling membutuhkan. Perguruan tinggi Islam memiliki keunggulan rasionalitas dan pondok pesantren menekankan pada aspek spiritual dan lemah secara intelektual. Sinergi keduanya akan membentuk sebagai fenomena pascamodern. Perguruan tinggi Islam di lingkungan pondok pesantren diharapkan dapat memberikan kontribusi besar melengkapi kekurangan- kekurangan pengetahuan khususnya keilmuan modern sehingga menjadi sinergi dengan keilmuan keagamaan yang selama ini digeluti di pondok pesantren. Akhirnya kompetensi keilmuan modern berbasiskan keislaman mahasiswa lulusan perguruan tinggi Islam di lingkungan pondok pesantren dapat dibuktikan. Pembuktian seluruh lulusannya yang terjun ke masyarakat dengan keilmuan yang mumpuni dan berakhlakul karimah. ## DAFTAR PUSTAKA Wahid, Abdurrahman. 2001. Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren . Pengantar Penyunting oleh: Hairus Salim H.S. Yogyakarta : LKiS Fajar, A. Malik. 2005. Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Azizy A. Qadri. 2003. Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam, Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Buletin Sidogiri, Aktual & Salaf, dalam (Artikel) “Pesantren – IAIN di Ambang ” Cerai (Edisi 54, Tahun VI, Ramadhan 1431) Ensiklopedi Islam jilid 2. 1997. Jakarta : Ichtiar Baru Van Horve. Makdisi, George. 1990. Magisterium and Academic Freedom in Classical Islam and Mediecal Christianity, in Islamic Law and Jurisprudence: Studies in Honor of Farhat J. Ziedah, ed. Nocholas Heer. Seatle: University of Washington Prees. Harian Republika, 26 Juli 2006 jakarta Bawani, Imam. 1993. Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam. Surabaya : Al-Ikhlas Mahfudh, KH. Sahal. 2007. Nuansa Fiqh Sosial. Yogyakarta : LKiS Siraj, KH. Said Aqil. 2006. Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi Bukan Aspiras i. Bandung : Mizan Zamroni, M. Imam. 2004. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi . Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Hasan, M. Ali – Ali, Mukti. 2009. Kapita Selekta Pendidikan Islam Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
fba09025-8fd7-40d5-aee1-06198e077ff9
http://jurnal.polinema.ac.id/index.php/jtkl/article/download/1597/1166
Jurusan Teknik Kimia, Universitas Muhammadiyah Surakarta Disetujui: 6 Agustus 2020 Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Sukoharjo, Indonesia © 2020 Politeknik Negeri Malang E-mail: sf120@ums.ac.id Optimasi Penambahan Gliserol sebagai Plasticizer pada Sintesis Plastik Biodegradable dari Limbah Nata de Coco dengan Metode Inversi Fasa Claudia Candra Setyaningrum, Kholisoh Hayati, Siti Fatimah* Jurusan Teknik Kimia, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Indonesia *E-mail: sf120@ums.ac.id ## ABSTRAK Limbah nata de coco merupakan nata yang tidak dapat dijadikan sebagai produk setelah proses sortasi sehingga menghasilkan limbah padat dan jarang dimanfaatkan. Kandungan selulosa pada limbah padat nata de coco sebesar 42,57%. Tujuan penelitian ini membuat plastik biodegradable dengan hasil limbah nata de coco dengan penambahan plasticizer . Metode yang digunakan pada pembuatan plastik biodegradable ini adalah metode inversi fasa dengan variasi berat selulosa 2%; 2,5%; dan 3% (b/v), variasi volume gliserol sebesar 2%, 3%, dan 5% (v/v), dan penambahan kitosan sebagai penguat. Karakteristik pastik biodegradable diuji menggunakan UTM ( Universal Testing Machine ) dan FTIR ( Fourier-Transform Infrared Spectroscopy ). Plastik biodegradable yang dihasilkan dari berbagai perbandingan berat selulosa dan volume gliserol memiliki karakteristik yang berbeda- beda. Plastik biodegradable dengan karakteristik optimal memiliki nilai kuat tarik optimal sebesar 4,34 MPa, nilai elongasi optimal sebesar 4,44% dan nilai ketahanan air optimal sebesar 65,20%. Pada analisis gugus fungsi menggunakan FTIR menunjukkan tidak ditemukan adanya gugus fungsi baru dalam plastik biodegradable selain gugus fungsi bahan pembentuknya. Pada uji biodegradabilitas, diperoleh nilai biodegradabilitas sebesar 80% – 100% setelah ditimbun di dalam tanah selama 14 hari. Kata kunci : Gliserol, limbah nata de coco, metode inversi fasa, plastik biodegradable. ## ABSTRACT Nata de coco waste is nata that cannot be used as a product after the sorting process so that it produces solid waste and is rarely utilized. The cellulose content in nata de coco solid waste is 42.57%, the purpose of this study is to make biodegradable plastic with the results of nata de coco waste by adding plasticizers. The method used in the manufacture of biodegradable plastics is the phase inversion method with cellulose weight variation; 2%; 2.5%; and 3% (w / v), variations in the volume of glycerol by 2%, 3%, and 5% (v/v), and the addition of chitosan as an amplifier. The biodegradable plastic characteristics were tested using UTM (Universal Testing Machine) and FTIR (Fourier-Transform Infrared Spectroscopy). Biodegradable plastics that are produced from various weight cellulose and glycerol volume ratios have different characteristics. Biodegradable plastic with optimal characteristics has an optimal tensile strength value of 4.34 MPa, optimal elongation value of 4.44% and an optimal water resistance value of 65.20%. In the analysis of functional groups (FTIR) no new functional groups were found in biodegradable plastics in addition to the functional groups forming materials. In the biodegradability test, a biodegradability value of 80% - 100% is obtained after being buried in the ground for 14 days. Keywords : Biodegradable plastic, glycerol, nata de coco waste, phase inversion method. ## 1. PENDAHULUAN Salah satu permasalahan lingkungan di dunia terutama di Indonesia adalah sampah plastik. Menurut data statistik persampahan di Indonesia dari Deputi Pengendalian Pencemaran Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH) pada tahun 2008, menyebutkan bahwa berdasarkan estimasi terhadap 26 kota metropolitan dengan total penduduk 40,1 juta jiwa menghasilkan 14,1 juta ton sampah. Berbagai upaya penanggulangan sampah plastik telah dilakukan, salah satunya dengan mengembangkan plastik biodegradable [1]. Plastik biodegradable merupakan plastik yang dapat terurai oleh mikroorganisme. Plastik biodegradable dapat terbuat dari bahan alam yang memiliki kandungan selulosa/pati [2]. Plastik biodegradable dari selulosa memilki sifat biodegradable dan dapat terurai hingga 67% dalam waktu 2 – 3 minggu pada media sludge aktif pengolahan air limbah [3]. Dalam penelitian ini, sumber selulosa yang digunakan berasal dari limbah nata de coco, dikarenakan adanya kandungan selulosa 42,57% dalam limbah nata de coco. Limbah nata de coco merupakan nata yang tidak dapat dijadikan sebagai produk setelah proses sortasi sehingga menghasilkan limbah padat [4]. Metode yang digunakan adalah teknik inversi fasa, yaitu dengan menguapkan pelarut yang telah dicetak pada plat kaca. Teknik inversi fasa merupakan proses perubahan terkendali polimer dari fasa cair menjadi fasa padat. Prinsip perubahan ini didasarkan pada prinsip termodinamika larutan yang pada keadaan awal larutan stabil kemudian terjadi ketidakstabilan pada tahap perubahan fasa ( demixing ) dari cair menjadi padat. Perubahan fasa diawali dengan perubahan pada satu lapisan larutan menjadi dua lapisan. Salah satu lapisan yang berkonsentrasi tinggi (polimer) akan menjadi padat sedangkan lapisan yang berkonsentrasi rendah (pelarut) akan menguap [5]. Dalam proses pembuatannya, ditambahkan kitosan dan plasticizer gliserol. Plasticizer gliserol berfungsi untuk meningkatkan elastisitas dengan mengurangi derajat ikatan hidrogen dan meningkatkan jarak antara molekul dari polimer [4]. Penggunaan kitosan sebagai penguat dari plastik biodegradable bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik, sifat mekanik dan melindungi film plastik dari mikroorganisme yang dapat merusak film plastik [6]. Terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan dengan menggunakan metode inversi fasa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andiayani, dkk. (2018) menyatakan bahwa metode yang digunakan untuk pembuatan plastik ramah lingkungan adalah metode inversi fasa yaitu teknik pengupan pelarut ( solvent casting ). Teknik ini dipilih karena sederhana [7]. Yuspitasari, dkk. (2018) menyatakan bahwa pembuatan membran menggunakan teknik inversi fasa, yaitu suatu proses perubahan bentuk polimer dari fasa cair menjadi padat dengan kondisi tertentu. Kelebihan dari metode ini yaitu pembentukan pori dapat dikendalikan, mudah dilakukan dan dapat menggunakan berbagai macam polimer. Membran selulosa asetat dibuat dengan teknik inversi fasa yaitu pengubahan bentuk polimer dari fasa cair menjadi fasa padat dengan kondisi terkendali. Kondisi terkendali yang dimaksud disini adalah waktu penguapan pelarut saat pembuatan membran [8]. Inayati, dkk (2019) menyatakan bahwa pembuatan bioplastik menggunakan inversi fasa dengan konsentrasi gliserol yang lebih tinggi meningkatkan pembengkakan air tetapi mengurangi pembengkakan minyak. Penambahan konsentrasi gliserol yang lebih tinggi dapat membuat bioplastik lebih fleksibel (perpanjangan tinggi saat putus), lebih lemah (kekuatan tarik rendah), dan lebih mudah terdegradasi di bawah tanah basah atau kering [9]. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jami’an, dkk. (2015) menyatakan bahwa pada pembuatan membran melalui proses inversi fase kering atau basah memiliki struktur asimetris dengan kulit tipis lapisan di bagian atas dan struktur berpori di bagian bawah. Porositas permukaan membran berkurang dengan meningkatkan waktu penguapan. Peningkatan waktu penguapan, pembentukan struktur pendukung lapisan bawah menjadi lebih kompak, sehingga mengurangi porositas membran [10]. Pada pembuatan plastik biodegradable , perlu perbandingan dan perhitungan dalam takaran bahan yang akan digunakan untuk pembuatan plastik biodegradable sehingga menghasilkan produk bioplastik yang baik, maka perlu dilakukan penelitian tentang optimasi pemanfaatan limbah nata de coco dalam pembuatan plastik biodegradable dengan plasticizer gliserol. Produk ini diharapkan dapat memberikan inovasi baru untuk plastik biodegradable yang ramah lingkungan . ## 2. METODE PENELITIAN Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode RAL-faktorial (Rancangan Acak Lengkap yang disusun faktorial) dengan dua perlakuan. Faktor perlakuan pertama adalah berat selulosa limbah nata de coco yang terdiri dari tiga variasi 2%, 2,5%, dan 3% (b/v). Faktor perlakuan ke-dua adalah penambahan volume gliserol 2%, 3%, dan 5% (v/v). Kandungan selulosa didapatkan melalui pengujian berdasarkan SNI 14-0444- 1989. Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah: persiapan bahan baku, pembuatan plastik biodegradable , dan pengujian hasil film plastik. ## 2.1 PERSIAPAN BAHAN BAKU Pada penelitian ini, bahan baku yang digunakan berupa selulosa limbah padat nata de coco. Selulosa limbah padat nata de coco diperoleh dengan cara limbah nata de coco yang berbentuk slurry dicuci menggunakan air mengalir hingga bersih kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Limbah padat nata de coco yang telah kering disamakan ukurannya dengan cara disaring menggunakan pengayak 100 mesh lalu disimpan kedalam botol selai untuk penggunaan lebih lanjut. ## 2.2 PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABLE Pembuatan plastik biodegradable dilakukan dengan metode inversi fasa. Orientasi dilakukan terlebih dahulu terhadap jumlah pulp yang dicampurkan dengan 2,5% (b/v) kitosan. Variasi selulosa limbah nata de coco yang digunakan adalah 2%, 2,5%, dan 3% (b/v). Kitosan terlebih dahulu dilarutkan dalam asam asetat 1% agar pada saat dicampurkan dengan pulp akan lebih mudah homogen. Larutan selulosa dan larutan kitosan dicampurkan dan dipanaskan pada suhu 60°C - 70°C menggunakan hot plate dan diaduk menggunakan magnetic stirer dengan kecepatan pengadukan 1500 rpm selama 15 menit. Larutan tersebut ditambahkan gliserol dengan variasi 2%, 3%, dan 5% (v/v), kemudian dipanaskan kembali selama 60 menit. Setelah waktu pemanasan selesai, larutan dicetak di atas plat kaca dan diratakan agar memiliki ketebalan yang sama kemudian dikeringkan dengan udara bebas. Apabila ketebalan yang dihasilkan tidak sama maka akan mempengaruhi hasil uji yang akan dilakukan. ## 2.3. PENGUJIAN PLASTIK BIODEGRADABLE Plastik biodegradable ini kemudian di uji dengan beberapa pengujian diantaranya uji kuat tarik, uji elongasi, uji ketahanan air, uji biodegradasi, uji FTIR dan uji statistika. Uji kuat tarik dan uji elongasi menggunakan alat UTM ( Universal Testing Machine ) dengan mengikuti standar ASTM-D882. Uji ketahanan air dilakukan dengan cara film plastik dipotong ukuran 3 x 3 cm ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi aquades selama 10 detik. Angkat sampel dari wadah lalu ditimbang. Langkah ini diulangi hingga berat konstan. Nilai ketahanan air (%) dihitung menggunakan rumus berikut: water uptake (%) = berat akhir - berat awal berat awal x 100 ...................(1) ketahanan air (%) = (100 - water uptake)………………… . (2) Uji FTIR dilakukan dengan menggunakan alat untuk mengetahui gugus fungsi pada senyawa penyusun plastik biodegradable yang dihasilkan. Uji biodegradabilitas dilakukan dengan menimbun plastik biodegradable ke dalam tanah selama 5 hari dan 14 hari. Nilai ketahanan air (%) dihitung menggunakan rumus berikut: biodegradabilitas ( %) = berat awal - berat akhir berat akhir 𝑥 100....…..... ( 3) Uji statistik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji manova ( Multivariate Analysis of Variance ) menggunakan spss statistik 17.0. Uji manova bertujuan untuk mengetahui apakah variasi jumlah gliserol berpengaruh terhadap hasil uji kuat tarik, elongasi, dan ketahanan air. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian yang telah dilakukan, kandungan selulosa pada limbah nata de coco sebanyak 42,57%. Film plastik biodegradable yang dihasilkan pada semua variasi berwarna coklat muda, memiliki tekstur plastik dengan permukaan yang halus (Gambar 1). Gambar 1. Foto permukaan film plastik biodegradable setelah dikeringkan Film plastik biodegradable ini kemudian di uji dengan beberapa pengujian diantaranya uji kuat tarik, uji elongasi, uji ketahanan air (Tabel 1), uji biodegradasi (Gambar 5) dan uji FTIR (Tabel 2). Tabel 1. Hasil uji kuat tarik, elongasi, dan ketahanan air dari plastik biodegradable . Selulosa : Gliserol Kuat Tarik (MPa) Elongasi (%) Ketahanan air (%) 2 : 2 3,65 3,33 60,24 2 : 3 3,21 1,67 59,84 2 : 5 3,00 2,78 59,12 2,5 : 2 3,21 2,78 61,20 2,5 : 3 3,60 4,44 60,82 2,5 : 5 3,39 2,78 60,46 3 : 2 3,17 2,22 65,20 3 : 3 3,86 2,78 63,84 3 : 5 4,34 3,89 63,51 ## 3.1 UJI KUAT TARIK Gambar 2. Hubungan pengaruh penambahan gliserol dan berat selulosa terhadap uji kuat tarik (MPa) plastik biodegradable . Dari Gambar 2, nilai kuat tarik optimal terbesar pada komposisi selulosa : gliserol (3 : 5) dengan nilai kuat tarik sebesar 4,34 MPa. Pada selulosa 2% (b/v) nilai kuat tarik mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh banyaknya ruang kosong akibat penambahan gliserol. Penambahan gliserol mengakibatkan penurunan nilai kuat tarik 2.90 3.40 3.90 4.40 4.90 2 3 4 5 K u at T ar ik (M P a) Gliserol (% v/v) selulosa 2% (b/v) selulosa 2,5% (b/v) selulosa 3% (b/v) bioplastik, hal ini dikarenakan adanya ruang kosong yang terjadi karena ikatan antar polisakarida yang diputus oleh gliserol dan menyebabkan ikatan antar molekul dalam bioplastik melemah [11]. Akan tetapi, pada selulosa 2,5% (b/v) dan 3% (b/v) nilai kuat tarik mengalami kenaikan hal ini disebabkan karena ikatan polisakarida dalam selulosa limbah nata de coco semakin banyak sehingga menutupi ruang kosong akibat penambahan gliserol. Plastik biodegradable dari limbah nata de coco diharapkan memenuhi sifat mekanik golongan Moderate Properties untuk nilai kuat tarik yaitu 1-10 Mpa [12]. Dalam penelitian ini, nilai kuat tarik dari plastik biodegradable telah memenuhi golongan tersebut. ## 3.2 UJI ELONGASI Dari Gambar 3, nilai elongasi optimal terdapat pada komposisi selulosa : gliserol (2,5 : 3) dengan nilai elongasi sebesar 4,44%. Gliserol yang berfungsi sebagai platicizer ini akan terletak diantara rantai biopolimer sehingga jarak antar kitosan dan selulosa akan meningkat. Hal ini membuat ikatan hidrogen antara kitosan-selulosa berkurang dan digantikan interaksi hidrogen antara kitosan-gliserol dan gliserol-selulosa, dengan demikian bioplastik akan semakin elastis sehingga elongasi cenderung meningkat waktu ditarik dengan tekanan yang kecil [12]. Bila dibandingkan dengan nilai elongasi plastik yang memenuhi golongan moderate properties yaitu 10-20%, maka persen elongasi plastik biodegradable dari limbah nata de coco belum memenuhi. Dapat disimpulkan bahwa persen perpanjangan film plastik biodegradable berbanding lurus terhadap komposisi gliserol. Semakin banyak gliserol yang digunakan maka nilai elongasinya akan semakin besar, tetapi jika gliserol yang ditambahkan terlalu sedikit maka bioplastik yang dihasilkan kurang elastis. Penambahan gliserol akan meningkatkan mobilitas molekuler rantai poimer yang ditunjukkan dengan bioplastik semakin elastis sehingga perpanjangan saat putus cenderung akan meningkat. Gambar 3. Hubungan pengaruh pembahan gliserol dan berat selulosa terhadap uji elongasi (%) plastik biodegradable . ## 3.3 UJI KETAHANAN AIR Gambar 4. Hubungan pengaruh penambahan gliserol dan berat selulosa terhadap uji ketahanan air (%) plastik biodegradable . Gambar 4 menunjukkan nilai ketahanan air terdapat pada komposisi selulosa : gliserol (3 : 2) dengan nilai ketahanan air sebesar 65,20%. Gliserol sebagai plasticizer dapat 1.50 2.50 3.50 4.50 2 3 4 5 E lon gasi (% ) Gliserol (% v/v) selulosa 2% (b/v) selulosa 2,5% (b/v) selulosa 3% (b/v) 59.00 61.00 63.00 65.00 2 3 4 5 K etahan an Air (% ) Gliserol (% v/v) selulosa 2% (b/v) selulosa 2,5% (b/v) selulosa 3% (b/v) menambah kelenturan plastik tetapi jumlah ruang kosong ( free volume ) akan semakin bertambah seiring bertambahnya gliserol, maka akan meningkatkan celah untuk dapat ditempati oleh molekul-molekul air [13]. Kandungan selulosa limbah nata de coco dapat mempengaruhi matriks polimer yang dihasilkan. Semakin seragam komponen penyusun suatu matriks film maka akan menghasilkan permukaan film yang homogen dan rapat. Kerapatan film plastik mempengaruhi penyerapan air. Semakin rapat suatu plastk biodegradable maka penyerapan airnya rendah, begitu pula sebaliknya [14]. Kadar selulosa yang tinggi memberikan kerapatan film yang tinggi, karena strukturnya linier [15]. ## 3.4 UJI BIODEGRADABILITAS Uji biodegradabilitas bertujuan untuk mengetahui apakah suatu bahan dapat terdegradasi dengan baik di lingkungan. Plastik yang terbuat dari bahan-bahan alami umumnya mempunyai tingkat kerusakan yang lebih cepat. Berdasarkan SNI 7818:2014, Plastik biodegradable akan terdegradasi <60 % selama seminggu. (a) (b) Gambar 5. Degradasi plastik biodegradable dengan cara ditimbun di dalam tanah. (a) plastik biodegradable yang belum ditimbun di dalam tanah dan (b) plastik biodegradable setelah ditimbun di dalam tanah selama 14 hari. Pada penelitian ini, pengujian biodegradabilitas dilakukan dengan menimbun plastik biodegradabe ke dalam tanah selama 5 hari dan 14 hari. Setelah 5 hari diperoleh hasil 35 – 65% dan setelah 14 hari diperoleh hasil bahwa plastik telah terdegradasi 80 – 100% (Gambar 5b). ## 3.5 UJI FTIR Analisis FTIR sampel bioplastik dapat dilihat dari Gambar 6, sumbu x menunjukkan gelombang serapan (cm -1 ) sementara sumbu y menyatakan % transisi. Hasil analisa pada tabel 2: Gambar 6. Hasil Uji FTIR plastik biodegradable . Tabel 2. Hasil uji FTIR plastik biodegradable . Panjang Gelombang (cm -1 ) Jenis Ikatan Tipe Senyawa Daerah Frekuensi 3404,51 O-H Alkohol ikatan hidrogen, fenol 3200 – 3600 2926,14 C-H Alkana 2850 – 2970 2855,73 C-H Alkana 2850 – 2970 2133,36 C≡H Alkuna 2100 – 2260 1745,65 C=O Aldehid, Keton, Asam Karboksilat, Ester 1690 – 1760 1635,71 C=C Alkena 1610 – 1680 1570,12 C=C Cincin Aromatik 1500 – 1600 1419,67 C-H Alkana 1340 – 1470 1158,30 C-O Alkohol, Eter, Asam Karboksilat, Ester 1050 – 1300 1112,01 C-O Alkohol, Eter, Asam Karboksilat, Ester 1050 – 1300 922,98 C-H Alkana 675 – 995 856,43 C-H Alkana 675 – 995 Hasil FTIR menunjukkan bahwa pada panjang gelombang yang terbaca pada campuran selulosa limbah nata de coco, kitosan, dan gliserol tidak menunjukkan pembentukan gugus fungsi baru. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan plastik biodegradable merupakan proses percampuran tanpa ada reaksi pada bahan penyusun. hal ini menyebabkan plastik biodegradable memiliki sifat-sifat seperti komponen penyusunnya yaitu plastis dan mudah terurai. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa plastik biodegradable dari limbah nata de coco aman digunakan karena tidak mengandung bahan yang berbahaya. ## 3.6 UJI STATISTIKA Dari hasil uji manova yang telah dilakukan, pada multivariate test diperoleh nilai sig.<0,05 yang artinya terdapat pengaruh penambahan gliserol terhadap hasil uji kuat tarik, elongasi, dan ketahanan air pada plastik biodegradable . ## 4. KESIMPULAN Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa uji selulosa yang diperoleh sebesar 42,567%. Pada uji kuat tarik, diperoleh komposisi nilai kuat tarik optimal terdapat pada perbandingan selulosa dan gliserol (3 : 5) sebesar 4,34 MPa, penambahan gliserol mengakibatkan penurunan nilai kuat tarik bioplastik. Pada uji elongasi, diperoleh nilai elongasi terbesar pada perbandingan selulosa dan gliserol (2,5 : 3) sebesar 4,44%, semakin banyak gliserol yang digunakan maka nilai elongasinya akan semakin besar. Pada uji ketahanan air, diperoleh nilai ketahanan air tertinggi pada perbandingan selulosa dan gliserol (3 : 2) sebesar 65,20%, semakin banyak penambahan gliserol maka ketahanan airnya semakin turun. Semakin banyak selulosa limbah nata de coco yang digunakan maka ketahanan airnya semakin tinggi. Pada uji biodegradabilitas, diperoleh nilai biodegradabilitas 80% - 100% setelah ditimbun di dalam tanah selama 14 hari. ## DAFTAR PUSTAKA [1] A. Septiosari, Latifah, dan E. Kusumastuti, Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserol, Indonesian Journal of Chemical Science , vol. 3, no. 2, hal. 157 – 162, 2014. [2] S. Aripin, B. Saing, E. Kustiyah, Studi Pembuatan Bahan Alternatif Plastik Biodegradable dari Pati Ubi Jalar dengan Plasticizer Gliserol dengan Metode Melt Intercalation, J. Tek. Mesin , vol. 06, no. 2, hal. 79 – 84, 2017. [3] D. P. Dewanti, Potensi Selulosa dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk Bahan Baku Bioplastik Ramah Lingkungan, Teknol. Lingkung. , vol. 19, no. 1, hal. 81 – 88, 2018. [4] S. Puspitasari, Pemanfaatan Limbah Padat Nata de Coco untuk Produksi Bioetanol menggunakan Zymomonas mobilis , Skripsi , Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Indonesia, 2014. [5] I. G. Sanjaya M.H and T. Puspita, Pengaruh Penambahan Khitosan dan Plasticizer Gliserol pada Karakteristik Plastik Biodegradable dari Pati Limbah Kulit Singkong, Undergraduate Paper, Jurusan Teknik Kimia FTI, Institut Teknologi Sepuluh November, Indonesia, 2012. [6] P. Coniwanti, L. Laila, dan M. R. Alfira, Pembuatan Film Plastik Biodegredabel dari Pati Jagung dengan Penambahan Kitosan dan Pemplastis Gliserol, J. Tek. Kim. , vol. 20, no. 4, hal. 22 – 30, 2014. [7] U. Andriayani, Harlia, I. Syahbanu, Pembuatan Polyblend dari Limbah Styrofoam dan α -Selulosa Serat Daun Nanas sebagai Bahan Dasar Plastik Ramah Lingkungan, J. Kim. Khatuliswa , vol. 7, no. 3, hal. 40 – 46, 2018. [8] M. Yuspitasari, I. Syahbanu, dan P. Ardiningsih, Studi Waktu Penguapan pada Pembuatan Blend Membran Polisulfon/Selulosa Asetat dari Nata de Coco, J. Kim. Khatuliswa , vol. 7, no. 4, hal. 16 – 24, 2018. [9] Inayati, D. J. Pamungkas, dan M. Matovanni, Effect of Glycerol Concentration on Mechanical Characteristics of Biodegradable Plastic from Rice Straw Cellulose, AIP Conf. Proc. , vol. 030110, no. April, hal. 030110-1 – 7, 2019. [10] W. N. R. Jami’an, H. Hasbullah, F. Mohamed, W. N. Wan Salleh, N. Ibrahim, R. R. Ali, Biodegradable Gas Separation Membrane Preparation by Manipulation of Casting Parameters, Chem. Eng. Trans. , vol. 43, hal. 1105 – 1110, 2015. [11] A. Sofia, A. T. Prasetya, dan E. Kusumastuti, Komparasi Bioplastik Kulit Labu Kuning-Kitosan dengan Plasticizer dari Berbagai Variasi Sumber Gliserol, Indones. J. Chem. Sci. , vol. 6, no. 2, hal. 111 – 116, 2017. [12] I. Nafiyanto, Pembuatan Plastik Biodegradable dari Limbah Bonggol Pisang Kepok dengan Plasticizer Gliserol dari Minyak Jelantah dan Komposit Kitosan dari Limbah Cangkang Bekicot ( Achatina fullica ), Integr. Lab J. , vol. 07, no. 1, hal. 75 – 89, 2019. [13] I. Wardah dan E. Hastuti, Pengaruh Variasi Komposisi Gliserol dengan Pati dari Bonggol Pisang, Tongkol Jagung, dan Enceng Gondok Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Plastik Biodegradable, J. Neutrino , vol. 7, no. 2, hal. 77 – 85, 2015. [14] L. Nurdini, Hendriyana, H. Fansyuri, dan T. Wibowo, Pengaruh Penambhan Pati Ubi kayu dalam Pembuatan Bioplastik dari Pati Sukun, Pros. Semin. Nas. Tek. Kim. "Kejuangan", Yogyakarta, April 2018, hal. K8-1 – 5. [15] A. B. Dias, C. M. O. Müller, F. Larotonda, dan J. B. Laurindo, Biodegradable Films Based on Rice Starch and Rice Flour, Journal of Cereal Science, vol. 51, no. 2 hal. 213 – 219, 2010.
caf173da-7349-4d93-bd76-9dbd09b539bb
http://journal2.uad.ac.id/index.php/fundadikdas/article/download/4999/3409
## Jurnal Fundadikdas (Fundamental Pendidikan Dasar ) Vol. 5, No. 2, Juli 2022, pp. 137-146 ISSN 2614-1620 http://journal2.uad.ac.id/index.php/fundadikdas ## Kepemimpinan transformasional kepala sekolah di masa pandemi Diyah Puspitarini a,1,* a Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia 1 diyah.puspitarini@pgsd.uad.ac.id *Correspondent Author Received: October 15, 2021 Revised: November 18, 2021 Accepted: January 18, 2022 ## Pendahuluan Pandemi Covid-19 dengan cepat menguvah sekolah dan kepemimpinan. Pembelajaran jarak jauh dan teknologi pengintegrasian adalah kenyataan yang dihadapi oleh kepala seklah dan guru yang harus berlari cepat ketika sekolah kembali dibuka (Kaden, 2020). Perubahan cepat yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 terus berlanjut, hal ini adalah tantangan yang K A T A K U N C I ## AB S T R AK Kepemimpinan; Transformasional; Kepala Sekolah KEYWORDS Leadership transformational Headmaster Pandemi covid-19 yang terjadi hampir seluruh negara di dunia telah berdampak pada berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali pendidikan. Dalam hal ini kepala sekolah memiliki peran yang sangat penting, diantaranya Kepala Sekolah harus mampu memimpin dalam kondisi penuh risiko dan pada saat darurat seperti pada pandemi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepemimpinan transformasional kepala sekolah pada masa pandemi di SD Muhammadiyah Kleco 1, 2, dan SD Muhammadiyah Purbayan. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik penyajian data, reduksi data dan kesimpulan. Hasil penelitian yaitu kepemimpinan transformasional sangat tepat diterapkan oleh kepala sekolah di masa pandemi ini, banyak perubahan dan dampak positif dari kepemimpinan transformasional. ## Principal's Transformational Leadership During a Pandemic The COVID-19 pandemic that has occurred in almost all countries in the world has had an impact on various aspects of life, including education. In this case the principal has a very important role, including the principal must be able to lead in conditions full of risk and during emergencies such as this pandemic. This study aims to determine the transformational leadership of school principals during the pandemic at SD Muhammadiyah Kleco 1, 2, and SD Muhammadiyah Purbayan. The method used in this research is descriptive qualitative with data presentation techniques, data reduction and conclusions. The results of the study are that transformational leadership is very appropriate to be applied by school principals during this pandemic, there are many changes and positive impacts from transformational leadership . This is an open-access article under the CC–BY-SA license. luar biasa bagi kepala sekolah. Pandemi mengganggu pendidikan untuk siswa saat penutupan sekolah terjadi, dan semua pengajaran dipindahkan ke ruang virtual (Morgan, 2020). Kepala Sekolah saat ini diuji mencari cara yang belum pernah mereka lakukan di masa yang lalu. Dengan mengadopsi pendekatan yang kepemimpinan yang adaptif atau menyesuaikan dengan kondisi, maka kepala sekolah dapat membangun ketahanan dan kapasitas lingkungan sekolah dalam menghadapi gangguan di masa depan yang disebabkan oleh pandemi (Bagwell, 2020). SMERU Reseach Institute (20 November 2020) merilis hasil survei tentang belum maksimalnya peran Kepala Sekolah di sekolah, temuannya adalah banyak guru terutama yang berada di luar jawa kebingungan dalam mempersiapkan materi untuk pembelajaran online. Ada tiga kekurangan dalam peran Kepala Sekolah selama pembelajaran di masa pandemi. Pertama, dukungan dana dari sekolah untuk meringankan beban pembelajaran jarak jauh, terutama di awal penutupan sekolah, masih sangat minim. Kedua, pemberian pelatihan dari Kepala Sekolah untuk mendukung kapasitas guru dalam memfasilitasi pembelajaran daring masih sangat minim. Ketiga, hanya sedikit kepala sekolah yang memantau atau memastikan kegiatan pembelajaran jarak jauh berlangsung dengan baik. Kepala Sekolah jarang mengukur kinerja guru saat melakukan pembelajaran jarak jauh. Ketiga faktor ini terjadi karena perubahan yang terjadi akibat pandemi yang menuntut pendidikan tetap berjalan, namun antara kenyataan masih terkendala, sehingga diperlukan hal-hal yang baru dan tidak biasa (Cheatham, 2020). Di masa pandemi ini, beberapa dari kepala sekolah tetap menjalankan peran mereka dari yang tidak pernah bertemu sesama rekan kerja atau staf mereka secara langsung, namun tetap melayani keluarga dan siswa yang hanya dapat dihubungi melalui perangkat, yang tentu saja semuanya pernah mengalami semacam trauma, stres, atau ketidakpastian terkait dengan pandemi ini. Dengan kata lain, diperlukan proses kepemimpinan yang bisa menyesuaikan dengan Pada masa ini diperlukan proses dan gaya kepemimpinan yang khas, pemimpin mencari kekuatan untuk dibangun, tantangan untuk diatasi, dan peluang untuk dikejar. Kepemimpinan kepala sekolah saat ini dibutuhkan untuk mencari peluang agar bisa menyembuhkan, memperbaiki, dan mengubah pendidikan (Cheatham, 2020). Di saat krisis, seperti pandemi saat ini, kepala sekolah harus bertindak cepat dan dengan pandangan ke depan tapi juga dengan pertimbangan cermat atas pilihan, konsekuensi dan efek samping dari tindakan yang diambil. Tidak ada yang memprediksi apa yang mungkin terjadi solusi terbaik, tindakan terbaik, dan resiko yang diambil dalam krisis ini (Netolicky, 2020). Ibaratnya kepala sekolah berjalan di atas tali tanpa jaring pengaman. Ada tidak ada preseden dan sekalipun tidak ada panduan untuk memimpin sekolah dalam pandemi. Kepala sekolah memiliki kesempatan untuk membangun ekosistem dukungan dan kemitraan yang lebih kuat dengan kesehatan mental masyarakat, lembaga, organisasi kesejahteraan sosial, organisasi nirlaba, dan dunia bisnis. Maka dari itu seharusnya kepala sekolah memperkuat hubungan sosial antara sekolah dan masyarakat dan mengatasi tantangan dalam pengajaran, serta pembelajaran di lingkungan virtual, selain ini kepala sekolah juga membuat sekolah keluar dari persoalan pandemi dengan menjadikannya lebih kuat dan lebih hidup (Bagwell, 2020). Pemimpin menurut kepemimpinan fokus pada proses perubahan dan kepemimpinan yang memiliki visi ke depan serta mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan serta mampu mentransformasikan perubahan tersebut ke dalam lembaga atau organisasi dan institusi, mempelopori perubahan dan memberikan motivasi serta indpirasi kepada individu agar kreatif dan inovatif, serta membangun tim work yang solid, membawa perubahan dalam etos kerja dan kinerja manajemen, berani dan bertanggung jawab memimpin dan mengendalikan organisasi (Usman, 2019). Esensi dari kepemimpinan transformasional yaitu sharing of power dengan melibatkan pengikut secara bersama-sama untuk melakukan perubahan. Dalam merumuskan perubahan biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, dimana lingkungan kerha yang partisipatif dengan model manajemen yang kolegial dengan penuh keterbukaan dan keputusan yang diambil bersama. Kepemimpinan transformasional yang dilakukan kepala sekolah dapat memotivasi guru untuk mengubah sikap dan nilai dengan komitmen menuju misi dan visi pendidikan. Praktik kepemimpinan transformasional dikatakan mampu mendekatkan organisasi pada sasaran yang dituju (Amin et al., 2013). Kepala sekolah yang memakai kepemimpinan transformasional lebih mudah untuk menyesuaikan dengan kondisi di masa pandemi ini. Kepuasan kerja guru jika digabungkan bersama akan memberikan ukuran luas pada penampilan sekolah yang akan memberikan ukuran luas keefektifan dan organisasi yang secara langsung berdampak pada pembelajaran peserta didik (Harris et al., 2013). Berdasarkan uraian kondisi saat ini dan kepemimpina pendidikan yang dibutuhkan, maka kepemimpinan transformasional kepala sekolah di masa pandemi ini akan menjadi sebuah tantangan dan juga tuntutan agar guru, pegawai, dan juga sekolah tetap melakukan aktivitas pembelajaran dengan baik di berbagai kondisi, sehingga para siswa tetap mendapatkan hak pendidikan yang baik. Penelitian ini bermaksud untuk menggali lebih banyak tentang gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah di masa pandemi dan perubahan yang dilakukan dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi, serta dampak yang dirasakan oleh guru serta karyawan atas kepemimpinanya yang dilakukan saat pandemic. ## Metode Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif, karena akan melihat sejauh mana fenomena kepemimpinan transformasional kepala sekolah di masa pandemi. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Creswell, 2016). Fokus dari penelitian kualitatif adalah pada prosesnya dan pemaknaan hasilnya. Perhatian penelitian kualitatif lebih tertuju pada elemen manusia, objek, dan institusi, serta hubungan atau interaksi di antara elemen-elemen tersebut, dalam upaya memahami suatu peristiwa, perilaku, atau fenomena (Moleong, 2017). Setting penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah yang berada di bawah Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kotagede, yakni SD Muhammadiyah Kleco 1 dan 2, dan SD Muhammadiyah Purbayan. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata -kata, dan tindakan yang di dapat dari informan melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data merupakan suatu benda, hal atau orang maupun tempat yang dapat dijadikan sebagai acauan peneliti untuk mengumpulkan data yang diinginkan sesuai dengan masalah dan fokus penelitian (Bungin, 2020). Berbagai sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini sebagai berikut. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Informasi dari Kepala Sekolah, Informasi dari guru, Informasi dari Dikdasmen PCM Depok, Tempat dan peristiwa berlangsungnya penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh bukan secara langsung dari sumbernya. Penelitian ini sumber data sekunder yang dipakai adalah sumber tertulis seperti sumber buku, majalah ilmiah, dan dokumen-dokumen dari pihak yang terkait mengenai kepemimpinan transformasional kepala sekolah. Pada tahap ini ada tiga macam metode yang digunakan dalam mengumpulkan data, yaitu: (1) Wawancara mendalam. Menurut Wawancara mendalam ( in-depth interview ) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab seraya bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai (Bungin, 2007). Penelitian ini yang diwawancarai adalah : (a) Kepala Sekolah, (b) Guru. (2) Observasi Observasi atau pengamatan adalah kegiatan manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya. Observasi dilakukan di SD Muhammadiyah Kleco 1,2 dan SD Muhammadiyah Purbayan. ## Hasil dan Pembahasan Hasil wawancara menunjukkan bahwa yang dilakukan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan sudah melakukan kepemimpinan transformasional dengan menunjukkan perubahan yang dilakukan. Perubahan itu adalah sebagai berikut; (1) perubahan visi, terutama di masa pandemi; (2) penyusunan rencana jangka panjang sekolah mengingat kondisi pandemi juga belum bisa diprediksi akan sampai kapan; (3) kepala sekolah memberikan motivasi dan mendampingi guru, karyawan dalam melakukan perubahan; (4) kepala sekolah melakukan perubahan sebagai bentuk adaptasi dengan kondisi pandemi; (5) kepala sekolah menginspirasi guru dan karyawan untuk melakukan perubahan. Dari tampilan data hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan dari masing-masing kepemimpinan kepala sekolah menurut perspektif guru adalah sebagai berikut: pertama Adanya perubahan yang terjadi pada gaya kepemimpinan kepala sekolah, yakni lebih terbuka, adaptif, visioner dan mengutamakan kolaborasi. Kedua , perubahan yang dilakukan oleh kepala sekolah melibatkan guru, karyawan dan komite sekolah, sehingga kebersamaan dalam kondisi yang sulit bisa dilalui bersama. Ketiga , bentuk perubahan yang dilakukan oleh kepala sekolah di masa pandemi ini adalah perubahan dalam pembelajaran, perubahan administrasi sekolah, perubahan manajemen siswa, perubahan personalia dengan pembagian tugas yang lebih jelas, dan perubahan dalam penyusunan visi sekolah dan perencanaan sekolah. Keempat , alasan perubahan yang dilakukan oleh kepala sekolah karena kondisi pandemi menuntut adanya adaptasi dan penyesuaian, terlebih dengan adanya kebijakan belajar di rumah. Secara umum, guru mengakui adanya perubahan yang lebih cepat dilakukan oleh kepala sekolah, dan tentunya hal ini dilakukan agar kegiatan pembelajaran tetap berjalan dengan baik dan memastikan bahwa peserta didik mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan meskipun dalam kondisi pandemi. Berdasarkan sajian data di atas, hasil analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut: pertama , kepala sekolah menyadari bahwa masa pandemi ini diperlukan perubahan dalam dunia pendidikan, maka kepala sekolah merasa perlu melakukan perubahan dalam pengelolan pendidikan di sekolah. Kedua , perubahan pengelolaan sekolah meliputi pengelolaan pembelajaran yang memakai pendekatan teknologi, pengelolaan personalia dengan pembagian tugas serta terdapat tim bentukan baru untuk penanggulangan di masa pandemi, pengelolaan administrasi sekolah yang memakai pendekatan sistem informasi manajemen, perubahan visi dan arahan sekolah, terutama di masa pandemi, dan adanya perencanaan jangka pendek dan panjang apabila pandemi belum selesai. Ketiga , perubahan yang dilakukan melibatkan semua pihak, kepala sekolah mengajak guru, karyawan dan komite sekolah untuk bersama memikirkan kondisi dan mencari solusi pembelajaran secara bersama-sama, sehingga tujuan utama pendidikan tetap tercapai. Keempat , semua pihak menyambut baik perubahan yang dilakukan oleh kepala sekolah dan mendukung, hal ini dikarenakan dalam kondisi pandemi saat ini diperlukan kebijakan yang strategis dan mampu melalui kondisi sehingga peserta didik tetap mendapatkan pendidikan dengan baik. Dalam kepemimpinan transformasional, situasi dan kondisi sangat mempengaruhi, karena perubahan yang terjadi menuntut seorang pemimpin untuk juga melakukan penyesuaian. Kesuksesan dari kepemimpinan transformasional sangat bergantung dari peran semua elemen yang dilibatkan, hal ini karena sifat kepemimpinan transformatif yang sangat terbuka dan egaliter, sehingga dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Maka kepemimpinan transformatif sangat diperlukan dalam kondisi yang berubah sangat cepat, terutama pada masa pandemi seperti saat ini. ## 1. Penerapan Kepemimpinan Transformasional di Masa Pandemi Masa pandemi ini menuntut dunia pendidikan untuk berubah, begitu juga dengan sekolah sebagai satuan pendidikan yang mengampu teknis pembelajaran peserta didik. Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh kepala sekolah yang memiliki fungsi sebagai penanggungjawab pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah. Hal ini seperti pernyataan kepala sekolah adalah guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai kepala sekolah yang dituntut bersikap profesional yang berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok sebagai profesi dan bukan sebagai pengisi waktu luang (Ma’mur, 2016). Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus mampu melakukan adaptasi dengan cepat dan diperlukan kecakapan dalam mengatasi masalah yang ada, termasuk di masa pandemi ini. Maka pemimpin tidak bisa dipisahkan dengan gaya kepemimpinan yang dimilikinya. Gaya kepemimpinan adlaah pola perilaku yang secara konsisten diperankan oleh pemimpin ketika mempengaruhi anggotanya, artinya cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinan seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus bisa menerapkan gaya kepemimpinan yang benar agar para anggota kelompok merasa nyaman dalam bekerja sehingga tujuan organisasi bisa dicapai secara efektif dan efisien (Nash, 2012). Gaya kepemimpinan juga disesuaikan dengan kondisi yang ada, sehingga penerapannya tepat dan sesuai dengan kebutuhan pada organisasi atau lembaga tersebut. Di masa pandemi ini diperlukan penyesuaian dan perubahan dalam pendidikan, dan tentunya kepala sekolah memiliki peran kewenangan. Maka gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala sekolah pun juga harus berubah dan menyesuaikan dengan kondisi pandemi yang serba cepat dan penuh kewaspadaan. Kepemimpinan transformasional sangatlah tepat diterapkan dalam situasi pandemi, dimana peserta didik harus belajar di rumah, dan tentunya ada perubahan kebiasaan dalam pencegahan virus covid-19 di lingkungan sekolah. Hal ini didasarkan data yang didapat dari penelitian ini. Kepemimpinan transformasional adalah proses inspirasional tanpa pamrih dimana kedua pemimpin dan pengikutnya belajar dari satu sama lain saat mereka maju dalam perkembangan moral mereka. Pemimpin transformasional bekerja untuk mengubah kendala organisasi atau lembaga (Bass et al., 2008). Pembahasan dari data yang didapatkan sebagai berikut: pertama , kepala sekolah menyadari bahwa masa pandemi ini diperlukan perubahan dalam dunia pendidikan, maka kepala sekolah merasa perlu melakukan perubahan dalam pengelolan pendidikan di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa kepemimpinan Kepala sekolah di masa pademi memegang peranan vital sebagai pemimpin dalam membangun atmosfir pendidikan dan memastikan peserta didik tetap mendapatkan pembelajaran bermakna. Oleh karena itu perlu ada langkah-langkah yang tepat dan koordinasi yang baik dengan seluruh pihak sebagai bentuk respon yang cepat dari sekolah, agar proses pembelajaran dan pengajaran di tengah wabah Covid-19 tetap berjalan (Khairuddin, 2020). Kedua, perubahan pengelolaan sekolah meliputi pengelolaan pembelajaran yang memakai pendekatan teknologi, pengelolaan personalia dengan pembagian tugas serta terdapat tim bentukan baru untuk penanggulangan di masa pandemi, pengelolaan administrasi sekolah yang memakai pendekatan sistem informasi manajemen, perubahan visi dan arahan sekolah, terutama di masa pandemi, dan adanya perencanaan jangka pendek dan panjang apabila pandemi belum selesai. Dalam kepemimpinan transformasional perubahan adalah sesuatu hasil yang bisa dirasakan, karena berada pada kondisi yang tidak stagnan, maka berbagai pendekatan dilakukan agar perubahan dirasakan kemanfaatannya bagi organisasi atau lembaga yang dipimpin. Hal ini sesuai dengan definisi kepemimpinan transformsional adalah pemimpin yang : (a) Menjelaskan perlunya perubahan, (b) Menciptakan visi yang mantap dan berkomitmen untukmencapainya, (c) Fokus pada tujuan jangka panjang, (d) Menginspirasi pengikut untuk berubah dari minat pribadi ke minat pengembangan organisasi, (e) Mendampingi pengikut untuk mengambil inisiatif dan menjalankan tanggungjawab, (f) Menata ulang visi organisasi agar lebih diterima semua pihak terkait (Bass & Riggio, 2006). Ketiga , perubahan yang dilakukan melibatkan semua pihak, kepala sekolah mengajak guru, karyawan dan komite sekolah untuk bersama memikirkan kondisi dan mencari solusi pembelajaran secara bersama-sama, sehingga tujuan utama pendidikan tetap tercapai. Salah satu kekuatan dari model kepemimpinan transformasional adalah bahwa model tersebut dibangun di atas sumber daya setiap anggota sekolah, terutama staf dan guru. Pemimpin yang benar-benar transformasional adalah seorang motivator yang berupaya menginspirasi anggota tim untuk menjadi diri mereka yang lebih baik. Pendidik transformasional melupakan kepentingan pribadi dan promosi diri. Sebaliknya, mereka mengarahkan perhatian dan energi mereka untuk kebaikan kelompok secara keseluruhan (Yukl & Michel, 2014). Kepala sekolah yang menerapkan kepemimpinan trnasformasional akan mampu menggerakkan seluruh warga sekolah dengan memberikan inspirasi, motivasi dan penguatan positif sehingga masalah dan kondisi apapun yang ada di sekolah bisa dilalui, termasuk di masa pandemi ini. Pekerjaan kepemimpinan kepala sekolah di masa pandemi sangat sangat kompleks. Karena hal ini melibatkan strategi, budaya, hubungan, administrasi, pengambilan keputusan yang kompleks dengan berbagai gerak kegiatan serta perbedaan pandangan pemangku kepentingan yang terkadang saling bertentangan (Harris & Jones, 2020). Keempat, semua pihak menyambut baik perubahan yang dilakukan oleh kepala sekolah dan mendukung, hal ini dikarenakan dalam kondisi pandemi saat ini diperlukan kebijakan yang strategis dan mampu melalui kondisi sehingga peserta didik tetap mendapatkan pendidikan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pengertian bahwa gaya kepemimpinan transformasional memandang pengembangan hubungan sebagai komponen penting dari kerja lembaga pendidikan. Kepemimpinan transformasional dalam pendidikan memacu siswa dan guru untuk berkembang dan tumbuh dalam komunitas yang memelihara (Nash, 2012). ## 2. Dampak Kepemimpinan Transformasional di masa pandemi Perubahan dari kepemimpinan transformasional ini dirasakan oleh guru, karena dalam penelitian ini hanya dikonfirmasi kepada guru saja. Seperti disampaikan dalam hasil data penelitian bahwa perubahan yang terjadi adalah perubahan pada pengelolaan sekolah meliputi pengelolaan pembelajaran yang memakai pendekatan teknologi, pengelolaan personalia dengan pembagian tugas serta terdapat tim bentukan baru untuk penanggulangan di masa pandemi, pengelolaan administrasi sekolah yang memakai pendekatan sistem informasi manajemen, perubahan visi dan arahan sekolah, terutama di masa pandemi, dan adanya perencanaan jangka pendek dan panjang apabila pandemi belum selesai. Hal inisesuai dengan teori bahwa dampak yang didapatkan sekolah dari kepemimpinan transformasional yakni perubahan pada persepsi efektifitas pemimpin, perilaku guru, keadaan psikologis guru, pembelajaran organisasi, perbaikan organisasi, budaya sekolah, dan perubahan pada siswa (Geijsel et al., 1999). Sebagian besar dampak yang diamati dan terutama yang lebih kuat dapat dianggap berasal dari tiga yang paling relevan pada dimensi kepemimpinan yang disebutkan di atas. Selama masa pandemi, proses pembelajaran mengalami perubahan yang sangat besar. Guru berusaha sekuat tenaga agar bisa menyesuaikan dengan pembelajaran jarak jauh yang disarankan oleh pemerintah. Kepala sekolah memiliki pengaruh yang besar dalam mengarahkan, memotivasi guru sehingga guru tetap bersemangat melakukan penyesuaian dan adaptasi baru. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa kepemimpinan transformasional menjadi relevan dalam mengubah praktik mengajar para guru, walaupun dampak kepemimpinan yang relatif paling mungkin adalah tidak langsung secara alami (Hallinger & Heck, 1996). Maka dari itu kepemimpinan transformasional sangat diperlukan di masa pandemi ini agar peniddikan tetap berjalan semaksimal mungkin. ## Simpulan Pertama , kepemimpinan transformasional sangat tepat diterapkan oleh kepala sekolah di masa pandemi ini. Kedua, perubahan pengelolaan sekolah dalam kepemimpinan transformasional meliputi pengelolaan pembelajaran yang memakai pendekatan teknologi, pengelolaan personalia dengan pembagian tugas serta terdapat tim bentukan baru untuk penanggulangan di masa pandemi, pengelolaan administrasi sekolah yang memakai pendekatan sistem informasi manajemen, perubahan visi dan arahan sekolah, terutama di masa pandemi, dan adanya perencanaan jangka pendek dan panjang apabila pandemi belum selesai. Ketiga , perubahan yang dilakukan melibatkan semua pihak, kepala sekolah mengajak guru, karyawan dan komite sekolah untuk bersama memikirkan kondisi dan mencari solusi pembelajaran secara bersama-sama, sehingga tujuan utama pendidikan tetap tercapai. Keempat, semua pihak menyambut baik perubahan yang dilakukan oleh kepala sekolah dan mendukung, hal ini dikarenakan dalam kondisi pandemi saat ini diperlukan kebijakan yang strategis dan mampu melalui kondisi sehingga peserta didik tetap mendapatkan pendidikan dengan baik. ## Daftar Pustaka Amin, M., Shah, S., & Tatlah, I. A. (2013). Impact of Principals/Directors’ Leadership Styles on Job Satisfaction of the Faculty Members: Perceptions of the Faculty Members in a Public University of Punjab, Pakistan. Journal of Research & Reflections in Education (JRRE) , 7 (2), 97–112. Bagwell, J. (2020). Leading Through a Pandemic: Adaptive Leadership and Purposeful Action. Journal of School Administration Research and Development , 5 (S1), 30–34. https://doi.org/10.32674/jsard.v5iS1.2781 Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership . Psychology Press. https://doi.org/10.4324/9781410617095 Bass, B. M., Stogdill, R. M., & Bass, R. R. (2008). Stogdill’s handbook of leadership: A survey of theory and research . free press. Bungin, B. (2007). Analisis data penelitian kualitatif . Raja Grafindo Persada. Bungin, B. (2020). Post qualitative social research methods : kuantitatif, kualitatif, mixed methods positivism, postpositivism, phenomenology,postmodern. Jakarta: Kencana. , 2020. Cheatham, J. P. (2020). Becoming a school leader during COVID-19 . Usable Knowledge. Creswell, J. W. (2016). Research Design, Qualitative, Quantitative and Mixed Methods . Pustaka Pelajar. Geijsel, F., Sleegers, P., & van den Berg, R. (1999). Transformational leadership and the implementation of large‐scale innovation programs. Journal of Educational Administration , 37 (4), 309–328. https://doi.org/10.1108/09578239910285561 Hallinger, P., & Heck, R. H. (1996). Reassessing the Principal’s Role in School Effectiveness: A Review of Empirical Research, 1980-1995. Educational Administration Quarterly , 32 (1), 5–44. https://doi.org/10.1177/0013161X96032001002 Harris, A., Day, C., Hopkins, D., Hadfield, M., Hargreaves, A., & Chapman, C. (2013). Effective Leadership for School Improvement . Routledge. https://doi.org/10.4324/9780203754849 Harris, A., & Jones, M. (2020). COVID 19 – school leadership in disruptive times. School Leadership & Management , 40 (4), 243–247. https://doi.org/10.1080/13632434.2020.1811479 Kaden, U. (2020). COVID-19 School Closure-Related Changes to the Professional Life of a K–12 Teacher. Education Sciences , 10 (6), 165–178. https://doi.org/10.3390/educsci10060165 Khairuddin, K. (2020). Kepemimpinan kepala sekolah ditengah pandemi copid-19. Edukasi , 8 (2), 171–183. https://doi.org/10.32520/judek.v8i2.1161 Ma’mur, J. (2016). Buku panduan internalisasi pendidikan karakter di sekolah . Diva Press,. Moleong, J. L. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi) . PT. Remaja Rosdakarya. Morgan, H. (2020). Best Practices for Implementing Remote Learning during a Pandemic. The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas , 93 (3), 135–141. https://doi.org/10.1080/00098655.2020.1751480 Nash, S. D. (2012). What makes a transformational education leader?: An investigation into the antecedent experiences of K-12 transformational leadership . Montana State University- Bozeman, College of Education, Health & Human. Netolicky, D. M. (2020). School leadership during a pandemic: navigating tensions. Journal of Professional Capital and Community , 5 (3/4), 391–395. https://doi.org/10.1108/JPCC- 05-2020-0017 Usman, H. (2019). Kepemipinan Efektif: Teori, Kepemimpinan, Dan Praktik . Bumi Aksara. Yukl, G., & Michel, J. W. (2014). A critical assessment of research on effective leadership behavior. In Advances in Authentic and Ethical Leadership (p. 209). Information Age Portland, OR.
