filename
stringlengths
16
16
title
stringlengths
22
107
text
stringlengths
132
2.1k
softlabel
stringlengths
15
740
2021-021-18.json
Cerita Petani Perempuan dari Madura
Cerita Petani Perempuan dari Madura | Dari sisi penyedia ketahanan pangan saja perempuan petani begitu berjasa. Perempuan petani memiliki peran luar biasa dalam ekonomi keluarga, terutama sektor pertanian.Dalam hal perbincangan antara perempuan petani dan konflik lahan di Madura, Dardiri melihat, perempuan perlu didorong tertarik isu agraria.“Selama ini, isu gender atau feminisme, yang saya lihat, hanya menguntungkan perempuan kelas menengah terdidik. Isu gender jarang digeser ke isu-isu yang riil dialami perempuan kelas bawah,” katanya.Dalam akses pengetahuan pertanian untuk perempuan petani Madura, mereka hanya merawat kearifan lokal dari generasi sebelumnya. Pengetahuan yang didesiminasi pejabat resmi pertanian bukan membebaskan petani, termasuk petani perempuan. Pihak terkait lebih menyuarakan kepentingan negara dan korporasi macam bibit dan pupuk.Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Survei Pertanian antar Sensus (Sutas) 2018, petani perempuan di Indonesia sekitar 8 juta orang. Hampir 24% dari 25,4 juta petani adalah perempuan.BPS juga mencatat, rumah tangga usaha pertanian dengan perempuan sebagai pemimpin dalam rumah tangga sekitar 2,8 juta rumah tangga. Data itu menegaskan, perempuan yang terlibat dalam sektor pertanian cukup banyak dan berpeluang bisa diberi peran strategis sebagai upaya mendukung pertanian.Menurut Dian Pratiwi Pribadi, dari FIAN Indonesia, perempuan petani, nelayan, atau produsen pangan lain masih dalam posisi subordinat dibanding laki-laki terutama dari sudut pandang kebijakan.Dia contohkan, perempuan nelayan belum diakui sebagai profesi khusus hingga tidak bisa mengakses program pemerintah.“Peran mereka makin tidak diakui seiring perkembangan teknologi mekanisasi dan informasi. Dalam pertanian tradisional, perempuan berperan penting dalam merawat benih, membuat pupuk alami, sampai ke pasar menjual hasil tani sambil berinteraksi dengan banyak orang disana sebagai satu modal sosial,” katanya.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2021-021-18.json
Cerita Petani Perempuan dari Madura
Cerita Petani Perempuan dari Madura | Peran-peran ini, tergantikan pabrik dan supermarket seiring menghilangnya modal sosial dan nilai-nilai budaya. Padahal, pertanian subsisten atau skala rumah tangga yang dipimpin perempuan terbukti mampu bertahan dari serangan krisis pangan dan ekonomi. Selamat Hari Tani! *****Foto utama:  Petani perempuan di Pamekasan, Madura, sedang panen cabai. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-080-15.json
Teater Potlot: Lahan Gambut Adalah Aku, Juga Dirimu!
Teater Potlot: Lahan Gambut Adalah Aku, Juga Dirimu! | [CLS]   “Lahan gambut, rawa lebak adalah aku. Juga dirimu!” demikian kutipan dialog para gambut dalam pertunjukkan “Rawa Gambut” akan dipentaskan keliling Teater Potlot, Maret – Agustus 2017.Naskah drama ini mengisahkan pergulatan kehidupan manusia yang berada di kawasan rawa gambut, di pesisir Pantai Timur Sumatera, Sumatera Selatan (Kabupaten Ogan Komering Ilir, Banyuasin, dan Musi Banyuasin).“Gambut menjadi tokoh-tokoh metafora yang menjelaskan siapa dirinya. Gambut pun bercerita tentang masa lalu dan sejarah. Ia seakan berkabar dan mengirim pesan kepada semua orang, bagaimana berperilaku dan memperlakukan alam dan aneka hayati yang hidup di lahan basah yang subur dan makmur itu,” kata Conie Sema, sang sutradara, kepada Mongabay Indonesia, akhir pekan lalu.Lanjutnya, gambut juga mengingatkan manusia yang mengelola dan memanfaatkan dirinya sebagai lahan berkebun dan berladang. “Aku adalah surga bagi dirimu. Aku adalah sungai dan kolam. Pohon-pohon dan kicau burung. Rumah bagi satwa dan beribu aneka hayati. Aku jutaan mata air dan ikan-ikan. Aku memberimu oksigen dan sumber mineral. Menjaga anak cucumu dari petaka dan kesengsaraan. Selalu berdoa hidupmu lebih lama dariku,” kata para gambut menjelaskan dirinya dalam cerita tersebut.  Terkait dengan kerusakan dan kebakaran hebat lahan gambut di penjuru bumi ini, akibat kesalahan pengelolaan dan pemanfaatan oleh manusia, gambut pun berkata, “Di sini, semua orang menjadi kebun. Mereka menata dan memilih bibit akan ditanam. Lalu memagarinya dengan akal dan pikiran. Tanah menerima benih-benih itu, dan menjaganya. Merawatnya dengan kasih sayang. Hingga menghasilkan buah. Itulah hakikat berkebun. Semua bekerja. Semua mendapatkan hasil. Itulah hakikat keadilan bagi semua.”
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2017-080-15.json
Teater Potlot: Lahan Gambut Adalah Aku, Juga Dirimu!
Teater Potlot: Lahan Gambut Adalah Aku, Juga Dirimu! | Pada intinya, cerita itu menjelaskan gambut adalah cermin peradaban. Adalah pesan-pesan cinta yang tertulis dalam prasasti leluhur. Pesan menjaga bumi dan kehidupan. Pesan agar kita selamat dari bencana. Tetapi kenyataan hari ini, gambut tidak lagi menjadi surga bagi semua. Gambut ditimbun, dibakar, dan dihancurkan. Semua menjadi sepi dan asing. Burung-burung terbang tanpa fajar dan sungai. Ikan-ikan meninggalkan rawa tanpa kemarau. Dan keterasingan itu sendiri adalah jutaan kebun yang pelan-pelan datang tanpa suara dan kegaduhan.“Itulah kenyataan yang diceritakan dalam drama ini. Sebuah kerja paradoks manusia dan ilmu pengetahuan mengelola alam jagat raya ini. Menggugah hati nurani dan cinta manusia tentang makna menghargai dan menjaga kelestarian alam. Mengingatkan arti dan hakikat keadilan dari jargon-jargon konservasi dan restorasi lingkungan,” ujar Conie di sela latihan di sanggar kebun Teater Potlot di Bandarlampung, Lampung.“Kau tak usah sibuk mengurus kami. Kami bisa mengurus diri kami sendiri. Kau urus saja dirimu,” ujar para gambut yang diperankan sejumlah aktor.  Hari Bumi 23 Maret 2017Pertunjukan Teater Potlot ini akan dimulai dari Peringatan Hari Bumi di Palembang pada 23 Maret 2017. Peringatan Hari Bumi ini berdasarkan kelahiran Prasasti Talang Tuwo, sebuah prasasti ekologi milik Kerajaan Sriwijaya.Selanjutnya, direncanakan Teater Potlot akan pentas di Jambi (Mei), Lampung (Juni), Riau (Juli) dan Sumatera Barat (Agustus).Selain pertunjukan, kata Conie, juga dilakukan diskusi yang temanya seni dan lingkungan hidup. Sasaran pertunjukan dan diskusi selain pekerja seni, budaya, akademisi, penggiat lingkungan hidup, juga pelajar dan mahasiswa. “Kami berharap melalui seni pertunjukan teater, ke depan sebagian lahan gambut tetap terjaga, sementara yang dimanfaatkan dapat dikelola secara lestari, yang jauh dari berbagai persoalan yang menonjol saat ini seperti kebakaran,” katanya.  
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2017-080-15.json
Teater Potlot: Lahan Gambut Adalah Aku, Juga Dirimu!
Teater Potlot: Lahan Gambut Adalah Aku, Juga Dirimu! | Teater Potlot berdiri tahun 1984 di Palembang. Teater ini bermula dari komunitas kecil di sebuah kampung. Pada perkembangannya Teater Potlot lebih cenderung bereksplorasi dengan gagasan yang berorientasi pada konsep-konsep “teater pembebasan”. Potlot menginginkan teater terbebas dari ruang teks yang menyandera kebebasan kreatif. Tetapi tetap bisa berkomunikasi dan terpahami oleh penonton, terutama pesan-pesan moral yang hendak disampaikan.Salah satu yang menonjol teater, pada era Orde Baru atau tahun 1990-an, yakni pengusung gagasan “pembunuhan sutradara” yakni upaya pembongkaran feodalistik dunia teater sebagai seni pertunjukkan atau sistem pemerintahan di Indonesia. Beberapa produksinya seperti Wong-Wong, Bonseras (Boneka Setengah Waras), Sebungkus Deterjen Hari Ini, Muria Sandal Theklek di Dada, 50 Tahun Ikan Asin dalam Kaos Kaki,  Orang-Orang Barunta, Hutan Geribik, terakhir Majhi.   [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2013-015-10.json
Derita Buruh Sawit Rajawali Group di Papua: Protes Beban Kerja Berbuah Pemecatan
Derita Buruh Sawit Rajawali Group di Papua: Protes Beban Kerja Berbuah Pemecatan | [CLS] Sudah jatuh, tertimpa tangga. Pepatah ini tampaknya cocok bagi keempat buruh harian perusahaan sawit di Papua ini. Betapa tidak, sudahlah pekerjaan mereka bertambah berat dua kali lipat dengan upah tetap, kala protes, perusahaan semena-mena memecat mereka.Empat buruh harian lepas ini dari PT Tandan Sawita Papua (TSP), anak usaha Rajawali Group pada devisi kebun II Dahlia, di Kampung Yetti, Arso Timur, Kabupaten Keerom, Kota Jayapura, Papua. Mereka adalah Benediktus Bria, Mikael Usboko,Yanto Bouk dan Valensius Bria.Sejak tahun 2010, TSP merekrut buruh harian kerja dengan sistem pembayaran upah per hari kerja Rp68 ribu. Memasuki 2013, perusahaan menerapkan sistem pembayaran upah kerja tak berdasarkan hari kerja, melainkan jumlah pohon sawit yang dibersihkan.Benediktus Bria bersama ketiga rekan, mengeluhkan sistem ini. Mereka melapor ke Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan Papua, Senin (9/9/13). Mereka menceritakan sistem upah sudah tak lagi per hari kerja.Sebelumnya, jika membersihkan atau membabat rumput dan tanaman kayu di sekitar area 27 pohon sawit, mereka mendapat upah Rp68 ribu. Pada Agustus 2013, perusahaan menaikkan lagi target kerja dari areal 27 pohon sawit menjadi 54 pohon sawit. Dua kali lipat! Jika pekerja berhasil membersihkan 54 pohon, dihargai Rp68 ribu. “Jika pekerja tidak sanggup sesuai target yang ditentukan perusahaan, tak dibayar,” kata Benediktus.Yuliana Langowuyo dari SKPKC Fransiskan Papua, kepada Mongabay,  Rabu (18/9/13) menyebutkan, Senin, 9 September 2013, didatangi empat buruh harian lepas devisi kebun II Dahlia, TSP.Para buruh ini mengadu pelanggaran hak buruh yang dialami.“Mereka tidak tahu bagaimana prosedur menyampaikan permasalahan ke Dinas Tenaga Kerja hingga mendatangi SKPKC Fransiskan Papua, sebagai lembaga gereja yang dikenal.”
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2013-015-10.json
Derita Buruh Sawit Rajawali Group di Papua: Protes Beban Kerja Berbuah Pemecatan
Derita Buruh Sawit Rajawali Group di Papua: Protes Beban Kerja Berbuah Pemecatan | Ke empat buruh ini sudah bekerja sejak  2010 dengan status buruh harian lepas. Kerja mereka mulai dari penanaman, pembabatan dan semprot hingga pemupukan. Pekerjaan ini dihargai per hari Rp68 ribu. Aturan itu berubah menjadi sistem pengupahan sesuai target kerja sejak 2013.Target kerja perusahaan adalah para pekerja wajib membersihkan area dari 27 pohon sawit. Jika tak mencapai target upah tidak dibayar. Pada Januari- Juli 2013, pekerja masih bisa memenuhi target perusahaan sebanyak 27 pohon sawit.Memasuki Agustus 2013, perusahaan menaikkan lagi target kerja dari 27 menjadi 54 pohon sawit . “Ini sangat berat dan tak dapat dipenuhi pekerja. Areal dari satu pohon sawit saja sudah cukup luas,” kata Yuliana.Kala target 54 pohon sawit tidak dapat dipenuhi dalam satu hari, pekerja harus menyelesaikan dalam dua hari. Sehari pekerja hanya bisa membersihkan 27 pohon sawit, dilanjutkan keesokan hari hingga sampai 54 pohon. Namun, perusahaan menghitung upah satu hari kerja alias dibayar Rp68 ribu. “Target kerja sangat berat dan sistem upah tidak adil ini mendapat perlawanan dari pekerja di areal devisi kebun II Dahlia.”Protes ini disampaikan berulang kali oleh pekerja tetapi tak ditanggapi perusahaan. Akhirnya, pada Selasa-Senin (39/9/13) sejumlah pekerja di devisi Kebun II Dahliam, mogok. Setelah mogok, Senin sore, empat perwakilan pekerja mendatangi kantor SKPKC Fransiskan Papua. Besoknya, Selasa (10/9/13), SKPKC mendapat informasi keempat orang ini sudah dipecat.Koroba, Manajer devisi kebun II Dahlia TSW mengatakan, pekerja yang menuntut, bukan orang asli Keerom. Menurut dia, pekerja ini tak perlu banyak menuntut. “Kamu orang Timur, tidak perlu protes karena hanya perantau, kerja saja sesuai aturan,” ucap Koroba.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2013-015-10.json
Derita Buruh Sawit Rajawali Group di Papua: Protes Beban Kerja Berbuah Pemecatan
Derita Buruh Sawit Rajawali Group di Papua: Protes Beban Kerja Berbuah Pemecatan | Anak usaha Rajawali Group  ini mulai beroperasi  membuka 26.300 hektar hutan di Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua,  sejak 2008.   Hingga kini, kebun sawit ini telah membabat hutan seluas 18.337 hektar di Kampung Yetti, Arso Timur, Kabupaten Keerom. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2013-005-11.json
Panel-panel Surya Sang Musisi Kalbar
Panel-panel Surya Sang Musisi Kalbar | [CLS] Byar pêt…Byar pet.  Hidup, mati listrik di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), bak menu sehari-hari. Bahan bakar minyak pun makin mahal. Ferdy Ardian, seorang musisi di Pontianak, berpikir bagaimana menyiasati masalah ini.Pontianak sebagai kota khatulistiwa, daerah dengan limpahan matahari memunculkan ide gitaris band Lemon Tea ini. “Bagaimana memanfaatkan energi matahari untuk kebutuhan sehari-hari? Begitu kira-kira pikiran yang berkecamuk di benak Ferdy, kala itu.Ferdy multi talenta. Tak hanya gitaris, dia juga bisa mendesain bangunan dan desain grafis. Ide didukung keahlian. Gayung bersambut. Pada 2009, dia merancang studio menggunakan energi matahari.  F Studio, namanya. Pohon bambu menjadi peneduh, dan penghijau. Studio di Jalan Imam Bonjol no 1 ini tampak sejuk dan asri. Di bagian depan ada kolam nila.“Biaya cukup mahal. Kalau dihitung balik modal pasti lama. Tapi, ini kan untuk seumur hidup,” katanya. Tiga Mei lalu, tepat empat tahun studio menggunakan 50 persen tenaga surya. Ia mendukung pemakaian lima jam studio, tetapi para penyewa studio tak khawatir pemadaman listrik.Modal membuat pembangkit listrik tenaga surya untuk studio, memakan biaya Rp20 juta. “Jika menginginkan rumah murni tenaga listrik, biaya bisa Rp40 juta.”Ferdy, pecinta lingkungan, dan cinta bersepeda. Dari tahun 2000-an, dia sudah berangkat kerja menggunakan sepeda. “Jarak antara rumah dan kantor tak begitu jauh. Lebih hemat dan lebih sehat,” katanya pada Oktober 2013. Ferdy menilai,  jalan raya di Pontianak, lebih ‘ramah’ bagi pesepeda, ketimbang Jakarta.Dia punya Jackson, sepeda tercinta, yang dibeli 2007. Malang, sepeda tipe road flatbar berukuran lingkaran ban 700/23 C ini hilang Maret lalu. Bersama Jackson, Ferdy, sudah melanglang buana. Mereka telah berjalan ke Kabupaten Sintang. Juga Pontianak – Singkawang,  Tanjung Pandan Belitong – Tanjung Tinggi, Jakarta-Bogor-Puncak. Lalu, Pontianak-Ngabang-Sanggau–Sintang.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2013-005-11.json
Panel-panel Surya Sang Musisi Kalbar
Panel-panel Surya Sang Musisi Kalbar | Pada Maret 2012, Ferdy bersepeda seorang diri dari Pontianak ke Kabupaten Sintang. Perjalanan tak kurang tiga hari. “Jarak Pontianak-Sintang 390 kilometer dengan kecepatan rata-rata 19,8 kilometer per jam, total waktu tempuh sekitar 20 jam. Itu total waktu tak termasuk istirahat.”Sejalan dengan kecintaan berkendara, sejak 2011, Ferdy mulai ujicoba membuat motor bertenaga surya. Dia membeli sebuah motor listrik dari teman. Motor China merek Trekko ini sudah lama rusak. Dia menambah panel surya berukuran sekitar 63 cm x 55 cm di bagian depan. Biaya pemasangan panel dan perbaikan motor Rp3 juta. Semua perakitan di rumah. Jadi, jika ada kesulitan, Ferdy akan membawa ke bengkel.Menurut dia, kelemahan rancangan motor listrik ini tak mempertimbangkan kekuatan baterai. Lampu pijar, hingga boros energi. Diapun mencopot lampu dan diganti yang hemat energi.Motor ini bisa tahan 60 menit, panel surya dibaut persis di bawah dudukan lampu utama. Pengisian baterai minimal enam jam. Motor ini bisa menempuh jarak sekitar 50 km setelah di-charge 4-8 jam. Dia masih mencari cara agar durasi mengisi daya bisa dikurangi sekaligus menambah daya jelajah.Kelebihan motor ini, ramah lingkungan karena tak mengeluarkan asap  dan tak pakai oli . Ia juga tak berisik. Namun, perlu berhati-hati, karena orang tak tahu jika ada kendaraan lewat.Bereksperimen, bagi Ferdy, bukan gaya-gayaan. “Sudah saatnya orang berkomitmen menjaga keseimbangan lingkungan, mencegah polusi dan bergaya hidup ramah lingkungan.” Terlebih,  dalam 10-20 tahun ke depan, harga BBM makin mahal.Kini, dia kebanjiran order pemasangan panel surya di daerahdaerah pedalaman Kalbar. Beberapa daerah ini, ada yang belum tersentuh listrik. Sudah lima yang memasang dengan arif  tarif Rp5,9 juta, termasuk panel dan biaya pasang. Ferdy juga menyediakan suku cadang panel surya. Kini dia menjajaki pengembang, untuk pemasangan rumah bertenaga surya. [SEP]
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-003-06.json
Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah
Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah | [CLS]   Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecoton [Ecological Observation and Wetlands Conservation] memenangkan gugatan kasus ikan mati massal di Kali Brantas. Tergugat adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Gubernur Jawa Timur.Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu [18/12/2019], mengabulkan gugatan Ecoton dengan nomor perkara 08/Pdt.G/2019/PN.Sby. Ketua Majelis Hakim, Anne Rusiana menyatakan pihak tergugat terbukti bersalah. “Lalai mengelola dan mengawasi ekosistem Kali Brantas yang mengakibatkan ikan mati massal yang diduga akibat pencemaran,” ucapnya.Baca: Kematian Ribuan Ikan Sungai Surabaya Akibat Limbah Kembali Terjadi  Kuasa hukum penggugat, Rulli Mustika Adya mengatakan, seluruh eksepsi para tergugat ditolak tanpa terkecuali oleh majelis hakim. Salah satu bunyi tuntutan yang dikabulkan majelis hakim adalah memerintahkan para tergugat meminta maaf kepada masyarakat Jawa Timur yang wilayahnya dilalui Kali Brantas, atas kelalaian pengelolaan dan dan pengawasan yang menimbulkan ikan mati setiap tahunnya.“Pihak tergugat harus minta maaf kepada masyarakat di 15 kabupaten/kota yang dilalui DAS Brantas,” kata Rulli, Kamis [19/12/2019].Pihak tergugat diperintahkan melakukan pemeriksaan independen terhadap Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan melibatkan masyarakat, akademisi, konsultan lingkungan serta NGO pengelolaan lingkungan. Tergugat juga diminta mengelurkan peringatan terhadap industri, khususnya di DAS Brantas untuk mengolah limbah carinya sebelum dibuang ke sungai.Dari putusan majelis hakim, kata Rulli, harusnya menjadi wahana bagi pemerintah untuk duduk bersama, membicarakan penanganan Kali Brantas. “Dari pertemuan dapat dilakukan perencanaan komprehensif.”