b465171e-5b2e-4950-844f-e4f4c5c8acdf
https://journal.walisongo.ac.id/index.php/dakwah/article/download/3997/2247
Jurnal Ilmu Dakwah Volume 39 No 2 (2019) 112-125 ## Jurnal Ilmu Dakwah Journal homepage Reduksi Tingkat Stress pada Komunitas ## Purbalingga Street Art melalui Graffiti dan Mural Eti Khusnul Khotimah 1 , Alief Budiyono 2 1 Fakultas Dakwah, 2 IAIN Purwokerto Email: echiekh69@gmail.com ; alief@iainpurwokerto.ac.id ## Abstract Many things can be done to reduce stress, one of them is through Graffiti and Mural. Both are recognized to reduce stress levels in a person. The purpose of this study is to find out how to reduce stress levels and differences in stress levels before and after treatment in the form of drawing graffiti and murals in the Purbalingga Street Art (PUSAR) community. This type of research is a quantitative quasi experiment. To measure stress levels, the instrument used is the Depression Anxiety Stress Scale (DASS). The stress difference was analyzed using the Wilcoxon signed rank test. The results of the study stated that graffiti and murals can cause a sense of fun and calm when the artist holds a pilox (spray paint) on the object of the wall. Then, there is a point in making graffiti that makes a graffiti artist feel satisfied to express and express emotions from within himself. So that what makes graffiti and murals can overcome problems and cause pleasure is when all emotions can be overflowed into his work. Furthermore, every member of the Purbalingga Street Art (PUSAR) community with different stress levels get different results. Statistical test results show a significant difference or decrease in stress levels in the study subjects with the results of p value = 0.011 (p value <0.05), so the hypothesis is accepted. *** ## Abstrak Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mereduksi stress, salah satunya melalui Graffiti dan Mural. Keduanya diakui dapat mengurangi tingkat stress pada seseorang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui cara mereduksi tingkat stress dan perbedaan tingkat stress sebelum dan sesudah dilakukannya perlakuan berupa menggambar graffiti dan mural pada komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR). Jenis penelitian ini adalah kuantitatif quasi eksperimen. Untuk mengukur tingkat stress, instrumen yang digunakan adalah skala Depression Anxiety Stress Scale (DASS). Perbedaan stress tersebut dianalisis menggunakan uji wilcoxon signed rank. Hasil penelitian menyatakan bahwa graffiti dan mural dapat menimbulkan rasa senang serta ketenangan ketika artist memegang pilox (cat semprot) pada obyek tembok. Kemudian, ada sebuah titik dalam pembuatan graffiti yang membuat seorang artist graffiti merasa puas untuk mengungkapkan dan mengekspresikan emosi dari dalam dirinya. Sehingga yang membuat graffiti dan mural dapat mengatasi masalah dan menimbulkan rasa senang adalah saat semua emosi dapat diluapkan ke karyanya. Selanjutnya, setiap anggota komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) dengan tingkat stress yang berbeda mendapatkan hasil yang berbeda pula. Hasil uji statistik menunjukan perbedaan atau penurunan tingkat stress yang signifikan pada subjek penelitian dengan hasil p value = 0,011 (p value < 0,05), sehingga hipotesis diterima. Kata kunci: Graffiti dan Mural, Reduksi Stress, Komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) ## 1. Pendahuluan Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari gaya hidup hedonis. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kemajuan ilmu teknologi yang menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat.Dan tentunya menuntut untuk mengikuti arus perkembangan zaman serta tuntutan sosial lainnya. Apabila hal tersebut tidak dapat terpenuhi maka, akan menimbulkan kecemasan yang kemudian berujung pada perasaan stress. Stress adalah hal yang wajar dialami oleh semua orang mulai dari anak-anak, remaja sampai usia dewasa atau lanjut. Menurut Yosep, Stress merupakan sebuah reaksi fisik, mental, dan kimiawi dari dalam diri individu ( Setiana&Wiyani, 2017 : 2). Stress adalah suatu kondisi yang menekan jiwa (batin) dan menimbulkan ketegangan syaraf yang berdampak pada jiwa.( Abidin, 2009 :13-29). Stress terjadi pada manusia dalam berbagai tingkatan. Stress juga menimpa pada remaja. Salah satu faktor yang menyebabkan stress atau depresi pada usia remaja pada usia remaja salah satunya adalah putus cinta. Pelampiasan stress pada anak usia remaja adalah dengan hal menyimpang seperti minum-minuman beralkohol serta mengkonsumsi obat-obatan terlarang seperti narkoba. Hal di atas sesuai dengan pendapat menurut Lensa Indonesia, Kepala Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) merilis ada 7.526 anak usia remaja yang ditahan dalam penjara akibat kenakalannya mulai dari narkoba, pencurian, perkosaan dan lain-lain ( Asnita &Arneliwati, 2015 : 2 ). Pada umumnya seseorang mengurangi stress dengan melakukan kegiatan seperti jalan-jalan, bermain game, shopping, olahraga, mendengarkan musik, dll. Berbeda dengan komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) yang mengurangi tingkat stress menggunakan art therapy. Art therapy adalah sebuah proses kreatif seperti menyanyi, bermain drama, menggambar, menari, dan membuat puisi ( Sholihah, 2017 : 8). Art therapy merupakan suatu proses kreatif dan bersifat ekspresif untuk mengelola stress dan melatih individu untuk melakukan coping stress, serta memperkuat rasa percaya diri ( Permatasari, Marat, & Suparman, 2017 : 116–126). Yang dilakukan oleh komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) salah satunya yaitu art therapy dengan cara menggambar berupa graffiti dan mural untuk meluapkan segala emosinya. Seni jalanan dalam komunitas ini disebut dengan writer atau artistserta mengekspresikan perasaannya melalui graffiti berbentuk huruf atau bahkan karakter untuk mencurahkan apa yang ada dihatinya dalam bentuk gambar menggunakan cat tembok dan pilox (Diets, 2018). Berdasarkan wawancara dengan anggota Komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR), mereka seringkali mengalami problem dalam hidupnya. Penyebab stress yang menimpa mereka bermacam-macam, antara lain persoalan finansial, ketakutan dan rasa khawatir terhadap cita-cita atau masa depan, percintaan, keluarga, pertemanan dan sebagainya. Penelitian sebelumnya, American Psychology Assosiation (APA) yang membahas mengenai dampak dan gejala akibat stress. Menurut Petrie, Booth dan Pennebaker bahwa gejala stress diantaranya sering marah, menunjukan ekspresi khawatir serta ketakutan, mengeluh, suka menangis dan terlalu banyak tidur atau kurang tidur ( Rahmawati, 2014 : 276–293 ). Menurut Priest, stress menyebabkan reaksi-reaksi fisik seperti gangguan pada jantung, tangan gemetar, syaraf leher bagian belakang merasa tegang dan kaku, gelisah, sulit tidur dan gangguan organ fisik lainnya ( Abidin, 2012 : 13–29). Faktor utama terjadinya stress yaitu berasal dari keluarga, lingkungan, atau sosial lainnya. Hal ini berkolerasi dengan penelitian yang dilakukan oleh NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health). Menurut Muchtar, sebab- sebab terjadinya stress, dipengaruhi oleh usia, kondisi fisik dan faktor kepribadian baik dari lingkungan keluarga, cita-cita dan harapan yang dimiliki setiap individu ( Anggraeni & Jannah, 2014 : 1–5). Gejala yang sering dialami remaja yang tertimpa depresi dan diantaranya yaitu: merasa lemas, bibir kering, kringat dingin, mengalami khawatir atau cemas berlebihan, takut, jantung berdebar dan ada pula yang sulit tidur bahkan tidak nafsu makan. Gejala stress di atas merupakan hal yang umumnya orang lain alami. Berdasarkan pada studi pendahuluan penulis anggota Komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) yang rata-rata anggotanya adalah anak remaja, diketahui bahwa melalui graffiti dan mural seseorang dapat mengkspresikan diri dengan meluapkan segala keresahan dan segala permasalahan yang sedang dialaminya. Kegiatan tersebut menurut penulis unik dan menarik. Sebab, seni jalanan selalu dianggap sebagai perusak fasilitas umum dengan aksi vandalisme yaitu dengan melakukan aksi coret- coret disembarang tempat ( Sani, 2015 : 1–13). Dari hasil studi pendahuluan, sebagian remaja ini (PUSAR) menyatakan bahwa mereka mendapatkan kenyamanan setelah melakukan kegiatan corat coret ini. PUSAR memiliki prosedur saat menggambar di jalanan agar mereka dapat mengungkapkan kondisi yang dialami melalui ide kreatif dengan tenang. Kegiatan menggambar di jalanan menurutnya mampu memghilangkan depresi dan stress yang menimpanya. Mereka meluapkan kegelisahan melalui semprotan cat yang diberikan pada tembok. Berdasarkan kenyataan ini, sebetulnya penelitian ini dilakukan, dan jelas hal ini menguatkan hasil penelitian terdahulu, dengan perbedaan dalam obyek kajian dan fokus kajiannya. ## 2. Metodologi Studi ini merupakan penelitian kuantitatif quasi eksperimen dengan menggunakan metode pre-test dan post-test yang beracuan pada skala DASS. Instrumen pertanyaan yang digunakan dengan menggunakan 42 butir pertanyaan. Instrumen DASS digunakan untuk mengukur tingkat stress pada komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) sebelum dan sesudah diberikan art therapy yaitu perlakuan berupa menggambar graffiti dan mural. Selanjutnya, Data kuantitatif dianalisis menggunakan uji wilcoxon signed rank. Penelitian ini dilakukan pada komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR). Karena jumlah anggota yang masih aktif menggambar graffiti dan mural pada komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) sekitar 10 orang. Jadi, populasi yang digunakan adalah artist atau writer pada komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) sebanyak 10 orang. Sementara itu, peneliti menggunakan teknik penarikan sampel purposive yaitu untuk menentukan kriteria khsusus terhadap sampel, khususnya pada orang-orang yang dianggap ahli ( Priyono, 2008 : 43). a. Kriteria Inklusi Penentuan kriteria sampel dalam penelitian ini mempunyai karakteristik atau dipilih dengan sebagai berikut: a) Laki-laki usia 18-25 tahun b) Memiliki stress ringan, sedang, berat dan sangat berat c) Dapat menggambar graffiti atau mural b. Kriteria Ekslusi Kriteria ekslusi adalah sampel yang tidak memenuhi kriteria inklusi dan sampel yang tidak bersedia dengan atau tanpa alasan tidak terlibat dalam penelitian.Di dalam penelitian ini ada sepuluh sampel penelitian yaitu Milk (19 tahun), Clantwo (23 tahun), Krd28 (20 tahun), Sph (18 tahun), Ruse (18 tahun), Diets (22 tahun), Gels (23 tahun), Alvian (18 tahun), Askom (19 tahun), Speteer (18 tahun).Angket dalam penelitian ini adalah pre-test dan post-test yang beracuan dengan skala Depretion Anxiety Stress Scale atau DASS. Depresi, ansietas dan stress dinilai dengan menggunakan kuesioner Depretion Anxiety Stress Scale atau DASS yang dikeluarkan oleh Psychology Foundation Australia ( Masdar, dkk, 2016 : 138-143). Menurut Akin dan Cetin, DASS atau Depretion Anxiety Stress Scale merupakan alat ukur yang efektif dan valid serta handal dalam menilai keadaan emosional untuk mengukur tingkat stress ( Setiana & Cristin, 2017 : 2). DASS terdiri dari 3 skala yang dirancang untuk mengukur 3 jenis keadaan emosional, yaitu depresi, kecemasan, dan stres pada seseorang. Dan masing-masing skala terdiri dari 14 pertanyaan ( Purwandari, 2016 : 123). Indikator bagi orang yang mengalami stress dapat diukur dan diketahui dengan menggunakan skala DASS tersebut. Berikut ini digambarkan tabel indikator yang digunakan. Tabel 1 Indikator Kuesioner Depression Anxiety StressScale No. Skala Indikator Pertanyaan 1. Depresi - Tidak ada perasaan positif - Tdak bisa melakukan sesuatu - Tidak ada harapan - Sedih dan tertekan - Kehilangan minat - Merasa tidak berharga - Merasa hidup tidak bermanfaat - Tidak mendapat kesenangan - Merasa putus asa - Tidak merasa antusias - Sulit berinisiatif 2. Kecemasan - Mulut kering - Sesak nafas - Sering gemetar - Berada di situasi cemas - Pusing - Berkeringat tanpa sebab - Ketakutan - Sulit menelan - Sadar akan aksi gerak jantung - Dekat dengan kepanikan - Tidak berdaya 3. Stress - Marah karena hal sepele - Bereaksi berlebihan terhadap situasi - Sulit untuk beristirahat No. Skala Indikator Pertanyaan - Mudah merasa kesal - Menghabiskan banyak energi karena cemas - Tidak sabaran - Mudah tersinggung - Mudah marah - Sulit tenang saat merasa kesal - Sulit untuk sabar - Merasa gelisah - Sulit mentolerir gangguan - Mudah gelisah Dari Tabel 1 dapat dihitung dengan menjumlahkan skor yang relevan dengan pilihan jawaban 0-3. Nilai 0 tidak pernah sama sekali, 1 kadang-kadang, 2 sering, dan 3 sering sekali. Dengan demikian, skor stress diklasifikasikan menjadi 5 yaitu, normal dengan skala interval (0–14), stres ringan (15–18), stres sedang (19–25), stres berat (26–33), stres sangat berat (≥34). Oleh karena itu, Kuisioner DASS 42 yang digunakan peneliti merupakan skala yang sudah tervaliditasi, sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas. Hal itu disebabkan karena nilai validitas dan reabilitas 0,91 yang diolah berdasarkan penilaian Cronbach’s Alpha sudah sangat tinggi ( Khofifah, 2015 : 125-130). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah graffiti dan mural dapat digunakan untuk mereduksi tingkat stress. Uji pre-test dilakukan kepada anggota komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) yang dapat menggambar graffiti dan mural dengan jumlah sampel 8 orang. ## 3. Pembahasan a. Lingkup Kajian Graffiti dan Mural Graffiti berasal dari kata Italia “grafitto” yang berarti guratan atau goresan, yang memiliki atau memberikan fungsi pada pemanfaatan aksi corat-coret ( Sani, 2015 : 2). Graffiti adalah seni rupa yang dibuat di atas dinding untukmenuliskan kalimat tertentu dengan menggunakan komposisi warna, garis, bentuk dan volume ( Yuniar, 2017 : 3). Graffiti merupakan sebuah symbol berupa nama atau identitas dari artist/writer tersebut. Kata graffiti berasal dari bahasa latin yaitu graphium yang artinya tulisan ( Budyastomo, 2018 : 146-156). Menurut Kenneth Burke memandang dari teori Dramatisme, komunikasi merupakan cara berproses untuk menuangkan gagasan serta pengalaman( Widagdo, 2016 : 24-34). Komunikasi dalam sebuah karya seni berupa penanda nama kota atau gang tertentu sebagai ciri khas dari kota itu sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) yang menggambar graffiti disepanjang gang atau kota tertentu sebagai tanda daerah tersebut. Mural berasal dari bahasa Latin yaitu murus yang artinya dinding ( Asharhani, 2012 : 56). Mural adalah gambar dengan ukuran besar yang dilukis pada dinding, langit-langit ruang, atau tempat permanen(Fachmi Ramadani, Hairunnisa, 2018). Menurut Susanto, Mural didenifisikan sebagai lukisan besar yang dibuat untuk mendukung ruang arsitektur (Susanto, 2002 : 23). Mural merupakan seni yang diekspresikan pada dinding yang bertujuan untuk mengaktualisasikan antara perilaku dan lingkungan sekitar ( Candra, 2013 : 234). Dengan demikian, yang dimaksud dengan graffiti dan mural dilihat dari perbedaannya adalah dari teknik penggarapannya. Sebab, ada sebuah titik dalam pembuatan graffiti yang membuat seorang artist graffiti merasa puas untuk mengungkapkan dan mengekspresikan emosi dari dalam dirinya. b. Graffiti dan Mural pada Komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) Komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) adalah komunitas yang berada di bawah naungan komunitas Urban Street Culture (USC) Purbalingga. Komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) adalah sebuah komunitas yang mewadahi seniman jalanan dalam mengekspresikan dirinya menjadi karya seni. Diantaranya yaitu seni graffiti dan mural yang biasanya dituangkan menjadi sebuah gambar di tembok atau dinding kayu. Komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) merupakan komunitas yang berisi anak remaja yang hobi menggambar dan sangat menyukai seni graffiti dan mural. Dengan demikian, graffiti dan mural yang dihasilkan oleh komunitas ini memberikan nuansa penuh warna yang menyampaikan pesan-pesan moral dibeberapa jalan kota Purbalingga. Jadi, yang dimaksud komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) oleh peneliti adalah komunitas di Purbalingga yang berisi seniman atau writer graffiti dan mural yang menyalurkan karyannya melalui hobi. Kegiatan yang dilakukan oleh PUSAR bertujuan untuk mereduksi tingkat stress yang dialaminya. Reduksi diartikan pemotongan atau pengurangan, ( KBBI, 2018 : 167). Reduksi stress yang dimaksud penulis dalam penelitian ini adalah suatu proses yang diterapkan untuk menghilangkan atau mengurangi stress pada seseorang, seperti halnya yang dilakukan oleh komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) yang akan diteliti ini menggunakan graffiti dan mural untuk mereduksi tingkat stress. ## 4. Hasil Studi ini berusaha untuk mengungkap kegiatan graffiti dan mural yang mampu mereduksi tingkat stress pada pelakunya, dalam hal ini adalah PUSAR. Berdasarkan skala DASS skor stress yang diambil dapat diklasifikasikan menjadi dua yang tergambar dalam tabel sebagai berikut; Tabel 2 Skor Pre-test terhadap Populasi dan Sampel Dari 10 artist graffiti dan mural yang diberikan pre-test dan post-test diperoleh hasil yaitu 2 artist mendapatkan skor dengan kategori normal dan 8 artist mendapatkan skor dalam kategori stess. Berdasarkan uji pre-test, maka ada 8 artist yang menjadi subjek penelitian. Penelitian dilakukan dengan waktu yang berbeda antara subjek yang satu dan yang lainya. Akan tetapi, ada pula subyek yang diteliti diwaktu bersamaan. Semua itu dilakukan sesuai kondisi dan keadaan dari artist graffiti dan mural. Oleh karena itu, peneliti menyesuaikan waktu dan tempat untuk memberikan pre-test dan post-test. Di bawah ini merupakan perolehan skor sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan graffiti dan mural pada komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR). Sehingga, terdapat perbedaan antara skor pre-test dan post-test. Berikut disajikan ke dalam tabel 3: No. Skor Frekuensi 1. 0-14 2 2. 15-(≥34) 8 Total 10 Tabel 3 Perbedaan Skor Pre-test dan Post-test Keterangan: -SR: Stress Ringan -SB: Stress Berat -N: Normal -SS: Stress Sedang -SSB: Stres sangat berat -T: Turun Tabel di atas menunjukan perbedaan skor pre-test dan post-test pada artist graffiti dan mural. Hasil skor pre-test skala DASS 42 terhadap komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) terdapat penurunan. Diantaranya yaitu subjek Clantwo mendapat jumlah skor pre-test 36 (kategori stress sangat berat) dan jumlah post-test 24 (kategori stress sedang). Dengan demikian, ia mengalami penurunan 12 skor. Kemudian, Milk mendapat skor pre-test 18 (kategori stress ringan) dan post- testberjumlah 2 skor (kategori normal),ia mengalami penurunan 16 skor. Senada dengan Milk, Sph mendapat skor pre-test sejumlah 19 (kategori stress sedang) dan post-test 14 (kategori normal) ia mengalami penurunan 5 skor. Diets mendapatkan skor pre-test 19 (kategori stress sedang) dan post-test sebanyak 7 skor (kategori normal). Dengan begitu, ia mengalami penurunan 12 skor. Selanjutnya, Ruse mendapatkan skor pre-test 22 (kategori stress sedang) dan post- test 15 (kategori stress ringan), sehingga ia turun 5 skor. Sementara itu, Alvian mendapatkan skor pre-test 45 (kategori stress sangat berat) dan post-test 11 (kategori normal) serta mengalami penurunan sebanyak 34 skor. Berbeda dengan Krd28 mendapatkan skor pre-test 34 (kategori stress berat) serta post-test 22 (kategori stress sedang) dan mengalami penurunan 12 skor Dan yang terakhir yaitu Giels mendapatkan skor pre-test 23 (kategori stress sedang) sertapost-test 11 (kategori normal) dan mengalami penurunan 12 skor. No . Nama Pre Kategori Pre-test Post Kategori Post-test Penurunan skor Ket. 1. Clantwo 36 SSB 24 SS 12 T 2. Milk 18 SR 2 N 16 T 3. Sph 19 SS 14 N 5 T 4. Diets 19 SS 7 N 12 T 5. Ruse 22 SS 15 SR 7 T 6. Alvian 45 SSB 11 N 34 T 7. Krd28 34 SB 22 SS 12 T 8. Giels 23 SS 11 N 12 T Awalnya peneliti ingin menggunkan statistik parametrik dengan uji paired t test untuk hipotesis di atas, namun karena data penelitian tersebut tidak berdistribusi normal maka peneliti menggunakan alternatif lain yakni menggunakan uji wilcoxon signed ranks. Dari data tersebut kemudian diolah menggunakan uji wilcoxon signed ranks. Tabel 4 Hasil Analisis Uji Wilcoxon Signed Rank Post Test - Pre Test Z Aymp. Sig. (2-tailed) -2.552 b .011 a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks. Berdasarkan metode perhitungan yang dilakukan di dalam rumus Wilcoxon signed rank test, nilai-nilai yang di dapat adalah: nilai mean rank dan sum of ranks dari kelompok negatif ranks, positive ranks dan ties.Negativeranks artinya sampel dengan nilai kedua (post-test) lebih rendah dari nilai pertama (pre-test). Sehingga negative ranks atau selisih (negatif) adalah hasil antara sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan berupa menggambar graffiti dan mural. Disini terdapat 8 data negatif (N) yang artinya ke 8 artist graffiti dan mural mengalami penurunan ketika menggambar graffiti dan mural dari nilai pre-test ke nilai post-test. Mean rank atau rata-rata penurunan tersebut adalah sebesar 4.50, sedangkan jumlah rangking negatif atau sum of ranks adalah sebesar 36.00. Positive ranks adalah sampel dengan nilai kedua (post-test) lebih tinggi dari nilai pertama (pre-test). Positive ranks atau selisih (positif) yaitu hasil antara sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan berupa menggambar graffiti dan mural untuk pre-test dan post-test adalah 0, baik itu pada nilai N, mean rank maupun sum rank. Nilai 0 ini N Mean Rank Sum of Ranks Post Test – PreTest NegativeRanks 8 a 4.50 36.00 Positive Ranks 0 b .00 .00 Ties 0 c Total 8 a. Post Test < Pre Test b. Post Test > Pre Test c. Post Test = Pre Test menunjukan tidak adanya peningkatan (penambahan) dari nilai pre-test ke nilai post- test. Sementara itu, ties adalah nilai kedua (post-test)sama besarnya dengan nilai pertama (pre-test). Simbol N menunjukkan jumlahnya, Mean rank adalah peringkat rata-ratanya dan sum of ranks adalah jumlah dari peringkatnya. Ties merupakan kesamaan nilai pre-test dan post-test, dari data di atas nilai ties adalah 0, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada nilai yang sama antara pre-test dan post-test. Kemudian, untuk dasar pengambilan keputusan uji wilcoxon adalah: 1. Jika nilai Asymp.Sig < 0.05 maka hipotesis diterima, 2. Jika nilai Asymp.Sig > 0.05 maka hipotesis ditolak Berdasarkan hasil output “Test Statistics ” , diketahui Asymp.Sig (2-tailed) bernilai 0.011. Karena 0.011 lebih kecil dari < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima. Artinya ada perbedaan antara hasil sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan berupa menggambar graffiti dan mural. Sehingga, dapat disimpulkan pula bahwa ada perbedaan kondisi stress sebelum dan sesudah pembuatan graffiti dan mural pada komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR). Data di atas juga di dukung oleh pendapat dari subyek Milk yang mengatakan bahwa menggambar graffiti dan mural mampu mengurangi stress yang sedang dirasakan ( Milk, 2018 ). Berdasarkan penghitungan yang dilaksanakan tergambar data sangat jelas bahwa menggambar graffiti dan mural dapat menimbulkan rasa senang oleh pelakunya, yaitu anggota PUSAR. Menurut sebagian anggota PUSAR, ada sebuah titik dalam pembuatan graffiti yang membuat seorang artist graffiti merasa puas untuk mengungkapkan dan mengekspresikan emosi dari dalam dirinya. Dengan demikian, graffiti dan mural dapat menghasilkan ketenangan. Berbeda dengan cat, jadi yang dibahas bukan gambarnya tetapi proses menyemprotkannya juga mempengaruhi. Dengan kata lain, yang membuat graffiti dan mural dapat mengatasi masalah dan menimbulkan rasa senang karena segala emosi dapat diluapkan semua ke karyanya. Oleh sebab itu, graffiti dan mural digunakan untuk mengurangi tekanan-tekanan yang berat. Hal tersebut dialami dan dilakukan oleh komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) dengan tujuan untuk mengekspresikan segala emosi serta mengaktualisasikan diri untuk mereduksi tekanan yang ada pada dirinya. Lebih lanjut, Graffiti adalah coretan di dinding yang bernafaskan komposisi warna, titik, garis, volume, bentuk yang digunakan sebagai sarana komunikasi. ( Clantwo, 2019 ). Pendapat tersebut juga sejalan dengan pendapat Malchiodi yaitu Expression through art, music, movement, or play can be ways to convey oneself without wordsand may be the primary form of communication in therapy ( Malchiodi, 2006 ). Oleh karena itu menggambar merupakan sebagai sarana komunikasi atau mengungkapkan ekspresi segala emosi yang dirasakan oleh writer. Berikut ini merupakan hasil karya dari artist graffiti dan mural pada komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR); ## Tabel 5 Hasil karya Graffiti dan Mural PUSAR No Gambar Makna dan Pembahasan 1 Karya Graffiti dan Mural Clantwo dalam acara ultah Urban Street Culture Gambar di samping menjelaskan bahwa a.k.a Clantwo merupakan pecinta senja serta ingin mengekspresikan rasa senang. Pada awalnya ia merasa cemas dan khawatir mengenai acara Mbaswild di Anniversary Urban Street Culture yang ke-5 yang tentunya menjadi tanggung jawabnya. Sementara itu, teori yang ditulis oleh John W. Santrock menyatakan bahwa stress adalah respon terhadap stressor yang mengancam ( Sayekti, 2017 : 23). Oleh sebab stress merupakan kondisi ketika kita memiliki banyak pikiran yang menuntut serta keseimbangan tubuh menjadi terganggu dan pada akhirnya akan mengalami beberapa gangguan fisik maupun psikis lainnya. 2 Graffiti dan Mural Jenis Wildstyle oleh Milk Gambar graffiti di samping menggambarkan rasa bahagia dan cinta. Selain itu, gambar itu mengungkapkan sebuah identitas atau symbol dari writer graffiti dan mural. Meskipun, sebelum menggambar Milk merasakan khawatir dan cemas dengan acara ulangtahun Urban Street Art (USC) serta takut jika acara tidak berjalan dengan lancar. Sementara teori menurut Dadang Hawari, stres sering muncul dalam dua bentuk, yaitu kecemasan dan depresi (Rochman, 2010). Data dari Milk di atas juga berkolerasi dengan pendapat Malchiodi, dkk. Bahwa, memberikan rasa puas dalam mengekspresikan emosi dan perasaan dapat dilakukan melalui gambar atau symbol( Mukhlis, 2011 : 99-115). Sementara itu, menurut teori Freud hal tersebut disebut dengan sublimasi. Oleh karena itu, Freud berasumsi bahwa terciptanya sebuah seni merupakan inspirasi dari sublimasi yang tidak terpuaskan. Dengan demikian, sublimasi merupakan sebuah teknik pertahanan ego untuk meredakan ketakutan atau kecemasan dan mengubahnya dalam tingkah laku berupa hobi yaitu dengan mengekspresikan melalui gambar atau symbol agar keinginannya atau yang menjadi keresahan hatinya dapat terpuaskan atau tersampaikan. 3 Gambar di samping merupakan sederetan gambar graffiti dan mural dengan tema tropis yang melambangkan nama daerah di Desa Kembangan Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga. Hal ini tentu berkolerasi dengan teori Dramatisme menurut Kenneth Burke mengatakan bahwa semua pengalaman yang No Gambar Makna dan Pembahasan Kolaborasi Graffiti dan Mural di desaKembangan mendasari mereka menuangkan gagasan yaitu dengan cara berproses untuk aktifitas komunikasi ( Widagdo, 2016 :24). Sehingga, komunikasi dalam sebuah karya seni bisa berupa penanda nama kota atau gang tertentu sebagai ciri khas dari kota itu sendiri.Di daerah tropis tentu banyak sekali tanaman dan bunga-bunga. Gambar bunga tersebut bisa diartikan Kembangan yang tak lain adalah nama desa tersebut. Sebuah tempat para writer atau artist mural seperti Milk, Sph, Alvian, dan Speteer berkolaborasi dalam satu tembok di Jalan Raya Kembangan Bukateja. 4 Graffiti dan Mural Jenis Wildstyle oleh Diets Gambar ini merupakan sebuah symbol. Menurut teori Dramantisme oleh Kenneth Burke manusia merupakan makhluk yang menggunakan symbol. Penggunaan symbol dalam teori Dramantisme menurut Suparno (2011)mencakup membuat, menggunakan, bahkan menyalahgunakan symbol ( Widagdo, 2016 : 23). Oleh sebab itu, seorang artist graffiti memiliki kepuasan tersendiri dalam proses pembuatan graffiti dititik tertentu. Dan gambar yang dituangkan di dalam tembok merupakan sebuah kreativitas yang berupa symbol dan tentunya memiliki makna tersendiri bagi artist graffiti itu sendiri. 5 Graffiti dan Mural Jenis Wildstyle oleh Ruse Gambar di samping menggambarkan kondisi yang dirasakan Ruse saat itu adalah perasaan khawatir dan ia juga dituntut harus bisa menggambar dengan biaya yang seadanya. Adapun stress menurut teori Lazarus dan Launier adalah ketegangan fisik dan mental atau emosional yang disebabkan oleh tekanan dan tuntutan disekeliling manusia ( Rochman, 2010 : 23). Sehingga, stressor adalah suatu yang mengancam secara fisik maupun psikologis dan menyebabkan kesedihan, kekecewaan serta menimbulkankecemasan, kekhawatiran yang berlebihan. 6 Graffiti dan Mural oleh Alvian di Gambar tersebut memberikan pesan rasa rindu yang mendalam kepada seorang wanita yang dicintainya dengan inisial CHZ yang sangat cuek. Alvian selalu resah dan cemas menunggu kabar darinya tapi Alvian tetap menyukainya. Teori hirarki kebutuhan menurut Maslow yang membahas tentang penyebab stress salah satunya yaitu kebutuhan akan rasa kasih sayang dan kebutuhan akan harga diri atau self ekstem. No Gambar Makna dan Pembahasan Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan menimbulkan rasa cemas yang akan menyebabkan stress. Oleh sebab itu, rasa rindu yang mendalam pada perempuan yang berinisial CHZ kemudian diungkapkan dan diaktualisasikan melalui graffiti dan mural yang dibuatnya. 7 Graffiti dan Mural Jenis Wildstyle oleh Krd28 Gambar ini memberikan pesan semangat yang bertemakan tropis dan memberikan symbol bahwa ada hutan ditengah kota. Gambar tersebut dibuat menggunakan kombinasi cat dan pilox setelah acara Mbaswild Urban Street Culture di Kandangampang sudah selesai dengan sukses. Meski selama acara artist Krd28 sempat merasa cemas saat acara berlangsung karena ia juga menjadi salah satu orang yang bertanggungjawab dengan acara tersebut. Sehingga ia memiliki banyak pikiran dan beban yang harus ia rasakan. Menurut Makie stress berdasarkan teori Korchin adalah keadaan yang muncul apabila tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang ( Rahmawati, 2014 : 23-24). 8 Grafiti Jenis Bubble danThrow Up oleh Giels Gambar tersebut memberi kesan funky dengan stylebubble dan throw up. Intinya saat menggambar graffiti tersebut ia sedang memiliki feel atau mood yang bagus. Berdasarkan data dari Giels bahwa, ia sering merasa terbebani oleh masalah-masalah yang menyebabkan ia merasa stress. Biasanya ia lebih suka menyendiri jika memiliki masalah. Dan ia biasanya menuangkan dengan cara menggambar jika sudah memasuki stress level berat. Menurutnya, menggambar merupakan salah satu cara yang cukup efektif untuk mengurangi tekanan-tekanan yang berat. Sementara, Jung berpendapat dalam pendekatan psikodinamiknyaa bahwa, semua perilaku dari seseorang dapat dijelaskan dengan konflik yang terjadi di bawah alam sadar ( Padan et al., 2013 : 123). Teknik yang 50-53gram digunakan Jung selama menganalisis diri disebut dengan imajinasi aktif ( Feist, Jess dan Feist, 2008 : 123- 124). Menurut Edward, art therapy dapat melepaskan ketidaksadaran seseorang melalui ekspresi seni secara spontan yang berisi ketakutan-ketakutan, tekanan-tekanan. ( Padan et al., 2013 : 124). Sehingga, art therapy berupa seni graffiti dan mural dapat membantu individu untuk menyelesaikan konflik, mengurangi stress dan mengelola perilaku yang bermasalah No Gambar Makna dan Pembahasan sehingga bisa meningkatkan harga diri/kepercayaan diri. ## 5. Kesimpulan dan Penutup Berdasarkan hasil skor pre-test dan post-test skala DASS dengan 42 butir pertanyaan terhadap komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) terdapat penurunan. Hasil uji statistik terdapat perbedaan atau penurunan tingkat stress yang signifikan pada subjek penelitian dengan hasil p value = 0,011 (p value < 0,05). Berdasarkan penghitungan ini, maka hipotesis diterima. Perbedaan kondisi stress sebelum dan sesudah pembuatan graffiti dan mural pada komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR) terdapat pada masing-masing sampel yang dijadikan sebagai obyek penelitian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa graffiti dan mural dapat digunakan mampu mereduksi tingkat stress pada komunitas Purbalingga Street Art (PUSAR). ## Daftar Pustaka Jurnal Abidin, M. Z. (2012). Model-Model Pengembangan Kajian Psikologi dalam Diskursus Pemikiran Muslim Kontemporer. Jurnal Religi, Vol 8 (1), Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press Abidin, Z. (2009). Ketika Stress Beraksi Islam Punya Solusi. Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 3 (1), Purwokerto: Fakultas Dakwah Anggraeni, Tania Puspa & Miftakhul Jannah. (2014). Hubungan antara Psychological Well-Being dan Kepribadian Hardiness dengan Stres pada Petugas Port Securuty. Jurnal Character, 3(2) , Surabaya, UNESA Asnita, Lina & Arneliwati, J. (2015). Hubungan Tingkat Stress dengan Harga Diri Remaja di Lembaga Pemasyarakatan. JOM, 2 (2), Pekanbaru: Universitas Riau Budyastomo, A. W. (2018). Bentuk Bahasa Komunikasi dalam Seni Grafiti Sebagai Media Peyampaian Pesan (Studi Kasus : Padepokan Grafiti Salatiga ). Jurnal Batoboh, 3(2), Padang: padangpanjang press Fachmi Ramadani, Hairunnisa, S. (2018). Pesan Sosial dalam Seni Mural di Kota Samarinda. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol 6 (3), Samarinda Feist, Jess dan Feist, G. J. (2008). Theories of Personality (Y. Santoso, Ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2018), Jakarta: Balai Pustaka Khofifah, A. (2015). Gambaran Tingkat Stress pada Anak Usia Sekolah Menghadapi Menstruasi Pertama (Menarche) di SDN Gegerkalong Girang 2. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, Vol I (2), Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Masdar, H., Saputri, P. A., Rosdiana, D., & Chandra, F. (2016). Depresi , ansietas , dan stres serta hubungannya dengan obesitas pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 12(4), Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Mukhlis, A. (2011). Pengaruh Terapi Membatik terhadap Depresi pada Narapidana. Jurnal PsikoIslamika, Vol 8(1), Malang: UIN Malang Padan, W. H., Roswita, M. Y., Hastuti, L. W., Therapy, A. R. T., Mengurangi, U., Pada, K., & Yang, A. (2013). Art Therapy untuk Mengurangi Kecemasan pada Anak yang Baru Memasuki Panti Asuhan. Jurnal Prediksi, Kajian Ilmiah Psikologi, 2(1), Semarang: UNIKA Soegiyopranoto Permatasari, A. E., Marat, S., & Suparman, M. Y. (2017). Penerapan Art Therapy untuk Menurunkan Depresi pada Lansia di Panti Werdha X. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 1(1), Jakarta: Universitas Tarumanegara Rahmawati, M. (2014). Menulis Ekspresif sebagai Strategi Mereduksi Stres untuk Anak-anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Malang: Universitas Negeri Malang Rochman, K. L. (2010). Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN Press. Sani, F. L. (2015). Fenomena Komunikasi Anggota Komunitas Graffiti di Kota Medan (Studi Fenomenologi pada Anggota Komunitas ME&ART). Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(1), Medan: Universitas Islam Sumatera Utara Setiana, Dewa Gede Agung Agus & Cristin Wiyani, R. E. (2017). Pengaruh Art Therapy (Terapi Menggambar) terhadap Stres pada Lansia. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 13 (2). Yogyakarta: Universitas Aisyiyah Widagdo, M. B. (2016). Jurnal Ilmu Sosial Jurnal Ilmu Sosial. Jurnal Ilmu Sosial, Vol 15(1), Semarang: Universitas Diponegoro Yuniar, R. (2017). Graffiti Sebagai Media Komunikasi Politik Kaum Urban. Naskah Publikasi. www. academi.edu Buku Asharhani, I. S. (2012). Mural dan Graffiti Sebagai Elemen Pembentuk Townscape. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Dakwah Priyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Sidoarjo: Zifatama Publishing. Purwandari, R. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Perilaku Ketergantungan Merokok pada Pengendara Becak Bermotor di Kelurahan Siringo-Ringo Rantauprapat. Skripsi, Medan: Universitas Labuan Batu Sayekti, E. (2017). Stress Akademik pada Siswa Kelas XI MA Yarobi Kec. Grobogan, Kab. Grobogan. Skripsi, Semarang: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Sholihah, I. N. (2017). Kajian teoritis penggunaan art therapy dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMK. PROCEEDINGS INTERNATIONAL CONFERENCE IAIN PURWOKERTO Susanto, M. (2002). Diksi Rupa. Yogyakarta: Kanisius. ## Internet dan Wawancara Candra, C. O. (2013). Pesan Visual Mural Kota Karya Jogja Mural Forum – Yogyakarta. Skripsi, Yogyakarta: ISI Clantwo. (2019). Wawancaran dalam Coolabs Talk 3, Street Art: Menantang Ruang untuk Berekspresi. Diets. (2018). Wawancara dalam ulangtahun Urban Street Art (USC) ke-5. Malchiodi, C. A. (2006). Expressive Therapies. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/files/attachments/231/malchiodi3.pdf. Milk. (2018). Wawancara dalam ulangtahun Urban Street Culture (USC) ke-5.