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2019-003-06.json
Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah
Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah | Namun, dari putusan ini, terdapat gugatan yang tidak dikabulkan yaitu pembuatan SOP khusus penanganan ikan mati massal, yang menurut majelis hakim berlebihan.“SOP berupa peraturan bersama untuk menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai pencemaran sungai. Selama ini tidak ada orang dari pemerintah yang langsung datang saat laporan ikan mati. Ketika mereka datang memeriksa esoknya, banyak barang bukti hilang,” ujarnya.Baca: Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas!  Program pemulihanSelain permintaan maaf, sejumlah tuntutan yang diajukan Ecoton adalah para tergugat diminta memasukkan program pemulihan kualitas air Kali Brantas dalam APBN 2020. Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, sungai merupakan kawasan strategis nasional yang masuk dalam penganggaran APBN. Salah satunya adalah program Citarum Harum. Namun, Sungai Bengawan Solo dan Brantas di Jawa Timur, tidak masuk, padahal kondisinya juga memprihatinkan.“Brantas ini bahan baku air minum. Kami menggugat karena ada kelalaian pemerintah,” paparnya.Prigi menilai, penanganan Kali Brantas sampai saat ini terkesan lempar tanggung jawab. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR], Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], dan Gubernur Jawa Timur sama-sama mengaku tidak memiliki kewenangan, menyebut institusi lain yang bertanggung jawab.“Ada ikan mati di 2015, 2016, 2017, 2018, bahkan 2019. Ada yang 4 kali, 5 kali, 6 kali, jadi setiap tahun ada peningkatan jumlah ikan mati massal. Tuntutan ini, agar kejadian tidak berulang, dicari penyebabnya.”Baca juga: Sungai Brantas Makin Memprihatinkan  
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2019-003-06.json
Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah
Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah | Para tergugat juga diminta melakukan pemasangan CCTV di setiap outlet DAS Brantas untuk meningkatkan fungsi pengawasan pembuang limbah cair. Para tergugat juga diharuskan memasang alat pemantau kualitas air [real time] untuk memudahkan pengawasan. “Selama ini masyarakat melaporkan ada pencemaran, namum begitu dilaporkan, diverifikasi, tidak ditemukan pencemaran, karena memang sudah tidak dibuang lagi,” jelasnya.Ecoton, kata Prigi, menunggu tanggapan pihak tergugat. Semoga ada langkah serius pemerintah terkait penanganannya. “Kami menunggu dua minggu, karena itu waktu untuk pihak tergugat mempelajari. Kalau mereka menerima kami bersyukur, kalau banding akan kami ikuti. Tapi, dari pertimbangan hakim sudah jelas, dan bukt-bukti yang diajukan para tergugat hanya normatif. Tidak ada aksi konkrit,” ujarnya.Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang diwakili kuasa hukumnya, Kepala Biro Hukum Jempin Marbun, menyatakan banding dan akan menyiapkan materi kasus ini. Menurut Jempin, terdapat beberapa aspek yang diabaikan majelis hakim, seperti keterangan saksi ahli yang diajukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur saat persidangan.“Faktanya, ikan-ikan di sungai itu teler [mabuk], bukan mati, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Ini yang diabaikan majelis hakim, sehingga kami pilih banding,” tegasnya.   [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2017-034-19.json
Habitat Menyempit, Pelepasliaran Orangutan akan Semakin Sulit
Habitat Menyempit, Pelepasliaran Orangutan akan Semakin Sulit | [CLS]   Mengembalikan orangutan ke habitatnya, bukan pekerjaan mudah. Banyak hal yang harus dilakukan untuk memastikan, orangutan yang dilepasliarkan nanti, benar-benar mampu bertahan hidup di hutan, rumah aslinya.Terlebih, habitat orangutan yang ada saat ini kian menyempit dikarenakan konversi hutan terus terjadi. Akibatnya, akan sulit mencari lokasi yang benar-benar cocok untuk orangutan yang bakal dilepasliarkan. Di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBR) saja, diprediksi hanya bisa menampung 250 hingga 300 individu orangutan. Jumlah yang masih jauh dari kata ideal.“Jika konservasi tidak menjadi prioritas kita dan kita tidak melestarikan alam, manusia tidak akan bertahan hidup. Upaya konservasi dan kesuksesannya akan mempengaruhi kehidupan kita dan generasi mendatang,” ungkap CEO BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) Jamartin Sihite, saat pelepasliaran 12 individu orangutan ke TNBBR di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, Rabu (02/8/2017).Jamartin mengatakan, di BOSF saat ini, ada ratusan orangutan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi di Sekolah Hutan. Banyak juga yang telah mengantri di pulau pra-pelepasliaran, menanti giliran untuk dilepasliarkan.“Orangutan yang kita lepasliarkan itu sudah melewati proses pembelajaran menjadi liar kembali. Kita pastikan, bisa mencari makan sendiri, bikin sarang, lebih suka manjat pohon ketimbang di tanah, tak terlalu suka melihat manusia, dan mengenali musuh-musuh alaminya. Selain itu, terbebas TBC, hepatitis, dan penyakit lainnya. Jika ada penyakit, itu merupakan penyakit orangutan, bukan dari manusia,” paparnya.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2017-034-19.json
Habitat Menyempit, Pelepasliaran Orangutan akan Semakin Sulit
Habitat Menyempit, Pelepasliaran Orangutan akan Semakin Sulit | Sejauh ini, menurut Jamartin, dari puluhan orangutan yang dilepasliarkan di TNBBBR, kondisinya menunjukan hal positif. Daya tahan hidupnya mencapai 90 persen. “Memang tidak seratus persen hidup, ada tiga individu mati. Tapi, masih dikatakan aman, di bawah 20 persen. Tiga individu ini ditemukan pada 2016, setelah dilakukan nekropsi penyebabnya adalah predator alaminya yang ada di sana,” ujarnya.Manajer BOSF Nyaru Menteng Denny Kurniawan saat ditemui Mongabay Indonesia di Palangkaraya, menyatakan pelepasliaran ini adalah yang ke enam kali di TNBBBR dan yang ke-18 dilakukan BOSF keseluruhan di Kalimantan Tengah, sejak 2012.”Lebih lanjut Denny mengatakan, 12 individu orangutan tersebut terdiri delapan betina dan empat jantan. Dengan tambahan ini, sudah 59 orangutan yang dilepasliarkan di TNBBR. “Hingga akhir Juli 2017, BOSF telah melepasliarkan 289 individu orangutan ke hutan alami. Rinciannya, 214 dari Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, dan 75 dari Samboja Lestari, Kalimantan Timur,” terangnya.  DukunganAdib Gunawan, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, mengatakan pihaknya sebagai perpanjangan tangan Pemerintah, mendukung penuh kegiatan pelepasliaran orangutan.“Kami bersama mitra, tak lelah dan tak henti, merangkul semua pihak untuk menjaga dan melindungi orangutan, sebagai spesies kebanggaan Kalimantan Tengah. Salah satu caranya adalah, menginisiasi pembentukan forum-forum, sosialisasi dan kampanye, serta rehabilitasi dan pelepasliaran orangutan di habitat yang aman dan terlindungi.”Lebih lanjut Adib mengatakan, upaya konservasi yang dilakukan BOSF untuk menyelamatkan, merehabilitasi, dan melepasliarkan orangutan ke habitat yang terjaga merupakan inisiatif yang harus didukung sepenuhnya. “Kita harus memastikan anak cucu nanti, masih menikmati kekayaan alam yang melimpah ini,” katanya.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2017-034-19.json
Habitat Menyempit, Pelepasliaran Orangutan akan Semakin Sulit
Habitat Menyempit, Pelepasliaran Orangutan akan Semakin Sulit | Heru Raharjo, Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) Wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan BOSF dan BKSDA Kalimantan Tengah telah melepasliarkan 47 individu orangutan di TNBBR. “Kami melakukan pemantauan reguler bersama tim BOSF untuk memastikan orangutan yang telah dilepasliarkan itu aman.Sejauh ini, hasil pengamatan menunjukkan, keamanan hidup orangutan terjaga dan adaptasi mereka di alam liar sangat baik. “Semoga, seluruh orangutan yang telah dilepasliarkan di TNBBBR segera membentuk populasi baru demi keberlanjutan upaya konservasi,” ucapnya.Kegiatan pelepasliaran orangutan tersebut mendapat dukungan USAID LESTARI. Lembaga ini berkomitmen mendukung upaya pelepasliaran orangutan di TNBBR hingga 2018.Rosenda Chandra Kasih, Koordinator Lansekap Katingan-Kahayan USAID LESTARI mengatakan, status orangutan di Kalimantan telah mencapai kondisi sangat terancam punah. Semua pihak, harus bekerja sama dan saling dukung upaya perlindungan orangutan dan penyelamatan habitatnya.“Kami, di kawasan hutan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, bersama pihak BOSF beserta pemerintah, swasta dan masyarakat berupaya menjamin keberlangsungan hidup orangutan hingga terciptanya populasi orangutan liar baru. Harus kita ingat, maraknya ancaman kepunahan orangutan yang ada adalah tugas kita bersama untuk menghentikannya,” tegasnya.   [SEP]
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2019-074-06.json
Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan
Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan | [CLS]  Perilaku manusia (pemerintah, legislator, pebisnis, dan nelayan) membuat resiko ketidakpastian di dalam pengelolaan sumber daya perikanan kian membesar. Hal ini disebabkan oleh pengambilan keputusan tata kelola sumber daya yang menafikan pertimbangan saintifik, minusnya pengendalian terhadap regulasi, dan ketidakmampuan regulator dalam memprediksi perilaku pelaku usaha di dalam pemanfaatan sumber daya.Sejarah mencatat, maraknya pemakaian trawl (pukat hela) pada kurun 1970-1980 menunjukkan betapa buruknya pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia. Betapa tidak, tingginya konflik horisontal antarpelaku usaha berimbas pada rusaknya ekosistem sumber daya perikanan. Dalam situasi seperti itulah, terbitnya Keputusan Presiden No.39/1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl setidaknya bisa meminimalisasi resiko ketidakpastian di dalam pengelolaan sumber daya perikanan.baca :  Nelayan Ajukan Jaminan untuk Proses Pergantian Cantrang, Apa Saja?Lantas bagaimana situasi tata kelola sumber daya perikanan belakangan ini?Disahkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen) No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia justru menghadirkan resiko ketidakpastian baru. Salah satu imbasnya sebagaimana ditemui oleh Suryawati dan Pramoda (2016) adalah nelayan cantrang di Kota Probolinggo, Provinsi Jawa Timur, mengalami penurunan pendapatan, kerugian aset usaha yang sudah diinvestasikan, dan kredit macet ke perbankan.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2019-074-06.json
Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan
Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan | Tak jauh berbeda, Ermawati dan Zuliyati (2016) juga mendapati fakta bahwa pemberlakuan Permen 2/2015 menimbulkan dampak sosial dan ekonomi bagi nelayan cantrang di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, di antaranya adalah tingginya angka pengangguran dan menurunnya tingkat kesejahteraan nelayan. Pasalnya, sebanyak 120.966 nelayan menggantungkan hidupnya pada operasionalisasi 10.758 unit kapal cantrang atau 41,25% dari jumlah kapal yang ada di Jawa Tengah. Pada konteks inilah, tarik-ulur kebijakan pelarangan cantrang antarinstitusi pemerintah yang terjadi sepanjang 4 tahun 4 bulan terakhir mengindikasikan betapa pengendalian terhadap regulasi belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Apa penyebabnya?baca juga :  Susi : Cantrang Itu, Sekali Tangkap Bisa Buang Banyak Sumber Daya Ikan  Buruknya pengendalian terhadap regulasi di sektor perikanan ini terjadi akibat ketidakmampuan pemerintah (selaku regulator) dalam memprediksi pelbagai kemungkinan dampak yang timbul pasca diterbitkannya Permen 2/2015. Dalam situasi inilah, pelaku usaha perikanan tangkap kehilangan produktivitasnya. Imbasnya, kapasitas untuk mengembalikan pinjaman pendanaan usaha perikanan dari perbankan/non-perbankan menjadi terbengkalai.Otoritas Jasa Keuangan (Oktober 2018) mencatat, pembiayaan usaha kelautan dan perikanan yang disalurkan melalui perbankan sejak tahun 2015-2018 mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, alokasi pembiayaan mencapai Rp21,37 triliun untuk 257.087 debitur. Sementara pada tahun 2018 angkanya melonjak menjadi Rp30,31 triliun untuk 350.358 debitur. Meski mengalami kenaikan dari sisi alokasi pembiayaan dan jumlah debitur, angka kredit macetnya justru mengalami peningkatan dari 1,8% (2015) menjadi 1,93% (2018).
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-074-06.json
Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan
Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan | Inisiatif pembiayaan lain yang dibangun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah membentuk BLU-LPMUKP (Badan Layanan Umum–Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan) yang dibentuk pada tahun 2017 melalui Permen No.3/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja LPMUKP.Sejak beroperasi pada 10 November 2017, BLU-LPMUKP telah menyalurkan dana sebesar Rp365 miliar kepada 14.002 penerima manfaat (nelayan, pembudidaya, pengolah/pemasar, petambak garam, dan masyarakat pesisir lainnya) di 210 kabupaten/kota. Alokasi pembiayaan terbesar dari BLU-LPMUKP ini didominasi oleh sektor penangkapan ikan (Rp126,4 miliar) dan pembudidayaan ikan (Rp159,604 miliar).perlu dibaca :  Lembaga Keuangan Mikro, Harapan Baru Nelayan untuk Bertahan Hidup  Pertanyaannya, seberapa efektifkah pembiayaan yang digelontorkan, baik melalui perbankan maupun BLU-LPMUKP, dalam menghadirkan praktik usaha perikanan yang berkelanjutan?Seperti diketahui, setidaknya terdapat 3 dimensi keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya perikanan, yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Tiga dimensi inilah yang semestinya menjadi fokus pembiayaan usaha di sektor perikanan di Indonesia. Alih-alih menghadirkan pembiayaan usaha perikanan untuk sustainable fisheries, Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan (Desember 2018) justru menemui fakta bahwa sejauh ini penyaluran pembiayaan usaha perikanan hanya menargetkan besaran alokasi yang tersalurkan semata dan mengenyampingkan apakah mata rantai usaha perikanan yang dibiayai berkontribusi terhadap tata kelola perikanan yang berkelanjutan dari hulu ke hilir.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2019-074-06.json
Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan
Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan | Temuan di atas sejalan dengan hasil riset Transformasi (2017) yang menunjukkan bahwa pertama, pemberian izin penangkapan ikan yang dikeluarkan oleh KKP (untuk kapal >30 GT) atau Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi (kapal <30 GT) tidak mempertimbangkan ketersediaan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan yang dituju. Akibatnya, ada tekanan yang cukup besar terhadap tingkat kelestarian sumber daya ikan. Ditambah lagi, hal ini berpotensi melahirkan konflik antarnelayan di laut.Kedua, 80% unit bisnis perikanan mengakui kesulitan dalam mengurus kelengkapan administrasi perizinan perikanan dikarenakan jauhnya akses transportasi dan biaya yang terlampau tinggi. Selain merugikan keuangan negara, praktek ini juga menyulitkan aktivitas pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan di laut maupun di darat, seperti aktivitas perikanan budidaya, pengolahan ikan, dan pemasaran hasil perikanan.baca juga :  Begini Nelayan Mengkritik Susi di Depan Jokowi  Ketiga, sulitnya usaha perikanan skala kecil mengakses permodalan. Padahal, akses terhadap permodalan merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin keberlangsungan bisnis dan peningkatan kesejahteraan pemilik dan tenaga kerjanya.Ada sejumlah faktor yang menyebabkan nelayan sulit memperoleh akses permodalan dari perbankan, yakni (i) perbankan melakukan analisa bisnis menggunakan standar keuangan yang sering kali tidak bisa dipenuhi oleh nelayan, khususnya skala kecil; (ii) produk keuangan yang ditawarkan kepada nelayan tidak mengakomodasi pola usaha perikanan yang bersifat musiman; dan (iii) layanan perbankan menggunakan jam kerja yang tidak sesuai dengan pola kerja nelayan.Di Jawa Timur dan Jawa Barat, adanya stigma pengemplang uang dan persepsi ketidakpastian yang tinggi terhadap usaha perikanan menjadikan nelayan sulit mengakses permodalan dari dunia perbankan. Situasi ini menjadikan sebagian pelaku usaha perikanan serba bergantung kepada tengkulak atau pengambak.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2019-074-06.json
Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan
Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan | Keempat, instansi pemerintah di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota mesti duduk bersama mengevaluasi tingkat implementasi Undang-Undang No.45/2009 tentang Perubahan atas UU No.31/2004 tentang Perikanan dan UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya berkenaan dengan pelaksanaan kewenangan pengawasan dan pembinaan kepada pelaku usaha perikanan. Hal ini diperlukan mengingat adanya kesenjangan yang sangat besar antara regulasi dengan pelaksanaannya di lapangan. Belum lagi apabila kelembagaan di daerah belum memiliki kesiapan untuk menjalankan mandat UU atau aturan turunan pelaksananya.Bertolak dari keempat temuan di atas, bisa dikatakan bahwa resiko ketidakpastian di dalam pengelolaan sumber daya perikanan bisa diatasi apabila ketidakpastian alamiah (didorong oleh dinamika ekologi dan lingkungan) dan ketidakpastian manusia (didorong oleh adanya preferensi, perilaku, dan terkadang kebijakan yang dalam beberapa hal tidak dikendalikan dengan baik) dikelola dengan manajemen yang inklusif dan berkeadilan, serta ditopang oleh skema pembiayaan usaha perikanan berkelanjutan dan bertanggung jawab.perlu dibaca :  Capres Dinilai Belum Punya Visi Kelautan yang Berkelanjutan****Abdul Halim, Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanity; Konsultan Peneliti “Pembiayaan Usaha Perikanan Berkelanjutan” pada Pusat Transformasi Kebijakan Publik (2017). Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis.  [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-034-17.json
Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video]
Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video] | [CLS]  Langkah Seblon Mandacan (18) gesit saat menyusur jalan setapak Pegunungan Arfak yang licin dan basah. Langit masih gelap, sekitar pukul 4 pagi. Saya berjalan perlahan di belakang Seblon. Diperlengkapi dengan senter di kepala, kami menelusuri kabut hutan pegunungan Arfak di ketinggian 1.900 m dpl.Sungguh perjuangan luar biasa untuk bangun dan menguatkan hati untuk berjalan di pagi itu. Dingin menusuk tulang. Angin pun masih tembus, meski tubuh telah dibungkus jaket dan baju berlapis di dalamnya.Beberapa kali saya harus memegang pohon atau dahan yang ada di kiri dan kanan agar tidak terpeleset. Setiap langkah kaki harus berpijak tepat di tempat yang tepat. Hujan dari sore hingga malam hari sebelumnya membuat perjalanan ini lebih menantang.Tujuan perjalanan ini adalah untuk berjumpa dengan superb bird of paradise  (Lophorina superba) atau nyet dalam bahasa lokalnya. Burung endemik pegunungan Papua. Ia masih tergolong famili cenderawasih dan hanya dapat dijumpai pagi hari beberapa saat setelah matahari bersinar. Bagi siapa yang mau melihatnya, sudah harus berada di lokasi tempatnya bermain, sebelum burung itu datang.“Disitu tempat nyet bermain. Jam 6 sampai jam 7 biasanya dia datang. Kita masuk dalam blind ini agar burungnya tidak bisa lihat kita,” kata Seblon. Dia menunjuk sebuah pohon tumbang berlumut tempat superb sering hinggap.Kami berlindung di bawah blind. Semacam terpal tempat berlindung artifisial agar burung tidak menyadari kehadiran manusia. Selama 1,5 jam kami hanya bisa diam dan menunggu. Nyamuk pun hinggap di muka dan jari, tanpa berani kami tepuk karena akan menimbulkan suara.Saya pun hanya bisa harap-harap cemas saat teringat sebuah referensi yang menyatakan  bahwa burung ini sangat sensitif dan tidak mudah untuk dijumpai.Tiba-tiba, dari kejauhan lamat-lamat terdengar suara.  
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-034-17.json
Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video]
Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video] | Seblon menunjuk sebuah pohon tumbang dimana seekor superb jantan sedang hinggap. Ia memperhatikan situasi di sekelilingnya, saat dirasa aman ia memanggil sang betina. Betina pun hinggap di dekatnya, pertunjukan spektakuler itu pun dimulai.Sang superb jantan mengembangkan bulu biru mengkilap lehernya sambil menari-nari mengelilingi betina. Berbagai atraksi ia tampilkan dalam menit-menit yang sensasinya tak mungkin saya lupakan.Setelah berhasil merekam video berbagai macam aksi burung superb, saya langsung keluar blind dan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Seblon, sang anak muda kalem dari Kampung Minggrei.  Menjaga Keberadaan Burung SurgaSejak dua tahun lalu Seblon dan warga Kampung Minggrei, Distrik Warmare, Papua Barat banyak yang menjadi pemandu. Sudah banyak tamu-tamu yang datang ke kampungnya untuk melihat berbagai macam jenis burung cendrawasih atau yang sering disebut Bird of Paradise. Burung surga.Salah satu tamu yang mereka layani bersamaan dengan perjalanan saya adalah Tim Laman, seorang wildlife photographer yang sudah mendunia. Ia datang bersama dengan Ed Scholes peneliti burung dari Cornell Lab of Ornithology yang berbasis di Amerika Serikat.Tim dan Ed sudah kedua kalinya mengunjungi Kampung Minggrei. Sekali kunjungan mereka bisa tinggal di kampung 2-3 minggu.“Saya melakukan pekerjaan sebagai fotografer untuk satwa liar di Indonesia sudah lebih dari 25 tahun. Saya mulai bekerja di Papua pertama kali pada tahun 2004,” ungkap Tim.   Baginya yang menjadikan burung di hutan Papua spesial dibandingkan dengan hutan lain di Indonesia adalah sangat banyak spesies unik yang hanya bisa dijumpai di Papua. Bird of Paradise dan Bowerbird adalah contoh yang paling dikenal.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-034-17.json
Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video]
Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video] | Pada kunjungan keduanya di Kampung Minggrei, Tim akan fokus untuk memotret vogelkop superb bird of paradise (Lophorina superba) dan western parotia (Parotia sefilata), dan magnificent bird of paradise (Diphyllodes magnificus).Ia juga akan mencari burung yang ada di atas gunung yaitu black sicklebill (Epimachus fastosus) dan arfak astrapia (Astrapia nigra). “Ada banyak spesies disini yang bisa untuk dipotret,” katanya.Tentunya tamu akan datang untuk mengamati burung ataupun memotret burung selama hutan masih ada dan burung pun tak hilang.Menyadari keunikan kekayaan alam itu, Aren Mandacan selaku Kepala Kampung Minggrei meminta warga melindungi burung-burung cendrawasih serta tidak menebang pohon-pohon yang ada di kampung.“Sudah tiga tahun ini kami tidak perlu beli beras. Dengan adanya tamu, kami bisa makan gratis karena bisa makan sama-sama dengan tamu. Selain itu kami juga dapat uang,” katanya.Aren Mandacan pertama kali mengenalkan potensi kampungnya kepada Shita Prativi pemilik Macnificus Expedition dan Founder Papua Bird Club. Shita sendiri belajar memandu burung dari suaminya Kris Tigine (alm) yang memulai memandu tamu-tamu yang mau berpetualang di Papua sejak tahun 1992.Menurutnya, pengamatan burung di Arfak mulai ramai pada tahun 2007 setelah banyaknya laporan perjalanan dan publikasi tentang keragaman burung-burung Papua setelah para tamu mendapat imperesi baik selama kunjungan mereka di sini.  “Di Minggrei potensi [alamnya] luar biasa. Burung cendrawasih-nya lumayan lengkap. Kemudian burung-burung yang lain spesiesnya juga banyak. Dalam sekali tour bisa melibatkan sampai 25 orang. Banyak sekali warga yang terlibat sehingga mereka bisa mendapatkan manfaatnya dari menjaga burung,” tutur Shita.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-034-17.json
Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video]
Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video] | Shita pun menyebutkan dalam satu kali kunjungan dengan jumlah tamu 8 orang dan tinggal di kampung selama 5 hari, uang yang diterima masyarakat di Kampung Minggrei sekitar Rp20-30 juta. Mulai dari penginapan, memasak, pemandu, kendaraan, pemilik blind dan porter.Shita menyebut, dia dan timnya tak lagi menerima tamu karena sudah full booked hingga tahun 2021.Menurutnya, dengan mereka menjaga burungnya, banyak keuntungan yang diterima warga Kampung Minggrei. Tidak hanya sekali, tapi dalam jangka waktu lama. Mereka pun bakal menjaga dan tak akan lagi merusak kekayaan alam yang ada.Sebagai tamu yang merasakan dan tinggal sendiri di Kampung Minggrei, Ed Scholes kagum dengan kerja keras warga Kampung Minggrei.“Anda tidak harus menjadi peneliti burung untuk datang kesini dan melihat cenderawasih. Siapapun bisa datang dan melihat mereka disini,” kata Ed.Dia juga berharap suatu saat cucunya masih dapat menyaksikan burung cenderawasih western parotia bersuara nyaring yang memanggil-manggil dari dalam hutan Kampung Minggrei.  * Een Irawan Putra, penulis adalah Direktur Indonesia Nature Film Society (INFIS), praktisi dokumentasi audio visual, sering beraktivitas di alam bebas. [SEP]
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2020-054-13.json
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal | [CLS]     Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) menyebar luas ke mana-mana, termasuklah di Papua, di kota-kota hingga kabupaten di pegunungan. Laporan sampai 19 Mei 2020, ada sekitar 19 kota dan kabupaten terpapar COVID-19, tujuh di Papua Barat dan 12 di Papua.Pandemi ini belum menunjukkan tanda-tanda mereda, obat maupun vaksin belum ada. Pemerintah telah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Papua. Pada 26 Maret 2020, Pemerintah Papua menutup bandara dan menghentikan penerbangan komersial, sementara pesawat dan kapal kargo tetap beroperasi.Baca juga: Masa pandemi Corona, Pemerintah Mesti Serius Serap Sagu PapuaBerbagai sektor terdampak COVID-19. Solidaritas muncul di kalangan orang muda Papua, untuk membantu orang-orang terdampak. Musa Haluk, Ketua Kamar Adat Pengusaha Papua (KAP-Papua), bersama beberapa pengurus menghimpun bantuan makanan bagi yang terdampak, terutama para mahasiswa di Jayapura. Selama dua hari, dia dan beberapa temannya, keliling dari kebun ke kebun, mengumpulkan bahan makanan lokal, seperti sagu, ubi, singkong, dan pisang.“Kami bawa betatas satu karung berisi 50 kilogram, singkong satu karung, keladi satu karung, pisang, juga sagu satu karung. Hampir semua rata, satu karung semua,” kata Musa Haluk, kepada Mongabay, melalui telepon pada 26 April 2020.Macam-macam makanan lokal itu kumpulkan dari kebun-kebun, lalu bagikan ke asrama-asrama mahasiswa dari tujuh wilayah adat Papua di Jayapura. Ada sekitar 21 asrama mahasiswa.Baca juga: Cetak Sawah di Lahan Gambut, Mereka Ingatkan Risiko dan Usul Sumber Pangan LokalBagi-bagi makanan lokal itu rupanya sebuah awal. Musa Haluk bersama orang-orang yang tergabung dalam KAP-Papua ini menggelar solidaritas penanganan COVID-19 dan mengajak masyarakat konsumsi pangan lokal. Dia juga mendorong masyarakat kembali berkebun.
[0.9844164848327637, 0.01529403030872345, 0.0002894267381634563]
2020-054-13.json
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal | “Kami pikir, kami tidak harus makan nasi atau mie instan, yang dong pemerintah kasih bantuan. Makanan bergizi itu ada pada pangan lokal. Ada sagu, petatas, ubi, jagung, keladi, dan lain-lain,” kata Musa. Berbagai sumber pangan beragam, dari ubi, pisang, yang  ditanam orang Papua. Pangan pokok tak harus beras.  Foto: Yan Lagowan Elisabeth Tebai, Ketua Gugus Tugas COVID-19 KAP-Papua, mengatakan, tim mereka juga fokus pada pelaku ekonomi orang asli Papua (OAP). Selama dua minggu, tim mendata para pedagang OAP, dari penjual roti, sayur, hingga pinang.“Total 3.527 pedagang asli Papua,” kata Elis kepada Mongabay, melalui telepon.Para pedagang OAP itu mereka data dari wilayah Expo–batas kota dan kabupaten Jayapura ke Koya–batas Kabupaten Keerom dan Kabupaten Jayapura.“Kita berpikir karena mama-mama takut dengan wabah ini, tidak jualan dan di rumah,” kata Elis.Meskipun, katanya, masih ada mama-mama tetap berjualan karena terpaksa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Data pedagang OAP yang berhasil dikumpulkan itu mereka bawa ke Dinas Pemberdayaan dan Masyarakat Kampung (DPMK) dan OAP, yang kemudian disetujui sebagai pihak yang mendapatkan bantuan bahan pokok dari Pemerintah Papua, melalui Dinas Sosial dan Deperindagkop Papua.Pada Sabtu, 16 Mei 2020, bantuan itu diserahkan secara simbolis oleh Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal. Namun, kata Elis, bantuan yang disalurkan di empat titik di Sentani, Abepura, Koya, dan Pasir Dua, belum mencukupi keseluruhan pedagang OAP yang terdata. “Tiap paket bahan makanan berisi 20 kg, satu rat telur, satu karton mie instant, lima liter minyak goreng, gula, susu, dan biskuit satu kaleng,” katanya.Menurut Elis, bantuan makanan itu tak akan cukup untuk menopang kehidupan masyarakat selama pandemi ini.KAP-Papua pun salurkan pangan lokal guna memenuhi keperluan pangan masa pandemi mereka. “Masyarakat supaya tetap mengonsumsi pangan lokal,” katanya.
[0.021009739488363266, 0.9786266684532166, 0.00036359744262881577]
2020-054-13.json
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal | Dia bilang, KAP-Papua misi mengembangkan ekonomi dari dusun, menata pembangunan dari kampung ke kota. “Kami mengangkat potensi ekonomi di dusun yang punya nilai ekonomi, nilai gizi tinggi, apalagi melawan COVID salah satunya makan makanan yang bergizi [itu pangan lokal]. Dari beras saja tidak cukup,” kata Musa.  Sosialisasi COVID-19 di Dogiay. Foto: KAP-Papua ***Kamis, 7 Mei 2020, Arnoldus Douw, sambil memegang alat pengeras suara di dalam mobil yang melintas di sepanjang jalan Kota Dogiyai, menyerukan agar masyarakat mengantisipasi kemungkinan krisis pangan dan kelaparan di masa COVID-19.“Bertani, berkebun, berternak, untuk menghasilkan ubi, keladi, sayur mayur, demi makanan lokal kita, untuk kelangsungan hidup kita bersama. Cukupilah masing-masing keluarga dengan mengandalkan pangan lokal,” kata Arnoldus, dalam bahasa Mee, terlihat dalam video yang diterima Mongabay.Arnoldus Douw, Ketua KAP-Papua wilayah Dogiyai, bergabung bersama dengan Tim Gugus Tugas COVID-19 Kabupaten Dogiyai. Dalam pekan sosialisasi, dia empat kali menggunakan kendaraan keliling kota dan kampung di berbagai titik di Dogiyai. Sebagian tim, berjalan kaki masuk ke kampung-kampung pedalaman, untuk sosialisasi Corona dan ajak masyarakat berkebun.“Bahasa lokal lebih menyentuh, mereka akan berbicara dari satu ke satu, satu ke satu,” kata Arnoldus, kepada Mongabay, melalui telepon.Ada 10 distrik, 79 kampung, dan 89 marga di Kabupaten Dogiyai.Setiap tim turun, terdiri dari kepala desa, tokoh adat, tokoh agama, Dinas Kesehatan, dan pemerintah daerah. Mereka selalu gunakan bahasa Mee, karena lebih efektif. “Mereka dapat informasi cepat dengan bahasa lokal. Itu yang di kampung-kampung,” kata Arnoldus.“Wabah Corona ini akan lama, pangan nasional (beras) akan sulit. Masyarakat mesti berkebun, siapkan pangan lokal untuk keberlangsungan hidup,” katanya.
[0.5142417550086975, 0.48558712005615234, 0.00017109984764829278]
2020-054-13.json
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal | Kembali berkebun, menurut Musa, adalah gerakan membangkitkan pangan lokal, sekaligus menghidupkan kebun-kebun yang mati, ditelantarkan oleh petani. Selama ini, pangan lokal yang tersedia mengandalkan hasil kebun hanya untuk keluarg sendiri, dan sebagian dijual.Sejak diserukan kembali berkebun, banyak orang membuka kebun. Dengan alat seadanya, bahkan pakai kayu, orang berbondong-bondong berkebunm mulai dari Jayapura, menyebar ke berbagai daerah lain, seperti Lannijaya, Wamena, Dogiyai, Biak Numfor.KAP-OAP pun bantu alat kerja di kebun. “Selama ini, sebelum wabah ini, hanya beberapa orang berkebun. Sekarang, dari Sentani sampai Koya, orang-orang berkebun,” kata Elis.Musa bersama tim mengkoordinir para petani, terutama kelompok-kelompok tani, yang membuka kebun mereka kembali. Sekitar dua minggu tim menerima permintaan alat-alat kerja dari berbagai kelompok, mencapai lebih 300 kelompok yang mengajukan permintaan alat kerja. “Dari survei, sekitar 90 lebih kelompok tani. Ada sekitar 80 hektar lahan pertanian, sebagian besar ada di Keerom,” kata Musa.Mereka akan membagikan alat kerja kepada kelompok tani yang sudah berkebun. “Kita sediakan 700 sekop, 500 parang, 200 linggis, 200 cangkul,” kata Musa 21 Mei lalu melalui telepon.  Para mahasiswa pun kembali berkebun tanam pangan lokal. Foto: Yan Degowan Dia bilang, pembagian alat kerja kepada kelompok tani antara lain, di Tabi (Jayapura) dan Arso dan Koya untuk Keerom. “Rinciannya, 150 parang, 150 sekop, 100 linggis, 100 kampak. Lalu dibagikan juga logistik untuk bekerja, beras 200 karung, tiap karung isi 25 kilogram,” kata Musa.Menurut Musa, keperluan pangan lokal jadi solusi bagi keamanan pangan di Papua di masa pandemi. Berkebun, katanya, harus mulai dari sekarang karena sistem pertanian orang Papua, dari pengolahan lahan hingga masa tanam bisa berlangsung sekitar dua bulan. Berdaulat dengan pangan lokal 
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2020-054-13.json
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal | Daawia Suhartawan, Dosen Fakultas MIPA Universitas Cendrawasih Papua dan Mahasiswa Doktoral di Department of Nature Conservation George-August Universitat Gottingen, mengatakan, sistem berkebun orang-orang di Papua, seperti suku-suku di dataran tinggi, juga berkebun secara menetap, menjamin ketersediaan pangan sepanjang tahun. Satu keluarga, katanya, bisa punya dua sampai tiga kebun yang tanam dan panen bergantian.“Mereka juga memiliki strategi memanen bertahap. Petani hanya memanen ubi jalar yang berukuran besar, sementara yang kecil dibiarkan tumbuh hingga besar. Ini juga strategi penyimpanan dan pengawetan makan di dalam tanah,” kata Daawia, dalam diskusi online akhir April lalu.Gerakan kembali berkebun saat pandemi ini bukan hanya mencegah krisis pangan, juga melestarikan bumi dan alam Papua. Karena orang-orang Papua menerapkan prinsip-prinsip pertanian permakultur, yaitu menanam tumbuhan secara organik, tanpa obat kimia dan penyemprotan pestisida.Saat ini, katanya, dunia kembali ke pertanian permakultur, karena pertanian modern telah membahayakan kesehatan manusia dan bumi. “Suku-suku Papua sudah mempraktikkan ini sejak ratusan tahun lalu. Mereka bukan hanya konsumen, setiap suku Papua adalah produsen,” kata Daawia.“Dengan mengonsumsi makanan lokal kita mengurangi jejak karbon yang dihasilkan dari polusi,” katanya.Baginya, memakan pisang lebih ramah lingkungan daripada apel yang harus didatangkan dari Amerika. “Berapa polusi yang dikeluarkan dari asap pesawat sampai di antar dengan mobil ke toko-toko. Lebih baik uang kita belanjakan di mama-mama, kita dapat makanan sehat karena tidak pakai pupuk (kimia),” katanya.Menurut dia, orang Papua mampu melawan krisis pangan saat pandemi COVID-19 ketika orang-orang di Papua mau mengkonsumsi pangan lokal, seperti ubi-ubian dan sagu yang berlimpah.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2020-054-13.json
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal
Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal | “Kalau beras bisa saja mungkin jadi masalah karena stok beras dari luar Papua, sementara angkutan transportasi ada pembatasan selama pandemi,” katanya.  Keterangan foto utama: Pisang, salah satu sumber pangan yang banyak ditanam orang Papua. Foto: Yan Legowan   [SEP]
[0.021009739488363266, 0.9786266684532166, 0.00036359744262881577]
2016-001-04.json
Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon
Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon | [CLS] Satu individu badak berdiri tegak. Tubuhnya kokoh. Pandangannya lurus ke depan. Ia tidak terganggu dengan kehadiran manusia di sekelilingnya. Suara riuh yang bergema atau sesekali kilatan cahaya yang keluar dari lensa kamera, yang membidik tubuhnya, tidak membuatnya ‘murka’. Ia tetap diam, tidak bergeming.Dia adalah badak jawa (Rhinocerus sondaicus) terakhir di Priangan. Dalam etalase kaca tembus pandang, spesimen seberat 2.280 kilogram ini, dapat kita lihat langsung di Museum Zoologicum Bogoriense-LIPI (MZB-LIPI), Bogor, Jawa Barat.Secarik kertas ukuran A4 berbingkai kaca, tepat di depan kakinya, memberi penjelasan singkat sekelumit satwa berkulit tebal tersebut. Badak jantan itu, awalnya hidup bersama pasangannya di Karangnunggal, Tasikmalaya, Jawa Barat, tahun 1914. Namun, di tahun yang sama, nasib malang menimpa si betina, ia mati ditembak pemburu gelap.Khawatir badak jantan ini akan mengalami nasib yang sama maka diputuskan memburunya, untuk koleksi museum itu. Demi kepentingan ilmu pengetahuan, tentunya. Pertimbangan lainnnya adalah, agar badak jantan ini tidak jatuh ke tangan pemburu sebagaimana kekasihnya.Di sisi lain, kondisi sang badak pun makin mengkhawatirkan, karena sudah tua dan tidak dapat lagi bergabung dengan badak lainnya di Ujung Kulon, daerah perlindungan yang saat itu masih berstatus cagar alam. Akhirnya, 31 Januari 1934, petugas museum yang saat itu dikelola Pemerintah Hindia Belanda, menewaskan “Badak Terakhir di Priangan” ini dengan sebutir peluru mauser kaliber 9.3, di wilayah Sindangkerta, Jawa Barat.Terkait sebutan badak di Priangan, dari literatur yang ada menjelaskan, hingga akhir abad ke-19, penduduk Kota Bandung masih bisa melihat badak jawa. Saat itu masyarakat menamainya badak priangan. Itulah mengapa ada daerah bernama Rancabadak, bahkan dijadikan nama Rumah Sakit Rancabadak yang kemudian diganti menjadi Rumah Sakit Hasan Sadikin, di Jalan Pasteur, Bandung.
[0.016374895349144936, 0.019575536251068115, 0.9640495181083679]
2016-001-04.json
Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon
Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon | Catatan lainnya adalah ketika Junghuhn mendaki Gunung Pangrango pada 1839, ia melihat dua badak jawa, satu individu tengah berendam di sungai kecil dan satu individu berada di pinggir sungai.Sedangkan penelitian badak jawa pertama diperkirakan pada 1787. Tulang badak itu dikirim kepada penyidik alam Belanda bernama Petrus Camper, yang belum sempat menerbitkan hasil penelitiannya karena meninggal tahun 1789. Sedangkan badak jawa yang ditembak di Sumatera oleh Alfred Duvaucel, spesiemennya dikirimkan ke ayah tirinya Georges Cuvier, ilmuwan asal Perancis. Cuvier pada tahun 1822, akhirnya mengetahui bila badak jawa tersebut merupakan satwa istimewa. Di waktu yang sama pula Anselme Gaetan Desmarest mengindentifikasinya sebagai Rhinoceros sondaicus.Informasi penting lainnya adalah, sebanyak dua belas individu badak jawa terakhir yang terdapat di Sumatera telah ditembak mati oleh pemburu-pemburu Belanda, di rentang waktu 1925 – 1930. Sedangkan satu individu lagi yang ditembak di Karangnunggal (Tasikmalaya) pada 1934, sosok inilah yang spesimennya bisa kita saksikan di Museum Zoologicum Bogoriense-LIPI (MZB-LIPI) ini.Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan mamalia berpostur tegap. Tingginya, hingga bahu, sekitar 128 – 175 sentimeter dengan bobot tubuh 1.600 – 2.280 kilogram. Meski penglihatannya tidak awas, akan tetapi pendengaran dan penciumannya super tajam yang mampu menangkap sinyal bahaya yang menghampiri kehidupannya. Satu cula berukuran 27 sentimeter berwarna abu-abu gelap atau hitam merupakan ciri khas utama jenis ini.Berdasarkan catatan sejarah, dahulunya badak jawa tersebar luas. Mulai dari India, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaysia, Jawa, dan Sumatera. Namun kini, populasinya hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten.
[0.016374895349144936, 0.019575536251068115, 0.9640495181083679]
2016-001-04.json
Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon
Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon | Pertambahan penduduk dan perkembangan peradaban diperkirakan telah menggerus habitat dan mengancam kehidupan satwa soliter ini. Akibatnya, badak menjadi sasaran pembunuhan karena dianggap hama yang merusak areal pertanian. Di sisi lain, cula badak yang dianggap memiliki khasiat sakti, digunakan sebagai bahan campuran obat untuk kesehatan manusia, yang sesungguhnya tidak terbukti.Kenyataannya yang harus diterima adalah, di Myanmar, badak jawa terakhir yang hidup ditembak mati pada 1920 untuk koleksi British Museum. Di semenanjung Malaysia, juga ditembak di Perak pada 1932 untuk koleksi museum. Di Vietnam, secara resmi diumumkan badak jawa telah punah, setelah individu terakhir ini ditemukan mati dengan luka tembak dan cula menghilang di Taman Nasional Cat Tien.Berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature), saat ini badak jawa statusnya ditetapkan Kritis (Critically Endangered/CR) atau satu langkah menuju kepunahan.Ujung KulonBagaimana kondisi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon? Selain keberadaan ternak yang mendekati  habitat tempat hidup badak jawa, ancaman nyata di Ujung Kulon adalah makin invasifnya langkap atau tanaman yang mengacam pakan badak. Meski pemerintah sudah melakukan kajian pemindahan habitat alami badak ini, namun belum diputuskan kapan eksekusinya.Saat ini, tak kurang 63 individu badak masih terpantau oleh World Wild Fund-Indonesia (Ujung Kulon).”Kondisinya relatif stabil secara populasi dan pertumbuhan, namun secara habitat cukup mengkhawatirkan,” ujar Yuyun Kurniawan, National Rhino Conservation Coordinator WWF-Indonesia.Hal yang mengkhawatirkan Yuyun, tak lain adalah luasan habitat yang makin terbatas dan tumbuhnya tanaman invasif yang menghambat pertumbuhan tanaman pakan badak. Akibatnya, pertumbuhan populasi badak tidak bisa diimbangi dengan daya dukung yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2016-001-04.json
Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon
Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon | Yuyun mengatakan, hingga saat ini pemindahan habitat masih dalam proses dan butuh persiapan matang. Keputusan dari pemerintah juga masih ditunggu. Hal mendesak yang perlu dilakukan sembari menunggu adalah mengendalikan tanaman invasif. “Langkap sudah mencakup lebih dari 50 persen habitat badak. WWF-Indonesia sedang melakukan pengendalian dengan cara menebang intensif. Sebulan sekali paling cepat ditebang.”Awalnya, kami menargetkan hingga 600 hektare setahun. Rupanya, membabat langkap tak semudah yang dibayangkan. “Di lapangan, setahun hanya bisa dikerjakan 40 – 50 hektare saja.”Langkap (Arenga obtusifolia) adalah tanaman sejenis palem-paleman. Tanaman ini dapat tumbuh di kegelapan dan saat dewasa, tajuknya menutupi sinar mentari, sehingga tidak menembus lantai hutan. Akibatnya, tidak ada tumbuhan pakan badak yang tumbuh.  Penanganannya dilakukan dengan mengurangi populasi. Dari beberapa percobaan, pengurangan hingga 50 persen populasinya bisa meningkatkan ketersediaan pakan badak. Hanya saja, dalam waktu 1 – 2 tahun, tanaman ini dapat berkembang kembali.Menurut Yuyun, ada banyak pertimbangan ketika menerapkan pengendalian tanaman ini, terutama menghindari gangguan terhadap badak. Tim yang bertugas di lapangan harus memastikan daerah yang akan diintervensi atau ditebang, tidak aktif didatangi badak dan daerah tersebut miliki kerapatan langkap yang tinggi.Sebelum menebang, harus dihitung dahulu keragaman vegetasi, khususnya variasi dan jumlah tanaman pakan badak. Setelah itu, penebangan dilakukan. Tak selesai di sana, setelah penebangan penghitungan intensitas dampak penebangan terhadap tanaman pakan kembali dilakukan.Hasil penghitungan ini sebagai dasar untuk mengetahui berkurang tidaknya tanaman pakan badak. Baik secara jenis atau kelimpahannya. “Jika jenis dan kelimpahan kurang, kami lakukan penanaman untuk pengayaan.”