5583a579-09e6-4199-8647-4fec787404f6
http://ejournal.sthd-jateng.ac.id/index.php/WidyaAksara/article/download/60/45
Volume 24 Nomor 2 September 2019 ## NILAI HIDUP RUKUN PONDASI KEBHINEKAAN DALAM MENGANTASIPASI RADIKALISME Oleh: I Nyoman Warta, I Nyoman Suendi, I Nyoman Santiawan Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten E-mail: nyomanwarta_jogja@yahoo.com , inyomansantiawan@gmail.com ## ABSTRAK Pentingnya Nilai Tat Twam Asi menjunjung nilai-nilai humanistik dengan jiwa dan rasa keagamaan yang mantap, rasa persaudaraan yang universal tidak terbatasi oleh agama, ilmu pengetahuan serta prilaku yang serba terbatas oleh awidhya atau kegelapan pikiran, perkataan dan perbuatan. Menjelaskan , menyakiti orang lain pada hakikatnya adalah menyakiti diri sendiri. Sejatinya hidup rukun mengindikasikan menghormati orang lain pada hakekatnya menghornati diri sendiri, demikian juga sebaliknya memusuhi orang lain pada hakekatnya memusuhi diri sendiri, dengan kata lain Tat Twam Asi adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang telah diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa sebagai suatu keharusan dan kebutuhan demi terwujudnya hidup rukun yang damai, harmonis serta anandham sebagai wujud nyata negara yang mejemuk. Apa lagi kita melihat ajaran ahimsa karma yang merupkan nilai-nilai ajaran Weda yang universal, nilai ahimsa dipopulerka oleh Gandhi, yang sangat menekankan, tidak boleh membunuh, menyakiti, memfitnah, iri hati, serta mengadu domba berbagai kebohogan sebagai retorika yang dibalut ajaran agama, sesungguhnya sangat tidak dibenarkan oleh ajaran agama Hindu. Karena pada hakikatnya menyakiti kehidupan di alam semesta ini paha hakikatnya menyakiti diri sendiri. Karena ajaran Hindu sangat mengutamakan kebenaran yang universal, setiap yang ada ini adalah mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta tidak bisa dibatisi oleh orang lain dengan bentuk atau cara apapun. Jika nilai kerukunan, norma keagamaan dinusantara ternodai, moralitas mengalami degradasi, maka kehancuran, kejahatan akan merajalela. Pembunuhann sacara sadis terjadi dimana-mana, pemorkosaan, jaringan narkoba, koropsi seolah-olah sulit diberantas serta jaringan terorisme yang menjadi musuh dunia dan umat manusia belum dapat teratasi dengan maksimal. Jaringan komunikasi yang canggih sering kali merepotkan umat manusia. Ini kembali pada jati diri manusia yang sesungguhnya, dengan membumikan ajaran agama,dipahami dihayati dan dipraktekkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ajaran agama tidak semata-mata dihapaklan saja, namun nilai agama mampu memaknai hidup ini sesuai dengan tujuan hidup manusia yakni Catur Marga Yoga. Maka hidup akan menjadi bijaksana gemah rifah loh jinawi. Kata Kunci: Nilai Hidup Rukun ## ABSTRACT The Importance of Tat Twam Asi Values upholds humanistic values with a strong religious spirit and sense, a sense of universal brotherhood that is not limited by religion, science and behavior which is limited by awidhya or darkness of mind, words and deeds. Explaining, hurting other people is essentially hurting themselves. Actually living in harmony indicates respect for others in essence of respecting oneself, and vice versa against others in essence against one's own self, in other words Tat Twam Asi is upholding the human values that have been created by Ida Sang Hyang Widhi / God Almighty One as a necessity and need for the realization of a peaceful, harmonious and anhamham harmony as a tangible manifestation of a pluralistic state. What's more we see the teachings of ahimsa karma which are universal Vedic teachings, the value of ahimsa is popularized by Gandhi, who strongly emphasizes, must not kill, hurt, slander, envy, and pitting sheep of various lies as rhetoric wrapped in religious teachings, in fact it is not justified by the teachings of Hinduism. Because, in essence, it hurts life in this universe, its thighs actually hurt themselves. Because Hinduism places great importance on universal truths, everything that exists has the same rights and obligations and cannot be bound by others in any form or way. If the values of harmony, religious norms in the archipelago are tainted, morality is degraded, then destruction, evil will be rampant. Sadistic murders occur everywhere, raping, drug networks, coronations as if they are difficult to eradicate and terrorism networks that are enemies of the world and humanity have not been able to be overcome to the maximum. Sophisticated communication networks often inconvenience humanity. This goes back to the true human identity, by grounding religious teachings, understood to be lived and practiced in the life of the nation and state, religious teachings are not solely in the air, but religious values are able to interpret this life in accordance with the goals of human life namely Catur Marga Yoga. Then life will be wise gem rifah tablets jinawi. Keywords: Nilai Hidup rukun ## I. PENDAHULUAN Pengaruh globaisasi tidak bisa dipungkiri tejadinya berbagai perubahan yang signifikan disetipa lini kehidupan. Gaya hidup semakin jauh dari berbagai norma-norma ajaran agama. Sehingga tidak jarang menimbulkan berbagai prilaku yang kurang terpuji. Ini sebagai dampak manusia terlalu mengejar kemelekatan benda duniawi, metererialistik guna menuju kemajuan zaman. Adalah suatu tanda yang mengejutkan bahwa orang-orang yang seharusnya ahli dalam berbagai bidang tidak lagi mampu menyelesaikan masalah-masalah mendesak yang telah muncul di dalam bidang keahlia mereka (Fritjof Capra,9:1997). Kemajuan zaman hendaknya selalu difiltraisasi dengan ajaran agama, sehinga nilai budaya yang positif mampu mengkulturisasi dengan nilai budaya yag ada. Dalam akulturisasi nilai- nilai agama hendaknya dijadikan filterisasi, mengingat ajaran agama Hindu adalah “ Sana Tana Dharma”, berlaku dalam tiga dimensi zaman yakni: benar pada zaman dahulu, benar pada zaman sekarang dan benar pada zaman yang akan datang (Atitha, Wartamana dan Nagata). Tidak kalah pentingnya Nilai Tat Twam Asi menjunjung nilai-nilai humanistic dengan jiwa dan rasa keagamaan yang mantap, rasa persaudaraan yang universal tidak terbatasi oleh agama, ilmu pengetahuan serta prilaku yang serba terbatas oleh awidhya atau kegelapan pikiran, perkataan dan perbuatan. Menjelakkan , menyakiti orang lain pada hakikatnya adalah menyakiti diri sendiri. Hindu mengajarkan bahwa kehidupan ini adalah sama adanyan, baik kelahirannya, kedudukannya, jabatanya adalah sama dan bersal dari lima unsur yang sama yakni unsur Panca Maha Bhuta. Badan jasmani manusia berasal dari lima unsur yang tidak kekal seperti unsur tanah, unsur udra, unsur api, unsur angin dan unsur air, serta didalam badan ada jiwa atau Rohk sebagai unsur rohani atau unsur kesadaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa (Warta, 2006). Sejatinya hidup rukun mengindikasikan menghormati orang lain pada hakekatnya menghornati diri sendiri, demikian juga sebaliknya memusuhi orang lain pada hakekatnya memusuhi diri sendiri, dengan kata lain Tat Twam Asi adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang telah diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa sebagai suatu keharusan dan kebutuhan demi terwujudnya hidup rukun yang damai, harmonis serta anandham sebagai wujud nyata negara yang mejemuk. Apa lagi kita melihat ajaran ahimsa karma yang merupkan nilai-nilai ajaran Weda yang universal, nilai ahimsa dipopulerka oleh Gandhi, yang sangat menekankan: tidak boleh membunuh, menyakiti, memfitnah, iri hati, serta mengadu domba berbagai kebohogan sebagai retorika yang dibalut ajaran agama, sesungguhnya sangat tidak dibenarkan oleh ajaran agama. Karena pada hakikatnya menyakiti kehidupan di alam semesta ini. Di dalam Maetriya Upanisad dinyatakan alam semesta ini sejatinya adalah Tuhan itu sendiri. Karena ajaran Hindu sangat mengutamakan setiap yang ada ini adalah mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta tidak bisa dibatisi oleh orang lain dengan bentuk atau cara apapun. Efek negative kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi belakangan ini menyebabkan tidak ada satu orang tua pun dan tidak ada satu guru pun yang tidak kwatir dengan pengaruh negative kemajuan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya (Warta, 1: 2019).Terjadinya berbagai ketimpagan, rapuhnya nilai kemanusiaan karena ada orang yang sengaja menginginkan keresahan orang lain. Dan yang sangat memprihatinkan mengaganggap dirinya yang baik, paling benar, paling beragama serta menjelekan orang lain, sesungguhnya orang seperti itu adalah orang yang bhuta hati dan bhuta pikiran karena telah berani memponis ciptaan Tuhan. Serta anehnya lagi disatu sisi tiap detik, tiap jam dan tiap hari membicarakan ajaran agama, namun prilakunya tidak mencerminkan ajaran agama, orang seperti itu orang beragama hanya sebagai topeng, melainkan sebagai tuntun hidup, untuk menuntun kehidupan yang bahagya. Salah satunya hidup rukun sebagai perekat rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang multi dimensi, mejemuk namun tetap satu yakni bangsa Indonsia yang menjujung tinggi perbedaan sebagai kasanah bangsa yang dilandasi dengan prilaku satyan, sivam, sundharam yakni prilaku jujur, kesucian dan keharmonisan yang sejati. Hindu mengajarkan bahwa kebenaran atau kejujuran merupakan prinsip dasar hidup dan kehidupan. Bila seseorang senantiasa menjalankan kebenaran, maka kehidupan akan sehat selamat dan hidup benar terhindar dari berbgai malapataka dan berbagai bencana. Memperoleh kebijaksanaan dan kemulyaan, kebenaran atau kejujuran dapat dilaksanakan dengan mudah, bila seseorang memiliki keyakinan (sradha). Dengan sradha ini seseorang akan mantap bertindak di jalan yang benar menuju yang benar. Dalam Atharva Weda dinyatakan sebagai berikut: Atharva Weda uttabhita bhumih, Suryena utttabhita dyauh, Rtena aditas tisthanti, Divi soma adhi sritah (Atharva Weda, XIV.I.I) Artinya: Kebenaran atau kejujuran menyangga bumi, Matahari menyangga langit, hukum-hukum alam menyangga matahari. Tahun meresapi seluruh lapisan udara yang meliputi atmosfir. Satyam brhad rtam ugra diksa, Tapo brahma yajnah prthivim dharayanti, Sa no bhutasya bhavyasya patni, Urum lokam prthivinah krnotu (Atharva Weda. XII.I.I) Artinya: Kebenaran, kejujuran yang agung, hukum-hukum alam yang tidak bisa diubah, pengabdian diri, tapa atau pengekangan diri pengetahuan dan persembahan Yadnya yang menopang bumi, bumi senantiasa melindungi kita. Semoga di bumi menyediakan ruangan yang luas untuk kita. Disadarkan kutipan tersebut bahwa setiap kehidupan mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk membangun kebersamaan dalam keanekaragaman sebagai ciptaan Tuhan yang harus kita junjung tinggi keberadanya. Sebagai seorang beragama yang baik dan benar. Sebab nilai hidup rukun sangat kita dambakan lebih-lebih dewasa ini bangsa yang sedang mengalami berbagai cobaan baik yang bersekala Nasional maupun yang bersekala Internasional. Mari sebagai hamba Tuhan kerukunan yang sudah berjalan baik dan masyarakat kita jaga, diimplementasikan dalam berbagai asfek kehidupan sehingga kita dapat menjalankan kehidupan yang tentram jasmani dan rohani sebagai jiwa beragama. Kerukunan hidup ibaratnya jari-jari tangan yang tidak bisa dipertentangkan antara jempol, telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking kelima ini sejatinya berbeda satu sama yang lainnya, tetapi mempunyai peran dan fungsi yang berbeda namun sama. Saling melengkapi, membentuk satu kesatuan yang utuh. Demikian juga perkataan mayor dan minor, bukan terletak pada besar dan kecilnya, namun terletak pada peran dan fungsinya dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pada UUD 1945 dan Pancasila. Dunia ini adalah panggung sandiwara dan lalu lintas kehidupan, pengendara yang baik hendaknya menyadari bahwa didepan, dibelakang, dikanan dan dikiri kita ada yang sama memiliki hak dan kewajiban yang harus diakui keberadaannya. Demikin juga lalu lintas kehidupan akan dapat berjalan dengan baik dan benar, apa bila semua tertib dan lancer semua pengendara berjalan pada jalur dan mengikuti petunjuk yang telah ditentukan. Weda telah diwahyukan sebagai petunjuk serta pedoman dalam menjalankan lalu lintas kehidupan. Dengan mendalami, menghayati dan mengaktualisasikan ajaran Weda dalam segala lini kehidupan maka keharmonisan akan terwujud dijagad raya ini. Kerukunan hidup merupakan salah satu indikator dan barometer keharmonisan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Kita sebagai ahli waris ajaran Hindu mempunyai kewajiban moral menjalankan nilai- nilai warisan leluhur, yang merupakan harta karun yang tidak habis-habisnaya dinikmati. Masalah yang kita hadapi mampukah kita mewariskan kepada generasi penerusnya atau kepada anak cucu kita. Jawabannya tergntung kepada kita, mari kita kembangkan hidup rukun ini mulai dari diri kita, keluarga, masyarakat dan bangsa yang tercinta ini. Jalankan dharma sebagai sradha dan bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi (Warta, 2016). Dari penjabaran di atas maka permasalahan yang dipecahkan dan diuraikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana hidup rukun menurut Hindu? b. Bagaimana kondisi kehidupan saat ini? c. Bagaimana jika hidup tidak rukun? Penelitian ini menggunakan metode literasi data, kemudian dianalisis sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan. Selain itu, untuk menguatkan hasil penelitian, penulis melakuan observasi di berbagai tempat. ## II. PEMBAHASAN ## 2.1. Hidup Rukun Menurut Hindu Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampaknya bertentangan satu sama yang lain. Dan enehnya semua mereka menyatakan dirinya yang paling benar, lalu jalan mana yang harus ditempuh atau yang dijalankan, atas pertanyaan inilah Tuhan telah memberikan jawaban antara lain: Pertama jangan menyakiti siapapun (Ahimsa). Kedua ikuti ajaran guru dengan tulus (Catur Guru Asrama) dan ketiga hayati, hamalkan dan praktekan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari (Karma Marga). Tersirat bahwa kita jangan sampai berselisih dalam perdebatan guna mencari pembenaran, semua jangan menuju Tuhan adalah sesuai dengan ajaran agama yang kita yakini. Sebagai orang Hindu lahir berulang kali (Reinkarnasi) untuk meningkatkan perkembangan evolulusi jiwa (Warta, 5: 2006). Dan masing-masing berada pada, tingkat pemahaman dan perkembangan spiritual yang berbeda juga. Semua jalan rohani yang ada didunia pada hakekatnya sangat penting, karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya. Dengan demikian kita tidak berhak mengadili jalan rohani orang lain. Karena semua yang ada penting di mata-Nya. Orang bijaksana dengan keistimewaanya, misi-misi penting telah ditempatkan disemua negara, semua perhatian kehidupan, sehingga dapat menyentuh sesama. Ada pemenuhan Sabdha Tuhan, tetapi kebanyakan orang tidak memperolehnya disini. Untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan rohk dan melepaskan egosentris dan materialistik yang menyimpang dari ajaran kebenaran. Bangsa Indonesia bagaikan sebuah Taman yang indah dan sejuk, keindahan dan kesejukan akan tetep terpelihara apa bila ditanami dengan berbagai tamanan yang bereneka ragama warna, keaneka ragman ini harus tetep terjaga, jika salah satu tanaman rusak atau dirusak akan berdampak pada pohon yang lain serta berkibat kehancuran bagi seluruh Taman maka kehancuran idak bisa dihindari. Ibaratnya hutan dengan Singha sebagai penjaga hutan dan Singhapun dilindungi oleh hutan dalam Kakawin Niti Sastra dinyatakan sebagai berikut: Singha raksanikang halas, halas hiking rakseng hari nityasa. Singha muang wana tan patut pada wirodangdoh tikang kesari Rug brastha ing wana denikang jano tinor wreksanya sirna Padang Singhahot ri jurang nikang tegal ayunsampun tinor durbala (PGAHN 6 Tahun Singaraja,1988:2). Artinya: Singha adalah penjaga hutan, akan tetapi singha dijaga oleh hutan. Jika singha dan hutan berselisih, mereka marah, lalu singha itu meninggalkan hutan. Hutannya dirusak dibinasakan orang, pohon-pohonnya ditebangi sampai menjadi terang. Singha lari bersembunyi diladam curah ditengah-tengah ladang, diserbu dan dibinasakan orang. Secara sistemik ekosistem dan habitat harus saling menjaga, saling menghormati dan saling menerima perbedaan yang ada, dan tidak diseragamkan, jika diseragamkam akan berakibat pada perselisihan yang tidak ada ujungnya pangkalnya. Dunia ini adalah panggng lalulintas, pengendara yang baik adalah pengendara sadar bahwa disamping, dikanan dan dikirinya ada pengendara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama, lalu lintas akan berjalan dengan baik jika mengikuti jalur yang telah ditentukan dalam ajaran Weda. Weda diwahyukan sebagai petunjuk dan tuntunan kehidupan. Dengan mendalami, memahami dan menghayati serta mempraktekkan ajaran Weda maka keharmonisan akan terwujud serta segala rintangan akan teratasi. Karukunan merupakan salah satu indicator harmonisnya kehidupan. Weda menunjukkan bahwa dunia ini dibalut oleh dua kutub yang berbeda yaitu Dharma yang dianjurkan dan Adharma yang dilarang. Dharma yang dianjurkan adalah menjujung tinggi nilai kebenaran, menjungjung tinggi nilai kemanusiaan, hidup rukun, persahabatan adalah merupakan jalan pendakian spiritual pada unsur kesadaranlTuhan. Sedangkan adharma yang dilarang, seperti berprilaku tidak adil, iri hari, marah, benci menyakiti serta mempitnah dan sebagainya adalah jalan untuk menuju neraka. Jika ada orang yang berprilaku seperti itu adalah yang tidak tahu malu serta tidak mempunyai hati dan pikiran orang seperti itu adalah orang yang buta hati. Sebagai umat beragama tentunya menghindari prilaku seperti itu, justru akan menambah beban dan menjadi penyakit bathin. Jika penyakit bhatin menumpuk dalam bhatin merupakan penyakit yang tidak bisa sembuhkan, kecuali sadar akan jati dirinya, dan ajaran agama tidak cukup dihapalkan tetapi diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bentuk pikiran ucapan dan perbuatan (Tri Kaya Parisudha). Sesungguhnya kita wajib menjaga, menjalin hubungan dengan sesame agar tercipta keharmonisan hidup yang serasi dan selaras. Apa bila semua orang berkata dalam kebenaran, berbuat sesuai dengan kewajibannya dan berpikir yang jernih maka tujuan mulia akan tercapai dengan sempurna. Dalam Weda ditegaskan sebagai berikut ## “Sahardayam sammanasyam avi dwesam kroni vah Anyo anyam abhi baryata vatsam jatam isaghnya Anutratah pituh parto matra bhavantu sammanah Jaya patye madhumatin vacam vadatu santivam Ma bhrata bhrataram dviksan ma svasaram utasvasa Sanyannyacah sanrata bhuta vacam wedata bhadraya (Atharva Weda III.30.5) Artinya: Aku akan menjadikan engkau satu hati satu pikiran dan tanpa rasa benci. Saling mencintai laksana sapi mencintai anaknya Agar putra patuhkepada ayah dan menjadikan satu pikikiran dengan ibunya Agar istri berkata lembut kepada swami Agar semua saudara tidak saling membenci Pikiran bulat, satu tujuan berbicara dengan ramah tamah. Dari penjelasan tersebut terkandung makna yang harus kita cermati dalam kehidupan yaitu; kecemerlangan adalah kejernihan jiwa, sebab pada jiwa yang jernih akan mudah memperoleh ketengangan atau kedamian (santi). Kedamian jiwa menyebabkan kondisi kondisi badan tetap sehat, badan menjadi kuat. Dari sinilah akan timbul pencerahan bhatin/jiwa meningkatkan kesadaran bhatin sebagai saranamendekatkan diri kepada Tuhan. Pencerahan jiwa dapat diperoleh melalui pengembngan keluhuran budi pekerti dengan jalan membebaskan diri dari berbagai awidya dan kegelapn pikiran. Kitab Suci Weda sudah memproklamirkan kepada manusia tantang nilai hidup rukun. Seperti kita ketahui bangsa Indonesia tidak mungkin bisa merdeka tanpa adanya hidup ruun pada zaman penjajahan. Demikian juga pada zaman Kerajaan Majapahit. Candi Pustaka merupakan dukumentasi hidup yang tidak bisa ditelan zaman. Walaupun diterpa hujan, panas dan tangantangan yang tidak bertanggung jawab. Dari keterangan tersebut dapat kita simak makna yang tertulis dari hasil peninggalannya. Nusantara tidak mungkin disatukan tanpa adanya Sumpah Pelapa Maha Patih Gajah Mada, tanpa adanya unsur persatuan dan kesatuan serta kerukunan pada umat manusia pada zaman pemerintahan Majapahit. Candi Borobudur Candi, Candi Prambanan dan yang lainnya begitu agung dimata dunia. Merupakan maha karya dari tangan-tangan yang trampil dan curahan pemikiran spiritual yang dilandasi dengan nilai hidup rukun dan kasih sayang. Demikian juga Pura sebagai temput suci atau lingga setana memuja Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, tempat mencakupkan tangan memohon serta memuja kebesarannya. Semua yang tersurat diatas merupakan hasil dari nilai hidup rukun yang patut kita teladani dalam kehidupan, serta wariskan kepada generasi penerus sebagai cermin masa depan Hindu dan bangsa Indonesia. Sebagai keluarga Hindu hendaknya mampu mempertahankan dan mewariskan kepada semua lapisan masyarakat, tentang niali-nilai hidup rukun sebagai mutiara dengan sinar kesejukan menghantarkan keharmonisan hidup yang bahagia seperti dalam Atharwa Veda III.30.6 dinyatakan sebagai berikut: “Samani prana saha vo sabhagah Samane yokatre saha vo yanajmi Samyanyco gaim saparyatra nabhim ivabhitah” Artinya: Agar yang diminum sama, yang dimakan sama, Aku mengikat engkau dengan satu tali ikatan Berkumpul, berkeliling apai pemujaan Seperti ruji-ruji mengelilingi as roda kereta perang. Begitu tinggi nilai kerukunan keluarga Hindu jika kita hayati dan amalkan dengan kesadaran bhatin. Setiap hari anggota keluarga berkumpul ditempat pemujaan dengan memanjatkan Mantram Puja Tri Sandhya, Meditasi dan pembinaan prilaku moraitas agama yang benar dari hati kehati akanmewarnai kepribadiannya, terutama dalam mempilterisasi arus globalisasi serta imformasi yang tiada terbatas. Dalam kehidupan pluralitas atau kebhinekaan maka menjadi kuncinya adalah hidup rukun harus dijunjung tinggi oleh semua lapisan kehidupan. Dalam Kitab Suci Reg Wada.X.191.2-4 dinyatakan sebagai berikut : “Om Samgcchadhvam sam vedhavam Sam manam si janatam Dewa bhagam yatha purve Samjanana upasate” “Om Samano mantrah samitih samani Samanam manah saha sittam esam Samanam mantra abhi mamtreye vah Samanena vo ivisa juhoni” “Om Samani va akutih samana hradayani vah ## Samanam vo mano yatha vah susahasati” Artinya : Semoga kami dapat berkumpul Berbicara satu sama lain Bersatulah dalam semua pikiran sebagaimana halnya Para dewa zaman dahulu. Hendaknya tujuan sama Bersama pula dalam musyawarah Bawalah pikiran itu dan bersatulah pikiran itu Untuk maksuk yang sama telah aku ajarkan kepadamu Dan bersembahyanglah dengan carumu yang biasa, Samalah tujuan dan sama pula hatimu Hendaknya pikiran Satu Sehinggga engkau dapat bersama dan bahagia. Sebagai orang Hindu, bersatu dalam pemikiran, berkumpul, bermusyawarah satu sama lain dalam meraih tujuan yang didasari hati suci dan pimikiran jernih guna mewujudkan kebahagiaan, hendaknya menumbuhkan persahahabat demi tetap tegagnya kerukunan “ Mitrasya cakcusa samik samahe” semoga satu sama lain memandang dengan mata penuh persahabatan. Demikian ajaran Weda mengajarkan kepada manusia tentang nilai hidup rukun (santi) yang dijadikan pedoman dalam meniti kehidupan yang penuh dengan berbagai gejolak dan rintangan kehidupan. ## 2.2. Kondisi Masyarakat Sekarang Dalam memasuki proses demokrasitisasi bangsa Indonesia mengalami berbagai bentu konplik, baik vertical maupun horizontal bukan merupakan gegalan baru. Bangsa kita sangat kaya dengan berbagai komplik dan unjuk rasa sebagai pertanda ketidak puasan seseorang terhadap sesuatu ketimpangan yang terjadi, termasuk peristiwa diberbagai belahan nusantara. Sebagai atensi pembelajaran yang sangat pahit harus kita terima. Baik yang datangnya dari ulah manusia yang tidak mempunyai pri kemanusian serta dilater belakangi rasa sadisma mengatasnamakan nilai keagamaan sebagai topeng kebohongan. Manusia seperti. Itu pada hakikatnya tidak mempunyai jati diri, apa lagi masuk sorga, pertanyaannya sorga yang mana? Kehidupan masyarakat sekarang tidak seimbang dengan tatanan nilai kemanusian. Bahkan sering diwarnai dengan pertengkaran, ketidak serasian, serta selilish pendapat mengakibatkan putus komunikasi sehingga menimbulkan ekses sampingan. Masyarakat sangat mudah disulut oleh berbagai isu yang tidak jelas, mudah dipropokasi oleh yang mempunyai berbagai kepentingan politik sesaat sampai mengabaikan nilai-nilai kekeluargaan, demi kepentingan yang tidak jelas. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa meski pendekatan hokum dapat dipahami sebagai salah satu pendekatan yang instan untuk menyelesaikan komplik, namun komplik tetap muncul ditengah masyarakat, antar Lembaga negara, Lembaga non-pemerintah, dan antar penganut agama (Manajemen Komplik Umat Beragama,37:2003) Berbagai peristiwa yang diakibatkan oleh rendahnya pengetahuan dan pengalaman serta rendahnya sradha dan bhakti masyarakat, sehingga dalam menghadapi berbagai masalah cepat emosi dan kehilangan control diri. Dalam menyelesaikan masalah memakai ukuran sendiri serta memvonis, tindakan seperti itu adalah tindakan tidak terpuji, karena memandang dari sudut yang sempit, tanpa memakai pertimbangan akal sehat dan analisis yang tepat, bukan untuk ukuran sementara waktu. Keputusan hendaknya mampu mengatasi masalah yang kita hadapi dan dapat menyenangkan orang banyak, sehingga orang yang menerima menjadi puas (attmanastusti). Attmanastusti atau kepuasan dapat diwujudkan dengan musyawarah berkumpul saling mengemukakan ida pemikiran-pemikiran yang positif sehingga menghasilkan kepuasan yang membahagiakan. Kerukunan dari sudut Kebhinekaan merupakan semboyan, ini lahir sebagai refleksi atas pluralitas bengsa, sekaligus mengindikasikan agar tidak terjadi disintergrasi, tetapi justru menjadi tiang-tiang penyangga bangsa yang kokoh. Dalam napas Bhineka Tunggal Ika keanekaragaman dipahami sebagai aset yang berhagra. Keaneka ragaman Indonesia terlihat dengan jelas pada aspek-aspek geografis, etnis, sosiokultur dan agama , jumlah pulau yang amat banyak, suku, Bahasa, budaya, adat -istiadat dan agama yang berbeda-beda menampilkan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya. Kebhinekaa yang menjadi warna dari masyarakat dan bangsa Indonesia tetapat mampu menonjolkan keanekaannya, karena nilai-nilai budaya yang menjadi ciri bangsa kita,yaitu gotong royong. Kekeluargaan, musyawarah, tenggeng rasa , memperkokoh semagat toleransi. Namun semua tersebut, semenjak zaman reformasi nilai -nilai yang yang kita miliki seolah-olah menjadi kehilangan jiwa dan semangatnya, manusia tidak lagi mengindahan prilaku yang terpuji, bahkan saling mencurigai seolah-olah nilai humanisma tidak ada lagi, yang ada hanyalah kepentingan pribadi semata-mata. Kejahatan yangterjadi dilakukan dengan berbagai cara didorong oleh nafsu tindakan kejahatan, manipulasi dan sebagainya. Prilaku seperti ini akan menyangsarakan diri sendiri dan masyarakat luas. Apa lagi mengatas namakan ajaran agama sangatlah keliru pemahaman keagamaannya. Mari sadar dan sadarilah hidup kita mempunyai tujuan yang lebih mulia seperti yang dinyatakan dalam Sarasamuscara (SS.88): “Hana ta mangkenkarmanya, engine ring drbyaning len, Madengki ing Sukanya, ikangnwong mangkana, yetika pisaningun. Temwang skha mangke, ring para loka tuwi matangyan aryakena ika Sang mahyun langgeng anemwang suka. Artinya: Orang yang tebiyatnya menginginkan atau mengendaki milik orang lain, menaruh dengki iri hati karena kebahagiaannya, orang yang demikian tabiatnya. Sekali-kali tidak akan mendapat kebahagiaan didunia ini. Oleh karena itu patut ditinggalkan tebiat seperti itu bagi orang yang menginginkan kebahagiaan abadi. “Ikang wwang irsya ri padanya janma tumon masnya, rupannya. Wiryanya, kesujanmanya, Sukanya, kasubhaganya, kalemanya, ya ta amuhara irsya, ikang wwang mangkana kramanya, yatika prasidhaning sangsara, karaket laranya tan patamban (SS.91) Artinya: Orang iri hati kepada sesame manusia, jika melihat emasnya, wajahnya, kelahirannya yang utama, kesenangannya, keberuntungannya dan keadaannya terpuji, jika hal itu penyebab timbulnya iri hari pada dirinya, maka orang yang demikian keadaanya itulah sungguh-sungguh sangsara Namanya, terlekati kedudukaan hatinya yang tidak terobati. Dapat kita bayangkan betapa malangnya nasib, betapa tersiksanya bhatin bila diinggapi penyakit iri hati, sewaktu-waktu akan siap menjerumuskan manusia kedalam penderitaan. Orang yang terjangkit penyakit seperti itu tidak sayang akan dirinya, walaupun nyawanya menjadi tebusannya, asalkan mereka dapat memuaskan nafsunya seperti dalam Kekawin Rayayana dinyatakan sebagai berikut: “ Ragedhi musahu mapara Rihati ya tongggwannya Tan madoh ring awak Yeka tan hana ri sira Prawira wihikang sireng niti” Artinya: Hawa nafsu dan lain sebagainya adalah musuh yang terbesar, Dalam hati tempatnya tidak jauh dari badan Semua ini tidak ada pada beliau (orang bijaksana) Prawira wijaksana dalam ilmu kepemimpinan. Musuh yang amat besar terletak dalam hati manusia, dapat muncul sewaktu-waktu datang dan perginya tidak diketahui dengan pasti. Iri hati dapat ditimbulkn oleh ketidak puasan dalam menerima kenyataan hidup . Kadang melampiaskan amarah ketidak puasan mereka dengan berbagai unjuk rasa, demo, menyebar pitnah, mengadu domda. Mencaci maki, mencari dukungan kepada orang yang tidak mengetahui persoalan. Mereka melakukan itu dengan penuh ambisius yang berlebihan, tanpa melihat kenyataan yang sebenarnya. Ini akan menjadi prokontra dalam bathin atau perang bhatin yang tidak berkesudahan dan lama kelamaan menjadi penyakit bhatin. Jika kita amati untuk sementara waktu mereka berada diatas angin, namun setelah melewati waktu mereka berada dalam kehancuran seperti dalam Ramayana dan Mahabrata yang merupakan cerminan kehidupan. Jadi akibat ketidak rukunan akan membawa musibah dan kehancuran dikalangan masyarakat, hanya nilai-nilai kemanusiaan yang mampu menghasilkan pemikiran-pemikiran yang berguna dan ketahanan mental spiritual untuk mencari kebenaran yang sejati, Satyam Evam Jayate Na Anrtham. ## 2.3. Akibat Hidup Tidak Rukun Jika nilai kerukunan, norma keagamaan di nusantara telah dilanggar, moralitas mengalami degradasi, maka kehancuran, kejahatan akan merajalela. Pembunuhann sacara sadis terjadi dimana-mana, pemorkosaan, jaringan narkoba, koropsi seolah-olah sulit diberantas serta jaringan terorisme yang menjadi musuh dunia dan umat manusia belum dapat teratasi dengan maksimal. Jaringan komunikasi yang canggih sering kali merepotkan umat manusi. Ini kembali pada jati diri manusia yang sesungguhnya, dengn membumikan ajaran agama, agama tidak semata-mata dihapaklan saja, namun mampu memaknai hidup ini sesuai dengn tujuan hidup manusia. Hidup ini adalah permainan, maka mainkanlah sesuai dengan swadharma dan kedudukannya masing-masing. Hidup ini adalah kasih sayang, nikmatilah dengan kasih, hidup ini adalah roh dan jiwa sadarilah. Jika memfitnah orang lain pada hakekatnya adalah memfitnah didi sendiri. Hidup adalah sebuah lagu maka nyanyikanlah , agar dapat menimbulkan rasa seni dan estetika. Coba kita bercermin pada gambelan yang terdiri dari berbagai bagian, apa bila ditabuh dengan dengan kemawan sendiri tanpa mengikuti irama, akan menimbulkal suara gaduh dan memekakkan telinga. Namun jika ditabuh sesuai dengan nada dan irama dan ketentuan yang ada akan menimbilkan suara merdu dan indah. Ini bisa terwujud karena adanya kesepakatan dan kerukunan diantara para penabuh, Briuk spanggul (Bahasa Bali). Tangan yang terdiri dari jari-jari akan mampu mengerjakan atau menghasilkan Maha Karya yang bergun bagi manusi. Tetapi jaka salah satu dari jari tangan tidak utuh maka akan menimbulkan ketidak seimbangan. Jadi jari tangan yang utuh mempunyai fungsi dan feran yang berbeda namun sama tujuan. Sang Ekalawya ahli panah yang ulung, walaupun belajar dengan sendiri lewat patung perwujudan Guru Drona. Ekalawya adalah seorang bhakta ting tinggi, dirinya dipersembahkan kepada gurunya, untuk membuktikan bhaktinya yang tulus kepada Guru Drona. Sang Guru meminta agar ibu jarinya dipotong. Semenjak itulah Ekalawya kehilangan ibu jarinya serta kehilangan keseimbngan dalam memanah. Dalam keluarga jika ada satu anggota keluarga, keluar dari norma-norma keluarga, kehilangan rasa kasih sayang, asih lan asuh dan salunglung sebayantaka, maka anggota akan sibuk mengurusi yang satu orang waktu, pemikiran dan materi akan terbuang Cuma-Cuma. Selalu disebukkan dengan urusan intren, sehingga lupa dengan kewabijan yang lebih luas, kadang kalanilai yang bergarga kita lupakan. Hendaknya kita dapat mengambil makna dari filsafat sapu lidi, bersatu membersihkan berbagai kotoran atau sampah, persatuan satu lidi sukar dipatahkan dengan berbagai ekuatan. Demikian juga kekuatan persatuan dan hidup rukun akan mampu merobohkan berbagai bentang yang diciptakan untukmerusak sendi-sendi kehidupan. Demikianjuga sebagai umat Hindu mempunyai potensi yang tertenpandam yang harus kita gali untuk kepentingan umat manusia. Hilangkan sekat-sekat intern, antara dan sesama umat beragama mari kita bangun bumi pertiwi ini dengan dengan kebajikn sehingga dharma akan beredar sesuai dengan siklusnya. Kehidupan masa lampau (atita) kita jadikan tonggak sejarah dalam membentuk masa sekarang (wartamana), guna membangun masa mendatang (nagata) yang lebih baikdan bahagia. Jangan merenungi masa yang telah lewat tidakakan kembali, dan jangan memikirkan kehidupan yang belum pasti, tetapi kerjakanlah sekarang sesuatu yang berguna atau bermanfaat untuk keentingan orang banyak sesuai dengan ajaran gama “Kutumbhaka Wasudewa” padahakikatnya kita bersaudara, dimana bumi dipijak disana langit dijunjung. ## III. KESIMPULAN Hidup rukun tidak akan bermakna, jika tidak diimplementasikan dalam segala lini kehidupan, lebih-libih hanya sebagai hiyasan bibir dan guna memdapatkan simpati tidak akan memberipaidah apapun, justru menimbulkan berbagai intri-intrik yang mengarah ketidak rukunan. Siapapun tidak menginginkan hal itu dari sudut pandang apapun jelas tidak dibenarkan. Terkait dengan hal itulah kita dituntut untuk sungguh-sungguh melaksanakan hidup rukun yang dilandasi dengan ajaran agama pasti akan menjadi harmonis dan damai maka dapat kita simpulkan sebagai berikut: 1. Nilia-nilai ajaran agama hendaknya selalu dikedepankan dalam mengatasi kemajuan zaman yang semakin mengglobal dan sikap ketidak pastian. 2. Hidup rukun sangat kita dambakan dalamberbagai asfek kehidupan 3. Hidup rukun bagaikan Mutiara yang maha harus kita pertahankan 4. Hidup saling menghargai berbagai perbedaan adalah cermin orang bijaksana dan ciri orang beragama 5. Kejujuran, kesucian dan keharmonisan adalah tujuan setiap kehidupan 6. Sikap dan prilku adil dalam berbagai asfek adalah cermin kehidupan orang yang bijaksana 7. Iri hati, rasa permusuhan dan ingan menang sendiri adalah sikap orang yang bhuta hati 8. Memaksakan kehendak kepada orang lain bertopeng keagamaan pada hakekatnya belum memahami agama dengan sepenuhnya. ## DAFTAR PUSTAKA Capra Fritjop, Titik Balik Peradaban, Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan, Yogyakarta, 1997 Maswinara I Wayan, Veda Sruti RGVEDA Samhita, Paramita Surabaya, 2008 ATHARVADVEDA Samhita, Bhasya of Saynacarya, Paramita Surabaya,2005 PGAHN 6 Tahun Singaraja, Niti Sastra Dalam Bentuk Kakawin , Jakarta,1986 Warta I Nyoman, Hidup Rukun (Makalah Bahan Dharma Wacana) Yogyakarta,2006. Warta I Nyoman, Nilai-nilai Sosioreligiositas Etisestetis, Dalam Geguritan I Ceker Cipak (Ceritra Anak Miskin Peyayang Semua Mahluk Akhirnya berpahal Kebaikan) Surabaya Paramita, 2019 Kajeng Nyoman Dkk. Sarasauscaya Dengan teks Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno, Hanoman Sakti, 1994 Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama, Pusat Kerukunan Umat Beragama Departemen Agama Republik Indonesia, Manajemen Konflik Umat Beragama, Jakarta 2003
bacc08d1-12ef-4a63-87e5-0c9f2452ef53
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juprehum/article/download/3992/2831
Jurnal Preferensi Hukum | ISSN: 2746-5039 Vol. 2, No. 3 – November 2021, Hal. 507-512| Available online at https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juprehum DOI: https://doi.org/10.22225/jph.2.3.3992.507-512 ## PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KE TIGA AKIBAT DIREKSI MELAKUKAN TINDAKAN DI LUAR ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS Putu Agung Surya Prawira, I Nyoman Putu Budiartha, Ni Made Puspa Sutariujianti Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa, Denpasar-Bali, Indonesia agungsurya1707@gmail.com ## Abstrak Dasar-dasar proteksi hukum terhadap pihak ketiga dalam perihal Direksi Perseroan Terbatas melaksanakan aksi di luar anggaran dasar pada pokoknya bisa dijabarkan dari pemikiran kalau prinsip di luar anggaran dasar ini telah ialah doktrin yang berlaku secara umum. Dalam hal ini, terkadang terdapat permasalahan yang terjadi maka sudah selayaknya perlindungan hukum terhadap pihak ketiga sangat diperlukan dalam menanggulangi tindakan diluar anggaran dasar perseroan terbatas. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengungkap perlindungan hukum pihak ke tiga dalam hal direksi melakukan tindakan di luar anggaran dasar perseroan terbatas serta upaya pemulihan hak-hak pihak ketiga atas tindakan diresksi di luar anggaran dasar perseroan terbatas (PT). Tipe penelitian yang diaplikasikan dalam penelitian ini yaitu penelitian normatif. Adapun sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi pencatatan dokumen. Setelah bahan hukum dikumpulkan, maka selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa di Indonesia bisa dikemukakan secara implisit Undang- undang Perseroan Terbatas, mengakui serta menerima Doktrin di luar anggaran dasar Perseroan Terbatas. Di samping itu ada pula sebagian dasar yang bisa dipergunakan selaku alibi buat membagikan proteksi terhadap pihak ketiga. Dasar-asar tersebut meliputi asas itikad baik, asas pacta sun servanda serta doktrin di luar anggaran dasar modern. Dengan bertumpuk pada dasar-dasar tersebut, hingga dapatlah diberikan proteksi hukum preventif serta proteksi hukum represif. Kata Kunci : Direksi, Perlindungan Hukum, Perseroan Terbatas, Pihak Ketiga ## Abstract The basics of legal protection against Third Parties in the case of the Board of Directors of a Limited Liability Company carrying out actions outside the articles of association can basically be explained from the idea that the principles outside of these articles of association are generally accepted doctrines. In this case, sometimes there are problems that occur, so legal protection for third parties is very necessary in overcoming actions outside the articles of association of the limited liability company. The purpose of this study is to reveal the legal protection of third parties in the case of directors taking actions outside the articles of association of a limited liability company in an effort to restore the rights of third parties for actions by directors outside the articles of association of a limited liability company (PT). The type of research applied in this research is normative research. The sources of legal materials used are primary and secondary legal sources. Techniques for collecting legal materials by studying document recording. After the legal material is collected, it is then analyzed qualitatively. The results of the study reveal that in Indonesia it is possible to implicitly state the Limited Liability Company Law, acknowledge and accept the Doctrine outside the articles of association of the Limited Liability Company. In addition, there are also some grounds that can be used as an alibi to provide protection against third parties. These basics include the Principle of Good Faith, the Pacta Sun Servanda Principle and the Doctrine outside the Modern constitution. By relying on these basics, preventive legal protection and repressive legal protection can be provided. Keywords: Legal Protection, Limited Liability Company, Third Party ## I. PENDAHULUAN Hukum positif di Indonesia pada pokoknya memahami bentuk-bentuk industri semacam Firma (Fa), Commanditair Vennootschap (CV), Perseroan Terbatas (PT) serta Koperasi. Hendak namun dari bentuk- bentuk yang terdapat itu, tidak hanya koperasi yang memanglah didorong perkembangannya, hingga yang banyak didirikan merupakan Perseroan Terbatas (PT). Dalam kurun waktu sebagian tahun terakhir ini frekuensi pendirian PT hadapi kenaikan yang signifikan. Perihal ini bisa disimak dari pemikiran kalau dari bermacam wujud industri yang terdapat di Indonesia, semacam firma, persekutuan komanditer, koperasi serta lain sebagainya, hingga wujud industri PT ialah wujud yang sangat umum, apalagi kerap dikatakan kalau PT ialah wujud industri yang dominan (Nurhayati, 1995) . Ditinjau dari aspek hukum perjanjian perbuatan mendirikan, mempunyai serta mengelola Perseroan Terbatas (PT) bukanlah ialah perbuatan tunggal, melainkan semenjak wujud tubuh hukum industri diketahui telah jadi perbuatan yang mengaitkan lebih dari satu orang, apalagi banyak orang. Di dalam PT ada bermacam ikatan hukum ialah antara pemegang saham yang satu dengan yang lain, antara perseroan dengan direksi, komisaris, pegawai, serta antara perseroan dengan pihak ketiga (Soemitro, 1993) . Lebih lanjut Sudaryata (2020) perseroan Terbatas menjadi bentuk perusahaan yang banyak dipilih oleh investor sebagai sarana usahanya. Hal ini tidak lepas dari keistimewaan Perseroan Terbatas yang berstatus badan hukum dengan kekayaan yang terpisah dari kekayaan pemegang sahamnya. Banyak kasus dimana pemegang saham mayoritas perseroan sekaligus sebagai direksi perseroan. Adapun kerugian yang terjadi dalam perseroan disebabkan oleh keputusan yang telah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam anggaran dasar PT dan peraturan yang berlaku, maka beban tersebut dibebankan kepada PT dikarenakan pihak ketiga. Namun dalam hal kerugian yang terjadi bersumber dari keputusan yang tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam anggaran dasar PT serta peraturan yang berlaku atau dengan itikad buruk, maka beban tanggung jawab tersebut dilimpahkan kepada pihak yang melakukan perbuatan tersebut (Chairany et al., 2020) . Terdapat penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu Raffles (2020) direksi bertanggungjawab atas segala tindakan dan keputusan yang dibuatnya bahkan pertanggungjawaban pribadi. Namun demikian, direksi dapat terhindar dari tuntutan pertanggungjawaban secara pribadi apabila dapat membuktikan dasar dan alasannya dan didasarkan pada itikad aik dan hati-hati. Adapun menurut E.P et al., (2013) setiap anggota direksi wajib itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan. Hal ini membawa konsekuensi hukum bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha Perseroan. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyarini et al., (2020) berpendapat bahwa bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh direksi: mempergunakan uang atau kekayaan perseroan untuk kepentingan pribadi, informasi perseroan untuk kepentingan pribadi, melakukan transaksi dengan perseroan, larangan bersaing dengan perseroan. Pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan dimana pengurusan itu wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dari hal tersebut sebaiknya Perlu optimalisasi pelaksanaan dan pengawasan UUPT yang secara substansial memberikan perlindungan kepada pelaku bisnis dan hak-hak publik lainnya. Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu mengungkap perlindungan hukum pihak ketiga dalam hal direksi melakukan tindakan di luar anggaran dasar perseroan terbatas upaya pemulihan hak-hak pihak ketiga atas tindakan diresksi di luar anggaran dasar perseroan terbatas (PT). ## II. METODE PENELITIAN Riset yang penulis pakai merupakan riset hukum normatif ialah dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku semacam: Undang-Undang Republik Indonesia No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pendekatan masalah yang akan dipergunakan pada penelitian ini ialah menggunakan pendekatan perundang-undangan yang merupakan bahwa disini penulis melihat hukum-hukum hukum yang berlaku khususnya terhadap perlindungan aturan terhadap Pihak Ketiga pada hal Direksi Perseroan Terbatas (PT) melakukan tindakan ultra vires. dan pendekatan konseptual yaitu mengutip pendapat para sarjana pada bentuk konsep serta definisi. Untuk menunjang pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan sumber bahan hukum diperoleh dari Sumber Bahan Hukum Primer yang diperoleh berasal peraturan perundang-undangan yang berlaku mirip Undang-Undang Republik Indonesia nomor forty Tahun 2007 perihal Perseroan Terbatas. Sumber bahan hukum sekunder yaitu diperoleh dari literatur, buku-buku, jurnal, artikel dll, yang relevan dengan permasalahan yang diangkat. Adapun dalam teknik pengumpulan bahan aturan utama serta sekunder dilakukan memakai pengumpulan bahan hukum melalui studi pencatatan dokumen yang berkaitan memakai perseteruan serta bahan hukum menggunakan menginterpretasikan menggunakan menafsirkan dan menyelidiki peraturan perundang-undangan lalu dituangkan dalam karya ilmiah menggunakan mengkaitkan konflik yang dibahas. Sesudah bahan hukum utama serta bahan hukum sekunder terkumpul, maka bahan hukum tadi diolah serta dianalisa memakai mempergunakan metode kualitatif. sesudah melalui proses pengolahan dan analisis, kemudian bahan aturan tersebut tersaji secara naratif analisis. naratif artinya adalah pemaparan yg akan terjadi penelitian secara sistematis dan menyeluruh menyangkut warta yang bekerjasama dengan pertarungan penelitian. Sedangkan analisis adalah warta yang bekerjasama penelitian dianalisis secara cermat, sebagai akibatnya kemudian dihasilkan konklusi yang akan terjadi penelitian. ## III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perlindungan Hukum Pihak Ketiga dalam Hal Direksi Melakukan Tindakan di luar Anggaran Dasar Perseroan Terbatas Tindakan pada luar aturan dasar bisa diartikan menjadi tindakan yg melampaui berukuran yg telah ditetapkan. pada korelasi ini perlu ditegaskan bahwa yang telah diuraikan tersebut merupakan pengertian tindakan pada luar aturan dasar Perseroan Terbatas pada umumnya. menjadi istilah awam maka istilah tersebut tak hanya dikenal pada hukum Perseroan, melainkan terdapat juga dalam aneka macam bidang aturan. Bertumpu pada uraian tadi bisa dikemukakan, tindakan di luar aturan dasar ternyata dikenal baik pada hukum rapikan Negara maupun hukum Administrasi Negara. pada hukum tata Negara wewenang itu di pokoknya menyangkut hubungan antara negara menggunakan pemerintahnya yang diatur konstitusi. jika melampaui konstitusi maka pemerintah federal, provinsi atau negara bagian mampu dinyatakan sudah melakukan utindakan di luar hukum dasar. sementara itu aturan Administrasi Negara mempunyai pandangan yg lebih beragam. Bidang aturan ini mengenal tindakan di luar aturan dasar di pengertian sempit dan luas. di pengertian sempit, tindakan di luar aturan dasar terjadi bilamana pejabat tidak mempunyai kewenangan buat membuat keputusan atau membentuk keputusan dengan mekanisme yg cacat. Pengertian tindakan diluar aturan dasar yang luas berlaku apabila terdapat penyalahgunaan kewenangan. pada hukum Perseroan baik yang berorientasi pada sistem common law juga yang menganut sistem civil law, wewenang atau kompetensi pula dikenal dan diterapkan. tetapi demikian menemukan uraian pengertian tindakan pada luar aturan dasar pada perangkat sistem civil law termasuk dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas sangatlah sulit bahkan tidak ditentukan sama sekali. sang karena itu uraian mengenai pengertian tindakan pada luar anggaran dasar lebih banyak bertumpu pada sumber-asal yg mengacu di sistem common law. berasal perspektif hukum Perseroan pada pokoknya ada banyak sekali pengertian dan penjelasan yang diberikan bahwa tindakan di luar aturan dasar perseroan adalah sebagai berikut: tindakan pada luar aturan dasar menggambarkan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh suatu korporasi dimana tindakan-tindakan tadi bersifat melampaui ruang lingkup kewenangan yang sudah ditetapkan dalam anggaran dasarnya. Stephen H. Gifis mengemukakan terminologi “ultra vires” digunakan khususnya terhadap tindakan perseroan yang melebihi kekuasaannya sebagaimana diberikan oleh aturan dasarnya atau oleh peraturan yang melandasi pembentukan perseroan tersebut (Fuady, 2002) . Macintyre (2007) bahwa pandangan-pandangan tersebut pada dasarnya mengandung makna, bahwa perseroan menjadi badan aturan memiliki kompetensi buat bertindak. Berhubung karena perseroan tak bisa melakukan tindakan sendiri maka diharapkan Direksi menjadi wakil perseroan yang mewujudkan tindakan- tindakan itu. Tindakan-tindakan yang dilakukan sang perseroan melalui Direksinya haruslah memperoleh persetujuan atau termasuk pada ruang lingkup tindakan-tindakan yang diatur pada ketentuan-ketentuan tentang tujuan perseroan (company’s objects clause). apabila tak sesuai atau tak tercantum pada ketentuan-ketentuan tersebut, maka terjadilah tindakan yg melampaui kompetensi. Bilamana suatu kewenangan yang telah ditetapkan dalam suatu kewenangan umum terlampaui, maka tindakan-tindakan yang telah dilakukan dengan melampaui kewenangan itu merupakan tindakan- tindakan yang cacat seperti halnya ultra vires . The ultra vires doctrine menyediakan sarana kontrol terhadap pihak-pihak yang tindakannya melampaui kewenangan. Tentang impak yang bisa ditimbulkan sang Doktrin tindakan pada luar anggarana dasar Perseroan Terbatas terhadap perjanjian-perjanjian yang dibuat sang perseroan intinya sudah disinggung pada uraian tentang pengertian tindakan Direksi pada luar aturan dasar Perseroan itu sendiri, dimana dikemukakan bahwa perjanjian yg demikian adalah tidak legal (illegal). Asal uraian tersebut sebenarnya sudah tampak menggunakan jelas, dimana Doktrin tindakan pada luar anggaran dasar memang mempunyai impak terhadap perjanjian-perjanjian yg didesain perseroan dengan pihak ketiga. Beberapa kepustakaan pada pokoknya mengemukakan, perjanjian pada luar aturan dasar yang dinyatakan tidak legal itu merupakan null and void (batal demi hukum) serta voidable (dapat dimohonkan pembatalan). tetapi yg menjadi persoalan, bagaimana uraiannya sebagai akibatnya perjanjian tersebut dapat dinyatakan demikian atau kebalikannya. Dalam konsep Subjective objects clause pada pokoknya diuraikan sebagai suatu ketentuan pada anggaran dasar perseroan yg dapat diinterpretasikan secara fleksibel, terlebih-lebih jika akibat penafsiran tadi menyampaikan laba kepada perseroan, maka aktivitas-kegiatan lain kendatipun tidak tercantum pada maksud dan tujuan serta aktivitas usaha bisa ditinjau menjadi kompetensi perseroan buat melaksanakannya. Subjective objects clause tadi terdapat pada clause tiga(c). berdasarkan adanya klausul itu maka The Court of Appeal kemudian memutuskan bahwa tindakan-tindakan melaksanakan kegiatan-aktivitas di luar ruang lingkup business AS general, civil and engineering contractors and in particular to construct houses itu bukanlah tindakan pada luar aturan dasar Perseroan Terbatas. Tindakan-tindakan yang berdasarkan di clause 3(c) artinya tindakan pada dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas (intra vires). Sesuai uraian tersebut dapat dikemukakan, tindakan pada dalam anggaran dasar (intra vires) sebenarnya artinya kebalikan dari tindakan di luar anggaran dasar Perseroan Terbatas (ultra vires), dan asal putusan The Court of Appeal bisa disaksikan tentang pengakuan terhadap kekuatan mengikat berasal suatu memorandum of association (aturan dasar) perseroan. Dalam contoh masalah PT Dhaeseng/PT Interland Kontra PT usaha pakaian terdapat kabar dimana di pokoknya Presiden Direktur menghasilkan Surat Pernyataan Hutang kepada PT usaha sandang buat dan atas nama PT Dhaeseng/PT Interland (badan aturan) tanpa persetujuan Komisaris, sesuai dengan ketentuan pada dalam anggaran dasar (Chairany et al., 2020) . Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Direktur atau Direksi tadi sebenarnya telah memenuhi unsur-unsur adanya tindakan melampaui kompetensi Direksi yang melakukan tindakan di luar aturan dasar Perseroan Terbatas, sebab dalam praktek telah merupakan suatu kelaziman menuangkan ke pada anggaran dasar ketentuan mengenai kewajiban Direksi buat memperoleh persetujuan Komisaris apabila hendak mengikatkan perseroan pada perjanjian hutang-piutang. Ternyata Direksi tidak menempuh mekanisme tadi sebagai akibatnya tindakannya itu bisa dikualifikasi sebagai tindakan di luar anggaran dasar Perseroan Terbatas Pengadilan Negeri yang menangani masalah tersebut pada intinya menetapkan memang benar bahwa hutang tadi adalah tanggung jawab langsung Presiden Direktur PT Dhasaeng, menggunakan hanya mengungkapkan, oleh karena tindakan membuat Surat Pernyataan Hutang itu tanpa persetujuan komisaris, maka hutang tadi menjadi tanggung jawab pribadi Presiden Direktur tadi. Putusan itu sama sekali tidak menyebut doktrin tindakan diluar anggaran dasar. Terlepas asal penerimaan secara substansial, hal ini bisa ditimbulkan karena kata tindakan pada luar anggaran dasar belum begitu terkenal di Indonesia. Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi bahkan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri dengan alasan sebagai berikut: a. Surat perjanjian pengakuan pembayaran hutang bahan tekstil tidak bisa digolongkan mengikat perseroan menjadi penjamin (Pasal 11 ayat (2) aturan Dasar PT Dhasaeng); b. Surat perjanjian di atas, merupakan pembelian bahan tekstil, yang termasuk pada “bidang usaha” perseroan, sehingga tergugat (Presiden Direktur) dianggap tetap berwenang serta sah melakukan perbuatan tersebut (tanpa persetujuan komisaris). Baru pada taraf kasasi (Mahkamah Agung), diterapkan doktrin tindak pada luar aturan dasar. berbagai masalah tersebut pada atas intinya telah memperlihatkan akibat atau dampak tindakan di luar anggaran dasar perseroan terbatas terhadap perjanjian antara perseroan menggunakan pihak ketiga. terdapat pun akibat yang dimaksudkan artinya menjadi berikut: a. Oleh sebab tindakan di luar aturan dasar perseroan terbatas ialah tindakan melampaui kompetensi dan bersifat tidak sah sebagai akibatnya batal demi aturan, maka perjanjian-perjanjian yg ialah akibat perwujudan nyata asal tindakan di luar anggaran dasar perseroan terbatas juga bersifat tidak sah. b. Oleh karena perjanjian-perjanjian yang pada awalnya dimaksudkan menjadi ikatan antara perseroan serta pihak ketiga dinyatakan tidak sah, dimana hal ini menimbulkan dampak berupa beralihnya tanggung jawab Direksi secara eksklusif. Berasal setiap akibat tindakan di luar aturan dasar Perseroan Terbatas tadi intinya bisa mengakibatkan kerugian pada pihak ketiga, baik yang menyangkut pelaksanaan perjanjiannya sendiri juga kelangsungan eksistensi. sang karena itu sangat berdasar apabila pihak ketiga membutuhkan proteksi hukum. ## 2. Upaya Pemulihan Hak-Hak Pihak Ketiga Atas Tindakan Diresksi di Luar Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT) Upaya pemulihan atau remedy mencerminkan dua tindakan, pertama, tindakan yg mengandung aspek memperbaiki dan mencegah, serta yang kedua, tindakan atau upaya yang mengandung aspek yg bertujuan memulihkan. dengan demikian dapat dikemukakan bentuk-bentuk upaya remedial terhadap kerugian akibat tindakan pada luar anggaran dasar tadi meliputi tindakan ratifikasi serta pemberian ganti rugi. ratifikasi berarti ratifikasi terhadap perjanjian tindakan di luar aturan dasar sehingga sebagai tanggung jawab perseroan, maka menggunakan demikian Direksi terbebaskan berasal tanggung jawab yang bertujuan memperbaiki kondisi perjanjian serta mencegah kerugian (Fuady, 2002) . Ganti rugi atau damages pada dasarnya merupakan suatu kompensasi dalam bentuk pemberian sejumlah uang. Di samping itu pemberian ganti rugi juga merupakan salah satu bentuk upaya remedial yang bersifat menanggulangi kerugian yang timbul. Dalam hal pihak ketiga yang dirugikan merupakan kreditur, maka mereka dapat melakukan injunction atau mencegah perseroan membelanjakan pinjaman dari pihak ketiga, dan tracing atau menarik kembali pinjaman sepanjang dapat ditemukan dalam kondisi utuh. Dalam hal Direksi yang dibebani tanggung jawab pribadi tidak mampu bertanggungjawab misalnya karena alasan tidak memiliki kekayaan yang cukup, maka langkah yang dapat dipandang sebagai solusinya adalah melakukan proses substitution. Dengan langkah ini, perseroan terlebih dahulu melakukan penalangan terhadap kerugian pihak ketiga dan selanjutnya Direksi berkewajiban mempertanggungjawabkannya kepada perseroan. Dalam hubungan ini yang diutamakan adalah memulihkan hak-hak pihak ketiga. ## IV. SIMPULAN DAN SARAN ## 1. Simpulan Dasar perlindungan hukum terhadap Pihak Ketiga dalam hal Direksi melakukan tindakan diluar anggaran dasar perseroan terbatas, pada pokoknya dapat diuraikan dari pandangan bahwa prinsip tindakan di luar anggaran dasar merupakan doktrin yang berlaku secara universal. Di Indonesia dapat dikemukakan secara implisit Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengakui dan menerima Doktrin tindakan di luar anggaran dasar. Pengakuan dan penerimaan ini tercermin dari adanya ketentuan- ketentuan yang berkaitan dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan. Di samping itu terdapat pula beberapa dasar yang dapat dipergunakan sebagai alasan untuk memberikan perlindungan terhadap pihak ketiga. Dasar-dasar tersebut meliputi Asas Itikad Baik, Asas Pacta Sun Servanda dan Doktrin tindakan di luar anggaran dasar Modern. Dengan bertumpu pada dasar-dasar tersebut, maka dapatlah diberikan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Adapun upaya pemulihan terhadap pihak ketiga atas tindakan Direksi pada luar aturan dasar Perseroan Terbatas mencerminkan dua tindakan, pertama, tindakan yang mengandung aspek memperbaiki serta mencegah, serta yang ke 2, tindakan atau upaya yg mengandung aspek yg bertujuan memulihkan. menggunakan demikian bisa dikemukakan bentuk- bentuk upaya remedial terhadap kerugian dampak tindakan diluar anggaran dasar tadi meliputi tindakan pengesahan dan anugerah ganti rugi. pengesahan berarti ratifikasi terhadap perjanjian yg diluar anggaran dasar sehingga menjadi tanggung jawab perseroan, maka menggunakan demikian Direksi terbebaskan berasal tanggung jawab yang bertujuan memperbaiki kondisi perjanjian serta mencegah kerugian. Ganti rugi atau damages intinya adalah suatu kompensasi pada bentuk pemberian sejumlah uang. di samping itu pemberian ganti rugi pula artinya galat satu bentuk upaya remedial yang bersifat menanggulangi kerugian yg muncul. dalam hal pihak ketiga yang dirugikan ialah kreditur, maka mereka bisa melakukan injunction atau mencegah perseroan membelanjakan pinjaman berasal pihak ketiga, dan tracing atau menarik balik pinjaman sepanjang dapat ditemukan dalam syarat utuh. dalam hal Direksi yg dibebani tanggung jawab pribadi tidak bisa bertanggungjawab misalnya sebab alasan tidak memiliki kekayaan yang cukup, maka langkah yg dapat dicermati menjadi solusinya artinya melakukan proses substitution dengan langkah ini, perseroan terlebih dahulu melakukan penalangan terhadap kerugian pihak ketiga serta selanjutnya Direksi berkewajiban mempertanggungjawabkannya pada perseroan. pada korelasi ini yg diutamakan adalah memulihkan hak-hak pihak ketiga. ## 2. Saran Prioritas utama pada penerapan Doktrin tindakan pada luar anggaran dasar perseroan terbatas pada dasarnya ialah pencegahan terhadap tindakan Direksi yang melampaui kewenangan perseroan. Berkaitan menggunakan upaya mendukung pencegahan tersebut maka baik Direksi maupun pihak ketiga yg akan menjalin korelasi kontraktual menggunakan perseroan hendaknya tahu terlebih dahulu ketentuan-ketentuan tentang maksud serta tujuan aktivitas perjuangan perseroan yg bersangkutan. Pemahaman itu diantaranya dapat diperoleh melalui konsultasi aturan. Dalam upaya menciptakan kepastian aturan, maka aspek-aspek yang berkaitan dengan dasar-dasar proteksi aturan serta upaya pemulihan hak-hak pihak ketiga atas tindakan diluar aturan dasar perseroan terbatas, Diresksi perseroan perlu diatur secara tegas serta terang pada Undang-undang wacana Perseroan Terbatas Penegasan serta rincian tentang aspek-aspek tersebut bisa jua dituangkan pada anggaran dasar perseroan yg pada dasarnya adalah konstitusi bagi perseroan yang bersangkutan. ## DAFTAR PUSTAKA Chairany, M. P., Indrawati, Y., & Sadjarwo, I. W. (2020). Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Atas Terjadinya Hibah Saham yang dilakukan Berdasarkan Surat Kuasa yang Telah Berakhir (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 94/Pdt.G/2017/Pn.Lbp). Notary Indonesian , 2 (4), 351–368. E.P, M. V., Siregar, R., & Windha. (2013). Pertanggungjawaban Direksi karena Kelalaian Atau Kesalahannya yang Mengakibatkan Perseroan Pailit. Jurnal Hukum Ekonomi , 1 (1), 1–9. Fuady, M. (2002). Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia . PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Macintyre, E. (2007). Essensial Of Business law Person Education Limited . Harlow, England. Nurhayati, I. (1995). Ulasan Tentang Status Badan Hukum Perseroan Terbatas Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Raffles. (2020). Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum Direksi dalam Pengurusan Perseroan Terbatas. Undang: Jurnal Hukum , 3 (1), 108–137. Setyarini, D. M., Mahendrawati, N. L. M., & Arini, D. G. D. (2020). Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Jurnal Analogi Hukum , 2 (1), 12–16. Soemitro, R. (1993). Hukum Perseroan Terbatas . Yayasan dan Wakaf, PT. Eresco, Bandung. Sudaryata. (2020). Tanggung Jawab Pemegang Saham Mayoritas yang Merangkap Sebagai Direksi Terhadap Kerugian Pihak Ketiga Akibat Perbuatan Melawan Hukum Perseroan. Jurnal Bina Mulia Hukum , 4 (2), 313–325.
07c992d6-546d-468e-b5c2-4beefc57ba75
https://online-journal.unja.ac.id/jaku/article/download/2375/6464
## ANALISIS VARIABEL-VARIABEL AUDIT EXPECTATION GAP ATAS HASIL AUDIT BPK (Studi Empiris Pada Pemerintahan Kota Jambi Tahun 2013) Dwi Febri Yandi 1) 1) Alumni Magister Ilmu Akuntansi FEB Universitas Jambi, dwif.yandi@gmail.com ## ABSTRACT The purpose of this study is to obtain empirical evidence about whether Three is an audit expectation gap in terms of audit reporting, accountability, auditor Independence, auiditor competency, materiality, audit evidence, and the reasonable opinion of the auditor’s performance audit between auditor government and the users of financial statements. This study used a sampel of 120 respondents comprising 30 gervernment auditor (BPK) Jambi, 30 legislators of Jambi, 30 employees of Finance and Asset Management Agency Regional Jambi, and 30 Employess of the Inspectorate of the city of Jambi. Collecting data using purposive sampling. The Research data Wet statistically analyzed using SPSS version 17. Hypothesis testing is performed by using the Kruskal-Wallis test. Research resultss are: 1) There is no Audit Expectation Gap of the Audit Reporting between Jambi Government auditor and users of financial statements in the government area of Jambi City, 2) There is no Audit Expectation Gap of the akuntabilitas between government auditor and users of financial statements region, 3) There Audit Expectation Gap between the auditor’s Independence from the government and the users of financial statements, 4) There is no Audit Expectation Gap in terms of auditor competence among government auditor and users of the financial statements, 5) The is no Audit Expectation Gap between the materiality of the government auditors and users of financial statements region, 6) There Audit Expection Gap of the audit evidence the government auditors and users of financial statements region, 7) There is no Audit Expectation Gap of the reasonable opinion between the government auditors and users of financial statements region, 8) There is no Audit Expectation Gap between performance audit of the government auditor and users of financial statements in the government local of Jambi City. Keywords: audit expectation gap, accountability, auditor Independence, auditor competency, materiality, audit evidence, reasonable opinion, performance audits. ## ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara empiris mengenai apakah terdapat audit expecation gap dari sisi pelaporan audit, akuntabilitas, independensi auditor, kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar dan audit kinerja antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Penelitian ini menggunakan sampel dari 120 responden yang terdiri atas 30 auditor pemerintah (BPK) Provinsi Jambi, 30 anggota DPRD Kota Jambi, 30 pegawai Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah Jambi, dan 30 pegawai Inspektorat Kota Jambi. Pengumpulan data menggunakan Purposive sampling. Data penelitian secara statistik dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 17.00. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan Kruskal-Wallis Test. Hasil penelitian adalah: 1) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Pelaporan Audit antara auditor BPK Provinsi Jambi dan pengguna laporan keuangan daerah di Pemerintah Kota Jambi, 2) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi akuntabilitas antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah, 3) Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi independensi antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah, 4) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi kompetensi auditor antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah, 5) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi materialis antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah, 6) Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi bukti audit antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah, 7) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi pendapat wajar antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah, 8) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi audit kinerja antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah di Pemerintah Kota Jambi. Kata Kunci: audit expectation gap, akuntabilitas, independensi auditor, kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar, audit kinerja. ## 1. PENDAHULUAN ## 1.1 Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan pemerintah daerah pada dasarnya merupakan asersi atau pernyataan dari pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan kepada pihak lain, yaitu para pemangku kepentingan yang ada tentang kondisi keuangan pemerintah daerah. Pemerintah daerah berkewajiban mempertanggungjawabkan laporan keuangan pemerintah daerah kepada pemangku kepentingannya. Pemangku kepentingan yang utama adalah masyarakat dan dewan legislatif daerah (DPRD). Permasalahan akuntabilitas publik bisa muncul apabila pemerintah daerah tidak mampu menyajikan informasi mengenai laporan keuangan secara relevan, handal, sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat sebagai konstituennya (Mahmudi, 2007). Dikeluarkannya Undang-undang No 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memuat laporan audit BPK merupakan sebuah upaya untuk menjamin keandalan laporan keuangan pemerintah daerah. Menurut UU No 15 Tahun 2006, salah satu tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung-jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lembaga negara lainnya yang dilakukan berdasarkan undang- undang. BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. BPK juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum. Humprey (1993) menyatakan sebagian besar pengguna laporan keuangan meyakini bahwa laporan auditor menjadi bukti yang sempurna. Oleh sebab itu, harapan dari pengguna laporan keuangan terhadap auditor terkadang melebihi dari apa yang seharusnya mereka lakukan. Perbedaan antara apa yang masyarakat atau pemakai laporan keuangan harapkan dari auditor dan apa yang sebenarnya dilakukan oleh auditor secara luas disebut Audit Expectation Gap. Fenomena kesenjangan harapan audit ini telah banyak di teliti oleh peneliti yang meneliti tentang keberadaan kesenjangan harapan audit ini seperti penelitian Humprey et al (1993), Krisnanto Adi Nugroho (2004), Dixon et al (2006) di Mesir. Peneliti-peneliti tersebut menyatakan bahwa, kesenjangan harapan audit dapat di ukur dalam empat dimensi : (1) Tanggung jawab auditor dalam mendeteksi, (2) Menemukan dan melaporkan kekeliruan dan ketidakberesan, terutama kecurangan ( responcibility ), (3) Keandalan dari laporan keuangan yang telah di audit ( reability ), (4) Kegunaan laporan keuangan yang telah di audit dalam pengambilan keputusan ( decision usefulness ). Audit expectation gap tidak hanya terjadi dalam lingkungan audit sektor swasta, namun dapat terjadi di lingkungan audit sektor publik. Hal ini dikarenakan sektor publik turut menggunakan laporan keuangan pemerintah. Adapun para pemakai laporan keuangan pemerintah adalah masyarakat, wakil rakyat, lembaga pengawas dan lembaga pemeriksa, dan pemberi donasi. Auditor pemerintah sendiri dibagi menjadi dua, yaitu auditor internal dan eksternal. Penelitian mengenai Audit Expectation GAP masih jarang ditemui di sektor pemerintahan. Beberapa penelitian terdahulu mengenai audit expectation gap adalah penelitian Diah Ananta Setyorini (2012) yang meneliti audit expectation gap di antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah mengenai peran auditor, independensi auditor, dan pengetahuan audit yang dilakukan di Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi peran auditor, sisi independensi auditor, dan dari sisi pengetahuan audit. Penelitian lain mengenai Audit Expectation GAP di sektor pemerintahan adalah penelitian Jeremy A.S. Hutabarat dan Etna Nur Afri Yuyetta (2012). Penelitian ini memberikan hasil yang berbeda dengan penelitian Diah Ananta Setyorini (2012). Penelitian ini mengungkapkan bahwa tidak terdapat kesenjangan harapan audit antara para auditor Inspektorat sebagai pemeriksa dan para kepala SKPD sebagai pemakai laporan audit di Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar dari sisi akuntabilitas dan independensi. Persepsi pemakai laporan audit dari sisi kompetensi dan sisi kualitas pelaporan audit berbeda dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini persepsi para pemakai laporan audit lebih baik dari persepsi para auditor sendiri. Penelitian ini menginvestivigasi variabel audit expectation gap atas hasil audit BPK yang terdiri dari pelaporan audit, akuntanbilitas, dan konsep audit yang meliputi independensi auditor, kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar dan audit kinerja. Selain menginvestivigasi variabel audit expectation gap, penelitian ini juga berusaha mengupayakan keberlanjutan dari fenomena audit expectation gap sebagai upaya peningkatan kinerja auditor BPK berbasiskan audit expectation gap . ## 1.2 Rumusan Masalah Rumusan permasalahan yang ingin diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat Audit Expectation Gap dari sisi pelaporan audit, akuntabilitas, independensi auditor, kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar dan audit kinerja antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah ? 2. Upaya apakah yang perlu dilakukan untuk peningkatan kinerja auditor BPK berbasis Audit Expectation Gap ? ## 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui apakah terdapat audit expectation gap dari sisi pelaporan audit, akuntabilitas, independensi auditor, kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar dan audit kinerja antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. 2. Mengetahui upaya yang perlu dilakukan untuk peningkatan kinerja auditor BPK berbasis Audit Expectation Gap. ## 2. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Auditing Auditing berasal dari bahasa latin yaitu “audire” yang berarti mendengar atau memperhatikan. Mendengar dalam hal ini adalah memperhatikan dan mengamati pertanggungjawaban keuangan yang disampaikan penanggung jawab keuangan, dalam hal ini menejemen perusahaan. Menurut Mulyadi dkk (1998), Auditing adalah : ” Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.” 2.1.2 Audit Sektor Publik Audit sektor publik merupakan kegiatan yang ditujukan terhadap terhadap entitas yang menyediakan pelayanan dan penyediaan barang yang pembiayaannya berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan negara lainnya dengan tujuan membandingkan antara kondisi yang ditemukan dan kriteria yang ditetapkan. atau dapat juga dikatakan bahwa tujuan audit sektor publik adalah untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara dan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang- undangan, efisien,ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 2.1.3 Pemakai Laporan Keuangan Pemerintah Auditor pemerintah, dalam melaksanakan audit bukan semata hanya untuk kepentingan klien (dalam hal ini pemerintah) tetapi juga pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Mardiasmo (2002) mengidentifikasi sepuluh pemakai laporan keuangan pemerintah, yaitu: a) Pembayar pajak (tax payer), b) Pemberi dana bantuan (grantors), c) Investor, d) Pengguna jasa (fee-paying service recipients), e) Karyawan/ pegawai, f) Pemasok (vendors), g) Dewan legislatif, h) Manajemen, i) Pemilih (voters), j) Badan pengawas (oversight bodies). Menurut SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan) tahun 2005, terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan pemerintah, namun tidak terbatas pada masyarakat, para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, dan Pemerintah. Halim (2004) secara spesifik mengemukakan pihak-pihak eksternal Pemerintah Daerah sebagai pemakai laporan keuangan Pemerintah Daerah adalah: a) DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), b) Badan Pengawas Keuangan, c) Investor, Kreditor, dan Donatur, d) Analis Ekonomi dan Pemerhati Pemerintah Daerah, e) Rakyat, f) Pemerintah Pusat, g) Pemerintah Daerah Lain. 2.1.4 Audit Expectation Gap Expectation gap menurut Ligio (Indrarto, 2008) adalah perbedaanpandangan mengenai tingkat kinerja yang diharapkan antara akuntan independen dengan pengguna laporan keuangan, seperti direktur keuangan, analis keuangan, analis investasi, dan jurnalis investasi. Menurut Guy dan Sullivan (1988), expectation gap adalah perbedaan antara apa yang masyarakat dan pengguna laporan keuangan percaya sebagai tanggung jawab akuntan dan auditor dan apa yang akuntan dan auditor percayai sebagai tanggung jawabnya. Berdasarkan definisi-definisi yang ada, maka penekanan dari expectation gap adalah harapan masyarakat atau pemakai laporan keuangan terhadap auditor tentang laporan keuangan secara nyata melebihi peran auditor dan opini auditnya. ## 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui apakah terdapat Audit Expectation Gap atas hasil audit BPK yang dilihat dari sisi pelaporan audit, akuntanbilitas, dan konsep audit yang meliputi independensi auditor, kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar dan audit kinerja. Selanjutnya, penelitian ini berusaha memberikan masukan sebagai upaya peningkatan kinerja auditor BPK berbasis Audit Expectation Gap jika terbukti bahwa eksistensi Audit Expectation Gap masih ditemui pada pemerintahan Kota Jambi. Terdapat dua kelompok populasi yang digunakan dalam penelitian ini. Kelompok populasi pertama dalam penelitian ini adalah pemakai laporan keuangan daerah yang terdiri dari Anggota DPRD Kota Jambi, Badan Keuangan Dan Pengelolaan Aset dan Inspektorat Kota Jambi. Kelompok populasi kedua dalam penelitian ini adalah Auditor BPK Provinsi Jambi. Adapun gambar kerangka pemikiran penelitian ini akan disajikan di bawah ini. ## 2.3 Hipotesis Penelitian Adapun Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H1 : Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Pelaporan Audit antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. H2 : Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Akuntanbilitas antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. H3 : Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Independensi antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. H4 : Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Kompetensi Auditor antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. H5 : Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Materialitas antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. H6 : Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Bukti Audit antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. H7 : Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Pendapat Wajar antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. H8 : Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Audit Kinerja antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. ## 3. METODOLOGI 3.1 Objek Penelitian dan Subjek Penelitian 3.1.1 Populasi Penelitian ini dilakukan di Pemerintahan Kota Jambi. Populasi dalam penelitian ini terbagi atas dua kelompok populasi yang berbeda. Kelompok populasi pertama dalam penelitian ini adalah pemakai laporan keuangan daerah dan kelompok kedua adalah auditor pemerintah. Adapun penjabaran kelompok populasi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : Tabel 1. Populasi Penelitian Populasi Pengguna Laporan Keuangan Daerah Populasi Auditor Pemerintah 1. Anggota DPRD Kota Jambi Periode 2009- 2014. 2. Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset. 3. Auditor Inspektorat Kota Jambi. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Jambi. 3.1.2 Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah Anggota DPRD Kota Jambi Periode 2009-2014, Badan Keuangan dan Pengelolan Aset Kota Jambi , Inspektorat Kota Jambi dan Auditor BPK Provinsi Jambi. ## 3.2 Operasionalisasi Variabel  Pelaporan Audit (X1) Pelaporan audit adalah suatu kegiatan audit yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode tertentu, Arens (2011). Adapun indikator pengukur dari variabel Pelaporan Audit (X1) adalah : 1. Laporan audit BPK diberikan tepat waktu. 2. Laporan audit BPK disampaikan dengan tujuan yang jelas. 3. Laporan audit BPK berisi masalah yang relevan. 4. Laporan audit BPK tersedia untuk umum (publik). 5. Laporan audit BPK disajikan dalam format yang mudah dipahami. 6. Laporan audit BPK berisi rekomendasi yang efektif 7. Laporan audit BPK menjelaskan luas pekerjaan (lingkup) audit yang dilaksanakan.  Akuntanbilitas Auditor (X2) Akuntanbilitas auditor adalah kewajiban auditor sebagai agent untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pengguna laporan keuangan atau pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut, Madiasmo (2007). Adapun indikator pengukur dari variabel Akuntanbilitas Auditor (X2) adalah : 1. Laporan audit BPK merupakan mekanisme yang efektif untuk menjamin akuntabilitas sektor publik. 2. Laporan audit BPK memperhatikan kebutuhan pengguna informasi.  Independensi Auditor (X3) Independensi auditor adalah sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain dan kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya, Mulyadi (1998). Adapun indikator pengukur dari variabel Independensi Auditor (X3) adalah : 1. Auditor BPK independen terhadap pemerintah daerah (eksekutif). 2. Auditor BPK independen terhadap pegawai negeri sipil. 3. Auditor BPK independen terhadap para politisi (legislatif). 4. Auditor BPK mempunyai standar etika yang tinggi.  Kompetensi Auditor (X4) Kompetensi auditor adalah pendidikan dan pengalaman memadai yang dimiliki auditor dalam bidang auditing dan akuntansi, Christiawan (2002). Indikator pengukur dari variabel Kompetensi Auditor (X4) adalah : 1. Auditor BPK adalah auditor yang kompeten. 2. Kompetensi auditor BPK tergantung pada kualifikasi profesionalitas (pendidikan, keahlian dan pengalaman dalam bidang pengauditan). 3. Kompetensi auditor BPK tergantung pada tim audit yang terdiri dari beragam disiplin ilmu (multi-disiplin) 4. Kompetensi auditor BPK tergantung pada program-program pelatihan (seperti: pendidikan profesional berkelanjutan.  Materialitas (X5) Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karna adanya penghilangan atau salah saji, Mahmudi (2002). Indikator pengukur dari variabel Materialitas (X5) adalah: 1. Laporan audit BPK yang diberikan berisi informasi yang menyatakan tidak terdapat fraud (kecurangan) yang material 2. Lingkup audit BPK dibatasi oleh kurangnya sumberdaya manusia yang dimiliki.  Bukti Audit (X6) Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor dalam pembuatan kesimpulan (opini). Bukti audit termasuk di dalamnya adalah: (1). catatan akuntansi yang menghasilkan laporan keuangan, dan (2). Informasi lainnya yang berhubungan/terkait dengan catatan akuntansi dan pendukung alasan logis dari auditor tentang laporan keuangan yang layak, Arens (2011). Indikator pengukur dari variabel Bukti Audit (X6) adalah : 1. Para auditor BPK dalam bekerja mampu mengumpulkan bukti yang cukup untuk laporan yang mereka berikan. 2. Para auditor BPK dalam bekerja mengandalkan informasi yang berasal dari badan pengawasan daerah (bawasda).  Opini Wajar (X7) Opini wajar adalah hasil pemeriksaan auditor eksternal terhadap entititas atas asersi manajemen atas laporan keuangan dalam suatu periode akuntansi yang disusun berdasarkan Standart Akuntansi yang berterima umum dan diaudit menggunakan norma pemeriksaan akuntan dan Standart Pemeriksaan Keuangan Negara (Pada entitas sektor publik pemerintah) dan Standart Profesional Akuntan Publik (SPAP) pada Entitas diluar keuangan Negara, Rusliyawati dan Halim (2008). Indikator pengukur dari variabel Opini Wajar (X7) adalah : Pendapat wajar dalam laporan audit mengimplikasi bahwa laporan keuangan yang disajikan telah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).  Audit Kinerja (X8) Audit kinerja adalah suatu proses sistematis dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif atas kinerja suatu organisasi, program, fungsi atau kegiatan, Wilopo (2001). Adapun Indikator pengukur dari variabel Audit Kinerja (X8) adalah : 1. Audit kinerja meliputi keekonomisan pembelian barang dan jasa oleh pemerintah daerah. 2. Audit kinerja meliputi keefektifan (kemaksimalan) penggunaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah. 3. Audit kinerja meliputi efektivitas program- program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. ## 3.5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data pada penelitian ini meliputi uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi Homogenitas, uji hipotesis penelitian dan metode analisis deskriptif. Untuk pengujian hipotesis, penelitian ini menggunakan alat uji statistik Kruskal-Wallis test dengan bantuan software SPSS 17. Singgih (2014) menyatakan bahwa Kruskal- Wallis test adalah one way analysis of variance by rank . Kruskal-Wallis test merupakan alat uji statistik non parametrik yang sangat berguna untuk menentukan apakah k sampel independen berasal dari populasi yang berbeda. Kruskal-Wallis test pada statistik non- parametrik dapat digunakan pada sampel independent dengan kelompok lebih dari dua, Singgih Santoso (2014). Adapun tahapan perhitungan Kruskal Wallis test yang dikutip dari Singgih Santoso (2014) adalah sebagai berikut : 1. Masing-masing score dari delapan variabel yang diuji digabung, kemudian diurutkan berdasarkan ranking (dari terkecil ke terbesar). 2. Dilakukan penjumlahan angka ranking untuk variabel yang sama berdasar nomor ranking yang didapat. 3. Mencari nilai H untuk masing-masing variabel dengan rumus : H = + [Σ Rj 2 / nj ] - 3[ n+1 ] di mana : n = Jumlah total data nj = Jumlah score per variabel Rj = Jumlah ranking sebuah variabel 4. Kaidah pengambilan keputusan adalah: a) Apabila nilai probabilitas (p) > α = 5%, maka maka hipotesis yang diajukan (Ha) ditolak. b) Apabila nilai probabilitas (p) < α = 5%, maka hipotesis yang diajukan (Ha) diterima. ## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data Instrumen penelitian ini diambil dari penelitian yang telah dilakukan Rusliyawati dan Halim (2008) dan Sugiyarso (2009). Teknik pengujian instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas, uji reliabilitas dan uji asumsi. 4.1.1 Uji Validitas Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi analisa skor masing- masing item pertanyaan dengan jumlah skor jawaban keseluruhan variabel yang di teliti, dimana pengujiannya dilakukan dengan mengkorelasikan skor jawaban masing-masing pertanyaan dengan total skor untuk keseluruhan pertanyaan. Tingkat signifikansi yang digunakan dalam pengujian validitas penelitian ini adalah 0,05 (a=5%), dimana bila profitabilitas yang didapat dari koefisien korelasi masing-masing pertanyaan lebih kecil dari 0,05 maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Atau dengan cara lain yaitu koefisien korelasi yang diperoleh lebih besar dari r tabel maka pertanyaan tersebut adalah valid. Dengan taraf signifikansi sebesar 5% dan jumlah responden 120 orang dimana df = n – 2 = 118, maka angka kritis r tabel (table r product moment) yang di dapatkan adalah 0,179. Maka bila koefisien korelasi yang diperoleh lebih besar dari r tabel maka pertanyaan tersebut adalah valid. Koefisien korelasi masing-masing butir pertanyaan dari variabel Pelaporan Audit (X1) akan disajikan pada tabel di bawah ini sebagai berikut : ## Tabel 2. Validitas Butir Pertanyaan Variabel Pelaporan Audit (X1) Butir Pertanyaan Koefisien Korelasi r tabel Keterangan 1 0,872 0,179 Valid 2 0,883 0,179 Valid 3 0,944 0,179 Valid 4 0,818 0,179 Valid 5 0,892 0,179 Valid 6 0,856 0,179 Valid 7 0,924 0,179 Valid ## Sumber : Data primer yang diolah Koefisien korelasi untuk masing-masing butir pertanyaan untuk variabel Akuntanbilitas (X2) yang menunjukan nilai validitas dari pertanyaan yang bersangkutan dapat dilihat pada tabel berikut : ## Tabel 3. Validitas Butir Pertanyaan Variabel Akuntanbilitas (X2) Butir Pertanyaan Koefisien Korelasi r tabel Keterangan 1 0,822 0,179 Valid 2 0,813 0,179 Valid Sumber : Data primer yang diolah Koefisien korelasi untuk masing-masing butir pertanyaan untuk variabel Independensi Auditor (X3) yang menunjukan nilai validitas dari pertanyaan yang bersangkutan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4. Validitas Butir Pertanyaan Variabel Independensi Auditor (X3) Butir Pertanyaan Koefisien Korelasi r tabel Keterangan 1 0,832 0,179 Valid 2 0,824 0,179 Valid 3 0,711 0,179 Valid 4 0,740 0,179 Valid Koefisien korelasi untuk masing-masing butir pertanyaan untuk variabel Kompetensi Auditor (X4) yang menunjukan nilai validitas dari pertanyaan yang bersangkutan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Validitas Butir Pertanyaan Variabel Kompetensi Auditor (X4) Butir Pertanyaan Koefisien Korelasi r tabel Keterangan 1 0,474 0,179 Valid 2 0,769 0,179 Valid 3 0,707 0,179 Valid 4 0,613 0,179 Valid Sumber : Data primer yang diolah Koefisien korelasi untuk masing-masing butir pertanyaan untuk variabel Materialitas (X5) yang menunjukan nilai validitas dari pertanyaan yang bersangkutan dapat dilihat pada tabel berikut : ## Tabel 6. Validitas Butir Pertanyaan Variabel Materialitas (X5) Butir Pertanyaan Koefisien Korelasi r tabel Keterangan 1 0,597 0,179 Valid 2 0,589 0,179 Valid Sumber : Data primer yang diolah Koefisien korelasi untuk masing-masing butir pertanyaan untuk variabel Bukti Audit (X6) yang menunjukan nilai validitas dari pertanyaan yang bersangkutan dapat dilihat pada tabel berikut : ## Tabel 7. Validitas Butir Pertanyaan Variabel Bukti Audit (X6) Butir Pertanyaan Koefisien Korelasi r tabel Keterangan 1 0,733 0,179 Valid 2 0,769 0,179 Valid Sumber : Data primer yang diolah Koefisien korelasi variabel Pendapat Wajar (X7) tidak dapat dibandingkan karena pertanyaan yang terkandung pada variabel ini hanya berjumlah 1 pertanyaan. Oleh karena itu variabel ini tidak dapat ditemukan tingkat validitasnya. Koefisien korelasi untuk masing-masing butir pertanyaan untuk variabel Audit Kinerja (X8) yang menunjukan nilai validitas dari pertanyaan yang bersangkutan dapat dilihat pada tabel berikut : ## Tabel 8. Validitas Butir Pertanyaan Variabel Audit Kinerja (X8) Butir Pertanyaan Koefisien Korelasi r tabel Keterangan 1 0,707 0,179 Valid 2 0,741 0,179 Valid 3 0,754 0,179 Valid Sumber : Data primer yang diolah 4.1.2 Uji Reliabilitas Reabilitas instrumen menunjukan suatu stabilitas hasil pengamatan. Pengujian reabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan analisis reability melalui cronbach alpha dengan bantuan program SPSS. Dari hasil pengujian tersebut diperoleh nilai reabilitas data dari masing-masing variabel seperti yang diuraikan dalam tabel berikut, dimana semakin tinggi nilai koefisien yang didapatkan maka reabilitas data yang diperoleh juga semakin tinggi. Nilai reabilitas dalam tabel dapat dikatakan reliabel apabila nilai reabilitas tersebut lebih besar dari 0,60. Hasil analisis SPSS telah diolah untuk uji reabilitas terhadap instrument data kuesioner dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 9. Uji Reliabilitas Variabel Cronbach Alpha Standart Alpha Kesimpulan Pelaporan Audit (X1) 0,967 0,60 Reliabel Independensi Auditor (X2) 0,903 0,60 Reliabel Akuntabilitas ( X3) 0,896 0,60 Reliabel Kompetensi Auditor (X4) 0,814 0,60 Reliabel Materialitas (X5) 0,713 0,60 Reliabel Bukti Audit (X6) 0,846 0,60 Reliabel Audit Kinerja (X8) 0,859 0,60 Reliabel Sumber : Data primer yang diolah 4.1.3 Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi adalah sama atau tidak. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai signifikan lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data adalah sama. Hasil analisis SPSS telah diolah untuk uji homogenitas terhadap instrument data kuesioner dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 10. Hasil Uji Homogenitas Variabel Asymp. Sig Keterangan Pelaporan Audit (X1) 0,156 Homogen Independensi Auditor (X2) 0,348 Homogen Akuntabilitas ( X3) 0,921 Homogen Kompetensi Auditor (X4) 0,360 Homogen Materialitas (X5) 0,397 Homogen Bukti Audit (X6) 0,210 Homogen Pendapat Wajar (X7) 0,957 Homogen Audit Kinerja (X8) 0,026 Tidak Homogen Sumber : Data primer yang diolah ## 4.2 Uji Hipotesis 4.2.1 Pengujian Hipotesis 1 Hipotesis 1 pada penelitian ini adalah terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Pelaporan Audit antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Hasil Kruskal-Wallis Test (Mean Rank) untuk pengujian hipotesis 1 akan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 11. Hasil Kruskal-Wallis test (Mean Rank) Variabel Pelaporan Audit (X1) Populasi Pengguna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Populasi Auditor Pemerintah Populasi n Mean Reank Populasi n Mean Rank Anggota DPRD Kota Jambi 30 57.07 Auditor BPK Provinsi Jambi 30 68.68 Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset 30 53.88 Inspektorat Kota Jambi 30 62.37 Total 90 Σ:3 = 57.77 Total 30 68.68 ## Sumber : Data primer yang diolah Tabel 11. menyajikan hasil Kruskal-Wallis test untuk menunjukan ranking pada variabel Pelaporan Audit (X1). Secara keselurahan mean rank populasi auditor pemerintah lebih besar dari pada populasi pengguna laporan keungan daerah yakni 68.68 berbanding 57.77. Hal ini menggambarkan bahwa ekspektasi dari populasi pengguna laporan keuangan daerah lebih besar dari pada apa yang telah dilakukan oleh auditor BPK dari sisi pelaporan audit. Populasi Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset menghasilkan mean rank terendah yaitu sebesar 53.88. Mean rank tertinggi pada variabel Pelaporan Audit (X1) terdapat pada populasi Auditor BPK yakni sebesar 68.68 Tabel 12. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) Variabel Pelaporan Audit (X1) Variabel Chi- Square df Asymp.Sig Pelaporan Audit (X1) 3.164 3 .367 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 12. menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis untuk variabel Pelaporan Audit (X1) adalah 0,367. Oleh karena nilai asymptotic significance > 0,05 maka hipotesis 1 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Pelaporan Audit antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. 4.2.2 Pengujian Hipotesis 2 Hipotesis 2 pada penelitian ini adalah terdapat Audit Expectation Gap dari sisi akuntanbilitas antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Hasil Kruskal-Wallis Test (Mean Rank) untuk pengujian hipotesis 2 akan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 13. Hasil Kruskal-Wallis test (Mean Rank) Variabel Akuntanbilitas (X2) Populasi Pengguna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Populasi Auditor Pemerintah Populasi n Mean Reank Populasi n Mean Rank Anggota DPRD Kota Jambi 30 60.03 Auditor BPK Provinsi Jambi 30 62.32 Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset 30 60.08 Inspektorat Kota Jambi 30 59.57 Total 90 Σ:3 = 59.89 Total 30 62.32 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 13. menyajikan hasil Kruskal-Wallis test untuk menunjukan ranking pada variabel Akuntanbilitas (X2). Secara keselurahan mean rank populasi auditor pemerintah lebih besar dari pada populasi pengguna laporan keuangan daerah yakni 62.32 berbanding 59.89. Hal ini menggambarkan bahwa ekspektasi dari populasi pengguna laporan keuangan daerah lebih besar dari pada apa yang telah dilakukan oleh auditor BPK dari sisi akuntanbilitas. Populasi Inspektorat Kota Jambi menghasilkan mean rank terendah yaitu sebesar 59.57. Mean rank tertinggi pada variabel Akuntanbilitas (X2) terdapat pada populasi Auditor BPK yakni sebesar 62.32. Tabel 14. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) Variabel Akuntanbilitas (X2) Variabel Chi- Square df Asymp.Sig Akuntanbilitas (X2) .119 3 .989 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 14. menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis untuk variabel Akuntanbilitas (X2) adalah 0,989. Oleh karena nilai asymptotic significance > 0,05 maka hipotesis 2 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi akuntanbilitas antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. 4.2.3 Pengujian Hipotesis 3 Hipotesis 3 pada penelitian ini adalah terdapat Audit Expectation Gap dari sisi independensi antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Hasil Kruskal-Wallis Test (Mean Rank) untuk pengujian hipotesis 3 akan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 15. Hasil Kruskal-Wallis test (Mean Rank) Variabel Independensi Auditor (X3) Populasi Pengguna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Populasi Auditor Pemerintah Populasi n Mean Reank Populasi n Mean Rank Anggota DPRD Kota Jambi 30 65.07 Auditor BPK Provinsi Jambi 30 76.50 Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset 30 52.92 Inspektorat Kota Jambi 30 47.52 Total 90 Σ:3 = 55.17 Total 30 76.50 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 15. menyajikan hasil Kruskal-Wallis test untuk menunjukan ranking pada variabel Independensi Auditor (X2). Secara keselurahan mean rank populasi auditor pemerintah lebih besar dari pada populasi pengguna laporan keuangan daerah yakni 76.50 berbanding 55.17. Melihat selisih mean rank yang besar antara populasi auditor pemerintah dengan populasi pengguna laporan keuangan daerah menggambarkan bahwa ekspektasi dari populasi pengguna laporan keuangan daerah lebih besar dari pada apa yang telah dilakukan oleh auditor BPK dari sisi independensi auditor. Populasi Inspektorat Kota Jambi menghasilkan mean rank terendah yaitu sebesar 47.52. Mean rank tertinggi pada variabel Independensi (X3) terdapat pada populasi Auditor BPK yakni sebesar 76.50. Tabel 16. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) Variabel Independensi Auditor (X3) Variabel Chi- Square df Asymp.Sig Independensi Auditor (X3) 12.594 3 .006 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 16. menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis untuk variabel Independensi Auditor (X3) adalah 0,006. Oleh karena nilai asymptotic significance < 0,05 maka hipotesis 3 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Independensi antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. 4.2.4 Pengujian Hipotesis 4 Hipotesis 4 pada penelitian ini adalah terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Kompetensi Auditor antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Hasil Kruskal- Wallis Test (Mean Rank) untuk pengujian hipotesis 4 akan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 17. Hasil Kruskal-Wallis test (Mean Rank) Variabel Kompetensi Auditor (X4) Populasi Pengguna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Populasi Auditor Pemerintah Populasi n Mean Reank Populasi n Mean Rank Anggota DPRD Kota Jambi 30 68.97 Auditor BPK Provinsi Jambi 30 57.87 Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset 30 58.20 Inspektorat Kota Jambi 30 56.97 Total 90 Σ:3 = 61.38 Total 30 57.87 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 17. menyajikan hasil Kruskal-Wallis test untuk menunjukan ranking pada variabel Kompetensi Auditor (X4). Pemeringkatan ini menunjukan bahwa populasi Inspektorat Kota Jambi menghasilkan mean rank terendah yaitu sebesar 56.97. Mean rank tertinggi pada variabel Kompetensi Auditor (X4) terdapat pada populasi Anggota DPRD Kota Jambi yakni sebesar 68.97. Tabel 18. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) Variabel Kompetensi Auditor (X4) Variabel Chi- Square df Asymp.Sig Kompetensi Auditor (X4) 2.461 3 .482 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 18. menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis untuk variabel Kompetensi Auditor (X4) adalah 0,482. Oleh karena nilai asymptotic significance > 0,05 maka hipotesis 4 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi kompetensi auditor antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. 4.2.5 Pengujian Hipotesis 5 Hipotesis 5 pada penelitian ini adalah terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Materialitas antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Hasil Kruskal-Wallis Test (Mean Rank) untuk pengujian hipotesis 5 akan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 19. Hasil Kruskal-Wallis test (Mean Rank) Variabel Materialitas (X5) Populasi Pengguna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Populasi Auditor Pemerintah Populasi n Mean Reank Populasi n Mean Rank Anggota DPRD Kota Jambi 30 57.83 Auditor BPK Provinsi Jambi 30 63.30 Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset 30 56.83 Inspektorat Kota Jambi 30 64.03 Total 90 Σ:3 = 59.56 Total 30 63.30 ## Sumber : Data primer yang diolah Tabel 19. menyajikan hasil Kruskal-Wallis test untuk menunjukan ranking pada variabel Materialitas (X5). Pemeringkatan ini menunjukan bahwa populasi Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset menghasilkan mean rank terendah yaitu sebesar 56.83. Mean rank tertinggi pada variabel Materialitas (X5) terdapat pada populasi Inspektorat Kota Jambi yakni sebesar 64.03. Tabel 20. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) Variabel Materialitas (X5) Variabel Chi- Square df Asymp.Sig Materialitas (X5) 1.095 3 .778 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 20. menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis untuk variabel Materialitas (X5) adalah 0,778. Oleh karena nilai asymptotic significance > 0,05 maka hipotesis 5 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi materialitas antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. 4.2.6 Pengujian Hipotesis 6 Hipotesis 6 pada penelitian ini adalah terdapat Audit Expectation Gap dari sisi bukti audit antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Hasil Kruskal-Wallis Test (Mean Rank) untuk pengujian hipotesis 6 akan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 21. Hasil Kruskal-Wallis test (Mean Rank) Variabel Bukti Audit (X6) Populasi Pengguna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Populasi Auditor Pemerintah Populasi n Mean Reank Populasi n Mean Rank Anggota DPRD Kota Jambi 30 49.67 Auditor BPK Provinsi Jambi 30 90.30 Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset 30 51.80 Inspektorat Kota Jambi 30 50.23 Total 90 Σ:3 = 59.56 Total 30 90.30 ## Sumber : Data primer yang diolah Tabel 21. menyajikan hasil Kruskal-Wallis test untuk menunjukan ranking pada variabel Bukti Audit (X6). Secara keselurahan mean rank populasi auditor pemerintah lebih besar dari pada populasi pengguna laporan keuangan daerah yakni 90.30 berbanding 59.56. Melihat selisih mean rank yang besar antara populasi auditor pemerintah dengan populasi pengguna laporan keuangan daerah menggambarkan bahwa ekspektasi dari populasi pengguna laporan keuangan daerah lebih besar dari pada apa yang telah dilakukan oleh auditor BPK dari sisi bukti audit. Populasi Anggota DPRD Kota Jambi menghasilkan mean rank terendah yaitu sebesar 49.67. Mean rank tertinggi pada variabel Bukti Audit (X6) terdapat pada populasi Auditor BPK Provinsi Jambi yakni sebesar 90.30. Tabel 22. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) Variabel Bukti Audit (X6) Variabel Chi- Square df Asymp.Sig Bukti Audit (X6) 31.055 3 .000 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 22. menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis untuk variabel Bukti Audit (X6) adalah 0,000. Oleh karena nilai asymptotic significance < 0,05 maka hipotesis 6 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat Audit Expectation Gap dari sisi bukti audit antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. 4.2.7 Pengujian Hipotesis 7 Hipotesis 7 pada penelitian ini adalah terdapat Audit Expectation Gap dari sisi pendapat wajar antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Hasil Kruskal-Wallis Test (Mean Rank) untuk pengujian hipotesis 7 akan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 23. Hasil Kruskal-Wallis test (Mean Rank) Variabel Pendapat Wajar (X7) Populasi Pengguna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Populasi Auditor Pemerintah Populasi n Mean Reank Populasi n Mean Rank Anggota DPRD Kota Jambi 30 63.28 Auditor BPK Provinsi Jambi 30 63.12 Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset 30 49.47 Inspektorat Kota Jambi 30 66.13 Total 90 Σ:3 = 59.62 Total 30 63.12 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 23. menyajikan hasil Kruskal-Wallis test untuk menunjukan ranking pada variabel Pendapat Wajar (X7). Pemeringkatan ini menunjukan bahwa populasi Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset Kota Jambi menghasilkan mean rank terendah yaitu sebesar 49.47. Mean rank tertinggi pada variabel Pendapat Wajar (X7) terdapat pada populasi Inspektorat Kota Jambi yakni sebesar 66.13. Tabel 24. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) Variabel Pendapat Wajar (X7) Variabel Chi- Square df Asymp.Sig Pendapat Wajar (X7) 4.566 3 .206 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 24. menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis untuk variabel Pendapat Wajar (X7) adalah 0,206. Oleh karena nilai asymptotic significance > 0,05 maka hipotesis 7 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi pendapat wajar antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. 4.2.8 Pengujian Hipotesis 8 Hipotesis 8 pada penelitian ini adalah terdapat Audit Expectation Gap dari sisi audit kinerja antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Hasil Kruskal-Wallis Test (Mean Rank) untuk pengujian hipotesis 8 akan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 25. Hasil Kruskal-Wallis test (Mean Rank) Variabel Audit Kinerja (X8) Populasi Pengguna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Populasi Auditor Pemerintah Populasi n Mean Reank Populasi n Mean Rank Anggota DPRD Kota Jambi 30 51.30 Auditor BPK Provinsi Jambi 30 71.42 Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset 30 61.95 Inspektorat Kota Jambi 30 57.33 Total 90 Σ:3 = 56.86 Total 30 71.42 ## Sumber : Data primer yang diolah Tabel 25. menyajikan hasil Kruskal-Wallis test untuk menunjukan ranking pada variabel Audit Kinerja (X8). Pemeringkatan ini menunjukan bahwa populasi Anggota DPRD Kota Jambi menghasilkan mean rank terendah yaitu sebesar 51.30. Mean rank tertinggi pada variabel Audit Kinerja (X8) terdapat pada populasi Auditor BPK Provinsi Jambi yakni sebesar 71.42. ## Tabel 26. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) Variabel Audit Kinerja (X8) Variabel Chi- Square df Asymp.Sig Audit Kinerja (X8) 5.753 3 .124 Sumber : Data primer yang diolah Tabel 26. menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis untuk variabel Audit Kinerja (X8) adalah 0,124. Oleh karena nilai asymptotic significance > 0,05 maka hipotesis nol diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi audit kinerja antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. ## 5. SIMPULAN DAN SARAN ## 5.1 Simpulan 5.1.1 Hasil pengujian audit expectation gap antara auditor BPK dengan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah adalah sebagai berikut : a) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi Pelaporan Audit antara auditor BPK Provinsi Jambi dan pengguna laporan keuangan daerah di Pemerintahan Kota Jambi. b) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi akuntanbilitas antara auditor BPK Provinsi Jambi dan pengguna laporan keuangan daerah di Pemerintahan Kota Jambi. c) Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi independensi antara auditor BPK Provinsi Jambi dan pengguna laporan keuangan daerah di Pemerintahan Kota Jambi. d) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi kompetensi auditor antara auditor BPK Provinsi Jambi dan pengguna laporan keuangan daerah di Pemerintahan Kota Jambi. e) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi materialitas antara auditor BPK Provinsi Jambi dan pengguna laporan keuangan daerah di Pemerintahan Kota Jambi. f) Terdapat Audit Expectation Gap dari sisi bukti audit antara auditor BPK Provinsi Jambi dan pengguna laporan keuangan daerah di Pemerintahan Kota Jambi. g) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi pendapat wajar antara auditor BPK Provinsi Jambi dan pengguna laporan keuangan daerah di Pemerintahan Kota Jambi. h) Tidak terdapat Audit Expectation Gap dari sisi audit kinerja antara auditor BPK Provinsi Jambi dan pengguna laporan keuangan daerah di Pemerintahan Kota Jambi. 5.1.2 Upaya yang perlu dilakukan untuk peningkatkan kinerja auditor berbasis Audit Expectation Gap adalah peningkatan tingkat independensi auditor dan pemerolehan bukti audit. Adapun langkah yang diperlukan untuk meningkatkan tingkat independensi auditor dan pemerolehan bukti audit adalah sebagai berikut: 1. Auditor attitude of mind yakni jalan berpikir auditor sebagai individu yang independen, tidak berpikir siapa yang memberi mandat, apakah loyalis atau oposisi pemerintahan dan dibekali kompetensi yang mumpuni dengan mental yang jujur dan berani. 2. Penggunaan auditor eksternal dari kantor akuntan publik (KAP) 3. Dalam memperoleh bukti audit yang cukup memadai ( appropriate sufficient audit evidence ), auditor wajib mengumpulkan bukti yang kompeten melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 4. Implementasi Audit Forensik sebagai upaya dalam memperoleh bukti audit. ## 5.2 Keterbatasan Penelitian ini dilakukan dengan berbagai keterbatasan yang dapat berpengaruh pada hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan metode survei sehingga peneliti tidak bisa mengontrol jawaban responden. Karena bisa saja responden tidak jujur dalam menjawab pernyataan yang diajukan. Ruang lingkup penelitian ini masih terbatas yaitu hanya di Pemerintahan Kota Jambi, oleh karena itu diperlukan perluasan scope penelitian untuk hasil penelitian yang lebih baik. 5.3 Saran 5.3.1 Saran Teoritis 1. Selain menggunakan kuesioner, dibutuhkan metode wawancara agar mendapatkan jawaban yang lebih terpercaya dan objektiv. 2. Perluasan area penelitian, yakni dengan melihat daerah mana saja dalam suatu provinsi yang tidak mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dari BPK. 5.3.2 Saran Praktis 1. BPK perlu memperhatikan tingkat independensi dan pengumpulan bukti audit yang cukup agar eksistensi audit expectation gap antara para pengguna laporan keuangan daerah dengan BPK dapat diminimalisir. 2. Kompetensi yang mumpuni sangat mutlak dibutuhkan oleh seorang auditor BPK untuk meningkatkan kepercayaan diri dari auditor tersebut sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh pihak luar yang dapat mempengaruhi menurunnya tingkat independensi dari auditor. 3. Implementasi Audit Forensik penting dilakukan untuk mengatasi keterbatasan bukti audit yang diperoleh. Sebagai contoh pada kasus BLBI yang diungkap BPK dimana BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada diadilinya beberapa mantan petinggi bank swasta nasional. ## DAFTAR REFERENSI Arrens, A.A and Loebbecke, J.K., 2011, Jasa Audit dan Assurance , Salemba Empat. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 1995, Standar Audit Pemerintahan, Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 2005, Konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, Jakarta. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), 2009, Modul Etika dan Fraud dalam Audit, Jakarta. Best, Peter J.,Buckby, Sherrena, & Tan, Clarice, March 2001, Evidence of Expectation Gap in Singapore, Managerial Auditing Journal, 134-144. Bostick, Lisa N & Luehlfing Michael S., 2004, Minimizing The Expectation Gap, Allied Academics International Conference, Vol 9, No. 1, New Orleans. Boynton, W.C., Johnson, R.N., & Kell, W.G., 2001, Modern Auditing, Seventh Edition, John Wiley & Sons Inc. Chowdhury, Riazur R., John Innes, & Reza Kouhy., 2005, The Public Sector Audit Expectations Gap in Bangladesh , Managerial Auditing Journal, Vol. 20, No. 8, pp. 893- 908. Cooper, Donald R & Pamela S. Schindler., 2003, Business Research Method , Eight Edition, Mc Graw Hill, Singapore. Coryanata, Isma., 2007, Akuntabilitas, Partisipasi Masyarakat, Dan Transparansi Kebijakan Publik Sebagai Pemoderating Hubungan Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran Dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD) , Simposium Nasional akuntansi, Makasar. D. Larry, Forensik Auditing, Journal of Forensic Accounting, 2013. Dewing, Ian P & Russel Peter. O., 2002, UK Fund Managers, Audit Regulation And The New Accountancy Foundation: Towards A Narrowing Of The Audit Expectation Gap? Managerial Auditing Journal, p. 537-545. Dixon, R., Woodhead, A.D., & Sohlima M., 2006, An Investigation of The Expectation Gap in Egypt , Managerial Auditing Journal, Vol 21 No.3. Epstein, M., & M, Geiger., January 1994, Investor Views of Audit assurance: Recent Evidence of The Expectation Gap , The Journal of Accountancy, p. 60-66. Efendy, Taufiq, 2010, Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Motivasi Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Dalam Pengawan Keuangan Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kota Gorontalo), Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponogoro, Tidak Dipublikasikan. Fadzly, Mohamed Nazri, & Ahmad, Zauwiyah, 2004, Audit Expectation Gap The Case of Malaysia, Managerial Auditing Journal, Vol 19 No.7, Frank, Kimberly E., Lowe, D. Jordan, & Smith, James K., 2001, The Expectation Gap: Perpectual Differences Betwen Auditors, Jurors, and Students , Managerial Auditing Journal, March, 145-149. Gramling, A.A., Schatzberg & W. Wallace., 1996, The Role of Undergraduate Auditing Coursework in Reducing the Expectation Gap , Accounting Education, p.131-161. Government Accounting Office, 1999, Government Accounting Standards , Washington D.C: United States, GAO. Ghozali, Imam 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro. Hair, J.F., Black, William C. Babin, Barry J. Anderson, Rolph E. Tatham, & Ronald L. 2006. “ Multivariate Data Analysis ” 6th ed. Upper Saddle River, Prentice Hall International, Inc. Halim, Abdul, November, 2003, Auditing (Dasar- Dasar Audit Laporan Keuangan) , Jilid 1, Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Hojskov Leif, 1998, The Expectation Gap Between Users’ and Auditors’ Materiality Judgements in Denmark , Accounting., Auditing and Accountability Journal, Japan. Humprey, C., & S. Turley., 1993, The Audit Expectations Gap in Britain: An Empirical Investigation , Accounting Business Research, Vol 23, p 395-411. Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik, Januari 2005, Standar Profesional Akuntan Publik , Salemba Empat, Jakarta. Indriani, Rini. 2002. Pengaruh Pengetahuan dan Rules, Procedures, and Policies (RPPs) terhadap Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam Pengawasan Keuangan Daerah (Studi Kasus pada DPRD Kabupaten/Kota Se- Propinsi Bengkulu). Tesis Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta, Tidak Dipublikasikan. Jeremi, A & Etna Nur. 2012. Kesenjangan Harapan Audit Berdasarkan Persepsi Auditor Inspektorat dan Pemakai Laporannya, (Studi pada Pemerintah Kota Denpasar, Pemerintah Kabupaten Gianyar). Diponogoro Jurnal Of Accounting, Vol 1, No 1. Jogiyanto, 2004, Metodologi Penelitian Bisnis Salah Kaprah dan Pengalaman- Pengalaman, BPFE, Yogyakarta. Jones & Bates, 1990, Public Sector Auditing: Practical Techniques For An Integrated Approach, Chapman and Hall, London. Jones, Rowan dan Maurice Pendlebury (1996). Public Sector Accounting. Edisi keempat. London: Pitman Publishing. Koh, Hian Chye, & Woo, E. Sah, March 1998, The Expectation Gap in Auditing, Managerial Auditing Journal, 147-154. Komite Standar Akuntansi pemerintah Pusat dan Daerah, 2003, Draft Publikasian Standar Akuntansi Pemerintahan: Kerangka Konseptual, Jakarta. Lin Z., Jun & Feng Chen, 2004, An Empirical Study of The Audit ‘Expectation Gap’ In the People’s Republic of China, International Journal of Auditing, Vol 8, p. 93-115. Lowe, D Jordan, 1994, The Expectation Gap In The Legal System : Perception Differences between Auditors and Judges, Journal of Applied Business Research, Vol. 10, No. 3, pp. 39-45, Laramie. Lowe J., & K. Pany., August 1993, Expectation of The Audit Function, The CPA Journal, 58- 59. Mahmudi, Januari 2007, Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Panduan Bagi Eksekutif, DPRD, Dan Masyarakat Dalam Pengambilan Keputusan Ekonomi, Sosial Dan Politik), UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Malan, R.M., Fountain Jr. J.R., Arrowsmith, D.S., & Lockridge II, R.L.,1984, Performance Auditing in Local Government, Government Finance OfficerAssociation, Chicago Illinois. Mardiasmo, 2007, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta. Mulyadi & Kanaka Puradiredja, 1998, Auditing, Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta. Monroe, G.S., Woodlift, D., 1993, The Effect of Education on The Audit Expectation Gap, Accounting and Finance, pp.61-78. Nugroho, Krisnanto Adi, 2004, Analisa Atas Expectation Gap Pada Profesi Pengauditan Pemerintah, Tesis, Universitas Gadjah Mada. Nunally, 1967, Psychometric Methods, McGraw- Hill, New York.Ojo, Marianne, February 2006, Eliminating the Audit Expectations Gap: Myth or Reality?, MPRA Paper, No. 32 Porter, Brenda, 1993, An Empirical Study of The Audit Expectation-Performance Gap,Accounting and Business Research, Vol. 24, No. 93, p.49, London. Pramono, Agus., H., Pengawasan Legislatif terhadap eksekutif dalam Penyelenggaraan pemerintah daerah, Tesis S-2 tidak dipublikasikan, Program pasca sarja Imu Adminstrasi Negara. Universitas Brawijaya Ricchiute, 1989, Auditing and Assurance Services, Sixth Edition, South-Western College Publishing. Rusliyawati & Halim. 2008. Penginvestigasian Audit Expectation Gap pada Sektor Publik (Studi di Kalimantan Barat), Diponogoro Journal of Accounting Vol.2, No 3, 2008. Ryon, R.P., & A. Haber, 1982, Bussines Statistic, Richard D Irwin Inc, Home-Wood, Illinois, p. 176 Sandra, Ria., & Alimbudiono, 2004, Kesiapan Sumber Daya Manusia Sub bagian Akuntansi Pemerintah Daerah “XYZ” dan Kaitannya dengan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kepada Masyarakat, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Vol. 5, No. 02. Sekaran, Uma, 2003, Research Method for Business. John Wiley & Sons. Inc, New York. Setyoroni, Diah Ananta. 2012. “Analisis Audit Expectation Gap Pada Pemerintah Daerah (Studi Empiris di Kabupaten Sragen)”. Tesis Program Magister Akuntansi Universitas Surakarta. Setiawan, Indra, 2013, Audit Sektor Publik, Edisi Ketiga , Salemba Empat, Jakarta. Shaikh, Junaid M., Talha, Mohammad, 2003, Credibility and Expectation Gap in Reporting on Uncertainties, Managerial Auditing Journal, June, 517-529. Sopanah, 2003, Pengaruh partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik terhadap Hubungan antara Pengetahuan Dewan tentang Anggaran dengan Pengawasan Keuangan Daerah, Tesis Pascasarjana UGM, Tidak Dipublikasikan. Sidani, Yusuf Munir, 2007, The Audit Expectation Gap: Evidence From Lebanon, Managerial Auditing Journal, Vol 22 No. 3, pp. 288-302. Singarimbun, Masri & Sofian Effendi, 1982, Metode Penelitian Survey, LP3E,. Jakarta. Tomczyk, S., October 1993, Book Reviews: Christopher Humprey, Peter Moizar And Stuart Turley, The Audit Expectation Gap In The United Kingdom, Accounting Review, p. 962- 963. Werimon, Simson., Imam Ghozali, & Mohamad Nazir, 2007, Pengaruh Partisipasi Masyarakat Dan Transparansi Kebijakan Publik Terhadap Hubungan Antara Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran Dengan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD), Simposium Nasional Akuntansi, Makasar. Wolf, Fran M., Tackett, James A., & Claypool, Gregory A., Sept 1999, Audit Distater Futures: Antidotes For The Expectation Gap?, Managerial Auditing Journal, 468- 478. Yeni, Nini Syofri, 2000, Persepsi Mahasiswa, Auditor Dan Pemakai Laporan Keuangan Terhadap Peran Dan Tanggungjawab Auditor: Studi Empiris Mengenai Expectation Gap , Tesis, Universitas Gadjah Mada. Yuliati, Retno, Jaka Winarna & Doddy Setiawan, 2007, Expectation Gap antara Pemakai Laporan Keuangan Pemerintah dan Auditor Pemerintah , Simposium Nasional Akuntansi, Makasar.
e4f31f1f-decc-457c-83b2-46cfd9a4ca2e
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/medsyar/article/download/2014/1490
Abu Umar Faruq Ahmad & Mohammad Ashraful Mobin Promoting Maqāṣid al-Shari`ah and Achieving Sustainable Economic Development: the Potential of Proposed Two Tier Mudarabah Business Model on Cash Waqf ## Ali Abubakar Kewarisan Antarumat Beragama Versus Kewajiban Nafkah ## Bismi Khalidin Pengaruh Suku Bunga Terhadap Kinerja Perbankan Syariah di Provinsi Aceh ## Iskandar Usman Hakim dan Kewajiban Menerapkan Hukum Islam Menurut Konsep Al-Quran ## Mizaj Iskandar HAM dalam Prespektif Islam ## Muhammad Ridwansyah Upaya Menemukan Konsep Ideal Hubungan Pusat-Daerah Menurut Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 ## Muntazar, A. Hamid Sarong & Mohd. Din Penyelesaian Kasus Khalwat melalui Peradilan Adat Aceh Complete Case of the Khalwat (Adultery) Through Aceh Administration ## NAMA PENULIS JUDUL ## Vol. 19, No. 1, Januari-Juni 2017 ## FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY MEDIA SYARI’AH ## MEDIA SYARI’AH ## Wahana Kajian Hukum Islam Pranata Sosial Vol. 19, No. 1, 2017 EDITOR-IN-CHIEF Ihdi Karim Makinara ## EDITORS Agustin Hanafi Ali Abubakar Analiansyah Bismi Khalidin Jamhir Mijaz Iskandar Mursyid Mutiara Fahmi INTERNATIONAL EDITORIAL BOARD A. Hamid Sarong (Universitas Islam Negery Ar-Raniry , BANDA ACEH ) Al Yasa‟ Abubakar (Universitas Islam Negery Ar-Raniry , BANDA ACEH ) Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad (Universitas Islam Negery Ar-Raniry , BANDA ACEH) Ridwan Nurdin (Universitas Islam Negery Ar-Raniry, BANDA ACEH)) ## ASISSTEN TO THE EDITOR Ainun Hayati Musliadi Syarbunis ENGLISH LANGUAGE ADVISOR M. Syuib ARABIC LANGUAGE ADVISOR Fakhrurrazi M. Yunus COVER DESIGNER Ikhlas Diko MEDIA SYARI'AH , is a six-monthly journal published by the Faculty of Sharia and Law of the State Islamic University of Ar-Raniry Banda Aceh. The journal is published since February 1999 (ISSN. 1411-2353) and (ESSN.2579-5090) Number. 0005.25795090 / Jl.3.1 / SK.ISSN / 2017.04. earned accreditation in 2003 (Accreditation No. 34 / Dikti / Kep / 2003). Media Syari‟ah has been indexed Google Scholar and other indexation is processing some. MEDIA SYARI'AH , envisioned as the Forum for Islamic Legal Studies and Social Institution, so that ideas, innovative research results, including the critical ideas, constructive and progressive about the development, pengembanan, and the Islamic law into local issues, national, regional and international levels can be broadcasted and published in this journal. This desire is marked by the publication of three languages, namely Indonesia, English, and Arabic to be thinkers, researchers, scholars and observers of Islamic law and social institutions of various countries can be publishing an article in Media Syari'ah MEDIA SYARI'AH , editorial Board composed of national and international academia, part of which are academicians of the Faculty of Sharia and Law of the State Islamic University of Ar- Raniry Banda Aceh. This becomes a factor Media Syari'ah as prestigious journals in Indonesia in the study of Islamic law. Recommendations from the editor to scope issues specific research will be given for each publishing Publishing in January and July. ## Editor Office : MEDIA SYARI’AH Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Fakultas Syariah dan Hukum Islam UIN Ar- Raniry Banda Aceh, Provinsi Aceh – Indonesia Email: mediasyariah@ar-raniry.ac.id ihdimakinara@ar-raniry.ac.id Webs: jurnal.ar -raniry.ac.id/index.php/medsyar Telp.+62 (651)7557442,Fax. +62 (651) 7557442 HP : 0823 0400 8070 ## Table of Contents ## Articles 1 Abu Umar Faruq Ahmad & Mohammad Ashraful Mobin Promoting Maqāṣid al-Shari`ah and Achieving Sustainable Economic Development: the Potential of Proposed Two Tier Mudarabah Business Model on Cash Waqf ## 37 Ali Abubakar Kewarisan Antarumat Beragama Versus Kewajiban Nafkah 59 ## Bismi Khalidin Pengaruh Suku Bunga Terhadap Kinerja Perbankan Syariah di Provinsi Aceh 87 Iskandar Usman Hakim dan Kewajiban Menerapkan Hukum Islam Menurut Konsep Al-Quran ## 111 Mizaj Iskandar ## 127 Muhammad Ridwansyah Upaya Menemukan Konsep Ideal Hubungan Pusat-Daerah Menurut Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 159 Muntazar, A. Hamid Sarong & Mohd. Din Penyelesaian Kasus Khalwat melalui Peradilan Adat Aceh Complete Case of the Khalwat (Adultery) Through Aceh Administration ## Kewarisan Antarumat Beragama Versus Kewajiban Nafkah ## Ali Abubakar Abstrak: Hadis Nabi secara tegas melarang kewarisan antarumat beragama. Inilah yang menjadi pegangan Jumhur ulama fikih dengan hanya sedikit perbedaan. Dalam praktik masyarakat, perkembangan peraturan perundangan, dan “fikih individual” kontemporer, pelarangan tersebut cenderung dinafikan karena alasan kemanusiaan. Artikel ini mengaitkan larangan tersebut dengan (1) kewajiban nafkah orangtua-anak dan suami-isteri; dan (2) status hadis dengan pemilahan hadis-hadis ke dalam mu‟abbad (universal, abadi) dan muwaqqat (lokal, temporal). Hasil kajian, warisan adalah bagian dari nafkah. Karena itu, tidak ada halangan perbedaan agama dalam pembagian warisan kepada pemilik hak tersebut. Dari aspek kesejarahan dan kaitannya dengan al-Qur'an, hadis pelarangan kewarisan antarumat beragama termasuk ke dalam kategori mu‟abbad; berlaku hanya pada suatu waktu ketika Nabi Muhammad masih hidup. Kata Kunci: Kewarisan, Agama, Ulama Fikih, Nafkah ## A. PENDAHULUAN i antara fenomena hukum Islam modern adalah ide dan praktik kewarisan antarumat beragama. Di Indonesia, ide tentang ini mencuat setelah para intelektual Jaringan Islam Liberal (JIL) mewacanakan keharmonisan antarumat beragama—antara lain—dengan “membuka kran” kebolehan saling mewarisi antara umat beragama. Dikatakan “membuka kran” karena Jumhur ulama fikih menempatkan perbedaan agama sebagai penghalang hubungan kewarisan, selain pembunuhan, perbudakan, dan perbedaan negara (tidak disepakati ulama) ( Maruzi, 1981: 13). Pendapat Jumhur ulama ini juga menjadi dasar larangan kewarisan tersebut dalam Pasal 171 huruf c Inpres Nomor 1 T ahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) ( Tim Redaksi, 2014: 56 ). Dalam praktiknya, sebagian masyarakat Muslim di Indonesia juga “melanggar” pelarangan tersebut, misalnya yang dipraktikkan masyarakat Muslim Desa Balun, Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Masyarakat Balun membagikan warisan kepada semua anggota keluarga yang berhak menerimanya, tanpa pemilahan agama yang dianut. Pertimbangannya adalah menjaga kerukunan keluarga, adat Jawa yang berlaku di sana, dan kewarisan Islam yang dianggap tidak adil (Ruston Khusen, 2014). “Tantangan” lain yang ditujukan kepada pendapat Jumhur ahli fikih dan KHI adalah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.16K/AG/2010, yang memberikan warisan seorang laki-laki kepada istrinya yang berbeda agama dengan laki-laki tersebut. Wacana kebolehan kewarisan antarumat beragama ini tampaknya terus bergulir karena pada tingkat dunia, pemikir Islam seperti Abdullah An-Nai‟m dan Asgar Ali Engineer menyatakan persetujuannya terhadap kebolehan tersebut, walaupun dengan dasar pemikiran berbeda. ## D Wacana kebolehan kewarisan berbeda agama ini juga kemungkinan dipengaruhi oleh fenomena teoritis berkaitan dengan kedudukan dalil pelarangannya yaitu hadis Nabi; tidak ada ayat al-Qur'an yang secara tegas melarang hal itu. Karena itu, masalah ini layak untuk didiskusikan terus menerus mengingat kewarisan adalah satu masalah kemanusiaan penting, di samping juga terkait dengan masalah hubungan antarumat agama, keadilan dalam nafkah keluarga, dan hubungan dengan al-Qur'an terutama terkait tentang nafkah dan kategori hadis. Di ranah terakhir inilah artikel ini diketengahkan yaitu posisi kewarisan antarumat beragama dilihat dari sudut pandangan (1) hubungannya dengan ayat-ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan nafkah keluarga; dan (2) penilaian terhadap dasar pelarangan tersebut yaitu hadis Nabi saw. Hadis Nabi dimaksud diukur dengan dua kategori yaitu hadis mu‟abbad dan muwaqqat. Kategori mu‟abbad adalah hadis hukum yang berlaku selamanya; tidak memungkinkan dilakukan penafsiran lagi kecuali sangat kecil dan terkait dengan teknis pelaksanaannya saja. Sedangkan muwaqqat adalah kategori hadis hukum yang berlaku berbatas waktu; khususnya pada masa Nabi Muhammad saja. 1 Penafsiran terhadap hadis-hadis muwaqqat ini dapat dilakukan lebih luas sepanjang tidak merusak semangatnya. ## B. Nas dan Pendapat Ulama Merujuk ke dalam khazanah fikih, penyebab warisan adalah pernikahan, kerabat hakiki (al-nasb) dan pemerdekakaan budak (walā‟), (Parman, 1995: 65). Sementara penghalangnya (mawāni‟ al-irṡi) , di antaranya adalah perbedaan agama antara pewaris (wāriṡ) dan ahli waris. Penghalang ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Jamaah ahli hadis, kecuali al-Nasā‟ī, dari Usāmah bin Zayd: َلَ ِلْسُوْلا ُشِفاَنْلا َلََّ َشِفاَنْلا ُنِلْسُوْلا ُثِشَي َن Artinya: Orang Muslim tidak boleh memberi warisan kepada orang kafir dan orang kafir tidak boleh memberikan warisan kepada orang Muslim ( Bukhārī, 1929: 52). Hadis lain terkait ini diriwayatkan oleh Abū Dāwud, al-Timiżi, al- Nasā‟ī, dan al-Dārimī: َي َلَ ىَّتَش ِيْيَتَّلِه ُلَُْأ ُثَساََْت Artinya: Pengikut dua agama yang berbeda tidak dapat saling memusakai. Atas dasar hadis ini, mazhab empat sepakat bahwa perbedaan agama menjadi penghalang (māni‟) kewarisan (al-Zuḥailī , 2010: 262). Pendapat agak berbeda dikemukakan oleh Muaż bin Jabal, Muʻāwiyah (kalangan Sahabat), Saʻīd ibn Musayyab, dan Masrūq (dari kalangan Tabi‟in) ( Nawāwī, cet. I, juz V: 496). mereka membolehkan seorang Muslim menerima warisan dari kafir, tetapi tidak sebaliknya. Mereka berdalil pada kebolehan seorang laki-laki Muslim menikahi wanita Ahli Kitab, tetapi tidak sebaliknya (Rusyd, 1995: 2075). Ketidakbolehan saling mewarisi antar umat beragama ini juga didasarkan oleh para ulama ke QS. 11: 45 (Riḍā, 1947: 407). Ketika Nabi Nuh dan kaumnya menyelamatkan diri dari “tsunami,” anaknya tidak mau ikut di dalam bahtera sehingga ia mati tenggelam (QS. 11:40-43). Nabi Nuh berdoa kepada Tuhan: Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, …. (QS. 11:45), tetapi Allah menjawab, “ Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu … (QS. 11:45), juga …Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman… (QS. 4:141). Alasan lain yang dikemukakan para ulama adalah anggapan bahwa orang kafir lebih rendah statusnya daripada orang Islam; didasarkan pada QS. 4:141: ًليِبَس َييٌِِهْؤُوْلا ىَلَع َييِشِفاَنْلِل ُ َّاللَّ َلَعْجَي ْيَلَّ . Artinya: dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. ʻAli al-Sabūnī menyatakan bahwa sebagian ulama yang mendasarkan pendapatnya pada Mu‟aż bin Jabbal berpendapat bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh sebaliknya didasarkan pada keberadaan Islam yang ya`lū wa lā yu`lā `alayh (Islam lebih tinggi, tidak ada yang tinggi darinya) ( al-Ṣābūnī, 2007: 43). Dalam praktik masa Nabi, ketika Abu Thalib meninggal dunia, Nabi Muhammad hanya membagikan warisannya kepada anak-anaknya yang masih kafir yakni Uqail dan Thalib, sementara Ali dan Ja'far yang telah muslim tidak diberi bagian ( Maruzi, 1981: 15-16). Riwayat ini menguatkan kehujjahan hadis di atas. Ulama Syiah Imamiyah berpendapat bahwa seorang Muslim berhak mewarisi non muslim. Kalau seorang Muslim memiliki anak non-Muslim, lalu masuk Islam setelah orang tersebut meninggal dunia dan hartanya sudah dibagikan, maka si anak tersebut tidak mendapatkan warisan. Namun demikian, para ulama berbeda pendapat dalam masalah jika anak masuk masuk Islam sesudah orang tersebut meninggal akan tetapi hartanya belum dibagikan. Imamiyah dan Hambali menyatakan anak tersebut berhak atas waris, sementara Hanafi dan Syafi`i menyatakan sebaliknya. Imamiyah juga mengatakan bahwa dalam kondisi ahli waris hanya satu orang, maka hanya dialah yang menerima waris, tanpa ada pengaruh agamanya ( Jawad Mugniyah, 1996: 1996). Larangan kewarisan antaragama ini berkembang ke masalah harta peninggalan orang murtad. Imam Mālik dan Syāfiʻī menyatakan, harta warisan orang murtad diberikan kepada kaum Muslimin; karib kerabatnya tidak boleh mewarisinya. Alasannya adalah keumuman hadis di atas dan pendapat Zaid bin Thābit. Ini berbeda dengan Abū Ḥanīfah yang berpendapat bahwa harta peninggalan itu dapat diambil oleh ahli warisnya yang Muslim. Di samping merujuk ke pendapat Ibnu Masʻūd dan ʻAlī bin Abī Ṭālib, Abū Ḥanīfah mengkhususkan hadis tersebut dengan kias: kaum kerabat lebih berhak daripada kaum Muslimin karena kedekatannya dengan si murtad ada dua yaitu keislaman dan kekerabatan, sedangkan dengan kaum Muslimin hanya kedekatan agama saja. 2 Secara harfiah, hadis di atas secara tegas memang menutup kemungkinan adanya kewarisan antara Muslim dengan non-muslim, demikian juga sebaliknya. Itulah yang menjadi pegangan Jumhur ulama( Walid Muhammad, 1989: 413-417) . Sebagaimana disebutkan di awal, di Indonesia pendapat ini diadopsi oleh Instruksi Presiden Nomor 1 T ahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pada Pasal 171 huruf c KHI disebutkan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris (Tim Redaksi, 1997: 125). Namun demikian, Ahmad Rofiq menyatakan bahwa Kompilasi Hukum Islam tidak menegaskan secara eksplisit perbedaan agama sebagai penghalang saling mewarisi. KHI hanya menegaskan bahwa ahli waris beragama Islam pada saat meninggalnya pewaris (Pasal 171 huruf c) (Rofiq, 2000: 404). Pasal 174 ayat (1) K H I menentukan bahwa ahli waris terdiri dari kelompok-kelompok hubungan darah yang terdiri dari duda atau janda dan hubungan perkawinan yang meliputi golongan laki-laki (ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek) dan golongan perempuan (ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek). Keberadaan pasal-pasal penguat larangan kewarisan antarumat beragama ini juga sudah dimuat dalam yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) sejak tahun 1974. Yurisprudensi MARI No.172/K/Sip/1974 menyatakan “bahwa dalam sebuah sengketa waris, hukum waris yang dipakai adalah hukum si pewaris”. Memang, untuk yurisprudensi ini hanya dijelaskan hukum mana yang diberlakukan, bukan bagaimana memberlakukan hukum kewarisan tertentu jika ahli waris berbeda agama dengan pewaris, tetapi—paling tidak—dapat dipahami bahwa larangan kewarisan antarumat beragama juga dipegang oleh Mahkamah Agung. Hukum waris mengikuti agama pewaris bermakna bahwa untuk ahli waris non-muslim tidak mendapat bagian harta warisan dari pewaris Muslim karena itulah hukum yang berlaku pada pewaris. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga pernah mengeluarkan fatwa ketidakbolehan kewarisan antar umat beragama yakni antara muslim dengan non-muslim; pemberian harta antarorang yang berbeda agama hanya dapat dilakukan dalam bentuk hibah, wasiat, dan hadiah. 3 Namun demikian, sebagian pemikir Islam komtemporer tidak sepakat dengan pelarangan kewarisan antarumat beragama ini. Abdullah Ahmad an-Na‟im (lahir 1946), seorang pemikir asal Sudan misalnya, menyatakan bahwa di antara diskriminasi hukum keluarga Islam adalah terkait dengan perbedaan agama yang menjadi penghalang kewarisan. Menurut an-Na‟im, pengabaian berbagai perbedaan pendapat, diskriminasi terhadap perempuan dan non muslim di bawah syariah tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, diskriminasi atas nama agama dan gender di atas nama syariah adalah melanggar penegakan Hak Asasi Manusia. Karena itu, konsep kafir dalam fikih yang menjadi penghalang hak waris seharusnya dihapus karena jelas merupakan diskriminasi terhadap ahli waris yang berbeda agama. Ketentuan pelarangan kewarisan karena berbeda agama ini harus diyatakan tidak berlaku lagi (mansūkh) oleh ketentuan Syariah yang lebih universal (Ahmed an-Na‟im, 1990: 337-338). Pemikir lain yang sepaham dengan an-Na‟im tentang penghapusan diskriminasi dalam kewarisan Islam ini adalah Asgar Ali Engineer (1939-2013), pemikir asal India. Dia menyatakan, sebuah masyarakat Islami tidak akan mengakui adanya diskriminasi dalam bentuk apapun: ras, suku, agama, dan kelas. Tauhid tidak hanya dipahami sebatas pada ranah ketauhidan/monoteisme murni tetapi harus meluas mencakup dimensi sosiologis ( Ali Engineer, 1999: 179-180). Tampaknya yang dimaksud oleh Asgar inilah yang sering disebut pemikir lain sebagai tauhid sosial; yaitu realisasi tauhid pada ranah teologis pada wilayah sosiologis. Lebih dari itu, Asgar mengatakan bahwa semangat umum al-Qur'an adalah lebih penting dibanding pendapat-pendapat para fukaha abad pertengahan. Karena itu, seluruh kitab fikih yang sudah diformulasikan oleh mereka harus ditinjau ulang; nilai keadilan harus lebih dikedepankan (Ali Engineer, 1999: 181). Menurut Asgar, pelarangan kewarisan antarumat beragama termasuk di antara contoh pendapat ulama fikih klasik yang menyalahi semangat universal al-Qur'an yaitu kemaslahatan. Di Indonesia, pendapat, bahkan putusan resmi kebolehan kewarisan antarumat beragama juga sudah muncul sejak beberapa tahun lalu. Putusan Mahkamah Agung RI No.16K/AG/2010, misalnya, memberikan harta pusaka seorang laki-laki kepada istrinya yang berbeda agama dengan dia. Si isteri mendapatkan 1/2 bagian dari harta bersama dengan laki-laki tersebut. Selain itu, ketika harta peninggalan laki-laki tersebut dibagi (sisa pembagian harta bersama yang diperuntukkan untuk ahli waris), si isteri juga mendapatkan 1/4 bagian dalam bentuk wasiat wajibah. 4 Selain putusan resmi tersebut, guliran ide kebolehan kewarisan antarumat beragama lazim didapat dari kalangan Jaringan Islam Liberal (JIL). Lebih kurang sama dengan alasan Abdullah Ahmad an-Na‟im dan Asgar Ali Engineer, Nurcholish Madjid dan kawan-kawannya yang terlibat dalam Tim Paramadina menyatakan kebolehan kewarisan antarumat beragama. Fikih klasik yang melarang kewarisan tersebut dinilai cenderung mengedepankan pandangan antagonistik bahkan penolakan terhadap agama lain. Menurut mereka, berbagai perkembangan baru akibat perubahan sosial yang besar, menyebabkan rumusan fikih klasik tidak mampu lagi menampung perkembangan kebutuhan manusia modern, termasuk soal dimensi hubungan agama-agama ( Madjid, dkk, 2005: 165-167). Perkembangan pemikiran ulama ini menunjukkan bahwa ada masalah pada penafsiran hadis pelarangan kewarisan antarumat beragama, terutama jika dikaitkan dengan keharusan menjaga hubungan baik dengan anggota keluarga walaupun yang berbeda agama. Dengan kata lain, rumusan penafsiran ulama klasik yang sepakat bahwa masalah perbedaan agama menjadi penghalang kewarisan sudah harus dikaji ulang. Upaya ini tampaknya rasional mengingat dalil yang melarangnya berstatus ẓannī (kebenaran hanya sampai pada tingkat dugaan kuat), bukan qaṭ`ī (kebenaran pasti), karena itu berpeluang untuk menjadi lapangan ijtihad baru. Sisi peluang ijtihad dalam wilayah ini juga dimungkinkan jika hadis pelarangan tersebut dikaitkan dengan konteks sosial-politik masa Rasul hidup. ## C. Hubungan Kewarisan dan Nafkah Muatan sosio-politis hadis larangan kewarisan antarumat beragama akan tampak jelas jika didekati dari sudut pandang kewajiban orang tua memberikan nafkah kepada anaknya dan kewajiban anak memelihara orangtuanya. Untuk kasus ini, al- Qur‟an tidak membedakan perlakuan karena perbedaan agama. Tidak ada aturan al-Qur‟an yang menyebut bahwa orang tua Muslim tidak wajib memberikan nafkah kepada anaknya yang non-Muslim dan sebaliknya. Tentang kewajiban memelihara— tentu termasuk memberi nafkah—orangtua, dapat dirujuk ke QS. 17:23, 29:8, 31:14, 46: 15. Dalam QS. 17:23 dikemukakan َكَذٌِْع َّيَغُلْبَي اَّهِإ اًًاَسْحِإ ِيْيَذِلاَْْلاِبَّ ٍُاَّيِإ َّلَِإ اُّذُبْعَت َّلََأ َلُّبَس ىَضَقَّ ُُ ْشٌََِْت َلََّ ٍّفُأ اَوَُِل ْلُقَت َلَف اَوُُ َلِم َّْأ اَوُُُذَحَأ َشَبِنْلا اَوَُِل ْلُقَّ اَو اًويِشَم ًلََْْق . Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. ## اَِْب َىاَسًِْ ْلْا اٌَْيَّصََّّ يِف َُُلاَصِفَّ ٍيَُّْ ىَلَع اًٌَُّْ َُُّهُأ َُْتَلَوَح َِْيَذِل ُشيِصَوْلا َّيَلِإ َلْيَذِلاَِْلَّ يِل ْشُنْشا ِىَأ ِيْيَهاَع ## . Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Hadis terkait dengan nafkah adalah tentang pengaduan Hindun, isteri Abu Sufyan, kepada Nabi saw. Menurutnya, Abu Sufyan adalah laki-laki pelit; ia tidak memberikan nafkah yang cukup untuk isteri dan anak-anaknya (padahal ia memiliki harta yang cukup untuk itu). Karena itu, Hindun kemudian mengambil nafkah itu secara diam-diam. Mendengar pengaduan ini, Nabi saw. bersabda: “ambillah yang cukup untuk kebutuhanmu dan anak- anakmu dengan wajar (makruf)”. Artinya, nafkah adalah sebuah kewajiban mutlak dan agar kewajiban itu terlaksana, dapat dilakukan pemaksaan. Ayat yang terpanjang tentang nafkah orangtua ini adalah al- Ahqaf (46): 15 yang mengaitkan keharusan berbuat baik kepada orangtua dengan jasa ibu yang telah mengandung dan menyusui anak sang anak sampai tiga puluh bulan. Sedangkan al-Ankabut (29): 8 hanya menegaskan agar setiap orang berbuat baik kepada kedua orangtuanya secara umum, “Dan Kami wajibkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtua...” Ayat yang lebih umum tentang ini adalah al-Isra (17): 26, “Berikanlah kepada keluarga dekatmu, haknya...” Untuk perintah memberikan nafkah kepada anak dapat dirujuk, misalnya, QS. 4:9: اُْقَّتَيْلَف ْنِِْيَلَع اُْفاَخ اًفاَعِض ًتَّيِّسُر ْنِِِفْلَخ ْيِه اُْمَشَت َْْل َييِزَّلا َش ْخَيْلَّ اًذيِذَس ًلَ َْْق اُْلُْقَيْلَّ َ َّاللَّ . Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak- anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka…. Ayat ini merupakan kelanjutan dari masalah pemeliharaan anak yatim dan perkawinan (ayat 1-6) dan pembagian warisan (7-8). Setelah itu, ayat 10-12 kembali menjelaskan tentang pembagian harta warisan. Tampak dari banyak ayat di atas bahwa tidak ada ketegasan dari al-Qur'an tentang kaitan antara agama dan nafkah. Selain itu, jika merujuk ke ayat-ayat lain, sejumlah ayat di ayat semakin terkuatkan dan tampak jelas ada tanggungjawab timbal balik antara orangtua dan anak; yang lebih penting di sini, nafkah tersebut dikaitkan dengan kewarisan, misalnya al-Baqarah 233: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Ayat-ayat di atas tidak membatasi nafkah timbal balik antara orangtua dan anak harus dalam jalur yang seagama. Hal yang tampaknya jelas dapat dipahami bahwa ada kaitan yang jelas antara nafkah dengan warisan. 5 Dengan kata lain, warisan adalah bagian dari nafkah, karena itu perbedaan agama tidak menjadi penghalangnya. Ini dikuatkan oleh pesan Nabi kepada Sa‟ad: Adalah lebih baik bagimu membuat para ahli warismu kaya daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga terpaksa mengharapkan pemberian orang lain.” Konteks ayat tentang nafkah yang hadir bersama dengan ayat-ayat kewarisan menjadi indikator bahwa kewarisan harta kepada keluarga dan kerabat adalah bagian dari pemberian nafkah; tidak memberikan warisan kepada anak (non-Islam sekalipun) adalah tindakan tidak adil kepada anak yatim. Hal yang sama berlaku untuk nafkah dari anak pada orangtua. Di Indonesia, kewajiban anak memelihara orangtua dan sebaliknya diturunkan dalam bentuk peraturan perundangan. Untuk kewajiban memelihara orangtua misalnya dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1971 tentang Perkawinan. Pada Pasal 46 ayat (2) disebutkan: “Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orangtua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuan. Dalam Kompilasi Hukum Islam (Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1991) Pasal 175 dikemukakan bahwa apabila orangtua meninggal dan mempunyai hutang maka anak sebagai ahli waris berkewajiban menyelesaikan hutang-hutangnya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 19 huruf (a) mengemukakan, “Setiap anak berkewajiban untuk menghormati orangtua, wali, dan guru.” Pasal 298 BW juga memerintahkan kewajiban hormat dan tunduk kepada orangtua. Tentang kewajiban orangtua memelihara anak dikemukakan di dalam Pasal 45-49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam Pasal 45 ditentukan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya, sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban ini berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua itu putus. Disamping kewajiban untuk memelihara dan mendidik tersebut, orang tua juga menguasai anaknya yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pemah melangsungkan perkawinan. Kekuasaan orang tua ini meliputi juga untuk mewakili anak yang belum dewasa ini dalam melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan (Pasal 47). Begitu pentingnya pemeliharaan anak sehingga undang-undang ini memuat pasal pencabutan kekuasaan orangtua apabila melalaikan kewajibannya. Kekuasaan salah seorang atau kedua orang tua terhadap anaknya dapat dicabut untuk waktu tertentu, apabila ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya atau berkelakuan buruk sekali. Pencabutan kekuasaan orang tua terhadap seorang anaknya ini dilakukan dengan keputusan pengadilan atas permintaan orang tua yang lain keluarga dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau penjabat yang berwenang. Kekuasaan orang tua yang dicabut ini tidak termasuk kekuasaan sebagai wali nikah. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, namun mereka masih tetap kewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan anaknya tersebut (Pasal 49). Yang ingin ditegaskan di sini, dapat dipahami bahwa peraturan perundangan di Indonesia juga tidak membatasi nafkah hanya dalam keluarga seagama saja, bahkan tidak disinggung sama sekali. Dalam peraturan perundangn di atas dan pendapat para pakar jelas sekali dikemukakan tanggung jawab seseorang kepada anak atau orangtuanya tanpa batas agama. Menurut Zakiyah Darajat, dkk., fungsi orangtua di antaranya: 1. Pendidik yang harus memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan terhadap anggota keluarga yang lain di dalam kehidupannya. 2. Pemimpin keluarga yang harus mengatur kehidupan anggota. 3. Contoh yang merupakan tipe ideal di dalam kehidupan dunia. 4. Penanggungjawab di dalam kehidupan, baik yang bersifat fisik dan material, maupun mental spiritual keseluruhan anggota keluarga (Darajat, 1997: 56). Pernyataan peraturan perundangan dan pandangan Zakiah Darajat di atas dapat dipahami sebagai kewajiban mutlak orangtua terhadap nafkah anak dan sebaliknya berdasarkan keadaan dan usia. Jika usia anak masih kecil atau dalam keadaan tidak normal, maka orangtualah yang wajib menafkahi anaknya. Tetapi jika usia orangtua sudah lanjut atau keadaannya yang lemah, sementara anaknya dalam keadaan kuat dan sanggup, maka kewajiban nafkah menjadi terbalik; si anaklah yang berkewajiban memberi nafkah pada orang tuanya. Hal yang sama berlaku pada hubungan nafkah suami-istri. Bagaimana dalam kondisi ini satu pihak (anak, orangtua, suami, atau istri) berbeda agama? Seperti dikemukakan di atas, al-Qur'an dan hadis tidak membatasi kewajiban nafkah tersebut berlaku dalam keluarga seagamanya saja. Jika seorang anak menjadi murtad ketika sudah dewasa, lalu karena satu sebab dia meninggal dunia, tentu sangat layak harta peninggalannya diwarisi oleh orangtuanya. Jika harta tersebut dilarang ia miliki karena alasan berbeda agama, kemungkinan nafkah untuk orangtuanya akan terabaikan, padahal ia sudah melakukan banyak hal terbaik dalam menafkahi anaknya tersebut. Demikian juga dalam kasus laki-laki Muslim yang meninggal dunia sementara isterinya non-muslim, tentu sangat layak jika si istri mendapatkan bagian harta warisan suaminya mengingat jasanya yang demikian besar mendampingi dan melayani suami, serta keberlanjutan nafkah yang ia butuhkan setelah kematian suaminya. Inilah yang menjadi alasan Putusan Mahkamah Agung RI No.16K/AG/2010 yang memberikan harta peninggalan seorang Muslim kepada isterinya yang non-muslim: „layak dan adil untuk memperoleh hak-haknya selaku isteri untuk mendapat bagian dari harta peninggalan berupa wasiat wajibah serta bagian harta bersama‟. Alasan Mahkamah Agung ini menguatkan tesis bahwa warisan adalah bagian dari nafkah. ## D. Hadis Mu’abbad dan Muwaqqat Dilihat dari sudut pandang sejarahnya, larangan kewarisan antaragama ini terkait dengan bentuk hubungan antarkelompok. Pada awal berkembangnya Islam, kaum Muslimin saling mewarisi karena rasa persaudaraan yang dibangun Nabi, misalnya antara kaum Muhajirin dengan kaum Ansar (alasan hijrah). Setelah Islam menjadi agama yang kuat dan mantap, ketentuan kewarisan karena persaudaraan hijrah diganti dengan hukum kewarisan karena hubungan nasab dan perkawinan (al-Ṣābūnī, 2007: 18). Salah satunya adalah sabda Nabi riwayat muttafaq „alayh : (Abta & Syukur, 2005: 17) ًْاَف ْنُت ْشِفٌُْتْسا اَرِإَّ ٌتَّيًَِّ ٌداَِِج ْيِنَلَّ ِحْتَفْلا َذْعَب َةَشْجُِ َلَ اُّشِف . Artinya: Tidak ada lagi kewajiban hijrah setelah penaklukan kota Makkah. Jadi, dapat dipahami bahwa pada awalnya kewarisan disebabkan alasan praktis dan “politis” dalam rangka membangun persaudaraan dalam masyarakat Madinah awal. Hal ini yang juga dilakukan oleh orang Arab pra Islam yang saling mewarisi karena janji setia (muḥālafah), di samping karena kerabat (qarābah) garis laki-laki dan pengangkatan anak (tabannī) ( Rahman, 1994: 12 ). Pada masyarakat Semenanjung Arabia abad ke-6-7 Masehi, karena pengaruh kesukuan Arab, kelompok adalah sebuah identitas kuat dan lebih sering berbeda dengan kelompok lain, bahkan sering menjadi musuh. Dalam kondisi seperti inilah tampaknya muncul hadis larangan kewarisan antarumat beragama. Tetapi ketika identitas yang didasarkan pada eksklusifitas Arab sudah lebur ke dalam keharusan inklusifitas Islam yang dibawa al-Qur‟an sebagai tuntutan keadilan yang universal, larangan kewarisan antaragama mustinya sudah tidak berlaku lagi. Sebagai pembaru, al-Qur‟an mengubah sebab-sebab kewarisan masa Jahiliah dan sebelum Fathu Makkah. Kewarisan karena ikatan persaudaraan, seperti Muhajirin dan Ansar, dihapus dan gantikan oleh QS. 33:6: Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang- orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). Demikian juga kewarisan atas dasar jenis kelamin laki-laki dewasa di- nasakh oleh QS. 4:7, 11, dan 127, sedangkan kewarisan berdasarkan janji setia di- nasakh oleh QS. 8:75: َش ِّلُنِب َ َّاللَّ َّىِإ ِ َّاللَّ ِباَتِم يِف ٍضْعَبِب ىَلَّْأ ْنُُِضْعَب ِماَحْسَ ْلْا ُْلُّأَّ ٍء ْي ٌنيِلَع . Artinya: Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Secara teoretis, sebagian hadis dan pendapat Sahabat sampai ke ulama mazhab (penafsiran terhadap al-Qur‟an dan Hadis) masih mengacu ke adat Arab atau tidak dalam semangat universal al- Qur‟an. Sebagai contoh, hadis-hadis dan pendapat ulama tentang kisas. Dalam literatur hadis dan fikih disebutkan bahwa kafir yang membunuh Muslim dikisas, tetapi tidak sebaliknya. Ini tampaknya berlawanan dengan semangat kesederajatan manusia yang dibawa al-Qur‟an. Demikian juga hadis tentang hukuman mati bagi murtad berbeda jauh dengan ajaran al-Qur‟an tentang kebebasan beragama (QS. 2:256 dan 109:1-6). Atas dasar itu, dalam praktiknya, keberadaan hadis sebagai penafsir al-Qur‟an sebetulnya mengacu ke dua arah: semangat universal al-Qur‟an dan adat Arab Jahiliah. Kategori ini sekaligus menjadi ukuran kemakbulan hadis; hadis yang mengacu kepada semangat universal al-Qur‟an adalah hadis-hadis yang makbul, dalam pengertian dapat diterima dan diamalkan. Sedangkan hadis-hadis yang mengarah ke penguatan adat Arab Jahiliah yang tidak sinkron dengan semangat universal al-Qur‟an adalah hadis yang tidak boleh dijadikan pedoman atau mardūd (Ali, 2014: 117). Ini penting dikedepankan karena al-Qur‟an hadir sebagai pembaru terakhir terhadap agama, kepercayaan, falsafah hidup, moral, dan adat istiadat pada masyarakat sebelum kehadirannya atau pada masa yang dihadapinya. Dekonstruksi dan rekonstruksi yang dilakukan al-Qur‟an berjalan secara bertahap atau evolutif; disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi masyarakat Arab abad ke-7 Masehi. Namun demikian, semangat moral yang dibawa al-Qur‟an sebenarnya berkarakter revolusioner. Karena itu, penting sekali menghubungkan ratio-legis (inti atau yang menjelaskan mengapa ada sebuah hukum dinyatakan) dengan quasi-legal (pernyataan yang legal atau perwujudan hukumnya). 6 Selain itu, karena semangatnya yang revolusioner tetapi perwujudannya evolutif, bisa jadi ada praktik atau penafsiran terhadap al-Qur‟an, termasuk sebagian hadis Nabi, masih mengambil semangat zaman masyarakat Arabia abad ke-7 Masehi sehingga tampak kontra dengan semangat al-Qur‟an atau banyak hadis lain yang membawa semangat umum al-Qur‟an. Karena itu, dalam banyak kasus, hadis-hadis Nabi harus dimaknai hanya berlaku untuk tempat atau waktu tertentu, yaitu masyarakat Arab masa Nabi. Keputusan-keputusan atau praktik hukum yang dilakukan Muhammad saw.—dengan berbagai kapasitas yang dimilikinya—dapat dikategorikan kepada (1) berlaku universal dan abadi (mu‟abbad) , dan (2) berlaku untuk masa tertentu (mu‟aqqat). Ini tidak berarti bahwa hadis-hadis kategori kedua tidak sahih; persoalannya lebih kepada apakah hadis-hadis tersebut wajib diamalkan atau tidak pada masa sekarang dalam kerangka semangat al-Qur‟an dan fungsi kenabian Muhammad sendiri. Dalam konteks inilah, hadis pelarangan kewarisan antarumat beragama harus didudukkan. Selain karena alasan kesejarahan, kesementaraan hadis larangan kewarisan kewarisan antarumat beragama juga dikuatkan oleh ketiadaan larangan tersebut di dalam al-Qur'an. Lebih dari itu, ayat-ayat dan banyak hadis yang mewajibkan pemberian nafkah orangtua-anak atau suami-istri sangat banyak. ## E. PENUTUP Menurut penulis, masalah kewarisan bukanlah masalah teologis atau berada dalam ranah akidah atau ibadah, walaupun pengaturannya demikian rinci di dalam al-Qur‟an dan hadis. Jadi ini bukan masalah agree in disagreement (setuju untuk tidak setuju) , tetapi lebih kepada ajaran yang agree in agreement (setuju untuk saling setuju) karena sifatnya yang humanis (perikemanusiaan); sama halnya dengan kejujuran, kasih sayang, dan keberpihakan kepada orang-orang yang lemah. Semua agama mengajarkan saling memberi dan menyantuni sebagai sebuah kebajikan, karena itu ia menjadi ajaran universal yang dibawa oleh al-Qur‟an. Kalau Nabi Muhammad dapat menerima berbagai hadiah dari non-Muslim untuk kepentingan hubungan diplomatis, tentu tidak logis apabila seorang Muslim tidak memberikan warisan kepada anaknya yang non-Muslim, atau sebaliknya, padahal mereka terikat dengan nasab dan tanggungjawab nafkah. Kalau warisan dapat dinilai sebagai bagian dari nafkah, sementara nafkah tidak terkait dengan agama, maka seharusnya warisan harus dibagikan kepada yang berhak menerimanya tanpa membedakan agamanya. ## ENDNOTES: 1 Penjelasan lengkap tentang bangunan kategori mu‟abbad dan muwaqqat ini dapat ditelusuri dalam Ali, “Hubungan al-Qur'an dan Hadis: Kajian Metodologis terhadap Hukuman Rajam”, Disertasi tidak diterbitkan (Banda Aceh: UIN Ar-Raniry, 2014), hlm. 61-65. 2 Ibnu Rusyd, Syarḥ Bidāyah al-Mujtahid, jilid IV, hlm. jilid IV. Dalam hal ini tampaknya Abū Ḥanīfah menganggap berbeda status kafir dengan murtad. Murtad dianggap belum kafir sepenuhnya, atau, paling kurang, pernah menjadi Islam, sehingga ahli warisnya dinilai masih satu agama dengannya. 3 Dari pertimbangan Mahkamah Agung dalam perkara 16 K/AG/2010 implisit ada persyaratan yang diberikan. Perkawinan pewaris dengan isterinya sudah berlangsung cukup lama yakni 18 tahun. Hakim Agung melihat fakta bahwa sang isteri telah mengabdikan dirinya dalam keluarga bersama suami dalam waktu yang cukup lama. Sehingga “layak dan adil untuk memperoleh hak-haknya selaku isteri untuk mendapat bagian dari harta peninggalan berupa wasiat wajibah serta bagian harta bersama”. Pemberian bagian berupa wasiat wajibah kepada anggota keluarga yang berbeda agama juga disinggung dalam putusan No. 368 K/AG/1995 dan putusan No. 51K/AG/1999. Diakses pada Tanggal 6 Maret 2017 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50d 01c1b99cd2/isteri-beda-agama-berhak-dapat-warisan-suami, 4 Setelah mengemukakan al-Baqarah: 233 sebagai dalil kewajiban nafkah, Abdul Wahhab Khallaf menyatakan bahwa sebab kewajiban nafkah adalah karena juz`iyyah (cabang atau bagian). Anak adalah cabang atau bagian dari orantuanya. Kewajiban menafkahi cabang sama dengan kewajiban menafkahi diri. Namun demikian, Khallaf tampaknya cenderung menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara nafkah dan warisan. Dia menyatakan bahwa kewajiban timbal balik antara pokok dengan cabang berlaku walaupun tidak berhak atas warisan karena perbedaan agama. Khallaf, Aḥkām al-Aḥwāl al-Syakhṣiyyah fī al-Syarī‟at al-Islāmiyyah (Kuwait: Dār al-Qalam li al-Nasyr wa al-Tawzī‟, 1990M/1410H), hlm. 203. 5 Fazlur Rahman menyatakan, “setiap pernyataan yang legal atau quasi- legal disertai oleh sebuah ratio-legis yang menjelaskan mengapa ada sebuah hukum dinyatakan. Ratio legis merupakan inti, sedang legislasi yang aktual merupakan perwujudannya asalkan tepat dan benar merealisasikan ratio-legis tersebut.” Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur'an, cet. II, terj. Anas Mahyuddin (Bandung: Pustaka, 1996), hlm. 70. ## DAFTAR PUSTAKA Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000. ʻAlī al-Ṣābūnī, Muhammad, Pembagian Waris menurut Islam, terj. A.M. Basamallah, cet. ke-2, Jakarta: Gema Insani, 2007. Ali Parman, Kewarisan dalam Al-Qur'an Suatu Kajian Hukum dengan Pendekatan Tafsir Tematik, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. Ali, “Hubungan al-Qur'an dan Hadis: Kajian Metodologis terhadap Hukuman Rajam”, Disertasi tidak diterbitkan. Banda Aceh: UIN Ar-Raniry, 2014. Asgar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, terjemahan Agung Prihantoro, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Asyhari Abta dan Djunaidi Abd. Syukur, Ilmu Waris al-Faraid Deskripsi Berdasar Hukum Praksis dan Terapan, Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana, 2005. Bukhārī, Abū ʻAbdullāh Muḥammad bin Ismāʻīl al-, al-Jāmiʻ al- Ṣaḥīḥ, Kairo: al-Maṭbaʻah al-Salafiyyah, 1400 H. Davida Ruston Khusen, “Analisis Hukum Islam terhadap Praktik Pembagian Waris Beda Agama di Desa Balun,Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan”, Skripsi tidak diterbitkan, Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2014. Fatchur Rahman, Ilmu Waris, cet. III, Bandung: Al-Ma`arif, 1994. Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur'an, cet. II, terj. Anas Mahyuddin, Bandung: Pustaka, 1996. Khallaf, Abdul Wahhab, Aḥkām al-Aḥwāl al-Syakhṣiyyah fī al- Syarī‟at al-Islāmiyyah, Kuwait: Dār al-Qalam li al-Nasyr wa al-Tawzī‟, 1990M/1410H. Ibnu Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad bin Aḥmad bin Rusyd al- Qurṭubī al-Andalusī, Syarḥ Bidāyah al-Mujtahid wa Nihāyah al-Muqtaṣid, jilid IV, cet. I, Kairo: Dār al-Salām, 1416 H/1995 M. Jawad Mugniyah, Muhammad , Fiqh Lima Madzhab , terjemahan Masykur A.B, Jakarta: Lentera, 1996. Muslich Maruzi, Pokok-pokok Ilmu Waris , Semarang: Pustaka Amani, 1981. Na‟im, Abdullah Ahmed an-, Dekonstruksi Syari‟ah : Wacana Kebebasan Sipil, HAM dan Hubungan Internasional dalam Islam. Yogyakarta: LkiS, 1990. Nawāwī, Muhyī al-Dīn Abū Zakariyā Yaḥyā bin Syaraf al-, Ṣāḥīḥ Muslim bi Syarḥ al-Nawāwī, cet. I, Kairo: Maṭbaʻah al- Miṣriyyah, 1347 H/1929 M. Nurcholish Madjid, dkk., Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif- Pluralis , cet. VII, Jakarta: Paramadina, 2005. Rasyīd Riḍā, Muḥammad, Tafsīr al-Qur‟ān al-Ḥakīm, cet. II, Kairo: Dār al-Manār, 1366 H/1947 M. Saekan dan Erniati Effendi, Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam Indonesia , Surabaya: Arkola, 1997. Tim Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang- Undangan Kompilasi Hukum Islam , Bandung: Fokus Media, 2014. Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997. Zuḥailī, Wahbah al-, Mawsūʻah al-Fiqh al-Islāmī wa al-Qaḍāyā al-Muʻāṣirah , juz VI, Damaskus: Dār al-Fikri, 2010.
4ab5b9e0-ea7d-4259-9df1-2c27e19b7d39
https://jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam/article/download/840/274
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan https://jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam P-ISSN: 1907-4174; E-ISSN: 2621-0681 DOI : 10.35931/aq.v16i1. 840 ## UPAYA GURU DALAM MENGATASI KECEMASAN BERBICARA SISWA KELAS V MI AR-RAUDHAH SAMARINDA M. Sudarta sudartamuhammad@yahoo.com STAI Samarinda ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Faktor penyebab kecemasan berbicara, 2) Hambatan siswa dalam berbicara, 3) Upaya guru dalam mengatasi kecemasan berbicara siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, kemudian untuk menentukan hasil akhir menggunakan teknik analisis data meliputi pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian yang penulis lakukan menunjukkan bahwa 1) Faktor penyebab kecemasan berbicara siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda ditemukan dua faktor yakni a) Pada pengaruh teman sekelasnya, b) Pada dirinya sendiri. 2) Hambatan siswa dalam berbicara pada kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda yakni a) Kurang percaya dirinya siswa, b) Ketidaksempurnaan alat ucap c) Tidak memperhatikan guru di kelas, dan d) Lingkungan keluarga yang kurang menanamkan rasa percaya diri kepada anak. dan 3) Upaya guru dalam mengatasi kecemasan berbicara siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda yakni a) Dengan terus mendorong dan memotivasi siswanya agar dapat berani dalam berbicara, menggunakan metode pembelajaran yang dapat memancing berbicara siswa. Menggunakan model pembelajaran menarik. Memadukan dengan Ice Breaking. Selain itu menggunakan Hadiah (Reward) seperti alat tulis agar anak saling berlomba dalam berpendapat. b) Ketika siswa mengalami ketidaksempurnaan alat ucap, maka hal yang guru lakukan dengan cara sering melatih siswa, melakukan evaluasi, dan ketika siswa tersebut berpendapat dengan keterbatasannya, sebaiknya seorang guru membantu mengarahkan. c) Guru bisa mengacak ulang teman duduk di kelas d) Bekerja sama dengan orang tua siswa. ## Kata kunci: Faktor, penyebab dan kecemasan berbicara ## LATAR BELAKANG Sekolah merupakan salah satu bentuk pendidikan formal yang terdapat rencana penyampaian materi kepada siswa berupa pengajaran. Rencana pengajaran ini adalah keseluruan metode dan prosedur yang berpusat pada kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar untuk mencapai keberhasilan pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan siswa saling terikat dan terlibat dalam sebuah komunikasi di Sekolah dengan bahan pelajaran serta sarana prasaran sebagai alat pendukung keberhasilan pembelajaran. Dalam interaksi itu siswalah yang lebih aktif, bukan guru. Seperti yang dikehendaki oleh pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang merupakan pendekatan belajar mengajar yang digunakan guru dengan melibatkan siswa secara aktif baik intelektual mental serta fisik dalam kegiatan belajar mengajar. 1 Seiring dengan berkembangnya waktu, pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) telah mengalami perubahan dan menjadi pembelajaran Kurikulum 2013 (K13) yang dimana siswa lebih berperan aktif dalam pembelajaran sedangkan guru hanya meluruskan untuk memperjelas materi yang dipelajari. Contohnya seperti metode Discover learning atau Project Based Learning yang terfokus kepada siswa-siswi didalam pembelajaran. Guru tidak hanya mengajar sesuai metode kurikulum 2013, akan tetapi kreatif seorang pengajar dalam melatih keaktifan komunikasih siswa, lebih efektifnya jika diselingi dengan trik atau cara yang bisa membangun semangat siswa untuk aktif, seperti memberikan Fun Game seperti permainan cerita berantai, Fun Game dapat membuat semangat siswa dalam belajar karena tidak membosankan dan memberikan semangat motivasi yang bisa mendorong energi siswa menjadi percaya diri. 2 Keaktifan siswa tentu mencakup kegiatan fisik dan mental, individu dan kelompok. Ketika siswa dapat mengendalikan mental atau pun kecemasannya dan percaya diri, maka pembelajar akan menjadi menarik dan suasana kelas akan terasa lebih hidup, menyenangkan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Kecemasan adalah rasa takut, emosi yang sering dialami individu disepanjang hidupnya. 3 Kecemasan berbicara di depan kelas banyak dialami siswa, karena siswa takut dan merasa dirinya tidak mampu untuk berbicara di depan kelas. Selain itu, siswa akan merasa tidak nyaman ketika dirinya diperintahkan untuk berdiri dan menyampaikan pendapatnya dihadapan teman-temannya, ia merasa bahwa pendapat yang disampaikan itu salah, dan membuat temannya tertawa akan pendapatnya. Sekolah tempat penulis teliti, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda khususnya kelas V, yang dimana sudah menggunakan kurikulum 2013 yang menjadikan siswa-siswi harus lebih berperan aktif dalam belajar, siswa di Madrasah Ibtidaiyah Ar- 1 Syarifudin, et.al., Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta: Diadit Media, 2014), Hal.101 2 Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Revika Aditama, 2014), Hal.19-20 3 Pradipta Sarastika, Manajemen Pikiran untuk mengatasi Stres depresi (Yogyakarta: Araska, 2014), Hal.161 Raudhah dalam proses pembelajaran di kelas selalu melakukan umpan balik atau evaluasi untuk mengetahui pemahaman siswa tentang materi yang telah diajarkan. Didalam observasi sementara, peneliti menemukan banyak siswa-siswi kelas V, yang tidak percaya diri untuk berbicara di depan kelas khususnya pada pelajaran, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan Bahasa Indonesia yang dimana pada pelajaran tersebut membutuhkan komunikasi atau pendapat tersendiri dalam berpikir. Hal tersebut membuat siswa merasakan malu, sebagian siswa yang minta maju, terkadang ada yang gemetaran, senyum-senyum dan menangis tiba-tiba jika diberi pertanyaan yang mengharuskan dijawab dengan suara nyaring di depan kelas. Dari permasalah tersebut sangat dibutuhkan upaya guru dalam membuat siswa-siswa merasa percaya diri maju di depan kelas. Berdasarkan penelitian terdahulu menemukan upaya untuk mengurangi kecemasan berbicara siswa seperti yang dilakukan oleh Purwati menemukan bahwa menggunakan bimbingan kelompok dengan teknik Fun Game, dapat menurunkan signifikan antara sebelum dan sesudah diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik Fun Game lebih efektif dalam mengurangi kecemasan berbicara di depan kelas. Selain itu pada penelitian Dewantara (2017) menemukan bahwa upaya yang digunakan guru dalam mengurangi kecemasan berbicara siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran dedukasi, ekspositori, dan heuristik. Lain halnya penelitian Azimatul ditemukan hambatan dalam keterampilan berbicara yaitu 1) sulitnya siswa dalam mengeluarkan ide, 2) sulitnya siswa dalam memilih kata, 3) kurang percaya diri siswa. Sedangkan solusi dari guru seperti 1) memberikan motivasi kepada siswa, 2) membuat pembelajaran kreatif, inovati, dan 3) memberikan reward kepada siswa. Didalam penelitian lain seperti yang dilakukan oleh Nora bahwa untuk mengembangkan rasa percaya diri siswa agar tidak cemas dalam belajar yaitu terus melatih, memotivasi untuk menanamkan rasa percaya diri pada siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk membahas tentang upaya guru dalam mengatasi kecemasan berbicara siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: Apa faktor penyebab kecemasan berbicara siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda? Apa hambatan siswa dalam berbicara pada kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda? Apa upaya guru dalam mengatasi kecemasan berbicara siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda? ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian Lapangan (Field research) . Penelitian dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda Kalimantan Timur. Adapun upaya untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## 1. Sejarah Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda (yang dahulu disebut Sekolah Arab Samarinda) berdiri sejak tahun 1975. Awalnya berlokasi di Jl. Raudah Samarinda (berdekatan dengan Taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ/TPA) Raudhatul Khair). Dibawah Ketua yayasan H. Ibramsah dengan Kepala Sekolah pertama H. Muhammad Idris Yatim, BA . Berhubung pemakaman muslimin di Gg. Raudah 1 rawan banjir maka, penduduk yang ada di Gg. Raudah melakukan perpindahan tempat di Jl. Raudah (tepatnya di depan Masjid Jami Ar-Raudah) dan Sekolah Arab berpindah ke Gg. Raudah 1. Dengan bantuan dari hibah Masjid Raya Samarinda, Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah mulai dibangun dan beroperasi hingga sekarang, dengan Jumlah murid 412 siswa di setiap tahunnya bertambah. 4 2. Faktor penyebab kecemasan berbicara siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda. Penulis melakukan penelusuran dengan observasi, wawancara, dan mengumpulkan dokumentasi, maka ditemukan beberapa faktor penyebab kecemasan berbicara, diantaranya: a.faktor eksternar (pengaruh teman, keluarga, dan lingkungan) b. Faktor internar (gugup, malu, takut salah, malas, dll) Ada didapati siswa yang malu ketika ditanya dan diminta menjawab sebuah pertanyaan bahkan untuk menghindari hal tersebut, mereka berpura-pura sakit perut, izin 4 Tata Usaha Madrash Ibtidaiyah (MI) Ar-Raudhah kekamar kecil dll. Seperti yang diasmpaikan oleh Bapak Muhammad Mas’ud selaku guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengatakan bahwa: “Gejala yang saya temui kepada siswa yang mengalami kecemasan berbicara, seperti muka pucak, gemetaran, malu-malu, dan terkadang ada yang izin untuk ke Wc”. 5 Perasaan tidak mampu, takut salah menjawab dan takut ditertawakan teman menjadi salah satu faktor penghambat siswa dal berbicara seperti yang di sampaikan Muhammad Khairul Wafa, mengatakan: “ ketika saya ditunjuk untuk menjawab pertanyaan atau diminta untuk maju kedepan untuk berbicara, saya terkadang malu-malu karena dilihat sama teman sekelas, takut salah berbicara atau salah sebut yang akan membuat teman-teman saya menertawakan saya ”. 6 Hal senada juga disampaikan siswa yang bernama Nabila, mengatakan: “ ketika saya ditunjuk untuk menjawab pertanyaan atau diminta untuk maju kedepan untuk berbicara saya gugup dan gemetaran karena takut salah jawab ”. 7 Siswa yang yang cemas memiliki fakator kemiripan satu sama lain; lahir dari rasa takut, tidak percaya diri, karena malas belajar, dan munculnya rasa pesimis untuk melakukan sesuatu bahkan cendrung diam. Seperti yang disebutkan oleh Horwitz, Horwitz, & Cope, yang dikutip oleh Thomas Joko Priyo Sembodo dalam Jurnal Lingua Aplicata: “ Peserta didik yang cemas umumnya menunjukkan indikasi yang sama. Dalam beberapa penelitian, hasil menunjukkan bahwa pembelajar bahasa ke dua atau asing yang paling cemas mengalami kekhawatiran, ketakutan, dan bahkan ketakutan di kelas.” 8 3. hambatan siswa dalam berbicara pada kelas V di Madrasah Ibtidaiyah ## Ar-Raudhah Samarinda. Adapun yang menjadi hambatan siswa dalam berbicara pada kelas V, ditemukan bahwa hambatan siswa dalam berbicara yaitu 1) Kurang percaya dirinya siswa, 2) Ketidaksempurnaan alat ucap 3) Tidak memperhatikan guru di kelas, dan 4) Lingkungan keluarga yang kurang menanamkan rasa percaya diri kepada anak. 5) kurangnya mengusai materi pelajaran. 5 Wawancara dengan Bapak Muhammad Mas’ud tanggal 18 Agustus 2020, pukul 09.40. 6 Wawancara dengan Muh Khairul Wafa tanggal 20 Agustus 2020, pukul 09.10. 7 Wawancara dengan Nabila tanggal 20 Agustus 2020, pukul 09.15. 8 Thomas Joko Priyo Sembodo Jurnal Lingua Aplicata Volume 2, Nomor 2 Maret 2018 Hal tersebut diketahui dari hasil peneliti melakukan penelusuran, observasi, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru (guru IPA, IPS dan Bahasa Indonesi) dan siswa, diantaranya: Diantara sebab terhambatnya siswa berbicara adalah kurangnnya rasa percaya diri atau minder, kurangnya motivasi dari lingkungan keluarga dalam menanamkan percaya diri, kurang fokusnya siswa dalam proses pembelajran dan kurangnya perhatian guru bahkan siswa cendrung lebih dianggap baik ketika pasif. seperti yang dipaparkan Bapak Muhammad Mas’ud selaku guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengatakan bahwa: “ Hambatan yang membuat siswa tidak berani untuk mengungkapkan pendapatnya dikarenakan kurang percaya diri, takut salah bicara (kurang pede), takut ditertawai oleh teman sekelasnya ”. 60 Senada seperti yang disampaikan Ibu Nur’Aini selaku guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengatakan bahwa: “ Hambatan yang membuat siswa takut untuk berbicara atau berpendapat diantaranyanya terkadang bawaan dari rumah yang kurang menanamkan rasa percaya diri pada anaknya, ketidak fokusannya siswa ketika guru menjelaskan di depan akibat bercerita atau bermain dengan teman sebangkunya alhasil tidak memahami materi dan tidak berani untuk berpendapat ketika guru mengajukan pertanyaan ”. Selain itu, menurut guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Bahwa hambatan yang siswa takut untuk berbicara atau berpendapat yaitu terkadang kurang motivasi atau dukungan dari rumah yang menanamkan anak untuk menjadi pribadi yang percaya diri, tidak memperhatikan ketika guru menjelaskan dan ketika guru mengajukan pertanyaan, siswa tersebut hanya senyum-senyum atau gugup tak bisa menjawab. Menurut guru Bahasa Indonesia, bahwa hambatan yang membuat siswa takut untuk berbicara atau berpendapat diantaranya kurang mengertinya dalam pembelajaran, minder kepada teman yang lebih pintar dan takut ditertawakan ketika terjadi salah berbicara dan ketakutan terbesar siswa terkadang ada pada gurunya, guru yang tidak ramah (killer) akan membuat siswa untuk takut menyampaikan pendapatnya. 60 Wawancara dengan Bapak Muhammad Mas’ud tanggal 18 Agustus 2020, pukul 09.40. 61 Wawancara dengan Ibu Nur’Aini tanggal 18 Agustus 2020, pukul 10.00. Megawati Basri dalam jurnalnya menguti pendapat Gursoy adanya perasaan pribadi yang negatif seperti kecemasan, ketegangan, dan kurangnya kepercayaan diri kadang-kadang dapat menghambat pembelajaran dan proses berbicara dari bahasa target. 9 Hal tersebut, guru harus lebih kreatif lagi, harus memahami gerak-gerik siswanya, menanyakan apakah penjelasan sudah jelas, memberikan motivasi dan dukungan dan disenangi siswa karena keramahan kita menjadi seorang guru (tidak killer). a. Tindakan guru ketika salah satu siswa menertawakan atau membully pendapat temannya. Adapun tindakan guru kepada siswa yang menertawakan temannya yang sedang berpendapat, sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Mas’ud selaku guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengatakan bahwa: “ Tindakan saya ketika ada siswa yang menertawakan temannya yang lagi berbicara atau berpendapat yaitu kita harus menegur dan meminta siswa yang berpendapat diam dan menyuruh teman yang membully tadi yang menjawabnya ” 63 Selain itu, hasil wawancara dengan Ibu Nur’Aini selaku guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengatakan bahwa: “ Tindakan saya ketika ada siswa yang menertawakan temannya yang lagi berbicara atau berpendapat yaitu menegur anak tersebut dan mengatakan kita tidak selalunya benar dan salah, jika salah, mari kita perbaiki bersama-sama, setidaknya keberanian dalam berbicara adalah nomor 1 ”. 1064 Lain halnya dengan Bapak Rahmat Faisal selaku guru Bahasa Indonesia mengatakan bahwa: “ Tindakan saya ketika ada siswa yang menertawakan temannya yang lagi berbicara atau berpendapat yaitu menegur siswa yang membully temannya, meminta untuk menjawab pertanyaan dari saya, ketika tidak bisa menjawabnya akan diberi hukuman atas kurang menghargai pendapat temannya ”. 11 65 9 Megawati Basri, Jurnal Mitra Pendidikan Online Vol. 3 No. 11November (2019) 1419-142 63 Wawancara dengan Bapak Muhammad Mas’ud tanggal 18 Agustus 2020, pukul 09.40. 64 Wawancara dengan Ibu Nur’Aini tanggal 18 Agustus 2020, pukul 10.00. 10 65 Wawancara dengan Bapak Rahmat Faisal tanggal 18 Agustus 2020, pukul 10.20. Dari hasil wawancara diatas dapat peneliti simpulkan bahwa Teman yang menertawakan kita pada saat mengungkapkan pendapat terkadang akan membuat rasa percaya diri kita menurun, malu dan kurang pede, inilah salah satu alasan mengapa seorang siswa terkadang memilih diam dibanding mengungkapkan pendapatnya. Dari hasil wawancara diatas dapat peneliti simpulkan bahwa tindakan yang dilakukan guru Ilmu Pengetahuan Sosial dalam mengatasi siswa yang menertawakan pendapat temannya yaitu dengan cara menegur bahwa hal tersebut merupakan sikap tidak baik dan tidak menghargai, kemudian meminta siswa yang Membully tadi untuk menjawabnya. Hal tersebut merupakan tindakan yang membuat siswa yang sering Membully temannya akan jera. Selain itu, menurut guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), bahwa tindakan guru terhadap siswa yang menertawakan teman yang lagi berpendapat yaitu dengan cara menegur dan memberi hukuman agar tidak mengulangi sikap yang tidak baik tersebut, dan memberikan motivasi kepada siswa yang di bully bahwa kepercayaan diri dalam berbicara atau aktif dalam kelas ada hal nomor 1. Hal tersebut memang harus diberlakukan, terkadang seorang guru memang harus lebih tegas dalam pembelajaran agar siswa dapat tumbuh dengan baik dan berperilaku sopan. Kemudian, menurut guru Bahasa Indonesia, bahwa tindakan yang dilakukan guru terhadap siswa yang membully temannya yang sedang berbicara atau berpendapat dengan cara menegur, meminta untuk menggantikan temannya dalam berpendapat dan ketika tidak bisa menjawab, akan mendapatkan hukuman. b. Pandangan guru ketika seorang siswa yang ahli dalam pengetahuan tetapi tidak percaya diri dalam memaparkan pendapatnya. Sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Mas’ud selaku guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengatakan bahwa: “Sewajarnya setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan tidak seharusnya dipaksa, pahami kemampuannya, mendukung dan memotivasi siswa agar percaya diri kemudian harus ramah. Karena guru yang cuek dan killer, terkadang anak takut untuk bergerak atau berbicara”. 1266 66 Wawancara dengan Bapak Muhammad Mas’ud tanggal 18 Agustus 2020, pukul 09.40. 12 67 Wawancara dengan Ibu Nur’Aini tanggal 18 Agustus 2020, pukul 10.00. 12 68 Wawancara dengan Bapak Rahmat Faisal tanggal 18 Agustus 2020, pukul 10.20. Selain itu, hasil wawancara dengan Ibu Nur’Aini selaku guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengatakan bahwa: “ Ini sudah menjadi hal biasa, tugas seorang guru yaitu membuat siswanya untuk berani dan percaya diri, dengan cara berikan motivasi dan dukungan bahwa kamu bisa ”. 13 67 Lain halnya dengan Bapak Rahmat Faisal selaku guru Bahasa Indonesia mengatakan bahwa: “ kasus seperti ini sudah sering kami temukan, tugas seorang guru yaitu memberikan dukungan, motivasi dan banyak-banyak latihan, meskipun tidak bisa maju kedepan kelas akan tetapi kita coba untuk berlatih dibangkuh masing-masing ”. 14 68 Dari hasil wawancara diatas dapat peneliti simpulkan bahwa pandangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) terhadap siswa yang ahli dalam pegetahuan tetapi tidak percaya diri dalam mengemukakan pendapatnya, menjadi hal biasa yang ditemukan dalam kelas, tugas kita seorang guru terus melatih, mendukung siswa dalam berpendapat dan menghargai setiap pendapatnya. Selain itu, menurut guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), bahwa pandangan guru terhadap siswa yang ahli dalam pengetahuan akan tetapi malu untuk mengatakan pendapatnya yaitu dengan cara banyak memotivasi dan dukungan. Selain itu bisa dengan banyak-banyak melatih siswa berbicara ditempat duduk masing-masing atau diarahkan dalam berbicara. Kemudian, menurut guru Bahasa Indonesia, bahwa pandangan guru dalam mengatasi siswa yang ahli dalam pengetahuan akan tetapi tidak berani untuk mengemukakan pendapatnya yaitu dengan cara memotivasi, melatih siswa berbicara, mengarahkan siswa meski hanya ditempat duduk masing-masing. 4. Upaya guru dalam mengatasi kecemasan berbicara siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda. Adapun upaya yang guru dalam mengatasi kecemasan berbicara siswa kelas V, yakni dilihat dari hasil wawancara oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Ilmu Pengetahuai Alam (IPA), dan Bahasa Indonesia, ditemukan Bahwa 1) Upaya guru dalam membuat siswanya menjadi percaya diri, dengan terus mendorong dan memotivasi siswanya agar dapat berani dalam berbicara, menggunakan metode pembelajaran yang dapat memancing berbicara siswa, seperti Metode Diskusi, Metode Project Based Learning atau Metode Discover Learning. Menggunakan model pembelajaran menarik, seperti Make and Match atau dalam bentuk model permainan agar siswa lebih bersemangat. Memadukan dengan Ice Breaking seperti Marina di Menara, Tepuk Tangan atau bisa dengan berhitung. Selain itu menggunakan Hadiah (Reward) seperti alat tulis agar anak saling berlomba dalam berpendapat. 2) ketika siswa mengalami ketidaksempurnaan alat ucap, maka hal yang guru lakukan dengan cara sering melatih siswa, melakukan evaluasi, dan ketika siswa tersebut berpendapat dengan keterbatasannya, sebaiknya seorang guru membantu mengarahkan. 3) Guru bisa mengacak ulang teman duduk di kelas agar siswa dapat fokus untuk belajar dan membuat siswa saling kenal dengan teman yang lain. 4) Bekerja sama dengan orang tua siswa, karena lingkungan keluarga yang kurang menanamkan rasa percaya diri kepada anak, maka untuk hal tersebut menjadi seorang guru melakukan evaluasi kepada wali kelasnya dan memanggil orang tua agar dapat membantu untuk menanamkan rasa percaya diri pada anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwati dalam jurnal yang berjudul Model bimbingan kelompok dengan teknik Fun Game untuk mengurangi kecemasan berbicara didepan kelas, bahwasannya upaya dalam mengatasi atau mengurangi kecemasan berbicara siswa dengan cara menggunakan model bimbingan kelompok dan permainan yang menyenangkan untuk membangkitkan semangat siswa. Alhasil terjadi penurunan signifikan antara sebelum dan sesudah diberi layangan bimbingan kelompok dengan teknik fun game lebih efektif untuk mengurangi kecemasan berbicara siswa di depan kelas. 87 Hal ini sejalan juga dengan Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIIE Smpn 5 Negara Dan Strategi Guru Untuk Mengatasinya yang dikemukakan oleh Dewantara, bahwasanya penelitiannya mencari indetifikasi faktor penyebat kesulitan berbicara siswa serta cara guru untuk mengatasinya. Alhasil Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan 87 Sri Purwati, Model bimbingan kelompok dengan teknik Fun Game untuk mengurangi kecemasan berbicara didepan kelas, (Jurnal Bimbingan Konsenling Universitas Negeri Semarang (UNNES), 2012. berbicara berasal dari faktor motif/motivasi, kebiasaan belajar, penguasaan komponen kebahasaan, penguasaan komponen isi, sikap mental, hubungan/interaksi antara guru dan siswa, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan hubungan/interaksi antara siswa dan siswa. Faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa adalah sikap mental, dan Strategi guru untuk mengatasi faktor penyebab kesulitan belajar siswa meliputi strategi pembelajaran ekspositori, strategi pembelajaran yang berpusat pada guru, strategi pembelajaran deduksi, dan strategi pembelajaran heuristik. 88 Tentunya dengan selalu melakukan Self-Talk Positif dan Positif Imagery, dan goal rehearsal imagery seseorang akan sedikit percaya diri, hanya saja yang membedakan sedikit dari peneltian ini, bahwa Sekolah tempat peneliti untuk meneliti belum mempunyai guru BK di banding pada penelitian oleh Hanifati. ## KESIMPULAN Faktor penyebab kecemasan berbicara siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar- Raudhah Samarinda ditemukan dua faktor yakni a) Pada pengaruh teman sekelasnya, b) Pada dirinya sendiri. Hambatan siswa dalam berbicara pada kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda yakni a) Kurang percaya dirinya siswa, b) Ketidaksempurnaan alat ucap c) Tidak memperhatikan guru di kelas, dan d) Lingkungan keluarga yang kurang menanamkan rasa percaya diri kepada anak. dan Upaya guru dalam mengatasi kecemasan berbicara siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raudhah Samarinda yakni a) Dengan terus mendorong dan memotivasi siswanya agar dapat berani dalam berbicara, menggunakan metode pembelajaran yang dapat memancing berbicara siswa, seperti Metode Diskusi, Metode Project Based Learning atau Metode Discover Learning. Menggunakan model pembelajaran menarik, seperti Make and Match atau dalam bentuk model permainan agar siswa lebih bersemangat. Memadukan dengan Ice Breaking seperti Marina di Menara, Tepuk Tangan atau bisa dengan berhitung. Selain itu menggunakan Hadiah (Reward) seperti alat tulis agar anak saling berlomba dalam berpendapat. b) Ketika siswa mengalami ketidaksempurnaan alat ucap, maka hal yang guru 88 I Putu Mas Dewantara, Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIIE Smpn 5 Negara Dan Strategi Guru Untuk Mengatasinya, (Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Bahasa Indonesia Singaraja Bali), 2012. lakukan dengan cara sering melatih siswa, melakukan evaluasi, dan ketika siswa tersebut berpendapat dengan keterbatasannya, sebaiknya seorang guru membantu mengarahkan. c) Guru bisa mengacak ulang teman duduk di kelas agar siswa dapat fokus untuk belajar dan membuat siswa saling kenal dengan teman yang lain. d) Bekerja sama dengan orang tua siswa, karena lingkungan keluarga yang kurang menanamkan rasa percaya diri kepada anak, maka untuk hal tersebut menjadi seorang guru melakukan evaluasi kepada wali kelasnya dan memanggil orang tua agar dapat membantu untuk menanamkan rasa percaya diri. ## DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Abdulsyani, 2012. Sosiologi: Skematika, Teori, dan Terapan . Jakarta: Bumi Aksara Fathurrohman, Pupuh dkk. 2014. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Revika Aditama Guntur T, Henry. 2015. Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa . Bandung: Angakasa Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas, dan Despresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indoenesia Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika Hidayah, Aep Nurul Definisi Trauma, http://aepnurulhidayat.wordpress.com diakses pada 18/07/2020 Pukul 10.04 Ilham, Muhammad, dkk. 2020. Keterampilan Berbicara: pengantar keterampilan berbahasa. Pasuruan: Lembaga Academic & Research Institute Minderop, Albertine. 2011. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Nuraeni. Pembelajaran Bahasa Indonesia SD dan Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia . Yogyakarta: BPG. Nur Ghufron, Muhammad.,et.al., 2012. Teori-teori Psikologis . Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Pedak, Mustamir. 2009. Metode Supernol Menaklukan Stres. Bandung: Mizan Media Utama Rachmawati, Tutik Dkk. 2015. Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang mendidik. Yogyakarta: Gava Media Ramaiah, Savitri. 2003. Kecemasan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Sarastika, Pradipta. 2014. Manajemen Pikiran untuk mengatasi Stres depresi. Yogyakarta: Araska Sani A, Ridwan. 2014. Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara Saleh, Andri. 2009. Kreatif Mengajar dengan Mind Map. Bogor:CV Regina Silviana. 2019. Ilmu Public Speaking untuk Guru. Yogyakarta: Araska Sugiono. 2018. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta Slameto. 2003. Belajar dan Faktof-faktor mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