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2016-001-04.json
Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon
Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon | Setelah penebangan selesai, tim juga melakukan pemantauan periodik dan memasang kamera jebak untuk melihat dampak tersebut terhadap badak. Apakah badak mau masuk kembali ke lokasi yang baru ditebang atau tidak. Tim juga memantau  intensitas dan percepatan pertumbuhan langkap. “Kerja berat memang.”Untuk mengendalikan langkap yang mengganggu pakan badak ini, kami mengerahkan tiga tim. Masing-masing beranggotakan enam orang. “Mereka harus melakukan semua persiapan dan tahapan yang telah ditentukan itu,” tandas Yuyun. [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2013-006-20.json
Inilah Delapan Tempat di Indonesia yang Penting untuk Perlindungan Spesies Terancam
Inilah Delapan Tempat di Indonesia yang Penting untuk Perlindungan Spesies Terancam | [CLS] Hasil penelitian yang diterbitkan oleh jurnal ilmiah Science pada tanggal 14 November 2013 yang lalu, telah merilis 78 lokasi penting untuk perlindungan dan konservasi spesies amfibi, burung dan mamalia.  Peneliti telah melakukan evaluasi terhadap 173.000 kawasan lindung yang berada di daratan yan penting bagi keanekaragaman hayati global berdasarkan jumlah daftar mamalia, burung dan amfibi yang terancam.Dari 137 kawasan lindung di 34 negara yang diidentifikasikan sebagai “tidak tergantikan” (irreplaceable) ini, 8 diantaranya terletak di Indonesia. Dalam daftar yang dikeluarkan ini, Indonesia berada di urutan pertama, diikuti oleh adalah Venezuela (5 lokasi) dan selanjutnya Brazil, Cina, Kolombia, Meksiko dan Peru masing-masing memiliki empat lokasi.Dari delapan wilayah perlindungan yang ada di Indonesia, dua diantaranya masuk di dalam Situs Warisan Dunia (World Heritage Site) yaitu Taman Nasional Lorentz di Papua dan Situs Hutan Hujan Tropis Sumatera/ Ekosistem Leuser di Sumatera. Sedangkan enam sisanya tidak termasuk dalam Situs Warisan Dunia yaitu SM Karakelang (Sulawesi Utara), TN Lore Lindu (Sulawesi Tengah), TN Manusela (Seram, Maluku), CA Pulau Yapen Tengah (Papua), TN Siberut (Sumatera Barat) dan CA Wondiwoi (Papua Barat).Jumlah situs terbanyak di Indonesia tampaknya dapat dipahami mengingat laju deforestasi yang tinggi disamping melimpahnya jumlah spesies amfibi, burung dan mamalia yang ada di Indonesia.“Kami menitikberatkan terhadap 137 area perlindungan di seluruh dunia, yang mencakup 1,7 juta km2 wilayah darat, kemudian memperbandingkan antara 100 situs terpenting yang tidak tergantikan dengan 100 area yang memiliki keterancaman spesiesnya,” demikian para peneliti mengungkapkan metodologi penelitiannya.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2013-006-20.json
Inilah Delapan Tempat di Indonesia yang Penting untuk Perlindungan Spesies Terancam
Inilah Delapan Tempat di Indonesia yang Penting untuk Perlindungan Spesies Terancam | “Salah satu contohnya adalah Taman Nasional Gunung Lorentz di Papua, Indonesia yang lebih dari 5% wilayahnya adalah tempat tinggal dari 46 spesies mamalia, termasuk dua didalamnya tidak berada di tempat lain (endemik) dan 8 diantaranya memiliki habitat di lebih dari separuh wilayah taman nasional. Hal ini merupakan contoh yang perlu diprioritaskan untuk upaya pengelolaan ke depan.”Menurut penelitian ini, kawasan lindung yang paling penting di dunia bagi spesies terancam adalah Taman Nasional Sierra Nevada de Santa Marta di Kolombia. Taman Nasional ini adalah rumah bagi lebih dari 40 spesies endemik terancam punah yang tidak ditemukan di tempat lain. Beberapa nama lain situs yang terkenal adalah Kepulauan Galapagos, Taman Nasional Manu di wilayah Amazon Peru, Western Ghats di India dan Ekosistem Hutan Hujan Sumatera, Indonesia. Dari daftar yang dirilis, sebagian besar terdapat di wilayah tropis maupun di hutan hujan pegunungan, yang sangat kaya dengan keragaman hayati yang tidak dijumpai di tempat lainnya di dunia.Dari 78 lokasi penting ini hanya baru sekitar setengahnya yang diidentifikasi dalam Status Warisan Dunia UNESCO, termasuk situs yang paling penting yaitu Sierra Nevada de Santa Maria. Situs lainnya yang belum dicantumkan meliputi Taman Nasional Pegunungan Udzungwa di Tanzania dan area ekosistem lahan basah Cienaga de Zapata di Kuba .“Semua tempat-tempat yang luar biasa ini harusnya menjadi kandidat kuat untuk status Warisan Dunia, ” kata Soizic Le Saout, penulis utama studi tersebut.“Pengakuan itu akan memastikan perlindungan yang efektif dari keanekaragaman hayati yang unik di wilayah ini, mengingat adanya standard yang ketat yang diperlukan untuk pengelolaan situs Warisan Dunia. ”
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2013-006-20.json
Inilah Delapan Tempat di Indonesia yang Penting untuk Perlindungan Spesies Terancam
Inilah Delapan Tempat di Indonesia yang Penting untuk Perlindungan Spesies Terancam | Meskipun sudah ditetapkan dalam kriteria kawasan perlindungan alam, bukan berarti wilayah-wilayah tersebut otomatis terlindungi dengan baik. Banyak ditemukan kawasan perlindungan dunia yang menderita kekurangan dana, manajemen yang buruk, maraknya perburuan satwa, menderita karena penebangan hutan dan masuknya proyek-proyek industri seperti pembangunan jalan, pembangunan PLTA dan proyek pertambangan.Di sisi lain, kawasan perlindungan alam juga menghadapi masalah dalam kebijakan baru pemerintah masing-masing negara, seperti perubahan status hukum dan pengecilan wilayah dalam rangka mengakomodasi masuknya industri-industri ekstraktif seperti minyak, gas, penebangan dan pertambangan. [SEP]
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2018-009-19.json
Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China
Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China | [CLS]  Pemerintah China telah membuat kebijakan kontroversi yang mengundang amarah pegiat lingkungan. Negeri Tirai Bambu ini akhir Oktober 2018 melegalkan cula badak dan tulang harimau sebagai bahan baku obat tradisional meski dalam perkembangannya kebijakan itu ditunda, mulai 12 November 2018 hingga waktu yang belum ditentukan. Indonesia, negara pemilik dua jenis badak dan harimau sumatera, tentu saja harus mewaspadai dampak aturan “menyesatkan” tersebut.Kepala Subdit Pengawetan Jenis Direktorat KSDAE KLHK Puja Utama mengatakan, badak merupakan satwa dilindungi. Memperjualbelikan satwa dan organ tubuhnya merupakan tindak pidana. Terkait dengan kebijakan Pemerintah China yang hendak melegalkan perdagangan cula badak, dia dengan tegas menolak hal tersebut.“Kebijakan China ini akan membuat semakin rentannya populasi badak di Indonesia. Kita harus lebih waspada. Tetapi, biasanya hal itu diputuskan di COP CITES dan kita akan memberikan pertimbangan. Indonesia melindungi badak sumatera dan badak jawa. Di Afrika dulu boleh. Tapi di Indonesia tidak, karena jelas dilindungi, juga memperjualbelikan bagian tubuhnya dilarang” jelasnya di Jakarta, Jum’at (16/11/2018).Puja mengatakan, jika kebijakan Pemerintah China tetap diberlakukan, akan mengancam populasi badak Indonesia. Walaupun nanti, misalnya cula badak diambil dari Afrika, tapi ada kemungkinan akan dicampur dengan cula badak hasil perburuan gelap di Indonesia.“Prinsipnya, kita tidak mendukung kebijakan tersebut karena akan menambah tekanan populasi badak. Di alam, kita punya tim perlindungan dan pemantau di Sumatera dan Jawa yang baik, bekerja 20 hari sebulan. Bergantian. Di Sumatera juga tim mengumpulkan jerat,” lanjutnya.Baca: Badak Sumatera, Apakah Baik-baik Saja di Habitatnya?  Di China, cula badak yang akan digunakan untuk pengobatan tradisional, menurut Puja, harus dipertanyakan dari mana sumbernya. Sebab, di China tak ditemukan badak.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2018-009-19.json
Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China
Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China | “Badak dari mana, China tak punya. China yang menjadi anggota CITES harusnya tunduk pada aturan dan tak bisa sembarang memutuskan. China memang jadi bahasan karena menggunakan organ satwa liar sebagai bahan pengobatan. Itu juga menjadi bahasan di CITES yang terdiri 197 negara anggota,” tuturnya.Baca: Kisah Romantis Perilaku Kawin Badak Jawa  Direktur Forum Konservasi Leuser (FKL) Rudi Putra, dihubungi terpisah menyatakan, hingga saat ini perburuan satwa langka termasuk badak dan harimau sumatera masih terjadi di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).“Salah satu cara yang harus dilakukan untuk menekan perburuan satwa langka di KEL adalah dengan meningkatkan patroli pengamanan. Saat ini ada 26 tim Ranger yang dimiliki FKL,” terangnya.Rudi menambahkan, jika kebijakan China itu benar-benar diberlakukan, pengamanan satwa di hutan Leuser harus lebih ditingkatkan, melebihi yang selama ini dilakukan.   “Setiap saat harus ada tim patroli,” ujarnya.  Cula badak merupakan keratin yang menggumpal, pengembangan jaringan epidermis seperti kuku atau rambut pada manusia. Keratin merupakan manfaat protein yang diproduksi oleh folikel keratin. Cula tidak memberikan nilai positif untuk manusia, kecuali berguna pada badak itu sendiri sebagai pertahanan diri.Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Ethnupharmaculogy, 33 (1991) 45-50, Elsevier Scientific Publishers Ireland Ltd, menunjukkan sesungguhnya tanduk kerbau dapat digunakan sebagai pengganti cula badak untuk mengobati hipertermia. Terutama, bila disiapkan dengan herbal atau bahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip resep senyawa pengobatan China. Meski, ada kemungkinan dosis lebih tinggi dari tanduk kerbau diperlukan dalam pengobatan itu. Kajian ilmiah tersebut berjudul Ethnopharmacology of rhinoceros horn. II: antipyretic effects of prescriptions containing rhinoceros horn or water buffalo horn.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2018-009-19.json
Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China
Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China | Baca: Kenapa Permintaan Cula Badak, Gading Gajah, dan Tulang Harimau Tinggi di Asia?  Perburuan akan meningkatKepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh saat menjadi pembicara diskusi terarah garapan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh bersama Forum Koservasi Leuser (FKL), 14 November 2018 menjelaskan, kebijakan China sangat berpengaruh terhadap populasi harimau sumatera di Aceh.“Jumlah harimau di Aceh berkisar 150 hingga 200 individu, berdasarkan survei 2013-2015. Populasinya tersebar di Kawasan Ekosistem Leuser juga hutan Ulu Masen,” terang Sapto Aji Prabowo.Sapto mengatakan, tanpa ada aturan yang melegalkan cula badak dan tulang harimau di China, perburuan satwa dilindungi saja terus terjadi. Bila aturan itu benar-benar diberlakukan, dipastikan perburuan makin meningkat.“Kulit, tulang harimau, serta cula badak dan awetan satwa lainnya yang dicuri di Indonesia, khususnya di Aceh, umumnya dikirim ilegal ke China. Apa jadinya jika diperbolehkan di China, tentu saja akan mempercepat kepunahan satwa kebanggaan Indonesia ini,” jelasnya.Baca juga: Melihat Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera 2018-2028. Seperti Apa?  Sapto menambahkan, selain perburuan, nasib harimau sumatera makin tragis karena pengrusakan habitat: perambahan hutan maupun pembalakan liar. Selain itu, pengungkapan kasus perburuan harimau dan satwa liar sulit diungkap sebagaimana peredaraan narkoba. Dari kasus yang dibongkar, perdagangan bagian tubuh satwa liar tidak dilakukan satu orang, tapi jaringan.“Bisa jadi tidak saling kenal. Sulit dilacak hingga ke pembeli utama,” ujarnya.  Ahli konservasi harimau sumatera, Hariyo Tabah Wibisono dalam diskusi itu mengatakan, sejumlah pihak sedang melakukan survei populasi harimau sumatera di sejumlah habitat. “Diharapkan berjalan maksimal sehingga bisa didapat data akurat sebaran harimau dan informasi pendukung lainnya.”
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2018-009-19.json
Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China
Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China | Hariyo menyebutkan, saat ini juga dipastikan   konservasi harimau di beberapa tempat yang sudah berjalan baik bisa ditingkatkan. Habitat harimau yang terabaikan juga mulai diperhatikan. “Harapannya, konservasi harimau bisa menggandakan populasi pada lanskap besar di 2022,” ujarnya.Lelaki disapa Bibah ini melanjutkan, perlindungan koridor harimau yang menghubungkan dua kawasan hutan sangat penting dilakukan agar harimau bisa berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain.   “Seperti hutan penghubung Kawasan Ekosistem Leuser dengan Ulu Masen di wilayah Beutong, Kabupaten Nagan Raya. Hutan ini sangat penting karena di Ulu Masen populasi harimau berkurang dan harimau dari Leuser bisa pindah ke kawasan ini,” tandasnya.   [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2016-056-17.json
Bila Antam Beroperasi di Jambi, Beragam Masalah Ini Bisa Terjadi…
Bila Antam Beroperasi di Jambi, Beragam Masalah Ini Bisa Terjadi… | [CLS] Kehadiran PT Aneka Tambang (Antam) di dua kabupaten di Jambi, yakni, Merangin dan Sarolangun, mendapat penolakan dan kecaman keras Walhi dan masyarakat. Mereka khawatir beragam masalah akan muncul kala tambang beroperasi membuka hutan alam.Analisa Walhi, pertambangan Antam bakal meningkatkan potensi banjir di sana. Direktur Walhi Jambi, Musri Nauli mengatakan, jika Antam lanjut khawatir banjir dan longsor mengancam 20 desa di dua kabupaten itu.“Penambangan emas tradisional dua kabupaten itu, sudah sering menimbulkan banjir. Baru-baru ini Batang Asai banjir bandang. Apalagi Antam di hulu dengan tutupan hutan baik, yaitu hutan produksi terbatas,” katanya.Perusahaan sudah mengantongi izin konsensi tambang berdasarkan  SK Menhut-IKE-5412011 soal izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan eksplorasi bahan galian emas dan mineral pengikutnya pada HPT. Izin di Merangin sekitar 4.754 hektar. Lalu, SK Menhut-IKE-488-2012 mengenai izin pinjam pakai kawasan hutan untuk eksplorasi emas dan mineral pengikut pada HPT di Merangin 3.877 hektar.SK Bupati Merangin  tentang persetujuan izin usaha pertambangan eksplorasi pada Antam seluas 9.690 hektar, Juga SK Bupati Merangin tahun 2010 soal persetujuan penyesuaian kuasa pertambangan eksplorasi menuju IUP eksplorasi kepada Antam 7.633 hektar.Operasi Antam, katanya, juga berpotensi menimbulkan kekeringan. Ada enam sungai besar dan 96 anak sungai terancam, jika daerah hulu ada tambang. “Sungai-sungai ini denyut nadi kehidupan masyarakat di Merangin. Yang pasti, akan terjadi kekeringan kala kemarau, nanti air minum diganti emas saja,” katanya.
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2016-056-17.json
Bila Antam Beroperasi di Jambi, Beragam Masalah Ini Bisa Terjadi…
Bila Antam Beroperasi di Jambi, Beragam Masalah Ini Bisa Terjadi… | Keenam sungai meliputi  Sungai Mempenau,ada dua hulu jatuh ke Mempenau, mengaliri Desa Talang Tembago Jangkat Timur. Sungai Ampar, sekitar 28  anak sungai jatuh ke Sungai Ampar. Sungai Batang Asai Besar, ada 26 anak sungai ke Sungai Batang Asai Besar. Sungai Sako Merah, ada 13 anak sungai jatuh ke sini. Lalu, Sungai Mengkudam ada 13 anak sungai ke sini. Terakhir Sungai Batang Tangkui, ada 13 anak sungai ke sungai ini.Dampak dari pembukaan hulu sungai, katanya, juga merusak lebih 500 hektar persawahan dan pertanian.”Di Sungai Batang Asai Kecil ada persawahan 117 hektar. Padi ladang dan jagung sekitar empat hektar. Sungai Batang Tangkui ada sawah 58 hektar dan Sungai Mempenau Talang Tembago mengairi sawah seluas 155 hektar,” ucap Musri.Hutan desa berhutan lebat terancamIzin Antam juga menyebabkan Hutan Desa Muara Madras seluas 5.330 hektar bakal hilang. Sebab, hampir 90% luasan masuk konsesi eksplorasi Antam, seluas 5.185 hektar. Serupa dengan Hutan Desa Talang Tembaga seluas 2.707 hektar, masuk konsesi Antam seluas 898 hektar. Padahal status hutan desa HPT dengan tutupan hutan primer sangat rapat.Selama ini,  hutan desa berpotensi dikelola masyarakat menjadi perkebunan dan pertanian. Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Muara Madras, Badrul Amin menyebutkan, penduduk desa tak mengetahui keberadaan Antam. “ Kami tak tahu ada Antam. Kami tak pernah diajak berdiskusi apalagi Hutan Desa kami masuk konsesi mereka,” katanya kepada Mongabay, pekan lalu.Badrul menyebutkan, hutan desa mereka dengan penetapan 2012 terjaga baik dengan tutupan lebat. Aturan Desa Muara Madras, katanya,  melarang penebangan hutan. “Masih banyak kayu-kayu alam berdiameter besar seperti kayu medang, jernang dan rotan. Satu batang kayu dilindungi di sini, tak boleh ada yang menebang.”
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2016-056-17.json
Bila Antam Beroperasi di Jambi, Beragam Masalah Ini Bisa Terjadi…
Bila Antam Beroperasi di Jambi, Beragam Masalah Ini Bisa Terjadi… | Musri mengatakan, rencana pembukaan jalan dari Undergrone Mine ke Desa Batu Empang, Batang Asai, Sarolangun sepanjang 22 Km lebar 18 meter, kemungkinan sekitar 82 hektar hutan primer terbuka. Jalan ini akan membelah KPH Limau Sarolangun dan usulan Hutan Desa Batu Empang.Dengan pembuatan jalan memotong 15 anak sungai, katanya,  bedampak pengurangan debit air Sungai Batang Tangkui. Sungai ini digunakan masyarakat di 11 desa untuk kebutuhan sehari-hari dan pembangkit listrik mikrohidro.Rencana jalan ini, katanya, dalam HPT berhutan primer dengan kelerengan 25%-40%. Dalam Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) hanya menjelaskan pembukaan jalan pakai maksimal kelerengan 12%. [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2015-037-06.json
Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera
Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera | [CLS] Gajah, siapa yang tidak kenal dengan satwa berbelalai ini? Selain dikenal sebagai makhluk hidup dengan tubuh terberat di darat, gajah pun memiliki karakter unik yang sangat layak untuk dikagumi.Hari ini, 12 Agustus, merupakan Hari Gajah Sedunia atau World Elephant Day. Namun, saya lebih senang menggunakan istilah Global Elephant Day (GEDay) yang singkatan ini, bila diucapkan terdengar seperti ‘gede’, kata yang identik dengan gajah.Terlepas dari penyebutan istilah tersebut, pastinya perayaan Hari Gajah Sedunia ini makin spesial karena jaraknya yang hanya terpaut lima hari dari Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Sekaligus, sebagai momen yang tepat bagi kita untuk merenungi “nasib” gajah. Mengapa? Karena, di satu sisi kita merayakan kemerdekaan kita sebagai bangsa yang berdaulat namun, di sisi lain kita justru masih membiarkan gajah, hidup dalam kondisi terjajah, khususnya di Sumatera.Sebagai seekor gajah aku dikandung oleh indukku selama 18-22 bulan. Ya, lebih dari dua kali lamanya dibanding usia kandungan manusia! Ketika aku dilahirkan, aku menyusui sekitar tiga tahun, dan terus dirawat serta belajar dari ibu dan kerabatku.Kawanku yang betina biasanya akan tetap bergabung dengan kelompok gajah betina hingga tua. Sementara aku, sebagai gajah jantan, akan mulai memisahkan diri saat masa puber dan bergabung dengan kelompok jantan pradewasa dan dewasa ketika usiaku sekitar 12-15 tahun. Gajah dan manusia sebetulnya memiliki beberapa kemiripan, terutama dalam hal tahapan pertumbuhan dan usia harapan hidup yang mencapai usia 70-an tahun.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-037-06.json
Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera
Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera | Dalam kelompok gajah betina yang jumlahnya berkisar puluhan hingga ratusan ekor, kelompok ini akan hidup dan menjelajahi wilayah yang luasnya mencapai 200 kilometer persegi. Namun, itu semua bergantung pada kondisi habitat, ketersediaan pakan atau ancaman di wilayah jelajah, dan sesekali kelompok besar akan berpencar menjadi kelompok lebih kecil. Bahkan, dalam kondisi tertentu, kelompok kecil ini dapat berpencar lagi menjadi kelompok lebih kecil atau ‘keluarga’ atau “sahabat” terdekat.Sementara, gajah jantan yang telah dewasa, termasuk aku dan ayahku, biasanya bergabung dalam kelompoknya sendiri dan akan menjelajah di jalurnya sendiri. Pergerakan kelompok gajah jantan mungkin dapat diibaratkan sebagai satelit yang selalu dapat memantau dan mengikuti namun tidak membaur dengan kelompok gajah betina. Hanya sesekali, satu atau dua ekor gajah jantan mendekat dan bergabung dengan kelompok betina, yakni ketika masa berbiak.Meski sering berjauhan antara individu dan kelompoknya, aku dan kerabatku bangsa gajah, memiliki mekanisme komunikasi jarak jauh “wireless” yang berkembang dengan sangat baik. Bukan hanya mampu mendengar dengan telinga, sesama gajah juga memiliki kemampuan untuk mendeteksi getaran “infrasonic” yang tidak terdengar oleh manusia.Kalau manusia kakinya hanya digunakan untuk berjalan atau menendang, kaki gajah justru dapat berfungsi untuk ‘mendengar’. Dengan telapak kaki, kami dapat mendeteksi dan membedakan getaran yang ditimbulkan oleh kelompok kami, satwa lain, ataupun tanda-tanda alam seperti gempa bumi. Itu sebabnya ketika gempa mengguncang dan tsunami menerjang, kerabatku yang berada di daerah terdampak bencana seperti Srilanka telah mengetahuinya dan berupaya menyelamatkan diri. Namun, kasihan manusia, mereka kebanyakan telah kehilangan sensitivitasnya terhadap tanda-tanda alam, sehingga banyak yang menjadi korban.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2015-037-06.json
Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera
Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera | Bertahun menjelajah hutan, hanya sesekali aku dan kelompokku berjumpa manusia, makhluk yang unik dan sebetulnya menarik. Mereka yang berjalan tegak dengan dua kaki, tubuh yang selalu berbalut pakaian warna-warni, dan kaki yang beralaskan sesuatu yang tebal.Terkadang, kepalanya ditutupi sesuatu dengan bentuk yang bermacam.Yang paling unik, mereka memiliki hidung yang tidak banyak fungsi selain bernafas. Sangat berbeda dengan aku yang memiliki hidung sangat berkembang dan dapat digunakan untuk memegang, memelintir, memotong, menyedot air, menyemprot, membelai, merangkul dan masih banyak lagi. Aku merasa beruntung menjadi makhluk terhebat di muka bumi.Namun, ibu dan saudaraku selalu wanti-wanti agar aku menjauh dari manusia. Karena, mereka sering menganggap kami bangsa gajah, makhluk berbahaya yang tanpa sebab, kelompokku kadang dianiaya atau setidaknya diusir dari lokasi yang mereka anggap wilayahnya. Tetapi, akhir-akhir ini kelompokku malah makin sering berjumpa manusia.Hutan luas sebagai rumah kami yang dulunya tak terjamah, kini telah dikuasai mahluk yang suka keramaian itu. Terlebih, beberapa tahun belakangan ini, kerabatku banyak yang tewas akibat menelan umpan buah-buahan yang dibalur racun. Selain itu, banyak gajah jantan, mungkin termasuk ayahku, yang telah mati diburu oleh sekelompok manusia bersenjata yang mengincar gading kami.Itu adalah salah satu keanehan manusia yang paling sulit kumengerti. Bayangkan kalau kami sebagai gajah memiliki keinginan serupa, memburu manusia demi mengambil gigi atau kukunya untuk dijadikan hiasan di sepanjang jalur jelajah kami. Akankah manusia memahami?Hal lain yang semakin membingungkanku adalah wilayah jelajah kelompokku yang semakin sempit dan terdesak perkebunan sawit, karet, dan akasia. Ketika kami meninggalkan jalur jelajah dan kembali lagi dalam hitungan bulan, hutan tempat kami mencari makan, bermain, dan mandi sudah ditebas, atau dibakar.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2015-037-06.json
Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera
Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera | Makin sering juga kulihat kepulan asap yang menyelimuti jalur lintasan atau juga lahan yang masih membara. Kami, bangsa gajah benar-benar khawatir. Raungan sepeda motor dan dentuman petasan, terus memaksa kami untuk menjauh. Meninggalkan wilayah jelajah kami, hutan belantara yang bagai disulap: sim salabim abra kadabra, berubah menjadi kebun sawit yang katanya milik manusia…Begitulah kehidupan gajah sumatera sekarang. Habitat dan populasinya mengalami penurunan drastis. Sekitar 70% habitatnya hilang atau rusak hanya dalam satu generasi (25 tahun) sejak 1985. Sebanyak 23 kantong populasi gajah pun mengalami kepunahan lokal pada periode tersebut, yang sebagian besar berada di Lampung dan Riau.Pada periode itu juga, penurunan populasi paling drastis terjadi di Riau, terdokumentasi lebih dari 80%. Perhitungan terakhir untuk seluruh Sumatera dari perkiraan beberapa pegiat konservasi baik dari anggota Forum Konservasi Gajah Indonesia dan staf pemerintah dari instansi terkait dalam sebuah lokakarya awal 2014, diperoleh angka sekitar 1.700 ekor gajah yang tersisa di seantero Sumatera. Jumlah ini, bahkan dianggap over-estimate atau berlebih, sehingga perlu pengecekan lapangan. Padahal, perkiraan pada 2007, populasinya masih berkisar 2.400 – 2.800 individu.Ancaman terhadap kehidupan gajah sumatera saat ini bersumber dari kegiatan dan keserakahan manusia. Kondisi di lapangan terlihat pada penyempitan dan terpecahnya habitat, meningkatnya konflik dan kematian gajah akibat racun atau tembakan senjata api pemburu liar. Karena kita, manusia, yang menjadi penyebab keterancaman mereka, kita pulalah yang paling bertanggung jawab dan harus mencari solusinya.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2015-037-06.json
Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera
Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera | Jika kita berpikir objektif, solusi itu ada. Menjaga, merawat, dan memulihkan habitat gajah; mencegah, menghindarkan serta menangani konflik dengan baik; dan menghentikan perburuan liar, bisa dilakukan. Penjabaran lebih detil dari solusi tersebut telah banyak tertuang di berbagai dokumen atau diskusi berbagai pertemuan.Yang diperlukan sekarang adalah komitmen bersama umat manusia. Komitmen ini bisa dimulai dari pemimpin dan tokoh bangsa beserta dukungan penuh masyarakatnya guna memperjuangkan nasib gajah yang sejatinya adalah cerminan kondisi ekosistem pendukung kehidupan kita semua. [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2020-077-11.json
Organisasi Lingkungan Desak Presiden Setop Pembangkit Batubara Teluk Sepang
Organisasi Lingkungan Desak Presiden Setop Pembangkit Batubara Teluk Sepang | [CLS]    Sejak November tahun lalu, puluhan penyu langka dan dilindungi mati di perairan dekat pembuangan limbah PLTU batubara, Teluk Sepang, Bengkulu. Kematian satwa laut itu jadi penanda masa uji coba PLTU investasi Tiongkok yang kabarnya bakal resmi beroperasi dalam waktu dekat.Berbagai kalangan mendesak, Presiden Joko Widodo menghentikan proyek berbahaya ini dan mendorong transisi energi terbarukan, yang bersih dan berkeadilan. Pius Ginting dari Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) juga jurubicara #BersihkanIndonesia, mengatakan, sejak awal, PLTU Teluk Sepang merupakan proyek bermasalah yang mendapat penolakan besar warga Bengkulu.“Dokumen amdal (analisis mengenai dampak lingkungan-red) PLTU Teluk Sepang tidak sesuai fakta lapangan,” katanya.Lokasi pembangunan PLTU, katanya, berada di Pulau Baai, Kota Bengkulu, tidak sama dengan isi dokumen RTRW Bengkulu yang menyatakan area pembangunan di Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara.Baca juga: Kasus Matinya 28 Penyu di Bengkulu, Ini Hasil Uji LaboratoriumKalau PLTU Teluk Sepang tetap jalan, katanya, akan merusak biota laut karena Pantai Bengkulu merupakan bagian dari pantai barat Sumatera yang masuk kategori laut kaya keragaman hayati.  Menurut Pius, Convention on Biological Diversity (CBD) menamai daerah ini sebagai Upwelling Zone of the Sumatra-Java Coast, dan masuk dalam daerah ecologically or biologically significant marine areas (EBSAs).EBSAs memiliki signifikansi lebih tinggi terhadap satu atau lebih spesies dari ekosistem dibandingkan daerah lain.Proyek PLTU yang masuk dalam program 35.000 MW ini didanai investasi Tiongkok, yakni Power China dan PT Intraco Penta Tbk.Tiongkok merupakan salah satu investor terbesar untuk program berbasis energi kotor batubara ini. Di negerinya sendiri, Tiongkok telah menyetop pembangunan PLTU batubara dan beralih ke energi terbarukan.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2020-077-11.json
Organisasi Lingkungan Desak Presiden Setop Pembangkit Batubara Teluk Sepang
Organisasi Lingkungan Desak Presiden Setop Pembangkit Batubara Teluk Sepang | Ironisnya, kata Pius, pada Oktober 2020, Tiongkok jadi tuan rumah Konferensi Keragaman Hayati PBB ke-25. “Tiongkok seharusnya bisa jadi teladan bagi dunia investasi agar peka keberagaman hayati,” katanya.Yayasan Kanopi Bengkulu mencatat, sejak masa uji coba pada 19 September 2019-23 Januari 2020, limbah air bahang yang keluar PLTU Teluk Sepang diduga kuat jadi penyebab kematian 28 penyu di perairan Bengkulu terutama di Teluk Sepang.Penyu-penyu ini ditemukan mati tak jauh dari saluran pembuangan limbah Teluk Sepang. “Pemerintah menyebut, kematian penyu karena bakteri Salmonella sp dan Clostridium sp.”Dia bilang, hasil ini sangat meragukan. Berdasarkan keterangan dari lembaga konservasi internasional, Lampedusa Sea Turtle Rescue Center, Italia, kedua jenis bakteri ini umum di penyu laut tetapi daya patogenitas rendah.“Kami meminta KLHK mengeluarkan surat rekomendasi untuk menunda operasi PLTU Teluk Sepang karena dampak yang ditimbulkan. Pemerintah bisa menyelamatkan masa depan udara bersih bagi masyarakat Bengkulu dengan tidak melanjutkan operasi PLTU kotor itu,” kata Ali Akbar, Jurubicara #BersihkanIndonesia dari Kanopi Bengkulu.  Segera beralih ke energi terbarukanPamela Simamora, Kepala Divisi Riset Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan, potensi energi terbarukan di Sumatera mencapai 128.817 megawatt.Saat ini, kapasitas energi terbarukan terpasang 1.985 megawatt dan dalam RUPTL 2019-2028 rencana dibangun lagi 17.768 megawatt energi terbarukan yang memanfaatkan air, angin, biomassa, panas bumi dan tenaga matahari.Studi IESR, di Bengkulu, potensi teknis seluruh rumah tangga pelanggan PLN antara 1,3-4,2 gigawatt peak. Potensi pasar energi terbarukan rumah tangga pelanggan PLN di Bengkulu lebih 1.300 VA antara 0,3 hingga 1 gigawatt peak.“Namun kapasitas terpasangnya, nol,” kata Pamela.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2020-077-11.json
Organisasi Lingkungan Desak Presiden Setop Pembangkit Batubara Teluk Sepang
Organisasi Lingkungan Desak Presiden Setop Pembangkit Batubara Teluk Sepang | Potensi eenergi terbarukan di Bengkulu total 7.297 megawatt, tetapi, katanya, hanya 259 megawatt kapasitas terpasang yang tersambung dengan PLN (on grid).Untuk itu, Pamela menyarankan, pemerintah Indonesia segera beralih ke energi terbarukan, termasuk di Bengkulu yang punya potensi besar energi terbarukan seperti energi surya atap.“Energi surya akan lebih kompetitif dibanding PLTU batubara. Kalau tahun 2020, kisarannya antara US5-10 sen per kWh. Untuk batubara 5-8 sen per kWh. Pada 2050, energi surya lebih murah dari bahan bakar. Inipun tanpa memperhitungkan ongkos karbon,” katanya. Keternagan foto utama: Limbah PLTU yang mencemari lingkungan. Foto: Koalisi Langit Biru [SEP]
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2014-056-09.json
Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat
Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat | [CLS] Hampir setahun, sejak 16 Mei 2013, putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, hutan adat bukan hutan negara. Kenyataan di lapangan, pengakuan itu belum ada.Kekecewaan masyarakat adat terhadap ketakseriusan pemerintah ini disuarakan dalam sejumlah aksi sekaligus memperingati Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara sekaligus hari lahir Aliansi Mansyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke 15, jatuh pada 17 Maret 2014. Aksi di berbagai daerah termasuk Maluku Utara dan Sulawesi Selatan.Di Ternate, Malut, seratusan warga dari sejumlah perwakilan komunitas adat dan aktivis tergabung dalam Koalisi Pendukung Hutan Adat Malut unjuk rasa di sejumlah titik di Ternate, antara lain Dinas Kehutanan Malut, RRI Ternate dan Pasar Gamalama.Mereka menuntut pembubaran Kementerian Kehutanan dan mendesak pemerintah segera mengimplementasikan Keputusan MK No 35/PUU-X/2012.“Hampir satu tahun, , Kementerian dan Dinas Kehutanan tak berbuat apa-apa. Seakan tak ikhlas melaksanakan putusan ini,” kata Munadi Kilkoda, Ketua BPH AMAN Malut kepada Mongabay, Senin (17/3/14).Hingga saat ini Dinas Kehutanan Malut terus berjanji menindaklanjuti keputusan MK ini, tetapi janji tak juga terwujud. “Sampai kapan janji itu dibuktikan? Tak ada kejelasan sama sekali. Karena inilah kemudian kami menuntut agar Kemenhut dibubarkan karena tak becus mengurus hutan dan tak ikhlas mengimplementasikan putusan MK 35.”Aksi juga mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan Masyarakat Hukum ADAt dan perda tentang masyarakat adat.Menurut Munadi, selama ini hampir seluruh hutan di Malut dijadikan kawasan hutan negara. Tak ada satu pun diberikan kepada masyarakat adat. Yang terjadi, pemberian konsesi pengelolaan kepada investor tambang, HPH, HTI dan sawit.“Mereka lebih memilih memberikan hutan untuk investor dibandingkan kepada masyarakat yang sebenarnya pemilik sah hutan itu.”
[0.9999998211860657, 1.0801165473139918e-07, 9.364350717078196e-08]
2014-056-09.json
Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat
Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat | Munadi juga mengkritik kinerja Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, diibaratkan pesulap yang dengan gampang menunjuk peta untuk menetapkan suatu wilayah menjadi kawasan hutan. Padahal, mungkin di wilayah itu hutan milik masyarakat adat.“Konflik terjadi dimana-mana. Kriminalisasi masyarakat yang menuntut hak atas hutan, penangkapan oleh polisi ketika membuka kebun di dalam kawasan hutan serta penyerobotan lahan masyarakat oleh investor tambang dan sawit menjadi rahasia umum di Malut.”Masri Anwar, Biro Advokasi AMAN Malut, juga koordinator lapangan aksi mengatakan, aksi itu merupakan akumulasi berbagai permasalahan di masyarakat adat.Di Malut terdapat 345 izin usaha tambang untuk eksplorasi dan eksploitasi, dan dua blok Kawasan Taman Nasional, yaitu KTN Aketajawe dan Lolobata.Menurut Masri, saat ini Malut memiliki 48 komunitas adat tergabung dalam AMAN Malut. Kondisi mereka relatif sama, rentan ancaman pengusiran dan kriminalisasi. Mereka pun kesulitan mengakses hutan-hutan tempat menggantungkan hidup selama ini.Komunitas adat yang terancam antara lain, Suku Sawai, terletak Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah. Mereka berdiam di sejumlah desa antara lain Desa Lelilef Woi Bulan, Sagea, Gemaf, Lelilef Sawai, Kobe, Sidanga, Weda, Fritu, Wale, Messa dan Dote, dengan populasi diperkirakan sekitar 10.000 jiwa.Tak hanya minim perhatian pemerintah daerah, mereka juga terancam pertambangan nikel di daerah itu, yang mematok tanah hingga puluhan ribuan hektar.Di Sulawesi Selatan, peringatan HKMAN dipusatkan di dua titik, yaitu di Palopo dan Kabupaten Sinjai. Di Palopo, aksi oleh seratusan perwakilan masyarakat adat se-Tana Luwu dan Organisasi Mahasiswa se-Kota Palopo tergabung dalam Front Gerakan Bersama.Perwakilan mereka diterima Ketua DPRD Kota Palopo, Tasik dan sejumlah pimpinan DPRD Kota Palopo lain. Mereka berjanji menindaklanjuti tuntutan  ini.
[0.979743480682373, 0.01992865651845932, 0.0003278783697169274]
2014-056-09.json
Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat
Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat | Menurut Mahir Takaka, Deputi III Pengurus AMAN Pusat, sejak lima belas tahun gerakan masyarakat adat nusantara dideklarasikan di Hotel Indonesia Jakarta, ada beberapa perubahan kebijakan terkait masyarakat adat. Salah satu keputusan MK 35.Hanya, pemerintah seakan tidak serius dalam implementasi kebijakan  ini. Kemenhut justru mengeluarkan berbagai kebijakan yang bertentangan dengan Putusan MK.35 dan terkesan menunda pembahasan RUU PMHA.“Bahkan, Kemenhut menggunakan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan untuk mengkriminalisasi masyarakat adat, salah satu konflik masyarakat Ba’tan di dataran tinggi Palopo yang berkonflik dengan BKSDA.”Untuk itu, hadir disini meminta DPRD dan pemerintah berkomitmen melaksanakan putusan MK 35 tentang hutan adat ini. Tasik berjanji segera menindaklanjuti tuntutan ke pihak-pihak terkait.Pimpinan DPRD Palopo dalam kesempatan itu juga menandatangani petisi MK 35, yang dilanjutkan penandatangan surat dukungan percepatan pengesahan RUU PHMA yang ditandatangani langsung ketua, wakil I, ketua dan anggota komisi I DPRD Palopo.Bata Manurung, Ketua PB Aman Tana Luwu,  mengapresiasi perhatian dan dukungan DPRD Palopo. Dukungan itu, segera diserahkan kepada DPR Pusat. “Surat dukungan percepatan pengesahan RUU dan petisi MK 35 ini akan dikirim ke pansus DPR dan Kemenhut. Ini sebagai bukti aspirasi daerah.”Aksi serupa di Kabupaten Sinjai. Gerakan Rakyat Tolak Tambang Bonto Katute (Gertak) mendesak pemerintah menghentikan kriminalisasi warga yang tinggal di sekitar hutan adat. Mereka juga menolak penentuan tapal batas hutan lindung secara sepihak dan tidak partisipatif. Mereka mendesak pemerintah segera melakukan pemetaan partisipatif untuk kawasan hutan lindung, sebagai bagian dari implementasi putusan MK 35.
[0.979743480682373, 0.01992865651845932, 0.0003278783697169274]
2014-056-09.json
Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat
Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat | Wahyullah, juru bicara Gertak, menuding pemerintah selama ini lebih perduli pada kepentingan segelintir pengusaha tambang dibanding kepentingan warga. Terbukti, dengan kasus pengusiran dan kriminalisasi warga.Harus Jalankan Putusan MKSementara itu, Komnas HAM meminta pemerintah daerah aktif berkoordinasi dengan lembaga pemerintah lain dalam menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 35 Tahun 2013, mengenai hutan adat bukan hutan negara. “Pemerintah daerah tak harus menunggu pusat dulu baru mengurusi masyarakat adat, misal, tak harus  setelah lahir UU Perlindungan Masyarakat Adat,” kata Nur Kholis, komisioner Komnas HAM, dihubungi Rabu(19/3/14).Dia mengatakan, Kementerian Kehutanan seharusnya menghormati Keputusan MK No 35, hingga tidak sweeping di kawasan hutan yang diklaim sebagai hutan negara. Kemenhut diminta bermusyawarah dengan masyarakat adat. “Hal dilakukan selama proses pemetaan hutan adat di suatu wilayah selesai dilakukan, dan ditetapkan secara hukum,” katanya.Kepolisian, juga harus menghormati Keputusan MK ini. “Mereka jangan lagi menangkap atau memproses hukum masyarakat adat yang masuk ke wilayah hutan. Mereka harus tahu betul mengenai status hukum hutan. Jangan hanya berdasarkan klaim sepihak dari Kehutanan. Banyak hutan baru tahap penunjukan belum penetapan.”Komnas HAM, katanya akan aktif memonitoring wilayah yang berpotensi konflik antara masyarakat adat dengan pemerintah maupun perusahaan.Kasus Suku SemendeSementara itu, Mualimin Pardi Dahlan, Ketua Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), menjelaskan, selama 2013, tercatat lebih kurang 203 masyarakat adat ditangkap dan ditahan kepolisian dengan tuduhan merambah atau merusak hutan negara.“Salah satu kasus yang kita dampingi yakni empat warga adat Semende di Bengkulu. Mereka dituduh merambah hutan.”
[0.9999998211860657, 1.0797046456900716e-07, 9.069145079365626e-08]
2014-056-09.json
Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat
Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat | Empat warga ini, ditangkap tim Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Polres Kaur pada 23 Desember 2013. Kini, diadili di Pengadilan Negeri Kelas II Bintuhan Kabupaten Aur Bengkulu. “Ini jelas sekali kriminalisasi terhadap masyarakat adat.”Menurut dia, seharusnya mereka tidak diproses hukum. Justru yang harus dilakukan membahas soal status hutan yang diklaim masuk TNBS itu. “Apalagi ada keputusan MK 35 yang mengakui hutan adat. Dalam kondisi ini pengadilan harus membebaskan mereka dari berbagai tuntutan,” kata Mualimin.Penuntut Umum Heri Antoni, mendakwa keempat warga Semende melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri dalam kawasan hutan sebagaimana ketentuan Pasal 92 Ayat (1) huruf b Jo. Pasal 17 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Laporan dari Makassar dan Palembang. [SEP]
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2015-061-12.json
Duh! Belasan Beruang Madu Ini Ditemukan Terpotong-potong
Duh! Belasan Beruang Madu Ini Ditemukan Terpotong-potong | [CLS] Tim Wildlife Conservationa Society (WCS), yang membongkar jaringan penjualan trenggiling di Medan, Sumatera Utara, kembali menemukan puluhan potongan tubuh beruang, di tempat sama, Kompleks Niaga Malindo, Medan.Irma Hermawati, Legal Advisor Wildlife Crime Unit WCS, mengatakan, letika membuka Priger, mereka menemukan sekitar 35 potongan beruang madu. Mereka kembali melaporkan kepada Mabes Polri.Saat analisis, kemungkinan beruang ini lebih 12 ekor. Ketika potongan tubuh beruang disatukan, ditemukan enam pasang kaki depan dan belakang. Ada juga bagian mulut dan badan. “Ini luar biasa. Bukan trenggiling saja yang diburu, tetapi satwa lain.”Dengan penemuan ini, diharapkan kepolisian menangkap pelaku-pelaku lain yang belum tertangkap. “Ini membuktikan jarigan ini bukan pemain kelas kecil, melainkan masuk professional dan bekerja sangat rapi.”Dia berharap, penyidik Mabes Polri memberika  pasal yang tepat hingga pelaku mendapatkan tuntutan maksimal, pidana lima tahun, denda Rp500 juta.”“Ini keji sekali,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kala diperlihatkan potongan tubuh beruang.  Beruang, katanya, satwa dilindungi yang tak boleh dipelihara apalagi diperdagangkan bahkan sampai dibunuh.Dia berharap, peran serta masyarakat dan kelompok organisasi lingkungan, dalam mencegah kasus terulang. Dia berharap, ada informasi cepat bukan saja oleh penyidik kehutanan, juga kepolisian.“Ini harus disidik hingga tuntas. Kami atas nama pemerintah mengucapkan terimakasih terhadap WCS yang mendukung pencegahan perburuan dan perdagangan satwa. Kepolisian juga kami apresiasi karena bertindak cepat. Bukan saja di Sumut, tetapi di Indonesia harus dicegah kasus serupa terulang.”Kombes Pol Didit Wijanardi, Wakil Dirktur Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Mabes Polri, mengatakan, perdagangan satwa liar ini cukup tertata rapi. Modus operasi juga mengikuti perkembangan zaman.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2015-061-12.json
Duh! Belasan Beruang Madu Ini Ditemukan Terpotong-potong
Duh! Belasan Beruang Madu Ini Ditemukan Terpotong-potong | Dalam pengungkapan jaringan perdagangan satwa ini, katanya, Mabes Polri akan menukar informasi dan komunikasi, dengan meminta jaringan penyidik di luar negeri, khusus negara-negara ASEAN.“Kita yakin bisa terbongkar, karena selama ini negara-negara tergabung dalam ASEAN Wild saling bertugas informasi. Untuk perdagangan satwa liar di ASEAN, akan kita telusuri, kemana satwa-satwa ini akan dikirim, dan daerah mana lokasi perburuan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan terungkap, karena satu tersangka tertangkap.”Tersangka yang tertangkap, katanya, merupakan bos di Indonesia, yang mengatur pembelian, pengiriman dan komunikasi dengan jaringan lain baik di dalam maupun luar negeri. [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2015-083-09.json
BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan
BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan | [CLS] Melalui Peraturan Presiden No.16/2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Presiden Jokowi membubarkan Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut (BP REDD+) dan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Tugas dan fungsi kedua lembaga tersebut kemudian akan dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).Banyak pihak menyayangkan pembubaran BP REDD+ dan DNPI, karena kedua lembaga tersebut mempunyai peran vital, yang tidak bisa diemban hanya oleh KLHK. Tidak hanya itu, pembubaran BP REDD+ bahkan dianggap melanggar nota kerjasama Indonesia dan Norwegia di bidang kehutanan.“(Dengan pembubaran BP REDD+), yang pasti dilanggar adalah LoI (letter of intent / nota kerjasama) dengan Norwegia,” kata Agus Purnomo, mantan Kepala Sekretariat DNPI yang ditemui Mongabay di Jakarta, pada Kamis (29/01/2015).Agus  Purnomo yang lebih akrab dipanggil Pungki mengatakan sudah seharusnya pemerintah memberitahukan secara resmi tentang pembubaran BP REDD+ kepada pemerintah Norwegia, karena hal tersebut terkait dengan janji dan komitmen Indonesia kepada Norwegia tentang pengelolaan kehutanan dan REDD+ melalui badan itu. Perjanjian dengan Norwegia itu tentu terkait dengan kehormatan dan kredibilitas pemerintah Indonesia.“Seharusnya ada pemberitahuan resmi (dari pemerintah RI kepada pemerintah Norwegia). Menlu  resmi mewakili RI (dalam menandatangani perjanjian dengan Norwegia). Kok tiba-tiba pemerintah sekarang menganggap (perjanjian) itu tidak ada. Tidak boleh itu. (Perjanjian) itu adalah kehormatan, kredibilitas, kerjasama negara. Ini masalah komunikasi, etika bekerja sama. Kerjasama sudah jalan, uang sudah dikirim, tiba-tiba dibubarkan tanpa ada kejelasan lembaga penggantinya. Kalau semudah itu ingkar janji, maka orang tidak percaya lagi dengan kita. Kalau tidak ada kepercayaan, apa yang bisa dilakukan?” jelasnya.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-083-09.json
BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan
BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan | Pemerintah Indonesia boleh saja tidak mau melanjutkan kerjasama, tetapi harus direncanakan dan diberitahukan kepada Norwegia. “Kalau memang diberhentikan, apa berarti kita berubah pikiran, atau mencari mitra baru, atau kita tetap pada gagasan kerjasama tersebut, tetapi untuk satu butir (tentang lembaga REDD+) minta diubah. Ini kok dihapus dan tidak ada alternatif lembaga, orang, atau penugasan,” katanya.Pungki yang waktu itu berperan penting memimpin delegasi Indonesia membahas kerjasama dengan Norwegia tersebut, mengatakan dalam nota kerjasama Indonesia – Norwegia, secara jelas disebutkan bahwa dibentuk suatu lembaga yang mengurusi REDD+ dan melaporkan tugasnya langsung kepada Presiden. “Ketika REDD+ diurus oleh eselon 2 atau eselon 3, turun dua tingkat, tidak melaporkan tugasnya kepada Presiden, tetapi mungkin melapor ke eselon 1,” katanya.Pemerintah seharusnya merencanakan dengan cermat pembubaran BP REDD+ melalui sebuah proses transisi dengan mempersiapkan lembaga pengganti. “Kalau BP REDD+ mau diintegrasikan ke dalam KLHK, maka harus dibuat sebuah proses transisi yang cermat. Jangan BP REDD+ dibubarkan, (lembaga di ) KLHK belum ada, dan kita harus percaya terhadap sesuatu yang belum ada itu. Ini tidak logis, orang disuruh percaya untuk sesuatu yang belum ada. Saya tidak ada masalah dengan pembubaran BP REDD+. Yang saya permasalahkan adalah belum ada lembaga penggantinya ,” katanya.Pembubaran DNPIPungki juga mencermati terhadap pembubaran DNPI. Peran DNPI sangat penting sebagai fokal point pemerintah dalam menangani perubahan iklim di tingkat nasional dan internasional, yang tentu tidak bisa dilakukan oleh satu kementerian saja. Pembubaran DNPI sangat berdampak terhadap penanganan perubahan iklim di Indonesia.Ketika kebijakan perubahan iklim ditangani setingkat dirjen kementerian, maka akan terjadi permasalahan kewenangan dan tugas.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2015-083-09.json
BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan
BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan | “Hal-hal ini berdampak pada agenda pelestarian hutan dan penanganan perubahan iklim. Secara struktural akan banyak masalah. Penanganan perubahan iklim yang dilakukan oleh DNPI, dimasukkan dalam sebuah Dirjen di KLHK. Apakah mungkin Dirjen di Kementerian Kesehatan yang menangani pencegahan demam berdarah dan upaya pengurangan resiko perubahan iklim, diatur oleh Dirjen di KLH? Apakah bisa Dirjen Perubahan Iklim KLHK mempersiapakn infrastruktur di masyarakat pesisir yang rawan banjir rob?” jelas Pungki.“Apakah ada kewenangan struktural, RAN GRK (Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca) yang diamanatkan kepada Bappenas, tiba-tiba dikoordinasikan oleh Dirjen Perubahan Iklim KLH? Apa berarti RAN GRK dipindahkan dari Bappenas ke Dirjen?” katanya.Sebagai fokal point negosiasi perubahan iklim, DNPI antara lain telah melatih negosiator kurang lebih selama enam tahun. Hal ini belum tentu bisa dilakukan oleh seorang Dirjen KLHK.KLHK juga butuh waktu untuk mengisi struktural kementerian, termasuk dirjen yang mengurusi perubahan iklim sebagai tugas dan fungsi DNPI. “Kalau butuh waktu 2-3 bulan untuk mengisinya, siapa yang akan mengurusi negosiasi internasional perubahan iklim? Siapa yang akan melanjutkan pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim? Siapa yang akan menindaklanjuti kesepakatan baru pendanaan? Bagaimana mengakses pendanaan kepada Green Climate Fund? Ini pertanyaan teknis yang harus segera dijawab,” kata mantan Staf Khusus Presiden SBY bidang Perubahan Iklim itu.Dia menjelaskan fungsi fokal point dan koordinator penanganan perubahan iklim bisa diletakkan di lembaga pemerintah mana saja, asalkan lembaga tersebut bisa berfungsi sebagai koordinator.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2015-083-09.json
BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan
BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan | “Koordinasi lintas kementerian, lintas pemerintah daerah, secara tradisonal ditaruh di Menteri Koordinator, amanahnya melakukan koordinasi. Sementara menteri sektoral, mengurusi sektoral. Kalau mau ditarik fungsi koordinasi DNPI, harus dibawa ke Menko atau Wakil Presiden. Kalau dulu dipegang sendiri oleh Presiden sebagai Ketua DNPI. Kalau mau kewenangan koordinasi dihapus, terus ditaruh di kementerian. Tidak ada sejarahnya kementerian mengkoordinasi kementerian lain,” jelasnya.Oleh karena itu, pemerintah harus segera menjelaskan tentang kelanjutan fungsi dan tugas dari BP REDD+ dan DNPI, pasca pembubaran kedua lembaga tersebut. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-047-10.json
ICW: Tudingan kepada Greenpeace Dicari-cari
ICW: Tudingan kepada Greenpeace Dicari-cari | [CLS] TAMPAKNYA ‘musuh’ Greenpeace Indonesia belum puas. Greenpeace kembali mendapat tekanan. Setelah aksi-aksi yang menolak lembaga non pemerintah ini dengan alasan mendapat aliran dana judi, kini dimunculkan isu penyelewengan dana.  Indonesian Corruption Watch (ICW) pun angkat bicara.Koordinator ICW, Danang Widoyoko kepada Mongabay-Indonesia, Senin(30/4) mengatakan, gejala menyerang Greenpeace muncul beberapa waktu belakangan ini terkait gencarnya kampanye lembaga ini memerangi perusakan hutan dan lingkungan. Terlebih yang mengena perusahaan-perusahaan kayu dan sawit raksasa.Tudingan-tudingan terhadap Greenpeace, yang dilancarkan Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing itu, dinilai sengaja dicari-cari. “Yang harus dipertanyakan, dari mana dana aksi-aksi itu. Siapa yang mendanai mahasiswa itu,” katanya balik bertanya.Greenpeace, lembaga yang transparan menampilkan aliran dana kepada publik. Jika dibandingkan dengan Greenpeace, organisasi mahasiswa itu tidak ada apa-apanya. “Yang penting kan akuntabilitas. Mau dana dari langit jika dilaporkan jelas, tidak apa-apa. Mereka jangankan audit, dana dari siapa saja tak pernah ada yang tahu.”Danang malah merasa aneh, aliansi mahasiswa melaporkan Greenpeace ke polisi atas tudingan penggelapan dana donatur dan menerima dana asing. “Penggelapan dana itu kan delik aduan, mengapa mahasiswa yang lapor?” “Tudingan ini hanya dicari-cari.”Menurut dia, studi dan riset menyebutkan, di Indonesia, kini bangkit kembali kekuatan oligarki yang dulu hidup di era orde baru. Dia mencontohkan, Sinar Mas, bagian dari masa lalu. Konglomerasi ini kuat karena mampu bertahan di era krisis. Kini pengaruhnya kuat sekali. Jadi, kala perusahaan ini terusik kampanye Greenpeace, muncul penolakan-penolakan itu. “Jadi, aksi-aksi ini hanya kepentingan politik lokal.”