b15cad8d-e0ba-467a-b94c-c35d1b191614
https://ejournal.iaingawi.ac.id/index.php/almabsut/article/download/4/4
## PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING DALAM MEMBIASAKAN AKHLAK TERPUJI SISWA KELAS VII MTs FSM TEMPUREJO TEMPURAN PARON NGAWI TA 2013/2014 ## Arif Rahman Hakim Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi ## Abstrak Pengajaran tentang akhlak menjadi isu yang penting dan mendesak untuk dicarikan solusinya di era sekarang ini. Dalam dunia pembelajaran ada metode pembelajaran yang bernama role playing, metode ini merupakan metode belajar dengan cara bermain peran. Role playing adalah suatu aktivitas pembelajaran yang terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik.Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian tindakan ini terdiri atas perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat maka data yang telah terkumpul dianalisis dengan mengggunakan rumus mean dan dianalisis secara deskriptif dengan menyertakan nilai asli tes dan pengamatan sebagai bahan pertimbangan. Dari hasil pengamatan siswa dan guru cenderung lebih baik setiap siklus, maka berarti bahwa; Ada peningkatan pembiasaan akhlak terpuji melalui pembelajaran dengan metode bermain peran (role playing) siswa kelas VII MTs FSM Tempurejo Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2013/2014. Kata kunci : Metode Role playinging, Akhlak Terpuji ## A. PENDAHULUAN Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang bertujuan untuk mengenalkan konsep ajaran agama Alloh SWT. yaitu Islam 1 . agar bisa dijadikan sebagai pedoman hidup oleh manusia di dunia ini. Pendidikan agama Islam akan menjadi dasar teologis bagi setiap manusia untuk mengenal siapa dirinya, darimana asalnya dan untuk apa dia hidup di dunia ini. Oleh karena itulah nilai- nilai ajaran agama Islam harus sejak dini diajarkan kepada anak agar benar-benar bisa terinternalisasikan dalam dirinya disaat mereka menjadi orang dewasa nanti sehingga benar-benar tahu akan hakikat dirinya. Salah satu aspek penting dalam pendidikan agama Islam adalah ajaran tentang akhlak, baik itu akhlak kepada Alloh, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada alam. 1 Zakiyah Darad jat, Dr.,dkk, Metodologi Pengajaran Agama, Jakarta: Bu mi Aksara, ha l. 6 Pengajaran tentang akhlak menjadi isu yang penting dan mendesak untuk dicarikan solusinya di era sekarang ini. Karena sebagaimana kita ketahui hampir setiap hari di media baik media elektronik maupun media cetak banyak sekali persoalan-persoalan yang berkaitan dengan akhlak yang dilakukan oleh para generasi bangsa ini. Oleh karena itulah persoalan akhlak harus segera dicarikan solusi, dan solusi tersebut harus dimulai dari dalam kelas. Karena di tempat inilah ujung tombak pendidikan itu dilaksanakan. Guru merupakan faktor penting dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru merupakan pembimbing, manager, dan fasilitator dalam pembelajaran siswa. Dengan melihat betapa banyak peran dan tugas guru di dalam kelas, maka seorang guru harus memiliki berbagai kompetensi sebagai bekal untuk mengantarkan peserta didiknya mencapai prestasi, baik kompetensi pendagogis, kompetensi professional, kompetensi sosial maupun kompetensi kepribadian. Berkaitan dengan persoalan pentingnya akhlak dan peran guru di dalam kelas, maka seorang guru harus mampu menghidangkan menu pelajaran akhlak yang menarik bagi siswa. Seorang guru harus mampu menemukan metode yang tepat agar pembelajaran materi akhlak benar-benar bisa dinikmati dan dikuasai siswa. Salah satu metode pembelajaran yang saat ini banyak dibicarakan adalah metoden role playing. Role playing adalah suatu aktivitas pembelajaran yang terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Role playing berdasar pada tiga aspek utama dari pengalaman peran dala m kehidupan sehari- hari 1) mengambil peran (role taking) yaitu tekanan ekspektasi- ekspektasi sosial terhadap pemegang peran, 2) membua t peran (role-making) yaitu kemampuan pemegang peran untuk berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan, 3) tawar menawar peran (Role negotiation) yaitu tingkat dimana peran-peran dinegosiasikan dengan pemegang-pemegang peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial 2 . Atas dasar beberapa pemaparan di atas, dalam kesempatan ini akan dilakukan penelitian dengan judul penggunaan metode pembelajaran role playing dalam membiasakan akhlak terpuji siswa kelas VII MTs. FSM Tempurejo Tempuran Paron Ngawi tahun ajaran 2013/2014 dengan rumusan masalah; adakah peningkatan membisakan perilaku terpuji siswa kelas VII MTs. FSM Tempurejo Tempuran Paron Ngawi tahun ajaran 2013/2014 dengan menggunakan metode pembelajaran bermain peran ( role playing). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan membisakan akhlak terpuji siswa kelas VII MTs. FSM 2 Hisyam Zain i, d kk, Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta: CTSD UIN Sunan Kalijaga, 2010, ha l. 101 Tempurejo Tempuran Paron Ngawi tahun ajaran 2013/2014 dengan menggunakan metode pembelajaran bermain peran ( role playing). Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas dengan pelaksanaan penelitiannya secara bersiklus (tahapan), yaitu menggunakan bentuk atau model spiral. Setiap siklus meliputi 3 : Perencanaan ( planing ) , Tindakan ( acting ), Observasi ( observing ) dan Refleksi ( reflecting ). Siklus yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga siklus. Teknik analisa datanya menggunakan pendekatan deskriptif dengan didukung oleh penghitungan prosentase perole han nilai siswa dengan menggunakan rumus mean untuk mendapatkan kesimpulan hasil yang komprehensif. ## B. PEMBAHASAN 1. Pembelajaran Pendidikam Agama Islam Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai- nilai keagamaan, serta pengamalan nilai- nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi sp iritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan sehingga akhirnya tercapailah tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terwujudnya kepribadian muslim 4 . 3 Mansour Muslih, Melak sanak an PTK (Penelitian Tindak an Kelas) dengan Mudah, Bu mi Aksara: Ja karta, 2009. Ha l.43 4 Ha mdani Ihsan & A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007, 2001, hal.69 Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. ## 2. Kegiatan Pembelajaran Akidah Akhlak Mata pelajaran Aqidah Akhlak merupan sala h satu sub rumpun mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah. Dalam proses pembelajarannya bisa dilakukan melalui bimbingan, pengajaran, latihan, pengalaman, dan pengamalan. Pembelajarn Aqidah Akhlak sesungguhnya tidak hanya mempelajari ilmunya semata, namun yang lebih penting bagaimana menumbuhkan kesadaran agar peserta didik memiliki kekokohan aqidah dan keluhuran akhlak yang diwujudkan dalam perilaku sehari- hari, baik dalam hubungan dengan Allah, sesama manusia dan alam sekitar. Tujuan mata pelajaran Aqidah Akhlak adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan siswa yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan pengembangan pengalaman, pengetahuan, penghayatan, penyadaran dan pengamalan aqidah dan Akhlak Islam, sehingga me njadi muslim yang terus berkembang dan meningkat dalam hal keimanan dan ketaqwaanya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keberhasilan pembelajaran akhlak sangat ditentukan oleh bagamaina pola- pola yang dikembangkan dalam pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan Belajar Mengajar merupakan upaya menciptakan suasana paedagogis (suasana didaktik, metodik, dan psikologis) dan antragogis (suasana belajar yang kondusif sesuai dengan situasi dan kondisi) untuk mencapai standar kompetensi Aqidah Akhlak yang lebih efektif, efisien, dan menyenangkan. 3. Prinsip – prinsip pembelajaran Aqidah Akhlak Ada 10 prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran Aqidah akhlak 5 : 5 Ahmad Tafsir, Dr., Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Rosdakarya, 2008, Hal. 23 - 28 ## a. Berpusat Pada Siswa Setiap siswa yang belajar PAI (Aqidah Akhlak) memiliki perbedaan satu sama lain. Perbedaan tersebut bisa dalam hal minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Ditinjau dari latar belakang pengalaman beragama, ada siswa yang berasal dari keluarga taat beragama, dan ada yang acuh tak acuh terhadap pengamalan nilai- nilai keagamaan. Ditinjau dari gaya belajarnya, siswa tertentu lebih mudah belajar dengar baca dan melihat (visual), dengan mendengar (audio), atau dengan cara gerak (kinestika). Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai karakteristik siswa. b. Belajar dengan keteladanan dan Pembiasaan KBM aqidah akhlak tidak terputus pada pengetahuan, tetapi harus ditindak lanjuti pada pemberian contoh/keteladanan dalam pengamalan, dan berlatih membiasakan diri untuk bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari- hari. c. Mengembangkan Kemampuan Sosial Siswa akan lebih muda menemukan dan membangun pemahaman nilai- nilai yang terkandung dalam aqidah dan akhlak Islam,apabila dapat mengkomunikasikan pengalaman dan pemahamannya kepada siswa lain, guru atau pihal-pihak lain. Untuk membangun makna, KBM Aqidah akhlak diperlukan pengalaman langusng atau tidak langsung kaitannya dengan lingkungan sosial. d. Mengembangkan Fitrah Bertauhid Keingintahuan dan Imajinasi, Siswa dilahirkan dengan membawa fitrah bertauhid (QS; al-A’rof:172). Fitrah bertauhid tersebut harus dikembangkan dan butuh bimbingan agar beraqidah dan berakhlak yang benar dan lurus (hanif). Rasa ingin tahu dan daya imajinasi merupakan modal dasar yang harus dikembangkan agar siswa mampu bersikap sesuai dengan nilai dan ajaran agama Islam. e. Mengambangkan Keterampilan Memecahkan Masalah Di era globalisasi ini siswa memerlukan keterampilan memecahkan masalah dan kemampuan untuk dapat mengambil keputusan sikap dan nilai secara tepat dan benar dalam kehidupan. Untuk itu KBM Aqidah akhlak dikembangkan agar siswa terampil dalam mengidentifikasi , mengklasifikasi, memecahkan dan memeutuskan nilai atau sikap secara benar dengan menggunakan prosedur ilmiah yang bersumber dari wahyu Illahi. f. Mengembangkan Kreatifitas Siswa Pembelajaran aqidah akhlak dikembangkan agar siswa diberikan kesempatan dan kebebasan untuk berkreasi dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai- nilai ajaran Islam dalam kehidupan. g. Mengembangkan Kepahaman Penggunaan Ilmu dan Teknologi Siswa perlu mengenal penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak dini namun tidak mempertuhankan hasil- hasil perkembangan IPTEKS. KBM Aqidah Akhlak juga perlu memberikan peluang agar siswa memperoleh informasi dari berbagai sumber belajar dan penggunaan multimedia pembelajaran. h. Menumbuhkan Kesadaran Sebagai Warga Negara yang Baik Pembelajaran Aqidah akhlak yang dikembangkan tidak terlepas dari membangun kepribadain dan moral siswa sebagai anak Indonesia. Karena itu wujud dan contoh-contoh pengamalan aqidah dan akhlak diupayakan dapat memberikan wawasan dan kesadaran kepada siswa untuk menjadi warga negara yang taat beragama serta menghormati dan mengharagi agama lain secara bertanggung jawab serta memberikan wawasan nilai- nilai moral dan sosial yang dapat membekali siswa agar menjadi warga masyarakat dan warga negara yang bertanggung jawab. i. Belajar Sepanjang Hayat Belajar aqidah akhlak adalah membangun moral sepanjang kehidup. Karena itu pembelajaran dikembnagkan agar siswa memilki kesadaran dan terus butuh belajar agama sepanjang hayat j. Perpaduan kompetensi, Kerjasama, dan Solidaritas Siswa perlu berkompetensi, bekerjasama, dan mengembangkan solidaritasnya. KBM perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri dan bekerjasama melalui lintas kompetensi. 4. Tinjauan Tentang Metode Bermain Peran ( Role playing ) Bermain peran ( role playing ) adalah suatu aktivitas pembelajaran yang terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Role playing berdasar pada tiga aspek utama dari pengalaman peran dalam kehidupan sehari-hari 6 : 1) mengambil peran (role taking) yaitu tekanan ekspektasi-ekspektasi sosial terhadap pemegang peran, 2) membuat peran (role-making) yaitu kemampuan pemegang peran 6 Ha mzah B. Uno, Dr., Prof., Model Pembelajaran, Bu mi Aksara : Ja karta, 2009, Ha l.26 untuk berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan, 3) tawar menawar peran (Role negotiation) yaitu tingkat dimana peran-peran dinegosiasikan dengan pemegang-pemegang peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial. Dalam proses role playing peserta diminta untuk: a. Mengandaikan suatu peran khusus apakan mereka sendiri atau sebagai orang lain. b. Masuk dalam situasi yang bersifat simulasi atau sekenario yang dipilih berdasar relevansi dengan pengetahuan yang sedang dipelajari. c. Bertindak persis sebagaimana pandangan mereka terhadap orang yang diperankan dalam sitiasi-situasi tertentu ini, dengan menyepakati untuk bertindak seolah-olah peran-peran tersebut adalah peran-peran mereka sendiri dan bertindak berdasar asumsi tersebut dan d. Menggunakan pengalaman-pengalaman peran yang sama pada masa lalu untuk mengisi gap yang hilang dalam satu paran singkat yang ditentukan. Role playing dapat membuktikan diri sebagai suatu metode pembelajaran yang ampuh, dimana saja terdapat peran-peran yang dapat didefinisikan dengan jelas, yang memiliki interaksi yang mungkin dieksplorasi dalam keadaan yang bersifat simulasi (sekenario). Terdapat bermacam- macam pendekatan terhadap role playing di mana sebagian lebih cocok ketimbang yang lainnya untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran tertentu. Ada empat role playing yang pokok yaitu: a. Role playing yang berbasis keterampilan ( Skills-based) b. Role playing yang berbasis isu ( issues-based) c. Role playing yang berbasis problem ( problems-based) d. Role playing yang berbasis spekulasi ( Speculative-based) Sebagian besar role playing cenderung dibagi pada tiga fase berbeda, yaitu: a. Perencanaan dan persiapan Perencanaan yang hati- hati adalah kunci untuk sukses dalam role playing . Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh guru sebelum memulai pembelajaran dengan metode ini adalah 7 : 1) Mengenal jumlah siswa baik jumlah, pengetahuan siswa tentang materi, minat dan kemampuan, maupun kemampuan siswauntuk berkolaborasi. 2) Menentukan tujuan pembelajaran. Adalah penting mendefinisikan tujuan pembelajaran sesempurna mungkin sebelumnya. 3) Mengidentifiksi sekenario. Sekenario memberi infornasi tentang apa yang harus diketahui siswa sebagai pemegang peran serta informasi tentang sudut mana yang harus mereka masuki dalam gambaran- gambaran tersebut. 4) Mempertimbangkan hambatan yang bersifat fisik. Hal ini antara lain apakah ruangan cukup luas, apakah kursi dan mejanya harus dioindah, apakah tidak akan membuat bising tetangga kelasnya, dan sebagainy. 5) Merencanakan waktu yang baik 6) Mengumpulkan sumber informasi yang relevan b.Interaksi Berikut ini adalah langkah-langkah mengimplemantasikan rencana ke dalam aksi. 1) Membangun aturan dasar. 2) Mengeksplisitkan tujuan pembelajaran 3) Membuat langkah- langkah yang jelas 4) Menggambarkan sekenario atau situasi 5) Mengalokasikan paran 6) Memberi informasi yang cukup 7) Menjelaskan peran guru dalam role playing 8) Memulai role playing secara bertahap 9) Menghentikan role playing dan memulai kembali jika perlu.. 10)Bertindak sebagai pengatur waktu. 11)Refleksi dan evaluasi. ## c. Debriefing Tahap yang terakhir ini dalam role playing sering dinamakan debriefing mengikuti istilah yang bisa digunakan dalam militer. Aspek fundamental dari tahap ini adalah melakukan refleksi dan evaluasi. Guru bisanya memberikan kesempatan untuk 7 Ibid hal. 28 reflkesi diantara interaksi atau di akhir interaksi. Tahap reflesi ini lebih sekedar dari pertanyaan-pertanyan teknis seperti :apakah siswa dapat menjalankan perannya, sebaliknya lebih berkenaan identifikasi, klarifikasi, dan analisis terhadap isu-isu pokok. Refleksi atau evaluasi yang dilakukan setelah interaksi selesai. Hal ini dapat dilihat dari enam langakah sederhana : 1) Membawa siswa keluar dari peran yang dimainkan 2) Meminta siswa secara individu mengekspresikan pengalaman belajarnya 3) Mengkoordinasikan ide-ide 4) Memfasilitasi suatu analisis kelompok 5) Memberi kesempatan untuk melakukan evaluasi 6) Menyusun agenda untu masa depan. 5. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Menggunakan Metode Bermain Peran ( Role playing ) Mengajar adalah usaha guru untuk menciptakan kondisi belajar atau mengatur lingkungan belajar sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara siswa dengan lingkunagn belajarnya. Dengan demikian proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik dan tercapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menggunakan satu metode mengajar untuk segala tujuan pembelajaran tidak akan efektif, pada bagian tertentu suatu metode akan lebih tepat tetapi pada bagian lain metode yang lain mungkin akan lebih tepat digunakan. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan proses belajar- mengajar pendidikkan agama Islam, yang sering digunakan adalah teknik kertampilan proses. Teknik keterampilan proses adalah pendekatan dalam proses belajar mengajar yang menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan, dan mengkomunikasikan perolehannya. 8 Dengan demikian pendekatan keterampilan proses berarti perlakuan yang diterapkan dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan daya pikir dan kreasi secara efisien dan efektif guna mencapai tujuan. Kemampuan-kemampuan tersebut antara lain berbentuk keterampilan mengidentifikasi, mengklasifikasi, menghitung, mengukur, mengamati, mencari hubungan, menafsirkan dan mengekspresikan diri ke dalam suatu karya. 8 Depdikbud. 1999. Bahan Pelatihan Penelitian Tindak an (Action Research ).Jakarta: Dirjen Dikdas men dan Dikmenu m. Metode bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa, suatu metode yang merangsang siswa untuk aktif mengemukakan gagasan sehingga menimbulkan suasana yang menyenangkan. Jika siswa senang maka perhatian terhadap tugas besar atau penuh sehingga hasil belajar akan meningkat. Mempelajari Pendidikan agama Islam harus dengan senang dan disertai simulasi atau praktek, hal ini tentu membutuhkan keterlibatan siswa yang optimal. Tujuan yang hendak dicapai dengan metode role playing (bermain peran) diantaranya : 1) mengerti perasaan orang lain, 2) membagi pertanggungan jawab dan ikut memikulnya, 3) menghargai pendapat orang lain, 4) mengambil keputusan dalam kelompok. Hal ini sangat cocok sekali dengan karakter pendidikan Islam terutama tentang akhlak dimana setiap individu harus memiliki kepekaan dan perasaan serta menghargai sesam. Dengan demikian pembelajaran pendidikan agama Islam terutama tentang akhlak dengan menggunakan metode bermain peran akan meningkatkan kepekaan, tanggung jawab dan rasa saling menghargai dan menghormati siswa. Langkah- langkah guru dalam menggunakan metode bermain peran menurut Winarno Surahmad sebagai berikut 9 : a. Guru menerangan teknik bermain peran ini dengan cara yang sederhana b. Situasi masalah yang akan dimain perankan ditetapkan sedemikian rupa sehingga masuk perhatian. c. Guru menceritakan suatu peristiwa itu secukupnya, untuk mengatur adegan secara spontan dan memberikan kesiapan mental. d. Guru memilih beberapa siswa untuk menjadi pemain (melaksanakan tugas). e. Guru menetapkan dengan jelas masalah peranan yang mereka harus mainkan f. Guru menetapkan peranan penonton sekaligus pendengar, yaitu siswa yang tidak ikut bermain peran (melaksanakan tugas) g. Guru menyarankan kalimat pertama yang baik diucapkan o leh pemain untuk memulai. h. Guru menghentikan bermain peran ini pada detik-detik situasi sedang memuncak dan kemudian membuka diskusi umum. i. Sebagai hasil diskusi siswa dari kelompok lain untuk memberikan tanggapan j. Guru dan siswa bersama-sama menarik kesimpulan 9 Surah mad, Winarno, 1995. Model Pembelajaran . Bandung : Angkasa, hal 34 Menurut buku petunjuk kegiatan belajar mengajar sebagai berikut: a. Pelaksanaan tanpa teks tertulis, tanpa latihan terlebih dahulu untuk menghafal. Pokok masalah adalah suatu masalah sosial yang bertalian dengan hubungan antar manusia. b. Bermain peran tidak menggunakan teks yang harus dihafal, tidak memerlukan latihan dan persiapan yang berlangsung antara 4-5 menit metode ini memupuk keberanian dan dapat menghayati yang lebih realistis dari pada isi buku, dan materi dibahas lebih menarik, serta meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Indonesia. Ada tiga syarat yang perlu diperhatikandalam bermain peran yaitu sebagai berikut: a. para pelaku harus menaruh perhatian atas masalah yang dikemukakan b. para pelaku harus mempunyai gambaran yang jelas mengenai pokok masalah (bahasa) yang dibahas. c. Bermain peran harus sebagai suatu masalah sosial bukan sebagai permainan hiburan belaka. Pelaksanaan bermain peran dilaksanakan berdasarkan tafsiran pelaku secara spontan pengalaman masing- masing. Guru harus memberikan kebebasan kepada mereka dalam pelaksanaannya jika ternyata bermain peran mencapai titik mati atau tidak dapat dilanjutkan lagi guru segera menghentikannya. Bermain peran dimaksudkan sebagai alat pelajaran untuk memahami perasaan dan pendirian orang lain yang berbeda dengan kita. Apa yang dipelajari dalam bermain peran sangat berguna bagi siswa dalam hubungan sosial dengan orang lain. Oleh karena itu guru hendaknya memilih masalah- masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya menggunakan keterampilan berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar serta santun berbicara. 6. Metode Pembelajaran Role Playing dalam Membiasakan Akhlak Terpuji Siswa Kelas VII MTs FSM Tempurejo. Sebagaimana telah dipaparkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa, metode pembelajaran Role Playing merupakan metode pembelajaran yang memungkinkan setiap peserta untuk berlatih dalam melakukan dan menyikapi segala realitas di sekelilingnya. Dalam kaitanya dengan penerapan metode pembelajaran Role Playing untuk meningkatkan pembiasaan akhlak terpuji, setelah dilakukan penelitian tindakan sebanyak tiga siklus maka dihasilkan beberapa hal sebagai berikut; Dari data hasil evaluasi, skor akhlak terpuji melalui pengujian kemampuan memahami hak dan kewajiban pada siklus pertama di peroleh nilai rata-rata 6,44 dan pada siklus kedua diperoleh nilai rata-rata 7,04 dan pada siklus ketiga diperoleh data dengan nilai rata-rata 8,03 dari hasil tersebut di atas terlihat adanya kenaikan yang signifikan nilai rata-rata pada setiap siklus. Berdasarkan buku laporan hasil belajar siswa tentang keterangan nilai dengan anggka adalah sebagai berikut: Nilai 5 = hampir cukup Nilai 4 = kurang Nilai 3 = kurang sekali Nilai 2 = buruk Nilai 1 = buruk sekali Nilai 10 = istimewa Nilai 9 = baik sekali Nilai 8 = baik Nilai 7 = lebih dari cukup Nilai 6 = cukup Sesuai dengan petunjuk di atas, maka dapat difahami bahwa nilai rata-rata kemampuan memahami hak dan kewajiban yang dihasilkan pada siklus pertama 6,44 termasuk kategori cukup, pada siklus kedua diperoleh nilai rata-rata 7,04 termasuk dalam kategori lebih dari cukup, dan pada siklus ketiga diperoleh nilai rata-rata 8,03 termasuk kategori baik Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan pembiasaan akhlak terpuji melalui pembelajaran dengan metode bermain peran ( role playing ) siswa kelas VII MTs FSM Tempurejo, Tempuran Paron Ngawi Tahun Ajaran 2013/2014. ## C. KESIMPULAN Pada kegiatan belajar mengajar akan berlangsung dengan baik dan kondusif apabila suasana dan kondisi proses belajar mengajar yang terkait akan tercapai. Hal ini dipengaruhi oleh guru, aktifitas siswa, pihak sekolah dan orang tua serta lingkungan yang kondusif dan mendukung pendidikan itu khusunya dalam pendidikan formal bahwa guru dan mutu pembelajaran serta keaktivan siswa dalam merespon informasi yang ada. Dalam usaha meningkatan prestasi belajar siswa, guru harus mampu meningkatkan proses belajar mengajar. Peningkatan tersebut dapat dicapai dengan pemilihan metode yang tepat, penggunaan media yang sesuai, berfariasi dan mengadakan evaluasi yang terarah serta terencana. Selain hal tersebut di atas guru harus mampu dan pandai menciptakan situasi belajar yang menyenangkan sehingga siswa tertarik terhadap kegiatan yang disajikan guru. Dengan demikian dapat menumbuhkan minat belajar yang lebih tinggi. Berpijak dari hasil penenelitian dan analisis data dalam penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode pembelajaran bermain peran (role playing) terbukti dapat meningkatkan pembiasaan akhlak terpuji siswa kelas VII MTs FSM Tempurejo, Tempuran Paron Ngawi Tahun Ajaran 2013/2014.. Hal ini terbukti dengan hasil nilai rata-rata pada setiap siklusnya yaitu siklus pertama memperoleh 6,44 dan pada siklus kedua naik menjadi 7,04 dan pada siklus ketiga naik menjadi 8,03. Jadi dari setiap siklusnya mengalami peningkatan yang bagus. ## A. Saran-saran Berdasarkan dari hasil penelitian tindakan kelas ini, saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Guru a. Sebaiknya guru pendidikan agama Islam khususnya dan semua guru pada umumnya dalam mata pelajaran apapun, dapat melaksanakan model- model pembelajaran yang bervariasi. Tentunya disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya b. Diharapkan guru untuk lebih meningkatkan kreatifitas dalam pelaksanaan metode pembelajaran. c. Lebih mengaktifkan siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar. 2. Siswa Pada penerapan metode ini siswa harus benar-benar mengikuti petunjuk dan guru selalu membimbing. Sehingga kebiasaan yang ada dalam kehidupan sehari- hari dapat mempermudah dalam mengaitkan pelajaran. ## DAFTAR PUSTAKA Ahmad Tafsir, Dr., Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Rosdakarya, 2008 Buku Workshop di Batu Malang. 2005. Pedoman Pelaksanaan penelitian Tindakan kelas. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur. Depdikbud. 1999. Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan (Action Research ).Jakarta: Dirjen Dikdasmen dan Dikmenum. -------------. 1994 . Kurikulum PAI . Kanwil Dikbud. Jawa Timur. Depdikbud. 1999. Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan (Action Research ).Jakarta: Dirjen Dikdasmen dan Dikmenum. Hamdani Ihsan & A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007, 2001 Hamzah B. Uno, Dr., Prof., Model Pembelajaran, Bumi Aksara: Jakarta, 2009 Muslih, Mansour, Melaksanakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan Mudah, Bumi Aksara: Jakarta, 2009. Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaraan Kooperatif , Surabaya: University pres. Surahmad, Winarno, 1995. Model Pembelajaran . Bandung : Angkasa Surahmad, Winarno, 1995. Model Pembelajaran . Bandung : Angkasa, hal 34 A. Usman,MU. 1996. Menjadi Guru Profesionalisme . Bandung: Remaja Rosda Karya Zaini, Hisyam dkk, Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta: CTSD UNI Sunan Kalijaga, 2010 Zakiyah Daradjat, Dr.,dkk, Metodologi Pengajaran Agama, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
8394f353-7cc6-436f-a204-b63690f747ab
https://online-journal.unja.ac.id/jseb/article/download/2792/8060
## FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI PETANI TERHADAP PEREMAJAAN KELAPA SAWIT (di Desa Suka Makmur Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi) Desi Sapitri 1 , Rosyani 2 dan Arsyad Lubis 2 1 ) Alumni Program Studi Agribisnis fakultas Pertanian Universitas Jambi 2 ) Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi Email :desi.akhwatsebrang@gmail.com ## ABSTRAK This study aims to determine the perception of Farmers Against Rejuvenation Palm oil and Factors - factors that influence it. The method used in this study is done through two methods such as structured interviews and observations. Sampling was done using the formula Slovin. Data analysis was performed using descriptive qualitative analysis method. The results showed that the perception of Oil Palm Growers Against Rejuvenation generally perceive the renovation difficult, not the least capital becomes the main factor is the rise of reasons. The factors that influence farmers' perceptions that economic factors related to the capital, life assurance and income, education-related social, historical and technical factors, namely health and skills. ## Key Word: Farmersperception, Rejuvenation, Palm Oil ## ABSTRACK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Persepsi Petani Terhadap Peremajaan Kelapa sawit dan Faktor - faktor yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui dua metode antara lain wawancara terstruktur dan observasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin . Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Persepsi Petani Terhadap Peremajaan Kelapa Sawit pada umumnya mempersepsikan kegiatan peremajaan sulit dilakukan, modal yang tidak sedikit menjadi faktor utama munculnya alasan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani yaitu Faktor ekonomi berkaitan dengan modal, jaminan hidup serta pendapatan, sosial yang berkaitan dengan pendidikan, sejarah dan kesehatan serta faktor teknik yaitu keterampilan. Kata Kunci : PersepsiPetani, Peremajaan, Kelapa Sawit ## PENDAHULUAN Kegiatan perekonomian nasional sangat ditunjang oleh berbagai sektor yang saling mendukung satu sama lain. Pembangunan yang terus menerus akan berjalan seiring dengan perkembangan zaman. Di Indonesia sektor pertanian masih sangat diandalkan bagi pembangunan nasional karena sektor ini dapat mendukung sektor industri yang berkembang saat ini. Sektor pertanian memegang peranan penting karena pertanian masih memberikan kontribusi besar dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha bagi masyarakat yang bermukim dipedesaan karena sebagian besar penduduk Indonesia masih bertumpu pada sektor ini, yang meliputi perkebunan, perikanan, kehutanan dan tanaman pangan. Pada saat ini sektor perkebunan di Indonesia berkembang sangat pesat, dilihat dari banyaknya industri yang dibangun terutama industri perkebunan kelapa sawit dan karet.Banyaknya jumlah perkebunan baik milik masyarakat, swasta maupun BUMN diharapkan mampu menaikan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah.Kelapa sawit merupakan komoditas penghasil minyak sawit yang mendukung perekonomian nasional (Fauzi, 2002). Selain itu perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan sebagai mata pencaharian pokok bagi petani. Karena tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang terus dikembangkan dan memiliki prospek cerah di Indonesia, khususnya Provinsi Jambi. Provinsi Jambi merupakan wilayahdi Pulau Sumatera yang memiliki perkebunan kelapa sawit yang cukup luas, di Provinsi Jambi kelapa sawit mulai dikembangkan di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi pada tahun 1982/1983 (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi). Dilihat dari tahun tanaman maka tanaman kelapa sawit di kecamatan tersebut telah berusia 27 tahun, dan hasil tandan buah segar (TBS) tanaman kelapa sawit sudah mulai berkurang, hampir seluruh perusahaan di Kecamatan Sungai Bahar melakukan peremajaan tanaman, hal itu juga seharusnya dilakukan oleh petani, karena dipandang dari usia tanaman bahwa tanaman mereka memang sudah cukup tua untuk diganti dengan tanaman baru, mengingat banyaknya kendala yang dihadapi petani maka Dinas Perkebunan Provinsi Jambi beserta PPL di desa tersebut menyarankan dan melakukan uji coba peremajaan dengan sistem tebang pilih, ada sekitar 20 KK dengan luas perkebunan kurang dari 50 Ha di Desa Suka Makmur yang sudah melaksanakan peremajaan tanaman kelapa sawit dengan sistem tebang pilih tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik mengangkat sebuah judul penelitian “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Petani Terhadap Peremajaan Kelapa Sawit di Desa Suka Makmur Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi”. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Makmur Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi .Penentuan lokasi penelitian ini secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahsa di Desa Suka Makmur merupakan desa yang memiliki perkebunan kelapa sawit tua. Lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani terhadap peremajaan kelapa sawit. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan terhitung sejak tanggal 2 juni sampai dengan 2 juli 2012.Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja ( Purposive ). Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang memiliki kelapa sawit yang berumur tua. Metode yang digunakan dalam menentukan jumlah sampel adalah dengan menggunakan metode Slovin. Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 35 orang. ## METODE ANALISIS DATA Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden dan observasi yaitu metode pengamatan langsung dilokasi penelitian. Data sekunder dalam penelitian adalah data yang diperoleh dari Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Dinas Perkebunan Kabupaten Muaro Jambi, Badan Pusat Statistik (BPS) serta data dari kecamatan setempat. Data dan informasi yang diperoleh dijadikan bahan analisis merupakan data dan informasi utama dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Sumber data dalam penelitian ini adalah responden sedangkan informan hanya merupakan sumber data dan informasi pelengkap. Menurut Sitorus diacu dalam Muchlis (2004) responden dipilih secara sengaja ( purposive ) atas pertimbangan keterwakilan aspek permasalahan yang diteliti. Responden dan informan dinilai mampu memberikan data dan informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. In depth interview dilakukan untuk memperoleh data dan informasi dari informan yang dipandu oleh panduan wawancara atau questioner. Wawancara mendalam sering juga disebut dengan wawancara tidak terstruktur atau wawancara terbuka ( open in-depth interview ). Wawancara tidak terstruktur mirip dengan percakapan informal. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk- bentuk tertentu informasi dari semua informan, tetapi susunan kata dan urutanya disesuaikan dengan ciri setiap informan. Kegiatan observasi dilakukan untuk mengamati kondisi lingkungan dan masyarakat di sekitar usahatani kelapa sawit serta mengamati kegiatan dan aktifitas petani sehari - hari. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Petani Dalam melakukan penelitian tentang persepsi petani terhadap peremajaan kelapa sawit, diperlukan berbagai identitas petani responden didaerah penelitian. Identitas petani responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi nama, umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengalaman berusahatani, dan luas lahan yang dimiliki. ## Umur Petani Umur akan mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berfikir seseorang. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tua umur seseorang semakin rendah kemampuan fisik dan produktifitas kerjanya. Demikian sebaliknya, orang yang masih muda dan sehat fisiknya akan memiliki produktifitas kerja yang tinggi. Begitu juga halnya yang terjadi pada petani, usia akan mempengaruhi kemampuan, produktivitas kerja, bertindak dan mencoba. Umur Petani dapat dilihat pada tabel berikut : ## Tabel 1. Distribusi Frekuensi Petani Responden Berdasarkan KelompokUmur di Daerah Penelitian Tahun 2012 No Selang Kelas Umur (Tahun) Jumlah Petani (KK) Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 34 - 39 40 - 45 46 - 51 52 - 57 58 - 63 64 - 71 8 9 6 7 3 2 22,8 25,8 17,1 20 8,5 5,7 Jumlah 35 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa umur responden di daerah penelitian yang berusia produktif yaitu berkisar antara 34 -51 tahun sebesar 65,7 persen dari total keseluruhan responden sedangkan umur petani responden yang yang termasuk usia tidak produktif sebanyak 34,2 persen dari total keseluruhan umur petani responden. Menurut Vacca dan Walker dalam Mardikanto (1993), mengatakan bahwa selaras dengan bertambahnya umur seseorang akan menumpuk pengalaman- pengalamannya yang merupakan sumber daya yang sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar lebih lanjut. Salah satu karakter individu yang dapat diperbaiki adalah tingkat pendidikan. Pendidikan merupakan proses penyampain ilmu, pengetahuan, sikap maupun keterampilan seseorang yang dilaksanakan secara terencana, sehingga diperoleh perubahan dalam meningkatkan taraf hidup. Menurut Hernanto (1998), keterbatasan tingkat pendidikan mempengaruhi cara berfikir atau menolak hal-hal baru. Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan seorang petani,maka dia akan memiliki pengetahuan atau wawasan yang lebih luas dan didukung oleh pengalaman kerja yang dimiliki, maka seorang petani sudah memiliki nilai plus dalam melaksanakan usahataninya. Salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan dan pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang dimaksud disini adalah tingkat pendidikan formal petani responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : ## Tabel 2. Distribusi Frekuensi Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Daerah Penelitian Tahun 2012 Tingkat Pendidikan Frekuensi (Orang) Persentase (%) SD/Sederajat 12 34,3 SLTP/Sederajat 9 25,7 SLTA/Sederajat Diploma/Sederajat Sarjana 14 - - 40 - - Jumlah 35 100% Dari tabel di atas diuraikan bahwa responden memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi dimana persentase tertinggi yaitu SLTA sederajat sebesar 40 persen, sedangkan yang memiliki persentase terendah yaitu tingkat pendidikan Diploma dan Strata 1 sederajat adalah sebesar 0 persen dari total keseluruhan petani responden didaerah penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel mengenai tingkat pendidikan ini, rata- rata adalah lulusan SD sampai SLTA hal ini karena pada masa dulu pendidikan belum begitu menjadi prioritas utama bagi masyarakat Kecamatan Sungai Bahar. Namun bagi mereka walaupun orang tua banyak yang hanya lulus SD, tetapi mereka giat menyekolahkan anaknya ketingkat yang lebih tinggi lagi.Hasilnya rata- rata anak petani responden sekarang banyak yang sudah bersekolah tinggi, dengan minimal lulusan SMA sehingga anak-anak mereka bisa mendapatkan pekerjaan sesuai yang diinginkan. Kemudian anak – anak mereka juga tidak hanya sekolah hingga SMA, akan tetapi banyak yang hingga Perguruan Tinggi. ## Luas Lahan Lahan merupakan faktor produksi yang utama dalam berusahatani.Menurut Mubyarto (1989) luas lahan mempengaruhi petani dalam mengelola usahataninya. Luas lahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luas lahan yang digarap atau yang dikelola sendiri oleh petani dan keluarganya. Dengan demikian luas lahan yang banyak dan lahan tersebut dikelola dengan baik, maka petani akan memperoleh hasil yang tinggi. Luas lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam menunjang sebuah usahatani. Tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada usahatani kelapa sawit sangat dibutuhkan karena lahan merupakan salah satu media atau tempat yang dibutuhkan untuk melakukan usahatani kelapa sawit. Semakin luas lahan yang diusahakan maka akan semakin tinggi tingkat produksi dan pendapatan kesatuan luasnya ( Ken Suratiah, 2006 ). Untuk mengetahui luas lahan yang diusahakan petani sampel di Desa Suka Mkamur adalah sebagai berikut : Tabel 3. Frekuensi Luas Lahan Petani Kelapa Sawit di Daerah Penelitian Tahun 2012 No Luas Lahan (Ha) Frekuensi (KK) Persentase (%) 1 2 3 2-4 4-6 6-8 19 11 5 54,3 31,4 14,3 Jumlah 35 100 Berdasarkan Tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar petani sampel di daerah penelitian memiliki luas lahan usahatani kelapa sawit yang terbanyak adalah 2-4 Ha yaitu 54,3 persen dari total responden. Artinya secara umum rata-rata petani dilokasi penelitian memiliki usahatani kelapa sawit seluas 2-4 Ha.Dengan luas lahan kelapa sawit tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena didaerah penelitian berusahatani kelapa sawit adalah mata pencarian utama bagi penduduknya. Menurut Hernanto (1979), bahwa luas lahan akan mempengaruhi pendapatan, taraf hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat petani. Pengalaman Berusahatani Pengalaman seseorang akan dapat dijadikan tolak ukur untuk pengembangan dimasa yang akan datang. Semakin lama berusahatani, maka semakin berpengalaman dalam berusahatani.Pengalaman berusahatani merupakan salah satu hal yang penting bagi petani kelapa sawit dalam keterampilan untuk mengelola usahataninya. Pada umumnya semakin lama berusaha tani maka semakin terampil petani tersebut dalam mengelola usahataninya. Berdasarkan hasil wawancara petani di Kecamatan Sungai Bahar secara umum mengusahakan komoditi kelapa sawit sejak tahun 1982/1983 dengan perkembangan yang begitu pesat dari tahun-ketahunnya. Pengalaman berusahatani kelapa sawit dapat di lihat pada tabel : ## Tabel 4. Frekuensi Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani di Daerah Penelitian Tahun 2012 No Pengalaman (Tahun) Frekuensi (KK) Persentase (%) 1 2 1-10 >10 23 12 65,7 34,3 Jumlah 35 100 Dari table di atas dapat dilihat bahwa petani kelapa sawit yang berpengalaman antara 1-10 tahun adalah sebanyak 65,7 persen dari total jumlah petani responden dan petani yang memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun lebih rendah yaitu 34,3 persen. Petani kelapa sawit di Desa Suka Makmur pada umunya memiliki pengalaman yang belum lama. ## Jumlah Anggota Keluarga Petani Sampel Keluarga merupakan komunitas terkecil didalam masyarakat.Keluarga terdiri dari beberapa anggota yaitu suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama dalam satu keluarga dan sekaligus menjadi tanggungan kepala keluarga.Jumlah anggota keluarga sangat berperan dalam pengelolaan usahatani karena semakin banyak jumlah anggota keluarga petani, maka semakin banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Hernanto (1998), mengatakan bahwa besarnya anggota keluarga akan berpengaruh dalam kegiatan usahataninya, petani yang memiliki keluarga yang terbesar akan memakainya untuk kegiatan usahataninya, sehingga tidak memakai tenaga upahan. Besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi sumber potensi bagi kegiatan usahataninya. Karena anggota keluarga merupakan salah satu sumber daya manusia yang berpotensi sebagai tenaga kerja dalam mengelola usahataninya.Anggota keluarga merupakan potensi tenaga kerja dalam pengelolaan usahataninya, distribusi anggota keluarga petani secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Distribusi Frekuensi Petani Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Daerah Penelitian Tahun 2012 No Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Jumlah Kepala Keluarga (KK) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 2 – 3 4 – 5 6 – 7 8 – 9 17 11 5 2 48,6 31,4 14,2 5,8 Jumlah 35 100 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah keluarga petani terbanyak 2-3 orang yaitu 48,6 persen. Artinya bahwa jumlah anak dalam suatu keluarga pada umumnya 2 - 3 orang, besarnya anggota keluarga akan berpengaruh dalam jumlah biaya yang dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja disampimg itu jumlah anggota keluarga petani yang tersedia akan dicurahkan atau dikerahkan untuk kegiatan usahatani cukup banyak, sehingga dapat menghasilkan pengelolaan usahatani yang lebih baik. Hernanto (1998), mengatakan bahwa besarnya anggota keluarga akan berpengaruh dalam kegiatan usahataninya, petani yang memiliki keluarga yang terbesar akan memakainya untuk kegiatan usahataninya, sehingga tidak memakai tenaga upahan. Besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi sumber potensi bagi kegiatan usahataninya. Karena anggota keluarga merupakan salah satu sumber daya manusia yang berpotensi sebagai tenaga kerja dalam mengelola usahataninya. ## Persepsi Petani Terhadap Peremajaan Kelapa sawit Menurut Davidof dan Roger yang diacu dalam Walgito (2010) persepsi merupakan aktivitas yang integral dalam diri individu, maka yang ada dalam individu akan ikut aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berfikir (pengetahuan), pengalaman individu yang tidak sama, maka dalam mempersepsikan sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dengan kata lain persepsi bersifat individual. Penelitian ini meliputi tiga