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2012-047-10.json
ICW: Tudingan kepada Greenpeace Dicari-cari
ICW: Tudingan kepada Greenpeace Dicari-cari | Kepala Greenpeace di Indonesia Nur Hidayati mengungkapkan, tuduhan penyelewengan dana merupakan upaya sistematis mendiskreditkan Greenpeace di Indonesia. Sejak dua tahun terakhir, kata Yaya, panggilan akrabnya, upaya pembusukan ini muncul seiring dengan kampanye-kampanye Greenpeace yang selalu berhadapan dengan kekuatan-kekuatan modal yang seolah-olah tidak tersentuh. Perusahaan-perusahaan ini melakukan pelanggaran dan kerusakan lingkungan hidup yang kemungkinan besar mengganggap Greenpeace sebagai batu gangguan.“Ya, kami kan aktif kampanye kerusakan hutan, tudingan negatif muncul terhadap Greenpeace,” katanya.Greenpeace Indonesia, merupakan organisasi legal yang terdaftar dengan bentuk Perkumpulan di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.  Setiap tahun, Greenpeace diaudit oleh akuntan publik independen, dan dilaporkan kepada donatur serta masyarakat luas.Selama ini, Greenpeace tak pernah menerima permintaan klarifikasi dari pihak-pihak yang melakukan tudingan itu. Kini, Yaya, balik mempertanyakan dan curiga atas aksi-aksi termasuk dari Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing ini. Dia menduga kuat, aksi ini didalangi pihak-pihak yang merasa kepentingannya terganggu.“Saya tidak melihat ini sebagai upaya murni untuk mencari tahu tentang kegiatan-kegiatan Geenpeace. Tuduhan ini suatu yang dicari-cari.  Setiap kali kita meng-counter satu isu, muncul isu lain,” ujar dia.Menurut dia, organisasi mahasiswa yang terdiri dari para pemikir dan generasi muda seharusnya kritis dan peduli terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia. Bukan sebaliknya, malah mempertanyakan hal-hal yang tidak ada hubungan dengan upaya menjaga lingkungan.  “Harusnya mereka malah bertanya, mengapa pemerintah tak tegas terhadap perusak hutan? Mengapa mahasiswa tak kritis terhadap konflik sosial masyarakat dan perusahaan? Seharusnya ini yang mereka pertanyakan.”
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2012-047-10.json
ICW: Tudingan kepada Greenpeace Dicari-cari
ICW: Tudingan kepada Greenpeace Dicari-cari | Sebelumnya, pada Kamis(25/4), Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, melaporkan dugaan penipuan, penggelapan dana dan pembohongan publik oleh Greenpeace ke Mabes Polri.  Menurut Koordinator aliansi ini, Rudy Gani, selama ini Greenpeace mengklaim dana sumbangan dari individu di Tanah Air.Dia mengkalkulasi, donatur Greenpeace 30 ribu orang donatur. Tiap donatur menyumbang Rp75.000 per bulan, hingga Greenpeace menerima sumbangan Rp27 miliar per tahun. Namun, menurut dia, dalam laporan keuangan Greenpeace pada 2009 dan 2010 yang dimuat di dua media massa, edisi 25 Oktober 2011, donasi hanya Rp6.5 miliar pada 2009, dan Rp 10,2 miliar pada 2010.  Dari situlah dia menuding ada sisa uang yang tak disampaikan dan menuduh penggelapan dan penyimpangan dana.Aliansi juga melaporkan dugaan penggelapan dana atas masuk dana dari luar negeri ke Greenpeace Indonesia sebesar Rp31 miliar dan Rp 8,7 miliar. Bukti yang tidak dapat dielakkan itu terpampang di situs Greenpeace. Bahkan, Greenpeace Indonesia juga tercatat mengantongi dana sumbangan dari Greenpeace S.E.A Foundation sebesar Rp1,2 miliar di tahun 2009 dan Rp1,7 miliar di tahun 2010. [SEP]
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2021-014-12.json
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka? | [CLS]     Menjelang pertemuan iklim (Conference of the Parties/COP) 26 di Glasgow, Scotlandia, Pemerintah Indonesia tampak ingin menunjukkan komitmen iklim, salah satu lewat sektor energi dengan merilis rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2021-2030 yang diklaim lebih ‘hijau’. Benarkah lebih ‘hijau’?Adila Isfandiari, peneliti Greenpeace Indonesia mengatakan, meski porsi PLTU batubara lebih sedikit dibanding RUPTL 2019 bukan berarti Indonesia terlepas dari ketergantungan terhadap batubara.Ada 39 PLTU batubara baru dengan kapasitas 13,8 gigawatt atau 34% dari total pembangkit baru yang akan dibangun pada 2021-2030. “Atau 43% dari kapasitas PLTU eksisting saat ini,” katanya.Dengan kata lain, Indonesia harus berhadapan dengan masalah emisi karbon selama 25-30 tahun ke depan. Pada 2050, Indonesia juga menargetkan capai nol emisi.Selain itu katanya, kebijakan ini juga bertentangan dengan rekomendasi global antara lain, rekomendasi PBB untuk hentikan pembangunan PLTU baru setelah 2020. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC ) juga merekomendasikan menutup 80% PLTU eksisting dan phase out dari batubara sebelum 2040.Penambahan energi terbarukan dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) ini tercatat 51,6% atau 20,9 gigawatt.“Kita apresiasi PLTS lebih banyak dari RUPTL sebelumnya, namun tantangannya juga harus membangun energi terbarukan dua kali lipat dari sekarang,” katanya.Saat ini bauran energi terbarukan baru 12,5% dan pada 2025 harus 23%. “Cukup jauh ya gap-nya,” kata Dila.Kalau melihat lima tahun terakhir, kapasitas penambahan energi terbarukan hanya 2 gigawatt. Untuk mencapai 23% perlu 10,6 gigawatt. Jadi, Indonesia perlu membangun energi terbarukan lima kali lebih cepat dari sekarang.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-014-12.json
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka? | Skenario rendah karbon dalam RUPTL, katanya, masih bertumpu pada PLTA skala besar dan geothermal (PLTP), untuk penambahan energi terbarukan pada 2025. Masalahnya, kata Dilla, kedua jenis energi terbarukan ini seringkali tertunda pembangunan baik karena masalah eksplorasi, untuk geothermal, maupun masalah lingkungan, sosial, atau penolakan masyarakat. Jadi, katanya, ada risiko tak bisa capai target karena penundaan ini.Greenpeace pun mengusulkan, pemerintah mempertimbangkan energi terbarukan lain seperti surya dan angin dengan pembangunan lebih cepat, sumber daya melimpah serta harga makin murah.Catatan Greenpeace, penambahan PLTS masih minim dan dari perkiraan, perkembangan cenderung stagnan setelah 2025, hanya bertambah 0,1% menjelang 2030. Secara keseluruhan energi terbarukan juga stagnan setelah 2025, hanya 24,8% pada 2030.Kondisi ini, katanya, masih jauh dari rekomendasi IPCC, minimal 50% energi terbarukan pada 2050 agar Indonesia tetap pada jalur tepat mencapai target 1,5 derajat celcius.  Baca juga: Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030 Lebih Hijau, Benarkah?  Tambah over supplyDengan dominasi batubara, mencapai 59,4% atau dua kali porsi energi terbarukan, penambahan PLTU baru kelak akan menambah kelebihan pasokan (over supply), hingga 90% di Jawa dan Sumatera. Praktis, kondisi ini akan menambah beban keuangan PT PLN karena mayoritas PLTU milik independet power producer (IPP) yang menggunakan skema take or pay, dimana listrik yang dihasilkan, dipakai atau tidak, tetap harus dibayar PLN.Data 2020, over supply mencapai 55% di Sumatera dan Jawa-Bali 46,8%.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2021-014-12.json
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka? | Rencana PLN mempensiunkan PLTU juga baru bisa setelah 2060, menurut Carbon Tracker, biaya pengoperasian PLTU eksisting setelah 2030 akan lebih mahal dibanding membangun PLTS baru. Hal itu, katanya, karena aturan lingkungan makin ketat seperti carbon tax dan pemasangan carbon capture storage (CCS) yang mahal, selain karena harga batubara terus naik.Belum lagi, berhadapan dengan harga energi terbarukan yang makin murah, katanya, dan risiko stranded asset bagi PLTU yang akan dibangun.Dalam RUPTL bisa terlihat, kata Dila, pada 2059 porsi batubara tetap besar sekitar 38%. Kebijakan berupa pemasangan CCS pada 76% PLTU akan menambah biaya pembangkitan. Begitupun co-firing atau campur biomasa dengan batubara pada 52 PLTU. Saat ini, 32 PLTU saja perlu 8-14 juta ton biomassa pertahun.“Ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana pemerintah menjamin bahan baku sangat besar dalam waktu singkat?” kata Dila.Belum lagi, katanya, ada target iklim global harus dipenuhi Indonesia, yakni nol emisi dan 50% bauran energi terbarukan pada 2030.Dila mengingatkan, tak membangun PLTU baru saja Indonesia masih belum bisa mencapai target 50% energi terbarukan pada 2050. Dengan tak membangun PLTU baru dan mengganti, misal dengan PLTS akan membantu Indonesia mencapai 27% bauran energi terbarukan pada 2050. Meskipun masih jauh dari target, katanya, minimal Indonsia bisa on track menuju target iklim global.Indonesia, katanya, juga harus betul-betul mempersiapkan transisi energi menghindari krisis energi seperti terjadi di Eropa, dengan kepastian regulasi untuk iklim investasi lebih baik.“Harus bikin RUPTL hijau yang sebenarnya.” Baca juga: Belajar dari Kasepuhan Ciptagelar, Panen Energi dari Air dan Matahari Tak konsistenAndi Prasetyo, peneliti Trend Asia, mengatakan, dalam RUPTL baru porsi energi fosil masih besar, dan menunjukkan inikonsistensi pemerintah soal pembatalan proyek PLTU yang pernah disebutkan PLN.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2021-014-12.json
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka? | Trend Asia menemukan, ada 25 PLTU baru skala kecil (kurang 50 megawatt) terkendala baik teknis maupun kelayakan, dipaksakan dibangun dan masuk RUPTL. Ada beberapa PLTU besar ‘parkir’. Maksudnya, tetap masuk dalam RUPTL namun tak disebutkan tanggal commercial operation date (COD) dan diberi keterangan “menyesuaikan dengan kebutuhan sistem.”Padahal sebelumnya, saat mengumumkan target nol emisi Indonesia 2060, PLN sempat menyatakan tak akan meneruskan PLTU yang terkendala dan belum memiliki pendanaan (financial close).RUPTL ini, katanya, tak cukup ‘hijau’ karena masih memberikan penugasan untuk mempercepat fast track program (FTP) 1 dan 2, dan program 35 gigawatt yang didominasi PLTU. Besarnya over supply, menurut Andri, tak menjadi evaluasi serius bagi pemerintah.Trend Asia juga menemukan, pembangkit dengan status masih power purchase agreement (PPA) dalam RUPTL masih muncul dan punya target COD antara lain, PLTU Jambi I dan II dan PLTU Sumbagsel yang pernah dinyatakan presiden akan dibatalkan karena belum ada pendanaan.Mestinya, tak hanya membatalkan PLTU yang belum ada pendanaan, pemerintah berani membatalkan PLTU yang sudah financial close karena tak menguntungkan secara bisnis dan lingkungan.Sampai 2029, akan ada tambahan kapasitas PLTU baru 13,8 gigawatt. Dengan begitu akan ada penambahan 86,9 juta ton emisi tiap tahun, atau setara total emisi karbon tiap tahun Nigeria.Sorotan lain, pemerintah masih prioritas PLTU mulut tambang 3,3 gigawatt di Sumatera yang masuk dalam proyek strategis. Padahal, kata Andri, PLTU mulut tambang biaya lebih tinggi dibandingan PLTU non-mulut tambang karena invetasi transmisi besar untuk menyalurkan listrik ke pusat beban.
[0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425]
2021-014-12.json
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka? | PLTU mulut tambang juga menyebabkan potensi kehilangan pendapatan negara karena pemberlakukan royalti nol persen bagi perusahaan tambang yang melakukan nilai tambah terhadap batubara. Meskipun pakai batubara kalori rendah pada PLTU dinilai tak memberi nilai tambah apapun.Alih-alih menjalankan PLTU tepat waktu, operasional pembangkit seringkali melebihi masa berlakunya, seperti PLTU Suralaya sudah beroperasi sekitar 35 tahun.“Pemerintah malah memperpanjang umur tekno ekonomis PLTU yang ke depan berpotensi membuat Indonesia sebagai negara yang bisa mengagalkan target Perjanjian Paris.”Dia berkesimpulan, pembangunan PLTU baru merugikan sejak awal, karena bisa menunda pencapaian target nol emisi. Kalau pensiun lebih awal harus mengeluarkan kompensasi.  Selain itu, PLTU kecil juga berada di daerah yang jauh dari sumber batubara. Dengan begitu, katanya, ada ongkos membawa batubara ke PLTU kecil ini yang sebagian berada di timur Indonesia seperti Sumbawa Barat dan Roten Dao.Pius Ginting, Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menyayangkan, Indonesia sebetulnya bisa menawarkan nature based solution dalam COP 26, malah akan menurunkan kredibilitas dengan terus membangun PLTU termasuk mulut tambang.Pada level daerah, Gubernur Jambi, misal sudah menolak pembangunan PLTU Jambi I dan II.“(PLTU) Jambi I dan II berpotensi mengalami peningkatan biaya yang diteruskan ke konsumen,” kata Pius. Dalam RUPTL baru, kedua PLTU ini kembali muncul.Pembangunan PLTU mulut tambang di Sumatera, katanya, meningkatkan laju kerusakan hutan dan keragaman hayati (kehati).Padahal, katanya, Indonesia sedang ‘promosi’ solusi mitigasi iklim berbasis alam dengan biaya paling murah dan paling banyak menyerap emisi dibanding pengurangan teknologi buatan.
[0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425]
2021-014-12.json
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?
Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka? | Catatan AEER, Indonesia negara nomor tiga terkaya kehati di dunia. Setelah Papua, Sumatera menjadi daerah nomor dua paling kaya. Kalau PLTU baru tetap dibangun, di Nagan Raya misal, akan memicu konflik antara manusia dengan gajah.“PLTU mulut tambang memberi nyawa bagi sumber daya batubara kualitas rendah di Sumsel,” kata Pius.Dengan PLTU mulut tambang, batubara kalori rendah yang semula tak laku di pasar internasional jadi punya nilai tambah.Di balik kebijakan ini, katanya, merugikan lingkungan dan masyarakat Indonesia.Sebagai bagian dari negara G20, kata Pius, Indonesia harus mengedepankan nature based solution untuk negosiasi iklim agar dapat dukungan internasional dan hak warga untuk lingkungan bersih bisa tercapai. “Ini yang harus diperjuangkan pemerintah Jokowi (Presiden Joko Widodo) dalam COP.”   *****Foto utama: RUPTL 2021-2030 hijau? PLTU masih andalan. Foto: Tommy Apriando [SEP]
[0.5002273321151733, 0.01127683836966753, 0.4884958565235138]
2015-023-13.json
Proyek 3.500 Kapal Nelayan Akan Bangkitkan Industri Galangan Kapal
Proyek 3.500 Kapal Nelayan Akan Bangkitkan Industri Galangan Kapal | [CLS] Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan program hibah kapal sebanyak 3.500 unit bisa dibagikan kepada nelayan mulai pertengahan 2016 mendatang. Untuk itu, pada Januari 2016 diharapkan proses tender untuk memilih perusahaan galangan kapal bisa selesai dilakukan.Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Rabu (30/9/2015) mengatakan, program pemberian kapal untuk nelayan di seluruh Indonesia, dilakukan sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan nelayan. Menurutnya, dengan diperbarui kapal nelayan, produksi tangkapan ikan di laut bisa meningkat lebih baik.“Kita ingin meningkatkan taraf hidup nelayan lebih baik lagi. Untuk itu, mereka harus didukung dari peralatannya, yaitu kapal,” ucap Susi.Kapal-kapal yang akan dibagikan tersebut, kata dia, akan diproduksi di dalam negeri dengan melibatkan industri galangan kapal yang sudah ada. Adapun, perusahaan yang dilibatkan untuk ikut dalam tender jumlahnya ada 250.“Perusahaan-perusahaan ini adalah perusahaan yang memiliki pengalaman dan kapabilitas dalam industri galangan kapal. Saya ingin membangkitkan dan memperkuat industri ini,” cetus dia.Untuk mewujudkan 3.500 kapal yang akan dibagikan kepada nelayan, Susi menyebutkan, ada anggaran sebesar Rp4,7 triliun yang sudah dialokasikan. Dana tersebut, diharapkan bisa memenuhi kebutuhan anggaran untuk pembuatan kapal yang dibutuhkan.Sebagai pelaksana di lapangan, KKP menggandeng PT PAL Indonesia (Persero) sebagai pimpinan pelaksana atau project management officer (PMO). Diharapkan, kehadiran PT PAL bisa mengawal pelaksanaan pembuatan dan penyaluran 3.500 kapal ke nelayan di seluruh Indonesia.“Dengan dimulainya pembuatan kapal ini, maka kita berharap industri galangan kapal dan lain-lain bisa terus berkembang. Karena, program ini akan dilaksanakan setiap tahun,” tandas dia.Pembuatan Secara Bertahap
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-023-13.json
Proyek 3.500 Kapal Nelayan Akan Bangkitkan Industri Galangan Kapal
Proyek 3.500 Kapal Nelayan Akan Bangkitkan Industri Galangan Kapal | Sementara itu Direktur Utama PT PAL M Firmansyah Arifin, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, sebagai pimpinan pelaksana, pihaknya mendapat amanat pembuatan kapal dalam waktu setahun.“Perhitungannya, dimulai sejak Januari dan berakhir pada Desember 2016 mendatang. Itu sudah sesuai dengan keinginan dari KKP,” jelas Firmansyah.Waktu pelaksanaan tersebut, menurut Firmansyah, termasuk singkat jika melihat jumlah kapal yang harus dibuat. Tetapi, dengan bantuan perusahaan galangan kapal, dia optimis target waktu yang ditetapkan bisa tercapai.“Kalau sekarang yang ikut tender saja ada 250 (perusahaan), katakanlah yang lolos verifikasi itu hanya 200, maka nanti akan dibagi saja pembuatannya. Artinya, 3500 kapal dibagi merata untuk 200 perusahaan tersebut,” jelas dia.Karena kapal yang akan dibuat itu bervariasi ukurannya, Firmansyah mengatakan, pihaknya akan memprioritaskan dulu pembuatan kecil dengan ukuran 5 gross tonnage (GT) dan kemudian bertahap ke ukuran berikutnya hingga yang terbesar 30 GT.“Cara tersebut memang dirasa paling masuk akal jika melihat waktu yang cukup pendek tersedia. Jika kita prioritaskan pembuatan untuk 5 GT dulu, kita optimis pada pertengahan 2016 nanti sudah bisa dibagikan kepada nelayan,” tutur dia.Akan tetapi, Firmansyah mengungkapkan, sebelum rencana itu terwujud, pihaknya akan fokus dulu pada tahap-tahap yang akan dilalui, yaitu tahap desain, procurement, assesment, dan penetapan harga serta jumlah kapal.“Untuk tahap desain saja itu kan ada tim khusus. Nah, tim tersebut akan mencari desain yang pas dan cocok disesuaikan dengan karaketeristik masing-masing daerah. Karena, kan nelayan itu memiliki kapal yang berbeda-beda. Kapal sama saja, belum tentu alat tangkapnya sama,” papar dia.Material Fiber
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-023-13.json
Proyek 3.500 Kapal Nelayan Akan Bangkitkan Industri Galangan Kapal
Proyek 3.500 Kapal Nelayan Akan Bangkitkan Industri Galangan Kapal | Untuk bahan yang akan digunakan dalam pembuatan 3.500 kapal, Firmansyah menuturkan, disepakati akan menggunakan material fiber (fibre). Bahan tersebut dipilih, karena selain harganya lebih murah, juga memiliki kualitas lebih baik dari kayu.“Fiber ini memang sekarang jadi pilihan utama. Kekuatannya juga bagus. Tapi saya belum bisa mengetahui berapa tahun kekuatannya. Tapi, sekuat-kuatnya material, tetap ada batasnya juga,” jelas dia.Selain menggunakan fiber, Firmansyah menyebutkan, pembuatan kapal juga akan menggunakan komponen-komponen yang didatangkan dari luar negeri seperti Jepang dan Korea Selatan. Komponen-komponen yang terpaksa diimpor itu, di antaranya mesin kapal dan jaring.“Indonesia belum punya produksi sendiri untuk mesin dan jaring. Kita harus mengimpornya. Tapi, dengan adanya pembebasan PPN 10% untuk impor industri galangan kapal, kita optimis semuanya tidak ada masalah. Apalagi, komponen yang dibeli juga banyak. Ada harga khusus pastinya,” lanjut dia.Akan tetapi, walau harus mengimpor, Firmansyah tetap merasa optimis di tahun mendatang, komponen kapal bisa diproduksi di dalam negeri. Optimisme itu muncul, karena pembuatan kapal akan dilaksanakan minimal selama 4 tahun mendatang.“Dari 3.500 kapal ini, muncul dorongan kepada pengusaha untuk memproduksi komponen kapal. Pengusaha juga pasti akan mau melakukannya, karena ini akan berlangsung lama. Istilahnya, pengusaha itu akan berpikir ulang jika produksi hanya dilakukan sekali saja,” tandas dia. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-009-14.json
Cerita Petani Sawit Mandiri di Jambi, Terapkan Transparansi Pengelolaan Dana Hibah RSPO
Cerita Petani Sawit Mandiri di Jambi, Terapkan Transparansi Pengelolaan Dana Hibah RSPO | [CLS]   KUD Karya Mandiri telah menerapkan transparansi pengelolaan uangnya, sejak mendapatkan sertifikasi dana hibah dari RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), tahun 2021. Koperasi yang berada di Desa Tri Mulya Jaya, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, ini telah mengelola dana sebesar Rp1,8 miliar setahun terakhir.“Transparansi sesuai standar yang ditentukan RSPO,” kata Ketua Internal Control System (ICS) KUD Karya Mandiri, Rizal Ansori, pekan ketiga Oktober 2022.Menurut dia, sebanyak 30 persen dari total hibah diberikan langsung kepada seluruh petani anggota. Total anggota tersertifikasi sebanyak 275 orang, tergabung dalam 14 kelompok tani, dengan lahan keseluruhan 625 hektar.Uang itu dialokasikan ke rekening masing-masing petani. Sedangkan 70 persen lainnya, digunakan untuk menerapkan standar pengelolaan kebun sawit. Misalnya, untuk monitoring, pengadaan alat, keamanan, alat pelindung diri kebakaran, serta pelatihan yang sebelumnya tidak dirasakan. Termasuk, BPJS Ketenagakerjaan.“Banyak manfaat yang dirasakan dari sertifikasi ini,” katanya.  KUD Karya Mandiri menjadi anggota RSPO pada 8 Maret 2021, dengan Nomor Anggota 1-0314-21-000-00. Total produksinya 13.400 ton tandan buah segar (TBS).Audit eksternal sertifikasi dilakukan Agustus hingga November 2021. Berdasarkan audit pertama itulah dana hibah didapatkan.Tahun 2022, audit eksternal dilakukan Agustus hingga September oleh tim auditor PT. Mutu Agung Lestari. Tim menyatakan, ada temuan pelanggaran secara internal.Dikarenakan telah mengikuti standar, ICS menolak temuan itu dengan cara melakukan banding ke RSPO. Hasilnya, pihak petani menang, dana hibah tahun 2022 tetap diberikan RSPO.“Ini membuktikan, petani memahami standarisasi,” kata pendamping dari Alam Hijau Indonesia (AHI), Umi Syamsiatun.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2023-009-14.json
Cerita Petani Sawit Mandiri di Jambi, Terapkan Transparansi Pengelolaan Dana Hibah RSPO
Cerita Petani Sawit Mandiri di Jambi, Terapkan Transparansi Pengelolaan Dana Hibah RSPO | Pada audit kedua, pihak ICS mengaku belum menjual kredit sertifikasi RSPO mereka. Sebab, menurut Rizal Ansori, “Menunggu harga cocok.”Para petani menjual TBS ke pabrik milik PT. Bahari Gembira Ria (BGR), yang berada di Kecamatan Sungai Gelam.Beberapa tahun sebelum mendapat sertifikasi RSPO pertama, para petani mandiri telah mengajukan diri untuk disertifikasi. Tetapi, kata Rizal Ansori, sewaktu itu mereka belum memahami jalurnya, sehingga sertifikasi tidak didapat.  Belajar bersamaDesa Tri Mulya Jaya memiliki 525 kepala keluarga (KK) dengan 2.862 jiwa. Hampir 80 persen kepala keluarga adalah petani sawit.Kepala Desa Tri Mulya Jaya, M. Nur Yasin, mengatakan sertifikasi bermanfaat bagi petani. Hal-hal tentang pengelolaan kebun yang baik, yang sebelumnya tidak diketahui, dapat dipelajari bersama.“Tentunya berpengaruh terhadap produksi TBS,” kata mantan sekretaris KUD Karya Mandiri ini.Dia menjelaskan, mereka butuh waktu hampir satu tahun untuk mempersiapkan diri mendaftar ke RSPO. Sehingga, peran pendamping sangat dibutuhkan.Saat ini, pihaknya telah membeli mini pick up tunai untuk kebutuhan angkutan. Tujuannya, meminimalisir sewa kendaraan roda empat. Sebab, jarak tempuh dari desa mereka ke Kota Jambi, sekitar dua jam.Dengan kendaraan milik koperasi, para petani swadaya dapat membeli langsung berbagai kebutuhan secara cepat.Pengelolaan kebun juga tidak lagi bertumpu pada pupuk non-organik. Berkat pembelajaran dan pelatihan, petani mulai membuat pupuk organik cair.Seorang petani, biasa disapa Mbah Bejo, telah membuat pupuk organik cair berbahan campuran kotoran sapi, pelepah sawit, dan bahan organik lain. Dia membuat sendiri kolam pupuk organik cair itu setahun lalu.Kini, tidak hanya Mbah Bejo saja yang melakukan itu. Tetapi juga tujuh petani lain.“Kami saling belajar dan berbagi ilmu,” jelasnya.
[0.01646406203508377, 0.9831623435020447, 0.00037361495196819305]
2023-009-14.json
Cerita Petani Sawit Mandiri di Jambi, Terapkan Transparansi Pengelolaan Dana Hibah RSPO
Cerita Petani Sawit Mandiri di Jambi, Terapkan Transparansi Pengelolaan Dana Hibah RSPO | Hasil yang didapat dari pupuk organik cair itu, berdampak positif pada produksi. Buah sawit yang dihasilkan sesuai keinginan petani dan memenuhi standar pabrik.Terkait harga, TBS dijual sesuai ketentuan Dinas Perkebunan Jambi, sekitar Rp4.000 per kilogram.  Namun, ada juga cerita sedih dibalik keberhasilan. Saat pertama kali para petani mendapat sertifikasi RSPO adalah masa pandemi, ketika banyak orang tidak dapat memanfaatkan waktu untuk bertemu langsung.Tingginya waktu untuk bertatap muka online, membuka “peluang” pencurian TBS. Buah segar para petani dipanen pencuri.Seorang pencuri berhasil ditangkap, lalu dilakukan pemeriksaan oleh tim ICS. Pencuri itu mengakui kesalahannya. ICS menetapkan denda sebesar Rp2 juta, sesuai jumlah TBS yang dicuri, berdasarkan harga TBS saat itu, Rp3.000 per kilogram.Pembelajaran lain adalah dengan panen berkisar dua hingga tiga kali per bulan setiap petani, Desa Tri Mulya Jaya mentargetkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp15 juta dan APBDes sebesar Rp1,3 miliar per tahun.Jumlah uang yang didapat petani dari kebun sawit tersebut, berbanding lurus dengan berbagai pajak yang harus mereka bayar ke negara. * Zulfa Amira dan Jon Afrizal, jurnalis Amirariau.com.Liputan ini merupakan program Journalist Fellowship yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak.  [SEP]
[0.01646406203508377, 0.9831623435020447, 0.00037361495196819305]
2017-002-12.json
Ada Temuan Jahe Jenis Baru dari Sulawesi
Ada Temuan Jahe Jenis Baru dari Sulawesi | [CLS]   Pada 2009, Marlina Ardiyani, peneliti Taksonomi dan Sistematika Zingiberaceae dari Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi,  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bersama beberapa rekan melakukan perjalanan menyusuri berbagai tempat di Sulawesi–dari Sulawesi Utara, Tengah, Tenggara dan Selatan. Mereka mengamati tumbuhan sekeliling. Kelompok ini sedang berburu dan menginventarisasi jahe liar.Mengapa memilih Sulawesi? Marlina Ardiyani dalam surat elektronik mengatakan, kawasan timur garis Wallacea belum memiliki dokumentasi baik mengenai jahe. Di kawasan barat garis imajiner itu, dokumentasi dan inventarisasi sudah cukup banyak, seperti Sumatera, Jawa dan Borneo.Dalam perjalanan berburu jahe ini sekitar dua bulan, bersama Axel Dalberg Poulsen peneliti dari Royal Botanic Garden Edinburgh (RBGE) Skotlandia dan mitra setempat dari Universitas Tadulako Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.Hasilnya, di karst Maros Sulawesi Selatan di sela hutan batu, tim menemukan jahe liar jenis baru. Namanya Zingiber ultralimitale.Pemberian nama pakai ultralimitale, mengacu pada letak batas wilayah. Sejawat jauhnya di kawasan ini adalah jenis budidaya, seperti Zingiber officinale (jahe verietas merah dan putih), Zingiber montanum (Bangle), Zingber odoriferum, dan Zingiber zerumbet (lempuyangan). “Tapi ultralimitale memperlihatkan jenis baru dari marga Zingiber– liar – di wilayah timur garis Wallace,” kata Marlina.Ketika tim menemukan ultralimitale, mereka perlahan dan hati-hati mengangkat karena akar bertumpu di sela bebatuan. Akar dipenuhi retakan batu kapur.  Ada 10 umbi jahe dipindahkan. Beberapa ditanam di Kebun Raya Bogor, setengahnya di Royal Botanic Garden Edinburgh.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2017-002-12.json
Ada Temuan Jahe Jenis Baru dari Sulawesi
Ada Temuan Jahe Jenis Baru dari Sulawesi | Dalam A new species of Zingiber (Zingiberaceae) east of Wallace’s Line di jurnal Gardens Bulletin Singapore pada 2017, M. Ardiyani, M.F. Newman & A.D Poulsen menjelaskan, awalnya jahe ini dianggap spesies dari marga Globba L (jahe-jahean yang lain), sebagai satu-satunya spesies yang diketahui berada di timur garis Wallacea.Menganggap temuan ini menarik, tim memutuskan mengambil tumbuhan steril itu yang diharapkan akan berbunga hingga memudahkan proses identifikasi.Di Kebun Raya Bogor, saat dorman tumbuhan diduga sudah mati, di Edinburgh, beberapa tumbuhan berbunga dengan baik, hingga memudahkan tim mengidentifikasi sebagai spesies dari marga Zingiber dan bukan dari marga Globba.Akhirnya,  tumbuhan ini dibuatkan deskripsi lengkap termasuk rincian bunga, morfologi serbuk sari, dan data barcode DNA.Temuan ini pun menjelaskan posisi jenis baru dalam pembagian unit taksonomi (seksi) ke dalam seksi Zingiber  dengan data palinologi (polen atau serbuk sari) menggunakan mikroskop pemindai elektron (scanning electron microscope/SEM). Juga analisis molekuler dengan sekuens DNA (urutan basa-basa DNA). Sekuens DNA antara satu spesies dengan spesies lain dibandingkan dan dianalisis guna merekonstruksi kekerabatan.Rimpang  jahe Zingiber ultralimitale ini bercabang antara 5-8 mm, bagian luar berwarna coklat, dan bagian dalam agak kekuningan. Umbi pun terasa pahit dibandingkan Zingiber officinale (jahe budidaya umum)  Jahe dikenal masyarakat Jahe yang dikenal umum di masyarakat ada dua, yakni,  jahe merah (Zingiber officinale varietas merah) dan jahe putih (Zingiber officinale). Jahe merah biasa untuk obat-obatan dan jahe putih untuk rempah makanan.Di Sulawesi Selatan, jahe putih dipakai dalam salah satu minuman khas bernama sarabba. Jahe ini diparut halus dan direbus bersama santan dan gula merah. Saat meneguk, badan terasa hangat. Obat jahe dalam beberapa bahasa lokal di Luwu bernama layya, untuk sakit perut melilit.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-002-12.json
Ada Temuan Jahe Jenis Baru dari Sulawesi
Ada Temuan Jahe Jenis Baru dari Sulawesi | Mengapa jahe memberi rasa pedas? Menurut Marlina, kemungkinan itu dari zingeron tanaman. Rimpang jahe mengandung minyak atsii, mineral sineol, fellandren, kamfer, borneol, dan vitamin A, B1, C, dan protein.Di seluruh dunia, ada sekitar 1.500 jenis dari suku Zingiberaceae atau suku empon-emponan atau jahe-jahean. Di Indonesia hampir 500 jenis.“Jadi kurang lebih sepertiga (di Indonesia) dari Zingiberaceae yang ada di dunia. Ini menunjukkan betapa kaya diversitas jahe liar di hutan-hutan nusantara dan betapa penting Indonesia untuk mempelajari keragaman jahe liar itu,” katanya.Penyebaran atau distribusi jenis jahe-jahean (marga Zingiber) berada di India, IndoChina, Malesia (istilah biogeografi untuk penyebutan wilayah yang membentang dalam zona ekologi Indomalaya hingga Australia) hingga ke Pasifik Barat.  [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2018-075-17.json
Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan?
Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan? | [CLS] Sejak didengungkan pada September 2016, rencana pembangunan pasar ikan segar modern di Muara Baru, Jakarta Utara, akhirnya diwujudkan pada akhir pekan lalu atau 1,5 tahun kemudian. Pembangunan pasar tersebut, diklaim akan mengadopsi konsep pasar ikan segar modern yang ada di Tokyo, Jepang.Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti setelah melaksanakan peletakan batu pertama untuk pembangunan proyek tersebut pada Kamis (08/2/2018), mengatakan bahwa konsep pasar ikan yang dibangun di Muara Baru tersebut akan menggabungkan antara pasar tradisional dengan pasar modern.“Dengan demikian, semua kebutuhan untuk masyarakat bisa didapatkan. Tentu saja, berkaitan dengan ikan dan produk kelautan lain,” ucapnya.Meski menggabungkan pasar tradisional dan modern, Susi menjanjikan, pasar ikan yang mulai dibangun tersebut akan menerapkan prinsip kebersihan dan higienis. Kedua prinsip tersebut dinilainya sangat penting, karena itu bisa membawa level pasar ikan Indonesia ke tingkat dunia.“Jadi, konsep yang dibangun di Muara Baru ini menjadi yang pertama di Indonesia. Semua produk perikanan dengan pendukungnya hadir di sana,” tutur dia.baca : Sulap Muara Baru Jadi Pasar Ikan Kelas Dunia, Pemerintah Gelontorkan Rp560 M  Di atas lahan seluas 22.444 meter persegi, Susi menjanjikan, pasar ikan Muara Baru akan menjadi pendukung untuk peningkatan ekonomi warga dan juga Indonesia, produktivitas dan nilai tambah produk perikanan, pengembangan sentra bisnis kelautan dan perikanan, dan akan berperan dalam peningkatan angka konsumsi ikan.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2018-075-17.json
Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan?
Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan? | Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Nilanto Perbowo di kesempatan yang sama juga menjelaskan, pasar ikan modern memang akan sepenuhnya mengadopsi kesuksesan Pasar Tsukiji di Tokyo yang dikenal sebagai pasar ikan segar modern di Jepang. Akan tetapi, mengingat ada berbagai keterbatasan yang harus dihadapi Indonesia, tidak semua konsep Tsukiji bisa diikuti.“Yang terpenting, kita mengadopsi konsep kebersihan melalui sanitasi dan higienitas pasar. Konsep itu menjadi perhatian utama, karena lebih penting untuk mendukung terwujudnya pasar modern yang bersih,” jelas dia.Menurut Nilanto, mengadopsi penuh konsep di Tsukiji memang tidak bisa dilakukan karena pasar terkenal itu tidak bisa dibandingkan dengan pasar manapun di dunia. Tetapi, kata dia, ada banyak konsep yang bisa diambil dari Tsukiji, yaitu pengelolaan, ketersediaan ikan, variasi jenis ikan, entah itu yang hidup, segar, beku, diasinkan, kering, dan itu ada semua.“Konsep itu yang ingin dibawa kemari,” tegas dia. baca : Revitalisasi Muara Baru Tidak Tepat Sasaran?Untuk mewujudkan keinginan tersebut, Nilanto menyebut, KKP sengaja mendatangkan tenaga ahli dari Jepang yang memiliki spesialisasi untuk pembangunan pasar ikan. Tenaga ahli tersebut, dilibatkan sejak awal perencanaan pembangunan hingga proses pembangunan selesai dilakukan. Kehadiran tenaga ahli Jepang, diharapkan bisa menerjemahkan keinginan Pemerintah untuk membangun pasar sebagus Tsukiji tetapi disesuaikan dengan kondisi di Muara Baru.Nilanto menjelaskan, dengan konsep yang matang dan terencana, dia berharap transaksi di pasar akan meningkat 10 persen dari transaksi yang terjadi di pasar lama yang lokasinya ada di samping pasar yang dibangun sekarang. Di pasar lama, transaksi bisa mencapai Rp9 miliar atau 400 ton ikan per hari dengan melibatkan 3.400 tenaga kerja.baca : Benarkah Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Ungguli Negara Pesaing?  
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2018-075-17.json
Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan?
Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan? | Pasar KoreaTak hanya merujuk pada pasar ikan segar Tsukiji di Tokyo, Jepang, pasar di Muara Baru nantinya akan mengadopsi konsep yang sudah ada di pasar ikan segar modern seperti di Seoul, Korea Selatan dan Sydney, Australia. Kedua kota tersebut dipilih, karena dinilai sangat bersih dan higienis dan sudah menjadi pasar ikan segar modern berkelas dunia.Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda mengatakan, sebelum pembangunan dimulai, dia dan tim sudah melakukan studi tentang pengelolaan pasar ikan yang ada di dua kota tersebut. Hasilnya, dari studi tersebut, Indonesia memang layak untuk meniru pengelolaan di dua kota tersebut.“Kita sudah survei ke dua kota tersebut. Memang, di sana pengelolaannya sangat bagus. Ikan di sana tidak boleh jatuh ke lantai. Jadi higienitasnya dijaga. Di sana juga ada kulinernya, jadi bisa sekalian untuk mengisi perut di pasar,” jelas dia.Risyanto mengungkapkan, dengan perencanaan yang matang dan pengelolaan yang baik, dia optimis pasar ikan Muara Baru bisa menjadi sumber baru pendapatan Perindo di masa mendatang. Tak hanya itu, dia juga menyebut sudah menyusun rencana aksi untuk pengelolaan pasar yang akan diintegrasikan dengan fasilitas dan aktivitas yang sudah ada di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Muara Baru.baca : Pasar Ikan Segar Internasional Dibangun di Bandung?  Lebih lanjut Risyanto menjelaskan, untuk pengelolaan pasar di lokasi yang sedang dibangun sekarang, dia menjanjikan akan ada pemisahan jam operasional antara pasar basah, kering, dan perlengkapan perikanan dan kelautan. Pemisahan jam tersebut, dimaksudkan agar tata kelola menjadi lebih baik dan terjamin kebersihan dan higienitasnya.“Kita juga jamin, nanti harga yang ada di pasar baru akan kompetitif dan lebih murah. Itu agar kehadiran pasar bisa ikut membantu kampanye meningkatkan makan ikan di masyarakat,” tandas dia. Konsumsi Ikan
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-075-17.json
Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan?
Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan? | Selain bertujuan untuk memberikan alternatif baru bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya, pembangunan pasar ikan di Muara Baru juga dijadikan sebagai momen untuk meningkatkan konsumsi makan ikan di kalangan warga Jakarta, umumnya di Indonesia. Dengan kata lain, jika kampanye makan ikan terus didengungkan, masyarakat yang tertarik kemudian akan mencari ikan untuk dikonsumsi.“Nah, kalau kita terus kampanye makan ikan, terus ikannya tidak segar dan susah didapat, bagaimana warga mau makan ikan? Untuk itu, kita sediakan tempatnya, kita jamin ikannya segar dan tempatnya bersih. Jadi, masyarakat bisa makan ikan sepuasnya,” ungkap dia.Saat ini, Susi menyebut, angka konsumsi per kapita per tahun masyarakat Indonesia mencapai 46,7 kilogram dan diharapkan pada 2018 ini angkanya naik menjadi 53 kg per kapita per tahun. Untuk bisa mencapai kenaikan angka tersebut, satu-satunya cara yang bisa dilakukan, adalah dengan berkampanye untuk mendorong masyarakat Indonesia mengonsumsi ikan.“Saya ingin masyarakat lebih gemar mengonsumsi ikan, jangan daging terus. Ikan itu lebih murah, lebih mudah didapat. Kalau daging kan lebih mahal dan sering harus impor. Ikan juga lebih sehat kolestrolnya (sedikit) dibandingkan daging” ujar dia.Dengan kehadiran pasar modern di Muara Baru, Susi optimis masyarakat Jakarta dan sekitarnya akan mengalami perubahan paradigma tentang pasar ikan yang selama ini dikenang sebagai tempat yang bau dan kumuh. Jika sudah berubah paradigma di masyarakat, dia yakin kampanye makan ikan bisa semakin cepat diterima oleh masyarakat.  Agar kampanye makan ikan bisa semakin meningkat dan diterima masyarakat, Susi menjanjikan tak hanya di Muara Baru, pembangunan pasar ikan segar modern juga akan dibangun di kota lain. Untuk sementara, kata dia, rencana pembangunan akan dilakukan di Palembang (Sumatera Selatan) dan Bandung (Jawa Barat).
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2018-075-17.json
Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan?
Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan? | “Kalau kita bersihkan pasar, masyarakat akan senang makan ikan. Dengan pasar ikan modern, saya yakin akan bisa meningkatkan minat masyarakat untuk datang dan beli,” tambah dia.Tujuan dibangunnya banyak pasar ikan modern yang segar, menurut Susi, karena dia ingin memberi kemudahan bagi penduduk Indonesia untuk mendapatkan produk perikanan yang segar dan berkualitas. Untuk itu, dia merencanakan akan membangun satu pasar untuk melayani 100.000 penduduk di seluruh Indonesia.Untuk diketahui, pembangunan ditargetkan bisa selesai pada akhir 2018 dan beroperasi pada awal 2019. Di pasar tersebut, nantinya akan ada 900 lapak basah, 69 kios pasar kering, 18 kios pancing, dan 68 kios ikan segar. Selain itu, bangunan pasar juga akan dilengkapi dengan fasilitas pendukung antara lain chiling room, ice storage, layanan perbankan, klinik kesehatan, wisata kuliner, laboratorium, masjid, pengepakan ikan, gardu PLN, dan instalasi pengelolaan air limbah.“Kita akan menyediakan produk perikanan yang high quality, safe, traceable, high value content, dan competitive,” ujar Nilanto.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-065-08.json
Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan
Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan | [CLS]  Warga Dusun Mencorek, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, kembali menemukan kucing hutan (Prionailurus bengalensis) termasuk jenis satwa dilindungi. Kali ini kucing hutan itu ditemukan di dalam sumur perkebunan.Kucing hutan yang ditemukan Marsiti itu berwarna coklat muda dengan bintik hitam. Pada bagian kepala terdapat garis berwarna hitam yang mengarah ke mata. Warga menyebutnya dengan sebutan kucing kuwuk atau kucing congkok. Ukurannya seperti kucing domestik, tetapi badannya lebih ramping.Perempuan 50 tahun ini menceritakan, saat menemukan seekor kucing hutan ketika ia hendak meninjau tanaman jagung miliknya. Kucing hutan tersebut bisa terlihat jelas dikarenakan saat musim hujan kondisi air di dalam sumur melimpah. Merasa iba, ia pun tergerak untuk menyelamatkannya. Karena kucing terlalu agresif, dia urungkan niat baiknya itu. Dia lalu pulang mengabarkan temuannya itu ke anaknya. “Ada kucing gejegur sumur. Lha ditolong, engko lak mati, kasihan,” cerita Anif Miftahudin (31) kepada Mongabay Indonesia, Kamis (26/02/2021) menirukan ibunya saat mengabarkan temuannya. Setelah itu dia lalu mengajak kawannya untuk mengevakuasi. Jam 11:00 WIB mereka berdua menuju lokasi.baca : Dua Anak Kucing Hutan Diselamatkan Petani di Lamongan  Habitat TergangguMeski dievakuasi dengan temannya dia mengaku masih sangat kerepotan. Apalagi ini baru pertama kalinya menolong kucing liar. Sehingga ada juga rasa takut digigit. Setiap dikasih tali kucing ini masuk ke dalam air, karena tidak kuat bernafas akhirnya dia muncul kembali. Merasa kucing liar sudah lelah, disitu kemudian perutnya di jerat menggunakan tali, lalu di tarik ke permukaan dan dimasukkan ke karung. Membutuhkan waktu 20 menit untuk proses evakuasinya.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-065-08.json
Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan
Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan | Kucing liar itu, kata bapak dua anak ini, masuk ke dalam sumur kira-kira berdiameter satu meter dengan jarak permukaan air sumur ke tanah sekitar 1,5 meter. Kedalaman sumur sekitar 10 meter. Posisi sumur berada di pojokan lahan milik ibunya dengan jarak ke pemukiman sekitar 700 meter.Kucing liar itu kemudian dibawa pulang untuk diamankan “Kalau tidak dijemput petugas, saya lepaskan lagi di alam, karena dikasih makan juga ndak mau,” kata Miftah panggilan akrabnya. Dia menjelaskan saat diselamatkan kondisi kucing masih baik, tidak ada luka. Hanya karena kejebur dalam air sehingga kucing itu terlihat menggigil kedinginan.Setiba di rumah, kucing yang disebut leopard cat itu kemudian dipindahkan ke kandang besi bekas tempat peliharaan burung berukuran 40×80 centimeter. Karena kondisinya basah kucing lalu di jemur di depan rumahnya. Sore hari, bulu kucing liar ini baru bisa kering. Warga lalu ramai-ramai berdatangan, apalagi anak-anak. Mereka suka dengan bulunya yang bagus.baca juga : Kucing Hutan Masuk Pemukiman di Padang Itu Sudah Kembali ke Habitatnya  Beberapa artikel menyebutkan, kucing kuwuk ini merupakan kucing kecil Asia yang mempunyai distribusi yang paling luas. Persebaran mereka meluas dari wilayah Amur di timur jauh Rusia sampai Semenanjung Korea, China, Subkontinen India, Indocina, ke barat utara Pakistan, dan ke selatan di Filipina dan Kepulauan Sunda di Indonesia. Kucing hutan ini biasa ditemukan di hutan tropis dan kawasan pertanian dekat hutan.Miftah menduga, kucing liar ini masuk sumur saat malam hari lantaran habitatnya terganggu oleh para pemburu belalang yanag biasa mencari saat musim hujan. Mereka mencari di hutan milik Perhutani, perkebunan dan sawah. Satwa Dilindungi
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-065-08.json
Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan
Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan | Kucing hutan termasuk satwa dilindungi sesuai PP No.7/1999 tentang pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.106/2018. Dalam dua peraturan itu, kucing hutan Prionailus bengalensis masih ditulis dengan nama latin Felis bengalensis. Erwin Wilianto (40), Founder Save Indonesia Nature & Threatened Species (SINTAS) Indonesia menjelaskan untuk habitat kucing hutan ini sebenarnya tidak selalu ada di hutan rimba. Keberadaanya sering ditemukan di perbatasan antara hutan dan kebun. Dulunya, acapkali dijumpai di persawahan lantaran pakannya melimpah seperti tikus, kadal atau burung. Jadi, keberadaan kucing hutan ini tidak harus selalu di dalam hutan.Berdasarkan pengamatan dari foto yang dikirim, dia menduga sepertinya kucing hutan ini usianya masih remaja, diatas satu tahun. Karena perilakunya yang suka mencari-cari tempat sehingga memungkinkan kucing ini sampai masuk ke dalam sumur di perkebunan milik warga yang tidak jauh dari pemukiman.perlu dibaca : Kucing Bakau Terpantau di Hutan Mangrove Wonorejo, Bagaimana Perlindungan Habitatnya?  Jika dikaitkan dengan penemuan dua anak kucing hutan sebelumnya, lanjut pria yang juga tergabung dalam anggota Fishing Cat Working Group ini memastikan kucing hutan ini merupakan kucing liar. Tidak berasal dari peliharaan orang. “Kalau dilihat dari peta, kucing tersebut bisa jadi dari hutan produksi milik Perhutani. Apalagi kucing hutan ini aktifnya pada malam hari,” jelasnya saat dihubungi Jumat (26/02/2021).Dia bilang, kucing hutan ini karena hidupnya bisa di area manapun sehingga bisa dibilang habitatnya masih cukup, tekanannya belum sebesar yang dialami macan tutul (Panthera pardus) atau harimau (Panthera tigris). Sayangnya informasi tentang keberadaan kucing hutan ini masih sedikit sampai saat ini.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-065-08.json
Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan
Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan | Umumnya, banyak yang menganggap jika satwa ini habitatnya ada di dalam hutan alami, padahal tidak. Untuk itu Erwin berharap kucing ini bisa lebih diperhatikan agar ada informasi mengenai tentang keberadaanya,“Selanjutnya harus tahu di satu titik itu jumlahnya ada berapa. Jika sudah ditemukan, ke depannya kita bisa setting kegiatan terkait binatang ini. Satwa ini merupakan salah satu spesies yang terabaikan, dalam artian tidak banyak orang yang memperhatikan keberadaanya. Sampai akhirnya tahu-tahu hilang begitu aja,” kata pria lulusan Biologi Universitas Gajah Mada (UGM) Jogja ini.baca juga : Kucing Merah Itu Terekam Kamera di Hutan Kalimantan Tengah  Kembalikan Ke HabitatnyaErwin melanjutkan kucing hutan merupakan bagian dari national treasure atau harta kebanggaan orang Indonesia. Jika masyarakat tidak merasa mempunyai atau memperhatikan otomatis keberadaanya bisa hilang. Terkait dengan temuan itu, dia menyarankan baiknya kucing tersebut dilepaskan dimana dia dijumpai agar bisa membantu mengontrol populasi satwa lainnya yang kemungkinan menjadi hama bagi petani.Untuk mengantisipasi adanya perburuan, masyarakat harus tahu juga bahwa kucing ini merupakan bagian dari teman, keberadaanya tidak membahayakan. Jika ada perburuan masyarakat juga harus bisa mencegah.“Kita sudah kehilangan harimau jawa, badak jawa juga tinggal di ujung kulon, kucing bakau kemungkinan juga hilang. Kalau kita tidak mengurus satwa-satwa lainnya, bisa hilang sudah harta kekayaan Indonesia ini, bangkrut,” terangnya,Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan dan Pengawetan (P3) Bidang Wilayah II Balai Besar Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, Nur Rohman saat dihubungi Sabtu (27/02/2021) mengatakan, sampai saat ini belum ada inventarisasi khusus terkait kucing hutan. Tetapi berdasarkan data dari IUCN jumlah kucing hutan ini kurang lebih 50.000 ekor. Untuk saat ini memang terjadi trend penurunan populasi karena berkurangnya habitat dan perburuan.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-065-08.json
Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan
Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan | baca juga : Jual Kucing Hutan, Asman Tidak hanya Dihukum ‘Sit Up’ dan ‘Push Up’  BKSDA beruapaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak memelihara kucing hutan karena satwa ini merupakan jenis binatang yang dilindungi. Selain itu pihaknya juga berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan untuk tidak memburu kucing hutan.“Jika menemukan kucing hutan di habitatnya, jangan diganggu karena pada dasarnya dia tidak akan mengganggu manusia,” jelas Nur. Saat menemukan dalam kondisi terluka atau masuk ke dalam perkampungan, warga bisa menghubungi BKSDA terdekat agar dilakukan evakuasi penyelamatan.BKSDA Jawa Timur, lanjutnya, bekerjasama dengan para pihak saat ini sedang melakukan inventarisasi keanekaragaman hayati di luar kawasan konservasi. Salah satu outputnya adalah temuan satwa-satwa penting, salah satunya seperti kucing hutan.Untuk satwa yang dievakuasi itu selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesehatan dan penilaian perilaku. Jika dinyatakan sehat dan prilaku masih liar maka akan segera dilepasliarkan. Misalnya belum sehat atau belum liar maka pihaknya akan direhabilitasi terlebih dahulu hingga layak lepas liar. Pelepasan liar bisa dilakukan di habitat alaminya seperti hutan dataran rendah.“Kami mengucapkan terimakasih kepada masyarakat yang secara sukarela menyerahkan satwa yang dilindungi. Kami juga menghimbau kepada masyarakat yang mempunyai satwa yang dilindungi untuk diserahkan kepada negara melalui BBKSDA Jatim, karena menyimpan satwa dilindungi tanpa izin adalah tindkan pidana,” tegasnya.  [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2017-021-17.json
Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2)
Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2) | [CLS]   Setelah 1,5 jam melewati kebun sawit plasma PT Tri Bakti Sarimas, kami lalu menyusuri hulu Sungai Putat. Air jernih dan dangkal, dasar sungai bisa terlihat. Tak lama, saya bersama dua warga Desa Air Buluh, tiba di pondok Kelompok Tani Hutan (KTH) Bukik Ijau, akhir Agustus lalu. Kami tiba menjelang senja di pondok yang berdiri tepat di kawasan inti Hutan Lindung Bukit Betabuh ini.Malam itu, kami berbincang tentang program pembibitan jernang.  Sekitar pukul 20.00, tiba-tiba terdengar bunyi mesin kendaraan. Suara makin malam makin kencang dan ramai. Bukan saja suara kendaraan, terdengar juga suara mesin sinsaw. Para pembalak liar beraksi.Pembibitan dan penanaman 2.500 jernang di zona inti awal Agustus, kini terancam pembalakan liar.“Susah (diberantas). Sekarang aja dah di mana-mana, ada semua. Kalau ndak percaya besok pagi sekitar pukul 10.00 dengar aja mobil dari sana itu. Sinsaw sudah bunyi semua di  sekitar lokasi yang kita bikin ini,” kata Sunarto, anggota Kelompok Tani Hutan Bukik Ijau.Hutan Lindung Bukit Betabuh seluas 44.000 hektar. Kawasan ini habitat penting satwa dilindungi terancam punah seperti harimau Sumatera dan gajah Sumatera. Selain itu, ada trenggiling, kucing hutan, landak, tapir, beruang madu dan lain-lain. Beragam jenis burung juga ada seperti punai, kuau, ayam hutan, murai batu, elang dan rangkong serta gagak.Kekayaan flora seperti kayu-kayu bernilai tinggi juga tumbuh , seperti  meranti, kempas, punak, mersawa, bentangur, durian dan keruing. Sejak beberapa tahun terakhir, penghancuran Hutan Lindung Bukit Betabuh berlangsung, tak saja karena tekanan sawit ilegal skala kecil dan besar, juga pembalakan liar.Pagi harinya, saya berangkat ke lokasi illegal logging di zona inti Bukit Betabuh. Kami berangkat berlima. Setelah satu jam menyusuri hulu Sungai Putat, raungan mesin-mesin penghancur hutan terdengar lebih nyaring.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2017-021-17.json
Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2)
Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2) | Jalan logging dibangun para pembalak liar dari Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, selebar lima meter dan masuk sekitar tiga kilometer ke zona inti mulai perbatasan di Desa Timpeh, Sawahlunto.  KPH Lindung Kuantan Singingi Selatan juga mengawasi Hutan Lindung Bukit Betabuh pernah mengusir pembalak itu beberapa pekan sebelum ini. Bahkan eskavator milik pembalak diperintahkan menggali badan jalan sedalam dua meter untuk memutus akses ke dalam.Saat saya ke lokasi di jalan itu, ternyata sudah ada jembatan. Dua balok kayu besar diletakkan menjembatani dua sisi lubang. Di bagian jalan zona inti pun terdapat jejak kendaraan.Sunarto, Firman, Rusdi dan Ded, anggota KTH Bukik Ijau geram melihat jalan sudah diputus kembali tersambung. Mereka langsung memalang jalan dengan kayu dan menanam dua bibit jernang tepat di tengah jalan. Dua bibit jernang itu baru diambil dari hutan. Mereka juga mencat kayu yang masih tergeletak di pinggir jalan dengan tulisan “dilarang merusak hutan” dan “KTH Bukik Ijau”.“Pas pemerintah operasi, ada efek sedikit. Cuma berhenti sebentar. Sudah itu masuk lagi tapi ndak sama alat (berat). Jadi orang itu sinsaw kayu jadi pecahan ditarik pakai Honda (motor). Dulu, bawa gelondongan sekarang bawa pecahan. Banyak akalnya,” kata Sunarto.Sunarto dulu adalah pelaku pembalak liar di Hutan Lindung Bukit Betabuh. Sejak 2001 berhenti. Dia memilih berkebun karet. Dulu saat penebangan hutan marak, sedikitnya 50 sawmill  berjejer di sepanjang lintas Lubuk Jambi dan Air Buluh. Sekarang sawmill itu masih ada dan aktif terutama di Kasang dan Lubuk Jambi.Dia sadar, membalak kayu tidak membuat kaya. Sebaliknya, ada utang berserak di setiap sawmill. Setiap kali ke hutan, dia dan anggota pinjam uang antara ratusan ribu hingga Rp2 juta. Uang itu untuk beli minyak, beras dan makanan selama seminggu di hutan juga membiayai keluarga di desa.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-021-17.json
Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2)
Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2) | “Ini kalau dijalankan terus-terusan ndak bikin kaya. Yang ada malah utang.”Firman, di usia sekolah telah bekerja mengangkut kayu-kayu balak yang dialirkan lewat sungai ke truk. Dia lakoni selama 1,5 tahun, dengan memindahkan kayu-kayu berdiameter 70 sentimeter untuk bawa ke sawmill. Dia dapat Rp300.000 dibagi enam orang anggota. “Kadang-kadang ada tiap hari,” katanya.Ayah satu anak ini kini lebih memilih kerja motong karet atau menjadi sopir carteran. “Motong karet di kebun orangtua setengah hektar. Per minggu Rp200.000-300.000. Cukuplah untuk makan anak istri,” katanya.  Firman dan Sunarto, sudah tak menebang kayu. Mereka justru aktif melestarikan Hutan Lindung Bukit Betabuh yang dulu pernah hancur. Mereka bergabung dalam KTH Bukik Ijau. Kelompok tani hutan ini menanam jernang (Daemonorops draco). Ia jauh lebih masuk akal dan menentramkan hati mereka.“Lebih asikan sekarang, bikin ladang karet. Kalau dulu merusak, sekarang ndak. Ingat anak-anak, cucu kita besok. Besok-besok ini ndak ada lagi hutan,” kata Sunarto.Mengapa jernang? Menurut Firman, Hutan Lindung Bukit Betabuh adalah habitat jernang, terlebih harga jual tinggi. Harapannya, bisa menambah pendapatan keluarga.Jernang adalah sejenis resin berwarna merah dari tumbuhan rotan atau biasa juga dikenal darah naga. Di tangan pengumpul atau toke, getah jernang kini dihargai hampir Rp5 juta per kilogram. Harga cangkang yang sudah diambil getah Rp50.000 per kilogram. Jika cangkang digiling, harga jauh lebih mahal Rp1,1 juta per kilogram.Kini jernang makin langka. Bukan saja karena tutupan hutan hilang dampak pembalakan liar dan perkebunan sawit, juga persaingan para pencari jernang dari provinsi tetangga, Sumatera Barat.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-021-17.json
Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2)
Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2) | “Dulu, itu satu kg pernah dapat satu minggu. Kalau sekarang sudah susah dapat sekilogram . Satu ons pun dah susah satu hari. Karena dah banyak mati di hutan itu karena banyak cari kayu. Orang ambil kayu kan asal tumbang, kena jernang dah susah tumbuh. Kalau cari harus lebih luas lagi,” ucap Firman.Hendri Yanto, Ketua KTH Bukik Ijau mengatakan, anggota mereka 33 orang. Delapan perempuan, termasuk istrinya sendiri. Sejak dulu, mata pencarian Hendri cari getah jernang. Kini,  dia bersama warga Air Buluh sepakat membentuk kelompok KTH pada paruh kedua 2016.“Kami bentuk kelompok supaya kelompok ini bisa mencegah illegal logging yang mau masuk,” katanya.Sejak memulai pembibitan jernang di hutan seluas 25 hektar, petani hutan ini membentuk tim patroli. Tim inilah yang akan mengawasi perkembangan pembibitan dan penanaman . Tim juga yang akan menyisip bibit baru jika ada yang mati. Dana operasiona dari sumbangan anggota. Tim ini juga akan melaporkan setiap penghancuran hutan kepada pemerintah (KPHL).Perkembangan kelompok Bukik Ijau cukup maju membuat iri warga lain. Dulu, Hendri dan anggota kelompok sempat dicemooh warga lantaran membibit rotan jernang. Sekarang, justru ada dua atau tiga kelompok tani hutan lagi yang ingin dibentuk.Dia berharap,  pemerintah membantu masyarakat yang sudah berkomitmen menjaga hutan lindung ini dengan menyediakan mesin penggiling cangkang jernang. Dengan penambahan kelompok petani hutan, katanya,  bisa jadikan desanya sebagai sentral jernang di Riau.Sejauh ini,  bantuan datang dari LSM HutanRiau dan KPH Lindung Kuantan Singingi Selatan.“Rencana dibentuk dua atau tiga kelompok lagi. Kelompok ingin punya mesin giling. Kita berharap pemerintah juga membantu kami yang menjaga hutan ini,” ucap Hendry.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2017-021-17.json
Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2)
Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2) | Para petani hutan Air Buluh seperti diburu waktu. Perluasan penanaman bibit jernang sangat perlu di tengah pembalak liar terus menggerogoti kawasan inti Bukit Betabuh hingga kini.Harapan memperbaiki ekonomi dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari Bukit Betabuh bisa saja mentok jika mesin-mesin gergaji para penebang kayu lebih cepat mendekati kawasan pembibitan mereka. Jernang sendiri hidup di bawah kanopi hutan. Pertumbuhannya sangat bergantung kelestarian hutan alam.Perambahan masif ini telah diketahui Bupati Kuantan Singingi Mursini. Info ini sudah dilaporkan ke Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup Wilayah II Sumatera. Raungan itu tetap menderu-deru mengusik ketentraman hutan Sumatera dan membuat para petani hutan Air Buluh, was-was. Habis       [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-071-10.json
Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka
Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka | [CLS]   Pulau Bangka di Kepulauan Bangka Belitung, yang luasnya 1,191 juta hektar, merupakan pulau besar penghubung Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan bersama sejumlah perairan penting di Nusantara. Sejak ratusan tahun lalu, Pulau Bangka memiliki peranan dalam jalur kemaritiman Nusantara dan dunia. Salah satu penunjang peranan tersebut adalah keberadaan hutan mangrove yang mengelilingi Pulau Bangka. Bagaimana kondisinya saat ini?Jessix Amundian, Direktur Walhi [Wahana Lingkungan Hidup Indonesia] Bangka Belitung mengatakan, percaya jika sejak ratusan tahun lalu Pulau Bangka sudah dikunjungi banyak suku bangsa di dunia. Pulau Bangka juga memiliki sejumlah pelabuhan, khususnya di sepanjang Selat Bangka. “Ini dikarenakan keberadaan hutan mangrove yang menjadi sumber sandang seperti menjadi bahan baku kapal dan pelabuhan, serta sebagai sumber pangan dan obat-obatan.”Keberadaan mangrove juga didukung kekayaan alam lainnya, seperti timah dan rempah-rempah, “Tidak heran Bangka menjadi rebutan banyak kekuatan di Nusantara dan dunia. Misalnya yang yang dilakukan Kedatuan Sriwijaya dengan menguasai bandar Kota Kapur,” kata Jessix, akhir Januari 2021.Terkait peranan mangrove dalam peradaban bangsa di Nusantara pernah diungkapkan Ary Prihardhyanto Keim, Etnobiolog dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, kepada Mongabay Indonesia.Baca: Bakau dan Rempah Pernah Jayakan Nusantara, Mampukah Kita Mengulangnya?  Ary menceritakan bangsa Austronesia berasal dari Asia Tengah, Denovisian, menuju ke anak benua Sundaland sekitar 25 ribu tahun sebelum masehi [SM]. Leluhur Austronesia ini terpisah dengan saudaranya Mongoloid Utara pada masa yang sama.Di Sundaland, yang terdapat banyak pulau, bangsa Austronesia beradaptasi dengan alam, terutama dengan mangrove [bakau]. “Sejumlah jenis bakau yang dimanfaatkan bangsa Austronesia, mulai dari bangunan, kapal, makanan serta obat-obatan,” tuturnya.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-071-10.json
Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka
Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka | Selain itu, bangsa Austronesia juga menemukan berbagai tanaman yang memiliki manfaat bagi manusia yakni rempah-rempah, seperti cengkih dan kayu manis.Kapal, makanan, dan obat dari bakau, serta produk rempah-rempah dari daratan ini mendorong bangsa Austronesia menjelajah ke berbagai wilayah di dunia. Baik Afrika, Timur Tengah, India dan Tiongkok.Di masa masehi, peradaban amfibi diteruskan tiga kedatuan [kerajaan] yang sukses di Nusantara, yakni Medang, Sriwijaya, dan Majapahit. Selanjutnya, jalur maritim rempah-rempah dan hasil bumi lainnya, dimanfaatkan pedagang muslim Arab, lalu diteruskan Belanda, yang terbilang sukses.Bambang Budi Utomo, arkeolog lahan basah, kepada Mongabay Indonesia, Jumat [29/1/2021] memperkirakan Kota Kapur dulunya sebuah bandar besar yang berada di sebuah teluk. Bandar ini berhadapan dengan bandar di Teluk Cengal yang berada di seberangnya di Pulau Sumatera.“Sebelum ditaklukkan Sriwijaya, Pulau Bangka, khususnya di Pesisir Barat-nya merupakan kawasan yang sudah didiami berbagai suku bangsa. Selain pelabuhan, saat itu juga sudah dilakukan penambangan timah secara tradisional,” kata arkeolog yang akrab dipanggil Tomi ini.Baca: 7 Fakta Penting Mangrove yang Harus Anda Ketahui  Empat ancamanSelama 20 tahun terakhir, Kepulauan Bangka Belitung kehilangan hutan mangrove sekitar 240.467,98 hektar atau tersisa 33.224,83 hektar.Dijelaskan Jessix, angka ini berdasarkan perbandingan data penelitian tahun 2016 yang dilakukan Ricca Affressia, Erny Poedjirahajoe, Soewarno Hasan Bahri dari Fakultas Kehutanan UGM [2017] yang berjudul “Karakteristik Habitat Mangrove di Sekitar Pertambangan Timah Lepas Pantai Kabupaten Selatan” dengan data yang disampaikan Dinas Kehutanan Kepulauan Bangka-Belitung.
[0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425]