aspek. Aspek pertama ialah aspek ekonomi, berkaitan dengan modal serta jaminan hidup kedepannya bagi petani dan keluarga serta pertimbangan petani dari segi biaya yang akan digunakan didalam kegiatan peremajaan ini dan dalam kurun waktu lama petani tidak akan mendapatkan hasil dari perkebunan mereka dan secara tidak langsung petani tidak memiliki pendapatan seperti biasanya. Aspek kedua yaitu aspek sosial, sejak lahir manusia tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya, manusia akan selalu menerima rangsangan dari luar dirinya dan lingkungan ini sangat mempengaruhi bagaimana petani mengambil kesimpulan tentang objek yang dilihatnya. Aspek selanjutnya yaitu aspek teknis serta aspek kesesuaian lahan yang sebelumnya lahan tersebut bekas tanaman lama, dilihat dari sifat kimia dan unsur hara tanah yang telah berubah ataupun berkurang, aspek ini merupakan bagian dari aspek teknis. ## Aspek Ekonomi Modal Dalam melakukan usahataninya aspek ekonomi merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan, hal ini dikarenakan berkaitan dengan penghasilan dan biaya-biaya yang dibutuhkan dalam kegiatan usahataninya. Pada umumnya dilokasi penelitian ini petani melakukan kegiatan usahataninya dengan modal sendiri. Kegiatan peremajaan ini dinilai satu-satunya cara terbaik yang mereka lakukan agar kegiatan usahatani kelapa sawit akan tetap berlanjut. Dari segi ekonomi kegiatan peremajaan memang membutuhkan biaya perawatan yang banyak tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah bagi petani karena kegiatan peremajaan yang mereka lakukan dengan metode tebang pilih, untuk tanaman yang tua tetapi masih menghasilkan tidak langsung ditebang akan tetapi mereka menanam tanaman baru disela-sela tanaman lama sehingga selain hemat waktu juga hemat biaya perawatan. Dari berbagai alasan yang disampaikan petani dalam penelitian ini, dapat dilihat alasan yang dominan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 6. Frekuensi Alasan Petani Mempersepsikan Komoditi Kelapa Sawit Menguntungkan dari Aspek Ekonomi, Tahun 2012 No Alasan Frekuensi (KK) Presentase (%) 1 2 3 4 5 Hemat Tenaga Kerja Masa Tunggu Panen cepat Upah panen murah Harga sawit menguntungkan Harga bibit lebih murah 12 10 8 7 3 30 25 20 17,5 7,5 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa alasan petani mempersepsikan komoditi kelapa sawit menguntungkan dari segi ekonomi sehingga mempengaruhi minat mereka untuk tetap membudidayakannya dengan tetap meremajakan tanaman kelapa sawit bervariasi yaitu petani yang menyatakan bahwa komoditi kelapa sawit lebih hemat tenaga kerja berjumlah 30 persen dari total jumlah petani responden dari seluruh total yang diteliti. Alasan ini karena pada saat membudidayakan kelapa sawit mereka hanya melakukan perawatan satu bulan sekali untuk pembersihan di sekitar tanaman, sedangkan untuk pemupukan dilakukan 3 bulan sekali dan uttuk luas lahan satu hektar jumlah pohon sawit hanya 150 batang dengan siklus panen dua minggu sekali. Petani yang berpendapat masa tunggu panen kelapa sawit lebih cepat yaitu sebesar 25 persen dari total seluruh sampel yang diteliti. Komoditi kelapa sawit pada umur 3 tahun sudah bisa menghasilkan buah pasir yang dapat petani gunakan untuk kebutuhan keluarganya, pada usia 5 tahun sudah menghasilkan buah yang normal. Dibandingkan dengan komoditi karet yang membutuhkan waktu selama 5 tahun dengan diameter batang 45 cm dengan ketebalan kulit 7 mm dan berbagai ketentuan lainnya agar umur ekonomi tanaman, produktivitas dan kualitas lateks atau getah bisa dipertahankan. (Didit Heru. 2010) Petani yang berpendapat upah panen sawit lebih murah sebesar 20 persen dari total seluruh responden yang diteiti. Harga panen sawit di Desa Suka Makmur bervariasi dan berkisar antara Rp 1000 sampai Rp 1500 per tandan.Sedangkan untuk komoditi karet pemelik kebun mendapatkan separuh dari hasil panen getah atau lateks.Artinya setiap kali memanen pemilik kebun mendapat 50 persen dari total 100 persen hasil panennya. Petani yang berpendapat harga sawit menguntungkan berjumlah 17,5 persen dari total keseluruhan responden yang diteliti. Harga kelapa sawit yang berfluktuasi pada saat ini menimbulkan masalah tersendiri dikalangan petani.Pada saat harga kelapa sawit turun maka kondisi tersebut sangat tidak menguntungkan bagi petani karena tidak sesuai antara biaya produksi yang mereka keluarkan dengan keuntungan yang mereka peroleh. Petani yang berpendapat bahwa harga bibit kelapa sawit relatif murah berjumlah 7,5 persen dari total seluruh responden yang diteliti. Dengan alasan kebutuhan bibit kelapa sawit per hektar hanya sebesar 150 batang sedangkan harga persatuan bibit kelapa sawit hanya Rp 25.000. Dibandingkan dengan tanaman karet yang membutuhkan bibit 500 batang per ha dengan harga 3000 per batang, dari hitungan diatas lebih murah harga bibit karet, akan tetapi dari segi perawatan kelapa sawit tetap lebih membutuhkan dana yang lebih besar dibandingkan dengan kelapa sawit. Dari beberapa petani yang menyatakan bahwa komoditi kelapa sawit menguntungkan dari aspek ekonomi, terdapat juga beberapa petani yang menilai sebaliknya dikarenakan berbagai alasan yaitu perawatan, kebutuhan pupuk yang rutin dilakukan terkadang pupuk yang dibutuhkan langka dan harganya cukup mahal sedangkan harga kelapa sawit sangat fluktuatif ketika harga sawit mahal maka kebutuhan kegiatan usaha tani dapat terpenuhi sedangkan ketika harga sawit rendah maka petani mengalami kerugian karena tidak sebanding antara kebutuhan dengan pendapatan. ## Jaminan Hidup Jaminan hidup yang dimaksud disini adalah bagaimana petani memiliki anjungan atau modal untuk membiayai semua kebutuhan dimasa mendatang ketika petani telah melakukan kegiatan peremajaan. Sebagian petani yang diteliti tidak memiliki tabungan ketika mereka melakukan peremaajaan mereka akan berusaha mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena alasan inilah sebagian petani melakukan kegiatan peremajaan dengan metode tebang pilih dan sisipan, dengan harapan bahwa tanaman lama masih memiliki penghasilan atau produksi walaupun sangat rendah. Tabel 7. Frekuensi Ketersediaan Tabungan Petani untuk Jaminan Hidup kedepan di Desa Suka Makmur, Tahun 2012 No Unit usaha lain Frekuensi (KK) Persentase (%) 1 Ada 7 20 2 Tidak Ada 28 80 Jumlah 35 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa petani yang memiliki tabungan dan unit usaha dibidang lain hanya sebesar 20 persen dari total petani responden yang diteliti, sedangkan sisanya 80 persen petani tidak memiliki tabungan. Mereka hanya mengandalkan kebun kelapa sawit. ## Pendapatan Penghasilan merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh yang dapat digunakan untuk konsumsi dan menambah kekayaan.Sebagian besar masyarakat Desa Suka Makmur memilki pendapatan disektor pertanian khususnya komoditi tanaman kelapa sawit. Di Desa Suka Makmur saat ini produksi tanaman mulai menurun itu artinya bahwa pendapatan masyakat turut serta terjadinya penurunan hal ini karenakan faktor usia tanaman kelapa sawit yang sudah tua. Petani di daerah penelitian kini memilih untuk membuka usaha kecil seperti membuka bengkel, bertani tanaman hortikultura, dan berdagang. Tabel 8. Jenis Pendapatan lain Petani Di Desa Suka Makmur Kecamatan Sungai Bahar, Tahun 2012. No Jenis Pendapatan lain Petani (KK) Persentase (%) 1 Membuka bengkel 3 8,6 2 Bertani Tanaman Hortikultura 24 68,5 3 Berdagang 8 22,9 Jumlah 35 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa petani yang memiliki usaha selain perkebunan kelapa sawit adalah membuka usaha bengkel yaitu sebesar 8,6 persen dari total keseluruhan petani responden, sementara petani yang memiliki pendapatan dari usaha berkebun tanaman hortikultura sebesar 68, 5 persen, sedangkan sisanya petani memilih berdagang sebesar 22,9 persen. Aspek Sosial Masyarakat di Desa Suka Makmur Kecamatan Sungai Bahar merupakan masyarakat yang homogen, masyarakat desa suka mamur mayoritas mengusahakan usahatani tanaman kelapa sawit, peremajaan tanaman kelapa sawit dilakukan oleh masyarakat berdasarkan informasi yang didapatkan dari media informasi berupa berita. Dari informasi yang didapatkan oleh salah satu petani akan tersalurkan pada saat mereka sedang berkumpul. Keputusan petani untuk melakukan peremajaan kelapa sawit juga dipengaruhi oleh informasi yang mereka dapat dari lingkungan sosial.Selain itu tingkat pendidikan petani juga mempengaruhi aspek sosial dalam kegiatan peremajaan ini, pendikan yang dimaksud disini yaitu pendidikan non formal yang mereka dapatkan dilapangan, baik yang disampaikan oleh PPL maupun sesama anggota kelompok tani. ## Sejarah Tanaman Kelapa Sawit Sejarah dimulainya pengembangan kelapa sawit di Provinsi Jambi tahun 1980an. Pengusahaan kelapa sawit mulai diusahakan oleh Perusahaan Negara (PTP) tahun 1983/1984 dengan Pola PIR di Sei Bahar, Bunut, Sungai Merkanding dan Tanjung Lebar.Selanjutnya pengembangan kelapa sawit berjalan pesat dan secara nyata telah memberikan kontribusi terhadap penanggulangan kemiskinan, penggangguran dan pengembangan wilayah. Saat ini luas kelapa sawit di Provinsi Jambi telah mencapai 532.293 Ha, dengan komposisi tanaman belum menghasilkan seluas 110.259 Ha, tanaman menghasilkan seluas 417.304 Ha dan tanaman tua/rusak seluas 4.730 Ha. Produksi kelapa sawit dalam bentuk CPO 1.426.081 Ton dengan produktifitas 3.417 kg/Ha/tahun. Perkembangan komoditi kelapa sawit di daerah setempat dimulai dari masuknya beberapa perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit. Di kecamatan sungai bahar sendiri pembukaan areal serta penanaman kelapa sawit dimulai sejak tahun 1985. Di Desa Suka Makmur masyarakat mulai mengembangkan usahatani kelapa sawit di mulai dengan adanya perusahaan yang menawarkan pola kemitraan kepada mereka Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumberdaya manusia dan merupakan penentu utama kualitas sumberdaya manusia.Makin tinggi pendidikan seseorang, maka kualitas kerjanya juga semakin meningkat.Dari data yang diperoleh sebagian besar petani kelapa sawit didaerah penelitian berpendidikan SLTA dan SD sederajat. Tabel 9. Distribusi Frekuensi Petani Responden Berdasarkan Kelompok Tingkat Pendidikan di Daerah Penelitian Tahun 2012 Tingkat Pendidikan Frekuensi (Orang) Persentase (%) SD/Sederajat 12 34,3 SLTP/Sederajat 9 25,7 SLTA/Sederajat Diploma/Sederajat Sarjana 14 - - 40 - - Jumlah 35 100% Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendidikan tertinggi di daerah penelitian adalah SLTA sederajat yaitu sebesar 40 persen, sedangkan SLTP sederajat yaitu sebesar 25,7 persen, dan untuk SD sederajat sebesar 34,3 persen. Dari hasil wawancara dengan petani responden maka pendidikan tertinggi di daerah penelitian adalah SLTA sederajat dan SD sederajat ini dikarenakan jaman dahulu pendidikan bukan menjadi prioritas utama bagi masyarakat.Tetapi untuk masa sekarang anak-anak petani telah banyak mengalami perubahan, petani sangat giat menyekolahkan sampai ke jenjang pendidikan yang tinggu seperti D3 ataupun Strata 1.Hal ini bertujuan karena petani menginginkan anak mereka mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan mereka. Kesehatan Kesehatan dan gizi merupakan bagian dari indikator kesejahteraan penduduk dalam hal kualitas fisik.Indikator tersebut meluputi angka kematian bayi dan angka harapan hidup yang menjadi indicator utama. Selain aspek yang penting yang turut mempengaruhi kualitas penduduk adalah status kesehatan antara lain diukur melalui angka kesakitan dan status gizi. Di daerah penelitian memiliki sarana dan prasarana kesehatan yang cukup memadai, selain adanya Puskesmas setempat juga adanya bidan-bidan desa serta praktek dokter. Aspek Teknik Aspek teknik merupakan hal yang sangat penting karena berhubungan dengan pengelolaan, budidaya serta teknologi yang digunakan dalam proses Peremajaan. Untuk melihat aspek teknis pengetahuan petani dapat digolongkan menjadi dua yaitu petani yang memiliki pendapat dalam kegiatan peremajaan teknisnya sangat mudah dan petani yang berpendapat bahwa aspek teknis dalam kegiatan peremajaan Kelapa Sawit sulit. ## Tabel 10. Frekuensi Persepsi Petani Terhadap Peremajaan Komoditi Kelapa Sawit Dari Aspek Teknis, Tahun 2013 No Kategori Frekuensi (KK) Persentase (%) 1. 2. Mudah Sulit 26 9 74.2 25.8 Jumlah 35 100 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar petani mempersepsikan kegiatan peremajaan kelapa sawit yang meliputi kegiataan pengelolaan, penanaman serta teknologi yang digunakan cukup mudah. Petani yang mempersepsikan aspek teknis kegiatan peremajaan kelapa sawit mudah sebanyak 74,2 persen dari jumlah petani responden selain itu petani mempersepsikan pengelolaan, dan teknologi kegiataan peremajaan kelapa sawit sulit. ## Keterampilan Keterampilan teknis merupakan keterampilan utama yang berkaitan dengan kegiatan produksi.Untuk penanaman kembali mereka menggunakan teknik tebang pilih dimana untuk kelapa sawit yang masih berbuah mereka memberikan sisipan tanaman muda dan tanaman tersebut mereka rawat seperti tanaman sebelumnya, dengan rutin memberikan pupuk per 3 bulan sekali. Untuk tanaman yang sangat tua dan tidak menghasilkan lagi mereka tebang kemudian diganti dengan tanaman muda. Kegiatan seperti ini dianggap mudah mereka lakukan, selain mereka masih mendapatkan hasil dari kelapa sawit tua tersebut cara ini juga sangat mudah untuk dilakukan. Untuk tekhnis peremajaan di Desa Suka Makmur ada banyak penawaran tekhnis yang diberikan, seperti teknis underplanting, teknis konvensional biasa dan bertahap serta teknis konvensional dengan pola tumpang sari. ## IMPLIKASI PENELITIAN Penelitian yang telah dilakukan memperjelas bahwa persepsi petani terhadap kegiatan peremajaan kelapa sawit ini cukup beragam ditinjau dari 3 aspek yang diteliti dintaranya yaitu aspek ekonomi, berkaitan dengan modal serta jaminan hidup kedepan bagi petani, aspek sosial berkaitan dengan sejarah berkembangnya kelapa sawit di daerah penelitian, pendidikan serta kesehatan dan aspek teknik berkaitan dengan keterampilan petani dalam kegiatan peremajaan. Pentingnya melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi petani terhadap kegiatan peremajaan kelapa sawit di Desa Suka Makmur Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi. Dengan diketahui hal tersebut, diharapkan dapat menjadi masukan terhadap langkah-langkah yang perlu diambil petani ketika mereka menyadari bahwa usia kelapa sawit mereka sudah sangat tua. Selain itu agar dapat menjadi pertimbangan bagi kebijakan pemerintah dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan usahatani kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi. Desa Suka Makmur merupakan salah satu desa yang memiliki perkebunan kelapa sawit tua. Dari jumlah petani yang memiliki rencana untuk melakukan peremajaan kelapa sawit desa ini merupakan desa yang memiliki petani yang paling banyak untuk melaksanakan kegiatan peremajaan ini. Salah satu harapan besar petani di desa ini adalah perhatian pemerintah terhadap kondisi perkebunan mereka, kesiapan modal dan kegiatan penyuluhan terkait peremajaan kelapa sawit. Untuk membentuk persepsi yang baik tentang peremajaan komoditi kelapa sawit maka harus dilakukan penyuluhan dari PPL dan pemerintah yang terkait, karena di daerah penelitian ini petani kurang memiliki pengetahuan dan wawasan tentang peremajaan kelapa sawit, karena memang kegiatan peremajaan kelapa sawit ini pertama kalinya akan dilakukan di Kecamatan Sungai Bahar ini. Berdasarkan informasi yang didapat dari petani di daerah penelitian sejauh ini belum ada perhatian dari pihak pemerintah maupun PPL di Kecamatan tersebut. ## KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukan bahwa Persepsi Petani Terhadap Peremajaan Kelapa Sawit pada umumnya mempersepsikan kegiatan ini sulit dilakukan, modal yang tidak sedikit menjadi faktor utama munculnya alasan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani yaitu Faktor ekonomi berkaitan dengan modal, jaminan hidup serta pendapatan, faktor sosial yang berkaitan dengan pendidikan, sejarah dan kesehatan serta faktor teknik yaitu keterampilan. ## UCAPAN TERIMA KASIH Kepada Bapak Muhammad Ilyas Lubis (Kepala Desa Suka Makmur), Bapak Tarmidji, Wanto, dan masyarakat Desa Suka Makmur, Badan Pusat Statistik Kabupaten maupun Provinsi, Dinas Perkebunan Kabupaten Muaro Jambi, Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, serta instansi terkait yang telah banyak membantu saya dalam penelitian ini. ## DAFTAR PUSTAKA Badan pusat statistic. 2011. Jambi dalam Angka. BPS Provinsi Jambi Badan Pusat Statisik. 2011. Muaro Jambi Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Jambi. Dinas Perkebunan Muaro Jambi. 2008. Luas Perkebunan, Produksi dan Produktivitas Komoditi Kelapa Sawit Perkecamatan di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2008 Fauzi, Yan,Yustina Erna Widyastuti, dkk. 2008. Kelapa Sawit Budidaya dan Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Refika Aditama. Bandung. Hernanto, Fadholi. 1996 Ilmu Usahatani. Penerbit Swadaya. Jakarta. Mardikanto, Totok. 2009. Membangun pertanian Modern. Universitas Sebelas maret. Surakarta. Mosher, Athur. 1991. Menggerakan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Muchlis, fuad. 2009. Kredibilitas Fasilitator dan Komunikasi Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Pada Implementasi PNPM Mandiri Pedesaan di Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi) Thesis. Institut Pertanian Bogor. Nazir. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Pahan, Iyung. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. PS. Jakarta Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung Sukamto.2008. Kiat Meningkatkan Produktifitas dan Mutu Kelapa Sawit. PS. Jakarta 2002. Kamus Pertanian. Aneka Ilmu. Semarang Sunarko.2008. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengelolaan Kelapa Sawit.Agro Media Pustaka. Jakarta Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI-Pres. Jakarta Suratiah, Ken. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta Van Den Ben, Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius.Yogyakarta. Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Penerbit ANDI. Yogyakarta Yan Fauzi. 2002. Kelapa Sawit Edisi Revisi Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Limbah analisi usaha. Penebar Swadaya. Jakarta
fe7fe97c-e38b-4ec1-83ec-30153810993f
https://e-journal.usd.ac.id/index.php/sintesis/article/download/2708/1894
NOVEL INDONESIA SETELAH 1998: DARI SASTRA TRAUMATIK KE SASTRA HEROIK ## Aprinus Salam ABSTRAK Tulisan ini membicarakan perkembangan novel Indonesia setelah 1998. Dengan demikian, kajian ini membicarakan lingkungan eksternal yang secara signifikan berpengaruh terhadap penulisan novel. Latar kondisi (diskursif) tahun 1965 hingga 1998 dipakai untuk membuktikan bahwa pada tahun-tahun tersebut novel Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh situasi eksternalnya. Novel Indonesia setelah tahun 1998 menunjukkan pergeseran dari sastra sastra traumatik ke sastra heroik. Sastra heroik ini bercirikan 1) tidak lagi melarikan kesalahan sejarah masa lalu, tetapi lebih mendesak untuk memperbaiki keadaan yang memperihatinkan pada saat ini, 2) cenderung tidak lagi merekonstruksi sejarah 3) mengambil setting pada masa Orba, 4) bercerita dalam suasana reaktif daripada reflektif, 5) terdapat ketegangan antara harapan reformasi dan kenyataan yang dihadapi 6) adanya semangat reformasi dengan tidak ada lagi hal yang perlu ditakuti. KATA KUNCI novel, sastra traumatik, sastra heroik ## 1. Pengantar Ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologi terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra, sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar sastra. Dalam hubungan ini, teks sastra tidak dianggap utama, teks sastra hanya merupakan epiphenemenon (gejala kedua). Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra (Damono, 1984: 2-5). Grebstein (1968: 161-169), yang teorinya disebut pendekatan sosio-kultural terhadap sastra, mengatakan bahwa dalam rangka memahami karya sastra secara komprehensif karya tersebut tidak Aprinus Salam adalah dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Bbudaya Universitas Gadjah Mada. Alamat korespondensi: Jl. Humaniora 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281. Email: aprinussalam@gmail.com , karya sastra bukanlah suatu gejala sastra yang b cenderungan spiritual ataupun kultural yang bersifa ruktur kekuasan tempat menusia tersebut hidup (Eagleton, 1983: 14). ## 2. Sa dapat dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya. Ia harus dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya, dan tidak hanya dirinya sendiri. Setiap karya sastra adalah hasil pengaruh timbal-balik yang rumit dari faktor-faktor sosial dan kultural, dan karya sastra merupakan objek kultural yang rumit. Bagaimanapun erdiri sendiri. Hal itu senada dengan apa yang dikatakan oleh Balibar dan Macherey (1987: 80, 84) bahwa fenomena karya sastra menjadi tidak ada di luar kondisi-kondisi sosial dan sejarahnya. Itu pula sebabnya, Grebstein mengatakan bahwa masyarakat, khususnya peneliti, dapat mendekati karya sastra dari dua arah, pertama, sebagai suatu kekuatan atau faktor material istimewa, dan kedua, tradisi yakni kecenderungan-ke t kolektif. Bentuk dan isi karya sastra dapat mencerminkan perkembangan sosiologis, atau menunjukkan perubahan-perubahan yang halus dalam watak kultural. Dengan demikian, teks sastra merupakan transformasi proses tawar-menawar kehidupan individual dengan dan dalam formasi sosial yang terjadi secara imajinari (Storey, 1993: 111-112; Payne, 1997: 37-41; Eagleton, 1983: 171-172). Sejalan dengan itu, teks sastra sebagai praktik sosial terjadi berkat dan dalam ideologi (Balibar dan Macherey, 1987: 84.). Dengan demikian, ideologi diartikan sebagai praktik-praktik yang dipercaya dan diyakini yang saling berhubungan dengan praktik dan st ## stra Traumatik Pada paruh kedua tahun 1965, terjadi peristiwa penting, dan ke depan sangat berpengaruh terhadap perkembangan sistem kenegaraan dan bermasyarakat di Indonesia, yakni apa yang biasa disebut peristiwa G 30 September (+PKI). Cukup banyak kajian dan tulisan yang mengkaji sebab musabab dan dampak dari peristiwa tersebut. Bukan konfliknya saja yang menakutkan, tetapi justru akibat dari perang internal tersebut. Warga Indonesia, yang memang terlibat atau tidak, yang sekadar ikut-ikutan, bahkan yang tidak tahu menahu telah ikut terbantai. Dalam perseteruan yang keras tersebut, sejumlah kajian mengatakan bahwa peristiwa tersebut telah membantai sekitar 500.000 hingga 1 juta orang Indonesia. Bahkan beberapa ___________________________________________________________________________________ listyo, 2000). Peristiwa tersebut menciptakan trauma bekep t yang erkolaborasi dengan negara. Cukup banyak orang Indon memonopoli kebenaran dan yang tidak ajinasi dan kreativitas masyarakat, dan kajian menyebutkan hingga 2 juta orang (Lihat kompilasi yang dilakukan Su anjangan yang hingga kini orang Indonesia masih merasakan dampaknya. Berdasarkan peristiwa itu, pada tahun 1966 Soeharto naik jadi kepala negara (presiden) dan segera melakukan berbagai konsolidasi. Dalam praktik politiknya, negara Orde Baru memanfaatkan peristiwa September 1965 tersebut untuk melakukan politik trauma. Soeharto mendapat legitimasi untuk membersihkan pemerintahannya, dan unsur-unsurnya dalam masyarakat, terhadap segala sesuatu yang berbau PKI dan membangun jaringan birokrasi dengan gaya militer dengan hierarki yang terstruktur ketat agar lebih mudah dikendalikan (Emerson, 1978). Akan tetapi, lebih dari itu, pembersihan yang dilakukan Soeharto adalah untuk mengamankan kemapanan kekuasaannya. Segala institusi atau elemen-elemen dalam masyaraka berpotensi menjadi satu institusi yang indenpenden, atau berpotensi mengganggu kekuasaan negara, bisa saja “di-PKI-kan”. Strategi lain yang dilakukan Soeharto adalah dengan memecah- mecah berbagai kekuatan dalam masyarakat menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, dikelompok-kelompokkan dalam berbagai kategori yang berbeda, penerapan birokratisasi, politik massa mengambang, UU SARA, UU Anti-Subversi, pengasastunggalan Pancasila, dan sebagainya. Kasus PPP, PDI, dan HMI yang dipecah-belah adalah contoh yang pantas dicatat. Institusi yang dependen tentu saja secara langsung b esia yang terlibat dalam kolaborasi tersebut dan menjadi abdi- abdi Orde Baru. Hal yang paling mungkin terjadi, dan sebagian besar telah terjadi, dalam konstruksi dan struktur kekuasaan seperti itu, sadar atau tidak, penguasa mampu menghegemoni masyarakat untuk merasa, berpikir, dan bersikap (beraktualisasi) sesuai dengan wacana penguasa. Konstruksi wacana yang berhasil dan sekaligus menjadi wacana utama hegemoni Orde Baru adalah negara menempatkan dirinya sebagai penafsir yang berasal dari negara dianggap tidak legitimate , bahkan sangat mungkin dianggap subversif. Posisi hegemonik negara itu tidak saja ditunjukkan lewat penguasaan negara dalam mengontrol setiap aspirasi dan aktivitas masyarakat, tetapi juga lewat perekayasaan praktik politik dengan mengontrol daya hidup im ___________________________________________________________________________________ sekali i ini banyak pula variannya. Akan tetapi, secara mengambil resiko untuk melepaskan diri dari frame masyarakat. Novel seperti itu punya alasan untuk bebas dari tekanan dan kontrol kekuasaan gus sebagai kontrol terhadap seluruh wacana kebudayaan (Latif dan Ibrahim, 1996). Sebagai akibatnya, berbagai kondisi itu secara langsung berpengaruh terhadap para pengarang dan calon pengarang di Indonesia. Mereka yang tidak mampu memenuhi kriteria dan norma yang dikondisikan Orde Baru, biasanya generasi yang lebih muda, lari ke aktivisme dalam kegiatan-kegiatan NGO atau LSM-LSM berkolaborasi dengan orang-orang kampus yang ingin bertahan dengan independensinya. Sebagian lain di antara anak-anak muda tersebut mengikuti organisasi kemahasiswaan dan kelompok- kelompok diskusi. Tentu saja LSM, organisasi kemahasiswaan, dan kelompok-kelompok diskus umum ia menjadi ajang bagi penggodokan untuk “melawan negera Orde Baru,” kelak. Dalam situasi itulah, sastra atau novel tahun-tahun 1970-an hingga 1990-an awal di Indonesia ditulis oleh para pengarangnya. Pada tahun 1970-an, sebagian anak muda yang menjaga independensi- nya, menulis novel yang kemudian dikategorikan sebagai sastra pop(uler). Generasi Ashadi Siregar muda, seperti Eddy D Iskandar, ANM Masardi, Yudhistira Ardi Nugraha, Teguh Esha, dan lain-lain, menulis novel-novel percintaan yang menyenangkan, tidak mengurus politik dan negara, seperti Cintaku Di Kampus Biru, Arjuna Mencari Cinta, Ali Topan Anak Jalanan , dan sebagainya. Booming minyak dan praktik pembangunan kapitalisme, sehingga menciptakan kelas menengah yang semakin kaya di beberapa kota, tak pelak menjadi setting penceritaan novel-novel populer pada waktu itu. Emosi anak muda pada waktu itu sama sekali tidak mau mengungkit trauma 1965 yang memakan korban ratusan ribu orang. Sastra menjadi sebuah pelarian traumatik. Kecenderungan lain dari pelarian terhadap trauma adalah munculnya novel-novel absurd (surealis) seperti diperlihatkan karya Kuntowijoyo, Khotbah di Atas Bukit , atau sejumlah karya Putu Wijaya yang cukup banyak itu. Sastra absurd cenderung membangun dunia sendiri, politik. Masyarakat yang membaca sastra 1970-an yang agak cengeng di satu pihak, dan absurd di pihak yang lain, menyebabkan banyak orang mengira bahwa sastra tidak dapat dijadikan sebagai “sarana” untuk melakukan berbagai konsolidasi dan resistensi terhadap ovel dengan cara bercinta di kota (kota besar), atau l g, Canting karya Arswe keberadaan negara yang semakin represif dan otoriter. Sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi skeptis terhadap sastra seolah sastra adalah sekadar dunia yang menghibur secara ringan dari berbagai persoalan sehari-hari yang menekan, atau justru membuat dunia sendiri yang “mengada-ada”. Pada waktu itu, pada 1970-an akhir dan 1980-an awal, memang terjadi krisis keberadaan, peran, dan fungsi sastra, dan sempat menjadi ramai dalam tema “keterpencilan sastra Indonesia”. Sastra masuk ke dalam lorong-lorong sempit yang tidak jelas muaranya. N ari ke dunia antah barantah ternyata justru menyenangkan penguasa Orde Baru. Pada tahun 1980-an, belajar dari “keterpencilan sastra” dari frame masyarakat, kepengarangan diambil alih oleh sekelompok pengarang yang memiliki komitmen terhadap masalah-masalah sosial yang lebih kontekstual dan membumi. Kemudian, muncul isu sastra warna lokal dengan basis pemikiran sastra kontekstual (Heryanto, 1985). Dalam prosesnya, terjadi desentralisasi penulisan novel yang meliputi tema, fakta cerita, dan sarana penceritaan. Kemudian, muncul novel-novel yang kelak disebut dengan sensivitas lokal yang tinggi (Istilah yang diperkenalkan oleh Kuntowijoyo). Pada dekade 1980-an hingga tahun 1990-an awal secara berturut- turut muncul novel seperti Bumi Manusia yang terbit pada tahun 1980, dan beberapa tahun kemudian terbit novel lain dari Toer sebagai bagian dari tertralogi Pulau Buru. Pada tahun-tahun berikutnya terbit Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi A ndo, Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, Para Priyayi yang ditulis Umar Kayam, dan sebagainya. Tetralogi Bumi Manusia karena melanggar koridor yang dibangun negara Orde Baru, novel tersebut dibredel. Walaupun ber- setting masa kolonial, novel ini melakukan kritik ideologis dan budaya sehingga secara langsung menyindir kekuasaan Orde Baru. Dalam trilogi Dukuh Paruk, nasib tokoh dan masyarakat Desa Paruk digambarkan sebagai korban dari peristiwa 1965. Dikatakan korban karena sebetulnya mereka tidak tahu menahu urusan politik. Mereka (Srintil dan kawan-kawan) hanya meronggeng dan yang menanggap mereka adalah partai yang kelak kalah dalam perseteruan tersebut sehingga dilarang negara yang berkuasa. Canting menyinggung peristiwa 1965 secara dingin dan tak acuh. Kebetulan Pak Bei, salah satu tokoh utama dalam Canting , adalah pendukung setia negara, baik negara Orde Lama maupun Orde Baru. Kayam dalam Para eristiwa trauma 1965 itu dinilai Foulcher (1987) sebagai kebera tang aspirasi politiknya, tidak boleh istiwa apa pun yang terjadi di sebuah tempat nun ja enceritaan seperti karya Linus Suryadi AG dalam Priyayi mencoba mengklarifikasi peristiwa 1965, ketika sejumlah tokohnya, terutama Harimurti, masih sedang mahasiswa. Harimurti mengaku kalah dan salah dan dia sempat dihukum. Kecenderungan mengungkit p nian yang sangat terbatas dengan sensor diri-sendiri yang sangat kuat. Seperti diketahui, novel pada tahun 1980-an hingga 1990-an awal sebagian besar ber- setting -kan pedesaan atau kota kecil. Sudah menjadi pengetahuan bahwa kekuasaan politik rezim Orde Baru demikian kuat dan mencengkram. Kekuasaannya meliputi dan menembus berbagai aspek kehidupan. Orang tidak memiliki keleluasaan berbicara/bercerita ten mewacanakan sesuatu yang sensitif atau bersentuhan dengan politik kekuasaan pusat (nasional). Salah satu siasat untuk seolah menjauh dari jangkauan kekuasaan politik pusat, para pengarang memindahkan lokasi penceritaan ke desa-desa (atau kota-kota kecil), peristiwa dilokalisasikan sebagai peristiwa kecil di sebuah tempat yang tidak begitu penting, dengan tokoh-tokoh lokal, dengan urusan yang bersifat keseharian, masalah tradisi dan sosial yang sedang berubah. Tohari di awal cerita dalam Ronggeng Dukuh Paruk mengidentifikasi lokasi penceritaan di sebuah desa Paruk, bukan di tempat lain, dan tidak ada hubungannya dengan peristiwa yang terjadi di pusat politik. Umar Kayam dengan Para Priyayi melokalisasi cerita di sebuah tempat bernama Wanagalih dan sekitarnya. Per uh dari pusat kekuasaan, mungkin tidak akan mengganggu stabilitas nasional. Ada pula pengarang yang memulai cerita dengan memperkenal- kan bakal tokoh, tokoh lokal, orang kecil yang “ ndeso ”, sederhana, tidak berpikir macam-macam, apalagi memiliki prasangka-prasangka politik, misal novel Kuntowijoyo, Pasar yang diawal cerita memperkenal- kan tokoh Mantri Pasar. Atau gabungan keduanya memperkenalkan tokoh dan lokasi p Pengakuan Pariyem , juga dalam Burung-Burung Manyar karya Mangunwijaya. Akan tetapi, pembaca yang cukup jeli tentu mengetahui bahwa apa pun yang diceritakan dalam berbagai peristiwa di desa (kota kecil) itu, sebetulnya secara keseluruhan ingin menyindir bahwa telah terjadi pengerdilan, pembodohan, atau semacam sikap pelarian (eskapisme), dan bahwa berbagai cerita itu sedang menyindir 80- an da gan negara, terutama berhadapan dengan apartus negara. Wacan kelompok Soekarno berhadapan dengan kelompok militer yang d yang dituduh aparat atau antek kapitalis yang pro-negara, maka kekuasaan nasional yang menakutkan. Siasat itu ternyata sukses, banyak novel yang tidak terdeteksi sebagai sesuatu yang sebetulnya sangat politis. Akan tetapi, pilihan cerita seperti itu bukan tanpa risiko. Jalur aman yang dihadirkan oleh sebagian besar novel 19 n 1990-an awal menjadikan sastra seolah tidak memiliki sifat kritis. Mereka hanya menjadi bahan studi yang bersifat eksklusif. Dalam konteks itulah sastra menjadi sesuatu yang traumatik. Sastra traumatik adalah sastra yang ditulis dalam kenangan berdarah, dalam bayang-bayang ancaman negara menghancurkan musuh- musuh politiknya. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan peristiwa 1965, peristiwa itu ditulis tidak dalam rangka membela negara Orde Baru, tetapi lebih dalam semangat refleksi, semangat mengklarifikasi berbagai peristiwa, juga terjadi kompromi-kompromi. Aspek-aspek PKI tidak didramatisasikan sebagai sesuatu yang harus dipertentangkan, tetapi dipojokkan ke dalam satu posisi yang berhadapan dengan kepentin a seperti itu dapat dilihat dalam novel-novel seperti disebut di atas. Seperti diketahui, kembali terjadi peristiwa besar tahun 1998 yang juga sangat berpengaruh terhadap masa depan Indonesia. Peristiwa 1965 berbeda jauh dengan peristiwa 1998. Memang sama- sama memakan korban besar, tetapi korban 1998 jumlahnya jauh lebih kecil. Menurut perhitungan, selama pergolakan tersebut telah memakan korban antara 3500 hingga 5000 jiwa. Hal paling penting adalah substansi sebab dari terjadinya pergolakan itu. Pada 1965 yang bertarung adalah sekelompok elit dalam pertentangan ideologi yang keras, yang pada gilirannya melibatkan sebagian besar orang Indonesia. Artinya, pada mulanya, konflik itu bukan persoalan negara berhadapan dengan masyarakat, tetapi justru sekelompok elit tertentu ( iatur Soeharto) memanfaatkan masyarakat untuk kepentingan negara. Konflik pada tahun 1998 adalah konflik atau perang antara masyarakat melawan negara (Orde Baru). Kebencian masyarakat kepada negara Orde Baru yang militeristik, manipulatif, penuh dengan KKN, dan sebagainya (yang waktu itu jarang muncul ke permukaan) membuat pertentangan hanya berujung dalam dua oposisi besar, masyarakat melawan negara (Orde Baru). Jika pada tahun 1965 yang mati adalah mereka yang dituduh PKI atau mereka endukung mahasiswa/masyarakat yang sedang melaw enjadi pahlawan” terhadap upaya penumbangan rezim Orde Baru. 3. Sa if menjadi cerita yang biasa, misalnya terliha engan novelnya yang terken mereka yang mati pada tahun 1998 adalah mahasiswa atau masyarakat yang m an negara. Kemudian kekuasaan negara berganti dengan cepat kepada satu era reformasi yang dimulai oleh Habibie. Akan tetapi, Habibie dengan cepat terjungkal karena masih berbau Orde Baru. Muncullah secara berturut-turut tokoh-tokoh reformasi, yang pada masa Ode Baru adalah mereka yang disia-siakan seperti Abdurrahman Wahid dan Megawati. Orde Reformasi mencoba melakukan rekonsiliasi terhadap peristiwa traumatik 1965, dan hingga hari ini berbagai kajian tentang itu masih cukup banyak dilakukan (Budiawan, 2006). Hal yang utama dari Orde Reformasi adalah kekuasaan baru tidak dilandasi oleh peristiwa traumatik, tetapi justru peristiwa heroik. Hampir sebagian besar masyarakat merasa “m ## stra Heroik Dalam kondisi semangat “menjadi pahlawan” reformasi itulah novel-novel pada tahun 1998, dan setelahnya, mulai bermunculan. Kita tahu bahwa peristiwa 1998 adalah perang anak-anak muda melawan negara dan aparatus Orde Baru. Berbeda dengan novel- novel 1980-an dan 1990-an awal, novel-novel setelah 1998 sebagian besar justru diambil alih oleh anak-anak muda. Mereka menawarkan tema-tema yang jauh lebih beragam dibandingkan sebelumnya. Jalur bercerita dengan gaya kritik ideologis dan budaya model Toer yang pernah ditutup oleh Orde Baru kembali dibuka. Masalah-masalah etnis dan atau SARA yang sensit t dalam novel Liem Hwa . Sekelompok pemuda/di di Jakarta (Forum Lingkar Pena) menawarkan cerita-cerita dakwah dengan semangat menegakkan syariat Islam, suatu hal yang riskan pada masa Orde Baru karena bisa dianggap subversif memberikan hukum tandingan selain hukum yang dibangun negara. Novel-novel dari penulis Forum Lingkar Pena cukup banyak antara lain karya-karya Asma Nadia (Asmarani Rosalba) seperti Rembulan di Mata Ibu (Mizan, 2001) dan Dialog Dua Layar (Mizan, 2002), atau Helvy Tiana Rosa d al Ketika Mas Gagah Pergi (Mizan, 2000). Sebagian anak muda yang lain mengabaikan nasionalisme dan memilih menjadi warga dunia atau warga dunia maya, seperti ___________________________________________________________________________________ ng menyebabkan orang “dikir yakni pada masa-masa sekarang. Bebera terpela i bagian dari suksesnya negara (Orde Baru) mengh tampak pada Saman dan Supernova . Hal itu terjadi, di samping pengaruh langsung perkembangan teknologi dan globalisasi, juga sebagai satu dampak dari kekecewaan generasi muda terhadap negara Orde Baru Indonesia. Secara sinis Saman tidak ketinggalan menyindir kekuasaan ABRI, wacana kuasa ya ikan”, dan berbagai perlawanan terhadap institusi-institusi nilai yang mapan yang dibangun Orde Baru. Dari sekitar 50 buah novel yang sempat dijangkau, paling tidak hampir sebagian besar novel ber- setting -kan tahun-tahun setelah reformasi itu sendiri. Cerita-cerita banyak mempersoalkan kebobrokan negara, korupsi, nepotisme, kolusi, demonstrasi menentang ketidakadilan aparatus negara, kebusukan politik (nasional atau aparat pemerintah), dan sebagainya. Masyarakat juga dikritik dan digambarkan sebagai sangat rusak, tetapi kerusakan itu sebagai akibat produk negara Orde Baru. Kesemuanya itu diceritakan secara telanjang dan nyaris “vulgar”. Pada umumnya, rentang waktu penceritaan jauh lebih pendek, pa di antaranya memulai cerita pada masa Orde Baru, dan di selesaikan pada masa reformasi. Novel-novel beberapa tahun belakangan ini kembali memindah- kan lokasi penceritaan ke kota-kota (atau beberapa kota setingkat propinsi), lokasi yang sangat dekat dengan pusat kekuasaan. Mulai dari Saman, Supernova , dan sejumlah novel yang terbit pada tahun 2000-an seperti Ketika Lampu Berwarna Merah , Jejak Sang Pembangkang, Tapol , dan sebagainya. Para tokoh juga berganti, mereka relatif jar yang tahu politik, yang mengerti sosiologi dan demokrasi, yang memiliki pengetahuan cukup luas. Persoalan latar tempat penceritaan berkorelasi langsung dengan latar waktu penceritaaan. Novel-novel pada zaman Orde Baru, selain memiliki keengganan untuk bercerita dengan lokasi yang dekat dengan kekuasaan pusat, juga sebagian besar, mengalihkan waktu peceritaan pada masa lalu, masa penceritaan yang secara tidak langsung tidak berhubungan dengan kejadian-kejadian aktual pada masa Orde Baru. Artinya, kalau ada yang salah pada masa Orde Baru, yang salah bukan rezim Orde Baru, tetapi yang salah adalah masa lalu, masa penjajahan, atau masa Orde Lama. Saya merasa hal ini bukan sebaga egemoni para pengarang, tetapi lebih sebagai stretegi untuk mengamankan cerita. itu, cerita yang diusung Kuntowijoyo dan Tohari secara langsu al Eko a diperbaiki, tidak (reformasi di segala bidang kehidupan) dan kenyataan yang dihadapi. Semangat reformasi, dan tidak ada lagi kuti, menyelimuti sebagian besar novel-novel-novel kita ha Hal tersebut berbeda dengan novel-novel beberapa tahun belakangan. Novel-novel seperti, Orang-Orang Proyek (Ahmad Tohari, 2003)) , Wasripin dan Satinah (Kuntowijoyo, 2003)), Tuhan Tiri (Aris Wahyudi, 2003), Tanah Ombak (Abrar Yusra, 2003), Epigram (Jamal, 2006), Kabut dan Mimpi (Budi Sarjono, 2004), Kali Code, Pesan-Pesan Api (Mustofa W Hasyim, 2005), Memburu Matahari (Nadjib Kertapati Z, 2003), Gelombang Sunyi (Taufik Ikram Jamil, 2001), Tersentuh Ilalang (Afifah Afra, 2003), bercerita dengan waktu sekarang yang sedang terjadi. Memang, Ahmad Tohari dan Kuntowijoyo tetap dengan setting desa (kota kecil), tetapi waktu kejadiannya tidak masa lalu. Di samping ng dan eksplisit mempersoalkan kebusukan birokrasi (politik negara), partai-partai, atau proyek-proyek yang diselenggarakan oleh negara. Umar Kayam, generasi senior, seseorang yang sangat santun dalam menulis novel Para Priyayi (1992) pun tidak mau ketinggalan. Dalam Jalan Menikung (1999), dengan humor sarkatis dan ironis ia menyesali dan menelanjangi praktik politik Orde Baru, yang masih melakukan “operasi litsus” dan “tidak bersih”-nya sehingga seorang yang sangat briliyan, seperti Eko, anak Harimurti, tidak dapat bekerja di Indonesia karena Eko adalah anak mantan PKI. Padah dalah seseorang yang sangat mencintai Indonesia dan sangat ingin mengabdikan ilmunya di Indonesia. Karena bekerja di Indonesia sangat berbahaya bagi Eko, terpaksa ia bekerja di Amerika Serikat. Dengan demikian, novel-novel setelah 1998, suatu masa yang disebut reformasi, tidak lagi berandai-andai dengan melarikan kesalahan sejarah masa lalu, tetapi lebih mendesak untuk memperbaiki keadaan sekarang yang memperihatinkan dalam segala sisinya, segera. Novel reformasi cenderung tidak lagi “merekonstruksi sejarah”, tetapi berbagai kebusukan sekarang, seharusnya bisa segera perlu menyalahkan sejarah masa lalu. Beberapa novel mulai mengambil setting pada masa Orba sebagai awal mula berbagai kebrengsekan dan kebobrokan yang ditemukan sekarang. Memang, novel-novel reformasi lebih cenderung bercerita dalam “suasana” reaktif daripada reflektif. Terdapat sejumlah ketegangan antara harapan yang perlu dita ri-hari ini. ___________________________________________________________________________________ mengkritik mereka yang ti tidak dihadapkan dengan egara, maka pada sastra heroik masyarakat secara langsung di- hadapkan kepada negara atau khususnya elemen-elemen negara atau sifat-sifat yang berbau Orde Baru. ## 4. Penutup Sejumlah novel setelah tahun 1998 ingin saya sebut sebagai novel atau sastra heroik. Yang dimaksud dengan sastra heroik adalah penulisan novel dengan semangat “kepahlawanan” melawan atau membersihkan segala hal yang berbau Orde Baru, atau mencoba memerangi segala sesuatu yang dianggap bersifat seperti Orde Baru. Itulah sebabnya, sering ada selorohan untuk tidak disukai, yang mentang-mentang, seperti ungkapan “Wah, Orde Baru banget”. Dalam semangat tersebut masyarakat ditempatkan dan berhadapan dengan negara. Jika sastra traumatik novel ditulis dengan melakukan berbagai kompromi, masyarakat secara hati-ha n ___________________________________________________________________________________ ## DAFTAR PUSTAKA Atmowiloto, Arswendo. 1986. Canting . Jakarta: Gramedia. Balibar, Etienne dan Pierre Macherey. 1987. "On Literature As an Ideological Form", dalam Robert Young, Untying The Text: A Post-Structuralist Reader . London and New York: Routledge and Kegan Paul. Budiawan. 2004. Mematahkan Pewarisan Ingatan Wacana Anti-Komunis dan Politik Rekonsiliasi Pasca Soeharto. Jakarta: ELSAM. Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dee (Dewi Lestari). 2001 . Supernova . Bandung: Truedee Books. Emmerson, Donald K. 1978. "The Bureaucracy in Political Context: Weakness in Strenght", dalam Karl D. Jackson dan Lucian W. Pye (Ed.). Political Power and Communications in Indonesia . Berkeley: University of Calofornia Press. Foucault, Michel. 1987. "The Order of Discourse", dalam Robert Young, Untying The Text: A Post-Structuralist Reader . London and New York: Routledge and Kegan Paul. Foulcher, Keith. 1987. “Historical Past and Political Present in Recent Indonesian Novels,” paper seminar The Trauma of 1965: Meaning and Memory , Melbourne. Grebstein, Sheldon Norman. 1968. Perspectives in Contemporary Criticism. New York: Harper Row. Heryanto, Ariel (ed.). 1985. Perdebatan Sastra Kontekstual . Jakarta: Rajawali Press. Kayam, Umar. 1992. Para Priyayi . Jakarta: Gramedia Kayam, Umar. 1999. Jalan Menikung (Para Priyayi 2) . Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Kuntowijoyo. 1994. Pasar . Yogyakarta: Bentang. Kuntowijoyo. 2000. Mantara Penjinak Ular . Jakarta: Kompas Media Nusantara. Kuntowijoyo. 2003. Wasripin dan Satinah . Jakarta: Kompas. Latif, Yudi dan Idi Subandy Ibrahim. 1996. "Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru", dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim. Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru . Bandung: Mizan. Mangunwijaya, YB. 1999 (Cet. 1981). Burung-Burung Manyar . Jakarta: Djambatan. Payne, Michael. 1997. Reading Knowledge An Introduction to Barthes, Foucault, and Derrida . Malden, Massachusetts: Blackwell. Storey, John. 1993. An Introductory Guide to Cultural Theory and Popular Culture . London: Harvester Wheatsheaf. ___________________________________________________________________________________ Sulistyo, Hermawan. 2000. Paru Arit di Ladang Tebu. Sejarah Pembantaian Massal yang Terlupakan (Jombang-Kediri 1965-1966). Jakarta: KPG. Suryadi Ag, Linus. 2002 (Cet. 1. 1981). Pengakuan Pariyem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Toer, Pramoedya Ananta. 1980. Bumi Manusia. Jakarta: Hasta Mitra. Tohari, Ahmad. 1982. Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: Gramedia. Tohari, Ahmad. 1985. Lintang Kemukus Dini Hari. Jakarta: Gramedia. Tohari, Ahmad. 1986. Jantera Bianglala. Jakarta: Gramedia. Tohari, Ahmad. 2004. Orang-Orang Proyek. Yogyakarta: Mahatari. Utami, Ayu. 1999. Saman. Jakarta: Gramedia.